susunan saraf tepi

Upload: lelo-susilo

Post on 12-Jul-2015

1.193 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

PENDAHULUAN

Sistem saraf berfungsi menyelenggarakan kerjasama dalam koordinasi kegiatan tubuh. Susunan saraf adalah susunan saraf yang mempunyai peranan spesifik untuk mengatur aktivitas otot serat atau serat lintang. Sistem saraf terbagi menjadi 2 bagian, yaitu sistem saraf pusat dan sistem saraf tepi. Susunan saraf tepi /perifer dibagi menjadi 2 bagian yaitu : A. SUSUNAN SARAF SOMATIK Susunan saraf somatik adalah susunan saraf yang mempunyai peranan spesifik untuk mengatur aktivitas otot sadar dan serat lintang. 1. Saraf Kranial Sistem saraf kepala disusun oleh 12 pasang saraf yang keluar dari otak. Saraf kepala terutama berhubungan dengan reseptor dan efektor untuk daerah kepala. 12 saraf kepala meliputi : 1) Tiga pasang saraf sensori, yaitu saraf nomor I, II, dan VIII. 2) Lima pasang saraf motor, yaitu saraf nomor III, IV, VI, XI, dan XII

3) Empat pasang saraf gabungan sensori dan motor, yaitu saraf nomor V, VII, IX, dan X .

Susunan saraf terdapat pada bagian kepala yang ke luar dari otak dan melewati lubang yang terdapat pada tulang tengkorak, berhubungan erat dengan otot pancaindra mata, telinga, hidung, lidah, dan kulit. Di dalam kepala ada dua saraf kranial. Beberapa di antara serabut campuran gabungan saraf motorik dan saraf sensorik tetapi ada yang terdiri dari saraf motorik saja atau hanya sensorik saja (misalnya alat-alat indra). Saraf kepala terdiri dari: Nervus olfaktorius. Sifatnya sensorik menyerupai hidung, membawa rangsangan aroma (bau-bauan) dari rongga hidung ke otak. Saraf pembau yang keluar dari otak di bawah dahi, disebut lobus olfaktorius. Kemudian saraf ini melalui

lubang yang ada di dalam tulang tapis akan menuju rongga hidung selanjutnya menuju sel-sel pancaindra.

-

Nervus optikus. Sifatnya sensoris, mensarafi bola mata, membawa rangsangan penglihatan ke otak. Serabut mata yang serabut-serabut sarafnya keluar dari bukit IV dan pusat-pusat di dekat serabut-serabut tersebut, memiliki tangkai otak dan membentuk saluran optik dan bertemu di tangkai hipofise serta membentang sebagai saraf mata, serabut tersebut tidak semuanya bersilang. Sebagian serabut saraf terletak di sebelah sisi serabut yang

berasal dari saluran optik. Oleh sebab itu serabur saraf yang datang dari sebelah kanan retina tiap-tiap mata terdapat di dalam optik kanan begitu pula sebaliknya retina kiri tiap-tiap mata terdapat di sebelah kiri.

-

Nervus okulomotoris Saraf ini bersifat motoris, mensarafi otot-otot orbital (otot penggerak bola mata). Di dalam saraf ini terkandung serabut-serabut saraf otonom (parasimpatis). Saraf penggerak mata keluar dari sebelah tangkai otak dan menuju ke lekuk mata yang berfungsi mengangkat kelopak mata atas, selain itu mempersarafi otot miring atas mata dan otot lurus sisi mata.

-

Nervus troklearis Sifatnya motoris, mensarafi otot-otot orbital. Saraf pemutar mata yang pusatnya terletak di belakang pusat saraf penggerak mata dan saraf penggerak mata masuk ke dalam lekuk mata menuju orbital miring atas.

-

Nervus trigeminus Sifatnya majemuk (sensoris motoris), saraf ini mempunyai tiga buah cabang. Fungsinya sebagai saraf kembar, saraf ini merupakan saraf otak besar yang mempunyai dua buah akar saraf besar yang mengandung serabut saraf penggerak. Dan di ujung tulang belakang yang terkecil mengandung serabut saraf penggerak. Di ujung tulang karang bagian

perasa membentuk sebuah ganglion yang dinamakan simpul saraf serta meninggalkan rongga tengkorak. 1. Nervus oftalmikus: Sifatnya sensorik, mensarafi kulit kepala bagian depan kelopak mata atas, selaput lendir kelopak mata, dan bola mata. 2. Nervus maksilaris: Sifatnya sensoris, mensarafi gigi-gigi atas, bibir atas, palatum, batang hidung, rongga hidung, dan sinus maksilaris. 3. Nervus mandibularis: Sifatnya majemuk (sensoris motoris). Serabutserabut motorisnya mensarafi otot-otot pengunyah. Serabut-serabut sensorisnya mensarafi gigi bawah, kulit daerah temporal, dan dagu. Serabut rongga mulut dan lidah dapat membawa rangsangan citrarasa ke otak.

-

Nervus abdusen Sifatnya motoris, mensarafi otot-otot orbital. Fungsinya sebagai saraf penggoyang sisi mata karena saraf ini keluar di sebelah bawah jembatan pontis menembus selaput otak sela tursika. Sesudah sampai di lekuk mata lalu menuju ke otot lurus sisi mata.

-

Nervus fasialis Sifatnya majemuk (Sensoris dan motoris), serabut-serabut

motorisnya mensarafi otot-otot lidah dan selaput lendir rongga mulut. Di dalam saraf ini terdapat serabut-serabut saraf otonom (parasimpatis) untuk wajah dan kulit kepala. Fungsinya sebagai mimik wajah dan

menghantarkan rasa pengecap. Saraf ini keluar di sebelah belakang dan beriiringan dan saraf pendengar.

-

Nervus auditorius Sifatnya sensoris, mensarafi alat pendengar, membawa rangsangan dari pendengaran dan dari telinga ke otak. Fungsinya sebagai saraf pendengar. Saraf ini mempunyai dua buah kumpulan serabut saraf yaitu rumah keong (koklea), disebut akar tengah adalah saraf utnuk mendengar dan pintu halaman (vestibulum), disebut akar tengah adalah saraf utnuk keseimbangan.

-

Nervus glosofaringeus Sifatnya majemuk (sensoris motoris), ia mensarafi faring, tonsil, lidah. Saraf ini dapat membawa rangsangan citrarasa ke otak. Di dalamnya mengandung saraf-saraf otonom. Fungsinya sebagai saraf lidah tekak karena saraf ini melewati lorong di antara tulang belakang dan karang. Terdapat dua buah simpul saraf yang di atas sekali dinamakan ganglion jugularis atai gaglion atas dan yang di bawah dinamakan ganglion petrosum atau ganglion bawah. Saraf ini (saraf lidah tekak) berhubungan dengan nervus-nervus fasialis dan saraf simpatis ranting 11 utnuk faring dan tekak.

