studi biologi dan ekologi hewan filum crustacea di …repository.umrah.ac.id/23/1/studi biologi dan...
TRANSCRIPT
Studi Biologi dan Ekologi.... Henky Irawan dan Falmi Yandri
37
ISSN: 2086-8049 Dinamika Maritim Volume 5 nomor 2 tahun 2015 (37-48)
STUDI BIOLOGI DAN EKOLOGI HEWAN FILUM Crustacea DI ZONA
LITORAL PESISIR TIMUR PULAU BINTAN
Henky Irawan dan Falmi Yandri
Jurusan Ilmu Kelauatan
FIKP, Maritim Raja Ali Haji. Tanjungpinang
Pengutipan ditulis:
Irawan, H dan Yandri, F. 2015. Studi Biologi dan Ekologi Hewan Filum Crustacea di
Zona Litoral Pesisir Timur Pulau Bintan. Dinamika Maritim Vol 5.No 2. Hal 37-48.
ABSTRAK
Penelitian ini dilaksanakan di pesisir timur Pulau Bintan yang masuk dalam
kawasan Konservasi Laut Daerah Kabupaten Bintan (KKLD kab Bintan). Pemilihan
lokasi berada pada KKLD di karenakan pada kawasan tersebut di lindungi sehingga
organisme yang berada di kawasan tersebut masih dalam kondisi yang alami dan
keberadaannya tidak terganggu. Lokasi yang di jadikan tempat pengambilan sampel di
sekitar daerah KKLD tersebut adalah Desa Malang Rapat, Desa Teluk Bakau, dan Desa
Gunung Kijang yang berada di Kelurahan Kawal, wilayah perairan laut Pesisir Timur
Kecamatan Gunung Kijang. Pada lokasi-lokasi tersebut penelitian dilakukan pada zona
litoral.
Hasil penelitian ini telah menemukan 21 spesies hewan Filum Crustacea
dimana terdiri dari 13 spesies, 3 spesies Kelomang / Umang-umang, 4 spesies
Udang, dan 1spesies Isopoda di pesisir timur pulau bintan. Keberadaan hewan
Filum Crustacea ini terkait dengan lingkungannya adalah ketersediaan makanan
dan kebiasaan makan dimana dalam kebiasaan makan hewan –hewan tersebut
yaitu pemakan hewan lainnya (Carnivora), dan penyaring makanan pada endapan
sediman (Fiilder feeder deposit feeder). Substrat pada zona litoral tersebut adalah
sedimen pasir dan lumpur yang juga di temukan dalam pencernaan hewan-hewan
tersebut
Kata kunci: Crustacea, Biologi, Ekologi dan Zona Litoral
ABSTRACT
This research was carried out on the east coast of Bintan Island which is included in the
area of Marine Conservation District Bintan (Bintan district KKLD). The choice of
location is at KKLD in because in the protected area so that organisms within the region
is still in a natural condition and whereabouts are not disturbed. The location was made
in the sampling in the surrounding area is the village of Malang KKLD Meeting,
Mangrove Bay Village, and the village of Mount Deer residing in the Village Guard, East
Coast marine waters Gunung Kijang. At these locations the research conducted in the
littoral zone.
Results of this research have found 21 species of crustacean animal phylum which
consists of 13 species, three species of Hermit crabs / Umang crab, 4 species of shrimp,
and 1spesies Isopods on the east coast of the island of Bintan. The existence of this
crustacean animal phyla related to the environment is the availability of food and eating
Studi Biologi dan Ekologi.... Henky Irawan dan Falmi Yandri
38
ISSN: 2086-8049 Dinamika Maritim Volume 5 nomor 2 tahun 2015 (37-48)
habits in eating habits where the -hewan animals are eating other animals (Carnivora),
and the food in the sediment filter sediman (Fiilder feeder deposit feeder). Substrates in
the littoral zone is a sediment of sand and mud are also found in the digestive animals
Keywords: crustacean, Biology, Ecology and littoral zone
PENDAHULUAN
Hewan dari filum Crustacea
merupakan hewan avertebrata air yang
banyak di kaji dalam beberapa mata
kuliah yang di ajarkan di Fakultas Ilmu
Kelautan dan Perikanan (FIKP),
Universitas Maritim Raja Ali Haji
(UMRAH) yang terletak di
Tanjungpinang Provinsi Kepulauan
Riau.
