studi kesesuaian lahan di wilayah studi
TRANSCRIPT
1
BAB IPENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sumber daya tanah merupakan salah satu aspek yang menentukan apakah suatu
wilayah yang dapat dihuni untuk kegiatan manusia. Di daerah dengan kondisi tanah
yang dihuni manusia dapat dibangun bangunan untuk keperluan manusia seperti rumah-
rumah. Tetapi, daerah yang tidak dihuni manusia dapat dijadikan sebagai daerah
konservasi.
Konservasi adalah upaya pelestarian lingkungan, tetapi tetap memperhatikan
manfaat yang dapat di peroleh pada saat itu dengan tetap mempertahankan keberadaan
setiap komponen lingkungan untuk pemanfaatan masa depan. Konservasi itu sendiri
berasal dari kata Conservation yang terdiri atas kata con (together) dan servare
(keep/save) yang memiliki pengertian mengenai upaya memelihara apa yang kita punya
(keep/save what you have), namun secara bijaksana (wise use). Ide ini dikemukakan
oleh Theodore Roosevelt (1902) yang merupakan orang Amerika pertama yang
mengemukakan tentang konsep konservasi.
Konservasi tanah sendiri adalah tindakan untuk menggunakan tanah berdasarkan
kemampuannya dan memperlakukannya sesuai syarat-syarat yang diperlukan agar tanah
dapat tetap produktif dan tidak rusak. Konservasi tanah pada umumnya terdapat di
berbagai tempat yang secara nyata berdampak pada perbandingan panjang kemiringan
tanah yang diakibatkan oleh air hingga tanah menyusut.
Pada dasarnya konservasi tanah tersebut menjadikan setiap wilayah memiliki ciri
khas atau karakteristik tertentu, seperti halnya dengan wilayah Kelurahan Sadeng,
Kecamatan Gunung Pati. Wilayah studi yang akan dianalisis ini merupakan sebuah
daerah yang memiliki tanah bergerak, sehingga rentan akan terjadinya tanah longsor
yang berdampak terhadap kualitas tanah. Maka dari itu perlu dilakukan analisis
permasalahan-permasalahan yang terjadi di wilayah studi tersebut sehingga
menghasilkan suatu rekomendasi untuk menyelesaikan permasalahan yang ada.
1.2. Perumusan Masalah
Menurut Peta Zona Gerakan Tanah Kota Semarang, Jawa Tengah, Kelurahan
Sadeng termasuk ke dalam zona gerakan tanah tinggi. Hal ini dapat membawa beberapa
dampak atau bahaya geologi di daerah tersebut. Sejauh ini, cukup banyak kerugian yang
dirasakan oleh penduduk sekitar kelurahan Sadeng. Dinding rumah penduduk retak-
retak akibat aktivitas pergerakan tanah di Kelurahan Sadeng. Selain itu, tanah ambles
juga merupakan bahaya yang sering terjadi di Kelurahan Sadeng. Padahal, cukup
banyak perumahan yang dibangun di daerah tersebut. Para pengembang menerapkan
sistem kluster ketika membangun perumahan guna mengurangi dampak dari bahaya
longsor atau tanah bergerak tersebut.
Tidak jarang terdengar berita bencana tanah longsor terjadi di Kecamatan
Gunugpati. Kelurahan Sadeng tidak lepas dari sorotan sebagai salah satu daerah yang
rawan bencana longsor. Ditambah dengan adanya sungai Kreo di kelurahan Sadeng
yang membuat permasalahan kondisi tanah di kelurahan ini semakin pelik. Setiap
pembangunan yang akan dilakukan di Kelurahan Sadeng haruslah direncanakan dengan
perencanaan yang cermat serta melibatkan koordinasi yang baik dengan pihak
pengembang, agar pembangunan yang akan dijalankan tetap disetai dengan tindakan
antisipasi atas bahaya-bahaya yang mungkin terjadi.
