stroke hemoragik
DESCRIPTION
BAB I PENDAHULUANI.1. LATAR BELAKANG WHO mendefinisikan stroke sebagai manifestasi klinis dari gangguan fungsi otak, baik fokal maupun global (menyeluruh), yang berlangsung cepat, berlangsung lebih dari 24 jam atau sampai menyebabkan kematian, tanpa penyebab lain selain gangguan vaskuler. Secara garis besar, stroke dapat dibagi menjadi stroke iskemik dan stroke hemoragik. Di negara barat, dari seluruh penderita stroke yang terdata, 80% merupakan jenis stroke iskemik sementara sisanya merupakanTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. LATAR BELAKANG
WHO mendefinisikan stroke sebagai manifestasi klinis dari gangguan fungsi otak,
baik fokal maupun global (menyeluruh), yang berlangsung cepat, berlangsung lebih dari 24
jam atau sampai menyebabkan kematian, tanpa penyebab lain selain gangguan vaskuler.
Secara garis besar, stroke dapat dibagi menjadi stroke iskemik dan stroke hemoragik.
Di negara barat, dari seluruh penderita stroke yang terdata, 80% merupakan jenis stroke
iskemik sementara sisanya merupakan jenis stroke hemoragik. Stroke hemoragik dapat
disebabkan oleh perdarahan intraserebral dan perdarahan subarakhnoid.
Stroke merupakan penyakit yang paling sering menimbulkan kecacatan pada usia
dewasa dan merupakan penyebab kematian tersering kedua di dunia setelah penyakit jantung
iskemik. Diperkirakan 5,5 juta orang meninggal oleh karena stroke di seluruh dunia. Sekitar
80% pasien selamat dari fase akut stroke dan 50-70% diantaranya menderita kecacatan kronis
dengan derajat yang bervariasi.
Di negara-negara barat, stroke merupakan penyebab kematian tersering ketiga setelah
penyakit jantung dan kanker. Menurut American Heart Association, insidensi penyakit stroke
di Amerika Serikat mencapai 500.000 pertahun. Di negara-negara berkembang, jumlah
penderita stroke cukup tinggi dan mencapai dua pertiga dari total penderita stroke di seluruh
dunia. Negara berkembang juga menyumbang 85,5% dari total kematian akibat stroke di
seluruh dunia. Usia penderita stroke di negara berkembang rata-rata lebih muda 15 tahun
daripada usia penderita stroke di negara maju dan ada pendapat yang menyatakan bahwa
kondisi tersebut terkait dengan keadaan ekonomi negara. Di Indonesia prevalensi stroke
mencapai angka 8,3 per 1.000 penduduk. Daerah yang memiliki prevalensi stroke tertinggi
adalah Nanggroe Aceh Darussalam (16,6 per 1.000 penduduk) dan yang terendah adalah
Papua (3,8 per 1.000 penduduk). Dari 8,3 per 1.000 penderita stroke, 6 diantaranya telah
didignosis oleh tenaga kesehatan. Hal ini menujukkan sekitar 72,3% kasus stroke di
masyarakat telah terdiagnosis oleh tenaga kesehatan, namun angka kematian akibat stroke
tetap tinggi. Data menunjukkan bahwa stroke menempati urutan pertama sebagai penyebab
kematian utama semua umur di Indonesia. Stroke, bersama-sama dengan hipertensi, penyakit
jantung iskemik dan penyakit jantung lainnya, juga merupakan penyakit tidak menular utama
penyebab kematian di Indonesia.
1
I.2. TUJUAN
Manfaat penulisan laporan kasus ini ditujukan untuk mempelajari kasus stroke
hemoragik akibat perdarahan subarakhnoid yang berlandaskan teori guna memahami
bagaimana cara mengenali, mengobati, dan mencegah stroke hemoragik akibat perdarahan
subarakhnoid, termasuk penatalaksanaan saat akut dan pada tingkat kronis. Hal ini dapat
mengoptimalisasi kemampuan dan pelayanan dalam merawat pasien yang menderita stroke
hemoragik khususnya yang diakibatkan perdarahan subarakhnoid.
I.3. MANFAAT
Tujuan penulisan laporan ini adalah untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik senior
Departemen Neurologi Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik dan meningkatkan
pemahaman mahasiswa mengenai penyakit stroke hemoragik akibat perdarahan
subarakhnoid.
2
BAB II
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PRIBADI
Nama : Rusli
Jenis Kelamin : Laki - laki
Usia : 38 tahun
Suku Bangsa : Jawa
Agama : Islam
Alamat : Dusun II, Kec. Sei Balai, Kab. Batu Bara
Status : Belum Menikah
Pekerjaan : Petani
Tanggal Masuk : 9Maret 2011
ANAMNESA
Keluhan Utama : Penurunan kesadaran
Telaah : Penurunan kesadaran telah dialami pasien sejak 2 harisebelum masuk
rumah sakit. Penurunan kesadaran terjadi secara tiba-tiba saat pasien
beristirahat. Pasien juga mengalami nyeri kepala sejak 3 hari sebelum
masuk rumah sakit. Nyeri kepala dirasakan di seluruh bagian kepala.
Nyeri kepala berkurang dengan pemberian obat sakit kepala. Riwayat
muntah dijumpai sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Muntah
tidak didahului dengan mual. Riwayat kejang tidak dijumpai. Riwayat
demam sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Demam tidak terlalu
tinggi dan turung dengan obat penurun panas. Pasien tidak memiliki
riwayat hipertensi, diabetes, hiperkolesterolemia, dan kelainan jantung.
Pasien tidak merokok dan tidak mengkonsumsi alkohol.
