sub tema perekonomian tommyhermawan

18
1 SISTEM LOGISTIK IKAN NASIONAL, SEBUAH TINJAUAN KEBIJAKAN Oleh Tommy Hermawan 1 1. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan luas wilayah laut 5,8 juta km2 termasuk Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia memberikan hasil tangkapan pada tahun 2011 sebesar 5,4 juta ton/tahun (Bappenas 2012). Potensi sumber daya perikanan tangkap di laut sebesar 6,5 juta ton per tahun dan yang sudah dimanfaatkan sebesar 5 juta ton lebih. Berdasarkan data FAO, pada tahun 2008, Indonesia dengan total ekspor sebesar 5 juta ton per tahun merupakan salah satu penyumbang terbesar dalam produksi perikanan dunia di samping China dan Peru (FAO 2010). Namun demikian tingkat pemanfaatan sumberdaya perikanan tersebut masih belum optimal, baik untuk pemenuhan konsumsi ikan dalam negeri maupun pemenuhan permintaan ekspor Meskipun Indonesia merupakan negara pengekspor ikan tetapi masih juga mengimpor ikan. Di lain pihak, pada musim panen di wilayah timur Indonesia sebagai gudang ikan masih tersedia banyak ikan, karena jumlah penduduk dan industri pengolahan ikan yang sedikit tidak mampu menyerap kelebihan tangkapan ikan. Kelebihan pasokan tangkapan ikan pada saat panen di wilayah timur Indonesia sering diikuti dengan rendahnya harga jual ikan. Dilain pihak wilayah barat Indonesia dengan populasi penduduk yang besar dan industri pengolahan ikan yang lebih banyak masih membutuhkan pasokan ikan. Kelangkaan stok ikan yang diakibatkan faktor alam bersifat relatif dan musiman sehingga sudah dapat diketahui dan diantisipasi. Meskipun demikian ada pula perubahan alam yang belum dapat diantisipasi seperti pemanasan global yang makin meningkat. Selain faktor musim terdapat pula faktor tingginya biaya distribusi ikan dari wilayah timur ke wilayah barat atau ke Jawa. Tingginya biaya transportasi dari produsen penangkapan ikan di wilayah timur ke konsumen atau industri di wilayah barat berakibat tingginya harga ikan konsumsi dan mahalnya bahan baku untuk industri perikanan. Hal ini akan berdampak pada beralihnya konsumen dari konsumsi ikan ke bahan pangan lain dan ini dapat pula mengakibatkan berkurangnya produksi industri perikanan (pengolahan). 1 Perencana Madya, Direktorat Kelautan dan Perikanan Bappenas

Upload: anonymous-wota6hle

Post on 29-Dec-2015

34 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

HJHJGGJ

TRANSCRIPT

Page 1: Sub Tema Perekonomian Tommyhermawan

1

SISTEM LOGISTIK IKAN NASIONAL, SEBUAH TINJAUAN

KEBIJAKAN

Oleh

Tommy Hermawan1

1. Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan luas wilayah laut 5,8 juta km2

termasuk Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia memberikan hasil tangkapan pada tahun 2011

sebesar 5,4 juta ton/tahun (Bappenas 2012). Potensi sumber daya perikanan tangkap di laut

sebesar 6,5 juta ton per tahun dan yang sudah dimanfaatkan sebesar 5 juta ton lebih.

Berdasarkan data FAO, pada tahun 2008, Indonesia dengan total ekspor sebesar 5 juta ton per

tahun merupakan salah satu penyumbang terbesar dalam produksi perikanan dunia di

samping China dan Peru (FAO 2010).

Namun demikian tingkat pemanfaatan sumberdaya perikanan tersebut masih belum

optimal, baik untuk pemenuhan konsumsi ikan dalam negeri maupun pemenuhan permintaan

ekspor

Meskipun Indonesia merupakan negara pengekspor ikan tetapi masih juga mengimpor

ikan. Di lain pihak, pada musim panen di wilayah timur Indonesia sebagai gudang ikan masih

tersedia banyak ikan, karena jumlah penduduk dan industri pengolahan ikan yang sedikit

tidak mampu menyerap kelebihan tangkapan ikan.

Kelebihan pasokan tangkapan ikan pada saat panen di wilayah timur Indonesia sering

diikuti dengan rendahnya harga jual ikan. Dilain pihak wilayah barat Indonesia dengan

populasi penduduk yang besar dan industri pengolahan ikan yang lebih banyak masih

membutuhkan pasokan ikan.

Kelangkaan stok ikan yang diakibatkan faktor alam bersifat relatif dan musiman

sehingga sudah dapat diketahui dan diantisipasi. Meskipun demikian ada pula perubahan

alam yang belum dapat diantisipasi seperti pemanasan global yang makin meningkat.

Selain faktor musim terdapat pula faktor tingginya biaya distribusi ikan dari wilayah

timur ke wilayah barat atau ke Jawa.

Tingginya biaya transportasi dari produsen penangkapan ikan di wilayah timur ke

konsumen atau industri di wilayah barat berakibat tingginya harga ikan konsumsi dan

mahalnya bahan baku untuk industri perikanan.

Hal ini akan berdampak pada beralihnya konsumen dari konsumsi ikan ke bahan pangan

lain dan ini dapat pula mengakibatkan berkurangnya produksi industri perikanan

(pengolahan).

1 Perencana Madya, Direktorat Kelautan dan Perikanan Bappenas

Page 2: Sub Tema Perekonomian Tommyhermawan

2

Untuk menjembatani akibat faktor alam yang bersifat musiman dan biaya distribusi yang

tinggi pada waktu-waktu tertentu digagas Sistem Logistik Ikan Nasional (SLIN) yang dapat

berfungsi sebagai: a) penyangga dan menjamin ketersediaan bahan baku ikan untuk industri

perikanan, b) menjaga stabilitas harga, c) mendukung ketahanan pangan, d) mendorong

pertumbuhan industri (pengolahan) perikanan, dan e) meningkatkan pertumbuhan ekonomi

masyarakat.

1.2 Tujuan

Makalah disusun untuk memberikan masukan terhadap kebijakan SLIN dengan

melakukan evaluasi dan analisis terhadap kondisi dan permasalahan logistik serta dan

distribusi hasil perikanan tangkap di semua tingkatan berdasarkan data dan sampel hasil

kunjungan di daerah.

1.3 Metodologi

Metodologi yang digunakan adalah:

1. Pengumpulan data dan informasi melalui kajian literatur, yang difokuskan terkait isu

logistik dan distribusi ikan.