-

Nervus vagus Sifatnya majemuk, mengandung serabut-serabut saraf motorik, sensorik dan parasimpatis faring, laring paru-paru, esofagus, gaster intestinum minor, kelenjar-kelenjar pencernaan dalam abdomen dan lainlain. Fungsinya sebagai saraf perasa. Saraf ini keluar dari sumsum penyambung dan terdapat di bawah saraf lidah tekak.

-

Nervus asesorius Sifatnya motoris dan mensarafi muskulus sternokleidomastoid dan muskulus trapezius. Fungsinya sebagai saraf tambahan. Terbagi atasa dua bagiam, bagian yang berasal dari otak dan bagain yang berasal dari sumsum tulang belakang.

-

Nervus hipoglosus Sifatnya motoris dan mensarafi otot-otot lidah. Fungsinya sebagai saraf lidah. Saraf ini terdapat di dalam sumsum penyambung, akhirnya bersatu dan melewati lubang yang terdapat di sisi foramen oksipital. Saraf ini juga memberikan ranting-ranting pada otot yang melekat pada tulang lidah dan otot lidah.

2.

Saraf Spinal Sistem saraf spinal disusun oleh 31 pasang saraf yang keluar dari sumsum tulang belakang. Saraf tulang punggung melayani reseptor dan efektor lain (selain reseptor dan efektor yang disarafi oleh otak). Berdasarkan asalnya, saraf tersebut dibedakan atas 8 pasang saraf leher, 12 pasang saraf punggung, 5 pasang saraf pinggang, 5 pasang saraf pinggul dan 1 pasang saraf ekor.

Pada tubuh manusia dijumpai adanya pleksus (gabungan), yaitu beberapa urat saraf bersatu membentuk jaringan urat saraf. Ada 4 macam pleksus, yaitu sebagai berikut : 1) Fleksus Servikalis Dibentuk oleh 4 saraf servikal pertama yang letaknya dalam leher di bawah otot sterno masteroid, dari sini timbul cabang yang berfungsi untuk mempersarafi beberapa otot leher, saraf prenikus yang mempersarafi diafragma. 2) Fleksus Brakialis Dibentuk oleh 4 saraf servikal pertama yang lebih rendah dari saraf torakal pertama, terletak dalam segitiga posterior leher, di belakang klavikua dan aksalia. Dari tiga saraf ini muncul lima saraf utama yang mempersarafi lengan dan beberapa otot leher dan dada. 3) Fleksus Lumbo Sakralis Menyalurkan saraf yang utama unyuk anggota gerak bawah (bagian pinggul dan kaki). 4) Fleksus Sakralis Terdiri dari saraf lumbal ke-4 dan ke-5 dan sraf sakralis yang begabung untuk membentuk nervus iskiadikus yang besar masuk ke dalam paha melalui cairan sakrum untuk melayani otot paha. Becabang menjadi nervus popliteus medialis dan lateralis mempersarafi otot sebelah belakang paha dan depan bawah lutut. 3. FISIOLOGI SENSASI SOMATIK Kemampuan sesorang untuk mendiagnosa berbagai penyakit tergantung pada pengetahuan mengenai berbagai sifat rasa nyeri, bagaimana nyeri dapat dialihkan dari suatu bagian tubuh ke bagian tubuh yang lain. Nyeri adalah suatu mekanisme protektif bagi tubuh yang timbul bilamana jaringan sedang rusak yang menyebabkan individu bereaksi untuk menghilangkan reaksi tersebut. Reseptor nyeri di dalam kulit dan jaringan merupakan ujung saraf bebas yang tersebar luas dalam lapisan superfisial kulit dan jaringan tertentu tidak dipersarafi secara luas dengan ujung nyeri , tetapi mendapatkan persarafan yang lemah. Setiap kerusakan jaringan yang tersebar luas menyebabkan pegal di daerah ini. Perangsangan

sangat rendah pada ujung saraf nyeri, bila dihambat dengan anestesi atau dengan menekan saraf, fenomena gatal atau geli akan lenyap. Sensasi gatal dapat dibangkitkan melalui refleks menggaruk dan berkurangny gatal bisa terjadi dengan proses menggaruk hanya bila penggangu disingkirkan. Garukan yang kuat menimbulkan rasa nyeri. Nyeri Visera. Nyeri ini berbagai visera perut dan dada merupakan salah satu dari beberapa kriteria yang digunakan untuk mendiagnosa penyakit, peradangan, dan gangguan visera lain. Pada umumnya visera tidak mempunyai reseptor sensoris untuk modalitas sensasi selain nyeri. Nyeri viseral berbeda dengan nyeri permukaan, jenis kerusakan sangat teralokasi pada visera, jarang menyebabkan nyeri hebat. Kerusakan kimia pada permukaan visera spasme otot polos dalam suatu visera berongga menyebabkan terjadinya peregangan ligamentum. Isyarat nyeri berasal dari rongga dada atau rongga perut dihantarkan melalui serabut saraf sensoris yang berjalan dalam saraf simpatis. Nyeri spastik dalam bentuk kejang terjadi secara ritmis tiap beberapa menit yang menyebabkan nyeri otot iskemik. Nyeri parietal. Nyeri kepala merupakan nyeri alihan ke permukaan kepala dari strukturstruktur dalam. Otot kepala sendiri tidak sensitif sama sekali terhadap nyeri. Perangsangan listrik pada pusat somestetik korteks hanya kadang-kadang

menyebabkan nyeri. Sebagian nyeri kepala bukan kerusakan di dalam otak itu sendiri, sebaliknya tarikan pada sinus venosus dan kerusakan membran yang menutupi otot dapat menyebabkan nyeri yang hebat yang dikenal sebagai nyeri kepala. Sensasi suhu Manusia dapat merasakan berbagai gradasi dingin dan panas, progresif dingin dari sejuk ke dingin sampai membeku, progresif dari panas dari hangat ke panas sampai panas membakar. Tingkatan suhu dibedakan tiga jenis organ akhir : reseptor dingin, reseptor hangat dan dua subtipe reseptor nyeri (reseptor nyeri panas dan reseptor nyeri dingin). Reseptor dingin dan hangat terletak tepat di bawah kulit dan titik yang terpisah masing-masing mempunyai diameter stimulasi sekitar 1 mm. Pada bagian terbesar tubuh jumlah reseptor hangat tiga kali jumlah resptor dingin.

B.