Riwayat penyakit terdahulu :-
Riwayat penggunaan obat terdahulu : -
3
ANAMNESA TRAKTUS
Traktus sirkulatorius : (-)
Traktus respiratorius : (-)
Traktus digestivus : (-)
Traktus urogenitalis : (-)
Penyakit Terdahulu dan Kecelakaan : (-)
Intoksikasi dan Obat-obatan : (-)
ANAMNESA KELUARGA
Faktor herediter : (-)
Faktor familier : (-)
Lain-lain : (-)
ANAMNESA SOSIAL
Kelahiran dan Pertumbuhan : normal
Imunisasi : Tidak jelas
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Petani
Perkawinan dan Anak : Belum Menikah
PEMERIKSAAN JASMANI
PEMERIKSAAN UMUM
Tekanan darah : 120/70 mmHg
Nadi : 104 x/ menit
Frekuensi Nafas : 24 x/menit
Temperatur : 37,1 °C
Kulit dan Selaput Lendir : Normal
Kelenjar dan Getah Bening : Normal
Persendian : Normal
4
KEPALA DAN LEHER
Bentuk dan Posisi : Bulat, medial
Pergerakan : Normal
Kelainan Panca Indera : (-)
Rongga Mulut dan Gigi :Dalam batas normal
Kelenjar Parotis : Dalam batas normal
Desah : (-)
Dan lain-lain : (-)
RONGGA DADA DAN ABDOMEN
Rongga Dada Rongga Abdomen
Inspeksi
Perkusi
Palpasi
Auskultasi
: Simetris
:Sonor
:SF ka = ki
:Vesikuler
Normal
Timpani
Supel
Peristaltik (+) normal
GENITALIA
Toucher : Tidak dilakukan pemeriksaan
STATUS NEUROLOGI
SENSORIUM : Somnolen
KRANIUM
Bentuk : Bulat
Fontanella : Tertutup
Palpasi : Teraba pulsasi arteri temporalis dan arteri karotis
Perkusi : Dalam batas normal
Auskultasi : Tidak ada desah arteri
Transiluminasi : Tidak dilakukan pemeriksaan
5
PERANGSANGAN MENINGEAL
Kaku kuduk : (+)
Tanda Kernig : (+/+)
Laseque : (-/-)
Brudzinski I : (-)
Brudzinski II : (-)
PENINGKATAN TEKANAN INTRAKRANIAL
Muntah : (+)
Sakit Kepala : (+)
Kejang : (-)
SARAF OTAK/ NERVUS KRANIALIS
NERVUS I Meatus Nasi Dextra Meatus Nasi Sinistra
Normosmia :
Anosmia :
Parosmia :
Hiposmia :
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai
NERVUS II Okuli Dextra (OD) Okuli Sinistra (OS)
Visus : Sulit dinilai Sulit dinilai
Lapangan Pandang
- Normal :
- Menyempit :
- Hemianopsia :
- Scotoma :
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Refleks Ancaman : Sulit dinilai Sulit dinilai
Fundus Okuli
- Warna :
- Batas :
- Ekskavasio :
- Arteri :
- Vena :
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
6
NERVUS III, IV, VI Okuli Dextra (OD) Okuli Sinistra (OS)
Gerakan Bola Mata :
Nistagmus :
Pupil
- Lebar :
- Bentuk :
- Refleks Cahaya Langsung :
- Refleks Cahaya
TidakLangsung
:
- Rima Palpebra :
- Deviasi conjugate :
- Fenomena Doll’s Eyes:
- Strabismus :
Sulit dinilai
Sulit dinilai
3mm
bulat
(+)
(+)
7 mm
(-)
(+)
(-)
Sulit dinilai
Sulit dinilai
3mm
bulat
(+)
(+)
7 mm
(-)
(+)
(-)
NERVUS V Kanan Kiri
Motorik
- Membuka dan Menutup
Mulut :
- Palpasi Otot dan Masseter &
Temporalis :
- Kekuatan gigitan :
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sensorik
- Kulit :
- Selaput Lendir :
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Refleks Kornea
- Langsung :
- Tidak Langsung :
(+)
(+)
(+)
(+)
Refleks Masseter :
Refleks Bersin :
Dalam batas normal
Tidak dilakukan
Dalam batas normal
Tidak dilakukan
7
NERVUS VII
Kanan Kiri
Motorik
- Mimik :
- Kerut Kening :
- Menutup Mata :
- Meniup Sekuatnya :
- Memperlihatkan Gigi :
- Tertawa :
Sensorik
- Pengecapan 2/3 Depan
Lidah :
- Produksi Kelenjar Ludah :
- Hiperakusis :
- Refleks Stapedial :
Dalam batas normal
Sulit dinilai
(+)
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Dalam batas normal
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Dalam batas normal
Sulit dinilai
(+)
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Dalam batas normal
Sulit dinilai
Sulit dinilai
NERVUS VIII Kanan Kiri
Auditorius
- Pendengaran :
- Tes Rinne :
- Tes Weber :
- Tes Schwabach :
Vestibularis
- Nistagmus :
- Reaksi Kalori :
- Vertigo :
- Tinnitus :
Sulit dinilai
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Sulit dinilai
Tidak dilakukan
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Sulit dinilai
Tidak dilakukan
Sulit dinilai
Sulit dinilai
NERVUS IX, X
Pallatum Mole :
Uvul
a :
Disfagia :
Sulit dinilai
Medial
Sulit dinilai
Sulit dinilai
8
Disartria :
Disfoni
a :
Refleks Muntah :
Pengecapan 1/3 Belakang
Lidah:
Sulit dinilai
Gag Refleks (+)
Sulit dinilai
NERVUS XI Kanan Kiri
Mengangkat Bahu :
Fungsi Otot
Sternokleidomastoideus :
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai
NERVUS XII
Lidah
- Tremor :
- Atrofi :
- Fasikulasi :
Ujung Lidah Sewaktu Istirahat :
Ujung Lidah Sewaktu Dijulurkan:
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Medial
Sulit dinilai
SISTEM MOTORIK
Trofi : Eutrofi
Tonus Otot : Normal
Kekuatan Otot :Sulit dinilai, kesan lateralisasi (-)
Sikap (Duduk- Berdiri- Berbaring) : Sulit dinilai– sulit dinilai - normal
Gerakan Spontan Abnormal
Tremor : Sulit dinilai
Khorea : Sulit dinilai
Ballismus : Sulit dinilai
Mioklonus : Sulit dinilai
Atetosis : Sulit dinilai
Distonia : Sulit dinilai
Spasme : Sulit dinilai
Tic : Sulit dinilai
9
Dan lain-lain : Sulit dinilai
TES SENSIBILITAS
Eksteroseptif : Sulit dinilai
Proprioseptif : Sulit dinilai
Fungsi Kortikal Untuk Sensibilitas
Stereognosis : Sulit dinilai
Pengenalan 2 Titik : Sulit dinilai
Grafestesia : Sulit dinilai
REFLEKS
Refleks Fisiologis
- Biceps :
- Triceps :
- Radioperiost :
- APR :
- KPR :
- Strumple :
Kanan
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
Kiri
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
Refleks Patologis
- Babinski :
- Oppenheim :
- Chaddock :
- Gordon :
- Schaefer :
- Hoffman-Tromner :
- Klonus Lutut :
- Klonus Kaki :
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
Refleks Primitif : (-)
KOORDINASI
Lenggang : Sulit dinilai
Bicara : Sulit dinilai
Menulis : Sulit dinilai
Percobaan Apraksia : Sulit dinilai
Mimik : Dalam batas normal
10
Tes Telunjuk- Telunjuk : Sulit dinilai
Tes Telunjuk- Hidung : Sulit dinilai
Diadokhokinesia : Sulit dinilai
Tes Tumit- Lutut : Sulit dinilai
Tes Romberg : Sulit dinilai
VEGETATIF
Vasomotorik : Dalam batas normal
Sudomotorik : Dalam batas normal
Pilo-Erektor : Dalam batas normal
Miksi : Dalam batas normal
Defekasi : Dalam batas normal
Potensi dan Libido : Tidak dilakukan pemeriksaan
VERTEBRA
Bentuk
Normal : (+)
Skoliosis : (-)
Hiperlordosis : (-)
Pergerakan
Leher : Dalam batas normal
Pinggang : Dalam batas normal
TANDA PERANGSANGAN RADIKULER
Laseque : (-)
Cross Laseque : (-)
Tes Lhermitte : (-)
Tes Naffziger : (-)
GEJALA-GEJALA SEREBELLAR
Ataksia : Sulit dinilai
Disartria : Sulit dinilai
Tremor : Sulit dinilai
Nistagmus : Sulit dinilai
11
Fenomena Rebound : Sulit dinilai
Vertigo : Sulit dinilai
Dan Lain-lain : Sulit dinilai
GEJALA-GEJALA EKSTRAPIRAMIDAL
Tremor : Sulit dinilai
Rigiditas : Sulit dinilai
Bradikinesia : Sulit dinilai
Dan Lain-lain : Sulit dinilai
FUNGSI LUHUR
Kesadaran Kualitatif : Somnolen
Ingatan Baru : Sulit dinilai
Ingatan Lama : Sulit dinilai
Orientasi
Diri : Sulit dinilai
Tempat : Sulit dinilai
Waktu : Sulit dinilai
Situasi : Sulit dinilai
Intelegensia : Sulit dinilai
Daya Pertimbangan : Sulit dinilai
Reaksi Emosi : Sulit dinilai
Afasia
Ekspresif : Sulit dinilai
Represif : Sulit dinilai
Apraksia : Sulit dinilai
Agnosia
Agnosia Visual : Sulit dinilai
Agnosia Jari-jari : Sulit dinilai
Akalkulia : Sulit dinilai
Disorientasi Kanan-kiri : Sulit dinilai
2.2 KESIMPULAN PEMERIKSAAN
12
Penurunan kesadaran telah dialami pasien sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit.