2. Hasil kunjungan lapangan di pelabuhan Perikanan Pemangkat Kalimantan Barat, dan

Pelabuhan Perikanan Banjarmasin di Kalimantan Selatan, dan Pelabuhan Bitung di

Sulawesi Utara. Adapaun tujuan dari kunjungan lapangan tersebut adalah untuk

mendapatkan masukan dan informasi dari pemerintah daerah, dan UPT Pelabuhan

tentang kondisi logistik yang ada dan rencana ke depan.

3. Analisis berdasarkan data dan informasi yang terkumpul, melalui pendekatan deskriptif

dan kuantitatif.

2. Tinjauan Pustaka

2.1 Logistik

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2012 tentang Cetak Biru

Pengembangan Sistem Logistik Nasional, mendefinisikan logistik sebagai:

Bagian dari rantai pasok (supply chain) yang menangani arus barang, arus informasi dan arus

uang melalui proses pengadaan (procurement), penyimpanan (warehousing), transportasi

(transportation), distribusi (distribution), dan pelayanan pengantaran (delivery services)

sesuai dengan jenis, kualitas, jumlah, waktu dan tempat yang dikehendaki konsumen, secara

aman, efektif dan efisien, mulai dari titik asal (point of origin) sampai dengan titik tujuan

(point of destination)’

2.2 Sistem Logistik

Sistem logistik tersusun atas fasilitas-fasilitas yang terhubung dengan jasa pelayanan

transportasi. Sistem ini membahas mengenai bagaimana suatu material diproses, manufaktur,

disimpan, diseleksi, untuk kemudian dijual atau dikonsumsi. Pembahasan dalam sistem

Page 3: Sub Tema Perekonomian Tommyhermawan

3

logistik ini merupakan pembahasan yang komperhensif, termasuk pembahasan mengenai

proses manufaktur dan perakitan, pergudangan, pendistribusian, titik/poin pengalihan

angkutan, terminal transportasi, penjualan eceran, pusat penyortiran barang, dan dokumen,

pusat penghancuran, dan pembuangan dari keseluruhan kegiatan industri (Ghiani, Gianpaolo,

Laporte, Musmanno, 2004)

Gambar 1. Sistem Logistik

Berdasarkan skema tesebut diatas dapat digambarkan bahwa sistem logistik merupakan

sistem yang membahas mengenai keterkaitan antara entitas/pelaku dalam sebuah kegiatan

logistic yang terintegrasi, dari pemasok hingga konsumen dalam masing-masing jaringan

distribusi untuk menggerakkan barang/jasa. Adapun yang menjadi obyek dari sistem logistik

dapat berupa barang jadi, barang setengah jadi, maupun bahan baku.

Untuk memaksimalkan nilai sistem logistik yang diupayakan, diperlukan variasi rencana

mengenai pengambilan keputusan untuk setiap tahapan aktivitasnya. Perencanaan sistem

logistic yang mendukung juga mempengaruhi desain dan operasional sistem logistic yang

akan diberlakukan guna menciptakan efisiensi dan efektifitas produksi suatu barang dan jasa.

2.3 Pola Penyaluran Logistik

Kotler (2002) membedakan saluran distribusi barang industri dan konsumsi. Tingkat saluran

distribusi dibagi dalam empat jenis yaitu:

1. Saluran tingkat nol (produsen-konsumen), disebut pula saluran pemasaran langsung terdiri

dari produsen yang menjual langsung kepada konsumen. Tiga cara penting dalam

penjualan langsung adalah penjualan dari rumah ke rumah, penjualan lewat toko

perusahaan.

2. Saluran tingkat satu (produsen-pengecer-konsumen), mempunyai satu perantara penjualan.

Dalam pasar konsumen, perantara itu sekaligus merupakan pengecer. Dalam pasar industri

sering kali ia bertindak sebagai agen penjualan atau makelar.

3. Saluran tingkat dua (produsen-grosir-pengecer-konsumen), mempunyai dua perantara

penjualan. Dalam pasar konsumen, mereka merupakan grosir atau pedagang besar dan

sekaligus pengecer. Dalam pasar industri mereka mungkin merupakan sebuah penyalur

tunggal dan penyalur industri.

Page 4: Sub Tema Perekonomian Tommyhermawan

4

4. Saluran tingkat tiga (produsen-grosir-distributor-pengecer-konsumen),mempunyai tiga

perantara penjualan. Masalah pengawasan semakin meningkat sesuai dengan angka

tingkat saluran, walaupun biasanya produsen tersebut hanya berhubungan dengan saluran

yang berdekatan dengannya.

Gambar 2. Saluran Logistik Barang Konsumsi dan Industri

Page 5: Sub Tema Perekonomian Tommyhermawan

5

2.4 Sistem Logistik Nasional

Perencanaan logistik secara nasional diperlukan jika melihat kondisi geografis

Indonesia yang terdiri dari 17.584 buah pulau dengan potensi kekayaan alam yang

melimpah dan menghasilkan komoditas strategis maupun komoditas ekspor. Dengan

kondisi kekayaan sumber daya alam yang dimiliki dan hasil industri olahannya Indonesia

berpotensi sebagai pemasok barang dunia. Disamping itu, jumlah penduduk Indonesia

yang besar berpotensi pula sebagai pasar global. Peranan sebagai pemasok dan juga

sebagai pasar dunia memberikan peluang pengembangan rantai distribusi atau sistem

logistik di tingkat nasional.

Secara umum telah ada rantai distribusi pada masing-masing komoditas. Data

menyebutkan biaya distribusi masih tinggi atau secara nasional biaya yang dikeluarkan

mencapai 27% (dua puluh tujuh persen) dari Produk Domestik Bruto (PDB). Selain itu

kualitas pelayanan belum memadainya. Rendahnya kualitas pelayanan dikenali dari: (a)

rendahnya kuantitas dan kualitas tingkat penyediaan infrastruktur, (b) masih adanya

pungutan tidak resmi dan biaya transaksi yang menyebabkan ekonomi biaya tinggi, (c)

lamanya waktu pelayanan ekspor-impor, d) hambatan operasional pelayanan di

pelabuhan, (e) masih terbatasnya kapasitas dan jaringan pelayanan penyedia jasa logistik

nasional, (f) masih terjadinya kelangkaan stok dan fluktuasi harga kebutuhan bahan

pokok masyarakat, terutama pada hari-hari besar nasional dan keagamaan, dan bahkan

(g) masih tingginya disparitas harga pada daerah perbatasan, terpencil dan terluar.

Untuk mengembangkan Sistem Logistik Nasional yang terintegrasi, efektif dan

efisien telah dikeluarkan PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 26 TAHUN 2012 tentang CETAK BIRU PENGEMBANGAN SISTEM

LOGISTIK NASIONAL.

