strategi badan narkotika nasional provinsi …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/strategi badan...

391
STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI BANTEN DALAM UPAYA PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PENYALAHGUNAAN NARKOBA SKRIPSI Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Administrasi Publik pada Konsentrasi Manajemen Publik Program Studi Administrasi Publik Oleh Diah Utami Ningsih NIM 6661132581 PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PUBLIK FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA SERANG, 2018

Upload: trinhkien

Post on 19-Jun-2019

226 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL

PROVINSI BANTEN DALAM UPAYA

PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN

PENYALAHGUNAAN NARKOBA

SKRIPSI

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh

Gelar Sarjana Administrasi Publik pada Konsentrasi Manajemen Publik

Program Studi Administrasi Publik

Oleh

Diah Utami Ningsih

NIM 6661132581

PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PUBLIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA

SERANG, 2018

Page 2: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor
Page 3: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor
Page 4: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor
Page 5: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

DREAM IT

WISH IT

DO IT.

“Skripsi ini ku persembahkan untuk

kedua Orangtuaku, Keluargaku

serta teman-teman seperjuangan yang tidak

henti memberikan doa dan dukungannya”

Page 6: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

ABSTRAK

Diah Utami Ningsih. NIM. 6661132581. Skripsi. 2018. Strategi Badan Narkotika

Nasional Provinsi Banten dalam Upaya Pencegahan dan Pemberantasan

Penyalahgunaan Narkoba. Program Studi Administrasi Publik. Fakultas Ilmu

Sosial dan Ilmu Politik. Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Dosen Pembimbing

I: Drs. Hasuri Waseh, M.Si, Dosen Pembimbing II: Riswanda, Ph.D

Penyalahgunaan narkoba dari tahun ke tahun menunjukkan kecenderungan yang

semakin meningkat, bahkan penyalahgunaan narkoba di dunia tidak pernah kunjung

berkurang dan terbukti telah merusak masa depan bangsa termasuk di Indonesia.

Provinsi Banten masuk ke dalam 14 daerah rawan penyalahgunaan dan penyebaran

narkoba, sarana dan prasarana untuk pelaksanaan rehabilitasi belum tersedia lengkap,

serta diseminasi informasi bahaya narkoba yang belum optimal. Penelitian ini

bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis strategi yang tepat dilakukan oleh

Badan Narkotika Nasional Provinsi Banten dalam upaya pencegahan dan

pemberantasan penyalahgunaan narkoba. Teori yang digunakan yaitu The Four Pillar

Drug Strategy yang diadapsi dari NEW Mental Health Connection (2014). Penelitian

ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif. Teknik

pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, studi pustaka, wawancara dan

dokumentasi. Teknik analisis data yang digunakan adalah model Miles & Huberman.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa strategi Badan Narkotika Nasional Provinsi

Banten dalam upaya pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan narkoba masih

belum optimal dan strategi yang tepat untuk diterapkan adalah memperkuat

kerjasama dengan seluruh pihak untuk bersama-sama melaksanakan advokasi dan

diseminasi informasi, penguatan skill komunikasi, peningkatan kemampuan layanan

rehabilitasi medis dan sosial, melakukan upaya pengurangan dampak buruk sebagai

upaya untuk mengurangi dampak penggunaan maupun peredaran gelap narkoba dan

melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor 35 Tahun

2009 tentang Narkotika.

Kata Kunci : Narkoba, Penyalahgunaan, Strategi

Page 7: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

ABSTRACT

Diah Utami Ningsih. NIM 6661132581. Essay. 2018. Strategy of National

Narcotics Agency of Banten Province in Efforts to Prevent and Eradicate Drug

Abuse. Program Study of Public Administration. Faculty of Social and Political

Science. University of Sultan Ageng Tirtayasa. Advisor I: Drs.Hasuri Waseh, M.Si,

Advisor II: Riswanda, Ph.D

Drug abuse from year to year shows an increasing trend, even drug abuse in the

world has never diminished and proven to have undermined the nation's future

including in Indonesia. Banten Province is included in 14 areas prone to abuse and

distribution of drugs, facilities and infrastructure for the implementation of

rehabilitation is not yet complete, as well as dissemination of information about the

dangers of drugs that have not been optimal. This study aims to determine and

analyze the appropriate strategies carried out by the National Narcotics Agency of

Banten Province in efforts to prevent and eradicate drug abuse. The theory used is

The Four Pillar Drug Strategy which adapted from NEW Mental Health Connection

(2014). This research uses qualitative approach with descriptive method. Data

collection techniques used were observation, literature study, interview and

documentation. Data analysis technique used is Miles & Huberman model. The

results showed that the strategy of the National Narcotics Agency of Banten Province

in the effort of prevention and eradication of drug abuse is still not optimal and the

right strategy to be implemented is strengthening cooperation with all parties to

jointly carry out advocacy and dissemination of information, strengthening

communication skills, improving the ability of medical and social rehabilitation

services, undertaking harm reduction efforts in an effort to reduce the impact of

illegal drug use and trafficking and enforce law enforcement pursuant to Law

Constitution Number 35 Year 2009 about Narcotics.

Keywords: Drugs, Abuse, Strategy

Page 8: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

i

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT atas

segala berkat, rahmat dan hidayah-Nya yang selalu diberikan kepada kita semua,

termasuk pada nikmat Iman, Islam dan sehat wal’afiat. Atas berkat, rahmat dan

hidayah-Nya pula, maka peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“Strategi Badan Narkotika Nasional Provinsi Banten dalam Upaya Pencegahan

dan Pemberantasan Penyalahgunaan Narkoba”.

Penyusunan skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Sosial pada Program Studi Ilmu Administrasi Publik

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

Peneliti menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak akan selesai tanpa adanya

bantuan dari berbagai pihak banyak pihak yang selalu membimbing serta

mendukung peneliti secara moril dan materil. Maka pada kesempatan yang luar

biasa ini, peneliti ingin menyampaikan ungkapan terima kasih yang tak

terhingga kepada :

1. Prof. Dr. H. Sholeh Hidayat, M.Pd sebagai Rektor Universitas Sultan

Ageng Tirayasa.

2. Dr. Agus Sjafari, M.Si sebagai Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

3. Ibu Rahmawati, S.Sos, M.Si, Wakil Dekan I Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

Page 9: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

ii

4. Bapak Iman Mukhroman, S.Sos, M.Si, Wakil Dekan II Fakultas Ilmu

Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

5. Bapak Kandung Sapto Nugroho, S.Sos, M.Si., Wakil Dekan III Fakultas

Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

6. Ibu Listyaningsih, M.Si, Ketua Jurusan Administrasi Publik Fakultas Ilmu

Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa dan juga

sebagai Ketua Penguji pada sidang skripsi yang memberikan masukan-

masukan positif dalam penelitian ini.

7. Ibu Arenawati, M.Si, Sekretaris Jurusan Administrasi Publik Fakultas Ilmu

Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

8. Bapak Drs. Hasuri Waseh, M.Si selaku dosen pembimbing I yang telah

senantiasa memberikan arahan dan bimbingan bagi peneliti dalam

menyusun skripsi ini.

9. Bapak Riswanda, Ph.D sebagai Dosen Pembimbing II yang sudah banyak

memberikan bimbingan, arahan, ilmu serta sarannya yang sangat

membantu peneliti sejak awal hingga selesainya skripsi ini.

10. Seluruh Dosen Program Studi Ilmu Admnistrasi Publik yang tidak dapat

peneliti sebutkan satu persatu, yang telah dan pernah memberikan bekal

ilmiah kepada peneliti selama proses belajar mengajar.

11. Mamah dan Papah yang selalu memberikan dukungan secara moril dan

materil serta doa yang tidak pernah henti untuk kesuksesan anak-anaknya

di masa depan. Untuk kakakku, Lukman Hakim dan Muhammad Fauzan

Page 10: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

iii

yang selalu memberikan dukungan dan doa untuk kelancaran penyusunan

skripsi ini.

12. Ridwan Sugandi Oktaviani yang selalu meluangkan waktunya dalam

memberikan bantuan dan motivasi kepada peneliti serta mendengarkan

keluh kesah peneliti selama penelitian.

13. Sahabat seperjuangan Ari Suciati, Desi Ariyani, Astri Nurwahyuni, Veni

Oktaviani, Gina Trilestari, Linda Rahmawati, Hanny Minati, Faizah,

Annisa Junita yang selalu memberikan dukungan, semangat dan doa

kepada penulis.

14. Teman-teman khusunya kelas D Program Studi Ilmu Administrasi Publik

2013, serta kelas A, B dan C, lainnya yang tidak bisa peneliti sebutkan satu

persatu dan saat ini sedang bersama-sama berjuang untuk meraih gelar

sarjana. Dan secara umum, peneliti juga mengucapkan terimakasih kepada

seluruh teman-teman peneliti di angkatan 2013 Universitas Sultan Ageng

Tirtayasa.

15. Staf Program Studi Ilmu Administrasi Publik, Staf Perpustakaan Fakultas

Ilmu Sosial dan Ilmu Politik serta Staf Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa yang telah banyak membantu

peneliti dalam mengurus segala perijinan, surat-menyurat dan urusan

akademik lainnya.

16. Badan Narkotika Nasional Provinsi Banten yang telah mengijinkan saya

untuk meneliti dan memberikan data serta informasi yang dibutuhkan

dalam proses penelitian ini.

Page 11: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

iv

17. Serta tidak lupa peneliti mengucapkan banyak terimakasih kepada seluruh

informan penelitian yang telah berkontribusi banyak dalam penyusunan

skripsi ini serta pihak-pihak lainnya yang juga terlibat dalam penyusunan

skripsi ini.

18. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah

membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Akhirnya peneliti mengucapkan rasa syukur yang tak terhingga dengan

selesainya penyusunan skripsi ini. Peneliti menyadari bahwa dalam penyusunan

skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan maka, kritik dan saran yang

membangun sangat peneliti harapkan demi kesempurnaan penulisan skripsi ini.

Peneliti berharap semoga penelitian ini dapat bermanfaat, khususnya bagi

peneliti sendiri dan bagi para pembaca pada umumnya.

Serang, Januari 2018

Diah Utami Ningsih

NIM. 6661132581

Page 12: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

v

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS

LEMBAR PERSETUJUAN

LEMBAR PENGESAHAN

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

ABSTRAK

ABSTRACT

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI v

DAFTAR TABEL x

DAFTAR GAMBAR xi

DAFTAR LAMPIRAN xii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah 1

1.2 Identifikasi Masalah 21

1.3 Batasan Masalah 22

Page 13: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

vi

1.4 Rumusan Masalah 22

1.5 Tujuan Penelitian 22

1.6 Manfaat Penulisan 23

1.7 Sistematika Penulisan 23

BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA BERFIKIR DAN ASUMSI

DASAR PENELITIAN

2.1 Landasan Teori 29

2.1.1. Definisi Manajemen 29

2.1.2. Definisi Strategi 31

2.1.3. Definisi Manajemen Strategi 33

2.1.4. Aspek Penting Manajemen Strategi 40

2.1.5. Proses Manajemen Strategi 41

2.1.6. Konsep Analisis SWOT 49

2.1.7. Pengertian Narkotika 52

2.1.8. Penggolongan Narkotika 54

2.1.9. Dampak Penyalahgunaan Narkoba 56

2.1.10. The Four Pillar Drug Strategy 63

2.1.11. Konsep P4GN 68

Page 14: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

vii

2.2 Penelitian Terdahulu 70

2.3 Kerangka Berfikir 73

2.4 Asumsi Dasar Penelitian 76

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian 77

3.2 Ruang Lingkup/Fokus Penelitian 78

3.3 Lokasi Penelitian 78

3.4 Variabel Penelitian 79

3.4.1 Definisi Konsep 79

3.4.2 Definisi Operasional 80

3.5 Instrumen Penelitian 80

3.6 Informan Penelitian 81

3.7 Teknik Pengolahan dan Analisis Data 83

3.7.1 Teknik Pengolahan Data 83

3.7.2 Teknik Analisis Data 89

3.7.3 Uji Validitas dan Reabilitas Data 92

3.8 Jadwal Penelitian 95

Page 15: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

viii

BAB IV PEMBAHASAN

4.1 Deksripsi Objek Penelitian 96

4.1.1 Deskripsi Wilayah Provinsi Banten 96

4.1.2 Deskripsi Badan Narkotika Nasional Provinsi Banten 103

4.2 Deskripsi Data 113

4.2.1 Deskripsi Data Penelitian 113

4.2.2 Data Informan 115

4.3 Temuan Lapangan 118

4.3.1 Prevention (Pencegahan) 122

4.3.2 Treatment (Pengobatan) 145

4.3.3 Harm Reduction (Pengurangan Dampak Buruk) 188

4.3.4 Law Enforcement (Penegakan Hukum) 197

4.4 Pembahasan 213

4.4.1 Prevention (Pencegahan) 215

4.4.2 Treatment (Pengobatan) 217

4.4.3 Harm Reduction (Pengurangan Dampak Buruk) 221

Page 16: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

ix

4.4.4 Law Enforcement (Penegakan Hukum) 222

BAB V KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan 233

5.2 Saran 236

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Page 17: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

x

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1.1 Data Prevalensi Nasional Penyalahguna Narkoba 12

Tabel 1.2 Prevalensi Penyalahguna Narkoba Berdasarkan Ranking Tahun 2008,

2011, 2014 14

Tabel 1.3 Trend Penyalahguna Narkoba (10-59 Tahun) di Provinsi Banten 17

Tabel 3.1 Informan Penelitian 82

Tabel 3.2 Pedoman Wawancara 86

Tabel 3.3 Jadwal Penelitian 95

Tabel 4.1 Luas Wilayah Provinsi Banten berdasarkan Kabupaten/Kota 98

Tabel 4.2 Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Provinsi Banten 100

Tabel 4.3 Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur 101

Tabel 4.4 Jumlah Penduduk dan Rasio Jenis Kelamin menurut Kabupaten/Kota

di Provinsi Banten 102

Tabel 4.5 Jumlah Penduduk Provinsi Banten Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Tertinggi yang Ditamatkan 102

Tabel 4.6 Informan Penelitian 117

Tabel 4.7 Rekapitulasi Pembahasan 225

Page 18: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

xi

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Model Manajemen Strategi sebagai Sistem Menurut Nawawi 38

Gambar 2.2 Model Proses Manajemen Strategi 41

Gambar 2.3 Model Manajemen Strategis 48

Gambar 2.4 Matriks SWOT 51

Gambar 2.5 The Four Pillar Drug Strategy 67

Gambar 2.6 Kerangka Berfikir 75

Gambar 3.1 Analisis Data Miles & Huberman 90

Gambar 4.1 Struktur Organisasi Badan Narkotika Nasional Provinsi Banten

112

Gambar 4.3 Website BNN Provinsi Banten 138

Gambar 4.3 Pelaksanaan Konseling 148

Gambar 4.4 Klinik Pratama BNN Provinsi Banten 152

Gambar 4.5 Tempat Pelaksanaan Asesmen 165

Page 19: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

xii

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN I Surat Ijin Penelitian

LAMPIRAN II Pedoman Wawancara

LAMPIRAN III Member Check

LAMPIRAN IV Matriks Kategorisasi Data

LAMPIRAN V Instruksi Presiden RI Nomor 12 Tahun 2011 tentang

Pelaksanaan Kebijakan dan Strategi Nasional Pencegahan

Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap

Narkoba

LAMPIRAN VI Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia

Nomor 21 Tahun 2013 tentang Fasilitasi Pencegahan

Penyalahgunaan Narkoba

LAMPIRAN VII Dokumentasi Penelitian

LAMPIRAN VIII Curriculum Vitae

Page 20: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana tercantum dalam Pembukaan

Undang-Undang Dasar tahun 1945 adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan

seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum,

mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang

berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Untuk mencapai

cita-cita tersebut dan menjaga kelangsungan pembangunan nasional Indonesia dalam

suasana aman, tentram, tertib dan dinamis baik alam lingkungan nasional maupun

internasional, perlu ditingkatkan pengendalian terhadap hal-hal yang dapat

mengganggu kestabilan nasional antara lain penyalahgunaan narkoba.

Penyalahgunaan narkotika telah menjadi isu global. Sekitar 17 tahun yang

lalu, dalam sidang umum International Criminal Police Organization (ICPO) yang

ke-66 pada tahun 1997 di India yag diikuti seluruh anggota yang berjumlah 177

negara dari benua Amerika, Asia, Eropa, Afrika dan Australia. Indonesia masuk

dalam daftar tertinggi negara-negara yang menjadi sasaran peredaran obat terlarang

narkotika yang disejajarkan dengan Jepang, Thailand, Filipina, Malaysia dan

Hongkong. Pada sidang tersebut diungkapkan juga bahwa narkotika khususnya jenis

Page 21: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

2

ekstasi yang semula hanya populer di Eropa terutama di negeri Belanda, sekarang

telah meluas ke seluruh dunia termasuk Indonesia.

Penyalahgunaan narkoba dari tahun ke tahun menunjukkan kecenderungan

yang semakin meningkat, bahkan sampai saat ini penyalahgunaan narkoba di dunia

tidak pernah kunjung berkurang. Ditinjau dari aspek penyalahgunaan narkoba,

ketergantungan narkoba yang dikategorikan sebagai masalah kesehatan oleh United

Nations Office on Drugs and Crime (UNODC), menempati ranking ke-20 dunia

dalam daftar faktor penyebab terganggunya kesehatan. Bahkan di kelompok negara

berkembang penyalahgunaan narkoba tersebut menempati posisi ke-10. Laporan

Tahunan UNODC (2013) menunjukkan bahwa pada tahun 2011 diperkirakan 167-

315 juta orang atau sekitar 3,6% s.d. 6,9% dari penduduk berusia 15-64 tahun

menggunakan narkoba minimal sekali dalam setahun. Penyalahguna narkoba tersebut

sangat rentan terkena HIV, Hepatitis, dan TBC yang tergolong penyakit mudah

menular. UNODC melansir data bahwa pada tahun 2011 diestimasi terdapat 14 juta

orang berusia antara 15-64 tahun sebagai pengguna narkoba suntik dan 1,6 juta

diantaranya terinfeksi virus HIV. Angka kematian over dosis dunia tahun 2011

dilaporkan sebesar 211 ribu orang. Narkotika jenis opiate ditengarai sebagai

penyebabnya. Dilaporkan pula bahwa penyalahgunaan Amphetamine Type Stimulant

(ATS) juga menunjukkan kecenderungan semakin meningkat. Selain itu,

ditemukannya zat psikoaktif jenis baru New Psychoactive Substances (NPS) menjadi

potensi ancaman serius penyalahgunaan narkoba lainnya bagi masyarakat dunia

Page 22: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

3

karena belum tertuang dalam kontrol internasional Single Convention on Narcotic

Drugs 1961 dan Convention on Psychotropic Substances 1971.

United Nation Office on Drugs and Crime (UNODC), yaitu organisasi PBB

yang menangani masalah narkotika dan kriminalitas dalam Book of Abstracks

“Scientific Consultation on Prevention of Drug Use and Treatment of Drug Use

Disorders” mengungkapkan bahwa :

“It is estimated that almost a quarter of a billion people between the ages of

15 and 64 years used an illicit drug in 2013. This corresponds to a global

prevalence of 5.2 per cent (range: 3.4-7.0 per cent), suggesting that drug use

has remained stable in the past three years, although the estimated number of

drug users has actually risen by 6 million to 246 million (range: 162 million-

329 million) owing to the increase in the global population.”

“Diperkirakan bahwa pada tahun 2013 hampir seperempat miliar orang antara

usia 15 - 64 tahun menggunakan narkoba. Hal ini terkait dengan prevalensi

global 5,2% (kisaran:3,4-7,0 %), menunjukkan bahwa penggunaan narkoba

tetap stabil dalam tiga tahun terakhir, meskipun diperkirakan jumlah

pengguna narkoba sebenarnya telah meningkat sebesar 6juta untuk 246 juta

(kisaran: 162 juta -329 juta) karena peningkatan populasi global.”

Menurut UU No.35 Tahun 2009 tentang Narkotika, menyebutkan bahwa

Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik

sintesis maupun semisintesis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan

kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat

menimbulkan ketergantungan. Di satu sisi narkotika merupakan obat atau bahan yang

bermanfaat di bidang pengobatan, pelayanan kesehatan, dan pengembangan ilmu

pengetahuan. Namun, di sisi lain dapat menimbulkan ketergantungan yang sangat

Page 23: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

4

merugikan apabila diperergunakan tanpa adanya pengawasan yang ketat dan

seksama.

Penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba terbukti telah merusak masa

depan bangsa di negara manapun, merusak karakter manusia, merusak fisik, dan

kesehatan masyarakat, serta dalam jangka panjang berpotensi besar mengganggu

daya saing dan kemajuan suatu bangsa. Oleh karena itu besarnya dampak kerusakan

yang ditimbulkan dari peredaran gelap Narkoba digolongkan dalam kejahatan luar

biasa (extraordinary crime) dan serius (serious crime). Terlebih, peredaran gelap

Narkoba bersifat lintas negara (transnational) dan terorganisir (organized) sehingga

menjadi ancaman nyata yang membutuhkan penanganan serius dan mendesak.

Menyadari bahwa peredaran dan penyalahgunaan narkoba harus

ditanggulangi, hampir seluruh negara di dunia mempunyai strategi dalam usaha

meminimalisasi permasalahan narkoba di wilayahnya masing-masing. Kebijakan

mengenai narkoba disetiap negara pasti berkaitan dengan kepentingan ekonomi,

politik dan sosial.

Australia pada tahun 2007 mulai berhati-hati dalam mengedarkan obat-obatan

yang berpotensi untuk disalahgunakan. Untuk itu pemerintah melarang beberapa jenis

obat-obatan yang banyak mengandung pseudeopherin, setiap apotik mengharuskan

perizinan dari dokter sebelum obat itu terjual. Australia juga fokus pada merebaknya

clandestine laboratories yaitu laboratorium gelap yang melakukan kegiatan ilegal

Page 24: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

5

dengan mempergunakan sejumlah alat-alat dan bahan kimia untuk memproduksi

narkoba. (U.S Department of State, 2008)

Berbeda dengan di Australia, Pemerintah Belanda membuat kebijakan yang

kontroversial terkait drugs. Pemerintah Belanda memperbolehkan beberapa jenis

narkoba untuk dikonsumsi warganya. Hal ini dilakukan dengan tujuan agar peredaran

narkoba lebih mudah dikontrol dan menekan angka krimininalisasi. (Blumstein dan

Larson, 1969). Selain Belanda, Amerika Serikat juga menjalankan kebijakan

legalisasi terhadap drugs. Terbukti dengan legalisasi, angka penyalahgunaan dan

peredaran narkoba di Amerika menurun. Selain menjadi lebih terkontrol dan menekan

angka kriminalisasi, legalisasi di Amerika juga berdampak pada menurunnya street

crime seperti pencurian, perampokan dan penodongan. Hal ini bisa terjadi karena

hampir semua kekerasan dan street crime yang terjadi berkaitan dengan perdagangan

drugs. Legalisasi juga berdampak pada bangkrutnya bisnis dari organized crime

karena harga drugs menjadi menurun. (Meiczkowski, 1991).

Pemerintah Inggris mengeluarkan dana sekitar 2,2 miliar dolar Amerika setiap

tahunnya untuk upaya pemberantasan narkoba. 62% diantaranya digunakan untuk

kegiatan pemberantasan, 13% untuk kegiatan rehabilitasi, 12% untuk kegiatan

pencegahan dan 13% sisanya untuk upaya pengurangan supply dari luar negeri.

(Micheal Farell dan John Strang, 1998)

Page 25: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

6

Letak Indonesia sangat strategis yaitu berada di antara daerah segitiga emas

(Laos, Thailand, dan Myanmar) dan daerah bulan sabit (Iran, Afganistan, dan

Pakistan) yang merupakan daerah penghasil opium terbesar di dunia. Hal tersebut

menjadi salah satu penyebab Indonesia tidak lagi menjadi negara transit tetapi sudah

menjadi pasar narkoba yang besar bahkan telah menjadi produsen narkoba. Terbukti

dengan terungkapnya pabrik shabu-shabu di Bogor pada Tahun 2004, kemudian pada

Tahun 2005 penggerebekan sebuah pabrik ekstasi di Kampung Tegal Sari, Desa

Cemplang, Kecamatan Jawilan, Kabupaten Serang, Banten yang merupakan pabrik

shabu terbesar ketiga di dunia setelah yang di temukan di Fiji dan Cina dan tahun

2007 di Surabaya, bahkan pada Tahun 2013 telah ditemukan adanya pabrik narkotika

di dalam Lembaga Permasyarakatan

Cipinang.(Sumber:http://news.liputan6.com/read/112327/pabrik-ekstasi-terbesar-di-

indonesia-digerebek diunggah pada 11 Nov 2005 pukul 23:59 WIB dan

http://nasional.kompas.com/read/2013/08/17/0402245/Inilah.Kronologi.Pengungkapa

n.Pabrik.Sabu.di.LP.Cipinang diunggah 17 Agustus 2013 pukul 04:02 WIB)

Badan Narkotika Nasional (BNN) menyatakan transaksi narkoba yang ada di

Indonesia menduduki peringkat tertinggi dibandingkan dengan negara-negara yang

tergabung dalam organisasi ASEAN lainnya. "Berdasarkan pertemuan BNN dengan

badan atau menteri yang mengurusi narkotika se Asia Tenggara ternyata dari 100

persen transaksi narkotika di wilayah ASEAN, 40 persennya berada di Indonesia,"

Page 26: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

7

(Sumber:http://www.antaranews.com/berita/474528/bnn-transaksi-narkoba-

indonesia-tertinggi-se-asean, diunggah pada Jumat, 16 Januari 2015 16:57 WIB)

Hal lain terkait permasalahan narkoba di Indonesia adalah permasalahan yang

dialami langsung oleh penyalahguna narkoba yaitu ketika seorang penyalahguna

selesai dan keluar dari tempat rehabilitasi, maka ia harus menghadapi respon dari

lingkungannya yang justru seringkali membuat dirinya merasa rendah diri karena

berbagai stigma masyarakat yang ditujukan. Mereka dicap buruk dan dianggap

sebagai kriminal yang lebih pantas dipenjarakan dan tidak diterima di tengah-tengah

masyarakat di lingkungannya. Stigma negatif masyarakat ini menimbulkan dampak

sosial seperti gangguan mental dan sikap anti-sosial, mereka cenderung tidak

berinteraksi dengan lingkungannya dan lebih memilih menyendiri atau hanya

menjalin hubungan dengan sebagian orang yang tidak mendiskriminasi dirinya dan

memungkinkan membuat timbulnya keinginan untuk kembali pada lingkungan

pengguna dan pengedar narkoba lainnya sehingga tercipta pasar gelap yang sulit

diputus mata rantai peredarannya.

