studi koordinasi proteksi transformator dan penyulang di gardu induk … · 2020. 7. 1. · gardu...
TRANSCRIPT
STUDI KOORDINASI PROTEKSI TRANSFORMATOR DAN
PENYULANG DI GARDU INDUK BOLANGI
TUGAS AKHIR
Disusun dalam rangka memenuhi salah satu persyaratan untuk menyelesaikan
Program Strata Satu Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik
Universitas Muhammadiyah
Makassar
Oleh :
MUH. ANDIKAPATI MAKMUR
10582 1576 15
JURUSAN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
MAKASSAR
2019
i
Studi Koordinasi Proteksi Transformator dan Penyulang di
Gardu Induk Bolangi
Muh. Andikapati M1, Andi Faharuddin2
1)Mahasiswa Jurusan Teknik Elektro Unismuh Makassar
Email : [email protected]
2)Dosen Jurusan Teknik Elektro Unismuh Makassar
Email : [email protected]
ABSTRAK
Gardu Induk Bolangi merupakan salah satu Gardu Induk asuhan ULTG
Panakkukang. GI Bolangi melayani beberapa penyulang 20 kV antara lain, Penyulang
Samata, Penyulang Cheng Ho, Penyulang Biringbilayya, Penyulang Paccelekkang,
Penyulang Moncongloe dan Penyulang Royal yang disuplai dengan Trafo 60 MVA. Pada
hari Selasa, tanggal 2 April 2019 dan hari Minggu, 28 April 2019 terjadi gangguan satu
fasa ke tanah pada jaringan TM penyulang yang mengakibatkan trip langsung pada sisi
150 kV dan Incoming trafo tanpa mentripkan proteksi penyulang. Keadaan ini disebabkan
oleh adanya kekeliruan dalam pengimplimentasian setting, fungsi GFR pada relay
incoming tidak diaktifkan, ratio CT untuk fungsi SBEF trsfo yang diinput pada relay
adalah 2000/5 A sedangkan ratio CT SBEF pada NGR 300/5. Hal ini menyebabkan
pembacaan pada relay lebih besar dari arus yang ada pada CT. Selain itu pada setting
relay SBEF digunakan kurva standard inverse yang seharusnya diguanakn kurva LTI.
Beberapa perbaikan telah dilaksanakan yaitu dengan melakukan resetting relay
SBEF dan pengaktifan fungsi GFR pada relay Incoming. Tulisan ini akan membahas
tindak lanjut yang telah dilaksanakan untuk meminimalisir kemungkinan terjadinya
gangguan serupa di kemudian hari. Efektifitas resetting relay belum dapat dikatakan
maksimal, walaupun telah didapatkan hasil yang sesuai pada uji fungsi relay dengan
tujuan untuk menguji koordinasi proteksi trafo 60 MVA yang ada pada Gardu Induk
Bolangi, namun saat terjadi gangguan satu fasa tanah pada sisi Incoming maka akan trip
kedua sisi proteksi Trafo yaitu sisi 150 kV dan Incoming.
Kata Kunci: Resetting, GFR, SBEF
ABSTRACT
Bolangi substation is one of the Panakkukang ULTG substations. This substation
serves several 20 kV feeders, including Samata feeder, Cheng Ho feeder, Biringbilayya
feeder, Paccelekkang feeder, Moncongloe feeder and Royal feeder supplied with 60 MVA
transformer. On Tuesday, April 2, 2019 and Sunday, April 28, 2019 there was a single
phase disturbance to the ground in the feeder TM network which resulted direct trip on
the 150 kV side and an incoming transformer without tripping the feeder protection.This
situation was caused by a mistake in implementing settings, the GFR function on the
incoming relay was not activated. The CT ratio for the transformer SBEF function
inputted on the relay was 2000/5 A while the CT SBEF ratio on the NGR was 300/5. This
ii
situation causes the reading on the relay was higher then the current on CT. In addition,
in the SBEF relay settings used inverse standard curves that actually should be used LTI
curves.
Several improvements have been made by resetting SBEF relays and activating
the GFR function in Incoming relays. This paper will discuss the follow-up that has been
implemented to minimize the possibility of similar disruptions in the future. The
effectiveness of relay resetting can not be said maximal, although it has obtained
appropriate results in the relay function test with the aim of testing the coordination of 60
MVA transformer protection at the Bolangi substation, but when there is a single phase
ground disturbance on the Incoming side, it will trip both sides of the Transformer
protection, that are the 150 kV side and Incoming side.
Keywords: Resetting, GFR, SBEF.
iii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Alhamdulillah wa syukurillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan ke
hadirat Allah SWT atas segala Rahmat dan Hidayah-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan judul “Studi Koordinasi Proteksi
Transformator dan Penyulang di Gardu Induk Bolangi”.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah
memberikan bantuan, dukungan dan motivasi selama studi hingga
terselesaikannya Tugas Akhir ini, terutama kepada:
1. Orang tua saya H. Makmur DL dan Hj. Marlina, S.H. juga mertua saya Muh.
Taufiq Ghani, S. IP, Dg. Ropu dan Hartaty A. Dg. Ngasseng, Istri saya Intan
Sakinah Auliah Taufiq, S.H., Kakak saya Ahmad Agung Akbar, Adik Saya
Muh. Adipati RM, Muh. Arya Dewa Saputra, Siti Annisa RY, Miftahul Khaer
alias Angga, Rahmatullah Punggawa Gau alias Acca dan keluarga kami yang
telah memberikan doa, dukungan, material dan moral.
2. Bapak Hamzah AL Imran, S.T.,M.T.
Selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Makassar.
3. Bapak Andi Faharuddin S.T.,M.T.
Selaku pembimbing Teknik Elektro Universitas Muhammadiyah Makassar.
4. Ibu Adriani, S.T.,M.T.
Selaku Ketua Jurusan Teknik Elektro Universitas Muhammadiyah Makassar.
iv
5. Rahmania, S.T.,M.T.
Selaku Teman Ketua Jurusan Teknik Elektro Universitas Muhammadiyah
Makassar.
6. St. Khadija, S.T.
Selaku Teman Ketua Jurusan Teknik Elektro Universitas Muhammadiyah
Makassar.
7. Seluruh Dosen Teknik Elektro Universitas Unismuh yang telah memberikan
dukungan, bantuan dan ilmunya kepada saya.
8. Terima Kasih juga buat seluruh karyawan/i PT. PLN (Persero) Unit Layanan
Transmisi Dan Garduk Induk Panakukang yaitu letting saya pak Muh. Ikbal,
Pak Muh. Hadi Satria, juga Pak Abdul Hafid Alias Dennai, Pak Afiq Fauzan
alias Aldo, Pak Achmad Rhomadon, Pak Idris Afandi, Pak Adi Gunawan, Pak
Hamzah Alias Anca, Pak Suharwan, Bu Adriani Syam, Pak Awaluddin KM,
Pak Wawan Dermawan, Pak Ismail, Pak Nursalam SR dan Pak Sapri Nappe
yang telah membantu selama pembuatan Tugas Akhir ini.
9. Teman-teman seperjuangan Teknik Elektro 2015 yaitu Muhammad Iqbal,
Muhammad Hidayat, Muhaidir Alamsyah, Muh Fajar K, Ahmad Tzaury
Ismail, Alamsyah, Muh Nur Alfian, Febry Nur Engga Sholiq, Amaluddin,
Anshar dan Ahyan yang telah memberikan banyak cerita, saran dan motivasi.
10. Sahabat-sahabat BOS saya yang selalu memotivasi dan membagi cerita, yaitu
Muh. Ilham, S.H., alias Ilo, Muhammad Haris, S.H, Aan Anugerah, S.H., dan
Haldi Hamid, S.H.
v
Pada dasarnya saya sadar dalam penulisan Tugas Akhir ini masih banyak
kekurangan dan kesalahan di dalamnya dan jauh dari kesempurnaan. Maka
dengan penuh kerendahan hati kami selaku penulis memohon agar diberikan saran
dan kritik yang membangun guna perbaikan dari tulisan ini. Semoga Tugas Akhir
ini dapat memberikan manfaat kepada kami, khususnya kepada pembaca.
Billahifisabilhaq fastabiqulkhaerat.
Wasalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Makassar, 11 Mei 2019
Muh. Andikapati M.
