studi analisis kualitas hidup masyarakat menurut...
TRANSCRIPT
BADAN PUSAT STATISTIKPROVINSI DKI JAKARTA
PROVINSI DKI JAKARTA
STUDI ANALISISKUALITAS HIDUP MASYARAKAT MENURUT KOMPONEN IPMPADA TINGKAT KECAMATAN
2017
UMUR PANJANGDAN HIDUP SEHAT
STANDAR HIDUPLAYAKPENDIDIKAN
Katalog BPS: 4101034.31
ISBN : 978-602-0922-17-1
No. Publikasi : 31000.1704
Katalog BPS : 4101034.31
Ukuran Buku : 17,6 cm x 25 cm
Jumlah Halaman : x + 92 halaman
Naskah : Bidang Neraca Wilayah dan Analisis Statistik
Gambar Kulit : Bidang Neraca Wilayah dan Analisis Statistik
Diterbitkan oleh : BPS Provinsi DKI Jakarta
Dilarang mengumumkan, mendistribusikan, mengomunikasikan, dan/atau
menggandakan sebagian atau seluruh isi buku ini untuk tujuan komersial tanpa
izin tertulis dari BPS Provinsi DKI Jakarta
TIM PENYUSUN
Pengarah
Thoman Pardosi
Editor
Rudiansyah
Penulis
Rocky Gunung Hasudungan
Klarawidya Puspita R
Supendi
Pengolah Data
Rocky Gunung Hasudungan
Supendi
Desain Kulit
Ratih Sari Dewi
Desain dan Tata Letak
Ratih Sari Dewi
v
KATA PENGANTAR
Pembangunan manusia sebagai ukuran kinerja pembangunan secara keseluruhan
dibentuk melalui pendekatan tiga dimensi dasar, yaitu umur panjang dan sehat,
pengetahuan, dan penghidupan yang layak. Semua indikator yang
merepresentasikan ketiga dimensi ini terangkum dalam satu nilai tunggal, yaitu
angka Indeks Pembangunan Manusia (IPM).
Angka IPM selama ini disajikan hanya sampai tingkat kabupaten/kota. Penyajian IPM
menurut daerah yang lebih kecil dimungkinkan, sehingga dapat diketahui
pembangunan manusia, baik pencapaian, posisi, maupun disparitas antar daerah.
Dengan demikian, setiap daerah diharapkan terpacu untuk meningkatkan kinerja
pembangunan melalui peningkatan kapasitas dasar penduduk.
Publikasi ini merupakan laporan hasil studi yang dilakukan oleh BPS Provinsi DKI
Jakarta dalam melakukan penghitungan IPM sampai tingkat kecamatan berdasarkan
estimasi dan pendekatan pada keempat komponen pembentuknya. IPM hasil studi
tersebut bukan merupakan angka final dikarenakan menggunakan estimasi data
yang merepresentasikan indikator kabupaten/kota.
Capaian pembangunan manusia sampai tingkat kecamatan yang dihasilkan melalui
studi tersebut menunjukkan adanya perbedaan capaian yang cukup berarti, baik
antar kecamatan dalam kabupaten maupun antar kecamatan dalam provinsi.
Melalui pencapaian dan kemajuan tersebut masih menyisakan pekerjaan dan tugas
yang tidak ringan untuk mengatasi relatif tingginya ketimpangan pencapaian
pembangunan antar wilayah tersebut.
Semoga publikasi tersebut dapat bermanfaat bagi semua kalangan yang
berkepentingan, termasuk masyarakat pengguna data sebagai bahan rujukan.
Ucapan terima kasih dan apresiasi kami sampaikan kepada semua pihak yang telah
memberikan saran dan masukan untuk perbaikan publikasi ini.
Jakarta, Desember 2017
Kepala BPS Provinsi DKI Jakarta
Thoman Pardosi
vi
DAFTAR ISI
Kata Pengantar…………………………………………………………………………….. v Daftar Isi………………………………………………………………………………………. vi Daftar Tabel…………………………………………………………………………………. vii Daftar Gambar……………………………………………………………………………… viii Daftar Lampiran……………………………………………………………………………. x I. PENDAHULUAN 1 1.1. Latar Belakang……………………………………………………………………………… 3 1.2. Maksud dan Tujuan……………………………………………………………………… 6 1.3. Manfaat Studi………………………………………………………………………………. 7 1.4. Ruang Lingkup Studi…………………………………………………………………….. 8 II. METODOLOGI 9 2.1. Konsep dan Definisi IPM………………………………………………………………. 11 2.2. Metode Penyusunan IPM…………………………………………………………….. 12 2.2.1. Perkembangan Metode Penyusunan IPM....……………………….. 12 2.2.2. Metode Penghitungan IPM…………………………………………………. 15 2.3. Ketersediaan Data………………………………………………………………………… 18 2.4. Metode Penghitungan IPM Kecamatan………………………………………… 19 2.4.1. Metode Penghitungan Komponen AHH Kecamatan……………. 23 2.4.2. Metode Penghitungan Komponen HLS Kecamatan…………….. 24 2.4.3. Metode Penghitungan Komponen RLS Kecamatan……………… 24 2.4.4. Metode Penghitungan Komponen Pengeluaran
Perkapita Kecamatan……………………………………………….............
25 III. HASIL STUDI 27 3.1. Kondisi Umum Provinsi DKI Jakarta………………………………………………. 29 3.2. IPM Provinsi DKI Jakarta……………………………………………………………….. 31 3.3. IPM Kabupaten/Kota Provinsi DKI Jakarta…………………………………….. 32 3.4. IPM Kecamatan Provinsi DKI Jakarta…………………………………………….. 33 3.4.1. Analisis Dimensi Kesehatan…………………………………………………. 35 3.4.2. Analisis Dimensi Pendidikan (HLS dan RLS)………………………….. 42 3.4.3. Dimensi Standar Hidup Layak Menurut Kecamatan…………….. 51 IV. KESIMPULAN DAN SARAN 61 4.1. Kesimpulan…………………………………………………………………………………… 63 4.2. Saran…………………………………………………………………………………………….. 64
vii
DAFTAR TABEL
2.1. Perbandingan Penghitungan IPM Metode Lama & Baru………………….. 14
2.2. Nilai Minimun dan Maximum Komponen IPM…………………………………. 18
3.1. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Menurut
Kabupaten/Kota, 2015-2016…………………………………………………………….
34
viii
DAFTAR GAMBAR
2.1. Tahapan Penyusunan IPMhs dan Komponennya Menurut
Kecamatan………………………………………………………………………………………..
22
3.1. Perkembangan PDRB DKI Jakarta, Tahum 2010-2016
(Milyar Rupiah) …………………………………………………………………………………
30
3.2. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) DKI Jakarta, 2011-2016…………… 32
3.3. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) DKI Jakarta Menurut
Kabupaten/Kota, tahun 2011-2016……………………………………………………
33
3.4.1.1. AHH Kabupaten Kepulauan Seribu Menurut Kecamatan, 2016
(dalam tahun) …………………………………………………………………………………..
37
3.4.1.2. AHH Kota Jakarta Selatan Menurut Kecamatan, 2016 (dalam tahun).. 38
3.4.1.3. AHH Kota Jakarta Timur Menurut Kecamatan, 2016 (dalam tahun)….. 39
3.4.1.4. AHH Kota Jakarta Pusat Menurut Kecamatan, 2016 (dalam tahun)…… 40
3.4.1.5. AHH Kota Jakarta Barat Menurut Kecamatan, 2016 (dalam tahun)…… 41
3.4.1.6. AHH Kota Jakarta Utara Menurut Kecamatan, 2016 (dalam tahun)….. 42
3.4.2. HLS dan RLS Provinsi DKI Jakarta Menurut Kabupaten/Kota, 2016
(dalam tahun) …………………………………………………………………………………..
43
3.4.2.1. HLS dan RLS Kabupaten Kepulauan Seribu Menurut Kecamatan,
2016 (dalam tahun) ………………………………………………………………………….
45
3.4.2.2. HLS dan RLS Kota Jakarta Selatan Menurut Kecamatan, 2016
(dalam tahun) …………………………………………………………………………………..
46
3.4.2.3. HLS dan RLS Kota Jakarta Timur Menurut Kecamatan, 2016
(dalam tahun) …………………………………………………………………………………..
47
3.4.2.4. HLS dan RLS Kota Jakarta Pusat Menurut Kecamatan, 2016
(dalam tahun) …………………………………………………………………………………..
48
3.4.2.5. HLS dan RLS Kota Jakarta Barat Menurut Kecamatan, 2016
(dalam tahun) …………………………………………………………………………………..
49
3.4.2.6. HLS dan RLS Kota Jakarta Utara Menurut Kecamatan, 2016
(dalam tahun) …………………………………………………………………………………..
50
3.4.3.1. Pengeluaran Perkapita Kabupaten Kepulauan Seribu Menurut
Kecamatan, 2016 (Rp. 000)……………………………………………………………….
52
3.4.3.2. Pengeluaran Perkapita Kota Jakarta Selatan Menurut Kecamatan,
2016 (Rp. 000) ………………………………………………………………………………….
53
3.4.3.3. Pengeluaran Perkapita Kota Jakarta Timur Menurut Kecamatan,
2016 (Rp. 000) ………………………………………………………………………………….
55
ix
3.4.3.4. Pengeluaran Perkapita Kota Jakarta Pusat Menurut Kecamatan,
2016 (Rp. 000) ………………………………………………………………………………….
56
3.4.3.5. Pengeluaran Perkapita Kota Jakarta Barat Menurut Kecamatan, 2016
(Rp. 000) …………………………………………………………………………………………..
57
3.4.3.6. Pengeluaran Perkapita Kota Jakarta Utara Menurut Kecamatan,
2016 (Rp. 000)…………………………………………………………………………………..
58
x
DAFTAR LAMPIRAN
1.A. Tabel Angka Harapan Hidup Hasil Studi Menurut Kecamatan,
2016………………………………………………………………………………………………. 69
1.B. Tabel Angka Harapan Lama Sekolah Hasil Studi Menurut
Kecamatan, 2016…………………………………………………………………………… 71
1.C. Tabel Rata-rata Lama Sekolah Hasil Studi Menurut Kecamatan,
2016………………………………………………………………………………………………. 73
1.D. Tabel Pengeluaran Perkapita Hasil Studi Menurut Kecamatan,
2016………………………………………………………………………………………………. 75
1.E. Tabel IPM Hasil Studi (IPMhs) Menurut Kecamatan, 2016…………….. 77
2. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Menurut Provinsi, 2015-
2016………………………………………………………………………………………………. 79
3.A. Peta Tematik Angka Harapan Hidup Hasil Studi Menurut
Kecamatan, 2016…………………………………………………………………………… 81
3.B. Peta Tematik Harapan Lama Sekolah Hasil Studi Menurut
Kecamatan, 2016…………………………………………………………………………… 82
3.C. Peta Tematik Rata-rata Lama Sekolah Hasil Studi Menurut
Kecamatan, 2016…………………………………………………………………………… 83
3.D. Peta Tematik Pengeluaran Perkapita Hasil Studi Menurut
Kecamatan, 2016…………………………………………………………………………… 84
3.E. Peta Tematik IPM Hasil Study (IPMhs) Menurut Kecamatan, 2016 85
4. Kuesioner Susenas KOR (Periode Bulan Maret 2016)…………………….. 86
5. Kuesioner Susenas MODUL (Periode Bulan Maret 2016)……………….. 90
UMUR PANJANGDAN HIDUP SEHAT
STANDAR HIDUPLAYAK
PENDIDIKAN
BAB 1
STUDI ANALISISKUALITAS HIDUP MASYARAKAT
MENURUT KOMPONEN IPMPADA TINGKAT KECAMATAN
3
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pembangunan manusia pada dasarnya memiliki makna yang luas.
Namun ide dasar pembangunan manusia merupakan pertumbuhan positif
dalam bidang ekonomi, sosial, politik, budaya, dan lingkungan, serta
perubahan dalam kesejahteraan manusia. Ide dasar ini berfokus kepada
manusia dan kesejahteraannya. United Nations Development Programme
(UNDP) dalam laporan pertamanya menegaskan ide ini,
“Manusia adalah kekayaan bangsa yang
sesungguhnya. Oleh karena itu, tujuan utama dari
pembangunan adalah menciptakan lingkungan yang
memungkinkan bagi rakyatnya untuk menikmati
umur panjang, sehat dan menjalankan kehidupan
yang produktif. Hal ini tampaknya merupakan suatu
kenyataan yang sederhana. Tetapi hal ini seringkali
terlupakan oleh berbagai kesibukan jangka pendek
untuk mengumpulkan harta dan uang.” (Human
Development Report 1990).
Dalam rumusan tersebut, manusia menjadi titik pusat (central)
pembangunan, sementara upaya pembangunan manusia adalah sarana
untuk mencapai tujuan itu. Oleh karena itu pembangunan mestinya dianalisis
serta dipahami dari sudut manusianya, bukan sekedar pertumbuhan
ekonomi. Pandangan bahwa peningkatan kualitas sumberdaya manusia
4
mempunyai implikasi bahwa manusia merupakan titik sentral pembangunan
semakin luas diterima oleh berbagai pihak. Hal ini mendorong terciptanya
kerja sama dan koordinasi antar berbagai sektor pembangunan, karena
setiap usaha yang dilakukan oleh masing-masing sektor pada hakekatnya
adalah untuk meningkatkan kualitas dan kesejahteraan manusia.
