surimi_theresia_gilang a_c5_unika soegijapranata

Upload: praktikumhasillaut

Post on 07-Jan-2016

11 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Praktikum ini bertujuan membuat surimi dengan bahan baku utama daging ikan bawal. Praktikum ini dilakukan pada 28 September 2015 di laboratorium Rekayasa Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Katolik Soegijapranata.

TRANSCRIPT

SURIMI

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI HASIL LAUT

Disusun Oleh :Nama : Theresia Gilang A.NIM : 13.70.0123Kelompok C5

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGANFAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIANUNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATASEMARANG

2015Acara I1. 2. MATERI METODE

2.1. Alat dan Bahan2.1.1. AlatAlat yang digunakan dalam praktikum ini adalah pisau, talenan, baskom, mangkok, timbangan analitik, alat penggiling daging, kain saring, spatula, loyang, freezer, presser, plastik bening, dan milimeter blok.

2.1.2. BahanBahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah ikan bawal, garam, gula pasir, polifosfat, dan es batu.

2.2. Metode

Ikan dicuci bersih dengan air mengalir.

Daging ikan difilllet dengan cara dibuang bagian kepala, sirip, ekor, sisik, isi perut, dan kulitnya.

1Daging ikan diambil dan ditimbang sebanyak 100 gram.

Daging ikan dimasukkan ke dalam alat penggiling dengan ditambahkan es batu, kemudian digiling hingga halus.

Daging ikan dicuci dengan air es sambil disaring menggunakan kain saring sebanyak 3 kali hingga didapatkan tekstur yang gempal.

Daging ikan ditaruh di dalam plastik, kemudian ditambahkan dengan sukrosa sebanyak 2,5% (kelompok 1, 2); 5% (kelompok 3, 4, 5), garam sebanyak 2,5% (kelompok 1, 2, 3, 4, 5), dan polifosfat sebanyak 0,1% (kelompok 1); 0,3% (kelompok 2, 3); 0,5% (kelompok 4, 5).

2

Plastik diikat dan ditaruh di dalam loyang untuk kemudian dibekukan dalam freezer selama 1 malam.

Setelah dithawing, surimi diuji kualitas sensorisnya yang meliputi kekenyalan dan aroma.

Surimi diukur tingkat kekerasannya dengan menggunakan texture analyzer.

Surimi dipress dengan menggunakan presser.

3

Surimi diukur WHCnya dengan menggunakan milimeter blok untuk kemudian dihitung dengan rumus sebagai berikut:

4

3. HASIL PENGAMATAN

Hasil pengamatan dapat dilihat pada Tabel 1.Tabel 1. Hasil PengamatanKel.PerlakuanHardnessWHCSensoris

KekenyalanAroma

C1sukrosa 2,5% + garam 2,5% + polifosfat 0,1%137,22 gF293598,53++++++

C2sukrosa 2,5% + garam 2,5% + polifosfat 0,3%132,55 gF267004,22++

C3sukrosa 5% + garam 2,5% + polifosfat 0,3%214,65 gF311814,35+++

C4sukrosa 5% + garam 2,5% + polifosfat 0,5%126,59 gF277084,60++++

C5sukrosa 5% + garam 2,5% + polifosfat 0,5%159,03 gF254345,99++++

Keterangan:KekenyalanAroma+: tidak kenyal+: tidak amis++: kenyal++: amis+++: sangat kenyal+++: sangat amis

Pada hasi pengamatan dapat diketahui bahwa pada surimi kelompok C1 samapi dengan C5 memiliki nilai Hardness, WHC, dan kekenyalan serta aroma yang berbeda-beda tergantung dari besarnya konsentrasi sukrosa dan polifosfat yang diberikan. Pada nilai hardness yang paling tinggi adalah kelompok C3 sebesar 214,65 gF dan nilai yang paling rendah adalah kelompok C4 yaitu sebesar 126,59 gF. Pada nilai WHC yang memiliki nilai paling tinggi adalah kelompok C3 yaitu sebesar 311814,35 dan nilai yang paling rendah adalah kelompok C5 yaitu sebesar 254345,99. Pada tingkat kekenyalan, surimi yang paling kenyal adalah kelompok C1 dan yang tidak kenyal adalah kelompok C2 dan C5. Pada parameter aroma, surimi yang sangat amis adalah kelompok C1 dan C5 sedangkan surimi yang tidak amis adalah kelompok C2 dan C3.

