strategi perang harga dalam pemasaran : strategi pintar...

29
3 rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014 STRATEGI PERANG HARGA DALAM PEMASARAN: STRATEGI PINTAR ATAU TIDAK KREATIF Pendahuluan Persaingan yang sangat ketat dalam berbagai industri mengharuskan para pemasar selalu mencari peluang terbaik untuk mempertahankan penjualan dan pangsa pasarnya dengan berbagai aktivitas pemasaran yang dilakukan. Tuntutan manajemen meraih basil cepat dan barns berhasil dalam jangka pendek untuk setiap akti vitas pemasaran yang dilakukan akan menuntun para pemasar mencari langkah yang selalu dianggap tidak populer, yaitu aktivitas sales promotion. Aktivitas ini tidak disarankan dalam berbagai literatur pemasaran, khususnya aktivitas membangun sebuah merek, bahwa aktivitas sales promotion adalah aktivitas yang seharusnya dihindari dalam membangun sebuah merek karena pada akhirnya akan mencederai merek (Aaker, 2001; Keller, 2001). Hal ini menyebabkan banyak pertanyaan apakah semakin banyaknya pemasar - melakukan aktivitas sales promotiondiakibatkan oleh kurangnya kreativitas para pemasar terhadap aktivitas pemasaran lain, ataukah karena memang tuntutan pasar yang menghendakinya. Apakah aktivitas sales promotion ini juga akan menyebabkan pelanggan menjadi meninggalkan merek favoritnya selama ini? Sejauh yang diamati, tidak semua merek mempunyai kemampuan mempertahankan kesetiaan pelanggannya setelah seringkali melakukan aktivitas sales promotion. Merek yang telah mempunyai reputasi bagus dan berasal dari korporasi besar, misal merek ternama Panasonic, Sharp, Toshiba, LG, Samsung akan mempunyai kemampuan dalam mempertahankan kesetiaan pelanggannya, dibandingkan merek yang berasal dari negara China ataupun dari negara berkembang lainnya. Sejauh pengamatan maka persepsi konsumen terhadap sebuah merek akibat aktivitas pemasaran yang dilakukan manajer merek cukup ditentukan oleh faktor-faktor reputasi kelompok perusahaan, negara asal merek dan tingkat sosial ekonomi dari konsumen. Pada kondisi dengan tingkat persaingan di industri produk konsumen belum seketat sekarang, maka konsumen hanya memiliki pilihan merek yang terbatas sehingga akan cenderung menjatuhkan pilihan pada produk dengan merek yang memiliki reputasi baik meskipun harganya tergolong lebih mahal. Ketika kondisi persaingan tidak seketat sekarang, produk dengan merek premium sangat jarang melakukan program pemasaran yang mengarah ke sales promotion. Sebagian besar - program pemasaran yang dilakukan adalah aktivitas periklanan, termasuk di dalamnya pembelajaran ke masyarakat tentang manfaat produk tersebut. Perang harga dalam industri produk konsumen di Indonesia saat ini semakin menjadi-jadi. Tingkat persaingan yang semakin ketat, selalu terjadi balas membalas untuk menurunkan harga maupun melakukan aktivitas promosi yang berdampak pada harga produk. Merek dari perusahaan besar - dan ternama pun harus melakukan hal yang sama untuk tetap mempertahankan posisinya di dalam pasar - . Orientasi pemasaran adalah penjualan jangka pendek, sehingga aktivitas pemasaran yang dilakukan tidak jarang juga merupakan program dadakan yang bukan merupakan basil perencanaan secara matang. Banyak merek besar berhasil dalam merebut posisi bagus di pasar - dengan strategi pemasaran jangka pendek ini, namun banyak merekperusahaan besar - yang akhirnya tidak dapat mengikuti pola Antonius Suryo Abdi DIM UKSW Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana 499 3 rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014 STRATEGI PERANG HARGA DALAM PEMASARAN: STRATEGI PINTAR ATAU TIDAK KREATIF Pendahuluan Persaingan yang sangat ketat dalam berbagai industri mengharuskan para pemasar selalu mencari peluang terbaik untuk mempertahankan penjualan dan pangsa pasarnya dengan berbagai aktivitas pemasaran yang dilakukan. Tuntutan manajemen meraih basil cepat dan hams berhasil dalam jangka pendek untuk setiap aktivitas pemasaran yang dilakukan akan menuntun para pemasar mencari langkah yang selalu dianggap tidak populer, yaitu aktivitas sales promotion. Aktivitas ini tidak disarankan dalam berbagai literatur pemasaran, khususnya aktivitas membangun sebuah merek, bahwa aktivitas sales promotion adalah aktivitas yang seharusnya dihindari dalam membangun sebuah merek karena pada akhirnya akan mencederai merek (Aaker, 2001; Keller, 2001). Hal ini menyebabkan banyak pertanyaan apakah semakin banyaknya pemasar melakukan aktivitas sales promotiondiakibatkan oleh kurangnya kreativitas para pemasar terhadap aktivitas pemasaran lain, ataukah karena memang tuntutan pasar yang menghendakinya. Apakah aktivitas sales promotion ini juga akan menyebabkan pelanggan menjadi meninggalkan merek favoritnya selama ini? Sejauh yang diamati, tidak semua merek mempunyai kemampuan mempertahankan kesetiaan pelanggannya setelah seringkali melakukan aktivitas sales promotion. Merek yang telah mempunyai reputasi bagus dan berasal dari korporasi besar, misal merek temama Panasonic, Sharp, Toshiba, LG, Samsung akan mempunyai kemampuan dalam mempertahankan kesetiaan pelanggannya, dibandingkan merek yang berasal dari negara China ataupun dari negara berkembang lainnya. Sejauh pengamatan maka persepsi konsumen terhadap sebuah merek akibat aktivitas pemasaran yang dilakukan manajer merek cukup ditentukan oleh faktor-faktor reputasi kelompok perusahaan, negara asal merek dan tingkat sosial ekonomi dari konsumen. Pada kondisi dengan tingkat persaingan di industri produk konsumen belum seketat sekarang, maka konsumen hanya memiliki pilihan merek yang terbatas sehingga akan cenderung menjatuhkan pilihan pada produk dengan merek yang memiliki reputasi baik meskipun harganya tergolong lebih mahal. Ketika kondisi persaingan tidak seketat sekarang, produk dengan merek premium sangat jarang melakukan program pemasaran yang mengarah ke sales promotion. Sebagian besar program pemasaran yang dilakukan adalah aktivitas periklanan, termasuk di dalamnya pembelajaran ke masyarakat tentang manfaat produk tersebut. Perang harga dalam industri produk konsumen di Indonesia saat ini semakin menjadi-jadi. Tingkat persaingan yang semakin ketat, selalu terjadi balas membalas untuk menurunkan harga maupun melakukan aktivitas promosi yang berdampak pada harga produk. Merek dari perusahaan besar dan temama pun harus melakukan hal yang sama untuk tetap mempertahankan posisinya di dalam pasar. Orientasi pemasaran adalah penjualan jangka pendek, sehingga aktivitas pemasaran yang dilakukan tidak jarang juga mempakan program dadakan yang bukan merupakan basil perencanaan secara matang. Banyak merek besar berhasil dalam merebut posisi bagus di pasar dengan strategi pemasaran jangka pendek ini, namun banyak merekpemsahaan besar yang akhirnya tidak dapat mengikuti pola Antonius Suryo Abdi DIM UKSW Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana 499

Upload: dangnga

Post on 12-Mar-2019

228 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Strategi Perang Harga Dalam Pemasaran : Strategi Pintar ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5795/2/PROS_Antonius Suryo... · STRATEGI PERANG HARGA DALAM ... Perang harga dalam

3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014

STRATEGI PERANG HARGA DALAM PEMASARAN: STRATEGI

PINTAR ATAU TIDAK KREATIF

Pendahuluan

Persaingan yang sangat ketat dalam berbagai industri mengharuskan para pemasar selalu

mencari peluang terbaik untuk mempertahankan penjualan dan pangsa pasarnya dengan berbagai

aktivitas pemasaran yang dilakukan. Tuntutan manajemen meraih basil cepat dan barns berhasil dalam

jangka pendek untuk setiap akti vitas pemasaran yang dilakukan akan menuntun para pemasar mencari

langkah yang selalu dianggap tidak populer, yaitu aktivitas sales promotion. Aktivitas ini tidak

disarankan dalam berbagai literatur pemasaran, khususnya aktivitas membangun sebuah merek,

bahwa aktivitas sales promotion adalah aktivitas yang seharusnya dihindari dalam membangun

sebuah merek karena pada akhirnya akan mencederai merek (Aaker, 2001; Keller, 2001).

Hal ini menyebabkan banyak pertanyaan apakah semakin banyaknya pemasar- melakukan

aktivitas sales promotiondiakibatkan oleh kurangnya kreativitas para pemasar terhadap aktivitas

pemasaran lain, ataukah karena memang tuntutan pasar yang menghendakinya. Apakah aktivitas sales

promotion ini juga akan menyebabkan pelanggan menjadi meninggalkan merek favoritnya selama ini?

Sejauh yang diamati, tidak semua merek mempunyai kemampuan mempertahankan kesetiaan

pelanggannya setelah seringkali melakukan aktivitas sales promotion. Merek yang telah mempunyai

reputasi bagus dan berasal dari korporasi besar, misal merek ternama Panasonic, Sharp, Toshiba, LG,

Samsung akan mempunyai kemampuan dalam mempertahankan kesetiaan pelanggannya,

dibandingkan merek yang berasal dari negara China ataupun dari negara berkembang lainnya. Sejauh

pengamatan maka persepsi konsumen terhadap sebuah merek akibat aktivitas pemasaran yang

dilakukan manajer merek cukup ditentukan oleh faktor-faktor reputasi kelompok perusahaan, negara

asal merek dan tingkat sosial ekonomi dari konsumen.

Pada kondisi dengan tingkat persaingan di industri produk konsumen belum seketat sekarang,

maka konsumen hanya memiliki pilihan merek yang terbatas sehingga akan cenderung menjatuhkan

pilihan pada produk dengan merek yang memiliki reputasi baik meskipun harganya tergolong lebih

mahal. Ketika kondisi persaingan tidak seketat sekarang, produk dengan merek premium sangat

jarang melakukan program pemasaran yang mengarah ke sales promotion. Sebagian besar- program

pemasaran yang dilakukan adalah aktivitas periklanan, termasuk di dalamnya pembelajaran ke

masyarakat tentang manfaat produk tersebut.

Perang harga dalam industri produk konsumen di Indonesia saat ini semakin menjadi-jadi.

Tingkat persaingan yang semakin ketat, selalu terjadi balas membalas untuk menurunkan harga

maupun melakukan aktivitas promosi yang berdampak pada harga produk. Merek dari perusahaan

besar- dan ternama pun harus melakukan hal yang sama untuk tetap mempertahankan posisinya di

dalam pasar-. Orientasi pemasaran adalah penjualan jangka pendek, sehingga aktivitas pemasaran yang

dilakukan tidak jarang juga merupakan program dadakan yang bukan merupakan basil perencanaan

secara matang.

Banyak merek besar berhasil dalam merebut posisi bagus di pasar- dengan strategi pemasaran

jangka pendek ini, namun banyak merekperusahaan besar- yang akhirnya tidak dapat mengikuti pola

Antonius Suryo Abdi

DIM UKSW

Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana 499

3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014

STRATEGI PERANG HARGA DALAM PEMASARAN: STRATEGI

PINTAR ATAU TIDAK KREATIF

Pendahuluan

Persaingan yang sangat ketat dalam berbagai industri mengharuskan para pemasar selalu

mencari peluang terbaik untuk mempertahankan penjualan dan pangsa pasarnya dengan berbagai

aktivitas pemasaran yang dilakukan. Tuntutan manajemen meraih basil cepat dan hams berhasil dalam

jangka pendek untuk setiap aktivitas pemasaran yang dilakukan akan menuntun para pemasar mencari

langkah yang selalu dianggap tidak populer, yaitu aktivitas sales promotion. Aktivitas ini tidak

disarankan dalam berbagai literatur pemasaran, khususnya aktivitas membangun sebuah merek,

bahwa aktivitas sales promotion adalah aktivitas yang seharusnya dihindari dalam membangun

sebuah merek karena pada akhirnya akan mencederai merek (Aaker, 2001; Keller, 2001).

Hal ini menyebabkan banyak pertanyaan apakah semakin banyaknya pemasar melakukan

aktivitas sales promotiondiakibatkan oleh kurangnya kreativitas para pemasar terhadap aktivitas

pemasaran lain, ataukah karena memang tuntutan pasar yang menghendakinya. Apakah aktivitas sales

promotion ini juga akan menyebabkan pelanggan menjadi meninggalkan merek favoritnya selama ini?

Sejauh yang diamati, tidak semua merek mempunyai kemampuan mempertahankan kesetiaan

pelanggannya setelah seringkali melakukan aktivitas sales promotion. Merek yang telah mempunyai

reputasi bagus dan berasal dari korporasi besar, misal merek temama Panasonic, Sharp, Toshiba, LG,

Samsung akan mempunyai kemampuan dalam mempertahankan kesetiaan pelanggannya,

dibandingkan merek yang berasal dari negara China ataupun dari negara berkembang lainnya. Sejauh

pengamatan maka persepsi konsumen terhadap sebuah merek akibat aktivitas pemasaran yang

dilakukan manajer merek cukup ditentukan oleh faktor-faktor reputasi kelompok perusahaan, negara

asal merek dan tingkat sosial ekonomi dari konsumen.

Pada kondisi dengan tingkat persaingan di industri produk konsumen belum seketat sekarang,

maka konsumen hanya memiliki pilihan merek yang terbatas sehingga akan cenderung menjatuhkan

pilihan pada produk dengan merek yang memiliki reputasi baik meskipun harganya tergolong lebih

mahal. Ketika kondisi persaingan tidak seketat sekarang, produk dengan merek premium sangat

jarang melakukan program pemasaran yang mengarah ke sales promotion. Sebagian besar program

pemasaran yang dilakukan adalah aktivitas periklanan, termasuk di dalamnya pembelajaran ke

masyarakat tentang manfaat produk tersebut.

Perang harga dalam industri produk konsumen di Indonesia saat ini semakin menjadi-jadi.

Tingkat persaingan yang semakin ketat, selalu terjadi balas membalas untuk menurunkan harga

maupun melakukan aktivitas promosi yang berdampak pada harga produk. Merek dari perusahaan

besar dan temama pun harus melakukan hal yang sama untuk tetap mempertahankan posisinya di

dalam pasar. Orientasi pemasaran adalah penjualan jangka pendek, sehingga aktivitas pemasaran yang

dilakukan tidak jarang juga mempakan program dadakan yang bukan merupakan basil perencanaan

secara matang.

Banyak merek besar berhasil dalam merebut posisi bagus di pasar dengan strategi pemasaran

jangka pendek ini, namun banyak merekpemsahaan besar yang akhirnya tidak dapat mengikuti pola

Antonius Suryo Abdi

DIM UKSW

Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana 499

Page 2: Strategi Perang Harga Dalam Pemasaran : Strategi Pintar ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5795/2/PROS_Antonius Suryo... · STRATEGI PERANG HARGA DALAM ... Perang harga dalam

3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014

seperti ini dan akhirnya secara perlahan mengalami kemunduran. Fenomena ini ditandai dengan

munculnya banyak merekbaru yang kuat di pasar dan selalu menggunakan standar EDLP (everyday

lowpricing) dengan cara banyak melakukan sales promotion. Hal ini juga menyebabkan tidak ada

satupun merek yang menduduki posisi superior.

Menurut Low and Mohr (2000) orang seringkali menunda pembelian sebuah produk sampai

produk tersebut dijual dengan harga "potong harga". Seringkali juga konsumen tanpa direncanakan

membeli sebuah produk karena adanya iming-iming hadiah. Banyak konsumen memanfaatkan suatu

insentif tambahan dalam membeli sebuah produk, yang merupakan salah satu aktivitas promosi

penjualan. Dalam beberapa tahun ini promosi penjualan banyak dilakukan oleh tenaga pemasar

perusahaan, baik perusahaan yang memiliki merek premium maupun tidak. Tidak dapat dipungkiri,

aktivitas promosi penjualan yang dijalankan para tenaga pemasar meningkat tajam dibandingkan

aktivitas periklanan lainnya (Nijs, 2001; Zacharias, 2009; Steenkamp, 2003). Promosi penjualan berperan besar bahkan kadang dominan dalam aktivitas pemasaran yang dilakukan para tenaga

pemasar. Hal ini bertujuan agar produknya dapat diterima konsumen. Namun hal ini juga dinilai oleh

para ahli pemasaran akan menyebabkan lemahnya brand equity sebuah merek produk. Diakui oleh

Keller (2008) bahwa pembahasan tentang pelemahan brand equity akibat sebuah aktivitas promosi

penjualan hanya didasarkan asumsi terhadap merek premium, dan belum tentu tepat untuk kategori

merek lainnya.

Banyak alasan kenapa para pemasar justru lebih banyak menggunakan sales promotion

dibandingkan memakai aktivitas pemasaran lainnya. Berkembangnya kekuatan para pengecer dalam

saluran distribusi adalah salah satu alasannya. Kadangkala perusahaan membuat penawaran khusus

untuk konsumen karena desakan kuat dari pengecernya. Namun perusahaan juga memberikan

penawaran khusus kepada konsumen dalam usaha menahan kekuatan pengecernya dengan harapan

dapat memperkuat kesetiaan konsumennya terhadap merekperusahaan.

Sifat alamiah persaingan telah berubah dengan makin sensitifnya harga ke konsumen. Pasar

lebih tersegmentasi, konsumen juga semakin menyadari tentang harga yang diterapkan oleh

perusahaan dan banyak pesaing lainnya. Kesepakatan harga juga sudah menjadi aturan baku untuk

banyak produk. Potongan pembelian untuk pembelian berbagai produk, kupon penjualan di pasar-

pasar swalayan, akan menyebabkan konsumen semakin mengharapkan kesepakatan harga. Seringnya

pembelian produk dengan potongan harga, maka menurut Aaker (2001) akan menyebabkan konsumen

selalu menunggu penawaran promosi ketimbang langsung membeli suatu produk tanpa kesepakatan

harga.

Ragam periklanan juga mendorong para tenaga pemasar menemukan cara baru untuk menarik

perhatian para konsumennya. Hanya menonjolkan manfaat produk masih dirasakan belum cukup

untuk menarik perhatian konsumen. Jadi pada akhirnya terjadi peningkatan pemakaian sales

promotion untuk menemukan terobosan langsung ke konsumen yang saat ini selalu mendapatkan

serbuan pesan-pesan promosi.

Hal lain yang mendorong kenapa para pemasar memakai promosi konsumen karena tekanan

dari manajemen perusahaan untuk basil jangka pendek. Banyak penanam modal menginginkan basil

yang segera daripada menunggu kestabilan jangka panjang perusahaan dari basil investasinya.

Menanggapi tekanan ini, para manajer pemasaran mencari jalan pintas untuk memenuhinya. Sales

promotion selalu digunakan demi meningkatkan penjualan jangka pendek (Zacharias, 2009; Low,

Dalam jalur pengecer, sales promotion untuk konsumen seringkali menjadi senjata ampuh

meningkatkan penjualan jangka pendek. Namun menurut Aaker (2001) dan Walker (2002) apabila

2000).

Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana 500

3rd Economics & Business Hesearoh Festival 13 November 2014

seperti ini dan akhirnya secara perlahan mengalami kemunduran. Fenomena ini ditandai dengan

munculnya banyak merekbaru yang kuat di pasar dan selalu menggunakan standar EDLP (everyday

lowpricing) dengan cara banyak melakukan sales promotion. Hal ini juga menyebabkan tidak ada

satupun merek yang menduduki posisi superior.

Menurut Low and Mohr (2000) orang seringkali menunda pembelian sebuah produk sampai

produk tersebut dijual dengan harga "potong harga". Seringkali juga konsumen tanpa direncanakan

membeli sebuah produk karena adanya iming-iining hadiah. Banyak konsumen memanfaatkan suatu

insentif tambahan dalam membeli sebuah produk, yang merupakan salah satu aktivitas promosi

penjualan. Dalam beberapa tahun ini promosi penjualan banyak dilakukan oleh tenaga pemasar

perusahaan, baik perusahaan yang memiliki merek premium maupun tidak. Tidak dapat dipungkiri,

aktivitas promosi penjualan yang dijalankan para tenaga pemasar meningkat tajam dibandingkan

aktivitas periklanan lainnya (Nijs, 2001; Zacharias, 2009; Steenkamp, 2003). Promosi penjualan

berperan besar bahkan kadang dominan dalam aktivitas pemasaran yang dilakukan para tenaga

pemasar. Hal ini bertujuan agar produknya dapat diterima konsumen. Namun hal ini juga dinilai oleh

para ahli pemasaran akan menyebabkan lemahnya brand equity sebuah merek produk. Diakui oleh

Keller (2008) bahwa pembahasan tentang pelemahan brand equity akibat sebuah aktivitas promosi

penjualan hanya didasarkan asumsi terhadap merek premium, dan belum tentu tepat untuk kategori

merek lainnya.

Banyak alasan kenapa para pemasar justru lebih banyak menggunakan sales promotion

dibandingkan memakai aktivitas pemasaran lainnya. Berkembangnya kekuatan para pengecer dalam

saluran distribusi adalah salah satu alasannya. Kadangkala perusahaan membuat penawaran khusus

untuk konsumen karena desakan kuat dari pengecemya. Namun perusahaan juga memberikan

penawaran khusus kepada konsumen dalam usaha menahan kekuatan pengecernya dengan harapan

dapat memperkuat kesetiaan konsumennya terhadap merekperusahaan.

Sifat alamiah persaingan telah berubah dengan makin sensitifnya harga ke konsumen. Pasar

lebih tersegmentasi, konsumen juga semakin menyadari tentang harga yang diterapkan oleh

perusahaan dan banyak pesaing lainnya. Kesepakatan harga juga sudah menjadi aturan baku untuk

banyak produk. Potongan pembelian untuk pembelian berbagai produk, kupon penjualan di pasar-

pasar swalayan, akan menyebabkan konsumen semakin mengharapkan kesepakatan harga. Seringnya

pembelian produk dengan potongan harga, maka menurut Aaker (2001) akan menyebabkan konsumen

selalu menunggu penawaran promosi ketimbang langsung membeli suatu produk tanpa kesepakatan

harga.

Ragam periklanan juga mendorong para tenaga pemasar menemukan cara baru untuk menarik

perhatian para konsumennya. Hanya menonjolkan manfaat produk masih dirasakan belum cukup

untuk menarik perhatian konsumen. Jadi pada akhirnya terjadi peningkatan pemakaian sales

promotion untuk menemukan terobosan langsung ke konsumen yang saat ini selalu mendapatkan

serbuan pesan-pesan promosi.

Hal lain yang mendorong kenapa para pemasar memakai promosi konsumen karena tekanan

dari manajemen perusahaan untuk basil jangka pendek. Banyak penanam modal menginginkan basil

yang segera daripada menunggu kestabilan jangka panjang perusahaan dari basil investasinya.

Menanggapi tekanan ini, para manajer pemasaran mencari jalan pintas untuk memenuhinya. Sales

promotion selalu digunakan demi meningkatkan penjualan jangka pendek (Zacharias, 2009; Low,

Dalam jalur pengecer, sales promotion untuk konsumen seringkali menjadi senjata ampuh

meningkatkan penjualan jangka pendek. Namun menurut Aaker (2001) dan Walker (2002) apabila

2000).

Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana 500

Page 3: Strategi Perang Harga Dalam Pemasaran : Strategi Pintar ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5795/2/PROS_Antonius Suryo... · STRATEGI PERANG HARGA DALAM ... Perang harga dalam

3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014

terlalu sering sales promotion dilakukan, akan menyembunyikan kemampuan sebuah merek untuk

membangun brand equity pada pasar sasaran. Diungkapkan juga bahwa terlalu sering menerapkan

sales promotion terhadap konsumen akan menurunkan kepercayaan konsumen terhadap kualitas

sebuah merek. Konsumen mungkin akan menganggap kualitas merek tersebut buruk. Atau konsumen

juga akan menunda pembelian sebuah merek apabila mereka beranggapan bahwa akan segera ada

penurunan harga atau insentif pembelian lainnya. Anggapan yang sangat masuk akal apabila sebuah

merek terlalu sering dipromosikan dengan sales promotion.

Bagaimanapun saat ini banyak pemasar menguji bagaimana promosi penjualan yang

berorientasi konsumen dapat secara efektif digunakan untuk tujuan jangka panjang. Walaupun secara

tradisional tidak digunakan untuk membangun brand equity, para pemasar dari banyak merekyang

besar dan sukses meyakini bahwa sales promotion untuk konsumen dapat juga melakukannya. Tujuan

alami promosi penjualan adalah mengkomunikasikan sebuah nilai kepada konsumen merek yang

setia. Jadi dapat dilihat dua keuntungan alamiah, yaitu meningkatkan penjualan jangka pendek dan

membangun hubungan jangka panjang dengan konsumen yang sudah setia terhadap merek. Semua

aktivitas promosi ditujukan untuk meningkatkan penjualan, sehingga tidak ada artinya apabila tidak

menyebabkan transaksi penjualan.

Meskipun dipahami harus dihindari terlalu sering melakukan sales promotion kepada

konsumen, namun dalam prakteknya hal tersebut susah dilaksanakan apabila situasi pasar persaingan

memerlukan tindakan segera (Steenkamp, 2003). Para pesaing mungkin saja meluncurkan aktivitas

promosi yang ditujukan pada pelanggan yang sama, yang harus memerlukan tindakan pencegahan

segera. Dapat dilihat sales promotion digunakan untuk mengurangi peran pesaing di pasar. Sales

promotion terhadap konsumen seringkali digunakan perusahaan juga apabila mengalami masalah

kelebihan persediaan barang (Sriram, 2004).

Keinginan untuk melakukan penyesuaian persediaan barang dilakukan untuk berbagai tujuan.

