studi fenomenologi pengalaman dan mekanisme...
TRANSCRIPT
STUDI FENOMENOLOGI PENGALAMAN DAN
MEKANISME KOPING DISMENORE PADA
SANTRIWATI PONDOK PESANTREN AN-NAHDLAH
PONDOK PETIR DEPOK
TAHUN 2016
Skripsi
Diajukan sebagai Tugas Akhir Strata-1 (S-1) pada Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana
Keperawatan (S.Kep)
Oleh :
NUR CITA QOMARIYAH
NIM : 1112104000041
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2016 M/1437 H
ii
vi
RIWAYAT HIDUP
Nama : Nur Cita Qomariyah
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat, tanggal lahir : Gresik, 19 Mei 1994
Alamat : Jalan Semanggi II RT 04 RW 03 Cempaka Putih
Ciputat Timur
No. Hp : 089678186485
Pendidikan : S-1 Ilmu Keperawatan ( sekarang )
Agama : Islam
E-mail : [email protected] /
Riwayat pendidikan : MI Irsyadul Ummah Gresik
MTS Assa’adah II Bungah Gresik
MA Assa’adah Bungah Gresik
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Program Studi Ilmu Keperawatan
Pengalaman Organisasi : Ketua PMR MA Assa’adah Bungah
Bendahara Umum IPPNU MA Assa’adah
Bendahara Umum CSS MORA UIN Jakarta
Wakil Ketua II CSS MoRA UIN Jakarta
Ketua Departemen Pendidikan dan Profesi PMII
KOMFAKKES 2015-sekarang
vii
Ketua Departemen Pendidikan dan Penelitian
HMPSIK 2015-sekarang
Ketua Departemen Kesehatan dan Lingkungan
Dewan Mahasiswa UIN Jakarta 2016
Prestasi :
Juara III Literature Review tentang Bahaya
Merokok FKIK Edu Fair UIN Jakarta 2014
Mahasiswa Berprestasi Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan 2015
Seminar, pelatihan dan aksi yang pernah diikuti :
1. Pelatihan Organisasi CSS MoRA “ Generasi Pembaharu Bangsa” tahun
2012
2. Pelatihan “School of Rescue” BEM Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan tahun 2013
3. Studium General “Peran Perawat Komunitas dalam Comunity Based Care
Penyakit Kronik” Program Studi Ilmu Keperawatan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta 2013
4. Seminar Nasional Keperawatan 2013 “NANDA, NIC, NOC : Concept,
Implementation and Innovation for Better Quality of Nursing Service in
Indonesia” tahun 2013
5. Peserta “Gerakan Aksi Damai Sukseskan Pengesahan RUU Keperawatan
di Gedung DPR RI” tahun 2013
6. Seminar Nasional “Kekerasan Seks Pada Anak dan Remaja, Peran Perawat
dan Keluarga” Program Studi Ilmu Keperawatan UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta 2014
7. Seminar Nasional “Reformasi Gerakan dalam Menjawab Tantangan
Global” PMII Komisariat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan tahun
2015
viii
8. Seminar Nasional “Peran Kepemimpinan Keperawatan dalam Perspektif
Islam di Era Kerja” Program Studi Ilmu Keperawatan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta tahun 2015
9. Pelatihan “UIN Health Collaborative” DEMA Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan tahun 2015
Perlombaan yang pernah diikuti :
1. Peserta Olimpiade Keperawatan BEM KMJK UNSOED
“Mengembangkan Kompetensi Mahasiswa Keperawatan Melalui
Kompetisi Berbasis Teori dan Praktik” tahun 2013
2. Peserta Ners Vaganza Wilayah III Ilmiki “Mengasah Profesionalitas
Perawat Melalui Kompetisi Kritis yang Sportif” Program Studi Ilmu
Keperawatan tahun 2014
3. Juara III Literature Review Bekarya di Hari Tanpa Rokok “Tobacco Effect
for People” BEM Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan tahun 2014
4. Peserta Olimpiade Keperawatan BEM KMJK UNSOED “Meningkatkan
Jiwa Berkompetisi dan Berprestasi Mahasiswa Keperawatan Menuju
Kemajuan Profesi” tahun 2014
5. Juara I Mahasiswa Berprestasi Dewan Eksekutif Mahasiswa Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan tahun 2015
ix
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Skripsi, Mei 2016
Nur Cita Qomariyah, NIM : 1112104000041
Studi Fenomenologi Pengalaman dan Mekanisme Koping Dismenore Pada
Santriwati Pondok Pesantren An-Nahdlah Pondok Petir Depok
ABSTRAK
Dismenore adalah satu dari sekian banyak masalah ginekologi, yang
mempengaruhi sebagian besar perempuan dan menyebabkan ketidakmampuan
beraktivitas tiap bulannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi
pengalaman dan mekanisme koping dismenore pada santriwati di Pondok
Pesantren An-Nahdlah Pondok Petir Depok. Penelitian ini merupakan penelitian
kualitatif dengan desain fenomenologi deskriptif yang dilakukan dengan
wawancara mendalam. Partisipan penelitian ini terdiri dari lima partisipan berusia
13-19 tahun yang pernah mengalami dismenore. Pemilihan partisipan penelitian
ini menggunakan teknik purposive sampling. Data didapatkan dari hasil rekaman
wawancara mendalam dan dianalisis dengan metode Colaizzi. Penelitian ini
mengindentifikasi enam tema, yaitu : 1) karakteristik nyeri yang dialami oleh
santriwati, 2) dampak dismenore dalam kehidupan sehari-hari santriwati, 3) upaya
santriwati dalam mengatasi dismenore, 4) dukungan yang diperoleh santriwati
saat mengalami dismenore, 5) antisipasi yang dilakukan santriwati terhadap
dismenore, 6) mitos-mitos dismenore yang dipercayai oleh santriwati. Penelitian
lebih lanjut juga dapat dilakukan untuk mengeksplorasi secara mendalam,
khususnya kepada perempuan yang mengalami dismenore dengan adanya riwayat
peradangan pelvis (dismenore sekunder), agar didapatkan data mengenai
pengalaman dan mekanisme koping dismenore yang lebih bervariasi dari pada
sebelumnya.
Kata kunci : Pengalaman, Mekanisme Koping, Dismenore, Santriwati
Daftar bacaan : 110 ( 1989-2016)
x
SCHOOL OF NURSING
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES
SYARIF HIDAYATULLAH STATE ISLAMIC UNIVERSITY, JAKARTA
Undergraduate Thesis, May 2016
Nur Cita Qomariyah, NIM : 1112104000041
Phenomenological Research of Experiences and Coping Mechanism of
Dysmenorrhea on Female Students of An-Nahdlah Islamic Boarding School
Pondok Petir Depok
ABSTRACT
Dysmenorrhea is one of gynecology problems, which affect most females
and make them unable to do activities every month. This research aimed to
explore female students’ experiences and coping mechanism of dysmenorrhea on
female students of Pondok Pesantren An-Nahdlah Pondok Petir, Depok. This
qualitative research was conducted in phenomenology design with the use of
depth interview. Participants of this research were five female students from 13 to
19 years old who had been experienced dysmenorrhea. Participant had been
choosen by purposive sampling. Data were obtained from recorded depth
interviews and were analyzed using Colaizzi method. This research identified six
themes, namely: 1) pain characteristics experienced by female students, 2)
dysmenorrhea’s impact in female students’ daily life, 3) female students’ effort to
overcome dysmenorrhea, 4) supports obtained by female students when
experiencing dysmenorrhea, 5) female students’ anticipations toward
dysmenorrhea, 6) Dysmenorrhea myths believed by female students. Further
research may also be taken to explore in depth, especially on women who
experience dysmenorrhea with a pelvic inflammatory (secondary dysmenorrhea)
history, in order to obtain more various data of experiences and coping
mechanism of dysmenorrhea than previous studies.
Keywords: Experience, Coping Mechanism, Dysmenorrhea, Female Students
References: 110 (1989-2016)
xi
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan nikmat, rahmat, serta anugerahNya sehingga penulis dapat
menyelesaikan proposalskripsi dengan judul “Studi Fenomenologi Pengalaman
dan Mekanisme Koping Dismenore pada Santriwati Pondok Pesantresn An-
Nahdlah Pondok Petir Depok”. Skripsi ini dibuat untuk memenuhi tugas akhir
perkuliahan dengan melakukan penelitian pada Program Studi Ilmu Keperawatan
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penulis banyak memperoleh pelajaran melalui penyusunan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa dalam skripsi ini masih terdapat kekurangan dan
keterbatasan. Untuk itu penulis sangat mengharapkan masukan, kritik dan saran
untuk tujuan perbaikan di masa yang akan datang. Penyelesaian skripsi ini juga
terselesaikan tidak lain karena bantuan dari berbagai pihak sehingga pda
kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada :
1. Bapak Dr. H. Arif Sumantri, S.KM., M.Kes, selaku dekan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2. Ibu Maulina Handayani, S.Kp., M.Sc. selaku ketua Program Studi Ilmu
Keperawatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.
3. Ibu Puspita Palupi, S.Kep., M.Kep., Ns.Sp.Kep.Mat selaku Pembimbing I
yang telah membimbing dan memberikan motivasi.
4. Ibu Ratna Pelawati, S.Kep., M.Biomed selaku Pembimbing II yang telah
membimbing dan memberikan motivasi.
xii
5. Ibu Ns. Kustati Budi Lestari, M.Kep selaku Pembimbing Akademik yang
telah membimbing
6. Segenap Dosen Ilmu Keperawatan yang telah memberikan masukan dan
motivasi.
7. Segenap Staf bidang Akademik FKIK dan Program Studi Ilmu
Keperawatan
8. Kepada Kementrian Agama yang telah menyelenggarakan Program
Beasiswa Santri Berprestasi, sehingga penulis bisa melanjutkan studi di
UIN Jakarta
9. Ayah dan ibu, serta adikku tercinta yang selalu memberikan dukungan
tiada henti untuk tetap semangat mengerjakan skripsi ini, semoga kalian
selalu dalam lindungan Allah SWT
10. Teman-teman keperawatan 2012, dan sahabat yang telah berjuang
bersama-sama dalam perkuliahan di keperawatan
11. Teman-teman CSS MoRA UIN Jakarta, Pergerakan Mahasiswa Islam
Indonesia Komisariat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (PMII
KOMFAKKES), Ikatan Mahasiswa Gresik, tim I Care Indonesia yang
telah memberikan dukungan dan semangat dalam pengerjaan proposal
skripsi ini.
12. Kepada Ustadz Miftah selaku Pembina Pondok Pesantren An-Nahdlah
Pondok Petir Depok yang telah memberikan izin dalam melakukan
penelitian ini.
13. Kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang
telah banyak membantu.
xiii
Penulis berdoa semoga semua kebaikan yang telah diberikan
mendapat balasan dari Allah SWT Aamiiin. Penulis berharap laporan ini
dapat bermanfaat dan menambah wawasan pembaca pada umumnya.
Ciputat, 06 Mei 2016
Penulis
xiv
DAFTAR ISI
Halaman
PERNYATAAN PERSETUJUAN ......................................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN....................................................................................iii
LEMBAR PENGESAHAN....................................................................................iv
LEMBAR PERNYATAAN....................................................................................v
RIWAYAT HIDUP ................................................................................................ vi
ABSTRAK ............................................................................................................. ix
ABSTRACT ............................................................................................................ x
KATA PENGANTAR ........................................................................................... xi
DAFTAR ISI ........................................................................................................ xiv
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xvi
DAFTAR BAGAN ............................................................................................. xvii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xviii
DAFTAR SINGKATAN ..................................................................................... xix
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xx
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
A. Latar Belakang ......................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................... 8
C. Tujuan Penelitian ..................................................................... 9
D. Manfaat Penelitian ................................................................. 10
E. Ruang Lingkup Penelitian ...................................................... 11
BAB II LANDASAN TEORI ............................................................................... 12
A. Pengalaman ............................................................................ 12
B. Mekanisme Koping ................................................................ 14
C. Remaja .................................................................................... 19
xv
D. Menstruasi .............................................................................. 30
E. Dismenore .............................................................................. 34
F. Kerangka Teori ....................................................................... 48
BAB III KERANGKA KONSEP ......................................................................... 49
A. Kerangka Konsep ................................................................... 49
B. Definisi Istilah ........................................................................ 50
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ............................................................. 51
A. Desain Penelitian ................................................................... 51
B. Waktu dan Lokasi Penelitian ................................................. 51
C. Partisipan Penelitian ............................................................... 52
D. Instrumen Penelitian .............................................................. 52
E. Teknik Pengumpulan Data ..................................................... 53
F. Keabsahan Data ...................................................................... 54
G. Teknik Analisis Data.............................................................. 56
H. Etika Penelitian ...................................................................... 57
BAB V HASIL PENELITIAN ............................................................................. 58
BAB VI PEMBAHASAN ..................................................................................... 74
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 103
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 109
xvi
DAFTAR TABEL
Nomer Tabel Halaman
2.1 Urutan Rata-Rata Perubahan Fisiologis pada Remaja 25-26
2.2 Derajat Nyeri pada Saat Menstruasi Berdasarkan Verbal
Multidimensional Scoring System
41-42
xvii
DAFTAR BAGAN
Nomer Tabel Halaman
2.1 Kerangka Teori 49
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Format Penjelasan Penelitian
Lampiran 2 : Lembar Persetujuan Menjadi Partisipan
Lampiran 3 : Pedoman Wawancara Singkat
Lampiran 4 : Permohonan Izin Studi Pendahuluan
Lampiran 5 : Permohonan Izin Penelitian dan Pengambilan Data
Lampiran 6 : Tabel Pengelompokan Data
Lampiran 7 : Analisa Tematik
xix
DAFTAR SINGKATAN
WHO : World Health Organization
BKKKBN : Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional
KBBI : Kamus Besar Bahasa Indonesia
GnRH : Gonadotropin Releasing Hormone
LH : Lutineizing Hormone
FSH : Follicle Stimulating Hormone
IMT : Indeks Massa Tubuh
NSAIDs : Nonstreoidal Anti-Inflamatory Drugs
SAR : Sistem Aktivasi Retikular
BSR : Bulbar Synchronizing Region
CRH : Corticotropin Releasing Hormone
POMC : Proopiomelanokortin
MSH : Melanocyte Stimulating Hormone
NTS : Nukleus Traktus Solitarius
PVN : Nuklei Paraventrikular
NPY : Neuro Peptida Y
LARCs : Long-Acting Reversible Contraceptives
xx
DAFTAR GAMBAR
Nomer Tabel Halaman
2.1 Kontrol Hormon Saat Menstruasi 31
2.2 Korelasi antara Kadar Hormon dan Perubahan Siklik
Ovarium dan Uterus
34
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Remaja atau adolescent adalah salah satu periode perkembangan,
dimana individu mengalami perubahan dari masa kanak-kanak menuju
masa dewasa (Potter & Perry, 2005). Potter & Perry (2005),
menggolongkan bahwa rentang usia remaja adalah 13-20 tahun, sedangkan
menurut WHO (2015), berkisar dari usia 10-19 tahun. Jumlah penduduk
Indonesia tahun 2010 menurut BKKBN (2011) sebesar 237,6 juta jiwa
dan 63,4 juta diantaranya adalah remaja. Jumlah remaja perempuan
berkisar 49,30 persen yaitu sebanyak 31.279.012 jiwa.
Masa remaja adalah suatu fenomena fisik yang berhubungan
dengan pubertas. Pubertas adalah suatu bagian yang penting pada masa
remaja dimana yang ditekankan adalah proses biologis yang pada akhirnya
mengarah pada kemampuan bereproduksi yang ditunjukkan dengan
adanya beberapa perubahan fisik (Narendra, dkk., 2010). Perubahan fisik
yang terjadi pada saat pubertas berlangsung dengan sangat cepat dan
berkelanjutan. Salah satu perubahan fisiologis utama yang terjadi pada
remaja yaitu terjadinya menstruasi. Remaja yang baru memasuki tahap
pubertas akan mengalami menstruasi untuk pertama kalinya yang disebut
menarche. Menarche adalah menstruasi pertama yang biasanya terjadi 2
tahun sejak munculnya perubahan pada masa pubertas. Ovulasi dan
2
menstruasi reguler mulai terjadi pada 6-14 bulan setelah menarche
(Hockenberry & Wilson, 2009 dalam Hasanah , 2010).
Keluhan remaja yang dialami saat menstruasi berupa dismenore.
Dismenore termasuk dalam salah satu masalah umum yang dialami oleh
sebagian besar remaja perempuan (Kumbhar, dkk., 2011). Prevalensi
kejadian dismenore dilaporkan pada remaja mencapai angka 20-45% (2
tahun pasca menarche) dan 80% (4–5 tahun pasca menarche). Prevalensi
kejadian dismenore pada remaja dilaporkan mencapai angka 60%-90%,
dimana dismenore ini akan berkurang seiring bertambahnya usia (Fritz &
Speroff, 2011). Angka kejadian dismenore pada siswi sekolah menengah
atas di Australia mencapai 93% (Parker, dkk., 2010 dalam Ju, dkk., 2013).
Penelitian yang dilakukan oleh Sinha (2015) pada mahasiswi Universitas
Banaras Hindu di India menemukan bahwa angka kejadian dismenore
mencapai 63,6% dari 198 responden. Hasil penelitian Pusat Informasi dan
Konseling Kesehatan Reproduksi Remaja (PIK-KRR) di Indonesia tahun
2009 angka kejadian dismenore terdiri dari 72,89% dismenore primer dan
27,11% dismenore sekunder dan angka kejadian dismenore berkisar 45-
95% dikalangan perempuan usia produktif (Proverawati & Misaroh, 2009
dalam Rahkma, 2012).
Dismenore adalah satu dari sekian banyak masalah ginekologi,
yang mempengaruhi lebih dari 50% perempuan dan menyebabkan
ketidakmampuan beraktivitas selama 1-3 hari tiap bulan pada perempuan
tersebut (Suhartatik, 2003 dalam Kurniawati dan Kusumawati 2011).
Lentz dkk (2012) dalam bukunya menjelaskan bahwa dismenore ini
3
biasanya terjadi pada perempuan yang berusia ≤ 20 tahun. Lestari (2013)
dalam jurnalnya menjelaskan bahwa perempuan yang semakin tua lebih
sering mengalami menstruasi dimana akan mengakibatkan perubahan
anatomis leher rahim yang asalnya sempit menjadi bertambah lebar,
sehingga sensasi nyeri haid akan berkurang.
Penyebab dismenore adalah peningkatan kadar prostaglandin
akibat penurunan kadar esterogen saat menstruasi. Kondisi psikologis
(stres) juga menjadi salah satu penyebab timbulnya dismenore
(Purwaningsih & Fatmawati, 2010). Seorang remaja rentan mengalami
stres, dikarenakan masa remaja adalah masa pergolakan yang diisi dengan
konflik dan mood yang belum stabil (Polinggapo, 2013). Remaja yang
tinggal terpisah dengan orang tua ataupun tinggal di asrama atau pondok,
beresiko mengalami stres. Wannebo dan Wichstrom menemukan bahwa
stres ini lebih cenderung terjadi pada siswi atau santriwati (Niknami., dkk.
2011 dalam Alphen, 2014).
Penelitian yang dilakukan Prihatama dkk (2013) menunjukkan
bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara stres dan dismenore pada
siswi SMA Negeri 2 Ngawi, dimana hal ini dibuktikan dengan
didapatkannya nilai p sebesar 0,002 (interval kepercayaan 95%).
Berdasarkan pendapat dari Wanebo dan Wichstrom yang dikorelasikan
dengan penelitian Prihatama dkk, dengan adanya stres tersebut,
kemungkinan besar, santriwati akan mudah mengalami dismenore.
Dismenore yang mereka alami ini akan berdampak pada kegiatan mereka
sehari-hari baik di sekolah ataupun di lingkungan pondok itu sendiri.
4
Dismenore ini dibagi menjadi dua tipe yaitu dismenore primer dan
dismenore sekunder. Dismenore primer adalah nyeri pada saat menstruasi
tanpa adanya kelainan patologis pelvis yang dimulai dari 6-24 bulan
setelah menarche (Klossner, 2006). Dismenore sekunder itu sendiri
dideskripsikan sebagai nyeri menstruasi yang diakibatkan oleh adanya
kelainan patologis seperti adanya lesi pada rahim dan ovum, yang
biasanya terjadi beberapa tahun setelah menarche (Farotimi, 2015).
Gejala utama dismenore adalah nyeri yang dimulai saat awitan
menstruasi. Nyeri dapat tajam, tumpul, siklik, atau menetap dan dapat
berlangsung beberapa jam sampai 1 hari. Gejala-gejala sistemik yang
menyertai berupa mual, diare, sakit kepala, dan perubahan emosional
(Price, 2012). Faktor resiko timbulnya dismenore bermacam-macam mulai
dari menarche dini, belum pernah melahirkan anak, periode menstruasi
yang lama, status gizi, merokok, kebiasaan olahraga dan stress
(Poverawati, 2009 dalam Purwanti, dkk., 2014).
Dismenore ini jika tidak ditangani dapat menimbulkan dampak
bagi kegiatan atau aktivitas para perempuan khususnya remaja, dimana
dismenore membuat perempuan tidak bisa beraktivitas secara normal dan
memerlukan resep obat. Keadaan tersebut menyebabkan menurunnya
kualitas hidup, sebagai contoh siswi yang mengalami dismenore tidak
dapat berkonsentrasi dalam belajar dan motivasi belajar menurun karena
nyeri yang dirasakan (Prawirohardjo, 2005 ; Purwanti, dkk., 2014).
Penelitian terkait dismenore mempengaruhi aktivitas remaja juga
dilakukan oleh Kurniawati dan Kusumawati di SMK Batik Surakarta
5
tahun 2011 menyatakan bahwa siswi yang memiliki skor dismenore < 6
(ringan) mengalami penurunan aktivitas sebesar 79,4%. Siswi yang
mempunyai skor dismenore ≥ 6 (berat) mengalami penurunan aktivitas
sebesar 96,2%. Hasil tersebut menunjukkan bahwa dismenore berpengaruh
terhadap aktivitas remaja.
Dismenore tidak hanya menyebabkan gangguan aktivitas tetapi
juga memberi dampak yang menyeluruh, mulai dari segi fisik, psikologis,
sosial dan ekonomi terhadap perempuan di seluruh dunia (Iswari, 2014).
Dampak psikologis dari dismenore dapat berupa konflik emosional,
ketegangan dan kegelisahan. Hal tersebut dapat menimbulkan perasaan
yang tidak nyaman dan asing (Trisianah, 2011 dalam Iswari , 2014).
Studi mengenai pengalaman dismenore dilakukan oleh Aziato dkk
di Ghana pada tahun 2014, didapatkan bahwa dismenore berhubungan
dengan beberapa gejala yaitu diare, pusing dan mual. Nyeri dimulai satu
minggu sebelum sampai satu hari saat menstruasi. Beberapa efek
dismenore yaitu intoleransi aktivitas, perubahan psikologis dan interaksi
sosial, perubahan pola tidur, peningkatan angka ketidakhadiran,
menurunnya perhatian, perubahan identitas diri dan adanya suatu
keyakinan bahwa seseorang yang mengalami dismenore tidak akan bisa
mendapatkan keturunan.
Ogunfowokan dan Babatunde (2010) dalam penelitiannya pada
remaja Nigeria menyatakan bahwa dari 64 partisipan yang ada, 23
partisipan lebih memilih untuk tidur agar nyeri dismenore yang dialami
berkurang. Sedangkan untuk 10 partisipan memilih untuk meminum air
6
hangat dan menggunakan koyo (hot pap), 8 partisipan melakukan aktivitas
fisik, 8 partisipan meminum perasan air jeruk, 6 partisipan mengkonsumsi
air garam, 4 partisipan mengkonsumsi perasan jeruk yang dicampur
dengan alkohol, 3 partisipan mengkonsumsi air suci (holy water) dan 2
partisipan lainnya mengkonsumsi minuman bersoda. Penelitian lain
tentang penanganan nyeri dismenore juga dilakukan oleh Yuniarti, Rejo
dan Handayani (2012), menunjukkan hasil bahwa 67 orang (88,2%) dari
76 partisipan, telah melakukan penanganan dismenore secara
komplementer. Perilaku penanganan tersebut berupa pemberian kompres
hangat, olahraga teratur, istirahat, mengkonsumsi makanan bergizi dan
pengkonsumsian obat analgetik.
Individu akan melakukan mekanisme koping untuk menghadapi
perubahan dari dampak yang diterima. Individu tersebut tersebut akan
beradaptasi dengan perubahan yang terjadi jika mekanisme koping yang
dilakukan berhasil (Carlson, 1994 dalam Nursalam dan Kurniawati, 2007).
Penelitian yang dilakukan oleh Lestari dkk (2010) menunjukkan bahwa
hampir 41,2% hanya membiarkan saja rasa dismenore tersebut, sedangkan
40,2% dari responden melakukan pijat dan minum air hangat untuk
mengurangi dismenore, 13,1% mengkonsumsi obat-obatan dan 5,5%
sisanya melakukan pengobatan ke dokter.
Aziato dkk juga melakukan penelitian yang serupa pada tahun
2015 di Ghana, namun dengan poin yang berbeda yaitu mengenai
penanganan dismenore dan mekanisme koping yang digunakan saat
dismenore. Hasil penelitian itu menunjukkan bahwa partisipan
7
menggunakan pengobatan herbal, kompres panas, olahraga dan
mengkonsumsi makanan yang bergizi untuk mengurangi nyeri dismenore
yang ia rasakan. Mekanisme koping yang mereka gunakan yaitu dengan
merencanakan aktivitas-aktivitas sebelum nyeri itu terjadi, menanamkan
mindset bahwa nyeri dapat ditangani dan mencari dukungan sosial serta
spiritual.
Studi pendahuluan yang dilakukan peneliti kepada 10 santriwati
Pondok Pesantren An-Nahdlah yang pernah mengalami dismenore
didapatkan 8 dari 10 partisipan mengatakan bahwa dismenore adalah hal
yang sudah biasa terjadi setiap bulannya, sedangkan 2 sisanya
menganggap bahwa dismenore ini sesuatu yang sangat menyakitkan. 10
partisipan menceritakan bahwa dismenore yang mereka alami
mengganggu aktivitas sehari-hari, 5 partisipan diantaranya pernah izin
tidak masuk sekolah dan kegiatan sholawatan di pondok akibat dismenore
dan 5 orang yang lainnya mengalami intoleransi aktivitas (malas
melakukan kegiatan dan cenderung ingin beristirahat saja) akibat
dismenore. Penanganan dismenore yang santriwati lakukan hampir semua
partisipan mengatakan bahwa penanganan yang dilakukan yaitu dengan
istirahat, kompres air hangat dan penggunaan minyak kayu putih, namun 3
diantaranya pernah melakukan pengobatan ke dokter pada saat dismenore.
Hampir seluruh partisipan tidak melakukan pencegahan dismenore.
Pengalaman dismenore yang dialami masing-masing remaja pun
berbeda, karena nyeri merupakan perasaan subjektif yang kadang-kadang
sulit dicari gejala objektifnya (Suyono, 2001 dalam Hartati, dkk., 2012).
Eksplorasi pengalaman perlu dilakukan karena pengalaman ini dapat
8
dijadikan sebagai tolak ukur atau pedoman remaja dalam melakukan
aktivitas dan merespon segala sesuatunya di masa yang akan datang
(Darmawan, 2013). Eksplorasi mekanisme koping juga perlu dilakukan
mengingat koping ini adalah cara seseorang untuk beradaptasi dengan
perubahan yang diterima, jika koping yang dilakukan tidak berhasil, maka
dismenore ini akan mengakibatkan dampak yang signifikan dalam
kehidupan sehari-hari seorang remaja.
Penelitian mengenai pengalaman dan mekanisme koping
dismenore di luar negeri sudah cukup banyak dilakukan akan tetapi
penelitian yang mengeksplor tentang pengalaman dan mekanisme koping
di Indonesia masih belum banyak dilakukan. Berdasarkan latar belakang
masalah di atas, peneliti tertarik ingin mengeksplorasi lebih dalam
mengenai pengalaman dan mekanisme koping dismenore pada remaja
khususnya santriwati di Pondok Pesantren An-Nahdlah Depok.
B. Rumusan Masalah
Dismenore adalah satu dari sekian banyak masalah ginekologi,
yang menyebabkan ketidakmampuan beraktivitas selama beberapa hari
dalam setiap bulan pada seorang perempuan, dimana prevalensi kejadian
dismenore pada remaja dilaporkan mencapai angka 60%-90%, yang
nantinya dismenore ini akan berkurang seiring bertambahnya usia.
Dismenore terjadi disebabkan oleh peningkatan kadar prostaglandin akibat
penurunan kadar esterogen saat menstruasi dan kondisi psikologis.
Dismenore ini jika tidak ditangani dengan tepat, maka akan berdampak
9
pada kehidupan sehari-hari baik dari segi fisik, psikologis, dan lingkungan
sosial.
Pengalaman dismenore yang dialami masing-masing remaja pun
berbeda, karena nyeri merupakan perasaan subjektif yang kadang-kadang
sulit dicari gejala objektifnya (Suyono, 2001 dalam Hartati, dkk., 2012).
Eksplorasi pengalaman perlu dilakukan karena pengalaman ini dapat
dijadikan sebagai tolak ukur atau pedoman remaja dalam melakukan
aktivitas dan merespon segala sesuatunya di masa yang akan datang
(Darmawan, 2013). Eksplorasi mekanisme koping juga perlu dilakukan
mengingat koping adalah cara seseorang untuk beradaptasi dengan
perubahan yang diterima, jika koping yang dilakukan tidak berhasil, maka
dismenore ini akan mengakibatkan dampak yang signifikan dalam
kehidupan sehari-hari seorang remaja.
Penelitian mengenai pengalaman dan mekanisme koping
dismenore di luar negeri sudah cukup banyak dilakukan akan tetapi
penelitian yang mengeksplor tentang pengalaman dan mekanisme koping
di Indonesia masih belum banyak dilakukan. Berdasarkan latar belakang
masalah di atas, peneliti tertarik ingin mengeksplorasi lebih dalam
mengenai pengalaman dan mekanisme koping dismenore pada remaja
khususnya santriwati di Pondok Pesantren An-Nahdlah Depok.
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi pengalaman dan mekanisme
koping dismenore pada santriwati Pondok Pesantren An-Nahdlah Pondok
Petir Depok.
10
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Ilmiah
a. Penelitian ini bermanfaat menjadi data dasar bagi peneliti
selanjutnya dalam mengembangkan dan memperkaya penelitian
selanjutnya tentang pengalaman dan mekanisme koping dismenore
pada santriwati.
b. Memberikan informasi mengenai pengalaman dan mekanisme
koping dismenore pada santriwati.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi peneliti
Penelitian ini untuk menambah wawasan dan pengetahuan peneliti
mengenai penelitian kualitatif, seluk beluk serta prosesnya,
khususnya yang berkaitan dengan pengalaman dan mekanisme
koping dismenore pada santriwati.
b. Bagi institusi pendidikan keperawatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan
literatur untuk menambah wawasan pendidik dan peserta didik,
serta dapat menjadi data dasar dalam peningkatan ilmu
keperawatan dalam hal mengkaji, mengidentifikasi dan
mengeksplorasi pengalaman dan mekanisme koping dismenore
pada santriwati ataupun remaja.
c. Bagi pelayanan kesehatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan wawasan
tenaga kesehatan tentang pengalaman dan mekanisme koping
dismenore pada santriwati sehingga dapat meningkatkan upaya
11
promosi kesehatan dalam memberikan pendidikan mengenai
dismenore dan penanganannya pada remaja.
d. Bagi masyarakat
Memberikan informasi kepada perempuan, utamanya remaja
perempuan mengenai dismenore baik dari efek dismenore hingga
upaya penanganannya sehingga remaja perempuan dapat mampu
meminimalisir efek yang ditimbulkan oleh dismenore dengan
melakukan penanganan yang tepat.
E. Ruang Lingkup Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan
menggunakan pendekatan fenomenologi deskriptif yang bertujuan untuk
memperoleh informasi mengenai pengalaman dan mekanisme koping
dismenore pada santriwati. Partisipan pada penelitian ini adalah santriwati
yang pernah mengalami dismenore yang berdomisili di Pondok Pesantren
An-Nahdlah Pondok Petir Depok. Pemilihan partisipan dalam penelitian
ini menggunakan tekhnik purposive sampling. Pengumpulan data
dilakukan pada bulan Februari-Maret 2016 dengan menggunakan teknik
wawancara mendalam.