4. 5

5.

6. PEMBAHASAN

Surimi adalah konsentrat miofibril yang telah distabilisasikan dan diproduksi dengan memalui beberapa tahapan yang akan menghilangkan bagian kepala dan bagian-bagian lain seperti tulang, oencucian dan penghilangan air serta pembekuan (Okada, 1992). Pada praktikum surimi ini, bahan utama yang digunakan adalah ikan bawal. Menurut Tan et al., (1988), bahan yang dapat digunakan untuk membuat surimi ini adalah ikan segar dengan mutu yang baik sehingga tingkat kesegaran ikan masih tinggi dan sebisa mungkin ikan yang digunakan bebas lemak atau kandungan lemaknya rendah. Praktikum surimi ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui cara pembuatan surimi dan aplikasinya sebagai produk perantara dalam industri pengolahan ikan.

Dalam membuat surimi, langkah pertama yang dilakukan adalah mencuci ikan dengan air mengalir kemudian ikan difillet atau dipisahkan daging putihnya saja sebanyak 100 gram. Menurut Suzuki (1981), proses fillet ini bertujuan untuk memisahkan daging ikan dengan bagian-bagian lainnya seperti isi perut ikan, tulang, kepala, ekor dan sirip ikan. Setelah dilakukan fillet bagian yang dipisahkan tadi dikumpulkan dalam satu wadah untuk dihaluskan sebagai bahan dari pembuatan kecap ikan. Daging putih sebanyak 100 gram yang sudah dipisahkan kemudian digiling dengan tujuan supaya daging ikan bawal menjadi lebih lembut dan lunak. Selama proses penggilingan, ditambahkan juga es batu dengan tujuan untuk menjaga suhu tetap rendah sehingga proses denaturasi protein pada daging ikan dapat dicegah (Bruckle et al., 1978). Setelah digiling, daging ikan dicuci dengan air es sebanyak 3 kali. Menurut (Reinheimer et al., 2010) pencucian ini dilakukan untuk menghilangkan bau amis pada ikan serta dapat meningkatkan konsentrasi dari miofibril protein ikan dan menghlangkan daging dari komponen yang tidak diinginkan dan larut air.

Daging yang sudah dicuci ditambahkan dengan sukrosa sebanyak 2,5% (untuk kelompok 1 dan 2), 5% (untuk kelompok 3,4, dan 5) kemudian ditambahkan juga garam sebanyak 2,5% serta polifosfat sebanyal 0,1% (untuk kelompok 1), 0,3% (untuk kelompok 2 dan 3), 0,5% (untuk kelompok 4 dan 5). Bahan-bahan yang ditambahkan pada surimi ini tujuannya adalah untuk meningkatkan nilai gizi, cita rasa dan 6pembentuk tekstur dan bentuk dari surimi (Winarno et al., 1980). Penambahan sukrosa berfungsi sebagai pencegah terjadinya denaturasi protein dan sebagai penstabil (Bruckle et al., 1978). Nopianti, et al. (2012) dalam jurnalnya menyebutkan bahwa sukrosa adalah senyawa krioprotektan yang dapat meningkatkan rasa manis serta kandungan kalori pada surimi. Senyawa krioprotektan juga dapat meningkatkan rigiditas surimi karena ada penyerapan air oleh granula pati diadonan surimi (Sarker et al., 2012). Sedangkan penambahan garam memiliki fungsi yaitu untuk melepas miosin dari serat daging yang terikat kuat sehingga dapat terbentuk gel yang kuat dan penambah rasa serta penyedap aroma (Winarno et al., 1980) (Lertwittayanon et al., 2013). Menurut Peranginangin et al. (1999), polifosfat yang ditambahkan berfungsi untuk menambah dan memperbaiki kelembutan dan elastisitas serta daya ikat air dari surimi. Setelah penambahan sukrosa, garam dan polifosfat, surimi dimasukkan ke suatu wadah (plastik) dan dibekukan dalam freezer selama 1 malam. Menurut Kaba (2006) dalam jurnalnya, pembekuan yang baik pada pembuatan surimi adalah -35oC. Setelah 1 malam makan surimi di thawing dan diukur kualitas sensori (kekenyalan dan aroma), hardness, dan WHC. Pada praktikum ini, surimi yang dibuat adalah surimi jenis ka-en karena ada penambahan garam selama proses. Ada 3 jenis surimi yaitu tanpa penambahan garam (mu-en surimi), dengan penambahan garam (ka-en surimi), surimi yang tidak mengalami proses pembekuan (na-ma surimi) (Suzuki, 1981).

