syarifudin, pendidikan kultural imam rijali di maluku

15
Mozaik Islam Maluku, Syarifudin 35

Upload: syarifudin-ambon

Post on 07-Apr-2016

245 views

Category:

Documents


9 download

DESCRIPTION

kajian studi islam maluku

TRANSCRIPT

Page 1: syarifudin, pendidikan kultural imam rijali di Maluku

Mozaik Islam Maluku, Syarifudin 35

Page 2: syarifudin, pendidikan kultural imam rijali di Maluku

Mozaik Islam Maluku, Syarifudin 36

WAWASAN PENDIDIKAN

MULTIKULTURAL IMAM RIJALI

DALAM PERSPEKTIF DAKWAH

Oleh: Syarifudin

Dosen Fakultas Ushuluddin dan Dakwah

IAIN Ambon

email: [email protected]

Kata Kunci: Pendidikan, Multikultural,

Imam Rijali, Pembelajaran.

ABSTRAK; Penelitian ini berkaitan

dengan Tokoh dan ulama Maluku yang

menyebarkan Islam pada tahun 1539.

Penelitian ini bercorak kualitatif,

menggunakan artefak sebagai sumber

data yang dipotret dengan Perspektif

Dakwah. Kajian ini menemukan bahwa

seorang guru yang dapat mengajarkan

pendidikan multikultural ketika guru

memiliki kompetensi AISYATEK

(Kecerdasan Aqidah, Kecerdasan

Intelektual, Kecerdasan Syari’ah,

Kecerdasan Akhlaq, Kecerdasan

Entrepreneurship dan Kecerdasan

Teknologi. Kompetensi ini temua

disertasi Syarifudin yang biasanya

digunakan dalam mengkur komptensi

mubalig. Hasil penelitian ini

membuktikan bahwa nilai-nilai

pendidikan dalam ritual pukul sebagai

pesan simbolik yang digelar dalam ritual

pemukulan fisik setiap selesai bulan suci

Ramadhan. Tradisi puku sapu sebagai

simbol pendidikan untuk mencegah

manusia melakukan kemungkaran.

Kemungkaran menurut Ibnu Suleman

adalah mencegah manusia untuk

berprilaku negatif pada diri sendiri dan

orang lain. Efek sosial dari ritual ini

adalah media untuk menggerakkan

masyarakat di Maluku menjadi terhormat.

Ajaran pedidikan Imam Rijali ini sebagai

sang pencerah di tengah masyarakat.

Gagasan Pendidikan multikultural Imam

Rijali sebagai model percontohan

pendidikan multikultural yang dapat

menjadi pilihan akademik bagi

pengembangan wawasan Pembelajaran

secara simbolik.

Key word; Education, Multicultural

Society,The Priest Rijali, Learning.

ABSTRAC This Research connected

with this figure and scholars who spread

Islam Maluku in 1539. This Research

striped qualitative research, using artifacts

as source that is seen through the

perspective. This study found that a

teacher who can teach multicultural

education when teachers have

competency AISYATEK (intelligence

Creeds, Intellectual, intelligence Shari'a,

the intelligence morality, intelligence

Entrepreneurship and intelligence

Technology. This Order temua

dissertation Syarifudin that usually used

in mengkur komptensi mubalig could

stifle. This research proved that the values

education in rituals at as a message that

was held to celebrate the symbolic ritual

beatings physical holy month of Ramadan

after. Tradition puku broom as a symbol

education to prevent people cut off.

According to Ibnu Suleman Denial is to

prevent people to acted very modestly

negative impact on themselves and

others. Social Effects of this ritual is to

move media community in Maluku to

honor. Equip teaching priest Rijali this as

the pencerah in the middle of society.

Multicultural Education ideas Priest Rijali

as a model that can be a pilot

multicultural education become the first

choice for development of the vision

academic learning in a symbolic manner.

PENDAHULUAN

Page 3: syarifudin, pendidikan kultural imam rijali di Maluku

Mozaik Islam Maluku, Syarifudin 37

model peradaban Islam Maluku

didesain oleh berbagai unsur

budaya sehingga membentuk citra yang

sangat kompleks dengan paradigma dan

perspektif masing-masing. Kekayaan

khazanah peradaban Islam Maluku ketika

tidak di jaga, dirawat, dan dilestarikan

dengan baik maka akan berwajah buruk

dalam proses pengembangan budaya

kedepan dengan ancaman imprealisme

budaya global dan aliran transnasional

yang mengkonstruksi struktur

masyarakat Maluku sangat kuat dengan

berbagai macam faslitas teknologi, gaya

hidup, dan model penataan Negara

dengan sistem demokrasi yang akan

berimplikasi pada spirit peradaban Islam

yang berwawasan pancasila dalam

bingkai multikultural yang diakomodir

dalam perspektif pemikiran dakwah

Imam Rijali.

Dominasi imprealisme budaya

global ini membutuhkan metode adabtasi

budaya dengan tidak meninggalkan

budaya timur sebagai identitas diri dan

wajah budaya Maluku. Perjumpaan panca

indra budaya inilah sebagai wawasan

untuk mendapatkan rumusan baru jejak

pergerakan peradaban Islam melalui

arefak budaya berupa naskah kuno,

tarian, yang dikonstruksi secara turun-

temurung kepada umat Islam yang

bermukim di Maluku dewasa ini.

Kekayaan khazanah peradaban ini

membutuhkan ilmuan budaya untuk

mengungkap kronologis yang

membentuk citra sebuah peradaban.

Karena pentingnya rekaman jejek-jejak

tersebut sebagai khazanah keilmuan dari

para ulama masa lalu sebagai kerangka

dasar mendesain sebuah peradaban di

masa yang akan datang. Tulisan ini akan

berupaya menginventarisasi dan

memotret peradaban Islam Maluku

sebagai paradigm budaya yang bercorak

multikultural yang ber-wawasan Islam

kepulauan dan kemaritiman dalam

bingkai multikultural.

Secara historiografi peradaban

Islam Maluku yang datang dari timur

tengah dan melintasi ruang, waktu,

teknologi, dan berbagai macam daratan

budaya sehingga membentuk karakter

baru dengan berakulturasi dengan budaya

lokal sehingga lahirlah peradaban Islam

Maluku. Peradaban Panca indra budaya

peradaban Islam yang tinggal di Maluku

saat ini adalah Islam yang ingklusif dari

Timur Tengah yang melintasi berbagai

macam perjumpaan budaya, bahasa

dengan melalui berbagai daratan, laut,

dan corak pemikiran.1

Selain itu Islam berakulturasi

dengan budaya setempat sehingga

membentuk karakter baru yang disebut

oleh Rektor IAIN Ambon adalah corak

Islam Mazhab Maluku. Islam Maluku ini

dikenal dengan budaya Salam-Sarani

sebagai buah dari peradaban Maluku

dalam menjaga kerukun-an antar umat

beragama di Maluku. Peradaban Maluku

juga dikenal dengan Seni Budaya

Qasidah dan artikulasi religi melalui

sajak-sajak atau dikenal dengan kapata-

kapata yang sarat dengan spirit wawasan

pendidikan multikultural warisan

pemikiran Imam Rijali.

