surimi_catarina vidya paramitha_13.70.0145_kloter c_unika soegijapranata

25
Acara I SURIMI LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI HASIL LAUT Disusun Oleh: Nama : Catarina Vidya Paramitha NIM : 13.70.0145 Kelompok C2 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA

Upload: praktikumhasillaut

Post on 10-Feb-2016

18 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Surimi dapat diartikan sebagai produk semi processed protein ikan yang bisa digunakan untuk pembuatan produk makanan seperti sosis, bakso, nugget.

TRANSCRIPT

Page 1: Surimi_Catarina Vidya Paramitha_13.70.0145_Kloter C_UNIKA SOEGIJAPRANATA

Acara I

SURIMI

LAPORAN RESMI PRAKTIKUMTEKNOLOGI HASIL LAUT

Disusun Oleh:

Nama : Catarina Vidya Paramitha

NIM : 13.70.0145

Kelompok C2

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGANFAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATASEMARANG

2015

Page 2: Surimi_Catarina Vidya Paramitha_13.70.0145_Kloter C_UNIKA SOEGIJAPRANATA

1. MATERI METODE

1.1. Alat dan Bahan

1.1.1. Alat

Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah pisau, talenan, baskom, mangkok,

timbangan analitik, alat penggiling daging, kain saring, spatula, loyang, freezer, presser,

plastik bening, dan milimeter blok.

1.1.2. Bahan

Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah ikan bawal, garam, gula pasir,

polifosfat, dan es batu.

2.1. Metode

1

Ikan dicuci bersih dengan air mengalir.

Daging ikan difilllet dengan cara dibuang bagian kepala, sirip, ekor, sisik, isi perut, dan kulitnya.

Page 3: Surimi_Catarina Vidya Paramitha_13.70.0145_Kloter C_UNIKA SOEGIJAPRANATA

2

Daging ikan diambil dan ditimbang sebanyak 100 gram.

Daging ikan dimasukkan ke dalam alat penggiling dengan ditambahkan es batu, kemudian digiling hingga halus.

Daging ikan dicuci dengan air es sambil disaring menggunakan kain saring sebanyak 3 kali hingga didapatkan tekstur yang gempal.

Daging ikan ditaruh di dalam plastik, kemudian ditambahkan dengan sukrosa sebanyak 2,5% (kelompok 1, 2); 5% (kelompok 3, 4, 5), garam sebanyak 2,5% (kelompok 1, 2, 3, 4, 5), dan polifosfat sebanyak 0,1%

(kelompok 1); 0,3% (kelompok 2, 3); 0,5% (kelompok 4, 5).

Page 4: Surimi_Catarina Vidya Paramitha_13.70.0145_Kloter C_UNIKA SOEGIJAPRANATA

3

Plastik diikat dan ditaruh di dalam loyang untuk kemudian dibekukan dalam freezer selama 1 malam.

Setelah dithawing, surimi diuji kualitas sensorisnya yang meliputi kekenyalan dan aroma.

Surimi diukur tingkat kekerasannya dengan menggunakan texture analyzer.

Surimi dipress dengan menggunakan presser.

Page 5: Surimi_Catarina Vidya Paramitha_13.70.0145_Kloter C_UNIKA SOEGIJAPRANATA

4

Surimi diukur WHCnya dengan menggunakan milimeter blok untuk kemudian dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Luas atas=13

a(h0+4 h1+2h2+4h3+…+hn)

Luas bawah=13

a(h0+4 h1+2h2+4 h3+…+hn)

Luas area basah=Luas atas−Luasbawah

mg H2O= Luas area basah−8,00,0948

Page 6: Surimi_Catarina Vidya Paramitha_13.70.0145_Kloter C_UNIKA SOEGIJAPRANATA

2. HASIL PENGAMATAN

Hasil pengamatan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil Pengamatan

