subyek dan obyek pph

12
I. Pajak Penghasilan 1. Pendahuluan Pemungutan pajak atas penghasilan di Indonesia telah dilakukan sejak sebelum kemerdekaan berdasarkan peraturan/perudang-undangan sbb: Ordonansi Pajak Pendapatan 1944 mengatur pengenaan pajak atas penghasilan yang diperoleh oleh orang-orang pribadi. Obyek Pajak Pendapatan adalah pendapatan, istilah lain dari penghasilan, sedangkan subyeknya adalah orang-orang pribadi dan warisan yang belum terbagi. Pajak ini dipungut sampai dengan tahun 1983. Undang Undang Pajak Perseroan tahun 1925 mengatur pengenaan pajak atas penghasilan yang diperoleh oleh badan, baik badan hukum maupun bukan badan hukum, meliputi PT, CV, Firma, perkumpulan maupun yayasan. Obyek Pajak Perseroan adalah laba, istilah lain dari penghasilan. Pajak ini dipungut sampai dengan tahun 1983. Selanjutnya setelah Indonesia merdeka dimunculkan aturan perpajakan baru yakni Pajak atas Dividen dan Royalty (PBDR), tahun 1970. PBDR mengatur pengenaan pajak atas bunga, dividen dan royalty yang dibayarkan oleh pihak yang memberi penghasilan ter sebut. Ketiga aturan pengenaan pajak atas penghasilan tersebut disatukan untuk selanjutnya pajak atas penghasilan yang diperoleh orang-orang pribadi, warisan yang belum terbagi, maupun badan dikenakan pajak penghasilan berdasarkan Undang Undang Pajak Penghasilan 1984. Penyatuan ketiga aturan pemungutan pajak tersebut dikandung maksud untuk: Penyederhanaan jumlah dan jenis pajak; Penyederhanaan tarif pajak; Penyederhanaan jumlah dan jenis pajak Dengan disatukannya ketiga aturan pemungutan pajak tersebut dengan sendirinya jumlah dan jenis pajak atas penghasilan menjadi lebih sederhana, dari beberapa jenis pajak menjadi hanya satu jenis pajak untuk mengenakan pajak atas penghasilan. Penyederhanaan tarif pajak Ordonansi Pajak Pendapatan 1944 mengenal tarif pajak sebanyak 19 lapis, sedangkan Undang Undang Pajak Perseroan mengatur pangenaan pajak dalam dua macam tarif, yakni tarif umum dan tarif khusus yang kesemuanya berjumlah tujuh lapis tarif, dan Pajak atas Bunga Dividen dan Royalty mengenakan pajak dengan satu tarif. Dengan demikian jumlah tarif pajak atas penghasilan saat itu sebanyak 22 lapis tarif. Perubahan atau penyederhanaan tarif tersebut berdasarkan Undang-Undang Pajak Penghasilan mengalami perubahan sbb: Tahun 1984 – 1994 terdapat tiga macam tarif, yakni 15%, 25% dan 35%; Tahun 1995 – 2000 terdapat tiga macam tarif, yakni 10%, 15% dan 30%. Tahun 2001 – 2008 terdapat lima macam tarif untuk wajib pajak orang pribadi, yakni 5%, 10%, 15%, 25% dan 30%, dan tiga tarif untuk wajib pajak badan 10%, 15% dan 30%; Perpajakan menurut UU PPh Baru – di-update tgl, 4 September 2012, jam : 22:09. 1

Upload: lushie

Post on 09-Dec-2015

3 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

PPh

TRANSCRIPT

Page 1: Subyek Dan Obyek PPh

I. Pajak Penghasilan

1. PendahuluanPemungutan pajak atas penghasilan di Indonesia telah dilakukan sejak sebelum kemerdekaan berdasarkan peraturan/perudang-undangan sbb: Ordonansi Pajak Pendapatan 1944 mengatur pengenaan pajak atas penghasilan

yang diperoleh oleh orang-orang pribadi. Obyek Pajak Pendapatan adalah pendapatan, istilah lain dari penghasilan, sedangkan subyeknya adalah orang-orang pribadi dan warisan yang belum terbagi. Pajak ini dipungut sampai dengan tahun 1983.