Pengecerdapat saja menyesuaikan produknya dengan menjual habis salah satu produk agar dapat

mengisinya dengan produk lain. Atau pada saat perusahaan mengalami kelebihan persediaan dan

membutuhkan sales promotion untuk mendorong konsumen membeli lebih dari kebutuhan

sesungguhnya.

Persaingan yang sangat ketat menyebabkan konsumen menjadi selalu berorientasi terhadap

harga. Banyak promosi konsumen yang menawarkan kekhususan di luar faktor harga, dan untuk basil

jangka pendek ternyata tidak ada yang sebagus menggunakan faktor harga sebagai penarik konsumen

(DAstous, 2003; Kenesei, 2004). Para pemasar memahami juga bahwa nilai sesungguhnya sebuah

merek adalah dari keterhubungan emosional para pelanggan terhadap merek favoritnya. Membangun

brand equity akan selalu menjadi kunci mempertahankan hubungan antara merek dan konsumen

(Aaker, 2001; Ball, 2008; Cleland, 2000).

Karena adanya keterbatasan anggaran promosi dan kepentingan strategi jangka panjang,

manajer promosi banyak memakai aktivitas sales promotion yang dapat membantu memperkuat

ikatan merek dan konsumen, karena mereka dapat lebih memahami bagaimana hal tersebut dapat

menstabilkan dan meningkatkan pertumbuhan penjualan jangka panjang. Manajer promosi tidak

hanya melakukan aktivitas sales promotion untuk menambah pelanggan baru, tapi yang lebih penting

ditujukan untuk pelanggan lama. Aktivitas promosi ini dapat membangun kesetiaan terhadap merek

dan pada akhirnya membangun nilai terhadap merek (Kirmani, 1989). Jadi sales promotion juga

berperan dalam membangun sebuah merek.

Tidak hanya para pemasar, namun juga para akuntan dan manajer senior perusahaan sejak

lama tertarik dengan masalah yang berkaitan dengan brand equity dan telah menjadi kajian para

Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana 501

3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014

teiialu sering sales promotion dilakukan, akan menyembunyikan kemampuan sebuah merek untuk

membangun brand equity pada pasar sasaran. Diungkapkan juga bahwa terlalu sering menerapkan

sales promotion terhadap konsumen akan menurunkan kepercayaan konsumen terhadap kualitas

sebuah merek. Konsumen mungkin akan menganggap kualitas merek tersebut buruk. Atau konsumen

juga akan menunda pembelian sebuah merek apabila mereka beranggapan bahwa akan segera ada

penurunan harga atau insentif pembelian lainnya. Anggapan yang sangat masuk akal apabila sebuah

merek terlalu sering dipromosikan dengan sales promotion.

Bagaimanapun saat in' banyak pemasar menguji bagaimana promosi penjualan yang

berorientasi konsumen dapat secara efektif digunakan untuk tujuan jangka panjang. Walaupun secara

tradisional tidak digunakan untuk membangun brand equity, para pemasar dari banyak merekyang

besar dan sukses meyakini bahwa sales promotion untuk konsumen dapat juga melakukannya. Tujuan

alami promosi penjualan adalah mengkomunikasikan sebuah nilai kepada konsumen merek yang

setia. Jadi dapat dilihat dua keuntungan alamiah, yaitu meningkatkan penjualan jangka pendek dan

membangun hubungan jangka panjang dengan konsumen yang sudah setia terhadap merek. Semua

aktivitas promosi ditujukan untuk meningkatkan penjualan, sehingga tidak ada artinya apabila tidak

menyebabkan transaksi penjualan.

Meskipun dipahami bairns dihindari terlalu sering melakukan sales promotion kepada

konsumen, namun dalam prakteknya hal tersebut susah dilaksanakan apabila situasi pasar persaingan

memerlukan tindakan segera (Steenkamp, 2003). Para pesaing mungkin saja meluncurkan aktivitas

promosi yang ditujukan pada pelanggan yang sama, yang harus memerlukan tindakan pencegahan

segera. Dapat dilihat sales promotion digunakan untuk mengurangi peran pesaing di pasar. Sales

promotion terhadap konsumen seringkali digunakan perusahaan juga apabila mengalami masalah

kelebihan persediaan barang (Sriram, 2004).

Keinginan untuk melakukan penyesuaian persediaan barang dilakukan untuk berbagai tujuan.

Pengecerdapat saja menyesuaikan produknya dengan menjual habis salah satu produk agar dapat

mengisinya dengan produk lain. Atau pada saat perusahaan mengalami kelebihan persediaan dan

membutuhkan sales promotion untuk mendorong konsumen membeli lebih dari kebutuhan

sesungguhnya.

Persaingan yang sangat ketat menyebabkan konsumen menjadi selalu berorientasi terhadap

harga. Banyak promosi konsumen yang menawarkan kekhususan di luar faktor harga, dan untuk basil

jangka pendek temyata tidak ada yang sebagus menggunakan faktor harga sebagai penarik konsumen

(DAstous, 2003; Kenesei, 2004). Para pemasar memahami juga bahwa nilai sesungguhnya sebuah

merek adalah dari keterhubungan emosional para pelanggan terhadap merek favoritnya. Membangun

brand equity akan selalu menjadi kunci mempertahankan hubungan antara merek dan konsumen

(Aaker, 2001; Ball, 2008; Cleland, 2000).

Karena adanya keterbatasan anggaran promosi dan kepentingan strategi jangka panjang,

manajer promosi banyak memakai aktivitas sales promotion yang dapat membantu memperkuat

ikatan merek dan konsumen, karena mereka dapat lebih memahami bagaimana hal tersebut dapat

menstabilkan dan meningkatkan pertumbuhan penjualan jangka panjang. Manajer promosi tidak

hanya melakukan aktivitas sales promotion untuk menambah pelanggan baru, tapi yang lebih penting

ditujukan untuk pelanggan lama. Aktivitas promosi ini dapat membangun kesetiaan terhadap merek

dan pada akhimya membangun nilai terhadap merek (Kirmani, 1989). Jadi sales promotion juga

berperan dalam membangun sebuah merek.

Tidak hanya para pemasar, namun juga para akuntan dan manajer senior perusahaan sejak

lama tertarik dengan masalah yang berkaitan dengan brand equity dan telah menjadi kajian para

Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana 501

Page 4: Strategi Perang Harga Dalam Pemasaran : Strategi Pintar ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5795/2/PROS_Antonius Suryo... · STRATEGI PERANG HARGA DALAM ... Perang harga dalam

3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014

peneliti sejak 20 tahun terakhir ini dan menjadi faktor penting bagi perusahaan (Berthon, 2007). Hal

yang berkaitan dengan brand equity menjadi penting dalam rancangan dan pengembangan dari sebuah

perusahaan, produk, maupun jasa yang ditawarkan. Meskipun demikian masih belum banyak peneliti

yang melakukan pengukuran atas brand equity perusahaan ataupun pengaruh berbagai macam

variabel untuk mengevaluasi sebuah merek.

Dalam pemilihan sebuah merek, konsumen produk seringkali mempertimbangkan faktor

negara asal (country of origin) pembuat produk. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan

Liefeld (2002) bahwa berdasar apa yang dikatakan oleh responden tentang kepercayaan, persepsi dan

sikap tentang kualitas atau nilai sebuah produk dari peneliti akademik tentang konsumen dari berbagai

negara maka mereka selalu menyertakan faktor negara asal pembuat produk (country of origin

product) sebagai salah satu variabel pilihan konsumen yang penting dan seharusnya para pemasar

memperhitungkannya. Selama puluhan dekade adanya persepsi buruk terhadap produk buatan negara

Asia yang dikatakan sebagai produk murah dan berkualitas rendah terbukti susah dihilangkan. Salah

satu masalah penting yang dihadapi merek produk buatan negara Asia dalam kurun waktu terakhir ini

adalah adanya persepsi produk murah dan berkualitas rendah (Temporal, 2002). Saat ini perusahaan di

seluruh dunia berusaha mengembangkan bisnisnya di pasar dunia. Faktor negara asal pembuat produk

menjadi faktor penting bagi konsumen dalam melakukan keputusan pembelian sebuah merek,

meskipun sebuah produk dapat saja dibuat dari berbagai komponen yang berasal dari negara berbeda.

Konsumendalam menentukansebuah merek yang akan dipilih juga mempertimbangkan

variasi model terbaru. Semua produk dan jasa pasti memiliki sebuah siklus hidup. Siklus hidup

berkaitan dengan periode waktu dari pertama produk diluncurkan dan diperkenalkan ke pasar sampai

produk tersebut ditarik dari pasar. Khusus untuk produk konsumen yang berbasis tehnologi, pada saat

sebuah teknologi menjadi usang, maka demikian juga terjadi pada produk yang memanfaatkan

teknologi tersebut (Norman, 1998). Perubahan yang terjadi pada saat siklus hidup teknologi

mempunyai sebuah refleksi unik terhadap pelanggannya, demikian juga terhadap siklus hidup

produknya. Pada saat teknologi menjadi tua, pelanggan yang membutuhkan teknologi terbaru menjadi

lebih konservatif dan permintaan solusi yang cepat terhadap teknologi yang lebih baru, sedangkan

pelanggan yang tidak terburu-buru membutuhkan teknologi terbaru akan membeli produk dengan

teknologi lama, namun didapatkan dengan harga murah.

Dalam memilih sebuah merek, tidak jarang konsumen melihat perusahaan mana yang

membuat produk tersebut. Reputasi merupakan aset yang sangat tidak ternilai dan merupakan faktor

penting dalam membangun sebuah merek yang kuat. Lebih lanjut dikatakan oleh Alessandri (2006)

bahwa perusahaan yang memiliki reputasi bagus akan dapat menikmati konsistensi merek dalam

jangka waktu lama. Perusahaan yang besar harus mampu mengembangkan produk yang dapat

menyediakan sebuah nilai persepsi bagi pelanggan. Pelanggan yang menyadari reputasi superior dari

sebuah perusahaan akan mempunyai persepsi yang bagus terhadap produk yang dihasilkan oleh

perusahaan tersebut. Persepsi yang bagus tersebut akan diwujudkan dengan kesetiaan membeli produk

yang dihasilkan oleh perusahaan tersebut.

Dikatakan oleh Barrios (2008) bahwa status sosial ekonomi mempengaruhi rumitnya

eskpetasi dari pengetahuan konsumen dan keinginan pengakuan diri. Pelanggan dengan tingkat

penghasilan rendah di negara-negara berkembang yang sedang menanjak maju merupakan target

utama dari perusahaan berbasis teknologi. Untuk itu menjadi penting untuk memahami pengaruh

faktor sosio ekonomi pada saat sebuah teknologi diadopsi. Tingginya status sosial ekonomi

konsumen, misal tingkat pendidikan, tingkat penghasilan, status perkawinan, kondisi pekerjaan, akan

sangat menunjang tingkat konsumsi terhadap sebuah produk (Reardon, 2007). Tingkat sosial ekonomi

yang lebih tinggi akan mendapatkan sumber daya lebih besar seperti tingkat penghasilan tinggi yang

Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana 502

3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014

peneliti sejak 20 tahun terakhir ini dan menjadi faktor penting bagi perusahaan (Berthon, 2007). Hal

yang berkaitan dengan brand equity menjadi penting dalam rancangan dan pengembangan dari sebuah

perusahaan, produk, maupun jasa yang ditawarkan. Meskipun demikian masih belum banyak peneliti

yang melakukan pengukuran atas brand equity perusahaan ataupun pengaruh berbagai macam

variabel untuk mengevaluasi sebuah merek.

Dalam pemilihan sebuah merek, konsumen produk seringkali mempertimbangkan faktor

negara asal (country of origin) pembuat produk. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan

Liefeld (2002) bahwa berdasar apa yang dikatakan oleh responden tentang kepercayaan, persepsi dan

sikap tentang kualitas atau nilai sebuah produk dari peneliti akademik tentang konsumen dari berbagai

negara maka mereka selalu menyertakan faktor negara asal pembuat produk (country of origin

product) sebagai salah satu variabel pilihan konsumen yang penting dan seharusnya para pemasar

memperhitungkannya. Selama puluhan dekade adanya persepsi buruk terhadap produk buatan negara

Asia yang dikatakan sebagai produk murah dan berkualitas rendah terbukti susah dihilangkan. Salah

satu masalah penting yang dihadapi merek produk buatan negara Asia dalam kurun waktu terakhir ini

adalah adanya persepsi produk murah dan berkualitas rendah (Temporal, 2002). Saat ini perusahaan di

seluruh dunia berusaha mengembangkan bisnisnya di pasar dunia. Faktor negara asal pembuat produk

menjadi faktor penting bagi konsumen dalam melakukan keputusan pembelian sebuah merek,

meskipun sebuah produk dapat saja dibuat dari berbagai komponen yang berasal dari negara berbeda.

Konsumendalam menentukansebuah merek yang akan dipilih juga mempertimbangkan

variasi model terbaru. Semua produk dan jasa pasti memiliki sebuah siklus hidup. Siklus hidup

berkaitan dengan periode waktu dari pertama produk diluncurkan dan diperkenalkan ke pasar sampai

produk tersebut ditarik dari pasar. Khusus untuk produk konsumen yang berbasis tehnologi, pada saat

sebuah teknologi menjadi usang, maka demikian juga terjadi pada produk yang memanfaatkan

teknologi tersebut (Norman, 1998). Perubahan yang terjadi pada saat siklus hidup teknologi

mempunyai sebuah refleksi unik terhadap pelanggannya, demikian juga terhadap siklus hidup

produknya. Pada saat teknologi menjadi tua, pelanggan yang membutuhkan teknologi terbaru menjadi

lebih konservatif dan permintaan solusi yang cepat terhadap teknologi yang lebih baru, sedangkan

pelanggan yang tidak terbum-buru membutuhkan teknologi terbaru akan membeli produk dengan

teknologi lama, namun didapatkan dengan harga murah.

Dalam memilih sebuah merek, tidak jarang konsumen melihat perusahaan mana yang

membuat produk tersebut. Reputasi merupakan aset yang sangat tidak temilai dan merupakan faktor

penting dalam membangun sebuah merek yang kuat. Lebih lanjut dikatakan oleh Alessandri (2006)

bahwa pemsahaan yang memiliki reputasi bagus akan dapat menikmati konsistensi merek dalam

jangka waktu lama. Perusahaan yang besar harus mampu mengembangkan produk yang dapat

menyediakan sebuah nilai persepsi bagi pelanggan. Pelanggan yang menyadari reputasi superior dari

sebuah perusahaan akan mempunyai persepsi yang bagus terhadap produk yang dihasilkan oleh

perusahaan tersebut. Persepsi yang bagus tersebut akan diwujudkan dengan kesetiaan membeli produk

yang dihasilkan oleh perusahaan tersebut.

Dikatakan oleh Barrios (2008) bahwa status sosial ekonomi mempengaruhi rumitnya

eskpetasi dari pengetahuan konsumen dan keinginan pengakuan diri. Pelanggan dengan tingkat

penghasilan rendah di negara-negara berkembang yang sedang menanjak maju merupakan target

utama dari perusahaan berbasis teknologi. Untuk itu menjadi penting untuk memahami pengaruh

faktor sosio ekonomi pada saat sebuah teknologi diadopsi. Tingginya status sosial ekonomi

konsumen, misal tingkat pendidikan, tingkat penghasilan, status perkawinan, kondisi pekerjaan, akan

sangat menunjang tingkat konsumsi terhadap sebuah produk (Reardon, 2007). Tingkat sosial ekonomi

yang lebih tinggi akan mendapatkan sumber daya lebih besar seperti tingkat penghasilan tinggi yang

Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana 502

Page 5: Strategi Perang Harga Dalam Pemasaran : Strategi Pintar ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5795/2/PROS_Antonius Suryo... · STRATEGI PERANG HARGA DALAM ... Perang harga dalam

3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014

akan dapat membeli produk dan jasa bernilai tinggi. Semakin tinggi tingkat pendidikan dan

pengetahuan yang dimiliki, akan memiliki banyak pilihan terhadap kemungkinan yang tersedia

(Donthu and Garcia, 1999). Tingkat sosial ekonomi dari konsumen sangat menentukan persepsi

konsumen terhadap segala aktivitas pemasaran yang dilakukan oleh merek perusahaan. Konsumen

dengan tingkat penghasilan relatif lebih rendah akan cenderung membeli produk dengan harga lebih

murah. Hal ini akan berdampak juga dalam pemilihan alternatif merek oleh konsumen sesuai dengan

tingkat penghasilan yang dimilikinya.

Sebuah merek produk yang dirasakan lebih baik oleh para konsumen, akan mendorong

mereka membeli produk dengan merek tersebut. Ini juga akan meningkatkan pangsa pasar dan

keuntungan besar bagi perusahaan (Mackay, 2001). Ekuitas merek, seperti yang dikemukakan oleh

Keller (2003) dan Aaker (2001), menyediakan fungsi strategis yang berguna dan membantu dalam

menentukan kegiatan pemasaran, dan sangat berguna untuk para tenaga pemasaran dalam memahami

secara sumber dari ekuitas merek, dan bagaimana kekuatan merekini dapat menghasilkan keuntungan

yang lebih bagi perusahaan. Memahami sumber dan basil dari ekuitas merek, menyediakan bahan

untuk menjalankan strategi pemasar an dan meningkatkan nilai dari merek.

Berdasarkan kenyataan di atas, penulis berkeyakinan untuk meneliti lebih jauh atas peran

sales promotion dalam membangun sebuah merek, khususnya pengaruh terhadap model CBBE yang

dikembangkan oleh Keller (2001). Keller (2001) mengembangkan model Consumer-Based Brand

Equity (CBBE). Premis dasar model tersebut adalah kekuatan sebuah merek tergantung terhadap apa

yang pelanggan telah pelajari, rasakan, lihat dan dengar tentang sebuah merek sepanjang waktu.

Dengan kata lain, kekuatan sebuah merek terletak dalam pikiran pelanggan. Tantangan bagi para

pemasar dalam membangun sebuah merek yang kuat adalah meyakinkan pelanggan bahwa mereka

telah mendapatkan pengalaman yang baik terhadap produk yang dipasarkan beserta program

pemasaran yang telah dilakukan perusahaan, meliputi bagaimana pemikiran, perasaan, citra,

kepercayaan, persepsi, dan opini pelanggan terhadap merek perusahaan. Dengan tingkat persaingan

yang sangat tajam di industri ini, maka hampir semua merek, demi mempertahankan eksistensinya,

selalu melakukan sales promotion dalam berbagai bentuk. Apakah dengan demikian merek mereka

menjadi lemah? Ternyata basil pengamatan penulis menunjukkan bahwa merek-merek yang aktif

melakukan sales promotion ini merupakan merek-merek produk yang diminati dan menjadi pilihan

utama

Merek adalah sebuah nama, tanda, simbol, rancangan ataupun kombinasi dari kesemuanya

yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi barang atau jasa di antara para penjual produk dan

membedakannya dengan para pesaing (Tuominen, 2009; Cleland, 2000; Aaker, 2001). Merek adalah

produk plus dan berhak meminta konsumen untuk memberikan pengorbanan ekstra (Dewi, 2009).

Dikatakan oleh Olins (2003) bahwa pada jaman dahulu merek hanya diperuntukkan bagi beberapa

produk rumah tangga sederhana seperti sabun, teh, sabun bubuk untuk mencuci, semir sepatu, dan

beberapa produk umum lain, yang selalu cepat habis digunakan dan dibeli ulang. Saat itu merek

hanyalah merupakan sebuah simbol konsistensi. Namun pada saat ini merek menjadi sesuatu yang

penting di dunia ini, tidak hanya mewakili citra tentang merek tersebut, namun juga mewakili citra

sebagai konsumen. Tanpa sebuah merek, sebuah produk hanya menjadi komoditas.

Dalam pemasaran pelanggan, merek seringkali menyediakan titik pembeda utama dengan

merek pesaing. Untuk itu sangatlah penting dalam manajemen merek harus didekati dengan cara-cara

strategik (Wood, 2000), sehingga disarankan juga agar manajemen merek harus lab stratejik dan

holistik demi kelangsungan hidup merek. Chernatony (2001) menegaskan pentingnya sebuah merek

Merek

Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana 503

3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014

akan dapat membeli produk dan jasa bernilai tinggi. Semakin tinggi tingkat pendidikan dan

pengetahuan yang dimiliki, akan memiliki banyak pilihan terhadap kemungkinan yang tersedia

(Donthu and Garcia, 1999). Tingkat sosial ekonomi dari konsumen sangat menentukan persepsi

konsumen terhadap segala aktivitas pemasaran yang dilakukan oleh merek perusahaan. Konsumen

dengan tingkat penghasilan relatif lebih rendah akan cenderung membeli produk dengan harga lebih

murah. Hal ini akan berdampak juga dalam pemilihan alternatif merek oleh konsumen sesuai dengan

tingkat penghasilan yang dimilikinya.

Sebuah merek produk yang dirasakan lebih baik oleh para konsumen, akan mendorong

mereka membeli produk dengan merek tersebut. Ini juga akan meningkatkan pangsa pasar dan

keuntungan besar bagi pemsahaan (Mackay, 2001). Ekuitas merek, seperti yang dikemukakan oleh

Keller (2003) dan Aaker (2001), menyediakan fungsi strategis yang berguna dan membantu dalam

menentukan kegiatan pemasaran, dan sangat berguna untuk para tenaga pemasaran dalam memahami

secara sumber dari ekuitas merek, dan bagaimana kekuatan merekini dapat menghasilkan keuntungan

yang lebih bagi perusahaan. Memahami sumber dan basil dari ekuitas merek, menyediakan bahan

untuk menjalankan strategi pemasaran dan meningkatkan nilai dari merek.

Berdasarkan kenyataan di atas, penulis berkeyakinan untuk meneliti lebih jauh atas peran

sales promotion dalam membangun sebuah merek, khususnya pengaruh terhadap model CBBE yang

dikembangkan oleh Keller (2001). Keller (2001) mengembangkan model Consumer-Based Brand

Equity (CBBE). Premis dasar model tersebut adalah kekuatan sebuah merek tergantung terhadap apa

yang pelanggan telah pelajari, rasakan, lihat dan dengar tentang sebuah merek sepanjang waktu.

Dengan kata lain, kekuatan sebuah merek terletak dalam pikiran pelanggan. Tantangan bagi para

pemasar dalam membangun sebuah merek yang kuat adalah meyakinkan pelanggan bahwa mereka

telah mendapatkan pengalaman yang baik terhadap produk yang dipasarkan beserta program

pemasaran yang telah dilakukan perusahaan, meliputi bagaimana pemikiran, perasaan, citra,

kepercayaan, persepsi, dan opini pelanggan terhadap merek perusahaan. Dengan tingkat persaingan

yang sangat tajam di industri ini, maka hampir semua merek, demi mempertahankan eksistensinya,

selalu melakukan sales promotion dalam berbagai bentuk. Apakah dengan demikian merek mereka

menjadi lemah? Temyata basil pengamatan penulis menunjukkan bahwa merek-merek yang aktif

melakukan sales promotion ini mempakan merek-merek produk yang diminati dan menjadi pilihan

utama

Merek adalah sebuah nama, tanda, simbol, rancangan ataupun kombinasi dari kesemuanya

yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi barang atau jasa di antara para penjual produk dan

membedakannya dengan para pesaing (Tuominen, 2009; Cleland, 2000; Aaker, 2001). Merek adalah

produk plus dan berhak meminta konsumen untuk memberikan pengorbanan ekstra (Dewi, 2009).

Dikatakan oleh Olins (2003) bahwa pada jaman dahulu merek hanya diperuntukkan bagi beberapa

produk rumah tangga sederhana seperti sabun, teh, sabun bubuk untuk mencuci, semir sepatu, dan

beberapa produk umum lain, yang selalu cepat habis digunakan dan dibeli ulang. Saat itu merek

hanyalah merupakan sebuah simbol konsistensi. Namun pada saat ini merek menjadi sesuatu yang

penting di dunia ini, tidak hanya mewakili citra tentang merek tersebut, namun juga mewakili citra

sebagai konsumen. Tanpa sebuah merek, sebuah produk hanya menjadi komoditas.

Dalam pemasaran pelanggan, merek seringkali menyediakan titik pembeda utama dengan

merek pesaing. Untuk itu sangatlah penting dalam manajemen merek harus didekati dengan cara-cara

strategik (Wood, 2000), sehingga disarankan juga agar manajemen merek haruslah stratejik dan

holistik demi kelangsungan hidup merek. Chernatony (2001) menegaskan pentingnya sebuah merek

Merek

Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana 503

Page 6: Strategi Perang Harga Dalam Pemasaran : Strategi Pintar ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5795/2/PROS_Antonius Suryo... · STRATEGI PERANG HARGA DALAM ... Perang harga dalam

3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014

dengan mengutip kata-kata John Stuart, yang merupakan mantan komisans dari grup perusahaan

Quaker Oats, bahwa " If this business were to be split up, I would be glad to take the brands,

trademarks and goodwill and you could have all the bricks and mortar and I would fare better than

you. "

Brand Equity

Dasar pemikiran brand equity adalah kekuatan sebuah merek yang tergantung terhadap

pemahaman konsumen dan apa yang mereka telah alami dan pelajari dari merektersebut (Keller,

2003). Konsep brand equity mulai secara luas digunakan oleh para praktisi pemasaran di tahun 1980

an, dan lebih dipopulerkan oleh Aaker (1996). la membagi Brand equity dalam empat dimensi

tradisional, yaitu persepsi kualitas, kesetiaan merek, kesadaran merek dan asosiasi merek.