12
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pengalaman
Pengalaman menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
(2015), diartikan sebagai sesuatu yang pernah dialami (dijalani, dirasai,
ditanggung dan sebagainya). Pengalaman merupakan salah satu hasil yang
diperoleh manusia dari interaksinya dengan lingkungan, dimana memuat
beragam hal yang dapat dipelajari, salah satunya dalam mengetahui lebih
jauh mengenai pemahaman manusia itu sendiri. Penginderaan manusia
terhadap lingkungannya akan melahirkan pengalaman yang nantinya.
Pengalaman manusia ini telah banyak ditelaah oleh para pemikir
dan banyak teori-teori yang dicetuskan yang merujuk kepada fenomena
pengalaman ini dalam kehidupan manusia. Darmawan (2013) dalam
tulisannya yang berjudul Pengalaman, Usability, dan Antarmuka Grafis :
Sebuah Penelusuran Teoritis menjelaskan bahwa pengalaman bagi
manusia dipahami sebagai sebuah upaya untuk memahami diri atau
tubuhnya menuju sebuah perwujudan (embodiment). Perwujudan ini dalam
pengertian yang salah satunya adalah representasi atas eksistensi manusia,
yang mana masing-masing memiliki pengalaman yang berbeda dan unik
satu sama lain.
Pengalaman juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
pengetahuan seseorang. Semakin orang tersebut mempunyai banyak
pengalaman mengenai persoalan, lingkungan atau objek yang dihadapi, ia
13
akan semakin mengembangkan pemikiran dan pengetahuannya.
Pengetahuan juga termasuk salah satu domain yang sangat penting dalam
membentuk tindakan seseorang (Efendi dan Makhfudli, 2009).
Pengalaman ini juga dijadikan sebagai tolak ukur manusia dalam
melakukan aktivitas dan merespon segala sesuatunya di masa yang akan
datang. Pengalaman disini tidak ubahnya seperti buku referensi yang
memuat segala jenis informasi yang dibutuhkan sebagai landasan bagi
manusia dalam mengambil sikap dan keputusan dalam setiap segmen
kehidupannya (Darmawan, 2013).
Pengalaman dismenore yang dialami masing-masing remaja pun
berbeda, karena nyeri merupakan perasaan subjektif yang kadang-kadang
sulit dicari gejala objektifnya (Suyono, 2001 dalam Hartati, dkk., 2012).
Penelitian ini mengeksplorasi tentang pengalaman dismenore pada
santriwati di Pondok Pesantren An-Nahdlah. Eksplorasi pengalaman
dismenore perlu dilakukan karena pengalaman ini dapat memberikan
informasi yang beragam mengenai dismenore, dimana informasi ini dapat
dijadikan tolak ukur remaja dalam mencegah dan menangani dismenore di
masa yang akan datang.
Studi yang dilakukan Aziato dkk di Ghana (2014), didapatkan
bahwa dismenore yang remaja alami berhubungan dengan beberapa gejala
yaitu diare, pusing, kepala dan mual. Nyeri yang dirasakan dimulai satu
minggu sebelum sampai satu hari saat menstruasi. Nyeri dismenore juga
menimbulkan beberapa efek diantaranya yaitu intoleransi aktivitas,
perubahan psikologis dan interaksi sosial, perubahan pola tidur,
14
peningkatan angka ketidakhadiran, menurunnya perhatian, perubahan
identitas diri dan adanya suatu keyakinan bahwa seseorang yang
mengalami dismenore tidak akan bisa mendapatkan keturunan.
B. Mekanisme Koping
Koping menurut Lazarus dan Folkman (1984) adalah sebuah upaya
perubahan kognitif dan perilaku secara konstan untuk mengelola tekanan
internal dan eksternal yang dianggap melebihi batas kemampuan individu.
Koping dapat dibagi dalam dua jenis yaitu koping berfokus pada masalah
dan koping berfokus pada emosi. Koping yang berfokus pada masalah
(Problem-Focused Coping) mencakup bertindak secara langsung untuk
mengatasi masalah atau mencari informasi yang relevan dengan beberapa
solusi yaitu konfrontasi atau usaha untuk mengubah situasi dan keadaan,
perencanaan masalah (mencari jalan keluar atau solusi dari masalah), dan
mencari dukungan sosial (Muthoharoh, 2010).
Koping yang berfokus pada masalah menilai stressor yang dihadapi
dan melakukan sesuatu untuk mengubah stressor atau memodifikasi reaksi
untuk meringankan efek dari stressor tersebut. Koping ini juga lebih
menekankan pada usaha untuk menyelesaikan masalah secara tuntas dan
menghentikan stressor. Koping yang berfokus pada masalah melibatkan
strategi untuk menghadapi secara langsung sumber stress, seperti mencari
informasi tentang penyakit dengan memepelajari sendiri atau melalui
konsultasi medis. Pencarian informasi membantu individu untuk tetap
bersikap optimis karena dengan pencarian informasi tersebut timbul
15
harapan akan mendapatkan informasi yang bermanfaat (Nevid, dkk., 2005
dalam Muthoharoh 2010).
Jenis dari Problem Focused koping dijelaskan dalam jurnal
Assesing Coping Strategies : A Theoritically Base Approach yang ditulis
Carver dkk (1989) yang terdiri dari :
a. Active Coping
Suatu proses pengambilan langkah-langkah aktif untuk mengatasi
stressor atau memperbaiki akibat-akibat yang telah ditimbulkan oleh
stress tersebut dengan cara melakukan suatu tindakan yang sifatnya
mengatasi stressor.
b. Planning
Perencanaan mengenai hal-hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi
situasi yang menimbulkan stres.
c. Suppression of Competing Activities
Mengabaikan aktifitas lain dengan tujuan agar individu dapat
berkonsentrasi secara penuh dalam menghadapi suatu sumber stres.
d. Seeking social support
Usaha-usaha yang dilakukan individu untuk mendapatkan dukungan,
baik itu nasihat, bantuan atau informasi dari orang lain yang dapat
membantu individu dalam menyelesaikan masalah.
Koping berfokus pada emosi lebih menekankan pada pada
pengabaian stressor, mengatasi stressor secara sementara dan tidak dapat
menyelesaikan masalah (Naviska, 2012). Menurut Lazarus dan Folkman
(1984) beberapa poin yang biasanya digunakan pada koping berfokus pada
emosi yaitu penerimaan akan keadaan, memisahkan diri atau menjaga
16
jarak dengan sumber stressor, mengatur perasaan, adanya usaha untuk lari
dari masalah, dan mencoba menemukan hikmah dari masalah yang terjadi
(Muthoharoh, 2010).
Mekanisme koping sendiri adalah mekanisme yang digunakan
individu untuk menghadapi perubahan yang diterima. Apabila mekanisme
koping berhasil, maka orang tersebut akan beradaptasi dengan perubahan
yang terjadi. Mekanisme koping dipelajari sejak awal timbulnya stresor
sehingga individu tersebut menyadari dampak dari stresor tersebut.
Kemampuan koping individu tergantung dari temperamen, persepsi dan
kognisi serta latar belakang budaya atau norma tempatnya dibesarkan
(Carlson, 1994 dalam Nursalam dan Kurniawati, 2007). Mekanisme
koping terbentuk melalui proses belajar dan mengingat. Belajar yang
dimaksud adalah kemampuan menyesuaikan diri (adaptasi) pada pengaruh
faktor internal dan eksternal (Nursalam, 2003 dalam Nursalam dan
Kurniawati, 2007).
Roy juga mengemukakan bahwa individu adalah makhluk
biopsikososial sebagai satu kesatuan yang memiliki mekanisme koping
untuk beradaptasi terhadap perubahan lingkungan. Roy mendefinisikan
lingkungan sebagai semua yang ada di sekeliling kita dan berpengaruh
terhadap perkembangan manusia. Respon atau perilaku adaptasi seseorang
terhadap perubahan atau kemunduran, menurut teori Roy bergantung pada
stimulus yang masuk dan tingkat atau kemampuan adaptasi orang tersebut.
Tingkat adaptasi seseorang ditentukan oleh tiga hal yaitu input, kontrol
dan output (Asmadi, 2008).
17
Roy mengidentifikasikan input sebagai stimulus yang dapat
menimbulkan respon. Ada tiga kategori input yaitu fokal, kontekstual, dan
residual. Stimulus fokal adalah stimulus yang langsung berhadapan
dengan individu (stimulus internal), sedangkan stimulus kontekstual
adalah semua stimulus yang diterima oleh individu baik internal atau
eksternal yang mempengaruhi keadaan stimulus fokal yang dapat
diobservasi dan diukur. Stimulus residual adalah stimulus tambahan baik
dari internal dan eksternal, yang mempengaruhi stimulus fokal, namun
tidak dapat diobservasi dan diukur (Alligod, 2010).
Seseorang tidak akan mampu merespon stimulus yang ada tanpa
adanya kemampuan adaptasi. Roy mengkatagorikan kemampuan adaptasi
ini menjadi dua bagian yaitu mekanisme koping regulator dan kognator.
Mekanisme koping regulator merupakan respon sistem saraf, kimiawi dan
endokrin. Sedangkan mekanisme koping kognator berhubungan dengan
fungsi otak dalam memproses informasi (kognitif) dan emosi (Alligod,
2010). Aspek terakhir pada teori adaptasi Roy adalah output. Output dari
suatu sistem adaptasi adalah perilaku yang dapat diamati, diukur, atau
dapat dikemukakan secara subjektif. Output pada sistem ini dapat berupa
respon adaptif atau maladaptif (Asmadi, 2008).
Schwarzer dan Taubert (2002) mengidentifikasi empat jenis koping
yaitu reactive, anticipatory, preventive and proactive coping yang masing-
masing dibedakan oleh waktu di mana stres sasaran terjadi. Reactive
coping ini dapat didefinisikan sebagai upaya untuk menghadapi sesuatu
yang terjadi pada saat ini atau masa lampau. Reactive coping ini bisa
berupa koping yang berfokus pada masalah, berfokus pada emosi, dan
18
berfokus pada hubungan sosial. Anticipatory coping adalah suatu upaya
untuk menghadapi suatu stresor yang diprediksikan terjadi dalam waktu
dekat. Dimana, jika stresor tersebut tidak diatasi, ada kemungkinan di
kemudian hari, stresor tersebut dapat menimbulkan dampak pada
kehidupan sehari-hari. Preventive coping adalah upaya untuk menghadapi
suatu stresor yang dipediksikan terjadi dalam jangka waktu panjang.
Individu dalam preventive coping ini akan mempertimbangkan suatu
kondisi atau peristiwa yang akan terjadi di kemudian hari. Proactive
coping dapat dianggap sebagai usaha individu untuk membangun sumber-
sumber yang memfasilitasi seseorang dalam mencapai tujuan (challenging
goals) dan pertumbuhan personal (personal growth). Individu dalam
proactive coping ini memiliki sebuah visi. Mereka melihat resiko,
tuntutan, dan peluang di masa depan yang jauh, tetapi mereka tidak
menilai itu semua sebagai ancaman potensial, bahaya atau kerugian.
Sebaliknya mereka memandang situasi tersebut sebagai tantangan pribadi.
Koping ini menjadi manajemen pencapaian tujuan bukan manajemen
resiko (Schwarzer dan Taubert, 2002 dalam Schwarzer, 2013).
Dismenore merupakan salah satu proses fisiologis yang tidak
dapat dicegah dan dialami oleh perempuan saat menstruasi yang
menyebabkan berbagai dampak pada kehidupan sehari-hari. Individu akan
melakukan mekanisme pertahanan untuk mengatasi perubahan yang terjadi
saat dismenore. Individu tersebut akan beradaptasi dengan perubahan yang
terjadi jika mekanisme koping yang dilakukan berhasil (Carlson, 1994
dalam Nursalam dan Kurniawati, 2007).
19
Penelitian yang dilakukan Hartati dkk (2012) tentang mekanisme
koping dismenore menunjukkan bahwa partisipan memilih untuk istirahat,
distraksi, kompres hangat, minum air hangat, mandi air hangat, memakai
minyak kayu putih atau koyo, minum air putih, mengkonsumsi obat-
obatan serta jamu untuk mengurangi nyeri saat menstruasi. Penelitian yang
lain juga dilakukan oleh Aziato dkk (2015) mengenai managemen
penanganan dismenore dan mekanisme koping yang digunakan saat
dismenore menunjukkan hasil bahwa partisipan menggunakan pengobatan
herbal, kompres panas, olahraga dan mengkonsumsi makanan yang bergizi
untuk mengurangi nyeri dismenore yang ia rasakan. Mekanisme koping
yang mereka gunakan yaitu dengan merencanakan aktivitas-aktivitas
sebelum nyeri itu terjadi, menanamkan mindset bahwa nyeri dapat
ditangani dan mencari dukungan sosial serta spiritual.
C. Remaja
1. Pengertian
Remaja atau adolescent adalah periode perkembangan, di
mana individu mengalami perubahan dari masa kanak-kanak menuju
masa dewasa (Potter & Perry, 2005). Remaja juga diartikan sebagai
suatu fase perkembangan yang dinamis dalam kehidupan seorang
individu, dimana terjadi transisi dari anak ke dewasa yang ditandai
dengan percepatan perkembangan fisik, mental, emosional dan sosial.
Rentang usia remaja menurut Potter & Perry (2005) adalah 13-20
tahun, sedangkan menurut WHO (2015), rentang usia remaja yaitu
mulai dari usia 10-19 tahun.
20
2. Tahapan Remaja
Narendra dkk (2010) dalam bukunya Tumbuh Kembang
Anak dan Remaja menyebutkan bahwa masa remaja berlangsung
melalui 3 tahapan yang masing-masing ditandai dengan perubahan
bioologis, psikologis dan sosial, yaitu :
a. Remaja Awal (10-14 tahun)
Remaja awal adalah periode dimana masa anak telah
terlewati dan pubertas pun dimulai. Pada anak perempuan
biasanya terjadi antara umur 10-13 tahun sedangkan anak laki-
laki 10,5-15 tahun. Pada tahap ini mulai terjadi perubahan, baik
dari segi fisik, kognitif dan psikososial. Perubahan fisik yang
terjadi yaitu munculnya ciri-ciri seks primer dan sekunder
(Narendra, dkk, 2010). Remaja tahap awal hanya memiliki
pemahaman yang samar tentang dirinya dan tidak mampu
mengaitkan perilaku yang mereka lakukan dengan
konsekuensinya. Pada tahap ini juga remaja sudah mulai berfikir
konkret, tertarik dengan lawan jenis dan mengalami konflik
dengan orang tua (Bobak, 2005).
b. Remaja Menengah (15-16 tahun)
Remaja menengah ini bergumul dengan perasaan
tergantung berbanding dengan mandiri karena kawan-kawan
sebaya menggantikan posisi kedua orang tua. Masalah self
image (jati diri) juga cenderung muncul pada remaja yang
menganggap pubertas adalah sebuah masalah, dimana mereka
21
menganggap perubahan yang terjadi adalah suatu hal yang
memalukan (Narendra, dkk., 2010).
c. Remaja Akhir (17-20 tahun)
Remaja tahap akhir mampu memahami dirinya dengan
lebih baik dan dapat mengembangkan pemikiran abstrak
(Bobak, 2005). Hubungan dengan orang tua mulai stabil ke arah
tingkat interaksi yang lebih harmonis dan demokratis. Pergaulan
pada kelompok sebaya mulai mengarah kepada membina
keintiman dengan lawan jenis. Hubungan dengan teman menjadi
lebih santai, tidak terlalu takut dengan adanya perbedaan
diantara teman (Narendra, dkk., 2010).
3. Tugas Perkembangan Remaja
Menurut Soetjiningsih (2007) setiap tahap perkembangan akan
terdapat tantangan dan kesulitan-kesulitan yang membutuhkan suatu
keterampilan untuk mengatasinya. Pada masa remaja, mereka
dihadapkan kepada dua tugas utama, tugas yang pertama yaitu
mencapai kebebasan atau kemandirian dari orang tua. Pada masa
remaja sering terjadi adanya kesenjangan dan konflik antara remaja
dengan orang tuanya. Pada saat ini ikatan emosional menjadi
berkurang dan remaja sangat membutuhkan kebebasan emosional dari
orang tua, misalnya dalam hal memilih teman ataupun melakukan
aktifitas. Sifat remaja yang ingin memperoleh kebebasan emosional
dan sementara orang tua yang masih ingin mengawasi anaknya dapat
menimbulkan konflik diantara mereka.
22
Pandangan umum masyarakat yang menilai bahwa remaja
menggunakan konflik untuk mencapai otonomi dan kebebasan dari
orang tua tidak sepenuhnya benar. Terdapat suatu pendekatan yang
menarik tentang bagaimana remaja mencari kebebasan dan otonomi.
Otonomi adalah pengaturan diri atau self regulation sedangkan
kebebasan adalah suatu kemampuan untuk membuat keputusan dan
mengatur perilakunya sendiri. Melalui kedua proses tersebut, remaja
akan belajar untuk melakukan sesuatu dengan tepat. Mereka akan
mengevaluasi kembali aturan, nilai dan batasan-batasan yang telah
diperoleh dari keluarga maupun sekolah.
Remaja dalam perkembangannya menuju kedewasaan,
berangsur-angsur mengalami perubahan yang membutuhkan dua
kemampuan yaitu kebebasan dan ketergantungan secara bersama-
sama. Ketergantungan (interdependence) melibatkan komitmen-
komitmen dan ikatan antar pribadi yang mencirikan kondisi kehidupan
manusia. Remaja terus menerus mengembangkan kemampuan dalam
menggabungkan komitmen terhadap orang lain yang merupakan dasar
dari ketergantungan dan konsep dirinya yang merupakan dasar dari
kebebasan dan kemandirian.
Tugas kedua yang harus dilakukan remaja adalah membentuk
identitas untuk mencapai integritas dan kematangan pribadi. Proses
pembentukan identitas diri adalah merupakan proses yang panjang dan
kompleks yang membutuhkan kontinuitas dari masa lalu, sekarang
dan yang akan datang dari kehidupan individu dan hal ini akan
membentuk kerangka berpikir untuk mengorganisasikan dan
23
mengintegrasikan perilaku ke dalam berbagai bidang kehidupan.
Perubahan-perubahan yang diakibatkan terjadinya kematangan
seksual dan tuntutan-tuntutan psikososial menempatkan remaja pada
suatu keadaan yang disebut krisis identitas.
Krisis identitas adalah suatu tahap untuk membuat keputusan
terhadap permasalahan-permasalahan penting yang berkaitan tentang
pertanyaan identitas dirinya. Keadaan tersebut cukup kompleks,
karena melibatkan perkembangan beberapa aspek baik mental,
emosional dan sosial. Remaja harus menyelesaikan krisis identitasnya
dengan baik, jika tidak, maka dia akan mengalami kebingungan peran
dan jati diri.
4. Perubahan pada Masa Remaja
Masa remaja adalah suatu fenomena fisik yang berhubungan
dengan pubertas. Pubertas adalah suatu bagian yang penting pada
masa remaja dimana yang ditekankan adalah proses biologis yang
pada akhirnya mengarah pada kemampuan bereproduksi yang
ditunjukkan dengan adanya beberapa perubahan fisik (Narendra, dkk,
2010). Pubertas juga diartikan sebagai masa dimana seorang anak
mengalami perubahan fisik, psikis, dan pematangan fungsi seksual.
Masa pubertas dalam kehidupan kita biasanya dimulai saat berumur 8
hingga 10 tahun dan berakhir kurang lebih di usia 15 hingga 16 tahun.
Pada masa ini memang pertumbuhan dan perkembangan berlangsung
dengan cepat. Pada perempuan pubertas ditandai dengan menstruasi
pertama (menarche), sedangkan pada laki-laki ditandai dengan mimpi
basah (Ardhiyanti, dkk., 2015).
24
Pubertas terjadi sebagai akibat peningkatan sekresi
gonadotropin releasing hormone (GnRH) dari hipotalamus, diikuti
oleh sekuens perubahan sistem endokrin yang kompleks yang
melibatkan sistem umpan balik negatif dan positif. Selanjutnya,
sekuens ini akan diikuti dengan timbulnya tanda-tanda seks sekunder,
pacu tumbuh, dan kesiapan untuk reproduksi. GnRH disekresikan
dalam jumlah cukup banyak pada saat janin berusia 10 minggu,
mencapai kadar puncaknya pada usia gestasi 20 minggu dan kemudian
menurun pada saat akhir kehamilan (Kaplan, dkk, 1978 dalam
Batubara, 2010). Hal ini diperkirakan terjadi karena maturasi sistim
umpan balik hipotalamus karena peningkatan kadar estrogen perifer.
Pada saat lahir GnRH meningkat lagi secara periodik setelah
pengaruh estrogen dari plasenta hilang. Keadaan ini berlangsung
sampai usia 4 tahun ketika susunan saraf pusat menghambat sekresi
GnRH. Pubertas normal diawali oleh terjadinya aktivasi aksis
hipotalamus-hipofisis-gonad dengan peningkatan GnRH secara
menetap. Hormon GnRH kemudian akan berikatan dengan reseptor di
hipofisis sehingga sel-sel gonadotrop akan mengeluarkan luteneizing
hormone (LH) dan follicle stimulating hormone (FSH). Hal ini
terlihat dengan terdapatnya peningkatan sekresi LH 1-2 tahun
sebelum awitan pubertas. Sekresi LH yang pulsatil terus berlanjut
sampai awal pubertas (Kaplan, dkk, 1978 ; Brook, 1999 dalam
Batubara, 2010). Berikut dibawah ini perubahan-perubahan yang
terjadi pada saat remaja :
25
a. Perubahan pada fisik
1. Perubahan berat badan dan skelet
Meningkatnya tinggi dan berat badan biasanya terjadi
selama laju pertumbuhan pubertas. Laju pertumbuhan pada
perempuan umumnya mulai antara usia 8 dan 14 tahun.
Tinggi badan 5 sampai dengan 20 cm dan berat badan
meningkat 7 sampai 27,5 kg. Anak perempuan mencapai
90% sampai 95% tinggi badannya pada masa menarche dan
mencapai tinggi penuh pada usia 16 sampai 17 tahun. Lemak
diredistribusi sesuai proporsi dewasa seiring peningkatan
tinggi dan berat badan dan secara bertahap tubuh remaja
berubah menjadi penampilan orang dewasa (Potter & Perry,
2005).
Karakteristik Anak
perempuan
Anak
laki-laki
Permulaan laju
pertumbuhan skelet
8-14, 5
(puncak
12)
10,5-16
(puncak
14)
Permulaan perkembangan
payudara
8-13
Pembesaran testis dan
kantung skrotum
10-13,5
Munculnya rambut pubis
berpigmen dan lurus,
yang secara bertahap
menjadi keriting
8 -14 10-15
Perubahan suara awal 11-14,5
Pembesaran penis dan
kelenjar prostat
11-14,5
Menarche 10-18
Spermatogenesis
(ejakulasi sperma)
11-17
Ovulasi dan lengkapnya
perkembangan payudara
14-18
Munculnya rambut halus
pada wajah
12-17
26
Munculnya rambut aksila
dan peningkatan haluaran
kelenjar keringat yang
dapat menyebabkan
terjadinya jerawat
10-16 12-17
Pelebaran dan
pendalaman pelvis pada
anak perempuan, dengan
deposisi lemak subkutan
yang memberikan
penampilan bulat pada
tubuh
10-18
Peningkatan pelebaran
bahu
11-21
Pendalaman suara laki-
laki, dengan munculnya
rambut kasar pada wajah
dan dada
16-21
Tabel 2.1 Urutan Rata-Rata Perubahan Fisiologis pada Remaja
Menurut Potter & Perry (2005)
2. Menarche
Menarche adalah menstruasi pertama yang biasanya
terjadi 2 tahun sejak munculnya perubahan pada masa
pubertas. Ovulasi dan menstruasi reguler mulai terjadi pada
6-14 bulan setelah menarche (Hockenberry & Wilson, 2009
dalam Hasanah, 2010). Menarche juga diartikan sebagai
terjadinya haid pertama kali selama usia kehidupan pada
seorang perempuan pada usia yang bervariasi yaitu antara 10-
16 tahun, tetapi rata-rata pada usia 12,5 tahun.
b. Perkembangan kognitif
Remaja mengembangkan kemampuan menyelesaikan
masalah melalui tindakan logis. Remaja dapat berpikir abstrak
dan menghadapi masalah secara efektif. Jika berkonfrontasi
dengan masalah, remaja dapat mempertimbangkan beragam
27
penyebab dan solusi yang sangat banyak. Perkembangan
kemampuan ini penting dalam pencarian identitas. Misalnya
keterampilan kognitif baru yang didapat membuat remaja
mengetahui perilaku peran seks yang efektif dan nyaman serta
mempertimbangkan pengaruhnya pada teman sebaya, keluarga
dan masyarakat (Potter & Perry, 2005).
Yani (2009) dalam bukunya menyebutkan bahwa
remaja mampu berpikir tentang cara mengubah masa depan
dan mampu mengantisipasi konsekuensi dari tiap perilaku
mereka, serta dapat melihat hubungan abstrak antara diri
mereka dan lingkungannya. Remaja dalam perkembangan
moral, biasanya mulai menentang nilai-nilai tradisional dan
mencoba mengkajinya secara logis.
c. Perkembangan Psikososial
Pencarian identitas diri merupakan tugas utama
perkembangan psikososial remaja. Remaja harus membentuk
hubungan sebaya yang dekat atau tetap terisolasi secara sosial.
Erikson memandang bingung identitas atau peran sebagai tanda
bahaya utama pada tahap remaja. Remaja mampu mandiri secara
emosional dan mampu mempertahankan ikatan batin dengan
keluarga. Selain itu, pilihan tentang pekerjaan, pendidikan masa
depan dan cita-cita harus mulai disusun (Potter & Perry, 2005).
Yani (2009) dalam bukunya menyebutkan bahwa tugas
psikososial yang harus dilakukan remaja adalah
mengembangkan identitas kelompok dan rasa identitas pribadi
28
serta menjalin hubungan personal yang akrab, baik dengan
teman pria atau teman perempuan. Biasanya remaja dipenuhi
pertanyaan tentang arti kehidupan dan masa depan. Proses
pengembangan identitas diri merupakan fenomena kompleks
yang mencerminkan keturunan, nilai keluarga, pengalaman
kehidupan masa lalu, keyakinan dan harapan untuk masa depan,
serta persepsi mereka tentang tuntutan dan harapan orang yang
berarti dalam kehidupannya.
5. Santri
Santri menurut KBBI (2015) adalah orang yang belajar dan
mendalami agama islam di sebuah pesantren yang menjadi tempat
belajar bagi para santri. Jika diruntut dengan tradisi pesantren,
terdapat dua kelompok santri yaitu santri mukim dan santri kalong.
Santri mukim adalah murid-murid yang berasal dari daerah jauh atau
dekat yang menetap di pesantren, sedangkan santri kalong adalah
murid-murid yang berasal dari desa sekelilingnya, yang biasanya
mereka tidak menetap di pondok (Suismanto, 2004 dalam Megarani,
2010).
Kehidupan di pondok pesantren diibaratkan sebuah komunitas
kecil yang “tak pernah mati” dimana kegiatan yang mereka lakukan
mulai dari bangun hingga tidur kembali seperti tiada habisnya.
Kehidupan di pondok pesantren memberikan banyak tantangan bagi
siswa yang belajar disana. Berbagai kondisi telah ditetapkan dan
diatur oleh pihak pondok pesantren sebagai permintaan yang harus
dipenuhi setiap harinya. Tidak jarang kondisi tersebut bisa menjadi
29
sumber tekanan sehingga dapat menyebabkan stress (Haris, dkk., 2013
dalam Nikmah, 2015).
Stres adalah respon fisiologis, psikologis dan perilaku dalam
beradaptasi terhadap tekanan internal dan eksternal (Sukhraini., 2007
dalam Sari., dkk. 2015). Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada
350 siswa yang dipilih dari berbagai sekolah asrama (Malaysia, China,
India dan lainnya) menunjukkan bahwa 44,9% mengalami stres,
dimana yang menjadi stressor tertinggi adalah terkait akademik
(Wahab dkk., 2013 dalam Nikmah, 2015). Begitu pula dalam
penelitian yang dilakukan di Al-Furqon Boarding School, hal yang
membuat siswa stres ialah terkait tuntutan akademik, relasi sosial dan
peraturan (Sulaeman, Ratri F. & Joefiani, P., 2014 dalam Nikmah,
2015). Penyebab stres pada siswa yang tinggal di asrama (pondok
pesantren) menurut penelitian yang dilakukan Alphen (2014) adalah
meliputi faktor asrama (kerinduan, teman sekamar, manajemen diri,
kurang tidur, kurangnya privasi, perubahan nilai budaya), faktor
teman, dan faktor sekolah (tugas yang banyak, salah paham dengan
guru dan kesulitan di akademik).
Stres yang terjadi merupakan salah satu penyebab dismenore
ini muncul saat menstruasi. Penelitian yang dilakukan Prihatama dkk
(2013) menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara
stres dan dismenore pada siswi SMA Negeri 2 Ngawi, dimana hal ini
dibuktikan dengan didapatkannya nilai p sebesar 0,002 (interval
kepercayaan 95%).
30
D. Menstruasi
1. Pengertian Menstruasi
Menstruasi adalah sebuah hal yang alami bagi kaum
perempuan, dimana setiap bulannya seorang perempuan akan
mengalami peluruhan dinding rahim yang disertai dengan adanya
perdarahan. Menstruasi biasanya akan terjadi pada remaja yang sudah
masuk dalam tahap pubertas. Remaja yang baru memasuki tahap
pubertas akan mengalami menstruasi untuk pertama kalinya yang
disebut menarche. Menarche adalah menstruasi pertama yang
biasanya terjadi 2 tahun sejak munculnya perubahan pada masa
pubertas. Ovulasi dan menstruasi reguler mulai terjadi pada 6–14
bulan setelah menarche (Hockenberry & Wilson, 2009 dalam Hasanah
, 2010). Menarche juga diartikan sebagai terjadinya haid pertama kali
selama usia kehidupan pada seorang perempuan pada usia yang
bervariasi yaitu antara 10–16 tahun, tetapi rata-rata pada usia 12,5
tahun. Usia menarche ini secara statistik dipengaruhi oleh faktor
keturunan, keadaan gizi, kesehatan umum dan penyakit menahun pada
perempuan (Hendrik, 2006).
2. Fisiologi Menstruasi
Hipotalamus akan menyekresikan hormon gonadotropin.
Hormon gonadotropin merangsang kelenjar pituitari untuk
menghasilkan hormon FSH (Follicle Stimulating Hormone). Hormon
FSH merangsang pertumbuhan dan pematangan folikel di dalam
ovarium. Pematangan folikel ini merangsang kelenjar ovarium
31
mensekresikan hormon esterogen. Hormon esterogen berfungsi
membantu pertumbuhan lapisan endometrium pada dinding ovarium.
Pertumbuhan endometrium memberikan tanda pada kelenjar pituitari
untuk menghentikan sekresi FSH dan berganti dengan sekresi LH.
Pengaruh stimulasi hormon LH, folikel yang sudah matang
pecah menjadi korpus luteum. Saat seperti ini ovum akan keluar dari
folikel dan ovarium menuju uterus (ovulasi). Korpus luteum yang
terbentuk segera menyekresikan hormon progesteron. Hormon
esterogen akan berhenti disekresi jika ovum tidak dibuahi. Berikutnya
sekresi hormon LH oleh kelenjar pituitari berhenti. Akibatnya korpus
luteum tidak bisa melangsungkan sekresi hormon progesteron. Karena
hormon progesteron tidak ada, dinding rahim sedikit demi sedikit
meluruh bersama darah (Ardhiyanti, dkk., 2015).
Gambar 2.1 Kontrol Hormon saat Menstruasi
3. Siklus Menstruasi
Lauralee (2012) dalam bukunya menyebutkan bahwa siklus
haid terdiri dari tiga fase yaitu fase haid, fase proliferatif dan fase
sekretorik atau progestasional. Fase yang pertama yaitu fase haid. Fase
haid adalah fase yang paling jelas, ditandai oleh pengeluaran darah dan
sisa endometrium dari vagina. Berdasarkan perjanjian, hari pertama
32
haid dianggap sebagai permulaan siklus baru. Saat ini bersamaan
dengan pengakhiran fase luteal ovarium dan dimulainya fase folikular.
Sewaktu korpus luteum berdegenerasi karena tidak terjadi fertilisasi
dan implantasi ovum yang dibebaskan selama siklus sebelumnya,
kadar progesteron dan esterogen darah turun tajam. Karena efek akhir
progesteron dan esterogen adalah mempersiapkan endometrium untuk
implantasi ovum yang dibuahi maka terhentinya sekresi kedua hormon
ini menyebabkan lapisan dalam uterus yang kaya vaskular dan nutrien
ini kehilangan hormon-hormon penunjangnya.
