studi parametrik terhadap perilaku link geser profil … · terutama dengan menggunakan pengaku...

15
Prosiding Konferensi Nasional Pascasarjana Teknik Sipil (KNPTS 2010) Bandung, 26 Mei 2010, ISBN 978-979-16225-5-4 STUDI PARAMETRIK TERHADAP PERILAKU LINK GESER PROFIL WF DENGAN PEMASANGAN PENGAKU DIAGONAL PADA BAGIAN BADAN DALAM SISTEM STRUKTUR BAJA BRACING EKSENTRIK (EBF) Yurisman 1 , Bambang Budiono 2 , Muslinang Moestopo 3 , dan Made Suarjana 4 1 Mahasiswa Program Studi Doktoral Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung, Staf Pengajar Politeknik Negeri Padang Email: [email protected] 2 Guru Besar, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung, Email: [email protected] 3 Staf Pengajar, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung, Email: [email protected] 4 Staf Pengajar, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung, Email: [email protected] ABSTRAK Elemen link merupakan elemen yang paling penting dalam sistem struktur baja berpengaku eksentrik (EBF) diamana elemen tersebut berfungsi sebagai sekring (fuse) pada struktur tersebut. Disipasi energi gempa terjadi melalui mekanisme plastis, pada link geser proses plastifikasi terjadi pada bagian badan, link geser mempunyai kinerja yang paling baik dalam kemampuan dissipasi energi gempa, mempunyai kekuatan, kekakuan dan daktilitas yang tinggi dibandingkan dengan link lentur. Studi ini bertujuan untuk meneliti beberapa parameter yang berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja link geser profil WF terutama dengan menggunakan pengaku diagonal pada bagian badan dibawah pembebanan statik monotonik dan siklik dengan kontrol perpindahan (displacement control), riwayat pembebanan yang diberikan dalam pengujian ini disesuaikan dengan standar pembebanan AISC 2005. Analisis dilakukan dengan pendekatan elemen hingga Non-Linier dengan menggunakan perangkat lunak komputer MSC/NASTRAN. Link dimodelkan sebagai elemen shell CQUAD yang ditumpu pada kedua ujungnya sedangkan beberapa nodal pada posisi pembebanan diperbolehkan untuk bertranslasi dalam satu arah saja (arah sumbu-y). Panjang link yang digunakan dalam analisa ini adalah 400 mm penampang link profil WF 200.100. Beberapa parameter penting yang dianggap berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja link geser telah dianalisa mencakup : tebal badan, jarak pengaku badan, dan tebal pengaku diagonal. Perilaku link geser dengan pengaku diagonal badan dibandingkan dengan perilaku link standard yang direncanakan sesuai dengan ketentuan AISC 2005. Hasil analisis menunjukkan bahwa pengaku diagonal badan dapat meningkatkan kinerja link geser dalam hal : kekuatan kekakuan dan dissipasi energi, namun pemasangan pengaku diagonal tersebut tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan nilai daktilitas elemen link. Kata kunci: Link geser, pengaku diagonal badan, kekuatan, kekakuan, energi dissipasi 1. PENDAHULUAN Struktur baja merupakan salah satu sistem struktur tahan gempa dengan kinerja yang sangat bagus, karena material baja mempunyai karakteristik yang unik dibandingkan dengan material struktur lainnya, dengan mengandalkan pada sifat daktilitas dan kekuatannya yang tinggi maka struktur baja sangat cocok digunakan untuk daerah-daerah dengan tingkat seismisitas yang tinggi. Dari hasil-hasil riset yang pernah dilakukan telah didapatkan tiga sistem struktur baja tahan gempa yang umum digunakan yaitu : (1) Rangka penahan momen (Moment Resisting Frame / MRF), (2) Rangka berpengaku konsentrik (Concentrically Braced Frame / CBF), (3) Rangka berpengaku B – 1

Upload: others

Post on 15-Feb-2020

13 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Prosiding Konferensi Nasional Pascasarjana Teknik Sipil (KNPTS 2010) Bandung, 26 Mei 2010, ISBN 978-979-16225-5-4

STUDI PARAMETRIK TERHADAP PERILAKU LINK GESER PROFIL WF DENGAN PEMASANGAN PENGAKU DIAGONAL

PADA BAGIAN BADAN DALAM SISTEM STRUKTUR BAJA BRACING EKSENTRIK (EBF)

Yurisman1, Bambang Budiono2, Muslinang Moestopo3, dan Made Suarjana4 1Mahasiswa Program Studi Doktoral Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung,

Staf Pengajar Politeknik Negeri Padang Email: [email protected] Besar, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung, Email: [email protected] 3Staf Pengajar, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung, Email: [email protected]

4Staf Pengajar, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung, Email: [email protected]

ABSTRAK Elemen link merupakan elemen yang paling penting dalam sistem struktur baja berpengaku eksentrik (EBF) diamana elemen tersebut berfungsi sebagai sekring (fuse) pada struktur tersebut. Disipasi energi gempa terjadi melalui mekanisme plastis, pada link geser proses plastifikasi terjadi pada bagian badan, link geser mempunyai kinerja yang paling baik dalam kemampuan dissipasi energi gempa, mempunyai kekuatan, kekakuan dan daktilitas yang tinggi dibandingkan dengan link lentur. Studi ini bertujuan untuk meneliti beberapa parameter yang berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja link geser profil WF terutama dengan menggunakan pengaku diagonal pada bagian badan dibawah pembebanan statik monotonik dan siklik dengan kontrol perpindahan (displacement control), riwayat pembebanan yang diberikan dalam pengujian ini disesuaikan dengan standar pembebanan AISC 2005. Analisis dilakukan dengan pendekatan elemen hingga Non-Linier dengan menggunakan perangkat lunak komputer MSC/NASTRAN. Link dimodelkan sebagai elemen shell CQUAD yang ditumpu pada kedua ujungnya sedangkan beberapa nodal pada posisi pembebanan diperbolehkan untuk bertranslasi dalam satu arah saja (arah sumbu-y). Panjang link yang digunakan dalam analisa ini adalah 400 mm penampang link profil WF 200.100. Beberapa parameter penting yang dianggap berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja link geser telah dianalisa mencakup : tebal badan, jarak pengaku badan, dan tebal pengaku diagonal. Perilaku link geser dengan pengaku diagonal badan dibandingkan dengan perilaku link standard yang direncanakan sesuai dengan ketentuan AISC 2005. Hasil analisis menunjukkan bahwa pengaku diagonal badan dapat meningkatkan kinerja link geser dalam hal : kekuatan kekakuan dan dissipasi energi, namun pemasangan pengaku diagonal tersebut tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan nilai daktilitas elemen link.