SUSUNAN SARAF OTONOM Susunan saraf otonom adalah susunan saraf yang mempunyai peranan penting mempengaruhi pekerjaan otot involunter (otot polos) seperti jantung, hati pankreas, jalan pencernaan, kelenjar dan lain-lain. Saraf-saraf yang bekerjanya tidak sapat disadari dan bekarja secara otomatis. Oleh karena itu disebut juga saraf tak sadar. Susunan saraf motorik yang mensarafi organ viseral umum, mengatur, menyelaraskan, dan mengkoordinasikan aktivitas visel vital, termasuk pencernaan, suhu badan, tekanan darah dan segi perilaku emosionil lainnya. Bagian sistem saraf inilah yang mengatur fungsi viseral tubuh disebut sebagai sistem saraf otonomik. Sistem ini membantu mengatur tekanan arteri, motilitas, dan sekresi gastrointestinal, pengosongan kandung kemih, berkeringat, suhu tubuh dan banyak aktivitas lainnya, dimana beberapa diantaranya hampir sepenuhnya atau sebagian diatur oleh sistem saraf otonomik. Salah satu sifat yang menonjol dari sistem saraf otonomik adalah kecepatan (rapidity) atau intensitasyang ada di dalam sistem saraf ini dapat mengubah fungsi viseral. Dalam waktu beberapa detik secara tidak disadari dapat timbul keringat dan terjadi pengosongan kandung kemih. Jadi, sistem saraf yang bekerja melalui serat-serat saraf otonomik dapat dengan cepat dan secara efektif mengatur sebagian besar atau seluruh fungsi internal tubuh. Sistem saraf otonom, terutama diaktifkan oleh pusat-pusat yang terletak pada medula spinalis, batang otak dan hipotalamus. Juga bagian korteks selebriti dan khususnya sistem limbik dapat juga menghantarkan impuls ke pusat-pusat yang lebih rendah sehingga dengan demikian dapat mempengaruhi pengaturan otonomik. Seringkali sistem saraf otonom ini bekerja sebagai refleks viseral. Jadi, sinyal pusat di dalam ganglion otonomik, medula, batang otak, atau hipotalamus, pusat-pusat ini sebaliknya akan menjalarkan respons refleks yang sesuai kembali ke organ-organ viseral dan mengatur organ-organ tersebut. Sistem saraf otonom bergantung pada sistem saraf pusat dan antara keduanya dihubungkan oleh urat-urat saraf eferen dan saraf eferen ini seolah-olah berfungsi sebagai sistem saraf pusat saraf otonom terutama berkenaan dengan organ-organ dalam. Menurut fungsinya susunan saraf otonom terdiri dari dua bagian.

A.

SUSUNAN SARAF SIMPATETIK Dari gambar ditunjukkan susunan umum dari sistem saraf simpatetik, yang memeprlihatkan dua rantai simpatetik para vertebral yang berada di samping kolumna spinalis dan saraf-saraf dan menyebar ke berbagai organ internal. Saraf simpatetik dimulai dari medula spinalis antara segmen T-1 dan L-2 dan dari tempat ini mula-mula ke rantai simpatetik, untuk selanjutkan menuju ke jaringan dan organ yang akan dirangsang oleh saraf simpatetik. Setiap jaras simpatetik terdiri atas dua serat, yaitu neuron preganglionik dan neuron postganglionik. Badan sel dari neuron preganglionik terletak di dalam kormu intermediolateral dari medula spinalis, dan seratseratnya berjalan melewati radiks anterior medula menuju ke saraf spinal, sperti gambar di bawah ini. Saraf spinal segera setelah meninggalkan kolumna spinalis, serat preganglionik simpatetiknya akan meninggalkan saraf itu dan berjalan melewati ramus putih menuju ke salah satu ganglia dari rantai simpatetik. Selanjutnya serat-serat itu dapat melalui salah satu dari ketiga jalan berikut : (1) Serat-serat bersinaps dengan neuron postganglionik yang ada dalam ganglion yang dimasukinya. (2) Serat-serat berjalan ke atas atau ke bawah dalam rantai dan bersinaps pada salah satu ganglia lain dalam rantai tersebut. Atau (3) serat itu berjalan melalui rantai ke berbagai arah dan selanjutnya melalu salah satu saraf memisahkan diri dari rantai, untuk akhirnya berakhir di dalam ganglion simpatetik yang terpencil. Oleh karena itu, neuron postganglionik dapat berasal dari salah satu rantai simpatetik atau dari salah satu ganglia yang terpencil. Selanjutnya serat-serat postganglionik menuju ke berbagai organ yang dituju. Dari rantai simpateteik sebagian besar serat-serat postganglionik berjalan kembali ke saraf-saraf spinal melalu ramus abu-abu, yang terdiri dari serat-serat tipe C di dalam saraf skeletal yang akan menyebar ke seluruh bagian tubuh. Serat-serat ini mengatur pembuluh darah, kelenjar keringat, dan otot piloerektor dari rambut. Jaras simpatetik yang berasal dari berbagai

segmen medula spinalis tidak perlu didistribusikan ke bagian tubuh yang sama seperti halnya saraf-saraf spinal dari segmen yang sama. Serat simpatetik dari T-1 umunya akan melewati rantai simpatetik di daerah kepala; dari T-2 menuju ke daerah leher; dari T-3, T-4, T-5 dan T-6 menuju ke daerah toraks; dari T-7, T-8, T-9, T-10 serta T-11 menuju ke arah abdomen; dan dari T-12, L-1 dan L-2 menuju ke daerah kaki. Distribusi saraf simpatetik ke setiap organ sebagian ditentukan oleh posisi embrio pada tempat asal sel tersebut. Serat saraf preganglionik simpatetik berjalan tanpa mengadakan sinaps, yaitu dari seluruh sel-sel kornu intermediolateral dari medula spinalis, melewati rantai simpatetik, melewati nervus splanknikus dan berakhir pada medula adrenal. Dalam medula adrenal, serat-serat saraf ini akan langsung berakhir pada sel-sel khusus yang akan mensekresikan epinefrin dan norepinefrin langsung ke dalam aliran darah. Saraf ini terletak di depan kolumna vertebra dan berhubungan dengan sumsum tulang belakang melalui serabut-serabut saraf. Sistem simpatis terdiri dari tiga bagian, yaitu : 1. Kornu anterior segmen torakalis ke-2 sampai ke-12 dan segmen lumbalis 1-3 terdapat nukleus vegetatif yang berisi kumpulan-kumpulan sel saraf simpatis. Sel saraf simpatis ini mempunyai serabut-serabut preganglion yang keluar dari kornu anterior bersama-sama dengan radix anterior dan nukleus spinalis. Setelah keluar dari foramen intervetrebralis, serabut-serabut preganglion ini segera memusnahkan diri daru nukleus spinalis dan masuk ke trukus simpatikus serabut. Serabut preganglion ini membentuk sinaps terhadap sel-sel simpatis yang ada dalam trunkus simpatikus, tetapi ada juga serabut-serabut preganglion setelah berada dalam trunkus simpatikus terus keluar lagi dengan terlebih dahulu simpatikus. 2. Trunkus simpatikus beserta cabang-cabangnya. Disebelah kiri dan kanan vertebrata terdapat barisan ganglion saraf simpatikus yang membujur disepanjang vertebrata. Barisan ganglion-ganglion saraf simpatikus ini disebut trunkus simpatikus. Ganglion-ganglion ini berisi sel saraf simpatis. Antara ganglion satu dengan ganglion lainnya, atas, bawah kiri, dan kanan membentuk sinaps menuju ganglion-ganglion/pleksus