Dari pengamatan dan
penelitian pendahuluan yang telah di
lakukan selama tiga tahun di daerah
perairan laut Pulau Bintan maka
sangat banyak keanekaragaman
hewan-hewan di zona litoral pesisir
timur pulau Bintan yang di temukan
sehingga sangat berpotensi untuk di
teliti karena mengingat telah adanya
lembaga akademis yang juga bergerak
di bidang penelitian seperti Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan
UMRAH dan belum adanya data
mengenai hewan-hewan dari filum
Crustacea ini secara terperinci di
Kepulauan Riau umumnya dan Pulau
Bintan khususnya.
Beberapa hewan dari filum
Crustacea yang sudah dikenal umum
adalah rajungan, kepiting, kelomang,
teritip dan udang. Hingga saat ini
belum ada informasi yang terperinci
mengenai biologi dan ekologi hewan-
hewan tersebut yang terdapat di
perairan laut Pulau Bintan, maka oleh
karena itu sangat perlu di lakukan
penelitian agar dapat memperoleh
data mengenai biologi dan ekologi
hewan-hewan filum Crustacea
tersebut.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan pada
bulan Agustus hingga November 2013 yang
bertempat di Kawasan Konservasi Laut
Daerah Kabupaten Bintan (KKLD kab
Bintan). Pemilihan lokasi berada pada
KKLD di karenakan pada kawasan tersebut
di lindungi sehingga organisme yang berada
di kawasan tersebut masih dalamm kondisi
yang alami dan keberadaannya tidak
terganggu, lalu dari hasil pengamatan
penelitian pendahulian yang telah di lakukan
di sekitar daerah KKLD tersebut hewan
filum Crustacea dapat dengan mudah di
temukan.
Lokasi yang di jadikan tempat
pengambilan sampel di sekitar daerah
KKLD tersebut adalah Desa Malang Rapat,
Desa Teluk Bakau, dan Desa Gunung Kijang
yang berada di Kelurahan Kawal, wilayah
perairan laut Pesisir Timur Kecamatan
Gunung Kijang.
Gambar 1. Peta Kawasan Konservasi
Laut Perairan Laut Daerah Pulau Bintan,
Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan
Riau. Sumber Satker Direktorat
Konservasi dan Taman Nasional Laut
Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir,
Pulau-Pulau Kecil Departemen Kelautan
Dan Perikanan. 2009.
Studi Biologi dan Ekologi.... Henky Irawan dan Falmi Yandri
39
ISSN: 2086-8049 Dinamika Maritim Volume 5 nomor 2 tahun 2015 (37-48)
Gambar 2. Peta Kecamatan
Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan
Riau. Sumber Bappeda Kabupaten
Bintan.2009.
Prosedur Kerja Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan metode survey lapangan
untuk mengambil hewan Crustacea
yang ditemukan, metode wawancara
dengan nelayan dan penduduk sekitar
lokasi, dan metode sampling dengan
mengambil hewan Crustacea sebanyak
3 individu sebagai sampel untukstudi
biologi yaitu pengamatan morfologi dan
anatomi di laboratorium dan mengambil
data kualitas perairan dengan 3 kali
ulangan. Setiap kegiatan penelitian di
dokumentasikan dengan menggunakan
kamera digital.
Biologi Crustacea
A. Identifikasi
Identifikasi henwan-hewan
filum Crustacea di lakukan dengan
membawa sampel henwan-hewan
filum Crustacea dari setiap lokasi
pengamatan ke laboratorium dan
mengidentifikasi ciri-ciri spesies
yang mengacu pada panduan
identifikasi filum Crustacea
(Suginyo, Widigdo, Wardianto,
Krisanti,. 2005) dan Natural Histori
Museum Rotterdan http://www.nmr-
pics.nl setelah itu dilakukan
konfirmasi ke World Register of
Marine Spesies dengan alamat
website
http://www.marinespecies.org.
B. Pengamatan Morfologi
Pengamatan morfologi juga
di lakukan di laboratorium dan yang
dilakukan adalah dengan
menggambarkan bentuk, tubuh, ciri-
ciri spesifik, lalu melakukan
pengukuran panjang dan berat
dengan penggaris dan timbangan.
Panduan pengamatan bagian-bagian
tubuh mengacu pada bahan ajar
praktikum hewan avertebrata air
filum Crustacea (Irawan. 2012).