Petuah bijak sang Ulama Maluku

Imam Rijali tampak dalam konten kapata

yang mengndung nilai-nilai dakwah

dalam liriknya mengandung spirit

multikultural, penulis mengduga kuat

cerminan masyarakat hari ini sangat

1Azyumardi Azrah, Jaringan Ulama Timur

Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII &

XVIII (Cet. II; Jakarta: Prenada Media, 2008), h.

44.

M

Page 4: syarifudin, pendidikan kultural imam rijali di Maluku

Mozaik Islam Maluku, Syarifudin 38

tergantung pada karya pemikiran masa

lalu termasuk tokoh Maluku yaitu Imam

Rijali untuk menjaga ekosistem publik

dalam mealuka interaksi sosial antar

umat Bergama.

Islam Maluku terkenal dengan

pantong, nyanyian, cigulu-cigulu,

kapatah tentang rasa, serta kearifan lokal

lainnya yang diduga kuat bersumber dari

akulturasi budaya lokal dengan Islam

yang datang dari tanah Arab.2

Perjumpaan budaya inilah yang

memberikan keunikan bagi Islam di

Maluku yang ada di negeri Raja-Raja ini.

Selain pemahaman tersebut Islam

yang ada di Maluku memiliki tradisi

yang sampai saat ini menjadi khazanah

budaya antara lain; Pemancangan Tiang

Alif Masjid di Maluku, Masjid Tua

Wapauwe, Abda’u di Tulehu Maluku

Tengah, Pukul Sapu di Morella dan

Mamala, Aroha di Pelauw Maluku

Tengah, Dabus di Geser Seram bagian

Timur, Ritul Memandikan Kain Gajah

dan Kora-Kora di Banda, Naskah Kuno

di Morella dan Hila, dan tarian Sawat

dari kabupaten Tual (Maluku Tenggara).

Peradaban Islam nusantara ini yang

ada di Maluku menjadi bukti atau fakta

sejarah bahwa Maluku perlu dieksplorasi

budaya keislamannya untuk menjelajahi

factor apa saja yang mengkonstruksi

corak Islam di Maluku sehingga memiliki

banyak peradaban dan ritual keagamaan

yang sampai saat ini belum mendapat

penjelasan secara komprehensip melalui

metodologi dan kajian filosofi-historiy

yang mendalam.

PEMBAHASAN

2Kementerian Agama Republik Indonesia:

Balai Penelitian dan Pengembangan Agama

Makassar (Jurnal Al-Qalam Volume 19 Nomor 2

November 2013), h.232

Wawasan pendidikan multikultural

Imam Rijali dalam lintasan sejarah

sangat sedikit kecuali karya monumen-

talnya hikayat Tanah Hitu. Tetapi fakta

lisan di tengah masyarakat sangat banyak

yang dikonstruksi sebagai bagian dari

pemikiran pendidikan multikultural

Imam Rijali yang diwariskan secara lisan

turun-temurun sampai saat ini.3

Sebelum memberikan pengertian

terhadap istilah yang digunakan dalam

kajian ini perlu dipahami bahwa yang

dimaksudkan dengan peradaban Islam

Maluku adalah Umat Islam yang tinggal

selama lima tahun berturut-turut

sehingga ia beradabtasi dan berinteraksi

dengan budaya lokal dan budaya migrasi

dari berbagai etnis, suku, dan corak

pemikiran sehingga ia terbentuk satu

budaya Islam yang disebut peradaban

Islam mazahab Maluku.4

Pengertian peradaban yang

dimaksudkan dalam tulisan ini adalah

semua karya umat Islam yang ada di

Maluku yang dijadikan sebagai ritual

yang tidak bertentangan dengan syari’at,

akal, budaya, dan agama Islam. Islam

Maluku adalah agama yang telah

beradabtasi dengan budaya lokal dan

membentuk corak pemahaman baru

sesuai dengan nilai-nilai syari’ah Islam.

Dari pengertian tersebut maka

dapat digambarkan bahwa cerminan

peradaban Islam Maluku menurut data

klasik/kuno yang didapatkan di Morella,

Hila, dan Seram Bagian Timur,

memberikan gambaran bahwa corak

Islam Maluku adalah Islam Syiah-Sunny

yang memiliki pemahaman Islam tasawuf

3Lating(Sejarawan Masjid Tua Wapauwe)

wawancara di Hila, 13 Desember 2014. 4Jafar Laein(Imam Masjid Tua Wapauwe)

wawancara di rumanya 23 Oktober 2014.

Page 5: syarifudin, pendidikan kultural imam rijali di Maluku

Mozaik Islam Maluku, Syarifudin 39

dengan keunikan dalam berbagai aspek

kepercayaannya dalam melakukan ritual-

ritual dalam berbagai aspek.5 Misalnya

aspek pemahaman tentang Haji, Khutbah

Jumat, dan budaya lainnya yang

diupacarakan saat datang bulan suci

ramadhan, pasca bulan suci ramadhan

dan bulan-bulan tertentu yang dianggap

sakral berdasarkan warisan dari tuang

Guru yang dianggap ‘alim oleh

masyarakat Maluku.

Buah pena para ulama klasik di

Maluku yang telah menorehkan

peradaban Islam sampai saat ini belum

pernah dipentaskan secara akademik

sehingga warisan pendidikan secara

simbolik masih sangat kurang di Maluku.

Sistem pendidikan simbolik di Maluku

perlu dikaji dan dikembangkan untuk

memberikan wawasan pendidikan

multikultural yang bijak dan arif kepada

generasi selanjutnya melalui media

artefak sejarah dan ritual pukul sapu

sebagai media silaturrahmi kebudayaan.

Fakta sejarah ini menunjukkan bahwa

Islam di Maluku memiliki peradaban

yang cukup signifikan dan terpelihara

secara baik sampai saat ini lewat tradisi

lisan.

Kerangka Konseptual.

