studi kasus pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir berbasis

58

Upload: doandan

Post on 12-Jan-2017

240 views

Category:

Documents


10 download

TRANSCRIPT

Page 1: Studi Kasus Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir Berbasis
Page 2: Studi Kasus Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir Berbasis

Koleksi DokumenProyek Pesisir1997 - 2003

Kutipan: Knight, M. dan S. Tighe, (editor) 2003. Koleksi Dokumen Proyek Pesisir 1997-2003;Coastal Resources Center, University of Rhode Island, Narragansett, Rhode Island,USA. (5 Seri, 30 Buku, 14 CR-ROM).

Page 3: Studi Kasus Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir Berbasis

2

elama lebih dari 30 tahun terakhir, telah terdapat ratusan program —baik internasional,nasional maupun regional— yang diprakarsai oleh pemerintah, serta berbagaiorganisasi dan kelompok masyarakat di seluruh dunia, dalam upaya menatakelolaekosistem pesisir dan laut dunia secara lebih efektif. USAID (The United States Agency

for International Development) merupakan salah satu perintis dalam kerja sama dengan negara-negara berkembang untuk meningkatkan pengelolaan ekosistem wilayah pesisir sejak tahun 1985.

Berdasarkan pengalamannya tersebut, pada tahun 1996, USAID memprakarsai ProyekPengelolaan Sumberdaya Pesisir (Coastal Resources Management Project—CRMP) atau dikenalsebagai Proyek Pesisir, sebagai bagian dari program Pengelolaan Sumberdaya Alam (NaturalResources Management Program). Program ini direncanakan dan diimplementasikan melalui kerjasama dengan Pemerintah Indonesia melalui Badan Perencanaan Pembangunan Nasional(BAPPENAS), dan dengan dukungan Coastal Resources Center University of Rhode Island (CRC/URI) di Amerika Serikat. Kemitraan USAID dengan CRC/URI merupakan kerja sama yang amatpenting dalam penyelenggaraan program-program pengelolaan sumberdaya pesisir di berbagainegara yang didukung oleh USAID selama hampir dua dasawarsa. CRC/URI mendisain danmengimplementasikan program-program lapangan jangka panjang yang bertujuan membangunkapasitas menata-kelola wilayah pesisir yang efektif di tingkat lokal dan nasional. Lembaga inijuga melaksanakan analisis dan berbagi pengalaman tentang pembelajaran yang diperoleh daridan melalui proyek-proyek lapangan, lewat program-program pelatihan, publikasi, dan partisipasidi forum-forum internasional.

Ketika CRC/URI memulai aktivitasnya di Indonesia sebagai mitra USAID dalam programpengelolaan sumberdaya pesisirnya (CRMP, atau dikenal dengan Proyek Pesisir), telah adabeberapa program pengelolaan pesisir dan kelautan yang sedang berjalan. Program-programtersebut umumnya merupakan proyek besar, sebagian kecil di antaranya telah mencapai tahapimplementasi. CRC/URI mendisain Proyek Pesisir untuk lebih berorientasi pada implementasidalam mempromosikan pengelolaan wilayah pesisir dan tujuan-tujuan strategis USAID, sepertipengembangan ekonomi dan keamanan pangan, perlindungan kesehatan masyarakat, pencegahankonflik, demokrasi partisipatoris, dan perlindungan kelestarian lingkungan melalui pengelolaansumberdaya pesisir dan air.

Kegiatan Proyek Pesisir menempatkan Indonesia di garis depan pengembangan model baru danpeningkatan informasi baru yang bermanfaat bagi Indonesia sendiri dan negara-negara lain didunia dalam hal pengelolaan sumberdaya pesisir. Sebagai negara keempat terbesar di dunia,dengan kurang lebih 60 persen dari 230 juta penduduknya tinggal di dalam radius 50 kilometerdari pesisir, Indonesia secara sempurna berada pada posisi untuk mempengaruhi danmemformulasikan strategi-strategi pengembangan pengelolaan pesisir negara-negara berkembangdi seluruh dunia. Indonesia juga merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan lebih dari17.500 pulau, 81.000 kilometer garis pantai, dan Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) seluas 5,8 juta

S

Koleksi Proyek Pesisir–Kata Pengantar

Page 4: Studi Kasus Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir Berbasis

3

ver the past 30 years, there have been hundreds of international, national andsub-national programs initiated by government, organizations and citizen groupsthat attempted to more effectively govern the world’s coastal and marine ecosys-

tems. Among these efforts, the U.S. Agency for International Development (USAID)has been a pioneer since 1985 in working with developing countries to improve the managementof their coastal ecosystem to benefit coastal people and their environment.

Building on its experience, as part of its Natural Resources Management Program, USAID initi-ated planning for the Indonesia Coastal Resources Management Project (CRMP, or Proyek Pesisir)in 1996. This program was planned and implemented in cooperation with the Government ofIndonesia through its National Development Planning Agency (BAPPENAS) and with the supportof the Coastal Resources Center at the University of Rhode Island (CRC/URI) in the United States.USAID’s partnership with CRC/URI has been central to the delivery of coastal resources manage-ment programs to numerous USAID-supported countries for almost two decades. CRC/URI de-signs and implements long-term field programs that work to build the local and national capacity toeffectively practice coastal governance. It also carries out analyses and shares experiences drawnfrom within and across field projects. These lessons learned are disseminated worldwide throughtraining programs, publications and participation in global forums.

When CRC/URI initiated work in Indonesia as a partner with USAID in its international CoastalResources Management Program, there were numerous marine and coastal programs alreadyongoing. These were typically large planning projects; few projects had moved forward into “on-the-ground” implementation. CRC/URI designed Indonesia’s CRMP to be “implementation ori-ented” in promoting coastal governance and the USAID strategic goals of economic developmentand food security, protection of human health, prevention of conflicts, participatory democracy andenvironmental protection through integrated management of coasts and water resources.

The CRMP put Indonesia in the forefront of developing new models and generating new informa-tion useful in Indonesia, and in other countries around the world, for managing coastal resources.Being the fourth largest country in the world, with approximately 60 percent of its 230 millionpeople living within 50 kilometers of the coast, Indonesia is perfectly positioned to influence andshape the coastal management development strategies of other developing countries around theworld. It is the world’s largest archipelago state, with 17,500 islands, 81,000 kilometers of coast-line, and an Exclusive Economic Zone covering 5.8 million square kilometers of sea –more thanthree times its land area. Indonesia is also the richest country in the world in terms of marine bio-

CRMP/Indonesia Collection–Preface

O

Page 5: Studi Kasus Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir Berbasis

4

kilometer laut persegi -lebih tiga kali luas daratannya. Indonesia menjadi negara terkaya di duniadalam hal keragaman hayati (biodiversity). Sumber daya pesisir dan laut Indonesia memiliki artipenting bagi dunia inernasional, mengingat spesies flora dan fauna yang ditemukan di perairantropis Indonesia lebih banyak daripada kawasan manapun di dunia. Sekitar 24 persen dari produksiekonomi nasional berasal dari industri-industri berbasis wilayah pesisir, termasuk produksi gasdan minyak, penangkapan ikan, pariwisata, dan transportasi. Beragam ekosistem laut dan pesisiryang ada menyediakan sumberdaya lestari bagi sebagian besar rakyat Indonesia. Hasil-hasillautnya mencukupi lebih dari 60 persen rata-rata kebutuhan bahan protein penduduk secaranasional, dan hampir 90 persen di sebagian desa pesisir. Masyarakat nelayan pedesaan cenderungmenjadi bagian dari kelompok masyarakat termiskin akibat eksploitasi berlebihan, degradasisumberdaya, serta ketidakmampuan dan kegagalan mereka memanfaatkan sumberdaya pesisirsecara berkelanjutan.

Di bawah bimbingan CRC/URI, Proyek Pesisir, yang berkantor pusat di Jakarta, bekerja samaerat dengan para pengguna sumberdaya, masyarakat, industri, LSM, kelompok-kelompok ilmiah,dan seluruh jajaran pemerintahan. Program-program lapangan difokuskan di Sulawesi Utara,Kalimantan Timur, dan Provinsi Lampung (sebelah selatan Sumatera) ditambah Provinsi Papuapada masa akhir proyek. Selain itu, dikembangkan pula pusat pembelajaran pada Pusat KajianSumberdaya Pesisir dan Lautan (PKSPL) di Institut Pertanian Bogor (IPB), sebagai perguruantinggi yang menjadi mitra implementasi Proyek Pesisir dan merupakan fasil itator dalampengembangan Jaringan Universitas Pesisir Indonesia (INCUNE).

Komponen program CRMP yang begitu banyak dikembangkan dalam 3 (tiga) lingkup strategipencapaian tujuan proyek. Pertama, kerangka kerja yang mendukung upaya-upaya pengelolaanberkelanjutan, telah dikembangkan. Kemudian, ketika proyek-proyek percontohan telah rampung,p en g alam an -p en g alam an d an telad an b ai k d ar i keg iata n -keg ia tan ter seb u td id oku men tasikan dan d ilemb ag akan dalam p emerin tah an, sebagai lembaga yangbertanggung jawab dalam jangka panjang untuk melanjutkan hasil yang sudah ada sekaligusmenambah lokasi baru. Kegiatan ini dilakukan lewat kombinasi perangkat hukum, panduan,dan pelatihan. Kedua, Departemen Kelautan dan Perikanan yang baru berdiri didukung untukmengembangkan peraturan perundangan dan panduan pengelolaan wilayah pesisir nasionaluntuk peng elolaan pesis ir terpadu yang terdesent ralisasi. Pengembangan peraturanperundangan ini dilakukan melalui suatu proses konsultasi publik yang partisipatif, terbuka danmelembaga, yang berupaya mengintegrasikan inisiatif-inisiatif pengelolaan wilayah pesisir secaravertikal dan horisontal. Ketiga, proyek ini mengakui dan berupaya memperkuat peran khas yangdijalankan oleh perguruan tinggi dalam mengisi kesenjangan kapasitas pengelolaan wilayahpesisir.

Strategi-strategi tersebut didasarkan pada prinsip-prinsip:• Partisipasi luas dari berbagai pemangku kepentingan (stakeholders) dan pemberdayaan mereka

dalam pengambilan keputusan• Koordinasi efektif berbagai sektor, antara masyarakat, dunia usaha, dan LSM pada berbagai

tingkatan• Penitikberatan pada pengelolaan yang terdesentralisasi dan kesesuaian antara pengelolaan/

pengaturan di tingkat lokal dan nasional• Komitmen untuk menciptakan dan memperkuat kapasitas organisasi dan sumberdaya

manusia untuk pengelolaan pesisir terpadu yang berkelanjutan• Pembuatan kebijakan yang lebih baik yang berbasis informasi dan ilmu pengetahuan

Di Sulawesi Utara, fokus awal Proyek Pesisir terletak pada pengembangan praktik-praktik terbaikpengelolaan pesisir terpadu berbasis masyarakat, termasuk pembuatan dan implementasi rencanadaerah perlindungan laut (DPL), daerah perlindungan mangrove (DPM), dan pengelolaan pesisirtingkat desa, serta pemantauan hasil-hasil proyek dan kondisi wilayah pesisir. Untuk melembagakankegiatan-kegiatan yang sukses ini, dan dalam rangka memanfaatkan aturan otonomi daerah yangbaru diberlakukan, Proyek Pesisir membantu penyusunan peraturan pengelolaan wilayah pesisir,baik berupa Peraturan Desa, Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten, maupun Perda Provinsi. Selainitu, dikembangkan pula perangkat informasi sebagai alat bagi pengelolaan wilayah pesisir, sepertipembuatan atlas wilayah pesisir. Dalam kurun waktu 18 bulan terakhir, kegiatan perluasan pro-gram (scaling up) juga telah berhasil diimplementasikan di 25 desa pesisir di Kecamatan Likupang

Page 6: Studi Kasus Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir Berbasis

5

diversity. Indonesia’s coastal and marine resources are of international importance with more plantand animal species found in Indonesia’s waters than in any other region of the world. Approxi-mately 24 percent of national economic output is from coastal-based industries such as oil andgas production, fishing, tourism and transportation. Coastal and marine ecosystems provide sub-sistence resources for many Indonesians, with marine products comprising on average more than60 percent of the protein intake by people, and nearly 90 percent in some coastal villages. Ruralcoastal communities tend to be among the poorest because of overexploitation and degradationof resources resulting from their inability to sustainably and successfully plan for and manage theircoastal resources.

Under the guidance of CRC/URI, the Jakarta-based CRMP worked closely with resource users,the community, industry, non-governmental organizations, academic groups and all levels of gov-ernment. Field programs were focused in North Sulawesi, East Kalimantan, and Lampung Prov-ince in South Sumatra, with an additional site in Papua in the last year of the project. In addition, alearning center, the Center for Coastal and Marine Resources Studies, was established at BogorAgricultural Institute, a CRMP implementation partner and facilitator in developing the eleven-member Indonesia Coastal University Network (INCUNE).

The many components of the CRMP program were developed around three strategies for achiev-ing the project’s goals. First, enabling frameworks for sustained management efforts were devel-oped. Then, as pilot projects were completed, experiences and good practices were docu-mented and institutionalized within government, which has the long-term responsibility to bothsustain existing sites and launch additional ones. This was done through a combination of legalinstruments, guidebooks and training. Second, the new Ministry of Marine Affairs and Fisher-ies (MMAF) was supported to develop a national coastal management law and guidelines fordecentralized integrated coastal management (ICM) in a widely participatory, transparent andnow institutionalized public consultative process that attempted to vertically and horizontally inte-grate coastal management initiatives. Finally, the project recognized and worked to strengthenthe unique role that universities play in fi l l ing the capacity gap for coastal management.

The strategies were based on several important principles:• Broad stakeholder partic ipation and empowerment in decision making• Effective coordination among sectors, between public, private and non-governmental entities

across multiple scales• Emphasis on decentralized governance and compatibility between local and national govern-

ance• Commitment to creating and strengthening human and organizational capacity for sustain-

able ICM• Informed and science-based decis ion making

In North Sulawesi, the early CRMP focus was on developing community-based ICM best prac-tices including creating and implementing marine sanctuaries, mangrove sanctuaries and village-level coastal management plans, and monitoring project results and coastal conditions. In order toinstitutionalize the resulting best practices, and to take advantage of new decentralized authori-ties, the CRMP expanded activities to include the development of village, district and provincialcoastal management laws and information tools such as a coastal atlas. In the last 18 months ofthe project, a scaling-up program was successfully implemented that applied community-basedICM lessons learned from four original village pilot sites to Likupang sub-district (kecamatan) with25 coastal villages. By the end of the project, Minahasa district was home to 25 community coralreef sanctuaries, five mangrove sanctuaries and thirteen localized coastal management plans. In

Page 7: Studi Kasus Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir Berbasis

6

Barat dan Timur. Perluasan program ini dilakukan dengan mempraktikkan berbagai hasilpembelajaran mengenai pengelolaan pesisir terpadu berbasis masyarakat dari 4 lokasi percontohanawal (Blongko, Bentenan, Tumbak, dan Talise). Pada akhir proyek, Kabupaten Minahasa telahmemiliki 25 DPL, 5 DPM, dan 13 rencana pengelolaan pesisir tingkat desa yang telah siapdijalankan. Sulawesi Utara juga telah ditetapkan sebagai pusat regional untuk Program KemitraanBahari berbasis perguruan tinggi, yang disponsori oleh Departemen Kelautan dan Perikanan dandifasilitasi oleh Proyek Pesisir.

Di Kalimantan Timur, fokus dasar Proyek Pesisir adalah pengenalan model pengelolaan pesisirberbasis Daerah Aliran Sungai (DAS), yang menitikberatkan pada rencana pengelolaan terpaduTeluk Balikpapan dan DAS-nya. Teluk Balikpapan merupakan pintu gerbang bisnis dan industriProvinsi Kalimantan Timur. Rencana Pengelolaaan Teluk Balikpapan (RPTB) berbasis DAS yangbersifat interyurisdiksi ini merupakan yang pertama kalinya di Indonesia dan menghasilkan sebuahmodel untuk dapat diaplikasikan oleh pemerintah daerah lainnya. Rencana pengelolaan tersebut,yang dirampungkan dengan melibatkan partisipasi dan konsultasi masyarakat lokal secara luas,dalam implementasinya telah berhasil menghentikan konversi lahan mangrove untuk budidayaudang di sebuah daerah delta, terbentuknya kelompok kerja (pokja) terpadu antarinstansi untukmasalah erosi dan mangrove, terbentuknya sebuah Organisasi Non Pemerintah (Ornop) berbasismasyarakat yang pro aktif, dan jaringan Ornop yang didanai oleh sektor swasta yang berfokuspada isu-isu masyarakat pesisir. Selain itu, telah terbentuk Badan Pengelola Teluk Balikpapan,yang dipimpin langsung oleh Gubernur Kalimantan Timur berikut 3 Bupati (Penajam Paser Utara,Pasir, dan Kutai Kartanegara), dan Walikota Balikpapan. Seluruh kepala daerah tersebut, bersamadengan Menteri Kelautan dan Perikanan RI, ikut menandatangani Rencana Pengelolaan TelukBalikpapan tersebut. Rencana Pengelolaan Teluk Balikpapan ini telah mendorong pemerintahdaerah lain untuk memulai program-program serupa. Kalimantan Timur juga telah ditetapkansebagai pusat regional untuk Program Kemitraan Bahari berbasis perguruan tinggi, yang disponsorioleh Departemen Kelautan dan Perikanan, dan difasilitasi oleh Proyek Pesisir.

Di Lampung , kegiatan Proyek Pesisir berfokus pada proses penyusunan rencana dan pengelolaanstrategis provinsi secara partisipatif. Upaya ini menghasilkan Atlas Sumberdaya Pesisir Lampung,yang untuk pertama kalinya menggambarkan kualitas dan kondisi sumberdaya alam suatu provinsimelalui kombinasi perolehan informasi terkini dan masukan dari 270 stakeholders setempat, serta60 organisasi pemerintah dan non pemerintah. Atlas tersebut menyediakan landasan bagipengembangan sebuah rencana strategis pesisir dan progam di Lampung, dan saranapembelajaran bagi Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan (PKSPL) IPB, yang telahmenangani program pengelolaan pesisir di Lampung. Sebagai contoh kegiatan pelaksanaan awaltingkat lokal dari Rencana Strategis Pesisir Provinsi Lampung, dua kegiatan berbasis masyarakattelah berhasil diimplementasikan.Satu berlokasi di Pematang Pasir, dengan titik berat pada praktikbudidaya perairan yang berkelanjutan, dan yang lainnya berlokasi di Pulau Sebesi di Teluk Lampung,dengan fokus pada pembentukan dan pengelolaan daerah perlindungan laut (DPL). Model AtlasSumberdaya Pesisir Lampung tersebut belakangan telah direplikasi oleh setidaknya 9 (sembilan)provinsi lainnya di Indonesia dengan menggunakan anggaran provinsi masing-masing.

Di Papua, pada tahun terakhir Proyek Pesisir, sebuah atlas pesisir untuk kawasan Teluk Bintuni -yang disusun berdasarkan penyusunan Atlas Lampung-telah diproduksi Kawasan ini merupakandaerah yang lingkungannya sangat penting, yang tengah berada pada tahap awal aktivitaspembangunan besar-besaran. Teluk Bintuni berlokasi pada sebuah kabupaten baru yang memilikisumberdaya alam melimpah, termasuk cadangan gas alam yang sangat besar, serta merupakandaerah yang diperkirakan memiliki paparan mangrove terbesar di Asia Tenggara. Prosespenyusunan atlas sumberdaya pesisir kawasan Teluk Bintuni ini dilaksanakan melalui kerja samadengan Ornop lokal, perusahaan minyak BP, dan Universitas Negeri Papua (UNIPA). Kegiatan inimengawali sebuah proses perencanaan partisipatif dan pengelolaan pesisir terpadu, yangmengarah kepada mekanisme-mekanisme perencanaan partisipatif untuk sumberdaya pesisir dikawasan tersebut. Para mitra-mitra lokal telah menunjukkan ketertarikan untuk menggunakanAtlas Teluk Bintuni sebagai rujukan awal (starting point) dalam mengembangkan ‘praktik-praktikterbaik’ mereka sendiri, misalnya pengelolaan pesisir berbasis masyarakat dan pengelolaan telukberbasis DAS bagi Teluk Bintuni.