Undang Undang Pajak Perseroan tahun 1925 mengatur pengenaan pajak atas penghasilan yang diperoleh oleh badan, baik badan hukum maupun bukan badan hukum, meliputi PT, CV, Firma, perkumpulan maupun yayasan. Obyek Pajak Perseroan adalah laba, istilah lain dari penghasilan. Pajak ini dipungut sampai dengan tahun 1983.

Selanjutnya setelah Indonesia merdeka dimunculkan aturan perpajakan baru yakni Pajak atas Dividen dan Royalty (PBDR), tahun 1970. PBDR mengatur pengenaan pajak atas bunga, dividen dan royalty yang dibayarkan oleh pihak yang memberi penghasilan ter sebut.

Ketiga aturan pengenaan pajak atas penghasilan tersebut disatukan untuk selanjutnya pajak atas penghasilan yang diperoleh orang-orang pribadi, warisan yang belum terbagi, maupun badan dikenakan pajak penghasilan berdasarkan Undang Undang Pajak Penghasilan 1984. Penyatuan ketiga aturan pemungutan pajak tersebut dikandung maksud untuk: Penyederhanaan jumlah dan jenis pajak; Penyederhanaan tarif pajak;Penyederhanaan jumlah dan jenis pajakDengan disatukannya ketiga aturan pemungutan pajak tersebut dengan sendirinya jumlah dan jenis pajak atas penghasilan menjadi lebih sederhana, dari beberapa jenis pajak menjadi hanya satu jenis pajak untuk mengenakan pajak atas penghasilan.Penyederhanaan tarif pajakOrdonansi Pajak Pendapatan 1944 mengenal tarif pajak sebanyak 19 lapis, sedangkan Undang Undang Pajak Perseroan mengatur pangenaan pajak dalam dua macam tarif, yakni tarif umum dan tarif khusus yang kesemuanya berjumlah tujuh lapis tarif, dan Pajak atas Bunga Dividen dan Royalty mengenakan pajak dengan satu tarif. Dengan demikian jumlah tarif pajak atas penghasilan saat itu sebanyak 22 lapis tarif. Perubahan atau penyederhanaan tarif tersebut berdasarkan Undang-Undang Pajak Penghasilan mengalami perubahan sbb:Tahun 1984 – 1994 terdapat tiga macam tarif, yakni 15%, 25% dan 35%;Tahun 1995 – 2000 terdapat tiga macam tarif, yakni 10%, 15% dan 30%.Tahun 2001 – 2008 terdapat lima macam tarif untuk wajib pajak orang pribadi, yakni 5%,

10%, 15%, 25% dan 30%, dan tiga tarif untuk wajib pajak badan 10%, 15% dan 30%;

Tahun 2009 – sekarang, terdapat tiga macam tarif, yakni 5%, 15%, 25% dan 30% untuk wajib pajak orang pribadi, dan enam yakni 28%, 23%, 25%, 20%, 14% dan 12.5% untuk wajib pajak badan.

2. Subyek PajakSubyek pajak adalah subyek yang memungkinkan dikenakan pajak, namun belum tentu dikenakan pajak. Adapun subyek pajak Pajak Penghasilan adalah : Orang-orang pribadi dan warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan

menggantikan yang berhak; Badan; organisasi masa, oganisasi sosial politik atau organisasi lainnya, lembaga. Bentuk Usaha Tetap. Bentuk usaha tetap ini merupakan subyek pajak yang

perlakuan perpa-jakannya dipersamakan dengan subyek pajak badan.

