sumber hukum islam

26
PENGERTIAN SUMBER HUKUM ISLAM DAN AHKAM AL-KHAMSAH Makalah ini disusun untuk tugas mata kuliah Studi Fiqih Dosen Pembimbing Bapak Drs.H.Farid Hasyim,M.Ag Disusun oleh : Titin Winarsih (09110018) Amaliyah (09110024) Ridha Fitriani (09110027) JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG Oktober 2010

Upload: apit-hidayat

Post on 30-Oct-2014

153 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

Isinya tentang sumber hukum Islam. Ada 3.

TRANSCRIPT

Page 1: Sumber Hukum Islam

PENGERTIAN SUMBER HUKUM ISLAM DAN

AHKAM AL-KHAMSAH

Makalah ini disusun untuk tugas mata kuliah Studi Fiqih

Dosen Pembimbing Bapak Drs.H.Farid Hasyim,M.Ag

Disusun oleh :

Titin Winarsih (09110018)

Amaliyah (09110024)

Ridha Fitriani (09110027)

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM

MALANG

Oktober 2010

Page 2: Sumber Hukum Islam

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Hukum islam merupakan istilah khas di Indonesia,sebagai terjemahan dari al-fiqh

al-islamy atau dalam keadaan konteks tertentu dari as-syariah al islamy.Istilah ini dalam wacana

ahli Hukum Barat disebut Islamic Law.Dalam Al-Qur’an dan Sunnah,istilah al-hukm al-Islam

tidak ditemukan.Namun yang digunakan adalah kata syari’at islam,yang kemudian dalam

penjabarannya disebut istilah fiqih.Uraian diatas memberi asumsi bahwa hukum dimaksud

adalah hukum islam.Sebab,kajiannya dalam perspektif hukum islam,maka yang dimaksudkan

pula adalah hukum syara’ yang bertalian dengan akidah dan akhlak.

Penyebutan hukum islam sering dipakai sebagai terjemahan dari syari’at islam

atau fiqh islam.Apabila syari’at islam diterjemahkan sebagai hukum islam,maka berarti syari’at

islam yang dipahami dalam makna yang sempit.Pada dimensi lain penyebutan hukum islam

selalu dihubungkan dengan legalitas formal suatu Negara,baik yang sudah terdapat dalam kitab-

kitab fiqh maupun yang belum.Menurut T.M,Hasbi Ashshiddiqy mendefinisikan hukum islam

adalah koleksi daya upaya para ahli hukum untuk menerapkan syariat atas kebutuhan

masyarakat.Dalam khazanah ilmu hukum islam di Indonesia,istilah hukum islam dipahami

sebagai penggabungan dua kata,hukum dan islam.Hukum adalah seperangkat peraturan tentang

tindak tanduk atau tingkah laku yang diakui oleh suatu Negara atau masyarakat yang berlaku dan

mengikat untuk seluruh anggotanya.Kemudian kata hukum disandarkan kepada kata

islam.Jadi,dapat dipahami bahwa hukum islam adalah peraturan yang dirumuskan berdasarkan

wahyu Allah dan sunnah Rasul tentang tingkah laku mukallaf (orang yang sudah dapat dibebani

kewajiban) yang diakui dan diyakini berlaku mengikat bagi semua pemeluk agama islam.

Page 3: Sumber Hukum Islam

II.2 Rumusan masalah

1. Bagaimana pengertian tentang Sumber Hukum Islam?

2. Bidang kajian apa sajakah yang erat kaitannya dengan Sumber Hukum Islam?

3. Bagaimana pengertian tentang Ahkam al-Khamsah?

II.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui tentang pengertian Sumber Hukum Islam

2. Untuk mengetahui bidang kajian apa saja yang berkaitan dengan Sumber Hukum Islam

3. Untuk mengetahui pengertian Ahkam al-Khamsah

Page 4: Sumber Hukum Islam

BAB II

PEMBAHASAN

A.Sumber Hukum Islam

II.1 Pengertian Sumber Hukum Islam

Pengertian sumber hukum ialah segala sesuatu yang melahirkan atau menimbulkan aturan

yang mempunyai kekuatan yang bersifat mengikat,yaitu peraturan yang apabila dilanggar akan

menimbulkan sanksi yang tegas dan nyata.Sumber Hukum Islam ialah segala sesuatu yang

dijadikan pedoman atau yang menjadi sumber syari’at islam yaitu Al-Qur’an dan Hadist Nabi

Muhammad (Sunnah Rasulullah SAW).Sebagian besar pendapat ulama ilmu fiqih sepakat bahwa

pada prinsipnya sumber utama hukum islam adalah Al-Qur’an dan Hadist.Disamping itu terdapat

beberapa bidang kajian yang erat berkaitan dengan sumber hukum islam yaitu : ijma’, ijtihad,

istishab, istislah, istihsun, maslahat mursalah, qiyas,ray’yu, dan ‘urf.