vi
DAFTAR ISI
JUDUL .............................................................................................................................. -
LEMBAR PENGESAHAN .............................................................................................. -
ABSTRAK ........................................................................................................................ i
KATA PENGANTAR ....................................................................................................... iii
DAFTAR ISI ...................................................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL.............................................................................................................. xi
DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN........................................................................ xii
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ..................................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah ................................................................................................ 2
1.3. Tujuan Penelitian ................................................................................................. 2
1.4. Batasan Masalah .................................................................................................. 3
1.5. Manfaat ................................................................................................................ 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Gangguan ............................................................................................ 4
2.2. Gangguan Pada Sistem Tenaga Listrik ................................................................. 4
2.3. Teori Dasar Relai Proteksi .................................................................................... 8
vii
2.4. Jenis – jenis Relai Proteksi ................................................................................... 12
2.5. Pola Proteksi Transformator Tenaga TT/TM ....................................................... 13
2.6. Proteksi Transformator Tenaga............................................................................. 15
2.7. Relay Differential.................................................................................................. 19
2.8. Relai Arus Lebih ................................................................................................... 20
2.8.1. Cara Kerja ................................................................................................ 20
2.8.2. Karakteristik Relai ................................................................................... 21
2.9. Relai Gangguan Tanah .......................................................................................... 29
2.10. Relai SBEF............................................................................................................ 29
2.11. Relai REF .............................................................................................................. 29
2.12. Setting Relai Trafo Daya ...................................................................................... 30
BAB III PEMBAHASAN
3.1. Umum .................................................................................................................. 34
3.2. Teknik Pengumpulan Data .................................................................................... 34
3.3. Teknik Analisis Data............................................................................................. 35
3.4. Metode Penyelesaian Masalah ............................................................................. 36
3.5. Langkah Penelitian ............................................................................................... 37
3.6. Bahan Penelitian .................................................................................................. 38
3.6.1. RCPS (Root Cause Problem Solving)....................................................... 38
3.6.2. Ide Perbaikan ............................................................................................ 39
3.6.3. Matriks Prioritas........................................................................................ 39
viii
3.6.4. Single Line Diagram ................................................................................. 39
3.6.5. Kesepakatan Bersama Sistem Proteksi Trafo – Penyulang 20k kV ......... 40
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Gardu Induk Bolangi .......................................................................................... 42
4.2. Peralatan Kubikel 20 Kv Merk Schneider Type Pix 24 ..................................... 43
4.3. Data Gangguan Pada Penyulang Biring Bilayya ................................................ 45
4.4. Laporan Gangguan ............................................................................................. 47
4.5. BIP (Bagan Inisiatif Perbaikan) .......................................................................... 48
4.6. WORKPLAN...................................................................................................... 51
4.7. Tindak Lanjut ..................................................................................................... 54
4.8. Hasil Pengujian Resetting ................................................................................... 61
BAB V PENUTUP
5.1. Kesimpulan ........................................................................................................ 66
5.2. Saran .................................................................................................................. 66
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 67
LAMPIRAN ....................................................................................................................... 68
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Daerah pengaman trafo-penyulang 20 kV ...................................................... 15
Gambar 2.2 Wilayah kerja proteksi transformator dan penyulang ..................................... 17
Gambar 2.3 Proteksi Trafo Daya ........................................................................................ 17
Gambar 2.4 Daerah kerja proteksi trafo daya dengan kondisi normal ................................ 19
Gambar 2.5 Daerah kerja proteksi trafo daya dengan kondisi gangguan ........................... 19
Gambar 2.6 Relai arus lebih dengan karakteristik waktu kerja seketika ............................ 23
Gambar 2.7 Relai arus lebih dengan karakteristik waktu kerja tertentu ............................. 24
Gambar 2.8 Relai arus lebih dengan karakteristik waktu kerja terbalik ............................. 25
Gambar 2.9 Kurva Karakteristik Waktu Standar Normal Inverse ...................................... 26
Gamba 2.10 Kurva Karakteristik Waktu Very Inverse ....................................................... 27
Gambar 2.11 Kurva Karakteristik Waktu Extremly Inverse ............................................... 28
Gambar 2.12 Kurva Karakteristik Waktu Long Time Inverse ............................................ 29
Gambar 2.13 Kurva Karakteristik Inverse Time IEC ........................................................ 30
Gambar 2.14 Setelan Relai Differensial.............................................................................. 32
Gambar 3.1 Langkah – langkah penelitian ......................................................................... 39
Gambar 3.2 RCPS (Root Cause Problem Solving) ............................................................. 40
Gambar 3.3 Single Line Gardu Induk Bolangi .................................................................. 42
Gambar 4.1 Single Line Gardu Induk Bolangi .................................................................. 44
Gambar 4.2 Kubikel 20 Kv Merk Schneider Type Pix 24 .................................................. 45
x
Gambar 4.3 Data Penyulang 20 kV Gardu Induk Bolangi.................................................. 47
Gambar 4.4 Kondisi Normal Pada Penyulang .................................................................... 47
Gambar 4.5 Kondisi Ketika Merasakan Gangguan Pada Penyulang .................................. 48
Gambar 4.6 Kondisi Gangguan Pada Penyulang ................................................................ 48
Gambar 4.7 Kronologi Gangguan ....................................................................................... 49
Gambar 4.8 Setting relay GFR Incoming sebelum resetting .............................................. 55
Gambar 4.9 Setting relay GFR Incoming setelah resetting................................................. 55
Gambar 4.10 Setting relay SBEF Trafo #1 60 MVA sebelum resetting ............................. 56
Gambar 4.11 Setting relay SBEF Trafo #1 60 MVA setelah resetting ............................... 57
Gambar 4.12 Koordinasi OCR Sebelum dan Setelah Resetting ......................................... 59
Gambar 4.13 Koordinasi GFR Sebelum Resetting ............................................................. 60
Gambar 4.14 Koordinasi GFR Setelah Resetting ............................................................... 61
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Ketentuan jenis proteksi sesuai SPLN 52.1 ........................................................ 16
Tabel 2.2 Rumus Karakteristik Relai Standar Invers SPLN 52.1 ....................................... 26
Tabel 2.3 Rumus Karakteristik Relai IEEE Very Invers SPLN 52.1.................................. 27
Tabel 2.4 Rumus Karakteristik Relai Extrenely Invers SPLN 52.1 .................................... 28
Tabel 2.5 Rumus Karakteristik Relai Long time standart earth fault SPLN 52.1 .............. 29
Tabel 2.6 Batasan setelan OCR trafo penyulang ................................................................ 34
Tabel 2.7 Batasan setelan GFR icoming, penyulang dan NGR .......................................... 34
Tabel 3.1 Ide Perbaikan....................................................................................................... 41
Tabel 3.2 Matriks Prioritas .................................................................................................. 41
Tabel 3.3 Pola Koordinasi Proteksi Trao Gardu Induk di Wilayah Sulawesi ..................... 43
Tabel 4.1 Spesifikasi Incoming dan Outgoing 20 kV ...................................................... 46
Tabel 4.2 Laporan Gangguan ULTG Panakkukang ............................................................ 49
Tabel 4.3 BIP (Bagan Inisiatif Perbaikan) .......................................................................... 50
Tabel 4.4 Workplan ............................................................................................................. 51
Tabel 4.5 Setting OCR Sebelum dan Sesudah Resetting .................................................... 58
Tabel 4.6 Setting GFR Sebelum dan Sesudah Resetting .................................................... 59
xii
DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN
1. Gardu Induk (GI) Gardu Induk merupakan sub sistem dari
sistem penyaluran (transmisi) tenaga
listrik, atau merupakan satu kesatuan dari
sistem penyaluran (transmisi).
2. Relai Proteksi Suatu alat yang bekerja secara otomatis
untuk mengatur memasukan suatu
rangkaian listrik (rangkaian trip atau
alarm) akibat adanya perubahan lain.
3. Over current Relay (OCR) Relay arus lebih adalah suatu relai yang
bekerjanya berdasarkan adanya kenaikan
arus yang melebihi suatu nilai pengaman
tertentu dalam jangka waktu tertentu.
4. Ground Fault relay (GFR) Relay hubung tanah ini berfungsi untuk
memproteksi SUTM/SKTM dari gangguan
tanah.
5. Restricted Earth Fault (REF) Suatu relai yang berfungsi untuk
melindungi trafo terhadap gangguan fasa
ke tanah dalam daerah pengaman
transformator, khususnya untuk gangguan
didekat titik netral yang tidak dapat
dirasakan oleh relai differensial.
6. Standby Earth Fault (SBEF) Merupakan proteksi NGR terhadap arus
lebih yang berfungsi untuk mengamankan
NGR dari hubung singkat phasa tanah.
Oleh karena itu SBEF hanya ada pada
transformator yang pentanahannya
menggunakan NGR.
7. Transformator Tenaga Suatu peralatan tenaga listrik yang
berfungsi untuk mentransformasikan daya
listrik dari tegangan tinggi ke tegangan
rendah atau sebaliknya.
8. PMT Circuit breaker (CB) atau Pemutus Daya
(PMT) adalah peralatan pada sistem
tenaga listrik yang berfungsi untuk
memutuskan hubungan antara sisi sumber
tenaga listrik dan sisi beban yang dapat
bekerja secara otomatis ketika terjadi
xiii
gangguan atau secara manual ketika
dilakukan perawatan atau perbaikan.
9. CT Pemisah (PMS) atau Disconnecting Switch
(DS) adalah suatu peralatan sistem tenaga
listrik yang berfungsi sebagai saklar
pemisah rangkaian listrik tanpa arus beban
(memisahkan peralatan listrik dari
peralatan lain yang bertegangan), dimana
pembukaan atau penutupan PMS ini hanya
dapat dilakukan dalam kondisi tanpa
beban.
10. Catu daya Sering disebut dengan Power Supply
adalah sebuah piranti yang berguna
sebagai sumber listrik untuk piranti lain.
11. Incoming Sebagai penghubung dari sisi sekunder
trafo daya ke busbar 20 Kv.
12. Penyulang Sebagai penghubung / penyalur dari
busbar ke beban
13. Breakdown Kata dalam bahasa Inggris yang jika
diartikan dalam Bahasa Indonesia adalah 1
kemacetan. 2 kerusakan. 3 perincian. 4
gangguan. 5 laporan.
14. Temporer Untuk sementara waktu; sementara;
darurat
15. Permanen Kondisi suatu benda yang berlangsung
dalam waktu lama, baik oleh gejala alam,
maupun diupayakan oleh manusia.
16. Hubung singkat Arus lebih yang dihasilkan oleh gangguan
dengan mengabaikan impedansi antara
titik-titik pada potensial yang berbeda,
dalam kondisi layanan normal.
17. SOP Standar Operasional Prosedur adalah
dokumen yang berkaitan dengan prosedur
yang dilakukan secara kronologis untuk
menyelesaikan suatu pekerjaan.
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Investigasi Gangguan ..................................................................................... 68
Lampiran 2. Penambahan Relai Proteksi OCR/GFR di Incoming 20 kV ........................... 69
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sistem proteksi merupakan, suatu sistem pengamanan terhadap peralatan
listrik, yang diakibatkan adanya gangguan sep erti gangguan teknis, gangguan alam,
kesalahan operasi, dan penyebab yang lainnya. Sistem proteksi bertujuan untuk
mengidentifikasi gangguan dan memisahkan bagian yang terganggu dari bagian
lain yang masih sehat sekaligus mengamankan bagian yang masih sehat dari
kerusakan atau kerugian yang lebih besar.
Permasalahan yang sering dijumpai pada penyulang 20 kV adalah
terjadinya gangguan hubung singkat. Jika penyetelan Over current Relay (OCR)
atau Ground Fault relay (GFR) pada penyulang kurang baik, kadang-kadang akan
mentripkan penyulang lainnya sehingga menyebabkan pemadaman yang meluas.
Jika pada salah satu penyulang terjadi gangguan hubung singkat, yang
menyebabkan penyulang yang lain (penyulang yang normal) juga ikut trip, tentu
saja hal ini tidak kita harapkan karena dapat memperluas daerah padam dan
sebaliknya jika terjadi gangguan hubung singkat namun tripnya terlambat, hal ini
juga tidak boleh terjadi karena akan merusak peralatan sistem.
Perencanaan sistem proteksi dalam suatu sistem tenaga listrik, perlu
mempertimbangkan kondisi-kondisi gangguan yang mungkin terjadi pada sistem
melalui analisa gangguan. Setelah hasil analisa gangguan diperoleh, kemudian
sistem proteksi yang digunakan dapat segera ditentukan, seperti jenis relay yang
2
digunakan dan penetapan besaran-besaran yang menentukan bekerjanya suatu
relay.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan pada pemaparan latar belakang di atas, maka penulis tertarik
untuk membuat karya tulis ilmiah yang dituliskan dalam bentuk Tugas Akhir. Dari
permasalahan tersebut diperoleh sub permasalahan, sebagai berikut :
1. Bagaimanakah koordinasi proteksi kubikel incoming dan kubikel
outgoing pada Gardu Induk Bolangi sebelum gangguan ?
2. Bagaimanakah hasil koordinasi proteksi kubikel incoming dan kubikel
outgoing pada Gardu Induk Bolangi setelah analisa dilakukan ?
3. Bagaimanakah perbandingan antara koordinasi proteksi kubikel
incoming dan kubikel outgoing sebelum gangguan dan setelah analisa
pada Gardu Induk Bolangi ?
1.3. Tujuan Penelitian
1. Bagaimanakah koordinasi proteksi kubikel incoming dan kubikel
outgoing pada Gardu Induk Bolangi sebelum gangguan ?
2. Bagaimanakah hasil koordinasi proteksi kubikel incoming dan kubikel
outgoing pada Gardu Induk Bolangi setelah analisa dilakukan ?
3
3. Bagaimanakah perbandingan antara koordinasi proteksi kubikel
incoming dan kubikel outgoing sebelum gangguan dan setelah analisa
pada Gardu Induk Bolangi ?
1.4. Batasan Masalah
Agar dapat dicapainya sasaran yang diharapkan, penulis menetapkan
batasan masalah dalam penyusunan proposal. Masalah yang dibahas pada proposal
ini adalah tentang koordinasi proteksi kubikel incoming, dan kubikel outgoing.
1.5. Manfaat
Manfaat penelitian dalam tugas akhir ini mencakup :
1. Untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan informasi tentang proteksi.
2. Dapat dijadikan bahan acuan untuk evaluasi setting system proteksi pada
kubikel incoming dan kubikel outgoing 20 kV Gardu Induk tersebar.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Gangguan
Gangguan adalah suatu keadaan tidak normal yang terjadi dalam sistem
tenaga yang menyebabkan terganggunya aliran arus normal yang mengalir pada
rangkaian sistem tersebut. Permasalahan yang sering dijumpai pada penyulang 20
kV adalah terjadinya gangguan hubung singkat. Jika penyetelan Over current
Relay (OCR) atau Ground Fault Relay (GFR) pada penyulang kurang baik, kadang-
kadang akan mentripkan penyulang lainnya sehingga menyebabkan pemadaman
yang meluas. Jika pada salah satu penyulang terjadi gangguan hubung singkat yang
menyebabkan penyulang yang lain (penyulang yang normal) juga ikut trip, tentu
saja hal ini tidak kita harapkan karena dapat memperluas daerah padam dan
sebaliknya jika terjadi gangguan hubung singkat namun tripnya terlambat, hal hal
ini juga tidak kita harapkan karena dapat memperluas daerah padam dan merusak
peralatan.
