studi analisis pemikiran muhammad abdul...

113
STUDI ANALISIS PEMIKIRAN MUHAMMAD ABDUL MANNAN TENTANG KONSEP UANG DAN PERANANNYA DALAM SISTEM PEREKONOMIAN ISLAM SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S1) Dalam Ilmu Syari’ah Oleh: SLAMET WALUYO NIM: 2102218 JURUSAN MUAMALAH FAKULTAS SYARI’AH IAIN WALISONGO SEMARANG 2008

Upload: ngoquynh

Post on 19-Jul-2018

225 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

STUDI ANALISIS PEMIKIRAN MUHAMMAD ABDUL

MANNAN TENTANG KONSEP UANG DAN PERANANNYA

DALAM SISTEM PEREKONOMIAN ISLAM

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S1)

Dalam Ilmu Syari’ah

Oleh:

SLAMET WALUYO NIM: 2102218

JURUSAN MUAMALAH

FAKULTAS SYARI’AH

IAIN WALISONGO SEMARANG

2008

ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING Lamp : 5 (lima) eksemplar Kepada Yth. Hal : Naskah Skripsi Dekan Fakultas Syari'ah a.n. Sdr. Slamet Waluyo IAIN Walisongo

Di Semarang

Assalamua’alaikum Wr.Wb.

Setelah saya meneliti dan mengadakan perbaikan seperlunya, bersama ini

saya kirimkan naskah skripsi saudara:

Nama : Slamet Waluyo

Nomor Induk : 2102218

Jurusan : MU

Judul Skripsi : STUDI ANALISIS PEMIKIRAN

MUHAMMAD ABDUL MANNAN

TENTANG KONSEP UANG DAN

PERANANNYA DALAM SISTEM

PEREKONOMIAN ISLAM

Selanjutnya saya mohon agar skripsi saudara tersebut dapat segera

dimunaqasyahkan

Atas perhatiannya saya ucapkan terima kasih

Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Semarang, Juli 2007

Pembimbing I, Pembimbing II,

Drs. H. A. Ghozali Rahman el-Yunusi, SE, MM

NIP. 150 261 992 NIP. 150 301 637

iii

DEPARTEMEN AGAMA RI INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO

FAKULTAS SYARI’AH SEMARANG

Jl. Raya Ngaliyan Boja Km. 02 Semarang Telp/Fax. (024) 601291

PENGESAHAN

Skripsi saudara : Slamet Waluyo

NIM : 2102218

Fakultas : Syari’ah

Jurusan : MU

Judul : STUDI ANALISIS PEMIKIRAN MUHAMMAD

ABDUL MANNAN TENTANG KONSEP UANG DAN

PERANANNYA DALAM SISTEM

PEREKONOMIAN ISLAM

Telah dimunaqasahkan oleh Dewan Penguji Fakultas Syari’ah Institut

Agama Islam Negeri Walisongo Semarang dan dinyatakan lulus, pada tanggal:

18 September 2007

Dan dapat diterima sebagai syarat guna memperoleh gelar sarjana Strata1

tahun akademik 2006/2007

Semarang, Januari 2008

Ketua Sidang, Sekretaris Sidang, Drs. H.Muhyiddin M.Ag Rahman el-Yunusi, SE, MM NIP. 150 216 809 NIP. 150 301 637 Penguji I, Penguji II, Dra. Hj. Siti Mujibatun, M.Ag. Moh. Arifin. S.Ag., M.Hum NIP. 150 231 628 NIP. 150 279 720

Pembimbing I, Pembimbing II,

Drs. H. A. Ghozali, M.Ag Rahman el-Yunusi, SE, MM NIP. 150 261 992 NIP. 150 301 637

iv

M O T T O

يا أيها الذين آمنوا ال تأآلوا أموالكم بينكم بالباطل إال أن تكون تجارة عن تراض منكم وال تقتلوا أنفسكم إن الله آان

ومن يفعل ذلك عدوانا وظلما فسوف} 29{بكم رحيما )29-30:النساء( نصليه نارا وآان ذلك على الله يسيرا

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. Dan barangsiapa berbuat demikian dengan melanggar hak dan aniaya, maka Kami kelak akan memasukkannya ke dalam neraka. Yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (Q.S. An-Nisa’: 29-30)∗

.

∗Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Pentafsir al-Qur’an , al-Qur'an dan Terjemahnya,

DEPAG RI, Surabaya: Surya Cipta Aksara, 1993, hlm. 122.

v

PERSEMBAHAN

Dalam perjuangan mengarungi samudra Ilahi tanpa batas, dengan keringat

dan air mata kupersembahkan karya tulis skripsi ini teruntuk orang-orang yang

selalu hadir dan berharap keindahan-Nya. Kupersembahkan bagi mereka yang

tetap setia berada di ruang dan waktu kehidupan ku khususnya buat:

o Bapak dan Ibuku tercinta (Bpk Muhyidin dan Ibu Zumrotun). Yang selalu

mendo'akanku dan do'a beliau yang selalu mengiringi langkahku

o Adik-adikku tersayang (Tia, Ida dan Saifudin) serta seluruh keluarga ku

tercinta, semoga kalian temukan istana kebahagiaan di dunia serta akhirat,

semoga semuanya selalu berada dalam pelukan kasih sayang Allah SWT.

o Teman-temanku (Toha, Lukman, Hanif, Joni, Farid dan Ulil) dan semuanya

yang tak dapat kusebutkan satu persatu yang selalu bersama dalam canda dan

tawa dalam menjalani study

Penulis

vi

DEKLARASI

Dengan penuh kejujuran dan tanggung

jawab, penulis menyatakan bahwa

skripsi ini tidak berisi materi yang telah

pernah ditulis oleh orang lain atau

diterbitkan. Demikian juga skripsi ini

tidak berisi satupun pemikiran-

pemikiran orang lain, kecuali informasi

yang terdapat dalam referensi yang

dijadikan bahan rujukan.

Semarang, uli 2007 Deklarator,

Slamet Waluyo NIM: 2102218

vii

ABSTRAK

Yang menjadi perumusan yaitu bagaimana pendapat Muhammad Abdul Mannan tentang konsep uang dan peranannya? Bagaimana aktualisasinya pendapat Muhammad Abdul Mannan tentang konsep uang dan peranannya dalam sistem perekonomian Islam? Untuk menyusun skripsi ini peneliti menggunakan teknik pengumpulan data berupa teknik library research yaitu dengan meneliti sejumlah kepustakaan. peneliti menggunakan analisis data kualitatif. yaitu data yang tidak bisa diukur atau dinilai dengan angka secara langsung. Sebagai pendekatannya, digunakan metode deskriptif analisis yaitu cara penulisan dengan mengutamakan pengamatan terhadap gejala. peristiwa dan kondisi aktual dimasa sekarang. Hasil dari pembahasan bahwa Menurut Abdul Mannan, dalam Islam uang dipandang sebagai alat tukar, bukan suatu komoditi. Diterimanya peranan Liang ini secara meluas dengan maksud melenyapkan ketidakadilan, ketidakjujuran, dan pengisapan dalam ekonomi tukar-menukar, Karena ketidakadilan dalam ekonomi tukar menukar (barter), digolongkan sebagai riba al fazal, yang dilarang dalam agama, sedangkan peranan uang sebagai alat tukar dapat dibenarkan. Karena itu dalam Islam uang sendiri tidak menghasilkan suatu apa pun. Dengan demikian bunga (riba) pada uang yang dipinjam dan dipinjamkan dilarang. Konsep uang dalam ekonomi Islam berbeda dengan konsep uang dalam ekonomi konvensial. Dalam ekonomi Islam, konsep uang sangat jelas dan tegas bahwa uang adalah uang, uang bukan capital. Sebaliknya, konsep uang yang dikemukakan dalam ekonomi konvensional tidak jelas. Sering kali istilah uang dalam perspektif ekonomi konvensional diartikan secara bolak-balik (interchangeability), yaitu uang sebagai uang dan uang sebagai capital.

Aktualisasinya konsep uang menurut Abdul Mannan dalam perekonomian national maka akan sangat menguntungkan bangsa Indonesia. Karena dalam kenyataannya bahwa lahirnya bank syari'ah telah menunjukkan perkembangan yang baik. Sebagai buktinya adalah bank syari'ah dapat bertahan dari krisis moneter, dan dibandingkan dengan bank konvensional maka bank syari'ah telah diakui keunggulannya karena ia mampu bertahan pada saat-saat maraknya bank konvensional yang gulung tikar. Hal ini dikarenakan antara lain karena bank syari'ah merupakan bank bebas bunga. Dari sini tampak bahwa bank syari'ah merupakan aktualisasi dari konsep uang bukan sebagai komoditi.

viii

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah yang maha pengasih dan penyayang, bahwa atas

taufiq dan hidayah-Nya maka penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi

ini. Skripsi yang berjudul: “STUDI ANALISIS PEMIKIRAN MUHAMMAD

ABDUL MANNAN TENTANG KONSEP UANG DAN PERANANNYA

DALAM SISTEM PEREKONOMIAN ISLAM” ini disusun untuk memenuhi

salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S.1) Fakultas

Syari’ah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Walisongo Semarang.

Dalam penyusunan skripsi ini penulis banyak mendapatkan bimbingan dan

saran-saran dari berbagai pihak sehingga penyusunan skripsi ini dapat

terselesaikan. Untuk itu penulis menyampaikan terima kasih kepada :

1. Drs. H. Muhyiddin, M.Ag selaku Dekan Fakultas Syari’ah IAIN

Walisongo Semarang.

2. Bapak Drs. H. A. Ghozali selaku Dosen Pembimbing I dan Bapak Rahman

el-Yunusi, SE, MM Drs. Wahab Zaenuri MM selaku Dosen Pembimbing

II yang telah bersedia meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk

memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini.

3. Bapak H. Tolkah, M.A selaku Pimpinan Perpustakaan Institut yang telah

memberikan izin dan layanan kepustakaan yang diperlukan dalam

penyusunan skripsi ini.

4. Para Dosen Pengajar dan staff di lingkungan Fakultas Syari’ah IAIN

Walisongo, yang telah membekali berbagai pengetahuan sehingga penulis

mampu menyelesaikan penulisan skripsi.

5. Berbagai pihak yang secara tidak langsung telah membantu baik moral

maupun materi dalam penyusunan skripsi ini.

Semoga kebaikan dan keikhlasan yang telah diberikan akan mendapat

balasan yang setimpal dari Allah SWT.

Penulis

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................ ii

HALAMAN PENGESAHAN....................................................................... iii

HALAMAN MOTTO ................................................................................... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................. v

HALAMAN DEKLARASI........................................................................... vi

ABSTRAK ................................................................................................... vii

KATA PENGANTAR................................................................................... viii

DAFTAR ISI ................................................................................................. ix

BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ......................................................... 1

B. Perumusan Masalah ............................................................... 8

C. Tujuan Penelitian ................................................................... 8

D. Telaah Pustaka ....................................................................... 8

E. Metode Penelitian................................................................... 14

F. Sistematika Penulisan ............................................................ 15

BAB II: UANG DAN SISTEM PEREKONOMIAN ISLAM

A. Uang .......................................................... 17

1. Pengertian Uang …………… ......................................... 17

2. Fungsi Uang ..................................................................... 21

3. Teori tentang Uang .......................................................... 32

B. Sistem Perekonomian Islam................................................... 39

1. Pengertian Ekonomi Islam............................................... 39

2. Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam........................................ 43

3. Sistem Perekonomian Islam............................................. 48

BAB III : PENDAPAT MUHAMMAD ABDUL MANNAN TENTANG

KONSEP UANG DAN PERANANNYA

x

A. Biografi Muhammad Abdul Mannan ................................... 51

1. Latar Belakang Keluarga .............................................. 51

2. Karya-Karya Muhammad Abdul Mannan ......................... 56

B. Karakteristik Pemikiran Muhammad Abdul Mannan ............ 57

C. Pendapat Muhammad Abdul Mannan tentang Konsep Uang

dan Peranannya ..................................... 60

1. Tentang uang ..................................... 60

2. Uang berkaitan dengan Bank, Bunga dan Riba ................. 64

3. Uang dan Teori tentang Zakat ..................................... 70

BAB IV : ANALISIS PENDAPAT MUHAMMAD ABDUL MANNAN

TENTANG KONSEP UANG DAN PERANANNYA

A. Analisis Pendapat Muhammad Abdul Mannan tentang

Konsep Uang dan Peranannya ............................................... 72

1. Tentang uang ..................................... 72

2. Uang berkaitan dengan Bank, Bunga dan Riba ................. 78

3. Uang dan Teori tentang Zakat............................................ 86

B. Aktualisasinya Pendapat Muhammad Abdul Manan tentang

Konsep Uang dan Peranannya dalam Perekonomian

Nasional ............................................................................... 91

BAB V : PENUTUP

A. Kesimpulan ........................................................................... 97

B. Saran-saran ............................................................................. 98

C. Penutup................................................................................... 99

DAFATAR PUSTAKA

LAMPIRAN

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Semenjak berabad-abad yang lalu masyarakat telah menyadari bahwa

uang sangat penting peranannya dalam melancarkan kegiatan perdagangan.

Tanpa uang kegiatan perdagangan menjadi sangat terbatas dan tidak dapat

berkembang. Keadaan seperti ini akan membatasi perkembangan ekonomi

yang dapat dicapai. Peranan uang yang sangat penting ini dapat dengan nyata

dilihat dari memperhatikan masalah-masalah yang akan dihadapi apabila

perdagangan dijalankan secara barter.1

Pada tingkatan peradaban yang terendah, dapat dibayangkan adanya

perekonomian yang tidak membutuhkan uang, maka tentunya pada saat itu

terjadi kesulitan dalam proses tukar menukar barang.2 Dari kesulitan-kesulitan

yang akan timbul sebagai akibat dari ketiadaan uang seperti yang baru

diterangkan di atas dapatlah diambil kesimpulan bahwa uang diciptakan dalam

perekonomian dengan tujuan untuk melancarkan kegiatan tukar menukar dan

perdagangan. Maka uang selalu didefinisikan sebagai: benda-benda yang

disetujui oleh masyarakat sebagai alat perantaraan untuk mengadakan tukar

menukar/perdagangan. Yang dimaksudkan dengan kata "disetujui" dalam

1Sadono Sukirno, Pengantar Teori Makro Ekonomi, Edisi Kedua, Jakarta: PT Raja

Grafindo Persada, 1992, hlm. 190. 2Winardi, Pengantar Ilmu Ekonomi, Bandung: Tarsito, 1995, hlm. 225.

2

definisi ini adalah terdapat kata sepakat di antara anggota-anggota

masyarakat.3

Pada zaman dahulu, pertukaran hanya ada dalam bentuk barter, dalam

hal ini barang ditukar untuk mendapatkan barang. Bahkan dewasa ini banyak

rakyat dari negara berkembang di daerah-daerah pedalaman memperoleh

kebutuhan mereka melalui barter. Akan tetapi karena peradaban dan

kebudayaan mereka semakin berkembang, sistem pertukaran mereka juga

meningkat.4

Sekarang ini semua kelompok-kelompok masyarakat menggunakan

pertukaran melalui uang. Hal ini disebabkan karena nilai semua barang dan

jasa dapat dengan mudah terlihat dan dengan segera ditetapkan dengan

menggunakan uang.5 Namun demikian, dalam perspektif Islam uang bukan

segalanya, dan bukan yang paling terpenting. Dalam Islam justru yang

terpenting adalah waktu.6

Pada masa pemerintahan Nabi Muhammad saw., di Madinah, dinar

dan dirham diimpor; dinar dari Roma dan dirham dari Persia. Besarnya

volume impor dinar dan dirham serta barang-barang komoditas bergantung

kepada volume komoditas yang diekspor ke dua negara tersebut dan ke

wilayah-wilayah yang berada di bawah kekuasaannya.7

3Ibid, hlm. 192. 4Afzalur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam, Jilid 2, terj. Soerojo, Nastangin, Yogyakarta:

PT. Dana Bhakti Prima Yasa, 2002, hlm. 71-72 5Ibid 6Adiwarman Karim, Ekonomi Mikro Islam, Jakarta: Tim III T Indonesia, 2002, hlm. 37 7Adiwarman Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Jakarta: Tim III T Indonesia,

2002, hlm. 127-128

3

Dengan menggunakan uang akan mempermudah dalam

mengembangkan perdagangan dan dalam hubungan antara manusia yang satu

dengan lainnya. Tak dapat disangkal lagi, uang merupakan sesuatu yang

sangat penting dalam kehidupan perekonomian dan sangat dominan dalam

analisis ekonomi makro. Uang adalah alat untuk memenuhi kebutuhan

manusia. Sejak peradaban kuno, mata uang logam sudah menjadi alat

pembayaran biasa walaupun belum sesempurna sekarang. Kebutuhan

menghendaki adanya alat pembayaran yang memudahkan pertukaran barang

agar pekerjaan dapat lebih mudah. Perbedaan sistem ekonomi yang berlaku,

akan memiliki pandangan yang berbeda tentang uang. Sistem ekonomi

konvensional memiliki pandangan yang berbeda tentang uang dibandingkan

dengan sistem ekonomi Islam.8

Di dalam ekonomi Islam uang bukanlah modal. Sementara ini kadang

orang salah kaprah menempatkan uang. Uang disama artikan dengan modal.

Uang adalah barang khalayak (masyarakat luas). Uang bukan barang

monopoli seseorang. Jadi semua orang berhak memiliki uang yang berlaku di

suatu negara. Sementara modal adalah barang pribadi atau orang-perorangan.

Secara definisi uang adalah benda yang dijadikan sebagai ukuran dan

penyimpan nilai semua barang.9

Dalam Hukum Islam fungsi uang sebagai alat tukar-menukar diterima

secara meluas. Penerimaan fungsi ini disebabkan karena fungsi uang ini

8Eko Suprayitno, Ekonomi Islam Pendekatan Ekonomi Makro Islam dan Konvensional,

Yogyakarta: Graha Ilmu, 2005, hlm. 187. 9Muhamad, Bank Syari’ah, Analisis Kekuatan, Peluang, Kelemahan dan Ancaman,

Yogyakarta; Ekonisia, 2003, hlm. 33.

4

dirasakan dapat menghindarkan kecenderungan ketidakadilan dalam sistem

perdagangan barter. Sebagai alat tukar, uang dapat dipecah dalam satuan-

satuan terkecil. Hal serupa tidak dapat dilakukan terhadap sejumlah barang

tertentu kecuali mengakibatkan rusak atau nilai barang tersebut menjadi

berkurang, Oleh karena itu perdagangan barter berpotensi riba, yakni riba

fadhal.10

Dalam masyarakat industri dan perdagangan seperti yang sedang

berkembang sekarang ini fungsi uang tidak hanya diakui sebagai alat tukar,

tetapi juga diakui berfungsi sebagai komoditas (hajat hidup yang bersifat

terbatas) dan sebagai modal. Dalam fungsinya sebagai komoditas, uang

dipandang dalam kedudukan yang sama dengan barang yang dapat dijadikan

sebagai obyek transaksi untuk mendapatkan keuntungan (laba). Sedang dalam

fungsinya sebagai modal (kapital) uang dapat menghasilkan sesuatu (bersifat

produktif) baik menghasilkan barang maupun menghasilkan jasa. Lembaga

keuangan seperti pasar modal, bursa efek, dan perbankan konvensional yang

berkembang sekarang ini merupakan suatu kenyataan bahwa fungsi uang telah

berkembang sebagai komoditas dan modal, tidak terbatas pada fungsinya

sebagai alat tukar.

Berbeda dengan fungsinya sebagai alat tukar-menukar yang diterima

secara bulat, fungsi uang sebagai komoditas dan modal masih diperselisihkan.

Sebagian ekonom Islam menentang keras fungsi uang sebagai komoditas dan

sebagai modal. Abdul Mannan, misalnya seorang ekonom muslim asal

10Ghufron A. Mas’adi, Fiqh Muamalah Kontekstual, Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada,

2002, hlm. 14-16

5

Pakistan mengatakan bahwa dalam Islam uang dipandang sebagai alat tukar,

bukan suatu komoditi. Diterimanya peranan uang ini secara meluas dengan

maksud melenyapkan ketidakadilan, ketidakjujuran, dan pengisapan dalam

ekonomi tukar-menukar. Karena ketidakadilan dalam ekonomi tukar menukar

(barter), digolongkan sebagai Riba al Fazal, yang dilarang dalam agama,

sedangkan peranan uang sebagai alat tukar dapat dibenarkan. Karena itu dalam

Islam uang sendiri tidak menghasilkan suatu apapun. Dengan demikian bunga

(riba) pada uang yang dipinjam dan dipinjamkan dilarang. Sekali peranan

uang sebagai alat tukar diakui, uang dapat memainkan peranannya sebagai

suatu unit alat hitung dan sebagai suatu kumpulan nilai dalam suatu ekonomi

Islami. la dapat digunakan sebagai ukuran opportunity cost (yaitu pendapatan

yang hilang), dengan baik sekali.11

Dalam hubungannya dengan sistem ekonomi Islam, bahwa sistem

ekonomi Islam adalah suatu sistem ekonomi yang didasarkan pada ajaran dan

nilai-nilai Islam. Sumber dari keseluruhan nilai tersebut sudah tentu Al-

Qur'an, As-Sunnah, ijma dan qiyas. Nilai-nilai sistem ekonomi Islam ini

merupakan bagian integral dari keseluruhan ajaran Islam yang komprehensif

dan telah dinyatakan Allah SWT sebagai ajaran yang sempurna (QS. al-

Ma'idah ayat 3).

ينكم وأتممت عليكم نعمتي ورضيت اليوم أآملت لكم دلكم اإلسالم دينا فمن اضطر في مخمصة غير متجانف

)3: المائدة (لإثم فإن الله غفور رحيم

11Muhammad Abdul Mannan, Ekonomi Islam Teori dan Praktek, Jakarta: PT Intermasa, 1992, hlm. 162.

6

Artinya: Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu,

dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni'mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. al-Maidah: 3).

Karena didasarkan pada nilai-nilai Ilahiah, sistem ekonomi Islam tentu

saja akan berbeda dengan sistem ekonomi kapitalis yang didasarkan pada

ajaran kapitalisme, dan juga berbeda dengan sistem ekonomi sosialis yang

didasarkan pada ajaran sosialisme. Memang, dalam beberapa hal, sistem

ekonomi Islam merupakan kompromi antara kedua sistem tersebut, namun

dalam banyak hal sistem ekonomi Islam berbeda sama sekali dengan kedua

sistem tersebut. Sistem ekonomi Islam memiliki sifat-sifat baik dari

kapitalisme dan sosialisme, namun terlepas dari sifat buruknya.

Dalam hubungannya dengan uang, bahwa pada dasarnya Islam

memandang uang hanya sebagai alat tukar, bukan sebagai barang dagangan

(komoditas). Oleh karena itu motif permintaan akan uang adalah untuk

memenuhi kebutuhan transaksi (money demand for transaction), bukan untuk

spekulasi. Islam juga sangat menganjurkan penggunaan uang dalam

pertukaran karena Rasulullah telah menyadari kelemahan dari salah satu

bentuk pertukaran di zaman dahulu yaitu barter (bai' al muqayadah), di mana

barang saling dipertukarkan.12 Menurut Afzalur Rahman:

Rasulullah saw menyadari akan kesulitan-kesulitan dan kelemahan-kelemahan sistem pertukaran ini, lalu beliau ingin menggantinya dengan sistem pertukaran melalui uang. Oleh karena itu beliau

12Zainul Arifin, Dasar-Dasar Manajemen Bank Syari’ah, Jakarta : Alvabeta, 2003, hlm.