dihubungkan oleh saraf simpatis yang keluar masuk ke dalam ganglionganglion itu. Hal ini menyebabkan sepasang trunkus simpatikus berbentuk rongga. Hal ini menyebabkan sepasang trunkus simpatikus berbentuk rongga. Ganglion-ganglion yang terdapat dalam trunkus simpatikus juga dapat menerima serabut-serabut saraf yang datang dari kornu anterior. Trunkus simpatikus dibagi menjadi empat bagian yaitu : a. Trunkus simpatikus servikalis. Terdiri dari tiga pasang ganglion. Dari ganglion-ganglion ini keluar cabang-cabang saraf simpatis yang menuju ke jantung dan arteri karotis. Di sekitar arteri karotis membentuk pleksus. Dari pleksus ini keluar cabang-cabang yang menuju ke atas cabang lain mempersarafi pembuluh darah serta organorgan yang terletak di kepala. Misalnya faring, kelenjar ludah, kelenjar lakrimalis, otot-otot dilatator, pupil mata dan sebagainya. b. Trunkus simpatikus torakalis, terdiri dari 10-11 ganglion, dari ganglion ini keluar cabang-cabang simpatis seperti cabang yang mensarafi organ-organ di dalam toraks dan cabang-cabang yang menembus diafragma dan masuk ke dalam abdomen. Cabang ini dalam rongga abdomen mensarafi organ-organ di dalamnya. c. Trunkus simpatikus lumbalis. Bercabang-cabang menuju ke dalam abdomen, juga ikut membentuk pleksus solare yang bercabang-cabang ke dalam pelvis untuk turut membentuk pleksusu pelvini. d. Trunkus simpatikus pelvis. Bercabang-cabang ke dalam pelvis untuk membentuk pleksus pelvini. 3. Pleksus simpatikus beserta cabang-cabangnya. Di dalam abdomen, plevis, toraks serta di dekat organ-organ yang dipersarafi oleh saraf simpatis (otonom). Umunya terdapat pleksus-pleksus yang dibentuk oleh saraf simpatis/ganglion yaitu pleksus/ganglion simpatikus.

Juga terdapat sel-sel saraf simpatikus yang serabut-serabutnya akan keluar dari pleksus itu untuk mensarafi organ-organ dalam tubuh. Pleksus serabut simpatikus mempersarafi otot-otot jantung, otot tak sadar dan semua pembuluh darah serta alat-alat dalam seperti lambung, pankreas, dan usus, dan mempertahankan semua otot, termasuk tonus sadar, melayani serabut motorik pada otot tak sadar dalam kulit (mis. erektor Pilli).

Ganglion lainnya (simpatis) berhubungan dengan rangkaian dua ganglion besar, ini bersama serabutnya membentuk pleksus-pleksus simpatis : 1. Pleksus kardio, terletak dekat dasar jantung serta mengarahkan cabangnya ke daaerah tersebut dan paru-paru. 2. Pleksus seliaka, terletak di sebelah belakang lambung dan mempersarafi organ-organ dalam rongga abdomen. 3. Pleksus mesentrikus (pleksus higratrikus), terletak depan sakrum dan mencapai organ-organ dalam pelvis. Sistem simpatis ini terdiri dari serangkaian urat kembar yang bermuatan ganglion, urat-urat ini bergerak dari dasar tengkorak yang terletak di depan koksi sebagai ganglion koksi. Ganglion-ganglion itu berpasangan dan disebarkan dari derah-daerah pengikut : daerah leher tiga pasang ganglion servikal, daerah dada 11 pasang ganglion torakal, daerah pinggang empat pasang ganglion lumbal, daerah pelvis empat pasang ganglion sakral, dan di depan koksi satu pasang ganglion koksigis.

B.

SUSUNAN SARAF PARASIMPATETIK Saraf kranial otonom adalah saraf kranial 3, 7, 9 dan 10. Saraf ini merupakan penghubung, melalui serabut-serabut parasimpatis dalam perjalanan keluar otak menuju organ-organ yang sebagian dikendalikan oleh serabut-serabut menuju iris. Dan dengan demikian merangsang gerakangerakan saraf ke-3 yaitu saraf okulomotorik. Seperti terlihat dalam gambar, sistem saraf parasimpatetik

memperlihatkan bahwa serat-serat parasimpatetik meninggalkan sistem saraf pusat melalui beberapa saraf kranial, saraf sakral spinal kedua dan ketiga, dan kadang saraf sakral spinal pertama dan keempat. Saraf simpatetik sebannyak 75% dari jumlah seluruhnya terdapat dalam nervus vagus, melewati seluruh daerah toraks dan abdomen tubuh. Oleh karena itu, menurut para ahli saraf parasimpatetik adalah nevus vagus, yang menyediakan saraf-saraf

parasimpatetik ke jantung, paru-paru, esofagus, lambung, usus halus, sebagian proksimal kolon, hati, kantung empedu, pankreas dan bagian atas ureter.

Sistem saraf parasimpatetik, kecuali saraf parasimpatetik kranial, juga mempunyai neuron preganglionik dan neuron postganglionik, yang terdapat pada dinding organ. Serat preganglionik pada sistem saraf parasimpatetik tidak mengalami hambatan menuju ke organ-organ yang diaturnya. Neuron preganglionik akan bersinaps dengan neuron postganglionik, yang kemudian serat postganglioniknya akan meninggalkan neuron untuk menyebar ke dalam organ. C. EFEK PERANGSANGAN SIMPATETIK DAN PARASIMPATETIK PADA ORGAN SPESIFIK 1. MATA Ada dua fungsi mata yang diatur oleh sistem saraf otonom, yaitu pelebaran pupil dan pemusatan lensa. Perangsangan simpatetik akan membuat garis bujur dari serat-serat iris berkontraksi, sehingga akan melebarkan pupil, sedangkan perangsangan parasimpatetik akan membuat otot-otot sirkular dari iris berkontraksi untuk menyipitkan mata. Bila ada cahaya berlebihan yang masuk ke dalam mata, serat-serat parasimpatetik akan mengatur pupil secara refleks akan terangsang; dimana refleks itu akan mengurangi pembukaan pupil dan mengurangi jumlah cahaya yang membentur retina. Sebaliknya, selama periode eksitasi simpatetik akan terangsang dan oleh karena itu pada saat yang bersamaan akan menambah pembukaan pupil (Guyton, 1994). Pemusatan lensa hampir seluruhnya diatur oleh sistem saraf parasimpatetik. Lensanya akan tetap dibuat dalam keadaan rata oleh adanya tegangan pada ligamen radialnya. Perangsangan parasimpatetik akan membuat otot siliaris berkontraksi, sehingga akan melepaskan tegangan tadi dan menyebabkan lensa menjadi lebih konveks. Keadaan ini akan menyebabkan mata untuk memusatkan objeknya dekat di tangan (Guyton, 1994). 2. KELENJAR-KELENJAR TUBUH Kelenjar nasalis, lakrimalis, saliva, dan sebagian besar kelenjar