Turunnya kadar hormon ovarium juga merangsang
pembebasan suatu prostaglandin uterus yang menyebabkan
vasokontriksi pembuluh-pembuluh endometrium, menghambat aliran
darah ke endometrium. Penurunan penyaluran O2 yang terjadi
kemudian menyebabkan kematian endometrium termasuk pembuluh
darahnya. Perdarahan yang terjadi melalui kerusakan pembuluh darah
ini membilas jaringan endometrium yang mati ke dalam lumen uterus.
Sebagian besar lapisan dalam uterus terlepas selama haid kecuali
sebuah lapisan dalam yang tipis berupa sel epitel dan kelenjar, yang
menjadi asal regenerasi endometrium. Prostaglandin uterus juga
merangsang kontraksi ritmik ringan miometrium uterus. Kontraksi ini
membantu mengeluarkan darah dan sisa endometrium dari rongga
uterus keluar melalui vagina sebagai darah haid. Kontraksi yang terlalu
kuat akibat produksi berlebihan prostaglandin menyebabkan kram haid
(dismenore) yang dialami oleh sebagian perempuan.
33
Haid biasanya berlangsung selama lima sampai tujuh hari
setelah degenerasi korpus luteum, bersamaan dengan bagian awal fase
folikular ovarium. Penghentian efek progesteron dan esterogen, akibat
degenerasi korpus luteum menyebabkan terkelupasnya endometrium
dan terbentuknya folikel-folikel baru di ovarium di bawah pengaruh
hormon gonadotropik yang kadarnya meningkat. Turunnya sekresi
hormon gonad menghilangkan pengaruh inhibitorik dari hipotalamus
dan hipofisis anterior sehingga sekresi FSH dan LH meningkat dan
fase folikuler baru dapat dimulai. Setelah lima sampai tujuh hari di
bawah pengaruh FSH dan LH, folikel-folikel yang baru berkembang
telah menghasilkan cukup esterogen untuk mendorong perbaikan dan
pertumbuhan endometrium.
Fase selanjutnya yaitu proliferatif, dimana siklus ini dimulai
bersamaan dengan bagian terakhir fase folikular ovarium ketika
endometrium mulai memperbaiki diri dan berproliferasi di bawah
pengaruh esterogen dari folikel-folikel yang baru berkembang. Saat
aliran darah haid berhenti, yang tersisa adalah lapisan endometrium
menipis dengan ketebalan kurang dari 1 mm. Esterogen merangsang
proliferasi sel epitel, kelenjar dan pembuluh darah di endometrium,
meningkatkan ketebalan lapisan ini menjadi 3-5 mm. Fase proliferatif
yang didominasi oleh esterogen ini berlangsung dari akhir haid hingga
ovulasi. Kadar puncak esterogen memicu lonjakan LH yang menjadi
penyebab ovulasi.
Uterus masuk ke fase sekretorik atau progestasional yang
bersamaan waktunya dengan fase luteal ovarium. Korpus luteum
34
mengeluarkan sejumlah besar progesteron dan esterogen. Progesteron
mengubah endometrium tebal yang telah dipersiapkan esterogen
menjadi jaringan kaya vaskular dan glikogen. Periode ini disebut fase
sekretorik karena kelenjar endometrium aktif mengeluarkan glikogen
atau fase progestasional, merujuk kepada lapisan subur endometrium
yang mampu menopang kehidupan mudigah. Jika pembuahan dan
implantasi tidak terjadi maka korpus luteum berdegenerasi dan fase
folikular dan fase haid baru dimulai kembali.
Gambar 2.2 Korelasi antara kadar hormon dan perubahan siklik
ovarium dan uterus (Lauralee, 2015)
E. Dismenore
1. Pengertian Dismenore
Dismenore didefinisikan sebagai nyeri yang terjadi sebelum
dan saat menstruasi (Patruno, 2006). Dismenore juga diartikan sebagai
gangguan sekunder menstruasi yang terjadi sebelum, saat atau sesudah
35
menstruasi. Dismenore umumnya dimulai 2–3 tahun setelah
menarche. Dismenore yang terjadi pada umumnya adalah dismenore
primer, dikarenakan dismenore ini berkaitan dengan siklus ovulasi
yang ada pada saat menstruasi (Harel dan Hillard, 2008). Rasa nyeri
pada saat menstruasi tentu sangat menyiksa bagi perempuan. Sakit
menusuk, nyeri yang hebat di sekitar bagian bawah dan bahkan
kadang mengalami kesulitan saat berjalan sering dialami ketika haid
menyerang (Harahap, 2001 dalam Kurniawati dan Kusumawati,
2011).
2. Klasifikasi dan Manifestasi Klinis Dismenore
Dismenore dibagi menjadi dua tipe yaitu dismenore primer dan
dismenore sekunder. Dismenore primer adalah nyeri pada saat
menstruasi tanpa adanya kelainan patologis pelvis (Harel dan Hillard,
2008). Penyebab dismenore adalah turunnya kadar hormon ovarium
pada saat menstruasi yang nantinya merangsang pembebasan suatu
prostaglandin (E2 dan F2) yang menyebabkan vasokontriksi
pembuluh-pembuluh endometrium, menghambat aliran darah ke
endometrium. Penurunan penyaluran O2 yang terjadi kemudian
menyebabkan kematian endometrium, termasuk rusaknya pembuluh
darah. Produksi prostaglandin meningkat, dan mengakibatkan semakin
meningkatnya kontraksi miometrium yang nantinya akan
menimbulkan rasa nyeri dan kram (Lauralee, 2012).
Karakteristik dismenore primer ini yaitu nyeri yang
berfluktuasi dan tidak teratur yang terjadi pada beberapa jam sebelum
atau saat menstruasi dan biasanya terjadi selama 6 jam hingga 2 hari.
36
Dismenore primer ini terjadi pada remaja dengan prevalensi 95% dan
pada perempuan dewasa sekitar 30%-50%. Nyeri ini berlokasi pada
daerah abdomen bawah. Nyeri ini biasanya disertai oleh sakit kepala
bagian belakang, mual, muntah dan diare (Seller dan Symons, 2012).
Dismenore sekunder itu sendiri dideskripsikan sebagai nyeri
menstruasi yang diakibatkan oleh adanya kelainan patologis seperti
adanya endometriosis, lesi, dan tumor. Dismenore sekunder biasanya
terjadi pada perempuan yang berusia > 25 tahun (Smith, 2008).
3. Gejala Penyerta Dismenore
Dismenore yang terjadi, bukan hanya menimbulkan rasa nyeri
saja, namun biasanya terdapat gejala-gejala penyerta saat ia muncul.
Gejala-gejala yang biasanya menyertai dismenore adalah mual,
muntah, pusing kepala dan diare. Pusing kepala yang dialami
disebabkan oleh adanya penurunan kadar hormon esterogen.
Penurunan hormon ini mengakibatkan terjadinya peningkatan
produksi prostaglandin yang dapat menyebabkan timbulnya pusing
pada saat menstruasi (Women’s Health Program Monash University,
2010).
Penelitian yang lakukan oleh Bernstein dkk (2014) di Canada
dengan total sampel 220 partisipan menunjukkan bahwa primary GI
symptoms (gejala primer saluran pencernaan) terjadi pada saat
sebelum dan saat menstruasi. Gejala-gejala tersebut diantaranya nyeri
perut, diare, mual, konstipasi dan muntah. Prevalensi gejala tersebut
yaitu nyeri perut (55), diare (28), mual (14), konstipasi (10), muntah
37
(3), any primary symptoms (69) dan multiple (≥2) primary symptoms
(31).
Saat menstruasi terjadi peningkatan kadar prostaglandin yang
merangsang uterus untuk terus berkontraksi dan menimbulkan nyeri.
Pada usus halus, prostaglandin membuat otot polos yang ada pada
usus halus berkontraksi. Peningkatan kontraksi usus halus ini akan
mengurangi absorpsi yang nantinya akan menyebabkan terjadinya
diare. Perubahan mood atau stress pada remaja juga terjadi akibat
penurunan kadar hormon dalam darah selama menstruasi. Keadaan
stress ini pun akan merangsang peningkatan pengeluaran asam
lambung yang pada akhirnya akan menyebabkan terjadinya mual dan
muntah (Bernstein, dkk., 2014).
4. Faktor Penyebab
Purwaningsih & Fatmawati (2010) menjelaskan dalam bukunya
bahwa banyak teori yang dikemukakan untuk menerangkan penyebab
dismenore, tetapi patofisiologinya belum jelas dimengerti. Rupanya
beberapa faktor memegang peranan penting sebagai penyebab
dismenore primer antara lain :
- Faktor kejiwaan
Remaja yang memiliki emosi yang tidak stabil, utamanya
pada saat menstruasi, maka pada remaja tersebut akan mudah
timbul dismenore.
- Faktor obstruksi kanalis servikalis
Salah satu teori yang paling tua untuk menerangkan
terjadinya dismenore primer adalah stenosis kanalis servikalis.
38
Namun, faktor ini sekarang tidak dianggap sebagai faktor yang
penting sebab banyak perempuan yang menderita dismenore
tanpa stenosis servikalis dan tanpa uterus dalam hipernatefleksi.
- Faktor endokrin
Faktor endokrin yaitu hormon esterogen dan progesteron
berperan dalam proses kontraksi uterus. Hormon esterogen
merangsang terjadinya kontraksi pada uterus, sedangkan hormon
progesteron menghambat terjadinya kontraksi.
- Faktor alergi
Teori ini dikemukakan setelah memperhatikan adanya
asosiasi antara hipermenore dengan urtikaria migaran atau asma
bronkeal. Setelah memperhatikan keadaan tersebut, Smith
menduga bahwa sebab alergi adalah toksin dari menstruasi.
Penyelidikan pada tahun-tahun terakhir menunjukkan bahwa
peningkatan kadar prostaglandin memegang peranan penting
dalam etiologi dismenore primer.
5. Faktor Resiko
Beberapa faktor resiko yang menyebabkan terjadinya dismenore,
utamanya dismenore primer adalah sebagai berikut :
a. Indeks massa tubuh (IMT) kurang atau lebih dari 20 kg/m2
Hubungan IMT dengan kejadian dismenore sampai saat ini
masih dalam proses penelitian. Penelitian yang dilakukan Jang dkk
(2013) menunjukkan bahwa dismenore terjadi lebih banyak pada
remaja perempuan yang nilai indeks massa tubuhnya tergolong
kurus. Madhubala & Jyoti (2012) melakukan penelitian dan hasil
39
menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara IMT rendah dengan
kejadian dismenore.
b. Menstruasi dini sebelum usia 12 tahun
Usia seorang anak perempuan mulai mendapat menstruasi
sangat bervariasi. Terdapat kecenderungan bahwa saat ini anak
mendapat menstruasi pertama kali pada usia yang lebih muda (<11
tahun). Menstruasi dini yang terjadi akan mengakibatkan terjadinya
beberapa gangguan pada sistem reproduksi remaja, salah satu
gangguan tersebut yaitu terbentuknya fibroid uterus (Edwards,
dkk., 2013).
c. Hipermenore (menoragia)
Hipermenore (menoregia) adalah bentuk gangguan pada
saat menstruasi, siklus tetap teratur, namun jumlah darah yang
dikeluarkan cukup banyak dan terlihat dari jumlah pembalut yang
dipakai dan gumpalan darahnya. Normalnya pengeluaran darah
menstruasi berlangsung antara 3-7 hari, dengan jumlah darah yang
hilang sekitar 50-60 cc tanpa bekuan darah. Penyebab terjadinya
menoragia kemungkinan terdapat mioma uteri (pembesaran rahim),
polip endometrium, atau hiperplasia endometrium (penebalan
dinding rahim) (Manuaba, 2009).
Collins (2012) dalam bukunya Differential Diagnosis in
Primary Care menyebutkan bahwa penyebab hipermenore adalah
endometriosis, fibroid, karsinoma, inflamasi pelvis kronis, trauma,
anemia dan gangguan pembekuan darah. Hendrik (2006) dalam
bukunya Problema Haid : Tinjauan Syariat Islam dan Medis
40
menyatakan bahwa hipermenore adalah terjadinya perdarahan
haidh yang terlalu banyak dari normalnya dan lebih lama dari
normalnya. Perdarahan yang terjadi dan memanjangnya periode
menstruasi, menyebabkan prostaglandin terus menerus diproduksi.
Kontraksi uterus yang terlalu kuat akibat stimulasi prostaglandin
yang berlebihan akan menyebabkan dismenore (Lauralee, 2012).
d. Merokok
Gagua dkk (2012) dalam penelitiannya di Georgia
menyatakan bahwa merokok berhubungan dengan kejadian
dismenore. Nikotin yang terkandung pada rokok dapat
menyebabkan terjadinya vasokontriksi pembuluh darah
endometrium. Vasokontriksi ini akan mengakibatkan iskemia pada
endometrium yang nantinya akan menyebabkan kerusakan
endometrium dan pada akhirnya prostaglandin pun diproduksi.
e. Usia
Perempuan semakin tua, lebih sering mengalami menstruasi
yang mengakibatkan perubahan anatomis leher rahim yang asalnya
sempit menjadi bertambah lebar, sehingga sensasi nyeri haid akan
berkurang (Lestari, 2013).
f. Riwayat keluarga
Seseorang perempuan yang memiliki ibu atau saudara
dengan riwayat dismenore akan lebih beresiko mengalami
dismenore saat menstruasi. Hal ini dibuktikan dengan penelitian
yang dilakukan Charu dkk (2012) di India yang menunjukkan
41
bahwa 40% dari total partisipan yang mengalami dismenore
(n=560) mempunyai riwayat dismenore pada keluarganya.
6. Diagnosis Dismenore
Pengkajian dismenore dilakukan dengan menggunakan instrumen
Verbal Multidimensional Scoring System, dan hasilnya adalah sebagai
berikut :
Derajat
Kemampuan
untuk
beraktivitas
Gejala
Dismenore
Penggunaan
obat-obatan
Derajat 0 : tidak terjadi
nyeri pada saat
menstruasi dan
menstruasi tidak
mengganggu kegiatan
sehari-hari
Tidak
mengganggu
Tidak ada
gejala
Tidak
memerlukan
pengobatan
Derajat 1 : terjadi nyeri
saat menstruasi, namun
nyeri jarang
mengganggu aktivitas
sehari-hari
Kadang-
kadang
mengganggu
Tidak ada
gejala
Kadang-
kadang
membutuhkan
pengobatan
Derajat 2 : Nyeri
menstruasi
mengganggu aktivitas
sehari-hari
Mengganggu
aktivitas
sehari-hari
dengan
intensitas
sedang
Terdapat
beberapa
gejala
Membutuhkan
pengobatan
Derajat 3 : nyeri
menstruasi
mengganggu aktivitas
sehari-hari
Mengganggu
aktivitas
sehari-hari
dengan
intensitas
berat
Banyak
gejala yang
timbul
Sangat
membutuhkan
pengobatan
7. Fisiologi Dismenore
Dismenore terjadi biasanya pada saat akhir fase luteal
ovarium. Sewaktu korpus luteum berdegenerasi karena tidak terjadi
Tabel 2.2 Derajat Nyeri pada Saat Menstruasi
berdasarkan Verbal Multidimensional Scoring System
(Bitzer, 2015)
42
fertilisasi dan implantasi ovum yang dibebaskan selama siklus
sebelumnya, menyebabkan kadar progesteron dan esterogen darah
turun tajam. Terhentinya efek kedua hormon ini menyebabkan lapisan
dalam uterus yang kaya vaskular dan nutrien ini kehilangan hormon-
hormon penunjangnya.
Turunnya kadar hormon ovarium juga merangsang
pembebasan suatu prostaglandin (E2 dan F2) yang menyebabkan
vasokontriksi pembuluh-pembuluh endometrium, menghambat aliran
darah ke endometrium. Penurunan penyaluran O2 yang terjadi
kemudian menyebabkan kematian endometrium, termasuk rusaknya
pembuluh darah. Perdarahan yang terjadi melalui kerusakan pembuluh
darah ini membias jaringan endometrium yang mati ke dalam lumen
uterus. Sebagian besar lapisan dalam uterus terlepas selama
menstruasi kecuali sebuah lapisan dalam yang tipis berupa sel epitel
dan kelenjar yang menjadi asal regenerasi endometrium. Prostaglandin
uterus yang sama juga merangsang kontraksi ritmik ringan
miometrium uterus. Kontraksi ini membantu mengeluarkan darah dan
sisa endometrium dari rongga uterus keluar melalui vagina sebagai
darah menstruasi. Kontraksi uterus yang terlalu kuat akibat
meningkatnya produksi prostaglandin menyebabkan kram saat
menstruasi atau yang kita kenal sebagai dismenore (Lauralee, 2012).
8. Dampak Dismenore
Dismenore dapat menimbulkan dampak bagi kegiatan atau
aktivitas para perempuan khususnya remaja. Dismenore membuat
perempuan tidak bisa beraktivitas secara normal dan memerlukan
43
resep obat (Prawirohardjo, 2005 dalam Ningsih, 2011). Penelitian
terkait dismenore mempengaruhi aktivitas remaja juga dilakukan oleh
Kurniawati dan Kusumawati di SMK Batik Surakarta tahun 2011
menyatakan bahwa siswi yang memiliki skor dismenore < 6 (ringan)
mengalami penurunan aktivitas sebesar 79,4%. Siswi yang mempunyai
skor dismenore ≥ 6 (berat) mengalami penurunan aktivitas sebesar
96,2%. Hasil tersebut menunjukkan bahwa dismenore berpengaruh
terhadap aktivitas remaja. Dismenore tidak hanya menyebabkan
gangguan aktivitas tetapi juga memberi dampak yang menyeluruh,
mulai dari segi fisik, psikologis, sosial dan ekonomi terhadap
perempuan di seluruh dunia (Iswari, 2014).
Dampak psikologis dari dismenore dapat berupa konflik
emosional, ketegangan dan kegelisahan. Hal tersebut dapat
menimbulkan perasaan yang tidak nyaman dan asing. Sedikit merasa
tidak nyaman dapat dengan cepat berkembang menjadi suatu masalah
besar dengan segala kekesalan yang menyertainya. Hal tersebut
nantinya akan mempengaruhi kecakapan dan keterampilannya.
Kecakapan dan keterampilan yang dimaksud berarti luas, baik
kecakapan mengenali diri sendiri (self awareness) dan kecakapan
berfikir (thinking skill), kecakapan sosial (social skill) dan kecakapan
akademik (academic skill) (Trisianah, 2011 dalam Iswari , 2014).
9. Penatalaksanaan Dismenore
9.1 Terapi non-farmakologi
Penanganan dismenore utamanya dismenore primer pada
beberapa tahun terakhir ini lebih mengarah ke terapi non-
44
farmakologi. Hal ini dibuktikan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Yuniarti, Rejo, dan Handayani (2012), menunjukkan hasil
bahwa 67 orang (88,2%) dari 76 partisipan, telah melakukan
penanganan dismenore dengan terapi alternatif. Perilaku
penanganan tersebut berupa pemberian kompres hangat, olahraga
teratur, dan istirahat, mengkonsumsi makanan bergizi dan yang
paling terakhir dilakukan yaitu pengkonsumsian obat analgetik.
a. Kompres hangat
Kompres hangat adalah sebuah metode yang sudah
lama diaplikasikan untuk mengurangi nyeri. Kompres hangat
ini diberikan bertujuan untuk memenuhi rasa nyaman,
mengurangi dan membebaskan nyeri, mengurangi dan
mencegah terjadinya spasme otot, dan memberikan rasa
hangat (Uliyah dan Hidayat, 2008). Penelitian yang dilakukan
oleh Jeung Im (2013) pada mahasiswa sebuah universitas di
Korea menunjukkan bahwa kompres hangat dengan
menggunakan red ben pillow mampu untuk menurunkan rasa
nyeri yang terjadi saat menstruasi.
b. Senam dismenore
Senam dismenore ini merupakan salah satu teknik
relaksasi. Olahraga atau latihan fisik dapat menghasilkan
hormon endorfin. Hormon ini dapat berfungsi sebagai obat
penenang alami yang diproduksi oleh otak yang melahirkan
rasa nyaman dan untuk mengurangi rasa nyeri pada saat
kontraksi. Olahraga terbukti dapat meningkatkan kadar B-
45
endorphin empat sampai lima kali di dalam darah. Semakin
banyak melakukan senam atau olahraga maka akan semakin
tinggi pula kadar B-endorphin.
Seseorang yang melakukan olahraga atau senam,
maka B-endorphin akan keluar dan ditangkap oleh reseptor di
dalam hipotalamus dan sistem limbik yang berfungsi untuk
mengatur emosi (Harry, 2005 dalam Marlinda, dkk., 2013).
Kadar endorphin beragam diantara individu, seperti halnya
faktor-faktor seperti kecemasan yang mempengaruhi kadar
endorphin. Individu dengan endorphin yang banyak akan
lebih sedikit merasakan nyeri. (Smeltzer & Bare, 2001 dalam
Marlinda, dkk, 2013).
c. Diet
Diet rendah lemak dan vitamin E, B1 dan B6 dapat
menurunkan nyeri saat menstruasi (Roger P, 2015).
d. Akupresur
Akupresur merupakan salah satu metode terapi non-
farmakologi yang merupakan teknik khusus dengan
memanipulasi berbagai titik akupuntur. Tujuannya adalah
meningkatkan aliran energi tubuh. Akupresur juga
dideskripsikan sebagai akupuntur tanpa jarum, namun
akupresur memiliki berbagai teknik dan menggunakan
metode-metode yang jauh berbeda. Penekanan titik akupresur
dapat berpengaruh terhadap produksi endorphin dalam tubuh.
Terapi akupresur dapat melancarkan peredaran darah dan
46
tidak menumpuk pada uterus dan akhirnya diharapkan dapat
menurunkan rasa nyeri pada saat menstruasi (Ody, 2008
dalam Hasanah, 2010).
9.2 Terapi farmakologi
Sultan dkk (2012) dalam bukunya yang berjudul Pediatric
and Adolescent Gynecology menjelaskan bahwa terapi farmakologi
yang digunakan untuk mengatasi dismenore biasanya
menggunakan obat-obatan sejenis prostaglandin inhibitor yaitu
dengan Nonstreoidal Anti-Inflamatory Drugs (NSAIDs) dan
kontrasepsi oral.
- NSAIDs adalah obat penghambat sintesa prostaglandin,
dimana obat ini terbukti mampu menurunkan 75% gejala
dismenore pada remaja. Ibuprofen, sodium naproxen dan
ketoprofen juga terbukti mampu menurunkan nyeri dismenore.
- Kontrasepsi oral : komposisi dari kontrasepsi oral ini adalah
esterogen dosis rendah yang dikombinasikan dengan
progesteron generasi kedua atau ketiga, dimana obat ini
mampu terbukti untuk digunakan sebagai terapi farmakologi
dismenore.
10. Pencegahan Dismenore
Menurut Calis (2015) beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk
mencegah terjadinya dismenore, langkah tersebut adalah :
47
a. Modifikasi gaya hidup
Modifikasi gaya hidup, terdapat berbagai cara diantaranya
dengan mengkonsumsi makanan yang bergizi dan mengontrol
berat badan (Stoppler, 2014).
b. Berhenti merokok
Gagua dkk (2012) dalam penelitiannya di Georgia
menyatakan bahwa merokok berhubungan dengan kejadian
dismenore. Nikotin yang terkandung pada rokok dapat
menyebabkan terjadinya vasokontriksi pembuluh darah
endometrium. Vasokontriksi ini akan mengakibatkan iskemia
pada endometrium yang nantinya akan menyebabkan kerusakan
endometrium dan pada akhirnya prostaglandin pun diproduksi
c. Olahraga
Senam dismenore ini merupakan salah satu teknik relaksasi.
Olahraga atau latihan fisik dapat menghasilkan hormon endorfin.
Hormon ini dapat berfungsi sebagai obat penenang alami yang
diproduksi oleh otak yang melahirkan rasa nyaman dan untuk
mengurangi rasa nyeri pada saat kontraksi (Harry, 2005 dalam
Marlinda, dkk., 2013)
48
F. Kerangka Teori
Bagan 2.1 Kerangka Teori
Dimodifikasi dari Carver dkk (1989) ; Alligod (2010) ; Purwaningsih &
Fatmawati (2010) ; Schwarzer (2013); Iswari (2014)
Input
Proses
Penurunan kadar
esterogen saat menstruasi
Cognator
emosi tidak stabil
saat menstruasi
Regulator
Peningkatan Kadar
Prostaglandin
Output
1. Fisik
2. Psikologis
3. Sosial
4. Aktivitas
Koping berfokus pada
masalah
- Active coping
- Planning
- Supression of
Competing activities
- Seeking sosial
support
Koping berfokus pada emosi
Efektor
Pengalaman Dismenore
Mekanisme Koping Dismenore
Reactive coping Anticipatory
coping
Preventive
coping
Proactive
coping
49
BAB III
KERANGKA KONSEP
A. Kerangka Konsep
Dismenore adalah sebuah proses fisiologis dimana umumnya
terjadi pada perempuan yang berusia di bawah 20 tahun. Dismenore ini
disebabkan oleh penurunan kadar esterogen saat menstruasi berlangsung.
Penurunan kadar esterogen ini menyebabkan terjadinya peningkatan
produksi prostaglandin oleh endometrium. Dismenore ini jika tidak segera
ditangani, maka akan berdampak pada kehidupan seorang remaja, baik
dari segi fisik, psikologis, sosial dan aktivitas. Dismenore ini termasuk
dalam salah satu bentuk stresor, dimana ketika dihadapkan dengan sebuah
stresor, remaja akan melakukan sebuah mekanisme koping untuk
beradaptasi dengan perubahan yang ia alami.
Beberapa jenis mekanisme koping yang dieksplorasi oleh peneliti
pada penelitian ini, yang pertama yaitu koping berfokus pada masalah
(active coping and seeking sosial support). Active coping adalah sebuah
langkah-langkah aktif yang dilakukan untuk mengatasi stresor
(penanganan) dan seeking social support adalah usaha yang dilakukan
oleh individu untuk memperoleh dukungan dari lingkungan sekitarnya.
Jenis koping yang kedua yaitu anticipatory coping dan reactive koping,
dimana anticipatory coping adalah suatu upaya untuk menghadapi suatu
stresor yang diprediksikan dalam jangka waktu dekat (upaya antisipasi),
50
sedangkan reactive coping adalah upaya untuk menghadapi sebuah stresor
yang terjadi pada saat ini dan masa lampau.
Perubahan-perubahan yang terjadi pada remaja serta mekanisme
koping yang dilakukan saat dismenore, pada akhirnya akan membentuk
sebuah pengalaman. Pengalaman dismenore yang dialami masing-masing
remaja memiliki sebuah ciri khas dan berbeda-beda setiap orangnya,
karena nyeri ini adalah sebuah hal yang sifatnya subjektif, sehingga segala
sesuatunya tergantung dari bagaimana seorang remaja tersebut
mempersepsikan apa yang ia rasakan.
B. Definisi Istilah
1. Pengalaman dismenore adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan
dismenore yang terjadi dalam kehidupan seorang remaja perempuan
seperti karakteristik nyeri, efek dan dampak dismenore bagi kehidupan
sehari-hari
2. Mekanisme koping dismenore adalah segala sesuatu yang dilakukan
remaja baik itu pencegahan ataupun penanganan saat mengalami
dismenore
3. Remaja perempuan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
seseorang dengan jenis kelamin perempuan yang sudah memasuki
masa remaja dan pubertas
51
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan
desain penelitian fenomenologi deskriptif. Penelitian ini akan mengkaji
lebih dalam mengenai fenomena terkait dismenore baik dari segi
pengalaman dan mekanisme koping yang dilakukan oleh santriwati.
Eksplorasi pengalaman perlu dilakukan karena pengalaman ini dapat
dijadikan sebagai tolak ukur atau pedoman remaja dalam melakukan
aktivitas dan merespon segala sesuatunya di masa yang akan datang.
Mekanisme koping santriwati juga perlu dilakukan mengingat koping ini
adalah cara seseorang untuk beradaptasi dengan perubahan yang diterima,
jika koping yang dilakukan tidak berhasil, maka dismenore ini akan
mengakibatkan dampak yang signifikan dalam kehidupan sehari-hari
seorang remaja.
B. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari - Maret tahun 2016
di Pondok Pesantren An-Nahdlah Pondok Petir Sawangan Depok. Pondok
tersebut dijadikan lokasi penelitian karena dari hasil studi pendahuluan
pada pondok tersebut, terdapat fenomena yang peneliti cari yaitu
“dismenore mengganggu kehidupan sehari-hari”, pondok ini juga belum
pernah dilakukan penelitian tentang pengalaman dan mekanisme koping
52
dismenore dan jumlah santriwati di pondok tersebut tahun 2015 berjumlah
110 orang.
C. Partisipan Penelitian
Pemilihan partisipan dalam penelitian ini menggunakan tekhnik
purposive sampling. Pemilihan partisipan yang menjadi sampel penelitian
harus berdasarkan kriteria, yaitu kriteria tertentu yang ditetapkan dan
sampel dipilih berdasarkan kriteria tersebut. Partisipan pada penelitian ini
yaitu santriwati di Pondok Pesantren An-Nahdlah Pondok Petir Sawangan
Depok dengan jumlah partisipan yaitu 5 orang, dengan kriteria inklusi
partisipan utama sebagai berikut :
1. Santriwati Pondok Pesantren An-Nahdlah Pondok Petir Sawangan
Depok
2. Berusia < 20 tahun
3. Pernah mengalami dismenore pada saat menstruasi
4. Bersedia menjadi partisipan
D. Instrumen Penelitian
Instrumen dalam penelitian kualitatif ini yaitu peneliti sendiri
dengan melakukan wawancara mendalam (in-depth interview) dengan
jenis wawancara semi berstruktur berdasarkan pedoman wawancara
mendalam, alat perekam dan catatan lapangan. Pedoman wawancara yang
sudah dibuat, sudah terlebih dahulu diuji pada satu partisipan lain yang
sesuai dengan kriteria inklusi dengan tujuan untuk mengetahui apakah
53
pedoman wawancara yang sudah dibuat layak digunakan sebagai acuan
untuk menggali informasi sesuai dengan fenomena yang diteliti.
E. Teknik Pengumpulan Data
1. Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilaksanakan pada bulan Februari – Maret
2016. Peneliti melakukan wawancara mendalam dengan jenis
wawancara semi berstruktur berdasarkan pedoman wawancara yang
telah disiapkan sebelumnya. Pengumpulan data dilakukan oleh
peneliti sendiri dengan dibantu alat perekam serta alat pencatat dan tak
lupa membuat catatan lapangan saat wawancara berlangsung.
2. Proses Pengumpulan Data
a. Tahap Persiapan Pengumpulan Data
Sebelum melakukan pengumpulan data, peneliti mengurus
izin penelitian kepada pihak-pihak terkait seperti pihak pondok
pesantren. Setelah mendapatkan perizinan, peneliti turun ke
lapangan dan mendata partisipan sesuai kriteria lalu melakukan
penelitian kepada santriwati yang bersedia menjadi partisipan
dengan terlebih dahulu melakukan inform consent dan melakukan
pendekatan untuk membina hubungan saling percaya.
b. Tahap Pelaksanaan Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan
dengan wawancara mendalam kepada partisipan yang ditujukan
untuk mendapatkan informasi dari individu yang diwawancarai.
Proses pelaksanaan wawancara dapat bersifat formal yang
54
direncanakan sebelumnya dan dapat juga secara informal layaknya
percakapan sehari-hari.
Wawancara mendalam yang dilakukan oleh peneliti kepada
partisipan membutuhkan waktu ± 30 menit. Peneliti melakukan
wawancara dalam 3 kali pertemuan yang terdiri dari pertemuan
pertama yaitu perkenalan, penjelasan dan pendekatan peneliti
terhadap partisipan. Pertemuan kedua mulai menggali pengalaman
dan mekanisme koping partisipan mengenai dismenore dalam
waktu ± 30 menit dan pertemuan terakhir peneliti mengklarifikasi
jawaban yang diberikan partisipan. Teknik ini dilakukan dengan
tujuan agar terjalinnya komunikasi terbuka dan saling percaya
antara peneliti dengan partisipan.