Sejarah penanggulangan bahaya narkoba dan kelembagaannya di Indonesia

dimulai tahun 1971 pada saat dikeluarkannya Instruksi Presiden Republik Indonesia

(Inpres) Nomor 6 Tahun 1971 kepada Kepala Badan Koordinasi Intelijen Nasional

(BAKIN) untuk menanggulangi 6 (enam) permasalahan nasional yang menonjol,

yaitu pemberantasan uang palsu, penanggulangan penyalahgunaan narkoba,

penanggulangan penyelundupan, penanggulangan kenakalan remaja, penanggulangan

Page 27: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

8

subversi dan pengawasan orang asing. Berdasarkan Inpres tersebut Kepala BAKIN

membentuk Bakolak Inpres Tahun 1971 yang salah satu tugas dan fungsinya adalah

menanggulangi bahaya narkoba. Bakolak Inpres adalah sebuah badan koordinasi

kecil yang beranggotakan wakil-wakil dari Departemen Kesehatan, Departemen

Sosial, Departemen Luar Negeri, Kejaksaan Agung, dan lain-lain, yang berada di

bawah komando dan bertanggung jawab kepada Kepala BAKIN. Badan ini tidak

mempunyai wewenang operasional dan tidak mendapat alokasi anggaran sendiri dari

ABPN melainkan disediakan berdasarkan kebijakan internal BAKIN. Pada masa itu,

permasalahan narkoba di Indonesia masih merupakan permasalahan kecil dan

Pemerintah Orde Baru terus memandang dan berkeyakinan bahwa permasalahan

narkoba di Indonesia tidak akan berkembang karena bangsa Indonesia adalah bangsa

yang ber-Pancasila dan agamis. Pandangan ini ternyata membuat pemerintah dan

seluruh bangsa Indonesia lengah terhadap ancaman bahaya narkoba, sehingga pada

saat permasalahan narkoba meledak dengan dibarengi krisis mata uang regional pada

pertengahan tahun 1997, pemerintah dan bangsa Indonesia seakan tidak siap untuk

menghadapinya, berbeda dengan Singapura, Malaysia dan Thailand yang sejak tahun

1970 secara konsisten dan terus menerus memerangi bahaya narkoba. Menghadapi

permasalahan narkoba yang berkecenderungan terus meningkat, Pemerintah dan

Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) mengesahkan Undang-

Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika dan Undang-Undang Nomor 22

Tahun 1997 tentang Narkotika. Berdasarkan kedua Undang-undang tersebut,

Pemerintah (Presiden Abdurahman Wahid) membentuk Badan Koordinasi Narkotika

Page 28: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

9

Nasional (BKNN), dengan Keputusan Presiden Nomor 116 Tahun 1999. BKNN

adalah suatu Badan Koordinasi penanggulangan narkoba yang beranggotakan 25

Instansi Pemerintah terkait. BKNN diketuai oleh Kepala Kepolisian Republik

Indonesia (Kapolri) secara ex-officio. Sampai tahun 2002 BKNN tidak mempunyai

personel dan alokasi anggaran sendiri. Anggaran BKNN diperoleh dan dialokasikan

dari Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia (Mabes Polri), sehingga

tidak dapat melaksanakan tugas dan fungsinya secara maksimal. BKNN sebagai

badan koordinasi dirasakan tidak memadai lagi untuk menghadapi ancaman bahaya

narkoba yang makin serius. Oleh karenanya berdasarkan Keputusan Presiden Nomor

17 Tahun 2002 tentang Badan Narkotika Nasional, BKNN diganti dengan Badan

Narkotika Nasional (BNN) dengan struktur vertikal ke Provinsi dan Kabupaten/Kota.

Sebagai sebuah lembaga forum BNN bertugas mengoordinasikan 25 instansi

pemerintah terkait dan ditambah dengan kewenangan operasional, mempunyai tugas

dan fungsi: 1. mengoordinasikan instansi pemerintah terkait dalam perumusan dan

pelaksanaan kebijakan nasional penanggulangan narkoba; dan 2. mengoordinasikan

pelaksanaan kebijakan nasional penanggulangan narkoba. Namun karena tanpa

struktur kelembagaan yang memiliki jalur komando yang tegas dan hanya bersifat

koordinatif (kesamaan fungsional semata), maka BNN dinilai tidak dapat bekerja

optimal dan mampu menghadapi permasalahan narkoba yang terus meningkat dan

makin serius. Oleh karena itu pemegang otoritas dalam hal ini segera menerbitkan

Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2007 tentang Badan Narkotika Nasional, Badan

Narkotika Provinsi (BNP) dan Badan Narkotika Kabupaten/Kota (BNK) yang

Page 29: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

10

memiliki kewenangan operasional melalui kewenangan Anggota BNN terkait dalam

satuan tugas, yang mana BNN-BNP-BNKab/Kota merupakan mitra kerja pada

tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota yang masing-masing bertanggung

jawab kepada Presiden, Gubernur dan Bupati/Walikota, dan yang masing-masing

(BNP dan BNKab/kota tidak mempunyai hubungan struktural– vertical dengan BNN.

(BNN, 2010)

Sebagai tindak lanjut Keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 2002 tentang

Badan Narkotika Nasional, Presiden Republik Indonesia juga mengeluarkan Instruksi

Presiden Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2002 tentang Penanggulangan

Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika, Psikotropika, Prekursor dan Zat

Adiktif lainnya dimana Presiden menginstruksikan kepada setiap lembaga tinggi baik

di tingkat pusat maupun daerah untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan

dalam rangka penanggulangan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika,

psikotropika, prekursor dan zat adiktif lainnya di lingkungan masing-masing dan

dalam pelaksanaannya selalu berkoordinasi dengan BNN.

Merespon permasalahan narkoba yang terus meningkat dan makin serius,

maka Ketetapan MPR-RI Nomor VI/MPR/2002 melalui Sidang Umum Majelis

Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR-RI) tahun 2002

merekomendasikan kepada DPR RI dan Presiden RI untuk melakukan perubahan atas

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika. Oleh karena itu,

Pemerintah dan DPR RI mengesahkan dan mengundangkan Undang-Undang Nomor

Page 30: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

11

35 Tahun 2009 tentang Narkotika, sebagai perubahan atas UU Nomor 22 Tahun

1997. Berdasarkan UU tersebut, BNN diberikan kewenangan penyelidikan dan

penyidikan tindak pidana narkotika dan prekursor narkotika.

Dalam rangka mewujudkan “Indonesia Negeri Bebas Narkoba” maka BNN

melakukan upaya dengan merumuskan Kebijakan dan Strategi Nasional Pencegahan

Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba (Jakstranas P4GN).

Untuk memfokuskan pencapaian pelaksanaan Jakstranas P4GN, dikeluarkan Instruksi

Presiden RI Nomor 12 Tahun 2011 yang mengistruksikan kepada setiap lembaga

tinggi baik di tingkat pusat maupun daerah untuk mengambil langkah-langkah yang

diperlukan sesuai tugas, fungsi dan kewenangan masing-masing dalam rangka

pelaksanaan Jakstranas P4GN yang meliputi bidang pencegahan, pemberdayaan

masyarakat, rehabilitasi dan pemberantasan dan dalam pelaksanaannya selalu

berkoordinasi dengan BNN. Sebagai tindak lanjut atas Inpres RI Nomor 12 Tahun

2011 maka dikeluarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 21

tahun 2013 tentang Fasilitasi Pencegahan Penyalahgunaan Narkotika di setiap daerah

yang menerangkan bahwa Gubernur dan Bupati/Walikota melakukan fasilitasi

dengan melaksanakan penyusunan peraturan daerah mengenai narkotika sebagai

dukungan pemerintah daerah terhadap upaya pencegahan dan penyalahgunaan

narkoba.

Salah satu kegiatan sebagai bentuk tanggung jawab bersama dalam upaya

P4GN diantara pemerintah dengan masyarakat adalah meningkatkan koordinasi,

Page 31: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

12

monitoring dan evaluasi program P4GN baik di tingkat pusat maupun daerah, melalui

penyelenggaraan Rapat Koordinasi (Rakor) BNN, BNNP dan BNKab/Kota.

Tabel 1.1

Data Prevalensi Nasional Penyalahguna Narkoba Usia 10-59 Tahun

Hasil Penelitian BNN – Puslitkes UI

JENIS

KELOMPOK

TAHUN 2008 TAHUN 2011 TAHUN 2014 TAHUN 2015

JUMLAH (%) JUMLAH (%) JUMLAH (%) JUMLAH (%)

COBA PAKAI 872.928 26 1.159.649 27 1.524.026 39 1.599.836 39

TERATUR PAKAI 894.492 27 1.910.295 45 1.455.232 37 1.511.035 37

PECANDU NON

SUNTIK

1.358.935 40 1.134.358 27 875.248 23 918.256 22

PECANDU SUNTIK 236.172 7 70.031 1 67.722 1 68.902 2

TOTAL 3.362.527 4.247.333 4.022.228 4.098.029

ANGKA

PREVALENSI

NASIONAL

BERDASARKAN

PENELITIAN

1,99%

2,23%

2,18%

2,20%

Sumber : Badan Narkotika Nasional RI, 2016

Berdasarkan hasil penelitian Badan Narkotika Nasional (BNN) bekerja sama

dengan Pusat Penelitian Kesehatan Universitas Indonesia (Puslitkes UI) tahun 2015,

situasi penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba di Indonesia saat ini sudah

berada pada level Darurat. Angka prevalensi penyalahguna Narkoba secara nasional

adalah 2,20% dari jumlah penduduk Indonesia berusia 10 – 59 tahun atau sekitar 4

juta jiwa. Dengan data jumlah teratur pakai ±1,51 juta orang (37%), pecandu non

suntik ±918,2 ribu orang (22%) dan pecandu suntik ±68,90 ribu orang (2%) yang

seluruhnya memerlukan layanan perawatan rehabilitasi. Sementara lembaga layanan

perawatan rehabilitasi yang tersedia baru sejumlah 340 lembaga pemerintah dan 132

lembaga rehabilitasi komponen masyarakat dan rumah sakit/ klinik swasta dengan

Page 32: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

13

total kapasitas layanan hanya 18.000 penyalahguna dan pecandu per tahunnya.

Apabila ditinjau dari aspek penyalahgunaan narkoba, laju peningkatan angka

prevalensi penyalahguna narkoba tersebut terutama dipengaruhi oleh bertambahnya

jumlah pengguna narkoba coba pakai. Tahun 2008 terdapat ±870.000 orang (26%

dari total penyalah guna), di tahun 2011 menjadi±1,15 juta (27% dari total penyalah

guna), di tahun 2014 menjadi ±1,52 juta (39% dari total penyalah guna), dan di tahun

2015 menjadi ±1,59 juta (39% dari total penyalah guna). Hal tersebut

mengindikasikan masih lemahnya daya tangkal masyarakat terhadap bahaya

penyalahgunaan narkoba.

Page 33: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

14

Tabel 1.2

Prevalensi Penyalahguna Narkoba berdasarkan Ranking Tahun 2008, 2011,

2014

Rangking

2008 2011 2014

Provinsi % Provinsi % Provinsi %

1 DKI Jakarta 4,10 DKI Jakarta 7,01 DKI Jakarta 4,74

2 DI Yogyakarta 2,72 Kepri 4,26 Kalimantan Timur 3,07

3 Maluku 2,61 Kalimantan Timur 3,10 Sumatera Utara 3,06

4 Maluku Utara 2,27 Sumut 3,01 Kepri 2,94

5 Gorontalo 2,15 DI Yogyakarta 2,84 DI Yogyakarta 2,37

6 Jambi 2,12 Jawa Barat 2,47 Jawa Barat 2,34

7 Sulawesi Tengah 2,10 Sulawesi Utara 2,11 Maluku 2,32

8 Sulawesi Utara 2,06 Riau 2,08 Bali 2,22

9 Lampung 2,03 Banten 2,06 Sulawesi Utara 2,19

10 Papua Barat 2,02 Aceh 2,03 Sulawesi Tengah 2,11

11 Kepri 2,01 Jawa Timur 1,97 Sulawesi Barat 2,09

12 Jawa Barat 2,00 Sulawesi Selatan 1,95 Aceh 2,08

13 Sumatera Utara 1,99 Jawa Tengah 1,89 Sulawesi Selatan 2,08

14 Bengkulu 1,97 Maluku 1,85 Banten 2,02

15 Jawa Timur 1,97 Sulawesi Tengah 1,85 Jawa Timur 2,01

16 Banten 1,97 Sulawesi Barat 1,81 Kalimantan Barat 2,01

17 Kalimantan Timur 1,95 Bali 1,78 Kalimantan Selatan 2,01

18 Sulawesi Utara 1,93 Kalimantan Tengah 1,77 Riau 1,99

19 Jawa Tengah 1,84 Kalimantan Barat 1,74 Kalimantan Tengah 1,95

20 Riau 1,83 Maluku Utara 1,65 Jambi 1,89

21 Sulawesi Selatan 1,80 Kalimantan Selatan 1,65 Bengkulu 1,88

22 Bali 1,73 Bangka Belitung 1,65 Jawa Tengah 1,88

23 NTT 1,70 Sumatera Selatan 1,55 Bangka Belitung 1,85

24 Sumatera Barat 1,68 Jambi 1,54 Maluku Utara 1,85

25 Sumatera Selatan 1,66 Sumatera Barat 1,45 Sumatera Barat 1,80

26 Aceh 1,61 Papua Barat 1,42 Sumatera Selatan 1,69

27 Kalimantan Selatan 1,59 Bengkulu 1,39 Gorontalo 1,68

28 Papua 1,56 Gorontalo 1,36 Sulawesi Utara 1,59

29 Sulawesi Barat 1,43 NTT 1,22 Papua Barat 1,57

30 Kalimantan Barat 1,40 NTB 1,22 Kalimantan Utara 1,54

31 Bangka Belitung 1,39 Sulawesi Utara 1,17 Lampung 1,52

32 NTB 1,39 Lampung 0,91 NTB 1,50

33 Kalimantan Tengah 1,32 Papua 0,81 NTT 1,49

34 Kalimantan Utara - Kalimantan Utara - Papua 1,23

Sumber : Badan Narkotika Nasional RI, 2015

Page 34: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

15

Berdasarkan tabel di atas, Provinsi Banten merupakan salah satu provinsi

dengan angka prevalensi penyalahguna narkoba yang cukup tinggi dan dengan

jumlah yang tidak stabil. Pada tahun 2008 angka prevalensi penyalahguna narkoba di

Provinsi Banten adalah 1,97%, kemudian pada tahun 2011 meningkat hingga

mencapai 2,06%, dan pada tahun 2014 berada pada angka 2,02%. Hasil penelitian

tersebut diperoleh berdasarkan perhitungan perbandingan jumlah penduduk dengan

jumlah penyalahguna narkoba di setiap wilayah.

Provinsi Banten adalah salah satu provinsi dari 33 provinsi yang ada di

Indonesia, terdiri dari empat Kabupaten dan empat wilayah Kota. Untuk mendukung

operasionalisasi BNN, maka pada tahun 2012 didirikan dan diresmikan Badan

Narkotika Nasional Provinsi Banten sebagai penunjang sarana dan prasarana

dalam melaksanakan kegiatan Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan

Peredaran Gelap Narkoba (P4GN) di Provinsi Banten untuk serta dapat menjadi tolak

ukur keberhasilan upaya-upaya penanggulangan permasalahan narkoba di Provinsi

Banten.

Provinsi Banten ditengarai rentan terhadap penyalahgunaan dan peredaraan

narkoba. Badan Narkotika Nasional (BNN) menyatakan bahkan telah terjadi

perubahan peredaran narkoba di Provinsi Banten, dari yang semula sebagai tempat

transit, kini telah menjadi wilayah peredaran barang haram tersebut. Karena hal

tersebut, maka Provinsi Banten masuk ke dalam 14 daerah rawan nasional

penyebaran barang-barang narkotika. Narkoba yang beredar di Banten didatangkan

Page 35: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

16

melalui Bandara Soekarno Hatta di Tangerang dan Pelabuhan Merak di Kota Cilegon.

Zona rawan peredaran narkoba terbanyak berada di Kabupaten Tangerang,

Kabupaten Serang, dan Kota Cilegon. Sedangkan narkoba yang paling banyak

digunakan oleh pecandu adalah ganja. (Sumber: http://indonews.id/berita/banten-dari-

daerah-transit-jadi-tujuan-penyebaran-narkoba/ diakses 2 November 2016)

Hasil penelitian Badan Narkotika Nasional (BNN) bekerja sama dengan Pusat

Penelitian Kesehatan Universitas Indonesia (Puslitkes UI) tahun 2008, tahun 2011,

tahun 2014 dan tahun 2015 menunjukan peningkatan jumlah pengguna narkoba di

Provinsi Banten sebagai berikut:

Page 36: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

17

Tabel 1.3

Trend Penyalahguna Narkoba (10-59 Tahun) di Provinsi Banten

JENIS

PENYALAHGUNA

2008 2011 2014

JUMLAH % POPULASI

USIA (10-

59)

JUMLAH % POPULASI

USIA (10-

59)

JUMLAH % POPULASI

USIA (10-

59)

COBA PAKAI 36.812

7.538.100

42.738

8.514.495

103.217

8.770.800

TERATUR PAKAI 29.723 79.163 45.344

PECANDU NON

SUNTIK

69.646 50.834 25.608

PECANDU

SUNTIK

12.077 2.386 2.940

TOTAL 148.258 175.121 177.109

PREVALENSI 1,97 2,06 2,02

(Sumber: Badan Narkotika Nasional Provinsi Banten, 2015)

JENIS PENYALAHGUNA

2015

JUMLAH % POPULASI USIA (10-59)

COBA PAKAI 86.660

8.945.200

TERATUR PAKAI 43.248

PECANDU NON SUNTIK 2.715

PECANDU SUNTIK 23.070

TOTAL 155.693

PREVALENSI 1,74

Catatan : Survei tahun 2015 hanya dilakukan pada kelompok Rumah Tangga Umum dan

Rumah Tangga Khusus

(Sumber: Badan Narkotika Nasional Provinsi Banten, 2015)

Berdasarkan tabel di atas, jumlah penyalahguna narkoba di Provinsi Banten

pada tahun 2008, 2011, dan 2014 terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2008

jumlah penyalahguna narkoba di Provinsi Banten adalah 148.258 jiwa atau 1,97%

dari jumlah penduduk 7.538.100 jiwa, pada tahun 2011 berjumlah 175.121 jiwa atau

2,06% dari jumlah penduduk 8.514.495 jiwa, dan pada tahun 2014 berjumlah 177.109

jiwa atau 2,02% dari jumlah penduduk 8.770.800 jiwa dan tahun 2015 berdasarkan

Page 37: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

18

hasil survei yang dilakukan pada kelompok Rumah Tangga Umum dan Rumah

Tangga Khusus diperoleh hasil 155.693 jiwa atau 1,74% dari jumlah penduduk

8.945.200 jiwa.

Setelah peneliti melakukan observasi awal pada lokasi penelitian, terdapat

beberapa permasalahan yang terjadi di Badan Narkotika Nasional Provinsi Banten

dalam hal upaya Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan Narkoba di

Provinsi Banten, diantaranya :

Pertama, terjadinya peningkatan jumlah penyalahgunaan narkoba di Provinsi

Banten berdasarkan data Survei Nasional Prevalensi Penyalahgunaan Narkoba Tahun

Anggaran 2014 dengan melakukan uji sampel pada pelajar, pekerja, dan rumah

tangga oleh Badan Narkotika Nasional (BNN) bekerja sama dengan Pusat Penelitian

Kesehatan Universitas Indonesia (Puslitkes UI) yaitu Pada tahun 2008 jumlah

penyalahguna narkoba di Provinsi Banten adalah 148.258 jiwa atau 1,97% dari

jumlah penduduk 7.538.100 jiwa, pada tahun 2011 berjumlah 175.121 jiwa atau

2,06% dari jumlah penduduk 8.514.495 jiwa, dan pada tahun 2014 berjumlah 177.109

jiwa atau 2,02% dari jumlah penduduk 8.770.800, sedangkan pada tahun 2015

dilakukan survei penyalahgunaan narkoba dengan uji sampel hanya pada rumah

tangga umum dan rumah tangga khusus dan diperoleh hasil sebanyak 155.693 dengan

prevalensi 1,74%. Meningkatnya jumlah tersebut mengindikasikan bahwa kinerja

BNN Provinsi Banten dalam upaya Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan

Narkoba masih belum optimal dan membutuhkan strategi yang tepat baik untuk

Page 38: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

19

program dan kegiatan di bidang pencegahan, pemberdayaan ataupun rehabilitasi.

(Sumber: Hasil observasi peneliti di Badan Narkotika Nasional Provinsi Banten,

Januari - Februari 2017)

Kedua, belum optimalnya diseminasi informasi mengenai bahaya narkoba.

Pihak BNN Provinsi Banten khusunya bidang Pencegahan dan Pemberdayaan

Masyarakat (P2M) belum secara optimal menginformasikan bahaya narkoba kepada

seluruh lapisan masyarakat. Pelaksanaan kegiatan sosialisasi, penyuluhan,

penerangan dan pendidikan mengenai bahaya narkoba yang merupakan salah satu

program Pencegahan, Pemberantasan, Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba

(P4GN) yang dilakukan BNN Provinsi Banten hingga saat ini masih terbatas pada

sebagian kalangan saja dimana kegiatan tersebut hanya dilakukan jika ada permintaan

langsung baik dari perusahaan, instansi pemerintah ataupun sekolah. Selain itu,

pengelolaan website milik BNN Provinsi Banten belum dilakukan secara optimal

karena terlihat kurang aktif baik dalam penyampaian informasi mengenai kegiatan

yang dilakukan BNN Provinsi Banten maupun informasi data terkait kinerja BNN

Provinsi Banten. Sarana lain baik media cetak, media elektronik, maupun media

sosial juga kurang dimanfaatkan dengan baik sehingga bagi masyarakat umum

informasi mengenai P4GN sulit diperoleh. (Sumber: Hasil observasi peneliti di Badan

Narkotika Nasional Provinsi Banten, Januari - Februari 2017)

Ketiga, belum adanya alat yang dapat menunjukkan derajat toksinasi

penggunaan narkoba. Saat ini alat ukur yang digunakan BNN Provinsi Banten hanya

Page 39: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

20

dapat menunjukkan positif atau negatifnya seseorang dalam penggunaan narkoba

yaitu melalui tes urine. Hal tersebut berpengaruh terhadap proses rehabilitasi yang

harus dijalani. Dengan tidak diketahuinya derajat toksinasi dari zat yang dikonsumsi,

maka sulit dibedakan pelayanan atau program rehabilitasi yang harus diberikan.

(Sumber: Hasil observasi peneliti di Badan Narkotika Nasional Provinsi Banten,

Januari - Februari 2017)

Keempat, belum tersedianya sarana dan prasarana untuk pelaksanaan

rehabilitasi rawat inap. Berdasarkan observasi peneliti, hingga saat ini pelayanan

rehabilitasi yang dapat dilakukan oleh BNN Provinsi Banten hanya rehabilitasi rawat

jalan untuk penyalahguna narkoba kategori ringan. Hal tersebut dikarenakan belum

memadainya sarana dan prasarana yang dibutuhkan. Padahal rehabilitasi adalah salah

satu tugas pokok BNN Provinsi Banten yaitu menyediakan lembaga rehabilitasi untuk

pecandu narkoba. (Sumber: Hasil observasi peneliti di Badan Narkotika Nasional

Provinsi Banten, Januari - Februari 2017)

Kelima, kurangnya Sumber Daya Manusia (SDM) di Badan Narkotika

Nasional Provinsi Banten. Berdasarkan wawancara yang peneliti lakukan dengan Tri

Nurtopo, MT selaku Kepala Bagian Umum dan Kepegawaian BNN Provinsi Banten

pada tanggal 16 Januari 2017 pukul 10.30 WIB beliau menjelaskan bahwa hingga

saat ini Sumber Daya Manusia (SDM) di Badan Narkotika Nasional Provinsi Banten

jumlahnya belum sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) yaitu 68 orang

yang terbagi dalam bagian umum yang membawahi urusan administrasi, sarana dan

Page 40: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

21

prasarana, dan perencanaan, serta tiga bidang yaitu bidang pencegahan dan

pemberdayaan masyarakat, bidang pemberantasan, dan bidang rehabilitasi termasuk

tenaga medis di Klinik Pratama, sedangkan jumlah seharusnya sesuai Standar

Operasional Prosedur (SOP) yang berlaku adalah 280 orang. (Sumber: Wawancara

peneliti dengan Tri Nurtopo, MT selaku Kepala Bagian Umum dan Kepegawaian

BNN Provinsi Banten tanggal 16 Januari 2017 pukul 10.30 WIB)

Dengan permasalahan-permasalahan yang telah disebutkan sebelumnya, maka

hal tersebutlah yang melatarbelakangi peneliti tertarik untuk mengaplikasikan dalam

penelitian yang berjudul “Strategi Badan Narkotika Nasional Provinsi Banten

dalam Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan Narkoba”.

1.2. Identifikasi Masalah

1. Terjadinya peningkatan jumlah penyalahgunaan narkoba di Provinsi Banten

berdasarkan data Survei Nasional Prevalensi Penyalahgunaan Narkoba Tahun

Anggaran 2014.

