studi penambahan asap cair tempurung kelapa grade …digilib.unila.ac.id/55779/2/skripsi tanpa bab...
TRANSCRIPT
STUDI PENAMBAHAN ASAP CAIR TEMPURUNG KELAPA GRADE 2
SEBAGAI INHIBITOR KERAK KALSIUM KARBONAT (CaCO3) MENGGUNAKAN METODE SEEDED EXPERIMENT
(Skripsi)
Oleh
FIKRI MUHAMMAD
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2019
ABSTRAK
STUDI PENAMBAHAN ASAP CAIR TEMPURUNG KELAPA GRADE 2 SEBAGAI
INHIBITOR KERAK KALSIUM KARBONAT (CaCO3) MENGGUNAKAN SEEDED
EXPERIMENT
Oleh
Fikri Muhammad
Pengerakan menjadi masalah serius pada industri berbasis pipa sebagai media perpindahan fluida
multi fasa. Penggunaan Inhibitor terus dikembangkan untuk menurunkan biaya perawatan dan
penggantian pipa akibat pengerakan. Asap cair tempurung kelapa grade 2 merupakan salah satu
inhibitor yang dapat diandalkan. Penelitian ini bertujuan mengetahui keefektifan asap cair
tempurung kelapa grade 2 dalam menghambat pembentukan kerak kalsium karbonat (CaCO3)
dengan menggunakan metode seeded experiment. Hasil pengamatan menunjukan bahwa asap
cair mampu menghambat laju pertumbuhan kerak, serta melarutkan benih kristal yang terdapat
pada larutan pertumbuhan. Karakterisasi asap cair dianalisis menggunakan infrared (IR)
Spectrophotometer dan Gas Chromatography – Mass Spectrometry (GC-MS), sedangkan
karakterisasi morfologi kerak dengan dan tanpa penambahan inhibitor di analisis menggunakan
Scanning Electron Microscophy (SEM), Particle Size Analyzer (PSA), dan X-Ray Diffraction
(XRD). Hasil SEM menunjukkan kerak tanpa penambahan asap cair memiliki penampakan lebih
solid dan ukuran partikel yang lebih besar, sedangkan dengan penambahan asap cair kerak
terlihat lebih rapuh dan lebih kecil. Distribusi partikel yang diidentifikasi dengan PSA
menunjukan penurunan ukuran partikel rata-rata dari 4,95 µm menjadi 0,26 µm. XRD
memberikan informasi berupa fasa kristalin pada kerak CaCO3 dengan dan tanpa penambahan
inhibitor. Hasil XRD tanpa penambahan inhibitor menunjukkan fase kristalin yang terdeteksi
berupa kalsit dan aragonit dengan kalsit sebagai fasa yang dominan, sedangkan dengan
penambahan inhibitor fasa aragonit dan vaterit lebih mendominasi dengan sedikit fase kalsit
yang terdeteksi.
Kata Kunci : Inhibitor, Asap Cair, Tempurung Kelapa,CaCO3, Seeded Experiment
ABSTRACT
THE STUDY OF ADDITION OF SECOND GRADE COCONUT SHELL LIQUID
SMOKE AS AN INHIBITOR OF CALCIUM CARBONATE (CaCO3) SCALE USING
SEEDED EXPERIMENT METHOD
By
Fikri Muhammad
Scale formation is a serious problem in industries which used pipes as multiphase fluid transfer
medium. The use of inhibitor continues to be developed to reduce the maintenance costs and
replacement of the pipes which due to scaling. The second grade liquid smoke of coconut shell is
the one of them. This study aim to investigate the effectiveness of second grade liquid smoke of
coconut shell to inhibit the formation of calcium carbonate (CaCO3) scale using seeded
experiment method. This result shows that the compounds of liquid smoke was inhibits the
growth rate scale and dissolved the seed that put on the growth solution. The characterization of
liquid smoke was analyzed by infrared (IR) Spectrophotometer and Gas Chromatography –
Mass Spectrometry (GC-MS), while the morphological characterization of CaCO3 scale with and
without inhibitor additions was analyzed using Scanning Electron Microscopy (SEM), Particle
Size Analyzer (PSA), and X-Ray Diffraction (XRD). SEM results shows that the CaCO3 scale
with out the addition of liquid smoke has more solid appearance and larger particle size, whereas
with the addition of liquid smoke the scale looks more fragile and smaller. The distribution of
particle identified by PSA showed a decrease in average particle size from 4.95 µm to 0.26 µm.
XRD gives information about crystalline phase in CaCO3 scale with and without inhibitors. XRD
results without inhibitor addition show that crystalline phase was detected as calcite and
aragonite phase which was calcite as the dominant one, while the result with inhibitor addition
show that aragonite and vaterite phase were the dominant with in the presence of a small part of
calcite.
Keyword : Inhibitor, Liquid Smoke, Coconut Shell, CaCO3, Seeded Experiment
STUDI PENAMBAHAN ASAP CAIR TEMPURUNG KELAPA GRADE 2
SEBAGAI INHIBITOR KERAK KALSIUM KARBONAT (CaCO3) MENGGUNAKAN METODE SEEDED EXPERIMENT
Oleh
FIKRI MUHAMMAD
(Skripsi)
Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar
SARJANA SAINS
Pada
Jurusan Kimia
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2019
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama lengkap Fikri Muhammad dilahirkan di Purnama Tunggal pada
tanggal 5 April 1997. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari
pasangan Bapak Akhmat Jayuri dan Ibu Suwitri. Penulis menyelesaikan
pendidikan di TK Dharma Wanita pada tahun 2002, lalu melanjutkan ke SD
Negeri 2 Purnama Tunggal lalu pada tahun 2005 melanjutkan studi di SD Negeri
1 Purnama Tunggal dan lulus pada tahun 2008, kemudian melanjutkan ke SMP
Negeri 1 Terbanggi Besar lulus pada tahun 2011, selanjutnya penulis melanjutkan
pendidikan di SMA Negeri 1 Terbanggi Besar lulus pada tahun 2014. Pada tahun
2014 penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Kimia, Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Bersama
Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN). Selama menjadi mahasiswa, penulis
pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Kimia Anorganik II semester ganjil
2017/2018 dan Kimia Anorganik II semester genap 2017/2018. Penulis pernah
mengikuti serangkaian studi lapangan bertajuk “Kunjungan Industri” ke PT Great
Giant Pineapple di Lampung tahun 2015 dan PT Yakult Indonesia Persada serta
PT Amerta Indah Otsuka di Bandung pada tahun 2016. Penulis juga mengikuti
aktivitas organisasi, dimulai dengan menjadi Kader Muda Himaki (KAMI) dan
Anggota Muda Rois (AMAR) pada tahun 2014, kemudian terpilih menjadi
anggota Bidang Sosial Masyarakat (Sosmas) Himpunan Mahasiswa Kimia
(Himaki) FMIPA Unila periode 2015-2016, anggota Bidang Hubungan
Masyarakat (Humas) Rohani Islam (Rois) FMIPA Unila periode 2015/2016, dan
menjadi Ketua Umum Himaki FMIPA Unila periode 2016. Pada tahun 2017
penulis menyelesaikan kerja praktik dengan judul Studi Penambahan Asap Cair
Tempurung Kelapa Grade 2 sebagai Inhibitor Kerak Kalsium Karbonat (CaCO3)
Menggunakan Metode Seeded Experiment. Penulis melaksanakan Kuliah Kerja
Nyata (KKN) di Desa Pematang Pasir, Kecamatan Ketapang, Lampung Selatan
pada juli-Agustus 2017.
MOTTO
“Bila menjadi presiden berarti mencintai rakyatnya, maaf aku tidak bias, karena aku hanya mencintai Milea”
(Dilan)
“Maka nikmat Tuhan kamu manakah yang kamu dustakan”. (QS. Ar-Rahman: 13, 16, 18, 21, 23, 25, 28, 30, 32, 34, 36, 38, 40, 42, 45, 47, 49,
51, 53, 55, 57, 59, 61, 63, 65, 67, 69, 71, 73, 75, dan 77)
“Sedikit lebih beda, lebih baik dari sedikit lebih baik”.
(Pandji Pragiwaksono)
“Bukan kebahagiaan yang menjadikan Anda bersyukur. Rasa syukurlah yang
menjadikan Anda bahagia”. (Mario Teguh)
Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang
Dengan mengucap
Alhamdulillahirabbilalamin
Ku Persembahkan karya kecilku ini kepada
Ayahanda dan Ibundaku tercinta yang tak pernah mengeluh berpeluh tenaga,
berlelah pikiran, berlimang kata-kata, dan menengadahkan tangan seraya
berdo’a, untuk anak yang kalian percaya akan menjadi “seuatu” nantiya, maka
aku tidak akan mengecewakan kasih sayang Kalian yang tak ternilai.
Melalui Karya kecil ini, anandamu mengucapkan terimakasih atas
segalanya.
Adikku tersayang dan Seluruh keluarga besar yang selalu mendoakan
keberhasilanku
Dengan segala rasa hormat kepada Prof. Suharso, Ph. D. dan Dr.
Mita Rilyanti, M.Si. serta seluruh Dosen Pengajar yang telah
membimbing dan mendidikku sampai menyelesaikan pendidikan sarjana.
Sahabat dan seluruh teman-temanku yang telah memberikan semangat,
kebahagiaan dan pelajaran hidup
Almamater tercinta Universitas Lampung
SANWACANA
Segala puji dan syukur kepada Allah SWT Tuhan semesta alam yang telah
memberikan segala bentuk rahmat dan nikmat-Nya, sehingga Penulis mampu
menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam selalu tercurah kepada Baginda
Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabat, semoga kita termasuk
umat yang beliau cintai dan mendapatkan syafa’at beliau di yaumil akhir nanti,
aamiin yarabbal’alamin.
Skripsi dengan judul “Studi Penambahan Asap Cair Tempurung Kelapa
Grade 2 sebagai Inhibitor Kerak Kalsium Karbonat (CaCO3) Menggunakan
Metode Seeded Experiment” merupakan salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Sains (S.Si) pada Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Lampung.
Teriring doa yang tulus, penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya
kepada :
1. Kedua orang tua Penulis, Bapak Akhmat Jayuri dan Ibu Suwitri yang telah
memberikan segala usaha dan do’a, cinta dan kasih, dukungan moral dan
spiritual yang sampai saat ini tak pernah berhenti. Bapak Ibu terimakasih atas
segala kasih sayang yang tak terhingga untuk penulis. Semoga Allah selalu
memberikan kesehatan, rezeki dan kebahagiaan dunia dan akhirat kepada
kalian aamiin Allahumma aamiin;
2. Adik dan kawan serumah, Zaidan Luthfi Muhammad dan dulur-dulur semua,
atas support yang kadang tak terlihat namun memberi motivasi sendiri kepada
penulis.
3. Bapak Prof. Suharso, Ph. D. selaku pembimbing I atas segala kebaikan, ilmu,
motivasi, kritik, saran, kesabaran dan bimbingan sehingga penulis bisa
menyelesaikan penelitian dan skripsi ini dengan baik. Atas semua yang telah
beliau berikan, semoga Allah SWT senantiasa memberikan keberkahan atas
semua yang beliau berikan. Aamiin.
4. Ibu Dr. Mita Rilyanti, M.Si. selaku pembimbing II atas segala saran, nasehat,
kesabaran, keikhlasan, bimbingan, dan ilmu yang bermanfaat kepada penulis
dalam perencanaan dan penyelesaian penelitian serta skripsi ini. Semoga
Allah senantiasa memberikan ridho-Nya dan membalas semuanya dengan
kebaikan.
5. Ibu Dr. Rudy T. M. Situmeang, M.Sc. selaku pembahas atas segala
bimbingan, kritik, saran, dan ilmu bermanfaat yang telah diberikan kepada
penulis, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Semoga Tuhan
Yang Maha Esa memberikan keberkahan atas semua yang sudah diberikan.
6. Ibu Diky Hidayat, M.Sc selaku pembimbing akademik, penulis mengucapkan
terimakasih banyak atas bimbingan,perhatian, nasehat, motivasi, dan
kesabaran dalam membimbing penulis terkait permasalahan akademik selama
masa perkuliahan ini.
7. Bapak Dr. Eng. Suripto Dwi Yuwono, M.T. selaku Ketua Jurusan Kimia
FMIPA Unila yang telah memberi banyak masukan dan saran.
8. Bapak Prof. Warsito, D.E.A., Ph.D. selaku Dekan Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lampung beserta jajarannya.
9. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Kimia FMIPA Unila atas seluruh ilmu,
bimbingan, perhatian dan pengalaman yang telah diberikan sehingga penulis
dapat menyelesaikan studi ini dengan baik berkat ilmu yang telah diberikan,
serta terimakasih kepada staff administrasi Jurusan Kimia FMIPA Unila yang
telah membantu penulis untuk menyelesaikan persyaratan administrasi selama
kuliah. Semoga Allah SWT senantiasa membalas kebaikan-kebaikan bapak
dan ibu.
10. Bapak Prof. Dr. Buhani, M.Si selaku Kepala Laboratorium Kimia
Anorganik/Fisik atas izin penggunaan laboratorium yang telah diberikan
kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dengan baik.
11. Mba Liza selaku Laboran Laboratorium Kimia Anorganik/fisik yang telah
banyak memberikan arahan, membantu penulis dalam penyediaan alat untuk
penelitian, serta tempat bertukar pikiran saat jenuh.
12. Bapak, Ibu guru dari TK, SD, SMP, dan SMA yang telah banyak memberikan
ilmu pengetahuan, pendidikan akhlak serta pengalaman kepada penulis.
Terimakasih banyak, semoga bapak ibu selalu dalam lindungan dan diberikan
Jannah-Nya.
13. Manusia Terkasih ke-3 (setelah orang tua dan adik), manusia yang memiliki
kesabaran diatas rata-rata (setara dengan penulis), “Adinda” Kartika Dewi
Rachmawati, terimakasih telah menyadaran akan tanggung jawab, waktu,
pengorbanan orang lain untuk penulis, atas segala pelajaran yang tidak penulis
dapatkan dari orang lain sehingga penulis dapat mengakhiri studi ini dengan
sangat baik. Do’a penulis semoga selalu berbahagia dengan siapapun kita. Ti
amo così tanto.
14. Teman disaat senang saja (karena ketika bersama kalian tidak pernah merasa
sedih), Hafid Darmais Halan, Muhammad Firza Ersa, Muhammad Firdaus,
dan Fendi Setiawan (HF4). Terimakasih atas suatu bentuk cinta yang tidak
ternilai, semoga apa yang kita cita-citakan bersama dan kita cita-citakan
masing-masing (Hafid menjadi anggota Dewan, Firza menjadi Influenzing
Traveler, Daus menjadi ”Cina kaya”, dan Fendi menjadi Mahasiswa Jepang,
atau apapun itu guys), dan semoga Allah Yang Maha Kuasa selalu
menjodohkan kita dimanapun berada.
15. Sahabat SMA yang sudah tidak SMA: Ricky, Song, Risma, Ridho, Taufiq,
Yulius, Gandung, Bagus, Waras, Nimas, Tika, Siti, Dewi, Reni, Anice, Rima,
Emel, Agung, Yohana, Siska, Enno, Difna, Maya, Puspa, Hanna, Rafika, KIS,
Dini, Dessy, Uun, Sindy, dan Yeni terimakasih menjadi teman yang baik dan
menyenangkan selamanya.
