strategi perjuangan petani dalam mendapatkan akses dan … · dilakukan melalui wawancara mendalam...

105
STRATEGI PERJUANGAN PETANI DALAM MENDAPATKAN AKSES DAN PENGUASAAN ATAS LAHAN (KASUS DESA CISARUA, KECAMATAN SUKARAJA, KABUPATEN SUKABUMI) Oleh GEIDY TIARA ARIENDI I34070014 DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

Upload: truongliem

Post on 06-Mar-2019

230 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Strategi perjuangan petani dalam mendapatkan akses dan … · dilakukan melalui wawancara mendalam yang dilakukan kepada informan dan responden. Pendekatan kuantitatif dilakukan menggunakan

STRATEGI PERJUANGAN PETANI DALAM MENDAPATKAN AKSES DAN PENGUASAAN ATAS LAHAN

(KASUS DESA CISARUA, KECAMATAN SUKARAJA, KABUPATEN SUKABUMI)

Oleh

GEIDY TIARA ARIENDI

I34070014

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011

Page 2: Strategi perjuangan petani dalam mendapatkan akses dan … · dilakukan melalui wawancara mendalam yang dilakukan kepada informan dan responden. Pendekatan kuantitatif dilakukan menggunakan

ABSTRACT

Farmers in Cisarua Village have limited access and land tenure because

the land is own by government through plantation concertion (HGU). Those facts

lead the farmers for setting strategy to get the access of land cultivate. Generally,

this research used qualitative analysis methode which is done since July 2010 to

January 2011. Depth interview, direct observation, and questionaire are used to

get primary data and literature study is used to get secondary data in this

research. Sample taken as many as thirty four respondents with the population is

Cisarua Society and the frame sample is Cisarua Society who work as farmer. The

result of this research shows that Cisarua’s farmer struggle individually by doing

compromy with foreman of tea plantation so that they can get access of land

tenure. Strategy choosing that’s used by farmers is influenced by some external

and internal factors.

Keyword: Land limits, strategy, individual struggle, compromy

Page 3: Strategi perjuangan petani dalam mendapatkan akses dan … · dilakukan melalui wawancara mendalam yang dilakukan kepada informan dan responden. Pendekatan kuantitatif dilakukan menggunakan

RINGKASAN

GEIDY TIARA ARIENDI, Strategi Perjuangan Petani dalam Mendapatkan Akses dan Penguasaan Atas Lahan. Studi Kasus Desa Cisarua, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Sukabumi (Dibawah Bimbingan RILUS A. KINSENG)

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui sejauhmana tingkat keberhasilan petani dalam mendapatkan akses dan penguasaan atas lahan sesuai dengan strategi yang digunakan serta menggambarkan bagaimana proses yang dilalui petani untuk mendapatkan akses dan penguasaan atas lahan. Adapun secara tujuan khusus penelitian ini ialah untuk (1) mengetahui bagaimana strategi perjuangan yang digunakan petani dalam mendapatkan akses dan penguasaan atas lahan, (2) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi strategi yang digunakan petani dalam memperjuangkan akses dan penguasaan atas lahan, (3) mengetahui permasalahan petani dalam memperjuangkan akses dan penguasaan atas lahan, dan (4) mengetahui sejauhmana tingkat keberhasilan strategi yang digunakan petani dalam memperjuangkan akses dan penguasaan atas lahan.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Strategi pendekatan kualitatif yang digunakan ialah studi kasus. Metode kualitatif dilakukan melalui wawancara mendalam yang dilakukan kepada informan dan responden. Pendekatan kuantitatif dilakukan menggunakan metode survei yang mana pengumpulan data dilakukan melalui kuesioner. Jumlah responden dalam penelitian ini ialah 34 orang yang diambil menggunakan accidental sample methode dengan populasi penelitian yaitu petani Desa Cisarua. Pengumpulan data sekunder penelitian dilaksanakan pada bulan Juli hingga Agustus 2010. Data primer penelitian dikumpulkan mulai dari bulan Oktober 2010 hingga Januari 2011. Data sekunder dikumpulkan melalui studi literatur, dari data di Kantor Kepala Desa. Data primer diperoleh melalui pengamatan langsung di lokasi penelitian dimana dilakukan wawancara kepada responden dan informan yang mengacu kepada kuesioner dan panduan pertanyaan. Data kualitatif yang diperoleh disajikan dalam bentuk deskriptif sedangkan data kuantitatif dianalisis dengan uji Korelasi Rank Spearman menggunakan program komputer Ms. Excel 2007 dan SPSS 17 for windows.

Petani di Desa Cisarua melakukan perjuangan secara individual untuk mendapatkan akses dan penguasaan atas lahan dengan melakukan kompromi dengan pihak perkebunan. Setelah melakukan kompromi dengan pihak perkebunan, masyarakat kemudian mendapat izin untuk menggarap lahan perkebunan dengan membayar uang sewa yang dihitung berdasarkan banyaknya patok lahan yang digarap dan memperluas lahan garapannya sedikit demi sedikit secara diam-diam.

Page 4: Strategi perjuangan petani dalam mendapatkan akses dan … · dilakukan melalui wawancara mendalam yang dilakukan kepada informan dan responden. Pendekatan kuantitatif dilakukan menggunakan

iv

Hasil uji Rank Spearman yang dilakukan menunjukkan bahwa faktor internal yang terdiri dari pengalaman berorganisasi, jumlah beban tanggungan, lama pendidikan yang ditempuh oleh petani, serta pendapatan petani tidak memiliki hubungan dengan tingkat keterlibatan petani dalam upaya untuk mendapatkan lahan garapan. Faktor internal yang memiliki hubungan dengan tingkat keterlibatan petani hanyalah jumlah dan luas relasi dengan tingkat kepercayaan sebesar 95 persen. Hal tersebut menunjukkan bahwa ketika jumlah dan luas relasi meningkat maka tingkat keterlibatan petani juga semakin meningkat.

Tidak adanya organisasi pendukung membuat petani Desa Cisarua tidak solid dan melakukan upaya secara individual. Respon pemerintah yang terlihat pilih kasih menimbulkan kecemburuan sosial didalam masyarakat. Kecemburuan sosial ini kemudian berdampak pada solidaritas masyarakat Desa Cisarua. Petani besar di Desa Cisarua menggunakan pemilihan kepala desa sebagai kesempatan politik untuk mendukung keinginannya ketika kepala desa tersebut menjabat. Faktor eksternal lain yang mendukung masyarakat untuk melakukan upaya secara individual ialah respon pihak perkebunan. Pihak perkebunan tidak menghalangi masyarakat untuk menggarap lahan non-produktifnya karena pihak perkebunan yang sedang mengalami masalah ekonomi juga mendapatkan keuntungan.

Dalam upaya mendapatkan lahan garapan, masyarakat Desa Cisarua mengalami beberapa hambatan seperti administrasi yang panjang serta memakan waktu cukup lama, lahan strategis yang terbatas, keberpihakan pemerintah pada petani besar, solidaritas masyarakat yang rendah, kecemburuan sosial, serta ketidakmampuan masyarakat untuk melawan penguasa.

Status lahan garapan yang diperoleh oleh petani ialah sewa yang besarnya dihitung berdasarkan luasan patok lahan yang digarap. Sistem sewa dibagi kembali menjadi sistem sewa dengan perjanjian dan sistem sewa tidak dengan perjanjian. Petani yang menanam pohon albasia mendapat sistem sewa dengan perjanjian karena merupakan salah satu program perkebunan untuk menambah pohon tegakan di areal perkebunan. Sistem sewa tidak dengan perjanjian berlaku bagi petani ayng menanam tanaman holtikultura. Meski demikian, petani merasa cukup senang karena tujuan petani untuk dapat mengolah lahan HGU milik perkebunan tercapai. Saat ini luas total lahan perkebunan yang digarap oleh petani di Desa Cisarua ialah 93 hektar. Selain itu, ada pula sistem bagi hasil dengan porposi 30:70 untuk mandor karena mandor memodali segala keperluan dalam produksi dan juga membayar uang sewa lahan. Adapun saran yang diajukan oleh penulis bagi petani ialah menguatkan ikatan petani dengan cara membentuk suatu wadah yang dapat menjadi tempat bagi para petani untuk saling berinteraksi serta berkomunikasi. Selain itu, pemerintah desa diharapkan dapat bertindak adil baik kepada petani kecil dan petani besar. Adapun saran untuk pihak perkebunan ialah menyediakan alternatif usaha lain bagi petani sebelum menarik kembali lahan garapan dari petani.

Page 5: Strategi perjuangan petani dalam mendapatkan akses dan … · dilakukan melalui wawancara mendalam yang dilakukan kepada informan dan responden. Pendekatan kuantitatif dilakukan menggunakan

STRATEGI PERJUANGAN PETANI DALAM MENDAPATKAN AKSES DAN PENGUASAAN ATAS LAHAN

(KASUS DESA CISARUA, KECAMATAN SUKARAJA, KABUPATEN SUKABUMI)

Oleh

GEIDY TIARA ARIENDI

I34070014

Skripsi

Sebagai Bagian Persyaratan untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

Pada

Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PETANIAN BOGOR

2011

Page 6: Strategi perjuangan petani dalam mendapatkan akses dan … · dilakukan melalui wawancara mendalam yang dilakukan kepada informan dan responden. Pendekatan kuantitatif dilakukan menggunakan

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang ditulis oleh:

Nama : Geidy Tiara Ariendi

NRP : I34070014

Departemen : Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

Judul : Strategi Perjuangan Petani dalam Mendapatkan

Akses dan Penguasaan Atas Lahan (Kasus Desa Cisarua,

Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Sukabumi)

Dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana

Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Departemen Sains Komunikasi

dan Pengembangan Masyarakat, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui,

Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Rilus A. Kinseng, MA NIP. 19590506 198703 1 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

Dr. Ir. Soeryo Adiwibowo, MS. NIP. 19550630 198103 1 003

Tanggal Lulus Ujian :

Page 7: Strategi perjuangan petani dalam mendapatkan akses dan … · dilakukan melalui wawancara mendalam yang dilakukan kepada informan dan responden. Pendekatan kuantitatif dilakukan menggunakan

LEMBAR PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG

BERJUDUL “STRATEGI PERJUANGAN PETANI DALAM

MENDAPATKAN AKSES DAN PENGUASAAN ATAS LAHAN (KASUS

DESA CISARUA, KECAMATAN SUKARAJA, KABUPATEN

SUKABUMI)” BELUM PERNAH DIAJUKAN DAN DITULIS PADA

PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN. SAYA

JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI MERUPAKAN HASIL

KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN

YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH

PIHAK/LEMBAGA LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN

YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH

Bogor, Februari 2011

Geidy Tiara Ariendi NRP. I34070014

Page 8: Strategi perjuangan petani dalam mendapatkan akses dan … · dilakukan melalui wawancara mendalam yang dilakukan kepada informan dan responden. Pendekatan kuantitatif dilakukan menggunakan

RIWAYAT HIDUP

Geidy Tiara Ariendi (penulis) merupakan anak pertama dari tiga

bersaudara hasil pernikahan pasangan Bapak Muhammad Syifried dan Mama

Niken Penta Dewi. Penulis dilahirkan di Kendari pada tanggal 12 Mei 1989.

Penulis memiliki dua orang adik yang bernama Geini Agni Swastiagri dan Ghafie

Addina Ghani. Penulis menetap di berbagai daerah yaitu Kendari, Palu, Napu,

Malang, Bengkulu, dan Pekanbaru.

Riwayat pendidikan penulis cukup panjang karena penulis hidup

berpindah-pindah. Penulis menikmati masa Taman Kanak-kanaknya di TK Tadika

Puri Kencana PT Hasfarm Ladongi, Kendari, Sulawesi Tenggara lalu melanjutkan

Sekolah Dasar Negeri 01 Gunung Jaya, Ladongi, Kendari selama satu tahun

(1995-1996). Setelah itu penulis melanjutkan studinya di Madrasah Ibtidaiyah

Negeri Malang I Jawa Timur tinggal bersama Eyang Putri dan Eyang Kakung

hingga lulus (1996-2001).

Setelah lulus, penulis pindah dan tinggal bersama orang tua ke Bengkulu.

Penulis melanjutkan studi di bangku Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 1

Bengkulu selama satu tahun (2001-2002) dan menyelesaikan SMP pada tahun

2004 di SMP Negeri 13 Pekanbaru. Penulis lalu melanjutkan ke Sekolah

Menengah Atas terbaik di Pekanbaru, yaitu di SMA Negeri 8 Pekanbaru (2004-

2007). Pada tahun 2007, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor yang telah

lama diimpikan oleh penulis melalui jalur USMI (Ujian Seleksi Masuk IPB) dan

memilih masuk Mayor Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat dengan

Minor Arsitektur Lanskap.

Sejak sekolah hingga masuk bangku sekolah, penulis aktif mengikuti

berbagai kegiatan ekstrakulikuler dan organisasi, antara lain: ekstrakulikuler

paduan suara (1996-2001), musik tradisional (1997-2000), musik modern (1996-

2007), pasukan pengibar bendera SMPN 1 Bengkulu (2001), anggota Komisi A

Majelis Permusyawarahan Kelas (MPK) SMAN 8 Pekanbaru, Punggawi II

Pasukan Khusus 8 Jaya (2005-2006), anggota divisi Public Relation HIMASIERA

(Himpunan Mahasiswa Peminat Ilmu-ilmu Komunikasi dan Pengembangan

Page 9: Strategi perjuangan petani dalam mendapatkan akses dan … · dilakukan melalui wawancara mendalam yang dilakukan kepada informan dan responden. Pendekatan kuantitatif dilakukan menggunakan

ix

Masyarakat) pada tahun 2009, anggota divisi Olahraga IKPMR (Ikatan Keluarga

Pelajar dan Mahasiswa Riau Bogor) Bogor (2008), Sekretaris HIMASIERA

(2010-2011), dan lain-lain.

Selama di kampus IPB, penulis pernah menjadi asisten mata kuliah

Komunikasi Bisnis selama 1 semester. Penulis juga pernah mengikuti beberapa

seminar tingkat nasional serta aktif menjadi panitia di beberapa kegiatan di tingkat

nasional. Pada tahun 2010, penulis juga lolos dalam seleksi Program Kreativitas

Mahasiswa dan mendapatkan pendanaan dari DIKTI untuk merintis usaha Cup

Cake yang terbuat dari tape singkong sebagai salah satu upaya untuk

meningkatkan nilai ekonomis dari tape.

Page 10: Strategi perjuangan petani dalam mendapatkan akses dan … · dilakukan melalui wawancara mendalam yang dilakukan kepada informan dan responden. Pendekatan kuantitatif dilakukan menggunakan

KATA PENGANTAR

Segala Puji dan Syukur diucapkan atas kehadirat Allah SWT yang telah

memberikan rahmat, kasih sayang, karunia, ridho, dan kenikmatan kepada penulis

dalam penyelesaian penulisan skripsi yang berjudul “Strategi Perjuangan Petani

dalam Mendapatkan Akses dan Penguasaan Atas Lahan (Studi Kasus Desa

Cisarua, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Sukabumi)” di bawah Bimbingan Dr. Ir.

Rilus A. Kinseng, MA.

Tulisan ini menjadi salah satu syarat kelulusan mata kuliah KPM 499 dan

syarat untuk memperoleh gelar sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan

Masyarakat. Dalam skripsi ini, penulis mencoba menganalisis faktor-faktor yang

mempengaruhi strategi yang digunakan petani dalam memperjuangankan akses

dan penguasaan atas lahan, mengetahui permasalahan petani dalam

memperjuangkan akses dan penguasaan atas lahan, mengetahui bagaimana

strategi perjuangan yang digunakan petani dalam memperjuangkan akses dan

penguasaan atas lahan, serta mengetahui sejauh mana tingkat keberhasilan strategi

yang digunakan petani dalam memperjuangkan akses dan penguasaan atas lahan.

Skripsi ini terbagi menjadi enam bab, terdiri dari Bab I yang berisi latar

belakang penulis melakukan penelitian mengenai strategi perjuangan petani dalam

mendapatkan akses dan penguasaan atas lahan. Bab II yang memaparkan teori-

teori yang menjadi landasan penulis dalam melakukan penelitian. Bab III penulis

menguraikan mengenai metodologi penelitian yang digunakan untuk menyusun

skripsi. Lalu penulis menguraikan situasi serta kondisi lokasi penelitian yang

dituangkan dalam Bab IV. Hasil penelitian serta pembahasan dituliskan pada Bab

V. Skripsi ini diakhiri pada Bab VI yang berisi kesimpulan serta saran dari

penulis. Semoga tulisan ini bermanfaat dalam meningkatkan khasanah ilmu

pengetahuan dan menjadi sumber rujukan dalam bidang gerakan sosial agraria.

Bogor, Februari 2011

Penulis

Page 11: Strategi perjuangan petani dalam mendapatkan akses dan … · dilakukan melalui wawancara mendalam yang dilakukan kepada informan dan responden. Pendekatan kuantitatif dilakukan menggunakan

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena

dengan rahmat dan kehendak-Nya penulis dapat menyelesaikan Skripsi tepat pada

waktunya dengan judul “Strategi Petani dalam Memperjuangkan Akses dan

Penguasaan Atas Lahan (Kasus Desa Cisarua, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten

Sukabumi)”. Penulis menyadari bahwa Skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik

karena adanya dari dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin

mengucapkan terimakasih kepada:

1. Dosen pembimbing Dr. Ir. Rilus A. Kinseng yang telah membimbing,

memberi saran dan kritik yang membangun, serta memotivasi dan

meluangkan waktu untuk penulis meski pun sedang berada di Kanada.

2. Prof. Dr. Endriatmo, MA dan Ir. Dwi Sadono, MSi sebagai penguji dalam

sidang skripsi penulis pada tanggal 4 Februari 2011.

3. Keluarga tercinta, khususnya Ayahanda Muhammad Syifried dan Ibunda

Niken Penta Dewi yang di sela-sela kesibukannya selalu mendengarkan

curahan hati penulis, selalu mendukung penulis dalam berbagai hal, memberi

motivasi, dan terus mengingatkan agar tidak putus asa karena hidup ini begitu

indah.

4. Adik kandung penulis, Geini Agni Swastiagri dan Ghafie Addina Ghani yang

selalu penulis rindu dan sayang.

5. Sahabat penulis, JOJOTIK yang terdiri dari Hardiyanti Dharma Pertiwi,

Marika Veraria Sianipar, Isma Rosyida, dan Mery Purnamasarie yang selalu

mengingatkan penulis dalam menyelesaikan Skripsi, menemani penulis

mencari literatur, serta menyemangati penulis dalam mengumpulkan data

penelitian. Selalu memberi keceriaan dalam menghadapi hari-hari, selalu ada

dikala penulis membutuhkan dukungan dan motivasi, selalu menghibur

penulis, dan selalu membuat hari-hari penulis menjadi lebih berwarna. Terlalu

banyak cerita, kenangan, dan kebahagiaan yang telah kalian berikan.

6. Om Edos yang membantu penulis dalam mengumpulkan data-data penelitian

dengan sabar.

Page 12: Strategi perjuangan petani dalam mendapatkan akses dan … · dilakukan melalui wawancara mendalam yang dilakukan kepada informan dan responden. Pendekatan kuantitatif dilakukan menggunakan

xii

7. Eric Ekaputra yang hadir mengisi, menghibur, dan membantu penulis dalam

menata hati kembali serta menemukan keindahan rasa memiliki. Selalu

mendengarkan dengan setia cerita dan curahan hati penulis serta membantu

dan menuntun penulis menjadi manusia yang lebih baik lagi.

8. Om Joyo Winoto, Bu Yusi, dan pihak Brighten Institut yang mendukung

penulis dalam menyelesaikan skripsi. Selalu terbuka dan ramah ketika penulis

datang untuk menyelesaikan skripsi. Menjadi salah satu tempat penulis

mencari literatur dan tempat mengerjakan skripsi yang nyaman.

9. Pak Endriatmo, Pak Shohibuddin, dan Pak Satyawan yang telah ikut

memudahkan penulis dalam mencari literatur mengenai kajian agraria.

10. Mas Muhammad Yusuf dan SAINS yang membantu penulis dalam mencari

literatur, menjadi pembimbing kedua dalam mengarahkan penulis melakukan

penelitian dan mengerjakan skripsi.

11. Teman-teman satu Departemen SKPM khususnya angkatan 44 yang tidak

bisa disebutkan satu persatu.

12. Semua pihak yang telah ikut membantu secara tidak langsung selama

menyelesaikan Skripsi ini.

Semoga Skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak dan dapat dijadikan

sumber referensi untuk penelitian berikutnya. Akhir kata, penulis mengharapkan

kritik dan saran membangun dari pembaca.

Bogor, Februari 2011

Penulis

Page 13: Strategi perjuangan petani dalam mendapatkan akses dan … · dilakukan melalui wawancara mendalam yang dilakukan kepada informan dan responden. Pendekatan kuantitatif dilakukan menggunakan

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ................................................................................................. xv

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xvi

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang............................................................................................... 1 1.2 Pertanyaan Penelitian .................................................................................... 4 1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................................... 4 1.4 Kegunaan Penelitian ...................................................................................... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 7

2.1 Latar Belakang Terjadinya Gerakan Perjuangan Petani ................................ 7 2.2 Model Gerakan Strategi Perjuangan Petani ................................................. 11 2.3 Faktor yang Mempengaruhi Strategi Perjuangan Petani ............................. 15

2.3.1 Faktor Internal ...................................................................................... 15 2.3.2 Faktor Eksternal .................................................................................... 18

2.4 Tingkat Keberhasilan Perjuangan Petani..................................................... 20 2.5 Kerangka Pemikiran Penelitian ................................................................... 21 2.5 Hipotesis Penelitian ..................................................................................... 23

2.5.1 Hipotesis Uji ......................................................................................... 23 2.5.2 Hipotesis Pengarah ............................................................................... 24

2.6 Definisi Operasional .................................................................................... 24 BAB III METODOLOGI PENELITIAN.............................................................. 28

3.1 Pendekatan Penelitian .................................................................................. 28 3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ....................................................................... 29 3.3 Teknik Pengumpulan Data .......................................................................... 30 3.4 Teknik Analisis Data ................................................................................... 31

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI ........................................................... 32

4.1 Letak Geografis dan Keadaan Lingkungan ................................................. 32 4.2 Demografi Desa ........................................................................................... 33 4.3 Mata Pencaharian Penduduk ....................................................................... 34 4.4 Sarana dan Prasarana ................................................................................... 36 4.5 Sejarah Desa Cisarua ................................................................................... 36

Page 14: Strategi perjuangan petani dalam mendapatkan akses dan … · dilakukan melalui wawancara mendalam yang dilakukan kepada informan dan responden. Pendekatan kuantitatif dilakukan menggunakan

xiv

BAB V STRATEGI PERJUANGAN PETANI DI DESA CISARUA DAN KEBERHASILANNYA ....................................................................................... 38

5.1 Petani dan Permasalahannya ....................................................................... 38 5.2 Strategi Perjuangan Petani Desa Cisarua .................................................... 48 5.3 Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Strategi Perjuangan Petani ....... 56 5.4 Tingkat Keberhasilan Petani........................................................................ 68

BAB VI PENUTUP .............................................................................................. 73

6.1 Kesimpulan .................................................................................................. 73 6.2 Saran ............................................................................................................ 75

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 76

LAMPIRAN .......................................................................................................... 78

Page 15: Strategi perjuangan petani dalam mendapatkan akses dan … · dilakukan melalui wawancara mendalam yang dilakukan kepada informan dan responden. Pendekatan kuantitatif dilakukan menggunakan

DAFTAR TABEL

 

Nomor Teks Halaman

Tabel 1. Luas Tanah Berdasarkan Kegunaan di Desa Cisarua Tahun 2008.......................................................................................  

32

Tabel 2. Persentasi Penduduk di Desa Cisarua Berdasarkan Etnis Tahun 2008............................................................................  

33

Tabel 3. Jumlah dan Jenis Mata Pencaharian Pokok Penduduk Desa Cisarua Berdasarkan Jenis Kelamin Tahun 2008..................  

34

Tabel 4. Jumlah dan Persentasi Petani Berdasarkan Aset Tanah Desa Cisarua Tahun 2008......................................................  

35

Tabel 5. Hasil Uji SPSS Rank Spearman Hubungan Faktor Internal dengan Tingkat Keterlibatan Petani dalam Upaya Mendapatkan Lahan Garapan...............................................

65

Page 16: Strategi perjuangan petani dalam mendapatkan akses dan … · dilakukan melalui wawancara mendalam yang dilakukan kepada informan dan responden. Pendekatan kuantitatif dilakukan menggunakan

DAFTAR GAMBAR

Nomor Teks Halaman

Gambar 1. Model mobilisasi Tilly, From Mobilization to Revolution.... 13

Gambar 2. Kerangka Pemikiran Penelitian ............................................ 23

Lampiran I

Gambar 1. Kawasan Pertanian Naimin…............................................... 89

Gambar 2. Tanaman Cabe....................................................................... 89

Gambar 3. Jenis Tanaman Hortikultura.................................................. 89

Gambar 4. Tanaman Bunga Kol.............................................................. 89

Gambar 5. Sketsa Peta Desa Cisarua.......................................................... 89

Gambar 6. Penanda Kawasan Lindung................................................... 89

Gambar 7. Budidaya Cabe...................................................................... 89

Gambar 8. Kawasan Pertanian................................................................ 89

Page 17: Strategi perjuangan petani dalam mendapatkan akses dan … · dilakukan melalui wawancara mendalam yang dilakukan kepada informan dan responden. Pendekatan kuantitatif dilakukan menggunakan

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia sebagai negara agraris tentu menggantungkan masa depannya

pada pertanian. Hal ini dibuktikan oleh banyaknya penduduk Indonesia yang

tinggal di perdesaan dengan matapencaharian sebagai petani. Namun sangat

disayangkan kondisi petani di Indonesia sangat memprihatinkan. Hal ini

dipengaruhi oleh besarnya luas lahan yang dapat digarap oleh petani. Berdasarkan

data tahun 1983 dan 1993 menunjukkan, luas lahan garapan per keluarga petani di

Jawa telah mengalami penurunan dari 0,58 hektar menjadi 0,48 hektar1. Luasan

ini semakin hari semakin menurun. Hal ini juga dibuktikan pada pemaparan

program kerja 100 hari Kabinet Indonesia Bersatu II, Suswono sebagai Menteri

Pertanian RI juga menyatakan bahwa rata-rata luas lahan pertanian yang dimiliki

oleh petani hanyalah 0,3 hektar dengan luas ideal tanah garapan seluas 2 hektar

per kepala keluarga2. Dengan luasan sebesar itu, petani tidaklah mungkin dapat

hidup sejahtera. Perlu dilaksanakan kebijakan yang tepat untuk menyelesaikan

masalah salah satunya ialah reforma agraria.

Kecilnya ukuran luas lahan yang dimiliki oleh petani tak lepas dari sejarah

yang melatarbelakanginya. Pada jaman penjajahan dahulu, ribuan hektar tanah

petani diambil paksa oleh penjajah. Hal ini membuat rakyat Indonesia menderita

kelaparan dan ketidakberdayaan. Hingga masa kemerdekaan pun, keadaan petani

dan permasalahan tanah tidak membaik. Petani tetap dijadikan buruh di

perkebunan-perkebunan besar dengan kehidupan yang jauh dari ambang sejahtera.

Hanya segelintir orang saja yang merasa diuntungkan atas perkebunan tersebut.

Menurut Hafid (2001), persoalan tanah makin krusial akibat keluarnya UU

Pokok Kehutanan (No.5/1967) dan UU Pokok Pertambangan (No. 7/1967) karena

UU ini dianggap tidak sejalan dengan UUPA No.5/1960. Dengan adanya UU

tersebut, hak dan kepentingan rakyat kecil menjadi semakin tergeser karena segala

bentuk pembangunan yang dilakukan hanya untuk mengejar keuntungan pemodal

besar. Protes petani untuk mendapatkan hak-haknya tidak didengar oleh                                                             1 Diambil dari www.amline.edu/apakabar/basisdata/1997/09/17/0038.html 2 Diambil dari http://donnytobing.wordpress.com/2010/02/07/100-hari-pemerintahan-kib-jilid-ii/

Page 18: Strategi perjuangan petani dalam mendapatkan akses dan … · dilakukan melalui wawancara mendalam yang dilakukan kepada informan dan responden. Pendekatan kuantitatif dilakukan menggunakan

2

pemerintah dan malah dianggap sebagai tindakan pidana dengan menentang

kebijakan pembangunan nasional.

Masih sedikit sekali upaya yang dilakukan pemerintah dalam

mengakomodasi kepentingan petani. Hal yang dilakukan pemerintah hanyalah

menyelesaikan masalah-masalah kecil tanpa membongkar masalah utama, hal ini

dilakukan semata-mata hanya untuk menentramkan keadaan. Awalnya petani

hanya bisa pasrah dan tunduk atas perjanjian yang dilakukan akibat kekuatan

senjata yang dimiliki.

Mengacu pada pasal 33 yang berbunyi “bumi, air, tanah, dan sumberdaya

yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara” seharusnya

segala objek agraria digunakan untuk mensejahterakan hidup rakyat Indonesia.