II.2 Al-Qur’an

Al-Qur’an adalah sumber atau dasar hukum yang utama dari semua ajaran dan syari’at

islam. Hal ini ditegaskan di dalam Al-Qur’an yaitu

105. Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab kepadamu dengan membawa kebenaran,

supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang telah Allah wahyukan kepadamu, dan

janganlah kamu menjadi penantang (orang yang tidak bersalah), karena (membela) orang-orang

yang khianat[347],

Definisi tentang Al-Qur’an telah banyak dirumuskan oleh beberapa ulama’,akan tetapi

dari beberapa definisi tersebut terdapat empat unsur pokok,yaitu :

Page 5: Sumber Hukum Islam

1. Bahwa Al-Qur’an itu berbentuk lafazt yang mengandung arti bahwa apa yang

disampaikan Allah melalui Jibril kepada Nabi Muhammad dalam bentuk makna dan

dilafazkan oleh Nabi dengan ibaratnya sendiri tidaklah disebut Al-Qur’an.

2. Bahwa Al-Qur’an itu adalah berbahasa Arab

3. Bahwa Al-Qur’an ini diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW

4. Bahwa Al-Qur’an itu dinukilkan secara mutawatir

Ayat Al-Qur’an diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dengan beberapa cara dan

keadaan,antara lain, yaitu :

1. Malaikat memasukkan wahyu ke dalam hati Nabi Muhammad SAW

2. Malaikat menampakkan dirinya kepada Nabi Muhammad SAW berupa seorang laki-laki

yang mengucapkan kata-katanya

3. Wahyu datang seperti gemirincing lonceng

4. Malaikat menampakkan diri kepada Nabi Muhammad SAW benar-benar sebagaimana

rupanya yang asli

Ayat-ayat yang diturunkan tadi dibagi menjadi dua bagian/jenis,yaitu :

1. Ayat-ayat Makkiyah

2. Ayat-ayat Madaniyah

Di dalam ajaran islam terdapat ketentuan-ketentuan untuk membentuk sesuatu

hukum,yaitu ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Ushul Fiqih.Pengertian bahasa arab

“Ushul Fiqih” secara harfiah adalah akar pikiran,dan secara ibarat (tamsil) adalah sumber hukum

atau prinsip-prinsip tentang ilmu fiqih.Pada umumnya para fuhaka sepakat menetapkan dan

Qiyas.

II.3 Sunnah Nabi/Hadist

Hadist adalah ucapan Rasulullah SAW tentang suatu yang berkaitan dengan kehidupan

manusia atau tentang suatu hal,atau disebut pula sunnah Qauliyyah.Hadist merupakan bagian

dari sunnah Rasulullah.Pengertian sunnah sangat luas,sebab sunnah mencakup dan meliputi:

1. Semua ucapan Rasulullah SAW yang mencakup sunnah qauliyah

2. Semua perbuatan Rasulullah SAW disebut sunnah fi’liyah

Page 6: Sumber Hukum Islam

3. Semua persetujuan Rasulullah SAW yang disebut sunnah taqririyah

Pada prinsipnya fungsi sunnah terhadap Al-Qur’an sebagai penganut hukum yang ada dalam

Al-Qur’an.Sebagai penganut hukum yang ada dalam Al-Qur’an,sebagai

penjelasan/penafsir/pemerinci hal-hal yang masih global.Sunnah dapat juga membentuk hukum

sendiri tentang suatu hal yang tidak disebutkan dalam Al-Qur’an.Dalam sunnah terdapat unsur-

unsur sanad (keseimbangan antar perawi),matan (isi materi) dan rowi (periwayat).

Dilihat dari segi jumlah perawinya sunnah dapat dibagi kedalam tiga kelompok yaitu :

1. Sunnah Mutawattir : sunnah yang diriwayatkan banyak perawi

2. Sunnah Masyur : sunnah yang diriwayatkan 2 orang atau lebih yang tidak mencapai

tingkatan mutawattir

3. Sunnah ahad : sunnah yang diriwayatkan satu perawi saja.

Pembagian hadist dapat pula dilakukan melalui pembagian berdasarkan rawinya dan

berdasarkan sifat perawinya.