16

7

menekankan kepada para sahabat untuk menggunakan uang dalam transaksi-transaksi mereka. Hal ini dapat dijumpai dalam hadits-hadits antara lain seperti diriwayatkan oleh Ata bin Yasar, Abu Said dan Abu Hurairah, dan Abu Said Al Khudri. 13 Ternyata Rasulullah SAW tidak menyetujui transaksi-transaksi dengan

sistem barter, untuk itu dianjurkan sebaiknya menggunakan uang. Tampaknya

beliau melarang bentuk pertukaran seperti ini karena ada unsur riba di

dalamnya.

Berdasarkan uraian di atas, tema ini sangat penting diteliti, karena

masalah uang memegang peranan penting dalam kehidupan manusia. Adapun

alasannya memilih tokoh dan pandangan Muhammad Abdul Mannan adalah

karena ia merupakan salah seorang pakar ekonomi yang telah dapat

mengetengahkan implikasi dari berbagai perintah Islam dalam kaitannya

dengan beberapa masalah mendesak yang dihadapi dunia Islam. Ia sangat

besar perhatiannya dengan pertumbuhan dan perkembangan lazu

perekonomian umat Islam.

Berpijak pada pentingnya masalah di atas, maka penulis hendak

mengangkat tema ini dengan judul: "Studi Analisis Pemikiran Muhammad

Abdul Mannan tentang Konsep Uang dan Peranannya dalam Sistem

Perekonomian Islam"

13Afzalur Rahman, op. cit, hlm. 73

8

B. Perumusan Masalah

Permasalahan merupakan upaya untuk menyatakan secara tersurat

pertanyaan-pertanyaan apa saja yang ingin dicarikan jawabannya.14 Bertitik

tolak pada keterangan itu, maka yang menjadi pokok permasalahan:

1. Bagaimana pendapat Muhammad Abdul Mannan tentang konsep uang?

2. Bagaimana pendapat Muhammad Abdul Mannan tentang konsep sistem

perekonomian Islam?

3. Bagaimana peranan uang dalam sistem perekonomian Islam?

C. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui pendapat Muhammad Abdul Mannan tentang konsep

uang

2. Untuk mengetahui pendapat Muhammad Abdul Mannan tentang konsep

sistem perekonomian Islam

3. Untuk mengetahui peranan uang dalam sistem perekonomian Islam

D. Telaah Pustaka

Penelitian ini sangat berbeda dengan penelitian sebelumnya, terutama

tokoh yang dijadikan kajian. Beberapa penelitian sebelumnya ada yang telah

mengungkapkan peranan bank sentral dan masalah riba, tapi tidak

memfokuskan masalah uang perspektif abdul Mannan . Misalnya, skripsi yang

berjudul Studi Analisis Pemikiran Umer Chapra Tentang Riba disusun oleh

Siti Saifiyatun Nasikhah (NIM.2100166). Pada intinya, penyusun skripsi ini

14Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, Cet. 7, Jakarta:

Pustaka Sinar Harapan, 1993, hlm. 312.

9

mengungkapkan bahwa konsep riba Umer Chapra ini lebih ditekankan pada

apa yang sesungguhnya dituntut dibalik pelarangan riba, yaitu untuk

menegakkan sebuah sistem ekonomi di mana semua bentuk eksploitasi dan

ketidak adilan dihapuskan. Dengan kata lain, eksploitasi dan ketidak adilan

merupakan esensi utama riba.

Skripsi yang berjudul Peranan Bank Sentral Dalam Sistem Moneter

Islam Menurut Muhamamd Umer Chapra, disusun oleh Nur Zaini (NIM.

2196111). Penulis skripsi tersebut dalam temuannya mengungkapkan bahwa

karena bank sentral Islam akan menjadi kemudi dari sebuah sistem yang

secara keseluruhan beda dan menantang, ia tidak dapat menjadi penonton pasif

atau pengikut jinak teknik konvensional. la harus memberikan peran

keteladanan dan aktif dalam keseluruhan proses islamisasi dan evolusi yang

berkelanjutan sistem perbankan, paling tidak sampai sistem itu menjadi baik

dan kuat. Persis seorang ibu, ia harus memahami, menyiapkan kelahiran,

menyuapi, mendidik, dan membantu sistem perbankan Islam berkembang.

Dari keterangan di atas menunjukkan bahwa penelitian terdahulu titik

berat pembahasannya tentang peranan bank sentral, dan riba’ Sedangkan

penelitian saat ini titik berat pembahasannya tentang uang.

Adapun beberapa buku yang telah diterbitkan dan berhubungan dengan

judul di atas dapat diketengahkan sebagai berikut:

Pertama, Teori Moneter, disusun oleh Boediono. Buku kecil ini berisi

sketsa perkembangan teori moneter mulai dari Fisher dan Marshall sampai

saat ini. Karena berupa sketsa, maka teori-teori disajikan secara garis besar,

10

skematis dan dalam banyak hal tidak mendalam. Ini adalah sesuai dengan

tujuan utama dari buku ini, yaitu untuk memberikan gambaran arah umum

perkembangan teori moneter.

Kedua, Ekonomi Moneter, hasil karya M.Manullang. dalam buku ini

diungkapkan tentang fungsi, jenis dan peranan uang. Dalam bab selanjutnya

dipaparkan pula tentang politik moneter, cara-cara mengatasi inflasi dan

berbagai teori tentang moneter. Secara global buku ini tampaknya menyeluruh

ketika menganalisis tentang peranan moneter dalam perekonomian baik secara

mikro maupun makro.

Ketiga, Islam dan Pembangunan Ekonomi, karya Umer Chapra. Dalam

buku itu dikemukakan ada lima tindakan kebijakan yang diajukan bagi

pembangunan yang disertai dengan keadilan dan stabilitas. Lima kebijakan

tersebut adalah: (1) memberikan kenyamanan kepada faktor manusia, (2)

mereduksi konsentrasi kekayaan, (3) melakukan restrukturisasi ekonomi, (4)

melakukan restrukturisasi keuangan, dan (5) rencana kebijakan strategis.

Di antara tindakan-tindakan kebijakan ini mungkin sudah sangat akrab

bagi mereka yang sudah bergelut dalam literatur pembangunan. Akan tetapi,

apa yang lebih penting adalah injeksi dimensi moral ke dalam parameter

pembangunan material. Tanpa sebuah integrasi moral dan material seperti itu,

barangkali tidak mungkin dapat diwujudkan adanya efisiensi atau

pemerataan.15

15Umer Chapra, Islam dan Pembangunan Ekonomi, terj. Ikhwan Abidin Basri, Jakarta:

Gema Insani Press, 2000, hlm. 85.

11

Keempat, Lembaga-lembaga Perekonomian Umat (Sebuah

Pengenalan), yang disusun oleh Djazuli dan Yadi Yanwari. Di dalam buku itu

disebutkan bahwa dewasa ini ada dua sistem ekonomi yang dianut oleh umat

manusia di dunia, yakni sistem ekonomi Kapitalis dan sistem ekonomi

Sosialis. Sistem ekonomi Kapitalis banyak dianut oleh negara-negara yang

berada di belahan Benua Amerika, Eropa Barat, dan beberapa negara di Benua

Asia. Sedangkan sistem ekonomi Sosialis banyak dianut oleh negara-negara

yang berada di belahan Eropa Timur dan beberapa negara Asia. Menurut

sebagian pengamat ekonomi, khususnya ekonom muslim, saat ini masyarakat

dunia telah mengalami kejenuhan dengan kedua sistem ekonomi tersebut.

Selain itu, dengan mengembangkan kedua sistem ekonomi itu dunia semakin

hari semakin tidak teratur, yang pada gilirannya melahirkan negara-negara

yang semakin hari semakin kaya di satu sisi dan melahirkan negara-negara

yang semakin miskin di sisi lain. Dengan kata lain, dengan menjalankan kedua

sistem ekonomi tersebut melahirkan ketidakseimbangan dalam perkembangan

ekonomi. Dengan melihat kenyataan tersebut, maka kemudian muncul

pemikiran baru yang menawarkan ajaran Islam tentang ekonomi sebagai

sebuah sistem ekonomi alternatif.16 Namun persoalannya sekarang, apakah

ajaran Islam tentang ekonomi bisa dikatakan sebagai sistem ekonomi Islam?

Uraian di bawah ini akan mencoba melukis-jelaskan tentang sistem ekonomi

Islam. Berkenaan dengan pertanyaan, apakah ajaran Islam tentang ekonomi

16"Seorang ekonom berkebangsaan Perancis, Jacquen Austry, menyatakan bahwa jalan

untuk menumbuhkan ekonomi tidak hanya terbatas pada dua sistem-Kapitalisme dan Sosialisme, melainkan ada sistem ekonomi lain yang lebih kuat, yakni sistem ekonomi Islam., Sedangkan Raymond Charles, seorang orientalis berkebangsaan Perancis, menyatakan bahwa Islam telah menggariskan jalan kemajuan tersendiri”.

12

bisa dikatakan sebagai sistem ekonomi Islam? telah muncul beberapa

pendapat, yang bila dirangkum terbagi kepada dua pendapat. Pendapat yang

pertama mengatakan bahwa ajaran Islam tentang ekonomi bisa dinyatakan

sebagai sebuah sistem ekonomi, sedangkan pendapat lain menyatakan bukan

sistem ekonomi tetapi hanya berupa norma ekonomi. Menurut M. A. Mannan,

dikotomi itu lebih pada, apakah ekonomi Islam itu sebuah "sistem" atau

sebuah "ilmu".17 Sebelum memahami lebih jauh tentang sistem ekonomi Islam

akan lebih baik bila mendeskripsikan terlebih dahulu tentang makna sistem

ekonomi itu sendiri. Sistem berarti suatu keseluruhan yang kompleks: suatu

susunan hal atau bagian yang saling berhubungan.18 Dengan kata lain, sistem

berarti sebuah totalitas terpadu yang terdiri dari unsur-unsur yang saling

berhubungan, .saling terkait, saling mempengaruhi, dan saling tergantung

menuju tujuan bersama tertentu. Dengan pengertian sistem ini, maka dapat

dipahami bahwa yang dimaksud dengan sistem ekonomi adalah susunan

organisasi ekonomi yang mantap dan teratur.19 Dari beberapa pengertian

tersebut, maka dapat dipahami bahwa ajaran Islam tentang ekonomi dapat

dikatakan pula sebagai sebuah sistem ekonomi. Hal ini disebabkan karena

ajaran Islam tentang ekonomi adalah ajaran yang bersifat integral, yang tidak

terpisahkan baik dengan ajaran Islam secara keseluruhan maupun dengan

realitas kehidupan. Selain itu, unsur-unsur yang harus ada dalam sebuah

sistem ekonomi telah terpenuhi dalam ajaran Islam. Unsur-unsur yang harus

17M. A. Mannan, op.cit., hlm. 15. 18Ibid. 19Anonimous. Ekonomi Pancasila untuk Mendukung Tinggal Landas dan Pembangunan

Jangka Panjang Tahap II. Jakarta: Lemhannas, 1989, hlm. 8.

13

terpenuhi dalam sistem ekonomi Islam itu adalah: (1) sumber-sumber ekonomi

atau faktor-faktor produksi yang terdapat dalam perekonomian tersebut; (2)

motivasi dan perilaku pengambil keputusan atau pemain dalam sistem itu; (3)

proses pengambilan keputusan; dan (4) lembaga-lembaga yang terdapat di

dalamnya.20

Kelima, Sistem Ekonomi Islam Prinsip-prinsip dan Tujuan-tujuannya,

yang dikarang oleh Ahmad Muhammad al-Assal dan Fathi Ahmad Abdul

Karim. Dalam temuannya, penulis buku tersebut menjelaskan, tak seorang

pun menyangkal tentang pentingnya studi ekonomi saat kini. Pertarungan

yang terjadi di antara kedua blok Timur dan Barat, sebabnya kembali sebagian

besar kepada sebab-sebab ekonomis. Problema pokok yang merepotkan kini,

adalah apa yang diistilahkan dengan dunia ketiga, yang terdiri dari negara-

negara Asia, Afrika, dan Amerika Latin, yakni problema kemunduran

ekonomi dan perlunya menumbuhkan ekonomi. Kalau ekonomi Islam belum

berperan sampai kini, tidak berarti kurang pentingnya ekonomi Islam. Sebab

sebagaimana diketahui bahwa jauhnya ekonomi Islam dari arena, tidak lain

karena terpecahnya dunia Islam dan jatuhnya sebagian besar dunia Islam ke

bawah kekejaman penjajahan, yang berusaha sekuat tenaga menjauhkan

syariat Islam, termasuk di dalamnya ekonomi Islam, dari penerapannya di

negeri-negeri Islam yang mereka duduki.21

20Djazuli dan Yadi Janwari, Lembaga-lembaga Perekonomian Umat (Sebuah

Pengenalan), Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002, hlm 24-26. 21Ahmad Muhammad al-Assal dan Fathi Ahmad Abdul Karim, Sistem Ekonomi Islam

Prinsip-prinsip dan Tujuan-tujuannya, Terj. Abu Ahmadi dan Anshori Umar Sitanggal, Surabaya: PT Bina Ilmu Offset, 1980, hlm. 30.

14

E. Metode Penelitian

Metode penelitian skripsi ini dapat dijelaskan sebagai berikut :22

1. Jenis Penelitian

Untuk mendapatkan data-data yang sebaik-baiknya, kemudian

ditempuhlah teknik-teknik tertentu di antaranya yang paling utama ialah

research yakni mengumpulkan bahan dengan membaca buku-buku jurnal

dan bentuk-bentuk bahan lain atau yang lazim disebut dengan

penyelidikan kepustakaan (library research) adalah salah satu jenis

penelitian melalui perpustakaan.23

2. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data berupa teknik dokumentasi24 yaitu

dengan meneliti sejumlah kepustakaan (library research), kemudian

memilah-milahnya dengan memprioritaskan keunggulan pengarang.

3. Teknik Analisis Data

Dalam menganalisis data,25 peneliti menggunakan analisis data

kualitatif, yaitu data yang tidak bisa diukur atau dinilai dengan angka

secara langsung.26 Sebagai pendekatannya, digunakan metode deskriptif

22Menurut Hadari Nawawi, metode penelitian adalah ilmu yang memperbincangkan

tentang metode-metode ilmiah dalam menggali kebenaran pengetahuan. Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial, Cet. 5, Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1991, hlm. 24.

23Sutrisno Hadi, Metode Penelitian Research, Yogyakarta : Andi Offset, 1990, hlm. 42 24Menurut Suharsimi Arikunto, metode dokumentasi. yaitu mencari data mengenai hal-

hal atau variabel yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, lengger, agenda, dan sebagainya. Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Cet. 12, PT Rineka Cipta, Jakarta, 2002, hlm. 206.

25Menurut Moh. Nazir, Analisa adalah mengelompokkan, membuat suatu urutan, memanipulasi serta menyingkatkan data sehingga mudah untuk dibaca. Moh. Nazir. Metode Penelitian, Cet. 4, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1999, hlm, 419.

26 Tatang M. Amirin, Menyusun Rencana Penelitian, Cet. 3. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1995, hlm. 134. Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, Cet. 14, Bandung: PT

15

analisis, yaitu cara penulisan dengan mengutamakan pengamatan terhadap

gejala, peristiwa dan kondisi aktual dimasa sekarang.27

F. Sistematika Penulisan

Dalam sistematika penulisan ini, agar dapat mengarah pada tujuan

yang telah ditetapkan, maka skripsi ini disusun sedemikian rupa secara

sistematis yang terdiri dari lima bab yang masing-masing menampakkan

karakteristik yang berbeda namun dalam satu kesatuan tak terpisah.

Bab pertama berisi pendahuluan, merupakan gambaran umum secara

ijmali namun holistik dengan memuat: latar belakang masalah, pokok

masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, telaah pustaka, metode

penelitian, sistematika penulisan.

Bab kedua berisi uang dan sistem perekonomian yang meliputi uang

(pengertian uang, fungsi uang, teori tentang uang), sistem perekonomian Islam

(pengertian ekonomi Islam, prinsip-prinsip ekonomi Islam, sistem

perekonomian Islam).

Bab ketiga berisi pendapat Muhammad Abdul Mannan tentang konsep

uang dan peranannya yang meliputi biografi Muhammad Abdul Mannan (latar

belakang keluarga, perjuangan, karya-karya muhammad Abdul Mannan),

karakteristik pemikiran Muhammad Abdul Mannan, pendapat Muhammad

Abdul Mannan tentang konsep uang dan peranannya.

Remaja Rosda Karya, 2001, hlm. 2. Koencaraningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, Cet. 14, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1970, hlm. 269.

27Wasty Soemanto, Pedoman Teknik Penulisan Skripsi, Jakarta: Bumi Aksara, 1999, hlm. 15., Sutrisno Hadi, Metodologi Research, Cet. 30, Yogyakarta: Andi, 2001, h1m. 3. M. Subana, Sudrajat, Dasar-Dasar Penelitian Ilmiah, Bandung: CV. Pustaka. Setia, 2001, hlm. 89.

16

Bab keempat berisi analisis pendapat Muhammad Abdul Mannan

tentang konsep uang dan peranannya yang meliputi analisis pendapat

Muhammad Abdul Mannan tentang konsep uang dan peranannya,

aktualisasinya pendapat Muhammad Abdul Mannan tentang konsep uang dan

peranannya dalam perekonomian nasional.

Bab kelima berisi penutup, kesimpulan dan saran-saran

17

BAB II

UANG DAN SISTEM PEREKONOMIAN ISLAM

A. Uang

1. Pengertian Uang

Uang merupakan kebutuhan masyarakat yang paling utama. Juga

merupakan kebutuhan pemerintah, kebutuhan produsen, kebutuhan

distributor dan kebutuhan konsumen.1Uang merupakan inovasi besar

dalam peradaban perekonomian dunia. Posisi uang sangat strategis dalam

satu sistem ekonomi, dan sulit digantikan variabel lainnya. Bisa dikatakan

uang merupakan bagian yang terintegrasi dalam satu sistem ekonomi.

Sepanjang sejarah keberadaannya, uang memainkan peran penting dalam

perjalanan kehidupan modern. Uang berhasil memudahkan dan

mempersingkat waktu transaksi pertukaran barang dan jasa. Uang dalam

sistem ekonomi memungkinkan perdagangan berjalan secara efisien.

Pada peradaban awal, manusia memenuhi kebutuhannya secara

mandiri. Mereka memperoleh makanan dari berburu atau memakan

berbagai buah-buahan. Karena jenis kebutuhannya masih sederhana,

mereka belum membutuhkan orang lain. Masing-masing individu

memenuhi kebutuhan makannya secara mandiri. Dalam periode yang

1Muchdarsyah Sinungan, Uang dan Bank, Jakarta: Bina Aksara, 1989, hlm. 3.

18

dikenal sebagai periode prabarter ini, manusia belum mengenal transaksi

perdagangan atau kegiatan jual beli.2

Pada tingkat peradaban yang terendah, dapatlah dibayangkan

adanya perekonomian yang tidak membutuhkan uang. Akan tetapi ketika

jumlah manusia semakin bertambah dan peradabannya semakin maju,

kegiatan dan interaksi antarsesama manusia pun meningkat tajam. Jumlah

dan jenis kebutuhan manusia, juga semakin beragam. Ketika itulah,

masing-masing individu mulai tidak mampu memenuhi kebutuhannya

sendiri. Bisa dipahami karena ketika seseorang menghabiskan waktunya

seharian bercocok tanam, pada saat bersamaan tentu ia tidak akan bisa

memperoleh garam atau ikan, menenun pakaian sendiri, atau kebutuhan

lain.

Satu sama lain mulai saling membutuhkan, karena tidak ada

individu yang secara sempurna mampu memenuhi kebutuhannya sendiri.

Sejak saat itulah, manusia mulai menggunakan berbagai cara dan alat

untuk melangsungkan pertukaran barang dalam rangka memenuhi

kebutuhan mereka. Pada tahapan peradaban manusia yang masih sangat

sederhana mereka dapat menyelenggarakan tukar-menukar kebutuhan

dengan cara barter. Maka periode itu disebut zaman barter.3

Pertukaran barter ini mensyaratkan adanya keinginan yang sama

pada waktu yang bersamaan (double coincidence of wants) dari pihak-

pihak yang melakukan pertukaran ini. Namun semakin beragam dan

2Mustafa Edwin Nasution, et al, Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam, Jakarta: kencana, 2006, hlm. 240.

3Winardi, Pengantar Ilmu Ekonomi, Buku I, edisi-VII, Bandung: Tarsito, 1995, hlm. 225.

19

kompleks kebutuhan manusia, semakin sulit menciptakan situasi double

coincidence of wants ini. Misalnya, pada satu ketika seseorang yang

memiliki beras membutuhkan garam. Namun saat yang bersamaan,

pemilik garam sedang tidak membutuhkan beras melainkan membutuhkan

daging, sehingga syarat terjadinya barter antara beras dengan garam tidak

terpenuhi. Keadaan demikian tentu akan mempersulit muamalah antar

manusia. Itulah sebabnya diperlukan suatu alat tukar yang dapat diterima

oleh semua pihak. Alat tukar demikian kemudian disebut uang. Pertama

kali, uang dikenal dalam peradaban Sumeria dan Babylonia.

Uang kemudian berkembang dan berevolusi mengikuti perjalanan

sejarah. Dari perkembangan inilah, uang kemudian bisa dikategorikan

dalam tiga jenis, yaitu uang barang, uang kertas dan uang giral atau uang

kredit.4

Dewasa ini, ekonomi moneter menjadi suatu cabang yang penting

dalam ilmu ekonomi. Salah satu sebabnya ialah, karena uang memegang

peranan penting dalam lapangan hidup manusia. Juga karena uang

memegang peranan dalam hubungannya dengan perdagangan

internasional. Harga uang sesuatu negeri dalam hubungannya dengan

harga uang negeri lainnya, menjadi indikator bagaimana kedudukan

perdagangan negara yang bersangkutan dalam dunia pada umumnya.

Persoalan uang itu bukan saja penting dalam hubungannya dengan

perekonomian nasional, tetapi juga penting dalam hubungannya dengan

4Mustafa Edwin Nasution, op.cit., hlm. 240.

20

perekonomian dunia. Sangat penting bagi suatu negara, untuk menjamin

kestabilan harga uangnya dan kalau mungkin menaikkan harga uang

tersebut dalam hubungannya dengan harga uang asing di luar negeri.

Salah satu usaha untuk mencapai maksud itu adalah dengan politik

keuangan, yang menjadi lingkungan ekonomi moneter.5

Dalam konteks sejarah ekonomi Islam, bahwa berbicara tentang

uang maka erat kaitannya dengan lembaga keuangan di zaman Rasulullah.

