struktur dan mekanisme pernapasan pada sinus paranasalis blok 7 skenario 6

Upload: novaldoaldo

Post on 14-Oct-2015

39 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Makalah PBL Blok 7 Respiratoty System - 1

TRANSCRIPT

Struktur dan Mekanisme Pernapasan pada Sinus ParanasalisHENDRICUS NOVALDO WIDODO PUTRA102013262F2Email: [email protected] Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida WacanaFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANAJln. Arjuna Utara No. 6 Jakarta 11510. Telephone : (021) 5694-2061, fax : (021) 563-1731

AbstrakPernapasan atau respirasi adalah pertukaran gas antara makhluk hidup (organisme) dengan lingkungannya. Secara umum, pernapasan dapat diartikan sebagai proses menghirup oksigen dari udara serta mengeluarkan karbon dioksida dan uap air. Udara akan melalui rongga hidung. Sinus paranasales adalah rongga-rongga yang terdapat di dalam os maxilla, os frontale, os sphenoidale, dan os ethmoidales. Sinus-sinus ini dilapisi oleh mucoperiosteum dan berisi udara, berhubungan dengan cavum nasi melalui aperture yang relative kecil. Dalam proses pernapasan, oksigen merupakan zat kebutuhan utama. Oksigen untuk pernapasan diperoleh dari udara di lingkungan sekitar. Manusia bernapas secara tidak langsung. Artinya, udara untuk pernapasan tidak berdifusi secara langsung melalui permukaan kulit. Difusi udara untuk pernapasan pada manusia terjadi di bagian dalam tubuh, yaitu gelembung paru-paru (alveolus).Kata kunci : Pernapasan, cavum nasi, sinus paranasales, alveolus.

AbstractBreathing or respiration is the exchange of gases between living things (organisms) with its environment. In general, breathing can be defined as the process of inhaling oxygen from the air and give off carbon dioxide and water vapor. Will air through the nasal cavity. Paranasales sinuses are cavities contained in the maxillary os, os frontale, sphenoidale os and os ethmoidales. The sinuses are covered with mucoperiosteum and filled with air, associated with rice cavity through a relatively small aperture. In the process of respiration, oxygen is the main requirement substance. Oxygen for breathing air obtained from the surrounding environment. Humans breathe indirectly. That is, not breathing air to diffuse directly through the skin surface. Diffusion of air for breathing in humans occurs on the inside of the body, ie bubble lungs (alveoli). Keywords: Breathing, rice cavity, sinuses paranasales, alveoli.

PendahuluanSetiap makhluk hidup termasuk manusia perlu bernapas untuk kelanjutan hidupnya. Dengan bernapas, manusia memperoleh oksigen yang berguna bagi tubunya dan membuang karbondioksida yang dihasilkan dari metabolisme tubuhnya. Oksigen memegang peranan penting dalam semua proses tubuh secara fungsional. Bila ada gangguan pada salah satu organ sistem respirasi, maka kebutuhan oksigen akan mengalami gangguan. Banyak kondisi yang menyebabkan seseorang mengalami gangguan dalam pemenuhan kebutuhan oksigen, seperti adanya sumbatan pada saluran pernapasan, gangguan mekanisme pernapasan dan kelainan struktur tulang belakang. Pada kondisi ini, individu merasakan pentingnya oksigen.

PembahasanHidungHidung terdiri atas nasus externus ( hidung luar ) dan cavum nasi.1Nasus Externus Nasus externus mempunyai ujung bebas, yang dilekatkan ke dahi melalui radix nasi atau jembatan hidung. Lubang luar hidung adalah kedua nares atau lubang hidung. Setiap naris dibatasi dilateral oleh ala nasi dan di medial septum nasi. Rangka nasus externus dibentuk di atas oleh os nasals, processus frontalis ossis maxillaries, dan pars nasalis ossis frontalis. Dibawah, rangka ini dibentuk oleh lempeng-lempeng tulang rawan, yaitu cartilage nasi superior dan inferior, dan cartilage septi nasi. Otot-otot nasus externus terdiri dari ; otot sphincter adalah m. compressor naris dan otot dilator adalah m. dilator naris. Fungsinya untuk menekan cartilage nasi dan memperlebar aperture nasi.1,4

