syok anafilaktik
DESCRIPTION
referatTRANSCRIPT
PENDAHULUAN
Anaphylaxis (Yunani, Ana = jauh dari dan phylaxis = perlindungan). Anafilaksis berarti
Menghilangkan perlindungan. Anafilaksis adalah reaksi alergi umum dengan efek pada
beberapa sistem organ terutama kardiovaskular, respirasi, kutan dan gastro intestinal
yang merupakan reaksi imunologis yang didahului dengan terpaparnya alergen yang
sebelumnya sudah tersensitisasi. Syok anafilaktik(= shock anafilactic ) adalah reaksi
anafilaksis yang disertai hipotensi dengan atau tanpa penurunan kesadaran. Reaksi
Anafilaktoid adalah suatu reaksi anafilaksis yang terjadi tanpa melibatkan antigen-
antibodi kompleks. Karena kemiripan gejala dan tanda biasanya diterapi sebagai
anafilaksis(4)
Syok anafilaktik merupakan suatu reaksi alergi yang cukup serius. Penyebabnya bisa
bermacam macam mulai dari makanan, obat obatan, bahan bahan kimia dan gigitan
serangga. Disebut serius karena kondisi ini dapat menyebabkan kematian dan
memerlukan tindakan medis segera.(1,2) Jika seseorang sensitif terhadap suatu antigen
dan kemudian terjadi kontak lagi terhadap antigen tersebut, akan timbul reaksi
hipersensitivitas.(1,4) Oleh Coomb dan Gell (1963), anafilaksis dikelompokkan dalam
hipersensitivitas tipe 1 atau reaksi tipe segera (Immediate type reaction).(1,4) Antigen
yang bersangkutan terikat pada antibodi dipermukaan sel mast sehingga terjadi
degranulasi, pengeluaran histamin, dan zat vasoaktif lain. Keadaan ini menyebabkan
peningkatan permeabilitas dan dilatasi kapiler menyeluruh. Terjadi hipovolemia relatif
karena vasodilatasi yang mengakibatkan syok, sedangkan peningkatan permeabilitas
kapiler menyebabkan udem. Pada syok anafilaktik, bisa terjadi bronkospasme yang
menurunkan ventilasi.Syok anafilaktik sering disebabkan oleh obat, terutama yang
diberikan intravena seperti antibiotik atau media kontras. Sengatan serangga seperti
lebah juga dapat menyebabkan syok pada orang yang rentan.(4)
1
Tanda dan gejala syok anafilaktik yang harus diketahui(1,2,3) :
1. Kulit :
- eritema- Urtikaria- Edema angioneurotik- Injeksi konjungtiva- Pucat- Sianosis
2. Kardiovaskuler : - Takikardi- Hipotensi- syok
3. Respirasi : - Rinitis- Spasme bronkus- Obstruksi laring karena edema
4. Gastrointestinal : - Mual- Muntah- Abdominal Cramps- Diare
5. Lain-lain : - Rasa cemas- Batuk- Parestesi- Atralgia- Kejang-kejang- Gangguan pembekuan darah- Kesadaran menurun
2
PEMBAHASAN (6,9)
Penatalaksanaan
Berbagai macam obat dapat digunakan untuk menanggulangi anafilaksis tetapi
adrenalin / epinefrin masih merupakan obat terpilih untuk reaksi yang hebat. Adrenalin
dapat meningkatkan produksi c-AMP sehingga pelepasan histamine dan mediator lain
dapat dicegah, sedangkan xantin (aminofilin) dapat mencegah degradasi c-AMP. Oleh
karena itu keduanya sangat penting dalam mengatasi anafilaksis.