Kel. Perlakuan Hardness WHC SensorisKekenyalan Aroma

C1 sukrosa 2,5% + garam 2,5% + polifosfat 0,1% 137,22 gF 293598,53 +++ +++

C2 sukrosa 2,5% + garam 2,5% + polifosfat 0,3% 132,55 gF 267004,22 + +

C3 sukrosa 5% + garam 2,5% + polifosfat 0,3% 214,65 gF 311814,35 ++ +

C4 sukrosa 5% + garam 2,5% + polifosfat 0,5% 126,59 gF 277084,60 ++ ++

C5 sukrosa 2,5% + garam 2,5% + polifosfat 0,5% 159,03 gF 254345,99 + +++

Keterangan:Kekenyalan Aroma+ : tidak kenyal + : tidak amis++ : kenyal ++ : amis+++ : sangat kenyal +++ : sangat amis

Pada tabel diatas menunjukkan bahwa nilai hardness dan WHC berbanding lurus.

Apabila nilai hardness yang dihasilkan besar maka nilai WHC juga akan besar, begitu

pula sebaliknya. Hasil yang menyimpang didapatkan pada kelompok C3, dengan nilai

hardness yang paling tinggi yaitu 214,65 gF diikuti dengan nilai WHC paling tinggi

yaitu 3111814,35. Kualitas sensori yang didapatkan pada tiap kelompok beragam dan

berbeda-beda tiap kelompok.

5

Page 7: Surimi_Catarina Vidya Paramitha_13.70.0145_Kloter C_UNIKA SOEGIJAPRANATA

3. PEMBAHASAN

Ikan adalah sumber bahan pangan yang memiliki nilai mutu tinggi karena kandungan

protein di dalamnya yang dibutuhkan oleh manusia. Namun kekurangan dari ikan

adalah bahan yang mudah busuk atau rusak (high perishable food). Bakteri akan

menguraikan ikan secara cepat bila ikan sudah mati, dan harus cepat diolah supaya tidak

menyebabkan kebusukan atau kerusakan. Untuk mengatasi permasalahan karena

cepatnya ikan mengalami kerusakan, maka perlunya suatu cara pengawetan dan

pengolahan. Salah satunya caranya adalah dengan membuat produk olahan ikan menjadi

produk setengah jadi, yang disebut surimi (Liptan, 2000).

Surimi dapat diartikan sebagai produk semi processed protein ikan yang bisa digunakan

untuk pembuatan produk makanan seperti sosis, bakso, nugget (Miyauchi, 1970).

Surimi adalah hasil konsentrat protein myofibral dari daging ikan dan sudah dalam

bentuk setengah jadi. Sifat dari surimi adalah mampu membentuk gel yang elastis dan

kuat dengan perlakuan panas. Sifat lain dari surimi adalah sebagai bahan pengikat dan

bahan pengemulsi (Ramirez et al., 2002). Pada surimi beku ada dua jenis sebagai

pembedanya, yaitu surimi mu-en (surimi tanpa penambahan garam) dan surimi ka-en

(surimi yang ditambahkan garam). Ada juga surimi na-na, yaitu surimi yang masih

mentah yang tidak dibekukan (Suzuki, 1981). Ikan-ikan yang dapat dijadikan produk

surimi adalah ikan yang mempunyai daging putih, tidak mempunyai bau lumpur dan

tidak begitu amis. Produk surimi dapat dikatakan berkualitas baik apabila memiliki

kemampuan pembentukan gel yang maksimal (Peranginangin et al., 1999).

Dalam jurnal Nopianti et al. (2011) juga dijelaskan ikan yang digunakan dalam produk

surimi janganlah spesies ikan yang mempunyai daging ikan gelap, karena mengandung

lemak dan mioglobin yang tinggi. Kandungan lemak dan mioglobin yang tinggi ini akan

berdampak pada produk akhir. Pada ikan yang mempunyai daging yang gelap

kemampuan untuk pembentukan gel akan menurun seiring dengan penyimpanan.

