(studi pada pemerintah kabupaten/kota di jawa tengah)/pengaruh...pengaruh pendapatan asli daerah dan...
TRANSCRIPT
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
i
PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN PERTUMBUHAN
EKONOMI TERHADAP BELANJA MODAL
(Studi Pada Pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa Tengah)
SKRIPSI
Diajukan untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi
Syarat-Syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi
Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh :
YOHANES ARIS YULIANTO
NIM. F1309094
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
MOTTO
Kekuatan terbesar dari kata-kata kita adalah harus membuat orang lain senantiasa
mendapatkan manfaat dari apapun yang kita ucapkan (Penulis).
Waktu tidak pernah akan kembali, kesempatan tidak datang dua kali tetapi
kesuksesan akan selalu ada bagi yang mau berusaha (Penulis).
“Tidak pernah aku berbuat sesuatu karena kebetulan. Tidak pernah pula penemuan-
penemuanku yang manapun terjadi secara kebetulan. Semua itu adalah hasil kerja keras dan
tekun. (Thomas A. Edison)”
“Kebahagiaan Tidak Pernah Datang Dari Luar, Kebahagiaan Datang dari Dalam”
“ Jangan Pernah Menyerah Apanila Kamu Mengalami Kegagalan” (Penulis)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
HALAMAN PERSEMBAHAN
Karya kecil ini aku persembahkan pada:
Tuhan Yesus Kristus, puji syukurku kuucapkan kepadaMu atas bimbinganMu dan anugerahMu yang Kau berikan kepadaku .
Ibuku tercinta, yang kusayangi
atas doa, bimbingan dan motivasi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
KATA PENGANTAR
Puji Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas
limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya
kecil ini. Atas dukungan dan doa berbagai pihak, skripsi yang berjudul
“PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN PERTUMBUHAN
EKONOMI TERHADAP BELANJA MODAL” (Studi Pada Pemerintah
Kabupaten/Kota di Jawa Tengah) dapat terselesaikan dengan baik.
Adapun penulisan skripsi ini dimaksudkan sebagai tugas akhir yang harus
diselesaikan guna memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi Fakultas
Ekonomi Universitas Sebelas Maret serta memberi masukan kepada pihak yang
berkepentingan.
Penulis menyadari tugas akhir ini tidak akan dapat terselesaikan tanpa
bantuan dari berbagai pihak, maka dari itu dengan segala kerendahan dan
ketulusan hati penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada:
1. Bapak Drs. Wisnu Untoro, MS., selaku Dekan Fakultas Ekonomi
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Bapak Drs. Santosa Tri Hananto, M.Si., Ak. selaku Ketua Jurusan
Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Bapak Sri Suranta S.E., M.Si, Ak selaku Sekretaris Jurusan Akuntansi
Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
4. Bapak Drs. Nurmadi H. Sumarta, Msi, Ak selaku pembimbing skripsi
yang telah banyak memberikan bimbingan dan pengarahan dalam
penyelesaian skripsi ini.
5. Ibu, Orang Tuaku tercinta dan tersayang yang telah mencurahkan kasih
sayang, motivasi, semangat, perhatian, dorongan baik moril ataupun
material serta doa yang tidak pernah putus sehingga skripsi ini dapat
terselesaikan.
6. Wisudawan (Suma) dan Fitra yang telah menjadi teman seperjuangan dan
ikut membantu dalam pembuatan skripsi ini, terimakasih atas saran dan
bantuannya, tetap cemungudh eaa.
7. Temanku Faat dan Almira makasih atas bantuannya yang telah banyak
mengajari skripsi ini, maafkan karena penulis sering merepotkan kalian.
8. Temanku Be Nou (Wisnu), Thompel dan Koh Nanang terima kasih atas
semangat kalian yang mendorong penulis untuk segera menyelesaikan
skripsi ini.
9. Teman-temanku di Cilikan Group, Koh Ahong dan Gento Susanto terima
kasih atas dukungannya.
10. Semua teman Akuntansi ’08 dan ‘09, yang menjadi pelajaran berharga-ku.
11. Semua Dosen dan karyawan Fakultas Ekonomi UNS, terutama Pak Timin
dan para bapak satpam terimakasih atas semua bantuannya.
12. Semua pihak yang telah membantu selesainya skripsi ini, yang tidak bisa
penulis sebutkan satu per satu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
Penulis menyadari bahwa skripsi ini bukanlah sebuah karya yang
sempurna karena berbagai keterbatasan dan kelemahan penulis, sehingga wajar
kiranya bila penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca supaya skripsi
ini bisa menjadi lebih bermanfaat.
Surakarta, 23 September 2011
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
DAFTAR ISI
Hal
HALAMAN JUDUL .......................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN................................ ............................................ ii
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................ iii
HALAMAN MOTTO ......................................... .............................................. iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ....................................................................... . v
HALAMAN KATA PENGANTAR.................................................................. . vi
HALAMAN DAFTAR ISI................................................................................. ix
HALAMAN DAFTAR GAMBAR................................................................... .. xi
HALAMAN DAFTAR TABEL........................................................................ xii
ABSTRAK ........................................................................................................ xiii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang............................................................................ 1
B. Perumusan Masalah .................................................................... 7
C. Tujuan Penelitian ........................................................................ 8
D. Manfaat Penelitian ..................................................................... 8
BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka ........................................................................ 9
1. Pendapatan Asli Daerah ........................................................ 9
2. Pertumbuhan Ekonomi .......................................................... 13
3. Belanja Modal ....................................................................... 18
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
B. Tinjauan Penelitian Terdahulu................... ................................. 21
C. Kerangka Pikir ............................................................................ 22
D. Hipotesis Penelitian..................................................................... 23
1. Pengaruh Pendapatan Asli Daerah terhadap Belanja Modal 23
2. Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi terhadap Belanja Modal .. 24
BAB III METODE PENELITIAN
A. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional............................ . 27
B. Ruang Lingkup Penelitian ........................................................ 28
C. Populasi dan Sampel.................................................................... 28
D. Data dan Sumber Data................................................................. 29
E. Metode Pengumpulan Data.......................................................... 29
F. Metode Analisis Data................................................................... 29
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Objek Penelitian .......................................................... 38
B. Statistik Deskripstif .................................................................... 39
C. Hasil Pengujian Asumsi Klasik................................................... 42
D. Hasil Analisis Regresi Linear Berganda ..................................... 47
E. Hasil Pengujian Hipotesis ........................................................... 50
F. Pembahasan Hipotesis................................................................. 51
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................ 55
B. Keterbatasan Penelitian ............................................................. 55
C. Saran............................................................................................ 56
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Gambar II.1 Kerangka Konseptual ................................................................ 23
Gambar IV.1 Uji Normalitas ........................................................................... 43
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
DAFTAR TABEL
Tabel
Tabel II.1 Penelitian Terdahulu ................................................................... 21
Tabel III.1 Tabel Autokorelasi .................................................................... 33
Tabel IV.1 Penentuan Sampel Penelitian .................................................... 39
Tabel IV.2 Hasil Statistik Deskripsi ............................................................. 39
Tabel IV.3 Uji Normalitas ............................................................................. 44
Tabel IV.4 Uji Multikolinearitas ................................................................... 45
Tabel IV.5 Uji Autokolerasi .......................................................................... 46
Tabel IV.6 Uji Heterokedasitas ..................................................................... 47
Tabel IV.7 Koefisien Determinasi ................................................................. 48
Tabel IV.8 Hasil Uji Simultan ....................................................................... 48
Tabel IV.9 Hasil Uji Statistik T ..................................................................... 49
Tabel IV.10 Hasil Uji Hipotesis ...................................................................... 50
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
i
ABSTRACT
THIS RESEARCH INTENT ON ANALYZING INFLUENCE LOCAL OWN REVENUE (PAD) AND ECONOMIC GROWTH (PE) TO CAPITAL
EXPENDITURE (BM) (Study On Regency/Town Which Reside In Central Java).
YOHANES ARIS YULIANTO F 1309094
The purpose of this research is to find out and to analyze whether Local Own Revenue and Economic Growth influence the Capital Expenditure in Central Java Province.
The analyze method that is used in this research is quantitative method with multiple linier regression with bring about classical assumption test before finding out the best linier model. The variable used in this research are Local Own revenue and Economic Growth as independent variable and the Capital Expenditure as dependent variable. The population is 35 regencies and cities in Central Java the year 2007 up to year 2009 are chosen as samples.
The result proof that Local Own Revenue and Economic Growth influence significanly and simultaneously the Capital Expenditure of regencies and cities in Central Java. Adjusted R2 expressed that 20,5% influence given by Independent variables. The rest 79,5% influence given by other variables is not mentioned in this research model. Partially Local Own Revenue variable influence Capital Expenditure. Economic Growth with PDRB with constan price have no significant influence to the Capital Expenditure. Keywords: Local Own Revenue, Economic Growth and Capital Expenditure.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
ABSTRAK
PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN PERTUMBUHAN EKONOMI TERHADAP BELANJA MODAL
(Studi Pada Pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa Tengah)
YOHANES ARIS YULIANTO F 1309094
Tujuan penelitian ini dilakukan adalah untuk mengetahui dan menganalisa apakah Pendapatan Asli Daerah dan Pertumbuhan Ekonomi berpengaruh terhadap Belanja Modal pada Pemko/Pemkab di Jawa Tengah.
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif, dengan pengujian regresi berganda dengan melakukan uji asumsi klasik sebelum mendapatkan model penelitian yang terbaik. Variabel dalam penelitian ini adalah Pendapatan Asli Daerah dan Pertumbuhan Ekonomi khusus sebagai variabel independen dan Belanja Modal sebagai variabel dependen. Jumlah populasi penelitian ini sebanyak 35 kabupaten dan kota sebagai sampel dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2009.
Hasil penelitian ini membuktikan bahwa secara simultan Pendapatan Asli Daerah dan Pertumbuhan Ekonomi berpengaruh signifikan terhadap belanja modal di Kabupaten/Kota di Jawa Tengah hal ini dapat dijelaskan dalam Adjusted R2 sebesar 20,5% variabel Belanja Modal dapat dijelaskan oleh variabel independen yang ada yaitu Pendapatan Asli Daerah dan Pertumbuhan Ekonomi berpengaruh terhadap Belanja Modal. Sisanya sebesar 79,5% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dijelaskan oleh model penelitian ini. Secara parsial variable Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang berpengaruh signifikan terhadap belanja modal di Kabupaten/Kota di Jawa Tengah, sedangkan Pertumbuhan Ekonomi yang diproksikan oleh PDRB harga konstan, tidak berpengaruh secara signifikan terhadap besarnya Belanja Modal. Kata Kunci: Pendapatan Asli Daerah, Pertumbuhan Ekonomi dan Belanja Modal.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Kemampuan daerah dalam mengolah sumber daya yang dimiliki dapat dijadikan
sebagai sumber kekayaan bagi daerah. Pengelolaan daerah dapat menciptakan lapangan
kerja baru dan dapat merangsang perkembangan kegiatan ekonomi, dan dapat menambah
pendapatan bagi daerah. Daerah otonom dapat memiliki pendapatan yang digunakan untuk
membiayai penyelenggaraan urusan rumah tangganya secara efektif dan efisien dengan
memberikan pelayanan dan pembangunan. Tujuan pemberian otonomi daerah tidak lain
adalah untuk lebih meningkatkan kesejahteraan dan pelayanan kepada masyarakat,
pengembangan kehidupan berdemokrasi, keadilan, pemerataan, dan pemeliharaan hubungan
yang serasi antara pusat dan daerah serta antar daerah. Visi otonomi dari sudut pandang
ekonomi mempunyai tujuan akhir untuk membawa masyarakat ketingkat kesejahteraan yang
lebih tinggi dari waktu ke waktu.
Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang menjadi dasar dalam pelaksanaan
pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran daerah disebut Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah (APBD), baik untuk propinsi maupun kabupaten dan kota. Proses
penyusunan anggaran pasca UU 22/1999 dan UU 32/2004 melibatkan dua pihak: eksekutif
dan legislatif, masing-masing melalui sebuah tim atau panitia anggaran. Adapun eksekutif
sebagai pelaksana operasionalisasi daerah berkewajiban membuat draft/rancangan APBD,
yang hanya bisa diimplementasikan kalau sudah disahkan oleh DPRD dalam proses
ratifikasi anggaran (Darwanto dan Yustikasari, 2007).
Realitas menunjukkan tidak semua daerah mampu untuk lepas dari pemerintah pusat,
dikarenakan tingkat kebutuhan tiap daerah berbeda. Maka dalam kenyataannya, pemerintah
pusat tidak dapat lepas tangan begitu saja terhadap kebijakan otonominya. Hal ini tidak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
hanya terlihat dalam konteks kerangka hubungan politis dan wewenang daerah, namun juga
terlihat dalam hubungan keuangan antara pusat dan daerah.
Dalam era desentralisasi fiskal diharapkan terjadinya peningkatan pelayanan
diberbagai sektor terutama sektor publik. Peningkatan layanan publik ini diharapkan dapat
meningkatkan daya tarik bagi investor untuk membuka usaha di daerah. Harapan ini tentu
saja dapat terwujud apabila ada upaya serius (pemerintah) dengan memberikan berbagai
fasilitas pendukung (investasi). Konsekuensinya, pemerintah perlu untuk memberikan
alokasi belanja yang lebih besar untuk tujuan ini. Desentralisasi fiskal disatu sisi
memberikan kewenangan yang lebih besar dalam pengelolaan daerah, tetapi disisi lain
memunculkan persoalan baru, dikarenakan tingkat kesiapan fiskal daerah yang berbeda-
beda (Harianto dan Adi, 2007).
Di dalam UU No. 25/1999 ditegaskan bahwa untuk pelaksanaan kewenangan Pemda,
Pempus akan mentransfer dana perimbangan, yang terdiri dari DAU, Dana Alokasi Khusus
(DAK), dan Bagian daerah dari Bagi hasil pajak dan bukan pajak, Pemda memiliki sumber
pendanaan sendiri berupa PAD, pinjaman daerah, maupun lain-lain penerimaan daerah yang
sah. Kebijakan penggunaan semua dana tersebut diserahkan kepada Pemda. Seharusnya
dana transfer dari Pempus diharapkan digunakan secara efektif dan efisien oleh Pemda
untuk meningkatkan pelayanannya kepada masyarakat. Kebijakan penggunaan dana tersebut
sudah seharusnya pula dilakukan secara transparan dan akuntabel (Abdullah dan Halim,
2003). Pada akhirnya pemerintah akan melakukan transfer dana. Transfer dana ini berupa
dana perimbangan. Dana perimbangan adalah pengeluaran alokatif anggaran pemerintah
pusat untuk pemerintah daerah yang ditujukan untuk keperluan pemerintah daerah
(www.ksap.org). Kuncoro (2007) juga menyebutkan bahwa PAD hanya mampu membiayai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
belanja pemerintah daerah paling tinggi sebesar 20%. Kemandirian bagi daerah belum
sepenuhnya terlaksana, karena mereka masih menggantungkan dengan adanya aliran dana
dari pemerintah pusat, khususnya DAU.
Berkaitan dengan hal itu, strategi alokasi belanja daerah memainkan peranan yang
tidak kalah penting guna meningkatkan penerimaan daerah. Dalam upaya untuk
meningkatkan kontribusi publik terhadap penerimaan daerah, alokasi Belanja Modal
hendaknya lebih ditingkatkan. Belanja Modal yang dilakukan oleh pemerintah daerah
diantaranya pembangunan dan perbaikan sector pendidikan, kesehatan, transportasi,
sehingga masyarakat juga menikmati manfaat dari pembangunan daerah. Oleh karena itu,
anggaran belanja daerah akan tidak logis jika proporsi anggarannya lebih banyak untuk
belanja. Semakin banyak pendapatan yang dihasilkan oleh daerah, baik dari DAU maupun
Pendapatan Asli Daerah sendiri, daerah akan mampu memenuhi dan membiayai semua
keperluan yang diharapkan oleh masyarakat.
Untuk mengatasi persoalan ketimpangan fiskal dan adanya kebutuhan pendanaan
daerah yang cukup besar, pemerintah memberikan dana perimbangan dan salah satu
komponen dana ini yang memberikan kontribusi terbesar adalah Dana Alokasi Umum.
Dalam beberapa tahun berjalan, proporsi DAU terhadap peneriman daerah masih yang
tertinggi disbanding dengan penerimaan daerah yang lain, termasuk PAD (Adi, 2006)
Hal ini menunjukkan masih tingginya ketergantungan pemerintah daerah terhadap
pasokan dana dari pemerintah pusat ini. Namun demikian, dalam jangka panjang,
ketergantungan semacam ini harus menjadi semakin kecil. Berbagai investasi yang
dilakukan pemerintah daerah diharapkan antarpemerintahan dan menjamin tercapainya
standar pelayanan publik minimum diseluruh daerah (Prakosa, 2004).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Pergeseran komposisi belanja merupakan upaya logis yang dilakukan pemerintah
daerah (pemda) setempat dalam rangka meningkatkan tingkat kepercayaan publik.
Pergeseran ini ditujukan untuk peningkatan investasi modal. Semakin tinggi tingkat
investasi modal diharapkan mampu meningkatkan kualitas layanan publik dan pada
gilirannya mampu meningkatkan tingkat partisipasi (kontribusi) publik terhadap
pembangunan yang tercermin dari adanya peningkatan PAD. Kesinambungan pembangunan
daerah relatif lebih terjamin ketika publik memberikan tingkat dukungan yang tinggi
(Mardiasmo, 2002 dalam Adi, 2006).
Perubahan alokasi belanja ini juga ditujukan untuk pembangunan berbagai fasilitas
modal. Pemerintah perlu memfasilitasi berbagai aktivitas peningkatan perekonomian, salah
satunya dengan membuka kesempatan berinvestasi. Pembangunan infrastruktur dan
pemberian berbagai fasilitas kemudahan dilakukan untuk meningkatkan daya tarik investasi
ini. Pembangunan infrastruktur industri mempunyai dampak yang nyata terhadap kenaikan
pajak daerah. Dengan kata lain, pembangunan berbagai fasilitas ini akan berujung pada
peningkatan kemandirian daerah (Wong, 2004 dalam Adi, 2006).
Pemerintah daerah mengalokasikan dana dalam bentuk anggaran Belanja Modal dalam
APBD untuk menambah aset tetap. Alokasi Belanja Modal ini didasarkan pada kebutuhan
daerah akan sarana dan prasarana, baik untuk kelancaran pelaksanaan tugas pemerintahan
maupun untuk fasilitas publik. Oleh karena itu, dalam upaya meningkatkan kualitas
pelayanan publik, pemerintah daerah seharusnya mengubah komposisi belanjanya. Selama
ini belanja daerah lebih banyak digunakan untuk belanja rutin yang relatif kurang produktif.
Saragih (2003) dalam Darwanto dan Yustikasari (2007) menyatakan bahwa pemanfaatan
belanja hendaknya dialokasikan untuk hal-hal produktif, misal untuk melakukan aktivitas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
pembangunan. Stine (1994) dalam Darwanto dan Yustikasari (2007) menyatakan bahwa
penerimaan pemerintah hendaknya lebih banyak untuk program-program layanan publik.
Kedua pendapat ini menyiratkan pentingnya mengaloksikan belanja untuk berbagai
kepentingan publik.
Tingkat Pertumbuhan Ekonomi menjadi salah satu tujuan penting pemerintah daerah
maupun pemerintah pusat. Upaya untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah tidak akan
memberikan arti apabila tidak diikuti dengan peningkatan Pertumbuhan Ekonomi daerah.
Brata (2004) dalam Harianto dan Adi (2007) menyatakan bahwa terdapat dua komponen
penerimaan daerah yang berpengaruh positif secara signifikan terhadap Pertumbuhan
Ekonomi regional. Kedua komponen tersebut adalah PAD dan Bagian Sumbangan &
Bantuan. Namun demikian, belum mencakup periode setelah otonomi daerah sehingga
hubungan PAD dan Pertumbuhan Ekonomi dapat saja mengarah ke hubungan negatif jika
daerah terlalu ofensif dalam upaya peningkatan penerimaan daerahnya.
Selain itu batas wilayah yang jelas antar daerah merupakan indikator yang dapat
mempengaruhi penerimaan PAD dan DAU. Sebenarnya dari 33 provinsi dan 471
kabupaten/kota di Indonesia, hanya sekitar 10 persen yang mempunyai penetapan batas
wilayah yang resmi salah satunya adalah provinsi Jawa Tengah. Penentuan batas wilayah
sangat penting, sebab dengan adanya batas wilayah antar daerah akan dapat memaksimalkan
potensi daerah yang dimilikinya. Adanya batas wilayah yang resmi akan diketahui sejauh
mana batas status hukum, tanggung jawab pemerintahan, perpajakan, hingga untuk
menentukan luas area guna untuk menghitung potensi sumber daya, kepadatan penduduk
hingga dana perimbangan daerah. Sehingga berpengaruh pada berapa besarnya pendapatan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ataupun pengeluaran yang terjadi pada daerah tersebut. Hal inilah yang menjadi
pertimbangan penulis memilih Provinsi Jawa Tengah sebagai obyek penelitian.
Penelitian terdahulu yang berhubungan dengan penelitian ini dapat diikhtisarkan
sebagai berikut :
1. Abdullah & Halim (2004), Pendapatan Asli Daerah berpengaruh signifikan terhadap
Belanja Pemerintah Daerah.
2. Adi, Priyo Hari (2007), mememukan bahwa Pertumbuhan Ekonomi Daerah
berpengaruh signifikan terhadap peningkatan PAD dan Belanja Pembangunan
berpengaruh signifikan terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan PAD.
3. Darwanto dan Yustikasari, Yulia (2007) meneliti di seluruh kabupaten/kota se Jawa
dan Bali menemukan Pertumbuhan Ekonomi berpengaruh signifikan terhadap Belanja
Modal dan Pendapatan Asli Daerah berpengaruh signifikan terhadap Belanja Modal.
Dari latar belakang di atas serta penelitian yang dilakukan oleh penelitian Darwanto
dan Yulia Yustikasari (2007) dengan waktu, obyek yang berbeda namun variabel dan alat
analisis yang digunakan adalah sama. Penelitian ini berusaha ingin mengetahui apakah
Pendapatan Asli Daerah dan Pertumbuhan Ekonomi berpengaruh terhadap Belanja Modal.
Sehubungan dengan hal tersebut, maka judul penelitian ini adalah: “Pengaruh Pendapatan
Asli Daerah dan Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Belanja Modal” (Studi Pada
Pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa Tengah).
B. Perumusan Masalah
Permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Apakah terdapat pengaruh positif antara Pendapatan Asli Daerah dengan Belanja
Modal pada Kabupaten/Kota di Jawa Tengah?
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2. Apakah terdapat pengaruh positif antara Pertumbuhan Ekonomi dengan Belanja
Modal pada Kabupaten/Kota di Jawa Tengah?