Berdasarkan hasil pengamatan dapat diketahui bahwa nilai hardness tertinggi diperoleh kelompok C3 dengan nilai 214,65 gF diikuti dengan kelompok C5, C1, C2 dan C4 dengan masing-masing nilai yang didapat sebesar 159,03 gF; 137,22 gF; 132,55 gF; 126,59 gF. Kemudian pada nilai WHC yang paling tinggi adalah kelompok C3 dengan nilai 311814,35 diikuti dengan kelompok C1, C4, C2, dan C5 dengan masing-masing nilai yang diperoleh yaitu 293598,53; 277084,60; 267004,22; 254345,99. Pada analisa sensori kekenyalan, surimi yang sangat kenyal adalah kelompok C1 diikuti C3, C4, C2, C5 dengan hasil kenyal untuk C3 dan C4 dan tidak kenyal untuk C2 dan C5. Pada analisa sensori aroma, yang memiliki surimi sangat amis adalah kelompok C1 dan C5, diikuti dengan C4 dan C2, C3 dengan hasil amis untuk C4 dan tidak amis untuk kelompok C2 dan C3.

7

Salah satu faktor yang membuat hasil pengamatan berneda-beda adalah perlakuan praktikum yang berbeda pada setiap kelompok. pada kelompok C1 dan C2 ada penambahan sukrosa sebesar 2,5%, garam 2,5% dan polifosfat dengan konsentrasi berbeda pada C1 dan C2 yaitu secara urut sebesar 0,1% dan 0,3%. Pada kelompok C3, C4 dan C5 ada penambahan sukrosa sebesar 5%, garam 2,5% dan polifosfat dengan konsentrasi berbeda pada C3, C4 dan C5 yaitu secara urut sebesar 0,3%, 0,5% dan 0,5%.

Nilai WHC dapat dihitung dengan menggunakan formula Simpson yaitu pertama-tama surimi ditekan dengan menggunakan alat pressure sampai berbentuk pipih kemudian diletakkan diatas kertas milimeter blok untuk dicetak dan dibagi-bagi menjadi beberapa bagian dengan panjang yang sama kemudian dihitung dengan menggunakan formula Simpson (Zayas, 1997). Pada praktikum ini, nilai WHC tertinggi ada dikelompok C3 dengan nilai 311814,35 dan yang paling rendah adalah kelompok C5 yaitu 254345,99. Menurut Peranginangin et al. (1999), polifosfat yang ditambahkan berfungsi memperbaiki daya ikat air (WHC). Menurut Nopianti (2011) dikatakan bahwa penambahan fosfat berfungsi untuk menurunkan viskositas adonan sehingga didapatkan tekstur yang kenyal. Penambahan fosfat juga meningkatkan kelembaban dan meningkatkan kemampuan protein melakukan re-absorpsi cairan kettika surimi mengalami thawing. Dari pernyataan tersebut dapat diketahui bahwa penambahan polifosfat yang semakin banyak maka kemampuan surimi dalam mengikat sejumlah air semakin besar pula. Nilai WHC dapat menunjukkan fungsi dari asam amino dan bentuk proteinnya seperti kation dan anion serta gugus polar. Penambahan sukrosa dan garam juga mempengaruhi kemampuan surimi mengikat air (Shaviklo et al., 2010). Menurut Hossain et al. (2004), konsentrasi NaCl yang digunakan berkisar antara 1,7%-3,5% untuk dapat membentuk gel yang kuat. NaCl berfungsi melepaskan miosin dari serat-serat ikan sehingga dapat terbentuk gel yang kuat dan membentuk jaringan tiga dimensi yang dapat memerangkap air dalam jumlah besar sehingga meningkatkan nilai WHC pada surimi (Winarno et al.,1980). Sehingga dari semua teori yang ada, dapat diambil kesimpulan bahwa penambahan garam, sukrosa dan polifosfat akan meningkatkan kemampuan surimi mengikat air dan tekstur surimi yang terbentuk akan semakin kenyal. 8