F. Keabsahan Data
Kualitas data atau hasil temuan suatu penelitian kualitatif
ditentukan dari keabsahan data yang dihasilkan atau lebih tepatnya
keterpercayaan, keautentikan, dan kebenaran terhadap data, informasi atau
temuan yang dihasilkan dari hasil penelitian yang telah dilakukan
(Afiyanti, 2008 ; Robson, 2011 dalam Afiyanti dan Rachmawati, 2014).
Temuan atau data dapat dinyatakan valid pada penelitian kualitatif, apabila
tidak ada perbedaan antara yang dilaporkan peneliti dengan apa yang
sesungguhnya terjadi pada obyek yang diteliti (Sugiyono, 2013).
Terdapat empat istilah yang pada umumnya digunakan untuk
menyatakan keabsahan data hasil temuan penelitian kualitatif yaitu
55
kredibilitas, transferabilitas, dependabilitas, dan konfirmabilitas. Berikut di
bawah ini penjelasan macam keabsahan data pada penelitian kualitatif :
1. Uji Kredibilitas
Kredibilitas data atau ketepatan dan keakurasian suatu data
yang dihasilkan dari studi kualitatif menjelaskan derajat atau nilai
kebenaran dari data yang dihasilkan termasuk proses analisis data
tersebut dari penelitian yang dilakukan (Afiyanti & Rachmawati,
2014).
Peneliti melakukan uji keakuratan data atau kredibilitas dengan
menggunakan peer debriefing dimana pada penelitian ini, peneliti
lebih banyak berdiskusi dengan ahli. Triangulasi yang digunakan yaitu
triangulasi teori, dimana teori yang digunakan pada penelitian ini yaitu
teori Roy, Lazarus dan Folkman serta Schwarzer dan Taubert.
Member check yang dilakukan yaitu mengklarifikasi kembali data
yang sudah ada dengan partisipan yang bersangkutan, dimana hasilnya
yaitu tidak ada data tambahan dari hasil yag sudah didapatkan..
Setelah peneliti mengumpulkan data, peneliti membuat transkrip data.
Setelah itu transkrip data yang sudah selesai, dibicarakan dan
didiskusikan ke ahli tentang hal-hal yang dialami partisipan. Peneliti
juga memanfaatkan hasil catatan lapangan yang dibuat ketika
wawancara berlangsung. Setelah data semua selesai, peneliti
melakukan pengecekan data kembali, apakah data yang diperoleh
sudah sesuai dengan yang diberikan pemberi data.
56
2. Transferabilitas atau keteralihan data
Transferabilitas adalah seberapa mampu suatu hasil penelitian
kualitatif dapat diaplikasikan dan dialihkan pada keadaan atau konteks
lain atau kelompok serta partisipan lainnya. Penilaian keteralihan ini
ditentukan oleh para pembaca (Afiyanti & Rachmawati, 2014).
Peneliti sudah berupaya untuk menyajikan hasil dari penelitian ini
secara jelas dan sistematis agar para pembaca laporan hasil penelitian
ini dapat memperoleh gambaran dan pemahaman yang jelas tentang
konteks dan fokus penelitian.
3. Dependabilitas atau ketergantungan
Pada penelitian ini, peneliti membuat transkrip data secara singkat,
maksud, tujuan, proses, dan hasil penelitian. Peneliti juga melakukan
audit terhadap hasil dari seluruh penelitian. Bukan hanya peneliti,
namun auditor eksternal juga dilibatkan dalam hal ini auditor tersebut
adalah pembimbing I dan pembimbing II untuk mereview kembali
seluruh hasil penelitian.
4. Konfirmabilitas
Pada penelitian ini, peneliti memeriksa kembali apa benar hasil
penelitian sesuai dengan pengumpulan data yang ada di lapangan
dengan cara melakukan member check dengan sejumlah partisipan.
G. Teknik Analisis Data
Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi pengalaman remaja
perempuan khususnya santriwati saat dismenore. Analisa data yang
57
digunakan dalam penelitian ini yaitu teknik Colaizzi (1978). Adapun
langkah-langkah yang dilakukan oleh peneliti yaitu :
1. Membaca dan menyalin seluruh deskripsi wawancara yang telah
diungkapkan oleh partisipan
2. Melakukan ekstraksi terhadap pernyataan yang signifikan (pertanyaan
yang secara langsung berhubungan dengan fenomena yang diteliti
3. Menguraikan makna yang terkandung dalam pernyataan signifikan
serta menggabungkan makna yang dirumuskan ke dalam kelompok
tema
4. Mengembangkan sebuah deskripsi tema lengkap (yaitu deskripsi yang
komprehensif dari pengalaman yang diungkapkan partisipan)
5. Menjelaskan struktur dasar dari fenomena tersebut
6. Kembali kepada partisipan untuk melakukan validasi
H. Etika Penelitian
Penelitian yang dilakukan telah mendapatkan izin dari Pembina
Pondok Pesantren An-Nahdlah Pondok Petir Depok melalui surat
pengantar dari Pembantu Dekan Bidang Akademik Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan. Peneliti melindungi hak-hak calon partisipan untuk
mengambil keputusan sendiri dalam hal berpartisipasi pada penelitian ini
maupun tidak berpartisipasi, tidak ada paksaan partisipan untuk
berpartisipasi dalam penelitian ini. Peneliti juga memberikan lembar
infomed consent sebelum penelitian dilakukan dan peneliti akan
menyembunyikan identitas terkait partisipan atau tanpa nama (anonymity)
dan menjaga kerahasiaan (confidentiality) data yang didapatkan.
58
BAB V
HASIL PENELITIAN
Bab ini menguraikan hasil penelitian tentang “Pengalaman dan
Mekanisme Koping Dismenore pada Santriwati Pondok Pesantren An-Nahdlah
Pondok Petir Depok” yang telah dilakukan pada lima partisipan melalui
wawancara mendalam. Hasil wawancara kemudian diolah melalui proses analisis
data sehingga ditemukan beberapa tema yang muncul. Hasil penelitian ini
ditampilkan peneliti dengan mendeskripsikan tema-tema yang muncul dari hasil
penelitian secara naratif dengan penyajian hasil penelitian sebagai berikut.
A. Gambaran Umum Wilayah Penelitian
Pondok Pesantren An-Nahdlah adalah lembaga pendidikan islam yang
berdiri pada tahun 1997 dengan sistem pembelajaran yang holistik dan
terintegrasi antara pendidikan umum dan agama. Pondok pesantren ini
memadukan antara sistem pembelajaran modern dan salaf, memadukan jalur
pendidikan formal, non-formal dan informal dalam satu kesatuan. Pondok
pesantren ini terletak di wilayah Pondok Petir Bojongsari Depok. Jumlah total
santri yang ada di Pondok An-Nahdlah baik putra maupun putri yaitu
berjumlah 250 dengan 135 santri putra dan 110 santri putri. Santri putri yang
ada di pondok tersebut rata-rata berusia 12-19 tahun.
B. Hasil Penelitian
1. Karakteristik Partisipan
Partisipan dalam penelitian ini adalah santriwati pondok pesantren
An-Nahdlah Pondok Petir Depok yang telah memiliki pengalaman
dismenore dengan karakteristik masing-masing partisipan yaitu :
59
Karakteristik
Partisipan Usia Agama Pendidikan
saat ini
Suku Usia pertama
kali
Dismenore
Riwayat
keluarga
terkait
dismenore
P1 19 Islam 3 Aliyah Jawa 19 Tidak ada
P2 18 Islam 3 Aliyah Jawa 17 Tidak ada
P3 14 Islam 2
Tsanawiyah
Jawa 12 Ada (ibu)
P4 17 Islam 3 Aliyah Sunda-
Jawa
16 Ada (ibu)
P5 13 Islam 1
Tsanawiyah
Betawi 11 Tidak ada
Tabel 5.1 Karakteristik Partisipan
Partisipan pertama (P1) berusia 19 tahun, Islam, kelas 3 Aliyah, Suku
Jawa, usia pertama kali dismenore 19 tahun dan tidak ada riwayat
dismenore dalam keluarga.
Partisipan kedua (P2) berusia 18 tahun, Islam, kelas 3 Aliyah, Suku Jawa,
usia pertama kali dismenore 17 tahun dan tidak ada riwayat dismenore
dalam keluarga.
Partisipan ketiga (P3) berusia 14 tahun, Islam, kelas 2 Tsanawiyah, Suku
Jawa, usia pertama kali dismenore 12 tahun dan ada riwayat dismenore
dalam keluarga (ibu).
Partisipan keempat (P4) berusia 17 tahun, Islam, kelas 3 Aliyah, Suku
Sunda-Jawa, usia pertama kali dismenore 16 tahun dan ada riwayat
dismenore dalam keluarga (ibu).
60
Partisipan kelima (P5) berusia 13 tahun, beragama islam, kelas 1
Tsanawiyah, Suku Betawi, usia pertama kali dismenore 11 tahun dan
tidak ada riwayat dismenore dalam keluarga.
2. Analisa Tematik
Hasil analisis tematik dari partisipan yang ada didapatkan enam
tema dimana ketika ditambahkan satu partisipan lagi, tidak muncul tema
baru, sehingga data sudah peneliti nyatakan tersaturasi dan hanya lima
partisipan saja yang digunakan. Berbagai tema yang didapat terkait
pengalaman dismenore remaja perempuan, yaitu : 1) karakteristik nyeri
yang dialami oleh santriwati, 2) dampak dismenore dalam kehidupan
sehari-hari santriwati, 3) upaya santriwati dalam mengatasi dismenore, 4)
dukungan yang diperoleh santriwati saat mengalami dismenore, 5)
antisipasi yang dilakukan santriwati terhadap dismenore, 6) mitos-mitos
seputar dismenore yang dipercayai oleh santriwati. Berikut penjelasan
lebih rinci tentang tema-tema tersebut.
Tema 1. Karakteristik Dismenore yang dialami oleh santriwati
Nyeri saat menstruasi yang dialami oleh masing-masing santriwati
berbeda-beda, baik dari segi onset dan durasi nyeri, sifat nyeri, gejala
penyerta nyeri, lokasi, derajat nyeri dan kualitas dari nyeri itu sendiri.
Karakteristik nyeri ini berdasarkan hasil wawancara mendalam kepada
lima partisipan menghasilkan tujuh sub-tema yakni: 1) onset dan durasi
nyeri, 2) gejala penyerta nyeri, 3) lokasi nyeri, 4) tingkatan atau derajat
nyeri, 5) kualitas(rasa) nyeri.
61
1) Onset dan durasi nyeri
Kapan dan lamanya dismenore yang dialami masing-masing santriwati
berbeda-beda. Tiga dari partisipan mengatakan bahwa nyeri dimulai dari
awal menstruasi hingga hari kelima dan dua dari partisipan yang lainnya
pun mengatakan bahwa dismenore yang ia alami, mulai dirasakan dari
sehari sebelum menstruasi hingga hari kelima menstruasi. Berikut ini
ungkapan salah satu partisipan:
“...nyeri pas awal menstruasi hingga kedua, pokoknya dalam hitungan
lima hari lah...” (P1)
“...Pas bulan ini aja saya ngerasain nyerinya itu pas dari sebelum haidh
dan sampek haidh hari kedua...” (P2)
Nyeri jika ditinjau dari segi pola dan bagaimana munculnya, nyeri
tersebut diklasifikasikan menjadi nyeri yang timbul sewaktu-waktu dan
kemudian menghilang ataupun nyeri yang menetap. Hasil wawancara
mendalam kepada lima partisipan menunjukkan bahwa sifat nyeri
menstruasi yang dialami santriwati yaitu, a) nyeri menetap, b) nyeri
bertahap, dan c) nyeri hilang timbul. Satu dari lima partisipan mengatakan
bahwa nyeri yang ia alami bersifat terus-menerus, sedangkan satu dari
lima partisipan mengungkapkan bahwa nyeri yang ia rasakan muncul
secara bertahap lalu lama kelamaan mencapai puncak pada hari kedua.
Tiga dari partisipan lainnya mengatakan bahwa nyeri yang ia alami timbul
sewaktu-waktu dan kemudian menghilang
“...nyeri muncul terus-terusan...” (P2)
“...bertahap sih, mulai biasa dulu, puncaknya nanti dua hri pas hari
haidhnya...” (P3)
“...Biasanya sih pagi-pagi. Sakit banget pagi sampek siang baru entar
agak ilang...” (P4)
62
2) Gejala penyerta
Dismenore yang timbul biasanya diiringi oleh berbagai gejala lainnya
seperti muntah, diare, pusing, nyeri sendi, kelemahan, nyeri pada daerah
kaki, dan masih banyak yang lainnya. Tiga dari lima partisipan
menyatakan bahwa gejala yang dirasakan selain nyeri yaitu nyeri dan tidak
nafsu makan. Satu diantaranya mengatakan bahwa gejala yang dirasakan
yaitu panas pada daerah punggung dan sisanya menyatakan bahwa hanya
nyeri saja yang ia rasakan. Berikut ungkapannya:
“...Pinggangnya nyeri, kayak pegel banget...” (P4)
“...paling kadang disini ni (menunjuk punggung), iya panas...” (P3)
“...Nyeri aja sih kak ya...” (P1)
“..Iya,, dari pola makan itu eee karena gak enak kan makannya, kalo
ditawarin makan ya iya entar, iya entar gitu, paling kalo bener-bener
berasa laper banget gitu, baru dipaksain makan...” (P2)
3) Lokasi nyeri
Kebanyakan perempuan mengalami dismenore pada daerah perut
bagian bawah, namun tak menutup kemungkinan nyeri itu ada di daerah
yang lain seperti pinggang dan ekstremitas bagian bawah. Seluruh
partisipan mengatakan bahwa nyeri menstruasi yang mereka alami
berlokasi di perut bagian bawah. Satu diantaranya menyatakan bahwa
nyeri atau pegal yang dirasakan juga ada di bagian kemaluan, kaki,
pinggang dan pinggul. Berikut ungkapannya:
“...nyerinya itu pegel, disininya (menunjuk perut bawah) sama di
kemaluan itu pegel gitu, kalo pas kaki pegel itu pas awal mau haidhnya...”
(P2)
“...Di atas rahim pas, di tengah-tengah disini (menunjuk perut bagian
bawah) sama di belakang (menunjuk pinggul)...” (P5)
63
“...daerah yang.. saya bingung jelasinnya itu lambung atau apa..
pokoknya daerah perut, secara umumnya perut di bagian bawah,
pinggangnya juga nyeri...” (P4)
4) Tingkatan atau derajat nyeri
Skala atau derajat nyeri yang dialami santriwati berbeda-beda, mulai
dari skala ringan, sedang hingga ke berat. Hasil wawancara mendalam
menunjukkan bahwa tiga dari lima santriwati yang mengalami nyeri
dengan skala berat, sedangkan sisanya mengalami nyeri derajat sedang dan
ringan. Berikut ungkapannya:
“...8 mungkin, 8 9 10, heem pernah ampek sakit yang sampek nangis gak
bisa di tahan...” (P4)
“...Kayaknya tiga deh, masih ringan, masih bisa dipake apa-apa kok...”
(P1)
“...Sedang, 5...” (P5)
5) Kualitas (rasa) nyeri
Kualitas nyeri yang dirasakan oleh santriwati berdasarkan hasil
wawancara mendalam ini yaitu nyerinya melilit, ingin buang air besar,
pegal dan panas pada daerah perut bagian bawah. Tiga dari lima partisipan
mengatakan bahwa nyeri yang dirasakan itu pegal, berikut ungkapannya :
“...Nyerinya itu pegel, disininya (perut bawah) sama di kemaluan itu pegel
gitu...” (P2)
Dua dari lima partisipan yang ada mengatakan bahwa nyeri yang
dirasakan itu seperti ingin buang air besar, berikut ungkapannya:
“...ya, kayak pengen BAB tapi ngak bisa keluar gitu...” (P3)
64
Satu dari lima partisipan mengatakan bahwa nyeri yang dirasakan itu
melilit dan panas pada bagian perut bawah, berikut ungkapan partisipan
tersebut:
“...Pokoknya kayak panas, terus gimana ya,, panas dan ngelilit gitu
kak...” (P1)
Satu partisipan mengungkapkan bahwa ia merasa kebingungan untuk
mengungkapkan nyeri yang ia rasakan,
“...Sakitnya nggak bisa dirasa, susah dan bingung...” (P5)
Tema 2. Dampak dismenore dalam kehidupan sehari-hari santriwati
Dismenore yang dialami oleh remaja perempuan, akan
menimbulkan sebuah dampak dalam kehidupan sehari-harinya. Dampak
tersebut akan menimbulkan berbagai macam perubahan pada remaja
perempuan, berbagai macam perubahan yang terjadi diantaranya
perubahan pola makan, pola tidur, emosi, aktivitas dan proses belajar.
Dampak dismenore dalam penelitian ini berdasarkan hasil wawancara
dengan lima penelitian ini didapatkan lima sub-tema yaitu, 1) intoleran
aktivitas, 2) perubahan pola makan, 3) perubahan pola tidur, 4) perubahan
psikologis yang dialami santriwati saat dismenore, 5) Perubahan proses
belajar santriwati saat mengalami dismenore. Berikut penjelasan lebih
rinci mengenai sub-tema diatas :
1) Intoleran aktivitas
Dismenore adalah salah satu dari masalah yang timbul saat menstruasi
yang hampir dialami seluruh remaja perempuan. Dismenore ini juga
menyebabkan seorang remaja perempuan mengalami ketidakmampuan
65
beraktivitas selama 1-3 hari. Berikut ini hasil wawancara mendalam
kepada lima partisipan, mereka melaporkan bahwa partisipan saat
dismenore mengalami penurunan aktivitas dalam kesehariannya (intoleran
aktivitas). Menurut ungkapan An. I 18 tahun :
“...Mungkin jadi lebih mengurangi aktivitas-aktivitas yang kiranya bikin
sakit banget gituuu...”(P2)
“...Iya sih, berkurang, kan bawaan badannya gak enak, jadi lebih males,
kalo mau ngapa-ngapain kan nyeri gitu, tapi kan tetep sih, Cuma
berkurang gitu aja” (P1)
2) Perubahan Pola Makan
Tiga dari lima partisipan mengatakan bahwa mereka mengalami
penurunan nafsu dan porsi makan saat dismenore, sedangkan dua yang
lainnya mengalami peningkatan nafsu makan saat dismenore,berikut
ungkapannya:
“...Iya,, kalo lagi nyeri itu gak nafsu banget, kadang-kadang kan siapa tau
itu gangguan karena kurang makan, tapi dipaksain, tapi emang gak nafsu
banget pokoknya...” (P1)
“...Nggak ada mbak, kalau lagi haid malah kadang makannya banyak...”
(P5)
3) Perubahan Pola tidur
Dismenore ini tidak hanya berimbas pada aktivitas dan pola makan
santriwati saja, namun dismenore ini juga mengakibatkan perubahan pada
pola tidur santriwati tersebut. Tiga dari lima partisipan mengatakan bahwa
mereka cenderung tidur saat mengalami dismenore, sedangkan dua yang
66
lainnya, menyatakan bahwa mereka mengalami kesulitan untuk tidur saat
dismenore, berikut ungkapannya:
“...Mungkin pas awal-awal mau tidur gitu, pas baru mau tidur itu kan
masih berasa sakit, rada lama tidurnya karena masih berasa sakit...” (P1)
“...Kalo aku sih gak pernah keganggu sih kak, kalo sama tidurku, lagi
pula dismenorenya gak pernah malem kan kak, jadi tidur ya tidur aja, tapi
pas lebih sakit gitu, aku lebih milih tidur sih kak...” (P4)
4) Perubahan psikologis yang dialami santriwati saat dismenore
Siklus menstruasi sangat identik dengan adanya perubahan psikologis
yang dialami oleh seorang perempuan. Perubahan tersebut berupa adanya
rasa ingin marah-marah, cemas, takut ataupun bahkan menarik diri. Para
partisipan dalam studi ini menceritakan tentang adanya perubahan
psikologis yang mereka alami. Perubahan psikologis ini lebih mengarah
kepada ketidakstabilan emosi misalnya lebih mudah marah dan menarik
diri.
Empat dari lima partisipan mengatakan bahwa mereka cenderung
lebih mudah marah saat mengalami nyeri menstruasi,berikut ungkapannya:
“...Perubahannya itu jadi suka sensitif, suka marah-marah, baper atau
jadi males gerak...” (P5)
Anak I usia 18 tahun, mengungkapkan bahwa dirinya saat mengalami
nyeri menstruasi cenderung untuk menarik diri dari keramaian, berikut
ungkapannya:
“...Oh iyaa mungkin, eeee lebih sering menyendiri, tapi kalo kadang tapi
kalo diem gitu lebih kerasa banget kan nyerinya...” (P2)
5) Perubahan Proses Belajar Santriwati saat Mengalami Dismenore
Perubahan-perubahan yang terjadi saat dismenore baik dari pola
makan, pola tidur, aktivitas maupun psikologis, pada akhirnya juga akan
67
berdampak pada adanya perubahan dari proses pembelajaran santriwati
tersebut. Dismenore ini berpengaruh pada menurunnya konsentrasi belajar
dan juga menyebabkan meningkatnya angka ketidakhadiran.
Empat dari lima partisipan dalam studi ini mengatakan bahwa
dismenore ini berpengaruh pada menurunnya konsentrasi belajar, berikut
salah satu ungkapannya:
“...Mungkin fokusnya agak lebih berkurang aja, cuman dulu kan Cuma
ngerasa perut gak enak aja, gak sampek sakit...” (P2)
Tiga dari lima partisipan mengatakan bahwa mereka pernah izin tidak
mengikuti kegiatan belajar di sekolah dan pondok. Berikut salah satu
ungkapannya :
“...Kebetulan sih gak pernah kalo pas dikelas, paling kayak gitu, sampek
sakit, gak masuk itu pernah,,,” (P1)
Anak T usia 13 tahun mengatakan hal yang berbeda dengan empat
partisipan di atas. Anak T mengatakan bahwa tidak ada perubahan pada
konsentrasi belajarnya saat ia mengalami dismenore, berikut ungkapannya:
“...kalau konsentrasi biasa aja, tapi kalau maju ke depan atau jawab
pertanyaan itu agak males, karena males berdirinya males buat
jalannya...” (P5)
Tema 3. Upaya penanganan dismenore yang dilakukan oleh
santriwati
Dismenore yang dialami jika tidak ditangani dengan tepat, maka
akan berdampak pada kehidupan sehari-hari remaja tersebut. Penanganan
nyeri yang dilakukan ini sebagai upaya untuk meminimalisir
ketidakyamanan yang ia rasakan akibat dari nyeri tersebut. Tema
68
manajemen nyeri ini terdiri dari tiga sub tema di dalamnya yaitu 1) upaya
untuk mengurangi nyeri, 2) Pemeriksaan ke tenaga kesehatan saat
mengalami dismenore.
1) Upaya untuk mengurangi nyeri
Beberapa upaya yang dilakukan santriwati untuk mengurangi
ketidaknyamanan yang disebabkan oleh dismenore tersebut, mulai dari
tidur, minum air hangat, kompres air hangat, minum susu, air jahe hangat,
makan, aktivitas dan lain-lain. Empat dari lima partisipan dalam penelitian
ini mengatakan bahwa cara yang ia lakukan untuk mengurangi nyeri itu
dengan tidur atau beristirahat saja, berikut salah satu ungkapannya :
“...paling Cuma kalo lagi sakit banget dibawa tidur, tapi kalau sakitnya
biasa didiemin aja...” (P5)
“...Iya biasanya buat ngurangi nyerinya biasanya dibuat tidur...” (P3)
Anak V usia 17 tahun menambahkan bahwa posisi tidur yang biasa ia
lakukan adalah tidur dengan meringkuk dengan tujuan agar dengan posisi
tersebut perut dari partisipan tertekan dan hasil akhirnya nyeri dapat
berkurang, berikut ungkapannya:
“...Tidur, paling gak itu nge, nge apa sih namanya kak, ngeringkuk, iya
ditahan, pokoknya diteken...” (P4)
Dua dari lima partisipan mengatakan bahwa minum air hangat dan
kompres lah yang ia lakukan untuk mengurangi nyeri yang dirasakan,
berikut ungkapannya:
“...Kalo saya biasanya minum air hangat, kadang suka eee masukin air
hangat ke botol, kalo gak plastik, terus ditaruh disini (menunjuk perut
bawah) diteken-teken gitu...” (P2)
69
Anak I usia 18 tahun mengatakan bahwa air yang biasa ia minum,
selain air hangat biasa, ia pun mengkonsumsi air jahe hangat seperti yang
disarankan oleh ibunya untuk mengurangi nyeri, berikut ungkapannya:
“...ibu saya kalo misalkan lagi sakit-sakit gitu, suka nyaranin, minum air
jahe, air jahe anget...” (P2)
Dua dari lima partisipan pun mengatakan bahwa minum susu bear
brand adalah hal yang ia lakukan untuk mengurangi nyeri. Berikut salah
satu ungkapannya:
“...biasanya minum susu bear brand...” (P3)
Aktivitas mampu mengurangi nyeri yang dirasakan, hal ini
berdasarkan dari pernyataan dua dari enam partisipan, berikut
ungkapannya:
“...kalau aku Cuma duduk diem jadinya malah kerasa, jadinya aku bawa
jalan, enjoy aja sama temen temen...” (P5)
Anak P usia 19 tahun, selain menggunakan tidur sebagai upaya
penghilang nyeri, ia pun mengatakan bahwa makan adalah salah satu yang
dapat digunakan untuk mengurangi nyeri yang dirasa, berikut
ungkapannya:
“...Mungkin dipaksain makan, walau gak nafsu harus dipaksain, harus
ada yang masuk meskipun dikit harus tetep makan...” (P1)
2) Pemeriksaan ke tenaga kesehatan saat mengalami dismenore
Semua partisipan dalam studi ini, mengatakan hampir tidak pernah
melakukan pemeriksaan kesehatan ke tenaga kesehatan terkait saat mereka
mengalami dismenore, mereka menganggap dismenore yang sedang
70
mereka alami adalah hal yang biasa dan wajar terjadi saat menstruasi,
berikut ungkapannya:
“...nggak, yaaaaaa alasannya sih yaa mikirnya kayak itu wajar aja gitu,
emang kalo hari awal-awal haidh itu emang kayak gitu...” (P2)
“...Gak pernah, soalnya katanya itu biasa, emang lagi mentsruasi itu
kayak gitu, sakit gitu...” (P3)
Tema 4. Dukungan Sanriwati saat mengalami Dismenore
Hasil wawancara dalam penelitian ini didapatkan bahwa dukungan
santriwati saat dismenore terbagi ke dalam tiga sub tema, yaitu dukungan
emosional, instrumental dan informasional. Berikut ini adalah rincian
lengkap dari masing-masing sub tema.
1) Dukungan emosional
Sebagian besar partisipan memperoleh dukungan emosional dari
ibunya dari pada anggota keluarga yang lainnya. Tiga dari enam partisipan
mendapatkan dukungan emosional dari ibunya dimana ibu dijadikan
tempat untuk mencurahkan pengalaman dan keluh kesah seputar
dismenore. Adapun ungkapan yang diutarakan partisipan, yakni :
“...itu juga kan aku pernah ngadu ke mama, mah kok sakit banget sih
rasanya kalo lagi sembilangan, sakit banget, sampek bener-bener sakit
mah, kalo kanker rahim gimana mah, kan aku ketakutan ya... terus kata
mama gak ah teh, itu siklus yang biasa untuk wanita, mama juga sering
waktu dulu muda, sampek sekarang juga masih sering...” (P4)
“...dibilang gini “ udah gapapa kak, itu mah nggak ini banget, remaja”
jadi aku nggak ditakut takutin. Meskipun aku sering ngadu sakit. Cuman
gpp wajar remaja masih puber-pubernya...” (P5)
Satu dari tiga partisipan di atas, juga mendapatkan dukungan
emosional yang berasal dari teman sebayanya, berikut ungkapannya :
71
“...aku ngomong kayak gini ke temen, aku ke rumah sakit aja ya, kalo aku
kenapa-kenapa gimana, ampek kanker rahim, kata temenku: iya vik gak
papa udah biasa...” (P4)
2) Dukungan instrumental
Dukungan instrumental yang diperoleh partisipan pada penelitian ini
berasal dari teman satu pondoknya. Dukungan ini berupa membantu
partisipan dalam melakukan kegiatan sehari-hari seperti mengambil makan
dan air hangat. Empat dari lima partisipan ini mendapatkan dukungan
isntrumental yang mana pada saat dismenore, partisian mendapat bantuan
untuk mengambil jatah makan dan minum. Adapun ungkapan dari
partisipan ini yakni:
“...Biasanya mereka, pas aul lagi sakit itu diambilin makan, diambilin
minum, atau ditawarin apa gitu biar aul juga bisa makan...” (P3)
“...paling temen-temen ngebantuin ngasih air anget, sama beliin susu bear
brand itu kan katanya bisa ngurangi katanya...” (P1)
3) Dukungan informasional
Semua partisipan dalam penelitian ini memperoleh dukungan
informasional, baik dari ibu atau teman satu pondoknya. Informasi yang
diberikan pun mengenai manajemen nyeri saat dismenore. Berikut adalah
ungkapan-ungkapan dari partisipan:
“...Karena saya kan ini ya,, kalo misalnya sakit, gak langsung bilang sakit
banget, cuma ngeluh-ngeluh gitu aja,, maksudnya gak nyampek apa ya,,,
eee mengasih tau kalo lagi sakit banget gitu, jadi mereka ya cuman
menyarakan untuk minum air hangat dan istirahat kayak gitu...” (P2)
“...Kalo mama sih ngasih sarannya dibawa ikut kegiatan aja, biar gak
kerasa kata mama kayak gitu...” (P3)
“...pokonya kata mama kalo dismenore atau apa ya seenaknya aja kamu
gimana entah dibuat tidur lah atau jalan lah, yang pasti nggak usah
takut...” (P5)
72
Sedangkan tiga dari lima partisipan juga mendapatkan dukungan
informasi ini dari guru atau pun saat belajar di sekolah. Berikut ungkapan
dari salah satu partisipan:
“...aku juga pernah nanya ke guru biologi katanya mungkin kita
makannya gak teratur, perut kosong kena angin, makanya sakit...” (P1)
“...Dari pelajaran, pernah kelas 8, saya pernah nanya ke guru biologi
waktu itu pernah nanya habis itu dijelasin, kalau nyeri sakit menstruasi itu
dari menyeluruhnya dari dinding sel rahim itu...” (P3)
Tema 5. Antisipasi yang dilakukan santriwati terhadap dismenore
Munculnya dismenore ini dapat dicegah. Pencegahan atau
antisipasi yang dapat dilakukan berupa olahraga atau melakukan aktivitas,
makan-makanan yang bergizi, manajemen stress dan lain sebagainya.
Namun, dalam hasil penelitian ini empat dari lima partisipan mengatakan
tidak pernah melakukan pencegahan terhadap dismenore itu sendiri.
Mereka merasa kebingungan bagaimana mencegahnya, karena dismenore
itu muncul secara tiba-tiba. Berikut ungkapan-ungkapan dari partisipan:
“...Untuk mencegah gitu ya.... eeemmmm gak kayaknya soalnya mau
nyegahnya kayak gimana, pasti itu timbul-timbul sendiri...” (P2)
“...Gak ada, trus bingung sendiri, kalo nyeri mah terima aja, tidur gitu,
udah gitu doang, kalo nyerinya gak parah, mending di fresh care
perutnya, itu kayaknya gak tau deh saya sih di fresh care in, kalo pegel
nyeri, kasih bantal belakangnya, terus besok paginya pegel...” (P4)
“...Nggak pernah, bingung nyegahnya gimana kak...” (P5)
Berbeda dengan yang lainnya, satu partisipan ini mengatakan
bahwa pencegahan yang ia lakukan yaitu dengan melakukan aktivitas dua-
tiga hari sebelum menstruasi. Berikut ungkapan partisipan tersebut :
“...Biasanya ikut kegiatan itu doang sih, Biasanya eeee dua tiga hari lah
sebelum menstruasi...” (P3)
73
Tema 6. Mitos-mitos Seputar Dismenore yang dipercayai oleh
santriwati
Mitos-mitos seputar seputar dismenore yang diketahui oleh
partisipan dalam studi ini meliputi 1) tidak boleh meminum obat nanti
tertimbun dalam tubuh, 2) mengkonsumsi obat itu berbahaya. Tiga dari
lima partisipan mengatakan bahwa mengkonsumsi obat-obatan saat
mengalami dismenore tidak diperbolehkan, karena mereka beranggapan
bahwa obat yang dikonsumsi akan tertimbun dalam tubuh dan akan
menjadi bahaya untuk kesehatan. Berikut ungkapan-ungkapan dari
partisipan:
“...Kan kadang katanya obat-obat dokter itu, ya misalnya kata-kata orang
gitu, persepsi juga, Cuma menghilangkan nyeri aja, kalo kelamaan efek
sampingnya itu numpuk di dalam tubuh, gitu...” (P2)
“...Katanya gini kan, kalo minum kiranti atau obat, itu nimbun disini
(menunjuk perut bagian bawah) gak tau itu mitos apa bener, takutnya itu
bener, kan ntar takutnya kanker serviks atau apa soalnya penimbunan
atau apa gitu...” (P1)
Sedangkan satu yang lainnya mengganggap bahwa mengkonsumsi
obat ini berbahaya untuk anak seusianya. Menurut partisipan ketika ia
merasa nyeri, lebih baik didiamkan saja dari pada diberikan obat-obatan.