2.2. Gangguan Pada Sistem Tenaga Listrik
Gangguan yang terjadi pada system tenaga listri sangat beragam besaran
dan jenisnya. Gangguan dalam sistem tenaga listrik adalah keadaan tidak normal
dimana keadaan ini dapat mengakibatkan terganggunya kontinuitas pelayanan
tenaga listrik. Secara umum klasifikasi gangguan pada system tenaga listrik
disebabkan oleh 2 faktor, yaitu:
1. Gangguan yang berasal dari system.
5
2. Gangguan yang berasal dari luar system.
Penyebab gangguan yang berasal dari dalam sistem antara lain :
1. Tegangan dan arus tidak normal.
2. Pemasangan yang kurang baik.
3. Kesalahan mekanis karena proses penuaan.
4. Beban lebih.
5. Kerusakan material seperti isolator pecah, kawat putus, kegagalan
isolasi atau kabel cacat isolasinya.
Sedangkan untuk gangguan yang berasal dari luar sistem antara lain.
1. Gangguan-gangguan mekanis karena pekerjaan galian saluran lain.
Gangguan ini terjadi untuk sistem kelistrikan bawah tanah.
2. Pengaruh cuaca seperti hujan, angin, serta surja petir. Pada gangguan
surja petirdapat mengakibatkan gangguan tegangan lebih dan dapat
menyebabkan gangguan hubung singkat karena tembus isolasi peralatan
(breakdown).
3. Pengaruh lingkungan seperti pohon, binatang dan benda-benda asing
serta akibat kecerobohan manusia.
Bila ditinaju dari segi lamanya waktu gangguan, maka dapat dikelompokkan
menjadi.
1. Gangguan yang bersifat temporer, yang dapat hilang dengan sendirinya
atau dengan memutuskan sesaat bagian yang terganggu dari sumber
tegangannya. Gangguan sementara jika tidak dapat hilang dengan
6
segera, baik hilang dengan sendirinya maupun karena bekerjanya alat
pengaman dapat berubah menjadi gangguan permanen.
2. Gangguan yang bersifat permanen, dimana untuk membebaskannya
diperlukan tindakan perbaikan dan menyingkirkan penyebab gangguan
tersebut.
Untuk gangguan yang bersifat sementara setelah arus gangguannya terputus
misalnya karena terbukanya PMT oleh relai pengamannya, peralatan atau saluran
yang terganggu tersebut siap dioperasikan kembali. Sedangkan pada gangguan
permanen terjadi kerusakan yang bersifat permanen sehingga baru bisa
dioperasikan kembali setelah bagian yang rusak diperbaiki atau diganti. Pada saat
terjadi gangguan akan mengalir arus yang sangat besar pada fasa yang terganggu
menuju titik gangguan, dimana arus gangguan tersebut mempunyai harga yang jauh
lebih besar dari rating arus maksimum yang diijinkan, sehingga terjadi kenaikan
temperatur yang dapat mengakibatkan kerusakan pada peralatan listrik yang
digunakan.
Sebab-sebab timbulnya gangguan pada sistem tenaga listrik dalam sistem
tenaga listrik tiga fasa, gangguan-gangguan arus lebih yang mungkin terjadi adalah
sebagai berikut yaitu :
a. Gangguan beban lebih (overload)
Gangguan ini sebenarnya bukan gangguan alami, tetapi bila dibiarkan
terus menerus berlangsung, dapat merusak peralatan listrik yang dialiri
arus tersebut. Pada saat gangguan ini terjadi arus yang mengalir
melebihi dari kapasitas peralatan listrik dan pengaman yang terpasang.
7
b. Gangguan hubung singkat
Gangguan hubungan singkat yang mungkin terjadi dalam jaringan
sistem kelistrikan, yaitu:
1. Gangguan hubung singkat tiga fasa.
2. Gangguan hubung singkat dua fasa.
3. Gangguan hubung singkat satu fasa ke tanah.
Adapun akibat-akibat yang ditimbulkan dengan adanya gangguan
hubung singkat tersebut antara lain:
1. Rusaknya peralatan listrik yang berada dekat dengan gangguan yang
disebabkan arus-arus yang besar, arus tak seimbang maupun
tegangan-tegangan rendah.
2. Berkurangnya stabilitas daya system tersebut.
3. Terhentinya penyaluran listrik kepada konsumen apabila gangguan
hubung singkat tersebut sampai mengakibatkan bekerjanya PMT
yang biasa disebut dengan pemadaman litrik.
c. Gangguan tegangan lebih
Gangguan tegangan lebih diakibatkan karena adanya kelainan pada
sistem. Gangguan tegangan lebih dapat terjadi antara lain karena,
1. Gangguan petir
2. Gangguan surja hubung, di antaranya adalah penutupan saluran tak
serempak pada pemutus tiga fasa, penutupan kembali saluran
dengan cepat, pelepasan beban akibat gangguan, penutupan saluran
8
yang semula tidak masuk sistem menjadi masuk sistem, dan
sebagainya.
2.3. Teori Dasar Relai Proteksi
Fungsi proteksi dalam sistem tenaga listrik adalah untuk mengamankan
peralatan/sistem sehingga kerugian akibat gangguan dapat dihindari atau dikurangi
menjadi sekecil mungkin, dengan cara :
1. Mendeteksi adanya gangguan atau keadaan tidak normal lainnya yang dapat
membahayakan peralatan atau sistem.
2. Melepaskan bagian sistem yang terganggu atau yang mengalami keadaan tidak
normal lainnya secepat mungkin sehingga kerusakan instalasi yang terganggu
yang dilalui arus gangguan dapat dihindari atau dibatasi seminimum mungkin
dan bagian sistem lainnya tetap dapat beroperasi.
Sistem proteksi terdiri dari perangkat peralatan yang merupakan sistem
yang terdiri dari komponen-komponen berikut:
1. Relei dan relai bantu.
2. Trafo arus/Current Transformator (CT) dan Trafo tegangan/Potensial
Transformator (PT).
3. Pemutus tenaga (PMT).
4. Catu daya (Battery) AC dan atau DC.
5. Sistem pengawatan.
Jika salah satu komponen saja dari perangkat proteksi tidak bekerja
sebagaimana mestinya, maka proteksi tersebut akan gagal bekerja. Jika proteksi
9
bekerja sebagai mana mestinya, maka kerusakan yang parah akibat gangguan,
mestinya dapat dicegah atau jika gangguan disebabkan karena sudah ada kerusakan,
maka kerusakan ini dapat dibatasi sekecil-kecilnya. Proteksi yang benar harus dapat
bekerja sesuai dengan fungsinya. Oleh karena itu Relai proteksi yang terpasang
pada instalasi harus memenuhi persyaratan, karena jika persyaratan tersebut tidak
terpenuhi akan terjadi kegagalan.
Kegagalan kerja proteksi dapat disebabkan antara lain oleh :
1. Relainya rusak atau tidak bekerja konsisten
2. Setting relai tidak benar
3. Catu daya
4. Gangguan pada mekanisme triping PMT
5. Kegagalan PMT memutuskan arus gangguan
6. CT jenuh
7. Kesalahan pengawatan
8. Dan sabagainya.
Pada sistem proteksi sistem pengaman yang baik harus mampu :
1. Melakukan koordinasi dengan sistem pengaman yang lain
2. Mengamankan peralatan dari kerusakan yang lebih luas akibat gangguan
3. Membatasi kemungkinan terjadinya kecelakaaan
4. Secepatnya membebaskan pemadaman karena gangguan
5. Membatasi daerah pemadaman akibat gangguan
6. Mengurangi frekuensi pemutusan permanen karena gangguan
10
Persyaratan yang harus dimiliki oleh alat pengaman atau sistem pengaman
1. Ketelitian (Selektifitas)
Selektifitas dari pengaman, adalah kwalitas kecermatan dalam mengadakan
pengamanan bagian yang terbuka dari suatu sistem oleh karena terjadinya
gangguan diusahakan seminimal mungkin jika dapat tercapai maka
pengamanan demikian disebut pengamanan selektif.
2. Kepekaan (Sensitifitas)
Suatu pengaman, bertugas mengamankan suatu alat atau bagian tertentu dari
sistem tenaga listrik termasuk dalam jangkauan pengamanannnya merupakan
daerah pengaman tugas suatu pengaman mendeteksi adanya gangguan yang
terjadi didaerah pengamanannya harus cukup sensitif untuk mendeteksi dengan
nilai minimum dan bila perlu mentripkan PMT untuk memisahkan bagian yang
terganggu dengan bagian yang sehat.
3. Kecepatan. (Speed)
Makin cepat pengaman bekerja tidak hanya dapat memperkecil kerusakan
tetapi juga dapat memperkecil kemungkinan meluasnya akibat-akibat yang
ditimbulkan oleh gangguan.
4. Keandalan ( Realibilitas)
Dalam keadaan normal pengaman tidak boleh bekerja, tetapi harus pasti dapat
bekerja bila diperlukan. Pengaman tidak boleh salah bekerja, jadi susunan alat-
alat pengaman harus dapat diandalkan. Keandalan keamanan tergantung
kepada desain, pengerjaan dan perawatannya.
11
5. Ekonomis dan sederhana
Penggunaan, relaipengaman harus dipertimbangkan sisi ekonomisnya
tanpamempengaruhi fungsi relai tersebut.keadaan normal pengaman tidak
boleh bekerja, tetapi harus pasti dapat bekerja bila diperlukan.
Pembagian tugas dalam sistem proteksi. Dalam sistem proteksi pembagian tugas
dapat diuraikan menjadi :
1. Proteksi utama, adalah suatu sistem proteksi yang diharapkan sebagai
prioritas untuk mengamankan gangguan atau menghilangkan kondisi tidak
normal pada trafo tenaga. Proteksi tersebut biasanya dimaksudkan untuk
memprakarsainya saat terjadinya gangguan dalam kawasan yang harus
dilindungi. (lEC 15-05-025).
Ciri-ciri pengaman utama :
- waktu kerjanya sangat cepat seketika (instanteneoues)
- Tidak bisa dikoordinasikan dengan relai proteksi lainnya
- Tidak tergantung dari proteksi lainnya
2. Proteksi cadangan dipasang untuk bekerja sebagai pengganti bagi proteksi
utama pada waktu proteksi utama gagal atau tidak dapat bekerja
sebagaimana mestinya. (IEC l6-05-030).
Ciri-ciri pengaman cadangan :
- waktu kerjanya lebih lambat atau ada waktu tunda (time delay), untuk
memberi kesempatan kepada pengaman utama bekerja lebih dahulu.
- Relai pengaman cadangan harus dikoordinasikan dengan relai proteksi
pengamanan cadangan lainnya di sisi lain.
12
- Secara sistem, proteksi cadangan terpisah dari proteksi utama pola
proteksi cadangan pada trafo tenaga umumnya terdiri dari OCR untuk
gangguan fasa-fasa atau 3-fasa dan GFR untuk gangguan 1-fasa
ketanah..
3. Proteksi tambahan, berfungsi untuk pemakaian pada waktu tertentu, sebagai
pembantu proteksi utama pada daerah tertentu yang dibutuhkan.
2.4. Jenis – jenis Relai Proteksi
a. Jenis-jenis relai berdasarkan prinsip kerjanya :
- Relai elektromagnetis
Relai elektromagnetis atau yang disebut dengan electromechanical relai.