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan perumusan masalah, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Untuk memberikan bukti empiris pengaruh positif Pendapatan Asli Daerah terhadap
Belanja Modal pada Kabupaten/Kota di Jawa Tengah
2. Untuk memberikan bukti empiris pengaruh positif Pertumbuhan Ekonomi terhadap
Belanja Modal pada Kabupaten/Kota di Jawa Tengah.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Pemerintah
Memberikan masukan baik bagi Pemerintah dalam hal penyusunan kebijakan di masa
yang akan datang yang berkaitan dengan perencanaan, pengendalian, dan evaluasi dari
APBN dan APBD, serta UU dan PP yang menyertainya.
2. Bagi Akademisi
Memberi kontribusi teori sebagai bahan referensi dan data tambahan bagi peneliti-
peneliti lainnya yang tertarik pada bidang kajian ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Pendapatan Asli Daerah
Dengan adanya otonomi daerah maka daerah mempunyai kewenangan sendiri dalam
mengatur semua urusan pemerintahan di luar urusan pemerintah pusat sebagaimana
yang telah ditetapkan oleh UU. Dengan kewenangan tersebut maka daerah juga
berwenang membuat kebijakan daerah guna menciptakan dan meningkatkan
kesejahteraan rakyat. Untuk dapat mencapai hal tersebut maka Pendapatan Asli
Daerah juga harus mampu menopang kebutuhan-kebutuhan daerah (belanja daerah)
bahkan diharapkan tiap tahunnya akan selalu meningkat. Dan tiap daerah diberi
keleluasaan dalam menggali potensi Pendapatan Asli Daerahnya sebagai wujud asas
desentralisasi.
Penerimaan Pendapatan Asli Daerah merupakan akumulasi dari Pos Penerimaan Pajak
yang berisi Pajak Daerah dan Pos Retribusi Daerah, Pos Penerimaan Non Pajak yang
berisi hasil perusahaan milik daerah, Pos Penerimaan Investasi serta Pengelolaan
Sumber Daya Alam. Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan semua penerimaan
daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah. Identifikasi sumber Pendapatan
Asli Daerah adalah meneliti, menentukan dan menetapkan mana sesungguhnya yang
menjadi sumber Pendapatan Asli Daerah dengan cara meneliti dan mengusahakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
serta mengelola sumber pendapatan tersebut dengan benar sehingga memberikan hasil
yang maksimal (Elita dalam Pratiwi, 2007).
Kendala utama yang dihadapi Pemerintah Daerah dalam melaksanakan otonomi
daerah adalah minimnya pendapatan yang bersumber dari Pendapatan Asli Daerah
(PAD). Proporsi Pendapatan Asli Daerah yang rendah, di lain pihak menyebabkan
Pemerintah Daerah memiliki derajat kebebasan rendah dalam mengelola keuangan
daerah. Sebagian besar pengeluaran, baik rutin maupun pembangunan, dibiayai dari
dana perimbangan, terutama Dana Alokasi Umum. Alternatif jangka pendek
peningkatan penerimaan Pemerintah Daerah adalah menggali dari Pendapatan Asli
Daerah (Pratiwi, 2007).
Wujud dari desentralisasi fiskal adalah pemberian sumber-sumber penerimaan bagi
daerah yang dapat digunakan sendiri sesuai dengan potensi daerah. Kewenangan
daerah untuk memungut pajak dan retribusi diatur dalam Undang-undang No.34
Tahun 2000 ditindaklanjuti dengan peraturan pelaksanaan dalam PP No.65 Tahun
2001 tentang Pajak Daerah dan PP No.66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah.
Berdasarkan ketentuan daerah diberikan kewenangan untuk memungut 11 jenis pajak
dan 28 jenis retribusi (Halim, 2007). Menurut Brahmantio dalam Pratiwi (2007)
pungutan pajak dan retribusi daerah yang berlebihan dalam jangka pendek dapat
meningkatkan Pendapatan Asli Daerah, namun dalam jangka panjang dapat
menurunkan kegiatan perekonomian, yang pada akhirnya akan menyebabkan
menurunnya Pendapatan Asli Daerah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan semua penerimaan daerah yang berasal
dari sumber ekonomi asli daerah. Adapun kelompok Pendapatan Asli Daerah
dipisahkan menjadi empat jenis pendapatan, yaitu (Halim, 2002):
a. Pajak Daerah merupakan pendapatan daerah yang berasal dari pajak.
(Pasal 1 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 65 Tahun 2001)
Adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah
tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku yang digunakan untuk membiayai
penyelenggaraan Pemerintah Daerah dan Pembangunan Daerah.
b. Retribusi Daerah merupakan pendapatan daerah yang berasal dari retribusi
daerah. Dalam struktur APBD baru dengan pendekatan kinerja, jenis pendapatan
yang berasal dari pajak daerah dan restribusi daerah berdasarkan UU No.34
Tahun 2000 tentang Perubahan Atas UU No. 18 Tahun 1997 tentang Pajak
Daerah dan Rertibusi Daerah, dirinci menjadi:
1) Pajak Provinsi. Pajak ini terdiri atas: (i) Pajak kendaraan bermotor dan
kendaraan di atas air, (ii) Bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB) dan
kendaraan di atas air, (iii) Pajak bahan bakar kendaran bermotor, dan (iv)
Pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan.
2) Jenis pajak Kabupaten/kota. Pajak ini terdiri atas: (i) Pajak Hotel, (ii) Pajak
Restoran, (iii) Pajak Hiburan, (iv) Pajak Reklame, (v) Pajak penerangan
Jalan, (vi) Pajak pegambilan Bahan Galian Golongan C, (vii) Pajak Parkir.
3) Retribusi. Retribusi ini dirinci menjadi: (i) Retribusi Jasa Umum, (ii)
Retribusi Jasa Usaha, (iii) Retribusi Perijinan Tertentu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
c. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan meliputi bagian laba atas
penyertaan modal pada perusahaan milik daerah/BUMD; bagian laba atas
penyertaan modal pada perusahaan milik pemerintah/BUMN; dan bagian laba
atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta atau kelompok usaha
masyarakat.
d. Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah disediakan untuk menganggarkan
penerimaan daerah yang tidak termasuk dalam pajak daerah, retribusi daerah, dan
hasil pengelolaan kekyaan daerah yang dipisahkan dirinci menurut obyek
pendapatan mencakup: hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan;
jasa giro; pendapatan bunga; keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata
uang asing; komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan
dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh daerah; penerimaan keuntungan
dari selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing; pendapatan denda atas
keterlambatan pelaksanaan pekerjaan; pendapatan denda pajak; pendapatan denda
retribusi; pendapatan hasil eksekusi atas jaminan; pendapatan dari pengembalian;
fasilitas sosial dan fasilitas umum; pendapatan dari penyelenggaraan pendidikan
dan pelatihan; dan pendapatan dari angsuran/cicilan penjualan.
Menurut Undang-Undang No. 33/2004 tentang “Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Daerah” menyebutkan bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD)
bertujuan memberikan kewenangan kepada Pemerintah Daerah untuk mendanai
pelaksanaan otonomi daerah sesuai dengan potensi daerah sebagai perwujudan
desentralisasi. Pada Pasal 7 Undang-Undang No. 33/2004 Dalam disebutkan bahwa
dalam upaya meningkatkan PAD, daerah dilarang:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
a. Menetapkan Peraturan Daerah tentang pendapatan yang menyebabkan ekonomi
biaya tinggi; dan
b. Menetapkan Peraturan Daerah tentang pendapatan yang menghambat mobilitas
penduduk, lalu lintas barang dan jasa antar daerah, dan kegiatan impor/ekspor.
2. Pertumbuhan Ekonomi
Secara umum pengertian Pertumbuhan Ekonomi didefenisikan sebagai suatu
peningkatan kemampuan dari suatu perekonomian dalam memproduksi barang atau
jasa. Pertumbuhan Ekonomi adalah salah satu indikator yang amat penting dalam
melakukan analisis tentang pembangunan ekonomi yang terjadi pada suatu negara.
Pertumbuhan Ekonomi menunjukkan sejauh mana aktifitas perekonomian akan
menghasilkan tambahan pendapatan masyarakat pada suatu periode tertentu. Karena
pada dasarnya aktifitas ekonomi adalah suatu proses penggunaan faktor-faktor
produksi untuk menghasilkan output maka prosoes ini pada gilirannya akan
menghasilkan suatu aliran balas jasa terhadap faktor produksi yang dimiliki oleh
masyarakat. Dengan adanya Pertumbuhan Ekonomi, maka diharapkan pendapatan
masyarakat selaku pemilik faktor produksi juga akan mengalami peningkatan.
Perekonomian dianggap mengalami pertumbuhan jika seluruh balas jasa riil terhadapa
penggunaan faktor produksi pada tahun tertentu lebih besar daripada pendapatan riil
masyarakat tahun sebelumnya.
Blakely (1994) dalam Darwanto (2007) juga mengemukakan akan pentingnya peran
pemerintah, dengan mengemukakan sejumlah faktor yang mempengaruhi
pembangunan daerah. Faktor-faktor tersebut adalah sumber daya alam, tenaga kerja,
investasi modal, kewirausahaan, transportasi, komunikasi, komposisi sektor industri,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
teknologi, pasar ekspor, situasi perekonomian internasional, kapasitas pemerintah
daerah, pengeluaran pemerintah dan dukungan pembangunan. Berdasarkan uraian
tersebut disimpulkan semakin tinggi tingkat pertumbuhan perekonomian tentu akan
mengakibatkan bertumbuhnya investasi modal swasta maupun pemerintah. Hal inilah
mengakibatkan pemerintah lebih leluasa dalam menyusun anggaran belanja modal.
Menurut Simon Kuznets dalam Todaro (2000), Pertumbuhan Ekonomi adalah
kenaikan kapasitas dalam jangka panjang dari negara yang bersangkutan untuk
menyediakan berbagai barang ekonomi kepada penduduknya. Kenaikan kapasitas itu
sendiri akan dimungkinkan oleh adanya kemajuan atau penyesuaian-penyesuaian
tekhnologi, institutional (kelembagaan) dan ideologis terhadap barbagai tuntutan
keadaan yang ada.
Kenaikan output secara berkesinambungan adalah manifestasi atau perwujudan dari
apa yang disebut Pertumbuhan Ekonomi, sedangkan kemampuan menyediakan
berbagai jenis barang itu sendiri merupakan tanda kematangan ekonomi di suatu
negara yang bersangkutan. Perkembangan tekhnologi merupakan dasar atau prakondisi
bagi berlangsungnya suatu Pertumbuhan Ekonomi secara berkesinambungan, tetapi
tidak cukup itu saja, masih dibutuhkan faktor-faktor lain. Guna mewujudkan potensi
yang terkandung di dalam tekhnologi, maka perlu diadakan serangkaian penyesuaian
kelembagaan, sikap dan ideologi.
Ada tiga faktor atau komponen utama dalam Pertumbuhan Ekonomi. Pertama,
akumulasi modal yang meliputi semua bentuk dan jenis investasi baru yang
ditanamkan pada tanah, peralatan fisik dan sumber daya manusia. Kedua,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
pertumbuhan penduduk yang beberapa tahun selanjutnya dengan sendirinya membawa
pertumbuhan angkatan kerja. Ketiga, kemajuan teknologi.
Selanjutnya indikator yang digunakan untuk mengukur Pertumbuhan Ekonomi adalah
tingkat pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB). Ada beberapa alasan yang
mendasari pemilihan Pertumbuhan Ekonomi menggunakan Produk Domestik Bruto
(PDB) bukan indikator lainnya di antaranya adalah bahwa PDB merupakan jumlah
nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh aktivitas produksi di dalam perekonomian,
hal ini berarti peningkatan PDB juga mencerminkan peningkatan balas jasa kepada
faktor-faktor produksi yang digunakan dalam aktivitas produksi tersebut.
