sumbangsih sekolah sarekat islam terhadap pendidikan di semarang tahun 1921-1922

Upload: exsan-ali-setyonugroho

Post on 13-Oct-2015

29 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

sekolah sarekat islam Semarang yang didirikan atas prakarsa Semaoen (pemimpin Sarekat Islam Semarang) pada 1921 yang direalisasi oleh Tan Malaka (seoarang guru lulusan Belanda dengan berbagai pengalamannya) menjadi sekolah primadona pada saat itu. rakyat kecil banyak menyekolahkan anaknya ke sana. dengan alasan sekolah yang di ajar oleh Tan Malaka itu murah dan tidak membeda-bedakan murid. serta yang terpenting mengajarkan rasa merdeka disetiap peserta didik. sekolah serupa juga kemudian berdiri di Bandung, Ambarawa dan daerah lainnya. akibatnya pemerintah kolonial merasa status quonya terancam dan menangkap Tan Malaka.bagaimana sepak terjang Tan Malaka, Semaoen dalam lika-liku Sekolah Sarekat Islam Semarang?Selamat Membaca..

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUANA. Latar BelakangSemarang adalah kota yang sejak dahulu menjadi basis pergerakan. Pusat pemberontakan, perlawanan dan lain sebagainya. Ini dikarenakan Semarang merupakan salah satu sentral kekuatan pihak kolonial Belanda dalam berbagai industri, mulai dari perkapalan, kereta api, sampai perkebunan. Hal ini membuat para buruh semakin banyak di Semarang. Sehingga setiap buruh dengan segala bentuk praktik kapitalisme dari pihak kolonial merasa tertekan, tertindas karena penghisapan diamana-mana. Oleh sebab itu, Semarang merupakan wilayah ideal dalam perkembangan pergerakan nasional untuk menentang pihak penjajah. Mulai dari berdirinya organisasi-organisasi politik pergerakan sampai sekolah-sekolah berbasis pergerakan. Salah satu sekolah yang berperan penting dalam proses pergerakan nasional di Semarang adalah Sekolah Sarekat Islam Semarang.Menurut M. Natsir, Bahwa pendidikan merupakan sarana terpenting dalam kemajuan bangsa dan Negara. Natsir menambahkan bahwa pendididkanlah yang juga dapat membuat warna Negara itu kedepan seperti apa, nasibnya seperti apa dan juga kasejahteraannya seperti apa. Natsir mengungkapkan juga, bahwa jepang yang dahulunya porak poranda akibat di bom atom oleh sekutu yang kini kemudian menjadi Negara dengan kemajuan diatas rata-rata, produk-produknya membanjiri Indonesia. Itu tak lain karena jepang saat itu sangat mementingkan pendidikan yang tujuannya ingin memajukan rakyat dan bangsanya dari keterpurukan. Rasa nasionalisme menjadi landasan yang kuat bagi bangsa jepang kala itu untuk meningkatkan kesejahteraan. Ungkapan Natsir ini diutarakan saat Rapat Persatuan Islam di Bogor.[footnoteRef:1] Tak pelak lagi bahwa pendidikan adalah sarana terpenting dalam kemajuan rakyat. Maka dari itu konsep pendidikan sejatinya harus pada jalur kerakyatan. Salah satu sekolah yang pernah hadir di Semarang dengan konsep pendidikan kerakyatan adalah Sekolah Sarekat Islam Semarang. [1: Baca Furqon Ulya Himawan dalam Konsep Pendidikan Kerakyatan Tan Malaka dan Relevansinya dengan Pendidikan Islam]

Sekolah Sarekat Islam Semarang memegang peran penting dalam proses pergerakan nasional terutama dalam hal pendidikan progresif dan revolusioner. Hal ini tak lepas dari sistem pendidikannya yang bersifat propagandais serta cenderung membela kaum-kaum tertindas. Dari segi kualitas dan kuantitas sekolah ini tak dapat dipandang sebelah mata mengenai kontribusinya terhadap pergerakan nasional yang berbasis di Semarang.Sekolah Sarekat Islam Semarang adalah sekolah yang didirikan pada tahun 1921 oleh para aktivis sarekat Islam di Semarang. Sekolah ini setelah pendiriannya semakin hari semakin banyak peserta didik yang masuk. Selain itu, pendirian Sekolah SI juga merupakan salah satu alat bagi SI (Sarekat Islam) dalam melebarkan pengaruhnya di perpolitikan pada masa kolonial. Banyak intrik diseputar pendirian sekolah tersebut. Hal itu tak lepas dari peran ketua Sarekat Islam sekaligus PKI yakni Semaoen. Tan Malaka juga tokoh yang dianggap paling berpengaruh terhadap perkembangan sekolah rakyat ini. Jadi di tubuh Sekolah SI Semarang terdapat dua tokoh kunci, yakni Tan Malaka dan Semaoen.Sekolah Sarekat Islam dianggap menarik dan perlu di kaji karena sekolah ini tidak semata-mata memperjuangkan segi intelektual bagi para peserta didiknya, tapi jauh dari itu Sekolah Sarekat Islam juga mendidik agar peserta didik peka sosial dan tidak lupa akan nasib kaum kromo.[footnoteRef:2] Kepekaan sosial, rasa solidaritas tinggi, menolak kemapanan dan semangat pantang menyerah merupakan sikap-sikap yang di tekankan di Sekolah Sarekat islam. Hal tersebut sangat relevan hingga sekarang, karena banyaknya budaya-budaya hedonisme, serba instan dln yang merupakan perusak karakter anak bangsa. Oleh sebab itu penelitian ini dirasa cukup penting guna merefleksikan segi-segi Historis Sekolah Sarekat Islam di Semarang serta nilai-nilai luhurnya kedalam setiap anak bangsa saat ini. [2: Tan Malaka, SI Semarang dan Onderwidjs, 1921]

B. Rumusan Masalah

1. Konsep pembelajaran apa yang di giatkan di Sekolah Sarekat Islam Semarang tahun 1921-1922 ?2. Bagaimana relevansi dari konsep pembelajaran di Sekolah Sarekat Islam Semarang tahun 1921-1922 ?

C. Tujuan dan kegunaan Penelitian

1. TujuanTujuan dari pnelitian ini adalah sebagai berikut:a. Membedah konsep pembelajaran yang diterapkan di Sekolah Sarekat Islam Semarang tahun 1921-1922 ?b. Mengatahui relevansi dari konsep pembelajaran di Sekolah Sarekat Islam Semarang tahun 1921-1922 ?

2. KegunaanSecara umum keguanaan penelitian ini ada dua, yakni kegunaan teoritik atau akademik dan kegunaan praktis.

a. Kegunaan teoritik-akademik dari penelitian ini adalah:1) Sebagai sumbangsih khasanah ilmu pengetahuan mengenai konsep pendidikan kerakyatan untuk pelaksanaan pendidikan sekarang.2) Sebagai tambahan bagi lembar sejarah yang terurai untuk bisa dimanfaatkan kedepannya.3) Sebagai sumbangan informasi atau referensi bagi siapapun yang akan melakukan penelitian lebih lanjut terkait konsep pendidikan Sekolah Sarekat Islam atau pendidikan kerakyatan.

b. Kegunaan praktis dari penelitian ini adalah:1) Sebagai acuhan bagi siapa saja yang menjadi pemegang kebijakan dalam bidang pendidikan.2) Memberikan semangat bagi generasi muda untuk pentingnya berorganisasi sebagai lading perjuangan.3) Berguna bagi siapa saja yang akan menggunakan penelitian ini yang sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945 untuk kemakmuran Indonesia.

