sunda basin
DESCRIPTION
sebuah makalah mengenai cekungan yang berada di utara jawa ini berdasarkan dari proses pembentukanya, jenis cekunganya, bentukan cekunganya dan juga sumber sedimen yang mengisi cekungan tersebut.TRANSCRIPT
TUGAS KULIAH
GEOLOGI SEJARAH
CEKUNGAN SUNDA
Disusun Oleh:
Adrian Hanenda 2110113130095
Alif Akbar F Z 21100113130063
Dimas Anas Hakim 21100113130081
M. Jabaris aulana 2110013140083
M. Sofyan R A 21100113140089
PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
DESEMBER 2015
CEKUNGAN SUNDA
1. Letak dan Sejarah Eksplorasi
Secara geografis Cekungan Sunda berada pada wilayah laut, bagian utara
Jawa Barat. Wilayah Cekungan Sunda secara fisiografis terletak pada bagian
belakang busur vulkanik (Back Arc Basin). Cekungan Sunda bersama cekungan
Asri merupakan Sub-Cekungan dari Cekungan Jawa Barat Laut ( North West
Java Basin ).
Daerah ini pernah diteliti oleh Wight yang dipublikasikan pada 1986,
daerah ini merupakan daerah operasional China National Offshore Oil Company
South East Sumatera Ltd, ( CNOOC SES Ltd. ). Daerah ini pada awalnya
merupakan wilayah kerja dari IIAPCO (Independent Indonesian American
Petroleum Company) lalu diubah menjadi Maxus SES Inc. Pada tahun 1988.
Dengan lebih dari 25 tahun IIAPCO memiliki kontrak bagi hasil dengan
Pertamina. Kemudian terjadi akuisisi Maxus Energy Corp. Oleh perusahaan
minyak Argentina YPF pada 1995, yang kemudian YPF-Maxus SES LLC
( berubah nama) menjadi unit usaha minyak dan gas bumi terbesar di Argentina.
Pada tahun 1998, perusahaan Spanyol; Repsol, mengakuisisi YPF dan merubah
nama perusahaan tersebut menjadi YPF-Maxus SES BV per 1 Desember 1998.
Perusahaan ini mengusai 5 lapangan minyak di Indonesia.Pada 18 Januari 2002
hingga 28 November 2002, CNOOC International Ltd. Mengakuisisi perusahaan
Repsol YPF di Indonesia, dan kepemilikan tersebut bertahan hingga saat ini.
Kontrak bagi hasil pertama dengan Pertamina ditandatangani pada
tanggal 6 September 1968 dengan luas area kerja seluas 11.044 km2. Pengeboran
pertama dimulai pada Januari 1970. Setelah didapatkan tujuh buah sumur Dry-
Hole. Pada akhirnya ditemukan minyak pada Sumur Cinta-1 pada 21 Agustus
1970. Sumur tersebut memiliki kedalaman 3343 ft pada formasi Talang Akar,
dengan ketebalan mencapai 200 ft. Pada 10 September 1972, sumur tersebut
mulai berproduksi dengan kapasitas sebesar 25.000 barrel minyak per hari.
Daerah operasi CNOOC SES Ltd. di Indonesia yaitu di daerah lepas
pantai Laut Jawa (southeast Sumatra). Wilayah ini merupakan cekungan Sunda
dan Basin yang mencakup luas area kurang lebih 13.725 km2 pada posisi
koordinat 04030’LS – 06000’LS dan 106030’BT – 107000’BT.
Wilayah ini berbatasan dengan :
• Sebelah utara : pulau Belitung dan Bangka
• Sebelah barat : pulau Sumatra
• Sebelah timur : lapangan BP
• Sebelah selatan : pulau Jawa
Gambar 1. Letak Cekungan Sunda yang berdekatan dengan Cekungan Asri
2. Tatanan Tektonik
Cekungan Sunda secara umum merupakan Cekungan berbentuk Half
graben yang merupakan basin hasil bentukan rifting pada kala Oligosen yang di
kontrol oleh proses subduksi di Selatan Sumatera. Setidaknya ada enam grabens
utama di cekungan yang berada di wilayah Cekungan Sunda, yaitu Kitty - Nora ,
Nunung , Seribu , Yani ,Hera , dan Graben Asri. Keseluruhan graben tersebut
menjadi pusat cekungan dengan ketebalan akumulasi endapan hingga setebal +
5000m.
Menurut Sukanto dkk, pada 1998, Cekungan Sunda-Asri memiliki tiga
periode utama tektonik yang mempengaruhi struktur dan sistem
pengendapannya, yaitu
1. Awal proses Rifting
Periode ini terjadi pada masa para-Banuwati ( para-Oligosen) hingga
masa pengendapan Serpih Banuwati (Oligosen Awal). Pada periode ini
terjadi pemekaran benua yang menyebabkan blok-blok sesar memiliki arah
hampir paralel dengan sesar utama pembatas cekungan. Bentuk cekungan
pada fase ini relatif simetris.