Page 8: Studi Kasus Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir Berbasis

7

the last few months, due to its significant capacity in coastal management, North Sulawesi wasinaugurated as a founding regional center for the new national university-based Sea PartnershipProgram sponsored by the MMAF and facilitated by the CRMP.

In East Kalimantan, the principal CRMP focus was on introducing a model for watershed-basedcoastal management focusing on developing an integrated coastal management plan for BalikpapanBay and its watershed. Balikpapan Bay is the commercial and industrial hub of East KalimantanProvince. The resulting inter-jurisdictional watershed-based Balikpapan Bay Management Plan(BBMP) was the first of its kind in Indonesia and provides a model for other regional governments.The BBMP, completed with extensive local participation and consultation, has already resulted ina moratorium on shrimp mariculture in one delta region, the creation of mangrove and erosioninterdepartmental working groups, a new proactive community-based NGO and a NGO-networksupported by private sector funding that is focused on coastal community issues. The BBMP alsoresulted in the formation of the Balikpapan Bay Management Council, chaired by the ProvincialGovernor and including the heads of three districts (Panajam Paser Utara, Pasir and KutaiKartengara), the Mayor of the City of Balikpapan and the Minister of Marine Affairs and Fisheries,who were all co-signatories to the BBMP. The BBMP has already stimulated other regional gov-ernments to start on similar programs. In the last few months, East Kalimantan was also inaugu-rated as a founding regional center for the new national university-based Sea Partnership Pro-gram sponsored by the MMAF and facilitated by the CRMP.

In Lampung, the CRMP focused on establishing a participatory provincial strategic planning andmanagement process. This resulted in the ground-breaking Lampung Coastal Resources Atlas,which defines for the first time the extent and condition of the province’s natural resources througha combination of existing information and the input of over 270 local stakeholders and 60 govern-ment and non-government organizations. The atlas provided the foundation for the developmentof a Lampung coastal strategic plan and the program served as a learning site for Bogor Agricul-tural Institute’s Center for Coastal and Marine Resources Studies that has since adopted themanagement of the Lampung coastal program. As a demonstration of early local actions under theLampung Province Coastal Strategic Plan, two community-based initiatives - one in PematangPasir with an emphasis on sustainable aquaculture good practice, and the other on Sebesi Islandin Lampung Bay focused on marine sanctuary development and management - were implemented.The atlas model was later replicated by at least nine other provinces using only provincial govern-ment funds.

In Papua, in the final year of Proyek Pesisir, a coastal atlas based upon the Lampung atlas formatwas produced for Bintuni Bay, an environmentally important area that is in the early stages ofmajor development activities. Bintuni Bay is located within the newly formed Bintuni District that isrich in natural resources, including extensive natural gas reserves, and perhaps the largest con-tiguous stand of mangroves in Southeast Asia. The atlas development process was implementedin cooperation with local NGOs, the petroleum industry (BP) and the University of Papua andbegan a process of participatory planning and integrated coastal management that is leading tomechanisms of participatory planning for the coastal resources in the area. Local partners haveexpressed their interest in using the Bintuni Bay atlas as a starting point for developing their ownset of “best practices” such as community-based coastal management and multi-stakeholder,watershed-based bay management for Bintuni Bay.

Page 9: Studi Kasus Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir Berbasis

8

Pengembangan Universitas merupakan aspek penting dari kegiatan Proyek Pesisir dalammengembangkan pusat keunggulan pengelolaan pesisir melalui sistem Perguruan Tinggi di Indo-nesia, dan memanfaatkan pusat ini untuk membangun kapasitas universitas-universitas lain diIndonesia. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Laut (PKSPL) yang dikembangkan di InstitutPertanian Bogor (IPB) telah dipilih sebagai mira utama, mengingat posisinya sebagai institusipengelolaan sumberdaya alam utama di Indonesia. Selain mengelola Lampung sebagai daerahkajian, PKSPL-IPB mendirikan perpustakaan sebagai referensi pengelolaan pesisir terpadunasional, yang terbuka bagi para mahasiswa dan kalangan profesional, serta menyediakan layananpeminjaman perpustakaan antaruniversitas untuk berbagai perguruan tinggi di Indonesia (situsweb: http://www.indomarine.or.id). PKSPL-IPB telah memprakarsai lokakarya tahunan pembelajaranpengelolaan pesisir terpadu, penerbitan jurnal pesisir nasional, serta bekerja sama dengan ProyekPesisir mengadakan Konferensi Nasional (KONAS) Pengelolaan Pesisir Terpadu, yang kini menjadiajang utama bagi pertukaran informasi dan studi kasus pengelolaan pesisir terpadu di Indonesia.Kegiatan dua tahunan tersebut dihadiri 600 peserta domestik dan internasional. Berdasarkanpengalaman positif dengan IPB dan PKSPL tersebut, telah dibentuk sebuah jaringan universitasyang menangani masalah pengelolaan pesisir yaitu INCUNE (Indonesian Coastal UniversitiesNetwork), yang beranggotakan 11 universitas. Jaringan ini menyatukan universitas-universitas diwilayah pesisir di seluruh Indonesia, yang dibentuk dengan tujuan untuk pertukaran informasi,riset, dan pengembangan kapasitas, dengan PKSPL-IPB berperan sebagai sekretariat. SelainINCUNE, Proyek Pesisir juga memegang peranan penting dalam mengembangkan ProgramKemitraan Bahari (PKB) di Indonesia, mengambil contoh keberhasilan Program Kemitraan Bahari(Sea Grant College Program) di Amerika Serikat. Program ini mencoba mengembangkan kegiatanpenjangkauan, pendidikan, kebijakan, dan riset terapan wilayah pesisir di berbagai universitaspenting di kawasan pesisir Indonesia. Program Kemitraan Bahari menghubungkan universitas didaerah dengan pemerintah setempat melalui isu-isu yang menyentuh kepentingan pemerintahlokal dan masyarakat, serta berupaya mengatasi kesenjangan dalam kapasitas perorangan dankelembagaan di daerah.

Proyek Pesisir mengembangkan usaha-usaha di tingkat nasional untuk memanfaatkan peluang-peluang baru yang muncul, seiring diberlakukannya Undang-Undang tentang Otonomi Daerah.Pada periode 2000-2003, Proyek Pesisir bekerja sama dengan Departemen Kelautan danPerikanan, BAPPENAS, instansi nasional lainnya, pemerintah daerah, lembaga swadayamasyarakat (LSM), dan perguruan tinggi dalam menyusun rancangan undang-undang pengelolaanwilayah pesisir (RUU PWP). Rancangan undang-undang ini merupakan salah satu rancanganundang-undang yang disusun secara partisipatif dan transparan sepanjang sejarah Indonesia.Saat ini RUU tersebut sedang dipertimbangkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). RUU disusunberbasis insentif dan bertujuan untuk mendukung pemerintah daerah, LSM, dan masyarakat lokaldalam memperoleh hak-hak mereka yang berkaitan dengan isu-isu desentralisasi daerah dalampengelolaan pesisir. Dukungan lain yang diberikan Proyek Pesisir kepada Departemen Kelautandan Perikanan adalah upaya mengembangkan kapasitas dari para staf, perencanaan strategis,dan dibentuknya program baru yang bersifat desentralistik seperti Program Kemitraan Bahari.

Koleksi dokumen dan bahan bacaan ini bertujuan untuk mendokumentasikan pengalaman-pengalaman Proyek Pesisir dalam mengelola wilayah pesisir, memberikan kesempatan yang lebihluas kepada publik untuk mengaksesnya, serta untuk mentransfer dokumen tersebut kepada seluruhmitra, rekan kerja, dan sahabat-sahabat Proyek Pesisir di Indonesia. Produk utama dari koleksi iniadalah Pembelajaran dari Dunia Pengelolaan Pesis ir di Indonesia, yang dibuat dalam bentukCompact Disc-Read Only Memory (CD-ROM), berisikan gambaran umum mengenai Proyek Pesisirdan produk-produk penting yang dihasilkannya. Adapun Koleksi Proyek Pesisir ini terbagi kedalam5 tema, yaitu:

• Seri Reformasi Hukum, berisikan pengalaman dan panduan Proyek Pesisir tentang prosespenyusunan rancangan undang-undang/peraturan kabupaten, provinsi, dan nasional yangberbasis masyarakat, serta kebijakan tentang pengelolaan pesisir dan batas laut

• Seri Pengelolaan Wilayah Pesis ir Regional, berisikan pengalaman, panduan, dan rujukanProyek Pesisir mengenai Perencanaan dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS), profilatlas dan geografis pesisir Lampung, Balikpapan, Sulawesi Utara, dan Papua

Page 10: Studi Kasus Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir Berbasis

9

University development was an important aspect of the CRMP, and the marine center at BogorAgricultural Institute, the premier natural resources management institution in Indonesia, was itsprimary partner, and was used to develop capacity in other universities. In addition to managingthe Lampung site, the Center for Coastal and Marine Resources Studies established a nationalICM reference library that is open to students and professionals, and provides an inter-universitylibrary loan service for other universities in Indonesia (Website: http://www.indomarine.or.id). TheCenter initiated an annual ICM learning workshop, a national peered-reviewed coastal journal andworked with the CRMP to establish a national coastal conference that is now the main venue forexchange of information and case studies on ICM in Indonesia, drawing over 600 Indonesian andinternational participants to its bi-annual meeting. Building from the positive experience with Bogorand its marine center, an Indonesia-wide network of 11 universities (INCUNE) was developed thattied together key coastal universities across the nation for information exchange, academic re-search and capacity development, with the Center for Coastal and Marine Resources Studiesserving as the secretariat. In addition to INCUNE, the CRMP was instrumental in developing thenew Indonesia Sea Partnership Program, modeled after the highly successful U.S. Sea GrantCollege Program, that seeks to develop coastal outreach, education, policy and applied researchactivities in key regional coastal universities. This program, sponsored by MMAF, connects re-gional universities with local governments and other stakeholders through issues that resonatewith local government and citizens, and addresses the gap of human and institutional capacity inthe regions.

National level efforts expanded to take advantage of new opportunities offered by new laws onregional autonomy. From 2000 to 2003, the CRMP worked closely with the Ministry of MarineAffairs and Fisheries, the National Development Planning Agency (BAPPENAS), other nationalagencies, regional government partners, NGOs and universities to develop a new national coastalmanagement law. The National Parliament is now considering this law, developed through one ofthe most participatory and transparent processes of law development in the history of Indonesia.The draft law is incentive-based and focuses on encouraging local governments, NGOs and citi-zens to assume their full range of coastal management authority under decentralization on issuesof local and more-than-local significance. Other support was provided to the MMAF in developingtheir own organization and staff, in strategic planning, and in creating new decentralized programssuch as the Sea Partnership Program.

The collection of CRMP materials and resources contained herein was produced to document andmake accessible to a broader audience the more recent and significant portion of the CRMP’sconsiderable coastal management experience, and especially to facilitate its transfer to our Indo-nesian counterparts, colleagues and friends. The major product is Learning From the World ofCoastal Management in Indonesia , a CD-ROM that provides an overview of the CRMP (ProyekPesisir) and its major products. The collection is organized into five series related to generalthemes. These are:

• Coastal Legal Reform Series, which includes the experience and guidance from the CRMPregarding the development of community-based, district, provincial and national laws and poli-cies on coastal management and on marine boundaries

• Regional Coastal Management Series, which includes the experience, guidance and refer-ences from the CRMP regarding watershed planning and management, and the geographicaland map profiles from Lampung, Balikpapan, North Sulawesi and Papua

Page 11: Studi Kasus Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir Berbasis

10

• Seri Pengelolaan Wilayah Pesisir Berbasis Masyarakat, berisikan pengalaman dan panduanProyek Pesisir dan desa-desa percontohannya di Sulawesi Utara mengenai keberhasilankegiatan, serta proses pelibatan masyarakat dalam pengelolaan pesisir

• Seri Perguruan Tinggi, berisikan pengalaman, panduan, dan rujukan Proyek Pesisir danPKSPL-IPB mengenai peranan dan keberhasilan perguruan tinggi dalam pengelolaan pesisir

• Seri Pemantauan Pesis ir, berisikan pengalaman, panduan, dan rujukan Proyek Pesisirmengenai pemantauan sumberdaya pesisir oleh masyarakat dan pemangku kepentingan,khususnya pengalaman dari Sulawesi Utara

Kelima seri ini berisikan berbagai Studi Kasus, Buku Panduan, Contoh-contoh , dan Katalogdalam bentuk hardcopy dan softcopy (CD-ROM), tergantung isi setiap topik dan pengalaman dariproyek. Material dari seri-seri ini ditampilkan dalam Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris.Sedianya, sebagian besar dokumen akan tersedia baik dalam Bahasa Indonesia maupun Inggris.Namun karena keterbatasan waktu, hingga saat koleksi ini dipublikasikan, belum semua dokumendapat ditampilkan dalam dua bahasa tersebut. Masing-masing dokumen dalam tiap seri berbeda,tetapi fungsinya saling mendukung satu sama lain, yaitu:

• Studi Kasus, mendokumentasikan pengalaman Proyek Pesisir, dibuat secara kronologis padahampir semua kasus, dilengkapi dengan pembahasan dan komentar mengenai proses danalasan terjadinya berbagai hal yang dilakukan. Dokumen ini biasanya berisikan rekomendasi-rekomendasi umum dan pembelajaran, dan sebaiknya menjadi dokumen yang dibaca terlebihdahulu pada tiap seri yang disebutkan di atas, agar pembaca memahami topik yang disampaikan.

• Panduan, memberikan panduan mengenai proses kegiatan kepada para praktisi yang akanmereplikasi atau mengadopsi kegiatan-kegiatan yang berhasil dikembangkan Proyek Pesisir.Mereka akan merujuk pada Studi Kasus dan Contoh-contoh, dan sebaiknya dibaca setelahdokumen Studi Kasus atau Contoh-contoh.

• Contoh-contoh, berisikan pencetakan ulang atau sebuah kompilasi dari material-material terpilihyang dihasilkan atau dikumpulkan oleh proyek untuk suatu daerah tematik tertentu. Dalamdokumen ini terdapat pendahuluan ringkas dari setiap contoh-contoh yang ada serta sumberberikut fungsi dan perannya dalam kelima seri yang ada. Dokumen ini terutama digunakansebagai rujukan bagi para praktisi, serta digunakan bersama-sama dengan dokumen StudiKasus dan Panduan, sehingga hendaknya dibaca setelah dokumen lainnya.

• Katalog, berisikan daftar atau data yang dihasilkan pada daerah tematik dan telah disertakanke dalam CD-ROM .

• CD-ROM, berisikan file elektronik dalam format aslinya, yang berfungsi mendukung dokumen-dokumen lainya seperti diuraikan di atas. Isi CD-ROM tersebut bervariasi tiap seri, dan ditentukanoleh penyunting masing-masing seri, sesuai kebutuhan.

Beberapa dokumen dari Koleksi Dokumen Proyek Pesisir ini dapat diakses melalui internet disitus Coastal Resources Center (http://www.crc.uri.edu), PKSPL-IPB (http://www.indomarine.or.id),dan Proyek Pesisir (http://www.pesisir.or.id).

Pengantar ini tentunya belum memberikan gambaran detil mengenai seluruh kegiatan, pekerjaan,dan produk-produk yang dihasilkan Proyek Pesisir selama tujuh tahun programnya. Karena itu,kami mempersilakan pembaca untuk dapat lebih memahami seluruh komponen dari koleksidokumen ini, sembari berharap bahwa koleksi ini dapat bermanfaat bagi para manajer pesisir,praktisi, ilmuwan, LSM, dan pihak-pihak terkait lainnya dalam meneruskan model-model dankerangka kerja yang telah dikembangkan oleh Proyek Pesisir dan mitra-mitranya. Kami amatoptimis mengenai masa depan pengelolaan pesisir di Indonesia, dan bangga atas kerja samayang baik yang telah terjalin dengan seluruh pihak selama program ini berlangsung. Kami jugagembira dan bangga atas diterbitkannya Koleksi Dokumen Proyek Pesisir ini.

Page 12: Studi Kasus Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir Berbasis

11

• Community-Based Coastal Resource Management Series, which includes the experience,and guidance from the CRMP and its North Sulawesi villages regarding best practices and theprocess for engaging communities in coastal stewardship

• Coastal University Series, which includes the experience, guidance and references from theCRMP and the Center for Coastal and Marine Resources Studies regarding the role and ac-complishments of universities in coastal management

• Coastal Monitoring Series, which includes the experience, guidance and references from theCRMP regarding community and stakeholder monitoring of coastal resources, primarily fromthe North Sulawesi experience

These five series contain various Case Studies, Guidebooks, Examples and Catalogues inhard copy and in CD-ROM format, depending on the content of the topic and experience of theproject. They are reproduced in either the English or Indonesian language. Most of the materials inthis set will ultimately be available in both languages but cross-translation on some documentswas not complete at the time of publishing this set. The individual components serve different, butcomplementary, functions:

• Case Studies document the CRMP experience, chronologically in most cases, with some dis-cussion and comments on how or why things occurred as they did. They usually contain gen-eral recommendations or lessons learned, and should be read first in the series to orient thereader to the topic.

• Guidebooks are “How-to” guidance for practitioners who wish to replicate or adapt the bestpractices developed in the CRMP. They will refer to both the Case Studies and the Examples,so should be read second or third in the series.

• Examples are either exact reprints of key documents, or a compilation of selected materialsproduced by the project for the thematic area. There is a brief introduction before each exampleas to its source and role in the series, but they serve primarily as a reference to the practitioner,to be used with the Case Studies or Guidebooks, and so should be read second or third in theseries.

• Catalogues include either lists or data produced by the project in the thematic area and havebeen included on the CD-ROMs.

• CD-ROMs include the electronic files in their original format that support many of the otherdocuments described above. The content of the CD-ROMs varies from series to series, andwas determined by the individual series editors as relevant.

Several of the documents produced in this collection of the CRMP experiences are also availableon the Internet at either the Coastal Resources Center website (http://www.crc.uri.edu), the BogorAgricultural Institute website (http://www.indomarine.or.id) and the Proyek Pesisir website (http://www.pesisir.or.id).

This preface cannot include a detailed description of all activities, work, products and outcomesthat were achieved during the seven-year CRMP program and reflected in this collection. Weencourage you to become familiar with all the components of the collection, and sincerely hope itproves to be useful to coastal managers, practitioners, scientists, NGOs and others engaged infurthering the best practices and frameworks developed by the USAID/BAPPENAS CRMP and itscounterparts. We are optimistic about the future of coastal management in Indonesia, and havebeen proud to work together during the CRMP, and in the creation of this collection of CRMP(Proyek Pesisir) products.

Page 13: Studi Kasus Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir Berbasis

12

Dalam kesempatan ini, kami ingin menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada seluruhmitra di Indonesia, Amerika Serikat, dan negara-negara lainnya, yang telah memberikan dukungan,komitmen, semangat, dan kerja keras mereka dalam membantu menyukseskan Proyek Pesisir dansegenap kegiatannya selama 7 tahun terakhir. Tanpa partisipasi, keberanian untuk mencoba hal yangbaru, dan kemauan untuk bekerja bahu-membahu -baik dari pihak pemerintah, LSM, universitas,masyarakat, dunia usaha, para ahli, dan lembaga donor-’keluarga besar’ pengelolaan pesisir Indone-sia tentu tidak akan mencapai kemajuan pesat seperti yang ada sekarang ini.