Menurut UNDP, paradigma pembangunan pembangunan manusia
memiliki 4 (empat) pilar pokok, yang secara ringkas mengandung prinsip-
prinsip: produktivitas, pemerataan, kesinambungan, dan pemberdayaan.
Penduduk harus diberdayakan untuk mampu meningkatkan produktivitas
dan untuk berpartisipasi penuh dalam proses penciptaan pendapatan dan
pekerjaan. Pembangunan ekonomi, dengan demikian merupakan himpunan
bagian dari model pembangunan manusia. Sebagai salah satu bagian dari
paradigma ini, produktivitas memerlukan investasi pada manusia, serta suatu
keadaan makro ekonomi yang memungkinkan penduduk untuk
mengembangkan diri secara maksimal. Selanjutnya penduduk harus memiliki
kesempatan yang sama untuk mendapat akses terhadap semua sember daya
ekonomi dan sosial. Semua hambatan yang memperkecil kesempatan untuk
memperoleh akses tersebut harus dihapuskan, sehingga penduduk dapat
mengambil manfaat dari kesempatan yang ada dan berpartisipasi dalam
kegiatan yang dapat meningkatkan kualitas hidup.
Dimensi Pembangunan Manusia yang sangat luas, membuat upaya
pengukuran pencapaian pembangunan yang telah dilakukan di suatu wilayah
harus dapat memberikan gambaran tentang dampak dari pembangunan
manusia bagi penduduk dan sekaligus dapat memberikan gambaran tentang
persentase pencapaian sasaran ideal. Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
merupakan indikator komposit tunggal, walaupun tidak dapat mengukur
5
semua dimensi dari pembangunan manusia, tetapi dapat mengukur tiga
dimensi pokok pembangunan manusia yang dinilai mencerminkan status
kemampuan dasar (basic capabilities) penduduk. Pembangunan manusia
sebagai ukuran kinerja pembangunan dengan tiga dimensi dasar, yaitu umur
panjang dan sehat, pengetahuan, dan penghidupan yang layak.
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang digunakan untuk
mengukur dampak dari upaya peningkatan kemampuan dasar tersebut,
menggunakan indikator dampak sebagai komponen dasar penghitungannya.
Dimensi umur panjang dan sehat diwakili oleh indikator harapan hidup saat
lahir. Dimensi pengetahuan diwakili oleh indikator harapan lama sekolah dan
rata-rata lama sekolah. Sementara itu, dimensi standar hidup layak diwakili
oleh pengeluaran per kapita. Ketiga dimensi ini terangkum dalam suatu
indeks komposit yang disebut Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Nilai IPM
suatu negara atau wilayah menunjukkan seberapa jauh negara atau wilayah
tersebut telah mencapai sasaran yang ditentukan, yaitu harapan hidup saat
lahir, pendidikan dasar bagi semua lapisan masyarakat (tanpa kecuali), dan
tingkat pengeluaran dan konsumsi yang telah mencapai standar hidup layak.
Semakin dekat nilai IPM suatu wilayah terhadap angka 100, semakin dekat
jalan yang harus ditempuh untuk mencapai sasaran itu.
Secara umum, pembangunan manusia di DKI Jakarta terus mengalami
kemajuan selama periode 2010 hingga 2016. Propinsi DKI Jakarta merupakan
propinsi dengan IPM tertinggi, yaitu sebesar 79,60 pada tahun 2016. Angka
IPM ini telah mengalami peningkatan selama kurun tujuh tahun terakhir,
yaitu dari 76,31 di tahun di tahun 2010 menjadi 79,60 di tahun 2016. Di
tingkat kabupaten/kota, Jakarta Selatan merupakan kota yang memiliki IPM
6
tertinggi sebesar 83,94, sedangkan yang terendah adalah kabupaten
Kepualauan Seribu sebesar 69,52.
Di tingkat kecamatan, saat ini belum tersedia indikator IPM,
sementara ketersediaan angka IPM sampai tingkat kecamatan sangat
dibutuhkan sebagai bahan masukan dan pertimbangan penyusunan
kebijakan. Dengan dilaksanakannya Studi Analisis Kualitas Hidup Masyarakat
menurut komponen IPM, maka diharapkan akan diiperoleh informasi awal
tentang usia lama hidup, pengetahuan dan standar hidup layak dalam rangka
untuk mengukur kualitas sumber daya manusia di tingkat kecamatan. Data
IPM per kecamatan ini disamping dapat memberi gambaran kondisi sosial
ekonomi masyarakat, juga digunakan sebagai alat monitoring dan evaluasi
keberhasilan pembangunan yang telah dilaksanakan dan merencanakan
prioritas pembangunan yang akan dilaksanakan sampai tingkat kecamatan.
Sedangkan data IPM menurut kecamatan sangat dibutuhkan bagi
pemerintah daerah untuk mengevaluasi hasil pembangunan pada tingkat
wilayah yang lebih kecil lagi.
1.2. Maksud dan Tujuan
Informasi mengenai data IPM sangat dibutuhkan untuk mengetahui
hasil pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah. Dengan data
IPM maka dapat diketahui apakah masyarakat mengalami peningkatan
kualitas hidupmya, baik dari segi kesehatan, pendidikan maupun
kemampuan daya beli. Sampai saat ini, ketersediaan data IPM hanya tersedia
di tingkat propinsi dan kabupaten/kota. Sedangkan data IPM menurut
kecamatan sangat dibutuhkan bagi pemerintah daerah untuk mengevaluasi
7
hasil pembangunan pada tingkat wilayah yang lebih kecil. Pelaksanaan Studi
Analisis Kualitas Hidup Masyarakat Menurut Komponen IPM pada tingkat
kecamatan dimaksudkan unuk mengkaji kemungkinan ketersediaan data IPM
menurut kecamatan.
Secara khusus, studi ini ditujukan untuk mempelajari lebih jauh
mengenai variable-variabel pembentukan IPM, variabel kesehatan,
pendidikan, dan daya beli, apakah memungkinkan dilakukan penghitungan
pada tingkat kecamatan, baik dari sisi metodologi penghitungan dan
ketersediaan datanya.
Hal yang sangat penting untuk diperhatikan ketika menggunakan hasil
studi ini adalah bahwa nilai Indeks komposit menurut kecamatan yang
dihasilkan tidak disebut dengan IPM melainkan IPMhs yang merupakan
singkatan dari IPM hasil studi.
1.3. Manfaat Studi
Data dan informasi mengenai sumber daya manusia (SDM) di suatu
wilayah sangat bermanfaat untuk perencanaan pembangunan, khusunya
yang terkait dengan SDM di wilayah yang bersangkutan. Semakin rinci
informasi yang tersedia maka perencaan dan kebijakan yang akan diambil
akan semakin baik. Diharapkan hasil studi analisis kualitas hidup masyarakat
menurut komponen IPMhs pada tingkat kecamatan dapat dijadikan bahan
masukan bagi Pemerintah Propinsi DKI Jakarta dalam rangka penyusunan
IPMhs menurut kecamatan dan menghasilkan informasi awal dalam rangka
penyusunan IPMhs Kecamatan di Propinsi DKI Jakarta yang sebenarnya.
8
1.4. Ruang Lingkup Studi
IPM merupakan indikator penting untuk mengukur keberhasilan
dalam upaya membangun kualitas hidup manusia atau masyarakat. Sebagai
ukuran kualitas hidup, IPM dibangun melalui pendekatan tiga dimensi dasar.
Dimensi tersebut mencakup umur panjang dan sehat; pengetahuan, dan
kehidupan yang layak. Ketiga dimensi tersebut memiliki pengertian sangat
luas karena terkait banyak faktor. Untuk mengukur dimensi kesehatan,
digunakan angka harapan hidup waktu lahir. Selanjutnya untuk mengukur
dimensi pengetahuan digunakan gabungan indikator harapan lama sekolah
dan rata-rata lama sekolah. Adapun untuk mengukur dimensi hidup layak
digunakan indikator kemampuan daya beli (Purchasing Power Parity).
Kemampuan daya beli masyarakat terhadap sejumlah kebutuhan pokok yang
dilihat dari rata-rata besarnya pengeluaran per kapita sebagai pendekatan
pendapatan yang mewakili capaian pembangunan untuk hidup layak.
Cakupan variabel dari studi ini adalah:
1. Dimensi umur panjang dan hidup sehat digambarkan oleh Angka
Harapan Hidup saat lahir (AHH),
2. Dimensi pengetahuan diukur melalui Rata-rata Lama Sekolah (RLS) dan
Harapan Lama Sekolah (HLS).
3. Dimensi standar hidup digambarkan oleh pengeluaran per kapita yang
ditentukan dari nilai pengeluaran per kapita dan paritas daya beli.
Dalam studi ini, referensi waktu yang digunakan adalah tahun 2016.
Hal ini didasarkan pada ketersediaan data dan keterkinian informasi yang
dibutuhkan dalam penyusunan studi tersebut.
UMUR PANJANGDAN HIDUP SEHAT
STANDAR HIDUPLAYAK
PENDIDIKAN
BAB 2
STUDI ANALISISKUALITAS HIDUP MASYARAKAT
MENURUT KOMPONEN IPMPADA TINGKAT KECAMATAN
11
II. Metodologi
2.1. Konsep dan Definisi IPM
Pembangunan manusia adalah proses perluasan pilihan masyarakat.
Pada prinsipnya, pilihan manusia sangat banyak dan berubah setiap saat.
Tetapi pada semua level pembangunan, ada tiga pilihan yang paling
mendasar yaitu untuk berumur panjang dan hidup sehat, untuk memperoleh
pendidikan dan untuk memiliki akses terhadap sumber-sumber kebutuhan
agar hidup secara layak. Apabila ketiga hal mendasar tersebut tidak dimiliki,
maka pilihan lain tidak dapat diakses.
IPM menjelaskan bagaimana penduduk dapat mengakses hasil
pembangunan dalam memperoleh pendapatan, kesehatan, pendidikan, dan
sebagainya. IPM diperkenalkan oleh United Nations Development
Programme (UNDP) pada tahun 1990 dan dipublikasikan secara berkala
dalam laporan tahunan Human Development Report (HDR). IPM dibentuk
oleh 3 (tiga) dimensi dasar yaitu umur panjang dan hidup sehat, pengetahuan
serta standar hidup layak.
Manfaat IPM antara lain:
IPM merupakan indikator penting untuk mengukur keberhasilan dalam
upaya membangun kualitas hidup manusia (masyarakat/penduduk).
IPM dapat menentukan peringkat atau level pembangunan suatu
wilayah/negara.
Bagi Indonesia, IPM merupakan data strategis karena selain sebagai
ukuran kinerja Pemerintah, IPM juga digunakan sebagai salah satu
alokator penentuan Dana Alokasi Umum (DAU).
12
Dalam studi ini, konsep IPM yang digunakan adalah sebuah ukuran
yang digunakan untuk mengukur pencapaian rata-rata suatu wilayah dalam
3 dimensi dasar pembangunan manusia, yaitu: (1) hidup sehat dan panjang
umur yang diukur dengan harapan hidup saat kelahiran; (2) Pengetahuan
yang diukur dengan harapan lama sekolah serta rata-rata lama sekolah dan
(3) standard kehidupan yang layak atau kemampuan daya beli/paritas daya
beli (PPP) masyarakat terhadap sejumlah kebutuhan pokok yang dilihat dari
rata-rata besarnya pengeluaran perkapita sebagai pendekatan pendapatan
yang mewakili capaian pembangunan untuk hidup layak.
2.2. Metode Penyusunan IPM
2.2.1. Perkembangan Metode Penyusunan IPM
Pembangunan Manusia (IPM)/Human Development Indeks (HDI)
mulai diperkenalkan dan dikembangkan oleh United Nations Development
Programe (UNDP) pada tahun 1990 yang dimuat dalam laporan tahunan
Human Development Report (HDR). Dalam laporan tersebut disebutkan
bahwa IPM dapat digunakan sebagai alat untuk mengetahui indikator
kesejahteraan manusia. Ada tiga dimensi yang digunakan untuk melihat
kemajuan manusia, yaitu berdasarkan dimensi kesehatan yang diukur dari
rata-rata usia harapan hidup, dimensi pendidikan yang diukur dari rata-rata
lama sekolah dan angka melek huruf, serta dimensi ekonomi yang diukur dari
tingkat kehidupan yang layak (kesejahteraan) secara keseluruhan. Ketiga
dimensi ini mencerminkan tingkat keberhasilan pembangunan di suatu
wilayah. Peran manusia sebagai tujuan akhir, bukan sebagai alat
pembangunan.
13
Pada tahun 2010, UNDP melakukan penyempurnaan dalam
penghitungan IPM. Indikator Angka Melek Huruf (AMH) dan gabungan Angka
Partisipasi Kasar (APK) diganti dengan indicator Harapan Lama Sekolah (HLS)
dan Rata-rata Lama Sekolah (RLS). Indikator Produk Domestik Bruto (PDB)
per kapita diganti dengan Produk Nasional Bruto (PNB) per kapita serta
penghitungan rata-rata indeks diubah dari aritmatik menjadi geometrik.
Indonesia baru menggunakan metode ini pada tahun 2014.
Alasan mendasar dari perubahan metodologi penghitungan IPM adalah:
1. Beberapa indikator sudah tidak tepat untuk digunakan dalam
penghitungan IPM. Angka melek huruf sudah tidak relevan dalam
mengukur pendidikan secara utuh karena tidak dapat menggambarkan
kualitas pendidikan. Selain itu, karena angka melek huruf di sebagian
besar daerah sudah tinggi, sehingga tidak dapat membedakan tingkat
pendidikan antardaerah dengan baik.
