journal.unair.ac.idjournal.unair.ac.id/filerpdf/olivia susanto_jurnal... · web viewkelompok...

28
KELOMPOK INDUSTRI DALAM PENGECUALIAN KOMODITAS ASAL KAESONG INDUSTRIAL COMPLEX KASUS KORUS FTA OLIVIA SUSANTO ABSTRAK Perkembangan free trade agreement antara Korea Selatan dan Amerika Serikat (KORUS FTA) telah mencapai tahap ratifikasi oleh badan legislatif kedua negara dan mulai diimplementasikan kedua pihak. Di dalam prosesnya, beberapa poin penting yang telah didefinisikan dan disetujui dalam dokumen resmi kesepakatan itu menjadi wacana menarik dalam masyarakat Korea maupun Amerika Serikat. Salah satu poin yang menarik berkaitan dengan kegagalan lobi Korea Selatan sehingga barang-barang komoditas dari Kaesong Industrial Complex (KIC) dikecualikan sebagai komoditas “Made in Koreadalam kesepakatan perdagangan bebas antara Korea Selatan dan Amerika Serikat ini. Penelitian ini menganalisis pengaruh kelompok industri dalam negosiasi KORUS FTA yang menyebabkan pengecualian komoditas-komoditas dari KIC dan membuat Committee on Outward Processing Zones on the Korean Peninsula sesuai kesepakatan dalam Annex 22-B dalam KORUS FTA. Dengan membahas karakteristik kelompok industri dari KIC dan kelompok industri dengan komoditas yang sama di Amerika Serikat, penelitian ini mengkaji lebih jauh pengaruh kelompok industri khususnya terkait dengan kepentingan Amerika Serikat untuk melindungi arus perdagangan dalam negerinya dari serangan komoditas asal KIC melalui KORUS FTA. Penelitian ini bertujuan untuk menguji adanya pengaruh karakteristik supply chain dan external trade protection kelompok industri terhadap pengecualian komoditas asal KIC dalam kesepakatan KORUS FTA. Kata Kunci: Kaesong Industrial Complex, KORUS FTA, “Made in Korea”, kelompok industri, supply chain, dan external trade protection. ABSTRACT The progress of free trade agreement between Republic of Korea and the United States (KORUS FTA) had reached the ratification phase by the legislative bodies of both parties and started the implementation period. During the process, there are several important points which defined and 1

Upload: trinhkhanh

Post on 03-Aug-2019

212 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: journal.unair.ac.idjournal.unair.ac.id/filerPDF/Olivia Susanto_Jurnal... · Web viewKELOMPOK INDUSTRI DALAM PENGECUALIAN KOMODITAS ASAL KAESONG INDUSTRIAL COMPLEX KASUS KORUS FTA

KELOMPOK INDUSTRI DALAM PENGECUALIAN

KOMODITAS ASAL KAESONG INDUSTRIAL COMPLEX

KASUS KORUS FTA

OLIVIA SUSANTO

ABSTRAKPerkembangan free trade agreement antara Korea Selatan dan Amerika Serikat (KORUS FTA) telah mencapai tahap ratifikasi oleh badan legislatif kedua negara dan mulai diimplementasikan kedua pihak. Di dalam prosesnya, beberapa poin penting yang telah didefinisikan dan disetujui dalam dokumen resmi kesepakatan itu menjadi wacana menarik dalam masyarakat Korea maupun Amerika Serikat. Salah satu poin yang menarik berkaitan dengan kegagalan lobi Korea Selatan sehingga barang-barang komoditas dari Kaesong Industrial Complex (KIC) dikecualikan sebagai komoditas “Made in Korea” dalam kesepakatan perdagangan bebas antara Korea Selatan dan Amerika Serikat ini. Penelitian ini menganalisis pengaruh kelompok industri dalam negosiasi KORUS FTA yang menyebabkan pengecualian komoditas-komoditas dari KIC dan membuat Committee on Outward Processing Zones on the Korean Peninsula sesuai kesepakatan dalam Annex 22-B dalam KORUS FTA. Dengan membahas karakteristik kelompok industri dari KIC dan kelompok industri dengan komoditas yang sama di Amerika Serikat, penelitian ini mengkaji lebih jauh pengaruh kelompok industri khususnya terkait dengan kepentingan Amerika Serikat untuk melindungi arus perdagangan dalam negerinya dari serangan komoditas asal KIC melalui KORUS FTA. Penelitian ini bertujuan untuk menguji adanya pengaruh karakteristik supply chain dan external trade protection kelompok industri terhadap pengecualian komoditas asal KIC dalam kesepakatan KORUS FTA.

Kata Kunci: Kaesong Industrial Complex, KORUS FTA, “Made in Korea”, kelompok industri, supply chain, dan external trade protection.

ABSTRACTThe progress of free trade agreement between Republic of Korea and the United States (KORUS FTA) had reached the ratification phase by the legislative bodies of both parties and started the implementation period. During the process, there are several important points which defined and approved in the legal document became the major interesting issues between people in both countries. One of the interesting points is regarding the failure of South Korea’s lobbyist that the commodities of Kaesong Industrial Complex are excluded from the “Made in Korea” products in the agreement. This paper analyzed influence of industrial group within the negotiation of KORUS FTA which underlying the exclusion of the KIC commodities and establishment of the Committee on Outward Processing Zones on the Korean Peninsula as accepted in Annex 22-B of KORUS FTA. By exploring the characteristic of each industrial group in KIC and similar industry in United States, this paper examined further about the influence of industrial group, especially regarding the interest of the United States to protect domestic trade cycle from the KIC product through KORUS FTA. This paper’s major aim is to examine the effect of supply chain and external trade protection characteristic of industrial group to the exclusion of the KIC commodities in KORUS FTA.

Keywords: Kaesong Industrial Complex, KORUS FTA, “Made in Korea”, industrial group, supply chain, and external trade protection.

1

Page 2: journal.unair.ac.idjournal.unair.ac.id/filerPDF/Olivia Susanto_Jurnal... · Web viewKELOMPOK INDUSTRI DALAM PENGECUALIAN KOMODITAS ASAL KAESONG INDUSTRIAL COMPLEX KASUS KORUS FTA

Kesepakatan perdagangan bebas antara Korea Selatan dan Amerika Serikat yang kemudian

dikenal sebagai KORUS FTA atau South Korea-U.S Free Trade Agreement menjadi salah

satu kesepakatan perdagangan bebas yang baru mulai diimplementasikan sejak 15 Maret

2012. (Office of the United States Trade Representative dalam Ryberg 2012, 58).

Kesepakatan ini mulai dinegosiasikan sejak tahun 2006 dan memuncak tahun 2010 pasca

KTT G-20 di Seoul. Dimulai sejak 30 Juni 2007 sebagai tahap penandatanganan oleh

Presiden Barack Obama dan Presiden Lee Myung-bak, kesepakatan ini sempat mengalami

berbagai perdebatan dalam proses ratifikasi oleh lembaga legislatif kedua negara. Hingga

pada 12 Oktober 2011, lembaga legislatif Amerika Serikat menyetujui kesepakatan ini, dan

disusul National Assembly Republik Korea pada 22 November 2011 dan diimplementasikan

Maret 2012. (Ryberg 2012, 58).

