strategi.docx
DESCRIPTION
STRATEGITRANSCRIPT
BIMBINGAN TEKNISEKSTRAKURIKULER KEAGAMAAN
MODUL 5
STRATEGI, METODE DAN MEDIA PEMBINAAN KEGIATAN EKSTRA
KURIKULER KEAGAMAAN DI SEKOLAH DASAR
Oleh :
Tim Pembina Kegiatan Ekstrakurikuler Keagamaan Pusat
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAANDIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH DASAR
i
2013
PENGANTAR
Strategi merupakan bagian yang sangat penting dalam kegiatan
pembelajaran termasuk dalam kegiatan ekstrakurikuler keagamaan.
Karena tercapai tidaknya tujuan program, sejauh mana efektifitas dan
efisiensi program, akan sangat tergantung pada strategi apa yang dipilih
dalam pembelajaran. Dalam kegiatan ekstrakurikuler keagamaan yang
menjadi kunci dalam pemilihan strategi adalah pengalaman
pembimbing/pelatih. Semakin banyak pengalaman maka peluang untuk
menerapkan strategi yang bervariasi akan semakin besar.
ii
DAFTAR ISI
PENGANTAR …………………………………………………………………… ii
DAFTAR ISI …………………………………………………………………… iii
IDENTITAS MATA BIMTEK
………………………………………………….
1
Uraian Materi:
A. Pendahuluan ………………………………… 1B. Strategi Pembinaan
Kegiatan Ekstrakurikuler Keagamaan
………………………………… 3
C. Metode Kegiatan Ekstrakurikuler Keagamaan
………………………………… 6
D. Media Kegiatan Ekstrakurikuler Keagamaan (Eka)
…………………………………. 10
Latihan 18
Daftar Pustaka 21
iii
STRATEGI, METODE DAN MEDIA PEMBINAAN KEGIATAN EKSTRA
KURIKULER KEAGAMAAN DI SEKOLAH DASAR
IDENTITAS MATA BIMTEK
1. NAMA MATA BIMTEK : Strategi, Metode dan Media Pembinaan
Kegiatan
Ekstra Kurikuler Keagamaan di Sekolah Dasar
2. ALOKASI WAKTU : 4 JP
3. TUJUAN :
a. Memahami dan menjelaskan pengertian, jenis strategi pembinaan
kegiatan ekstrakurikuler keagamaan dan kriteria penetapannya
b. Memahami dan menjelaskan pengertian, jenis metode pembinaan
kegiatan ekstrakurikuler keagamaan dan kriteria penetapannya
c. Memahami dan menjelaskan pengertian, jenis media pembinaan
kegiatan ekstrakurikuler keagamaan dan kriteria penetapannya
d. Mampu mengimplementasikan strategi, metode dan media
pembinaan kegiatan ekstrakurikuler keagamaan
4. POKOK BAHASAN :
a. Pengertian dan jenis strategi pembinaan kegiatan ekstrakurikuler
keagamaan dan kriteria penetapannya
b. Pengertian dan jenis metode pembinaan kegiatan ekstrakurikuler
keagamaan dan kriteria penetapannya
c. Pengertian dan jenis media pembinaan kegiatan ekstrakurikuler
keagamaan dan kriteria penetapannya
5. URAIAN MATERI
A. Pendahuluan
Capaian Pendidikan Keagamaan dan Budi Pekerti peserta didik di
tingkat satuan pendidikan SD umumnya belum menggembirakan.
Indikasinya antara lain adalah rendahnya kejujuran, kerjasama, kasih
1
sayang, toleransi, disiplin, termasuk perilaku yang menyimpang seperti
terlibat penyalahgunaan narkoba, minum-minuman keras, tawuran, dan
pergaulan bebas yang terkesan menjadi trend kehidupan anak remaja,
juga dalam aspek integritas dan ketaqwaan kepada Tuhan YME.
Kegiatan ekstrakurikuler keagamaan merupakan pendukung
kegiatan pendidikan agama dan budi pekerti di SD. Merujuk Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional Nomor 39 Tahun 2008 tentang Pembinaan
Kepeserta didikan bahwa kegiatan ekstrakurikuler adalah kegiatan di luar
mata pelajaran dan pelayanan untuk membantu pengembangan peserta
didik sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, minat mereka melalui
kegiatan yang secara khusus diselenggarakan oleh pendidik dan atau
tenaga kependidikan yang berkemampuan dan berkewenangan di
sekolah/madrasah. Selaras dengan Permendiknas di atas, Peraturan
Menteri Agama Nomor 16 Tahun 2010 tentang Pengelolaan Pendidikan
Agama pada Sekolah menyebutkan bahwa kegiatan ekstrakurikuler
keagamaan adalah upaya pemantapan dan pengayaan nilai-nilai dan
norma serta pengembangan kepribadian, bakat, dan minat peserta didik
pendidikan agama yang dilaksanakan di luar jam intrakurikuler dalam
bentuk tatap muka atau non tatap muka.
Tujuan pelaksanaan kegiatan ekstrakurikuler pada satuan
pendidikan adalah:
1. Meningkatkan kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotor peserta
didik.
2. Mengembangkan bakat dan minat peserta didik dalam upaya
pembinaan pribadi menuju pembinaan manusia seutuhnya.
