suppositoria adalah sediaan padat dalam berbagai bobot dalam bentuk
TRANSCRIPT
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Dasar Teori
Suppositoria adalah sediaan padat dalam berbagai bobot dalam bentuk, yang
diberikan melalui rectal,vaginal atau uretra (Anonim,1995 ). Bentuk dan ukurannya harus
sedemikian rupa sehingga dapat dengan mudah dimasukkan ke dalam lubang atau celah yang
diinginkan tanpa meninggalkan kejanggalan begitu masuk, har us dapat bertahan untuk suatu
waktu tertentu (Ansel,2005).
1.2. Macam-macam Suppositoria
Farmakope membedakan tiga macam Suppositoria :
a) Suppositoria Lemak Coklat
Suppositoria dengan bahan lemak coklat dapat dibuat dengan mencampur bahan obat
yang dihaluskan kedalam minyak padat pada suhu kamar dan massa yang dihasilkan
dibuat dalam bentuk sesuai, atau dibuat dengan minyak dalam keadaan lebur dan
membiarkan suspensi yang dihasilkan menjadi dingin didalam cetakan. Sejumlah zat
pengeras yang sesuai dapat ditambahkan untuk mencegah kecenderungan beberapa
obat (seperti: kloralhidrat dan fenol) melunakan bahan dasar. Yang penting,
suppositoria meleleh pada suhu tubuh.
Perkiraan bobot supppositoria yang dibuat dengan lemak coklat, dijelaskan dibwh ini
suppositoria yang di buat dari bahan dasar lain, bobotnya bervariiasi dan umumnya
lebih era dari pada bobot yang disebutkan dibawah ini.
Suppositoria rektal. Suppositoria rektal untuk dewasa berbentuk lonjong pada satu
atau kedua ujungnya dan biasanya berbobot lebih kurang 2 gram.
1
Suppositoria vaginal. Umumnya berbentuk bulat atau bulat telur dan erbobot lebih
kuan 5 gam, dibuat dari zat pembawa yang larut dalam air atau yang dapat bercampur
dalam air, seperti polietilen glikol atau gelatin tergliserinasi.
Suppositoria dengan bahan dasar lemak coklat harus disimpan dalam wdah tertututp
baik, sebaiknya pada suhu di bawah 300C (suhu kamar terkendali).
b) Pengganti lemak coklat
Suppositoria dengan bahan dasar jenis lemak, dapat dibuat dari berbagai nabati,
seperti minyak kelapa atau minyak kelapa sawit yagn dimodifikasi degan esteridikasi
hidrogenasi, dan fraksionasi hingga diperoleh berbagai komposisi dan suhu lebur
(misalnya minyak nabati terhidrogenasi dan lemak padat). Produk ini dapat dirancang
sedemikian hingga dapat menguurangi terjadina ketengikan. Selain itu, sifat yang
diingink seperti interval yang sempit antara suhu melebur dan suhu memadat da
harak lebur jufa dapat dirancang untuk penyesuaian berbagai formulasi dan keadaan
iklim.
c) Suppositoria gelatin tergliserinasi
bahan obat dapat dicampurkan kedalam bahan dasar gelatin tergliserinasi, dengan
menambahkan sejumlah tertentu kepada bahan pembawa yang terdiri dari lebih
kurang 70 bagian gliserin, 20 bagian gelatin dan 10 bagian air. Suppositoria ini harus
disimpan dalam wadah tertutut rapat sebaiknya pada suhu dibawah 350C.
d) Suppositoria dengan bahan dasar polietilen glikol
Beberapa kombinasi polietilen glikol mempunyai suhu lebur lebih tinggi dari suhu
tubuh telah digunakan sebagai bahan dasar suppositoria.karena pelepasan dari bahan
dasar lebih ditentukan oleh disolusi dari pada pelelehan, maka masalah dalam
pembuatan dan penyimpanan jauh lebih sedikit dibanding masalah yang disebabkan
oleh jenis pembawa yang melebur. Tetapi polietilen glikol dengan kadar tinggi dan
bobot molekul lebih tinggi dapat memperpanjang waktu disolusi sehingga
menghambat pelepasan. Pada etiket suppositoria polietilen glikol harus tertera
petunjuk “basahi dengan air sebelum digunakan”. Meskipun dapat disimpan tanpa
pendinginan, suppositoria ini harus dikemas dalam wadah tertutup rapat.