Masyarakat dalam hal ini ialah petani sangat berharap agar hidup mereka menjadi

lebih baik dan mendapatkan hak-hak atas tanahnya kembali. Namun pada

kenyataannya, kehidupan petani tidak berubah sama sekali. Mereka tetap menjadi

buruh dan kuli angkut meski perkebunan-perkebunan telah dimiliki oleh Negara.

Hal ini membuat masyarakat semakin menelan kekecewaan.

Menurut Mustain (2007), konflik pertanahan di perdesaan umumnya

bersumber dari perebutan tanah antara perkebunan (baik negara maupun swasta)

dengan rakyat petani. Perusahaan perkebunan milik negara tersebar diberbagai

penjuru Nusantara, salah satunya terletak di Jawa Barat. Perusahaan ini berstatus

sebagai sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Perkebunan milik negara

ini memiliki berbagai komoditi seperti kelapa sawit, teh, kakao, karet, kina, dan

gutta percha. Namun komoditi terbesar yang dihasilkan perkebunan yang terletak

di Jawa Barat, khususnya Kabupaten Sukabumi ini ialah teh dengan total produksi

sekitar 61.072 ton per tahun. Jawa Barat menyumbang 60 persen dari produksi teh

nasional3. Untuk kebun teh, perkebunan milik negara ini tersebar di beberapa unit

kebun dengan total luas 25.981 hektar. Salah satunya ialah yang ada di Desa

Cisarua, Kabupaten Sukabumi.

Masyarakat di sekitar perkebunan teh ini hidup bergantung kepada

kegiatan perkebunan. Sebagian besar penduduknya bermatapencaharian sebagai

buruh di perkebunan tersebut sebagai pemetik teh dan buruh tani. Masyarakat di

                                                            3 Diambil dari www.kpbptpn.co.id/profileptpn pada tanggal 19 Juni 2010 pukul 17.40 wib

Page 19: Strategi perjuangan petani dalam mendapatkan akses dan … · dilakukan melalui wawancara mendalam yang dilakukan kepada informan dan responden. Pendekatan kuantitatif dilakukan menggunakan

3

daerah ini sangat sedikit yang bermatapencaharian sebagai petani yang bercocok

tanam sendiri. Hal ini dipengaruhi oleh lahan karena lahan di wilayah desa ini

merupakan HGU untuk perkebunan milik negara. Selain itu, latar belakang

masyarakat yang ada di daerah tersebut berasal dari daerah lain yang didatangkan

khusus untuk menjadi buruh. Bekerja di perkebunan merupakan suatu tradisi

turun temurun yang dilakukan masyarakat sekitar. Meski masyarakat telah bekerja

secara turun temurun sejak puluhan tahun yang lalu, nasib masyarakat di daerah

tersebut tidak banyak berubah. Mereka tetap hidup dalam batas kecukupan untuk

keperluan sehari-hari ditambah dengan biaya hidup yang tinggi.

Sejak jatuhnya rezim Soeharto, petani di Indonesia mulai berani

melakukan aksi perlawanan. Petani melakukan berbagai upaya untuk

mendapatkan akses dan hak atas tanah mereka karena lawan meraka tidak

tanggung-tanggung yaitu pemodal besar yang didukung oleh Pemerintah bahkan

perusahaan milik negara yang seharusnya memperhatikan nasib rakyatnya.

Perjuangan untuk mendapatkan tanah untuk petani bukanlah hal yang mudah.

Dibutuhkan strategi yang tepat dalam memperjuangkan akses dan penguasaan atas

tanah. Strategi yang diterapkan tidaklah sama di tiap lokasi. Strategi yang

diterapkan haruslah disesuaikan dengan karakteristik sosial dan masalah yang

dihadapi.

Hingga kini, banyak terdapat permasalahan sengketa tanah yang telah

terjadi di wilayah perkebunan milik negara di Goalpara baik yang telah selesai

maupun yang belum terselesaikan. Seperti yang terjadi pada tahun 2009 dimana

warga mematoki 76 hektar lahan perkebunan karena petani merasa tanah tersebut

sah secara hukum milik petani4. Kasus ini telah berlangsung sejak tahun 1970 dan

hingga kini belum jelas keberadaannya. Adapula masyarakat yang dapat

mengolah lahan perkebunan dengan luas total 25 hektar. Petani sebagai pihak

yang merasakan langsung dampak ketiadaan akses dan penguasaan tanah menjadi

pihak yang paling dirugikan. Hal tersebut menjadi urgensi dari penelitian

mengenai strategi petani dalam memperjuangkan akses dan penguasaan atas

tanah.

                                                            4 Diambil dari www.republika.co.id pada tanggal 22 juni 2010 pukul 19.15 wib.

Page 20: Strategi perjuangan petani dalam mendapatkan akses dan … · dilakukan melalui wawancara mendalam yang dilakukan kepada informan dan responden. Pendekatan kuantitatif dilakukan menggunakan

4

1.2 Pertanyaan Penelitian

Penyelesaian masalah agraria hingga saat ini hanya sampai pada taraf

menenangkan keadaan dan menyelesaikan masalah-masalah kecil tanpa

menyelesaikan permasalahan utama. Berdasarkan paparan di atas penting

bahwasanya mengetahui strategi petani dalam upaya mendapatkan akses dan

penguasaan lahan di Desa Cisarua dikaji secara lebih mendalam dengan berbagai

perspektif sehingga hasil dari penelitian ini dapat bermanfaat sebagai bentuk

solusi dan rekomendasi bagi permasalahan agraria yang ada di Indonesia dan pada

akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia, khususnya

petani. Hal ini disebabkan karena petani sebagai pihak yang merasakan dampak

langsung ketiadaan akses dan penguasaan lahan. Untuk mencapai tujuan tersebut

maka diperlukan strategi yang tepat untuk dilakukan. Berdasarkan uraian di atas

maka dirumuskanlah beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Permasalahan apa sajakah yang dihadapi petani di wilayah Desa Cisarua,

Kabupaten Sukabumi yang berhubungan dengan akses dan penguasaan atas

lahan?

2. Bagaimanakah strategi yang digunakan petani dalam memperjuangkan

akses dan penguasaan atas lahan di wilayah Desa Cisarua, Kabupaten

Sukabumi?

3. Apa sajakah faktor-faktor yang berhubungan dengan strategi petani dalam

memperjuangkan akses dan penguasaan atas lahan di wilayah Desa Cisarua,

Kabupaten Sukabumi?

4. Sejauh mana tingkat keberhasilan strategi yang digunakan petani dalam

memperjuangkan akses dan penguasaan atas lahan di wilayah Desa Cisarua,

Kabupaten Sukabumi?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini ialah untuk:

1. Mengetahui permasalahan petani di Desa Cisarua yang berhubungan dengan

akses dan penguasaan atas lahan.

2. Mengetahui bagaimana strategi perjuangan yang digunakan petani dalam

memperjuangkan akses dan penguasaan atas lahan.

Page 21: Strategi perjuangan petani dalam mendapatkan akses dan … · dilakukan melalui wawancara mendalam yang dilakukan kepada informan dan responden. Pendekatan kuantitatif dilakukan menggunakan

5

3. Menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan strategi yang

digunakan petani dalam memperjuangankan akses dan penguasaan atas

lahan.

4. Mengetahui sejauh mana tingkat keberhasilan strategi yang digunakan

petani dalam memperjuangkan akses dan penguasaan atas lahan.

1.4 Kegunaan Penelitian

Penelitian ini memiliki beberapa manfaat untuk mahasiswa selaku

pengamat dan akademisi, masyarakat dan pemerintah. Adapun manfaat yang

dapat diperoleh yaitu:

1. Bagi Mahasiswa

Penelitian ini memberikan contoh kongkret pada mahasiswa tentang tingkat

keberhasilan petani petani dalam memperjuangkan akses dan penguasaan

atas lahan. Selain itu, membuka wawasan mahasiswa mengenai masalah

yang dihadapi petani dalam hal akses dan penguasaan atas lahan.

2. Bagi Masyarakat

Melalui penelitian ini, masyarakat khususnya petani yang akan melakukan

perjuangan agar lebih dapat memilih dan mengetahui jenis-jenis strategi

yang dapat digunakan untuk mendapatkan akses dan penguasaan atas lahan

demi mensejahterakan hidup. Masyarakat agar dapat lebih mengetahui

permasalah yang dihadapi petani karena ketiadaan akses dan penguasaan

atas lahan serta strategi yang digunakan petani dalam memperjuangkan hak

dan penguasaan atas lahan tersebut.

3. Bagi Perguruan Tinggi

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber rujukan dalam bidang

gerakan sosial agraria khususnya mengenai strategi yang digunakan petani

dalam menyelesasikan masalahnya dalam memperjuangkan hak dan

penguasaan atas lahan. Hal ini juga dapat memacu intelektualitas di

kalangan mahasiswa serta dapat meningkatkan khasanah ilmu pengetahuan.

4. Bagi Pemerintah

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dan bahan pertimbangan

dalam menentukan kebijakan yang berkaitan dengan strategi petani dalam

Page 22: Strategi perjuangan petani dalam mendapatkan akses dan … · dilakukan melalui wawancara mendalam yang dilakukan kepada informan dan responden. Pendekatan kuantitatif dilakukan menggunakan

6

memperjuangkan akses dan penguasaan atas lahan serta menambah

informasi pemerintah mengenai strategi perjuangan petani dalam

mendapatkan akses dan penguasaan atas lahan.

Page 23: Strategi perjuangan petani dalam mendapatkan akses dan … · dilakukan melalui wawancara mendalam yang dilakukan kepada informan dan responden. Pendekatan kuantitatif dilakukan menggunakan

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Latar Belakang Terjadinya Gerakan Perjuangan Petani

Peran negara yang semakin meluas dalam proses transformasi perdesaan

menurut Scott (1993) mengakibatkan: (1) perubahan hubungan antara petani

lapisan kaya dan lapisan miskin, (2) munculnya realitas kaum miskin untuk

membentuk kesadaran melakukan perlawanan dalam berbagai bentuk yang

merupakan pembelotan kultural, dan (3) terbangunnya senjata gerakan perlawanan

menghadapi kaum kaya maupun negara seperti menghambat, pura-pura menurut,

pura-pura tidak tahu, perusakan, berlaku tidak jujur, mencopet, membuat skandal,

membakar, memfitnah, sabotase, dan mengakhiri pertentangan secara kolektif.

Terdapat dua aspek pokok yang menjadi pemicu gerakan perlawanan petani

model Scottian, yaitu: (1) gerakan ini merupakan aksi defensif terhadap

perubahan yang dianggap akan mengancam kelangsungan hidup para petani yang

berada dalam kondisi subsisten dan (2) dalam gerakan perlawanan petani, faktor

pemimpin gerakan merupakan faktor kunci dan pemimpin gerakan ini biasanya

dari kalangan elite desa dan patron.

McAdam dkk (2001) dalam Mustain (2007) menyatakan bahwa gerakan

sosial terjadi pada masyarakat yang sedang mengalami perubahan, transisional

menuju perubahan sosial karena terbukanya kesempatan aktor untuk merespon,

memobilisasi struktur-struktur sosial dan budaya yang ada sehingga

memungkinkan dilakukannya komunikasi, koordinasi, dan komitmen di antara

para aktor sehingga menghasilkan kesamaan pengertian dan memunculkan

kesadaran bersama tentang apa yang sedang terjadi.

Scott (1981) menjelaskan mengenai alasan petani marah yang

dikemukakan Barrington Moore disebabkan oleh pembebanan atau tuntutan baru

yang secara tiba-tiba merugikan banyak orang sekaligus dan melanggar aturan

serta adat istiadat yang diterima. Hal ini dapat membangkitkan solidaritas

pemberontakan atau revolusi di setiap jenis masyarakat petani karena tidak ada

satu pun tipe masyarakat petani yang kebal terhadap pemberontakan atau revolusi.

Page 24: Strategi perjuangan petani dalam mendapatkan akses dan … · dilakukan melalui wawancara mendalam yang dilakukan kepada informan dan responden. Pendekatan kuantitatif dilakukan menggunakan

8

Meskipun demikian, ada variasi dalam potensi eksplosif yang dapat dihubungkan

dengan tipe-tipe masyarakat petani.

Para petani biasanya bersedia mengambil resiko dengan mengadakan

konfrontasi langsung bila mereka menganggap ketidakadilan tidak lagi dapat

ditoleransi, bila tuntutan akan kebutuhan mereka melonjak secara tiba-tiba, serta

bila institusi lokal dan nasional dan kondisi kultural cenderung meminta mereka

untuk menggunakan jubah kolektif (Ecstein, 1989 dalam Mustain, 2007). Gerakan

menurut Landsberger (1973) dalam Mustain (2007) lebih banyak terjadi di desa

karena sering mendapatkan dukungan dari petani dan petani merupakan korban

modernisasi sehingga setiap gerakan selalu didukung petani. Di Meksiko,

Eckstein (1989) dalam Mustain (2007) menunjukkan bahwa revolusi agraris

ditentukan oleh ikatan-ikatan desa dan otonomi institusi-institusi lokal dan tak

terlampau menonjolkan dasar mobilitas perdesaan.

Popkin (1979) menyatakan bahwa gerakan perlawanan petani lebih karena

faktor determinan individu, bukan kelompok. Setiap manusia ingin menjadi kaya.

Biang keladi atas terjadinya perlawanan para petani tradisional datang dari

penetrasi kapitalisme ke kawasan perdesaan yang dalam banyak kasus melahirkan

eksploitasi terhadap para petani oleh para tuan tanah, oleh Negara dan kaum

kapitalis. Gurr (1970) dalam Mustain (2007) juga meman dang faktor frustasi

dan pengurangan hak relatif yang terjadi dalam masyarakat petani dengan pihak

lain menjadi pendorong bagi petani melakukan perlawanan. Kornhouser (1959)

dalam Mustain (2007) memandang faktor keterasingan dan anomi yang dialami

warga petani oleh karena mereka justru semakin miskin dan terpinggirkan.

Mustain (2007) mengutip Wolf (1969) menyatakan bahwa petani kelas

menengah menjadi pelopor pendukung gerakan petani karena petani kelas

menengah paling mudah terkena dampak penyitaan tanah, fluktuasi pasar,

tingginya tingkat bunga, dan perubahan-perubahan lain yang diakibatkan pasar

dunia. Hal ini tidak seperti petani miskin dan buruh perkebunan karena mereka

tidak memiliki basis ekonomi yang independen dan sumber daya politik taktis

(Siahaan, 1996 dalam Mustain, 2007).

Pernyataan tersebut dibantah oleh Jeffery Paige (1975) dalam Mustain

(2007) karena Wolf dianggap tidak melihat adanya tanda-tanda konflik. Konflik

Page 25: Strategi perjuangan petani dalam mendapatkan akses dan … · dilakukan melalui wawancara mendalam yang dilakukan kepada informan dan responden. Pendekatan kuantitatif dilakukan menggunakan

9

di daerah pertanian merupakan konflik yang terjadi antara dua kelompok, yaitu

kelompok kelas atas atau yang disebut kelompok petani bukan penggarap dan

kelompok kelas bawah atau kelompok petani penggarap tanah. Konflik tersebut

muncul karena kedua kelompok mempunyai kecenderungan perilaku ekonomi

politik yang berbeda. Perilaku ekonomi politik tersebut dipengaruhi oleh sumber

penghasilan. Kelompok pertama mempunyai sumber penghasilan yang berasal

dari tanah dan kelompok kedua memiliki sumber penghasilan dari tanah dan upah.

Popkin (1979) menyebutkan bahwa semua perlawanan petani tidaklah

dimaksudkan untuk menentang program Negara tapi lebih dimaksudkan untuk

menentang kekuasaan elite desa (petani kaya) yang selama ini mengklaim

komunitas tradisional, padahal lebih untuk mempertahankan tatanan demi

keuntungan mereka. Penelitian Popkin di Vietnam menemukan bahwa: (1)

gerakan yang dilakukan petani adalah gerakan antifeodal, bukan untuk

mengembalikan tradisi lama tapi untuk membangun tradisi baru, (2) tidak ada

kaitan yang signifikan antara ancaman terhadap subsisten dan tindakan kolektif,

dan (3) kalkulasi keterlibatan dalam gerakan lebih penting daripada isu ancaman

kelas.

Asumsi pendekatan ekonomi-politik menyatakan bahwa gerakan

perlawanan petani sebenarnya didasari oleh pertimbangan rasional individual para

petani terhadap perubahan yang dikalkulasikan akan merugikan dan bahkan

mengancam mereka atau, sekurang-kurangnya, perubahan ini dinilai menghalang-

halangi usaha yang telah mereka lakukan untuk meningkatkan taraf hidup dengan

kata lain dapat dikatakan bahwa petani juga berorientasi ke masa depan (Mustain,

2007).

Pernyataan ahli lain seperti Race (1972) dalam Mustain (2007)

menyatakan bahwa aksi perlawanan petani biasanya untuk memenuhi kepentingan

materi dan untuk mendapatkan keuntungan tertentu. Hal ini menunjukkan bahwa

petani akan melakukan aksi atau perlawanan berpatokan dengan adanya insentif

selektif dan petani akan menghitung waktu partisipasi mereka menurut insentif

yang tersedia. Didukung oleh Migdal (1974) dalam Mustain (2007), jika ada

sejumlah insentif selektif, para petani akan membandingkan antara perolehan

Page 26: Strategi perjuangan petani dalam mendapatkan akses dan … · dilakukan melalui wawancara mendalam yang dilakukan kepada informan dan responden. Pendekatan kuantitatif dilakukan menggunakan

10

meteri dan resiko yang ditawarkan oleh organisasi swasta yang berbeda atau oleh

negara.

Olson (1971) dalam Mustain (2007) menjelaskan bahwa ia mengkritik

argumen bahwa organisasi petani dikatakan berhasil apabila organisasi tersebut

dapat menyeimbangkan antara pertimbangan insentif selektif dengan barang

kebutuhan umum karena pergolakan petani menentang kekuasaan pasar tidaklah

selalu mendorong pemberontakan petani. Perilaku menentang juga dapat terjadi

pada tingkat individual dan berdasarkan untung rugi yang akan ditanggungnya

dari ketidakpuasan atas keadaan status quo. Olson mengatakan bahwa aksi

kolektif sangat berhubungan dengan tujuan dan manfaat aksi bagi aktor. Orang

melakukan gerakan lebih banyak didasari oleh pilihan rasionalnya. Hal ini

diperdalam oleh Salert (1976) dalam Mustain (2007) dengan menjelaskan alasan

pilihan rasional itu relevan terhadap aksi revolusioner karena teori ini melibatkan

sifat efek faktor psikologis yang diperlukan untuk menjelaskan partisipasi orang

dalam aksi kolektif dan teori ini dapat difokuskan pada proses pembentukan

putusan sebelum melakukan aksi kolektif yang kemudian akan membentuk

pengalaman sosial yang akan mengakibatkan perubahan perilaku sebagian

masyarakat.

Menurut Mustain (2007), latar belakang terjadinya konflik pertanahan di

perdesaan umumnya bersumber dari perebutan tanah antara perkebunan dan

petani. Seperti yang melatarbelakangi perjuangan petani di PTPN VII Kalibakar,

yaitu: (a) kemarahan petani akan janji dikembalikannya tanah nenek moyangnya,

(b) ketidakjelasan dan ketidaksesuaian penjelasan pihak PTPN XII dan BPN

tentang luas lahan, (c) muncul dan meluasnya kesadaran “bersalah” karena tidak

mampu mempertahankan tanah hasil perjuangan leluhurnya, (d) manajemen

PTPN XII tidak akomodatif dan sensitif dengan tekanan tenaga kerja lokal, (e)

kejanggalan data HGU PTPN XII, dan (f) perilaku arogan dan over acting dari

para sinder dan mandor perkebunan.

Menurut Hafid (2001), perjuangan petani di Jenggawah terjadi akibat

akumulasi kekecewaan, ketertindasan, serta keterpurukan tenaga dan harga diri

petani. Petani juga masih dicap sebagai PKI sehingga mereka mengalami

penyiksaan dan diskriminasi dari pemerintah dan perkebunan.

Page 27: Strategi perjuangan petani dalam mendapatkan akses dan … · dilakukan melalui wawancara mendalam yang dilakukan kepada informan dan responden. Pendekatan kuantitatif dilakukan menggunakan

11

Sitorus (2006) menyatakan bahwa perjuangan petani yang berada di

daerah hutan dipicu oleh keluarnya klaim negara atas hutan tersebut. Seperti yang

terjadi di Sulawesi Tengah dimana hutan-hutan tersebut diklaim menjadi Taman

Nasional. Dengan berubahnya status tanah hutan tersebut dari rezim terbuka

menjadi akses tertutup, masyarakat yang bermukim di wilayah ini menjadi

kesulitan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari karena mereka dilarang untuk

melakukan berbagai macam kegiatan di dalam area Taman Nasional. Hal ini

membuat masyarakat adat menjadi pihak yang terpinggirkan dan tidak

diperhitungkan kepentingannya. Hal ini mendukung pendapat Wignjosoebroto

(2002) dalam Mustain (2007) bahwa terjadi benturan antara dua hukum, yaitu

hukum negara dan hukum rakyat sehingga memunculkan cultural conflict.

Bachriadi dan Lucas (2001) menyatakan bahwa penderitaan yang

dirasakan petani juga bisa berasal dari ambisi pejabat Negara. Aksi sepihak yang

dilakukan pejabat dapat dilihat pada kasus yang terjadi di Tapos, dimana Presiden

ingin memiliki area untuk tempat bertani dan beristirahat. Untuk mewujudkan

keinginannya tersebut, presiden melakukan penggusuran terhadap ratusan

keluarga petani penggarap pada tahun 1971. Di Cimacan, penggusuran terhadap

ratusan keluarga petani karena akan dibangunnya lapangan Golf dan sarana

pariwisata.

2.2 Model Gerakan Strategi Perjuangan Petani

Teori Moral Ekonomi Scottian dipelopori oleh James C. Scott (1981)

memandang model gerakan perlawanan kaum petani sebagai model perlawanan

“Gaya Asia” dimana gerakan petani miskin yang lemah dengan organisasi yang

anonim, bersifat nonformal melalui koordinasi asal sama tahu saja, dengan bentuk

perlawanan kecil dan sembunyi-sembunyi yang dilakukan setiap hari dengan

penuh kesabaran dan kehati-hatian, mencuri, memperlambat kerja, berpura-pura

sakit dan bodoh, mengumpat dan sejenisnya. Hal ini sangat sesuai dengan

karakteristik petani yang lemah karena tidak membutuhkan koordinasi atau

perencanaan. Dalam penelitian ini teori Scott hanya digunakan sebagai rujukan

pola perjuangan petani, bukanlah sebagai rujukan mengenai latar belakang

Page 28: Strategi perjuangan petani dalam mendapatkan akses dan … · dilakukan melalui wawancara mendalam yang dilakukan kepada informan dan responden. Pendekatan kuantitatif dilakukan menggunakan

12

perjuangan petani yang mempertimbangkan keharmonisan serta moral

kebersamaan.

Scott (1993) menjelaskan perbedaan antara perlawanan “sungguh-

sungguh” dengan perlawanan yang bersifat “insidental”. Perlawanan “insidental”

ditandai oleh: (a) tidak terorganisasi, tidak sistematis, dan individual, (b) bersifat

untung-untungan dan pamrih, (c) tidak mempunyai akibat-akibat revolusioner,

dan (d) dalam maksud dan logika mengandung arti penyesuaian dengan sistem

dominan yang ada. Sebaliknya perlawanan “sungguh-sunguh” ditandai dengan:

(a) lebih teroganisasi, sistematis, dan kooperatif, (b) berprinsip atau tanpa pamrih,

(c) mempunyai akibat-akibat revolusioner, dan (d) mengandung gagasan atau

tujuan yang meniadakan dasar dari dominasi. Scott juga mengatakan bahwa

apapun kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh petani dapat dilihat sebagai

perlawanan seperti aksi mencuri hasil panen jika hal tersebut sesuai dengan tujuan

definisi perlawanan. Perlawanan petani juga tidak harus dalam bentuk aksi

bersama.

Gurr (1970) dalam Mustain (2007) membagi gerakan petani terhadap

rezim politik merupakan kekerasan politik yang dibagi lagi menjadi tiga, yaitu: (1)

kekacauan (turmoil), (2) persengkongkolan (conspiracy), dan (3) perang saudara

(internal war). Kekerasan politik terjadi ketika banyak anggota masyarakat marah

karena kondisi praktis dan kondisi budaya yang ada seperti terjadinya jurang

pemisah antara barang dan kesempatan yang mereka anggap sebagai hak

sebenarnya atau biasa dikenal dengan deprivasi relative sehingga merangsang

terjadinya agresi terhadap sasaran politik.

Ecstein (1989) dalam Mustain (2007) menyatakan, meskipun petani

tampaknya pasif, sungkan, dan diam, mereka dapat saja menolak kondisi yang

tidak mereka sukai melalui cara mengurangi produksi, atau tidak mengindahkan

informasi-informasi penting dari para penindasannya. Bentuk perlawanan secara

diam-diam atau terselubung lebih umum dilakukan daripada melawan secara

terang-terangan.

Tilly mendefinisian aksi kolektif sebagai aksi sekelompok orang secara

bersama dalam mencapai kepentingan bersama. Tilly menggunakan dua model:

“Model Masyarakat Politik” dan “model mobilisasi”. Model masyarakat politik

Page 29: Strategi perjuangan petani dalam mendapatkan akses dan … · dilakukan melalui wawancara mendalam yang dilakukan kepada informan dan responden. Pendekatan kuantitatif dilakukan menggunakan

13

adalah pemerintah dan kelompok-kelompok yang memperebutkan kekuasaan.

Model kedua, yaitu model mobilisasi dirancang untuk menjelaskan pola aksi

kolektif yang dilakukan oleh aktor yang mengacu pada kepentingan kelompok,

tingkat pengorganisasian, besarnya sumberdaya yang ada di bawah kendali

kolektif dan kesempatan dan ancaman yang dipakai oleh pesaing-pesaing tertentu

dalam hubungannya dengan pemerintah dan kelompok pesaing lainnya (Skocpol,

1991 dalam Mustain 2007). Model mobilisasi menurut Tilly terdiri dari beberapa

unsur, yaitu organization, interest, repression, power, opportunity, dan collective

action, yang dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Model mobilisasi Tilly, From Mobilization to Revolution. Sumber: Mustain (2007)

Untuk mencapai tujuan, petani perlu menyusun strategi gerakan yang

tepat. Terdapat dua bentuk strategi umum yang dapat dilakukan oleh petani, yaitu:

(1) melalui jalur hukum dan (2) aksi massa secara langsung oleh petani. Aksi

massa menurut Aji (2005), dapat dibedakan menjadi empat, yaitu: (1) reklaiming;

(2) ekspansi anggota baru; (3) dukungan terhadap organisasi tani lokal; dan (4)

aksi demonstrasi.

Dalam Mustain (2007) dipaparkan bahwa bentuk strategi yang dilakukan

petani melalui aksi massa dan spontan dapat dilihat pada kasus yang terjadi di

Desa Simojayan, dimana petani melakukan pembabatan terhadap tanaman kakao

yang berada di dalam wilayah PTPN VII. Petani melakukan aksi pembabatan

organization

Collective action

mobilization

Opportunity/threat

power

Repression/facilitation

interest

Page 30: Strategi perjuangan petani dalam mendapatkan akses dan … · dilakukan melalui wawancara mendalam yang dilakukan kepada informan dan responden. Pendekatan kuantitatif dilakukan menggunakan

14

selama tiga hari dengan hasil pembabatan seluas 250 hektar tanah perkebunan.

Kasus gerakan petani di Desa Tirtoyudo bersifat terencana dengan bentuk strategi

yang dilakukan ialah melalui jalur hukum dan aksi massa. Gerakan petani bersifat

terencana karena petani melakukan berbagai persiapan seperti pertemuan dan

rapat yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Bentuk aksi klaim secara

langsung dilakukan oleh petani disebabkan oleh bentuk stategi pertama yaitu

melalui jalur hukum tidak ditanggapi oleh instansi terkait.

Kasus yang terjadi di Jenggawah menurut Hafid (2001), juga masuk dalam

kategori bentuk strategi yang bersifat terencana dengan menggunakan strategi

hukum dan aksi langsung. Hal ini dibuktikan dengan adanya pertemuan yang

dilakukan para tokoh untuk menyatukan visi, misi, dan persepsi. Para tokoh juga

melakukan diskusi tentang kelemahan dari HGU PTPN X. Strategi melalui jalur

hukum dilakukan dengan mengirim surat dan melakukan berbagai pertemuan

dengan pejabat dan instansi terkait.

Strategi petani yang dilakukan di Desa Tirtoyudo dimana terdapat tanah

rakyat yang kemudian diambilalih dan dijadikan HGU oleh pemerintah, menurut

Mustain (2007) dibagi menjadi dua tahap: (1) tahapan pra-reklaiming, berkaitan

dengan upaya mobilisasi dan pendayagunaan potensi struktural, institusi sosial,

budaya, serta agama yang ada, dan (2) tahapan pasca reklaiming yang dibagi lagi

menjadi empat bentuk strategi yang dilakukan petani. Adapun keempat bentuk

strategi tersebut adalah: (a) menguasai tanah terlebih dahulu melalui aksi

reklaiming, (b) memperjuangkan pengakuan secara hukum sesuai dengan

ketentuan hukum yang berlaku, (c) strategi pengorganisasian gerakan dengan

membentuk Forkotmas, dan (d) strategi mendapatkan dan mempertahankan

pengakuan sosial.