D. Kajian PustakaDalam hal ini, kajian tentang sekolah Sarekat Islam Semarang sangat sulit untuk ditemukan dalam karya-karya ilmiah. Karena memang data yang akan digunakan sangat sulit dilacak akibat dari pembakaran berkas-berkas di Gedung Sarekat Islam yang ada di Semarang pada pasca peristiwa 1965 yang digunakan mengajar Tan Malaka dan kawan-kawannya dulu. Selain itu, berkuasanya Soeharto dalam 32 tahun yang menstigmakan komunis dan gerakan-gerakan kiri lainnya membuat penelitian seperti ini dirasa tabu dan tidak sesuai dengan keinginan pemerintah saat itu. Akan tetapi ada beberapa sumber yang dalam hal ini sumber primer yang meliputi Gedung Sarekat Islam itu sendiri, sebagian berkas-berkas dari pemerintah kolonial Belanda saat itu tentang beberapa subsidi untuk sekolah pemerintah seperti HIS, ELS, dln serta berkas tentang situasi pendidikan pada saat itu. Kemudian buku Tan Malaka Dari Penjara ke Penjara I, II, dan III yang cukup untuk memberikan informasi terkait kiprahnya di dunia pendidikan di Indonesia khususnya Semarang pada saat itu. Kemudian karya Tan Malaka yang merujuk pada Sitem pendidikan yang diterapkan di Sekolah Sarekat Islam adalah SI Semarang dan Onderwijs. Karya ini cukup memberikan penjelasan kepada penulis terhadap apa yang itu pendidikan kerakyatan dan penerapannya bagi masayarakat. Kemudian penelitian ini juga menggunakan sumber dari Surat kabar pada masa itu, semisal; Sinar Hindia, De Lokomotief, dln.Beberapa juga banyak ditemukan akhir-akhir ini penelitian mulai dari skripsi, tesis yang belum diterbitkan maupun sudah diterbitkan mengenai Pendidikan, Sejarah Tan Malaka, Sejarah Semaoen dan konsep pendidikan itu sendiri. Ada buku dari Harry A. Poeze yang berjudul Tan Malaka: Pergulatan Menuju Republik 1897-1925 karya ini menjelaskan kehidupan Tan Malaka sebagai guru utama Sekolah Sarekat Islam pada saat itu. Kemudian sebuah buku yang berjudul Kemunculan Komunis Indonesia karya Ruth T. McVey. Buku ini membahas secara rinci tentang munculnya komunis di Indonesia dari proses masuknya, perkembangannya, sampai hancurnya di tahun 1926-1927. Buku ini cukup memberikan informasi mengenai perkembangan sekolah Sarekat Islam di Semarang karena memang PKI (Partai Komunis Indonesia) adalah organisasi sayap dari SI semarang sehingga buku ini membahas banyak tentang SI semarang dan pendidikannya serta kondisi yang berkembang disekitarnya. Kemudian buku Filsafat dari Tan Malaka Madilog . buku ini adalah karya Tan Malaka sebagain membahas tentang pemikiran-pemikirannya mengenai konsep Negara, konsep berfikir serta konsep pendidikan walaupun tidak di tulisnya secara tersurat tetapi makna itu bisa penulis interpretasi secara tersirat.Kemudian ada skripsi dari suadara Furqon Ulya Himawan dari Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga yang berjudul Konsep Pendidikan Kerakyatan Tan Malaka dan relevansinya dengan Pendidikan Islam karya ilmiah ini sukup banyak membantu penulis dalam hal mengkonsep alur atau sistematika penelitian ini, karena penelitian ini hamper senada dengan karya ilmiah Furqon Ulya Himawan tersebut.Maka dari itu sesuai dengan karya-karya diatas yang penulis baca, dapat ditarik kesimpulan tidak ada yang menulis tentang pendidikan Revolusioner atau pendidikan kerakyatan di lingkup Sarekat Islam, Partai Komunis Indonesia, Tan Malaka dan lain-lain. Penelitian mereka masih bersifat general belum merujuk pada fokus satu temporal tertentu dan spasial tertentu. Kebanyakan berfokus pada sejarah politik, revolusioner, pemberontkan dan lain-lain. Belum ada yang secara khusus meneliti tentang pendidikan revolusioner di Sarekat Islam dan PKI dengan pendekatan spasial tertentu. Maka dari itu penulis melakukan fokus kajian dengan judul Sumbangsih Sekolah Sarekat Islam terhadap Pendidikan di Semarang Tahun 1921-1922 yang dikira penulis akan memilki nilai yang sangat tinggi bagi konsep pendidikan kerakyatan dan wawasan sejarah sendiri. Kemudian juga sekarang masih banyak yang belum mengetahui organisasi Sarekat Islam Semarang yang memilki banyak tokoh seperti Tan Malaka; Semaoen, Alimin, Darsono, dln serta kota Semarang sendiri yang merupakan kota lahirnya Komunis secara masif di Indoensia.

E. Landasan TeoriJudul dalam penulisan ini perlu kiranya mendapatkan penjelasan konseptual maupun operasional. Hal ini dimaksudkan agar penulisan ini bisa dipahami oleh pembaca baik dari segi konseptual maupun operasional. Dengan begitu, maka proses pemahaman untuk penelitian ini akan menjadi mudah sehingga pesan yang disampaikan penulis bisa tersalurkan dengan baik. Maka dari itu, landasan teori ini menjelaskan tentang konsep, istilah, proses dan diskripsi mengenai hal-hal pokok dalam penelitian ini.yang kemudian dapat dianalisis oleh pembaca guna menyalurkan rumusan masalah dengan berbagai bab yang ada. Kemudian secara jelas penulis mengkategorikan berbagai tema untuk di bahas. Yaitu antara lain: Pertama; Pendidikan, kedua; Sekolah Sarekat Islam, Ketiga; Semarang.1. PendidikanPendidikan berasal dari kata didik yang artinya memelihara dan memberi latihan (ajaran, tuntunan, pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran.[footnoteRef:3] Sedangkan Pendidikan sendiri adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan; proses; cara dan perbuatan mendidik.[footnoteRef:4] [3: Lihat di Kamus Besar Bahasa Indonesia] [4: Ibid.,]

Pada hakekatnya pendidikan adalah wujud dari peradaban umat manusia yang akan mengarah kepada kemajuan. Juga merupakan usaha melakukan transformasi untuk mempersiapkan sebuah generasi agar mampu hidup secara mandiri serta mampu dalam melaksanakan tugas hidupnya dengan sebaik-baiknya. Transformasi tersebut mengandung nilai norma hidup dan kehidupan agar mencapai kesempurnaan hidup.[footnoteRef:5] [5: Furqon Ulya Himawan dalam Konsep Pendidikan Kerakyatan Tan Malaka dan Relevansinya dengan Pendidikan Islam., hlm., 21]

Kemudian pemerintah sendiri juga mengidntifikasi pendidikan dalam UU Sindiknas, yang berbunyi:Pendidikan adalah dasar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memilki kekuatan spiritual, keagamaan, pengembangan diri, kepribadian, kecerdasan dan akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan Negara.[footnoteRef:6] [6: Lihat UUD No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas]

Kemudian dalam pendidikan juga ditemukan istilah pendidikan kerakyatan. Ini sesuia dengan nafas dari Sekolah Sarekat Islam itu sendiri. Maka yang disebut dengan pendidikan kerakyatan adalah sebuah gagasan terencana yang bersifat kongkret dan merupakan langkah alternative atau solusi atas suatu permasalahan yang didalamnya terdapat beberapa pokok pemikiran tentang pendidikan.[footnoteRef:7] kemudian langkah ini secara tulus di tujukan untuk kemakmuran rakyat dan atas kehendak rakyat. Sehingga dalam pelaksanaannya sama sekali tidak berbenturan dengan kepentingan rakyat, malah bisa dikatakan rakyatlah yang berada digarda paling depan untuk pendidikan ini. Karena dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat. [7: Furqon Ulya Himawan dalam Konsep Pendidikan Kerakyatan Tan Malaka dan Relevansinya dengan Pendidikan Islam., hlm. 22]

Menurut Freire, munculnya pendidikan kerakyatan itu dilator belakangi oleh penindasan yang merajalela dalam dunia pendidikan, berlakuknya pendidikan kapitalistik yang tujunnya hanya untuk menguntungkan golongan tertentu kemudian memeras golongan yang tidak mampu. Inilah yang menurut Friere disebut dengan situasi penindasan[footnoteRef:8] [8: Paulo Friere, Politik Penididikan , Kebudayaan, Kekuasaan, dan Pembebasan penerjemah Agung Prihantoro & Fuad AF., hlm vii]

Dalam hal ini Friere mengidentifikasikan latar belakang pembentukan pendidikan kerakyatan dengan tepat jika disesuaikan dengan bangsa kita, pada sat itu Indonesia sedang dijajah oleh Belanda yang sitem pendidikannya otomatis disesuaikan dengan kepentingan pihak Belanda. Adanya beasiswa bagi kaum miskin dimanfaatkan oleh Belanda dalam mengekang para murid agar tidak melakukan tindakan pemberontakan. Sehingga murid akan merasa memiliki hutang budi kepada Belanda. Hal ini merupakan pendidikan yang bersifat kapitalistik. Bisa ditelisik sekarang juga, walaupun Indonesia sudah merdeka lama tetapi proses pendidikannya masih warisan kolonial.

2. Sekolah Sarekat IslamSekolah Sarekat islam ini yang dimaksud adalah sekolah yang didirikan oleh Semaoen dan Tan Malaka di Semarang pada tahun 1921. Sekolah ini bertujuan untuk menghimpun kekutan kaum Kromo[footnoteRef:9] agar bisa bersatu padu dalam melawan pihak kolonial yang ada di Semarang. Sebenarnya sekolah ini bukan saja berdiri dalam lingkup lokal saja, karena setelah sekolah ini berkembang dengan baik, sekolah serupa juga muncul di Bandung, Ambarawa, Salatiga dln. Akan tetapi memang sekolah Sarekat Islam yang ada di Semarang adalah sekolah tertua dan merupakan basis dari segala gerakan dalam bidang pendidikan kerakyatan. [9: Nama orang yang dipakai untuk melambangkan masyarakat kecil atau orang sengsara kebanyakan akibat dari penindasan kaum kuat]

3. SemarangSemarang adalah wilayah yang dahulu sangat penting bagi pihak kolonial Belanda. Semarang dijadikan sebagai pusat segala buruh di wilayah Jawa khusunya Jawa Tengah. Semarang pula terdapat kantor kereta api pertama di Indonesia, yang memungkinkan banyaknya buruh-buruh yang berada di Semarang. Menurut teorinya Marx, bahwa adanya ajaran Sosialis tumbuh dengan subur di wilayah tertentu itu akibat dari tindakan kapitalis merajalela. Jadi komunis juga yang berkembang dan muncul perpama di Rusia itu akibat dari tindakan pemerasan dan penghisapan atas kaum buruh. Semarang sendiri, munculnya gerakan-gerakan ini di pelopori oleh Snevliet melalui masuknya di Sarekat Islam Semarang, yang kemudian dikenal menjadi Sarekat Islam Merah.Semarang juga banyak sekali buruh-buruh pelabuhan, buruh-buruh itu dipekerjakan oleh pihak kolonial dulu tak sebanding dengan upahnya. Maka banyak dari golongan buruh yang dengan mudah dipropaganda oleh golongan revolusioner untuk masuk Sarekat Islam dan anaknya dimasukan Sekolah Sarekat Islam.Semarang merupakan kota sentral di Jawa Tengah selain Solo. Semarang adalah kota yang potensial untuk pergerakan itu sendiri, jadi pernah Semarang dijuluki sebgai kota merah karena gerakan.

