surveilan epid dbd

51
KATA PENGANTAR Puji Syukur atas hidayah dan rahmat ilmu serta kekuatan dari Ilahi Rabbi yang telah dicurahkan kepada penyusun makalah ini sehingga makalah ini dapat diselesaikan dengan baik. Shalawat dan salam juga tetap tercurahkan kepada Rasulullah beserta junjungannya karena keindahan budi pekerti yang menjadi suri tauladan kita. Penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini belum mencapai ekspektasi yang diharapkan. Namun penulis mengharapkan semoga makalah ini dapat berguna khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca. Parepare, 27 April 2013 1

Upload: yuena-triaz

Post on 13-Dec-2015

46 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

SURVEILAN EPIDEMIOLOGI DI DAERAH NON ENDEMIK

TRANSCRIPT

Page 1: Surveilan Epid Dbd

KATA PENGANTAR

Puji Syukur atas hidayah dan rahmat ilmu serta kekuatan dari Ilahi Rabbi

yang telah dicurahkan kepada penyusun makalah ini sehingga makalah ini dapat

diselesaikan dengan baik. Shalawat dan salam juga tetap tercurahkan kepada

Rasulullah beserta junjungannya karena keindahan budi pekerti yang menjadi suri

tauladan kita.

Penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini belum mencapai

ekspektasi yang diharapkan. Namun penulis mengharapkan semoga makalah ini

dapat berguna khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca.

Parepare, 27 April 2013

YUSRIANI

1

Page 2: Surveilan Epid Dbd

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................. 1

DAFTAR ISI................................................................................................ 2

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang.................................................................................. 4

B. Rumusan masalah............................................................................. 6

C. Tujuan penulisan.............................................................................. 7

BAB II PENGERTIAN

A. Defenisi DBD................................................................................... 8

B. Penyebab.......................................................................................... 8

C. Penularan.......................................................................................... 8

D. Tanda dan gejala penyakit............................................................... 9

E. Patofisiologi...................................................................................... 12

F. Diagnosis penyakit DBD.................................................................. 14

G. Prognose penyakit............................................................................ 14

H. Pengobatan...................................................................................... 15

2

Page 3: Surveilan Epid Dbd

I. Pencegahan....................................................................................... 15

BAB III TUJUAN UMUM.......................................................................... 18

BAB IV PEDOMAN SURVEILANS EPIDEMIOLOGI DBD

A. Surveilans penyakit DBD................................................................. 19

B. Tujuan ............................................................................................. 22

C. Sasaran............................................................................................. 22

A. Langkah-langkah.............................................................................. 23

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan...................................................................................... 29

B. Saran ................................................................................................ 30

DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 31

LAMPIRAN

3

Page 4: Surveilan Epid Dbd

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Penyakit demam berdarah dengue (dengue haemoragic fever) atau

lebih dikenal dengan penyakit DBD adalah penyakit yang disebabkan oleh

virus dengue. Virus ini ditularkan dari orang ke orang oleh nyamuk aedes

aegepty. Penyakit DBD masih merupakan masalah besar dalam kesehatan

masyarakat dan menimbulkan dampak sosial maupun ekonomi. Hal ini

disebabkan karena DBD adalah penyakit yang angka kesakitan dan

kematiannya masih tinggi.1

Menurut Word Health Organization (1995) populasi di dunia

diperkirakan berisiko terhadap penyakit DBD mencapai 2,5-3 miliar terutama

yang tinggal di daerah perkotaan di negara tropis dan subtropis. Saat ini juga

diperkirakan ada 50 juta infeksi dengue yang terjadi diseluruh dunia setiap

tahun.2

Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan pertama

dalam jumlah penderita DBD setiap tahunnya.

Diperkirakan untuk Asia Tenggara terdapat 100 juta kasus demam

dengue (DD) dan 500.000 kasus DHF yang memerlukan perawatan di rumah

sakit, dan 90% penderitanya adalah anak-anak yang berusia kurang dari 15

4

Page 5: Surveilan Epid Dbd

tahun dan jumlah kematian oleh penyakit DHF mencapai 5% dengan

perkiraan 25.000 kematian setiap tahunnya.2

Sementara itu, terhitung sejak tahun 1968 hingga 2009, WHO

mencatat negara Indonesia sebagai negara dengan kasus DBD tertinggi di

Asia Tenggara dan tertiggi nomor dua di dunia setelah Thailand. 2

Menurut Depkes RI (2009) pada tahun 2008 dijumpai kasus DBD di

Indonesia sebanyak 137.469 kasus dengan CFR 0,86% dan IR sebesar 59,02

per 100.000 penduduk, dan mengalami kenaikan pada tahun 2009 yaitu

sebesar 154.855 kasus dengan CFR 0,89% dengan IR sebesar 66,48 per

100.000, dan pada tahun 2010 Indonesia menempati urutan tertinggi kasus

DBD di ASEAN yaitu sebanyak 156.086 kasus dengan kematian 1.358 orang

(Kompas, 2010). Tahun 2011 kasus DBD mengalami penurunan yaitu 49.486

kasus dengan kematian 403 orang (Ditjen PP & PL Kemkes RI, 2011).3

Di Sulawesi Selatan, menurut laporan dari Subdin P2&PL tahun 2003,

jumlah kejadian penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) pada 26 kab./kota