gastrointestinal sangat peka terhadap perangsangan sistem saraf parasimpatetik, sehingga akan mengeluarkan banyak sekali sekresi. Kelenjar-kelenjar pada saluran cerna yang sangat peka terhadap perangsangan parasimpatetik adalah

saluran bagian atas, terutama kelenjar di daerah mulut dan lambung. Kelenjar usus kecil dan besar terutama diatur oleh faktor-faktor lokal yang terdapat di dalam saluran usus sendiri dan bukan oleh saraf-saraf otonom (Guyton, 1994). Perangsangan simpatetik mempunyai sedikit pengaruh langsung pada sel-sel kelenjar dalam pembentukan sekresi yang pekat. Namun, rangsangan simpatetik ini menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah yang menyuplai kelenjarkelenjar sehingga seringkali akan mengurangi sekresi kelenjarnya (Guyton, 1994). Bila ada rangsangan pada saraf simpatetik, maka kelenjar keringat akan mensekresikan banyak sekali keringat, namun perangsangan pada saraf parasimpatetik tidak akan mengakibatkan pengaruh apapun. Namun, serat-serat simpatetik akan menuju ke sebagian besar kelenjar keringat bersifat kolinergik, kecuali beberapa serat adrenergik ke telapak tangan dan telapak kaki, dimana hal ini berbeda dengan sebagian besar serat simpatetik lainnya, yang umumnya bersifat adrenergik (Guyton, 1994). Kelenjar apokrin akan mensekresikan sekret yang kental dan berbau sebagai akibat dari perangsangan simpatetik, namun kelenjar ini tidak akan bereaksi terhadap perangsangan parasimpatetik. Selanjutnya, kelenjar apokrin, walaupun embriologisnya berkaitan dengan kelenjar keringat, kelenjar apokrin ini lebih banyak diatur serat-serat adrenergik daripada daripada serat-serat kolinergik dan lebih banyak diatur oleh pusat simpatetik dalam sistem saraf pusat daripada pusat simpatetik (Guyton, 1994). 3. SISTEM GASTROINTESTINAL Sistem gastrointestinal mempunyai susunan saraf intrinsik sendiri yang dikenal sebagai pleksus intramural. Namun, baik perangsangan parasimpatetik maupun simpatetik dapat mempengaruhi aktivitas gastrointestinal-khususnya, parasimpatetik. Pada umumnya, perangsangan parasimpatetik akan meningkatkan seluruh aktivitas saluran gastrointestinal yakni dengan memicu terjadinya gerakan peristaltik dan relaksasi sfingter, jadi akan mempermudah pengeluaran isi usus melalui saluran pencernaan. Jadi pengaruh mendorong di atas berkaitan dengan penambahan kecepatan sekresi yang terjadi secara bersamaan dari sebagian besar kelenjar-kelenjar gastrointestinal (Guyton, 1994). Fungsi normal dari saluran gastrointestinal tidak terlalu tergantung pada adanya perangsangan simpatetik. Namun, bila ada perangsangan simpatetik yang

sangat kuat maka akan timbul penghambatan peristaltik dan peningkatan tonus sfingter. Hasil akhirnya adalah timbulnya dorongan makanan yang sangat lemah dalam saluran pencernaan tersebut (Guyton, 1994). 4. JANTUNG Pada umumnya, perangsangan simpatetik akan meningkatkan seluruh aktivitas jantung. Keadaan ini tercapai dengan naiknya frekuensi dan kekuatan denyut jantung. Perangsangan parasimpatetik terutama menimbulkan efek yang berlawanan, yakni menurunkan seluruh aktivitas jantung. Akibat atau pengaruh ini dapat diungkapkan dengan cara lain, yakni perangsangan simpatetik akan mengakibatkan keefektifan dari jantung sebagai pompa, sedangkan perangsangan parasimpatetik akan menurunkan daya kemampuan jantung sebagai suatu pompa (Guyton, 1994). 5. PEMBULUH DARAH SISTEMIK Sebagian besar pembuluh darah, khususnya yang terdapat di dalam visera abdomen dan kulit anggota badan, akan berkontraksi bila ada rangsangan simpatetik. Perangsangan parasimpatetik pada umumnya hampir sama sekali tidak berpengaruh pada pembuluh darah, namun pada daerah-daerah tertentu akan memperlebar pembuluh darah, seperti timbulnya daerah kemerahan pada muka. Pada beberapa keadaan, fungsi rangsangan simpatetik pada reseptor beta akan meyebabkan dilatasi pembuluh darah, terutama bila obat-obatan yang diberikan dapat melumpuhkan reseptor alfa simpatetik (Guyton, 1994). 6. EFEK PERANGSANGAN SIMPATETIK DAN PARASIMPATETIK

TERHADAP TEKANAN ARTERI Timbulnya tekanan arteri disebabkan oleh adanya daya dorongan darah dari jantung dan adanya daya tahanan terhadap aliran darah yang melewati pembuluh darah. Pada umumnya, perangsangan simpatetik akan meningkatan daya dorongan oleh jantung dan tahanan terhdap aliran darah, yang dapat menyebabkan tekanan sangat meningkat. Sebaliknya perangsangan parasimpatetik akan menurunkan daya pompa jantung, yang akan menurunkan tekanan, walaupun biasanya tidak sebesar pengaruh perangsangan simpatetik dalam meningkatkan tekanan (Guyton, 1994).

7. EFEK

PERANGSANGAN

SIMPATETIK

DAN

PARASIMPATETIK

TERHADAP FUNGSI-FUNGSI LAINNYA DARI TUBUH Pada umumnya, sebagian besar struktur entodermal, seperti hati, kandung empedu, ureter, kandung kemih dan bronkus, bila ada perangsangan simpatetik akan dihambat namun akan dirangsang bila ada rangsangan parasimpatetik. Perangsangan simpatetik juga mempunyai pengaruh metabolisme, yakni akan menyebabkan pelepasan glukosa dari hati, meningkatkan konsentrasi glukosa darah, meningkatkan proses glikogenolisis dalam otot, meningkatkan kekuatan otot, meningkatkan kecepatan metabolisme basal dan meningkatkan aktivitas mental. Akhirnya, perangsangan simpatetik dan parasimpatetik juga akan melibatkan tindakan seksual antara pria dan wanita (Guyton, 1994).

D.

