sunday school - reci sydney · 2016. 4. 8. · sunday school news edisi april - june 2016 inside...

12
sunday school news Edisi April - June 2016 Inside Q&A - Pentingnya Emotional Attachement Orang Tua dan Anak - 1 to 3 Les Ini, Les Itu, Ada Apa di Baliknya - 4 & 5 Teachers' Profiles - 6 to 9 Photos - 10 to 12 1 Q Peter (13 tahun) terkesan pendiam. Sehari-hari pulang sekolah Peter membantu ibunya menjaga adiknya yang lebih muda delapan tahun. Karena masih kecil, adik Peter sedikit manja dan mau menang sendiri. Peter tidak punya teman kecuali di sekolah dan di kelas remaja gereja. Dia mengaku “tidak apa-apa” jika adiknya memukulnya atau memaksanya melakukan permainan yang dia tidak suka. “Saya harus mengalah karena adik masih kecil,” katanya. Peter juga mengatakan tidak ingin main dengan teman. Dia hanya ingin menyenangkan orangtuanya, menjaga adiknya, dan membuat orang di sekelilingnya bersukacita. Ayah Peter berangkat kerja pagi dan pulang malam dan menurut pengakuan Peter, “kalau sudah malam Papa lebih sering main dengan adik.” Peter mengaku tidak pernah dipeluk atau dipuji orangtuanya. Menurutnya, dia bukan anak yang berprestasi, jadi tidak perlu dipuji, tidak ada yang dibanggakan dari dirinya. Dia anak yang biasa-biasa saja. Apakah Peter tergolong remaja dengan kehidupan emosi yang sehat? Bersambung ke halaman 2... PENTINGNYA EMOTIONAL ATTACHMENT ORANG TUA DAN ANAK

Upload: others

Post on 03-Feb-2021

0 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • sundayschool

    news

    Edisi April - June 2016

    InsideQ&A - Pentingnya Emotional Attachement Orang Tua dan

    Anak - 1 to 3

    Les Ini, Les Itu, Ada Apa di Baliknya - 4 & 5

    Teachers' Profiles - 6 to 9

    Photos - 10 to 12

    1

    Q Peter (13 tahun) terkesan pendiam. Sehari-hari pulang sekolah Peter membantu ibunya menjaga adiknya yang lebih muda delapan tahun. Karena masih kecil, adik Peter sedikit manja dan mau menang sendiri. Peter tidak punya teman kecuali di sekolah dan di kelas remaja gereja. Dia mengaku “tidak apa-apa” jika adiknya memukulnya atau memaksanya melakukan permainan yang dia tidak suka. “Saya harus mengalah karena adik masih kecil,” katanya. Peter juga mengatakan tidak ingin main dengan teman. Dia hanya ingin menyenangkan orangtuanya, menjaga adiknya, dan membuat orang di sekelilingnya bersukacita. Ayah Peter berangkat kerja pagi dan pulang malam dan menurut pengakuan Peter, “kalau sudah malam Papa lebih sering main dengan adik.” Peter mengaku tidak pernah dipeluk atau dipuji orangtuanya. Menurutnya, dia bukan anak yang berprestasi, jadi tidak perlu dipuji, tidak ada yang dibanggakan dari dirinya. Dia anak yang biasa-biasa saja. Apakah Peter tergolong remaja dengan kehidupan emosi yang sehat?

    Bersambung ke halaman 2...

    PENTINGNYA EMOTIONAL ATTACHMENT ORANG TUA

    DAN ANAK

  • 2

    A Dari tiga kali saya bercakap-cakap dengan Peter, saya menemukan Peter adalah anak yang dibiarkan “tumbuh dengan sendirinya” oleh orangtuanya. Ada beberapa hal yang membuat itu terjadi, antara lain karena semasa Peter kecil, ayah dan ibunya bekerja di luar rumah. Peter tinggal dengan pembantu yang tidak mengerti bagaimana memperlakukan anak usia batita. Secara fisik Peter sehat, tetapi secara kepribadian ia kehilangan masa inisiatif dan punya kecenderungan harga diri rendah. Karena jarang diajak ngobrol, Peter hampir tidak memiliki kedekatan emosi dengan orangtuanya.

