surimi-catherine_13.70.0178_a1_unika soegijapranata

25
1. MATERI METODE 1.1. Alat dan Bahan Daging ikan patin, garam, gula pasir, polifosfat, es batu, pisau, kain saring, penggiling daging, timbangan, kain saring, texture analyzer, presser dan freezer. 1.2. Metode 1 Ikan dicuci bersih dengan air mengalir dan ditimbang Daging ikan di-fillet dengan memisahkan bagian kepala, sirip, ekor, sisik, kulit, dan bagian perutnya, kemudian Daging ikan digiling hingga halus dan selama penggilingan dapat ditambahkan es batu untuk menjaga Daging ikan dicuci dengan air es sebanyak 3 kali lalu disaring dengan menggunakan kertas saring. Residu ditambahkan dengan sukrosa sebanyak 2,5% (kelompok A1 dan A2) dan 5% (kelompok A3, A4, dan A5)

Upload: praktikumhasillaut

Post on 10-Dec-2015

36 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Praktikum Teknologi Hasil Laut mengenai proses pembuatan surimi dengan bahan baku daging ikan patin.

TRANSCRIPT

1. MATERI METODE

1.1. Alat dan Bahan

Daging ikan patin, garam, gula pasir, polifosfat, es batu, pisau, kain saring, penggiling

daging, timbangan, kain saring, texture analyzer, presser dan freezer.

1.2. Metode

1

Ikan dicuci bersih dengan air mengalir dan ditimbang beratnya

Daging ikan di-fillet dengan memisahkan bagian kepala, sirip, ekor, sisik, kulit, dan

bagian perutnya, kemudian diambil bagian daging putih sebanyak 100 gram.

Daging ikan digiling hingga halus dan selama penggilingan dapat ditambahkan es

batu untuk menjaga suhu tetap rendah.

Daging ikan dicuci dengan air es sebanyak 3 kali lalu disaring dengan

menggunakan kertas saring.

Residu ditambahkan dengan sukrosa sebanyak 2,5% (kelompok A1 dan A2) dan

5% (kelompok A3, A4, dan A5)

Ditambahkan garam sebanyak 2,5% (semua kelompok), dan polifosfat sebanyak

0,1% (kelompok A1), 0,3% (kelompok A2 dan A3), dan 0,5% (kelompok A4 dan

A5).

2

Dimasukkan dalam plastik dan dibekukan dalam freezer selama semalam.

Surimi di-thawing lalu diukur hardness menggunakan texture analyzer

Dilakukan uji pengukuran WHC pada surimi, dimana surimi beku dipipihkan

menggunakan alat penekan (presser)

Dilakukan uji sensoris pada surimi yang meliputi kekenyalan dan aroma.

3

Rumus Perhitungan WHC (mg H2O)

Luas atas = 13

a (ho + 4h1 + 2h2 + 4h3 + ... + hn)

Luas bawah = 13

a (ho + 4h1 + 2h2 + 4h3 + ... + hn)

Luas Area Basah = LA - LB

mg H2O = luas areabasah−8,0

0,0948

2. HASIL PENGAMATAN

Hasil pengamatan mengenai surimi dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Surimi

Kelompok PerlakuanHardness

(gf)

WHC

(mg H2O)

Sensoris

Kekenyalan Aroma

A1

Sukrosa 2,5% +

garam 2,5% +

polifosfat 0,1%

- 337.468,35 +++ +++

A2

Sukrosa 2,5% +

garam 2,5% +

polifosfat 0,3%

361,64 207.510,55 ++ ++

A3

Sukrosa 5% +

garam 2,5% +

polifosfat 0,3%

271,72 246.118,14 ++ ++

A4

Sukrosa 5% +

garam 2,5% +

polifosfat 0,5%

105,85 237.573,84 ++ ++

A5

Sukrosa 5% +

garam 2,5% +

polifosfat 0,5%

143,79 210.042,19 ++ ++

Keterangan:Kekenyalan Aroma+ : Tidak kenyal + : Tidak amis++ : Kenyal ++ : Amis+++ : Sangat Kenyal +++ : Sangat amis

