surimi_kristina galuh sista s._13.70.0117_d_unika soegijapranata

26
Acara I PRODUK SURIMI LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI HASIL LAUT Disusun oleh: Kristina Galuh Sista S. 13.70.0117 Kelompok D3

Upload: praktikumhasillaut

Post on 05-Jan-2016

13 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

surimi adalah suatu produk olahan ikan setengah jadi (intermediate product) yang memiliki daya guna tinggi. Dikatakan produk olahan setengah jadi karena surimi dapat diolah lebih lanjut menjadi berbagai macam produk makanan, juga dapat digunakan sebagai campuran olahan seperti bakso, sosis, abon, dan produk olahan lainnya.

TRANSCRIPT

Page 1: Surimi_Kristina Galuh Sista S._13.70.0117_D_Unika Soegijapranata

Acara I

PRODUK SURIMI

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI HASIL LAUT

Disusun oleh:

Kristina Galuh Sista S. 13.70.0117

Kelompok D3

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGANFAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATASEMARANG

Page 2: Surimi_Kristina Galuh Sista S._13.70.0117_D_Unika Soegijapranata

Acara I

2015

Page 3: Surimi_Kristina Galuh Sista S._13.70.0117_D_Unika Soegijapranata

Fillet ikan ditimbang dan diambil 100 gr

1. MATERI METODE

1.1. Materi

1.1.1. Alat

Alat yang digunakan dalam praktikum ini yaitu pisau, telenan, kain saring, penggiling

daging, plastic, freezer, texture analyzer dan pengepres.

1.1.2. Bahan

Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah daging ikan, garam, gula pasir,

polifosfat dan es batu.

1.2. Metode

3

Ikan dicuci bersih dengan air mengalir dan ditimbang beratnya

Daging ikan difillet dengan membuang bagian kepala, sirip, ekor dan isi perut

)

Page 4: Surimi_Kristina Galuh Sista S._13.70.0117_D_Unika Soegijapranata

4

Daging ikan digiling hingga halus, selama penggilingan bisa ditambahkan es batu untuk menjaga suhu tetap rendah.

Daging giling dicuci dengan es batu sebanyak 3 kali

Daging giling disaring hingga kering (tidak menggumpal)

Ditambahkan sukrosa sebanyak 2,5% (kelompok 1,2); 5% (kelompok 3, 4, 5), garam sebanyak 2,5% dan polifosfat sebanyak 0,1% (kelompok 1); 0,3%

(kelompok 2, 3); 0,5% (kelompok 4, 5)

Dimasukkan kedalam wadah, dan dibekukan selama 1 malam di dalam freezer

Page 5: Surimi_Kristina Galuh Sista S._13.70.0117_D_Unika Soegijapranata

5

Surimi di thawing

Diuji sensori, meliputi kekenyalan dan aroma

Diuji hardness menggunakan texture analyzer

Surimi dipress menggunakan presser untuk mengetahui WHC

Hasil press digambar di milimeter blok

Page 6: Surimi_Kristina Galuh Sista S._13.70.0117_D_Unika Soegijapranata

6

Penghitungan WHC :

Page 7: Surimi_Kristina Galuh Sista S._13.70.0117_D_Unika Soegijapranata

2. HASIL PENGAMATAN

Hasil pengamatan surimi berdasarkan uji hardness, WHC dan uji sensori dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Pengamatan Surimi

Kel. PerlakuanHardness

(gf)WHC

(mg H2O)Sensori

Kekenyalan Aroma

D1Sukrosa 2,5% + garam 2,5%

+ polifosfat 0,1%108,24 188832,63 + + +

D2Sukrosa 2,5% + garam 2,5%

+ polifosfat 0,3%121,52 216793,25 + + + +

D3Sukrosa 5% + garam 2,5% +

polifosfat 0,3%188,05 130435,97 + + + + +

D4Sukrosa 5% + garam 2,5% +

polifosfat 0,5%103,44 271751,05 + + + +

D5Sukrosa 5% + garam 2,5% +

polifosfat 0,5%91,87 273975,32 + + + + +

Keterangan :Kekenyalan Aroma + : tidak kenyal + : tidak amis + + : kenyal + + : amis+ + + : sanagat kenyal + + + : sanagat amis

Berdasarkan tabel 1 dapat diketahui bahwa kelompok D1 dengan perlakuan sukrosa

2,5% , garam 2,5% , polifosfat 0,1% memiliki nilai hardness sebesar 108,24 gf, nilai

WHC sebesar 188832,63 mg, serta menghasilkan surimi yang tidak kenyal dan amis.