Relai ini menghubungkan rangkaian beban ON dan OFF dengan pemberian
energi elektromagnetis, yang membuka dan menutup kontak pada rangkaian
listrik maupun elektronis. Relai ini dapat digunakan untuk mengontrol
rangkaian beban tegangan tinggi dengan control tegangan rendah.
- Relai Termis
Dengan namanya relai, ini menggunakan panas sebagai pembatas arus,
khususnya pada motor. Relai ini biasanya disebut Thermis Over Load Relay.
Cara kerja relai ini adalah dengan mengkonversi arus yang mengalir
menjadi panas untuk mempengaruhi bimital. Bimetal akan menggerakkan
tuas untuk menghentikan aliran listrik pada motor melalui suatu kontrol
motor starter. Pengaturan dilakukan dengan mengatur besaran arus pada dial
di alat tersebut.
13
- Relai Elektronis
Mekanisme relai elektronis adalah bekerja karena adanya medan magnet
yang digunakan untuk menggerakkan saklar. Saat kumparan diberikan
tegangan sebesar tegangan kerja relai maka akan timbul medan magnet pada
kumparan karena adanya arus yang mengalir pada lilitan kawat. Kumparan
yang bersifat sebagai elektromagnet ini kemudian akan menarik saklar dari
kontak NC (Normally Close) ke kontak NO (Normally Open). Jika tegangan
– tegangan pada kumparan dimatikan maka medan magnet pada kumparan
akan hilang, sehingga pegas akan menarik saklar ke kontak NC.
b. Jenis-jenis relai berdasarkan kontruksinya :
- Tipe angker tarikan
- Tipe batang seimbang
- Tipe cakram induksi
- Tipe kumparan bergerak
c. Jenis-jeni relai berdasarkan besaran yang diatur :
- Relai Tegangan adalah relai yang bekerja berdasarkan pengaturan
teganganyang ada pad sistem.
- Relai Arus adalah relai yang bekerja berdasarkan pengaturan arus yang
akan bekerja pada sistem.
- Relai Impedansi adalah relai yang bekerja berdasarkan batasan
impedansi pada sistem.
- Relai Frekuensi adalah relai yang bekerja berdasarkan pengaturan
frekuensi yang telah ditentukan.
14
d. Jenis-jenis relai berdasarkan cara kerja kontrol elemen :
- Direct acting : Bagian elemen kontrol yang bekerja langsung
memutuskan aliran.
- Indirect acting : Bagian kontrol elemen hanya digunakan untuk
menutup kontak suatu peralatan lain yang digunakan untuk memutus
rangkaian.
2.5. Pola Proteksi Transformator Tenaga TT/TM
Proteksi transformator, tenaga umumnya menggunakan relai Diferensial
dan relai Restricted Earth Fault (REF) sebagai proteksi utama. Sedangkan proteksi
cadangan menggunakan relai OCR dan relai GFR. Sedangkan Standby Earth Fault
(SBEF) umumnya hanya dipergunakan pada transformator dengan belitan Y yang
ditanahkan dengan resistor, dan fungsinya lebih mengamankan NGR. Umumnya
skema proteksi disesuaikan dengan kebutuhan.
Gambar 2.1 Daerah pengaman trafo-penyulang 20 kV
(Sumber : Hasil Kesepakatan Bersama Proteksi 20 kV UIKL Sulawesi)
15
Keterangan :
a. OCR penyulang 20kV
b. OCR trafo sisi 20kV
c. OCR trafo sisi primer (150kV/66kV)
d. OCR Gardu Induk jauh
Pola Proteksi Transformator Tenaga TT/TM Proteksi transformator tenaga,
umumnya menggunakan Relai Diferensial dan Relai REF sebagai proteksi utama.
Sedangkan proteksi cadangan menggunakan Relai OCR dan GFR. Sedangkan
SBEF fungsinya lebih mengamankan NGR. Umumnya skema proteksi disesuaikan
dengan kebutuhan.
Gambar 2.2 Wilayah kerja proteksi transformator dan penyulang
(Sumber : Buku Pedoman Proteksi)
2.6. Proteksi Transformator Tenaga
Untuk memperoleh efektifitas, dan efisiensi dalam menentukan sistem
proteksi trafo tenaga, maka setiap peralatan proteksi yang dipasang harus
16
disesuaikan dengan kebutuhan dan prediksi gangguan yang akan terjadi yang
mengancam ketahanan trafo itu sendiri.
Gambar 2.3 Proteksi Trafo Daya (Sumber : Buku Diklat Rele Proteksi Trafo Daya dan Daerah Kerjanya)
Relai No. 1 adalah OCR/GFR Incoming 20 kV yang fungsinya adalah untuk
mendeteksi gangguan Ph-Ph dan Ph-tanah pada rul (Bus) 20 kV atau sebagai cadang
(back up) proteksi OCR/GFR penyulang 20 kV.
Relai No. 5 adalah OCR/GFR sisi 150 kV yang fungsinya adalah sbb :
• Sebagai pengaman cadangan relai Differential (bila terjadi gangguan di
daerah relai Differential & REF tetapi relai Differential maupun REF tidak
bekerja)
• Sebagai pengaman cadangan OCR/GFR Incoming (bila terjadi gangguan di
Bus 20 kV tetapi OCR/GFR Incoming tidak bekerja)
• Sebagai pengaman, cadangan OCR/GFR penyulang 20 kV (bila terjadi
gangguan di Penyulang 20 kV tetapi OCR/GFR penyulang 20 kV &
OCR/GFR Incoming tidak bekerja).
17
Relai No. 2 & 4 adalah Relai REF (Relai Hubung Tanah Terbatas) yang fungsinya
adalah sebagai pengaman utama untuk mendeteksi gangguan hubung tanah pada
daerah/sebagian kumparan yang tidak dapat dideteksi oleh relai Differential.
Relai No. 3 adalah relai Differential yang fungsinya adalah sebagai pengaman
utama untuk mendeteksi gangguan hubung singkat yang terjadi pada transformer di
antara CT 1 & CT 2.
Gambar 2.4 Daerah kerja proteksi trafo daya dengan kondisi normal (Sumber : Buku Diklat Relai Proteksi Trafo Daya dan Daerah Kerjanya)
Kondisi normal, atau gangguan di F, maka kondisi arus di relai Differential adalah
sebagai berikut :
I diff = i 1 – i 2 dan i 1 = i 2 sehingga I diff = 0, maka relai Differential tidak
akan bekerja.
18
Gambar 2.5 Daerah kerja proteksi trafo daya dengan kondisi gangguan (Sumber : Buku Diklat Rele Proteksi Trafo Daya dan Daerah Kerjanya)
Kondisi gangguan di F 1, maka kondisi arus di relai Differential adalah sebagai
berikut :
I diff = i 1 – i 2 dan i 2 = 0 , sehingga I diff = i 1, maka relai Differential akan
bekerja
Syarat suatu proteksi Differential adalah :
• Besarnya arus yang masuk ke relai Differential harus sama.
• Phasa – phasa arus yang masuk ke relai Differential harus sama dan punya
arah yang berlawanan.
Agar syarat tersebut terpenuhi, dapat dipergunakan trafo arus bantu (auxiliary CT)
yang berfungsi unutk :
• Mencocokan arus yang masuk ke relai Differential dari masing-masing sisi
(disebut penyesuaian arus).
• Mencocokan pergeseran phasa dari arus-arus yang akan masuk ke relai
Differential (disebut penyesuaian phasa).
19
Relai No. 6 adalah relai Netral Grounding (Standby Earth Fault/SBEF) yang
fungsinya adalah, untuk mendeteksi gangguan phasa – tanah.
Relai No. 1 s.d 6 tersebut di atas adalah relai proteksi adalah Jenis
pengamanan/proteksi elektrik, sedangkan yang Jenis pengamanan/proteksi
mekanik adalah sbb :
1. Bucholz : Mendeteksi adanya gas yang timbul dalam tangki utama trafo
(fungsi alarm dan trip).
2. Tekanan Lebih (Suddent Pressure) : Mendeteksi gangguan yang ditimbulkan
adanya tekanan lebih (fungsi trip).
3. Temperatur (Suhu) : Mendeteksi temperature minyak dan temperature
kumparan trafo (fungsi alarm dan trip).
4. Jansen (Bucholz Tap Changer) : Mendeteksi adanya gas yang timbul dalam
tangki OLTC (Tap Changer) trafo (fungsi alarm dan trip).
2.7. Relay Differential
Fungsi relay differential pada trafo tenaga adalah mengamankan
transformator dari gangguan hubung singkat yang terjadi di dalam transformator,
antara lain hubung singkat antara kumparan dengan kumparan atau antara
kumparan dengan tangki. Relay ini harus bekerja kalau terjadi gangguan di daerah
pengamanan, dan tidak boleh bekerja dalam keadaan normal atau gangguan di luar
daerah pengamanan.
Prinsip kerja dari relay differential adalah berdasarkan hukum Kirchhoff
dimana arus yaitu membandingkan arus yang masuk ke primer (Ip) dengan jumlah
20
arus yang keluar di sekunder (Is). Relai differential membandingkan arus yang
mengalir pada daerah pengamannya
𝐼𝑑 = |𝐼𝑃| + |𝐼𝑆| (2.5)
Keterangan :
Id = arus differential
2.8. Relai Arus Lebih
Relei arus lebih, adalah suatu relai yang bekerjanya berdasarkan kenaikan
arus yang melebihi suatu nilai pengamanan tertentu dan dalam jangka waktu
tertentu, sehingga relai ini dapat dipakai sebagai pola pengaman arus lebih. Relai
ini pada dasarnya mengamankan adanya arus lebih yang disebabkan oleh gangguan
hubung singkat atau beban lebih. Relei arus lebih akan bekerja bila besarnya arus
input melebihi suatu harga tertentu (arus kerja) yang dapat diatur dan dinyatakan
menurut kumparan sekunder dari trafo arus. Relai arus lebih akan memberi isyarat
kepada PMT bila terjadi gangguan hubung singkat untuk membuka rangkaian
sehingga kerusakan alat akibat gangguan dapat dihindari.
2.8.1. Cara Kerja
Relai arus lebih adalah suatu relei proteksi yang dikerjakan oleh suatu
besaran arus gangguan akibat hubung singkat yang mengalir pada rangkaian
kumparan geraknya. Apabila besarnya arus yang dideteksi melebihi batas
settingnya, maka akan bekerja, kemudian dalam waktu tertentu akan memberikan
perintah trip ke PMT untuk mengeliminir gangguan tersebut.
21
Prinsip kerja relai arus lebih yang bekerja berdasarkan besaran arus lebih
akibat adanya gangguan hubung singkat dan memberikan perintah trip ke PMT
sesuai dengan karakteristik waktunya.
2.8.2. Karakteristik Relai
Waktu pemutusan gangguan merupakan salah satu faktor yang sangat
penting dalam menentukan suatu skema proteksi. Hal ini dikarenakan suatu
peralatan proteksi harus dikoordinasikan waktunya dengan peralatan proteksi yang
lain agar hanya peralatan proteksi yang paling dekat dengan gangguan saja yang
bekerja. Waktu pemutusan suatu peralatan proteksi berkaitan erat dengan
karakteristik dari peralatan proteksi tersebut.
Karakteristik kerja relai proteksi didasarkan pada waktu kerjanya, yaitu:
1. Relai arus lebih waktu seketika (moment-instantaneous)
Relei ini akan memberi perintah kepada PMT, pada saat terjadi gangguan bila arus
gangguan besarnya melampaui penyetelannya, dan jangka waktu kerja relai mulai
pick-up sampai kerja relai sangat singkat tanpa penundaan waktu yaitu 20 – 60 ms.