2. Belum optimalnya diseminasi informasi mengenai bahaya narkoba di bidang

Pencegahan dan Pemberdayaan Masyarakat (P2M).

3. Belum adanya alat yang dapat menunjukkan derajat toksinasi penggunaan

narkoba.

4. Belum tersedianya sarana dan prasarana untuk pelaksanaan rehabilitasi rawat

inap.

Page 41: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

22

5. Kurangnya Sumber Daya Manusia (SDM) di Badan Narkotika Nasional

Provinsi Banten.

1.3. Batasan Masalah

Peneliti membatasi ruang lingkup penelitian yang diteliti yaitu pada

Strategi Badan Narkotika Nasional Provinsi Banten dalam Upaya Pencegahan

dan Pemberantasan Penyalahgunaan Narkoba.

1.4. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah di sampaikan di atas, maka rumusan

masalah pada penelitian ini adalah Bagaimana Strategi Badan Narkotika

Nasional Provinsi Banten dalam Upaya Pencegahan dan Pemberantasan

Penyalahgunaan Narkoba?

1.5. Tujuan Penelitian

Berdasarkan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk

mengetahui dan mendapat gambaran jelas mengenai Strategi Badan Narkotika

Nasional Provinsi Banten dalam Upaya Pencegahan dan Pemberantasan

Penyalahgunaan Narkoba.

1.6. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

Page 42: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

23

1) Manfaat Teoritis

a. Penelitian ini sangat bermanfaat karena dapat digunakan sebagai bahan

untuk menambah wawasan dan pengetahuan tentang teori-teori dan

konsep-konsep yang diperoleh selama perkuliahan dibandingkan dengan

penerapannya secara nyata.

b. Untuk menambah bahan referensi dan bahan masukan untuk penelitian

selanjutnya.

2) Manfaat Praktis

a. Bagi Badan Narkotika Nasional Provinsi Banten, dan di Provinsi,

Kabupaten/Kota lainnya dapat sebagai masukan dalam mengembangkan

upaya pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan narkoba.

b. Bagi masyarakat dapat menjadi masukan yang positif bagi masyarakat

tetang bahaya penyalahgunaan narkoba.

c. Bagi penulis sebagai tambahan pengetahuan dalam bidang Administrasi

Publik khusunya manajemen strategi terkait dengan Strategi Badan

Narkotika Nasional Provinsi Banten dalam Upaya Pencegahan dan

Pemberantasan Penyalahgunaan Narkoba.

1.7. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan merupakan garis besar penyusunan penelitian ini yang

berujuan untuk memudahkan dalam memahami secara keseluruhan isi dari

penyusunan penelitian ini. Adapun sistematika penulisan penelitian mengenai

Page 43: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

24

Strategi Badan Narkotika Nasional Provinsi Banten dalam Upaya Pencegahan dan

Pemberantasan Penyalahgunaan Narkoba adalah sebagai berikut:

BAB I Pendahuluan

1.1 Latar Belakang Masalah

Latar belakang masalah menerangkan atau menjelaskan ruang lingkup dan

kedudukan masalah yang akan diteliti. Bentuk penerapan dan penjelasan

diuraikan secara deduktif, artinya dimulai dari penjelasan yang berbentuk

umum hingga memiliki masalah spesifik dan relevan.

1.2 Identifikasi Masalah

Identifikasi masalah mendeteksi aspek permasalahan yang muncul berkaitan

dari tema/topik/judul penelitian atau dengan masalah.

1.3 Batasan Masalah

Pembatasan masalah memfokuskan pada masalah spesifik yang akan diajukan

dalam rumusan masalah.

1.4 Rumusan Masalah

Rumusan masalah bertujuan untuk memiliki dan menetapkan masalah yang

paling penting yang berkaitan dengan judul penelitian.

1.5 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian mengungkapkan tentang sasaran yang ingin dicapai dengan

dilaksanakannya penelitian terhadap permasalahan yang telah dirumuskan

sebelumnya.

Page 44: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

25

1.6 Manfaat Penelitian

Menjelaskan manfaat teoritis dan praktis dalam temuan penelitian. Manfaat

teoritis berguna memberikan kontribusi tertentu terhadap perkembangan teori

dan ilmu pengetahuan serta dunia akademis. Manfaat praktis memberikan

kontribusi tertentu terhadap objek penelitian, baik individual, kelompok

maupun organisasi.

1.7 Sistematika Penulisan

Untuk memberikan gambaran yang sistematis serta dapat dengan mudah

dipahami maka tugas Skripsi ini disusun berdasarkan ketentuan yang biasa

digunakan sesuai petunjuk dari perguruan tinggi dimana penulis belajar.

BAB II Tinjauan Pustaka, Kerangka Pemikiran dan Asumsi Dasar Penelitian

2.1 Deskripsi Teori

Deskripsi teori memuat hasil kajian terhadap sejumlah teori yang relevan

dengan permasalahan yang variabel penelitian sehingga akan memperoleh

konsep penelitian yang jelas

2.2 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu menjelaskan tentang referensi penelitian yang sudah ada

sebelumnya.

2.3 Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran penelitian menggambarkan alur pikiran peneliti sebagai

kelanjutan dari teori untuk memberikan penjelasan kepada pembaca dapat

Page 45: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

26

dilengkapi dengan sebuah bagan yang menunjukkan alur pikiran peneliti

serta kaitan antara teori yang diteliti.

2.4 Asumsi Dasar Penelitian

Asumsi dasar penelitian menjelaskan tentang pikiran awal peneliti terhadap

suatu masalah atau kajian yang diteliti.

BAB III Metodologi Penelitian

3.1 Pendekatan dan Metode Penelitian

Bagian ini menguraikan tentang pendekatan penelitian kualitatif deskriptif.

3.2 Fokus Penelitian

Bagian ini membatasi dan menjelaskan substansi materi kajian penelitian

yang akan dilakukan.

3.3 Lokasi Penelitian

Menjelaskan tempat (locus) penelitian dilaksanakan dan alasan memilihnya.

3.4 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian menjelaskan tentang instrumen penelitian yang dipakai

oleh peneliti dalam melakukan penelitian.

3.5 Informan Penelitian

Menjelaskan tentang teknik yang digunakan dalam menentukan informan

penelitian.

Page 46: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

27

3.6 Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Menjelaskan tentang teknik analisis dan rasionalisasinya yang sesuai dengan

sifat data yang diteliti. Pengumpulan data kualitatif dilakukan melalui

pengamatan berperan serta, wawancara, dokumen dan bahan-bahan visual.

Analisis data dilakukan melalui pengkodean dan pengkodingan data

(berdasarkan kategorisasi data) sampai penyimpulan akhir.

3.7 Jadwal Penelitian

Menjelaskan tentang waktu penelitian dari waktu pelaksanaan penelitian

sampai penelitian itu berakhir.

BAB IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

4.1 Deskripsi Objek Penelitian

Menjelaskan mengenai objek penelitian yang meliputi lokasi penelitian

secara jelas, struktur organisasi dan populasi atau sampel (dalam penelitian

ini menggunakan informan).

4.2 Deskripsi Data

Menjelaskan hasil penelitian yang diolah dari data mentah dengan

mempergunakan teknik analisa data yang relevan.

4.3 Temuan Lapangan

Menjelaskan hasil penelitian yang telah diolah dari data mentah dengan

menggunakan teknik analisa data kualitatif.

Page 47: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

28

4.4 Pembahasan

Merupakan pembahasan lebih lanjut dan lebih rinci terhadap hasil penelitian.

Bab V Penutup

5.1 Kesimpulan

Menyimpulkan hasil penelitian yang diungkapkan secara jelas, singkat dan

juga mudah dipahami.

5.2 Saran

Memiliki isi berupa tindak lanjut dari sumbangan penelitian terhadap bidang

yang diteliti secara teoritis maupun praktis.

Page 48: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

29

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN ASUMSI

DASAR PENELITIAN

2.1. Landasan Teori

Tinjauan pustaka dalam penelitian merupakan rangkaian atau uraian beberapa

teori yang berhubungan dengan masalah penelitian. Penelitian mengenai Strategi

Badan Narkotika Nasional Provinsi Banten dalam Upaya Pencegahan dan

Pemberantasan Penyalahgunaan Narkoba akan dikaji dengan beberapa teori dalam

ruang lingkup Administrasi Publik untuk mendukung masalah penelitian diantaranya

yaitu: Definisi Manajemen, Definisi Strategi, Definisi Manajemen Strategi,

Pendekatan dalam Manajemen Strategi, Proses Manajemen Strategi, Konsep Analisis

SWOT (Strengths, Weakness, Opportunities, Treathts), Pengertian Narkotika,

Penggolongan Narkotika, Dampak Penyalahgunaan Narkoba, The Four Pillar Drug

Strategy dan Konsep P4GN

2.1.1. Definisi Manajemen

Secara etimologi, management (di Indonesia diterjemahkan sebagai

“manajemen” berasal dari kata manus (tangan) dan agree (melakukan), yang

kemudian digabung menjadi kata manage (bahasa Inggris) berarti mengurus atau

managiere (bahasa latin) yang berarti melatih.

Page 49: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

30

Manajemen menurut R.Terry dalam Sedarmayanti (2014:1)

“Management is a distinct process consisting of planning, organizing,

actuating and controlling performed to determine and accomplish stated

objective by the use of human being and other resources.”

Maksudnya, manajemen adalah suatu proses khusus yang terdiri dari

perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan yang dilakukan

untuk menentukan serta mencapai sasaran yang telah ditentukan melalui

pemanfaatan sumber daya manusia dan lainnya.

Selanjutnya pengertian manajemen menurut Harold dan O`Donnel dalam

Sedarmayanti (2014:1) adalah sebagai berikut :

“Management is getting things done trought people. In bringing about this

coordinating of group activity, the manager, as a manager plants, organizes,

staffs, direct and control the activities other people.”

“Manajemen adalah usaha mencapai suatu tujuan tertentu melalui kegiatan

orang lain. Dengan demikian manajer mengadakan koordinasi atas sejumlah

aktivitas orang lain yang meliputi perencanaan, pengorganisasian,

penempatan, pengarahan dan pengendalian.”

Menurut Stoner dalam Handoko (2003:8)

“Manajemen adalah proses perencananan, pengorganisasian, pengarahan, dan

pengawasan usaha-usaha para anggota organisasi dan penggunaan sumber

daya-sumber daya organisasi lainnya agar mencapai tujuan organisasi yang

telah ditetapkan,”

Sedangkan menurut Hasibuan dalam bukunya Manajemen (2006:9)

Manajemen adalah ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia

dan sumber daya lainnya secara efektif dan efisien untuk suatu tujuan tertentu.

Page 50: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

31

Berdasarkan definisi yang diungkapkan para ahli, manajemen adalah proses

yang terdiri dari rangkaian kegiatan perencanaan, pengorganisasian, penggerakan dan

pengendalian/pengawasan, yang dilakukan untuk menentukan dan mencapai tujuan

yang telah ditetapkan melalui pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber daya

lainnya.

2.1.2. Definisi Strategi

Strategi tidak saja dilakukan oleh organisasi yang berorientasi pada

keuntungan saja, namun juga dibutuhkan dan dilakukan oleh organisasi yang

bergerak di bidang sosial kemasyarakatan. Istilah strategi berasal dari bahasa Yunani

strategeia (stratos : militer, dan ag : pemimpin) yang artinya seni atau ilmu untuk

menjadi seorang jenderal, dimana jenderal tersebut dibutuhkan untuk memimpin

suatu angkatan perang agar dapat selalu memenangkan perang. Strategi merupakan

cara terbaik yang dijalankan untuk mencapai tujuan tertentu. (Husein, 2008:31)

Strategi secara umum adalah proses penentuan rencana pemimpin puncak

berfokus pada tujuan jangka panjang organisasi, disertai penyusunan cara/upaya

bagaimana agar tujuan dapat dicapai. Sedangkan strategi secara khusus adalah

tindakan yang bersifat terus-menerus, mengalami peningkatan dan dilakukan sesuai

sudut pandang tentang apa yang diinginkan serta diharapkan oleh konsumen di masa

depan. Dengan strategi ini maka ada yang hampir dimulai dari apa yang selalu untuk

bisa terjadi dan bukan yang dimulai dari apa yang terjadi. Terjadinya kecepatan

Page 51: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

32

inovasi pasar yang baru dan perubahan pola konsumen memerlukan kompetensi inti.

Perusahaan perlu mencari kompetensi inti di dalam bisnis yang dilakukan.

(Sedarmayanti, 2014:2)

Menurut Chandler dalam Freddy Rangkuti (2003:1)

“Strategi merupakan alat untuk mencapai tujuan dalam kaitannya dengan

tujuan jangka panjang, program tindak lanjut serta prioritas alokasi sumber

daya, serta pendayagunaan dan alokasi semua sumber daya yang penting

untuk mencapai tujuan tersebut. Pamahaman yang baik mengenai konsep

strategi dan konsep-konsep lain yangberkaitan, sangat menentukan suksesnya

strategi yang disusun.”

Strategi yang berhasil menurut Robert M. Grant (1999:26) memiliki empat

unsur utama, yaitu :

1) Strategi tersebut ditujukan untuk mencapai tujuan yang jelas dan dalam

rangka waku yang panjang

2) Strategi didasarkan pada pemahaman yang mendalam terhadap lingkungan

eksternal

3) Stretegi didasarkan pada pemahaman yang mendalam mengenai kemampuan

internal organisasi maupun indivdu

4) Strategi dilakanakan dengan resolusi, koordinasi, serta pemanfaatan yang

efektif terhadap kemampuan dan komitmen dari semua anggota organisasi.

Page 52: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

33

Berdasarkan definisi yang diungkapkan oleh para ahli, dapat disimpulkan

bahwa strategi merupakan suatu rencana permanen atau cara terbaik dan langkah-

langkah yang harus ditempuh untuk sebuah kegiatan yang didalamnya termasuk

formulasi tujuan dan kumpulan rencana kegiatan untuk memperoleh suatu

keberhasilan. Hal ini mengidentifikasikan adanya upaya memperkuat daya saing

pekerjaan kegiatan dalam mengelola organisasi dan mencegah adanya pengaruh luar.

2.1.3. Definisi Manajemen Strategi

Strategi memiliki kegiatan yang erat dengan konsep perencanaan dan

pengambilan keputusan, sehingga strategi berkembang menjadi manajemen strategi.

Menurut Hunger dan Wheelen (2003:4) dalam bukunya yang berjudul “Manajemen

Strategis”, manajemen strategis adalah serangkaian keputusan dan tindakan

manajerial yang menentukan kinerja perusahaan dalam jangka panjang. Manajemen

strategis meliputi pengamatan lingkungan, perumusan strategi (perencanaan strategis

atau perencanaan jangka panjang), implementasi strategi dan evaluasi serta

pengendalian. Manajemen strategis menekankan pada pengamatan dan evaluasi

peluang dan ancaman lingkungan dengan melihat kekuatan dan kelemahan

perusahaan. Manajemen strategis juga dikatakan sebagai suatu bidang ilmu yang

menggabungkan kebijakan bisnis dengan lingkungan dan tekanan strategis. Oleh

karena itu, istilah manajemen strategi biasanya menggantikan istilah kebijakan bisnis

sebagai suatu bidang ilmu.

Page 53: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

34

Manajemen strategis juga dapat dikatakan sebagai respons atas meningkatnya

pergolakan lingkungan. Pengelolaan perusahaan diperhatikan dan dilihat secara

menyeluruh dan berusaha menjelaskan mengapa beberapa perusahaan berkembang

dan maju dengan pesat, sedangkan yang lainnya tidak maju dan akhirnya bangkrut.

(Hunger dan Wheelen 2003:4). Sedangkan manajemen strategis menurut Fred

(2004:5) dalam bukunya yang berjudul “Manajemen Strategis” didenifisikan sebagai

seni dan pengetahuan untuk merumuskan, mengimplementasikan dan mengevaluasi

keputusan lintas fungsional yang membuat organisasi mampu mencapai obyektifnya.

Dua ahli lain, Pearce dan Robinson (2011:5) dalam bukunya “Manajemen

Strategis : formulasi, implementasi dan pengendalian” mendefinisikan Manajemen

Strategi sebagai satu set keputusan dan tindakan yang menghasilkan perumusan

(formulasi) dan pelaksanaan (implementasi) rencana yang dirancang untuk meraih

tujuan suatu perusahaan.

Diorgantoro (2001:9) juga memberikan beberapa definisi tentang manajemen

strategis , yaitu sebagai berikut:

1. Suatu proses berkesinambungan yang membuat organisasi secara keseluruhan

dapat match dengan lingkungannya, atau dengan kata lain, organisasi secara

keseluruhan dapat selalu responsif terhadap perubahan-perubahan di dalam

lingkungannya, baik bersifat internal maupun eksternal.

Page 54: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

35

2. Kombinasi ilmu dan seni untuk memformulasikan, mengimplementasikan,

dan mengevaluasi keputusan yang bersifat cross-fungsional yang

memungkinkan organisasi mencapai tujuannya.

3. Usaha untuk mengembangkan kekuatan yang ada di perusahaan untuk

menggunakan atau menangkap peluang bisnis yang muncul guna mencapai

tujuan perusahaan yang telah ditetapkan sesuai misi yang telah ditentukan.

Menurut Nawawi (2005:148-149) pengertian Manajemen Strategi ada 4

(empat). Pertama diartikan sebagai proses atau rangkaian kegiatan pengambilan

keputusan yang bersifat mendasar dan menyeluruh, disertai penetapan cara

melaksanakannya, yang dibuat oleh manajemen puncak dan diimplementasikan oleh

seluruh jajaran di dalam suatu organisasi untuk mencapai tujuannya. Dari pengertian

tersebut terdapat beberapa aspek penting, antara lain :

a. Manajemen strategik merupakan proses pengambilan keputusan.

b. Keputusan yang ditetapkan bersifat mendasar dan menyeluruh yang

berarti berkenaan dengan aspek-aspek yang penting dalam kehidupan

sebuah organisasi, terutama tujuan dan cara melaksanakannya.

c. Pembuatan keputusan tersebut harus dilakukan sekurang-kurangnya

melibatkan pemimpin puncak sebagai penanggungjawab utama pada

keberhasilan atau kegagalan organisasinya.

Page 55: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

36

d. Pengimplementasian keputusan tersebut sebagai strategi organisasi

untuk mencapai tujuan strategiknya dilakukan oleh seluruh jajaran

organisasi.

e. Keputusan yang ditetapkan manajemen puncak harus

diimplementasikan oleh seluruh jajaran organisasi dalam bentuk

kegiatan/pelaksanaan pekerjaan yang terarah pada tujuan strategik

organisasi.

Pengertian manajemen strategik yang kedua adalah usaha manajerial

menumbuhkembangkan kekuatan organisasi untuk mengeksploitasi peluang yang

muncul guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan sesuai dengan misi yang telah

ditentukan. Dari pengertian tersebut, terdapat konsep yang secara relatif lebih lua dari

pengertian yang pertama yang menekankan bahwa “manajemen strategik merupakan

usaha manajerial menumbuhkembangkan kekuatan organisasi”.

Pengertian yang ketiga, Manajemen Strategik adalah arus keputusan dan

tindakan yang mengarah pada pengembangan strategi yang efektif untuk membantu

mencapai tujuan organisasi. Pengertian ini menekankan bahwa arus keputusan dari

pimpinan organisasi dan tindakan berupa pelaksanaan keputusan, harus menghasilkan

satu atau lebih strategi, sehingga dapat memilih yang paling efektif atau yang paling

handal dalam usaha mencapai tujuan organisasi.

Page 56: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

37

Pengertian yang keempat, Manajemen Strategik adalah perencanaan berskala

besar (disebut Perencanaan Strategik) yang berorientasi pada jangkauan masa depan

yang jauh (disebut VISI), dan ditetapkan sebagai keputusan manajemen puncak

(keputusan yang bersifat mendasar dan prinsipil), agar memungkinkan organisasi

berinteraksi secara efektif (disebut MISI), dalam usaha menghasilkan sesuatu

(Perencanaan Operasional) yang berkualitas, dengan diarahkan pada optimalisasi

pencapaian tujuan (disebut Tujuan Strategik) dan berbagai sasaran (Tujuan

Operasional) organisasi.” Pengertian yang cukup luas ini menunjukkan bahwa

Manajemen Strategik merupakan suatu sistem yang sebagai satu kesatuan memiliki

berbagai komponen yang saling berhubungan dan saling mempengaruhi, dan

bergerak secara serentak ke arah yang sama pula. Komponen pertama adalah

Perencanaan Strategik dengan unsur – unsurnya yang terdiri dari Visi, Misi, Tujuan

Strategik organisasi. Sedang komponen kedua adalah Perencanaan Operasional

dengan unsur – unsurnya adalah Sasaran atau Tujuan Operasional, Pelaksanaan

Fungsi – fungsi manajemen berupa fungsi pengorganisasian, fungsi pelaksanaan dan

fungsi penganggaran, kebijaksanaan situasional, jaringan kerja Internal dan eksternal,

fungsi kontrol dan evaluasi serta umpan balik. Manajemen strategik sebagai suatu

sistem dapat dilihat pada gambar 2.1 berikut :

Page 57: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

38

Gambar 2.1

Model Manajemen Strategi sebagai Sistem Menurut Nawawi

(Sumber : Nawawi, 2005:151)

Di samping itu dari pengertian Manajemen Strategik yang terakhir, dapat

disimpulkan beberapa karakteristiknya sebagai berikut (Nawawi, 2005:151) :

1. Manajemen Strategik diwujudkan dalam bentuk perencanaan berskala besar

dalam arti mencakup seluruh komponen di lingkungan sebuah organisasi yang

dituangkan dalam bentuk Rencana Strategik (RENSTRA) yang dijabarkan

Page 58: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

39

menjadi Perencanaan Operasional (RENOP), yang kemudian dijabarkan pula

dalam bentuk program – program kerja.

2. Rencana Strategik berorientasi pada jangkauan masa depan (5 tahun). Sedang

Rencana Operasionalnya ditetapkan untuk setiap tahun atau setiap lima tahun.

3. VISI, MISI, pemilihan strategik yang menghasilkan Strategi Utama (Induk)

dan Tujuan Strategik Organisasi untuk jangka panjang, merupakan acuan

dalam merumuskan RENSTRA, namun dalam teknik penempatannya sebagai

keputusan Manajemen Puncak secara tertulis semua acuan tersebut terdapat di

dalamnya.

4. RENSTRA dijabarkan menjadi RENOP yang antara lain berisi program –

program operasional.

5. Penetapan RENSTRA dan RENOP harus melibatkan Manajemen Puncak

(Pimpinan) karena sifatnya sangat mendasar dalam pelaksanaan seluruh misi

organisasi.

6. Pengimplementasian Strategi dalam program – program untuk mencapai

sasarannya masing – masing dilakukan melalui fungsi – fungsi manajemen

yang mencakup pengorganisasian, pelaksanaan, penganggaran dan kontrol.

Page 59: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

40

2.1.4. Aspek Penting Manajemen Strategi

Makna konsep manajemen strategi dalam (Sedarmayanti, 2014:11) adalah:

1) Menghubungkan fungsi perencanaan dengan sistem administrasi dan struktur

organisasi.

2) Strategi dan implementasi merupakan satu kesatuan yang menggambarkan

tugas manajerial di semua tingkat dan lini organisasi.

3) Tiga isu penting dalam konsep manajemen strategi:

a. Pentingnya integrasi sistem administrasi dan struktur organisasi.

b. Pentingnya integrasi antara strategi dan implementasi.

c. Pentingnya infrastruktur manajerial dan budaya organisasi.

Keuntungan manajemen strategi dalam (Sedarmayanti, 2014:11) adalah:

1) Memungkinkan identifikasi, pemrioritasan, dan pemanfaatan peluang.

2) Menciptakan kerangka kerja bagi komunikasi internal antarpersonel.

3) Merepresentasikan kerangka kerja untuk aktivitas koordinasi dan 40ontrol

lebih baik.

4) Memungkinkan keputusan besar yang mampu mendukung tujuan yang telah

ditetapkan secara lebih baik.

5) Mendorong hadirnya pemikiran ke depan.

Sasaran utama manajemen strategi dalam (Sedarmayanti, 2014:11) adalah: :

Page 60: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

41

1) Tumbuhnya perubahan di berbagai bidang secara terus menerus

2) Menekan pada pencapaian hasil dan dampaknya

3) Meningkatnya kemampuan mengukur kinerja.

2.1.5. Proses Manajemen Strategi

Pada dasarnya dalam suatu perusahaan untuk dapat mencapai suatu tujuan

tertentu dan keberhasilan diperlukan suatu proses manajemen yang baik. Wheelen

dan Hunger (2003:9) menjelaskan proses manajemen strategi meliputi empat elemen

dasar: (1) pengamatan lingkungan, (2) perumusan strategi, (3) implementasi

strategi, dan (4) evaluasi dan pengendalian.

Gambar 2.2

Model Proses Manajemen Strategis

Sumber : Wheleen dan Hunger, 2003:11

Gambar 2.2 menunjukkan interaksi keempat elemen tersebut. Pada level

korporasi, proses manajemen strategi meliputi aktivitas-aktivitas mulai dari

pengamatan lingkungan sampai evaluasi kinerja. Manajemen mengamati

lingkungan eksternal untuk melihat kesempatan dan ancaman dan mengamati

Feed Back

Pengamatan

Lingkungan

Perumusan

Strategi

Evaluasi dan

Pengendalian

Implementasi

Strategi

Page 61: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

42

lingkungan internal untuk melihat kekuatan dan kelemahan. Faktor-faktor yang

paling penting untuk masa depan perusahaan disebut faktor-faktor strategis dan

diringkas dengan singkatan S.W.O.T yang berarti Strength (kekuatan), Weakness

(kelemahan), Opportunities (peluang), dan Threats (ancaman). Setelah

mengidentifikasi faktor-faktor strategis, manajemen mengevaluasi interaksinya

dan menentukan misi perusahaan yang sesuai. Langkah pertama dalam

merumuskan strategi adalah pernyataan misi, yang berperan penting dalam

menentukan tujuan, strategi dan kebijakan perusahaan. Perusahaan

mengimplementasi strategi dan kebijakan tersebut melalui program, anggaran,

dan prosedur, akhirnya evaluasi kinerja dan umpan balik untuk memastikan

tepatnya pengendalian aktivitas perusahaan.