Pada kelompok D2 untuk surimi yang diberi perlakuan sukrosa 2,5% , garam 2,5% ,

polifosfat 0,3% memiliki nilai hardness sebesar 121,52 gf, nilai WHC sebesar

216793,25 mg, serta menghasilkan surimi yang tidak kenyal dan sangat amis. Pada

kelompok D3 untuk surimi yang diberi perlakuan sukrosa 5% , garam 2,5% , polifosfat

0,3% memiliki nilai hardness sebesar 188,05 gf, nilai WHC sebesar 130435,97 mg,

serta menghasilkan surimi yang kenyal dan sangat amis. Pada kelompok D4 untuk

surimi yang diberi perlakuan sukrosa 5% , garam 2,5% , polifosfat 0,5% memiliki nilai

hardness sebesar 103,44 gf, nilai WHC sebesar 271751,05 mg, serta menghasilkan

surimi yang kenyal dan amis. Sedangkan pada kelompok D5 untuk surimi yang diberi

perlakuan sukrosa 5%, garam 2,5%, polifosfat 0,5% memiliki nilai hardness sebesar

91,87 gf, nilai WHC sebesar 273975,32 mg, serta menghasilkan surimi yang sangat

kenyal dan amis.

7

Page 8: Surimi_Kristina Galuh Sista S._13.70.0117_D_Unika Soegijapranata

3. PEMBAHASAN

Pada praktikum Teknologi Hasil Laut kali ini membahas tentang surimi yang

merupakan protein miofibrilar yang diperoleh dari daging ikan yang telah dicuci

berulang dengan air dingin (Stine et al., 2011). Menurut Agustiani et al. (2006) surimi

adalah suatu produk olahan ikan setengah jadi (intermediate product) yang memiliki

daya guna tinggi. Dikatakan produk olahan setengah jadi karena surimi dapat diolah

lebih lanjut menjadi berbagai macam produk makanan, juga dapat digunakan sebagai

campuran olahan seperti bakso, sosis, abon, dan produk olahan lainnya. Vega, et al.

(2012) menyatakan bahwa penerapan teknologi surimi ini dapat meningkatkan nilai jual

karena mengalami pengembangan produk dan dapat sebagai sumber protein.

Berdasarkan teori Winarno (1993) dalam proses pembuatan surimi terdapat beberapa

hal penting yang perlu diperhatikan, misalnya kesegaran ikan dapat mempengaruhi

kualitas dari daging surimi. Ciri-ciri ikan yang segar memiliki daging yang kenyal

(tidak empuk), badan yang kaku serta sisiknya rapi dan rapat. Bila daging ditekan

menggunakan jari maka tidak akan meninggalkan bekas, tetapi jika meninggalkan bekas

maka daging ikan tersebut telah mengalami proses pembekuan dan thawing.

Berdasarkan teori Dahar (2003) bahan baku yang tepat untuk digunakan sebagai bahan

baku pembuatan surimi adalah ikan yang memiliki kemampuan pembentukan gel yang

baik. Sesuai dengan teori Sanchez, et al. (2009) surimi dibuat dari ikan segar. Pada

kloter ini menggunakan jenis ikan bawal air tawar (Colossoma macropomum) yang

merupakan spesies ikan yang potensial untuk dibudidayakan baik di kolam maupun di

keramba. Ikan bawal ini memiliki rasa daging yang gurih dan enak, meski cukup

banyak duri pada dagingnya (Azam, et al., 2010). Menurut Anggraini (2002) ikan

bawal ini memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi, juga harga yang relatif murah dan

lebih terjangkau oleh masyarakat, serta mudah dalam pembudidayaan sehingga sering

dijadikan sebagai pilihan. Hal ini juga diperkuat dengan teori Koswara et al. (2001)

bahwa ikan yang digunakan memiliki kandungan lemak tinggi maka produk surimi

yang dihasilkan akan cepat mengalami ketengikan, dan juga akan mempengaruhi daya

gelatinasinya. Sehingga ikan dengan kandungan lemak tinggi, lemak yang ada harus

diekstrak dahulu sebelum digunakan untuk pembuatan surimi.