Gambar 2.6 Relai arus lebih dengan karakteristik waktu kerja seketika
(Sumber : Politeknik Bandung)
22
Keterangan
• CB : Circuit Breaker/PMT
• C : Relai Arus Lebih.
• CT : Current Transformer.
• top : waktu operasi.
• TC : Tripping Coil.
• Ip : Arus Setting Relai.
2. Relai arus lebih waktu tertentu (definite time)
Relai ini akan memberi perintah kepada PMT pada saat terjadi gangguan bila
besarnya arus gangguan melampaui penyetelannya, dan jangka waktu kerja relai
mulai pick-up sampai kerja relai waktunya ditunda dengan harga tertentu tidak
dipengaruhi oleh besarnya arus gangguan.
Gambar 2.7 Relai arus lebih dengan karakteristik waktu kerja tertentu
(Sumber : Politeknik Bandung)
Keterangan
• CB : Circuit Breaker/PMT
• top : waktu operasi
23
• CT : Current Transformer
• Ip : Arus Setting (Arus Kerja)
• TC : Tripping Coil
• A : Relai Bantu
• S : Relai Sinyal
• C : Relai Arus Lebih
• T : Relai Waktu Tunda
3. Relai arus lebih berbanding terbalik (inverse)
Relei ini akan memberi perintah kepada PMT, pada saat terjadi gangguan
bila besarnya arus gangguan melampaui penyetelannya, dan jangka waktu kerja
relai mulai pick-up sampai kerja relei waktu tundanya berbanding terbalik dengan
besarnya arus gangguan. Terdapat 4 macam relai inverse yaitu Standard Inverse
Time (SIT), Very Inverse Time (VIT), Extremelly Inverse Time (EIT), dan Long
Time Inverse (LTI).
Gambar 2.8 Relai arus lebih dengan karakteristik waktu kerja terbalik
(Sumber : Politeknik Bandung)
24
Keterangan
• CB : Circuit Breaker / PMT
• C : Relai Arus Lebih
• CT : Current Transformer
• T : Relai Waktu Tunda
• TC : Tripping Coil
Macam – macam karakteristik Relai Inverse
1. Standard Inverse Time (SIT)
Yaitu karakteristik yang menunjukan perbandingan antara besar arus dengan waktu
kerja relai yang standar, ditulis dengan rumus :
Tabel 2.2 Rumus Karakteristik Relai Standar Invers SPLN 52.1
Karakteristik Relai Persamaan IEC 602555
Standar Invers 𝑡 = 𝑇𝑀𝑆
(
0.14
(𝐼𝑓𝑎𝑢𝑙𝑡𝐼𝑠𝑒𝑡
)0.02
− 1)
Keterangan :
• Iset : Setelan Arus 1.05 x Ibeban
• t : waktu kerja (sec).
• TMS : Time Multiple setelan
• Ifault : Arus Gangguan
• Iset : Arus Setelan Pimer
25
Gambar 2.9 Kurva Karakteristik Waktu Standar Normal Inverse
(Sumber : Alstom T&D Protection & Control Ltd. 1999)
2. Very Inverse Time
Yaitu karakteristik yang menunjukkan, perbandingan antara besar arus dengan
waktu kerja relai yang lebih cepat/tinggi dari standar inverse, ditulis dengan rumus
Tabel 2.3 Rumus Karakteristik Relai IEEE Very Invers SPLN 52.1
Karakteristik Relay Persamaan IEC 602555
IEEE Very Invers 𝑡 = 𝑇𝑀𝑆
(
1.35
(𝐼𝑓𝑎𝑢𝑙𝑡𝐼𝑠𝑒𝑡
) − 1)
26
Gambar 2.10 Kurva Karakteristik Waktu Very Inverse
(Sumber : Alstom T&D Protection & Control Ltd. 1999)
3. Extremelly Inverse Time (EIT)
Yaitu karakteristik yang menunjukkan, perbandingan antara besar arus dengan
waktu kerja relai yang lebih cepat/tinggi dari standard dan very inverse, ditulis
dengan rumus :
Tabel 2.4 Rumus Karakteristik Relai Extrenely Invers SPLN 52.1
Karakteristik Relay Persamaan IEC 602555
Extrenely Invers 𝑡 = 𝑇𝑀𝑆
(
80
(𝐼𝑓𝑎𝑢𝑙𝑡𝐼𝑠𝑒𝑡
)2
− 1)
27
Gambar 2.11 Kurva Karakteristik Waktu Extremly Inverse
(Sumber : Alstom T&D Protection & Control Ltd. 1999)
4. Long Time Inverse (LTI)
Yaitu karakteristik yang menunjukkan, perbandingan antara besar arus dengan
waktu kerja relai yang lebih lambat/rendah diantara karakteristik yang lain, ditulis
dengan rumus :
Tabel 2.5 Rumus Karakteristik Relai Long time standart earth fault SPLN 52.1
Karakteristik Relay Persamaan IEC 602555
Long time standart earth fault 𝑡 = 𝑇𝑀𝑆(120
(𝐼𝑓𝑎𝑢𝑙𝑡𝐼𝑠𝑒𝑡
) − 1
)
28
Gambar 2.12 Kurva Karakteristik Waktu Long Time Inverse
(Sumber : Politeknik Bandung)
Gambar 2.13 Kurva Karakteristik Inverse Time IEC
(Sumber : Alstom T&D Protection & Control Ltd. 1999)
29
2.9. Relai Gangguan Tanah
Relai gangguan tanah yang lebih dikenal dengan Ground Fault Relay
(GFR), pada dasarnya mempunyai prinsip kerja sama dengan relai arus lebih namun
memiliki perbedaan dalam kegunaannya. Bila relai arus lebih mendeteksi adanya
hubungan singkat antara phasa, maka relai hubung tanah mendeteksi adanya
hubung singkat ke tanah.
Prinsip kerja relai gangguan tanah adalah pada kondisi normal beban seimbang Ir,
Is, It sama besar, sehingga pada kawat netral tidak timbul arus dan relai hubung
tanah tidak dialiri arus. Bila terjadi ketidakseimbangan arus atau terjadi gangguan
hubung singkat ke tanah, maka akan timbul arus urutan nol pada kawat netral,
sehingga relai gangguan tanah akan bekerja.
2.10. Relai SBEF
Fungsi SBEF (Stand by Earth Fault) sisi netral 20 kV , pada dasarnya
merupakan pengaman NGR akibat gangguan 1-phasa ketanah pada jaringan
SUTM.
2.11. Relai REF.
Prinsip kerja relay REF sama dengan dengan relay differential yaitu
membandingkan besarnya arus sekunder kedua trafo arus yang digunakan, akan
tetapi batasan daerah kerjanya hanya antara CT fasa dengan CT titik netralnya.
REF ditujukan unuk memproteksi gangguan 1-fasa ketanah.
Terdapat dua posisi REF yaitu REF pada sisi Primer transformator dan REF sisi
Sekunder transformator.
30
2.12. Setting Relai Proteksi Trafo Daya
Setting OCR/GFR sisi 150 kV Trafo Daya harus dikoordinasikan dengan
setting OCR/GFR Incoming 20 kV juga dengan setting OCR/GFR peyulang 20 kV.
Khusus untuk Trafo Daya yang terdapat kumparan tertier setting GFR sisi 150 kV
Trafo Daya harus dikoordinasikan dengan setting GFR Penghatar.
Setting Relai Differential adalah sbb :
Minimum Pick Up = (10 ÷ 30)% x In CT
Cukup aman di set 30% x In CT, untuk mengantisipasi hal-hal sbb :
• Kesalahan sadapan 10%
• Kesalahan CT 10%
• Mismatch 4%
• Arus eksitasi 1%
• Faktor keamanan 5%
Maka penyetelan slope adalah sebagai berikut :
Slope-1 : 25 – 35 % dan Slope-2 : 50 – 70 %
Gambar 2.14 Setelan Relai Differensial
(Sumber : Buku Diklat Rele Proteksi Trafo Daya dan Daerah Kerjanya)
31
Keterangan
• Ih = (I1 + I2)/2 A
• Id = I1 – I2
Setting OCR/GFR sisi 150 kV :
Seting arus, untuk gangguan di Bus 20 kV :
OCR :
• I set = 1,2 x In Trf (150 kV)
• T set = 1,5 dt (Standar Inverse)
• I set mom = Blok
GFR :
• I set = (0,5-0,8) x In Trf (150 kV)
• T set = 1,5 dt (Standar Inverse)
• I set mom = Blok
Setting OCR/GFR sisi 20 kV Incoming Trafo Daya harus dikoordinasikan dengan
dengan setting OCR/GFR penyulang 20 kV
Setting OCR/GFR sisi Incoming 20 kV :
Seting arus untuk gangguan di Bus 20 kV sbb :
OCR :
• I set = 1,2 x In Trf (20 kV)
• T set = 1,0 dt (Standar Inverse)
• I set mom = 4,0 x In Trf (20 kV)
• T set = 0,5 dt
32
GFR :
• I set = 0,4 x In Trf (20 kV)
• T set = 1,0 dt (Standar Inverse)
• I set mom = 4,0 x In Trf (20 kV)
• T set = 0,5 dt
Tabel 2.6 Batasan setelan OCR trafo penyulang
*) Pilih yang terkecil.
**) Tidak lebih kecil dari arus gangguan di bus GH terdekat.
Tabel 2.7 Batasan setelan GFR incoming, penyulang dan NGR
URAIAN PENYULANG INCOMING TRF Sisi HV TRF
Jenis
Karakteristik
OCR
S I
OCR
S I
OCR
S I
Setelan arus
(1.0 – 1.2) x InCT
(1.0 – 1.2) x CCC *)
(1.0 – 1.2) x In Trf MV
(1.0 – 1.2) x CCC *)
(1.0 – 1.2) xInTrf (HV)
Waktu kerja
(HS fasa-fasa di bus 20 kV)
0.2 - 0.4 detik 0.7 - 1.0 detik 1.2 - 1.6 detik
Setelan arus Momen 0.5 x (1/Z x In Trf MV)**)
0.8 x (1/Z x In Trf
MV)
Di blok
Waktu arus momen Instan 0.4 – 0.5 detik (def) Di blok
URAIAN PENYULANG INCOMING TRF NGR
Jenis
Karakteristik
GFR
SI
GFR
SI
SEF
LTI
Setelan arus
0.1 x In NGR
0.2 x Ihs1ømin *)
0.2 x In Trf
0.1 x CCC
0.1 x InNGR
33
*) Pilih yang terkecil.
Setting Relai REF (Relai Hubung Tanah Terbatas)
Data yang diperlukan dalam penyetelan/setting relai REF adalah sbb :
• Resistansi CT phasa = Rct
• Resistansi CT netral = Rctn
• Resistansi Lead = Rl
• Tegangan Knee point = Vk
• Burden Relai REF = Rr
• Arus hubung singkat 150 kV & 20 kV = If
• Stabilising Resistor = Rs
Tegangan Relai Vs = If (Rct +2Rl)
Rs =( Vs/Is) – Rr
Is = Minimum Pick Up (0,1 ÷ 0,4) x In , dipilih Is = 0,15 x In
Waktu kerja
(HS fasa-G di bus 20 kV) SI : 0.5 detik SI : 1.0 detik LTI : < 5 dtk
Setelan arus Momen Im = 8 x Iset & tdk melebihi
GH tm = inst Di Blok Di Blok
34
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Umum
Gardu Induk Bolangi merupakan salah satu Gardu Induk asuhan ULTG
Panakkukang. GI Bolangi melayani beberapa penyulang 20 kV antara lain,
Penyulang Samata, Penyulang Cheng Ho, Penyulang Biringbilayya, Penyulang
Paccelekkang, Penyulang Moncongloe dan Penyulang Royal yang disuplai dengan
Trafo 60 MVA. Pada hari Selasa, tanggal 2 April 2019 dan hari Minggu, 28 April
2019 terjadi gangguan satu phasa ke tanah pada jaringan TM penyulang yang
mengakibatkan trip langsung pada sisi 150 kV dan Incoming trafo tanpa mentripkan
proteksi penyulang.