Sebelum Muhammad diangkat sebagai Rasul, dalam masyarakat Jahiliyah

sudah terdapat sebuah lembaga politik semacam dewan perwakilan rakyat

untuk ukuran masa itu yang disebut darun nadwah. Di dalamnya para

tokoh Mekkah berkumpul dan bermusyawarah untuk menentukan suatu

keputusan. Ketika dilantik sebagai Rasul, mengadakan semacam lembaga

tandingan untuk itu, yaitu Darul Arqam. Perkembangan lembaga ini

terkendala karena banyaknya tantangan dan rintangan, sampai akhirnya

Rasulullah memutuskan untuk hijrah ke Madinah. Ketika beliau hijrah ke

Madinah, maka yang pertama kali didirikan Rasulullah adalah masjid

(masjid Quba), yang bukan saja merupakan tempat beribadah, tetapi juga

sentral kegiatan kaum muslimin. Kemudian beliau masuk ke Madinah dan

membentuk "lembaga" persatuan di antara para sahabatnya, yaitu

persaudaraan antara para Muhajirin dan kaum Anshar. Hal ini diikuti

5M.Manullang, Ekonomi Moneter, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1980, hlm. 11-12.

21

dengan pembangunan masjid lain yang lebih besar (masjid Nabawi), yang

kemudian menjadi sentral pemerintah untuk selanjutnya.6

Pendirian "lembaga" dilanjutkan dengan penertiban pasar.

Rasulullah diriwayatkan menolak membentuk pasar yang baru yang

khusus untuk kaum muslimin, karena pasar merupakan sesuatu yang

alamiah dan harus berjalan dengan sunnatullah. Demikian halnya dalam

penentuan harga. Akan halnya mata uang tidak ada satupun bukti sejarah

yang menunjukkan bahwa Nabi menciptakan mata uang sendiri.7

2. Fungsi Uang

Sejak ratusan tahun yang lalu, masyarakat telah menyadari bahwa

uang sangat penting peranannya dalam melancarkan kegiatan

perdagangan. Tanpa uang kegiatan perdagangan menjadi sangat terbatas

dan pengkhususan tidak dapat berkembang. Keadaan seperti ini akan

membatasi perkembangan ekonomi yang dapat dicapai. Peranan uang

yang sangat penting ini dapat dengan nyata dilihat dengan memperhatikan

masalah-masalah yang dihadapi pada saat perdagangan dijalankan secara

barter.8

Dari kesulitan-kesulitan yang timbul sebagai akibat dari barter

maka uang diciptakan dalam perekonomian dengan tujuan untuk

melancarkan kegiatan tukar menukar dan perdagangan. Oleh karena itu

6Muhammad, Dasar-dasar Keuangan Islami, Yogyakarta: Ekonisia, 2004, hlm. 4-5. 7Ibid., hlm. 5. 8Sadono Sukirno, Pengatar Teori Makroekonomi, Edisi Kedua, Jakarta: PT Raja Grafindo

Persada, 1992, hlm. 190

22

uang selalu didefinisikan sebagai: benda-benda yang disetujui oleh

masyarakat sebagai alat perantaraan untuk mengadakan tukar

menukar/perdagangan. Yang dimaksudkan dengan kata "disetujui" dalam

definisi ini adalah terdapat kata sepakat di antara anggota-anggota

masyarakat.9

Pertukaran berarti penyerahan suatu komoditi sebagai alat penukar

komoditi lain. Bisa juga berarti pertukaran dari satu komoditi dengan

komoditi lainnya, atau satu komoditi ditukar dengan uang, ada juga

perdagangan secara komersial yang mencakup penyerahan satu barang

untuk memperoleh barang lain, yang disebut saling tukar menukar. Jadi

terjadi tawar menawar dua barang dimana yang satu diberikan sebagai

bahan penukar untuk barang lain

Menurut ahli Fiqih Islam, pertukaran diartikan sebagai

pemindahan barang seseorang dengan menukar barang-barang tersebut

dengan barang lain berdasarkan keikhlasan/kerelaan. Pada zaman dahulu,

pertukaran hanya ada dalam bentuk barter, dalam hal ini barang ditukar

untuk mendapatkan barang. Bahkan dewasa ini banyak rakyat dari negara

berkembang di daerah-daerah pedalaman memperoleh kebutuhan mereka

melalui barter. Akan tetapi karena peradaban dan kebudayaan mereka

semakin berkembang, sistem pertukaran mereka juga meningkat.

Sekarang ini semua kelompok-kelompok masyarakat menggunakan

pertukaran melalui uang. Hal ini disebabkan karena nilai semua barang

9Ibid, hlm. 192.

23

dan jasa dapat dengan mudah terlihat dan dengan segera ditetapkan

dengan menggunakan uang.10

Agar masyarakat menyetujui penggunaan sesuatu benda sebagai

uang, haruslah benda itu memenuhi syarat. Dengan kata lain syarat-syarat

suatu benda berfungsi sebagai uang: pertama, nilainya tidak mengalami

perubahan dari waktu ke waktu; kedua, mudah dibawa-bawa; ketiga

mudah disimpan tanpa mengurangi nilainya; keempat, tahan lama; kelima,

jumlahnya terbatas (tidak berlebihan); keenam, bendanya mempunyai

mutu yang sama.11

Berdasarkan keterangan di atas, maka fungsi uang menurut

Muchdarsah Sinungan adalah

Sebagai alat tukar menukar (medium of exchange), sebagai satuan hitung (unit of account), sebagai penimbun kekayaan, dan sebagai standar pencicilan uang.12 Keterangan yang sama dikemukakan oleh Winardi bahwa fungsi uang adalah pertama, sebagai standar nilai; kedua, sebagai alat tukar; ketiga, sebagai alat penghimpun kekayaan; dan keempat, sebagai alat pembayaran yang ditangguhkan.13

Pada dasarnya Islam memandang uang hanya sebagai alat tukar,

bukan sebagai barang dagangan (komoditas). Oleh karena itu motif

permintaan akan uang adalah untuk memenuhi kebutuhan transaksi

(money demand for transaction), bukan untuk spekulasi. Islam juga sangat

menganjurkan penggunaan uang dalam pertukaran karena Rasulullah telah

menyadari kelemahan dari salah satu bentuk pertukaran di zaman dahulu

10Afzalur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam, Jilid 2, terj. Soerojo, Nastangin, Yogyakarta:

PT. Dana Bhakti Prima Yasa, 2002, hlm. 71-72 11Sadono Sukirno, op. cit, hlm. 192 12Muchdarsyah Sinungan, op.ci., hlm. 6 – 9 13Winardi, Pengantar ilmu Ekonomi, Buku 1, Bandung: Tarsito, 1995, hlm. 225-226.

24

yaitu barter (bai' al muqayadah), di mana barang saling dipertukarkan.14

Menurut Afzalur Rahman:

Rasulullah saw menyadari akan kesulitan-kesulitan dan kelemahan-kelemahan sistem pertukaran ini, lalu beliau ingin menggantinya dengan sistem pertukaran melalui uang. Oleh karena itu beliau menekankan kepada para sahabat untuk menggunakan uang dalam transaksi-transaksi mereka. Hal ini dapat dijumpai dalam hadits-hadits antara lain seperti diriwayatkan oleh Ata bin Yasar, Abu Said dan Abu Hurairah, dan Abu Said Al Khudri. 15

Ternyata Rasulullah SAW tidak menyetujui transaksi-transaksi

dengan sistem barter, untuk itu dianjurkan sebaiknya menggunakan uang.

Tampaknya beliau melarang bentuk pertukaran seperti ini karena ada

unsur riba di dalamnya.

Dalam konsep Islam tidak dikenal money demand for speculation,

karena spekulasi tidak diperbolehkan. Kebalikan dari sistem konvensional

yang memberikan bunga atas harta, Islam malah menjadikan harta sebagai

obyek zakat. Uang adalah milik masyarakat sehingga menimbun uang di

bawah bantal (dibiarkan tidak produktif) dilarang, karena hal itu berarti

mengurangi jumlah uang yang beredar di masyarakat. Dalam pandangan

Islam, uang adalah flow concept, sehingga harus selalu berputar dalam

perekonomian. Semakin cepat uang berputar dalam perekonomian, maka

akan semakin tinggi tingkat pendapatan masyarakat dan semakin baik

perekonomian.

14Zainul Arifin, Dasar-Dasar Manajemen Bank Syari’ah, Jakarta : Alvabeta, 2003, hlm.

16 15Afzalur Rahman, op. cit, hlm. 73

25

Bagi mereka yang tidak dapat memproduktifkan hartanya, Islam

menganjurkan untuk melakukan investasi dengan prinsip Musyarakah atau

Mudharabah, yaitu bisnis dengan bagi-hasil. Bila ia tidak ingin mengambil

resiko karena bermusyarakah atau bermudharabah, maka Islam sangat

menganjurkan untuk melakukan qard, yaitu meminjamkannya tanpa

imbalan apa pun, karena meminjamkan uang untuk memperoleh imbalan

adalah riba.

Secara mikro, qard16 tidak memberikan manfaat langsung bagi

orang yang meminjamkan. Namun secara makro, qard akan memberikan

manfaat tidak langsung bagi perekonomian secara keseluruhan. Hal ini

disebabkan karena pemberian qard membuat velocity of money

(percepatan perputaran uang) akan bertambah cepat, yang berarti

bertambahnya darah baru bagi perekonomian, sehingga pendapatan

nasional (national income) meningkat. Dengan peningkatan pendapatan

nasional, maka si pemberi pinjaman akan meningkat pula pendapatannya.

Demikian pula, pengeluaran shadaqah juga akan memberikan manfaat

yang lebih kurang sama dengan pemberian qard.

Islam juga tidak mengenal konsep time value of money, namun

Islam mengenal konsep economic value of time yang artinya bahwa yang

bernilai adalah waktu itu sendiri. Islam memperbolehkan penetapan harga

tangguh bayar lebih tinggi daripada harga tunai. Zaid bin Ali Zainal

Abidin bin Hussein bin Alt bin Abi Thalib, cicit dasar-dasar manajemen

16Qard adalah meminjamkan harta kepada orang lain tanpa mengharap imbalan. Dalam literatur fiqih qard dikategorikan sebagai aqad tathawwu, yaitu akad saling membantu dan bukan transaksi komersial. Zainul Arifin, op. cit, hlm. 27.

26

bank syari'ah Rasulullah SAW, adalah orang yang pertama kali

menjelaskan diperbolehkannya penetapan harga tangguh bayar (deferred

payment) lebih tinggi daripada harga tunai.17

Yang lebih menarik adalah bahwa dibolehkannya penetapan harga

tangguh yang lebih tinggi itu sama sekali bukan disebabkan time value of

money, namun karena semata-mata ditahannya hak si penjual barang.

Dapat dijelaskan di sini bahwa bila barang dijual tunai dengan untung Rp

500, maka si penjual dapat membeli lagi dan menjual lagi sehingga dalam

satu hari itu keuntungannya adalah Rp 1.000. Sedangkan bila dijual

tangguh-bayar, maka hak si penjual menjadi tertahan, sehingga dia tidak

dapat membeli lagi dan menjual lagi. Akibat lebih jauh dari itu, hak dari

keluarga dan anak si penjual untuk makan malam pada hari itu tertahan

oleh pembeli. Untuk alasan inilah, yaitu tertahannya hak penjual yang

telah memenuhi kewajibannya (menyerahkan barang), maka Islam

membolehkan penetapan harga tangguh lebih tinggi daripada harga

tunai.18

Dalam Islam fungsi uang sebagai alat tukar-menukar diterima

secara meluas. Penerimaan fungsi ini disebabkan karena fungsi uang ini

dirasakan dapat menghindarkan kecenderungan ketidakadilan dalam

sistem perdagangan barter. Sebagai alat tukar, uang dapat dipecah dalam

satuan-satuan terkecil. Hal serupa tidak dapat dilakukan terhadap sejumlah

barang tertentu kecuali mengakibatkan rusak atau nilai barang tersebut

17Ibid, hlm.24 18Ibid, hlm, 17-18.

27

menjadi berkurang, Oleh karena itu perdagangan barter berpotensi riba,

yakni riba fadhal. 19

Dalam masyarakat industri dan perdagangan seperti yang sedang

berkembang sekarang ini fungsi uang tidak hanya diakui sebagai alat

tukar, tetapi juga diakui berfungsi sebagai komoditas (hajat hidup yang

bersifat terbatas) dan sebagai modal. Dalam fungsinya sebagai komoditas,

uang dipandang dalam kedudukan yang sama dengan barang yang dapat

dijadikan sebagai obyek transaksi untuk mendapatkan keuntungan (laba).

Sedang dalam fungsinya sebagai modal (kapital) uang dapat menghasilkan

sesuatu (bersifat produktif) baik menghasilkan barang maupun

menghasilkan jasa. Lembaga keuangan seperti pasar modal, bursa efek,

dan perbankan konvensional yang berkembang sekarang ini merupakan

suatu kenyataan bahwa fungsi uang telah berkembang sebagai komoditas

dan modal, tidak terbatas pada fungsinya sebagai alat tukar. Berbeda

dengan fungsinya sebagai alat tukar-menukar yang diterima secara bulat,

fungsi uang sebagai komoditas dan modal masih diperselisihkan. Sebagian

ekonom Islam menentang keras fungsi uang sebagai komoditas dan

sebagai modal.20

Penolakan fungsi uang sebagai komoditas dan sebagai modal

mengandung implikasi yang sangat besar dalam rancang bangun sistem

ekonomi Islam. Kedua fungsi tersebut oleh kelompok yang

menyangkalnya dipandang sebagai prinsip yang membedakan antara

19Ghufron A. Mas’adi, Fiqh Muamalah Kontekstual, Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2002, hlm. 14.

20Ibid, hlm. 15

28

sistem ekonomi Islam dan sistem ekonomi non-Islam (konvensional). Atas

dasar prinsip ini mereka menjatuhkan keharaman setiap perputaran

(transaksi) uang yang disertai keuntungan (laba atau bunga) sebagai

praktek riba.

Dalam masalah muamalah, khususnya di bidang ekonomi, syari'ah

Islam tidak kurang dalam memberikan prinsip-prinsip dan etika yang

seharusnya bisa dijadikan acuan dan referensi, serta merupakan kerangka

bekerja dalam ekonomi Islam. Prinsip ekonomi Islam telah mengatur

bahwa:

1. Kekayaan merupakan amanah dari Allah dan tidak dapat dimiliki

secara mutlak;

2. Manusia diberi kebebasan untuk bermuamalah selama tidak

melanggar ketentuan syari'ah;

3. Manusia merupakan khalifah dan pemakmur di muka bumi

وإذ قال ربك للمالئكة إني جاعل في األرض خليفة قالوا أتجعل فيها من يفسد فيها ويسفك الدماء ونحن نسبح بحمدك ونقدس لك قال إني أعلم ما ال تعلمون

)30:البقرة(Artinya: Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat:

"Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi". Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau? "Tuhan berfirman: "Sesungguh-nya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui". (Q.S. Al-Baqarah:30)21

21Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Pentafsir Al-Qur’an, Al-Qur’an dan Terjemahnya,

Depag RI, 1986, hlm. 13

29

4. Di dalam harta seseorang terdapat bagian bagi orang miskin, yang

meminta-minta atau tidak meminta-minta

والمحروم للسائل* معلوم حق أموالهم في والذين ) 25-24:المعارج(

Artinya: dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu, bagi orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta) (Q.S. Al-Ma’arij: 24-25)22

5. Dilarang makan harta sesama secara batil, kecuali dengan perniagaan

secara suka sama suka

يا أيها الذين آمنوا ال تأآلوا أموالكم بينكم بالباطل إال أن تكون تجارة عن تراض منكم وال تقتلوا أنفسكم إن

ومن يفعل ذلك عدوانا } 29{الله آان بكم رحيما نصليه نارا وآان ذلك على الله يسيراوظلما فسوف

)29-30:النساء(Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling

memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. Dan barangsiapa berbuat demikian dengan melanggar hak dan aniaya, maka Kami kelak akan memasukkannya ke dalam neraka. Yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (Q.S. An-Nisa’: 29-30)23

Dalam tafsir al-Maraghi ayat di atas dijelaskan, bahwa kata al-

batil berasal dari al-batlu dan al-butlan berarti kesia-siaan dan kerugian.

Menurut syara adalah mengambil harta tanpa pengganti hakiki yang biasa,

dan tanpa keridaan dari pemilik harta yang diambil itu; atau menafkahkan

22Ibid, hlm 974 23Ibid, hlm. 122

30

harta bukan pada jalan hakiki yang bermanfaat, maka termasuk ke dalam

hal ini adalah lotre, penipuan di dalam jual beli, dan menafkahkan harta

pada jalan-jalan yang diharamkan, serta pemborosan dengan

mengeluarkan harta untuk hal-hal yang tidak dibenarkan oleh akal. Kata

bainakum menunjukkan bahwa harta yang haram biasanya menjadi

pangkal persengketaan di dalam transaksi antara orang yang memakan

dengan orang yang hartanya dimakan. Masing-masing ingin menarik harta

itu menjadi miliknya. 24

6. Penghapusan praktik riba

الذين يأآلون الربا ال يقومون إال آما يقوم الذي يتخبطه الشيطان من المس ذلك بأنهم قالوا إنما البيع

ربا وأحل الله البيع وحرم الربا فمن جاءه مثل الموعظة من ربه فانتهى فله ما سلف وأمره إلى الله ومن عاد فأولـئك أصحاب النار هم فيها خالدون

)275:البقرة(

Artinya: Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual bell dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang mengulangi (mengambil riba), maka orang itu adalah

24Ahmad Mustafa Al-Maragi, Tafsir al-Maragi, Mesir: Mustafa Al-Babi al-Halabi, 1394

H/1974 M, hlm. 25.

31

penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. (Q.S. Al-Baqarah: 275)25

Prinsip inilah yang pada ujung-ujungnya menjadi dasar

pembentukan lembaga keuangan bebas bunga dengan dua produk

unggulan, yakni mudharabah26 dan bai' al-murabahah27

Persoalan uang sebetulnya sangat berkaitan dengan masalah riba.

Sebagai perbandingan dengan teori ekonomi konvensional – kapitalisme -

Islam membicarakan uang sebagai sarana penukar dan penyimpan nilai,

tetapi uang bukanlah barang dagangan. Mengapa uang berfungsi? Uang

menjadi berguna hanya jika ditukar dengan benda yang nyata atau jika

digunakan untuk membeli jasa. Oleh karena itu, uang tidak bisa dijual atau

dibeli secara kredit. Orang perlu memahami kebijakan Rasulullah SAW.,

bahwa tidak hanya mengumumkan bunga atas pinjaman sebagai sesuatu

yang tidak sah tetapi juga melarang pertukaran uang dan beberapa benda

bernilai lainnya untuk pertukaran yang tidak sama jumlahnya, serta

menunda pembayaran jika barang dagangan atau mata uangnya adalah

25Ibid, hlm. 69 26Mudharabah secara bahasa berasal dari kata dharb artinya "memukul" atau

melangkahkan kaki dalam melakukan suatu usaha di muka bumi. Secara terminologis mudharabah berarti suatu akad kerja-sama antara dua pihak, pihak pertama (shahibul mal) menyediakan seluruh modal dan pihak lain (mudharib) sebagai pengelola modal, di mana keuntungan dibagi bersama sesuai prosentasi yang disepakati, sedang kerugian ditanggung oleh pemilik modal. Baca Muhammad Syafi'i Antonio, Bank Syari'ah Wacana Ulama dan Intelektual, Jakarta: Tazkiah Institut, 1999, hlm.171.

27Bai' al-murabahah adalah akad jual-beli barang dengan harga pokok dengan tambahan keuntungan yang disepakati, Dalam bai' al-murabahah pihak penjual harus memberitahu secara transparan harga barang dan menentukan tingkat keuntungan sebagai tambahan harga. Ibid, hlm. 121.

32

sama. Efeknya adalah mencegah bunga uang yang masuk ke sistem

ekonomi melalui cara yang tidak diketahui.28

3. Teori tentang Uang

Di dalam ekonomi Islam uang bukanlah modal. Sementara ini

orang kadang salah kaprah menempatkan uang. Uang disamaartikan

dengan modal (capital). Uang adalah barang khalayak/public goods

masyarakat luas. Uang bukan barang monopoli seseorang. Jadi semua

orang berhak memiliki uang yang berlaku di suatu negara. Sementara

modal adalah barang pribadi atau orang per orang. Jika uang sebagai flow

concept sementara modal adalah stock concept.

a. Money as Flow Concept

Uang adalah sesuatu yang mengalir. Sehingga uang diibaratkan

seperti air. Jika air di sungai itu mengalir, maka air tersebut akan

bersih dan sehat. Jika air berhenti (tidak mengalir secara wajar) maka

air tersebut menjadi busuk dan bau, demikian juga dengan uang. Uang

berputar untuk produksi akan dapat menimbulkan kemakmuran dan

kesehatan ekonomi masyarakat. Sementara, jika uang ditahan maka

dapat menyebabkan macetnya roda perekonomian. Dalam ajaran

Islam, uang harus diputar terus sehingga dapat mendatangkan

keuntungan yang lebih besar. Untuk itu uang perlu digunakan untuk

investasi di sektor riil. Jika uang disimpan tidak diinvestasikan kepada

sektor riil, maka tidak akan mendatangkan apa-apa (Q.S Al-Lahab).

28Muhammad, Bank Syari’ah Analisis Kekuatan, Peluang, dan Ancaman, Yogyakarta:

Econisia, 2003, hlm. 33

33

Penyimpanan uang yang telah mencapai haulnya, menurut ajaran

Islam, akan dikenai zakat.

b. Money as Public Goods

Uang adalah barang untuk masyarakat banyak. Bukan

monopoli perorangan. Sebagai barang umum, maka masyarakat dapat

menggunakannya tanpa ada hambatan dari orang lain. Oleh karena itu,

dalam tradisi Islam menumpuk uang sangat dilarang, sebab kegiatan

menumpuk uang akan mengganggu orang lain menggunakannya.29

Umat Islam telah akrab dengan mata uang yang terbuat dari emas,

disebut Dinar dan mata uang yang terbuat dari perak disebut Dirham.

Mata uang ini telah digunakan secara praktis sejak kelahiran Islam hingga

runtuhnya Khilafah Utsmaniyah di Turki pasca perang Dunia I. Oleh

karena itu, kebanyakan negara Islam dijajah oleh Barat dengan sistem

kapitalisnya, maka seluruh aspek ekonomi dan kehidupan juga mengikuti

pola-pola kapitalis, termasuk masalah mata uang. Dinar dan dirham yang

digunakan orang Arab waktu itu tidak didasarkan pada nilai nominalnya,

melainkan menurut beratnya. Sebab dinar dan dirham tersebut dianggap

sebagai mata uang yang dicetak, mengingat bentuk timbangan dirham

yang tidak sama dan karena kemungkinan terjadinya penyusutan berat

akibat peredarannya. Datangnya Rasulullah SAW, sebagai tanda

kedatangan Islam, maka beliau mengakui berbagai muamalah yang

menggunakan dinar Romawi dan dirham Persia. Beliau juga mengakui

29Ibid, hlm. 34-35

34

standar timbangan yang berlaku di kalangan kaum Quraisy untuk

menimbang berat dinar dan dirham. Sehubungan dengan hal ini,

Rasulullah bersabda" "Timbangan berat (wazan) adalah timbangan

penduduk Makkah, dan takaran (mikyal) adalah takaran penduduk

Madinah" (HR. Abu Daud dan An Nasa'i) Kaum Muslimin terus

menggunakan dinar Romawi dan dirham Persia dalam bentuk cap, dan

gambar aslinya sepanjang hidup Rasulullah SAW dan dilanjutkan oleh

masa kekhalifahan Abu Bakar Ash-Shiddiq pada awal kekhalifahan Umar

bin Khaththab.30

Pada masa pemerintahannya, khalifah Umar Bin Khaththab, pada

tahun 20 Hijriah, yaitu tahun kedelapan kekhalifahan Umar bin

Khaththab, beliau mencetak uang dirham baru berdasarkan pola dirham

Persia. Berat, gambar, maupun tulisan Bahlawinya (huruf Persianya) tetap

ada, hanya ditambah dengan lafaz yang ditulis dengan huruf Arab gaya

Kufi, seperti lafaz Bismillah (Dengan nama Allah) dan Bismillahi Rabbi

(Dengan nama Allah Tuhanku) yang terletak pada tepi lingkaran.