Pada hasil pengamatan masih kurang sesuai dengan teori-teori tersebut. Seharusnya nilai WHC tertinggi diperoleh oleh kelompok C5 dengan penambahan sukrosa, garam, dan polifosfat yang paling tinggi. Ada beberapa faktor yang mungkin dapat terjadi saat praktikum berlangsung. Menurut Zayas (1997) ada kemungkinan terjadinya degradasi protein miofibril yang terjadi selama proses penyimpanan sehingga ruang antar jaringan menyempit dan air yang terperangkap didalam jaringan ikut berkurang. Nilai WHC pada setiap ikan juga berbeda-beda (Ozogul et al., 2005). Pada hasil kekenyalan yang tertinggi juga diperoleh oleh kelompok C1 dan surimi yang tidak kenyal adalah kelompok C5 dan C2. Menurut Djazuli (2009) tingkat kekenyalan juga dipengaruhi oleh nilai WHC. Jika nilai WHC tinggi maka kekenyalan surimi juga meningkat karena daya serap air yang tinggi akan membentuk gel yang lebih baik. Berdasarkan hasil pengamatan maka dapat disimpulkan bahwa hasil tersebut belum sesuai dengan pustaka yang ada. Menurut pustaka, nilai WHC tertinggi adalah kelompok C5 dengan penambahan sukrosa, garam dan polifosfat tertinggi, maka surimi yang memiliki tingkat kekenyalan tinggi juga adalah kelompok C5. Ketidaksesuaian hasil dengan teori yang ada dapat disebabkan oleh metode pengukuran tingkat kekenyalan yang dilakukan secara manual sehingga hasil yang diperoleh bersifat subjektif.

9Pada analisa sensoris aroma setiap kelompok menghasilkan tingkat aroma yang berbeda-beda. Surimi yang psling amis diperoleh kelompok C1 dan C5. Kualitas surimi dianggap baik salah satunya adalah ketika aroma surimi sudah tidak amis lagi (Nopianti et al., 2011). Pada hasil praktikum seharusnya aroma yang dihasilkan tidak amis sehingga dapat dikatakan kualitas surimi tersebut baik. Adanya reaksi oksidasi pada daging ikan selama penyimpanan juga dapat mempengaruhi aroma surimi karena terjadi off-flavor. Namun bau amis juga dapat disebabkan oleh pencucian yang tidak sempurna atau tidak bersih. Menurut Reinheimer et al., (2010), pencucian yang dilakukan pada praktikm berfungsi untuk menghilangkan komponen larut air dan bahan yang tidak diinginkan dan meningkatkan protein miofibril serta menghilangkan aroma amis pada ikan. Proses pencucian berulang kali juga dapat meningkatkan kualitas dari surimi yaitu akan meningkatkan kekuatan gel atau kekenyalan. Pencucian yang dilakukan pertama kali dapat menghilangkan protein sarkoplasma karena sifatnya yang larut air, sedangkan pencucian berulang dengan menggunakan es atau air dingin dapat menurunkan kandungan urea yang tertinggal didalam daging ikan (Santoso et al., 2008) (Suzuki, 1981). Menurut Nopianti et al. (2011) dalam jurnalnya ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk membuat tekstur dari produk surimi bisa baik, salah satunya adalah dengan penambahan pH dari adonan surimi kemudian diberi penambahan polifosfat dan potassium bromate.