1. Pengamatan Lingkungan

a. Analisis Eksternal

Lingkungan eksternal terdiri dari variabel-variabel (kesempatan dan

ancaman) yang berada di luar organisasi dan tidak khusus ada dalam

mengendalikan jangka pendek dari manajemen puncak. Variabel-variabel

tersebut membentuk keadaan dalam organisasi dimana organisasi ini hidup.

Lingkungan eksternal memiliki dua bagian yaitu lingkungan kerja dan

lingkungan sosial. Lingkungan kerja terdiri dari elemen-elemen atau

kelompok yang secara langsung berpengaruh atau di pengaruhi oleh operasi-

operasi utama organisasi. Beberapa elemen tersebut adalah pemegang saham,

Page 62: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

43

pemerintah, pemasok, komunitas lokal, pesaing, pelanggan, kreditur, serikat

buruh, kelompok kepentingan khusus, dan asosiasi perdagangan. Lingkungan

kerja perusahaan sering disebut industri. Lingkungan sosial terdiri dari

kekuatan umum, kekuatan itu tidak berhungan langsung dengan aktivitas-

aktivitass jangka pendek organisasi tetapi dapat dan sering mempengaruhi

keputusan-keputusan jangka panjang.

b. Analisis Internal

Lingkungan internal terdiri dari variabel-variabel (kekuatan dan

kelemahan) yang ada didalam organisasi tetapi biasanya tidak dalam

pengendalian jangka pendek dari manajemen puncak. Variabel-variabel

tersebut membentuk suasana dimana pekerjaan dilakukan. Variabel- variabel

itu meliputi struktur, budaya, dan sumber daya organisasi:

1. Struktur adalah cara bagaimana perusahaan diorganisasikan yang

berkenaan dengan komunikasi, wewenang, dan arus kerja.

2. Budaya adalah pola keyakinan, pengharapan dan nilai-nilai yang

diberikan oleh anggota organisasi.

3. Sumber daya adalah yang merupakan bahan baku bagi produksi barang

dan jasa organisasi, yang meliputi keahlian orang, kemampuan dan

bakat manajerial .

Page 63: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

44

2. Perumusan Strategi

Perumusan strategi adalah pengembangan rencana jangka panjang untuk

manajemen efektif dari kesempatan dan ancaman lingkungan, dilihat dari kekuatan

dan kelemahan perusahaan. Perumusan strategi meliputi menentukan misi

perusahaan, menentukan tujuan-tujuan yang dicapai, pengembangan strategi dan

penetapan pedoman kebijakan.

a. Misi

Misi organisasi adalah tujuan atau alasan mengapa organisasi hidup.

Pernyataan misi yang disusun dengan baik mendefinisikan tujuan mendasar

dan unik yang membedakan suatu perusahaan dengan perusahaan lain. Misi

dapat ditetapkan secara sempit atau secara luas. Tipe pernyataan visi

sempit menegaskan secara jelas bisnis utama organisasi, misi ini juga

secara jelas membatasi jangkauan aktivitas perusahaan yang berhubungan

dengan produk atau jasa yang ditawarkan. Sedangkan misi luas melebarkan

jangkauan aktivitas organisasi untuk memasukan banyak tipe produk atau

jasa, pasar dan teknologi.

b. Tujuan

Tujuan adalah hasil akhir aktivitas perencanaan. Tujuan merumuskan

apa yang akan diselesaikan dan kapan akan diselesaikan, dan sebaliknya

diukur jika memungkinkan. Istilah sasaran (goal) sering rancu dengan

istilah tujuan (objective). Sasaran adalah pernyataan terbuka yang berisi

Page 64: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

45

suatu harapan yang akan diselesaikan tanpa perhitungan apa yang akan

dicapai dan tidak ada penjelasan waktu penyelesaian.

c. Strategi

Strategi perusahaan merupakan rumusan perencanaan komprehensif

tentang bagaimana perusahaan akan mencapai misi dan tujuan. Strategi

akan memaksimalkan keunggulan kompetitif dan meminimalkan

keterbatasan bersaing.

d. Kebijakan

Aliran dari strategi, kebijakan menyediakan pedoman luas untuk

pengambilan keputusan organisasi secara keseluruhan. Kebijakan juga

merupakan pedoman luas yang menghubungkan perumusan strategi dan

implementasi.

3. Implementasi Strategi

Implementasi strategi adalah proses dimana manajemen mewujudkan

strategi dan kebijakan dalam tindakan melalui pengembangan program, anggaran

dan prosedur. Proses tersebut mungkin meliputi perubahan budaya secara

menyeluruh, struktur dan atau sistem manajemen dari organisasi secara

keseluruhan. Kecuali ketika diperlukan perubahan secara drastis pada perusahaan,

manajer level menengah dan bawah akan mengimplementasi strateginya secara

khusus dengan pertimbangan dari manajemen puncak. Kadang-kadang dirujuk

Page 65: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

46

sebagai perencanaan operasional, implementasi strategi sering melibatkan

keputusan sehari-hari dalam alokasi sumber daya.

a. Program

Program adalah pernyataan aktivitas-aktivitas atau langkah-langkah

yang diperlukan untuk menyelsaikan perencanaan sekali pakai. Program

melibatkan restrukturisasi perusahaan, perubahan budaya internal

perusahaan, atau awal dari suatu usaha penelitian baru.

b. Anggaran

Anggaran merupakan program yang dinyatakan dalam bentuk satuan

uang. Setiap program akan dinyatakan dengan rinci dalam biaya, yang

dapat digunakan dalam manajemen untuk merencanakan dan

mengendalikan.

c. Prosedur

Prosedur kadang-kadang disebut Standard Operating Procedures (SOP).

Prosedur adalah sistem langkah-langkah atau teknik-teknik yang berurutan

yang menggambarkan secara rinci bagaimana suatu tugas atau pekerjaan

diselesaikan. Secara khusus merinci bagaimana aktivitas yang harus

dikerjakan untuk menyelesaikan program-program perusahaan.

4. Evaluasi dan Pengendalian

Evaluasi dan pengendalian adalah proses yang melaluinya aktivitas-

aktivitas perusahaan dan hasil kinerja dimonitor dan kinerja sesungguhnya

Page 66: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

47

dibandingkan dengan kinerja yang diinginkan. Para manajer di semua level

menggunakan informasi hasil kinerja untuk melakukan tindakan perbaikan dan

memecahkan masalah. Walaupun evaluasi dan pengendalian merupakan elemen

akhir yang utama dari manajemen strategis, elemen itu juga dapat menunjukan

secara cepat kelemahan-kelemahan dalam implementasi strategi sebelumnya dan

mendorong proses keseluruhan untuk dimulai kembali. (Hunger dan Wheleen,

2003:19)

Agar evaluasi dalam pengendalian efektif, manajer harus mendapatkan

umpan balik yang jelas, tepat, dan tidak bias dari orang-orang bawahannya yang

ada dalam hiererki perusahaan. Evaluasi kinerja dan pengendalian mengakhiri

model manajemen strategi. Berdasarkan hasil kinerja, manajemen mungkin akan

melakukan penyesuaian terhadap perumusan strategi atau implementasi, atau

keduanya, seperti gambar 2.3 di bawah ini :

Page 67: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

48

Gambar 2.3

Model Manajemen Strategis

Sumber : Wheleen dan Hunger (2003:1)

Evaluasi dan pengendalian dapat menunjukkan secara cepat kelemahan-

kelemahan dalam implementasi strategi sebelumnya dan mendorong proses baru.

Evaluasi dan pengendalian merupakan langkah akhir yang utama dari rangkaian

proses model manajemen strategis. Sasaran dari evaluasi dan pengendalian yaitu

munculnya umpan balik. Umpan balik dapat dijadikan masukan bagi organisasi untuk

mengidentifikasikan kesalahan atau kekurangan dari implementasi strategi.

Berdasarkan proses-proses yang ada di dalam suatu manajemen strategi, dapat

dikatakan bahwa manajemen strategi merupakan suatu usaha yang saling berkaitan di

Page 68: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

49

dalam organisasi, mulai dari perumusan strategi sampai evaluasi strategi. Dengan

melaksanakan manajemen strategi, suatu organisasi dapat menciptakan suatu

perubahan dalam jangka waktu yang panjang.

2.1.6. Konsep Analisis SWOT (Strengths, Weakness, Opportunities,

Treathts)

Yang dimaksud dengan analisis SWOT adalah suatu cara menganalisis faktor-

faktor internal dan eksternal menjadi langkah-langkah strategi dalam pengoptimalan

usaha yang lebih menguntungkan. Dalam analisis faktor-faktor internal dan eksternal

akan ditentukan aspek-aspek yang menjadi kekuatan (Strengths), kelemahan

(Weakness), kesempatan (Opportunities), dan yang menjadi ancaman (Treaths)

sebuah organisasi. Dengan begitu akan dapat ditentukan berbagai kemungkinan

alternatif strategi yang dapat dijalankan (Rangkuti, 2006:19).

Dalam pengelolaan dan pengembangan suatu aktifitas memerlukan suatu

perencanaan strategis, yaitu suatu pola atau struktur sasaran yang saling mendukung

dan melengkapi menuju ke arah tujuan yang menyeluruh. Sebagai persiapan

perencanaan, agar dapat memilih dan menetapkan strategi dan sasaran sehingga

tersusun program-program dan proyek-proyek yang efektif dan efisien maka

diperlukan suatu analisis yang tajam dari para pegiat organisasi. Salah satu analisis

yang cukup populer di kalangan pelaku organisasi adalah Analisis SWOT.

Page 69: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

50

Analisa ini terbagi atas empat komponen dasar yaitu :

1. S = Strength, adalah situasi atau kondisi yang merupakan kekuatan dari

organisasi atau program pada saat ini.

2. W = Weakness, adalah situasi atau kondisi yang merupakan kelemahan dari

organisasi atau program pada saat ini.

3. O = Opportunity, adalah situasi atau kondisi yang merupakan peluang di

luar organisasi dan memberikan peluang berkembang bagi organisasi di masa

depan.

4. T = Threat, adalah situasi yang merupakan ancaman bagi organisasi yang

datang dari luar organisasi dan dapat mengancam eksistensi organisasi di

masa depan.

Menurut Rangkuti (2006), Matriks SWOT dapat menggambarkan secara jelas

bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi perusahaan dapat

disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya. Matriks ini dapat

menghasilkan empat set kemungkinan altenatif strategis.

Page 70: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

51

Gambar 2.4

Matriks SWOT

Berikut ini adalah keterangan dari matriks SWOT diatas :

1. Strategi SO (Strength and Oppurtunity). Strategi ini dibuat berdasarkan

jalan pikiran perusahaan, yaitu dengan memanfaatkan seluruh kekuatan

untuk merebut dan memanfaatkan peluang sebesar – besarnya. Strategi SO

menggunakan kekuatan internal perusahaan untuk memanfaatkan peluang

eksternal.

2. Strategi ST (Strength and Threats). Strategi dalam menggunakan kekuatan

yang dimiliki perusahaan untuk mengatasi ancaman. Strategi ST

menggunkaan kekuatan internal perusahaan untuk menghindari atau

mengurangi dampak ancaman eksternal.

3. Strategi WO (Weakness and Oppurtunity). Strategi ini diterapkan

berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada dengan cara meminimalkan

Page 71: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

52

kelemahan yang ada. Strategi WO bertujuan untuk memperbaiki

kelemahan internal dengan memanfaatkan peluang eksternal.

4. Strategi WT (Weakness and Threats). Strategi ini berdasarkan kegiatan

yang bersifat defensif dan berusaha meminimalkan kelemahan yang ada

serta menghindari ancaman. Strategi WT bertujuan untuk mengurangi

kelemahan internal dengan menghindari ancaman eksternal.

2.1.7. Pengertian Narkotika

Kata Narkotika berasal dari bahasa Yunani yaitu “narke” atau narkam yang

berarti terbius sehingga tidak merasakan apa-apa (Mardani, 2008:78). Sifat dari zat

tersebut terutama berpengaruh terhadap otak sehingga menimbulkan perilaku,

perasaan, pikiran, persepsi, perasaan, kesadaran, dan halusinasi disamping dapat

digunakan dalam pembiusan.

Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 menyebutkan dengan jelas pengertian

narkotika, yaitu : “Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau

bukan tanaman, baik sintesis maupun semisintesis, yang dapat menyebabkan

penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai

menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan

dalam golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam Undang-Undang ini. (UU No

35 Tahun 2009 Pasal 1 ayat 1)

Page 72: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

53

Menurut Badan Narkotika Nasional (2007:7), narkotika adalah obat, bahan

atau zat dan bukan tergolong makanan jika diminum, dihisap, dihirup, ditelan, atau

disuntikan, berpengaruh terutama pada kerja otak (susunan syaraf pusat) dan sering

menyebabkan ketergantungan.

Menurut Smith Kline dan Franceh Clinical Staff yang dikutip Hari Sasangka

(2003:33) mengemukakan :

Narkotika adalah zat-zat (obat) yang dapat mengakibatkan ketidaksadaran

atau pembiusan dikarenakan zat-zat tersebut bekerja mempengaruhi susunan syaraf

sentral. Dalam definisi narkotika ini sudah termasuk jenis candu dan turunan candu

(morphine, codein, heroin) dan candu sintesis (meperidine dan metadone).

Pengertian lain juga dikemukakan oleh Riswanda 2016, „War on drugs:

polemic on policy formation and policy implementation‟_Penyuluhan Bahaya

Narkoba, KNPI, Serang-Banten, Indonesia ;

“A drug is any chemical substance that affects the physiological state of the

body, such as how the central nervous system works. Drugs can be

categorized according to whether they are legal or illegal, or by the type of

effect they have on the body. ”

“Narkoba adalah zat kimia yang mempengaruhi keadaan fisiologis tubuh,

seperti bagaimana sistem saraf pusat bekerja. Narkoba dapat dikategorikan

menurut apakah mereka legal atau ilegal, atau dengan jenis efek yang mereka

miliki dalam tubuh.”

Dari beberapa definisi tentang narkoba di atas, dapat di tarik kesimpulan

bahwa narkotika adalah zat atau obat yang dapat mengakibatkan ketidaksadaran, atau

Page 73: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

54

pembiusan dikarenakan zat tersebut bekerja mempengaruhi fungsi susunan syaraf dan

dapat menimbulkan ketergantungan pada pemakainya.

2.1.8. Penggolongan Narkotika

Narkotika digolongkan menjadi tiga golongan, yaitu Narkotika Golongan I,

Narkotika Golongan II, Narkotika Golongan III (UU No 35 Tahun 2009 Pasal 6).

a. Narkotika Golongan I tidak boleh untuk layanan kesehatan, hanya

diperbolehkan untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi dan

untuk reagensia diagnostik, serta reagensia laboratorium setelah mendapatkan

persetujuan Menteri atas rekomendasi Kepala Badan Pengawas Obat dan

Makanan (UU No 35 Tahun 2009 pasal 7 dan 8). Terdapat 65 Narkotika

Golongan I, yang dapat dilihat pada lampiran 1, dari sekian banyak jenis

narkotika yang sering disalahgunakan antara lain adalah :

1) Tanaman Papaver Somniferum L dan semua bagian-bagiannya termasuk

buah dan jeraminya, kecuali bijinya.

2) Opium mentah, yaitu getah yang membeku sendiri, diperoleh dari buah

tanaman Papaver Somniferum L yang hanya mengalami pengolahan

sekadar untuk pembungkus dan pengangkutan tanpa memperhatikan kadar

morfinnya.

Page 74: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

55

3) Opium masak terdiri dari :

a) Candu, hasil yang diperoleh dari opium mentah melalui suatu rentetan

pengolahan khususnya dengan pelarutan, pemanasan dan peragian

denganatau tanpa penambahan bahan-bahan lain, dengan maksud

mengubahnya menjadi suatu ekstrak yangcocok untuk pemadatan.

b) Jicing, sisa-sisa dari candu setelah dihisap, tanpa memperhatikan

apakah candu itu dicampur dengandaun atau bahan lain.

c) Jicingko, hasil yang diperoleh dari pengolahan jicing.

4) Tanaman koka, tanaman dari semua genus Erythroxylon dari keluarga

Erythroxylaceae termasuk buah dan bijinya.

5) Daun koka, daun yang belum atau sudah dikeringkan atau dalam bentuk

serbuk dari semua tanaman genus Erythroxylon dari keluarga

Erythroxylaceae yang menghasilkan kokain secara langsung atau melalui

perubahan kimia.

6) Kokain mentah, semua hasil-hasil yang diperoleh dari daun koka yang

dapat diolah secara langsung untuk mendapatkan kokaina.

7) Kokaina, metil ester-1-bensoil ekgonina.

8) Tanaman ganja, semua tanaman genus genus cannabis dan semua bagian

dari tanaman termasuk biji, buah, jerami, hasil olahan tanaman ganja atau

bagian tanaman ganja termasuk damar ganja dan hasis.

9) MDMA: (±)-N, α -dimetil-3,4- (metilendioksi) fenetilamina.

10) AMFETAMINA : (±)- α –metilfenetilamina

Page 75: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

56

11) METAMFETAMINA : (+ )-(S)-N, α –dimetilfenetilamina.

b. Narkotika Golongan II dijelaskan dalam penjelasan Pasal 6 ayat 1huruf b

yaitu ”Narkotika Golongan II” adalah Narkotika berkhasiat pengobatan

digunakan sebagai pilihan terakhir dandapat digunakan dalam terapi dan/atau

untuk tujuan pengembanganilmu pengetahuan serta mempunyai potensi

tinggi mengakibatkanketergantungan”.Narkotika Golongan II ada 86 macam

yang dapatdibaca pada lampiran 1.

c. Narkotika Golongan III dijelaskan dalam penjelasan Pasal 6 ayat 1 huruf c

yaitu “Narkotika Golongan III adalah Narkotika berkhasiat untuk pengobatan

dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan

ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan

ketergantungan”. Narkotika Golongan III ada 14 macam yang dapat dibaca

pada lampiran 1.

2.1.9. Dampak Penyalahgunaan Narkoba

Narkotika dan obat terlarang serta zat adiktif / psikotropika dapat

menyebabkan efek dan dampak negatif bagi pemakainya. Dampak yang negatif itu

sudah pasti merugikan dan sangat buruk efeknya bagi kesehatan mental dan fisik.

Meskipun demikian terkadang beberapa jenis obat masih dipakai dalam dunia

kedokteran, namun hanya diberikan bagi pasien-pasien tertentu, bukan untuk

dikonsumsi secara umum dan bebas oleh masyarakat. Oleh karena itu obat dan

Page 76: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

57

narkotika yang disalahgunakan dapat menimbulkan berbagai akibat yang beraneka

ragam.

1. Dampak Fisik (Jasmani/Tubuh Manusia)

1) Gangguan pada jantung

2) Gangguan pada hemoprosik

3) Gangguan pada traktur urinarius

4) Gangguan pada otak

5) Gangguan pada tulang

6) Gangguan pada pembuluh darah

7) Gangguan pada endorin

8) Gangguan pada kulit

9) Gangguan pada sistem syaraf

10) Gangguan pada paru-paru

11) Gangguan pada sistem pencernaan

12) Dapat terinfeksi penyakit menular berbahaya seperti HIV AIDS,

Hepatitis, Herpes, TBC, dll.

13) Dan banyak dampak lainnya yang merugikan badan manusia.

Adaptasi biologis tubuh terhadap penggunaan narkoba untuk jangka waktu

yang lama bisa dibilang cukup ekstensif, terutama dengan obat-obatan yang tergolong

dalam kelompok downers. Tubuh kita bahkan dapat berubah begitu banyak hingga

Page 77: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

58

sel-sel dan organ-organ tubuh kita menjadi tergantung pada obat itu hanya untuk bisa

berfungsi normal.

Salah satu contoh adaptasi biologis dapat dilihat dengan alkohol. Alkohol

mengganggu pelepasan dari beberapa transmisi syaraf di otak. Alkohol juga

meningkatkan cytocell dan mitokondria yang ada di dalam liver untuk menetralisir

zat-zat yang masuk. Sel-sel tubuh ini menjadi tergantung pada alcohol untuk menjaga

keseimbangan baru ini. Tetapi, bila penggunaan narkoba dihentikan, ini akan

mengubah semua susunan dan keseimbangan kimia tubuh. Mungkin akan ada

kelebihan suatu jenis enzym dan kurangnya transmisi syaraf tertentu. Tiba-tiba saja,

tubuh mencoba untuk mengembalikan keseimbangan didalamnya. Biasanya, hal-hal

yang ditekan/tidak dapat dilakukan tubuh saat menggunakan narkoba, akan dilakukan

secara berlebihan pada masa Gejala Putus Obat (GPO) ini. Misalnya, bayangkan

efek-efek yang menyenangkan dari suatu narkoba dengan cepat berubah menjadi

GPO yang sangat tidak mengenakkan saat seorang pengguna berhenti menggunakan

narkoba seperti heroin/putaw. Contoh: Saat menggunakan seseorang akan mengalami

konstipasi, tetapi GPO yang dialaminya adalah diare, dll.

GPO ini juga merupakan „momok‟ tersendiri bagi para pengguna narkoba.

Bagi para pecandu, terutama, ketakutan terhadap sakit yang akan dirasakan saat

mengalami GPO merupakan salah satu alasan mengapa mereka sulit untuk berhenti

menggunakan narkoba, terutama jenis putaw/heroin. Mereka tidak mau meraskan

Page 78: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

59

pegal, linu, sakit-sakit pada sekujur tubuh dan persendian, kram otot, insomnia, mual,

muntah, dll yang merupakan selalu muncul bila pasokan narkoba kedalam tubuh

dihentikan.

Selain ketergantungan sel-sel tubuh, organ-organ vital dalam tubuh seperti

liver, jantung, paru-paru, ginjal,dan otak juga mengalami kerusakan akibat

penggunaan jangka panjang narkoba. Banyak sekali pecandu narkoba yang

berakhiran dengan katup jantung yang bocor, paru-paru yang bolong, gagal ginjal,

serta liver yang rusak. Belum lagi kerusakan fisik yang muncul akibat infeksi virus

{Hepatitis C dan HIV/AIDS} yang sangat umum terjadi di kalangan pengguna jarum

suntik.

2. Dampak Kejiwaan/Mental Manusia

1) Menyebabkan depresi mental.

2) Menyebabkan gangguan jiwa berat/psikotik.

3) Menyebabkan bunuh diri

4) Menyebabkan melakukan tindak kejehatan, kekerasan dan pengrusakan.

Efek depresi bisa ditimbulkan akibat kecaman keluarga, teman dan

masyarakat atau kegagalan dalam mencoba berhenti memakai narkoba. Namun orang

normal yang depresi dapat menjadi pemakai narkoba karena mereka berpikir bahwa

narkoba dapat mengatasi dan melupakan masalah dirinya, akan tetapi semua itu tidak

benar. Adapun upaya-upaya yang lebih kongkret yang dapat kita lakukan adalah

Page 79: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

60

melakukan kerja sama dengan pihak yang berwenang untuk melakukan penyuluhan

tentang bahaya narkoba, atau mungkin mengadakan razia mendadak secara rutin.

Yang tak kalah penting adalah, pendidikan moral dan keagamaan harus lebih

ditekankan kepada siswa.

Ketergantungan mental ini lebih susah untuk dipulihkan daripada

ketergantungan fisik. Ketergantungan yang dialami secara fisik akan lewat setelah

GPO diatasi, tetapi setelah itu akan muncul ketergantungan mental, dalam bentuk

yang dikenal dengan istilah „sugesti‟. Orang seringkali menganggap bahwa sakaw

dan sugesti adalah hal yang sama, ini adalah anggapan yang salah. Sakaw bersifat

fisik, dan merupakan istilah lain untuk Gejala Putus Obat, sedangkan sugesti adalah

ketergantungan mental, berupa munculnya keinginan untuk kembali menggunakan

narkoba. Sugesti ini tidak akan hilang saat tubuh sudah kembali berfungsi secara

normal.

Sugesti ini bisa digambarkan sebagai suara-suara yang menggema di dalam

kepala seorang pecandu yang menyuruhnya untuk menggunakan narkoba. Sugesti

seringkali menyebabkan terjadinya 'perang' dalam diri seorang pecandu, karena di

satu sisi ada bagian dirinya yang sangat ingin menggunakan narkoba, sementara ada

bagian lain dalam dirinya yang mencegahnya. Suara-suara ini seringkali begitu

kencang sehingga ia tidak lagi menggunakan akal sehat karena pikirannya sudah

terobsesi dengan narkoba dan nikmatnya efek dari menggunakan narkoba. Sugesti

Page 80: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

61

inilah yang seringkali menyebabkan pecandu relapse. Sugesti ini tidak bisa hilang dan

tidak bisa disembuhkan, karena inilah yang membedakan seorang pecandu dengan

orang-orang yang bukan pecandu. Orang-orang yang bukan pecandu dapat

menghentikan penggunaannya kapan saja, tanpa ada sugesti, tetapi para pecandu akan

tetap memiliki sugesti bahkan saat hidupnya sudah bisa dibilang normal kembali.

Sugesti memang tidak bisa disembuhkan, tetapi kita dapat merubah cara kita bereaksi

atau merespon terhadap sugesti itu.

Dampak mental yang lain adalah pikiran dan perilaku obsesif kompulsif, serta

tindakan impulsive. Pikiran seorang pecandu menjadi terobsesi pada narkoba dan

penggunaan narkoba. Narkoba adalah satu-satunya hal yang ada didalam pikirannya.

Ia akan menggunakan semua daya pikirannya untuk memikirkan cara yang tercepat

untuk mendapatkan uang untuk membeli narkoba. Tetapi ia tidak pernah memikirkan

dampak dari tindakan yang dilakukannya, seperti mencuri, berbohong, atau sharing

needle karena perilakunya selalu impulsive, tanpa pernah dipikirkan terlebih dahulu.