8

Page 9: Surimi_Kristina Galuh Sista S._13.70.0117_D_Unika Soegijapranata

9

Menurut Tanaka (2001), surimi diperoleh dari lumatan daging ikan yang telah

mengalami proses pencucian (leaching) secara berulang-ulang, pengepresan,

penambahan bahan tambahan (food additive), pengepakan, dan pembekuan. Surimi

memiliki tekstur elastis dan kenyal, hal ini disebabkan karena surimi mengandung

konsentrasi protein miofibril yang sangat tinggi. Agustiani et al. (2006) menyatakan

surimi yang diproduksi dapat dibedakan menjadi 2 jenis yakni mu-en surimi dan ka-en

surimi. Mu-en surimi yaitu produk surimi yang dibuat tanpa menggunakan penambahan

garam, sedangkan ka-en surimi dibuat dengan menggunakan garam pada konsentrasi

tertentu.

Surimi dengan mutu baik memiliki warna putih, flavor yang baik, dan elastisitasnya

tinggi. Kesegaran ikan akan mempengaruhi elastisitas dari surimi, semakin segar ikan

maka elastisitasnya akan semakin tinggi. Sehingga ikan yang memiliki elastisitas rendah

biasanya ditingkatkan dengan menambahkan daging ikan jenis yang lain, serta diberi

penambahan gula, pati, atau protein nabati. Dalam pembuatan surimi pH ikan yang

paling baik adalah 6,5 hingga 7. Menurut Peranginangin et al. (1999), ikan yang cocok

untuk digunakan pembuatan surimi adalah ikan yang tidak berbau lumpur, tidak terlalu

amis, serta memiliki kemampuan pembentukan gel yang baik. Karena kandungan

protein miofibril yang tinggi akan menyebabkan pembentukan gel yang baik.

Dalam pembuatan surimi mula-mula ikan bawal dicuci bersih dengan air mengalir dan

ditimbang beratnya. Hal ini dilakukan untuk mengurangi bau yang tidak enak atau amis

dari ikan, sesuai dengan teori Elyasi, et al. (2010). Pada teori Lertwittayanon, et al.

(2013) dinyatakan bahwa selama mencuci, beberapa komponen termasuk darah akan

ikut tercuci sehingga akan meningkatkan warna putih pada ikan. Setelah itu, daging ikan

difillet dengan membuang bagian kepala, sirip, ekor dan isi perut. Sesuai dengan teori

Dahar (2003) bahwa menghilangkan sisa sisik, jaringan ikan, membran, duri, dan

bagian lainnya yang tidak digunakan agar surimi yang dihasilkan memiliki mutu yang

baik. Lalu fillet ikan diambil 100 gram dan digiling hingga halus, selama penggilingan

ditambahkan es batu untuk menjaga suhu tetap rendah. Selain itu menurut Winarno

(1993) dengan bantuan es batu dapat membuat protein di dalam daging ikan tidak

Page 10: Surimi_Kristina Galuh Sista S._13.70.0117_D_Unika Soegijapranata

10

terdenaturasi, karena gerakan mesin penggiling dan ekstraksi protein dapat berjalan

dengan baik. Menurut Astawan & Astawan (1988) suhu dingin ini bukan membunuh

semua mikroorganisme yang terkandung di dalam daging ikan, tetapi dapat

menghambat pertumbuhannya. Kemudian daging dicuci dengan es batu sebanyak 3 kali.

Proses tersebut harus dilakukan dengan suasana dingin (suhu chilling) serta air yang

digunakan untuk mencuci juga harus benar-benar bersih karena akan mempengaruhi

kualitas surimi (Anonim_1, 1987). Setelah itu disaring hingga kering (tidak

menggumpal).

Kemudian ditambahkan sukrosa sebanyak 2,5% untuk kelompok D1 dan D2 dan

sebanyak 5% untuk kelompok D3, D4, dan D5, untuk membentuk rasa yang spesifik

yaitu manis, menciptakan aroma dan tekstur dari surimi (Astawan, 2004). Selain itu

menurut Huda,et al. (2001) gula seperti sukrosa dan sorbitol memiliki kemampuan

untuk mencegah protein dari denaturasi selama proses pembekuan maupun pengeringan.