Pada jurnal yang ditulis oleh Hajidoun et al (2013) diketahui bahwa pembuatan surimi juga bisa menggunakan kitosan kemudian diteliti hubungannya dengan WHC dan viskositas surimi. Pada hasil jurnal penambahan kitosan sebesar 0,5%, 1% dan 1,5% akan meningkatkan sifat tekstural dan organoleptik surimi dan konsentrasi yang terbaik adalah 1,5% kitosan. Kemudian Sadhan et al (2011) dalam jurnalnya menambahkan bahwa penambahan kitosan meningkatkan kekuatan gel tanpa menimbulkan efek samping dari surimi dan akan menambah umur simpan selama 6 bulan dalam penyimpanan beku. Namun menurut jurnal yang ditulis oleh Jafarpour & Elisabeth (2009) karakteristik dan sifat dari surimi tergantung dari jenis ikan, tempat pembibitan ikan, penanganan pasca panen dan proses pengolahan dari bahan baku utama surimi. Hamzah et al (2015) dalam jurnalnya menyimpulkan bahwa gel surimi dapat secara efektif dihasilkan dari ikan dengan protein yang tinggi seperti ikan Cobia. Namun dalam prosesnya ikan ini membutuhkan pencucian daging sebanyak 3 kali dan diberi CaCl2 serta TSPP (Tetrasodium Pyrophosphate) supaya mendapatkan hasil gel surimi yang baik.

107. 8. KESIMPULAN

Tujuan dari penggilingan daging ikan adalah untuk melunakkan daging dan melembutkan daging ikan Penambahan es batu merupakan cara untuk mencegah denaturasi protein akibat pembekuan dan meningkatkan daya pembentukan gel Tujuan penambahan garam adalah sebagai penambah aroma dan memperkaya rasa dan berperan dalam pembentukan gel pada surimi Polifosfat ditambahkan dengan tujuan menambah elastisitas pada surimi dan memperbaiki daya ikat air (WHC) Peran dari sukrosa adalah untuk meminimalkan terjadinya denaturasi protein selama penyimpanan beku Pencucian pada daging ikan dilakukan supaya surimi yang dihasilkan tidak berbau amis dan meningkatkan konsentrasi miofibril serta menghilangkan bahan dan komponen yang tidak diinginkan Polifosfat yang ditambahkan dengan konsentrasi tinggi menyebabkan meningkatnya kekenyalan surimi dan meningkatkan WHC surimi Penambahan polifosfat, sukrosa dan garam dengan konsentrasi tinggi menyebabkan WHC pada surimi juga semakin besar Konsentrasi garam yang baik dalam meningkatkan WHC dan kekenyalan terbaik adalah sekitar 1,7%-3,5% Surimi yang baik tidak berbau amis Faktor yang mempengaruhi kualitas surimi adalah pH, konsentrasi garam, proses pencucian Dapat terjadi penurunan kualitas selama penyimpanan karena denaturasi dan jangka waktu penyimpanan surimi

Semarang, 19 Oktober 2015Praktikan,Asisten Dosen,

Theresia Gilang AstutiYusdhika Bayu S.13.70.0123

9. 1110. DAFTAR PUSTAKA

Buckle KA, Edwards RA, Eleet GH, Wootton. (1978). Ilmu Pangan. Purnomo Hdan adiono, penerjemah. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Djazuli, N. (2009). Modifikasi Teknologi Pengolahan Surimi Dalam Pemanfaatan By-Catch Pukat Udang di Laut Arafura.Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia.Institut Pertanian Bogor.

Hajidoun, Habib Allah, Ali Jafarpour. (2013). The Influence of Chitosan on Textural Properties of Common Carp (Cyprinus Carpio) Surimi. J Food Process Technol (4):5

Hamzah, N., N.M. Sarkon, A.M. Amin. (2015). Physical properties of cobia (Rachycentron canadum) surimi: effect of washing cycle at different salt concentrations. J Food Sci Technol 52(8):47734784

Hossain, Mohammed Ismail; Muhammad Mostafa Kamal; Fatema Hoque Shikha; dan Md. Shahidul Haque.(2004). Effect of Washing and Salt Concentration on the Gel Forming Ability of Two Tropical Fish Species.International Journal of Agriculture & Biology 15608530/2004/065762766.

Jafarpour, Ali, Elisabeth M.G. (2009). Rheological Characteristics and Microstructure of Common Carp (Cyprinus Carpiao) Surimi And Kamaboko Gel. Food Biophysics (4): 172-179

Kaba, N. (2006). The Determination of Technology & Storage Period of Surimi Production from Anchovy (Engraulis encrasicholus L., 1758). Turkish Journal of Fisheries and Aquatic Sciences 6: 29-35.