Dalam konteks ekonomi regional, ukuran yang sering dipergunakan adalah Produk
Domestik Regional Bruto (PDRB), yaitu jumlah nilai tambah bruto (gross value
added) yang dihasilkan oleh seluruh sektor perekonomian di wilayah itu. Sedangkan
pendapatan per kapita adalah total pendapatan wilayah/daerah tersebut dibagi dengan
jumlah penduduknya untuk tahun yang sama.
Hasil perhitungan PDRB disajikan atas dasar harga berlaku (at current price)
merupakan jumlah seuruh nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh unit-unit
produksi dalam periode tertentu, biasanya dalam satu tahun yang dinilai dengan harga
tahun yang bersangkutan. Pada perhitungan atas dasar harga berlaku masih terdapat
faktor inflasi di dalamnya.
Perhitungan atas harga konstan (at constant price) menggambarkan perubahan volume
/ kuantum produksi saja. Pengaruh perubahan harga telah dihilangkan dengan cara
menilai dengan harga suatu tahun dasar tertentu. Pada perhitungan atas dasar harga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
konstan ini, faktor inflasi telah dihilangkan. perhitungan PDRB menurut harga konstan
dapat dilakukan dengan rumus berikut ini:
Keterangan:
HKx = Harga konstan
HBx = Harga berlaku
IHKx = Indeks Harga Konsumen
100 = IHK tahun dasar
X = tahun tertentu
Ada beberapa cara yang lazim digunakan dalam perhitungan pendapatan suatu daerah,
yakni:
a. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas Dasar Harga Pasar
Diperoleh dengan menjumlahkan nilai tambah bruto yang timbul dari seluruh
perekonomian suatu daerah. Nilai tambah bruto di sini mencakup komponen-
komponen faktor pendapatan, penyusutan serta pajak tidak langsung.
b. Produk Domestik Regional Netto atas Dasar Harga Pasar
Perbedaan antara konsep “bruto” dan konsep “netto” adalah karena pada konsep
bruto, faktor penyusutan masih termasuk di dalamnya, sedangkan pada konsep
netto, faktor penyusutan telah dikeluarkan. Penyusutan yang dimaksud adalah
nilai susut barang-barang modal yang terjadi selama ikut serta dalam proses
produksi. Jika nilai susut barang-barang modal dari seluruh faktor ekonomi
dijumlahkan, maka hasilnya merupakan “penyusutan” yang dimaksud di atas.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3. Belanja Modal
Belanja diakui pada saat terjadinya pengeluaran dari Rekening Kas Umum
Negara/Daerah, khusus pengeluaran melalui bendahara pengeluaran pengakuannya
terjadi pada saat pertanggungjawaban atas pengeluaran tersebut disahkan oleh unit
yang mempunyai fungsi perbendaharaan. Belanja dalam tatanan akuntansi pemerintah
dikalsifikasikan menurut klasifikasi ekonomi, organisasi dan fungsi. Pembahasan
selanjutnya hanya akan kita fokuskan pada klasifikasi ekonomi.
Belanja daerah diprioritaskan untuk melindungi dan meningkatkan kualitas kehidupan
daerah tersebut masyarakat dalam upaya memenuhi kewajiban daerah yang
diwujudkan dalam bentuk peningkatan pelayanan dasar, pendidikan, penyediaan
fasilitas pelayanan kesehatan, fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak serta
mengembangkan jaminan sosial dengan mempertimbangkan analisis standar belanja,
standar harga, tolak ukur kinerja dan standar pelayanan minimal yang ditetapkan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan (UU 32/2004). Kewajiban tertuang
dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang merupakan dasar
pengelolaan keuangan daerah dalam masa satu tahun anggaran terhitung mulai 1
Januari sampai dengan 31 Desember.
Belanja Modal adalah belanja yang dilakukan pemerintah yang menghasilkan aktiva
tetap tertentu (Nordiawan,2006). Belanja Modal dimaksudkan untuk mendapatkan aset
tetap pemerintah daerah, yakni peralatan, bangunan, infrastruktur, dan harta tetap
lainnya. Secara teoritis ada tiga cara untuk memperoleh aset tetap tersebut, yakni
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
dengan membangun sendiri, menukarkan dengan aset tetap lainnya, atau juga dengan
membeli. Namun, untuk kasus di pemerintahan, biasanya cara yang dilakukan adalah
membangun sendiri atau membeli.
Menurut Halim (2001), Belanja Modal merupakan belanja yang manfaatnya melebihi
satu tahun anggaran dan akan menambah aset atau kekayaan daerah serta akan
menambah belanja yang bersifat rutin seperti biaya pemeliharaan. Munir (2003:36)
juga menyatakan hal senada, bahwa Belanja Modal memiliki karakteristik spesifik dan
menunjukkan adanya berbagai pertimbangan dalam pengalokasiannya. Pemerolehan
asset tetap juga memiliki konsekuensi pada beban operasional dan pemeliharaan pada
masa yang akan datang (Bland & Nunn, 1992).
Dewi dan Syaiful (2008) mengutarakan bahwa Belanja Modal adalah pengeluaran
yang dilakukan dalam rangka pembentukan modal yang sifatnya menambah aset tetap
/ inventaris yang memberikan manfaat lebih dari satu periode akuntansi, termasuk
didalamnya adalah pengeluaran untuk biaya pemeliharaan yang sifatnya
mempertahankan atau menambah masa manfaat, meningkatkan kapasitas dan kualitas
aset.
Aset tetap merupakan prasayarat utama dalam memberikan pelayanan publik oleh
pemerintah daerah. Untuk menambah aset tetap, pemerintah daerah mengalokasikan
dana dalam bentuk belanja modal dalam APBD. Alokasi belanja modal ini didasarkan
pada kebutuhan daerah akan sarana dan prasarana, baik untuk kelancaran pelaksanaan
tugas pemerintahan maupun untuk fasilitas publik. Biasanya setiap tahun diadakan
pengadaan aset tetap oleh pemerintahan daerah, sesuai dengan prioritas anggaran dan
pelayanan publik yang memberikan dampak jangka panjang secara finansial.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Perdirjen Perbendaharaan No. PER-33/PB/2008 tentang “Pedoman Penggunaan Akun
Pendapatan, Belanja Pegawai, Belanja Barang, dan Belanja Modal” menyatakan
bahwa suatu belanja dikategorikan sebagai Belanja Modal apabila:
a. Pengeluaran tersebut mengakibatkan adanya perolehan asset tetap atau asset
lainnya yang menambah masa umur, manfaat, dan kapasitas.
b. Pengeluaran tersebut melebihi batasan minimum kapitalisasi asset tetap atau asset
lainnya yang telah ditetapkan pemerintah.
c. Asset tetap tersebut diniatkan bukan untuk dijual. Berpedoman pada Peraturan
Pemerintah No. 24/2005 tentang “Standar Akuntansi Pemerintahan” yang
mengatur mengenai Belanja Modal yaitu:
1) Belanja Modal Tanah yaitu semua biaya yang diperlukan untuk
pengadaan/pembelian/pembebasan/penyelesaian, balik nama dan sewa tanah,
pengosongan pengurugan, perataan, pematangan tanah, pembuatan sertifikat
tanah, dan pengeluaran-pengeluaran lain yang bersifat administratif
sehubungan dengan perolehan hak dan kewajiban atas tanah pada
pembebasan/pembayaran ganti rugi tanah.
2) Belanja Modal Peralatan dan Mesin yaitu jumlah biaya untuk pengadaan alat-
alat dan mesin yang dipergunakan dalam pelaksanaan kegiatan sampai siap
untuk digunakan. Dalam jumlah biaya ini termasuk biaya untuk penambahan,
penggantian, dan peningkatan kapasitas peralatan dan mesin dan diharapkan
dapat meningkatkan nilai aktiva, serta seluruh biaya pendukung yang
diperlukan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3) Belanja Modal Gedung dan Bangunan, termasuk dalam belanja ini adalah
jumlah biaya yang digunakan untuk perencanaan, pengawasan, dan
pengelolaan kegiatan pembangunan gedung yang prosentasenya mengikuti
Keputusan Direktur Jendral Cipta Karya untuk pembangunan gedung dan
bangunan.
4) Belanja Modal Jalan, Irigasi, dan Jaringan yaitu biaya untuk penambahan,
penggantian, peningkatan pembangunan, pembuatan sarana dan prasarana
yang berfungsi atau merupakan bagian dari jaringan pengairan (termasuk
jaringan air bersih), jaringan instalasi/distribusi listrik dan jaringan
telekomunikasi serta jaringan lain yang berfungsi sebagai prasarana dan
sarana fisik distribusi/instalasi.
5) Belanja Modal Fisik Lainnya yaitu jumlah biaya yang digunakan untuk
perolehan melalui pengadaan/pembangunan belanja fisik lainnya yang tidak
dapat diklasifikasikan dalam perkiraan Belanja Modal tanah, peralatan dan
mesin, gedung dan bangunan, jaringan (jalan dan irigasi) dan Belanja Modal
non fisik, yang termasuk dalam Belanja Modal non fisik ini yaitu kontrak
sewa beli (leasehold), pengadaan atau pembelian barangbarang kesenian (art
pieces), barang-barang purbakala dan barang-barang museum, serta hewan
ternak, buku-buku dan jurnal ilmiah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
B. Tinjauan Penelitian Terdahulu
Adapun penelitian terdahulu yang terkait dengan penelitian ini diantaranya. Darwanto
(2007) meneliti Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, PAD, dan DAU terhadap Pengalokasian
Anggaran Belanja Modal dengan mengambil sampel Kabupaten/Kota di Pulau Jawa,
menemukan bahwa Pertumbuhan Ekonomi, PAD dan DAU berpengaruh signifikan terhadap
anggaran Belanja Modal. Sedangkan secara parsial PAD dan DAU berpengaruh signifikan
terhadap anggaran Belanja Modal, sedangkan Pertumbuhan Ekonomi tidak berpengaruh.
Beberapa penelitian sebelumnya yang dijadikan sebagai pedoman untuk melakukan
penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 2.1 berikut ini:
Tabel 2.1. Penelitian Terdahulu
No Peneliti Variabel Penelitian Hasil Penelitian
1 Syukriy Abdullah &
Abdul Halim (2004)
• Dana Alokasi
Umum
• Pendapatan Asli
Daerah
• Belanja Pemerintah
Daerah
• Dana Alokasi Umum
berpengaruh signifikan
terhadap Belanja
Pemerintah Daerah
• Pendapatan Asli Daerah
berpengaruh signifikan
terhadap Belanja
Pemerintah Daerah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2 Priyo Hari Adi
(2006)
• Pertumbuhan
Ekonomi Daerah
• Belanja
Pembangunan
• PendapatanAsli
Daerah
• Pertumbuhan Ekonomi
Daerah berpengaruh
signifikan terhadap
peningkatan PAD
• Belanja Pembangunan
berpengaruh signifikan
terhadap Pertumbuhan
Ekonomi dan PAD
3 Yulia Yustikasari &
Darwanto (2006)
• Pertumbuhan Ekonomi
• Pendapatan Asli
Daerah
• Dana Alokasi
Umum
• Belanja Modal
• Pertumbuhan Ekonomi
berpengaruh signifikan
terhadap Belanja Modal
• Pendapatan Asli Daerah
berpengaruh signifikan
terhadap Belanja Modal
• Dana Alokasi Umum
berpengaruh terhadap
Belanja Modal
C. Kerangka Pikir
PAD adalah Pendapatan Asli Daerah yang berasal dari hasil pajak daerah, hasil
retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain PAD
yang sah, dana perimbangan dan lain-lain pendapatan daerah yang sah. Pertumbuhan
Ekonomi adalah sebagai suatu ukuran kuantitatif yang menggambarkan perkembangan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
suatu perekonomian daerah dari suatu tahun ke tahun berikutnya diproksikan dengan PDRB,
semakin tinggi PDRB suatu daerah berarti Pertumbuhan Ekonomi semakin meningkat yang
mengakibatkan pengalokasian anggaran Belanja Modal yang semakin dinamis. Belanja
Modal adalah pengeluaran untuk perolehan asset tetap dan aset lainnya yang memberi
manfaat lebih dari satu periode akuntansi. Belanja Modal meliputi antara lain Belanja Modal
untuk perolehan tanah, gedung dan bangunan, peralatan dan aset tak berwujud (PP Nomor
24 Tahun 2005).
H1
H2
Gambar 2.1. Kerangka Konseptual
D. Hipotesis Penelitian
1. Pengaruh Pendapatan Asli Daerah terhadap Belanja Modal
Desentralisasi fiskal memberikan kewenangan kepada daerah untuk mengurus dan
mengatur semua urusan pemerintahan dengan membuat kebijakan daerah untuk
memberi pelayanan, peningkatan peran serta, prakarsa dan pemberdayaan masyarakat
setempat yang bertujuan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat (UU No.