2. PDB per kapita tidak dapat menggambarkan pendapatan masyarakat
pada suatu wilayah.
3. Penggunaan rumus rata-rata aritmatik dalam penghitungan IPM
menggambarkan bahwa capaian yang rendah di suatu dimensi dapat
ditutupi oleh capaian tinggi dari dimensi lain.
Secara ringkas perbedaan dari kedua metode tersebut seperti tabel di bawah
ini.
14
Tabel 2.1. Perbandingan Penghitungan IPM Metode Lama & Baru
DIMENSI METODE LAMA METODE BARU
Kesehatan Angka Harapan Hidup (e0) Angka Harapan Hidup (e0)
Pengetahuan 1. Angka Melek Huruf (AMH) 1. Harapan Lama Sekolah (HLS)
2. Rata-rata Lama Sekolah (RLS) 2. Rata-rata Lama Sekolah (RLS)
Standar Hidup Layak
Pengeluaran per kapita Disesuaikan (PPP IDR)
Pengeluaran per kapita Disesuaikan (PPP IDR)
Aggregasi Rata-rata Hitung
𝑰𝑷𝑴 =𝟏
𝟑(𝑰𝒌𝒆𝒔𝒆𝒉𝒂𝒕𝒂𝒏 + 𝑰𝒑𝒆𝒏𝒈𝒆𝒕𝒂𝒉𝒖𝒂𝒏 + 𝑰𝒅𝒂𝒚𝒂 𝒃𝒆𝒍𝒊)
Rata-rata Ukur
𝑰𝑷𝑴 = √𝑰𝒌𝒆𝒔𝒆𝒉𝒂𝒕𝒂𝒏 × 𝑰𝒑𝒆𝒏𝒈𝒆𝒕𝒂𝒉𝒖𝒂𝒏 × 𝑰𝒅𝒂𝒚𝒂 𝒃𝒆𝒍𝒊𝟑
Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa perubahan yang terjadi
adalah pada indikator dan metodologi. Indikator yang berubah adalah (1)
Angka melek huruf pada metode lama diganti dengan Angka Harapan Lama
Sekolah; (2) Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita diganti dengan Produk
Nasional Bruto (PNB) per kapita. Sedangkan metodologi yang berubah adalah
metode agregasi diubah dari rata-rata aritmatik menjadi rata-rata geometrik.
IPM merupakan indeks komposit hasil agregasi tiga jenis indeks yang
masing-masing mewakili dimensi pembangunan manusia, yakni indeks
kesehatan, indeks pendidikan, dan indeks standar hidup. Perubahan
mendasar dalam perhitungan IPM dengan metode baru mencakup
penggunaan indikator harapan lama sekolah (HLS) menggantikan indikator
angka melek huruf (AMH) dalam perhitungan indeks pendidikan dan
penggunaan indikator pendapatan nasional bruto (PNB) per kapita
menggantikan produk domestik bruto (PDB) per kapita dalam perhitungan
indeks standar hidup.
15
Agregasi indeks juga mengalami perubahan. Semula, agregasi indeks
menggunakan rata-rata hitung. Pada IPM dengan metode baru, perhitungan
indeks menggunakan rata-rata geometrik. Dengan menggunakan rata-rata
geometrik dalam menyusun IPM dapat diartikan bahwa capaian satu dimensi
tidak dapat ditutupi oleh capaian di dimensi lain atau dengan kata lain
capaian yang rendah pada salah satu komponen indeks tidak dapat ditutupi
oleh komponen indeks lain yang capaiannya lebih tinggi. Artinya, untuk
mewujudkan pembangunan manusia yang baik, ketiga dimensi harus
memperoleh perhatian yang sama besar karena sama pentingnya.
Beberapa perubahan tersebut menjadikan IPM dengan metode baru
memiliki sejumlah keunggulan dibanding IPM yang dihitung dengan metode
lama. Penggunaan HLS dalam perhitungan indeks pendidikan, misalnya,
menjadikan IPM dengan metode baru mampu memotret gambaran yang
lebih relevan dalam pendidikan dan perubahan yang terjadi dibanding IPM
dengan metode lama.
2.2.2. Metode Penghitungan IPM
Saat ini penyusunan IPM di Indonesia sudah menggunakan metode
baru, yaitu dengan menggunakan variabel Angka Harapan Hidup Saat Lahir,
Rata-Rata Lama Sekolah, Angka Harapan Lama Sekolah dan Pengeluaran
Perkapita disesuaikan. Secara rinci uraian lengkap dari variabel tersebut
adalah:
1. Angka Harapan Hidup Saat Lahir - AHH (Life Expectancy - e0)
Angka Harapan Hidup Saat Lahir didefinisikan sebagai rata-rata perkiraan
banyak tahun yang dapat ditempuh oleh seseorang sejak lahir. AHH
16
mencerminkan derajat kesehatan suatu masyarakat. AHH dihitung dari
hasil sensus dan survei kependudukan.
2. Rata-rata Lama Sekolah - RLS (Mean Years of Schooling - MYS)
Rata-rata Lama Sekolah didefinisikan sebagai jumlah tahun yang
digunakan oleh penduduk dalam menjalani pendidikan formal.
Diasumsikan bahwa dalam kondisi normal rata-rata lama sekolah suatu
wilayah tidak akan turun. Cakupan penduduk yang dihitung dalam
penghitungan rata-rata lama sekolah adalah penduduk berusia 25 tahun
ke atas.
3. Angka Harapan Lama Sekolah - HLS (Expected Years of Schooling - EYS)
Angka Harapan Lama Sekolah dide�nisikan lamanya sekolah (dalam
tahun) yang diharapkan akan dirasakan oleh anak pada umur tertentu di
masa mendatang. Diasumsikan bahwa peluang anak tersebut akan tetap
bersekolah pada umur-umur berikutnya sama dengan peluang
penduduk yang bersekolah per jumlah penduduk untuk umur yang sama
saat ini.
Angka Harapan Lama Sekolah dihitung untuk penduduk berusia 7 tahun
ke atas. HLS dapat digunakan untuk mengetahui kondisi pembangunan
sistem pendidikan di berbagai jenjang yang ditunjukkan dalam bentuk
lamanya pendidikan (dalam tahun) yang diharapkan dapat dicapai oleh
setiap anak.
4. Pengeluaran per Kapita Disesuaikan
Pengeluaran per kapita yang disesuaikan ditentukan dari nilai
pengeluaran per kapita dan paritas daya beli (Purcashing Power Parity-
PPP). Rata-rata pengeluaran per kapita setahun diperoleh dari Susenas,
dihitung dari level propinsi hingga level kab/kota. Rata-rata pengeluaran
per kapita dibuat konstan/riil dengan tahun dasar 2012=100.
17
Perhitungan paritas daya beli pada metode baru menggunakan 96
komoditas dimana 66 komoditas merupakan makanan dan sisanya
merupakan komoditas nonmakanan. Metode penghitungan paritas daya
beli menggunakan Metode Rao.
Sebelum menghitung IPM, setiap komponen IPM harus dihitung
indeksnya. Formula yang digunakan dalam penghitungan indeks komponen
IPM adalah sebagai berikut:
Indeks Kesehatan
𝐼𝐾𝑒𝑠𝑒ℎ𝑎𝑡𝑎𝑛 =
𝐴𝐻𝐻−𝐴𝐻𝐻𝑚𝑖𝑛
𝐴𝐻𝐻𝑚𝑎𝑥−𝐴𝐻𝐻𝑚𝑖𝑛𝑥 100
………………………….……….………………………………………(1)
AHH: Angka Harapan Hidup
Indeks Pendidikan
𝐼𝐻𝐿𝑆
=𝐻𝐿𝑆 − 𝐻𝐿𝑆𝑚𝑖𝑛
𝐻𝐿𝑆𝑚𝑎𝑘𝑠 − 𝐻𝐿𝑆𝑚𝑖𝑛𝑥 100
……………………………….………………………………………(2)
𝐼𝑅𝐿𝑆
=𝑅𝐿𝑆 − 𝑅𝐿𝑆𝑚𝑖𝑛
𝑅𝐿𝑆𝑚𝑎𝑘𝑠 − 𝑅𝐿𝑆𝑆𝑚𝑖𝑛𝑥 100
…………………………………….…………………………………(3)
𝐼𝑃𝑒𝑛𝑑𝑖𝑑𝑖𝑘𝑎𝑛 =𝐼𝐻𝐿𝑆 + 𝐼𝑅𝐿𝑆
2
…………………………………….…………………………………(4)
HLS: Harapan Lama Sekolah ; RLS: Rata-Rata Lama Sekolah
Indeks Pengeluaran
𝐼𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑙𝑢𝑎𝑟𝑎𝑛
=ln(𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑙𝑢𝑎𝑟𝑎𝑛) − ln(𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑙𝑢𝑎𝑟𝑎𝑛𝑚𝑖𝑛)
ln(𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑙𝑢𝑎𝑟𝑎𝑛𝑚𝑎𝑘𝑠) − ln(𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑙𝑢𝑎𝑟𝑎𝑛𝑚𝑖𝑛)𝑥 100
………..………….………(5)
18
Untuk menghitung indeks masing-masing komponen IPM digunakan
batas maksimum dan minimum seperti terlihat dalam tabel di bawah ini.
Tabel 2.2. Nilai Minimun dan Maximun Komponen IPM
Komponen Satuan Min Max
Angka Harapan Hidup saat Lahir (AHH) Tahun 20 85
Harapan Lama Sekolah (HLS) Tahun 0 18
Rata-rata Lama Sekolah (RLS) Tahun 0 15
Pengeluaran per Kapita Disesuaikan Rupiah 1.007.436 26.572.352
Selanjutnya nilai IPM dapat dihitung sebagai:
𝐼𝑃𝑀 = √𝐼𝐾𝑒𝑠𝑒ℎ𝑎𝑡𝑎𝑛 × 𝐼𝑃𝑒𝑛𝑑𝑖𝑑𝑖𝑘𝑎𝑛 × 𝐼𝑃𝑒𝑛𝑔𝑒𝑙𝑢𝑎𝑟𝑎𝑛3
Capaian pembangunan manusia di suatu wilayah pada waktu tertentu
dapat dikelompokkan ke dalam empat kelompok. Pengelompokkan ini
bertujuan untuk mengorganisasikan wilayah-wilayah menjadi kelompok-
kelompok yang sama dalam hal pembangunan manusia.
1. Kelompok “sangat tinggi”: IPM ≥ 80
2. Kelompok “tinggi”: 70 ≤ IPM < 80
3. Kelompok “sedang”: 60 ≤ IPM < 70
4. Kelompok “rendah”: IPM < 60
2.3. Ketersediaan Data
Sumber data untuk penghitungan IPM pada tingkat propinsi dan
Kabupaten/Kota yang selama ini digunakan berasal dari data Survei Sosial
19
Ekonomi Nasional (SUSENAS), Sensus Penduduk, dan Proyeksi Penduduk.
Data SUSENAS digunakan untuk memperoleh Angka Harapan Lama Sekolah
(HLS) saat lahir, Rata-rata Lama Sekolah (RLS), serta Pendapatan perkapita
yang diproksi menggunakan pengeluaran per kapita (disesuaikan). Angka
Harapan Hidup (AHH) dihitung dengan menggunakan data Sensus Penduduk
dan Proyeksi Penduduk yang digerakkan mengunakan SUSENAS pada tahun
berjalan.
Pada sisi lain, ketersedian data penghitungan untuk IPM tingkat
kecamatan sangat tidak memadai. Kebutuhan data untuk penyusuna
kompenen IPM per kecamatan yang tersedia dalam SUSENAS dan angka
Proyeksi Penduduk tidak memadai, sehingga perlu dilakukan pendekatan lain
dalam menghitung IPM per kecamatan.
2.4. Metode Penghitungan Komponen IPMhs Kecamatan
Penyusunan IPMhs menurut kecamatan dapat dilakukan melalui dua
pendekatan, yaitu pendekatan langsung dan tidak langsung. Pada
Pendekatan Langsung, penyusunan IPMhs langsung dihitung dengan
menggunakan data dan indikator yang tersedia dari data-data yang sudah
ada. Sementara untuk Pendekatan Tidak Langsung, penyusunan IPM
dilakukan melalui penggunaan indikator atau alokator-alokator tertentu
untuk memecah angka kabupaten/kota menjadi angka kecamatan.
Dengan mempertimbangkan ketersediaan data seperti dijelaskan di
atas, maka dalam studi ini metode yang digunakan untuk menghitung IPMhs
per kecamatan adalah Metode Tidak Langsung, yaitu angka IPM
Kabupaten/Kota DKI Jakarta akan di pilah atau dialokasikan menjadi angka
IPM kecamatan dengan menggunakan alokator atau indikator tertentu.
20
Secara rinci metode penyusunan IPMhs Kecamatan dalam studi ini adalah
sebagai berikut.
1. Identifikasi Kebutuhan Data
Tahap awal yang dilakukan dalam penggunaan metode tidak langsung
adalah mengidentifikasi kebutuhan data yang akan digunakan sebagai
alokator atau indikator untuk memecah angka komponen IPM
Kabupaten/Kota yang sudah dirilis menjadi komponen IPM per
kecamatan dimasing-masing kabupaten/kota. Pada dasarnya data yang
dibutuhkan untuk penyusunan IPM adalah informasi yang terkait dengan
masalah kesehatan, pendidikan dan pengeluaran. Identifikasi data
secara rinci dapat dilihat pada lampiran.