1. Matan, teks atau bunyi yang lengkap dari hadist itu dalam susunan kalimat yang

tertentu.

2. Sanad, bagian yangg menjadi dasar untuk menentukan dapat di percaya atau tidaknya

sesuatu hadist. Jadi tentang nama dan keadaan orang-orang yang sambung-

bersambung menerima dan menyampaikan hadist tersebut, dimulai dari orang yang

memberikannya sampai kepada sumbernya Nabi Muhammad SAW yang disebut

rawi.

Ditinjau dari sudut periwayatnya ( rawi ) maka hadist dapat di golongkan ke dalam empat

tingakatan yaitu:

Hadist mutawir, hadist yang diriwayatkan oleh kaum dari kaum yang lain hingga sampai

pada Nabi Muhammad SAW.

Hadist masyur, hadist yang diriwayatkan oleh sejumlah orang, kemudian tersebar luas. Dari

nabi hanya diberikan oleh seorang saja atau lebih.

Page 7: Sumber Hukum Islam

Hadist ahad, hadist yang diriwayatkan oleh satu, dua atau lebih hingga sampai kepada nabi

muhammad.

Hadist mursal, hadist yang rangkaian riwayatnya terputus di tengah-tengah,se hingga tidak

sampai kepada Nabi Muhammad SAW.

Sunan berkedudukan sebagai dalil hukum islam. Hal ini didasarkan kepada nash Al-

quran yaitu:

Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari allah, dan apa saja bencana yang menimpamu,

maka dari (kesalahan) dirimu sendiri. Kami mengutusmu menjadi rasul kepada segenap

manusia. Dan cukuplah allah menjadi saksi.(QS.annisa’:79)

Surat Al-Arab ayat 158 sebagai berikut :

158.katakanlah : “ hai manusia sesungguhnya aku adalah utusan allah kepadamu semua yaitu

allah yang mempunyai kerjaan langit dan bumi, tidak ada tuhan selain dia. Yang menghidupkan

dan mematikan, maka berimanlah kamu kepada allah dan rasulnya, nabi ysng ummi yang

beriman kepada allah dan kepada kalimat-kalimatnya (kitab-kitabnya) dan ikutilah dia, supaya

kamu mendapat petunjuk,” (QS. Al-a’rab : 158)

Page 8: Sumber Hukum Islam

Di dalamnya memahami hadist terdapat dari kutub yang harus diperhatikan, yaitu:

1. Hadist shahih

2. Hadist dhaif

Ciri-ciri hadist yang shahih itu ialah yang kata- katanya bebas dari bahasa yang rendah (tidak

pantas) serta maksudnya tidak bertetangga dengan ayat atau kabar (hadis) yang mutawir atau

ijma’(yang gamblang), dan yang meriwayatkannya orang-orang yang pantas dipercaya.

Adapun ciri-ciri hadist dhaif sebagaimana diungkapkan K.H.E abdurrohman ialah bertentangan

dengan nash al-quran sunnah yang mutawir, atau bertentangan dengan putusan akal yang

gamblang.

Didalam ilmu hadist dikenal adanya ulama hadist yang masykur. Keenam ulama tersebut,

ialah :

1. Al-Bukhari (194 - 256 H/810 - 870 M)

2. Muslim (204 - 261 H/817 - 875 M)

3. Abu Daud (202 - 275 /817 - 889 M)

4. An-Nasai (225 - 303 H/839 - 915 M)

5. At-Turmudzi (209 - 272 / 824 - 892 M)

6. Ibnu Majah 9207 - 273 / 824 - 887 M)

II.4 Al-Ijma’

Ijma’ menurut hukum islam pada prinsipnya ijma’ adalah kesepakatan beberapa ahli

istihan atau sejumlah mujtahid umat islam setelah masa rasulullah tentang hukum atau ketentuan

beberapa masa yang berkaitan dengan syariat atau suatu hal. Ijma merupakan salah satu upaya

istihad umat islam setalah qiyas.

Kata ijma’ berasal dari kata jam’ artinya maenghimpun atau mengumpulkan. Ijma’

mempunyai dua makna, yaitu menyusun mengatur suatu hal yang tak teratur,oleh sebab itu

Page 9: Sumber Hukum Islam

berarti menetapkan memutuskan suatu perkara,dan berarti pula istilah ulama fiqih (fuqaha). Ijma

berati kesepakatan pendapat di antara mujtahid, atau persetujuan pendapat di antara ulama fiqih

dari abad tertentu mengenai masalah hukum.