Khalifah Abdul Malik bin Marwan pada tahun 75 hijriah (695

Masehi), mencetak dirham khusus bercorak Islam, dengan lafaz-lafaz

Islam yang ditulis dengan huruf Arab gaya Kufi. Dengan demikian,

dirham Persia tidak digunakan lagi. Dua tahun kemudian, (tepatnya tahun

77 Hijriah/697 Masehi). Abdul Malik bin Marwan mencetak dinar khusus

yang bercorak Islam setelah meninggalkan pola dinar Romawi. Gambar-

30Eko Suprayitno, Ekonomi Islam Pendekatan Ekonomi Makro Islam dan Konvensional,

Yogyakarta: Graha Ilmu, 2005, hlm. 198-199

35

gambar dinar lama diubah dengan tulisan atau lafaz-lafaz Islam, seperti

Allahu Ahad (Allah itu Tunggal), Allah Baqa' (Allah itu Abadi). Sejak

saat itulah orang Islam memiliki dinar dan dirham Islam yang secara resmi

digunakan sebagai mata uangnya.

Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, sebenarnya di zaman

Khalifah Umar bin Kaththab dan Usman bin Affan, mata uang telah

dicetak dengan mengikuti gaya dirham Persia dengan perubahan pada

tulisan yang tercantum pada mata uang tersebut. Pada awal pemerintahan

Umar pernah terbetik pikiran untuk mencetak uang dari kulit, namun

dibatalkan karena tidak disetujui oleh para sahabat yang lain. Mata uang

khalifah Islam yang mempunyai kecirian khusus baru dicetak oleh

pemerintah Imam Ali r.a. Namun sayang peredarannya sangat terbatas

karena keadaan politik saat itu.31

Mata uang dengan gaya Persia dicetak pula di zaman Muawiyah

dengan mencantumkan gambar dan pedang Gubernurnya di Irak. Ziyad

juga mengeluarkan dirham dengan mencantumkan nama khalifah. Cara

yang dilakukan Muawiyah dan Ziyad mencantumkan gambar dan nama

kepala pemerintah pada mata uang-masih dipertahankan sampai saat ini,

juga termasuk di Indonesia.

Mata uang yang beredar pada waktu itu belum terbentuk bulat

seperti uang logam sekarang ini. Baru pada zaman Ibnu Zubair dicetak

untuk pertama kalinya mata uang dengan bentuk bulat, namun

31Ibid, 199-200

36

peredarannya berbatas di Hijaz. Sedangkan Mus'ab, gubernur di Kufah

mencetak uang dengan gaya Persia dan Romawi. Pada tahun 72-74

Hijriah, Bisr bin Marwan mencetak mata uang yang disebut dengan dinar

Athawiya. Sampai dengan zaman ini mata uang khalifah beredar bersama

dengan dinar Romawi, dirham Persia dan sedikit Himiyarite Yaman.

Barulah pada zaman Abdul Malik (76 H) pemerintah mendirikan tempat

percetakan uang di Daar Idjard, Suq ahwaj, Sus, Jay, Manadar, Maisan,

Rai, Abarkubadh, dan mata uang khalifah dicetak secara terorganisir

dengan kontrol pemerintah. Nilai mata uang ditentukan oleh beratnya.

Mata uang dinar mengandung emas 22 karat, dan terdiri dari pecahan

setengah dinar dan sepertiga dinar. Pecahan yang lebih kecil didapat

dengan memotong uang Imam Ali, misalnya, pernah membeli daging

dengan memotong dua karat dari dinar. (H R Abu Dawud). Dirham terdiri

dari beberapa pecahan nash (20 dirham), nawat (5 dirham), Sha ira (1/60

driham).32

Nilai tukar dinar-dirham relatif stabil pada jangka waktu yang

panjang dengan kurs dinar-dirham 1:10 pada saat itu perbandingan emas

perak 1:7, sehingga satu dinar 20 karat setara dengan 20 dinar 44 karat.

Reformasi moneter pernah dilakukan oleh Abdul Malik yaitu dirham

diubah menjadi 15 karat, dan pada saat yang sama dinar dikurangi berat

emasnya dari 4,25 gram. Di zaman Ibnu Faqih (289 H) nilai dinar

menguat menjadi 1:17, namun kemudian stabil pada kurs 1:15. Ulama

32Muslimin H.Kara, Bank Syariah di Indonesia Analisis Kebijakan Pemerintah Indonesia

terhadap Perbankan Syariah, Yogyakarta: UII Press, 2005, hlm. 62.

37

Islam Ibnu Taimiyah yang hidup di zaman pemerintahan raja mamluk,

telah mengalami situasi di mana beredar banyak jenis mata uang dengan

nilai kandungan logam mulia yang berlainan satu sama lain. Ketika itu

beredar tiga jenis mata uang dinar (emas), dirham (perak), dan fullus

(tembaga). Peredaran dinar sangat terbatas, peredaran dirham berfluktuasi

kadang-kadang malah menghilang, sedangkan yang beredar luas adalah

fullus. Fenomena inilah yang dirumuskan oleh Ibnu Taimiyah bahwa uang

dengan kualitas rendah (fullus) akan menendang uang kualitas baik (dinar-

dirham). Pemerintah Mamluk ditandai dengan stabilnya sistem moneter

karena banyaknya fullus yang beredar dan karena meningkatnya jumlah

tembaga dalam mata uang dirham, maka, tidaklah aneh bila sistem

moneter modern dengan "paper money"-nya terutama setelah standar

emas dihapuskan, berulang kali mengalami krisis.33

Diperkenalkannya fullus sebagai mata uang memberi inspirasi

kepada beberapa kepala pemerintahan Bani Mamluk untuk menambah

jenis uang. Berbeda dengan dinar dan dirham yang terbuat dari emas dan

perak, maka pencetakan fullus relatif lebih mudah dilakukan, karena

tembaga lebih mudah didapat. Pemerintah mulai terlena dengan

kemudahan pencetakan uang baru. Keadaan memburuk ketika Kirbugha

dan zahir Barkuk mulai mencetak fullus dalam jumlah yang sangat besar

dan nilai nominasi yang lebih besar dari nilai kandungan tembaga. Fullus

banyak dicetak namun masyarakat banyak menolak kehadiran fullus

33Eko Suprayitno, op. cit, hlm. 200-2001

38

tersebut. Menyadari kekeliruannya, kemudian Sultan Kirbugha

menyatakan fullus ditentukan nilainya dari beratnya dan bukan dari

nominasinya. Dengan adanya batasan tersebut, maka untuk menambah

jumlah fullus Sultan Barkuk mulai mengimpor tembaga dari negara-

negara Eropa.34

Secara khusus Ibnu Taimiyah juga mengomentari praktik

mengimpor tembaga dari negara-negara Eropa sebagai bagian dari bisnis

uang. Secara garis besar Ibnu Taimiyah menyampaikan lima poin penting.

Pertama, perdagangan uang akan memicu inflasi. Kedua, hilangnya

kepercayaan orang akan stabilitas nilai uang akan mencegah orang

melakukan kontrak jangka panjang dan menzalimi golongan masyarakat

yang berpenghasilan tetap sebagai pegawai. Ketiga perdagangan domestik

akan menurun karena kekhawatiran stabilitas nilai uang. Keempat,

perdagangan internasional akan menurun. Kelima, logam berharga akan

mengalir keluar dari negara.35

Tujuh ratus tahun sebelum Adam Smith menulis buku The Wealth

of Nations, seorang ulama Islam bernama Abu Hamid Al-Ghazali telah

membahas uang dalam perekonomian.36 Beliau menjelaskan ada kalanya

seseorang mempunyai sesuatu yang tidak dibutuhkannya, dan

membutuhkan sesuatu yang tidak dipunyainya. Dalam ekonomi Barter

transaksi hanya terjadi bila kedua pihak mempunyai dua kebetulan

34Ibid, hlm. 201-202 35Muhammad, Kebijakan Fiskal dan Moneter Dalam Ekonomi Islam, Jakarta: Salemba

Empat, 2002, hlm. 54, 36Ibid

39

sekaligus, yaitu pihak pertama membutuhkan barang dan pihak kedua

sebaliknya.

Al-Ghazali berpendapat bahwa dalam ekonomi barter sekalipun,

uang dibutuhkan sebagai nilai suatu barang. Misalnya unta senilai 100

dinar, dan kain senilai satu dinar. Dengan adanya uang sebagai ukuran

nilai barang, maka uang akan berfungsi pula sebagai media pertukaran.

Namun uang tidak dibutuhkan untuk nilai yang tidak wajar dari pertukaran

tersebut. Menurut Al-Ghazali, uang diibaratkan cermin yang tidak

mempunyai warna namun dapat merefleksikan semua warna. Uang tidak

mempunyai harga namun merefleksikan harga semua barang. Atau dalam

istilah ekonomi klasik dikatakan bahwa uang tidak memberi kegunaan

langsung (direct utility function), hanya bila uang itu digunakan untuk

membeli barang, maka barang itu akan memberi kegunaan. Dalam teori

ekonomi neo-klasik dikatakan kegunaan uang timbul dari daya belinya.

Jadi uang memberi kegunaan tidak langsung (indirect utility function).

Apa pun debat para ekonom konvensional, kesimpulan tetap sama dengan

Al-Ghazali, yaitu uang tidak dibutuhkan untuk uang itu sendiri.37

B. Sistem Perekonomian Islam

1. Pengertian Ekonomi Islam

Beberapa ahli mendefinisikan ekonomi Islam sebagai suatu ilmu

yang mempelajari perilaku manusia dalam usaha untuk memenuhi

kebutuhan dengan alat pemenuhan kebutuhan yang terbatas di dalam

37Ahmad Muhammad al-Assal dan Fathi Ahmad Abdul Karim, Sistem Ekonomi Islam, Prinsip-Prinsip dan Tujuannya, terj Abu Ahmadi dan Anshori Sitanggal, an-Nizam al-Iqtisadi Fi al Islam Mabadi Uhu Wahdafuhu, Surabaya: PT.Bina Ilmu, 1980, hlm. 33

40

kerangka Syariah. Ilmu yang rnempelajari perilaku seorang muslim dalam

suatu masyarakat Islam yang dibingkai dengan syariah. Definisi tersebut

mengandung kelemahan karena menghasilkan konsep yang tidak

kompetibel dan tidak universal. Karena dari definisi tersebut mendorong

seseorang terperangkap dalam keputusan yang apriori (apriory

judgement), benar atau salah tetap harus diterima.38

Definisi yang lebih lengkap musti mengakomodasikan sejumlah

prasyarat yaitu karakteristik dari pandangan hidup Islam. Syarat utama

adalah memasukkan nilai-nilai syariah dalam ilmu ekonomi. Ilmu

ekonomi Islam adalah ilmu sosial yang tentu saja tidak bebas dari nilai-

nilai moral. Nilai-nilai moral merupakan aspek normatif yang harus

dimasukkan dalam analisis fenomena ekonomi serta dalam pengambilan

keputusan yang dibingkai syariah.

Imamudin Yuliadi menginventarisir enam definisi ekonomi Islam

sebagai berikut:

1. Ekonomi Islam adalah ilmu dan aplikasi petunjuk dan aturan syariah

yang mencegah ketidakadilan dalam memperoleh dan menggunakan

sumberdaya material agar memenuhi kebutuhan manusia dan agar

dapat menjalankan kewajibannya kepada Allah dan masyarakat.

2. Ekonomi Islam adalah: "Ilmu sosial yang mempelajari masalah-

masalah ekonomi masyarakat dalam perspektif nilai-nilai Islam.

38Imamudin Yuliadi, Ekonomi Islam, Yogyakarta: LPPI, 2006, hlm. 6

41

3. Ekonomi Islam adalah: "Suatu upaya sistematik untuk memahami

masalah ekonomi dan perilaku manusia yang berkaitan dengan

masalah itu dari perspektif Islam

4. Ekonomi Islam adalah: "Tanggapan pemikir-pemikir muslim terhadap

tantangan ekonomi pada zamannya. Di mana dalam upaya ini mereka

dibantu oleh Al-Qur'an dan Sunnah disertai dengan argumentasi dan

pengalaman empirik

5. Ekonomi Islam adalah "Suatu upaya memusatkan perhatian pada studi

tentang kesejahteraan manusia yang dicapai dengan

mengorganisasikan sumberdaya di bumi atas dasar kerjasama dan

partisipasi

6. Ekonomi Islam adalah "Cabang ilmu yang membantu merealisasikan

kesejahteraan manusia melalui alokasi dan distribusi sumber daya

yang langka yang sejalan dengan syariah Islam tanpa membatasi

kreativitas individu ataupun menciptakan suatu ketidakseimbangan

ekonomi makro atau ekologis.39

Dari beberapa definisi ekonomi Islam di atas yang relatif dapat

secara lengkap menjelaskan dan mencakup kriteria dari definisi yang

komprehensif adalah yang dirumuskan oleh Hasanuzzaman yaitu "Suatu

pengetahuan dan aplikasi dari perintah dan peraturan dalam syariah yaitu

untuk menghindari ketidakadilan dalam perolehan dan pembagian

sumberdaya material agar memberikan kepuasan manusia, sehingga

39Ibid, hlm. 7

42

memungkinkan manusia melaksanakan tanggung jawabnya terhadap

Tuhan dan masyarakat (Islamic economics is the knowledge and

application of injunctions and rules of the shari'ah that prevent injustice

in the acquition and disposal of material resources in order to provide

satisfaction to human beings and enable them to perform their obligations

to Allah and the society).40

Hal penting dari definisi tersebut adalah istilah "perolehan" dan

"pembagian" di mana aktivitas ekonomi ini harus dilaksanakan dengan

menghindari ketidakadilan dalam perolehan dan pembagian sumber-

sumber ekonomi. Prinsip-prinsip dasar yang digunakan untuk menghindari

ketidakadilan tersebut adalah syariah yang di dalamnya terkandung

perintah (injunctions) dan peraturan (rules) tentang boleh tidaknya suatu

kegiatan. Pengertian "memberikan kepuasan terhadap manusia"

merupakan suatu sasaran ekonomi yang ingin dicapai. Sedangkan

pengertian "memungkinkan manusia melaksanakan tanggung jawabnya

terhadap Tuhan dan masyarakat" diartikan bahwa tanggungjawab tidak

hanya terbatas pada aspek sosial ekonomi saja tapi juga menyangkut peran

pemerintah dalam mengatur dan mengelola semua aktivitas ekonomi

termasuk zakat dan pajak.

Namun perlu ditegaskan di sini perbedaan pengertian antara ilmu

ekonomi Islam dengan sistem ekonomi Islam. Ilmu ekonomi Islam

merupakan suatu kajian yang senantiasa memperhatikan rambu-rambu

40Ibid, hlm. 8

43

metodologi ilmiah. Sehingga dalam proses perkembangannya senantiasa

mengakomodasikan berbagai aspek dan variabel dalam analisis ekonomi.

Ilmu ekonomi Islam dalam batas- batas metodologi ilmiah tidak berbeda

dengan ilmu ekonomi pada umumnya yang mengenal pendekatan

kuantitatif dan kualitatif. Namun berbeda halnya dengan sistem ekonomi

Islam yang merupakan bagian dari kehidupan seorang muslim. Sistem

ekonomi Islam merupakan suatu keharusan dalam kehidupan seorang

muslim dalam upaya untuk mengimplementasikan ajaran Islam dalam

aktivitas ekonomi. Sistem ekonomi Islam merupakan salah satu aspek

dalam sistem nilai Islam yang integral dan komprehensif.

Suatu pertanyaan akan muncul yaitu bagaimana kaitan antara

ekonomi Islam dengan ekonomi konvensional? Sebagai suatu cabang ilmu

sosial yang mempelajari perilaku ekonomi yang memuat pernyataan

positif, ekonomi konvensional tidak secara eksplisit memuat peranan nilai

(value) dalam analisa ekonomi. Bagi seorang muslim persoalan ekonomi

bukanlah persoalan sosial yang bebas nilai (value free). Dalam perspektif

Islam semua persoalan kehidupan manusia tidak terlepas dari koridor

syariah yang diturunkan dari dua sumber utama yaitu Al-Qur'an dan

Sunnah.41

2. Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam

Para pemikir ekonomi Islam berbeda pendapat dalam memberikan

kategorisasi terhadap prinsip-prinsip ekonomi Islam. Khurshid Ahmad

41Ibid, hlm. 8-10

44

mengkategorisasi prinsip-prinsip ekonomi Islam pada: Prinsip tauhid, rub-

biyyah, khilafah, dan tazkiyah.42 Mahmud Muhammad Bablily

menetapkan lima prinsip yang berkaitan dengan kegiatan ekonomi dalam

Islam, yaitu: al-ukhuwwa (persaudaraan), al-ihsan (berbuat baik), al-

nasihah (memberi nasihat), al-istiqamah (teguh pendirian), dan al-taqwa

(bersikap takwa).43 Sedangkan menurut M. Raihan Sharif dalam Islamic

Social Framework, struktur sistem ekonomi Islam didasarkan pada empat

kaidah struktural, yaitu: (1) trusteeship of man (perwalian manusia); (2)

co-operation (kerja sama); (3) limite private property (pemilikan pribadi

yang terbatas); dan (4) state enterprise (perusahaan negara).45

Prinsip ekonomi Islam juga dikemukakan Masudul Alam

Choudhury, dalam bukunya, Constributions to Islamic Economic Theory.

Ekonomi Islam menurutnya didasarkan pada tiga prinsip, yaitu:

(1) the principle of tawheed and brotherhood (prinsip tauhid dan persaudaraan), (2) the principle of work and productivity (prinsip kerja dan produktifitas), dan (3) the principle of distributional equity (prinsip pemerataan dalam distribusi).44

Menurut Adiwarman Karim, bangunan ekonomi Islam didasarkan

atas lima nilai universal, yakni tauhid, keadilan, kenabian, khilafah, dan

Ma'ad (hasil).45 Menurut Metwally yang dikutip Zainul Arifin,46 prinsip-

42Muslimin H. Kara, Bank Syariah Di Indonesia Analisis Terhadap Pemerintah Indonesia

Terhadap Perbankan Syariah, Yogyakarta: UII Press, 2005, hlm 37-38 43Mahmud Muhammad Bablily, Etika Bisnis: Studi Kajian Konsep Perekonomian

Menurut al-Qur'an dan as-Sunnah, terj. Rosihin A. Ghani, Solo: Ramadhani, 1990, hlm. 15 44Muslim H.Kara, op. cit, hlm. 38 45Adiwarman Karim, Ekonomi Mikro Islami, Jakarta: III T Indonesia, 2002, hlm. 17 46Zainul Arifin, Dasar-Dasar Manajemen Bank Syari'ah, Jakarta: Alvabet, 2003, hlm.

13.

45

prinsip ekonomi Islam itu secara garis besar dapat diuraikan sebagai

berikut:

(1) Dalam ekonomi Islam, berbagai jenis sumber daya dipandang sebagai

pemberian atau titipan Tuhan kepada manusia. Manusia harus

memanfaatkannya seefisien dan seoptimal mungkin dalam produksi

guna memenuhi kesejahteraan bersama di dunia, yaitu untuk diri

sendiri dan untuk orang lain. Namun yang terpentirig adalah bahwa

kegiatan tersebut akan dipertanggung-jawabkan di akhirat nanti.

(2) Islam mengakui kepemilikan pribadi dalam batas-batas tertentu,

termasuk kepemilikan alat produksi dan faktor produksi. Pertama,

kepemilikan individu dibatasi oleh kepentingan masyarakat, dan

kedua, Islam menolak setiap pendapatan yang diperoleh secara tidak

sah, apalagi usaha yang menghancurkan masyarakat.

(3) Kekuatan penggerak utama ekonomi Islam adalah kerja sama. Seorang

Muslim, apakah ia sebagai pembeli, penjual, penerima upah, pembuat

keuntungan dan sebagainya, harus berpegang pada tuntunan Allah

SWT dalam Al Qur'an:

باطل اال ان يآايهاالذين امنوا ال تأآلو اموالكم بينكم بال )29: النساء... (تكون تجارة عن تراض منكم

Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan harta sesamamu dengan jalan batil, kecuali dengan perdagangan yang dilakukan secara suka sama suka di antara kalian...' (QS 4:29).47

47Yayasan Penyelenggara/Penterjemah, op. cit, hlm. 122

46

(4) Pemilikan kekayaan pribadi harus berperan sebagai kapital produktif

yang, akan meningkatkan besaran produk nasional dan meningkatkan

kesejahteraan masyarakat. Al Qur'an mengungkapkan bahwa "Apa

yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya sebagai harta rampasan dari

penduduk negeri-negeri itu, adalah untuk Allah, untuk rasul, kaum

kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang dalam

perjalanan, supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-

orang kaya saja di antara kalian..," (QS:57:7). Oleh karena itu, sistem

ekonomi Islam menolak terjadinya akumulasi kekayaan yang dikuasai

oleh beberapa orang saja. Konsep ini berlawanan dengan sistem

ekonomi kapitalis, di mana kepemilikan industri didominasi oleh

monopoli dan oligopoli, tidak terkecuali industri yang merupakan

kepentingan umum.

(5) Islam menjamin kepemilikan masyarakat, dan penggunaannya

direncanakan untuk kepentingan orang banyak. Prinsip ini didasari

Sunnah Rasulullah yang menyatakan bahwa, "Masyarakat punya hak

yang sama atas air, padang rumput dan api." Sunnah Rasulullah

tersebut menghendaki semua industri ekstraktif yang ada

hubungannya dengan produksi air, bahan tambang, bahkan bahan

makanan, harus dikelola oleh negara. Demikian juga berbagai macam

bahan bakar untuk keperluan dalam negeri dan industri tidak boleh

dikuasai oleh individu.

47

(6) Seorang Muslim harus takut kepada Allah dan hari akhirat, seperti

diuraikan dalam Al Qur'an:

واتقوا يوما ترجعون فيه الى اهللا ثم توفى آل نفس ما )281: البقرة. (آسبت وهم ال يظلمون

Artinya: Dan peliharalah dirimu dari azab yang terjadi padas hari yang padsa waktu itu kamu semua dikembalikan kepada Allah. Kemudian maing-masing diri diberi balasan yang sempurna terhadap apa yang telah dikerjakannya, sedang mereka sedikitpun tidask dianiaya (dirugikan).(QS 2:281).48

Oleh karena itu Islam mencela keuntungan yang berlebihan,

perdagangan yang tidak jujur, perlakuan yang tidak adil, dan semua

bentuk diskriminasi dan penindasan.