Dr. An ne Patterson Maurice KnightDirektur Chief of PartyKantor Pengelolaan Sumber Daya Alam Proyek PesisirU.S. Agency for International Development/ Coastal Resources CenterIndonesia (USAID) University of Rhode Island

Dr. Widi A. Pratikto Dr. Dedi M.M. RiyadiDirektur Jenderal Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Deputi Menteri Negara PerencanaanDepartemen Kelautan dan Perikanan Pembangunan Nasional/Kepala BAPPENASRepublik Indonesia Bidang Sumberdaya Alam dan

Lingkungan Hidup

25 Agustus 2003

Page 14: Studi Kasus Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir Berbasis

13

We would like to acknowledge and extend our deepest appreciation to all of our partners in Indo-nesia, the USA and other countries who have contributed their support, commitment, passion andeffort to the success of CRMP and its activities over the last seven years. Without your participa-tion, courage to try something new, and willingness to work together –government, NGOs, univer-sities, communities, private sector, experts and donors– the Indonesian coastal family could nothave grown so much stronger so quickly.

Dr. An ne Patterson Maurice KnightDirector Chief of PartyOffice of Natural Resources Management Indonesia Coastal ResourcesU.S. Agency for International Management ProjectDevelopment/ Indonesia Coastal Resources Center

University of Rhode Island

Dr. Widi A. Pratikto Dr. Dedi M.M. RiyadiDirector General for Coasts and Deputy Minister/Deputy Chairman forSmall Island Affairs Natural Resources and EnvironmentIndonesia Ministry of Marine Affairs Indonesia National Developmentand Fisheries Planning Agency

August 25, 2003

Page 15: Studi Kasus Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir Berbasis

14

DAFTAR KOLEKSI DOKUMEN PROYEK PESISIR 1997 - 2003CONTENT OF CRMP COLLECTION 1997 - 2003

Yang tercetak tebal adalah dokumen yang tersedia sesuai bahasanyaBold print indicates the language of the document

PEMBELAJARAN DARI PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DI INDONESIALEARNING FROM THE WORLD OF COASTAL MANAGEMENT IN INDONESIA

1. CD-ROM Latar Belakang Informasi dan Produk-produk Andalan Proyek PesisirCD-ROM Background Information and Principle Products of CRMP

SERI REFORMASI HUKUMCOASTAL LEGAL REFORM SERIES

1. Studi Kasus Penyusunan RUU Pengelolaan Wilayah PesisirCase Study Developing a National Law on Coastal Management

2. Studi Kasus Penyusunan Perda Minahasa Pengelolaan Sumberdaya WIlayahPesisir Terpadu Berbasis Masyarakat

Case Study Developing a District Law in Minahasa on Community-BasedIntegrated Coastal Management

3. Studi Kasus Batas Wilayah Laut Provinsi Sumatera Selatan dan Provinsi Bangka-Belitung

Case Study The Marine Boundary Between the Provinces of South Sumatera andBangka-Bilitung

4. Studi Kasus Konsultasi Publik dalam Penyusunan RUUCase Study A Public Consultation Strategy for Developing National Laws

5. Panduan Penentuan Batas Wilayah Laut Kewenangan Daerah MenurutUndang-Undang No.22/1999

Guidebook Determining Marine Boundaries under Regional Authority Pursuant toNational Law No. 22/1999

6. Contoh Proses Penyusunan Peraturan Perundangan PengelolaanSumberdaya Wilayah Pesisir

Example The Process of Developing Coastal Resource Management Laws

7. Contoh Dokumen-dokumen Pendukung dari Peraturan PerundanganPengelolaan WIlayah Pesisir

Example Examples from the Development of Coastal Management Laws

8. CD-ROM Dokumen-dokumen Pilihan dalam Peraturan PerundanganPengelolaan Wilayah Pesisir

CD-ROM Selected Documents from the Development of Coastal ManagementLaws

9. CD-ROM Pengesahan Perda Minahasa Pengelolaan Sumberdaya WilayahPesisir Terpadu Berbasis Masyarakat

CD-ROM Enactment of a District Law in Minahasa on Community-Based Inte-grated Coastal Management

Page 16: Studi Kasus Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir Berbasis

15

SERI PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAERAHREGIONAL COASTAL MANAGEMENT SERIES

1. Panduan Penyusunan Atlas Sumberdaya Wilayah PesisirGuidebook Developing A Coastal Resources Atlas

2. Contoh Program Pengelolaan WIlayah Pesisir di LampungExample Lampung Coastal Management Program

3. Contoh Rencana Strategis Pengelolaan Terpadu Teluk Balikpapan dan Peta-peta Pilihan

Example Balikpapan Bay Integrated Management Strategic Plan and Volumeof Maps

4. Contoh Atlas Sumberdaya Wilayah Pesisir PilihanExample Selected Compilation of Coastal Resources Atlases

5. CD-ROM Rencana Strategis Pengelolaan Terpadu Teluk BalikpapanCD-ROM Balikpapan Bay Integrated Management Strategic Plan

6. Katalog Database SIG dari Atlas Lampung (Edisi Terbatas, dengan 2 CD)Catalogue Lampung Atlas GIS Database (Limited Edition, with 2 CDs)

7. Katalog Database SIG dari Atlas Minahasa, Manado dan Bitung (EdisiTerbatas, dengan 2 CD)

Catalogue Minahasa, Manado and Bintung Atlas GIS Database (with 2 CDs)(Limited Edition, with 2 CDs)

8. Katalog Database SIG dari Atlas Teluk Bintuni (Edisi Terbatas, dengan 2 CD)Catalogue Bintuni Bay Atlas GIS Database (Limited Edition,with 2 CDs)

9. Katalog Database SIG dari Teluk Balikpapan (Edisi Terbatas, dengan 1CD)Catalogue Balikpapan Bay GIS Database (Limited Edition, with 1 CDs)

SERI PENGELOLAAN SUMBERDAYA WILAYAH PESISIR BERBASIS MASYARAKATCOMMUNITY-BASED COASTAL RESOURCES MANAGEMENT SERIES

1. Studi Kasus Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir Berbasis Masyarakat diSulawesi Utara

Case Study Community Based Coastal Resources Management in North Sulawesi

2. Panduan Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir Berbasis MasyarakatGuidebook Community Based Coastal Resources Management

3. Panduan Pembentukan dan Pengelolaan Daerah Perlindungan Laut BerbasisMasyarakat

Guidebook Developing and Managing Community-Based Marine Sanctuaries

4. Panduan Pembersihan Bintang Laut BerduriGuidebook Crown of Thorns Clean-Ups

5. Contoh Dokumen dari Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir BerbasisMasyarakat di Sulawesi Utara

Example Documents from Community-Based Coastal Resources Managementin North Sulawesi

6. CD-ROM Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir Berbasis MasyarakatCD-ROM Community-Based Coastal Resources Management

Page 17: Studi Kasus Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir Berbasis

16

SERI PERGURUAN TINGGI KELAUTANCOASTAL UNIVERSITY SERIES

1. Studi Kasus Pengembangan Program Kemitraan Bahari di IndonesiaCase Study Developing the Indonesian Sea Partnership Program

2. Contoh Pencapaian oleh Proyek Pesisir PKSPL-IPB dan INCUNE (1996-2003)Example Proyek Pesisir’s Achievements in Bogor Agricultural Institute’s Center

for Coastal and Marine Resources Studies and the Indonesian CoastalUniversity Network (1996-2003)

3. Contoh Kurikulum dan Agenda Pelatihan Pengelolaan Sumberdaya WilayahPesisir Terpadu

Example Curriculum and Agenda from Integrated Coastal ResourcesManagement Training

4. Katalog Abstrak “Jurnal Pesisir dan Lautan” (1998-2003)Catalogue Abstracts from “Pesisir dan Lautan Journal” (1998-2003)

5. CD-ROM Dokumen Perguruan Tinggi KelautanCD ROM Coastal University Materials

SERI PEMANTAUAN WILAYAH PESISIRCOASTAL MONITORING SERIES

1. Studi Kasus Pengembangan Program Pemantauan Wilayah Pesisir oleh ParaPemangku Kepentingan di Sulawesi Utara

Case Study Developing a Stakeholder-Operating Coastal Monitoring Program inNorth Sulawesi

2. Panduan Pemantauan Terumbu Karang dalam rangka PengelolaanGuidebook Coral Reef Monitoring for Management (from Philippine Guidebook)

3. Panduan Metode Pemantauan Wilayah Pesisir oleh FORPPELA, jilid 1Guidebook FORPPELA Coastal Monitoring Methods, Version 1

4. Panduan Pemantaun Terumbu Karang Berbasis Masyarakat dengan MetodeManta Tow

Guidebook Community-Based Monitoring of Coral Reefs using the Manta TowMethod

5. Contoh Program Pemantauan oleh Para Pemangku Kepentingan di SulawesiUtara Tahun Pertrama, Hasil-hasil FORPPELA 2002 (dengan 1 CD)

Example Year One of North Sulawesi’s Stakeholder-Operated Monitoring Pro-gram, FORPPELA 2002 Results (with 1 CD-ROM)

Untuk informasi lebih lanjut, silakan menghubungi:For more information:

Coastal Resource Center CRMPUniversity of Rhode island Ratu Plaza Building, lt 18Narragansett, Rhode Island 02882, USA Jl. Jenderal Sudirman Kav. 9Phone: 1 401 879 7224 Jakarta 10270, IndonesiaWebsite: http//www.crc.uri.edu Phone: (021) 720 9596

Website: http//www.pesisir.or.id

Page 18: Studi Kasus Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir Berbasis

Studi KasusPengelolaan SumberdayaWilayah PesisirBerbasis Masyarakatdi Sulawesi Utara

J. Johnnes TulungenMeidiarti KasmidiChristovel RotinsuluMaria DimpudusNoni Tangkilisan

Seri Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir Berbasis Masyarakat (PSWP-BM)Koleksi Dokumen Proyek Pesisir 1997 - 2003

Page 19: Studi Kasus Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir Berbasis

Studi KasusPengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir Berbasis Masyarakatdi Sulawesi Utara

J. Johnnes TulungenMeidiarti KasmidiChristovel RotinsuluMaria DimpudusNoni Tangkilisan

Kutipan: Tulungen, J.J., M. Kasmidi, C. Rotinsulu, M. Dimpudus, N. Tangkilisan, 2003. StudiKasus Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir Berbasis Masyarakat di Sulawesi Utara;Seri PSWP-BM, dalam Koleksi Dokumen Proyek Pesisir 1997-2003, M. Knight, S.Tighe (editor); Coastal Resources Center, University of Rhode Island, Narragansett,Rhode Island, USA. 32 halaman.

Dicetak di : Jakarta, Indonesia, 2003

Dana untuk persiapan dan pencetakan dokumen ini disediakan oleh USAID bagian dari USAID/BAPPENASProgram Pengelolaan Sumberdaya Alam (NRM), USAID-CRC/URI Proyek Pesisir.

Keterangan lebih lengkap tentang publikasi Proyek Pesisir bisa diperoleh di www.pesisir.or.idKeterangan lebih lengkap tentang publikasi NRM bisa diperoleh di www.nrm.or.idKeterangan lebih lengkap tentang publikasi CRC bisa diperoleh di www.crc.uri.edu

Editor Bahasa : Kun S. Hidayat, Ahmad HuseinGambar/Peta : Proyek Pesisir Sulawesi UtaraFoto Cover : Tantyo BangunTata Letak : Yayak M. Saat, Pasus Legowo

Page 20: Studi Kasus Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir Berbasis

Pengantar vRingkasan vii

1. Pendahuluan 1

2. Tujuan dan Kerangka Kerja Konsep PSWP-BM 3

3. Proses Program PSWP-BM 53.1. Identifikasi Isu 53.2. Persiapan Perencanaan 73.3. Persetujuan Perencanaan dan Pendanaan 73.4. Pelaksanaan danPenyesuaian 83.5. Pemantauan dan Evaluasi 83.6. Isi Rencana Pengelolaan Berbasis Masyarakat di Sulawesi Utara 93.7. Daerah Perlindungan Laut Berbasis Masyarakat 103.8. Peran Pendamping Masyarakat, Tim Teknis, dan Pemerintah Daerah 103.9. Keberlanjutan dan Kemandirian PSWP-BM 133.10.Dukungan Peraturan dalam PSWP-BM 15

4. Pembelajaran dalam PSWP-BM di Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara 17

5. Kesimpulan 20

Daftar Pustaka dan Bahan Bacaan 25Lampiran 1: Model Program PSWP-BM di Sulawesi Utara 29Lampiran 2: Contoh Partisipasi/Peran Masyarakat dalam PSWP-BM

di Sulawesi Utara 30Lampiran 2: Kerangka kerja konsep pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir

terpadu-berbasis masyarakat di Sulawesi Utara 31

Daftar Isi

Page 21: Studi Kasus Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir Berbasis

iv

Page 22: Studi Kasus Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir Berbasis

v

eri Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir Berbasis Masyarakat (PSWP-BM) iniberisi berbagai dokumen, yang menggambarkan usaha keras yang telah dilakukanProyek Pesisir sejak tahun 1997 hingga kini dalam memperkenalkan modelpengelolaan sumberdaya wilayah pesisir secara terpadu.

Sebagaimana diketahui, potensi sumberdaya alam dan jasa lingkungan yang ada di wilayah yangterkenal paling produktif di dunia ini mempunyai makna yang sangat penting. Fakta menunjukkanbahwa sekitar 60% (140 juta) rakyat Indonesia hidup dan menggantungkan hidupnya di wilayahpesisir. Selain itu, wilayah pesisir mendukung hampir semua kegiatan perikanan Indonesia yangtersebar di wilayah pesisir. Oleh karenanya, apabila kelestarian dan keberlanjutan pemanfaatansumberdaya alam dan jasa lingkungan yang ada ingin tetap dipertahankan, maka diperlukan komitmendari semua pihak (stakeholders) untuk menjaga dan mengelola kualitas dan daya dukung lingkunganwilayah yang unik tersebut.

Salah satu faktor penting yang menjadi kunci keberhasilannya adalah peran dan keterlibatan masyarakat,mengingat upaya menjaga dan mengelola tersebut hanya dapat dicapai jika masyarakat dan pemangkukepentingan(stakeholders) lainnya memiliki informasi, pemahaman, dan visi yang sama dalammengelola sumberdaya. Pembinaan dan pengembangan masyarakat pesisir bisa berhasil denganbaik, hanya jika stakeholders, utamanya masyarakat pesisir, berpartisipasi secara aktif.

Salah satu upaya melibatkan partisipasi masyarakat adalah dengan pengelolaan berbasismasyarakat. Proyek Pesisir telah memperkenalkan model pengelolaan sumberdaya pesisir berbasismasyarakat di Kabupaten Minahasa, yakni di Desa Blongko, Talise, Bentenan, dan Tumbak).Perluasan program tersebut (scaling up) telah pula dilakukan di desa-desa di kawasan KecamatanLikupang Barat dan Timur. Kegiatan yang sama dilakukan di Provinsi Lampung (seperti di PulauSebesi). Di daerah-daerah tersebut, masyarakat mengambil tanggung jawab utama dalampembentukan dan pengelolaan suatu wilayah laut demi melindungi keanekaragaman terumbukarang dan biota laut lainnya, yang dikenal dengan Daerah Perlindungan Laut.

Seri PSWP-BM ini terdiri atas beberapa jenis dokumen, mulai dari Studi Kasus, Contoh-contohdokumen yang berkaitan dengan PSWP-BM, Buku-buku Panduan, dan keping Compact Disc(CD) berisikan berbagai dokumen mengenai kegiatan PSWP-BM, khususnya di KabupatenMinahasa, Sulawesi Utara. Dokumen-dokumen ini hendaknya dibaca secara menyeluruh,mengingat isinya terkait erat satu dengan lainnya. Adapun rincian dokumen yang dapat ditemukandalam Seri ini adalah:1. Studi Kasus Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir Berbasis Masyarakat di Kabupaten

Minahasa, Sulawesi Utara.2. Panduan Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisis Berbasis Masyarakat .3. Panduan Pembentukan dan Pengelolaan Daerah Perlindungan Laut Berbasis Masyarakat.4. Contoh Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir Berbasis Masyarakat di Kabupaten Minahasa,

Sulawesi Utara.5. CD Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir Berbasis Masyarakat.

Seluruh pencapaian dan pembelajaran yang dijelaskan dalam Seri ini diharapkan dapat menjadicontoh dan model bagi program pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut, pengembangan ekonomimasyarakat pesisir, dan program pesisir dan pulau-pulau kecil di daerah lain di Indonesia.

•••

S

Pengantar

Page 23: Studi Kasus Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir Berbasis

vi

alah satu kegiatan utama Proyek Pesisir adalah mengembangkan model-modelatau cara yang baik dalam pengelolaan pesisir dan laut berbasis masyarakat.Program tersebut telah dilakukan sejak tahun 1997, khususnya di beberapadesa di Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara, yaitu Desa Blongko di

Kecamatan Tenga, Desa Bentenan dan Tumbak di Kecamatan Belang, Desa Talise diKecamatan Likupang Barat, serta desa-desa perluasan program (scaling-up) di KecamatanLikupang Barat dan Likupang Timur.

Studi kasus ini merangkum pendekatan dan pengalaman Proyek Pesisir dalampengembangan program pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir tingkat desa yangdilaksanakan lewat proses terpadu antara partisipasi masyarakat, keterlibatan pemerintahsetempat dan koordinasi antar lembaga terkait di tingkat kecamatan, kabupaten, danprovinsi , yang telah menghasilkan berbagai luaran positif dan nyata dilapangan. Studikasus ini berguna bagi berbagai pihak, khususnya para pengelola (manager) yang bekerjadalam program-program pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir berbasis masyarakat(PSWP-BM), pendamping masyarakat atau penyuluh lapangan di desa-desa pesisir, baikdari lembaga pemerintah, perguruan tinggi, lembaga nonpemerintah (LSM), maupunproyek-proyek pengembangan masyarakat dan perlindungan sumberdaya pesisir danlaut lainnya. Termasuk pula bagi para pemimpin formal dan nonformal desa, motivatordesa, guru-guru sekolah menengah, bahkan siswa dan mahasiswa, sebagai bahan acuandalam bekerja dengan masyarakat. Studi kasus ini diharapkan pula dapat menambahpengetahuan mereka dalam perlindungan dan pengelolaan sumberdaya pesisir dan lauttingkat desa serta dalam program-program pembangunan masyarakat pada umumnya

Dalam studi ini digambarkan proses dan langkah-langkah PSWP-BM dilakukan berikutpembelajarannya, mulai dari identifikasi isu, persiapan perencanaan, adopsi rencanapengelolaan, implementasi, pemantauan dan evaluasi, hingga tahapan pemandirianmasyarakat dalam melanjutkan program pengelolaan setelah fasilitasi dari proyek berakhir.Termasuk pula di dalamnya inisiatif penyusunan peraturan yang mendukung kegiatanPSWP-BM, mulai dari Peraturan Desa, Perda Kabupaten, hingga Perda Provinsi.

Ucapan terima kasih disampaikan kepada masyarakat dan pemerintah di Minahasa danProvinsi Sulawesi Utara atas kerja sama yang baik selama lebih dari 6 tahun. Terimakasih juga disampaikan kepada masyarakat dan pengelola di desa-desa lokasi Proyek,dan seluruh stakeholders yang telah terlibat aktif dan membantu Proyek Pesisir dalamkegiatan di daerah. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi masa depan pengelolaan pesisirdi Indonesia.