Ia juga selalu berpikir dan berperilaku kompulsif, dalam artian ia selalu mengulangi

kesalahan-kesalahan yang sama. Misalnya, seorang pecandu yang sudah keluar dari

sebuah tempat pemulihan sudah mengetahui bahwa ia tidak bisa mengendalikan

penggunaan narkobanya, tetapi saat sugestinya muncul, ia akan berpikir bahwa

mungkin sekarang ia sudah bisa mengendalikan penggunaannya, dan akhirnya

kembali menggunakan narkoba hanya untuk menemukan bahwa ia memang tidak

bisa mengendalikan penggunaannya. Bisa dikatakan bahwa dampak mental dari

Page 81: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

62

narkoba adalah mematikan akal sehat para penggunanya, terutama yang sudah dalam

tahap kecanduan. Ini semua membuktikan bahwa penyakit adiksi adalah penyakit

yang licik, dan sangat berbahaya.

Narkoba adalah zat-zat yang mengubah mood seseorang (mood altering

substance). Saat menggunakan narkoba, mood, perasaan, serta emosi seseorang ikut

terpengaruh. Salah satu efek yang diciptakan oleh narkoba adalah perubahan mood.

Narkoba dapat mengakibatkan ekstrimnya perasaan, mood atau emosi penggunanya.

Jenis-jenis narkoba tertentu, terutama alkohol dan jenis-jenis narkoba yang termasuk

dalam kelompok uppers seperti Shabu-shabu, dapat memunculkan perilaku agresif

yang berlebihan dari si pengguna, dan seringkali mengakibatkannya melakukan

perilaku atau tindakan kekerasan. Terutama bila orang tersebut pada dasarnya

memang orang yang emosional dan bertemperamen panas. Ini mengakibatkan

tingginya domestic violence dan perilaku abusive dalam keluarga seorang alkoholik

atau pengguna Shabu-shabu.

Adiksi terhadap narkoba membuat seseorang kehilangan kendali terhadap

emosinya. Seorang pecandu acapkali bertindak secara impuls, mengikuti dorongan

emosi apapun yang muncul dalam dirinya. Dan perubahan yang muncul ini bukan

perubahan ringan, karena pecandu adalah orang-orang yang memiliki perasaan dan

emosi yang sangat mendalam. Para pecandu seringkali diselimuti oleh perasaan

bersalah, perasaan tidak berguna, dan depresi mendalam yang seringkali membuatnya

Page 82: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

63

berpikir untuk melakukan tindakan bunuh diri. Perasaan-perasaan ini pulalah yang

membuatnya ingin terus menggunakan, karena salah satu efek narkoba adalah

mematikan perasaan dan emosi kita. Di bawah pengaruh narkoba, ia dapat merasa

senang dan nyaman, tanpa harus merasakan perasaan-perasaan yang tidak

mengenakkan.

(Sumber:http://dedihumas.bnn.go.id/read/section/artikel/2014/03/20/957/dampak-

langsung-dan-tidak-langsung-penyalahgunaan-narkoba) di akses pada 25 Februari

2017.

2.1.10. The Four Pillar Drug Strategy

The four pillars approach, which is based upon the following four principles:

1. Prevention

This pillar includes strategies and interventions that help prevent harmful use

of alcohol, tobacco, illegal and prescription drugs. They may focus on:

a) Reduce individual, family, neighborhood and community harm from

substance use, abuse and addiction

b) Delay onset of first use

c) Reduce incident (rate of new cases over a period of time) and prevalence

(# of current cases at one time in a population) of problematic substance

use and substance dependence

Page 83: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

64

d) Improve public health, safety and order

Prevention can include public education, employment training and jobs,

supportive and transitional housing and easily accessible healthcare. Prevention

goals should include delaying the onset of substance use among youth and address

the underlying causes of drug use. Prevention may also consider that factors such as

abuse, poverty, or a history of addiction in the family may influence choices but that

use can occur in individuals outside of the factors. This pillar requires the greatest

amount of commitment and collaboration across all sectors of the community over a

sustained period of time to show significant results. In the long-term, prevention will

have the greatest impact.

Identified Stakeholders:

1) Schools

2) Health Care Systems

3) Parents

4) Spirituality Groups

5) Employers/Businesses

6) Human Services

7) Non-profits

8) Media

9) Police

10) Civil Infrastructure/Connections

2. Treatment

The treatment pillar includes a range of interviews and support programs that

encourage people with addiction problems to make healthier decisions about their

Page 84: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

65

lives. Treatment improves health by decreasing preventable deaths, illnesses and

injuries while improving social integration.

Early intervention is a crucial aspect of any treatment system. Treatment

seeks to create a continuum of care by recognizing that different drug use patters

must guide treatment strategies. Treatment services may include:

a) Core services at community health centers

b) Withdrawal management

c) Residential and non-residential services

d) Ongoing sober living

Identified Stakeholders:

1) Health Care Systems

2) Insurance Companies

3) Therapists/Treatment

Programs

4) Spirituality Groups

5) Non-profits

6) Human Services

7) Parents

8) Civil

Infrastructure/Connections

Page 85: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

66

3. Harm Reduction

The goal of Harm reduction is to reduce harm to individuals and communities

from the sale and use of both legal and illegal substances. The principles require that

we do no harm to those suffering from substance addiction, and that we focus on the

harm caused by problematic use rather than the substance per se.

Harm reduction involves establishing achievable goals, which when taken

step by step, can lead to a healthier life for drug users and a healthier community. It

accepts that abstinence may not be a realistic goal for some drug users, particularly

short term. Harm reduction involves and achievable, pragmatic approach to drug

issues. Harm reduction interventions have proven successful in decreasing the open

drug scene, the spread of HIV/AIDS and hepatitis, overdoses and overdose deaths.

Identified Stakeholders:

1) Healthier Care Systems

2) Non-profits

3) Civic Infrastructure

4) Judicial Systems (e.g. Drug

Court)

5) Employers/Businesses

6) Media

Page 86: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

67

4. Law Enforcement

The strategy for this pillar should recognize the need for peace, public order,

and safety. Policing alone is not a solution to the drug problem and that an

integrated approach including prevention, treatment, harm reduction, and policing

has proven effective. We cannot arrest our way out of this problem.

Identified Stakeholders:

1) Law Enforcement

2) Judicial System

3) Incarceration Facilities

4) Community Corrections

(Sumber : http://newmentalhealthconnection.org/page/fox-valley-substance-abuse-

coalition-0 diakses pada 7 Maret 2017 pukul 17.00 WIB)

Gambar 2.5

The Four Pillar Drug Strategy

Page 87: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

68

Berdasarkan empat pilar strategi penanggulangan narkoba yang telah

dikemukakan diatas, maka strategi yang dapat dilakukan adalah dengan

menggunakan empat pendekatan yang meliputi pencegahan (prevention), pengobatan

(treatment), pengurangan dampak buruk (harm Reduction) dan penegakan hukum

(law enforcement).

Pencegahan bertujuan menunda timbulnya penggunaan narkoba dan

mengatasi penyebab yang mendasari penggunaan narkoba. Hal tersebut dilakukan

diantaranya melalui pendidikan mengenai bahaya narkoba dan pelatihan kerja.

Pengobatan (treatment) dilakukan untuk mendorong seseorang dengan masalah

kecanduan narkoba untuk tidak kembali menggunakan narkoba dan membuat

keputusan yang sehat tentang kehidupan mereka dengan cara wawancara ataupun

program pengobatan lainnya. Pengurangan dampak buruk (harm Reduction)

memfokuskan pada bahaya narkoba terhadap individu dan masyarakat dari penjualan

dan penggunaan narkoba. Seluruh kegiatan dilakukan agar dapat membuat kehidupan

yang lebih sehat untuk pengguna narkoba dan masyarakat umum, dan yang terakhir

adalah penegakan hukum (law enforcement) yang dilakukan oleh pihak kepolisian

dan aparat hukum untuk ketertiban umum dan keamanan masyarakat. Strategi ini

harus dilakukan dengan terintegrasi juga pada kegiatan pencegahan, rehabilitasi, dan

pengurangan dampak buruk agar dapat berjalan efektif.

2.1.11. Konsep P4GN

Dalam rangka mewujudkan “Indonesia Negeri Bebas Narkoba” maka

dilakukan upaya dengan merumuskan Kebijakan dan Strategi Nasional Pencegahan

Page 88: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

69

Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba (Jakstranas P4GN).

Dalam pelaksanaannya perlu dilakukan berbagai upaya yang terkoordinasi,

terintegrasi, menyeluruh dan terpadu baik di tingkat pusat maupun daerah, atas dasar

hal tersebut maka pada era pemerintahan Megawati Soekarnoputri dikeluarkan

Instruksi Presiden RI No. 3 Tahun 2002 tentang Penanggulangan Penyalahgunaan

dan Peredaran Gelap Narkotika, Psikotropiksa, Prekursor, dan Zat Adiktif lainnya,

kemudian sebagai tindak lanjut maka pada tahun 2011 dikeluarkan Instruksi Presiden

RI No. 12 Tahun 2011 tentang Pelaksanaan Kebijakan dan Strategi Nasional

Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba

(P4GN), pemerintah menginstruksikan kepada setiap lembaga tinggi baik di tingkat

pusat maupun daerah untuk melakukan upaya P4GN dan dalam pelaksanaannya

berkoordinasi dengan BNN.

Salah satu kegiatan sebagai bentuk tanggung jawab bersama dalam upaya

P4GN diantara pemerintah dengan masyarakat adalah meningkatkan koordinasi,

monitoring dan evaluasi program P4GN baik di tingkat pusat maupun daerah, melalui

penyelenggaraan Rapat Koordinasi (Rakor) BNN, BNNP, BNKab/Kota dan instansi

lain yang tergabung dalam upaya P4GN diantaranya Dirjen Pemasyarakatan,

Depkumham, Sekjen Depkominfo dan Bareskrim Polri. P4GN mempunyai lima pilar

kebijakan sasaran pelaksanaan kegiatan diantaranya :

1. Pencegahan, tindakan ini meliputi advokasi, diseminasi informasi, dan

intensifikasi dalam penyuluhanbagi masyarakat. Dalam pilar ini dibagi

Page 89: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

70

kedalam dua golongan yaitu golongan pecandu narkoba dan golongan

masyarakat yang rentan narkoba.

2. Pemberdayaan Mayarakat, kegiatan ini dilakukan agar masyarakat

mengetahui dan mau untuk berpartisipasi aktif melalui kegiatan penguatan

masyarakat sehingga meminimalisir angka pemakaian narkoba.

3. Pemberantasan, tindakan yang bentuknya memotong jaringan antara pemasok

dan pemakai serta melaksanakan tugas yang meliputi penyidikan, penindakan

dengan cara upaya paksa (razia) dan upaya deteksi dini (test urine) dan

pengejaran dalam rangka pemutusan jaringan kejahatan terorganisir

penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba.

4. Rehabilitasi. Demi tercapainya Indonesia Bebas Narkoba, maka Badan

Narkotika Nasional mengeluarkan kebijakan berupa penyelamatan para

pecandu narkoba yang ada di Indonesia dengan melakukan rehabilitasi.

5. Bidang Hukum dan Kerjasama Internasional. Hal ini dibutuhkan karena

peredaran narkoba bukan hanya kejahatan biasa melainkan merupakan

sindikat yang mencakup kejahatan terorganisir, kejahatan lintas Negara, dan

kejahatan luar biasa.

2.2. Penelitian Terdahulu

1. Prabowo Cahyandaru (2013), dalam penelitiannya yang berjudul : Upaya

Badan Narkotika Nasional Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (BNNP

DIY) dalam Pencegahan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran

Gelap Narkotika berdasarkan Undang-Undang No. 35 Tahun 2009. Hasil

Page 90: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

71

penelitiannya mendeskripsikan bahwa upaya BNNP DIY dalam Pencegahan

Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika dilakukan

melalui (1) kebijakan pemidanaan (penal policy) yang diterapkan melalui

upaya pemberantasan. Pelaksanaannya dilakukan BNNP DIY bekerja sama

dengan Direktorat Reserse Narkotika Polda DIY dan jajarannya baik di

tingkat Polda maupun Polres, serta juga bekerja sama dengan Penyidik

Pegawai Negeri Sipil dari instansi terkait. dan (2) kebijakan bukan

pemidanaan (non penal policy) diterapkan melalui upaya pencegahan dan

rehabilitasi. Pendekatan non penal dilakukan BNNP DIY bekerjasama dengan

instansi terkait di DIY, para akademisi, juga Lembaga Swadaya Masyarakat

dan Organisasi Massa yang peduli terhadap bahaya penyalahgunaan dan

peredaran gelap narkotika.

2. Yakobus Jaka Wijayanto (2014), dalam penelitiannya yang berjudul Strategi

Badan Narkotika Nasional Kota Samarinda dalam Mencegah dan

Memberantas Peredaran Narkoba di Kota Samarinda. Hasil penelitiannya

mendeskripsikan bahwa terdapat beberapa strategi yang dapat dikatakan

efektif karena mempu memberikan dampak positif bagi masyarakat

khususnya di kota Samarinda. Beberapa strategi yang dapat dikatakan efektif

dalam upaya mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan peredaran

gelap narkoba ialah program kegiatan cerdas cermat pencegahan dan

pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran narkoba (P4GN), diseminasi

informasi pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran

Page 91: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

72

narkoba (P4GN) di lingkungan sekolah maupun di lingkungan kerja,

Advokasi bidang pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan

peredaran narkoba (P4GN) baik di lingkungan kerja pemerintahan maupun

swasta, Pembentukan kader anti narkoba, maupun mengumpulkan informasi

dan memetakan wilayah yang rawan penyalahgunaan dan peredaran gelap

narkoba.

3. Dwi Aprodita Putri (2016), dalam penelitiannya yang berjudul Strategi

Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Sumatera Barat Dalam

Pencegahan Penyalahgunaan Narkotika Dikalangan Remaja, menjelaskan

bahwa strategi yang dilakukan yaitu : Pelaksanaan kegiatan pencegahan

melalui media tatap muka dengan memberikan sosialisasi dan penyuluhan

bahaya narkoba/narkotika di lingkungan pendidikan. Pelaksanaan kegiatan

pencegahan melalui media tatap muka dengan mengadakan Seminar,

workshop, diskusi, forum komunikasi pertemuan dan gathtering di lingkungan

pendidikan. Pelaksanaan kegiatan pencegahan melalui media luar ruang dalam

bentuk pemasangan umbul-umbul, standing banner, pembuatan poster dan

spanduk di lingkungan sekolah dan kampus. Pelaksanaan kegiatan

pencegahan melalui media penyiaran/elektronik dalam bentuk dialog

interaktif, kuis dan iklan P4GN di stasiun televisi lokal dan radio lokal.

Pelaksanaan kegiatan pencegahan memalui media cetak kelembagaan dalam

bentuk penulisan artikel, pariwara dan berita mengenai P4GN di media cetak

lokal yang ada di Sumatera Barat. Pelaksanaan kegiatan pencegahan memalui

Page 92: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

73

media On-line/ sosial media seperti Twitter, Facebook, Instagram, dan lain-

lain.

2.3. Kerangka Berpikir

Kerangka berpikir atau kerangka teoritis (teoritical framework) atau kerangka

konseptual (conceptual framework) yaitu kerangka berpikir dari peneliti yang bersifat

teoritis mengenai masalah yang akan diteliti, yang menggambarkan hubungan antara

konsep-konsep atau variabel-variabel yang akan diteliti. Kerangka berpikir tersebut

dilandasi oleh teori-teori yang sudah di rujuk sebelumnya.

Bertitik tolak dari landasan teori yang diacu dalam pengkajian permasalahan,

maka dapat dimuat suatu kerangka berpikir atas dasar acuan teori-teori yang telah

diuraikan tersebut di atas, bahwa strategi merupakan suatu rencana permanen atau

cara terbaik dan langkah-langkah yang harus ditempuh untuk sebuah kegiatan yang

didalamnya termasuk formulasi tujuan dan kumpulan rencana kegiatan untuk

memperoleh suatu keberhasilan. Bagi suatu organisasi, manajemen strategi sangatlah

dibutuhkan sebagai serangkaian keputusan dan tindakan manajerial yang menentukan

kinerja perusahaan dalam jangka panjang.

Penelitian ini dilatarbelakangi kondisi penyalahgunaan dan peredaran gelap

narkoba yang dari tahun ke tahun menunjukkan kecenderungan yang semakin

meningkat baik nasional maupun di Provinsi Banten. Selain itu, upaya Badan

Narkotika Provinsi Banten dalam mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan

peredaran gelap narkoba pun dirasakan belum optimal. Dari latar belakang tersebut

dapat diidentifikasikan permasalahannya yaitu : (1) Terjadinya peningkatan jumlah

Page 93: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

74

penyalahgunaan narkoba di Provinsi Banten berdasarkan data Survei Nasional

Prevalensi Penyalahgunaan Narkoba Tahun Anggaran 2014. (2) Belum optimalnya

diseminasi informasi mengenai bahaya narkoba di bidang Pencegahan dan

Pemberdayaan Masyarakat (P2M). (3) Belum adanya alat yang dapat menunjukkan

derajat toksinasi penggunaan narkoba. (4) Belum tersedianya sarana dan prasarana

untuk pelaksanaan rehabilitasi rawat inap. (5) Kurangnya Sumber Daya Manusia

(SDM) di Badan Narkotika Nasional Provinsi Banten.

Untuk mengetahui strategi apa yang dilakukan dalam upaya pencegahan dan

pemberantasan penyalahgunaan narkoba di Provinsi Banten maka peneliti

menggunakan teori “The Four Pillar Drug Strategy” yaitu empat pilar perspektif

strategis dalam pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan narkoba yang

diadapsi dari N.E.W. Mental Health Connection. Adapun indikator dari teori tersebut

adalah : (1) Prevention, (2) Treatment, (3) Harm Reduction, dan (4) Law

Enforcement.

Mengacu pada deskripsi teori di atas, langkah berikutnya komponen-

komponen tersebut akan dianalisis sesuai dengan fokus penelitian sehingga

menghasilkan output atau keluaran berupa gambaran mengenai strategi yang

dilakukan BNN Provinsi Banten dalam upaya pencegahan dan pemberantasan

penyalahgunaan narkoba. Dari uraian tersebut, untuk memahami lebih jelas kerangka

berfikir dalam penelitian ini dapat dilihat pada gambar 2.5 berikut:

Page 94: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

75

Gambar 2.6

Kerangka Berfikir Penelitian

Sumber : Peneliti, 2017

The Four Pillar Drug Strategy

Perspektif Strategis dalam

Pencegahan dan Pemberantasan

Penyalahgunaan Narkoba

Diadapsi dari N.E.W. Mental Health

Connection, 2014

Belum tersedianya sarana dan

prasarana untuk pelaksanaan

rehabilitasi rawat inap.

Belum optimalnya diseminasi

informasi mengenai bahaya

narkoba di bidang Pencegahan dan

Pemberdayaan Masyarakat (P2M)

Kurangnya Sumber Daya

Manusia (SDM) di Badan

Narkotika Nasional Provinsi

Banten.

Belum adanya alat yang dapat

menunjukkan derajat

toksinasi penggunaan narkoba.

Strategi Badan Narkotika Nasional Provinsi Banten

dalam Upaya Pencegahan dan Pemberantasan

Penyalahgunaan Narkoba

Terjadinya peningkatan jumlah penyalahgunaan

narkoba di Provinsi Banten berdasarkan data

Survei Nasional Prevalensi Penyalahgunaan

Narkoba Tahun Anggaran 2014

Page 95: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

76

2.4. Asumsi Dasar Penelitian

Asumsi dasar penelitian merupakan hasil dari refleksi penelitian

berdasarkan kajian pustaka dan kajian teori yang digunakan sebagai dasar

argumentasi. Berdasarkan pada kerangka penelitian yang telah dipaparkan di atas,

peneliti telah melakukan observasi awal terhadap objek penelitian. Maka peneliti

berasumsi bahwa Strategi Badan Narkotika Nasional Provinsi Banten dalam

Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan Narkoba masih belum

optimal, hal ini berdasarkan dengan masih adanya permasalahan-permasalahan

yang timbul dalam upaya pencegahan pemberantasan penyalahgunaan narkoba

baik dari faktor internal maupun faktor eksternal.

Page 96: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

77

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Metode Penelitian

Dalam suatu penelitian, metode digunakan untuk memecahkan masalah yang

akan dan sedang diteliti. Menurut Natsir (1998 : 51) metode penelitian adalah cara

utama yang digunakan peneliti untuk mencapai tujuan dan menentukan jawaban atas

masalah yang diajukan. Penelitian mengenai Strategi Badan Narkotika Nasional

Provinsi Banten dalam Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan

Narkoba ini, merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif.

Menurut Nazir (2009:42), Metode deskriptif adalah suatu metode dalam

meneliti status kelompok manusia, suatu objek, suatu kondisi, suatu sistem pemikiran

atau sesuatu pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian deskriptif adalah untuk

membuat deskriptif akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar

fenomena yang terjadi.

Istilah penelitian kualitatif dikemukakan oleh Bogdan dan Taylor dalam

Moleong (2007:3). Metode kualitatif merupakan prosedur penelitian yang

menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis maupun lisan dari orang-orang

dan perilaku yang diamati.

Page 97: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

78

Berdasarkan pendapat di atas, keberhasilan suatu penelitian salah satunya

ditunjang oleh metode penelitian yang tepat dengan tujuan penelitian yang telah

ditetapkan sebelumnya. Dengan kata lain, metode penelitian sangat dibutuhkan dalam

suatu penelitian, karena di dalam metodologi penelitian ditemukan cara-cara

bagaimana objek penelitian hendak diketahui dan diamati sehingga menghasilkan

data-data yang tepat sesuai dengan tujuan penelitian.

Dengan demikian melalui penelitian deskriptif kualitatif ini peneliti berusaha

untuk menggambarkan dan menjelaskan situasi dan kondisi yang terjadi setalah

peneliti melakukan observasi dan wawancara yang berkaitan dengan Strategi Badan

Narkotika Nasional Provinsi Banten dalam Upaya Pencegahan dan Pemberantasan

Penyalahgunaan Narkoba.

3.2. Ruang Lingkup/Fokus Penelitian

Ruang Lingkup/Fokus Penelitian ini adalah Strategi Badan Narkotika

Nasional Provinsi Banten dalam Upaya Pencegahan dan Pemberantasan

Penyalahgunaan Narkoba dilihat dari empat pilar perspektif strategis penanggulangan

narkoba yaitu Prevention, Treatment , Harm Reduction and Law Enforcement.

3.3. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Badan Narkotika Nasional Provinsi Banten yang

beralamat di Jalan Syekh Nawawi Al-Bantani no.7 Banjar Agung, Cipocok Jaya,

Serang-Banten. Penentuan lokasi penelitian ini dengan alasan bahwa Badan

Page 98: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

79

Narkotika Nasional Provinsi Banten merupakan instansi pemerintah yang bertugas

menangani permasalahan narkoba di tingkat provinsi baik dalam hal pencegahan dan

pemberantasan penyalahgunaan narkoba.

3.4. Variabel Penelitian

3.4.1. Definisi Konsep

Definisi konseptual berfungsi untuk memberikan penjelasan tentang

konsep dari variabel yang akan diteliti menurut peneliti berdasarkan kerangka

teori yang akan digunakan. Adapun definisi konsep dari judul “Strategi Badan

Narkotika Nasional Provinsi Banten dalam Upaya Pencegahan dan

Pemberantasan Penyalahgunaan Narkoba” yaitu :

1. Manajemen Strategi

Strategi adalah serangkaian keputusan dan tindakan manajerial yang

menentukan kinerja perusahaan dalam jangka panjang. Manajemen

strategis meliputi pengamatan lingkungan, perumusan strategi

(perencanaan strategis atau perencanaan jangka panjang), implementasi

strategis, dan evaluasi serta pengendalian.

2. Narkotika

“Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan

tanaman, baik sintesis maupun semisintesis, yang dapat menyebabkan

penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai

Page 99: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

80

menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang

dibedakan dalam 3 (tiga) golongan.

3.4.1. Definisi Operasional

Dalam penjelasan definisi operasional ini akan dikemukakan

fenomena-fenomena penelitian yang berkaitan dengan konsep yang

digunakan, dalam penelitian ini menggunakan teori “The Four Pillar

Drug Strategy” yaitu empat pilar perspektif strategis dalam pencegahan

dan pemberantasan penyalahgunaan narkoba yang diadapsi dari N.E.W.

Mental Health Connection. Adapun dimensi dari teori tersebut adalah :

1. Prevention

2. Treatment

3. Harm Reduction

4. Law Enforcement

3.5. Instrumen Penelitian

Pada penelitian dengan judul Strategi Badan Narkotika Nasional Provinsi

Banten dalam Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan Narkoba,

bahwa yang menjadi instrumen adalah peneliti itu sendiri.

Dalam penelitian kualitatif menurut Sugiyono, (2012:59) yang menjadi

instrumen atau alat penelitian adalah peneliti itu sendiri. Oleh karena itu peneliti

Page 100: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

81

sebagai instrument juga harus “divalidasi” seberapa jauh peneliti kualitatif siap

melakukan penelitian yang selanjutnya terjun ke lapangan.

Menurut Moleong (2007:168) menyatakan bahwa yang dilakukan peneliti

dalam penelitian kualitatif merupakan perencanaan, pelaksanaan, pengumpulan data,

dan pada akhirnya ia menjadi pelapor hasil penelitiannya.

Berdasarkan pernyataan dari para ahli di atas, peneliti menarik garis besar

bahwa instrument dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri. Dalam penelitian ini,

peneliti sebagai instrument utama yang memiliki kewajiban mencari data dan

informasi dalam penelitian guna mendapatkan data yang akurat dan relevan dari

berbagai sumber yang sedang diteliti.