sebanyak 2.636 penderita dengan kematian 39 orang (CFR= 1,48 %),

disamping itu pula jumlah kejadian luar biasa (KLB) sebanyak 82 kejadian

dengan jumlah kasus sebanyak 495 penderita dan kematian 19 orang

(CFR=3,84%). Bila dibandingkan dengan kejadian KLB Demam Berdarah

Dengue Tahun 2002 maka jumlah kejadian mengalami peningkatan sebesar

1,60 kali, jumlah penderita meningkat sebesar 4,21 kali dan jumlah kematian

meningkat 1,97%.3

5

Page 6: Surveilan Epid Dbd

Sedangkan untuk tahun 2004, telah dilaporkan kejadian penyakit

Demam Berdarah sebanyak 2.598 penderita (termasuk data Sulawesi Barat)

dengan kematian 19 orang (CFR=0,7%). 3

Berdasarkan laporan P2PL Insiden Rate DBD di Sulawesi Selatan

pada tahun 2010 sebesar 49 per 100.000 penduduk dengan CFR 0,8%, angka

IR tertinggi adalah kota Parepare 188 per 100.000, menyusul Selayar 1

per/100.000 dan Jeneponto 1 per 100.000 penduduk sedangkan

Bantaeng,Luwu Timur, Toraja Utara IR 0%.4

Saat ini pengendalian terhadap vektor adalah metode yang tersedia

untuk pencegahan demam berdarah dan kontrol terhadap DBD. WHO sendiri

terus mengembangkan strategi global untuk pencegahan dan pengendalian

dengue / DBD, dengan prioritas utama: memperkuat surveilans epidemiologi,

mempercepat pelatihan dan penerapan standar WHO terkait manajemen dan

pedoman klinis DBD, promosi perubahan perilaku pada tingkat individu,

rumah tangga dan masyarakat untuk meningkatkan pencegahan dan

pengendalian, serta penelitian percepatan pada pengembangan vaksin.5

B. Rumusan masalah

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini berdasarkan latar belakang di

atas adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana gambaran epidemiologi penyakit DBD ?

2. Bagaimana gambaran pedoman surveilans epidemiologi penyakit DBD ?

6

Page 7: Surveilan Epid Dbd

C. Tujuan penulisan

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan yang hendak dicapai adalah :

1. Untuk mengetahui gambaran epidemiologi penyakit DBD ?

2. Untuk mengetahui pedoman surveilans epidemiologi penyakit DBD ?

7

Page 8: Surveilan Epid Dbd

BAB II

PENGERTIAN

A. Defenisi DBD

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit menular

yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes

Aegypti. Penyakit DBD dapat menyerang semua umur/orang. Sampai saat ini

penyakit DBD lebih banyak menyerang anak-anak, tetapi dalam dekade

terakhir ini terlihat adanya kecenderungan kenaikan proporsi penderita

penyakit DBD pada orang dewasa.6

B. Penyebab

Penyebab penyakit ini adalah virus dengue yang sampai sekarang

dikenal ada 4 tipe (tipe 1, 2, 3dan 4), termasuk dalam group B Anthropod

Borne Virus (Arbovirus), keempat virus ini telah ditemukan di berbagai

daerah di Indonesia. Penelitian di Indonesia menunjukkan Dengue tipe-3

merupakan serotype virus yang dominant yang menyebabkan kasus yang

berat. Masa inkubasi penyakit demam berdarah dengue diperkirakan ≤ 7 hari.6

C. Penularan

Penularan penyakit demam berdarah dengue umumnya ditularkan

melalui gigitan nyamuk aedes aegypti meskipun dapat juga ditularkan oleh

Aedes Albopictus yang hidup di kebun. Kedua jenis nyamuk ini terdapat

hampir di seluruh pelosok Indonesia, kecuali di tempat-tempat dengan

8

Page 9: Surveilan Epid Dbd

ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan laut. Orang yang

kemasukan virus dengue untuk pertama kali, umumnya hanya menderita sakit

demam dengue atau demam yang ringan dengan tanda/gejala yang tidak

spesipik atau bahkan tidak memperlihatkan tanda-tanda sakit sama sekali

(Asimtomatis). Penderita demam dengue biasanya akan sembuh sendiri dalam

waktu 5 hari tanpa pengobatan. Tetapi apabila orang sebelumnya sudah

pernah kemasukan virus dengue, kemudian kemasukan virus dengue dengan

virus tipe lain maka orang tersebut dapat terserang penyakit demam berdarah

dengue (Teori Infeksi Sekunder).6

D. Tanda dan Gejala Penyakit

1. Demam

Penyakit ini didahului oleh demam tinggi yang mendadak, terus

menerus berlangsung 2-7 hari, kemudian turun secara cepat.