Gambar 1. Nasus Externus.5Cavum NasiCavum nasi terletak dari nares didepan sampai choanae di belakang. Rongga ini dibagi oleh septum nasi atas belahan kiri dan kanan. Setiap belahan mempunyai dasar, atap, dinding lateral dan dinding medial. Dasar dibentuk oleh procesus palatinus maxillae dan lamina horizontal ossis palatine, yaitu permukaan atas palatum durum. Bagian atap sempit dan dibentuk dari belakang ke depan oleh corpus ossis sphenoidalis, lamina cribosa ossis ethmoidalis, os frontales, os nasals, dan cartilagines nasi. Dinding lateral ditandai dengan tiga tonjolan disebut concha nasalis superior, media, dan inferior. Dan area di bawah setiap concha disebut meatus.1Recessus sphenoethoidalis adalah daerah kecil yang terletak di atas concha nasalis superior dan didepan corpus ossis sphenoidalis. Didaerah ini terdapat muara sinus sphenoidalis. Meatus nasi superior terletak dibawah dan lateral concha nasalis superior. Disini terdapat muara sinus ethmoidalis posterior. Meatus nasi media terletak dibawah dan lateral concha media. Pada dinding lateralnya terdapat prominentia bulat, bulla ethmoidalis, yang disebabkan penonjolan sinus ethmoidales medii yang terletak dibawahnya. Sinus ini bermuara pada pinggir atas meatus. Sebuah celah melengkung disebut hiatus semilunaris, terletak tepat dibawah bulla. Ujung anterior hiatus masuk kedalam saluran berbentuk corong disebut infundibulum. Sinus maxilaris bermuara pada meatus nasi media melalui hiatus semilunaris. Sinus frontalis bermuara dan dilanjutkan oleh infundibulum. Sinus ethmoidalis anterior juga bermuara pada infundibulum.1,2Meatus nasi media dilanjutkan kedepan oleh sebuah lekukan disebut atrium. Atrium ini dibatasi diatas sebuah rigi, disebut agger nasi. Di bawah dan di depan atrium, dan sedikit di dalam naris, terdapat vestibulum. Vestibulum ini dilapisi oleh kulit yang telah bermodifikasi dan mempunyai rambut-rambut melengkung dan pendek, atau vibrissae. Meatus nasi inferior terletak dibawah dan lateral concha inferior dan padanya terdapat muara ductus nasolacrimalis. Sebuah lipatan membrane mucosa membentuk katup yang tidak sempurna, yang melindungi muara ductus.3Dinding medial atau septum nasi adalah sekat osteocartilago yang ditutupi membrane mucosa. Bagian atas dibentuk oleh lamina perpendicularis ossis ethmoidalis dan bagian posteriornya dibentuk os vomer. Bagian anterior dibentuk oleh cartilage septi. Septum ini jarang sekali terletak pada bidang median. Membrane mucosa melapisi cavum nasi, kecuali vestibulum, yang dilapisi oleh kulit yang telah mengalami modifikasi. Terdapat dua jenis membrane mucosa, yaitu mucosa olfaktorius dan respiratorius.3Membrane mucosa olfaktorius melapisi permukaan atas concha nasalis superior dan recessus sphenoethmoidales; juga melapisi daerah septum nasi yang berdekatan dan atap. Fungsinya adalah menerima rangsangan penghidu dan untuk fungsi ini mucosa memiliki sel-sel penghidu khusus. Akson sel-sel ini ( serabut n. olfaktorius ) berjalan melalui lubang-lubang pada lamina cribosa ossis ethmoidales dan berakhir pada bulbus olfaktorius. Permukaan membrane mucosa tetap basah oleh secret kelenjar serosa yang berjumlah banyak.1,3Membrane mucosa respiratorius melapisi bagian bawah cavum nasi. Fungsinya adalah menghangatkan, melembabkan, dan membersihkan udara inspirasi. Proses menghangatkan terjadi oleh adanya plexus venosus didalam jaringan submucosa. Proses melembabkan berasal dari banyaknya mucus yang diproduksi oleh kelenjar-kelenjar dan sel-sel goblet. Partikel debu yang terinspirasi akan menempel pada permukaan mucosa yang basah dan lengket. Mucus yang tercemar ini terus menerus didorong ke belakang oleh kerja cilia dari sel-sel silindris bercilia yang meliputi permukaan. Sesampainya di pharynx mucus ini ditelan.3,4

Gambar 2. Cavum Nasi Lateral View.5

Struktur Mikroskopik Sistem Pernafasan Epitel respiratorik Bagian besar bagian konduksi di lapisi epitel bertingkat silindir bersilia yang dikenal sebagai epitel respiratorik. Epitel ini sedikitnya memiliki lima jenis sel, yang ke semuanya menyentuh membrane basal yang tebal:6a. Sel silindir bersilia adalah sel yang terbanyak. Setiap sel memiliki lebih kurang 300 silia pada permukaan apikalnya.b. Sel goblet mukosa juga banyak dijumpai di sejumlah area epitel respiratorik, yang berisi bagian apikalnya dengan granula glikoprotein musin. c. Sel sikat ( brush cell) adalah tipe sel silindir yang lebih jarang tersebut dan lebih sulit ditemukan dengan permukaan nm. Seperti sel sikat, sel-sel ini membentuk sekitar 3% total sel dan merupakan bagian sistem neuroendokrin.d. Sel basal, yaitu sel bulat kecil pada membrane basal tetapi tidak meluas sampai permukaan lumen epite, merupakan sel punca yang membentuk jenis sel lain. Rongga HidungRongga hidung kiri dan kanan terdiri atas dua struktur vestibulum di luar dan rongga hidung (atau fossa nasalis) di dalam. Vestibulum adalah bagian paling anterior dan paling lebar di setiap rongga hidung. Kulit hidung memasuki neres (cuping hidung) yang berlanjut ke dalam vestibulum dan memiliki kelenjar keringat, kelenjar subasea, dan vibrissa (bulu hidung) yang menyaring partikel-partikel besar dari udara inspirasi.di dalam vestibulum, epitelnya tidak berlapis tanduk lagi dan beralih menjadi epitel respiratorik sebelum memasuki fossa nasalis. Rongga hidung ada didalam tengkorak berupa dua bilik karvenosa yang dipisahkan oleh septum nasi oseosa. Dari setiap dinding lateral, terdapat tiga tonjolan tulang yang di sebut conchae. Concha media dan conchae inferior dilapisi oleh epitel respiratorik, conchae superior ditutupi oleh epitel penghidu khusus. Celah-celah sempit di antara conchae memudahkan luar area epitel respiratorik yang hangat dan lembab dan dengan melambatkan serta menambah tuberensi aliran udara. Hasilnya adalah bertambahnya kontak antara aliran udara dan lapisan mukosa. Di dalam lamina propria concha terdapat pleksus vena besar yang dikenal dengan badan pengembang (swell bodies). Setiap 20-30 menit, badan pengembang pada satu sisi akan penuh terisi darah sehingga mukosa concha membengkak dan mengurangi aliran udara. Selama masa tersebut, sebagian besar uadara diarahkan melalui fossa nasalis lain sehingga epitel respiratorik dapat pulih dari dehidrasi.6 FaringFaring dimulai dari koana dan berlanjutsampai pada batas laring. Bagian faring terbagi menjadi nasofaring, orofaring dan laryngofaring. Nasofaring adalah bagian pertama dari faring, yang berlanjut sebagai orofaring kearah kaudal, yaitu bagian posterior rongga mulut. Nasofaring dilapisi oleh epitel respiratorik yaitu epitel bertingkat torak bersillia bersel goblet, dan memiliki tonsila pharyngealis dimedia dan muara bilateral tuba auditorius untuk setiap telinga tengah. Orofaring selanjutnya orofaring dilapisi oleh epitel berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk dan pada orofaring terdapat tonsila palatine. Pada laryngofaring dilapisi epitel yang bervariasi, sebagian besar epitel berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk.6 LaringLaring adalah saluran kaku yang pendek (4cmx4cm) untuk aliran uadara antara faring dengan trakea. Dindingnya memiliki otot rangka dan bagian kartilago, yang membuat laring di khususkan untuk produksi pernafasan. Micrograf berdaya rendah mem[perlihatkan vestibulum laring di atas, yang dikelilingi oleh kelenjar seromukosa dan jaringan areolar dengan MALT, sering dengan nodul limfoid dan sebagian besar dilapisi oleh epitel respiratorik, dengan region di dekat epiglotis yang memiliki epitel skuamosa berlapis. Dibawah setiap plica vestibularis terdapat celah sempit atau ventrikel, dan di bawahnya terdapat pasangan plica lateral lainnya, yaitu plica vocalis atau plica suara. .plica vocalis dilapisi oleh epitel skuamosa berlapis dan menonjol lebih kedalam lumen, yang membatasi tepi lubang laring sendiri. Setiap pita suara memiliki otot rangka m. vocalis yang besar dan di dekat permukaan, suatu ligament kecil, yang terpotong transversal sehingga sulit dilihat. Bagian tegangan ligament tersebut di atas lipatan ini membelah resonansi suara dan membantu fonasi.6