(7) Seorang Muslim yang kekayaannya melebihi ukuran tertentu (nisab)

diwajibkan membayar zakat. Zakat merupakan alat distribusi sebagian

kekayaan orang kaya (sebagai sanksi atas penguasaan harta tersebut),

yang ditujukan untuk orang miskin dan mereka yang membutuhkan.

Menurut pendapat para ulama, zakat dikenakan 2,5% (dua setengah

persen) untuk semua kekayaan yang tidak produktif (idle assets),

termasuk di dalamnya adalah uang kas, deposito, emas, perak dan

permata, pendapatan bersih dari transaksi (net earning from

transaction), dan 10% (sepuluh persen) dari pendapatan bersih

investasi

(8) Islam melarang setiap pembayaran bunga (riba) atas berbagai bentuk

pinjaman, apakah pinjaman itu berasal dari teman, perusahaan

48Yayasan Penterjemah/pentafsir, op. cit, hlm 70.

48

perorangan, pemerintah ataupun institusi lainnya. Al Qur'an secara

bertahap namun jelas dan tegas memperingatkan kita tentang bunga.

Islam bukanlah satu-satunya agama yang melarang pembayaran

bunga. Banyak pemikir zaman dahulu yang berpendapat bahwa

pembayaran bunga adalah tidak adil. Bahkan meminjamkan uang dengan

bunga dilarang pada zaman Yunani kuno Aristoteles adalah orang yang

amat menentang dan melarang bunga, sedang Plato juga mengutuk

praktek bunga.49 Dalam Perjanjian Lama, larangan riba tercantum dalam

Leviticus 25:27, Deutronomi 23:19, Exodus 25:25 dan dalam Perjanjian

Baru dapat dijumpai dalam Lukas 6:35.

3. Sistem Perekonomian Islam

Pada dasarnya sistem ekonomi Islam berbeda dari sistem-sistem

ekonomi kapitalis dan sosialis; dan dalam beberapa hal merupakan

pertentangan antara keduanya dan berada di antara kedua ekstrim tersebut.

Sistem ekonomi Islam memiliki kebaikan-kebaikan yang ada pada sistem

ekonomi kapitalis dan sosialis, tetapi bebas daripada kelemahan yang

terdapat pada kedua sistem tersebut. Hubungan antara individu dalam

sistem ekonomi Islam cukup tersusun sehingga saling membantu dan

kerjasama diutamakan dari persaingan dan permusuhan sesama mereka.

Untuk tujuan tersebut, sistem ekonomi Islam bukan saja menyediakan

individu kemudahan dalam bidang ekonomi dan sosial bahkan juga

49Eko Suprayitno, Ekonomi Islam, Pendekatan Ekonomi Makro Islam dan Konvensional,

Yogyakarta: Graha Ilmu, 2005, hlm. 2-3.

49

memberikan mereka juga pendidikan moral dan latihan tertentu yang

membuat mereka merasa bertanggungjawab untuk membantu rekan-rekan

sekerja dalam mencapai keinginan mereka atau sekurang-kurangnya tidak

menghalangi mereka dalam usahanya untuk hidup.50

Islam memandang masalah ekonomi tidak dari sudut pandang

kapitalis yang memberikan kebebasan serta hak pemilikan kepada

individu dan menggalakkan usaha secara perseorangan. Tidak pula dari

sudut pandang komunis, yang " ingin menghapuskan semua hak individu

dan menjadikan mereka seperti budak ekonomi yang dikendalikan oleh

negara. Tetapi Islam membenarkan sikap mementingkan diri sendiri tanpa

membiarkannya merusak masyarakat. Pemilihan sikap yang terlalu

mementingkan diri sendiri di kalangan anggota masyarakat dapat

dilakukan dengan melalui pengadaan moral dan undang-undang. Di satu

sisi pemahaman konsep ekonomi di kalangan masyarakat berubah dan

diperbaiki melalui pendidikan moral serta di sisi yang lain, beberapa

langkah tertentu yang legal diambil untuk memastikan sifat mementingkan

diri golongan kapitalis tidak sampai ke tahap yang menjadikan mereka

tamak serta serakah; dan bagi si miskin, tidak merasa iri hati, mendendam

dan kehilangan sikap toleransi. Bagian yang terpenting dari prinsip-prinsip

tersebut yang perlu bagi organisasi ekonomi dalam masyarakat untuk

mencapai tujuan yang telah dinyatakan tadi ialah hak pemilikan individu,

50Afzalur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam, terj. Soerojo dan Nastangin, Jilid Ī

Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf, 1995, hlm. 10

50

yang perlu untuk kemajuan manusia bukan saja senantiasa dijaga dan

terpelihara tetapi terus didukung dan diperkuat. 51

51Ibid, hlm. 11

51

BAB III

PENDAPAT MUHAMMAD ABDUL MANNAN TENTANG KONSEP

UANG DAN PERANANNYA

A. Biografi Muhammad Abdul Mannan

1. Latar Belakang Keluarga

Muhammad Abdul Mannan adalah seorang guru besar di Islamic

Research and Training Institute, Islamic Development Bank, Jeddah. Lahir

di Bangladesh 17 November 1939. Gelar M.A diperoleh di Bangladesh,

M.A in Economics dan Ph.D di Michigan, USA. Ia termasuk salah satu

pemikir ekonomi Islam kontemporer yang cukup menonjol. Hal ini dapat

dilihat dari banyaknya karya tulis yang telah dihasilkan salah satu karya

tulisnya adalah Islamic Economics: Theory and Practice yang terbit tahun

1970 dan telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.

Sebagai seorang ilmuwan, ia mengembangkan ekonomi Islam

berdasarkan pada beberapa sumber hukum yaitu:

- Al-Qur'an

- Sunnah Nabi

- Ijma'

- Ijtihad atau Qiyas

- Prinsip hukum lainnya.1

1Imamudin Yuliadi, Ekonomi Islam Sebuah Pengantar, Yogyakarta: LPPI, 2001, hlm. 53.

52

Dari sumber-sumber hukum Islam di atas ia merumuskan langkah-

langkah operasional untuk mengembangkan ilmu ekonomi Islam yaitu:

1. Menentukan basic economic functions yang secara umum ada dalam

semua sistem tanpa memperhatikan ideologi yang digunakan, seperti

fungsi konsumsi, produksi dan distribusi.

2. Menetapkan beberapa prinsip dasar yang mengatur basic economic

functions yang berdasarkan pada syariah dan tanpa batas waktu

(timeless), misal sikap moderation dalam berkonsumsi.

3. Mengidentifikasi metode operasional berupa penyusunan konsep atau

formulasi, karena pada tahap ini pengembangan teori dan disiplin

ekonomi Islam mulai dibangun. Pada tahap ini mulai mendeskripsikan

tentang apa (what), fungsi, perilaku, variabel dan lain sebagainya.

4. Menentukan (prescribe) jumlah yang pasti akan kebutuhan barang dan

jasa untuk mencapai tujuan (yaitu: moderation) pada tingkat

individual atau aggregate.

5. Mengimplementasikan kebijakan yang telah ditetapkan pada langkah

keempat. Langkah ini dilakukan baik dengan pertukaran melalui

mekanisme harga atau transfer payments. 2

6. Melakukan evaluasi atas tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya atau

atas target bagaimana memaksimalkan kesejahteraan dalam seluruh

kerangka yang ditetapkan pada langkah kedua maupun dalam dua

pengertian pengembalian (return), yaitu pengembalian ekonomi dan

2Biografi Muhammad Abdul Mannan dalam Introduction of Dr..M. Abdul Mannan,

http://www .geogle. com/M.Abdul Mannan/biografi.htm.

53

non-ekonomi, membuat pertimbangan-pertimbangan positif dan

normatif menjadi relatif tidak berbeda atau tidak penting.

7. Membandingkan implementasi kebijakan yang telah ditetapkan pada

langkah dengan pencapaian yang diperoleh (perceived achievement).

Pada tahap ini perlu melakukan review atas prinsip yang ditetapkan

pada langkah kedua dan merekonstruksi konsep-konsep yang

dilakukan pada tahap ketiga, keempat dan kelima.

Tahapan-tahapan yang ditawarkan oleh Mannan cukup konkrit dan

realistik. Hal ini berangkat dari pemahamannya bahwa dalam melihat

ekonomi Islam tidak ada dikhotomi antara aspek normatif dengan aspek

positif. Secara jelas Mannan mengatakan :

"... ilmu ekonomi positif mempelajari masalah-masalah ekonomi sebagaimana adanya (as it is). Ilmu ekonomi normatif peduli dengan apa seharusnya (ought to be) ...penelitian ilmiah ekonomi modern (Barat) biasanya membatasi diri pada masalah positif daripada normatif... Beberapa ekonom Muslim juga mencoba untuk mempertahankan

perbedaan antara ilmu positif dengan normatif, sehingga dengan cara

demikian mereka membangun analisa ilmu ekonomi Islam dalam

kerangka pemikiran barat. Sedangkan ekonom yang lain mengatakan

secara sederhana bahwa ilmu ekonomi Islam adalah ilmu normatif. Dalam

ilmu ekonomi Islam, aspek-aspek positif dan normatif dari ilmu ekonomi

Islam saling terkait dan memisahkan kedua aspek ini akan menyesatkan

54

dan menjadi counter productive.3

Dalam mengembangkan ilmu ekonomi Islam, maka langkah

pertama adalah menentukan basic economic functions yang secara

sederhana meliputi tiga fungsi yaitu konsumsi, produksi dan distribusi.

Lima prinsip dasar yang berakar pada syari'ah untuk basic economic

functions berupa fungsi konsumsi yakni prinsip righteousness, cleanliness,

moderation, beneficence dan morality. Perilaku konsumsi seseorang

dipengaruhi oleh kebutuhannya sendiri yang secara umum kebutuhan

manusia terdiri dari necessities, comforts dan luxuries.

Pada setiap aktivitas ekonomi aspek konsumsi selalu berkaitan erat

dengan aspek produksi Dalam kaitannya dengan aspek produksi, Mannan

menyatakan bahwa sistem produksi dalam negara (Islam) harus berpijak

pada kriteria obyektif dan subyektif. Kriteria obyektif dapat diukur dalam

bentuk kesejahteraan materi, sedangkan kriteria subyektif terkait erat

dengan bagaimana kesejahteraan ekonomi dapat dicapai berdasarkan

syari'ah Islam. Jadi dalam sistem ekonomi kesejahteraan tidak semata-

mata ditentukan berdasarkan materi saja, tetapi juga hams berorientasi

pada etika Islam.

Aspek lain selain konsumsi dan produksi yang tidak kalah

pentingnya adalah aspek distribusi pendapatan dan kekayaan. Mannan

mengajukan rumusan beberapa kebijakan untuk mencegah konsentrasi

kekayaan pada sekelompok masyarakat saja melalui implementasi

3Biografi Muhammad Abdul Mannan dalam Introduction of Dr..M. Abdul Mannan,

http://www .geogle. com/M.Abdul Mannan/biografi.htm.

55

kewajiban yang dijustifikasi secara Islam dan distribusi yang dilakukan

secara sukarela. Rumusan kebijakan tersebut adalah:

1. Pembayaran zakat dan 'ushr (pengambilan dana pada tanah 'ushriyah

yaitu tanah jazirah Arab dan negeri yang penduduknya memeluk Islam

tanpa paksaan).

2. Pelarangan riba baik untuk konsumsi maupun produksi.

3. Pemberian hak untuk sewa ekonomi murni (pendapatan yang

diperoleh usaha khusus yang dilakukan oleh seseorang) bagi semua

anggota masyarakat.

4. Implementasi hukum waris untuk meyakinkan adanya transfer

kekayaan antargenerasi.

5. Mendorong pemberian pinjaman lunak.

6. Mencegah penggunaan sumberdaya yang dapat merugikan generasi

mendatang.

7. Mendorong pemberian infaq dan shadaqah untuk fakir miskin.

8. Mendorong organisasi koperasi asuransi.

9. Mendorong berdirinya lembaga sosial yang memberikan santunan

kepada masyarakat menengah ke bawah.

10. Mendorong pemberian pinjaman aktifa produktif kepada yang

membutuhkan.

11. Tindakan-tindakan hukum untuk menjamin dipenuhinya tingkat hidup

minimal (basic need)

56

Menetapkan kebijakan pajak selain zakat dan 'ushr untuk

meyakinkan terciptanya keadilan sosial.

2. Karya-Karya Muhammad Abdul Mannan

Adapun karya-karya Muhammad Abdul Mannan sebagai berikut4:

1. Islamic Economics; Theory and Practice, 386 halaman, diterbitkan

oleh: Sh. Mohammad Ashraf, Lahore, Pakistan, 1970, (Memperoleh

best-book Academic Award dari Pakistan Writers' Guild, 1970) cetak

ulang 1975 dan 1980 di Pakistan. Cetak ulang di India, 1980.

2. The Making of Islamic Economics Society: Islamic Dimensions in

Economic Analysis; diterbitkan oleh International Association of

Islamic Banks, Cairo dan International Institute of Islamic Banking

and Economics, Kibris (Cyprus Turki) 1984.

3. The Frontiers of Islamic Economics, diterbitkan oleh Idarath

Ada'biyah, Delhi, India, 1984.

4. Economic Development in Islamic Framework (Diedit/akan terbit).

5. Key Issues and Questions in Islamic Economics, Finance, and

Development (akan terbit).

6. Abstracts of Researches in Islamic Economics (diedit, KAAU, 1984).

7. Islam arid Trends in Modern Banking - Theory and Practice of

Interest-free Banking". Asli dimuat dalam Islamic Review and Arab

Affairs, jilid 56, Nov/Des., 1968, jilid 5-10, dan jilid 57, January 1

4Abdul Mannan, Teori dan Praktek Ekonomi Islam, Yogyakarta: Dna Bakti Prima Yasa,

1997, hlm. 406-411.

57

London, 1969, halaman 28-33, UK diterjemahkan ke dalam bahasa

Turki oleh M.T. Guran Ayyildiz Matahassi, Ankara (1969).

B. Karakteristik Pemikiran Muhammad Abdul Mannan

Karakteristik pemikiran ekonomi Islam Muhammad Abdul Mannan

merefleksikan keunikannya, dan dari keunikannya itu sekaligus sebagai

kelebihannya dibandingkan dengan ekonom lainnya.5 Kelebihannya dapat

dikemukakan dalam beberapa hal. Pertama, pandangan dan pemikirannya

komprehensif dan integratif mengenai teori dan praktek ekonomi Islam dan

perbankan Islam, menghadirkan gambaran keseluruhan dan bukan hanya

potongan-potongannya. Ia melihat sistem ekonomi Islam dan perbankan Islam

dalam perspektifnya yang tepat. Dalam hal ini, ia memenuhi kebutuhan besar

dan berfungsi sebagai antibodi terhadap sebagian penyakit rasa puas yang

menimpa kalangan-kalangan Islam. la tidak saja mengulang pernyataan posisi

Islam terhadap perbankan, dan finansial dalam suatu cara yang otentik

komprehensif dan tepat, melainkan juga mengidentifikasi kesenjangan dalam

beberapa pendekatan yang berlaku. la juga merupakan suatu peringatan yang

tepat waktu terhadap pendekatan-pendekatan yang parsial. Penekanan

Muhammad Abdul Mannan pada perubahan struktural, pada perlunya

membersihkan kehidupan ekonomi dari segala bentuk eksploitasi dan

ketidakadilan serta terhadap saling ketergantungan dari berbagai unsur dalam

lingkup kehidupan Islam, tidak saja merupakan pengingat yang tepat,

5Imamudin Yuliadi, Ekonomi Islam Sebuah Pengantar, Yogyakarta: LPPI, 2001, hlm.

53.

58

melainkan juga berfungsi sebagai agenda kuat untuk reformasi dan

rekonstruksi masa depan umat Islam dalam menata sistem perbankan

Karakteristik kedua dari pemikirannya adalah terintegrasinya teori

dengan praktik ekonomi Islam. Muhammad Abdul Mannan dengan sangat

baik mengembangkan argumen yang jitu dalam menggulirkan konsep

ekonomi Islam inklusif masalah peranan uang dan perbankan Islam.6 Dari sini

tampaknya ia telah berhasil menunjukkan dengan ketelitian akademik tidak

saja kebaikan, melainkan juga keunggulan sistem ekonomi Islam. la tidak saja

melihat ulang secara kritis ekonomi Islam, uang dan perbankan Islam yang

berlaku, melainkan juga mengajukan saran-saran orisinal untuk

meningkatkannya dan memungkinkannya mencapai tujuan-tujuan Islam

secara lebih efektif.

Ketiga, karakteristik gagasan dan pemikirannya ini telah meningkatkan

tingkat perdebatan mengenai ekonomi Islam, keuangan dan perbankan Islam

oleh analisis yang teliti dari sebagian konsekuensi pokok, oleh evaluasi kritis

dari sebagian gagasan baru yang berkembang selama dekade baru, dengan

menghadirkan pandangan-pandangan baru dan saran kebijakan yang relevan.7

Evaluasinya tentang sebagian usulan dari laporan Dewan Ideologi Islam

Bangladesh telah memperkaya perdebatan. Pandangannya tentang konsep

uang, perbankan Islam, kerangka mikro dan makro ekonomi, kebijakan fiskal

dan Anggaran Belanja dalam Islam di dasarkan atas pemahaman yang luas

dan akurat.

6Ibid, hlm. 53. 7Ibid, hlm. 54.

59

Meskipun pemikirannya mencakup nilai yang luas dalam bidang ilmu

ekonomi Islam dan perbankan, namun pembahasan tentang hubungan

perbankan dan moneter internasional dan bagaimana membersihkan dari riba

dan bentuk-bentuk eksploitasi lain perlu dikembangkan, diperkokoh, dan

diperluas dalam beberapa hal. Berpijak dari itu semua, tampaknya para

ekonom muslim lain akan terus menghadapi tantangan yang datang dari sistem

perbankan dan moneter dunia. Untuk itu perlu dikembangkan visi yang lebih

tegas tentang peran uang dan sistem perbankan di dunia internasional yang

bebas dari unsur eksploitasi dan mengarah kepada munculnya sebuah tata

ekonomi dunia yang adil.

Adapun kekurangannya, bahwa Muhammad Abdul Mannan dalam

menguraikan peran uang dan ekonomi Islam terlalu singkat padahal materi

dan cakupan dari sistem keuangan dan perbankan demikian luas, sehingga

solusi yang ditawarkan masih terlalu umum dan bersifat global. Dengan

demikian masih perlu rincian lebih spesifik. Jika pendapatnya diaplikasikan

maka akan terasa bahwa konsepnya masih terlalu murni, artinya konsep yang

ditawarkan sulit diaplikasikan dan lebih tepat dijadikan wacana, namun

demikian, terlepas dari kekurangannya, bila melihat pemikirannya tampak

sangat menarik. Ia adalah seorang ekonom kenamaan dan seorang sarjana

Islam yang mempunyai komitmen. Pada dirinya, seseorang akan melihat

gabungan model baru kesarjanaan Islam, di mana arus pengetahuan tradisional

dan modern saling memenuhi satu sama lain. Ia memiliki sumber pengetahuan

terbaik dari pusat pendidikan ekonomi modem. Dia bekerja keras, sangat

60

berhasil menguasai bahasa Arab dan kajian Islam dari sumber-sumber yang

asli. Dia telah melakukan pengajaran penting dan riset.

C. Pendapat Muhammad Abdul Mannan tentang Konsep Uang dan

Peranannya

1. Tentang Uang

Menurut Mannan, dalam Islam uang dipandang sebagai alat tukar,

bukan suatu komoditi. Diterimanya peranan uang ini secara meluas dengan

maksud melenyapkan ketidakadilan, ketidakjujuran, dan pengisapan dalam

ekonomi tukar-menukar, Karena ketidakadilan dalam ekonomi tukar

menukar (barter), digolongkan sebagai riba al fazal, yang dilarang dalam

agama, sedangkan peranan uang sebagai alat tukar dapat dibenarkan.

Karena itu dalam Islam uang sendiri tidak menghasilkan suatu apa pun.

Dengan demikian bunga (riba) pada uang yang dipinjam dan dipinjamkan

dilarang.8

Sekali peranan uang sebagai alat tukar diakui, uang dapat

memainkan peranannya sebagai suatu "unit akun" (kesatuan hitung) dan

sebagai suatu kumpulan nilai dalam suatu ekonomi Islami. la dapat

digunakan sebagai ukuran opportunity cost (yaitu pendapatan yang

hilang), dengan baik sekali.9

8Abdul Mannan, Ekonomi Islam Teori dan Praktek, Jakarta: PT Intermasa, 1992, hlm.

162. 9Ibid

61

Pada suatu tingkat teoritis, penghapusan bunga dan dikenakannya

2,5 persen zakat pertahun pada uang yang tidak digunakan, sangat

memungkinkan berkurangnya nafsu motif spekulatif untuk memiliki uang

tunai, Dengan demikian turut membantu stabilitas nilai uang. Ini bukan

karena ingin mengatakan bahwa stabilitas uang hanya tergantung pada

penghapusan bunga dan dikenakannya zakat. Hal ini tergantung pada

faktor yang tumbuh dari dalam seperti tingkat kegiatan usaha, tingkat laba

yang diharapkan, kemampuan bank komersial menanggapi insentif

ekonomi maupun faktor luar seperti pengawasan bank sentral. Namun

demikian, tidak adanya bunga dan adanya zakat menempatkan suatu

ekonomi Islam dalam kedudukan yang lebih baik untuk menangani

masalah spekulasi yang tidak jujur dan penimbunan uang, dengan

demikian memungkinkan uang melaksanakan fungsi perolehan lainnya

dengan cara yang relatif lebih mudah. Ini tidak berarti bahwa suatu

ekonomi Islam tidak memerlukan kebijakan moneter yang sehat, karena

masih terdapat kontroversi mengenai apakah dalam suatu ekonomi Islam

hanya bank sentral yang memiliki wewenang tunggal menciptakan uang,

ataukah bank dagang seharusnya juga diperkenankan menciptakan uang

melalui kredit.10

Menurut Mannan, dalam ekonomi Islam uang memainkan peranan

sosial dan religius yang khusus, karena ia merupakan ukuran terbaik untuk

menyalurkan daya beli dalam bentuk pembayaran transfer kepada si

10Ibid., hlm. 163.

62

miskin. Pembayaran transfer mempunyai arti khusus dalam suatu ekonomi

Islam, karena dalam Islam pembayaran ini tidak hanya merupakan

kewajiban sukarela di pihak kaum Islam, tapi juga suatu kewajiban yang

dipaksakan, terutama dalam hal pembayaran zakat oleh si kaya kepada si

miskin. Arti religius peranan uang terletak pada kenyataan bahwa ia

memungkinkan kita menghitung nisab dan menilai suku zakat dengan

tepat. Dalam suatu ekonomi uang, adalah mudah untuk menilai

sumbangan seseorang dalam hal kewajiban intra keluarga dan masyarakat

dengan tepat, terutama dalam hal tidak terdapatnya produk akhir untuk

melakukan barter. Persoalannya ialah, suatu skala cara penyaluran

pembayaran transfer yang dibenarkan secara Islami dapat ditetapkan lebih

efektif dalam suatu ekonomi uang. Uanglah yang memungkinkan setiap

orang atau kelompok masyarakat menetapkan suatu skala pilihan,

sehingga mereka yang paling berjasa berada dekat puncak skala.