Berdasarkan tabel 1 diatas, dapat dilihat bahwa nilai WHC (mg H2O) tertinggi diperoleh

kelompok A1 sebesar 337468,35 mg dengan penambahan sukrosa 2,5%, polifosfat

0,1% dan juga garam 2,5%, dan nilai terendah diperoleh kelompok A2 sebesar

207.510,55 mg dengan penambahan sukrosa 2,5%, polifosfat 0,3% dan juga garam 2,5

%. Pada uji kekerasan dengan texture analyzer, nilai hardness yang paling tinggi

diperoleh kelompok A2 yaitu sebesar 361,64 gf, sementara nilai terkecil diperoleh

kelompok A4 dengan nilai 105,85 gf. Untuk kelompok A1 nilai hardness tidak dapat

terbaca. Pada uji sensoris, kelompok A1 memperoleh tingkat kekenyalan yang paling

4

5

kenyal (sangat kenyal (+++)) sementara kelompok lainnya kenyal saja (++). Pada uji

sensoris aroma, kelompok A1 memperoleh aroma surimi yang paling amis (+++),

sementara kelompok lainnya memperoleh aroma surimi yang amis (++).

3. PEMBAHASAN

Pada prakyikum kali ini digunakan bahan utama daging ikan patin sebagai bahan dasar

pembuatan surimi. Menurut Suwarsito (2007) ikan patin tergolong ikan yang memiliki

kadar lemak tinggi. Di dalam pembuatan surimi, daging ikan yang digunakan harus

sesuai dan bermutu baik, ditinjau dari tingkat kesegaran dan pH, serta sebaiknya

menggunakan ikan dengan kadar lemak rendah (Nurul Huda, et al., 2012). Metode yang

dilakukan dalam praktikum surimi ini adalah mula-mula ikan patin dicuci bersih dengan

air mengalir dan ditimbang beratnya. Lalu daging ikan patin difillet dengan cara

membuang bagian kepala, sirip, ekor, sisik, isi perut dan kulit, lalu ambil bagian daging

putihnya saja sebanyak 100 gram. Kemudian daging ikan patin digiling hingga halus,

dan selama penggilingan dapat ditambahkan es batu agar suhu tetap rendah.

Penggilingan bertujuan agar daging ikan menjadi lebih lunak, dan penambahan es batu

untuk menjaga suhu tetap rendah bertujuan untuk mencegah denaturasi protein pada

daging ikan patin (Buckle et al. 1978). Setelah itu, daging ikan dicuci dengan air es

sebanyak 3 kali. Lalu disaring dengan menggunakan kain saring. Menurut Anonim

(2010), pencucian dengan air es bertujuan untuk mencegah terjadinya denaturasi protein

akibat pembekuan dan juga membantu meningkatkan kemampuan pembentukan gel.

Selain itu, proses pencucian yang berulang-ulang menyebabkan terjadinya peningkatan

protein dan juga sifat hidrofilik daging ikan akibat pembekuan.

Selanjutnya dilakukan penambahan sukrosa dengan konsentrasi yang berbeda untuk

masing-masing kelompok; kelompok A1 dan A2 sebanyak 2,5%, serta kelompok A3,

A4, dan A5 sebanyak 5%, dan garam 2,5% untuk semua kelompok. Sukrosa dapat

mencegah terjadinya denaturasi protein dan juga penurunan mutu saat proses

penyimpanan beku. Selain itu, Nopianti, et al. (2012) menyampaikan bahwa sukrosa,

yang merupakan senyawa krioprotektan, dapat meningkatkan rasa manis serta

kandungan kalori pada produk surimi. Sarker, et al. (2012) menambahkan bahwa

senyawa krioprotektan dapat meningkatkan rigiditas dari produk surimi, karena adanya

proses penyerapan air oleh granula pati dalam adonan surimi. Sedangkan fungsi garam

adalah untuk membantu melepaskan miosin yang terikat kuat dengan jaringan serat-

serat ikan, serta sebagai penyedap rasa (Buckle et al. 1978). Lertwittayanon, et al.

6

7

(2013) juga menyatakan bahwa garam dapat meningkatkan kemampuan pembentukan

gel.