16. Scale Squad, Yusuf Hadi Kurniawan, Audina Uci Pertiwi, Reni Anggraeni,
dan Hafid Darmais Halan, terimakasih telah menjadi partner yang baik dan
terimakasih atas semua kerjasama, kritik, saran, bantuan, dan kepeduliannya
selama penelitian. Semoga kita sukses bersama dalam meniti karir dan punya
Pajero masing-masing nanti
17. Keluarga besar kimia 2014, terimakasih atas kebersamaan selama perkuliahan
dan sudah menjadi keluarga baru bagi penulis. Semoga kita semua
dimudahkan dalam berkarir setelah lulus dari kimia ini. KIMIA 2014 !!!
KAMI BERSATU, SATU YANG SOLID !!!
18. Kakak tingkat beserta adik-adik angkatan 2015, 2016, 2017, dan 2018 yang
tidak bisa saya sebutkan. Terimakasih atas persaudaraan dan kekeluargaan kita
selama ini, semoga kita semua menjadi orang-orang sukses dan teman-teman
sekalian lekas menyelesaikan pendidikan.
19. Keluarga besar Ikatan Himpunan Mahasiswa Kimia Indonesia (Ikahimki) atas
segala pengalaman dan persahabatannya, semoga dipertemukan lagi dilain
kesempatan.
20. Kawan sejawat dan seangatan 2014, semoga sukses, see you on the top.
21. Sahabat serumah, kak Sigit, Estu, Dimas, Hafid, Pio, kak Pranoto, Kak
Suyitno, bang Alfan, kak Rio, kak Dias dan yang lainnya, semoga
persaudaraan kita selalu langgeng.
22. Almamater tercinta Universitas Lampung
23. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu. Terimakasih atas
segala ketulusan, bantuan, dan doa. Semoga kebaikan yang sudah diberikan
selama ini mendapat balasan dari Allah SWT.
Bandar Lampung, Januari 2019
Penulis,
Fikri Muhammad
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ................................................................................................... i
DAFTAR TABEL .......................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... vi
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ........................................................................................ 1
B. Tujuan Penelitian .................................................................................... 4
C. Manfaat Penelitian .................................................................................. 4
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Kristal ..................................................................................................... 8
B. Kerak....................................................................................................... 9
C. Pembentukan Endapan dan Kerak .......................................................... 11
1. Nukleasi ............................................................................................. 12
2. Pembentukan Kristal .......................................................................... 12
3. Aglomerasi ......................................................................................... 13
D. Faktor Pembentukan Kerak .................................................................... 13
1. Kristalisasi .......................................................................................... 14
2. Kelarutan Endapan ............................................................................. 15
3. Derajat Lewat Jenuh .......................................................................... 16
ii
E. Kalsium Karbonat (CaCO3) .................................................................... 19
1. Fase Kristal Kalsium Karbonat (CaCO3) ......................................... 21
F. Metode Pencegahan Terbentuknya Kerak CaCO3 ................................. 23
1. Pengandalian pH ............................................................................... 23
2. Pelunakan dan Pembebasan Mineral Air .......................................... 24
3. Penggunaan Inhibitor Kerak .............................................................. 25
G. Asap Cair ................................................................................................ 27
1. Senyawa-senyawa Fenol ................................................................... 28
2. Senyawa-senyawa Karbonil .............................................................. 29
3. Senyawa-senyawa Asam .................................................................. 29
4. Senyawa Hidrokarbon Polisiklis Aromatis ....................................... 29
5. Senyawa Benzo(a)pirena .................................................................. 30
H. Asap Cair Tempurung Kelapa ................................................................ 30
I. Metode Seeded Experiment .................................................................... 32
J. Analisis Menggunakan IR, GC-MS, SEM, X-RD, dan PSA ................. 33
1. Spectrophotometer InfraRed (IR) ..................................................... 33
2. Gas Chromatography – Mass Spectometry (GC-MS) ...................... 34
3. Particle Size Analyzer (PSA) ............................................................ 36
4. Scanning Electron Microscopy (SEM) ............................................ 38
5. X – Ray Difraction (X-RD) .............................................................. 39
III. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian ................................................................. 41
B. Alat dan Bahan ....................................................................................... 41
C. Prosedur Penelitian ................................................................................. 42
1. Preparasi Bibit Kristal ........................................................................ 42
2. Preparasi Asap Cair Tempurung Kelapa Grade 2 ............................. 42
3. Pengujian Asap Cair Tempurung Kelapa Grade 2 Sebagai Inhibitor
dalam Menghambat Pertumbuhan Kerak CaCO3 ............................................. 43
a. Penentuan Laju Pertumbuhan CaCO3 Tanpa Penambahan
Inhibitor pada Konsentrasi Larutan Pertumbuhan yang Berbeda
iii
dengan Metode Seeded Experiment .............................................. 43
b. Penentuan Laju Pertumbuhan CaCO3 dengan Penambahan
Inhibitor pada Konsentrasi Larutan Pertumbuhan yang Berbeda
dengan Metode Seeded Experiment .............................................. 44
4. Analisis Data ...................................................................................... 45
D. Diagram Penelitian ...................................................................................... 45
IV. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
A. Analisis Gugus Fungsi Asap Cair Tempurung Kelapa grade 2
Menggunakan Spektrofotometer Infrared (IR) ....................................... 47
B. Analisis Komponen Senyawa Kimia Asap Cair Tempurung Kelapa
Grade 2 Menggunakan Gas Chromatography- Mass Spectrometer
(GC-MS) ................................................................................................. 50
C. Penentuan Laju Pertumbuhan CaCO3 Tanpa Inhibitor pada
Konsentrasi Larutan Pertumbuhan yang Berbeda dengan Metode
Seeded Experiment ................................................................................. 52
D. Penentuan Laju Pertumbuhan CaCO3 dengan Penambahan Inhibitor
Asap Cair Tempurung Kelapa Grade 2 pada Konsentrasi Larutan
Pertumbuhan yang Berbeda dengan Metode Seeded Experiment .......... 54
1. Penentuan Laju Pertumbuhan Kristal CaCO3 dengan Variasi
Konsentrasi Inhibitor Asap Cair Tempurung Kelapa Grade 2 pada
Larutan Pertumbuhan 0,025 M ........................................................... 56
2. Penentuan Laju Pertumbuhan Kristal CaCO3 dengan Variasi
Konsentrasi Inhibitor Asap cair pada Larutan Pertumbuhan
0,038 M ............................................................................................... 57
3. Penentuan Laju Pertumbuhan Kristal CaCO3 dengan Variasi
Konsentrasi Inhibitor Asap cair pada Larutan Pertumbuhan
0,050 M ............................................................................................... 59
4. Penentuan Laju Pertumbuhan Kristal CaCO3 dengan Variasi
Konsentrasi Inhibitor Asap cair pada Larutan Pertumbuhan
0,063 M ............................................................................................... 60
E. Perbandingan Larutan Pertumbuhan CaCO3 yang Efektif ................. 64
F. Analisis Permukaan Kerak CaCO3 Menggnakan Scanning Electron
Microscopy (SEM) ............................................................................. 65
iv
G. Analisis Distribusi Ukuran Partikel CaCO3 dengan Particle Size
Analyzer (PSA) ................................................................................... 67
H. Analisis Struktur Kerak CaCO3 dengan X-Ray Difraction (XRD) ..... 70
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan ............................................................................................. 75
B. Saran ................................................................................................... 76
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 77
LAMPIRAN .................................................................................................... 84
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Perbandingan Fasa Kristal Kalsium Karbonat (CaCO3) ............................. 23
2. Kandungan Asap Cair Tempurung Kelapa serta Titik Didihnya .............. 32
3. Gugus Fungsi pada Hasil IR Asap Cair Tempurung Kelapa Grade 2 ........ 49
4. Komponen-Komponen Kimia Asap Cair Tempurung Kelapa .................... 51
5. Nilai pH Asap Cair yang Telah Diencerkan dengan Akuades pada
Variasi Konsentrasi dan Setelah Ditambahkan Larutan CaCO3 ................. 54
6. Nilai pH Larutan Pertumbuhan Sebelum dan Sesudah Penambahan
Asap Cair ..................................................................................................... 55
7. Data % Efektivitas Inhibitor Asap Cair pada Kelarutan Pertumbuhan
0,025 M ...................................................................................................... 57
8. Data % Efektivitas Inhibitor Asap Cair pada Kelarutan Pertumbuhan
0,038 M ...................................................................................................... 58
9. Data % Efektivitas Inhibitor Asap Cair pada Kelarutan Pertumbuhan
0,050 M ...................................................................................................... 60
10. Data % Efektivitas Inhibitor Asap Cair pada Kelarutan Pertumbuhan
0,063 M ...................................................................................................... 61
11. Data % Efektivitas Inhibitor pada Penambahan Inhibitor 350 ppm .......... 62
12. Efektivitas Inhibitor dalam Menghambat Kerak CaCO3 ........................... 63
13. Distribusi Angka, Data PSA CaCO3 Tanpa Inhibitor ................................ 69
14. Distribusi Angka, Data PSA CaCO3 Dengan Inhibitor .............................. 69
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Susunan Atom Kristal dan Amorf ................................................................. 9
2. Kerak yang Terbentuk pada Pipa .................................................................. 10
3. Tahapan Kristalisasi ...................................................................................... 14
4. Diagram Temperatur - Konsentrasi .............................................................. 16
5. Penampilan Fasa Kalsit ................................................................................. 21
6. Penampilan Fase Aragonit ............................................................................ 22
7. Penampilan Fasa Vaterit ............................................................................... 22
8. Mekanisme Inhibitor dalam Menghambat Laju Pertumbuhan Kristal
dalam Larutan Pertumbuhan ......................................................................... 27
9. Warna Asap Cair Tempurung Kelapa ........................................................... 31
10. Skema Kerja Spectrophotometer InfraRed (IR) ........................................... 34
11. Skema Alat GC-MS ...................................................................................... 36
12. Diagram Proses Fraksinasi Massa dalam Sedigraf ....................................... 38
13. Skema Bagan SEM ....................................................................................... 39
14. Skema Kerja Alat XRD ................................................................................ 40
15. Diagram Alir Penelitian ................................................................................ 46
16. Spektrum IR Asap Cair Tempurung Kelapa Grade 2 ................................... 48
17. Hasil Analisis Gas Chromatography-Mass Spectrometry (GC-MS)
Asap Cair Tempurung Kelapa Grade 2 ........................................................ 50
vii
18. Grafik Perbandingan Laju Pertumbuhan Kerak CaCO3 dengan Variasi
Konsentrasi Larutan Pertumbuhan dan Tanpa Penambahan Inhibitor.......... 53
19. Grafik Laju Pertumbuhan Kristal CaCO3 dengan Inhibitor Asap Cair
pada Konsentrasi Larutan Pertumbuhan 0,025 M ......................................... 56
20. Grafik Laju Pertumbuhan Kristal CaCO3 Dengan Inhibitor Asap Cair
pada Konsentrasi Larutan Pertumbuhan 0,038 M ......................................... 58
21. Grafik Laju Pertumbuhan Kristal CaCO3 dengan Inhibitor Asap Cair pada
Konsentrasi Larutan Pertumbuhan 0,050 M ................................................. 59
22. Grafik Laju Pertumbuhan Kristal CaCO3 dengan Inhibitor Asap Cair pada
Konsentrasi Larutan Pertumbuhan 0,063 M ................................................. 60
23. Perbandingan Larutan Pertumbuhan 0,050 M (A) Tanpa
Penambahan Inhibitor dan (B) Dengan Penambahan Inhibitor pada
Konsentrasi 350 ppm .................................................................................... 64
24. Kristal Kerak CaCO3 0,038 M Tanpa Penambahan Inhibitor (A) dan
Dengan Penambahan Inhibitor (B) Asap Cair Tempurung Kelapa
Grade 2 Sebesar 50 ppm ............................................................................... 65
25. Morfologi Kerak CaCO3 pada Konsentrasi 0,050 M dengan Perbesaran
5.000x Tanpa Penambahan Inhibitor (A) dan Dengan Penambahan
Inhibitor (B) Asap Cair Tempurung Kelapa Grade 2 Sebesar 150 ppm ...... 66
26. Morfologi Kerak CaCO3 pada Konsentrasi 0,050 M dengan Perbesaran
10.000x Tanpa Penambahan Inhibitor (A) dan Dengan Penambahan
Inhibitor (B) Asap Cair Tempurung Kelapa Grade 2 Sebesar 150 ppm ...... 66
27. Distribusi Ukuran Partikel CaCO3 ................................................................ 68
28. Pola XRD Kerak CaCO3 Tanpa Penambaan Inhibitor (A) dan Dengan
Penambahan Inhibitor (B) Asap Cair Tempurung Kelapa Grade 2
Sebesar 150 ppm ........................................................................................... 71
29. Mekanisme Penghambatan Kerak CaCO3 oleh Inhibitor ............................. 73
30. Mekanisme Anti Kerak ................................................................................. 74
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejatinya kehidupan manusia tidak luput akan kebutuhan sumber daya, baik
sumber daya yang digunakan secara terus-menerus atau sumber daya dengan
tingkat penggunaan yang rendah. Kebutuhan manusia akan sumber daya
mengalami peningkatan setiap tahun. Peningkatan ini mendorong perkembangan
industrialisasi dunia, terlebih Indonesia sebagai tambang dari banyak sumber daya
yang ada, menjadikan Indonesia sebagai ladang industrialisasi untuk terus
berkembang. Sejalan dengan perkembangan industri, para peneliti saling
berlomba membuat peralatan industri tercanggih guna menunjang sarana
industrialisasi. Semakin banyak alat-alat industri yang dibuat maka akan makin
banyak pula masalah yang ditimbulkan.
Salah satu permasalahan pada alat industri adalah kerusakan pipa sebagai saluran
perpindahan zat dari satu tempat ke tempat lain. Masalah yang paling sering
ditemukan pada pipa berupa pembentukan kerak (scaling), sehingga menyumbat
aliran fluida multi fasa pada pipa. Proses pembentukkan kerak ini umumnya
terjadi pada peralatan-peralatan industri, seperti: industri gas, industri minyak,
industri yang melibatkan proses destilasi, industri yang menggunakan ketel, dan
2
industri kimia (Badr dan Yassin, 2007; Lestari dkk., 2004). Pengendapan pada
peralatan industri disebabkan oleh senyawa pembentuk kerak dalam air yang
jumlahnya melebihi kelarutannya pada keadaan setimbang. Akibatnya kerak yang
terbentuk pada pipa-pipa peralatan industri akan memperkecil diameter dan
menghambat aliran fluida pada sistem pipa tersebut. Ini akan menyebabkan suhu
semakin naik dan tekanan semakin tinggi sehingga kemungkinan pipa akan pecah
(Asnawati, 2001). Kerak yang terbentuk pada pipa-pipa peralatan industri ini juga
sangat mengganggu dan menghambat proses produksi. Selain itu, kerak pada pipa
industri dapat mengakibatkan inefisiensi waktu dan dana, karena sebagian besar
biaya perawatan alat ditujukan untuk mengganti atau memperbaiki komponen
yang rusak akibat penumpukan kerak. Salah satu contoh adalah perusahaan
minyak Indonesia (Pertamina, Tbk) menghabiskan 6-7 juta dolar untuk mengganti
setiap pipa pada bagian geotermal setiap 10 tahun dalam mengatasi masalah kerak
(Suharso et al., 2010).