1.3 Tujuan
Laporan ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan menganalisis kondisi tata guna
lahan dan tanah serta mengetahui bahaya yang mungkin terjadi yang berkenaan dengan
kondisi tanah di Kelurahan Sadeng, Kecamatan Gunungpati.
BAB IIPEMBAHASAN
2.1 Identifikasi Kondisi
Kondisi tanah disekitar Kelurahan Sadeng, Kecamatan Gunungpati memiliki
permasalahan berupa jenis tanah yang aktif atau tanah bergerak. Kondisi jalanan
bergelombang atau naik-turun dengan banyaknya jalan yang retak dan berlubang.
Karena merupakan jenis tanah aktif, banyak jalan yang telah dibeton tetapi tidak lama
setelahnya akan kembali rusak seperti semula. Selain itu, di dalam kelurahan ini,
terdapat salah satu daerah yang merupakan daerah rawan tanah longsor (land slide).
Lokasinya berada di dekat jalan utama yang merupakan salah satu universitas swasta
Katolik di Kota Semarang. Saat ini daerah yang rawan tanah longsor tersebut hanya
diganjal oleh bebatuan yang disusun agak tinggi untuk pencegahan awal apabila
nantinya terjadi tanah longsor lagi.
2.2 Kajian Pustaka
2.2.1 Pengertian Tanah
Tanah merupakan tubuh bumi atau alam yang mempunyai berbagai sifat fisik atau
kimia sebagai refleksi dari pengaruh yang terintegrasi dari berbagai faktor pembentukan
tanah. (Santun R.P. Sitorus)
Tanah terbentuk oleh hasil kerja interaksi iklim (i) dan jasat hidup (o) terhadap
bahan induk (b) dipengaruhi topografi (relief) tempat terbentuknya (r) dan waktu (w).
T = f(i,o,b,r,w)
Tanah terdiri dari beberapa bagian atau lapisan diantaranya yaitu :
• Lapisan Tanah Atas yang bersifat sangat subur dan humus;
• Lapisan Tanah Bawah yang merupakan lapisan kedua dari atas, warna lebih muda,
susunan lebih rapat, tidak subur dan tidak mengandung humus;
• Lapisan Bahan Induk merupakan lapisan yang banyak mengandung pecahan batuan
(bahan dasar tanah);
• Batuan : Bersifat keras karena banyak mengandung batuan.
2.2.2 Jenis Tanah
Interaksi antara faktor-faktor pembentuk tanah akan menghasilkan tanah dengan
sifat-sifat yang berbeda. Berdasarkan pada faktor pembentuk dan sifat tanah inilah,
beberapa ahli mengklasifikasikan tanah dengan klasifikasi yang berbeda.
a. Tanah Organosol atau Tanah Gambut
Tanah jenis ini berasal dari bahan induk organik dari hutan rawa, mempunyai ciri
warna cokelat hingga kehitaman, tekstur debulempung, tidak berstruktur,
konsistensi tidak lekat sampai dengan agak lekat, dan kandungan unsur hara rendah.
Tanah ini terbentuk karena adanya proses pembusukan dari sisa-sisa tumbuhan
rawa. Banyak terdapat di rawa Sumatra, Kalimantan, dan Papua, kurang baik untuk
pertanian maupun perkebunan karena derajat keasaman tinggi.
b. Tanah Aluvial
Jenis tanah ini masih muda, belum mengalami perkembangan. Bahannya berasal
dari material halus yang diendapkan oleh aliran sungai. Oleh karena itu, tanah jenis
ini banyak terdapat di daerah datar sepanjang aliran sungai.
c. Tanah Regosol
Tanah ini merupakan endapan abu vulkanik baru yang memiliki butir kasar.