Setelah itu dilakukan penambahan polifosfat dengan konsentrasi yang berbeda pula

untuk masing-masing kelompok; A1 sebanyak 0,1%, A2 dan A3 sebanyak 0,3%, serta

A4 dan A5 sebanyak 0,5%. Penambahan polifosfat bertujuan untuk meningkatkan daya

ikat air (Water Holding Capacity) dan juga mencegah terjadinya kerusakan protein

(Lanier, 1992). Lalu di masukkan dalam wadah dan dibekukan dalam freezer selama

semalam. Penyimpanan dalam freezer bertujuan untuk menjaga dan mempertahankan

mutu dan protein pada daging ikan, sehingga surimi tidak busuk (Winarno, 2004). Kaba

(2006) menjelaskan bahwa proses pembekuan produk surimi yang baik adalah pada

suhu – 350C. Setelah itu, surimi dithawing dan diukur nilai WHC, serta kualitas sensoris

yang meliputi aroma dan kekenyalan. Metode yang dilakukan saat praktikum sesuai

dengan pernyataan Somjit et al. (2005) yang mengungkapkan bahwa surimi yang

merupakan konsentrat protein myofibril ikan yang telah diproduksi dan juga

distabilisasikan melalui beberapa tahapan proses secara kontinyu antara lain:

penghilangan kepala dan tulang ikan, pelumatan daging ikan, pencucian, penghilangan

air, penambahan senyawa krioprotektan, yaitu sukrosa, dan dilanjutkan dengan

pembekuan sehingga memiliki kemampuan fungsional dalam mengikat air dan juga

membentuk gel.

Berdasarkan tabel 1 diatas, dapat dilihat bahwa nilai WHC (mg H2O) tertinggi diperoleh

kelompok A1 sebesar 337468,35 mg dengan penambahan sukrosa 2,5%, polifosfat 0,1%

dan juga garam 2,5%, dan nilai terendah diperoleh kelompok A2 sebesar 207.510,55 mg

dengan penambahan sukrosa 2,5%, polifosfat 0,3% dan juga garam 2,5 %. Pada uji

kekerasan dengan texture analyzer, nilai hardness yang paling tinggi diperoleh

kelompok A2 yaitu sebesar 361,64 gf, sementara nilai terkecil diperoleh kelompok A4

dengan nilai 105,85 gf. Untuk kelompok A1 nilai hardness tidak dapat terbaca. Pada uji

sensoris, kelompok A1 memperoleh tingkat kekenyalan yang paling kenyal (sangat

kenyal (+++)) sementara kelompok lainnya kenyal saja (++). Pada uji sensoris aroma,

kelompok A1 memperoleh aroma surimi yang paling amis (+++), sementara kelompok

lainnya memperoleh aroma surimi yang amis (++).

8

Menurut Hudson (1992), nilai WHC menunjukkan fungsi dari komposisi asam amino

dan juga bentuk proteinnya, seperti anion dan kation, serta gugus polar yang terkandung

di dalamnya, sehingga semakin besar nilai WHC, jumlah protein larut garam akan

semakin besar, dan menyebabkan peningkatan kemampuan surimi dalam mengikat air.

Selain itu, Nopianti et al. (2011) menambahkan bahwa peningkatan konsentrasi

polifosfat juga dapat meningkatkan daya surimi dalam mengikat air. Shaviklo et al.

(2010) juga menjelaskan bahwa dengan penambahan konsentrasi sukrosa dan garam

yang semakin besar, maka semakin meningkat pula nilai WHC-nya. Pada jurnal Effect

of Legume Seed Protein Isolates on Autolysis and Gel Properties of Surimi from

Sardine (Sardinella albella) oleh Tanaji Kudre et al. (2013) dijelaskan bahwa

penambahan protein serta zat krioprotektan akan meningkatkan nilai WHC, dimana

nilai WHC sangat dipengaruhi oleh kemampuan protein untuk mengikat air. Dari teori-

teori tersebut, dapat diketahui bahwa semakin besar kadar garam, sukrosa dan juga

polifosfat, maka semakin besar nilai WHC, dan semakin kenyal surimi yang terbentuk.