F. Metode PenelitianSebuah penelitian membutuhkan paduan yang sstematis guna rangkaian proses penelitian dan hasil penelitiannya dapat dikendalikan dengan baik dan benar. Maka dari itu kiranya dibutuhkan instrument yang dapat memandu proses penelitian berupa metode penelitian. Dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian meliputi: jenis penelitian; pendekatan yang digunakan; metode pengumpulan dan sumber data, dan analisis data.

1. Jenis PenelitianPenelitian ini adalah oenelitian dengan jenis kualitatif, yaitu penelitian yang diutarakan dengan bentuk simbolik.[footnoteRef:10] Penelitian ini juga dikategorikan sebagai penelitian kepustakaan, karena memang banyak menggunakan sumber-sumber tertulis, suara, maupun visual dan primer, sekunder, maupun tersier. [10: Tatang M. Amirin Menyusun Rencana Penelitian., hlm. 119]

2. Pendekatan PenelitianPendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Historis-Sosial yang tentunya akan menggukan ilmu-ilmu sosial lainnya sebagai acuan dalam penelitian. Pendekatan Hsitoris-Sosial dipilih karena memang pendekatan ini yang dirasa relevan dan cocok untuk perkembangan sejarah masa kini. Penelitian ini juga terinspirasi dari penelitian dari bapak Sejarah Indonesia yakni Prof. Dr. Sartono Kartodirdjo yang menulis Pemberontakan Petani di Banten tahun 1888 beliau menggukan pendekatan sejarah total, yakni bukan hanya ilmu sejarah digunakan sebagai acuhan, melainkan ilmu-ilmu sosial lainnya. Dalam hal ini Sartono memilih objek kajiannya yakni para petani yang bukan merupakan kalangan atas tetapi mampu untuk melakukan perubahan. Demikianpun juga dalam penelitian ini berfokus pada pendidikan yang mana pendidikan jarang sekali digali dalam bidang sejarah. Khususnya sejarah lokal.3. Metode Pengumpulan dan Sumber Dataa. Pengumpulan DataPenelitian dengan pendekatan kepustakaan adalah penelitian yang bergulat dengan berbagai literatur-literatur yang senada dengan judul penlitian ini.b. Sumber DataKita berhubungan dengan masa lalu melalui warisannya. Perkenalan sejarawan dengan masa lalu juga bersalurkan warisan. Warisan itu dapat dipandang sebagai komunikasi masa kini dengan masa lalu. Menurut bentuk dan sifatnya warisan itu dapat dibagi tiga, warisan lisan, tulisan, dan visual ketiga warisan merupakan sumber sejarah, yaitu darimana sejarah mendapatkan bahan-bahannya.[footnoteRef:11] [11: Subagyo dalam Membangun Kesadaran Sejarah., hlm.73]

Dalam kaitannya dengan penelitian ini, Data-data yang dikumpulkan, atau sumber-sumber data yang digunakan rujukan dalam mendukung penelitian ini adalah data Primer dan Sekunder, Lisan dan Tulisan, Benda maupun Visual (berupa Video Dokumenter, dsb). Namun secara garis besar penelitian ini didukung oleh sumber Primer dan Sekunder.1) Sumber PrimerDalam penelitian ini yang menjadi sumber Primer adalah buku-buku karya Tan Malaka yang merupakan pelaku sejarah Sekolah Sarekat Islam. Buku-bukunya seperti SI Semarang dan Onderwijs , Parlemen dan Soviet, Madilog, Dari Penjara ke Penjara jilid 1 . kemudian sumber-sumber dari arsip Belanda, surat kabar Sinar Hindia dan bentuk sumber visualnya adalah Gedung Sarekat Islam di Kelurahan Gedong, Semarang Timur, Semarang. Kesemuanya dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya karena yang menulis (Tulisan) dan yang membuat (Visual) adalah pelaku-pelaku sejarah.2) Sumber SekunderSumber sekunder dalam penelitian ini adalah Buku-buku yang senada dengan judul penlitian ini, artikel, dan sumber lainnya.4. Analisis DataDalam penelitian sejarah setiap sumber mempunyai aspek ekstern dan aspek Intern. aspek eksternnya bersangkutan dengan persoalan apakah sumber itu memang merupakan sumber, artinya sumber sejati yang kita butuhkan. Aspek internnya bertalian dengan persoalan apakah sumber itu dapat memberikan informasi yang kita butuhkan. Karena itu penilaian sumber-sumber sejarah mempunyai dua segi, ekstern dan intern.[footnoteRef:12] [12: Ibid., hlm. 106]

Dalam penelitian ini tentu banyak sekali sumber-sumber yang harus di analisis kebenarannya. Terutama tulisan dari Tan Malaka sendiri Dari Penjara ke Penjara jilid 1 yang merupakan autobiografinya. Maka dari itu banyak sekali unsur kesubjektifan dalam menulisnnya. Oleh sebab itu maka dari dari buku itu kemudian penulis bandingkan dengan berbagai sumber lain guna menyimpulkan kebenarannya. Itu merupakan proses dari kritik intern, yang dengan tegas isinya membandingkan isinya dengan pelbagai sumber.Kemudian melalui kritik ekstern yang secara garis besar guna menjawab tiga pertanyaan menganai sesuatu sumber:[footnoteRef:13] [13: Ibid., hlm. 106]

Adakah sumber itu memang sumber yang kita kehendaki? Adakah sumber itu asli atau turunan? Adakah sumber itu utuh atau telah diubah-ubah?

G. Sistematika PembahasanUntuk memberikan kemudahan akan dalam memahami alur pembahasan penelitian ini, dibutuhkan sistematika pembahasan yang runtut dan koheren antara satu bab dengan bab lainnya. Maka sitematika pembahasan penelitian ini adalah sebagai berikut: Penulisan penelitian ini ada tiga bab, yang masing-masing bab dibagi menjadi beberapa sub bab. Bab pertama adalah Pendahuluan, berisi tentang: Latar Belakang; Rumusan Masalah; Tujuan dan kegunaan penelitian; Kajian Pustaka; Landasan Teori; Metode Penelitian; dan Sistematika Pembahasan. Bab Kedua yang berjudul Sarekat Islam Semarang dan Perkembangan pendidikan Semarang Sampai awal abad ke-XX ini memuat: Sarekat Islam Semarang dan Perkembangan Pendidikan di Semarang Sampai Awal abad ke-XX. Kemdian pada bab ketiga berjudul Sekolah Sarekat Islam Semarang, memuat: Sejarah Pembentukan dan Perkembangan dan Metodepengajaran Sekolah Sarekat Islam Semarang. bab keempat yakni penutup yang berisi kesimpulan tentang pentingnya Sarekat Islam jika ditepkan didunia pendidikan sekarang.

BAB IISAREKAT ISLAM SEMARANG DAN PERKEMBANGAN PENDIDIKAN SEMARANG SAMPAI AWAL ABAD KE-XX

A. SAREKAT ISLAM SEMARANGSarekat Islam Semarang merupakan organisasi cabang dari CSI (Central Sarekat Islam) yang diketuai oleh H.O.S. Cokroaminoto. Serikat Islam sendiri banyak memiliki cabang didaerah-daerah, akan tetapi yang memiliki eksistensi jauh bahkan melampaui CSI sendiri adalah Sarekat Islam Cabang Semarang yang dikepalai oleh Semaoen. SI Semarang melahirkan gerakan-gerakan jauh lebih radikal daripada CSI sendiri. Lahirnya gerakan revolusioner di Hindia Belanda yang berkaitan dengan komunisme tak lain adalah berkat peran dari seoarang pemimpin buruh Belanda, Hendricus Josephus Franciscus Marie Sneevliet. Snevliet berinfiltrasi kedalam tubuh SI semarang guna menyebarkan faham-faham komunisme. Sehingga SI Semarang terkenal dengan sebutan SI merah. Di dalam SI semarang juga banyak sekali kegiatan-kegiatan yang mendukung rakyat, dalam hal ini adalah Sekolah Sarekat Islam. Pada tanggal 6 mei 1917,[footnoteRef:14] Presiden atau pimpinan Sarekat Islam Semarang yang lama Moehammad Joesoef menyerahkan kedudukannya kepada ketua yang baru yakni Semaoen yang pada waktu itu baru berumur Sembilan belas tahun.[footnoteRef:15] Kemudian pada waktu itu juga dibentuk kepengurusan baru yakni: [14: Sinar Djawa tanggal 7 Mei 1917] [15: Soe Hok Gie Dibawah Lentera Merah]

Presiden: SemaoenWakil Presiden : NorsalamSekertaris : KadarismanKomisaris: Soepardi Aloeni Jahja Aldjoefri Amathadi Mertodidjojo Kasrin[footnoteRef:16] [16: Ibid., hlm 6 Dibawah Lentera Merah]

Sarekat Islam sendiri berdiri pada tahun 1911[footnoteRef:17] di Surakarta yang bernama asal Serikat Dagang Islam (SDI). SDI didirikan oleh Haji Samanhudi seorang pengusaha batik dari lawean Solo. Organisasi ini didirikan dengan maksud untuk melindungi pengusaha batik Jawa dari persaingan dengan pedagang Cina yang meningkat. Tetapi kemudian organisasi ini berubah nama menjadi Sarekat Islam (SI) oleh pemimpinnya yang baru H.O.S. Cokroaminoto pada tahun 1913. Dalam kepemimpinan Cokroamonoto, SI menjadi populer dikalangan masyarakat. Maka dari itu pihak pemerintah kolonial harus memperhitungkan SI sebagai kekuatan yang ada ditubuh SI. [17: Ruth T. McVey, kemunculan Komunis Indonesia]

