studi perencanaan sistem kelistrikan sumatera bagian...

10
Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir V, 2012 Pusat Pengembangan Energi Nuklir Badan Tenaga Nuklir Nasional ISSN 1979-1208 17 STUDI PERENCANAAN SISTEM KELISTRIKAN SUMATERA BAGIAN UTARA DENGAN OPSI NUKLIR Rizki Firmansyah Setya Budi, Masdin Pusat Pengembangan Energi Nuklir (PPEN) – BATAN Jl. Kuningan Barat, Mampang Prapatan, Jakarta12710 Telp./Fax: (021) 5204243, Email : [email protected] ABSTRAK STUDI PERENCANAAN SISTEM KELISTRIKAN SUMATERA BAGIAN UTARA DENGAN OPSI NUKLIR. Sistem kelistrikan Sumatera bagian Utara adalah sistem kelistrikan yang termasuk ke dalam kondisi daerah krisis. Kondisi tersebut menyebabkan pertumbuhan perekonomian di daerah tersebut menjadi lambat. Untuk memperbaiki kondisi tersebut, diperlukan suatu perencanaan sistem pembangkitan yang andal dan ekonomis. Perencanaan tersebut dilakukan menggunakan program WASP IV. Kandidat pembangkit yang digunakan adalah sebagai berikut: PLTA 11 dan 170 MW, PLTP 30 MW, PLTG 20 MW, PLTU 100 MW, PLTGU 100 MW, dan PLTN 100 MW. Hasil studi menunjukkan bahwa dengan adanya perencanaan tersebut, sistem kelistrikan Sumatera bagian Utara akan menjadi sebuah sistem yang handal dan ekonomis. Penambahan pembangkit baru sampai tahun 2030 sebanyak 128 pembangkit, terdiri dari: 3 PLTA 11 MW, 3 PLTA 170 MW, 50 PLTP 30 MW, 21 PLTU 100 MW, 34 PLTGU 100 MW, 5 PLTG 30 MW, dan 12 PLTN 100 MW. Komposisi pembangkit pada tahun 2030 sebagai berikut: PLTU 25% (2330 MW), PLTP 16% (1511 MW), PLTA 7% (659 MW), PLTN 13% (1200 MW), PLTGU 36% (3400 MW), PLTG 2% (150 MW), dan PLTD 1% (78 MW). Kata kunci: perencanan, kelistrikan, nuklir ABSTRACT STUDY OF GENERATION SYSTEM PLANNING ON NORTH SUMATERA REGION WITH NUCLEAR OPTION. North Sumatera’s electricity system is an electricity system that has a crisis condition. That condition makes the economic growth not growing well. A generation system planning will be needed to fix that problem. The planning use WASP IV software. The candidates that use for planning are PLTA 11 and 170 MW, PLTP 30 MW, PLTG 30 MW, PLTU 100 MW, PLTGU 100 MW, dan PLTN 100 MW. The study’s result indicate that generation system planning can make the North Sumatera electricity system reliable and economize. There are 128 new power plant that will be added until 2030, consist of 3 PLTA 11 MW, 3 PLTA 170 MW, 50 PLTP 30 MW, 21 PLTU 100 MW, 34 PLTGU 100 MW, 5 PLTG 30 MW and 12 PLTN 100 MW. The power plant composition in 2030 are PLTU 25% (2330 MW), PLTP 16% (1511 MW), PLTA 7% (659 MW), PLTN 13% (1200 MW), PLTGU 36% (3400 MW), PLTG 2% (150 MW), dan PLTD 1% (78 MW). Keynote: planning, electricity, nuclear 1. PENDAHULUAN Sistem kelistrikan Sumatera bagian Utara adalah salah satu sistem kelistrikan di Indonesia yang menyuplai energi listrik ke wilayah Provinsi Nangroe Aceh Darussalam dan Provinsi Sumatera Utara. Sistem kelistrikan ini termasuk dalam kondisi daerah krisis, didasarkan pada kriteria daerah krisis RUPTL PT. PLN (Persero) 2009-2018. Kondisi tersebut disebabkan karena kemampuan sistem pembangkit yang ada di wilayah Sumatera bagian Utara tidak mampu lagi menyuplai energi listrik yang diminta. Pemadaman listrik yang

Upload: phungcong

Post on 06-Feb-2018

215 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: STUDI PERENCANAAN SISTEM KELISTRIKAN SUMATERA BAGIAN …digilib.batan.go.id/.../file/1979...FIRMANSYAH_PERENCANAAN_KELIS… · Perencanaan tersebut dilakukan menggunakan program WASP

Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir V, 2012 Pusat Pengembangan Energi Nuklir

Badan Tenaga Nuklir Nasional

ISSN 1979-1208 17

STUDI PERENCANAAN SISTEM KELISTRIKAN SUMATERA

BAGIAN UTARA DENGAN OPSI NUKLIR

Rizki Firmansyah Setya Budi, Masdin

Pusat Pengembangan Energi Nuklir (PPEN) – BATAN

Jl. Kuningan Barat, Mampang Prapatan, Jakarta12710

Telp./Fax: (021) 5204243, Email : [email protected]

ABSTRAK STUDI PERENCANAAN SISTEM KELISTRIKAN SUMATERA BAGIAN UTARA DENGAN

OPSI NUKLIR. Sistem kelistrikan Sumatera bagian Utara adalah sistem kelistrikan yang termasuk

ke dalam kondisi daerah krisis. Kondisi tersebut menyebabkan pertumbuhan perekonomian di daerah

tersebut menjadi lambat. Untuk memperbaiki kondisi tersebut, diperlukan suatu perencanaan sistem

pembangkitan yang andal dan ekonomis. Perencanaan tersebut dilakukan menggunakan program

WASP IV. Kandidat pembangkit yang digunakan adalah sebagai berikut: PLTA 11 dan 170 MW,

PLTP 30 MW, PLTG 20 MW, PLTU 100 MW, PLTGU 100 MW, dan PLTN 100 MW. Hasil studi

menunjukkan bahwa dengan adanya perencanaan tersebut, sistem kelistrikan Sumatera bagian Utara

akan menjadi sebuah sistem yang handal dan ekonomis. Penambahan pembangkit baru sampai tahun

2030 sebanyak 128 pembangkit, terdiri dari: 3 PLTA 11 MW, 3 PLTA 170 MW, 50 PLTP 30 MW,

21 PLTU 100 MW, 34 PLTGU 100 MW, 5 PLTG 30 MW, dan 12 PLTN 100 MW. Komposisi

pembangkit pada tahun 2030 sebagai berikut: PLTU 25% (2330 MW), PLTP 16% (1511 MW),

PLTA 7% (659 MW), PLTN 13% (1200 MW), PLTGU 36% (3400 MW), PLTG 2% (150 MW),

dan PLTD 1% (78 MW).

Kata kunci: perencanan, kelistrikan, nuklir

ABSTRACT STUDY OF GENERATION SYSTEM PLANNING ON NORTH SUMATERA REGION WITH

NUCLEAR OPTION. North Sumatera’s electricity system is an electricity system that has a crisis

condition. That condition makes the economic growth not growing well. A generation system

planning will be needed to fix that problem. The planning use WASP IV software. The candidates that

use for planning are PLTA 11 and 170 MW, PLTP 30 MW, PLTG 30 MW, PLTU 100 MW,

PLTGU 100 MW, dan PLTN 100 MW. The study’s result indicate that generation system planning

can make the North Sumatera electricity system reliable and economize. There are 128 new power

plant that will be added until 2030, consist of 3 PLTA 11 MW, 3 PLTA 170 MW, 50 PLTP 30 MW,

21 PLTU 100 MW, 34 PLTGU 100 MW, 5 PLTG 30 MW and 12 PLTN 100 MW. The power plant

composition in 2030 are PLTU 25% (2330 MW), PLTP 16% (1511 MW), PLTA 7% (659 MW),

PLTN 13% (1200 MW), PLTGU 36% (3400 MW), PLTG 2% (150 MW), dan PLTD 1% (78 MW).

Keynote: planning, electricity, nuclear

1. PENDAHULUAN Sistem kelistrikan Sumatera bagian Utara adalah salah satu sistem kelistrikan di

Indonesia yang menyuplai energi listrik ke wilayah Provinsi Nangroe Aceh Darussalam dan

Provinsi Sumatera Utara. Sistem kelistrikan ini termasuk dalam kondisi daerah krisis,

didasarkan pada kriteria daerah krisis RUPTL PT. PLN (Persero) 2009-2018. Kondisi tersebut

disebabkan karena kemampuan sistem pembangkit yang ada di wilayah Sumatera bagian

Utara tidak mampu lagi menyuplai energi listrik yang diminta. Pemadaman listrik yang

Page 2: STUDI PERENCANAAN SISTEM KELISTRIKAN SUMATERA BAGIAN …digilib.batan.go.id/.../file/1979...FIRMANSYAH_PERENCANAAN_KELIS… · Perencanaan tersebut dilakukan menggunakan program WASP

Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir V, 2012 Pusat Pengembangan Energi Nuklir

Badan Tenaga Nuklir Nasional

ISSN 1979-1208 18

sering terjadi akan menyebabkan investor tidak tertarik untuk berinvestasi dan

menyebabkan pertumbuhan perekonomian di daerah tersebut menjadi lambat.