2
e) Suppositoria dengan bahan dasar surfaktan
Beberapa surfaktan momionik dengan sifat kimia mendekati polietilen glikol dapat
digunakan sebagai bahan pembawa suppositoria. Contoh surfaktan ini adalah ester
asam lemak polioksietilen sorbitan dan polioksietilen stearat. Surfaktan ini dapat
digunakan dalam bentuk tunggal atau kombinasi dengan pembawa yang lebar dan
konsisten. Salah satu keuntunfan utama pembawa ini adalah dapat terdispersi dalam
air, tetapi harus harti-hati dalam penggunakan surfaktan, karena dapat meningkatkan
kecepatan absorpsi obat atau dapat berinteraksi denan molekul obat, yang
menyebabkan penurunan aktivitas terapetik.
f) Suppositoria kempa atau suppositoria sisipan
Suppositoria vaginal dapat dibuat dengan cara mengempa massa serbuk menjadi
bentuk yang sesuai. Dapat juga dengan cara pengkapsulan dalam gelatin lunak.
Penggolongan suppositoria berdasarkan tempat pemberiannya dibagi menjadi:
1. Suppositoria rectal
Suppositoria rectal untuk dewasa berbentuk berbentuk lonjong pada satu atau kedua
ujungnya dan biasanya berbobot lebih kurang 2 g ( anonim, 1995). Suppositoria untuk
rektum umumnya dimasukkan dengan jari tangan. Biasanya suppositoria rektum
panjangnya ± 32 mm (1,5 inchi), dan berbentuk silinder dan kedua ujungnya tajam.
Bentuk suppositoria rektum antara lain bentuk peluru,torpedo atau jari-jari kecil,
tergantung kepada bobot jenis bahan obat dan basis yang digunakan. Beratnya
menurut USP sebesar 2 g untuk yang menggunakan basis oleum cacao.
( Ansel,2005 ).
2. Suppositoria vaginal
Suppositoria vaginal umumnya berbentuk bulat atau bulat telur dan berbobot lebih
kurang 5,0 g dibuat dari zat pembawa yang larut dalam air atau yang dapat bercampur
dalam air seperti polietilen glikol atau gelatin tergliserinasi. Suppositoria ini biasa
dibuat sebagai “pessarium”. ( Anonim,1995; Ansel, 2005).
3
3. Suppositoria uretra
Suppositoria untuk saluran urine yang juga disebut “bougie”. Bentuknya ramping
seperti pensil, gunanya untuk dimasukkan ke dalam saluran urine pria atau wanita.
Suppositoria saluran urin pria berdiameter 3- 6 mm dengan panjang ± 140 mm,
walaupun ukuran ini masih bervariasi satu dengan yang lainnya. Apabila basisnya dari
oleum cacao maka beratnya ± 4 gram. Suppositoria untuk saluran urin wanita panjang
dan beratnya ½ dari ukuran untuk pria, panjang ± 70 mm dan beratnya 2 gram, bila
digunakan oleum cacao sebagai basisnya ( Ansel, 2005).
4. Suppositoria untuk hidung dan untuk telinga
Suppositoria untuk hidung dan untuk telinga disebut juga “kerucut telinga”, keduanya
berbentuk sama dengan suppositoria uretra hanya ukuran panjangnya lebih kecil,
biasanya 32 mm. suppositoria telinga umumnya diolah dengan basis gelatin yang
mengandung gliserin. Namun, suppositoria untuk obat hidung dan telinga jarang
digunakan (Ansel, 2005).
1.3. Penggunaan suppositoria bertujuan :
1. Untuk tujuan lokal seperti pada pengobatan wasir atau hemoroid dan penyakit infeksi
lainnya. Suppositoria untuk tujuan sistemik karena dapat diserap oleh membran
mukosa dalam rektum.