2. Selama Rifting
Periode ini terjadi pada Oligosen Awal hingga Oligosen Akhir. Pada
periode ini, rifting berkembang akibat pengaruh barisan sesar pada sayap
bagian timur dan barat cekungan, sehingga terjadi penurunan cepat dan
simetris, dan terbentuk cekungan dalam yang memanjang.
Rifting terus berlanjut dengan pengaruh sesar di sebelah timur yang
lebih dominan daripada sesar di sebelah barat sehingga ekstensi terjadi
secara cepat dengan sudut yang cukup tinggi. Faktor inilah yang
menyebabkan bentukan graben yang relatif simetris menjadi Half graben.
3. Setelah Rifting
Pada masa ini, proses rifting telah selesai, dan terjadi penurunan
cekungan akibat proses pemampatan sedimen. Setelah itu terjadi transgresi
laut secara regional.
Menurut Wight et al pada 1986, urutan sejarah pembentukan cekungan
Sunda adalah :
1. Pada zaman Mesozoic, terbentuk busur gunung api Cretaceous yang
memiliki kecenderungan pola Barat - Timur.
2. Proses Pengangkatan dan erosional pada zaman Paleogene
3. Proses Rifting dan Subsidence pada Awal Oligocene. Dengan pola struktur
utama yang terbentuk cenderung memiliki orientasi Utara - Selatan.
4. Tektonik pasif pada awal Miocene. Pada zaman ini terjadi subsidence Post
rift dan transgresi marine yang tersebar luas.
5. Pada pertengahan Miocene terjadi regresi ( yang dimulai dari awal
Miocene), pengaruh tektonik pada cekungan ini minim dan hanya
menimbulkan bagian margin dari cekungan mengalami pengangkatan dan
perubahan kemiringan.
6. Rifting minor pada Akhir Miosen hingga Pliosen. Terbentuk beberapa sesar
antithetic kecil dan terjadinya pembentukan ( pemasakan), serta migrasi
hidrokarbon.
Gambar 2. Morfologi Half graben hasil proses rifting.
Gambar 3. Kondisi Cekungan Sunda (Wight,1986)
Gambar 4. Cross Section Sunda Basin, menunjukkan Depocenter dan bentukan half graben yang
disertai arah migrasi minyak dan gas
Gambar 5. Cross Section Sunda Basin, menunjukkan Depocenter, sesar -sesar dan susunan
formasi, dan bentukan graben. (Wight,1986)
3. Stratigrafi
Gambar 5. Kolom Stratigrafi dari Sunda - Asri dengan lingkungan pengendapannya
( Wight, 1986 )
Fase pertama dalam pengisian stratigrafi cekungan Sunda adalah
pengendapan pada zaman tersier, sebagai akibat proses rifting pada awal
oligosen. Cekungan half graben ini bersifat memanjang ke arah Utara-Selatan,
dan memiliki arah kemiringan ke arah Timur. Bagian timur half graben pada
cekungan Sunda dibatasi oleh sesar Seribu Utara dan Selatan, dimana sedimen
klastik pada zona ini berasal dari tinggian dan tepi half graben yang dibatasi
sesar - sesar ini. Sedimen formasi banuwati terdiri dari endapan lacustrine shales
yang tersebar luas dan alluvial fanglomerat tebal dan bersifat lokal. Formasi
banuwati ini terendapkan secara tidak selaras pada bagian atas basement.
Selanjutnya terjadi pengendapan formasi talang akar yang tersebar luas
dan didominasi oleh pengendapan yang mencirikan lingkungan pengendapan
fluvial. Selain fluvial yang ditunjukkan oleh formasi ini adalah ciri endapan
lacustrine dan paludal. Formasi yang berusia Oligosen akhir ini terendapkan
secara selaras diatas formasi banuwati. Formasi talang akar memiliki 2 bagian,
yaitu Zelda ember yang berusia lebih tua, terdapat perselingan batupasir,
batulempung, batulanau, dan batubara. Zelda ini bersifat onlap basement pada
batas cekungan dan terendapkan diatas formasi banuwati dengan
ketidakselarasan lokal ( sebagian ) pada bagian depocenter. Batupasir yang
terendapkan pada lingkungan fluviatil ini menunjukkan tipe endapan sungai
braided stream dengan perbandingan sand-shalenya yang tinggi. Pengendapan
fluviatil juga mendominasi bagian Talang akar lainnya yaitu Gita ember dengan
ciri endapan fluviatile dan paludal, terendapkan secara selaras diatas Anggota
Zelda. Fluviatile pada Anggota Gita lebih didominasi sistem sungai meandering
dengan batupasir poin-bar yang cukup porous terbentuk pada bagian sabuk
meander. Diantara channel, endapan klastika halus dan batubara terdapat pada
bagian dataran banjir, silih berganti dengan endapan crevasse splay dan levee
yang kaya akan sandstones. Menjelang akhir pada bagian anggota Gita, batubara
cukup tebal diendapkan dan pengaruh dari transgresi mulai nampak.