Peran pokok Cetak Biru Sistem Logistik Nasional (Sislognas) adalah memberikan

arahan dan pedoman bagi pemerintah dan dunia usaha untuk membangun Sistem

Logistik Nasional yang efektif dan efisien. Ke depan cetak biru dapat sebagai panduan

dalam pengembangan logistik bagi para pemangku kepentingan terkait serta koordinasi

kebijakan dan pengembangan Sistem Logistik Nasional.

Tujuan pengembangan Sistem Logistik Nasional adalah sebagai salah satu prasarana

dalam membangun daya saing nasional.

Page 6: Sub Tema Perekonomian Tommyhermawan

6

Gambar 3. Infrastruktur dan Jaringan Sistem Logistik

2.4.1. Ruang lingkup

Komoditas yang dijadikan obyek dan aktivitas logistik dalam Cetak Biru Sistem Logistik

Nasional ini adalah :

1. Logistik barang bukan penumpang dan tidak termasuk pos (antaran), karena pos sudah

ditangani dan diatur secara khusus dalam Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2009

tentang Pos.

2. Difokuskan pada logistik komoditas strategis dan komoditas ekspor, sehingga logistik

bencana dan logistik militer (pertahanan keamanan) akan diatur secara terpisah.

3. Aktivitas logistik meliputi transportasi, pergudangan, dan distribusi tidak termasuk

aktivitas pengadaan khususnya barang pemerintah, karena diatur dan ditangani oleh

Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah, dan kegiatan produksi yang

ditangani oleh Kementerian atau Lembaga lain yang terkait.

Sistem Logistik Nasional akan dikembangkan menuju Sistem Logistik terintegrasi yang

efektif dan efisien dengan menggunakan konsep Manajemen Rantai Pasok (Supply Chain

Management/SCM) yang berbasis pada sinkronisasi, integrasi dan kolaborasi berbagai pihak

terkait (pemangku kepentingan), dengan memanfaatkan penggunaan teknologi informasi

yang diwadahi dalam suatu tatanan kelembagaan yang terpercaya dan sistem organisasi yang

efektif. Sistem Logistik Nasional ini diharapkan dapat dioperasionalisasikan oleh pelaku dan

penyedia jasa logistik yang profesional dan beretika, serta didukung oleh tersedianya

infrastuktur logistik yang mencukupi dan handal.

Page 7: Sub Tema Perekonomian Tommyhermawan

7

Gambar 4. Sistem Logistik Nasional

2.4.2. Permasalahan Logistik

Secara umum kinerja logistik nasional masih belum menggembirakan. Hal ini terlihat dari

Logistics Performance Index (LPI) yang dikeluarkan Bank Dunia dimana peringkat Indonesia

menurun dari urutan 43 (empat puluh tiga) pada tahun 2007, menjadi urutan 75 (tujuh puluh

lima) pada tahun 2010.

Selain itu belum ada pemilihan komoditas prioritas dalam strategi pengembangan logistik

nasional. Masih terjadi perbedaan prioritas antar K/L yaitu antara Kementerian Perdagangan

dan Kementerian Perindustrian. Pembagian prioritas Kementerian Perdagangan yaitu: a)

Produk Unggulan, b) Produk Potensial, dan c) “produk Jasa”. Di lain pihak, Kementerian

Perindustrian menetapkan 13 (tiga belas) jenis industri yang menjadi indikator kinerja

industri nasional. Secara umum, dalam skala nasional, komoditas prioritas pemerintah yaitu:

1) bahan pangan (beras dan minyak goreng), 2) bahan sandang (tekstil dan produk tekstil), 3)

bahan perumahan (semen dan baja). Disamping itu, ada komoditas strategis seperti bahan

bakar minyak dan gas (BBM), hasil tani (jagung dan kedelai), pupuk, dan lain-lain.

Biaya logistik nasional yang tinggi mencapai 27% dari PDB disumbangkan oleh tingginya

biaya transportasi darat dan laut. Disamping itu terdapat faktor-faktor lain yang ikut

menyumbang tingginya biaya logistik yaitu: a) faktor terkait dengan regulasi, SDM, b) proses

dan manajemen logistik yang belum efisien, dan c) kurangnya profesionalisme pelaku dan

penyedia jasa logistik nasional seperti belum efisiennya perusahan jasa pengiriman barang

dalam negeri.

Page 8: Sub Tema Perekonomian Tommyhermawan

8

3. Sistem Logistik Ikan Nasional (SLIN)

Meskipun ikan dan hasil laut belum menjadi komoditas prioritas dalam pengembangan

Sislognas, gagasan pengembangan SLIN dalam rencana strategis sebagai penyangga stok

ikan diharapkan mampu mendorong industrialisasi di sektor perikanan, menopang ketahanan

pangan nasional serta mensejahterakan nelayan. SLIN dikembangkan dalam rangka

mendukung industri perikanan seperti yang diamanatkan oleh RPJPN 2005_2025 dimana

bidang Kelautan dalam RPJMN 2010-2014 mempunyai rencana: a) Penguatan industri

kelautan, dan b) pengembangan industri maritim.

Tujuan SLIN yaitu memberikan jaminan berupa kecukupan stok ikan dan harga yang

relatif stabil tanpa dipengaruhi oleh musim apakah sedang paceklik atau lagi puncak panen.

Pada tahap awal jenis ikan yang akan ditangani adalah kelompok ikan layang, kembung,

sardine, serta kelompok ikan tuna, tongkol dan cakalang. Sedang unsur pendukungnya adalah

pelabuhan perikanan, usaha kapal transport, asosiasi pelaku, dan perbankan.

Seperti BULOG, SLIN juga dikembangkan sebagai sistim penyanggaan yang akan

berfungsi menampung ikan sebanyak-banyaknya pada saat puncak panen ikan dengan

membeli pada harga yang disepakati bersama sehingga pelaku di hulu tidak dirugikan.

Demikian pula berlaku sebaliknya, ketika musim paceklik, stok tersebut di lepas ke pasar

sehingga konsumen tetap memperoleh suplai secara kontinyu dengan harga yang disepakati

sehingga harga tidak melambung terlalu tinngi.

Seluruh rantai pasokan produksi ikan laut adalah proses integrasi yang menggabungkan

produksi, pengadaan, transportasi, pergudangan, penyimpanan, pemuatan, pembongkaran,

pengiriman, pengepakan dan sebagainya serta upaya untukmemangkas biaya melalui

pengiriman sehingga memberikan konsumen layanan yang lebih baik.