2. Untuk memperoleh kerja awal yang lebih cepat
3. Untuk menghindari perusakan obat oleh enzim di dalam saluran gastrointestinal dan
perubahan obat secara biokimia di dalam hati ( Syamsuni, 2005 )
1.4. Keuntungan penggunaan suppositoria antara lain:
1) Dapat menghindari terjadinya iritasi pada lambung
2) Dapat menghindari kerusakan obat oleh enzim pencernaan
3) Obat dapat masuk langsung saluran darah dan ber akibat obat dapat memberi efek
lebih cepat daripada penggunaan obat per oral
4) Baik bagi pasien yang mudah muntah atau tidak
4
5) Bentuknya seperti terpedo mengunt sadarungkan karena suppositoria akan tertarik
masuk dengan sendirinya bila bagian yang besar masuk melalui otot penutup dubur
(Anief, 2005; Syamsuni, 2005).
1.5. Kerugian penggunaan bentuk sediaan suppositoria antara lain:
1) Tidak menyenangkan penggunaan
2) Absorbsi obat sering tidak teratur dan sedikit diramalkan.
1.6. Faktor-faktor yang mempengaruhi absorbsi obat per rektal:
1) Faktor fisiologis antara lain pelepasan uobat dari basis atau bahan dasar, difusi obat
melalui mukosa, detoksifikasi atau metanolisme, distribusi di cairan jaringan dan
terjadinya ikatan protein di dalam darah atau cairan jaringan.
2) Faktor fisika kimia obat dan basis antara lain : kelarutan obat, kadar obat dalam
basis, ukuran partikel dan basis supositoria ( Syamsuni, 2005).
Bahan dasar yang digunakan untuk membuat suppositoria harus dapat larut dalam air
atau meleleh pada suhu tubuh. Bahan dasar yang biasa digunakan adalah lemak
cokelat (oleum cacao), polietilenglikol (PEG), lemak tengkawang (oleum shorae) atau
gelatin (Syamsuni, 2005).
1.7. Sifat ideal bahan dasar/ basis yang digunakan antara lain:
Tidak mengiritasi
Mudah dibersihkan
Tidak meninggalkan bekas
Stabil
Tidak tergantung PH
Dapat bercampur dengan banyak obat
Secara terapi netral
Memiliki daya sebar yang baik/ mudah dioleskan
Memiliki kandungan mikrobakteri yang kecil (10 2 / g ) dan tidak ada enterobakteri
pseudemonas aeruginosa dan s.aureus ( Sulaiman dan Kuswahyuning,2008 ).
5
1.8 . Pembuatan suppositoria secara umum dapat dilakukan dengan cara sebagai
berikut:
1) Bahan dasar yang digunakan harus meleleh pada suhu tubuh atau larut dalam cairan
yang ada di rektum.
2) Obat harus larut dalam bahan dasar dan bila perlu dipanaskan. Bila sukar larut, obat
harus diserbukkan terlebih dahulu sampai halus.
3) Setelah campurn obat dan bahan dasarnya meleleh atau mencair, campuran itu
dituangkan ke dalam cetakan supositoria dan didinginkan. Cetakan ini dibuat dari besi
yang dilapisi nikel dan logam lain; ada juga terbuat dari plastik (Syamsuni, 2005 ).
1.9 Evaluasi Suppositoria
Fisika
- Uji Kisaran Leleh
Uji ini disebut juga uji kisaran meleleh makro, dan uji ini merupakan suatu ukuran
waktu yang diperlukan supositoria untuk meleleh sempurna bila dicelupkan dalam
penangas air dengan temperatur tetap (370C). Sebaliknya uji kisaran meleleh
mikro adalah kisaran meleleh mikro adalah kisaran leleh yang diukur dalam pipa
kapiler hanya untuk basis lemak. Alat yang biasa digunakan untuk mengukur
kisaran leleh sempurna dari supositoria adalah suatu Alat Disintegrasi Tablet USP.
Supositoria dicelupkan seluruhnya dalam penangas air yang konstan, dan waktu
yang diperlukan supositoria untuk meleleh sempurna atau menyebar dalam air
sekitarnya diukur (Anonim b, 1995).