Kata kunci: Link geser, pengaku diagonal badan, kekuatan, kekakuan, energi dissipasi

1. PENDAHULUAN Struktur baja merupakan salah satu sistem struktur tahan gempa dengan kinerja yang sangat bagus, karena material baja mempunyai karakteristik yang unik dibandingkan dengan material struktur lainnya, dengan mengandalkan pada sifat daktilitas dan kekuatannya yang tinggi maka struktur baja sangat cocok digunakan untuk daerah-daerah dengan tingkat seismisitas yang tinggi. Dari hasil-hasil riset yang pernah dilakukan telah didapatkan tiga sistem struktur baja tahan gempa yang umum digunakan yaitu : (1) Rangka penahan momen (Moment Resisting Frame / MRF), (2) Rangka berpengaku konsentrik (Concentrically Braced Frame / CBF), (3) Rangka berpengaku

B – 1

Prosiding Konferensi Nasional Pascasarjana Teknik Sipil (KNPTS 2010) Bandung, 26 Mei 2010, ISBN 978-979-16225-5-4

PERILAKU LENTUR DAN GESER PADA KEADAAN LAYAN DAN BATAS BALOK BETON BERTULANG BERLUBANG MEMANJANG

M. Yusuf Amir1, Wiku A. Krasna2, Djoko Sulistyo3 dan Bambang Supriyadi4 1Mahasiswa Pascasarjana Teknik Sipil, Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah

Mada, Email: [email protected] Pascasarjana Teknik Sipil, Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah

Mada, Email: [email protected] 3Staf Pengajar, Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, Email:

[email protected] Pengajar, Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, Email:

[email protected]

ABSTRAK Beton bertulang dengan penampang I mengurangi bobot dan kebutuhan beton, namun pengurangan kekuatannya tidak terlalu besar. Beton bertulang dengan penampang I pelaksanaannya cukup rumit dan memakan waktu. Oleh karena itu dibuat balok beton dengan penampang persegi berlubang memanjang (hollow core beam) yang beratnya ekivalen dengan balok beton penampang I. Diharapkan beton bertulang penampang persegi berlubang memiliki kekuatan yang tidak berbeda dengan beton bertulang penampang I tersebut, namun lebih ekonomis dan lebih mudah dilaksanakan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui dan membandingkan perilaku lentur dan geser serta efek dinamis balok persegi berlubang memanjang dengan balok penampang I ekivalennya. Benda uji yang digunakan 4 (empat) buah untuk lentur dengan bentang 3500 mm dan 4 (empat) buah untuk geser dengan bentang 2000 mm dengan penampang yang sama, yaitu masing-masing 1 (satu) balok kontrol (BK) dan 3 (tiga) balok berlubang (BB). Masing-masing benda uji diberi beban statik sampai terjadi keruntuhan dan pembebanan dinamik sampai dengan beban leleh dengan menggunakan mesin penggetar. Dari hasil analisis sementara penelitian ini kapasitas baik BK maupun BB dari segi kekuatan lentur dan geser tidak jauh berbeda untuk balok lentur BBL1 2,03%, BBL2 2,49% dan BBL3 3,96% sedangkan untuk balok geser BBG1 12,79%, BBG2 17,14% dan BBG3 -3,31%. Balok uji BK yang ekuivalen dengan BB baik material maupun dimensi tidak menjamin memiliki frekuensi alami yang sama untuk balok lentur BKL 31,250 Hz dan BBL3 35,644 Hz sedangkan untuk balok geser BKG 58,594 Hz dan BBG3 49,354 Hz dan balok uji baik lentur maupun geser mengalami penurunan frekuensi akibat peningkatan beban.

Kata kunci: Balok Beton Bertulang Berlubang Memanjang, Balok I, Beban Statik, Beban Dinamik, Lentur, Geser

1. PENDAHULUAN Aplikasi struktur beton bertulang dalam bangunan sipil sudah sangat luas dan beton bertulang merupakan bahan bangunan yang paling banyak digunakan pada saat ini. Hal ini dikarenakan beton bertulang mampu menahan gaya tarik dan tekan, dan juga memiliki daya tahan yang cukup baik terhadap faktor lingkungan dan kebakaran. Dalam upaya meningkatkan efisiensi dalam suatu struktur bangunan, bentuk penampang dari beton bertulang tidak lagi hanya berbentuk persegi. Beton bertulang dengan penampang I mengurangi bobot dan kebutuhan beton, namun pengurangan kekuatannya tidak terlalu besar. Beton bertulang dengan penampang I pelaksanaan pembuatannya cukup rumit dan memakan waktu lebih lama.

B – 13

Prosiding Konferensi Nasional Pascasarjana Teknik Sipil (KNPTS 2010) Bandung, 26 Mei 2010, ISBN 978-979-16225-5-4

KONTROL AKTIF OPTIMAL SISTEM STRUKTUR NON-LINIER LOKAL DENGAN ISOLASI DASAR

Djamal M.Abdat1 1Mahasiswa Program Studi Doktor Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung,

Email: [email protected]

ABSTRAK Pada umumnya, bangunan teknik sipil dirancang sebagai struktur pasif yang hanya mengandalkan massa dan kekakuannya untuk menahan beban luar dinamik, sehingga ketidakkakuan sistem struktur telah menimbulkan banyak masalah vibrasi, terutama pada respon perpindahan dan percepatan struktur yang melampaui batas kenyamanan. Karakteristik dan perilaku sistem struktur dapat diperbaiki dan ditingkatkan dengan menambahkan sistem kontrol aktif yang mampu beradaptasi terhadap gannguan luar yang bekerja pada struktur tersebut. Tulisan ini merupakan hasil penelitian kajian analitis tentang sistem kontrol aktif pada sistem dinamik struktur yang dilengkapi dengan elemen isolasi dasar non-linier histeresis bermodel Bouc-Wen.Mekanisme kontrol dilakukan dengan memberikan gaya internal yang secara aktif memberikan gaya kontrol pada struktur berdasarkan informasi percepatan eksitasi seismik dan respon sistem struktur. Dengan menggunakan konsep analisis modal non-linier dan kontrol optimal, dikembangkan suatu algoritma kontrol kalang tertutup untuk menentukan gaya kontrol optimal. Hasil penelitian ini dipelajari dengan membandingkan respon struktur linier tanpa dan dengan isolasi dasar dan kontrol, sehingga diperoleh informasi efektifitas adanya elemen struktur isolasi dasar dan sistem kontrol aktif tersebut.

Kata kunci: kontrol aktif optimal , isolasi dasar, non-linier histeresis Bouc-Wen

1. PENDAHULUAN Dalam bidang rekayasa sipil, hampir semua sistem struktur memiliki sifat non-linier. Sistem struktur non-linier ini sering menunjukan perilaku yang komplek dan mengejutkan, oleh karena itu perlu dilakukan suatu pendekatan non-linier untuk memperoleh solusi yang lebih mendekati perilaku strukturnya [Setio, H.D. , Widarbo, R., and Patta, P.R.,(2008)]. Sistem struktur non-linier lokal merupakan kombinasi dari sistem struktur utama yang ditambahkan kepadanya suatu elemen struktur non-linier pada bagian tertentu yang bersifat lokal, sehingga sistem struktur tersebut bersifat non-linier. Penambahan elemen struktur tersebut dapat diberlakukan untuk difungsikan sebagai isolasi sistem, sebagai penambahan redaman, ataupun sebagai penambahan kekakuan pada sistem struktur utama [Wang, Y.(2003); Carrella, A. (2008); Cheng, F.Y., Jiang, H. and Lou, K.(2008)].

Pembahasan dalam tulisan ini difokuskan pada elemen struktur tambahan yang diposisikan pada lokasi antara suatu sistem struktur utama bangunan dan sistem pondasinya, yang dikenal sebagai sistem isolasi dasar [Bratosin, D.(2006)]. Elemen struktur isolasi dasar bertujuan untuk difungsikan sebagai isolasi sistem struktur terhadap beban seismik dari gerakan dasarnya, sehingga respon struktur bangunan tersebut dapat direduksi cukup signifikan [Bratosin, D.(2006); Carneiro, J.O., de Melo, F.J.Q., Jalali, S. and Camanho, P.P.(2004)].Studi tentang solusi persamaan dinamik dengan metode analisis modal untuk struktur non-linier geometri telah dikaji pertama kali pada tahun 1992 oleh Setio, S., Setio, H.D. and Jezequel, L.(1992). Kajian lebih lanjut pada tahun 2001

B – 23

Prosiding Konferensi Nasional Pascasarjana Teknik Sipil (KNPTS 2010) Bandung, 26 Mei 2010, ISBN 978-979-16225-5-4

KAJIAN NUMERIK PERAMBATAN GELOMBANG DAM BREAK DUA DIMENSI PADA KASUS SITU GINTUNG

M. Cahyono1, Ika Sari Damayanthi Sebayang2 dan Gneis Setia Graha3 1 Staf Pengajar, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung, Email:

[email protected] 2 Mahasiswa Program Studi Magister Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung,

Email: [email protected] 3 Mahasiswa Program Studi Magister Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung,

Email: [email protected]

ABSTRAK Keruntuhan tanggul yang terjadi pada Situ Gintung di tahun 2009 menyebabkan kerugian yang besar. Peristiwa ini dapat dijadikan sebagai dasar untuk mengantisipasi musibah yang sama. Salah satu bentuknya adalah dengan mengetahui wilayah yang akan tergenang apabila situ tersebut mengalami keruntuhan, yang disajikan dalam bentuk peta zona elevasi genangan air. Peta tersebut juga dapat digunakan sebagai acuan dalam perencanaan perbaikan, terutama wilayah hilir Situ Gintung. Cakupan wilayah yang akan diteliti adalah Kelurahan Cirendeu, Kecamatan Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan. Penentuan daerah genangan akibat keruntuhan Situ dapat diperkirakan dengan simulasi model numerik. Tujuan penelitian ini adalah mengembangkan model numerik dua dimensi untuk memperkirakan daerah genangan bila terjadi keruntuhan Situ. Model numerik menggunakan persamaan aliran dua dimensi (2D) dengan metode beda hingga (Finite Difference) skema Mac Cormack dan Filter Total Variation Diminishing (Filter TVD). Filter TVD digunakan untuk mendapatkan profil muka air akibat keruntuhan situ/dam yang lebih akurat. Pemodelan dilakukan dengan anggapan bahwa kondisi hilir dari Situ Gintung berupa tanah tanpa ada bangunan. Perhitungan numerik akan dibuat dalam beberapa skenario keruntuhan tanggul yang berpengaruh pada syarat batas hulu (boundary condition) yang berupa debit. Hasil perhitungan model numerik tersebut akan diverifikasi dengan data hasil survey lapangan. Hasil akhir analisa penelitian disajikan dalam bentuk peta zona elevasi genangan air. Kata kunci: dam break, dua dimensi, genangan, Mac Cormack, Filter TVD

1. PENDAHULUAN Situ merupakan salah satu bangunan yang penting sebagai area penampung dan konservasi air. Salah satu Situ yang ada di Indonesia adalah Situ Gintung yang terletak di Kelurahan Cirendeu, Kecamatan Ciputat, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten. Situ Gintung merupakan sebuah tanggul yang dibangun sejak zaman pemerintah Belanda pada tahun 1932 dan selesai dibangun pada tahun 1933. Berdasarkan data dari Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Ciliwung Cisadane, Situ Gintung memiliki luas awal 31 Hektar dengan kedalaman 10 meter, namun karena proses pendangkalan sekarang luasnya hanya tinggal 21,4 Hektar. Situ Gintung mengalami keruntuhan pada tanggal 27 Maret 2007 yang berdampak hilangnya ratusan nyawa dan ratusan bangunan rusak akibat terjangan aliran dam break. Peristiwa ini dapat dijadikan dasar dalam mengantisipasi kerugian yang diakibatkan oleh keruntuhan bangunan situ-situ lainnya yang mungkin terjadi di waktu mendatang. Selain antisipasi untuk situ dengan kondisi yang kritis lainnya, perencanaan perbaikan terutama untuk daerah hilir Situ Gintung sebaiknya memperhitungkan luas wilayah genangan apabila terjadi genangan air akibat debit yang keluar (outflow) dari Situ Gintung.

B – 33

Prosiding Konferensi Nasional Pascasarjana Teknik Sipil (KNPTS 2010) Bandung, 26 Mei 2010, ISBN 978-979-16225-5-4

ANALISIS KARAKTERISTIK DAN KUALITAS PELAYANAN ANGKUTAN OJEK SEPEDA MOTOR BERDASARKAN

PERSEPSI PENGGUNA MENGGUNAKAN METODE STRUCTURAL EQUATION MODELING (SEM)

Taslim Bahar1, Ofyar Z. Tamin2, dan Russ Bona Frazila2 1Staf Pengajar Teknik Sipil Universitas Tadulako Palu, Mahasiswa Program Doktor Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil

dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung Email : [email protected] Pengajar Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung

ABSTRAK Tidak semua jaringan jalan perkotaan dapat diakses oleh angkutan umum (AU) regular sebagai akibat dari keterbatasan ukuran geometrik jalan dan terbatasnya pengoperasian AU reguler. Hal ini mendorong munculnya AU alternative yang melayani pergerakan yang tidak dapat dilayani atau ditinggalkan oleh AU regular. Kondisi ini umumnya terjadi di kota-kota Indonesia dan salah satu dampaknya adalah munculnya alternatif angkutan umum yaitu ojek sepedamotor. Ojek sepeda motor (ojek SM) muncul atas respon pengguna terhadap kebutuhan AU, dimana penggunannya cenderung meningkat. Bagaimana karakteristik pelayanannya dan faktor apa yang mempengaruhi penggunaan ojek SM?. Studi ini bertujuan untuk menginvestigasi karaktersitik pelayanan dan faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas pelayanan angkutan ojek SM sebagai AU penumpang perkotaan. Survai dilakukan di kota Bandung dan pengumpulan data dengan pengisian kuesioner dan wawancara langsung kepada pengguna. Analisis dilakukan dengan pendekatan hubungan kausal antar factor-faktor yang berpengaruh dengan metode structural equation modeling (SEM). Hasil studi menunjukkan bahwa kualitas pelayanan ojek SM dipengaruhi oleh faktor waktu, fleksibilitas/kenyamanan dan aksessibilitas. Faktor polusi lingkungan tidak mempengaruhi kualitas pelayanan. Faktor waktu, fleksibilitas dan akses sangat mempengaruhi pemilihan moda ojek seiring dengan alasan utama memilih ojek SM yaitu lebih fleksibel dan lebih cepat. Keunggulan layanan yang fleksibel dan cepat menjadikan angkutan ojek lebih banyak digunakan untuk tujuan bekerja dan sekolah khususnya pada jarak dekat.

Kata kunci: karakteristik, kualitas, pelayanan, ojek, SEM

1. PENDAHULUAN Ketidakmampuan dalam menyediakan akses layanan angkutan umum dari awal sampai akhir pergerakan mendorong munculnya alternatif angkutan umum atau angkutan pribadi. Angkutan umum alternatif tersebut berperan untuk mengisi (gap filler) atau angkutan antara (feeder) pada ruang-ruang kosong (blank spot) yang tidak terakses oleh angkutan umum reguler. Secara umum ciri-ciri angkutan ini adalah rute dan tarif fleksibel, dapat berhenti, menaikkan dan menurunkan penumpang dimana saja sehingga disebut juga angkutan informal (Dimitriou, 1995; Cervero, 2000). Di kota-kota negara berkembang lebih dari 20% dari sistem tranportasinya dilayani oleh angkutan umum informal seperti Manila 70%, Jakarta 50%, Kualalumpur 40%, Bangkok 21%, Chiang May 90% (Shimazaki, T et.al, 1995). Beberapa faktor yang mengakibatkan tidak tersedianya akses layanan angkutan umum pada jaringan jalan perkotaan antara lain: struktur kota, fungsi hierarki jaringan jalan, ukuran geometrik jalan, kondisi lingkungan pemukiman.