Dalam mengungkap dinamika pen-

didikan multikultural Imam Rijali dari

Perspektif Dakwah, sesuai jejak

peradaban Islam di Maluku penulis

menggunakan teori dakwah Mula Sadra

yang mengungkapkan bahwa ekspresi

suatu fenomena peradaban Islam sangat

dipengaruhi oleh tiga paradigm yakni

5Muhammad As’ad dan Muh. Idham dkk,

Buah Pena Sang Ulama (Cet. I; Jakarta: Orbit

Publishing Jakarta: 2011), h. 242.

paradigma burhani, bayani, dan irfani.6

Menurut Mula Sadra ketiga aspek

metode berpikir inilah yang sangat

menentukan arah dan gerak sebuah

peradaban Islam. Teori ini relevan

dengan paradigma berpikir Syekh Ali

Mahfuz pemikir Mesir yang kutip oleh

Andi Faisal Bakti mengungkapkan bahwa

peradaban itu dapat diketahui melalui

tiga metode sistem berpikir.

Ketiga sistem berpikir ini

melahirkan corak budaya dan mazhab

pendidikan dengan menelaah cara

memahmi objek, menjelaskan objek, dan

membahasakan objek pendidikan

multikultural dari perspektif dakwah.7

Paradigma ini sesuai dengan Azyumardi

Azra bawah gerak sebuah peradaban

sangat ditentukan oleh kemampuan daya

nalar sebuah komunitas. Semakin

canggih daya nalar membaca fenomena

Tuhan semakin baik rumusan peradaban

yang dihasilkan.

Olehnya G.E. Von Grunebaum

berpendapat bahwa Perdaban Islam

ketika bertemu dengan peradaban Asing,

memunculkan tiga sikap, pertama,

peradaban itu akan menyerap jika

peradaban Asing itu tidak bertentangan

dengan Aqidah/ajaran Islam, kedua,

peradaban itu akan memodifikasi, jika

peradaban itu memiliki relevansi, dan

ketiga, peradaban itu akan ditolak jika

peradaban asing itu akan bertentangan

dengan Aqidah Islam.8

6H. Rustam E. Tamburaka, Ilmu Sejarah,

Teori Sejarah, Filsafat, dan IPTEK (Cet. II;

Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2002), h. 91. 7H. Faisal Bakti, Nation Bilding:

Kontribusi Komunikasi Lintas Budaya Terhadap

Kebangkitan Bangsa Indonesia (Cet. I; Jakarta:

Curia Press, 2006), h. 91. 8Samiang Katu, Pasang Ri Kajang : Kajian

tentang Akomodasi Islam dengan Budaya Lokas

Page 6: syarifudin, pendidikan kultural imam rijali di Maluku

Mozaik Islam Maluku, Syarifudin 40

Selain teori tersebut juga

menggunakan teori AGIL yang sangat

relevan dalam menjelaskan pergerakan

peradaban Islam di Maluku sebagai

instrument dalam memahami,

menjelaskan dan membahasakan konsep

peradaban Islam yang ada di Maluku.

Teori AGIL ini termasuk aliran structural

fungsional dari Talcot Pason yang

mengungkapkan bahwa peradaban

sejarah itu sangat ditentukan oleh

kecenderungan manusia yang terdiri dari;

cara beradabtasi, cara menentukan

tujuan, cara melakukan integrasi budaya,

dan laten (alam bawa sadar) yang

tersimpan dalam memorinya yang

berdampak dalam prilakunya.9

Teori Talcot Parson ini relevan

dengan paradigma pendidikan

multikultural Imam Rijali. Sistem

produksi pendidikan Imam Rijali dalam

mengkonstruksi sistem pendidikan

multikultural di Maluku dapat dilihat

dalam peta keilmuan sebagai berikut;

Model Pemikiran Pendidikan Imam

Rijali.

Pemahaman tentang Tiang Alif di

Maluku salah satu peradaban sejarah

Islam di Maluku yang sangat

monumental adalah tradisi ritual tiang

alif. Tradisi ini mengandung wawasan

pendidikan aqidah, syari’ah, dan akhlaq.

Tradisi pemahaman Islam Maluku dalam

pendidikan tiang alif dapat dimaknai dari

berbagai aspek. Tiang alif difahami oleh

masyarakat Maluku adalah sebab dari

segala sesuatu dan ia adalah kehormatan

di Sulawesi Selatan, (Makassar: PPIM, 2000), h.

63. 9Talcott Parson, Sistem Interactional Civil

Society (New York: Sage publishing, 2003), h.

210.

umat manusia dalam menjalani

hidupnya.10

Atas dasar inilah sehingga ketika

melakukan shalat jumat maka mereka

menggunakan tongkat saat khutbah

jumat sedang berlangsung. Karena

tongkat difahami sebagai kekuatan bagi

kaum pria dan kesejahteran bagi kaum

wanita. Model pemahaman agama ini

cukup sederhana dan menjadi corak dan

cara beragama bagi Islam Maluku dalam

menjelakan ajaran Islam di Indonesia.

Apabila kita perhatikan dengan

seksama, maka huruf "Alif" dalam Islam

itu mengandung arti dan makna yang

amat dalam. Betapa tidak. Coba kita

renungkan, Asma Allah, diawali dengan

huruf "Alif". Abjad huruf Arab juga

diawali dengan huruf "Alif". Angka Arab

ditulis dari kanan kekiri, maka angka satu

itupun dilambangkan dengan huruf "alif".

Coba kita perhatikan kitab Suci Al

Qur'an.

Surat Al-Fatihah, juga diawali

dengan huruf "Alif". Kata syukur dan

terima kasih kepada Ilahi, dinyatakan

dengan kata " Alhamdulillah', segala puji

bagi Allah, diawali dengan huruf "Alif".

Pada waktu wahyu Tuhan untuk pertama

kali turun dan Al-Qur'an disampaikan

Allah melalui malaikat Jibril, maka Nabi

Muhammad SAW diajari Jibril dengan

kata-kata : "Iqra", bacalah, wahyu Tuhan

yang pertama turun kepada Muhammad

sebagaimana tertera dalam Surah Al

Alaq, adalah diawali dengan huruf

"Alif".11

10

Bapak Lating tokoh agama di Hila,

wawancara dirumahnya 12 Desember 2014. 11

Bapak Tete Pelu tokoh agama di Hitu

Lama, wawancara dirumahnya 20 Nopember

2014.

Page 7: syarifudin, pendidikan kultural imam rijali di Maluku

Mozaik Islam Maluku, Syarifudin 41

Nilai pendidikan multikultural yang

didapatkan dalam model pendidikan

seperti ini bahwa ilmu alif itu adalah

mata air segala ilmu ketika manusia telah

menguasai ilmu alif maka tuntaslah

pelajaran dunia akhirat. Nilai pendidikan

lain dari tradisi alif ini saat membangun

masjid ada pesan simbolik yang

mengandung makna persatuan,

perdamain, dan silaturrahmi antar sesama

muslim saat prosesi pembangunan tiang

alif.

a) Nilai Pendidikan Multikulutral di

Masjid Tua Wapauwe.