3.2. Teknik Pengumpulan Data
Metode yang digunakan dalam menganalisa gangguan Gangguan Trafo
Distribusi #1 60 MVA Terkait Koordinasi Sistem Proteksi Trafo dan Incoming 20
kV pada Gardu Induk Bolangi adalah observasi, wawancara dan dokumentasi.
a. Observasi
Dalam hal ini observasi kami lakukan dengan cara melakukan pengamatan
secara langsung ke area Unit Layanan Transmisi dan Gardu Induk (ULTG)
Panakkukang pada Gardu Induk Bolangi dan menganalisa gangguan yang
terjadi. Dari sana dapat diketahui beberapa data yang dibutuhkan dalam
kegiatan penelitian ini.
35
b. Wawancara
Pengambilan data dengan metode wawancara dilakukan dengan cara
mewawancarai pihak yang langsung berkaitan dengan Sistem proteksi trafo
ini baik waktu pemeliharaan maupun komponen-komponen yang diperiksa
pada saat pemeliharaan dilakukan serta gangguan yang dapat menyebabkan
relay proteksi pada trafo dan incoming bekerja tidak normal.
c. Dokumentasi
Metode dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal atau variabel
penelitian yang berupa catatan transkrip, agenda, buku, surat kabar,
majalah, prasasti, notulen, dan sebagainya. Peneliti menggunakan metode
ini untuk memperoleh data Gangguan Trafo Distribusi #1 60 MVA Terkait
Koordinasi Sistem Proteksi Trafo dan Incoming 20 kV pada Gardu Induk
Bolangi.
3.3. Teknik Analisis Data
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya penelitian ini menggunakan 3
metode yakni metode observasi yang dilakukan dengan pengamatan secara
langsung dengan memperhatikan perawatan yang dilakukan. Selanjutnya metode
yang dilakukan adalah dengan menggunakan metode wawancara kepada operator
yang berjaga di gardu induk tersebut. Kemudian metode selanjutnya dengan
melakukan dokumentasi yakni suatu cara mencari data atau mengumpulkan data
yang diperoleh dari dokumen-dokumen yang ada atau catatan-catatan mengenai
teori-teori yang terkait dengan hasil penelitian tentang pemeliharaan dan gangguan
36
yang dapat menyebabkan Gangguan Trafo Distribusi #1 60 MVA Terkait
Koordinasi Sistem Proteksi Trafo dan Incoming 20 kV pada Gardu Induk Bolangi.
Setelah mengulas data yang telah diperoleh yakni berupa hal-hal yang
berkaitan dengan Gangguan Trafo Distribusi #1 60 MVA Terkait Koordinasi
Sistem Proteksi Trafo dan Incoming 20 kV pada Gardu Induk Bolangi. Data yang
lain yakni komponen-komponen yang diperiksa serta kerusakan-kerusakan apa saja
yang menyebabkan komponen ini tidak lagi dilakukan pemeliharaan melainkan
harus mengalami penggantian komponen. Data bertujuan agar dalam pemeliharaan
ini juga dapat mengetahui dan mengatasi Gangguan Trafo Distribusi #1 60 MVA
Terkait Koordinasi Sistem Proteksi Trafo dan Incoming 20 kV pada Gardu Induk
Bolangi.
Hal terakhir yang dilakukan dalam teknik analisis data ini yakni
mengintegrasikan kedalam teori yang ada. Dengan membandingkan teori dan
hipotesis yang ada maka akan dilakukan analisis Gangguan Trafo Distribusi #1 60
MVA Terkait Koordinasi Sistem Proteksi Trafo dan Incoming 20 kV pada Gardu
Induk Bolangi sesuai dengan SOP yang ada sehingga keandalan dan efisiensi dari
Trafo Distribusi #1 60 MVA dan Koordinasi Sistem Proteksi Trafo dan Incoming
20 kV pada Gardu Induk Bolangi ini tetap terjaga.
3.4. Metode Penyelesaian Masalah
Metode penyelesaian masalah adalah dengan menggunakan data - data pada
Gardu Induk Bolangi, dan menggunakan metode RCPS (Root Cause Problem Solving)
atau biasa disebut juga diagram pohon atau 5 Whys.
37
3.4. Langkah – Langkah Penelitian
Di bawah ini adalah flowchart dari proposal ini.
Gambar 3.1 Langkah – langkah penelitian
(Sumber: Dokumen Pribadi)
Mulai
Pengumpulan
Data
Metode
Observasi
Metode
Wawancara
Metode
Dokumentasi
Melakukan
penelitian
Investigasi
Gangguan
Uji Fungsi
Peralatan
Resetting Koordinasi
Ada Hasil
Penyelesaian Laporan
Selesai
38
3.5. Bahan Penelitian
3.6.1. RCPS (Root Cause Problem Solving)
RCPS lebih mencari penyebab masalah berdasarkan data-data atau fakta,
bukan berdasarkan asumsi/perkiraan. Untuk mencari penyebab masalah dilakukan
dengan pertanyaan mengapa? (why?) sampai dengan 5 (lima) kali.
Gambar 3.2 RCPS (Root Cause Problem Solving)
Dari penyusunan RCPS dapat ditemukan beberapa akar permasalahan antara lain:
1. PMT Penyulang 20 kV gagal trip
2. Koordinasi Proteksi transformator yang keliru
39
Dam
pak
3.6.2. Ide Perbaikan Tabel 3.1 Ide Perbaikan
NO Akar Masalah Solusi ( Inisiatif
Perbaikan )
P
I
C
Target
Waktu
Evaluasi
Kemudahan Dampak Prioritas
1 PMT Penyulang 20 kV
Gagal Trip
Melakukan pelumasan
PMT 20 kV saat
pemeliharaan rutin
kubikel
Supv
Ophar 1 hari Mudah tinggi 1
Pelaksanaan Inspeksi Supv
Ophar 1 hari Mudah tinggi 1
2 Koordinasi Proteksi
Transformator yang
Keliru
Resetting dan Uji
Fungsi Relay Terkait
Supv
Ophar 1 hari Sedang tinggi 1
3.6.3. Matriks Prioritas
Tabel 3.2 Matriks Prioritas
3.6.4. Single Line Diagram
Single line diagram gardu induk adalah bagan kutub tunggal yang
menjelaskan sistem kelistrikan pada gardu induk secara sederhana sehingga
memudahkan mengetahui kondisi dan fungsi dari setiap bagian peralatan instalasi
yang terpasang, untuk operasi maupun pemeliharaan.
Matriks No. Ide Perbaikan Prioritas
High
1 Melakukan pelumasan PMT
20 kV saat pemeliharaan rutin
kubikel 1
Medium
Low 2 Pelaksanaan Inspeksi 1
Difficult Medium Easy 3
Resetting dan Uji Fungsi
Relay Terkait 1
Kemudahan Implementasi
40
Gambar 3.3 Single Line Gardu Induk Bolangi
(Sumber : Dokumen Pribadi)
3.6.5. Kesepakatan Bersama Sistem Proteksi Trafo – Penyulang 20 kV
Sehubungan dengan perubahan dan pembentukan Organisasi PT PLN
(Persero) Unit Induk Pembangkitan dan Penyaluran (UIKL) Sulawesi sesuai
Peraturan Direksi No. 1786.P/DIR/2018 tentang Susunan Organisasi dan Formasi
Jabatan PT. PLN (Persero) Unit Induk Pembangkitan dan Penyaluran Sulawesi
serta pengelolaan pemeliharaan asset 20 kV dari PT PLN (Persero) Unit Induk
Wilayah (UIW) sesuai Kepdir No 0520-3.K/DIR/2014 tentang Himpunan Buku
Pemeliharaan Peralatan Sekunder Gardu Induk, maka diperlukan kesepakatan
bersama dalam pengelolaan sistem proteksi trafo - penyulang 20 kV agar :
41
• Batas wewenang dan tanggung jawab menjadi jelas, serta
• Kemungkinan terjadi kesalahan dalam koordinasi sistem proteksi dapat
diperkecil.