2. Pengumpulan Data
Data yang dibutuhkan dalam penyusunan IPM per kecamatan terdiri dari
dua jenis, yaitu data IPM dan komponennya menurut Kabupaten/Kota
yang sudah dirilis serta data alokator yang akan digunakan untuk
memecah data IPM dan komponennya menurut kabupaten/kota
menjadi IPM dan komponennya menurut kecamatan. Berdasarkan hasil
identifikasi data, data alokator tersedia semuanya dalam SUSENAS tahun
2016 yang dikumpulkan oleh BPS, sedangankan data IPM dan
komponennya menurut kabupaten/kota tersedia dalam berbagai
publikasi BPS.
3. Pengolahan Data
Untuk memperoleh alokator yang dibutuhkan dari SUSENAS, maka data
dasar (raw data) SUSENAS tahun 2016 harus dilakukan pengolahan lebih
lanjut untuk memperoleh alokator masing-masing komponen IPM.
Secara rinci penjelasan teknis memperoleh AHH, HLS, RLS dan
21
pengeluaran per kapita dapat dilihat pada bagian 2.4.1 sampai 2.4.4
dibawah.
4. Penyusunan/Penghitungan Alokator IPM
Setelah pengolahan data dasar SUSENAS 2016 selasai, kemudian
dilakukan penyusunan (tabulasi) masing-masing komponen IPM
menurut kecamatan. Hasil dari tabulasi ini merupakan alokator yang
akan digunakan untuk memecah angka IPM kabupaten/kota dan
komponennya menjadi angka IPM kecamatan dan komponennya.
5. Penyusunan Komponen IPM Kecamatan
Dalam tahap ini dilakukan pengolahan dua jenis data yang disebutkan di
atas menjadi angka IPM per kecamatan beserta komponennya. Angka
alokator yang diperoleh pada tahap 4 di atas digunakan sebagai dasar
untuk memperoleh angka IPM kecamatan dan komponennya. Kriteria
yang harus terpenuhi dalam pengolahan adalah rata-rata IPM dan
komponennya per kecamatan harus sama dengan IPM dan
komponennya masing-masing kabupaten/kota yang sudah dirilis.
6. Rekonsiliasi Komponen IPMhs
Angka IPMhs dan komponennya per kecamatan yang diperoleh pada
tahap 5 di atas masih merupakan angka awal yang perlu dilihat ulang
kewajaran dan kelayakannya, biasanya proses ini disebut dengan proses
rekonsiliasi. Karena keterbatasan dana dan waktu yang tersedia, proses
rekonsiliasi masing-masing kecamatan dalam satu kabupaten/kota
menggunakan pendekatan intuitif, dengan meminta masukan dari BPS
kabupaten/kota terkait dengan ranking/urutan IPMhs per kecamatan
dalam masing-masing kabupaten/kota. Hasil dari proses rekonsiliasi
tersebut kemudian direkonsiliasi kembali dengan melihat
22
kelayakan/kewajaran IPMhs masing-masing kecamatan dalam lingkup
propinsi dan hasilnya merupakan output dari studi ini.
Gambar 2.1 Tahapan Penyusunan IPMhs dan Komponennya Menurut
Kecamatan
Identifikasi Kebutuhan Data IPM Kecamatan
Pengumpualan Data SUSENAS 2016 dan IPM
Prop/Kab/Kota 2016
Pengolahan Komponen IPM, AHH, HLS, RLS,
Pengeluarann per Kapita (SUSENAS
2016)
Data Komponen IPM per
Kabupaten/Kota 2016 (Angka
Rilis)
Penyusunan Komponen AHH, HLS, RLS,
Pengeluarann per Kapita per kecamatan 2016
Penghitungan Nilai AHH, HLS, RLS,
Pengeluaran per kapita per
Kecamatan (metode Langsung dan
alokator)
Rekonsiliasi Nilai AHH, HLS, RLS, Pengeluaran per kapita dan IPM per
Kecamatan
IPMhs per Kecamatan 2016
1 2 3
4 5
6
23
Berikut penjelasan secara rinci mengenai cara memperoleh AHH, HLS, RLS,
dan pengeluaran per kapita yang diolah dari SUSENAS tahun 2016 dan
digunakan sebagai alokator untuk memilah atau memecah komponen IPM
kabupaten/kota menjadi komponen IPM kecamatan.
2.4.1. Metode Penghitungan Komponen AHH Kecamatan
Angka Harapan Hidup (AHH) yang selama ini dihasilkan oleh BPS
menggunakan suatu teknik penghitungan untuk memperoleh angka Infant
Mortality Rate (IMR) serta AHH (sekaligus) yaitu menggunakan paket
program Mortpak. Data yang dibutuhkan untuk menghitung IMR dan AHH
dengan Mortpak adalah:
– Estimasi rata-rata jumlah anak lahir hidup pada tahun penghitungan
– Estimasi rata-rata jumlah anak masih hidup pada tahun penghitungan
Dengan adanya keterbatasan dari ketersediaan data Sensus
Penduduk, maka penghitungan AHH menurut kecamatan dilakukan melalui
suatu proxy yaitu probabilita anak yang dilahirkan hidup berbanding dengan
yang masih bertahan hidup pada suatu tahun sesuai dengan time referance
yang digunakan.
Jumlah anak yang dilahirkan hidup dan jumlah anak yang masih hidup
diperoleh dari data SUSENAS yang diagregasi menurut kecamatannya.
Probabilita per kecamatam tersebut diinterpolasi dengan nilai AHH rilis di
masing-masing Kabupaten/Kota sehingga dihasilkanlah AHH per kecamatan.
Dengan demikian penghitungan AHH dilakukan dengan pendekatan tidak
langsung.
24
2.4.2. Metode Penghitungan Komponen HLS Kecamatan
Untuk menghasilkan angka HLS per kecamatan, studi tersebut
melakukan penghitungan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Menghitung jumlah penduduk menurut umur tunggal dengan filter
yaitu penduduk yang berumur 7 tahun keatas,
2. Menghitung jumlah penduduk yang masih sekolah menurut umur
tunggal (7 tahun keatas),
3. Menghitung rasio penduduk yang masih sekolah terhadap jumlah
penduduk menurut umur (7 tahun keatas). Langkah ini menghasilkan
partisipasi sekolah menurut umur tunggal,
4. Menghitung harapan lama sekolah, yaitu dengan menjumlahkan semua
partisipasi sekolah menurut umur tunggal (7 tahun keatas) pada
masing-masing kecamatan,
5. Melakukan interpolasi nilai HLS pada setiap kecamatan terhadap HLS
masing-masing Kabupaten/Kota nya yaitu angka resmi yang sudah rilis
sehingga dihasilkanlah AHH per kecamatan.
2.4.3. Metode Penghitungan Komponen RLS Kecamatan
Untuk menghasilkan angka RLS per kecamatan, studi tersebut
melakukan penghitungan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Menyeleksi penduduk pada usia 25 tahun ke atas,
2. Melihat partisipasi sekolah setiap penduduk. Partisipasi sekolah
dimaksud terdiri dari tiga kategori yaitu: (1) Tidak/belum pernah
bersekolah; (2) Masih bersekolah; dan (3) Tidak bersekolah lagi,
3. Mengelompokkan jenjang pendidikan yang pernah/sedang diduduki,
25
4. Melihat tingkat/kelas tertinggi yang pernah/sedang diduduki. Langkah
ini dilakukan apabila status partisipasi sekolah (Langkah Pertama) yaitu
masih bersekolah atau tidak bersekolah lagi,
5. Mengelompokkan ijazah/STTB tertinggi yang dimiliki. Langkah ini
dilakukan apabila status partisipasi sekolah (Langkah Pertama) yaitu
masih bersekolah atau tidak bersekolah lagi,
6. Mengkonversi tahun lama sekolah menurut ijazah terakhir. Langkah ini
dilakukan apabila status partisipasi sekolah (Langkah Pertama) yaitu
masih bersekolah atau tidak bersekolah lagi,
7. Menghitung lamanya bersekolah sampai kelas terakhir. Langkah ini
dilakukan apabila status partisipasi sekolah (Langkah Pertama) yaitu
masih bersekolah atau tidak bersekolah lagi,
8. Menghitungrata-rata lama sekolah dengan formula:
𝑅𝐿𝑆 = 1
𝑛 ∑ 𝑙𝑎𝑚𝑎 𝑠𝑒𝑘𝑜𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑒𝑛𝑑𝑢𝑑𝑢𝑘 𝑖
𝑛
𝑖=1
Keterangan:
RLS : Rata-rata Lama Sekolah di suatu sekolah
Lama sekolah penduduk-i : konversi lama sekolah penduduk ke-i di suatu kecamatan
berdasarkan kelas terakhir
n : jumlah penduduk ( i = 1, 2, 3,..., n)
2.4.4. Metode Penghitungan Komponen Pengeluran Perkapita Kecamatan
Untuk menghasilkan angka pengeluaran perkipta di setiap
kecamatan, studi tersebut melakukan penghitungan dengan langkah-langkah
sebagai berikut:
26
1. Menghitung pengeluaran perkipta, yaitu dengan jalan menjumlahkan
seluruh pengeluaran rumah tangga selama sebulan yang dikali 12 pada
masing-masing kecamatan,
2. Menghitung jumlah penduduk pada masing-masing kecamatan,
3. Menghitung pengeluaran perkipta dengan cara membagi jumlah
pengeluaran dengan jumlah penduduk pada masing-masing
kecamatan,
4. Melakukan interpolasi nilai pengeluaran perkipta pada setiap
kecamatan yang diperoleh dari langklah ketiga dengan dasar angka
pengeluaran perkapita masing-masing Kabupaten/Kota nya yaitu angka
resmi yang sudah rilis sehingga dihasilkanlah pengeluaran perkapita per
kecamatan.
UMUR PANJANGDAN HIDUP SEHAT
STANDAR HIDUPLAYAK
PENDIDIKAN
BAB 3
STUDI ANALISISKUALITAS HIDUP MASYARAKAT
MENURUT KOMPONEN IPMPADA TINGKAT KECAMATAN
29
III. HASIL STUDI
3.1. Kondisi Umum Propinsi DKI Jakarta
DKI Jakarta merupakan propinsi yang memiliki ciri tersendiri, berbeda
dengan propinsi lainnya di Indonesia, yakni sebagai ibukota negara, pusat
pemerintahan, pusat kegiatan ekonomi, pusat keuangan dan jasa, serta
sebagai tempat kedudukan hampir keseluruhan perangkat pemerintahan
tingkat nasional, perwakilan negara-negara asing, pusat berbagai perusahaan
multi nasional dan gerbang wisatawan mancanegara. Selain itu, Jakarta juga
sebagai Propinsi Daerah Khusus Ibukota yang terbagi dalam lima wilayah
Kota Adminisrasi dan satu Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu.
Gambaran secara menyeluruh tentang kondisi perekonomian suatu
daerah dapat diperoleh dari Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Sebagai
salah satu indikator makro ekonomi, pada dasarnya PDRB merupakan jumlah
nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi di suatu
wilayah. Sebagai pusat perekonomian dan pusat pemerintahan, Propinsi DKI
Jakarta telah menyumbangkan PDRB yang cukup besar terhadap
perekenomian nasional. Besaran PDRB Propinsi DKI Jakarta yang tercipta
pada tahun 2016 senilai 2.177 triliun rupiah atau menyumbang sebesar 17,6
persen terhadap kue perekonomian nasional. Tahun 2016 perekonomian DKI
Jakarta tumbuh 5,85 persen diatas nasional yang hanya tumbuh 5,02 persen.
Pertumbuhan ekonomi tersebut didorong oleh konsumsi rumahtangga,
sejalan dengan membaiknya daya beli masyarakat yang didukung oleh
terkendalinya inflasi DKI Jakarta tahun 2016 sebesar 2,37 persen.
30
Besaran pertumbuhan ekonomi DKI Jakarta tersebut bisa dikatakan
sebagai pertumbuhan yang berkualitas. Hal ini dikarenakan pertumbuhan
ekonomi sebesar 5,85 persen diiringi dengan perbaikan indikator sosial,
seperti tingkat kemiskinan, tingkat pengangguran dan ketimpangan. Tingkat
kemiskinan di Jakarta di tahun 2016, sebesar 3,75 persen, menurun
dibandingkan tahun 2015 sebesar 3,93 persen. Pada bidang ketenagakerjaan,
pada Februari 2016 tingkat pengangguran terbuka (TPT) mengalami
penurunan dibandingkan bulan Februari 2015, yaitu dari 8,36 persen menjadi
5,77 persen, atau turun 2,59 poin. Sedangkan secara absolut, jumlah
penganggur berkurang sebanyak 157,68 ribu orang. Selaoin itu,
pertumbuhan ekonomi DKI Jakarta diikuti dengan penurunan angka Rasio
Gini di tahun 2016 yaitu sebesar 0,411 dibandingkan tahun 2015 sebesar
0,431. Rasio Gini DKI Jakarta merupakan indeks ketimpangan ekonomi
masyarakat. Dengan kata lain bisa dikatakan tingkat kesenjangan di DKI
Jakarta membaik di tahun 2016.