Apabila di kaji lebih mendalam dan mendasar terutama dari segi cara melakukannya, maka

terdapat dua macam ijma’ yaitu :

1. Ijma’ shoreh (jelas atau nyata) adalah apabila ijtihad terdapat beberapa ahli ijtihad atau

mujtahid menyampaikan ucapan atau perbuatan masing-masing secara tegas dan jelas.

2. Ijma’ sukuti (diam atau tidak jelas) adalah apabila beberapa ahli ijtihad atau sejumlah

mujtahid mengemukakan pendapatnya atau pemikirannya secara jelas.

Apabila ditinjau dari segi adanya kepastian hukum tentang suatu hal, maka ijma’ dapat

digolongkan menjadi :

1. Ijma’ qathi yaitu apabila ijma’ tersebut memiliki kepastian hukum ( tentang suatu hal)

2. Ijma’ dzanni yaitu ijma’ yang hanya menghasilkan suatu ketentuan hukum yang tidak

pasti.

Pada hakikatnya ijma’ harus memiliki sandaran, danya keharusan tersebut memiliki beberapa

aturan yaitu :

Pertama: bahwa bila ijma’ tidak mempunyai dalil tempat sandarannya, ijma’ tidak akan sampai

kepada kebenaran.

Kedua: bahwa para sahabat keadaanya tidak akan lebih baik keadaan nabi, sebagaimana

diketahui, nabi saja tidak pernah menetapkan suatu hukum kecuali berdasarkan kepada wahyu.

Ketiga: bahwa pendapat tentang agama tanpa menggunakan dalil baik kuat maupun lemah

adalah salah.kalau mereka sepakat berbuat begitu berati mereka sepakat berbuat suatu kesalahan

yang demikian tidak mungkin terjadi.

Keempat: bahwa pendapat yang tidak didasarkan kepada dalil tidak dapat diketahui kaitannya

dengan hukum syara’ kalau tidak dapat dihubungkan kepada syara’ tidak wajib diikuti

Page 10: Sumber Hukum Islam

II.5 Al-Ijtihad

Mencurahkan seluruh potensi pikiran untuk mengambil suatu hukum dari dalil-dalil syara’

( Al-quran dan sunnah).Menurut definisi bahasa arab ijtihad ialah mencurahkan segala

kemampuan di dalam mendapatkan hukum syara’ dengan cara istimbat dari Al-Quran dan

hadist.Mujtahid adalah seseorang yang melakukan ijtihad. Para mujtahid pada zaman sahabat

hingga zaman tabi’in mengambil hukum-hukum suatu masalah langsung dari Al-Quran dan

hadist muhammad SAW.

Mujtahid dapat dikelompokkan ke dalam 4 klasifikasi:

1. Mujtahid yang bekemampuan berijtihad seluruh amsalah hukum islam dan hasilnya

diikuti oleh orang-orang yang tidak sanggup berijtihad. Mereka berusaha sendiri,

tanpa memungut pendapat orang lain.

2. Mujtahid filmadzhab atau mujtahid yang di dalam berijtihad mengikuti pendapat

salah satu madzhab dengan beberapa perbedaan. Misalnya abu yusuf yang mengikuti

pendapat madzhab manafi.

3. Mujtahid fil masail atau mujtahid yang hanya membidangi dalam masalah-masalah

tertentu. Ciri mujtahid kelas ini yaitu:

a. Dalam berijtihad mengikuti pendapat imam madzhab tertentu.

b. Lapangan ijtihadnya terbatas pada soal-soal tertentu dan menyangkut hal-hal yang

cabang saja.

4. Mujtahid yang mengikatnya diri muqoyyad ciri-ciri mujtahid yang termasuk dalam

kelas muqoyyad:

a. Mengikuti pendapat-pendapat ulama’ salaf

b. Mengetahui sumber-sumber hukum dan masalahnya

c. Mampu memilih pendapat yang di anggap lebih baik dan benar.