Salah satu poin yang menarik berkaitan dengan isu masuknya barang-barang asal Kaesong

Industrial Complex (KIC) sebagai komoditas “made in Korea” dalam kesepakatan

perdagangan bebas antara Korea Selatan dan Amerika Serikat. (Ryberg 2012, 9). Kompleks

industri yang berjarak sepuluh kilometer dari Demilitarized Zone (DMZ) antara Korea Selatan

dan Korea Utara ini terletak di Kaesong, Korea Utara. Dengan menggunakan buruh dari

Korea Utara dan modal kapital dan teknologi dari Korea Selatan, industri-industri di kawasan

ini merupakan jenis industri produksi yang padat karya yang mulai berkembang sejak tahun

1989. (Knudsen dan Moon 2010, 251). Secara teknis, produksi di kawasan industri ini

dimulai sejak tahun 2004 dan berkembang hingga KORUS FTA mulai diimplementasikan.

Peranan keberadaan KIC ini cukup signifikan dalam upaya reunifikasi kedua Korea. Selain

itu, keberadaan kelompok industri di KIC juga menjadi salah satu jembatan hubungan antara

pemerintah Korea Selatan dan Korea Utara khususnya melalui Hyundai Asan (Knudsen dan

Moon 2010, 251) sebagai pengembang kawasan dan kelompok industri dalam KIC. Hal

inilah yang menyebabkan pemerintah Korea Selatan dalam setiap negosiasi kesepakatan

perdagangan bebas dengan negara lain selalu berupaya untuk memasukkan komoditas-

komoditas asal KIC dengan label “made in Korea” sehingga dapat memperoleh perlakuan

yang sama dengan produk-produk asal Korea Selatan lainnya. Pemerintah Korea Selatan

berhasil dalam beberapa negosiasi free trade agreement, antara lain antara Korea Selatan

dengan Singapura tahun 2004 (Lee 2007, 9) dan negosiasi dengan EFTA, ASEAN, dan India

untuk menyertakan beberapa komoditas asal KIC dalam preferential treatment sesuai dengan

kualifikasi tertentu. (Song 2011, 11).

2

Page 3: journal.unair.ac.idjournal.unair.ac.id/filerPDF/Olivia Susanto_Jurnal... · Web viewKELOMPOK INDUSTRI DALAM PENGECUALIAN KOMODITAS ASAL KAESONG INDUSTRIAL COMPLEX KASUS KORUS FTA

Akan tetapi, upaya Korea Selatan untuk memasukkan komoditas KIC dalam daftar produk

asal Korea Selatan pada kesepakatan perdagangan bebas dengan Amerika Serikat ini

mengalami kegagalan. Dalam negosiasi kesepakatan perdagangan bebas dengan Amerika

Serikat dan Uni Eropa, tidak ada pemberian preferential treatment bagi produk dengan

komponen yang berasal dari kawasan Kaesong. Dalam penelitian Yeongkwan Song

menyebutkan, “Instead, both agreements took a similar approach by establishing procedures

for future consideration of trade preferences to apply to goods produced in the KIC. Both

FTAs establish a Committee on Outward Processing Zones (OPZs) on the Korean

Peninsula.” (Song 2011, 12).

Tulisan ini membahas adanya pengaruh kelompok industri dalam negosiasi KORUS FTA

terhadap pengecualian komoditas asal Kaesong Industrial Complex (KIC).

KELOMPOK INDUSTRI DAN RULES OF ORIGIN

Dalam studi kasus NAFTA, Anne O. Krueger (1993) dan Kerry A. Chase (2008) menjelaskan

adanya upaya proteksi dari kelompok industri dalam FTA dengan menggunakan isu rules of

origins. Rules of origin merupakan aturan yang meregulasi tariff atau perlakuan atas suatu

komoditas sesuai dengan komposisi asal dari komoditas yang diregulasi. Menurut Krueger,

“[t]he ROOs specify a criterion, or criteria, under which commodities imported by one CU or

FTA partner will be deemed to have originated from within the CU or FTA and thus be

eligible for duty—free treatment.” (Krueger 1993, 5-6). Sedangkan menurut Chase, “[...] the

standards governments use to determine who qualifies for preferential treatment in an FTA,

known as rules of origin.” (Chase 2008, 1).

Menurut Krueger, ada bias proteksi yang menyebabkan adanya regulasi tentang asal

komoditas dalam FTA yang biasanya tidak dijumpai dalam Common Union. (Krueger 1993,

2). Hal ini memunculkan asumsi bahwa keberadaan rules of origin lebih merupakan upaya

proteksi di tengah perdagangan bebas. Meskipun berada dalam kerangka perdagangan bebas,

pada prakteknya, rules of origins akan selalu hadir dalam suatu FTA sebagai upaya klasifikasi

tariff dan proteksi kerugian akibat masuknya komoditas dari negara non-FTA yang memiliki

tariff lebih rendah. (Krueger 1993, 6).

Proposisi ini terkait dengan studi kasus yang dibawa Krueger, yaitu NAFTA, di mana

Amerika Serikat sebagai country's higher cost producers menciptakan proteksi bagi Meksiko.

Bagi pemerintah Amerika Serikat, “[...], a rule of origin may be a device through which

3

Page 4: journal.unair.ac.idjournal.unair.ac.id/filerPDF/Olivia Susanto_Jurnal... · Web viewKELOMPOK INDUSTRI DALAM PENGECUALIAN KOMODITAS ASAL KAESONG INDUSTRIAL COMPLEX KASUS KORUS FTA

producers of final goods and those of intermediate goods can be induced to support an FTA.

(Krueger 1993, 21). Dengan menggunakan asumsi dari penelitian Krueger tahun 1993 yang

membuktikan tentang adanya bias proteksi dalam NAFTA, upaya proteksi dalam kesepakatan

perdagangan bebas dilakukan melalui rules of origin sebagai upaya memproteksi kelompok

industri dalam negeri. (Krueger 1993, 21)

Chase (2008) juga menjelaskan adanya lobi kelompok industri yang dapat mempengaruhi

munculnya permintaan akan rules of origin dalam suatu kesepakatan perdagangan bebas

dengan membahas tentang rules of origin dalam NAFTA yang menjadi contoh pertama dari

kesepakatan perdagangan bebas yang dilakukan Amerika Serikat. Argumen teoritis yang

digunakan untuk menjelaskan adanya pengaruh kelompok industri dalam kesepakatan

perdagangan bebas yaitu adanya tiga faktor penting dari kelompok industri untuk

mempengaruhi kesepakatan perdagangan bebas, tingkat trade protection terhadap negara di

luar FTA; the size of the returns to scale in production; dan ketergantungan industri terhadap

supply chains dari luar. (Chase 2008, 7).

Pertama, terkait dengan external trade protection. (Chase 2008, 7). Chase menjelaskan rules

of origin dalam kaitannya dengan tingkat proteksi eksternal dapat ditinjau dari dua jenis

proteksi. Pertama, industri dengan proteksi tariff yang tinggi cenderung menggunakan rules of

origin untuk mencegah masuknya impor asing melalui partner FTA. (Chase 2008, 7).