B – 39

Prosiding Konferensi Nasional Pascasarjana Teknik Sipil (KNPTS 2010) Bandung, 26 Mei 2010, ISBN 978-979-16225-5-4

PENGEMBANGAN MODEL ESTIMASI MATRIKS ASAL TUJUAN DENGAN KOMBINASI GRAVITY DISTRIBUTION, MULTINOMIAL

LOGIT DAN EQUILIBRIUM ASSIGNMENT

Rahayu Sulistyorini1, Ofyar Z. Tamin2 dan Ade Sjafruddin3 1Mahasiswa S3 Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung,

Email:[email protected] dan [email protected]. 2Staf Pengajar, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung, Email: [email protected] Pengajar, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung, Email: :[email protected]

ABSTRAK Umumnya masalah-masalah transportasi memerlukan Matriks Asal-Tujuan (MAT) sebagai input utama yang merepresentasikan pola perjalanan pada suatu wilayah perencanaan. Salah satu metode untuk mendapatkan MAT adalah metode estimasi MAT berdasarkan data arus lalu lintas yang termasuk kelompok Metode Tidak Konvensional yang cukup efektif dan ekonomis. Model yang dikembangkan pada penelitian ini adalah model yang mengkombinasikan tahapan sebaran pergerakan, pemilihan moda dan pemilihan rute, sehingga model ini mampu sekaligus menaksir MAT bagi moda transportasi yang berbeda. Beberapa penelitian terdahulu masih dalam kondisi ”All or Nothing” yang tidak realistis untuk beberapa jaringan jalan di daerah perkotaan karena tidak mempertimbangkan efek kemacetan dan keragaman persepsi dalam mempertimbangkan pilihan rute. Pada penelitian ini, digunakan model sebaran pergerakan gravity, model pemilihan moda multinomial logit serta model pemilihan rute keseimbangan. Model estimasi yang dikembangkan untuk mengkalibrasi model tersebut dengan data arus lalu lintas adalah: kuadrat-terkecil-tidak-linier (KT). Model yang dikembangkan selanjutnya di uji dengan menggunakan data buatan sederhana dan kompleks. Dari validasi model yang dilakukan diperoleh Berapapun nilai awal (β) dan (γ), maka hasil akhir proses kalibrasi model akan memberikan nilai (β) dan (γ) yang ditetapkan (solusi akhir). Dengan uji validasi ini, model telah dapat dikatakan berjalan dengan baik atau benar. Konvergensi nilai (β) dan (γ) sangat tergantung pada pemberian nilai awal (β) dan (γ). Semakin jauh nilai awal dari solusi akan semakin lama jumlah iterasi yang diperlukan untuk mencapai konvergensi nilai (β) dan (γ).Semakin besar faktor kesalahan maka akan semakin jauh perbedaan antara volume lalulintas pengamatan dengan volume lalu lintas hasil model. Semakin kompleks suatu sistem zona dan jaringan maka akan semakin banyak jumlah iterasi yang diperlukan untuk mencapai suatu kondisi konvergensi. Semakin sedikit jumlah data lalu lintas yang diperoleh maka semakin jauh perbedaan antara volume lalulintas pengamatan dengan volume lalu lintas hasil model.

Kata Kunci: Gravity, Multinomial Logit, Equilibrium Assignment, Kuadrat Terkecil, Volume Lalu Lintas

1. PENDAHULUAN

Latar Belakang

Notasi Matriks Asal-Tujuan (MAT) diadopsi oleh para perencana transportasi untuk menggambarkan pola perjalanan. Jika MAT ini dibebankan ke jaringan jalan, dihasilkan pola arus lalulintas. Dengan mempelajari pola tersebut, kita dapat mengidentifikasi permasalahan yang terjadi pada jaringan jalan dan selanjutnya beberapa solusi bisa diperoleh.

B – 49

Prosiding Konferensi Nasional Pascasarjana Teknik Sipil (KNPTS 2010) Bandung, 26 Mei 2010, ISBN 978-979-16225-5-4

KAJIAN PERILAKU LAPISAN SUBGRADE DARI TANAH LUNAK AKIBAT PENAMBAHAN ASPAL EMULSI MEMAKAI METODE

BITUMEN BASED STABILIZATION

Syahril1, Bambang Sugeng Subagio2, Ilyas Suratman2, dan Siegfried3 1Mahasiswa Program Doktor, Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi

Bandung, Jl. Ganesa No.10 Bandung, Email: [email protected] Pengajar Sekolah Pascasarjana, Program Studi Teknik Sipil,Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut

Teknologi Bandung, Email: [email protected]; [email protected] Senior Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan dan Jembatan, Departemen Pekerjaan Umum, Jl. A.H.

Nasution No. 264 Bandung, Email: [email protected]

ABSTRAK Dalam pembangunan konstruksi perkerasan jalan, tanah merupakan elemen penting yang berfungsi sebagai landasan dan harus mampu memikul beban lalu lintas diatasnya, sehingga daya dukung lapis tanah dasar (subgrade) merupakan salah satu unsur utama yang harus diperhatikan dalam pembangunan konstruksi perkerasan jalan tersebut. Tanah lunak yang dipergunakan sebagai lapis tanah dasar (subgrade) umumnya mempunyai daya dukung yang buruk (kurang baik). Jika daya dukung lapis tanah dasar (subgrade) kurang dari persyaratan yang ada (kurang baik), maka diperlukan perbaikan kualitas tanah dasar agar daya dukungnya dapat meningkat. Untuk mendapatkan perbaikan kualitas tanah yang lebih optimum maka perlu dilakukan pengujian lebih lanjut terhadap tanah lunak yang mempunyai kualitas daya dukung kurang baik dengan penambahan aspal emulsi berdasarkan pengujian kuat tekan bebas dengan memakai metode bitumen based stabilization, yaitu suatu proses stabilisasi tanah dimana bahan bitumen dalam jumlah tertentu dicampurkan dengan tanah lunak atau agregat untuk membentuk suatu kondisi tanah yang stabil sesuai yang disyaratkan sebagai lapisan tanah dasar (subgrade). Bahan stabilisasi berupa aspal emulsi merupakan alternatif yang dapat digunakan sebagai bahan tambahan campuran tanah yang akan meningkatkan kohesi antar partikel tanah dan daya dukung tanah serta meningkatkan ketahanan tanah terhadap air. Pada pengujian akhir dari penelitian ini akan dilakukan pengkajian pembebanan dinamik untuk mensimulasikan keadaan yang ada dilapangan berupa beban dinamik dan modulus kekakuan (modulus resilient) yaitu MR = σd / εr, untuk mendapatkan model kekuatan dan kekakuan dengan kadar bitumen based optimum. Hasil yang diharapkan dari penelitian ini adalah agar campuran bitumen based dan tanah (soil-bitumen based) dapat dijadikan sebagai alternatif campuran tanah yang tahan terhadap retak untuk lapisan tanah dasar (subgrade).

Kata kunci: tanah lunak, stabilisasi, kekuatan, kekakuan, optimum

1. PENDAHULUAN Tanah yang berfungsi sebagai lapis pondasi dasar (subgrade) merupakan elemen yang sangat penting dalam suatu pekerjaan konstruksi jalan, dimana daya dukung tanah merupakan unsur utama dalam pembangunan konstruksi jalan tersebut. Tanah sebagai tempat berdirinya suatu konstruksi harus mampu menahan beban yang bekerja diatasnya karena tanah merupakan landasan yang menerima dan menahan beban-beban yang bekerja diatasnya. Sebagai landasan, tanah harus mempunyai daya dukung yang baik untuk mendukung beban konstruksi diatasnya. Oleh karena itu sebelum dilaksanakan pekerjaan pembangunan harus diketahui terlebih dahulu daya dukungnya.