Masjid wapauwe sebagai pusat

pendidikan multikultural Imam Rijali

sebagai bukti artefak dan sekaligus jejak

peradaban Islam di Maluku sangat

berkembang dengan adanya rumah

ibadah masjid Wapaue sebagai pusat

organisasi membangun peradaban

Pendidikan, artefak sejarah masjid ini

sebagai madrasah yang dibangun pada

tahun 1414, dan salah satu ulama Islam

yang pernah menjadi Imam di Masjid

tersebut adalah Imam Rijali.

Masjid ini awalnya berada di atas

Gunung tetapi ketika terjadi perang

Wawane pada tahun 1682 maka bangsa

Belanda menyuruh pindahkan masjid ini

di dekan pantai, tetapi akibat tidak ada

tenaga yang kuat berkat ilmu

supranatural Imam Rijali maka dalam

satu malam masjid Wapauwe pindah

dengan tidak ada yang rusak ia berpidah

sesuai dengan bentuk dan bangunan

aslinya.12

Menara kubah Masjid Negeri Hila

secara spritual memiliki makna simbolik.

Pemahaman masyarakat Negeri Hila

12

Jafar Lein (Imam Masjid Tua Wapauwe)

wawancara di Hila Kaitetu, 11 Desember 2014.

terhadap tiang alif tidak menyebut

‘menara kubah’ seperti lazimnya

masyarakat lain. Masyarakat lebih

menyebutnya sebagai tiang alif yang

berarti huruf pertama dalam abjad Arab,

atau berdiri tegak lurus di puncak kubah

dengan memberi mahkota, maka

memperindah seluruh fisik bangunan

masjid itu dari berbagai sudut pandang.

Apalagi ditambah dengan ornamen seni

tangan mengukir mengelilingi ruang

Masjid.

Ada ukiran delapan sisi pada

menara Masjid mengandung makna

penjuru mata angin bagi aktifitas

manusia secara ekonomi, agraria, melaut.

Empat kipas diperut tiang alif maknya

adalah memberi perlindungan kepada

masyarakat. Ukuran panjang tiang

mencapai lima meter mengisyaratkan

shalat lima waktu.13

‚Makna paling mendalam dan

memiliki hubungan kaualitas dengan

kehidupan manusia khususnya

masyarakat Negeri Hila sebagai negeri

Islam yang memiliki ketekunan atas adat

istiadat yang ditinggalkan para leluhur

sebelumnya,‛ ujar Suleman. Dirinya

mengakui, begitu panjang jika diungkit

satu persatu manuskrip pembangunan

masjid yang terletak dulunya di pesisir

tanah Hitu ini. Berdasarkan buku

Hikayat Tanah Hitu dalam Al-Kisah

XXVI yang ditulis salah satu penyiar

Islam di Maluku khususnya tanah Hitu,

Imam Ridjali yang kemudian dikutip

penulis Eropa. Rumpius tahun 1700

menjelaskan, pembangunan masjid

Negeri Hila dilaksanakan dalam tiga fase

13

Hj. Suleman Launuru, Ketua Panitia

Pemasangan Kubah Masjid Negeri Hila

Page 8: syarifudin, pendidikan kultural imam rijali di Maluku

Mozaik Islam Maluku, Syarifudin 42

dengan tiga bentuk atau arsitektur

bangunan masjid yang berbeda. 14

‚Masjid Negeri Hila dibangun

pada masa siar Islam di Maluku. Dulunya

kawasan ini dikenal dengan Tanah Hitu.

Hal ini diungkapkan oleh Imam Ridjali

salah satu tokoh dan penyiar Islam dalam

cerita Hikayat tanah Hitu. Kemudian,

kembali disaling oleh seorang Jermanis

yang dulunya menulis soal flora dan

fauna Maluku yakni Rumphius,

‛kisahnya. Bangunan Masjid pertama

berdiri pada abad 12 berbentuk surau

tergantung dengan empat pilar

penyanggah. Bangunan masjid kedua

pada abad 14 berbentuk piramid dan

bangunan ketiga abad 18 dan masih

bertahan hingga saat ini.

Kejadian ini ketika dianalisis

secara ilmiah maka sulit dibuktikan

dengan fakta-fakta tetapi konstruksi

informasi yang diceritakan secara turun

temurung semua data dalam bentuk tutur

menisbahkan seperti itu. Sebuah suku

terdiri dari beberapa klan yang dihimpun

melalui suatu proses pengorganisasian.

Sementara sebuah klan terdiri dari

beberapa keluarga.15

b) Abda’u di Tulehu Maluku Tengah

Pelaksanaan tradisi abda’u ini

Peradaban Islam Maluku yang ada di

Kabupaten Maluku tengah yang

dilakukan setiap hari idul adha atau hari

raya kurban. Ritual abda’u dilakukan

setelah selesai shalat idul adha.16

Adapun

14

Jafar Lein (Penjaga Masjid Kaitetu),

wawancara di Rumahnya 23 Juni 2014. 15

Philip K. Hitti, Sejarah Ringkas Dunia

Arab. Terj. Usuluddin Hutagalung dan O.D.P.

Sihombing (Yogyakarta : Pustaka Iqra, 2001), h.

16 16

J. Saleh Ohorella (Raja Negeri Tulehu),

Wawancara, di rumahnya 19 Juli 2013.

persiapan ritual dilakukan dengan

berpuasa selama tiga hari berturut-turut

sebelum masuk menjadi peserta

napatatilas sejah Ibrahim yang

diperankan dalam bantuk teater abda’u

ditengah masyarakat negeri Tulehu yang

berada di kabupaten Maluku Tengah

Provinsi Maluku.

Mengakatan ritual napaktilas

perebutan bendera yang bertuliskan

Lailaha Illah Muhammadurrasulullah

sebagai simbol perjuangan. Apa

pelajaran yang bisa diambil dari

refleksi sejarah keluarga Nabi Ibrahim

as sebagai modal dasar memperkokoh

keluarga kita? Dan apa saja pelajaran

yang sesuai dengan permasalahan hidup

kita di era modern ini? Inilah yang akan

direfleksikan melalui khutbah idul adha

yang mubarakah ini. Informasi dalam

Al-Quran Allah menjelaskannya dalam

peristiwa ‘idul kurban keluarga Nabi

Ibrahim merefleksikan tiga figur secara

simbolik yang dapat diteladani untuk

memecahkan persoalan sosial yang kita

hadapi sekarang ini. 17

Sosok/profil keluarga Ibrahim as

yang tangguh memiliki empat

pelajaran besar antara lain; Pelajaran

spiritual Nabi Ibrahim, Ketangguhan

Sitti Hajar menghadapi masalah, dan

ketaqwaan Ismail as sebagai anak

menghadapi tantangan hidup yang

berat melalui gersangnya padang pasir

sembari bermunajad pada Allah.18

Pengorbanan keluarga Ibrahim sebagai

simbolisasi haji melalui perjalan sa’i,

tawwaf, wukuf di arafah adalah

17

Abd Rahman Umarellah (68 Tahun),

Mantan Dosen IAIN Ambon wafat pada tahun

2011 di Tulehu, wawancara di rumahnya 17 Juli

2002. 18

Abdullah Lestaluhu (Imam Masjid

tulehu), Wawancara, di rumahnya 17 Juli 2014.