Ditambahkan garam sebanyak 2,5% untuk menciptakan rasa yang asin dan gurih bila

dipadukan dengan gula. Serta garam juga dapat menghambat pertumbuhan

mikroorganisme yang tumbuh di dalam surimi dan melarutkan protein myofibril yang

dapat menstabilkan emusli (Perlitto, 1998). Penambahan garam ini juga untuk

mempercepat proses penurunan jumlah air dari daging, hal ini dikemukakan oleh

Roussel dan Cheftel (1988). Metode yang dilakukan sesuai dengan teori Tan et al.

(1988) dan Shimizu et al. (1992) bahwa konsentrasi garam yang paling umum

digunakan untuk membuat produk surimi adalah 2-3%, karena jika lebih tinggi akan

memberikan rasa yang terlalu asin. Kemudian juga ditambahkan polifosfat sebanyak

0,1% (kelompok 1); 0,3% (kelompok 2, 3); 0,5% (kelompok 4, 5). Hal ini bertujuan

memperbaiki elastisitas dan kelembutan dari surimi (Peranginangin et al., 1999).

Berdasarkan teori Ducept, et al. (2012) tujuan dari pencampuran ini untuk melarutkan

protein dan menghindari denaturasi. Selanjutnya ikan dimasukkan kedalam wadah dan

dibekukan selama 1 malam di dalam freezer. Berdasarkan teori (Alonzo et al. (2006)

proses freezing ini dapat menyebabkan terbentuknya kristal-kristal es pada surimi, hal

inilah yang menyebabkan terbentuknya air yang berlebihan pada adonan surimi

sehingga dapat menyebabkan perubahan matriks gel pada surimi.

Page 11: Surimi_Kristina Galuh Sista S._13.70.0117_D_Unika Soegijapranata

11

Setelah itu surimi di thawing lalu diuji sensori yang meliputi kekenyalan dan aroma.

Berdasarkan hasil pengamatan dapat diketahui bahwa dengan nilai sukrosa dan

polifosfat rendah didapatkan tekstur yang tidak kenyal dan sukrosa yang tinggi

didapatkan tekstur yang kenyal dan sangat kenyal. Tanaka (2001) menyatakan bahwa

surimi memiliki tekstur elastis dan kenyal karena surimi mengandung protein miofibril

dengan konsentrasi yang sangat tinggi. Dilihat dari hasil yang diperoleh maka dapat

diketahui bahwa semakin tinggi kadar sukrosa dan polifosfat maka semakin kenyal pula

adonan surimi yang dihasilkan (Santana et al., 2012). Polifosfat biasanya ditambahkan

dalam bentuk garam natrium tripolifosfat atau natrium pirofosfat dan dengan jumlah

sebanyak 0,2-0,3%. Maka kadar polifosfat yang terlalu banyak ditambahkan akan

menghasilkan tekstur yang sangat kenyal seperti yang diperoleh kelompok D5. Selain

itu juga diuji aroma dan menghasilkan aroma yang sangat amis pada penambahan

polifosfat sebanyak 0,3% selain itu beraroma amis. Berdasarkan teori Koswara et al.

(2001), surimi dengan mutu yang baik adalah surimi yang memiliki warna putih, flavor

yang baik, dan elastisitasnya tinggi. Maka dari itu, apabila surimi yang dihasilkan

memiliki aroma yang amis maka surimi tersebut memiliki kualitas yang kurang baik.

Hasil yang diperoleh tidak sesuai dengan teori yang ada, hal ini disebabkan karena

penilaian amis secara subjektif untuk setiap orang berbeda, sehingga pengamatan aroma

amis secara sensori menjadi tidak akurat.

Selanjutnya surimi diuji hardness menggunakam texture analyzer. Sehingga

memperoleh hasil jika polifosfat semakin banyak yg ditambahkan maka semakin rendah

nilai hardness. Hal ini sesuai dengan teori Peranginangin et al. (1999) yang menyatakan

bahwa semakin banyak polifosfat yang ditambahkan maka gel yang terbentuk pada

surimi ini memiliki nilai hardness yang semakin rendah, sehingga tingkat elastisitas

semakin baik. Lalu surimi di prees menggunakan presser untuk mengetahui nilai WHC

dengan menggambar hasil press di millimeter blok. Maka didapatkan hasil bahwa

semakin besar polifosfat yang ditambahkan maka nilai WHC juga akan semakin besar.