Sedangkan yang kedua berkaitan dengan industri yang dilindungi antidumping and

countervailing duty orders, safeguards, atau kuota sebagai proteksi non-tariff menggunakan

rules of origin untuk mencegah pihak di luar FTA menghindari non-tariff barriers dengan

masuk melalui supply chain komoditas dalam FTA. (Chase 2008, 7).

Kedua, hubungan return to scale kelompok industri dengan ketat tidaknya rules of origin.

Proposisi Chase menyatakan bahwa kelompok industri dengan large return to scale akan

cenderung memperketat rules of origin dibandingkan kelompok industri dengan return to

scale yang tetap. (Chase 2008, 11). Hal ini dilakukan karena kelompok industri dengan large

return to scale memiliki potensi keuntungan lebih dibandingkan kelompok industri yang

tetap. Dengan demikian, preferensi rules of origin yang muncul juga berbeda.

Sedangkan proposisi Chase yang ketiga terkait dengan jenis kelompok industri yang dikaji

menurut supply chain. Ada dua kategori kelompok industri yang dapat digunakan untuk

menentukan apakah rules of origin yang diharapkan kelompok industri akan sangat strict atau

lenient. Industri dengan multinational supply chains (Chase 2008, 11) yang membutuhkan

4

Page 5: journal.unair.ac.idjournal.unair.ac.id/filerPDF/Olivia Susanto_Jurnal... · Web viewKELOMPOK INDUSTRI DALAM PENGECUALIAN KOMODITAS ASAL KAESONG INDUSTRIAL COMPLEX KASUS KORUS FTA

pasokan sumber-sumber baik raw material ataupun intermediate goods dalam produksinya,

cenderung memilih rules of origins yang cenderung sedikit longgar. Hal ini untuk

memudahkan arus suplai bahan baku. Sedangkan industri dengan domestic supply chains

cenderung melindungi produsen dalam negeri dengan memperketat rules of origins yang

diterapkan dalam FTA.

Pada penelitian sebelumnya, Chase (2003) mengkaji adanya lobi domestik atas liberalisasi

perdagangan regional dalam NAFTA yaitu adanya hubungan antara kelompok industri

dengan tingkat return to scale dan supply chain yang berbeda dengan dukungan terhadap

trading bloc. Terkait dengan supply chain, Chase menjelaskan, “If production sharing is

internal to a region anyway, regional and bilateral arrangements will be an attractive

institutional framework for liberalizing this sort of trade.” (Chase 2003, 146). Dengan

demikian, semakin besar tingkat supply chain dari luar sumber domestik, maka semakin

intensif lobi yang dilakukan untuk terciptanya trading bloc regional. Sedangkan semakin

tinggi supply chain domestik suatu negara, blok perdagangan regional tidak menjadi hal yang

signifikan.

Dari tesis-tesis yang dikemukakan Krueger dan Chase dapat ditarik sebuah sintesis tentang

hubungan antara kelompok industri terhadap keberadaan rules of origin dalam FTA. Pertama,

adanya pengaruh kelompok industri dalam ketentuan rules of origins suatu kesepakatan

perdagangan bebas dikarenakan adanya suatu upaya untuk semakin memproteksi produser

komoditas-komoditas final dari kompetisi dengan produser yang memiliki akses kepada

komoditas intermediat yang lebih murah yang sekaligus dapat memperoleh keuntungan dari

kesepakatan itu. Kedua, ketat tidaknya rules of origin yang dipilih kelompok industri ini

terkait dengan tinggi rendahnya external trade protection dan jenis supply chain dari

kelompok industri yang ada.

Kelompok industri dengan tingkat external trade protection yang tinggi tetapi didukung

supply chain domestik cenderung semakin memproteksi kelompoknya dari aktor di luar FTA.

Karena itu, rules of origin yang diharapkan cenderung ketat dan lobi dalam negosiasi

cenderung menolak FTA. Sedangkan kelompok industri yang tidak dilindungi dengan tarif

dan non-tarif yang ketat dan memiliki kebutuhan yang tinggi akan suplai bahan baku pada

kelompok industri dengan multinational supply chains cenderung bersikap longgar terhadap

rules of origin dalam kesepakatan perdagangan.

5

Page 6: journal.unair.ac.idjournal.unair.ac.id/filerPDF/Olivia Susanto_Jurnal... · Web viewKELOMPOK INDUSTRI DALAM PENGECUALIAN KOMODITAS ASAL KAESONG INDUSTRIAL COMPLEX KASUS KORUS FTA

KELOMPOK INDUSTRI KAESONG INDUSTRIAL COMPLEX

Kaesong Industrial Complex berlokasi di kota Kaesong, sebelah utara dari Hwanghae-namdo.

Sebagai kawasan industri yang menyatukan hubungan inter-Korea, KIC memiliki beberapa

keunggulan dibandingkan kawasan industri lainnya seperti China dan Vietnam maupun

kawasan industri lain yang dimiliki Korea Utara dengan China yaitu di Rason dan

Hwanggumpyong.

Sesuai dengan master plan KIC oleh Hyundai Asan, kawasan industri ini dibangun dengan

konsep the triangular areas antara Kaesong, Seoul, dan Incheon yang menjadi keunggulan

lokasi kawasan industri ini. Selain itu, menurut data pada tahun 2004, upah minimum tenaga

kerja Korea Utara di KIC sebesar US$ 57.5, (dengan upah minimal US$ 50 dan tunjangan

sosial dan keamanan sekitar 15 persen). (Park 2004, 91). Upah tenaga kerja di KIC ini lebih

rendah dari upah minimum di China (dengan upah sekitar US$ 100) (Park 2004, 91), Korea

Selatan (sekitar US$ 642) (data tahun 2006 dalam Jeong 2007, 69), dan Vietnam (sekitar US$

60). (Park 2004, 91). Selain upah buruh dari Korea Utara yang lebih rendah dibandingkan

kawasan industri lain tersebut, tenaga kerja di KIC juga memiliki keunggulan kesamaan

bahasa dan tingkat pendidikan tenaga kerja asal Korea Utara yang tinggi (Lim 2009) dengan

lingkungan kerja yang menerapkan standar kerja internasional yaitu 48 jam per minggu, lebih

panjang dibandingkan jam kerja di China sebesar 44 jam per minggu. (Park 2004, 91).

Pemerintah Korea Selatan juga mendukung perusahaan yang melakukan operasinya di

Kaesong antara lain dengan insentif yang diberikan dari pemerintah dan hak-hak khusus yang

disesuaikan dengan kesepakatan dengan pemerintah Korea Utara.

Dalam laporan Manyin dan Nanto (2011, 6), “The KIC is a duty-free zone, with no

restrictions on the use of foreign currency or credit cards and no visa required for entry or

exit.” Karena itu, berbeda dari kawasan industri maupun area lain di Korea Utara yang

cenderung tertutup dari pengaruh asing, KIC lebih terbuka untuk pelaku industri dan ekonomi

internasional. Selain itu, pajak pendapatan usaha yang dibebankan oleh pemerintah Korea

Utara juga lebih kecil, yaitu sekitar 10-14 persen, yang lebih rendah dibandingkan Korea

Selatan sebesar 13-25 persen, China 15 persen, dan Vietnam sebesar 10-15 persen. (Knudsen

dan Moon 2010, 252).