1,075,183 1,224,218 1,369,433 1,546,876 1,762,316 1,989,330
2,177,120
6,864,133
7,831,726 8,615,705 9,546,134
10,569,705 11,531,717
12,406,810
G A M B A R 3 . 1 P ER K EM B A N G A N P D R B D K I J A K A R T AT A H U N 2 0 1 0 - 2 0 1 6 , ( M I L Y A R R U P I A H )
DKI Jakarta Nasional
(17.55 %)
Pada tahun 2016, sumbangan ekonomi Jakarta (PDRB) terhadap perekonomian Indonesia cukup besar yaitu 17,55 persen.
31
3.2. IPM Propinsi DKI Jakarta
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang diperkenalkan UNDP sejak
tahun 1990 merupakan suatu pengukuran untuk menilai kinerja
pembangunan suatu negara. Untuk lingkup yang lebih kecil, IPM juga dapat
digunakan untuk dapat mengukur kinerja di berbagai wilayah dalam suatu
negara. Dalam konteks Indonesia IPM bisa dimanfaatkan untuk mengukur
kinerja propinsi-propinsi, bahkan dapat diterapkan pada kabupaten dan kota
yang berada di wilayah suatu propinsi. Selain sebagai alat ukur menilai
keberhasilan pembangunan manusia, IPM juga berfungsi sebagai pendorong
bagi pemerintah untuk lebih memacu program pembangunan di sektor/unit
terkait agar dapat mencapat sasaran yang diharapkan.
Pada tahun 2016, indeks pembangunan manusia tertinggi pada level
propinsi masih dicapai oleh Propinsi DKI Jakarta dengan IPM sebesar 79,60.
Sementara itu, capaian terendah ditempati oleh Propinsi Papua dengan IPM
sebesar 58,05. Propinsi DKI Jakarta sudah menjadi propinsi dengan IPM
tertinggi sejak indeks pembangunan manusia dihitung oleh BPS pada tahun
1996. Sebagai ibukota negara, Propinsi DKI Jakarta merupakan pusat dari
seluruh kegiatan, baik pendidikan, perekonomian, bisnis, wisata, dan lain-
lain. Hal ini mendukung Propinsi DKI Jakarta dalam pencapaian
pembangunan manusia. Sarana dan prasarana Propinsi DKI Jakarta cukup
lengkap dan memadai. Akses untuk mendapatkan pendidikan maupun
kesehatan pun sangat mudah. Selain itu, sebagai propinsi dengan banyak
pusat kegiatan, secara tidak langsung menjadikan Propinsi DKI Jakarta
sebagai kantong sumber daya manusia dengan pendidikan tinggi.
32
IPM Propinsi DKI Jakarta di tahun 2016 termasuk dalam kategori
tinggi, mulai mendekati kategori sangat tinggi. Keberhasilan DKI Jakarta tidak
terlepas dari perkembangan indikator yang menyusun pembangunan
manusia. Seluruh indikator yang membentuk IPM DKI Jakarta, yaitu Angka
Harapan Hidup (AHH), Harapan lama Sekolah (HLS), Rata-rata Lama Sekolah
(RLS), dan pengeluaran per kapita, menunjukan perkembangan positif di
tahun 2016, dibandingkan capaian indikator di tahun 2015.
3.3. IPM menurut Kabupaten/Kota Propinsi DKI Jakarta
Pada tahun 2016, pencapaian pembangunan manusia di tingkat
kabupaten/kota cukup bervariasi. IPM pada level kabupaten/kota berkisar
antara 69,52 (Kepulauan Seribu) hingga 83,84 (Jakarta Selatan).
Perkembagan IPM kabupaten/kota di Propinsi DKI Jakarata selama enam
tahun terakhir memperlihatkan kecendrungan yang terus meningkat
dibandinkan tahun sebelumnya, seperti pada gambar 3.2 di bawah.
76.98 77.53 78.08 78.39 78.99 79.60
67.09 67.70 68.31 68.90 69.55 70.18
2 0 1 1 2 0 1 2 2 0 1 3 2 0 1 4 2 0 1 5 2 0 1 6
G A M B A R 3 . 2 I N D EK S P EM B A N G U N A N M A N U S I A ( I P M ) D K I J A K A R T A , 2 0 1 1 - 2 0 1 6
DKI Jakarta
33
Bila diamati menurut komponen pembentuk IPM masing-masing
kabupaten/kota, pada dimensi umur panjang dan hidup sehat, Angka
Harapan Hidup saat lahir berkisar antara 67,88 tahun (Kepulauan Seribu)
hingga 74,14 tahun (Jakarta Timur). Sementara pada dimensi pengetahuan,
besaran angka Harapan Lama Sekolah berkisar antara 12,1 tahun (Kepulauan
Seribu) hingga 13,22 tahun (Jakarta Selatan), serta Rata-rata Lama Sekolah
berkisar antara 8,24 tahun (Kepulauan Seribu) hingga 11,52 tahun (Jakarta
Timur). Dimensi pengeluaran per kapita disesuaikan di tingkat
kabupaten/kota berkisar antara 11,6 juta rupiah per tahun (Kepulauan
Seribu) hingga 22,9 juta rupiah per tahun (Jakarta Selatan).
3.4. IPMhs Kecamatan Propinsi DKI Jakarta
Angka IPM propinsi dan kabupaten/kota DKI Jakarta yang disebutkan
di atas merupakan angka IPM yang telah dirilis oleh BPS Propinsi DKI Jakarta.
0.0
22.5
45.0
67.5
90.0
KepulauanSeribu
Jakarta Selatan Jakarta Timur Jakarta Pusat Jakarta Barat Jakarta Utara DKI Jakarta
G a m b a r 3 . 3 . I n d e k s P e m b a n g u n a n M a n u s i a ( I P M ) D K I J a k a r t a M e n u r u t K a b u p a t e n / K o t a , t a h u n 2 0 1 1 -
2 0 1 6
2011 2012 2013 2014 2015 2016
34
Setiap tahun BPS telah merilis angka IPM popinsi dan kabupaten/kota di
seluruh Indonesia. Angka IPM tersebut telah digunakan oleh berbagai pihak,
khususnya pemerintah, untuk berbagai tujuan dan analisis, seperti sebagai
indikator kinerja kepala daerah dan dasar pengalokasian Dana Alokasi
UMUM (DAU). Sumber data yang digunakan untuk menghitung angka IPM
tersebut terutama bersumber dari hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional
(SUSENAS).
Tabel 3.1. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Menurut Kabupaten/Kota,
2015-2016
Kab/ Kota
AHH (tahun)
HLS (tahun)
RLS (tahun)
Pengeluaran per Kapita Disesuaikan (Rp 000)
IPM
Capaian Pertumbuhan
(%)
2015 2016 2015 2016 2015 2016 2015 2016 2015 2016 2015-2016
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12)
Kep. Seribu
67,72 67,88 11,90 12,10 8,04 8,24 11.433 11,608 68,84 69,52 0,99
Jakarta Selatan
73,81 73,83 13,09 13,22 11,23 11,42 22.425 22,932 83,37 83,94 0,68
Jakarta Timur
74,10 74,14 13,08 13,20 11,32 11,52 16.455 16,733 80,73 81,28 0,68
Jakarta Pusat
73,70 73,76 12,96 13,09 10,88 11,01 16.143 16,493 79,69 80,22 0,67
Jakarta Barat
73,32 73,34 12,60 12,69 10,15 10,36 19.006 19,501 79,72 80,34 0,78
Jakarta Utara
72,91 72,95 12,42 12,53 10,05 10,23 17.205 17,418 78,30 78,78 0,61
DKI JAKARTA
72,43 72,49 12,59 12,73 10,70 10,88 17.075 17,468 78,99 79,60 0,77
Keterangan : AHH : Angka Harapan Hidup saat lahir HLS : Harapan Lama Sekolah RLS : Rata-rata Lama Sekolah
35
Sampai saat ini, BPS tidak merilis angka IPM menurut kecamatan yang
disebabkan ketersediaan datanya tidak memadai. Berdasarkan metode
penarikan sampel dari SUSENAS, angka yang dihasilkan dari survey tersebut
dirancang hanya untuk keterwakilan/ representative dari kabupaten/kota,
sehingga samapi saat ini BPS tidak menghitung angka IPM menurut
kecamatan. Namun karena kebutuhan, khususnya bagi pemerintah propinsi
DKI Jakarta, maka studi ini mencoba untuk menyusun atau menghitung angka
IPM menurut kecamatan dengan metode tidak langsung, yaitu dengan
menggunakan indikator-indikator tertentu untuk memilah angka IPM
kabupaten /kota menjadi IPM kecamatan. Secara rinci metode studi ini telah
dijelaskan dalam Bab 2 sebelumnya. Hasil secara lengkap studi penyusunan
IPM menurut kecamatan DKI Jakarta dapat dilihat pada lampiran.
Pada bagian di bawah ini merupakan analisis ringkas dari hasil
penyusunan IPM menurut kecamatan DKI Jakarta menurut dimensi atau
variable/komponen yang membentuk IPM.
3.4.1. Analisis Dimensi Kesehatan
Dimensi umur panjang dan hidup sehat atau disebut dengan Dimensi
Kesehatan diwakili oleh komponen Angka Harapan Hidup (AHH) saat lahir
yang mencerminkan derajat kesehatan suatu masyarakat. Pada studi
tersebut, AHH diperoleh menggunakan alokator yang berasal dari SUSENAS
yaitu proporsi anak yang masih hidup dengan anak yang dilahirkan hidup.
Sebagai sebuah indiktor outcome, AHH dapat mencerminkan dampak dari
suatu output dari program pemerintah dalam hal penyediaan fasilitas
kesehatan bagi masyarakat di suatu wilayah. Berikut analisis dimensi
kesehatan masing-masing kabupaten/kota.
36
3.4.1.1 Kepulauan Seribu
Kabupaten Kepulauan Seribu sebagai bagian dari Propinsi DKI Jakarta,
memiliki wilayah yang terpisah dari daratan utama. Wilayah tersebut
memiliki karakteristik serta fasilitas yang berbeda dibanding 5 wilayah
lainnya, termasuk dalam hal sarana dan prasarana kesehatan. Fasilitas
kesehatan masyarakat Kepulauan Seribu umumnya dilayani oleh Puskesmas,
baik Puskesmas tingkat Kecamatan maupun Kelurahan. Sementara, untuk
memperoleh layanan kesehatan yang lebih lengkap, mereka terkendala oleh
jarak dan transportasi, dimana mereka harus menyeberang ke daratan
utama. Kendala pada akses ke fasilitas kesehatan tersebut ditengarai ikut
mempengaruhi Angka Harapan Hidup di Kepulauan Seribu.
Secara agregat, AHH masyarakat Kabupaten Kepulauan Seribu tahun
2016 mencapai 67,88 tahun1. Nilai AHH tersebut berada jauh di bawah AHH
Propinsi DKI Jakarta yang mencapai 72,49. Sehingga menjadikan AHH
tersebut adalah yang terendah dibandingkan wilayah lainnya di DKI Jakarta.
Hal tersebut menjadi tantangan bagi pemangku kepentingan, mulai dari
tokoh masyarakat, pemerintah daerah maupun pusat untuk meningkatkan
derajat kesehatan di wilayah tersebut.
1 Sumber: Berita Resmi Statistik Propinsi DKI Jakarta No. 19/04/31/Th. XVIX, 17 April 2017
37
Grafik 3.4.1.1. AHH Kabupaten Kepulauan Seribu Menurut Kecamatan, 2016
(dalam tahun)
Berdasarkan hasil studi, diperoleh hasil penghitungan bahwa AHH di
dua kecamatan di Kepulauan Seribu, nilainya berada di peringkat terbawah
diantara 44 kecamatan di DKI Jakarta. AHH masyarakat di Kecamatan
Kepulauan Seribu Utara adalah sebesar 68,36 tahun. Angka tersebut lebih
tinggi dibandingkan AHH Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan yang sebesar
67,41 tahun. Meskipun kita tahu bersama bahwa wilayah Kecamatan
Kepulauan Seribu Utara justru lebih jauh dari daratan utama DKI Jakarta
dibandingkan kecamatan tetangganya tersebut.
3.4.1.2. Jakarta Selatan
Berdasarkan hasil studi terhadap komponen IPM tahun 2016,
terdapat satu kecamatan di Jakarta Selatan yang angka harapan hidupnya
ada di atas 75 tahun yaitu Kecamatan Kebayoran Baru dengan nilai AHH
sebesar 75,02 tahun. Sedangkan, peringkat AHH di level propinsi, kecamatan
tersebut menempati peringkat ke-5 dari 44 Kecamatan.
Sementara, peringkat terbawah AHH di Jakata Selatan adalah
Kecamatan Mampang Prapatan dan Setiabudi dengan nilai AHH masing-
68.36
67.41
67.88
K E P S E R I B U U T A R A K E P S E R I B U S E L A T A N
38
masing sebesar 73,19 dan 73,31 tahun. Meskipun kedua kecamatan tersebut
adalah yang terendah di Jakarta Selatan, namun nilai AHH kedua kecamatan
tersebut masih berada di atas rata-rata AHH Propinsi DKI Jakarta yang
sebesar 72,49 tahun.
Grafik 3.4.1.2. AHH Kota Jakarta Selatan Menurut Kecamatan, 2016
(dalam tahun)
Angka AHH Kota Jakarta Selatan yang telah dirilis pada bulan April
2017 oleh BPS Propinsi DKI Jakarta mencapai 73,83 tahun. Berdasarkan nilai
tersebut, maka 4 dari 10 Kecamatan di Jakarta Selatan memiliki AHH hasil
studi yang lebih tinggi di banding AHH Kota Jakarta Selatan.