Jakarta, Agustus 2003

Penulis

S

Page 24: Studi Kasus Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir Berbasis

vii

ndonesia memiliki garis pantai 81.000 kilometer, merupakan negara kedua setelahKanada yang memiliki garis pantai terpanjang di dunia. Selain itu, Indonesia memilikilebih dari 6000 desa pesisir, yang penduduknya amat menggantungkan kehidupanpada kondisi dan layanan sumberdaya pesisir di sekitar mereka. Meskipun demikian,

praktik-praktik pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir berbasis masyarakat di dalamnegeri ternyata belum banyak ditemukan apabila dibandingkan dengan negara lain yangtelah banyak melaksanakannya, seperti Filipina dan negara-negara di kawasan PasifikSelatan. Di Indonesia, pengelolaan berbasis masyarakat di sektor perikanan, pesisir,dan kelautan masih dalam tahap awal.

Berlakunya UU Nomor 22 Tahun 1999, yang memberikan kewenangan kepada daerahdalam mengelola pesisir dan lautnya sejauh 12 mil untuk provinsi dan 4 mil untukkabupaten, memberikan peluang yang besar bagi pendekatan pengelolaan sumberdayapesisir terpadu dan berbasis masyarakat. Selain itu, terbentuknya Departemen Kelautandan Perikanan seiring perubahan pemerintahan di Indonesia setelah era reformasi telahmendorong pemerintah pusat dan daerah mengembangkan pendekatan pembangunanyang melibatkan kerja sama antara pemerintah dan masyarakat setempat dalam bentukpengelolaan secara bersama (co-management) berbasis masyarakat.

Pendekatan berbasis masyarakat yang co-management ini mulai dirintis oleh ProyekPesisir (Coastal Resources Management Project – CRMP). Proyek ini mendasarkanprogramnya pada pendekatan partisipatif dan desentralistik pengelolaan sumberdayawilayah pesisir. Setelah lebih dari 6 tahun melaksanakan programnya, Proyek Pesisirberhasil mengembangkan berbagai model pengelolaan berbasis masyarakat. Model/contoh-contoh pengelolaan berbasis masyarakat ini pengalamannya dipaparkan dalamstudi kasus ini.

Berbagai model pendekatan pengelolaan berbasis masyarakat di Sulawesi Utara adalah:• Daerah Perlindungan Laut Berbasis Masyarakat (DPL-BM)• Rencana Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir Terpadu Berbasis Masyarakat• Aturan-aturan pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir, seperti Peraturan Desa dan

Peraturan Daerah.

Tujuan pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir berbasis masyarakat (PSWP-BM) adalahberupaya melibatkan partisipasi masyarakat secara lebih aktif dalam perencanaan danpelaksanaan pengelolaan sumberdaya. PSWP-BM dimulai dari suatu pemahaman bahwa

Ringkasan

I

Page 25: Studi Kasus Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir Berbasis

viii

masyarakat memiliki kapasitas dalam memperbaiki kualitas hidup mereka sendiri danmampu mengelola sumberdaya mereka dengan baik. Yang dibutuhkan tinggal dukunganuntuk mengatur dan mendidik masyarakat dalam memanfaatkan sumberdaya yangtersedia secara berkelanjutan bagi tercapainya kebutuhan-kebutuhan mereka.

Studi kasus ini memaparkan langkah-langkah proses perencanaan dan pelaksanaanberbasismasyarakat , yaitu:1. Identifikasi Isu2. Persiapan Perencanaan3. Persetujuan Rencana dan Pendanaan4. Pelaksanaan dan Penyesuaian5. Pemantauan dan evaluasi

Selain itu, dipaparkan pula pentingnya pendamping masyarakat dalam memfasilitasi pro-gram antara pelaksana program dengan stakeholders di dalam masyarakat. Pada bagianakhir suatu program, terdapat tahapan yang perlu dilakukan, yang dikenal sebagai tahapkeluar atau pemandirian masyarakat. Pada periode ini, masyarakat sudah mencapai tingkatkemandirian dalam meneruskan PSWP-BM. Masyarakat mengambil peran, kontrol, dantanggung jawab utama dalam mengelola sumberdaya, serta mengupayakan bantuan danasecara mandiri. Lewat program ini, persepsi masyarakat terhadap keberlanjutan dankemandirian program pengelolaan diharapkan sudah matang.

Berbagai pembelajaran telah diperoleh dalam program PSWP-BM di Provinsi Sulawesi.Salah satunya bahwa rasa memiliki masyarakat terhadap rencana pengelolaan merupakanhal yang penting. Partisipasi nyata dari mereka amat dibutuhkan sejak tahap-tahap awalperencanaan hingga pelaksanaan. Masyarakat desa di wilayah pesisir, apabilakemampuan dan kapasitas mereka dilatih dan diperkuat serta diberi kepercayaan secarapartisipatif, maka mereka akan mampu bertanggung jawab dengan baik dalam mengelolasumber dana dan sumberdaya secara baik, mampu melakukan pemantauan kondisisumberdaya pesisir secara tepat, serta dapat mengubah diri dari pemanfaat murnisumberdaya menjadi pengelola sumberdaya mereka sendiri. Peningkatan pengembangankapasitas masyarakat dan kelompok yang bertugas untuk melaksanakan rencanapengelolaan harus mendapatkan perhatian serius dan penekanan utama selama prosespersiapan, perencanaan, sampai pada tahap pelaksanaan. Tanpa kapasitas pengelolaanyang cukup, kemungkinan keberhasilan secara berkelanjutan akan sulit dijamin.

Page 26: Studi Kasus Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir Berbasis

1

engelolaan berbasis masyarakat merupakan suatu pendekatan yang sudahbanyak dipakai dalam program-program pengelolaan sumberdaya wilayahpesisir terpadu di berbagai negara di dunia, khususnya di negara-negaraberkembang. Pendekatan ini secara luas digunakan di wilayah Asia Pasifik

seperti di Filipina dan negara-negara di Pasifik Selatan. Keberhasilan pendekatan inisemakin banyak dan didokumentasikan secara baik (Polotan-de la Cruz, 1993; Buhat,1994; Pomeroy, 1994; White et.al., 1994; Ferrer et.al., 1996; Pomeroy and Carlos, 1997;World Bank,1999).

Di Indonesia, contoh program pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir berbasismasyarakat (PSWP-BM) belum banyak ditemukan. Padahal, keuntungan sistempengelolaan sumberdaya berbasis masyarakat telah banyak dikenal dalam kegiatan irigasi,hutan masyarakat, dan pertanian. Upaya pengelolaan berbasis masyarakat di sektorperikanan dan kelautan umumnya masih dalam tahap pengembangan. Hal inikemungkinan akibat rumitnya sistem sumberdaya pesisir dan laut serta struktur sosialbudaya masyarakat nelayan/pesisir. Di negara-negara yang sistem pemerintahannyasemakin mengarah pada desentralisasi dan otonomi lokal, pendekatan berbasismasyarakat dapat merupakan pendekatan yang lebih tepat guna, lebih mudah, dan dalamjangka panjang dapat terbukti lebih efisien dan efektif dalam segala hal.

Berlakunya UU Nomor 22 Tahun 1999, yang memberikan kewenangan kepada daerahdalam mengelola pesisir dan lautnya sejauh 12 mil untuk provinsi dan 4 mil untukkabupaten, memberikan peluang yang besar bagi pendekatan pengelolaan sumberdayapesisir terpadu dan berbasis masyarakat. Selain itu, terbentuknya Departemen Kelautandan Perikanan dan perubahan pemerintahan di Indonesia setelah era reformasi,mendorong pemerintah pusat dan daerah mengembangkan pendekatan pembangunanyang melibatkan kerja sama antara pemerintah dan masyarakat setempat dalam bentukpengelolaan secara bersama (co-management) berbasis masyarakat.

Upaya-upaya adaptasi pendekatan berbasis masyarakat seperti ini, dalam kontekspembangunan dan pengelolaan di Indonesia, sudah dimulai di Sulawesi Utara sejak tahun1997 (Crawford & Tulungen, 1998a, 1998b, 1999a, 1999b,; Tulungen et.al., 1998, 1999;Crawford et.al, 1998) lewat Proyek Pesisir (Coastal Resources Management Project -CRMP). Proyek Pesisir, yang dimulai sejak tahun 1997, mendasarkan programnya padapemikiran/hipotesis bahwa pendekatan partisipatif dan desentralistik akan mengarah lebihpada berkelanjutan dan adil/seimbangnya pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir diIndonesia.

1Pendahuluan

P

Page 27: Studi Kasus Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir Berbasis

2

Di Sulawesi Utara, Proyek Pesisir mempunyai kegiatan di tiga lokasi (empat desa) yangdipilih bersama Tim Kerja Provinsi. desa-desa yang tersebut adalah Bentenan dan Tumbak,Talise, dan Blongko. Setelah melakukan kegiatan dan upaya selama 6 (enam) tahun diSulawesi Utara, contoh-contoh praktek pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir berbasismasyarakat telah menunjukkan hasil yang menggembirakan, yang mendukung validitaspemikiran/hipotesa dari Proyek Pesisir.

Page 28: Studi Kasus Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir Berbasis

3

engelolaan sumberdaya wilayah pesisir berbasis masyarakat (PSWP-BM)bertujuan untuk melibatkan partisipasi masyarakat secara lebih aktif dalamperencanaan dan pelaksanaan pengelolaan sumberdaya. PSWP-BM dimulaidari suatu pemahaman bahwa masyarakat memiliki kapasitas dalam

memperbaiki kualitas hidup mereka sendiri dan mampu mengelola sumberdaya merekadengan baik. Yang dibutuhkan tinggal dukungan untuk mengatur dan mendidik masyarakatuntuk memanfaatkan sumberdaya yang tersedia secara berkelanjutan bagi tercapainyakebutuhan-kebutuhan mereka.

Keuntungan potensial utama dari PSWP-BM adalah keadilan dan efektivitaskesinambungannya (sustainability) Sedangkan kelemahannya terletak pada proses danupaya pelibatan diri masyarakat yang membutuhkan waktu cukup lama, karena sifat dasarPSWP-BM yang antara lain:• Menuntut partisipasi aktif dan komitmen dalam perencanaan dan pelaksanaan.• Kemampuan pengelolaan sendiri oleh masyarakat sebagai penanggung jawab utama

dalam pelaksanaan, pemantauan, dan penegakan aturan.• Menuntut rasa memiliki masyarakat yang t inggi terhadap sumberdaya, yang

memungkinkan mereka mengambil tanggung jawab dalam pengelolaan jangka panjang.• Memberi kesempatan setiap anggota masyarakat mengemukakan strategi sesuai

keinginan dan kondisi mereka.• Menuntut fleksibilitas agar dapat dengan mudah disesuaikan dan diubah berdasarkan

perubahan kondisi dan kebutuhan masyarakat.• Membutuhkan pemanfaatan secara optimal pengetahuan dan keahlian lokal/tradisional

dalam pengembangan strategi.• Menuntut kemitraan (partnership) yang dinamis dengan berbagai pihak dalam

masyarakat dan pemerintah memiliki peran yang jelas.• Membutuhkan kebijakan yang memungkinkan bagi PSWP-BM dan dukungan dana

maupun bantuan teknis dari pemerintah setempat.

Di Sulawesi Utara, tujuan Proyek Pesisir adalah mengembangkan pengelolaansumberdaya wilayah pesisir yang baik/efektif —lewat pengembangan dan penggunaanmetode, strategi, kegiatan perencanaan, dan aturan-aturan lokal— yang dapatmemperbaiki atau mempertahankan kualitas hidup masyarakat pesisir, dan meningkatkanatau mempertahankan kondisi sumberdaya pesisir yang banyak orang menggantungkankehidupannya di sana.

2Tujuan dan Kerangka Kerja

Konsep PSWP-BM

P

Page 29: Studi Kasus Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir Berbasis

4

Dalam mencapai tujuan tersebut, diperlukan upaya-upaya langsung untuk mencapai: (1)peningkatan partisipasi pihak-pihak terkait dalam proses-proses perencanaan danpengelolaan sumberdaya pesisir; (2) memperbaiki pelaksanaan dan pengembangankebijakan lokal; dan (3) memperkuat kapasitas lembaga lokal.

Berdasarkan pengalaman yang diperoleh dalam tahun-tahun pertama kegiatan proyek,program lapangan Sulawesi Utara kemudian memfokuskan programnya pada tigapendekatan spesifik pengelolaan berbasis-masyarakat yakni:• Daerah perlindungan laut berbasis-masyarakat (DPL-BM) tingkat-desa• Rencana pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir terpadu berbasis-masyarakat tingkat-

desa• Aturan-aturan pemanfaatan sumberdaya wilayah pesisir berbasis masyarakat tingkat

desa.

Hasil yang ingin dicapai dari berbagai pendekatan ini adalah antara lain:• Menguatnya kapasitas lembaga dan perorangan setempat dalam pengelolaan

sumberdaya wilayah pesisir secara terpadu.• Membaiknya perencanaan dan kebijakan pengelolaan sumberdaya pesisir di tingkat

lokal.• Semakin besarnya partisipasi stakeholders dalam keputusan perencanaan, pelaksanaan

dan pengawasan sumberdaya pesisir.• Stabil dan membaiknya kondisi habitat dan sumberdaya pesisir.• Lestari dan seimbangnya kesempatan-kesempatan ekonomis bagi masyarakat

setempat yang tergantung kehidupannya pada sumberdaya pesisir dan kualitaslingkungan yang baik di wilayah pesisir.

Kerangka kerja konsep (conceptual framework) proses perencanaan dan pelaksanaanberbasis-masyarakat di Sulawesi Utara mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:1. Identifikasi Isu2. Persiapan Perencanaan3. Persetujuan Rencana dan Pendanaan4. Pelaksanaan dan Penyesuaian5. Pemantauan dan evaluasi

Alur model program bagi perencanaan dan pelaksanaan rencana pembangunan danpengelolaan berbasis masyarakat dapat dijelaskan dalam Lampiran 1. Model inimenggambarkan apa yang dilakukan oleh program, menyangkut kegiatan yang dilakukandan hasil dari tiap kegiatan. Setiap langkah dalam proses memiliki sejumlah capaianantara yang dihasilkan dari setiap kegiatan yang dilaksanakan. Proses dan kegiatan sertacapaian ini akan mengarah pada tujuan akhir atau dampak yang dihasilkan. Lampiran 2dan 3 merupakan versi yang lebih rinci dari Lampiran 1, yang merinci langkah-langkahutama, kegiatan dan hasil yang diharapkan dalam rangka pembuatan, dan pelaksanaanrencana pembangunan dan pengelolaan berbasis masyarakat.

Page 30: Studi Kasus Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir Berbasis

5

erdasarkan model konsep dan kerangka kerja tersebut, Proyek Pesisirmalakukan berbagai seri kegiatan sebagai berikut:

3.1. Identifikasi Isu

Identifikasi masyarakat: Satu rangkaian kriteria ditetapkan dan dipakai untukmemperkirakan penerimaan secara cepat dan mudah metode/cara pemanfaatansumberdaya yang lestari dan juga dalam membangun kapasitas masyarakat dalammengambil alih tanggungjawab pengelolaan. Kriteria tersebut antara lain:• Tingkat tekanan atau derajat kerusakan sumberdaya akibat pemanfaatan yang tidak

lestari (rendah/kecil).• Ikatan sosial dan politik masyarakat (tinggi/kuat).• Ketergantungan masyarakat terhadap sumberdaya pesisir (tinggi).• Kecenderungan masyarakat untuk konservasi sumbedaya (tinggi).• Ketertarikan masyarakat terhadap kegiatan dan tujuan program (tinggi).

Kriteria di atas dijadikan acuan oleh Tim Kerja Provinsi dan Proyek Pesisir untukmenentukan 3 lokasi di 4 desa (Blongko, Bentenan-Tumbak, Talise) sebagai model/contohyang akan dikembangkan, selain kemudahan koordinasi, model pulau kecil, keragamanisu-isu utama dan keragaman kelompok etnis, serta strategi diseminasi model/contoh.

Orientasi dan penyiapan masyarakat: Sebelum rencana pengelolaan dibuat, upaya awalperlu dilakukan untuk menerangkan dan menjelaskan tujuan program, proses yang akandilalui, dan manfaat yang akan diperoleh kepada masyarakat. Keterlibatan dan hubunganyang terus-menerus dalam masyarakat sangat penting dan dilakukan dengan penempatansecara tetap pendamping masyarakat (penyuluh lapangan) yang berasal dari di luar desadan melibatkan seorang assisten/motivator desa dari masyarakat setempat. Tenagalapangan ini harus ditopang atau dibantu oleh tim teknis yang akan memberikan bantuanatau pelayanan teknis untuk isu-isu tertentu jika diperlukan.

Orientasi dan penyiapan masyarakat ini diisi dengan berbagai kegiatan pendidikanlingkungan hidup (penyuluhan), pelatihan (training), lokakarya (workshop), studi banding,serta keikutsertaan dalam seminar, konferensi, dan rapat (secara regional maupunnasional). Pendidikan lingkungan hidup (PLH) yang diberikan kepada masyarakat berupapenyuluhan mengenai terumbu karang, konsep daerah perlindungan, hutan, hukumlingkungan, habitat dan ekosistem wilayah pesisir, dan pengorganisasian masyarakat.

3Proses Program PSWP-BM

B

Page 31: Studi Kasus Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir Berbasis

6

Pelatihan yang diberikan antara lain pelatihan pengamatan terumbu karang (Manta Tow),pelatihan menyelam, pelatihan pengukuran dan pemantauan profil pantai, pelatihanpengelolaan keuangan, serta pelatihan pengelolaan sumbedaya wilayah pesisir terpadu(ICM Training). Lokakarya yang dilakukan seperti lokakarya penyusunan profil desa,lokakarya penyusunan rencana pengelolaan desa, lokakarya kelompok pengelola, dansebagainya. Contoh studi banding adalah studi banding DPL di Pulau Apo, Filipina,pengelolaan hutan bakau di Sulawesi Selatan, dan studi banding usaha kecil dan wisataalam di Bunaken, Malalayang, dan Manado. Juga kunjungan silang (cross visit)antarmasyarakat desa. Orientasi dan penyiapan masyarakat lewat PLH, pelatihan, studibanding, dan keterlibatan dalam seminar, konferensi dan pertemuan-pertemuan ini jugabertujuan untuk meningkatkan kapasitas dan pemahaman masyarakat desa danPemerintah Desa dalam pengelolaan sumberdaya pesisir.

Pengumpulan data dasar: Data dasar mengenai kondisi sosial ekonomi dan lingkungandiperlukan untuk menentukan atau menilai pencapaian hasil dari adanya intervensi proyek.Dalam rangka kesepakatan dan mencoba model dan cara yang baik di lokasi percontohan,perlu dilakukan survei dan analisis secara mendalam yang memadukan teknik empirisdan sistematis dengan tekhik partisipatif. Hal sama juga harus dilakukan di desa kontroluntuk membandingkannya dengan desa percontohan tempat intervensi proyek dilakukan.Data dasar yang dikumpulkan antara lain data sosial, ekonomi, lingkungan, dan sejarah.Selain data dasar, dilakukan pula studi teknis seperti potensi sumberdaya (mangrove,hutan dan hidupan liar, mariculture) serta strategi PLH di masyarakat.

Identifikasi, prioritas, dan penetapan isu: Identifikasi isu dilaksanakan berdasarkanpenilaian dari tenaga teknis ahli/pakar, berdasarkan survei/studi lingkungan dan sosialekonomi di atas. Identifikasi isu juga dilakukan oleh masyarakat lewat pertemuan-pertemuan formal dan informal, diskusi mendalam dengan informan-informan kunci, diskusidengan masyarakat umum dari berbagai tingkatan dan kelompok stakeholders, sertaobservasi langsung pendamping masyarakat dan asisten penyuluh lapangan.

Perkiraan empiris mengenai beratnya isu dibuat oleh tim teknis. Persepsi mengenai berattidaknya isu dan prioritas kegiatan yang perlu dilakukan ditentukan oleh masyarakat lewatpertemuan-pertemuan formal maupun informal, diskusi dan lokakarya. Pemantauan(monitoring) partisipatif dimulai oleh dan bersama masyarakat, tergantung pada isu(misalnya pemantauan dan pemetaan terumbu karang, pemantauan pantai akibat erosipantai). Studi teknis mengenai isu-isu spesifik dapat dilakukan oleh konsultan luar jikadiperlukan. Informasi tambahan yang lebih detail diperlukan bagi penentuan rencanapengelolaan dan pengambilan keputusan.