Sejak pendirian kawasan industri ini, KIC berkembang secara signifikan dari kuantitas

perusahaan yang beroperasi. Sejak berdiri di tahun 2004, menurut data tahun 2011, (lihat

Tabel 1) komoditas yang diproduksi di KIC terdiri dari komoditas tekstil dan pakaian, produk

6

Page 7: journal.unair.ac.idjournal.unair.ac.id/filerPDF/Olivia Susanto_Jurnal... · Web viewKELOMPOK INDUSTRI DALAM PENGECUALIAN KOMODITAS ASAL KAESONG INDUSTRIAL COMPLEX KASUS KORUS FTA

kimia, logam dan mesin, serta produk elektronik dan listrik, dan beberapa produk makanan.

Tujuh puluh satu perusahaan atau lebih dari setengah perusahaan yang beroperasi di kawasan

industri ini berbasis pada industri tekstil dan pakaian. Di urutan kedua terdapat produksi

logam dan mesin serta komoditas elektronik di urutan ketiga. Hal ini menunjukkan bahwa

karakteristik kelompok industri yang ada di KIC berbasis industri padat karya dan bukan

industri padat modal.

Tabel 1. Produksi dalam KIC Menurut Kategori Komoditas(US$1000)

Tekstil dan Pakaian

Produk Kimia

Logam dan Mesin

Produk Elektronik dan

Listrik

Lainnya(Makanan, Kertas

dan Kayu)Total

2005 6.780 1.768 5.250 1.108 - 14.9062006 27.793 10.900 20.853 14.191 - 73.7372007 85.543 18.262 41.947 39.027 - 184.7792008 132.179 21.785 49.250 47.162 1.046 251.4222009 152.050 26.179 37.312 37.584 3.350 256.4752010 179.235 32.092 48.637 59.147 4.212 323.323

JumlahPerusahaa

n71 9 23 13 5 121

Sumber: Kementerian Unifikasi Korea, Data Statistik dalam Hubungan Inter-Korea dalam Manyin dan Nanto (2011, 8)

KELOMPOK INDUSTRI DI AMERIKA SERIKAT

Menurut data Manufacturing Institute bulan November 2012, kelompok industri manufaktur

memiliki multiplier effect yang lebih besar dibandingkan sektor lain. Selain meningkatkan

investasi dan penyerapan tenaga kerja, kelompok industri ini memiliki pengaruh langsung

terhadap pertumbuhan ekonomi. Dengan komposisi demikian, kelompok industri di Amerika

Serikat memiliki komposisi pengaruh yang lebih besar dibandingkan kelompok agrikultur.

Akan tetapi, tidak semua kelompok industri terkait dengan industri di kawasan KIC, sehingga

kelompok industri yang menjadi sampel penelitian dari populasi kelompok industri di

Amerika Serikat hanya kelompok-kelompok industri yang terkait dengan komoditas industri

asal KIC seperti industri tekstil dan pakaian yang menjadi juga komoditas utama dari KIC dan

industri produk kimia serta industri logam dan mesin yang menjadi komoditas ekspor utama

dari KIC.

Supply Chain Industri di Amerika Serikat

Menurut penelitian Matt Berdine, et al. (2008, 20), industri tekstil dan pakaian di Amerika

Serikat umumnya menggunakan komponen-komponen outsouced. Hal ini berkaitan dengan

7

Page 8: journal.unair.ac.idjournal.unair.ac.id/filerPDF/Olivia Susanto_Jurnal... · Web viewKELOMPOK INDUSTRI DALAM PENGECUALIAN KOMODITAS ASAL KAESONG INDUSTRIAL COMPLEX KASUS KORUS FTA

upaya efisiensi produksi yang memungkinkan industri-industri tekstil dan pakaian di Amerika

Serikat lebih bersaing. Industri-industri hulu seperti komoditas serat dan benang umumnya

mengimpor produk-produk seperti bahan kimia untuk membuat benang sintesis atau bahan

baku yang tidak diproduksi secara langsung dari low-cost overseas producers. (Panteva t.t, 5,

dalam U.S International Trade Commission 2011, 2-29).

Sedangkan industri-industri tekstil memilih bentuk-bentuk joint ventures dengan industri-

industri di Asia khususnya dalam proses pemotongan dan jahit yang terintegrasi dalam supply

chain cities or cluster. (Berdine et al, 2008, 20). Hal ini menunjukkan bahwa supply chain

dari industri hulu tekstil pun juga memiliki kecenderungan beroperasi secara multinasional

daripada secara domestik.

Industri pakaian pun menurut Berdine, et al, (2008) juga memilih blended sourcing strategy

dalam proses produksi komoditas final dari industri pakaian. Strategi ini berarti industri-

industri pakaian jadi di Amerika Serikat menggunakan bahan baku dari berbagai lokasi yang

berbeda. Alasan-alasan yang melatar belakangi kecenderungan multinational supply chain

dalam industri ini antara lain meminimaliasi resiko, memanfaatkan keunggulan kompetitif

industri dari negara lain, meminimalisasi biaya tenaga kerja, dan meningkatkan posisi label

dalam segi kualitas industri.

Berbeda dengan kelompok industri tektil dan pakaian yang secara kompetitif lebih bersaing

dengan dukungan multinational supply chain, industri produk kimia di Amerika Serikat tidak

dipengaruhi akses supply bahan mentah. Selain dari nilai ekspor dan impor dari komoditas

kimia dalam neraca perdagangan internasional, umumnya komoditas ini menjadi produk

intermediat dari komoditas-komoditas perdagangan lain. Karena itu, ekspor yang ada dalam

perdagangan Amerika Serikat bukan menjadi bagian dari supply produksi melainkan sebagai

akses ke pasar Amerika Serikat yang tinggi terhadap produk kimia.

Data American Chemistry Council menunjukkan nilai output dari industri produk kimia di

Amerika Serikat merupakan yang terbesar dalam industri kimia global. Hal ini terlihat dari

angka pengiriman komoditas kimia di pasar global dari tahun ke tahun. (lihat Tabel 2). Selain

Amerika Serikat, Eropa Barat juga menjadi salah satu produsen utama komoditas kimia.

Angka ini menjadikan industri produk kimia asal Amerika Serikat menjadi salah satu

produsen utama supply produk kimia dunia, baik sebagai bahan dasar maupun intermediate

goods bagi komoditas lain.

8

Page 9: journal.unair.ac.idjournal.unair.ac.id/filerPDF/Olivia Susanto_Jurnal... · Web viewKELOMPOK INDUSTRI DALAM PENGECUALIAN KOMODITAS ASAL KAESONG INDUSTRIAL COMPLEX KASUS KORUS FTA

Tabel 2 Perdagangan Global dan Pengiriman Produk Kimia Menurut Wilayah(dalam juta US$)

2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011Perdagangan Produk Kimia Global 962.7 1,087.6 1,222.9 1,444.6 1,635.

71,412.5 1,663.7 1,887.1

Amerika Serikat 540.9 610.9 657.7 716.2 738.7 624.4 701.2 759.3NAFTA (selain AS) 79.9 91.4 99.0 104.1 106,9 83.9 98.0 114.7

Amerika Latin 135.0 157.5 176.1 201.5 234.0 213.7 260.1 315.3Eropa Barat 711.1 749.4 805.6 930.1 1,027.