Obat-obatan yang digunakan dalam terapi anafilaksis umumnya ditujukan untuk:
1. Menghambat sintesis dan lepasnya mediator.
2. Blokade reseptor jaringan terhadap mediator yang lepas
3. mengembalikan fungsi organ terhadap pengaruh mediator
Penanggulangan syok anafilaktik memerlukan tindakan cepat sebab penderita berada
pada keadaan gawat. Sebenarnya, pengobatan syok anafilaktik tidaklah sulit, asal
tersedia obat-obat emergensi dan alat bantu resusitasi gawat darurat serta dilakukan
secepat mungkin. Hal ini diperlukan karena kita berpacu dengan waktu yang singkat
agar tidak terjadi kematian atau cacat organ tubuh menetap. Kalau terjadi komplikasi
syok anafilaktik setelah kemasukan obat atau zat kimia, baik peroral maupun
parenteral, maka tindakan yang perlu dilakukan, adalah:
1. Segera baringkan penderita pada alas yang keras. Kaki diangkat lebih tinggi dari
kepala 30 – 45 º untuk meningkatkan aliran darah balik vena, dalam usaha
memperbaiki curah jantung dan menaikkan tekanan darah.
3
2. Segera berikan epinefrin atau adrenalin bekerja sebagai penghambat pelepasan
histamine dan mediator lain yang poten. Mekanismenya adalah adrenalin
meningkatkan siklik AMP dalam sel mast dan basofil sehingga menghambat
terjadinya degranulasi serta pelepasan histamine dan mediator lainnya. Selain itu
adrenalin mempunyai kemampuan memperbaiki kontraktilitas otot jantung, tonus
pembuluh darah perifer dan otot polos bronkus. Dosis yang dianjurkan adalah
0,25 mg sub kutan setiap 15 menit sesuai berat gejalanya. Bila penderita
mengalami presyok atau syok dapat diberikan dengan dosis 0,3 – 0,5 mg
(dewasa) dan 0,01 mg/ KgBB (anak) secara intra muskuler dan dapat diulang
tiap 15 menit samapi tekanan darah sistolik mencapai 90-100 mmHg. Cara lain
adalah dengan memberikan larutan 1-2 mg dalam 100 ml garam fisiologis secara
intravena, dilakukan bila perfusi otot jelek karena syok dan pemberiannya
dengan monitoring EKG. Pada penderita tanpa kelainan jantung, adrenalin dapat
diberikan dalam larutan 1 : 100.000 yaitu melarutkan 0,1 ml adrenalin dalam 9,9
ml NaCl 0,9% dan diberikan sebanyak 10 ml secara intravena pelan-pelan dalam
5 – 10 menit.
3. Pemberian cairan infus intravena
Pemberian cairan infus dilakukan bila tekanan sistolik belum mencapai 100
mmHg (dewasa) dan 50 mmHg (anak). Cairan yang dapat diberikan adalah
RL/NaCl, Dextran/ Plasma. Pada dewasa sering dibutuhkan cairan sampai
2000ml dalam jam pertama dan selanjutnya diberikan 2000 – 3000 ml/m² LPB/
24 jam. Plasma / plasma ekspander dapat diberikan segera untuk mengatasi
hipovolemi intravaskuler akibat vasodilatasi akut dan kebocoran cairan
intravaskuler ke interstitial karena plasma / plasma ekspander lebih lama berada
di dalam intravaskuler dibandingkan kristaloid. Karena cukup banyak cairan yang
diberikan, pemantauan CVP dan hematokrit secara serial sangat membantu.
Pemberian cairan akan meningkatkan tekanan darah dan curah jantung serta
mengatasi asidosis laktat. Pemilihan jenis cairan antara larutan kristaloid dan
koloid tetap merupakan perdebatan didasarkan atas keuntungan dan kerugian
mengingat terjadinya peningkatan permeabilitas atau kebocoran kapiler. Pada
dasarnya, bila memberikan larutan kristaloid, maka diperlukan jumlah 3–4 kali
4
dari perkiraan kekurangan volume plasma. Biasanya, pada syok anafilaktik berat
diperkirakan terdapat kehilangan cairan 20 – 40% dari volume plasma.
Sedangkan bila diberikan larutan koloid, dapat diberikan dengan jumlah yang
sama dengan perkiraan kehilangan volume plasma. Tetapi, perlu dipikirkan juga
bahwa larutan koloid plasma protein atau dextran juga bisa melepaskan
histamin..