2. Tanda-Tanda Pendarahan

Sebab pendarahan pada penderita penyakit DBD ialah:

a. Trombositopeni

b. Gangguan fungsi trombosit

c. Perdarahan ini terjadi di semua organ. Bentuk perdarahan dapat

berupa:

- Uji Tourniquet (Rumple Leede) positif

Uji Torniquet positif sebagai tanda perdarahan ringan,

dapat dinilai sebagai ”presumtif test” (dugaan keras) oleh karena

9

Page 10: Surveilan Epid Dbd

Uji Torniquet positif pada hari-hari pertama demam ditemukan

pada sebagian besar penderita penyakit DBD. Namum uji

Torniquet positif juga dijumpai pada penyakit virus lain (campak,

demamchikungunyah) di lengan bawah bagian depan (volar) dekat

lipat siku (fosa cubiti).  

- Petechiae, Purpura, Echymosis dan perdarahan conjunctiva.

- (Petechiae sulit dibedakan dengan bekas gigitan nyamuk.

Untuk membedakannya: regangkan kulit, jika hilang maka bukan

petheciae). Petechiae merupakan tanda perdarahan yang tersering

ditemukan. Tanda ini dapat muncul pula perdarahan

subkonjunctiva atau hematuri.

- Hematemesis, melena.

- Hematuria.

3. Hepatomegali (Pembesaran Hati)

Sifat pembesaran hati :

a. Pembesaran hati pada umumnya dapat ditemukan pada permulaan

penyakit.

b. Pembesaran hati tidak sejajar dengan beratnya penyakit.

c. Nyeri tekan sering kali ini ditemukan tanpa disrtai ikterus.

Pembesaran hati mungkin disebabkan strain serotipe virus dengue.

4. Renjatan (Shock)

Tanda-tanda renjatan :

a. Kulit terasa dingin dan lembab terutama pada ujung jari dan kaki,

10

Page 11: Surveilan Epid Dbd

b. Penderita menjadi gelisah.

c. Sianosis disekitar mulut.

d. Nadi cepat, lemah, kecil sampai tak teraba.

e. Tekanan nadi menurun (menjadi 20 mmHg atau kurang).

f. Tekanan darah menurun (tekanan sistolik menurun sampai 80 mmHg

atau kurang).

Sebab renjatan:

a. Karena perdarahan atau

b. Karena kebocoran plasma ke darah ekstra vaskuler melalui kapiler

yang rusak.

5. Trombositopeni

a. Jumlah trombosit di bawah 150.000/mm3 biasanya ditemukan

diantara heri ketiga samapi ke tujuh sakit.

b. Pemeriksaan trombosit dilakukan minimal dua kali. Pertama pada

waktu  pasien masuk dan apabila normal diulangi pada hari kelima

sakit. Bila perlu diulangi lagi pada hari ke 6-7 sakit.

6. Hemokonsentrasi

Meningkatnya nilai hematokrit (Ht) merupakan indikator yang

peka terhadap akan terjadinya renjatan sehingga perlu dilakukan

pemeriksaan berulang secara periodik.

7. Gejala Klinik lain

11

Page 12: Surveilan Epid Dbd

a. Gejala klinik lain yang dapat menyertai penderita penyakit DBD ialah

anoreaksi, lemah, mual, muntah, sakit perut, diare atau konstipasi dan

kejang.

b. Pada beberapa kasus terjadinya kejang disertai hiperpireksia dan

penurunan kesadaran sehingga sering di diagnosa sebagai ensefalitis.

c. Keluhan sakit perut yang hebat sering kali timbul mendahului

perdarahan gastrointestinal dan renjatan.6

E. Patofisiologi

        Patofisiologi utama yang menentukan berat penyakit ialah:

1. Meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah

2. Menurunnya volume plasma darah

3. Terjadinya hipotensi

4. Trombositopeni

5. Diatesis hemoragik

Penyelidikan autopsi 100 penderita penyakit DBD yang meninggal

membuktikan terdapat kerusakan umum sistem vaskuler akibat

peninggian permeabilitas dinding pembuluh darah terhadap protein

plasma dan efusi pada ruang serosa, di daerah peritoneal, pleural dan

perikardia.

Pada kasus berat pengurangan volume dapat mencapai 30% atau

lebih. Menghilangnya plasma melalui endotelium ditandai oleh pengkatan

nilai hematokrit mengakibatkan keadaan hipovolemik dan menimbulkan

12

Page 13: Surveilan Epid Dbd

renjatan. Renjatan yang ditanggulangi secara tidak adekuat menimbulkan

anoksia jaringan, asidosis metabolik dan kematian.

Kerusakan dinding pembuluh darah bersifat sementara oleh karena

itu dengan pemberian cairan yang cukup, renjatan dapat diatasi dengan

cepat dan efusi pleura setelah beberapa hari akan menghilang.

Sebab lain kematian DBD ialah perdarahan hebat pada saluran

pencernaan yang biasanya timbul setelah renjatan berlangsung lama dan

tidak dapat diatasi.

Patogenesa perdarahan pada penyakit DBD telah diselidiki secara

intensif yaitu disebabkan trombositopeni hebat dan gangguan fungsi

trombosit di samping difisiensi ringan atau sedang dari faktor I, II, V, VII,

IX dan X dan faktor kapiler. Penyelidikan mendalam mengenai jumlah

trombosit Fibrina Degration Produc (FDP), morfologi eritrosit dan

penyelidikan post mortem membuktikan bahwa DIC mempunyai peranan

dalam terjadinya perdarahan penyakit DBD, tetapi bukan penyebab

utama.