Berikut ungkapannya:
“...Soalnya dibilangin bahaya. Bukan bahaya, apa ya kemarin, Aku
pernah denger dari temen bahaya kalo buat sekecil kita, lebih baik
didiemin aja...” (P5)
74
BAB VI
PEMBAHASAN
Bab ini menguraikan tentang interpretasi dari hasil penelitian yang telah
diperoleh oleh peneliti. Peneliti akan menjelaskan tentang interpretasi hasil
penelitian dengan membandingkan berbagai macam penelitian sebelumnya
maupun teori yang ada terkait penelitian ini untuk melengkapi dan memperkuat
pembahasan dari penelitian ini. Bab ini juga akan membahas tentang keterbatasan
penelitian yang ada selama peneliti melakukan proses penelitian dengan
membandingkan proses penelitian yang seharusnya dicapai.
A. Interpretasi Hasil Penelitian dan Diskusi
Penelitian ini menghasilkan enam tema di mana diantaranya memiliki
subtema dengan kategori yang bermakna tertentu. Tema-tema tersebut
teridentifikasi berdasarkan tujuan penelitian. Berikut ini adalah pembahasan
secara rinci dari masing-masing tema yang ada dalam penelitian ini.
Tema 1. Karakteristik Dismenore yang dialami oleh santriwati
Nyeri yang dialami remaja selama menstruasi itu memiliki
karakteristik masing-masing. Karakteristik nyeri pada umumnya terdiri dari
beberapa komponen yaitu lokasi, intensitas, kualitas, onset dan durasi nyeri,
faktor-faktor yang memperburuk dan mengurangi nyeri dan dampak nyeri ke
kehidupan sehari-hari (Marmo dan Arcy, 2013). Hasil penelitian ini
menemukan bahwa karakteristik nyeri selama menstruasi yang dialami
masing-masing remaja komponennya terdiri dari onset dan durasi nyeri,
gejala penyerta, lokasi, sifat nyeri, tingkatan dan kualitas nyeri. Dampak nyeri
75
tidak peneliti masukkan ke dalam tema karakteristik dikarenakan menurut
asumsi peneliti antara karakteristik dan dampak berbeda. Karakteristik lebih
mengarah kepada ciri khas dari dismenore, sementara dampak adalah sebuah
hal yang terjadi akibat dismenore itu sendiri.
Onset dan durasi nyeri dapat dilihat dari awitan dan bagaimana nyeri
itu muncul, serta bagaimana pola dari nyeri tersebut, menetap atau hilang
timbul (Marmo dan Arcy, 2013). Hasil penelitian ini menemukan bahwa
onset dismenore dimulai sebelum dan saat menstruasi, sedangkan durasi
dismenore yaitu dimulai dari hari pertama hingga hari kelima menstruasi. Hal
ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Aziato, Dedey dan Lamptey
(2014) menunjukkan bahwa dismenore yang dialami remaja sangat bervariasi
permulaan waktunya, mulai dari seminggu sebelum menstruasi hingga satu
jam saat menstruasi terjadi. Durasi atau lama dismenore menurut hasil
penelitian ini yaitu mulai dari satu jam hingga lima hari selama menstruasi.
Perbedaan onset dan durasi dismenore ini berhubungan dengan beberapa hal
yaitu usia menstruasi yang terlalu dini, lamanya siklus menstruasi, banyaknya
darah yang keluar, dan belum pernah melahirkan (Goldman, Troisi dan
Rexrode, 2013).
Pola dismenore dalam hasil penelitian ini yaitu muncul bertahap,
hilang timbul dan menetap. Hal ini didukung oleh pernyataan yang
dikemukakan Manam (2011) dalam Nuryani (2011) dimana nyeri yang
dirasakan sebagai kram yang hilang timbul atau sebagai nyeri tumpul yang
terus menerus. Penyataan yang sama dikemukakan oleh Wiknjosastro (2009)
dalam Nuryani (2011) bahwa sifat dismenore adalah kejang berjangkit-
jangkit, nyeri yang dirasakan hilang timbul.
76
Lokasi nyeri menstruasi yang dialami santriwati pada penelitian ini
yaitu daerah perut bagian bawah, pinggul, pinggang dan daerah kemaluan.
Hal ini didukung oleh pernyataan yang dikemukakan Manam (2011) dalam
Nuryani (2011) bahwa dismenore menyebabkan nyeri perut bagian bawah
yang menjalar ke punggung bagian bawah dan tungkai. Menurut
Wiknjosastro (2009) dalam Nuryani (2011) dismenore pada umumnya terjadi
pada bagian perut bawah dan kadang menyebar ke sekitarnya (pinggang dan
paha depan).
Gejala penyerta dari nyeri selama menstruasi yang dirasakan oleh para
wanita sangatlah bervariasi. Hasil penelitian ini, menggambarkan bahwa
gejala penyerta dismenore yaitu nyeri pada pinggang dan kaki, punggung
panas dan nafsu makan menurun. Nyeri pada kaki ini terjadi akibat kontraksi
otot-otot pada kaki yang dipicu oleh sekresi prostaglandin. Sedangkan nyeri
pada daerah pinggang ini terjadi karena ligamen di area pinggang meregang
akibat tarikan uterus yang sedang berkontraksi (Mardhiyah, Rosidi, dan
Purwanti, 2015). Sesuai dengan penelitian sebelumnya, dimana menurut
penelitian yang dilakukan oleh Aziato, Dedey dan Lamptey (2014) gejala
yang menyertai dismenore yaitu mual, muntah, diare, sakit kepala, nyeri
sendi, kelemahan, nyeri pada ekstremitas bawah, keringat berlebihan, dan
kehilangan nafsu makan. Partisipan pada penelitian tersebut, mengalami
gejala penyerta nyeri, hanya pada saat hari pertama menstruasi. Menurut
Kahan, Miller dan Smith (2009) dalam bukunya, gejala penyerta dismenore,
utamanya dismenore primer yaitu mual, muntah, diare, dan sakit kepala.
Kadar atau derajat nyeri yang dialami selama menstruasi pada masing-
masing remaja sangatlah bervariasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
77
derajat dismenore yang dialami santriwati berkisar antara ringan hingga berat.
Santriwati mengatakan ringan, karena nyeri yang ia rasakan masih dapat
ditolerir dan masih bisa digunakan untuk beraktivitas, sedangkan untuk nyeri
sedang dan berat, santriwati mengatakan bahwa nyeri ini bisa menyebabkan
santriwati tersebut merasa kesakitan, menangis dan mengganggu aktivitas
sehari-harinya, seperti sekolah dan mengikuti kegiatan pondok. Hasil
penelitian ini, sesuai dengan teori, dimana menurut Manuaba dalam Rakhma
(2011) derajat dismenore itu terbagi menjadi tiga bagian yaitu dismenore
ringan, sedang dan berat. Dismenore ringan adalah dimana ketika seseorang
mengalami nyeri yang masih dapat ditolerir dan dapat melanjutkan kegiatan
sehari-hari. Dismenore sedang adalah dimana seseorang mulai merespon
nyerinya dengan merintih dan diperlukan obat penghilang rasa nyeri tanpa
perlu meninggalkan aktivitas sehari-harinya. Dismenore berat adalah
seseorang tidak mampu lagi melakukan pekerjaan biasa dan perlu istirahat
beberapa hari, dan biasanya muncul beberapa gejala penyerta dismenore.
Kualitas atau deskripsi nyeri menstruasi yang dirasakan oleh remaja
sangatlah berbeda-beda. Hasil penelitian ini, menunjukkan bahwa ada
partisipan yang mengatakan bahwa nyeri yang dirasakan seperti ingin buang
air besar, panas dan melilit, nyeri atau pegal, bahkan juga ada yang merasa
bingung terhadap dismenore yang ia rasakan. Penelitian yang dilakukan oleh
Mardhiyah, Rosidi, dan Purwanti tahun 2015, menunjukkan bahwa 15 dari 46
responden mengatakan bahwa nyeri menstruasi yang mereka alami seperti
ingin buang air besar. Nyeri perut ini terjadi karena usus juga berkontraksi
akibat pengaruh prostaglandin yang disekresikan oleh endometrium.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Nuryani (2011) menunjukkan bahwa
78
kualitas nyeri yang dirasakan itu seperti terikat, ditekan, dicubit, menyebar ke
daerah panggul dan kram.
Karakteristik dismenore yang diungkapkan oleh santriwati pun
berbeda-beda. Hal ini dikarenakan dismenore yang dirasakan adalah sebuah
perasaan atau penilaian subjektif, dimana hasil akhirnya nanti adalah
bervariasinya pengalaman dismenore antara satu orang dengan yang lainnya.
Tema 2. Dampak dismenore dalam kehidupan sehari-hari santriwati
Dismenore adalah salah satu gangguan yang biasa terjadi umumnya
pada remaja perempuan, dimana dismenore akan menimbulkan dampak
dalam kehidupan sehari-hari seorang remaja perempuan. Hasil studi ini
menunjukkan bahwa dampak dismenore yang dialami santriwati meliputi
intoleran aktivitas, perubahan pola tidur, pola makan, perubahan psikologis
dan proses belajar. Studi kualitatif yang dilakukan oleh Nuryani (2011) di
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makasar, menunjukkan bahwa
dismenore menimbulkan beberapa efek diantaranya yaitu gangguan aktivitas
(aktivitas kuliah dan istirahat terganggu), gangguan gastrointetinal (nafsu
makan menurun, mual-mual, dan hampir pingsan), perubahan mood (mudah
tersinggung dan mudah marah). Dismenore juga menyebabkan proses belajar
dalam kegiatan belajar mengajar terganggu (Dawood, 2006 dalam Iswari,
dkk, 2014).
Dismenore ini mampu mengubah pola tidur dari santriwati. Perubahan
yang dirasakan pun bermacam-macam, ada yang meningkat kualitas dan
waktu tidurnya dan bahkan ada pula yang menurun. Keadaan santriwati yang
cenderung susah untuk tidur ini sesuai dengan teori yang ada, dimana
79
penelitian yang dilakukan oleh Joshi, Davda dan Jadav, tahun 2013 di
Ahmedabad menunjukkan bahwa 16,7% responden dengan dismenore tidak
mengikuti perkuliahan, 29,3% melaporkan cenderung susah tidur, dan 34,2%
mengalami ketidakstabilan emosi yang pada akhirnya mempengaruhi
konsentrasi pada saat mengikuti pelajaran.
Tidur melibatkan suatu urutan keadaan fisiologis yang dipertahankan
oleh integrasi aktivitas sistem saraf pusat yang berhubungan dengan
perubahan dalam sistem saraf periferal, endokrin, kardiovaskular, pernapasan
dan muskular. Kontrol dan pengaturan tidur tergantung pada hubungan antara
dua mekanisme serebral yang mengaktivasi secara intermitten dan menekan
pusat otak tertinggi untuk mengontrol tidur dan terjaga. Sebuah mekanisme
menyebabkan terjaga dan yang lain menyebabkan tertidur (Potter dan Perry,
2012). Tidur dipengaruhi oleh hormon-hormon di dalam tubuh, antara lain
serotonin, L-triptofan, noreprinefrine dan asetilkolin otak. Serotonin oleh sel
serotonergik dipengaruhi oleh ketersediaan prekusor asam amino dari
neurotransmitter ini seperti L-triptofan (Hacker, 2006 dalam Gracia, dkk,
2011) .
Menurut Potter dan Perry (2012) dalam bukunya, sistem aktivasi
retikular (SAR) berlokasi pada batang otak teratas. SAR dipercayai terdiri
dari sel khusus yang mempertahankan kewaspadaan dan terjaga. SAR
menerima stimulus sensori visual, auditori, nyeri, dan taktil. Aktivitas korteks
serebral (misalnya emosi) juga menstimulasi SAR. Saat terbangun merupakan
hasil dari neuron dalam SAR yang mengeluarkan katekolamin seperti
norepinefrin. Tidur dapat dihasilkan dari pengeluaran serotonin dari sel
80
tertentu dalam sistem tidur raphe pada pons dan otak depan bagian tengah.
Daerah otak juga disebut daerah sinkronisasi bulbar (Bulbar Synchronizing
Region, BSR).
Salah satu dampak dismenore yaitu dapat menyebabkan penurunan
kualitas tidur, dimana penurunan ini disebabkan adanya pengaruh serotonin.
Serotonin merupakan salah satu neurotransmitter yang diketahui terlibat
dalam berbagai fungsi otak, misalnya keadaan tidur, suasana hati, emosi,
atensi, serta pembelajaran dan memori. Serotonin juga memiliki peran
penting dalam berbagai fungsi otak tersebut karena jalur neuron serotonergik
menginervasi berbagai daerah pada sistem saraf pusat, seperti serebelum,
neokorteks, talamus, sistem limbik, medula oblongata, dan medula spinalis
(kandel, 2000; Carlson, 2004 dalam Furqaani, 2015). Turunnya kadar
esterogen pada fase menstruasi dapat mempengaruhi serotonin (Gracia,dkk,
2011).
Sebagian besar santriwati juga cenderung mengalami penambahan
waktu tidur atau istirahat saat mengalami dismenore. Tidur atau istirahat yang
dilakukan santriwati ini diasumsikan peneliti sebagai cara yang digunakan
santriwati untuk mengurangi nyeri yang dirasakan. Hal ini sesuai dengan teori
yang ada, dimana istirahat dapat membantu merilekskan otot-otot dan sistem
saraf. Semakin lama seseorang tersebut beristirahat, maka tubuh akan terasa
lebih rileks (Asmadi, 2008 dalam Mustaqimah, Widayati dan Pranowowati,
2013).
Ketidakstabilan emosi juga terjadi pada remaja saat mengalami
dismenore. Penyebab timbulnya ketidakstabilan emosi ini adalah menurunnya
81
hormon esterogen dan progesteron saat menstruasi. Penurunan hormon
tersebut, memicu terjadinya penurunan sintesis hormon serotonin dan GABA
yang pada akhirnya menyebabkan mood dan emosi seseorang menjadi tidak
stabil (Putri, 2013). Penelitian yang dilakukan oleh Yasir, Kant dan Dar pada
tahun 2014 menunjukkan bahwa 116 dari 356 responden menyatakan bahwa
sebagian besar dari mereka mengalami ketidakstabilan emosi dan sebagian
kecil lainnya menjadi lebih mudah marah saat dismenore. Penelitian serupa
yang dilakukan oleh Joshi, Davda dan Jadav (2013) juga menjelaskan bahwa
perubahan psikologis atau mood adalah sebuah masalah yang sering
dikeluhkan oleh remaja perempuan saat mengalami dismenore. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa 34,2% dari total responden (143),
mengalami perubahan psikologis saat menstruasi.
Kaitan antara prostaglandin dengan regulasi emosi ini pun dipaparkan
secara jelas oleh Lauralee (2012) dalam bukunya, dimana prostaglandin yang
beredar dalam darah, berikatan dengan nosiseptor polimodal, dimana
nosiseptor polimodal ini adalah reseptor yang mampu menerima berbagai
macam stimulus, salah satunya yaitu stimulus yang berasal dari zat kimia.
Tahap selanjutnya adalah transmisi, dimana impuls nyeri kemudian
ditransmisikan serat aferen (A-delta dan C) ke medulla spinalis melalui
dorsal horn, dimana disini impuls akan bersipnasis di substansia gelatinosa
(lamina II dan III) impuls kemudian menyebrang keatas melewati traktus
spinothalamus anterior dan lateral diteruskan langsung ke thalamus tanpa
singgah di formatio retikularis membawa impuls fast pain. Pada bagian
thalamus dan korteks somatosensorik inilah individu kemudian dapat
82
mempersepsikan, mengambarkan, melokalisasi, menginterpretasikan dan
mulai berespon terhadap nyeri.
Impuls slow pain (serat C) dibawa langsung masuk ke formatio
reticularis. Interkoneksi dari talamus dan formation retikularis kehiptalamus
dan sistem limbik memicu respon perilaku dan emosi. Impuls ini akan
membuat terjadi nya respon emosi dan perilaku, seperti marah-marah, cemas,
dan lain-lain (Lauralee, 2012). Bukan hanya hal itu, dismenore ini juga akan
menyebabkan terjadinya gangguan kognitif, berupa penurunan konsentrasi
saat belajar (Saguni, Madianung dan Musi, 2013).
Aktivitas sehari-hari remaja perempuan saat mengalami dismenore
cenderung menurun. Penelitian yang dilakukan oleh Saguni, Madianung dan
Musi (2013) di SMA Kristen I Tomohon, menunjukkan bahwa ada hubungan
antara dismenore dengan aktivitas belajar remaja di SMA Kristen I Tomohon
yang ditunjukkan hasil uji statistik chi-square nilai p = 0,000<alpha = 0,05.
Dismenore ini setidaknya mengganggu 50% wanita masa reproduksi dan 60-
85% pada usia remaja, yang mengakibatkan banyaknya absensi pada sekolah
maupun kantor (Annathayakheisha, 2009 dalam Ningsih, 2011). Dismenore
primer mempengaruhi kualitas hidup sebesar 40-90% wanita, dimana 1 dari
13 yang mengalami dismenore tidak hadir bekerja dan sekolah selama 1-3 per
bulan (Woo dan McEneaney, 2010 dalam Ningsih, 2011).
Ketidaksabilan pola dan nafsu makan juga terjadi saat dismenore.
Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar santriwati meningkat nafsu
makannya selama dismenore, dan sebagian kecil santriwati menurun nafsu
makannya selama mengalami dismenore. Studi kualitatif yang dilakukan oleh
83
Nuryani (2011) menunjukkan bahwa dismenore menimbulkan dampak salah
satunya yaitu gangguan gastrointetinal, dimana gejala yang dirasakan yaitu
nafsu makan menurun, mual-mual, dan hampir pingsan.
Nafsu dan perilaku makan selain dikontrol oleh sinyal-sinyal
involunter yang berasal dari saluran pencernaan, saraf dan hipotalamus, nafsu
makan ini juga dipengaruhi oleh banyak hal, diantaranya bau, rasa, tekstur,
jumlah makanan yang tersedia, kebiasaan, cemas, stress, depresi dan
kebosanan. Namun, orang sering makan untuk memuaskan kebutuhan
psikologis bukan menghilangkan rasa lapar (Lauralee, 2012).
Nyeri yang dialami selama menstruasi termasuk salah satu penyebab
terjadinya stres fisiologik, dimana tubuh akan melakukan kompensasi untuk
mempertahankan homeostasisnya. Hipotalamus mendeteksi terjadinya stres
dalam tubuh, setelah stres terdeteksi, hipotalamus akan mengeluarkan
corticotropin releasing hormone (CRH). CRH ini akan merangsang hipofisis
anterior untuk menguraikan suatu prekusor yang bernama
proopimelanokortin (POMC). Prekusor ini diuraikan menjadi beberapa zat
yaitu ACTH dan α-melanocyte stimulating hormone (MSH). α-MSH
merangsang reseptor melanokortin (MR-3 dan MR-4) pada nuklei
paraventrikular (PVN) yang kemudian mengaktifkan jaras neuron yang
menjulur ke nukleus traktus solitarius (NTS) yang meningkatkan aktivitas
simpatik dan pemakaian energi, nukleus ini juga berfungsi sebagai pusat rasa
kenyang. NPV juga mengeluarkan sebuah hormon yaitu CRH dimana hormon
ini berperan dalam menekan nafsu makan (Guyton, 2012).
ACTH yang dikeluarkan oleh hipofisis anterior merangsang korteks
adrenal untuk mengeluarkan hormon kortisol yang berfungsi untuk mengatasi
84
stres yang terjadi (Lauralee, 2012). Efek metabolik kortisol adalah
meningkatkan konsentrasi gula darah dengan mengorbankan simpanan lemak
dan protein untuk meningkatkan suplai energi selama stres. Ketika kadar
stres sudah mulai berkurang, simpanan energi tubuh pun akan menurun,
sehingga merangsang neuron oreksigenik di nukleus arkuatus untuk
mensekresikan neuropeptida Y (NPY) yang pada akhirnya NPY ini akan
meningkatkan nafsu makan (Guyton, 2012).
Dampak yang dialami oleh masing-masing santriwati berbeda, dimana
dampak ini muncul akibat kurang tepatnya penanganan serta pencegahan
dismenore. Pendidikan kesehatan mengenai dismenore perlu diberikan
kepada santriwati, dengan tujuan untuk meningkatkan pengetahuan, yang
diharapkan nanti pada akhirnya dapat merubah sikap dan perilaku santriwati
dalam upaya meminimalisir dampak yang terjadi akibat timbulnya dismenore
setiapkali menstruasi terjadi.
Tema 3. Upaya Penanganan Dismenore yang dilakukan Santriwati
Cara untuk menangani dismenore masing-masing orang berbeda-beda.
Dismenore ini dapat diatasi dengan berbagai macam upaya, salah satu upaya
yang dapat dilakukan yaitu dengan terapi non-farmakologi. Terapi non-
farmakologi yang dilakukan oleh santriwati yaitu istirahat, minum dan
kompres air hangat, minum jahe hangat, minum susu, tidur dengan posisi
meringkuk, aktivitas dan meningkatkan asupan makanan. Studi kualitatif
yang dilakukan oleh Nuryani (2011) menunjukkan bahwa upaya mengatasi
nyeri yang dapat dilakukan adalah dengan istirahat, penggunaan obat-
obatan(penggunaan minyak angin, penggunaan obat analgetik, dan obat
85
tradisional) dan menggunakan tekhnik relaksasi (massase atau menekan
daerah perut, distraksi dan kompres air hangat).
Kompres air hangat adalah sebuah metode yang sudah lama
diaplikasikan untuk mengurangi nyeri. Penggunaan kompres hangat
diharapkan dapat meningkatkan relaksasi otot-otot dan mengurangi nyeri
akibat spasme atau kekakuan serta memberikan rasa hangat lokal. Nyeri
akibat memar, spasme otot, dan arthritis berespon baik terhadap peningkatan
suhu karena dapat melebarkan pembuluh darah dan meningkatkan aliran
darah lokal. Oleh karena itu, peningkatan suhu yang disalurkan melalui
kompres hangat, dapat meredakan nyeri dengan menyingkirkan produk
inflamasi seperti bradikinin, histamin dan prostaglandin yang akan
menimbulkan rasa nyeri lokal (Price&Wilson, 2005 dalam Oktasari,
Misrawati dan Utami, 2012).
Hasil di atas didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh Jeung-
Im (2013), dimana penelitian ini menunjukkan bahwa kompres air hangat
dengan menggunakan red bean pillows efektif dalam menurunkan nyeri yang
dirasakan sebelum dan saat menstruasi. Penelitian yang lain juga dilakukan
oleh Bonde, Lintong dan Moningka (2014) menunjukkan bahwa ada
hubungan yang bermakna antara kompres panas dengan penurunan derajat
nyeri haidh (p=0,00). Hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa
kompres panas berpengaruh terhadap penurunan derajat nyeri haidh pada
siswi SMA dan SMK Yadika Kopandakan II.
Penelitian mengenai perbandingan efektivitas kompres hangat dan
kompres dingin dilakukan oleh Oktasari, Misrawati dan Utami (2014)
86
menunjukkan bahwa perbandingan sesudah antara kelompok kompres hangat
dan kelompok kompres dingin p- value 0,000 < α (0,05) sehingga dapat
disimpulkan Ho ditolak. Hal ini berarti disimpulkan terdapat perbedaan yang
signifikan antara kompres hangat dan kompres dingin terhadap penurunan
dismenorea. Perbandingan mean rank yang didapat antara perubahan
intensitas nyeri pada kelompok kompres dingin lebih besar yaitu 34,44
sedangkan kelompok kompres hangat yaitu 16,56. Oleh karena itu kompres
dingin lebih efektif dibanding kompres hangat.
Istirahat adalah salah satu cara yang sering dilakukan untuk
menangani dismenore. Istirahat tersebut dilakukan dengan cara tidur, dimana
menurut mereka tidur mampu membuat tubuh rileks dan mengurangi nyeri
yang mereka rasakan. Hal ini sesuai dengan teori, dimana istirahat dapat
membantu merilekskan otot-otot dan sistem saraf. Semakin lama seseorang
tersebut beristirahat, maka tubuh akan terasa lebih rileks. Istirahat dan tidur
merupakan kebutuhan dasar yang mutlak harus dipenuhi oleh semua orang.
Istirahat dan tidur yang cukup, akan membuat tubuh baru dapat berfungsi
secara optimal. Istirahat berarti suatu keadaan tenang, relaks, tanpa tekanan
emosional, dan bebas dari perasaan gelisah (Asmadi, 2008 dalam
Mustaqimah, Widayati dan Pranowowati, 2013).
Penelitian yang dilakukan Mustaqimah, Widayati, dan Pranowowati
pada tahun 2013 di Siswi MTs Ma’arif Nyatnyono Kabupaten Semarang,
menunjukkan bahwa sebagian besar responden menangani dismenore dengan
hanya beristirahat (tidur) yaitu sejumlah 14 siswi (23,0 %) dari 61 siswi, dan
sedangkan penanganan kombinasi yang dilakukan responden sebagian besar
87
ditunjukkan pada penanganan istirahat dan tidur yaitu sejumlah 9 siswi (14,8
%). Penelitian serupa juga dilakukan oleh Emmanuel dkk (2013),
menunjukkan bahwa 77 dari 245 total responden dalam penelitian tersebut,
mengatasi dismenore mereka yang rasakan dengan beristirahat.
Konsumsi air rebusan jahe, juga terbukti mampu menurunkan
intensitas nyeri yang dirasakan oleh santriwati. Hal ini sesuai dengan
penelitian yang ada, dimana intensitas nyeri haidh sebelum diberikan air
rebusan jahe pada Mahasiswa Stikes Aisiyah Yogyakarta berkisar 5-8 dengan
rata-rata 7 dan sesudah diberikan air rebusan jahe hari kedua berkisar antara 1-
4 dengan rata-rata 2,55. Hasil tersebut menunjukkan bahwa ada pengaruh
pemberian air rebusan jahe terhadap intensitas nyeri haidh yang dirasakan
(Wilis, 2011). Jenabi (2013) juga mengadakan penelitian yang serupa, dan
hasilnya menunjukkan bahwa satu kelompok yang diberikan terapi rebusan air
jahe terjadi perubahan skala nyeri yang sangat signifikan dibandingkan dengan
kelompok yang diberikan placebo. Sekitar 82.85% perempuan di kelompok
yang diberikan terapi rebusan jahe juga mengatakan bahwa, gejala-gejala
penyerta dismenore yang mereka alami berkurang pasca terapi.
Jahe (Zingiber officinale roscoe) mempunyai kegunaan yang cukup
beragam antara lain, sebagai rempah, minuman penghangat tubuh, minyak
astiri, pemberi aroma ataupun sebagai obat (Bartley dan Jacobs, 2000 dalam
Amir, 2014). Senyawa antioksidan alami dalam jahe cukup tinggi dan sangat
efisien dalam menghambat radikal bebas dan hidroksil yang dihasilkan oleh
sel-sel kanker dan bersifat antikarsinogenik, non toksisk, dan non mutagenik
dalam konsentrasi tinggi (Manju dan Nalini, 2005 dalam Amir, 2014).
88
Senyawa yang terkandung dalam jahe yaitu gingerol, shogaol, paradol,
zingeron.
Gingerol, shogaol, paradol, zingeron, dan beberapa gingerdione dapat
menghambat siklooksigenase dan lipoksigenase sehingga menghambat
biosintesis prostaglandin dan leukotrien. Komponen oleoresin jahe merah
efektif dalam menghambat produksi PGE2, tumor necrosis factor α (TNFα),
dan siklooksigenase yang dilepaskan pada sinoviosit dengan cara mengatur
aktivasi nuclear factor κB (NFκB) dan mendegradasi subunit penghambat
IκBα. Penghambatan aktivitas enzim siklooksigenase akan mengakibatkan
penurunan pembentukan prostaglandin, penghambatan sintesis leukotrien,
penghambatan produksi interleukin dan TNFα dalam mengaktivasi makrofag.
Penurunan pembentukan prostaglandin dan leukotrien inilah yang akan
mengurangi nyeri (Haghihi, dkk, 2005; Ozgoli dkk, 2009; Black dkk, 2010;
Ratna, 2009; Combez, 2011; Viteta, 2008 dalam Astuti, 2011).
Aktivitas juga salah satu upaya yang dilakukan untuk mengurangi
nyeri yang dirasakan. Aktivitas yang dilakukan ini dipercayai dapat
meningkatkan produksi hormon endorfin yang ada dalam tubuh manusia
(Jerdy, Hosseini dan Elvazi, 2012 dalam Anisa, 2015). Fungsi otak selain
sebagai rangkaian neuron yang menghubungkan nosiseptor perifer dengan
struktur sistem saraf pusat yang lebih tinggi untuk persepsi nyeri, otak juga
mengandung sistem analgesik penekan nyeri inheren yang menekan
penyaluran impuls di jalur nyeri sewaktu impuls tersebut masuk ke medula
spinalis. Dua regio diketahui menjadi bagian dari jalur analgesik desenden ini.
Rangsangan listrik pada subtansia grisea periakuaduktus menghasilkan
analgesik yang kuat,demikian juga analgesik ini menekan nyeri dengan
89
meghambat pelepasan substansi P dari ujung serat nyeri aferen, sehingga
transmisi lebih lanjut sinyal nyeri dihambat (Lauralee, 2012).
Penelitian yang mendukung teori di atas, dilakukan oleh Nuryaningsih
(2013), dimana hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat nyeri
sebelum melakukan senam dismenore terbanyak adalah siswa dengan skala
nyeri sedang sejumlah 16 siswa (88.9%) dan skala nyeri berat sejumlah 2
siswa (11.1%). Tingkat nyeri setelah melakukan senam dismenore terbanyak
adalah siswa dengan skala nyeri ringan sejumlah 12 siswa (66.7%) dan skala
nyeri sedang sejumlah 6 siswa (33.3%). Hasil ini menunjukkan bahwa senam
dismenore mampu untuk menurunkan nyeri yang dirasakan selama
menstruasi.
Terpenuhinya asupan gizi seperti kalsium, magnesium, vitamin A, E,
B6, dan C, juga menjadi salah satu cara yang dapat membantu meringankan
dismenore yang dirasakan oleh remaja (Devi, 2012 dalam Susilowati, 2014).
Susu merupakan salah satu bahan makanan yang mengandung kalsium,
dimana pada saat remaja dianjurkan untuk mengkonsumsi satu gelas susu
yang mengandung 500-800 ml kalsium setiap hari. Kalsium yang dikonsumsi
ini dapat membantu mengurangi kram dan kejang perut saat menstruasi
(Sunita, 2002 dalam Susilowati, 2014). Hudson mengatakan bahwa kalsium
bersama dengan magnesium berperan dalam mengurangi tekanan pada otot-
otot, dimana salah satu otot tersebut adalah otot uterin yang membutuhkan
kalsium agar tetap mampu menjalankan fungsinya secara normal. Kram pada
rahim ini pun akan lebih mudah muncul jika tubuh kekurangan kalsium
(Hudson, 2007 dalam Silvana, 2012).
90
Penelitian yang dilakukan oleh Susilowati tahun 2014 di SMAN 1
Unggaran menunjukkan bahwa sebelum pemberian susu, rentang nyeri antara
kelompok susu dan coklat hampir sama. Namun setelah dilakukan intervensi,
terjadi penurunan nyeri sebesar 1,34 dari angka awal, maka dapat
disimpulkan terjadi perbedaan signifikan antara skala dismenore sebelum dan
sesudah pemberian susu. Pada penelitian kali ini, pemberian susu
dibandingkan dengan pemberian coklat, dimana hasilnya menunjukkan
bahwa dibandingkan dengan susu, coklat lebih efektif dalam menurunkan
nyeri menstruasi. Hal ini dapat dilihat dari hasil rata-rata skala nyeri setelah
pemberian susu dan cokelat, yang mana rata-rata skala nyeri, sesudah
pemberian coklat sebesar 2,83 yang lebih rendah dibandingkan sesudah
pemberian susu sebesar 4,08.