Sistem logistik ikan laut terdiri dari tiga komponen: 1) peserta logistik, 2) saluran

logistik, dan 3) fungsi logistik, di bawah kendala dari sistem tertentu, peserta yang berbeda

akan memilih saluran yang berbeda dan mengadopsi bentuk organisasi yang berbeda untuk

melakukan fungsi logistik sehingga akan membentuk kegiatan logistik yang khusus.

Pemilihan dan penentuan saluran distribusi bukan suatu hal yang mudah karena

kesalahan dalam memilih saluran distribusi akan dapat menggagalkan tujuan perusahaan

yang telah di tentukan. Pemilihan saluran distribusi yang salah dapat menimbulkan

penghamburan biaya atau pemborosan. Oleh sebab itu masalah pemilihan saluran distribusi

akan sangat penting artinya bagi perusahaan yang menginginkan perkembangan kegiatannya.

Masalah pemilihan ini sangat penting sebab kesalahan dalam pemilihan saluran yang

dipergunakan dapat memperlambat atau menghambat usaha penyaluran barang atau jasa yang

dihasilkan telah sesuai dengan selera konsumen, tetapi jika saluran distribusi yang

dipergunakan tidak mempunyai kemampuan, tidak mempunyai inisiatif dan kreatif serta

kurang bertanggung jawab dalam menciptakan transaksi, maka usaha untuk penyaluran akan

mengalami keterlambatan dan kemacetan.

Oleh karena pengaruhnya sangat besar terhadap kelancaran penjualan, maka masalah

saluran distribusi ini harus benar-benar dipertimbangkan. Pada industri perikanan, produsen

harus memperhatikan faktor-faktor yang sangat mempengaruhi dalam pemilihan saluran

distribusi. Beberapa petunjuk dalam pemilihan saluran distribusi sebagai berikut:

a. Sifat komoditas ikan. Sifat dan karakteristik sumberdaya laut mudah rusak, sehingga

diperlukan teknologi untuk mengolah perikanan tersebut menjadi produk yang tahan

Page 9: Sub Tema Perekonomian Tommyhermawan

9

lama, dan juga adanya IUU fishing Illegal, unregulated, dan unreported yang sangat

marak sehingga mengakibatkan kekurangan pasokan bahan baku ikan.

b. Sifat ikan yang mudah rusak dapat dipakai sebagai dasar pertimbangan untuk

menetapkan seluruh distribusi yang harus ditempuh. Sifat ikan yang perishible dapat

cepat mengalami kerusakan sehingga dapat mempengaruhi turunnya nilai harga dan

berpengaruh dalam penentuan rantai distribusi.

c. Sifat Pembayarannya. Dalam pemasaran barang, ada barang-barang tertentu yang

memerlukan penyebaran seluas-luasnya baik secara vertikal maupun horizontal.

Biasanya barang-barang tersebut merupakan kebutuhan umum, harga perunit rendah

serta pembelian dari setiap konsumen relatif kecil.

d. Biaya.Salah satu kelemahan logistik perikanan Indonesia adalah tingginya harga

distribusi ikan. Hal ini disebabkan letak geografis, luas perairan laut tetapi kurangnya

infrastruktur perhubungan terkait transportasi laut. Untuk meningkatkan industri

perikanan kendala utama adalah infrastruktur dan distribusi. Panjangnya jalur distribusi

dan minimnya fasilitas pendingin membuat harga distribusi menjadi mahal. Sebagai

gambaran, biaya distribusi ikan dari Ambon ke Jatim rata-rata untuk 1 kg ikan mencapai

Rp 1.800,- . Jika distribusi sampai ke Jakarta biaya bisa mencapai Rp 2.000,- per kg. Jika

dibandingkan dengan harga mendatangkan ikan impor dari luar negeri, khususnya impor

dari China, biaya yang dibutuhkan sampai Jakarta hanya Rp 700 per kg. Dalam

pengembangan SLIN dapat menekan biaya sampai Rp 1.000 per kg, dan secara bertahap

akan terus menurun.

e. Secara umum, mata rantai saluran distribusi yang terlalu panjang akan menimbulkan

biaya yang lebih besar dan mendorong harga jual yang tinggi dan selanjutnya dapat

menggangu kelancaran penjualan barang-barang tersebut. Hal ini dapat dimaklumi sebab

setiap mata rantai menginginkan keuntungan yang layak sebagai imbalan dari kegiatan

mereka.

f. Untuk menekan harga penjualan maka perusahaan harus rela untuk mendapatkan

keuntungan yang tipis atau mengusahakan agar komisi dari mata rantai tersebut menjadi

lebih kecil.

g. Modal.Sifat suatu barang terutama barang-barang industri harus dapat mendorong agar

barang tersebut dapat diterima oleh konsumen atau lembaga industri. Salah satu caranya

adalah menjual barang-barang tersebut secara konsinyasi atau piutang dalam tempo

tertentu. Hal ini memerlukan dana yang tidak kecil. Kalau kita menggunakan grosir atau

agen mungkin masalah modal sebagaimana kalau kita menjual langsung kepada

pengecer.

e. Tingkat Keuntungan

Persaingan yang makin tajam dapat mendorong penjualan menjadi rendah. Dalam

keadaan demikian tingkat keuntungan dari perusahaan menjadi lebih rendah. Apabila

perusahaan menggunakan mata rantai saluran distribusi yang sangat panjang, dapat

menyebabkan harga ke konsumen menjadi lebih tinggi, dan ini menggangu penjualan

barang tersebut. Perusahaan yang kebetulan tingkat keuntungannya lebih tinggi akan

lebih loss dalam menentukan saluran distribusinya, sebab walaupun perusahaan

menetapkan mata rantai saluran distribusi yang panjang, tetapi karena keuntungan masih

cukup tinggi, maka harga sampai ke konsumen masih dapat bersaing.

Page 10: Sub Tema Perekonomian Tommyhermawan

10

Saluran tata niaga hasil perikanan pada umumnya terdiri dari produsen (nelayan dan petani

ikan), pedagang perantara sebagai pengumpul, grosir, pedagang eceran dan konsumen.

Pemilihan saluran distribusi berdasarkan Kotler memerlukan analisis atas faktor-faktor yang

menyangkut masalah fungsi-fungsi marketing, jenis-jenis barang serta keinginan konsumen,

kemudian baru dapat menentukan pilihannya terhadap saluran distribusi yang dianggap tepat.