Uang juga melaksanakan fungsi sosial lain dengan menahan atau

mencegah eksploitasi terbuka yang terkandung dalam suatu keadaan

tawar-menawar tanpa akhir. Tanpa uang kita harus memperlihatkan semua

nilai relatif barang dan jasa yang terdapat pada skala.11

Dewasa ini bukan saja ratusan tetapi ribuan komoditi yang harus

dipilih dalam suatu toko swalayan modern. Penggunaan yang

menyederhanakan prosedur penyelesaian syarat, mengurangi peluang

eksploitasi dalam menyelesaikan syarat penukaran yang menguntungkan si

11Ibid

63

kuat dan si kaya, dan juga melenyapkan timbulnya masalah kebutuhan

rangkap secara bersamaan.

Jadi, bila dilihat uang melaksanakan fungsi sosial dan religiusnya,

maka pada hakikatnya ia berfungsi sebagai alat bukan-tukar.12

Tetapi mungkin ada pertanyaan apakah segi Islami dari fungsi

bukan-tukar ini, karena dalam tiap masyarakat, uang dapat melaksanakan

fungsi ini. Walaupun gejala bukan-tukar ini sebagai suatu kenyataan

ataupun sebagai suatu kemungkinan, memang terdapat di masyarakat

kapitalis maupun tradisional, namun kekhususan gejala bukan-tukar Islami

terletak pada kenyataan bahwa ia dianggap sebagai bagian dari kewajiban

religius. la tidak disekularisasi maupun disosialisasi, karena di kebanyakan

masyarakat Barat gejala bukan-tukar ini dianggap suatu upaya untuk

meloloskan diri dari pajak sekular. Kebanyakan organisasi filantropis dan

amal di Barat memperoleh manfaat pembebasan pajak dalam tingkat yang

bermacam-macam. Karena itu sedikit banyaknya alat bukan-tukar

disekularisasi. Penukaran hadiah dalam masyarakat tradisional seperti

masyarakat Melanesia di Pasifik Selatan, dianggap sebagai suatu upaya

untuk memperkukuh ikatan sosial di kalangan kelompok keluarga atau

suku dan berakar dalam prinsip tindakan timbal balik sosial. Jadi pada

hakikatnya gejala bukan-tukar ini adalah peristiwa sosial. Maka jelaslah

bahwa fungsi sosial dan religius yang dilaksanakan uang dalam ekonomi

Islam mempunyai peranan yang berbeda.

12Ibid., hlm. 163.

64

2. Uang Berkaitan dengan Bank, Bunga dan Riba

Menurut Mannan, dalam Islam uang itu sendiri tidak menghasilkan

bunga atau laba dan tidak dipandang sebagai komoditi. Telah diketahui

bahwa riba (yaitu bunga) dilarang. Kedudukan bank Islam dalam

hubungan dengan para kliennya adalah sebagai mitra investor dan

pedagang, sedangkan dalam hal bank di Barat, hubungannya adalah

sebagai kreditur atau debitur.

Dalam menjalankan pekerjaan yang sesungguhnya, bank Islam

menggunakan berbagai teknik dan metode investasi seperti kontrak

mudarabah, yaitu seorang pemilik modal memberikan modal dan

mudarab (mitra tenaga kerja) memberikan kecakapan teknik dan

ketrampilan, sedangkan laba dibagi antara keduanya, menurut persentase

yang disetujui. Bank Islam juga terlibat dalam kontrak murabaha

(berdasarkan perhitungan biaya ditambah sesuatu atau cost plus}, yaitu

bank membeli suatu komoditi tertentu menurut rincian kliennya dan

mengirimkannya berdasarkan pembagian rasio laba yang disetujui, Bank

Islam juga berurusan dengan pasar devisa dan melaksanakan jasa

perbankan lainnya seperti surat kredit, dan surat jaminan. Mungkin bank

juga memberikan jasa bukan perbankan seperti trust business, real estate,

dan jasa konsultan.13

Menurut Mannan, al-Qur'an dan Sunnah dua sumber pokok Hukum

Islam melarang keras adanya bunga karena kezalimannya (Q. S, Al

13Ibid., hlm. 164.

65

Muzzammil dan Q.S, Al-Baqarah). Tetapi beberapa orang Islam terpelajar

yang silau oleh pesona lahiriah peradaban Eropa mengatakan bahwa yang

dilarang Islam adalah Riba bukan bunga. Mereka berpendapat bahwa

bunga yang dibayarkan pada pinjaman investasi dalam kegiatan produksi

tidak bertentangan dengan hukum Al Qur'an karena hukum ini hanya

mengacu pada riba yaitu pinjaman yang bukan untuk produksi di masa pra

Islam. Pada masa itu orang tidak mengenal pinjaman produksi dan

pengaruhnya pada perkembangan ekonomi. Dalam hal ini mereka yang

mengajukan teori bunga tampaknya mengabaikan Al-Qur'an, yang

merupakan firman Allah terakhir sebagai pedoman manusia. Al Qur'an

adalah undang-undang segala zaman, dan ma'rifat Tuhan yang terwujud

padanya tidak dapat digantikan oleh praktek ekonomi bunga pada

pinjaman produksi yang diketahui zaman ini, atau zaman lainnya.

Sesungguhnya, perbedaan antara pinjaman produktif dan tidak produktif

adalah perbedaan tingkat, bukan perbedaan jenis. Menyebut Riba dengan

nama bunga tidak akan mengubah sifatnya, karena bunga adalah suatu

tambahan modal yang dipinjam, karena itu ia adalah riba baik dalam jiwa

maupun peraturan hukum Islam.14

The Concise Oxford Dictionary menyatakan riba sebagai berikut,

"Praktek meminjamkan uang dengan bunga yang luar biasa tingginya,

terutama dengan bunga yang lebih tinggi daripada yang diperkenankan

oleh undang-undang." Pendapat yang sama juga dinyatakan oleh

14Ibid., hlm. 164.

66

Chamber's Dictionary. Tetapi apakah suatu bunga yang luar biasa itu?

Suku bunga yang layak dewasa ini akan merupakan suku bunga luar biasa

di waktu yang akan datang. Kemudian, apa yang layak bagi suatu negara

mungkin tidak layak bagi negara lainnya. Di tahun sembilan belas dua

puluhan banyak masyarakat kooperatif yang mengenakan bunga dua belas

sampai lima belas persen, dan pada waktu itu hal ini dianggap wajar.

Tetapi dewasa ini hal itu dianggap terlalu berlebihan dan luar

biasa. Delapan setengah persen suku bunga yang dianggap wajar oleh

suatu badan ahli seperti Komisi Keuangan Liga Bangsa-bangsa pun, sudah

tidak relevan lagi, dewasa ini. Lagi pula, kini terdapat contoh bahwa di

beberapa negara suku bunga resmi pada sebuah lembaga terkemuka, luar

biasa tingginya dibandingkan dengan suku bunga resmi suatu lembaga lain

di daerah yang sama untuk jenis pinjaman serupa. Di Amerika Serikat

umpamanya, pada tahun sembilan belas lima puluhan dan enam puluhan,

bank tidak dapat mengenakan bunga lebih dari delapan persen, sedangkan

suatu perusahaan pemberian kredit dapat mengenakan tiga puluh sampai

tiga puluh enam persen suku bunga pertahun untuk pinjaman yang serupa.

Demikian pula untuk pinjaman pribadi si pemberi pinjaman mengenakan

bunga dua puluh empat sampai seratus persen tiap tahun, dan ini masih

dianggap tidak bertentangan dengan hukum.

Sebetulnya menurut Mannan, tidak ada perbedaan antara bunga

dan Riba. Islam dengan tegas melarang semua bentuk bunga betapapun

hebat, dan meyakinkannya nama yang diberikan padanya. Tetapi dalam

67

ekonomi kapitalis bunga adalah pusat berputarnya sistem perbankan.

Dikemukakan bahwa tanpa bunga, sistem perbankan menjadi tanpa nyawa,

dan seluruh ekonomi akan lumpuh. Sedangkan Islam adalah kekuatan

dinamis dan progresif, dan jelas dapat dibuktikan bahwa konsep Islam

tentang suatu sistem perbankan bebas bunga lebih unggul dari perbankan

modern. Pada taraf ini dapat ditetapkan bahwa suku bunga sama sekali

tidak ada hubungan dengan pengaruh volume menabung. Dalam hubungan

ini baiklah dicatat pandangan klasik dan Keynesian tentang bunga.15

Perbankan Islam didasarkan atas prinsip shirakah (mitra usaha)

yang telah diakui di seluruh dunia. Artinya, seluruh sistem perbankan di

mana pemegang saham, depositor, investor dan peminjam akan berperan

serta atas dasar mitra usaha. Pasti ini akan berjalan dengan menerapkan

prinsip lestari mudarabah, yaitu tenaga kerja dan pemilik modal

bergabung bersama-sama sebagai mitra usaha untuk kerja. Ini bukan

semata-mata mitra usaha dalam arti modern. Ia mempunyai kelebihan

karena Islam telah memberikan kode etik ekonomi yang menggabungkan

nilai material dan spiritual untuk jalan sistem ekonominya. Kode etik

ekonomi ini harus dicerminkan bila prinsip mudarabah dilaksanakan

dalam praktek. Sistem perbankan Islam dapat membantu pembentukan

lembaga tertentu atas dasar mudarabah dan dengan demikian

menyelesaikan pertentangan yang berabad-abad lamanya antara tenaga

kerja dan majikan. Perusahaan industri, niaga dan pertanian dapat

15Ibid., hlm. 165.

68

direncanakan atas prinsip mudarabah yang menggabungkan berbagai

satuan produksi. Pendapatan yang dihasilkan oleh perusahaan demikian

dapat dibagi proposional di kalangan berbagai satuan produksi sesudah

mengurangi semua pembiayaan yang sah dari perusahaan tersebut

sepanjang tahun.

Sungguh menyenangkan melihat bank Islam turut mengurus

kontrak mudarabah, yaitu bank memberikan modal, para nasabah

memberikan keahlian mereka, sedangkan keuntungan dibagi menurut rasio

yang disetujui. Telah dikemukakan bahwa prinsip mudarabah dapat

dimintakan dalam hal transaksi jangka pendek yang dapat membiayai

dirinya sendiri (self liquidating), dan akibatnya permintaan untuk

pinjaman jangka pendek dapat banyak dikurangi, karena dalam ekonomi

Islam pinjaman jangka pendek dengan bunga seperti yang diberikan bank

dagang tradisional atau lembaga diskonto tidak akan tersedia.

Dengan operasi murabaha, para klien bank membeli suatu

komoditi menurut rincian tertentu dan menghendaki agar bank

mengirimkannya kepada mereka berdasarkan imbuhan harga tertentu

menurut persetujuan mula antara kedua pihak.

Dengan musharaka, baik bank maupun klien menjadi mitra usaha

dengan menyumbang modal dalam berbagai tingkat dan mencapai kata

sepakat atas suatu rasio laba di muka untuk suatu waktu tertentu.16

16Ibid., hlm. 167.

69

Mekanisme perbankan Islami, yang berdasarkan prinsip mitra

usaha, adalah bebas bunga. Karena itu, soal membayarkan bunga kepada

para depositor atau pembebanan suatu bunga dari para klien tidak timbul.

Dalam rencana perbankan Islami, mungkin terdapat dua jenis depositor.

Jenis yang pertama adalah depositor yang dapat mendeposit dana

surplusnya, ia diperkenankan menarik dananya setiap waktu tanpa

pemberitahuan. Jenis deposito ini hanya untuk penyimpanan keamanan

(safe depositing), bukan untuk investasi dalam suatu kegiatan produksi

yang mengandung resiko. Dalam hal deposito demikian, bank dapat

memperoleh zakat dan biaya jasa dari para depositor Islam dan yang

bukan Islam. Pajak atas dana yang tak digunakan ini dibenarkan, karena ia

mencegah kecenderungan untuk menimbun uang tunai dalam bentuk tak

digunakan dan memberikan dorongan untuk menginvestasi dalam kegiatan

produksi.

Jenis depositor kedua tidak boleh menarik dana mereka tanpa

pemberitahuan. Dana surplus mereka mungkin diinvestasikan dalam

urusan produksi atas dasar jangka pendek. Bank tidak akan meminta apa

pun dari para depositor ini, bahkan, mereka diperkenankan berbagi laba

atau kerugian bank secara sebanding pada akhir tahun anggaran dalam

suatu bentuk yang menyerupai dividen. Tetapi bila diperlukan, bank Islam

dapat mengumpulkan dana, dengan menawarkan pemberian investasi

untuk suatu masa, dari satu, lima tahun, atau lebih.

70

Di negara Barat, beberapa bank mengeluarkan sertifikat investasi

atau obligasi investasi dengan suku bunga yang ditetapkan. Tapi dalam

suatu negara Islam para pemegang sertifikat investasi ini akan

mendapatkan bagian laba sebanding dari bank, dalam bentuk dividen yang

dapat dikeluarkan pada akhir tahun anggaran. Jelaslah bahwa bank Islam

tidak dapat mengeluarkan surat utang untuk mengumpulkan dana, karena

hal ini memerlukan suatu suku bunga yang ditetapkan.

3. Uang dan Teori tentang Zakat

Menurut Mannan, zakat merupakan pukulan hebat bagi

kapitalisme. Sayangnya, terjadi kesalahpahaman mengenai zakat.

Beberapa dari mereka menganggapnya sebagai suatu amal pribadi, padahal

Zakat adalah pajak wajib atas tabungan dan harta benda berdasarkan suku

yang berbeda-beda, mulai dari dua sampai dua puluh persen. Para Fukaha

(ahli hukum Islam) menyepakati dilakukannya tindakan tegas pada mereka

yang lalai membayar zakat yang diwajibkan. Sejarah Islam mencatat

banyak kejadian di mana negara mengambil langkah tegas untuk

melaksanakan pembayaran zakat seperti yang diketahui di masa Khalifah

Abu Bakar al Siddiq, khalifah Islam pertama.

Zakat adalah musuh yang tak kenal kompromi bagi pekerjaan

menimbun. la mencegah kecenderungan untuk menimbun sumber daya,

dan uang tunai yang tidak digunakan, ia juga memberikan dorongan kuat

untuk menginvestasi persediaan yang tak terpakai ini. Dorongan ini

71

memperoleh kekuatan dari kenyataan bahwa Islam memperkenankan laba

dan mitra usaha diam, dengan berbagi laba maupun kerugian.

72

BAB IV

ANALISIS PENDAPAT MUHAMMAD ABDUL MANNAN TENTANG

KONSEP UANG DAN PERANANNYA

A. Analisis Pendapat Muhammad Abdul Mannan tentang Konsep Uang dan

Peranannya

1. Tentang Uang

Menurut Mannan,

Dalam Islam uang dipandang sebagai alat tukar, bukan suatu komoditi. Diterimanya peranan uang ini secara meluas dengan maksud melenyapkan sistem riba, ketidakjujuran, dan pengisapan dalam ekonomi tukar-menukar, Karena ketidakadilan dalam ekonomi tukar menukar (barter), digolongkan sebagai riba al fazal, yang dilarang dalam agama, sedangkan peranan uang sebagai alat tukar dapat dibenarkan. Karena itu dalam Islam uang sendiri tidak menghasilkan suatu apa pun. Dengan demikian bunga (riba) pada uang yang dipinjam dan dipinjamkan dilarang.1

Menurut penulis bahwa apa yang diungkapkan Mannan sangat

tepat bahwa dalam perspektif Islam, uang tidak boleh dianggap sebagai

barang perdagangan. Apabila uang dianggap sebagai barang dagangan dan

ini misalnya dibenarkan umat Islam maka konsekuensinya harus

membenarkan sistem bunga dan riba.

Jika uang dijadikan barang dagangan dan dianggap sebagai hal

yang biasa dalam bisnis maka berarti umat Islam harus menerima bunga

dan riba sekaligus menyimpang dengan ketentuan al-Qur'an yang

melarang bunga dan riba. Dari sini penulis hendak memperkuat

1Abdul Mannan, Ekonomi Islam Teori dan Praktek, Jakarta: PT Intermasa, 1992, hlm.

162.

73

argumentasi dengan mencantumkan pendapat Adiwarman Karim yang

menyatakan:

Konsep uang dalam ekonomi Islam berbeda dengan konsep uang dalam ekonomi konvensial. Dalam ekonomi Islam, konsep uang sangat jelas dan tegas bahwa uang adalah uang, uang bukan capital. Sebaliknya, konsep uang yang dikemukakan dalam ekonomi konvensional tidak jelas. Sering kali istilah uang dalam perspektif ekonomi konvensional diartikan secara bolak-balik (interchangeability), yaitu uang sebagai uang dan uang sebagai capital.2

Pernyataan Adiwarman Karim sejalan pula dengan pendapat

Muhamad yang menegaskan:

Persoalan riba sebetulnya sangat berkaitan dengan masalah uang. Sebagai perbandingan dengan teori ekonomi konvensional (kapitalisme), Islam membicarakan uang sebagai sarana penukar dan penyimpan nilai, tetapi uang bukanlah barang dagangan. Mengapa uang berfungsi? Uang menjadi berguna hanya jika ditukar dengan benda yang nyata atau jika digunakan untuk membeli jasa. Oleh karena itu, uang tidak bisa dijual atau dibeli secara kredit. Orang perlu memahami kebijakan Rasulullah SAW., bahwa tidak hanya mengumumkan bunga atas pinjaman sebagai sesuatu yang tidak sah tetapi juga melarang pertukaran uang dan beberapa benda bernilai lainnya untuk pertukaran yang tidak sama jumlahnya, serta menunda pembayaran jika barang dagangan atau mata uangnya adalah sama. Efeknya adalah mencegah bunga uang yang masuk ke sistem ekonomi melalui cara yang tidak diketahui.3

Pendapat ahli tersebut tidak berbeda dengan pendapat Zainul

Arifin yang menyatakan:

Pada dasarnya Islam memandang uang hanya sebagai alat tukar, bukan sebagai barang dagangan (komoditas). Oleh karena itu motif permintaan akan uang adalah untuk memenuhi kebutuhan transaksi (money demand for transaction), bukan untuk spekulasi. Islam juga sangat menganjurkan penggunaan uang dalam pertukaran karena Rasulullah telah menyadari kelemahan dari salah satu bentuk pertukaran di zaman dahulu yaitu barter (bai' al muqayadah), di mana barang saling dipertukarkan.4

2Adiwarman Karim, Ekonomi Makro Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007, hlm.

77. 3Muhammad, Dasar-Dasar Keuangan Islami, Yogyakarta: Ekonisia, 2004, hlm. 69. 4Zainul Arifin, Dasar-Dasar Manajemen Bank Syari’ah, Jakarta: Alvabeta, 2003, hlm. 16

74

Dalam sistem perekonomian mana pun, fungsi utama uang adalah

sebagai alat tukar (medium of exchange). Ini adalah fungsi utama uang.

Dari fungsi utama ini, diturunkan fungsi-fungsi yang lain seperti uang

sebagai standard of value (pembakuan nilai), store of value (penyimpan

kekayaan), unit of account (satuan penghitungan) dan standard of

defferred payment (pembakuan pembayaran tangguh). Mata uang

manapun niscaya akan berfungsi seperti ini.

Manakala diamati, ada satu hal yang sangat berbeda dalam

memandang uang, antara sistem kapitalis dengan sistem Islam. Dalam

sistem perekonomian kapitalis, uang tidak hanya sebagai alat tukar yang

sah (legal tender) melainkan juga sebagai komoditas. Menurut sistem

kapitalis, uang juga dapat diperjualbelikan dengan kelebihan baik on the

spot maupun secara tangguh. Lebih jauh, dengan cara pandang demikian,

maka uang juga dapat disewakan (leasing).

Dalam Islam, apa pun yang berfungsi sebagai uang, maka

fungsinya hanyalah sebagai medium of exchange. la bukan suatu

komoditas yang bisa diperjualbelikan dengan kelebihan baik secara on the

spot maupun bukan. Satu fenomena penting dari karakteristik uang adalah

bahwa ia tidak diperlukan untuk dikonsumsi, ia tidak diperlukan untuk

dirinya sendiri, melainkan diperlukan untuk membeli barang yang lain

sehingga kebutuhan manusia dapat terpenuhi. Inilah yang dijelaskan oleh

Imam Ghazali bahwa emas dan perak hanyalah logam yang di dalam

substansinya (zatnya itu sendiri) tidak ada manfaatnya atau tujuan-

75

tujuannya. Menurut beliau, "kedua-duanya tidak memiliki apa-apa tetapi

keduanya berarti segala-galanya". Keduanya ibarat cermin, ia tidak

memiliki warna namun ia bisa mencerminkan semua warna. Penjelasan

Imam Ghazali dalam bukunya yang terkenal, Ihya Ulumiddin, tentang

hakikat dan fungsi uang dalam perekonomian, sesungguhnya sangatlah

luar biasa cemerlangnya, dan sangat mendahului zamannya.

Ketika uang diperlakukan sebagai komoditas oleh sistem kapitalis,

berkembanglah apa yang disebut pasar uang. Terbentuknya pasar uang ini

menghasilkan dinamika yang khas dalam perekonomian konvensional,

terutama pada sektor moneternya. Pasar uang ini kemudian berkembang

dengan munculnya pasar derivatif, yang merupakan turunan dari pasar

uang. Pasar derivatif ini menggunakan instrumen bunga sebagai harga dari

produk-produknya. Transaksi di pasar uang dan pasar derivatifnya ini

tidak berlandaskan motif transaksi yang riil sepenuhnya, bahkan sebagian

besar di antaranya mengandung motif spekulasi. Maka tak heran jika

perkembangan di pasar moneter konvensional begitu spektakuler.

Penelitian Mustafa Edwin Nasution, et al, menyatakan:

Menurut data dari sebuah NGO asal Amerika Serikat, volume transaksi yang terjadi di pasar uang (currency speculation dan derivative market) dunia berjumlah US $ 1,5 triliun hanya dalam sehari, sedangkan volume transaksi yang terjadi dalam perdagangan dunia di sektor riil US $ 6 triliun setiap tahun. Dengan empat hari transaksi di pasar uang, nilainya sudah menyamai transaksi di sektor riil selama setahun. Inilah yang kemudian menciptakan satu kondisi perekonomian gelembung (bubble economic}, suatu kondisi yang melibatkan transaksi keuangan yang besar sekali,

76

namun sesungguhnya tidak ada isinya karena tidak dilandasi transaksi riil yang setara.5

Dalam perjalanan sejarah, berkembang pemikiran bahwa uang

tidak hanya bisa dibuat dari emas atau perak. Dalam pikiran para sahabat

Rasulullah pun telah berkembang kemungkinan untuk membuat uang dari

bahan lain. Misalnya Umar bin Khattab pernah mengatakan: "Aku ingin

(suatu saat) menjadikan kulit unta sebagai alat tukar". Pernyataan ini

keluar dari bibir seorang yang amat paham tentang hakikat uang dan

fungsinya dalam ekonomi. Menurut Umar, sesungguhnya uang sebagai

alat tukar tidak harus terbatas pada dua logam mulia saja seperti emas dan

perak. Kedua logam mulia ini akan mengalami ketidakstabilan manakala

terjadi ketidakstabilan pada sisi permintaan maupun penawarannya.