B – 59

Prosiding Konferensi Nasional Pascasarjana Teknik Sipil (KNPTS 2010) Bandung, 26 Mei 2010, ISBN 978-979-16225-5-4

PERENCANAAN KESELAMATAN PADA TAHAP PRA KONSTRUKSI, KONSEPSI DAN VERIFIKASI

Bambang Endroyo1 dan Akhmad Suraji2 1Kandidat Doktor Teknik Sipil Universitas Diponegoro Semarang. Email: [email protected]

2 Ko Promotor

ABSTRAK Saat ini, sektor konstruksi masih memiliki prestasi yang buruk di dalam keselamatan. Angka kecelakaan fatal pada proyek konstruksi adalah lebih tinggi dibanding rata-rata di industri lain. Itu semua membangkitkan perhatian yang lebih untuk menekan angka kecelakaan menjadi se minimal mungkin. Riset ini meneliti tentang faktor-faktor kunci perencanaan keselamatan konsttruksi pada tahap pra konstruksi. Studi ini diselenggarakan dengan menggunakan teori penyebab kecelakan yang menggunakan pendekatan hulu. Teori-teori tersebut adalah: The Constraint-Response Theory (C-R); Construction Design Management (CDM); and Theory Process Protocol ( Pp). Riset ini mem”breakdown” ketiga teori di atas (C-R; CDM, Pp) menjadi konsep faktor-faktor kunci perencanaan keselamatan tahap pra konstruksi. Kemudian, konsep tersebut diverifikasi oleh akademisi dan praktisi konstruksi dengan menggunakan metode Delphi dalam tiga putaran. Selama verifikasi dari putaran pertama sampai ketiga, terjadi penambahan dan pengurangan konsep dan juga penyelarasan bahasa. Hasil riset ini adalah faktor-faktor kunci perencanaan keselamatan pada tahap pra konstruksi lengkap dengan hasil verifikasi dari responden dan nara sumber tentang pentingnya masing-masing faktor.

Kata kunci: pra konstruksi, kecelakaan, faktor kunci, perencanaan, pendekatan hulu

1. PENDAHULUAN

Kecelakaan Konstruksi dan Upaya Pencegahannya

Sampai saat ini, kecelakaan konstruksi masih sering terjadi, antara lain: jatuhnya pekerja dari ketinggian, robohnya crane, jatuhnya gondola, runtuhnya rangka baja sewaktu masih dalam pengerjaan, terkuburnya pekerja dalam longsornya tanah maupun bongkaran bangunan. Hasil analisis statistik beberapa negara menunjukkan tingkat kecelakaan fatal pada proyek konstruksi adalah lebih tinggi dibanding rata-rata untuk semua industri (Suraji, 2000). Di Amerika, kematian pekerja konstruksi naik 6% walaupun kematian di tempat kerja di seluruh A.S. turun 3 %, (www. osha.gov, 16/ 02/2000). Di Inggris, angka kecelakaan fatal sektor konstruksi 8 kali dari angka rata-rata untuk semua industri (Duff, 1998 dalam Suraji, 2000). Di negara berkembang, angka kecelakaan kerja jauh lebih buruk (Koehn, 1995), sekitar tiga kali lipat dari angka negara maju (Wirahadikusumah, 2005). Di Indonesia, kecelakaan di sektor konstruksi sebesar 32% dengan tingkat kecelakaan fatal 40 per 100.000 pekerja (Arka, 2008). Itu menempati di urutan terbawah dari negara-negara di Asean.

Konsekwensi dari fenomena di atas adalah perlunya upaya meminimalkan kecelakaan konstruksi. Lebih-lebih di masa depan, proyek konstruksi mempunyai permasalahan yang semakin meningkat dan semakin kompleks karena tuntutan kebutuhan manusia yang semakin beragam (Suhendro, 2003). Seringkali suatu proyek konstruksi harus dilaksanakan dalam kondisi yang sulit sehingga meningkatkan resiko kecelakaan. Permintaan client tentang suatu bentuk konstruksi

B – 69

Prosiding Konferensi Nasional Pascasarjana Teknik Sipil (KNPTS 2010) Bandung, 26 Mei 2010, ISBN 978-979-16225-5-4

MODEL KONSEPTUAL PENILAIAN RISIKO-RISIKO PRIORITAS DALAM PROYEK KONSESI PENGELOLAAN INFRASTRUKTUR

AIR MINUM DENGAN PENDEKATAN MULTI KRITERIA

M. Husnullah Pangeran1, Krishna, S. Pribadi2, dan Reini, D. Wirahadikusumah2 1Mahasiswa S3, Program Manajemen dan Rekayasa Konstruksi, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut

Teknologi Bandung, Email: [email protected] Professor, Kelompok Keahlian Manajemen dan Rekayasa Konstruksi, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan,

Institut Teknologi Bandung

ABSTRAK Salah satu kunci kesuksesan skema konsesi dalam pengelolaan infrastruktur air minum adalah manajemen risiko yang efektif. Namun tidak sedikit faktor yang diidentifikasi sebagai risiko, apalagi jika risiko dipersepsikan menurut banyak pihak dalam kerangka proyek konsesi yang kompleks dan multi kepentingan. Oleh karena itu para pihak yang terlibat dalam kerjasama perlu mendedikasikan perhatian yang penuh pada fase pengadaan untuk mengupayakan pembagian dan pengalokasian risiko-risiko yang appropriate. Sebagai salah satu langkah kunci dalam proses manajemen risiko, analisis risiko kualitatif menyediakan dasar bagi penetapan risiko-risiko prioritas sebelum dianalisis secara lebih mendalam dan spesifik. Studi ini bertujuan mengembangkan teknik perankingan risiko untuk menilai risiko-risiko prioritas dalam proyek konsesi pengelolaan infrastruktur air minum menggunakan pendekatan multi kriteria. Melalui telaah literatur dan masih dalam tataran konseptual, model yang dikembangkan terdiri dari tiga tahapan. Tahap pertama adalah penilaian risiko-risiko berdasarkan atribut kemungkinan kejadian dan potensi konsekuensi kejadian. Kecuali atribut kemungkinan kejadian, penilaian konsekuensi risiko di persepsikan terhadap enam kriteria, yaitu dampak finansial proyek, kinerja proyek/operasional, keamanan dan keselamatan, lingkungan, citra dan reputasi, dan masyarakat. Pada tahap kedua, keenam kriteria konsekuensi dinilai tingkat kepentingan reletifnya menggunakan metode multi kriteria analytical network process (ANP). Adapun tahap ketiga adalah perhitungan Indeks Prioritas Risiko (IRP) yang merupakan produk dari kemungkinan terjadinya risiko, potensi konsekuensi risiko sesuai kriteria dan bobot kepentingan dari kriteria konsekuensi tersebut. Bagaimana kriteria, struktur dan jaringan ANP dikembangkan, dan asumsi yang digunakan, serta cara benchmarking-nya, dibahas secara literer dalam makalah ini. Meski masih perlu diuji pada studi kasus, model yang dikembangkan diharapkan dapat memenuhi kebutuhan teknik perankingan risiko yang bisa diandalkan.

Kata kunci: risiko, perankingan, konsesi, infrastruktur air minum, multi kriteria

1. PENDAHULUAN Kecenderungan saat ini tidak lagi menafikan keterlibatan pihak swasta dalam penyelenggaraan air minum, terutama melalui skema Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS). Keberadaan KPS telah dilegalisasi sebagaimana diatur dalam UU No. 7/2004, yang dipertegas oleh PP No. 16/2005, serta Perpres No. 67/2005 (telah mengalami revisi menjadi Perpres No. 13/2010) untuk pengaturan pengadaannya. Sebagai salah satu opsi dalam spektrum KPS, skema konsesi (concession contract) menawarkan manfaat yang signifikan karena mengkombinasikan dua pertimbangan utama dalam pemilihan skema KPS yang disebut oleh Abdel-Aziz (2007), yaitu memobilisasi modal investasi swasta untuk mengatasi keterbatasan pendanaan infrastruktur Pemerintah, dan meningkatkan efisiensi pelayanan yang menjadi permasalahan para penyedia publik.