Penurunan kesadaran terjadi secara tiba-tiba saat pasien beristirahat. Pasien juga
mengalami nyeri kepala sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Nyeri kepala dirasakan
di seluruh bagian kepala. Riwayat muntah dijumpai sejak 2 hari sebelum masuk rumah
sakit. Muntah tidak didahului dengan mual. Riwayat kejang tidak dijumpai. Riwayat
demam sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien tidak memiliki riwayat hipertensi,
diabetes, hiperkolesterolemia, dan kelainan jantung. Pasien tidak merokok dan tidak
mengkonsumsi alkohol.
Status Presens
Sensorium : Somnolen
Tekanan Darah : 120/70 mmHg
Nadi : 104x/i
Frekuensi Nafas : 24x/i
Temperatur : 37,10 C
Perangsangan Meningeal
Kaku Kuduk : (+)
Tanda Kernig : (+/+)
Tanda Laseque : (-)
Tanda Brudzinski I : (-)
Tanda Brudzinski II : (-)
Peningkatan Tekanan Intrakranial
Muntah : (+)
Sakit Kepala : (+)
Kejang : (-)
Saraf Kranialis
N I : Sulit dinilai
N II, III : refleks cahaya +/+, isokor diameter 3mm
N III, IV, VI : Doll’s Eye Phenomenon (+)
N V : Refleks kornea (+)
N VII : Sudut mulut simetris
N VIII : Pendengaran sulit dinilai
13
N IX, X : Gag refleks (+)
N XI : Sulit dinilai
N XII : Lidah istirahat medial
Refleks Fisiologis Kanan Kiri
Biceps/Triceps : (+) (+)
KPR/APR : (+) (+)
Refleks Patologis Kanan Kiri
H/T : (-) (-)
Babinski : (-) (-)
Kekuatan Motorik : Sulit dinilai, kesan lateralisasi (-)
DIAGNOSA
DIAGNOSA FUNGSIONAL :Somnolen
DIAGNOSA ETIOLOGIK :Rupturaneurisma
DIAGNOSA ANATOMIK :Subarachnoid
DIAGNOSA KERJA :Somnolen ec. stroke hemoragik ec.
DD: -perdarahan subarachnoid
-perdarahan intraserebral
Penatalaksanaan
- Tirah baring
- Elevasi kepala 300
- Diet Sonde Feuding
- IVFD R. Sol 30 gtt/i
- Nimodipin 4x60 mg
- Inj. Ranitidine 1amp/12 jam
- Inj. Citicholin 1amp/12 jam
- Paracetamol 3x500mg (K/P)
Rencana Pemeriksaan :
14
- Darah Lengkap
- LFT/RFT
- Kadar gula darah puasa dan 2 jam PP
- Elektrolit
- EKG
- Foto thorax
- CT Scan kepala
- Lumbal punksi
FOLLOW UP PASIEN
10 Maret 2011 11Maret 2011 12Maret 2011
Keluhan Utama Penurunan kesadaran Penurunan kesadaran Penurunan kesadaran
Status Presens Sens : Somnolen
TD: 120/70 mmHg
HR: 64x/ menit
RR: 15x/ menit
T: 36 ºC
Sens : Somnolen
TD : 120/80 mmHg
HR : 64x/menit
RR : 15x/menit
T : 36 ºC
Sens : Somnolen
TD: 110/60 mmHg
HR : 66x/menit
RR : 13x/menit
T : 35,7 ºC
Peningkatan
Tekanan
Intrakranial
Kejang :(-)
Muntah : (+)
Sakit Kepala : (+)
Kejang : (-)
Muntah : (-)
Sakit Kepala : (+)
Kejang : (-)
Muntah : (-)
Sakit Kepala : (+)
Perangsangan
meningeal
Kaku Kuduk : (+)
Kernig : (+/+)
Brudzinski I : (-)
Brudzinski II : (-)
Kaku Kuduk : (+)
Kernig : (+/+)
Brudzinski I : (-)
Brudzinski II : (-)
Kaku Kuduk : (+)
Kernig : (+/+)
Brudzinski I : (-)
Brudzinski II : (-)
Nervus Kranialis N I : Sulit dinilai
N II, III : refleks
cahaya +/+, pupil
isokor Ø 3mm
N III, IV, VI : doll’s
eye phenomena (+)
N V : refleks kornea
(+)
N VII : Sudut mulut
N I : Sulit dinilai
N II, III : refleks
cahaya +/+, pupil
isokor Ø 3mm
N III, IV, VI : doll’s
eye phenomena (+)
N V : refleks kornea
(+)
N VII : Sudut mulut
N I : Sulit dinilai
N II, III : refleks
cahaya +/+, pupil
isokor Ø 3mm
N III, IV, VI : doll’s
eye phenomena (+)
N V : refleks kornea
(+)
N VII : Sudut mulut
15
simetris
N VIII : Pendengaran
(+)
N IX, X : Refleks
muntah (+)
N XI : Sulit dinilai
N XII : lidah istirahat
medial
simetris
N VIII : Pendengaran
(+)
N IX, X : Refleks
muntah (+)
N XI : Sulit dinilai
N XII : lidah istirahat
medial
simetris
N VIII :
Pendengaran (+)
N IX, X : Refleks
muntah (+)
N XI : Sulit dinilai
N XII : lidah
istirahat medial
Refleks
Fisiologis
Kanan – kiri
Biceps/ triceps
+/+ +/+
APR/ KPR
+/+ +/+
Biceps/ triceps
+/+ +/+
APR/ KPR
+/+ +/+
Biceps/ triceps
+/+ +/+
APR/ KPR
+/+ +/+
Refleks
Patologis
Kanan – kiri
Babinski
-/-
H/T
-/-
Babinski
-/-
H/T
-/-
Babinski
-/-
H/T
-/-
Kekuatan
Motorik
Sulit dinilai, kesan
lateralisasi (-)
Sulit dinilai, kesan
lateralisasi (-)
Sulit dinilai, kesan
lateralisasi (-)
Diagnosa Somnolen ec. stroke
hemoragik ec.dd:
Perdarahan
subarachnoid
Perdarahan
intraserebral
Somnolen ec. stroke
hemoragik ec.dd:
Perdarahan
subarachnoid
Perdarahan
intraserebral
Somnolen ec. stroke
hemoragik ec.dd:
Perdarahan
subarachnoid
Perdarahan
intraserebral
Terapi Tirah baring
Elevasi kepala 300
Diet Sonde Feuding
IVFD R. Sol 30gtt/i
Nimodipin 4x60 mg
Inj. Ranitidine
1amp/12 jam
Inj. Citicholin
Tirah baring
Elevasi kepala 300
Diet Sonde Feuding