3.4.1.3. Jakarta Timur
Berdasarkan hasil studi terhadap komponen IPM tahun 2016,
terdapat dua kecamatan di Jakarta Timur yang Angka Harapan Hidup (AHH)
ada di atas 75 tahun yaitu Cipayung, Makasar dan Kramat Jati dengan nilai
masing-masing sebesar 75,38 tahun; 75,37 tahun dan 74,91 tahun.
75
.02
74
.36
74
.13
74
.13
73
.65
73
.63
73
.57
73
.33
73
.31
73
.19
AHH JAKARTA SELATAN: 73.83
KE
BA
YO
RA
N B
AR
U
PA
NC
OR
AN
TE
BE
T
PE
SA
NG
GR
AH
AN
CIL
AN
DA
K
KE
BA
YO
RA
N L
AM
A
PA
SA
R M
ING
GU
JAG
AK
AR
SA
SE
TIA
BU
DI
MA
MP
AN
G P
RA
PA
TA
N
39
Sedangkan peringkat AHH untuk level propinsi, ketiga kecamatan tersebut
masing-masing menempati peringkat ke-1, ke-2 dan ke-7 dari 44 Kecamatan
di DKI Jakarta.
Sementara, peringkat AHH terbawah di Jakata Timur berada di
Kecamatan Cakung dengan nilai AHH sebesar 71,61 tahun. Secara peringkat
propinsi, AHH Kecamatan Cakung berada pada posisi ke-40 diantara 44
kecamatan di DKI Jakarta.
Grafik 3.4.1.3. AHH Kota Jakarta Timur Menurut Kecamatan, 2016 (dalam tahun)
3.4.1.4. Jakarta Pusat
Berdasarkan hasil studi, Kecamatan Menteng memiliki nilai AHH
tertinggi di Jakarta Pusat dengan nilai hampir 75 tahun. Pada level provinsi,
Kecamatan Menteng tersebut menempati posisi terbesar ke-6 diantara 44
Kecamatan di DKI Jakarta.
Sementara, ada tiga kecamatan yang nilai AHH-nya berada di bawah
angka rata-rata AHH Jakata Pusat (73,76 tahun) yaitu Kecamatan Swaha
Besar, Johar Baru dan Tanah Abang dengan nilai AHH masing-masing sebesar
75
.38
75
.37
74
.91
74
.91
74
.49
74
.22
73
.77
73
.42
73
.28
71
.61
AHH JAKARTA TIMUR: 74.14
CIP
AY
UN
G
MA
KA
SA
R
KR
AM
AT
JA
TI
DU
RE
N S
AW
IT
PA
SA
R R
EB
O
CIR
AC
AS
PU
LO
GA
DU
NG
JAT
INE
GA
RA
MA
TR
AM
AN
CA
KU
NG
40
73,71, 72,76 dan 72,53 tahun. Meskipun demikian AHH nya masih berada
tidak jauh dari AHH Propinsi DKI Jakarta.
Grafik 3.4.1.4. AHH Kota Jakarta Pusat Menurut Kecamatan, 2016 (dalam tahun)
3.4.1.5. Jakarta Barat
Berdasarkan penghitungan yang dihasilkan dalam studi tersebut,
terdapat satu kecamatan di Jakarta Barat yang Angka Harapan Hidup (AHH)
ada di atas 75 tahun yaitu Kecamatan Palmerah dengan nilai AHH sebesar
75,07 tahun. Sedangkan pada level propinsi, kecamatan tersebut menempati
posisi terbesar ke-3 diantara 44 Kecamatan di DKI Jakarta.
Sementara, ada 5 kecamatan yang nilai AHH-nya berada di bawah
AHH Jakata Barat (73,34 tahun) dimana yang terendahnya adalah di
Kecamatan Kali Deres dengan nilai AHH sebesar 71,07 tahun. Nilai AHH di
Kecamatan tersebut menempati posisi ke-42 dari 44 kecamatan di DKI
Jakarta atau yang terkecil di daratan (di luar Kab. Kepulauan Seribu).
74
.98
74
.66
73
.92
73
.79
73
.74
73
.71
72
.76
72
.53
AHH JAKARTA PUSAT: 73.76
ME
NT
EN
G
CE
MP
AK
A P
UT
IH
GA
MB
IR
SE
NE
N
KE
MA
YO
RA
N
SA
WA
H B
ES
AR
JOH
AR
BA
RU
TA
NA
H A
BA
NG
41
Grafik 3.4.1.5. AHH Kota Jakarta Barat Menurut Kecamatan, 2016 (dalam tahun)
3.4.1.6. Jakarta Utara
Berdasarkan penghitungan yang dihasilkan dalam studi tersebut,
terdapat satu kecamatan di Jakarta Utara yang Angka Harapan Hidup (AHH)
berada di atas 75 tahun yaitu Kecamatan Kelapa Gading dengan nilai AHH
sebesar 75,06 tahun. Nilai AHH tersebut menempatkan Kecamatan Kelapa
Gading pada posisi ke-4 dari seluruh Kecamatan di DKI Jakarta.
Bertolak belakang dengan nilai AHH di Kelapa Gading, selain
kecamatan tersebut nilai AHH-nya menduduki posisi yang cukup bawah di
antara seluruh kecamatan di DKI Jakarta. Kecamatan Clilincing dan
Pademangan adalah dua kecematan dengan AHH terendah dengan nilai AHH
masing-masing sebesar 71,10 dan 71,22 tahun. Kedua kecamatan tersebut
masing-masing berada pada posisi ke-41 dan ke-39. Beberapa faktor yang
ditengarai menjadi salah satu penyebab rendahnya nilai AHH di wilayah
tersebut adalah kepadatan penduduk serta kondisi lingkungannya.
75
.07
74
.76
73
.64
73
.22
73
.04
73
.04
72
.90
71
.07
AHH JAKARTA …
PA
LM
ER
AH
GR
OG
OL
PE
TA
MB
UR
AN
CE
NG
KA
RE
NG
KE
MB
AN
GA
N
KE
BO
N J
ER
UK
TA
MA
N S
AR
I
TA
MB
OR
A
KA
LI
DE
RE
S
42
Grafik 3.4.1.6. AHH Kota Jakarta Utara Menurut Kecamatan, 2016 (dalam tahun)
3.4.2. Analisis Dimensi Pendidikan (HLS dan RLS)
Dimensi pendidikan pada IPM dibentuk oleh 2 indikator, yaitu
Harapan Lama Sekolah (HLS) dan Rata- Rata Lama Sekolah (RLS). HLS
didefinisikan lamanya sekolah (dalam tahun) yang diharapkan akan dirasakan
oleh anak pada umur tertentu di masa mendatang. Diasumsikan bahwa
peluang anak tersebut akan tetap bersekolah pada umur-umur berikutnya
sama dengan peluang penduduk yang bersekolah per jumlah penduduk
untuk umur yang sama saat ini. Angka Harapan Sekolah dihitung untuk
penduduk berusia 7 tahun ke atas. HLS dapat digunakan untuk mengetahui
kondisi pembangunan sistem pendidikan di berbagai jenjang yang
ditunjukkan dalam bentuk lamanya pendidikan (dalam tahun) yang
diharapkan dapat dicapai oleh setiap anak. RLS didefinisikan sebagai jumlah
tahun yang digunakan oleh penduduk dalam menjalani pendidikan formal.
Diasumsikan bahwa dalam kondisi normal rata-rata lama sekolah suatu
wilayah tidak akan turun. Cakupan penduduk yang dihitung dalam
75
.06
73
.57
73
.13
72
.64
72
.22
71
.10
AHH JAKARTA UTARA: 72.95
KE
LA
PA
GA
DIN
G
PE
NJA
RIN
GA
N
TA
NJU
NG
PR
IOK
KO
JA
PA
DE
MA
NG
AN
CIL
INC
ING
43
penghitungan rata-rata lama sekolah adalah penduduk berusia 25 tahun
keatas.
Pada tahun 2016 HLS di DKI Jakarta mencapai 12,73 tahun dengan
kata lain bahwa anak–anak usia 7 tahun memiliki harapan untuk dapat
menamatkan pendidikan mereka hingga lulus strata SMA atau D1. Ini
menjadi sinyal positif bahwa semakin banyak penduduk DKI Jakarta yang
sekolah. Sementara RLS pada tahun yang sama sebesar 10,88 tahun artinya
secara rata-rata penduduk DKI Jakarta usia 25 tahun ke atas telah
mengenyam pendidikan hingga setara kelas XI (SMA kelas II ).
Grafik 3.4.2. HLS dan RLS Provinsi DKI Jakarta Menurut Kab/Kota, 2016
(dalam tahun)
Faktor–faktor yang mempengaruhi pendidikan di DKI Jakarta sangat
dipengaruhi oleh kondisi sosial ekonomi keluarga, motivasi orang tua,
motivasi anak bersekolah, dan biaya pendidikan (pembelian buku, seragam,
transportasi, dan biaya sekunder lainnya).
12.1013.22 13.20 13.09 12.69 12.53 12.73
8.24
11.42 11.5211.01
10.36 10.2310.88
KEPULAUANSERIBU
JAKARTASELATAN
JAKARTATIMUR
JAKARTAPUSAT
JAKARTABARAT
JAKARTAUTARA
DKI JAKARTA
Harapan Lama Sekolah (HLS) Rata-rata Lama Sekolah (RLS)
44
Pada dimensi pendidikan yaitu HLS dan RLS, jika dilihat menurut
kabupaten/kota di DKI Jakarta terlihat bervariasi (heterogen). Jakarta Selatan
memiliki HLS tertinggi mencapai 13,22 tahun diikuti Jakarta Timur, Jakarta
Pusat, Jakarta Barat, Jakarta Utara berturut turut 13,20 tahun, 13,09 tahun,
12,69 tahun, 12,53 tahun. Sedangkan Kepulauan Seribu memiliki HLS
terendah mencapai 12,10 tahun. Jakarta Timur memiliki RLS tertinggi
mencapai 11,52 tahun diikuti Jakarta Selatan, Jakarta Pusat, Jakarta Barat,
Jakarta Utara berturut-turut 11,42 tahun, 11,01 tahun, 10,36 tahun, 10,23
tahun. Sedangkan Kepualauan Seribu memiliki RLS terendah mencapai 8,24
tahun. Wilayah Kepulauan Seribu masih perlu di perhatikan dari aspek
pendidikan. Capaian HLS dan RLS terendah dibandingkan 5 wilayah lain di DKI
Jakarta. Pemerintah dapat memprioritaskan kebijakan untuk menaikkan
angka HLS dan RLS yaitu dengan meningkatkan pemerataan jumlah dan
kualitas guru dengan meningkatkan distribusi guru berkualitas ke daerah
terpencil sebagai contoh Kepulauan seribu, dan meningkatkan jumlah siswa
dengan cara mengurangi angka putus sekolah, pengurangan biaya
pendidikan siswa, peningkatan pemberian beasiswa.
45
3.4.2.1 Kepulauan Seribu
Grafik 3.4.2.1. HLS dan RLS Kabupaten Kepualauan Seribu Menurut Kecamatan,
2016 (dalam tahun)
Dilihat dari perbandingan di tingkat kecamatan pada level kabupaten
Kepulauan Seribu, kecamatan yang mencapai angka HLS tertinggi adalah
Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan sebesar 12,11 tahun. Sedangkan Angka
RLS tertinggi ada di kecamatan Kepualauan Seribu Utara mencapai 8,27
tahun. Jika dilihat dari ranking keseluruhan kecamatan di Propinsi DKI Jakarta
maka HLS kecamatan kepulauan seribu Selatan menduduki posisi ranking 43
dari 44 kecamatan dan angka RLS di kecamatan Kepulauan Seribu Utara
menduduki posisi ranking terakhir. Kondisi geografis yang terpencil, masih
kurangnya sarana prasarana serta sulitnya akses untuk ke lembaga
pendidikan tinggi setelah jenjang SMA, dan masih banyaknya penduduk yang
memilih untuk tidak melanjutkan ke jenjang pendidikan selepas SMP menjadi
problematika tersendiri di wilayah kabupaten Kepulauan Seribu.
12.10 12.09 12.11
8.24 8.27 8.21
KEPULAUAN SERIBU KEP SERIBU UTARA KEP SERIBU SELATAN
HLS RLS
46
3.4.2.2 Jakarta Selatan
Grafik 3.4.2.2. HLS dan RLS Kota Jakarta Selatan Menurut Kecamatan, 2016
(dalam tahun)
Dilihat dari perbandingan di tingkat kecamatan pada level kota
Jakarta Selatan, kecamatan yang mencapai angka HLS tertinggi adalah
kecamatan Cilandak sebesar 13,89 tahun, dan sebaliknya Angka HLS yang
terendah berada di kecamatan Setiabudi mencapai 12,70 tahun. Sedangkan
angka RLS tertinggi dicapai oleh kecamatan Cilandak mencapai 11,81 tahun
sedangkan angka RLS yang terendah ada pada kecamatan Mampang
Prapatan sebesar 10,05 tahun. Jika dilihat dari ranking keseluruhan
kecamatan di Propinsi DKI Jakarta maka HLS kecamatan Cilandak menduduki
posisi ranking 6 dari 44 kecamatan. Dan angka RLS di kecamatan Pancoran
menduduki peringkat ke-8. Kecamatan Cilandak memiliki banyak fasilitas
pendidikan mulai tingkat dasar sampai perguruan tinggi, salah satunya
adalah perguruan tinggi UPN Veteran. Didukung pula dengan letak yang
strategis, serta merupakan daerah perumahan menengah ke atas, ada sekitar
57 perumahan elit di kawasan Cilandak. Kondisi ini yang menyebabkan
13.2213.89
13.09 12.8513.59 13.34 13.79 13.34 12.74 12.70 12.88
11.42 11.81 11.73 11.5811.55
11.44 11.41 11.28 11.23 11.07 11.05
JAK
AR
TA SELA
TAN
CILA
ND
AK
KEB
AYO
RA
N B
AR
U
TEBET
PESA
NG
GR
AH
AN
PA
SAR
MIN
GG
U
JAG
AK
AR
SA
KEB
AYO
RA
N LA
MA
PA
NC
OR
AN
SETIA B
UD
I
MA
MP
AN
G P
RA
PA
TANHLS RLS
47
kecamatan Cilandak masih unggul dalam HLS dan RLS begitu juga dengan
Kecamatan Pancoran.