1862.6 941.6 1,106.9

Eropa Tengah dan Timur 73.2 81.9 99.0 119.0 146.9 109.1 145.7 188.9Afrika dan Timur Tengah 84.8 93.7 96.5 110.2 137.5 117.2 143.0 175.5

Asia Pasific 736.5 852.9 972.1 1,165.9 1,408.7

1,415.9 1,829.1 2,337.9

Total Pengiriman 2,361.5

2,637.7 2,906.0 3,346.9 3,799.8

3,426.7 4,118.7 4,998.4

Sumber: ABIQUIM, ANIQ, Biro Sensus Amerika Serikat, CEFIC, Statistik Kanada, PBB, VCI, dan estimasi dari American Chemistry Council (2012)

Seperti halnya industri produk kimia, secara umum industri logam dipengaruhi oleh industri-

industri esktraktif seperti Petroleum dan Coal Products Manufacturing. (U.S. Census Bureau

2012). Karena itu, tidak ada hubungan langsung antara kelompok industri logam dengan

supply chain selain dari domestik Amerika Serikat sendiri.

Kelompok industri mesin juga didominasi ekspor komoditas dibandingkan impor. Dengan

demikian, supply chain industri mesin ini menggunakan material domestik. Selain dari nilai

impor yang lebih rendah, industri ini juga menyerap tenaga kerja yang cukup tinggi di dalam

negeri. (U.S International Trade Commission 2011). Hal ini juga melengkapi surplus ekspor

dari komoditas industri mesin Amerika Serikat di pasar global.

Tingkat External Trade Protection Industri di Amerika Serikat

Tariff Barrier . Dalam Ilustrasi 1, data profil tariff Amerika Serikat dari WTO menunjukkan

komoditas industri pakaian memiliki rata-rata tariff lebih tinggi dibandingkan tariff komoditas

lainnya. Komoditas final dari industri tekstil dan pakaian ini rata-rata dikenakan tariff sebesar

11 persen sejak tahun 2008. Sedangkan komoditas tekstil dikenai tariff yang lebih rendah

sekitar 7-8 persen.

9

Page 10: journal.unair.ac.idjournal.unair.ac.id/filerPDF/Olivia Susanto_Jurnal... · Web viewKELOMPOK INDUSTRI DALAM PENGECUALIAN KOMODITAS ASAL KAESONG INDUSTRIAL COMPLEX KASUS KORUS FTA

Ilustrasi 1 Simple Average of MFN Applied Duties

Teksti

l

Pakaia

n

Produk K

imia

Mineral d

an Lo

gam

Mesin non-el

ektri

k

Mesin el

ektri

k0

2

4

6

8

10

12

14

7.9

11.7

2.81.7 1.2 1.7

8

12.1

2.81.8 1.2 1.7

7.9

11.7

2.81.6 1.2 1.4

2012 2010 2008

Sumber: kompilasi data WTO, ITC dan UNCTAD tahun 2008, 2010, dan 2012

Komoditas mesin baik mesin elektrik maupun non-elektik merupakan komoditas dengan

MFN tariff yang paling rendah di antara komoditas-komoditas Amerika Serikat yang terkait

dengan komoditas KIC. Sedangkan komoditas produk kimia dan logam dikenakan sekitar 2

hingga 3 persen.

Menurut U.S. International Trade Commission (2011, 2-32), tarif komoditas tekstil dan

pakaian di Amerika Serikat masih tertinggi di antara komoditas lain. Secara umum, tarif ini

meningkat sesuai dengan tahapan manufaktur. Karena itu, komoditas tekstil yang menjadi

komoditas intermediate dari komoditas pakaian jadi dipatok tarif yang lebih rendah atau

sekitar 6-8 persen.

Non-Tariff Barrier. Dalam Tarriff Act tahun 1930, U.S. International Trade Commission dan

U.S. Department of Commerce memiliki tanggung jawab untuk melindungi industri dalam

negeri Amerika Serikat melalui antidumping (AD) dan countervailing duty (CVD).

Antidumping merupakan perlindungan atas komoditas impor yang masuk ke Amerika Serikat

dengan harga yang less than fair value atau "dumped", sedangkan countervailing duty untuk

melindungi countervailable subsidies yang didukung oleh program pemerintah asing atau

"subsidized". (U.S International Trade Commission, t.t). Menurut data U.S. International

Trade Commission tertanggal 3 Desember 2012 yang berjudul Antidumping and

Countervailing Duty Order In Place, terdapat beberapa komoditas yang diproteksi. (lihat

Tabel 3).

10

Page 11: journal.unair.ac.idjournal.unair.ac.id/filerPDF/Olivia Susanto_Jurnal... · Web viewKELOMPOK INDUSTRI DALAM PENGECUALIAN KOMODITAS ASAL KAESONG INDUSTRIAL COMPLEX KASUS KORUS FTA

Tabel 3 Antidumping and Countervailing Duty Order In PlaceProduk No. orders Share of

total (%)Pertanian, kehutanan, dan produk makanan olahan

23 8.1

Produk kimia dan farmasi

45 15.8

Besi dan Baja: Mill Product

58 20.4

Besi dan Baja: Produk lainnya dan castings

30 10.5

Besi dan Baja: produk Pipa

34 11.9

Subtotal Besi&Baja 122 42.8Mesin dan peralatan elektronik / ilmiah

0 0.0

Logam dan mineral 24 8.4Miscellaneous manufactured products

55 19.3

Plastik, karet, batu, dan produk kaca

12 4.2

Tekstil dan pakaian

4 1.4

TOTAL 285 100.0Sumber: U.S International Trade Commission. 2012

Dari keseluruhan 285 kasus, terdapat 39 negara yang dikenai Antidumping and

Countervailing Duty Order. Ketiga puluh Sembilan negara itu antara lain didominasi industri

asal China dengan 116 kasus, sedangkan negara Asia Timur seperti Jepang dengan 12 kasus

dan Korea sebanyak 15 kasus.

Berbeda dari proteksi eksternal melalui tarif di mana komoditas tekstil dan pakaian memiliki

tarif yang tertinggi dibandingkan komoditas lain, proteksi dalam non-tariff barrier tidak

didominasi industri yang sama. Non-tarriff barrier dalam antidumping and countervailing

duty lebih banyak didominasi produk logam yaitu komoditas besi dan baja. Lebih dari 122

kasus atau sekitar 42,8 persen dari total kasus merupakan kasus atas komoditas besi dan baja.

Produk kimia dan farmasi menjadi komoditas dengan proteksi 45 kasus atau sekitar 15,8

persen. Sedangkan komoditas tekstil dan pakaian hanya sebanyak 4 kasus saja.

KELOMPOK INDUSTRI DALAM NEGOSIASI KORUS FTA

11

Page 12: journal.unair.ac.idjournal.unair.ac.id/filerPDF/Olivia Susanto_Jurnal... · Web viewKELOMPOK INDUSTRI DALAM PENGECUALIAN KOMODITAS ASAL KAESONG INDUSTRIAL COMPLEX KASUS KORUS FTA

Dalam The Report of the Advisory Committee for Trade Policy and Negotiations (ACTPN) on

the U.S.-Korea Free Trade Agreement, terdapat beberapa kelompok industri yang menjadi

anggota dari Industry Trade Advisory Committees. Laporan Advisory Committee tertanggal 27

April 2007 (U.S International Trade Representative t.t) ini menjadi bentuk evaluasi dan

tanggapan atas hasil negosiasi KORUS FTA yang ditutup pada 2 April 2007 sebelumnya.