Kegiatan Pembina ekstrakurikuler Keagamaan memiliki fungsi
pokok yaitu:
1. Meningkatkan pengetahuan, penghayatan, pengalaman, dan
pengalaman ajaran agama Islam kepada para peserta didik dalam
kehidupan sehari-hari.
2
2. Memberikan peluang kepada para peserta didik untuk
mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan,
bakat, dan minat mereka sesuai dengan kondisi sekolahnya masing-
masing.
3. Memperkokoh budaya sekolah yang berbasis nilai-nilai agama
Untuk mencapai tujuan dan fungsi kegiatan ekstrakurikuler
keagamaan bagi pengembangan karakter terpuji peserta didik, diperlukan
strategi, metode dan media yang sesuai. Melalui strategi yang tepat,
metode yang sesuai dan media yang mendukung maka kegiatan
ekstrakurikuler akan dapat mendukung terciptanya budaya sekolah yang
berorientasi pada pengembangan karakter. Oleh karena itu maka perlu
dikembangkan strategi, metode dan teknik pembinaan kegiatan
ekstrakurikuler keagamaan bagi Sekolah Dasar.
B. STRATEGI PEMBINAAN KEGIATAN EKSTRAKURIKULER
KEAGAMAAN
1. Pengertian Strategi Pembinaan Kegiatan Ekstrakurikuler Keagamaan
dan ruang lingkupnya
Strategi Pembinaan Kegiatan Ekstrakurikuler Keagamaan, merupakan
serangkaian pendekatan, metode dan langkah-langkah pembinaan
kegiatan ekstrakurikuler keagamaan yang sistematis dan terorganisir.
Dalam penerapannya strategi merupakan penerapan cara-cara yang
berbeda untuk mencapai tujuan kegiatan yang beragam di bawah kondisi
yang berbeda pula.
Penentuan strategi pembinaan kegiatan ekstrakurikuler keagamaan
perlu diselaraskan dengan jenis kegiatan ekstrakurikuler yang ditetapkan
dalam panduan pembinaan ektrakurikuler. Terdapat lima jenis kegiatan
utama yaitu (1) Interaksi Kitab Suci (2) Ibadah (3) Kegiatan Sosial (4)
Pembiasaan akhlak Mulia dan (5) Penanaman nilai sejarah keagamaan.
Implementasi kelima kegiatan utama tersebut di SD dan MI memerlukan
3
strategi, metode dan media yang efektif dan jitu agar mencapai tujuan
pembinaan ekstrakurikuler.
Strategi pembinaan kegiatan ekstrakurikuler dapat diklasifikasi
menjadi dua ruang lingkup yaitu (1) strategi pengelolaan dan (2) strategi
penyampaian (Regieluth, 2006). Strategi pengorganisasian dan
pengelolaan. mengarah pada penatakelolaan kegiatan-kegiatan
ekstrakurikuler keagamaan dan pengaturan serta pembagian tanggung
jawab pembinaan kegiatan ekstrakurikuler. Sementara itu strategi yang
digunakan dalam setiap kegiatan merupakan implementasi strategi
penyampaian materi kegiatan ekstrakurikuler keagamaan.
Pada tataran operasional strategi kegiatan ekstrakurikuler
keagamaan SD dirumuskan dalam bagan sebagai berikut:
4
Gambar 1. Kerangka Konseptual Strategi Pembinaan Kegiatan Ekstra
Kurikuler Keagamaan (EKA)
Strategi pengelolaan kegiatan dan penyampaian materi kegiatan
ekstrakurikuler keagamaan mengikuti azas PESAT (Pembinaan
Ekstrakurikuler yang Sistematis, Aktif-intensif, Terarah berkelanjutan).
5
Pembinaan Ekstrakurikuler yang Sistematis, Aktif-intensif, Terarah berkelanjutan (PESAT)
6 M (Membaca, Menghafal, Memaknai, Meyakini, Mencintai dan
Mengamalkan)1. Pemantapan Pengetahuan dan
Keimanan
MARI (Mengalami, Aksi, Refleksi)MAREM (Mengenal, Apresiasi,
Refleksi, Meniru)
2. Pengembangan Kesadaran diri dan Kepekaan
Sosial
CLP (Contoh, Latihan dan Pembiasaan)3. Pembiasaan
Sikap dan Perilaku Baik
:
METODEMembaca Intensif (SQ4R)Diskusi LatihanSimulasi dan DemonstrasiBercerita/mendongengPermainan peran, Observasi Pemecahan masalahSinema EdukasiEkspositori
S
I
S
W
A
Azas sistematis berarti pembinaan ekstrakurikuler harus dilaksanakan
secara sistematis baik dalam penyusunan program, kegiatan dan
pelaporan. Azas aktif-intensif berarti sekolah dan pembina
ektrakurikuler keagamaan harus aktif dan intensif dalam melaksanakan
pendampingan dan pembinaan. Azas terarah dan berkelanjutan,
kegiatan ekstrakurikuler harus memiliki target dan indikator keberhasilan
serta senantiasa dikembangkan secara terus-menerus berdasarkan
evaluasi kegiatan.
Strategi PESAT (Pembinaan Ekstrakurikuler yang Sistematis, Aktif-
intensif, Terarah berkelanjutan) diejawantahkan menjadi tiga pendekatan
tujuan sesuai dengan ranah sasaran pembentukan karakter mulia
berbasis keagamaan yaitu: (1) Pemantapan Pengetahuan dan Keimanan.