Pada otopsi ditemukan perdarahan di lambung, usus halus,

subendokard, kulit, subkapsular hepar, paru, dan jaringan lunak. Di

samping itu didapatkan peningkatan daya fatogenesis dan proliferasi

sistem retikuloendotelial. Kelainan hepar secara patologi anatomi sesuai

dengan kelainan dari yellow Feber.

Penyelidikan terakhir membuktikan bahwa kompleks dan aktipasi

sitem komplemen memegang peranan penying dalam patogenesa penyakit

13

Page 14: Surveilan Epid Dbd

DBD/DSS. Kompleks imun telah ditemukan pada penderita antara hari

ke-5 dan ke-7 sakit, saat terserang renjatan terjadi. Produksi aktifitas

komplemen yaitu C3a dan C5a yang mempunyai sifat anafilatoksin

dianggap sebagai penyebab kerusakan dinding kapiler yang menimbulkan

peninggian permeabilitas dinding pembuluh darah.6

F. Diagnosa Penyakit DBD

Diagnosa penyakit DBD ditegakkan jika ditemukan:

1. Demam tinggi mendadak, tanpa sebab jelas, berlangsung terus menerus

selama 2-7 hari

2. Tanda perdarahan dan/atau

3. Pembesaran hati

4. Thrombositopeni (150.000/mm3 atau kurang)

5. Hemokonsentrasi yang dapat dilihat dari meningginya hematokrit

sebanyak 20% atau lebih dibandingkan dengan nilai hematokrit selama

dalam perawatan.

Dengan patokan ini, 87% penderita yang tersangka penyakit DBD

ternyata diagnosanya tepat (dibuktikan dengan pemeriksaan serologi).6

G. Prognose Penyakit

Prognose penyakit DBD sulit diramalkan. Pasien yang pada waktu

masuk keadaan umumnya tampak baik, dalam waktu singkat dapat

14

Page 15: Surveilan Epid Dbd

memburuk dan tidak tergolong. Sebaliknya pasien yang keadaan umumnya

sangat buruk dengan pengobatan yang adekuat dapat tergolong.6

H. Pengobatan

Pengobatan yang spesifik DBD belum ada. Dasar pengobatan

penderita penyakit DBD simptomatis adalah penggantian cairan tubuh yang

hilang karena kebocoran plasma.6

I. Pencegahan

Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian

vektornya, yaitu nyamuk aides aegypti. Pengendalian nyamuk tersebut dapat

dilakukan dengan menggunakan beberapa metode yang tepat baik secara

lingkungan, biologis maupun secara kimiawi yaitu: 

1. Lingkungan

Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara

lain dengan pemberantasan sarang nyamuk (PSN), pengelolaan sampah

padat, modofikasi tempat perkembangbiakan nyamuk hasil samping

kegiatan manusia, dan perbaikan desain rumah. 

PSN pada dasarnya merupakan pemberantasan jentik atau

mencegah agar nyamuk tidak berkembang tidak dapat berkembang biak.

Pada dasarnya PNS ini dapat dilakukan dengan: 

a. Menguras bak mandi dan tempat-tempat panampungan air sekurang-

kurangnya seminggu sekali,. Ini dilakukan atas dasar pertimbangan

15

Page 16: Surveilan Epid Dbd

bahwa perkembangan telur agar berkembang menjadi nyamuk adalah

7-10 hari. 

b. Menutup rapat tempat penampungan air seperti tempayan, drum, dan

tempat air lain dengan tujuan agar nyamuk tidak dapat bertelur pada

tempat-tempat tersebut.

c. Mengganti air pada vas bunga dan tempat minum burung setidaknya

seminggu sekali. 

d. Membersihkan pekarangan dan halaman rumah dari barang-barang

bekas terutama yang berpotensi menjadi tempat berkembangnya

jentik-jentik nyamuk, seperti sampah keleng, botol pecah, dan ember

plastik. 

e. Munutup lubang-lubang pada pohon terutama pohon bambu dangan

menggunakan tanah. 

f. Membersihkan air yang tergenang di atap rumah serta membersihkan

salurannya kembali jika salurannya tersumbat oleh sampah-sampah

dari daun.

2. Biologis 

Pengendalian secara biologis adalah pengandalian perkambangan

nyamuk dan jentiknya dengan menggunakan hewan atau tumbuhan.

seperti memelihara ikan cupang pada kolam atau menambahkannya

dengan bakteri Bt H-14.

16

Page 17: Surveilan Epid Dbd

3. Kimiawi 

Pengendalian secara kimiawi merupakan cara pengandalian serta

pembasmian nyamuk serta jentiknya dengan menggunakan bahan-bahan

kimia. Cara pengendalian ini antara lain dengan: 

a. Pengasapan/fogging dengan menggunakanmal athion danf enthion

yang berguna untuk mengurangi kemungkinan penularan aides

aegypti sampai batas tertentu.

b. Memberikan bubuk abate (temephos) pada tempat-tempat

penampungan air seperti gentong air, vas bunga, kolam dan lain-lain.