Page 9: syarifudin, pendidikan kultural imam rijali di Maluku

Mozaik Islam Maluku, Syarifudin 43

pelajaran besar yang perlu diangkat

untuk dijadikan sebagai rumus

menyelesaikan problematika sosial kita

di Maluku menurut Syarifudin yang

dikuti dar Tuang guru Tete Haji Ali

bahwa pelajaran abda’u setiap tahun

diperingati untuk mendapatkan hikmah

dan ibrah dari perayaan Idul Adha untuk

mencapai keluarga yang sakina melalui

spirit pengorbanan Nabi Ibrahim dan

Ismail.

c) Pukul Sapu di Morella dan Mamala

Secara bahasa, akulturasi diartikan

dengan ‚proses percampuran dua

kebudayaan atau lebih yang saling

bertemu dan saling mempengaruhi‛.19

Secara istilah akulturasi adalah proses

perubahan sebuah kebudayaan karena

kontak langsung dalah jangka waktu

yang lama dan terus-menerus dengan

kebudayaan lain atau kebudayaan ‚asing‛

yang berbeda. Kebudayaan tadi

dihadapkan dengan unsur-unsur

kebudayaan lain. Yang lambat laun dan

secara bertahap diterimanya menjadi

kebudayaan sendiri tanpa menghilangkan

kepribadian aslinya.20

Unsur kebudayaan

asing itu diterima secara selektif yang

akhirnya akan muncul beragam penilaian,

unsur kebudayaan asing yang dengan

mudah diterima, ada yang dengan sukar

diterima atau bahkan ditolak.

Islam yang kami maksud disini

adalah Agama Islam yang bersumber dari

Al Qur’an dan Al Hadits, pengamalan

yang dicontohkan oleh Rasulullah saw.

yang merupakan satu kesatuan yang

19

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan

dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa

Indonesia, Edisi kedua (Jakarta: Balai Pustaka,

1995), h. 20 20

Hasan Lauselang (Dosen Syari’ah IAIN

Ambon), Wawancara, di rumahnya 16 Juli 2014..

utuh, dalam analisis kesejarahan muncul

adanya aspek aqidah (Iman), Aspek

Syari’ah (aturan-aturan formal) dan

aspek Ihsan (moral spiritual).21

Kebudayaan adalah semua hasil

karya, rasa dan cipta masyarakat,22

sedangkan local adalah di suatu tempat

(tempat pembuatan, tumbuh, produksi,

hidup, dsb).23

Jadi yang dimaksudkan

dengan Kebudayaan Lokal adalah hasil

dari sebuah karya cipta dan rasa suatu

masyarakat di suatu tempat/daerah

tertentu.

Proses Akulturasi Islam dengan

Budaya Lokal, Agama Islam yang

disebarkan oleh Nabi Muhammad saw.

dari Mekkah ke Madinah adalah Islam

yang masih murni yang memancarkan

nilai-nilai Syar’i, yang belum dipengaruhi

oleh budaya lokal, akan tetapi justru

kehadiran Islam telah merubah budaya

Arab Zaman Jahiliyah. Yang menyembah

berhala, dan inilah kemusyrikan yang

nyata.24

Sementara Islam hadir untuk

menyampaikan serta memperkenalkan

agama Tauhid, yang hanya menyembah

satu Tuhan, yaitu Allah swt.

Budaya Pukul Sapu di Mamala

Nilai-nilai pendidikan multikultural

yang ditemukan dalam tradisi pukul sapu.

Ritual. Setiap tahunnya selesai bulan suci

ramadhan setiap tanggal satu syawal

acara ritual pukul sapu mulai di

21

Simuh, Islam dan Pergumulan Budaya

Jawa, (Jakarta : Teraju, 2003), h. 7. 22

Selo Soemarjan dan Soelaiman Soemardi

(ed.) Setangkai Bunga Sosiologi, (Jakarta:

Fakultas ekonomi UI, 2008), h. 113. 23

Mahdi Malawat (Anak Raja Mamala),

Wawancara, di ruang kerjanya Fakultas Dakwah

dan Ushuluddin 9 Mei 2014. 24

Sitti Yulia Malawat (Anak Raja

Mamala), Wawancara, di rumahnya 9 Juli 2014..

Page 10: syarifudin, pendidikan kultural imam rijali di Maluku

Mozaik Islam Maluku, Syarifudin 44

semarakkan dengan berbagai atraksi seni

budaya Islam seperti sawat, hadrat, dan

seni buju anak para tidor. Kekayan

peradaban Islam ini setiap bulan syawal

ada puasa sunat selama 6 hari menjelang

pukul sapu mulai dari tanggal 2-6 syawal.

25

Setelah puasa ada acara tahlilan

untuk mendoakan para leluhur dan

lainnya mengambil lidi dari pohon enau.

Setelah itu membuat minyak mamala

dengan menggunakan guci dan membaca

ritual di ruma raja Mamala. Minyak

mamala setelah ritual pembacaan mantra

didistribusikan dalam bentuk botol-botol

kecil untuk persiapan masing-asing

kelompok saat acara pukul sapu di

mulai.26

Sebelum acara pukul sapu (uku ala

maihate) di mulai persiapan personil

sebanyak seratus orang satu kelompok

berjumlah 50 orang dan berbaris dengan

saf yang rapi seperti saf saat shalat. Sapu

lidi yang sudah disiapkan setiap orang

mendapat satu genggam sapu lidi sebagai

yang siap dipakai unuk memukul lawan

main. Dari jumlah pemaian ini

menelusuri lorong dan menyanyikan lagu

spiritual sebagai spirit membangkitkan

semangat jihat Tatatertib dalam dalam

pembukaan ada durasi waktu yang

disediakan 1-3 menit untuk saling

berbalas cambukan.

Pelajaran dari sistem cambuk ini

lebih pada ajaran simbolik mencambuk

sifat-sifat negatif dalam diri, sehingga

fisik lebih ditonjolkan dengan cara

membuka baju untuk dicambuk sebagai

25

Abdullah Malawat (Raja Mamala),

Wawancara, di rumahnya 12 Juli 2014.. 26

Mahdi Mawalat(Ketua Jurusan Jurnalistik

IAIN Ambon) wawancara di ruangan kerjanya di

Jurusan Jurnalistik 19 Juni 2014.

bukti bahwa tuntutan fisiklah yang

banyak memengaruhi manusia.