Menurut Sitorus (2006), berdasarkan moda gerakan reklaim tanah, tipologi

reforma agraria dibagi menjadi tiga yaitu: (1) aneksasi, (2) integrasi, dan (3)

kultivasi. Pembagian tipologi reforma agraria dari bawah ini merujuk pada cara

mendapatkan akses terhadap tanah. Tipe aneksasi dimana masyarakat secara

langsung menempati kawasan hutan negara secara paksa dan illegal untuk

kegiatan pertanian. Tipe aneksasi dapat dilihat dalam kasus di Dongi-dongi

dimana masyarakat secara langsung menempati kawasan hutan negara secara

Page 31: Strategi perjuangan petani dalam mendapatkan akses dan … · dilakukan melalui wawancara mendalam yang dilakukan kepada informan dan responden. Pendekatan kuantitatif dilakukan menggunakan

15

paksa dan illegal untuk kegiatan pertanian. Tipe kedua ialah tipe integrasi dimana

gerakan yang dilakukan masyarakat mengkolaborasikan negara dan komunitas

lokal dalam manajemen sumberdaya hutan seperti yang terjadi di Toro. Tipe yang

ketiga ialah tipe kultivasi, menggabungkan kedua tipe aneksasi dan integrasi. Pada

satu sisi, tanah direklaim dan secara faktual ditanami atau diusahakan oleh

penduduk tapi di sisi lain tanah juga masih diklaim dan juga secara faktual

dikelola sebagai bagian dari taman nasional seperti di Sintuwu dimana penduduk

merambah kawasan hutan negara dan melakukan aksi unjuk rasa untuk

memperjuangkan hak mereka.

Shohibuddin (2007) menjelaskan bahwa masyarakat Toro melakukan empat

agenda strategis, yaitu: (1) tahap pembentukan landasan; (2) tahap perjuangan

untuk memperoleh pengakuan; (3) tahap konsolidasi lebih lanjut; (4) tahap

diseminasi keluar.

2.3 Faktor yang Mempengaruhi Strategi Perjuangan Petani

2.3.1 Faktor Internal

Untuk mencapai tujuan petani biasanya menggunakan penggalangan

massa karena semakin besarnya jumlah massa yang ikut maka akan semakin

didengar suara mereka. Namun menurut Wolf (1966) dalam Mustain (2007)

terdapat beberapa faktor yang membuat gerakan petani sulit untuk mendapatkan

massa yaitu: (1) kurang adanya kerjasama antar sesama petani dalam mengelola

tanah, (2) terjebak dalam rutinitas irama pekerjaan sektor pertanian, (3) lebih

berorientasi ke jenis tanaman lokal dari pada komersial, (4) terbuai dengan sifat

komunalitas kekerabatan sehingga rentan terhadap perubahan, (5) tidak

mempunyai orientasi kepentingan yang jelas, (6) orientasi ke “in-group” lebih

kuat sehinggga kurang tertarik terhadap pengetahuan dari luar yang mestinya

dibutuhkan untuk mengungkapkan kepentingannya. Sikap petani seperti itu

dikarenakan para petani lebih mengedepankan semangat komunalisme dengan

mengedepankan nilai-nilai pemerataan terhadap sumber-sumber yang kian

terbatas (Scott, 1981). Scott (1993) juga mengungkapkan rintangan petani untuk

melakukan perlawanan kolektif yaitu: (1) rumitnya struktur kelas setempat

sehingga menghalangi pendapat kolektif, (2) rasa takut terhadap pembalasan atau

Page 32: Strategi perjuangan petani dalam mendapatkan akses dan … · dilakukan melalui wawancara mendalam yang dilakukan kepada informan dan responden. Pendekatan kuantitatif dilakukan menggunakan

16

penahanan sehingga petani lebih memilih bersikap rendah hati, dan (3) “tekanan

setiap hari” dimana tidak ada kemungkinan yang realistis untuk secara langsung

atau kolektif menata kembali keadaannya sehingga si miskin tidak ada pilihan lain

kecuali menyesuaikan diri.

Petani tidak mau ikut gerakan perlawanan meski sedang berada dalam

krisis subsistensi jangka pendek yang diakibatkan oleh perubahan yang dihasilkan

oleh penetrasi kapitalis karena tidak tercapainya kesepakatan antar petani dalam

melakukan aksi bersama, juga adanya penilaian bahwa cara-cara perlawanan

dianggap tidak akan bisa menyelesaikan masalah, masih ada cara lain yang dinilai

labih baik seperti kompromi yang diperhitungkan lebih menguntungkan (Popkin,

1979).

Mustain (2007) mengutip Wolf (1969) menyatakan bahwa petani kelas

menengah menjadi pelopor pendukung gerakan petani karena petani kelas

menengah paling mudah terkena dampak penyitaan tanah, fluktuasi pasar,

tingginya tingkat bunga, dan perubahan-perubahan lain yang diakibatkan pasar

dunia. Hal ini tidak seperti petani miskin dan buruh perkebunan karena mereka

tidak memiliki basis ekonomi yang independen dan sumberdaya politik taktis

(Siahaan, 1996 dalam Mustain, 2007).

Untuk melakukan perlawanan atau tindakan kolektif yang terorganisasi,

petani harus memiliki pengaruh internal yang menurut Skocpol (1991) dalam

Mustain (2007) pengaruh internal dipengaruhi oleh: (1) jenis solidaritas petani, (2)

kemampuan membebaskan diri dari kontrol sehari-hari tuan tanah dan kaki

tangannya, (3) pengendoran sanksi-sanksi kerja paksa dari Negara terhadap

pemberontakan petani. Pengaruh internal yaitu kemampuan untuk melakukan

tindakan kolektif yang terorganisasi terhadap orang-orang yang memeras mereka.

Ada dua tipe organisasi petani dalam melakukan perlawan, yaitu: (1)

organisasi yang muncul dari dalam kelompok petani sendiri untuk mengatur

dirinya sendiri, dan (2) organisasi yang muncul dari luar. Keberhasilan organisasi

yang mengorganisasi dirinya sendiri berdasarkan ketidaksepakatan bersama dan

organisasi yang muncul dari luar keberhasilannya memerlukan mekanisme dengan

melaksanakan peraturan tertentu seperti kemampuan dalam mengundang para

Page 33: Strategi perjuangan petani dalam mendapatkan akses dan … · dilakukan melalui wawancara mendalam yang dilakukan kepada informan dan responden. Pendekatan kuantitatif dilakukan menggunakan

17

pengikutnya untuk berpartisipasi secara aktif (Lichbach, 1994 dalam Mustain,

2007).

Strategi perekrutan anggota adalah aspek yang dipengaruhi oleh insentif

selektif. Strategi perekrutan ini ditemukan dalam pemberontakan petani yang

terorganisasi. Insentif selektif digunakan untuk mengundang para pengikut untuk

berpartisipasi aktif. Menurut Mustain (2007), untuk memperjuangkan tanah petani

mengalami berbagai problematika internal seperti timbulnya sikap saling curiga

antar sesama petani yang kemudian mempengaruhi soliditas gerakan petani,

munculnya kesenjangan sosial, golongan kaum borjuis, hingga problematika masa

depan pertanian yang makin tergeser akibat adanya pergeseran beberapa sektor

pembangunan yang menjadi tumpuan penggerak utama ekonomi nasional. Pada

awalnya pembangunan bertumpu pada sektor pertanian, kemudian kini bertumpu

pada sektor industri dan jasa karena dianggap mempunyai nilai tambah untuk

memacu pertumbuhan ekonomi.

Pangestu (1995) dalam Febriana (2008) menjelaskan bahwa faktor-faktor

internal yang mempengaruhi keterlibatan masyarakat dalam suatu program ialah

hal yang mencakup karakteristik individu yang dapat mempengaruhi individu

tersebut untuk berpartisipasi dalam suatu kegiatan. Karakteristik individu tersebut

mencakup umur, tingkat pendidikan, jumlah beban keluarga, jumlah dan

pengalaman berkelompok.

Silaen (1998) dalam Wicaksono (2010) menyatakan bahwa semakin tua

umur seseorang maka penerimaannya terhadap hal-hal baru semakin rendah. Hal

ini karena orang yang masuk dalam golongan tua cenderung selalu bertahan

dengan nilai-nilai lama sehingga diperkirakan sulit menerima hal-hal yang

sifatnya baru. Tamarli (1994) dalam Febriana (2008) juga menyatakan bahwa

umur merupakan faktor yang mempengaruhi partisipasi. Semakin tua seseorang,

relatif berkurang kemampuan fisiknya dan keadaan tersebut mempengaruhi

partisipasi sosialnya. Oleh karena itu, semakin muda umur seseorang, semakin

tinggi tingkat partisipasinya dalam suatu kegiatan atau program tertentu.

Ajiswarman (1996) dalam Wicaksono (2010) menyatakan tingkat

pendidikan mempengaruhi penerimaan seseorang terhadap sesuatu hal yang baru.

Semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin mudah baginya untuk

Page 34: Strategi perjuangan petani dalam mendapatkan akses dan … · dilakukan melalui wawancara mendalam yang dilakukan kepada informan dan responden. Pendekatan kuantitatif dilakukan menggunakan

18

menerima hal-hal baru yang ada di sekitarnya. Jumlah beban tanggungan juga

dinyatakan sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi partisipasi. Seperti yang

diungkapkan Ajiswarman (1996) dalam Febriana (2008), semakin besar jumlah

beban keluarga menyebabkan waktu untuk berpatisipasi dalam kegiatan akan

berkurang karena sebagian besar waktunya digunakan untuk mencari nafkah demi

memenuhi kebutuhan keluarga. Nurlela (2004) dalam Wicaksono (2010)

mengungkapkan bahwa tingkat pendapatan seseorang tidak mempengaruhi

partisipasi orang dalam suatu kegiatan.

2.3.2 Faktor Eksternal

Dalam Mustain (2007) dijelaskan mengenai proses memobilisasi suatu

gerakan perlawanan dipengaruhi oleh seorang aktor yang berpeluang

mendayagunakan sejumlah potensi nilai-nilai lokal. McAdam juga

mengemukakan bahwa terdapat hambatan dalam memobilisasi struktural dalam

mobilisasi gerakan harus memperhatikan kesempatan dan ancaman yang disebut

the repertoire of contention dimana suatu jalan yang secara budaya menandakan

saat orang-orang berinteraksi dalam pertikaian politik. Hal ini juga didukung oleh

Ecskein (1989) dalam Mustain (2007) bahwa penting untuk memerhatikan faktor

kekuatan dan tekanan Negara. Tilly (1978) dan Wolf (1969) dalam Mustain

(2007) juga mengatakan bahwa pemberontakan tidak akan terjadi jika situasinya

benar-benar tidak mendukung. Hal ini didukung dengan pernyataan Arif, 2002;

Anshori, 2003; Wignjosoebroto, 2002 dalam Mustain, 2007 bahwa yang

mempengaruhi strategi perjuangan petani ialah persoalan hukum dalam penataan

tanah yang hingga era reformasi masih problematik.

Pemerintah, swasta, dan kelompok lain yang memberontak dapat

memberikan insentif selektif dan berhak bergabung dengan gerakan wilayah

tertentu daripada organisasi lain berdasarkan tersedianya intensif selektif. Negara

mempengaruhi tingkat insentif selektif dalam perbedaan kolektif dengan cara

tertentu. Cara yang optimal untuk menawarkan insentif selektif adalah dengan

menjadi supplier tunggal atau monopoli. Organisasi petani yang mempunyai akses

khusus untuk mendapatkan insentif selektif terbukti lebih berhasil memobilisasi

pengikutnya dibandingkan dengan kelompok yang tidak mempunyai akses.

Page 35: Strategi perjuangan petani dalam mendapatkan akses dan … · dilakukan melalui wawancara mendalam yang dilakukan kepada informan dan responden. Pendekatan kuantitatif dilakukan menggunakan

19

Organisasi yang memberontak jika tidak mampu memasuki perang tawar-

menawar perlu menjauhi rezim. Hal ini disebabkan rezim dapat mengalahkan

dengan mudah organisasi tersebut (Mustain, 2007). Ditambahkan bahwa

pemberian insentif selektif tanpa faktor lain tidak akan pernah cukup untuk

mendukung suatu pemberontakan petani dan barang kebutuhan umum tanpa

didukung oleh hal lain juga tidak akan pernah cukup untuk memulai suatu

pemberontakan petani. Untuk itu insentif selektif harus didasarkan pada

pertimbangan ideologi agar tidak menjadi counterproductive.

Adapun cara entrepreneur menemukan sumber daya yang dibutuhkan

untuk menyediakan insentif selektif bagi para pengikutnya dijelaskan dalam

Mustain (2007) diambil dari berbagai ahli ialah: (1) mendorong pengikutnya

untuk melakukan penjarahan (Avrich, 1972), (2) mendistribusikan ulang sumber

daya (Popkin, 1979), (3) pemimpin yang memberontak merahasiakan kebaikan,

persolaan, ataupun keluhan yang dapat menarik kelompoknya, (4) pemimpin yang

memberontak dapat mematahkan monopoli kaum elite pada institusi politik dan

mungkin saja menciptakan organisasi desa petani baru, (5) pemberontak mencari

penyokong yang dapat menyediakan insentif selektif, dan (6) intensif selektif

selalu tersedia dalam jumlah sedikit dan selalu diharapkan oleh petani yang lebih

miskin.

Pangestu (1995) dalam Febriana (2008) memaparkan faktor-faktor

eksternal yang dapat mempengaruhi partisipasi masyarakat meliputi hubungan

yang terjalin antara pihak pengelola proyek dengan sasaran dapat mempengaruhi

partisipasi karena sasaran akan dengan sukarela terlibat dalam suatu proyek jika

sambutan pihak pengelola positif dan menguntungkan mereka. Selain itu, bila

didukung dengan pelayanan pengelolaan kegiatan yang positif dan tepat

dibutuhkan oleh sasaran, maka sasaran tidak akan ragu-ragu untuk berpartisipasi.

Eisinger (1973) dalam McAdam dan Snow (1997) mengungkapkan bahwa

kesempatan politik menjadi salah satu pokok terjadinya gerakan sosial dan

terjadinya protes berhubungan dengan lingkungan dari kesempatan politik yang

ada disuatu kota. Eisinger juga mendefinisikan bahwa kesempatan politik

merupakan derajat dimana suatu kelompok dapat meningkatkan akses terhadap

kekuasaan dan dapat memanipulasi sistem politik. Hal ini didukung dengan

Page 36: Strategi perjuangan petani dalam mendapatkan akses dan … · dilakukan melalui wawancara mendalam yang dilakukan kepada informan dan responden. Pendekatan kuantitatif dilakukan menggunakan

20

pernyataan Moniaga (2010) bahwa pada era reformasi, kaum terpinggirkan bebas

untuk berpolitik seperti masyarakat kasepuhan yang secara tegas memutuskan

untuk bertindak mengatasi kemelut pertanahan yang mereka hadapi.

2.4 Tingkat Keberhasilan Perjuangan Petani

Banyak kasus mengenai masalah pertanahan di Indonesia yang masih terus

berlanjut hingga kini meski pun lahan tersebut telah diduduki oleh masyarakat

namun lahan tersebut belum ada pengakuan secara hukum. Menurut Mustain

(2007), hal ini disebabkan karena belum habisnya HGU seperti yang terjadi di

Kalibakar, Malang. Meski pun petani berhasil membabat dan menduduki lahan

tersebut, namun petani belum mendapatkan kepastian hukum. Hal ini karena

masih terbentur masalah HGU yang berlaku hingga tahun 2014 dan belum adanya

kepastian bahwa tanah tersebut akan dikembalikan kepada rakyat ketika HGU

tersebut habis. Karena lelah, petani bersikap defensif dan reaktif. Defensif dalam

artian menunggu sampai habisnya masa HGU PTPTN XII.

Hal ini didukung oleh hasil penelitian Bachriadi dan Lucas (2001), dimana

kasus di Tapos juga belum menemukan titik terang. Meski Kepala Kantor BPN

Bogor telah menyatakan sekitar 450 hektar lahan peternakan Tri-S Tapos akan

dikembalikan kepada petani penggarap, sisanya diserahkan kepada Pemda

Kabupaten Bogor.

Di Bengkulu juga terjadi kasus yang sama menurut Serikat Tani Bengkulu

(2006), dimana meskipun masyarakat telah dapat mengakses lahan dan telah

melakukan mobilisasi terhadap penduduk miskin dari desa lain namun belum

mendapatkan pengakuan secara hukum. Hal ini membuat lahan tersebut dapat di

klaim sewaktu-waktu oleh pihak perkebunan yang memegang HGU. Untuk

mengantisipasi diambilnya kembali lahan tersebut, petani membayar pajak dan

menabung untuk persiapan sertifikasi tanah.

Keberhasilan yang dicapai oleh masyarakat dataran tinggi yang tinggal di

wilayah hutan lindung juga berbeda-beda. Di Dongi-dongi, Sulawesi Tengah telah

terjadi konversi lahan besar-besaran yang diakibatkan adanya gerakan petani atau

tindakan kolektif penduduk yang paksa dan illegal membuka, bercocok tanam,

dan sekaligus bermukim di sebidang tanah hutan negara. Di Toro, hasil yang

Page 37: Strategi perjuangan petani dalam mendapatkan akses dan … · dilakukan melalui wawancara mendalam yang dilakukan kepada informan dan responden. Pendekatan kuantitatif dilakukan menggunakan

21

dicapai cukup unik, dimana hak adat kembali diakui oleh negara. Hal ini terjadi

akibat terjadinya perambahan hutan oleh masyarakat karena kekurangan tenaga

dalam mengontrol dan menegakkan hukum pada masyarakat lokal, sehingga

terciptanya resolusi konflik dimana masalah-masalah hutan di Toro secara

eksklusif ditangani oleh lembaga adat (Sitorus, 2006).

Masyarakat sebagian besar menginginkan tanah yang mereka peroleh

mendapatkan sertifikat yang sah secara hukum untuk individu. Namun yang

terjadi di Pasir Randu agak berbeda dimana petani menginginkan sertifikasi yang

ditujukan pada organisasi atau Organisasi Tani Lokal agar perempuan yang secara

aktif dalam proses reclaiming memiliki hak yang sama dalam penguasaan tanah

(Bahari dan Krishnayanti, 2005).

Kasus tanah adat masyarakat kasepuhan Citorek, Cibedug, dan Cisiih juga

belum memiliki kejelasan hukum, berbeda dengan masyarakat adat Baduy yang

telah memiliki legal hukum yang tertuang dalam Perda No. 32 tentang

Perlindungan atas Hak Ulayat Masyarakat Baduy. Masyarakat kasepuhan Citorek,

Cibedug, dan Cisiih belum mendapatkan pengakuan formal secara hukum

disebabkan oleh rumitnya kasus dan mengakui keabsahan klaim-klaim mereka

atas tanah adat di Citorek dan Cibedug. Karena belum dapat dipastikan jenis hak

atas tanah yang sesuai dengan konsep wewengkon dan diperlukan informasi rinci

mengenai status tanah terkini. Lagi pula tanah itu secara legal berada dalam

kawasan hutan negara dan tidak berwewenang membatalkan secara sepihak

(Moniaga, 2010). Contoh kasus tanah adat lain yang berhasil diselesaikan ialah di

Kabupaten Nunukan, dimana telah keluar sebuah Perda No. 3 dan 4 tahun 2004

tentang Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat. Sebaliknya di Paser, status tanah

ulayat telah dihapus karena masyarakat di daerah tersebut tidak lagi menggunakan

sistem hak ulayat (Bakker, 2010).

2.5 Kerangka Pemikiran Penelitian

Keterbatasan akses dan penguasaan lahan menjadi masalah yang dihadapi

oleh hampir seluruh petani di indonesia khususnya di wilayah perkebunan di Desa

Cisarua, Kabupaten Sukabumi dimana penelitian ini dilakukan. Keadaan petani

Page 38: Strategi perjuangan petani dalam mendapatkan akses dan … · dilakukan melalui wawancara mendalam yang dilakukan kepada informan dan responden. Pendekatan kuantitatif dilakukan menggunakan

22

tersebut memicu terciptanya strategi petani. Strategi yang tepat diperlukan untuk

mendapatkan akses dan penguasaan atas lahan.

Strategi perjuangan yang digunakan diduga memiliki hubungan dengan

tingkat keterlibatan petani yang dilihat dari peran petani dalam oraganisasi dan

partisipasi yang diberikan petani terhadap gerakan yang dilakukan untuk

mendapatkan tanah. Tingkat keterlibatan petani di sini diduga dipengaruhi oleh

faktor internal dan faktor eksternal.

Faktor internal merupakan faktor yang datangnya dari dalam pribadi

petani yang dibagi menjadi pengalaman berorganisasi, luas dan jumlah relasi,

lama pendidikan yang telah dilalui, pendapatan, serta jumlah tanggungan. Faktor

eksternal ialah hal-hal yang ikut berpengaruh namun berasal dari luar pribadi

petani tersebut.

Faktor eksternal dibedakan menjadi organisasi pendukung, kesempatan

politik, serta respon pemerintah dan pihak lawan. Adapun sifat strategi perjuangan

petani dibedakan menjadi “insidental” dan “sungguh-sungguh” dengan bentuk

berupa aksi massa dan jalur hukum.

Bentuk aksi massa petani dibedakan menjadi demo, reklaiming, ekspansi

anggota, dukungan terhadap organisasi tani lokal, serta perlawanan kecil dan

sembunyi-sembunyi yang dilakukan setiap hari dengan penuh kesabaran dan

kehati-hatian, seperti mencuri, memperlambat kerja, berpura-pura sakit dan

bodoh, mengumpat dan sejenisnya. Strategi perjuangan yang digunakan petani

kemudian akan berhubungan dengan tingkat keberhasilan dalam mendapatkan

akses dan penguasaan atas lahan.

Tingkat keberhasilan yang dapat dicapai petani dalam mendapatkan akses

dan penguasaan atas tanah ialah hak miliki, sewa, pinjam pakai, serta tidak

berhasil mendapatkan akses dan penguasaan atas lahan. Untuk lebih jelas,

kerangka pemikiran penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.

Page 39: Strategi perjuangan petani dalam mendapatkan akses dan … · dilakukan melalui wawancara mendalam yang dilakukan kepada informan dan responden. Pendekatan kuantitatif dilakukan menggunakan

23

Gambar 2. Kerangka Pemikiran Penelitian

Keterangan: Berhubungan

Komponen

Memicu

2.5 Hipotesis Penelitian

2.5.1 Hipotesis Uji

Penyusunan hipotesis bertujuan untuk memudahkan peneliti menjawab

permasalahan dan dalam rangka untuk mencapai tujuan dari penelitian yang telah

dirumuskan. Dari kerangka pemikiran di atas dapat disusun hipotesis uji berupa:

1. Tingkat pendidikan berkorelasi positif dengan tingkat keterlibatan petani

dalam perjuangan untuk mendapatkan akses dan penguasaan atas lahan.

Faktor internal: - Pengalamam organisasi - Luas dan jumlah relasi - Tingkat pendidikan - Tingkat pendapatan - jumlah tanggungan

Faktor ekternal: - Organisasi pendukung - Kesempatan politik - Respon pemerintah dan

pihak lawan

Tingkat keterlibatan: - Peran dalam organisasi - Partisipasi dalam gerakan

Petani: Keterbatasan akses dan

penguasaan lahan

Strategi perjuangan

Sifat: ‐ Insidental ‐ Sungguh-sungguh

Bentuk: ‐ Aksi massa ‐ Jalur hukum

Tingkat keberhasilan: - Hak milik - Sewa - Pinjam pakai - Tidak berhasil

Page 40: Strategi perjuangan petani dalam mendapatkan akses dan … · dilakukan melalui wawancara mendalam yang dilakukan kepada informan dan responden. Pendekatan kuantitatif dilakukan menggunakan

24

2. Luas dan banyaknya jumlah relasi berkorelasi positif dengan tingkat

keterlibatan petani dalam perjuangan untuk mendapatkan akses dan

penguasaan atas lahan.

3. Tingkat pendapatan berkorelasi positif dengan tingkat keterlibatkan petani

dalam perjuangan untuk mendapatkan akses dan penguasaan atas lahan.

4. Pengalaman dan peran dalam organisasi berkorelasi positif dengan tingkat

keterlibatan petani dalam perjuangan untuk mendapatkan akses dan

penguasaan atas lahan.

5. Jumlah tanggungan keluarga berkorelasi negatif dengan tingkat keterlibatan

petani dalam perjuangan untuk mendapatkan akses dan penguasaan atas

lahan.

2.5.2 Hipotesis Pengarah

Dari kerangka pemikiran di atas maka dapat disusun hipotesis pengarah

dimana terdapat hubungan antara faktor eksternal petani yang berupa keterlibatan

organisasi pendukung, kesempatan politik yang tersedia, serta respon pemerintah

desa dan respon pihak perkebunan dengan tingkat keterlibatan petani dalam

strategi memperjuangkan akses dan penguasaan atas lahan yang kemudian juga

akan berhubungan dengan bentuk strategi yang digunakan petani dan tingkat

keberhasilan petani dalam mendapatkan akses dan penguasaan atas lahan.

2.6 Definisi Operasional

1. Mata pencaharian adalah pola aktivitas yang dilakukan oleh anggota

masyarakat, guna menghasilkan pendapatan pada tingkat yang aman untuk

dapat bertahan hidup, yang dilakukan secara teratur dan berulang. Mata

pencaharian di sini dikategorikan dalam 2 hal, yaitu:

1) Mata pencaharian dalam bidang pertanian, adalah aktifitas mata

pencaharian di sektor pertanian, perkebunan, perikanan, dan

peternakan.

2) Mata pencaharian dalam bidang non-pertanian, adalah aktivitas mata

pencaharian di sektor remunerative, pendidikan, pemerintahan, jasa

dan perdagangan.

Page 41: Strategi perjuangan petani dalam mendapatkan akses dan … · dilakukan melalui wawancara mendalam yang dilakukan kepada informan dan responden. Pendekatan kuantitatif dilakukan menggunakan

25

2. Status penguasaan lahan adalah keadaan lahan yang dapat diakses dan

dikuasai oleh seorang petani. Status penguasaan lahan di sini dikategorikan

menajdi 3 tingkatan, yaitu:

1) Pinjam pakai diberi skor 1

2) Sewa diberi skor 2

3) Hak milik diberi skor 3

3. Tingkat kepemilikan lahan adalah jumlah lahan yang dimiliki oleh seorang

petani, mengacu pada luas lahan ideal yang dimiliki oleh satu rumahtangga.

Dalam penelitian ini tingkat kepemilikan lahan dikategorikan menjadi 3

tingkatan, yaitu:

1) Rendah : jika tidak memiliki lahan diberi skor 1

2) Sedang : memiliki lahan kurang dari 0,3 hektar diberi skor 2

3) Tinggi : memiliki lebih dari 0,3 hektar diberi skor 3

4. Aksesibilitas menunjukkan kemampuan seorang petani dalam menguasai dan

menggunakan lahan, dalam penelitian ini tingkat kepemilikan lahan

dikategorikan menjadi 3 tingkatan, yaitu:

1) Rendah : jika tidak punya akses terhadap lahan diberi skor 1

2) Sedang : akses terhadap lahan kurang dari 0,3 hektar diberi skor 2

3) Tinggi : akses terhadap lahan lebih dari 0,3 hektar diberi skor 3

5. Tingkat pendapatan adalah sejumlah sumberdaya berupa uang yang didapat

setelah bekerja dan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup

keluarganya berdasarkan UMR (Upah Minimum Rata-rata) Kabupaten

Sukabumi tahun 2010. Pendapatan di sini dibedakan dalam 2 tingkatan, yaitu:

1) Rendah : jika di bawah Rp 671.500 diberi skor 1

2) Tinggi : jika di atas Rp 671.500 diberi skor 2

6. Tingkat pendidikan ialah lama pendidikan formal yang dilalui oleh petani.

Tingkat pendidikan dibedakan menjadi 3 tingkatan, yaitu:

1) Rendah : jika petani mengeyam pendidikan selama 0-4 tahun diberi

skor 1

2) Sedang : jika petani mengeyam pendidikan selama 5-9 tahun diberi

skor 2

Page 42: Strategi perjuangan petani dalam mendapatkan akses dan … · dilakukan melalui wawancara mendalam yang dilakukan kepada informan dan responden. Pendekatan kuantitatif dilakukan menggunakan

26

3) Tinggi : jika petani mengenyam pendidikan lebih dari 9 tahun

diberi skor 3

7. Pengalaman organisasi ialah status petani dalam sebuah organisasi.

Dibedakan menjadi 3 tingkatan, yaitu:

1) Rendah : jika petani tidak mengikuti organisasi diberi skor 1

2) Sedang : jika petani menjadi anggota dalam sebuah organisasi

diberi skor 2

3) Tinggi : jika petani menjadi pengurus dalam sebuah organisasi

diberi skor 3

8. Jumlah tanggungan ialah banyaknya individu yang ditanggung oleh seorang

petani. Jumlah tanggungan dibedakan menjadi 3 tingkatan, yaitu:

1) Rendah : jika petani menanggung lebih dari 5 orang diberi skor 1

2) Sedang : jika petani menanggung sebanyak 3-4 orang diberi skor 2

3) Tinggi : jika petani menanggung sebanyak 0-2 orang diberi skor 3

9. Tingkat keterlibatan petani adalah persentase keikutsertaan petani dalam

berbagai kegiatan dalam memperjuangkan akses dan penguasaan atas lahan:

a. Peran dalam organisasi

1) Rendah : jika petani tidak ikut dalam organisasi gerakan petani

maka akan diberi skor 1

2) Sedang : jika petani menjadi anggota dalam organisasi gerakan

petani maka akan diberi skor 2

3) Tinggi : jika petani menjadi pengurus dalam organisasi gerakan

petani maka akan diberi skor 3

b. Peran dalam aksi yang dilakukan

1) Rendah : jika petani hanya ikut serta dalam pelaksanaan gerakan

maka akan diberi skor 1

2) Sedang : jika petani ikut serta dalam perencanaan dan atau

merekrut anggota baru maka akan diberi skor 2

3) Tinggi : jika petani menjadi penggagas gerakan maka akan diberi

skor 3

Page 43: Strategi perjuangan petani dalam mendapatkan akses dan … · dilakukan melalui wawancara mendalam yang dilakukan kepada informan dan responden. Pendekatan kuantitatif dilakukan menggunakan

27

10. Aksi massa ialah tindakan kolektif yang dilakukan petani sebagai upaya

untuk mendapatkan akses dan penguasaan atas lahan. Aksi massa dibedakan

menjadi demo, reklaiming, ekspansi anggota baru, dan dukungan terhadap

organisasi tani lokal. Aksi massa dibedakan menjadi 3 tingkatan, yaitu:

1) Rendah : jika petani melakukan 1 bentuk aksi massa maka akan

diberi skor 1

2) Sedang : jika petani melakukan 2 bentuk aksi massa maka akan

diberi skor 2.