Lertwittayanon, K., S. Benjakul, S. Maqsood, A. B. Encarnacion. (2013). Effect of Different Salts on Dewatering and Properties of Yellowtail Barracuda Surimi. International Aquatic Research, 5:10.

Nopianti, R. et al., (2011). A Review on The Loss of The Functional Properties of Proteins During Frozen Storage and the Improvement of Gel-forming Properties of Surimi. American Journal of Food Technology 6 (1): 19-30, 2011.

Nopianti, R., Huda, N., Fazilah, A., Ismail, N., and Easa, A. M. (2012). Effect of Different Types of Low Sweetness Sugar on Physicochemical Properties of Threadfin Bream Surimi (Nemipterus Spp.) During Frozen Storage. International Food Research Journal 19 (3): 1011-1021.

12

Okada, M. 1992. History of surimi technology in Japan. Di dalam Lanier TC, Lee CM (eds). Surimi Technology. Marcel Dekker Inc., New York. p 3-21.

Ozogul, Y., F. Ozogul, A. I. Olgunoglu. (2005). Fatty Acid Profile and Mineral Content of the Wild Snail (Helix pomatia) From the Region of the South of the Turkey. Eur Food Res Technol 221:547549.

Ozogul, Y., F. Ozogul, A. I. Olgunoglu. (2005). Fatty Acid Profile and Mineral Content of the Wild Snail (Helix pomatia) From the Region of the South of the Turkey. Eur Food Res Technol 221:547549.

Peranginangin R, Wibowo S, Nuri Y, Fawza. (1999). Teknologi Pengolahan Surimi. Jakarta: Instalasi Penelitian Perikanan Laut Slipi, Balai Penelitian Perikanan Laut.

Reinheimer et al. (2010). Quality Characteristics of Surimi Made From Sabalo (Prochilodus platensis) as Affected by Water Washing Composition. World Congress and Exhibiton Engineering. Argentina.

Sadhan, Satya Dey, Krushna Chandra D. (2011). Suitability of chitosan as cryoprotectant on croaker fish (Johnius gangeticus) surimi during frozen storage. J Food Sci Technol 48(6):699705

Santoso, Joko. Ade Wiguna Nur Yasin.; Santoso. (2008). Perubahan Karakteristik Surimi Ikan Cucut dan Ikan Pari Akibat Pengaruh Pengkomposisian dan Penyimpanan Dingin Daging Lumat. Jurnal. Teknol. Dan Industri Pangan, Vol. XIX No. 1 Th. 2008. IPB. Bogor.

Sarker, M. Z. I., M. A. Elgadir, S. Ferdosh, M. J. H. Akanda, M. Y. A. Manap and T. Noda. (2012). Effect of Some Biopolymers on the Rheological Behavior of Surimi Gel. Molecules 17, 5733-5744.

Shaviklo, Gholam Reza, et al., (2010). The Influence of Additives and Frozen storage on Functional Properties and Flow Behaviour of Fish Protein Isolated from Haddock. Turkish Journal of Fisheries and Aquatic Sciences 10:333-340.

Suzuki, T. (1981). Fish and Krill Protein: Processing Technology. London: Applied Science Publ Ltd.

Tan, S.M.Ng.M.C., T. Fujiwara , H. Kok Kuang and H. Hasegawa. 1988. Handbook on the Processing of Frozen Surimi and Fish Jelly Products in South East Asia. Marine Fisheries Research Department-South East Asia Fisheries Development Centre, Singapore.

13

Winarno FG, Fardiaz S, Fardiaz D. (1980). Pengantar Teknologi Pangan. Jakarta: PT. Gramedia.

Zayas, J.F. (1997). Functionality of Proteins in Food. Springer-Verlag, Berlin. 358 pp.

1411. 12. LAMPIRAN

12.1. PerhitunganRumus:

Kelompok C1

Kelompok C2

Kelompok C3

Kelompok C4

15Kelompok C5

12.2. Laporan Sementara12.3. Diagram Alir12.4. Abstrak Jurna1612.5.