studi mengenai komposisi sampah perkotaan

8
Studi Mengenai Komposisi Sampah Perkotaan di Negara-negara Berkembang Oleh Sigit Setiyo Pramono Staf Pengajar Jurusan Teknik Sipil Universitas Gunadarma [email protected] Abstraks Sampah perkotaan merupakan permasalahan yang dihadapi kota-kota besar di negara- negara berkembang. Persoalaan sampah yang dihadapi tidak saja persoalan teknis saja, tetapi banyak aspek lainnya, misalnya aspek sosial dan budaya. Keengganan masyarakat untuk memisahkan sampah menjadi persoalan tersendiri. Selain itu komposisi sampah yang menjadi data penting untuk pengelolaan sampah tidak pernah digunakan. Pengelola sampah lebih senang mengandalkan sistem kumpul-angkut-buang, walaupun sistem tersebut memiliki dampak lingkungan yang besar. Komposisi sampah di negara-negara berkembang sangat dominan jenis sampah organik, sedangkan untuk negara-negara berkembang lebih didominansi oleh sampah kertas. Kondisi tersebut terlihat bahwa negara berkembang harus merancang sistem pengelolaan sampah berbasiskan sistem pengomposan. Sistem pengelolaan tersebut bukan merupakan sistem yang tetap dan tidak berubah, melainkan sistem tersebut dapat berubah, jika komposisi sampah berubah menuju pada satu jenis material sampah tertentu. Sehingga sistem harus disesuaikan. Kata Kunci: Sampah organik, kertas, negara berkembang, negara maju, komposisi sampah 1. Latar Belakang Sampah perkotaan merupakan salah satu permasalahan kompleks yang dihadapi oleh negara-negara berkembang. Kota-kota besar bahkan ibukota negara dari seluruh negara berkembang mengalami persoalan yang sama, yaitu pengelolaan sampah. Sistem pengumpulan yang tidak tuntas, kurangnya alat angkut sampah, kurangnya fasilitas-fasilitas pendukung dan terbatasnya kapasitas Tempat Pengolahan Akhir Sampah (TPA) menjadi permasalahan yang khas. Permasalahan sampah tidak hanya bersifat teknis, tetapi menyangkut pada aspek-aspek lain khususnya sosial dan budaya. Pandangan masyarakat di negara-negara tersebut masih menganggap bahwa sampah merupakan barang yang tidak mempunyai nilai, sehingga mereka dapat memperlakukan menurut pengertian mereka sendiri. Kebiasaan dan perilaku masyarakat juga terbawa dalam aktivitas membuang sampah. Sampah yang dibuang dibiarkan tercampur dan tidak ada usaha apapun untuk memisahkan

Upload: jonibigut

Post on 03-Jul-2015

352 views

Category:

Documents


11 download

TRANSCRIPT

Page 1: Studi Mengenai Komposisi Sampah Perkotaan

Studi Mengenai Komposisi Sampah Perkotaan di

Negara-negara Berkembang

Oleh Sigit Setiyo Pramono

Staf Pengajar Jurusan Teknik Sipil Universitas Gunadarma

[email protected]

Abstraks Sampah perkotaan merupakan permasalahan yang dihadapi kota-kota besar di negara-negara berkembang. Persoalaan sampah yang dihadapi tidak saja persoalan teknis saja, tetapi banyak aspek lainnya, misalnya aspek sosial dan budaya. Keengganan masyarakat untuk memisahkan sampah menjadi persoalan tersendiri. Selain itu komposisi sampah yang menjadi data penting untuk pengelolaan sampah tidak pernah digunakan. Pengelola sampah lebih senang mengandalkan sistem kumpul-angkut-buang, walaupun sistem tersebut memiliki dampak lingkungan yang besar. Komposisi sampah di negara-negara berkembang sangat dominan jenis sampah organik, sedangkan untuk negara-negara berkembang lebih didominansi oleh sampah kertas. Kondisi tersebut terlihat bahwa negara berkembang harus merancang sistem pengelolaan sampah berbasiskan sistem pengomposan. Sistem pengelolaan tersebut bukan merupakan sistem yang tetap dan tidak berubah, melainkan sistem tersebut dapat berubah, jika komposisi sampah berubah menuju pada satu jenis material sampah tertentu. Sehingga sistem harus disesuaikan. Kata Kunci: Sampah organik, kertas, negara berkembang, negara maju, komposisi sampah 1. Latar Belakang Sampah perkotaan merupakan salah satu permasalahan kompleks yang dihadapi oleh

negara-negara berkembang. Kota-kota besar bahkan ibukota negara dari seluruh negara

berkembang mengalami persoalan yang sama, yaitu pengelolaan sampah. Sistem

pengumpulan yang tidak tuntas, kurangnya alat angkut sampah, kurangnya fasilitas-fasilitas

pendukung dan terbatasnya kapasitas Tempat Pengolahan Akhir Sampah (TPA) menjadi

permasalahan yang khas. Permasalahan sampah tidak hanya bersifat teknis, tetapi

menyangkut pada aspek-aspek lain khususnya sosial dan budaya. Pandangan masyarakat di

negara-negara tersebut masih menganggap bahwa sampah merupakan barang yang tidak

mempunyai nilai, sehingga mereka dapat memperlakukan menurut pengertian mereka

sendiri.