Biasanya untuk mengatasi masalah tersebut, ditambahkan alkaline untuk menaikkan pH

dan efisiensi perpindahan protein sarkoplasma, lipid dan pigmen.

6

Page 8: Surimi_Catarina Vidya Paramitha_13.70.0145_Kloter C_UNIKA SOEGIJAPRANATA

7

Kualitas dari surimi ditentukan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah jenis ikan yang

digunakan, proses pencucian, proses adanya penambahan BTP (bahan tambahan

pangan), dan metode pembekuan yang diberikan. Faktor biologis pada ikan juga akan

mempengaruhi produk surimi yang dihasilkan, seperti fase bertelur, musim dan ukuran

dari ikan (Mitchell, 1985). Saat ikan yang ditangkap pada fase bertelur, musim panas

dan mempunyai ukuran yang kecil akan menyebabkan mudahnya mengalami denaturasi

protein dibanding ikan yang ditangkap saat fase tidak bertelur, musim semi dan

ukurannya besar (Suzuki, 1981). Proses pembersihan dan pencucian dilakukan secara

berulang-ulang. Hal ini bertujuan untuk menghilangkan komponen bau, lemak, darah

dan pigmen dan setelah itu dikondisikan pada suhu -10ºC sampai -20ºC (Andini, 2006).

Cara kerja yang dilakukan pada praktikum surimi adalah ikan bawal difillet, diambil

daging putihnya saja sebanyak 100 gram dan dipisahkan bagian kepala, sirip, ekor,

sisik, isi perut dan kulit. Selanjutnya daging ikan digiling sampai halus, dan saat

penggilingan bisa ditambahkan es batu untuk menjaga agar suhu tetap rendah.

Kemudian daging ikan yang sudah halus dicuci dengan air es sebanyak tiga kali dan

disaring menggunakan kertas saring. Lalu dilakukan perlakuan yang berbeda-beda antar

kelompok. Kelompok 1 & 2 ditambahkan sukrosa 2,5%; kelompok 3,4,5 ditambakan

sukrosa 5%. Lalu ditambah garam sebanyak 2,5% untuk semua kelompok. Selanjutnya

ditambahkan polifosfat sebanyak 0,1% untuk kelompok 1; 0,3% untuk kelompok 2 dan

3; 0,5% untuk kelompok 4 dan 5. Setelah itu dimasukkan ke dalam wadah dan

dibekukan dalam freezer selama 1 malam. Hari selanjutnya surimi yang sudah beku

dithawing pada refrigerator dan diukur hardness, WHC serta kualitas sensorinya yang

meliputi kekenyalan dan aroma.

Pengukuran WHC dapat dihitung menggunakan rumus :

Luas Atas(La)=13

a(h0+4 h1+2h2+4h3+….+hn)

Luas Bawah(Lb)=13

a(h0+4h1+2 h2+4 h3+….+hn)

Luas AreaBasah=La−Lb

Mg H 2 O= luasarea basah−8,00,0948

Page 9: Surimi_Catarina Vidya Paramitha_13.70.0145_Kloter C_UNIKA SOEGIJAPRANATA

8

Pada awal dilakukan pemisahan antara fillet daging dan bagian kepala, sirip, ekor, sisik,

isi perut dan kulit. Hal ini disebabkan kepala, sirip, ekor, sisik, isi perut dan kulit karena

pada bagian-bagian tersebut mengandung banyak lemak dan enzim protease, dan

merupakan sumber bakteri yang dapat menurunkan mutu ikan. Apabila mutu ikan turun

maka akan berdampak pada pembentukan gel surimi yang akan mengalami penurunan

juga (Dahar, 2003). Suzuki (1981) juga menambahkan isi perut pada ikan akan

mempengaruhi penampakan produk dan akan membuat warna surimi dan produk olahan

dari surimi akan menjadi lebih gelap. Nopianti et al. (2011) juga menambahkan

treatment pencucian merupakan kunci dari produk akhir surimi. Pencucian tidak hanya

untuk menghilangkan lemak dan material-material undesirable (seperti darah, pigmen)

namun untuk menaikkan konsentrasi pada protein miofibril yang akan berdampak pada

pembentukan gel pada surimi.