Brand equity menjadi masalah penelitian penting dalam kurun waktu 20 tahun terakhir ini dan

dilanjutkan menjadi sebuah bagian texpenting dari divisi pemasaran khususnya untuk perusahaan-

perusahaan swasta (Smith, 2007). Dikatakan oleh Wood (2000) bahwa usaha untuk mendefinisikan

keterhubungan antara pelanggan dan merek lah yang menciptakan brand equity. Konsep brand equity

cukup lama diperdebatkan dalam berbagai literatur tentang akuntansi dan pemasaran, dan telah digarisbawahi akan pentingnya memiliki fokus jangka panjang dalam manajemen merek. Keberadaan

brand equity menjadi sesuatu yang penting dalam perancangan dan pengembangan sebuah perusahaan

dalam menghasilkan produk dan jasa, bahkan sebuah merek yang memiliki brand equity tinggi akan

menerima harga yang cukup tinggi saat perusahaan menyatakan dirinya bangkrut (Smith, 2007).

Tuominen (2009) mengatakan bahwa ada tiga alternatif cara untuk mendapatkan brand equity, yaitu

(1) membangun brand equity, (2) meminjam brand equity, dan (3) membeli brand equity. Brand

equity dapat menciptakan keuntungan dan manfaat bagi perusahaan, perdagangan dan bagi konsumen.

Consumer-Based Brand Equity (CBBE)

Keller (1993) mendefinisikan consumer-based brand equity (CBBE)sebagai efek berbeda

dari pemahaman konsumen atas sebuah merek sebagai akibat dari aktivitas pemasaran sebuah merek.

Sebagai salah satu cara menguji brand equity dari perspektif konsumen dan mendasarkan pada

pengetahuan konsumen, maka diperlukan keakraban dan asosiasi terhadap sebuah merek. Perspektif

lain terhadap brand equity berasal dari titik pandang organisasi pemasaran dan berfokus pada nilai

kekayaan dari sebuah merek dalam sebuah pasar.

Membangun sebuah merek menjadi sebuah prioritas pemasaran untuk banyak organisasi

(Hoeffler, 2002 ; Keller, 2001 ; Rao, 2004 ; Aaker, 2001). Consumer-basedbrand equity dan brand

equity menjadi dua hal paling penting untuk para peneliti dan praktisi pemasaran (Leone, 2006).

Semakin jelas terlihat bahwa fokus utama penelitian tentang consumer-based brand equity dan brand

equity akan berakhir pada konsumen, untuk itu dibutuhkan penelitian demi memahami perspektif dari

konsumen.

Menurut Zacharias (2009) apabila sebuah merek memiliki ekuitas yang kuat dengan

konsumen, maka akan dihasilkan sesuatu yang lebih premium dibandingkan dengan merek yang lebih

lemah ekuitasnya. Di samping itu akan memperoleh pangsa pasar yang lebih tinggi, akan bertambah

elastis terhadap periklanan dan promosi, akan mempermudah mencapai penetrasi pasar yang lebih

besar serta menghasilkan pengembangan lini produk yang lebih efisien. Wood (2000) mengatakan

bahwa merek yang berorientasi konsumen dapat didefinisikan sebagai sebuah kumpulan janji dari

berbagai atribut yang membuat seseorang membeli dan merasakan kepuasan, akan membentuk merek

mungkin menjadi nyata atau tidak nyata, rasional atau emosional, nampak atau tidak nampak.

Menurut Keller (2001), dasar utama model customer-based brand equity (CBBE) adalah kekuatan

Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana 504

3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014

dengan mengutip kata-kata John Stuart, yang merupakan mantan komisaris dari grup perusahaan

Quaker Oats, bahwa " If this business were to be split up, I would be glad to take the brands,

trademarks and goodwill and you could have all the bricks and mortar and I would fare better than

you

Brand Equity

Dasar pemikiran brand equity adalah kekuatan sebuah merek yang tergantung terhadap

pemahaman konsumen dan apa yang mereka telah alami dan pelajari dari merektersebut (Keller,

2003). Konsep brand equity mulai secara luas digunakan oleh para praktisi pemasaran di tahun 1980

an, dan lebih dipopulerkan oleh Aaker (1996). la membagi Brand equity dalam empat dimensi

tradisional, yaitu persepsi kualitas, kesetiaan merek, kesadaran merek dan asosiasi merek.

Brand equity menjadi masalah penelitian penting dalam kurun waktu 20 tahun terakhir ini dan

dilanjutkan menjadi sebuah bagian terpenting dari divisi pemasaran khususnya untuk perusahaan-

perusahaan swasta (Smith, 2007). Dikatakan oleh Wood (2000) bahwa usaha untuk mendefinisikan

keterhubungan antara pelanggan dan merek lab yang menciptakan brand equity. Konsep brand equity

cukup lama diperdebatkan dalam berbagai literatur tentang akuntansi dan pemasaran, dan telah

digarisbawahi akan pentingnya memiliki fokus jangka panjang dalam manajemen merek. Keberadaan

brand equity menjadi sesuatu yang penting dalam perancangan dan pengembangan sebuah perusahaan

dalam menghasilkan produk dan jasa, bahkan sebuah merek yang memiliki brand equity tinggi akan

menerima harga yang cukup tinggi saat perusahaan menyatakan dirinya bangkrut (Smith, 2007).

Tuominen (2009) mengatakan bahwa ada tiga alternatif cara untuk mendapatkan brand equity, yaitu

(1) membangun brand equity, (2) meminjam brand equity, dan (3) membeli brand equity. Brand

equity dapat menciptakan keuntungan dan manfaat bagi perusahaan, perdagangan dan bagi konsumen.

Consumer-Based Brand Equity (CBBE)

Keller (1993) mendefinisikan consumer-based brand equity (CBBE)sebagai efek berbeda

dari pemahaman konsumen atas sebuah merek sebagai akibat dari aktivitas pemasaran sebuah merek.

Sebagai salah satu cara menguji brand equity dari perspektif konsumen dan mendasarkan pada

pengetahuan konsumen, maka diperlukan keakraban dan asosiasi terhadap sebuah merek. Perspektif

lain terhadap brand equity berasal dari titik pandang organisasi pemasaran dan berfokus pada nilai

kekayaan dari sebuah merek dalam sebuah pasar.

Membangun sebuah merek menjadi sebuah prioritas pemasaran untuk banyak organisasi

(Hoeffler, 2002 ; Keller, 2001 ; Rao, 2004 ; Aaker, 2001). Consumer-basedbrand equity dan brand

equity menjadi dua hal paling penting untuk para peneliti dan praktisi pemasaran (Leone, 2006).

Semakin jelas terlihat bahwa fokus utama penelitian tentang consumer-based brand equity dan brand

equity akan berakhir pada konsumen, untuk itu dibutuhkan penelitian demi memahami perspektif dari

konsumen.

Menurut Zacharias (2009) apabila sebuah merek memiliki ekuitas yang kuat dengan

konsumen, maka akan dihasilkan sesuatu yang lebih premium dibandingkan dengan merek yang lebih

lemah ekuitasnya. Di samping itu akan memperoleh pangsa pasar yang lebih tinggi, akan bertambah

elastis terhadap periklanan dan promosi, akan mempermudah mencapai penetrasi pasar yang lebih

besar serta menghasilkan pengembangan lini produk yang lebih efisien. Wood (2000) mengatakan

bahwa merek yang berorientasi konsumen dapat didefinisikan sebagai sebuah kumpulan janji dari

berbagai atribut yang membuat seseorang membeli dan merasakan kepuasan, akan membentuk merek

mungkin menjadi nyata atau tidak nyata, rasional atau emosional, nampak atau tidak nampak.

Menurut Keller (2001), dasar utama model customer-based brand equity (CBBE) adalah kekuatan

Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana 504

Page 7: Strategi Perang Harga Dalam Pemasaran : Strategi Pintar ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5795/2/PROS_Antonius Suryo... · STRATEGI PERANG HARGA DALAM ... Perang harga dalam

3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014

sebuah merek teiietak pada apa yang telah konsumen pelajari, rasakan, lihat, dan dengar tentang

sebuah merek. Masih menurut Keller (2008), untuk mencapai empat langkah ini harus melibatkan

enam bangunan merek, yaitu :

Brand salience

Brand salience, berhubungan dengan aspek kesadarandari pelanggan terhadap sebuah merek.

Brand Salience adalah tingkatan di mana sebuah merek dipikirkan dan diperhatikan pada saat seorang

pelanggan dalam sebuah situasi beli (Daye, 2010). Dikatakan oleh Lans (2008) bahwa brand salience

mewakili sebuah visualisasi merek dari para pesaingnya, dan merupakan titik penting sebuah

pembelian oleh konsumen berdasarkan persepsi fitur produk dan memberikan pengaruh penting dalam

pencarian kinerja sebuah merek produk.

Bagaimana mudah dan seringnya sebuah merek bangkit dalam situasi atau berbagai keadaan?

Seberapa tinggi merek tersebut dalam ingatan utama pelanggan dan mudahnya diingat dan dikenali?

Seberapa kuatkah kesadaran merek? Salience membentuk fondasi bangunan dalam pengembangan

brand equity dan memberikan tiga fungsi utama. Pertama, salience mempengaruhi formasi dan

kekuatan asosiasi merek yang menciptakan citra merek dan arti merek. Kedua, pembentukan suatu

brand salience tingkat tinggi dalam kategori identifikasi dan pemuasan kebutuhan adalah sesuatu

yang sangat penting pada saat ada kesempatan pembelian dan konsumsi. Brand salience juga penting

pada saat konsumsi memerlukan optimalisasi potensi pemakaian. Ketiga, pada saat pelanggan berada

pada titik rendah terhadap kategori sebuah produk, mungkin mereka hanya mendasarkan pilihan pada

brand salience saja.

Sales Promotion

Sales promotion menyangkut berbagai macam insentif dan tehnik yang ditujukan langsung

terhadap konsumen rumah tangga dan konsumen industri dengan tujuan untuk mendapatkan segera

pengaruh penjualan dalam jangka pendek. Menurut Low (2000) sales promotion melalui pemberian

insentif dan ketertarikan menciptakan aktivitas berupa pemasaran jangka pendek ketimbang melalui

iklan, penjualan personal, publisitas dan pemasaran langsung. Lebih lanjut didapatkan fakta

mengejutkan bahwa para manajer merek saat ini lebih banyak mengalokasikan anggaran

pemasarannya untuk salespromotion dari pada aktivitas periklanan lainnya, sehingga makin banyak

masalah timbul dari strategi ini (Nijs, 2001; Zacharias, 2009).

Sales promotion yang ditujukan untuk membangun merek akan berbentuk beda dengan hanya

sekedar sales promotion yang hanya berorientasi pada transaksi penjualan. Dalam sales promotion

jenis ini, nilai promosi yang ditawarkan bergantung pada jumlah pembelian tertentu dalam rentang

waktu tertentu. Jadi promosi ini akan menyebabkan pembelian ulang dari konsumen yang sama.

Apabila sales promotion ini berhasil, maka didapatkan karakteristik promosi yang membangun

sebuah merek. Program promosi seperti ini tidak dapat dirasakan hasilnya seketika, namun

memerlukan jangka waktu tertentu. Kesetiaan merek tidak dapat dibangun dalam waktu singkat,

memerlukan waktu cukup untuk dapat mencapainya. Sales promotion berorientasi membangun

sebuah merek tidak terlalu berorientasi pada harga, karena tujuannya adalah mengembangkan ikatan

antara konsumen dan merek. Menurut Youjae (2003) program promosi seperti program kesetiaan

secara jelas mengindikasikan membangun sebuah merek. Masih banyak program non-harga dalam

sales promotion yang dapat membangun sebuah merek.

Promosi harga

Promosi harga menyangkut berbagai macam insentif dan tehnik promosi yang ditujukan

langsung terhadap konsumen dengan tujuan untuk mendapatkan segera pengaruh penjualan dalam

Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana 505

3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014

sebuah merek terletak pada apa yang telah konsumen pelajari, rasakan, lihat, dan dengar tentang

sebuah merek. Masih menurut Keller (2008), untuk mencapai empat langkah ini harus melibatkan

enam bangunan merek, yaitu :

Brand salience

Brand salience, berhubungan dengan aspek kesadarandari pelanggan terhadap sebuah merek.

Brand Salience adalah tingkatan di mana sebuah merek dipikirkan dan diperhatikan pada saat seorang

pelanggan dalam sebuah situasi beli (Daye, 2010). Dikatakan oleh Lans (2008) bahwa brand salience

mewakili sebuah visualisasi merek dari para pesaingnya, dan merupakan titik penting sebuah

pembelian oleh konsumen berdasarkan persepsi fitur produk dan memberikan pengaruh penting dalam

penearian kinerja sebuah merek produk.

Bagaimana mudah dan seringnya sebuah merek bangkit dalam situasi atau berbagai keadaan?

Seberapa tinggi merek tersebut dalam ingatan utama pelanggan dan mudahnya diingat dan dikenali?

Seberapa kuatkah kesadaran merek? Salience membentuk fondasi bangunan dalam pengembangan

brand equity dan memberikan tiga fungsi utama. Pertama, salience mempengaruhi formasi dan

kekuatan asosiasi merek yang meneiptakan citra merek dan arti merek. Kedua, pembentukan suatu

brand salience tingkat tinggi dalam kategori identifrkasi dan pemuasan kebutuhan adalah sesuatu

yang sangat penting pada saat ada kesempatan pembelian dan konsumsi. Brand salience juga penting

pada saat konsumsi memerlukan optimalisasi potensi pemakaian. Ketiga, pada saat pelanggan berada

pada titik rendah terhadap kategori sebuah produk, mungkin mereka hanya mendasarkan pilihan pada

brand salience saja.

Sales Promotion

Sales promotion menyangkut berbagai maeam insentif dan tehnik yang ditujukan langsung

terhadap konsumen rumah tangga dan konsumen industri dengan tujuan untuk mendapatkan segera

pengaruh penjualan dalam jangka pendek. Menurut Low (2000) sales promotion melalui pemberian

insentif dan ketertarikan meneiptakan aktivitas berupa pemasaran jangka pendek ketimbang melalui

iklan, penjualan personal, publisitas dan pemasaran langsung. Lebih lanjut didapatkan fakta

mengejutkan bahwa para manajer merek saat ini lebih banyak mengalokasikan anggaran

pemasarannya untuk salespromotion daripada aktivitas periklanan lainnya, sehingga makin banyak

masalah timbul dari strategi ini (Nijs, 2001; Zaeharias, 2009).

Sales promotion yang ditujukan untuk membangun merek akan berbentuk beda dengan hanya

sekedar sales promotion yang hanya berorientasi pada transaksi penjualan. Dalam sales promotion

jenis ini, nilai promosi yang ditawarkan bergantung pada jumlah pembelian tertentu dalam rentang

waktu tertentu. Jadi promosi ini akan menyebabkan pembelian ulang dari konsumen yang sama.

Apabila sales promotion ini berhasil, maka didapatkan karakteristik promosi yang membangun

sebuah merek. Program promosi seperti ini tidak dapat dirasakan hasilnya seketika, namun

memerlukan jangka waktu tertentu. Kesetiaan merek tidak dapat dibangun dalam waktu singkat,

memerlukan waktu cukup untuk dapat meneapainya. Sales promotion berorientasi membangun

sebuah merek tidak terlalu berorientasi pada harga, karena tujuannya adalah mengembangkan ikatan

antara konsumen dan merek. Menurut Youjae (2003) program promosi seperti program kesetiaan

seeara jelas mengindikasikan membangun sebuah merek. Masih banyak program non-harga dalam

sales promotion yang dapat membangun sebuah merek.

Promosi harga

Promosi harga menyangkut berbagai maeam insentif dan tehnik promosi yang ditujukan

langsung terhadap konsumen dengan tujuan untuk mendapatkan segera pengaruh penjualan dalam

Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana 505

Page 8: Strategi Perang Harga Dalam Pemasaran : Strategi Pintar ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5795/2/PROS_Antonius Suryo... · STRATEGI PERANG HARGA DALAM ... Perang harga dalam

3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014

jangka pendek (Raghubir, 1999). Menurut Low (2000) price promotion melalui pemberian insentif

dan ketertarikan menciptakan aktivitas yang lebih berupa pemasaran jangka pendek. Sebuah promosi

harga secara teori dapat dijadikan informasi tentang kualitas merek pada saat tampak menonjol karena

menyimpang dari perilaku yang lama ataupun norma dalam industri (Raghubir, 1999). Dengan

perilaku promosi yang lama, keistimewaan pada terbiasanya berpromosi di industri, dan keahlian

konsumen adalah variabel yang sangat penting dalam menjembatani pada saat promosi harga

memiliki pengaruh yang tidak disukai dalam pembentukan nilai merek.

Sales promotion, khususnya promosi harga, misalnya pengurangan harga jangka pendek

berupa penjualan khusus, kupon penjualan, kupon paket, potongan harga, diyakini akan mengikis

brand equity. Dikatakan oleh Aaker (1996) bahwa promosi harga bukan cara yang baik dalam

membangun merek karena hal tersebut mudah ditiru, dibalas oleh merek lain, dan hanya

meningkatkan kinerja jangka pendek dengan peningkatan penjualan. Dalam jangka panjang, promosi

harga akan menyebabkan konsumen mempunyai persepsi buruk tentang kualitas produk. Konsumen

akan juga kesulitan mendapatkan harga pembelian yang benar, berdampak negatif terhadap persepsi

kualitas, yang pada akhirnya melemahkan brand equity. Juga kampanye promosi harga tidak dapat

membangun asosiasi merek, yang dapat dicapai dengan baik oleh usaha lain seperti periklanan dan

manajemen penjualan (Aaker, 2001). Dikatakan lebih lanjut bahwa promosi harga sulit menciptakan

kesetiaan-merek, karena biasanya tidak terjadi pembelian ulang setelah dilakukan akti vitas tersebut.

Promosi non harga(Promosi premium)

Dikatakanoleh Temporal (2002) perusahaan besar dalam usaha meningkatkan jumlah

pelanggan dengan menarik pelanggan dari merek lain, termasuk juga berusaha agar pelanggan

meningkatkan pengeluaran individu, dan mempercepat keputusan pembelian, mereka berusaha

menghindari type potongan harga dan lebih berfokus pada tipe tambahan nilai produk. Promosi

premium merupakan salah satu bentuk sales promotion yang tidak berdampak langsung terhadap

penurunan harga produk. Menurut DAstous (2003) walaupun promosi premium secara umum

memiliki pengaruh positif pada apresiasi konsumen atas penawaran promosi, namun apabila sebuah

promosi hanya memberikan premium yang tidak menarik, maka tidak akan meningkatkan nilai positif

terhadap merek. Sales promotion termasuk sebuah premium yang tidak memberikan kategori produk

yang bagus, justru akan dipersepsikan sebagai sebuah manipulasi.

Periklanan (Advertising)

Periklanan adalah penunjuk penting kualitas sebuah merek. Perusahaan yang mau dan mampu

mengeluarkan biaya periklanan besar menunjukkan bahwa perusahaan tersebut berinvestasi di sebuah

merekyang menyiratkan merek berkualitas superior (Kirmani and Wright, 1986). Aaker dan Jacobson

(1994) menemukan juga pengaruh yang positif antara periklanan dan persepsi kualitas. Pengeluaran

periklanan yang berhubungan positif dengan persepsi kualitas akan menyebabkan meningkatnya

brand equity. Periklanan memainkan juga peran penting dalam peningkatan kesadaran merek dan

penguatan asosiasi-merek. Jadi biaya periklanan yang besar akan berpengaruh positif dengan

kesadaran-merek dan asosiasi-merek, yang pada akhirnya memperkuat juga brand equity. Dikatakan

oleh Malinowska-Olszowy, (2005) bahwa periklanan merupakan instrumen lain dari program

pemasaran yang berusaha membangun citra sebuah merek. Kampanye iklan terbaik pun tidak akan

menyelamatkan sebuah merek apabila opini konsumen negatif dan pengalaman mencoba produk dari

konsumen penuh ketidakpuasan.

Banyak peneliti menyarankan agar melakukan lebih banyak aktivitas periklanan (advertising)

dalam membangun merek produk (Low, 2000; Aaker, 2001; Ali, 2008; Cleland, 2000; Gedenk, 1999;

Jedidi, 1999; Walker, 2002). Melakukan aktivitas periklanan berbeda dengan aktivitas sales

Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana 506

3rd Economics & Business Hesearoh Festival 13 November 2014

jangka pendek (Raghubir, 1999). Menurut Low (2000) price promotion melalui pemberian insentif

dan ketertarikan menciptakan aktivitas yang lebih berupa pemasaran jangka pendek. Sebuah promosi

harga secara teori dapat dijadikan informasi tentang kualitas merek pada saat tampak menonjol karena

menyimpang dari perilaku yang lama ataupun norma dalam industri (Raghubir, 1999). Dengan

perilaku promosi yang lama, keistimewaan pada terbiasanya berpromosi di industri, dan keahlian

konsumen adalah variabel yang sangat penting dalam menjembatani pada saat promosi harga

memiliki pengaruh yang tidak disukai dalam pembentukan nilai merek.

Sales promotion, khususnya promosi harga, misalnya pengurangan harga jangka pendek

berupa penjualan khusus, kupon penjualan, kupon paket, potongan harga, diyakini akan mengikis

brand equity. Dikatakan oleh Aaker (1996) bahwa promosi harga bukan cara yang baik dalam

membangun merek karena hal tersebut mudah ditiru, dibalas oleh merek lain, dan hanya

meningkatkan kinerja jangka pendek dengan peningkatan penjualan. Dalam jangka panjang, promosi

harga akan menyebabkan konsumen mempunyai persepsi buruk tentang kualitas produk. Konsumen

akan juga kesulitan mendapatkan harga pembelian yang benar, berdampak negatif terhadap persepsi

kualitas, yang pada akhimya melemahkan brand equity. Juga kampanye promosi harga tidak dapat

membangun asosiasi merek, yang dapat dicapai dengan baik oleh usaha lain seperti periklanan dan

manajemen penjualan (Aaker, 2001). Dikatakan lebih lanjut bahwa promosi harga sulit menciptakan

kesetiaan-merek, karena biasanya tidak terjadi pembelian ulang setelah dilakukan aktivitas tersebut.

Promosi non harga(Promosi premium)

Dikatakanoleh Temporal (2002) perusahaan besar dalam usaha meningkatkan jumlah

pelanggan dengan menarik pelanggan dari merek lain, termasuk juga berusaha agar pelanggan

meningkatkan pengeluaran individu, dan mempercepat keputusan pembelian, mereka berusaha

menghindari type potongan harga dan lebih berfokus pada tipe tambahan nilai produk. Promosi

premium merupakan salah satu bentuk sales promotion yang tidak berdampak langsung terhadap

penurunan harga produk. Menurut DAstous (2003) walaupun promosi premium secara umum

memiliki pengaruh positif pada apresiasi konsumen atas penawaran promosi, namun apabila sebuah

promosi hanya memberikan premium yang tidak menarik, maka tidak akan meningkatkan nilai positif

terhadap merek. Sales promotion termasuk sebuah premium yang tidak memberikan kategori produk

yang bagus, justru akan dipersepsikan sebagai sebuah manipulasi.

Periklanan (Advertising)

Periklanan adalah penunjuk penting kualitas sebuah merek. Perusahaan yang mau dan mampu

mengeluarkan biaya periklanan besar menunjukkan bahwa perusahaan tersebut berinvestasi di sebuah

merekyang menyiratkan merek berkualitas superior (Kirmani and Wright, 1986). Aaker dan Jacobson

(1994) menemukan juga pengaruh yang positif antara periklanan dan persepsi kualitas. Pengeluaran

periklanan yang berhubungan positif dengan persepsi kualitas akan menyebabkan meningkatnya

brand equity. Periklanan memainkan juga peran penting dalam peningkatan kesadaran merek dan

penguatan asosiasi-merek. Jadi biaya periklanan yang besar akan berpengaruh positif dengan

kesadaran-merek dan asosiasi-merek, yang pada akhirnya memperkuat juga brand equity. Dikatakan

oleh Malinowska-Olszowy, (2005) bahwa periklanan merupakan instrumen lain dari program

pemasaran yang berusaha membangun citra sebuah merek. Kampanye iklan terbaik pun tidak akan

menyelamatkan sebuah merek apabila opini konsumen negatif dan pengalaman mencoba produk dari

konsumen penuh ketidakpuasan.

Banyak peneliti menyarankan agar melakukan lebih banyak aktivitas periklanan (advertising)

dalam membangun merek produk (Low, 2000; Aaker, 2001; Ali, 2008; Cleland, 2000; Gedenk, 1999;

Jedidi, 199b; Walker, 2002). Melakukan aktivitas periklanan berbeda dengan aktivitas sales

Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana 506

Page 9: Strategi Perang Harga Dalam Pemasaran : Strategi Pintar ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5795/2/PROS_Antonius Suryo... · STRATEGI PERANG HARGA DALAM ... Perang harga dalam

3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014

promotion (Low, 2000). Aktivitas penklanan menggunakan berbagai cara untuk memengaruhi

konsumen dengan menawarkan alasan-alasan untuk membeli produk, seperti jaringan kerja yang

bagus, janji-janji dan pengiriman tepat waktu. Cara-cara yang dilakukan mengutamakan faktor alami

dari emosional ataupun fungsional, seperti mengiklankan kalimat "di mana pun anda berada, jaringan

kerja kami selalu mengikuti anda." Kerangka waktu periklanan adalah jangka panjang. Tujuan

utamanya adalah membangun citra tentang merek (brand image) . Namun langsung maupun tidak

langsung tujuan periklanan adalah membujuk pelanggan untuk membeli produk yang ditawarkan.

Reputasi perusahaan (Corporate Reputation)

Ditegaskan oleh Alessandri (2006) bahwa reputasi perusahaan dan strategi bisnis berperan

penting dalam hubungan antara strategi merek (branding strategy) dan kinerja keuangan perusahaan.

Lebih lanjut perusahaan yang memiliki reputasi bagus akan dapat menikmati konsistensi merek dalam

jangka waktu lama. Menurut Dowling (2001) tantangan untuk membangun sebuah reputasi yang

hebat, sehingga dapat menjadi sebuah perusahaan yang memiliki merek super (corporate superbrand)

harus dimulai dari pimpinan puncak perusahaan. Pimpinan puncak perusahaan membentuk sebuah

visi dan strategi, dan menjadikannya budaya dalam keseluruhan organisasi. Hal ini memerlukan

kepemimpinan dan arahan kepada para karyawan untuk menciptakan sebuah organisasi yang berarti

dan otentik untuk seluruh pemangku kepentingan. Membangun reputasi perusahaan memerlukan

komitmen jangka panjang. Reputasi merupakan kekayaan yang sangat tidak ternilai dan merupakan

faktor penting dalam membangun sebuah merek yang kuat.