Cara yang paling mudah namun efektif dalam mencegah penyakit

DBD adalah dengan mengkombinasikan cara-cara diatas yang sering kita

sebut dengan istilah 3M plus yaitu dengan menutup tempat penampungan

air, menguras bak mandi dan tempat penampungan air sekurang-

kurangnya seminggu sekali serta menimbun sempah-sampah dan lubang-

lubang pohon yang berpotensi sebagai tempat perkembangan jentik-jentik

nyamuk. Selain itu juga dapat dilakukan dengan melakukan tindakanplus

seperti memelihara ikan pemakan jentik-jentik nyamuk, menur larvasida,

menggunakan kelambu saat tidur, memesang kasa, menyemprot dengan

insektisida, menggunakan repellent, memesang obat nyamuk, memeriksa

jentik nyamuk secara berkala serta tindakan lain yang sesuai dengan

kondisi setempat. 7

17

Page 18: Surveilan Epid Dbd

BAB III

TUJUAN UMUM

Tujuan dari surveilans sendiri adalah Tersedianya data dan informasi

epidemiologi sebagai dasar manajemen kesehatan untuk pengambilan keputusan

dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, evaluasi program kesehatan dan

peningkatan kewaspadaan serta respon kejadian luar biasa yang cepat dan tepat

secara nasional, propinsi dan kabupaten/kota Indonesia.1

Daerah endemik adalah suatu keadaan dimana suatu penyakit menetap

yang berada dalam masyarakat pada suatu tempat / populasi tertentu.8

Daerah non endemik adalah suatu keadaan dimana suatu penyakit tidak

menetap berada dalam masyarakat pada suatu tempat / populasi tertentu.

Surveilans epidemiologi penyakit DBD di daerah non endemik juga

menjadi prioritas karena daerah non endemik bisa saja berubah menjadi kondisi

yang dapat mempengaruhi peningkatan dan penularan penyakit DBD, oleh karena

itu surveilans epidemiologi di daerah non endemik bertujuan untuk dapat menjadi

tindakan penanggulangan secara efektif dan efesien untuk mengurangi

peningkatan dan penularan penyakit DBD.9

18

Page 19: Surveilan Epid Dbd

BAB IV

PEDOMAN SURVEILANS EPIDEMIOLOGI

A. Surveilans epidemiologi DBD

Dalam Surveilans Epidemiologis Penyakit Demam Berdarah Dengue

(DBD), ada beberapa hal yang perlu diketahui, yaitu : 

1. Surveilans Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah proses

pengumpulan, pengolahan, analisis dan interpretasi data, serta

penyebarluasan informasi ke penyelenggara program dan pihak / instansi

terkait secara sistematis dan terus menerus tentang situasi DBD di daerah

endemik atau non endemik dan kondisi yang mempengaruhi terjadinya

peningkatan dan penularan penyakit tersebut agar dapat dilakukan

tindakan penanggulangan secara efektif dan efisien.9

2. Penegakan diagnosis DBD

a) Diagnosis klinis DBD adalah penderita dengan gejala demam tinggi

mendadak, tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus menerus

selama 2 – 7 hari disertai manifestasi perdarahan (sekurang –

kurangnya uji tourniquet positif). Trombositopenia (jumlah

trombosit ≤ 100.000/μl), dan hemokonsentrasi (peningkatan

hematokrit ≥ 20 %)

19

Page 20: Surveilan Epid Dbd

b) Diagnosis Laboratoris adalah hasil pemeriksaan serologis pada

tersangka DBD menunjukan hasil positif pada pemeriksaan HI test

atau peninggian (positif) IgG saja atau IgM dan IgG pada

pemeriksaan dengue rapid test.9

3. Tersangka DBD adalah penderita demam tinggi mendadak, tanpa sebab

yang jelas, berlangsung terus menerus selama 2 – 7 hari disertai tanda –

tanda perdarahan sekurang – kurangnya uji tourniquet (Rumple Leede)

positif dan atau jumlah trombosit ≤ 100.000 / μl.9

4. Laporan kewaspadaan dini DBD (KD/RS DBD) adalah laporan segera

(paling lambat dikirimkan dalam 24 jam setelah penegakkan diagnosis)

tentang adanya penderita (DD, DBD dan SSD) termasuk tersangka DBD

agar segera dapat dilakukan tindakan atau langkah – langkah

penanggulangan seperlunya.9

5. Laporan tersangka DBD dimaksudkan hanya untuk kegiatan proaktif

surveilans dan peningkatan kewaspadaan, tetapi bukan sebagai laporan

kasus atau penderita DBD.9

6. Unit pelayanan kesehatan adalah rumah sakit (RS), Puskesmas,

Puskesmas Pembantu, balai pengobatan, poliklinik, dokter praktek

bersama, dokter praktek swasta, dan lain – lain.9

7. Puskesmas setempat ialah puskesmas dengan wilayah kerja di tempat

dimana penderita DBD berdomisili.9

Alur Pelaporan Penyakit Demam Berdarah Dengue

20

Page 21: Surveilan Epid Dbd

a. Pelaporan Rutin

1) Pelaporan dari unit pelayanan kesehatan (selain puskesmas)