3) Tinggi : jika petani melakukan 3 atau lebih aksi massa maka akan

diberi skor 3.

11. Rapat ialah pertemuan yang dilakukan oleh petani sebagai salah satu upaya

petani untuk mendapatkan akses dan penguasaan atas lahan. Rapat dibedakan

menjadi 3 tingkatan, yaitu:

1) Rendah : kurang dari 30 persen dari jumlah pertemuan yang

dilakukan diberi skor 1.

2) Sedang : 30 persen - 60 persen dari jumlah pertemuan yang

dilakukan diberi skor 2.

3) Tinggi : lebih dari 60 persen dari jumlah pertemuan yang

dilakukan diberi skor 3.

12. Demo ialah salah satu bentuk aksi massa yang dilakukan oleh petani sebagai

salah satu upaya untuk mendapatkan akses dan penguasaan atas lahan. Demo

dibedakan menjadi 3 tingkatan, yaitu:

1) Rendah : kurang dari 30 persen dari jumlah demo yang dilakukan

diberi skor 1.

2) Sedang : 30 persen - 60 persen dari jumlah demo yang dilakukan

diberi skor 2.

3) Tinggi : lebih dari 60 persen dari jumlah demo yang dilakukan

diberi skor 3.

Page 44: Strategi perjuangan petani dalam mendapatkan akses dan … · dilakukan melalui wawancara mendalam yang dilakukan kepada informan dan responden. Pendekatan kuantitatif dilakukan menggunakan

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Pendekatan Penelitian

Penelitian mengenai strategi perjuangan petani dalam mendapatkan akses

dan penguasaan atas lahan dilakukan menggunakan metode kualitatif dan

kuantitatif. Penelitian ini merupakan penelitian dekriptif dan explanatif dimana

dilakukan untuk mengetahui sejauh mana tingkat keberhasilan petani dalam

mendapatkan akses dan penguasaan atas lahan sesuai dengan strategi yang

digunakan serta menggambarkan bagaimana proses yang dilalui petani untuk

mendapatkan akses dan penguasaan atas lahan.

Metode pendekatan kualitatif digunakan peneliti untuk memahami secara

mendalam dan rinci mengenai suatu peristiwa, serta dapat menggali berbagai

realitas, proses sosial, dan makna yang berkembang dari orang-orang yang

menjadi subjek penelitian. Strategi penelitian kualitatif yang digunakan dalam

penelitian ini ialah studi kasus, dimana peneliti memilih suatu kejadian atau gejala

untuk diteliti (Sitorus,1998).

Peneliti menggali informasi mengenai proses yang dilakukan petani

sehingga mereka dapat mengolah lahan milik perkebunan negara. Pembahasan

kemudian dilanjutkan untuk mengetahui dan memahami faktor-faktor eksternal

yang dapat mempengaruhi strategi yang dilakukan petani untuk mendapatkan

akses dan penguasaan atas lahan perkebunan. Metode kualitatif dilakukan melalui

wawancara mendalam yang dilakukan kepada informan dan responden.

Responden di sini dibedakan menjadi petani besar dan petani kecil yang mengolah

lahan perkebunan, sedangkan terdiri dari aparatur desa, pegawai perkebunan,

petani besar, dan juga petani kecil yang berjuang untuk mendapatkan akses dan

penguasaan lahan.

Pendekatan kuantitatif dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui

hubungan antara faktor internal petani dengan tingkat keterlibatan petani dalam

upaya untuk mendapatkan akses dan penguasaan atas lahan. Metode kuantitatif

dilakukan menggunakan metode survei yang mana pengumpulan data dilakukan

melalui kuesioner.

Page 45: Strategi perjuangan petani dalam mendapatkan akses dan … · dilakukan melalui wawancara mendalam yang dilakukan kepada informan dan responden. Pendekatan kuantitatif dilakukan menggunakan

29

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian mengenai strategi perjuangan petani dalam mendapatkan akses

dan penguasaan atas lahan dilaksanakan di Desa Cisarua, Kecamatan Sukaraja,

Kabupaten Sukabumi. Desa ini merupakan salah satu desa yang berada di dalam

wilayah salah satu perkebunan milik negara. Wilayah ini dipilih atas dasar

pertimbangan:

1. Desa Cisarua merupakan desa yang berada di dalam wilayah salah satu

perkebunan negara yang secara langsung memperoleh dampak dari kegiatan

di perkebunan.

2. Sebagian besar penduduk di Desa Cisarua bekerja sebagai buruh di

perkebunan. Hal ini menunjukkan semakin terbatasnya akses dan panguasaan

atas lahan bagi penduduk.

3. Wilayah strategis di Desa Cisarua yang dapat dijadikan wilayah pertanian

dikuasai oleh perkebunan sehingga membuat semakin terbatasnya akses dan

penguasaan atas lahan bagi penduduk.

4. Desa ini merupakan desa terdekat dengan kantor salah satu perkebunan milik

negara dan sudah dilalui jalan arteri dan angkutan umum sehingga tidak

menyulitkan peneliti dalam melakukan penelitian.

5. Lahan kosong banyak yang berubah fungsi menjadi bentuk lain seperti

pemukiman.

6. Di wilayah ini pernah terjadi gerakan petani dan hingga kini pun belum

terselesaikan perkaranya.

7. Penduduk di desa ini dapat berbahasa Indonesia sehingga memudahkan

peneliti dalam melakukan wawancara untuk menggali informasi dan

mengumpulkan data.

8. Di desa ini terlihat jelas adanya sikap saling curiga antara penduduk dengan

pihak perkebunan.

Pengumpulan data sekunder penelitian dilaksanakan pada bulan Juli

hingga Agustus 2010. Data primer penelitian telah dilakukan dalam kurun waktu

3 bulan, dimulai dari bulan Oktober 2010 hingga Januari 2011.

Page 46: Strategi perjuangan petani dalam mendapatkan akses dan … · dilakukan melalui wawancara mendalam yang dilakukan kepada informan dan responden. Pendekatan kuantitatif dilakukan menggunakan

30

3.3 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dilakukan peneliti dalam meneliti strategi

perjuangan petani untuk mendapatkan akses dan penguasaan atas lahan ialah

metode triangulasi. Metode ini digunakan untuk mendapatkan kombinasi data

yang akurat. Dalam metode ini, data didapatkan melalui wawancara mendalam,

studi literatur, dan observasi lapang. Observasi lapang dilakukan peneliti dengan

melakukan pengamatan secara menyeluruh terkait kondisi faktual yang terjadi di

Desa Cisarua. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini ialah data sekunder

dan data primer.

Data sekunder yang dikumpulkan melalui studi literatur dari data di

Kantor Desa Cisarua ialah data mengenai kondisi wilayah desa dilihat dari segi

geografis, demografis, profil desa, serta infrastruktur desa. Data primer diperoleh

melalui pengamatan langsung di lokasi penelitian dimana dilakukan wawancara

kepada responden dan informan yang mengacu kepada kuesioner dan panduan

pertanyaan. Informan terdiri dari aparatur desa, pegawai perkebunan, dan aktor

dalam perjuangan petani dalam mendapatkan akses atas lahan. Hal ini dilakukan

agar data dan informasi yang didapat akurat. Data sudah mengalami kejenuhan

setelah dilakukan wawancara mendalam terhadap 5 informan. Hasil wawancara

mendalam kemudian direkam peneliti dalam catatan harian lapangan.

Pemilihan responden dalam penelitian ini menggunakan metode

accidental sample (convinience sampling) dengan populasi penelitian yaitu petani

Desa Cisarua yang menggarap di lahan milik perkebunan blok 14, blok 15, dan

blok 16 serta bertempat tinggal di RW 2, RW 3, dan RW 4. Responden dalam

penelitian ini adalah petani kecil dan petani besar yang menggarap di lahan HGU

milik perkebunan dengan jumlah responden sebanyak 34 orang. Kerangka

sampling dalam penelitian ini berjumlah 760 KK yang bertempat tinggal di RW 2,

RW 3, dan RW 4 Desa Cisarua, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Sukabumi.

Seluruh kepala keluarga (KK) di ketiga RW tersebut bekerja sebagai petani, baik

petani kecil maupun petani besar. Petani besar hanya berjumlah 3 orang saja dan

sisanya merupakan petani kecil. Dalam penelitian ini, peneliti mengambil petani

yang ditemui baik ketika berada di lahan perkebunan yang digarap oleh petani dan

wilayah RW 2, RW 3, dan RW 4 untuk dijadikan responden.

Page 47: Strategi perjuangan petani dalam mendapatkan akses dan … · dilakukan melalui wawancara mendalam yang dilakukan kepada informan dan responden. Pendekatan kuantitatif dilakukan menggunakan

31

3.4 Teknik Analisis Data

Data mengenai strategi yang digunakan dalam perjuangan untuk

mendapatkan akses dan penguasaan atas lahan, kondisi geografis desa,

demografis, profil desa serta infrastruktur dipaparkan secara deskriptif. Data

kualitatif yang diperoleh melalui wawancara mendalam dengan elite desa, tokoh

masyarakat, responden, informan, dan observasi langsung disajikan dalam bentuk

deskriptif.

Analisis uji Korelasi Rank Spearman dilakukan untuk melihat hubungan

antara tingkat pendidikan, pendapatan, pengalaman dan peran dalam organisasi,

jumlah dan luas relasi dengan tingkat keterlibatan petani dalam memperjuangkan

akses dan penguasaan atas lahan. Pengolahan data ini dilakukan menggunakan

program komputer Ms. Excel 2007 dan SPSS 17 for windows.

Page 48: Strategi perjuangan petani dalam mendapatkan akses dan … · dilakukan melalui wawancara mendalam yang dilakukan kepada informan dan responden. Pendekatan kuantitatif dilakukan menggunakan

BAB IV

GAMBARAN UMUM LOKASI

4.1 Letak Geografis dan Keadaan Lingkungan

Desa Cisarua adalah desa yang terletak di wilayah Kecamatan Sukaraja,

Kabupaten Sukabumi. Desa ini memiliki luas wilayah sebesar ± 767,448 hektar

dan terletak di lereng gunung Gede Pangrango. Secara geografis, Desa Cisarua

dibatasi oleh Taman Nasional Gunung Pangrango di sebelah utara, Desa

Limbangan di sebelah selatan, Desa Sukamekar di sebelah barat, dan Desa

Langensari di sebelah timurnya.

Bentangan wilayah Desa Cisarua terbagi menjadi wilayah berbukit,

dataran tinggi, dan lereng gunung. Tingkat erosi di wilayah desa ini juga masih

rendah. Berdasarkan data profil Desa Cisarua hanya 0,65 persen dari total luas

wilayah yang berstatus erosi berat. Desa Cisarua terletak 900-1.200 m di atas

permukaan laut sehingga menyebabkan iklim di Desa Cisarua termasuk basah

dengan jumlah bulan hujan 9 bulan dan curah hujan sebesar 2.200 mm.

Berdasarkan kegunaannya, tanah yang ada di desa ini terbagi menjadi

tanah kering, tanah sawah, tanah perkebunan, tanah hutan dan untuk fasilitas

umum. Luas penggunaan lahan di desa ini disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Luas Tanah Berdasarkan Kegunaan di Desa Cisarua Tahun 2008 No Kegunaan Luas (Ha) 1. Tanah sawah irigasi perdesaan 25,002. Tanah kering

• Tegal/ladang • Pemukiman • Pekarangan

310,8915,7522,25

3. Tanah perkebunan • tanah perkebunan rakyat • tanah perkebunan negara

20,0082,03

4. Tanah hutan lindung 247,325. Tanah fasilitas umum 44,21 Jumlah 685,42Sumber: Profil Desa Cisarua, Kabupaten Sukabumi Tahun 2008

Page 49: Strategi perjuangan petani dalam mendapatkan akses dan … · dilakukan melalui wawancara mendalam yang dilakukan kepada informan dan responden. Pendekatan kuantitatif dilakukan menggunakan

33

Desa Cisarua merupakan salah satu desa di Kabupaten Sukabumi, namun

letaknya dekat dengan Ibukota Kota Sukabumi. Akses untuk menuju ke kota

Sukabumi juga sangat mudah. Terdapat 80 angkutan umum yang tersedia selama

24 jam.

4.2 Demografi Desa

Penduduk Desa Cisarua sebagain besar merupakan etnis Sunda. Hal ini

dipengaruhi oleh latar belakang datangnya penduduk di desa tersebut. Penduduk

Desa Cisarua pada mulanya merupakan pekerja perkebunan yang khusus

didatangkan dari Garut pada tahun 1928. Mereka didatangkan dari Garut untuk

menjadi buruh di perkebunan. Hingga saat ini mereka secara turun menurun terus

menetap dan berkembang di Desa Cisarua. Berdasarkan profil Desa Cisarua pada

tahun 2008, total jumlah penduduk Desa Cisarua berdasarkan jenis kelamin dapat

dibedakan menjadi laki-laki sebanyak 3.563 orang dan perempuan sebanyak 3.431

orang. Desa Cisarua memiliki 8 RW dan 30 RT dengan 1.798 Kepala Keluarga

dengan kepadatan penduduk sebesar 911 jiwa per km2.

Desa Cisarua memiliki total jumlah penduduk sebanyak 6994 orang dan

41,8 persen dari total jumlah penduduk hanya mengenyam pendidikan hingga

jenjang SD/sederajat, lalu diikuti oleh SMA, SMP, D3, D1, S1, dan D2. Penduduk

di Desa Cisarua ini pun mayoritas beragama islam dan hanya 0,1 persen dari total

jumlah penduduk yang beragama kristen. Perbandingan persentasi jumlah etnis di

Desa Cisarua dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Persentasi Penduduk di Desa Cisarua Berdasarkan Etnis Tahun 2008 No Etnis Jumlah (orang) Persentasi (%) 1. Sunda 5.905 84,422. Batak 26 0,373. Betawi 6 0,094. Jawa 1.035 14,805. Ambon 4 0,066. Sumba 6 0,097. China 3 0,048. Arab 9 0,13 Total 6.994 100,00Sumber: Profil Desa Cisarua, Kabupaten Sukabumi Tahun 2008

Page 50: Strategi perjuangan petani dalam mendapatkan akses dan … · dilakukan melalui wawancara mendalam yang dilakukan kepada informan dan responden. Pendekatan kuantitatif dilakukan menggunakan

34

4.3 Mata Pencaharian Penduduk

Penduduk laki-laki di Desa Cisarua sebagian besar bermatapencaharian

pokok sebagai buruh tani, karyawan perkebunan, petani, dan pedagang keliling.

Penduduk perempuan, selain menjadi buruh tani dan karyawan perkebunan,

banyak pula yang menjadi pembantu rumahtangga, pedagang keliling, dan petani.

Jumlah dan jenis mata pencaharian pokok penduduk di desa ini disajikan dalam

Tabel 3.

Tabel 3. Jumlah dan Jenis Mata Pencaharian Pokok Penduduk Desa Cisarua Berdasarkan Jenis Kelamin Tahun 2008

No Jenis pekerjaan Laki-laki (orang) Perempuan (orang)

1. Petani 189 48

2. Buruh tani 702 302

3. Pedagang keliling 151 65

4. Karyawan perkebunan 457 197

5. Pegawai negeri sipil 14 10

6. Pengrajin industri rumah tangga 4 2

7. Pembantu rumah tangga 0 72

8. Guru swasta 6 2

9. Pensiunan PNS/TNI/POLRI 10 2

10. Peternak 42 0

11. TNI 4 0

12. Montir 4 0

13. Dukun kampung terlatih 0 5

14. Pengusaha kecil dan menengah 4 0

Jumlah 1.587 705

Sumber: Profil Desa Cisarua, Kabupaten Sukabumi Tahun 2008

Berdasarkan profil Desa Cisarua juga diketahui komoditi pertanian yang

mayoritas dibudidayakan di Desa Cisarua ialah tomat, sawi, kubis, dan cabe. Pada

sektor perkebunan diketahui bahwa terdapat 5 keluarga yang memiliki tanah

perkebunan dengan luasan kurang dari 10 hektar. Pemasaran hasil pertanian di

Desa Cisarua ada yang dijual melalui tengkulak, pengecer, serta langsung dijual

Page 51: Strategi perjuangan petani dalam mendapatkan akses dan … · dilakukan melalui wawancara mendalam yang dilakukan kepada informan dan responden. Pendekatan kuantitatif dilakukan menggunakan

35

ke pasar. Pemasaran hasil perkebunan hanya dilakukan oleh tengkulak. Komoditi

perkebunan yang dihasilkan di Desa Cisarua ialah teh.

Penguasaan lahan di Desa Cisarua masih sangat minim, berdasarkan daftar

isian tingkat perkembangan Desa Cisarua tahun 2008, dari 3.596 orang yang telah

berkeluarga, hanya 1.283 orang yang memiliki aset tanah. Agar lebih jelasnya

dapat dilihat di Tabel 4.

Tabel 4. Jumlah dan Persentasi Petani Berdasarkan Penguasaan Aset Tanah Desa Cisarua Tahun 2008

No Luasan Aset Tanah (Ha) Jumlah (orang) Persentasi (%)

1. Memiliki tanah antara 0,1-0,2 1.062 82,77

2. Memiliki tanah antara 0,21-0,3 77 6,00

3. Memiliki tanah antara 0,31-0,4 39 3,03

4. Memiliki tanah antara 0,41-0,5 26 2,02

5. Memiliki tanah antara 0,51-0,6 16 1,25

6. Memiliki tanah antara 0,61-0,7 21 1,64

7. Memiliki tanah antara 0,71-0,8 6 0,47

8. Memiliki tanah antara 0,81-0,9 5 0,39

9. Memiliki tanah antara 0,91-1,0 5 0,39

10. Memiliki tanah antara 1,1-5,0 20 1,56

11. Memiliki tanah antara 5,1-10 4 0,32

12. Memiliki tanah lebih dari 10 2 0,16

Total 1.283 100,00

Sumber: Profil Desa Cisarua, Kabupaten Sukabumi Tahun 2008

Petani di Desa Cisarua seluruhnya menggarap di lahan milik perkebunan.

Hal ini disebabkan karena letak Desa Cisarua yang berada di sekitar wilayah

perkebunan milik negara dan hutan lindung. Memiliki tanah bukan berarti petani

mengolah di atas tanah yang dimiliki secara perseorangan dan bersertifikat.

Namun kata memiliki pada Tabel 4. bermakna menggarap. Dari data di atas dapat

dilihat bahwa 88,77 persen petani di Desa Cisarua hanya menggarap 0,1-0,3

hektar lahan. Petani tersebut masuk dalam kategori petani kecil. Petani sedang

merupakan petani yang menggarap lahan dengan luas 0,31-1,00 hektar. Petani

Page 52: Strategi perjuangan petani dalam mendapatkan akses dan … · dilakukan melalui wawancara mendalam yang dilakukan kepada informan dan responden. Pendekatan kuantitatif dilakukan menggunakan

36

yang masuk kategori sedang ada sekitar 9,19 persen dan hanya ada 2,04 persen

petani yang masuk dalam kategori petani besar karena menggarap lahan dengan

luasan lebih dari 1,1 hektar.

4.4 Sarana dan Prasarana

Desa Cisarua merupakan desa kabupaten yang lokasinya berdekatan

dengan kotamadya. Untuk mencapai desa ini terdapat 80 angkutan umum yang

siap melayani selama 24 jam dan terdapat 60 ojek yang menghubungkan antar

RW. Jalan-jalan di desa ini keadaannya berlubang dan becek. Hal ini dibuktikan

melalui data desa bahwa hanya terdapat 3,6 km jalan dengan kondisi yang baik.

Jalan yang dalam kondisi baik merupakan jalan kabupaten. Jalan desa dan

jalan antar desa kondisinya rusak sepanjang 9,5 km dengan klasifikasi jalan

makadam sepanjang 9 km dan jalan tanah sepanjang 0,5 km. Kondisi jalan yang

rusak ini disebabkan oleh banyaknya truk pengangkut hasil perkebunan yang

melewati jalan tersebut. Kondisi cuaca dengan curah hujan yang tinggi sehingga

membuat kondisi jalan menjadi rentan rusak.

Desa Cisarua memiliki sarana peribadatan 12 mesjid dan 87 musholla

yang tersebar di 8 RW dan 30 RT. Untuk prasarana kesehatan, Desa Cisarua

memiliki puskesmas pembantu, balai pengobatan, dan 8 posyandu yang tersebar

di 8 RW. Sarana kesehatan yang dimiliki Desa Cisarua ialah 4 orang dukun

bersalin terlatih.

Sarana dan prasarana pendidikan di Desa Cisarua hanya tersedia hingga

jenjang SD. Di desa ini terdapat 2 buah Sekolah Dasar Negeri, 2 buah Taman

Kanak-kanak, serta 4 buah Pendidikan Anak Usia Dini. Tidak terdapat Sekolah

Menengah Pertama di desa ini.

4.5 Sejarah Desa Cisarua

Tahun 1920 Belanda membuka hutan untuk dijadikan perkebunan teh.

Lalu pada tahun 1928 pabrik teh dibangun dan bibit teh didatangkan dari India.

Untuk mengoperasikan perkebunan, dibutuhkan tenaga kerja. Untuk itulah pihak

perkebunan mendatangkan buruh dari Garut menggunakan sistem bedol desa.

Pada saat itu, Desa Cisarua masih merupakan bagian dari Desa Limbangan.

Page 53: Strategi perjuangan petani dalam mendapatkan akses dan … · dilakukan melalui wawancara mendalam yang dilakukan kepada informan dan responden. Pendekatan kuantitatif dilakukan menggunakan

37

Penduduk yang didatangkan tersebut lalu menetap dan terus berkembang hingga

saat ini dan merasa merupakan penduduk asli Desa Cisarua.

Desa Cisarua baru dibentuk pada tahun 1979 atas usulan dari para tokoh

masyarakat Dusun Cisarua, Dusun Cisarua Caringin, dan Dusun Nagrak. Adapun

tokoh-tokoh masyarakat yang menjadi penggagas berdirinya Desa Cisarua ialah

(Alm) M.Rachmat, Maksum Syah, Tjutju, Jaja, Sukardi, Halim, dan Junaini.

Pada Maret 1979, Desa Cisarua berdiri dengan (Alm) Rachmat bertindak

sebagai kepala desa. Kantor Desa Cisarua pertama kali menumpang di SD Inpres

Cisarua. Lalu pada tahun 1980, dilakukan pembangunan kantor Desa Cisarua.

Pembangunan kantor Desa Cisarua pada mulanya dilakukan di balai desa sebelah

utara Goalpara. Namun karena letaknya dianggap kurang strategis, lahan tersebut

lalu dijual. Hasil penjualan lahan tersebut lalu digunakan untuk membeli lahan

yang lebih strategis yaitu ditempat saat ini kantor Desa Cisarua berdiri.

Hingga tahun 2011, Desa Cisarua telah dipimpin oleh 4 kepala desa dan 2

penanggung jawab sementara (pjs). Adapun urutan kepemimpinan Desa Cisarua

ialah:

1979-1988 : (Alm) M. Rachmat

1988-1989 : Maksum Syah (pjs)

1989-1999 : Ace Sujatman

1999-2000 : Asep (pjs)

2000-2005 : (Alm) M. Rachmat

2005-2011 : A. Malik

Berdasarkan sejarah, perkebunan terbentuk terlebih dahulu daripada Desa

Cisarua, maka program-program desa mengikuti program perkebunan. Namun

ketika kepemimpinan A. Malik keadaan pemerintahan desa berubah. Berbagai

program desa berdiri independen dan tidak lagi mengikuti program dari

perkebunan dengan alasan bahwa wilayah perkebunan lah yang berada di dalam

desa, bukan desa yang berada di dalam wilayah perkebunan.

Page 54: Strategi perjuangan petani dalam mendapatkan akses dan … · dilakukan melalui wawancara mendalam yang dilakukan kepada informan dan responden. Pendekatan kuantitatif dilakukan menggunakan

BAB V

STRATEGI PERJUANGAN PETANI DI DESA CISARUA DAN

KEBERHASILANNYA

5.1 Petani dan Permasalahannya

Petani di Desa Cisarua dibagi ke dalam 3 golongan, yaitu petani kecil,

petani sedang, dan petani besar sebagaimana yang telah disebutkan di depan.

Penelitian ini dilakukan di tiga RW dari delapan RW yang ada di Desa Cisarua,

yaitu RW 2, RW 3, dan RW 4. Pada tahun 2003, dari tiga RW diperoleh data

bahwa terdapat 760 petani yang menggarap di lahan perkebunan dengan

pembagian sebagai berikut: (a) RW 2 sebanyak 350 orang, (b) RW 3 sebanyak

280 orang, dan (c) RW 4 sebanyak 130 orang.

Petani dari ketiga RW diatas menggarap di tiga blok lahan milik

perkebunan, yaitu blok 14, blok 15, dan blok 16 dengan pembagian sebagai

berikut: (a) blok 14 seluas 30 hektar, (b) blok 15 seluas 38 hektar, dan (c) blok 16

seluas 25 hektar. Total luas lahan keseluruhan yang digarap oleh petani ialah 93

hektar namun hanya 82 hektar saja yang termasuk dalam wilayah Desa Cisarua.

Dari 93 hektar lahan perkebunan dan 760 petani yang menggarap, maka

rata-rata per petani menggarap sekitar 3 patok atau setara dengan 0,12 hektar.

Seiring berjalannya waktu, ada petani yang kemudian mengambil alih lahan milik

petani lain. Pengambilalihan ini tidak didaftarkan sebagai ganti nama sehingga

terjadi perbedaan data baik secara de facto maupun de jure, sebagaimana yang

terjadi pada blok 16. Pada awalnya lahan ini diolah oleh sekitar 208 orang petani.

Namun saat ini, lahan pada blok 16 telah dikuasai oleh 4 petani besar namun yang

bertempat tinggal di RW 2, RW 3, dan RW 4 hanya 3 orang saja.

Berdasarkan sejarah, petani Desa Cisarua terbagi menjadi dua, yaitu petani

asli yang merupakan petani yang berasal dari hasil bedol desa dari Garut dan

petani pendatang yang berasal dari Lembang. Petani asli ini didatangkan pada

tahun 1928 melalui program bedol desa ketika perkebunan mulai beroperasi dan

mulai mendatangkan bibit tanaman teh dari India. Petani ini didatangkan untuk

bekerja menjadi buruh di perkebunan. Petani pendatang masuk pada tahun 1990an

ke Desa Cisarua dengan tujuan untuk bertani.

Page 55: Strategi perjuangan petani dalam mendapatkan akses dan … · dilakukan melalui wawancara mendalam yang dilakukan kepada informan dan responden. Pendekatan kuantitatif dilakukan menggunakan

39

Petani asli hingga saat ini terus bertahan secara turun temurun menjadi

buruh di perkebunan. Mereka menggantungkan hidupnya menjadi buruh

perkebunan dengan gaji harian dan berharap akan naik pangkat. Selain itu, petani

asli yang bekerja sebagai buruh perkebunan juga mengharapkan uang pensiun

ketika mereka tua nanti.

Petani pendatang yang datang dengan tujuan untuk bertani dan

mendapatkan perkerjaan terus berupaya untuk mendapatkan lahan garapan.

Setelah dilihat bahwa lahan yang memungkinkan untuk digarap hanyalah milik

perkebunan dan lahan tersebut dalam keadaan terlantar, petani pendatang pun

semakin berkeinginan untuk dapat mengakses lahan tersebut. Penduduk asli desa

memaklumi keinginan para pendatang tersebut untuk dapat mengolah lahan

perkebunan karena mereka tidak terikat pada masa lalu dengan pihak perkebunan.