Kerak (scale) adalah deposit keras senyawa-senyawa anorganik yang terjadi pada
permukaan peralatan penukar panas dan disebabkan oleh pengendapan partikel
mineral dalam air dengan jumlah yang melebihi kelarutannya pada saat
setimbang. Seperti penguapan air dalam menara pendingin, uap murni akan hilang
dan konsentrasi padatan akan terlarut dalam air yang tersisa. Jika konsentrasi
siklus ini dibiarkan berlanjut, berbagai kelarutan pada akhirnya akan terlampaui.
Padatan kemudian akan menetap di dalam pipa atau pada permukaan pertukaran
panas, sehingga air sering membeku menjadi kerak (Bhatia, 2003). Kerak dapat
terjadi pada industri perminyakan misal pada lubang sumur, rangkaian pompa
3
dalam sumur, casing, flow line, manifold, separator, tangki, dan peralatan
produksi lainnya (Syahri dan Sugiharto, 2008).
Prinsip pembentukan kerak terjadi dalam suatu aliran yang bersifat garam. Jika
mengalami penurunan tekanan dan temperatur secara tiba-tiba maka aliran
tersebut akan menjadi lewat jenh dan menyebabkan penumpukan endapan garam
pada dinding-dinding peralatan industri. Proses pengerakan ini terjadi secara
alami, diakibatkan oleh adanya reaksi kimia antara kandungan-kandungan zat
yang tidak dikehendaki dan terdapat dalam air. Kandungan tersebut meliputi
alkalin, kalsium, klorit, sulfat, nitrat, besi, seng, tembaga, fosfat, dan aluminium.
Pembentukkan kerak pada dasarnya merupakan fenomena pengkristalan yang
dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor tersebut diantaranya kondisi larutan
lewat jenuh, laju alir, temperatur, dan kehadiran pengotor zat aditif (Muryanto,
2012). Adapun komponen-komponen kerak yang sering dijumpai pada peralatan
industri yaitu kalsium karbonat (CaCO3), kalsium dan seng fosfat, kalsium sulfat
(CaSO4), serta silika dan magnesium silikat (Lestari dkk., 2004). Laju
pertumbuhan kerak pun bergantung pada pengotor atau garam yang bereaksi pada
pembentukan kerak, kerak CaCO3 akan lebih mudah untuk terbentuk dibanding
kerak CaSO4 maka pengamatan yang dilakukan pada kerak CaCO3 pun akan lebih
mudah.
Banyak metode yang telah dikembangkan oleh beberapa peneliti guna
menanggulangi masalah kerak pada pipa ini, salah satu metodenya dengan
mengontrol pembentukan kerak antara lain dengan cara pembebasan mineral air
4
(Lestari, 2008), namun penggunaan air bebas mineral dalam industri-industri
besar membutuhkan biaya yang cukup tinggi (Nunn, 1997). Metode lain yang
dapat dilakukan yaitu dengan cara pengendalian pH (Suharso dan Buhani, 2012).
Pengendalian pH dilakukan dengan menginjeksikan asam (asam sulfat atau asam
klorida). Proses penghilangan kerak menggunakan asam dengan konsentrasi tinggi
juga tidak efektif karena dapat meningkatkan laju korosi dan konduktivitas, serta
mempunyai tingkat bahaya yang cukup tinggi dalam penanganannya (Lestari,
2008).
Adapun faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan inhibitor
kerak adalah keefektifan, kestabilan, kecocokan, dan biaya. Sifat dari inhibitor
kerak yang sangat diharapkan yaitu stabil dalam air serta dapat digunakan dalam
jangka waktu yang lama dan pada temperatur tinggi (Cowan dan Weinttritt, 1976).
Berdasarkan kelemahan pada beberapa metode di atas, maka perlu dikembangkan
metode efektif yang dapat digunakan untuk mengurangi laju pertumbuhan kerak
yaitu dengan penggunaan inhibitor kerak (Suharso dkk., 2007). Inhibitor kerak
merupakan suatu zat yang dapat menghentikan atau mencegah terbentuknya kerak
(Halimatuddahliana, 2003). Metode inhibitor ini menarik untuk dikembangkan
lebih lanjut karena biayanya relatif murah, memiliki efektifitas yang tinggi
(Asnawati, 2001) serta dapat mencegah kerak dalam periode yang lama (Cowan
dan Weinttritt, 1976) dibandingkan dengan metode lainnya.
Bakhtiar (1991) pada makalahnya menjelaskan tanaman gambir (Uncaria gambier
Roxb) dapat digunakan sebagai inhibitor CaCO3, karena gambir mengandung 70%
5
senyawa tanin. Tanin merupakan senyawa polifenol yang mampu menghambat
proses oksidasi. Tanin dapat mengikat logam berat seperti Ca2+
dikarenakan tanin
memiliki gugus OH dari fenol sehingga larut dalam air atau alkohol (Irianty dan
Sembiring, 2012). Gambir dapat dikombinasikan dengan kemenyan putih (Styrx
benzoin Dryand) dan aditif golongan karboksilat untuk meningkatkan nilai
efektivitas inhibitor dalam mencegah pertumbuhan kerak (Aisah, 2016).
Penggunaan beberapa jenis aditif dari golongan karboksilat seperti asam sitrat,
asam oksalat, dan asam benzoat sebagai aditif juga memberikan pengaruh
terhadap laju pertumbuhan kristal kerak. Penggunaan aditif yang efektif sebagai
inhibitor mengakibatkan terjadinya perubahan konduktivitas menjadi lebih besar
dan ukuran kristal menjadi lebih kecil dibandingkan tanpa menggunakan aditif,
konsentrasi menentukan tingkat keefektifan aditif sebagai inhibitor (Suharso et al.,
2009). Aditif yang efektif dengan konsentrasi yang sangat kecil dalam satuan
ppm teradsorpsi ke dalam inti untuk memperlambat pertumbuhan kristal dengan
cara menggantikan anion seperti SO42-
atau CO32-
dan mengikat kation Ca2+
(Austin et al., 1975).
Inhibitor lain yang sedang dikembangkan, yaitu asap cair. Asap cair pada
umumnya digunakan sebagai pupuk atau nutrisi untuk tanaman dan dapat
digunaan pula sebagai pengawet makanan tergantung tingkatannya. Asap cair
sendiri dibedakan menjadi beberapa grade atau tingkatan berdasarkan
kemurniannya, yaitu grade 1, 2, dan 3. Pada grade 3 sendiri telah dilakukan
penelitian untuk melihat dampak pemberiannya terhadap pertumbuhan kerak.
Setiososari (2017) dalam hasil penelitiannya menyatakan bahwa asap cair
tempurung kelapa grade 3 dapat secara efektif menghambat pertumbuhan kerak
6
kalsium karbonat (CaCO3) sebesar 277,6% pada konsentrasi larutan inhibitor 350
ppm dan konsentrasi larutan pertumbuhan kerak 0,05 M. kelemahan asap cair
tempurung kelapa grade 3 ini, yaitu masih mengandung banyak tar yang bersifat
karsinogenik sehingga bukan merupakan bahan yang aman bagi manusia. Namun
pada grade 2 kandungan tar sudah sangat berkurang atau bisa dikatakan tidak ada,
karena tar pada grade sebelumnya tidak ikut menguap karena titik didihnya yang
tinggi, hal ini dapat menjadi gagasan baru bahwa asap cair dari tempurung kelapa
grade 2 ini berpotensi sebagai inhibitor organik yang baik dalam menghambat
pertumbuhan kerak, serta ramah bagi lingkungan.
Darmadji (1998) menyatakan, asap cair tempurung kelapa grade 2 banyak
mengandung senyawa fenolik asam seperti asam asetat, asam butirat, dan asam
propionat, serta mengandung karbonil. Selain itu asap cair tempurang kelapa
grade 2 dapat digunakan sebagai pengawet makanan, sehingga aman jika
terkontaminasi pada air yang kita konsumsi. Oleh karena itu, asap cair tempurung
kelapa grade 2 menarik untuk dikembangkan sebagai inhibitor kalsium karbonat
(CaCO3) karena adanya kandungan senyawa fenol dan asam tersebut.
Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari pengaruh penambahan asap cair
tempurung kelapa Grade 2 sebagai inhibitor pada pembentukan kerak CaCO3
dengan menggunakan metode seeded experiment pada berbagai konsentrasi
larutan pertumbuhan dan konsentrasi inhibitor.
Efektifitas inhibitor tempurung kelapa Grade 2 dalam menghambat pertumbuhan
kerak CaCO3 dengan metode seeded experiment diketahui berdasarkan analisis
data. Sedangkan analisis morfologi CaCO3 menggunakan Scanning Electron
7
Microscopy (SEM) dan X-Ray Difraction (XRD), sedangkan distribusi ukuran
partikelnya diukur menggunakan Particle Size Analyzer (PSA).
B. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mempelajari pengaruh penambahan asap cair tempurung kelapa grade 2 pada
pertumbuhan kerak kalsium karbonat (CaCO3) dengan variasi konsentrasi.
2. Mengetahui keefektifan asap cair tempurung kelapa grade 2 sebagai inhibitor
kerak kalsium karbonat (CaCO3) menggunakan metode seeded experiment
melalui analisis data dan kerakterisasi menggunkan SEM, PSA, dan X-RD.
C. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
kemampuan asap cair tempurung kelapa grade 2 sebagai inhibitor pertumbuhan
kerak karbonat (CaCO3) untuk selanjutnya dapat dikembangkan sebagai inhibitor
kerak yang lebih efektif dalam mencegah pertumbuhan kerak pada peralatan
industri, khususnya pada industri pangan sehingga mengurangi dampak negatif
dari pembentukan kerak.
8
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Kristal
Kristal terbentuk dari komposisi atom-atom, ion-ion atau molekul-molekul zat
padat yang memiliki susunan berulang dan jarak yang teratur dalam tiga
dimensi. Pada hubungan lokal yang teratur, suatu kristal harus memiliki rentang
yang panjang pada koordinasi atom-atom atau ion dalam pola tiga dimensi
sehingga menghasilkan rentang yang panjang sebagai karakteristik dari bentuk
kristal tersebut (Dwi dan Handayani, 2012).
Ditinjau dari struktur atom penyusunnya, bahan padat dibedakan menjadi tiga
yaitu kristal tunggal (monocrystal), polikristal (polycrystal), dan amorf
(Smallman and Bishop, 2000). Pada kristal tunggal, atom atau
penyusunnyamempunyai struktur tetap karena atom-atom atau molekul-
molekul penyusunnya tersusun secara teratur dalam pola tiga dimensi dan pola-
pola ini berulang secara periodik dalam rentang yang panjang tak berhingga.
Polikristal dapat didefinisikan sebagai kumpulan dari kristal-kristal tunggal
yang memiliki ukuran sangat kecil dan saling menumpuk yang membentuk
benda padat.
9
Struktur amorf menyerupai pola hampir sama dengan kristal, akan tetapi pola
susunan atom-atom, ion-ion atau molekul-molekul yang dimiliki tidak teratur
dengan jarak yang berdekatan. Amorf terbentuk karena proses pendinginan
yang terlalu cepat sehingga atom-atom tidak dapat dengan tepat menempati
lokasi kisinya. Bahan seperti gelas, nonkristalin ataupun vitrus yaitu memiliki
struktur yang identik dengan amorf. Susunan dua-dimensional simetris dari dua
jenis atom yang berbeda antara kristal dan amorf ditunjukan pada Gambar 1.
Gambar 1. (a). Susunan atom kristal, (b). Susunan atom amorf (Smallman and Bishop,
2000).
B. Kerak
Pada bidang industri penggunaan pipa-pipa sebagai media perpindahan bahan atau
zat merupakan hal yang umum, salah satu masalah yang timbul pada pipa-pipa
tersebut adalah terbentuknya kerak yang dapat menyumbat pipa tersebut seperti
pada Gambar 2. Kerak didefinisikan sebagai suatu deposit dari senyawa-senyawa
anorganik yang terendapkan dan membentuk timbunan kristal pada permukaan
suatu substansi (Kemmer, 1979). Kerak terbentuk karena tercapainya keadaan
10
larutan lewat jenuh. Dalam keadaan larutan lewat jenuh beberapa molekul akan
bergabung membentuk inti kristal. Inti kristal ini akan terlarut kembali jika
ukurannya lebih kecil dari ukuran partikel kritis sementara itu kristal-kristal akan
berkembang bila ukurannya lebih besar dari partikel kritis. Apabila ukuran inti
kristal menjadi lebih besar dari inti kritis, maka akan mulailah pertumbuhan
kristal, dari kristal kecil membentuk kristal dengan ukuran yang lebih besar
(penebalan lapisan kerak). Kristal-kristal yang terbentuk mempunyai muatan ion
lebih rendah dan cenderung untuk menggumpal sehingga terbentuklah kerak
(Lestari, 2008; Hasson and Semiat, 2005).
Gambar 2. Kerak yang terbentuk pada pipa (Anonim 1, 2018).
Kerak juga dapat terbentuk karena campuran air yang digunakan tidak sesuai.
Campuran air tersebut tidak sesuai jika air berinteraksi secara kimia dan
mineralnya mengendap jika dicampurkan. Contoh tipe air yang tidak sesuai adalah
air laut dengan konsentrasi SO42- tinggi dan konsentrasi Ca2+ rendah dan air
formasi dengan konsentrasi SO42- sangat rendah tetapi konsentrasi Ca2+ tinggi.
Campuran air ini menyebabkan terbentuknya endapan CaSO4 (Badr and Yassin,
2007). Komponen khas kerak yang sering dijumpai adalah sebagai berikut:
a. Kalsium sulfat ( CaSO4 ) ;
11
b. Kalsium karbonat ( CaCO3: turunan dari kalsium bikarbonat ) ;
c. Kalsium dan seng fosfat;
d. Kalsium fosfat, sejumlah besar kalsium dan ortofosfat;
e. Silika dengan konsentrasi tinggi;
f. Besi dioksida, senyawa yang disebabkan oleh kurangnya kontrol korosi atau
alami berasal dari besi yang teroksidasi;
g. Besi fosfat, senyawa yang disebabkan karena pembentukkan lapisan film
dari inhibitor fosfat;
h. Mangan dioksida, mangan teroksidasi tingkat tinggi;
i. Magnesium silika, silika dan magnesium pada konsentrasi tinggi dengan pH
tinggi; dan
j. Magnesium karbonat, magnesium dengan konsentrasi tinggi dan pH
tinggiserta CO2 tinggi ( Lestari, 2008 ; Nunn, 1997 ).
C. Pembentukan Endapan dan Kerak
Pembentukan kerak dan deposit endapan lain adalah proses kristalisasi yang
kompleks. Kecepatan pembentukan lapisan awal kerak dan kecepatan
pertumbuhan yang berikutnya ditentukan melalui interaksi dari beberapa
kecepatan proses : nukleasi, difusi, reaksi kimia, dan kesesuaian pola geometris
molekul-molekul dan atom-atom kristal kerak, dan lain-lain. Sebagian besar,
walaupun tidak semua, unsur pokok pembentukan kerak mineral adalah kebalikan
dapat larut, yaitu kelarutannya cenderung turun terhadap kenaikan suhu. Oleh
karena itu, bila larutan lewat jenuh bersinggungan dengan permukaan transfer
12
panas, mineral tersebut mengendap menjadi padatan karena daya larut
setimbangnya menurun. Pada saat larutan menjadi lewat jenuh dan nukleasi
terjadi, kondisi ini sangat cocok dan ideal untuk pertumbuhan kristal partikel
kerak. Senyawa-senyawa yang dibawa air seperti kalsium sulfat, magnesium
sulfat, barium sulfat, magnesium karbonat, kalsium karbonat, silikat, dan lain-lain
dapat mengendap dan membentuk kerak sebagai akibat dari beda tekanan,
perubahan temperatur, perubahan pH, dan lain-lain. Perubahan-perubahan tersebut
terjadi dalam peralatan-peralatan proses, penukar panas, evaporator, boiler,
cooling tower, dan lain-lain (Salimin and Gunandjar, 2007).