Ekologi Crustacea
A. Gambaran habitat
Penggambaran habitat
Crustacea dilakukan dengan mengamati
keadaan lingkungan sekitar lokasi
penelitian secara deskriptif.
B. Pengamatan kondisi perairan
Pengamatan kondisiperairan
dengan melihat parameter: Fisika, Kimia
dan Biologi dalam pengamatan in ijuga
di lakukan sampling hewan Crustacea yang diamati lebih lanjut di
laboratorium.Parameter fisika yang di
amati adalah: suhu, salinitas kecerahan,
kekruhan, arus, dan sedimen. Parameter
Kimia yang di amati adalah DO dan pH,
baik yang ada di permukaandan di dasar
perairan.
C. Pengamatan sedimen
Pengamatan sedimen dilakukan
dengan mengambil sedimen permukaan
di lokasi ditemukannya Crustacea.
Sedimen dibawa kelaboratorium untuk
diamatis truktur dan jenisnya secara
deskriptif dengan
mikroskop.Karakteristik sedimen yang
diamati adalah tipe sedimen, warna
sedimen, dan organisme yang menempel
pada sedimen tersebut.
Studi Biologi dan Ekologi.... Henky Irawan dan Falmi Yandri
40
ISSN: 2086-8049 Dinamika Maritim Volume 5 nomor 2 tahun 2015 (37-48)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Biologi
Telah ditemukan 21 spesies
hewan Filum Crustacea dimana
terdiri dari 13 spesies Kepiting, 3
spesies Kelomang / Umang-umang, 4
spesies Udang, dan 1spesies Isopoda
di pesisir timur pulau bintan.
Tabel 1. Spesies dan tempat ditemukannya hewan filum Crustacea di pessir timur
pulau Bintan No Nama ilmiah
Desa malang Rapat Desa
teluk
bakau
Kelurah
an
kawal
Desa
galang
batang Daerah
teluk
dalam
Daerah
pulau
pucung
Daerah
tanjung
keling
1
Bangkang
X X
2
Kepiting duri
Rock crab
Leptodius sp.*
Family Xanthidae WS
X X
3
Kepiting pantai
smooth-handed ghost crab Ocypode
cordimanus
http://en.wikipedia.org/wiki/Ocypode_c
ordimanus
Horn-eyed ghost crab (Ocypode
X X X X
Studi Biologi dan Ekologi.... Henky Irawan dan Falmi Yandri
41
ISSN: 2086-8049 Dinamika Maritim Volume 5 nomor 2 tahun 2015 (37-48)
ceratophthalmus) WS
4
Kepiting loreng
Sally-light-foot crab (Grapsus
albolineatus)
http://www.wildsingapore.com
X
5
Kepiting serinti capit kanan merah
besar
Orange Fiddler Crab (Uca. vocans)
WS
X
6
Kepiting akar bakau
Mangrove tree-dwelling crab (Selatium
brockii) WS
X X X
Studi Biologi dan Ekologi.... Henky Irawan dan Falmi Yandri
42
ISSN: 2086-8049 Dinamika Maritim Volume 5 nomor 2 tahun 2015 (37-48)
7
Kepiting tentara
Soldier Crab (Dotilla myctiroides) WS
X
8
Kepiting bola pasir
Sand bubbler crab
Scopimera sp.
Family Dotillidae WS
X X
9
Kepiting bakau
Mud crab
Scylla sp.
Family Portunidae WS
X X
10
Rajungan abu loreng
Flower crabs (Portunus pelagicus) WS
X X X X
Studi Biologi dan Ekologi.... Henky Irawan dan Falmi Yandri
43
ISSN: 2086-8049 Dinamika Maritim Volume 5 nomor 2 tahun 2015 (37-48)
11
Rajungan biru
Blue swimming crab (Thalamita danae)
WS
X X X X X
12
Kepiting berlumut
Piluminid crabs
Family Pilumnidae WS
hairy crab Pilumnus vespertilio
(Fabricius, 1793) WS
X
13
Rajungan putih
Spotted moon crab (Ashtoret lunaris)
WS
X X X X
14
Udang putih rostrum pendek
X X X
Studi Biologi dan Ekologi.... Henky Irawan dan Falmi Yandri
44
ISSN: 2086-8049 Dinamika Maritim Volume 5 nomor 2 tahun 2015 (37-48)
15
Udang putih
X X
16
Udang capit kanan besar
X
17
Udang mantis
X
18
Umang-umang biru gelap
X X X X
19
Umang umang putih
X
Studi Biologi dan Ekologi.... Henky Irawan dan Falmi Yandri
45
ISSN: 2086-8049 Dinamika Maritim Volume 5 nomor 2 tahun 2015 (37-48)
Ekologi
1. Suhu
Hasil pengukuran suhu perairan
Desa Galang Batang berkisar antara 28-
30,5oC. Kawal 27-32,1
oC. Teluk Bakau
29-30 o
C dan Malang Rapat 29-34,5 o
C.