Hal ini dapat terjadi karena sesuai dengan teori Peranginangin et al. (1999) bahwa

polifosfat juga dapat memperbaiki daya ikat air (water holding ability) dari produk-

produk olahan surimi. Hasil yang diperoleh juga sesuai dengan teori Nopianti et al.,

Page 12: Surimi_Kristina Galuh Sista S._13.70.0117_D_Unika Soegijapranata

12

(2011), bahwa semakin tinggi kadar polifosfat yang digunakan maka semakin tinggi

pula kemampuan surimi dalam mengikat air.

Page 13: Surimi_Kristina Galuh Sista S._13.70.0117_D_Unika Soegijapranata

4. KESIMPULAN

Semakin segar ikan maka elastisitasnya akan semakin tinggi.

Surimi dengan mutu baik memiliki warna putih, flavor yang baik, dan elastisitasnya

tinggi.

Es batu dapat membuat protein di dalam daging ikan tidak terdenaturasi.

Penambahan sukrosa dan sorbitol untuk mencegah protein dari denaturasi selama

proses pembekuan maupun pengeringan.

Penambahan garam untuk mempercepat proses penurunan jumlah air dari daging.

Penambahan polifosfat dapat memperbaiki elastisitas dan kelembutan dari surimi.

Semakin tinggi kadar sukrosa dan polifosfat maka semakin kenyal pula adonan

surimi yang dihasilkan.

Surimi yang memiliki aroma amis memiliki kualitas yang kurang baik.

Semakin banyak polifosfat yang ditambahkan maka gel yang terbentuk pada surimi

ini memiliki nilai hardness yang semakin rendah, sehingga tingkat elastisitas

semakin baik.

Semakin tinggi kadar polifosfat yang digunakan maka semakin tinggi pula

kemampuan surimi dalam mengikat air.

Semarang, 26 Oktober 2015Praktikan

Kristina Galuh Sista S.13.70.0117

Asisten Dosen,- Yusdhika Bayu S

13

Page 14: Surimi_Kristina Galuh Sista S._13.70.0117_D_Unika Soegijapranata

5. DAFTAR PUSTAKA

Agustiani, T. W., Akhmad S.F, dan Ulfah, A. (2006). Modul Diversifikasi Produk Perikanan Universitas Diponegoro Press. Semarang.

Alonzo, Isabel Sanchez, Ramin Haji-Maleki, A. Javier Borderias. (2006). Effect of Wheat Fibre in Frozen Stored Fish Muscular Gel. Eur Food Res Technol (2006) 223: 571-576. DOI 10.1007/s00217-05-0242-4.

Anggraini, N. 2002. Pengaruh Konsentrasi Tepung Tapioka, Suhu Dan Waktu Perebusan Terhadap Mutu Kamaboko Ikan Bawal Air Tawar (Colossoma macropomum). [Skripsi]. Bogor: IPB.

Anonim_1. (1987). Petunjuk Praktis Pengolahan Surimi. Direktorat Jendral Perikanan Departemen Pertanian. Jakarta.

Astawan , M. & M. W. Astawan. (1988). Teknologi Pengolahan Pangan Hewani Tepat Guna. Akademika Pressindo. Bogor.

Astawan, M. (2004). Dapatkan Protein dari Dendeng. http://www.ipteknet/dendeng/html/

Azam, A., Alfian, R., Barkah, S., Muhammad, Y dan Sungging, P. 2010. Pengaruh Kunyit Terhadap Pertumbuhan dan Kelulusan Hidup (SR) Ikan Bawal Air Tawar (Colossoma macropomum) dengan Sistem Resirkulasi Tertutup. Surabaya: Universitas Airlangga.

Cheftel J.C. (1988). Characteristics of Surimi and Kamaboko from Sardines. International Journal of Food Science and Technology 23:607-623.

Dahar, D. (2003). Pengembangan Produksi Hasil Perikanan. Sidoarjo.