Hal ini seperti yang dinyatakan salah satu petani yang menjadi responden dalam

penelitian ini.

“Mereka kan orang baru. Kalo kita mah segen. Ga enak. Orang tua kita juga kadang ada kerabatan ama orang-orang perkebunan itu.”

Meskipun terdapat luas total 600 hektar lahan perkebunan non-produktif

dan dapat dimanfaatkan oleh petani, namun hanya sedikit lahan yang dapat

dimanfaatkan sebagai lahan pertanian karena sebagian besar lahan merupakan

tanah tegalan yang sulit air serta memiliki letak lahan yang jauh. Faktor tersebut

membuat petani harus bersaing untuk mendapatkan lahan garapan yang ideal dan

strategis. Persaingan yang ketat juga merupakan masalah yang dihadapi oleh

petani. Ditambah dengan letak geografis Desa Cisarua, membuat lahan

terkonsentrasi pada perkebunan dan hutan lindung sehingga lahan pertanian di

Desa Cisarua semakin terbatas.

Lahan perkebunan yang petani pendatang inginkan merupakan lahan

perkebunan teh yang tanamannya telah tidak produktif. Lahan milik perkebunan

yang tidak produktif ada sekitar 600 hektar. Sekitar tahun 1990an, perkebunan

melakukan peremajaan tanaman teh. Tanaman yang dianggap sudah tidak

produktif lagi dipangkas. Setelah melalui proses pemangkasan kemudian tanaman

Page 56: Strategi perjuangan petani dalam mendapatkan akses dan … · dilakukan melalui wawancara mendalam yang dilakukan kepada informan dan responden. Pendekatan kuantitatif dilakukan menggunakan

40

tersebut dicabut hingga akar. Proses peremajaan kemudian dilanjutkan dengan

penanaman bibit teh baru.

Pada saat melakukan peremajaan tanaman teh yang non-produktif,

perkebunan mengalami kesulitan ekonomi. Harga teh dunia mengalami penurunan

yang kemudian mengakibatkan penurunan pendapatan bagi pihak perkebunan.

Hal ini kemudian membuat pihak perkebunan tidak dapat melanjutkan peremajaan

tanaman teh dan menelantarkan lahannya. Keadaan lahan yang terlantar dalam

kondisi tanaman teh yang kering dan tidak terurus membuat petani pendatang

yang menginginkan bertani sendiri tertarik untuk menggunakan lahan tersebut

untuk budidaya tanaman holtikultura.

Penduduk asli Desa Cisarua yang berprofesi sebagai buruh perkebunan

mengetahui betul bahwa lahan HGU tidak dapat digarap oleh masyarakat.

Berdasarkan hal inilah para buruh perkebunan memupuskan harapannya untuk

bisa menggarap lahan perkebunan yang terlantar tersebut. Ketika pihak

perkebunan yang mengetahui bahwa ada pihak yang ingin menggarap lahan HGU

lalu mereka memanfaatkan situasi tersebut. Pihak perkebunan kemudian

meminjamkan lahan tersebut kepada para mandor perkebunan. Tiap mandor

mendapat masing-masing 2 hektar lahan namun lahan tersebut akan diambil

kembali oleh perkebunan.

Pada kenyataannya, lahan tersebut tidak digarap sendiri oleh para mandor

karena mandor merasa tidak memiliki modal dan waktu untuk menggarap lahan

yang diberikan perkebunan. Mandor pun memanfaatkan para petani yang

menginginkan lahan tersebut. Mandor lalu memberikan lahan tersebut untuk

digarap kepada petani dengan luas masing-masing sekitar 0,12 hektar atau setara

dengan 3 patok. Lahan tersebut juga menjadi kompensasi kepada para buruh

perkebunan yang bekerja mencabut akar tanaman teh namun upahnya belum

dibayar. Hal inilah yang menjadi alasan awal mula buruh perkebunan dapat

menggarap di lahan perkebunan. Tahun 1998 merupakan tahun dimana

perkebunan berencana mengambil kembali lahan tersebut. Namun krisis moneter

yang menimpa Indonesia membuat perkebunan tidak mampu menarik kembali

lahan yang digarap oleh petani dan hingga saat ini lahan tersebut masih dapat

diakses oleh petani.

Page 57: Strategi perjuangan petani dalam mendapatkan akses dan … · dilakukan melalui wawancara mendalam yang dilakukan kepada informan dan responden. Pendekatan kuantitatif dilakukan menggunakan

41

Mandor mengizinkan petani yang hendak menggunakan lahan tersebut

untuk dijadikan wilayah pertanian tanaman holtikultura dengan syarat petani

sendiri yang membersihkan lahan tersebut dan petani membayar iuran kepada

mandor sebagai pihak perkebunan. Iuran yang dibayar petani pada saat itu ialah

sebesar Rp. 15.000,00 per patok. Upaya ini diindikasikan merupakan salah satu

taktik yang digunakan perkebunan untuk melanjutkan pembersihan lahan non-

produktif dan sebagai salah satu cara untuk mendapatkan tambahan dana yang

digunakan dalam pembayaran pajak kepada pemerintah pusat serta untuk biaya

operasional yang tidak dibiayai oleh kantor pusat perkebunan.

Sampai saat ini perkebunan tidak melakukan peminjaman lahan garapan

secara langsung karena sesungguhnya lahan HGU yang diinginkan oleh petani

tidak boleh digarapkan kepada petani umum. Hal inilah yang menjadi alasan

mengapa mandor yang dijadikan perpanjangan tangan perkebunan. Mandor di sini

selain bertugas untuk memungut iuran, ia juga bertugas untuk menjaga dan

mengawasi lahan non-produktif yang digarap petani agar tidak berpindah tangan.

Lahan yang boleh digarapkan pada petani hanyalah lamping-lamping yang

umumnya memiliki letak yang jauh dan sulit air sehingga petani enggan

menggarap di lahan lamping tersebut.

Pihak perkebunan memiliki lahan yang dapat secara resmi digarap oleh

masyarakat umum, yaitu lahan lamping yang umumnya memiliki letak yang jauh,

berkontur ekstrim, dan sulit air. Agar dapat menggarap lahan lamping ini,

dibutuhkan proses administrasi yang panjang dan membutuhkan biaya besar untuk

mengurus perizinan. Untuk mendapatkan hak garap di lahan lamping tersebut juga

membutuhkan proses yang rumit. Segala keperluan administrasi akan diolah di

kantor pusat sehingga membutuhkan waktu yang lama dan modal yang besar. Hal

ini semakin membuat petani menjadi enggan untuk menggarap tanah lamping dan

mendapat tanah garapan secara resmi dari perkebunan.

Mendapatkan lahan garapan dari mandor dan petani lain dianggap lebih

mudah karena petani yang ingin menggarap hanya perlu melakukan kompromi

dengan pihak yang bersangkutan. Besarnya luas lahan yang diberikan oleh

mandor kepada petani didasarkan pada azas kepercayaan dan kuatnya ikatan

dengan mandor. Tiap petani yang ingin menggarap lahan perkebunan pada

Page 58: Strategi perjuangan petani dalam mendapatkan akses dan … · dilakukan melalui wawancara mendalam yang dilakukan kepada informan dan responden. Pendekatan kuantitatif dilakukan menggunakan

42

awalnya hanya diberi 3 patok atau setara dengan 0,12 hektar. Jika hasil panen

memuaskan, mandor menjadi lebih percaya kepada petani tersebut sehingga

ketika petani meminta penambahan luas lahan garapan, mandor memberikannya

setahap demi setahap.

Mandor pada saat itu sangat ditakuti dan disegani oleh petani karena

mandor memegang kendali terhadap tanah garapan mereka. Jika petani tidak

bersikap baik terhadap mandor, maka mandor dapat mengambil kembali lahan

garapan dan membuat petani kehilangan pekerjaan. Iuran yang dibayar petani

kepada mandor seharusnya hanya dilakukan setahun sekali. Namun pada

kenyataannya, petani harus membayar sekitar 3-4 kali pertahun tergantung kepada

masa panen yang dilakukan petani karena mandor biasanya datang ketika petani

sedang melakukan panen.

Terdapat beberapa masalah yang dialami oleh petani yang mempengaruhi

pemilihan strategi yang digunakan petani untuk mendapatkan akses dan

penguasaan atas lahan, seperti: (a) modal dan administrasi yang panjang dalam

mengurus tanah garapan secara legal, (b) keterbatasan lahan strategis yang

terbatas, (c) keberpihakan pemerintah desa kepada petani besar, (d) rendahnya

solidaritas antar petani, (e) kecemburuan sosial, dan (f) ketidakmampuan melawan

penguasa.

Berdasarkan pernyataan dari para responden dan informan didapat bahwa

masalah utama yang dihadapi oleh petani dalam mendapatkan akses dan

penguasaan atas lahan ialah modal. Diakui oleh petani di Desa Cisarua, jika modal

cukup, maka akan mudah bagi petani dalam mengakses dan mengolah lahan.

Karena modal di sini dibutuhkan untuk mengurus izin penggunaan lahan serta

untuk penyediaan sarana dan prasarana produksi. Modal juga diperlukan dalam

memperluas lahan garapan dengan cara membeli lahan garapan petani lain yang

ada disekitarnya, seperti yang dilakukan beberapa petani yang saat ini menjadi

petani besar di Desa Cisarua.

Pada awalnya seluruh petani mendapatkan lahan dengan luas yang merata

yaitu sekitar 0,12-0,16 hektar. Dengan modal yang cukup, petani tersebut lalu

membeli hak garap petani-petani yang lain. Hak garap dibeli dengan harga yang

murah yaitu sekitar Rp. 500.000,00. Selain itu, petani besar juga menggunakan

Page 59: Strategi perjuangan petani dalam mendapatkan akses dan … · dilakukan melalui wawancara mendalam yang dilakukan kepada informan dan responden. Pendekatan kuantitatif dilakukan menggunakan

43

cara pemberian hutang yang kemudian dapat membelit petani kecil. Jika

mempunyai modal, maka banyak hal yang tidak mungkin, menjadi mungkin untuk

dilakukan. Seperti yang dialami oleh seorang perempuan di Desa Cisarua yang

baru pulang dari menjadi TKI di Arab. Dengan memiliki modal yang diperoleh

dari menabung selama berkerja di Arab, ia dapat memperoleh hak garap sebesar 8

petak atas namanya sendiri.

Pengurusan hak garap atas nama sesuai penggarap sendiri tidaklah mudah

untuk dilakukan. Petani harus mengurus berbagai administrasi dengan pihak

perkebunan hingga ke kantor pusat yang terletak di Bandung. Dibutuhkan waktu

yang panjang serta pemenuhan syarat-syarat tertentu untuk memperoleh izin

penggarapan lahan perkebunan karena lahan HGU yang produktif tidak boleh

digarap oleh masyarakat. Kerumitan administrasi seperti ini membuat petani

enggan untuk mengurus hak garap dan lebih memilih untuk menjadi buruh di

perkebunan dengan harapan akan naik pangkat dan mendapat uang pensiun atau

menggarap lahan bekas orang lain.

Meskipun pihak perkebunan mengizinkan lahan non-produktifnya diolah

oleh petani, namun hal ini tidak dibuka kepada umum. Pihak-pihak tertentu saja

lah yang dapat mengakses kebijakan perkebunan ini. Pihak-pihak yang dapat

mengakses ialah pihak yang dapat memenuhi syarat yang diajukan perkebunan,

memiliki akses untuk melakukan negosiasi dengan pihak perkebunan seperti

memiliki relasi dan modal. Jika pihak yang dianggap asing mengajukan

permohonan hak garap, maka pihak perkebunan akan mengelak dan menyatakan

bahwa lahan perkebunan tidak diizinkan untuk digarap oleh petani atau pun orang

luar karena merupakan HGU milik perkebunan. Petani yang telah mendapat hak

garap pun diperingatkan oleh para mandor untuk tidak memberi informasi kepada

pihak luar mengenai penggarapan lahan perkebunan ini.

Masalah lain yang dirasakan oleh petani ialah keberpihakan pemerintah

desa. Hal ini telah dirasakan oleh petani Desa Cisarua yang menjadi responden

dan informan penelitian ini. Petani merasa pemerintah desa hanya menguntungkan

satu pihak saja, yaitu para petani besar. Keberpihakan pemerintah desa kepada

petani besar ditunjukkan melalui manipulasi data pengolah lahan perkebunan.

Pemerintah desa menggunakan KTP dari petani-petani di Desa Cisarua yang

Page 60: Strategi perjuangan petani dalam mendapatkan akses dan … · dilakukan melalui wawancara mendalam yang dilakukan kepada informan dan responden. Pendekatan kuantitatif dilakukan menggunakan

44

kemudian didaftarkan sebagai penggarap di lahan perkebunan. Namun pada

kenyataannya, lahan tersebut hanya diolah oleh petani besar. Selain itu,

pemerintah desa juga tidak melakukan tindakan apapun ketika salah satu lahan

petani kecil diambil alih kembali oleh pihak perkebunan. Sedangkan ketika lahan

petani besar ingin diambil alih, pemerintah melakukan pembelaan agar lahan

tersebut tidak jadi diambil alih oleh pihak perkebunan.

Saat ini petani tidak melakukan aksi protes dan hanya memendam

kekecewaan terhadap pemerintah desa yang dianggap pilih kasih. Konflik yang

terjadi pada petani desa saat ini ialah konflik laten dimana petani hanya

memendam dan memegang prinsip azas tahu sama tahu terhadap kekacauan yang

terjadi pada pemerintahan desa. Jika hal ini terus dibiarkan, dikhawatirkan dapat

memicu terjadinya konflik terbuka. Pemerintah desa dalam hal ini menjadi pihak

ketiga dalam perjuangan yang dilakukan oleh petani. Jika dilihat dari sudut

pandang perkebunan, pemerintah desa menjadi pihak yang membantu petani

untuk mendapatkan serta mempertahankan lahan garapan petani. Namun jika

dilihat dari sudut pandang petani kecil, pemerintah desa hanya berpihak dan

membantu petani besar sehingga terjadi ketimpangan dalam hak akses lahan di

Desa Cisarua.

Keadaan Desa Cisarua sesuai dengan salah satu poin yang diungkapkan

Scott (1993), dimana petani tidak dapat melakukan perlawanan kolektif yang

disebabkan oleh rasa takut terhadap pembalasan atau penahanan sehingga petani

lebih memilih bersikap rendah hati. Petani di Desa Cisarua telah melihat

penahanan yang dilakukan oleh pihak kepolisian kepada warga di desa tetangga

yang melakukan aksi demo dalam rangka memperjuangkan akses dan penguasaan

atas lahan perkebunan. Hal ini membuat petani Desa Cisarua menjadi takut untuk

melakukan aksi kekerasan. Petani kecil yang merasa tak mampu dan berdaya

mengubah “aturan-aturan” di Desa Cisarua ini tak memiliki pilihan lain selain

menerima dan menyesuaikan diri dengan keadaan yang ada. Petani kecil merasa

tidak mampu jika harus melawan para petani besar.

Petani tidak melakukan aksi untuk memperbaiki nasibnya karena petani

merasa suaranya tidak akan didengar baik oleh pihak perkebunan maupun

pemerintah. Untuk menyatukan pendapat di Desa Cisarua sangat sulit sekali

Page 61: Strategi perjuangan petani dalam mendapatkan akses dan … · dilakukan melalui wawancara mendalam yang dilakukan kepada informan dan responden. Pendekatan kuantitatif dilakukan menggunakan

45

karena terjadi kecemburuan sosial antar petani. Kecemburuan sosial ini

diakibatkan karena pandangan petani kepada pemerintah desa yang pilih kasih.

Hal ini mengakibatkan petani sulit untuk merumuskan pendapat bersama. Hal ini

seperti yang dikatakan oleh AM, salah satu responden dalam penelitian ini ketika

ditanyai mengenai hal yang dilakukan pemerintah untuk para petani:

“Boong aja itu neng. Cuma janji-janji pemilihan kemaren aja. Ujung-ujungnya yang dibantu ya mereka-mereka (petani besar) lagi. Petani kecil kayak kita mah ya ga dapet apa-apa. Pasrah aja. Ga akan didenger neng.”

Adanya pembagian kelas-kelas seperti petani kecil dan petani besar

membuat adanya jarak sosial di Desa Cisarua. Petani kecil tidak berani melawan

petani besar karena petani kecil merasa membutuhkan petani besar. Keadaan

seperti ini membuat petani tidak berani mengeluarkan aspirasinya. Dengan adanya

persaingan antar petani kecil pun, membuat para petani kecil tidak memiliki

ikatan yang kuat satu sama lainnya. Persaingan dilakukan dalam hal pertanian

dimana petani kecil sama-sama berlomba untuk mendapatkan hasil panen yang

baik. Mereka setiap hari disibukkan dengan rutinitas pertanian sehingga tidak

mementingkan petani yang lain dan cenderung memandang petani kecil lain

merupakan saingan mereka. Prasangka-prasangka yang ada makin memperburuk

hubungan petani satu dengan yang lainnya sehingga sulit untuk menyatukan

pendapat.

Prasangka yang timbul di Desa Cisarua tidak hanya terjadi diantara petani

kecil dengan petani besar saja. Prasangka juga terjadi antara petani kecil dengan

petani kecil serta antara petani kecil dengan pemerintah desa. Prasangka yang

terjadi antara petani kecil dengan petani kecil cenderung terjadi akibat persaingan

untuk mendapatkan hasil panen yang berlimpah. Masing-masing individu petani

kecil berupaya untuk memaksimalkan hasil panen. Tidak adanya komunikasi dan

kerjasama untuk memaksimalkan hasil panen bersama menimbul prasangka-

prasangka negatif kepada petani kecil lainnya yang dapat memperoleh hasil panen

yang bagus. Petani kecil menuduh petani kecil yang lain menggunakan cara-cara

negatif sehingga dapat memperoleh hasil panen yang baik. Seperti yang

Page 62: Strategi perjuangan petani dalam mendapatkan akses dan … · dilakukan melalui wawancara mendalam yang dilakukan kepada informan dan responden. Pendekatan kuantitatif dilakukan menggunakan

46

dinyatakan M, salah satu petani ketika ditanyakan mengenai hubungan dengan

petani kecil lain:

”Ya biasa aja neng. Tapi yah mereka itu cuma mau bantu petani yang sodaranya aja. Kalo enggak, ya ga akan dibantu. Dia pura-pura ga tau aja. Padahal mah dia punya obat rahasia buat nyembuhin penyakit tanemannya.”

Satu sisi, petani kecil ingin mendapatkan keadilan. Namun disisi lain ada

tekanan bahwa petani kecil membutuhkan petani besar untuk kelangsungan

hidupnya. Bagaimana pun juga, petani kecil merasa dengan adanya petani besar,

petani kecil sedikit banyak terbantu karena petani besar bisa menjadi tempat para

petani kecil meminjam uang sewaktu-waktu baik untuk modal pertanian,

keperluan anak sekolah, hingga modal untuk membangun rumah. Hal ini

membuat petani kecil memiliki rasa utang budi dan ketergantungan kepada petani

besar. Tidak seperti bank yang letaknya jauh serta membutuhkan proses

administrasi dan waktu yang cukup lama serta rumit. Hal ini diperkuat dengan

pernyataan S, salah satu petani yang menjadi responden dalam penelitian ini:

“Kita malah terbantu dengan adanya mereka (petani besar). Kalau butuh apa-apa

bisa langsung ke mereka juga.”

Petani kecil tidak menyadari resiko yang ditimbulkan dengan meminjam

uang kepada petani besar, yaitu hutang yang terus melilit hingga berakibat pada

pengambilan lahan garapan petani kecil dengan alasan untuk mengembalikan

hutang-hutang yang ada. Pemberian hutang kepada petani kecil pada dasarnya

merupakan salah satu cara petani besar untuk memperluas lahan garapannya. Jika

petani kecil melawan petani besar, maka ia akan ditandai dan ketika ia sedang

mengalami kesulitan dan membutuhkan bantuan, petani besar enggan untuk

menolongnya. Oleh karena itu, petani kecil hanya bisa pasrah dengan keadaan

yang ada dan berusaha tidak membuat permasalahan agar kelangsungan hidupnya

juga tidak terganggu.

Penduduk asli Desa Cisarua tidak terlalu menyadari bahwa pengambilan

lahan garapan oleh petani merupakan suatu masalah yang besar. Hal ini

disebabkan oleh latar belakang para petani asli merupakan buruh perkebunan.

Mereka tidak terlalu menginginkan lahan garapan untuk bertani karena menurut

Page 63: Strategi perjuangan petani dalam mendapatkan akses dan … · dilakukan melalui wawancara mendalam yang dilakukan kepada informan dan responden. Pendekatan kuantitatif dilakukan menggunakan

47

mereka, bertani menghabiskan banyak waktu, tenaga, dan biaya. Jika menjadi

buruh perkebunan, mereka tidak membutuhkan modal. Hanya tenaga dan sedikit

waktu serta tidak menghadapi resiko rugi jika mengalami gagal panen. Hal ini

seperti yang dinyatakan oleh I, sebagai salah satu responden dalam penelitian ini:

“Kalo lahannya diambil ama petani besar ya mau gimana lagi. Kita ga punya uang buat bayar utang. Kita kan bisa jadi buruh kebun lagi aja neng.”

Petani Desa Cisarua tidak melakukan upaya untuk mendapatkan akses dan

penguasaan atas lahan dengan tindak kekerasan, demo, ataupun reclaiming (ambil

paksa) karena petani tahu bahwa lahan yang mereka inginkan merupakan lahan

yang legal secara hukum merupakan HGU milik perkebunan dan masih berlaku.

Oleh karena itu, upaya yang dilakukan petani melalui kompromi hanya bertujuan

untuk mendapatkan akses terhadap lahan HGU perkebunan non-produktif, bukan

untuk menguasai atau memiliki lahan tersebut.

Didukung dengan pandangan petani bahwa kekerasan tidak akan

menyelesaikan masalah serta akan makin mempersulit keadaan kaum kecil seperti

yang dinyatakan oleh petani kecil sebagai responden dalam penelitian ini,

kompromi dianggap merupakan jalan yang lebih baik dibanding dengan

melakukan aksi kekerasan serta perlawanan untuk mendapatkan akses dan

penguasaan atas lahan. Petani enggan untuk mengikuti apa yang dilakukan oleh

desa tetangga yang dianggap salah. Petani juga merasa tidak akan mampu untuk

melawan rezim kekuasaan perkebunan dan pemerintah. Hal ini sesuai dengan

yang dinyatakan oleh Popkin (1979) bahwa cara-cara perlawanan dianggap tidak

akan bisa menyelesaikan masalah, masih ada cara lain yang dinilai lebih baik

seperti kompromi yang diperhitungkan lebih menguntungkan.

Adapun hal-hal yang melatarbelakangi upaya petani untuk mendapatkan

akses atas lahan perkebunan di Desa Cisarua, Kabupaten Sukabumi ialah: (1)

keinginan petani untuk menanam tanaman holtikultura untuk memenuhi

kebutuhan hidup dan untuk tambahan gaji, (2) keadaan lahan strategis yang

terbatas, (3) lahan strategis di Desa Cisarua merupakan lahan HGU milik

Page 64: Strategi perjuangan petani dalam mendapatkan akses dan … · dilakukan melalui wawancara mendalam yang dilakukan kepada informan dan responden. Pendekatan kuantitatif dilakukan menggunakan

48

perkebunan, (4) lahan HGU yang diinginkan petani untuk dijadikan lahan garapan

dalam keadaan tidak terawat.

 

5.2 Strategi Perjuangan Petani Desa Cisarua

Desa Cisarua merupakan salah satu desa di Kabupaten Sukabumi yang

didalamnya terdapat areal perkebunan milik negara dan berdekatan dengan

kawasan hutan lindung. Hal ini membuat lahan-lahan di Desa Cisarua dikuasai

oleh pihak perkebunan dan hutan lindung sehingga petani mengalami ketiadaan

akses dan penguasaan lahan untuk pertanian. Pada tahun 1990an, pihak

perkebunan mengalami permasalahan ekonomi yang menyebabkan beberapa

lahan milik perkebunan menjadi tidak terurus dan terlantar. Keadaan lahan yang

terlantar inilah yang kemudian mendorong petani berani melakukan upaya untuk

mendapatkan akses terhadap lahan tersebut.

Petani di Desa Cisarua melakukan upaya mendapatkan lahan perkebunan

dengan melakukan perlawanan yang oleh Scott (1981) disebut sebagai bentuk

perlawanan “Gaya Asia”. Dalam penelitian ini, Gaya Asia yang diungkapkan

Scott hanya digunakan sebagai rujukan dalam pola perjuangan namun tidak

merujuk kepada pertimbangan keharmonisan dan moral kebersamaan dalam

melakukan perjuangan.

Pola perjuangan yang dilakukan petani di Desa Cisarua termasuk dalam

pola perjuangan Gaya Asia karena dalam melakukan perjuangan, petani di Desa

Cisarua: (a) tidak memiliki organisasi formal, (b) melakukan perjuangan kecil

secara sembunyi-sembunyi dengan berpura-pura bodoh, dan (c) perjuangan yang

dilakukan petani tidak membutuhkan koordinasi.

Petani di Desa Cisarua tidak memiliki organisasi formal. Organisasi yang

ada di desa ini dipimpin oleh HO. Seluruh warga desa mengetahui bahwa HO

adalah pemimpin mereka. HO merupakan warga asal Lembang, Jawa Barat. Pada

awalnya ia hanyalah seorang supir truk pengantar pupuk ke wilayah Desa Cisarua.

Karena sering datang ke desa ini, ia melihat banyak lahan kosong yang tidak

termanfaatkan serta lahan milik perkebunan yang tidak terawat. Lalu ia menyewa

lahan dan mencoba bertani di Desa Cisarua. Ternyata, panen perdana yang

dilakukan HO berhasil.

Page 65: Strategi perjuangan petani dalam mendapatkan akses dan … · dilakukan melalui wawancara mendalam yang dilakukan kepada informan dan responden. Pendekatan kuantitatif dilakukan menggunakan

49

Merasa puas dan berhasil akan hasil panennya, HO lalu mengajak

keluarganya dari Lembang untuk membantunya bercocok tanam. Sesuai dengan

sifat dasar petani yaitu manusia yang rasional, kreatif, dan juga ingin menjadi

kaya seperti yang dikatakan oleh Popkin (1979), HO lalu memperluas sedikit

demi sedikit lahan pertaniannya hingga saat ini HO menggarap total luas lahan 15

hektar termasuk lahan milik perkebunan seluas 10 hektar dan tanah milik desa 5

hektar.

Melihat keberhasilan HO dan keluarganya, banyak tetangga HO di

Lembang tertarik dan ikut merantau ke Desa Cisarua. Mereka lalu menjadi buruh

di lahan pertanian HO hingga kini. Ada pula sistem plasma yang dilakukan oleh

AA, adik HO kepada 15 orang. Para juragan ini mengembangkan sebuah sistem

yang dinamai plasma yang sesungguhnya merupakan ikatan patron klien. Sistem

plasma ini dimana juragan meminjamkan berbagai sarana dan produksi tanaman

serta lahan yang akan dikerjakan oleh anggota plasma. Jika panen, anggota

plasma tersebut membayar kepada juragan sejumlah yang ia gunakan. Jika

anggota tidak dapat membayar hutangnya, maka hutang tersebut akan masuk ke

tagihan panen yang akan datang.

Dengan sistem seperti ini membuat suatu pola yang mengikat anggota

plasma kepada juragan. Sistem yang diterapkan oleh juragan ini lambat laun

membuat anggota plasma makin terjerat hutang dan membuat anggota plasma

menjadikan dirinya buruh gratis secara tidak langsung karena segala hasil panen

disetorkan kepada juragan untuk membayar hutang. Hasil panen anggota plasma

sering kali dihargai lebih rendah dari pasaran hal ini membuat hutang anggota

plasma makin lama makin menumpuk. Anggota plasma tidak memiliki hak untuk

menentukan jenis tanaman yang akan ditanam, merek benih yang akan dipakai,

pupuk yang akan dipakai, dan berbagai sarana dan prasarana yang akan digunakan

selama proses produksi. Segala hal yang akan digunakan ditentukan dan

disediakan oleh juragan.

Saat ini, juragan telah menguasai 25 hektar lahan milik perkebunan. Lahan

ini dijadikan lahan pertanian tanaman holtikultura dengan komoditi berupa tomat,

sawi, dan cabe. Tidak mudah bagi juragan untuk mendapatkan lahan garapan

seluas ini. Lahan yang pertama kali diolah oleh juragan merupakan area bekas

Page 66: Strategi perjuangan petani dalam mendapatkan akses dan … · dilakukan melalui wawancara mendalam yang dilakukan kepada informan dan responden. Pendekatan kuantitatif dilakukan menggunakan

50

penebangan tanaman teh yang sudah tidak produktif. Juragan diperbolehkan

menggarap di lahan tersebut karena pihak perkebunan tidak mempunyai cukup

dana untuk membongkar akar teh sehingga pihak perkebunan mencari cara agar

lahan tersebut bersih dari akar teh namun tidak mengeluarkan uang. Lalu pihak

perkebunan mengijinkan petani untuk bertani di lahan tersebut dengan harapan 5

tahun lagi lahan tersebut akan diambil kembali oleh perkebunan untuk ditanami

teh lagi. Ketika tahun 1998 dan pihak perkebunan ingin menarik lembali lahan

tersebut, masalah ekonomi kembali melanda, yaitu krisis moneter. Pihak

perkebunan pun mengurungkan niatnya untuk mengambil kembali tanah tersebut

dan menanamnya kembali sehingga petani masih bisa menggunakan lahan

tersebut untuk bercocok tanam.