Karena itu, apa pun, sesungguhnya dapat berfungsi menjadi uang

termasuk kulit unta. Dalam pandangannya suatu barang yang telah

berubah fungsinya menjadi alat tukar (uang) maka fungsi moneternya

akan meniadakan fungsinya atau paling tidak akan mendominasi

fungsinya sebagai komoditas biasa.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah juga berpendapat bahwa uang

sebagai alat tukar bahannya bisa diambil dari apa saja yang disepakati

oleh adat yang berlaku ('urf) dan istilah yang dibuat oleh manusia. La

tidak harus terbatas dari emas dan perak. Misalnya, istilah dinar dan

dirham itu sendiri tidak memiliki batas alami atau syar'i. dinar dan dirham

5Mustafa Edwin Nasution, et al, Pengenalan Ekslusif Ekonomi Islam, Jakarta: Media

Pratama Group, 2007, hlm. 249.

77

tidak diperlukan untuk dirinya sendiri melainkan sebagai wasilah (medium

of exchange). Fungsi medium of exchange ini tidak berhubungan dengan

tujuan apa pun, tidak berhubungan dengan materi yang menyusunnya juga

tidak berhubungan dengan gambar cetakannya, namun dengan fungsi ini

tujuan dari keperluan manusia dapat dipenuhi.

Pada umumnya para ulama dan ilmuwan sosial Islam menyepakati

fungsi uang sebagai alat tukar saja. Deretan ulama ternama seperti Imam

Ghazali, Ibnu Taymiyyah, Ibnul Qayyim al-Jauziyyah, Ar-Raghib al-

Ashbahani, Ibnu Khaldun, Al-Maqrizi, dan Ibnu Abidin dengan jelas

menandaskan fungsi pokok uang sebagai alat tukar. Bahkan Ibnul Qayyim

mengecam sistem ekonomi yang menjadikan fulus (mata uang logam dari

kuningan atau tembaga) sebagai komoditas biasa yang bisa

diperjualbelikan dengan kelebihan untuk mendapatkan keuntungan.

Seharusnya mata uang itu bersifat tetap, nilainya tidak naik dan turun.

Munculnya mata uang dari tembaga (fulus) ini, karena pemerintahan

Muslim di zaman Bani Mamluk mengalami ketidakseimbangan fiskal.

Mereka mengalami defisit karena korupsi aparat pemerintahan, gaya

hidup yang mewah dan peperangan yang terus berkobar di antara mereka

maupun dengan musuh mereka.

Sekalipun jumhur ulama sepakat untuk tidak membolehkan uang

sebagai komoditas, ada juga pendapat minor yang memandang mata uang

sebagai komoditas. Mereka ini tidak mewakili pandangan yang paling

kuat dari mazhabnya masing-masing. Misalnya, dalam fikih Hambali

78

dikatakan bahwa tidak ada riba pada fulus yang diperjualbelikan satu per

satu meskipun hal itu digunakan secara luas karena telah keluar dari illat-

nya yaitu takaran dan timbangan. Demikian pula Syekh Hasyim Al-Ghouti

al-Madani dari mazhab Syafi'i, Syekh Ilisy al-Maliki dari mazhab Maliki

dan Syekh Syamsuddin Sarakhsi dalam kitabnya al-Mabsut. Semuanya

menyatakan tidak berlaku riba pada fulus meskipun secara luas dipakai

sebagai alat tukar. Namun pandangan-pandangan minor tadi tidaklah

mempengaruhi jumhur ulama. Perbedaan pandangan demikian adalah

biasa dalam kebebasan berpikir, dan tidak perlu dirisaukan. Yang jelas

pandangan miring ini tidak mewakili pandangan main stream dari masing-

masing mazhab. Dengan demikian semua mazhab telah sepakat bahwa

memperjualbelikan uang dengan kelebihan termasuk perbuatan riba.

Dari penjelasan tadi jelaslah bahwa pendapat yang menyatakan

bahwa uang sebagai medium of exchange — yaitu tidak diperlukan untuk

dirinya sendiri, melainkan untuk menjadi perantara dalam memenuhi

kebutuhan manusia yang lain — adalah pendapat yang mencerminkan

kebenaran. Inilah yang kemudian menjadi acuan jumhur ulama hingga

sekarang.

2. Uang Berkaitan dengan Bank, Bunga dan Riba

Menurut Mannan,

Dalam Islam uang itu sendiri tidak menghasilkan bunga atau laba dan tidak dipandang sebagai komoditi. Telah diketahui bahwa riba (yaitu bunga) dilarang. Kedudukan bank Islam dalam hubungan dengan para kliennya adalah sebagai mitra investor dan pedagang, sedangkan dalam hal bank di Barat, hubungannya adalah sebagai kreditur atau debitur. Al-

79

Qur'an dan Sunnah dua sumber pokok Hukum Islam melarang keras adanya bunga karena kezalimannya (Q. S, Al Muzzammil dan Q.S, Al-Baqarah). Tetapi beberapa orang Islam terpelajar yang silau oleh pesona lahiriah peradaban Eropa mengatakan bahwa yang dilarang Islam adalah Riba bukan bunga. Mereka berpendapat bahwa bunga yang dibayarkan pada pinjaman investasi dalam kegiatan produksi tidak bertentangan dengan hukum Al Qur'an karena hukum ini hanya mengacu pada riba yaitu pinjaman yang bukan untuk produksi di masa pra Islam. Sesungguhnya, perbedaan antara pinjaman produktif dan tidak produktif adalah perbedaan tingkat, bukan perbedaan jenis. Menyebut Riba dengan nama bunga tidak akan mengubah sifatnya .6

Menurut Mannan,

Islam adalah kekuatan dinamis dan progresif, dan jelas dapat dibuktikan bahwa konsep Islam tentang suatu sistem perbankan bebas bunga lebih unggul dari perbankan modern. Pada taraf ini dapat ditetapkan bahwa suku bunga sama sekali tidak ada hubungan dengan pengaruh volume menabung.7

Pendapat Mannan di atas pada intinya ia menganggap bahwa

bunga itu sama saja dengan riba, kecil atau besar bunganya tetap saja

sebagai riba.

Dalam masalah ini maka penulis setuju dengan pendapatnya karena

bagaimana pun juga bunga itu adalah identik dengan riba. Untuk

memperkuat pendapat ini maka penulis lebih dahulu mencantumkan

pendapat yang berbeda dengan Mannan di antaranya:

Menurut A. Hassan, bunga dan riba pada hakekatnya sama yaitu

tambahan pinjaman atas uang, yang dikenal dengan riba nasiah, dan

tambahan atas barang yang disebut riba fadl. Yang membedakan keduanya

yaitu sifat bunganya yang berlipat ganda, tanpa batas. Oleh karena itu,

menurut A. Hassan tidak semua riba itu dilarang, jika riba itu diartikan

6Abdul Mannan, op.cit., hlm. 164. 7Ibid., hlm. 165.

80

sebagai tambahan atas hutang, lebih dari yang pokok yang tidak

mengandung unsur perlipat ganda maka ia dibolehkan. Namun bila

tambahan itu mengandung unsur eksploitasi atau berlipat ganda, ia

kategorikan dalam perbuatan riba yang dilarang oleh agama.8

Pendapat A. Hassan tidak berbeda dengan pendapat Syafruddin

Prawiranegara. la berpendapat bahwa riba atau yang ia sebut dengan

woeker9 berbeda dengan bunga bank. Bunga bank adalah rente, yaitu

tingkat bunga yang wajar, yang hanya boleh dipungut berdasarkan

undang-undang, tidak dipungut secara liar tanpa adanya aturan yang

mengatur keberadaannya. Sedangkan riba menurutnya adalah tiap-tiap

laba yang abnormal yang diperoleh dalam jual beli bebas, tetapi di mana

satu pihak terpaksa menerima kontrak jual beli itu karena kedudukannya

lemah.10

Bunga bank yang dilakukan dengan tidak berdasarkan pada prinsip

ekspolitasi bukan merupakan riba. Menurutnya, baik laba maupun bunga,

apakah tetap atau naik turun, jika didasarkan pada persetujuan yang bersih

dan ikhlas adalah sah dalam pandangan Allah Swt. Sebaliknya laba yang

berlebihan, termasuk bunga yang berasal dari perdagangan barang atau

uang yang diperoleh secara tidak jujur misalnya hasil menipu, adalah riba,

dan ini tidak hanya berlaku atau ditujukan hanya pada bank. Dengan kata

8Muslim H. Kara, Bank Syari'ah di Indonesia, Yogyakarta: UII Press, 2005, hlm. 83.

Dapat dilihat juga dalam Dawam Raharjo, Ensiklopedi Al-Qur'an: Tafsir Sosial Berdasarkan Konsep-Konsep Kunci, Jakarta: Paramadina, 2002, hlm. 610 – 611.

9Istilah dari bahasa Belanda yang berarti bunga yang terlalu tinggi 10Syafruddin Prawiranegara, Ekonomi dan Keuangan: Makna Ekonomi Islam Kumpulan

Karangan terpilih, Jilid II, Jakarta: Masaagung, 1988, hlm. 290

81

lain lembaga atau institusi apapun namanya jika memperoleh keuntungan

atau bunga sebagai hasil dari penipuan atau kebohongan maka itu pun

namanya riba,. Sebab perbuatan itu merupakan pelanggaran terhadap

ketentuan Allah Swt., manusia harus berbuat baik dan tidak menipu serta

menekan hambanya.11

Hanya saja ia menegaskan bahwa bunga yang dimaksudkan itu,

tingginya dalam batas-batas yang masih normal, yaitu sesuai dengan yang

lazim berlaku di pasar bebas, tidak melampaui batas.12 Walaupun

Syafruddin sendiri mengakui bahwa tidak mudah mengukur batas yang

jelas antara yang wajar dan yang melampaui batas, tetapi sebagai

ukurannya adalah merugikan orang lain atau tidak.

Pandangan Syafruddin didasarkan pada asumsinya bahwa sifat

keuntungan yang diperoleh dari pinjaman uang maupun barang adalah

sama. la menolak anggapan sebagian besar pandangan ulama yang

menganggap riba adalah setiap tambahan, atau rente atau apa pun

namanya yang timbul dari pinjaman uang. Sedangkan keuntungan yang

timbul dari penjualan barang, betapa pun tingginya, dan meskipun

keuntungannya itu diperoleh atas penjualan dengan kredit, dipandang

sebagai halal karena dasarnya jual beli dan bukan hasil penipuan.13

Adapun pendapat yang sama dengan Mannan di antaranya: A.M.

Saefuddin. Bagi A.M. Saefuddin, bunga identik dengan riba, olehnya itu

11Ibid., hlm. 347 12Ibid., hlm. 332 13Ibid., hlm. 284

82

perbuatan membungakan uang adalah haram hukumnya, baik sedikit

maupun banyak tingkat bunganya. Menurutnya:

"Bunga pinjaman uang, modal dan barang dengan segala bentuk dan macamnya, baik untuk tujuan produktif atau konsumtif, dengan tingkat bunga yang tinggi atau rendah, dan dalam jangka waktu yang panjang maupun pendek adalah termasuk riba".

Pandangannya tentang bunga uang, sebagaimana ulama lainnya,

didasarkan pada ayat tentang keharaman riba yang ada dalam Al-Qur'an

seperti surat al-Baqarah (2): 275-280, Ali 'Imran (3): 130; 30: 39, dan tentu

saja diperkuat lagi dengan hadis Nabi. Secara aqli menurut A.M.

Saefuddin, hakekat pelarangan riba (bunga bank) dalam Islam adalah

fenomena penolakan terhadap resiko finansial tambahan yang ditetapkan

dalam transaksi uang atau modal maupun jual-beli yang dibebankan

kepada salah satu pihak (debitur) saja sedangkan pada pihak yang lain

(kreditur) dijamin keuntungannnya. Tampaknya aspek keadilan tidak

mendapat perhatian dan pertimbangan dalam transaksi semacam ini.14

Menurut A.M. Saefuddin, Islam mengharamkan seorang

pengusaha mengambil sejumlah modal dari pihak lain, bank atau non

bank, lalu membayar bunganya dengan kadar yang ditentukan, baik ia rugi

atau untung.

Menurut A.M. Saefuddin, Islam melarang seorang pedagang yang

menjual barangnya melalui transaksi utang piutang yaitu yang dibayar

kemudian dengan tambahan tertentu berupa bunga

14Ahmad M. Saefuddin, Ekonomi Masyarakat dalam Perspektif Islam, Jakarta: Rajawali

Press, 1987, hlm. 63.

83

Menurut A.M. Saefuddin, bunga atau riba itu ialah uang yang lahir

dari uang. Keuntungan semacam ini termasuk di antara bermacam

keuntungan yang bertentangan dengan naluri

Menurut A.M. Saefuddin, para ekonom sekarang justru telah

menyadari bahwa riba mengandung kemudharatan, karena mengambil

keuntungan tanpa memikul resiko sehingga berakibat bahwa si peminjam

tidak memperoleh keuntungan yang seimbang dengan tingkat bunga yang

harus dibayar, sehingga terjadi krisis.15 Dalam konteks ini pendapat A.M.

Syaefuddin sejalan dengan Dawam Rahardjo yang menilai kalau bunga

bank itu diartikan sebagai tambahan maka tetap dikategorikan sebagai

riba.16

Menurut Muhammad Ali Ash-Shabuni:

Sebagian orang yang lemah iman dewasa ini berpendapat, bahwa riba yang diharamkan itu ialah riba yang keji yang bunganya sangat tinggi dan bertujuan mencekik leher manusia. Adapun riba yang sedikit yang tidak lebih dari 2 atau 3%, tidaklah haram. Alasannya ialah firman Allah "Jangan kamu makan riba dengan berlipat ganda". Dengan anggapannya yang batil itu, mereka mengatakan: Hanya riba yang demikian itulah yang diharamkan. Larangan di atas adalah bersyarat dan terikat, yaitu "lipat ganda". Jadi kalau tidak berlipat ganda, yakni rentennya itu hanya dalam jumlah yang kecil, maka tidak ada jalan untuk diharamkannya.17

Pendapat ini sekaligus dijawab Muhammad Ali Ash-Shabuni

sebagai berikut:

(a). Kata "lipat ganda" (ad'âfan mudâ'afat-an) itu tidak dapat dikatakan

sebagai syarat atau pengikat. Itu dikatakan hanya sebagai "waqi'atul

15Ibid, hlm. 75. 16Untuk meneliti lebih luas pandangan Dawam Rahardjo dapat dilihat dalam karyanya

Dawam Raharjo, Ensiklopedi Al-Qur'an: Tafsir Sosial Berdasarkan Konsep-Konsep Kunci, Jakarta: Paramadina, 2002, hlm. 594 – 617.

17Ibid., hlm. 278

84

'ain" suatu penjelasan atas peristiwa yang pernah terjadi di zaman

jahiliah, sebagai dijelaskan dalam asbab al-nuzul; dan sekedar

menunjukkan betapa kejahatan yang mereka lakukan itu, yaitu

mereka mengambil riba itu sampai berlipat ganda.

(b). Seluruh kaum muslimin telah sepakat untuk mengharamkan riba,

baik sedikit ataupun banyak. Oleh karena itu pendapat yang

mengatakan riba sedikit tidak haram itu adalah keluar dari ijma',

yang berarti menunjukkan atas kebodohannya terhadap pokok-

pokok syari'ah. Sebab sedikit riba bisa menarik riba yang banyak.18

M.Umer Chapra mengemukakan pendapat:

Bunga harus dinyatakan sebagai suatu yang ilegal dengan memungkinkan adanya masa toleransi yang menganggap bunga sebagai kejahatan, namun setelah masa toleransi habis maka bunga harus dihapuskan dari transaksi domestik. Amandemen (pasal-pasal dalam hukum yang memungkinkan adanya perubahan) harus dibuat pada hukum-hukum mengenai institusi-institusi keuangan dan perusahaan. Dengan demikian diharapkan akan muncul kesadaran pada larangan-larangan akan bunga, dan akan lebih dapat memahami perbedaan kebutuhan dalam ekonomi Islam. Peraturan-peraturan yang berkenaan dengan mudharabah dan syirkah sebagai bentuk organisasi bisnis harus segera diciptakan. Demikian pula harus ada perubahan peraturan mengenai auditing untuk mengurangi kesalahan manajemen dan berbuat adil pada para penanam modal.19

Dengan memperhatikan pendapat di atas, maka menurut analisis

penulis bahwa bunga uang atau bunga bank termasuk riba. Bunga uang

dapat mencekik kalangan ekonomi atau pengusaha kecil, mereka ambil

kredit dengan harapan usahanya dapat tumbuh dan berkembang. Namun

karena bunga yang tiap bulan harus dibayar maka usahanya bukan saja

18Ibid., hlm. 279. 19M.Umer Chapra, Towards A Just Monetary System, Terj. Lukman Hakim, "Al-Qur'an

Menuju Sistem Moneter Yang Adil", Yogayakarta: PT. Dana Bhakti Prima Yasa, 1997, hlm. 204-205

85

tidak bisa berkembang bahkan akhirnya gulung tikar. Itulah sebabnya

sebagian ulama mengharamkan sistem bunga dan dinyatakan sebagai riba.

Menurut analisis penulis bahwa pendapat Mannan seperti telah

dijelaskan lebih dahulu sesuai dengan al-Qur'an dan hadis yang

mengharamkan riba. Persoalan tentang riba yang dilarang bukan saja

dibicarakan dalam agama Islam tetapi juga dalam agama-agama samawi

lainnya. Bahkan sejak zaman kejayaan Athene, Solon telah membuat

undang-undang yang melarang bunga. Ahli-ahli filsafat seperti Plato dan

Aristoteles pun tidak membenarkan riba. Mereka menganggap bunga uang

bukan keuntungan yang wajar karena pemilik uang tersebut tidak turut

serta menanggung resiko

Orang-orang yang mengambil riba samalah pendiriannya dan

tingkah lakunya dengan orang yang dibinasakan setan, karena ia sangat

tamak, kejam dan tidak menaruh rasa iba kepada fakir miskin. Karena itu

menurut Riba harus dikikis habis sebab menjadi pangkal dari kejahatan,

dan hanya mencari keuntungan di atas penderitaan orang lain.

Islam beserta semua syari'at samawi melarang riba karena

menimbulkan bahaya sosial dan ekonomi. Dari segi ekonomi, riba

merupakan cara usaha yang tidak sehat. Keuntungan yang diperoleh bukan

berasal dari pekerjaan yang produktif yang dapat menambah kekayaan

bangsa. Namun, keuntungan itu hanya untuk dirinya sendiri tanpa imbalan

ekonomis apapun. Keuntungan ini hanya diperoleh dari sejumlah harta

yang diambil dari harta si peminjam, yang sebenarnya tidak menambah

86

harta orang yang melakukan riba. Dari segi sosial, masyarakat tidak dapat

mengambil keuntungan sedikit pun dari praktek-praktek riba. Bahkan

praktek-praktek riba ini membawa bencana sosial yang besar sebab

menambah beban bagi orang yang tidak berkecukupan, dan menyebabkan

perusakan nilai-nilai luhur yang dibawa oleh Islam yang menganjurkan

persaudaraan, tolong menolong dan bergotong royong di antara sesama

manusia

3. Uang dan Teori tentang Zakat

Menurut Mannan,

Zakat merupakan pukulan hebat bagi kapitalisme. Sayangnya, terjadi kesalahpahaman mengenai zakat. Beberapa dari mereka menganggapnya sebagai suatu amal pribadi, padahal Zakat adalah pajak wajib atas tabungan dan harta benda. Zakat adalah musuh yang tak kenal kompromi bagi pekerjaan menimbun.20

Pada tahap ini Mannan menghimbau agar diberdayakan masalah

zakat. Pendapat Mannan yang menganggap pentingnya zakat dalam

mengentaskan kemiskinan adalah sangat tepat. Baik dalam Al-Qur’an

maupun dalam hadis-hadis banyak dijumpai keterangan-keterangan yang

mewajibkan mengeluarkan zakat. Zakat adalah salah satu di antara rukun

Islam yang lima, setingkat kedudukannya dengan salat, puasa dan haji.

Tidak kurang pada 82 tempat dalam Al-Qur’an perintah menunaikan zakat

itu dirangkaikan dengan perintah menegakkan salat,21 seperti ayat-ayat:

20Ibid., hlm. 167. 21M. Yunan Nasution, Pegangan Hidup, jilid 3, Solo: Ramadhani, 1980, hlm. 161.

87

)43: البقرة (وأقيموا الصالة وآتوا الزآاة

Artinya: dirikanlah shalat dan bayarkanlah zakat (Q.S. al-Baqarah: 43)

)11: التوبة (وأقاموا الصالة وآتوا الزآاة

Artinya: dan tegakkanlah shalat dan tunaikanlah zakat (Q.S. at-Taubah: 11)

Hal senada dikemukakan bahwa untuk menggambarkan betapa

pentingnya kedudukan zakat, Al-Qur’an menyebut sampai 72 kali di mana

kata “îtâ’u al-zakâh” bergandengan dengan kata “îqâma al-salâh”, seperti

pada ayat 43 surah al-Baqarah, ayat 55 surah al-Ma’idah, ayat 4 surah al-

Mu’minin dan lain sebagainya.22

Zakat adalah ibadah dalam bidang harta yang mengandung hikmah

dan manfaat yang demikian besar dan mulia, baik yang berkaitan dengan

orang yang berzakat (muzakki), penerimanya (mustahiq), harta yang

dikeluarkan zakatnya, maupun bagi masyarakat keseluruhan.23 Di antara

hikmahnya antara lain:

Pertama, sebagai manifestasi mensyukuri nikmat yang diberikan

Allah SWT, menumbuhkan akhlak mulia dengan: rasa kemanusiaan yang

tinggi, menghilangkan sifat kikir, rakus dan materialistis, menumbuhkan

ketenangan hidup, sekaligus membersihkan dan mengembangkan harta

yang dimiliki. Dengan bersyukur, harta dan nikmat yang dimiliki akan

22Ali Yafie, Menggagas Fiqih Sosial: Dari Soal Lingkungan Hidup, Asuransi Hingga

Ukhuwah, Bandung : Mizan, 1994, hlm. 231. 23Abdurrahman Qadir, Zakat dalam Dimensi Mahdhah dan Sosial, Jakarta: PT. Raja

Grafindo Persada, 1998, hlm. 143.

88

semakin bertambah dan berkembang. Firman Allah dalam surah Ibrahim:

7,

ولئن آفرتم إن وإذ تأذن ربكم لئن شكرتم ألزيدنكم )7: ابراهم. (عذابي لشديد

Artinya:"Dan (ingatlah juga) tatkala Tuhanmu memaklumkan: Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari nikmat-Ku, maka sesungguhnya adzab-Ku sangat pedih". (Q.S. Ibrahim: 7).