Tingkat perekonomian suatu wilayah dapat dilihat dari beberapa indeks energi listrik.

Salah satu indeks energi listrik yang dapat digunakan untuk melihat tingkat perekonomian

suatu wilayah adalah konsumsi energi listrik per kapita. Konsumsi energi listrik per kapita

adalah jumlah konsumsi energi listrik dibagi dengan jumlah penduduk. Konsumsi energi

listrik per kapita di Indonesia baru mencapai 628,99 kWh per kapita[1]. Konsumsi energi

listrik tersebut adalah rata-rata konsumsi energi listrik di seluruh wilayah Indonesia.

Provinsi Nangroe Aceh Darusalam mempunyai konsumsi energi listrik sebesar 336,6 kWh

per kapita[1]. Sedangkan untuk Provinsi Sumatera Utara, konsumsi energi listrik per kapita

sebesar 493,33 kWh[1]. Sebagai perbandingan, berdasarkan data International Energy Agency

(IEA) 2010 diperoleh konsumsi energi listrik per kapita negara-negara di ASEAN adalah

sebagai berikut : Brunei Darussalam 8308 kWh per kapita, Singapura 8185 kWh per kapita,

Malaysia 3490 kWh per kapita, Thailand 2079 kWh per kapita, Vietnam 799 kWh per kapita,

Filipina 588 kWh per kapita, Kamboja 113 kWh per kapita, dan Myanmar 97 kWh per kapita.

Rendahnya konsumsi energi listrik Indonesia khususnya wilayah Nangroe Aceh

Darussalam dan Sumatera Utara disebabkan oleh terbatasnya pasokan energi listrik yang

disebabkan oleh kapasitas pembangkit yang belum bisa mencukupi kebutuhan yang ada.

Kebutuhan energi listrik tersebut didominasi oleh konsumen rumah tangga yang berarti

bahwa sektor industri di wilayah tersebut belum berkembang.

Salah satu cara untuk membuat industri di wilayah Sumatera Bagian Utara

berkembang adalah dengan menjamin adanya pasokan energi listrik yang sustainable dan

andal. Dengan adanya kepastian pasokan energi listrik tersebut, investor akan tertarik untuk

menginvestasikan dananya pada sektor-sektor industri yang berpotensi di wilayah

Sumatera Bagian Utara. Pasokan energi listrik yang sustainable dan andal bergantung pada

perbandingan antara kapasitas pembangkit dengan beban yang ada. Kapasitas pembangkit

harus lebih besar dari beban yang ada sehingga apabila ada salah satu pembangkit yang

berhenti beroperasi, pasokan energi listrik tidak terganggu. Kriteria keandalan yang dipakai

di Indonesia saat ini adalah N-1. N adalah jumlah pembangkit. Keandalan N-1 berarti

pasokan energi listrik tidak akan terganggu pada saat pembangkit terbesar di dalam sistem

tersebut berhenti beroperasi (Sistem menyediakan cadangan daya minimal sebesar

pembangkit berdaya paling besar).

Untuk memenuhi kriteria keandalan tersebut maka harus dilakukan perencanaan

pengembangan pembangkit di wilayah Sumatera Bagian Utara. Berdasarkan Perpres No.5

Tahun 2006, bauran energi baru terbarukan ditargetkan sebesar 17% pada tahun 2025. Untuk

memenuhi target kebijakan tersebut maka diperlukan suatu perencanaan pengembangan

pembangkit yang memperhatikan pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT). Berdasarkan

hal tersebut maka opsi nuklir dimasukkan dalam rencana pengembangan pembangkit

dalam studi ini.

Pengembangan pembangkit dalam studi ini belum memperhitungkan pembangkit

comitted yang telah direncanakan PLN untuk dibangun. Tidak diperhitungkannya

pembangkit comitted PLN tersebut bertujuan agar studi ini dapat digunakan sebagai

pembanding terhadap perencanaan yang telah dilakukan oleh PLN. Selain itu, dalam studi

ini juga telah dimasukkan opsi nuklir untuk pengembangan pembangkitnya sehingga

diharapkan studi ini dapat memberikan manfaat ketika nanti PLN akan memasukkan opsi

nuklir dalam perencanaannya.