Ritual ini memberikan pendidikan

bahwa pemukulan fisik dengan sapu lidi

sebagai simbol pendidikan kebutuhan

fisik perlu ditata untuk mencegah

manusia melakukan kemungkaran.

Kemungkarang menurut Ibnu Suleman

adalah mencegah manusia berprilaku

negatif pada diri sendiri dan orang lain.

Pendidikan Budaya di Morella

Asal mula Negeri Morella adalah

penggabungan dari beberapa Aman (

Hena) atau Negeri Lama, yakni Negeri

Lama Kapahaha, Negeri Lama Iyal Uli,

Negeri Lama Putulesi dan Negeri Lama

Ninggareta. Keempat Aman atau Negeri

Lama inilah yang membentuk suatu

Aman atau Negeri Hausihu Morella.

Menurut tua-tua adat, leluhur yang

tinggal di Negeri-negeri lama tersebut

berasal dari Ula Pokol. Ula Pokol

merupakan pusat negeri pertama sejak

dulu, juga merupakan tempat yang sangat

disakralkan oleh masyarakat Morella

karena dipercayai sebagai tempat hunian

Roh-roh Gaib (Rijalal Gaib). Ula Pokol

terletak di pegunungan Salahutu, mula-

mula yang hidup ditempat tersebut

adalah Uka Latu Tapil, Beliau berasal

dari Timur Tengah. Uka Latu Tapil

datang ditempat tersebut dengan

membawa seekor burung Manulatu

(Burung Raja).

Dikisahkan pula oleh para Tua-tua

Adat setelah Uka Latu Tapil berada di

Ula Pokol muncul tiga orang yang

masing-masing mengklaim dirinya

sebagai pendahulu atau penemu daerah

baru tersebut, ditengah peredebatan

sengit itu tiba-tiba mereka mendengar

kicauan Burung Manulatu. Akhirnya

mereka menyadari ternyata daerah itu

Page 11: syarifudin, pendidikan kultural imam rijali di Maluku

Mozaik Islam Maluku, Syarifudin 45

telah berpenghuni dan mereka bertiga

pun bersepakat untuk menemukan

pemilik Manulatu tersebut. Ketiga orang

tersebut adalah Tuhe, Meten dan Hiti.

Tidak beberapa lama kemudian Tuhe,

Meten dan Hiti menemukan orang yang

dicari di Ula Pokol tersebut, saat itu dia

sedang duduk bersemedi (Bersembah-

yang).

Dihadapan orang yang sedang

duduk itu, mereka mengikrarkan ‚ Upu

Tapil Ame‛ yang bermakna Tuanku

Pelindung/Junjungan Kami, beliaulah

Uka Latu Tapil. Tuhe, Meten dan Hiti

kemudian dikukuhkan sebagai Hulu-

balang atau pengawal Uka Latu Tapil,

selanjutnya Uka Latu Tapil kemudian

meletakkan tiga buah batu di Salahutu

sebagai ‚ Hatu Manuai Telu‛ atau Batu

Tiga Tuan Tanah karena disinilah tempat

pertemuan Tuhe, Meten dan Hiti.

Dalam perkembangan selanjutnya

Tuhe Meten Dan Hiti meminang seorang

putri yang bernama Hatuatina yang

berasal dari Nusa Ina (Pulau Seram)

tepatnya di pusat tiga aliran sungai Eti,

Tala dan Sapalewa di Nunusaku Salahua

untuk menjadi istri Uka Latu Tapil, dari

perkawianan itu Uka Latu Tapil dan

istrinya memperoleh tujuh orang anak

laki-laki dan satu orang anak perempuan.

Dari ketujuh anak laki-laki tersebut

hanya anak yang bernama Tuharela /

Umarella yang menjalani kehidupan

normal sebagai manusia, sedangkan

keenam lainnya menjalani hidup sebagai

Sufisme Tulen (Gaib). Tuharella

beristrikan seorang perempuan yang

bernama Alungnusa dari Pulau Seram.

Dari perkawinan inilah melahirkan/

beranak pinak sebagian besar warga

Morella sekarang.

Melalui proses perkawinan maka

semakin banyak manusia di tempat itu

(Ula Pokol) dan karena keadaan alam,

merekapun mengadakan perpindahan ke

beberapa tempat di daerah pegunungan

yaitu ke Ama Ela (Gunung Kukusan)

kemudian berpindah lagi ke Kapahaha

dan sebagian ke Iyal Uli, Ninggareta, dan

Putulessy. Walaupun ke-empat negeri

lama ini terpisah jarak satu dengan yang

lain namun kehidupan mereka bersatu

dalam sistem kehidupan sosial

kemasyarakatan, dimana pusat

pemerintahan adatnya berada di

Kapahaha yang saat itu pimpinan adat

tertinggi di pegang oleh Tuhe, Meten,

dan Hiti (Salamoni). Sementara

pelaksanaan keagamaannya di pusatkan

di Iyal Uli.

Dari abad keabad kehidupan empat

negeri lama ini dalam keadaan rukun dan

damai, sampai pada akhir abad ke-6

ketika Bangsa Penjajah bercokol di

Maluku, ke empat negeri lama ini bersatu

untuk mempertahankan wilayah mereka

dari serangan kaum penjajah. Kapahaha

kemudian dijadikan sebagai pusat

pertahanan untuk melawan kaum

penjajah tersebut hal ini dikarenakan

letaknya yang strategis dengan Kapitan

Telukabessy (Ahmad Leikawa) sebagai

panglima perang. Pada saat itu beberapa

benteng pertahanan di Maluku sudah di

taklukkan oleh Belanda sehingga para

kapitan dan malesi dari daerah-daerah

tersebut di tambah dengan bala bantuan

dari daerah-daerah lain bergabung di

Benteng Kapahaha seperti dari Kerajaan

Ternate, Kerajaan Gowa, Tuban, Alaka,

Huamual, Iha, Buru, Nusa Laut, Banda

dan lain-lain. Mereka melakukan

perlawanan terhadap kaum kompeni yang

berlangsung dari tahun 1637 sampai

dengan 1646.

Ketika pada tahun 1646 Kapahaha

berhasil ditaklukkan oleh kaum penjajah

Page 12: syarifudin, pendidikan kultural imam rijali di Maluku

Mozaik Islam Maluku, Syarifudin 46

Belanda, maka semua rakyat kapahaha,

para kapitan dan malesi serta seluruh

personil bantuan tersebut diturunkan dari

Bentang Kapahaha dan ditawan di pantai

Teluk Telapuan (Teluk Sawatelu

Morella).

Setelah adanya pengumuman

pembebasan tawanan perang kapahaha

oleh gubernur Van Deimer, maka mereka

mengadakan acara perpisahan sebelum

kembali ke daerah masing-masing, dalam

acara perpisahan itu di isi dengan lagu-

lagu dan tari-tarian adat serta

sekelompok Pemuda Kapahaha

mengadakan Atraksi Pukul Sapu Lidi.