3.4.2.3 Jakarta Timur
Grafik 3.4.2.3. HLS dan RLS Kota Jakarta Timur Menurut Kecamatan, 2016
(dalam tahun)
Dilihat dari perbandingan di tingkat kecamatan pada level kota
Jakarta Timur, kecamatan yang mencapai angka HLS tertinggi adalah
kecamatan Pulo Gadung sebesar 14,10 tahun, sebaliknya Angka HLS yang
terendah berada di kecamatan Cakung mencapai 12,24 tahun. Angka RLS
tertinggi juga Kecamatan Pulo Gadung dengan nilai mencapai 12,48 tahun.
Sedangkan, angka RLS yang masih rendah/terendah pada kecamatan Cakung
sebesar 10,90 tahun. Jika dilihat dari ranking keseluruhan kecamatan di
Propinsi DKI Jakarta, nilai HLS Kecamatan Pulo Gadung menduduki posisi
ranking 4 dari 44 kecamatan. Sementara, untuk angka RLS Kecamatan Pulo
Gadung adalah yang tertinggi se-DKI Jakarta. Kecamatan Pulo Gadung dilihat
13.2014.01 13.53 13.10 13.15
12.63 12.8813.84 13.67
13.0112.17
11.5212.48
11.72 11.70 11.65 11.55 1… 11.34 11.23 11.23 10.90
JAK
AR
TA TIM
UR
PU
LO G
AD
UN
G
DU
REN
SAW
IT
MA
TRA
MA
N
PA
SAR
REB
O
CIR
AC
AS
CIP
AYU
NG
KR
AM
AT JA
TI
JATIN
EGA
RA
MA
KA
SAR
CA
KU
NG
HLS RLS
48
dari peruntukan luas lahan yang digunakan tercatat untuk kawasan
perumahan elit dan semi elit (78,50%) tersebar hampir di seluruh kecamatan
Pulo Gadung. Sementara di kecamatan tersebut terdapat beberapa lembaga
pendidikan yang cukup besar diantaranya adalah Universitas Negeri Jakarta.
3.4.2.4 Angka HLS, RLS Kecamatan di Kota Jakarta Pusat
Grafik 3.4.2.4. HLS dan RLS Kota Jakarta Pusat Menurut Kecamatan, 2016
(dalam tahun)
Dilihat dari perbandingan di tingkat kecamatan pada level kota
Jakarta Pusat, kecamatan yang mencapai angka HLS tertinggi adalah
Kecamatan Menteng sebesar 14,18 tahun, dan sebaliknya Angka HLS yang
terendah berada di kecamatan Johar Baru mencapai 12,14 tahun. Demikian
pula dengan angka RLS tertinggi dicapai oleh kecamatan Menteng yang
mencapai 11,90 tahun sedangkan angka RLS yang masih rendah/terendah
pada kecamatan Johar Baru sebesar 9,83 tahun. Jika dilihat dari ranking
13.0914.18 14.14 13.74
12.90 13.1412.15 12.29 12.14
11.0111.90 11.84
11.14 11.00 11.0010.75 10.58
9.83
JAK
AR
TA P
USA
T
MEN
TENG
CEM
PA
KA
PU
TIH
GA
MB
IR
TAN
AH
AB
AN
G
KEM
AYO
RA
N
SENEN
SAW
AH
BESA
R
JOH
AR
BA
RU
HLS RLS
49
keseluruhan kecamatan di Propinsi DKI Jakarta maka HLS Kecamatan
Menteng menduduki posisi ranking 1 dari 44 kecamatan. Begitu juga untuk
angka RLS di Kecamatan Menteng menduduki posisi peringkat pertama se-
DKI Jakarta. Kecamatan Menteng terletak sangat startegis di pusat
pemerintahan dan merupakan domisili banyak pejabat tinggi tinggi negara
serta kedutaan besar negara-negara sahabat.
3.4.2.5 Angka HLS, RLS Kecamatan di Kota Jakarta Barat
Grafik 3.4.2.5. HLS dan RLS Kota Jakarta Barat Menurut Kecamatan, 2016
(dalam tahun)
Dilihat dari perbandingan di tingkat kecamatan pada level kota
Jakarta Barat, kecamatan yang mencapai angka HLS tertinggi adalah
Kecamatan Palmerah sebesar 14,03 tahun. Angka HLS yang terendah berada
di kecamatan Kali Deres mencapai 12,12 tahun. Berikutnya, angka RLS
tertinggi di Jakarta Barat ditempati juga oleh Kecamatan Palmerah yaitu
sebesar 11,04 tahun, sementara angka RLS yang masih rendah/terendah ada
pada kecamatan Tambora sebesar 9,66 tahun. Jika dilihat dari ranking
12.69 14.0312.41 12.75 13.11
12.17 12.1212.80 12.16
10.3611.04 10.97 10.63 10.56
10.11 10.03 9.86 9.66
JAK
AR
TA B
AR
AT
PA
LMER
AH
GR
OG
OL P
ETAM
BU
RA
N
KEM
BA
NG
AN
KEB
ON
JERU
K
TAM
AN
SAR
I
KA
LI DER
ES
CEN
GK
AR
ENG
TAM
BO
RA
HLS RLS
50
keseluruhan kecamatan di Propinsi DKI Jakarta maka HLS Palmerah
menduduki posisi ranking 3 dari 44 kecamatan. Sementara angka RLS di
ranking RLS Kecamatan Palmerah menduduki posisi ke-24. Kecamatan
Palmerah menjadi alternatif pusat referensi belajar di Jakarta Barat. Ada
perguruan tinggi, yayasan-yayasan pendidikan, dan universitas salah satunya
Binus University.
3.4.2.6 Angka HLS, RLS Kecamatan di Kota Jakarta Utara
Dilihat dari perbandingan di tingkat kecamatan pada level kota
Jakarta Utara, kecamatan yang mencapai angka HLS tertinggi di Kelapa
Gading sebesar 13,82 tahun, sementara, angka HLS terendah berada di
Kecamatan Pademangan yaitu mencapai 12,13 tahun. Berikutnya, untuk
angka RLS tertinggi juga dicapai oleh Kecamatan Kelapa Gading yaitu
mencapai 12,02 tahun sedangkan angka RLS yang masih rendah/terendah
juga ada di Kecamatan Pademangan sebesar 9,16 tahun.
Grafik 3.4.2.6. HLS dan RLS Kota Jakarta Utara Menurut Kecamatan, 2016
(dalam tahun)
12.5313.82
12.39 12.54 12.15 12.16 12.13
10.23
12.02
10.41 10.32 9.77 9.73 9.16
JAK
AR
TA U
TAR
A
KELA
PA
GA
DIN
G
KO
JA
TAN
JUN
G P
RIO
K
PEN
JAR
ING
AN
CILIN
CIN
G
PA
DEM
AN
GA
N
HLS RLS
51
Jika dilihat dari ranking keseluruhan kecamatan di Propinsi DKI Jakarta
maka HLS Kecamatan Kelapa Gading menduduki posisi ranking 7 dari 44
kecamatan. Untuk angka RLS di Kecamatan Kelapa Gading dibandingkan
dengan 44 kecamatan berada pada posisi ke-2. Kecamatan Kelapa Gading
merupakan kawasan tertata baik dan berkembang pesat, bahkan ada
rencana pemerintah Jakarta Utara menginginkan Kelapa Gading seperti
Singapura karena lengkapnya ketersediaan berbagai sarana seperti pusat
kuliner, tempat tinggal, sentra otomotif dan pendidikan.
3.4.3. Dimensi Standar Hidup Layak Menurut Kecamatan
Dimensi pembentuk IPM berikutnya adalah standar hidup layak.
Dalam studi ini, dimensi standar hidup layak ditentukan dari nilai
pengeluaran perkapita selama 1 tahun, yang diolah data Survei Sosial
Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2016.
3.4.3.1. Pengeluaran Per Kapita Kabupaten Kepulauan Seribu
Kepulauan Seribu merupakan wilayah tingkat II termuda di Propinsi
DKI Jakarta. Kabupaten Administrasi Kepualauan Seribu terbentuk sejak
tahun 1999, merupakan gugusan kepulauan di Teluk Jakarta. Secara geografis
Kepulauan Seribu terletak di sebelah utara terpisah dari wilayah tingkat II
lainnya. Hal ini menjadikan pembangunan di Kepulauan Seribu cenderung
tertinggal dibandingkan pembangunan di lima kota administrasi lainnya di
DKI Jakarta.
Pengeluaran perkapita selama 1 tahun di Kabupaten Administrasi
Kepulauan Seribu, bisa dillihat dari grafik dibawah ini. Kecamatan Kepulauan
52
Seribu Utara memiliki pengeluaran per kapita sebesar 11,7 juta rupiah, lebih
tinggi dibandingkan Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan sebesar 11,5 juta
rupiah.
Di tingkat propinsi, kedua kecamatan di Kepulauan Seribu masuk di
peringkat bawah dibandingkan kecamatan lainnya di DKI Jakarta. Kecamatan
Kepulauan Seribu Utara menempati peringkat 43 di DKI Jakarta, sementara
Kepulauan Seribu Selatan berada di posisi terakhir dari 44 kecamatan di DKI
Jakarta.
Grafik 3.4.3.1. Pengeluaran Perkapita Kab. Kep. Seribu Menurut Kecamatan, 2016 (Rp. 000)
Rendahnya peringkat pengeluaran per kapita di kecamatan di
Kepulauan Seribu tidak terlepas dari kondisi sosial ekonomi di Kepulauan
Seribu yang masih tertinggal dibandingkan kecamatan yang ada di daratan.
3.4.3.2. Pengeluaran Per Kapita Kota Jakarta Selatan
Jakarta Selatan adalah kota administrasi yang paling kaya
dibandingkan dengan wilayah lainnya, ditandai dengan banyaknya
11,702
11,514
KAB. KEP SERIBU: 11,608
K E P S E R I B U U T A R A K E P S E R I B U S E L A T A N
53
perumahan warga kelas menengah atas dan banyaknya tempat pusat bisnis
utama. Kondisi ini tercermin dari komponen pengeluaran perkapita
disesuaikan Kota Jakarta Selatan tertinggi dibandingkan wilayah lainnya di
DKI Jakarta.
Dimensi standar hidup layak atau direpresentasikan sebagai
kemampuan daya beli masyarakat, dalam hal ini menggunakan indikator
pengeluaran per kapita. Untuk tingkat kecamatan di Jakarta Selatan di Kota
Jakarta Selatan secara lengkap bisa dilihat dari grafik dibawah berikut.
Grafik 3.4.3.2. Pengeluaran Perkapita Kota Jakaerta Selatan Menurut Kecamatan,
2016 (Rp. 000)
Dari grafik diatas terlihat pengeluaran perkapita di Jakarta Selatan
bervariasi, dengan range atau jarak berkisar 8 juta rupiah. Di dalam Jakarta
Selatan, Kecamatan Kebayoran Baru memiliki pengeluaran per kapita
tertinggi sebesar 27,4 juta rupiah, sementara terendah di Kecamatan
Pancoran dengan nilai sebesar 19,3 juta rupiah.
27
,44
6
27
,14
7
26
,98
0
23
,36
0
22
,64
2
20
,98
8
20
,70
8
20
,66
1
20
,08
8
19
,30
1
JAKARTA SELATAN: 22,932
KE
BA
YO
RA
N B
AR
U
KE
BA
YO
RA
N L
AM
A
CIL
AN
DA
K
PE
SA
NG
GR
AH
AN
JAG
AK
AR
SA
TE
BE
T
SE
TIA
BU
DI
MA
MP
AN
G P
RA
PA
TA
N
PA
SA
R M
ING
GU
PA
NC
OR
AN
54
Jika dilihat urutan di tingkat propinsi, ada tiga kecamatan di Jakarta
Selatan yang masuk dalam 5 besar. Kecamatan Kebayoran Baru menduduki
posisi tertinggi. Berikutnya adalah Kecamatan Kebayoran Lama yang
menempati tempat kedua se DKI Jakarta dengan nilai mencapai 27,1 juta
rupiah. Kecamatan Cilandak menduduki posisi ketiga dengan nilai mencapai
27,0 juta rupiah perkapita.