SI banyak terlibat dalam kehidupan sosial, ekonomi maupun keagamaan masyarakat Jawa pada khusunya. Pulau Jawa sendiri pada sat itu sedang mengalami masalah kelebihan penduduk: hanya ada sedikit lahan yang menganggur. Di samping itu kepemilikan tanah yang semakin terbagi dalam porsi kecil sebagai akibat dari semakin banyaknya jumlah petani. Penduduk dipedesaan semakin tergantung pada pekerjaan perkebunan denga sistem bagi hasil atau mencari pekerjaan ke kota-kota. Keadaan ini tentu saja diikuti oleh kian meningkatnya kemiskinan.[footnoteRef:18] [18: Ibid., hlm 12]

Pada saat itu juga telah digalakannya politik balas budi atau Politik Etis dari pemerintah kolonial. Ini dimaksudkan guna memperbaiki kondisi sosial ekonomi masyarakat Indonesia serta mempersiapkan mereka untuk bekerjasama dengan orang eropa (Belanda) dalam memerintah negeri jajahan. Dengan adanya politik etis, administrasi model eropa mulai diterapkan besar-besaran, pelayanan-pelayanan teknis dibuat dan pengusaha asing mulai turut campur tangan secara langsung, bahkan hingga kedaerah-daerah. Keadaan ini juga merupakan hal buruk bagi penguasa tradisional, karena mereka tidak sanggup untuk mengatasi masalah yang rakyat hadapi.[footnoteRef:19] [19: Ibid., hlm 13]

Pada masa yang sama peran perekonomian orang Eropa di Hindia Belanda meluas dengan cepat, hal ini menimbulkan dikotomi antara sektor modern dan tradisional dalam perekonomian. Kekontrasan tersebut Nampak jelas di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Keduanya merupakan daerah pertanian yang maju dan penting, tempat perusahaan-perusahaan orang barat dan pemerintahan Belanda melakukan penetrasi mendalam. Banyak perkebunan berdiri di situ, utamanya perkebunan tebu yang berkembang dengan cepat setelah peralihan abad dibarengi politik etis. Komoditas ini menjadi andalan ekspor Indonesia sebelum terjadi depresi besar.[footnoteRef:20] Lahan itu milik rakyat namun disewa oleh pemerintah kolonial sehingga ditanami tebu sebagai komoditas ekspor, karena memang rakyat tak memiliki banyak modal untuk menggarap lahannya. Maka dari itu banyaknya pembukaan lahan tebu baru oleh rakyat, yang mana tawaran sewa yang diberikan oleh pemerintah sangat menggiurkan. Sehingga lahan tebu semakin meluas akibatnya permukiman penduduk terhimpit, maka terjadilah kepadatan penduduk. [20: Ibid., hlm 14]

Banyaknya populasi disuatu wilayah serta ketergantungan pemilik tanah pada penyewa-penyewa menciptakan suatu kondisi yang sangat riskan dengan pertikaian dan kekerasan. Oleh sebab itu pemerintah dengan politik etisnya banyak mengeluarkan peraturan baru tentang relasi antar pemilik lahan dan penyewa, akan tetapi kebijakan tersebut tak pernah rakyat menikmati kebaikannya dan bahkan sebaliknya. Sekali lagi peran tokoh tradisional dipedesaan tak mampu berbuat banyak, mereka tidak seperti sebelumnya pada pemeberontakan-pemberontakan dengan berbasis agama yang terkenal di abad ke-19 seperti saat Perang Diponegoro. Mereka Nampak tak berdaya dihadapan orang eropa yang lihai di bidang ekonomi modern. Para pemimpin tradisional tidak memiliki kemampuan menguasai peraturan dan kehendak yang dipaksakan kepada penduduk desa. akibatnya orang mulai mencari tokoh lain diluar pemimpin tradisional untuk menjadi wakil mereka, dan nampaknya SI merupakan alternatif yang menjanjikan.SI banyak menyebarkan pengaruhnya secara cepat pada kaum yang miskin dikota-kota. Pertumbuhan SI yang luar biasa bahkan membuat rasa tersendiri bagi rakyat kelas bawah. Tjokroaminoto dianggap sebagai Ratu Adil yang diramalkan secara tradisonal sebagai pemimpin ketika rakyat sangat membutuhkannya. SI bagaikan bentuk modern dari perlawanan yang berbasis agama yang dilakukan para Kiai sebelumnya saat perang Diponegoro. Tumbuhnya perlawanan yang lebih modern bukan menggunakan otot saja melainkan otak ini membuat pemerintah merasa harus mewaspadai pengaruh lebih lanjut SI. Karena dengan latar belakang agama, rakyat Hindia Belanda saat itu sulit sekali ditakhlukan. Seperti contoh adanya perang Aceh yang sulit sekali ditumpas oleh pemerintah kolonial. Kemudian di Asia juga adanya gerakan Pan-Islamisme yang membuat pihak kolonial memutar otak lebih keras lagi.Belanda pada tahun 1912 ada seorang propagandais ahli yang berbakat tidak memilki pekerjaan. Ia berseteru dengan kaum moderat di Belanda sehingga ia kehilangan pekerjaannya sebagai ketua Serikat Buruh Kereta Api (NVSTP) di bawah control SDAP. Ia kemudian mencoba peruntungan merantau ke Indonesia untuk sekedar mencari pekerjaan. Akan tetapi berhubung jiwa reformis dan propagandanya tinggi ia tak terhindarkan untuk memberikan Khotbah intelektualnya keberbagai orang sehingga banyak orang yang terpengaruh olehnya.Mulanya ia bergabung sebagi staf editorial Soerabajaasch Handelsblad, Koran utama Jawa Timur, corong penting perusahaan gula. Tidak berselang lama seorang rekan sosialis, D.M.G. Koch, mundur dari pekerjaannya sebagi sekertaris asosiasi dagang di Semarang (Semarang Handelsvereniging) dan membujuk Snevliet sebagai penggantinya. Kepindahan Snevliet ke Semarang tersebut secara politis sangat menguntungkan, karena Semarang menjadi pusat perkembangan kota yang pesat, kemudian menjadi ajang kegiatan radikal di Hindia Belanda. Suasana kota saat itu terasa lebih liberal ketimbang kota-kota besar lainnya di Jawa, sebagian karena Semarang menjadi pusat kepentingan Komersial orang-orang eropa yang hendak membangun pasar di Jawa dan memandang tempat tujuan politik Etis dalam meningkatkan standart hidup orang Indonesia.[footnoteRef:21] [21: D.M.G. Koch, Verantwording; een Halve eeuw in Indonesie (justivikasi Setengah abad di Indonesia)]

Semarang menjadi pusat Sarikat Buruh Kereta Api Indonesia (VSTP). Secara kebetulan Snevliet tertarik mengingat kemiripan organisasi dengan yang ada di Belanda sebelumnya. Di Semarang VSTP merupakan slahsatu organisasi buruh tertua di Indonesia yang dibentuk pada tahun 1908. Para wakil-wakil buruh yang bekerja di perkereta apian berkumpul di Semarang mereka datang dari berbagai latar belakang perusahaan mulai dari perusahaan kereta api pemerintah dan swasta. Mereka memproklamirkan sebuah perserikatan baru, Vereeniging van Spoor-en Tramweg Personel in Nederlandsch-Indie (VSTP). Perserikatan buruh itu dibangun di Semarang atas suatu landasan yang lebih luas; tidak saja karena ia terdiri dari perekereta apian yang dimilki oleh Negara dan yang dioperasikan oleh swasta. Namun juga ia bertekad untuk mengorganisasi semua buruh kereta api tanpa perbedaan ras, jenis pekerjaan, kedudukan didalam dinas Negara atau dalam perusahaan.[footnoteRef:22] [22: Baca Watak Politik Gerakan Serikat Buruh Indonesia karya Iskandar Tedjakusuma., hlm 6-7]

Pada waktu pembentukannya, presiden dan sekertaris VSTP Semarang adalah dua orang sosialis belanda, yaitu C.J. Huishoff dan H.W. Dekker,[footnoteRef:23] sedang beberapa kedudukan lain di dalam komite eksekutif dipegang oleh orang-orang Indonesia. Setelah1913, kaum sosialis sayap kiri (komunis) mendominasi kepemimpinan serikat buruh itu. Kemudian Snevliet bersama Semaoen yang merupakan pemimpin SI Semarang saat itu menjadi pimpinan VSTP. Semaoen dijadikan murid dan tangan kanan dari Snevliet. Maka dari itu usaha Snevliet untuk menyebarkan ideologi komunis sangat didukung oleh keadaan pada saat itu yakni buruh yang bersatu akibat dari penghisapan kaum kapitalis di Semarang. [23: Kedua nama ini dimuat dalam Javasche Chourant 19 Februari 1909 No.14]

SI sendiri setelah di masukan ajaran-ajaran yang revolusioner dan sediki radikal menjadi organisasi yang berani menyuarakan tuntutan kepada pihak pemerintah yang kapitalis. Hal ini karena didalam tubuh SI Semarang berdiri Snevliet yang notabene adalah sosialis-komunis. Para pemimpin SI ditarik oleh Snevliet dan dimatangkan dalam jaringan sosialis-revolusioner.[footnoteRef:24] [24: Harry A. Poeze Tan Malaka Pergulatan Menuju Republik 1897-1925 hlm 166]