Kebiasaan dan perilaku masyarakat juga terbawa dalam aktivitas membuang sampah.

Sampah yang dibuang dibiarkan tercampur dan tidak ada usaha apapun untuk memisahkan

Page 2: Studi Mengenai Komposisi Sampah Perkotaan

antara sampah organik dan sampah non organik. Kondisi sampah yang tercampur tersebut

sangat menyulitkan bagi pemerintah dan pihak-pihak yang berkepentingan untuk

memisahkan sampah dan melakukan proses daur ulang, sehingga banyak material yang

seharusnya dapat didaur ulang tetapi terlanjur diangkut dan ditimbun di areal TPA.

Permasalahan lain, banyak pengelola sampah perkotaan tidak mengetahui komposisi

sampah yang ditimbulkan oleh penduduknya. Kondisi tersebut membuat para pengelola

sampah tetap mempertahankan sistem kumpul-angkut-buang. Padahal sistem tersebut

sangat mahal dan mempunyai dampak lingkungan yang sangat besar. komposisi sampah

tidak dipandang sebagai sesuatu yang penting dalam pengelolaan sampah, sehingga

permasalahan tidak kunjung selesai.

Pada paper ini bertujuan untuk mengetahui ciri khas komposisi sampah secara umum di

negara-negara berkembang, jenis material sampah mana yang menonjol dan bagaimana jika

dibandingkan dengan komposisi sampah negara-negara maju. Manfaat dari paper ini untuk

memberikan pengetahuan mengenai komposisi sampah secara umum di negara-negara

berkembang dan negara-negara maju.

Studi mengenai komposisi sampah di negara-negara berkembang akan diambil dari negara

berikut ini:

a. India di Kota New delhi, Callcuta, Madras dan Bombay

b. Filipina di Kota Metro Manila, Cagayan de Oro dan Llingan

c. Indonesia di Kota Jakarta, Bandung dan Surabaya

d. China di Kota Beijing, Shanghai dan Wuhan

e. Sri Langka di Kota Colombo, Kandy dan Galle

Untuk komposisi sampah di negara-negara maju sebagai perbandingan dengan negara-

negara berkembang, meliputi Norwegia, Amerika Serikat, Swiss, Perancis dan Jepang.

2. Kondisi Sosial dan Budaya Kondisi sosial dan budaya menjadi faktor yang sangat penting untuk mengahui kebiasaan

dan perilaku masyarakat negara tersebut dalam pengelolaan sampah. Selain itu, pola

konsumtif masyarakat dan gaya hidup masyarakat juga akan mempengaruhi besarnya

timbulan sampah dan komposisi sampah yang dimiliki.

Negara-negara berkembang umumnya memandang sampah sebagai barang sudah tidak

berguna dan tidak mereka inginkan, sehingga tindakan yang mereka lakukan adalah

membuangnya. Persoalan muncul ketika setiap orang memperlakukan sampah sesuai

dengan pemahaman mereka masing-masing, misalnya dengan meninggalkan atau

Page 3: Studi Mengenai Komposisi Sampah Perkotaan

membuang sampah di sembarang tempat yang mengakibatkan lingkungan menjadi kotor dan

kumuh. Sebagian lagi membuang sampah ke selokan atau sungai, yang mengakibatkan

pendangkalan dan penyumbatan saluran, yang merupakan salah satu penyebab banjir dan

genangan di daerah perkotaan. Sementara kebiasaan untuk memilah sampah belum banyak

dilakukan, karena mereka tidak mengerti bagaimana cara pengelolaan sampah yang benar

dan baik.

Masyarakat India lebih menyukai membuang sampah di sungai, lahan kosong dan tepi jalan

daripada berjalan 100 meter ke Tempat Penampungan Sampah Sementara (TPS) dari

rumahnya. Masyarakat India tidak setuju untuk memisahkan sampah, karena membutuhkan

banyak waktu dan merupakan pekerjaan kotor (Pune,1994). Untuk masyarakat Indonesia,

khususnya masyarakat Kota Depok, 21,74% tidak melakukan pemisahan sampah dan hanya

8,22% masyarakat yang membawa sampahnya ke TPS (Pramono, 2004).