2)  Pelaporan dari puskesmas ke dinas kesehatan kabupaten / kota

3) Pelaporan dari dinas kesehatan kabupaten / kota ke dinas kesehatan

provinsi

4) Pelaporan dari dinas kesehatan provinsi ke Ditjen PP & PL.9

Bagan Alur Pelaporan Demam Berdarah Dengue

b. Umpan balik pelaporan

Umpan balik pelaporan perlu dilaksanakan guna meningkatkan

kualitas dan memelihara kesinambungan pelaporan, kelengkapan dan

ketepatan waktu pelaporan serta analisis terhadap laporan. Frekuensi umpan

21

Page 22: Surveilan Epid Dbd

balik oleh masing – masing tingkat administrasi dilaksanakan setiap tiga

bulan, minimal dua kali dalam setahun.

Sistem surveilans penyakit DBD adalah pengamatan penyakit DBD di

Puskesmas meliputi kegiatan pencatatan, pengolahan dan penyajian data

penderita DBD untuk pemantauan mingguan, laporan mingguan wabah,

laporan bulanan program P2DBD, penentuan desa / kelurahan rawan,

mengetahui distribusi kasus DBD / kasus tersangka DBD per RW / dusun,

menentukan musim penularan dan mengetahui kecenderungan penyakit.9

B. Tujuan

Tujuan dari surveilans epidemiologi penyakit DBD di daerah non

endemik adalah Tersedianya data dan informasi epidemiologi penyakit DBD

sebagai dasar manajemen kesehatan untuk pengambilan keputusan dalam

perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, evaluasi program kesehatan dan

peningkatan kewaspadaan, dimana surveilans epidemiologi di daerah non

endemik menjadi tindakan penanggulangan secara efektif dan efesien untuk

mengurangi peningkatan dan penularan penyakit DBD.9

C. Sasaran

Sasaran surveilans epidemiologi penyakit DBD adalah Sebagai berikut :

1. Individu 

Pengamatan dilakukan pada individu yang terinfeksi dan

mempunyai potensi untuk menularkan penyakit DBD sampai individu

22

Page 23: Surveilan Epid Dbd

tersebut tidak membahayakan dirinya maupun lingkungannya.

2. Populasi lokal

Populasi lokal ialah kelompok penduduk yang terbatas pada orang-

orang dengan risiko terkena suatu penyakit (population at risk).

Pengamatan dilakukan pada individu yang kontak dengan penderita DBD,

pada pejamu yang rentan (misalnya bayi), dan terhadap kelompok

individu yang mempunyai peluang untuk kontak dengan penderita

(misalnya tenaga medis).

3. Populasi nasional

Populasi nasional ialah pengamatan yang dilakukan terhadap

semua penduduk secara nasional. Hal ini dilakukan setelah program

pemberantasan dilaksanakan.

4. Populasi internasional

Kegiatan ini berupa pengamatan terhadap penyakit yang dilakukan

oleh berbagai negara secara bersama-sama, yang ditujukan untuk

penyakit-penyakit yang mudah menimbulkan epidemi atau pandemi.

Tujuan dilaksanakannya pengamatan ini adalah untuk saling memberi

informasi tentang epidemi yang timbul di suatu negara agar negara lain

yang tidak terkena dapat melakukan upaya pencegahan.10

D. Langkah-langkah

Langkah-langkah surveilans epidemiologi penyakit demam berdarah

dengue (DBD) di daerah non endemik terdiri dari dua yaitu :

1. Identifikasi dini kasus

23

Page 24: Surveilan Epid Dbd

Deteksi dini kasus DBD yakni deteksi virus (antigen) secara dini

dengan metode antigen capture (NS1 atau nonstructural protein 1) untuk

mendeteksi adanya virus dalam tubuh. Deteksi virus bisa dilakukan

sehari sebelum penderita menderita demam, hingga virus hilang pada

hari ke 9. Setelah diketahui ada nya virus: penderita diberi antiviral yang

efektif membunuh virus DBD.

Identifikasi dini dilakukan oleh petugas surveilans atau kader

dengan mencari kasus DBD secara pro aktif disekitar penderita pertama

yang diketahui alamatnya, atau menggunakan petugas yang siaga, dengan

mendirikan Pos-pos DBD disetiap RW, atau Kelurahan.

Setiap kelurahan atau Puskesmas dilengkapi alat antigen capture

NS1 yang Rapid (yang hanya hitungan 20 menit sudah diketahui, dengan

ketepatan harus diatas 95%). Deteksi dini kasus pertama harus di lakukan

sedini mungkin.

Model ini terdiri dari unit pelayanan garis depan (front liners).

Mereka adalah Puskesmas dan atau dokter praktek umum/klinik yang

berpartisipasi yang diharapkan merupakan unit pelayanan yang dimintai

pertolongan pengobatan akan mencatat alamat penderita positif DBD.