Dikemukakan oleh Martin (2007) bahwa pada saat ini organisasi harus mampu

menyeimbangkan integrasi antara jatidiri perusahaan yang kuat (strong identity) dan citraperusahaan

(corporate image) yang kuat. Reputasi manajemen dan pembentukan merek perusahaan menjadi

strategi yang sangat penting untuk perusahaan berskala multinasional ketimbang perusahaan berskala

domestik. Banyak perusahaan besar yang kehilangan kemampuan untuk mengembangkan produk

yang dapat menyediakan nilai persepsi bagi pelanggan. Sebuah reputasi yang buruk akan menurunkan

nilai produk.

Negara asal (Country of Origin /COO)

Dikatakan olehChattalas (2008) bahwa tempat di dunia di mana sebuah produk diproduksi

disebut sebagai " Cou ntvy-of-Or/g/zi of the product' (COOP). Saat ini kebanyakan produk yang dijual

di pasar tanah air selalu diberi label " buatan negara../ (made in countryname). Dalam bab 4

petjanjian NAFTA dibuat spesifikasi bagaimana sebuah negara membuat 'buatan ' (made in) untuk

produk dengan komponen yang berasal dari banyak negara. Juga ditentukan produk dengan merek

yang sama mungkin mempunyai COOP yang sama ataupun berbeda. Sebagai contoh, televisi merek

Toshiba dirakit di Mexico, namun suku cadangnya berasal dari negara Jepang, Mexico dan Amerika.

Pada saat yang sama, nama merek Toshiba identik dengan nama berasal dari Jepang. Negara asal

merek / Country-of-the-Brand (COOB) adalah negara di mana kantor pusat perusahaan memiliki

nama merek tersebut berada.

Schooler (1965) memublikasikan penelitian pertama tentang pentingnya peranan COOP.

Banyak penelitian setelah itu namun secara umum menyimpulkan bahwa pengaruh COOP dapat

memainkan peran penting dalam pilihan konsumen terhadap sebuah merek produk. Menurut

penelitian yang dilakukan Liefeld (2002) bahwa berdasar apa yang dikatakan oleh responden tentang

kepercayaan, persepsi dan sikap tentang kualitas atau nilai sebuah produk tentang konsumen dari

berbagai negara, maka selalu disentakan COOP sebagai salah satu variabel pilihan konsumen yang

penting sehingga seharusnya para pemasar memperhitungkannya.

Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana 507

3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014

promotion (Low, 2000). Aktivitas periklanan menggunakan berbagai cara untuk memengaruhi

konsumen dengan menawarkan alasan-alasan untuk membeli produk, seperti jaringan kerja yang

bagus, janji-janji dan pengiriman tepat waktu. Cara-cara yang dilakukan mengutamakan faktor alami

dari emosional ataupun fungsional, seperti mengiklankan kalimat "di mana pun anda berada, jaringan

kerja kami selalu mengikuti anda." Kerangka waktu periklanan adalah jangka panjang. Tujuan

utamanya adalah membangun citra tentang merek (brand image) . Namun langsung maupun tidak

langsung tujuan periklanan adalah membujuk pelanggan untuk membeli produk yang ditawarkan.

Reputasi perusahaan (Corporate Reputation)

Ditegaskan oleh Alessandri (2006) bahwa reputasi perusahaan dan strategi bisnis berperan

penting dalam hubungan antara strategi merek (branding strategy) dan kinerja keuangan perusahaan.

Lebih lanjut perusahaan yang memiliki reputasi bagus akan dapat menikmati konsistensi merek dalam

jangka waktu lama. Menurut Dowling (2001) tantangan untuk membangun sebuah reputasi yang

hebat, sehingga dapat menjadi sebuah perusahaan yang memiliki merek super (corporate superbrand)

harus dimulai dari pimpinan puncak perusahaan. Pimpinan puncak perusahaan membentuk sebuah

visi dan strategi, dan menjadikannya budaya dalam keseluruhan organisasi. Hal ini memerlukan

kepemimpinan dan arahan kepada para karyawan untuk menciptakan sebuah organisasi yang berarti

dan otentik untuk seluruh pemangku kepentingan. Membangun reputasi perusahaan memerlukan

komitmen jangka panjang. Reputasi merupakan kekayaan yang sangat tidak temilai dan merupakan

faktor penting dalam membangun sebuah merek yang kuat.

Dikemukakan oleh Martin (2007) bahwa pada saat ini organisasi harus mampu

menyeimbangkan integrasi antara jatidiri perusahaan yang kuat (strong identity) dan citraperusahaan

(corporate image) yang kuat. Reputasi manajemen dan pembentukan merek perusahaan menjadi

strategi yang sangat penting untuk perusahaan berskala multinasional ketimbang perusahaan berskala

domestik. Banyak perusahaan besar yang kehilangan kemampuan untuk mengembangkan produk

yang dapat menyediakan nilai persepsi bagi pelanggan. Sebuah reputasi yang buruk akan menurunkan

nilai produk.

Negara asal (Country of Origin /COO)

Dikatakan olehChattalas (2008) bahwa tempat di dunia di mana sebuah produk diproduksi

disebut sebagai Country-of-Or/gm of the product' (COOP). Saat ini kebanyakan produk yang dijual

di pasar tanah air selalu diberi label ' buatan negara...' (made in countryname). Dalam bab 4

peijanjian NAFTA dibuat spesifikasi bagaimana sebuah negara membuat 'buatan ...' (made in) untuk

produk dengan komponen yang berasal dari banyak negara. Juga ditentukan produk dengan merek

yang sama mungkin mempunyai COOP yang sama ataupun berbeda. Sebagai contoh, televisi merek

Toshiba dirakit di Mexico, namun suku cadangnya berasal dari negara Jepang, Mexico dan Amerika.

Pada saat yang sama, nama merek Toshiba identik dengan nama berasal dari Jepang. Negara asal

merek / Country-of-the-Brand (COOB) adalah negara di mana kantor pusat perusahaan memiliki

nama merek tersebut berada.

Schooler (1965) memublikasikan penelitian pertama tentang pentingnya peranan COOP.

Banyak penelitian setelah itu namun secara umum menyimpulkan bahwa pengaruh COOP dapat

memainkan peran penting dalam pilihan konsumen terhadap sebuah merek produk. Menurut

penelitian yang dilakukan Liefeld (2002) bahwa berdasar apa yang dikatakan oleh responden tentang

kepercayaan, persepsi dan sikap tentang kualitas atau nilai sebuah produk tentang konsumen dari

berbagai negara, maka selalu disentakan COOP sebagai salah satu variabel pilihan konsumen yang

penting sehingga seharusnya para pemasar memperhitungkannya.

Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana 507

Page 10: Strategi Perang Harga Dalam Pemasaran : Strategi Pintar ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5795/2/PROS_Antonius Suryo... · STRATEGI PERANG HARGA DALAM ... Perang harga dalam

3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014

Karakteristik status sosial ekonomi (socioeconomic status characteristic)

Penelitian menunjukkan bahwa tingginya status sosial ekonomi konsumen, misal tingkat

pendidikan, tingkat penghasilan, status perkawinan, kondisi pekerjaan, akan sangat menunjang tingkat

konsumsi sebuah produk (Reardon, 2007). Menurutnya secara logika bahwa dengan tingkat sosial

ekonomi yang lebih tinggi akan didapatkan: (1) sumber daya lebih besar seperti tingkat penghasilan

yang tinggi akan dapat membeli produk bernilai tinggi (Donthu and Garcia, 1999); (2) Sumber daya

yang lebih keeil seperti waktu yang terbatas, akan membeli lewat gerai yang lebih nyaman untuk

membeli (Darian, 1987); (3) Semakin tinggi tingkat pendidikan dan pengetahuan yang dimiliki, akan

memiliki banyak pilihan terhadap yang tersedia (Donthu and Garcia, 1999).

Seperti yang diindikasikan oleh Darian (1987) dan Donthu dan Garcia (1999) bahwa tingkat

penghasilan yang semakin tinggi dari konsumen, cenderung mengecilkan nilai risiko keuangan dalam

situasi beli produk. Dikatakan oleh Chattalas (2008) bahwa dalam situasi di mana konsumen

mempunyai sikap etnis (ethnocentric) yang tinggi, akan berpengaruh pada pemilihan produk, tujuan

pembelian dan kemauan untuk membeli produk asing. Menurut Lief eld (2002), yang melakukan

penelitian konsumen di Amerika Utara, bahwa karakteristik dari pembeli (characteristicof purchaser)

seperti umur, jender, pendidikan, negara kelahiran, berpengaruh kuat dalam keputusan beli sebuah

merek produk.

Kaitan Antar Konsep

PLKaitan antara aktivitas promosi harga dengan brand salience.

P2:Kaitan antara aktivitas promosi premium dengan brand salience.

P3:Kaitan antara aktivitas periklanan terhadap brandsalience.

P4:Persepsi konsumen terhadap negara asal memoderasi kaitan aktivitas promosi harga dan brand

salience.

P5:Persepsi konsumen terhadap reputasi perusahaan memoderasi kaitan aktivitas promosi harga dan

brand salience.

P6:Karakteristik status sosial ekonomi konsumen memoderasi kaitan aktivitas promosi harga dan

brand salience.

P7:Persepsi konsumen terhadap negara asal memoderasi aktivitas promosi premium dan semakin

positifnya brand salience.

P8:Persepsi konsumen terhadap reputasi perusahaan memoderasi kaitan aktivitas promosi premium

dan semakin positifnya brand salience.

P9:Karakteristik status sosial ekonomi konsumen memoderasi kaitan antara aktivitas promosi

premium dan brand salience.

P10:Persepsi konsumen terhadap negara asal memoderasi kaitan aktivitas periklanan dan brand

salience.

PILPersepsi konsumen terhadap reputasi perusahaan memoderasi kaitan antara aktivitas periklanan

dan brand salience.

P12:Karakteristik status sosial ekonomi konsumen memoderasi kaitan antara aktivitas periklanan dan

brand salience.

2.10. Model Konseptual

Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana 508

3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014

Karakteristik status sosial ekonomi (socioeconomic status characteristic)

Penelitian menunjukkan bahwa tingginya status sosial ekonomi konsumen, misal tingkat

pendidikan, tingkat penghasilan, status perkawinan, kondisi pekerjaan, akan sangat menunjang tingkat

konsumsi sebuah produk (Reardon, 2007). Mcnurutnya secara logika bahwa dengan tingkat sosial

ekonomi yang lebih tinggi akan didapatkan: (1) sumber daya lebih besar seperti tingkat penghasilan

yang tinggi akan dapat membeli produk bernilai tinggi (Donthu and Garcia, 1999); (2) Sumber daya

yang lebih kecil seperti waktu yang terbatas, akan membeli lewat gerai yang lebih nyaman untuk

membeli (Darian, 1987); (3) Semakin tinggi tingkat pendidikan dan pengetahuan yang dimiliki, akan

memiliki banyak pilihan terhadap yang tersedia (Donthu and Garcia, 1999).

Seperti yang diindikasikan oleh Darian (1987) dan Donthu dan Garcia (1999) bahwa tingkat

penghasilan yang semakin tinggi dari konsumen, cenderung mengecilkan nilai risiko keuangan dalam

situasi beli produk. Dikatakan oleh Chattalas (2008) bahwa dalam situasi di mana konsumen

mempunyai sikap etnis (ethnocentric) yang tinggi, akan berpengaruh pada pemilihan produk, tujuan

pembelian dan kemauan untuk membeli produk asing. Menurut Liefeld (2002), yang melakukan

penelitian konsumen di Amerika Utara, bahwa karakteristik dari pembeli (characteristicof purchaser)

seperti umur, jender, pendidikan, negara kelahiran, berpengaruh kuat dalam keputusan beli sebuah

merek produk.

Kaitan Antar Konsep

Pl:Kaitan antara aktivitas promosi harga dengan brand salience.

P2:Kaitan antara aktivitas promosi premium dengan brand salience.

P3:Kaitan antara aktivitas periklanan terhadap brandsalience.

P4:Persepsi konsumen terhadap negara asal memoderasi kaitan aktivitas promosi harga dan brand

salience.

P5:Persepsi konsumen terhadap reputasi perusahaan memoderasi kaitan aktivitas promosi harga dan

brand salience.

P6:Karakteristik status sosial ekonomi konsumen memoderasi kaitan aktivitas promosi harga dan

brand salience.

P7:Persepsi konsumen terhadap negara asal memoderasi aktivitas promosi premium dan semakin

positifnya brand salience.

P8:Persepsi konsumen terhadap reputasi perusahaan memoderasi kaitan aktivitas promosi premium

dan semakin positifnya brand salience.

P9:Karakteristik status sosial ekonomi konsumen memoderasi kaitan antara aktivitas promosi

premium dan brand salience.

P10:Persepsi konsumen terhadap negara asal memoderasi kaitan aktivitas periklanan dan brand

salience.

Pll:Persepsi konsumen terhadap reputasi perusahaan memoderasi kaitan antara aktivitas periklanan

dan brand salience.

P12:Karakteristik status sosial ekonomi konsumen memoderasi kaitan antara aktivitas periklanan dan

brand salience.

2.10. Model Konseptual

Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana 508

Page 11: Strategi Perang Harga Dalam Pemasaran : Strategi Pintar ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5795/2/PROS_Antonius Suryo... · STRATEGI PERANG HARGA DALAM ... Perang harga dalam

3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014

Danproposisi-proposisi yang diajukan di atas berkenan dengan hal-hal yang mempengaruhi

pelaksanaan sales promotion dan periklanan terhadap pembentukan brand salience untuk sebuah

produk, maka penelitian ini juga mengajukan sebuah model konseptual yang bisa dilihat di gambar.2

Persepsi

terhadap

Persepsi terhadap

negara Promosi

PI harga P4 P5

P8 P7

Pll P10

Promosi premium

Brand

Salience P2

P6

P9

P12 P3

Periklanan

Karakteristik status sosial

Hasil Penelitian

Analisis antecendent brand salience dan efek moderasi faktor negara asal, reputasi

perusahaan, dan karakteristik status sosial ekonomi terhadap brand salience dilakukan pada industri

peralatan rumah tangga di Jawa Tengah dan Daerah Is time wa Yogyakarta.Variabel yang digunakan

adalah brand salience, promosi harga, promosi premium dan periklanan dengan peubah moderator

negara asal, reputasi perusahaan dan karakteristik status sosial ekonomi.

Obyek penelitian ini adalah supermarket, gerai kompor gas, gerai elektronika, gerai alat alat

rumah tangga dan lain-lain. Responden pada penelitian ini adalah konsumen yang pernah melakukan

pembelian kompor merek Rinnai di Jawa Tengah dan DIY.

Fakultas Ekonomika dan Bisnis rUniversitas Kristen Satya Wacana

509

3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014

Dariproposisi-proposisi yang diajukan di atas berkenan dengan hal-hal yang mempengaruhi

pelaksanaan sales promotion dan periklanan terhadap pembentukan brand salience untuk sebuah

produk, maka penelitian ini juga mengajukan sebuah model konseptual yang bisa dilihat di gambar.2

Persepsi

terhadap

Persepsi terhadap

negara Promosi

PI harga P4 P5

P8 P7

Pll P10

Promosi Brand

Salience P2 premium

P6

P9

P12 PS

Periklanan

Karakteristik status sosial

Hasil Penelitian

Analisis antecendent brand salience dan efek moderasi faktor negara asal, reputasi

perusahaan, dan karakteristik status sosial ekonomi terhadap brand salience dilakukan pada industri

peralatan rumah tangga di Jawa Tengah dan Daerah Is time wa Yogyakarta.Variabel yang digunakan

adalah brand salience, promosi harga, promosi premium dan periklanan dengan peubah moderator

negara asal, reputasi perusahaan dan karakteristik status sosial ekonomi.

Obyek penelitian ini adalah supermarket, gerai kompor gas, gerai elektronika, gerai alat alat

rumah tangga dan lain-lain. Responden pada penelitian ini adalah konsumen yang pernah melakukan

pembelian kompor merek Rinnai di Jawa Tengah dan DIY.

feb Fakultas Ekonomika dan Bisnis

Universitas Kristen Satya Wacana 509

Page 12: Strategi Perang Harga Dalam Pemasaran : Strategi Pintar ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5795/2/PROS_Antonius Suryo... · STRATEGI PERANG HARGA DALAM ... Perang harga dalam

3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014

Gambaran umum Responden

Data Responden

Tabel Jumlah Responden

No Gender Jumlah Distribusi

Frekuensi (%)

1. Laki-laki 70 17,63

2. Perempuan 327 82,37

3. 397 100

Sumber: data primer diolah, 2011

Usia Responden

Tabel Usia Responden

No Usia (th) Jumlah DF (%)

1. <25 103 25,94

2. 25- 35 136 34,26

3. 35-50 132 33,25

4. >50 26 6,55

5. Total 397 100%

Sumber: data primer, diolah 2011

Pekerjaan Responden

Tabel Pekerjaan Responden

No Pekerjaan Jumlah DF (%)

1 Karyawan swasta 206 51,89

2 Wiraswasta 64 16,12

3 TNI/Polri 1 0,25

4 PNS/BUMN 20 5,04

5 Pel ajar 23 5,79

6 Lainnya 83 20,91

7 Total 397 100

Sumber: data primer, diolah 2011

Fakultas Ekonomika dan Bisnis rUniversitas Kristen Satya Wacana

510

3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014

Gambaran umum Responden

Data Responden

Tabel Jumlah Responden

No Gender Jumlah Distribusi

Frekuensi (%)

T. Laki-Iaki 70 17,63

2. Perempuan 327 82,37

3. 397 100

Sumber: data primer aiolah, 2011

Usia Responden

Tabel Usia Responden

No Usia (th) Jumlah DF (%)

1. <25 103 25.94

2. 25- 35 136 34.26

3. 35-50 132 33,25

4. >50 26 6,55

5. Total 397 100%

Sumber: data primer, diolah 2011

Pekerjaan Responden

Tabel Pekerjaan Responden

No Pekerjaan Jumlah DF (%)

1 Karyawan swasta 206 51,89

2 Wiraswasta 64 16,12

3 TNI/Polri 1 0,25

4 PNS/BUMN 20 5,04

5 Pelajar 23 5.79

6 Lainnya 83 20,91

7 Total 397 100

Sumber: data primer, diolah 2011

febj Fakultas Ekonomika dan Bisnis

Universitas Kristen Satya Wacana 510

Page 13: Strategi Perang Harga Dalam Pemasaran : Strategi Pintar ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5795/2/PROS_Antonius Suryo... · STRATEGI PERANG HARGA DALAM ... Perang harga dalam

3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014

Pengeluaran Responden

Tabel Pengeluaran Responden

No

1.

2.

3.

4.

5.

Pengeluaran (1000 Rp)

< 1.000

1.000-3.000

3.000 - 5.000

> 5.000

Total

Jumlah

190

170

30

397

DF (%)

47,86

42,82

7,56

1,76

100

Sumber: data primer, diolah 2011

Lama Responden Memiliki Produk

Tabel Rata-Rata Responden Memiliki Produk Rinnai

No Lama (thn) Jumlah DF (%)

1. < 6 bin 66 16,63

2. 6 bl - 1 thn 74 18,64

3. 1 -2 th 132 33,24

4. > 2 th 125 31,49

5. Total 397 100

Sumber: data primer, diolah 2011

Responden Pernah Menggunakan Merek Lain.

Penggunaan merk lain

No Penggunaan merk lain Jumlah DF (%)

1. Tidak 241 60,71

2. Ya 156 39,29

3. Total 397 100

Sumber: data primer, diolah 201

Tempat Pembelian Produk

Tabel Tempat Pembelian Produk

No Tempat Jumlah DF (%)

1. Supermarket 146 36,78

2. Toko Kompor 12 3,02

Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana m m

3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014

Pengeluaran Responden

Tabel Pengeluaran Responden

No

1

2.

3.

4.

5.

Pengeluaran (1000 Rp)

< 1.000

1.000-3.000

3.000 - 5.000

> 5.000

Total

Jumlah

190

170

30

397

DF (%)

47,86

42,82

7,56

1,76

100

Sumber: data primer, diolah 2011

Lama Responden Memiliki Produk

Tabel Rata-Rata Responden Memiliki Produk Rinnai

No Lama (thn) Jumlah DF (%)

1. < 6 bin 66 16,63

2, 6 bl - 1 thn 74 18,64

3. 1 -2th 132 33,24

4. > 2 th 125 31,49

5. Total 397 100

Sumner: data primer, diolah 2011

Responden Pernah Menggunakan Merek Lain.

Penggunaan merk lain

No Penggunaan merk lain Jumlah DF (%)

1. Tidak 241 60.71

2. Ya 156 39,29

3. Total 397 100

Sumber: data pnmer, diolah 201

Tempat Pembelian Produk

Tabel Tempat Pembelian Produk

No Tempat Jumlah DF (%)

1 Supermarket 146 36.78

2. Toko Kompor 12 3,02

Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana febj

Page 14: Strategi Perang Harga Dalam Pemasaran : Strategi Pintar ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5795/2/PROS_Antonius Suryo... · STRATEGI PERANG HARGA DALAM ... Perang harga dalam

3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014

3. Toko Elektronik 83 20,91

4. Toko Alat Rumah-

Tangga

148 37,28

5. Lainnya 8 2,01

Total 397 100

Sumber: data primer, diolah 2011

Pendamping Responden Melakukan Pembelian

Tabel Pendamping Pembelian Responden

No Pendamping

Pembelian

Jumlah DF (%)

1. Suami-isteri 190 47,86

2. Anak 39 9,83

3. Teman 103 25,94

4. Lainnya 65 16,37

5. Total 397 100

Sumber: data primer, diolah 2011

Rencana Pembelian

Tabel Perencanaan Pembelian responden

No Rencana Awal Jumlah DF (%)

1. Ya 322 81,11

2. Tidak 75 18,89

3. Total 397 100

Sumber: data primer, diolah 2011

Memakai Tabungan

Tabel Pemakaian tabungan responden

No Tabungan Jumlah DF (%)

1. Ya 269 67,76

2. Tidak 128 32,24

3. Total 397 100

Sumber: data primer, diolah 2011

Memakai Kartu Kredit

Tabel Pemakaian kartu kredit

No Kartu Kredit Jumlah DF (%)

m tab Fakultas Ekonomika dan Bisnis

Universitas Kristen Satya Wacana 512

3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014

3. Toko Elektronik 83 20,91

4. Toko Alat Rumah-

Tangga

148 37,28

5. Lainnya 8 2.01

Total 397 100

Sumuer: aaia primer, diolah 2011

Pendamping Responden Melakukan Pembelian

Tabel Pendamping Pembelian Responden

No Pendamping

Pembelian

Jumlah DF (%)

1. Suami-isteri 190 47,86

2. Anak 39 9,83

3 Teman 103 25,94

4. Lainnya 65 16,37

5. Total 397 100

Sumner: data primer, moiah 2011

Rencana Pembelian

Tabel Perencanaan Pembelian responden

No Rencana Awal Jumlah DF (%)

1, Ya 322 stu

2. Tidak 75 18,89

3. Total 397 100

Sumuer: data primer, diolah 2011

Memakai Tabungan

Tabel Pemakaian tabungan responden

No Tabungan Jumlah DF (%)

1 Ya 269 67,76

2. Tidak 128 32,24

3. Total 397 100

Sumber: data primer, diolah 2011

Memakai Kartu Kredit

Tabel Pemakaian kartu kredit

No Kartu Kredit Jumlah DF (%)

febj Fakultas Ekonomika dan Bisnis

Universitas Kristen Satya Wacana 512

Page 15: Strategi Perang Harga Dalam Pemasaran : Strategi Pintar ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5795/2/PROS_Antonius Suryo... · STRATEGI PERANG HARGA DALAM ... Perang harga dalam

3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014

1. Ya 32 8,06

2. Tidak 365 91,94

3. Total 397 100

Sumber: data primer, diolah 2011

Pemakai Kompor

Tabel Pemakai Kompor Gas

No Pemakaian Kompor Jumlah DF (%)

1. Rumah Tangga 382 96,22

2. Usaha 15 3,78

3. Total 397 100

Sumber: data primer, diolah 2011

Loyalitas Merek

Tabel Loyalitas Merek

No Pakai Rinnai Jumlah DF (%)

1. Ya 379 95,47

2. Tidak 18 4,53

3. Total 397 100

Sumber: data primer, diolah 2011

Alasan Pembelian Produk Rinnai

Tabel Alasan Pembelian

No Alasan Jumlah DF (%)

1. Tahan lama/awet 170 42,82

2. Api biru 56 14,11

3. Bagus 34 8,56

4. Mudah perawatan 25 6,30

5. Hemat gas 24 6,05

6. Kualitas baik 20 5,04

7. Harga terjangkau 18 4,53

8. Banyak yang pakai 15 3,78

9. Merek terkenal 14 3,53

10. Jasa Pelayanan 13 3,27

11. Lain lain 8 2,01

Total 397 100

M feb Fakultas Ekonomika dan Bisnis rtJwi Universitas Kristen Satya Wacana

3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014

1. Ya 32 8,06

2. Tidak 365 91,94

3. Total 397 100

Sumuer: aaia primer, molah 2011

Pemakai Kompor

Tabel Pemakai Kompor Gas

No Pemakaian Kompor Jumlah DF (%)

1. Rumah Tangga 382 96,22

2. Usaha 15 3,78

3. Total 397 100

Sumoer: data primer, diolah 2011

Loyalitas Merek

Tabel Loyalitas Merek

No Pakai Rinnai Jumlah DF (%)

1. Ya 379 95,47

2. Tidak 18 4,53

3. Total 397 100

Sumoer: data primer, moiah 2011

Alasan Pembelian Produk Rinnai

Tabel Alasan Pembelian

No Alasan Jumlah DF (%)

1. Tahan lama/awet 170 42,82

2. Api biru 56 14,11

3. Bagus 34 8,56

4. Mudah perawatan 25 6,30

5. Hemat gas 24 6,05

6. Kualitas baik 20 5,04

7. Harga terjangkau 18 4,53

8. Banyak yang pakai 15 3,78

9. Merek terkenal 14 3,53

10. Jasa Pelayanan 13 3,27

11. Lain lain 8 2,01

Total 397 100

febj Fakultas Ekonomika dan Bisnis

Universitas Kristen Satya Wacana 513

Page 16: Strategi Perang Harga Dalam Pemasaran : Strategi Pintar ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5795/2/PROS_Antonius Suryo... · STRATEGI PERANG HARGA DALAM ... Perang harga dalam

3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014

Sumber: data primer, diolah 2011

Merasakan Data

Penelitian pembelian kompor gas merek Rinnai di beberapa swalayan dan gerai serta

hypermarket di Kota Semarang, Yogyakarta serta Klaten ini mengambil beberapa peubah seperti

brand salience sebagai peubah gayut dan peubah bebas meliputi promosi harga, promosi premium

serta periklanan dan peubah moderator seperti faktor negara asal, reputasi perusahaan dan

karakteristik status sosial ekonomi. Keseluruhan indikator, dan peubah dideskripsikan sebagai berikut:

Peubah Promosi Harga

Pada indikator promosi harga rata rata memiliki skor 3,19 menunjukkan bahwa promosi harga

sangat menentukan di dalam pembelian kompor gas merek Rinnai. Skor tertinggi karena konsumen

merasakan adanya penghematan dalam pembelian yang mencapai skor 4,03. Skor terendah pada

harga produk yang terasa turun 2,66 yang masih di atas skor rata-rata. Dengan demikian promosi

harga menjadi daya tarik dalam pembelian kompor gas merk Rinnai.