B – 83

Prosiding Konferensi Nasional Pascasarjana Teknik Sipil (KNPTS 2010) Bandung, 26 Mei 2010, ISBN 978-979-16225-5-4

MODEL PENGELOLAAN RANTAI PASOK OLEH PEMILIK PADA PROYEK PEMBANGUNAN JALAN DI INDONESIA

D. Sulistyaningsih1 dan Reini, D. Wirahadikusumah2 1Mahasiswa S2, Program Manajemen dan Rekayasa Konstruksi, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut

Teknologi Bandung 2Associate Professor, Kelompok Keahlian Manajemen dan Rekayasa Konstruksi, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan,

Institut Teknologi Bandung

ABSTRAK Kondisi infrastruktur jalan di Indonesia masih jauh dari memadai untuk menunjang perkembangan ekonomi nasional. Menurut data yang tercatat di Direktorat Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum, terdapat sekitar 36.000 km jalan nasional yang mana 6% diantaranya dalam kondisi rusak berat. Pemerintah menyadari peran penting infrastruktur jalan ini, sehingga pada tahun 2005 meluncurkan program konsesi pembangunan dan pengembangan infrastruktur jalan tol di Indonesia. Hal ini dilaksanakan dengan harapan menarik insvestor swasta agar dapat melaksanakan pembangunan dan pengelolaan jalan tol dengan keuntungan yang wajar. Hinga saat ini terdapat Tiga belas ruas jalan tol yang saat ini dioperasikan, tiga ruas baru yang sedang dikerjakan, dua ruas baru yang telah diperoleh, serta satu ruas yang telah diakuisisi masih mempunyai konsesi yang cukup panjang. Dengan kondisi diatas, maka masih sangat dibutuhkan pengembangan dan perbaikan yang sifatnya berkala dan terus menerus. Persaingan mendapatkan konsesi infrastruktur jalan juga merupakan hal yang tidak bisa dihindari. Masing-masing owner, termasuk pemerintah sudah sepantasnya melakukan sebuah terobosan baru untuk memperbaiki sistem pembangunan dan pengelolaan jalan, baik jalan nasional maupun jalan tol. Bukan hanya perbaikan yang bersifat institusional namun juga perbaikan dalam proses pelaksanaanya, misalnya meningkatkan effisiensi pelaksanaan proyek konstruksi dengan mengadopsi konsep pengelolaan rantai pasok oleh pemilik proyek. Pada penelitian ini, akan dilakukan survey dengan model multiplecase untuk mempelajari pengelolaan rantai pasok yang terdapat pada masing-masing pemilik proyek guna untuk mengkorfirmasi pengelolaan rantai pasok yang dilaksanakan pada masing-masing proyek. Dengan analisis bersifat deskriptif kuantitatif yang menggunakan perbandingan dengan model sebelumnya dan hasil eksplorasi dari studi akan didapatkan pengembangan model yang diharapkan. Didalam penelitian fokus akan dilanjutkan dengan upaya untuk mengembangkan model tersebut sehingga diharapkan akan dapat membantu pemilik dalam memperluas wacana serta pengetahuannya perihal pengelolaan rantai pasok oleh pemilik serta variabel-variabel yang harus dipenuhi dari masing-masing sub-model sehingga pemilik dapat memilih pengelolaan rantai pasok yang paling sesuai untuk proyeknya.

Kata kunci: proyek, konstruksi, jalan, pemilik, swasta, pemerintah, rantai pasok

1. PENDAHULUAN Dalam upaya peningkatan kualitas dan daya saing infrastruktur jalan, dimana kondisi infrastruktur jalan yang baik akan menciptakan sebuah rantai pertumbuhan ekonomi serta perkembangan pesat terhadap pertumbuhan dan pembangunan pada suatu daerah. Mulai tahun 2004 dengan adanya UU Nomor 38/2004 wewenang penyelenggaraan/pengusahaan Jalan Tol dapat dilaksanakan Badan Usaha Milik Daerah dan/atau Badan Usaha Milik Swasta secara langsung. Pemerintah mengadakan sebuah upaya penarikan insvestor untuk melakukan pengembangan infrastruktur

B – 97

Prosiding Konferensi Nasional Pascasarjana Teknik Sipil (KNPTS 2010) Bandung, 26 Mei 2010, ISBN 978-979-16225-5-4

KENDALA IMPLEMENTASI KEBIJAKAN INSTITUSIONAL PENYELENGGARAAN JALAN TOL DENGAN PENDEKATAN

KERJASAMA PEMERINTAH SWASTA DARI PERSPEKTIF SEKTOR SWASTA

Susy F. Rostiyanti1 1Mahasiswa S3, Program Manajemen dan Rekayasa Konstruksi, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut

Teknologi Bandung, Email: [email protected]

ABSTRAK Investasi proyek-proyek pemerintah pada saat ini mulai dialihkan pada pendanaan sektor swasta. Keterbatasan kemampuan pendanaan pemerintah dalam penyelenggaraan infrastruktur mendorong swasta untuk aktif berpartisipasi dalam Kerjasama Pemerintah Swasta (KPS). Sektor swasta merancang, mendanai, membangun dan mengoperasikan fasilitas infrastruktur. Salah satu kunci utama kesuksesan penyelenggaraan infrastruktur adalah kemauan politik (political will) pemerintah yang diterjemahkan dalam bentuk kerangka kebijakan termasuk di dalamnya kerangka institusional untuk mendorong terciptanya iklim investasi yang kondusif. Ketersediaan kerangka institusional yang didukung dengan adanya prinsip tata kelola menjadi landasan yang kuat penyelenggaraan KPS proyek infrastruktur. Makalah ini bermaksud mengkaji kerangka institusional penyelenggaraan jalan tol di Indonesia. Kuesioner dikembangkan setelah melalui studi literatur dan wawancara awal. Responden penelitian ini adalah sektor swasta yang bergerak pada penyelenggaraan jalan tol. Terdapat delapan prinsip tata kelola yang ditinjau dalam penelitian ini yaitu kerangka hukum, kekuasaan hukum, kejelasan peranan dalam perundangan dan kebijakan, proporsional, independensi, hak dan kewajiban konsumen, akuntabilitas, serta proses pengambilan keputusan dan transparansi. Hasil sementara menunjukkan bahwa prinsip independensi, akuntabilitas dan transparansi badan pengatur pada tata kelola mengalami kendala dalam penerapannya.

Kata kunci: kerjasama pemerintah swasta, jalan tol, tata kelola, kerangka institusional, badan pengatur

1. PENDAHULUAN Beberapa dekade terakhir, terjadi perkembangan tren di beberapa negara untuk mengalihkan investasi proyek-proyek pemerintah kepada sektor swasta. Alasan utama tren ini adalah terbatasnya anggaran pemerintah untuk pendanaan proyek-proyek infrastruktur. Kerjasama Pemerintah Swasta (KPS) menjadi opsi pemerintah untuk penyelenggaraan infrastruktur melalui partisipasi sektor swasta. Sektor swasta merancang, mendanai, membangun dan mengoperasikan fasilitas infrastruktur dalam suatu periode yang dikenal sebagai periode konsesi. Setelah periode ini berakhir, fasiltas dikembalikan kepada pemerintah dalam suatu kondisi yang sudah disepakati sebelumnya (UNECE, 2007). Kerjasama ini tertuang dalam suatu perjanjian konsesi.