    RANGSANGAN EMOSIEmotional attachment adalah ikatan emosi yang kuat antara anak dengan orang tuanya yang digambarkan seperti sapaan hangat bayi/anak yang disambut dengan aktif oleh orangtuanya. Keinginan anak-anak untuk tetap dekat dengan orangtuanya, menyambut dengan gembira ketika orangtuanya datang atau ketakutan anak-anak jika ditinggalkan oleh orangtuanya, juga menggambarkan kedekatan emosi.

    Anak-anak memerlukan respons untuk membangun emosi dan kecerdasannya. Karena itu, pada masa enam tahun pertama orangtua sewajarnya memberikan waktu untuk memenuhi kebutuhan ini. Kami pernah gagal dengan Moze, anak kami. Baru-baru ini kami menemukan bahwa Moze sangat suka mengarang novel dalam bahasa Inggris. Tulisannya bagus. Saya dorong ia selesaikan agar bisa diterbitkan dalam bentuk softcopy di blog yang akan kami buat untuknya. Moze mengatakan kepada saya, “Selama ini aku sudah banyak sekali membuat karangan. Tapi waktu aku tunjukkan ke mama, mama diam saja, tidak menyambut karyaku. Jadi aku nggak teruskan."

    Saya terkejut dan menyesal. Saya minta maaf pada Moze. Untuk menebus kesalahan, tiap kali ia menunjukkan tulisan atau apa pun karyanya, saya berusaha memberi perhatian penuh. Saya perhatikan isinya, lihat bagian-bagian yang bagus dan mengomentari itu. Saya juga menemukan istilah atau informasi lain yang perlu dicari-tahu kebenarannya. Rupanya antusiasme saya menular padanya. Sejak sebulan ini Moze terus menyediakan waktu menulis di laptop-nya.

    Respons yang dibutuhkan anak tidak banyak. Misalnya anak usia 3 tahun bertanya, “Ini apa?” sambil menunjuk suatu benda. Kadang-kadang ia seperti main-main, bertanya terus tidak henti. Dari orangtua atau pengasuhnya yang dibutuhkan sekadar menjawab sesuai dengan pemahamannya, “Ini bunga, warnanya merah. Ini awan, itu ikan mas koki.” Kalau anak melemparkan bola, kita menangkap dan melempar balik. Itu juga respons. Anak-anak yang lebih besar bisa diajak ngobrol atau cerita. Ini juga cara membangun kedekatan dengan anak.

    MANFAATNYAApa arti emotional attachment orangtua dan anak? Bagi orangtua, tidaklah sulit menanamkan nilai jika relasinya dengan anak berjalan baik dan harmonis. Kasih sayang dan perhatian orangtua yang ditunjukkan dengan tulus akan membuat anak mengerti isi hati orangtuanya. Mereka tidak mudah tergoda untuk melakukan hal-hal yang bertentangan dengan kemauan orangtuanya. Mereka tahu papa-mamanya akan sedih dan tidak setuju dengan tindakan tertentu yang sedang mereka ingini.

    . 3

  • 3

    Untuk anak, kedekatan dengan orangtua memberikan rasa nyaman, dihargai, dikasihi, dan diinginkan. Lebih mudah bagi mereka untuk mengerti apa yang Jika mereka jauh dari papa-mama, anak-anak tahu bahwa mereka dirindukan. Ini juga menolong mereka terhindar dari pergaulan buruk masa remaja.

    INTERVENSIBagaimana menolong Peter mengatasi masalahnya? Memang tidak mudah, baik bagi Peter maupun orangtuanya, untuk memulai sesuatu yang baru di usianya sekarang. Tapi untungnya orangtua Peter mau mengusahakan hal terbaik bagi putra mereka. Maka saya mengusulkan agar terutama papanya lebih terlibat dalam kehidupan Peter. Anak 13 tahun ini membutuhkan kasih yang dinyatakan dengan kata-kata dan perlakuan.