PERANGSANGAN

ORGAN-ORGAN

TERTENTU

PADA

BEBERAPA

KEADAAN PERANGSANGAN SECARA MASSAL PADA KEADAAN LAIN OLEH SISTEM SIMPATETIK DAN PARASIMPATETIK Sistem Simpatetik Pada sebagian besar contoh , rangsangan yang dikeluarkan oleh sistem saraf simpatetik hampir merupakan suatu unit yang sempurna, fenomena ini disebut sebagai rangsangan masal (mass discharge). Peristiwa ini seringkali timbul bila di hipotalamus menjadi aktif akibat timbulnya rasa takut atau cemas atau bila mengalami rasa sakit yang parah. Akibat yang timbul merupakan reaksi yang menyebar di seluruh rubuh sebagai tanggapan tegang (respon stres) atau tanda bahaya (alarm). Namun pada saat lainnya, aktivitas simpatetik dapat terjadi pada bagian suatu sistem yang tterisolasi. Yang terpenting dari masalah ini adalah : 1. Pada proses pengaturan suhu, serat simpatetik mengatur pengeluaran keringat dan aliran darah pada kulit tanpa mempengaruhi organ-organ lainnya yang dipersarafi oleh serat simpatetik juga. 2. Pada beberapa binatang, selama timbulnya aktivitas otot, serat vasodilator kolinergik otot skelet akan terangsang tanpa mempengaruhi sistem simpatetik lainnya. 3. Sebagian besar refleks lokal yang melibatkan medula spinalis namun biasanya tidak melibatkan pusat saraf yang lebih tinggi, akan mempengaruhi daerah setempat. Contohnya pemanasan pada suatu daerah kulut akan menyebabkan vasodilatasi setempat dan akan meningkatkan pengeluaran keringat setempat, sedangkan pendinginan akan menimbulkan akibat yang sebaliknya. 4. Sebagian besar refleks simpatetik yang mengatur gastrointestinal mempunyai ciri yang sangat tersendiri, yang kadangkala melalui jaras saraf namun tak memasuki medula spnalis, hanya melewati usus ke ganglia simpatetik dan kemudian kembali ke usus melalui saraf-saraf simpatetik yang mengatur aktivitas motorik atau sekretorik. Sistem Parasimpatetik Berbeda dengan sistem simpatetik, kebanyakan fungsi pengaturan sistem parasimpatetik sangat spesifik. Contohnya, refleks parasimpatetik kardiovaskular

biasanya hanya bekerja pada jantung, yakni untuk meningkatkan atau menurunkan frekuensi denyut jantung. Demikian juga, refleks parasimpatetik seringkali menimbulkan sekresi terutama di dalam mulut, atau pada contoh yang lainnya menimbulkan sekresi terutama di kelenjar lambung. Akhirnya, refleks pengosongan rektum tidak akan begitu mempengaruhi bagian usus lainnya. Bila pada saat yang timbul rangsangan/lepas muatan dari sistem saraf simpatetik, yakni disebut sebagai lepas muatan secara masal, maka dengan berbagai cara keadaan ini akan meningkatkan kemampuan tubuh untuk melakukan aktivitas otot yang besar. 1. Peningkatan tekanan arteri 2. Peningkatan aliran darah untuk mengaktifkan otot-otot bersamaan dengan penurunan aliran darah ke organ-organ yang tak membutuhkan aktivitas cepat 3. Peningkatan kecepatan metabolisme sel di seluruh tubuh 4. Peningkatan konsentrasi glukosa darah 5. Peningkatan proses glikolisis pada otot 6. Peningkatan kekuatan otot 7. Peningkatan aktivitas mental 8. Peningkatan kecepatan koagulasi darah Seluruh efek di atas akan menyebabkan orang dapat melaksanakan aktivitas fisik yang jauh lebih besar daripada bila tidak ada efek di atas. Oleh karena stres fisik biasanya akan menggiatan sistem simpatetik, seringkali keadaan tersebut dianggap merupakan tujuan dari sistem simpatetik untuk meningkatkan aktivitas tambahan dari tubuh pada saat stres : keadaan ini seringkali disebut sebagai respons stres simpatetik. Sistem simpatetik juga akan sangat aktif pada berbagai keadaan emosi. E. SIFAT-SIFAT DASAR SARAF SIMPATETIK DAN PARASIMPATETIK 1. Serat-serat kolinergik dan adrenergik-sekresi asetilkolin atau norepinefrin oleh neuron postganglionik Ujung-ujung saraf simpatetik dan parasimpatetik akan mensekresikan salah satu dari kedua bahan transmitter sinaps ini, asetilkolin atau nerepinefrin. Serat yang mensekresikan asetilkolin disebut serat kolinergik, sedangkan serat yang mensekresikan norepinefrin disebut serat adrenergik. Di dalam sistem parasimpatetik dan simpatetik, semua neuron preganglionik bersifat kolinergik. Oleh karena itu,

apabila bahan asetilkolin atau bahan seperti asetilkolin diberikan pada ganglia, akan merangsang neuron preganglionik dan postganglionik. Neuron postganglionik dari sistem parasimpatetik disebut kolinergik menyeluruh, sebaliknya sebagian besar neuron simpatetik postganglionik bersifat adrenergik, sebab serat-serat simpatetik yang menuju kalenjar keringat, ke otot-otot piloerektor, dan ke beberapa pembuluh darah bersifat kolinergik. Oleh karena itu, pada umumnya ujung saraf dari sistem parasimpatetik mensekresi asetilkolin dan sebagian besar ujung saraf simpatetik mensekresi norepinefrin, yang kemudian akan bekerja pada organ-organ yang menyebabkan timbulnya efek parasimpatetik dan simpatetik yang sesuai. Bahan-bahan ini disebut juga transmitter simpatetik dan parasimpatetik.

2. Mekanisme Sekersi Asetilkolin dan Norepinefrin oleh Ujung Saraf Otonomik Sebagian besar serat-serat saraf simpatetik hanya bersinggungan dengan selsel efektor dari organ yang dipersarafinya. Filamen yang berjalan mendekati sel efektor biasanya mempunyai suatu bulatan yang membengkok (varikositas), yang didalamnya terdapat kantong vesikel transmitter dari asetilkolin dan norepinefrin, serta terdapat banyak mitokondria yang mengandung ATP yang memberikan energi untuk sintesa asetilkolin dan norepinefrin. Bila terjadi penjalaran pontensial di sepanjang serat-serat terminal, maka proses depolarisasi yang timbul akan meningkatkan permeabilitas membran serat saraf terhadap ion kalsium, sehingga mempermudah ion ini berdifusi dalam jumlah yang cukup banyak ke ujung saraf. Di dalam ujung saraf akan terjadi interaksi dengan vesikel yang letaknya berdekatan dengan membran, sehingga vesikel ini akan bersatu dengan membran dan mengosongkan isinya keluar, sehingga bahan transmitter akan disekresikan. 3. Sintesa Asetilkolin, Penghancurannya setelah disekresikan, dan lama kerjanya.