Namun hasil pengamatan kurang sesuai dengan teori tersebut, dimana ketidaksesuaian

tersebut mungkin terjadi karena terjadinya degradasi protein miofibril yang terjadi

selama penyimpanan, sehingga ruang antar jaringan akan menjadi semakin sempit dan

semakin berkurang pula jumlah air yang terperangkap (Zayas, 1997).

Selain itu dari pernyataan Nurul Huda et al. (2011) pada jurnal Surimi-like Material

from Poultry Meat and its Potential for Surimi Replacer dapat diketahui bahwa

ketidaksesuaian nilai WHC yang terjadi di dalam praktikum ini terjadi karena sifat

daging ikan patin yang memiliki kadar lemak tinggi. Menurut Suwarsito (2007) ikan

patin tergolong ikan yang memiliki kadar lemak tinggi. Di dalam pembuatan surimi,

daging ikan yang digunakan harus sesuai dan bermutu baik, ditinjau dari tingkat

kesegaran dan pH, serta sebaiknya menggunakan ikan dengan kadar lemak rendah

(Nurul Huda, et al., 2014). Wahyu Ramadhan (2014) menambahkan bahwa kadar lemak

yang tinggi pada bahan baku surimi harus diturunkan karena akan menghambat

pembentukan gel. Kadar lemak yang tinggi pada bahan baku surimi akan mencegah

terjadinya pengikatan air karena sifat lemak yang non polar. Ikan patin yang memiliki

9

kadar tinggi seharusnya dicuci terlebih dahulu dengan natrium bikarbonat sebagai upaya

defatting untuk menurunkan kadar lemak ikan patin (Wahyu, 2014).

Dalam praktikum ini, digunakan kadar garam dengan kadar yang sama yaitu 2,5%,

namun penggunaan konsentrasi sukrosa dan polifosfat yang berbeda-beda. Perbedaan

perlakuan pemberian sukrosa dan polifosfat pada daging ikan patin memberikan hasil

yang berbeda dari segi hardness. Pemberian sukrosa dan polifosfat dalam kadar yang

lebih tinggi akan menghasilan produk surimi dengan nilai hardness dan nilai

kekenyalan yang lebih besar. Hal ini disebabkan oleh karena pemberian polifosfat akan

meningkatkan daya ikat air (Water Holding Capacity) dan juga mencegah terjadinya

kerusakan protein yang akan memberikan tingkat kekerasan yang lebih besar (Lanier,

1992). Ketidaksesuaian ini dapat terjadi karena penggunaan bahan baku berupa daging

ikan patin yang memiliki kadar lemak tinggi. Menurut Lagler et al. (1977) kandungan

lemak yang tinggi pada ikan akan menghambat pengikatan air oleh protein myofibril

sehingga diperlukan penurunan kadar lemak terlebih dahulu apabila bahan baku

memiliki kadar lemak yang tinggi. Selain itu, kemungkinan lainnya yang dapat

mempengaruhi tingkat kekerasan adalah proses pencucian. Santoso et al. (2008)

menjelaskan bahwa pencucian dengan air dingin merupakan suatu upaya untuk

menurunkan kadar lemak dan urea pada bahan baku. Pencucian dengan sodium

bikarbonat mampu memberikan efek menurunkan kadar lemak pada daging lebih besar

dibandingkan dengan pencucian dengan menggunakan air dingin saja.

Peranginangin et al. (1999) menjelaskan kualitas surimi yang baik dapat dilihat dari

aromanya yang tidak amis. Pada hasil pengamatan diperoleh aroma rata-rat yang masih

amis dimana hal tersebut mungkin disebabkan oleh karena proses pencucian yang

dilakukan masih belum bersih. Menurut Reinheimer et al, (2010), proses pencucian

bertujuan untuk menghilangkan bau amis, komponen larut air, dan juga bahan yang

tidak diinginkan, serta meningkatkan protein myofibril. Oleh Riebroy (2007) juga

ditambahkan bahwa daging dengan kadar lemak yang lebih tinggi akan meningkatkan

nilai TVBN yang akan memberikan bau amis hingga busuk. Hal ini sesuai dengan hasil

pengamatan, dimana dalam praktikum ini bahan baku yang digunakan adalah ikan patin.