Adapun waktu pengukuran suhu di tiap
lokasi dilakukan pada pagi dan siang
hari. Hasil pengukuran siang hari
dengan suhu tertinggi terjadi di perairan
Malang Rapat dengan 34,5oC dan pagi
hari suhu terendah terdapat di Kawal
dengan 26 oC. Sementara kisaran suhu
perairan pada malam hari yang diukur
pada perairan Desa Galang Batang 28,6
– 29.1 o
C. Kelurahan Kawal 29.5 – 30
oC, Teluk Bakau 30,1 – 30,5
oC dan
Malang Rapat 28,3 – 30,6 oC.
Perubahan suhu mengalami
kenaikan dari pagi menjeleng siang hari
dan kembali turun pada sore hari. Tinggi
rendah suhu perairan sangat dipengaruhi
oleh intensitas penyinaran matahari.
Tingginya suhu pada siang hari
dikarenakan posisi matahari tegak lurus
dan tidak condong. Sementara kisaran
suhu yang hampir sama dengan siang
hari, ini berkaitan dengan sifat air yang
akan melepaskan energi panas pada
malam hari ke udara. Berdasarkan
standar baku mutu perairan untuk biota
yang dikeluarkan oleh KEPMEN-LH
kisaran suhu alam untuk biota 28 – 30 oC
dengan nilai toleransi sebesar 2 oC,
dengan demkian suhu perairain yang
didapat di masing-masing lokasi masih
dalam kondisi normal atau mendukung
kehidupan biota.
2. Salinitas
Salinitas adalah tingkat keasinan
atau kadar garam yang terlarut dalam
air. Salinitas perairan sangat penting
untuk mengetahui karakteristik dari
suatu perairan tersebut. Hasil
pengukuran salinitas perairan Desa
Galang Batang berkisar antara 20-
32,7‰. Kawal 18 – 33,7‰. Teluk
Bakau 30,1 – 35‰ dan Malang Rapat
20
Umang umang merah
Spotted hermit crab (Dardanus
megistos) WS
X
21
Isopoda
X X X
Studi Biologi dan Ekologi.... Henky Irawan dan Falmi Yandri
46
ISSN: 2086-8049 Dinamika Maritim Volume 5 nomor 2 tahun 2015 (37-48)
34,9-37,3 ‰. Hasil pengukuran salinitas
pada saat pasang tertinggi terdapat di
Malang Rapat dan waktu terendah
terdapat di Kawal.
Tinggi rendahnya salinitas suatu
perairan sangat tergantung dari suplai air
tawar dan air asin. Kisaran salinitas di
daerah Teluk Bakau dan Malang Rapat
pada waktu pasang maupun surut
dikarenakan suplai air asin dari laut
lebih dominan dibandingkan air tawar
dari sungai dan ini ditunjang dengan
kondisi di daerah tersebut relativ tidak
ditemukan sungai sebagai pensuplai air
tawar keperairan.
3. Keruhan
Hasil pengukuran tingkat
keruhan di masing-masing tempat
didapatkan rata-rata di Galang Batang
1,5 ntu, Kawal 1,6 ntu. Teluk Bakau
0,49 ntu dan Malang Rapat 0,39 ntu.
Kekeruhan suatu perairan sangat
dipengaruhi oleh banyak sedikitnya
jumlah partikel tersuspensi yang
terdapat di kolom perairan yang
bersumber dari aliran sungai yang
memasuki perairan, maupun hasil
pengadukan sedimen didasar perairan
yang disebabkan oleh arus maupun
gelombang. Meningkatnya kekeruhan
dikolom perairan menyebabkan
kecerahan di perairan menjadi
berkurang.
4. Kecerahan
Hasil pengukuran tingkat
kecerahan perairan Kampung Galang
Batang berkisar antara 130 cm – 150.5
cm, Kawal 145 - 153 cm. Teluk Bakau
100 % dan Malang Rapat 100%.