4. Obat-obat vasopressor
Bila pemberian adrenalin dan cairan infus yang dirasakan cukup adekwat tetapi
tekanan sistolik tetap belum mencapai 90 mmHg atau syok belum teratasi, dapat
diberikan vasopressor. Dopamin dapat diberikan secara infus dengan dosis awal
0,3mg/KgBB/jam dan dapat ditingkatkan secara bertahap 1,2mg/KgBB/jam untuk
mempertahankan tekanan darah yang membaik. Noradrenalin dapat diberikan
untuk hipotensi yang tetap membandel.
5. Aminofillin
Sama seperti adrenalin, aminofillin menghambat pelepasan histamine dan
mediator lain dengan meningkatkan c-AMP sel mast dan basofil. Jadi kerjanya
memperkuat kerja adrenalin. Dosis yang diberikan 5mg/kg i.v pelan-pelan dalam
5-10 menit untuk mencegah terjadinya hipotensi dan diencerkan dengan 10 ml
D5%. Aminofillin ini diberikan bila spasme bronkus yang terjadi tidak teratasi
dengan adrenalin. Bila perlu aminofillin dapat diteruskan secara infus kontinyu
dengan dosis 0,2 -1,2 mg/kg/jam.
6. Kortikosteroid
Berperan sebagai penghambat mitosis sel precursor IgE dan juga menghambat
pemecahan fosfolipid menjadi asam arakhidonat pada fase lambat.
Kortikosteroid digunakan untuk mengatasi spasme bronkus yang tidak dapat
diatasi dengan adrenalin dan mencegah terjadinya reaksi lambat dari anafilaksis.
Dosis yang dapat diberikan adalah 7-10 mg/kg i.v prednisolon dilanjutkan
dengan 5 mg/kg tiap 6 jam atau dengan deksametason 40-50 mg i.v. Kortisol
dapat diberikan secara i.v dengan dosis 100 -200 mg dalam interval 24 jam dan
selanjutnya diturunkan secara bertahap.
5
7. Antihistamin
Bekerja sebagai penghambat sebagian pengaruh histamine terhadap sel target.
Antihistamin diindikasikan pada kasus reaksi yang memanjang atau bila terjadi
edema angioneurotik dan urtikaria. Difenhidramin dapat diberikan dengan dosis
1-2mg/kg sampai 50 mg dosis tunggal i.m. Untuk anak-anak dosisnya 1mg/kg
tiap 4 -6 jam.
Penilaian C,A dan B dilakukan dari tahapan resusitasi jantung paru yang terbaru
dikeluarkan oleh American Heart Association tahun 2010, yaitu:
C. Circulation support, yaitu bila tidak teraba nadi pada arteri besar (a. karotis, atau a.
femoralis), segera lakukan kompresi jantung luar. hidup dasar yang
penatalaksanaannya sesuai dengan protokol resusitasi jantung paru.
A. Airway ‘penilaian jalan napas’. Jalan napas harus dijaga tetap bebas, tidak ada
sumbatan sama sekali. Untuk penderita yang tidak sadar, posisi kepala dan leher diatur
agar lidah tidak jatuh ke belakang menutupi jalan napas, yaitu dengan melakukan
ekstensi kepala, tarik mandibula ke depan, dan buka mulut.
B. Breathing support, segera memberikan bantuan napas buatan bila tidak ada tanda-
tanda bernapas, baik melalui mulut ke mulut atau mulut ke hidung. Pada syok
anafilaktik yang disertai udem laring, dapat mengakibatkan terjadinya obstruksi jalan
napas total atau parsial. Penderita yang mengalami sumbatan jalan napas parsial,
selain ditolong dengan obat-obatan, juga harus diberikan bantuan napas dan oksigen.
Penderita dengan sumbatan jalan napas total, harus segera ditolong dengan lebih aktif,
melalui intubasi endotrakea, krikotirotomi, atau trakeotomi.
6
Resusitasi Jantung Paru
RJP dilakukan apabila terdapat tanda-tanda kagagalan sirkulasi dan pernafasan.
Untuk itu tindakan RJP yang dilakukan sama seperti pada umumnya.