    Pertama, ayahnya perlu meminta maaf, karena selama ini kurang memperhatikan anak sulungnya. Selain itu, ayahnya belajar membagi waktunya dengan adil untuk Peter, adiknya, dan istrinya. Bahkan ayahnya bermaksud sekali seminggu mengajak Peter jalan-jalan, makan berdua atau ngobrol. Berdua saja! Peter perlu dibimbing untuk mengerti hal-hal penting dalam pergaulan, seks. dan pacaran, walaupun sekarang ia tidak mempertanyakannya. Orangtuanya juga sebaiknya mengajarinya menuliskan perasaannya, juga mendengarkan isi hatinya tanpa menilai.

    Awalnya Peter agak meragukan keinginan ayahnya. Ia mengatakan pada saya, “Kita lihat saja nanti,” ketika saya menanyakan alasannya. Tetapi setelah lewat beberapa minggu, saya mendapat kabar dari Peter bahwa ayahnya sungguh-sungguh berusaha untuk itu. “Beberapa kali nggak jadi pergi. Tapi sesekali pergi juga,” kata Peter. Ia senang melihat perubahan ayahnya.

    Selain membutuhkan waktu ayahnya, Peter juga suka ayahnya cukup sering memujinya sekarang. "Bagaimana perasaanmu mendengar pujian Papa?" tanya saya.“Hm, tentu saja senang,” jawabnya, “Saya jadi bersemangat mengerjakan apa- apa. Kalau dulu saya mengerjakan PR sebisanya, sekarang saya punya semangat untuk bikin Papa senang.”

    Mari membangun kedekatan emosi dengan anak-anak kita. Mumpung mereka masih bersama kita. Ada waktunya mereka pergi menjalani kehidupannya sendiri. Sudah cukupkah bekal yang kita berikan untuk mereka? (msg)

    Author by: Julianto Simanjuntak dan Roswitha Ndraha (Pasangan Pendeta & konselor, dan pengarang buku Mendisiplinkan Anak dengan Cerita: Membangun Emotional Attachment Dengan Anak)

  • 4 5

    Akhir pekan selalu diisi dengan berbagai kesibukan, terutama di hari Sabtu. Lihat saja schedule di diary Morna, mama dari 3 anak. Pagi-pagi sekali jam 6, anak pertama sudah berada di pinggir kolam renang. Jam 8, antar anak ketiga les matematika. Jam 10, anak kedua les piano. Jam 2 siang, anak ketiga les taekwondo. Sore, antar anak pertama ke gym. Malam, anak kedua ada tambahan les Inggris. Begitu padat jadwalnya sampai kadang-kadang harus skip ke gereja karena anak ada pertandingan kompetisi dari tingkat erte, regional, sampai tingkat nasional.

    Apakah kita familiar dengan schedule ini?

    Sebut saja les musik (piano klasik, pop, jazz; biola, cello; flute, saxophone, gitar), les dansa (ballet, samba, Zumba), les bela diri (karate, taekwondo, kungfu), plus berbagai kegiatan olah raga (gymnastics, footy, rugby, soccer, tennis, renang), belum lagi dengan les bahasa (Mandarin, Jepang, Jerman, Perancis) dan les drama dan melukis. Begitu banyak pilihan, begitu banyak kesibukan buat anak-anak kita. Sempatkah kita berhenti di tengah putaran arus kesibukan ini dan bertanya kepada diri kita, sebetulnya apa yang mau kita berikan kepada anak-anak kita dengan semua ini?

    Sebagai orang tua Kristen yang ingin mengutamakan Kristus di dalam keluarga, kita sangat-sangat perlu mengevaluasi motivasi apa yang ada di dalam diri kita.Sebagai orang tua kita bilang kita mau memberi yang terbaik buat anak kita. Betulkah? Biblikalkah keinginan itu? Mari kita evaluasi dengan komprehensif apa yang dimaksud dengan “memberi yang terbaik” itu?