Peubah Promosi Premium

Promosi premium memiliki skor rata rata 3,20 di atas skor rata-rata. Hal ini menunjukkan

bahwa promosi premium cukup menentukan pembelian kompor gas merek Rinnai. Skor indikator

rata-rata tertinggi pada hadiah yang diberikan yang dianggap sebagai produk yang bermanfaat

mencapai skor rata-rata 3,86. Indikator skor rata-rata terendah pada 2,77 menunjukkan karena

hadiahnya juga produk yang berasal dari impor sehingga disukai konsumen.

Peubah Periklanan

Indikator skor rata-rata periklanan sebesar 3,70 yang masih di atas rata-rata hal ini

menunjukkan bahwa periklanan sangat berpengaruh pada pembelian kompor gas merek Rinnai,

karena masih jauh diatas skor rata-rata 2,5. Nilai indikator rata-rata tertinggi sebesar 4,25

menunjukkan bahwa kompor gas Rinnai mudah dijumpai di setiap gerai elektronik sampai di

swalayan. Berarti konsumen tidak sulit menemukan produk kompor gas Rinnai. Selanjutnya nilai skor

tertinggi pada informasi untuk produk Rinnai sangat lengkap. Yang terkecil dengan skor 3,26 yaitu

produk Rinnai dijual di toko-toko terpercaya. Dengan demikian menjelaskan bahwa produk Rinnai

lebih tepat dipasarkan di tempat- tempat yang mudah dikunjungi dan terjangkau.

Peubah Negara Asal Merk

Indikator peubah moderator negara asal merek memiliki skor rata-rata sebesar 3,29. Indikator

skor rata-rata tertinggi pada merek yang berasal dari negara Jepang sebesar 4,055. Skor indikator

terendah sebesar 2,49 di bawah sedikit dari rata-rata, karena pembeli tidak paham merek jadi membeli

produk hanya berdasarkan asal buatan dari negara maju.

Peubah Reputasi Perusahaan

Skor indikator rata-rata peubah moderator reputasi perusahaan sebesar 4,35, ternyata juga

sangat berpengaruh terhadap pembelian kompor gas merek Rinnai. Indikator rata-rata skor tertinggi

pada produknya pasti awet dan tahan lama dengan skor 4,34, serta jaminan kualitas produk yang

bagus mencapai 4,322. Indikator terendah pada perusahaannya banyak mengekspor produk sebesar

3,70. Dengan demikian jelas bahwa reputasi perusahaan sangat menentukan pembelian produk merek

Rinnai. Sedangkan konsumen berpatokan pada produk yang awet tahan lama serta jaminan kualitas

yang bagus. Konsumen kurang berpikir pada perusahaan yang berorientasi ekspor.

Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana 514

3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014

Sumber: data primer, diolah 2011

Merasakan Data

Penelitian pembelian kompor gas merek Rinnai di beberapa swalayan dan gerai serta

hypermarket di Kota Semarang, Yogyakarta serta Klaten ini mengambil beberapa peubah seperti

brand salience sebagai peubah gayut dan peubah bebas meliputi promosi harga, promosi premium

serta periklanan dan peubah moderator seperti faktor negara asal, reputasi perusahaan dan

karakteristik status sosial ekonomi. Keseluruhan indikator, dan peubah dideskripsikan sebagai berikut:

Peubah Promosi Harga

Pada indikator promosi harga rata rata memiliki skor 3,19 menunjukkan bahwa promosi harga

sangat menentukan di dalam pembelian kompor gas merek Rinnai. Skor tertinggi karena konsumen

merasakan adanya penghematan dalam pembelian yang mencapai skor 4,03. Skor terendah pada

harga produk yang terasa turun 2,66 yang masih di atas skor rata-rata. Dengan demikian promosi

harga menjadi daya tarik dalam pembelian kompor gas merk Rinnai.

Peubah Promosi Premium

Promosi premium memiliki skor rata rata 3,20 di atas skor rata-rata. Hal ini menunjukkan

bahwa promosi premium cukup menentukan pembelian kompor gas merek Rinnai. Skor indikator

rata-rata tertinggi pada hadiah yang diberikan yang dianggap sebagai produk yang bermanfaat

mencapai skor rata-rata 3,86. Indikator skor rata-rata terendah pada 2,77 menunjukkan karena

hadiahnya juga produk yang berasal dari impor sehingga disukai konsumen.

Peubah Periklanan

Indikator skor rata-rata periklanan sebesar 3,70 yang masih di atas rata-rata hal ini

menunjukkan bahwa periklanan sangat berpengaruh pada pembelian kompor gas merek Rinnai,

karena masih jauh diatas skor rata-rata 2,5. Nilai indikator rata-rata tertinggi sebesar 4,25

menunjukkan bahwa kompor gas Rinnai mudah dijumpai di setiap gerai elektronik sampai di

swalayan. Berarti konsumen tidak sulit menemukan produk kompor gas Rinnai. Selanjutnya nilai skor

tertinggi pada informasi untuk produk Rinnai sangat lengkap. Yang terkecil dengan skor 3,26 yaitu

produk Rinnai dijual di toko-toko terpercaya. Dengan demikian menjelaskan bahwa produk Rinnai

lebih tepat dipasarkan di tempat- tempat yang mudah dikunjungi dan terjangkau.

Peubah Negara Asal Merk

Indikator peubah moderator negara asal merek memiliki skor rata-rata sebesar 3,29. Indikator

skor rata-rata tertinggi pada merek yang berasal dari negara Jepang sebesar 4,055. Skor indikator

terendah sebesar 2,49 di bawah sedikit dari rata-rata, karena pembeli tidak paham merek jadi membeli

produk hanya berdasarkan asal buatan dari negara maju.

Peubah Reputasi Perusahaan

Skor indikator rata-rata peubah moderator reputasi perusahaan sebesar 4,35, temyata juga

sangat berpengaruh terhadap pembelian kompor gas merek Rinnai. Indikator rata-rata skor tertinggi

pada produknya pasti awet dan tahan lama dengan skor 4,34, serta jaminan kualitas produk yang

bagus mencapai 4,322. Indikator terendah pada perusahaannya banyak mengekspor produk sebesar

3,70. Dengan demikian jelas bahwa reputasi perusahaan sangat menentukan pembelian produk merek

Rinnai. Sedangkan konsumen berpatokan pada produk yang awet tahan lama serta jaminan kualitas

yang bagus. Konsumen kurang berpikir pada perusahaan yang berorientasi ekspor.

Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana 514

Page 17: Strategi Perang Harga Dalam Pemasaran : Strategi Pintar ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5795/2/PROS_Antonius Suryo... · STRATEGI PERANG HARGA DALAM ... Perang harga dalam

3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014

Peubah Karakteristik Status Sosial Ekonomi

Sedangkan peubah moderator yang lain adalah karakteristik status sosial ekonomi dengan

indikator rata-rata scbcsar 3,64 yang berada di atas rata-rata, hal ini menunjukkan bahwa karakteristik

status sosial ekonomi menentukan merek produk. Sedangkan indikator tertinggi pada produk yang

mudah dioperasikan scbcsar 4,26 menjelaskan bahwa konsumen menyukai produk Rinnai karena

kemudahan mengoperasikan produk, demikian pula informasi yang lengkap tentang produk sangat

disukai oleh konsumen. Hal yang kurang disukai konsumen yaitu tidak semua orang mampu membeli

merek produk Rinnai yaitu scbcsar 2,47. Hal ini menjelaskan bahwa produk Rinnai biasanya untuk

kelas menengah ke atas. Yang kurang adalah tingkat pendidikan hanya mencapai 3,012, menjelaskan

bahwa pendidikan berpengaruh cukup menentukan di dalam pembelian produk kompor gas merek

Rinnai.

Peubah Brand Salience

Peubah dependen brand salience memiliki indikator dengan skor rata-rata 3,78, dengan

demikian memiliki skor yang cukup tinggi sebagai penentu pembelian kompor gas yang bermerek.

Berarti merek Rinnai menjadi merek idaman para pelanggan kompor gas. Indikator rata-rata yang

tertinggi dengan skor di atas 4, yaitu berturut turut adalah produk mudah didapatkan, merek yang

sudah dikenal, yakin terhadap merek yang dibeli, merek tersebut pernah didengar serta pernah

dilihat. Dengan demikian memang mampu menjelaskan bahwa produk Rinnai sudah kuat di dalam

ingatan konsumen. Skor indikator yang terendah walaupun masih di atas 3 yaitu karena hanya ingat

merek tersebut, merek tersebut disarankan keluarga serta merek Rinnai sulit untuk dilupakan. Hal ini

mempertegas bahwa merek menjadi penentu atau berpengaruh besar di dalam pembelian produk

kompor gas merek Rinnai.

Temuan-temuan penelitian ini dapat membuktikan bahwa peubah moderator berpengaruh

pada brand salience. Hasil pengujian menunjukkan bahwa brand salience menjadi penentu terhadap

pembelian produk, bahkan pengaruhnya semakin besar- melalui penggunaan variable moderator (VM).

Hasil analisis SEM menggunakan Software AMOS secara lengkap disajikan pada lampiran.

Analisis Keragaan Brand Salience

Brand salience, berhubungan dengan aspek kesadaranpelanggan terhadap sebuah merek,

seberapa besar- merek terdapat dalam ingatan utama pelanggan dan mudahnya merek diingat serta

dikenali pelanggan. Brandsalience membentuk landasan bangunan dalam pengembangan brand

equity dan memberikan tiga fungsi. Pertama, brandsalience mempengaruhi pembentuk dan kekuatan

asosiasi merek yang menciptakan citra dan arti merek. Kedua, pembentukan brand salience

mempengaruhi dalam proses identifikasi dan pemuasan kebutuhan pada saat ada kesempatan

pembelian dan konsumsi. Brand salience penting pada saat memanfaatkan potensi pemakaian. Ketiga,

pada saat pelanggan berada pada titik rendah terhadap kategori sebuah produk, mereka mendasarkan

pilihan pada hanya brand salience saja.

Pengaruh Promosi-Harga Terhadap Brand Salience

Pengujian dalam penelitian tentang pengaruh promosi-harga terhadap brand salience,

menunjukkan bahwa aktivitas promosi-harga berpengaruh positif dan signifikan terhadap brand

salience dengan koefisien path (0.20) dan p (0,000). Promosi-harga tepat dan cocok atau sama untuk

membangun brand salience perusahaan. Melalui diskon harga produk, pengeluaran pelanggan

menjadi berkurang, produk menjadi berharga murah dan menjadi daya tarik terhadap konsumen. Di

Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana 515

3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014

Peubah Karakteristik Status Sosial Ekonomi

Sedangkan peubah moderator yang Iain adalah karakteristik status sosial ekonomi dengan

indikator rata-rata sebesar 3,64 yang berada di atas rata-rata, hal ini menunjukkan bahwa karakteristik

status sosial ekonomi menentukan merek produk. Sedangkan indikator tertinggi pada produk yang

mudah dioperasikan sebesar 4,26 menjelaskan bahwa konsumen menyukai produk Rinnai karena

kemudahan mengoperasikan produk, demikian pula informasi yang iengkap tentang produk sangat

disukai oleh konsumen. Hal yang kurang disukai konsumen yaitu tidak semua orang mampu membeli

merek produk Rinnai yaitu sebesar 2,47. Hal ini menjelaskan bahwa produk Rinnai biasanya untuk

kelas menengah ke atas. Yang kurang adalah tingkat pendidikan hanya mencapai 3,012, menjelaskan

bahwa pendidikan berpengaruh cukup menentukan di dalam pembelian produk kompor gas merek

Rinnai.

Peubah Brand Salience

Peubah dependen brand salience memiliki indikator dengan skor rata-rata 3,78, dengan

demikian memiliki skor yang cukup tinggi sebagai penentu pembelian kompor gas yang bermerek.

Berarti merek Rinnai menjadi merek idaman para pelanggan kompor gas. Indikator rata-rata yang

tertinggi dengan skor di atas 4, yaitu berturut turut adalah produk mudah didapatkan, merek yang

sudah dikenal, yakin terhadap merek yang dibeli, merek tersebut pernah didengar serta pemah

dilihat. Dengan demikian memang mampu menjelaskan bahwa produk Rinnai sudah kuat di dalam

ingatan konsumen. Skor indikator yang terendah walaupun masih di atas 3 yaitu karena hanya ingat

merek tersebut, merek tersebut disarankan keluarga serta merek Rinnai sulit untuk dilupakan. Hal ini

mempertegas bahwa merek menjadi penentu atau berpengaruh besar di dalam pembelian produk

kompor gas merek Rinnai.

Temuan-temuan penciltian ini dapat membuktikan bahwa peubah moderator berpengaruh

pada brand salience. Hasil pengujian menunjukkan bahwa brand salience menjadi penentu terhadap

pembelian produk, bahkan pengaruhnya semakin besar melalui penggunaan variable moderator (VM).

Hasil analisis SEM menggunakan Software AMOS secara Iengkap disajikan pada lampiran.

Analisis Keragaan Brand Salience

Brand salience, berhubungan dengan aspek kesadaranpelanggan terhadap sebuah merek,

seberapa besar merek terdapat dalam ingatan utama pelanggan dan mudahnya merek diingat serta

dikenali pelanggan. Brandsalience membentuk landasan bangunan dalam pengembangan brand

equity dan memberikan tiga fungsi. Pertama, brandsalience mempengaruhi pembentuk dan kekuatan

asosiasi merek yang menciptakan citra dan arti merek. Kedua, pembentukan brand salience

mempengaruhi dalam proses identifikasi dan pemuasan kebutuhan pada saat ada kesempatan

pembelian dan konsumsi. Brand salience penting pada saat memanfaatkan potensi pemakaian. Ketiga,

pada saat pelanggan berada pada titik rendah terhadap kategori sebuah produk, mereka mendasarkan

pilihan pada hanya brand salience saja.

Pengaruh Promosi-Harga Terhadap Brand Salience

Pengujian dalam penelitian tentang pengaruh promosi-harga terhadap brand salience,

menunjukkan bahwa aktivitas promosi-harga berpengaruh positif dan signifrkan terhadap brand

salience dengan koefisien path (0.20) dan p (0,000). Promosi-harga tepat dan cocok atau sama untuk

membangun brand salience perusahaan. Melalui diskon harga produk, pengeluaran pelanggan

menjadi berkurang, produk menjadi berharga murah dan menjadi daya tarik terhadap konsumen. Di

Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana 515

Page 18: Strategi Perang Harga Dalam Pemasaran : Strategi Pintar ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5795/2/PROS_Antonius Suryo... · STRATEGI PERANG HARGA DALAM ... Perang harga dalam

3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014

dalam jangka panjang promosi harga akan memperkuat daya ingat konsumen di dalam memutuskan

membeli produk tersebut.

Menurut Gardener (1998) perhatian yang efektif melalui promosi-harga dapat menciptakan

kepuasan yang positif, menjadi insentif yang ditawarkan kepada konsumen. Insentif mewakili

penawaran nilai tambah bagi konsumen yang dengan mudah memperoleh keuntungan tanpa

tambahan biaya. Menurut Nijs (2001), promosi-harga yang terlalu sering memiliki pengaruh yang

kuat pada kepekaan konsumen dalam jangka pendek. Pengaruh positif dari seringnya promosi-harga

ini bagaimanapun kurang terantisipasi dalam jangka panjang. Konsumen memahami manfaat dari

promosi-harga dengan merasakan kepuasan, dan pada akhirnya berpengaruh positif terhadap merek

produk yang dikonsumsi.

Pengaruh dari pemotongan harga adalah manifestasi dari keputusan konsumen akan pilihan

merek dalam jangka pendek, namun dalam jangka panjang basil ini belum tentu bisa dipertahankan.

Diperkirakan pengaruh jangka panjang dari promosi harga adalah negatif. Dikatakan oleh Kenesei

(2004) bahwa pembeli yang sangat selektif dalam pembelian produk dengan harga khusus, akan

semakin intensif dalam mencari harga, dan akan menjadi lebih baik dalam menanggapi pemberian

harga khusus dari pada pada saat harga normal.

Kesimpulan hasil penelitian empirik dan teoritis berdasarkan hipotesis promosi-harga

berpengaruh positif terhadap brand salience. Menunjukkan bahwa pada saat merek-merek produk

mendominasi pasar, merek seringkali dikenali melalui sales promotion, seperti dilakukan kategori

produk lain (Low, 2000; Zacharias, 2009). Dengan tingkat persaingan yang sangat tajam di industri,

hampir semua merek mempertahankan eksistensinya dengan melakukan sales promotion dalam

berbagai bentuk. Banyak perusahaan mengalokasikan anggaran pemasaran dengan salespromotion

ketimbang aktivitas periklanan (Nijs, 2001; Zacharias, 2009).

Penelitian ini mendukung temuan Low (2000) dan Zacharias (2009), bahwa menciptakan

merek periu melakukan sales promotion. Juga mendukung penelitian Nijs (2001) dan Zacharias

(2009), bahwa anggaran sales promotion diperiukan untuk membangun merek. Menurut Nijs (2001),

promosi-harga memberi pengaruh positif dalam jangka pendek dan hal senada dikatakan oleh

Kenesei (2004). Namun Kenesei (2004) dan Jedidi (1999) mengatakan bahwa dalam jangka panjang

promosi-harga berpengaruh negatif.

Pengaruh Promosi-Premium Terhadap Brand Salience

Pengujian dalam penelitian tentang pengaruh promosi-premium berpengaruh negatif terhadap

brand salience, menunjukkan bahwa aktivitas promosi-premium berpengaruh negatif terhadap brand

salience dengan koefisien path (-,41) dan p (0,000). Promosi-premium melalui strategi pemberian

hadiah apalagi dengan hadiah yang berharga mahal, serta berganti ganti, menjadi berpengaruh negatif

bagi brand salience, karena menimbulkan unsur ketidakpercayaan pelanggan untuk membeli produk

tersebut. Dengan demikian brand salience yang baik harus dipersepsikan positif oleh pelanggan

produk, sehingga memberi kontribusi positif terhadap citra produk beserta implikasi berupa

keunggulan produk tersebut.

Kesimpulan hipotesis secara empirik promosi-premium memiliki pengaruh negatif terhadap

brand salience. Tujuan promosi-premium untuk pasar konsumen menurut Arora (2007), Zacharias

(2009), dan Thomson (2006) adalah menstimulasi percobaan pembelian, menstimulasi pembelian

ulang, menstimulasi pembelian lebih besar, memperkenalkan suatu merek baru, mengatasi serta

mengurangi peran pesaing.

Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana 516

3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014

dalam jangka panjang promosi harga akan memperkuat daya ingat konsumen di dalam memutuskan

membeli produk tersebut.

Menurut Gardener (1998) perhatian yang efektif melalui promosi-harga dapat menciptakan

kepuasan yang positif, menjadi insentif yang ditawarkan kepada konsumen. bisentif mewakili

penawaran nilai tambah bagi konsumen yang dengan mudah memperoleh keuntungan tanpa

tambahan biaya. Menurut Nijs (2001), promosi-harga yang terlalu sering memiliki pengaruh yang

kuat pada kepekaan konsumen dalam jangka pendek. Pengaruh positif dari seringnya promosi-harga

ini bagaimanapun kurang terantisipasi dalam jangka panjang. Konsumen memahami manfaat dari

promosi-harga dengan merasakan kepuasan, dan pada akhimya berpengaruh positif terhadap merek

produk yang dikonsumsi.

Pengaruh dari pemotongan harga adalah manifestasi dari keputusan konsumen akan pilihan

merek dalam jangka pendek, namun dalam jangka panjang basil ini belum tentu bisa dipertahankan.

Diperkirakan pengaruh jangka panjang dari promosi harga adalah negatif. Dikatakan oleh Kenesei

(2004) bahwa pembeli yang sangat selektif dalam pembelian produk dengan harga khusus, akan

semakin intensif dalam mencari harga, dan akan menjadi lebih baik dalam menanggapi pemberian

harga khusus daripada pada saat harga normal.

Kesimpulan basil penelitian empirik dan teoritis berdasarkan hipotesis promosi-harga

berpengaruh positif terhadap brand salience. Menunjukkan bahwa pada saat merek-merek produk

mendominasi pasar, merek seringkali dikenali melalui sales promotion, seperti dilakukan kategori

produk lain (Low, 2000; Zacharias, 2009). Dengan tingkat persaingan yang sangat tajam di industri,

hampir semua merek mempertahankan eksistensinya dengan melakukan sales promotion dalam

berbagai bentuk. Banyak perusahaan mengalokasikan anggaran pemasaran dengan salespromotion

ketimbang aktivitas periklanan (Nijs, 2001; Zacharias, 2009).

Penelitian ini mendukung temuan Low (2000) dan Zacharias (2009), bahwa menciptakan

merek perlu melakukan sales promotion. Juga mendukung penelitian Nijs (2001) dan Zacharias

(2009), bahwa anggaran sales promotion diperlukan untuk membangun merek. Menurut Nijs (2001),

promosi-harga memberi pengaruh positif dalam jangka pendek dan hal senada dikatakan oleh

Kenesei (2004). Namun Kenesei (2004) dan Jedidi (1999) mengatakan bahwa dalam jangka panjang

promosi-harga berpengaruh negatif.

Pengaruh Promosi-Premium Terhadap Brand Salience

Pengujian dalam penelitian tentang pengaruh promosi-premium berpengaruh negatif terhadap

brand salience, menunjukkan bahwa aktivitas promosi-premium berpengaruh negatif terhadap brand

salience dengan koefisien path (-,41) dan p (0,000). Promosi-premium melalui strategi pemberian

hadiah apalagi dengan hadiah yang berharga mahal, serta berganti ganti, menjadi berpengaruh negatif

bagi brand salience, karena menimbulkan unsur ketidakpercayaan pelanggan untuk membeli produk

tersebut. Dengan demikian brand salience yang baik harus dipersepsikan positif oleh pelanggan

produk, sehingga memberi kontribusi positif terhadap citra produk beserta implikasi berupa

keunggulan produk tersebut.

Kesimpulan hipotesis secara empirik promosi-premium memiliki pengaruh negatif terhadap

brand salience. Tujuan promosi-premium untuk pasar konsumen menurut Arora (2007), Zacharias

(2009), dan Thomson (2006) adalah menstimulasi percobaan pembelian, menstimulasi pembelian

ulang, menstimulasi pembelian lebih besar, memperkenalkan suatu merek baru, mengatasi serta

mengurangi peran pesaing.

Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana 516

Page 19: Strategi Perang Harga Dalam Pemasaran : Strategi Pintar ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5795/2/PROS_Antonius Suryo... · STRATEGI PERANG HARGA DALAM ... Perang harga dalam

3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014

Penelitian ini tidak sesuai dengan temuan Aiwa (2007) bahwa promosi-premium jauh lebih

efektif daripada promosi-harga. Dalam tingkatan lebih kecil ternyata promosi premium lebih efektif

daripada bentuk promosi tradisional seperti potongan dan rabat. Aiwa (2007), Zacharias (2009), dan

Thomson (2006) mengatakan secara umum promosi-premium menstimulasi percobaan pembelian,

menstimulasi pembelian ulang, menstimulasi pembelian lebih besar. Berbeda juga dengan D'Astous

(2003) yang mengatakan bahwa promosi-premium secara umum memiliki pengaruh positif pada

apresiasi konsumen atas penawaran promosi merek barn, mengatasi serta mengurangi peran pesaing.

Pengaruh Periklanan Terhadap Brand Salience

Pengujian dalam penelitian tentang pengaruh periklanan terhadap brand salience

menunjukkan bahwa periklanan berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap brand salience

dengan koefisien path (0,020) dan p (f0,000). Kondisi ini secara empirik memperlihatkan bahwa

periklanan berpengaruh positif terhadap brand salience. Periklanan memberikan informasi yang

sangat lengkap tentang produk, serta sangat menyentuh konsumen untuk membeli produk. Dengan

demikian melalui iklan yang terns menerus dan dijual di berbagai swalayan dan toko menyebabkan

konsumen mudah mencari produk. Hal ini membantu konsumen memilih produk yang sesuai dengan

kebutuhan, sehingga berimplikasi pada semakin kuatnya brand salience produk.