Hasil studi teknis dan rekomendasinya harus disampaikan kepada masyarakat. Isu-isuyang diidentifikasi baik oleh masyarakat maupun yang didukung oleh studi teknis dansurvei tenaga teknis serta penyuluh lapangan lantas diverifikasi, dikumpulkan, dandiprioritaskan oleh masyarakat. Produk akhirnya didokumentasikan dalam bentuk ProfilSumberdaya Wilayah Pesisir Desa (Kasmidi et.al., 1999; Tangkilisan et.al., 1999). Profilini dipakai sebagai dasar bagi masyarakat untuk menyusun rencana pembangunan danpengelolaan terpadu berbasis masyarakat di masing-masing lokasi/desa. Contoh profil

Page 32: Studi Kasus Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir Berbasis

7

desa dapat dilihat dalam dokumen “Contoh Pengelolaan Sumberdaya Wilayah PesisirBerbasis Masyarakat” (Tulungen, 2003), pada Koleksi Dokumen Proyek Pesisir 1997-2003 Seri PSWP-BM

3.2. Persiapan Perencanaan

Pilihan yang dikembangkan adalah kombinasi dari masukan dan usulan teknis para stafteknis, yang dipadukan dengan rekomendasi dan ide/pikiran dari masyarakat sendiri.Adanya komitmen dan kesepakatan dari sebagian besar masyarakat mutlak diperlukansebelum kegiatan dan strategi ditetapkan untuk dilaksanakan. Untuk memulai rencanapengelolaan, diperlukan kelompok inti yang merupakan perwakilan masyarakat, yangakan merumuskan rencana pengelolaan tersebut.

Sebelum kelompok inti bekerja, terlebih dahulu mereka dibekali dengan pelatihanpenyusunan rencana pengelolaan. Kelompok inti juga mencoba membuat draft rencanapengelolaan yang akan menjadi pemicu dan dasar diskusi konsultasi dengan masyarakatdan Pemerintah Desa. Hasil dari draft rencana pengelolaan ini kemudian disosialisasikankepada masyarakat lewat pertemuan dan konsultasi, baik secara formal dan informal,untuk mendapatkan masukan, tambahan, dan koreksi dari masyarakat, pemimpin formaldan informal, Pemerintah Desa, dan stakeholders yang ada di desa.

Pelaksanaan awal untuk mencoba prosedur dan struktur pengelolaan, dan membangundukungan bagi rencana jangka panjang serta rencana yang menyeluruh, dikembangkandan diusulkan oleh masyarakat dengan atau tanpa dukungan proyek. Bentuk kegiatanpelaksanaan awal amat beragam, seperti penanaman bakau, pembuatan fasilitas Mandi-Cuci-Kakus (MCK), pengadaan air bersih, dan pembuatan tanggul; atau diusulkan olehtim proyek dan dilaksanakan setelah mendapat persetujuan masyarakat seperti:pembersihan Bintang Laut Berduri (Crown of Thorns -CoTs), pembuatan daerahperlindungan laut (DPL), dan pembuatan pusat informasi. Penjelasan tentang kegiatanpembersihan Bintang Laut Berduri dapat merujuk pada buku “Panduan PembersihanBintang Laut Berduri” (Fraser, et. al., 2003), yang terdapat dalam Koleksi DokumenProyek Pesisir 1997-2003 Seri PSWP-BM.

3.3. Persetujuan Perencanaan dan Pendanaan

Masyarakat menentukan prioritas isu dan tujuan bagi pengelolaan dan kegiatan. Penyuluhlapangan dapat menambahkan/memberikan masukan, rekomendasi, dan tambahan idetetapi keputusan dan pilihan adalah hak dan tanggungjawab masyarakat. Prosespenetapan dan kesepakatan diupayakan setelah ada konsensus dan dukungan darimayoritas masyarakat. Proses pengambilan keputusan harus transparan dan adil agarsemua pihak memahami bahwa proses penentuan/pengambilan keputusan diketahui dandidukung oleh mayoritas masyarakat dan stakeholders. Rencana pengelolaan dan aturanlokal harus disepakati secara formal oleh unsur pemerintah dan kepala desa. Aturanformal tersebut adalah dalam bentuk Peraturan Desa (Perdes) yang ditandatangani oleh

Page 33: Studi Kasus Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir Berbasis

8

Kepala Desa dan diketahui oleh BPD (Badan Perwakilan Desa), atau wakil masyarakatmelalui rapat musyawarah desa. Pemerintah setempat bersama-sama dengan anggotaKTF (Kabupaten Task Force) kemudian memutuskan untuk mengadopsi rencanapengelolaan tersebut juga sebagai rencana pembangunan desa.

Idealnya, untuk membiayai kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan dalam rencanapengelolaan, usulan dananya akan diintegrasikan dalam proses DIP/DUP (Daftar IsianProyek/Daftar Usulan Proyek), yang diawali dengan rapat Musyawarah Pembangunan(Musbang) di desa dan Rapat Koordinasi Pembangunnan (Rakorbang) di kecamatansampai kabupaten, yang kemudian dianggarkan dalam APBN/APBD (AnggaranPendapatan dan Belanja Nasional/Daerah). Sedangkan kegiatan yang tidak membutuhkanbiaya yang besar dapat dilakukan secara swadaya masyarakat, lewat upaya yang sahdari masyarakat maupun lewat Pendapatan Asli Desa. Kegiatan-kegiatan lainnya yangtidak dapat dibiayai oleh desa dan belum masuk dalam APBN/APBD dapat diusahakanoleh badan/kelompok pengelola melalui bantuan lain seperti lembaga/donatur di dalamdan di luar desa/daerah.

3.4. Pelaksanaan dan Penyesuaian

Pelaksanaan kegiatan sedapat mungkin dilaksanakan oleh masyarakat yang bertindaksebagai pengelola sumberdaya utama. Pendanaan dan bantuan teknis dapat diberikanoleh proyek maupun pemerintah kabupaten/provinsi jika diperlukan atau bila tidak dapatdilaksanakan sendiri oleh masyarakat, misalnya pengaspalan jalan dan pembuatan saranaair bersih.

Kegiatan dalam rencana pengelolaan dapat disesuaikan sesuai kebutuhan dan perubahanyang terjadi di desa. Penyesuaian harus dilakukan secara terbuka, atas persetujuanmasyarakat dan kelompok pengelola, bersama-sama dengan Pemerintah Desa.Penyusunan rencana kegiatan tahunan dilaksanakan secara terbuka, disepakati olehmasyarakat dan Pemerintah Desa, dan dipresentasikan kepada pemerintah di tingkatkabupaten untuk diketahui dan didukung. Pelaksanaan rencana kerja tahunandilaksanakan oleh masyarakat melalui kelompok/badan yang ada di desa yang bertugas/ditugaskan untuk itu.

3.5. Pemantauan dan Evaluasi

Pemantauan (monitoring) dan evaluasi pelaksanaan rencana pengelolaan dilakukan olehmasyarakat dan Pemerintah Desa untuk menilai kegiatan dan hasil capaian dari setiapkegiatan. Proses dan pelaksanaan pemantauan dan evaluasi telah diintegrasikan dalamdokumen rencana pembangunan dan pengelolaan. Tinjauan (review) tahunandilaksanakan oleh masyarakat dengan atau tanpa bantuan atau dukungan pemerintahsetempat, dan dilaksanakan sebelum siklus pendanaan tahun anggaran berikutnya dimulai,sebagai masukan bagi rencana kegiatan tahunan berikutnya. Pelaporan terhadappelaksanaan dan penggunaan keuangan dilaporkan secara terbuka kepada masyarakat

Page 34: Studi Kasus Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir Berbasis

9

dengan membuat laporan formal, yang diumumkan pada pertemuan-pertemuan formaldan informal, serta papan-papan informasi desa. Pemerintah Desa dan BPD atau lembagalain di desa bertanggung jawab mengevaluasi dan mengaudit program dan penggunaandana.

Hasil evaluasi ini juga harus disampaikan kepada masyarakat. Jika dalam pelaksanaanterdapat temuan-temuan yang tidak sesuai dengan rencana kerja, atau terdapatpenyimpangan penggunaan keuangan, maka BPD dan Hukum Tua (Kepala Desa) harusmenetapkan solusi untuk pemecahan masalah tersebut.

3.6. Isi Rencana Pengelolaan Berbasis Masyarakat di Sulawesi Utara

Mengikuti proses dan langkah-langkah di atas, maka masyarakat dan Pemerintah Desadi tiga lokasi (empat desa) Proyek Pesisir telah berhasil membuat dan menetapkanRencana Pembangunan dan Pengelolaan tingkat desa. Penetapan itu dilakukan secarapartisipatif, terbuka, transparan, dan didukung sepenuhnya oleh Pemerintah Daerah(kabupaten dan provinsi).

Disusunnya Rencana Pembangunan dan Pengelolaan di empat desa tersebut memilikialasan tersendiri. Bentenan dan Tumbak merupakan dua wilayah administrasi desa yangmemanfaatkan wilayah laut sama, sehingga untuk isu yang bersentuhan dalampengelolaannya akan dilakukan bersama. Desa Talise mempunyai dua pulau dalam satuwilayah administrasi desa dan keduanya memiliki tradisi serta budaya yang berbedasehingga diperlukan keterpaduan pengelolaan. Sedangkan Desa Blongko mempunyaiDPL sehingga Rencana Pengelolaan yang dibuat masyarakat desa secara khususmenampilkan pengelolaan DPL (Sondita et. al., 2001).

Struktur dokumen Rencana Pembangunan dan Pengelolaan ini terdiri dari:• Keputusan Desa mengenai Kesepakatan dan Pelaksanaan Rencana Pengelolaan• Gambaran Umum dan Latar Belakang Desa• Proses Perencanaan dan Tujuan dari Rencana Pengelolaan• Visi Masyarakat Desa• Pengelolaan Isu-isu (berisi gambaran mengenai isu, tujuan, strategi, kegiatan dan hasil

yang diharapkan)• Struktur Kelembagaan• Pemantauan dan Evaluasi

Instansi pemerintah daerah yang tergabung dalam Kabupaten Task Force (KTF)memandang bahwa rencana pengelolaan desa ini dapat dipakai sebagai proses percobaanperencanaan bottom-up dalam jiwa UU No. 22 Tahun 1999 yang baru, yang apabilaberhasil dapat diterapkan dalam program pembangunan secara umum di Sulawesi Utara.Ada keinginan yang kuat dari lembaga-lembaga ini untuk mencoba dan mengadopsipendekatan pengelolaan ini secara adaptif yaitu bahwa berbagai perubahan dalamprosedur dan struktur pelaksanaan mungkin diperlukan dalam rencana pengelolaan ini.Terdapat pula kemauan dan antusias yang kuat untuk menjadikan pelaksanaan dari

Page 35: Studi Kasus Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir Berbasis

10

rencana pengelolaan ini berhasil sehingga dapat dijadikan contoh untuk diterapkan didesa-desa lain di Sulawesi Utara.

Berdasarkan rencana pengelolaan ini maka rencana aksi tahunan dibuat oleh badanpengelola. Penentuan prioritas kegiatan dan rencananya, ditetapkan dan disetujui olehmasyarakat desa secara transparan dan terbuka, yang dikoordinasikan oleh badanpengelola. Sedangkan petunjuk, kebijakan, dan bantuan teknis serta dananya diperolehdari pemerintah daerah (dinas dan instansi yang berkepentingan), APBD/APBN langsung,LSM, perguruan tinggi dan donatur, serta dari pendapatan dan usaha yang sah dari desamaupun lewat swadaya masyarakat.

Di Sulawesi Utara, contoh rencana pengelolaan yang dikembangkan oleh masyarakatsudah disepakati oleh masyarakat dan pemerintah di desa maupun di tingkat kabupatendan provinsi, beserta lembaga-lembaga terkait yang ada di daerah. Tahap pelaksanaanrencana pengelolaan ini sudah dimulai dalam Tahun Anggaran 2000. Proyek Pesisirmembimbing masyarakat, Pemerintah Desa, dan Badan Pengelola yang dibentuk untukmelaksanakan rencana pengelolaan ini. Bantuan teknis berupa pendampingan danpedoman dalam membuat rencana aksi tahunan, pelaksanaan, dan pemantauan akandikembangkan oleh masyarakat bersama-sama pendamping masyarakat Proyek Pesisir.

Untuk mendorong masyarakat dan pemerintah memulai pelaksanaan, Proyek Pesisirtelah memberikan bantuan finansial (grant) pada setiap desa. Dana pendamping jugadiperoleh dan ditunjang oleh dana masyarakat dan dari pemerintah daerah, baik dariBAPPEDA maupun dinas/instansi terkait lainnya lewat dana APBD/APBN, termasukbantuan teknis dan dukungan kebijakan dari Pemerintah Daerah.

Tampilan Rencana Pengelolaan Desa juga dapat dilihat dalam Koleksi Dokumen ProyekPesisir 1997-2003 Seri PWP-BM, yakni “Contoh Pengelolaan Sumberdaya Wilayah PesisirBerbasis Masyarakat” (Tulungen, 2003).

3.7. Daer ah Perlindungan Laut Berbasis Masyarakat

Daerah Perlindungan Laut Berbasis Masyarakat (DPL-BM) adalah salah satu model dalamperlindungan sumberdaya wilayah pesisir. DPL-BM, termasuk juga Daerah PerlindunganMangrove (DPM) adalah daerah pesisir dan laut yang dipilih dan ditetapkan untuk ditutupsecara permanen dari kegiatan perikanan dan pengambilan sumberdaya, serta dikelolaoleh masyarakat setempat. Kegiatan perikanan dan pengambilan merupakan hal terlarangdi dalam kawasan ini. Demikian pula akses manusia di dalam kawasan ini diatur atausedapat mungkin dibatasi. Pengaturan, pembatasan, dan larangan aktivitas tersebutditetapkan oleh masyarakat dan pemerintah setempat dalam bentuk Peraturan Desa.

Contoh-contoh DPL-BM dan DPM antara lain seperti yang terdapat di Desa Blongko,Tumbak, Bentenan, Talise, dan desa-desa pesisir di Kecamatan Likupang Barat dan Timur,dengan luas masing-masing antara 6 - 130 hektare. Tabel dibawah ini menunjukkan jumlahdan jenis serta luas DPM dan DPL-BM yang sudah ada di Kabupaten Minahasa, ProvinsiSulawesi Utara.

Page 36: Studi Kasus Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir Berbasis

11

Pembahasan tentang pembentukan DPL dan pengelolaannya terdapat pada Seri PSWP-BM lainnya dalam Koleksi Dokumen Proyek Pesisir 1997-2003, yaitu “PanduanPembentukan dan Pengelolaan DPL Berbasis Masyarakat” (Tulungen et. al., 2003).

3.8. Peran Pendamping Masyarakat, Tim Teknis, dan PemerintahDaerah

Satu hal yang diyakini sangat penting dalam membantu mitra kerja —baik di tingkat lokalmaupun kabupaten/provinsi— untuk mencapai hasil yang diharapkan adalah mendorongpartisipasi yang tinggi dalam proses perencanaan dan pelaksanaan. Pendampingmasyarakat bert indak sebagai katalisator dan koordinator kegiatan-kegiatan danperencanaan berbasis masyarakat yang didukung oleh Proyek Pesisir, konsultan lokal,LSM, dan lembaga-lembaga pemerintah setempat. Pendamping masyarakat, selainbertugas sebagai koordinator dan fasilitator kegiatan di atas, juga bersama-sama

No

1234567891011121314151617181920212223242526

Desa

BlongkoTaliseTumbakTumbakBentenanKalinaun Jaga 3Kalinanun Jaga 4SereiTanah PutihTarabitanPulisan Jaga 1Pulisan Jaga 2Gangga 1Gangga 2Airbanua Jaga 1Airbanua Jaga 2LibasLibasLihunuMaenTeremaalMaliambaoMubuneSarawetSonsiloBasaan*

Tipe Perlindungan

DPL (Terumbu dan Mangrove)DPL (Terumbu)DPL (Terumbu)DPM (Mangrove)DPL (Terumbu)DPL (Terumbu)DPL (Terumbu)DPL (Terumbu)DPL (Terumbu dan Mangrove)DPL (Terumbu)DPL (Terumbu)DPL (Terumbu)DPL (Terumbu)DPL (Terumbu)DPL (Terumbu)DPL (Terumbu)DPL (Terumbu)DPM (Mangrove dan Terumbu)DPL (Terumbu)DPL (Terumbu)DPL (Terumbu)DPL (Terumbu)DPL (Terumbu)DPM (Mangrove)DPM (Mangrove)DPL (Terumbu)

Luas Zona

Int i (Ha)

15102

16,4226

3,52,61310

7,68,71,6

1105

2213113,5

3314268

903712

Luas Zona

Penyangga (Ha)

1012

756,3

84

2,54,3

75

6,14,9

24,425111150

4,516

42012

000

Total (Ha)

2522

972,7

3010

66,92015

13,713,6

2626211627

1311849184620903712

Tabel 1. Desa-desa di Kabupaten Minahasa yang memiliki DPL dan DPM Berbasis Masyarakat.

Keterangan:1. Desa dengan cetak tebal adalah desa pilot (anchor site) Proyek Pesisir2. Desa dengan tanda * adalah lokasi di bawah program JICA

Page 37: Studi Kasus Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir Berbasis

12

masyarakat mengadakan pertemuan-pertemuan formal dan informal di desa untukmengadakan penilaian secara partisipatif menyangkut sejarah, kondisi, dan isu-isupengelolaan sumberdaya di desa, serta berusaha mencari solusi dan kesepakatanpengelolaan yang tepat.

Pendamping masyarakat dari Proyek Pesisir hidup dan bekerja secara tetap dan penuhdengan masyarakat. Mereka berasal dari berbagai latar belakang ilmu, dari ilmu kelautansampai pengembangan masyarakat (pendamping masyarakat dari Proyek Pesisirdidominasi oleh sarjana berlatar belakang Ilmu Kelautan dan Perikanan). Walaupunpendamping masyarakat adalah sarjana (S1), investasi untuk mengembangkan kapasitasmereka agar dapat secara efektif berinteraksi dengan masyarakat dan dalam memahamiisu pengelolaan sumberdaya pesisir setempat tetap diperlukan. Untuk menjamin proseskoordinasi dan pelaporan yang cukup, penyuluh lapangan sebulan sekali mengadakanpelaporan dan pertemuan di kantor Proyek Pesisir.

Pendamping masyarakat tidak tinggal secara permanen di desa sampai proyek selesai.Jika rencana pengelolaan dan/atau aturan telah dikembangkan, disepakati, pelaksanaandimulai, dan masyarakat sudah memiliki kapasitas yang cukup dan terlatih untukmelakukan sendiri rencana pengelolaan dan aturan-aturan mereka, maka pendampingmasyarakat ditarik dari lokasi/desa/masyarakat. Mereka kemudian memulai kegiatanperencanaan dan pengembangan (outreach) di desa-desa lain atau sekitar lokasi desamereka. Lama waktu penempatan pendamping masyarakat di lokasi/desa/masyarakatberkisar antara satu sampai tiga tahun, yang diikuti oleh kunjungan-kunjungan singkat(part time), minimal dalam jangka waktu satu tahun setelah mereka ditarik secara tetapdari lokasi. Untuk meneruskan kegiatan pendamping masyarakat ini, asisten pendampingmasyarakat (anggota masyarakat) —yang bekerja sama dan dilatih oleh pendampingmasyarakat dan proyek— melanjutkan kegiatan di lokasi sebagai motivator dan katalisator.