Trakea Dinding trakea dilapisi oleh epitel respiratorik khas yang terletak dibawah jaringan ikat dan kelenjar seromukosa pada lamina propia. Submukosa memiliki cincin kartilago hialin berbentuk huruf C yang dilapisi oleh perikondrium. Caira mukosa encer yang dihasilkan sel goblet dan kelenjar mendorong partikel asing secara kontinu keluar dari sistem pernafasan di escalator mukosilliar. Pintu masuk pada cincin kartilago berada pada permukaan posterior, yang berhadapan dengan esophagus, dan memiliki otot polos dan jaringan elastis. Hal ini memungkinkan distensi lumen trakea ketika sebagian makanan melawati esofagus. M. trachealis di pintu masuk kartilago C juga berkontraksi selama refleks bentuk untuk menyempitkan lumen trakea dan menghasilkan dorongan udara dengan kuat dan mengeluarkan dari saluran nafas.6 Percabangan bronkus dan paru-paruTrakea terbagi menjadi dua yaitu bronkus primer yang memasuki paru di hilus berserta arteri, vena, dan pembuluh limfe. Setelah memasuki paru, bronkus primer menyusur kebawah dank e luar dan membentuk tiga bronkus sekunder (lobaris) dalam paru kanan dan dua buah di paru kiri, dan masing-masing memasuk sebuah lobus paru. Bronkus lobaris ini terus bercabang dan membentuk bronkus tersier. Bronkus tersier membentuk bronkus yang semakin kecil dengan cabang terminal yang disebut bronkiolus. Setiap bronkiolus memasuki sebuah lobus paru tempat bronkiolus tersebut bercabang menjadi lima hingga tujuh bronkiolus terminalis.6a. BronkusMukosa bronkus secara strukturalmirip dengan mukosa trakea, dengan lamina propria yang mengandungkelenjar serosa , serat elastin, limfosit dan sel otot polos.Tulang rawanpada bronkus lebih tidak teratur dibandingkan pada trakea; pada bagian bronkus yang lebih besar, cincin tulang rawan mengelilingi seluruh lumen, dan sejalan dengan mengecilnya garis tengah bronkus, cincin tulang rawan digantikan olehpulau-pulau tulang rawan hialin.6

Gambar 3. Epitel bronkus8b. BronkiolusBronkiolustidak memiliki tulang rawan dan kelenjar pada mukosanya. Lamina propria mengandungotot polos dan serat elastin. Pada segmen awal hanya terdapat sebaran sel goblet dalam epitel. Pada bronkiolus yang lebih besar, epitelnya adalahepitel bertingkat silindris bersilia, yang makin memendek dan makin sederhana sampai menjadiepitel selapis silindris bersiliaatauselapis kuboid pada bronkiolus terminalisyang lebih kecil. Terdapat sel Clara pada epitel bronkiolus terminalis, yaitu sel tidak bersilia yang memiliki granul sekretori dan mensekresikan protein yang bersifat protektif. Terdapat juga badan neuroepitel yang kemungkinan berfungsi sebagai kemoreseptor.7

Gambar 4. Epitel bronkiolus terminalis, tidak ditemukan adanya tulang rawan dan kelenjar campur pada lamina propria6

c. Bronkiolus respiratoriusMukosa bronkiolus respiratorius secara strukturalidentik mirip dengan mukosa bronkiolus terminalis, kecuali dindingnya yang diselingi denganbanyak alveolus. Bagian bronkiolus respiratorius dilapisi oleh epitel kubis bersilia tanpa sel goblet dan sel Clara, tetapi pada tepi muara alveolus, epitel bronkiolus menyatu dengan sel alveolus tipe 1. Semakin ke distalalveolusnya semakin bertambah banyak dan silia semakin jarang/tidak dijumpai. Terdapatotot polos dan jaringan ikat elastisdi bawah epitel bronkiolus respiratorius.6,7

Gambar 5. Bronkiolus respitatorius3

Persarafan Cavum NasiN. olfactorius berasal dari sel-sel olfactorius khusus yang terdapat pada membrane mucosa yang telah dibicarakan sebelumnya. Saraf ini naik ke atas melalui lamina cribosa dan mencapai bulbus olfactorius. Saraf-saraf sensasi umum berasal dari divisi ophthalmica dan maxillaris n. trigeminus. Persarafan bagian anterior cavum nasi berasal dari n. ethmoidalis anterior. Persarafan bagian posterior cavum nasi berasal dari ramus nasalis, ramus nasopalatinus, dan ramus palatinus ganglion pterygopalatinum.4

Perdarahan Cavum NasiSuplai arteri untuk cavum nasi terutama berasal dari cabang-cabang a. maxillaris. Cabang yang terpenting adalah a. sphenopalatina. A. sphenopalatina beranastomosis dengan cabang dari a. facialis didaerah vestibulum. Daerah ini sering terjadi perdarahan (epitaxis). Vena-vena membentuk plexus yang luas di dalam submucosa. Plexus ini dialirkan oleh vena-vena yang menyerupai arteri.4