Page 11: Sumber Hukum Islam

II.6 Al-Qiyas

Qiyas ialah menyamakan suatu peristiwa yang tidak ada hukumnya dalam nash kepada

kejadian yang lain yang hukumnya dalam nash karena adanya kesamaan dua kejadian dalam illat

hukumnya.Seterusnya dalam perkembangan hukum islam kita jumpai qiyas sebagai sumber

hukum yang keempat. Arti perkataan bahasa arab “Qiyas” adalah menurut bahasa ukuran,

timbangan. Persamaan (analogy) dan menurut istilah ali ushul fiqih mencari sebanyak mungkin

persamaan antara dua peristiwa dengan mempergunakan cara deduksi (analogical deduction).

Yaitu menciptakan atau menyalurkan atau menarik suatu garis hukum yang baru dari garis

hukum yang lama dengan maksud memakaiakan garis hukum yang baru itu kepada suatu

keadaan, karena garis hukum yang baru itu ada persamaanya dari garis hukum yang

lama.Sebagai contoh dapat dihadirkan dalam hal ini yaitu surat Al-Maidah ayat 90,yakni :

“ hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk

berhala) mengundi nasb dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaitan.

Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.”(QS.Al-Maidah :

ayat 90)

Menurut ketentuan nash, khamar dilarang karena memabukkan da dampak negatifnya

akan menyebabkan rusaknya badan, pikiran dan pergaulan. Dengan demikian sifat memabukkan

dimiliki sebagai sebab bagi ketentuan hukum haram. Hal ini dapat diqiyaskan bahwa setiap

minuman yang memabukkan haram hukumnya jadi dilarang di dalam hukum islam.

Qiyas sebagai salah satu hukum islam yang tdak dapat dikesampingkan keberadaannya di

dalam menetapkan beberpa ketentuan hukum islam memiliki 4 hukum yaitu:

1. Sesuatu yang hukumnya tidak terdapat dalam nash atau hukum islam.

2. Sesuatu yang hukumnya tidak terdapat dalam nash (far’u : cabang)

3. Hukm syara’ yang terdapat dalam nash berdasar unsur pokok.

4. Illat, yaitu sebab

Page 12: Sumber Hukum Islam

II.7 Al-istikhsan

Al-istikhsan adlah meninggalkan hukum yang diperoleh melalui qiyas yang jelas (jali)

untuk menjalankan hukum yang tidak jelas (khafi) karena adanya dalil syara’ atau logika yang

membenarkan atau meneruskan meninggalkannya. Pada prinsipnya adalah meninggalkan hukum

yang bersifat umum untuk melaksanakan istisna oleh karena aa atau terdapat dalil tertentu.

Perbedaan pendapat tentang istihsan pada penggunaanya sebagai dalil sebenarnya prbedaan

dalam memberi arti kepada istihsan itu dari banyak istilah yang dikemukakan tntang istihsan

maka yang paling tepat dan sesuai dengan maksud penolakan imam syafi’i menurut yang sering

di nukilkan itu adalah “ sesuatu cara yang cenderung dan senang perasaan manusia

melakukannya sedangkan pihak lain menganganggapnya baik” atau “ petunjuk atau dalil yang

muncul pada diri seseorang mujtahid sedangkan dia tidak mampu melahirkannya. “

Disamping itu ditegaskan pula bahwa imam syafi’i berpendapat bila seseorang

dibenarkan menggunakan istihsan ia akan berpendapat orang lain pun bebas menggunakan

istihsan, tentu akan dapat menimbulkan beberapa putusan yang benar atau beberapa fatwa dalm

kasus yang sama. Oleh karena itu imam syafi’i menetapkan tidak boleh memutuskan berdasrkan

istihsan. Yang dibenarkan hanya menggunakan ijtihad dengan qiyas, bila dalam suatu kejadian

tidak ditemukan nash dalam bentuk al-quran maupun al-sunnah.

Dalam istihsan pada suatu peristiwa terdapat dalil untuk dipilih. Untuk itu seorang mujtahid salh

satu dalil yang jelas atau kuat untuk menjalankan dalil yang tidak jelas disebabkan adanya

sesuatu hal. Istihsan berbeda dengan qiyas sebab dalamqiyas tentang sesuatu belum ada baik

berupa nash atau ijma’ karena adanya hukum, maka peristiwa atau hal dipersamakn dengan

peristiwa yang sudah ada hukumnya. Karena adanya persamaan illat sedangkan dalam istihsan

hukumnya sudah ada bahkan ada dua hukum yang harus dipilih.

Dalam istihsan ada dua aspek penting yaitu:

1. Aspek yang ditinggalkan dan dalil yang dipakai

2. Aspek dalil yang dijadikan landasan dasar istihsan.

Meninggalkan dalil yang umum dan menggunakan dalil yang khusus karena adanya

darurat.