3. Gross National Product (GNP) Negara-negara Berkembang GNP Negara-negara berkembang masih dibawah US$ 1100. Pada tinjauan studi dalam

paper ini negara Filipina menpunyai GNP tertinggi dibanding dengan Negara-negara

berkembang lainnya. Sedangkan GNP terkecil adalah negara India dengan US$ 340. GNP

ini sangat menentukan tingkat timbulan sampah pada suatu negara. Semakin tinggi GNP,

jumlah penduduk, pola hidup dan tingkat konsumtif di suatu negara akan memberikan

dampak terhadap timbulan sampah dan komposisi sampah perkotaan.

Tabel 1 Gross National Produk (GNP) negara-negara Berkembang

Negara

Populasi Penduduk

(1995)

GNP Per kapita (1995)

Indonesia 193,3 980Filipina 68,6 1050India 929,4 340China 1200,2 620Sri Langka 18,1 700

Sumber: Bank Dunia (1997) dan PBB (1995)

4. Tingkat Konsumtif Negara-negara Berkembang Tingkat konsumtif sangat mempengaruhi timbulan sampah pada suatu wilayah. Pada

pembahasan ini diambil contoh penjualan Coca-cola di negara-negara berkembang. Negara

Filipina memiliki tingkat konsumsi cukup tinggi untuk produk ini dibanding dengan negara-

negara lainnya. Sedangkan India mempunyai tingkat konsumsi paling rendah.

Page 4: Studi Mengenai Komposisi Sampah Perkotaan

Tabel 2 Tingkat Konsumsi Produk Coca-cola dan Populasi Pasar

Negara Populasi (1996)

Konsumsi per kapita

China 1,234 5India 953 3Indonesia 201 9Filipina 69 117Sri Langka 5 t.a.d

Sumber: Perusahaan Coca-cola, 1997

5.Timbulan Sampah Negara-negara Berkembang Tingkat timbulan sampah di Negara-negara berkembang rata-rata masih dibawah negara-

negara berkembang. Timbulan sampah sangat dipengaruhi oleh tingkat pendapatan suatu

negara dan pola konsumtif, selain jumlah penduduk. Negara-negara berkembang mempunyai

pendapatan nasional masih dibawah negara-negara maju, sehingga jumlah timbulan sampah

masih dibawah negara-negara maju. Rata-rata jumlah timbulan sampah sebesar 0,63

Kg/kap/hari dan jumlah penduduk sebesar 5.404.250 dari 5 (lima) negara berkembang. Kota

Surabaya (Indonesia) menduduki tingkat timbulan sampah tertinggi dibanding dengan

negara-negara berkembang lainnya, bahkan hampir menyamai tingkat timbulan sampah di

negara-negara maju. Detailnya dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3 Timbulan Sampah di Negara-negara Berkembang

Negara Kota Tahun Populasi Generation Rate (Kg/kap/hari)

ChinaBeijing 1991 11.157.000 0,88Shanghai 1993 8.206.000 0,6Wuhan 1993 6.800.000 0,6

IndiaNew Delhi 1995 8.412.000 0,48Bombay 1995 12.288.000 0,44Calcutta 1995 9.643.000 0,38Madras 1995 4.753.000 0,66

Sri LangkaColombo 1994 615.000 0,98Kandy 1994 104.000 0,58Galle 1994 109.000 0,65

FilipinaMetro Manila 1995 9.452.000 0,53Lligan 1995 273.000 0,38Cagayan de Oro 1995 428.000 0,54

IndonesiaJakarta 1993 9.160.000 0,66Bandung 1993 2.368.000 0,71Surabaya 1993 2.700.000 1,08

Sumber: Bank Dunia, 1999

Page 5: Studi Mengenai Komposisi Sampah Perkotaan

Negara-negara maju memiliki timbulan sampah rata-rata 1.38 Kg/kap/hari dengan rata-rata

jumlah penduduk 49.439.286 dari lima negara maju. Kondisi tersebut sangat wajar, karena

pendapatan masyarakat di negara tersebut cukup tinggi dibanding dengan negara

berkembang. Dari perbandingan 5 negara maju, negara Amerika Serikat memiliki timbulan

sampah tertinggi sebesar 2 Kg/kap/hari. Sedangkan Swiss memiliki timbulan sampah paling

sedikit yaitu 1,1 Kg/kap/hari dibandingkan dengan negara-negara maju lainnya.