Untuk memberikan bantuan teknis kepada pendamping masyarakat, staf Proyek Pesisir,dan masyarakat, dibutuhkan pula tenaga-tenaga teknis (tim teknis) yang mempunyaikeahlian dan pengetahuan spesifik yang berhubungan dengan pengelolaan sumberdayapesisir terpadu. Tim teknis (konsultan) Proyek Pesisir terdiri, antara lain:• Penasihat lokal (local advisor), yang membantu Proyek Pesisir sebagai katalisator

dengan pemerintah setempat, universitas, dan lembaga swasta di daerah, sertamemberikan masukan teknis terhadap kegiatan/kebijakan pemerintah dan proyek dalammengembangkan program.

• Konsultan hukum (legal specialist), yang membantu Proyek Pesisir dan masyarakatyang berhubungan dengan pengembangan kebijakan dan peraturan daerah dalampengelolaan wilayah pesisir, serta membantu masyarakat desa dan pendampingmasyarakat dalam merumuskan aturan lokal (ordinances) pengelolaan pesisir, sepertiKeputusan Desa untuk DPL dan Rencana Pembangunan dan Pengelolaan Desa.

• Ahli perencanaan pesisir (coastal planner), yang mempunyai keahlian di bidang teknikseperti perubahan garis pantai, erosi, dan pekerjaan umum.

• Konsultan di bidang perikanan (budidaya laut dan ikan), yang memberikan masukanbagi kegiatan-kegiatan di bidang budidaya laut dan mata pencaharian tambahandibidang perikanan.

Page 38: Studi Kasus Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir Berbasis

13

• Konsultan agroforestry, yang membantu upaya perlindungan dan konservasi hutan,perlindungan sumber air, dan aktivitas pertanian.

Selain membantu tim/staf Proyek Pesisir, tim teknis juga melakukan pelatihan, penyuluhan,dan memberikan masukan teknis langsung kepada masyarakat.

Pemerintah setempat (khususnya di tingkat desa, tetapi kadangkala juga di tingkat yanglebih tinggi) harus dipandang sebagai stakeholders dalam proses perencanaan. Karenaitu mereka perlu dilibatkan sejak awal proses —karena proses partisipasi jugamengharuskan keterlibatkan semua stakeholders sejak awal proses. Di masa lampau,banyak proyek berbasis masyarakat yang gagal melibatkan pemerintah setempat sejakawal proses, sehingga meskipun mayoritas masyarakat sudah siap dalam prosesperencanaan, akan tetapi ternyata tidak didukung oleh pemerintah setempat. Di lain pihak,banyak kegiatan perencanaan pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah yang t idakmelibatkan masyarakat sejak awal proses mengalami kegagalan karena tidak melibatkanmasyarakat sejak awal proses perencanaan.

Peran pemerintah daerah (provinsi, kabupaten, kecamatan dan desa) sangat pentingbagi upaya pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir di daerah, terutama dalam upayadesentralisasi (otonomi) pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir. Peran, keterlibatan,dan dukungan pemerintah setempat mulai dari tahap intervensi proyek, penentuan lokasikegiatan (sebagai lokasi pilot), kebijakan pengelolaan di daerah, keterlibatan langsungdan dukungan pada program yang dikembangkan oleh proyek, hingga keterlibatan dandukungan kepada masyarakat di desa terhadap upaya yang dilaksanakan masyarakat,sangat menentukan keberhasilan program di lapangan.

Pemerintah daerah setempat juga berperan dalam memberikan bantuan teknis maupunpendanaan (dana pendamping) bagi kegiatan dan program yang diusulkan serta disepakatioleh masyarakat. Bantuan teknis dan dana seperti ini dipandang oleh masyarakat danpemerintah di desa sebagai keseriusan dari pemerintah daerah (kabupaten dan provinsi)dalam mendukung program di lapangan. Peran utama pemerintah daerah dalampengelolaan sumberdaya wilayah pesisir adalah dalam menyetujui rencana pembangunandan pengelolaan serta keputusan desa, mengadopsi rencana pembangunan danpengelolaan desa, serta replikasi contoh/model yang dikembangkan di desa-desa contoh(field sites) ke desa, kecamatan, dan kabupaten lain di Sulawesi Utara.

Dalam mengoptimalkan dan memadukan peran pemerintah daerah, dibentuklah ProvincialWorking Group (Tim Kerja Provinsi), yang terdiri dari instansi terkait di tingkat provinsi,yang kemudian menjadi Provincial Advisory Committee (Tim Penasihat Provinsi) danKomite Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir Terpadu. Tim yang sama juga dibentukdi tingkat kabupaten, yang diberi nama Kabupaten Task Force (KTF), juga beranggotakandinas dan instansi terkait di kabupaten serta unsur dari universitas dan LSM. Perbedaanfokus peran antara Tim Penasehat Provinsi dan KTF terletak pada fungsi koordinasinya.Di tingkat provinsi, tim/komite berperan terutama untuk fungsi memberikan nasihat dankebijakan provinsi, sedangkan KTF menekankan pada koordinasi kegiatan pelaksanaandi lapangan.

Page 39: Studi Kasus Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir Berbasis

14

3.9. Keberlanjutan dan Kemandir ian PSWP-BM

Tahap ini dikenal sebagai tahap keluar atau pemandirian masyarakat. Pada periode ini,masyarakat sudah mencapai tingkat kemandirian dalam meneruskan PSWP-BM.Masyarakat mengambil peran, kontrol, dan tanggung jawab utama dalam mengelolasumberdaya, serta mengupayakan bantuan dana secara mandiri. Lewat program ini,persepsi masyarakat terhadap keberlanjutan dan kemandirian program pengelolaandiharapkan sudah matang.

Langkah atau tahapan yang perlu dilakukan masyarakat dan lembaga pengelola dalammenjamin keberlanjutan dan kemandirian PSWP-BM adalah:

Membangun Komitmen Kemandiri an dan Keberlanjutan; yang dilakukan lewatsosialisasi visi keberlanjutan dan kemandirian. Hal ini dilakukan bersama masyarakat,baik secara formal melalui pertemuan khusus yang diselenggarakan Pemerintah Desamaupun informal lewat pertemuan-pertemuan yang diselenggarakan oleh kelompok-kelompok yang ada di desa, seperti arisan, ibadah, rukun keluarga, dan sebagainya.Kegiatan ini disesuaikan dengan kondisi dan kesempatan yang ada. Semakin banyakpemangku kepentingan dan masyarakat yang terlibat dalam proses, akan semakinmenjamin besarnya dukungan terhadap usaha keberlanjutan dan kemandirian. Padakegiatan sosialisasi, hal yang dapat dijelaskan dan didiskusikan dengan masyarakat antaralain tentang siklus atau tahap-tahap pengelolaan secara keseluruhan dan rencanakeberlanjutan pengelolaan

Menentukan Visi Kemandirian; dilakukan agar masyarakat memiliki pandangan ke depanmengenai cara melaksanakan program secara berkelanjutan dan mandiri, sesuaikapasitas dan sumberdaya yang tersedia di desa.

Langkah selanjutnya adalah mempersiapkan konsep pengkajian diri sendiri (selfassessment) terhadap kapasitas masyarakat dalam melaksanakan keberlanjutan dankemandirian. Tujuannya adalah mempersiapkan bahan kajian (pertanyaan-pertanyaan)untuk menilai kapasitas dan kesiapan masyarakat dan lembaga yang ada di desa dalamkeberlanjutan dan kemandirian. Pengkajian yang dilakukan meliputi:

a. Pengkajian Kelembagaan (Committee-Self Assessment); Tujuan pengkajian ini adalahagar Pemerintah Desa dan lembaga pengelolaan pesisir mengetahui kapasitas lembagadalam PSWP-BM dan menyusun agenda pengisian kekosongan untuk persiapankemandirian. Prosesnya dilakukan lewat pertemuan.diskusi untuk mengkaji pelaksanaanpengelolaan yang telah dan sedang dilaksanakan oleh Kelompok Pengelola danPemerintah Desa, serta kapasitas lembaga pengelolaan. Termasuk di dalamnya agendakegiatan pembenahan dan pemantapan untuk meningkatkan kapasitas lembaga.Pertemuan ini harus melibatkan Pemerintah Desa bersama dengan KelompokPengelola, serta lembaga-lembaga lainnya yang terkait dengan program pengelolaan.Hasil yang diperoleh berupa kajian tentang kapasitas lembaga, efektivitas pengelolaanoleh lembaga, serta agenda kegiatan untuk melakukan pembenahan dan pemantapan

Page 40: Studi Kasus Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir Berbasis

15

lembaga dalam PSWP-BM. Kajian ini dilakukan oleh lembaga-lembaga yang ada didesa yang terkait dengan PSWP-BM seperti Kepala Desa, Kelompok Pengelola, BPD,dan sebagainya.

b. Pengkajian Masyarakat (Community-Self Assessment); Tujuan pengkajian diri sendiriini adalah agar masyarakat menilai kapasitas diri sendiri dalam melanjutkan PSWP-BM secara mandiri. Prosesnya dilakukan lewat pertemuan informal yang difasilitasioleh community organizer (CO) bersama Kepala Dusun dan Ketua RT/RW di tiap desa.Dalam pertemuan ini, didiskusikandan dilontarkan beberapa pertanyaan mengenaipenilaian dan pendapat masyarakat terhadap pelaksanaan pengelolaan yang telahatau sedang dilaksanakan, hasil dan manfaat yang dirasakan, kekurangan dankelemahan yang masih ada, serta saran-saran perbaikan dan pembenahan untukkeberlanjutan program.

Dalam proses ini, terdapat fase pengisian kekurangan (gap-filling), yang dilakukan setelahproses pengkajian diri sendiri selesai. Kegiatan ini ditujukan bagi upaya pembenahandan pemantapan kapasitas lembaga dan masyarakat untuk keberlanjutan dan kemandirianprogram. Kegiatan pada fase ini dapat berupa pembenahan kelembagaan dan penyusunanprogram/rencana ke depan.

Apabila semua tahapan di atas dapat dilalui, maka masyarakat, pemerintah, dan lembagapengelolaan pesisir desa pada akhirnya memiliki cukup pengetahuan dan kemampuanserta akses ke luar desa. Kemampuan ini disertai pula dengan komitmen yang cukupuntuk bekerja dan melanjutkan pengelolaan secara mandiri dan berkelanjutan.

Pencapaian itu perlu diapresiasi dengan pemberian penghargaan secara formal melaluiacara penglepasan masyarakat (graduasi) dalam proses pembelajaran PSWP-BM.Kegiatan penglepasan ini juga menandai berakhirnya fasilitasi Proyek Pesisir, yang selamaini melakukan pendampingan dalam tahapan PSWP-BM. Untuk selanjutnya, kegiatanPSWP-BM sepenuhnya diserahkan kepada masyarakat desa untuk dilanjutkan.

Keberhasilan ini biasanya diikuti dengan acara penglepasan, sebagai wadah untukmemanjatkan syukur, mengungkapkan kegembiraan dan kebanggaan desa. Acaratersebut dapat memperkuat motivasi dan komitmen masyarakat serta dukunganpemerintah daerah, dan sekaligus memberikan penghargaan kepada masyarakat ataskeberhasilan yang telah dicapai.

Di Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara, desa-desa yang menerapkan program PSWP-BM (Blongko, Bentenan, Tumbak, dan Talise) menjalani proses persiapan menujukemandirian ini dalam waktu kurang lebih setahun. Pada akhirnya, seluruh desa berhasilmencapai tahap kemandirian, ditandai dengan kegiatan penglepasan (graduasi) secarabertahap dari Desember 2002 hingga Januari 2003 di tiap-tiap desa.

Dalam acara graduasi ini, masyarakat menunjukkan rasa bangga dan gembira merekakarena telah berhasil melalui tahapan-tahapan program pengelolaan. Mereka lebih percayadiri dalam melanjutkan tanggung jawab pengelolaan secara mandiri. Setelah masa ini,

Page 41: Studi Kasus Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir Berbasis

16

masyarakat di desa pilot dapat membagikan pengalaman mereka kepada desa-desa lainyang tertarik menjalankan program PSWP-BM.

Masing-masing desa mengadakan acara khusus yang secara formal menandai kelulusanmereka, juga kegiatan-kegiatan lomba (olahraga dan kesenian) antarmasyarakat, kerjabakti bersama, pencanangan deklarasi atau kesepakatan bersama untuk melanjutkanprogram secara berkelanjutan, kegiatan peresmian, dan sebagainya. Pemerintah daerahjuga dapat menyampaikan penghargaan khusus (sertifikat penghargaan) atas keberhasilanmasyarakat dan Pemerintah Desa, dan menyampaikan dukungan terhadap keberlanjutanprogram yang akan dilaksanakan desa selanjutnya. Hasil-hasil yang telah dicapai dapatdisebarluaskan lewat media masa (koran, radio, dan televisi)

3.10. Perluasan Program (Scaling Up)

Sejak tahun 2001, Proyek Pesisir memprakarsai program replikasi dan perluasan (scalingup). Kegiatan ini dilakukan berdasarkan hasil-hasil pembelajaran yang diperoleh selamalima tahun dari empat desa pilot tersebut, dan penerimaan yang luas tentang konseppengelolaan berbasis masyarakat ini oleh Pemerintah Kabupaten Minahasa. Program inidirancang untuk mengembangkan hasil-hasil pembelajaran tersebut, sekaligus mengujidan mengidentifikasi model pendekatan inisiatif pengelolaan berbasis masyarakat ini.Juga, dalam upaya melembagakannya pada pemerintah daerah setempat. Hasilnya,Proyek Pesisir mengidentifikasi Kecamatan Likupang Barat dan Likupang Timur sebagailokasi, yang secara ekologis dan politis penting, untuk memperkenalkan dan mendukunginisiatif pengelolaan berbasis masyarakat.

Contoh-contoh model PSWP-BM yang telah dipraktikkan di empat desa sebelumnya,mulai dicobakan dengan prinsip-prinsip yang sama di 25 desa, namun tetap disesuaikandengan situasi dan kondisi desa masing-masing. Waktu pencapaian tiap tahapan dalamprogram perluasan ini bervariasi, namun secara umum lebih cepat dibandingkan yangpencapaian yang sama di empat desa pilot. Hal ini mengingat hasil-hasil pembelajaranyang telah diperoleh dari kegiatan sebelumnya di empat desa dimanfaatkan sebagairujukan dalam pelaksanaan kegiatan program PWSP-BM di desa-desa perluasan program.

Beberapa hasil yang diperoleh dari desa-desa peserta perluasan program tersebut adalah:• Ditetapkannya 19 Daerah Perlindungan Laut (DPL)• Ditetapkannya 4 (empat) Daerah Perlindungan Mangrove (DPM)• Tersusunnya 9 (sembilan) Rencana Pengelolaan tingkat Desa• Terbentuknya Kelompok Pengelola Pesisir dan Pusat Informasi Pesisir di 19 desa

Saat ini, sebagian desa-desa peserta sudah melalui tahap adopsi/penerimaan secaraformal, sedangkan yang lain baru akan memasuki tahap pelaksanaan. Masih dibutuhkanwaktu untuk melihat apakah keberhasilan dalam proses pembelajaran pada tingkat desadi lokasi pilot akan berhasil pada tingkat yang lebih luas, bahkan pada t ingkat kabupatendan provinsi.

Page 42: Studi Kasus Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir Berbasis

17

3.11. Dukungan Peraturan dalam PSWP-BM

Program PSWP-BM bertujuan ditujukan agar masyarakat lokal dan Pemerintah Desamengambil tanggung jawab yang lebih besar dan memperoleh keuntungan daripengelolaan sumberdaya lokal. Pada faktanya, mereka belum mempunyai sarana dankewenangan yang memadai untuk mencapai maksud-maksud tersebut.

Banyak desa di Kabupaten Minahasa telah memiliki daerah perlindungan laut berbasismasyarakat (DPL-BM), dan melakukan pengelolaan sumberdaya pesisir melalui prosesperencanaan yang matang. Hal tersebut diikuti dengan hadirnya sejumlah peraturan desa(Perdes) yang bertujuan mengatur pengelolaan sumberdaya pesisir berbasis masyarakatdi masing-masing wilayah desa. Contoh-contoh Peraturan Desa yang telah berhasilditetapkan dapat dilihat pada buku “Contoh Pengelolaan Sumberdaya Pesisir BerbasisMasyarakat” (Tulungen, 2003) dalam Seri PSWP-BM, dan dokumen-dokumen yang lebihlengkap lainnya dalam Seri Reformasi Hukum.

Tiadanya dukungan dukungan dari t ingkat pemerintah yang lebih tinggi dalammendelegasikan kewenangan pengelolaan sumberdaya lokal, termasuk belum adanyaaturan-aturan yang mendukung, menjadikan kegiatan PSWP-BM menjadi lemah dan tidakmempunyai kekuatan dalam mengatur seluruh pemangku kepentingan yang ada di dalamdan di luar desa. Karena itu, suatu peraturan berikut fungsi, peran, dan mekanismelembaga yang memfasilitasi terlaksananya program-program pengelolaan sumberdayawilayah pesisir secara terpadu perlu dibentuk di tingkat yang lebih tinggi, baik di tingkatkabupaten maupun provinsi.

Proyek Pesisir terlibat aktif memfasilitasi inisiatif DPRD Kabupaten Minahasa menyusunsuatu Peraturan Daerah (Perda) tentang pengelolaan pesisir berbasis masyarakat di tingkatkabupaten. Dalam prosesnya, pembuatan Perda ini dilaksanakan lewat beberapa tahapan,yakni:1. Penyampaian permasalahan wilayah pesisir2. Pertemuan-pertemuan informal antara stakeholders (Pemerintah, Swasta dan

masyarakat/LSM) untuk merumuskan permasalahan pokok di wilayah pesisirKabupaten Minahasa.

3. Diskusi formal dengan DPRD Kabupaten Minahasa4. Workshop (lokakarya) bersama Dewan Kelautan dan Perikanan, Dirjen Pengembangan

Daerah (Bangda), Konsultasi Rancangan Undang-Undang Pesisir dan Laut di AnyerJakarta

5. Penulisan draft akademik dan kerangka teoritis6. Penulisan konsiderans dan draft substansi7. Seminar-seminar dengan melibatkan masyarakat local,pihak swasta, Perguruan Tinggi,

anggota legislative, pihak Kepolian dan Angkatan Laut (penyidik), Kejaksaan (penuntutumum) dan Pengadilan (hakim)

8. Pembahasan draft substansi/batang tubuh Ranperda9. Perubahan draft substansi/batang tubuh Ranperda bedasarkan hasil-hasil diskusi

formal10. Kampanye dan sosialisasi draft ranperda melalui kunjungan lapangan, kerjasam LSM,

Page 43: Studi Kasus Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir Berbasis

18

media massa, dialog interaktif di televisi dan radio11. Penyerahan Rancangan Peraturan Daerah kepada pimpinan DPRD Kabupaten

Minahasa.12. Rapat Panitia Musyawarah kemudian Penetapan Panitia Khusus (Pansus) Rancangan

Perda13. Diskusi formal Panitia Khusus14. Diskusi formal Panitia Khusus membahas Substansi Ranperda bersama LSM, pihak

Swasta, dan perwakilan Masyarakat15. Rapat Panitia Khusus dengan pihak Eksekutif, membahas Ranperda16. Kunjungan lapangan Panitia Khusus, dalam bentuk tatap muka/diskusi dengan

masyarakat di wilayah pesisir17. Rapat Panitia Khusus, finalisasi Rancangan Peraturan Daerah18. Rapat Pleno: Pengesahan Ranperda menjadi Perda

Proses yang berjalan selama kurang lebih setahun itu akhirnya menghasilkan PeraturanDaerah Kabupaten Minahasa Nomor 02 Tahun 2002 Tentang Pengelolaan SumberdayaWilayah Pesisir Terpadu Berbasis Masyarakat, yang disahkan oleh DPRD KabupatenMinahasa. Perda ini bersifat “payung” bagi desa-desa pesisir yang telah memulaimenerapkan model PSWP-BM sejak tahun 1997.