3.4.3.3. Pengeluaran Per Kapita Kota Jakarta Timur
Secara demografis Kota Jakarta Timur adalah kota dengan jumlah
penduduk yang paling banyak dibandingkan wilayah lain di DKI Jakarta, serta
memiliki wilayah paling luas. Untuk dimensi standar hidup layak yang diukur
dari Pengeluaran Per Kapita menurut kecamatan di Kota Jakarta Timur secara
lengkap dapat dilihat dari grafik dibawah ini.
Rentang pengeluaran per kapita menurut kecamatan di Jakarta Timur
adalah yang terkecil selain di Kepulauan Seribu. Kecamatan dengan
pengeluaran per kapita tertinggi adalah Kecamatan Pulo Gadung sebesar 20
juta rupiah, terendah Kecamatan Cakung sebesar 13 juta rupiah. Berikutnya,
nilai tertinggi kedua adalah Kecamatan Duren Sawit (19,1 juta rupiah),
selanjutnya Kecamatan Matraman (18,0 juta rupiah).
55
Grafik 3.4.3.3. Pengeluaran Perkapita Kota Jakarta Timur Menurut Kecamatan, 2016 (Rp. 000)
Di tingkat propinsi, peringkat tertinggi yaitu Kecamatan Pulo Gadung
masuk di urutan 16. Kecamatan lainnya ada di urutan 20-33, sedangkan
Kecamatan Cakung, jauh berada dibawah yaitu urutan 40. Rendahnya urutan
kecamatan di Jakarta Timur dikarenakan jumlah penduduk yang besar,
dengan pusat perekonomian yang tidak sebanyak wilayah lainnya.
3.4.3.4. Pengeluaran Per Kapita Kota Jakarta Pusat
Kota Jakarta Pusat merupakan kota administrasi dengan jumlah
penduduk dan luas wilayah yang terkecil diantara semua wilayah di Jakarta.
Disamping sebagai pusat pemerintahan Provinsi DKI Jakarta, di Jakarta Pusat
banyak terdapat pusat bisnis. Meskipun demikian cukup banyak juga
pemukiman padat yang tersebar di wilayah Jakarta Pusat.
Pengeluaran perkapita selama 1 tahun yang merepresentasikan
standar hidup layak di Kota Jakarta Pusat, bisa dillihat dari grafik dibawah ini.
20
,03
1
19
,10
1
18
,04
1
17
,55
2
17
,24
8
16
,10
6
16
,10
2
15
,07
3
15
,06
8
13
,00
7
JAKARTA TIMUR:16,733
PU
LO
GA
DU
NG
DU
RE
N S
AW
IT
MA
TR
AM
AN
JAT
INE
GA
RA
MA
KA
SA
R
PA
SA
R R
EB
O
CIR
AC
AS
KR
AM
AT
JA
TI
CIP
AY
UN
G
CA
KU
NG
56
Rentang pengeluaran di Jakarta Pusat adalah yang tertinggi dibandingkan
kota lainnya di Jakarta, yaitu sebesar 12 juta rupiah. Ini menunjukkan ada
kesenjangan pada standar hidup layak di Jakarta Pusat. Di dalam Kota Jakarta
Pusat, Kecamatan Menteng memiliki pengeluaran per kapita tertinggi
sebesar 24,1 juta rupiah, sedangkan yang terendah adalah Kecamatan Senen
sebesar 12,5 juta rupiah.
Grafik 3.4.3.4. Pengeluaran Perkapita Kota Jakarta Pusat Menurut Kecamatan,
2016 (Rp. 000)
Sedangkan peringkat pengeluaran per kapita menurut kecamatan di
tingkat propinsi, Kecamatan Menteng, sebagai kecamatan dengan tingkat
pengeluaran tertinggi di Jakarta Pusat ada di urutan ke 6. Selebihnya
Cempaka Putih ada di urutan 17, kecamatan lainnya berada di posisi 26
sampai dengan 42 yaitu Kecamatan Senen.
24
,11
4
19
,39
8
17
,18
0
16
,19
9
15
,66
2
13
,95
8
12
,91
3
12
,52
0
JAKARTA PUSAT:16,493
ME
NT
EN
G
CE
MP
AK
A P
UT
IH
GA
MB
IR
TA
NA
H A
BA
NG
SA
WA
H B
ES
AR
KE
MA
YO
RA
N
JOH
AR
BA
RU
SE
NE
N
57
3.4.3.5. Pengeluaran Per Kapita Kota Jakarta Barat
Saat ini Kota Jakarta Barat telah berkembang ditandai dengan
pesatnya pertumbuhan pusat bisnis dan pusat perbelanjaan. Kondisi ini
diikuti dengan meningkatnya kondisi sosial ekonomi penduduknya. Hal ini
terlihat dari nilai pendapatan per kapita di Jakarta Barat berada di urutan
kedua, dibawah Jakarta Selatan.
Besaran pengeluaran per kapita yang merepresentasikan standar
hidup layak menurut kecamatan di Jakarat Barat, bisa dilihat dari grafik
berikut di bawah ini.
Grafik 3.4.3.5. Pengeluaran Perkapita Kota Jakarta Barat Menurut Kecamatan,
2016 (Rp. 000)
Di dalam Kota Jakarta Barat, peringkat pertama adalah Kecamatan
Grogol Petamburan dengan pengeluaran per kapita sebesar 24,4 juta rupiah,
diikuti Kecamatan Kembangan yang mencapai 23,5 juta rupiah. Kecamatan
24
,38
6
23
,46
1
22
,52
2
21
,18
6
18
,62
7
16
,32
3
14
,81
0
14
,69
2
JAKARTA BARAT:19,501
GR
OG
OL
PE
TA
MB
UR
AN
KE
MB
AN
GA
N
PA
LM
ER
AH
TA
MA
N S
AR
I
KE
BO
N J
ER
UK
KA
LI
DE
RE
S
CE
NG
KA
RE
NG
TA
MB
OR
A
58
dengan pengeluaran per kapita terendah adalah Kecamatan Tambora, yaitu
sebesar 14,7 juta rupiah.
Jika dilihat peringkat di tingkat provinsi, tiga kecamatan di Jakarta
Barat masuk dalam peringkat 10 besar, yaitu kecamatan Grogol Petamburan
di urutan ke lima dengan nilai pengeluaran per kapita sebesar 24,4 juta
rupiah, kecamatan Kembangan di peringkat ke tujuh, sebesar 23,5 juta rupiah
dan Kecamatan Palmerah di urutan kesepuluh 22,5 juta rupiah.
3.4.3.6. Pengeluaran Per Kapita Kota Jakarta Utara
Besaran pengeluaran per kapita Kota Jakarta Utara hampir sama
dengan pengeluaran perkapita propinsi DKI Jakarta, yaitu sebesar 17,42 juta
rupiah per kapita. Rentang pengeluaran per kapita antar kecamatan di dalam
Kota Jakarta Utara cukup tinggi yaitu sebesar 11 juta rupiah.
Grafik 3.4.3.6. Pengeluaran Perkapita Kota Jakarta Utara Menurut Kecamatan,
2016 (Rp. 000)
24
,93
3
19
,30
2
17
,51
8
14
,64
0
14
,06
7
14
,04
8
JAKARTA UTARA:17,418
KE
LA
PA
GA
DIN
G
PE
NJA
RIN
GA
N
TA
NJU
NG
PR
IOK
PA
DE
MA
NG
AN
CIL
INC
ING
KO
JA
59
Di dalam Kota Jakarta Utara, Kecamatan Kelapa Gading merupakan
kecamatan dengan pengeluaran per kapita tertinggi yaitu sebesar 24,9 juta
rupiah. Sementara yang terendah adalah Kecamatan Koja sebesar 14,0 juta
rupiah. Jika dilihat peringkat di tingkat provinsi, hanya Kecamatan Kelapa
Gading yang masuk dalam urutan 10 besar yaitu peringkat ke empat dari 44
kecamatan. Kecamatan lainnya berada pada urutan 18 sampai dengan yang
terendah adalah Kecamatan Koja di urutan 38.
UMUR PANJANGDAN HIDUP SEHAT
STANDAR HIDUPLAYAK
PENDIDIKAN
BAB 4
STUDI ANALISISKUALITAS HIDUP MASYARAKAT
MENURUT KOMPONEN IPMPADA TINGKAT KECAMATAN
63
IV. Kesimpulan dan Saran
4.1. Kesimpulan
Pembangunan manusia didefiniskan sebagai suatu proses perluasan pilihan
bagi penduduk (enlarging people choice). IPM sebagai suatu indikator untuk
mengukur keberhasilan pembangunan manusia bermanfaat dalam mengukur
capaian dari upaya membangun kualitas hidup manusia. Dalam cakupan regional,
terminologi manusia dimaksud adalah penduduk yang menetap di suatu wilayah
administrasi. Dengan demikian, besaran IPM di tingkat regional menjelaskan
bagaimana penduduk di suatu wilayah dapat mengakses hasil pembangunan dalam
memperoleh pendapatan, kesehatan, pendidikan, dan sebagainya.
Nilai IPM Provinsi DKI Jakarta selama ini selalu menempati posisi teratas
diantara seluruh provinsi di Indonesia. Pada Tahun 2016, nilai IPM DKI Jakarta telah
mencapai nilai 79,60. Bila mampu menembus angka 80 maka IPM DKI Jakarta akan
naik kelas menjadi kategori “Sangat Tinggi”. Pencapaian ini tidak terlepas dari
kinerja Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang dalam beberapa tahun terakhir ini
mampu merencanakan serta mengeksekusi program pembangunan yang
berhubungan langsung maupun tidak langsung terhadap peningkatan kualitas hidup
warganya.
Kualitas hidup penduduk yang dimaksud dalam studi ini, dicerminkan dalam
3 komponen utama yaitu kesehatan, pendidikan serta pendapatan. Kemudian,
berdasarkan ketiga komponen tersebut dihitunglah suatu indeks komposit yang
disajikan sampai tingkat kecamatan, dengan referensi waktu Tahun 2016.
Hal yang sangat penting untuk diperhatikan ketika menggunakan hasil studi
ini adalah bahwa nilai Indeks komposit menurut kecamatan yang dihasilkan tidak
disebut IPM melainkan IPMhs yang adalah singkatan dari IPM hasil studi.
64
Pembedaan terminologi ini perlu dilakukan karena hasil studi tersebut masih
memerlukan kajian yang lebih mendalam. Dengan demikian, melalui studi tersebut
dihasilkan empat nilai komponen kulaitas hidup serta IPMhs untuk 44 kecamatan di
Provinsi DKI Jakarta.
Berdasarkan hasil studi, ada 5 kecamatan dengan nilai IPMhs di atas angka
85 serta diurutkan dari yang tertinggi yaitu Kelapa Gading, Menteng, Cilandak,
Kebayoran Baru, Kebayoran Lama. Sementara, terdapat 2 kecamatan dengan nilai
IPMhs dibawah 70 dimana keduanya terletak di Kabupaten Kepulauan Seribu. Kedua
kecamatan tersebut sekaligus berada pada peringkat terbawah diantara 44
Kecamatan di DKI Jakarta. Sementara, 5 kecamatan terbawah di luar Kepulauan
Seribu ditempati oleh Kecamatan Cilincing, Johar Baru, Pademangan, Cakung dan
Tambora.
Ada 28 Kecamatan di DKI Jakarta yang nilai IPMhs nya berada di atas nilai
80. Artinya, 64 persen Kecamatan di Provinsi DKI Jakarta telah masuk ke dalam
kategori “Sangat Tinggi”. Dengan demikian dapat diartikan bahwa sebagian besar
penduduk DKI Jakarta telah mencapai kualitas hidup yang tergolong sangat baik.
Pencapaian hasil pembangunan manusia tersebut di atas menjadi tantangan
tersendiri bagi Pemerintah Propinsi DKI Jakarta untuk dapat terus
mempertahankannya.
4.2. Saran
Melalui studi tersebut, juga tergambar variabilitas dalam setiap komponen
IPMhs baik antar kecamatan di setiap wilayah maupun variabilitas antar kecamatan
di dalam provinsi. Tingkat variabilitas tersebut membutuhkan perhatian khusus bagi
semua pemangku kepentingan. Dengan melihat keragaman di tiap komponen antar
kecamatan, diharapkan dilakukan upaya untuk memperkecil jarak atau keragaman
yang ada. Upaya tersebut tentu saja bukan untuk memeratakan ke bawah,
65
melainkan bagaimana suatu kecamatan yang memiliki nilai komponen yang rendah
mampu mengejar ketertinggalan dari kecamatan lainnya.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta diharapkan mampu membuat perencanaan
program untuk intervensi yang tepat sasaran. Sehingga diharapkan pada suatu
kecamatan yang memiliki nilai yang rendah dalam suatu komponen tertentu dapat
ditingkatkan sehingga keadilan sosial dapat tercipta di tengah-tengah masyarakat.
Perlu dilakukan survei khusus dengan jumlah sampel yang memadai untuk
dapat melakukan penghitungan angka IPM per kecamatan yang memenuhi
persyaratan layaknya penghitungan IPM Provinsi atau IPM Kabupaten/Kota yang
selama ini rutin dilakukan BPS. Hal tersebut mutlak dilakukan sehingga estimasi
parameter dalam penghitungan komponen IPM kecamatan dapat lebih diakui
validitasnya.
DATAMENCERDASKAN BANGSA
(021) 31928493Fax. (021) 3152004 [email protected]
Jln. Salemba TengahNo.36-38
Jakarta 10440BADAN PUSAT STATISTIKPROVINSI DKI JAKARTA