Tabel 4 Tingkat Timbulan Sampah di Negara-negara Maju

Negara Kota Tahun Populasi

Generation Rate

(Kg/kap/hari)Jepang

Tokyo 1993 8.022.000 1,5Yokohama 1993 3.300.000 1,2Nagoya 1993 2.153.000 1,16

Perancis1992 58.100.000 1,29

Norwegia1992 4.400.000 1,4

Amerika Serikat1992 263.100.000 2

Swiss1992 7.000.000 1,1

Sumber: Bank Dunia, 1999

6.Komposisi Sampah Perkotaan Komposisi sampah perkotaan menjadi sangat penting dalam strategi pengelolaan sampah.

Komposisi menjadi dasar untuk strategi pengelolaan sampah dengan sistem daur ulang dan

pengomposan. Begitu pula, komposisi sampah menjadi sangat penting bagi proses

pengangkutan sampah. Sampah organik dapat langsung ke tempat pengomposan dan

sampah non organik langsung ke tempat dilakukan daur ulang.

Melihat komposisi sampah di negara-negara berkembang, sampah organik sangat dominan

dibandingkan dengan jenis sampah lainnya. Sri Langka dan Indonesia memiliki komposisi

sampah organik yang cukup besar dibanding negara-negara lainnya, yaitu diatas 70%.

Sedangkan China memiliki sampah organik yang paling sedikit yaitu sebesar 35,8%. Jumlah

sampah kertas terbesar dimiliki oleh Filipina. Banyaknya sampah kertas sering menunjukkan

negara tersebut mempunyai budaya membaca dan menulis yang baik.

Page 6: Studi Mengenai Komposisi Sampah Perkotaan

Tabel 5 Komposisi Sampah Perkotaan di negara-negara berkembang

Komponen Indonesia Filipina China India Sri LangkaPopulasi tahun 1995 (juta) 68,4 37,2 363,7 249,1 4,1Tahun 1993 1995 1991-1995 1995 1993-1994Sampah organik 70,2 41,6 35,8 41,8 76,4Kertas 10,9 19,5 3,7 5,7 10,6Plastik 8,7 13,8 3,8 3,9 5,7Gelas 1,7 2,5 2 2,1 1,3Besi 1,8 4,8 0,3 1,9 1,3Lainnya 6,2 17,9 54,8 44,6 4,7

Sumber: Bank Dunia, 1999

Keterangan: Komposisi sampah dalam persen Indonesia berdasarkan Kota Jakarta, Bandung dan Surabaya Filipina berdasarkan Kota Metro Manila, Batangas, Olongapo dan Bagulo China berdasarkan Quijing, Gulin, Dalian, Wuhan, Beijing, Huangshi, Xiangfan dan Yichang India berdasarkan 23 kota besar. Sri Langka berdasarkan Kota Colombo, Kandy dan Galle

Komposisi sampah di negara-negara maju sangat berbeda dengan negara-negara

berkembang. Kondisi tersebut dilihat dari jumlah sampah kertas lebih besar dibandingkan

dengan sampah organik. Jepang merupakan negara yang memiliki jumlah sampah kertas

paling besar, sedangkan Swiss merupakan negara yang memiliki jumlah sampah paling

sedikit dibandingkan negara-negara maju lainnya. Untuk jumlah sampah organik, negara

Swiss memiliki jumlah sampah yang cukup besar dan Norwegia merupakan negara paling

sedikit menghasilkan sampah organik.

Tabel 6 Komposisi Sampah di Negara-negara Maju

Komponen Amerika Serikat Jepang Perancis Norwegia SwissSampah organik 23 26 25 18 27Kertas 38 46 30 31 28Plastik 9 9 10 6 15Gelas 7 7 12 4 3Besi 8 8 6 5Lainnya 16 12 17 36 24

3

Sumber: OECD (1995), Bank Dunia (1997) dan PBB (1995)

Data-data pada Tabel 5 dan 6 dapat ditarik garis benang merah untuk negara-negara

berkembang memiliki rata-rata produksi sampah organik sebanyak 53,16% dan jumlah

sampah kertas sebanyak 10,08%. Untuk negara-negara maju memiliki rata-rata produksi

sampah organik sebanyak 23,8% dan non organik sebanyak 34,6%.