Pendekatan ini dapat diterapkan melalui model 6 M (Membaca,
Menghafal, Memaknai, Meyakini, Mencintai dan Mengamalkan). Model ini
dapat diterapkan pada jenis kegiatan pengenalan kitab suci.
Pendekatan tujuan yang kedua yaitu pengembangan kesadaran diri
dan kepekaan sosial yang mengarah pada kegiatan kegiatan sosial,
penanaman nilai sejarah keagamaan, dan pembiasaan ibadah dapat
dicapai melalui model MARI (Mengalami, Aksi, Refleksi) dan model
MAREM (Mengenal, Apresiasi, Refleksi, Meniru). Adapun pendekatan
tujuan Pembiasaan Sikap dan Perilaku Baik sebagai wadah kegiatan
pembiasaan akhlak mulia dapat diwujudkan melalui metode CLP (Contoh,
Latihan dan Pembiasaan). Metode yang dapat digunakan dalam
pendekatan tujuan dan model ini diantaranya Menghafal, Diskusi,
Pemberian Contoh (Pemodelan), Latihan, Pembiasaan terbimbing,
Demonstrasi/Aksi, Bercerita/mendongeng, Permainan peran, Simulasi,
Observasi, pemecahan masalah, Sinema Edukasi, Permainan Kelompok,
dan Ekspositori.
6
C. METODE KEGIATAN EKSTRAKURIKULER KEAGAMAAN
1. Pengertian
Sebagaimana dijelaskan di atas, bahwa strategi kegiatan
ekstrakurikuler keagamaan (EKA) bersifat konseptual dan untuk
mengimplementsikannya perlu menggunakan berbagai metode. Metode
merupakan “a way in achiefing something “ (Sanjaya, 2008). Metode
merupakan cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana
yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk
mencapai tujuan.
Terdapat beberapa metode yang dapat digunakan dalam kegiatan
ekstrakurikuler keagamaan di SD diantaranya metode membaca intensif,
metode diskusi, metode latihan, metode demonstrasi dan simulasi,
metode bercerita atau mendongeng, metode permainan peran (role play),
metode pemecahan masalah, metode observasi, metode sinema edukasi,
dan metode ekspositori.
Metode membaca intensif adalah medote membaca terbimbing
melalui metode SQ4R (Survey, Question, Read, Reflect, Recite,
Review). SQ4R merupakan metode membaca yang dapat
mengembangkan metakognitif peserta didik, yaitu dengan menugaskan
peserta didik untuk membaca bahan belajar secara seksama-cermat,
dengan langkah: survey dengan mencermati teks bacaan dan mencatat-
menandai kata kunci, question dengan membuat pertanyaan (mengapa-
bagaimana, darimana) tentang bahan bacaan (materi bahan ajar), read
dengan membaca teks dan cari jawabanya, recite dengan pertimbangkan
jawaban yang diberikan (catat-bahas bersama), dan review dengan cara
meninjau ulang menyeluruh.
Metode diskusi adalah memberikan altematif jawaban untuk
membantu memecahkan berbagai problem kehidupan. Dengan catatan
persoalan yang akan didiskusikan harus dikuasai secara mendalam.
Kelebihan metode diskusi diantaranya menyadarkan anak didik bahwa
masalah dapat dipecahkan dengan berbagai jalan dan bukan satu jalan
7
(satu jawaban saja), menyadarkan anak didik bahwa dengan berdiskusi
mereka saling mengemukakan pendapat secara konstruktif sehingga
dapat diperoleh keputusan yang lebih baik.Membiasakan anak didik untuk
mendengarkan pendapat orang lain sekalipun berbeda dengan
pendapatnya sendiri dan membiasakan bersikap toleran. Namun
kekurangan metode diskusi yaitu tidak dapat dipakai pada kelompok yang
besar; peserta diskusi mendapat informasi yang terbatas; dapat dikuasai
oleh orang-orang yang suka berbicara; dan biasanya orang menghendaki
pendekatan yang lebih formal.
Metode latihan disebut juga metode training, yaitu suatu cara
mengajar ketrampilan-ketrampilan tertentu metode ini dapat digunakan
untuk memperoleh suatu ketangkasan, ketepatan, kesempatan, dan
keterampilan. Kelebihan metode latihan yaitu dapat untuk memperoleh
kecakapan motoris, seperti menulis, melafalkan huruf, membuat dan
menggunakan alat-alat, dapat untuk memperoleh kecakapan mental,
seperti dalam perkalian, penjumlahan, pengurangan, pembagian, tanda-
tanda/simbol, dan sebagainya, dapat membentuk kebiasaan dan
menambah ketepatan dan kecepatan pelaksanaan. Sedangkan
kekurangan metode latihan yaitu menghambat bakat dan inisiatif anak
didik karena anak didik lebih banyak dibawa kepada penyesuaian dan
diarahkan kepada jauh dan pengertian, menimbulkan penyesuaian secara
statis kepada lingkungan, kadang-kadang latihan yang dilaksanakan
secara berulang-ulang merupakan hal yang monoton dan mudah
membosankan, dapat menimbulkan verbalisme (Djamarah, 2000). Metode
ini juga dapat digunakan untuk menanamkan kebiasaan-kebiasaan
tertentu. Juga, sebagai sarana untuk memelihara kebiasaan-kebiasaan
yang baik.