32/2004). Kemampuan daerah untuk menyediakan sumber-sumber pendapatan yang
berasal dari daerah sangat tergantung pada kemampuan merealisasikan potensi
Belanja Modal
Pendapatan Asli Daerah
Pertumbuhan Ekonomi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ekonomi daerah setempat menjadi bentuk-bentuk kegiatan ekonomi yang mampu
menciptakan penerimaan daerah untuk membiayai pembangunan daerah tersebut.
Abdullah & Halim (2004) menemukan bahwa sumber pendapatan daerah berupa
Pendapatan Asli Daerah (PAD) berpengaruh terhadap belanja daerah secara
keseluruhan. Meskipun proporsi PAD maksimal hanya sebesar 10% dari total
pendapatan daerah, kontribusinya terhadap pengalokasian anggaran cukup besar
terutama bila dikaitkan dengan kepentingan politis (Abdullah, 2004). Studi Abdullah
(2004) juga menemukan adanya perbedaan preferensi antara eksekutif dan legislatif
dalam pengalokasian spread PAD ke dalam belanja sektoral. Alokasi untuk
infrastruktur dan DPRD mengalami kenaikan, tapi alokasi untuk pendidikan dan
kesehatan justru mengalami penurunan.
Rumus untuk menghitung Pendapatan Asli Daerah (PAD) yaitu:
PAD = Pajak daerah + Retribusi Daerah + Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang
dipisahkan + Lain-lain PAD yang sah
Berdasarkan landasan teoretis dan temuan-temuan empiris di atas, hipotesis dapat
dinyatakan sebagai berikut:
H1 : Pendapatan Asli Daerah di di kabupaten/kota Jawa Tengah akan berpengaruh
positif terhadap Belanja Modal-nya.
2. Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi terhadap Belanja Modal
Pertumbuhan Ekonomi adalah proses kenaikan output per kapita (Boediono, 1985).
Pertumbuhan Ekonomi merupakan meningkatnya tingkat kegiatan ekonomi pada suatu
daerah yang kemudian akan berdampak pada tingkat kemakmuran dan Kemandirian
Daerah. Pertumbuhan ini akan terjadi apabila masing-masing aspek dalam suatu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
daerah bekerjasama dalam meningkatkan kualitas kegiatan ekonomi seperti contoh
dengan meningkatkan investasi maka secara langsung juga akan meningkatkan
Pertumbuhan Ekonomi. Dalam upaya peningkatan Kemandirian Daerah juga dituntut
untuk mengoptimalkan potensi pendapatan yang dimiliki dan salah satunya
memberikan proporsi Belanja Modal yang lebih besar untuk pembangunan pada
sektor-sektor yang produktif di daerah.
Pembangunan sarana dan prasarana oleh pemerintah daerah berpengaruh positif pada
Pertumbuhan Ekonomi (Kuncoro, 2007). Syarat fundamental untuk pembangunan
ekonomi adalah tingkat pengadaan modal pembangunan yang seimbang dengan
pertambahan penduduk. Bertambahnya infrastruktur dan perbaikannya oleh
pemerintah daerah diharapkan akan memacu Pertumbuhan Ekonomi daerah.
Secara tradisional, Pertumbuhan Ekonomi ditujukan untuk peningkatan yang
berkelanjutan Produk Domestik Regional Daerah / PDRB (Saragih, 2003; Kuncoro,
2004). Hasil penelitian yang dilakukan Lin & Liu (2000) dalam Darwanto dan
Yustikasari (2007) yang menunjukkan desentralisasi memberikan dampak yang sangat
berarti bagi Pertumbuhan Ekonomi suatu daerah. Oates (2005), Lin & Liu (2000)
dalam Darwanto dan Yustikasari (2007) membuktikan adanya hubungan yang positif
dan signifikan antara desentralisasi fiskal dengan Pertumbuhan Ekonomi. Hasil ini
mendukung sintesa yang menyatakan bahwa, pemberian otonomi yang lebih besar
akan memberikan dampak yang lebih besar bagi Pertumbuhan Ekonomi, hal inilah
yang mendorong daerah untuk mengalokasikan secara lebih efisien berbagai potensi
lokal untuk kepentingan pelayanan publik (Lin dan Liu, 2000: Mardiasmo, 2002;
Wong, 2004) dalam Darwanto dan Yustikasari (2007).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Landasan teoritis dan temuan-temuan empiris di atas menghasilkan hipotesis berikut:
H2 : Pertumbuhan Ekonomi di kabupaten/kota Jawa Tengah akan berpengaruh positif
terhadap Belanja Modal-nya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
Variabel bebas (Independent Variabel) yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
Pertumbuhan Ekonomi yang diproksikan dengan PDRB atas dasar harga konstan dan
Pendapatan Asli Daerah. Variabel terikat (dependent variabel) yang merupakan perhatian
utama adalah Belanja Modal. Untuk menjelaskan variabel-variabel yang sudah
diidentifikasi sebagai berikut:
1. Pertumbuhan Ekonomi adalah sebagai suatu ukuran kuantitatif yang menggambarkan
perkembangan suatu perekonomian daerah dalam suatu tahun tertentu. Pertumbuhan
Ekonomi tersebut diproksikan dengan PDRB atas dasar harga konstan dengan
menggunakan skala rasio .
2. Pendapatan Asli Daerah, Total realisasi penerimaan daerah yang bersumber dari hasil
pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan
lain-lain penerimaan PAD yang sah dengan menggunakan skala rasio.
3. Belanja Modal adalah total pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembentukan
modal yang sifatnya menambah asset tetap/inventaris yang memberikan manfaat lebih
dari satu periode akuntansi, termasuk didalamnya adalah pengeluaran untuk biaya
pemeliharaan yang sifatnya mempertahankan atau menambah masa manfaat,
meningkatkan kapasitas dan kualitas aset dengan menggunakan skala rasio.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
B. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menguji dua buah hipotesis yaitu hubungan antara
Pendapatan Asli Daerah dengan Belanja Modal serta Pertumbuhan Ekonomi dengan
Belanja Modal, sehingga penelitian ini termasuk penelitian kausal yaitu penelitian yang
dimaksudkan untuk mengungkapkan permasalahan berupa hubungan pengaruh antar
variable, di mana Belanja Modal sebagai variable independent serta Pendapatan Asli
Daerah dan Pertumbuhan Ekonomi sebagai variable dependen. Penelitian ini bersifat cross
sectional, karena penelitian ini hanya mengambil sampel waktu dan kejadian pada suatu
saat tertentu, yaitu pada tahun 2007 – 2009.
C. Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah
terdiri dari 29 Kabupaten dan 6 Kota. Penulis dalam penelitian mengambil seluruh populasi
dengan beberapa kriteria sebagai berikut:
1. Kabupaten/Kota menyampaikan Laporan Realisasi APBD tahunan kepada Dirjen
Perimbangan Keuangan Pemerintah Daerah Tahun 2007 hingga 2009.
2. Kabupaten/kota mencantumkan data-data mengenai Pertumbuhan Ekonomi (PDRB)
dari Badan Pusat Statistik yang digunakan dalam penelitian ini.
Jumlah Kabupaten/Kota menyampaikan Laporan Realisasi APBD Tahun 2007 hingga
2009 kepada situs Dirjen Perimbangan Keuangan Pemerintah Daerah dan PDRB oleh
Badan Pusat Statistik sebanyak 35 Kabupaten/Kota di Jawa Tengah. Penelitian ini
dilakukan pada tahun 2007-2009 dengan data penelitian sebanyak 105 daerah, di mana
jumlah tersebut diperoleh dengan rumus:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
N= jumlah daerah X periode penelitian
N= 35 X 3 tahun
N= 105
D. Data dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder berupa Laporan
Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa
Tengah tahun 2007-2009 yang berupa realisasi Belanja Modal (BM), realisasi Pendapatan
Asli Daerah (PAD) dan data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per Kapita
diperoleh dari Badan Pusat Statistik.
E. Metode Pengumpulan Data
Secara umum data penelitian dikelompokkan menjadi dua, yaitu data primer dan data
sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari responden. Data
sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung dari responden (Sekaran, 2000).
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu data yang dibuat atau
dikumpulkan oleh pihak luar (Sekaran, 2000:211). Metode pengambilan data sekunder,
data dikumpulkan dengan metode dokumentasi. Ini dilakukan dengan mengumpulkan,
mencatat dan menghitung data-data yang berhubungan dengan penelitian.
F. Metode Analisis Data
Penelitian ini dengan menggunakan pendekatan kuantitatif. Secara umum, pendekatan
kuantitatif lebih fokus pada tujuan untuk generalisasi, dengan melakukan pengujian
statistik dan steril dari pengaruh subjektif peneliti (Sekaran, 2000). Alat analisis yang
digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi linier berganda. Analisis regresi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
berganda adalah analisis mengenai beberapa variabel independen dengan satu variabel
dependen.
Secara umum, analisis regresi adalah analisis mengenai variable independen dengan
variabel dependen yang bertujuan untuk mengestimasi nilai rata-rata variabel dependen
berdasarkan nilai variabel independen yang diketahui. Teknik yang digunakan untuk
mencari nilai persamaan regresi yaitu dengan analisis Least Squares (kuadrat terkecil)
dengan meminimalkan jumlah dari kuadrat kesalahan.
Dalam analisis regresi selain mengukur seberapa besar hubungan antara variabel
independen dengan variabel dependen, juga menunjukkan bagaimana hubungan antara
variabel independen dengan dependen, sehingga dapat membedakan variabel independen
dengan variabel dependen tersebut (Ghozali, 2006). Di mana dalam penelitian ini, dua
komponen yaitu Pendapatan Asli Daerah Daerah dan Petumbuhan Ekonomi sebagai
variabel independen, akan dianalisis pengaruhnya terhadap Belanja Modal sebagai variabel
dependen.