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, tujuan dari studi ini adalah untuk membuat

suatu sistem kelistrikan yang handal dan ekonomis di wilayah Sumatera bagian Utara

dengan memperhatikan pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT).

Page 3: STUDI PERENCANAAN SISTEM KELISTRIKAN SUMATERA BAGIAN …digilib.batan.go.id/.../file/1979...FIRMANSYAH_PERENCANAAN_KELIS… · Perencanaan tersebut dilakukan menggunakan program WASP

Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir V, 2012 Pusat Pengembangan Energi Nuklir

Badan Tenaga Nuklir Nasional

ISSN 1979-1208 19

2. METODOLOGI Di dalam penelitian ini dilakukan studi literatur, pengumpulan data, pengolahan

data, running program (WASP IV), analisis output, dan penyajian hasil serta kesimpulan.

Program WASP IV (Wien Automatic System Planning Package) digunakan untuk optimasi

pengembangan sistem pembangkitan yang optimasinya dievaluasi berdasarkan biaya total

minimum. Biaya total minimum tersebut terdiri dari : biaya investasi modal (I), biaya bahan

bakar (F), biaya penyimpanan bahan bakar (L), biaya operasi dan perawatan di luar biaya

bahan bakar (M), biaya energi tak terlayani (Q), dan nilai sisa (S)[2].

Fungsi biaya dievaluasi dengan WASP IV menggunakan persamaan :

T

tS tjQ tjM tjF tjL tjI tjB j

1,,,,,,

Dengan :

B j : Fungsi obyektif dari perencanaan pengembangan,

t : Periode waktu dalam tahun (1,2,3,…,T)

2.1 Kondisi Kelistrikan dan Proyeksinya

Sistem kelistrikan Sumatera Bagian Utara terdiri dari 2 sistem kelistrikan utama yaitu:

Sistem kelistrikan Aceh dan Sistem kelistrikan Sumatera Utara (Sumut). Kedua sistem

tersebut telah terinterkoneksi dengan saluran transmisi 150 kV.

Sistem kelistrikan Aceh terdiri dari sistem kelistrikan interkoneksi 150 kV Sumut-Aceh dan

sub sistem isolated dengan tegangan distribusi 20 kV. Sekitar 70% wilayah Nangroe Aceh

Darussalam dipasok oleh sistem kelistrikan interkoneksi 150 kV Sumut-Aceh dan 30%

sisanya dipasok oleh sistem isolated. Sistem kelistrikan Aceh memiliki beban puncak 272

MW pada tahun 2009 dan memiliki rasio elektrifikasi 74,9%. Sistem kelistrikan Aceh dapat

dilihat pada Gambar 1.

Sistem kelistrikan Sumatera Utara dipasok dengan menggunakan sistem transmisi 150

kV yang terinterkoneksi dengan Aceh. Sistem kelistrikan Sumatera Utara memiliki beban

puncak 1235 MW pada tahun 2009 dan memiliki rasio elektrifikasi 69,3%. Sistem kelistrikan

Sumatera Utara dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 1. Sistem Kelistrikan Propinsi Nangroe Aceh Darussalam[3]

(1)

Page 4: STUDI PERENCANAAN SISTEM KELISTRIKAN SUMATERA BAGIAN …digilib.batan.go.id/.../file/1979...FIRMANSYAH_PERENCANAAN_KELIS… · Perencanaan tersebut dilakukan menggunakan program WASP

Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir V, 2012 Pusat Pengembangan Energi Nuklir

Badan Tenaga Nuklir Nasional

ISSN 1979-1208 20

Gambar 2. Sistem Kelistrikan Propinsi Sumatera Utara[3]

2.1.1 Proyeksi Beban Puncak

Dalam studi ini proyeksi beban puncak berdasarkan proyeksi yang terdapat di

RUPTL PLN.

Gambar 3. Perkembangan Beban Puncak Sumatera Bagian Utara[4]

Gambar 3 menunjukkan perkembangan beban puncak Sumatera bagian Utara tiap

tahun. Beban puncak Sumatera bagian Utara berkembang rata-rata 8,3% setiap tahunnya.

Perkembangan beban puncak ini menentukan jumlah pembangkit yang akan dibangun.

2.1.2 Kurva Durasi Beban (Load Duration Curve/LDC)

Berdasarkan kurva realisasi beban Sumatera bagian Utara, dapat diperoleh LDC (load

duration curve) Sumatera bagian Utara. LDC ini menentukan jenis pembangkit yang

dibangun. LDC yang berbentuk landai menunjukkan bahwa perubahan beban yang terjadi

tidak terlalu besar sehingga tidak memerlukan pembangkit yang memiliki respon cepat.