Page 13: Sumber Hukum Islam

Contoh : kasus seperti tersebut dalam (QS. Al-Maidah : 38) tentang pengecualian potong tangan

bagi pencuri karena keadaan yang tidak memungkinkan seerti dalam keadaan atau musim

kelaparan. Hal ini pernah diperatekkan umar bin khatab yang berati menyalahi dari kandungan

surat Al-Maidah ayat : 38 yaitu :

38.” Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri potonglah tangan kedua saya

(sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari allah. Dan allah

maha perkasa lagi maha bijaksana (QS. Al-Maidah : 38).

II.8 Al-Maslahah Mursalah

Maslahah mursalah atau lengkapnya “ al-masalihul mursalah berarti kemaslahatan yang

dilepaskan. Maslahah mursaah adalah kebaikan atau kemaslahatan yang tidak disinggung-

singgung syara’ mengenai hukumnya, baik di dalam mengerjakan atau meninggalkannya akan

tetapi dikerjakannya, akan tetapi dikerjakan akan membawa manfaat dan menjauhkan

kemudhoratannya, bahkan kemudhorotan tersebut dapat hilang sama sekali.

Syarat maslahat mursalah yaitu :

1. Hanya berlaku dalam bidang muamalah jadi tidak berlaku dibidang aqidah dan ibadah.

2. Tidak bertentangn dengan maksud hukum islam atau salah satu dalilnya yang sudah

dikenal ( dalam hal ini Al-Quran dan hadist nabi)

3. Ditetapkan karena kepentingan yang jelas dan sangat diperlukanmasyarakat yang luas.

Page 14: Sumber Hukum Islam

Menurut A. Hanafi di dalam pengantar dan sejarah hukum islam ditegaskan bahwa:

“maslahat mursalah ialah pembinaan (penetapan hukum berdasarkan maslahat

(kebikan,kepentingan) yang tidak ada ketentuannya dari syara’ baik ketentuan secara umum atau

secara khusus.”

Oleh karena itu maka maslahat tersebut di namai “ mursal” artinya terlepas dengan tidak

terbatas. Akan tetapi jika sesuatu maslahat telah ada ketentuan dari syara’ yang menujuk

kepadanya secara khusus, seperti penulisan Qur’an karena dikhawatirkan akan tersia-sia atau

seperti membrantas buta huruf (mengajarkan menulis dan membaca), atau ada nash umum yang

menunjukkan macamnya maslahat yang harus dipertimbangkan, seperti wajibnyamencari dan

menyiarkan ilmu pengetahuan pada umumnya, atau seperti amar ma’ruf dan nahi mungkar, maka

maslahat-masahat trsebut tidak lagi disebut maslahat mursalah, dan penetapan hulkumannya

didasarkan atas nash bukan didasrkan atas aturan maslaht mursalah.

II.9 Al-‘Urf

“urf diakui keberadaannya di dalamenentukan hukum, terutama dalam menghadpi lafal-

lafal yang bersifat umum. Untuk maksud tersebut, mujtahid harus berusaha mendapatkannya.

Billa tidak mungkin mendapatkannya daklam al-quran dan sunnah dapat di tempat cara lain

diluar dua dalil tersebut,diantara ‘urf atau adat. Kebanyakan ulama menggunakan dalil ‘urf atau

adat sebagai dalil takhsin. Karena fungsi dari takhsis itu adalah menjelaskan, maka ini berarti

bahwa nash (teks) yang umum dalam al-quran atau sunnah dapat dijelaskan atau dipahami

menurut pemahaman ‘urf atau adat. Sehingga tidak perlu heran jika banyak ayat-ayat yang

maksudnya umum berlaku universal di pahami.

Sedangkan madzhab hanafi meletakkan ‘urf sebagai salah satu hukum madzhabnya. Yang

disimpulkan oleh abdullah siddik yang menegaskan bahwa:

1. Qur’an

2. Sunnah rasul atau hadist. Hadist yang diterima adalah hadit mutawir dan hadist masyhur.

Hadist ahad(sanad tunggal) di tolak,mereka lebih abik mendahulukan qiyas daripada

menggunakan hadist ahad.