Tabel 3.3 Pola Koordinasi Proteksi Trao Gardu Induk di Wilayah Sulawesi
POLA KASKADE POLA NON KASKADE
Sisi Primer
(150kV;
70kV)
NGR
40 ohm
REL 20kV
R
S
R
S
Keterangan NGR : Neutral Ground Resistor R : Recloser S : Sectionalizer In CT : maks 400/5 A atau 400/1 A
NGR 40 Ohm
1. OCR sisi 150kV 1. OCR sisi 150kV 1. EFR sisi 150kV NGR 40 ohm
Jenis Relai : OCR non-directional Jenis Relai : OCR non-directional Jenis Relai : OCR non-
directional Untuk TRAFO 3-
Winding Karakteristik : Standard
Inverse (SI)
I set : 0.5 - 0.8 x In Trafo
t set : > t Zone-2 Line
Penghantar (I hs p-n
sisi HV Trafo)
I moment : blok
Untuk TRAFO 2-
Winding
Karakteristik : Standard Inverse (SI)
I set : 0.2 x In Trafo
t set : 1 - 1.5 dtk (I hs p-n dibus LV)
I moment : blok
Karakteristik : Standard Inverse (SI) Karakteristik : Standard Inverse (SI)
I set > : min 1.2 x In trafo I set > : min 1.2 x In trafo
t set > : 1.5 dtk (I hs p-p dibus LV) t set > : 1.5 dtk (I hs p-p dibus LV)
I moment : (1.2 - 1.3) x (In trafo x (1/Z (pu))
I moment : (1.2 - 1.3) x (In trafo x (1/Z (pu))
t moment : 0.4 dtk (definite ) t moment :
2. OCR sisi 20kV 2. OCR sisi 20kV
Jenis Relai : OCR non-directional Jenis Relai : OCR non-directional
Karakteristik : Standard Inverse (SI) Karakteristik : Standard Inverse (SI)
I set > : min 1.2 x In trafo I set > : min 1.2 x In trafo
t set > : 1.0 dtk (I hs p-p dibus LV) t set > : 1.0 dtk (I hs p-p dibus LV) : 0.7 dtk (trafo Unindo) : 0.7 dtk (trafo Unindo)
I high set >> : 10 MVA ( 1150 A ) I high set >> : 10 MVA ( 1150 A )
16 MVA ( 1800 A ) 16 MVA ( 1800 A ) 2. SBEF trafo 20 kV 20 MVA ( 2300 A ) 20 MVA ( 2300 A ) Jenis Relai : EFR non-directional (SBEF) 30 MVA ( 3400 A ) 30 MVA ( 3400 A ) Karakteristik : Long Time Inverse (SI) 60 MVA ( 6000 A ) 60 MVA ( 6000 A ) I set : (0.2 - 0.4) x In NGR
T high set >> : 0,7 dtk (Definite ) T high set >> : 0,7 dtk (Definite ) t set : 50% kemampuan thermis NGR
I high set >>> : 10 MVA ( 1980 A ) I high set >>> : 10 MVA ( 1980 A ) I moment : blok 16 MVA ( 2640 A ) 16 MVA ( 2640 A )
20 MVA ( 3000 A ) 20 MVA ( 3000 A ) 3. GFR Trafo sisi 20 kV (Incoming) 30 MVA ( 4380 A ) 30 MVA ( 4380 A ) Jenis Relai : EFR non-directional 60 MVA ( 7500 A ) 60 MVA ( 7500 A ) Karakteristik : Standard Inverse (SI)
T high set >> : 0,3 dtk (Definite ) T high set >> : 0,3 dtk (Definite ) I set : (0,2 - 0,4) x In NGR/In trafo t set : 1,0 dtk (I hs p-n dibus LV)
3. OCR penyulang 20kV 3. OCR penyulang 20kV I moment : blok
Jenis Relai : OCR non-directional Jenis Relai : OCR non-directional
Karakteristik : Standard Inverse (SI) Karakteristik : Standard Inverse (SI) 4. GFR Penyulang (Outgoing)
I set > : min 1,2 x In terkecil I set > : min 1,2 x In terkecil Jenis Relai : EFR non-directional
Karakteristik : Standard Inverse (SI)
I set : (0,2 - 0,4) x In NGR
t set : 0,5 dtk (I hs p-n dibus LV)
I moment(>>) : 1 x In NGR / In CCC / In CT
(blok apabila ada recloser /
GH) t moment (>>) : 0.15 ms (definite )
t moment (>>>) : 0.00 ms
(definite ) t moment (>>>) : 0.00
ms (definite )
t set > : 0,5 dtk (I hs p-p dibus LV) t set > : 0,5 dtk (I hs p-p dibus LV)
I high set >> : 10 MVA ( 920 A ) I high set >> : 10 MVA ( 920 A ) 16 MVA ( 1380 A ) 16 MVA ( 1380 A ) 20 MVA ( 1500 A ) 20 MVA ( 1500 A ) 30 MVA ( 2080 A ) 30 MVA ( 2080 A ) 60 MVA ( 3400 A ) 60 MVA ( 3400 A )
T high set >> : 0,2 dtk (Definite ) T high set >> : 0,2 dtk (Definite )
I high set >>> : 10 MVA ( 1650 A ) I high set >>> : 10 MVA ( 1650 A ) 16 MVA ( 2200 A ) 16 MVA ( 2200 A )
20 MVA ( 2500 A ) 20 MVA ( 2500 A ) 5. GFR Seksi 1 30 MVA ( 3650 A ) 30 MVA ( 3650 A ) Jenis Relai : EFR non-directional
Karakteristik : Standard Inverse (SI)
I set > : (0,2 - 0,4) x In CT
t set > : 0,2 dtk (I hs p-p dibus LV)
I set >> : 0.5 - 1 x In NGR atau In CCC
atau In CT
t set>> : 0 ms (definite instant )
60 MVA ( 6000 A ) 60 MVA ( 6000 A )
T higt set >>> : 0,00 dtk (Definite ) T high set >>> : 0,00 dtk (Definite )
4. OCR Seksi 1 4. OCR Seksi 1
Jenis Relai : OCR non-directional Jenis Relai : OCR non-directional
Karakteristik I set >
: Standard Inverse (SI) : Lebih kecil dari nilai OCR Penyulang
Karakteristik I set >
: :
Standard Inverse (SI) min 1,2 x In terkecil
t set > : Lebih cepat dari waktu penyulang t set > : 0,5 dtk (I hs p-p dibus LV)
I set >> : I set >> : min 1,2 x In terkecil 6. GFR Seksi 2
t set >> : t set >> : 0,5 dtk (I hs p-p dibus LV) Jenis Relai : EFR non-directional
Karakteristik : Standard Inverse (SI)
I set > : (0,2 - 0,4) x In CT
t set > : 0,1 dtk (I hs p-p dibus LV)
I set >> : 0.5 - 1 x In NGR atau In CCC
atau In CT
t set>> : 0 ms (definite instant )
5. OCR Seksi 2 5. OCR Seksi 2
Jenis Relai : OCR non-directional Jenis Relai : OCR non-directional
Karakteristik : Standard Inverse (SI) Karakteristik : Standard Inverse (SI)
I set > : Lebih kecil dari nilai OCR Seksi 1 I set > : min 1,2 x In terkecil
t set > : Lebih cepat dari waktu seksi 1 t set > : 0,5 dtk (I hs p-p dibus LV)
I set >> : I set >> : min 1,2 x In terkecil
t set >> : t set >> : 0,5 dtk (I hs p-p dibus LV)
42
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Gardu Induk Bolangi
Trafo 60 MVA GI Bolangi 150 kV melayani enam penyulang yaitu,
Penyulang Samata, Penyulang Cheng Ho, Penyulang Biringbilayya, Penyulang
Pacelekkang, Penyulang Moncongloe dan Penyulang Royal.
Gambar 4.1 Single Line Gardu Induk Bolangi
(Sumber : Dokumen Pribadi)
2000/5 A
43
4.2. Data Peralatan Kubikel 20 Kv Merk Schneider Type Pix 24
Gambar 4.2 Kubikel 20 Kv Merk Schneider Type Pix 24
(Sumber : Dokumen Pribadi)
Keterangan :
1. KWh Meter
2. Announciator
3. Tombol Announciator
4. Lampu Indikasi PMT 20 kV
5. Saklar
6. Amperemeter
7. Rele Arus Lebih (OCR) dan
Rele Gangguan Tanah (GFR)
8. Test Plug
9. Single Line Diagram
10. Panel Lokal Manual
11. Lubang tuas pentanahan
12. Lampu Indikasi Tegangan
Ujung Mof
13. Indikasi pentanahan
44
Tabel 4.1 Spesifikasi Incoming dan Outgoing 20 kV
PMT Incoming PMT Outgoing
CT Incoming CT Outgoing
Relay OCR Incoming Relay OCR Outgoing
20 kV (2000/5) 20 kV (600/5) Arus 2000 A Arus 600 A TMS 0.25 TMS 0.1 Kurva Standard Inverse Kurva Standard Inverse Instant None Instant 2400 A
Setting GFR Incoming Setting GFR Outgoing
20 kV (2000/5) Outgoing 20 kV (600/5)
Arus 200 A Arus 60 A
TMS 0.25 TMS 0.1
Kurva Standard Inverse Kurva Standard Inverse
Instant None Instant 2400 A
45
Gambar 4.3 Data Penyulang 20 kV Gardu Induk Bolangi
(Sumber : Komputer SAS Gardu Induk Bolangi 11 Mei 2019)
Tabel 4.1 Beban Miimum dan Beban Maximum Gardu Induk Bolangi 2019
Beban Minimum Maximum
Penyulang A kV MW MVar A kV MW MVar
F. Biring Bilayya 51 20.2 1.70 0.48 104 20.2 3.05 1.71
F. Cheng Ho 105 20.2 3.52 0.94 160 20.2 5.31 1.51
F. Romang Pol 40 20.2 1.38 0.2 94 20.2 3.22 0.76
F. Paccellekang 80 20.2 2.55 1.06 147 20.2 4.69 1.69
F. Samata 84 20.2 2.82 0.88 136 20.2 4.57 1.44
4.3. Data Gangguan Pada Penyulang Biring Bilayya
Pada hari selasa tanggal 02-04-2019 dan minggu 28-04-2019 terjadi
gangguan kubikel incoming dan 150 trafo trafo trip yang disebabkan oleh PMT
penyulang yang gagal trip. Permasalahan diawali oleh gangguan penyulang akibat
gangguan jaringan TM yang tembus hingga incoming.
46
Gambar 4.4 Kondisi Normal Pada Penyulang
(Sumber : Aplikasi Wavewin ABB)
Gambar 4.5 Kondisi Ketika Merasakan Gangguan Pada Penyulang
(Sumber : Aplikasi Wavewin ABB)
Gambar 4.6 Kondisi Gangguan Pada Penyulang
(Sumber : Aplikasi Wavewin ABB)
47
4.4. Laporan Gangguan
Tabel 4.2 Laporan Gangguan ULTG Panakkukang
Gambar 4.7 Kronologi Gangguan
(Sumber : Dokumen Pribadi)
2000/5 A
D C
B
A
48
Keterangan :
1. A : Relay GFR Penyulang Biring Bilaya
2. B : Relay GFR Incoming 20 kV
3. C : Relay GFR Sisi 150 kV bay Trafo
4. D : Relay GFR SBEF
4.5. BIP (Bagan Inisiatif Perbaikan)
Tabel 4.3 BIP (Bagan Inisiatif Perbaikan)
BAGAN INISIATIF PERBAIKAN
JUDUL Bidang /Bagian:
Analisa gangguan trip trafo 60 MVA GI Bolangi sisi
Incoming dan 150 kV akibat gangguan penyulang 20 kV
ULTG Panakkukang
Deskripsi:
1. Kajian ini bertujuan untuk menghindari pemadaman listrik kepada konsumen akibat tripnya transformator
60 MVA pada GI Bolangi 150 Kv.
2. Melaksanakan uji fungsi dan individual pada relay OCR/GFR sisi 150 Kv, Incoming, SBEF dan
Penyulang
Latar belakang: Rincian tindakan:
1. Penurunkan gangguan trafo akibat penyulang
1. Resetting relay OCR/GFR terkait
2. Penambahan relay OCR/GFR Incoming
KPI yang terpengaruh Kemudahan
implementasi
Manfaat atau Dampak
ENS (Energi Not Suplied) Sedang Tinggi
49
Kriteria umum yang perlu diperhatikan dalam melakukan koordinasi
proteksi sistem adalah terjaminnya kontinuitas penyaluran tenaga listrik yang
diukur dengan indeks sering dan lamanya padam.
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi jumlah dan lama padam pada
penyediaan tenaga listrik, antara lain :
a. Jumlah gangguan pada peralatan primer,
b. Kondisi sistem/ jaringan dan
c. Kinerja sistem proteksi.
Agar sistem proteksi dapat bekerja sesuai dengan fungsinya, maka dalam
melakukan koordinasi sistem pengaman harus memperhatikan hal-hal sebagai
berikut :
• Keamanan peralatan,
• Keamanan sistem,
• Kebutuhan konsumen.
Perhatian terhadap keamanan peralatan dan sistem serta kebutuhan
konsumen harus diberikan secara proporsional, agar secara sistem akan diperoleh
indeks sering dan lama padam yang optimum. Pengamanan yang berlebih terhadap
peralatan dan sistem dapat menyebabkan tingginya jumlah padam, sedangkan
perhatian yang berlebih terhadap kebutuhan konsumen dapat membahayakan
peralatan dan sistem .
50
Lamanya waktu pemulihan setelah terjadi gangguan sangat tergantung pada
tingkat kerusakan peralatan atau luas padam yang ditimbulkan. Sebagai contoh
bahwa kerusakan permanen pada trafo akan menyebabkan pemadaman yang luas
dan waktu pemulihan yang lebih lama serta biaya untuk perbaikan yang lebih tinggi.
Dengan memperhatikan hal tersebut maka dalam mengkoordinasikan
sistem pengaman trafo, keamanan dari trafo tersebut merupakan faktor yang harus
lebih diperhatikan
Hal yang perlu diperhatikan dalam menetapkan koordinasi pengaman trafo
dan penyulang antara lain sebagai berikut :
• Pola operasi dan konfigurasi sistem,
• Kemampuan trafo terhadap beban lebih,
• Ketahanan trafo terhadap gangguan hubung singkat eksternal,
• Trafo arus untuk relai proteksi,
• Statistik gangguan,
• Penutup balik otomatis dan CBO (Circuit Breaker Outgoing),
• Pentanahan sistem dan konfigurasi belitan trafo,
• Kondisi spesifik yang berpotensi menyebabkan PMT trafo trip,
• Ketahanan kabel terhadap gangguan hubung singkat tanah,
• Pengamanan yang berlapis dan sumber DC,
• Waktu pemisahan gangguan,
• Penggunaan Pola Pengaman Non kaskade.