Penderita yang berobat akan dicatat alamatnya, lalu dilaporkan ke

Puskesmas, yang kemudian hendaknya dilakukan Penyelidikan

Epidemiologi oleh petugas survailans yang ditunjuk dan segera menyisir

sekitar rumah menanyakan secara proaktif apakah ada yang menderita

demam tambahan atau tidak (ada tidak penderita tambahan). Diagnostik

24

Page 25: Surveilan Epid Dbd

dilakukan dengan antigen captured yang Rapid (test). Bagi yang

memberikan gambaran positif akan langsung diberi pengobatan dengan

antiviral DBD. Setiap penderita akan memerlukan dukungan

laboratorium untuk memeriksa tanda awal seperti, hematokrit, trombosit,

leucocyte dan gejala klinik lain. Oleh sebab itu dianjurkan ada

Puskesmas rujukan laboratorium atau kepesertaan Laboratorium Klinik

dalam wilayah bersangkutan.11

2. Perhitungan besarnya masalah

Hingga saat ini, perluasan wilayah yang melaporkan kasus DBD

terus meningkat di Indonesia. Tahun 2006 hanya 200 kabupaten/ kota

saja yang melaporkan terjadi sebaran endemis DBD dan selebihnya

dalam daerah non endemis, sedangkan tahun 2007 menjadi 350

kabupaten/kota dan pada 2010 mencapai 464 kabupaten/kota.12

Sejak tahun 1968 telah terjadi peningkatan persebaran jumlah

provinsi dan kabupaten/kota yang endemis DBD, dari 2 provinsi dan 2

kota, menjadi 32 (97%) dan 382 (77%) kabupaten/kota pada tahun 2009.

Provinsi Maluku, dari tahun 2002 sampai tahun 2009 tidak ada laporan

kasus DBD. Selain itu terjadi juga peningkatan jumlah kasus DBD, pada

tahun 1968 hanya 58 kasus menjadi 158.912 kasus pada tahun 2009.13

25

Page 26: Surveilan Epid Dbd

Tabel 1. Jumlah dan Persebaran Kasus DBD Tahun 1968 – 2009

Sumber : Ditjen PP & PL Depkes RI, 2009

26

Page 27: Surveilan Epid Dbd

Peningkatan dan penyebaran kasus DBD tersebut kemungkinan

disebabkan oleh mobilitas penduduk yang tinggi, perkembangan wilayah

perkotaan, perubahan iklim, perubahan kepadatan dan distribusi

penduduk serta faktor epidemiologi lainnya yang masih memerlukan

penelitian lebih lanjut.13

Gambar 1. Angka Insiden DBD per 100.000 Penduduk di Indonesia

Tahun 1968 – 2009

Sumber : Ditjen PP & PL Depkes RI, 2009

Berdasarkan situasi di atas, terjadi tren yang terus meningkat dari

tahun 1968 sampai tahun 2009.13

27

Page 28: Surveilan Epid Dbd

Gambar 2. Persentase Kasus DBD Berdasarkan Kelompok Umur

Tahun 1993 - 2009

Sumber : Ditjen PP & PL Depkes RI, 2009

Kasus DBD perkelompok umur dari tahun 1993 - 2009 terjadi pergeseran.

Dari tahun 1993 sampai tahun 1998 kelompok umur terbesar kasus DBD

adalah kelompok umur <15 tahun, tahun 1999 - 2009 kelompok umur terbesar

kasus DBD cenderung pada kelompok umur >=15 tahun.13

28

Page 29: Surveilan Epid Dbd

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Demam berdarah dengue merupakan masalah kesehatan

masyarakat sampai saat ini, hal ini disebabkan demam berdarah dengue

menyebar diseluruh dunia yang dapat menjangkiti semua golongan usia.

Peningkatan dan penyebaran kasus DBD tersebut kemungkinan

disebabkan oleh mobilitas penduduk yang tinggi, perkembangan wilayah

perkotaan, perubahan iklim, perubahan kepadatan dan distribusi penduduk

serta faktor epidemiologi lainnya yang masih memerlukan penelitian lebih

lanjut. Selain itu, faktor perilaku dan partisipasi masyarakat yang masih

kurang dalam kegiatan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) serta faktor

pertambahan jumlah penduduk dan faktor peningkatan mobilitas penduduk

yang sejalan dengan semakin membaiknya sarana transportasi

menyebabkan penyebaran virus DBD semakin mudah dan semakin luas.

Surveilans epidemiologi khususnya di daerah non endemik DBD

diharapkan menjadi salah satu metode tindakan penanggulangan secara

efektif dan efesien untuk mengurangi peningkatan dan penularan penyakit

DBD.

29

Page 30: Surveilan Epid Dbd

B. Saran

1. Perlunya digalakkan Gerakan 3 M plus, tidak hanya bila terjadi wabah

tetapi harus dijadikan gerakan nasional melalui pendekatan

masyarakat.

2. Early Warning Outbreak Recognition System (EWORS) perlu

dilakukan secara berdaya guna dan berhasil guna.

3. Pelaporan deteksi dini DBD dapat dilakukan segera mungkin untuk

menekan penyebaran dan penularan penyakit DBD.