LDC yang berbentuk curam menunjukkan bahwa perubahan beban yang terjadi cukup

besar sehingga memerlukan pembangkit yang memiliki respon cepat seperti PLTG dan

Page 5: STUDI PERENCANAAN SISTEM KELISTRIKAN SUMATERA BAGIAN …digilib.batan.go.id/.../file/1979...FIRMANSYAH_PERENCANAAN_KELIS… · Perencanaan tersebut dilakukan menggunakan program WASP

Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir V, 2012 Pusat Pengembangan Energi Nuklir

Badan Tenaga Nuklir Nasional

ISSN 1979-1208 21

PLTD untuk memenuhi kebutuhan beban yang ada. Gambar 4 menunjukkan LDC

Sumatera bagian Utara.

Gambar 4. LDC Sumatera Bagian Utara[5]

Pada tahun 2009, Sistem Kelistrikan Sumatera Bagian Utara memiliki kapasitas

terpasang sebesar 1848,8 MW. Sebagian besar pembangkit yang ada di Sistem kelistrikan

Sumatera bagian Utara sudah berumur tua sehingga dalam jangka waktu beberapa tahun ke

depan sebagian besar pembangkit tersebut sudah tidak beroperasi lagi. Sedangkan beban

puncak Sistem kelistrikan Sumatera bagian Utara terus meningkat setiap tahunnya. Untuk

mengantisipasi hal tersebut, maka diperlukan sebuah perencanaan pengembangan

pembangkit di Sistem Kelistrikan Sumatera Bagian Utara.

2.1.3 Rencana Pengembangan Pembangkit

Perencanaan pengembangan pembangkit dilakukan untuk memenuhi perkembangan

beban setiap tahunnya. Suatu sistem kelistrikan idealnya memiliki cadangan yang

mencukupi sehingga apabila ada pembangkit dengan kapasitas terbesar yang lepas dari

sistem karena terjadi kerusakan atau sedang dilakukan perawatan tidak akan menyebabkan

terjadinya pemadaman. Penentuan besarnya cadangan harus diperhitungkan dengan

matang sehingga cadangan yang ada tidak terlalu kecil atau terlalu besar. Oleh karena itu

perlu ditetapkan batas cadangan (reserve margin) minimal dan batas cadangan (reserve

margin) maksimal. Studi ini menggunakan reserve margin maksimal sebesar 30%. Sedangkan

untuk reserve margin minimalnya sebesar 10%. Penentuan reserve margin minimal tersebut

bertujuan agar indeks keandalan (LOLP) sesuai dengan standar yang ditentukan PLN.

Pengembangan pembangkit dilakukan apabila kapasitas pembangkit sudah berada di

bawah beban puncak ditambah batas cadangan minimal. Pembangkit yang terpasang di

Sistem Pembangkitan Sumatera Bagian Utara ditunjukkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Pembangkit Eksisting Sistem Pembangkitan Sumatera Bagian Utara [4]

No. Unit Pembangkit Jenis

Pembangkit Jumlah (unit)

Kapasitas Terpasang (MW)

Tahun Operasi

A. Pembangkit Termal 1 PLTU Belawan PLTU 4 260 1984 2 PLTGU Belawan PLTGU 6 817.9 1988 3 PLTD Sewa Belawan PLTD 1 65 2008 4 PLTG Glugur PLTG 2 31.8 1975 5 PLTG Paya Pasir PLTG 4 83.2 1978 6 PLTD Titi Kunig PLTD 6 24.6 1976 7 PLTD Sewa Paya Pasir PLTD 1 22 2008

Page 6: STUDI PERENCANAAN SISTEM KELISTRIKAN SUMATERA BAGIAN …digilib.batan.go.id/.../file/1979...FIRMANSYAH_PERENCANAAN_KELIS… · Perencanaan tersebut dilakukan menggunakan program WASP

Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir V, 2012 Pusat Pengembangan Energi Nuklir

Badan Tenaga Nuklir Nasional

ISSN 1979-1208 22

No. Unit Pembangkit Jenis

Pembangkit Jumlah (unit)

Kapasitas Terpasang (MW)

Tahun Operasi

8 PLTD Lueng Bata PLTD 14 60.2 1978 9 PLTD Sewa Lueng Bata PLTD 1 30.7 2008

10 PLTU Labuhan Angin PLTU 2 230 2008 11 PLTD Cot Trueng PLTD 1 14.2 1990 12 PLTD Pulau Pisang PLTD 1 13.4 1990 13 PLTP Sibayak PLTP 1 11.3 2008