Gambar 3. Perdarahan Cavum Nasi.5Aliran Limfe Cavum NasiPembuluh limfe mengalirkan limfe dari vestibulum ke nodi submandibulares. Bagian lain dari cavum nasi mengalirkan limfenya ke nodi cervicales profundi superior.3Sinus ParanasalesSinus paranasales adalah rongga-rongga yang terdapat di dalam os maxilla, os frontale, os sphenoidale, dan os ethmoidales. Sinus-sinus ini dilapisi oleh mucoperiosteum dan berisi udara, berhubungan dengan cavum nasi melalui aperture yang relative kecil. Sinus maxillaris dan sphenoidales pada waktu lahir terdapat dalam bentuk yang rudimenter, setelah usia delapan tahun menjadi cukup besar, dan pada masa remaja telah terbentuk sempurna.3Sekret yang dihasilkan oleh kelenjar-kelenjar di dalam membrane mukosa didorong kedalam hidung oleh gerakan silia sel-sel silindris. Aliran dari secret juga dibantu oleh tenaga menyedot yang terjadi pada waktu membuang ingus. Sinus berfungsi sebagai resonator suara; sinus juga mengurangi berat tengkorak. Bila muara sinus tersumbat atau sinus terisi cairan, kualitas suara jelas berubah.1,3Sinus maxillaris terletak di dalam corpus maxillaris. Sinus ini berbentuk pyramid dengan basis membentuk dinding lateral hidung dan apex dibentuk dalam processus zygomaticus maxillae. Atap di bentuk dasar orbita, sedangkan dasar dibentuk oleh processus alveolaris. Akar premolar pertama dan kedua serta molar ketiga, dan kadang-kadang akar caninus menonjol ke dalam sinus. Ekstraksi sebuah gigi dapat mengakibatkan fistula, atau infeksi gigi dapat menyebabkan sinusitis.3Sinus maxillaris bermuara ke dalam meatus nasi medius melalui hiatus semilunaris. Karena sinus ethmoidalis anterior dan sinus frontalis bermuara ke dalam infundibulum, kemudian ke hiatus semilunaris, kemungkinan penyebaran infeksi dari sinus-sinus ini ke sinus maxillaris adalah besar. Membrana mucosa sinus maxillaris dipersarafi oleh n. alveolaris superior dan n. infraorbitalis. Sinus maxillaris tempat drainase nya di meatus nasi medius lewat hiatus semilunaris.3Sinus frontalis ada dua buah, terdapat di dalam os frontales, dan dipisahkan satu dengan yang lain oleh septum tulang, yang sering menyimpang dari bidang median. Setiap sinus berbentuk segitiga, meluas keatas, di atas ujung medial alis mata dan ke belakang ke bagian medial atap orbita.3Masing-masing sinus frontalis bermuara ke dalam meatus nasi medius melalui infundibulum. Membrane mucosa dipersarafi oleh n. supraorbitalis. Sinus frontalis tempat drainasenya di meatus nasi media lewat infundibulum.3,4Sinus sphenoidalis, ada dua buah, terletak didalam corpus ossis sphenoidalis. Setiap sinus bermuara ke dalam recessus sphenoethmoidalis diatas concha nasalis superior. Membrane mucosa di persarafi oleh n. ethmoidalis posterior. Sinus sphenoidales tempat drainasenya di recessus sphenoethmoidalis.4Sinus ethmoidalis terdapat didalam os ethmoidalis, di antara hidung dan orbita. Sinus ini terpisah dari orbita oleh selapis tipis tulang, sehingga infeksi dengan mudah menjalar dari sinus ke dalam orbita. Sinus ini terbagi menjadi tiga kelompok : anterior, media, posterior. Kelompok anterior bermuara ke dalam infundibulum ; kelompok media bermuara kedalam meatus nasi medius, pada atau di atas bulla ethmoidalis; dan kelompok posterior bermuara meatus nasi superior. Membrane mucosa dipersarafi oleh n. ethmoidalis anterior dan posterior. sinus ethmoidales tempat drainasenya terdiri dari ; kelompok anterior terdapat di infundibulum dan kedalam meatus nasi media , kelompok media terdapat di meatus nasi media pada atau diatas bulla ethmoidales, kelompok posterior terdapat di meatus nasi superior.3,4

Gambar 6. Sinus Paranasalis.5Mekanisme Pernapasan (Respirasi)Pernapasan (respirasi) merupakan peristiwa menghirup udara dari luar yang mengandung oksigen ke dalam tubuh (inspirasi) serta mengeluarkan udara yang mengandung karbondioksida sisa oksidasi ke luar tubuh (ekspirasi). Proses respirasi terjadi karena adanya perbedaan tekanan antara rongga pleura dan paru. Proses pernapasan tersebut terdiri atas tiga bagian, yaitu ventilasi, difusi gas, dan transportasi gas.9