Page 15: Sumber Hukum Islam

3. Fatwa-fatwa para sahabat didahulukan dari qiyas

4. Qiyas

5. Istihsan (menjalankan keputusan pribadi, yang tidak didasarkan pada qiyas, tetapi

didasarkan kepada kepentingan umum atau kepentingan keadilan. Contoh maslah

musyatarakah dalm hukum waris (fara’id) tidak memberikan pusaka kepada para saudara

lelaki sekandung dengan jalan berserikat dengan para saudara lelaki seibu adalh atas

dasar qiyas. Sedangkan memberi pusaka kepada para saudara lelaki dengan jalan

menerima faraidh sudara-saudara lelaki seibu yang sepertiga itu apabila dhu-faraid

menghabisi harta peninggalan, hingga tak ada yang tinggal untuk saudara lelaki saudara

sekandung sebagainashabah adalah atas dasr istihsan.

6. Adat yang telah berlaku di dalam masyarakat, apabila tidak bertentangan dengan Quran

dan sunnah rasulnya.

II.10 Al-istihab

Istilah istihab memiliki arti tersendiri, sedangkan dalam ilmu ushul sendiri, menetapkan

hukum sesuatu menurut keadaan yang terjadi sebelumnya sampai ada dalil yang merubahnya.

Pada dasarnya istihab adalah menjadikan hukum tentang sesuatu hal yang telah ada sejak semula

tetap berlaku sampai adanya peristiwa berikutnya, kecuali ada dalil yang mengubah hukum itu.

Istihab merupakan salah satu cara dari istidlal,istihab dapat dibagi ke dalam dua jenis yaitu:

1. Istihab kepada hukum akal dalam predikat”boleh” istihab ini berdasarkan atas prinsip

bahwa asal sesuatu itu boleh. Karena itu kalau tidak ada dalil pelarangan atau suruhan,

maka sesuatu itu di hukumi boleh atau mubah.

2. Istihab kepada hukum syara’ yang sudah ada dalilnya dan tidak ada sesuatu dalil yang

merubahnya.

Page 16: Sumber Hukum Islam

B. Al-ahkam al-khamsah

Istilah Ahkam berasal dari bahasa Arab yang merupakan jamak dari kata hukum Khamsah

artinya lima. Adapun arti ‘’al-hukmu’’ adalah menetapkan suatu hal atau perkara terhadap suatu

hal atau perkara. Ahkamul khamsah artinya ketentuan atau lima ketentuan. Pada dasarnya

‘’ahkamul khamsah erat kaitannya dengan perbuatan manusia. Oleh karena itu, gabungan kedua

kata dimaksud (Al-ahkam Al-khamsah) atau biasa juga disebut hukum taklifi. Hukum taklifi

adalah ketentuan hukum yang menuntut para mukallaf atau orang yang dipandang oleh hukum

cakap melakukan perbuatan hukum baik dalam bentuk hak, kewajiban, maupun dalam bentuk

larangan. Hukum taklifi di maksud, mencakup lima macam kaidah atau lima kategori penilaian

mengenai benda dan tingkah laku manusia dalam hukum islam yaitu jaiz, sunnah, makruh,

wajib, dan haram. Lain halnya hukum wadh’I yaitu hukum yang mengandung sebab, syarat,

halangan yang akan terjadi atau terwujud sesuatu ketentuan hukum. Al-ahkam al-khamsahakan

dijelaskan sebagai berikut:

1. Jaiz atau mubah

Jaiz atau mubah adalah sesuatu perbuatan yang dibolehkan untuk memilih oleh Allah

SWT atau Rasul-Nya kepada manusia mukallaf (aqil-baligh) untuk mengerjakan atau

meninggalkan (sesuatu yang boleh dikerjakan dan boleh ditinggalkan kalau ditinggalkan

tidak dapat pahala dan tidak berdosa ). Hal ini dalam pembahasan asas hukum Islam

(ushul fiqh) disebut hukum takhyiri. Ketentuan mubah biasanya dinyatakan dalam tiga

bentuk, yaitu meniadakan dosa bagi sesuatu perbuatan, pengungkapan halal bagi suatu

perbuatan dan tidak ada pernyataan bagi sesuatu perbuatan.

Contohnya:melakukan gerak badan di pagi hari, seorang laki-laki boleh menikahi dua

orang,tiga dan empat orang perempuan sebagai istrinya selama ia mampu berbuat adil.

2. Sunnah (mandub)

Sunnah (mandub) adalah sesuatu perbuatan yang dianjurkan oleh Allah SWT atau

Rasul-Nya kepada manusia mukallaf (aqil-baligh). Namun bentuk anjuran itu diimbangi

dengan pahala kepada orang mukallaf yang mengerjakannya dan tidak mendapat dosa

bagi yang meninggalkannya.