Proses pengendapan terjadi melalui 3 tahap, yaitu :
1. Nukleasi
Sebuah inti endapan adalah suatu partikel halus, pembentukan atau pengendapan
dapat terjadi secara spontan. Inti dapat dibentuk dari beberapa molekul atau ion
komponen endapan yang tumbuh secara bersama-sama dan jaraknya berdekatan,
dapat juga dikatakan partikel halus secara kimia tidak berhubungan dengan
endapan tetapi ada kemiripan dengan struktur kisi kristal.Jika inti dibentuk dari
ion atau komponen endapan, fasa awal endapan disebut nukleasi homogen.
2. Pertumbuhan Kristal
Kristal terbentuk dari lapisan ion komponen endapan pada permukaan inti karena
pada pengolahan air yang melibatkan proses pengendapan sering tidak mencapai
kesetimbangan.
13
3. Aglomerasi
Padatan yang awalnya terbentuk dengan pengendapan, kemungkinan bukan
padatan yang paling stabil (secara termodinamika) untuk berbagai kondisi
reaksi.Jika demikian selama jangka waktu tertentu struktur kristal endapan dapat
berubah menjadi fasa stabil. Perubahan ini disertai penambahan endapan dan
pengurangan konsentrasi larutan, sebab fasa yang stabil biasanya mempunyai
kelarutan yang lebih kecil dari fasa yang dibentuk sebelumnya.
Pematangan juga terjadi pada ukuran kristal endapan yang bertambah sebab
partikel yang lebih kecil memiliki energi permukaan yang besar dari pada partikel
yang besar, konsentrasi larutan dalam kesetimbangan untuk partikel yang lebih
tinggi sebanding untuk partikel yang lebih besar. Akibatnya, pada ukuran partikel
yang beragam partikel yang lebih besar terus bertambah, sebab larutan masih
dalam keadaan lewat jenuh.Partikel yang lebih kecil melarut, sebab konsentrasi
larutan sekarang belum diketahui harga jenuhnya (Lestari et al., 2004).
D. Faktor Pembentuk Kristal
Ukuran kristal yang terbentuk selama pengendapan, tergantung terutama pada dua
faktor penting, yaitu laju pembentukkan inti (nukleasi) dan laju pertumbuhan
kristal. Laju pembentukkan inti dapat dinyatakan dengan jumlah inti yang
terbentuk dalam satuan waktu.Jika laju pembentukkan inti tinggi, banyak sekali
kristal yang akan terbentuk yang terdiri dari partikel-partikel kecil.Laju
pembentukkan inti tergantung pada derajat lewat jenuh dari larutan.Semakin
tinggi derajat lewat jenuh maka semakin besar kemungkinan untuk membentuk
14
inti baru sehingga akan semakin besar laju pembentukkan inti.Laju pertumbuhan
kristal merupakan faktor penting lainnya yang akan mempengaruhi ukuran kristal
yang terbentuk selama pengendapan berlangsung.Semakin tinggi laju
pertumbuhan maka kristal yang terbentuk semakin besar. Laju pertumbuhan
kristal juga tergantung pada derajat lewat jenuh (Svehla, 1990).
Berikut faktor-faktor yang mempengaruhi proses pembentukan kristal :
1. Kristalisasi
Kristalisasi adalah suatu proses pembentukkankristal dari larutannya dan kristal
yang dihasilkan dapat dipisahkan secara mekanik. Pertumbuhan kristal dapat
terjadi bila konsentrasi suatu zatterlarut dalam larutannya melewati kadar
kelarutan lewat jenuhnya pada suhu tertentu. Kondisi kelarutan lewat jenuh dapat
diperoleh dengan jalanpendinginan larutan pekat panas, penguapan larutan encer,
kombinasiproses penguapan dan pendinginan, dan dengan penambahan zat
lainuntuk menurunkan kelarutannya. Kristalisasi memiliki dua tahap proses,yaitu
tahap pembentukkan inti yang merupakan tahap mulai terbentuknyazat padat baru,
dan tahap pertumbuhan kristal yang merupakan tahap intizat padat yang baru
terbentuk mengalami pertumbuhan menjadi kristal yang lebih besar, akibatnya
kristal inti yang pada awalnya hanya memiliki ukuran yang kecil akan berubah
menjadi ukuran yang lebih besar. Proses pertumbuhan kristal pada borak
merupakan salah satu contoh kasus laju pertumbuhan kristal yang dapat dengan
mudah diamati (Brown, 1978; Suharso, 2005; Suharso, 2012a). Penjelasan
sederhana pembentukkan kerak (kristalisasi) ditunjukkan pada Gambar 3.
15
Gambar 3. Tahapan kristalisasi (Zeiher et al, 2003).
2. Kelarutan Endapan
Endapan adalah zat yang memisahkan diri sebagai suatu fase padat dari larutan.
Endapan mungkin berupa kristal atau koloid, dan dapat dikeluarkan dari larutan
dengan penyaringan atau pengadukan.Endapan terbentuk jika larutan menjadi
terlalu jenuh dengan zat bersangkutan.Kelarutan (S) suatu endapan, menurut
definisi adalah sama dengan konsentrasi molar dari larutan jenuhnya. Kelarutan
tergantung berbagai kondisi, seperti temperatur, tekanan, konsentrasi, bahan-
bahan lain dalam larutan itu dan pada komposisi pelarutnya (Svehla, 1990).
Kelarutan tergantung juga pada sifat dan konsentrasi zat-zat lain, terutama ion-ion
dalam campuran itu. Ada perbedaan yang besar antara efek dari ion sejenis dan
ion asing. Ion sejenis adalah suatu ion yang juga merupakan salah satu bahan
endapan. Umumnya dapat dikatakan bahwa suatu endapan berkurang banyak
sekali jika salah satu ion sejenis terdapat dalam jumlah berlebihan, meskipun efek
ini mungkin diimbangi dengan pembentukkan suatu kompleks yang dapat larut
dengan ion sejenis yang berlebihan itu. Dengan adanya ion asing, kelarutan
endapan bertambah, tetapi pertambahan ini umumnya sedikit, kecuali jika terjadi
reaksi kimia (seperti pembentukkan kompleks atau reaksi asam-basa) antara
endapan dan ion asing, pertambahan kelarutannya menjadi lebih besar. Hasil kali
16
kelarutan memungkinkan kita untuk menerangkan dan jugamemperkirakan reaksi-
reaksi pengendapan.Hasil kali kelarutan dalam keadaan sebenarnya merupakan
nilai akhir yang dicapai oleh hasilkali ion ketika kesetimbangan tercapai antara
fase padat dari garam yang hanya sedikit larut dalam larutan itu. Jika hasil kali ion
berbeda dengan hasil kali kelarutan, maka sistem itu akan berusaha
menyesuaikan, sehingga hasil kali ion mencapai nilai hasilkali kelarutan.Jadi, jika
hasil kali ion dengan sengaja dibuat lebih besar dari hasil kali kelarutan,
penyesuaian oleh sistem mengakibatkan mengendapnya garam larutan.
Sebaliknya, jika hasil kali ion dibuat lebih kecil dari hasil kali kelarutan,
kesetimbangan dalam sistem dicapai kembali dengan melarutnya sebagian garam
padat ke dalam larutan. Hasil kali kelarutan menentukan keadaaan kesetimbangan,
tetapi tidak memberikan informasi tentang laju ketika kesetimbangan itu terjadi.
Sesungguhnya, kelebihan zat pengendap yang terlalu banyak dapat
mengakibatkan sebagian endapan melarut kembali, sebagai akibat bertambahnya
efek garam atau akibat pembentukkan ion kompleks. Dalam hal ini hasilkali
kelarutan dari kalsium sulfat pada temperatur ruang sebesar 2,3 x 10-4 mol/L
(Svehla, 1990).
3. Derajat Lewat-Jenuh (Supersaturasi)
Larutan lewat jenuh adalah larutan yang mengandung zat terlarut lebih besar dari
pada yang dibutuhkan pada sistem kesetimbangan larutan jenuh. Kondisi
kelarutan lewat jenuh dapat diperoleh dengan jalan pendinginan larutan pekat
panas, penguapan larutan encer, kombinasi proses penguapan dan pendinginan
serta dengan penambahan zat lain untuk menurunkan kelarutannya.
17
Gambar 4. Diagram temperatur konsentrasi (Wafiroh, 1995).
Garis tebal adalah kelarutan normal untuk zat terlarut dalam pelarut. Garis putus-
putus adalah kurva lewat jenuh, posisinya dalam diagram tergantung pada zat-zat
pengotor. Pada Gambar 4, kondisi kelarutan dibagi dalam tiga bagian yaitu daerah
stabil, metastabil, dan daerah labil.Daerah stabil adalah daerah larutan yang tidak
mengalami kristalisasi. Daerah yang memungkinkan terjadinya kristalisasi tidak
spontan adalah daerah metastabil, sedangkan daerah labil adalah daerah yang
memungkinkan terjadinya kristalisasi secara spontan (Wafiroh, 1995).
Pada diagram temperatur konsentrasi (Gambar 4), jika suatu larutan yang terletak
pada titik A dan didinginkan tanpa kehilangan volume pelarut (garis ABC), maka
pembentukkan inti secara spontan tidak akan terjadi sampai kondisi C tercapai.
Larutan lewat jenuh dapat juga tercapai dengan mengurangi sejumlah volume
palarut dari larutannya dengan proses penguapan.Hal ini ditunjukkan dengan garis
ADE, yaitu jika larutan pada titik A diuapkan pada temperatur konstan(Wafiroh,
1995).Menurut Lestari (2008) faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya kerak
antara lain yaitu :
1. Kualitas Air
18
Pembentukkan kerak dipengaruhi oleh konsentrasi komponen-komponen
pembentuk kerak (kesadahan kalsium, konsentrasi fosfat), pH, dan konsentrasi
bahan penghambat kerak dalam air.
2. Temperatur Air
Pada umumnya komponen pembentuk kerak cenderung mengendap atau
menempel sebagai kerak pada temperatur tinggi. Hal ini disebabkan karena
kelarutannya menurun dengan naiknya temperatur. Laju pengerakan mulai
meningkat pada temperatur air 50 oC atau lebih dan kadang-kadang kerak
terbentuk pada temperatur air diatas 60 oC.
3. Laju Alir Air
Laju pembentukkan kerak akan meningkat dengan turunnya laju alir sistem.
Dalam kondisi tanpa pemakaian penghambat kerak, pada sistem dengan laju alir
0,6 m/detik maka laju pembentukkan kerak hanya seperlima dibanding pada laju
alir air 0,2 m /detik.
Beberapa reaksi yang menunjukkan terbentuknya endapan (deposit) antara lain
(Halimatuddahliana, 2003) :
CaCl2 + Na2SO4 CaSO4 + 2 NaCl (1)
Kalsium sulfat terdapat dalam air terkontaminasi
BaCl2 + Na2SO4 BaSO4 + 2 NaCl (2)
Barium sulfat terdapat dalam air terkontaminasi
Ca(HCO3)2 CaCO3 + CO2 + H2O (3)
Kalsium karbonat terdapat dalam air terkontaminasi karena penurunan tekanan,
panas dan agitasi (pengadukan).
19
Dibawah ini adalah tiga prinsip mekanisme pembentukkan kerak (Badr and
Yassin, 2007) :
1. Campuran dua air garam yang tidak sesuai (umumnya air formasi
mengandung banyak kation seperti kalsium, barium, dan stronsium,
bercampur dengan sulfat yang banyak terdapat dalam air laut, menghasilkan
kerak sulfat seperti CaSO4)
Ca2+ (Sr2+ atau Ba2+) + SO42- CaSO4 (SrSO4 atau BaSO4) (4)
2. Penurunan tekanan dan kenaikan temperatur air garam, yang akan
menurunkan kelarutan garam (umumnya mineral yang paling banyak
mengendap adalah kerak karbonat seperti CaCO3)
Ca(HCO3)2 CaCO3 + CO2 + H2O (5)
3. Penguapan air garam, menghasilkan peningkatan konsentrasi garam melebihi
batas kelarutan dan membentuk endapan garam
E. Kalsium Karbonat (CaCO3)
Kalsium karbonat (CaCO3) merupakan suatu zat padat putih, tak berbau, tak
berasa, terurai pada 825oC, tak beracun, larut dalam asam dengan melepas CO2,
dan dijumpai di alam sebagai kalsit, napal, aragonit, travertin, marmer, batu
gamping, dan kapur, juga ditemukan bersama mineral dolomit (CaCO3.MgCO3).
Benar-benar tidak larut dalam air (hanya beberapa bagian per juta), kristalnya
berwujud rombik/rombohedral dan dimanfaatkan sebagai obat penawar asam,
20
dalam pasta gigi, cat putih, pembersih, bahan pengisi kertas, semen, kaca, plastik,
dan sebagainya (Noviyanti, 2015).
Kalsium karbonat (CaCO3) dibuat dari reaksi CaCl2 dengan Na2CO3 dalam air,
atau melewatkan CO2 melalui suspensi Ca(OH)2 dalam air yang murni,
menghasilkan CaCO3 dan NaCl, kemudian dihasilkan dengan metode Richard dan
Honischmidt dengan cara larutan Ca(NO3) diasamkan sedikit dengan HNO3.
Lantas larutan tersebut ditambahkan dengan Ca(OH)2 cair murni yang sedikit
berlebih untuk mengendapkan sebagian besar Fe(OH)3 dan Mg(OH)2. Impuritas
berupa garam-garam Ba, Sr, dan Mg dapat dihilangkan dengan cara
merekristalisasi nitratnya berulang kali. Amonium karbonat yang dibutuhkan
untuk mengendapkan karbonatnya bisa dimurnikan lewat destilasi dari air
(Arsyad, 2001).Kalsium karbonat (CaCO3) berupa endapan amorf putih terbentuk
dari reaksi antara ion kalsium (Ca2+) dalam bentuk CaCl2 dengan ion karbonat
(CO32-) dalam bentuk Na2CO3 (Svehla, 1990).
Ca2+ + CO32- CaCO3↓ (6)
Karbonat dari kalsium tidak larut dalam air dan hasil kali kelarutannya menurun
dengan naiknya ukuran Ca2+ (Cotton and Wilkinson, 1989).