Metode bercerita/mendongeng adalah penyampaian cerita
dengan cara bertutur. Yang membedakan anatara bercerita dengan
metode penyampaian cerita lain adalah lebih menonjol aspek teknis
penceritaan lainnya. Sebagaimana phantomin yang lebih menonjolkan
8
gerak dan mimik, operet yang lebih menonjolkan musik dan nyanyian,
puisi dan deklamasi yang lebih menonjolkan syair, sandiwara yang lebih
menonjol pada permainan peran oleh para pelakunya, atau monolog
(teater tunggal) yang mengoptimalkan semuanya. Jadi tegasnya metode
bercerita lebih menonjolkan penuturan lisan materi cerita dibandingkan
aspek teknis yang lainnya.
Metode role playing atau permainan peran adalah suatu cara
penguasaan bahan-bahan pelajaran melalui pengembangan imajinasi dan
penghayatan peserta didik. Pengembangan imajinasi dan penghayatan
dilakukan peserta didik dengan memerankannya sebagai tokoh hidup
atau benda mati. Permainan ini pada umumnya dilakukan lebih dari satu
orang, hal itu bergantung kepada apa yang diperankan. Peserta didik
melakukan peran masing-masing sesuai dengan tokoh yang ia lakoni,
mereka berinteraksi sesama mereka.Kelebihan metode Role Playing:
melibatkan seluruh peserta didik dapat berpartisipasi mempunyai
kesempatan untuk memajukan kemampuannya dalam bekerjasama,
peserta didik bebas mengambil keputusan dan berekspresi secara utuh,
permainan merupakan penemuan yang mudah dan dapat digunakan
dalam situasi dan waktu yang berbeda, guru dapat mengevaluasi
pemahaman tiap peserta didik melalui pengamatan pada waktu
melakukan permainan, permainan merupakan pengalaman belajar yang
menyenangkan bagi anak.
Metode observasi adalah metode pengamatan dengan cara
mengamati suatu objek tertentu, misal kegiatan, benda atau lokasi
tertentu misalnya museum, situs wisata dll.
Keunggulannya yaitu dapat mengamati kenyataan beraneka ragam dari
dekat, menghayati pengalaman baru dengan turut dalam kegiatan,
menjawab masalah dengan melihat, mendengarkan dan membuktikan,
memperoleh informasi dengan wawancara, mempelajari sesuatu dengan
integral dan komprehensif. Namun kelemahan metode ini adalah
9
memerlukan persiapan yang melibatkan banyak pihak, memerlukan
pengawasanyang lebih dekat, memerlukan biaya yang tidak sedikit.
Metode simulasi atau demonstrasi adalah metode yang
diterapkan dengan cara mempraktikkan atau menampilkan keterampilan
yang diperoleh dari hasil belajar. Metode ini digunakan untuk materi
pembelajaran yang berorientasi pada pengembangan keterampilan.
Materi pembelajaran yang bertujuan mengembangkan sikap dan
kesadaran diri juga dapat menerapkan metode ini. metode ini dapat
mengembangkan penghayatan peserta didik.
Metode sinema edukasi adalah metode pembelajaran dengan
memanfaatkan media film atau video sebagai penyampai pesan. Film
atau video yang dipilih berdasarkan tema atau tujuan pembelajaran.
Melalui film, peserta mengamati dan menghayati pesan yang
disampaikan. Metode ini melibatkan aspek emosi dan kognitif peserta
didik sehingga dapat mengembangkan kemampuan berpikir, sikap dan
keterampilan peserta didik.
Metode pemecahan masalah (problem solving) adalah
penggunaan metode dalam kegiatan pembelajaran dengan jalan melatih
peserta didik menghadapi berbagai masalah baik itu masalah pribadi atau
perorangan maupun masalah kelompok untuk dipecahkan sendiri atau
secara bersama-sama.
Orientasi pembelajarannya adalah investigasi dan penemuan yang pada
dasarnya adalah pemecahan masalah.Adapun keunggulan metode
problem solving adalah dapat melatih peserta didik untuk mendesain
suatu penemuan, berpikir dan bertindak kreati, memecahkan masalah
yang dihadapi secara realistis, mengidentifikasi dan melakukan
penyelidikan, menafsirkan dan mengevaluasi hasil pengamatan,
merangsang perkembangan kemajuan berfikir peserta didik untuk
menyelesaikan masalah yang dihadapi dengan tepat, dapat membuat
pendidikan sekolah lebih relevan dengan kehidupan, khususnya dunia
kerja. Sedangkan kelemahan metode problem solving adalah beberapa
10
pokok bahasan sangat sulit untuk menerapkan metode ini. Misal
terbatasnya alat-alat laboratorium menyulitkan peserta didik untuk
melihat dan mengamati serta akhirnya dapat menyimpulkan kejadian
atau konsep tersebu, memerlukan alokasi waktu yang lebih panjang
dibandingkan dengan metode pembelajaran yang lain.