Dapat dikatakan bahwa periklanan menurut hipotesis secara empirik dan teoritik berpengaruh

terhadap brand salience.Perusahaan yang mengeluarkan anggaran besar periklanan menunjukkan

bahwa perusahaan tersebut berinvestasi di sebuah merek berkualitas superior (Kirmani and Wright,

1986). Aaker dan Jacobson (1994) menemukan juga pengaruh positif antara periklanan dan persepsi

kualitas. Pengeluaran periklanan yang berpengaruh positif dengan persepsi kualitas akan

menyebabkan meningkatnya brand equity. Periklanan memainkan peran penting dalam peningkatan

kesadaran merek dan penguatan asosiasi merek. Biaya periklanan yang besar berpengaruh positif

dengan kesadaran merek dan asosiasi merek, sehingga akhirnya memperkuat brand equity.

Temuan ini mendukung penelitian Kirmani and Wright (1986), Aaker dan Jacobson (1994),

dan Dann (2007) bahwa aktivitas periklanan memperkuat merek yang unggul dan keterjangkauan

pelanggan, mendukung juga pernyataan Thomson (2006) dan Low (2000) bahwa periklanan

mendorong permintaan jangka panjang, menimbulkan kesetiaan merek, dan mendorong terjadinya

pembelian ulang.

Pengaruh Moderasi Negara Asal Merek Terhadap Promosi-Harga dan Brand Salience.

Pengujian dalam penelitian tentang pengaruh promosi-harga yang dimoderasi oleh negara

asal berpengaruh positif terhadap brand salience menunjukkan bahwa negara asal memiliki pengaruh

positif dan signifikan terhadap brand salience dengan koefisien path 0,39 dengan p (0,000). Dapat

dikatakan bahwa negara asal berpengaruh terhadap brand salience. Kondisi ini secara empirik

menunjukkan bahwa merek yang berasal dari negara Jepang dan negara maju lainnya sangat

berpengaruh besar- terhadap pembelian produk, khususnya brand salience. Produk dari negara maju

yang mereknya belum dikenal ternyata kurang diminati oleh para pelanggan produk. Dengan

demikian merek yang berasal dari negara-negara maju dan merek sudah dikenal dapat meningkatkan

citr a produk tersebut.

Dapat dikatakan bahwa hipotesis promosi harga dimoderasi negara asal berpengaruh terhadap

brand salience, secara teoritik dan empirik memiliki pengaruh yang kuat. Beberapa penelitian

menyatakan bahwa banyak konsumen menggunakan petunjuk negara asal merek/country of origin

(COO) sebagai salah satu faktor pembelian (Liefeld, 2002). Pemahaman yang positif terhadap COO

produk tersebut akan membentuk perilaku kesetiaan terhadap sebuah merek produk. Chattalas (2008)

Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana 517

3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014

Penelitian ini tidak sesuai dengan temuan Arora (2007) bahwa promosi-premium jauh lebih

efektif daripada promosi-harga. Dalam tingkatan lebih kecil ternyata promosi premium lebih efektif

daripada bentuk promosi tradisional seperti potongan dan rabat. Arora (2007), Zacharias (2009), dan

Thomson (2006) mengatakan secara umum promosi-premium menstimulasi percobaan pembelian,

menstimulasi pembelian ulang, menstimulasi pembelian lebih besar. Berbeda juga dengan D'Astous

(2003) yang mengatakan bahwa promosi-premium secara umum memiliki pengaruh positif pada

apresiasi konsumen atas penawaran promosi merek baru, mengatasi serta mengurangi peran pesaing.

Pengaruh Periklanan Terhadap Brand Salience

Pengujian dalam penelitian tentang pengaruh periklanan terhadap brand salience

menunjukkan bahwa periklanan berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap brand salience

dengan koefisien path (0,020) dan p (f0,000). Kondisi ini secara empirik memperlihatkan bahwa

periklanan berpengaruh positif terhadap brand salience. Periklanan memberikan informasi yang

sangat lengkap tentang produk, serta sangat menyentuh konsumen untuk membeli produk. Dengan

demikian melalui iklan yang terus menerus dan dijual di berbagai swalayan dan toko menyebabkan

konsumen mudah mencari produk. Hal ini membantu konsumen memilih produk yang sesuai dengan

kebutuhan, sehingga berimplikasi pada semakin kuatnya brand salience produk.

Dapat dikatakan bahwa periklanan menurut hipotesis secara empirik dan teoritik berpengaruh

terhadap brand salience.Perusahaan yang mengeluarkan anggaran besar periklanan menunjukkan

bahwa perusahaan tersebut berinvestasi di sebuah merek berkualitas superior (Kirmani and Wright,

1986). Aaker dan Jacobson (1994) menemukan juga pengaruh positif antara periklanan dan persepsi

kualitas. Pengeluaran periklanan yang berpengaruh positif dengan persepsi kualitas akan

menyebabkan meningkatnya brand equity. Periklanan memainkan peran penting dalam peningkatan

kesadaran merek dan penguatan asosiasi merek. Biaya periklanan yang besar berpengaruh positif

dengan kesadaran merek dan asosiasi merek, sehingga akhirnya memperkuat brand equity.

Temuan ini mendukung penelitian Kirmani and Wright (1986), Aaker dan Jacobson (1994),

dan Dann (2007) bahwa aktivitas periklanan memperkuat merek yang unggul dan keterjangkauan

pelanggan, mendukung juga pernyataan Thomson (2006) dan Low (2000) bahwa periklanan

mendorong permintaan jangka panjang, menimbulkan kesetiaan merek, dan mendorong terjadinya

pembelian ulang.

Pengaruh Moderasi Negara Asal Merek Terhadap Promosi-Harga dan Brand Salience.

Pengujian dalam penelitian tentang pengaruh promosi-harga yang dimoderasi oleh negara

asal berpengaruh positif terhadap brand salience menunjukkan bahwa negara asal memiliki pengaruh

positif dan signifikan terhadap brand salience dengan koefisien path 0,39 dengan p (0,000). Dapat

dikatakan bahwa negara asal berpengaruh terhadap brand salience. Kondisi ini secara empirik

menunjukkan bahwa merek yang berasal dari negara Jepang dan negara maju lainnya sangat

berpengaruh besar terhadap pembelian produk, khususnya brand salience. Produk dari negara maju

yang mereknya belum dikenal ternyata kurang diminati oleh para pelanggan produk. Dengan

demikian merek yang berasal dari negara-negara maju dan merek sudah dikenal dapat meningkatkan

citra produk tersebut.

Dapat dikatakan bahwa hipotesis promosi harga dimoderasi negara asal berpengaruh terhadap

brand salience, secara teoritik dan empirik memiliki pengaruh yang kuat. Beberapa penelitian

menyatakan bahwa banyak konsumen menggunakan petunjuk negara asal merek/country of origin

(COO) sebagai salah satu faktor pembelian (Liefeld, 2002). Pemahaman yang positif terhadap COO

produk tersebut akan membentuk perilaku kesetiaan terhadap sebuah merek produk. Chattalas (2008)

Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana 517

Page 20: Strategi Perang Harga Dalam Pemasaran : Strategi Pintar ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5795/2/PROS_Antonius Suryo... · STRATEGI PERANG HARGA DALAM ... Perang harga dalam

3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014

mengatakan bahwa konsumen juga menggunakan negara asal merek sebagai faktor penting dalam

pemilihan sebuah produk. Penelitian ini sesuai juga dengan temuan Liefeld (2002) dan Chattalas

(2008) bahwa konsumen menggunakan petunjuk negara asal merek/country of origin (COO) sebagai

salah satu faktor pembelian.

Pengaruh Moderasi Reputasi Perusahaan Terhadap Promosi-Harga dan Brand Salience.

Pengujian dalam penelitian tentang pengaruh promosi-harga yang dimoderasi reputasi

perusahaan menunjukkan bahwa reputasi perusahaan memberi efek moderasi terhadap brand salience

dengan koefisien path 0,71 , dengan p (0,000). Reputasi perusahaan melalui jaminan kualitas produk,

produk yang awet, model yang selalu baru mampu meningkatkan brand salience produk. Berarti

reputasi perusahaan meningkatkan kemampuan perusahaan untuk selalu berinovasi dan berkreasi

yang disesuaikan dengan kebutuhan para pelanggannya. Dengan demikian brand salience akan

mampu meningkatkan penjualan melebihi para pesaing, dan berimplikasi pada pengembangan produk

sesuai kebutuhan pelanggan.

Dengan demikian penelitian ini mendukung penelitian Alessandri (2006) bahwa reputasi

perusahaan dan strategi bisnis berperan penting dalam hubungan antara strategi merek dan kinerja

keuangan perusahaan. Menurut Gray (1998) reputasi perusahaan yang bagus dapat dipandang sebagai

harta tidak ternilai, langka dan tidak tergantikan serta tidak dapat mudah ditiru oleh perusahaan

pesaing. Pengaruh Moderasi Status Sosial-Ekonomi Konsumen Terhadap Promosi-Harga dan

Brand Salience.

Pengujian dalam penelitian tentang pengaruh positif promosi harga yang dimoderasi status

sosial-ekonomi terhadap brand salience, menunjukkan bahwa status sosial-ekonomi berpengaruh

positif dan signifikan terhadap brand salience dengan koefisien path 0,51 dan p (0,000). Secara

empirik memperlihatkan bahwa tidak semua orang mampu membeli produk merek Rinnai, selain itu

produk Rinnai mudah dioperasikan serta menunjukkan prestise sebagai produk yang bermerek serta

pengguna juga memiliki tingkat pendidikan yang cukup. Dengan demikian status sosial-ekonomi

memberikan pengaruh pada pengguna yang berkeinginan pada pembelian produk-produk bermerek.

Implikasinya status sosial-ekonomi sebagai peubah moderator dari promosi harga meningkatkan

brand salience produk.Temuan penelitian ini mendukung penelitian Darian (1987), Donthu dan

Garcia (1999), dan Rear-don (2007) yang mengatakan bahwa konsumen yang berpenghasilan lebih

tinggi cenderung mengecilkan nilai resiko keuangan dalam situasi beli sebuah produk, sebaliknya

konsumen berpenghasilan rendah memilih produk dengan har ga bersaing.

Pengaruh Moderasi Negara Asal Merek Terhadap Promosi-Premium dan Brand Salience.

Pengujian dalam penelitian tentang pengaruh positif promosi-premium yang dimoderasi

negara asal terhadap brand salience menunjukkan bahwa negara asal memberi pengaruh positif dan

signifikan terhadap brand salience dengan koefisien path 0,58 dan p (0,000). Hal ini menunjukkan

bahwa merek yang berasal dari negara maju atau yang diproduksi dari negara serumpun memberikan

pengaruh positif terhadap merek sekaligus terhadap brand salience. Produk yang berasal dari negara

maju dan sekaligus dapat memberikan potongan atau hadiah yang menarik, akan memberikan

pengaruh moderasi yang cukup signifikan dan positif bagi brand salience produk. Penelitian ini

mendukung penelitian Steenkamp (2003); Chen (2001); Zacharias (2009); dan Arora (2007) bahwa

promosi-premium sebagai salah satu bentuk sales promotion dipandang positif ketimbang aktivitas

promosi harga. Liefeld (2002) mengatakan bahwa persepsi dan sikap tentang kualitas produk

konsumen dari berbagai negaraselalu menyertakan faktor negara asal.

Pengaruh Moderasi Reputasi Perusahaan Terhadap Promosi-Premium dan Brand Salience

Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana 518

3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014

mengatakan bahwa konsumen juga menggunakan negara asal merek sebagai faktor penting dalam

pemilihan sebuah produk. Penelitian ini sesuai juga dengan temuan Liefeld (2002) dan Chattalas

(2008) bahwa konsumen menggunakan petunjuk negara asal merek/country of origin (COO) sebagai

salah satu faktor pembelian.

Pengaruh Moderasi Reputasi Perusahaan Terhadap Promosi-Harga dan Brand Salience.

Pengujian dalam penelitian tentang pengaruh promosi-harga yang dimoderasi reputasi

perusahaan menunjukkan bahwa reputasi perusahaan memberi efek moderasi terhadap brand salience

dengan koefisien path 0,71 , dengan p (0,000). Reputasi perusahaan melalui jaminan kualitas produk,

produk yang awet, model yang selalu baru mampu meningkatkan brand salience produk. Berarti

reputasi perusahaan meningkatkan kemampuan perusahaan untuk selalu berinovasi dan berkreasi

yang disesuaikan dengan kebutuhan para pelanggannya. Dengan demikian brand salience akan

mampu meningkatkan penjualan melebihi para pesaing, dan berimplikasi pada pengembangan produk

sesuai kebutuhan pelanggan.

Dengan demikian penelitian ini mendukung penelitian Alessandri (2006) bahwa reputasi

perusahaan dan strategi bisnis berperan penting dalam hubungan antara strategi merek dan kinerja

keuangan perusahaan. Menurut Gray (1998) reputasi perusahaan yang bagus dapat dipandang sebagai

harta tidak temilai, langka dan tidak tergantikan serta tidak dapat mudah ditiru oleh perusahaan

pesaing. Pengaruh Moderasi Status Sosial-Ekonomi Konsumen Terhadap Promosi-Harga dan

Brand Salience.

Pengujian dalam penelitian tentang pengaruh positif promosi harga yang dimoderasi status

sosial-ekonomi terhadap brand salience, menunjukkan bahwa status sosial-ekonomi berpengaruh

positif dan signifikan terhadap brand salience dengan koefisien path 0,51 dan p (0,000). Secara

empirik memperlihatkan bahwa tidak semua orang mampu membeli produk merek Rinnai, selain itu

produk Rinnai mudah dioperasikan serta menunjukkan prestise sebagai produk yang bermerek serta

pengguna juga memiliki tingkat pendidikan yang cukup. Dengan demikian status sosial-ekonomi

memberikan pengaruh pada pengguna yang berkeinginan pada pembelian produk-produk bermerek.

Implikasinya status sosial-ekonomi sebagai peubah moderator dari promosi harga meningkatkan

brand salience produk.Temuan penelitian ini mendukung penelitian Darian (1987), Donthu dan

Garcia (1999), dan Reardon (2007) yang mengatakan bahwa konsumen yang berpenghasilan lebih

tinggi cenderung mengecilkan nilai resiko keuangan dalam situasi beli sebuah produk, sebaliknya

konsumen berpenghasilan rendah memilih produk dengan harga bersaing.

Pengaruh Moderasi Negara Asal Merek Terhadap Promosi-Premium dan Brand Salience.

Pengujian dalam penelitian tentang pengaruh positif promosi-premium yang dimoderasi

negara asal terhadap brand salience menunjukkan bahwa negara asal memberi pengaruh positif dan

signifikan terhadap brand salience dengan koefisien path 0,58 dan p (0,000). Hal ini menunjukkan

bahwa merek yang berasal dari negara maju atau yang diproduksi dari negara semmpun memberikan

pengaruh positif terhadap merek sekaligus terhadap brand salience. Produk yang berasal dari negara

maju dan sekaligus dapat memberikan potongan atau hadiah yang menarik, akan memberikan

pengaruh moderasi yang cukup signifikan dan positif bagi brand salience produk. Penelitian ini

mendukung penelitian Steenkamp (2003); Chen (2001); Zacharias (2009); dan Arora (2007) bahwa

promosi-premium sebagai salah satu bentuk sales promotion dipandang positif ketimbang aktivitas

promosi harga. Liefeld (2002) mengatakan bahwa persepsi dan sikap tentang kualitas produk

konsumen dari berbagai negaraselalu menyertakan faktor negara asal.

Pengaruh Moderasi Reputasi Perusahaan Terhadap Promosi-Premium dan Brand Salience

Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana 518

Page 21: Strategi Perang Harga Dalam Pemasaran : Strategi Pintar ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5795/2/PROS_Antonius Suryo... · STRATEGI PERANG HARGA DALAM ... Perang harga dalam

3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014

Pengujian dalam penelitian tentang pengaruh promosi-premium yang dimoderasi reputasi

perusahaan terhadap brand salience menunjukkan bahwa reputasi perusahaan memberi pengaruh

positif dan signifikan terhadap brand salience dengan koefisien path 0,67 (0,000. Hal ini

menunjukkan bahwa reputasi perusahaan selalu menyesuaikan dengan kebutuhan pelanggan. Selalu

berinovasi menggunakan teknologi canggih dari perusahaan terkenal memberikan pengaruh positif

terhadap merek atau brand salience. Reputasi perusahaan akan memberikan pengaruh moderasi yang

cukup signifikan pada brand salience.

Hasil penelitian dari hipotesis dikatakan bahwa promosi-premium yang dimoderasi reputasi

perusahaan berpengaruh positif terhadap brand salience.Singapore Airlines adalah perusahaan

penerbangan kelas dunia yang mempunyai reputasi sangat bagus di dunia penerbangan. Pelanggan

Singapore Airlines merasakan kenyamanan dan terutama jaminan keselamatan dengan memanfaatkan

penerbangan Singapore Airlines. Kampanye iklan Singapore Airlines " In this ever changing world,

Singapore Girl, yon 're a great way to fly, untuk memposisikan negara Singapore sebagai negara yang

hangat, lembut dan bersahabat (Chattalas, 2008). Meskipun demikian dengan menghadapi persaingan

yang ketat di dunia penerbangan, Singapore Airlines barns tetap berpromosi selain dengan aktivitas

periklanan juga dengan promosi-premium berupa Singapore Airlines Frequent Flyer/Kris Flyer.

Konsumen Singapore Airlines yang sudah mengenal reputasi perusahaan tetap merasakan bahwa

merek perusahaan Singapore Airlines sangat positif. Hal sama dilakukan penerbangan domestik

seperti Garuda Indonesia yang berpromosi juga dengan Garuda Indonesia Frequent Flyer, dan masih

dianggap penerbangan domestik terbaik. Dengan demikian promosi-premium serta peubah reputasi

perusahaan sangat berpengaruh pada brand salience, sehingga penelitian ini mendukung penelitian

Chattalas (2008.

Pengaruh Moderasi Status Sosial-Ekonomi Konsumen Terhadap Promosi-Premium dan Brand

Salience.

Pengujian dalam penelitian tentang pengaruh promosi-premium yang dimoderasi status

sosial-ekonomi terhadap brand salience menunjukkan bahwa status sosial-ekonomi berpengaruh

positif dan signifikan terhadap brand salience dengan koefisien path 0,67 p (0,000). Hal ini

menunjukkan bahwa adanya kesesuaian antara daya beli dan harga produk yang mahal memberikan

pengaruh positif terhadap merek atau brand salience. Status sosial-ekonomi akan memberikan

pengaruh moderasi yang signifikan pada brand salience.

Menurut Reardon (2007), konsumen yang memiliki status sosial-ekonomi tinggi cenderung

memilih merek produk yang bernilai tinggi. Konsumen dengan status sosial-ekonomi ini akan lebih

memilih jenis-jenis promosi yang berkelas. Menurut Donthu (1999), konsumen yang berpenghasilan

tinggi cenderung mengabaikan resiko dalam situasi beli. Pada saat memiliki kesetiaan terhadap

merek, mereka mengabaikan faktor-faktor keuangan karena menganggap merek produk yang dibeli

sesuai dengan kebutuhannya. Lebih jauh dikatakan oleh Dari an (1987), bahwa konsumen

berpenghasilan tinggi lebih menyukai membeli produk tanpa meninggalkan rumah, misal dengan

fasilitas belanja lewat internet. Akibatnya promosi-premium yang diberikan untuk produk yang dijual

scharusnya mempertimbangkan faktor status sosial-ekonomi konsumen.

Hasil penelitian dengan hipotesis promosi-premium yang dimoderasi status sosial-ekonomi

berpengaruh positif terhadap brand salience. Penelitian ini mendukung yang dikemukakan Readon

(2007), Donthu (1999) dan Dari an (1987), bahwa konsumen yang memiliki status sosial-ekonomi

lebih tinggi lebih menyukai promosi-premium dan tetap mempertimbangkan brand salience dan

mengabaikan resiko keuangan.

Pengaruh Moderasi Negara Asal Merek Terhadap Periklanan dan Brand Salience

Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana 519

3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014

Pengujian dalam penelitian tentang pengaruh promosi-premium yang dimoderasi reputasi

perusahaan terhadap brand salience menunjukkan bahwa reputasi perusahaan memberi pengaruh

positif dan signifikan terhadap brand salience dengan koefisien path 0,67 (0,000. Hal ini

menunjukkan bahwa reputasi perusahaan selalu menyesuaikan dengan kebutuhan pelanggan. Selalu

berinovasi menggunakan teknologi canggih dari perusahaan terkenal memberikan pengaruh positif

terhadap merek atau brand salience. Reputasi perusahaan akan memberikan pengaruh moderasi yang

cukup signifikan pada brand salience.

Hasil penelitian dari hipotesis dikatakan bahwa promosi-premium yang dimoderasi reputasi

perusahaan berpengaruh positif terhadap brand salience.Singapore Airlines adalah perusahaan

penerbangan kelas dunia yang mempunyai reputasi sangat bagus di dunia penerbangan. Pelanggan

Singapore Airlines merasakan kenyamanan dan temtama jaminan keselamatan dengan memanfaatkan

penerbangan Singapore Airlines. Kampanye iklan Singapore Airlines " In this ever changing world,

Singapore Girl, you 're a great way to fly, untuk memposisikan negara Singapore sebagai negara yang

hangat, lembut dan bersahabat (Chattalas, 2008). Meskipun demikian dengan menghadapi persaingan

yang ketat di dunia penerbangan, Singapore Airlines harus tetap berpromosi selain dengan aktivitas

periklanan juga dengan promosi-premium berupa Singapore Airlines Frequent Flyer/Kris Flyer.

Konsumen Singapore Airlines yang sudah mengenal reputasi perusahaan tetap merasakan bahwa

merek perusahaan Singapore Airlines sangat positif. Hal sama dilakukan penerbangan domestik

seperti Garuda Indonesia yang berpromosi juga dengan Garuda Indonesia Frequent Flyer, dan masih

dianggap penerbangan domestik terbaik. Dengan demikian promosi-premium serta peubah reputasi

perusahaan sangat berpengaruh pada brand salience, sehingga penelitian ini mendukung penelitian

Chattalas (2008.

Pengaruh Moderasi Status Sosial-Ekonomi Konsumen Terhadap Promosi-Premium dan Brand

Salience.

Pengujian dalam penelitian tentang pengaruh promosi-premium yang dimoderasi status

sosial-ekonomi terhadap brand salience menunjukkan bahwa status sosial-ekonomi berpengaruh

positif dan signifikan terhadap brand salience dengan koefisien path 0,67 p (0,000). Hal ini

menunjukkan bahwa adanya kesesuaian antara daya beli dan harga produk yang mahal memberikan

pengaruh positif terhadap merek atau brand salience. Status sosial-ekonomi akan memberikan

pengaruh moderasi yang signifikan pada brand salience.

Menurut Reardon (2007), konsumen yang memiliki status sosial-ekonomi tinggi cenderung

memilih merek produk yang bernilai tinggi. Konsumen dengan status sosial-ekonomi ini akan lebih

memilih jenis-jenis promosi yang berkelas. Menurut Donthu (1999), konsumen yang berpenghasilan

tinggi cenderung mengabaikan resiko dalam situasi beli. Pada saat memiliki kesetiaan terhadap

merek, mereka mengabaikan faktor-faktor keuangan karena menganggap merek produk yang dibeli

sesuai dengan kebutuhannya. Lebih jauh dikatakan oleh Darian (1987), bahwa konsumen

berpenghasilan tinggi lebih menyukai membeli produk tanpa meninggalkan rumah, misal dengan

fasilitas belanja lewat internet. Akibatnya promosi-premium yang diberikan untuk produk yang dijual

seharusnya mempertimbangkan faktor status sosial-ekonomi konsumen.

Hasil penelitian dengan hipotesis promosi-premium yang dimoderasi status sosial-ekonomi

berpengaruh positif terhadap brand salience. Penelitian ini mendukung yang dikemukakan Readon

(2007), Donthu (1999) dan Darian (1987), bahwa konsumen yang memiliki status sosial-ekonomi

lebih tinggi lebih menyukai promosi-premium dan tetap mempertimbangkan brand salience dan

mengabaikan resiko keuangan.

Pengaruh Moderasi Negara Asal Merek Terhadap Periklanan dan Brand Salience

Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana 519

Page 22: Strategi Perang Harga Dalam Pemasaran : Strategi Pintar ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5795/2/PROS_Antonius Suryo... · STRATEGI PERANG HARGA DALAM ... Perang harga dalam

3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014

Pengujian dalam penelitian tentang pengaruh penklanan yang dimoderasi negara asal

terhadap brand salience menunjukkan bahwa negara asal berpengaruh positif dan signifikan terhadap

brand salience dengan koefisien path 0,75 p (0,000). Hal ini menunjukkan bahwa periklanan yang

terns menerus dikemas sedemikian rupa dan dilakukan berkelanjutan memberikan pengaruh positif

terhadap merek atau brand salience. Periklanan memberikan pengaruh moderasi yang positif dan

signifikan pada brand salience.

Hasil penelitian sesuai hipotesis bahwa periklanan dimoderasi negara asal berpengaruh positif

terhadap brand salience. Menurut Low (2000), melakukan aktivitas periklanan berbeda dengan

aktivitas sales promotion. Aktivitas periklanan berorientasi pada hasil jangka panjang, dan disadari

aktivitas periklanan adalah aktivitas pemasaran terbaik dalam membangun sebuah merek produk.