Ikan patin merupakan ikan dengan kadar protein dan lemak yang tinggi (Rita Marsuci

10

dkk., 2012). Proses pencucian juga dapat meningkatkan kualitas surimi, yaitu dengan

dilakukannya proses pencucian berulang kali, sehingga kekuatan gel (kekenyalan)

mengalami peningkatan karena jumlah protein miofibril meningkat dan protein

sarkoplasma berkurang (Santoso et al, 2008). Benjakul et al. (2005) menambahkan

bahwa proses pencucian pertama dapat menghilangkan protein sarkoplasma, karena

bersifat mudah larut dalam air, sedangkan proses pencucian dengan air es akan

menurunkan kandungan urea dalam daging ikan. Selain proses pencucian, nilai pH juga

dapat mempengaruhi kekenyalan surimi, yaitu dengan semakin banyaknya nilai pH,

maka semakin tinggi pula konsentrasi garam, sehingga protein miofibril tidak akan larut

(Suzuki, 1981). Sedangkan penurunan kualitas surimi dapat disebabkan oleh proses

penyimpanan yang terlalu lama, sehingga terjadi degradasi miofibril, dan menyebabkan

ruang antar jaringan menjadi semakin sempit dan semakin berkurang pula jumlah air

yang terperangkap (Santoso et al., 2008).

4. KESIMPULAN

Dalam pembuatan surimi suhu rendah harus dijaga untuk mencegah denaturasi

protein pada daging ikan.

Daging ikan yang digunakan dalam pembuatan surimi harus memiliki kadar lemak

rendah.

Penambahan sukrosa bertujuan untuk meningkatkan kemampuan pembentukan gel.

Penambahan polifosfat bertujuan untuk meningkatkan daya ikat air (Water Holding

Capacity) dan juga mencegah terjadinya kerusakan protein.

Penambahan sukrosa, polifosfat, dan garam serta suhu penyimpanan angkan

mempengaruhi kekenyalan dan hardness dari surimi.

Kadar lemak, pH serta kesegaran ikan yang digunakansebagai bahan baku surimi

akan mempengaruhi aroma surimi yang dihasilkan.

Kualitas surimi dilihat dari mg H2O (WHC), hardness, kekenyalan, serta aroma.

Perlu dilakukan pencucian dengan natrium bikarbonat untuk menurunkan kadar

lemak daging ikan yang digunakan sebagai bahan baku surimi.

Penyimpanan dalam freezer bertujuan untuk menjaga dan mempertahankan mutu,

sehingga surimi tidak busuk.

Semakin besar kadar garam, sukrosa dan juga polifosfat, maka semakin besar nilai

WHC dan hardness, dan semakin kenyal pula surimi yang terbentuk.

Semarang, 22 September 2015 Asisten Dosen,Praktikan, Yusdhika Bayu S.

Catherine Maria Margareta13.70.0178

11

5. DAFTAR PUSTAKA

Anonim. (2010). Surimi dan Kamaboko. http://www.surimi-dan-kamaboko.pdf. Diakses pada Jumat, 29 September 2014.

Benjakul, S.Chutima Thongkaew.;Wonnop Visessanguan. (2005). Effect of Reducing Agents On Physicochemical Properties and Gel-Forming Ability of Surimi Produced From Frozen Fish. Eur Food Res Technol 220:316-321.

Buckle KA, Edwards RA, Eleet GH, Wootton. (1978). Ilmu Pangan. Purnomo Hdan adiono, penerjemah. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Hudson, B. J. F. (1992). Biochemistry of Food Proteins. Elsevier Applied Sci., London. 419 pp.

H., Rita Marsuci dkk.. (2012). Formulasi Produk Ilabulo Ikan Patin (Pangais sp.). Teknologi Perikanan Fakultas Imu Pertanian Universitas Negeri Gorontalo. Gorontalo.

Kaba, N. (2006). The Determination of Technology & Storage Period of Surimi Production from Anchovy (Engraulis encrasicholus L., 1758). Turkish Journal of Fisheries and Aquatic Sciences 6: 29-35.

Lanier, T.C. dan C.M. Lee. (1992). Surimi Technology, Marcell Decker, Inc., New York.