Penyebaran terutama pada daerah lereng gunung api. Tanah ini banyak terdapat di
daerah Sumatra bagian timur dan barat, Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara.
d. Tanah Litosol
Tanah litosol merupakan jenis tanah berbatu-batu dengan lapisan tanah yang tidak
begitu tebal. Bahannya berasal dari jenis batuan beku yang belum mengalami proses
pelapukan secara sempurna. Jenis tanah ini banyak ditemukan di lereng gunung dan
pegunungan di seluruh Indonesia.
e. Tanah Latosol
Latosol tersebar di daerah beriklim basah, curah hujan lebih dari 300 mm/tahun, dan
ketinggian tempat berkisar 300–1.000 meter. Tanah ini terbentuk dari batuan
gunung api kemudian mengalami proses pelapukan lanjut.
f. Tanah Grumusol
Jenis ini berasal dari batu kapur, batuan lempung, tersebar di daerah
iklim subhumidatau subarid, dan curah hujan kurang dari 2.500 mm/tahun.
g. Tanah Podsolik
Tanah ini berasal dari batuan pasir kuarsa, tersebar di daerah beriklim basah tanpa
bulan kering, curah hujan lebih 2.500 mm/tahun. Tekstur lempung hingga berpasir,
kesuburan rendah hingga sedang, warna merah, dan kering.
h. Tanah Podsol
Jenis tanah ini berasal dari batuan induk pasir. Penyebaran di daerah beriklim basah,
topografi pegunungan, misalnya di daerah Kalimantan Tengah, Sumatra Utara, dan
Papua Barat. Kesuburan tanah rendah.
i. Tanah Andosol
Tanah jenis ini berasal dari bahan induk abu vulkan. Penyebaran di daerah beriklim
sedang dengan curah hujan di atas 2.500 mm/tahun tanpa bulan kering. Umumnya
dijumpai di daerah lereng atas kerucut vulkan pada ketinggian di atas 800 meter.
Warna tanah jenis ini umumnya cokelat, abu-abu hingga hitam.
j. Tanah Mediteran Merah Kuning
Tanah jenis ini berasal dari batuan kapur keras (limestone). Penyebaran di daerah
beriklim subhumid, topografi karst dan lereng vulkan dengan ketinggian di bawah
400 m. Warna tanah cokelat hingga merah. Khusus tanah mediteran merah kuning di
daerah topografi karst disebut ”Terra Rossa”.
k. Hidromorf Kelabu
Jenis tanah ini perkembangannya lebih dipengaruhi oleh faktor lokal yaitu topografi
yang berupa dataran rendah atau cekungan, hampir selalu tergenang air, dan warna
kelabu hingga kekuningan.
2.2.3 Gerakan Tanah
Gerakan tanah diartikan sebagai suatu gerakan tanah dan atau batuan dari tempat
asalnya karena pengaruh gaya berat (gravitasi). Faktor internal yang dapat
mengakibatkan terjadinya gerakan adalah daya ikat (kohesi) dari tanah/batuan kecil
sehingga partikel tanah/batuan dapat terlepas dari ikatannya, bergerak ke bawah dengan
menyeret partikel lain yang dilaluinya membentuk massa yang lebih besar. Kecilnya
daya ikat dapat disebabkan oleh sifat kesarangan (porositas) dan kelulusan air
(permeabilitas) tanah/batuan maupun rekahan yang intensif dari massa tersebut. Faktor
eksternal yang daat mempercepat terjadinya gerakan terdiri dari berbagai sebab yang
kompleks seperti sudut kemiringan lereng, perubahan kelembaban air hujan, tutupan
vegetasi, dan pola pengolahan lahan, pengikisan oleh aliran air, ulah manusia seperti
ekskavasi.
2.2.4 Tanah Longsor
Longsoran tanah atau gerakan tanah adalah proses perpindahan masa batuan/tanah
akibat gaya berat (gravitasi). Tidak jarang permukiman yang dibangun di sekitar
perbukitan kurang memperhatikan masalah kestabilan lereng sehingga secara tidak
sadar potensi bahaya longsoran tanah setiap saat dapat mengancam.