Bilamana penderita akan dirujuk ke rumah sakit lain yang lebih baik fasilitasnya,
maka sebaiknya penderita dalam keadaan stabil terlebih dahulu. Sangatlah tidak
bijaksana mengirim penderita syok anafilaksis yang belum stabil penderita akan dengan
mudah jatuh ke keadaan yang lebih buruk bahkan fatal. Saat evakuasi, sebaiknya
penderita dikawal oleh dokter dan perawat yang menguasai penanganan kasus gawat
darurat.
7
Penderita yang tertolong dan telah stabil jangan terlalu cepat dipulangkan karena
kemungkinan terjadinya reaksi lambat anafilaksis. Sebaiknya penderita tetap dimonitor
paling tidak untuk 12-24 jam. Untuk keperluan monitoring yang kektat dan kontinyu ini
sebaiknya penderita dirawat di Unit Perwatan Intensif.
Dalam keadaan gawat, sangat tidak bijaksana bila penderita syok anafilaktik dikirim ke
rumah sakit, karena dapat meninggal dalam perjalanan. Kalau terpaksa dilakukan,
maka penanganan penderita di tempat kejadian sudah harus semaksimal mungkin
sesuai dengan fasilitas yang tersedia dan transportasi penderita harus dikawal oleh
dokter. Posisi waktu dibawa harus tetap dalam posisi terlentang dengan kaki lebih tinggi
dari jantung.
8. Kalau syok sudah teratasi, penderita jangan cepat-cepat dipulangkan, tetapi harus
diawasi / diobservasi dulu selama kurang lebih 4 jam. Sedangkan penderita yang telah
mendapat terapi adrenalin lebih dari 2 – 3 kali suntikan, harus dirawat di rumah sakit
semalam untuk observasi.
8
(10)
9
PENCEGAHAN :
Pencegahan syok anafilaktik merupakan langkah terpenting dalam setiap pemberian
obat, tetapi ternyata tidaklah mudah untuk dilaksanakan. Ada beberapa hal yang dapat
kita lakukan, antara lain:
1. Pemberian obat harus benar-benar atas indikasi yang kuat dan tepat.
2. Individu yang mempunyai riwayat penyakit asma dan orang yang mempunyai riwayat
alergi terhadap banyak obat, mempunyai risiko lebih tinggi terhadap kemungkinan
terjadinya syok anafilaktik.
3. Penting menyadari bahwa tes kulit negatif, pada umumnya penderita dapat
mentoleransi pemberian obat-obat tersebut, tetapi tidak berarti pasti penderita tidak
akan mengalami reaksi anafilaktik. Orang dengan tes kulit negatif dan mempunyai
riwayat alergi positif mempunyai kemungkinan reaksi sebesar 1 – 3% dibandingkan
dengan kemungkinan terjadinya reaksi 60% bila tes kulit positif.
4. Yang paling utama adalah harus selalu tersedia obat penawar untuk mengantisipasi
kemungkinan terjadinya reaksi anafilaktik atau anafilaktoid serta adanya alat-alat bantu
resusitasi kegawatan. Mempertahankan suhu tubuh dipertahankan dengan
memakaikan selimut pada penderita untuk mencegah kedinginan dan mencegah
kehilangan panas. Jangan sekali-kali memanaskan tubuh penderita karena akan sangat
berbahaya.
10
Pemberian Cairan :
1. Jangan memberikan minum kepada penderita yang tidak sadar, mual-mual, muntah
atau kejang karena bahaya terjadinya aspirasi cairan ke dalam paru.
2. Jangan memberi minum kepada penderita yang akan dioperasi atau dibius dan yang
mendapat trauma pada perut serta kepala (otak).
3. Penderita hanya boleh minum bila penderita sadar betul dan tidak ada indikasi
kontra. Pemberian minum harus dihentikan bila penderita menjadi mual atau muntah.
4. Cairan intravena seperti larutan isotonik kristaloid merupakan pilihan pertama dalam
melakukan resusitasi cairan untuk mengembalikan volume intravaskuler, volume
interstitial dan intra sel. Cairan plasma atau pengganti plasma berguna untuk
meningkatkan tekanan onkotik intravaskuler.
KOMPLIKASI (7):
Komplikasi yang terjadi pada syok anafilaktik termasuk :
1. Obstruksi jalan napas bagian atas ( sembab larynx )–> Pasang pipa
endotracheal atau tracheostomI
2. Obstruksi jalan napas bagian bawah ( asma ) –>Beri : Aminofilin, Hidrokortison,
Terbutalin atau pasang ventilator.