Jumlah 44 1664.3 B. Pembangkit Hidro

1 PLTMH PLTMH 10 7.5 1987 2 PLTA Sipansihaporas PLTA 2 50 2003 3 PLTA Lau Renun PLTA 2 82 2006 4 PLTA Sigura-gura INALUM PLTA 1 45 2008 Jumlah 15 184.5

Gambar 5. Pengembangan Pembangkit Sistem Kelistrikan Sumatera Bagian Utara

Berdasarkan perkiraan pertumbuhan beban dan pembangkit yang terpasang di

Sistem Sumatera Bagian Utara, dapat diperoleh skema pengembangan pembangkit seperti

Gambar 5. Gambar 5 menunjukkan bahwa penambahan pembangkit baru dilakukan mulai

tahun 2010. Hal tersebut disebabkan karena pada tahun 2010, kapasitas pembangkit

terpasang di Sumatera Bagian Utara lebih kecil dari beban puncak ditambah reserved margin

minimal.

2.2 Potensi Energi Baru Terbarukan di Sumbagut

Provinsi Nagroe Aceh Darussalam dan Sumatera Utara memiliki potensi energi baru

terbarukan yang cukup besar untuk dikembangkan. Potensi yang dimiliki adalah panas

bumi dan air. Potensi energi air dapat dikembangkan hingga 2900 GWh[3].

Berdasarkan data yang diperoleh dari Kementerian ESDM, total potensi panas bumi

yang tersimpan di Provinsi NAD dan Sumatera Utara adalah 4936 MWe. Lebih lengkap

dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Potensi Panas Bumi Provinsi NAD dan Sumatera Utara[6]

Provinsi Jumlah Potensi Energi (MWe)

Page 7: STUDI PERENCANAAN SISTEM KELISTRIKAN SUMATERA BAGIAN …digilib.batan.go.id/.../file/1979...FIRMANSYAH_PERENCANAAN_KELIS… · Perencanaan tersebut dilakukan menggunakan program WASP

Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir V, 2012 Pusat Pengembangan Energi Nuklir

Badan Tenaga Nuklir Nasional

ISSN 1979-1208 23

2.3 Kandidat Pembangkit yang Diusulkan

Berdasarkan kondisi kelistrikan dan potensi energi yang ada di Sumatera Bagian

Utara, maka dapat ditentukan kandidat pembangkit yang akan digunakan. Kandidat

pembangkit yang akan digunakan adalah: PLTP 30 MW, PLTU 100 MW, PLTGU 100 MW,

PLTG 30 MW, PLTA , PLTA 11 dan 170 MW, dan PLTN 100 MW. Tabel 3 menunjukkan

parameter teknis dan ekonomis pembangkit kandidat.

Tabel 3. Parameter Teknis dan Ekonomis Pembangkit Kandidat *)

No. Jenis

Pembangkit

Bahan

Bakar

Kapasitas

Capacity

Factor Capital

Cost

Fix

O&M

Cost

Var

O&M

Cost

MW % USD/kW $/kWM $/MWh

1 PLTU Batubara 100 80 1400 2,61 2

2 PLTGU Gas 100 70 1023 1,6 1

3 PLTG Minyak 20 30 1200 0,97 2

4 PLTA besar - 170 50 2584 0,55 -

5 PLTA kecil - 11 50 2584 0,25 -

6 PLTP - 30 80 2329 2,5 1

7 PLTN Nuklir 100 80 3500 0,003 6,1

*)Perkiraan berdasarkan harga yang dipublikasi oleh WNN (World Nuclear News) yang telah disesuaikan dengan

kondisi Indonesia

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil keluaran Program WASP IV, dapat diketahui suatu pola

perencanaan pengembangan sistem pembangkitan yang ekonomis dan handal. Gambar 6

menunjukkan pembangkit yang akan dibangun tiap tahunnya. Penambahan pembangkit

baru sampai tahun 2030 sebanyak 128 pembangkit, terdiri dari: 3 PLTA 11 MW, 3 PLTA 170

MW, 50 PLTP 30 MW, 21 PLTU 100 MW, 34 PLTGU 100 MW, 5 PLTG 30 MW, dan 12 PLTN

100 MW.

Gambar 6. Perencanaan Pembangunan Pembangkit per Tahun

Lokasi Sumber Daya Cadangan Total

Spekulatif Hipotesis Terduga Mungkin Terbukti

NAD 17 630 398 282 - - 1310

Sumatera Utara 16 1500 170 1627 - 329 3626

Page 8: STUDI PERENCANAAN SISTEM KELISTRIKAN SUMATERA BAGIAN …digilib.batan.go.id/.../file/1979...FIRMANSYAH_PERENCANAAN_KELIS… · Perencanaan tersebut dilakukan menggunakan program WASP

Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir V, 2012 Pusat Pengembangan Energi Nuklir

Badan Tenaga Nuklir Nasional

ISSN 1979-1208 24

Pada awal perencanaan dibangun pembangkit-pembangkit baru dalam jumlah yang

cukup banyak. Hal itu disebabkan karena pada awal perencanaan, sistem kelistrikan

Sumatera bagian Utara dalam kondisi krisis dengan beban puncak yang hampir sama

dengan kapasitas pembangkit yang terpasang. Untuk mengatasi hal tersebut maka

diperlukan pembangunan pembangkit-pembangkit baru untuk menambah kapasitas

pembangkit terpasang.

Gambar 5 menunjukkan bahwa pada tahun 2013, banyak pembangkit eksisting yang

berhenti beroperasi karena umurnya telah melebihi umur ekonomis pemakaian. Hal

tersebut menyebabkan terjadinya penambahan kapasitas pembangkit baru dalam jumlah

yang besar. Total penambahan kapasitas pembangkit baru pada tahun 2013 adalah 1010

MW. Disamping faktor keekonomisan, penambahan pembangkit baru tersebut harus

memperhatikan faktor ketersediaan pembangkit. Faktor ketersediaan adalah faktor-faktor

yang menyatakan bahwa pembangkit tersebut dapat dibangun pada tahun tersebut, misal:

pada tahun 2013 tidak dimungkinkan menggunakan PLTN untuk penambahan pembangkit

baru di wilayah tersebut karena untuk membangun sebuah PLTN dibutuhkan proses yang

cukup lama. PLTN dimungkinkan mulai beroperasi tahun 2020.

Gambar 7. Kapasitas Terpasang Setelah Dilakukan Pengembangan Pembangkit

Penambahan pembangkit baru harus memperhatikan reserve margin yang telah

ditentukan . Gambar 7 menunjukkan kapasitas terpasang sistem kelistrikan Sumatera bagian

Utara setelah adanya perencanaan pembangunan pembangkit. Dengan adanya perencanaan

tersebut akan membuat kapasitas terpasang di sistem Sumatera bagian Utara menjadi

diantara batas minimal (beban puncak + reserved margin 10%) dan batas maksimal (beban

puncak + reserve margin 30%) sehingga akan memenuhi syarat keandalan yang dibutuhkan.

LOLP (Lost of Load Probability) sistem selama masa perencanaan masih berada dalam standar

keandalan yang ditentukan PLN (≤0,274%).

Komposisi pembangkit yang terpasang pada tahun 2010 dan 2030 ditunjukkan oleh

Gambar 8. Komposisi pembangkit tahun 2010 adalah sebagai berikut: PLTU 25% (490 MW),

PLTP 2% (41 MW), PLTA 10% (196 MW), PLTGU 42% (818 MW), PLTD 15% (288 MW), dan

PLTG 6% (115 MW). Pada tahun tersebut, beban dasar (base load) dipikul oleh PLTA, PLTP

dan PLTU. Beban menengah (medium load) dipikul oleh PLTGU. Beban Puncak dipikul oleh

PLTG dan PLTD. PLTP, PLTA dan PLTU dipilih untuk memikul beban dasar dengan

pertimbangan biaya bahan bakarnya murah dan untuk PLTP dan PLTU, respon pembangkit

kurang cepat untuk menanggapi perubahan beban. PLTGU dipilih untuk memikul beban

menengah dengan pertimbangan biaya bahan bakar nya lebih murah dibandingkan PLTD

dan PLTG. Selain itu, respon PLTGU cukup cepat untuk menanggapi perubahan beban.

Page 9: STUDI PERENCANAAN SISTEM KELISTRIKAN SUMATERA BAGIAN …digilib.batan.go.id/.../file/1979...FIRMANSYAH_PERENCANAAN_KELIS… · Perencanaan tersebut dilakukan menggunakan program WASP

Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir V, 2012 Pusat Pengembangan Energi Nuklir

Badan Tenaga Nuklir Nasional

ISSN 1979-1208 25

PLTG dan PLTD dipilih untuk memikul beban puncak karena respon terhadap

perubahan bebannya cepat dan harga bahan bakar nya mahal.