Hari itu yang bertepatan dengan tanggal

27 Oktober 1646 mereka memberikan

nama bagi Rakyat Kapahaha yang akan

mereka tinggalkan dengan gelar Hausihu

yang bermakna Kobaran Api Perjuangan

(Kapahaha Hausihu Holi Siwalima). 27

Sementara itu, Rakyat Kapahaha

Hausihu oleh belanda tidak

diperkenangkan untuk kembali lagi ke

Negeri Lama dipegunungan dengan

maksud untuk memudahkan pengawasan

Belanda terhadap mereka. Maka mereka

kemudian menempati wilayah kurang

lebih 3 km kearah selatan dari arah

Sawatelu yaitu wilayah Morella sekarang

dengan nama negerinya Hausihu Morella.

Negeri Hausihu Morella termasuk dalam

wilayah Ulisailessy bersama dengan

Negeri Liang dan Negeri Waai.

Kapata-kapata di Morella

Kapata-kapata dan cigulu-cigulu

adalah modep peradaban Islam dari aspek

arth communication. Kapata ini terdiri

dari berbagai model ada kapata agama,

27

Yus Kerubun, Sawat Morella Berpadu di

Arena Pukul Sapu Lidi Tahun 2010 Date Picture

Taken : 17-09-2010.

budaya, yang dilombakan TPQ-TPQ

yang ada di Morellah dan bahkan di

Mamala antar kampong. Saat ini kedua

kampong ini konflik horizontal mulai

dari 2012 sampai sekarang. Kondisi ini

menunjukkan bahwa ada adat yang sudah

terdegradasi dengan imprealisme budaya

global. Negeri Morella terdapat beberapa

dati-dati kecil seperti :

a. Huta Haha sebagai dati Tuhe b. Ima Uli sebagai dati Manilet c. Sia’ Aman sebagai dati Sialana d. Uli Kau sebagai dati tawainlatu e. Uli Ina sebagai dati Leikawa f. Ninggareta sebagai dati Ulath g. Putulessy sebagai dati Latukau h. Sipil sebagai dati Lekai i. Ula Pokol sebagai dati Sasole 28

Kapata Hubungan Pela-Gandong

Soya-Morella. Berikut ini adalah sebuah

Lani (Kapata) di Negeri Morella yang

mengisahkan sejarah hubungan Negeri

Morella dan Negeri Soya :

Meten Tuhe Hiti Naistita Nusa (Meten Tuhe Hiti Keliling Pulau) Pasoutama Nusa Yupu Latu Tapi (Utusan Pemuka Pulau Latu Tapi) Tou Nusaniwe Sirimau Mahu (Pandang Nusa Niwe Jauh Terpisah) Niwe Paukala Apono Paso Soko (Menggalak Niwe Dan Apono

Menyatu)

Meten Lehe Nusa Niwe (Meten

Mendarat Ke Nusa Niwe) Mo Ete Sohu Siri Mau (Kamu-Kamu

Liput Sirimau) Supu Yama Raila Yisasehu (Jumpa

Yama Raila Sendiri) Sirimau Pamau Yamaraila (Sirimau

Pelindung Yamaraila) Meten Peha Luasi Mae (Meten

Berseruh Keduanya)

28

Hasan Lauselang, Sawat Morella

wawncara di kantornya IAIN Ambon 2014

Page 13: syarifudin, pendidikan kultural imam rijali di Maluku

Mozaik Islam Maluku, Syarifudin 47

Tuhe Hiti Naikeulai (Muncul Tuhe

Dengan Hiti) Hata-Hiti Hutu Lia Yulapoko (Empat Berangkat Menuju

Yulapoko)

Sailaputi Wela Wela Anomia (Lambang Putih Lamai Meria) Yupu Latu La Hate Reihata (Latu

Restu Empat Berjumpa) Soya Souhatu Sabila Maralesi (Jatuh

Cinta Sabila Maralesi) Le Atane Hale Nusa Niwe (Pindah

Tempat Ke Nusa Niwe) Nisa Simi Yupulatu Yisa Sehu (Turunan Yupulatu Yisa Sehu)

Kapata Hubungan Pela-Gandong

Morella-Waai Kapata (Lani) di Negeri

Morella yang menceritrakan sejarah

hubungan pela gandong Negeri Morella

dan Negeri Waai. Menurut hasil

penelitian tahun 2013 Aisya Ipaenin

mahasiswa Komunikasi Penyiaran Islam

di IAIN Ambon mengungkapkan bahwa

pela terdiri dari dua macam;

a) Pertama; Pela berdasarkan

akangkat saudara akibat ada

kesamaan nasib dalam perjuangan

bersama saat membawa upeti di

Ternate. Model pela ini masih bisa

menikah.

b) Kedua; Pela gandong yang

kebetulan saat belanda menjajah

orang Maluku selama 350 tahun

kedua bersaudara berpisah karena

Bangsa Belanda memasukkan

mereka agama Kristen. Pela seperti

ini terjadi di Desa Seit dan Ou

dimana Ou yang beragama Kristen

dan Seith Bergama Islam. Kedua

desa ini tidak bias saling menikah

karena satu dara atau satu

kandung.29

Pela gandong dan pela bukan

gandong ini semua memiliki peradaban

kapata-katapa yang digunakan saat

pembinaan keluarga, masyarakat, dan

pemerintahan. Keunikan dari artikulasi

kapata-kapata ini kontengnya sangat

universal karena ada spirit kerukunan

antar umat beragama yang di konstruksi

dalam kapata itu.

Letekori Lau Yupu Towa Paila

(Zaman Nenek Moyang Sejak Dahulu Kala) Sane Taha Lepaila Tuharella (Turunan Dari Moyang Tuharella) Rula Tahinano Yina Tatielya (Dengan

Istrinya Nenek Tatielia) Huni Yulapoko Amanuela (Penghuni

Ulapoko Amanuela) Sane Kutika Luwai Tapasala (Disuatu

Saat Timbul Masalah) Wali Aa Kilingsina Tapiula (YaituKedua Kakak Beradik

Kilingsina dan Tapiula) Rihu Sama Kilingsina Tapiula (Berpisah Tempat Tinggal Kilingsina

dan Tapuila).