Perusahaan skala besar, khususnya perusahaan di negara maju selalu berkomitmen untuk membangun

kesehatan sebuah merek dan memaksimalkan investasi di bidang periklanan sehingga dapat

memperbaiki dan mengoptimalkan komunikasi pemasaran (Walker, 2002). Aktivitas periklanan yang

dilakukan produsen besar di negara-negara maju ini berimplikasi positif terhadap persepsi konsumen

terhadap merek produk. Penelitian ini mendukung penelitian Chattalas (2008), Walker (2002), dan

Liefeld (2002) bahwa aktivitas periklanan berorientasi pada hasil jangka panjang. Konsumen yang

menanggapi aktivitas periklanan dari perusahaan dengan negara asal merek yang disukai berpengaruh

positif terhadap merek produk.

Pengaruh Moderasi Reputasi Perusahaan Terhadap Periklanan dan Brand Salience.

Pengujian dalam penelitian tentang pengaruh periklanan yang dimoderasi reputasi perusahaan

terhadap brand salience menunjukkan bahwa reputasi perusahaan berpengaruh positif dan signifikan

terhadap brand salience dengan koefisien path 0,99 p (0,000). Hal ini menunjukkan bahwa

periklanan yang dipadukan dengan reputasi perusahaan seperti kelengkapan fitur, kelengkapan

produk, banyaknya suku cadang layanan purna jual memberikan pengaruh positif terhadap merek atau

brand salience. Periklanan yang dimoderasi reputasi perusahaan memberikan pengaruh yang

signifikan pada brand salience.

Hasil penelitian sesuai hipotesis bahwa periklanan dimoderasi reputasi perusahaan berpengaruh

positif terhadap brand salience. Perusahaan yang lebih bereputasi baik akan banyak melakukan

aktivitas periklanan daripada aktivitas sales promotion (Sriram, 2004). Membangun dan menjaga

reputasi manajemen dan reputasi perusahaan menjadi hal strategis untuk perusahaan besar, yang pada

akhirnya berpengaruh positif terhadap merek perusahaan (Martin, 2007). Menurut Dowling (2001)

tantangan membangun sebuah reputasi yang hebat, sehingga dapat menjadi sebuah perusahaan yang

memiliki merek super (corporate superbrand) harus dimulai dari pimpinan puncak perusahaan. Untuk

itu perlu komitmen jangka panjang dari seluruh pemasar untuk melaksanakan aktivitas pemasaran

yang berorientasi jangka panjang bagi merek perusahaan, antara lain dengan aktivitas periklanan.

Dengan demikian hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Sriram (2004), Martin (2007), dan

Dowling (2001) bahwa perusahaan bereputasi baik banyak melakukan aktivitas periklanan, berusaha

membangun reputasi yang hebat, sehingga memiliki merek super (corporate superbrand).

Pengaruh Moderasi Status Sosial-Ekonomi Terhadap Periklanan dan Brand Salience.

Pengujian dalam penelitian tentang pengaruh periklanan yang dimoderasi status sosial-

ekonomi terhadap brand salience menunjukkan bahwa status sosial-ekonomi berpengaruh positif dan

signifikan terhadap brand salience dengan koefisien path 0,96 p(0,000). Hal ini menunjukkan bahwa

periklanan yang dipadukan dengan status sosial-ekonomi seperti kemampuan daya beli, dan tingkat

pendidikan pembeli, memberikan pengaruh positif terhadap merek atau brand salience. Periklanan

Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana 520

3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014

Pengujian dalam penelitian tentang pengaruh periklanan yang dimoderasi negara asal

terhadap brand salience menunjukkan bahwa negara asal berpengaruh positif dan signifikan terhadap

brand salience dengan koefisien path 0,75 p (0,000). Hal ini menunjukkan bahwa periklanan yang

terus menerus dikemas sedemikian rupa dan dilakukan berkelanjutan memberikan pengaruh positif

terhadap merek atau brand salience. Periklanan memberikan pengaruh moderasi yang positif dan

signifikan pada brand salience.

Hasil penelitian sesuu hipotesis bahwa periklanan dimoderasi negara asal berpengaruh positif

terhadap brand salience. Menurut Low (2000), melakukan aktivitas periklanan berbeda dengan

aktivitas sales promotion. Aktivitas periklanan berorientasi pada hasil jangka panjang, dan disadari

aktivitas periklanan adalah aktivitas pemasaran terbaik dalam membangun sebuah merek produk.

Perusahaan skala besar, khususnya perusahaan di negara maju selalu berkomitmen untuk membangun

kesehatan sebuah merek dan memaksimalkan investasi di bidang periklanan sehingga dapat

memperbaiki dan mengoptimalkan komunikasi pemasaran (Walker, 2002). Aktivitas periklanan yang

dilakukan produsen besar di negara-negara maju ini berimplikasi positif terhadap persepsi konsumen

terhadap merek produk. Penelitian ini mendukung penelitian Chattalas (2008), Walker (2002), dan

Liefeld (2002) bahwa aktivitas periklanan berorientasi pada hasil jangka panjang. Konsumen yang

menanggapi aktivitas periklanan dari perusahaan dengan negara asal merek yang disukai berpengaruh

positif terhadap merek produk.

Pengaruh Moderasi Reputasi Perusahaan Terhadap Periklanan dan Brand Salience.

Pengujian dalam penelitian tentang pengaruh periklanan yang dimoderasi reputasi perusahaan

terhadap brand salience menunjukkan bahwa reputasi perusahaan berpengaruh positif dan signifikan

terhadap brand salience dengan koefisien path 0,99 p (0,000). Hal ini menunjukkan bahwa

periklanan yang dipadukan dengan reputasi perusahaan seperti kelengkapan fitur, kelengkapan

produk, banyaknya suku cadang layanan purna jual memberikan pengaruh positif terhadap merek atau

brand salience. Periklanan yang dimoderasi reputasi perusahaan memberikan pengaruh yang

signifikan pada brand salience.

Hasil penelitian sesuai hipotesis bahwa periklanan dimoderasi reputasi perusahaan berpengaruh

positif terhadap brand salience. Perusahaan yang lebih bereputasi baik akan banyak melakukan

aktivitas periklanan daripada aktivitas sales promotion (Sriram, 2004). Membangun dan menjaga

reputasi manajemen dan reputasi perusahaan menjadi hal strategis untuk perusahaan besar, yang pada

akhirnya berpengaruh positif terhadap merek perusahaan (Martin, 2007). Menurut Dowling (2001)

tantangan membangun sebuah reputasi yang hebat, sehingga dapat menjadi sebuah perusahaan yang

memiliki merek super (corporate superbrand) barns dimulai dari pimpinan puncak perusahaan. Untuk

itu perlu komitmen jangka panjang dari seluruh pemasar untuk melaksanakan aktivitas pemasaran

yang berorientasi jangka panjang bagi merek perusahaan, antara lain dengan aktivitas periklanan.

Dengan demikian hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Sriram (2004), Martin (2007), dan

Dowling (2001) bahwa perusahaan bereputasi baik banyak melakukan aktivitas periklanan, berusaha

membangun reputasi yang hebat, sehingga memiliki merek super (corporate superbrand).

Pengaruh Moderasi Status Sosial-Ekonomi Terhadap Periklanan dan Brand Salience.

Pengujian dalam penelitian tentang pengaruh periklanan yang dimoderasi status sosial-

ekonomi terhadap brand salience menunjukkan bahwa status sosial-ekonomi berpengaruh positif dan

signifikan terhadap brand salience dengan koefisien path 0,96 p(0,000). Hal ini menunjukkan bahwa

periklanan yang dipadukan dengan status sosial-ekonomi seperti kemampuan daya beli, dan tingkat

pendidikan pembeli, memberikan pengaruh positif terhadap merek atau brand salience. Periklanan

Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana 520

Page 23: Strategi Perang Harga Dalam Pemasaran : Strategi Pintar ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5795/2/PROS_Antonius Suryo... · STRATEGI PERANG HARGA DALAM ... Perang harga dalam

3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014

yang dimoderasi karaktcristik status sosial ekonomi memberikan pcngaruh yang signifikan pada

brand salience.

Hasil penelitian sesuai dengan hipotesis bahwa periklanan yang dimoderasi status sosial-

ekonomi berpengaruh terhadap brand salience. Darian (1987) dan Donthu and Garcia (1999)

mengatakan bahwa konsumen berpenghasilan lebih tinggi cenderung mengecilkan nilai resiko

keuangan dalam membeli sebuah produk, sehingga hal ini berimplikasi bagi konsumen dengan status

sosial-ekonomi tinggi ini untuk memerlukan informasi yang lebih baik tentang produk. Mated iklan

yang baik dan menonjolkan sisi kelebihan dan manfaat produk dinilai sangat efektif bagi konsumen

dengan status sosial-ekonomi tinggi.

Kesimpulan

Meskipun penelitian ini memperlihatkan bahwa brand salience sangat penting, namun

peubah-peubah lain berperan besar dalam membentuk brand salience yang kuat, seperti peubah bebas

sebagai antecendent : promosi-harga, promosi-premium dan periklanan. Selain itu peubah moderator

juga berperan besar- dalam pembentukan brand salience, seperti peubah negara asal merek, reputasi

perusahaan, serta status sosial-ekonomi. Kekuatan brand salience ternyata menjadi faktor determinan

utama untuk meningkatkan penjualan produk elektronik rumah tangga dalam kasus ini adalah produk

kompor gas Rinnai. Pemilihan konsumen terhadap produk kompor gas Rinnai ternyata didukung oleh

brand salience yang sudah kuat, sehingga mendominasi pasar produk kompor gas.

Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa brand salience sangat penting bagi bisnis. Dengan

demikian dalam membangun bisnis, penguatan merek menjadi penentu utama peningkatan penjualan

produk. Temuan penelitian ini menunjukkan perusahaan perlu memperkuat brand salience dengan

penerapan promosi-harga yang disesuaikan dengan target pasar-, sehingga menguntungkan penjualan.

Artinya promosi-harga ditujukan untuk konsumen dengan status sosial-ekonomi yang memiliki daya

beli terbatas, demikian pula diterapkan dalam promosi-premium. Periklanan sebaiknya tidak

dilakukan dalam waktu singkat, melainkan harus dilakukan secara berkelanjutan, karena periklanan

berkelanjutan akan memperkuat citra pelanggan dalam melakukan pembelian terhadap produk

bermerek tersebut.

Reputasi perusahaan menjadi kunci utama perusahaan, karena itu menjaga reputasi

perusahaan menjadi taruhan bagi bisnis dalam jangka panjang. Reputasi perusahaan yang baik akan

mempermudah meraih keuntungan dalam jangka pendek dan jangka menengah, dapat menciptakan

peluang baru, dan dalam jangka panjang dapat menciptakan pasar-. Negara asal merek yang sudah

diperhitungkan akan memberikan pcngaruh penting terhadap kemampuan perusahaan dalam

meningkatkan penjualan produk. Konsumen dengan pendapatan menengah ke atas dalam membeli

produk tidak hanya memilih merek tertentu, namun prestise produk juga menjadi bahan

pertimbangan. Karakteristik status sosial-ekonomi yang berkaitan dengan pendapatan, pendidikan

serta jenis pekerjaan, perlu dijadikan tolok ukur dalam menentukan target pasar bagi perusahaan.

Tar-get pasar yang tidak tepat mengakibatkan kesalahan dalam menjaring konsumen untuk membeli

produk tertentu.

Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini khusus pada produk kompor gas merek Rinnai yang terdapat di swalayan dan

gerai-gerai elektronik di Kota Semarang, Yogyakarta dan Klaten, tidak menyeluruh di seluruh

wilayah Indonesia, sehingga penelitian yang akan datang perlu dikembangkan di gerai-gerai

elektronika wilayah Indonesia secara lebih luas. Penelitian ini menggunakan data persepsi hasil

kuesioner terhadappembeli dan pelanggan produk kompor gas merek Rinnai, sehingga analisis yang

Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana 521

3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014

yang dimoderasi karakteristik status sosial ekonomi memberikan pengaruh yang signifikan pada

brand salience.

Hasil penelitian sesuai dengan hipotesis bahwa periklanan yang dimoderasi status sosial-

ekonomi berpengaruh terhadap brand salience. Darian (1987) dan Donthu and Garcia (1999)

mengatakan bahwa konsumen berpenghasilan lebih tinggi cenderung mengecilkan nilai resiko

keuangan dalam membeli sebuah produk, sehingga hal ini berimplikasi bagi konsumen dengan status

sosial-ekonomi tinggi ini untuk memerlukan informasi yang lebih baik tentang produk. Materi iklan

yang baik dan menonjolkan sisi kelebihan dan manfaat produk dinilai sangat efektif bagi konsumen

dengan status sosial-ekonomi tinggi.

Kesimpulan

Meskipun penelitian ini memperlihatkan bahwa brand salience sangat penting, namun

peubah-peubah lain berperan besar dalam membentuk brand salience yang kuat, seperti peubah bebas

sebagai antecendent : promosi-harga, promosi-premium dan periklanan. Selain itu peubah moderator

juga berperan besar dalam pembentukan brand salience, seperti peubah negara asal merek, reputasi

perusahaan, serta status sosial-ekonomi. Kekuatan brand salience temyata menjadi faktor determinan

utama untuk meningkatkan penjualan produk elektronik rumah tangga dalam kasus ini adalah produk

kompor gas Rinnai. Pemilihan konsumen terhadap produk kompor gas Rinnai ternyata didukung oleh

brand salience yang sudah kuat, sehingga mendominasi pasar produk kompor gas.

Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa brand salience sangat penting bagi bisnis. Dengan

demikian dalam membangun bisnis, penguatan merek menjadi penentu utama peningkatan penjualan

produk. Temuan penelitian ini menunjukkan perusahaan perlu memperkuat brand salience dengan

penerapan promosi-harga yang disesuaikan dengan target pasar, sehingga menguntungkan penjualan.

Artinya promosi-harga ditujukan untuk konsumen dengan status sosial-ekonomi yang memiliki daya

beli terbatas, demikian pula diterapkan dalam promosi-premium. Periklanan sebaiknya tidak

dilakukan dalam waktu singkat, melainkan harus dilakukan secara berkelanjutan, karena periklanan

berkelanjutan akan memperkuat citra pelanggan dalam melakukan pembelian terhadap produk

bermerek tersebut.

Reputasi perusahaan menjadi kunci utama perusahaan, karena itu menjaga reputasi

perusahaan menjadi taruhan bagi bisnis dalam jangka panjang. Reputasi perusahaan yang baik akan

mempermudah meraih keuntungan dalam jangka pendek dan jangka menengah, dapat menciptakan

peluang baru, dan dalam jangka panjang dapat menciptakan pasar. Negara asal merek yang sudah

diperhitungkan akan memberikan pengaruh penting terhadap kemampuan perusahaan dalam

meningkatkan penjualan produk. Konsumen dengan pendapatan menengah ke atas dalam membeli

produk tidak hanya memilih merek tertentu, namun prestise produk juga menjadi bahan

pertimbangan. Karakteristik status sosial-ekonomi yang berkaitan dengan pendapatan, pendidikan

serta jenis pekerjaan, perlu dijadikan tolok ukur dalam menentukan target pasar bagi perusahaan.

Target pasar yang tidak tepat mengakibatkan kesalahan dalam menjaring konsumen untuk membeli

produk tertentu.

Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini khusus pada produk kompor gas merek Rinnai yang terdapat di swalayan dan

gerai-gerai elektronik di Kota Semarang, Yogyakarta dan Klaten, tidak menyeluruh di seluruh

wilayah Indonesia, sehingga penelitian yang akan datang perlu dikembangkan di gerai-gerai

elektronika wilayah Indonesia secara lebih luas. Penelitian ini menggunakan data persepsi hasil

kuesioner terhadappembeli dan pelanggan produk kompor gas merek Rinnai, sehingga analisis yang

Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana 521

Page 24: Strategi Perang Harga Dalam Pemasaran : Strategi Pintar ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5795/2/PROS_Antonius Suryo... · STRATEGI PERANG HARGA DALAM ... Perang harga dalam

3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014

dilakukan tidak menggunakan data nyata penjualan para pengusaha. Dengan demikian penelitian yang

akan datang diperlukan data nyata masing-masing pengusaha terhadap penjualan produk Rinnai untuk

membandingkan data nyata dengan data teoritis, dengan metode yang terus diperbaharui.

Penelitian ini khusus untuk responden pembeli produk kompor gas Rinnai sehingga perlu

diperluas bukan hanya produk kompor gas Rinnai, namun perlu diperluas pada produk elektronik

yang lain sehingga dapat digunakan secara lebih luas untuk produk elektronika lainnya sehingga lebih

bermafaat bagi para pemasar di industri elektronika. Penelitian ini mengeliminir butir-butir indikator

yang tidak valid untuk dijawab pelanggan atau responden, dan 400 sampel hanya menjadi 397

sampel yang valid. Dengan demikian penelitian yang akan datang responden perlu diperbanyak dan

diperluas sebagai pembanding basil yang didapat dari analisis hasil teoritis. Penelitian ini dilakukan

terhadap konsumen di Indonesia, perlu diperluas terhadap konsumen di negara berkembang lain,

bahkan terhadap konsumen di negara-negara maju, sehingga akan menghasilkan temuan lebih

bermanfaat bagi para pemasar secara keseluruhan.

DAFTAR PUSTAKA

Aaker, D. (1996). "Measuring Brand Equity Across Products and Markets." California Management

Review38(3).

Aaker, D. (2001). "Building Strong Brands." Social Marketing OuarterlvVII(2).

Aaker, D. (2004). "Leveraging the Corporate Brand." California Management Review46(3).

Aaker, D. and R. Jacobson (1994). "The Financial Information Content of PerceivedQuality." Journal

of Marketing Research31: 191-201.

Aaker, J. (1997). "Dimensions of Brand Personality." Journal of Marketing ResearchXXXIV: 347-

356

Ailawadi, K., D. Lehmann, et al. (2003). "Revenue Premium as an Outcome Measure of Brand

Equity." Journal of Marketing67: 1-17.

Alessandri, S. W. and T. M. Alessandri (2006). Exploring the Moderators on theBranding Strategy-

Financial Performance Relationship. 10th Annual International Conference on

Reputation,Image,Identity and Competitiveness, New York City.

Arora, N. and T. Henderson (2007). "Embedded Premium Promotion: Why It Works andHow to Make

It More Effective." Marketing Science24(4): 514-531.

Bagozzi, R. P., & Yi, Y. (1991). Multitrait-multimethod matrices in consumer research. Journal of

Consumer Research, 17, 426-439

Ball, J. (2008). "Creating Emotional Brand Connections: Emotional Benefits, BrandMeaning, and

Self-Congruity." University of Texas at Austin.

Barrios, A., S. Camacho, et al. (2008). "The Effect of Consumer's Socio EconomicStratum on

Complexing Expectations of New Technological Product." Journal of Business Research.

Berry, L. (2000). "Cultivating Service Brand Equity." Journal of Academy of Marketing Science28:

128-137.

rife feb Fakultas Ekonomika dan Bisnis rtJwi Universitas Kristen Satya Wacana

3rd Economics & Business Hesearoh Festival 13 November 2014

dilakukan tidak menggunakan data nyata penjualan para pengusaha. Dengan demikian penelitian yang

akan datang diperlukan data nyata masing-masing pengusaha terhadap penjualan produk Rinnai untuk

membandingkan data nyata dengan data teoritis, dengan metode yang terus diperbaharui.

Penelitian ini khusus untuk responden pembeli produk kompor gas Rinnai sehingga perlu

diperluas bukan hanya produk kompor gas Rinnai, namun perlu diperluas pada produk elektronik

yang Iain sehingga dapat digunakan secara lebih luas untuk produk elektronika lainnya sehingga lebih

bermafaat bagi para pemasar di industri elektronika. Penelitian ini mengeliminir butir-butir indikator

yang tidak valid untuk dijawab pelanggan atau responden, dari 400 sampel hanya menjadi 397

sampel yang valid. Dengan demikian penelitian yang akan datang responden perlu diperbanyak dan

diperluas sebagai pembanding basil yang didapat dari analisis basil teoritis. Penelitian ini dilakukan

terhadap konsumen di Indonesia, perlu diperluas terhadap konsumen di negara berkembang lain,

bahkan terhadap konsumen di negara-negara maju, sehingga akan menghasilkan temuan lebih

bermanfaat bagi para pemasar secara keseluruhan.

DAFTAR PUSTAKA

Aaker, D. (1996). "Measuring Brand Equity Across Products and Markets." California Management

Review38(3).

Aaker, D. (2001). "Building Strong Brands." Social Marketing QuarterlvVII(2).

Aaker, D. (2004). "Leveraging the Corporate Brand." California Management Review46(3).

Aaker, D. and R. Jacobson (1994). "The Financial Information Content of PerceivedQuality." Journal

of Marketing Research31: 191-201.

Aaker, J. (1997). "Dimensions of Brand Personality." Journal of Marketing ResearchXXXIV: 347-

356

Ailawadi, K., D. Lehmann, et al. (2003). "Revenue Premium as an Outcome Measure of Brand

Equity." Journal of Marketing67: 1-17.

Alessandri, S. W. and T. M. Alessandri (2006). Exploring the Moderators on theBranding Strategy-

Financial Performance Relationship. 10th Annual International Conference on

Reputation,Image,Identity and Competitiveness, New York City.

Arora, N. and T. Henderson (2007). "Embedded Premium Promotion: Why It Works andHow to Make

It More Effective." Marketing Science24(4): 514-531.

Bagozzi, R. P., & Yi, Y. (1991). Multitrait-multimethod matrices in consumer research. Journal of

Consumer Research, 17, 426-439

Ball, J. (2008). "Creating Emotional Brand Connections: Emotional Benefits, BrandMeaning, and

Self-Congruity." University of Texas at Austin.

Barrios, A., S. Camacho, et al. (2008). "The Effect of Consumer's Socio EconomicStratum on

Complexing Expectations of New Technological Product." Journal of Business Research.

Berry, L. (2000). "Cultivating Service Brand Equity." Journal of Academy of Marketing Science28:

128-137.

febj Fakultas Ekonomika dan Bisnis

Universitas Kristen Satya Wacana 522

Page 25: Strategi Perang Harga Dalam Pemasaran : Strategi Pintar ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5795/2/PROS_Antonius Suryo... · STRATEGI PERANG HARGA DALAM ... Perang harga dalam

3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014

Blattberg, Robert, et al. (1996). "Manage Marketing by the Customer Equity Test." Harvard Business

Review74: 136-44.

Boyd, T. and C. Mason (1999). "The Link Between Attractiveness of "Extrabrand" Attributes and the

Adoption of Innovations." Journal of Academy of Marketing Science27: 306-319.

Brakenridge, D. (2001). Cvberbranding: Brand Building in the Digital Economy. Pearson Education.

Callaghan, W. and B. Wilson (2001). "The Role of the Category in Brand Equity Studies: A Brand

Attitudinal Segmentation Perspective." RMIT University Melbourne.

Chattalas, M., T. Kramer, et al. (2008). "The Impact of National Stereotypes on theCountry of Origin

Effect." International Marketing Review25(l): 54-74.

Chattopadhyay, T., S. Shivani, et al. (2009). "Determinants of Brand Equity- A Blue printfor Building

Strong Brand: A Study of Automobile Segment in India." African Journal of Marketing

Management 1 (4): 109-121.

Chen, P. Y. S. and L. M.Hitt (2001). "Brand Awareness and Price Dispersion in Electronic Markets."

Twenty-second International Conference on Information System.

Chernatony, L. d. (1993). "Categorizing Brands: Evolutionary Processes Underpinned byTwo Key

Dimensions." Journal of Marketing Management2: 173-188.

Christodoulides, G. and L. d. Chernatony (2004). "Dimensionalising on-and Offline Brands'

Composite Equity." Journal of Product and Brand Management.

Cooper, L. (2000). "Strategic Marketing Planning for Radically New Products." Journal of

Marketing64: 1-16.

Creswell, J. (2003). Research Design: Qualitative, Quantitative and Mixed Methods Approaches. Sage

Publications.

Darian, J. (1987). "In-home Shopping: Are There Consumer Segment?" Journal of Retailing63(2):

163-186.

D'Astous, A. and I. Jacob (2002). "Understanding Consumer Reactions to Premium-Based

Promotional Offers." European Journal of Marketing36( 11/12): 1270.

D'Astous, A. and V. Landreville (2003). "An Experimental Investigation of Factors Affecting

Consumer's Perceptions of Sales Promotions." European Journal of Marketing37( 11/12):

1746.

Davis, J. (2007). Measuring Marketing: 103 Key Metrics Every Marketer Needs. John Wiley & Sons

(Asia) Pte Ltd.

Daye, D. and B. V. Auken (2008). "Country of Origin A Brands Best Friend." Branding Strategy

Insider.

Daye, D. and B. V. Auken (2010). "Brand Salience: Why It's Important For Your Brand." Branding

Strategy Insider.

DelVecchio, D. and D. Smith (2005). "Brand Extension Price Premiums: The Effects ofPerceived Fit

and Extension Product Category Risk." Journal of Academy of Marketing Science33: 184-

196.

Donthu, N. and A. Garcia (1999). "The Internet Shopper." Journal of Advertising

Research(Mav/June): 52-58.

Fakultas Ekonomika dan Bisnis 523 Universitas Kristen Satya Wacana m m :W

3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014

Blattberg, Robert, et al. (1996). "Manage Marketing by the Customer Equity Test." Harvard Business

Review74: 136-44.

Boyd, T. and C. Mason (1999). "The Link Between Attractiveness of "Extrabrand" Attributes and the

Adoption of Innovations." Journal of Academy of Marketing Science27: 306-319.

Brakenridge, D. (2001). Cvberbranding: Brand Building in the Digital Economy. Pearson Education.

Callaghan, W. and B. Wilson (2001). "The Role of the Category in Brand Equity Studies: A Brand

Attitudinal Segmentation Perspective." RMIT University Melbourne.

Chattalas, M., T. Kramer, et al. (2008). "The Impact of National Stereotypes on theCountry of Origin

Effect." International Marketing Review25(l): 54-74.

Chattopadhyay, T., S. Shivani, et al. (2009). "Determinants of Brand Equity- A Blue printfor Building

Strong Brand: A Study of Automobile Segment in India." African Journal of Marketing

Managementl(4): 109-121.