Lagler, K. F., et al.. (1977). Ichtiology. 2nd edition. JohnWilley and Sons Inc., New York.

Lertwittayanon, K., S. Benjakul, S. Maqsood, A. B. Encarnacion. (2013). Effect of Different Salts on Dewatering and Properties of Yellowtail Barracuda Surimi. International Aquatic Research, 5:10.

Nopianti, R. et al., (2011). A Review on The Loss of The Functional Properties of Proteins During Frozen Storage and the Improvement of Gel-forming Properties of Surimi. American Journal of Food Technology 6 (1): 19-30, 2011.

Nurul Huda, Fazilah, A., Ismail, N., and Fazilah, Arifin. (2011). Surimi-like Material from Poultry Meat and its Potential for Surimi Replacer. Asian Journal Poultry Science-Academic Journal Inc. Malaysia.

12

13

Nurul Huda, Fazilah, A., Ismail, N., and Easa, A. M. (2012). Effect of Different Types of Low Sweetness Sugar on Physicochemical Properties of Threadfin Bream Surimi (Nemipterus Spp.) During Frozen Storage. International Food Research Journal 19 (3): 1011-1021.

Peranginangin R, Wibowo S, Nuri Y, Fawza. (1999). Teknologi Pengolahan Surimi. Jakarta: Instalasi Penelitian Perikanan Laut Slipi, Balai Penelitian Perikanan Laut.

Ramadhan, Wahyu; dkk. (2014). Pengaruh Defatting, Frekuensi Pencucian dan Jenis Dryoprotectant terhadap Mutu Tepung Surimi Ikan Lele Kering Beku. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.

Reinheimer et al. (2010). Quality Characteristics of Surimi Made From Sabalo (Prochilodus platensis) as Affected by Water Washing Composition. World Congress and Exhibiton Engineering. Argentina.

Riebroy, S.; Benjakul, S.; Visessanguan, W.; Tanaka, M. (2007). Effect of Iced Storage of Bigeye Snapper (Priyacanthus tayenus) on The Chemical Composition, Properties, and Acceptability of Som-fog, A Fermented Thai Fish Mince. Food Chemistry. 1 02 (1): 270-280.

Santoso, Joko. Ade Wiguna Nur Yasin.; Santoso. (2008). Perubahan Karakteristik Surimi Ikan Cucut dan Ikan Pari Akibat Pengaruh Pengkomposisian dan Penyimpanan Dingin Daging Lumat. Jurnal. Teknol. Dan Industri Pangan, Vol. XIX No. 1 Th. 2008. IPB. Bogor.

Sarker, M. Z. I., M. A. Elgadir, S. Ferdosh, M. J. H. Akanda, M. Y. A. Manap and T. Noda. (2012). Effect of Some Biopolymers on the Rheological Behavior of Surimi Gel. Molecules 17, 5733-5744.

Shaviklo, Gholam Reza, et al., (2010). The Influence of Additives and Frozen storage on Functional Properties and Flow Behaviour of Fish Protein Isolated from Haddock. Turkish Journal of Fisheries and Aquatic Sciences 10:333-340.

Somjit, K., Ruttanapomwareesakul, Y., Hara, K., and Nozaki, Y. (2005). The Cryoprotectant Effect of Shrimp Chitin and Shrimp Chitin Hydrolysate on Denaturation and Unfrozen Water of Lizard Surimi During Frozen Storage. Food Res. Int. 28: 345-355.

Suzuki, T. (1981). Fish and Krill Protein: Processing Technology. London: Applied Science Publ Ltd.

14

Tanaji Kudre, et al. (2013). Effect of Legume Seed Protein Isolates on Autolysis and Gel Properties of Surimi From Sardines (Sardinella Albella). Faculty od Food Technology, Prince of Songka University. Thailand.

Winarno, F. G. (2004). Pangan Gizi, Teknologi dan Konsumen. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Zayas, J.F. (1997). Functionality of Proteins in Food. Springer-Verlag, Berlin. 358 pp.