    1. Keberhasilan Anak = Keberhasilan Orang TuaTahun 2011, Amy Chua, seorang professor hukum dari Yale menulis satu memoir yang menjadi global best seller berjudul “Battle Hymn of the Tiger Mother” tentang bagaimana dia membesarkan dua anaknya di Amerika. Amy adalah typical orang tua yang membesarkan anak-anaknya dengan “hyper-disciplining” style dan berfokus kepada achievement dan performance. Inilah kultur yang tercipta di kalangan ibu-ibu (yang masuk dalam kelompok Chinese atau majority Asian) jaman sekarang, yang sendirinya adalah produk dari orang tua yang menuntut anak-anaknya sukses dalam bidang akademis dan unggul dalam segala aspek. Buat mereka, keberhasilan anak-anak menjadi yang the best merefleksikan successful parenting, dan sebaliknya kalau anak-anak mereka “average” atau tidak unggul di sekolah, itu problem besar, dan secara langsung memperlihatkan orang tua “were not doing their job.”

    LES INI, LES ITU, ADA APA DI BALIKNYA?

  • 5

    2. Keberhasilan Anak = Hidup BahagiaAlasan lain orang tua menginginkan anaknya sukses supaya dewasa kelak mereka berhasil di masyarakat, punya pekerjaan yang baik, karir dan kekayaan yang kemudian bisa membuat mereka membina keluarga dengan baik, yang semuanya menjadi tolok ukur kebahagiaan hidup. Bukankah kalau mereka lulus menjadi lawyer, dokter, arsitek, pilot, akuntan, otomatis pintu kesempatan kerja terbuka lebar untuk mereka? Untuk mencapai hal itu, dari kecil anak belajar dengan keras, toh semuanya itu akan mereka petik hasilnya di kemudian hari.

    Maka apa yang kemudian orang tua lakukan untuk mempersiapkan anak mereka menjadi anak yang berhasil? Sebagian orang tua melibatkan anak-anaknya dengan berbagai aktifitas, les ini dan itu. Les itu sendiri tidak ada salahnya dan mempunyai kesempatan belajar banyak hal dan bisa melakukan banyak hal adalah baik adanya. Namun ukuran apa yang dipakai orang tua di dalam hal ini? Apakah semakin banyak les berarti orang tua semakin kelihatan perhatian dan tanggung jawab? Dan ukuran apa yang dipakai anak? Banyaknya skill yang dia miliki? Apakah terjadi pembentukan karakter yang indah dalam diri anak, seperti citra diri yang benar, sikap sportif, loyalitas, ketenangan, ketahanan, ketekunan, persahabatan, integritas, menghargai hak orang lain, jiwa kompetitif, respek terhadap otoritas, melalui semua aktifitas itu? Ini hanyalah contoh dari beberapa aspek yang sangat penting ketimbang skill dan pengetahuan/knowledge.

    Memahami bahwa bakat, karunia dan kemampuan adalah bagian dari talenta yang Tuhan percayakan untuk mereka kembangkan sebagai penatalayan yang setia dan melaluinya membawa kemuliaan bagi Tuhan adalah aspek lain lagi yang perlu menjadi tujuan anak belajar semua itu. Dan sebagai orang tua kita perlu melatih anak untuk menemukan hati yang bersandar kepada Tuhan di dalam pressure menghadapi pertandingan lebih penting daripada angka/score dan prestasi kemenangan itu sendiri.

    Tujuan dari artikel ini adalah untuk menggugah kita sekali lagi untuk mengevaluasi ulang segala motif dan keinginan hati kita di dalam membesarkan anak-anak yang Tuhan percayakan, sehingga kita tidak serta-merta dan bereaksi dengan impulsif saat mengambil keputusan memberikan les tambahan kepada anak. Yang terutama di ujung daripada semua pendidikan kita kepada mereka adalah pembentukan karakter yang “godliness” yang mempersiapkan mereka menjadi saksi, garam dan terang bagi dunia di masa dewasa mereka.(kz)

  • 6 7

    Shirley LesmanaGuru kelas Toddler (Usia 2 sampai 3 tahun)

    Halo nama saya Shirley. Saya sangat bersyukur atas kasih karunia Tuhan yang telah mengkaruniakan kami 2 anak laki-laki, Louis (4.5 yo) dan Gerald (22 months).