Metode ekspositori atau metode ceramah adalah metode yang
boleh dikatakan metode tradisonal. Karena sejak dulu metode ini telah
dipergunakan sebagai alat komunikasi lisan antara guru dan anak didik
dalam interaksi edukatif. Metode ekspositori atau ceramah memiliki
beberapa kelebihan yaitu: guru/pembina mudah menguasai kelas, mudah
dilaksanakan, dapat menjangkau peserta didik dalam jumlah besar,
pembina mudah menerangkan materi yang cukup banyak. Namun
demikian, metode ini memiliki kekurangan yaitu: kegiatan pengajaran
menjadi verbalisme (pengertian kata-kata), peserta didik yang lebih
tanggap dari sisi visual akan menjadi rugi dan anak didik yang lebih
tanggap auditifnya dapat lebih besar menerimanya, bila terlalu lama
dapat membosankan, sulit mengontrol capaian belajar peserta didik, dan
menyebabkan peserta didik pasif (Djamarah, 2000)
D. MEDIA KEGIATAN EKSTRAKURIKULER KEAGAMAAN (EKA)
1. Pengertian Media Kegiatan Ekstrakurikuler Keagamaan (EKA)
Media merupakan jamak dari medium yang secara harfiah berarti
perantara atau pengantar, yaitu perantara sumber pesan. Media dimaknai
segala sesuatu yang digunakan sebagai perantara atau pengantar ketika
seorang pembina mata pelajaran melakukan kegiatan EKA kepada
peserta didiknya.Terkait dengan media sebagai perantara pesan, maka
seorang pembina kegiatan ekstrakurikuler keagamaanmemerlukan media
pada saat memberikan kegiatan ekstrakurikuler keagamaan (EKA). Media
kegiatan ekstrakurikuler keagamaan ialah segala sesuatu yang dapat
digunakan untuk menyampaikan pesan kegiatan ekstrakurikuler
keagamaan yang mampu merangsang pikiran, perasaan, perhatian,
11
keinginan peserta didik untuk memahami diri, mengarahkan diri, dan
mengambil keputusan atas masalah yang dihadapi. Pada dasarnya media
kegiatan ekstrakurikuler keagamaan tidak terbatas hanya berfungsi
sebagai perantara sebuah pesan, melainkan memiliki makna yang lebih
luas yaitu segala alat bantu yang dapat digunakan dalam melaksanakan
program kegiatan ekstrakurikuler keagamaan.
Media kegiatan ekstrakurikuler keagamaan terdiri atas dua unsur
penting, yaitu (1) unsur peralatan/perangkat keras (hardware) dan (2)
unsur pesan yang dibawanya berupa (massage/software). Dengan
demikian, media kegiatan ekstrakurikuler keagamaanyang terpenting
bukan peralatannya, melainkan pesan atau informasi kegiatan
ekstrakurikuler keagamaan yang dibawakan oleh media tersebut.
Perangkat lunak (software) adalah informasi atau bahan kegiatan
ekstrakurikuler keagamaan yang akan disampaikan kepada peserta didik,
misalnya “Melalui berbagi dengan sesama kita kembangkan
kepekaan sosial”, sedangkan perangkat keras (hardware) adalah
peralatan yang digunakan untuk menyajikan pesan/bahan kegiatan
ekstrakurikuler keagamaan, misalnya: komputer, LCD, TV, VCD, papan
majalah dinding, dan sebagainya.
Pembina kegiatan ekstrakurikuler keagamaan (EKA) dapat
memberikan informasi melalui media papan tulis, selebaran, leaflet,
papan majalah dinding, slide, laptop, dan LCD yang berisi bahan/materi
informasi (seperti: informasi Tata cara Ibadah). Dengan demikian media
sangat diperlukan dalam perencanaan program hingga pelaporan
kegiatan.
Penggunaan media dalam kegiatan EKA sangat bermanfaat untuk:
(1) mengurangi penggunaan metode verbal (2) meningkatkan perhatian
dan keterlibatan (engagement) peserta didik (3) memberikan pengalaman
nyata yang dapat menumbuhkan partisipasi dalam kegiatan (4)
meningkatkan pemahaman sehingga dapat membantu pencapaian
12
kemampuan afeksi, psikomotoris dan kognisi peserta didik (5)
Memberikan pengalaman yang tidak mudah diperoleh dengan cara lain
sehingga meningkatkan membantu efisiensi dan efektivitas proses
kegiatan ekstrakurikuler.
2. Jenis-jenis Media Kegiatan Ekstrakurikuler Keagamaan (EKA)
Jenis media pembinaan kegiatan ekstrakurikuler keagamaan (EKA)
dapat diklasifikasi berdasarkan cara penyajian dan fungsinya.
Berdasarkan cara penyajiannya media EKA terdiri atas (1) media
grafis/media visual, (2) media audio, (3) media audiovisual, (4) media
proyeksi, (5) multimedia, (6) media obyek.
Media grafis atau media visual merupakan media penyampai
pesan gambar dan simbol dari sumber ke penerima pesan melalui indera
penglihatan. Pesan-pesan dituangkan ke dalam simbol-simbol komunikasi
visual. Simbol-simbol tersebut perlu dipahami secara benar agar
penyampaian pesan berhasil dan efisien. Media grafis juga berfungsi
menarik perhatian, memperjelas ide, mengilustrasikan atau menghiasi
fakta yang mungkin akan cepat dilupakan jika tidak digrafiskan. Bentuk
media grafis/visual yaitu gambar atau foto, sketsa, diagram, bagan/chart,
grafik, kartun, poster, peta/globe, papan majalah dinding.