Kelarutan CaCO3 yang sedikit dapat terbentuk jika larutan lewat jenuh dalam
tempat pengolahannya terjadi kesetimbangan kimia dengan lingkungannya pada
tekanan dan temperatur yang sebenarnya.Kesetimbangan CaCO3 dapat diganggu
dengan pengurangan gas CO2 dari aliran selama proses produksi berlangsung, hal
ini akan mengakibatkan pengendapan sehingga terbentuk kerak. Adanya
pembentukan kerak ini menimbulkan banyak kerugian, antara lain menyebabkan
21
gangguan transfer panas, korosi pada pipa aliran fluida, dan lain-lain (Suharso dan
Buhani, 2015). Pengendapan CaCO3 dapat dihasilkan dari reaksi sebagai
berikut(Zhang et al., 2002) :
CO2 + 2OH- CO32- + H2O (7)
Ca(OH)2 Ca2+ + 2OH- (8)
Ca2+ + CO32- CaCO3 (9)
Kristal kalsium karbonat (CaCO3) memiliki 3 fase kristal (Terraningtyas, 2015)
yaitu :
1. Fase Kristal Kalsium Karbonat (CaCO3)
Kalsium karbonat (CaCO3) memiliki tiga jenis fase kristal, yaitu: kalsit dengan
morfologi rombik (kotak miring), aragonit dengan morfologi jarum, dan vaterit
dengan morfologi speroid berpori.
a. Kalsit
kalsit merupakan fase kristal yang paling mudah terbentuk akibat kestabilan
fasenya. Biasanya ditemukan pada Kalsit adalah mineral utama dalam marmer
metamorf. Hal ini juga terjadi sebagai lapisan mineral dari mata air panas, dan
itu terjadi di gua-gua sebagai stalaktit dan stalagmit. Kalsit juga dapat
ditemukan dalam batuan vulkanik.
Gambar 5. Penampilan Fasa Kalsit (Terraningtyas, 2015 dan Graha 1987)
22
b. Aragonit
Fase ini terbentuk dari kondisi supersaturasi rendah dan membutuhkan
temperatur larutan tinggi. Fase kristal CaCO3 dengan morfologi berbentuk
jarum ini biasanya disintesis pada temperatur di atas 60°C.
Gambar 6. Penampilan Fasa Aragonit (Terraningtyas, 2015)
c. Vaterit
vaterit merupakan fase yang paling tidak stabil dan paling sulit terbentuk.
Pembentukan fase vaterit dipengaruhi oleh banyak parameter, seperti: pH,
temperatur, dan konsentrasi reaktan.
Gambar 7. PenampilanFase Vaterit (Terraningtyas, 2015)
Fasa kristal kalsit, aragonit, dan vaterit mempunyai karakteristik dan bentuk yang
berbeda-beda. Berikut berandingan dari ketiga fasa kristal pada kalsium karbonat :
23
Tabel 1. PerbandinganFasa Kristal Kalsium Karbonat (CaCO3)
Sifat Kalsit Aragonit Vaterit
Kekerasan(Mohs) 3,5 – 4 3 3
Penampilan Putih, Kuning,
Merah
Putih Bening
Struktur Kristal Trigonal Orthohombik Hexagonal
Densitas (g/cm3) 2,71 2,94 2,64
Terraningtyas, 2015
Berdasarkan Tabel 1, fasa kalsit merupakan fase yang paling solid yang banyak
ditemukan pada akhir proses pertumbuhan kristal CaCO3, sedangkan fase vaterit
merupakan fase yang paling tidak stabil yang biasa ditemukan pada awal proses
pertumbuhan kristal CaCO3.
F. Metode Pencegahan Terbentuknya Kerak CaCO3
Beberapa metode yang digunakan untuk mencegah terbentuknya kerak kalsium
clorida pada peralatan-peralatan industri adalah sebagai berikut :
1. Pengendalian pH
Pengendalian pH dengan penginjeksian asam (asam sulfat atau asam klorida) telah
lama diterapkan untuk mencegah pengerakan oleh garam-garam kalsium, garam
logam bivalen dan garam fosfat. Kelarutan bahan pembentukkan kerak biasanya
meningkat pada pH yang lebih rendah. Pada pH 6,5 atau kurang, korosi pada baja
karbon, tembaga dan paduan tembaga dengan cepat akan berlangsung dan pH
efektif untuk mencegah pengendapan kerak hanyalah pada pH 7,0 sampai 7,5.
Oleh karena itu, suatu sistem otomatis penginjeksian asam diperlukan untuk
24
mengendalikan pH secara tepat. Lagi pula, asam sulfat dan asam klorida
mempunyai tingkat bahaya yang cukup tinggi dalam penanganannya. Untuk
mencegah terjadinya kerak pada air yang mengandung kesadahan tinggi (kira-kira
250 ppm CaCO3) perlu adanya pelunakan dengan menggunakan kapur dan soda
abu (pengolahan kapur dingin).Masalah kerak tidak akan dijumpai bilamana
dipakai air bebas mineral karena seluruh garam-garam terlarut dapat dihilangkan.
Suharso, pada jurnalnya membuktikan bahwa penambahan asam (sodium
dodecylbenzenesulfonic acid (SDBS)) pada kristal boraks dapat menyebabkan
perubahan morfologi dari kristal boraks yang sangat signifikan serta pada CaSO4
dapat mengubah konduktivitasnya menjadi lebih besar dan memperkecil ukuran
kristal CaSO4 (Suharso, dkk., 2007; Suharso dan Buhani, 2011). Oleh karena itu
pemakaian air bebas mineral merupakan metoda yang tepat untuk menghambat
kerak di dalam suatu sistem dengan pembebanan panas tinggi dimana pengolahan
konvensional dengan bahan penghambat kerak tidak berhasil (Lestari et al., 2004).
Namun penggunaan air bebas mineral membutuhkan biaya yang cukup tinggi
untuk digunakan dalam industri skala besar sehingga dapat menurunkan efisiensi
kerja.
2. Pelunakan dan Pembebasan Mineral Air
Untuk mencegah terjadinya kerak pada air yang mengandung kesadahan tinggi
(±250 ppm CaCO3) perlu adanya pelunakan dengan menggunakan kapur dan soda
abu (pengolahan kapur dingin). Masalah kerak tidak akan dijumpai jika yang
digunakan adalah air bebas mineral karena seluruh garam-garam terlarut dapat
dihilangkan. Oleh karena itu, pemakaian air bebas mineral merupakan metode
yang tepat untuk menghambat kerak di dalam suatu sistem dengan pembebanan
25
panas tinggi dimana pengolahan konvensional dengan bahan penghambat kerak
tidak berhasil (Lestari dkk., 2004). Namun, penggunaan air bebas mineral dalam
industri-industri besar membutuhkan biaya yang cukup tinggi sehingga dapat
menurunkan efisiensi kerja (Halimatuddahliana, 2003).
3. Penggunaan Inhibitor Kerak
Pada umumnya, inhibitor kerak adalah bahan kimia yang menghentikan atau
mencegah terbentuknya kerak bila ditambahkan pada konsentrasi yang kecil pada
air (Halimatuddahliana, 2003).Ekstrak gambir merupakan salah satu inhibitor
kerak (CaSO4) yang mana persen efektifitasnya mencapai 60-100% pada
konsentrasi 50-250 ppm (Suharso, dkk., 2010). Pada kerak kalsium karbonat
(CaCO3) penggunaan inhibitor (turunan kaliksarena,ekstrak gambir, dan ekstrak
gambir yang sudah dimodifikasi) pun berdampak cukup signifikan pada srtuktur
morfologi dan penghambatan pertumbuhan kerak yang berkisar 20 – 90%
(Suharso, dkk., 2011a; Suharso, dkk., 2017; Suharso, dkk., 2017a).Penggunaan
bahan kimia ini sangat menarik, karena dengan dosis yang sangat rendah dapat
mencukupi untuk mencegah kerak dalam periode yang lama (Cowan, 1976). Salah
satu prinsip kerja dari scale inhibitor yaitu pembentukkan senyawa kompleks
(kelat) antara inhibitor kerakdengan unsur-unsur pembentuk kerak. Senyawa
kompleks yang terbentuk larut dalam air sehingga menutup kemungkinan
pertumbuhan kristal yang besar (Patton, 1981). Biasanya, penggunaan bahan
kimia tambahan untuk mencegah pembentukkan kerak didukung dengan
penggunaan bola-bola spons untuk membersihkan secara mekanis permukaan
bagian dalam pipa.
26
Terdapat beberapa syarat-syarat yang harus dimiliki senyawa kimia sebagai
inhibitor kerak (Al-Deffeeri, 2006), yaitu :
1. Inhibitor kerak harus menunjukkan kestabilan termal yang cukup dan efektif
untuk mencegah terbentuknya air sadah dari pembentukkankerak.
2. Inhibitor kerak harus dapat merusak struktur kristal dan padatan tersuspensi
lain yang mungkin akan terbentuk.
3. Inhibitor kerak juga harus memiliki tingkat keamanan yang tinggi dalam
penggunaannya sehingga tidak menimbulkan efek samping yang berbahaya
bagi lingkungan sekitar
Mekanisme kerja inhibitor kerak terbagi menjadi dua (Suharso et al., 2007), yaitu:
1. Inhibitor kerak dapat teradsorpsi pada permukaan kristal kerak pada saat
mulai terbentuk. Inhibitor merupakan kristal yang besar yang dapat
menutupi kristal yang kecil dan menghalangi pertumbuhan selanjutnya.
2. Dalam banyak hal bahan kimia dapat dengan mudah mencegah
menempelnya suatu partikel-partikel pada permukaan padatan. Seperti
senyawa turunan kaliksirena, dimana dapat mencegah pertikel-pertikel kerak
untuk menempel pada permukaan media, serta merubah morfologi secara
signifikan pada kerak kalsium karbonat (CaCO3) dan pada kalsium sulfat
(CaSO4) dapat menghambat pertumbuhan kerak pada konsentrasi optimum
50 PPM (Suharso, dkk., 2013; Suharso, dkk., 2014).
Mekanisme inhibitor dalam menghambat laju pertumbuhan kristal dapat
diilustrasikan dalam Gambar 8. Gambar 8 memberikan gambaran bagaimana
27
kerja Inhibitor dalam mengadsorpsi pada sisi-sisi pertumbuhan kristal dari bibit
kristal (ditunjukkan pada kristal yang diberi warna hitam) yang mengakibatkan
pertumbuhan kristal menjadi terhambat. Sedangkan pada bibit kristal yang tidak
teradsorpsi oleh inhibitor (ditunjukkan pada kristal yang tidak diberi warna)
mengalami pertumbuhan normal (Suharso et al., 2009).
Gambar 8. Mekanisme inhibitor dalam menghambat laju pertumbuhan kristal
dalam larutan pertumbuhan (○ = inhibitor, ◊ = bibit kristal).
G. Asap Cair
Wood vinegar/liquidsmoke atau yang lebih dikenal sebagai asapcair merupakan
suatu hasil destilasi atau pengembunan dari uap hasil pembakaran tidak langsung
maupun langsung dari bahan-bahan yang banyak mengandung karbon serta
senyawa-senyawa lain.Asap cair merupakan campuran larutan dari dispersi asap
kayu dalam air yang dibuat dengan mengkondensasikan asap hasil pirolisis kayu
(Darmadji, 1998). Pada dasarnya bahan baku untuk menghasilkan asap cair ini
bermacam-macam, antara lain kayu, tandan kosong kelapa sawit, cangkang sawit,
tempurung kelapa sawit, pelepah sawit, tempurung kelapa dan ampas hasil
penggergajian (Girard, 1992). Asap cair memiliki banyak manfaat salah satunya
28
yaitu sebagai inhibitor (Choi et al, 2001). Cara yang paling umum digunakan
untuk menghasilkan asap pada pengasapan makanan adalah dengan membakar
serbuk gergaji kayu keras dalam suatu tempat yang disebut alat pembangkit asap
(Draudt,1963).Asap tersebut dialirkan kerumah asap dalam kondisi sirkulasi
udara dan temperatur yang terkontrol.
Asap cair mengandung berbagai senyawa yang terbentuk karena terjadinya
pyrolisis tiga komponen kayu yaitu selulosa,hemiselulosa,dan lignin.Lebih dari
400 senyawa kimia dalam asap telah berhasil diidentifikasi. Komponen-
komponen tersebut ditemukan dalam jumlah yang bervariasi tergantung jenis
kayu, umur tanaman, sumber kayu, dan kondisi pertumbuhan kayu seperti iklim
dan tanah. Komponen-komponen tersebut meliputi asam yang dapat
mempengaruhi cita rasa, pH dan umur simpan produk asapan; karbonil yang
bereaksi dengan protein dan membentuk pewarnaan coklat dan fenol yang
merupakan pembentuk utama aroma dan menunjukkan aktivitas antioksidan.
Golongan- golongan senyawa penyusun asap cair adalah air (11-92%), fenol(0,2-
2,9%), asam (2,8-9,5%), karbonil (2,6-4,0%), dan tar (1-7%).
Komponen-komponen penyusun asap cair meliputi:
1. Senyawa-senyawa fenol.
Senyawa fenol diduga berperan sebagai antioksidan sehingga dapat
memperpanjang masa simpan produk asapan. Kandungan senyawa fenol dalam
asap sangat tergantung pada temperatur pirolisis kayu. MenurutGirard (1992),
kuantitas fenol pada kayu sangat bervariasi yaitu antara 10-200 mg/kg. Beberapa
jenis fenol yang biasanya terdapat dalam produk asapan adalah guaiakol dan
29
siringol. Senyawa-senyawa fenol yang terdapat dalam asap kayu umumnya
hidrokarbon aromatik yang tersusun dari cincin benzena dengan sejumlah gugus
hidroksil yang terikat. Senyawa-senyawa fenol ini juga dapat mengikat gugus-
gugus lain seperti aldehid, keton, asam, dan ester.
2. Senyawa-senyawa Karbonil.
Senyawa-senyawa karbonil dalam asap memiliki peranan pada pewarnaan dan
cita rasa produk asapan. Golongan senyawa ini mempunyai aroma seperti aroma
caramel yang unik. Jenis senyawa karbonil yang terdapat dalam asap cair antara
lain adalah vanillin dan siring aldehida.
3. Senyawa-senyawa Asam.
Senyawa- senyawa asam mempunyai peranan sebagai antibakteri dan
membentuk cita rasa produk asapan.Senyawa asam ini antara lain adalah asam
asetat, propionat, butirat, dan valerat.
4. Senyawa Hidrokarbon Polisiklis Aromatis.
Senyawa hidrokarbon polisiklis aromatis (HPA) dapat terbentuk pada proses
pirolisis kayu. Senyawa hidrokarbon aromatic seperti benzo(a)pirena merupakan
senyawa yang memiliki pengaruh buruk karena bersifat karsinogen
(Girard,1992). Girard (1992) menyatakan bahwa pembentukan berbagai senyawa
HPA selama pembuatan asap tergantung dari beberapa hal, seperti temperature
pirolisis, waktu dan kelembaban udara pada proses pembuatan asap serta
kandungan udara dalam kayu. Dikatakan juga bahwa semua proses yang
menyebabkan terpisahnya partikel - partikel besar dari asap akan menurunkan
kadar benzo(a)pirena. Proses tersebut antara lain adalah pengendapan dan
30
penyaringan.
5. Senyawa benzo(a)pirena
Benzo(a)pirena mempunyai titik didih 310°C dan dapat menyebabkan kanker
kulit jika dioleskan langsung pada permukaan kulit. Akan tetapi proses yang
terjadi memerlukan waktu yang lama.