Faktor internal yang menjadi penyebab longsoran tanah adalah daya ikat kohesi
tanah yang lemah. Hal ini disebabkan oleh sifat kesarangan (porositas) dan kelolosan air
(permeabilitas) tanah/batuan maupun rekahan yang intensif dari masa tanah/batuan
tersebut. Sedangkan faktor eksternal yang dapat mempercepat dan menjadi pemicu
longsoran tanah dapat terdiri dari berbagai faktor yang kompleks seperti kemiringan
lereng, perubahan kelembapan tanah/batuan karena masuknya air hujan, tutupan lahan
serta pola pengolahan lahan, pengikisan oleh air yang mengalir (air permukaan), ulah
manusia seperti penggalian dan lain sebagainya. Selain itu terdapat faktor yang bersifat
aktif pada longsoran tanah adalah gangguan yang terjadi secara alamiah ataupun buatan,
kemiringan lereng yang menjadi terjal karena aliran air, pengisian air kedalam tanah
yang melebihi kapasitasnya, sehingga tanah menjadi jenuh air dan getaran–getaran
tanah yang diakibatkan oleh seismisitas atau kendaraan berat. (Noor, Geologi Untuk
Perencanaan, 2011)
2.2.5 Erosi
Erosi adalah proses pengikisan yang terjadi pada batuan maupun hasil pelapukan
batuan (tanah) oleh media air, angin, maupun es/gletser. Berdasarkan bentuk dan
ukurannya, erosi dapat dibagi menjadi 5 (lima), yaitu:
1) Erosi alur (riil erosion) adalah erosi yang berbentuk alur-alur dengan ukuran lebar
lembahnya berkisar antara beberapa milimeter hingga beberapa centimeter.
2) Erosi lembar (sheet erosion) adalah erosi yang berbentuk lembaran dengan ukuran
sesuai dengan bidang yang dierosi.
3) Erosi drainase (travine erosion) adalah erosi yang berbentuk saluran dengan ukuran
lebar lembahnya berkisar antara beberapa centimeter hingga satu meter.
4) Erosi saluran (gully erosion) adalah erosi yang berbentuk saluran dengan ukuran
lebar lembahnya lebih besar satu meter hingga beberapa meter.
5) Erosi lembah (valley erosion) adalah erosi yang berbentuk lembah dengan ukuran
lebar lembahnya diatas sepuluh meter.
Dampak dari erosi adalah menurunnya produktivitas lahan pertanian, menurunnya
kualitas air, memabawa bahan kimia penyebab pencemaran, dan mengurangi kapasitas
sungai/saluran air dan waduk.
BESARNYA EROSIE = R K LS C P
E = banyaknya tanah yang tererosi satuan luas/waktu
R = faktor erosivitas hujan dan aliran permukaan
K = faktor erodibilitas tanah
LS = panjang kemiringan lereng
C = faktor tanaman penutup
P = tindakan konservasi
§
2.2.6 Kawasan Lindung
Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama
melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber
daya buatan. Termasuk dalam kawasan lindung ialah kawasan rawan bencana alam,
terdiri atas:
• kawasan rawan tanah longsor;
• kawasan rawan gelombang pasang; dan
• kawasan rawan banjir.
2.3 Analisis Problem Solving
Berdasarkan kondisi tanah di Kelurahan Sadeng dapat menimbulkan terjadinya
tanah longsor. Jenis tanah yang terdapat di kelurahan tersebut adalah tanah lempung
(tanah liat). Tanah tidak cocok dijadikan kawasan pertanian karena kondisi tanahnya
rentan dengan masalah ambelsan dan tanahnya kurang subur. Oleh karena itu,
pembangunan perumahan di kelurahan tersebut haruslah menggunakan sistem cluster
dan ketinggian antar tiang pancang disesuaikan dengan kedalaman tanah.