Hasil panen yang diperoleh juragan meningkat tiap musim panen. Hal ini

membuat pendapatan juragan semakin banyak. Dengan uang itu, juragan terus

memperluas daerah garapannya dengan mengambil lahan garapan petani yang

kehabisan modal. Sesuai dengan sifat manusia yang ingin menjadi kaya menurut

Popkin, keinginan juragan untuk memperluas area pertaniannya pun semakin

kuat. Keinginannya untuk memperluas lahan garapan terhalangi oleh kebijakan

pemerintah desa pada saat itu. Kepala desa tidak menyetujui upaya juragan untuk

menambah lahan garapan. Saat itu, prinsip pemerintahan desa ialah “program desa

mengikuti program perkebunan”. Hal ini terjadi karena berdasarkan sejarah, Desa

Cisarua berdiri karena adanya perkebunan terlebih dahulu.

Pada tahun 1995, terjadi pemilihan kepala desa untuk yang keempat

kalinya. Juragan ingin memanfaatkan kesempatan politik ini agar niatnya untuk

mempertahankan dan memperluas lahan pertanian bisa terwujud. Ia lalu

mencalonkan A sebagai kepala desa untuk menyaingi kepala desa yang lama

dalam pencalonan menjadi kepala desa periode 2005-2011.

Juragan mendukung secara penuh kebutuhan dalam pencalonan menjadi

kepala desa terutama dalam hal kebutuhan materi. Ketika kepala desa A terpilih

menjadi kepala desa yang baru, prinsip pemerintahan desa pun berubah. Program-

program desa tidak lagi mengikuti program perkebunan. Saat ini desa berusaha

menjadi pihak yang otonom. Malah terkesan, hubungan antara pemerintahan desa

Page 67: Strategi perjuangan petani dalam mendapatkan akses dan … · dilakukan melalui wawancara mendalam yang dilakukan kepada informan dan responden. Pendekatan kuantitatif dilakukan menggunakan

51

dengan pihak perkebunan kurang akur. Hal ini terlihat dari penjelasan Kepala

Desa:

“Pimpinan perkebunan suka ngerasa dirinya bupati. Padahalkan perkebunan ada di dalam desa. Bukan desa yang ada didalam perkebunan. Tapi mereka suka bikin aturan sendiri yang tidak mengikuti aturan desa.”

Dukungan pemerintahan desa kepada juragan semakin terlihat pada saat

pihak perkebunan mengumpulkan petani yang menggarap di lahan perkebunan.

Perkebunan berniat mengganti komoditas yang ditanam oleh petani menjadi

rumput untuk pakan ternak. Perkebunan menawarkan pembangunan kandang sapi

dan uang sebesar Rp. 25.000.000,00 per ekor sapi bagi petani yang bersedia

menyerahkan tanahnya kembali kepada perkebunan. Pemerintah desa menolak

program yang ditawarkan oleh perkebunan dengan alasan jika komoditi yang

ditanam diganti dengan rumput, maka PAD (Pendapatan Asli Daerah) menurun.

Pemerintah desa juga tidak percaya bahwa pihak perkebunan dapat

memenuhi PAD awal desa seperti ketika ditanami oleh tanaman holtikultura.

Selain PAD menurun, penduduk desa nanti semakin banyak yang menganggur

karena pemeliharaan rumput tidak membutuhkan tenaga kerja yang banyak seperti

jika menanam tanaman holtikultura. Rapat yang melibatkan pihak pemerintah,

petani, dan perkebunan ini berlangsung sebanyak 3 kali hingga dicapai keputusan

bahwa lahan tersebut tetap diolah oleh petani. Keputusan seperti ini tidak akan

terjadi ketika masa pemerintahan desa yang lalu.

Dengan dukungan modal yang cukup, juragan memiliki kekuatan untuk

mengambil alih tanah-tanah garapan petani yang lain hingga saat ini juragan telah

menguasai 25 hektar lahan perkebunan dan 10 hektar tanah bengkok desa dengan

pendapatan perbulan mencapai Rp. 40.000.000,00. Pengambilalihan lahan juga

dapat terlaksana karena juragan memiliki relasi yang dapat menghubungkan

dengan pimpinan perkebunan.

Petani-petani yang menggarap lahan perkebunan merupakan pendatang

dari Lembang. Namun, karena tidak memiliki modal dan relasi, mereka hanya

dapat menjadi buruh dan petani kecil yang terikat dengan juragan. Pada awalnya

petani pendatang datang dengan tujuan agar bisa mengikuti jejak para juragan

Page 68: Strategi perjuangan petani dalam mendapatkan akses dan … · dilakukan melalui wawancara mendalam yang dilakukan kepada informan dan responden. Pendekatan kuantitatif dilakukan menggunakan

52

yang berjumlah 3 orang agar dapat bertani secara mandiri. Namun karena

kurangnya modal dan relasi, mereka tidak bisa bertani secara mandiri. Modal pas-

pasan yang dimiliki oleh pendatang membuat mereka mudah sekali terjerat hutang

ketika mengalami sedikit kesalahan selama proses produksi.

Bentuk perlawanan kecil yang dilakukan di Desa Cisarua ialah

memperluas lahan garapan secara diam-diam dengan koordinasi yang dilakukan

hanya berdasarkan azas asal sama tahu saja. Organisasi yang anonim, bersifat

nonformal melalui koordinasi asal sama tahu saja, dengan bentuk perlawanan

kecil dan sembunyi-sembunyi yang dilakukan setiap hari oleh petani Desa Cisarua

dengan penuh kesabaran dan kehati-hatian serta berpura-pura bodoh dengan

berpura-pura tidak mengetahui bahwa lahan yang mereka garap merupakan tanah

HGU yang tidak boleh digarap oleh petani. Seperti yang dinyatakan AM, pada

jaman dulu, mandor merupakan orang yang ditakuti karena ia mempunyai kuasa

untuk menarik kembali tanah yang digarap oleh petani. Bentuk perlawanan kecil

dapat tergambar dari hal yang dilakukan oleh AM untuk mendapatkan lahan.

Dari pernyataan di bawah dapat dilihat bahwa petani melakukan upaya

secara diam-diam dan hati-hati dalam memperluas lahan garapannya. Pada

awalnya, lahan yang digarap hanyalah 3 patok, lalu meluas hingga 2 hektar atau

setara dengan 50 patok. Perluasan lahan yang dilakukan petani secara sembunyi-

sembunyi agar tidak diketahui oleh mandor. Namun jika mandor mengetahui

perluasan lahan yang dilakukan oleh petani, petani kemudian berpura-pura bodoh

dan mencari alasan agar tetap diperbolehkan menggarap di lahan tersebut. Petani

melakukan kompromi dengan mandor yang kemudian berujung pada pembayaran

sewa seluas lahan yang digarap. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan AM,

sebagai salah satu responden dalam penelitian ini:

“Saya mah dateng kesini umur 13 tahun. Niatnya mah mau bantu-bantu di kebun juragan. Tapi karena saya masi kecil, kata juragan saya ga mungkin kuat ngangkat drum yang gede-gede. Jadi saya ga bisa kerja disitu neng. Tapi karena saya pengen kerja, saya ga mau pulang ke lembang. Terus saya temenan ama mandor. Si mandor nawarin saya ngegarap 3 patok, tapi bayar. Ya saya mau aja, dari pada mubazir. Orang niat saya kesinikan mau kerja. Namanya juga manusia

Page 69: Strategi perjuangan petani dalam mendapatkan akses dan … · dilakukan melalui wawancara mendalam yang dilakukan kepada informan dan responden. Pendekatan kuantitatif dilakukan menggunakan

53

ya neng, petani, ya saya perluas sendiri, dikit-dikit. Awalnya 3 patok, jadi 2 hektar.”

Selain itu, ada pula petani yang mengaku pada awalnya hanya menggarap

lahan sebesar 10x10 m dan tidak membayar uang sewa. Lalu ia menambah sedikit

demi sedikit hingga mencapai luas 0,12 hektar. Dengan semakin bertambahnya

luas lahan garapannya, mandor menjadi sadar dan menegur petani tersebut. Petani

ini juga berpura-pura bodoh jika ada mandor yang memergoki mereka menggarap

lahan perkebunan. Petani berpura-pura tidak mengetahui bahwa lahan yang ia

garap ialah lahan HGU perkebunan. Jika telah ketahuan seperti ini, maka petani

melakukan negosiasi dengan mandor agar ia tidak diusir dari lahan tersebut.

Setelah negosiasi didapatlah kesepakatan bahwa petani akan membayar uang sewa

kepada mandor. Berhubung tanah tersebut belum digunakan oleh pihak

perkebunan, maka mandor pun setuju.

Berdasarkan perjuangan yang dilakukan oleh petani di Desa Cisarua, jika

dilihat berdasarkan pemikiran Scott, sifat strategi perjuangan yang dilakukan oleh

petani di Desa Cisarua ialah Perlawanan “insidental” karena ditandai oleh: (a)

tidak terorganisasi, tidak sistematis, dan individual, (b) bersifat untung-untungan

dan pamrih, (c) tidak mempunyai akibat-akibat revolusioner, dan (d) dalam

maksud dan logika mengandung arti penyesuaian dengan sistem dominan yang

ada.

Jelas terlihat di sini bahwa perjuangan yang dilakukan oleh petani ialah

bersifat individual. Petani tidak melakukan perjuangan secara kolektif. Petani

yang ingin menggarap lahan perkebunan melakukan upaya seorang diri agar

keinginannya tersebut berhasil. Perjuangan yang dilakukan petani juga tidaklah

sistematis dan tidak terorganisasi secara formal, hanya bergantung pada

kesempatan yang terbuka. Segala bentuk perjuangan yang dilakukan oleh petani

juga tidak memiliki dampak revolusioner karena tidak ada bentuk-bentuk aktivitas

yang dilakukan petani dapat mengubah sistem secara cepat dan berdampak luas.

Tidak ada perubahan-perubahan besar yang terjadi setelah perjuangan petani

dilakukan, baik bagi pihak pemerintah, perkebunan, maupun petani itu sendiri.

Perjuangan yang dilakukan oleh petani di Desa Cisarua juga bersifat

untung-untungan dan pamrih dimana petani melakukan perjuangan dengan tujuan

Page 70: Strategi perjuangan petani dalam mendapatkan akses dan … · dilakukan melalui wawancara mendalam yang dilakukan kepada informan dan responden. Pendekatan kuantitatif dilakukan menggunakan

54

untuk mendapat keuntungan pribadi. Namun jika setelah melakukan perjuangan ia

tetap tidak mendapatkan lahan, mereka tidak melakukan tindak lanjut lagi. Dalam

kata lain, jika setelah melakukan perjuangan ia mendapatkan lahan maka syukur.

Namun jika tidak mendapatkan lahan, ya mau bagaimana lagi. Petani menyadari

bahwa kapasitasnya tidak memungkinkan jika dibandingkan dengan petani-petani

besar baik dari segi modal maupun relasi. Petani hanya bisa memaklumi dan

pasrah terhadap apa yang terjadi. Jalan lain jika ia tidak mendapatkan lahan, maka

ia akan menjadi buruh tani saja dan berbesar hati bahwa inilah jalan hidup mereka

dan tidak berfikir untuk mendapatkan yang lebih.

Dari hal ini juga dapat dilihat bahwa petani, baik petani besar dan petani

kecil melakukan perjuangan tanpa maksud untuk menentang sistem dominan yang

ada. Petani besar melakukan perjuangan dengan meminta langsung kepada pihak

perkebunan, tanpa maksud untuk menentang kebijakan dari perkebunan. Karena

pada dasarnya perkebunan telah memiliki program menggarapkan lahannya yang

belum produktif namun hanya untuk pegawai perkebunan saja. Petani besar

kemudian melakukan negosiasi dengan pihak perkebunan yang kemudian

mengizinkan petani besar mengolah lahan tersebut dengan perjanjian-perjanjian

tertentu. Petani kecil juga tidak melakukan penentangan terhadap kekuasaan

petani besar. Dalam hal ini, baik pihak perkebunan maupun pihak petani sama-

sama melakukan penyesuaian demi tercapainya tujuan bersama.

Sesuai dengan yang dinyatakan oleh Ecstein (1989) dalam Mustain (2007)

bahwa petani lebih menyukai bentuk perlawanan secara diam-diam atau

terselubung dibanding dengan secara terang-terangan terjadi di Desa Cisarua.

Petani Desa Cisarua mengatakan bahwa kekerasan tidak diperlukan dalam

perjuangan untuk mendapatkan lahan karena kekerasan tidak akan memecahkan

masalah yang ada, namun akan membuat keadaan semakin kacau. Petani juga

mengalami kekhawatiran akan dipenjara jika melawan pihak perkebunan seperti

yang terjadi di desa tetangga karena petani tahu betul tanah tersebut merupakan

tanah HGU milik perkebunan. Dengan adanya pandangan seperti itu, maka petani

di Desa Cisarua tidak melakukan penggalangan massa untuk mendapatkan lahan

garapan dari pihak perkebunan.

Page 71: Strategi perjuangan petani dalam mendapatkan akses dan … · dilakukan melalui wawancara mendalam yang dilakukan kepada informan dan responden. Pendekatan kuantitatif dilakukan menggunakan

55

Bentuk perjuangan petani di Desa Cisarua, jika dilihat dari Sitorus (2006)

maka termasuk dalam tipe perjuangan kultivasi. Satu sisi, tanah secara faktual

ditanami atau diusahakan oleh penduduk tapi di sisi lain tanah juga masih diklaim

dan juga secara faktual dikelola sebagai bagian dari perkebunan.

Secara garis besar, runutan bentuk strategi yang dilakukan petani Desa

Cisarua untuk mendapatkan lahan ialah: (1) menyewa lahan garapan kepada

mandor, (2) memperluas lahan garapan secara diam-diam dan sedikit demi sedikit,

dan (3) petani besar terus memperluas lahan dengan mengambil lahan garapan

petani kecil lainnya. Petani yang tidak memiliki cukup modal, lalu menjadi buruh

perkebunan.

Petani besar dapat mengolah lahan yang lebih luas disebabkan karena

petani besar memiliki modal dan relasi yang dapat menghubungkan petani dengan

pihak perkebunan. Semakin banyak, kuat, dan strategis jabatan relasi yang

dimiliki petani maka semakin besar dan mudah peluang petani mendapatkan lahan

perkebunan. Pihak perkebunan mengaku bahwa mereka mempunyai perjanjian

dengan petani-petani yang secara resmi terdaftar sebagai penggarap lahan. Surat

perjanjian hanya dipegang dan disimpan oleh pihak perkebunan dengan alasan

jika diberikan kepada petani, pihak perkebunan khawatir surat tersebut

diperjualbelikan atau disalahgunakan. Salah satu isi dalam perjanjian yang

dilakukan antara pihak perkebunan dengan petani ialah pihak perkebunan berhak

jika sewaktu-waktu mengambil kembali lahan yang diolah oleh petani. Petani

tidak mempunyai hak untuk menghalang-halangi usaha pihak perkebunan untuk

mengambil lahan yang diolah oleh petani tersebut.

Usaha yang dilakukan petani di Desa Cisarua dalam mendapatkan lahan

garapan dari perkebunan ialah perluasan lahan secara diam-diam serta cara lobi

dan negosiasi yang dilakukan secara individual. Tingkat keterlibatan petani di sini

juga dipengaruhi oleh respon pemerintah serta pihak perkebunan, organisasi

petani, dan kesempatan politik yang ada di desa tersebut. Desa Cisarua merupakan

desa yang tidak memiliki organisasi petani baik dari internal petani maupun dari

pihak eksternal. Hal ini yang kemudian membuat ikatan antar petani menjadi

lemah dan membuat petani bergerak secara individu untuk mendapatkan lahan

garapan.

Page 72: Strategi perjuangan petani dalam mendapatkan akses dan … · dilakukan melalui wawancara mendalam yang dilakukan kepada informan dan responden. Pendekatan kuantitatif dilakukan menggunakan

56

Masalah keterbatasan modal dan kebutuhan subsisten petani, mendesak

petani untuk berbuat cepat agar kebutuhannya terpenuhi. Jalan yang termudah

ialah menjadi petani kecil. Pilihan lain ialah menjadi buruh perkebunan. Buruh

perkebunan merupakan mata pencaharian yang dominan terjadi di Desa Cisarua.

Penduduk yang menjadi buruh perkebunan biasanya merupakan petani asli yang

nenek moyangnya didatangkan dari Garut lalu menjadi buruh di perkebunan

secara turun temurun. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, penduduk Desa

Cisarua terbagi menjadi dua yaitu petani pendatang yang bermatapencaharian

sebagai petani serta petani asli yang bermatapencaharian sebagai buruh

perkebunan.

 

5.3 Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Strategi Perjuangan Petani

Tanah merupakan sumberdaya alam yang penting. Seluruh petani

menggantungkan hidupnya pada tanah untuk tempat ia bercocok tanam. Namun

kini luas lahan dapat diolah oleh petani semakin turun tiap tahunnya. Dari data

yang diperoleh, rata-rata petani di Indonesia hanya mengolah 0,3 hektar dari luas

ideal sebesar 2 hektar per kepala keluarga. Berdasarkan profil Desa Cisarua,

dimana penelitian ini dilakukan, terdata bahwa 1.139 orang menguasai tanah

seluas 0,1-0,3 hektar dari total 1.283 orang yang menguasai tanah. Ketimpangan

terlihat jelas dimana terdapat 1.062 orang menguasai lahan seluas 0,1-0,2 hektar

dan terdapat 2 orang yang menguasai lebih dari 10 hektar tanah.

Dalam melakukan upaya untuk mendapatkan lahan, strategi yang

dilakukan di setiap daerah tidaklah sama. Strategi yang diterapkan di Desa

Cisarua dipengaruhi oleh: (1) status lahan yang diinginkan oleh petani dan (2)

tujuan petani tersebut.

Petani Desa Cisarua mengetahui bahwa status lahan yang mereka inginkan

merupakan lahan HGU legal milik perkebunan negara, bukanlah lahan sengketa,

dan bukanlah lahan milik petani yang kemudian diambil oleh pihak perkebunan.

Oleh karena itu, petani cenderung tidak dapat melakukan tindakan radikal untuk

mendapatkan lahan tersebut. Strategi yang dipilih oleh petani juga disesuaikan

dengan tujuan petani, yaitu mendapatkan akses untuk menggarap di lahan

Page 73: Strategi perjuangan petani dalam mendapatkan akses dan … · dilakukan melalui wawancara mendalam yang dilakukan kepada informan dan responden. Pendekatan kuantitatif dilakukan menggunakan

57

perkebunan. Untuk mencapai tujuan yang diinginkan, petani menggunakan

strategi yang lebih aman dan lebih lembut sesuai dengan kondisi di desa.

Tingkat keterlibatan petani di sini dilihat berdasarkan peran dalam

organisasi dan partisipasi petani dalam gerakan atau upaya dalam mendapatkan

lahan. Semakin banyak petani yang terlibat, maka kemungkinan terjadinya

perlawanan kolektif akan semakin besar karena solidaritas antar petani semakin

kuat. Hal ini disebabkan oleh karena aksi kolektif sangat berhubungan dengan

tujuan dan manfaat bagi pihak yang terlibat. Jika petani telah memiliki tujuan

yang sama dan telah miliki rasa solidaritas yang tinggi, maka aksi kolektif

semakin mungkin untuk terjadi. Hal tersebut sesuai dengan yang dikatakan Olson

(1971) dalam Mustain (2007). Dalam penelitian ini dirumuskan beberapa faktor

yang dapat mempengaruhi keterlibatan petani dalam upaya mendapatkan lahan.

Faktor-faktor tersebut dapat dibedakan menjadi faktor eksternal dan internal.

Faktor eksternal merupakan situasi dan kondisi dari luar individu petani

yang dapat mempengaruhi strategi yang digunakan petani dalam mendapatkan

lahan perkebunan. Dalam penelitian ini, faktor eksternal dapat berasal dari: (1)

organisasi pendukung, (2) kesempatan politik yang digunakan, serta (3) respon

pemerintah dan respon dari pihak perkebunan.

Desa Cisarua tidak memiliki organisasi yang mendukung petani dalam hal

mendapatkan lahan perkebunan. Petani melakukan usaha secara individu dengan

dasar sifat manusia yang rasional, kreatif, dan ingin menjadi kaya, sesuai dengan

yang dikatakan Popkin (1979) dalam Mustain (2007) bahwa gerakan perlawanan

petani lebih karena faktor determinan individu, bukan kelompok. Perjuangan

secara individual dan tanpa melakukan konfrontasi dipengaruhi oleh tidak adanya

organisasi lokal, nasional, dan kultural yang mendorong petani untuk melakukan

perjuangan kolektif seperti yang dikatakan oleh Ecstein (1989) dalam Mustain

(2007). Hal ini yang menjadi dasar bahwa di Desa Cisarua tidak terjadi kesatuan

dan kesolidan petani karena tidak adanya organisasi yang menjadi wadah bagi

para petani di Desa Cisarua.

Organisasi pendukung di sini dianalogikan sebagai katalis yang dapat

menyadarkan serta mengarahkan petani. Organisasi pendukung juga bisa menjadi

suatu wadah dimana petani dapat bertukar pikiran dan kemudian menyamakan

Page 74: Strategi perjuangan petani dalam mendapatkan akses dan … · dilakukan melalui wawancara mendalam yang dilakukan kepada informan dan responden. Pendekatan kuantitatif dilakukan menggunakan

58

tujuan sehingga pada akhirnya membuat petani bergerak secara kolektif. Desa

Cisarua tidak memiliki organisasi dan tidak ada organisasi yang berusaha

menyadarkan dan mempersatukan petani. Hal ini kemudian dapat mempengaruhi

kesolidan antar petani dan menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi strategi

perjuangan petani untuk memenuhi kebutuhan hidupnya masing-masing dalam hal

ini untuk mendapatkan lahan garapan.

Kesempatan politik merupakan situasi politik yang dapat digunakan

sebagai momentum untuk memperlancar usaha petani dalam mendapatkan lahan.

Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan Eisinger (1973) dalam McAdam dan

Snow (1997) dimana kesempatan politik merupakan derajat dimana suatu

kelompok dapat meningkatkan akses terhadap kekuasaan dan dapat memanipulasi

sistem politik. Seiring dengan Era Reformasi dimana kaum terpinggirkan bebas

untuk berpolitik, masyarakat secara tegas memutuskan untuk bertindak mengatasi

kemelut pertanahan yang mereka hadapi (Moniaga, 2010). Demikian pula yang

terjadi di Desa Cisarua, dimana petani berani memanfaatkan era reformasi untuk

mencapai tujuannya untuk mendapatkan akses dan penguasaan atas lahan. Petani

di Desa Cisarua berani melakukan berbagai upaya karena merasa bebas untuk

melakukan berbagai tindakan di era reformasi. Salah satu upaya yang dilakukan

oleh petani ialah memanfaatkan pemilihan kepala desa sebagai titik balik

perubahan kebijakan-kebijakan yang menghambat perjuangan petani untuk

mendapatkan akses dan penguasaan atas lahan milik perkebunan.

Pada tahun 2005 yang telah masuk dalam era reformasi, di Desa Cisarua

dilakukan pemilihan kepala desa untuk yang keempat kalinya dan dilakukan

secara demokratis. Hal tersebut merupakan salah satu bentuk kesempatan politik

yang ada di daerah. Kesempatan ini dapat dimanfaatkan oleh aktor-aktor untuk

membuka komunikasi, koordinasi, dan komitmen sehingga menghasilkan

kesamaan pengertian dan memunculkan kesadaran bersama karena pada masa

seperti ini, petani sedang mengalami perubahan sesuai dengan McAdam dkk

(2001) dalam Mustain (2007). Pada masa pemilihan kepala desa, masyarakat

sedang mengalami masa transisi. Perubahan-perubahan dapat terjadi ketika kepala

desa yang baru terpilih. Pergantian kepala desa kemudian dapat mengubah aturan-

aturan, program serta kebijakan desa. Kesempatan inilah yang dimanfaatkan para

Page 75: Strategi perjuangan petani dalam mendapatkan akses dan … · dilakukan melalui wawancara mendalam yang dilakukan kepada informan dan responden. Pendekatan kuantitatif dilakukan menggunakan

59

petani besar. Petani besar memanfaatkan kesempatan politik ini agar ketika

terpilih nanti, kepala desa baru mendukung upaya yang dilakukan petani besar

untuk mendapatkan lahan perkebunan.

Upaya yang dilakukan petani besar dalam memanfaatkan kesempatan

politik yang ada ialah dengan memberi dukungan baik berupa moral dan finansial

kepada salah satu calon kepala desa yang ikut dalam pemilihan kepala Desa

Cisarua. Agar mendapat banyak dukungan, calon kepala desa yang didukung oleh

petani besar ini mengangkat tema mengenai pembagian lahan kepada petani kecil

sebagai salah satu visi dan misi yang akan dilaksanakan ketika ia terpilih nanti.

Benar saja, dukungan kepada calon kepala desa ini mengalir dan akhirnya

memenangkan pemilihan kepala Desa Cisarua dan menjabat hingga saat ini.

Para petani besar dan calon kepala desa berkampanye seolah-olah berpihak

kepada petani dan akan membantu petani-petani kecil ketika terpilih nanti salah

satunya ialah dengan memberikan lahan garapan kepada petani kecil. Namun

ketika kepala desa tersebut menjabat, janji-janji yang diungkapkan pada

kampanye tidak terlaksana karena pada akhirnya yang diuntungkan hanyalah para

petani besar saja. Hal ini sesuai dengan dinyatakan Popkin (1979) bahwa elite

desa (petani kaya) yang selama ini mengklaim komunitas tradisional, padahal

lebih untuk mempertahankan tatanan demi keuntungan mereka.

Ketika kepala desa yang dicalonkan petani besar menjabat, segala bentuk

administrasi dan keperluan petani besar dalam mendapatkan lahan perkebunan

menjadi lebih mudah. Ketika terjadi perbedaan keinginan dengan perkebunan,

pemerintah desa kemudian membela petani besar dengan mengatasnamakan

petani desa. Pemerintah dalam hal ini ialah pemerintah desa telah mendukung

sepenuhnya upaya yang dilakukan petani besar untuk mendapatkan lahan

perkebunan. Petani besar ini juga telah menggarap lahan milik bengkok desa

seluas 11 hektar. Respon positif dari pihak pemerintah ternyata hanya dirasakan

oleh petani besar. Hal ini membuat pera petani kecil kecewa terhadap pemerintah

dan membuat petani enggan untuk bersatu.

Adanya sikap saling curiga antar petani dan kesolidan petani yang rendah

membuat petani tidak dapat bersatu. Selain itu petani kecil merasa tidak ada

gunanya melawan mereka karena pada akhirnya petani kecil yang akan dirugikan.

Page 76: Strategi perjuangan petani dalam mendapatkan akses dan … · dilakukan melalui wawancara mendalam yang dilakukan kepada informan dan responden. Pendekatan kuantitatif dilakukan menggunakan

60

Ketika petani kecil melawan dan ketika petani kecil membutuhan bantuan, petani

besar dan pemerintah desa tidak akan membantu. Hal inilah yang menjadi

pertimbangan para petani kecil untuk melawan petani besar dan pemerintah desa

karena pada dasarnya petani kecil masih tergantung kepada petani besar dan

pemerintah desa. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh E, salah seorang

responden dalam penelitian ini:

“Kita yang jadi susah neng. Kan kita juga sebenernya butuh mereka juga. Kalo kita udah diciriin, mau kemana lagi ntar kalo minta bantuan.”

Petani merasa pemerintah desa pilih kasih kepada petani-petani besar.

Pemerintah desa terus menerus membantu para juragan untuk memperluas lahan

bahkan tanah desa pun digarap oleh para petani besar. Hal ini disayangkan karena

tanah tersebut dapat dijadikan tanah garapan bagi petani-petani atau buruh yang

ada di Desa Cisarua. Pemerintah desa yang pilih kasih diungkapkan oleh AM,

salah satu responden dalam penelitian ini sambil berbisik: “Yah, yang dibantu

juga mereka-mereka (petani besar) lagi neng. Kita (petani kecil) mah ga dapet

apa-apa.”

Adanya kecemburuan sosial yang ditimbulkan oleh sikap dan respon

pemerintah desa terhadap petani menimbulkan kecurigaan terhadap sesama petani

sehingga membuat kepercayaan antar petani menjadi rendah. Rasa solidaritas

serta rasa kesamaan nasib petani di Desa Cisarua juga sangat rendah. Terlihat

ketika seorang petani mengalami masalah mengenai hama dan penyakit, petani

yang lain enggan membantu meski mereka tahu bagaimana cara mengatasi hama

dan penyakit tersebut. Kecurigaan petani ditujukan kepada petani lain dengan

tudingan bahwa petani lain memiliki obat yang dapat menyembuhkan penyakit

tanaman namun enggan untuk berbagi.