Chen, P. Y. S. and L. M.Hitt (2001). "Brand Awareness and Price Dispersion in Electronic Markets."

Twenty-second International Conference on Information System.

Chernatony, L. d. (1993). "Categorizing Brands: Evolutionary Processes Underpinned byTwo Key

Dimensions." Journal of Marketing Management2: 173-188.

Christodoulides, G. and L. d. Chernatony (2004). "Dimensionalising on-and Offline Brands'

Composite Equity." Journal of Product and Brand Management.

Cooper, L. (2000). "Strategic Marketing Planning for Radically New Products." Journal of

Marketing64: 1-16.

Creswell, J. (2003). Research Design: Qualitative, Quantitative and Mixed Methods Approaches. Sage

Publications.

Darian, J. (1987). "In-home Shopping: Are There Consumer Segment?" Journal of Retailing63(2):

163-186.

D'Astous, A. and I. Jacob (2002). "Understanding Consumer Reactions to Premium-Based

Promotional Offers." European Journal of Marketing36(11/12): 1270.

D'Astous, A. and V. Landreville (2003). "An Experimental Investigation of Factors Affecting

Consumer's Perceptions of Sales Promotions." European Journal of Marketing37(ll/12):

1746.

Davis, J. (2007). Measuring Marketing: 103 Key Metrics Every Marketer Needs. John Wiley & Sons

(Asia) Pte Ltd.

Daye, D. and B. V. Auken (2008). "Country of Origin A Brands Best Friend." Branding Strategy

Insider.

Daye, D. and B. V. Auken (2010). "Brand Salience; Why It's Important For Your Brand." Branding

Strategy Insider.

DelVecchio, D. and D. Smith (2005). "Brand Extension Price Premiums: The Effects ofPerceived Fit

and Extension Product Category Risk." Journal of Academy of Marketing Science33: 184-

196.

Donthu, N. and A. Garcia (1999). "The Internet Shopper." Journal of Advertising

Res xr (May/June): 52-58.

Fakultas Ekonomika dan Bisnis 523 Universitas Kristen Satya Wacana feb

Page 26: Strategi Perang Harga Dalam Pemasaran : Strategi Pintar ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5795/2/PROS_Antonius Suryo... · STRATEGI PERANG HARGA DALAM ... Perang harga dalam

3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014

Dowling, G. (2001). Creating Corporate Reputations: Identity. Image, and Peformance. Oxford

University Press.

Farris, P. W., N. T. Bendle, et al. (2006). Marketing Metrics: 50+ Metrics EveryExecutive Should

Master. Wharton School Publishing.

Gardener, E. and M. Trivedi (1998). "A Communications Framework to Evaluate SalesPromotion

Strategies." Journal of Advertising Research8(3).

Gedenk, K. and S. A. Neslin (1999). "The Role of Retail Promotion in DeterminingFuture Brand

Loyalty: Its Effect on Purchase Event Feedback." Journal of Retailing 75(4): 433.

Gefen, D., D. W. Straub, et al. (2000). "Structural Equation Modeling and RegressionGuidelines for

Research Practice." Communications of the Association fo Information Svstem4(7).

Gray, E. and B. JMT (1998). "Managing Corporate Image and Corporate Reputation." Long Range

Planning 31(5): 695-702.

Hair, J., W. Black, et al. (2006). Multivariate Data Analysis, Prentice Hall New Jersey.

Han, J. (1998). "Brand Extensions in a Competitive Context: Effect of CompetitiveTargets and

Products Attribute Typically on Perceived Quality." Academy of Marketing Science

Reviewl998.

Hoeffler, S. and K. L. Keller (2002). "Building Brand Equity Through Corporate SocietalMarketing."

Journal of Public Policy and Marketing21: 78-89.

Hoeffler, S. and K. L. Keller (2003). "The Marketing Advantage of Strong Brands." Brand

Management 10(6): 421-445.

Holt, D. (2002). "Why Do Brands Cause Trouble? A Dialectical Theory of ConsumerCulture and

Branding." Journal of Consumer Research29.

Hwai, L. Y. and A. K. Soon (2003). "Brand Name Suggestiveness: A Chinese

LanguagePersr)ective."International Journal of Research in Marketing20: 323-335.

Hymann, M. and I. Mathur (2005). "Retrospective and Prospective Views on theMarketing/Finance

Interface." Journal of Academy of Marketing Science33: 390-400.

Insch, G. S. and J. B. McBride (2004). "The Impact of Country-of-Origin Cues onConsumer

Perceptions of Product Quality: A Binational Test of Decomposed Country-of-Origin

Construct." Journal of Business Research57: 256-265.

Jaju, A., C. Joiner, et al. (2006). "Consumer Evaluations of Corporate BrandRedeployments."Journal

of Academy of Marketing Science34: 206-215.

Jedidi, K. and C. F. Mela (1999). "Managing Advertising and Promotion for Long-RunProfitability."

Marketing Science.

Katahiro, H., M. Mizuno, et al. (1993). "New Product Successess in the Japanese Consumer Goods

Market."SEI Center for Awareness Studies in Management.

Kay, M. (2006). "Strong Brands and Corporate Brands." European Journal of Marketing40(7/8): 742-

760.

Keller, K. L. (1993). "Conceptualizing, Measuring, and Managing Customer-Based BrandEquity."

Journal of Marketings?: 1-22.

Fakultas Ekonomika dan Bisnis rUniversitas Kristen Satya Wacana

524

3rd Economics & Business nesearoh Festival 13 November 2014

Dowling, G. (2001). Creating Corporate Reputations: Identity. Image, and Peformance. Oxford

University Press.

Farris, P. W., N. T. Bendle, et al. (2006). Marketing Metrics: 50+ Metrics EveryExecutive Should

Master. Wharton School Publishing.

Gardener, E. and M. Trivedi (1998). "A Communications Framework to Evaluate SalesPromotion

Strategies." Journal of Advertising Research8(3).

Gedenk, K. and S. A. Neslin (1999). "The Role of Retail Promotion in DeterminingFuture Brand

Loyalty: Its Effect on Purchase Event Feedback." Journal of Retailing 75(4): 433.

Gefen, D., D. W. Straub, et al. (2000). "Structural Equation Modeling and RegressionGuidelines for

Research Practice." Communications of the Association fo Information Svstem4(7).

Gray, E. and B. JMT (1998). "Managing Corporate Image and Corporate Reputation." Long Range

Planning 31(5): 695-702.

Hair, J., W. Black, et al. (2006). Multivariate Data Analysis. Prentice Hall New Jersey.

Han, J. (1998). "Brand Extensions in a Competitive Context: Effect of CompetitiveTargets and

Products Attribute Typically on Perceived Quality." Academy of Marketing Science

Reviewl998.

Hoeffler, S. and K. L. Keller (2002). "Building Brand Equity Through Corporate SocietalMarketing."

Journal of Public Policy and Marketing21: 78-89.

Hoeffler, S. and K. L. Keller (2003). "The Marketing Advantage of Strong Brands." Brand

Management 10(6): 421-445.

Holt, D. (2002). "Why Do Brands Cause Trouble? A Dialectical Theory of ConsumerCulture and

Branding." Journal of Consumer Research29.

Hwai, L. Y. and A. K. Soon (2003). "Brand Name Suggestiveness: A Chinese

LanguagePerspective."International Journal of Research in Marketing20: 323-335.

Hymann, M. and I. Mathur (2005). "Retrospective and Prospective Views on theMarketing/Finance

Interface " Journal of Academy of Marketing Science33: 390-400.

Insch, G. S. and J. B. McBride (2004). "The Impact of Country-of-Origin Cues onConsumer

Perceptions of Product Quality: A Binational Test of Decomposed Country-of-Origin

Construct."Joumal of Business Research57: 256-265.

Jaju, A., C. Joiner, et al. (2006). "Consumer Evaluations of Corporate BrandRedeployments."Journal

of Academy of Marketing Science34: 206-215.

Jedidi, K. and C. F. Mela (1999). "Managing Advertising and Promotion for Long-RunProfitability."

Marketing Science.

Katahiro, H., M. Mizuno, et al. (1993). "New Product Successess in the Japanese Consumer Goods

Market."SEI Center for Awareness Studies in Management.

Kay, M. (2006). "Strong Brands and Corporate Brands." European Journal of Marketing40(7/8): 742-

760.

Keller, K. L. (1993). "Conceptualizing, Measuring, and Managing Customer-Based BrandEquity."

Journal of Marketings?: 1-22.

febj Fakultas Ekonomika dan Bisnis

Universitas Kristen Satya Wacana 524

Page 27: Strategi Perang Harga Dalam Pemasaran : Strategi Pintar ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5795/2/PROS_Antonius Suryo... · STRATEGI PERANG HARGA DALAM ... Perang harga dalam

3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014

Keller, K. L. (2001). "Building Customer-Based Brand Equity: A Blueprint for CreatingStrong

Brands." Marketing Science Institute Working Paper Series.

Keller, K. L. (2008). Strategic Brand Management. Pearson Education LTD.

Keller, K. L. and D. R. Lehman (2006). "Brands and Branding: Research Findings and Future

Priorities." Marketing Science25(6): 740-759.

Kenesei, Z. and S. Todd (2004). "The Use of Price in the Purchase Decision." Journal of Empirical

Generalisations in Marketing ScienceS: 1-21.

Kirmani, Amna, et al. (1989). "Money Talks: Perceived Advertising Expenditures andExpected

Product Quality." Journal of Consumer Researchl6: 344-353.

Kohli, C. and L. Leuthesser (2001). "Brand Equity: Capitalizing on Intellectual Capital."

Kumar and M. George (2007). "Measuring and Maximixing Customer Equity: A CriticalAnalysis."

Journal of Academy of Marketing Science35: 157-171.

Lans, R. V. D., R. Pieters, et al. (2008). "Competitive Brand Salience." Marketing Science27(5): 922-

Leone, R., V. Rao, et al. (2006). "Linking Brand Equity to Customer Equity." Journal of Service

Research: 125.

Liefeld, J. (2002). "Consumer Knowledge and Use of Country-of-Origin Information atthe Point of

Purchase." University of Guelph, Ontario. Canada.

Lightfoot, W. (2000). Product Life Cycles Stages, on-line <http://www.marketinginc.com> McGrath

M.Product Strategy of High-Technology Companies, McGraw-Hill.2000.

Low, G. and J. Mohr (2000). "Advertising vs Sales Promotion: A Brand ManagementPerspective."

Journal of Product and Brand Management9: 389-414.

Mackay, M. M. (2001). "Application of Brand Equity Measures in Service Markets." Journal of

Services MarketinglS.

Martensen, A. and L. Gronholt (2002). "A Brand Equity Measurement and ManagementSystem."

Copenhagen Business School Denmark.

Martin, I., D. Steward, et al. (2005). "Branding Strategies, Marketing Communication, and Perceived

Brand Meaning: The Transfer of Purposive, Goal-Oriented Brand Meaningto Brand

Extensions." Journal of Academy of Marketing Science33: 275-294.

Martin (2007). "Corporate Reputation and Branding in Global Companies: TheChallenges for People

Management and HR." Marketing Science Institute Working Paper Series: 227.

Mitchell, R., B. Agle, et al. (1997). "Toward a Theory of Stakeholder Identificationand Salience:

Defining the Principle of Who and What Really Counts." The Academy of Management

Review4: 853-86.

Moorman, C. and R. Rust (1999). "The Role of Marketing." Journal of Marketing63: 180-197.

Nedungadi, P., A. Chattopadhyay, et al. (2001). "Category Structure, Brand Recall, andChoice."

International Journal of Research in MarketinglS: 191-202.

Nijs, V., M. Dekimpe, et al. (2001). "The Category-Demand Effects of PricePromotions." Marketing

Science20: 1-22.

931.

Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana 525

3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014

Keller, K. L. (2001). "Building Customer-Based Brand Equity: A Blueprint for CreatingStrong

Brands." Marketing Science Institute Working Paper Series.

Keller, K. L. (2008). Strategic Brand Management. Pearson Education LTD.

Keller, K. L. and D. R. Lehman (2006). "Brands and Branding; Research Findings and Future

Priorities." Marketing Science25(6): 740-759.

Kenesei, Z. and S. Todd (2004). "The Use of Price in the Purchase Decision." Journal of Empirical

Generalisations in Marketing ScienceS: 1-21.

Kirmani, Amna, et al. (1989). "Money Talks; Perceived Advertising Expenditures andExpected

Product Quality." Journal of Consumer Researchl6: 344-353.

Kohli, C. and L. Leuthesser (2001). "Brand Equity Capitalizing on Intellectual Capital."

Kumar and M. George (2007). "Measuring and Maximixing Customer Equity: A CriticalAnalysis."

Journal of Academy of Marketing Science35: 157-171.

Lans, R. V. D., R. Pieters, et al. (2008). "Competitive Brand Salience." Marketing Science27(5): 922-

Leone, R., V. Rao, et al. (2006). "Linking Brand Equity to Customer Equity." Journal of Service

Research: 125.

Liefeld, J. (2002). "Consumer Knowledge and Use of Country-of-Origin Information atthe Point of

Purchase." University of Guelph, Ontario. Canada.

Lightfoot, W. (2000). Product Life Cycles Stages, on-line <http://www.marketinginc.com> McGrath

M.Product Strategy of High-Technology Companies. McGraw-Hill.2000.

Low, G. and J. Mohr (2000). "Advertising vs Sales Promotion: A Brand ManagementPerspective."

Journal of Product and Brand Management9: 389-414.

Mackay, M. M. (2001). "Application of Brand Equity Measures in Service Markets." Journal of

Services MarketinglS.

Martensen, A. and L. Gronholt (2002). "A Brand Equity Measurement and ManagementSystem."

Copenhagen Business School Denmark.

Martin, I., D. Steward, et al. (2005). "Branding Strategies, Marketing Communication, and Perceived

Brand Meaning; The Transfer of Purposive, Goal-Oriented Brand Meaningto Brand

Extensions." Journal of Academy of Marketing Science33: 275-294.

Martin (2007). "Corporate Reputation and Branding in Global Companies: TheChallenges for People

Management and HR." Marketing Science Institute Working Paper Series: 227.

Mitchell, R., B. Agle, et al. (1997). "Toward a Theory of Stakeholder Identificationand Salience:

Defining the Principle of Who and What Really Counts." The Academy of Management

Review4: 853-86.

Moorman, C. and R. Rust (1999). "The Role of Marketing." Journal of Marketing63: 180-197.

Nedungadi, P., A. Chattopadhyay, et al. (2001). "Category Structure, Brand Recall, andChoice."

International Journal of Research in MarketinglS: 191-202.

Nijs, V., M. Dekimpe, et al. (2001). "The Category-Demand Effects of PricePromotions." Marketing

Science20: 1-22.

931.

Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana 525

Page 28: Strategi Perang Harga Dalam Pemasaran : Strategi Pintar ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5795/2/PROS_Antonius Suryo... · STRATEGI PERANG HARGA DALAM ... Perang harga dalam

3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014

Ouyang, M. and F. Wang (2007). "A Theoritical Method of Brand Equity Assessment: ASynthesized

Approach."Journal of Business and Technologyl.

Pitt, L., R. Watson, et al. (2006). "The Penguin's Window: Corporate Brands From anOpen-Source

Perspective." Journal of Academy of Marketing Science34: 115-127.

Pitta, D. and L. P. Katsanis (1995). "Understanding Brand Equity for Successful BrandExtension."

Journal of Consumer marketingl2: 51-64.

Pullig, C., R. G.Netemayer, et al. (2006). "Attitude Basis, Certainty, and Challenge Alignment: A

Case of Negative Brand Publicity." Journal of the Academy of Marketing Science.

Raghubir, P. and K. Corfman (1999). "When Do Price Promotions Affect Pretrial

BrandEvaluations?" Journal of Marketing Research.

Rao, V., M. Agarwal, et al. (2004). "How Is Manifest Branding Strategy Related to thelntagihle Value

of a Corporation?" Journal of Marketing68: 126-141

Romaniuk, J. and B. Sharp (2004). "Conceptualizing and Measuring Brand Salience." Marketing

Theorv4(4).

Romaniuk, J., B. Sharp, et al. (2004). "Brand and Advertising Awareness: A Replicationand Extension

of a Known Empirical Generalisation." Australasian Marketing Journall2(3): 70.

Schultz, M. and M. J. Hatch (2003). "The Cycles of Corporate Branding: The Case of the LEGO

Company." California Management Review46.

Sivakumar, V. (2002). "Country-of-Originand It's Impact on Brands." Management Studies. National

Institute of Technology, Tiruchippalli.

Slotegraaf, R. and K. Pauwels (2008). "The Impact of Brand Equity and Innovation onthe Long-Term

Effectiveness of Promotions." Journal of Marketing ResearchXLV: 293-306.

Smith, D., N. Gradojevic, et al. (2007). "An Analysis of Brand Equity Determinants: Gross Profit,

Advertising, Research, and Development." Journal of Business and Economic ResearchlS.

Srinivasan, C. S. Park, et al. (2001). "EQUITYMAP: Measurement, Analysis, andPrediction of Brand

Equity and its Sources." Stanford Universitv.CA 94305.USA-Korea Universitv.Seoul.136-

701.Korea-Yonsei Universitv.Seoul.l20-749.Korea.

Sriram, S. and M. U. Kalwani (2004). "Optimal Advertising and promotion Budgets inDynamic

Markets with Brand Equity as a Mediating Variable." School of Business University of

Connecticut.

Srivastava, Rajendra, et al. (1991). "Brand Equity: A Perspective on It's Meaning andMeasurement."

Marketing Science Institute Working Paper Series: 91-124.

Steenkamp, J.-B. E., V. R. Nijs, et al. (2003). "Competitive Reactions to Advertising andPromotion

Attacks." Tilburg Universitv-Nortwestern Universitv-Universitv of California.LA-Catholic

University Leuven and Erasmus University Rotterdam.

Styles, C. (2003). "Measuring Brand Equity as a Network Measurement Problem." University of New

South Wales. Australia.

Sauer, P. L., & College, C. (1993). Using Moderator Variables in Structural Equation Models.

Advances in Consumer Research, 20, 636-640.

Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana 526

3rd Economics & Business Hesearoh Festival 13 November 2014

Ouyang, M. and F. Wang (2007). "A Theoritical Method of Brand Equity Assessment; ASynthesized

Approach."Journal of Business and Technology!.

Pitt, L., R. Watson, et al. (2006). "The Penguin's Window: Corporate Brands From anOpen-Source

Perspective." Journal of Academy of Marketing Science34: 115-127.

Pitta, D. and L. P. Katsanis (1995). "Understanding Brand Equity for Successful BrandExtension."

Journal of Consumer marketingl2: 51-64.

Pullig, C., R. G.Netemayer, et al. (2006). "Attitude Basis, Certainty, and Challenge Alignment: A

Case of Negative Brand Publicity." Journal of the Academy of Marketing Science.

Raghubir, P. and K. Corfman (1999). "When Do Price Promotions Affect Pretrial

BrandEvaluations?" Journal of Marketing Research.

Rao, V., M. Agarwal, et al. (2004). "How Is Manifest Branding Strategy Related to thelntagihle Value

of a Corporation?" Journal of Marketing68: 126-141

Romaniuk, J. and B. Sharp (2004). "Conceptualizing and Measuring Brand Salience." Marketing

Theorv4(4).

Romaniuk, J., B. Sharp, et al. (2004). "Brand and Advertising Awareness: A Replicationand Extension

of a Known Empirical Generalisation." Australasian Marketing Journall2(3): 70.

Schultz, M. and M. J. Hatch (2003). "The Cycles of Corporate Branding; The Case of the LEGO

Company." California Management Review46.

Sivakumar, V. (2002). "Country-of-Originand It's Impact on Brands." Management Studies. National

Institute of Technology, Tiruchippalli.

Slotegraaf, R. and K. Pauwels (2008). "The Impact of Brand Equity and Innovation onthe Long-Term

Effectiveness of Promotions." Journal of Marketing ResearchXLV: 293-306.

Smith, D., N. Gradojevic, et al. (2007). "An Analysis of Brand Equity Determinants: Gross Profit,

Advertising, Research, and Development." ■oumal of Business and Economic ResearchlS.

Srinivasan, C. S. Park, et al. (2001). "EQUITYMAP; Measurement, Analysis, andPrediction of Brand

Equity and its Sources." Stanford University,CA 94305.USA-Korea Universitv.Seoul.136-

701.Korea-Yonsei Universitv.Seoul.l20-749.Korea.

Sriram, S. and M. U. Kalwani (2004). "Optimal Advertising and promotion Budgets inDynamic

Markets with Brand Equity as a Mediating Variable." School of Business University of

Connecticut.

Srivastava, Rajendra, et al. (1991). "Brand Equity; A Perspective on It's Meaning andMeasurement."

Marketing Science Institute Working Paper Series: 91-124.

Steenkamp, J B. E., V. R. Nijs, et al. (2003). "Competitive Reactions to Advertising andPromotion

Attacks." Tilburg Universitv-Nortwestem University-University of CalifomiaXA-Catholic

University Leuven and Erasmus University Rotterdam.

Styles, C. (2003). "Measuring Brand Equity as a Network Measurement Problem." University of New

South Wales. Australia.

Sauer, P. L., & College, C. (1993). Using Moderator Variables in Structural Equation Models.

Advances in Consumer Research, 20, 636-640.

Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana 526

Page 29: Strategi Perang Harga Dalam Pemasaran : Strategi Pintar ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5795/2/PROS_Antonius Suryo... · STRATEGI PERANG HARGA DALAM ... Perang harga dalam

3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014

Swiercznska, U. and P. Kossecki (2007). "The Brand Equity-Marketing and FinancialApproach."

Computer Science and Information Technology: 607-613.

Temporal, P. (2002). Advanced Brand Management: From Vision to Valuation. John Wiley & Sons

(Asia) Pte Ltd.

Thomson (2006). Advertising and Integrated Brand Promotion. South-Western.

Varadarajan, R., M. DeFanti, et al. (2006). "Brand Portfolio, Corporate Image, andReputation:

Managing Brand Deletions." Journal of Academy of Marketing Science34: 195-205.

Walker, D. (2002). "Building Brand Equity Through Advertising." The Advertising Research

Company.

Washburn, J. and R. Plank (2002). "Measuring Brand Equity: An Evaluation of A Consumer-Based

Brand Equity Scale."Journal of Marketing Theory and Practice: 46.

Webster, F. (2000). "Understanding the Relationships Among Brands, Consumers, andResellers."

Journal of Academy of Marketing Science28: 17-23.

Whelan, S. and G. Davies (2006). "Profiling Consumers of Own Brands and NationalBrands Using

Human Personality." Journal of Retailing and Consumer Servicesl3: 393-402.

Wood, L. (2000). "Brands and Brand Equity: Definition and Management." MCB University Press.

Yoo, B., N. Donthu, et al. (2000). "An Examination of Selected Marketing Mix Elements and Brand

Equity." Journal of the Academy of Marketing Science28: 195-211.

Youjae, Y. and J. Hoseong (2003). "Effects of Loyalty Programs on Value Perception, Program

Loyalty, and Brand Loyalty." Journal of Academy of Marketing Science31: 229-240.

Zacharias, S. and J. Manalel (2009). "Sales Promotion and Sources of Consumer BasedEquity on

Industrial Goods." School of Management Studies M.G.Universitv, Kottavam, Kerala. India.

Zeithaml and V. A (1998). "Consumer Perception of Price, Quality, and Value: A Means-End Model

and Synthesis of Evidence." Journal of Marketing52: 2-22.

Zimmermann, D. R., U. Klein-Bolting, et al. (2008). Volume 1: Brand Equity Review. Brand Equity.

P. D. H. H.Bauer, BBDO Group Germany.

feb Fakultas Ekonomika dan Bisnis rtJwi Universitas Kristen Satya Wacana

3rd Economics & Business Hesearoh Festival 13 November 2014

Swiercznska, U. and P. Kossecki (2007). "The Brand Equity-Marketing and FinancialApproach."

Computer Science and Information Technology: 607-613.

Temporal, P. (2002). Advanced Brand Management: From Vision to Valuation. John Wiley & Sons

(Asia) Pte Ltd.

Thomson (2006). Advertising and Integrated Brand Promotion. South-Western.

Varadarajan, R., M. DeFanti, et al. (2006). "Brand Portfolio, Corporate Image, andReputation;

Managing Brand Deletions." Journal of Academy of Marketing Science34: 195-205.

Walker, D. (2002). "Building Brand Equity Through Advertising." The Advertising Research

Company.

Washbum, J. and R. Plank (2002). "Measuring Brand Equity: An Evaluation of A Consumer-Based

Brand Equity Scale."Joiirnal of Marketing Theory and Practice: 46.

Webster, F. (2000). "Understanding the Relationships Among Brands, Consumers, andResellers."

Journal of Academy of Marketing Science28: 17-23.

Whelan, S. and G. Davies (2006). "Profiling Consumers of Own Brands and NationalBrands Using

Human Personality." Journal of Retailing and Consumer Servicesl3: 393-402.

Wood, L. (2000). "Brands and Brand Equity: Definition and Management." MCB University Press.

Yoo, B., N. Donthu, et al. (2000). "An Examination of Selected Marketing Mix Elements and Brand

Equity." Journal of the Academy of Marketing Science28: 195-211.

Youjae, Y. and J. Hoseong (2003). "Effects of Loyalty Programs on Value Perception, Program

Loyalty, and Brand Loyalty." Journal of Academy of Marketing Science31: 229-240.

Zacharias, S. and J. Manalel (2009). "Sales Promotion and Sources of Consumer BasedEquity on

Industrial Goods." School of Management Studies M.G.Universitv, Kottavam, Kerala. India.

Zeithaml and V. A (1998). "Consumer Perception of Price, Quality, and Value; A Means-End Model

and Synthesis of Evidence." Journal of Marketing52: 2-22.

Zimmermann, D. R., U. Klein-Bolting, et al. (2008). Volume 1: Brand Equity Review. Brand Equity.

P. D. H. H.Bauer, BBDO Group Germany.

Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana 527