Sedangkan daerah rawan longsor di Kelurahan Sadeng terletak di daerah tebing di
atas akses jalan utama yang di bawahnya juga terdapat permukiman penduduk. Tanah
Longsor disini terjadi akibat beberapa hal. Pertama, tidak adanya penutup lahan di atas
tebing tersebut, sehingga tidak ada yang menahan tanah ketika air hujan mengikis.
Kedua, jenis tanah yang merupakan tanah liat yang memiliki sifat apabila terkena air
akan menjadi lempung. Air dalam lempung ini lama kelamaan akan membuat massa
tanah bertambah, sehingga pada akhirnya tanah pun amblas dan menyebabkan longsor.
Dari identifikasi kondisi, dapat diperkirakan apabila terjadi hujan yang cukup
lebar, sangat mungkin longsor kembali terjadi. Akibatnya, longsoran tanah ini akan
menutupi badan jalan utama dan juga jatuh ke rumah-rumah warga yang berada di
bagian bawah. Kejadian seperti ini dapat menimbulkan banyak kerugian baik materiil
maupun nonmateriil. Beberapa di antaranya ialah terganggunya akses transportasi
penduduk yang dapat menghambat aktivitas. Kemudian kerugian materiil berupa barang
atau bagian rumah serta jalan yang rusak yang dalam perbaikan dan perawatan di masa
selanjutnya membutuhkan biaya.
BAB IIIKESIMPULAN DAN REKOMENDASI
3.1 Kesimpulan
Kelurahan Sadeng, Kecamatan Gunung Pati, merupakan daerah yang memiliki sumber
daya tanah berupa tanah bergerak. Selain itu Kelurahan Sadeng juga memiliki daerah
rawan longsor. Daerah rawan longsor ini merupakan sebuah tebing yang terletak diatas
jalan utama dan di bawahnya terdapat permukiman penduduk. Tanah longsor terjadi
karena tidak adanya penutup lahan di atas terbing tersebut. Selain itu, juga karena jenis
tanahnya yang berupa tanah liat. Kelerengan yang curam juga menjadi faktor penyebab
terjadinya longsor di daerah ini. Jika terjadi hujan cukup lebat, banyak kerugian yang
materiil maupun materiil yang dirasakan baik pemerintah maupun warga.
Untuk mengatasi permasalahan tanah di Kelurahan Sadeng ini diperlukan usaha
dari semua pihak, baik pemerintah maupun masyarakat. Membuat terasering dan
membeton jalan utama merupakan beberapa usaha yang telah dilakukan pemerintah.
Selain itu, diperlukan partisapasi warga sekitar untuk membuat bronjong yang terbuat
dari kawat yang cara pemakaiannya dengan mengumpulkan batu–batuan besar yang
diikat guna menahan longsoran.
3.2 Rekomendasi
Dalam menanggulangi tanah longsor dan tanah bergerak rekomendasi yang
diberikan adalah:
a. Membuat terasering di kawasan perbukitan yang berlereng terjal.
b. Membuat bronjong, terbuat dari kawat yang cara pemakaiannya dengan
mengumpulkan batu–batuan besar yang diikat.
c. Membeton jalan utama.
d. Menetapkan daerah tersebut menjadi kawasan lindung rawan bencana alam.
Pada poin rekomendasi penetapan daerah menjadi daerah kawasan lindung rawan
bencana artinya tidak diizinkan bagi penduduk sekitar untuk membangun permukiman
di daerah tersebut karena terlalu beresiko. Bagi penduduk yang sudah memiliki tempat
tinggal di daerah tersebut dapat direlokasikan ke daerah yang lebih aman. Disini peran
pemerintah dalam membuat kebijakannya sangat diperlukan, yaitu dalam mencari
alternatif lokasi yang aman bagi tempat bermukim penduduk yang baru serta
menyediakan segala akomodasi dalam prosesnya.