Kelompok industri yang menjadi bagian dari Industry Trade Advisory Committees dan

memberikan laporan sebagai Advisory Committee atas KORUS FTA terdiri dari 16 Industry

Trade Advisory Committees (ITAC). Di antara keenam belas industri yang memberikan

laporan, industri yang terkait langsung dan menjadi sampel penelitan ini diwakili oleh ITAC 3

Chemicals, Phamaceuticals, Health Science Products & Services, ITAC 9 Non-Ferrous

Metals and Building Materials, ITAC 12 Steel, dan ITAC 13 Textiles and Clothing.

Dalam laporan ITAC 13 dari industri tekstil dan pakaian, terdapat keberatan anggota Industry

Trade Advisory Committee terhadap isu Korea Utara dalam KORUS FTA. Laporan ITAC 13

menunjukkan, “[s]ome apparel members also felt there was a missed opportunity by not

covering Korea’s outward processing operations (OPA) in the Rule of Origin, especially

since there is a provision that could see some future OPA with North Korea.” (Industry Trade

Advisory Committee on Textiles and Clothing 2007, 8). Hal ini menunjukkan adanya upaya

dari kelompok industri tekstil dan pakaian Amerika Serikat untuk memperjelas status

pengecualian komoditas asal KIC dalam KORUS FTA.

Demikian halnya dengan laporan ITAC 12 yang merupakan kelompok industri baja, ITAC 12

juga menyatakan kekhawatiran secara langsung atas adanya “industrial park” di Kaesong,

Korea Utara dan kemungkinan reunifikasi Korea di masa depan. Menurut laporan ITAC 12,

“how exports from the territory of the current North Korea to the U.S. would be treated. […] that the proposed “industrial park” in Kesong, North Korea, would become, in the event of Korean unification, a major source of disruptive and unfairly traded exports to the United States. (Industry Trade Advisory Committee on Steel 2007, 4).

Kedua Komite Penasehat ini mengajukan keberatan atas kemungkinan masuknya komoditas

asal KIC ke pasar Amerika Serikat melalui KORUS FTA. Sedangkan ITAC 3 yang mewakili

industri kimia dan ITAC 9 yang merupakan komite dari industri logam tidak menunjukkan

12

Page 13: journal.unair.ac.idjournal.unair.ac.id/filerPDF/Olivia Susanto_Jurnal... · Web viewKELOMPOK INDUSTRI DALAM PENGECUALIAN KOMODITAS ASAL KAESONG INDUSTRIAL COMPLEX KASUS KORUS FTA

sikap atas keberadaan isu komoditas asal KIC dalam kesepakatan karena menekankan

masalah-masalah teknis dan dukungan terhadap KORUS FTA.

Selain respons langsung melalui laporan Industry Trade Advisory Committees sebelum

penandatanganan kesepakatan perdagangan bebas, pengaruh kelompok industri terhadap

KORUS FTA juga dilakukan di luar proses pembuatan kebijakan luar negeri. Pengaruh ini

terlihat dari upaya kelompok-kelompok industri untuk memastikan pengecualian komoditas

asal KIC dalam KORUS FTA.

Setelah kesepakatan dalam Trade Ministers' meeting di Amerika Serikat pada 3 Desember

2010, berbagai opini dan penolakan diberikan oleh kelompok-kelompok industri di Amerika

Serikat. Salah satunya diberikan oleh The United Steelworkers (USW) yang menentang

kesepakatan yang dicapai dalam pertemuan tingkat menteri tersebut.

USW berpendapat bahwa negosiasi yang tercapai tidak melindungi kelompok industri baja

sebagai kelompok yang mendukung KORUS FTA. Dalam tulisan Hamsher (2010),

“Provisions were not included in the FTA to reduce the flood of products that could be

shipped from China and other countries to Korea to be assembled into South Korean exports

that will benefit from the terms of the FTA.” Hal ini menunjukkan adanya upaya kelompok

industri logam baja untuk melindungi industri logam Amerika Serikat dari komoditas asing

seperti komoditas asal Kaesong.

Respons yang sama juga berikan Edwin D. Hill sebagai International President of the

International Brotherhood of Electrical Workers (IBEW). Dengan mengambil industri

automobiles Korea Selatan, kelompok ini juga menyatakan perlunya pengetatan komoditas

yang masuk melalui KORUS FTA. Dalam News Release yang dikeluarkan IBEW tentang

KORUS FTA,

“Under the pact, Korean-built automobiles could contain up to 65 percent foreign content and still qualify for lower tariffs in the U.S. This leaves open the possibility that so-called Korean-built cars sold in the U.S. could contain a large majority of parts from low-wage countries such as China, Vietnam, or the Kaesong Industrial Complex - a free trade zone in the totalitarian state of North Korea - making a mockery of the agreement's commitment to labor protections.” (International Brotherhood of Electrical Workers 2010).

Penolakan keras juga muncul dari asosasi industri tekstil dan pakaian di Amerika Serikat.

Dengan melibatkan lima organisasi tekstil dan pakaian Amerika Serikat, the American Fiber

13

Page 14: journal.unair.ac.idjournal.unair.ac.id/filerPDF/Olivia Susanto_Jurnal... · Web viewKELOMPOK INDUSTRI DALAM PENGECUALIAN KOMODITAS ASAL KAESONG INDUSTRIAL COMPLEX KASUS KORUS FTA

Manufacturers Association (AFMA), American Manufacturing Trade Action Coalition

(AMTAC), National Council of Textile Organizations (NCTO), National Textile Association

(NTA) dan U.S. Industrial Fabrics Institute (USIFI) mengirimkan surat penolakan tertanggal

25 Januari 2011 atas KORUS FTA yang masih berstatus tunda. (National Council of Textile

Organizations t.t).

Akan tetapi, berbeda dengan pernyataan kelompok industri baja dan industri mesin di

Amerika Serikat yang menolak karena adanya kemungkinan ekspor dari China dan Korea

Utara (dalam hal ini komoditas asal KIC), surat yang dari kelima organisasi tekstil ini lebih

menyorot masuknya komoditas asal China melalui komoditas tekstil Korea Selatan. (National

Council of Textile Organizations t.t, 2).

Hal ini melengkapi pernyataan Cass Johnson selaku Presiden NCTO pada 20 Juni 2007.

Dalam pernyataan Johnson sebagai wakil dari asosiasi kelompok industri tekstil, terdapat

perhatian khusus pada perkembangan kawasan industri Kaesong yang dianggap lebih bersaing

daripada industri di Vietnam khususnya terkait dengan industri tekstil di Korea Selatan.

(Johnson 2007,3). NCTO juga mengalami kekhawatiran akan masuknya komoditas asal

Kaesong dalam KORUS FTA. (U.S International Trade Commission 2007, 3-57).