Ducept, et al.. (2012). Influence of the Mixing Process on Surimi Seafood Paste Properties and Structure. Journal of Food Engineering 108 (2012) 557–562.

Elyasi, A., Zakipour, R.A.E., and Zare, P. (2010). Chemical and Microbial Changes of Fish Fingers Made fromMince and Surimi of common Carp (Cyprinus carpioL., 1758). International Food Research Journal 17: 915-920 (2010).

14

Page 15: Surimi_Kristina Galuh Sista S._13.70.0117_D_Unika Soegijapranata

15

Huda, Nurul; Aminah A., and Abdul S.B. (2001). Functional Properties of Surimi Powder from Thre Malaysian Marine Fish. International Jounral of Food Science and Technology 2001, 36, 401-406.

Koswara S, Hariyadi P, dan Purnomo EH. (2001). Tekno Pangan dan Agroindustri. Jakarta: UI Press.

Lertwittayanon, et al.. (2013). Effect of Different Salts on Dewatering and Properties of Yellowtail Barracuda Surimi. International Aquatic Research.

Nopianti, Rodiana; Nurul Huda and Noryati Ismail. (2011). A Review on the Liss of the Functional Properties of Proteins During Frozen Storage and The Improvement of Gel-Forming Properties of Surimi. American Journal of Food Technology 6(1):19-30, 2011. ISSN 1557-4571 / DOI: 10.3923/ajft.2011.19.30.

Peranginangin R, Wibowo S, Nuri Y, dan Fawza. (1999). Teknologi Pengolahan Surimi. Jakarta: Instalasi Penelitian Perikanan Laut Slipi Balai Penelitian Perikanan Laut.

Perlitto, I. I. (1988). Meat Processing For Small And Medium Scale Operation. Intitute of Animal Science. Los Banos.

Sanchez, et al.. (2009). Alternatives for Efficient and Sustainable Production of Surimi: A Review. Comprehensive Reviews in Food Science and Food Safety.

Santana, P., Huda, N. and Yang, T.A. (2012). Technology for Production of Surimi Powder and Potential of Applications. International Food Research Journal 19 (4): 1313-1323 (2012).

Shimizu Y, Toyohara H, Lanier TC. (1992). Surimi Production from Fatty and Dark-Fleshed Fish Species. Di dalam: Lanier TC, Lee CM, editor. Surimi Technology. New York: Marcel dekker. Page.425-442.

Stine et al.. (2011). Recovery and Utilization of Protein Derivied from Surimi Wash-Water. Journal of Food Quality: ISSN 1745-4557.

Tan SM, Ng MC, Fujiwara T, Kok KH, and Hasegawa H. (1988). Handbook on the Processing of Frozen Surimi and Fish Jelly Products in Southeast Asia.Marine Fisheries.Research Department-South East Asia Fisheries Development Center. Singapore.

Tanaka, M. (2001).Surimi and Surimi Products.Department of Food Science and Technology.Jepang.

Page 16: Surimi_Kristina Galuh Sista S._13.70.0117_D_Unika Soegijapranata

16

Vega, et al.. (2012). Comparisons of the Properties of Whitemouth Croaker (Micropogonias furnieri) Surimi and Mechanically Deboned Chicken Meat Surimi-Like Material. Food and Nutrition Sciences: 1480-1483.

Winarno, F. G. (1993). Pangan Gizi, Teknologi & Konsumen. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Page 17: Surimi_Kristina Galuh Sista S._13.70.0117_D_Unika Soegijapranata

6. LAMPIRAN

6.1. Perhitungan

Rumus:

Kelompok D1

Kelompok D2

Kelompok D3

17

Page 18: Surimi_Kristina Galuh Sista S._13.70.0117_D_Unika Soegijapranata

18

Kelompok D4

Kelompok D5

Page 19: Surimi_Kristina Galuh Sista S._13.70.0117_D_Unika Soegijapranata

19

6.2. Laporan Sementara

Page 20: Surimi_Kristina Galuh Sista S._13.70.0117_D_Unika Soegijapranata

20

6.3. Diagram Alir

Page 21: Surimi_Kristina Galuh Sista S._13.70.0117_D_Unika Soegijapranata

21

6.4. Abstrak Jurnal