Perpajakan menurut UU PPh Baru – di-update tgl, 4 September 2012, jam : 22:09. 1

Page 2: Subyek Dan Obyek PPh

Warisan yang belum terbagi sebagai suatu kesatuan menjadi subyek pajak menggantikan mereka yang berhak, dimaksudkan agar pengenaan pajak tetap dapat dilaksanakan sementara proses pembagian waris belum selesai. Nantinya setelah pembagian waris selesai maka berakhirlah warisan tersebut sebagai subyek pajak dan beralih kepada pribadi-pribadi yang mendapatkan warisan. Perlu disini dijelaskan bahwa yang menjadi obyek pajak atas warisan tersebut adalah hasil dari warisan, bukan warisannya. Dapat diambil sebagai contoh warisan perusahaan, selama proses pembagian waris berjalan, perusahaan tersebut tetap memberikan hasil dan hasil tersebut merupakan obyek pajak sedangkan subyeknya adalah warisan yang belum terbagi tersebut. Tentunya harus ditetapkan siapa yang bertanggung terhadap pemenuhan kewajiban pajaknya, yang dalam hal ini dapat salah satu dari ahli waris yang ditunjuk.Agar subyek pajak tersebut dapat dikenakan Pajak Penghasilan maka harus dipenuhi syarat lain, yakni misalnya harus memperoleh penghasilan, yakni syarat obyektifnya. Hal ini akan dijelaskan pada uraian selanjutnya.

3. Pengelompokan Subyek PajakDisamping pengelompokan tersebut diatas subyek Pajak Penghasilan dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu subyek padak dalam negeri, subyek pajak luar negeri sebagai berikut :a. Subyek Pajak Dalam Negeri

Yang dimaksud subyek pajak dalam negeri adalah :1) Orang pribadi yang memenuhi syarat :

bertempat tinggal di Indonesia, atau berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, atau dalam satu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk

bertempat tingal di Indonesia.2) Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit

tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria sbb: Pembentukan berdasarkan ketentuan perundang-undangan; Pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Balanja Negara

atau Anggaran dan Belanja Daerah; Penerimaannya dimasukkan kedalam Anggaran Pemerintah Pusat atau

Pemerintah Daerah; Pembukuannya diperiksa oleh Aparat Pengawasan Fungsional Negara;

3) Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan yang menggantikan mereka yang berhak.

b. Subyek Pajak Luar NegeriYang dimaksud subyek pajak luar negeri adalah :1) Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau orang pribadi di

Indonesia tidak lebih 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.

2) Badan yang tidak didirikan dan tidak berkedudukan di Indonesia yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.

3) Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau orang pribadi di Indonesia tidak lebih 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.

4) Badan yang tidak didirikan atau tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.

c. Bentuk Usaha Tetap

Perpajakan menurut UU PPh Baru – di-update tgl, 4 September 2012, jam : 22:09. 2

Page 3: Subyek Dan Obyek PPh

Yang dimaksud dengan bentuk usaha tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari tidak lebih 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, atau badan yang tidak didirikan atau tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia yang dapat berupa : tempat kedudukan manajeman; cabang perusahaan; kantor perwakilan; gedung kantor; pabrik; bengkel; gudang; ruang untuk promisi; pertambangan dan penggalian sumber alam; wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi; perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, atau kehutanan; proyek konstruksi, instalasi atau proyek perakitan; pemberian jasa dalam bentuk apapun oleh pegawai atau oleh orang lain,

sepanjang dilakukan lebih dari 60 hari dalam jangka waktu 12 bulan; orang atau badan yang bertindak selaku yang kedudukannya tidak bebas; agen atau perwakilan dari perusahaan asuransi yang tidak didirikan atau

tidak berke-dudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi atau memanggung risiko di Indonesia;

komputer, agen elektronik; atau peralatan otomatis yang dimiliki, disewa, atau digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk menjalankan kegiatan usaha melalui internet.