H. Asap Cair Tempurung Kelapa
Asap cair memiliki kemampuan untuk mengawetkan bahan makanan karena
distilat asap atau asap cair tempurung mengandung lebih dari 400 komponen dan
memiliki fungsi sebagai penghambat perkembangan bakteri dan cukup aman
sebagai pengawet alami antara lain asam, fenolat,dan karbonil. Seperti yang
dilaporkan Darmadji (1996) yang menyatakan bahwa pirolisis tempurung kelapa
dengan kandungan menghasilkan asap cair dengan kandungan senyawa fenol
sebesar 4,13%; karbonil 11,3%; dan asam10,2%.
Asap cair tempurung kelapa grade 2 memiliki warna yang lebih cerah jika
dibandingkan dengan asap cair tempurung kelapa grade 3, namun sedikit lebih
pekat dari pada asap cair tempurung kelapa grade 1 (Yulistiani, 2008).
Perbandingan warnanya dapat dilihat pada Gambar 9.
31
Gambar 9. Warna asap cair tempurung kelapa (anonim 2, 2018).
Menurut Tranggono dkk. (1996) asap cair tempurung kelapa memiliki 7 macam
komponen dominan, yaitu fenol, 3-metil-1,2-siklopentadion, 2 metoksifenol, 2-
metoksi-4-metilfenol, 4-etil-2-metoksifenol, 2,6-dimetoksifenol, dan 2,5-
dimetoksi benzil alkohol yang semuanya larut dalam eter. Sedangkan Guillen et
al. (1995) melaporkan bahwa asap cair komersial memiliki empat macam
komponen dominan yaitu 3-metil-1,2-siklopentanadion, 3 hidroksi-2 metil- 4H-
piran-4-on, 2-metoksifenol orguaiakol, dan 2,6-dimetoksifenol. Gumanti (2006)
melaporkan bahwa komponen kimia destilat asap tempurung kelapa mengandung
total fenol (5.5%), metil alkohol (0.37%), dan total asam (7.1%).
Asap cair grade 2 merupakan asap cair yang telah melewati tahapan destilasi
kemudian dilakukan penyaringan zeolit. Asap cair ini memiliki warna kuning
kecoklatan dan diorientasikan untuk pengawetan bahan makanan mentah
(Yulistiani, 2008). Pada asap cair tempurung kelapa grade 3 senyawa dominan,
yaitu metanol (11,16%), fenol (15,12%), dan asam asetat (54,15%) (Setiososari,
2017). Asap cair grade 2 seharusnya tidak terlalu berbeda dengan grade 3 untuk
kadar fenol, karbonil, dan asamnya. Namun, pada asap cair grade 2 untuk kadar
tar dan benzo(a)pirena sudah tidak ada, hal ini dikarenakan pada saat destilasi
32
dengan suhu 250oC senyawa benzo(a)pirena dan tar tidak ikut menguap karena
titik didih kedua senyawa tersebut berada diatas 250oC.
Tabel 2. Kandungan asap cair tempurung kelapa serta titik didihnya
Senyawa Titik didih
(oC, 750 mmHg)
Senyawa Titik didih
(oC, 750 mmHg)
Fenol -Asam Butirat 162
-Guaikol 205 -Asam Propionat 141
-4-metilguaikol 211 -Asam Isovalerat 176
-Eugenol 244 Karbonil
-Siringol 267 -Glioksal 51
-Furfural 162 -Metilglioksal 72
-Pirokatekol 240 -Glikoaldehid 97
-Hidrokuinon 285 -Diasetil 88
-Isoeugenol 266 -Formaldehid 21
Asam
-Asam Asetat 118
Himawati (2010)
I. Metode Seeded Experiment
Terdapat dua metode yang biasa digunakan untuk mengamati pertumbuhan kristal
berdasarkan ada atau tidaknya kristal awalan atau bibit kristal, yaitu metode
seeded experiment dan unseeded experiment. Rahmania (2012) meyatakan bahwa
metode seeded experiment merupakan salah satu metode pembentukan kristal
dengan cara menambahkan bibit kristal ke dalam larutan pertumbuhan.
Penambahan bibit kristal dilakukan untuk mendorong terjadinya proses kristalisasi
dengan lebih cepat. Adanya area permukaan bibit kristal akan mempermudah
33
pertumbuhan kristal menjadi lebih besar. Semakin cepat terjadinya proses
kristalisasi maka akan semakin cepat laju pertumbuhan inti kristal kalsium sulfat
untuk membentuk kristal yang lebih besar. Hal ini dilakukan untuk melihat laju
pertumbuhan kerak kalsium sulfat setelahdi tambahkan inhibitor dengan
penambahan bibit kristal (seeded experiment).
J. Analisis Menggunakan IR, GC-MS, SEM, XRD, dan PSA
Pada penelitian ini dilakukan beberapa analisis terhadap kristal CaCO3 yang
terbentuk dan asap cair tempurung kelapa grade 2 yang digunakan. Analisis
tersebut meliputi analisis gugus fungsi dan komponen kimia terhadap asap cair
tempurung kelapa Grade 2 dengan menggunakan spektrofotometer infrared (IR)
dan Gas Chromatography – Mass Spectrometry (GC-MS) ,morfologi permukaan
kristal CaCO3 menggunakan SEM dan X-RD, serta analisis distribusi ukuran
partikel menggunakan PSA. Analisis ini dilakukan agar dapat mengetahui
seberapa efektif asap cair tempurung kelapa Grade 2 dalam menghambat
pembentukkan kerak CaCO3.
1. Spectrophotometer InfraRed (IR)
Spektrofotometer IR adalah spektrofotometer yang menggunakan sinar IR dekat,
yakni sinar yang berada pada jangkauan panjang gelombang 2,5 –25 μm atau
jangkauan frekuensi 400–4000 cm-1. Sinar ini muncul akibat vibrasi atom-atom
padaposisi kesetimbangan dalam molekul dan kombinasi vibrasi dengan rotasi
menghasilkan spektrum vibrasi–rotasi (Khopkar, 2001)
34
Spektrum IR suatu molekul adalah hasil transisi antara tingkat energi vibrasi dan
osilasi. Bila molekul menyerap radiasi IR, energi yang diserap akan
menyebabkan kenaikan amplitude getaran atom-atom yang terikat sehingga
molekul-molekul tersebut berada pada keadaan vibrasi tereksitasi (excited
vibrational state); energi yang diserap ini akan dibuang dalam bentuk panas bila
molekul itu kembali ke keadaan dasar. Dengan demikian spektrofotometer IR
dapat digunakan untuk mengidentifikasi adanya gugus fungsi dalam suatu
molekul (Supratman, 2010). Skema kerjanya dapat dilihat pada Gambar 10.
Gambar 10. Skema Kerja Spectrophotometer InfraRed (IR) (Dachriyanus, 2004)
2. Gas Chromatography – Mass Spectrometry (GC-MS)
Kromatografi gas merupakan metode analisis berdasarkan perbedaan waktu
retensi akibat perbedaan mobilitas analit melalui suatu kolom. Perbedaan
mobilitas dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain titik didih analit, gas, dan
interaksi dengan fase padat dalam kolom. Prinsip dasar kromatografi sendiri
adalah pemisahan senyawa-senyawa berdasarkan adanya perbedaan distribusi fasa
gerak dan fasa diam (McNair dan Bonelli, 1998).
35
Spektrofotometri massa adalah suatu teknik analisis yang didasarkan pada
pemisahan berkas ion-ion yang sesuai dengan perbandingan massa terhadap
muatan dan pengukuran intensitas dari berkas-berkas ion tersebut
(Sastrohamidjoyo, 1982). Secara sederhana spektrofotometri massa dapat
dikatakan sebagai untuk mengioniasi molekul sampel dalam kondisi vakum dan
mengukur massa dari ion-ion yang ditimbulkan. Prinsip pengukuran dengan
spektrofotometri massa adalah molekul induk dalam bentuk gas ditembak dengan
electron berenergi tinggi sehingga terionisasi menjadi fragmen-fragmen dengan
massa molekul yang lebih kecil. Spektrofotometer massa terdiri dari pengion
(ionizer), lensa, kuadrupo, dan detektor. Pengion akan mengionisasi molekul
sampel dalam sumber ion (Ratnaningsih, 2000).
GC-MS merupakan gabungan dari dua instrument analisis, yaitu kromatografi gas
dan spektrofotometri massa sehingga menjadi sebuah instrument yang sangat
efektif untuk analisis (Baugh, 1993). Spektrofotometer massa merupakan detector
universal sehingga GC-MS dapat digunakan untuk menganalisis berbagai jenis
senyawa dan menjadikan perangkat analisis ini menjadi salah satu instrument
dengan penggunaan yang sangat luas. Alat ini semakin popular digunakan dalam
analisa dibidang kimia organik, ilmu kedokteran, farmasi dan dalam bidang
lingkungan. Alat ini juga dilengkapi dengan sistem kepustakaan senyawa kimia,
sehingga identifikasi senyawa kimia dapat dilakukan dengan cepat tanpa bantuan
instrumen lainnya, seperti spektrofotometri inframerah dan spektrofotometri
magnet inti (Torres, 2005).Skema GC-MS seperti terlihat pada Gambar 11.
36
Gambar 11. Skema alat GC-MS (Anonim 3, 2018).
3. Particle Size Analyzer (PSA)
Analisis ukuran partikel adalah sebuah sifat fundamental dari endapan suatu
partikel yang dapat memberikan informasi tentang tentang asal dan sejarah
partikel tersebut. Distribusi ukuran juga merupakan hal penting seperti untuk
menilai perilaku granular yang digunakan oleh suatu senyawa atau gaya gravitasi.
Diantara senyawa-senyawa dalam tubuh hanya ada satu partikel yang
berkarakteristik dimensi linear. Partikel irregular memiliki banyak sifat dari
beberapa karakteristik dimensi linear (James and Syvitski, 1991).
Perhitungan partikel secara modern umumnya menggunakan alinasis gambar atau
beberapa jenis penghitung partikel. Gambar didapatkan secara tradisional dengan
mikroskop elektron atau untuk partikel yang lebih kecil menggunakan SEM
(James and Syvitski, 1991). Penyinaran sinar laser pada analisis ukuran partikel
dalam keadaan tersebar. Pengukuran distribusi intensitas difraksi cahaya spasial
dan penyebaran cahaya dari partikel. Distribusi ukuran partikel dihitung dari hasil
37
pengukuran. Difraksi sinar laser analisis ukuran partikel meliputi perangkat laser
untuk mennghasilkan sinar laser ultraviolet sebagai sumber cahaya dan
melekatkan atau melepaskan flourescent untuk mengetahui permukaan photodiode
array yang menghitung distribusi intensitas cahaya spasial dan penyebaran cahaya
selama terjadinya pengukuran (Totoki, 2007).
Particle size analyzer (PSA) mampu mengukur partikel distribusi ukuran emulsi,
suspensi dan bubuk kering (Totoki, 2007).
Keunggulan dari PSA antara lain:
1. Akurasi dan reproduksibilitas berada dalam ± 1%.
2. Dapat mengukur sampel dari 0,02 nm sampai 2000 nm.
3. Dapat mengukur distribusi ukuran partikel yang berupa emulsi, suspensi,
dan bubuk kering (Hossaen, 2000).
Sampel berupa padatan lebih banyak mengabsorbsi sinar-X daripada cairan, oleh
karena itu transmisi sinar-X dikurangi. Sejak pencampuran suspensi yang
homogen, intensitas diasumsikan sebagai nilai konstan, untuk transmisi sinarX
dalam skala pengurangan yang penuh. Aliran pencampuran dihentikan dan
penyebaran yang homogen dimulai untuk menyelesaikan pentransmisian
intensitas sinar-X yang dimonitor pada depth - s. Selama proses sedimentasi,
partikel yang besar menempati tempat pertama di bawah zona pengukuran dan
pada akhirnya, semua partikel menempati level ini dan yang tertinggal hanya
cairan yang bersih. Semakin banyak partikel besar yang menempati di bawah
zona pengukuran dan tidak digantikan dengan ukuran partikel yang sama yang
38
menempati dari atas, maka pelemahan sinar-X berkurang. Diagram proses
fraksinasi massa dalam sedigraf dapat ditunjukkan pada Gambar 12.
Gambar 12. Diagram Proses Fraksinasi Massa dalam Sedigraf (Webb, 2002).
4. Scanning Electron Microscopy (SEM)
SEM adalah salah satu jenis mikroskop elektron yang dapat mengamati dan
menganalisis karakteristik struktur mikro dari bahan padat yang konduktif
maupun yang nonkonduktif. Sistem pencahayaan pada SEM menggunakan
radiasi elektron yang mempunyai λ = 200 – 0,1 Å, daya pisah (resolusi) yang
tinggi sekitar 5 nm sehingga dapat dicapai perbesaran hingga ± 100.000 kali dan
menghasilkan gambar atau citra yang tampak seperti tiga dimensi karena
mempunyai depth of field yang tinggi. Sehingga SEM mampu menghasilkan
gambar atau citra yang lebih baik dibandingkan dengan hasil mikroskop optik.
39
Pada prinsipnya mikroskop elektron dapat mengamati morfologi, struktur mikro,
komposisi, dan distribusi unsur. Untuk menentukan komposisi unsur secara
kualitatif dan kuantitatif perlu dirangkaikan satu perangkat alat EDS (Energy
Dispersive X-ray Spectrometer) atau WDS (Wavelength Dispersive X-ray
Spectrometer) (Handayani dkk., 2004). Skema bagan SEM ditunjukkan pada
Gambar 13.
Gambar 13. Skema Bagan SEM (Gabriel, 1985).
5. X-Ray Difraction (X-RD)
Metode difraksi sinar-X adalah metode yang didasarkan pada difraksi radiasi
elektromagnetik yang berupa sinar-X oleh suatu kristal. Sinar-X merupakan
radiasi gelombang elektromagnetik yang memiliki panjang gelombang yang
pendek yaitu 0,5 – 2,5 Ἀ. Sinar-X dihasilkan dengan cara menembakkan suatu
berkas elektron berenergi tinggi ke suatu target dan menunjukkan gejala difraksi
jika jatuh pada benda yang jarak antar bidangnya kira-kira sama dengan panjang
gelombangnya pada suatu bidang dengan sudut θ (Cullity, 1987).
Analisis difraksi sinar-X didasarkan pada susunan sistematik atom-atom atau ion
40
ion di dalam bidang kristal yang dapat tersusun sedemikian rupa sehingga
membentuk kisi kristal dengan jarak antar bidang (d) yang khas. Setiap spesies
mineral mempunyai susunan atom yang berbeda-beda sehingga membentuk
bidang kristal yang dapat memantulkan sinar-X dalam pola difraksi yang
karakteristik. Pola difraksi inilah yang kemudian digunakan untuk
mengidentifikasi suatu senyawa (Rini, 2016).
Pada analisis menggunakan XRD, kristal memantulkan sinar-X yang dikirimkan
dari sumber dan diterima oleh detektor.Ketika berkas sinar-X berinteraksi dengan
lapisan permukaan kristal, sebagian sinar-X ditransmisikan, diserap, direfleksikan
dan sebagian lagi dihamburkan serta didifraksikan. Skema kerja alat XRD
ditunjukkan pada Gambar 14 berikut.
Gambar 14. Skema Kerja Alat XRD (Leofanti, 1997).
Sinar-X yang mengenai suatu bahan akan dipantulkan sehingga menghasilkan
spektrum pantulan yang spesifik dan berhubungan langsung dengan kisi kristal
yang dianalisis. Pada penelitian ini, uji difraksi dilakukan untuk mempelajari
struktur dan karakteristik dari kerak kalsium karbonat (CaCO3).
III. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan September 2018,
bertempat di Laboratorium Kimia Anorganik/Fisik, Jurusan Kimia, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung. Analisis
menggunakan IR (Infrared Spectrophotometer) dan SEM (Scanning Electron
Microscopy) dilakukan di Unit Pelaksana Teknis Laboratorium Terpadu dan
Sentra Inovasi Teknologi (UPT LTSIT) Universitas Lampung. Analisis XRD (X-
Ray Diffraction) dilakukan di Laboratorium Energi Lembaga Penelitian dan
Pengembangan kepada Masyarakat (LPPM) Institut Teknologi Sepuluh
Nopember, analisis menggunakan GC-MS dilakukan di Laboratorium Kimia
Organik Universitas Gadjah Mada, dan analisis menggunakan PSA (Particle Size
Analyzer) dilakukan di PT Nanotech Herbal Indonesia, Bogor.
B. Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini, yaitu alat-alat gelas, waterbath
(Thermoscientific AC 200/S21), gelas-gelas plastik, pengaduk magnet, spatula,
corong, loyang, oven, neraca analitik merek Airshwoth AA-160, pH meter,
Spektrofotometer IR, Particle Size Analyzer (PSA) Coulter LS 13320, Scanning
42
Electron Microscopy (SEM), dan X-Ray Diffraction (X-RD). Bahan-bahan yang
digunakan dalam penelitian ini meliputi CaCl2 anhidrat, Na2CO3, akuades, kertas
saring, dan asap cair tempurung kelapa grade 2.
C. Prosedur Penelitian
1. Preparasi Bibit Kristal
Sebanyak 55,5 gram serbuk/padatan CaCl2 dan 53 gram serbuk/padatan Na2CO3
masing-masing dilarutkan dalam 500 mL akuades. Kemudian secara bersamaan
larutan tersebut dicampurkan ke dalam gelas kimia dan diaduk menggunakan
magnetic stirrer selama 15 menit dengan suhu 90ºC hingga mengendap sempurna.
Selanjutnya, endapan dipisahkan dengan kertas saring. Endapan yang diperoleh
dicuci dengan akuades untuk menghilangkan sisa-sisa cairan induk dan kotoran,
lalu dikeringkan dengan menggunakan oven pada suhu 105oC selama 3-4 jam.
Prosedur ini diulang beberapa kali sampai diperoleh jumlah bibit kristal sebanyak
100 gram dan cukup untuk melakukan prosedur berikutnya (Setiososari, 2017).
2. Preparasi Asap Cair Tempurung Kelapa Grade 2
Pada penelitian ini digunakan asap cair tempurung kelapa grade 2 dengan variasi
konsentrasi 50 ppm, 150 ppm, 250 ppm, dan 350 ppm. Pembuatan larutan
inhibitor dengan konsentrasi 50 ppm dilakukan dengan cara mengencerkan 50 mL
asap cair dengan akuades dalam labu ukur 1000 mL, lalu dihomogenkan.
Perlakuan yang sama dilakukan untuk pembuatan larutan inhibitor dengan
konsentrasi 150 ppm, 250 ppm, dan 350 ppm (Setiososari, 2017).
43
3. Pengujian Asap Cair Tempurung Kelapa Grade 2 Sebagai Inhibitor dalam
Pengendapan Kristal CaCO3
Tahapan untuk pengujian asap cair temurung kelapa grade 2 sebagai inhibitor
dalam pengendapan kristal CaCO3 dengan metode seeded experiment dilakukan
dengan rangkaian percobaan sebagai berikut (Setiososari, 2017):
a. Penentuan Laju Pertumbuhan CaCO3 Tanpa Inhibitor Pada Konsentrasi
Larutan Pertumbuhan yang Berbeda dengan Metode Seeded Experiment
Larutan pertumbuhan dibuat dari konsentrasi larutan CaCl2 0,050 M (1,11 gram)
dan larutan Na2CO3 0,050 M (1,06 gram) masing-masing dalam 200 mL. Setiap
larutan diaduk hingga homogen selama ±15 menit dengan suhu 90ºC. Selanjutnya,
larutan CaCl2 0,050 M dan larutan Na2CO3 0,050 M dicampurkan dan diaduk
selama ±15 menit dengan suhu 90ºC agar terbentuk kerak CaCO3 dan diukur nilai
pH-nya menggunakan pH universal. Kemudian campuran dimasukkan ke dalam 7
gelas plastik sebanyak masing-masing 50 mL dan ditambahkan 0,2 g bibit kristal.
Setelah itu, diletakkan dalam waterbath pada suhu 90oC selama 60 menit (15
menit pertama satu gelas diambil, selanjutnya diambil setiap 10 menit). Kemudian
dilakukan penyaringan dengan menggunakan kertas saring dan dikeringkan
menggunakan oven pada suhu 105oC selama 3-4 jam. Percobaan ini diulang
dengan variasi konsentrasi larutan CaCl2 dan Na2CO3 sebesar 0,075 M (1,66 gram
CaCl2 + 1,59 gram Na2CO3); 0,100 M (2,22 gram CaCl2 + 2,12 gram Na2CO3);
dan 0,125 M (2,77 gram CaCl2 + 2,65 gram Na2CO3).
44
b. Penentuan Laju Pertumbuhan CaCO3 dengan Penambahan Inhibitor
Pada Konsentrasi Larutan Pertumbuhan yang Berbeda dengan Metode
Seeded Experiment
Larutan pertumbuhan dibuat dengan cara melarutkan CaCl2 0,050 M (1,11 gram)
dan larutan Na2CO3 0,050 M (1,06 gram) masing-masing dalam larutan asap cair
tempurung kelapa grade 2 50 ppm hingga mencapai volume 200 mL. Masing-
masing larutan dimasukkan ke dalam gelas kimia dan diaduk menggunakan
magnetic stirrer selama 15 menit dengan suhu 90°C untuk menghomogenkan
larutan. Selanjutnya, kedua larutan tersebut dicampur ±15 menit dengan suhu 90
ºC agar terbentuk kerak CaCO3 dan diukur nilai pH-nya menggunakan pH
universal. Kemudian dimasukkan ke dalam 7 gelas plastik masing-masing 50 mL
dan ditambahkan 0,2 g bibit kristal dan diletakkan dalam waterbath pada suhu
90°C selama 60 menit (15 menit pertama satu gelas diambil, selanjutnya gelas
diambil setiap 10 menit). Larutan dalam gelas tersebut disaring menggunakan
kertas saring dan dikeringkan kerak yang didapat menggunakan oven pada suhu
90°C selama 3-4 jam. Selanjutnya, endapan ditimbang untuk mengetahui berat
kristal yang terbentuk. Percobaan ini diulang dengan variasi konsentrasi larutan
CaCl2 dan Na2CO3 sebesar 0,075 M (1,66 gram CaCO3 + 1,59 gram Na2CO3);
0,100 M (2,22 gram CaCO3 + 2,12 gram Na2CO3); dan 0,125 M (2,77 gram
CaCO3 + 2,65 gram Na2CO3) serta pada variasi konsentrasi inhibitor 50 ppm, 150
ppm, 250 ppm dan 350 ppm menggunakan asap cair tempurung kelapa grade 2.
45
4. Analisa Data
Data yang diperoleh berupa jumlah endapan terhadap waktu dengan variasi
konsentrasi larutan pertumbuhan dan variasi konsentrasi inhibitor, masing-masing
akan diplot sebagai jumlah endapan terhadap waktu menggunakan Microsoft
Excel. Morfologi kerak sebanyak masing-masing 1 gram CaCO3 sebelum dan
sesudah penambahan inhibitor dianalisis menggunakan SEM. Perubahan ukuran
partikel dari kelimpahan CaCO3 pada masing-masing endapan (masing-masing
1gram) sebelum dan sesudah penambahan asap cair dianalisis dengan PSA.
Struktur kristal CaCO3 sebelum dan sesudah (masing-masing 5 gram)
penambahan inhibitor dianalisis dengan XRD (Setiososari, 2017).
D. Diagram Alir Penelitian
Secara keseluruhan penelitian ini terangkum dalam diagam alir penelitian yang
ditunjukkan dalam Gambar 15.
46
- Ditambahkan Aquades - Ditambahkan
Asap cair
- Dipanaskan dengan Waterbath
- Disaring
- Dioven
- Ditimbang
Gambar 15. Diagram Alir Penelitian
Pembuatan larutan pertumbuhan dengan bibit kristal
(Seeded Experiment)
CaCl2 + Na2CO3
Larutan
pertumbuhan
tanpa inhibitor
Larutan
pertumbuhan
dengan inhibitor
Analisis data
menggunakan ms. Excel
Preparasi bibit
kristal CaCO3
Preparasi asap
cair tempurung
kelapa grade 2
Data massa kerak
CaCO3
kerak
CaCO3
Analisis data menggunakan
SEM, PSA dan XRD Hasil
Analisis
Menggunakan IR
dan GC-MS
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. SIMPULAN
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari penelitian yang telah dilakukan, maka dapat
diperoleh simpulan sebagai berikut:
1. Inhibitor asap cair tempurung kelapa grade 2 mampu menghambat dan
mereduksi kerak CaCO3 dengan cara menghambat laju pertumbuhan inti
kristal CaCO3, yang ditunjukkan dengan perbedaan nilai laju pertumbuhan,
morfologi, struktur, dan ukuran partikel kristal CaCO3.
2. Nilai persen efektivitas tertinggi penghambatan kerak CaCO3 oleh asap
cair tempurung kelapa grade 2, yaitu pada konsentrasi larutan
pertumbuhan 0,025 M sebanyak 350 ppm dengan persentase 492,89%.
3. Analisis morfologi permukaan kerak CaCO3 menggunakan SEM
menunjukkan bahwa terjadi perubahan morfologi pada kerak CaCO3,
sebelum penambahan inhibitor kerak didominasi kristal fasa kalsit (kubus
padat) dan aragonit (tumpukan jarum), sedangkan setelah penambahan
inhibitor kerak didominasi oleh kristal fasa aragonit (tumpukan jarum).
vaterit (bentuk bunga), dan sebagian kalsit (kubus).
76
4. Analisis distribusi ukuran partikel menggunakan PSA menunjukkan
bahwa distribusi ukuran partikel kerak CaCO3 mengalami penurunan atau
pergeseran (grafik) setelah ditambahkan inhibitor, persentase jumlah
partikel terbanyak kerak CaCO3 tanpa penambahan inhibitor sebesar 26%
pada 4,97 µm menurun dengan penambahan inhibitor menjadi 0,26 µm
dengan partikel kerak sebanyak 74,6%.
5. Analisis struktur kristal CaCO3 menggunakan XRD menunjukkan bahwa
kerak CaCO3 tanpa dan dengan penambahan inhibitor terjadi perbedaan
fasa kristal dari kristal hardscale (kalsit) menjadi softscale (aragonit dan
vaterit) yang ditunjukkan oleh puncak difraktogram 2θ.
B. SARAN
Demi menunjang penelitian ini dan penelitian selanjutnya, maka penulis
menyarankan perlu dilakukannya penelitian lebih lanjut terhadap penghambatan
kerak CaCO3 dengan menggunakan inhibitor asap cair tempurung kelapa grade 2
dengan menguji kinerja dan keamanan asap cair ini pada konsentrasi yang lebih
rendah sehingga memungkinkan untuk digunakan pada industri pangan, serta
menguji kerak dengan metode titrasi sehingga konsentrasi asap cair/inhibitor
dapat diperkecil dan mencapai kadar aman untuk industri pangan.
DAFTAR PUSTAKA
Aisah, S. 2016. Efek Penambahan Ekstrak Gambir (Uncaria Gambier Roxb),
Kemenyan Putih (Styrx Benzoin Dryand), dan Aditif Golongan Karboksilat
sebagai Inhibitor Pembentukan Kerak Kalsium Karbonat (CaCO3). Skripsi.
Jurusan Kimia FMIPA. Universitas Lampung. Lampung. 94 hlm.
Al-Deffeeri, N.S. 2006. Heat Transfer Measurement as a Criterion For
Performance Evaluation of Scale Inhibition in MSF Plants in Kuwait.
Desalination. 204(1-3):423-436.
Anonim 1. Scale Factors: Reducing Corrosion In Pipelines With Electronic Water
Treatment. Diakses 22 April 2018 pukul 22.27 WIB
http://www.waterworld.com/articles/print/volume-30/issue-
11/features/scale-factors-reducing-corrosion-in-pipelines-with-electronic-
water-treatment.html.
Anonim 2. Asap Cair. Diakses 21 April 2017 pukul 20.05 WIB.
http://www.soloagrofarm.com/en/component/content/featured?id=featured&
start 30.
Anonim 3. GC (Gas Chomatroghrapy). Diakses 22 April 2018 pukul 23.43 WIB.
http://lansida.blogspot.co.id/2010/06/gc-kromatografi-gas. html.
Asnawati. 2001. Pengaruh Temperatur terhadap Reaksi Fosfonat dalam Inhibitor
Kerak pada Sumur Minyak. Jurnal Ilmu Dasar. 2(1):20
Austin, A.E., Miller, J.F.D, Vaughan, A. & Kircher, J.F. 1975. Chemical
Additives For Calsium Sulphate Scale Control. Desalination. 16:345-357.
Badr, A. and A.A.M. Yassin. 2007. Barium Sulfate Scale Formation in Oil
Reservoir During Water Injection at High-Barium Formation Water.
Journal of Applied Sciences. 7(17):2393-2403.
Bakhtiar, A. 1991. Manfaat Tanaman Gambir. Makalah pada Penataran Petani
dan Pedagang Pengumpul Gambir di Kabupaten 50 Kota (Sumatra Barat)
29-30 November 1991. Royal Society of Chemistry. Cambridge. Pp 45-59
78
Baugh, P.J.1993. Gas Chromatography: A Pratical Approach. Oxford University
Press. Pp 11-21
Bhatia, A. 2003.Cooling Water Problems and Solutions. Continuing Education
and Development. Inc. 9 Greyridge Farm Court Stony PointNY 10980. Pp
5-9.
Brown, G.G. 1978. UnitOperation.Jhon Willeydan Sons.Tokyo.Cowan, J. C. dan
D. J. Weintritt. 1976.Water-Formed ScaleDeposit. Houston. Texas. Gulf
PublishingCo. Pp 512-520.
Chauhan, K., Sharma, P., and Chauhan, G.,S. 2015. Removal/Dissolution of
Mineral Scale Deposits. Mineral Scales and Deposits. Pp 701-720.
Choi, B. C. K., L. M. Tennassee, and G. J. M. Eijkemans. 2001. Developing
Regional Workplace Health and Hazard Surveillance in The Americas. Pan
American Journal of Public Health.10:376-381.
Cotton, F. A., and G. Wilkinson. 1989. Basic Inorganic Chemistry. John Willey
and Sons. New York. Pp 57.
Cowan, J.C. and D.J. Weintritt. 1976. Water Formed Scale Deposit. Houston,
Texas. Gulf Publishing Co. Pp 481-484.
Cullity, B. D., 1987. Element of X-Ray Difraction. Addison-Wisley. Publishing
Company. Inc. New York. Pp 493-496.
Dachriyanus. 2004. Analisis Struktur Senyawa Organik Secara Spektroskopi.