Pengukuran kecerahan perairan
dilakukan pada siang hari karena
intensitas cahaya dan posisi matahari
berada tegak lurus dengan bumi,
rendahnya nilai kecerahan di desa
Galang Batang dan Kawal sangat erat
dengan suplai air tawar yang bersal dari
sungai karena di daerah ini terdapat
sungai yang bermuara kelaut yang
membawa partikel-partikel tersuspensi.
Sementara di Malang Rapat dan Teluk
Bakau tingginya tingkat kecerahan
menunjukan bahwa perairan tersebut
sangat sedikit mengandung partikel-
partikel tersuspensi. tingkat
kecerahannya 100%, Hal ini di
karenakan pada saat pengukuran letak
piringan sechidisk menyentuh dasar
perairan
Kecerahan sangat penting
karena erat kaitanya dengan proses
fotosintesis yang terjadi diperairan. Dari
hasil pengukuran yang didapat di
Kampung Galang Batang Desa Gunung
Kjang termasuk perairan yang subur.
Syukur. (2002) dalam Iman,M.S, (2010)
kecerahan keeping secchi < 3 m adalah
tipe perairan yang subur eutropik, antara
3-6 m kesuburan sedang mesotrofik dan
> 6 meter digolongkan pada tipe
perairan kurang subur oligotrofik.
5. Arus
Arus yang diukur adalah arus
permukaan. Arus selama pengukuran di
perairan Galang Batang berkisar antara
0,14 – 1,25 m/dtk. Kawal 0,25 – 3,29
m/dtk. Teluk Bakau 1,1- 1,24 m/dtk dan
Malang Rapat 1,7-2,1 m/dtk. Cepat
lambatnya arus sangat berpengaruh
terhadap karakteristek endapan sedimen
didasar perairan. Pada arus yang kuat
karakteristik sedimen di dasar perairan
cendrung pasir dan berbatuan dan arus
yang lambat cendrung dasar perairannya
berlumpur.
6. Derajat Keasaman ( pH )
Kisaran pH hasl pengukuran
yang di lakukan di Galang Batang 6.79
– 6,85. Kawal 7,6 – 8.2. Teluk Bakau
7.35 – 7,72 dan Malang Rapat 6.9 – 9,1.
Hasil pengukuran ditemukan bahwa
nilai pH perairan di masing-masing
tempat mendekati dan berada diatas 7,
ini dapat dinyatakan bahwa perairan
tersebut cendrung bersifat basa yang
disebabkan oleh banyaknya suplai air
asin dari laut yang mendominasi di
perairan pantai karena parairan laut
cendrung bersifat basa.
7. Dissolved Oxygen ( DO )
Hasil pengukuran kandungan
oksigen terlarut pada siang hari di
Studi Biologi dan Ekologi.... Henky Irawan dan Falmi Yandri
47
ISSN: 2086-8049 Dinamika Maritim Volume 5 nomor 2 tahun 2015 (37-48)
perairan dengan rata-rata desa Galang
Batang 7,12. Kawal 6,8. Teluk Bakau
7,2 dan Malang Rapat 7,9. Sementara
pengukuran pada malam hari didapatkan
Desa Galang Batang 4.3 – 5, Kelurahan
Kawal 3.8 – 6,7, Desa Teluk Bakau 1,3
– 1,5 dan Desa Malang Rapat 3,5 – 4,1.
Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen)
ada siang di masing-masing perairan
tergolong baik untuk organisme akuatik
dalam perairan, dengan demikian pada
siang hari kandungan oksigen terlarut
akan tinggi hal ini di karenakan
seiringnya tingginya intensitas cahaya
matahari yang menyinari perairan akan
menyebabkan lajunya proses fotosintesis
oleh tumbuh-tumbuhan terutama jenis
fitoplankton yang menghasilkan
kandungan oksigen.
Rendahnya kandungan oksigen
terlarut pada malam hari disebabkan
oleh tidak terjadinya proses fotosintesis
oleh tumbuhan terutama jenis
fitoplankton yang menghasilkan
oksigen, sementara proses respirasi yang
mengkonsumsi oksigen oleh biota terus
terjadi..