Salah satu kunci utama kesuksesan penyelenggaraan infrastruktur dengan pendekatan KPS adalah kemauan politik (political will) pemerintah (Pflug, 2002; BOT EAG, 2000; Hine, dkk., 2009; UNECE, 2007). Pflug (2002) menambahkan bahwa political will merupakan bentuk kesediaan pemerintah untuk mereformasi pengadaan infrastruktur karena penerapan KPS menyebabkan adanya pengalihan kontrol pada sektor swasta. BOT EAG (2000) menyatakan bahwa kemauan

B – 107

Prosiding Konferensi Nasional Pascasarjana Teknik Sipil (KNPTS 2010) Bandung, 26 Mei 2010, ISBN 978-979-16225-5-4

KAJIAN KERENTANAN INFRASTRUKTUR KOTA TERHADAP DAMPAK PERUBAHAN IKLIM (STUDI KASUS BANGUNAN

SEKOLAH SMPN/SMAN/SMKN KOTA PALEMBANG)

Norma Puspita1, Budhi Setiawan2 dan Sarino3 1Mahasiswa Program Studi Magister Teknik Sipil, Fakultas Teknik ,Universitas Sriwijaya, Email:

[email protected] 2Staf Pengajar, Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik , Universitas Sriwijaya, Email : [email protected]

3Staf Pengajar, Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik,Universitas Sriwijaya, Email: [email protected]

ABSTRAK Palembang yang merupakan kota sungai karena banyak dialiri anak-anak sungai yang bermuara ke sungai Musi yang membelah Kota Palembang perlu mengantisipasi dampak – dampak perubahan iklim. Menurut Yusuf dan Francisco (2009), Kota Palembang menduduki peringkat ke 16 dari tempat (distrik) paling rentan terhadap perubahan iklim di Asia Tenggara. Berdasarkan laporan IPCC dampak perubahan iklim pada daerah pesisir pantai / sungai yang mempunyai resiko paling tinggi adalah badai tropis, banjir dan meningkatnya muka air laut. Menurut CSIRO (2007), jenis infrastruktur yang memiliki resiko paling tinggi terhadap dampak perubahan iklim adalah infrastruktur gedung atau bangunan. Tujuan dari penelitian ini adalah pengembangan dari kajian kerentanan tingkat meso (meso-level, regional/propinsi) menjadi kajian kerentanan tingkat mikro (micro-level, kabupaten/kota) dan memberikan informasi tingkat kerentanan infrastruktur gedung sekolah SMPN/SMAN/SMKN terhadap dampak perubahan iklim di Kota Palembang. Bagian paling utama untuk menentukan tingkat kerentanan adalah indeks kerentanan infrastruktur (IVI). Indeks kerentanan infrastruktur ditentukan berdasarkan indikator – indikator kerentanan infrastruktur gedung seperti jumlah pengguna gedung (murid, guru dan pegawai), luas gedung, jarak gedung dari sungai dan infrastruktur drainase. Tingkat kerentanan infrastruktur diklasifikasikan berdasarkan 3 level yaitu rendah (low), sedang (moderate), dan tinggi (high). Analisa akhir pada kajian kerentanan adalah analisa resiko dengan melakukan overlay antara bahaya (banjir dan kenaikan muka air laut) dan tingkat kerentanan infrastruktur gedung. Analisa yang dilakukan secara kualitatif menggunakan aplikasi ILWIS. Penelitian ini menghasilkan tingkat kerentanan infrastruktur gedung sekolah pada kondisi sekarang (current) dan proyeksi yang akan datang (future), yang divisualkan dalam peta kerentanan dan resiko Kota Palembang.

Kata kunci: perubahan iklim, kerentanan, infrastruktur, IVI, ILWIS

1. PENDAHULUAN Perubahan iklim adalah suatu proses yang panjang dan mengandung kompleksitas yang tinggi (anthropogenic process) sehingga sangat sulit diprediksi dengan tepat. Meskipun dengan upaya mitigasi yang sangat ketat, iklim yang sudah berubah belum tentu dapat kembali kepada keadaan semula. Oleh karena itu, upaya adaptasi terhadap perubahan iklim mutlak perlu dilakukan,dimana salah satu metoda yang dapat digunakan adalah kajian kerentanan (Vulnerability Assessment) dan kajian resiko (Risk Assessment) terhadap dampak perubahan iklim.

Sebagai bentuk kepedulian terhadap perubahan iklim, Bappenas (Republik Indonesia) bekerja sama dengan GTZ (Deutsche Gesellschaft fuer Technische Zusammenarbeit) melakukan kajian kerentanan terhadap dampak perubahan iklim dalam skala nasional (makro) yang menghasilkan

B – 117

Prosiding Konferensi Nasional Pascasarjana Teknik Sipil (KNPTS 2010) Bandung, 26 Mei 2010, ISBN 978-979-16225-5-4

ANALISIS RISIKO FINANSIAL PADA PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR JALAN TOL DENGAN PENDEKATAN

DINAMIKA SISTEM (SYSTEM DYNAMICS)

Lukas B. Sihombing1 1Mahasiswa Program Doktor Teknik Sipil, Departemen Teknik Sipil,Universitas Indonesia,

Email: [email protected]

ABSTRAK Perkembangan pembangunan infrastruktur jalan tol di Indonesia masih melambat, dimana pada saat ini jalan tol yang beroperasi masih 749.12 km. Sementara pembangunan jalan tol di Indonesia masih tersisa 761.5 km (sudah memiliki Perjanjian Pengusahaan Jalan Tol) dengan kebutuhan dana investasi sebesar Rp 65.5 triliun. Dari kebutuhan dana tersebut Pemerintah Indonesia melalui APBN mengalokasikan dananya sebesar Rp 7.6 triliun dan yang sudah disalurkan sebesar Rp 403 miliar. Dari data di atas bahwa kebutuhan dana yang dibutuhkan masih sangat besar, sementara peran pihak swasta diharapkan dapat berkontribusi dalam pembangunan infrastruktur jalan tol tersebut dengan pola Build-Operate-Transfer (BOT), namun hingga saat ini harapan tersebut masih belum optimum. Pada paper ini, kami mencoba melihat salah satu risiko-risiko yang ada pada pembangunan jalan tol yaitu risiko finansial dengan pendekatan dinamika sistem (system dynamic). Tujuannya adalah untuk melihat dampak dari risiko finansial pada pembangunan jalan tol di Indonesia.

Kata kunci: Jalan tol, risiko finansial, dinamika sistem (system dynamic)

1. PENDAHULUAN Perkembangan pembangunan infrastruktur jalan tol di Indonesia masih melambat, dimana pada saat ini jalan tol yang beroperasi masih 749.12 km. Sementara pembangunan jalan tol di Indonesia masih tersisa 761.5 km (sudah memiliki Perjanjian Pengusahaan Jalan Tol) dengan kebutuhan dana investasi sebesar Rp 65.5 triliun. Dari kebutuhan dana tersebut Pemerintah Indonesia melalui APBN mengalokasikan dananya sebesar Rp 7.6 triliun dan yang sudah disalurkan sebesar Rp 403 miliar. (BPJT, 2010)

Dari data-data tersebut di atas bahwa kebutuhan pendanaan untuk pembangunan infrastruktur jalan tol masih cukup besar sehingga keterlibatan pihak swasta sangat dibutuhkan. Dalam hal ini, pemerintah telah menerbitkan buku Kerjasama Pemerintah Swasta (PPP) yang berisi dari informasi investasi infrastruktur tahun 2010, (PPP Book, 2010). Seperti yang diidentifikasi oleh Poole (2007), ada enam keuntungan model konsesi PPP, yaitu: (1) akses pada sumber modal baru yang besar,yaitu pasar obligasi (bond) pendapatan tol bebas pajak memohon pada satu kelas investor tertentu: orang-orang yang membayar pajak dan memiliki kemampuan untuk menambah obligasi bebas pajak ke portofolio mereka. Model konsesi terbuka untuk investor ekuitas juga para peminjam (lenders). Dan hal yang terpenting, ini terbuka untuk investor institusional seperti dana pensiun yang tidak menjual belikan obligasi bebas pajak karena mereka tidak membayar pajak; (2) kemampuan untuk membangkitkan jumlah besar proyek-proyek jalan tol, sebagai bukti bahwa model konsesi jangka panjang dapat membangkitkan lebih banyak dana secara signifikan untuk proyek jalan tol dari pada model pendanaan agensi jalan tol secara tradisional; (3) mengalihkan risiko dari pembayar pajak ke investor, dimana PPP mengandung paket pekerjaan dan risiko-risiko