3.6. Informan Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti merupakan instrumen kunci yang sesuai dengan

karakteristik penelitian kualitatif. Untuk itu peneliti secara individu akan turun

langsung ke dalam objek penelitan guna memperoleh data dari informan.

Informan penelitian adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan

informasi tentang situasi dan kondisi latar belakang penelitian (Moleong , 2007 : 97).

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik purposive yaitu orang-orang yang

menurut peneliti memiliki informasi yang dibutuhkan dalam penelitian. Walaupun

demikian dalam penelitian nanti, tidak menutup kemungkinan peneliti juga akan

menggunakan teknik Snowball disesuaikan dengan kondisi atau situasi yang ada di

Page 101: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

82

lapangan. Adapun yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut:

Tabel 3.1

Informan Penelitian

No Kategori Informan

Keterangan

I Instansi Pemerintah :

a. Kepala Bidang Pencegahan dan

Pemberdayaan Masyarakat BNN Provinsi

Banten

Key Informan

b. Kepala Bidang Pemberantasan BNN Provinsi

Banten

Key Informan

c. Kepala Bidang Rehabilitasi BNN Provinsi

Banten

Key Informan

d. Dokter Seksi Penguat Lembaga Rehabilitasi

Klinik Pratama BNN Provinsi Banten

Key Informan

e. Kepala Sub Bagian Pembinaan dan

Operasional (Binopsnal) Direktorat Reserse

Narkoba Polda Banten

Secondary

Informan

f. Pelaksana Bagian Pembinaan dan

Operasional (Binopsnal) Direktorat Reserse

Narkoba Polda Banten

Secondary

Informan

g. Kepala Seksi Rehabilitasi Tuna Sosial,

NAPZA dan Korban Perdagangan Orang

(KPO) Dinas Sosial Provinsi Banten

Secondary

Informan

h. Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian

Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan Provinsi

Secondary

Informan

Page 102: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

83

Banten

i. Kepala Seksi Tindak Pidana Umum Lainnya

Kejaksaan Tinggi Banten

Secondary

Informan

j. Kepala Seksi Pembinaan dan Pendidikan

Lembaga Pemasyarakatan Serang

Secondary

Informan

II Stakeholder :

a. Mitra Bidang Pencegahan dan Pemberdayaan

Masyarakat (P2M) BNN Provinsi Banten

Key Informan

b. Klien Rehabilitasi BNN Provinsi Banten Secondary

Informan

c. Warga Binaan Pemasyarakatan LAPAS

Serang

Secondary

Informan

(Sumber : Peneliti, 2017)

3.7. Teknik Pengolahan dan Analisis Data

3.7.1. Teknik Pengolahan Data

Teknik pengumpulan data adalah cara pengumpulan data serta jenis dan

sumber data yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian yang dilakukan. Dalam

penelitian ini ada beberapa teknik pengumpulan data yang dilakukan, yaitu:

1. Observasi

Menurut Moleong (2013:175) observasi (pengamatan) adalah kegiatan untuk

mengoptimalkan kemampuan peneliti dari segi motif, kepercayaan, perhatian,

perilaku tidak sadar, kebiasaan dan sebagainya. Metode observasi yang digunakan

dalam penelitian mengenai Strategi Badan Narkotika Nasional Provinsi Banten dalam

Page 103: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

84

Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan Narkoba yaitu menggunakan

metode observasi non-participant. Dalam hal ini peneliti datang ke lokasi penelitian,

namun tidak ikut terlibat dalam kegiatan yang dilakukan dari subyek penelitian.

Artinya peneliti hanya melakukan pengamatan terkait bagaimana Strategi Badan

Narkotika Nasional Provinsi Banten dalam Upaya Pencegahan dan Pemberantasan

Penyalahgunaan Narkoba

Tujuan penggunaan metode observasi dalam penelitian ini yakni peneliti dapat

mencatat hal-hal yang berkaitan dengan penelitian, mendokumentasikan, dan

merefleksikannya secara sistematis terhadap kegiatan dan interaksi dari subyek

penelitian. Dengan demikian, maka data-data yang dikumpulkan berdasarkan hasil

teknik pengumpulan data lainnya, dapat ditriangulasikan dengan menggunakan

metode ini. Hal ini ditujukan untuk mendapatkan data yang valid. Validitas data

sangat diperlukan dalam penelitian ini karena keabsahan data yang didapat apakah

sesuai dengan fakta yang ada di lapangan atau tidak.

2. Studi Pustaka

Studi pustaka yaitu teknik pengumpulan data dengan cara memperoleh data

dari karya ilmiah, media masa, teks book, artikel, koran dan masih banyak lagi untuk

menambah atau mendukung sumber informasi atau data yang diperlukan dalam

penelitian ini.

Page 104: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

85

3. Wawancara

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu

dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan

pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas

pertanyaan itu (Moleong, 2007:186). Wawancara digunakan sebagai teknik

pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk

menemukan permasalahan yang harus diteliti, dan juga apabila peneliti ingin

mengetahui hal-hal dari informan yang lebih mendalam. (Sugiyono, 2011:137).

Metode wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara

secara mendalam, dimana peneliti melakukannya dengan sengaja untuk melakukan

wawancara dengan informan dan peneliti tidak sedang observasi partisipasi. Peneliti

bisa datang berkali-kali untuk melakukan wawancara, sifat wawancara mendalam

dipandu dengan pertanyaan-pertanyaan dalam pedoman wawancara. Tujuannya

adalah memperoleh data secara jelas, konkret dan lebih mendalam. Pada dasarnya

metode ini merupakan usaha untuk menggali keterangan yang lebih dalam dari

sebuah kajian dari sumber yang relevan berupa pendapat, kesan, pengalaman, pikiran

dan lain sebagainya yang berkaitan dengan Strategi Badan Narkotika Nasional

Provinsi Banten dalam Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan

Narkoba. Berikut adalah pedoman wawancara yang peneliti buat :

Page 105: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

86

Tabel 3.2

Pedoman Wawancara

No Dimensi Kisi-kisi Pertanyaan Informan

1 Prevention

(Berkaitan dengan

kegiatan atau

program yang

bertujuan

menunda

timbulnya

penggunaan

narkoba dan

mengatasi

penyebab yang

mendasari

penggunaan

narkoba di

Provinsi Banten)

1. Hal atau program kegiatan sebagai

upaya pencegahan penyalahgunaan

narkoba di Provinsi Banten.

2. Pihak yang terlibat dalam pemberian

kegiatan pencegahan dan

pemberdayaan masyarakat dari

penyalahgunaan narkoba di Provinsi

Banten.

3. Peran mitra/penggiat BNN Provinsi

Banten

4. Pihak yang menjadi sasaran dalam

kegiatan pencegahan penyalahgunaan

narkoba di Provinsi Banten

5. Media dalam diseminasi informasi

bahaya narkoba.

6. Strategi komunikasi BNN Provinsi

Banten.

7. Daerah rawan penyalahgunaan

narkoba di Provinsi Banten.

8. Kendala dalam pelaksanaan kegiatan

pencegahan penyalahgunaan narkoba

di Provinsi Banten.

1. Kepala Bidang

Pencegahan dan

Pemberdayaan

Masyarakat BNN

Provinsi Banten

2. Kepala Bidang

Pemberantasan BNN

Provinsi Banten

3. Kepala Bagian

Pembinaan dan

Operasional Polda

Banten

4. Pelaksana Sub Bagian

Pembinaan dan

Operasional Polda

Banten

5. Kepala Seksi

Rehabilitasi Tuna

Sosial, NAPZA dan

Korban Perdagangan

Orang (KPO) Dinas

Sosial Provinsi Banten

6. Kepala Bidang

Pencegahan dan

Pengendalian Penyakit

(P2P) Dinas Kesehatan

Provinsi Banten

7. Kepala Seksi

Pembinaan dan

Pendidikan LAPAS

Serang

8. Mitra BNN Provinsi

Banten

Page 106: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

87

2 Treatments

(Berkaitan dengan

kegiatan atau

program yang

mendorong

seseorang dengan

masalah

kecanduan

narkoba untuk

tidak kembali

menggunakan

narkoba)

1. Bentuk/jenis pelayanan rehabilitasi.

2. Sarana dan prasarana terkait

pelayanan rehabilitasi.

3. Syarat seseorang untuk dapat

menerima layanan rehabilitasi.

4. Mekanisme pemberian rehabilitasi.

5. Tolak ukur penentuan jenis dan waktu

rehabilitasi.

6. Alur proses pelaksanaan rehabilitasi.

7. Jangka waktu rehabilitasi.

8. Tahapan proses rehabilitasi yang

harus dijalani pengguna narkoba.

9. Pelaksanaan kegiatan rehabilitasi

lainnya di Provinsi Banten selain di

BNN Provinsi Banten.

10. Alat yang dapat mengukur derajat

toksinasi penggunaan narkoba.

11. Bentuk kegiatan pascarehabilitasi.

12. Pihak yang berkoordinasi dalam

penyelenggaraan kegiatan rehabilitasi

maupun pascarehabilitasi.

13. Mekanisme pengguna narkoba yang

sedang dalam proses hukum namun

ingin mengajukan proses rehabilitasi

di BNN Provinsi Banten.

14. Peran Pemerintah Daerah Provinsi

Banten dalam mendukung atau

memfasilitasi kegiatan rehabilitasi

bagi penyalahguna narkoba.

1. Kepala Bidang

Rehabilitasi BNN

Provinsi Banten

2. Kepala Bidang

Pencegahan dan

Pemberdayaan

Masyarakat BNN

Provinsi Banten

3. Kepala Bidang

Pemberantasan BNN

Provinsi Banten

4. Dokter Seksi Penguat

Lembaga Rehabilitasi

BNN Provinsi Banten

5. Kepala Seksi

Rehabilitasi Tuna

Sosial, NAPZA dan

Korban Perdagangan

Orang (KPO) Dinas

Sosial Provinsi Banten

6. Kepala Seksi Tindak

Pidana Umum Lainnya

Kejaksaan Tinggi

Banten

7. Kepala Seksi

Pembinaan dan

Pendidikan LAPAS

Serang

8. Klien Rehabilitasi

BNN Provinsi Banten

9. Warga Binaan

Pemasyarakatan BNN

Provinsi Banten

3 Harm Reduction

(Berkaitan dengan

kegiatan atau

program yang

memfokuskan

pada bahaya

narkoba terhadap

1. Hal atau program kegiatan sebagai

upaya pengurangan dampak dari

penyalahgunaan narkoba.

2. Pihak yang berkoordinasi melakukan

upaya pengurangan dampak bagi

penyalahgunaan narkoba.

3. Tolak ukur keberhasilan pengurangan

1. Kepala Bidang

Pencegahan dan

Pemberdayaan

Masyarakat BNN

Provinsi Banten

2. Kepala Bidang

Pemberantasan BNN

Page 107: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

88

individu dan

masyarakat dari

penjualan dan

penggunaan

narkoba)

dampak buruk dari penyalahgunaan

narkoba.

4. Jangka waktu harm reduction hingga

pasien pulih.

Provinsi Banten

3. Kepala Bidang

Rehabilitasi BNN

Provinsi Banten

4. Dokter seksi penguat

lembaga rehabilitasi

BNN Provinsi Banten

5. Mitra BNN Provinsi

Banten

4 Law

Enforcement

(Berkaitan dengan

penegakan hukum

terhadap narkoba

yang dilakukan

oleh pihak

kepolisian dan

aparat hukum

Provinsi Banten)

1. Dasar hukum penyalahgunaan

narkoba.

2. Sanksi hukum penyalahgunaan

narkoba.

3. Pihak yang berkoordinasi dalam

penegakan hukum penyalahgunaan

narkoba.

4. Proses penegakan hukum dalam kasus

penyalahgunaan narkoba.

5. Perbedaan wewenang BNN dengan

pihak Kepolisian dalam penegakan

hukum penyalahgunaan narkoba.

1. Kepala Bidang

Pencegahan dan

Pemberdayaan

Masyarakat BNN

Provinsi Banten

2. Kepala Bidang

Pemberantasan BNN

Provinsi Banten

3. Kepala Bidang

Rehabilitasi BNN

Provinsi Banten

4. Kepala Sub Bagian

Pembinaan dan

Operasional Polda

Banten

5. Kepala Seksi Tindak

Pidana Umum Lainnya

Kejaksaan Tinggi

Banten

6. Mitra BNN Provinsi

Banten

(Sumber : Data diolah Peneliti, 2017)

Page 108: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

89

4. Studi Dokumentasi

Studi dokumentasi merupakan salah satu sumber data sekunder yang

diperlukan dalam sebuah penelitian. Metode ini merupakan suatu cara pengumpulan

data yang menghasilkan catatan-catatan penting yang berhubungan dengan masalah

yang diteliti, sehingga akan diperoleh data yang lengkap, sah, dan bukan berdasarkan

perkiraan. Metode ini hanya mengambil data yang sudah ada terkait Manajemen

Strategi ataupun sumber data lainnya yang berhubungan dengan penelitian yang

dilakukan oleh peneliti. Metode ini juga digunakan untuk mengumpulkan data yang

sudah tersedia dalam catatan dokumen. Dalam penelitian sosial, fungsi data yang

berasal dari dokumentasi lebih banyak digunakan sebagai data pendukung dan

pelengkap bagi data primer yang diperoleh melalui observasi dan wawancara

mendalam. Penggunaan metode dokumentasi dalam penelitian mengenai Strategi

Badan Narkotika Nasional Provinsi Banten dalam Upaya Pencegahan dan

Pemberantasan Penyalahgunaan Narkoba, digunakan sebagai data pendukung terkait

masalah penelitian. Dengan adanya data pendukung tersebut ditujukan sebagai

penguat argumentasi dari data-data primer yang didapatkan dari hasil observasi dan

wawancara yang telah dilakukan peneliti sebelumnya.

3.7.2. Teknik Analisis Data

Analisis data kualitatif menurut Bogdan & Biklen (dalam Moleong 2010:248)

adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan

Page 109: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

90

data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya,

mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari,

dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain. Dalam menganalisis

data penelitian yang diperoleh dari hasil penelitian di lapangan, maka peneliti

menggunakan analisis data model Miles & Huberman. Model interaktif Miles &

Huberman dapat dipahami dengan gambar dibawah ini:

Gambar 3.1

Analisis Data Miles & Huberman

Gambar di atas merupakan tahapan dalam analisis data model interaktif

menurut Miles & Huberman dengan empat tahapan analisis data penelitian, yaitu

pengumpulan data, reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Berikut

adalah penjelasan mengenai gambar analisis data menurut Miles & Huberman (dalam

Fuad & Nugroho 2014:16-18), yang diantaranya:

a. Pengumpulan Data (Data Collection), yaitu proses memasuki lingkungan

penelitian dan melakukan pengumpulan data penelitian. Ini merupakan tahap

Data

Reduction Conclusion:

Drawing/ Verifying

Data Display

Data

Collection

Page 110: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

91

awal yang harus dilakukan peneliti agar peneliti dapat memperoleh informasi

mengenai masalah-masalah yang terjadi di lapangan.

b. Reduksi Data (Data Reduction), dimaknai sebagai proses memilah dan memilih,

menyederhanakan data yang terkait dengan kepentingan penelitian saja, abstraksi

dan transformasi data-data kasar dari catatan lapangan. Reduksi data perlu

dilakukan karena ketika peneliti semakin lama di kancah penelitian akan semakin

banyak data atau catatan lapangan yang peneliti kumpulkan. Tahap dari reduksi

adalah memilah dan memilih data yang pokok, fokus pada hal-hal yang penting,

mengelompokkan data sesuai dengan tema, membuat ringkasan, member kode,

membagi data dalam partisi-partisi dan akhirnya dianalisis sehingga terlihat pola-

pola tertentu.

c. Penyajian Data (Data Display) berupa uraian singkat, bagan, hubungan kausal

dengan kategori, flowchart dan sejenisnya. Penyajian data dapat membantu

peneliti dalam memahami apa yang terjadi, merencanakan analisis selanjutnya

berdasarkan apa yang sudah dipahami sebelumnya.

d. Menarik kesimpulan/ verifikasi (Conclusion: Drawing/ Verifying), merupakan

langkah terakhir dalam analisis data menurut Miles dan Huberman. Berdasarkan

pola-pola yang sudah tergambarkan dalam penyajian data, terdapat hubungan

kausal atau interaktif antara data dan didukung dengan teori-teori yang sesuai,

peneliti kemudian mendapatkan gambaran utuh tentang fenomena yang diteliti

dan kemudian dapat menyimpulkan fenomena tersebut sebagai temuan baru.

Page 111: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

92

Berdasarkan penjelasan di atas terkait penggunaan teknik analisis data

penelitian, dalam penelitian mengenai Strategi Badan Narkotika Provinsi Banten

dalam Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan Narkoba, peneliti

menggunakan teknik analisis data menurut Miles & Huberman. Teknik analisis data

dalam penelitian ini dilakukan dengan empat langkah analisis data, yaitu

pengumpulan data, reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Hal ini

digunakan sebagai alat untuk mempermudah peneliti untuk menganalisis data yang

didapat dari hasil penelitian lapangan dan mendapatkan kesimpulan mengenai

penelitian yang dilakukan peneliti.

3.7.3. Uji Validitas dan Reabilitas Data

Validitas dalam penelitian kualitatif memiliki keterkaitan dengan deskripsi

dan eksplansi, dan terlepas apakah eksplansi-eksplansi tersebut sesuai dan cocok

dengan deskripsi atau tidak. Terdapat dua macam validitas, validitas internal dan

validitas eksternal. Validitas internal dalam penelitian kualitatif disebut kredibiltas,

yaitu hasil penelitian memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi sesuai dengan fakta di

lapangan. Kemudian validitas eksternal dalam penelitian kualitatif disebut

transferabiltas. Hasil penelitian kualitatif memiliki standar transferabilitas yang tinggi

apabila para pembaca memperoleh pemahaman dan gambaran yang jelas tentang

konteks dan fokus penelitian.

Page 112: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

93

Sedangkan reabilitas merujuk pada keterandalan alat ukur atau instrument

penelitian. Stainback menyatakan bahwa reabilitas berkenaan dengan derajat

konsistensi dan stabilitas data atau temuan.Peneliti kualitatif lebih menekankan pada

aspek validitas karena suatu realitas itu bersifat majemuk dan dinamis sehingga tidak

ada yang konsisten dan berulang seperti semula.

Uji keabsahan data dapat dilakukan dengan triangulasi pendekatan dengan

kemungkinan melakukan terobosan metodologis terhadap masalah-masalah tertentu

yang kemungkinan dapat dilakukan seperti yang dikatakan Denzin dengan

“Triangulasi”. Metode ini digunakan sebagai alat untuk menguji apakah data hasil

penelitian yang telah dikumpulkan terdapat perbedaan atau tidak, sehingga dapat

diketahui data tersebut dianggap absah atau tidak. Penelitian mengenai Strategi Badan

Narkotika Provinsi Banten dalam Upaya Pencegahan dan Pemberantasan

Penyalahgunaan Narkoba, menggunakan dua teknik triangulasi pendekatan untuk

menguji keabsahan data dari hasil penelitian lapangan. Berikut adalah teknik

triangulasi pendekatan yang digunakan peneliti, yang di antaranya:

a. Triangulasi sumber, dapat dilakukan dengan mengecek data yang sudah

diperoleh dari berbagai sumber. Data dari berbagai sumber tersebut

kemudian dipilah dan dipilih dan disajikan dalam bentuk tabel matriks. Data

dari sumber yang berbeda dideskripsikan, dikategorisasikan, mana

pandangan yang sama, berbeda dan mana yang lebih spesifik.

Page 113: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

94

b. Triangulasi teknik, dapat dilakukan dengan melakukan cek data dari

berbagai macam teknik pengumpulan data. Misalnya dengan menggunakan

teknik wawancara mendalam, observasi, dan dokumentasi. Data dari ketiga

teknik tersebut dibandingkan, adakah konsistensi. Jika berbeda, maka dapat

dijadikan catatan dan dilakukan pengecekkan selanjutnya mengapa data bisa

berbeda (Fuad & Nugroho, 2014:19-20).

Berdasarkan pemaparan di atas, dalam menguji keabsahan data, peneliti

menggunakan dua teknik triangulasi pendekatan. Dengan menggunakan teknik

triangulasi sumber, peneliti memperoleh dari sudut pandang pemerintah dan

masyarakat. Sedangkan, teknik triangulasi teknik, peneliti melakukan cek data dari

berbagai sumber, yaitu observasi, studi pustaka, studi dokumentasi dan wawancara .

Hal ini dijadikan dasar oleh peneliti, untuk mengetahui apakah data yang didapatkan

terdapat perbedaan atau tidak. Dan jika terdapat perbedaan, maka selanjutnya peneliti

dapat melakukan pengecekkan ulang di lapangan. Selain itu, peneliti juga

menggunakan member check dalam menguji keabsahan data. Member check

dilakukan dengan melakukan pengecekkan data yang diperoleh kepada informan

penelitian. Hal ini bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh data yang diperoleh

telah sesuai dengan apa yang telah diberikan oleh informan penelitian, sehingga data

yang didapat merupakan data yang valid dan kredibel (dapat dipercaya) sesuai dengan

yang telah disesuaikan dan disepakati oleh informan penelitian yang kemudian

ditandatangani sebagai bukti autentik bahwa peneliti telah melakukan member check.

Page 114: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

95

3.8. Jadwal Penelitian

Penelitian ini menganalisis Strategi Badan Narkotika Provinsi Banten dalam

Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan Narkoba, maka lokus

penelitian yang ditentukan adalah di Badan Narkotika Nasional Provinsi Banten yang

beralamat di Jalan Syekh Nawawi Al-Bantani no.7 Banjar Agung, Cipocok Jaya,

Serang-Banten dengan timetable sebagai berikut :

Tabel 3.3

Jadwal Penelitian

No

Kegiatan

Waktu Penelitian

2016 2017

Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Jan Feb

1 Pengumuman Judul

2 Observasi Awal

3

Penyusunan

Proposal

4 Seminar Proposal

5

Revisi

Proposal

Skripsi

6

Pengumpulan

Data, Pengolahan

dan Analisa

Data

7 Penyusunan

Bab IV dan V

8

Sidang Skripsi

9

Revisi Sidang

(Sumber : Peneliti, 2017)

Page 115: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

96

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Deksripsi Objek Penelitian

Deskripsi objek penelitian merupakan penjelasan mengenai objek penelitian

yang meliputi lokasi penelitian yang diteliti dan memberikan gambaran umum

Provinsi Banten dan gambaran umum Badan Narkotika Nasional Provinsi Banten.

Hal tersebut akan dipaparkan sebagai berikut :

4.1.1 Deskripsi Wilayah Provinsi Banten

Banten adalah sebuah provinsi di Tatar Pasundan, serta wilayah paling barat

di Pulau Jawa, Indonesia. Provinsi ini pernah menjadi bagian dari Provinsi Jawa

Barat, namun menjadi wilayah pemekaran sejak tahun 2000, dengan keputusan

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2000. Pusat pemerintahannya berada di Kota

Serang.

Wilayah Banten terletak di antara 5º7'50"-7º1'11" Lintang Selatan dan

105º1'11"-106º7'12" Bujur Timur, berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 23 tahun 2000 luas wilayah Banten adalah 9.160,70 km². Wilayah laut Banten

merupakan salah satu jalur laut potensial, Selat Sunda merupakan salah satu jalur lalu

lintas laut yang strategis karena dapat dilalui kapal besar yang menghubungkan

Australia dan Selandia Baru dengan kawasan Asia Tenggara misalnya Thailand,

Page 116: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

97

Malaysia, dan Singapura. Di samping itu Banten merupakan jalur penghubung antara

Jawa dan Sumatera. Bila dikaitkan posisi geografis, dan pemerintahan maka wilayah

Banten terutama daerah Tangerang raya (Kota Tangerang, Kabupaten Tangerang, dan

Kota Tangerang Selatan) merupakan wilayah penyangga bagi Jakarta. Secara

ekonomi wilayah Banten memiliki banyak industri. Wilayah Provinsi Banten juga

memiliki beberapa pelabuhan laut yang dikembangkan sebagai antisipasi untuk

menampung kelebihan kapasitas dari pelabuhan laut di Jakarta, dan ditujukan untuk

menjadi pelabuhan alternatif selain Singapura. Adapun batas wilayah Provinsi Banten

adalah sebagai berikut :

1. Sebelah Utara berbatasan langsung dengan Laut Jawa;

2. Sebelah Selatan berbatasan langsung dengan Samudera Indonesia;

3. Sebelah Barat berbatasan langsung dengan Selat Sunda; dan

4. Sebelah Timur berbatasan langsung dengan Daerah Khusus Ibukota Jakarta

dan Jawa Barat.

Provinsi Banten terdiri dari 4 kota, 4 kabupaten, 155 kecamatan, 1551

kelurahan/desa. Kabupaten dengan luas wilayah terbesar adalah Kabupaten Lebak

sebesar 3,426.56 km2 dan kabupaten dengan luas wilayah terkecil adalah Kabupaten

Tangerang sebesar 1,011.86 km2, sedangkan kota dengan luas wilayah terbesar

adalah Kota Serang sebesar 1,734.28 km2 dan kota dengan luas wilayah terkecil

adalah Kota Tangerang Selatan sebesar 147.19 km. Tabel berikut memberikan

Page 117: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

98

gambaran tentang rincian jumlah kecamatan dan desa di kabupaten/kota di Provinsi

Banten dan luas wilayahnya sebagaimana dimaksud di atas.

Tabel 4.1

Luas Wilayah Provinsi Banten berdasarkan Kabupaten/Kota

No Kabupaten/Kota Jumlah Wilayah Luas

(km2) %

Kecamatan Desa

1 Kab.Pandeglang 35 339 2,746.89 28.427%

2 Kab.Lebak 28 345 3,426.56 35.461%

3 Kab.Tangerang 29 274 1,011.86 10.472%

4 Kab.Serang 29 326 1,734.28 17.948%

5 Kota Tangerang 13 104 153.93 1.593%

6 Kota Cilegon 8 43 175.50 1.816%

7 Kota Serang 6 66 266.71 2.760%

8 Kota Tangerang Selatan 7 54 147.19 1.523%

TOTAL 155 1551 9,662.92 100.000%

(Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Banten, 2015)

4.1.1.1 Visi dan Misi Provinsi Banten

Visi Provinsi Banten

“ Banten yang Maju, Mandiri, Berdaya Saing, Sejahtera dan Berakhlakul

Karimah.”