Beberapa langkah yang dilakukan dalam analisis regresi linier masing-masing akan
dijelaskan di bawah ini:
1. Statistik Deskriptif
Penyajian statistik deskriptif bertujuan agar dapat dilihat profil dari data penelitian
tersebut dengan hubungan yang ada antar variabel yang digunakan dalam penelitian
tersebut. Dalam penelitian ini variabel yang digunakan adalah Pendapatan Asli
Daerah, Pertumbuhan Ekonomi dan Belanja Modal.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2. Uji Asumsi Klasik
Pengujian regresi linier berganda dapat dilakukan setelah model dari penelitian ini
memenuhi syarat-syarat yaitu lolos dari asumsi klasik. Syarat-syarat yang harus
dipenuhi adalah data tersebut harus terdistribusikan secara normal, tidak mengandung
multikoloniaritas, dan heterokedastisitas. Untuk itu sebelum melakukan pengujian
regresi linier berganda perlu dilakukan lebih dahulu pengujian asumsi klasik, yang
terdiri dari:
a. Uji normalitas
Pengujian normalitas memiliki tujuan untuk menguji apakah dalam model regresi,
variabel penganggu atau residual memiliki distribusi normal. Seperti diketahui
bahwa uji t mengasumsikan bahwa nilai residual mengikuti distribusi normal.
Kalau asumsi ini dilanggar maka uji statistik menjadi tidak valid untuk jumlah
sampel kecil.
Untuk menguji normalitas data, penelitian ini menggunakan analisis grafik.
Pengujian normalitas melalui analisis grafik adalah dengan cara menganalisis
grafik normal probability plot yang membandingkan distribusi kumulatif dari
distribusi normal. Distribusi normal akan membentuk satu garis lurus diagonal,
dan ploting data residual akan dibandingkan dengan garis diagonal. Data dapat
dikatakan normal jika data atau titik-titk terbesar di sekitar garis diagonal dan
penyebarannya mengikuti garis diagonal.
Pada prinsipnya normalitas dapat dideteksi dengan melihat penyebaran data (titik)
pada sumbu diagonal dari grafik atau dengan melihat histrogram dari residualnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Dasar pengambilan keputusan:
1) Jika data menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis
diagonal atau grafik histrogramnya menunjukan pola distribusi normal, maka
model regresi memenuhi asumsi normalitas.
2) Jika data menyebar lebih jauh dari diagonal dan/atau tidak mengikuti arah
garis diagonal atau grafik histrogram tidak menunjukkan pola distribusi
normal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas (Ghozali,
2006).
Uji statistik yang dapat digunakan untuk menguji normalitas residual adalah uji
statistik non-parametrik Kolmogrov-Smirnov (K-S). Jika hasil Kolmogrov-
Smirnov menunjukkan nilai signifikan di atas 0,05 maka data residual terdistribusi
dengan normal. Sedangkan jika hasil Kolmogrov-Smirnov menunjukkan nilai
signifikan dibawah 0,05 maka data residual terdistribusi tidak normal (Ghozali,
2006).
b. Uji autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam model regresi linier ada korelasi
antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada
periode t-1 (sebelumnya). Jika terjadi korelasi, maka dinamakan ada problem
autokorelasi. Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang
waktu berkaitan satu sama lainnya. Masalah ini muncul karena residual
(kesalahan pengganggu) tidak bebas dari satu observasi ke observasi berikutnya.
Hal ini sering ditemukan pada data runtut waktu (time series) karena “gangguan”
pada seorang individu/kelompok cenderung mempengaruhi seorang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
individu/kelompok yang sama pada periode berikutnya. Menurut Ghozali (2006),
untuk mendeteksi ada atau tidaknya autokorelasi bisa menggunakan Uji Durbin-
Watson (DW test).
Tabel 3.1
Pengambilan keputusan ada tidaknya autokorelasi
c. Uji heteroskedastisitas
Heteroskedastisitas terjadi apabila varian dari setiap kesalahan pengganggu untuk
variabel-variabel bebas yang diketahui tidak mempunyai varian yang sama untuk
semua observasi. Akibatnya penaksiran ordinary least square (OLS) tetap tidak
bias dan tidak efisien, (Ghozali, 2006). Untuk mendeteksi ada tidaknya
heteroskedastisitas dapat dilakukan uji Glejser. Uji Glejser dapat dilakukan
dengan meregresi nilai absolut residual sebagai variabel dependen dengan semua
variable independen dalam model. Jika signifikansi berarti ada
heteroskedastisitas.
d. Uji multikolinieritas
Uji Multikolonieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan
adanya korelasi antar variabel bebas (Ghozali, 2006). Uji multikolonieritas ini
digunakan karena pada analisis regresi terdapat asumsi yang mengisyaratkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
bahwa variabel independen harus terbebas dari gejala multikolonieritas atau tidak
terjadi korelasi antar variabel independen.
Cara untuk mengetahui apakah terjadi multikolonieritas atau tidak yaitu dengan
melihat nilai Tolerance dan Variance Inflation Factor (VIF). Kedua ukuran ini
menunjukkan setiap variabel independen manakah yang dijelaskan oleh variabel
independen lainnya. Dalam pengertian sederhana setiap variable independen
menjadi variabel dependen (terikat) dan diregresi terhadap variable independen
lainnya. Tolerance mengukur variabilitas variabel independen yang terpilih yang
tidak dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Jadi nilai Tolerance yang
rendah sama dengan nilai VIF tinggi (karena VIF = 1/Tolerance). Nilai cutoff
yang umum dipakai untuk menunjukkan adanya multikolinearitas adalah nilai
Tolerance <0,10 atau sama dengan nilai VIF>10 (Ghozali, 2006).
3. Model Regresi
Hipotesis dalam penelitian ini diuji dengan model regresi linear berganda dengan
persamaan berikut ini :
Analisis regresi sederhana digunakan untuk melihat pengaruh jumlah Pendapatan Asli
Daerah (PAD) dan Pertumbuhan Ekonomi (PE) terhadap jumlah Belanja Modal (BM)
secara cross section dengan persamaan sebagai berikut:
Di mana:
Yt : Jumlah Belanja atau perubahan dalam jumlah Belanja Modal
a : Konstanta
b : Koefisien regresi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x1 : Jumlah PADt(PDt-1) atau PEt(PEt-1)
e : Error term
Regresi berganda digunakan untuk memprediksi apakah komponen-komponen
Pendapatan Asli Daerah tersebut secara serempak mempengaruhi Belanja Modal.
Persamaan regresi yang digunakan adalah sebagai berikut:
Keterangan :
Yt : Jumlah Belanja Modal
a : Konstanta
b1 b2 : Koefisien Regresi
X1i : PADt(PDt-1)
X2i : PEt(PEt-1)
e : Error term
4. Uji Hipotesis
Ketepatan fungsi regresi sampel dalam menaksir nilai aktual dapat diukur dari
Goodness of Fitnya. Secara statistik, setidaknya ini dapat diukur dari nilai koefisien
determinasi, nilai statistik F dan nilai statistik t. Perhitungan statistik disebut signifikan
secara statistik apabila nilai uji statistiknya berada dalam daerah kritis (daerah di mana
Ho ditolak). Sebaliknya disebut tidak signifikan bila nilai uji statistiknya berada dalam
daerah di mana Ho diterima (Ghozali, 2006).
a. Koefisien Determinasi
Koefisien determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan
model dalam menerangkan variasi variabel independen. Koefisien determinasi ini
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
digunakan karena dapat menjelaskan kebaikan dari model regresi dalam
memprediksi variabel dependen. Semakin tinggi nilai koefisien determinasi maka
akan semakin baik pula kemampuan variabel independen dalam menjelaskan
variabel dependen (Ghozali, 2006).
Nilai koefisien determinasi adalah antara nol dan satu. Nilai R2 yang kecil berarti
kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel
dependen amat terbatas. Nilai yang mendekati satu berarti variable-variabel
independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk
memprediksi variasi variabel dependen.
b. Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F)
Uji Statistik F pada dasarnya menunjukkan apakah semua variable independen
atau bebas yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-
sama terhadap variabel dependen (Ghozali, 2006). Cara untuk mengetahuinya
yaitu dengan membandingkan nilai F hitung dengan nilai F tabel. Apabila nilai F
hitung lebih besar daripada nilai F tabel, maka hipotesis alternative diterima
artinya semua variabel independen secara bersama-sama dan signifikan
mempengaruhi variabel dependen.
c. Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji Statistik t)
Uji statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel
independen secara individual dalam menerangkan variasi variable dependen
(Ghozali, 2006). Uji statistik t ini digunakan karena untuk memperoleh keyakinan
tentang kebaikan dari model regresi dalam memprediksi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Cara untuk mengetahuinya yaitu dengan membandingkan nilai t hitung dengan
nilai t tabel. Apabila nilai t hitung lebih besar dibandingkan dengan nilai t tabel
maka berarti t hitung tersebut signifikan artinya hipotesis alternatif diterima yaitu
variabel independen secara individual mempengaruhi variabel dependen. Selain
itu, bisa juga dilakukan dengan melihat p-value dari masing-masing variabel.
Hipotesis diterima apabila p-value < 5 % (Ghozali, 2006).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Objek Penelitian
Objek dari penelitian ini adalah Pemerintah Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Tengah.
Jumlah Pemerintah Daerah di Propinsi Jawa Tengah sendiri berjumlah 35 Pemerintah
Kabupaten/Kota. Propinsi Jawa Tengah merupakan Propinsi yang terletak di tengah pulau
Jawa yang berbatasan langsung dengan Propinsi Jawa Barat, Jawa Timur, dan Daerah
Istimewa Yogyakarta.
Pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa Tengah yang menjadi objek dalam penelitian adalah
35 Kabupaten/Kota, sebagai berikut:
1. Kab.Banjarnegara
2. Kab. Banyumas
3. Kab.Batang
4. Kab. Blora
5. Kab.Boyolali
6. Kab.Brebes
7. Kab.Cilacap
8. Kab.Demak
9. Kab.Grobogan
10. Kab.Jepara
11. Kab. Karanganyar
12. Kab. Kebumen
13. Kab. Kendal
14. Kab.Klaten
15. Kab.Kudus
16. Kab. Magelang
17. Kab.Pati
18. Kab. Pekalongan
19. Kab.Pemalang
20. Kab.Purbalingga
21. Kab. Purworejo
22. Kab. Rembang
23. Kab. Semarang
24. Kab.Sragen
25. Kab.Sukoharjo
26. Kab. Tegal
27. Kab.Temanggung
28. Kab.Wonogiri
29. Kab.Wonosobo
30. Kota Magelang
31. Kota Pekalongan
32. Kota Salatiga
33. Kota Semarang
34. Kota Surakarta
35. Kota Tegal
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Data pada penelitian ini (n) sebanyak 105, data didapatkan dari laporan realisasi
APBD Tahun 2007 hingga 2009 yang seluruhnya menyampaikan laporan kepada situs
Dirjen Perimbangan Keuangan Pemerintah Daerah dan Badan Pusat Statistik tahun 2007
hingga 2009, yang mencantumkan data-data mengenai total Pendapatan Asli Daerah,
Pertumbuhan Ekonomi dan Belanja Modal.
Tabel 4.1
Prosedur Penentuan Sampel
Prosedur Penelitian Sampel Jumlah
1. Laporan Realisasi APBD 2007-2009 105
Total sampel yang dapat digunakan 105
B. Statistik Deskriptif
Dari hasil pengumpulan data sekunder mengenai Pendapatan Asli Daerah Daerah,
Pertumbuhan Ekonomi, dan Belanja Modal Kabupaten/Kota di Jawa Tengah Tahun 2007-
2009, maka statistik deskriptif yaitu minimum, maksimum, mean, dan standar deviasi
variabel penelitian adalah sebagai berikut:
Tabel 4.2
Hasil Statistik Deskriptif
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation PAD 105 21757 259411 57625.48 36354.852 Pertumbuhan Ekonomi (PE) 105 2.64 6.19 4.7211 .72872
Belanja Modal 105 63287 274530 135161.71 39236.739 Valid N (listwise) 105
Sumber: Data yang diolah, 2011 (dalam jutaan rupiah)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1. Pendapatan Asli Daerah
a. Pendapatan Asli Daerah memiliki nilai minimum sebesar Rp 21.757.000.000,00.