Dilain pihak VSTP berubah menjadi ISDV yang merupakan organisasi sosialis dan setelah itu organisasi ini berubah menjadi PKI (Partai Komunis Indonesia). ISDV inilah yang kemudian menjadikan para pemimpin SI semarang belajar komunisme yang lebih lanjut. Dalam arti kata lain secara tidak langsung ISDV berinfiltrasi kedalam tubuh SI Semarang. Karena Snevliet sadar akan kebesaran SI sendiri yang merupakan ladang propaganda. Setelah Semaoen dln semakin matang akan ideologinya, Snevliet ditangkap oleh pemerintah tahun 1918 karena dinilai ia membahayakan. Oleh sebab itu muali tumbanglah pempinan Belanda di tubuh ISDV sendiri maka dalam hal ini diambil alih oleh kepemimpinan orang Hindia (Semaoen dan Darsono). Selanjutnya SI dipandang oleh pemerintah banyak melakukan kegiatan-kegiatan yang mengganggu keamanan. Semisal adanya pemogokan yang mengkoordinator adalah semaoen dan kawan-kawannya. Pemogokan tersebut bermula pada pemecatan banyaknya buruh meubel. Dalam pemogokan itu mereka menuntut 3 hal. Pertama, pengurangan jam kerja yang asalnya 8,5 jam dituntut hanya 8 jam. Kedua, selama mogok gaji dibayar penuh. Ketiga, setiap yang dipecat diberi pesangon 3 bulan gaji. Dalam pemogokan tersebut biaya hidup yang tinggi juga digugat.[footnoteRef:25] [25: Ibid., hlm 29-30]

Banyak kegiatan-kegiatan SI Semarang yang diarasa CSI (central Sarekat Islam) sangat membahayakan sehingga CSI menentang SI semarang jika berbuat yang demikian lebih lagi. Terutama Ki H. Agus Salim yang menetang SI semarang diikut-ikutkan kedalam kegiatan PKI. Kubu Agus Salim sangat mengecam tindakan Semaoen dan kawan-kawannya. Oleh sabab itu Semaoen memilih unhtuk tetap bertahan dan tidak menggubris apa kata dari CSI yang lain yang berpusat di Yogyakarta. Maka dalam kesempatan inilah SI semarang banyak dikenal sebagai SI merah dan CSI di Yogyakarta disebut SI putih. Karena CSI lebih kooperatif dan SI Semarang yang merupakan cabang CSI lebih nokooperatif.

B. PERKEMBANGAN PENDIDIKAN DI SEMARANG SAMPAI AWAL ABAD KE-XXDalam penjajahan Belanda di Indonesia, bukan serta merta belanda tidak membangun sarana pendidikan untuk rakyat Hindia (dulu). Sekolah-sekolah pertama didirikan VOC di Ambon pada tahun 1607. [footnoteRef:26] pelajaran yang diberikan berupa membaca, menulis dan sembahyang. Sebagai gurunya diangkat seorang Belanda. Kemudian sekolah pertama yang didirikan kompeni di Jawa adalah Sekolah yang ada di Jakarta. Sekolah ini didirikan pada tahun 1617. Lima tahun kemudian sekolah tersebut memilki jumlah murid 137. Yang menjadi gurunya adalah orang belanda. Tujuan dari sekolah itu adalah menghasilkan tenaga-tenaga yang cakap yang kelak dapat dipekerjakan pada pemerintahan, administrasi dan gereja. Ada sistem penyaringan dalam menerima murid, yakni terutama anak-anak dari kalangan pegawai, anak dari rakyat biasa tidak dapat diterima. [26: I. Djumhur Sejarah Pendidikan., hlm 116]

Secara umum di Pulau Jawa pada awal abad ke-XX, rata-rata dari 1000 orang pribumi hanya 16 orang saja yang dapat membaca dan menulis. Daerah Madiun, dari 1000 orang hanya 24 yang dapat membaca dan menulis. Jakarta hanya 9 orang, Madura hanya 6 orang, Karawang, Tangerang dan Jatinegara masing-masing 1 orang.[footnoteRef:27] Hasil pendataan ini sangat mengenaskan dibalik kesuksesan Belanda da;am mengeruk hasil kekayaan Indonesia selama ratusan tahun. Baru sejak 1901 diberlakukannya politik etis dan politik penghisapan harus diganti dengan demikian. [27: Slamet Mulyana, Kasadaran Nasional dari Kolonialisme sampai Kemerdekaan jilid I, hlm. 11]

Sampai pada tahun 1779, di Semarang belum jelas ada sekolah modern yang didirikan oleh pemerintah VOC. Pada saat itu di Hindia hanya kota-kota tertentu saja yang pasti didirikan sekolah. Kota tersebut anatara lain: Batavia; Pantai Utara Jawa; Makasar; Timor; Sumatera Barat; Cirebon; Banten; Maluku dan Ambon.[footnoteRef:28] Total keseluruhan jumlah muridnya hanya 6.680. Dari data tersebut dapat kita simpulkan, bahwa jasa VOC dalam bidang pendidikan selama 200 tahun itu betul-betul sangat tipis sekali. [28: Ibid., hlm 118]

Sebelum adanya pembangunan sarana pendidikan yang dilakukan oleh pemerintah kolonial, di Indoensia sudah berdiri berbagai pondok pesantren , langgar dan lain sebagainya sebagai sarana pembelajaran yang dilakukan oleh penduduk. Di semarang sendiri sudah ada berbagai pondok pesantren. Ini dikarenakan Semarang pada saat itu memang memegang peranan penting dalam islamisasi di Jawa. Sebut saja tokoh Ki Ageng Pandanaran yang merupakan orang yang pertama menamai tempat ini Semarang. Beliau memiliki banyak santri. Materi-materi yang diajarkan adalah: Usuluddin (pokok ajaran kepercayaan); Usul Fiqh (alat penggali hukum dari Quran dan Hadist); dan Fiqh (Cabang dari usuluddin) serta ilmu Arobiyah (untuk memahami bahasa).Kembali pada masa kolonial, bahwa adanya pemerintahan Deandles dan Inggris di Hindia tidak membawa pengaruh yang berarti dalam bidang pendidikan, hanya sedikit saja pengaruhnya yakni dalam mendirikan akademi kebidanan ditempat tertentu. Setelah masuknya Snouck Horgronje pada tahun 1880, sistem pendidikan di Indonesia mengalami banyak perubahan terutama adanya pembawaan misi ijicoba perubahan pendidikan barat di Hindia-Timur.[footnoteRef:29] Tujuan dari pendidikan belanda adalah merangkul segenap lapisan sosial masyarakat Indonesia agar masuk dalam kultur Belanda-terutama pasca Politik Etis-, dan dengan demikian mereka dapat bekerjasama dengan pemerintah hindia belanda. Dikalangan masyarakat timur, ketika itu timbulkekhawatiran bahwa kebijakan Snouck Hurgronje akan menjauhkan kaum pribumi dari ajaran-ajaran agama maupun tradisi setempat. Dengan kekhwatiran ini pendidikan baratpun kurang mendapat tempat menggembirakan dan para bumiputera kelihatan menjaga jarak dengan sistem pendidikan barat.[footnoteRef:30] [29: Baca Indonesia Belajarlah:membangun pendidikan Indonesia., hlm 232] [30: Mochtar, 1984., hlm 40]

Di Semarang sendiri ada beberapa tingkatan pendidikan yang menjadi peluang bagi pengembangan kelompok masyarakat pada masa pemerintahan kolonial Belanda. Tingkatan pendidikan itu dimulai dari pendidikan rendah sampai pendidikan menengah. Antara lain:1. Pendidikan RendahPendidikan sekolah rendah ini diperuntukan bagi anak-anak Belanda yang ada di Indonesia. Kemudian untuk masyarakat pribumi diselenggrakan sangat terbatas. Semarang termasuk wilayah yang juga menampung anak-anak pribumi untuk sekolah. Karena Semarang termasuk Kabupaten atau kota Praja saat itu. Sekolah rendah di Semarang dapat diperinci sebagi berikut:a. ELS (Europe Lager School), sekolah ini pertama kali didirikan pada tahun 1818, dengan masa pendidikan 7 tahun. Sekolah ini juga biasanya menerima murid pribumi yang kelas sosialnya tinggi dan bangsa timur asing seperti arab, india dan Cina. R.A. kartini termasuk lulusan sekolah ini. b. Inlandsche School, sekolah ini merupakan satuan pendidikan terdiri atas dua satuan pendukung, antara lain HIS (Hollansce Chinnesche School) yang berdiri tahun 1908, lama pendidikan 7 tahun, kemudian ada sekolah rendah bumi putera HIS (Hollandshe Inlandshe School) yang diselenggarakan untuk anak-anak pribumi, baik dari lingkungan kaum bansgawan maup[un pegawai negeri belanda. Sekolah ini pertama kali didirikan pada tahun 1914.c. Inlandshe School Tweede Kalsen, merupakan sekolah bumiputera kelas II yang tujuan diselenggrakannya untuk pribumi.d. Sekolah Desa atau Volks School, sekolah ini didirikan pada tahun 1907, dengan lama pendidikan 3 tahun.e. Sekolah rendah Lanjutan Desa (Vervachy School), yang diperuntukan bagi masyarakat desa dengan masa pendidikan 2 tahun. Pertama kali didirikan pada tahun 1914 di seluruh kabupaten Jawa termasuk Semarang. sekolah ini dimasyarakat Jawa sering disebut dengan Sekolah ongko loro.f. Sekolah Peralihan (schakel School), yang diselenggrakan untuk memberi kesempatan bagi murid-murid sekolah desa yang ingin meneruskan kejenjang yang lebih tinggi. Sekolah ini menggunakan bahasa pengantar Belanda, dengan lama pendidikan 5 tahun. Melihat upaya pendirian sekolah-sekolah tersebut, tampak jelas bahwa pemerintah kolonial Belanda sejak awal pendirian sekolah-terutama dari jenis sekolah rendah-telah melakukan diskriminasi yang ketat. Kelompok masyarakat Belanda yang berada di Indonesia khusunya Semarang mendapat pelayanan sekolah yang sangat baik, disusul dengan kelompok masyaralat timur asing, elit pribumi, anak pegawai, baru kemudian anak rakyat biasa.[footnoteRef:31] [31: Ibid., Indonesia Belajarlah., hlm 235]