Formasi Baturaja diendapkan secara sekarang diatas formasi Talang
Akar, formasi ini berusia Miosen awal. Formasi baturaja adalah endapan yang
terbentuk pada fase transgresi yang menenggelamkan bagian lower delta plain,
dan menyebabkan tumbuh dan terbentuknya batugamping fasies laut dangkal,
baik berupa batugamping paparan pada bagian bawah atau batugamping
terumbu bioklastika pada bagian atas.
Selanjutnya Formasi Gumai yang juga berumur Miosen awal
terendapkan secara selaras diatas formasi baturaja. Formasi guntai ini memiliki
ciri serpih berwarna keabuan yang terbentuk dalam fase transgresi marine
maksimum. Formasi ini tersusun oleh batulempung, serpih, batugamping dan
perselingan batulempung, batulanau dan batupasir.
Setelah formasi Gumai, terendapkan formasi Air Benakat yang berusia
akhir awal Miosen hingga Miosen tengah, dan terendapkan secara selaras diatas
Formasi Gumai. Formasi ini tersusun dari batupasir dari Anggota Krisna, lalu
terdapat batulempung dan batugamping.
Formasi Cisubuh berumur Akhir Miosen - Awal Pliosen yang
diendapkan secara selaras diatas formasi Air Benakat dan dengan
ketidakselarasan pada beberapa tempat. Formasi ini memiliki tersusun atas
batulempung, batupasir dan batugamping pada Anggota Bawah, serta pasir
volcaniclastics, batulempung dan batubara pada Anggota Atas.
Gambar 6. Penampang Kolom Stratigrafi pada Cekungan Sunda dan zona potensi gas
serta minyak (CNOOC SES, pada Oky Irawana, 2008)
4. Potensi
a. Batuan Induk
Cekungan Sunda dikenal pada industri Migas sebagai Sunda-Asri
Basin, dan memiliki source Rock yang cukup terkenal yaitu Formasi
Banuwati, dengan batuan induknya adalah lacustrine shale yang terendapkan
pada akhir Eosen hingga awal Oligosen pada lingkungan pengendapan
danau. Batuan induk ini diketahui merupakan batuan induk tipe 1 ( Oil
prone). Selain itu batubara, overbank shales, dan shallow lacustrine shale
dari Zelda dan Member Gita pada Formasi Talang Akar, serta marine shales
dan mars dari Formasi Batu Raja dan Gumai diperkirakan dapat menjadi
Source Rock yang baik bila memiliki tingkat kematangan yang cukup.
b. Reservoir
Pada cekungan ini, yang berpotensi utama menjadi reservoir adalah
Formasi Talang Akar yang berusia Oligosen, termasuk anggota Zelda dan
Gita, yang merupakan endapan channel. Selain itu batupasir yang berbentuk
fan pada Formasi Banuwati, Batuan karbonat pada Formasi Baturaja dan
Formasi Gumai, dapat menjadi reservoir lainnya pada petroleum system
cekungan Sunda.
c. Penutup
Shale pada Formasi Gumai, dapat menjadi regional seal pada
cekungan Sunda. Selain itu terdapat beberapa lapisan shale dari Formasi Air
Bekanat, Formasi Baturaja dan Formasi Cisubuh yang dapat menjadi seal -
seal bersifat lokal.
d. Perangkap
Beberapa zona pada Cekungan Sunda terdapat Structural Trap, dengan
terbentuknya antiklin, dan sesar-sesar yang dapat menjadi fault trap dan
beberapa bersifat jalur migrasi. Namun di beberapa zona, yang reservoirnya
bersifat Carbonate buildup seperti pada Formasi Baturaja dan Formasi
Gumai, perangkap yang ada dapat bersifat Stratigraphic traps.
DAFTAR PUSTAKA
http://digilib.itb.ac.id/files/disk1/620/jbptitbpp-gdl-okyirawana-30957-3-2008ta-
2.pdf
http://dokumen.tips/documents/cekungan-sunda.html
Sari, Bella Puspita.2014. Laporan Kerja Praktek CBU Area CNOOC SES Ltd;
ESP PROBLEM AND TROUBLESHOOTING. Universitas Islam Riau.
Pekanbaru. Indonesia.