- Uji Pencairan atau Uji Waktu Melunak dari Supositoria Rektal
Sebuah batangan dari kaca ditempatkan di bagian atas supositoria sampai
penyempitan dicatat sebagai waktu melunak. Ini dapat dilaksanakan pada berbagai
temperatur dari 35,5 sampai 370C sebagai suatu pemeriksaan pengawasan mutu,
dan dapat juga diukur sebagai kestabilan fisika terhadap waktu. Suatu penangas
air dengan elemen pendingin dan pemanas harus digunakan untuk menjamin
pengaturan panas dengan perbedaan tidak lebih dari 0,10C (Anonim b, 1995).
6
- Uji Kehancuran
Uji kehancuran dirancang sebagai metode untuk mengukur kekerasan atau
kerapuhan suppositoria. Alat yang digunakan untuk uji tersebut terdiri dari suatu
ruang berdinding rangkap dimana suppositoria yang diuji ditempatkan. Air pada
370C dipompa melalui dinding rangkap ruang tersebut, dan suppositoria diisikan
ke dalam dinding dalam yang kering, menopang lempeng dimana suatu batang
dilekatkan. Ujung lain dari batang tersebut terdiri dari lempeng lain dimana beban
digunakan. Uji dihubungkan dengan penempatan 600 g diatas lempeng datar. Pada
interval waktu 1 menit, 200 g bobot ditambahkan, dan bobot dimana suppositoria
rusak adalah titik hancurnya atau gaya yang menentukan karakteristik kekerasan
dan kerapuhan suppositoria tersebut. Titik hancur yang dikehendaki dari masing-
masing bentuk suppositoria yang beraneka ragam ditetapkan sebagai level yang
menahan kekuatan (gaya) hancur yang disebabkan oleh berbagai tipe penanganan
yakni; produksi, pengemasan, pengiriman, dan pengangkutan dalam penggunaan
untuk pasien (Anonim b, 1995).
- Uji disolusi
Pengujian awal dilakukan dengan penetapan biasa dalam gelas piala yang
mengandung suatu medium. Dalam usaha untuk mengawasi variasi pada
antarmuka massa/medium, digunakan keranjang kawat mesh atau suatu membrane
untuk memisahkan ruang sampel dari bak reservoir. Sampel yang ditutup dalam
pipa dialysis atau membran alami juga dapat dikaji. Alat sel alir digunakan untuk
menahan sampel di tempatnya dengan kapas, saringan kawat, dan yang paling
baru dengan manic-manik gelas (Anonim b, 1995).
- Uji keseragaman bobot
Timbang suppo satu persatu dan hitung rata-ratanya. Hitung persen kelebihan
masing-masing suppo terhadap bobot rata-ratanya. Keseragaman/variasi bobot
yang didapat tidak boleh lebih dari ± 5% (Anonim b, 1995).
Kimia
- Penetapan kadar
- Identifikasi
7
BAB 2
PRAFORMULASI
2.1 Tinjauan Pustaka Zat Aktif
Zat Aktif : Teofillin (Farmakope IV, hal 783)
BM : 198,18
Pemerian : serbuk hablur, putih, tidak berbau, rasa pahit, stabil di udara.
Kelarutan : sukar larut dalam air, tetapi lebih mudah larut dalam air panas, mudah
larut dalam larutan alkali hidroksida dan dalam amonium hidroksida, agak sukar larut
dalam etanol, dalam kloroform, dan dalam eter.
Indikasi Klinik :
1. Sebagai bronkodilator pada asma dan PPOM (penyakit paru obstruksi
menahun).
2. Memperbaiki fungsi diafragma pada PPOM.
3. Mengatasi apne yang lama pada bayi yang dilahirkan dengan persalinan
yang sulit.
Efek Samping :
1. Pada pemberian oral dapat menimbulkan efek samping: sakit kepala,
gugup,pusing, enek, muntah, dan nyeri epigastrium, serta dapat pula
timbul kejang.
2. Pada pemberian intravena dapat timbul: aritmia jantung, hipotensi, henti
jantung, dan kejang
3. Pada anak-anak dapat menimbulkan: perangsangan SSP, diuresis, dan
demam.