51
4.6. WORKPLAN
Tabel 4.4 Workplan
Gangguan Trafo 60 MVA Tanggal 2 April 2019
a Kronologi gangguan
Kronologi yang terjadi pada saat gangguan di trafo 60 MVA GI Bolangi 150 kV
pada tanggal 2 April 2019, adalah sebagai berikut:
52
b Kondisi sebelum gangguan
Beban trafo 60 MVA GI Bolangi 150 kV: 18.5 MW, 565 A, 145 kV
c Kronologi Gangguan
Jam 14:43 PMT 150/20 kV Trafo Trip, Relay: Backup Protection Earth Fault 20
kV Jam 14:44 PMT semua penyulang di lepas bertahap
d Akibat Gangguan
Trafo 60 MVA GI Bolangi hilang tegangan
e Penyebab Gangguan
Gangguan penyulang Biring Bilayya relay GFR yang arus gangguannya
melampaui setting pada incoming 20 kV Trafo 60 MVA
Gangguan Trafo 60 MVA Tanggal 28 April 2019
a Kronologi gangguan
Kronologi yang terjadi pada saat gangguan di trafo 60 MVA GI Bolangi 150 kV
pada tanggal 28 April 2019, adalah sebagai berikut:
b Kondisi sebelum gangguan
Beban trafo 60 MVA GI Bolangi 150 kV: 15 MW
c Indikasi Yang Muncul
Bay Incoming Trafo: Earth Fault 20 kV Penyulang Biringbilayya: Pickup GFR
d Langkah Pemeriksaan Gangguan
53
Memeriksa peralatan, mencatat dan mereset relay yang bekerja yang mengalami
gangguan oleh operator/piket, kemudian melaporkan ke PLNUP2B Sistem
Sulsel dan piket ULTG Panakkukang
e Tindakan Pemulihan
Jam 01.26 Pemeriksaan fisik dan penormalan indikasi relay
Jam 01.40 Dicoba dimasukkan kembali bay Trafp dikarenakan tidak ada anomali
f Penyebab Gangguan
Bersamaan dengan pickup Penyulang Biringbilayya
g Tindak Lanjut
• Melakukan pemeriksaan fisik peralatan
• Melakukan download relay terkait
• Melakukan scanning proteksi relay terkait
Dari data gangguan tersebut, terjadinya 2 kali gangguan pada tarfo 60 MVA
GI Bolangi diakibatkan oleh kesalahan input ratio pada relay OCR/GFR incoming
20 kV trafo, Ratio CT 20 kV untuk Penyulang Biring Bilayya adalah 600/5 A, untuk
incoming adalah 2000/5 A, dan untuk relay SBEF adalah 300/5 A. Namun ratio CT
yang diinput pada relay OCR/GFR 20 kV adalah 300/5 A. Hal ini mengakibatkan
pembacaan arus gangguan pada sisi incoming lebih tinggi dibandingkan dengan
penyulang. Hal ini mengakibatkan relay OCR/GFR incoming Trafo yang bekerja
saat timbul arus gangguan penyulang yang mencapai settingnya. Permasalahan
54
lainnya adalah tidak adanya fungsi SBEF pada trafo 60 MVA GI Bolangi dan output
relay incoming yang mentripkan dua sisi trafo yaitu untuk sisi 150 kV dan 20 kV.
Tindak lanjut yang dilakukan adalah melakukan resetting ratio CT 20 kV
pada relay OCR/GFR incoming trafo dari 300/5 A menjadi 2000/5 A dan
pengaktifan fungsi SBEF. Karena tidak tersedianya relay untuk SBEF maka fungsi
tersebut di aktifkan pada relay OCR/GFR incoming trafo. Keadaan ini dapat
menghindari kemungkinan gangguan penyulang tembus hingga incoming dan 150
kV trafo namun, saat terjadi gangguan yang mentripkan incoming maka sisi 150 kV
juga akan ikut trip.
Pekerjaan resetting dilakukan dalam keadaan online trafo sisi 150 kV dan 20
kV dan resetting penyulang dilakukan dalam keadaan padam. Kondisi saat ini
adalah fungsi SBEF diaktifkan pada relay incoming, namun dengan inputan CT
berbeda. Pembacaan pada relay tidak sesuai dengan CT di NGR Ratio CT di NGR
300/5 A sedangkan pada relay 2000/5 A. Hal ini dapat menyebabkan pembacaan
arus pada relay akan selalu tinggi. Oleh karena itu perlu pemisahan peralatan relay
incoming dan SBEF. Penambahan relay incoming akan dilakukan bersamaan
dengan pemeliharaan 2 tahunan.
4.7. Tindak Lanjut
Resetting Koordinasi oleh UPT Makassar dan ULTG Panakkukang di GI
Bolangi 4 Mei 2019
55
1. Setting relay GFR Incoming GI Bolangi
Gambar 4.8 Setting relay GFR Incoming sebelum resetting
(Sumber : Aplikasi PCM600 2.7)
Gambar 4.9 Setting relay GFR Incoming setelah resetting
(Sumber : Aplikasi PCM600 2.7)
56
Pada saat dilaksanakan Scanning Koordinasi Proteksi Trafo dan Penyulang
untuk Bay Trafo Distribusi #1 didapatkan hasil download setting relay
Incoming 20 kV dengan merk ABB tipe REF615 ditemukan fungsi GFR
(EFHPTOC1:1) dalam kondisi off/disable. Tindak lanjut yang dilakukan
adalah mengaktifkan fungsi GFR sesuai dengan Approval data setting dari
UPT Makassar.
2. Setting relay SBEF Trafo 60 MVA GI Bolangi
Gambar 4.10 Setting relay SBEF Trafo #1 60 MVA sebelum resetting
(Sumber : Aplikasi PCM600 2.7)
57
Gambar 4.11 Setting relay SBEF Trafo #1 60 MVA setelah resetting
(Sumber : Aplikasi PCM600 2.7)
Temuan lain yang didapatkan saat scanning koordinasi trafo dan penyulang
untuk Trafo Distribusi #1 GI Bolangi adalah kekeliruan dalam penginputan ratio
CT dan kurva pada relay SBEF, ratio yang di set pada relay berbeda dengan ratio
CT yang terpasang. Tindak lanjut yang dilakukan adalah dengan mengganti ratio
CT pada parameter setting relay dari 2000/5 A menjadi 300/5 A. Kurva yang
digunakan diganti dari IEC Normal Inverse menjadi IEC LT Inverse.
58
3. Setting OCR
Tabel 4.5 Setting OCR Sebelum dan Sesudah Resetting
Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah
150 kV (300/5) Incoming 20 kV (2000/5)
Arus 300 A 277 A Arus 2000 A 2078 A
TMS 0.26 0.32 TMS 0.25 0.148
Kurva IEC NI/SI IEC NI/SI Kurva IEC NI/SI IEC NI/SI
Instant None 2282 Instant None 6000
Outgoing 20 kV (600/5) -
Arus 600 A 384 A - - -
TMS 0.1 0.23 - - -
Kurva IEC NI/SI IEC NI/SI - - -
Instant 2400 3400 - - -
4. Koordinasi OCR sebelum Resetting
59
5. Koordinasi OCR Setelah Resetting
Gambar 4.12 Koordinasi OCR Sebelum dan Setelah Resetting
(Sumber : Aplikasi Power Plot V2.5)
6. Setting GFR
Tabel 4.6 Setting GFR Sebelum dan Sesudah Resetting
Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah
150 kV (300/5) SBEF (300/5)
Arus 60 A 115A Arus 200 A 86 A
TMS 0.4 0.18 TMS 0.25 0.1
Kurva IEC NI/SI IEC NI/SI Kurva IEC NI/SI IEC LTI
Instant None None Instant None None
60
Incoming 20 kV (2000/5) Outgoing 20 kV (600/5)
Arus 200 A 57 A Arus 60 A 57 A
TMS 0.25 0.22 TMS 0.1 0.11
Kurva IEC NI/SI IEC NI/SI Kurva IEC NI/SI IEC NI/SI
Instant None None Instant 2400 A None
7. Koordinasi GFR Sebelum Resetting
Gambar 4.13 Koordinasi GFR Sebelum Resetting
(Sumber : Aplikasi Power Plot V2.5)
61
8. Koordinasi GFR Setelah Resetting
Gambar 4.14 Koordinasi GFR Setelah Resetting.
(Sumber : Aplikasi Power Plot V2.5)
4.8. Hasil Pengujian Resetting
Hasil Pengujian adalah hasil dari proses yang bertujuan untuk memastikan apakah
semua fungsi pada sistem relay bekerja dengan baik dan mencari kesalahan yang mungkin
dapat terjadi pada relay tersebut.
1. Hasil Uji Relay OCR dan GFR pada Incoming
a. Pengujian arsu pick up, karakteristik waktu, waktu kerja sesaat dan uji fungsi.
62
63
2. Hasil Uji Relay OCR dan GFR pada Penyulang Outgoing
a. Pengujian karakteristik kaktu relay, gangguan 1.5 kali dari Arus Setting
64
b. Pengujian karakteristik kaktu relay, gangguan 2 kali dari Arus Setting
b. Pengujian karakteristik kaktu relay gangguan, 3 kali dari Arus Setting
65
b. Pengujian karakteristik waktu relay samapi mencapai settingan waktu kerja
sesaat pada relay
66
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
• Tripnya PMT 150 kV bay Trafo dan Incoming 20 kV di GI Bolangi saat
terjadi gangguan penyulang Biring bilayya disebabkan oleh kesalahan input
ratio CT pada relay SBEF dan tidak aktifnya fungsi GFR pada relay
incoming Trafo.
• Jika terjadi gangguan satu fasa ke tanah yang mengakibatkan PMT
Incoming 20 kV trip maka akan mengakibatkan PMT 150 kV bay Trafo ikut
trip dikarenakan rangkaian trip kedua sisi terhubung pada satu relay yang
sama untuk fungsi GFR incoming dan SBEF.
5.2. Saran
• Saat Commissioning untuk pengoperasian trafo baru, dilakukan
pemeriksaan ulang setting dan koordinasi relay proteksi oleh tim proteksi
UPT, ULTG dan UIP.
• Tidak dilakukan pengoperasian apabila masih ada item pendingan saat ada
penambahan bay baru.
• Untuk menghindari gangguan yang berulang dengan penyebab yang sama
maka disarankan agar setting relay lebih diperhatikan dan dilakukan
pengujian menyeluruh baik uji fungsi maupun uji individual relay untuk
memastikan koordinasi proteksi yang sesuai.
• Perlu pemisahan peralatan relay incoming dan SBEF, dengan melakukan
pemasangan relay OCR/GFR untuk Incoming Trafo.
67
DAFTAR PUSTAKA
Bonar, Pandjaitan. 2012. Praktik-Praktik Proteksi Sistem Tenaga Listrik. Penerbit
Andi Offset. Yogyakarta
K, Pribadi dan Wahyudi SN. 2005. Perhitungan Setting dan Koordinasi Proteksi
Sistem Distribusi. . Penerbit PT. PLN (Persero). Jakarta
Marsudi, Djiteng. 2006. Operasi Sistem Tenaga Listrik. Penerbit Graha Ilmu.
Jakarta
PT. PLN (Persero), 2014. Buku O&M Sistem Proteksi Trafo Tenaga. Penerbit PT.
PLN (Persero). Jakarta
PT. PLN (Persero). 2019. Kesepakatan Bersama Proteksi 20 kV. Penerbit PT. PLN
(Persero) UIKL Sulawesi. Manado
Sarimun Wahyudi. 2016. Sistem Distribusi Tenaga Listrik, Penerbit Garamond.
Depok
Tanyadji, Sony dan Sarma Thaha. 2015. Sistem Proteksi Tenaga Listrik, Penerbit
Innawa. Makassar
68
LAMPIRAN
1. Investigasi Gangguan
69
2. Penambahan Relai proteksi OCR dan GFR di Incoming 20 kV