Ventilasi Paru-ParuVentilasi paru-paru merupakan peristiwa masuk dan keluarnya udara pernapasan antara atmosfer dan paru-paru yang melibatkan organ tubuh yang sangat penting dalam pernapasan. Organ tersebut adalah hidung, faring, laring, trakhea, bronkhus, bronkiolus, alveolus, dan paru.Udara yang masuk dari atmosfer ke dalam rongga hidung mengalami tiga proses penting yaitu menyaring (filtrasi), menghangatkan (heating), dan melembapkan (humidifikasi). Pada proses filtrasi partikel-partikel yang ada dalam udara pernapasan akan disaring oleh silia khususnya partikel-partikel yang berdiameter > 2 mm. Proses heating terhadap udara pernapasan dilakukan oleh pembuluh darah yang ada di lapisan mukosa hidung. Humidifikasi udara pernapasan dilakukan oleh mukosa hidung terhadap udara yang kering dengan tujuan agar tidak mengiritasi saluran pernapasan. Setelah melewati cavum nasal (rongga hidung) kemudian udara menuju ke faring.Efektivitas mekanisme ventilasi paru-paru dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain :a. Konsentrasi oksigen atmosferKonsentrasi oksigen atmosfer di dataran tinggi lebih rendah dibandingkan dengan konsentrasi oksigen di bawah permukaan laut. Kurangnya konsentrasi oksigen di dalam tubuh seseorang akan memunculkan tanda-tanda hipoksia.b. Kondisi jalan napasUdara pernapasan keluar masuk tubuh melalui organ-organ respirasi yang merupakan jalan napas. Kondisi jalan napas ini sangat menentukan terhadap efektivitas ventilasi. Penyebab ketidakpatenan jalan napas antara lain disebabkan oleh obstruksi mekanik seperti benda asing pada trakheobronkhial, mukus yang tertahan, lidah yang menutupi jalan napas, dan reaksi alergi yang menyebabkan bronkospasme seperti pada asma.c. Kemampuan compliance dan recoil paru-paruKemampuan paru-paru mengembang disebut compliance. Kembalinya paru-paru ke posisi semula setelah compliance disebut recoil. Kemampuan compliance dan recoil ini sangat berpengaruh dalam menentukan efektif tidaknya proses ventilasi. Kemampuan ini bisa tidak sempurna disebabkan antara lain oleh kerusakan jaringan paru seperti edema, tumor, parase/paralise, serta kifosis.d. Pengaturan pernapasanBanyak sedikitnya oksigen yang masuk dan karbondioksida yang keluar dari paru-paru dalam proses ventilasi dipengaruhi pula oleh irama, kedalaman, dan frekuensi pernapasan. Irama pernapasan yang teratur menyebabkan terjadinya keseimbangan antara jumlah oksigen yang dihirup dengan karbondioksida yang dikeluarkan dari paru-paru. Namun bila sebaliknya, misalnya pada orang yang lari ketakutan, irama napasnya menjadi tidak teratur sehingga mengakibatkan oksigen yang dihirup sedikit. Kedalaman pernapasan juga mempengaruhi terhadap ventilasi paru-paru. Kedalaman pernapasan ini mengindikasikan kemampuan inspirasi paru-paru. Frekuensi pernapasan merupakan jumlah compliance dan recoil paru-paru dalam satu menit. Pada seseorang yang frekuensi pernapasannya di bawah frekuensi normal, maka oksigen yang dihirup juga akan sedikit sehingga tubuh kekurangan oksigen.

Melalui proses ventilasi tersebut dapat diketahui bagaimana volume dan kapasitas paru-paru dalam menerima maupun mengeluarkan udara pernapasan. Alat yang digunakan untuk mengukur kemampuan tersebut adalah spirometer. Spirometer akan menghasilkan gambaran volume dan kapasitas paru-paru.a. Volume paru-paru1) Volume tidal (tidal volume TV), yaitu volume udara yang diinspirasi atau ekspirasi setiap kali bernapas normal. Jumlahnya + 500 ml.2) Volume cadangan inspirasi (inspiratory reserve volume IRV), yaitu volume udara ekstra yang dapat diinspirasi di atas volume tidal. Jumlahnya + 3.000 ml.3) Volume cadangan ekspirasi (expiratory reserve volume ERV), yaitu volume udara ekstra yang masih dapat dikeluarkan dengan ekspirasi kuat setelah akhir suatu ekspirasi yang normal. Jumlahnya + 1.100 ml.4) Volume sisa (residual volume RV), yaitu volume udara yang masih tetap dalam paru-paru setelah ekspirasi maksimal. Jumlahnya + 1.200 ml.b. Kapasitas paru-paru1) Kapasitas inspirasi = TV + IRV, yaitu jumlah udara yang dapat diinspirasi setelah akhir ekspirasi biasa. Jumlahnya + 3.500 ml.2) Kapasitas residu fungsional = ERV + RV, yaitu jumlah udara yang tersisa dalam paru-paru pada akhir ekspirasi normal. Jumlahnya + 2.300 ml.3) Kapasitas vital = IRV + TV + ERV, yaitu volume udara maksimum yang dapat dikeluarkan dengan ekspirasi maksimal setelah suatu inspirasi maksimal. Jumlahnya + 4.000 ml.4) Kapasitas paru-paru total, yaitu volume udara total di dalam paru-paru setelah inspirasi maksimal. Jumlahnya + 6.000 ml.

Ruang RugiTidak semua udara yang dihirup sampai ke tempat pertukaran gas di alveolus.Sebagian tetap berada di saluran napas penghantar, di mana tidak terjadi pertukaran gas.Volume saluran napas penghantar pada orang dewasa rerata adalah 150 ml. volume ini dianggap sebagai ruang rugi anatomic, karena udara di dalam saluran penghantar ini tidak berguna untuk pertukaran.Ruang rugi anatomic sangat mempengaruhi efisiensi ventilasi paru. Pada efeknya meskipun 500 ml udara masuk dan keluar setiap kali bernapas namun hanya 350 ml yang benar-benar dipertukarkan antara atmosfer dan alveolus karena 150 ml menempati ruang rugi anatomic.1Pemadanan antara udara dan darah tidak selalau sempurna, karena tidak semua alveolus mendapat ventilasi udara dan aliran darah yang sama. Setiap alveolus yang mendapat ventilasi namun tidak ikut serta dalam pertukaran gas dianggap sebagai ruang rugi alveolus.Pada orang sehat, ruang rugi alveolus cukup kecil dan tidak bermakna, namun ruang ini dapat bertambah bahkan hingga ke tingkat mematikan pada beberapa jenis penyakit paru.1

Difusi GasUntuk memenuhi kebutuhan oksigen di jaringan, proses difusi gas pada saat respirasi haruslah optimal. Difusi gas merupakan bergeraknya gas oksigen dan karbondioksida atau partikel lain dari area yang bertekanan tinggi ke arah yang bertekanan rendah. Didalam aleoli, O2 melintasi membran alveoli-kapiler dari arah alveoli ke darah karena adanya perbedaan tekanan PO2 yang tinggi di alveoli (100 mmHg) dan tekanan pada kapiler yang lebih rendah (PO2 40 mmHg), CO2 berdifusi dengan arah berlawanan akibat perbedaan tekanan PCO2 darag 45 mmHg dan di alveoli 40 mmHg.9Proses difusi dipengaruhi oleh faktor ketebalan, luas permukaan, dan komposisi membran; koefisien difusi O2 dan CO2; serta perbedaan tekanan gas O2 dan CO2. Dalam difusi gas ini, organ pernapasan yang berperan penting adalah alveoli dan darah. Adanya perbedaan tekanan parsial dan difusi pada sistem kapiler dan cairan interstisial akan menyebabkan pergerakan O2 dan CO2 yang kemudian akan masuk pada zona respirasi untuk melakukan difusi respirasi.9