Media audio, merupakan media yang pesannya ditangkap melalui
indera pendengaran. Pesan dituangkan ke dalam lambang-lambang
auditif. Media ini sangat berguna untuk memenuhi kebutuhan peserta
didik yang memiliki gaya belajar auditorial. Bentuk jenis media ini yaitu
radio, tape recorder. Sementara itu, media audiovisual, merupakan
media yang pesannya ditangkap melalui indera mata dan pendengaran.
Bentuk media ini diantaranya TV, video, dan DVD player. Media proyeksi,
merupakan media yang teknis menyajiannya memerlukan alat proyektor.
Bentuk media ini yaitu film slide dan film.
13
Multimedia, merupakan media yang memadukan semua
keunggulan peralatan media audio, visual dan berbagai jenis media serta
teknik penyajian dengan memanfaatkan teknologi komputer dan LCD
proyektor sebagai peralatan utamanya.
Media obyek merupakan media yang menyampaikan informasi
melalui ciri fisiknya itu sendiri.Media obyek terdiri atas obyek alami yakni
benda itu sendiri, seperti kitab suci (peserta didik menghadapi kitab suci
betulan). Sedangkan media obyek yang lain ialah obyek tiruan, seperti
replika, maneken (peserta didik menghadapi obyek tiruan, bukan benda
sebenarnya).
Secara umum media yang digunakan kegiatan ekstrakurikuler
keagamaan di sekolah memiliki fungsi utama dan fungsi pendukung.
Fungsi utamanya adalah (1) media sebagai penyampaian informasi,
sedangkan fungsi pendukung yaitu (2) media sebagai alat asesmen
(pengumpul dan penyimpan data), dan (3) media sebagai alat
menyampaikan laporan.
3. Kriteria Penetapan Media Pembinaan Kegiatan Ekstrakurikuler
Keagamaan
Berkaitan dengan pemilihan media, Sudjana dan Rivai (1991)
mengemukakan rambu-rambu kriteria dalam memilih media yaitu: (1)
Ketepatan dengan tujuan kegiatan EKA, artinya media yang dipilih
diselaraskan dengan tujuan-tujuan kegiatan EKA yang dilaksanakan. (2)
Dukungan terhadap materi kegiatan EKA, artinya bahan/materi yang
bersifat fakta, prinsip, konsep dan generalisasi sangat memerlukan
bantuan media agar lebih mudah dipahami; (3) Kemudahan memperoleh
media, artinya media yang diperlukan mudah didapat, setidak-tidaknya
mudah dibuat oleh pembina EKA. Media grafis umumnya mudah dibuat
oleh pembina EKA tanpa mengeluarkan biaya yang mahal, disamping
sederhana dan mudah penggunannya; (4) Keterampilan pembina EKA
dalam menggunakannya, apapun jenis media yang diperlukan syarat
14
utama ialah pembina dapat menggunakannya dalam proses kegiatan
EKA. Nilai dan manfaat yang diharapkan bukan pada medianya, tetapi
dampak dari penggunannya oleh pembina pada saat terjadinya interaksi
belajar peserta didik dengan lingkungannya. (5) Ketersediaan waktu
untuk menggunakannya (6) Sesuai dengan perkembangan kognitif dan
afektif peserta didik, artinya ketika pembina memilih media kegiatan EKA
harus sesuai dengan karkteristik perkembangan peserta didik, sehingga
makna yang terkandung di dalamnya dapat dipahami oleh peserta didik.
Misalnya, grafik yang berisi data dan angka atau proporsi dalam bentuk
persen kurang sesuai dengan karakteristik peserta didik SD kelas-kelas
rendah.Mungkin lebih tepat jika dalam bentuk gambar atau poster.
Lebih lanjut, fungsi media dalam kegiatan EKA dijelaskan oleh
Sudjana (1991) dan Nursalim, dkk, (2010), sebagai berikut: (1)
Penggunaan media dalam proses belajar dan kegiatan EKA bukan
merupakan fungsi tambahan, tetapi mempunyai fungsi sendiri sebagai
alat bantu untuk mewujudkan situasi kegiatan EKA yang efektif; (2)
Penggunaan media kegiatan EKA merupakan bagian yang integral dari
keseluruhan situasi kegiatan EKA. Dengan kata lain, media kegiatan EKA
merupakan salah satu unsur yang harus dikembangkan oleh pembina; (3)
Media dalam kegiatan EKA, penggunannya integral dengan tujuan dari isi
kegiatan EKA. Fungsi ini mengandung pengertian bahwa pemanfaatan
media harus melihat tujuan dan bahan kegiatan EKA; (4) Penggunaan
media dalam kegiatan EKA bukan semata-mata alat hiburan, dalam arti
digunakan hanya sekadar melengkapi proses belajar supaya lebih
menarik perhatian peserta didik; (5) Penggunaan media dalam kegiatan
EKA lebih diutamakan untuk mempercepat proses belajar dan kegiatan
EKA serta membantu peserta didik untuk menangkap pengertian yang
diberikan oleh pembina ; dan (6) Penggunaan media dalam kegiatan EKA
diutamakan untuk mempertinggi mutu kegiatan EKA. Dengan kata lain,
penggunaan media dalam kegiatan EKA, memungkinkan hasil belajar
15
yang dicapai oleh peserta didik akan diingat dengan tahan lama, sehingga
mempunyai nilai tinggi.