Asetilkolin disintesa di dalam ujung serat saraf kolinergik, yang sebagian besar terjadi dalam aksoplasma dan kemudian asetilkolin diangkut ke bagian vesikel. Reaksi kimia dasar dari sinteta tersebut adalah : Asetil kolin transferase Asetil-Ko.A + Kolin Asetilkolin

Asetilkolin yang disekresikan oleh ujung saraf kolinergik sebagian besar akan dipecah menjadi ion asetat dan kolin oleh enzim asetilkolinesterase yang terdapat di dalam sinaps berikatan dengan kolagen dan glikosaminoglikans. Kolin yang terbentuk akan dipakai kembali untuk sintesa asetilkolin yang baru. Asetilkolin yang terbentuk biasanya akan dipecah setelah seperdetik disekresikan, namun kadangkala asetilkolin tersebut masih utuh selama beberapa detik dan sebagian kecil berdifusi ke dalam cairan di sekitarnya. Lalu cairan yang mengandung berbagi jenis kolinsterase akan merusak asetilkolin yang tersisa dalam beberapa detik. Oleh karena itu, biasanya kerja pelepasan asetilkolin oleh ujung saraf kolinergik biasanya akan berakhir dalam beberapa detik saja.

4. Sintesa, pemindahan, dan lama kerja norepinefrin Sintesa norepinefrin mulai terjadi dalam aksoplasma ujung saraf adrenergik dan akan disempurnakan di dalam vesikel. Tahap permulaan sintesa tersebut adalah : hidroksilasi 1. Tirosin DOPA dekarsiboksilasi 2. DOPA Dopamin

3. Pengangkutan dopamin menuju vesikel hidroksilasi 4. Dopamin metilasi 5. Norefinefrin Epinefrin Norepinefrin

Norepinefrin yang disekresikan oleh ujung-ujung saraf akan dipindahkan ke tempat sekresinya dengan cara berikut (1) dengan transpor aktif yang akan diambil kembali ke dalam ujung saraf adrenergik sendiri, sebanyak 50%-80% dari norefinefrin yang disekresikan; (2) didifusikan lagi dari ujung saraf ke dalam cairan tubuh di sekelilingnya dan selanjutnya akan dimasukkan ke dalam darah, yaitu seluruh sisa norepinefrin yang ada; dan (3) dalam jumlah yang sedikit, akan dirusak oleh enzim. Norepinefrin yang disekresikan secara langsung ke dalam jaringan oleh ujung saraf adrenergik akan tetap aktif hanya selama beberapa detik, sehingga proses pengembalian ke dalam ujung saraf adrenergik dan proses difusi keluar dari jaringan berlangsung sangat cepat. Norepinefrin dan epinefrin yang disekresikan di dalam darah oleh medula adrenal akan tetap aktif selama 10-30 detik, sampai didifusikan ke dalam jaringan tempat keduanya dihancurkan oleh katekol-O-metil transferase.

F.

HUBUNGAN KECEPATAN PERANGSANGAN DENGAN BESARNYA EFEK SIMPATETIK DAN PARASIMPATETIK Perbedaan utama antara sistem saraf otonom dengan sistem saraf skeletal adalah untuk timbulnya aktivasi yang sempurna dari efektor otonom hanya dibutuhkan rangsangan berfrekuensi rendah. Pada umumnya, untuk menjaga agar efek simpatetik atau parasimpateti tetap normal, hanya dibutuhkan satu impuls setiap detiknya, dan aktivasi yang sempurna akan timbul bila lepas muatan serat saraf sebesar 10-20 kali perdetik. Hal itu berbeda dengan aktivasi yang sempurna dalam sistem saraf skeletal yang membutuhkan kira-kira 50 -200 impuls perdetiknya. 1. Sinaps Sinaps kimiawi disingkat dengan sinapsis, merupakan hubungan kontak fungsional antar-neuron dalam susunan saraf pusat. Impuls saraf diantarkan melalui daerah sinaps dalam satu arah tertentu yang ditentukan oleh pemadatan susunan membran dan adanya gelembung-gelembung sinaptik pada elemen

presinaptik. Komponen sinaptik ditandai dengan adanya gelembung berbentuk bulat atau pipih. Celah sinaps merupakan hubungan antara satu sel saraf dengan sel saraf yang lain tempat terjadinya pemindahan impuls. Dalam susunan saraf pusat hanya ada sinaps interneural biasa, disingkat sinaps. Hubungan antara neuron ini dijumpai dalam berbagai bentuk keanekaragaman gelembung sinaps, morfologi membran dan hubungan antara membran.

2. Mekanisme penghantaran impuls saraf Proses penghantaran secara kimiawi melibatkan serangkaian langkahlangkah : pembentukan neurotransmitter, penyimpanan, pembebasan, reaksi dengan reseptornya, dan penghentian pengaruhnya. Apabila hal ini terjadi pada suatu sinaps listrik, hubungan antara sel post dan presinaps sangat erat sehingga potensial aksi dapat langsung mempengaruhi membran sel postsinaps sehingga potensial aksi dapat langsung terjadi. 3. Integrasi sinaptik Dua bentuk utama potensial sinaptik tergantung pada arah pengaliran ionion apakah membran postsinaptik akan mengalami depolarisasi sehingga timbul potensial eksitasi postsinaptik. Berdasarkan interaksi antara sinapsis eksitasi dan inhibisi, maka kompetisi untuk pengendalian potensial membran pada berbagai neuron akan terjadi. Setiap saat terdapat perubahan potensial pada membran sel potensial, ini disebut sebagai potensial postsinaps. Bergantung pada jenis potansial pada sel, dapat terjadi excitatory postsinaptic potensial (EPSP) atau inhibitory postsinaptic potensial (IPSP). Eksitasi postsinaptik, potensial yang terdapat dalam sel postsinaps berupa depolarisasi (proses netralisasi keadaan polar) yang besar sangat di pengaruhi oleh jumlah neurotransmitter yang dilepas oleh sinaps. Inhibisi postsinaptik, potensial yang terdapat pada postsinaps berupa hiperpolarisasi yang besarnya sangat dipengaruhi oleh jumlah neurotransmitter yang dilepas oleh presinaps.

G.

MEKANISME GERAK REFLEKS Mekanisme gerak refleks merupakan suatu gerakan yang terjadi secara tiba-

tiba di luar kesadaran kita. Refleks fleksor, penarikan kembali tangan secara refleks dari rangsangan yang berbahaya, merupakan suatu reaksi perlindungan. Refleks ekstentor (polisinaps), rangsangan dari reseptor perifer yang mulai dari fleksi pada anggota badan dan juga berkaitan dengan ekstensi anggota badan. Gerak refleks merupakan bagian dari mekanisme pertahanan pada tubuh dan terjadi jauh lebih cepat dari gerak sadar. Misalnya, menutup mata pada saat terkena debu (Syaifuddin, 2006). Refleks adalah respons yang tidak berubah terhadap perangsangan yng terjadi di luar kehendak. Rangsangan ini merupakan reaksi organisme terhadap perubahan lingkungan baik di dalam maupun di luar organisme yang melibatkan sistem saraf pusat dalam memberikan jembatan (respons) terhadap rangsangan. Refleks dapat berupa peningkatan maupun penurunan kegiatan, misalna kontraksi atau relaksasi otot, kontraksi atau dilatasi pembuluh darah. Dengan keadaan kegiatan refleks, tubuh mampu mengadakan reaksi yang cepat terhadap berbagai perubahan di luar maupun di dalam tubuh disertai adaptasi terhadap perubahan tersebut. Dengan demikian sebagian besar peran sistem saraf pusat dapat mengatur kehidupan organisme (Syaifuddin, 2006).