Proses penggilingan ikan dilakukan dengan ditambahkan es batu. Tujuannya adalah

untuk mencegah terjadinya denaturasi protein karena panas yang dihasilkan akibat

penggilingan. Pembersihan dengan es batu dan penyaringan memiliki dilakukan untuk

meningkatkan kekuatan gel surimi dan juga untuk menghilangkan kandungan lemak dan

protein yang tidak dibutuhkan. Selain itu untuk mencegah kontaminasi mikroorganisme,

khususnya mikroorganisme proteolitik seperti Bacillus sp. dan Pseudomonas sp.

(Peppler dan Perlman, 1979).

Selanjutnya adalah proses penambahan bahan tambahan pangan. Tujuan dari

penambahan ini adalah untuk menjaga produk surimi supaya tidak mengalami

kerusakan. Bahan-bahan yang ditambahkan diantaranya adalah sukrosa, garam.

Konsentrasi garam yang ditambahkan adalah 2,5%. Hal ini sesuai dengan pendapat

Shimizu & Toyohara (1992) yaitu konsentrasi garam yang digunakan dalam pembuatan

produk surimi adalah 2-3%. Lan et al. (2005) juga menambahkan bahwa proses

pembentukan pada gel protein sarkoplasma dipengaruhi oleh 2 faktor utama, yaitu

proses pencucian dan penambahan garam. Beberapa fungsi penambahan garam dalam

produk surimi ini adalah untuk menambah cita rasa asin, dapat memperpanjang umur

simpan produk surimi karena adanya air yang keluar, serta untuk menghilangkan darah,

lendir dan kotoran-kotoran lain dari daging (Wibowo, 2004). Lalu ditambahkan

Page 10: Surimi_Catarina Vidya Paramitha_13.70.0145_Kloter C_UNIKA SOEGIJAPRANATA

9

polifosfat yang bertujuan untuk meningkatkan kekuatan gel sehingga tidak terjadi

proses denaturasi protein (Miyauchi, 1970). Kemudian dimasukkan ke dalam wadah dan

dibekukan di dalam freezer selama 24 jam. Proses pembekuan ini memiliki tujuan untuk

mempertahankan mutu dari produk surimi agar tidak mudah busuk atau kualitasnya

menurun (Lee, 1984). Proses selanjutnya adalah di thawing dan diukur WHC.

2.1. Pengaruh Tingkat Konsentrasi Sukrosa dan Garam terhadap Nilai WHC

Pada praktikum dilakukan pemberian tingkat konsentrasi sukrosa yang berbeda tiap

kelompoknya, yaitu 2,5% (kelompok 1 dan 2), 5% (kelompok 3, 4 dan 5) dan garam

yang digunakan adalah konsentrasi 2,5% untuk semua kelompok. Sukrosa merupakan

jenis bahan cryoprotectant. Cryoprotectant sendiri memiliki fungsi untuk menghambat

proses denaturasi protein selama proses pembekuan dan penyimpanan beku. Hal ini

dikarenakan cryoprotectant mampu menginaktivasi kondensasi, yaitu caranya mengikat

molekul air oleh ikatan hidrogen. Dalam hal ini sukrosa memiliki peran untuk

meningkatkan kemampuan air sebagai pengikat, mencegah pertukaran molekul-molekul

air dari protein dan menstabilkan protein (Zhou et al., 2006). Wiguna (2005) juga

menambahkan apabila konsentrasi cryoprotectant yang digunakan (sukrosa) semakin

besar maka kemampuan untuk mengikat air (water holding capacity) pada produk

surimi akan mengalami peningkatan pula. Dari hasil yang sudah didapatkan, kelompok

C3 dengan konsnetrasi sukrosa 5% memiliki nilai yang paling tinggi jika dibandingkan

dengan kelompok lain. Perbedaan dari kelompok yang juga menggunakan sukrosa 5%

sangatlah berbeda jauh. Hal-hal yang bisa menjadi penyebabnya adalah pengepresan

yang dilakukan kekuatannya tidak seragam pada masing-masing kelompok.