Intoksikasi :
Intoksikasi yang fatal lebih sering ditemukan pada penggunaan teofilin, yang
sering terjadi pada pemberian berulang parenteral atau oral. Gejala keracunan
berupa: aritmia, takikardi, sangat gelisah, agitasi, dan muntah. Kematian pada
pemberian teofilin IV dengan cepat disebabkan oleh terjadinya aritmia
8
jantung. Untuk menghindari keracunan akut, aminofilin IV harus diberikan
perlahan-lahan dalam waktu 20-40 menit.
Interaksi Obat :
1. Pemberian bersama barbiturat, fenitoin, dan pada penderita perokok akan
meningkatkan metabolisme teofilin.
2. Obat alopurinol, propanolol, simetidin, eritromisin, dan vaksin influenza
dapat menurunkan metabolisme teofilin
Penyimpanan : dalam wadah tertutup baik.
Basis : Oleum Cacao dan Cera Alba
Oleum Cacao (Martindal XXX hal 1110, Excipient hal 517)
Pemerian : lemak padat, putih kekuningan, bau khas aromatis, rasa khas lemah,
agak rapuh.
Kelarutan : sukar larut dalam etanol (95%) mudah larut dalam kloroform P,
dalam eter.
Stabilitas : memanaskan oleum cacao diatas 360 C selama preparasai
mengakibatkan titik memadat menjadi bentuk meta stabil yang
mengakibatkan kesulitan dalam membuat suppositoria.
OTT : Terjadi reaksi kimia antara basis lemak suppositoria dan jarang pada
obat yang sama tetapi beberapa potensial, untuk beberapa indikasi.
Reaksi besarnya pada mulai basis hidrofil.
Konsentrasi : 40-96 %
Kegunaan : Basis suppositoria
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Cera Alba (FI IV hal 186, Excipient hal 560)
Pemerian : Padatan berwarna kuning sampai coklat keabuan, berbau enak seperti
madu, agak rapuh bila dingin dan bilapatah membentuk granul,
patahan non hablur menjadi lunak oleh suhu tangan.
9
Kelarutan : Tidak larut dalam air, agak sukar larut dalam etanol dingin, etanol
mendidih.
Konsentrasi : 52 – 55 %
Stabilitas : Kurang stabil, ketika disimpan diruang tertutup, dibotol dan
terlindung dari cahaya
Kegunaan : pengeras basis suppositoria
OTT : Bahan pengoksida
Penyimpanan : dalam wadah tertutup baik.
2.2. Rancangan Formulasi
R/ Teofillin 0,2 gr
Basis suppositoria qs
m.f.supp.dtd
2.3. Alasan Pemilihan Bahan
Lemak coklat atau oleum cacao merupakan basis suppositoria yang paling banyak
digunakan, karena memiliki sifat yang memenuhi persyaratan sebagai basis ideal,
diantaranya tidak berbahaya, lunak, tidak reaktif, serta meleleh pada temperatur
tubuh. Persyaratan penting lainnya adalah suppositoria yang dihasilkan memenuhi
spesifikasi farmasetika secara umum.
Suhu yang cukup tinggi dapat mempengaruhi stabilitas fisik suppositoria dengan
menggunakan basis oleum cacao ini, karenanya diperlukan suatu bahan untuk
meningkatkan suhu leburnya. Bahan tersebut dikelompokkan sebagai stiffening agent.
Pada suhu 300C Oleum cacao akan mulai mencair dan biasanya meleleh sekitar suhu
34–350C, jika suhu pemanasannya tinggi, akan mencair sempurna seperti minyak dan
akan kehilangan semua inti kristal stabil yang berguna untuk memadat.
Salah satu senyawa yang berfungsi sebagai pengeras atau stiffening agent adalah
Cera alba (malam putih) yang dapat digunakan untuk menaikkan dan menurunkan
10
titik leleh oleum cacao. Kurang dari 3% malam putih dapat menurunkan titik leleh
Oleum cacao, sedangkan pada penambahan lebih dari 5% dapat menaikkan titik leleh
di atas suhu tubuh, dan disarankan penggunaan sebesar 4%.