Penanganan nyeri menstruasi yang dialami, selain bisa dilakukan di
rumah atau di pondok, bisa juga dilakukan di puskesmas, atau tempat praktik
tenaga medis terkait. Namun sayangnya, saat ini motivasi dan keinginan
remaja untuk periksa atau datang ke pelayanan kesehatan terkait dismenore,
masihlah sangat rendah. Hal ini dibuktikan dari hasil penelitian, dimana
semua partisipan mengatakan tidak pernah melakukan kunjungan ke
pelayanan kesehatan terkait dismenore yang mereka alami. Mereka
mengatakan dismenore yang mereka alami masih bisa mereka tangani sendiri,
sehingga tidak memerlukan bantuan dari tenaga kesehatan. Padahal,
berkunjung ke pelayanan kesehatan tidak harus menunggu kita dalam
keadaan sakit, karena mencegah lebih baik daripada mengobati.
91
Rendahnya motivasi dan keinginan remaja untuk melakukan
pemeriksaan kesehatan ini bisa disebabkan oleh beberapa faktor dimana salah
satu faktor yang paling penting yakni pengetahuan remaja tentang dismenore.
Pengetahuan membuat para remaja memiliki kesadaran atau motivasi untuk
melakukan sesuatu sesuai kebutuhan (Trisnawaty, 2012). Remaja yang
memiliki pengetahuan yang baik mengenai dismenore akan memiliki
motivasi tinggi untuk melakukan kunjungan ke pelayanan kesehatan saat ia
mengalami dismenore, sedangkan remaja yang pengetahuannya kurang
mengenai dismenore, motivasi untuk melakukan pemeriksaan ke pelayanan
kesehatan pun rendah.
Upaya penanganan yang dilakukan santriwati untuk meminimalisir
dampak dari timbulnya dismenore ini sangatlah bervariasi. Hal ini mereka
lakukan atas dasar keinginan diri sendiri ataupun pengaruh dari lingkungan
sekitar, seperti orang tua dan teman sebaya. Teman sebaya ternyata memiliki
pengaruh yang lebih signifikan dibandingkan dengan orang tua. Hal ini
dikarenakan salah satu penyebabnya yaitu tingginya intensitas waktu untuk
bertemu antara santriwati dan teman sebaya, mengingat lebih banyak waktu
mereka habiskan di pondok pesantren daripada di rumah bersama orang tua.
Selain itu pada fase remaja, posisi teman sebaya menggantikan kedua orang
tua, dikarenakan pada fase ini sering terjadi adanya kesenjangan dan konflik
antara remaja dan orang tuanya (Narendra, dkk., 2010).
Tema. 4 Antisipasi yang dilakukan oleh Santriwati
Dismenore selain dapat ditangani dengan terapi farmakologi dan non-
farmakologik, dismenore pun bisa dicegah. Antisipasi menurut KBBI (2016)
92
adalah sebuah upaya menahan agar sesuatu yang tidak kita inginkan itu tidak
terjadi. Antisipasi juga termasuk dalam salah satu mekanisme koping dimana
antisipasi ini adalah suatu upaya untuk menghadapi suatu stresor yang
diprediksikan terjadi dalam waktu dekat (Schwarzer dan Taubert, 2002 dalam
Schwarzer, 2013). Dimana, jika stresor tersebut tidak diantisipasi, ada
kemungkinan di kemudian hari, stresor tersebut dapat menimbulkan dampak
pada kehidupan sehari-hari. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan,
didapatkan hasil bahwa mereka ada yang tidak melakukan pencegahan dan
ada yang melakukan pencegahan terhadap dismenore. Mereka mengatakan
bahwa dismenore ini tidak dapat dicegah, karena munculnya tidak dapat
diprediksi, namun bukan hanya itu, selain waktu timbulnya dismenore yang
tidak dapat diprediksi, kurangnya pengetahuan santriwati mengenai cara yang
dapat dilakukan utuk mencegah dismenore pun kurang.
Pencegahan terhadap dismenore yang mereka lakukan adalah dengan
melakukan aktivitas. Hal ini sesuai dengan teori dimana salah satu cara yang
sangat efektif untuk mencegah dismenore ini adalah dengan melakukan
aktivitas. Olahraga secara teratur seperti berjalan kaki, jogging, berlari,
bersepeda, renang atau senam aerobik dapat memperbaiki kesehatan secara
umum dan memperbaiki kesehatan secara umum dan membantu menjaga
siklus menstruasi agar teratur (Ernawati, Hartiti, dan hadi, 2006 dalam Bahri,
Afirwardi, dan Yusrawati, 2016). Hal ini didukung oleh hasil penelitian
Daley yang menyatakan aktivitas efektif untuk menurunkan dismenore primer
(Daley, 2008 dalam Bahri, Afirwardi, dan Yusrawati, 2016).
93
Penelitian yang dilakukan oleh Utami dan Prastika (2015)
menunjukkan bahwa 68 responden yang berpengetahuan baik didapatkan 48
(40%) responden berperilaku positif dan 20 (16,7%) responden berperilaku
negatif dalam pencegahan dismenore, sedangkan dari 52 responden yang
berpengetahuan kurang terdapat 16 (13,3%) responden berperilaku positif dan
36 (30%) yang berperilaku negatif dalam pencegahan dismenore. Hasil uji
statistik diperoleh P Value = 0,000 dimana nilai tersebut lebih rendah dari
nilai α = 0,05 (p < 0,05) maka dapat disimpulkan bahwa Ha diterima atau ada
hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan tentang dismenore
dengan perilaku pencegahan dismenore. Hasil analisis diperoleh nilai OR =
5,400 (2,459- 11,859) artinya pengetahuan remaja putri yang baik tentang
dismenore akan berpeluang 5 kali berperilaku positif dalam hal pencegahan
dismenore jika dibandingkan dengan remaja putri dengan pengetahuan yang
kurang baik.
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan suatu objek tertentu, penginderaan melalui panca
indra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, raba dan
rasa. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang (Overt Behavior), karena tindakan atau
perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada
tindakan atau perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoadmodjo,
2007 dalam Utami dan Prastika, 2015).
Semakin baik pengetahuan tentang dismenorea yang dimiliki siswi,
maka perilaku yang ditunjukkan untuk menangani dismenore juga semakin
94
baik. Pengetahuan yang baik akan mempengaruhi sikap siswi untuk
menangani dismenore dengan tepat. Hal tersebut karena pengetahuan
seseorang tentang sesuatu hal akan mempengaruhi sikapnya. Sikap positif
maupun negatif tergantung dari pemahaman individu tentang suatu hal
tersebut, sehingga sikap ini selanjutnya akan mendorong individu melakukan
perilaku tertentu pada saat dibutuhkan, tetapi kalau sikapnya negatif, justru
akan menghindari untuk melakukan perilaku tersebut (Azwar, 2013 dalam
Utami dan Prastika, 2015).
Minimnya pencegahan dismenore yang dilakukan oleh santriwati
sangat erat kaitannya dengan kurangnya pengetahuan santriwati mengenai hal
tersebut. Hal ini disebabkan oleh minimnya rasa keingintahuan santriwati
serta minimnya informasi yang mereka dapatkan. Peran perawat sangat
dibutuhkan untuk memberikan edukasi terkait apa itu dismenore dan
bagaimana pencegahannya.
Tema 5. Dukungan yang diperoleh santriwati saat mengalami dismenore
Remaja dalam menghadapi dan menjalani kehidupannya selalu
memerlukan bantuan dan dukungan dari orang-orang sekitarnya. Dukungan
tersebut bisa didapatkan dari orang tua, saudara, orang dewasa dan teman
sebaya. Masa remaja merupakan masa krisis karena pada tahap ini mereka
banyak mengalami adanya perubahan pada dirinya, baik dari segi fisik
maupun psikologis. Untuk dapat mengatasi masa krisis ini, remaja
membutuhkan pengertian dan bantuan dari orang-orang sekitarnya baik
secara langsung maupun tidak langsung.
95
Hasil penelitian ini didapatkan bahwa saat santriwati mengalami
dismenore, mereka mendapatkan dukungan dari orang disekitarnya seperti ibu
dan teman sebayanya. Dukungan yang diterima berupa dukungan emosional,
instrumental dan informasional. Bentuk dukungan emosional yang diterima
yaitu lebih ke arah memberikan nasihat serta support, bahwa dismenore itu
adalah sebuah proses normal yang umum terjadi pada perempuan. Bentuk
dukungan instrumental yang diberikan yaitu lebih dalam membantu santriwati
dalam melaksanakan kegiata sehari-hari seperti mengambilkan makan,
mengambilkan air hangat, membelikan susu dan lain-lain saat santriwati
mengalami dismenore dan tidak mampu melakukan aktifitas sehari-hari.
Sedangkan bentuk dukungan informasional lebih kepada pemberian informasi
terkait upaya penanganan dismenore seperti disarankan untuk minum air
hangat, minum susu dan istirahat agar nyeri yang dirasakan berkurang.
Menurut Gotlieb (1983) dalam Sepfitri (2011) mengatakan bahwa
dukungan sosial terdiri dari informasi verbal atau non-verbal, bantuan yang
nyata, atau tingkah laku yang diberikan orang-orang yang dekat dengan
subjek di dalam lingkungan sosialnya dan hal-hal yang dapat memberikan
keuntungan emosional atau berpengaruh pada tingkah laku penerimanya.
Dukungan sosial ini diaplikasikan dalam berbagai bentuk, diantaranya berupa
dukungan emosional, penghargaan, instrumental dan informasional.
Dukungan emosional ini mencakup ungkapan empati, kepedulian, dan
perhatian terhadap orang yang bersangkutan. Dukungan penghargaan terjadi
lewat ungkapan hormat untuk orang lain, dorongan maju atau persetujuan
dengan gagasan atau perasaan individu. Memberikan bantuan secara nyata
atau langsung kepada subjek termasuk bentuk sebuah dukungan, yakni
96
dukungan instrumental, sedangkan jika bantuan yang diberikan ini hanya
berupa informasi dan saran, maka bantuan tersebut termasuk dalam kategori
bantuan informasional (Depkes, 2002 dalam Muttaqin dan Kurniawati, 2008).
Penelitian terkait dukungan keluarga pada remaja yang mengalami
dismenore juga dilakukan oleh Hasanah tahun 2010. Penelitian ini berjudul
pengaruh terapi akupresur dengan menurunkan intensitas nyeri, dimana
dukungan keluarga juga dikaji lebih lanjut. Namun, pada penelitian ini,
dukungan keluarga bukanlah menjadi variabel yang di teliti secara langsung,
namun menjadi variabel perancu yang juga dikaji. Pada penelitian ini
proporsi terbesar pada karakteristik dukungan keluarga adalah keluarga
memberikan perhatian pada remaja pada saat mereka mengalami dismenore.
Perhatian ini biasanya diberikan oleh ibu, atau pun anggota keluarga yang
lainnya. Pada analisis bivariat, didapatkan bahwa dukungan keluarga pada
kedua kelompok penelitian ini tidak berpengaruh terhadap intensitas nyeri
dan kualitas nyeri setelah dilakukan akupresur.
Dukungan informasional terkait dismenore dalam penelitian ini
didapatkan dari seorang ibu, guru, dan teman sebaya satu pondok. Selaras
dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Lestari, Metusala dan Suryanto
(2010) menunjukkan bahwa sebagian remaja putri lebih menyukai mencari
informasi tentang dismenore pada keluarga dan teman wanita (91,1%)
dibandingkan dengan informasi dari dokter (3,5%). Mereka juga mencari
informasi dari sumber-sumber lain seperti majalah, koran ataupun internet
(5,4%). Namun hal ini bertolak belakang dengan penelitian yang dilakukan
oleh Purba, Rompas dan Krundeng (2014) mengatakan bahwa sumber
97
informasi yang diperoleh remaja putri tentang dismenore dari paparan media
yaitu sebanyak 29 orang (43,9%), orang tua sebanyak 22 orang (33,3%),
tenaga kesehatan sebanyak 8 orang (12,1%) dan teman sebanyak 7 orang
(10,6%).
Pencarian dukungan sosial ini termasuk salah satu mekanisme koping
yang dapat dilakukan, dimana hal ini sesuai dengan teori mekanisme koping
yang diusung oleh Lazarus dan Folkman (1984) dalam Muthoharoh (2010)
Koping menurut Lazarus dan Folkman adalah sebuah upaya perubahan
kognitif dan perilaku secara konstan untuk mengelola tekanan internal dan
eksternal yang dianggap melebihi batas kemampuan individu. Koping dapat
dibagi dalam dua jenis yaitu koping berfokus pada masalah dan koping
berfokus pada emosi. Salah satu komponen koping berfokus pada masalah
adalah pencarian dukungan sosial.
Hasil penelitian ini sejalan dengan studi kualitatif yang dilakukan oleh
Aziato, Dedey dan Lamptey pada tahun 2015 mengenai mekanisme koping
saat dismenore, pada penelitian tersebut didapatkan bahwa salah satu bentuk
koping yang dilakukan yaitu dengan pencarian dukungan sosial. Dukungan
sosial yang didapatkan partisipan dalam penelitian tersebut berasal dari teman
sebayanya. Bentuk dukungan tersebut berupa dukungan instrumental, dimana
teman sebaya dari partisipan, membantu untuk mencuci pakaian yang kotor.
Bukan hanya dukungan instrumental saja, namun partisipan juga
mendapatkan dukungan emosional dari teman sebayanya. Dukungan tersebut
berupa sentuhan hangat dan motivasi, agar partisipan tetap semangat dalam
menghadapi nyeri yang ia alami. Dukungan dan perhatian dari ibu, anggota
98
keluarga, teman dan lainya sangatlah penting bagi remaja yang mengalami
dismenore, karena kehadiran orang yang dicintai akan meminimalkan rasa
takut dan mengurangi nyeri yang dirasakan (Potter & Perry, 1997 dalam
Hasanah, 2010).
Santriwati dalam penelitian ini mendapat dukungan dari ibu, teman
sebaya serta guru di sekolah. Sosok yang sangat berperan penting dalam
pemberian dukungan dalam penelitian ini yaitu teman satu pondok,
mengingat sebagian besar lebih banyak mereka habiskan di pondok pesantren
dari pada di rumah. Dukungan yang diperoleh ini sangat berperan penting
terhadap santriwati dalam upaya meminimalisir dampak yang ditimbulkan
oleh dismenore.
Tema 6. Mitos-mitos Seputar Dismenore yang dipercayai oleh santriwati
Mitos berasal dari kata mytos bahasa Yunani yang bercerita cerita atau
sesuatu yang dikatakan seseorang (Dhavomony, 1995 dalam Mufiani, 2014).
Menurut KBBI (2016) mitos adalah cerita tentang suatu bangsa tentang dewa
dan pahlawan zaman dahulu, mengandung penafsiran tentang asal-usul
semesta alam, manusia dan bangsa tersebut, yang diungkapkan secara ghaib.
Sedangkan menurut Mircea Eliade bahwa mitos merupakan kebenaran
sejarah yaitu “ a myth is true history or what came to pass at the beginning of
time, and one which provides the pattern for human behaviour”. Sehingga
baik kisah itu nyata, legenda maupun kisah yang tidak dapat dibuktikan
kebenarannya seperti dongeng serta semua cerita yang mengisahkan tentang
masa lalu disebut mitos apabila kisah tersebut diyakini dan dapat
mempengaruhi perilaku manusia (Elliade, 1995 dalam Mufiani, 2014).
99
Minimnya pengetahuan dan wawasan masyarakat menjadikan mereka berpola
pikir yang mengada-ada, yang kemudian berkembang menjadi mitos.
Meskipun secara medis mitos yang berkembang itu tidak alamiah, namun
kenyataannya banyak masyarakat yang masih percaya dengan berita yang
belum tentu kebenarannya (Andira, 2010 dalam Mufiani, 2014).
Hasil studi ini menunjukkan bahwa salah satu mitos terkait dismenore
adalah mengkonsumsi obat penurun nyeri dapat menimbun dalam tubuh. Hal
ini kurang sesuai dengan teori yang ada dimana obat yang masuk ke dalam
tubuh akan diabsorpsi oleh usus halus dan akhirnya masuk ke dalam hati.
Obat akan ikut sirkulasi ke dalam jaringan, kemudian berinteraksi dengan sel
dan melakukan sebuah perubahan zat kimia hingga menjadi aktif. Obat yang
tidak bereaksi akan disekresikan. Setelah obat mengalami metabolisme atau
pemecahan, akan terdapat sisa zat yang tidak dapat dipakai (Damayanti,
Pitriani, dan Ardhiyanti, 2015).
Sisa zat ini tidak bereaksi kemudian keluar melalui ginjal dalam
bentuk urine dari intestinal dalam bentuk feses, dan dari paru-paru dalam
bentuk udara. Hal ini dapat disimpulkan bahwa obat yang masuk dalam
tubuh, sisa-sisa zat nya akan dikeluarkan melalui sistem pembuangan dan
tidak tertimbun di dalam tubuh. Namun disisi lain, mitos tersebut ada
benarnya, dimana obat yang kita konsumsi juga memiliki efek samping yang
tidak diharapkan, dan bisa membahayakan seperti keracunan, pengobatan dan
lain-lain (Damayanti, Pitriani, dan Ardhiyanti, 2015).
Mitos mengenai penggunaan obat-obatan penurun nyeri berbahaya
untuk remaja dan lebih baik didiamkan, kurang sesuai dengan teori yang ada
100
dimana jika penggunaan obat-obat-an sesuai dengan dosis yang dianjurkan,
maka obat tersebut akan memberikan efek terapi sesuai dengan yang kita
inginkan. Namun, jika dosis yang dikonsumsi melebihi dosis maksimal, maka
obat tersebut akan berbahaya dan menimbulkan efek toksik atau keracunan
(Tjay dan Rahardja, 2007). Dismenore yang dialami oleh remaja juga
sebaiknya mendapatkan penanganan yang secepatnya, dimana jika dismenore
ini diabaikan, dismenore ini akan menjadi suatu hal yang berbahaya, karena
kondisi ini merupakan salah satu penyebab munculnya gejala endometriosis
(Anwar, 2005 dalam Novia dan Puspitasari, 2008).
Marcdante dan Kliegman (2015) dalam bukunya menjelaskan bahwa
terapi farmakologi yang digunakan untuk dismenore primer lebih berfokus
pada penyebab dari dismenore itu sendiri, yaitu peningkatan aktivitas
prostaglandin. Terapi lini pertama adalah menggunakan NSAIDs.
Penggunaan NSAIDs untuk menurunkan nyeri lebih optimal jika dikonsumsi
sebelum atau sesaat setelah menstruasi dimulai. Penggunaan NSAIDs ini
biasanya kurang lebih 2-3 hari. Jika dalam waktu 2-3 hari., NSAIDs tidak
bisa mengurangi nyeri, maka NSAIDs akan digantikan dengan long-acting
reversible contraceptives (LARCs). Berikut terapi farmakologi untuk
dismenore primer yang diperbolehkan dikonsumsi tanpa resep dokter yaitu
ibuprofen atau naproxen setiap 4 jam sekali, sedangkan obat-obatan yang
boleh dikonsumsi namun harus menggunakan resep dokter yaitu : ibuprofen
400 mg PO 4 x sehari, naproxen 250-500 mg PO 2 x sehari, asam mefenamat
250 mg PO 4 x sehari atau 500 mg PO 3 x sehari, diklofenak 50-100 mg PO 3
x sehari.
101
Menurut penelitian Khotimah, Kimantoro dan Cahyawati (2014) mitos
dismenore selain dilarang mengkonsumsi obat-obatan penurun nyeri, yaitu
adanya kepercayaan bahwa dismenore akan sembuh, jika setiap menstruasi
istirahat atau tidur. Hal ini sesuai dengan teori, dimana istirahat dapat
membantu merilekskan otot-otot dan sistem saraf. Semakin lama seseorang
tersebut beristirahat, maka tubuh akan terasa lebih rileks. Istirahat dan tidur
merupakan kebutuhan dasar yang mutlak harus dipenuhi oleh semua orang.
Istirahat dan tidur yang cukup, akan membuat tubuh baru dapat berfungsi
secara optimal. Istirahat berarti suatu keadaan tenang, relaks, tanpa tekanan
emosional, dan bebas dari perasaan gelisah (Asmadi, 2008 dalam
Mustaqimah, Widayati dan Pranowowati, 2013).
Mitos lain terkait dismenore, mengatakan bahwa dismenore akan
benar-benar hilang setelah wanita tersebut menikah. Hal tersebut kurang
sesuai dengan teori dimana, sensasi nyeri saat menstruasi akan berkurang atau
bahkan hilang saat seorang perempuan tersebut sudah pernah hamil dan
melahirkan. Perempuan yang hamil biasanya terjadi alergi yang berhubungan
dengan saraf yang menyebabkan adrenalin mengalami penurunan, serta
menyebabkan leher rahim melebar sehingga sensasi nyeri berkurang bahkan
hilang (Lestari, 2013). Peran tenaga kesehatan khususnya perawat sangat
dibutuhkan untuk memberikan edukasi terkait dismenore yang terjadi pada
remaja. Edukasi ini bertujuan agar remaja mampu memahami dismenore
secara utuh dan mampu menelaah mitos-mitos yang beredar di lingkungan
sekitar mereka.
102
B. Keterbatasan Penelitian
Berdasarkan pengalaman proses penelitian didapatkan beberapa
keterbatasan dalam penelitian. Keterbatasan tersebut antara lain :
1. Peneliti sebagai instrumen kunci masih belum optimal dalam penggalian
data.
2. Partisipan penelitian ini adalah remaja, mereka cenderung lebih tertutup
dan lebih sulit untuk digali informasi mengenai pengalaman dan
mekanisme koping pada saat dismenore.
3. Minimnya waktu untuk bertemu santriwati dikarenakan jadwal santriwati
yang selalu padat setiap harinya, juga menjadi suatu keterbatasan di
penelitian ini.
103
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dismenore adalah satu dari sekian banyak masalah ginekologi,
yang mempengaruhi sebagian besar perempuan dan menyebabkan
ketidakmampuan beraktivitas tiap bulannya. Dismenore yang dialami oleh
masing-masing santriwati pun memiliki karakteristik yang berbeda-beda.
Perbedaan ini timbul dikarenakan nyeri yang dirasakan adalah sebuah
penilaian subjektif. Dismenore yang terjadi pada remaja ini menyebabkan
timbulnya sebuah ketidaknyamanan, berupa perubahan pada pola tidur,
pola makan, emosi yang tidak stabil, dan intoleran aktivitas.
Setiap individu akan melakukan mekanisme koping untuk
menghadapi perubahan dari dampak yang diterima. Mekanisme koping
tersebut terdiri dari mencegah dan menangani dismenore, serta mencari
dukungan sosial. Penanganan yang mereka lakukan yaitu dengan minum
dan kompres air hangat, minum susu, istirahat, minum jahe hangat, dan
beraktivitas. Minimnya pengetahuan yang dimiliki santriwati terkait
dismenore,membuat mereka tidak melakukan upaya antisipasi atau
pencegahan terkait dismenore.
Santriwati saat mengalami dismenore, mendapatkan dukungan dari
lingkungan sekitarnya, baik dari ibu dan teman sebayanya. Dukungan
tersebut berupa dukungan emosional, instrumental, dan informasional.
Sosok yang sangat berperan penting dalam pemberian dukungan dalam
penelitian ini yaitu teman satu pondok, mengingat sebagian besar lebih
104
banyak mereka habiskan di pondok pesantren dari pada di rumah.
Dukungan yang diperoleh ini sangat berperan penting terhadap santriwati
dalam upaya meminimalisir dampak yang ditimbulkan oleh dismenore
serta mampu meminimalkan rasa takut dan mengurangi nyeri yang
dirasakan.
Santriwati yang terlibat dalam penelitian ini, umumnya juga
mengetahui mitos-mitos terkait dismenore yang banyak beredar di
masyarakat. Mitos-mitos seputar informasi yang didapat secara umum
berupa larangan-larangan saat dismenore itu sendiri. Salah satu
diantaranya yaitu larangan untuk mengkonsumsi obat-obatan karena nanti
akan mengakibatkan efek jangka panjang yang tidak baik pada rahim
wanita. Peran tenaga kesehatan khususnya perawat sangat dibutuhkan
untuk memberikan edukasi terkait dismenore yang terjadi pada remaja.
Edukasi ini bertujuan agar remaja mampu memahami dismenore secara
utuh dan mampu menelaah mitos-mitos yang beredar di lingkungan sekitar
mereka.
B. Saran
1. Institusi Keperawatan
Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan rujukan dan menambah
wawasan, mengembangkan kurikulum pembelajaran institusi
keperawatan, dan dapat mengembangkan kompetensi pembelajaran
pada mahasiswa, khususnya tentang kesehatan reproduksi remaja
sehingga mahasiswa juga dapat lebih memahami tentang permasalahan
pada remaja, terutama tentang dismenore.
105
2. Pelayanan Kesehatan
Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan rujukan dan meningkatkan
wawasan tenaga kesehatan tentang pengalaman dan mekanisme koping
dismenore pada santriwati sehingga dapat meningkatkan upaya
promosi kesehatan dalam memberikan pendidikan mengenai
dismenore dan penanganannya pada remaja.
3. Pondok pesantren
Bagi pondok pesantren, disarankan untuk lebih memberikan edukasi
terkait dismenore, mengingat masih rendahnya tingkat pengetahuan
santriwati dalam penanganan dan pencegahan dismenore itu sendiri.
Pendidikan kesehatan ini sangatlah penting, karena dengan adanya
pendidikan kesehatan, diharapkan mampu mengubah kesadaran dan
memberikan serta meningkatkan pengetahuan santriwati mengenai
dismenore itu sendiri.
4. Peneliti selanjutnya
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan dasar bagi peneliti
selanjutnya. Bagi peneliti selanjutnya disarankan untuk lebih
memperluas karakteristik partisipan dengan mengeksplorasi secara
mendalam kepada perempuan yang mengalami dismenore dengan
adanya riwayat peradangan pelvis (dismenore sekunder), agar
didapatkan data mengenai pengalaman dan mekanisme koping
dismenore yang lebih bervariasi dari pada sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Afiyanti, Yati dan Imami Nur Rachmawati. Metodologi Penelitian Kualitatif
dalam Riset Keperawatan. Jakarta : Rajawali Pers, 2014.
Alligod, Martha Raile. Nursing Theory Utilization & Application. USA : Mosby
El-Sevier, 2010.
Alphen, Nienke V. “Steps Towards Sustainable Student Support : Stressors
Among International High School Student Living in a Boarding House.”
Maastricht Student Journal of Phychology and Neuroscience, Vol. 3
(2014) : h. 53-65.
Amir, Andi Afdaliah. “Pengaruh Penambahan Jahe (Zingiber Officinalle Roscoe)
Dengan Level yang Berbeda Terhadap Kualitas Organoleptik dan
Aktivitas Antioksidan Susu Pasteurisasi.” Skripsi S1 Fakultas peternakan
Universitas Hassanuddin Makasar, 2014.
Anisa, Magista Vivi. The Effect of Exercises on Primary Dysmenorrhea. Journal
Majority Vol 4 No. 2 (Januari 2015) : h. 60-65.
Ardhiyanti, Yulrina. dkk. Bahan Ajar AIDS pada Asuhan Kebidanan. Yogyakarta
: Deepublish, 2015.
Asmadi. Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta : EGC, 2008.
Asmadi. Teknik Prosedural Keperawatan: Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar
Klien. Jakarta : Salemba Medika, 2008.
Astuti, Ambar Dwi Widhi. “Efektivitas Pemberian Ekstrak Jahe Merah (Zingiber
officinale roscoe varr Rubrum) Dalam Mengurangi Nyeri Otot Pada
Atlet Sepak Takraw.” Skripsi S1 Program Studi Ilmu Gizi Fakultas
Kedokteran, Universitas Diponegoro Semarang, 2011.
Aziato, Lydia.dkk. “Dysmenorrhea Management and Coping among Students in
Ghana : A Qualitative Exploration.” Jurnal Pediatric and Adolescent
Gynecology El-Sevier Inc 28 (2015) : h. 163-169.
Aziato, Lydia.dkk. “The Experience of Dysmenorrhea Among Ghanaian Senior
High and University Students : Pain Characteristics and Effects.”
Reproductive Health (2014) : h. 1-8.
Bahri, Ayu Annisa. dkk. Hubungan antara Kebiasaan Olahraga dengan Dismenore
pada Mahasiswi Pre-Klinik Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas
Kedokteran Universitas Andalas Tahun Ajaran 2012-2013. Jurnal
Kesehatan Andalas Vol 4 No. 3 (2015) : h. 815-821.
Batubara, Jose RL. “Adolesecent Development (Perkembangan Remaja)”. Sari
Pediatri , Vol. 12, No. 1 (Juni 2010) : h. 21-29.
Bernstein, Matthew T, dkk. “Gastrointestinal Symptoms Before and During
Menses in Healthy Women .” Artikel diakses pada tanggal 18 Desember
2015 pukul 18:57 WIB dari
http://bmcwomenshealth.biomedcentral.com/articles/10.1186/1472-6874-
14-14
Bitzer, Johannes. “Dysmenorrhea, Premenstrual Syndrome, and Premenstrual
Dysphoric Disorder.” Dalam Andrea R. Genazzani dan Mark Brincart,
Frontiers in Gynecological Endocrinology. London : Springer, 2015 : 15-
24.
BKKBN. “Kajian Profil Penduduk Remaja (10-24 tahun) : Ada Apa dengan
Remaja ?” Pusat Penelitian dan Pengembangan Kependudukan, Seri I
No.6 (Desember 2011) : h. 1-4.
Bobak. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Jakarta : EGC, 2005.
Bonde, Fitra M.P. dkk. “Pengaruh Kompres Panas terhadap Penurunan Derajat
Nyeri Haid Pada Siswi SMA dan SMK Yadika Kopandakan II.” Skripsi
S1 Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado, 2014.
Calis, Karim Anton. “Dysmenorrhea Treatment & Management.” Artikel diakses
pada tanggal 07 Januari 2016 pukul 07:58 WIB dari
http://emedicine.medscape.com/article/253812-treatment#d11
Charu, Shrotriya dkk. “Dysmenorrhea on Quality of Life of Medical Students.”
International Journal of Collaborative Research on Internal Medicine &
Public Health India ,Volume 4 No. 4 (2012).
Damayanti, Ika Putri. dkk. Panduan Lengkap Keterampilan Dasar Kebidanan II.
Jakarta : Deepublish, 2015.
Douglas, Collins R. Digfferential Diagnosis in Primary Care. Philadelphia :
Lippincott Williams & Wilkins a Wolter Kluwer, 2012.
Edwards, Digna R. Velez. dkk. “Association of Age at Menarche With Increasing
Number of Fibroids in a Cohort of Women Who Underwent
Standardized Ultrasound Assessment.” American Journal of
Epidemiology Oxford University (30 Juni 2013) : h. 1-8.
Emmanuel. dkk. Dysmenorrhoea: Pain Relief Strategies Among a Cohort of
Undergraduates in Nigeria. International Journal of Medicine and
Biomedical Research Vol 2 Issue 2 (Mei-Agustus 2013) : h. 142-146.
Endaswara, Suwardi. Metode, Teori, Teknik Penelitian Kebudayaan : Ideologi,
Epistemologi, dan Aplikasi. Tangerang : Agromedia Pustaka, 2006.
Falcone, Tommaso dan William W. Hurd. Clinical Reproductive Medicine and
Surgery. Philadelphia : Mosby El-Sevier, 2007.
Farotimi, Adekunbi A. dkk. “Knowledge, Attitude and Health Care-Seeking
Behavior Towards Dysmenorrhea among Female Students of a Private
University in Ogun State, Nigeria.” Journal of Basic and Clinical
Reproductive Sciences, Vol 4 Issue 1 (Januari-Juni 2015) : h. 33-38
Fritz, Marc A & Leon Speroff. Clinical Gynecologic Endocrinology and
Infertility. USA : Lippincot Williams & Wilkins, 2011.
Furqaani, Annisa Rahmah. Peran Serotonin dalam Proses Pembelajaran dan
Memori: kajian Literatur. Dalam Prossiding Seminar Nasional Penelitian
dan PKM Kesehatan, 2015 : h. 221-224.
Gagua, Tinatin. dkk. (2012). “Primary Dysmenorrhea : Prevalence in Adolescent
Population of Tbilisi, Georgia and Risk Factors.” J Turkish-German
Gynecology Association (2012) : h. 162-168.