Dalam pengembangan SLIN beberapa hal yang perlu dipertimbangkan yaitu:

3.1. Pertimbangan Pasar (Market Consideration)

Untuk pasar ekspor, komoditas perikanan Indonesia dikelompokkan menjadi dua kelompok,

yaitu kelompok ikan dan udang. Pada kelompok ikan ada tiga sub kelompok, yaitu: a) ikan

hidup, b) ikan utuh, dan c) ikan olahan. Kelompok udang terdiri dari: a) udang, b) lobster

karang, c)lobster, dan d) udang olahan. Jenis komoditas perikanan yang berorintasi ekspor

tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.12

Sumber : Sistem Informasi Agroindustri Berorintasi Ekspor, Bank Indonesia 2011b

Gambar 4.12. Jenis Komoditas Perikanan yang Berorientasi Ekspor

Nilai ekspor perikanan Indonesia tahun 2006 mencapai US$ 2 milyar berdasarkan

data FAO (2007). Jika dibandingkan dengan nilai ekspor negara Vietnam dan Thailand yang

sekitar US$ 3,40 milyar dan US$ 5,20 milyar maka maka nilai ekspor Indonesia masih sangat

jauh di bawah apalagi produksi perikanan kedua negara tersebut berada di bawah Indonesia.

Peringkat Indonesia berada dalam peringkat ke 7 (tujuh) di dunia berdasarkan neraca

perdagangan tahun 2006 dengan nilai mencapai sekitar US$ 1,90 milyar. Sementara itu

negara Thailand dan Vietnam berada pada peringkat 3 (tiga) dan 5 (lima) negara dengan

Page 11: Sub Tema Perekonomian Tommyhermawan

11

masing-masing neraca perdagangan mencapai sekitar US$ 3,70 milyar dan US$ 3,10 milyar.

Hal ini menunjukkan bahwa daya saing produk perikanan Indonesia masih jauh di bawah

produk perikanan kedua negara tersebut. Meskipun secara produksi, Indonesia merupakan

negara kelima terbesar penghasil produksi perikanan dunia, namun demikian nilai ekspor

perikanan Indonesia masih berada pada peringkat kesepuluh dunia. Berdasarkan hal tersebut

pemerintah perlu untuk membenahi daya saing produk perikanan nasional di pasar

Internasional.

Secara khusus ekspor ikan tuna dalam kaleng kontribusinya relatif besar, hal ini berhubungan

dengan permintaan ikan tuna dalam kaleng yang jauh lebih besar dibanding dengan ikan

dalam kaleng jenis sardines, mackerel, salmon dan lainnya.

Pada pasar dalam negeri permintaan volume pasar ikan tuna dalam kaleng jauh lebih kecil

daripada ikan sardines dan mackerel dalam kaleng. Hal ini yang mengakibatkan industri

pengolahan ikan tuna dalam kaleng di Indonesia lebih memfokuskan ke pasar ekspor.

Pengembangan industri pengolahan ikan dan hasil laut untuk mengisi pangsa pasar dunia perlu

memperhatikan:

Standar kesehatan dan keselamatan seperti yang berlaku di UE.

Pengembangan kepasar baru, tidak ke USA atau ke Eropa lagi tetapi ke negara-negara

lain,misalnya ke Asia dan Timur Tengah.

Diversifikasi produk-produk perikanan khususnya untuk produk ikan siap saji.

Pada umumnya untuk pasar ekspor telah terbentuk sistem logistik yang mapan antara

produsen di Indonesia dan industri di lokasi pasar ekspor. Pasar umumnya merupakan pasar

industri dengan pembeli atau buyer yang mengendalikan harga karena pasar kompetitif

dengan pemasok dari berbagai negara. Pengaturan pasar dengan kuota untuk tiap negara

semakin melemahkan posisi tawar eksportir ikan Indonesia. Pengembangan SLIN akan

sangat berpengaruh terhadap pasar ekspor jika berhasil meningkatkan efisensi terutama untuk

mengurangi biaya transportasi. Beberapa penyebab mahalnya biaya transpor pengangkutan

ikan dari wilayah timur ke tujuan ekspor yaitu: a) Pelabuhan di wilayah timur hanya bisa

melakukan ekspor tetapi tidak bisa untuk impor, b) Sulit untuk menekan biaya transpor

karena kapal berisi barang hanya pada saat berangkat. Pada saat kembali kapal sering kosong

atau paling banyak hanya berisi setengah dari kapasitas muat barang. Sehingga pemiliki kapal

membebankan tarif yang mahal.

Hal serupa berlaku untuk pasar dalam negeri. Rendahnya harga ikan di tingkat lokal di

wilayah timur tidak dapat berkompetisi dengan wilayah barat jika terjadi musim panen ikan

dalam waktu yang bersamaan atau berdekatan karena mahalnya biaya transpor.

3. 2. Pertimbangan Produk Ikan

Ikan sebagai produk dalam sistem logistik mempunyai karakteristik tersendiri.

Berbeda dengan beras, ikan jauh lebih perishable sehingga perlu penanganan logistik yang

lebih kompleks dan mahal, terutama dalam hal penyimpanan yang memerlukan unit

berpendingin. Jika jenis ikan yang yang dijual mudah rusak, maka nelayan langsung menjual

ikan ke konsumen sehingga tidak diperlukan perantara. Sebagai konsekuensinya maka posisi

tawar nelayan rendah. Jika nelayan ingin memperoleh posisi tawar yang lebih tinggi maka

Page 12: Sub Tema Perekonomian Tommyhermawan

12

perlu menghubungi pedagang perantara yang memiliki fasilitas penyimpanan yang cukup

baik.

Terkait dengan nilai atau harga maka jika jenis ikan yang akan dijual bernilai jual

relatif rendah, maka produsen cenderung untuk menggunakan saluran distribusi yang

panjang. Tetapi sebaliknya, jika nilai unitnya relatif tinggi, maka saluran distribusinya pendek

atau langsung.

Barang-barang perikanan mempunyai ciri-ciri yang dapat mempengaruhi atau

menimbulkan masalah dalam pemasaran. Ciri-ciri yang dimaksud antara lain adalah sebagai

berikut (Hanafiah dan A.M Saefuddin 1986):

1) Produksinya musiman, berlangsung dalam ukuran kecil-kecil (small scale) dan di

daerah terpencar-pencar serta spesialisasi. Produksi perikanan umumnya berlangsung

secara musiman dan panennya (penangkapannya) terbatas dalam periode tertentu yang

relativ singkat. Keadaan ini biasanya menimbulkan beban musiman (peak load) dalam

pembiayaan, penyimpanan, pengangkutan dan penjualan;

2) Konsumsi hasil perikanan berupa bahan makanan relatif stabil sepanjang tahun. Sifat

demikian ini dihubungkan dengan sifat produksinya yang musiman dan jumlahnya tidak

berketentuan karena pengaruh cuaca, menimbulkan masalah dalam penyimpanan dan

pembiayaan;

3) Barang hasil perikanan berupa bahan makanan mempunyai sifat cepat atau mudah rusak

(perishable). Barang-barang hasil perikanan adalah organisme hidup dan karenanya

mudah atau cepat mengalami kerusakan atau pembusukan akibat dari kegiatan bakteri,

enzimatis dan oksidasi. Masalah ini membutuhkan usaha atau perawatan khusus dalam

proses pemasaran guna mempertahankan mutu;

4) Jumlah atau kualitas hasil perikanan dapat berubah-ubah. Kenyataan menunjukan

bahwa jumlah dan kualitas dari hasil perikanan tidak selalu tetap, tetapi berubah-ubah

dari tahun ke tahun.