Ketika fungsi media kegiatan EKA diaplikasikan ke dalam proses
kegiatan EKA, maka terlihat peranannya sebagai berikut: (1) Media yang
digunakan pembina sebagai penjelasan dari keterangan atau informasi
terhadap suatu bahan yang disampaikan pembina ; (2) Media dapat
memunculkan permasalahan untuk dikaji lebih lanjut dan dipecahkan oleh
peserta didik dalam proses belajarnya. Paling tidak pembina dapat
memperoleh media sebagai sumber pertanyaan atau stimulasi belajar
peserta didik; dan (3) Media sebagai sumber belajar bagi peserta didik.
Media sebagai bahan konkrit berisi bahan-bahan yang harus dipelajari
oleh para peserta didik, baik individual maupun kelompok. Kekonkritan
sifat media itulah yang dapat membantu tugas pembina dalam kegiatan
kegiatan EKA.
Bertolak pada rambu-rambu kriteria serta fungsi dan peranan
media sebagaimana di sebutkan, jelas pemakai media baik pembina,
maupun pembina kegiatan ekstrakurikuler keagamaanketika
melaksanakan layanan kelompok atau klasikal tidak boleh menggunakan
media secara sembarangan. Artinya mereka harus memilih media dengan
tepat dan cermat, memperhatikan kondisi peserta didik yang menjadi
kelompok sasaran media, mempertimbangkan kemampuan/kompetensi
pembina itu sendiri apakah memiliki keterampilan untuk membuat,
mengadakan, dan mengoperasikan media yang dipilihnya itu. Demikian
juga pembina harus pula mempertimbangkan ketersediaan media yang
dipilih, sehingga penggunaan media dapat memiliki nilai tambah bagi
kelancaran untuk memperjelas isi/materi yang diterangkan selama proses
kegiatan EKA tanpa harus membebani berbagai pihak termasuk peserta
didik dan pembina .
16
a. Pengembangan Media Kegiatan ekstrakurikuler keagamaan
Paparan pada bagian terdahulu, menyatakan betapa pentingnya
media untuk mempermudah penyampaian materi layanan kepada
kelompok sasaran. Ada beberapa langkah yang dipertimbangkan untuk
mengembangkan sebuah media kegiatan ekstrakurikuler keagamaan,
sebagai berikut: (1) Identifikasi kebutuhan dan karakteristik peserta didik,
(2) Perumusan tujuan kegiatan ekstrakurikuler keagamaan, (3) Perumusan
butir-butir materi yang terperinci, (4) Mengembangkan alat pengukur
keberhasilan, (5) Menuliskan naskah media, dan (6) Merumuskan
instrumen dan tes dan revisi.
1). Identifikasi kebutuhan dan karakteristik peserta didik
Sebuah perencanaan media didasarkan atas kebutuhan
(need).Salah satu indikator sebuah kebutuhan karena di dalamnya
terdapat kesenjangan (gap). Kesenjangan adalah ketidaksesuaian antara
apa yang seharusnya atau apa yang diharapkan dengan apa yang terjadi.
Adanya kebutuhan, seyogyanya menjadi dasar dan pijakan dalam
membuat media kegiatan ekstrakurikuler keagamaan, sebab dengan
dorongan kebutuhan inilah media dapat berfungsi dengan baik.
Kesesuaian media dengan peserta didik menjadi dasar pertimbangan
utama, sebab hampir tidak ada satu media pun yang dapat memenuhi
semua tingkatan usia. Media yang digunakan peserta didik, haruslah
relevan dengan kemampuan yang dimiliki peserta didik (Nursalim, dkk,
2010).
2). Perumusan Tujuan
Tujuan merupakan sesuatu yang sangat penting dalam kegiatan,
karena dengan tujuan akan mempengaruhi arah dan tindakan seseorang.
Dengan tujuan itu pulalah seseorang dapat mengetahui apakah target
sudah dapat tercapai atau belum. Dalam program kegiatan
17
ekstrakurikuler keagamaan tujuan merupakan faktor yang sangat penting,
karena tujuan itu akan menjadi arah bagi peserta didik untuk melakukan
perilaku yang diharapkan atas tujuan tersebut. Dengan tujuan yang jelas,
maka dengan mudah pembina kegiatan ekstrakurikuler keagamaan dapat
mempengaruhi sejauh mana peserta didik mampu mencapai tujuan itu.