Goldman, Marlene B.dkk. Women Health. USA : Elsevier Inc, 2013.
Gracia, Margareth. dkk. Pengaruh Sindorma PreMenstruasi Terhadap Gangguan
Tidur Pada Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Katolik Atma
Jaya. Damianus Journal of Medicine Vol. 10 No. 2 (Juni 2011) : h. 77-
80.
Gumanga dan Kwme-Aryee. “ Prevalence and Severity of Dysmenorrhea Among
Some Adolescent Girls In A Secondary School In Accra, Ghana.”
Postgraduate Medical Journal of Ghana Vol 1, No.1 (September 2012).
Guyton, Arthur C. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC, 2012.
Harel, Zeev dan Paula J. Adams Hillard. (2008). “Pain : Dysmenorrhea.” Dalam
Paula J. Adams Hillard, The 5-minute Obstetrics and Gynecology
Consult. Philadelphia : Lippincot Williams & Wilkins, a Wolters Kluwer
bussines, 2008: h. 30-31.
Hartati, dkk. “Mekanisme Koping Mahasiswi Keperawatan Dalam Menghadapi
Dismenore. Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume 8, No. 1
(Februari, 2012) : h. 25-31.
Hasanah, Oswati. “Efektifitas Terapi Akupresur Terhadap Dismenore Pada
Remaja di SMPN 5 dan SMPN 13 Pekanbaru” Tesis S2 Fakultas Ilmu
Keperawatan, Universitas Indonesia Depok, 2010.
Hendrik. Problema Haid : Tinjauan Syariat Islam dan Medis. Solo : Tiga
Serangkai, 2006.
Iswari, Pranya Dwi . “Hubungan Dismenore dengan Aktivitas Belajar Mahasiswi
PSIK FK Unud tahun 2014.” Skripsi S1 Program Studi Ilmu
Keperawatan Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana Bali, 2014.
Jang, In Ae. dkk. “Factors Related to Dysmenorrhea Among Vietnamese and
Vietnamese Marriage Immigrant Women in South Korea.” Obstetrics &
Gynecology Science Vol. 56, No. 4 (2013) : h. 242-248.
Jenabi, Ensiyeh. The Effect of Ginger for Relieving of Primary Dysmenorrhoea. J
Pak Med Assoc Vol 63, No. 1 (Januari 2013) : h. 8-10.
Jeung Im, Kim. “Effect of Heated Red Bean Pillow Application for College
Women with Dysmenorrhea.” Korean J Women Health Nurse Vol. 19
No. 2, (Juni 2013) : h. 67-74.
Joshi, Jayun. dkk. Prevalence and Impact of Dysmenorrhea in The Firs Year
MedicalStudents of Ahmedabad. Journal of Evolution of Medical and
Dental Sciences Volume 2, Issue 11 ( Maret 2013) : h. 1708-1713.
Ju, Hong. dkk. “The Prevalence and Risk Factors of Dysmenorrhea”.
Epidemiologic Reviews Oxford University Press (26 November 2013) : h.
1-10.
Kahan, Scott. dkk. In A Page Signs and Symptoms. Philadelphia : Lippincot
Williams and Wilkins, 2009.
KBBI. “Cegah” diakses pada tanggal 08 Mei 22:58 WIB dari
http://kbbi.web.id/cegah.
KBBI. “Mitos” Artikel diakses pada tanggal 08 Mei 2016 Pukul 21:40 WIB dari
http://kbbi.web.id/mitos
KBBI. “Pengalaman.” Artikel diakses pada tanggal 15 November 2015 dari
http://kbbi.web.id/alam-2
Khotimah, Husnul. dkk. Pengetahuan Remaja Putri tentang Menstruasi dengan
Sikap Menghadapi Dismenore Kelas XI di SMA Muhammadiyah 7,
Yogyakarta. Journal Ners and Midwifery Indonesia Vol 2, No. 3, (2014)
: h. 136-140.
Klossner, N. Jayne. Introductory Maternity Nursing. USA : Lippincot Williams
& Wilkins, 2006.
Kumbhar, Suresh K. Et al. Prevalence Of Dysmenorrhea Among Adolescent Girls
(14-19) Of Kadapa District And Its Impact On Quality Of Life : A Cross
Sectional Study. National Journal Of Community Medicine Vol 2 Issue 2
(Juli-Sept 2011) : h. 265-268.
Kurniawati, Dewi dan Yuli Kusumawati. “Pengaruh Dismenore Terhadap
Aktivitas Pada Siswi SMK.” Jurnal Kesehatan Masyarakat Universitas
Muhammadiyah Surakarta 6 (2) (2011) : h. 93 – 99.
Lauralee, Sherwood. Fisiologi Tubuh Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta : EGC,
2012.
Lentz, dkk. Comprehensive Gynecology. Philadelphia : El-Sevier Mosby, 2012.
Lestari, Hesti. dkk. “Gambaran Dismenorea pada Remaja Putri Sekolah
Menengah Pertama Manado”. Sari Pediatri Vol. 12, No. 2, (Agustus
2010) : h. 99-102.
Lestari, Ni Made Sri Dewi. “Pengaruh Dismenore Pada Remaja”. Artikel diakses
pada tanggal 16 Desember 2015 pukul 22:53 WIB dari http://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/semnasmipa/article/download/27
25/2305
Madhubala, Chauhan dan Kala Jyoti. Relation Between Dysmenorrhea and Body
Mass Index in Adolescents with Rural Versus Urban Variation. The
Journal of Obstetrics and Gynecology of India 62 (4) (2012) : h. 442-
445.
Manuaba, Ida Ayu Chandranita. dkk. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita.
Jakarta : EGC, 2009.
Marcdante, Kaen J dan Robert M Kliegman. Nelson Essentials of Pediatrics
Sevent Edition. Philadelphia : Elsevier Saunders, 2015.
Mardhyah, Ulfatul. dkk. Pola Dysmenorrhea Primer Pada Remaja di MAN 1
Semarang. The Second University Research Coloquium (2015).
Marlinda, Rofli. dkk. Pengaruh Senam Dismenore Terhadap Penurunan
Dismenore Pada Remaja Putri di Desa Sidoharjo Kecamatan Pati. Jurnal
Keperawatan Maternitas Volume 1, No.2, (November 2013) : h. 118-
123.
Marmo, Liza dan Yvone D’Arcy. Trauma and Emergency Pain Management .
New York : Springer Publishin Company, 2013.
Megarani, Rizqi Respati Suci. “Strategi Pemberdayaan Santri di Pondok
Pesantren Hidayatullah Donoharjo Ngaglik Sleman Yogyakarta.” Skripsi
S1 Fakultas Dakwah, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga
Yogyakarta, 2010.
Mufiani, Iftahuul. “Mitos Mbah Bregas di Dusun Ngino Desa Margoagung
Seyegan Sleman Yogyakarta.” Skripsi S1 Faultas Ushuluddin dan
Pemikiran Islam Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta,
2014.
Mustaqimah, Umi. dkk. “Gambaran Pengetahuan tentang Dismenorea dan
Penanganan Dismenorea Pada Siswi MTs Ma’arif Nyatnyono Kabupaten
Semarang.” Akademi Kebidanan Ngudi Waluyo Semarang, 2012.
Narendra, Moersintowati, dkk. Tumbuh Kembang Anak dan Remaja. Jakarta :
Sagung Seto, 2010.
Nikmah, Mustafiqotun. “Hubungan Tingkat Stres dengan Gejala Gangguan
Pencernaan pada Santriwati Pondok Pesantren Sirojul Mukhlasin II
Payaman Magelang.” Skripsi S1 Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan, Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta, 2015.
Ningsih, Ratna. “Efektifitas Paket Pereda Terhadap Intensitas Nyeri Pada Remaja
Dengan Dismenore di SMAN Kecamatan Curup.” Tesis S2 Fakultas
Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia Depok, 2011.
Novia, Ika dan Nunik Puspitasari. “Faktor yang Mempengaruhi Kejadian
Dismenore Primer.” The Indonesian Journal of Public Health Vol 4, No.
2 (Maret 2008): h. 96-104.
Nursalam dan Kurniawati, Ninuk Dian. Asuhan Keperawatan Pada Pasien
Terinfeksi HIV/AIDS. Jakarta:Salemba Medika, 2007.
Nursalam. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan.
Jakarta : Salemba Medika, 2008.
Nuryani. “Studi Fenomenologi Pengalaman Mahasiswi Program Studi Ilmu
Keperawatan FK-UH Selama Mengalami Dismenore.” Skripsi S1
Fakultas Kedokteran, Universitas Hasanudin, Makasar, 2011.
Nuryaningsih, Siti. “Pengaruh Senam Dismenore Terhadap Tingkat Nyeri Haid
Pada Menarche Remaja Putri di MTs Tarbiyatl Mubtadin Wilalung
Kecamatan Gajah Kabupaten Demak.” Manuscript Skripsi S1 Fakultas
Ilmu Keperawatan dan Kesehatan, Uiversitas Muhammadiyah Semarang,
2013.
Ogunfowokan, Adesola A dan Oluwayemisi A. Babatunde. “Management of
Primary Dysmenorrhea by Scholl Adolescents in ILE-IFE, Nigeria.”
JOSN, Vol.26 No.2, (April 2010) : h. 131-136.
Oktasari, gayatri. dkk. “Perbandingan Efeketivitas Kompres hangat dan Kompres
Dingin Terhadap Penurunan Dismenorea Pada remaja Putri.” Skripsi S1
Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Riau, 2014.
Patruno, Joseph E. Dysmenorrhea. Dalam Deborah Ehrenthal, Paula Adams
Hillard, Matthew Hoffman, Menstrual Disorders : a Practical Guide.
USA : Versa Press, 2006 : h.97.
Pawito. Penelitian Komunikasi Kualitatif. Yogyakarta : LkiS, 2007.
Potter Perry. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses dan Praktik.
Jakarta : EGC, 2005.
Potter, Patricia A. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, dan
Praktik. Jakarta : EGC, 2012.
Price, Sylvia Anderson. Patofisiologi. Jakarta : EGC, 2012.
Prihatama, Palevi Yudha. dkk. “ Hubungan Antara Stress dan Dismenore pada
Siswi Kelas Tiga SMA Negeri 2 Ngawi.” Skripsi S1 Fakultas
Kedokteran, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2013.
Purwaningsih. dkk. Asuhan Keperawatan Maternitas. Yogyakarta : Nuha Medika,
2010.
Purwanti, Endang. dkk. “Faktor- Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian
Dismenore pada Siswi Kelas X di SMK NU Ungaran.” Tugas Akhir DIV
Kebidanan, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Ngudi Waluyo Ungaran,
2014.
Rahkma, Astrida. “Gambaran Derajat Dismenore dan Upaya Penanganannya Pada
Siswi Sekolah Menengah Kejuruan Arjuna Depok Jawa Barat”. Skripsi
S1 Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2012.
Roger P, Smith. “Managing Dsymenorrhea : Therapy for Pain Relief.”
Contemporary OB/GYN; (Apr 2015) : h. 18.
Ruly Darmawan. “Pengalaman, Usability, dan Antarmuka Grafis : Sebuah
Penelusuran Teoritis.” ITB J. Vis. Art & Des, Vol. 4 No. 2 (2013) : h. 95-
102.
Saguni, Fersta Cicilia Apriliani. dkk. Hubungan Dismenore dengan Aktivitas
Belajar Remaja Putri di SMA Kristen I Tomohon. Ejournal Keperawatan
(e-Kp) Volume 1, (Agustus 2013) : h. 1-6.
Sari, Diana. Dkk. “Hubungan Stres dengan Kejadian Dismenore Primer pada
Mahasiswi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas
Andalas.”Jurnal Kesehatan Andalas ;4 (2) (2015) : h. 567-570.
Schwarzer, R. Tenacious Goal Pursuits and Striving Toward Personal
Growth:Proactive Coping. Diakses dari
https://www.researchgate.net/publication/251415584_Tenacious_Goal_
Pursuits_and_Striving_Toward_Personal_Growth_Proactive_Coping
pada tanggal 19 Mei 2016 Pukul 08:51 WIB.
Sepfitri, Neta. “Pengaruh Dukungan Sosial terhadap Motivasi Berprestasi Siswa
MAN 6 Jakarta.” Skripsi S1 Fakultas Psikologi Universitas Islam
Negerei Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011.
Shosha, Ghada Abu. Employment Of Colaizzi”s Strategy In Descriptive
Phenomenology : A Reflection Of A Researcher. European Scientific
Journal Vol. 8, No. 27 (November 2012) : h. 31-43.
Silvana, Puti Dwi. “Hubungan Antara Karakteristik Individu, Aktivitas Fisik, dan
Konsumsi Produk Susu dengan Dysmenorrhea Primer Pada Mahasiswi
FIK dan FKM UI Depok.” Skripsi S1 Fakultas Kesehatan Masyarakat
Program Studi Gizi Universitas Indonesia Depok, 2012.
Silvana, Putri Dwi. “Hubungan Antara Karakteristik Individu, Aktivitas Fisik, dan
Konsumsi Produk Susu dengan Dysmenorrhea Primer Pada Mahasiswi
FIK dan FKM Depok tahun 2012.” Skripsi S1 Fakultas Kesehatan
Masyarakat Program Studi Gizi Universitas Indonesia Depok, 2012.
Sinha, Ruchi. “Prevalence of Dysmenorrhea and Its Impact on Quality of Life of
University Female Students”. Paripex Indian Journal of Research
Volume 4 Issue 10 (Oktober 2015) : h. 8-9.
Smith, Roger. Netter’s Obstetrics & Gynecology Second Edition. Philadelphia :
Saunders El-Sevier, 2008.
Soetjiningsih. Tumbuh Kembang Remaja dan Permasalahannya. Jakarta : CV.
Sagung Seto, 2007.
Stoppler, Melissa Conrad. (2014). “Menstrual Cramps Prevention.” Artikel
diakses pada tanggal 07 Januari 2016 Pukul 07:57 WIB dari
http://www.emedicinehealth.com/menstrual_pain/page10_em.htm#menst
rual_cramps_prevention
Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung :
Alfabeta, 2013.
Sultan, Charles, dkk. ”Adolescent Dysmenorrhea.” dalam Sultan C. Buku
Pediatric and Adolescent Gynecology : Evidence-Based Clinical
Practice. Germany : S.Karger AG, 2012 : h. 174-180.
Susilowati. “Perbedaan Efektivitas Susu danCokelat Terhadap Penurunan Skala
Nyeri Pada Remaja Putri Dismenore di SMAN 1 Unggaran.” Tugas
Akhir Program Studi Diploma IV Kebidanan STIKES Ngudi Waluyo
Ungaran, 2014.
Swarjana, I Ketut. Metodologi Penelitian Kesehatan (Edisi Revisi). Yogyakarta :
Andi, 2015.
Tjay, Tan Hoan dan Kirana Rahardja. Obat-Obat Penting : Kasiat, Penggunaan
dan Efek-Efek Sampingnya. Jakarta : Elex Media Komputindo, 2007.
Trisnawaty, Dian. “Hubungan TingkatPengetahuan Remaja Putri Tentang
Dismenorhea Dengan Motivasi Untuk Periksa Kepelayanan Kesehatan di
SMP Negeri 12 Makassar.” Skripsi S1 Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin Makasar, 2012.
Uliyah, Musrifatul dan A. Aziz Alimul Hidayat. Praktikum Keterampilan Dasar
Praktik Klinik : Aplikasi Dasar-Dasar Praktik Kebidanan. Jakarta :
Salemba Medika, 2008.
Utami, Vida Wira dan Meta Prastika. Hubungan Pengetahuan Tentang Dismenore
Dengan Perilaku Pencegahannya Pada Remaja Putri Kelas X dan XI di
SMA Gajah Mada Bandar Lampung. Jurnal Kebidanan Vol 1, No 1,
(Februari 2015) : h.5-8.
Utami, Vida Wira dan Meta Prastika. Hubungan Pengetahuan Tentang Dismenore
Dengan Perilaku Pencegahannya Pada Remaja Putri Kelas X dan XI di
SMA Gajah Mada Bandar Lampung Tahun 2014. Jurnal Kebidanan Vol
1, No. 1 (Februari 2015) : h. 5-8.
WHO. “Adolescent Development.” Artikel diakses pada tanggal 27 Oktober 2015
dari
http://www.who.int/maternal_child_adolescent/topics/adolescence/dev/e
n/
Wilis, Anggi Retno. “Pengaruh Pemberian Air Rebusan Jahe Terhadap Intensitas
Nyeri Haid Pada Mahasiswa Semester 7 STIKES Aisyiyah Yogyakarta.”
Skripsi S1Program Studi Ilmu Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Aisyiyah Yogyakarta, 2011.
Women’s Health Program, Monash University . “Menstrual Cycle Problems”.
Artikel diaksees pada tanggal 05 Januari 2016 pukul 19:02 WIB dari
http://med.monash.edu.au/sphpm/womenshealth/docs/menstrual-cycle-
problems.pdf
Yani, Achir . Bunga Rampai Asuhan Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta :
EGC, 2008.
Yasir, Saadia. dkk. Frequency of Dysmenorrhea, It’s Impact and Management
Strategies Adopted By Medical Students. J Ayub Med Coll Abbottabad
Vol 26 (2014) : h. 349-352.
Yuniarti, Tri. dkk. “Hubungan Tingkat Pengetahuan Mahasiswa Semester I
Tentang Menstruasi Dengan Penanganan Dismenore di AKPER
Mamba’ul Ulum Surakarta.” JK eM-U, Volume IV, No. 12, (2012) : h.
18-25.
FORMAT PENJELASAN PENELITIAN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : Nur Cita Qomariyah
NIM : 1112104000041
adalah mahasiswi Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta, akan melakukan penelitian tentang “Studi
Fenomenologi Pengalaman dan Mekanisme Koping (upaya penanganan) Nyeri
Menstruasi pada Santriwati Pondok Pesantren An-Nahdlah Pondok Petir Depok”.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengeksplorasi pengalaman dan mekanisme
koping (upaya penanganan) santriwati yang pernah mengalami nyeri menstruasi.
Selain itu, penelitian ini merupakan bagian dari persyaratan untuk menyelesaikan
Program Pendidikan S1 peneliti di Program Studi Ilmu Keperawatan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan
wawancara mendalam. Untuk mencegah adanya data yang hilang, peneliti
menggunakan alat bantu untuk merekam dan bila dibutuhkan informasi tambahan,
dimohon kesediaan partisipan untuk melakukan wawancara tambahan. Sebelum
dilakukan wawancara akan dijelaskan maksud dan tujuan penelitian dan
penandatanganan persetujuan menjadi partisipan.
Peneliti menjamin bahwa semua informasi yang berkaitan dengan identitas
partisipan dan data yang diperoleh akan dirahasiakan dan hanya akan diketahui
oleh peneliti. Hasil penelitian akan dipublikasikan tanpa identitas asli partisipan.
Melalui penjelasan singkat ini, besar harapan peneliti agar Saudari bersedia
menjadi partisipan dalam penelitian ini. Atas partisipasi dan kerjasama dari
Saudari, peneliti mengucapkan terima kasih.
Depok, ........................
Nur Cita Qomariyah
LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI PARTISIPAN PENELITIAN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama :
Usia :
No. Telp/Hp :
Menyatakan bahwa :
Saya bersedia menjadi partisipan pada penelitian yang bertujuan menggali
pengalaman dan mekanisme koping (upaya penanganan) nyeri menstruasi pada
santriwati, yang dilakukan oleh NUR CITA QOMARIYAH sebagai mahasiswi
Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
Saya telah mendapat penjelasan dari peneliti tentang tujuan penelitian ini.. Saya
mengerti bahwa data mengenai penelitian ini akan dirahasiakan. Semua berkas
yang mencantumkan identitas responden hanya digunakan untuk penelitian.
Saya mengerti bahwa tidak ada resiko yang akan terjadi. Apabila ada pertanyaan
dan respon emosional yang tidak nyaman atau berakibat negatif pada saya, maka
peneliti akan menghentikan menghentikan pengumpulan data dan peneliti berhak
memberikan hak kepada saya untuk mengundurkan diri dari penelitian ini tanpa
resiko apapun.
Demikian surat pernyataan ini saya tandatangani tanpa suatu paksaan. Saya
bersedia untuk menjadi responden dalam penelitian ini secara sukarela.
Depok, .........................
Partisipan
........................................................
(Nama Jelas)
PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM
I. Petunjuk Umum
a. Tahap perkenalan
b. Ucapkan terimakasih kepada informan atas kesediaan dan waktu yang
telah diluangkan untuk pelaksanaan wawancara
c. Jelaskan maksud dan tujuan wawancara mendalam
II. Petunjuk wawancara mendalam
a. Wawancara dilakukan oleh seorang pewawancara
b. Informan bebas menyampaikan pengalaman , pendapat dan saran
c. Pengalaman, pendapat dan saran informan sangat bernilai
d. Tidak ada jawaban yang benar atau salah
e. Semua pengalaman, pendapat dan saran akan dijaga kerahasiaannya
f. Wawancara ini akan direkam dengan tape recorder untuk membantu
dalam penulisan hasil
III. Pelaksanaan wawancara
A. Perkenalan
Identitas informan
Nama (inisial) :
Usia :
Jenis kelamin :
Pendidikan :
B. Wawancara
1. Apa yang anda ketahui tentang nyeri menstruasi ? Kira-kira
penyebabnya apa? Darimana anda mendapatkan informasi tersebut
?
a. Coba ungkapkan apa yang anda rasakan saat mengalami
nyeri menstruasi? Apa makna atau arti nyeri menstruasi
bagi anda ?
b. Selain anda, adakah anggota keluarga lain yang pernah
mengalami nyeri menstruasi sebelumnya ? jika ada, siapa
yang mengalami nyeri menstruasi tersebut ?
2. Bisa anda ceritakan bagaimana pengalaman yang anda rasakan saat
nyeri menstruasi mulai dari pertama kali anda mengalami sampai
perubahan-perubahan yang dirasakan ? respon lingkungan sekitar
saat anda mengalami nyeri menstruasi serta adakah mitos-mitos
terkait nyeri menstruasi?
3. Bisa anda ceritakan apa yang anda lakukan untuk mengurangi nyeri
menstruasi yang anda rasakan ? apakah cara tersebut efektif untuk
mengurangi nyeri yang anda rasakan ? dari mana anda tau tentang
penanganan nyeri menstruasi tersebut?
a. Apakah anda saat mengalami nyeri menstruasi pernah
melakukan pengobatan? Berapa kali anda pernah
melakukannya? Apa yang mereka berikan dan sarankan kepada
anda?
4. Dukungan apa saja yang anda dapatkan ketika mengalami nyeri
menstruasi? Siapa yang memberikan dukungan tersebut ? bentuk
dukungan tersebut seperti apa ?
5. Apa persiapan yang anda lakukan untuk mencegah nyeri
menstruasi tersebut timbul? darimana anda mengetahui cara
tersebut? efektifkah cara tersebut untuk mencegah terjadinya nyeri
menstruasi? coba jelaskan bagaimana cara tersebut efektif
mencegah terjadinya nyeri menstruasi?
NO. PERTANYAAN I 1 I 2 I 3 I 4 I 5 KESIMPULAN
1. Pengertian nyeri
menstruasi
Nyeri pas saat
lagi haidh awal-
awal dan rasanya
gak enak serta
ganjel
Pas darah lagi
banyak-
banyaknya keluar
nyeri menstruasi
itu kayak sembelit
di perut yang
benar-benar sakit,
menurut vika itu
mungkin karena
penggerusan
darah dari Rahim
kita
guguran darah
didalam rahim
kan, karena
dinding rahim
yang tidak
dibuahi sel
sperma jadinya
meluruh dan itu
yang membuat
nyeri
- Tiga dari lima
mengatakan
bahwa pengertian
haidh yaitu
guguran darah
dalam rahim,
karena dinding
rahim tidak
dibuahi
- Satu dari lima
mengatakan
bahwa pengertian
dismenore adalah
nyeri pada
permulaan haidh
- Satu dari lima
mengatakan
bahwa pengertian
TABEL PENGELOMPOKAN HASIL WAWANCARA
dismenore yaitu
nyeri yang rasanya
seperti sembelit di
perut dan sakit.
2. Penyebab nyeri
menstruasi
Katanya ee apa
kecapean dan gak
makan terus kena
angin
karena lagi
banyak-
banyaknya (darah
keluar),,
meluruh gitu,
dinding sel nya
menurut vika itu
mungkin karena
penggerusan
darah dari Rahim
kita
karena dinding
rahim yang tidak
dibuahi sel
sperma jadinya
meluruh dan itu
yang membuat
nyeri
- Empat dari lima
mengatakan
bahwa penyebab
nyeri menstruasi
yaitu meluruhnya
dinding rahim
- Satu dari lima
mengatakan
bahwa penyebab
dismenore adalah
kecapean
3. Tau informasi itu
dari mana
Informasi dari
kakak CSS
MoRA dan Guru
Biologi
Persepsi saya
sendiri saja
Dari pelajaran,
nanya ke guru
biologi,
Nanya temen, dan
guru
Belajar pas waktu
SD kelas 6,
belajar alat
reproduksi
- Tiga dari lima
mengatakan
mendapat info
dari guru
- Duadari lima
mengatakan
info didapat
dari mata
pelajaran
- Satu dari lima
mengatakan
bahwa apa yang
ia ketahui ttg
dismenore
berasal dari
dirinya sendiri
4. Menurut kamu
makna dari nyeri
menstruasi
Nyeri yang gak
menyenangkan
dan menakutkan,
kalo katanya
sering nyeri haidh
itu, katanya
dalemnya
Nyeri menstruasi
adalah hal yang
gak enak,
Gak enaknya ya
karena sakit itu,
jadi apa ya ke
ganggu gitu loh,
Menyusahkan
yang gimana
ya,,yang
mengganggu
kegiatan, begitu,
kalo negatif, saya
takut, takut
banget, saya takut
kanker rahim, tapi
kalo positifnya
saya mikir, berarti
saya subur,
Nyeri menstruasi
itu sakit tapi
wajar
- Dua dari lima
mengatakan
bahwa makna
dismenore
adalah sesuatu
yang sakit
- Dua dari lima
bermasalah
fokusnya
berkurang karena
ngerasain sakit itu
mengatakan
bahwa
dismenore
adalah nyeri
yang tidak
menyenangkan
dan
menakutkan
- Satu dari lima
mengatakan
bahwa makna
dismenore
adalah sesuatu
yang
mengganggu
5. adakah anggota
keluarga lain yang
pernah mengalami
nyeri menstruasi
gak ada deh,, saya
aja
mama saya juga
gak , Mama dulu
biasa aja keluar
paling pegel-
pernah liat
mamah, sakit juga
kayak gitu, kalau
lagi menstruasi
ibu saya pernah,
pernah cerita,
kalo biasa , kalo
mama juga sering
Mama sih enggak - Dua dari lima
mengatakan
tidak ada
rwayat
sebelumnya pegelnya gitu banget,
dismenore
- Tiga dari lima
mengatakan ada
riwayat
dismenore
6. Kapan anda
pertama kali
mengalami nyeri
menstruasi
semenjak kelas
tiga (Aliyah),
saya mulai
merasa nyeri
haidh itu mulai
ada
pas udah mulai
aliyah kelas dua
akhir, itu udah
mulai sakit
Pertama kali
menstruasi (usia
12) awalnya
bingung, sakit
perut tapi mau
dikeluarin BAB
gitu gak bisa
kelas 10
kayaknya udah
mulai tapi jarang.
Tapi yang bener
bener sering dan
sangat sangat
sakit itu kelas 11
Haidh pertama
kali kelas 6 SD
Pertama kali
haidh, sakit
banget perutnya
udah gitu lemes.
Lemes kayak
males ngelakuin
apa-apa dan
maunya tidur
Hari kedua mulai
sembilang hingga
hari ke-4 (nyeri
menstruasi)
- Dua dari lima
mengatakan
bahwa
dismenore
dimulai dari
usia 12 tahun
- Tiga dari lima
mengatakan
bahwa
dismenore
dimulai dari
kelas 10-12
aliyah
7. Gejala apa saja
yang anda rasakan
saat mengalami
nyeri menstruasi ?
Gejala yang
dirasakan hanya
nyeri saja
perut gak enak
banget ya,, makan
juga gak enak,
kalo pas kaki
pegel itu pas awal
mau haidhnya
paling kadang (di
sini ni) sakit,
daerah punggung
panas
pinggangnya
nyeri, kayak pegel
banget
Sering kecapean
dan bawaannya
males
(sebelum
menstruasi)
- Satu dari lima
mengatakan
hanya nyeri
saja
- Satu dari lima
mengatakan
nafsu makan
menurun
- Satu dari lima
mengatakan
bahwa gejala
yang dialami
yaitu nyeri
pinggang
- Satu dari lima
mengatakan
kaki pegal
- Satu dari lima
mengatakan
bahwa
badannya pegal
8. Berapa lama nyeri
menstruasi yang
pernah anda rasakan
Nyeri pas
menstruasi awal
hingga kedua,
Pas bulan ini aja
saya ngerasain
nyerinya itu pas
dari sebelum
haidh dan sampek
haidh hari kedua
Biasanya 2
sampai 3 sih, 2
hari biasanya 2
hari
Kalo sering ya
disminorenya
sampai 2 hari atau
3 hari. Paling
lama 3 hari
Nyeri pada hari
kedua dan ketiga
- Tiga dari lima
mengatakan
lama nyeri
yaitu 1-3 hari
- dua dari lima
mengatakan
bahwa lama
nyeri yaitu hari
kesatu – kedua
9. Bagaimana nyeri
menstruasi tersebut
muncul ?
Yang dirasakan
saat nyeri yaitu
sakit banget,
kalo seandainya
nih pertamanya
kita terlentang
nih, sakit, lama-
lama udah gak
Nyeri muncul
terus-terusan
Bertahap sih, dari
mulai biasa dulu,
puncaknya nanti
dua hari pas
haidhnya
Sakit banget pagi
pagi sampai siang
baru entar agak
agak ilang
Kadang nyerinya
itu pagi ntar
siangnya udah
nggak, ntar
sorenya nyeri ntar
malemnya nggak,
terus besok pagi
nyeri siangnya
- tiga dari lima
mengatakn
bahwa nyeri
hilang timbul
satu dari lima
mengatakan
bahwa nyeri
muncul
sakit , Saat dibuat
bergerak sedikit,
sakitnya muncul
lagi, lalu ilang
nggak bertahap
satu dari lima
mengatakan
bahwa nyeri
muncul secara
terus menerus
10. Pada daerah mana
nyeri menstruasi itu
terjadi ?
Daerah Kiri, eehh
pokoknya sini deh
(menunjuk perut
bagian bawah)
Nyerinya itu
pegel, disininya
(perut bawah)
sama di kemaluan
itu pegel gitu
kalo pas kaki-kaki
pegel itu pas awal
mau haidhnya itu
Di perut bagian
bawah
Daerah yang.
Saya bingung
jelasinnya itu
lambung atau apa.
Pokoknya daerah
perut, secara
umumnya perut .
dibagian bawah
Diatas Rahim pas,
Di tengah-tengah,
Disini (menunjuk
perut bagian
bawah) sama di
belakang
(menunjuk
pinggang)
- lima partisipan
mengatakan
bahwa nyeri
terletak di
daerah perut
bagian bawah
- satu dari lima
mengatakan
bahwa nyeri
terletak di
daerah pinggul
- satu dari lima
partisipan
mengatakan
bahwa lokasi
nyeri terdapat
di daerah
kemaluan
11. Menurut anda, nyeri
menstruasi yang
anda rasakan
termasuk berat,
sedang atau ringan ?
jika saya berikan
rentang skala 1-10,
1-3 ringan, 4-6
sedang, 7-10 berat ,
ada direntang mana
tersebut berada
Kayaknya tiga
deh, masih ringan
sih, masih bisa
dipake, apa-apa
kok
Yang tiga eeh
berapa sih, yang
berat sama yang
sedang
Eeeehhhm tujuh,,
Iya sakit banget,
soalnya
8 mungkin, 8 9 10
heem pernah
ampe sakit yang
sampe nangis g
bisa ditahan
Sedang, 5 - satu dari lima
mengatakan
bahwa skala
nyeri ringan
- satu dari lima
menyatakan
neyri sedang
- tiga dari lima
menyatakan
nyeri berat
12. kalo dari pola tidur
sendiri itu ada
perubahan gak ?