3.3 Pertimbangan Nelayan/ Pemilik Kapal Penangkap

Penggunaan saluran distribusi langsung atau yang pendek biasanya memerlukan jumlah dana

yang lebih besar. Oleh karena itu saluran distribusi pendek ini kebanyakan hanya dilakukan

oleh nelayan atau pemilik kapal penangkapan ikan yang kuat modalnya. Nelayan atau pe,ilik

kapal yang tidak kuat kondisi keuangannya akan cenderung menggunakan saluran distribusi

yang lebih panjang.

Biasanya kelompok nelayan penangkap ikan telah memiliki hubungan dengan pedagang

pengumpul. Tetapi jika membentuk kelompok baru, atau berpindah lokasi penangkapan ikan

maka penjualan lebih suka menggunakan perantara. Hal ini disebabkan karena umumnya

perantara sudah lebih lama dan berpengalaman karena telah lama berada di wilayah tersebut.

Jika pengiriman ikan melalui distribusi atau perantara maka nelayan akan lebih mudah kalau

memilih saluran distribusinya pendek meskipun biayanya lebih tinggi.

Page 13: Sub Tema Perekonomian Tommyhermawan

13

3.4. Pertimbangan Perantara atau pedagang pengumpul

Hubungan antara nelayan tangkap dengan pemilik kapal sebagai pedagang pengumpul telah

terbentuk lama. Atau jika pemilik kapal hanya sebagai produsen maka biasanya telah

mempunyai tempat penampungan di satu atau lebih pedagang pengumpul. Hal ini berlaku di

wilayah timur Indonesia yang meskipun telah disediakan tempat pelelangan ikan tetapi

selama ini tidak berfungsi. Sebaliknya, di wilayah barat hanya di pulau Jawa tempat

pelelangan ikan yang berfungsi sehingga pembentukan harga dapat terjadi disini. Keterikatan

nelayan dengan pemilik kapal atau pedagang perantara sudah berakar sejak lama. Segala

kebutuhan nelayan penangkap ikan akan dipenuhi oleh pemilik kapal dengan memberikan

jaminan kebutuhan kepada keluarga yang ditinggalkan melaut dalam rangka mencari ikan.

4. Pembahasan dan Langkah-langkah Pengembangan Sistem Logistik Perikanan

4.1 Pasar

Tantangan pengembangan SLIN adalah kondisi geografi Indonesia yang memiliki

wilayah laut yang luas yang berpotensi sebagai wilayah penangkapan ikan terutama di

wilayah timur Indonesia. Di lain pihak, sebagian besar industri pengolahan ikan berada di

wilayah barat di pulau Jawa. Untuk menjembatani penawaran (suplai) dan permintaan

(demand) produk ikan diperlukan pengembangan logistik yang efisien dan efektif sehingga

dapat meningkatkan daya saing industri perikanan nasional.

Perebutan bahan baku pasar. Untuk mendapatkan bahan baku ikan maka terjadi

persaingan antara industri di wilayah timur dan wilayah barat. Selain kompetisi untuk

mendapatkan bahan baku, terjadi pula kompetisi di bidang transportasi dan penyimpanan

pendinginan (cold storage). Meletakkan industri pengolahan ikan di dekat sentra produksi di

wilayah timur seperti di Bitung, Sorong dan Makasar dengan harapan untuk meningkatkan

efisiensi produksi pengolahan tidak didukung oleh sarana dan prasarana dasar seperti listrik,

infrastruktur jalan, transportasi dan pendukung lainnya. Masih kompetitifnya industri

perikanan di wilayah barat terutama di pulau Jawa seperti industri perikanan Jakarta,

Surabaya, Banyuwangi, dan Makasar yang dapat bekerja lebih efisien dapat memberikan

penawaran bahan baku terhadap lebih tinggi dibandingkan dengan sentra industri perikanan

wilayah timur. Hal ini telihat dari banyaknya jumlah cold storage yang dibawah kapasitas

terpasang di Bitung, Pontianak, Banjarmasin.

Pada saat ini Surabaya merupakan pusat logistik ikan laut dengan perkiraan 60% hasil

penangkapan ikan laut didaratkan di sini. Selanjutnya distribusi ikan terbesar dari Surabaya

ke Muara baru Jakarta dilaksanakan melalui jalur darat.

Disamping perebutan bahan baku di dalam negeri terjadi pula kompetisi perebutan bahan

baku ikan antara industri pengolahan ikan Bitung menghadapi pesaing dari luar negeri

khususnya industri pengolahan ikan tuna di General Santos, Filipina. Pusat industri

pengolahan tuna di General Santos, Filipina selalu yang menawarkan harga yang lebih tinggi

dari harga di Bitung terutama untuk komoditas Tuna.

Page 14: Sub Tema Perekonomian Tommyhermawan

14

Pasar dan bahan baku ikan di Bitung saat ini harganya ditentukan oleh produsen atau

perusahaan yang memiliki kapal. Sehingga industri pengolahan yang tidak memiliki armada

penangkapan kalah bersaing dalam mendapatkan bahan baku.

4.2 Produk Bahan Baku Ikan

Meskipun produksi perikanan di Sulawesi Utara meningkat pada tahun 2012 menjadi

239.000 ton/tahun tetapi industri pengolahan ikan di Sulawesi Utara masih mengalami

kelangkaan bahan baku ikan

Beberapa alasan sehingga terjadinya kelangkaan bahan baku ikan di daerah Sulawesi

Utara, antara lain karena adanya kelangkaan BBM yang dipasok ke kapal penangkap ikan,

pasokan listrik, cuaca buruk, musim migrasi ikan kehabitat asal, mekanisme pasar, hingga

usia kapal termasuk alat penangkap ikan yang sudah kadaluarsa.