    Saya dilahirkan dari keluarga non-Kristen tetapi saya mulai mengenal Tuhan Yesus sewaktu umur 9 karena saya ambil mata pelajaran agama Kristen. Umur 10 saya studi ke Singapur dan kebetulan keluarga ibu kos adalah keluarga Kristen dan saya sering di ajak ke gereja. Pada tahun 2003, sewaktu saya berkuliah di UNSW, saya di ajak teman baik saya untuk ikut berbakti di gereja ini.

    Tahun 2010 - pada awalnya, saya melayani di Sunday School sebagai assisten guru Toddler. Lalu saya mulai menjadi guru di kelas Toddler 3 tahun kemudian.

    Saya sangat bersyukur karena kesempatan untuk mengajar, terutama di kelas Toddler. Saya belajar bagaimana menghadapi attention span anak-anak toddler yg begitu pendek. Challenge kita sebagai guru Toddler adalah bagaimana mengcapture dan memperpanjang focus span mereka yg pendek itu. Saya juga belajar bagaimana mengambil perhatian anak-anak saat mengajar dengan memberi peragaan/ menggunakan props /menyanyi sebagai alat mengajar, dengan harapan peragaan atau alat2 mengajar itu bisa membantu membawa anak-anak mengenal akan Tuhan Yesus.

    Saya sungguh senang ketika melihat anak-anak meresponi apa yang telah di ajarkan. Semoga anak-anak sekolah minggu kami bisa diberkati dengan Firman Tuhan dan bertumbuh lebih dalam akan pengenalan Tuhan Yesus.

    Fransisca LimanteGuru kelas Explorer (Usia 3 sampai Kindergarten)

    Nama saya Fransisca Limante, biasa dipanggil Sisca. Suami saya bernama Djohan Songko dan kami memiliki dua anak yaitu Darren Songko (12 tahun) dan Daniella Songko (5 tahun). Saya pindah ke Sydney pada tahun 1998 dan saat ini mengajar di sekolah minggu untuk anak umur 3, Explorer A.

    Banyak ketakutan saat pertama kali mengajar, saya kuatir tidak bisa menghandle anak dengan baik. Tetapi berhubungsaya memulai pekerjaan Family day care dirumah saya, saya juga mencoba untuk mengajar di Sekolah Minggu. Dan ternyata tidak semenakutkan seperti yang saya kira sebelum nya.

    Teachers' profIle

  • 7

    Saya lahir di keluarga Kristen dan sekolah minggu merupakan hal yang cukup berkesan untuk masa kecil saya. Saya banyak mengenal Tuhan dan alkitab melalui sekolah minggu. Saya sangat mencintai sekolah minggu saya dulu, jika ada quiz alkitab, saya hampir selalu juara, dan juga menghafal ayat dan cerita alkitab dengan baik. Bahkan ketika saya berulangtahun, bukannya merayakan bersama teman-teman, tapi saya justru merayakan bersama guru-guru sekolah minggu saya! (saya juga berharap diundang jika anak-anak berulang tahun :p )

    Kerinduan saya untuk Sekolah minggu adalah supaya anak-anak yang datang ke gereja bukan saja sekedar mengikuti orang tua beribadah, tetapi juga mereka belajar dan mengenal Tuhan, mengenal tokoh-tokoh alkitab, dan mengetahui penting nya firman Tuhan dalam kehidupan sehari-hari mereka. Semoga dengan pelayanan sekolah minggu ini, nama Tuhan saja yang dimuliakan!