Transpor Oksigen dan KarbondioksidaApabila oksigen telah berdifusi dari alveolus ke dalam darah paru, maka oksigen di transpor dalam bentuk gabungan dengan hemoglobin (HbO2) ke kapiler jaringan, di mana oksigen dilepaskan untuk digunakan di sel. Dalam sel, oksigen bereaksi dengan berbagai bahan makanan (reaksi metabolisme) dan menghasilkan karbondioksida yang selanjutnya masuk ke dalam kapiler jaringan dan ditranspor kembali ke paru-paru, selanjutnya dibuang melalui napas. Dengan demikian, pengangkutan/transpor oksigen dilakukan oleh hemoglobin (Hb) di mana 1 gr Hb dapat mengangkut 1,4 ml oksigen. Hal ini terjadi karena hemoglobin mempunyai daya afinitas terhadap oksigen. Faktor yang mempengaruhi afinitas Hb dengan oksigen tersebut, antara lain :10a. pH darah, nilai pH darah menunjukkan tingkat keasaman darah dalam tubuh. Nilai normal pH darah adalah 7,35 7,45. Nilai pH darah ini berkaitan erat dengan keseimbangan asam basa dalam tubuh.b. Kadar CO2 darah, kadar karbondioksida dalam darah erat kaitannya dengan kesinambungan asam basa. Kondisi keseimbangan tersebut kemudian berhubungan dengan afinitas Hb terhadap oksigen.c. Kadar 2,3 difosfogliserat (2,3 DPG), kadar 2,3 DPG merupakan zat yang hanya ditemukan di dalam sel eritrosit. Kadar 2,3 DPG yang banyak dalam sel eritrosit menyebabkan afinitas Hb terhadap oksigen menurun. Kondisi ini dapat terjadi pada seseorang yang menderita anemia. Sebaliknya, apabila kadar 2,3 DPG menurun mengakibatkan afinitas Hb meningkat terhadap oksigen.d. Temperatur tubuh, peningkatan temperatur tubuh menyebabkan pelepasan oksigen karena peningkatan kebutuhan oksigen untuk proses metabolisme. Sebaliknya, penurunan temperatur tubuh (hipotermi) menyebabkan gangguan pelepasan oksigen dari Hb. Namun, terkompensasi dengan penurunan kebutuhan oksigen pada jaringan yang mengalami hipotermi serta peningkatan kelarutan oksigen plasma darah.

InspirasiInspirasi atau menarik napas merupakan proses aktif yang diselenggarakan kerja otot. Kontraksi diafragma meluaskan rongga dada dari atas sampai ke bawah, yaitu ventrikal. Penarikan iga-iga dan sternum, yang ditimbulkan kontraksi otot intrekostalis, meluaskan rongga dada ke kedua sisi dan dari belakang ke depan. Paru-paru yang bersifat elastis mengembang untuk mengisi ruang yang membesar itu dan udara ditarik masuk kedalam saluran udara. Otot interkostal eksterna diberi peran sebagai otot tambahan, hanya bila inspirasi menjadi gerak sadar.9Inspirasi terjadi bila tekanan intrapulmonal (intra-alveoli) lebih rendah dari tekanan udara luar. Pada inspirasi biasa tekanan ini berkisar antara -1 mmHg sampai dengan -3mmHg. Pada inspirasi dalam, tekanan intra alveoli mencapai -30 mmHg.9

Kontraksi otot diafragma dan interkostalis

Volume thoraks membesar

Tekanan intrapleura menurun

Paru mengembang

Tekanan intra alveoli menurun

Proses terjadinya inspirasi dimulai dari kontraksi dari otot diafragma sampai dengan masuknya udara ke dalam paru

EkspirasiPada ekspirasi, udara dipaksa keluar oleh pengenduran otot dan karena paru-paru kempis kembali yang disebabkan sifat elastis paru-paru itu. Gerak ini adalah proses pasif. Ketika pernafasan sangat kuat, gerakan dada bertambah. Otot leher dan bahu membantu menarik iga-iga dan sternum ke atas. Otot sebelah belakang dan abdomen juga dibawa bergerak, dan alae nasi (cuping hidung) dapat berkembang kempis.9Ekspirasi berlangsung bila tekanan intrapulmonal lebih tinggi dari pada tekanan udara luar, sehingga udara bergerak ke luar paru. Meningkatnya tekanan dalam rongga paru terjadi bila volume rongga paru mengecil akibat proses penguncupan yang disebabkan daya elastisitas jaringan paru. Penguncupan paru terjadi bila otot-otot inspirasi mulai berelaksasi. Pada proses ekspirasi biasa tekanan intra alveoli sekitar +1 cmHg sampai +3 cmHg.9

Otot inspirasi relaksasiVolume thoraks paru mengecilTekanan intrapleura meningkatVolume paru mengecilTekanan intrapleura meningkatUdara bergerak ke luar paruProses terjadinya ekspirasi, dimulai dari relaksasi dari otot diafragma hingga keluarnya udara dari paru.