d. Wajib Pajak.Apabila subyek pajak sebagaimana disebutkan dimuka telah menerima atau memperoleh penghasilan, dengan kata lain telah memenuhi kewajiban pajak obyektifnya,maka subyek pajak tersebut telah menjadi wajib pajak. Subyek pajak orang pribadi menjadi wajib pajak apabila telah memperoleh penghasilan yang jumlahnya melebihi jumlah penghasilan kena pajak (PTKP), yang kemudian disebut wajib pajak dalam negeri. Sedangkan subyek pajak luar negeri sekaligus menjadi wajib pajak pada saat mendapatkan penghasilan yang bersumber di Indonesia, yang kemudian disebut sebagai wajib pajak luar negeri. Perbedaan yang penting antara wajib pajak dalam negeri dengan wajib pajak luar negeri antara lain : Wajib pajak dalam negeri dikenakan pajak atas penghasilan baik yang berasal

dari Indonesia maupun yang berasal dari luar Indonesia, sedangkan wajib pajak luar negeri hanya dikenakan pajak atas penghasilan yang berasal dari sumber yang berada di Indonesia.

Wajib pajak dalam negeri dikenakan pajak berdasarkan penghasilan neto dengan tarif umum, sedangkan wajib pajak luar negeri dikenakan pajak berdasarkan penghasilan bruto dengan tarif tertentu yang sepadan (proporsional).

Wajib pajak dalam negeri harus menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) sebagai sarana untuk menetapkan pajak terutang dalam satu tahun pajak, sedangkan wajib pajak luar negeri tidak wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan, karena kewajiban pajaknya dipenuhi melalui pemotongan pajak yang bersifat final.(penjelasan pasal 2 UU no 7 tahun 1983)

e. Bermula dan berakhirnya kewajiban pajak subyektif1) Kewajiban subyektif bagi wajib pajak orang pribadi yang bertempat tinggal di

Indonesia bermula saat dilahirkan dan berakhir saat meninggal dunia, atau meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya. Bagi orang yang datang dari

Perpajakan menurut UU PPh Baru – di-update tgl, 4 September 2012, jam : 22:09. 3

Page 4: Subyek Dan Obyek PPh

luar negeri dan menetap di Indo-nesia, kewajiban pajak subyektifnya bermula pada saat oarng tersebut memasuki wilayah Republik Indonesia dan berakhir saat meninggal dunia, atau meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya.

2) Bagi wajib pajak dalam negeri berupa badan, kewajiban pajak sebyektifnya bermula pada saat badan itu didirikan, dan berakhir pada saat badan itu dibubarkan dalam arti sampai selesainya proses likuidasinya.

3) Kewajiban pajak subyektif wajib pajak luar negeri bermula bermula saat yang bersangkutan memiliki sumber-sumber yang dapat memberikan penghasilan yang kena pajak dan berakhir pada saat sumber-sumber itu hilang atau lenyap, sehingga orang atau badan yang berdomisili di luar negeri tersebut tidak mungkin lagi memperoleh penghasilan dari Indonesia.

4) Bagi warisan yang belum terbagi, kewajiban subyektifnya bermula saat munculnya warisan tersebut, yakni saat timbulnya kematian seseorang dan berakhir pada saat warisan tersebut telah dibagikan kepada para ahli warisnya.

5) Bagi Bentuk Usaha Tetap (BUT), kewajiban pajak subyektifnya bermula saat melakukan usaha/kegiatan di Indonesia melalui BUT, dan beraklhir saat tidak lagi menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesai melalui BUT.

f. Pengecualian dari Subyek Pajak.Tidak termasuk pengertian subyek pajak adalah orang-orang atau badan sebagaimana tersebut dibawah ini (pasal 3 UU PPh) 1) Kantor perwakilan negara asing;2) pejabat perwakilan diplomatik, dan konsulat atau pejabat-pejabat lain dari negara

asing, dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama mereka, dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut serta di negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik;

3) Organisasi Internasional yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, dengan syarat : Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut; Tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh

penghasilan dari Indonesia selain pemberian pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota;