The American Apparel & Footwear Association (AAFA), selaku asosiasi perusahaan apparel

dan sepatu juga menyoroti masalah rules of origin dalam KORUS FTA. Dalam surat yang

ditujukan kepada USITC, AAFA menyatakan bahwa, “[I]t supports passage of the FTA but

expressed concern that the “restrictive and cumbersome” rules of origin and “less-than-

ambitious” tariff phaseout schedule for textiles and apparel would provide little incentive to

further develop trade with Korea in textiles and apparel.” (Lamar 2007, dalam U.S

International Trade Commission 2007, 3-58). Meskipun tidak menyebutkan keberadaan KIC

dalam pernyataannya, AAFA menilai kesepakatan yang dibuat cenderung kurang

menguntungkan bagi industri tekstil dan pakaian Amerika Serikat.

The United States Association of Importers of Textiles and Apparel (USA-ITA) juga

menyatakan keberatannya terhadap status rules of origin yang disepakati dalam KORUS

FTA. USA-ITA menilai “complex rules of origin” yang ada dalam KORUS FTA berbeda

dengan FTA lain yang telah disepakati Amerika Serikat sebelumnya. (Jones 2007, dalam U.S

International Trade Commission 2007, 3-59).

KESIMPULAN

14

Page 15: journal.unair.ac.idjournal.unair.ac.id/filerPDF/Olivia Susanto_Jurnal... · Web viewKELOMPOK INDUSTRI DALAM PENGECUALIAN KOMODITAS ASAL KAESONG INDUSTRIAL COMPLEX KASUS KORUS FTA

Adanya pengaruh kelompok industri terhadap pengecualian komoditas asal KIC dalam

KORUS FTA ini berkaitan dengan karakteristik dari kelompok industri di Amerika Serikat.

Pengecualian komoditas asal KIC dalam KORUS FTA ini menunjukkan bahwa karakteristik

kelompok industri Amerika Serikat didukung oleh external trade protection tinggi, terbukti

dalam kelompok industri tekstil dan pakaian di Amerika Serikat. Karena itu, pengaruh

kelompok industri tekstil dan pakaian Amerika Serikat sangat intensif dalam memperketat

masuknya komoditas dari luar dengan mendukung pengecualian komoditas asal KIC dan

intensif melakukan lobi menolak KORUS FTA.

Sedangkan pada industri logam dan mesin yang juga terkait langsung dengan komoditas asal

KIC, pengaruh yang ada juga menolak isu KIC dalam KORUS FTA. Hal ini dikarenakan

karakteristik kelompok industrinya yang didukung supply chain domestik dengan tingkat

proteksi yang tinggi pada industri logam dan rendah pada industri mesin.

Akan tetapi, pada kelompok industri produk kimia, dengan dominasi supply chain domestik

dan tingkat proteksi yang tinggi, pengaruh kelompok industri kimia tidak menunjukkan

adanya upaya memperketat masuknya komoditas asal KIC ataupun secara intensif

mempengaruhi negosiasi KORUS FTA.

Dari keempat sampel kelompok industri yang diambil, tiga sampel kelompok industri

menunjukkan adanya pengaruh kelompok industri Amerika Serikat terhadap pengecualian

komoditas KIC dalam KORUS FTA. Jadi, pola supply chain dan tingkat proteksi

perdagangan berpengaruh pada upaya kelompok industri untuk melakukan proteksi dalam

FTA. Intensitas pengaruh kelompok industri ini terbukti lewat adanya upaya mempengaruhi

kebijakan yang diambil dalam KORUS FTA. Hal ini dibuktikan oleh pengaruh kelompok-

kelompok industri Amerika Serikat yang memiliki komoditas yang sama dengan kelompok

industri di KIC dengan karateristik kelompok industri supply chain domestik dan tingkat

external trade protection yang tinggi.

REFERENSI

BukuBayne, Nicholas dan Woolcock, Stephen, eds. The New Economic Diplomacy: Decision-

Making and Negotiation in International Economic Relations. 2nd Editions. Aldershot: Ashgate Publishing Limited, 2007.

Kim, Peter. The Korea-U.S Free Trade Agreement: Tremendous Benefits-Why The Impasse?. [Thesis]. Washington: Georgetown University, 2009.

15

Page 16: journal.unair.ac.idjournal.unair.ac.id/filerPDF/Olivia Susanto_Jurnal... · Web viewKELOMPOK INDUSTRI DALAM PENGECUALIAN KOMODITAS ASAL KAESONG INDUSTRIAL COMPLEX KASUS KORUS FTA

Ryberg, Daniel. The Sun, The Wind, and the Kaesong Industrial Complex: The Contrasting Views of The Republic of Korea and The United States of America on Inter-Korean Cooperation. [Thesis]. Sweden: Halmstad University, 2012.

Jurnal OnlineBerdine, Matt, et.al. “Measuring the Competitive Advantage of the U.S. Textile and Apparel

Industry.” Alfred P. Sloan Foundation: Industry Studies 2008 (2008), http://web.mit.edu/is08/pdf/Parrish.pdf (diakses pada 12 November 2012).

Chase, Kerry A. “Protecting Free Trade: The Political Economy of Rules of Origin.” International Organization, 62, (2008): 507-530, http://people.brandeis.edu/~chase/research/io08.pdf (diakses pada 4 Mei 2011).

-----. “Economic Interests and Regional Trading Arrangements: The Case of NAFTA.” International Organization, 57, (2003): 137-174, http://people.brandeis.edu/~chase/research/io03.pdf (diakses pada 19 September 2012).

Jeong, Hyung-gon. “North Korea’s Economic Development and External Relations: Economics of the Kaesong Industrial Complex.” Korea’s Economy 2007. [online publication], Seoul: Korea Economic Institute, (2007): 69-73, http://www.keia.org/sites/default/files/publications/16.Jeong.pdf (diakses pada 25 Maret 2012).

Knudsen, Daniel J. dan Moon, William J. “North Korea and the Politics of International Trade Law: the Kaesong Industrial Complex and WTO Rules of Origin.” The Yale Journal Of International Law Vol. 35, (2010), http://www.yjil.org/docs/pub/35-1-knudsen-moon-korea-kaesong.pdf (diakses pada 19 April 2011).

Krueger, Anne O. “Free Trade Agreements As Protectionist Devices: Rules Of Origin.” National Bureau Of Economic Research, Working Paper No. 4352 (April 1993), http://www.nber.org/papers/w4352.pdf (diakses pada 4 Mei 2011).

Lee, Yong-shik. “The Beginning of Economic Integration Between East Asia and North America? Forming the Third Largest Free Trade Area Between the United States and the Republic of Korea.” Journal of World Trade, Vol.41. Iss.5. (2007), http://proquest.umi.com/pqdweb?did=1470691071&sid=10&Fmt=3 &clientId=72459&RQT=309&VName=PQD (diakses pada 7 April 2011).

Manyin, Mark E. dan Nanto, Dick K. “The Kaesong North-South Korean Industrial Complex.” Congressional Research Service. (2011), http://www.fas.org/sgp/crs/row/RL34093.pdf (diakses pada 7 Juli 2011).

Park, Suhk-sam. “Creating a Visible Bridge: The Economic Impact of Kaesong Industrial Complex Construction.” East Asian Review, Vol. 16, No. 3, (Autumn 2004): 87-104, http://www.ieas.or.kr/vol16_3/16_3_4.pdf (diakses pada 27 November 2012).