Mungkin pas
awal-awal mau
tidur gitu, pas
Kalo pola tidur
sih biasa aja,
mungkin pas mau
Nggak, malah
bertambah
biasanya,
Kalo aku sih gak
pernah keganggu
sih kak, kalo
Lebih cenderung
tidur
- Dua dari lima
partisipan
mengatakan
baru mau tidur itu
kan masih berasa
sakit, rada lama
tidurnya karena
masih berasa sakit
tidurnya gitu pas
hari pertama dan
kedua, kadang
susah
sama tidurku, lagi
pula
dismenorenya gak
pernah malem
kan kak, jadi tidur
ya tidur aja, tapi
pas lebih sakit
gitu, aku lebih
milih tidur sih kak
bahwa
mengalami
susah tidur saat
dismenore
- Tiga dari lima
mengatakan
bahwa merasa
lebih ingin tidur
saat dismenore
13. Kalo dari pola
makan sendiri ada
perubahan gak dek
?
Iya,, kalo lagi
nyeri itu gak
nafsu banget,
kadang-kadang
kan siapa tau itu
gangguan karena
kurang makan,
tapi dipaksain,
tapi emang gak
nafsu banget
Iya,, dari pola
makan itu eee
karena gak enak
kan makannya,
kalo ditawarin
makan ya iya
entar, iya entar
gitu, paling kalo
bener-bener
berasa laper
Biasanya gak
nafsu, gak nafsu
makan, Biasanya
kan tiga kali,
paling kalo itu
dua kali sehari,
itu pun ga abis
biasanya,
Gak, Saya aja
sakit tipes aja
banyak makan
hahaha
Nggak ada mbak,
kalau lagi haid
malah kadang
makannya banyak
- Dua dari lima
partisipan
mengatakan
bahwa makan
semakin
bertambah saat
dismenore
- Tiga dari lima
mengatakan
bahwa nafsu
pokoknya, banget gitu, baru
dipaksain makan
makan menurun
14. Kalo dari segi
emosi ada
perubahan gak,
gara-gara nyeri
menstruasi itu
Tapi mungkin
kalo mau haidh
nya itu, baru kalo
sedih-sediiih
bawaannya, kalo
marah-maraaaah
aja bawaannya,
Itu kan sebelum
haidh ya,, tapi
kalo saat haidh?
Nggak,
Oh iyaa mungkin,
eeee lebih sering
menyendiri, tapi
kalo kadang tapi
kalo diem gitu
lebih kerasa
banget kan
nyerinya, jadi
ikutan ngobrol
gitu, ikut lihat
TV, ikut
komentar-
komentar ama
temen-temen gitu,
Biasanya lebih
tinggi,
Iyaa,,, kalo
misalkan lagi
sakit, tiba-tiba ada
temen ketawa-
ketawa, biasanya
sering marah,
pokoknya hal
biasa jadi
dipermasalahkan,
Dismenore itu
mungkin agak,
saya sih gak
terlalu orang yang
baper ya kak,
yang selalu
marah-marah
gara-gara PMS,
kan orang
ngomongnya
kayak gitu ya,,
kalo saya biasa
aja ya kak, marah
karena pengen
marah aja, bukan
karena lagi sakit,
cuman kadang
Perubahannya itu
jadi suka sensitif,
suka marah-
marah, baper atau
jadi males gerak.
- Empat dari lima
partisipan
mengatakan
bahwa mereka
lebih sering
marah saat
dismenore
- Satu dari lima
partisipan
mengatakan
bahwa
santriwati leih
cenderung
sendiri saat
dismenore
kalo lagi, yaaa
emang bener sih
kadang kalo
bener-bener nyeri
banget, terus
berisik orang , itu
kan pasti suka,
berisik anget
siiih,, agak-agak
gitu, gak pernah
yang istilahnya,
psikologis
terganggu itu
enggak, biasa aja,,
15. Perubahan aktivitas
apa yang anda
rasakan saat nyeri
menstruasi ?
Iya sih,
berkurang, kan
bawaan badannya
gak enak, jadi
lebih males, kalo
lebih mengurangi
aktivitas-aktivitas
yang kiranya
bikin sakit banget
Biasanya sebelum
menstruasi itu
aktif, tapi pas lagi
menstruasi itu
dikurangin,
Ya Pasti jadi lebih
sering emosi,
karena kita itu
sakit dari dalam,
kita doang yang
Awalnya aktif
jadi berkurang
Biasanya kan
kalau aku aktif
- Lima partisipan
mengataakan
mengalami
penurunan
aktivitas saat
mau ngapa-
ngapain kan nyeri
gitu, tapi kan
tetep sih, Cuma
berkurang gitu aja
soalnya masih
kebawa sakit
juga,,,
Aktif soalnya kan
setiap hari itu
kegiatan full,
semuanya itu bisa
diikuti, tapi kalo
lagi menstruasi
itu, bawaannya
sakit, jadi males
ngerasain,
nyerinya itu
sendiri, nyerinya
itu sampai melilit-
melilit, yang
ganggu
konsentrasi,
kenyamanan kita
saat belajar,
beraktivitas, jelas
yang paling
sering sih
konsentrasi
Kalo ngambil
makan, mah
pernah sih sekali
dua kali doang,
gak, jarang,
dikelas, nanya,
jawab. Ini enggak
mager. Kalo haid
duduk terus
berdiri kaya
ngalir darahnya.
Jadi kalau berdiri
males.
dismenore
soalnya siang itu
jarang sakit, jadi
masih bisa
sendiri, tapi kalo
males, emang
sengaja dibiarin,
minta tolong
ambilin siapa gitu
buat ngambilin
makan
16. Dari segi proses
belajar sendiri, ada
perubahan gak?
Kebetulan sih gak
pernah kalo pas
dikelas, paling
kayak gitu,
sampek sakit, gak
masuk itu
pernah,,,
Mungkin
fokusnya agak
lebih berkurang
aja, cuman dulu
kan Cuma
ngerasa perut gak
enak aja, gak
sampek sakit,
Iyaa ada biasanya
kalo lagi
menstruasi,
setelah sakit itu
biasanya masih
kebawa juga, tiba-
tiba lagi belajar,
sakit perutnya
gitu
Ya Pasti jadi lebih
sering emosi,
karena kita itu
sakit dari dalam,
kita doang yang
ngerasain,
nyerinya itu
sendiri, nyerinya
itu sampai melilit-
kalau konsentrasi
biasa aja, tapi
kalau maju ke
depan atau jawab
pertanyaan itu
agak males,
karena males
berdirinya males
buat jalannya
- Tiga dari lima
partisipan
mengatakaan
bahwa mereka
mengalami
penurunan tingkat
konsentrasi belajar
saat dismenore
- Satu dari lima
Berpengaruh ke
konsentrasi
belajar atau tidak
?
Iya, Berpengaruh,
melilit, yang
ganggu
konsentrasi,
kenyamanan kita
saat belajar,
beraktivitas, jelas
yang paling
sering sih
konsentrasi
partisipan
mengatakan
bahwa ia pernah
tidak mengikuti
kegiatan sekolah
- Satu dari lima
partisipan
mengatakan
bahwa konsentrasi
belajar saat
dismenore tidak
mengalami
perubahan
17. Pernah tidak hadir
di sekolah atau
kegiatan pondok
gara-gara nyeri
menstruasi ?
Kebetulan sih gak
pernah kalo pas
dikelas, paling
kayak gitu,
sampek sakit, gak
masuk itu
Gak,
alhamdulillah gak
iya sih iya,
soalnya kalo ada
kegiatan terus
sakit, juga
biasanya gak
ikut,,
Cuman saya pas
kelas 3 ni gak
mau buang buang
waktu. Cuman
waktu kelas 11
saya pernah
Alhamdulillah
bisa (mengikuti
kegiatan sekolah
dan pondok) dan
belum pernah izin
- Tiga dari lima
partisipan
mengatakan
pernah tidak
mengikuti
pelajaran saat
pernah,,,
Sehari kayaknya
Ya gak sering lah
kak, jarang lah
Ya kalo malem
paling itu, kan
sakitnya dari pagi,
kan sampek
malem, ya ampek
sehari kan , gak
ikut, mungkin
bahasa atau apa
gitu gak ikut
beberapa kali aja
nggak ampe
dibawa sering
mungkin 2 3 kali
dismenore
- Dua dari lima
partisipan
mengatakan
bahwa mereka
tetap mengikuti
kegiatan sekolah
meskipun
mengalami
dismenore
18. Respon temen-
temen atau
lingkungan sekitar
Yaa ada ya,,
beberapa temen
yang lebih parah,
Karena saya kan
ini ya,, kalo
misalnya sakit,
Ya biasanya
diwajarin, soalnya
lagi sakit juga,
Mungkin itu
sudah menjadi hal
yang biasa
Masalahnya kan
temen juga gitu
kalau lagi haid,
- Dua dari lima
partisipan
mengatakan
saat tau putri
mengalami nyeri
menstruasi itu apa?
paling temen-
temen ngebantuin
ngasih air anget,
sama beliin susu
bear brand itu kan
katanya bisa
ngurangi
katanya,,
gak langsung
bilang sakit
banget, cuma
ngeluh-ngeluh
gitu aja,,
maksudnya gak
nyampek apa ya,,,
eee mengasih tau
kalo lagi sakit
banget gitu, jadi
mereka ya cuman
menyarakan
untuk minum air
hangat dan
istirahat kayak
gitu,,
Biasanya mereka,
pas aul lagi sakit
itu diambilin
makan, diambilin
minum, atau
ditawarin apa gitu
biar aul juga bisa
makan,
diantara kita, jadi
lebih yang
disminore yang
ngerti lingkungan,
lingkungan mah
slow aja, yaelah
udah biasa sih,
disminore, bukan
aku doang, semua
rata-rata udah
disminore, dan
mereka udah
pernah ngerasain
sakitnya apa,
mungkin yang
belum pernah
ngerasain, bilang
sabar ya vik, aku
belum pernah
baper. Yaudah
biar aja baper
nanti juga balik
sendiri
bahwa teman
sebaya nya
cenderung
membantu dalam
kegiatan sehari-
hari
- Satu dari lima
partisipan
mengatakan
bahwa temannya
lebih cenderung
memberikan saran
untuk
mengkonsumsi air
hangat untuk
mengurangi nyeri
- Dua dari lima
partisipan
mengatakan
ngerasain, simpati
doang, sekedar
simpati, cuman
dalam hal action
mah gak,
mungkin karena
hanya memberi
nasehat gitu
Ntu vik,, eeee apa
namanya, minta
teh panas di bude,
mau aku ambilin
teh panas di bude
gak, atau aku
ampek kayak gini,
aku ngomong
kayak gini ke
temen, aku ke
bahwa temannya
lebih cenderung
untuk memberikan
support dan
menampilkan rasa
empati
rumah sakit aja
ya, kalo aku
kenapa-kenapa
gimana, ampek
kanker rahim, aku
pernah berfikiran
kayak gitu kak,
saking sakitnya
itu, itu sakit
banget tau gak,
iya vik gak papa
udah biasa,
19. kamu pernah denger
gak pantangan-
pantangan yang gak
boleh dilakukan
saat nyeri
menstruasi atau
menstruasi itu
Itu sih, katanya
jangan makan
nanas, nanti
becek, jangan
minum es, nanti
katanya bisa beku
nanti kan
Karena eee gak
tau, paling
awalnya dari
mana gitu, taunya
kalo lagi haidh itu
jangan minum es,
takutnya
Aul sih pernah
denger dari kakak
kelas, itu katanya
gak boleh minum-
minuman yang
dingin,
Itu ees,
Katanya sih dia
bakal
membekukan,
darah yang di
dinding rahim
Jarang sih, Cuma
taunya kalo lagi
disminore kaya
mau lahiran. Kalo
lagi disminore
jangan minum air
dingin
- Satu dari lima
mengatakan
bahwa tidak
diperbolehkan
makan rujak
karena takut
becek
sendiri? seharusnya
lancar, malah jadi
terhambat,
didalamnya itu
darahnya jadi
beku, eee kalo
kayak gitu terus-
terusan lama-lama
bisa jadi kanker
serviks, nah dari
situ gak pernah
minum es saat
lagi haidh,
Alasannya
katanya entar jadi
beku darahnya,
abis itu
makanannya lebih
dibanyakin makan
sayur juga,,,
udaaah
kita itu bakal
nempel, di
dinding rahim dan
itu bakal
menyebabkan
kanker, tapi saya
masih sering
kayak gitu,
semenjak itu tau
benar-benar fakta
yang mengerikan,
itu udah diusahain
gak minum es pas
lagi haidh,
kenapa nggak
boleh minum air
dingin katanya?
Nggak tahu,
denger denger
doang kak
- Lima dari
partisipan
mengatakan
bahwa tidak
boleh
mengkonsumsi
air dingin atau
es saat
menstruasi
20. Terus yang
dilakukan untuk
mengurangi nyeri
apa?
ngebantuin ngasih
air anget, sama
beliin susu bear
brand itu kan
Kalo saya
biasanya minum
air hangat, kadang
suka eee masukin
Selain tidur, udah
sih, biasanya
soalanya kalo
mau minum obat,
Tidur, paling gak
itu nge, nge apa
sih namanya kak,
ngeringkuk, iya
kalau aku
biasanya dibawa
tidur terus
didiemin aja kak
- Empat dari lima
partisipan
mengatakan
bahwa mereka
katanya bisa
ngurangi
katanya,,
Mungkin
dipaksain makan,
walau gak nafsu
harus dipaksain,
harus ada yang
masuk meskipun
dikit harus tetep
makan.
air hangat ke
botol, kalo gak
plastik, terus
ditaruh disini
(menunjuk perut
bawah) diteken-
teken gitu
buat istirahat aja
ibu saya kalo
misalkan lagi
sakit-sakit gitu,
suka nyaranin,
minum air jahe,
air jahe anget,
juga bingung mau
minum obat apa
kan , biasanya ada
kayak obat kiranti
atau gitu
biasanya, itu kata
mama udah
jangan entar
malah
ketergantungan
jadinya.
ditahan,
pokoknya
diteken,
Beraktivitas kalo
lagi gak sakit
banget,
Paling Cuma kalo
lagi sakit banget
dibawa tidur, tapi
kalau sakitnya
biasa didiemin
aja. Kalau aku
Cuma duduk
diem jadinya
malah kerasa,
jadinya aku bawa
jalan, enjoy aja
sama temen
temen
memilih untuk
tidur saat
mengalami
dismenore
- Dua dari lima
menggunakana
kompres dan
minum air hangat
untuk menurunkan
nyeri
- Satu dari lima
partisipan
mengkonsumsi
rebusan jahe
hangat untuk
menurunkan nyeri
- Dua dari lima
partisipan
mengkonsumsi
susu untuk
menurunkan nyeri
- Dua dari lima
melakukan
aktivitas untuk
menurunkan nyeri
- Satu dari lima
partisipan tidur
dengan posisi
meringkuk untuk
menurunkan nyeri
21. Dari cara tersebut,
lebih efektif yang
mana ?
Minum susu,
he’eh karena
sugesti kali ya,
terus jadi enak
gitu kalo abis
minum susu
Lumayan,
berkurang
Eeeeeeemmmm
mendingan
kompres,
P:
Lebih efektif
tiduran sih
Aktivitas, bisa
bikin lupa
Jadi kalau pas
bangun tidur udah
nggak sakit, kalau
dibawa keluar
sama temen
nggak kerasa
sakitnya, entah
kita ngobrol atau
- Satu dari lima
partisipan
mengatakan
minum susu lebih
efektif
- Satu dari lima
mengatakan
kompres hangat
jalan jalan sama
temen temen.
Nggak dirasa
banget sakitnya
lebih efektif
- Dua dari lima
partisipan
mengatakan tidur
lebih efektif
- Dua dari lima
mengatakan
bahwa aktivitas
lebih efektif
menurunkan nyeri
22. tau dari mana
informasi tentang
cara mengurangi
nyeri tersebut ?
Kalo minum susu,
kata temen yang
lebih parah itu,
awalnya sih
kiranti juga,
pereda haidh juga,
tapi takut, kalo
minum gitu-gitu
jadi minum susu
ibu saya kalo
misalkan lagi
sakit-sakit gitu,
suka nyaranin,
minum air jahe
eee mengasih tau
kalo lagi sakit
banget gitu, jadi
Mereka ngasih
saran-saran gak
untuk gimana
cara nguranginya?
I: Iya, biasanya
minum susu bear
brand
(TEMAN)
Itu lebih kayak
kebiasaan,
maksudnya apa
ya, karena saya
sering melakukan
itu, jadi saya
menyimpulkan
seperti itu,
Nggak dari mana-
mana sih kak.
Aku biasanya aja.
Emang waktu dari
kelas 6 haid
dibawa tidur aja
- Tiga dari lima
partisipan
mengatakan
mendapatkan
informasi dari
teman
- Tiga dari lima
partisipan
mengatakan
aja
mereka ya cuman
menyarakan
untuk minum air
hangat dan
istirahat kayak
gitu,,
Aul tau informasi,
tadi kan kalo bear
brand dari temen,
kalo yang tiduran
buat ngilangin
nyeri itu taunya
dari mana?
Aul sendiri, aul
ngerasaiinnya
kayak gitu,
mendapatkan
informasi dari
pengalaman
mereka
- Satu dari lima
mengatakan
mendapatkan
informasi dari
ibu
24. kalo selama nyeri
mentruasi pernah
melakukan
pemeriksaan ke
tenaga kesehatan
gak ? Alasannya ?
Gak pernah,
Soalnya apa ya
nggak, nggak,
menurut putri
masih ringan gitu
kak, karena belum
parah , terus juga
Nggak,
Yaaaaaa
alasannya sih yaa
mikirnya kayak
itu wajar aja gitu,
emang kalo hari
awal-awal haidh
Gak pernah,
Soalnya katanya
itu biasa, emang
lagi mentsruasi
itu kayak gitu,
sakit gitu
Gak, kata mama
mah lebay,
padahal aku juga
udah takut kayak
gimana, eh malah
kata mama gak
teh lebay, mama
Nggak Pernah,
ya gpp,
menurutku biasa
kalo cewek haid,
atau dari cewek
cewek di sekolah
juga kan pernah
- Lima partisipan
mengatakan
tidak pernah
melakukan
pemeriksaan
pada pelayanan
kesehatan
gak sering banget
sih, gak mesti
satu bulan sekali,
jadi masih biasa
aja
itu emang kayak
gitu,
juga biasa kayak
gitu, temen-
temenku juga
bilang lebay
kayak gitu, mita
juga bilang kayak
gitu,
disminore.
25. lalu pencegahan
yang putri lakukan,
agar nyeri yang
dirasakan tidak
berlebihan itu apa?
Gak, pas lagi
mens doang gitu,
pas sebelum mens
gak sih,
Ya emang nggak,
gak tau
(partisipan
tertawa), kan apa
ya, ya pas lagi
haidh itu sebisa
mungkin dicegah,
Untuk mencegah
gitu ya....
eeemmmm gak
kayaknya soalnya
mau nyegahnya
kayak gimana,
pasti itu timbul-
timbul sendiri
Biasanya ikut
kegiatan itu
doang sih,
Gak ada, trus
bingung sendiri,
kalo nyeri mah
terima aja, tidur
gitu, udah gitu
doang, kalo
nyerinya gak
parah, mending di
fresh care
perutnya, itu
kayaknya gak tau
deh saya sih di
Nggak pernah,
bingung
nyegahnya
gimana kak
- Empat dari lima
partisipan
mengatakan
tidak pernah
melakukan
pencegahan
terhadap
dismenore
- Satu dari lima
partisipan
mengatakan
melakukan
kan sakitnya pas
lagi haidh,
jadinya putri
mikirya ya
makanya tiap hari
sih harusnya
teratur, tapi pas
lagi haidh itu
usahakan awal-
awal itu jangan
sampai kosong,
terus minum susu
itu, biar lebih
enak badannya
fresh care in, kalo
pegel nyeri, kasih
bantal
belakangnya,
terus besok
paginya pegel,
heheh
aktivitas untuk
mencegah
dismenore
26. Kalo pas kamu
mengalami nyeri
menstruasi dirumah,
respon dari ibu
gimana ?
Ya itu sih, suruh
istirahat gitu, gak
boleh ngangkat
berat-berat, atau
apa gitu, biar
Eeemmm ini sih,
ibu saya kalo
misalkan lagi
sakit-sakit gitu,
suka nyaranin,
Iya, pernah waktu
itu kata mamah
udah ini ni wajar
anak kalau lagi
menstruasi kayak
itu juga kan aku
pernah ngadu ke
mama, mah kok
sakit banget sih
rasanya kalo lagi
dibilang gini “
udah gapapa kak,
itu mah nggak ini
banget, remaja”
jadi aku nggak
- Satu dari lima
partisipan
mengatakan
bahwa ibu
menyarankan
(dukungan) badannya gak
ngedrop banget,
jadi orang tua itu,
kalo lagi sakit,
disuruh minum
kiranti atau apa
gitu,, kan aku gak
doyan, jadi udah
paham sekarang,
kalo lagi sakit
yaudah istirahat
dulu, gak pernah
nyaranin minum
obat, soalnya aku
gak suka..
minum air jahe,
air jahe anget,
gini, mama juga
dulu pernah gini.
biasanya ada
kayak obat kiranti
atau gitu
biasanya, itu kata
mama udah
jangan entar
malah
ketergantungan
jadinya.
Kalo mama sih
ngasih sarannya
dibawa ikut
kegiatan aja, biar
gak kerasa kata
mama kayak gitu
sembilangan,
sakit banget,
sampek bener-
bener sakit mah,
kalo kanker rahim
gimana mah, kan
aku ketakutan
ya... terus kata
mama gak ah teh,
itu siklus yang
biasa untuk
wanita, mama
juga sering waktu
dulu muda,
sampek sekarang
juga masih sering,
udah gitu doang,
dutakut takutin.
Meskipun aku
sering ngadu
sakit. Cuman gpp
wajar remaja
masih puber-
pubernya
pokonya kata
mama kalo
disminore atau
apa ya seenaknya
aja kamu gimana
entah dibuat tidur
lah atau jalan lah,
yang pasti nggak
usah takut
untuk
mengkonsumsi
air jahe saat
dismenore
- Tiga dari lima
partisipan
mengatakan
bahwa ibunya
menyarankan
untuk istirahat
saat mengalami
dismenore
- Dua dari lima
partisipan
mengatakan
bahwa ibunya
menyarankan
untuk
mengikuti
aktivitas atau
kegiatan untuk
mengurangi
nyeri
menstruasi
- Dua dari lima
partisipan
mengatakan
bahwa ibunya
mengtaakan
kalau
dismenore ini
normal dan
biasa terjadi
- Satu dari lima
partisipan
mengatakan
bahwa ibunya
melarang ia
mengkonsumsi
obat, karena
ditakutkan nanti
ketergantungan
27. Alasan tidak
memakai obat ?
Iya kak, baru
sekali, minum itu
tapi kesini-kesini,
soalnya kan
pernah denger
kalo sering
minum itu nanti
itu nimbun, ngeri
sendiri, takutnya
bener-bener
nimbun dan
nyebabin apaan
gitu..
Katanya gini kan,
Selalu kalau
misalkan ngeliat
orang minum obat
aja udah ngerasa
pahit sendiri, jadi
kalo lagi sakit apa
gitu, paling
istirahat, banyak
minum air putih
Kan adang
katanya obat-obat
dokter itu, ya
misalnya kata-
biasanya ada
kayak obat kiranti
atau gitu
biasanya, itu kata
mama udah
jangan entar
malah
ketergantungan
jadinya.
Karena obat itu,
bahan kimia,
istilahnya apa ya,,
yang dipikran
mereka gitu,
kayak kiranti,
atau yang lainnya
itu jangan, mind
setnya jelek,
karena itu kimia
gitu, lebih baik
didiemin aja
Gak tau sih kak,
kan katanya
Soalnya
dibilangin
bahaya. Bukan
bahaya, apa ya
kemarin, Aku
pernah denger
dari temen bahaya
kalo buat sekecil
kita, lebih baik
didiemin aja
- Empat dari lima
partisipan
mengatakan
bahwa alasan
tidak
mengkonsumsi
obat yaitu takut
obat itu
tertimbun
dalam tubuh
- Satu dari lima
partisipan
mengatakan
bahwa untuk
usia remaja
kalo minum
kiranti atau obat,
itu nimbun disini
(menunjuk perut
bagian bawah)
gak tau itu mitos
apa bener,
takutnya itu
bener, kan ntar
takutnya kanker
serviks atau apa
soalnya
penimbunan atau
apa gitu,,,
ahhahaha
Penimbunan
darah haidh ,,
kata orang gitu,
persepsi juga,
Cuma
menghilangkan
nyeri aja, kalo
kelamaan efek
sampingnya itu
numpuk di dalam
tubuh, gitu,
sebenernya gak
bagus aja obat-
obat kayak gitu
itu, gak alami,
gak nature,
pengobatan
dengan
analgesik, tidak
diperlukan
- Satu dari lima
mengatakan
bahwa alasan
tidak minum
obat yaitu takut
ketergantungan
ANALISA TEMATIK
NO.
PERNYATAAN SIGNIFKAN
KATEGORI
SUB TEMA
TEMA
INFORMAN
P1 P2 P3 P4 P5
1. Nyeri pas menstruasi awal hingga
kedua, pokoknya dalam hitungan
lima hari lah
Dismenore
muncul saat
menstruasi
Onset dan durasi
nyeri
Karakteristik
dismenore
yang dialami
oleh
santriwati
2. Malam perut udah sakit, dan
besoknya haidh, nah abis itu hari
keduanya baru sembilang, sampai
hari kelima
Dismenore
muncul sebelum
dan saat
menstruasi
3. Bertahap sih, mulai biasa dulu,
puncaknya nanti dua hari pas
haidhnya
Nyeri muncul
bertahap
4. Sakit banget pagi, sampek siang,
baru entar ilang,
Nyeri hilang
timbul
5. Gejala yang dirasakan hanya nyeri Hanya nyeri yang Gejala penyerta
saja dirasakan nyeri
6. Pinggangnya nyeri, pegel-pegel
banget
Nyeri pinggang
7. Paling kadang di daerah punggung
panas
Punggung panas
8. kalo pas kaki pegel itu pas awal mau
haidhnya
Nyeri pada kaki
9. Karena gak enak kan makannya, kalo
ditawarin makan ya iya entar, baru
kalo bener-bener berasa laper banget
gitu, baru dipaksain makan
Merasa tidak
nafsu makan
10. Nyerinya itu pegel, disininya (perut
bawah)
Nyeri di bagian
perut bawah
Lokasi nyeri
11. di kemaluan pegel gitu, kalo pas lagi
puncak-puncaknya sih di daerah itu
aja, kalo pas kaki pegel itu pas awal
mau haidhnya
Nyeri juga di rasa
di kemaluan
12. sama di belakang (menunjuk Nyeri juga di rasa
pinggang) di pinggang
13. Kayaknya tiga deh, masih ringan sih
masih bisa dipake apa-apa kok
Skala ringan Intensitas/tingkatan
nyeri
14. 8 mungkin, pernah ampe sakit yang
sampe nangis g bisa ditahan
Skala Berat
15. Sedang, skala 5 Skala Sedang
16. Nggak bisa dirasa sakitnya, bingung
gitu
Merasa bingung Kualitas nyeri
17. Rasanya panas dan ngelilit gitu kak Merasa panas dan
melilit
18. Rasanya kayak pengen BAB tapi
nggak bisa keluar dan lemes gak bisa
bangun
Merasa ingin
BAB
19. Nyerinya itu pegel, disininya (perut
bawah) sama di kemaluan itu pegel
gitu
Merasa Pegal
20. Lebih mengurangi aktivitas-aktivitas
yang kiranya bikin sakit banget
Mengurangi
aktivitas
Intoleran aktivitas Dampak
dismenore
dalam
kehidupan
sehari-hari
santriwati
21. Kalo lagi haidh, malah kadang
makannya banyak
Makan bertambah Perubahan pola
makan
22. Seharusnya dia satu centong, pas
nyeri haidh itu bisa seperempat
doang, kayak eneg gitu
Porsi makan
berkurang (tidak
nafsu makan)
23. Kalo lagi gak nyeri itu cepet, tapi pas
lagi nyeri itu, kayak mikir gitu, gak
bisa tidur, merem lama gitu
Merasa susah
tidur
Perubahan pola tidur
24. Lebih cenderung tidur Merasa lebih
ingin tidur
25. Kalo lagi sakit, tiba-tiba ada temen
ketawa, biasanya sering marah, hal
biasa aja dipermasalahkan
Sering marah Perubahan
psikologis yang
dialami santriwati
saat disminore
26. Lebih sering menyendiri Sering
menyendiri
27. Mungkin fokusnya agak lebih
berkurang aja,
Fokus belajar
menurun
Perubahan proses
belajar santriwati
saat mengalami
dismenore
28. Kalau konsentrasi biasa aja, tapi
kalau maju ke depan atau jawab
pertanyaan itu jadi agak males
Tidak ada
perubahan
Konsentrasi
belajar
29. Kebetulan sih gak pernah kalo pas di
kelas, paling gak masuk itu pernah
Meningkatnya
angka
ketidakhadiran
30. Paling Cuma kalo lagi sakit banget di
bawa tidur, tapi kalau sakitnya biasa
didiemin aja.
Tidur/istirahat
Didiamkan saja
Upaya penanganan
nyeri
Upaya
santriwati
dalam
mengatasi
dismenore
31. Biasanya minum air hangat, kadang
masukin air hangat ke botol, kalo gak
plastik, terus ditaruh disini
(menunjuk perut bawah) di teken-
teken gitu
Minum air hangat
dan kompres
32. Minum air jahe anget Minum jahe
hangat
33. Minum susu bear brand Minum susu
34. Tidur ngeringkuk, iya ditahan,
pokoknya diteken,
Tidur meringkuk
dan ditekan
35. Beraktivitas kalo lagi gak sakit
banget,
Aktivitas
36. Gak pernah, soalnya katanya itu
biasa, emang lagi menstruasi itu
kayak gitu, sakit
Gak pernah,
soalnya itu biasa
Pemeriksaan ke
tenaga kesehatan
saat mengalami
nyeri menstruasi
37. Ibu
Ya itu sih suruh istirahat gitu, gak
boleh ngangkat berat-berat atau apa
gitu biar badannya gak ngedrop
banget
Dukungan
Informasional
dari ibu
Dukungan
informasional
Dukungan
yang
diperoleh
santriwati
saat
mengalami
dismenore
38. Ibu,
Ibu saya kalo misalkan lagi sakit-
sakit gitu, suka nyaranin minum air
jahe anget
39. Mama,
Kalo mama sih ngasih saran nya
dibawa ikut kegiatan aja, biar gak
kerasa
40. Mama,
Kata mama juga jangan (minum
obat)
41. pernah nanya ke guru biologi
katanya mungkin kita makannya gak
teratur, perut kosong kena angin,
makanya sakit.
Dukungan
informasional dari
guru
42. Teman :
Paling dari temen-temen aja ngasih
tau, itu aja diituin aja pake. Bantal,
sama terus minum air hangat
Dukungan
informasional dari
teman
43. Teman :
Kalo minum susu, kata temen yang
lebih parah itu,
44. Teman :
Menyarankan untuk minum air
hangat dan istirahat kayak gitu
45.
46. Mama
kan aku pernah ngadu ke mama, mah
kok sakit banget sih rasanya kalo lagi
sembilangan, sakit banget, kalo
kanker rahim gimana mah, kan aku
ketakutan ya... terus kata mama gak
ah teh, itu siklus yang biasa untuk
wanita, mama juga sering waktu dulu
muda
Dukungan
emosional dari
ibu
Dukungan emosional
47. Teman :
aku ngomong kayak gini ke temen,
aku ke rumah sakit aja ya, kalo aku
kenapa-kenapa gimana, ampek
kanker rahim, kata temenku: iya vik
gak papa udah biasa,
Dukungan
emosional dari
teman
48. Pas lagi sakit itu diambilin makan,
diambilin minum, atau ditawarin apa
gitu biar aku juga bisa makan
Dukungan
instrumental dari
teman
Dukungan
instrumental
49. Emmm gak kayaknya soalnya mau
nyegahnya kayak gimana, pasti itu
timbul-timbul sendiri
Bingung,
pencegahannya
Antisipasi
yang
seperti apa dilakukan
santriwati
terhadap
dismenore
50. Biasanya ikut kegiatan itu doang sih Mengikuti
kegiatan
51. Kalo minum kiranti atau obat, itu
nimbun disini (menunjuk perut
bagian bawah)
Jangan minum
obat bisa
tertimbun dalam
tubuh
Mitos-mitos
Seputar
Dismenore
yang
menghantui
santriwati
52. Aku pernah denger dari temen obat
bahaya kalo buat sekecil kita, lebih
baik didiemin aja
Tidak
memerlukan
pengobatan