Sunnah (mandub) ini terbagi menjadi tiga yaitu: sunnah muakkad, sunnah zaidah, dan

sunnah fadhilah. Ketiga bentuk sunnah dimaksud akan diuraikan sebagai berikut

Page 17: Sumber Hukum Islam

Sunnah muakkad yaitu suatu ketentuan hukum islam yang tidak mengikat tetapi

penting. Karena Rasulullah saw. senantiasa melakukannya, dan hampir tidak

pernah meninggalkannya atau dengan ketentuan kalau perintah sunnah itu

dikerjakan, ia dapat pahala sebaliknya kalau tidak dikerjakan tidak berdosa.

Contohnya: azan sebelum salat, member sedekah, salat jamaah untuk salat

fardhu, dan dua salat hari raya yakni idhul fitri dan idhul Adha.

Sunnah zaidah yaitu ketentuan hukum islam yang tidak mengikat dan tidak

sepenting sunnah muakkad. Sebab, Nabi Muhammad biasa melakukannya dan

sering juga meninggalkannya.

Contohnya: puasa senin dan kamis, bersedekah kepada fakir miskin.

Sunnah fadhilah yaitu ketentuan hukum yang mengikuti tradisi Nabi

Muhammad dari segi kebiasaan-kebiasaan budayanya.

Contohnya: tata cara makan, minum, dan tidur dan sebagainya.

3. Makruh

Makruh (tercela) adalah sesuatu perbuatan yang dilarang oleh Allah SWT atau Rasul-

Nya kepada manusia mukallaf (aqil-baliqh). Namun bentuk larangan itu tidak sampai

kepada yang haram.

Contohnya: masuk rumah orang dengan tidak mengucapkan salam, ketika melaksanakan

ibadah puasa di bulan ramadhan memperlambat berbuka puasa.

4. Haram

Haram adalah larangan keras dengan pengertian kalau dikerjakan akan berdosa atau

dikenakan hukuman dan jika ditinggalkan akan mendapat pahala

Contohnya: berzina, minum yang memabukkan, mencari, menipu dan sebagainya.

5. Wajib

Wajib menurut hukum islam adalah sesuatu yang diperintahkan oleh Allah SWT kepada

manusia mukallaf (aqil-baligh) untuk mengerjakannya, mesti dikerjakannya ia mendapat

pahala, sebaliknya bila ditinggalkan ia berdosa atau dikenakan hukuman.

Contohnya: melaksanakan salat 5 waktu yang telah diperintahkan oleh Allah, puasa di

bulan ramadhan dll.

BAB III

Page 18: Sumber Hukum Islam

PENUTUP

Kesimpulan

Sumber Hukum Islam ialah segala sesuatu yang dijadikan pedoman atau yang menjadi

sumber syari’at islam yaitu Al-Qur’an dan Hadist Nabi Muhammad (Sunnah Rasulullah

SAW).Sebagian besar pendapat ulama ilmu fiqih sepakat bahwa pada prinsipnya sumber utama

hukum islam adalah Al-Qur’an dan Hadist. Disamping itu terdapat beberapa bidang kajian yang

erat berkaitan dengan sumber hukum islam yaitu : ijma’, ijtihad, istishab, istislah, istihsun,

maslahat mursalah, qiyas,ray’yu, dan ‘urf.

Ahkamul khamsah artinya ketentuan atau lima ketentuan. Pada dasarnya ‘’ahkamul

khamsah erat kaitannya dengan perbuatan manusia. Oleh karena itu, gabungan kedua kata

dimaksud (Al-ahkam Al-khamsah) atau biasa juga disebut hukum taklifi. Hukum taklifi adalah

ketentuan hukum yang menuntut para mukallaf atau orang yang dipandang oleh hukum cakap

melakukan perbuatan hukum baik dalam bentuk hak, kewajiban, maupun dalam bentuk larangan.

Hukum taklifi di maksud, mencakup lima macam kaidah atau lima kategori penilaian mengenai

benda dan tingkah laku manusia dalam hukum islam yaitu jaiz, sunnah, makruh, wajib, dan

haram.

DAFTAR PUSTAKA

Page 19: Sumber Hukum Islam

♣ Ali Zainuddin, 2006, Hukum Islam. Jakarta : Sinar Grafika

♣ Sudarsono,