11
BAB 3
FORMULASI SUPPOSITORIA
3.1. Formulasi
Formula suppositoria teofilin 200 mg adalah :
R/ Teofillin 10 % 0,2 gr
Basis suppositoria qs
m.f.supp.dtd
3.2. Perhitungan
Perhitungan bilangan pengganti
- Berat teofilin dalam suppositoria = 10% x 2,3806 = 0,23806 gr
- Berat basis dalam suppositoria
Teofillin 10 % =2,3806 – 0,23806 = 2, 14254 gr
- Berat basis yang sebanding dalam
Teofillin 2,3806 gr = 2,3641 – 2,14254 = 0,22156 gr
Jadi, 0,22156 gr basis setara dengan 0,23806 gr teofilin
1 gram teofilin = 0,22156 gr/ 0,23806 gr x 1 gram
= 0,9307 gr
Maka, 1 gram teofilin setara dengan 0,9307 gr basis
Teofiilin 200 mg setara dengan 0,2 / 1 gr x 0,9307 = 0,18614 gr
Jadi, jumlah basis yang digunakan untuk 1 suppositoria teofilin adalah
2,3641 – 0,18614 = 2,178 gr
Penimbangan
Untuk membuat 0,2 gram teofilin untuk 3 buah suppositoria membutuhkan teofilin
sebanyak 0,6 gr
0,2 gr x 3 = 0,6 gr
12
Basis yang digunakan untuk pembuatan 3 buah suppositoria :
3 x 2,178 = 6,534 gr
Karena , basis yang digunakan ada 2 maka, 6,534 gr / 2 = 3,267 gr
3.3. Alat dan Bahan
Alat : Cetakan suppositoria
Cawan penguap
Timbangan
Batang pengaduk
Hot plate
Spatula
Gelas beker
Lemari es
Bahan : Teofilin
Oleum cacao
Cera alba
Gliserin
Aquades
3.4. Metode Pembuatan
Cara Kerja Foto
Siapkan semua alat dan bahan yang
akan digunakan untuk membuat
suppositoria
cetakan suppositoria
13
Gerus teofilin sampai halus
Timbang bahan-bahan yang akan
digunakan (Teofilin 0,6 gr , cera
alba 3,267 gr, dan oleum cacao
3,267 gr)
Lebur masing-masing basis oleum
cacao dan cera alba diatas
penanggas air sampai melebur
sempurna
Campurkan kedua basis yang
sudah melebur didalam cawan
penguap dan campurkan teofilin
0,6 gr kedalam campuran basis,
aduk sampai homogen.
Dinginkan campuran basis dan
teofilin sambil terus diaduk
Masukan campuran basis dan
teofilin kedalam cetakan yang
sebelumnya sudah diolesi dengan
gliserin.
Simpan selama ± 15 menit didalam
lemari pendingin dengan T < 50C
Keluarkan suppositoria dari dalam
cetakan dan timbang suppositoria
yang telah jadi
14
BAB 4
PEMBAHASAN
4.1. Pembahasan
Pada praktikum kali ini kami melakukan pembuatan suppositoria. Suppositoria
merupakan sedian padat dalam berbagai bobot dan bentuk yang diberikan melalui
rektal, vagina, atau uretra dan umumnya meleleh pada suhu tubuh. Suppositoria yang
dibuat mengandung zat aktif teofillin dan basis suppositoria yang digunakan yaitu
oleum cacao. Selain itu juga menggunakan cera alba yang berfungsi sebagai pengeras
atau stiffening agent yang dapat digunakan untuk menaikkan dan menurunkan titik
leleh oleum cacao. Karena suhu yang cukup tinggi dapat mempengaruhi stabilitas
fisik suppositoria yang menggunakan basis oleum cacao ini, karenanya diperlukan
suatu bahan untuk meningkatkan suhu leburnya. Kurang dari 3% malam putih dapat
menurunkan titik leleh Oleum cacao, sedangkan pada penambahan lebih dari 5%
dapat menaikkan titik leleh di atas suhu tubuh, dan disarankan penggunaan sebesar
4%.
Pembuatan suppositoria yaitu dengan cara melebur basis yang akan
digunakan diatas penanggas air sampai melebur sempurna setelah itu tambahkan zat
aktif, aduk sampai homogen. Lalu dimasukan kedalam cetakan, simpan dalam lemari
pendingin selama ± 15 menit, setelah itu keluarkan dari cetakan.