2. Pendidikan menengahPendidikan menengah, Meer Uitgebreid Loger Onderwijs (MULO), adalah sekolah menengah satu-satunya pada zaman pemerintahan kolonial Belanda. Dari nama yang digunakan jelas bahwa sekolah ini merupakan perluasan dari sekolah rendah, yang berarti juga bahwa sekolah lanjutan setelah sekolah rendah. Satuan pendidikan ini pertama kali dilakukan di Semarang dan Jakarta.Khusus untuk anak-anak keturunan eropa dan warga asing lainnya, pemerintah kolonial mendirikan sekolah warga Negara asing yang dikenal dengan sebutan Hoorge Burger School (HBS). Sekolah ini merupakan lanjutan dari ELS.

Selain sekolah rendah dan menengah, pemerintah kolonial belanda juga mengambangkan jenis pendidikan tinggi di Indonesia. Pada tahun 1851, misalnya, didirikan Sekolah Dokter Jawa di Jakarta, yang beralih nama menjadi STOVIA pada tahun 1902. Meskipun kelak, sekolah inilah yang melahirkan pemuda-pemuda progresif dan berperan besar dalam pendirian Boedi Oetomo: perhimpunan nasioanl Indonesia yang pertama-tama disusun secara modern, dan menjadi tonggak kebangkitan nasional.[footnoteRef:32] [32: Ibid., hlm 236]

BAB IIISEKOLAH SAREKAT ISLAM SEMARANG

A. SEJARAH PEMBENTUKANSaat Tan Malaka pulang dari perantauannya di Belanda, ia mengajar di sekolah perkembunan Sanembah Deli Sumatera Timur. Disana ia mengajar anak-anak kuli kotrak yang bekerja pada perkebunan milik Belanda tersebut. Tan Malaka melihat berbagai keganjalan yang menerpa para pekerja disana. Upah yang diterima Tan Malaka lumayan besar, ini juga akibat dari pemotongan gaji buruh yang dipakai untuk membayar anaknya sekolah. Sedangkan para buruh hidup masih dalam kemiskinan dan keterpurukan. Kemudian Tan Malaka merasa ditak tega melihat keadaan ini, ia memutuskan untuk pindah ke Jawa pada Februari 1921. Setibanya di Jawa ia menuju ke Semarang untuk mendirikan sebuah sekoloah milik Sarekat Islam Semarang, yang ia sudah tahu kabarnya sejak masih di Deli. Pada saat itulah Tan Malaka bertemu dengan Semaoen dan kawan-kawannya untuk bergerak di Semarang dengan pendidikan.Pertemuan antara Tan Malaka dan Semaoen adalah titik awal dalam pecanangan Sekolah Sarekat Islam Semarang. mereka bertemu pada saat kongres SI di Yogyakarta. Pada saat itu Tan Malaka sudah memilki kenalan bernama Sutopo dan Sutopo mengajak Tan Malaka untuk menghadiri kongres CSI.[footnoteRef:33] Sutopo memperkenalkan Tan Malaka kepada Cokroaminoto, Semoen, dan Darsono. Tan Malaka berpendapat bahwa Cokromanoto seorang sederhana yang mudah didekati. Tentang pertentangan antara CSI dan PKI/ Sarekat Islam, Cokroaminoto ini berkata kepada Tan malaka bahwa pintu SI selalu terbuka bagi saudara-saudara[footnoteRef:34]. Tan Malaka juga berbicara dengan Darsono yang berpendapat bahwa politik Indonesia masih terlalu banyak berpusat sekitar orang-orang pribadi dan pikiran kemampuan kurang dipisahkan dari mereka itu. Tetapi, berkata Tan Malaka, Darsono ketikan itu juga dipengaruhi oleh serangan-serangan yang dilancarkan terhadap diri pribadinya. Dalam rapat diakui bahwa ia berhak mengkritik Cokroaminoto, tetapi cara yang dilakukannya itu tidak disetujui. Semoen, menurut Tan Malaka, Seorang yang menonjol, sekalipun pakaiannya sederhana saja. [33: Haary A. Poeze Tan Malaka Pergulatan Menuju Republik., hlm. 171] [34: Tan Malaka dari penjara ke penjara I]

Tan malaka masih berkenalan dengan beberapa orang lainnya. Rupanya, ia begitu berkesan pada mereka sehingga ia mendapat berbagai tawaran untuk bekerja disurat kabar, partai dan pergerakan buruh. Ini membuktikan bahwa pergerakan Indonesia secara kronis kekurangan tenaga yang berpendidikan. Karena tawaran-tawaran ini tidak sesuai dengan keyakinan politiknya. Tan Malaka menolaknya. Semaoen bertanya sehari setelah kongres berakhir apakah Tan Malaka mau turut serta ke Semarang. Sutopo mencoba menahan Tan Malaka demi sekolah yang akan didirkannya bersama Tan Malaka di Yogya, tetapi Tan Malaka berangkat juga untuk berjumpa dengan kawan-kawan sealiran dan seperjuangannya. Dalam hal ini Tan Malaka memilih berjuang dengan Semaoen di Semarang. iapun berniat mencari pekerjaan terlebih dahulu disekolah HIS yang baru dibuka di Pekalongan.[footnoteRef:35] [35: Harry A. Poeze Tan Malaka Pergulatan Menuju Republik hlm. 171]

Di Semarang memang sangat cocok jika didirikan Sekolah Sarekat Islam, karena memang anggota sarekat islam semarang semakin tahun semakin banyak oleh sebab itu anak-anak mereka yang tidak bisa diterima di sekolah negeri maka mereka akan menyekolahkannya di Sekolah SI. Tan Malaka dan Semaoen segera cepat menanggapi hal itu dengan mengumpulkan berbagai orang guna memperkenalkan sekolah itu.Tan Malaka sakit-sakitan saat ia berada di Semarang karena iklimnya tidak sesuai dengan yang ada di tempat asalnya, Suliki. Setelah sembuh, Tan Malaka menulis surat kepada gurunya 15 Mei, bahwa ia mencari kemungkinan untuk mendirikan sebuah sekolah sendiri. Pagi hari ia mengajar anak-anak anggota SI, malam hari ia memberi pelajaran dalam bahasa Belanda. Setelah sehat kembali Tan Malaka, menurut Semaoen, bekerja dengan semangat yang bekobar. Dalam sebuah gubuk di Semarang seorang buruh miskin Tan Malaka mengumpulkan babnyak pemuda komunis. Satu satunya masalh yang dibicarakannya dalam diskusi-diskusi yang panjang lebar dengan Semaoen adalah pergerakan revolusioner. Ia membahas rencana-rencana sekolahnya dan membicarakannya dengan Semaoen. Yang belakangan ini merasa senang sekali dengan kegiatan Tan Malaka, juga karena pemerintah tidak mempunyai alasan untuk menangkap Tan Malaka.Rencana-rencana untuk mengorganisasikan suatu bentuk pendidikan bagi anggota-anggota PKI dan SI Semarang, sudah hidup lama. Rencana-rencana terakhir berasal dari Baars yang menyusun suatu sistem luas tentang kursus-kursus kader. Sementara Baars dikeluarkan, Semaoen melanjutkan rencananya. Ia menulis pada bulan april 1921 sebuah artikel yang panjang lebar di Sinar Hindia tentang Perkumpulan-perkumpulan Komunis. Sepuluh pemimpin rakyat pilihan, yang sudah sedikit tahu tentang komunisme, akan diberi pelajaran selama sepuluh malam berturut-turut, yang akan dimuali pada tanggal 25 Mei, antara lain tentang ajaran-ajaran komunis, jalannya dan aksi komunis, keahlian berbicara, jurnalistik, dan keahlian memimpin rakyat. Seteleh itu, yang baru dididik itu akan membentuk suatu perkumpulan sendiri ditempat tinggalnya atau tempat kerjanya, yang akan dipimpinnya sendiri pula. Kursus itu akan berada dibawah pimpinan Tan Malaka. Pada tanggal 23 mei, Semaoen dipanggil harus menghadap residen serta diberi peringatan bahwa pemerintah akan melarang didirikannya kursus-kursus seperti itu dan akan mengambil tindakan terhadap para pesertanya. Dalam rapat tertutup PKI pada tanggal 25 Mei, peringatan itu dibicarakan dengan para peserta. pada rapat itu hadir pula Tan Malaka yang menamakan larangan itu suatau usaha untuk menyumbat mulut PKI. Tetapi melihat akibat-akibatnya, maka dipandang lebih baik tidak melanjutkan kursus itu. Pendapat itu disetujui oleh sebagian besar dari 30 orang yang hadir, dan kursus itu dihentikan.[footnoteRef:36] [36: Ibid., hlm 173-174]