Seluruh petani berlomba-lomba untuk membuat kaya diri sendiri dengan

kata lain, tidak memiliki semangat komunal. Hal ini menunjukkan bahwa respon

pemerintah juga memiliki dampak yang sangat luas terhadap petaninya dan dapat

mempengaruhi tingkat keterlibatan petani serta strategi perjuangan yang

dilakukan petani untuk mendapatkan lahan karena bagi petani, lahan merupakan

Page 77: Strategi perjuangan petani dalam mendapatkan akses dan … · dilakukan melalui wawancara mendalam yang dilakukan kepada informan dan responden. Pendekatan kuantitatif dilakukan menggunakan

61

sumberdaya yang sangat penting yang dapat mempertahankan kelangsungan

hidup petani. Bentuk strategi ini sesuai dengan yang dinyatakan Mustain (2007),

bahwa sikap saling curiga antar sesama petani, munculnya kesenjangan sosial

serta golongan kaum borjuis dapat mempengaruhi solidaritas gerakan petani.

Pihak perkebunan pada dasarnya telah memiliki program memberikan

lahan perkebunan yang letaknya jauh dan kurang produktif. Program ini hanya

berlaku untuk pegawai perkebunan saja. Alasan kesibukan dan letak lahan yang

jauh, membuat pegawai yang mendapat lahan garapan enggan untuk menggarap

lahan tersebut. Pegawai lalu menyewakan tanah tersebut kepada petani yang mau

menggarap tanah tersebut. Sebagai gantinya, petani menyetorkan iuran kepada

pegawai tersebut setahun sekali. Namun pada kenyataannya, pegawai meminta

uang iuran hampir setiap 3-4 bulan sekali ketika musim panen tiba. Petani tidak

bisa menolak karena pegawai mengancam akan mengambil lahan tersebut dan

akan menyewakannya pada orang lain. Pada tahun 1993, harga sewa per patok

ialah Rp. 15.000,00 per tahun.

Pihak perkebunan juga pernah mendapat permintaan langsung dari warga

agar dapat menggarap lahan perkebunan. Pada saat itu juga, pihak perkebunan

sedang mengalami masalah biaya dalam pencabutan akar tanaman yang tidak

produktif. Pihak perkebunan lalu mengizinkan warga tersebut untuk menggarap di

lahan perkebunan dengan tujuan untuk mengurangi beban perkebunan. Sebagai

gantinya, perkebunan meminta warga yang mengolah di lahan tersebut untuk

membayar iuran yang akan digunakan untuk membantu pihak perkebunan dalam

membayar pajak tahunan. Iuran ini biasa disebut uang sewa oleh warga Desa

Cisarua. Warga pun setuju terhadap syarat yang diberikan oleh pihak perkebunan

karena iuran tersebut dirasa tidak memberatkan petani.

Pembayaran iuran dilakukan langsung kepada mandor yang kemudian

uangnya disetorkan kepada pihak perkebunan. Selain memungut iuran, mandor

memiliki tugas untuk mengawasi lahan-lahan perkebunan yang tidak produktif

agar tidak ditempati oleh warga. Mandor yang menjaga suatu area diperbolehkan

melakukan apa saja terhadap lahan tidak produktif tersebut selama lahan tersebut

dalam pengawasan. Mandor menyatakan bahwa untuk mempermudah

pengawasan, lahan-lahan tersebut diberikan kepada petani untuk digarap. Uang

Page 78: Strategi perjuangan petani dalam mendapatkan akses dan … · dilakukan melalui wawancara mendalam yang dilakukan kepada informan dan responden. Pendekatan kuantitatif dilakukan menggunakan

62

sewa yang masuk dapat dijadikan pemasukan tambahan bagi dirinya dan

perkebunan. Harga sewa lahan per patok saat ini ialah Rp. 60.000,00 per tahun.

Pada masa itu, pihak perkebunan memberikan respon yang cukup positif karena

perkebunan juga sedang mengalami masalah ekonomi dalam perawatan lahan-

lahan miliknya.

Respon positif yang diberikan perkebunan bukanlah tanpa tujuan. Jalan ini

ditempuh dengan harapan memberikan keuntungan bagi perkebunan, yaitu: (1)

mengurangi biaya perawatan lahan yang kurang produktif, (2) lahan tetap dapat

terawasi dengan baik, (3) sumber pendapatan baru bagi pihak perkebunan dalam

membayar pajak dan biaya operasional lainnya.

Respon pihak perkebunan membuat petani tidak perlu melakukan

perlawanan secara radikal. Karena itu pula maka petani tidak melakukan demo,

reclaiming, dan sebagainya. Petani hanya perlu mendatangi mandor-mandor yang

bertugas untuk menjaga area tertentu dan melakukan negosiasi agar mereka

diperbolehkan untuk menggarap di lahan tersebut karena petani bersaing untuk

mendapatkan lahan yang strategis dan baik. Dari gambaran di atas dapat dilihat

bahwa strategi yang dilakukan petani untuk mendapatkan lahan juga dipengaruhi

oleh respon yang diberikan oleh pihak perkebunan. Kondisi pada masa itu tidak

mendukung petani untuk melakukan gerakan yang frontal serta jelas terlihat

bahwa petani tidak akan melakukan perlawanan jika memang tidak sangat

diperlukan seperti yang dikatakan Tilly (1978) dan Wolf (1969) dalam Mustain

(2007) bahwa pemberontakan tidak akan terjadi jika situasinya benar-benar tidak

mendukung.

Segala bentuk upaya yang dilakukan oleh petani kecil di Desa Cisarua

bukanlah untuk menentang kebijakan negara. Namun petani lebih cenderung

untuk menentang kekuasaan petani besar dan elite desa. Hal ini dapat dilihat

ketika kampanye pemilihan kepala desa yang dirancang sedemikian rupa oleh

petani besar, mereka melakukan kampanye dengan mengusung janji-janji yang

akan mendukung petani kecil. Namun pada kenyataannya hal tersebut lebih untuk

mempertahankan tatanan demi keuntungan mereka. Hal ini sesuai dengan

dinyatakan Popkin (1979). Petani yang kecewa tidak mengumpulkan kekuatan

yang kemudian melakukan tindakan-tindakan radikal.

Page 79: Strategi perjuangan petani dalam mendapatkan akses dan … · dilakukan melalui wawancara mendalam yang dilakukan kepada informan dan responden. Pendekatan kuantitatif dilakukan menggunakan

63

Bentuk perlawanan gaya Scottian dimana petani mengumpat, menggerutu,

dan berpura-pura bodoh dilakukan oleh petani Desa Cisarua. Gaya Scottian

dilakukan bukan dalam upaya untuk perlawanan namun sebagai bentuk

perjuangan petani untuk mendapatkan akses lahan perkebunan. Dalam hal ini,

petani berpura-pura tidak mengetahui bahwa lahan yang mereka garap merupakan

tanah HGU perkebunan yang tidak boleh digarap oleh masyarakat. Petani juga

melakukan perluasan secara diam-diam hingga suatu ketika mandor memergoki.

Hal ini sebagaimana yang dikatakan oleh AY, salah seorang petani yang menjadi

responden dalam penelitian ini:

“Awalnya saya menggarap lahan 10x10 meter neng. terus saya nambah-nambah terus sampe sekitar 3 patokan. Karena udah luas, jadi ketauan ama mandor. Terus mandor negur. Saya pura-pura ga tau aja neng. Terus kompromi ama mandornya karena kan tanemannya udah mau panen. Sayang kan kalo ditinggal, rugi saya nya atuh. Yaudah akhirnya saya bayar uang sewa ke mandornya.”

Untuk mencapai tujuan, petani biasanya menggunakan penggalangan

massa karena semakin besarnya jumlah massa yang ikut maka akan semakin

didengar suara mereka. Di Desa Cisarua, merujuk pada pernyataan Wolf (1966)

dalam Mustain (2007), tidak dilakukan penggalangan massa karena kurang

adanya kerjasama dalam petani dan petani terjebak dalam irama pekerjaan sektor

pertanian. Kurang adanya kerjasama antar petani di Desa Cisarua dapat dilihat

dari sikap petani ketika petani lain sedang mengalami masalah dalam bidang

pertanian. Ketika petani lain sedang mengalami masalah seperti hama dan

penyakit yang menyerang tanaman mereka, petani lain enggan untuk membantu

dan memberi solusi untuk menyembuhkan penyakit tanaman tersebut meskipun ia

tahu bagaimana cara menyelesaikan masalah tersebut. Padahal jika penyakit

tersebut tidak disembuhkan maka akan merugikan bagi petani yang lain karena

penyakit tanaman tersebut akan menular ke tanaman-tanaman yang sehat. Selain

itu, jika ada bibit unggul baru yang cocok dan sesuai digunakan di Desa Cisarua,

petani enggan untuk berbagi informasi kepada petani lainnya.

Petani Desa Cisarua menghabiskan banyak waktunya untuk mengerjakan

kegiatan pertanian. Petani telah berangkat ke ladang sekitar pukul 5 pagi dan

Page 80: Strategi perjuangan petani dalam mendapatkan akses dan … · dilakukan melalui wawancara mendalam yang dilakukan kepada informan dan responden. Pendekatan kuantitatif dilakukan menggunakan

64

pulang diwaktu dhuhur atau sekitar pukul 12. Setelah beristirahat sebentar, sore

harinya petani melakukan kegiatan lain seperti mencari kayu untuk keperluan

rumah tangga serta mencari rumput gajah untuk dijadikan pakan ternak yang

mereka miliki atau hanya untuk dijual kembali sebagai tambahan penghasilan.

Kegiatan seperti ini menjadi rutinitas sehari-hari para petani sehingga mereka

tidak punya waktu lagi untuk mengerjakan hal lain. Selain itu, faktor yang paling

mempengaruhi ialah petani merasa tidak perlu dilakukan penggalangan massa

karena status lahan yang diinginkan dan tujuan yang ingin dicapai petani tidak

mengharuskan penggunaan penggalangan massa.

Adapun komoditas yang ditanam oleh petani Desa Cisarua ialah tanaman

holtikultura meskipun ada 3 orang petani yang menanam pohon kayu albasia.

Petani yang memiliki modal besar menanam tanaman holtikultura seperti cabe dan

tomat karena untuk menanam 1 hektar tanaman cabe dan tomat membutuhkan

modal sebesar masing-masing sekitar Rp. 70.000.000,00 dan Rp. 80.000.000,00.

Sedangkan petani kecil yang mengolah sekitar 3-4 patok atau setara dengan 0,12-

0,16 hektar menanam komoditas holtikultura seperti kubis, kacang panjang,

jagung, labu siam, dan wortel karena hanya dibutuhkan modal sebesar Rp.

8.000.000,00 per hektarnya.

Selain faktor eksternal, faktor internal juga mempengaruhi keterlibatan

petani dalam upaya mendapatkan lahan garapan. Adapun faktor-faktor internal

yang dikaji dalam penelitian ini ialah: (1) pengalaman berorganisasi petani, (2)

lama pendidikan yang ditempuh, (3) jumlah pendapatan, (4) jumlah tanggungan,

serta (5) luas dan jumlah relasi yang dimiliki oleh petani Desa Cisarua.

Faktor internal tersebut diuji secara kuantitatif menggunakan SPSS untuk

mengetahui apakah ada hubungannya dengan tingkat keterlibatan petani dalam

upaya mendapatkan lahan garapan. Hasil uji SPSS yang dilakukan antara variabel

pengalaman berorganisasi dengan variabel tingkat keterlibatan petani dalam upaya

untuk mendapatkan lahan garapan dapat dilihat pada Tabel 5.

Page 81: Strategi perjuangan petani dalam mendapatkan akses dan … · dilakukan melalui wawancara mendalam yang dilakukan kepada informan dan responden. Pendekatan kuantitatif dilakukan menggunakan

65

Tabel 5. Hasil Uji SPSS Rank Spearman Hubungan Faktor Internal dengan Tingkat Keterlibatan Petani dalam Upaya Mendapatkan Lahan Garapan

Variabel Sig (2-tailed) Corelation Coefficient

Pengalaman Berorganisasi 0,940 0,013

Luas dan Jumlah Relasi 0,021 0,395*

Lama Pendidikan 0,232 -0,210

Tingkat Pendapatan 0,957 -0,010

Jumlah Tanggungan 0,773 -0,051

Keterangan: * Uji pada α=0,05

Pengalaman berorganisasi pada awalnya dihipotesiskan memiliki

hubungan positif dengan tingkat keterlibatan petani dalam upaya untuk

mendapatkan lahan. Pada kasus ini ternyata pengalaman organisasi tidak ada

hubungannya dengan tingkat keterlibatan petani dalam upaya untuk mendapatkan

lahan yang diukur dengan peran petani dalam organisasi perjuangan dan

partisipasi dalam aksi massa. Hal ini disebabkan karena pada awal penelitian

diasumsikan bahwa petani di Desa Cisarua menggunakan aksi massa untuk

mendapatkan akses dan penguasaan atas lahan. Namun yang ditemukan ialah

petani bergerak secara individual untuk mendapatkan lahan garapan. Selain itu, di

Desa Cisarua tidak ada organisasi yang dibentuk untuk mendukung perjuangan

petani untuk mendapatkan akses lahan.

Dari tabel hasil pengolahan data menggunakan SPSS di atas, didapatkan

hasil bahwa luas dan jumlah relasi petani Desa Cisarua memiliki hubungan

dengan tingkat keterlibatan petani dalam upaya untuk mendapatkan lahan

garapan. Hubungan antara dua variabel ini merupakan hubungan korelasi positif

yang ditunjukan oleh Correlation Coefficient sebesar 0,395. Semakin tinggi luas

dan jumlah relasi yang dimiliki petani maka keterlibatan petani dalam

mendapatkan lahan garapan semakin tinggi pula. Tingkat kepercayaan yang

didapat dari penghitungan antara hubungan luas dan jumlah relasi dengan

keterlibatan petani dalam gerakan menggunakan SPSS yaitu sebesar 95 persen.

Hasil penghitungan menggunakan SPSS ini sesuai dengan hipotesis yang diajukan

dalam penelitian ini, yaitu jumlah dan luas relasi memiliki hubungan positif

dengan tingkat keterlibatan petani dalam upaya mendapatkan akses lahan.

Page 82: Strategi perjuangan petani dalam mendapatkan akses dan … · dilakukan melalui wawancara mendalam yang dilakukan kepada informan dan responden. Pendekatan kuantitatif dilakukan menggunakan

66

Hasil penghitungan SPSS juga sesuai dengan kondisi yang terjadi di Desa

Cisarua. Jika petani memiliki relasi baik dengan pihak perkebunan maupun

pemerintah maka semakin tinggi pula keterlibatannya dalam upaya yang

dilakukan. Semakin banyak dan kuat ikatan yang dimiliki petani dengan pihak-

pihak terkait maka akan semakin mudah petani mendapatkan lahan garapan dari

pihak perkebunan. Pihak-pihak terkait dalam hal ini ialah pemerintah desa dan

pihak perkebunan.

Dalam penelitian ini, kuatnya ikatan ditandai dengan adanya hubungan

keluarga dan pertemanan baik dengan mandor maupun dengan pihak pemerintah

desa. Memiliki relasi dalam jumlah banyak dengan hubungan yang kuat juga akan

semakin memudahkan petani untuk mendapatkan lahan garapan yang luas serta

memperluas lahan garapannya. Ikatan relasi petani dengan mandor relatif kuat

karena pada umumnya mereka memiliki ikatan saudara. Jika petani tidaklah

memiliki ikatan keluarga, namun ia merupakan mantan mandor perkebunan atau

mantan pejabat pemerintahan.

Pendidikan juga merupakan salah satu variabel yang diuji menggunakan

SPSS untuk mengetahui hubungannya dengan tingkat keterlibatan petani dalam

upaya mendapatkan lahan garapan. Tabel di atas merupakan hasil penghitungan

menggunakan SPSS dimana Sig. sebesar 0,232 menunjukkan bahwa pendidikan

tidak memiliki hubungan dengan keterlibatan petani dalam upaya untuk

mendapatkan lahan garapan. Hal ini disebabkan karena tingkat keterlibatan petani

dalam kasus ini dilihat dari peran dalam organisasi perjuangan dan aksi massa

yang dilakukan. Desa Cisarua tidak memiliki organisasi perjuangan dan tidak

melakukan aksi massa untuk mendapatkan lahan garapan. Lama pendidikan yang

ditempuh oleh petani di Desa Cisarua juga mayoritas berada didalam selang yang

sama, yaitu rendah.

Hasil penghitungan didukung dengan keadaan di Desa Cisarua dimana

petani yang memiliki pendidikan tinggi tidak memiliki keterlibatan yang rendah

dalam upaya mendapatkan lahan tidak rendah. Demikian juga sebaliknya, petani

yang berpendidikan rendah, tidak memiliki keterlibatan yang tinggi pula dalam

perjuangan yang dilakukan secara individual.

Page 83: Strategi perjuangan petani dalam mendapatkan akses dan … · dilakukan melalui wawancara mendalam yang dilakukan kepada informan dan responden. Pendekatan kuantitatif dilakukan menggunakan

67

Pendapatan petani Desa Cisarua dalam penelitian ini juga diuji

menggunakan SPSS untuk mengetahui hubungannya dengan tingkat keterlibatan

petani dalam upaya mendapatkan lahan garapan. Pendapatan petani dihipotesiskan

memiliki hubungan positif dengan tingkat keterlibatan petani dalam upaya untuk

mendapatkan lahan garapan. Hal ini tidak sesuai dengan hasil penghitungan SPSS

dimana nilai Sig. menunjukkan nilai sebesar 0,957. Nilai ini berada diatas nilai α

yang mungkin yaitu 0,05 ataupun 0,01. Hal ini menunjukkan bahwa pendapatan

tidak memiliki hubungan dengan tingkat keterlibatan petani dalam upaya

mendapatkan lahan garapan. Meskipun petani memiliki pendapatan yang tinggi,

namun bukan jaminan bahwa keterlibatan petani menjadi rendah. Demikian juga

sebaliknya, semakin rendah pendapatan bukan merupakan jaminan bahwa

keterlibatan petani akan semakin tinggi. Dari kuesioner yang disebarkan, didapat

data bahwa 23 responden atau sekitar 68 persen petani yang menjadi responden

memiliki pendapatan dibawah UMR rata-rata pemerintah Kabupaten Sukabumi.

Dari kuesioner yang disebar kepada 34 responden penelitian di Desa Cisarua

menunjukkan bahwa petani yang memiliki pendapatan yang besar ialah petani

yang berkerja di bidang pertanian namun menggarap lahan yang besar ataupun

petani yang tidak terbelit hutang. Hutang di sini diartikan sebagai pinjaman modal

baik berupa barang maupun uang kepada para petani besar. Hutang ini

dikembalikan dengan cara menyetorkan hasil panen peminjam kepada pihak

pemberi hutang dalam kasus ini ialah petani besar. Hasil panen tersebut lalu dibeli

dan hasilnya dipotongkan langsung untuk membayar hutang yang mereka miliki.

Namun sering kali hasil panen para petani kecil dibeli dengan harga yang lebih

rendah dari harga beli di pasar induk. Hal inilah yang membuat petani terus

terbelit hutang dan terus terikat kepada petani besar.

Hasil uji SPSS di atas juga dilakukan antara jumlah tanggungan dengan

tingkat keterlibatan petani dalam upaya untuk mendapatkan lahan garapan. Tabel

di atas (Tabel 5.) menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara kedua variabel

tersebut. Meski semakin banyak atau sedikit jumlah tanggungan petani tidak

mempengaruhi tingkat keterlibatan petani dalam upaya mendapatkan lahan

garapan. Hal ini menolak hipotesis awal dimana jumlah tanggungan memiliki

hubungan negatif dengan tingkat keterlibatan petani dalam upaya untuk

Page 84: Strategi perjuangan petani dalam mendapatkan akses dan … · dilakukan melalui wawancara mendalam yang dilakukan kepada informan dan responden. Pendekatan kuantitatif dilakukan menggunakan

68

mendapatkan lahan garapan. Hal ini disebabkan karena sebaran yang diperoleh

dari responden ialah sebagian besar memiliki jumlah tanggungan yang sama, yaitu

sedang. Selain itu, di Desa Cisarua juga tidak ada organisasi pendukung dan aksi

massa yang dijadikan ukuran tingkat keterlibatan petani dalam upaya untuk

mendapatkan lahan garapan dari perkebunan.

5.4 Tingkat Keberhasilan Petani

Tingkat keberhasilan petani dalam mendapatkan lahan dalam hal ini

dilihat dari status tanah yang mereka olah. Status tanah dibedakan oleh peneliti

menjadi tiga, yaitu pinjam pakai, sewa, dan hak milik. Pinjam pakai merupakan

situasi dimana petani dapat mengolah lahan perkebunan namun tanpa adanya

beban biaya yang harus dibayar oleh petani. Sistem sewa merupakan kondisi

dimana petani membayar sejumlah uang kepada pihak perkebunan yang dihitung

berdasarkan luas lahan yang digarap. Kedua sistem ini dapat terikat dengan

perjanjian maupun tidak dengan perjanjian yang jelas.

Petani Desa Cisarua pada nyatanya mengolah pada lahan sewa dengan

pihak perkebunan namun tidak dengan perjanjian yang jelas mengenai jangka

waktu bagi petani dalam pengelolaan lahan tersebut. Selama lahan tersebut tidak

dipakai oleh pihak perkebunan, petani diperbolehkan menggarap namun petani

dibebani iuran yang wajib dibayar setahun sekali. Besaran iuran yang wajib

dibayarkan terus meningkat setiap tahun. Saat ini, besar iuran yang wajib dibayar

oleh petani ialah Rp. 60.000,00 per patok per tahun. Untuk diketahui, dalam 1

hektar tanah terdapat 25 patok.

Adapula petani yang membayar kepada mandor dengan sistem bagi hasil

dengan perbandingan 30:70 untuk mandor. Mandor mendapat porsi yang lebih

besar karena mandor lah yang memberi modal dan memberi tanah. Petani hanya

tinggal mengolah lahan tersebut hingga panen. Tidak banyak petani yang

menerapkan sistem bagi hasil ini karena mandor yang memilih siapa saja orang

yang mengikuti sistem bagi hasil atau sistem iuran. Yang mengolah lahan dengan

sistem bagi hasil ini ialah petani yang handal namun tidak memiliki modal dan

mandor percaya kepada petani tersebut, terkadang mereka memiliki hubungan

keluarga.

Page 85: Strategi perjuangan petani dalam mendapatkan akses dan … · dilakukan melalui wawancara mendalam yang dilakukan kepada informan dan responden. Pendekatan kuantitatif dilakukan menggunakan

69

Namun ditemukan kasus yang agak berbeda dimana seorang petani terikat

perjanjian dengan pihak perkebunan. Hal ini terjadi karena petani tersebut

menanam pohon kayu albasia bukanlah petani tanaman holtikultura. Program ini

diadakan oleh perkebunan yaitu untuk menambah pohon tegakan di kawasan

perkebunan dengan melakukan pembagian bibit kayu albasia dan perjanjian secara

tertulis dengan pihak perkebunan mengenai penggunaan lahan untuk penanaman

kayu tersebut. Adapun alasan petani mengikuti program ini ialah lahan garapan

mereka memiliki kontur dan keadaan yang tidak memungkinkan untuk ditanami

tanaman holtikultura dan mereka tidak memiliki keahlian yang cukup untuk

bertani tanaman holtikultura.

Saat ini, K merupakan generasi kedua penerus usaha orang tuanya dalam

menanam kayu albasia. Ia telah melakukan 4 kali panen dalam waktu 24 tahun.

Setiap pemanenan dilakukan, maka akan dilakukan perpanjangan perjanjian. Ia

menanam 1.200 pohon tegakan di 8 wilayah perkebunan dengan luas total 3

hektar. Perjanjian yang dilakukan dengan pihak perkebunan ialah 20 persen dari

pohon tegakan yang ditanam tidak boleh ditebang. Hal ini sesuai dengan tujuan

dari pihak perkebunan yaitu menjaga daerah resapan air dan menjaga agar tidak

erosi dengan menambah tegakan pohon diwilayah perkebunan. Namun pada

kenyataannya, 20 persen dari pohon yang seharusnya ditinggalkan tetap ditebang

dan uangnya disetorkan kepada pihak perkebunan. Oleh karena itu, pohon tegakan

di wilayah perkebunan tidak bertambah hingga saat ini.

Status lahan yang diolah oleh petani pohon albasia ialah sewa, namun

disertai dengan kejelasan antara hak dan kewajiban serta ada kejelasan waktu

peminjaman lahan. Petani dalam hal ini memiliki posisi yang kuat jika pihak

perkebunan sewaktu-waktu ingin menarik lahannya kembali. Kejanggalan yang

terjadi ialah surat perjanjian tidak dipegang oleh kedua belah pihak, namun hanya

dipegang oleh pihak perkebunan. Pihak perkebunan merasa khawatir surat

tersebut akan disalahgunakan jika surat perjanjian juga dipegang oleh petani.

Berdasarkan data yang diperoleh, luas lahan perkebunan yang saat ini digarap

oleh petani berjumlah 93 hektar, namun hanya 82 hektar saja yang masuk dalam

wilayah Desa Cisarua dengan pembagian sebagai berikut:

a. Blok 14 : 30 hektar

Page 86: Strategi perjuangan petani dalam mendapatkan akses dan … · dilakukan melalui wawancara mendalam yang dilakukan kepada informan dan responden. Pendekatan kuantitatif dilakukan menggunakan

70

b. Blok 15 : 38 hektar

c. Blok 16 : 25 hektar

Lahan di Blok 16 atau yang biasa disebut daerah Naimin seluas 25 hektar

digarap oleh 4 petani besar. Petani besar atau yang biasa disebut juragan ini bisa

mendapat lahan seluas 25 hektar karena mereka memiliki modal. Pada mulanya,

lahan seluas 25 hektar ini digarap oleh sekitar 208 petani. Namun seiring

berjalannya waktu, lahan tersebut hanya digarap oleh 4 petani besar. Modal yang

cukup membuat para petani besar dapat mengambil tanah garapan petani lain,

membiayai kampanye pemilihan desa yang kemudian meningkatkan bargaining

position petani besar dihadapan pihak perkebunan dan memiliki posisi tawar

menawar yang baik. Petani kecil dengan modal pas-pasan yang mengolah lahan

dengan sistem pinjam pakai berada pada situasi yang paling rawan karena mereka

tidak memiliki landasan yang kuat untuk mempertahankan lahan garapan mereka

jika pihak perkebunan sewaktu-waktu menarik kembali lahan garapan mereka.

Keberhasilan yang diperoleh oleh petani Desa Cisarua tidak lepas dari

usaha yang dilakukan. Strategi yang tepat disesuaikan dengan situasi dan kondisi

desa yang ada. Pemilihan strategi yang digunakan juga dipengaruhi oleh opini

petani mengenai kekerasan. Petani Desa Cisarua tidak menggunakan gerakan

yang radikal karena mereka menganggap bahwa masih ada cara lain yang lebih

efektif dibanding melakukan aksi kekerasan. Dari seluruh responden dan informan

yang dikumpulkan oleh peneliti didapat bahwa menyatakan bahwa tidak

diperlukannya kekerasan dalam upaya mendapatkan lahan garapan karena akan

membuat petani menjadi lebih sengsara. Dengan pandangan seperti itu dan

didukung dengan situasi perkebunan, strategi yang digunakan oleh petani pun

dapat berhasil tanpa harus menggunakan aksi kekerasan.

Penduduk asli yang berprofesi sebagai petani kecil tidak terlalu tertarik

untuk memperluas lahan seperti yang dilakukan oleh petani pendatang yang saat

ini menjadi petani besar di Desa Cisarua karena mereka merasa segan dan

menghormati pihak perkebunan yang bagaimana pun juga merupakan pihak yang

mempekerjaan para orang tua mereka. Terkadang mereka masih memiliki ikatan

keluarga dengan pemimpin-pemimpin perkebunan. Petani yang merupakan

penduduk asli merasa malu untuk mengambil dan memanfaatkan lahan

Page 87: Strategi perjuangan petani dalam mendapatkan akses dan … · dilakukan melalui wawancara mendalam yang dilakukan kepada informan dan responden. Pendekatan kuantitatif dilakukan menggunakan

71

perkebunan karena pada dasarnya orang tua mereka merupakan buruh perkebunan

dan mereka bisa hidup di Desa Cisarua karena adanya perkebunan. Berbeda

dengan para pendatang yang tidak memiliki ikatan dengan pihak perkebunan.

Selain karena alasan sejarah, umur dan modal juga menjadi penyebab

mengapa petani asli Desa Cisarua tidak tertarik dalam upaya mendapatkan lahan

garapan. Jika merasa masih muda dan kuat, petani asli mengaku masih bisa

menjadi buruh di perkebunan. Namun ketika sudah mendekati masa pensiun, para

buruh perkebunan mulai mencari lahan perkebunan yang dapat digarap olehnya

dengan modal yang berasal dari pesangon ketika pensiun. Hal ini dilakukan untuk

memenuhi kebutuhan subsisten dirinya saja. Luas lahan perkebunan yang digarap

para pensiunan ini hanya sebesar 0,08 hektar atau setara dengan 2 patok. Lahan ini

merupakan luas lahan terkecil yang diberikan oleh mandor kepada petani dan ia

dibebaskan dari kewajiban membayar iuran. Hal ini disebabkan karena faktor

umur yang sudah terlalu tua.