Lembaga Pengembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi (LPTIK)
Universitas Andalas. Padang. 158 hlm.
Darmadji, P. 1998. Aktivitas Antibakteri Asap Cair dari Bermacam-macam
Limbah Pertanian.Agritech. 16(4):19-22.
Draudt, H.N. 1963. The Meat Smoking Process:A Review. Food Technology
17(12):85 - 90.
Dwi N. dan Handayani, S. 2012. Pengaruh Alur Pemanasan Terhadap Karakter
Bahan Semikonduktor Pb(se0,6 te0,4 ) Hasil Preparasi dengan Teknik
Bridgman. (Thesis). Universitas Negeri Yogyakarta. Yogyakarta. 81 hlm.
Gabriel, B. 1985. SEM : A User’s Manual for Material Science. American Society
for Metal. Pp 40.
Girard, J.P. 1992. Technology of Meat and Meat Product Smoking. Ellis
Harwood. New York. Pp 162– 201.
79
Graha, D. S. 1987. Batuan dan Mineral. Nova Printing. Bandung. 57 hlm.
Guillen, M.D, Manzanos, M.J. 1996. Study of The Components of A Solid
Smoke Flavouring Preparation. Food Chem. 55:251-257.
Gumanti, F. M. 2006. Kajian Sistem Produksi Destilat Asap Tempurung Kelapa
dan Pemanfaatannya sebagai Alternatif Bahan Pengawet Mie Basah.
(Skripsi). Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.Bogor. 85
hlm.
Halimatuddahliana.2003. Pencegahan Korosi dan Scale pada Proses Produksi
Minyak Bumi. FMIPA-USU.Medan. 8 hlm.
Halipah, S. 2016. Pembuatan Nanokalsium dengan Metode Presipitasi dari
Limbah Cangkang Kerang Hijau (Perna sp.) dan Aplikasinya Sebagai
Sediaan Antihipersensitifitas Dentin. Skripsi. Departemen Teknologi Hasil
Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Bogor. 50 hlm.
Handayani, D., R. Ranova, H. Bobbi, A. Farlian, Almahdi, Arneti. 2004.
Pengujian Efek Anti Feedan dari Ekstrak dan Fraksi Daun Gambir (Uncaria
gambir Roxb) terhadap Hama Spedoptera litura Fab. (Lepidoptera;
Noctuide). Seminar Nasional Tumbuhan Tanaman Obat Indonesia XXVI.
Padang.
Holysz, L., Szczes, A., and Chibowski, E.. 2007. Effect of a Carboxylic Acids on
Water and Electrolyte Solution. Journal of Colloid and Interface Science.
316:65-1002.
Hossaen, A. 2000. Particle Size Analyzer. King Fahd Petroleum &
Mineral.ArabSaudi. Pp 74.
Hasson, D., and R. Semiat. 2005. ScaleControl in Saline and Wastewater.
Desalination IsraelJournal of Chemistry.46:97-104
Himawati, E. 2010.Pengaruh Penambahan Asap Cair Tempurung Kelapa Destilasi
dan Redestilasi Terhadap Sifat Kimia, Mikrobiologi, dan Sensoris Ikan
Pindang Layang Selama Penyimpanan.(Skripsi). Universitas Sebelas Maret.
Surakarta. 71 hlm.
Irianty, R., S., dan M. P. Sembiring. 2012. Pengaruh Konsentrasi Inhibitor Ekstrak
Daun Gambir dengan Pelarut Etanol-Air Terhadap Laju Korosi Besi pada
Air Laut. Jurnal Riset Kimia. 5(2):165.
James P. M. and Syvitski. 1991. Principles, Methods, and Application of Particle
Size Analysis. Cambridge University Press. Cambrige. Pp 11.
80
Kemmer, F. N. 1979. The Nalco Water Hand Book. Nalco Chemical Co and Mc
Graw Hill Book CO. New York. Pp 20.
Khopkar, S. M. 2001. Konsep Dasar Kimia Analitik. UI Press. Jakarta. 194-196
pp.
Leofanti, G. 1997. Catalyst Characterization: Applications.Catalysis Today.
34:329-352.
Lestari, D.E. 2008.Kimia Air, Pelatihan Operator dan Supervisor Reaktor Riset.
Pusat Pendidikan dan Pelatihan BATAN.Serpong.
Lestari, D. E., Sunaryo, G. R., Yuliato, Y. E., Alibasyah, S., Utomo, S. B. 2004.
Kimia Air Reaktor Riset G. A. Siwabessy. Makalah Penelitian P2TRR dan
P2TKN BATAN. Serpong
Mao, Z., and Huang, J.. 2007. Habit Modification of Calcium Carbonate in the
Presence of Malic Acid. Journal of Solid State Chemistry. 180:453-460.
McNair, H.M., dan E.J. Bonelli. 1998. Dasar Kromatografi Gas. Penerbit ITB.
Bandung. 173 hlm.
Miksic, B. A., A. Margarita, Kharshan, and A. Y. Furman. 2005. Vapor Corrotion
and Scale Inhibitors Formulated from Biodegradable and Renewable Raw
Materials. Eur. Symposium on Corrosion Inhibitors. (10 SEIC). Ferrara,
Italy. Pp 83.
Muryanto., 2012, Enkapsulasi Rhizopus oryzae dalam kalsium-alginat untuk
produksi bioethanol dari tanden kosong kelapa sawit. (Thesis). Universitas
Indonesia. Depok. 72 hlm.
Muryanto, S., Bayuseno, A.P., Ma’mun, and Usamah, M. 2014. Calcium
Carbonate Scale Foration in Pipes: Effect of Flow Rates, Temperature, and
Malic Acid as Additives. Procedia Chemistry. 9:69-76.
Noviyanti N., Jasruddin J., Sujiono, E. H. 2015. Karakterisasi kalsium
karbonat (CaCO3) dari batu kapur Kelurahan Tellu Limpoe Kecamatan
Suppa.Jurnal Sains dan Pendidikan Fisika. Universitas Negeri
Makasar. Makasar. 169-172 pp.
Nunn, R.G. 1997. Water Treatment Essentials far Boiler Plant Operation.
McGraw Hill.NewYork.Capillary Zone Electrophoresis.Elsevier B.V.
Journal of Chromatography A, 934. Pp.113-122.
Nurhasanah, E. 2008. Perancangan Alat untuk Membuat Asap Cair dari
Tempurung Kelapa dan Karakterisasinya. Tesis. Pascasarjana Kimia Institut
Teknologi Bandung. Bandung. 75 hlm.
81
Onyeji, O., C., Omoruyi, S., I., Oladimeji, A., F., and Soyinka, O., J. 2009.
Physicochemical Characterization and Dissolution Properties of Binary
Systems of Pyrimethamine and 2-Hydroxypropyl-β-Cyclodextrin. African
Journal of Biotechnology. 8(8):1651-1659.
Patton, C. 1981. OilfieldWater System 2ed. Cambeel Petroleum Series.
Oklahoma. Pp 49-79.
Ratnaningsih, D. 2000. Pengetahuan Umum Tentang Kromoatografi Gas
Spektrometri Massa (GCMS). Pusat Pedal-Bapedal. Jakarta.
Rahmania, Y. 2012. Studi Pendahuluan Ekstrak Kulit Kakao (Theobroma Cacao
L.) Dan Nalco 72990 Sebagai Inhibitor Pembentuk Kerak Kalsium
Karbonat (CaCO3).(Skripsi). Jurusan Kimia FMIPA Unila. Lampung.
Rini, H. U. 2016. Pengaruh Penggunaan Campuran Ekstrak Gambir dan
Kemenyan sebagai Inhibitor Pembentukan Kerak Kalsium Sulfat (CaSO4).
(Thesis). Jurusan Kimia FMIPA Universitas Lampung. Lampung. 68 hlm.
Salimin, Z., dan Gunandjar. 2007. Penggunaan EDTA sebagai Pencegah
Timbulnya Kerak pada Evaporasi Limbah Radioaktif Cair. Prosiding PPI –
PDIPTN. Pustek Akselerator dan Proses Bahan – BATAN. Yogyakarta. 76-
81 pp.
Sastrohamidjoyo, H. 1982. Spektrometri Massa. Gajah Mada. University Press.
dalam: Rachmat E.H. 2004. Analisi Senyawa Volatil dalam Ikan Tongkol
dengan Metode Heatspace Solid Phase Microextration-Gas
Chromatography Mass Spectrometry (HS-SPME/GC-MS). Universitas
Lampung. 26 hlm.
Setiososari, E. 2017. Studi Penggunaan Asap Cair Tempurung Kelapa Grade 3
sebagai Inhibitor Kerak Kalsium Karbonat (CaCO3) menggunakan Metode
Seeded Experiment. (Skripsi) Jurusan Kimia FMIPA. Universitas Lampung.
Lampung. 82 hlm.
Smallman, R. E. dan Bishop, R. J. 2000. Metalurgi Fisik Modern dan Rekayasa
Material. Edisi keenam. Terjemahan Sriati Djaprie. Erlangga. Jakarta. 479
hlm.
Suharso. 2005. Characterization of Surface of the (100) Face of Borax Crystals
Using Atomic Force Microscopy (AFM): Dislocation Source Structure And
Growth Hillocks. Jurnal Sains MIPA Universitas Lampung.11(2):105-110.
Suharso. 2006. Ex Situ Investigation of the Hollow Cores on the Surface
Topography of the (100) Face of Borax Crystals by Atomic Force
Microscopy (AFM). Jurnal Sains MIPA Universitas Lampung. 12(1):31-35.
82
Suharso. 2007a. Effect of Sodium Dodecylbenzenesulfonic Acid (SDBS) on the
Growth Rate and Morphology of Borax Crystal. Indonesian Journal of
Chemistry. 7(1):5-9.
Suharso dan Buhani. 2011. Efek Penambahan Aditif Golongan Karboksilat dalam
Menghambat Laju Pembentukan Endapan Kalsium Sulfat. Jurnal Natur
Indonesia. 13(2):100-104.
Suharso dan Buhani. 2015. Penanggulangan Kerak Edisi 2. Graha Ilmu.
Yogyakarta. 92 hlm.
Suharso, Buhani, dan L. Aprilia. 2013. Pengaruh Senyawa Turunan Kaliksarena
dalam Menghambat Pembentukan Kerak Kalsium Karbonat (CaCO3).
Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung. Bandar Lampung. 495-
503 pp.
Suharso, Buhani, and L. Aprilia. 2014. Influence of Calix[4] Arene Derived
Compound on Calcium Sulphate Scale Formation. Asian Journal of
Chemistry. 26(18):6155–6158.
Suharso, Buhani, S. Bahri and T. Endaryanto. 2010. The Use of Gambier Extracts
from West Sumatra as a Green Inhibitor of Calcium Sulfate (CaSO4) Scale
Formation. Asian Journal of Research Chemistry. 3(1):183-187.
Suharso, Buhani, S. Bahri and T. Endaryanto. 2011a. Gambier Extracts as an
Inhibitor of Calcium Carbonate (CaCO3) Scale Formation. Desalination.
265(1):102-106.
Suharso, Buhani, S.D. Yuwono, and Tugiyono. 2017. Inhibition of Calcium
Carbonate (CaCO3) Scale Formation by Calix[4] Resorcinarene
Compounds. Desalination and Water Treatment. 68:32-39.
Suharso, Buhani, T. Suhartati, dan L. Aprilia. 2007. Sintesis C- Metil-4,10,16,22
Tetrametoksi Kaliks[4]Arena dan Peranannya sebagai Inhibitor
Pembentukan Kerak Kalsium Karbonat (CaCO3). Laporan Akhir Program
Insentif. Unversitas Lampung. Bandar Lampung.
Suharso, Buhani, and T. Suhartati. 2009. The Role of C-Methyl-4,10,16,22
Tetrametoxy Calix[4]Arene as Inhibitor of Calcium Carbonate (CaCO3)
Scale Formation. Indonesian Journal of Chemistry. 9(2):206 – 210.
Suharso, G.Parkinson, and M.Ogden. 2007b. Effect of Cetyltrimehylammonium
Bromide (CTAB) on the Growth Rate and Morphology of Borax Crystals.
Journal of Applied Sciences. 7(10):1390-1396.
Suharso, Tiand Reno, Teguh Endaryanto, and Buhani. 2017a. Modification of
Gambier Extracs as Green Inhibitor of Calcium Carbonate (CaCO3) Scale
Formation. Journal of Water Process Engineering. 18:1-6.
83
Supratman, U. 2010. Eqiulibrium Penentuan Senyawa Organik. Universitas
Padjajaran. Bandung. 102-108 pp.
Syahri, M., dan B. Sugiharto. 2008. Scale Treatment pada Pipa Distribusi Crude
Oil Secara Kimiawi. Prosiding Seminar NasionalTeknoin. JurusanTeknik
Kimia Fakultas Teknologi Industri UPN, Yogyakarta. Indonesia. 5 hlm.
Svehla, G. 1990. Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semi mikro
.Alih Bahasa Oleh L. Setiono dan A.H pudjaatmaka. PT.Kalman Media
Pustaka. Jakarta. 656 hlm.
Terraningtyas, A., A. P. Kusumawati, dan F. R. Mustalim. Ilmu Bahan CaCO3.
Universitas Negeri Surabaya. Surabaya. 25 hlm.
Torres, S.N.C. 2005. Improved Detection of TNT using SPME- TEEM-GC/MD
Mode Immersion in Water dan Soil. Thesis Master of Science. University of
Puerto Rico. Mayaguez Campus. Pp 107.
Tottoki S, Wada Y, Moriya N, Shimaoka H. 2007. DEP Active Grating Method: a
New Approach for Size Analysis of Nano-Sized Particles. Shimadzu Review
62:173-179.
Tranggono, Suhardi, Setiadji, B., Supranto, Darmadji P. dan Sudarmanto. 1996.
Identifikasi Asap Cair dari Berbagai Jenis Kayu dan Tempurung Kelapa.
Jurnal. Ilmu dan Teknologi Pangan. 1:15-24.
Wafiroh, S. 1995. Pemurnian Garam Rakyat Dengan Kristalisasi Bertingkat.
Laporan Penelitian. Universitas Airlangga. Surabaya.
Webb, P. A. 2002. Interpretation of Particle Size Reported by Different Analytical
Technique. Diakses melalui www.micromeristics.com. Pada tanggal 22
April 2018 Pukul 12.04 WIB.
Yao, C. L., C. X. Qi, J. M. Zhu, and W. H. Xu. 2010. Unusual Morphology Of
Calcium Carbonate Controlled By Amino Acids In Agarose Gel. Journal of
the Chilean Chemical Society.55(2):270-273.
Yulistiani, R. 2008. Monograf Asap Cair Sebagai Bahan Pengawet Alami Pada
Produk Daging dan Ikan, Cetakan Pertama, Edisi 1. Surabaya: UPN
Veteran. 58 hlm.
Zeiher, E. H. K., H. Bosco, and K. D. Williams. 2003. Novel Antiscalant Dosing
Control. Elsevier Science B.V. Desalination. 157:209-216
Zhang, K., M. Sun, P. Werner, A. J. Kovera, J. Albu, F. X. Pi-Sunyer, and C. N.
Boozer. 2002. Sleeping Metabolic Rate in Relation to Body Mass Index and
Body Composition. International Journal of Obesity Relations Metabolic
Disorder. 26:376-383.