Pada pembuatan suppositoria dikenal dengan adanya istilah nilai tukar untuk
pembuatan dengan basis oleum cacao. Nilai tukar dimaksudkan untuk mengetahui
berat lemak coklat yang mempunyai besar volume yang sama dengan 1 gram obat
(Anief, 2004). Berat basis yang sebanding dengan dalam teofilin 10 % 2,3806 adalah
0,22156 gr. Jadi, untuk 1 gr teofilin sebanding dengan 0,9307 gr basis sehingga
jumlah basis yang digunakan untuk membuat 1 suppositoria adalah 2,178 gr basis.
Pada praktikum kali ini kami membuat 3 buah suppositoria, tetapi pada saat
pembuatan campuran teofilin dengan basis tidak semuanya masuk kedalam cetakan
sehingga pada saat suppositoria dikeluarkan dari cetakan. Tetapi pada saat
dikeluarkan dari cetakan ternyata hanya 2 suppositoria saja yang terbentuk, karena
sifat oleum cacao yang mudah membeku sehingga banyak menenpel di cawan
penguap tempat teofilin dan basis dicampurkan. Sehingga kami harus membuat lagi
suppositoria yang baru dengan jumlah basis yang dilebihkan dengan perhitungan basis
15
untuk 4 buah suppositoria dan hasil yang didapat kami berhasil membuat 3 buah
suppositoria. Sehingga jumlah zat aktif dan basispun berubah menjadi lebih banyak
yaitu untuk membuat 4 buah suppositoria membutuhkan :
Teofilin :4 x 0,2 gr = 0,8 gr
Basis : 4 x 2,178 = 8,712 gr
*2,178 adalah jumlah basis yang digunakan untuk 1 suppositoria
Sehingga untuk menghindari massa yang hilang sebaiknya pembuatan
suppositoria selalu dibuat berlebih dan untuk menghindari massa yang melekat pada
cetakan maka cetakan sebelumnya dibasahi dengan parafin, minyak lemak,
gliserin,spiritus saponatus (soft soap liniment).
Setelah pembuatan suppositoria, kami tidak melakukan evaluasi suppositoria
secara lengkap . Hanya saja melakukan uji organoleptik dan menimbang bobot
suppositoria saja. Uji organoleptik :S
Warna : Putih tulang
Bentuk : Peluru
Permukaan : tidak rata dan ada lubang kecil
Penampilan suppositoria yang di buat oleh kelompok kami tidak sempurna ,
karena permukaan suppositoria tidak rata dan adanya lubang-lubang kecil pada
suppositoria. Hal ini dapat dikarenakan pada saat memasukan campuran teofilin,
oleum cacao dan cera alba tidak lewat pinggir cetakan sehingga suppositoria yang
jadi terdapat rongga-rongganya. Selain itu juga, adanya udara yang terperangkap.
Setelah uji organoleptik kami menimbang bobot suppositoria yang didapat yaitu :
2,59gr , 2,58 gr , dan 2,63 gr. Bobot rata-ratanya yaitu 2,6 gram.
Permukaan tidak rata
16
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum pembuatan suppositoria maka dapat disimpulkan
bahwa:
Suppositoria yang kami buat adalah 3 buah dengan 2 kali pembuatan.
Untuk menghindari massa yang hilang sebaiknya pembuatan suppositoria selalu
dibuat berlebih dan untuk menghindari massa yang melekat pada cetakan maka
cetakan sebelumnya dibasahi dengan parafin, minyak lemak, gliserin,spiritus
saponatus (soft soap liniment).
Permukaan suppositoria kelompok kami tidak rata dan terdapat lubang-lubang
kecil.
Berat suppositoria kelompok kami : 2,59gr , 2,58 gr , dan 2,63 gr. Bobot rata-
ratanya yaitu 2,6 gram.
6.2. Saran
Untuk selanjutnya apabila ingin membuat suppositoria sebaiknya untuk
melebihkan massa suppositoria untu menghindarkan massa yang hilang.
Cara menuangkan campuran zataktif dan basis sebaiknya melalui pinggir cetakan
agar tidak adanya suppositoria yang berlubang-lubang.
17
18