Keseimbangan Asam-Basa TubuhPengaturan asam-basa tubuh merupakan salah satu mekanisme penting tubuh untuk mempertahankan tingkat keasaman (pH) cairan tubuh. Secara umum, keasaman cairan tubuh ditentukan berdasarkan pengaturan kadar H+ dalam tubuh sebab kadar H+ merupakan faktor utama yang mempengaruhi pH tubuh. Ada tiga faktor utama yang mengatur konsentrasi ion hidrogen dalam tubuh guna mencegah terjadinya asidosis atau alkalosis. Ketiga faktor tersebut antara lain sistem penyangga asam-basa (sistem buffer), pusat pernapasan, dan ginjal. Mekanisme tubuh dalam menjaga keseimbangan pH tubuh melalui tiga mekanisme di atas berlangsung secara berurutan. Saat terjadi gangguan keseimbangan asam-basa, sistem buffer langsung diaktifkan sebagai bentuk pertahanan tahap pertama. Apabila gangguan tidak dapat dikompensasi, selanjutnya tubuh mengaktifkan pertahanan tahap kedua melalui mekanisme pernapasan, dan terakhir melalui mekanisme ginjal.11Pada pengaturan respiratorik terhadap pH, melibatkan pengubahan ventilasi pulmonar untuk mengeluarkan CO2 dan untuk membatasi jumlah asam karbonat yang terbentuk. Pengaturan respiratorik memerlukan waktu satu sampai tiga menit untuk mulai bekerja dan fungsinya setelah bufer asam basa yaitu sebagai garis pertahanan kedua terhadap perubahan pH. Karbondioksida secara terus menerus ditambahkan dalam darah vena akibat metabolisme sel dan ditranspor ke paru-paru. Saat CO2 terurai dalam plasma, maka akan terbentuk asam karbonat yang kemudian akan terurai untuk membentuk ion hidrogen dan ion karbonat.11CO2 + H2O H2CO3 H+ + HCO3-Karbon dioksida dikeluarkan pada paru-paru sehingga reaksi bergerak ke kiri dan plasma tidak menjadi terlalu asam. Dalam kondisi normal, produksi karbon dioksida diimbangi dengan pengeluarannya seperti fungsi sistem pernapasan dalam pengaturan asam-basa. Jika aktivitas metabolik meningkat karena olahraga, akan terjadi peningkatan tekanan parsial karbon dioksida arteri (pCO2), peningkatan kadar asam karbonat plasma, penurunan pH plasma(asidosis). Pernapasan disesuaikan untuk mengeluarkan lebih banayk karbon dioksida. Molekul karbon dioksida berlebih dalam darah berdifusi ke dalam SSP untuk mencapai kemoreseptor sentral.CO2 berdifusi ke dalam neuron dan membentuk asam karbonat yang kemudian terurai untuk melepas ion hidrogen. Ion hidrogen menstimulasi kemoreseptor sentral dan mengakibatkan peningkatan frekuensi dan kedalaman ventilasi.Peningkatan frekuensi pengeluaran CO2 respiratorik mengurangi asam karbonat dan meningkatkan pH. Sebaliknya, jika pH plasma meningkat atau alkalosis, frekuensi respiratorik berkurang untuk mengurangi pengeluaran CO2. Kadar CO2 yang sedikit dalam plasma menyebabkan reaksi di atas bergerak ke kanan dan menurunkan pH.1,11Keseimbangan Asam-Basa, untuk fungsi optimal dari sel-sel,proses metabolik mempertahankan keseimbangan yang pas diantara asam dan basa. pH arteri adalah pengukuran tak langsung terhadap konsentrasi ion hidrogen, misalnya makin besar konsentrasi, makin asam larutan dan makin rendah pH. Makin rendah konsentrasi, makin basa larutan dan makin tinggi pH dan mencerminkan keseimbangan antara CO2 yang diatur oleh paru-paru, dan bikarbonat (HCO3), basa diatur oleh ginjal. CO2 terlarut dalam larutan untuk membentuk asam karbonat (H2CO3), yang merupakan kunci komponen asam dalam keseimbangan asam-basa.Karena H2CO3 sulit untuk diukur secara langsung dan CO2 serta H2CO3 dalam keseimbangan, maka komponen asam ditunjukkan sebagai CO2 daripada H2CO3.11Rasio asam-basa normal adalah 1:20, menunjukkan satu bagian CO2 (potensial H2CO3) terhadap 20 bagian HCO3-.Jika keseimbangan ini berubah, maka terjadi kekacauan pH. Jika terdapat ekstra asam atau kehilangan basa dan pH < 7,40 maka terjadi asidosis, bila terdapat ekstra basa atau terjadi kehilangan asam dan pH >7,40 maka terjadi alkalosis. Mekanisme ini sangat sensitif terhadap perubahan pH yang sangat kecil dan tubuh biasanya mampu mempertahankan pH tanpa intervensi dari luar, bila tidak mampu pada kadar normal, sedikitnya dalam batasn yang dapat menopang kelangsungan hidup.11Sistem Buffer merespon hal tersebut .Buffer terdapat pada semua cairan tubuh dan bekerja dengan segera (dalam 1 detik) setelah terjadi pH abnormal.Buffer ini berkaitan dengan kelebihan asam atau basa untuk membentuk substansi yang tidak mempengaruhi pH.Namun demikian efeknya terbatas.1Bikarbonat, buffer yang paling penting. Buffer ini terdapat dalam jumlah yang paling besar dalam cairan tubuh. Dihasilkan oleh ginjal dan membantu dalam mengsekresi H+.11Fosfat, membantu dalam sekresi H+ dalam tubulus ginjal.Amonium, setelah kelebihan asam, amonia (NH3) dihasilkan oleh sel tubulus ginjal dan berikatan dengan H+ dalam tubulus ginjal untuk membentuk amonium NH4+. Proses ini memungkinkan sekresi H+ ginjal lebih besar.11Protein, terdapat dalam sel-sel, darah, plasma. Hemoglobin adalah buffer protein yang paling penting. Ion-ion hidrogen menimbulkan kerja langsung pada pusat pernapasan di otak. Asidemia meningkatkan ventilasi alveolar sampai 4-5 kali kadar normal, sedangkan alkalemia menurunkan ventilasi alveolar sampai 50%-75% dari tingkat normal. Respons terjadi dengan cepat dalam 1-2 menit, selama masa di mana paru-paru mengeluarkan atau menahan karbon dioksida dalam hubungan langsung pada pH arteri. Meskipun sistem pernapasan tidak dapat memperbaiki ketidakseimbanagn dengan sempurna, namun efektif 50%-75%.12Beberapa gangguan keseimbangan asam basa, yaitu :131. Asidosis respiratorik merupakan keadaan turunnya pH darah yang disebabkan oleh proses abnormal pada paru. Keadaan ini dapat digolongkan menjadi asidosis respiratorik akut atau asidosis respiratorik kronik. Jika kejadiannya baru berlangsung beberapa jam dan belum terjadi kompensasi oleh ginjal, keadaan ini disebut asidosis respiratorik akut. Karena belum terdapat hasil upaya kompensasi ginjal, perubahan konsentrasi ion H (pH) masih sesuai dengan perubahan tekanan parsial CO2 (PaCO2). Asidosis respiratorik kronik biasanya telah terjadi lebih dari 12 jam sampai 5 hari, dan upaya kompensasi oleh ginjal telah terjadi. Karena sudah terdapat kompensasi ginjal, pH aktual tidak sesuai dengan pH sebelum kompensasi. Setelah terjadi kompensasi, nilai pH tidak lagi besar. Jika pengeluaran CO2 dari paru ke atmosfer menurun, PaCO2 akan meningkat akan terjadi asidosis respiratorik akut atau kronik. Pada respiratorik akut, peningkatan konsentrasi HCO3- hanya sedikit, sedangkan pada yang kronik konsentrasi HCO3- meningkat lebih banyak.