Sudah sebelumnya, tidak lama setelah kongres SI di Yogyakarta, Semaoen berkata pada suatu rapat anggota SI Semarang bahwa ia ingin mengajukan usul didewan gemeente untuk mendirikan sekolah bagi anak-anak para anggota SI. Tan Malaka merupakan orang yang tepat sekali untuk memimpin sekolah semacam itu. Selam pekerjaannya disekolah suasta lain sesudah ia sembuh, Tan Malaka membuat rencana serta penialian sampai dimana ia akan mendapat sukses bila mendirikan sebuah sekolah sendiri. Demikianlah pada tanggal 6 Juni 1921 disampaikan pada resident sebuah selebaran yang ditandatangani oleh Semaoen, ketua SI semarang, dan Budi Sutjitro, sekretaris, yang menyatakan bahwa pada tanggal 21 Juni 1921 setengah 8 pagi akan dibuka sebuah sekolah SI yang akan memberi pelajaran dalam bahasa Belanda. Pengajaran ini diatur dengan lebih baik daripada di HIS. Tan Malaka, yang mendapat didikan sebagai guru dinegeri Belanda, akan mengajar disekolah itu. Sekolah itu dibuka dengan 50 murid; ruang rapat SI semarang diubah menjadi sekolah. Sekolah itu tumbuh dengan cepat dan dalam waktu seminggu saja sudah mempunyai 80 murid. Masih lebih banyak anak yang ingin menjadi murid,[footnoteRef:37] menurut berita di Soeara Rrakjat, apabila diketahui oleh lebih banyak orangtua bahwa disekolah SI Semarang itu juga diberi pelajaran dalam bahasa Belanda. Jika anak-anak mereka tidak diterima di HIS, seperti yang sudah sering terjadi, maka mereka dapat membawa anak-anak mareka kesekolah SI. Tetapi harus diberi lebih banyak bantuan kepada Tan Malaka, yang hampir tidak dapat melakukan pekerjaannya karena tidak dapat bantuan, misalnya tentang pemebrian alat-alat sekolah.[footnoteRef:38] [37: Ibid., hlm 174] [38: Sekolah SI, Soeara Rajat, nomor-nomr 10-12, 1-6, 16-6 dan 1-7-1921 juga di IPO 1921, nomor 29 ]

B. PERKEMBANGAN DAN METODE PENGAJARAN SEKOLAH SAREKAT ISLAM SEMARANGPada bulan Juli direncanakan untuk mengadakan pasar derma[footnoteRef:39] bagi sekolah SI dan mencari seorang guru wanita. akhir bulan juli diputuskan untuk mengadakan pasar derma itu, awal september dibuat suatu anggaran dan izin diminta dari asisten resident. penguasa tersebut juga setelah ada permohonan kedua, tidak memberi izin penyelenggaraan pasar derma itu. pada bulan Agustus murid-muird sudah mencapai 120 anak. juga dari luar semarang murid-murid mulai datang. [39: Pasar derma merupakan pasar yang menerima sumbangan-sumbangan berupa uang atau barang]

Setelah dikeluarkan larangan terhadap pasar derma itu, diadakan rapat anggota SI Semarang pada 21 Agustus. dirapat itu diputuskan atas usulan Semaoen untuk mengirimkan setiap malam kelompok-kelompok murid yang terdiri dari lima anak ke kampung-kampung dibawah pemimpin seorang dewasa. anak-anak itu diberi selendang merah dengan tulisan rasa merdika dan akan mengumpulkan uang setelah menarik perhatian para penduduk dengan menyajikan lagu international.Redaksi Sinar Hindia menulis sebuah tajuk rencana pada tanggal 23 Agustus 1921 tentang penolakan asisten-resident itu a.l. intinya bahwa salah satu sifat yang baik dari orang-orang barat ialah rasa kemerdekaan yang sudah dimasukan kedalam jiwa peserta didik dan dikembangkan disekolah-sekolah dan sekarang di Hindia contoh itu akan diikuti oleh SI di Semarang. Kemudian sebuah sekolah didirikan untuk memelihara dan mendorong rasa kemerdekaan itu. Setelah itu diumumkan sekolah SI akan diorganisasikan lebih baik daripada sekolah HIS biasa, karena benih kemerdekaan akan ditanamkan dalam diri murid-murid sejak dini.[footnoteRef:40] [40: Sinar Hindia 23 Agustus 1921]

Untuk menyediakan alat-alat sekolah diperlukan dana dan dimintakan izin untuk mengadakan pasar derma, tetapi di tolak oleh asisten residen. Pihak asisten residen menolak karena didalam diri murid murid sekolah SI telah ditanamkan benih kemerdekaan. kemudian rasa kemerdekaan yang dijunjung tinggi oleh guru-guru SI. Maka dengan demikian dijadikan alasan untuk penolakan itu.Rakyat Hindia yang menunggu kemerdekaan telah datang saatnya. SI di Semarang akan mengembangkan perasaan kemerdekaan itu didalam diri anak-anak rakyat. Rakyat sekarang mengetahui bahwa mereka harus mengejar dengan sungguh-sungguh rasa kemerdekaan itu. Menuntut pada mereka sendiri bahwa rakyat tidak boleh terus menerus bergantung pada bangsa lain. Maka dari itu banyak jalan untuk menuju kea rah itu[footnoteRef:41] [41: IPO 1921, no. 35 termuat juga di soeara rajat no.16 tanggal 31-8-1921]

Kepada para penduduk Semarang diserukan untuk memberikan bantuan kepada sekolah SI tersebut, juga diserukan kepada rakyat di luar Semarang untuk memberi bantuan. Sekalipun kelihatan sepintas hanya kepentingan setempat tetepi tetap menjadi kepentingan umum, karna seluruh rakyat hindia tetap ingin memiliki rasa kemerdekaan.Rapat-rapat SI di Semarang dan tempat tempat lain disekitarnya selalu membuat propaganda untuk sekolah itu.beberapa anak mengucapkan pidato singkat tentang sekolah itu dan minta bantuan, misalnya untuk perpustakaan yang baru didirikan. mereka menyanyikan lagu internationale dibawah pimpinan Tan Malaka atau seorang murid yang lebih tua jika Tan Malaka berhalangan. Jadi bisa dikatakan juga sistem kaderisasi di Sekolah Sarekat Islam Semarang sangat baik, mengingat Tan Malaka banyak memiliki asisten yang loyal dan penuh solidaritas. Pada bulan September dibentuk sebuah komite untuk mendirikan sekolah SI di Kaliwungu ( Kendal). setelah diadakan rapat yang juga dihadiri Tan Malaka dan beberapa muridnya. Rencana-rencana untuk mendirikan Sekolah SI juga dibuat di Kendal. Pada taraf perkembangan sekolah-sekolah SI telah memperlihatkan bukti bisa berjalan terus, maka pemerintah mulai memberi lebih banyak perhatian kepada gejala itu. Residen Semarang menyangka bahwa karena soal biaya sekolah SI itu mungkin tidak bisa berjalan lama. Tetapi lama kelamaan harus dipertimbangkan untuk mengambil tindakan, karena untuk waktu yang telah berjalan cukup lama, anak-anak yang mudah dapat dimasuki kesan-kesan, tidak mungkin dapat dibiarkan begitu saja oleh pemerintah. Persoalaan itu mungkin dapat diatasi dengan membatasi pendidikan kaum pribumi yang diberikan oleh orang-orang Indonesia. Anggapan pelanggaran untuk mengadakan pasar derma itu membuktikan sikap residen yang tidak mau membantu mengatasi kesulitan kesulitan keuangan dalam mendirikan sekolah SI. Asisten residen minta kepada asisten jendral apakah menyanyi lagu international dibawah pimpinan Tan Malaka bisa dipakai sebagai alasan untuk mengambil tindakan hukum terhadap guru itu, dan sampai dimana perbuatan murid-murid SI untuk mengunjungi kampung-kampung di izinkan oleh hukum.[footnoteRef:42] [42: Harry A. Poeze Tan Malaka Pergulatan Menuju Republik 1897-1925., hlm 177]

Secara umum dan biasa, anak-anak yang berhiaskan selendang merah pergi keliling untuk membentuk suatu pawai, dan tanpa izin sebelumnya mengadakan pawai. Menurut Undang-undang pihak pemerintah hal itu dilarang. Tetapi hal itu tidak meredupkan semangat anak-anak. Maka dari itu sekolah SI dimata-matai oleh berbagai intel pemerintah. Pihak pemerintah bahkan mendukung adanya sekolah SI kekurangan dana, maka dari itu sekolah SI akan mengadakan pasar derma dilarang. Ini memberikan bukti bahwa rasa semangat dari peserta didik Sekolah Sarekat Islam dan keteguhan para pelaksananya terutama Tan Malaka sangat tinggi. Bahkan dalam praktiknya Gedung Sarekat Islam Semarang di Dusun Gendong, Semarang Timur(Sekarang) apabila pagi dan siang hari dipakai untuk kegiatan belajar mengajar setelah petang gedung itu beralih fungsi menjadi tempat rapat bagi anggota Sarekat Islam Semarang. Rasa solidaritas dan semangat inilah yang membuat pemerintah saat itu tak mungkin bisa ambil diam.Oleh sikap pemerintah yang demikian, maka pihak dari SI Semarang melakukan rapat protes pada 13 November 1921. Rapat itu dihadiri juga oleh BU dan Sarekat islam serta PKI di Semarang, jadi bisa dibilang rapat itu adalah rapat gabungan protes besar-besaran dari berbagai aliansi partai. Empat ribu orang laki-laki menghadiri rapat pagi hari, empas ribu perempuan menghadiri rapat sore harinya.[footnoteRef:43] [43: Surat asisten residen Semarang 4-11-1921]