    Melinda Chandrawati Guru kelas Adventurer (Year 1 and 2 )

    Perjalanan pelayanan saya di sekolah minggu dimulai dari 14 tahun yang lalu. Waktu itu saya mempunyai keinginan untuk melayani di sekolah minggu dan saya meminta Tuhan kesempatan untuk itu. Pertama kali melayani di sekolah minggu di RECI, dengan tanpa bekal pengalaman dan skill untuk mengajar. Pelayanan di sekolah minggu tidaklah mudah. Ada kalanya saya merasa lelah dan mau menyerah. Tapi dengan seiringnya waktu saya belajar sedikit demi sedikit dari trial dan error dalam pelayanan saya di sekolah minggu.

    Setelah mempunyai anak-anak, Jethro dan Anya, saya sempat berhenti dari pelayanan guru sekolah minggu selama beberapa tahun. Sampai 3 tahun yang lalu, ketika anak-anak saya sudah lebih besar dan mandiri, saya kembali mengajar di sekolah minggu. Pertama kembali mengajar, saya berada di kelas Explorer untuk anak berusia 4-6 tahun. Kemudian saya mengajar di kelas adventure untuk anak berusia 6-8 tahun sejak tahun lalu.

    Di saat yang sama, karena saya tidak bekerja, saya menyibukkan diri di dalam pelayanan anak-anak (Mainly Music) di dala komplek perumahan dan juga menjadi helper buat guru agama di sekolah anak saya. Di dalam pelayanan anak-anak inilah saya menemukan loves/ passions/ excitements dalam melayani Tuhan. Saya juga belajar dari orang2 di sekitar saya tentang pengabaran Injil kepada anak2 dengan latar belakang yang beraneka ragam, cara me-manage kelas, dan hal2 lain seputar itu.

    Setiap kali mengajar sekolah minggu, saya selalu merasa tertantang untuk dapat ‘menghidup’kan kembali cerita2 alkitab dengan menggunakan imaginasi dan kreativitas, membantu anak2 untuk learning through their senses (hearing, sight, smell, taste, touch) & making connection antara cerita alkitab/ Firman Tuhan dengan kehidupan anak2. Semua ini hanya untuk mencapai satu tujuan. Tujuan itu adalah untuk anak2 boleh mengerti, mengingat, dan menjalankan Firman Tuhan dalam kehidupan mereka.

    Pelayanan di sekolah minggu juga membuat saya belajar/ bertumbuh/ dan sadar akan kekurangan dan kelebihan saya. Saya bersyukur bila saya boleh melayani di sekolah minggu dengan kelebihan2 yang saya punya, dan saya juga tetap bersyukur dengan kelemahan/ kekurangan yang saya punya. Dengan kekurangan/ kelemahan yang ada membuat saya humble/ grounded dan bergantung akan Tuhan. Di sisi lain saya excited/ look forward dengan apa yang Tuhan mau saya lakukan dengan talenta2 yang saya punya.

    Soli Deo Gloria!

  • 9 8

    WinnyGuru kelas Navigator (Year 3 and 4)

    Nama saya Winny. Saya sejak kecil sudah ikut Sekolah Minggu di gereja, dan banyak sekali pengalaman yang berkesan dan menyenangkan. Saya sangat menyukai cerita-cerita di Alkitab walaupun waktu itu saya belum mengerti siapakah Tuhan itu bagi saya. Guru-guru Sekolah Minggu saya waktu itu yang adalah anak SMA juga memberikan inspirasi dan teladan bagi saya sehingga saya sempat berpikir jika saya sudah dewasa nanti, saya juga ingin mengajar di Sekolah Minggu.

    Ketika saya mulai terlibat pelayanan di Life, saya juga diajak untuk mengajar Sekolah Minggu di RECI. Pada awalnya saya ragu karena saya jarang berinteraksi dengan anak kecil. Bagi saya, anak kecil itu lucu dari jauh, tetapi kalau harus berhadapan muka dengan muka, saya sering tidak tahu apa yang harus saya lakukan. Namun saya teringat kembali dengan pengalaman saya di Sekolah Minggu dulu. Tidak ada salahnya mencoba, dan kalau Tuhan berkehendak, saya bisa dipakai dalam pelayanan ini walaupun saya tidak mempunyai pengalaman mengajar anak-anak sebelumnya.