Dalam pembahasan pelaksanaan SLIN di Palu Sulawesi Tengah ditemukan dua kendala

di lapangan yaitu: a) produksi, dan b) harga. Kesinambungan produksi ikan meskipun pada

saat panen raya ikan tidak bisa dijamin disebabkan oleh berbagai keterbatasan yang dimiliki

nelayan yaitu: a) sarana penangkapan (kapal dan alat tangkap), b) ketersediaan bahan

pengawet berupa es balok, c) kelangkaan bahan bakar minyak. Potensi ikan di laut tidak

dapat dioptimalkan akibat kelangkaan es balok dan seringkali nelayan terpaksa membuang

ikan kelaut karena busuk. Jumlah hasil tangkapan terbatas sesuai jumlah es yang tersedia.

Kerugian potensial dapat dihitung karena jika es balok tersedia maka hasil tangkapan ikan

bisa 2 sampai 3 kali lebih banyak. Pada saat musim panen ikan, permintaan nelayan untuk

mendapatkan es balok di Pelabuhan Pendaratan Ikan (PPI) Donggala mencapai 2.000 balok

setiap hari padahal kemampuan suplai pabrik es hanya sekitar 1.000 balok tiap hari.

Kenaikan harga ikan dapat dengan cepat mengindikasikan terjadinya kelangkaan ikan.

Harga ikan menjadi salah satu kendala dalam menentukan harga pada setiap tingkat

distribusi. Kajian Dinas Kelautan dan Perikanan Sulawesi Tengah, harga ikan pada saat

musim puncak panen ikan di tingkat nelayan berkisar Rp4.000,00/per kg, distributor

Rp8.000,00 per kg dan pengecer Rp10.000,00 per kg. Pada musim paceklik ikan, harga di

tingkat nelayan sekitar Rp12.000,00 per kg, distributor Rp14.000,00 per kg dan pengecer

Rp20.000,00 per kg. Perbedaan harga yang dapat ditolerir antara musim panen dan paceklik

adalah yang tidak terlalu jauh dan di sini lah peran SLIN untuk dapat meminimalkan

perbedaan. Perbedaan harga yang ditawarkan jika SLIN dilaksanakan adalah harga ikan di

tingkat nelayan sekitar Rp6.500,00 per kg, distributor Rp8.500,00 per kg dan pengecer

Rp10.000,00 per kg pada saat puncak panen ikan. Sebaliknya pada saat paceklik ikan harga

di tinkat nelayan Rp10.000,00 per kg, distributor Rp12.000,00 per kg dan pengecer

Rp.14.000,00 per kg. Sebagai cadangan maka sistem penyangga atau gudang penyangga

(buffer stok) yang direncanakan berlokasi di salah satu pelabuhan menjual dengan harga

Rp7.000,00/kg saat puncak musim panen ikan dan menjual ikan Rp11.000,00 per kg pada

saat paceklik. Simulasi harga belum disepakati sehingga perlu dicari fomulasi harga yang

dapat diterima semua pihak yang terlibat dalam industri perikanan.

Page 15: Sub Tema Perekonomian Tommyhermawan

15

4.3 Nelayan/ Pemilik Kapal Penangkap

Beberapa industri perikanan besar telah mengembangkan jaringan dari hulu ke hilir

dengan memiliki seluruh rantai produksi seperti: armada penangkapan, logistik penyimpanan

dan transportasi, serta industri pengolahan. Bahkan sering kali dijumpai industri ini

mempunyai pelabuhan perikanan untuk mempersingkat distribusi bahan bakunya. Meskipun

ada petugas pencatat dari Dinas Kelautan dan Perikanan atau petugas UPT pelabuhan

terdekat tetapi kemungkinan tidak tercatatnya stok ikan akan menjadi menjadi dalam

perencana SLIN ke depan. Tempat pelelangan ikan (TPI) yang seharusnya dapat menjadi alat

monitoring dan evaluasi stok sumber daya ikan tidak berkembang karena nelayan atau

pemilik kapal sebagai produsen telah mempunyai pelanggan masing-masing.

Nelayan dan pemilik armada kapal penangkapan ikan yang mendaratkan ikan di

Sulawesi Utara yang tidak mempunyai keterikatan dengan perantara selain memenuhi

kebutuhan industri pengolahan ikan di Sulawesi Utara juga melayani agen pembelian dari

sentra industri pengolahan ikan di luar Sulwesi Utara seperti Makasar, Surabaya, dan Jakarta.

Ini yang menyebabkan tidak terisinya kapasitas ruang penyimpanan (cold storage) industri

logistik di Bitung khususnya dan Sulawesi Utara pada umumnya.

Dalam pengembangan SLIN, nelayan dan pemilik kapal yang merupakan produsen yang

mempunyai keahlian khusus sebagai penangkap ikan tidak memungkinkan atau terkendala

untuk mengembangkan peran dan mempelajari sistem logistik sehingga sering mempunyai

posisi tawar yang rendah karena belum menyadari pentingnya informasi.

4.4 Perantara

Khusus di bagian penyimpanan berpendingin (cold storage) dalam beberapa survai di

lapangan di wilayah timur seperti di Bitung, Pontianak, Banjarmain banyak cold storage yang

beroperasi jauh di bawah kapasitas bahkan sampai hanya 50 persen dari kapasitas terpasang.

Selain ikan sebagai bahan baku cold storage, terjadi pula persaingan dalam jenis pengadaan

peralatan cold storage. Di Bitung persaingan terjadi antara cold storage besar dengan yang

kecil.

Disamping itu, kapasitas terpasang air blast freezer (ABF) dan cold storage kurang

dimanfaatkan secara optimal. Kapasitas terpasang Cold storage di Sulawesi Utara sebesar

17.000 ton/hari hanya terpakai kurang dari 20%.

Sedang dilakukan kajian untuk pembuatan Perda penarikan retribusi untuk pengiriman

ikan ke luar propinsi untuk mencukupi kebutuhan ikan sebagai bahan industri pengolahan

ikan di Sulawesi Utara.

Persaingan yang dihadapi oleh ABF dan Cold Storage di pelabuhan atau disekitar

pelabuhan yaitu beroperasinya ABF dan Cold storage yang berjalan (mobile) yang ijinnya

dikeluarkan bukan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan.

Mahalnya biaya transportasi pengangkutan ikan dari wilayah timur ke sentra industri

perikanan di wilayah barat disebabkan oleh masing-masing kelompok menciptakan rantai

Page 16: Sub Tema Perekonomian Tommyhermawan

16

pasokan atau sistem logistik sendiri-sendiri sehingga skala ekonomi tidak besar dan tidak

dapat meningkatkan efiseiensi dan pada akhirnya akan meningkatkan biaya distribusi dan

logistik secara keseluruhan.