Hal tersebut diikuti pula dengan penyusunan Perda serupa untuk tingkat provinsi. Prosespembuatan Perda tentang Pengelolaan Pesisir dan Laut Terpadu Berbasis Masyarakatdi Provinsi Sulawesi Utara dilakukan lewat jalur inisiatif DPRD Provinsi Sulawesi Utara,dibantu oleh Tim Fakultas Hukum UNSRAT serta Proyek Pesisir sebagai konsultanpenyusunan Rancangan Peraturan daerah (Ranperda). Hasilnya, pada tanggal 26 Mei2003, DPRD Provinsi Sulawesi Utara mengesahkan Perda Nomor 38 Tahun 2003 ProvinsiSulawesi Utara Tentang Pengelolaan Pesisir dan laut Terpadu Berbasis Masyarakat.Peraturan tersebut dapat dilihat pula pada buku “Contoh Dokumen Peraturan PerundanganPengelolaan Wilayah Pesisir” Koleksi Dokumen Proyek Pesisir 1997-2003, Seri ReformasiHukum.

Page 44: Studi Kasus Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir Berbasis

19

egiatan-kegiatan proyek di lapangan telah mendapatkan sejumlah besar produk(seperti laporan-laporan teknis, dokumen profil dan rencana pengelolaan,masyarakat dan staf pemerintah setempat yang telah dilatih, dan sebagainya)dan yang lebih penting adalah hasil (outcome) yang diperoleh dari kegiatan-

kegiatan. Hasil-hasil penting yang diperoleh dan nyata di desa-desa proyek, antara lain:• Peningkatan kesadaran dan pemahaman mengenai isu-isu pengelolaan pesisir dari

masyarakat.• Konsensus dan dukungan dari anggota masyarakat dan pemimpin mengenai isu-isu

prioritas yang perlu segera dilaksanakan, termasuk tujuan dan kegiatan-kegiatan yangperlu dilakukan untuk menjawab permasalahan dan mengembangkan potensi danpeluang.

• Perubahan perilaku menyangkut masyarakat dalam melindungi dan memanfaatkansumberdaya secara berkelanjutan sudah mulai tampak (misalnya menurunnyakerusakan lingkungan akibat penggunaan bahan peledak dan racun dalam menangkapikan, berkurangnya aktivitas penambangan karang, adanya perlindungan terumbukarang, dan kegiatan perlindungan dan penanaman kembali hutan mangrove)

• Menguatnya kapasitas masyarakat dan lembaga di tingkat desa dalam pengelolaansumberdaya.

• Dukungan pemerintah terhadap upaya perencanaan dan pengelolaan berbasismasyarakat dan bottom-up mulai dari desa, kabupaten, dan provinsi.

• Adanya dukungan peraturan perundangan mulai Peraturan Desa, Perda Kabupaten,hingga Perda Provinsi, dalam bidang pengelolaan berbasis masyarakat, kelompokpengelola yang dibentuk dari tingkat desa, kabupaten dan provinsi yang bertanggungjawab mengelola sumberdaya wilayah pesisir.

• Kesiapan dan komitmen masyarakat dan pemerintah desa untuk melanjutkan programpengelolaan pesisir berbasis masyarakat

Di setiap desa pilot Proyek Pesisir, contoh spesifik hasil nyata di lapangan seperti terlihatdalam Tabel 2.

Hasil dan kemajuan nyata di atas sudah tampak dan diperoleh. Namun demikian pascakegiatan Proyek Pesisir banyak upaya yang masih perlu dilakukan dalam memperkuatkapasitas masyarakat dan lembaga-lembaga di tingkat desa, kabupaten dan provinsidalam melaksanakan program yang sudah ditetapkan. Mekanisme pengelolaan olehmasyarakat dan koordinasi antarlembaga dalam pelaksanaan di lapang masih dalam

4Pembelajaran dalam PSWP-BM di

Kabupaten Minahasa, SulawesiUtara

K

Page 45: Studi Kasus Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir Berbasis

20

tahap awal. Diakui bahwa keberlanjutan pendekatan pengelolaan berbasis masyarakat,sebagaimana dihasilkan dan dicoba di Sulawesi Utara ini, tergantung pada komitmendan dukungan dari semua stakeholders yang ada, terutama Pemerintah Daerah. Namunmelihat keberhasilan pendekatan PSWP-BM yang diterapkan di Sulawesi Utara, hal serupadapat diterapkan dan diadopsi daerah lain di Indonesia.

Kemajuan dan hasil nyata juga telah diperoleh di tingkat provinsi dan kabupaten dalammelembagakan contoh pendekatan yang dilakukan oleh Proyek Pesisir dalam pengelolaansumberdaya wilayah pesisir-berbasis masyarakat ini kedalam program pemerintahsetempat. Hasil spesifik yang diperoleh antara lain:• Meningkatnya dukungan di antara lembaga-lembaga utama di tingkat Provinsi dan

Kabupaten (khususnya Bappeda dan Dinas Perikanan dan Kelautan) bagi programpengelolaan sumberdaya wilayah pesisir berbasis masyarakat yang dikembangkanoleh Proyek Pesisir khususnya DPL untuk disebarluaskan dan diterapkan di desa-desa lain.

• Pengakuan bahwa pendekatan pengelolaan berbasis masyarakat yang dikembangkanoleh Proyek Pesisir sebagai uji coba dan punya potensi yang baik untuk dipakai sebagaimodel/contoh program desentralisasi sesuai UU No. 22 Tahun 1999 mengenai OtonomiDaerah dan karena itu keinginan untuk secara adaptif mencoba pendekatan baru untukmengembangkan strategi penyebarluasan model secara lebih luas lagi (scaling-upmodel).

• Meningkatnya pemahaman dan diskusi-diskusi mengenai proses dan sumberdaya yangdibutuhkan dalam keberhasilan upaya penyebarluasan model dalam programpemerintah daerah.

• Upaya penyebarluasan (scaling up) dimulai melalui program dan lembaga yang ada didaerah dan melalui dukungan dan usulan dana APBN/APBD setiap tahun dalam

Tabel 2. Contoh-contoh hasil nyata di tiap desa Proyek Pesisir di Sulawesi Utara

Page 46: Studi Kasus Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir Berbasis

21

pengelolaan pesisir di daerah ini.• Replikasi di tingkat Kabupaten (Minahasa) dan Provinsi (Sulawesi Utara) telah dilakukan,

yakni di Kecamatan Likupang Barat dan Timur. Contoh praktik PSWP-BM sudah mulaidiadopsi oleh lembaga donor lainnya seperti JICA dan masyarakat sekitar.

• DPRD Kabupaten Minahasa menetapkan Peraturan Daerah Kabupaten Minahasa No.02 Tahun 2002 Tentang Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir Terpadu BerbasisMasyarakat, demikian juga dengan DPRD Provinsi telah menetapkan Peraturan DaerahNomor 38 Tahun 2003 (lihat “Contoh Peraturan Perundangan Pengelolaan WilayahPesisir” pada Seri Reformasi Hukum, Koleksi Dokumen Proyek Pesisir 1997-2003.

Setelah kegiatan Proyek Pesisir berakhir, diharapkan berbagai capaian dan hasil yangdapat dilihat, dit inggalkan, dan diteruskan oleh masyarakat adalah antara lain:• Daerah Perlindungan Laut (Marine Sanctuary) di tiap desa Proyek Pesisir terbentuk

dan dikelola dengan baik.• Rencana Pengelolaan yang dapat dilaksanakan, dievaluasi, dan dilembagakan oleh

Pemda.• Pusat Informasi Sumberdaya Wilayah Pesisir di Desa dibangun dan dimanfaatkan.• Ekoturisme berbasis masyarakat di Likupang Barat dan Timur dan Bentenan

berkembang.• Sanitasi lingkungan masyarakat meningkat.• Banjir dan erosi berkurang.• Hutan bakau, terumbu karang dan lamun terpelihara dengan baik.• Hutan dan satwa langka dilindungi dan lestari.• Agroforestry dan kegiatan pertanian berkembang dengan baik.• Sumber mata air terlindungi.• Kegiatan penangkapan ikan secara destruktif berkurang dan dilarang.• Adanya kesepakatan dalam menyelesaikan konflik dalam menentukan areal

pemanfaatan diantara pengguna sumberdaya laut di desa (terutama di Talise danBentenan -Tumbak)

• Kelompok Pengelola aktif dan berperan dengan baik.• Masyarakat mampu memahami dan menangani isu secara mandiri.• Kemampuan dalam melakukan evaluasi secara partisipatif untuk pelaksanaan rencana

pengelolaan dan kegiatan-kegiatan lainnya.• Aturan-aturan yang sudah ditetapkan dan dilaksanakan (penegakan aturan).• Berkembangnya mata pencaharian tambahan yang berkelanjutan.

Page 47: Studi Kasus Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir Berbasis

22

ari pengalaman Proyek Pesisir dalam memfasilitasi PSDWP-BM, sejumlahpelajaran dan kesimpulan dapat dirangkum. Dokumentasi pembelajaran darikegiatan Proyek Pesisir ini sejak tahun 1999 sudah dilakukan oleh LearningTeam Institut Pertanian Bogor (IPB) dan sudah dipresentasikan dalam Learning

Team Workshop di Bogor dan ditulis dalam beberapa dokumen (Sondita et.al. 1999, 2000,2001, 2002 dan 2003). Pelajaran dan kesimpulan yang dipaparkan berikut ini sebagianmungkin sudah dipaparkan dalam dokumen-dokumen tersebut.

1. Rasa memiliki masyarakat terhadap rencana pengelolaan merupakan hal yang pentingdan membutuhkan partisipasi nyata dari mereka sejak tahap-tahap perencanaanhingga pelaksanaan. Masyarakat desa di wilayah pesisir, apabila kemampuan dankapasitas mereka dilatih dan diperkuat serta diberi kepercayaan secara partisipatif,maka mereka akan mampu bertanggungjawab dengan baik dalam mengelola sumberdana dan sumberdaya secara baik, mampu melakukan pemantauan kondisisumberdaya pesisir secara tepat, serta dapat diubah dari pemanfaat murni sumberdayamenjadi pengelola sumberdaya mereka sendiri.

2. Peningkatan pengembangan kapasitas masyarakat dan kelompok yang bertugas untukmelaksanakan rencanan pengelolaan harus mendapatkan perhatian serius danpenekanan utama selama proses persiapan, perencanaan, sampai pada tahappelaksanaan. Tanpa kapasitas pengelolaan yang cukup, kemungkinan keberhasilansecara berkelanjutan akan sulit dijamin.

3. Program pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir berbasis masyarakat harusdipandang sebagai pendekatan pengelolaan bersama (co-management) atau secarakolaboratif. Masyarakat dan pemerintah setempat (di desa, kecamatan, dan di tingkatkabupaten) secara aktif bekerja sama selama proses perencanaan dan pelaksanaan.Partisipasi masyarakat akan sangat efektif apabila diintegrasikan sejak awal prosesperencanaan, bersamaan dengan keterlibatan aktif dari lembaga permerintah. Karenabelum ada pengalaman dan tradisi yang cukup panjang menyangkut “bottom-upplanning” dan partisipasi masyarakat yang nyata, penekanan dan perhatian padapengembangan kapasitas sangat penting bagi pengelolaan berbasis masyarakat.

4. Dukungan dari pejabat pemerintah di tingkat kabupaten dan provinsi juga akanmempercepat kemungkinan keberhasilan program. Demikian juga di tingkat desa,dukungan yang kuat dari pemimpin setempat pada saat memulai proses perencanaanakan menjamin bahwa proses perencanaan tersebut berhasil dan mempercepat waktu

5Kesimpulan

D

Page 48: Studi Kasus Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir Berbasis

23

yang dibutuhkan dalam mengembangkan rencana pengelolaan. Bila dukungan yangkuat dari masyarakat sudah dibangun dan rencana pengelolaan sudah ditetapkan,maka perubahan dalam kepemimpinan di desa akan memberikan dampak yang kecilatau tidak berpengaruh terhadap keberhasilan pelaksanaan.

5. Ketrampilan dan komitmen pendamping masyarakat merupakan syarat utamakeberhasilan program. Namun demikian, masih diperlukan investasi bagipengembangan kapasitas dari pendamping lapangan, terutama dalam ketrampilandan kemampuannya untuk pengembangan masyarakat, menumbuhkan partisipasimasyarakat, dan pengelolaan pesisir terpadu.

6. Pelaksanaan awal perlu dilakukan untuk membangun dukungan masyarakat bagikonsep PSWP-BM, menciptakan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga yangmembantu masyarakat dalam proses, dan membantu meningkatkan kemampuankapasitas masayarakat dalam perencanaan dan pengelolaan sumberdaya pesisirberbasis masyarakat. Pelaksanaan awal juga berperan sebagai uji coba pelaksanaanpengelolaan dan proses belajar masyarakat dalam pengelolaan pesisir berbasismasyarakat. Mengingat tujuan pelaksanaan awal di atas, maka jenis pelaksanaanawal tidak terlalu penting, tetapi harus didasarkan pada keinginan masyarakat danproses dalam menentukan jenis pelaksanaan awal tersebut. Karena itu kegiatan sepertimendirikan MCK, pusat informasi, menciptakan mata pencaharian tambahan, danlain-lain cocok untuk ditetapkan/diterima sebagai kegiatan pelaksanaan awal.

7. Lembaga yang terlibat memerlukan kerja sama dan keterlibatan dengan masyarakatsampai tahap pelaksanaan rencana pembangunan dan pengelolaan sudah berjalandengan baik. Lembaga yang terlibat harus tinggal di lokasi sampai masyarakat sudahbenar-benar siap dan memiliki kapasitas yang cukup untuk secara mandiri mengelolasumberdaya mereka. Lembaga atau badan pengelola lokal yang dibentuk sudah harusterorganisasi dan berjalan dengan baik sebelum lembaga yang terlibat ditarik/keluardari masyarakat. Penarikan lembaga dari desa harus dilakukan secara perlahan-lahan.

8. Metode partisipasi harus menggunakan metode formal dan informal. Secara formaladalah melalui pertemuan masyarakat, diskusi dan presentasi lewat lembaga formalyang ada di desa termasuk sekolah, organisasi keagamaan, arisan, dan sebagainya.Secara informal adalah melalui diskusi tatap muka antara individu, dari rumah kerumah, di tepi pantai dan jalan, dan keterlibatan dalam kegiatan sosial dan produktifdalam masyarakat seperti pesta kawin, ulang tahun, kematian, menangkap ikan, panendan lain-lain. Metode/pendekatan informal memiliki nilai yang sama dan bahkan lebihpenting daripada pendekatan formal. Metode informal memerlukan waktu yangpanjang, tetapi kadang kala lebih efektif daripada metode formal.

9. Setelah rencana pengelolaan disepakati, maka untuk menjamin keberlanjutannyadibutuhkan jaringan kerja sama dan keterlibatan dengan luar dan lokal yangmendukung rencana pengelolaan, tanpa memandang apakah lembaga tersebut dariLSM, universitas, ataupun lembaga pemerintah.

Page 49: Studi Kasus Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir Berbasis

24

10. Proses pembuatan rencana pengelolaan dan pembangunan sumberdaya wilayahpesisir berbasis masyarakat memerlukan waktu minimal satu tahun. Rencana berbasismasyarakat yang efektif memerlukan proses partisipatif yang tinggi dan dukungandari mayoritas masyarakat, sehingga membutuhkan waktu yang lama. Apabila dibentukkurang dari satu tahun, maka kemungkinan untuk kelanjutan dan keberhasilan sulitdicapai atau dipertahankan. Pengalaman seperti di Filipina menunjukkan bahwamembangun komitmen dan kemampuan kapasitas masyarakat dalam pengelolaanberbasis masyarakat memerlukan waktu yang panjang.

11. Perubahan lingkungan dan kondisi sumberdaya tidak akan nampak dalam waktusingkat dan diperlukan beberapa tahun setelah rencana pengelolaan tersebut disepakati dan diimplementasikan sampai perubahan ini mulai kelihatan. Dampakterhadap masyarakat bahkan membutuhkan waktu yang lebih lama daripadaperubahan lingkungan. Beberapa kasus intervensi khusus, seperti daerah perlindunganlaut (DPL), dapat menunjukkan hasil yang lebih cepat seperti dalam peningkatan danperubahan terhadap kelimpahan ikan, keanekaragaman spesies dan tutupan karang.Perubahannya dapat diperoleh minimal dalam waktu satu tahun. Dalam hal produksiperikanan di sekitar daerah perlindungan laut, sebagaimana pengalaman di Filipinadan Pasifik Selatan, diperlukan waktu antara tiga sampai lima tahun setelah daerahperlindungan ditetapkan.

12. Untuk mencapai keberhasilan pendekatan berbasis masyarakat, hal yang pentingadalah perlunya menempatkan secara tetap tenaga penyuluh lapangan yangberpengalaman dan terlatih yang akan memotivasi, mengkoordinasi, menfasilitasi danmelatih masyarakat dalam kegiatan-kegiatan pengelolaan berbasis-masyarakat didesa. Sumberdaya dan perhatian khusus dalam membangun kapasitas sumberdayamanusia untuk program-program berbasis masyarakat perlu dilakukan sejak awalyang dibarengi dengan pelatihan jangka pendek, yang mampu diterima olehmasyarakat desa dapat dilaksanakan jika ada tenaga penyuluh lapangan yangmencurahkan waktu dan tenaganya secara penuh di desa.

13. Dukungan dari pemerintah pusat dan daerah sangat diperlukan dalam mendorongdesentralisasi pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir, untuk menjamin kualitas dankelestarian sumberdaya wilayah pesisir yang banyak penduduk miski nmenggantungkan hidupnya di sana. Program-program desentralisasi dapat lebih efektif/murah biayanya, lebih adil/seimbang, dan lebih lestari/berkesinambungan dibandingprogram-program terpusat (centralized).

Page 50: Studi Kasus Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir Berbasis

25

Ablaza-Baluyut, E. 1995. The Philippine Fisheries Sector Program. pp. 156-177. In: Coastal andMarine Environmental Management: Proceedings of a Workshop. Bangkok, Thailand, 27-29, March, 1995. Asian Development Bank. pp. 331.

Balgos, M., T.G. Bayer, B. Crawford, C.R. Pagdilao, J. Tulungen, A.T. White. 2001 (Editors)Proceedings. Philippines-Indonesia Workshop on Community-Based Marine Sanctuaries.Cebu, Philippines & Manado, Indonesia September 2000. CRC Coastal Management Report#2234; PCAMRD Book Series #34. Coastal Resources Center, Narraganset Rhode Island,USA. pp 106

Buhat, D. 1994. Community-Based Coral Reef and Fisheries Management, San Salvador Island,Philippines. In: White, A. T., L.Z. Hale, Y Renard and L. Cortesi. (Eds.) 1994. Collaborativeand Community-Based Management of Coral Reefs: Lessons from Experience. KumarianPress, West Hartford, Connecticut, USA. pp. 33-49

Calumpong H. 1993. The Role of Academe in Community Based Coastal Resource Management:The Case of APO Island. In: Proceedings of the Seminar Workshop on Community-BasedCoastal Resources Management: Our Sea Our Life. Lenore P. C. (eds.). Voluntary ServicesOverseas, New Manila, Quezon City, Philiphines.

Crawford, B.R., I. Dutton, C. Rotinsulu, L. Hale. 1998. Community-Based Coastal ResourcesManagement in Indonesia: Examples and Initial Lessons from North Sulawesi. Paperpresented at International Tropical Marine Ecosystem Management Symposium, Townsville,Australia, November 23-26. pp 299-309

Crawford, B.R., J.J. Tulungen. 1998. Metodological Approach of Proyek Pesisir in North Sulawesi.Working Paper. Proyek Pesisir. University of Rhode Island, Coastal Resources Center,Naragansett, Rhode Island, USA.