Kemungkinan yang lain adalah pengukuran yang menggunakan milimeter block yang

kurang akurat.

Menurut jurnal Nopianti et al. (2011) menyatakan bahwa hal yang terpenting dalam

karakteristik produk berbasis surimi adalah gel. Kekuatan gel akan menurun seiring

dengan lamanya penyimpanana pada suhu rendah. Oleh karena itu masalah tersebut,

produk surimi perlu ditambahkan cryoprotectant. Yang bisa ditambahkan sebagai

cyoprotectant misalnya adalah gula dan gula alkohol. Cyoprotectant dapat berfungsi

Page 11: Surimi_Catarina Vidya Paramitha_13.70.0145_Kloter C_UNIKA SOEGIJAPRANATA

10

sebagai untuk mempertahankan protein miofibril selama penyimpanan suhu rendah

yang cukup lama. Namun kelemahan dari penambahan cyoprotetcant adalah dapat

menembahan tingkat kemanisan yang akan terkandung di dalam produk surimi. Hal ini

juga didukung dalam jurnal Dey & Dora (2011) yang menyatakan bahwa cyoprotectant

akan meminimalkan efek negatif selama penyimpanan suhu rendah dalam fisiokimia,

biokimia dan parameter dalam sensori.

Garam yang ditambabahkan pada praktikum ini juga memiliki fungsi yaitu mampu

menurunkan jumlah air pada adonan daging giling dari surimi serta dapat memacu

pembentukan gel sehingga menyebabkan elastis dan fleksibel. Menurut Shimizu et al.

(1994) penambahan garam pada pembuatan surimi adalah 2-3% garam. Pada

konsentrasi tersebut protein miofibril dapat larut, dan menyebabkan adonan surimi

menjadi elastis dan fleksibel.

2.2. Pengaruh Tingkat Konsentrasi Polifsofat pada Kualitas Sensori Surimi

Polifosfat ditambahkan pada pembuatan surimi memiliki tujuan meningkatkan sifat

elastisitas dan kelembutan surimi. Polifosfat bukanlah golongan dalam senyawa

cryoprotectant, namun dapat meningkatkan daya ikat air (water holding capacity) oleh

karena itu sering ditambahkan pada proses pembuatan surimi (Tan et al., 1988).

Banyaknya polifosfat yang ditambahkan juga akan mempengaruhi tekstur surimi dan

menjadi lebih lembut dan lebih kenyal (Toyoda et al., 1992).

Hasil yang didapatkan sebenarnya sudah sesuai dengan teori yang ada, namun pada

kelompok C3 memiliki nilai perbedaan yang cukup jauh dengan kelompok lain. Hal ini

bisa saja disebabkan oleh pengukuran pada milimeter block kurang sesuai atau tidak

tepat. Penyebab lainnya adalah kekuatan pengepresan yang berbeda-beda pada tiap

kelompok, sehingga menghasilkan bentuk yang berbeda-beda pula antar kelompok.

2.3. Penilaian Sensoris

Pada pengujian sesnsoris, digunakan 2 parameter yaitu kekenyalan dan aroma.