6. LAMPIRAN

6.1. Perhitungan

Rumus Perhitungan WHC (mg H2O)

Luas atas = 13

a (ho + 4h1 + 2h2 + 4h3 + ... + hn)

Luas bawah = 13

a (ho + 4h1 + 2h2 + 4h3 + ... + hn)

Luas Area Basah = LA - LB

mg H2O = luas areabasah−8,0

0,0948

Kelompok A1

a = 60 mm h1 atas = 185 mm h1 bawah = 35 mm

ho = 99 mm h2 atas = 200 mm h2 bawah = 16 mm

hn = 120 mm h3 atas = 182 mm h3 bawah = 24 mm

Luas atas = 13

x 60 (99 + 4(185) + 2(200) + 4(182) + 120)

= 20 (99 + 740 + 400 + 728 + 120)

= 41.740 mm2

Luas bawah = 13

x 60 (99 + 4(35) + 2(16) + 4(24) + 120)

= 20 (99 + 140 + 32 + 96 +120)

= 9.740 mm2

Luas Area Basah = 41.740 – 9,740

= 32.000 mm2

mg H2O = 32.000−8,0

0,0948 = 337.468,35 mg

Kelompok A2

a = 40 mm h1 atas = 172 mm h1 bawah = 19 mm

ho = 79 mm h2 atas = 176 mm h2 bawah = 8 mm

hn = 107 mm h3 atas = 148 mm h3 bawah = 16 mm

15

16

Luas atas = 13

x 40 (79 + 4(172) + 2(176) + 4(148) + 107)

= 403

(79 + 688 + 352 + 592 + 107)

= 24.240 mm2

Luas bawah = 13

x 40 (79 + 4(19) + 2(8) + 4(16) + 107)

= 403

(79 + 76 + 16 + 64 +107)

= 4.560 mm2

Luas Area Basah = 24.240 – 4.560

= 19.680 mm2

mg H2O = 19.680−8,0

0,0948 = 207.510,55 mg

Kelompok A3

a = 45 mm h1 atas = 173 mm h1 bawah = 24 mm ho = 87 mm h2 atas = 192 mm h2 bawah = 10 mmhn = 60 mm h3 atas = 172 mm h3 bawah = 23 mm

Luas atas = 13

x 45 (87 + 4(173) + 2(192) + 4(172) + 60)

= 15 (87 + 692 + 384 + 688 + 60)

= 28.665 mm2

Luas bawah = 13

x 45 (87 + 4(24) + 2(10) + 4(23) + 60)

= 15 (87 + 96 + 20 + 92 +60)

= 5.325 mm2

Luas Area Basah = 28.665 – 5.325

= 23.340 mm2

mg H2O = 23.340−8,0

0,0948 = 246.118,14 mg

Kelompok A4

a = 45 mm h1 atas = 161 mm h1 bawah = 14 mm

ho = 75 mm h2 atas = 178 mm h2 bawah = 7 mm

17

hn = 90 mm h3 atas = 153 mm h3 bawah = 10 mm

Luas atas = 13

x 45 (75 + 4(161) + 2(178) + 4(153) + 90)

= 15 (75 + 644 + 356 + 612 + 90)

= 26.655 mm2

Luas bawah = 13

x 45 (75 + 4(14) + 2(7) + 4(10) + 90)

= 15 (75 + 56 + 14 + 40 + 90)

= 4.125 mm2

Luas Area Basah = 26.655 – 4.125

= 22.530 mm2

mg H2O = 22.530−8,0

0,0948 = 237.573,84 mg

Kelompok A5

a = 40 mm h1 atas = 154 mm h1 bawah = 33 mm

ho = 75 mm h2 atas = 196 mm h2 bawah = 3 mm

hn = 99 mm h3 atas = 169 mm h3 bawah = 13 mm

Luas atas = 13

x 40 (75 + 4(154) + 2(196) + 4(169) + 99)

= 403

(75 + 616 + 392 + 676 + 99)

= 24.773,33 mm2

Luas bawah = 13

x 40 (75 + 4(33) + 2(3) + 4(13) + 99)

= 403

(75 + 132 + 6 + 52 + 99)

= 4.853,33 mm2

Luas Area Basah = 24.773,33 – 4.853,33

= 19.920 mm2

mg H2O = 1.992−8,0

0,0948 = 210.042,19 mg

6.2. Diagram alir

18

6.3. Laporan Sementara

19