8. Substrat.
Tipe tanah/substrat secara tidak
langsung juga menjadi salah satu faktor
penentu kehidupan biota bentos
terutama Filum Crustacea, dimana tipe
suptrat seperti yang kita ketahui, pada
substrat yang berlumpur pekat dan
selalu tergenang air laut menyebabkan
tanah kekurangan oksigen dan mudah
menempel sehingga dibutuhkan adaptasi
yang tinggi dalam merespon situasi ini
seperti yang terjadi pada jenis-jenis
Crustacea yang mengembangkan
adaptasi morfologinya dengan setae (
bulu halus ) untuk mencegah terjadinya
penyumbatan pada system respirasi.
Hasil pengukuran substrat di
laboratorium, dengan menggunakan
saringan bertingkat dengan ukuran mesh
2,36mm, 2,00mm, 1,18mm,
500μm(0,5mm), 250μm(0,25mm),
125μm(0,125mm), dan
106μm(0,106mm), di dapat
penggolongan substrat menurut
Wenworth pada subtrat dasar perairan
Galang Batang cendrung lumpur
berpasir, Kawal cendrung pasir
berlumpur, Teluk Bakau berpasir dan
Malang Rapat berpasir.
KESIMPULAN DAN SARAN
Jenis hewan Filum Crustacea
yang di temukan di zona litoral pesisir
timur Pulau Bintan ada 22 spesies
dimana terdiri dari 11 spesies Kepiting,
2 spesies Rajungan, 3 spesies Kelomang
/ Umang-umang, 4 spesies Udang, dan
1spesies Isopoda.
kulalitas air di di zona litoral
pesisir timur Pulau Bintan mendukung
untuk kehidupan hewan-hewan tersebut.
Ekosistem ditemukan hewan dari Filum
Crustacea ini adalah ekosistem hutan
mangrove, padang lamun dan terumbu
karang.
Keberadaan hewan Filum
Crustacea ini terkait dengan
lingkungannya adalah ketersediaan
makanan dan kebiasaan makan dimana
dalam kebiasaan makan hewan –hewan
tersebut yaitu pemakan hewan lainnya
(Carnivora), dan penyaring makanan
pada endapan sediman (Fiilder feeder
deposit feeder). Substrat pada zona
litoral tersebut adalah sedimen pasir dan
lumpur yang juga di temukan dalam
pencernaan hewan-hewan tersebut.
UCAPAN TERIMAKASIH
Terimakasih kepada Lembaga Penelitian
Universitas Maritim Raja Ali Haji yang
telah memberikan dana untuk kegiatan
penelitian studi biologi dan ekologi
hewan filum Crustacea di zona litoral
pesisir timur pulau bintan
DAFTAR PUSTAKA
Bappeda Kabupaten Bintan.2009. Peta
Admin Kab. Bintan. Bank
Data Bappeda Bintan.
Kabupaten Bintan.
Bupati Bintan 2007 Keputusan Bupati
Bintan Nomor : 36/VIII/2007
TENTANG Kawasan
Konservasi Laut Daerah
Studi Biologi dan Ekologi.... Henky Irawan dan Falmi Yandri
48
ISSN: 2086-8049 Dinamika Maritim Volume 5 nomor 2 tahun 2015 (37-48)
Kabupaten Bintan. KAbupaten
Bintan.
COREMAP. 2013.
http://www.coremap.or.id
Irawan, H. 2012. Bahan Ajar Avetebrata
Air, Filum Crustacea. Handout
Irawan, H. 2012. Penuntun Praktikum
Avertebrata Air, , Filum
Crustacea.
McKenzie, L. 2007. Undertanding
Sediment. Seagrass Watch.
Nuraini dan Rusliadi. 2009. Buku Ajar
Avertebrata Air.
PUSBANGDIK UNRI.
Pekanbaru.
Satker Direktorat Konservasi dan Taman
Nasional Laut Direktorat
Jenderal Kelautan, Pesisir,
Pulau-Pulau Kecil Departemen
Kelautan Dan Perikanan. 2009.
Mengenal Kawasan Konservasi
Perairan (Laut) Daerah.
Program rehabilitasi dan
pengelolaan terumbu karang
(COREMAM II). Direktorat
Jenderal Kelautan, Pesisir,
Pulau-Pulau Kecil Departemen
Kelautan Dan Perikanan. Jakarta
Selatan. ISBN 978-602-8717-
30-4.
Suginyo.S., Widigdo,B., Wardianto,Y.,
dan Krisanti,M. 2005.
Avertebrata Air Jilid I. Penebar
Swadaya. Jakarta
World Register of Marine Species.
2013.
http://www.marinespecies.org