Parameter tingkat kekenyalan memiliki hubungan yang erat dengan tingkat kekuatan gel

dan elastisitas gel yang dihasilkan. Selain itu elastisitas sangat dipengaruhi oleh

Page 12: Surimi_Catarina Vidya Paramitha_13.70.0145_Kloter C_UNIKA SOEGIJAPRANATA

11

banyaknya air serta pengulangan yang dilakukan saat tahap pencucian, jumlah

banyaknya gula dan garam yang ditambahkan dan proses pembekuan yang diberikan

(Benjakul et al., 2004). Dalam parameter aroma, didapatkan hasil yang berbeda-beda

dari tiap kelompok. Perbedaan dari hasil ini bisa disebabkan tiap kelompok saat

melakukan proses pencucian menggunakan air dalam jumlah yang berbeda, sehingga

tidak dapat menghilangkan aroma yang tidak optimal. Penyebab lainnya bisa

dikarenakan panelis yang kurang terlalu ahli saat melakukan uji sensori, karena setiap

persepsi orang berbeda-beda. Jurnal penelitian Ali & Elisabeth (2009) juga

menambahkan bahwa parameter reologi juga merupakan parameter yang penting dalam

penerimaan konsumen terhadap produk surimi.

2.4. Jurnal

Hamzah et al. (2015) menyatakan bahwa hal yang penting dalam pembuatan surimi

adalah proses pencucian. Dalam jurnal tersebut dijelaskan bahwa semakin tinggi

pengulasana pencucian dengan penambahan garam, maka akan menaikkan kekuatan

dalam pembentukan gel pada surimi. Hal ini dikarenakan pencucian dapat menurunkan

kandungan protein sarkoplasma dan menaikkan protein garam yang terlarut. Jurnal

tersebut juga menyatakan pencucian setelah empat kali akan menurunkan kekuatan gel.

Jurnal Ali & Habib (2013) menyatakan produk surimi bisa ditambahkan dengan kitosan.

Penambahan kitosan bertujuan untuk menaikkan kekuatan gel pada produk. Selain itu

juga bisa mempengaruhi tekstur yang dihasilkan pada produk akhir. Kitosan

ditambahkan akan menaikkan viskositas, WHC, kekuatan gel dan membuat lebih putih

pada surimi.

Page 13: Surimi_Catarina Vidya Paramitha_13.70.0145_Kloter C_UNIKA SOEGIJAPRANATA

4. KESIMPULAN

Surimi merupakan produk semi processed protein ikan bisa dimanfaatkan untuk

pembuatan produk makanan selanjutnya.

Produk surimi yang berkualitas baik jika memiliki kemampuan pembentukan gel yang

maksimal.

Lebih baik menggunakan ikan berdaging putih dibanding daging hitam untuk pembuatan

surimi.

Proses pencucian daging meurpakan proses kunci dalam pembuatan surimi.

Jenis cryoprotectant ada sukrosa, sorbitol, maltodekstrin.

Cryoprotectant berfungsi untuk mempertahankan protein miofibril selama penyimpanan

suhu rendah yang cukup lama.

Sukrosa digunakan untuk meningkatkan kemampuan air sebagai pengikat, mencegah

pertukaran molekul-molekul air dari protein dan menstabilkan protein.

Polifosfat digunakan untuk meningkatkan daya ikat air (water holding capacity).

Polifosfat mempengaruhi tekstur surimi dan menjadi lebih lembut dan lebih kenyal

Garam memiliki fungsi untuk pembentukan gel pada surimi.

Faktor-faktor yang menentukan kualitas surimi adalah jenis ikan yang digunakan, proses

pencucian, penambahan BTP (bahan tambahan pangan), dan metode pembekuan yang

diberikan.

Semarang, 8 Oktober 2015

Praktikan Asisten dosen

Catarina Vidya Paramitha Yusdhika Bayu S.

13.70.0145

12

Page 14: Surimi_Catarina Vidya Paramitha_13.70.0145_Kloter C_UNIKA SOEGIJAPRANATA

5. DAFTAR PUSTAKA

Ali, J. And Elisabeth, M. G. (2009). Rheological Characteristic and Microstructure of Common Carp (Cyprinus carpio) Surimi and Kamaboko Gel. Food Biophysics.