3. Renjatan berkepanjangan :
Beri cairan intravena NaCl 0,9% atau koloid.
4. Kadang-kadang perlu diberi Adrenalin intravena dengan dosis 1 ml larutan 1 :
10.000 dengan sangat hati-hati.
Cara membuat larutan : 1 ml larutan 1 : 1000 dilarutkan dalam 10 ml NaCl 0,9%
5. Kadang-kadang perlu diberi obat-obat vasopresor, seperti Norepinephrin,
Metaraminol, dan Dopamin.
6. Bila renjatan belum membaik, ukur CVP.
7. Bila tekanan kurang lebih 12 mm Hg, beri Isoproterenol.
8. Pemantauan ECG.
9. Jantung berhenti :
11
o Lakukan pijat jantung.
o Beri napas buatan.
o Beri Natrium Bikarbonat : 0.5 - 1mEq/kgBB
12
KESIMPULAN(1,5)
Anafilaksis merupakan kompleks gejala yang timbul secara mendadak (dapat
sangat berat) sebagai akibat perubahan permeabilitas vaskuler dan hiperaktifitas
bronchial karena kerja dari mediator-mediator endogen yang dihasilkan oleh sel-sel
mast dan basofil akibat stimuli antigen. Jadi anafilaksis merupakan reaksi antigen-
antibodi (reaksi hipersensitivitas).
Penderita yang mengalami syok anafilaksis termasuk dalam kegawatan medis
dan harus segera ditangani, karena dapat dengan segera jatuh ke situasi yang
membahayakan jiwa bahkan fatal.
Pengetahuan tentang prosedur penanganan anafilaksis perlu dipahami dan
dikuasai agar kita dapat bertindak dengan cepat dan tepat saat menjumpai kasus
tersebut, dengan demikian dapat terlindung dari tuntutan hukum karena telah
menjalankan prosedur dengan benar.
Perlu kajian mendalam dari kalangan medis dan publikasi kepada publik tentang
reaksi alergi agar tidak diterjemahkan sebagai “mal praktek“.Dikatakan “medical error”
apabila nyata-nyata seseorang yang mempunyai riwayat alergi obat tertentu tetapi
masih diberikan obat sejenis. Karena itu penting untuk memberikan penjelasan dan
catatan kepada penderita yang mempunyai riwayat alergi, agar tidak terjadi reaksi syok
anafilaksis.
13
DAFTAR PUSTAKA :
1. Yentis M.S, Hirsch N.P,Smith G.B. Anaesthesia : An Intensive Care A to Z An
Encyclopedia of Principles and Practice. 2nd Edition. Butterworth Heinemann.
Reprinted 2000. 30-31
2. http://www.blogdokter.net/tag/anafilaktik/
3. http://nursingbegin.com/penatalaksanaan-syok-anafilaktik/.accessed on 20th
January 2011
4. Kemp SF. Current concepts in pathophysiology, diagnosis, and management of
anaphylaxis. Immunol Allergy Clin North Am 2001;21:611-634
5. Protocol For Management Of Anaphylactic Shock. Manitoba.Revised November
2007. Available at :
http://www.gov.mb.ca/health/publichealth/cdc/protocol/anaphylactic.pdf
6. Schwartz LB. Systemic anaphylaxis, food allergy, and insect sting allergy. In:
Goldman L, Ausiello D, eds. Cecil Medicine. 23rd ed. Philadelphia, Pa: Saunders
Elsevier; 2007:chap 274.
7. http://blog.ilmukeperawatan.com/penatalaksanaan-anafilaksis.html.accessed on
23rd January 2011
8. http://www.farmasiku.com/index.php?target=pages&page_id=Syok_Anafilaktik.
Accessed on 24th January 2011
9. http://alirifan.blogspot.com/2007/11/penatalaksanaan-syok-anafilaktik.html.
accessed on 20th January 2011
10.http://firstaid.about.com/od/cpr/qt/09_2010_CPR_Guidelines.htm.accessed on
23rd January 2011
14