Page 118: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

99

Misi Provinsi Banten

1. Menciptakan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance);

2. Membangun dan meningkatkan kualitas infrastruktur;

3. Meningkatkan akses dan pemerataan pendidikan berkualitas;

4. Meningkatkan akses dan pemerataan pelayanan kesehatan berkualitas;

5. Meningkatkan kualitas pertumbuhan dan pemerataan ekonomi.

4.1.1.2 Keadaan Penduduk Provinsi Banten

Dalam konteks demografi, Provinsi Banten mengalami peningkatan jumlah

penduduk setiap tahunnya. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Provinsi Banten,

pada tahun 2015 jumlah penduduk Provinsi Banten berjumlah 11.955.243 jiwa

dengan tingkat kepadatan penduduk rata-rata sebesar 1.237 jiwa/km2. Jumlah

tersebut mengalami peningkatan sebanyak 250.366 jiwa dari tahun 2014 yang

berjumlah 11.704.877 jiwa dengan kepadatan penduduk rata-rata sebesar 1.211

jiwa/km2, dan pada tahun 2013 jumlah penduduk Provinsi Banten adalah 11.452.491

jiwa dengan kepadatan penduduk rata-rata sebesar 1.185 jiwa/km2. Gambaran

tentang sebaran penduduk Provinsi Banten berdasrkan Kabupaten/Kota dapat dilihat

pada Tabel 4.2 sebagai berikut :

Page 119: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

100

Tabel 4.2

Jumlah Penduduk (jiwa) dan Kepadatan (jiwa/km2)Penduduk Provinsi Banten

Tahun 2013-2015

No Kabupaten/Kota Tahun 2013 Tahun 2014 Tahun 2015

Jumlah Kepadatan Jumlah Kepadatan Jumlah Kepadatan

1 Kab.Pandeglang 1.183.006

431

1.188.405

433

1.194.911

435

2 Kab.Lebak 1.247.906 364 1.259.305 368 1.269.812 371

3 Kab.Tangerang 3.157.780 3.121 3.264.776 3.227 3.370.594 3.331

4 Kab.Serang 1.450.894 837 1.463.094

844

1.474.301 850

5 Kota Tangerang 1.952.396 12.684 1.999.894 12.992 2.047.105 13.299

6 Kota Cilegon 398.304 2.270 405.303 2.309 412.106 2.348

7 Kota Serang 618.802 2.320 631.101 2.366 643.205 2.412

8 Kota Tangerang

Selatan

1.443.403 9.806 1.492.999 10.143 1.543.209 10.484

TOTAL 11.452.491 1.185 11.704.877 1.211 11.955.243 1.237

(Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Banten, 2015)

Bila dilihat dari struktur usianya, penduduk Provinsi Banten lebih didominasi

oleh penduduk usia produktif (15-64 tahun) sebesar 8.165.589 atau 68,30%, dan

untuk usia non produktif (0-14 tahun) sebesar 3.417.496 jiwa atau 28,5% serta usia di

atas 65 tahun sebesar 372.158 atau 3,11%. Penjelasan rinci hal tersebut dapat dilihat

pada Tabel 4.4 berikut :

Page 120: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

101

Tabel 4.3

Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur

Tahun 2015

No Kelompok Umur Jumlah

1 0-4 1.229.320

2 5-9 1.144.193

3 10-14 1.043.983

4 15-19 1.055.372

5 20-24 1.076.033

6 25-29 1.098.783

7 30-34 1.081.522

8 35-39 1.011.191

9 40-44 885.962

10 45-49 728.422

11 50-54 560.403

12 55-59 403.469

13 60-64 264.432

14 65-69 167.570

15 70-74 104.501

16 75> 100.087

Jumlah 11.955.243

(Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Banten, 2015)

Dilihat dari komposisinya, penduduk Provinsi Banten didominasi oleh jenis

kelamin laki-laki daripada perempuan. Komposisi jumlah penduduk berdasarkan jenis

kelamin dan rasio jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 4.3 berikut:

Page 121: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

102

Tabel 4.4

Jumlah Penduduk dan Rasio Jenis Kelamin menurut Kabupaten/Kota di

Provinsi Banten Tahun 2015

No Kabupaten/Kota Jenis Kelamin (jiwa) Rasio Jenis

Kelamin Laki-laki Perempuan Jumlah

1 Kab.Pandeglang 610. 412 584.499 1.194.911 104,43

2 Kab.Lebak 650.912 618.900 1.269.812 105,17

3 Kab.Tangerang 1.724.915 1.645.679 3.370.594 104,81

4 Kab.Serang 747.808 726.493 1.474.301 102,93

5 Kota Tangerang 1.045.113 1.001.992 2.047.105 104,30

6 Kota Cilegon 210.505 201.601 412.106 104,42

7 Kota Serang 329.806 313.399 643.205 105,24

8 Kota Tangerang

Selatan

777.713 765.496 1.543.209 101,60

Banten 6.097.184 5.858.059 11.955.243 104,08

(Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Banten, 2015)

Berdasarkan tingkat pendidikannya, penduduk Provinsi Banten sebagian besar

tamat SMA/sederajat yaitu sebesar 1.827.154 jiwa atau 34,24%, diikuti dengan

penduduk yang tamat Sekolah Dasar (SD) sebesar 1.255.816 jiwa atau 23,53% dan

tamat Sekolah Menengah Pertama (SMP) sebesar 872.559 jiwa atau 16,35%.

Gambaran jumlah penduduk berdasarkan tingkat pendidikan yang ditamatkan dapat

dilihat pada Tabel 4.5 di bawah ini :

Tabel 4.5

Jumlah Penduduk Provinsi Banten Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Tertinggi yang ditamatkan

Pendidikan Tertinggi yang

Ditamatkan

Jumlah %

Tidak/Belum Pernah Sekolah 88.437 1,65

Page 122: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

103

Tidak/Belum Tamat SD 559.085 10,46

Sekolah Dasar 1.255.816 23,53

Sekolah Menengah Pertama 872.559 16,35

Sekolah Menengah Atas 1.827.154 34,24

Diploma I/II/III/Akademi 160.779 3,01

Universitas 571 013 10,70

Jumlah 5.334.843 100,00

(Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Banten, 2015)

4.1.2 Deskripsi Badan Narkotika Nasional Provinsi Banten

Keberadaan Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) merupakan amanat

UU Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 143, tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 5062) yang mana menyebutkan bahwa BNN memiliki perwakilan

di Provinsi dan Kabupaten / Kota.

Sedangkan BNN Provinsi dan BNN Kabupaten/Kota merupakan insansi

vertikal. Organisasi BNNP tertuang dalam Peraturan Kepala Badan Narkotika

Nasional Nomor 3 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Narkotika

Nasional Provinsi dan Badan Narkotika Nasional Kabupaten/Kota.

4.1.2.1 Visi dan Misi Badan Narkotika Nasional Provinsi Banten

Visi Narkotika Nasional Provinsi Banten

“Menjadi Lembaga Non Kementerian yang profesional dan mampu

menggerakan seluruh komponen masyarakat, bangsa dan negara Indonesia

Page 123: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

104

dalam melaksanakan Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan

Peredaran Gelap Narkotika, Psikotropika, Prekursor dan Bahan Adiktif

Lainnya di Indonesia.”

Misi Badan Narkotika Nasional Provinsi Banten

Untuk mewujudkan visi tersebut di atas, maka Badan Narkotika Nasional

Provinsi Banten menetapkan misi sebagai pernyataan komprehensif

pelaksanaan tugas pokok dan fungsi serta sasaran dan tujuan yang hendak

dicapai. Misi Badan Narkotika Nasional Provinsi Banten adalah sebagai

berikut:

1. Menyusun kebijakan nasional P4GN

2. Melaksanakan operasional P4GN sesuai bidang tugas dan

kewenangannya

3. Mengkoordinasikan Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan

dan Peredaran Gelap Narkotika, Psikotropika, Prekursor dan Bahan

Adiktif lainnya (narkoba)

4. Memonitor dan mengendalikan pelaksanaan kebijakan nasional P4GN

5. Menyusun laporan pelaksanaan kebijakan nasional P4GN dan

diserahkan kepada Presiden.

Page 124: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

105

4.1.2.2 Kedudukan, Tugas, Fungsi dan Struktur Organisasi Badan Narkotika

Nasional Provinsi Banten

a. Kedudukan

1) Badan Narkotika Nasional Provinsi yang selanjutnya dalam Peraturan

Kepala Badan Narkotika Nasional ini disebut BNNP adalah instansi

vertikal Badan Narkotika Nasional yang melaksanakan tugas, fungsi, dan

wewenang Badan Narkotika Nasional dalam wilayah Provinsi.

2) BNNP berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Badan

Narkotika Nasional.

3) BNNP dipimpin oleh Kepala.

b. Tugas Pokok dan Fungsi Badan Narkotika Nasional Provinsi Banten

Badan Narkotika Nasional Provinsi mempunyai tugas melaksanakan tugas,

fungsi, dan wewenang BNN dalam wilayah Provinsi.

Dalam melaksanakan tugas, Badan Narkotika Nasional Provinsi

menyelenggarakan fungsi:

1) Pelaksanaan koordinasi penyusunan rencana strategis dan rencana kerja

tahunan di bidang pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan

peredaran gelap narkotika, psikotropika, prekursor, dan bahan adiktif

Page 125: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

106

lainnya kecuali bahan adiktif untuk tembakau dan alkohol

yang selanjutnya disebut P4GN dalam wilayah Provinsi;

2) Pelaksanaan kebijakan teknis di bidang pencegahan, pemberdayaan

masyarakat, rehabilitasi, dan pemberantasan dalam wilayah Provinsi;

3) Pelaksanaan pembinaan teknis dan supervisi P4GN kepada BNNK/Kota

dalam wilayah Provinsi;

4) Pelaksanaan layanan hukum dan kerja sama dalam wilayah Provinsi;

5) Pelaksanaan koordinasi dan kerja sama P4GN dengan instansi pemerintah

terkait dan komponen masyarakat dalam wilayah Provinsi;

6) Pelayanan administrasi BNNP; dan Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan

BNNP.

c. Struktur Organisasi

Badan Narkotika Nasional Provinsi Banten mempunyai struktur organisasi

berdasarkan peraturan Kepala Badan Narkotika Nasional Nomor 3 Tahun 2015

tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Narkotika Nasional Provinsi yaitu

BNNP terdiri atas :

1. Kepala;

2. Bagian Umum yang terdiri atas :

1) Subbagian Perencanaan;

2) Subbagian Sarana Prasarana; dan

Page 126: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

107

3) Subbagian Administrasi.

3. Bidang Pencegahan dan Pemberdayaan Masyarakat yang terdiri atas :

1) Seksi Pencegahan; dan

2) Seksi Pemberdayaan Masyarakat.

4. Bidang Rehabilitasi yang terdiri atas :

1) Seksi Penguatan Lembaga Rehabilitasi; dan

2) Seksi Pascarehabilitasi.

5. Bidang Pemberantasan yang terdiri atas :

1) Seksi Intelejen;

2) Seksi Penyidikan; dan

3) Seksi Pengawasan Tahanan dan Barang Bukti.

Tugas pokok menurut jabatan dalam struktur organisasi Badan Narkotika

Nasional Provinsi Banten adalah sebagai berikut :

1. Kepala Badan Narkotika Nasional Provinsi mempunyai tugas :

a. Memimpin BNNP dalam pelaksanaan tugas, fungsi, dan wewenang

BNN dalam wilayah Provinsi; dan

b. Mewakili Kepala BNN dalam melaksanakan hubungan kerja sama

P4GN dengan instansi pemerintah terkait dan komponen masyarakat

dalam wilayah Provinsi.

Page 127: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

108

2. Bagian Umum mempunyai tugas melaksanakan koordinasi penyusunan rencana

strategis dan rencana kerja tahunan P4GN, evaluasi dan pelaporan BNNP, dan

administrasi serta sarana prasarana BNNP.

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud diatas, Bagian Umum

menyelanggarakan fungsi :

a. Penyiapan penyusunan rencana program dan anggaran;

b. Penyiapan pelaksanaan pengelolaan sarana prasarana , dan urusan

rumah tangga BNNP;

c. Penyiapan pelaksanaan pengelolaan data informasi P4GN;

d. Penyiapan pelaksanaan layanan hukum dan kerja sama dalam wilayah

Provinsi;

e. Penyiapan pelaksanaan urusan tata persuratan, kepegawaian, keuangan,

kearsipan, dokumentasi, dan hubungan masyarakat; dan

f. Penyiapan pelaksannaan evaluasi dan pelaporan BNNP.

3. Bidang Pencegahan dan Pemberdayaan Masyarakat mempunyai tugas

melaksanakan kebijakan teknis di bidang pencegahan dan pemberdayaan

masyarakat dalam wilayah Provinsi.

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud di atas, Bidang Pencegahan

dan Pemberdayaan Masyarakat menyelenggarakan fungsi :

a. Penyiapan pelaksanaan koordinasi penyusunan rencana strategis dan

rencana kerja tahunan P4GN di bidang pencegahan dan pemberdayaan

masyarakat dalam wilayah Provinsi;

Page 128: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

109

b. Penyiapan pelaksanaan diseminasi informasi dan advokasi P4GN di

bidang pencegahan dan pemberdayaan masyarakat dalam wilayah

Provinsi;

c. Penyiapan pelaksanaan peran serta masyarakat dan pemberdayaan

alternatif P4GN di bidang pencegahan dan pemberdayaan masyarakat

dalam wilayah Provinsi;

d. Penyiapan pelaksanaan pembinaan teknis dan supervisi P4GN di bidang

pencegahan dan pemberdayaan masyarakat kepada BNNK/Kota dalam

wilayah Provinsi; dan

e. Penyiapan pelaksanaan evaluasi dan pelaporan P4GN di bidang

pencegahan dan pemberdayaan masyarakat dalam wilayah Provinsi.

4. Bidang Rehabilitasi mempunyai tugas melaksanakan kebijakan teknis P4GN di

bidang rehabilitasi dalam wilayah Provinsi.

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud di atas, Bidang Rehabilitasi

menyelenggarakan fungsi :

a. Penyiapan pelaksanaan koordinasi penyusunan rencana strategis dan

rencana kerja tahunan P4GN di bidang rehabilitasi dalam wilayah

Provinsi;

b. Penyiapan pelaksanaan asesmen penyalahguna dan/atau pecandu

narkotika dalam wilayah Provinsi;

c. Penyiapan pelaksanaan peningkatan kemampuan lembaga rehabiliasi

medis dan rehabilitasi sosial penyalahguna dan.atau pecandu narkotika,

Page 129: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

110

baik yang diselenggarakan pemerintah maupun masyarakat dalam

wilayah Provinsi;

d. Penyiapan pelaksanaan peningkatan kemampuan layanan

pascarehabilitasi dan pendampingan bagi mantan penyalahguna

dan/atau pecandu narkotika dalam wilayah Provinsi;

e. Penyiapan pelaksanaan penyatuan kembali ke dalam masyarakat dan

perawatan lanjut bagi mantan penyalahguna dan/atau pecandu narkotika

dalam wilayah Provinsi; dan

f. Penyiapan pelaksanaan pembinaan teknis dan supervisi P4GN di bidang

rehabilitasi kepada BNNK/Kota dalam wilayah Provinsi.

5. Bidang Pemberantasan mempunyai tugas melaksanakan kebijakan teknis P4GN

di bidang pemberantasan dalam wilayah Provinsi.

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud di atas, Bidang

Pemberantasan menyelenggarakan fungsi :

a. Penyiapan pelaksanaan koordinasi penyusunan rencana strategis dan

rencana kerja tahunan P4GN di bidang pemberantasan dalam wilayah

Provinsi;

b. Penyiapan pelaksanaan pemberantasan dan pemutusan jaringan

kejahatan terorganisasi penyalahgunaan peredaran gelap narkotika

dalam wilayah Provinsi;

Page 130: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

111

c. Penyiapan pelaksanaan pembangunan dan pemanfaatan intelejen

teknologi dan kegiatan intelejen taktis, operasional dan produk dalam

rangka P4GN di bidang pemberantasan dalam wilayah Provinsi;

d. Penyiapan pelaksanaan administrasi penyelidikan dan penyidikan

terhadap tindak pidana narkotika, psikotropika, prekursor, dan bahan

adiktif lainnya kecuali bahan adiktif untuk tembakau dan alkohol dalam

wilayah Provinsi;

e. Penyiapan pelaksanaan pengawasan distribusi prekursor sampai pada

pengguna akhir dalam wilayah Provinsi;

f. Penyiapan pelaksanaan pengawasan tahanan dan barang bukti dalam

wilayah Provinsi;

g. Penyiapan pelaksanaan pembinaan teknis dan supervisi P4GN di bidang

pemberantasan kepada BNNK/Kota dalam wilayah Provinsi; dan

h. Penyiapan pelaksanaan evaluasi dan pelaporan P4GN di bidang

pemberantasan dalam wilayah Provinsi.

Page 131: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

112

GAMBAR 4.1

STRUKTUR ORGANISASI

BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI BANTEN

Sumber : Badan Narkotika Nasional Provinsi Banten, 2017

KEPALA BNN PROVINSI BANTEN

MUHAMMAD NUROCHMAN, S.I.K

BRIGJEN POL / NRP.69030310

KEPALA BAGIAN UMUM

SUDARYAN, S.Sos, M,Si

NIP. 196702021989031011

KASUBAG PERENCANAAN HILKIA SITOHANG,SE, M.SI NIP.198001112001121002

KASUBAG SARPRAS

KASUBAG ADMINISTRASI

Drs.SYAROJI, MM NIP.19630404200112100

4

KEPALA BIDANG PEMBERANTASAN

ABDUL MAJID, SH,MH AKBP/NRP.65040523

KEPALA BIDANG RAHABILITASI

AGUS MULYANA, SE AKABP/NRP. 60080404

KABID PENCEGAHAN & DAYAMAS

SUGINO,SE,MH LETKOL INF/NRP.505762

KEPALA SEKSI

PENCEGAHAN

KEPALA SEKSI PEMBERDAYAAN

MASYARAKAT

KEPALA SEKSI INTELIJEN YAYA SURIADIJAYA, SH

NIP. 197701102006041011

KEPALA SEKSI PASCA REHABILITASI

IP.

KASI WASTAHTI KEPALA SEKSI PENGUATAN LBG REHAB

ETIK KURNIA,SS NIP. 197601062001122006

KASI PENYIDIKAN

KELOMPOK JABATAN

FUNGSIONAL

Page 132: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

113

4.2 Deskripsi Data

4.2.1 Deskripsi Data Penelitian

Deskripsi data penelitian merupakan penjelasan mengenai data yang telah

didapatkan dari hasil penelitian. Data ini diperoleh dari hasil penelitian dengan

menggunakan metode kualitatif. Dalam penelitian mengenai Strategi Badan

Narkotika Nasional Provinsi Banten dalam Upaya Pencegahan dan Pemberantasan

Penyalahgunaan Narkoba peneliti menggunakan dimensi yang mengacu pada teori

The Four Pillar Drug Strategy yang diadapsi dari N.E.W Mental Health Connection

(2016) diantaranya yaitu :

5. Prevention

6. Treatment

7. Harm Reduction

8. Law Enforcement

Mengingat bahwa jenis data dan analisis yang digunakan dalam penelitian ini

adalah pendekatan kualitiatif, maka data yang diperoleh dan dihasilkan bersifat

deskriptif berbentuk kata dan kalimat dari hasil wawancara, hasil observasi lapangan

serta data atau hasil dokumentasi lainnya. Kata-kata dan tindakan informan

merupakan sumber utama penelitian.sumber data dari informan dicatat menggunakan

alat tulis dan direkam melalui handphone yang peneliti gunakan dalam penelitian.

Sumber data sekunder yang didapatkan peneliti berupa dokumentasi seperti dokumen

Page 133: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

114

Rencana Strategis Badan Narkotika Nasional Tahun 2014-2019 dan Data Prevalensi

Penyalahgunaan Narkoba di Provinsi Banten yang merupakan data mentah yang

harus diolah dan dianalisis kembali untuk mendapatkan data yang dibutuhkan. Selain

itu bentuk data lainnya berupa foto-foto di lapangan dimana foto-foto tersebut

merupakan foto kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan penyelenggaraan upaya

pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan narkoba.

Data yang diperoleh dari hasil penelitian lapangan melalui wawancara,

observasi, dan dokumentasi dilakukan reduksi data untuk mendapatkan tema dan

polanya serta diberi kode-kode pada aspek tertentu berdasarkan jawaban-jawaban

yang sama dan berkaitan dengan pembahasan permasalahan penelitian serta

dilakukan kategorisasi. Dalam menyusun jawaban penelitian, untuk mempermudah

peneliti dalam melakukan reduksi data, peneliti memberikan kode pada aspek tertentu

yaitu :

a. Kode Q untuk menunjukan kode pertanyaan.

b. Kode Q1, Q2, Q3 dan seterusnya untuk menunjukan urutan pertanyaan.

c. Kode I untuk menunjukan informan .

d. Kode I1, I2, I3 dan seterusnya untuk menunjukan urutan informan .

e. Kode I1.1, I1.2, I1.3, I1.4, menunjukkan daftar informan dari kategori Instansi

yaitu dari Badan Narkotika Nasional Provinsi Banten .

f. Kode I2.1, I2.2, I2.3, I2.4, I2.5, I2.6, menunjukkan daftar informan kategori pihak

lain yang terkait pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan narkoba.

Page 134: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

115

g. Kode I3.1, I3.2 dan I3.3 menunjukkan daftar informan dari kategori masyarakat.

h. Kode P menunjukan Peneliti.

Setelah pembuatan koding pada tahap reduksi data, langkah selanjutnya

adalah penyajian data, dimaksudkan agar lebih mempermudah bagi peneliti untuk

dapat melihat gambaran secara keseluruhan atau bagian-bagian tertentu dari data

penelitian. Data-data tersebut kemudian dipilih dan disisikan untuk disortir menurut

kelompoknya dan disusun sesuai dengan kategori yang sejenis untuk ditampilkan

agar selaras dengan permasalahan yang dihadapi, termasuk kesimpulan-kesimpulan

sementara yang diperoleh pada waktu data direduksi. Selanjutnya dengan triangulasi

yaitu proses check dan recheck antara sumber data dan sumber data lainnya. Setelah

semua proses analisis data telah dilakukan, peneliti dapat melakukan penyimpulan

akhir. Kesimpulan akhir dapat diambil ketika peneliti telah merasa bahwa data

peneliti sudah jenuh.

4.2.2 Data Informan

Pada penelitian mengenai Strategi Badan Narkotika Nasional Provinsi Banten

dalam Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan Narkoba, pemilihan

informan dilakukan oleh peneliti dengan teknik purposive, yaitu suatu teknik

pengambilan informan dengan pertimbangan tertentu dari pihak peneliti yang

memahami objek dan fokus penelitian. Informan yang terpilih merupakan pihak-

pihak yang secara langsung terkait dengan fokus penelitian dengan dasar bahwa

informan tersebut dianggap memiliki data-data dan informasi yang peneliti anggap

Page 135: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

116

sangat penting untuk menjawab rumusan masalah yang telah dibuat oleh peneliti.

Hal ini juga telah dijelaskan pada bab sebelumnya mengenai metodologi penelitian.

Informan dalam penelitian ini adalah semua pihak baik aparatur pelaksana

upaya pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan narkoba, serta pihak lainnya

yang memahami terhadap permasalahan upaya pencegahan dan pemberantasan

penyalahgunaan narkoba di Provinsi Banten. Dalam hal ini yaitu Kepala Bidang

Pencegahan dan Pemberdayaan Masyarakat Badan Narkotika Nasional Provinsi

Banten, Kepala Bidang Pemberantasan Badan Narkotika Nasional Provinsi Banten,

Kepala Bidang Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional Provinsi Banten, Dokter Seksi

Penguatan Lembaga Rehabilitasi Klinik Pratama BNN Provinsi Banten, Mitra Bidang

Pencegahan dan Pemberdayaan Mayarakat BNN Provinsi Banten, Kepala Sub Bagian

Pembinaan dan Operasional (Binopsnal) Direktorat Reserse Narkoba Kepolisian

Daerah Banten, Pelaksana Bagian Pembinaan dan Operasional (Binopsnal) Direktorat

Reserse Narkoba Kepolisian Daerah Banten, Kepala Seksi Tindak Pidana Umum

Lainnya (TPUL) Kejaksaan Tinggi Banten, Kepala Seksi Pembinaan dan Pendidikan

Lembaga Pemasyarakatan Serang, Kepala Bidang dan Pencegahan dan Pengendalian

Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan Provinsi Banten dan Kepala Seksi Rehabilitasi Tuna

Sosial, NAPZA dan Korban Perdagangan Orang (KPO) Dinas Sosial Provinsi

Banten, Klien Rehabilitasi BNN Provinsi Banten dan Warga Binaan Pemasyarakatan

Lembaga Pemasyarakatan Serang yang terlibat dalam Strategi Badan Narkotika

Nasional Provinsi Banten Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan Narkoba.