Tujuan yang baik, yaitu mengandung unsur: jelas, terukur, dan
operasional. Perumusan tujuan seharusnya memiliki ketentuan sebagai
berikut: (1) berpusat pada peserta didik, dalam merumuskan tujuan,
harus selalu berpatokan pada perilaku peserta didik, dan bukan perilaku
pembina kegiatan ekstrakurikuler keagamaan. Dalam perumusannya
kata-kata peserta didik secara eksplisit dituliskan. Selain itu, perilaku
yang diharapkan dicapai sedapat mungkin dilakukan peserta didik dan
bukan perilaku yang tidak mungkin dilakukan peserta didik; (2)
Operational, perumusan tujuan harus dibuat secara spesifik dan
operasional sehinggan mudah untuk mengukur tingkat
keberhasilannya.Tujuan yang spesifik ini terkait dengan penggunaan kata
kerja. Kata kerja yang terlalu umum akan menghasilkan perilaku atau
tindakan peserta didik yang juga bersifat umum, namun sebaliknya kata
kerja yang khusus akan menghasilkan perilaku yang khusus pula;
3). Perumusan Materi
Titik tolak perumusan materi EKA adalah dari rumusan tujuan
kegiatan EKA.Materi berkaitan dengan substansi isi kegiatan
ekstrakurikuler keagamaan yang harus diberikan. Materi perlu disusun
dengan memperhatikan kriteria-kriteria tertentu, diantaranya: (1) Sahih
atau valid, materi yang dituangkan untuk layanan kegiatan
ekstrakurikuler keagamaan benar-benar telah teruji kelayakan dan
kesahihannya. Hal ini juga berkaitan dengan keaktualan dan kebaruan
materi, sehingga materi yang disiapkan tidak ketinggalan jaman, dan
memberikan kontribusi untuk masa mendatang; (2) Tingkat
kepentingan (significant), dalam memilih materi perlu
18
dipertimbangkan pertanyaan sebagai berikut: sejauhmana materi
tersebut penting untuk dipelajari? Penting untuk siapa? Dimana dan
mengapa? Dengan demikian materi yang diberikan kepada peserta didik
tersebut benar-benar yang dibutuhkannya; (3) Kebermanfaatan
(utility), kebermanfaatan yang dimaksud haruslah dipandang dari dua
sudut yaitu kebermanfaatan secara akademik dan non akademik. Secara
akademis materi harus bermanfaat untuk meningkatkan kemampuan
peserta didik, sedangkan non akademis materi harus menjadi bekal
berupa life skill baik berupa pengetahuan aplikatif, keterampilan, dan
sikap yang dibutuhkannya dalam kehidupan sehari-hari; (4)
Learnability, artinya sebuah program harus dimungkinkan untuk
dipelajari, baik dari aspek tingkat kesulitannya (tidak terlalu mudah, sulit
ataupun sukar) dan bahan ajar tersebut layak digunakan sesuai dengan
kebutuhan setempat; dan (5) Menarik minat (interest), materi yang
dipilih hendaknya menarik minat dan dapat memotivasi peserta didik
untuk mempelajarinya lebih lanjut. Setiap materi yang diberikan kepada
peserta didik harus menimbulkan keingintahuan lebih lanjut, sehingga
memunculkan dorongan lebih tinggi untuk belajar secara aktif dan
mandiri.
19
Latihan Pengembangan Media Kegiatan ekstrakurikuler
keagamaan
Tugas Kelompok
Aktivitas belajar 1
1) Peserta dibentuk menjadi 4 kelompok,
2) Setiap kelompok membaca modul atau bahan ajar
3) Setiap kelompok menyimpulkan hasil bacaan dalam bentuk peta
konsep atau mind mapping dan ditulis dalam kertas plano atau dalam
bentuk power point
4) Setiap kelompok mempresentasikan hasil mind mapping atau peta
konsep dengan menayangkan atau mendisplay.
Tugas Kelompok
Aktivitas belajar 2
1. Peserta dibentuk menjadi 4 kelompok,
2. Setiap kelompok membuat rancangan media kegiatan EKA
3. Setiap kelompok mempresentasikan hasil mind mapping atau peta
konsep dengan menayangkan atau memamerkan.
20
LEMBAR AKTIVITAS 1 BIMTEK EKA
Materi 4 : Strategi, Metode dan Media Pembinaan Kegiatan EKA SD
Aktivitas : 1 (Identifikasi dan penyesuaian strategi dengan jenis EKA)
Nama Peserta :………………………………………………………………..
No Jenis Kegiatan EKA
STRATEGI
Metode Media
LEMBAR AKTIVITAS BIMTEK EKA
21
Materi 4 : Strategi, Metode dan Media Pembinaan Kegiatan EKA
Aktivitas : 2 (Pengembangan Skenario Pelaksanaan EKA)
Nama kegiatan EKA :…………………………………………………………….
Nama Sekolah : …………………………………....................................
Sasaran : Peserta didik Kelas
Kegiatan : Tahunan, Semester, Mingguan dan Harian
Uraikan rencana kegiatan EKA yang akan dilaksanakan dalam tahapan langkah-langkah sistematis
1………………………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………………………
2.……………………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………………………
3………………………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………………………
4………………………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………………………
5………………………………………………………………………………………………………………
22
………………………………………………………………………………………………………………
6………………………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………………………
………………,……………20…
Nama Pembina
DAFTAR PUSTAKA
Djamarah, Syaiful Bahri. 2000. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif. Jakarta : PT Rineka Cipta.
Nursalim, dkk., 2010. Media Bimbingan dan Konseling. Surabaya: Unesa University Press.
Orr, Fred.1992. Study skills for Successful Students. Singapore: Loi Printing Pte Ltd.
Reigeluth, C.M. (Ed.) .2006. Instructional-Design Theories and Models, Volume III: Building a Common Knowledge Base. New York: LEA/Routledge.
Sanjaya, Wina. 2008. Strategi Pembelajaran Berorientasi Proses Pendidikan. Jakarta: Penerbit Kencana
Sudjana, Nana dan Rivai, Ahmad. 1991. Media Pengajaran. Bandung: Sinar Baru.
23