Pada saat itu Tan Malaka berpidato didepan, ia berkata sekolahnya itu sudah mempunyai 180 murid.[footnoteRef:44] Bahwa sudah didirkan komite perpustakaan, serta akan diterima buku-buku antara lain dari Palembang dan Shanghai, telah juga diterima permintaan dari Yogyakarta, Kaliwungu dan Salatiga untuk mendirikan sekolah-sekolah seperti itu disana. Kemudian dalam rapat ini diputuskan untuk mengumpulkan uang di kampong-kampung. Gerakan ini dimuali pada akhir November. Dalam auto biografinya Tan Malaka mengatakan, Semarang pada malam pertama diadakan propaganda tampak seperti kota yang diduduki militer. Patrol-patroli bersenjata berbaris di jalan-jalan kecil didesa-desa tempat diadakan rapat. Petugas polisi dan reserse yang bersenjata memasuki tempat dan mencatat nama propagandais-propagandais kita dan murid-murid kita dan bertanaya apakah mereka berlaku demikian atas perintah saya. Anak-anak kita tidak bisa ditakut-takuti sampai saya meninggalkan rapat, propaganda dijalankan dengan sukses besar, sehingga anak-anak kita memperoleh siaft-sifat yang diperlukan untuk pejuang-pejuang yang akan datang. Tidak dari buku tapi dari praktek.[footnoteRef:45] [44: Harry A. Poeze, Tan Malaka, Pergulatan Menuju Republik 1897-1925 hlm 177] [45: Pembuanganku]

Tan Malaka sebagai kepala sekolah Sarekat Islam Semarang, dari sebelumnya ingin mewujudkan tiga tujuan dengan mendirikan sekolah SI antara lain:1. Memberikan cukup banyak jalan (kepada para murid) untuk mendapatkan mata pencaharian di dunia yang kapitalistis (berhitung, menulis, ilmu bumi, bahasa belanda, bahasa melayu, bahasa jawa dan seterusnya)2. Memberi hak kepada para murid untuk mengikuti kegemaran (hobi) mereka dengan membentuk perkumpulan-perkumpulan.3. Mengarahkan perhatian para murid pada kewajiban mereka yang akan datang terhadap jutaan keluarga pak kromo.[footnoteRef:46] [46: SI Semarang dan Onderwijs]

Sekolah SI mengajarkan anak-anaknya untuk menyukai hal yang sesuai dengan bakatnya. Misalnya menggambar dan sebagainya. Dengan demikian bakat yang tersembunyi muncul keatas yang tadinya tertekan karena sekolah-sekolah umum tidak mau menerima anak yang suk menggambar misalnya, mereka hanya mau menerima murid yang nantinya akan dipekerjakan sebagai pegawai negeri.Kemudian di Sekolah SI anak-anak dibiarkan mengambangkan sifatnya. Tidak baik untuk anak-anak belajar berhari-hari, bermain harus mendapatkan tempat yang penting. Kalu sedang bermain-main, anak-anak bergaul dan saling mengenal dan bila mereka sering bermain bersama dalam kehidupan mereka kemudian pandangan mereka tidak ditunjukan kepada kebahagiaan hidup individual.Disekolah HIS murid-murid belajar tentang kebersihan, tetapi tidak diterangkan bahwa pak kromo tidaki tahu apa itu kebersihan dan tidak tahu pula bahaya yang timbul dari kotoran, keluar dari sekolah, mereka berpaling dari pak kromo yang kotor itu dan memmarahinya karena kotornya. Dengan begitu, sekolah HIS memisahkan murid-muridnya dari rakyat. Dan juga tidak membangkitkan rasa kasihan dan rasa mempunyai kewajiban untuk memperbaiki nasib kaum kromo. Disanapun para murid belajar merasa jijik terhadap pekerjaan tangan yang secara otomatis dihubungkannya dengan rakyat yang kotor, bodoh dan tidak tahu rasa hormat, dan karenanya menganggap dirinya termasuk kelompok yang lebih rendah. Pekerjaan tangan itu merendahkan gengsinya sebagai orang yang bersekolah. Akan tetapi di Sekolah SI budaya ini didobrak oleh sitem pendidikiannya. Mereka diajarkan bahwa jika para murid menyadari bahwa setiap pekerjaan tingkatnya sama, maka lebih cepat mereka akan merasa mempunyai hubungan erat dengan rakyat. Dan mereka akan juga memiliki keberanian berbicara dirapat-rapat resmi SI.[footnoteRef:47] [47: Ibid., hlm 183]

BAB IVPENUTUPA. KesimpulanSekolah Sarekat Islam merupakan sekolah yang tidak didirikan atas dasar ideology kapitalistik pasar. Sekolah ini didirikan, seperti kata Tan Malaka berdasar pada nasib kaum kromo yang hidup tidak berkecukupan atau dalam SI Semarang dan Onderwijs Tan Malaka menulis Kekuasaan Kaum- Modal berdiri atas didikan yang berdasar kemodalan. Kekuasaan Rakyat hanyalah bisa diperoleh dengan didikan kerakyatan[footnoteRef:48]. Sekolah ini sejak awal didirikan, para muridnya dididik untuk membela rakyat dan telah diajarkan mental prang merdeka. Dana yang didapat untuk operasional sekolah SI adalah dari swadaya msayarakat dan atas keinginan masyarakat bukan paksaan. [48: SI Semarang dan Onderwijs]

Hal ini berbeda dengan kebanykan sekolah pemerintah kolonial yang didirkan dibiayai atas pajak rakyat yang sangat melarat. Mereka yang boleh masuk sabagai pelajar adalah putera-putera bangsawan dan orang-orang atas, yang tidak pernah memberikan sumbangan. Apalagi jika diingat bahwa rakyat tidak akan mkengambil hasilnya karena tamatan sekolah opsir pemerintah adalah orang-orang yang berjiwa patuh terhadap pemrintah, sepi dari rasa kebangsaan. Saying jika nasip rakyat diserahkan ketangan orang-orang yang tidak mempunyai tanggung jawab kebangsaan. Mereka itu akan sanggup memerjuangkan rakyat, bahkan akan menjadi cambuk gigirnya.[footnoteRef:49] [49: Slamet Muljana, Kesadaran Nasional dari Kolonialisme sampai Kemerdekaan]

Maka dari itu kepada siapakah rakyat akan mengadu? Kepada bangsa awak yang berpangkat, rakyat sia-sia menyampaikan duka cita karena mereka ini adalah pangreh praja yang taat melakukan perintah atasannya dan turut melakukan penghisapan terhadap rakyat miskin. Kebanykan dari mereka itu bukan panyung agung tempat rakyat berlindung, melainkan pembesar yang turut mencari untung.Maka sekolah-sekolah semacam SI Semaranglah yang harus menjadi garda depan dalam memperjuangkannya. Karena pendidikanlah yang utama dalam mendidik generasi-generasi muda baru sebagai pemimpin kedepan. Konsep pendidikan sekolah SI yang di notebene oleh Tan Malaka membuat murid menjadi tidak jijik dengan kaum kromo, Tan mendidik murid untuk bisa bergerak maju dan memperkenalkan kemerdekaan disaat sekolah-sekolah lain sibuk untuk mencari buruh-buruh baru.

DAFTAR PUSTAKA

A. ArsipZendbrief. Brief van 13 juni 1922/ No.7509/270B. Surat Kabar dan MajalahSinar Hindia, Sekolah SI Semarang tanggal 23 Agustus 1921.

C. Buku, Skripsi, Tesis, Desertasi, Monografi, dln.Djumhur, I. 1976. Sejarah Pendidikan. Bandung: Offset Angkasa.Himawan, Furqon Ulya. 2009. Konsep Pendidikan Kerakyatan Tan Malaka dan Relvansinya dengan Pendidikan Islam.Yogyakarta: Jurusan Pendidikan agama Islam, Fakultas Tarbiyah, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga.Malaka, Tan. 1987. SI Semarang dan Onderwijs. Jakarta: Yayasan Massa._________. 2010. Madilog. Yogyakarta: Narasi._________. 2000. Dari Penjara ke Penjara bagian satu. Yogyakarta: Teplok Press._________. Soviet dan Perlement.McVey, Ruth T. 2009. Kemunculan Komunis Indonesia. Jakarta: Komunitas Bambu.Muljana, Slamet. 2008. Kesadaran Nasional Dari Kolonialisme sampai Kemerdekaan I. Yogyakarta: LKIS.Poeze, Harry A. 2000. Tan Malaka Pergulatan Menuju Republik 1897-1925. Jakarta: PT. Pustaka Utama Grafiti.Ricklefs, M.C. 2005. Sejarah Indonesia Modern. Yogjakarta : Gadjah Mada University Press.Said, Muhtar. 2013. Politik Hukum Tan Malaka. Yogjakarta: Thafa Media.Tedjasukmana, Iskandar. 2008. Watak Politik Gerakan Serikat Buruh Indonesia. Jakarta: TURC.

D. Internet phesolo.wordpress.comkitlv.nlmarxists.orgberdikarionline.com 11