4. Partisipasi antar sektor dan masyarakat sangat diperlukan untuk

optimalisasi penanganan dan pemberantasan penyakit DBD baik di

daerah endemik maupun daerah non endemik.

30

Page 31: Surveilan Epid Dbd

DAFTAR PUSTAKA

1. Fitriani, Karina. 2010. Surveilans Penyakit Demam Berdarah.

http://karinav3any.blogspot.com

2. Indonesian Public Health. 2013. Surveilans Epidemiologi DBD.

http://www.indonesian-publichealth.com/2013/02/surveilans-epidemiologi -

dbd.html

3. Ditjen PP & PL Kemkes RI. 2011. http://www.pppl.depkes.go.id/

4. Dr.dr.H.Rachmat Latief, SpPD., M.Kes., FINASIM. 2010. http://dinkes-

sulsel.go.id/new/index.php?

option=com_content&task=view&id=808&Itemid=1

5. Depkes RI. 2005. Pencegahan dan Pemberantasan Demam Berdarah Dengue

di Indonesia. www.depkes.go.id

6. Ratuti. 2012. Tugas Surveilans. http://mr-ratuti.blogspot.com/2012/04/tugas-

surveilans.html

7.  http://www.litbang.depkes.go.id/maskes/052004/demamberdarah1.htm

8. http://perdetik.blogspot.com/2009/12/pengertian-endemik.html

9. 2013. Surveilans Epidemiologi Penyakit Demam Berdarah Dengue

(DBD).http://opynmananta.blogspot.com/2013/04/surveilans-epidemiologi-

penyakit-demam.html

10. 2010. Surveilans Epidemiologi.

http://zweetscorpioluv.blogspot.com/2010/06/surveilans-epidemiologi.html

31

Page 32: Surveilan Epid Dbd

11. Prof. Dr. Umar Fachmi Achmadi, MPH, PHD. Manajemen Demam Berdarah

Berbasis Wilayah. Buletin Jendela Epidemiologi Volume 2 tahun 2010

12. Humaniora. Cegah Demam Berdarah dengan Intervensi Proteksi Individual.

2013.http://www.metrotvnews.com/metronews/read/2013/04/04/3/143638/

Cegah-Deman-Berdarah-dengan-Intervensi-Proteksi-Individual

13. 2010. DBD di Indonesia tahun 1968-2009.Buletin Jendela Epidemiologi

Volume 2 tahun 2010

32

Page 33: Surveilan Epid Dbd

LAMPIRAN

33

Page 34: Surveilan Epid Dbd

PENGGUNAAN RAPID DIAGNOSTIC TEST (RDT) UNTUK PENUNJANG

DIAGNOSIS DINI DBD

1. Puskesmas

34

PUSKESMAS

Kasus : Demam disertai dengan dua atau lebih manifestasi klinis berikut : - Sakit kepala, - nyeri belakang bola mata , - mialgia, - artralgia, - ruam, - manifestasi perdarahan - dan belum didiagnosa penyakit lain

- isi formulir laporan

- periksa dengan RDT : NS1, IgM &IgG

Negatif RDT, Positif RDT, adalah: 1,2,3.

PE ( Penyelidikan Epidemiologi)

Hasil PE positif: ditemukan 1 atau lebih penderita DBD lain atau 3 orang penderita panas tanpa sebab yang jelas atau 1 penderita panas RDT positif* dan atau ditemukan jentik (>5%) pada minimal 20 rumah atau radius 100meter

Hasil PE negative : Tidak ditemukan penderita DBD lain dan atau tidak ditemukan 3 orang penderita panas tanpa sebab yang jelas, tidak ditemukan penderita panas dengan RDT positif dan ditemukan jentik (5%) pada minimal 20 rumah atau radius 100 meter

PSN, Larvasidasi, Penyuluhan, Fogging radius 200 meter

PSN, Larvasidasi, Penyuluhan

Page 35: Surveilan Epid Dbd

2. Rumah Sakit

35

RUMAH SAKIT

Kasus : Demam disertai dengan dua atau lebih manifestasi klinis berikut : - Sakit kepala, - nyeri belakang bola mata , - mialgia, - artralgia, - ruam, - manifestasi perdarahan - dan belum didiagnosa penyakit lain

- isi formulir laporan

- periksa dengan RDT : NS1, IgM &IgG

Negatif RDT, Positif RDT, adalah: 1,2,3.

PE ( Penyelidikan Epidemiologi)

Hasil PE positif: ditemukan 1 atau lebih penderita DBD lain atau 3 orang penderita panas tanpa sebab yang jelas atau 1 penderita panas RDT positif* dan atau ditemukan jentik (>5%) pada minimal 20 rumah atau radius 100meter

Hasil PE negative : Tidak ditemukan penderita DBD lain dan atau tidak ditemukan 3 orang penderita panas tanpa sebab yang jelas, tidak ditemukan penderita panas dengan RDT positif dan ditemukan jentik (5%) pada minimal 20 rumah atau radius 100 meter

PSN, Larvasidasi, Penyuluhan, Fogging radius 200 meter PSN, Larvasidasi, Penyuluhan

Isi form laporan Lapor ke Dinas Kesehatan Setempat dengan tembusan ke Puskesmas

24 Jam