IVFD R. Sol 30gtt/i
Nimodipin 4x60 mg
Inj. Ranitidine
1amp/12 jam
Inj. Citicholin
Tirah baring
Elevasi kepala 300
Diet Sonde Feuding
IVFD R. Sol 30gtt/i
Nimodipin 4x60 mg
Inj. Ranitidine
1amp/12 jam
Inj. Citicholin
16
1amp/12 jam
Paracetamol 3x500mg
(K/P)
1amp/12 jam
Paracetamol 3x500mg
(K/P)
1amp/12 jam
Paracetamol
3x500mg (K/P)
Hasil lab tanggal 9 Maret 2011
Darah lengkap Hasil Rujukan
Hemoglobin (Hb) 10,0 g % 11,3 – 14,1 g%
Eritrosit (RBC) 3,61 x 106/mm3 4.40 – 4.48 x 106/mm3
Leukosit (WBC) 6,57 x 103/mm3 4,5 – 13,5 x 103/mm3
Hematokrit 31,20 % 37 – 41 %
Trombosit (PLT) 196 x 103/mm3 150 – 450 x 103/mm3
MCV 86,40 fl 81 – 95 fl
MCH 27,80 pg 25 – 29 pg
MCHC 32,20 g % 29 – 31 g%
RDW 11,60 % 11,6 – 14,8 %
Hitung leukosit
Neutrofil 75,50 % 37 – 80 %
Limfosit 12,90 % 20 – 40 %
Monosit 9,97 % 2 – 8
Eosinofil 0,97 % 1 – 6
Basofil 0,822 % 0 – 1
Hasil Analisa Cairan Otak (Lumbal Punksi) tanggal 11 Maret 2011
Analisa cairan otak Hasil Rujukan
Warna Merah Jernih
LDH 291 U/L <200
Protein 40,00 mg/dL <45
Jumlah sel 17,00 mm2 <3
Glukosa 67,0 mg/dL 40-76
pH 8,0 7-8
PMN sel 10
MN sel 90
Hasil EKG tanggal 10 Maret 2011
17
Kesan pemeriksaan EKG menunjukkan Sinus Rhythm + Iskemik anteroseptal + 1st degree AV
block.
Hasil foto thoraks tanggal 10 Maret 2011
Kesan pemeriksaan foto thoraks menunjukkan limfadenopati pada kedua hilus.
Hasil Head CT-scan tanggal 10 Maret 2011
Head CT-scan menunjukkan adanya perdarahan subarachnoid dan intraventrikuler, serta
dilatasi sistem ventrikel, brain swelling diffuse, dan ancaman herniasi transtentorial
desendens sentralis.
18
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
III.1. DEFINISI
Perdarahan subarakhnoid adalah perdarahan tiba-tiba ke dalam rongga diantara otak
dan selaput otak (rongga subraknoid). Perdarahan subarakhnoid merupakan penemuan yang
sering pada stroke hemoragik, selain dari perdarahan intraserebral. Perdarahan subarakhnoid
juga dapat diitemukan pada trauma kepala akibat dari yang paling sering adalah robeknya
pembuluh darah leptomeningeal pada vertex dimana terjadi pergerakan otak yang besar
sebagai dampak, atau pada sedikit kasus, akibat rupturnya pembuluh darah serebral mayor.
III.2. INSIDENSI
Perdarahan subarakhnoid menduduki 7-15% dari seluruh gangguan peredaran otak
(GPDO). Berdasarkan usia, 62% perdarahan subarakhnoid timbul pertama kali pada 40-60
tahun. Pecahnya pembuluh darah bisa terjadi pada usia berapa saja, tetapi paling sering
menyerang usia 20-25 tahun. Perdarahan subarakhnoid jarang terjadi setelah suatu cedera
kepala. Laki-laki paling sering mengalami perdarahan subarakhnoid dibandingkan wanita.
III.3. ETIOLOGI
Perdarahan subarakhnoid secara spontan sering berkaitan dengan pecahnya aneurisma
(85%) akibat kerusakan dinding arteri pada otak dan peningkatan tekanan darah yang tiba-
tiba. Dalam banyak kasus, PSA merupakan kaitan dari pendarahan aneurisma. Penelitian
membuktikan aneurisma yang lebih besar memiliki kemungkinan lebih besar untuk pecah.
Selanjutnya 10% kasus dikaitkan dengan perdarahan perimesensefalik nonaneurisma, dimana
darah dibatasi pada daerah otak tengah dan aneurisma tidak ditemukan secara umum.
Sedangkan 5% berikutnya berkaitan dengan kerusakan rongga arteri, gangguan lain yang
mempengaruhi pembuluh darah, gangguan pembuluh darah pada sumsum tulang belakang
dan perdarah akibat berbagai jenis tumor.
III.4. PATOGENESIS
Perdarahan subarakhnoid dapat terjadi secara spontan ataupun akibat dari trauma.
Perdarahan subarakhnoid yang bersifat spontan dapat diakibatkan oleh rupturnya Berry
aneurisma, adanya malformasi arteriovena atau perdarahan intraserebral yang sampai ke
ruang subarakhnoid.
19
Ruptur Berry aneurisma adalah penyebab yang lebih sering dari perdarahan
subarakhnoid. Berry aneurisma biasanya terdapat pada sirkulus arteriosus Willisi atau cabang
besarnya. Beberapa teori mengemukakan proses terbentuknya aneurisma ini. Satu teori
menyatakan aneurisma ini terbentuk dari defek kongenital dari tunika media dan elastika.
Teori lain menyatakan aneurisma ini terbentuk dari kerusakan fokal dari membran elastika
interna yang diakibatkan oleh kekuatan hemodinamik yang terpapar pada daerah
percabangan. Akibatnya tunika intima mengalami penggelembungan kea rah luar dengan
hanya terbungkus oleh tunika adventisia. Kantong tersebut semakin lama semakin besar dan
akhirnya mengalami ruptur. Lokasi ruptur biasanya pada puncak kecembungan kantong yang
terbentuk.