Adapula pensiunan pegawai pemerintah kecamatan yang saat ini

menggarap lahan milik perkebunan seluas 0,24 hektar atau setara dengan 6 patok.

Ia tidak memiliki keahlian bertani, maka ia mempekerjakan orang untuk

menggarap lahan tersebut. Hasil panen dari lahan garapan tersebut digunakan

untuk menghidupi ia dan keluarganya.

Petani Desa Cisarua tidak melakukan upaya untuk memiliki lahan

perkebunan karena mereka menyadari bahwa tanah tersebut merupakan tanah

HGU yang diberikan oleh pemerintah kepada perkebunan. Petani menyadari

sepenuhnya bahwa tanah tersebut tidak dapat menjadi hak milik pribadi. Hal ini

seperti yang dinyatakan oleh AN, petani di Desa Cisarua:

“Ga mungkin neng. Kan itu punya perkebunan. Kalo kita maksa, kita juga yang susah. Orang kita yang salah. Kayak di desa sebelah itu, pada dipenjara. Orang salah ngapain diikutin. Udah bisa ngegarap aja udah seneng. Punya lahan sendiri. Tani sendiri. Kalo dulu mah ga mungkin neng.”

Hal ini pula yang membuat petani tidak melakukan aksi-aksi radikal untuk

memiliki lahan tersebut. Petani merasa hanya dengan melakukan kompromi,

tujuan mereka telah tercapai. Petani juga sudah merasa cukup puas dengan dapat

Page 88: Strategi perjuangan petani dalam mendapatkan akses dan … · dilakukan melalui wawancara mendalam yang dilakukan kepada informan dan responden. Pendekatan kuantitatif dilakukan menggunakan

72

melanjutkan hidup dengan menggarap lahan perkebunan meski tanpa kepastian

jangka waktu yang diperbolehkan oleh pihak perkebunan.

 

 

Page 89: Strategi perjuangan petani dalam mendapatkan akses dan … · dilakukan melalui wawancara mendalam yang dilakukan kepada informan dan responden. Pendekatan kuantitatif dilakukan menggunakan

BAB VI

PENUTUP

6.1 Kesimpulan

Terdapat beberapa masalah yang dihadapi oleh petani Desa Cisarua seperti

administrasi panjang serta memakan waktu cukup lama untuk mendapatkan lahan

garapan secara legal di tanah lamping milik perkebunan, terbatasnya lahan

strategis, keberpihakan pemerintah pada petani besar, solidaritas petani yang

rendah, kecemburuan sosial, kecurigaan yang terjadi antar petani dan pemerintah

desa, serta ketidakmampuan masyarakat untuk melawan penguasa.

Upaya perjuangan yang dilakukan petani di Desa Cisarua termasuk dalam

perjuangan Gaya Asia yang diunggkapkan oleh Scott (1981) karena petani di

Desa Cisarua tidak memiliki organisasi formal, melakukan perlawanan kecil

secara sembunyi-sembunyi, serta tidak membutuhkan koordinasi dalam

melakukan perjuangan. Perjuangan yang dilakukan petani di Desa Cisarua juga

termasuk dalam jenis perlawanan insidental dimana petani melakukan perjuangan

secara tidak terorganisir, tidak sistematis dan individual. Perjuangan yang

dilakukan oleh petani juga bersifat untung-untungan dan pamrih namun tidak

memiliki dampak revolusioner karena menyesuaikan dengan sistem dominan yang

ada. Jika dianalisis menurut Sitorus (2006), perjuangan petani Desa Cisarua

termasuk perjuangan kultivasi dimana secara faktual tanah ditanami oleh petani,

namun di sisi lain juga masih diklaim dan juga masih dikelola oleh pihak

perkebunan.

Petani Desa Cisarua melakukan kompromi dengan mandor secara

individual. Kompromi dianggap lebih menguntungkan bagi masyarakat dibanding

dengan melakukan tindakan kekerasan. Setelah melakukan kompromi, petani

kemudian diharuskan membayar sewa yang dihitung sesuai dengan banyaknya

patok yang digarap. Luas satu patok lahan setara dengan 0,04 hektar. Sewa ini

dibayar setahun sekali oleh petani kepada mandor. Setelah mendapatkan lahan,

petani kemudian memperluas lahan sedikit demi sedikit yang dilakukan secara

diam-diam agar tidak ketahuan oleh mandor.

Page 90: Strategi perjuangan petani dalam mendapatkan akses dan … · dilakukan melalui wawancara mendalam yang dilakukan kepada informan dan responden. Pendekatan kuantitatif dilakukan menggunakan

74

Ada dua faktor yang berhubungan dengan tingkat keterlibatan petani

dalam upaya untuk mendapatkan lahan garapan, yaitu faktor internal dan faktor

eksternal dari diri petani tersebut. Faktor internal dibedakan menjadi pengalamann

berorganisasi, lama pendidikan, tingkat pendapatan, jumlah tanggungan, serta luas

dan jumlah relasi. Dari lima faktor internal yang diuji secara kuantitatif

menggunakan Rank Spearman, hanya luas dan jumlah relasi yang memiliki

hubungan dengan tingkat keterlibatan petani dalam upaya untuk mendapatkan

lahan garapan. Hubungan yang diperoleh ialah hubungan positif, dimana ketika

jumlah dan luas relasi meningkat maka tingkat keterlibatan petani dalam upaya

untuk mendapatkan lahan juga semakin meningkat dengan tingkat kepercayaan

hasil sebesar 95 persen.

Faktor eksternal yang diuji secara kualitatif menunjukkan bahwa

organisasi pendukung, kesempatan politik, dan respon pemerintah desa serta

respon pihak perkebunan juga memiliki hubungan dengan tingkat keterlibatan

petani. Selain ketiga faktor eksternal tersebut, ditemukan bahwa hal yang paling

berpengaruh terhadap strategi perjuangan yang dipilih oleh petani di Desa Cisarua

ialah status lahan yang diinginkan oleh petani serta tujuan dari petani itu sendiri.

Status lahan yang diinginkan petani merupakan lahan legal HGU milik

perkebunan yang masih berlaku, bukan merupakan tanah sengketa, dan bukan

lahan petani yang diambilalih oleh pihak perkebunan. Dengan status lahan seperti

itu, petani tidak bisa memaksa atau pun berkeinginan untuk memiliki dan

mengambil alih lahan tersebut. Adapun tujuan dari petani di Desa Cisarua ialah

hanya untuk menggarap lahan tersebut, bukan untuk memiliki lahan. Hal ini

membuat petani merasa tidak perlu dilakukannya tindakan-tindakan radikal yang

memaksa seperti demo atau pun reclaiming terhadap lahan perkebunan yang

diinginkan petani tersebut.

Setelah melakukan upaya untuk mendapatkan lahan, masyarakat Desa

Cisarua akhirnya dapat menggarap lahan dengan status sewa dan bagi hasil

dengan pihak perkebunan. Sistem sewa terbagi lagi ke dalam sistem sewa tidak

dengan perjanjian serta sistem sewa dengan perjanjian. Sistem bagi hasil dengan

komposisi 30:70 hanya berlaku untuk petani handal namun tidak memiliki modal.

Page 91: Strategi perjuangan petani dalam mendapatkan akses dan … · dilakukan melalui wawancara mendalam yang dilakukan kepada informan dan responden. Pendekatan kuantitatif dilakukan menggunakan

75

6.2 Saran

Mengacu pada hasil penelitian yang ditemukan, terdapat beberapa hal

yang dapat dijadikan masukan bagi keadaan di Desa Cisarua berkaitan dengan

strategi petani untuk mendapatkan akses terhadap lahan perkebunan. Hal yang

paling penting untuk dilakukan ialah memperkuat ikatan antar petani karena

terlihat jelas dari hasil penelitian ini bahwa ikatan antar petani di Desa Cisarua

masih sangat rendah. Perlu dibentuk suatu wadah yang dapat menjadi tempat bagi

para petani untuk saling berinteraksi serta berkomunikasi. Dengan dilakukannya

hal tersebut diharapkan berbagai masalah seperti prasangka negatif yang timbul

antar petani dapat diselesaikan terlebih dahulu. Ketika masalah antar petani dapat

diselesaikan, maka dapat terbentuk rasa solidaritas, kesamaan nasib serta

semangat komunal dalam diri petani. Dengan kesamaan nasib dan semangat

komunal yang dimiliki, petani kemudian dapat menyelesaikan masalah-masalah

lain seperti masalah produktivitas lahan yang kemudian dapat meningkatkan hasil

panen yang berdampak pada keadaan ekonomi petani dan petani juga menjadi

lebih kuat ketika masalah lain menghampiri.

Selain itu, pemerintah desa juga diharapkan bertindak adil kepada seluruh

petani. Tidak hanya petani besar saja yang dibela dan diperhatikan, namun juga

petani kecil. Terlebih lagi petani kecil merupakan petani yang berada dalam

kondisi kritis sehingga membutuhkan lebih banyak dukungan baik moral maupun

finansial untuk keberlanjutan usaha pertaniannya. Jika pemerintah desa tidak

memperbaiki citra dan sikapnya terhadap petani kecil, dikhawatirkan konflik laten

yang terjadi dalam diri petani kecil berkembang menjadi konflik terbuka.

Saran yang penulis ajukan untuk pihak perkebunan ialah menyediakan

alternatif usaha lain bagi petani sebelum lahan garapan ditarik kembali. Hal ini

dilakukan untuk menghindari terjadinya pengangguran besar-besaran akibat

hilangnya lahan garapan yang menjadi sumber pendapatan petani di Desa Cisarua

ketika lahan garapan ditarik kembali oleh pihak perkebunan. Hal ini juga untuk

meminimalisir kemungkinan terjadinya tindakan-tindakan radikal yang dapat

dilakukan oleh petani untuk mendapat lahan garapannya kembali yang juga akan

berdampak negatif terhadap pihak perkebunan jika tindakan radikal tersebut

terjadi.

Page 92: Strategi perjuangan petani dalam mendapatkan akses dan … · dilakukan melalui wawancara mendalam yang dilakukan kepada informan dan responden. Pendekatan kuantitatif dilakukan menggunakan

DAFTAR PUSTAKA

Aji, Gutomo Bayu. 2005. Tanah Untuk Penggarap: Pengalaman Serikat Petani Pasundan Menggarap Lahan-Lahan Perkebunan dan Kehutanan. Bogor: Pustaka Latin.

Anonimous. 2009. Sejuta Ha Lahan Pertanian di Jawa Berubah Fungsi. www.amline.edu/apakabar/basisdata/1997/09/17/0038.html (diakses pada 8 april 2010 pukul 13.00 WIB)

Anonimous. 2009. Warga Patoki Lahan di Areal PTPN Goalpara. http://www.republika.co.id/berita/breaking-news/nasional/09/02/16/31846-warga-patoki-lahan-di-areal-ptpn-goalpara (diakses pada 22 juni 2010 pukul 19.15 WIB)

Anonimous. 2010. Profil PTPN Jawa Barat. www.kpbptpn.co.id/profileptpn (diakses pada 19 Juni 2010 pukul 17.40 WIB)

Bachriadi, Dianto dan Anton Lucas. 2001. Merampas Tanah Rakyat, Kasus Tapos dan Cimacan. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia

Bahari, Syaiful dan Ika N. Krishnayanti. 2005.Tanah Untuk Penggarap: Merintis Tataguna Lahan di Pasir Randu. Jakarta: Sekretariat Bina Desa.

Bakker, Laurens. 2010. ‘ “Dapatkan Kami Memperoleh Hak Ulayat?” Tanah dan Masyarakat di Kabupaten Paser Dan Nunukan, Kalimantan Timur’. Hukum Agraria dan Masyarakat di Indonesia: Studi Tentang Tanah, Kekayaan Alam, dan Ruang di Masa Kolonial dan Desentralisasi (Jakarta). Huma Press. Hal 183-212.

Febriana, Yohana Desi. 2008. Partisipasi Masyarakat dalam Program Corporate Sosial Responsibility “Kampung Siaga Indosat” (Studi Kasus: RW 04, Kelurahan Manggarai, Kecamatan Tebet, Jakarta Selatan. Skripsi. IPB. Bogor.

Hafid, J.O.S. 2001. Perlawanan Petani, Kasus Tanah Jenggawah. Bogor: Pustaka

Latin McAdam, Doug dan David A.Snow. 1997. Social Movemenst: Reading on Their

Emergence, Mobilization, and Dynamics. United States: Roxbury Publishing Company.

Moniaga, Sandra. 2010. ‘Antara Hukum Negara dan Realitas Sosial Politik di

Tataran Kabupaten, Perjuangan Mempertahankan Hak Atas Tanah Adat di Perdesaan Banten’. Hukum Agraria dan Masyarakat di Indonesia: Studi Tentang Tanah, Kekayaan Alam, dan Ruang di Masa Kolonial dan Desentralisasi (Jakarta). Huma Press. Hal 143-182.

Page 93: Strategi perjuangan petani dalam mendapatkan akses dan … · dilakukan melalui wawancara mendalam yang dilakukan kepada informan dan responden. Pendekatan kuantitatif dilakukan menggunakan

77

Mustain. 2007. Petani VS Negara, Gerakan Sosial Petani Melawan. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media

Popkin, Samuel L. 1979. The Rational Peasant: The Political Economy of Rural Society in Vietnam. United States: University of California Press.

Scott, James C. 1993. Perlawanan Kaum Tani. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

------- .1981. Moral Ekonomi Petani. Jakarta: LP3ES.

Serikat Tani Bengkulu. 2006. ‘Pembagian Tanah Hasil Reclaiming Pada Transmigrasi’. Jurnal Pembaharuan Desa dan Agraria (Bogor). Volume III Tahun III.

Shohibudin, Moh. 2007. ‘Dimensi Etis Dalam Revitalisasi Identitas Ngata Untuk Klaim Atas Teritori dan Sumberdaya Lokal, Perjuangan Otonomi Desa di Sebuah Komunitas Tepi Hutan Taman Nasional Lore Lindu, Sulawesi Tengah’. Renai: Kajian Politik Lokal dan Sosial-Humaniora. Pustaka Perak. No 2 Hal 175-229.

Sitorus, Felix. 1998. Penelitian Kualitatif “Suatu Perkenalan”. Kelompok Dokumentasi Ilmu-Ilmu Sosial untuk Laboratorium Sosiologi, Antropologi, dan Kependudukan, Jurusan Ilmu Sosial dan Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian IPB.

Sitorus, MT. Felix. 2006. ‘Reklaim Tanah Hutan, Tipe-Tipe Reforma Agraria Dari Bawah di Dataran Tinggi Sulewasi Tengah’. Jurnal Pembaharuan Desa dan Agraria (Bogor). Volume III Tahun III.

Sunito, Satyawan. 2010. Sosial Learning. Disampaikan dalam kuliah Komunikasi dan Manajemen Lintas Budaya Departemen SKPM, IPB, Bogor. Pada Tanggal 28 November 2010.

Tobing, Donny. 2010. 100 Hari Pemerintahan Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II. http://donnytobing.wordpress.com/2010/02/07/100-hari-pemerintahan-kib-jilid-ii/ (diakses pada 18 November 2010 pukul 17.00 WIB)

Vel, Jacqueline dan Stepanus Makambombu. 2010. ‘Penggunaan Hukum Adat Terkait Tanah Pada Masa Kini di Samba, Nusa Tenggara Timur’. Hukum Agraria dan Masyarakat di Indonesia: Studi Tentang Tanah, Kekayaan Alam, dan Ruang di Masa Kolonial dan Desentralisasi (Jakarta). Huma Press. Hal 213-248.

Wicaksono, Muhammad Arya. 2010. Analisis Tingkat Partisipasi Warga dalam Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Studi Kasus PT. Isuzu Astra Indonesia Assy Plant Pondok Ungu). Skripsi. IPB. Bogor.

Page 94: Strategi perjuangan petani dalam mendapatkan akses dan … · dilakukan melalui wawancara mendalam yang dilakukan kepada informan dan responden. Pendekatan kuantitatif dilakukan menggunakan

LAMPIRAN

Page 95: Strategi perjuangan petani dalam mendapatkan akses dan … · dilakukan melalui wawancara mendalam yang dilakukan kepada informan dan responden. Pendekatan kuantitatif dilakukan menggunakan

79

PANDUAN PERTANYAAN UNTUK INFORMAN

NAMA: TANGGAL:

1. Apakah pernah terjadi permasalahan lahan dengan pihak perkebunan?

2. Permasalahan lahan seperti apa yang terjadi?

3. Berapa kali permasalahan lahan tersebut muncul?

4. Di daerah mana permasalahan lahan terjadi?

5. Apa yang dilakukan petani untuk menyelesaikan masalah tersebut?

6. Apakah pernah terjadi gerakan petani untuk mendapatkan lahan?

7. Apa yang melatarbelakangi petani melakukan gerakan?

8. Kapan gerakan terjadi?

9. Siapa penggagas kegiatan?

10. Berapa kali gerakan dilakukan?

11. Kapan gerakan yang paling parah terjadi?

12. Siapa saja yang terlibat dalam gerakan?

13. Apakah ada organisasi eksternal yang mendukung?

14. Siapakah pihak eksternal yang mendukung petani untuk melakukan gerakan?

15. Apa yang dilakukan pihak eksternal untuk mendukung petani?

16. Bagaimana peran pihak eksternal dalam gerakan ini?

17. Apakah pernah terjadi tindak kekerasan?

18. Bagaimana bisa terjadi tindak kekerasan?

19. Apakah pihak perkebunan pernah melakukan tindak kekerasan terhadap

petani?

20. Apakah pihak perkebunan melibatkan aparat kepolisian?

21. Bagaimana respon yang diberikan perkebunan terhadap kejadian ini?

22. Apakah hasil yang diperoleh petani setelah melakukan gerakan?

23. Masalah apa yang dihadapi petani dalam melakukan gerakan?

24. Bagaimana cara petani untuk mengatasi masalah tersebut?

25. Apakah masalah tersebut berpengaruh besar terhadap gerakan yang dilakukan

petani?

26. Bagaimana respon yang diberikan pemerintah terhadap kejadian ini?

27. Apa saja yang dilakukan petani untuk mendapatkan lahan?

Page 96: Strategi perjuangan petani dalam mendapatkan akses dan … · dilakukan melalui wawancara mendalam yang dilakukan kepada informan dan responden. Pendekatan kuantitatif dilakukan menggunakan

80

28. Strategi apa yang digunakan petani untuk mendapatkan lahan?

29. Apakah jalur hukum juga digunakan?

30. Dalam hal apa jalur hukum digunakan?

31. Apakah ada organisasi yang dibentuk oleh petani untuk mendapatkan lahan?

32. Apa nama organisasi tersebut?

33. Apa peran organisasi yang dibentuk oleh petani tersebut?

34. Apakah ada kesempatan politik yang dimanfaatkan petani dalam melakukan

gerakan?

35. Apakah pada saat gerakan sedang ada PILKADA?

Page 97: Strategi perjuangan petani dalam mendapatkan akses dan … · dilakukan melalui wawancara mendalam yang dilakukan kepada informan dan responden. Pendekatan kuantitatif dilakukan menggunakan

81

KUESIONER

No responden: tanggal:

A. Identitas Responden

1. Nama :

2. Umur :…………. Tahun

3. Alamat :

..........................................................................................................

4. Jenis kelamin :

5. Jumlah tanggungan : ……………… orang

6. Lama Pendidikan : ....................... tahun

7. Mata pencaharian : a. buruh tani

b. petani

c. pegawai

d. buruh bangunan

e. lainnya, ............

8. Pendapatan per bulan :

a. < Rp 671.500

b. > Rp 671.500

B. Pemicu terjadinya gerakan dalam mendapatkan akses dan penguasaan atas

lahan

1. Apakah anda mengolah lahan?

a. Ya

b. Tidak

2. Apa status lahan yang anda olah?

a. Pinjam pakai

b. Sewa

c. Hak milik

3. Siapa pemilik tanah yang anda olah?

.......................................................................................................................

.......................................................................................................................

Page 98: Strategi perjuangan petani dalam mendapatkan akses dan … · dilakukan melalui wawancara mendalam yang dilakukan kepada informan dan responden. Pendekatan kuantitatif dilakukan menggunakan

82

4. Apakah anda memiliki lahan?

a. Ya

b. Tidak

5. Apakah ada usaha dalam mendapatkan lahan untuk diolah?

a. Ya

b. Tidak

6. Apakah ada usaha dalam memiliki lahan?

a. Ya

b. Tidak

7. Apakah anda ikut berpatisipasi dalam usaha mendapatkan lahan untuk

diolah?

a. Ya

b. Tidak

8. Apakah anda ikut berpartisipasi dalam usaha mendapatkan kepemilikan

lahan?

a. Ya

b. Tidak

9. Apakah anda setuju dengan dilakukannya usaha untuk dapat mengolah

lahan?

a. Ya

b. Tidak

10. Apakah anda setuju dengan dilakukannya usaha untuk mendapatkan

kepemilikan lahan?

a. Ya

b. Tidak

11. Tabel partisipasi petani dalam usaha untuk mendapatkan penguasaan

lahan

No Jenis usaha partisipasi

perencanaan pelaksanaan Merekrut

anggota

baru

Penggagas

ide

1 Demo

Page 99: Strategi perjuangan petani dalam mendapatkan akses dan … · dilakukan melalui wawancara mendalam yang dilakukan kepada informan dan responden. Pendekatan kuantitatif dilakukan menggunakan

83

2 reklaiming

3 Menempuh jalur

hukum

12. Apakah anda pernah mendapat perlakuan kasar dari pihak pemerintah?

Jika ya, jelaskan!

.......................................................................................................................

.......................................................................................................................

13. Apakah anda pernah mendapat perlakuan kasar dari pihak perkebunan?

Jika ya, jelaskan!

.......................................................................................................................

.......................................................................................................................

14. Apa yang memicu terjadinya gerakan untuk mendapatkan lahan?

……………………………………………………………………………

……………………………………………………………………………

15. Apakah yang memicu anda ikut serta dalam gerakan tersebut?

……………………………………………………………………………

……………………………………………………………………………

C. Strategi dan langkah yang dilakukan untuk mendapatkan akses dan

penguasaan atas lahan

1. Apakah anda merencanakan terlebih dahulu apa yang harus dilakukan?

a. Ya

b. Tidak

2. Apa yang anda rencanakan untuk mendapatkan akses dan penguasaan atas

lahan?

……………………………………………………………………………

……………………………………………………………………………

3. Apakah anda ikut aktif dalam upaya mendapatkan lahan?

a. Ya

b. Tidak

Page 100: Strategi perjuangan petani dalam mendapatkan akses dan … · dilakukan melalui wawancara mendalam yang dilakukan kepada informan dan responden. Pendekatan kuantitatif dilakukan menggunakan

84

4. Apa yang anda lakukan untuk merencanakan gerakan yang akan

dilakukan?

a. Rapat

b. Mencari informasi ke dinas terkait

c. Tidak ada

d. Lainnya,………………………………………………...........................

5. Apa yang anda lakukan untuk mendapatkan lahan?

.......................................................................................................................

.......................................................................................................................

6. Peran apa yang anda mainkan dalam usaha untuk mendapatkan lahan?

a. Ketua

b. Pengurus

c. Anggota

d. Lain-lain,.................................................................................................

7. Apakah anda menggunakan jalur hukum untuk mendapatkan lahan?

a. Ya

b. Tidak

8. Dalam hal apa jalur hukum digunakan untuk mendapatkan lahan?

.......................................................................................................................

.......................................................................................................................

9. Bentuk aksi massa apa yang anda lakukan untuk mendapatkan lahan?

a. Demo

b. Reklaiming/ambil paksa

c. Membentuk organisasi

d. Merekrut anggota baru

e. Mencuri, mengumpat, berpura-pura tidak tahu, memperluas lahan

secara diam-diam.

f. Tidak ada

10. Apakah anda mengikuti demo?

a. Ya ( …….dari ……. demo yang dilakukan)

b. Tidak

Page 101: Strategi perjuangan petani dalam mendapatkan akses dan … · dilakukan melalui wawancara mendalam yang dilakukan kepada informan dan responden. Pendekatan kuantitatif dilakukan menggunakan

85

11. Apakah menurut anda perlu dibentuknya organisasi petani? Jelaskan!

.......................................................................................................................

.......................................................................................................................

12. Apakah menurut anda perlu digunakannya kekerasan dalam upaya untuk

mendapatkan lahan? Jelaskan!

.......................................................................................................................

.......................................................................................................................

D. Respon dari pihak lawan dan pemerintah

1. Apakah ada respon dari pemerintah?

a. Ya

b. Tidak

2. Apakah sifat respon yang diberikan?

a. Membantu petani

b. Membantu pihak lawan

c. Tidak memihak manapun

3. Dalam bentuk apa respon yang diberikan pemerintah?

a. Bantuan

b. Kemudahan dalam birokrasi dan akses dalam melakukan pengaduan

c. Lain-lain,.................................................................................................

4. Apakah ada respon dari pihak perkebunan?

a. Ya

b. Tidak

5. Apakah sifat respon yang diberikan pihak perkebunan?

a. Mengabaikan

b. Menentang

c. Mengatasi masalah yang ada

d. Lainnya,……...............…………………………………………………

6. Dalam bentuk apa respon yang diberikan perkebunan?

……………………………………………………………………………

……………………………………………………………………………

E. faktor-faktor yang mempengaruhi strategi perjuangan petani

Page 102: Strategi perjuangan petani dalam mendapatkan akses dan … · dilakukan melalui wawancara mendalam yang dilakukan kepada informan dan responden. Pendekatan kuantitatif dilakukan menggunakan

86

1. Apakah ada organisasi atau pihak yang mendukung perjuangan yang

dilakukan?

a. Ya

b. Tidak

2. Dukungan apa yang diberikan kepada petani?

……………………………………………………………………………

……………………………………………………………………………

3. Apakah petani membentuk organisasi untuk melakukan perjuangan?

a. Ya

b. Tidak

4. Apa nama organisasi itu?

……………………………………………………………………………

……………………………………………………………………………

5. Apakah anda pernah bergabung dengan organisasi?

a. Ya

b. Tidak

6. Organisasi dan jabatan apa yang pernah anda duduki?

No Nama Organisasi Jabatan Lama menjabat

(Bulan)

7. Apakah menurut anda ada aktor yang berperan aktif dalam melakukan

perjuangan?

a. Ya

b. Tidak

8. Siapa sajakah aktor-aktor tersebut?

.......................................................................................................................

.......................................................................................................................

Page 103: Strategi perjuangan petani dalam mendapatkan akses dan … · dilakukan melalui wawancara mendalam yang dilakukan kepada informan dan responden. Pendekatan kuantitatif dilakukan menggunakan

87

9. Apakah anda memiliki relasi yang mendukung untuk melakukan

perjuangan?(jika ya, isi tabel dibawah ini)

a. Ya

b. Tidak

10. Nama, jumlah dan tingkat kekuatan ikatan dengan relasi

No Nama Relasi Jumlah Ikatan*

Keterangan: * (sangat kuat, kuat, cukup kuat, tidak kuat, sangat tidak

kuat)

F. Distribusi Akses dan Penguasaan Atas Lahan

1. Apakah anda memiliki lahan sebelum terjadinya perjuangan?

a. Ya

b. Tidak

2. Berapa luas lahan yang anda miliki sebelum terjadinya perjuangan?

a. > 0,3 hektar

b. < 0,3 hektar

c. Tidak punya

3. Apakah anda memiliki akses terhadap lahan sebelum terjadinya

perjuangan?

a. Ya

b. Tidak

4. Berapa luas lahan yang dapat anda akses sebelum terjadinya perjuangan?

a. > 0,3 hektar

b. < 0,3 hektar

c. Tidak punya

5. Apakah setelah terjadinya perjuangan anda memiliki tanah?

a. Ya

b. Tidak

Page 104: Strategi perjuangan petani dalam mendapatkan akses dan … · dilakukan melalui wawancara mendalam yang dilakukan kepada informan dan responden. Pendekatan kuantitatif dilakukan menggunakan

88

6. Berapa luas lahan yang anda miliki?

a. > 0,3 hektar

b. < 0,3 hektar

c. Tidak punya

7. Apakah status lahan tersebut?

a. Hak milik

b. Sewa

c. Pinjam pakai

8. Apakah setelah terjadinya perjuangan anda dapat mengolah tanah?

c. Ya

d. Tidak

9. Berapa luas lahan yang anda olah setelah perjuangan?

d. > 0,3 hektar

e. < 0,3 hektar

f. Tidak punya

10. Apakah status lahan tersebut?

d. Hak milik

e. Sewa

f. Pinjam pakai

Page 105: Strategi perjuangan petani dalam mendapatkan akses dan … · dilakukan melalui wawancara mendalam yang dilakukan kepada informan dan responden. Pendekatan kuantitatif dilakukan menggunakan

89

Gambar 3. Jenis Tanaman Hortikultura Gambar 4. Tanaman Bunga Kol 

Gambar 5. Sketsa Peta Desa Cisarua Gambar 6. Penanda Kawasan Lindung 

Gambar 7. Budidaya Cabe  Gambar 8. Kawasan Pertanian 

Gambar 1. Kawasan Pertanian Naimin Gambar 2. Tanaman Cabe