Hasil penelitian menunjukkan Pendapatan Asli Daerah terendah di Jawa Tengah
diperoleh dari Kota Pekalongan pada tahun 2008. Oleh karena itu Kota
Pekalongan masih sangat tergantung dengan Pemerintah Pusat untuk membiayai
belanja daerahnya, sehingga Kota Pekalongan harus meningkatkan PAD dengan
menggali terus sumber-sumber Pendapatan Asli Daerahnya sendiri baik secara
intensifikasi dan ekstensifikasi.
b. Pendapatan Asli Daerah memiliki nilai maksimum sebesar Rp
259.411.000.000,00. Hasil penelitian menunjukkan Pendapatan Asli Daerah
tertinggi di Jawa Tengah diperoleh dari Kota Semarang pada tahun 2009. Oleh
karena itu dengan tingginya PAD Kota Semarang memiliki kemandirian otonomi
daerah lebih besar dalam membiayai pembangunan daerah dibandingkan dengan
Kabupaten/Kota di Jawa Tengah.
c. Pendapatan Asli Daerah memiliki nilai rata-rata (mean) selama tiga tahun sebesar
Rp 576.250.480.000,00.
d. Pendapatan Asli Daerah memiliki nilai standar deviasi sebesar Rp
36.354.852.000,00 lebih kecil dari mean Rp 576.250.480.000,00 menunjukkan
bahwa distribusi data cenderung normal.
2. Pertumbuhan Ekonomi
a. Pertumbuhan Ekonomi memiliki nilai minimum sebesar 2.64%. Hasil penelitian
menunjukkan Pertumbuhan Ekonomi terendah di Jawa Tengah diperoleh dari
Kabupaten Cilacap di tahun 2007. Ini dapat memberikan suatu gambaran
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
bagaimana pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi yang masih belum bagus di
daerah Kabupaten Cilacap.
b. Pertumbuhan Ekonomi memiliki nilai maksimum sebesar 6.19%. Hasil penelitian
menunjukkan Pertumbuhan Ekonomi tertinggi di Jawa tengah diperoleh dari
Kabupaten Purbalingga di tahun 2007. Ini membuktikan Kabupaten Purbalingga
pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi nya sudah paling bagus.
c. Pertumbuhan Ekonomi memiliki nilai rata-rata (mean) selama tiga tahun sebesar
4.72%.
d. Pertumbuhan Ekonomi memiliki nilai standar deviasi sebesar 0.73% lebih kecil
dari mean 4.72% menunjukkan bahwa distribusi data cenderung normal.
3. Belanja Modal
a. Belanja Modal memiliki nilai minimum sebesar Rp 63.287.000.000,00. Hasil
penelitian menunjukkan Belanja Modal terendah di Jawa Tengah diperoleh dari
Kota Salatiga pada tahun 2007. Ini membuktikan Kota Salatiga dengan wilayah
daerah yang tidak begitu luas dan jumlah penduduknya sedikit dibandingkan
dengan Kabupaten/Kota di Jawa Tengah dapat membiyai Belanja Modal dengan
dana sebesar Rp 63.287.000.000,00.
b. Belanja Modal memiliki nilai maximum sebesar Rp 274.530.000.000,00. Hasil
penelitian menunjukkan Belanja Modal tertinggi di Jawa Tengah diperoleh dari
Kota Semarang pada tahun 2009. Ini membuktikan Kota Semarang dalam
mengalokasikan sebagian besar biayanya untuk Belanja Modal kegiatan
pembangunan daerah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
c. Belanja Modal memiliki nilai rata-rata (mean) selama tiga tahun sebesar Rp
135.161.710.000,00.
d. Belanja Modal memiliki nilai standar deviasi sebesar Rp 39.236.739.000,00 lebih
kecil dari mean sebesar Rp 135.161.710.000,00. menunjukkan bahwa distribusi
data cenderung normal.
C. Hasil Pengujian Asumsi Klasik
Pengujian selanjutnya adalah uji asumsi klasik pada data. Uji asumsi klasik yang
dilakukan dalam penelitian ini meliputi uji normalitas, uji Kolmogorov Smirnov, uji
multikolinearitas, uji autokolerasi, uji heteroskedasitas. Berikut ini adalah hasil uji asumsi
klasik.
1. Hasil Uji Normalitas
Salah satu cara termudah untuk melihat normalitas residual adalah dengan melihat
grafik histogram yang membandingkan antara data observasi dengan distribusi yang
mendekati normal. Namun demikian hanya dengan melihat histogram, hal ini dapat
menyesatkan khususnya untuk jumlah sampel yang kecil. Metode yang lebih handal
adalah dengan melihat normal probability plot yang membandingkan distribusi
kumulatif dari distribusi normal. Distribusi normal akan membentuk satu garis
diagonal dan ploting data residual akan dibandingkan dengan garis diagonal. Jika
distribusi data residual normal, maka garis yang menggambarkan data sesungguhnya
akan mengikuti garis diagonal.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Gambar 4.1
Normal Probability Plot
Sumber: Data yang diolah, 2011
Berdasarkan keterangan grafik di atas, titik menyebar disekitar garis diagonal dan
mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas. Uji
normalitas grafik dapat menyesatkan jika tidak berhati-hati secara visual kelihatan
normal, padahal secara statistik belum tentu normal. Oleh karena itu dilakukan
pengujian statistik dengan cara melakukan uji one sample tes Kolmogrov-Smirnov. Uji
ini digunakan untuk menghasilkan angka yang lebih detail, apakah suatu persamaan
regresi yang akan dipakai lolos normalitas. Suatu persamaan regresi dikatakan lolos
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
normalitas apabila nilai signifikasi uji Kolmogorov-Smirnov lebih besar dari 0,05
(Ghozali, 2006).
Tabel 4.3
Hasil Uji Kolmogorov-Smirnov
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized Residual
N 105 Normal Parametersa,,b Mean .0000
Std. Deviation 34642.92667 Most Extreme Differences
Absolute .077 Positive .077 Negative -.041
Kolmogorov-Smirnov Z .792 Asymp. Sig. (2-tailed) .558
a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data. Sumber data diolah, 2011
Dari hasil pengujian terlihat pada Tabel 4.3 tersebut terlihat besarnya nilai
Kolmogorov- Smirnov adalah 0.792 dan signifikansinya pada 0.558 dan nilainya jauh
di atas á = 0.05 Dalam hal ini berarti H0 diterima yang berarti data residual
berdistribusi normal.
2. Hasil Uji Multikoloniaritas
Uji Multikolinearitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi ditemukan
adanya korelasi antar variabel bebas (Independen). Uji multikolinearitas dapat
dilaksanakan menggunakan model regresi dan melakukan uji korelasi antar variabel
independen dengan menggunakan Variance Inflation Factor (VIF). Jika nilai tolerance
value di atas 0,10 atau nilai Variance Inflation Factors (VIF) dibawah 10 maka tidak
terjadi multikolinearitas (Ghozali, 2006). Hasil uji multikolinearitas pada tabel berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Tabel 4.4
Hasil Uji Multikolinearitas
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t Sig.
Collinearity Statistics
B Std. Error Beta Tolerance VIF
1(Constant) 122827.898 22512.010 5.456 .000
PAD .524 .099 .485 5.307 .000 .914 1.094
PE -3780.545 4923.718 -.070 -.768 .444 .914 1.094
a. Dependent Variable: Belanja Modal Diperoleh VIF = 1.019
Sumber data diolah, 2011
Berdasarkan Tabel 4.4 tersebut di atas terlihat bahwa seluruh variable independen
yaitu PAD dan PE memiliki angka Variance Inflation Factors (VIF) di bawah 10
dengan angka tolerance yang menunjukkan nilai lebih dari 0,10. Dengan demikian
dapat dikatakan bahwa model yang terbentuk tidak terdapat adanya gejala
multikolinearitas antar variabel independen dalam model regresi.
3. Hasil Uji Autokolerasi
Uji autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam model regresi linier ada korelasi
antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada
periode t-1 (sebelumnya). Jika terjadi korelasi, maka dinamakan ada problem
autokorelasi. Uji Durbin-Watson dapat digunakan untuk menguji autokorelasi. Tabel
4.5 menunjukkan hasil analisis Uji Autokorelasi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Tabel 4.5
Hasil Uji Autokolerasi
Model Summaryb
Model R R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate Durbin-Watson
1 .470a .220 .205 34980.914 2.143
a. Predictors: (Constant), Pertumbuhan Ekonomi, PAD
b. Dependent Variable: Belanja Modal Sumber data diolah, 2011
Nilai DW sebesar 2,143, nilai ini akan dibandingkan dengan nilai table menggunakan
signifikansi 5%, jumlah sampel 105 (n) dan jumlah variable independen 2 (k=2). Nilai
DW 2,143 lebih besar dari batas atas (du) 1,72 dan kurang dari 2,29 (4-du), maka
dapat disimpulkan bahwa tidak bisa menolak H0 yang menyatakan tidak ada
autokorelasi positif atau negatif (sesuai table keputusan) atau dapat disimpulkan tidak
ada autokorelasi.
4. Hasil Uji Heterokedasitas
Uji Heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi
ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika
variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut
homoskedastisitas dan jika berbeda disebut Heteroskedisitas. Model regresi yang baik
adalah yang Homoskedasitas atau tidak terjadi Heteroskedisitas karena data
crossection mengandung berbagai ukuran (kecil, sedang, dan besar) (Ghozali, 2006).
Gejala heterokedastisitas ini diketahui dengan menggunakan analisis metode uji
Glejser. Uji Glejser dapat dilakukan dengan meregresi nilai absolut residual seagai
variabel dependen dengan semua variable independen dalam model. Jika nilai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
signifikansi t hitung lebih besar dari 0.05 ( p > 0.05) maka dapat dikatakan item bebas
dari gejala heterokedastisitas atau terjadi homokedastis.
Tabel 4.6
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1(Constant) 27025.465 13651.059 1.980 .050
PAD .061 .060 .104 1.012 .314
Pertumbuhan Ekonomi
-673.734 2985.693 -.023 -.226 .822
a. Dependent Variable: AbsUt
Sumber: Data yang diolah, 2011
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa nilai signifikansi untuk semua variable lebih
besar dari 0.05. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terjadi gejala
homokedastisitas atau tidak terjadi hubungan antara nilai residu / sisa dengan variabel
bebas sehingga variabel tergantung benar-benar hanya dijelaskan oleh variabel bebas.
D. Hasil Analisis Regresi Linier Berganda
Hasil perhitungan dengan menggunakan SPSS 16.00 for windows adalah sebagai
berikut:
1. Koefisien Determinasi
Hasil nilai adjusted R-Square dari regresi digunakan untuk mengetahui besarnya
struktur modal yang dipengaruhi oleh variabel-variabel bebasnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Tabel 4.7
Model Summaryb
Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the
Estimate Durbin-Watson
1 .470a .220 .205 34980.914 2.143
a. Predictors: (Constant), Pertumbuhan Ekonomi (PE), PAD b. Dependent Variable: Belanja Modal Sumber: Data yang diolah, 2011
Pada tabel 4.7 menunjukkan bahwa bahwa koefisien determinasi yang ditunjukkan
dari nilai adjusted R2 sebesar 0,205 hal ini berarti 20,5% variasi Belanja Modal dapat
dijelaskan oleh variasi dari kedua variabel independen yaitu PAD dan PE. Sedangkan
sisanya (100% - 20,5% = 79,5 %) dijelaskan sebab yang lain diluar model.
2. Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F)
Pengujian hipotesis uji F digunakan untuk melihat apakah secara keseluruhan variabel
bebas mempunyai pengaruh yang bermakna terhadap variabel terikat. Dari hasil
pengujian simultan diperoleh sebagai berikut :
Tabel 4.8
ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 3.530E10 2 1.765E10 14.422 .000a
Residual 1.248E11 102 1.224E9
Total 1.601E11 104
a. Predictors: (Constant), Pertumbuhan Ekonomi (PE), PAD b. Dependent Variable: Belanja Modal Sumber: Data yang diolah, 2011
Tabel 4.8 menunjukkan hasil perhitungan statistik uji F sebesar 14,422 dengan
probabilitas 0,000. Karena probabilitas jauh lebih kecil dari 0,05 yang berarti secara
simultan seluruh variabel independen PAD dan PE berpengaruh secara signifikan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
terhadap variabel Belanja Modal. Dengan demikian model regresi ini dapat
menjelaskan PAD dan PE secara bersama-sama berpengaruh terhadap Belanja Modal.
3. Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji Statistik t)
Untuk menentukan pengaruh masing – masing variabel bebas terhadap variabel
tergantung di gunakan uji t. Dari hasil pengujian analisis regresi sebagaimana pada
lampiran diketahui nilai t hitung sebagai berikut:
Tabel 4.9
Uji T
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t Sig.
Collinearity Statistics
B Std. Error Beta Toleran
ce VIF
1 (Constant) 122827.898 22512.010 5.456 .000
PAD .524 .099 .485 5.307 .000 .914 1.094
PE -3780.545 4923.718 -.070 -.768 .444 .914 1.094
a. Dependent Variable: Belanja Modal
Sumber: Data yang diolah, 2011
Hasil perhitungan statistik tersebut menunjukkan bahwa dua variabel yang di
masukkan dalam model signifikan mempengaruhui Belanja Modal. Variabel tersebut
adalah Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Pertumbuhan Ekonomi (PE). Variabel
Pendapatan Asli Daerah menunjukkan tingkat signifikan sebesar 0,000 yang lebih
kecil dari tingkat signifikan 0,05. Sedangkan Variabel Pertumbuhan Ekonomi tidak
signifikan karena di atas 0.05.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Hasil estimasi model dapat ditulis dalam persamaan di bawah ini:
Belanja Modal = 122827.898 + 0,524 PAD – 3780.545 PE
Persamaan tersebut dapat di artikan:
a. Konstanta sebesar 122827.898 menyatakan bahwa jika tidak ada variable
independen dianggap konstan (X1=0, X2=0), maka Belanja Modal tiap daerah
sebesar 122827.898.
b. Koefisien regresi PAD bertambah positif sebesar 0,524, artinya apabila terjadi
perubahan PAD sebesar 1% akan menaikkan Belanja Modal sebesar 0,524 atau
52,40%.
c. Koefisien regresi PE berkurang negatif sebesar 3780.545, artinya apabila terjadi
perubahan variabel PE sebesar 1% akan mengurangi Belanja Modal sebesar
3780.545 atau 37.80%.
E. Hasil Pengujian Hipotesis
Uji statistik t menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variable independen secara
individual dalam menerangkan variasi variabel dependen (Ghozali, 2006).
Tabel 4.10
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 122827.898 22512.010 5.456 .000
PAD .524 .099 .485 5.307 .000
PE -3780.545 4923.718 -.070 -.768 .444
a. Dependent Variable: Belanja Modal Sumber data diolah, 2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Berdasar tabel di atas dapat disimpulkan mengenai uji hipotesis secara parsial dari
masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen, sebagai berikut:
H1 : Pendapatan Asli Daerah (PAD) berpengaruh positif terhadap Belanja Modal
Pada output regresi menunjukkan bahwa angka signifikansi untuk variable Pendapatan Asli
Daerah sebesar 0,000. Nilai ini lebih kecil dari tingkat signifikansi sebesar 0,05 sehingga
dapat disimpulkan bahwa Pendaptan Asli Daerah secara individual berpengaruh positif
terhadap Belanja Modal, dan dapat disimpulkan hipotesis 1 diterima.
H2 : Pertumbuhan Ekonomi (PE) berpengaruh positif terhadap Belanja Modal
Pada output regresi menunjukkan bahwa angka signifikansi untuk variable
Pertumbuhan Ekonomi sebesar 0,444. Nilai ini lebih besar dari tingkat signifikansi sebesar
0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa Pertumbuhan Ekonomi secara individual tidak
berpengaruh positif terhadap Belanja Modal, dan dapat disimpulkan hipotesis 2 ditolak.
F. Pembahasan Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah Pertumbuhan Ekonomi_PDRB dan Pendapatan
Asli Daerah, berpengaruh terhadap Belanja Modal pada Kabupaten/Kota di Jawa Tengah.
Variabel Pertumbuhan Ekonomi yang diproksikan oleh PDRB tidak berpengaruh signifikan
terhadap Belanja Modal pada Kabupaten Kota di Provinsi Jawa Tengah. Hasil ini juga
konsisten dengan riset yang dilakukan oleh Darwanto (2007) yang menyatakan
Pertumbuhan Ekonomi tidak diikuti oleh anggaran Belanja Modal yang signifikan. Hal ini
disebabkan oleh perkembangan data anggaran Belanja Modal mengalami penurunan, tetapi
sebaliknya PE_PDRB justru mengalami peningkatan.
Belanja Modal merupakan belanja pemerintah daerah yang manfaatnya melebihi satu
tahun anggaran dan akan menambah asset dan kekayaan daerah. Belanja Modal merupakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
belanja daerah yang dilakukan oleh pemerintah daerah diantaranya untuk pembangunan
dan perbaikan sektor pendidikan, kesehatan, transportasi, sehingga masyarakat juga
menikmati manfaat dari pembangunan daerah. Tersedianya infrasruktur yang lebih baik
diharapkan dapat menciptakan efisiensi dan efektifitas di berbagai sektor, produktivitas
masyarakat diharapkan menjadi semakin tinggi dan pada gilirannya terjadi peningkatan
Pertumbuhan Ekonomi.
Secara analisa regresi hasilnya tidak mendukung dengan uraian diatas. Hal ini dapat
dikarenakan pada kenyataannya terdapat kebocoran maupun penyimpangan,
penyelewengan, dan penyalahgunaan dana untuk meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi.
Sehingga Belanja Modal yang telah dianggarkan oleh pemerintah tidak dapat dimanfaatkan
secara maksimal. Selain itu, pemanfaatan Belanja Modal hendaknya dialokasikan untuk
hal-hal yang produktif, misalnya untuk melakukan aktivitas pembangunan. Penerimaan
pemerintah hendaknya lebih banyak untuk program-program layanan publik, hal ini
menyiratkan pentingnya mengalokasikan belanja pemerintah daerah untuk kepentingan
publik.
Pemerintah daerah mengalokasikan dana dalam bentuk anggaran Belanja Modal dalam
APBD untuk menambah aset tetap. Belanja Modal ini didasarkan pada kebutuhan daerah
akan sarana dan prasarana, baik untuk kelancaran pelaksaan tugas pemerintahan maupun
untuk fasilitas publik. Upaya meningkatkan kualitas pelayanan publik, pemerintah daerah
seharusnya mengubah komposisi belanjanya. Selama ini belanja daerah lebih banyak
digunakan untuk belanja rutin yang relatif kurang produktif.
.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Dalam pelaksanaan desentralisasi fiskal, menunjukkan bahwa potensi fiskal
pemerintah daerah antara satu dengan daerah yang lain bisa jadi sangat beragam. Perbedaan
ini pada gilirannnya dapat menghasilkan Pertumbuhan Ekonomi yang beragam pula.
Pemberian otonomi yang lebih besar akan memberikan dampak yang lebih besar bagi
Pertumbuhan Ekonomi, hal inilah yang mendorong daerah untuk mengalokasikan secara
lebih efisien berbagai potensi lokal untuk kepentingan pelayanan publik.
Pendapatan Asli Daerah (PAD) berpengaruh terhadap anggaran Belanja Modal.
Kemandirian dalam APBD sangat terkait dengan kemandirian PAD, sebab semakin besar
sumber pendapatan yang berasal dari potensi daerah, bukan sumber pendapatan dari
bantuan, maka daerah akan semakin leluasa untuk mengakomodasikan kepentingan
masyarakatnya tanpa muatan kepentingan Pemerintah Pusat yang tidak sesuai dengan
kebutuhan masyarakat di daerah. Kewenangan pemerintah daerah dalam pelaksanaan
kebijakannya sebagai daerah otonomi sangat dipengaruhi oleh kemampuan daerah tersebut
dalam menghasilkan Pendapatan Daerah. Semakin besar upaya maksimalisasi Pendapatan
daearah yang dilakukan suatu daerah, maka semakin besar pula kewenangan pemerintah
daerah tersebut dalam melaksanakan kebijakannya. Maksimalisasi Pendapatan Asli Daerah
(PAD) dalam pengertian bahwa keleluasaan yang dimiliki oleh daerah dapat dimanfaatkan
untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) maupun untuk menggali sumber-
sumber penerimaan yang baru. PAD adalah pendapatan daerah yang bersumber dari hasil
pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan,
dan lain-lain. Pendapatan Asli Daerah yang sah yang bertujuan untuk memberikan
keleluasaan. Pemerintah daerah di dalam membiayai belanja daerahnya, selain dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
menggunakan transfer dari pemerintah pusat, mereka juga menggunakan sumber dananya
sendiri yaitu PAD.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Secara simultan Pendapatan Asli Daerah dan Pertumbuhan Ekonomi/PDRB
berpengaruh positif terhadap Belanja Modal di Kabupaten/Kota di Jawa Tengah.
2. Secara parsial hanya variabel Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang berpengaruh positif
terhadap Belanja Modal daerah di Kabupaten/Kota di Jawa Tengah. Sedangkan
variabel Pertumbuhan Ekonomi yang diproksikan dengan PDRB tidak berpengaruh
signifikan dengan tingkat alpha 5% terhadap Belanja Modal di daerah Kabupaten/Kota
di Jawa Tengah. Hasil tersebut konsisten dengan hasil penelitian Darwanto (2007)
yang menyatakan Pertumbuhan Ekonomi tidak diikuti oleh Belanja Modal yang
signifikan.
B. Keterbatasan Penelitian
Keterbatasan penelitian ini yaitu:
1. Peneliti hanya mengambil 2 variabel independen yaitu Pendapatan Asli Daerah dan
Pertumbuhan Ekonomi/PDRB.
2. Periode penelitian ini dibatasi hanya dari tahun 2007, 2008 sampai dengan tahun 2009.
3. Penelitian ini tidak membahas kebijakan pemerintah dalam penyusunan anggaran
Belanja Modal.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
C. Saran
1. Untuk meningkatkan Belanja Modal maka Pemerintah Daerah diharapkan bisa terus
menggali sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah baik secara intensifikasi maupun
extensifikasi untuk meningkatkan Pendapatan Daerah,
2. Bagi peneliti berikutnya di masa mendatang agar dapat memperluas atau menambah
sampel penelitian seperti sampel dari luar Jawa Tengah atau seluruh Indonesia dengan
menambah periode pengamatan.
3. Variabel yang digunakan dalam penelitian akan datang diharapkan lebih lengkap dan
bervariasi dengan menambah variabel independen lain baik ukuran-ukuran atau jenis-
jenis penerimaan Pemerintah Daerah lainnya, maupun variabel non-keuangan seperti
kebijakan pemerintah, kondisi makro-ekonomi.