Sekitar 90-90% dari Berry aneurisma terbentuk di bagian anterior dari sirkulus
Willisi. Lokasi lain yang mungkin menjadi tempat pembentukan aneurisma adalah arteri
komunikans anterior, pangkal dari arteri komunikans posterior dekat dengan arteri karotis
interna, percabangan besar pertama dari arteri serebri media dan percabangan arteri karotis
interna dengan arteri serebri media dan anterior. Terdapat beberapa tipe lain dari aneurisma
selain dari Berry aneurisma, diantaranya aneurisma mikotik, fusiform, difusa dan globular.
Jenis aneurisma tersebut lebih jarang mengalami ruptur dan menimbulkan perdarahan
subarakhnoid.
Malformasi arteriovena adalah penyebab lain dari perdarahan subarakhnoid.
Malformasi arteriovena merupakan kelainan bawaan dan bukan merupakan keganasan. Pada
kelainan ini, pembuluh darah dapat berproliferasi dan mengalami pelebaran seiring
berjalannya waktu. Malformasi arteriovena juga disebut sebagai aneurosma arteriovena.
Rupturnya aneurisma terjadi pada saat pasien beraktivitas dimana terjadi peningkatan tekanan
darah yang tiba-tiba seperti mengangkat benada berat dan mengedan. Hipertensi kronis tidak
memiliki kontribusi dalam proses rupturnya aneurisma. Setelah aneurisma ruptur, darah akan
memasuki ruang subarakhnoid. Manifestasi klinis yang timbul adalah akibat dari peningkatan
tekanan intrakranial dan iritasi pada selaput otak.
Darah yang memasuki ruang subarakhnoid akan meningkatkan tekanan intrakranial.
Apabila peningkatan tekanan intracranial ini sampai menekan daerah sensitif nyeri di kepala,
maka akan timbul nyeri kepala. Nyeri kepala yang timbul tergantung pada lokasi ruptur,
misalnya pada ruptur aneurisma di arteri serebelar postinferior atau anteroinferior dapat
menyebabkan nyeri kepala di bagian oksipital.Tanda peningkatan tekanan intrakranial
lainnya seperti muntah proyektil dan kejang juga dijumpai. Peningkatan tekanan intrakranial
yang berkelanjutan sampai mencapai tekanan arterial dapat mengurangi tekanan perfusi
20
serebral sehingga mengakibatkan penurunan kesadaran, henti nafas dan kolaps sirkulatorius.
Pada ruptur Berry aneurisma, gejala fokal seperti hemiplegia, hemiparesis atau afasia jarang
atau bahkan tidak dijumpai karena perdarahannya terletak pada ruang subarakhnoid. Gejala
fokal dapat timbul pada fase akut, dimana aliran darah ke daerah distal dari aneurisma
terhenti, atau pada fase lanjutan, dimana terjadi vasospasme dan aliran darah ke daerah distal
pembuluh darah menjadi berkurang. Gejala fokal tidak menunjukkan lokasi pasti dari
aneurisma, namun dapat dapat memberukan petunjuk dalam melokalisasinya. Misalnya,
adanya paresis nervus kranialis ketiga (ptosis, diplopia, dilatasi pupil, strabismus divergen)
menunjukkan kemungkinan aneurisma pada persambungan arteri komunikans posterior dan
arteri karotis interna. Pada malformasi arteriovena, gejala fokal tersebut cenderung dijumpai
karena malformasi arteriovena terletak pada jaringan otak.
Adanya darah di ruang subarakhnoid juga mengiritasi selaput otak, sehingga timbul
tanda perangsangan meningeal seperti kaku kuduk. Tanda ini merupakan salah satu gajala
patognomonik pada stroke hemoragik akibat perdarahan subarakhnoid jika dibandingkan
dengan stroke hemoragik akibat perdarahan intraserebral. Pada fase akut, hampir semua
pasien mengalami kenaikan tekanan darah sebagai mekanisme kompensasi akibat
berkurangnya aliran darah ke otak. Perdarahan preretina dapat terjadi, ditandai dengan
adanya penumpukan darah di retina pada funduskopi.
Trauma juga dapat mengakibatkan perdarahan subarakhnoid. Trauma kepala tertutup
dapat mengakibatkan terbentuknya perdarahan subarakhnoid pada lesi coup dan lesi
countercoup. Gejala yang ditimbulkan sama seperti gejala pada rupturnya aneurisma, namun
dapat dijumpai riwayat trauma sebelumnya.
III.5. KLASIFIKASI
Menurut skala Botterell dan Hunt&Hess, perdarahan subarakhnoid dapat dibagi
menjadi beberapa kelas (grade), yaitu:
Grade Gejala
1. Kelas I Asimptomatik atau sakit kepala ringan
2. Kelas II Sakit kepala sedang atau berat atau
occulomotor palsy
3. Kelas III Bingung, mengantuk atau gejala fokal ringan
4. Kelas IV Stupor (respon terhadap rangsangan nyeri)
5. Kelas V Koma (postural atau tidak respon terhadap
21
nyeri)
Kelas I dan II memiliki prognosis yang baik, kelas III memiliki prognosis yang menengah,
kelas IV dan V memiliki prognosis yang buruk.
III.6. GAMBARAN HISTOPATOLOGI
Pada Berry aneurisma, dijumpai plak ateroma, kalsifikasi dan oklusi trombotik pada
dinding dan lumen dari aneurisma. Warna kecoklatan pada jaringan otak dan meningens di
sekitar aneurisma adalah penanda adanya perdarahan. Dinding arteri yang berdekatan dengan
leher dri aneurisma biasanya menunjukkan penebalan tunika intima dan media. Pada leher
aneurisma, dinding otot dan tunika intima biasanya tida dijumpai atau mengalami
fragmentasi. Dinding dari kantong terbuat dari tunika intima yang mengalami hialinisasi dan
penebalan. Tunika adcentisia yang menutupi kantong memiliki struktur yang sama dengan
arteri normal.
Gambaran makroskopik dari malformasi arteriovena adalah jaringan yang bercabang-
cabang seperti cacing dengan aliran darah yang tinggi dan berpulsasi. Pada pemeriksaan
mikroskopik, malformasi arteriovena terbentuk dari pembuluh darah yang melebar yang
dipisahkan oleh jaringan gliotik. Hal ini menandakan adanya perdarahan.
Adanya darah dan plasma dalam ruang subarakhnoid akan mengganggu fungsi sawar
darah otak dan mengakibatkan edema vasogenik serta edema sitotoksik. Akhir dari proses
tersebut, jaringan otak akan mengalami kerusakan dan nekrosis.