B – 127

Prosiding Konferensi Nasional Pascasarjana Teknik Sipil (KNPTS 2010) Bandung, 26 Mei 2010, ISBN 978-979-16225-5-4

KAJIAN ALOKASI ANGGARAN DALAM RANGKA OPTIMALISASI PENANGANAN JARINGAN JALAN

DI KABUPATEN KARAWANG

Joko Purnomo Juni R.1 dan Anton Soekiman2 1Mahasiswa Program Studi Magister Teknik Sipil, Konsentrasi Manajemen Proyek Konstruksi, Program

Pascasarjana,Universitas Katolik Parahyangan, Email: [email protected] 2Staf Pengajar Magister Teknik Sipil Konsentrasi Manajemen Proyek Konstruksi, Program Pascasarjana, Universitas

Katolik Parahyangan, Email: [email protected]

ABSTRAK Keterbatasan anggaran dalam pembangunan infrastruktur di bidang jalan merupakan masalah yang sering dihadapi di daerah. Salah satu cara yang perlu dilakukan adalah dengan melakukan pengelolaan dan pengaturan alokasi anggaran secara optimal. Untuk itu perlu dilakukan kajian terhadap masalah-masalah yang menjadi prioritas sesuai kebutuhan dan kondisi lingkungan setempat. Penelitian ini mengidentifikasi faktor-faktor dalam pembangunan infrastruktur di bidang jalan yang menjadi perhatian dan harapan dari para stakeholder-nya di Kabupaten Karawang serta mengkaji prioritas dalam pengalokasian anggaran penanganan jaringan jalan berdasarkan opini dari 3 kelompok stakeholder yang menjadi responden, yaitu wakil pemda, wakil legislatif dan wakil masyarakat. Dengan melibatkan para stakeholder tersebut diharapkan diperoleh gambaran prioritas alokasi anggaran penanganan jaringan jalan kabupaten yang sesuai dengan harapan semua pihak dan memenuhi standar pelayanan minimal di bidang jalan. Data yang dikumpulkan dianalisis menggunakan pendekatan metode Analytical Hierarchy Process (AHP), baik dengan perhitungan manual maupun dengan software alat bantu Expert Choice. Hasil penelitian memperlihatkan adanya perbedaan urutan prioritas di antara masing-masing stakeholder, yang menunjukkan adanya perbedaan persepsi dan kepentingan di dalam pengalokasian anggaran penanganan jaringan jalan. Namun demikian, ada satu kriteria yang dominan di posisi teratas di antara ketiga kelompok stakeholder, yaitu aspek lingkungan jalan. Secara umum hasil pembobotan dari seluruh responden memperlihatkan urutan prioritas, sebagai berikut: (1) Ketersediaan Jalan; (2) Aspek Lingkungan Jalan; (3) Potensi Ekonomi; (4) Fungsi Arus dari Ruas Jalan; (5) Fungsi Akses dari Ruas Jalan; (6) Kondisi Ruas Jalan dan (7) Efektivitas Biaya Penanganan Jalan.

Kata kunci: alokasi, anggaran, penanganan, jaringan jalan dan optimalisasi

1. PENDAHULUAN Keterbatasan anggaran dalam pembangunan infrastruktur di bidang jalan merupakan masalah yang sering dihadapi di daerah. Salah satu cara yang perlu dilakukan adalah dengan melakukan pengelolaan dan pengaturan alokasi anggaran secara optimal. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka di dalam penelitian ini akan dilakukan kajian terhadap prioritas alokasi anggaran jaringan jalan sehingga diharapkan penanganan jaringan jalan sesuai dengan tingkat kepentingan ruas jalan tersebut bagi wilayah pe1ayanannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi dan menjadi prioritas dari masing-masing stakeholder/pemangku kepentingan di dalam pengalokasian anggaran penanganan jaringan jalan.

Dari beberapa penelitian terdahulu dapat diketahui bahwa untuk penentuan alokasi anggaran penanganan jaringan jalan, diperlukan banyak faktor yang didasarkan pada kondisi di masing-

B – 137

Prosiding Konferensi Nasional Pascasarjana Teknik Sipil (KNPTS 2010) Bandung, 26 Mei 2010, ISBN 978-979-16225-5-4

STUDI EFISIENSI LAHAN PERTANIAN MENDONG (FIMBRISTYLIS GLOBULOSA) UNTUK PENGOLAHAN

PENDAHULUAN AIR BAKU

M. Cahyono1, Ratna Hidayat2 dan Wiwin Nuraeni3

1Dosen Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung 2Peneliti di Balai Lingkung Keairan, Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Air

3Mahasiswa Program Studi Magister Pengelolaan Sumber Daya Air (MPSDA), Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung, Email: [email protected]

ABSTRAK Kebiasaan masyarakat wilayah pedesaan yang kesulitan air bersih adalah menggunakan air permukaan untuk memenuhi kebutuhan air sehari-hari (mandi, mencuci dll) yang tidak memenuhi syarat kualitas air bersih. Penelitian ini bertujuan mencari alternatif pengolahan air baku menjadi air bersih dengan teknologi yang sederhana dan biaya yang relatif murah, yaitu memanfaatkan air yang melalui lahan pertanian mendong (fimbristylis globulosa), sehingga aliran air tersebut dapat bermanfaat. Penanaman mendong dilakukan dengan sistem organik (tanpa pemupukan) dengan pola pengaturan tanaman secara zigzag dan jarak tanam 25 x 25 cm. Air baku dari saluran irigasi dengan debit rata-rata 69,36 l/jam dialirkan melalui lahan pertanian mendong seluas 16 m2 dengan ketebalan air 5 cm, disampling setiap 1 jam 10 menit dan diuji parameter kekeruhannya. Hasil pengujian menunjukkan bahwa lahan pertanian mendong meningkatkan efisiensi penurunan kekeruhan rata-rata sebesar 74,07% dan efisiensi kemampuan lahan sebesar 13,10 NTU/m/jam.

Kata kunci: pengolahan pendahuluan, air baku, mendong, kualitas air.

1. PENDAHULUAN Kebutuhan akan air bersih merupakan kebutuhan esensi bagi kehidupan manusia yang tidak bisa ditawar lagi. Setiap orang akan berusaha memenuhi kebutuhan air bersihnya untuk menunjang aktivitas hidupnya, seperti untuk minum, mandi, mencuci dan lain lain. Pada sebagian wilayah di Indonesia masih sulit diperoleh air bersih, terutama pada wilayah pedesaan yang tidak dapat dijangkau oleh pelayanan air bersih dari PDAM. Masyarakat yang kesulitan air bersih ini umumnya menggunakan air permukaan (sungai, danau dll) yang tidak memenuhi syarat kualitas air bersih untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sedangkan untuk kebutuhan air minum, mereka memanfaatkan mata air yang jaraknya cukup jauh dari tempat tinggal mereka. Lokasi mata air biasanya terletak jauh di kaki gunung, sehingga untuk mendapatkan air bersih mereka harus berjalan dalam waktu yang lama dengan hanya memperoleh sedikit air bersih.

Penggunaan air permukaan untuk kebutuhan sehari-hari tidak dapat dibenarkan, mengingat sebagian besar air permukaan yang ada di wilayah Indonesia terutama di Jawa Barat sudah tercemar dan tidak memenuhi baku mutu air bersih. Dalam memanfaatkan air sungai sebagai sumber air baku perlu dilakukan proses pengolahan air sungai tersebut sehingga dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan harian masyarakat pedesaan dengan kualitas air yang memenuhi standar baku mutu yang ditetapkan. Berbagai teknologi pengolahan air baku air sungai menjadi air

B – 145