Organisasi Internasioanl dan Pejabat Perwakilan Organisasi Internasioanl yang tidak termasuk sebagai subyek Pajak Pajak Penghasilan berdasarkan keputusan Menteri Keuangan nomor: 574/ KMK .04/2000 antara lain : ADB (Asian Development Bank) IBRD ( International Bank for Reconstruction and Development) IDA ( International Development Association ) IFC ( International Finance Corporation ) IMF ( International Monetary Fund ) UNDP ( United Nation Program ) FAO (Food and Agricultural Centre ) ILO ( International Labour Organization ) UNHCR ( United National Hight Commissioner for Refugees ) UNICEF ( United Nation Childend Fund ) UNESCO ( United Nations Educational, Scientific and Cultural

Organization ) WHO ( World Health Organization ) World Bank

4) Pejabat-pejabat perwakilan organisasi Internasional yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia. Adapun organisasi Internasional yang pejabatnya ditetapkan bukan sebagai subyek pajak dapat dilihat pada contoh diatas.

Perpajakan menurut UU PPh Baru – di-update tgl, 4 September 2012, jam : 22:09. 4

Page 5: Subyek Dan Obyek PPh

4. Obyek PajakObyek Pajak Penghasilan adalah Penghasilan. Undang Undang Pajak Penghasilan 1984 mendifinisikan penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia mapun yang berasal dari luar Indonesia yang dapat dipakai untuk konsumsi atau menambah kekayaan wajib pajak, yang tidak terikat pada nama atau bentuknya. Dalam definisi tersebut tampak bahwa pengertian penghasilan menganut pengertian yang sangat luas. Hal ini sangat berbeda dengan perumusan penghasilan (dulunya disebut pendapatan atau laba) yang terkait dengan keharusan adanya sumber. Dalam pengertian penghasilan menurut aturan pajak sebelumnya, baru dianggap ada penghasilan apabila sebelumnya sudah ada sumber yang kemungkinan memberikan penghasilan, misalnya :

sumber penghasilan berupa usaha dapat memberikan hasil berupa keuntungan atau laba;

sumber penghasilan berupa tenaga dapat memberikan hasil berupa gaji, upah, honorarium dan imbalan lainnya.

sumber berupa harta tak gerak dapat memberikan hasil berupa sewa; sumber penghasilan berupa harta bergerak dapat memberikan hasil berupa

sewa, bunga, deviden dst; sumber penghasilan berupa hak-hak dapat memberikan penghasilan berupa

royalty;Berdasarkan pengertian tersebut maka hadiah undian, hadiah lotere dan warisan adalah bukan merupakan penghasilan. Sedangkan menurut pengertian penghasilan berdasarkan undang-undang pajak yang baru, hadiah undian, hadiah lotere adalah merupakan penghasilan, namun warisan bukan merupakan penghasilan karena secara eksplisit dinyatakan dikecualikan dari pengertian penghasilan.Walaupun pengertian penghasilan berdasarkan undang undang pajak penghasilan yang baru sudah tidak menganut keharusan adanya suatu sumber, namun masih diakui bahwa penghasilan dapat dikelompokkan dalam kelompok : penghasilan dari pekerjaan baik pekerjaan dalam hubungan kerja perburuhan

seperti pegawai, buruh dsb maupun pekerjaan bebas seperti dokter, notaris, akuntan dsb.

penghasilan dari kegiatan usaha; penghasilan dari modal baik berupa harta bergerak maupun harta tak gerak; kelompok penghasilan lain-lain.Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa menurut pengertian undang undang pajak yang baru masih secara implisit mengakui bahwa penghasilan masih terkait dengan adanya suatu sumber. Selanjutnya Undang Undang Pajak Penghasilan menjabarkan rincian penghasilan sebagai berikut:a. penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang

diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun atau imbalan dalam bentuk laninnya;

b. hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan dan penghargaan;c. laba usaha;d. keuntungan karena penjualan atau pengalihan harta, termasuk

keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan;

keuntungan yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau anggotanya;

keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, atau pengambilalihan usaha atau reorganisasi;

keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial termasuk yayasan atau pengusaha mikro dan kecil termasuk

Perpajakan menurut UU PPh Baru – di-update tgl, 4 September 2012, jam : 22:09. 5

Page 6: Subyek Dan Obyek PPh

koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungannya dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan.

Keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruhnyahak penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam usaha penambangan;

e. penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya.f. bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian

utang.g. dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan

asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi.h. Royalty atau imbalan atas penggunaan hak;i. sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;j. penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;k. keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai jumlah tertentu yang

ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;l. keuntungan karena selisih kurs mata uang asing;m. selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;n. premi asuransi;o. iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari

wajib pajak yangmenjalankan usaha atau pekerjaan bebas;p. tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan

pajak;q. penghasilan dari usaha yang berbasis syariah;r. imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengatur

mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan;s. Surplus Bank Indonesia.Disamping penghasilan-penghasilan sebagaimana disebutkan diatas, terdapat penghasilan tertentu yang pengenaan pajaknya bersifat final yakni:a. Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan

surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi;

b. Penghasilan berupa hadiah undian;c. Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang

diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura;

d. Penghasilan dari transksi pengalihan harta berupa tanah dan atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan;

e. Penghasilan tertentu lainnya.Tentang penjelasan penghasilan yang dikenakan pajak yang bersifat final diuraikan pada bab tersendiri.

5. Pengecualian dari Obyek Pajak PenghasilanUndang Undang Pajak Penghasilan memberikan definisi penghasilan sedemikian luas, sehingga segala sesuatu yang diterima oleh seseorang baik yang berupa uang maupun berupa barang atau jasa yang mempunyai nilai uang merupakan penghasilan yang dikenakan pajak. Maka agar supaya penghasilan-penghasilan tertentu tidak termasuk pengertian penghasilan harus dimasukkan kedalam pengecualian. Untuk maksud itu Undang Undang Pajak Penghasilan telah menetapkan beberapa penghasilan yang tidak termasuk pengertian obyek pajak [dalam pasal 3 ayat (4) ] sebagai berikut :1) bantuan, sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau

lembaga amil zakat yang dibentuk atau disyahkan oleh pemerintah dan para penerima zakat yang berhak, atau sumbangan keagamaan yang bersifat wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan

Perpajakan menurut UU PPh Baru – di-update tgl, 4 September 2012, jam : 22:09. 6

Page 7: Subyek Dan Obyek PPh

yang dibentuk atau disyahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima yang berhak yang ketentuannya diatur dengan peraturan pemerintah;

2) harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan oleh badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial termauk yayasan, koperasi atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil ditetapkan oleh Menteri Keuangan sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan;

3) warisan;4) harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai subyek pajak

sebagai pengganti penyertaan modal (inbreng);5) penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima

atau diperoleh dalam bentuk natura atau kenikmatan dari wajib pajak atau pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan wajib pajak, wajib pajak yang dikenakan pajak secara final, atau wajib pajak yang menggunakan norma penghitungan khusus (deemed profit);

6) pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa;

7) dividen atau pembagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai wajib pajak dalam negeri, koperasi, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat : dividen tersebut berasal dari cadangan laba ditahan dan; bagi perseroan terbatas, BUMN dan BUMD, yang menerima dividen,

kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% dari jumlah yang disetor dan harus mempunyai usaha aktif di luar kepemilikan saham tersebut.

8) iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disyahkan oleh Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja atau pegawai;

9) penghasilan dari modal yang ditanam oleh dana pensiun tersebut dimuka dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan;

10)bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi;

11)dihapus;12)penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian

laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia, dengan syarat badan badan pasangan usaha tersebut tersebut : merupakan perusahaan mikro kecil, menengah, atau yang menjalankan

kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan; dan

sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia. 13) Bea siawa yang memenuhi syarat tertentu yang ketentuannya diatur lebih lanjut

berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan;14) Sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak

dalam bidang pendidikan dan atau bidang penelitian dan pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu empat tahun sejak diperolehnya sisa laba

Perpajakan menurut UU PPh Baru – di-update tgl, 4 September 2012, jam : 22:09. 7

Page 8: Subyek Dan Obyek PPh

tersebut, yang ketentuannya diatur lebih lanjut berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;

15) Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial kepada wajib pajak tertentu yang ketentuannya diatur lebih lanjut berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;

Rangkuman Pembedaan Wajib Pajak Dalam Negeri dan Wajib Pajak Luar Negeri

Wajib Pajak Dalam Negeri Wajib Pajak Luar NegeriWajib Pajak Orang Pribadi

1 Bertempat tinggal di Indonesia Tidak bertempat tinggal di Indonesia2 Berada di Indonesia lebih dari 183

hari dalam waktu 12 bulanBerada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam waktu 12 bulan yang menja-lankan usaha melalui BUT.

3 Berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam waktu 12 bulan yang dapat menerima penghasilan dari Indonesia.

4 Berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk tinggal di Indonesia

Wajiib Pajak Badan5 Badan yang didirikan atau

berkedudukan di IndonesiaBadan yang tidak didirikan atau berkedudukan di Indonesia yang menjalankan usaha melalui BUT.

6 Badan yang tidak didirikan atau berke-dudukan di Indonesia yang yang dapat menerima penghasilan dari Indonesia.

7 Warisan belum terbagi yang berada di Indonesia.

Perpajakan menurut UU PPh Baru – di-update tgl, 4 September 2012, jam : 22:09. 8

Page 9: Subyek Dan Obyek PPh

Pembedaan Wajib Pajak Dalam Negeri dan Wajib Pajak Luar Negeri dalam penerapan pajaknya

Wajib Pajak Dalam Negeri Wajib Pajak Luar Negeri1 Dikenanakan pajak atas

pengha-silan, baik yang berasal dari dalam negeri (Indonesia) maupun penghasilan dari luar negeri.

Hanya dikenakan terhadap penghasilan yang berasal dari Indonesia saja.

2 Dikenakan pajak berdasarkan penghasilan netto/penghasilan kena pajak dengan tarif progressif.

Dikenakan pajak berdasarkan penghasilan bruto dengan tarif pajak sepadan/propor-sional.

3 Wajib pajak harus menyampaikan SPT

Wajib pajak tidak mempunyai kewajiban menyampaikan SPT (ke Indonesia).

Ikhtisan Subyek Pajak dan PengecualiannyaSubyek Pajak Dalam Negeri Pengecualian Orang-orang pribadi

yang ber-tempat tinggal di Indonesia atau

Berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam waktu 12 bulan atau

Berada di Indonesia dan mem-punyai niat untuk tinggal di Indonesia

Pejabat perwakilan diplomatik, dan konsulat atau pejabat-pejabat lainnya, dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka, dengan syarat tertentu;

Pejabat perwakilan organisasi Internasional yang ditetapkan Menkeu dengan syarat yang ditentukan.

warisan yang belum terbagi yang berada di Indonesia;Badan yang terdiri dari PT, perse-roan komanditer, perseroan lainnya, BUMN, BUMD, persekutuan, perkumpulan, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, yayasan, ormas, orpol, atau organisasi lainnya, lembaga.

Badan perwakilan asing dan Organisasi Internasional yang

dite-tapkan oleh Menteri Keuangan seperti: ADB, IBRD, IDA, IFC, IMF, UNDP, FAO, ILO, UNHCR, UNICEF, UNESCO, WHO, World Bank

Bentuk Usaha Tetap.

Perpajakan menurut UU PPh Baru – di-update tgl, 4 September 2012, jam : 22:09. 9