III.7. MANIFESTASI KLINIS
PSA biasanya terjadi disertai dengan sakit kepala yang amat sangat diikuti oleh kaku
pada leher. Sakit kepala biasanya menyeluruh, tapi nyeri yang fokal biasanya menunjukkan
lokasi aneurisma yang pecah. Gejala klinis lain yang menyertai PSA antara lain penurunan
kesadaran, mual dan muntah, nyeri punggung dan kaki, dan fotofobia. Pada pasien dengan
penurunan kesadaran, postur tubuh yang tonic dapat terjadi dan dapat sulit dibedakan dari
kejang. Meskipun rupture aneurisma sering terjadi saat beraktifitas atau stress fisik, PSA
dapat terjadi kapan saja, termasuk saat tidur.
Lebih dari 1/3 pasien memiliki riwayat gejala sakit kepala, kaku kuduk, mual dan
muntah, syncope, dan gangguan penglihatan. Gejala prodromal ini merupakan kebocoran
minor dari aneurisma.
22
Kaku kuduk dan kernig sign merupakan tanda yang khas pada PSA. Preretinal atau
subhyaloid hemorrhages terjadi pada 25% pasien dan merupakan gejala patognomonis dari
PSA. Aneurisma dari segmen intrakavernosa dari arteri carotis interna dapat merusak saraf
kranial ke III, IV, V, dan VI.
III.8. PROSEDUR DIAGNOSTIK
Untuk menentukan diagnosa, anamnesa harus dilakukan dengan lengkap dan jelas,
dimana data yang harus didapat berupa :
1. Kapan terjadinya gejala ?
2. Apakah gejala timbul perlahan-lahan atau tiba-tiba ?
3. Apakah gejala terjadi saat istirahat atau saat sedang beraktifitas ?
4. Apakah terdapat tanda-tanda peningkatan tekanan intra kranial
5. Apakah pasien memiliki faktor resiko ?
6. Apakah pernah menderita keluhan yang sama sebelumnya ?
7. Apakah ada anggota keluarga yang menderita hal yang sama ?
Terdapatnya tanda-tanda peningkatan tekanan intra kranial seperti sakit kepala, muntah,
penurunan kesadaran, dan kejang sangat membantu dalam mendiagnosa tipe stroke.
Sakit kepala merupakan gejala yang khas dari perdarahan sub arakhnoid, perdaharan intra
serebral, dan infark besar akibat oklusi arteri besar. Muntah sangat sering ditemui pada pasien
perdarahan sub arakhnoid dan intraserebral. Kejang saat atau segera setelah onset stroke
sangat sering ditemukan pada pasien dengan perdarahan lobaris dan emboli. Penurunan
kesadaran saat onset sering dijumpai pada pasien dengan perdarahan sub arakhnoid yang
luas.
Selain anamnesa, dilakukan juga pemeriksaan fisik dan pemeriksaan neurologis untuk
menilai gangguan pada fungsi saraf kranialis, tingkat kesadaran, kekuatan motorik, dan ada
tidaknya tanda perangsangan meningeal serta reflex yang meningkat.
Pemeriksaan Penunjang dapat dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis stroke
iskemik akibat perdarahan subarakhnoid. Beberapa pemeriksaan penunjang yang bermanfaat
adalah:
1. Computed Tomography
CT merupakan pemeriksaan penunjang utaman untuk menentukan diagnosa PSA. CT
biasanya menunjukkan darah yang difus di sisterna basalis. Distribusi darah dapat
menunjukkan lokasi aneurisma yang pecah. CT dapat juga menunjukkan fokal intraparenkim
atau perdarahan subdural, pembesaran ventrikel, aneurisma besar, dan infark akibat
23
vasospasme. Biasanya CT scan yang normal tidak dapat mengeksklusi PSA, dan LP selalu
dilakukan untuk pasien yang curiga PSA.
2. Lumbar Puncture
Pada PSA, biasanya cairan CSF terdapat darah. Darah pada PSA dapat dibedakan
dengan darah akibat traumatic tap dengan cara sentrifugasi supernatant yang menunjukkan
warna xantochromic. Tekanan CSF biasanya tinggi dan protein meningkat. RBC dan
xantochromia menghilang dalam 2 minggu, kecuali perdarahan kembali.
3. Angiography
Cerebral angiography merupakan diagnostik pasti untuk mendeteksi aneurisma
intracranial dan menentukan lokasinya. Vasospasm, thrombosis local, kesalahan pemeriksaan
dapat menyebabkan false negatif.
4. Pemeriksaan penunjang lain seperti darah lengkap dan LED, ureum, elekrolit, glukosa darah
dan lipid, foto toraks serta EKG.
III.9. DIAGNOSIS BANDING
Terdapat bebrapa penyakit yang dapat didiagnosis banding dengan stroke hemoragik
akibat perdarahan subarakhnoid, yaitu:
1. Stroke akibat perdarahan intrakranial
2. Stroke akibat mlformasi arteriovena
3. Meningitis aseptic
4. Meningitis meningokokus
5. Trombosis arteri basilaris
6. Perdarahan serebelar
7. Hematoma epidural
8. Hidrosefalus
24
III.10. PENATALAKSANAAN
Tujuan terapi adalah untuk mencegah kematian, memperbaiki penyebab pendarahan,
meredakan gejala,untuk mengurangi nyeri, edema, tingkat keparahan vasospasme otak,
meringankan mual dan muntah, mencegah kejang-kejang dan mencegah komplikasi.
Jika pendarahan karena cedera, operasi dilakukan hanya untuk mengatasi perdarahan
besar atau untuk mengurangi tekanan pada otak. Jika pendarahan ini disebabkan oleh
pecahnya suatu aneurisma, operasi diperlukan untuk memperbaiki aneurym tersebut. Jika
pasien sakit kritis, operasi mungkin harus menunggu sampai orang itu lebih stabil.
Pembedahan mungkin melibatkan clipping kraniotomi dan aneurisma, yang menutup
aneurisma, atau endovascular coiling, suatu prosedur dimana coil ditempatkan dalam
aneurisma untuk mencegah perdarahan lebih lanjut. Jika aneurisma tidak ditemukan, orang
tersebut harus diawasi ketat oleh tim perawatan kesehatan dan tes imaging mungkin perlu
diulang.
Penanganan Rekomendasi
Pemeriksaan Umum
Sistem Jalan napas dan kardiovaskuler Pantau ketat di unit perawatan intensif atau
lebih baik di unit perawatan neurologis
Lingkungan Pertahankan tingkat bising yang rendah dan
batasi pengunjung sampai aneurisma ditangani.
Nyeri Morfin sulfat (2-4 mg IV setiap 2-4 jam) atau
Kodein (30-60 mg IM setiap 4 jam).
Profilaksis gastrointestinal Ranitidin (150 mg PO 2x sehari atau 50 mg IV
setiap 8-12 jam) atau lansoprazol (30 mg PO
sehari).
Profilaksis deep venous thrombosis Gunakan thigh-high stockings dan rangkaian
peralatan kompresi pneumatic; Heparin (5000
U SC 3x sehari) setelah terapi aneurisma.