Kedua, dapat menolong, membantu dan membina fakir miskin, ke

arah kehidupan yang lebih baik dan lebih sejahtera, sehingga mereka

dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dengan layak, dapat beribadah

kepada Allah SWT, terhindar dari bahaya kekufuran, sekaligus

menghilangkan sifat: iri, dengki dan hasad yang mungkin timbul dari

kalangan mereka, ketika mereka melihat orang kaya yang memiliki harta

cukup banyak. Zakat sesungguhnya bukanlah sekedar memenuhi

kebutuhan para mustahiq, terutama fakir miskin, yang bersifat konsumtif

dalam waktu sesaat, akan tetapi memberikan kecukupan dan kesejahteraan

kepada mereka, dengan cara menghilangkan ataupun memperkecil

penyebab kehidupan mereka menjadi miskin dan menderita.24

Kebakhilan dan ketidakmauan berzakat, di samping akan

menimbulkan sifat hasad dan dengki dari orang-orang yang miskin dan

menderita, juga akan mengundang azab Allah SWT. Firman-Nya dalam

surah an-Nisaa': 37,

24Yusuf Qardawi, Al-Ibadah Fi Al-Islam, Beirut: Muassasah Risalah, 1993, hlm. 564.

89

ويكتمون ما الذين يبخلون ويأمرون الناس بالبخل. عذابا مهينا آتاهم الله من فضله وأعتدنا للكافرين

)37: النسأ(

Artinya: "(Yaitu) orang-orang yang kikir, dan menyuruh orang lain berbuat kikir, dan menyempurnakan karunia-Nya kepada mereka. Dan Kami telah menyediakan untuk orang-orang kafir siksa yang menghinakan." ( Q.S. an-Nisaa' : 37).

Ketiga, membantu para mujahid yang seluruh waktunya digunakan

untuk berjihad di jalan Allah, yang karena kesibukannya tersebut, ia tidak

memiliki waktu dan kesempatan untuk berusaha dan berikhtiar bagi

kepentingan nafkah diri dan keluarganya. Allah SWT berfirman dalam al-

Baqarah: 273,

يستطيعون للفقراء الذين أحصروا في سبيل الله الالتعفف ضربا في األرض يحسبهم الجاهل أغنياء منتنفقوا من تعرفهم بسيماهم ال يسألون الناس إلحافا وما

)273: البقره. (عليمخير فإن الله به Artinya: " (Berinfaqlah) kepada orang-orang fakir yang terikat (oleh

jihad) di jalan Allah, mereka tidak dapat (berusaha) di muka bumi; orang yang tidak tahu menyangka mereka orang kaya karena memelihara diri dari meminta-minta. Kamu kenal mereka dengan melihat sifat- sifatnya, mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui."

Di samping sebagai pilar amal bersama, zakat juga merupakan

salah satu bentuk konkret dari jaminan sosial yang disyariatkan oleh

ajaran Islam. Melalui syariat zakat, kehidupan orang-orang fakir, miskin,

dan orang-orang menderita lainnya, akan terperhatikan dengan baik. Zakat

90

merupakan salah satu bentuk pengejawantahan perintah Allah SWT untuk

senantiasa melakukan tolong-menolong dalam kebaikan dan takwa,

sebagaimana firman Allah SWT dalam surah al-Ma'idah: 2,

)2: المائدة...(وتعاونوا على البر والتقوى... Artinya:"...Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan)

kebaikan dan taqwa..."

Keempat, membantu sarana dan prasarana yang diperlukan umat

Islam, seperti sarana ibadah, pendidikan, kesehatan, sosial maupun

ekonomi, sekaligus sarana pengembangan kualitas sumberdaya manusia

muslim. Hampir semua ulama sepakat bahwa orang yang menuntut ilmu

berhak menerima zakat atas nama golongan fakir dan miskin maupun

sabilillah.25

Kelima, untuk memasyarakatkan etika bisnis yang benar, sebab

zakat itu bukanlah membersihkan harta yang kotor, akan tetapi

mengeluarkan bagian dari hak orang lain dari harta kita yang kita

usahakan dengan baik dan benar sesuai dengan ketentuan Allah SWT

yang terdapat dalam surah al-Baqarah: 267

Firman Allah SWT dalam surah al-Baqarah: 276-277,

يحب آل ي الصدقات والله اليمحق الله الربا ويربوأقاموا إن الذين آمنوا وعملوا الصالحات.آفار أثيم

25Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, Juz I, Kairo: Maktabah Dar al-Turas, hlm. 146.

91

وال خوف الصالة وآتوا الزآاة لهم أجرهم عند ربهم )277:البقره. (عليهم وال هم يحزنون

Artinya: "Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran dan selalu berbuat dosa. Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal saleh, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala disisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati."

B. Aktualisasinya Pendapat Muhammad Abdul Mannan tentang Konsep

Uang dan Peranannya dalam Perekonomian Nasional

Di dalam ekonomi Islam, uang bukanlah modal. Sementara ini kadang

seseorang salah kaprah menempatkan uang. Uang, biasanya disama artikan

dengan modal (capital). Uang adalah barang publik (public goods). Uang

bukan barang monopoli seseorang. Jadi semua orang berhak memiliki uang

yang berlaku di suatu negara. Sementara modal adalah barang pribadi atau

orang per-orang. Jika uang sebagai flow concept (sesuatu yang mengalir)

sementara modal adalah stock concept (suatu persediaan).

Secara definisi uang adalah benda yang dijadikan sebagai ukuran dan

penyimpan nilai semua barang. Dengan adanya uang maka dapat dilakukan

proses jual beli hasil produksi. Dengan uang, hasil penjualannya itu ia dapat

membeli barang-barang keperluannya. Jika dengan sengaja orang menumpuk

uangnya atau tidak dibelanjakan berarti uang tersebut tidak beredar. Hal ini

92

sama artinya dengan menghalangi proses atau kelancaran jual beli. Produk-

produk di pasaran. Jadi proses jual beli tidak dapat dipisahkan dengan uang.26

Menurut Ibn Taimiyah,27 uang dalam Islam adalah sebagai alat tukar

dan alat ukur nilai. Melalui uang nilai suatu barang akan diketahui, dan

mereka tidak menggunakannya untuk diri sendiri atau dikonsumsi. Hal serupa

dikemukakan oleh muridnya (Ibn Qayyim), uang atau keping uang tidak

dimaksudkan untuk benda itu sendiri, tetapi dimaksudkan untuk memperoleh

barang-barang.

Dari sisi lain, kaitannya dengan masalah uang al-Ghazali mengatakan,

bahwa: Uang bagaikan kaca, kaca tidak memiliki warna, tetapi ia dapat

merefleksikan semua warna. Uang tidak memiliki harga, tetapi uang dapat

merefleksikan semua harga. Melihat fungsi uang tersebut, menunjukkan

bahwa dalam Islam adanya uang dapat memberikan fungsi

kegunaan/kepuasan kepada pemakainya. Oleh karena itu, uang bukanlah suatu

komoditas. Uang itu sendiri tidak memberikan kegunaan. Akan tetapi fungsi

uanglah yang memberikan kegunaan.28

Dengan demikian, secara definitif dapat diajukan, bahwa fungsi uang

adalah sebagai (1) Media pertukaran (untuk transaksi); (2) Jaga-jaga/investasi;

(3) Satuan hitung untuk pembayaran (ba'i muajjal). Uang merupakan sesuatu

yang mengalir (flow concept) dan ia sebagai barang publik (public goods).

a. Money as Flow Concept

26Muhamad, op.cit., hlm. 70. 27Adi Warman Karim, Ekonomi Islam Suatu Kajian Kontemporer, Jakarta: Gema Insani,

2001,hlm. 60 – 61. 28Ibid., hlm. 53.

93

Di bagian depan telah disinggung, bahwa uang adalah sesuatu

yang mengalir. Oleh karena itu, uang diibaratkan seperti air. Jika air di

sungai itu mengalir, maka air tersebut akan bersih dan sehat. Jika air

berhenti (tidak mengalir secara wajar) maka air tersebut menjadi busuk

dan berbau. Demikian halnya dengan uang. Uang yang berputar untuk

produksi akan dapat menimbulkan kemakmuran dan kesehatan ekonomi

masyarakat. Sementara, jika uang ditahan maka dapat menyebabkan

macetnya roda perekonomian, sehingga dapat menyebabkan krisis atau

penyakit-penyakit ekonomi lainnya. Dalam ajaran Islam, uang harus

diputar terus sehingga dapat mendatangkan keuntungan yang lebih besar.

Untuk itu uang perlu digunakan untuk investasi di sektor riil. Jika uang

disimpan tidak diinvestasikan kepada sektor riil, maka tidak akan

mendatangkan apa-apa.29 Penyimpanan uang yang telah mencapai nishab

dan haul-nya, menurut ajaran Islam, akan dikenai zakat.

b. Money as Public Goods

Uang adalah barang untuk masyarakat banyak. Bukan monopoli

perorangan. Sebagai barang publik, maka masyarakat dapat

menggunakannya tanpa ada hambatan dari orang lain. Oleh karena itu,

dalam tradisi Islam menumpuk uang sangat dilarang, sebab kegiatan

menumpuk uang akan mengganggu orang lain menggunakannya.

Dari gambaran uang sebagai air yang mengalir dan uang sebagai

barang publik, akhirnya dapat disimpulkan, bahwa ada perbedaan antara

29At-Takatsur: 1-5

94

modal dengan uang. Kaitan antara uang dengan modal ini dapat dikiaskan

antara kendaraan dengan jalan. Kendaraan adalah barang/milik pribadi.

Jalan adalah barang/milik umum. Jadi, modal adalah milik pribadi dan

uang adalah milik umum. Dengan demikian, kenyamanan berkendaraan

akan didapatkan jika kendaraan tersebut berjalan di atas jalan raya.

Dengan kata lain, hanya dengan modal yang diinvestasikan ke sektor riil-

lah yang akan mendatangkan pendapatan (berupa) uang.30

Dalam Islam fungsi uang sebagai alat tukar-menukar diterima secara

meluas. Penerimaan fungsi ini disebabkan karena fungsi uang ini dirasakan

dapat menghindarkan kecenderungan ketidakadilan dalam sistem perdagangan

barter. Sebagai alat tukar, uang dapat dipecah dalam satuan-satuan terkecil.

Hal serupa tidak dapat dilakukan terhadap sejumlah barang tertentu kecuali

mengakibatkan rusak atau nilai barang tersebut menjadi berkurang, Oleh

karena itu perdagangan barter berpotensi riba, yakni riba fadhal.

Dalam masyarakat industri dan perdagangan seperti yang sedang

berkembang sekarang ini fungsi uang tidak hanya diakui sebagai alat tukar,

tetapi juga diakui berfungsi sebagai komoditas (hajat hidup yang bersifat

terbatas) dan sebagai modal. Dalam fungsinya sebagai komoditas, uang

dipandang dalam kedudukan yang sama dengan barang yang dapat dijadikan

sebagai obyek transaksi untuk mendapatkan keuntungan (laba). Sedang dalam

fungsinya sebagai modal (kapital) uang dapat menghasilkan sesuatu (bersifat

produktif) baik menghasilkan barang maupun menghasilkan jasa. Lembaga

30Muhamad, op.cit., hlm. 71.

95

keuangan seperti pasar modal, bursa efek, dan perbankan konvensional yang

berkembang sekarang ini merupakan suatu kenyataan bahwa fungsi uang telah

berkembang sebagai komoditas dan modal, tidak terbatas pada fungsinya

sebagai alat tukar.

Berbeda dengan fungsinya sebagai alat tukar-menukar yang diterima

secara bulat, fungsi uang sebagai komoditas dan modal masih diperselisihkan.

Sebagian ekonom Islam menentang keras fungsi uang sebagai komoditas dan

sebagai modal.

Penolakan fungsi uang sebagai komoditas dan sebagai modal

mengandung implikasi yang sangat besar dalam rancang bangun sistem

ekonomi Islam. Kedua fungsi tersebut oleh kelompok yang menyangkalnya

dipandang sebagai prinsip yang membedakan antara sistem ekonomi Islam

dan sistem ekonomi non-Islam (konvensional).

Atas dasar prinsip ini mereka menjatuhkan keharaman setiap

perputaran (transaksi) uang yang disertai keuntungan (laba atau bunga)

sebagai praktek riba. Prinsip inilah yang pada ujung-ujungnya menjadi dasar

pembentukan lembaga keuangan bebas bunga dengan dua produk unggulan,

yakni mudharabah31 dan bai' al-murabahah32

31Mudharabah secara bahasa berasal dari kata dharb artinya "memukul" atau

melangkahkan kaki dalam melakukan suatu usaha di muka bumi. Secara terminologis mudharabah berarti suatu akad kerja-sama antara dua pihak, pihak pertama (shahibul mal) menyediakan seluruh modal dan pihak lain (mudharib) sebagai pengelola modal, di mana keuntungan dibagi bersama sesuai prosentasi yang disepakati, sedang kerugian ditanggung oleh pemilik modal. Baca Muhammad Syafi'i Antonio, Bank Syari'ah Wacana Vlama dan Intelektual, Tazkiah Institut: Jakarta, 1999, hlm.171.

32Bai' al-murabahah adalah akad jual-beli barang dengan harga pokok dengan tambahan keuntungan yang disepakati, Dalam bai' al-murabahah pihak penjual harus memberitahu secara transparan harga barang dan menentukan tingkat keuntungan sebagai tambahan harga. Ibid, hlm. 121.

96

Dengan demikian aktualisasinya konsep uang menurut Abdul Mannan

dalam perekonomian nasional maka akan sangat menguntungkan bangsa

Indonesia. Karena dalam kenyataannya bahwa lahirnya bank syari'ah telah

menunjukkan perkembangan yang baik. Sebagai buktinya adalah bank syari'ah

dapat bertahan dari krisis moneter, dan dibandingkan dengan bank

konvensional maka bank syari'ah telah diakui keunggulannya karena ia

mampu bertahan pada saat-saat maraknya bank konvensional yang gulung

tikar. Hal ini dikarenakan antara lain karena bank syari'ah merupakan bank

bebas bunga. Dari sini tampak bahwa bank syari'ah merupakan aktualisasi dari

konsep uang bukan sebagai komoditi.

97

BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN.

Dengan memperhatikan dan mengkaji uraian sebelumnya, maka dapat

diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Menurut Abdul Mannan, dalam Islam uang dipandang sebagai alat tukar,

bukan suatu komoditi. Diterimanya peranan uang ini secara meluas dengan

maksud melenyapkan ketidakadilan, ketidakjujuran, dan pengisapan dalam

ekonomi tukar-menukar, Karena ketidakadilan dalam ekonomi tukar

menukar (barter), digolongkan sebagai riba al fazal, yang dilarang dalam

agama, sedangkan peranan uang sebagai alat tukar dapat dibenarkan.

Karena itu dalam Islam uang sendiri tidak menghasilkan suatu apa pun.

Dengan demikian bunga (riba) pada uang yang dipinjam dan dipinjamkan

dilarang. Konsep uang dalam ekonomi Islam berbeda dengan konsep uang

dalam ekonomi konvensial. Dalam ekonomi Islam, konsep uang sangat

jelas dan tegas bahwa uang adalah uang, uang bukan capital. Sebaliknya,

konsep uang yang dikemukakan dalam ekonomi konvensional tidak jelas.

Sering kali istilah uang dalam perspektif ekonomi konvensional diartikan

secara bolak-balik (interchangeability), yaitu uang sebagai uang dan uang

sebagai capital

98

2. Aktualisasinya konsep uang menurut Abdul Mannan dalam perekonomian

nasional maka akan sangat menguntungkan bangsa Indonesia. Karena

dalam kenyataannya bahwa lahirnya bank syari'ah telah menunjukkan

perkembangan yang baik. Sebagai buktinya adalah bank syari'ah dapat

bertahan dari krisis moneter, dan dibandingkan dengan bank konvensional

maka bank syari'ah telah diakui keunggulannya karena ia mampu bertahan

pada saat-saat maraknya bank konvensional yang gulung tikar. Hal ini

dikarenakan antara lain karena bank syari'ah merupakan bank bebas bunga.

Dari sini tampak bahwa bank syari'ah merupakan aktualisasi dari konsep

uang bukan sebagai komoditi.

B. SARAN-SARAN

1. Untuk Pemerintah

Perlu dukungan yang lebih jelas dan menyeluruh terhadap gagasan

dan pemikiran Abdul Mannan tentang konsep uang dan peranannya yang

bukan sebagai komoditi.

2. Untuk Ulama

Perlu disosialisasi tentang konsep uang dan peranannya dalam

perspektif Abdul Mannan.

3. Untuk Perguruan Tinggi

Tidak berlebihan bila Penelitian terhadap gagasan dan pemikiran

Abdul Mannan lebih diperdalam lagi dan tidak hanya sebatas pada peran

dan fungsi uang namun lebih jauh dari itu yaitu teori dan praktek ekonomi

Islam.

99

C. PENUTUP

Meskipun tulisan ini telah diupayakan secermat mungkin namun mungkin

saja ada kekurangan dan kekeliruan yang tidak prinsipil. Menyadari akan hal

itu, bukan suatu sikap kepura-puraan bila penulis mengharap secercah kritik

dan saran menuju kesempurnaan tulisan ini, semoga Allah SWT meridhai.

.

DAFTAR PUSTAKA

Amirin, Tatang M., Menyusun Rencana Penelitian, Cet. 3. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1995.

Anonimous. Ekonomi Pancasila untuk Mendukung Tinggal Landas dan Pembangunan Jangka Panjang Tahap II. Jakarta: Lemhannas, 1989.

Antonio, Muhammad Syafi'i, Bank Syari'ah Wacana Ulama dan Intelektual, Jakarta: Tazkiah Institut, 1999.

Arifin, Zainul, Dasar-Dasar Manajemen Bank Syari’ah, Jakarta : Alvabeta, 2003.

Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Cet. 12, PT Rineka Cipta, Jakarta, 2002.

Assal, Ahmad Muhammad, dan Fathi Ahmad Abdul Karim, Sistem Ekonomi Islam Prinsip-prinsip dan Tujuan-tujuannya, Terj. Abu Ahmadi dan Anshori Umar Sitanggal, Surabaya: PT Bina Ilmu Offset, 1980.

Bablily, Mahmud Muhammad, Etika Bisnis: Studi Kajian Konsep Perekonomian Menurut al-Qur'an dan as-Sunnah, terj. Rosihin A. Ghani, Solo: Ramadhani, 1990.

Chapra, M.Umer, Towards A Just Monetary System, Terj. Lukman Hakim, "Al-Qur'an Menuju Sistem Moneter Yang Adil", Yogayakarta: PT. Dana Bhakti Prima Yasa, 1997.

-------, Islam dan Pembangunan Ekonomi, terj. Ikhwan Abidin Basri, Jakarta: Gema Insani Press, 2000.

Djazuli dan Yadi Janwari, Lembaga-lembaga Perekonomian Umat (Sebuah Pengenalan), Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002.

Hadi, Sutrisno, Metode Penelitian Research, Yogyakarta : Andi Offset, 1990.

http://www .geogle. com/M.Abdul Mannan/biografi.htm.

Kara, Muslim H., Bank Syariah Di Indonesia Analisis Terhadap Pemerintah Indonesia Terhadap Perbankan Syariah, Yogyakarta: UII Press, 2005.

Karim, Adiwarman, Ekonomi Islam Suatu Kajian Kontemporer, Jakarta: Gema Insani, 2001.

-------, Ekonomi Makro Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007.

-------, Ekonomi Mikro Islami, Jakarta: III T Indonesia, 2002.

-------, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Jakarta: Tim III T Indonesia, 2002.

Koencaraningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, Cet. 14, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1970.

M. Subana, Sudrajat, Dasar-Dasar Penelitian Ilmiah, Bandung: CV. Pustaka. Setia, 2001.

Mannan, Abdul, Teori dan Praktek Ekonomi Islam, Yogyakarta: Dna Bakti Prima Yasa, 1997.

Manullang, M., Ekonomi Moneter, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1980.

Maragi, Ahmad Mustafa, Tafsir al-Maragi, Mesir: Mustafa Al-Babi al-Halabi, 1394 H/1974 M.

Mas’adi, Ghufron A., Fiqh Muamalah Kontekstual, Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2002.

Moleong, Lexy J., Metode Penelitian Kualitatif, Cet. 14, Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2001.

Muhamad, Bank Syari’ah, Analisis Kekuatan, Peluang, Kelemahan dan Ancaman, Yogyakarta; Ekonisia, 2003.

Muhammad, Dasar-dasar Keuangan Islami, Yogyakarta: Ekonisia, 2004.

-------, Kebijakan Fiskal dan Moneter Dalam Ekonomi Islam, Jakarta: Salemba Empat, 2002.

Nasution, M. Yunan, Pegangan Hidup, jilid 3, Solo: Ramadhani, 1980.

Nasution, Mustafa Edwin, et al, Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam, Jakarta: kencana, 2006.

Nawawi, Hadari, Metode Penelitian Bidang Sosial, Cet. 5, Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1991.

Nazir, Moh., Metode Penelitian, Cet. 4, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1999.

Prawiranegara, Syafruddin, Ekonomi dan Keuangan: Makna Ekonomi Islam Kumpulan Karangan terpilih, Jilid II, Jakarta: Masaagung, 1988.

Qadir, Abdurrahman, Zakat dalam Dimensi Mahdhah dan Sosial, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1998.

Qardawi, Yusuf, Al-Ibadah Fi Al-Islam, Beirut: Muassasah Risalah, 1993.

Raharjo, Dawam, Ensiklopedi Al-Qur'an: Tafsir Sosial Berdasarkan Konsep-Konsep Kunci, Jakarta: Paramadina, 2002.

Rahman, Afzalur, Doktrin Ekonomi Islam, Jilid 2, terj. Soerojo, Nastangin, Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Prima Yasa, 2002.

Sabiq, Sayyid, Fiqh al-Sunnah, Juz I, Kairo: Maktabah Dar al-Turas, t.th.

Saefuddin, Ahmad M., Ekonomi Masyarakat dalam Perspektif Islam, Jakarta: Rajawali Press, 1987.

Sinungan, Muchdarsyah, Uang dan Bank, Jakarta: Bina Aksara, 1989.

Soemanto, Wasty, Pedoman Teknik Penulisan Skripsi, Jakarta: Bumi Aksara, 1999.

Sukirno, Sadono, Pengatar Teori Makroekonomi, Edisi Kedua, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1992.

Suprayitno, Eko, Ekonomi Islam Pendekatan Ekonomi Makro Islam dan Konvensional, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2005.

Suriasumantri, Jujun S., Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, Cet. 7, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1993.

Winardi, Pengantar Ilmu Ekonomi, Buku I, edisi-VII, Bandung: Tarsito, 1995.

Yafie, Ali, Menggagas Fiqih Sosial: Dari Soal Lingkungan Hidup, Asuransi Hingga Ukhuwah, Bandung : Mizan, 1994.

Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Pentafsir Al-Qur’an, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Depag RI, 1986.

Yuliadi, Imamudin, Ekonomi Islam Sebuah Pengantar, Yogyakarta: LPPI, 2001.

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Slamet Waluyo

Tempat/Tanggal Lahir : Demak, 08 September 1984

Alamat Asal : Bungo, RT 03 RW.07 Wedung Demak

Pendidikan : - SD Bungo 03 Demak lulus tahun 1996

- MTs Salafiyah Kajen Pati lulus tahun 1999

- MA Futuhiyyah Mranggen lulus tahun 2002

- Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo Semarang

Angkatan 2002

Demikianlah daftar riwayat hidup ini saya buat dengan sebenarnya untuk

dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.

SLAMET WALUYO