Song, Yeongkwan. “KORUS FTA vs. Korea-EU FTA: Why the Differences?” Korea Economic Institute: Academic Paper Series, Vol 6., No.5. (May 2011), http://www.keia.org/sites/default/files/publications/song_final_paper.pdf. (diakses pada 12 September 2012).

InternetAmerican Chemistry Council. “Global Business of Chemistry.” (Online),

http://www.americanchemistry.com/Jobs/EconomicStatistics/Industry-Profile/Global-Business-of-Chemistry (diakses pada 17 Desember 2012).

Hamsher, Jane. “United Steelworkers Oppose Passage of Obama’s NAFTA-Style Free Trade Agreement.” (9 Desember 2010), http://fdlaction.firedoglake.com/2010/12/09/united-steelworkers-oppose-passage-of-obamas-nafta-style-free-trade-agreement/ (diakses pada 24 Desember 2012).

16

Page 17: journal.unair.ac.idjournal.unair.ac.id/filerPDF/Olivia Susanto_Jurnal... · Web viewKELOMPOK INDUSTRI DALAM PENGECUALIAN KOMODITAS ASAL KAESONG INDUSTRIAL COMPLEX KASUS KORUS FTA

Industry Trade Advisory Committee for Chemicals, Pharmaceuticals, Health/Science Products and Services. “The United States-Korea Trade Promotion Agreement: Report of the Industry Trade Advisory Committee for Chemicals, Pharmaceuticals, Health/Science Products and Services (ITAC-3).” 24 April 2007, http://www.ustr.gov/webfm_send/2178 (diakses pada 5 Desember 2012).

Industry Trade Advisory Committee on Non-Ferrous Metals and Building Materials. “The U.S.-Korea Free Trade Agreement (FTA): Report of the Industry Trade Advisory Committee on Non-Ferrous Metals and Building Materials (ITAC 9).” 27 April 2007, http://www.ustr.gov/webfm_send/2184 (diakses pada 5 Desember 2012).

Industry Trade Advisory Committee on Steel. “The U.S.-Korea Free Trade Agreement (KORUS FTA): Report of the Industry Trade Advisory Committee on Steel (ITAC 12).” 27 April 2007, http://www.ustr.gov/webfm_send/2187 (diakses pada 12 Desember 2012).

Industry Trade Advisory Committee on Textiles and Clothing. “The South Korea/U.S. (KORUS) Free Trade Agreement: Report of the Industry Trade Advisory Committee on Textiles and Clothing (ITAC-13).” 27 April 2007, http://www.ustr.gov/webfm_send/2196 (diakses pada 5 Desember 2012).

International Brotherhood of Electrical Workers. “IBEW Opposes U.S.-Korea Trade Agreement: Proposed Pact Will Kill Jobs, Encourage Outsourcing.” (News Release), 20 December 2010, http://www.ibew.org/articles/10daily/1012/documents/US-KoreaFTA.pdf (diakses pada 24 Desember 2012).

International Trade Administration.”U.S. Trade Overview.” (Online), http://www.trade.gov/mas/ian/build/groups/public/@tg_ian/documents/webcontent/tg_ian_002065.pdf  (diakses pada 7 Desember 2012).

Johnson, Cass. “Potential Economic Effects on the U.S. Textile Industry from the U.S. Korea Free Trade Agreement,” 20 Juni 2007, http://www.ncto.org/Newsroom/Statement2007-06-20--KoreaITCStatement.pdf (diakses pada 27 Desember 2012).

Lim, Eul-Chul. “Kaesung Industrial Complex: Implications, Assessment and Challenges.” Dipresentasikan pada Institute for Peace and Unification Studies, Seoul National University, Seoul, Republik Korea, 28 Mei 2009. http://tongil.snu.ac.kr/xe/?module=file&act=procFileDownload&file_srl=3317&sid=708359f7b4cc384661b813867ad6d72c (diakses pada 1 Mei 2012).

Manufacturing Institute. “Facts about Manufacturing.” Edisi 9. November 2012, (Online), http://www.themanufacturinginstitute.org/Research/Facts-About-Manufacturing/~/media/1242121E7A4F45D68C2A4586540703A5.ashx (diakses pada 13 Desember 2012).

Ministry of Unification, Republic of Korea. “Major Events in Inter-Korean Relations.” (Online), http://eng.unikorea.go.kr/CmsWeb/viewPage.req?idx=PG0000000599#nohref (diakses pada 28 November 2012).

National Council of Textile Organizations. “Statement for Record.” (Online), http://www.ncto.org/Newsroom/Comments2011-0125--IndustryCommentsOnKORUS-USTextileAssoc.pdf (diakses pada 24 Desember 2012).

U.S. Census Bureau. “American Fact Finder 2007.” (Online), http://factfinder2.census.gov/rest/dnldController/deliver?_ts=373419783342 (diakses pada 13 Desember 2012).

-----. “NAICS 331: Primary Metal Manufacturing.” (Online), http://www.census.gov/epcd/ec97/def/331.HTM (diakses pada 18 Desember 2012).

U.S International Trade Commission. “Textiles and Apparel: Assessment of the Competitiveness of Certain Foreign Suppliers to the U.S. Market.” Volume I, 26 Januari 2004, http://usitc.gov/publications/docs/pubs/332/pub3671/pub3671.pdf (diakses pada 8 November 2012).

17

Page 18: journal.unair.ac.idjournal.unair.ac.id/filerPDF/Olivia Susanto_Jurnal... · Web viewKELOMPOK INDUSTRI DALAM PENGECUALIAN KOMODITAS ASAL KAESONG INDUSTRIAL COMPLEX KASUS KORUS FTA

-----. “U.S.-Korea Free Trade Agreement: Potential Economy-wide and Selected Sectoral Effects.” September 2007, http://www.usitc.gov/publications/docs/pubs/2104F/pub3949.pdf (diakses pada 20 Desember 2012).

-----. “The Economic Effects of Significant U.S. Import Restraints.” Agustus 2011, http://usitc.gov/publications/332/pub4253.pdf (diakses pada 20 Desember 2012).

-----. “Antidumping and Countervailing Duty Investigations.” (Online), http://www.usitc.gov/trade_remedy/ (diakses pada 20 Desember 2012).

-----. “Antidumping and Countervailing Duty Order In Place.” 3 Desember 2012, http://www.usitc.gov/trade_remedy/documents/orders.xls (diakses pada 20 Desember 2012).

U.S International Trade Representative. “Advisory Group Reports on the KORUS FTA.” (Online), http://www.ustr.gov/trade-agreements/free-trade-agreements/korus-fta/advisory-group-reports-korus-fta (diakses pada 24 Desember 2012).

WTO. “World Tariff Profiles 2008: Applied MFN Tariffs.” (Online), http://www.wto.org/english/res_e/booksp_e/tariff_profiles08_e.pdf (diakses pada 1 November 2012).

-----. “World Tariff Profiles 2010: Applied MFN Tariffs.” (Online), http://www.wto.org/english/res_e/booksp_e/tariff_profiles10_e.pdf (diakses pada 1 November 2012).

-----. “World Tariff Profiles 2012: Applied MFN Tariffs.” (Online), http://www.wto.org/english/res_e/booksp_e/tariff_profiles12_e.pdf (diakses pada 1 November 2012).

18