Ali, J. And Habib, A. H. (2013). The Influence of Chitosan on Textural Properties of Common Carp (Cyprinus carpio) Surimi. Food Processing & Technology. Iran

Amin, A. M. Hamzah, N. And Sarbon, N. M. (2015). Physical Properties of Cobia (Rachycentrom canadum) Surimi : Effect of Washing Cycle at Different Salt Concentrations. Journal Food Science Technology. India.

Andini, Yulita Sari. (2006). Karakteristik Surimi Hasil Ozonisasi Daging Merah Ikan Tongkol (Euthynnus sp.). Skripsi. Institut Pertanian Bogor.

Dahar, D. (2003). Pengembangan Produksi Hasil Perikanan. Sidoarjo.

Dey, S. S. and Dora, K. C. (2011). Suitability of Chitosan as Cryoprotectant on croaker (Johnius gangeticus) Surimi during Frozen Storage. Journal Food Science Technology. India.

Lan,H. Y., Mu W., Nikolic-Paterson D.J., and Atkins R.C. (1995). A Novel, Simple, Reliable, and Sensitive Method for Multiple Immunoenzyme Staining: Use of Microwave Oven Heating to Block Antibody Cross-Reactivity and Retrieve Antigens. J Histochem Cytochem 43:97–10.

Lee CM. 1984. Surimi process technology. Journal Food Techonology 38 (11) :69-80

Liptan (Lembar informasi pertanian). (2000). Pengolahan Ikan Nila Merah. LPTP Puntikayu Sumatera Selatan.

Mitchell C. 1985. Surimi: The America Experience. Infofish. No. 5: 17 – 20.

Miyauchi, David, George Kudo and Max Patashnik. (1970). Surimi-A Semi-Processed Wet Fish Protein. Pacific Fishery Products Technology Center.

Nopianti, R. Nurul, H. and Noryanti, I. (2011). A Review on the Loss of the Functional Properties of Proteins during Frozen Storage and the Improvement of Gel-forming Properties of Surimi. American Journal of Food Technology.

Peppler, H.J.; D. Perlman. (1979). Microbial Technology: Fermentation Technology. Academic Press. New York.

Peranginangin R, Wibowo S, Nuri Y, Fawza. 1999.Teknologi PengolahanSurimi.Jakarta: Instalasi Penelitian Perikanan Laut Slipi, Balai Penelitian Perikanan Laut.

Phatcharat, S; Benjakul, S; Visessanguan, W. (2004). Effect of Washing with Oxidising Agents on The Gel-Forming Ability and Physicochemical Properties of Surimi Produced From Bigeye Snapper (Priacanthus tayenus). Department of Food Technology Prince of Songkla University Thailand.

13

Page 15: Surimi_Catarina Vidya Paramitha_13.70.0145_Kloter C_UNIKA SOEGIJAPRANATA

14

Ramirez JA, Garcia-Carreno FL, Morales OG, Sanchez A. 2002. Inhibition of modori-associated proteinases by legume seed extract in surimi production. Journal Food Science 67(2):578-581.

Shimizu Y, Toyohara H, Lanier TC. (1992). Surimi Production from Fatty and Dark-Fleshed Fish Species. Di dalam: Lanier TC, Lee CM, editor. Surimi Technology. New York: Marcel dekker. Page.425-442.

Shimizu Y, Toyohara H, Lanier TC. (1992). Surimi Production from Fatty and Dark-Fleshed Fish Species. Di dalam: Lanier TC, Lee CM, editor. Surimi Technology. New York: Marcel dekker. Page.425-442.

Shimizu Y, Toyohara H, Lanier TC. (1994). Surimi Production from Fatty and Dark-Fleshed Fish Species. Di dalam: Lanier TC, Lee CM, editor. Surimi Technology. New York: Marcel dekker. Page.425-442.