    Saya kemudian bergabung dengan guru-guru lain untuk mengajar kelas Navigator (grade 3-4). Banyak tantangan yang saya hadapi, dan seringkali saya merasa ragu apakah anak-anak mendapatkan sesuatu ketika saya mengajar. Tetapi, dukungan dan encouragement dari guru-guru dan saudara seiman lainnya mengingatkan saya bahwa Tuhan tetap bisa bekerja melalui hal-hal yang kecil sekalipun dan memberikan pengertian kepada anak-anak. Menyampaikan cerita di Alkitab ke anak-anak Sekolah Minggu menjadi pengalaman yang meng-humble-kan saya karena saya banyak belajar dari anak-anak juga. Saya sendiri mengalami bagaimana rasanya menjadi bagian dari Tubuh Kristus yang saling melayani. Kiranya Tuhan terus memakai setiap kita walaupun itu dalam hal-hal yang kecil dan sederhana sekalipun untuk membawa kemuliaan bagi-Nya.

  • 9

    Teddy KosasihGuru Young Achiever (Year 5 and 6)

    Nama saya Teddy, papa dari David (3 tahun) dan Mary (baru lahir 6 Apr) dan guru Sekolah Minggu di kelas Young Achiever. Saya datang ke Sydney tahun 1999 setelah lulus SMA untuk melanjutkan studi Accounting di University of Technology, Sydney (UTS).

    Saya lahir bukan dari keluarga Kristen akan tetapi sejak kecil saya disekolahkan di sekolah Kristen dimana saya diharuskan ke Gereja setiap hari minggunya. Meskipun papa dan mama saya belum menjadi Kristen tetapi mereka selalu membangunkan saya setiap minggu pagi dan membawa saya ke sekolah minggu. Bukan dengan motivasi mau ke Gereja mencari Tuhan melainkan karena diharuskan oleh sekolah, saya bersyukur karena walaupun saya bukan terlahir dari keluarga Kristen tetapi saya boleh mengenal Kristus sejak saya masih kecil.

    Saya harus pindah ke sekolah Katolik dekat rumah ketika saya memasuki SMA karena sekolah Kristen yang saya pergi tidak memiliki jenjang pendidikan SMA. Setelah saya pindah sekolah saya tidak lagi pergi ke Gereja melainkan sibuk dengan kegiatan lainnya setiap hari minggu.

    Di tahun 2002, saya kembali datang ke Gereja di Sydney karena diajak oleh teman saya. Sejak itu saya tidak pernah lagi bolos Gereja dan bahkan saya mulai mengambil pelayanan. Ketika saya pertama kali diajak untuk menjadi guru Sekolah Minggu saya merasa saya tidak mampu karena saya sudah lama tidak ke Gereja dan saya juga tidak pernah mengajar Sekolah Minggu sebelumnya. Tetapi waktu itu tidak banyak bahkan tidak ada guru pria di Sekolah Minggu yang membuat saya tergerak dan terbeban untuk menjadi guru karena saya berpikir bukan saja saya mengajari anak – anak Sekolah Minggu dari perspektif pria melainkan juga boleh belajar dan mengerti lebih dalam Firman Tuhan ketika saya mempersiapkan bahan pelajaran.

    Menjadi sukacita yang besar bagi saya pribadi ketika saya bisa melihat anak- anak sekolah minggu boleh mengenal Tuhan di masa kecil mereka dan bertumbuh di dalam pengenalan akan Firman Tuhan yang boleh membawa mereka mencintai dan mengasihi Tuhan. Saya berharap sebagai orang tua dan guru Sekolah Minggu, saya tidak hanya membawa anak – anak mengenal dan dekat dengan Tuhan melainkan saya pribadi juga boleh terus bertumbuh dan berjalan di dalam kehendak Tuhan di dalam setiap langkah hidup saya mengikut Tuhan.

    Soli Deo Gloria..

  • 11 10

    ARMOUR OF GODVia Dolorosa

  • 11

    Via Dolorosa

  • 12

    EASTER CELEBRATION EASTER HAT PARADE