REFLEKS OTONOM 1. Refleks Otonom Kardiovaskular Ada beberapa refleks dalam sistem kardiovaskular yang membantu mengatur tekanan darah arteri, curah jantung, dan kecepatan denyut jantung. Salah satu refleks ini adalah refleks baroreseptor yang terletak di dinding arteri besar, termasuk arteri karotis dan aorta. Bila resrptor ini terenggang olah tekanan yang tinggi, sinyal akan dijalarkan ke batang otak tempat mereka menghambat impuls simpatetik ke jantung dan pembuluh darah, sehingga tekanan arteri turun kembali ke nilai normal. 2. Refleks Otonom Gastrointestinal Bagian teratas dari traktus gastrointestinal dan juga rektum terutama diatur oleh refleks otonom. Contohnya, bau yang menimbulkan selera makan akan memicu timbulnya sinyal dari hidung menuju nuklei vagus, glosofaringeal, dan salivarus di

dalam batang otak. Batang otak ini sebaliknya akan menjalarkan sinyal melalui saraf parasimpatetik ke kelanjar sekretorik yang ada di dalam mulut dan lambung, sehingga timbul getah pencernaan bahkan sebelum makanan masuk ke dalam mulut. Dan bila bahan fekal memenuhi rektum di di bagian ujung saluran pencernaan, maka impuls sensorik yang timbul akibat peregangan rektum akan dikirimkan ke medula spinalis bagian sakral dan ada sinyal refleks yang dijalarkan kembali melalui serat parasimpatetik ke kolon bagian distal, dimana sinyal ini akan menimbulkan kontraksi peristaltik yang kuat guna mengosongkan usus besar. 3. Refleks Otonom lainnya Pengososngan kandung kemih caranya mirip dengan cara pengosongan rektum; peregangan kandung kemih akan menyebabkan impuls ke medula spinalis dan keadaan ini sebaliknya akan menyebabkan timbulnya kontraksi kandung kemih bersama-sama dengan timbulnya relaksasi sfingter urinaria, sehingga mempermudah pengeluaran urin. Yang juga penting adalah refleks seksual yang dapat dipicu oleh rangsangan psikisi dari otak maupun dari organ seksual. Impuls yang berasal dari sumber ini akan disatukan di medula spinalis bagian sakral dan pada pria, akibat yang timbul adalah pertama , ereksi terutama meupakan fungsi parasimpatetik dan selanjutnya ejakulasi merupakan fungsi simpatetik. Refleks otonom lainnya meliputi refleks yang membantu pengaturan sekresi kelenjar pankreas, pengosongan kandung empedu, ekskresi urin pada ginjal, berkeringat, kadar glukosa darah, dan sebagian besar fungsi viseral lainnya. H. LENGKUNG REFLEKS

Proses yang terjadi pada refleks melalui jalan tertentu disebut lengkung refleks. Komponen-komponen yang dilalui refleks : a. Reseptor rangsangan sensorik yang peka terhadap suatu rangsangan misalnya kulit. b. Neuron aferen (sensoris) yang dapat menghantarkan impuls menuju ke susunan saraf pusat (medulla spinalis batang otak). c. Pusat saraf (pusat sinaps) tempat integrasi masuknya sensoris dan dianalisis kembali ke neuron eferen. d. Neuron eferen (motorik) menghantarkan impuls ke perifer.

e. Alat efektor merupakan tepat terjadinya reaksi yang yaqng diwakili oleh suatu serat otot atau kalenjar. Reseptor adalah suatu struktur khusus yang peka terhadap suatu bentuk energi tertentu dan dapat mengubah bentuk energi menjadi aksi-aksi potensial listrik atau implus-impuls saraf. Efektor, percabangan akhir serat-serat eferen (motorik) di dalam otot serat lintang, otot polos, dan kelenjar (alat efektor) Syaifuddin, 2006). Refleks dapat dikelompokkan dalam berbagai tujuan, refleks dikelompokkan berdasarkan : a. Letak reseptor yang menerima rangsangan; Refleks ekstroseptif, timbul karena rangsangan pada reseptor permukaan tubuh Refleks interoreseptif (viseroreseptif), timbul karen rangsangan pada alatalat dalam atau pembuluh darah misalnya dinding kandung kemih dan lambung Refleks proreseptif, timbul karena rangsangan pada reseptor otot rangka, tendon, dan sendi untuk keseimbangan sikap b. Bagian saraf pusat yang terlibat: Refleks spinal, melibatkan neuron di medulla spinalis Refleks bulbar, melibatkan neuron di medulla oblongata Refleks kortikal, melibatkan neuron korteks serebri. Sering terjadi refleks yang melibatkan berbagai pada saraf pusat. Dengan demikian pembagian di atas tidak dapat digunakan c. Jenis atau ciri jawaban Refleks motorik, efektornys berupa otot dengan jawaban berupa relaksasi atau kontraksi otot Rekfleks seksetorik, efektornya berupa kelenjar dengn jawaban berupa peningkatan/ penurunana sekresi kelenjar Refleks vasomotor, efektornya berupa pembuluh darah dengan jawabann berupa vasodilatasi/ vasokontriksi d. Timbulnya refleks. Refleks telah timbul sejak lahir, ada juga muncul setelah memenuhi persyarafan yang diperlukan, dan refleks yang terakhir didapatselama makhluk berkembang berupa pengalaman hidup. Berdasarkan hal tersebut di atas, refleks dibagi dalam:

Refleks tidak bersyarat, refleks yang dibawa sejak lahir, bersifat mantap tidak pernah berubah, dan dapat ditimbulkkan bila ada rangsangan yang cocok misalnya mengisap jari pada bayi. Refleks bersyarat didapat selama pertumubhan berdasarkan pengalaman hidup, memerlukan proses belajar. Mempunyai ciri-ciri: bersifat individual (seseorang memiliki tetapi orang lain belum tentu). Tidak mantap (dapat diperkuat dan bisa hilang), dapat timbul oleh berbagai jenis rangsangan pada beberapa jenis reseptor asal disusuli oleh rangsangan bersyarat. e. Jumlah neuron yang terlibat: Refleks monosinaps melalui satu sinaps dan dua neuron (satu neuron aferen, satu neuron eferen) yang langsung berhubungan pada saraf pusat. Contohnya refleks regang Refleks polisinaps melalui beberapa sinaps, terdapat beberapa interneuron yang menghubungkan neuron aferen dengan neuron eferen, semua refleks lebih dari satu sinaps kecuali refleks regang otot.