7. Kecenderungan Pola Perubahan Komposisi Sampah Komposisi sampah mengalami perubahan setiap tahunnya. Perubahan tersebut diakibatkan

adanya pola hidup masyarakat, pertumbuhan ekonomi, dan sebagainya. Perubahan

komposisi sampah tersebut juga memberikan dampak terhadap strategi pengelolaan sampah

Page 7: Studi Mengenai Komposisi Sampah Perkotaan

perkotaan. Misalnya untuk komposisi sampah perkotaan yang didominansi oleh sampah

organik, pola pengelolaan sampah haruslah berdasarkan sistem pengomposan, tetapi jika

sampah mengalami perubahan komposisi dari sampah organik ke jenis material sampah

kertas. Maka sistem pengelolaan sampah harus berubah dari sistem pengomposan ke sistem

daur ulang kertas. Jadi dapat disimpulkan sistem pengelolaan sampah perkotaan tidak

bersifat tetap, tetapi berdasarkan komposisi sampah perkotaan yang dimiliki.

Tabel 7 Komposisi Sampah Perkotaan di Kota Bandung (Indonesia)

1978 1985 1988 1994

1 Sampah Organik 80,45 77 73,35 63,562 Kertas 7,5 7,96 9,74 10,423 Tekstil 1 0,96 0,45 0,954 Plastik/Karet 0,23 0,79 0,43 1,455 Pecah belah 1,93 1,14 1,32 1,76 Logam 3,69 8,82 8,56 9,767 Lain-lain 5,23 3,41 6,14 12,16

No. Komponen Tahun

Sumber: Pengelolaan Sampah Kota Bandung 1998/1999 ; Kolanus (2000)

Pada Tabel 7 menunjukkan perubahan komposisi sampah di Kota Bandung (Indonesia).

Pada tahun 1978, komposisi sampah di Kota Bandung didominansi oleh sampah organik.

Sampah organik mendominansi sebesar 80,45%, sedangkan sampah hanya sebesar 7,5%.

Perkembangan 16 tahun kemudian, produksi sampah kertas berkembang terus dari 7,5% ke

10,42% pada tahun 1994. Rata-rata perkembangan produksi material sampah kertas di Kota

Bandung sebsar 11,43% per tahunnya. Kondisi tersebut sangat positif, karena masyarakat

Kota Bandung menunjukan adanya budaya menulis dan membaca.

8. Kesimpulan Seluruh uraian-uraian sebelumnya dapat ditarik kesimpulan bahwa negara-negara

berkembang memiliki ciri khas dalam timbulan dan komposisi sampah. Tingkat timbulan

sampah untuk negara-negara berkembang kurang lebih 0,63 Kg/kap/hari. Kondisi tersebut

masih dibawah negara-negara maju dengan rata-rata timbulan sampah sebesar 1,38

Kg/kap/hari. Komposisi sampah negara-negara berkembang banyak didominansi oleh jenis

sampah organik dibanding dengan jenis sampah lainnya. Rata-rata jenis material sampah

organik yang diproduksi oleh negara-negara berkembang adalah 53,16%. Negara-negara

maju lebih banyak didominansi oleh jenis material sampah kertas, rata-rata jumlah sampah

kertas yang dihasilkan sebesar 34,6% lebih besar dari sampah organik yaitu 23,8%.

Tingkat timbulan dan komposisi sampah pertahunnya mengalami perubahan. Perubahan-

perubahan tersebut sangat tergantung terhadap pola hidup masyarakat dan tingkat

pendapatan masyarakat. Timbulan dan komposisi sampah yang berubah-berubah

memberikan dampak terhadap strategi pengelolaan sampah. Jika sampah lebih banyak

Page 8: Studi Mengenai Komposisi Sampah Perkotaan

didominansi oleh sampah organik, maka strategi pengelolaan sampah berbasiskan sistem

pengomposan. Apabila, sampah non organik yang lebih dominansi, maka pengelolaan

sampah perkotaan banyak ditekankan pada sistem daur ulang.

Daftar Pustaka Hoornweg, D., 1999, What a Waste: Solid Waste Management In Asia, Urban Development Sector Unit Bank Dunia, Washington

Kolanus, B.D., 2000, Kajian Terhadap Sistem Pengangkutan Sampah PD Kebersihan Kota Bandung, Tesis Magister Teknik Sipil, Universitas Katolik Parahyangan, Bandung Pramono, Sigit, S., 2004, Studi Rendahnya Partisipasi Publik dalam Pengelolaan Sampah, Universitas Gunadarma, Jakarta

Pramono, Sigit, S., 2004, Studi mengenai Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah, Universitas Gunadarma, Jakarta

Triweko, R, W., 2004, Paradigma Baru dalam Pengelolaan Sampah Perkotaan di Indonesia, handout Seminar Strategi Pengelolaan Sampah Perkotaan Universitas Gunadarma, Jakarta

Van de Klundert, A., 2002, Urban Infrastructure Management, Lecture Note: IHE Delf, Delf