Tapiula Takata Tiri Haita Paukala (Tapiula Ke Tatiri Pantai Baguala) Kilingsina Taka Moki Haita Tunuhala (Kilingsina Ke Moki Pantai Tunuhala) Tapiula Kupa Hunimua Metiela (Tapiula di Hunimua Tanjung Meti

ela) Kilingsina Kupa Lataela (Kilingsina

di Daratan Lataela) Lea Asele Taisa Sila-Sila (Terbagi

Turunan Dua Sila-sila)30

29

Sumber : Bapak Sulaiman Latukau (Tua

Adat Negeri Morella)

Page 14: syarifudin, pendidikan kultural imam rijali di Maluku

Mozaik Islam Maluku, Syarifudin 48

Kapa-Kapa Wali Aa Kakula (Bersatu

Kembali Seperti Sedia Kala) Hanu Soa Hatu Waai Morella

(Membangun Persatuan Waai dan

Morella) Di sebuah rumah tua atap daun kering terpanggang abad Tiang kokoh tampak berkerut Tak ada lumut. Angin dari laut berhembus Takmampu menghalau gelisah Dalam cucuran keringat Berlelehan di tubuh tanpa sungut.31 Mungkin hanya peti besi tua Yang mampu menguak sejarah Negeri yang dulu berdiri dengan gagah Kini tampak letih - namun takmerasa kalah. Aku menemu malam bertabur bintang Dalam temaram cahayanya Gelombang laut februari terus berlari Mengejar mimpi lelaki sejati. Di dalam rumah tua Kilatan cahaya terus menerpa sejuta aksara yang tertulis di atas kertas - nasibnya sengsara seperti cinta sejati leluhur kita Engkau hapus debu yang menyelimutinya.

Mungkin ada do'a para ulama di tubuhnya Kulihat cahaya melesat menembus cakrawala

30

Label : Konvoi Lagu Gandong 4 Negeri

Basudara (Morella, Waai, Soya & Kaibobu) Usai

Perayaan Pukul Sapu Lidi Tahun 2010 Date

Picture Taken : 17-09-2010 Author : Yus Kerubun 31

Oleh: Bambang Widiatmoko

Barangkali juga mantera mengiringi laju perahu Tempat ikan berenag dan menunggu Di rumah tua - aku tertegun malu. Morella telah menjadi nyala api di hati Seribu kitab tersimpan dalam almari besi Menyembunyikan rasa nyeri Menyembunyikan air mata leluhur kami Menyembunyikan diriku di balik jeruji nurani.

Nilai-nilai dari kapata tersebut

mengandung nilai pendidikan

persaudaraan, kecerdasan hidup harmoni,

dan liriknya mengandung nilai religi yang

sarat dengan muatan multikultural, dari

tafsiran dari artefak sejarah semua

warisan intelektual itu di asumsikan

sebagai warisan pendidikan mutlikultural

Imam Rijali.

Karena asumsi kajian ini

beranggapan bahwa cerminan realitas

sosial hari ini adalah gambaran sistem

pendidikan masa lalu yang dikonstruksi

oleh para ulama dan termasuk Imam

Rijali sebagai ulama Maluku yang selama

ini sepi dalam dokumen sejarah, sehingga

pemikirannya tentang Pendidikan

multikultural dapat dikonstruksi kembali

sebagai mata air keilmuan tokoh masa

lalu yang cemerlang.

PENUTUP

Penelitian ini membuktikan bahwa

wawasan pendidikan multikultural Imam

Rijali dalam perspektif dakwah memiliki

dinamika yang signifikan ketika memiliki

potensi 5 kecerdasan. Kelima Kecerdasan

itu disingkat menjadi Teori AISYATEK

(Kecerdasan Aqidah, Kecerdasan

Intelektual, Kecerdasan Syari’ah,

Page 15: syarifudin, pendidikan kultural imam rijali di Maluku

Mozaik Islam Maluku, Syarifudin 49

Kecerdasan Akhlaq dan sosial,

Kecerdasan Entrepreneurship dan

Kecerdasan Teknologi. Ketika empat

kecerdasan ini dimiliki seseorang Guru

dan mubalig maka pergerakan sosial

berjalan sesuai arah dan spirit Al-Quran

dan Sunnah di Maluku. Konflik

kekerasan dapat diminimalisasi sebesar

75%. Kelima modal kecerdasan ini

sebagai standar kompetensi Guru dan

Mubalig dalam menggerakkan arah

pergerakan sosial di tengah masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

Azyumardi Azrah, Jaringan Ulama Timur

Tengah dan Kepulauan Nusantara

Abad XVII & XVIII (Cet. II;

Jakarta: Prenada Media, 2008.

Kementerian Agama Republik Indonesia:

Balai Penelitian dan Pengembangan

Agama Makassar (Jurnal Al-Qalam

Volume 19 Nomor 2 November

2013.

Muhammad As’ad dan Muh. Idham dkk,

Buah Pena Sang Ulama (Cet. I;

Jakarta: Orbit Publishing Jakarta:

2011.

H. Rustam E. Tamburaka, Ilmu Sejarah,

Teori Sejarah, Filsafat, dan IPTEK

(Cet. II; Jakarta: PT. Rineka

Cipta, 2002.

H. Faisal Bakti, Nation Bilding:

Kontribusi Komunikasi Lintas

Budaya Terhadap Kebangkitan

Bangsa Indonesia (Cet. I; Jakarta:

Curia Press, 2006).

Samiang Katu, Pasang Ri Kajang :

Kajian tentang Akomodasi Islam

dengan Budaya Lokas di Sulawesi

Selatan, (Makassar: PPIM, 2000.

Talcott Parson, Sistem Interactional

Civil Society (New York: Sage

publishing, 2003.

Hj. Suleman Launuru, Ketua Panitia

Pemasangan Kubah Masjid Negeri

Hila

Philip K. Hitti, Sejarah Ringkas Dunia

Arab. Terj. Usuluddin Hutagalung

dan O.D.P. Sihombing (Yogyakarta

: Pustaka Iqra, 2001.

Abd Rahman Umarellah (68 Tahun),

Mantan Dosen IAIN Ambon wafat

pada tahun 2011 di Tulehu,

wawancara di rumahnya 17 Juli

2002.

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan

dan Pengembangan Bahasa, Kamus

Besar Bahasa Indonesia, Edisi

kedua

Simuh, Islam dan Pergumulan Budaya

Jawa, (Jakarta : Teraju, 2003..

Selo Soemarjan dan Soelaiman Soemardi

(ed.) Setangkai Bunga Sosiologi,

(Jakarta: Fakultas ekonomi UI,

2008.

Yus Kerubun, Sawat Morella Berpadu di

Arena Pukul Sapu Lidi Tahun 2010

Date Picture Taken : 17-09-2010.

Sumber: Bapak Sulaiman Latukau (Tua

Adat Negeri Morella)

Label : Konvoi Lagu Gandong 4 Negeri

Basudara (Morella, Waai, Soya &

Kaibobu) Usai Perayaan Pukul

Sapu Lidi Tahun 2010 Date Picture

Taken : 17-09-2010 Author : Yus

Kerubun