2. Asidosis metabolik disebabkan karena adanya akumulasi asam selain asam karbonat. Penyebab asidosis metabolik, antara lain adalah pemberian asam yang berlebihan, produksi asam yang berlebihan (asidosis laktat ketika shock atau henti jantung), berkurangnya ekskresi asam oleh ginjal, dan hilangnya bikarbonat, baik melalui usus maupun ginjal. Asidosis metabolik ditandai oleh turunnya HCO3-. Penderita akan bernapas dengan cepat (hiperventilasi) agar CO2 dapat cepat dikeluarkan.3. Alkalosis respiratorik merupakan suatu kelainan klinis yang menyebabkan peningkatan keasaman darah (pH) karena hiperventilasi alveolar (hipokapnia). Hipokapnia terjadi karena eliminasi CO2 melebihi produksi CO2 pada jaringan. Penyebab alkalosis respiratorik meliputi pnemonia, penyakit paru interstisial, penyakit vaskular paru dan asma akut. Penyebab di luar paru meliputi gangguan cemas (alkalosis sendiri sering menyebabkan gangguan cemas), demam, keracunan salisilat, asidosis metabolik (sebagai kompensasi), radang otak atau tumor, gagal hati. Pada alkalosis respiratorik akut, PaCO2 berada di batas bawah nilai normal dan serum berada dalam keadaan alkalemia, sedangkan pada alkalosis respiratorik kronik, PaCO2 juga dibatas bawah nilai normal tetapi pH tidak terlalu jauh dari batas normal. Alkalosis respiratorik banyak terdapat pada pasien yang menderita penyakit yang berat dan sering ditemui pada pasien yang menggunakan ventilasi mekanik.4. Alkalosis metabolik, penyebab primer adalah konsentrasi serum HCO3- . Kejadian in diakibatkan oleh hilangnya ion H+. Sebagai upaya kompensasi, paru akan berusaha menciptakan keadaan hipoventilasi sehingga CO2 tertimbun dan PaCO2 naik, dengan demikian pH akan naik kembali. PaCO2 akan meningkat sebesar 0,5-0,7 mmHg setiap ada peningkatan konsentrasi HCO3- sebanyak 1 mEq/L. Peningkatan HCO3- lebih dari 35 mEq/L selalu disebabkan oleh alkalosis metabolik.

Kesimpulan Pernapasan merupakan system tubuh kita untuk mengambil udara yang penuh dengan oksigen yang nantinya oksigen tersebut akan digunakan untuk metabolisme tubuh. Hidung merupakan saluran pernapasan pertama yang dilalui udara sebelum masuk ke paru-paru. Hidung terdiri dari nasus externus dan cavum nasi. Didalam hidung terdapat rongga-rongga yang disebut dengan sinus paranasales yang berisi cairan-cairan.

Daftar Pustaka

1. Sherwood L. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. Edisi ke-6. Jakarta: EGC; 2012. h. 5172. Isnaeni W. Fisiologi hewan. Cetakan ke-5. Yogyakarta: Kanisius; 2006. h. 1913. Sloane E. Anatomi dan fisiologi untuk pemula. Cetakan ke-1. Jakarta: EGC; 2004. h. 266-75 4. Pearce EC. Anatomi dan fisiologi untuk paramedis. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama; 2009. h. 211-235. Gambar diunduh dari https://www.google.co.id/search?q=sinus+paranasalis&hl=id&tbm=isch&source=lnms&sa=X&ei=tAN3U77dJsO0uASZ84LoBA&ved=0CAgQ_AUoAQ&biw=1024&bih=466&dpr=1#facrc=_&imgdii=_&imgrc=SpOI0XTO1bpiNM%253A%3BlDYU06ZoYWRG6M%3Bhttp%253A%252F%252Fpracticalhospital.com%252Fwp-content%252Fuploads%252F2011%252F07%252Ftax_HN_5_lg.gif%3Bhttp%253A%252F%252Fwww.practicalhospital.com%252Ftumors-of-the-head-and-neck%252Fnasal-cavity-and-paranasal-sinuses%3B600%3B410 pada tanggal 17 Mei 2014, 18.016. Mescher AL. Histologi dasar junqueira.Teks dan atlas. Edisi ke12. Jakarta: EGC.2009.h. 293-7.7. Junqueira, Luis C,Carneiro J. Histologi dasar, teks dan atlas. Edisi ke-10. Jakarta: EGC. 2007.h.102-48. Gunardi S. Anantomi sistem pernafasan. Jakarta: Fakulatas Kedokteran Universitas Indonesia.2007.h. 1-78,9. Muttaqin A. Asuhan keperawatan klien dengan gangguan sistem pernafasan. Jakarta : Salemba Medika;2008.h.24-3110. Asmadi. teknik prosedural keperawatan : konsep dan aplikasi kebutuhan dasar klien. Jakarta : Salemba Medika;2008.h.14-2111. Tamsuri A. Klien gangguan keseimbangan cairan & elektrolit. Jakarta : EGC;2008.h.14.12. Horne M. Keseimbangan cairan, elektrolit, dan asam-basa. Edisi ke-2. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC;2004.h.134-5.13. Djojodibroto D. Respirologi. Jakarta : EGC;2009.h.41-4.