Tekanan darah Pertahankan tekanan darah sistolik 90-140
mmHg sebelum terapi aneurisma, kemudian
jaga tekanan darah sistolik <200 mmHg
Glukosa serum Pertahankan kadar 80-120 mg/dl; gunakan
sliding scale atau infuse kontinu insulin jika
25
perlu
Suhu inti tubuh Pertahankan pada ≤37,2°C; berikan
asetaminofen/parasetamol (325-650 mg PO
setiap 4-6 jam) dan gunakan peralatan cooling
bila diperlukan.
Calsium antagonist Nimodipin (60 mg PO setiap 4 jam selama 21
hari)
Terapi anti fibrinolitik
(opsional)
Asam aminokaproat (24-48 jam pertama, 5 g
IV, dilanjutkan dengan infuse 1,5 g/jam).
Antikonvulsan Fenitoin (3-5 mg/kg/hari PO atau IV) atau
asam valproat (15-45 mg/kg/hari PO atau IV).
Cairan dan hidrasi Pertahankan Fenitoin euvolemi(CVP, 5-8
mmHg); jika timbul vasospasme serebri,
pertahankan hipervolemi (CVP, 8-12 mmHg,
atau PCWP (Pulmonary Capillary Wedge
Pressure, 12-16 mmHg).
Menurut pedoman penatalaksanaan stroke yang dikeluarkan oleh Perhimpunan Dokter
Spesialis Saraf Indonesia, penatalaksanaan stroke hemoragik akibat perdarahan subarakhnoid
adalah sebagai berikut:
Tindakan untuk mencegah perdarahan ulang setelah PSA:
- Terapi antifibrinolitik untuk mencegah perdarahan ulang direkomendasikan pada keadaan
klinis tertentu, contohnya: pasien dengan risiko rendah untuk terjadinya vasospasme atau
member efek bermanfaat pada operasi yang ditunda.
- Operasi pada aneurysme yang ruptur.
- Operasi clipping untuk mengurangkan perdarahan ulang setelah rupture aneursyme pada
PSA.
Tatalaksana Pencegahan Vasospasme:
- Pemberian nimodipin, dimulai dengan dosis 1-2mg per jam iv padahari ke-3 atau secara
oral 60mg setiap 6 jam selama 21 hari. Ini terbukti dapat memperbaiki deficit neurologi
yang ditimbulkan vasospasme.
- Pengobatan dengan hyperdynamic therapy dengan tujuan mempertahankan cerebral
perfusion pressure.
26
- Angioplastik transluminan dianjurkan untuk pengobatan vasospasme pada pasien-pasien
yang gagal dengan terapi konvensional.
Tatalaksana Hipertensi:
- Jaga Mean Arterial Pressure (MAP) sekitar 110 mgHg atau tekanan darah sistolik tidak
lebih 160 dan tekanan darah diastolik 90 mmHg.
- Obat-obat antihipertensi diberi bila tekanan darah sistolik dan tekanan darah diastolik
melebihi batasannya dan MAP di atas 130mmHg.
- Obat antihipertensi yang dapat dipakai adalah Labetolol (IV) 0,5-2mg/menit sampai
mencapai maksimum 20 mg/jam atau Esmolol infus dosisnya 50-200 mcg/kg/menit.
Tatalaksana Kejang:
Hanya dipertimbangkan pada pasien yang mungkin timbul kejang, umpamanya pada
hematom yang luas, aneurysme arteri serebri media, dan kesadaran yang tidak baik. Akan
tetapi untuk menghindari resiko perdarahan ulang yang disebabkan kejang, fenitoin dengan
dosis 15-20 mg/kgBB/hari oral atau iv. Dosis inisial 100mg oral atau iv 3x/hari. Dosis
maintenance 300-400mg oral/hari dengan dosis terbagi. Benzodiazepin digunakan untuk
menghentikan kejang.
III.11. PROGNOSIS
Mortalitas dalam 30 hari setelah perdarahan sub arakhnoid berkisar antara 25-50%. Factor
yang dapat memperkirakan mortalitas dini meliputi status neurologist yang buruk, usia tua,
aneurisma yang besar, hematom intraparenkimal yang terjadi bersamaan, penggunaan alkohol
(>150 g etanol/ minggu) dan hipertensi. Scoring Hunt and Hess terhadap status neurologist
merupakan factor prediksi yang paling penting.
27
BAB IV
DISKUSI KASUS
TEORI KASUS
Berdasarkan usia, 62% perdarahan
subarakhnoid timbul pertama kali pada
40-60 tahun. Perdarahan subarakhnoid
jarang terjadi setelah suatu cedera
kepala. Laki-laki paling sering
mengalami perdarahan subarakhnoid
dibandingkan wanita.
Pasien adalah laki-laki yang berusia 38
tahun.
Perdarahan subarachnoid (PSA)
biasanya terjadi disertai dengan sakit
kepala yang amat sangat diikuti oleh
kaku pada leher. Sakit kepala biasanya
menyeluruh, tapi nyeri yang fokal
biasanya menunjukkan lokasi aneurisma
yang pecah. Gejala klinis lain yang
menyertai PSA antara lain penurunan
kesadaran, mual dan muntah, nyeri
punggung dan kaki, dan fotofobia.Kaku
kuduk dan kernig sign merupakan tanda
yang khas pada PSA
Pasien masuk rumah sakit dengan
penurunan kesadaran. Pasien juga
mengalami tanda peningkatan tekanan
intracranial seperti sakit kepala dan
muntah. Selain itu dijumpai pula kaku
kuduk (+) dan tanda kernig (+)
Diagnosis pasti ditegakkan berdasarkan
hasil head CT-Scan. Selain itu, gejala
klinis, perjalanan penyakit dan hasil
pemeriksaan fisik juga dapat membantu
diagnosis sementara pasien sebelum ada
hasil head CT-Scan. Pemeriksaan fisik
membantu menentukan lokasi kerusakan
otak selain itu juga dilakukan
pemeriksaan penunjang seperti darah
lengkap, kadar gula darah,
elektrokardiografi, lumbal punksi dan
Pasien datang dengan penurunan
kesadaran Hal ini dialami pasien secara
tiba-tiba saat beristirahat. Riwayat
muntah dijumpai. Pasien juga mengeluh
sakit kepala.
Hasil dari pemeriksaan penunjang, yaitu
dari lumbal punksi, didapatkan adanya
darah pada cairan serebrospinal.
Head CT-scan menunjukkan adanya
perdarahan subarachnoid dan
intraventrikuler, serta dilatasi sistem
28
foto toraks. ventrikel, brain swelling diffuse, dan
ancaman herniasi transtentorial
desendens sentralis.
Pada pemeriksaan kadar gula darah
didapatkan hasil kadar gula darah masih
dalam batas normal.
Kesan pemeriksaan EKG menunjukkan
Sinus Rhythm + Iskemik anteroseptal +
1st degree AV block.
Kesan pemeriksaan foto thoraks
menunjukkan limfadenopati pada kedua
hilus.