4.5 Sarana dan Prasarana Pendukung

Pelabuhan Perikanan Samudra Bitung hanya dapat untuk bongkar muat 10% dari total

pendaratan ikan di Silawesi Utara karena keterbatasan fasilitas dermaga pelabuhan perikanan.

Meningkatnya produksi komoditas rumput laut di Sulawesi Utara dapat juga

memanfaatkan pengembangan SLIN.

Berdasarkan diskusi dengan Kabid Penangkapan Dinas KP Sulawesi Utara, kapal

penangkapan ikan banyak menemui hambatan ketika hendak masuk ke dalam wilayah

pelabuhan perikanan baik di Bitung maupun di Tumumpa. Hambatan yang terjadi seperti

pemeriksaan oleh aparat seperti TNI AL dan Polair. Hal berbeda terjadi di pelabuhan

perikanan General Santos di Filipina dimana armada penangkapan bahkan yang berasal dari

wilayah Bitung dan wilayah Sulawesi Utara lainnya selalu disambut sebagai tamu agung.

Meskipun hasil penangkapan ikan cukup tinggi di wilayah timur Indonesia tetapi masih

sering dijumpai distribusi yang panjang seperti di pelabuhan perikanan Ambon dengan

modus operasi pemindahan atau bongkar muat di pelabuhan dari kapal penangkap ikan ke

truk penampung dan langsung disalurkan ke kapal penampung yang berada tidak jauh dari

kapal penangkap untuk di ekspor ke luar negeri. Pada proses logistik atau bongkar muat ini

diindikasikan hasil produksi berlangsung tidak efisiensi karena terjadi dua kali bongkar muat

dan jalur distibusi bertambah panjang yang pada akhirnya akan mengakibatkan tingginya

harga ikan meskipun terjadi dalam satu kelompok usaha.

Perencanaan pengembangan industri yang tidak memperhatikan keterbatasan sumber

daya ikan terjadi di Muncar Jawa Timur. Pada awalnya di Selat Bali sumber daya ikan

lemuru sangat berlimpah sehingga direncanakan industri pengolahan ikan (pengalengan).

Bertambahnya industri pengalengan ikan di MuncarJawa Timur dan Jembrana Bali tanpa

dibatasi sesuai dengan ketersediaan sumber daya ikan lemuru yang ada serta akibat

pencemaran industri perikanan maka diperkirakan tempat pemijahan dan pembesaran ikan

lemuru telah hancur. Untuk menggerakkan industri pengolahan ikan (pengalengan) di

Muncar maka terpaksa dilakukan impor ikan lemuru dari lura negeri.

Pada beberapa pelabuhan perikanan seperti di Kendari dan Ambon belum terpasang alat

pengangkut bongkar muat dengan kontainer.

Beberapa pembangunan pelabuhan perikanan tidak diikuti dengan pembangunan jaringan

transportasi yang terintegrasi. Di pelabuhan perikanan Prigi di Jawa Timur diidentifikasi

mahalnya akses transpotasi darat untuk distribusi hasil produksi ikan.

Page 17: Sub Tema Perekonomian Tommyhermawan

17

5. Saran dan Rekomendasi

Beberapa saran dan rekomendasi agar Sistem Logistik Ikan Nasional dapat berjalan dengan

lancar maka:

a. Ditetapkan indikator keberhasilan pelaksanaan SLIN sesuai tujuan yaitu:

Sistem Logistik Ikan dapat menjadi penyangga kelangkaan ikan yang musiman

sehingga suplai ikan tidak terpengaruh musim baik jumlah maupun kualitasnya dan

harga ikan tidak berfluktuasi sangat ekstrim seperti saat ini.

Mekanisme penentuan harga pembelian ikan dapat dinikmati oleh nelayan meskipun

terjadi kelebihan suplai ikan pada saat puncak panen ikan.

b. Mengikutsertakan industri penyimpanan (cold storage) yang saat ini penggunaannya di

bawah kapasitas terpasang.

c. Bentuk kelembagaan yang dibentuk harus menyertakan seluruh stakeholder sistem

logistik ikan nasional dan dapat berjalan dengan mandiri. Terutama nelayan sebagai

pelaku logistik agar terlindungi dan diuntungkan oleh sistem ini.

d. Sistem logistik ikan nasional dijadikan sebagai salah satu prioritas komoditas dalam

sislognas dan disusun secara sistematis dan komprehensif.

e. Pembenahan sistem data dan informasi perikanan menjadi prasyarat utama karena

menjadi dasar dalam perencanaan dan sebagai dasar di sinilah pijakan pokok manajemen

logistik dan dasar pengambilan kebijakan.

f. Pembangunan SLIN dengan hub (pusat) dan sub hub nya perlu diintegrasikan dan

disinergikan dengan Sislognas sehingga dapat menekan biaya logistik karena salah satu

permasalahan logistik yang cukup penting yaitu kapal pengangkut ikan dari wilayah

timur Indonesia ke wilayah industri perikanan di barat Indonesia pada saat kembali

sering dalam keadaan kosong atau hanya terisi sebagian. Sehingga biaya angkut ikan

menjadi sangat besar.

Page 18: Sub Tema Perekonomian Tommyhermawan

18

Daftar Pustaka

Bappenas. Direktorat Kelautan dan Perikanan. 2012a. Data dan Informasi Kelautan dan

Perikanan.

Bappenas. Direktorat Kelautan dan Perikanan. 2011b. Strategi Pengembangan

Pemasaran Produk Perikanan Dalam Rangka Mengantisipasi Peningkatan

Produksi Perikanan

Departemen Perindustrian. Direktorat Jenderal Industri Agro dan Kimia. 2009. Roadmap

Pengembangan Industri Pengolahan Hasil Laut.

Dinas Kelautan dan Perikanan Daerah Provinsi Sulawesi Tengah. 2013. SLIN dan

Kendala Potensial yang Menghadang. www.dkp.sulteng.go.id

FAO. 2010. The State of World Fisheries and Aquaculture 2010.

Ghiani, Gianpaolo, Gilbert Laporte, Roberto Musmanno. 2004. Introduction to Logistics

Systems Planning and Control. John Wiley and Sons, New York.

Hanafiah dan AM Saefudin 1986. Tata Niaga Hasil Perikanan. Penerbit Universitas

Indonesia (UI Press). Jakarta

Jiang Yi-min. 2010. Problems and Countermeasures of Logistics in the Marine Fisheries

Industry

Philip Kotler. 2002. Manajemen Pemasaran. Edisi Milenium, Jilid 2, Penerbit

Prehalindo, Jakarta.

Peraturan Presiden No. 26 Tahun 2012. Cetak Biru Pengembangan Sistem Logistik

Nasional