Suzuki T. 1981. Fish and Krill Protein: Processing Technology. London: Applied Science Publishers Ltd.

Tan SM, Ng MC, Fujiwara T, Kok KH, and Hasegawa H. (1988). Handbook on the Processing of Frozen Surimi and Fish Jelly Products in Southeast Asia.Marine Fisheries.Research Department-South East Asia Fisheries Development Center. Singapore.

Toyoda, K., Shiraishi, T., Yoshioka, H., Yamada, T., Ichinose, Y. and Oku, H. (1992) Regulation of Polyphosphoinositide Metabolism in Peaplasma Membrane by Elicitor and Suppressor from a Pea Pathogen, Mycosphaerellapinodes. Plant Cell Physiol. 33: 445-452.

Wiguna, A. N. (2005). Pengaruh Pengkomposisian dan Penyimpanan Dingin Daging Lumat Ikan Cucut Pisang (Carcharinus falciformis) dan Ikan Pari Kelapa (Trygon sephen) Terhadap Karakteristik Surimi yang Dihasilkan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.

Zhou A, Benjakul S, Pan K, Gong J, Liu X. (2006). Cryoprotective Effect of Trehalose and Sodium Lactate on Tilapia (Sarotherodon nilotica) Surimi Durimg Frozen Storage. Journal of Food Chemistry 96(2):96-103.

Page 16: Surimi_Catarina Vidya Paramitha_13.70.0145_Kloter C_UNIKA SOEGIJAPRANATA

6. LAMPIRAN

6.1. Perhitungan

Rumus:

Luas atas=13

a(h0+4 h1+2 h2+4 h3+…+hn)

Luas bawah=13

a(h0+4 h1+2h2+4 h3+…+hn)

Luas area basah=Luas atas−Luasbawah

mg H2O= Luas area basah−8,00,0948

Kelompok C1

Luas atas=13

∙37 (82+4 ∙ 181+2 ∙ 201+4 ∙ 194+143 )=35350,11

Luas bawah=13

∙ 37 (82+4 ∙37+2∙30+4 ∙44+143 )=7508,97

Luas area basah=35350,11−7508,97=27841,14

mg H2O=27841,14−8,00,0948

=293598,53

Kelompok C2

Luas atas=13

∙45 (119+4 ∙200+2 ∙208+4 ∙ 201+95 )=33510

Luas bawah=13

∙ 45 (119+4 ∙33+2 ∙26+4 ∙ 37+95 )=8190

Luas area basah=33510−8190=25320

mg H2O=25320−8,00,0948

=267004,22

Kelompok C3

Luas atas=13

∙48 (122+4 ∙ 218+2∙230+4 ∙ 207+120 )=38432

15

Page 17: Surimi_Catarina Vidya Paramitha_13.70.0145_Kloter C_UNIKA SOEGIJAPRANATA

16

Luas bawah=13

∙ 48 (122+4 ∙34+2∙20+4 ∙34+120 )=8864

Luas area basah=38432−8864=29568

mg H2O=29568−8,00,0948

=311814,35

Kelompok C4

Luas atas=13

∙46 (90+4 ∙184+2∙201+4 ∙190+120 )=32315,64

Luas bawah=13

∙ 46 (90+4 ∙19+2 ∙8+4 ∙23+120 )=6040,02

Luas area basah=32315,64−6040,02=26275,62

mg H2O=26275,62−8,00,0948

=277084,60

Kelompok C5

Luas atas=13

∙45 (120+4 ∙ 198+2 ∙222+4 ∙217+112)=35040

Luas bawah=13

∙ 45 (120+4 ∙50+2∙44+4 ∙52+112)=10920

Luas area basah=35040−10920=24120

mg H2O=24120,00−8,00,0948

=254345,99

6.2. Laporan Sementara

6.3. Diagram Alir

6.4. Abstrak Jurnal