Crawford, B.R., J.J. Tulungen. 1998b. Marine Sanctuary as a Community Based Coastal ResourcesManagement Model for North Sulawesi and Indonesia. Working Paper. Proyek Pesisir.University of Rhode Island, Coastal Resources Center, Naragansett, Rhode Island, USA.

Crawford, B.R., P. Kussoy, A Siahainenia and R.B. Pollnac, 1999. Socioeconomic Aspects of CoastalResources Use in Talise, North Sulawesi. Proyek Pesisir Publication. University of RhodeIsland, Coastal Resources Center, Narragansett, Rhode Island, USA. pp 67.

Crawford, B.R., J.J. Tulungen. 1999a. Scaling-up Initial Models of Community-Based MarineSanctuaries into a Community Based Coastal Management Program as a Means ofPromoting Marine Conservation in Indonesia. Working Paper. Proyek Pesisir. University ofRhode Island, Coastal Resources Center, Naragansett, Rhode Island, USA. 8 pp.

Crawford, B.R., J.J. Tulungen. 1999b. Concept for a Decentralized Provincial and/or KabupatenCoastal Management Program in North Sulawesi. Working Paper. Proyek Pesisir. Universityof Rhode Island, Coastal Resources Center, Naragansett, Rhode Island, USA.

Dutton I.M., D.G. Bengen, J.J. Tulungen. 2001. The Challenges of Coral Reef Management inIndonesia. In Wolanski E., (Ed). Oceanographic Processes of Coral Reefs: Physical andBiological links in the Great Barrier Reef. CRC Press LLC. Florida. USA. pp 315 - 330.

Daftar Pustaka dan Bahan Bacaan

Page 51: Studi Kasus Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir Berbasis

26

Ferrer, E. M., L. Polotan-Dela Cruz and M. Agoncillo-Domingo (Eds.). 1996. Seeds of Hope: ACollection of Case Studies on Community Based Coastal Resources Management in thePhilippines. College of Social Work and Community Development, University of thePhilippines, Diliman, Quezon City, Philippines. pp. 223.

Fraser, N., B. Crawford, J. Kusen. 2003. Panduan Pembersihan Bintang Laut Berduri. KoleksiDokumen Proyek Pesisir 1997-2003, Seri Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir BerbasisMasyarakat. Proyek Pesisir, Coastal Resources Center, University of Rhode Island, USA.34 pp.

Kasmidi, M., A. Ratu, E. Armada, J. Mintahari, I. Maliasar, D. Yanis, F. Lumolos, dan N. Mangampe.1999. Profil Sumberdaya Wilayah Pesisir Desa Blongko, Kecamatan Tenga, KabupatenMinahasa, Sulawesi Utara. Proyek Pesisir. University of Rhode Island, Coastal ResourcesCenter, Naragansett, Rhode Island, USA. 31 pp.

McManus, J.W., C. van Zwol, L.R. Garces and D. Sadacharan. Editors. 1998. A Framework forFuture Training in Marine and Coastal Protected Area Management. Proceeding ICLARMConference 57. 54p.

Patlis, J., R. Dahuri, M. Knight, nd J. Tulungen. 2002. Integrated Coastal Management In ADecentralized Indonesia: How It Can Work. Jurnal Pesisir & Lautan, Vol 4, no 1, pp 24-39.

Pollnac, R.B., C. Rotinsulu and A. Soemodinoto. 1997. Rapid Assesment of Coastal ManagementIssues on the Coast of Minahasa. Coastal Resources Management Project - Indonesia.Coastal Resources Center, University of Rhode Island, and the US Agency for InternationalDevelopment, pp. 60.

Polotan-de la Cruz, L. 1993. Our Life Our Sea. Proceedings of the Seminar Workshop onCommunity-Based Coastal Resources Management. February 7-12, 1993, SillimanUniversity, Dumaguete City, Philippines. Voluntary Services Overseas, Quezon City,Philippines. pp. 95.

Pomeroy, R.S. 1994. Community Management and Common Property of Coastal Fisheries inAsia and the Pacific: Concepts, Methods and Experiences. ICLARM Conf. Proc. 45.International Center for Living Aquatic Resources Management, Metro Manila Philippines.pp.185.

Pomeroy, R.S. and M.B. Carlos. 1997. Community-Based Coastal Resources Management inthe Philippines: A Review and Evaluation of Programs and Projects, 1984-1994. MarinePolicy. Vol. 21. No. 5. pp. 445-464.

Sondita, M.F.A., N.P. Zamani, Burhanuddin, B. Priyanto dan A. Tahir (editors). 1999, Pelajarandari Pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 1999. Prosiding Lokakarya Hasil PendokumentasianKegiatan Proyek Pesisir. PKSPL - Institut Pertanian Bogor dan CRC - University of RhodeIsland. 87 pp.

Sondita, M.F.A., N.P. Zamani, Burhanuddin, B. Priyanto dan A. Tahir (editors). 2000. Pelajarandari pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 2000. Prosiding Lokakarya Hasil PendokumentasianKegiatan Proyek Pesisir. PKSPL - Institut Pertanian Bogor dan CRC - University of RhodeIsland. 170 pp.

Sondita, M.F.A., N.P. Zamani, Burhanuddin, B. Priyanto dan A. Tahir (editors). 2001. Pelajarandari pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 2001. Prosiding Lokakarya Hasil PendokumentasianKegiatan Proyek Pesisir. PKSPL - Institut Pertanian Bogor dan CRC - University of RhodeIsland. 168 pp.

Sondita, M.F.A., N.P. Zamani, Burhanuddin, B. Priyanto dan A. Tahir (editors). 2002. Pelajarandari pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 2002. Prosiding Lokakarya Hasil PendokumentasianKegiatan Proyek Pesisir. PKSPL - Institut Pertanian Bogor dan CRC - University of RhodeIsland. 168 pp.

Sondita, M.F.A., N.P. Zamani, Burhanuddin, B. Priyanto dan A. Tahir (editors). 2003. Pelajarandari pengalaman Proyek Pesisir 1997 - 2003. Prosiding Lokakarya Hasil PendokumentasianKegiatan Proyek Pesisir. PKSPL - Institut Pertanian Bogor dan CRC - University of RhodeIsland.

Page 52: Studi Kasus Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir Berbasis

27

Tangkilisan, N., V. Semuel, F. Masambe, E. Mungga, I. Makaminang, M. Tahumul dan S. Tompoh.1999. Profil Sumberdaya Wilayah Pesisir Desa Talise, Kecamatan Likupang, KabupatenMinahasa, Sulawesi Utara. Proyek Pesisir. University of Rhode Island, Coastal ResourcesCenter, Naragansettt, Rhode Island, USA. 73 pp.

Tulungen, J.J. 2000. Pelibatan Masyarakat dalam Pengelolaan Sumberdaya Wilayah PesisirBerbasis-Masyarakat di Sulawesi Utara. in Jurnal Fakultas Perikanan Universitas SamRatulangi Manado. Vol II, No 3, Oktober 2000. pp 24-41.

Tulungen, J.J. 2003a. Contoh Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir Berbasis Masyarakat.Koleksi Dokumen Proyek Pesisir 1997-2003 Seri Pengelolaan Sumberdaya Wilayah PesisirBerbasis Masyarakat. Proyek Pesisir, University of Rhode Island, Coastal Resources Center,Narragansett, Rhode Island, USA. 131 pp.

Tulungen J.J. 2003b. Pengelolaan Daerah Perlindungan Laut dan Sumberdaya Pesisir BerbasisMasyarakat Sebagai Salah Satu Model Pengelolaan Perikanan: Contoh Kasus di KabupatenMinahasa Sulawesi Utara. Paper Diseminasi dan Lokakarya. Praktek-Praktek TerbaikKegiatan Pembangunan Sub-Sektor Perikanan Se-Sulawesi. Makassar, 17 - 19 Februari2003. pp 23.

Tulungen, J.J. 2003c. Studi Kasus Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir Berbasis Masyarakatdi Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara. Koleksi Dokumen Proyek Pesisir 1997-2003 SeriPengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir Berbasis Masyarakat. Proyek Pesisir, Universityof Rhode Island, Coastal Resources Center, Narragansett, Rhode Island, USA. 29 pp.

Tulungen, J.J., C. Rotinsulu, M. Dimpudus, dan N. Tangkilisan. 2003. Panduan PengelolaanSumberdaya Wilayah Pesisir Berbasis Masyarakat. Koleksi Dokumen Proyek Pesisir 1997-2003 Seri Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir Berbasis Masyarakat. Proyek Pesisir,University of Rhode Island, Coastal Resources Center, Narragansett, Rhode Island, USA.29 pp.

Tulungen, J.J., C. Rotinsulu, M. Kasmidi,. N. Tangkilisan, M. Dimpudus, M. Sumampouw, D. Karwur,D. Karouw, M. Panelewen, E. Watung, H. Tioho. 2003. Pemantauan dan Evaluasi DalamProgram Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir di Proyek Pesisir Sulawesi Utara. Paper“Learning Workshop”. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Laut (PKSPL). InstitutPertanianBogor (IPB), Maret 2003. pp 28

Tulungen J.J., T.G. Bayer, B.R. Crawford, M. Dimpudus, M. Kasmidi, C. Rotinsulu, A. Sukmaradan N. Tangkilisan. 2002. Panduan Pembentukan dan Pengelolaan Daerah PerlindunganLaut Berbasis-Masyarakat. CRC Technical Report No 2236. Departemen Kelautan DanPerikanan Republik Indonesia dan University of Rhode Island, Coastal Resources Center,Narragansett Rhode Island, USA. pp 77.

Tulungen, J.J., P. Kussoy, B.R. Crawford. 1998. Community Based Coastal Resources Managementin Indonesia: North Sulawesi Early Stage Experiences. Paper presented at Convention ofIntegrated Coastal Management Practitioners in the Philippines. Davao City. 10 - 12Nopember.

Tulungen, J.J., B.R. Crawford, I. Dutton. 1999 Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir Berbasis-Masyarakat di Sulawesi Utara sebagai Salah Satu Contoh Otonomi Daerah dalamPembangunan Pesisir. Paper dipresentasikan dalam Seminar Ilmiah Hasil-hasil PenelitianUnggulan, Likupang, Sulawesi Utara, 15 Desember 1999.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.1997. Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup/BAPEDAL. Jakarta.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. 1999.Departemen Dalam Negeri. Jakarta.

White A.T. 1989. Two Community-based Marine Reserves: Lessons Learned for CoastalManagement. In: Coastal Area Management in Southeast Asia: Policies, ManagementStrategies and Case Studies. Proceeding ICLARM Conference 19. T.E Chua and D. Pauly(eds.) 254 p. Ministry of Science and Technology and the Environment, Kuala Lumpur;Johor State Economic Planning Unit, Johore Baru, Malaysia; and International Center forLiving Aquatic Resources Mangement, Manila, Philippines. pp 85-96.

Page 53: Studi Kasus Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir Berbasis

28

White A.T, A. Cruz-Trinidad. 1998. The Values of Philippine Coastal Resources: Why Protectionand Management are Critical. Coastal Resources Management Project, Cebu City,Philippines, 96p.

White A.T., L. Z. Hale, Y. Renard, L. Cortesi (editors). 1994. Collaborative and Community-BasedManagement of Coral Reefs: Lesson from Experience. Kumarian Press. West Hartford,Connecticut. USA. pp 124.

World Bank. 1999. Voices from the Village: A Comparative Study of Coastal Resource Managementin the Pacific Islands. Pacific Islands Discussion Paper Series Number 9 (and No. 9A-Summary Report). World Bank, East Asia and Pacific Region, Papua New Guinea andPacific Islands Country Management Unit. Washington D.C. USA.

Page 54: Studi Kasus Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir Berbasis

29

Lampiran 1

Model Program PSWP-BM di Sulawesi Utara

Page 55: Studi Kasus Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir Berbasis

30

Lampiran 2

Tabel 2 . Contoh partisipasi/peran masyarakat dalam Program Pengelolaan SumberdayaWilayah Pesisir-Berbasis masyarakat

Langkah dalam Proses Partisipasi/Peran Masyarakat dalam Program Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir

Identifikasi Isu • Partisipasi dalam pengumpulan data dasar dan pelatihan pengumpulan data• Menghadiri pertemuan dalam identifikasi isu dan analisis isu• Memberikan masukan terhadap permasalahan dan isu serta berperan dalam penentuan

prioritas isu• Berpartisipasi dalam penyusunan dan diseminasi profil desa

Persiapan dan Perencanaan • Berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan Pendidikan Lingkungan Hidup• Berpartisipasi dalam Pelatihan ICM (Pengelolaan Pesisir Terpadu)• Berpartisipasi dalam pembuatan draft rencana pengelolaan• Pengambil keputusan dalam kegiatan pelaksanaan pelaksanaan awal (early action)• Pengambil keputusan dan pemberi masukan dalam rencana pengelolaan desa:

- Klarifikasi Isu, Visi, Tujuan Pengelolaan- Kegiatan-kegiatan pengelolaan- Sistem monitoring- Struktur kelembagaan

• Pemimpin dan pelaksana dalam proses konsultasi, sosialisasi, perbaikan, dan diseminasidraft rencana pengelolaan kepada masyarakat desa, pemerintah setempat, sampaipemerintah dan stakeholders tingkat provinsi

Persetujuan Rencana • Pengorganisasian dalam semua rapat musyawarah desa untuk menentukan dandan Pendanaan menyetujui rencana pengelolaan

• Memilih dan menolak sebagian atau keseluruhan rencana pengelolaan desa serta aturandesa bagi pelaksanaan rencana pengelolaan

• Bersama-sama dengan pemerintah desa dan kabupaten menyetuju i strategi danpendanaan pelaksanaan rencana pengelolaan

• Berpartisipasi dalam peluncuran dokumen rencana pengelolaan desa

Pelaksanaan • Berpartisipasi dalam rapat pembuatan rencana tahunan desa• Berpartisipasi dalam rapat untuk menentukan badan pengelola dan lembaga bagi

implementasi rencana pengelolaan• Pengambil keputusan bagi prioritas rencana kerja tahunan desa bagi implementasi

rencana pengelolaan

Pemantauan dan Evaluasi • Bertindak sebagai pengawas, pemantau, dan pengevaluasi pelaksanaan rencana kerjatahunan dan rencana pengelolaan

• Berpartisipasi dalam pelatihan pemantauan dan evaluasi• Berpartisipasi sebagai anggota kelompok pemantau dan pengawas pelaksanaan

kesepakatan dan peraturan• Bertindak sebagai pemantau dan pengevaluasi rencana tahunan dan pendanaan program• Melaporkan hasil pemantauan dan evaluasi yang dilakukan secara transparan kepada

pemerintah dan masyarakat desa

Page 56: Studi Kasus Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir Berbasis

31

Lampiran 3

Tabel3 . Kerangka kerja konsep pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir terpadu-berbasismasyarakat di Sulawesi Utara

Langkah

IdentifikasiIsu

PersiapandanPerencanaan

PersetujuanRencanadanPendanaan

Kegiatan

• Survei data dasar• Identifikasi Kelompok Inti,

Kelompok Fokus, danstakeholders

• Pertemuan informal/formaluntuk menggali info dan isu

• Pelatihan Kelompok Inti untukidentifikasi dan analisis isu

• Penyusunan draft profil• Sosialisasi, konsultasi isu-isu

kepada masyarakat, PemerintahDesa, KTf, dan secara tekniskepada Proyek Pesisir

• Perbaikan dokumen profil• Diseminasi profil• Pelaksanaan awal dilaksanakan• PLH dan pelatihan masyarakat

serta studi banding

• Lokakarya dana pelatihanpengelolaan pesisir terpadu(ICM)

• Pelatihan Kelompok Inti untukpenyusunan rencana

• Penyusunan draft RencanaPengelolaan

• Sosialisasi, konsultasi isu-isuprioritas kepada masyarakat,pemerintah desa, dan instansiterka it

• Perbaikan dokumen RencanaPembangunan dan Pengelolaan

• Diseminasi RencanaPembangunan dan Pengelolaan

• Pelaksanaan awal dilanjutkan

• Musyawarah desa untukpersetujuan

• Pertemuan/lokakrya KTF untukmembahas draft danpersetujuan rencana

• Review dari PemerintahKabupaten untuk kegiatan dansumber dana

• Penandatanganan danperesmian RencanaPengelolaan

Hasi l yang diharapkan

• Data dasar mengenai desa(Sejarah, lingkungan, social-ekonimi)

• Terbentuknya Kelompok Inti• Diperoleh consensus tnetang

isu dan tingkat kesadaranmasyarakat

• Diperoleh info mengenaistakeholders di desa dankeaktifan Kelompok Inti

• Isu-isu dapat diidentifikasi• Masyarakat dan Kelompok Inti

memahami program• Kapasitas masyarakat untuk

pengelolaan ditingkatkan• Kesadaran dan kepedulian

masyarakat terhadap• Penanganan awal isu-isu• lingkungan hidup meningkat

• Adanya visi, strategi, tujuan, dankegiatan, serta kelembagaandalam pengelolaan

• Adanya konsensus RencanaPengelolaan

• Diketahui dan ditetapkannyaisu-isu prioritas olehmasyarakat, pemerintah, daninstansi-instansi terkait

• Masukan, koreksi, dantambahan dari pihak-pihakterka it

• Kesepakatan akhir yang bersifatformal dari masyarakat danpemerintah di semua tingkatan

• Persetujuan tujuan, strategi,kegiatan, kelembagaan, dansumber dana

• Dukungan penuh daripemerintah/instansi terkait

Ind ikator

• Ada laporan data dasar• Kelompok Inti terbentuk• Dokumen profil diselesaikan dan

disepakati• Jumlah pendidikan lingkungan

hidup dan pelatihan, jumlah rapat,studi banding, pertemuan tingkatdesa dan KTF

• Jumlah peserta• Jumlah pelaksanaan awal yang

dilaksanakan dan jumlah pesertayang terlibat dalam pelaksanaanawal

• Laporan pelaksanaan awal danpertanggungjawaban keuangan

• Frekwensi pemanfaatan secaradestruktif menjadi berkurang

• Meningkatnya pengawasan danpenindakan kegiatan merusak

• Adanya draft RencanaPengelolaan

• Jumlah pertemuan dankonsultasi, lokakarya, dansosialisasi masyarakat desa

• Banyaknya input-input darimasyarakat dan instansi terkaitmengenai Rencana Pengelolaan

• Musyawarah umum persetujuanrencana pengelolaan danpembangunan

• Ditandatanganinya rencanapengelolaan melalui SK Desaoleh pemerintah setempat

• Kegiatan pelaksanaan rencanapengelolaan akan teranggarkandalam RAPBD/RAPBN

Page 57: Studi Kasus Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir Berbasis

32

Ind ikator

• Dokumen Rencana Tahunan• Pelaksanaan efektif• Jumlah dana yang dianggarkandisepakati

• Jumlah pelaksanaan yangdilaksanakan

• Jumlah pelanggaran aturan dansanksi yang ditetapkan

• Jumlah tangkapan ikan, biofisiklingkungan

• Jumlah dana yang dimanfaatkandan tersisa

Hasi l yang diharapkan

• Rencana Tahunan disepakati• Kegiatan dilaksanakan olehmasyrarakat

• Kegiatan didanai

• Kegiatan dipantau dandievaluasi

• Peraturan ditegakkan dan ditaati• Sumberdaya pesisir semakinbaik

• Dana dimanfaatkan dengan baik

Kegiatan

• Pembuatan Rencana Tahunan• Bantuan dana (grant)

pelaksanaan• Pengusulan kegiatan tahunan

lewat Musbang/Rakorbang

• Pemantauan dan evaluasikegiatan

• Evaluasi pelanggaran peraturan• Pemantauan dan evaluasi

sumberdaya pesisir• Pemantauan dan evaluasi

pendanaan

Langkah

Pelaksanaan

PemantauandanEvaluasi

Page 58: Studi Kasus Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir Berbasis