- Pengobatan umum(suportif) untuk
stabilisasi Sistem Jalan napas dan
kardiovaskuler, lingkungan, nyeri,
profilaksis gastrointestinal,
profilaksis deep venous thrombosis,
tekanan darah, glukosa darah, suhu
inti tubuh, kalsium antagonist, terapi
antitrombolitik, antikonvulsan,
cairan dan hidrasi, dan nutrisi.
- Penatalaksanaann lain seperti
surgical clipping, dan endovascular
coil
- Penatalaksanaan komplikasi seperti
hidrosefalus, perdarahan ulang,
vasopasme serebri, bangkitan,
hiponatremi, aritmia miokardial, dan
edema pulmonal.
- Perawatan jangka panjang seperti
rehabilatatif, evaluasi
neuropsikologis, depresi, dan nyeri
kepala.
Penatalaksanaan yang diberikan pada
pasien adalah:
- Tirah baring
- Elevasi kepala 300
- Diet Sonde Feuding
- IVFD R. Sol 30gtt/i
- Nimodipin 4x60 mg
- Inj. Ranitidine 1amp/12 jam
- Paracetamol 3x500mg (K/P)
Mortalitas dalam 30 hari setelah Prognosis pada kasus ini:
29
perdarahan sub arakhnoid berkisar
antara 25-50%. Faktor yang dapat
memperkirakan mortalitas dini meliputi
status neurologist yang buruk, usia tua,
aneurisma yang besar, hematom
intraparenkimal yang terjadi bersamaan,
penggunaan alkohol (>150 g etanol/
minggu) dan hipertensi.
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad functionam : dubia ad malam
Ad sanationam : dubia ad malam
30
BAB V
PERMASALAHAN
1. Apakah diagnosis pada kasus ini sudah benar?
Menurut penulis, diagnosis kasus ini sudah benar. Berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan neurologi, serta perhitungan Siriraj Stroke Score (1,5) pada
hari pertama pasien masuk ke rumah sakit, pasien cenderung mengarah kepada stroke
hemoragik, perdarahan subarachnoid. Selain itu, saat dilakukan lumbal punksi pada
pasien, pada cairan serebrospinal ditemukan darah, hal ini menguatkan diagnosa.
Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan CT-scan kepala. Hasil CT-scan pada
pasien ini menunjukkan gambaran hiperdens, yang merupakan tanda dari stroke
hemoragik.
2. Apakah penatalaksanaan pada kasus ini sudah benar?
Dari gejala klinik dan pemeriksaan penunjang, diagnosis pasien ini mengarah ke
stroke hemoragikdan untuk penatalaksanaan yang diberikan sesuai dengan protokol
penatalaksanaan stroke hemoragik yang bertujuan untuk menjaga fungsi vital otak,
mengusahakan reperfusi, memulihkan metabolisme otak dan mencegah terjadinya
komplikasi.
3. Bagaimana prognosis pada kasus ini?
Prognosis pada kasus ini:
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad functionam : dubia ad malam
Ad sanationam : dubia ad malam
BAB VI
31
KESIMPULAN
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan neurologi, pasien laki-laki berusia 38
tahun didiagnosis denganstroke hemoragik. Pada kasus ini, pasien mengalami penurunan
kesadaran.
CT-scan merupakan baku emas dalam mendiagnosis stroke dan membedakan antara
stroke iskemik dan hemoragik. Pada pasien ini hasil CT-scan menunjukkan adanya
perdarahan intraventrikuler dan perdarahan subarachnoid.
Terapi pada kasus ini adalah pengobatan umum (suportif) untuk stabilisasi Sistem Jalan
napas dan kardiovaskuler, lingkungan, nyeri, profilaksis gastrointestinal, profilaksis deep
venous thrombosis, tekanan darah, glukosa darah, suhu inti tubuh, kalsium antagonist, terapi
antitrombolitik, antikonvulsan, cairan dan hidrasi, dan nutrisi.Penatalaksanaann lain seperti
surgical clipping, dan endovascular coil. Penatalaksanaan komplikasi seperti hidrosefalus,
perdarahan ulang, vasopasme serebri, bangkitan, hiponatremi, aritmia miokardial, dan edema
pulmonal.Perawatan jangka panjang seperti rehabilatatif, evaluasi neuropsikologis, depresi,
dan nyeri kepala.
32
BAB VII
SARAN
Nasehat yang perlu diberikan pada pasien ini adalah:
1. Pasien dianjurkan mengatur pola hidup yang sehat, harus seimbang antara asupan
nutrisi dengan aktivitas.
2. Tekanan darah, kadar gula darah dan temperatur harus dikontrol.
3. Pemeriksaan kesehatan teratur dan taat nasihat dokter dalam hal diet dan obat.
4. Melatih anggota gerak yang mengalami kelemahan, dengan cara fisioterapi atau
gerakan-gerakan yang bertujuan melatih otot.
33
DAFTAR PUSTAKA
A.D.A.M., Inc. is accredited by URAC, also known as the American Accreditation
HealthCare Commission (www.urac.org). available from :
http://health.nytimes.com/health/guides/disease/subarakhnoid-hemorrhage/
overview.html
Becske, T. dan Jallo, G. I. 2010. Subarakhnoid Hemorrhage. Emedicine.
Davenport, R. & Dennis, M., 2000. Neurological Emergencies: Acute Stroke. J Neurol
Neurosurg Psychiatry, 68: 277-288.
Goetz, C.G. and Pappert, E.J., 2000. Textbook Of Clinical Neurology . W.B. Saunders
Company : 909.
Harsono. 2007, Buku Ajar Neurology Klinis, perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia.
Gajah Mada University Press. Bandung.
Hasnawati, Sugito, Purwanto, H., dan Brahim, R., 2009. Profil Kesehatan Indonesia 2008.
Pusat Data dan Informasi Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Kamal, A.K., et al., 2009. The Burden of Stroke and Transient Ischemic Attack in Pakistan: a
Community-based Prevalence Study. BMC Neurology, 9: 58.
Lipska, K., et al., 2007. Risk Factors for Acute Ischaemic Stroke in Young Adults in South
India. J Neurol Neurosurg Psychiatry, 78: 959-963.
Mansjoer, A.,dkk, 2000. Kapitas Selekta Kedokteran, Edisi Ketiga, Jilid 2, Media Aesculapis,
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Misbach, J. 2007. Guideline stroke 2007 Edisi Revisi. Jakarta: Perhimpunan Dokter Spesialis
Saraf Indonesia: 34-44.
Rami C Zebian, 2010. Subarakhnoid Hemorrhage in Emergency Medicine: Treatment &
Medication. available from : http://emedicine.medscape.com/article/794076-treatment
Rowland, L.P.2000.Merritt’s Neurology 10th Edition.Lippincott Williams And Wilkins
Publisher : 50.
Van der Worp, H.B. & van Gijn, J., 2007. Acute Ischemic Stroke. N Engl J Med, 357: 572-
579.
World Health Organization, 2004. Atlas Country Resources for Neurological Disorders 2004.
Department of Mental Health and Substance Abuse, World Health Organization.
34