(a) (b)

Gambar 8. Komposisi Pembangkit (a) Tahun 2010, (b) Tahun 2030

Pada tahun 2030, komposisi pembangkit yang beroperasi adalah sebagai berikut:

PLTU 25% (2330 MW), PLTP 16% (1511 MW), PLTA 7% (659 MW), PLTN 13% (1200 MW),

PLTGU 36% (3400 MW), PLTG 2% (150 MW), dan PLTD 1% (78 MW). Beban puncak dipikul

oleh PLTG, PLTD, dan sebagian PLTGU. Komposisi PLTN terus meningkat dari tahun ke

tahun dan mencapai 11% pada tahun 2030. Hal tersebut menunjukkan bahwa PLTN

ekonomis dan dapat bersaing dengan pembangkit yang lain. Hasil optimal ini membutuhkan biaya kumulatif yang terendah berupa nilai fungsi

obyektif sebesar 9.094.700.000 USD (dengan asumsi 1 USD = Rp 9000 maka fungsi obyektif

menjadi sebesar Rp 81.852.300.000.000,-) di akhir tahun 2030.

Gambar 9. Komposisi Energi Yang Dibangkitkan Tiap Tahun

Gambar 9 menunjukkan energi yang dibangkitkan masing-masing pembangkit setiap

tahunnya. Komposisi energi pada tahun 2010 adalah sebagai berikut: PLTP 3,92%, PLTU

26,43%, PLTA 12,03%, PLTGU 57,32%, dan PLTD 0,31%. PLTG tidak membangkitkan energi

karena hanya digunakan sebagai pembangkit cadangan apabila terjadi hal-hal diluar

perkiraan seperti adanya pembangkit yang rusak. Komposisi energi pada tahun 2030 adalah

sebagai berikut: PLTN 25,33%, PLTP 30,61%, PLTU Batubara 33,37%, PLTA 7,58%, PLTGU

3,11%, PLTG 0,01%, dan PLTD 0,01%.

4 KESIMPULAN Sebuah sistem kelistrikan yang handal dan ekonomis di wilayah Sumatera bagian

Utara akan tercapai sampai dengan tahun 2030. Penambahan pembangkit baru sampai

Page 10: STUDI PERENCANAAN SISTEM KELISTRIKAN SUMATERA BAGIAN …digilib.batan.go.id/.../file/1979...FIRMANSYAH_PERENCANAAN_KELIS… · Perencanaan tersebut dilakukan menggunakan program WASP

Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir V, 2012 Pusat Pengembangan Energi Nuklir

Badan Tenaga Nuklir Nasional

ISSN 1979-1208 26

tahun 2030 sebanyak 128 pembangkit, yang terdiri dari: 3 PLTA 11 MW, 3 PLTA 170 MW, 50

PLTP 30 MW, 21 PLTU 100 MW, 34 PLTGU 100 MW, 5 PLTG 30 MW, dan 12 PLTN 100 MW.

Komposisi pembangkit pada tahun 2030 sebagai berikut: PLTU Batubara 25% (2330 MW),

PLTP 16% (1511 MW), PLTA 7% (659 MW), PLTN 13% (1200 MW), PLTGU 36% (3400 MW),

PLTG 2% (150 MW), dan PLTD 1% (78 MW).

DAFTAR PUSTAKA [1]. SEKRETARIAT PERUSAHAAN PT. PLN (PERSERO), “Statistik PLN 2010”, Sekretariat

Perusahaan PT. PLN (Persero), Jakarta, 2011.

[2]. BUDI, R. F. S., SUPARMAN, “Studi Perencanaan Pengembangan Pembangkit Wilayah

Bangka Belitung Dengan Opsi Nuklir”, PPEN BATAN, Jakarta, 2011.

[3]. SEPTIYADI, EKA,”Estimasi Biaya Pokok Penyediaan Pembangkitan Tenaga Listrik: Studi

Kasus Perencanaan Ekspansi Pembangkitan Tenaga Listrik Sistem Pembangkitan Sumatera

Bagian Utara”,Jurusan Teknik Elektro UGM, Yogyakarta, 2010.

[4]. PT. PLN (PERSERO), “Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik PT. PLN (Persero) 2009-

2018”, PT. PLN (Persero), Jakarta, 2009.

[5]. PT. PLN (PERSERO) Pembangkitan Sumatera Bagian Utara, “Neraca Daya, Realisasi

Beban, dan Rencana Pengembangan Sistem Sumatera Bagian Utara”, PT. PLN (Persero)

Pembangkitan Sumatera Bagian Utara, Medan, 2008.

[6]. WAHYUNINGSIH, RINA, “Potensi dan Wilayah Kerja Pertambangan Panas Bumi di

Indonesia”, Subdit Panas Bumi Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral, Jakarta ,

2005.