Page 136: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

117

Adapun informan-informan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel di bawah

ini:

Tabel 4.6

Informan Penelitian

No Kode

Informan

Informan Status Informan (SI)

1 I1.1 Sugino, SE, MH Kepala Bidang Pencegahan dan

Pemberdayaan Masyarakat Badan

Narkotika Nasional Provinsi Banten

2 I1.2 Abdul Majid, SH, MH

Kepala Bidang Pemberantasan

Badan Narkotika Nasional Provinsi

Banten

3 I1.3 Agus Mulyana, SE Kepala Bidang Rehabilitasi Badan

Narkotika Nasional Provinsi Banten

4 I1.4 dr. Ade Nurhilal Desrinah Dokter Seksi Penguatan Lembaga

Rehabilitasi Klinik Pratama BNN

Provinsi Banten

5 I1.5 Moh. Arif Mulyawan R Mitra Bidang Pencegahan dan

Pemberdayaan Mayarakat BNN

Provinsi Banten

6 I2.1 Kompol Kosasih SH, MH Kepala Sub Bagian Pembinaan dan

Operasional (Binopsnal) Direktorat

Reserse Narkoba Kepolisian Daerah

Banten

7 I2.2 BRIPKA Gunawan Pelaksana Bagian Pembinaan dan

Page 137: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

118

Operasional (Binopsnal) Direktorat

Reserse Narkoba Kepolisian Daerah

Banten

8 I2.3 Asep Hanan, S.IP Kepala Seksi Rehabilitasi Tuna

Sosial, NAPZA dan Korban

Perdagangan Orang (KPO) Dinas

Sosial Provinsi Banten

9 I2.4 H. R. Wahyu Santoso W.

SKM. M.Si

Kepala Bidang dan Pencegahan dan

Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas

Kesehatan Provinsi Banten

10 I2.5 Tri Sutrisno, SH Kepala Seksi Tindak Pidana Umum

Lainnya Kejaksaan Tinggi Banten

11 I2.6 Heri Purnomo, SH Kepala Seksi Pembinaan dan

Pendidikan Lembaga

Pemasyarakatan Serang

12 I2.7 Taufik Klien Rehabilitasi BNN Provinsi

Banten

13 I2.8 Rohim Warga Binaan Pemasyarakatan

LAPAS Serang

(Sumber: Peneliti, 2017)

4.3 Temuan Lapangan

Data lapangan dalam penelitian ini merupakan data dan fakta yang peneliti

dapatkan langsung ketika melakukan observasi di lapangan, dengan membandingkan

teori dengan temuan-temuan yang ada di lapangan, serta analisis peneliti.

Berdasarkan temuan lapangan yang diperoleh peneliti, upaya Pencegahan dan

Page 138: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

119

Pemberantasan Penyalahgunaan Narkoba merupakan upaya yang dilakukan

pemerintah dalam rangka mewujudkan “Indonesia Negeri Bebas Narkoba”.

Berdasarkan hal tersebut, untuk menentukan strategi yang akan dibuat dan

direkomendasikan oleh peneliti, terlebih dahulu peneliti melihat strategi yang

sebelumnya telah dilakukan oleh instansi terkait. Dalam hal ini, pihak yang

berwenang dalam pelaksanaan upaya Pencegahan dan Pemberantasan

Penyalahgunaan Narkoba adalah Badan Narkotika Nasional.

Strategi Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan Narkoba ditetapkan

dalam Rencana Strategis Badan Narkotika Nasional Tahun 2015 – 2019, dan berikut

adalah strategi yang terdapat dalam Rencana Strategis Tahun 2015 – 2019 yang

menjadi acuan strategi yang dilakukan dalam upaya Pencegahan dan Pemberantasan

Penyalahgunaan Narkoba di Provinsi Banten:

a. Melakukan upaya ekstensifikasi dan intensifikasi informasi pencegahan dan

pemberantasan penyalahgunaan narkoba kepada seluruh lapisan masyarakat

dengan mengintegrasikan program pencegahan penyalahgunaan narkoba ke

dalam seluruh isu dan sektor pembangunan melalui konsep penganggaran

berwawasan anti narkoba, kebijakan berbasis anti narkoba, serta mendorong

pembangunan karakter manusia dengan memasukan nilai-nilai hidup sehat

tanpa narkoba ke dalam kurikulum pendidikan dasar sampai lanjutan atas.

Page 139: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

120

b. Menumbuhkembangkan kepedulian dan kemandirian masyarakat dalam upaya

pencegahan penyalahgunaan narkoba dari tingkat desa/kelurahan dengan

mendorong relawan-relawan menjadi pelaku P4GN secara mandiri.

c. Mengembangkan akses layanan rehabilitasi penyalahguna, korban

penyalahguna, dan pecandu narkoba yang terintegrasi dan berkelanjutan, serta

mengoptimalkan peran K/L dalam pemanfaatan infrastruktur dan sumber daya

K/L.

d. Mengungkap jaringan sindikat peredaran gelap narkotika dan menyita seluruh

aset terkait kejahatan narkotika dengan menjalin kerjasama dan kemitraan

yang harmonis dengan penegak hukum baik dalam maupun luar negeri

khususnya dalam mengungkap jaringan peredaran gelap narkoba.

e. Melaksanakan tata kelola pemerintahan dengan membangun budaya

organisasi yang menjunjung tinggi good governance dan clean government di

lingkungan BNN.

Berdasarkan strategi yang terdapat dalam Rencana Strategis Badan Narkotika

Nasional Tahun 2015 – 2019 masih terdapat beberapa hal yang belum dilaksanakan

dengan baik atau pelaksanaannya belum optimal antara lain pelaksanaan diseminasi

informasi mengenai bahaya narkoba yang dilakukan oleh bidang Pencegahan dan

Pemberdayaan Masyarakat (P2M) dan belum dilakukannya pemberian layanan

rehabilitasi rawat inap karena belum tersedianya sarana dan prasarana pendukung

kegiatan. Dari beberapa strategi yang dilakukan oleh Badan Narkotika Nasional

Page 140: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

121

Provinsi Banten terlihat belum tepat dalam penentuan strateginya, selain itu dalam

pelaksanaannya juga belum optimal karena terdapat beberapa penyebab. Dengan

adanya hal tersebut, maka dalam penelitian mengenai Strategi Badan Narkotika

Nasional Provinsi Banten dalam Upaya Pencegahan dan Pemberantasan

Penyalahgunaan Narkoba ini, peneliti menggunakan teori The Four Pillar Drug

Strategy untuk merekomendasikan strategi yang sebaiknya dilakukan BNN Provinsi

Banten dalam upaya Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan Narkoba.

Pemilihan teori tersebut didasarkan pada temuan lapangan yang relevan dengan

konsep teori ini, di mana teori tersebut merupakan empat pilar perspektif strategis

dalam pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan narkoba yang diadapsi dari

N.E.W. Mental Health Connection. Adapun dimensi dari teori tersebut adalah (1)

Prevention (Pencegahan) yang bertujuan menunda timbulnya penggunaan narkoba

dan mengatasi penyebab yang mendasari penggunaan narkoba. (2)

Treatment (Pengobatan) dilakukan untuk mendorong seseorang dengan masalah

kecanduan narkoba untuk tidak kembali menggunakan narkoba. (3) Harm

Reduction (Pengurangan dampak buruk) yang memfokuskan pada bahaya narkoba

terhadap individu dan masyarakat dari penjualan dan penggunaan narkoba. (4) Law

Enforcement (Penegakan Hukum) yang dilakukan oleh pihak kepolisian dan aparat

hukum untuk ketertiban umum dan keamanan masyarakat dari bahaya

penyalahgunaan narkoba. Empat pilar perspektif strategis dalam pencegahan dan

pemberantasan penyalahgunaan narkoba tersebut membantu memilih strategi

Page 141: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

122

alternatif untuk meningkatkan strategi dalam upaya pencegahan dan pemberantasan

penyalahgunaan narkoba di Provinsi Banten.

4.3.1 Prevention (Pencegahan)

Prevention (pencegahan) dalam upaya pencegahan dan pemberantasan

penyalahgunaan narkoba bertujuan menunda timbulnya penggunaan narkoba dan

mengatasi penyebab yang mendasari penggunaan narkoba. Pilar ini mencakup

strategi dan intervensi yang membantu mencegah penggunaan berbahaya dari

narkoba alkohol, tembakau, dan obat-obatan ilegal yang dilakukan diantaranya

melalui pendidikan mengenai bahaya narkoba dan pelatihan kerja. Pencegahan

merupakan salah satu isi dalam Instruksi Presiden Nomor 12 Tahun 2011 tentang

Pelaksanaan Kebijakan dan Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan

Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba. Hal tersebut dilakukan oleh BNN

Provinsi Banten khususnya bidang Pencegahan dan Pemberdayaan Masyarakat

(P2M), selain itu juga dengan berkoordinasi dengan pihak lainnya baik pihak

kepolisian (Polda Banten), dengan instansi pemerintah yaitu Kemenkumham Kanwil

Banten, Dinas Kesehatan dan Dinas Sosial, maupun pihak lainnya seperti sekolah,

kampus hingga pihak swasta dalam penyelenggaraan kegiatan pencegahan

penyalahgunaan narkoba di Provinsi Banten. Berbicara mengenai apa saja hal atau

program kegiatan yang dilakukan sebagai upaya pencegahan penyalahgunaan

narkoba di Provinsi Banten, BNN Provinsi Banten telah melakukan berbagai kegiatan

pencegahan penyalahgunaan narkoba, sebagaimana yang disampaikan oleh Bapak

Page 142: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

123

Sugino SE, MH selaku Kepala Bidang Pencegahan dan Pemberdayaan Masyarakat

BNN Provinsi Banten sebagai berikut :

“Pencegahan itu kita ada pencegahan diri yang terdiri dari advokasi yaitu

mempengaruhi kepada stakeholder baik itu pemerintah maupun swasta, untuk

mengajak supaya mari kita sama-sama memerangi masalah narkoba karena

sudah darurat narkoba. Kalau tidak bersama-sama, BNN juga tidak masif

karena BNN ini terbatas. Dasarnya adalah Permendagri Nomor 21 Tahun

2013, jadi Walikota Bupati Gubernur harus memberikan fasilitasi supaya

menganggarkan dasarnya Perda kepada STOK ataupun stakeholder ataupun

SKPD itu harus menganggarkan tentang pencegahan narkoba, nanti

pelaksanaannya bisa ke kampus, ke pekerja. Itulah advokasi. Yang kedua

adalah diseminasi yaitu dengan membuat media baik tatap muka, online,

ataupun video tron, berarti media cetak dan media elektronik gitu. Itulah

diseminasi. Bagaimana kita membuat iklan untuk mempengaruhi masyarakat

melalui TV , medsos, video tron, surat kabar. Kemudian juga ada sosialisasi,

ada KIE Komunikasi Informasi dan Edukasi itu langsung turun ke

masyarakat, ke pemerintahan, ke swasta. Jadi begitulah ada advokasi dan

diseminasi.”(Wawancara dengan I1.1 di BNN Provinsi Banten pada 19 Juni

2017 pukul 10.30 WIB)

Dari pendapat yang disampaikan oleh I1.1 dapat disimpulkan bahwa BNN

Provinsi Banten khususnya Bidang Pencegahan dan Pemberdayaan Masyarakat

memiliki program dan menjalankan kegiatan pencegahan penyalahgunaan narkoba

dengan kegiatan pencegahan diri yang terdiri dari advokasi dan diseminasi informasi.

Advokasi dilakukan dengan mempengaruhi stakeholder baik itu pemerintah maupun

swasta, untuk mengajak supaya bersama-sama memerangi masalah narkoba yang ada

di Provinsi Banten khususnya. Sedangkan diseminasi informasi dilakukan melalui

media cetak dan media elektronik untuk mempengaruhi masyarakat agar mengetahui

bahaya narkoba dan juga melalui KIE (Komunikasi Informasi dan Edukasi) yang

dilakukan secara langsung atau tatap muka dengan masyarakat, instansi pemerintah

maupun swasta melalui kegiatan sosialisasi bahaya penyalahgunaan narkoba.

Page 143: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

124

Selain itu, dipertanyakan juga mengenai advokasi ataupun fungsi koordinasi

yang dijalankan oleh BNN Provinsi Banten dengan instansi terkait upaya memerangi

bahaya narkoba. Dengan mengajukan pertanyaan mengenai pihak-pihak yang

berkoordinasi dalam kegiatan pencegahan penyalahgunaan narkoba di Provinsi

Banten untuk dapat mengetahui siapa saja pihak yang terlibat dan seperti apa bentuk

koordinasi yang telah dilakukan sebagai upaya pencegahan penyalahgunaan narkoba

di Provinsi Banten. Bapak Sugino SE, MH (I1.1) selaku Kepala Bidang Pencegahan

dan Pemberdayaan Masyarakat BNN Provinsi Banten memberikan pernyataan

sebagai berikut :

“Ya kita selalu ajak-ajak dari SKPD, dari OPD, termasuk Polda, Dinsos,

Dinkes, bahkan pariwisata, Dispora. Jadi memang luas kalau bicara

narkotika itu. Kita gabung-gabung bareng, kita ajak-ajak bahwa diharapkan

bisa masuk ke dunia narkotika agar tahu bagaimana mencegah narkotika di

lingkungannya. Jadi dilibatkan semuanya, swasta pun masuk seperti

Krakatau Posco juga masuk itu. Terus kita rekrut masyarakat juga, kita

jadikan relawan maupun penggiat yang harapannya adalah orang-orang

yang tidak terkena narkotika dengan adanya KIE menjadi tahu dan tidak

pakai. Kalau sudah terkena, harapannya dengan adanya penjelasan kita ya

hentikan dan rehabiltasi dengan datang ke BNN. Kalau dia sudah bandar dan

tidak mau menyerahkan diri, kalau kena berarti dia pidana.”(Wawancara

dengan I1.1 di BNN Provinsi Banten pada 19 Juni 2017 pukul 10.30 WIB)

Berdasarkan pernyataan I1.1 di atas, dapat disimpulkan bahwa kegiatan

pencegahan penyalahgunaan narkoba di Banten tidak hanya dilakukan oleh pihak

Badan Narkotika Nasional (BNN) Provinsi Banten saja, melainkan dengan

dilakukannya koordinasi dengan instansi pemerintah lainnya seperti Dinas Sosial,

Dinas Kesehatan, Dinas Pariwisata dan Dinas Pemuda dan Olahraga, selain itu juga

dari pihak kepolisian. Hal tersebut dilakukan sebagai upaya pencegahan

Page 144: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

125

penyalahgunaan narkotika dimulai dari lingkungannya yang kemudian diharapkan

dapat juga memberikan pengaruh pada masyarakat untuk dapat mencegah terjadinya

penyalahgunaan narkotika. Selain dari instansi pemerintah, BNN Provinsi Banten

juga melibatkan pihak swasta dan masyarakat yang sebagai relawan atau penggiat

yang kemudian dijadikan mitra oleh BNN Provinsi Banten untuk membantu

pelaksanaan kegiatan pencegahan dan pemberdayaan masyarakat melalui Komunikasi

Informasi dan Edukasi (KIE) dan juga memberikan pemahaman terkait keberadaan

BNN sebagai instansi pemerintah yang menyediakan layanan rehabilitasi sebagai

salah satu cara pengobatan penyalahgunaan narkoba tanpa melalui proses pidana.

Salah satu instansi pemerintah yang berperan dalam upaya pencegahan dan

pemberantasan penyalahgunaan narkoba adalah Dinas Sosial Provinsi Banten, seperti

yang disampaikan oleh Bapak Asep selaku Kepala Seksi Rehabilitasi Tuna Sosial,

NAPZA dan Korban Perdagangan Orang (KPO) Dinas Sosial Provinsi Banten yaitu:

“Setidaknya ada 3 (tiga) aspek yang terkait dengan masalah NAPZA, yang

pertama ada aspek pencegahan, kemudian aspek pelaksanaan atau

rehabilitasi, kemudian yang ketiga itu after care atau pasca rehabilitasi dari

medis.” (Wawancara dengan I2.3 di Dinas Sosial Provinsi Banten pada 21 Juni

2017 pukul 11.05 WIB)

Dari pernyataan di atas menerangkan bahwa terdapat koordinasi antara Dinas

Sosial Provinsi Banten dengan BNN Provinsi Banten terkait pencegahan dan

pemberantasan penyalahgunaan narkoba, yaitu dari aspek pencegahan, rehabilitasi

hingga pasca rehabilitasi. Ketiga aspek tersebut merupakan rangkaian kegiatan yang

dilakukan Dinas Sosial sebagai upaya pencegahan dan pemberantasan

Page 145: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

126

penyalahgunaan narkoba di lingkungan masyarakat. Bentuk kegiatan terkait

pencegahan tersebut diungkapkan juga oleh Bapak Asep Hanan (I2.3) sebagai berikut:

“Untuk pencegahan itu adanya upaya pendataan dan penjangkauan di

titik/spot yang sekiranya terdapat narkoba, dan juga kita koordinasi dengan

organisasi atau lembaga kesejahteraan sosial yang terkait dengan

penanganan korban NAPZA dan HIV/AIDS. Sedangkan upaya pencegahan

langsung kaya penyuluhan keliling gitu selama ini ada di bidang PSDS

(Potensi dan Sumber Daya Sosial) itu yang melakukan penyuluhan. Kalau

dari bidang ini itu ya tadi pendataan dan penjangkauan sama UPSK (Unit

Penjangkauan Sosial Keliling), nanti di UPSK itu juga ada medisnya.”

(Wawancara dengan I2.3 di Dinas Sosial Provinsi Banten pada 21 Juni 2017

pukul 11.05 WIB)

Berdasarkan pernyataan yang disampaikan oleh I2.3 dapat disimpulkan bahwa

kegiatan dalam rangka koordinasi atau advokasi dengan BNN Provinsi Banten adalah

melalui upaya pendataan dan penjangkauan di titik/spot yang sekiranya terdapat

narkoba. Selain itu juga terdapat kegiatan langsung atau tatap muka seperti kegiatan

penyuluhan keliling untuk memberikan informasi bahaya narkoba yang dilakukan

oleh bidang PSDS (Potensi dan Sumber Daya Sosial).

Selain dengan Dinas Sosial Provinsi Banten, advokasi atau koordinasi juga

dilakukan dengan Kepolisian Daerah (Polda) Banten, hal tersebut diungkapkan oleh

Bapak Kosasih selaku Kepala Sub Bagian Pembinaan dan Operasional (Binopsnal)

Direktorat Reserse Narkoba Polda Banten yaitu:

“Ada namanya operasi interdiksi atau operasi gabungan. Selain itu juga ada

kegiatan penyuluhan P4GN, instansi terkaitnya itu BNN, Denpom dengan TNI

untuk pengamannya.” (Wawancara dengan I2.1 di Direktorat Reserse Narkoba

Polda Banten pada 5 Juli 2017 pukul 10.30 WIB)

Page 146: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

127

Berdasarkan pernyataan I2.1 di atas, terdapat koordinasi antara Kepolisian

Daerah (Polda) Banten khususnya Direktorat Reserse Narkoba dengan BNN Provinsi

Banten dalam upaya pencegahan penyalahgunaan narkoba yaitu dalam kegiatan

penyuluhan P4GN dan pemberantasan narkoba dalam kegiatan operasi interdiksi atau

operasi gabungan yang juga dilakukan dengan pihak Detasemen Polisi Militer

(Denpom) dan pihak TNI.

Selain dengan Dinas Sosial Provinsi Banten dan Kepolisian Daerah (Polda)

Banten, instansi lain yang juga berkoordinasi dengan BNN Provinsi Banten dalam

upaya pencegahan penyalahgunaan narkoba adalah Dinas Kesehatan Provinsi Banten.

Hal tersebut diungkapkan oleh Bapak H. R. Wahyu Santoso W. SKM. M.Si (I2.4)

Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan

Provinsi Banten Dinas Kesehatan Provinsi Banten menyatakan bahwa:

“Ya ada, bentuk koordinasinya berupa pertemuan dan kerjasama, pelatihan

juga ada.” (Wawancara dengan I2.4 di Dinas Kesehatan Provinsi Banten pada

16 Juni 2017 pukul 9.50 WIB)

“Untuk pelatihan yang diselenggarakan Dinas Kesehatan ya dilakukan disini,

kami yang mengundang pihak BNN.” (Wawancara dengan I2.4 di Dinas

Kesehatan Provinsi Banten pada 16 Juni 2017 pukul 9.50 WIB)

Berdasarkan pernyataan yang disampaikan I2.4, terdapat koordinasi antara

Dinas Kesehatan Provinsi Banten dengan BNN Provinsi Banten dalam upaya

pencegahan penyalahgunaan narkoba yaitu dengan dilakukannya pertemuan dan

kerjasama, selain itu juga terdapat kegiatan pelatihan yang diberikan Dinas Kesehatan

Page 147: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

128

Provinsi Banten kepada BNN Provinsi Banten terkait masalah kesehatan pada

penyalahguna narkoba.

Instansi lain yang juga berkoordinasi dengan BNN Provinsi Banten dalam

upaya pencegahan penyalahgunaan narkoba adalah pihak Kemenkumham Kanwil

Banten yang dalam hal ini bertugas di Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) Serang.

Hal tersebut diungkapkan oleh Bapak Heri Purnomo (I2.6) selaku Kepala Seksi

Pembinaan dan Pendidikan LAPAS Serang sebagai berikut:

“Kami selalu ada koordinasi terkait penggeledahan di dalam, ditemukan atau

engga barang terlarang ataupun alat komunikasi yang mengarah ke

penggunaan ataupun peredaran gelap narkoba, BNN juga mengadakan tes

urine. Selain itu juga BNNP Banten pernah melakukan rehabilitasi.”

(Wawancara dengan I2.6 di Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) Serang pada 27

Juli 2017 pukul 10.30 WIB)

Berdasarkan pernyataan I2.6 di atas, terdapat koordinasi antara Lembaga

Pemasyarakatan (LAPAS) Serang dengan BNN Provinsi Banten dalam upaya

pencegahan penyalahgunaan narkoba yaitu dengan dilakukannya penggeledahan di

dalam LAPAS untuk mengetahui apakah terdapat narkoba di dalam lingkungan

LAPAS Serang. Selain itu kegiatan lainnya sebagai upaya pencegahan

penyalahgunaan narkoba juga dilakukan dengan diadakannya tes urine pada warga

binaan blok narkoba LAPAS Serang untuk mengetahui apakah masih ada warga

binaan di LAPAS Serang yang menggunakan narkoba. Sedangkan kegiatan lainnya

yang juga dilakukan BNN Provinsi Banten di LAPAS Serang adalah rehabilitasi bagi

mantan pengguna narkoba.

Page 148: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

129

Selain kegiatan yang rutin dilakukan dengan berkoordinasi dengan BNN

Provinsi Banten, Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) Serang juga memberlakukan

kebijakan untuk mencegah masuknya narkoba ke dalam lingkungan LAPAS Serang.

Hal tersebut diungkapkan juga oleh Bapak Heri Purnomo (I2.6) selaku Kepala Seksi

Pembinaan dan Pendidikan LAPAS Serang sebagai berikut:

“Kita kan lalu lintas itu adanya selalu di pintu utama atau P2U (Pengamanan

Pintu Utama). Hal-hal yang dapat kita lakukan semaksimal mungkin ada tadi

alat pendetaksi metal, ada alat yang kaya masuk gawang itu juga, cuma untuk

alat yang secara khusus sebagai pendeteksi narkoba itu kita belum punya

karena itu harganya mahal bisa sampai 800 juta jadi belum tercover. Yang bisa

kita lakukan adalah ya kepentingan kita sajalah kaya pengiriman barang,

makanan selalu kita teliti mungkin kalau roti ya kita potong-potong dulu

takutnya di dalamnya diselipkan narkoba, nasi juga mohon maaf kita acak-

acak, terus sandal kita ganti dengan sandal yang ada di kita, karena modus

operandinya itu kan banyak sekali. Makanya penggeledahan-penggeledahan

itu kita intensifkan supaya meminimalisir tidak ada penyelundupan ke dalam

Lapas, itu pun masih banyak juga cara-cara yang lain. Terus mental pegawai

juga tidak menutup kemungkinan kan namanya manusia dengan iming-iming

ini itu ya kita tidak memunafikan itu ada.” (Wawancara dengan I2.6 di Lembaga

Pemasyarakatan (LAPAS) Serang pada 27 Juli 2017 pukul 10.30 WIB)

Berdasarkan pernyataan I2.6 di atas, hal yang dilakukan untuk mencegah

masuknya narkoba ke dalam lingkungan LAPAS Serang adalah dengan

memaksimalkan pengamanan di pintu utama, baik melalui alat maupun petugas yang

berjaga di P2U tersebut. Alat yang digunakan adalah alat pendetaksi metal baik yang

berbentuk alat genggam maupun berbentuk pintu masuk, sedangkan alat khusus

untuk mendeteksi narkoba sampai saat ini belum dimiliki LAPAS Serang

dikarenakan belum tercovernya anggaran untuk penyediaan alat tersebut. Selain itu

juga dilakukan pemeriksaan pada barang ataupun makanan kiriman untuk warga

Page 149: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

130

binaan untuk mencegah masuknya narkoba melalui modus operandi melalui barang

tersebut. Sedangkan dari pihak internal LAPAS Serang, hal yang dilakukan adalah

mencegah masuknya narkoba melalui petugas setempat karena pihak LAPAS pun

mengakui bahwa mental para pegawai memang dapat berpengaruh pada keluar

masuknya narkoba di lingkungan LAPAS.

Program kegiatan lainnya di BNN Provinsi Banten sebagai upaya pencegahan

adalah pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan masyarakat dilakukan agar

masyarakat mampu melakukan upaya pencegahan diri untuk menanggulangi bahaya

penyalahgunaan narkoba yang saat ini sudah dalam keadaan darurat. Hal tersebut

menjadi tugas dan fungsi bidang Pencegahan dan Pemberdayaan Masyarakat BNN

Provinsi Banten. Hal yang perlu dipertanyakan adalah apa saja hal atau program

kegiatan dalam rangka upaya pemberdayaan masyarakat di Provinsi Banten.

Bapak Sugino selaku Kepala Bidang Pencegahan dan Pemberdayaan

Masyarakat BNN Provinsi Banten memaparkannya sebagai berikut :

“Kemudian masuk kepada pemberdayaan masyarakat yaitu kita mengajak

pembangunan wawasan anti narkoba, memberdayakan masyarakat, swasta

maupun instansi pemerintah dan pendidikan. Itu ajak-ajak supaya dia ada

program mandiri, misalnya kita ajak Untirta, sudah kita bentuk satgas sudah

tes urin mau tidak mau Untirta itu harus ada pemberdayaan, mari kita tolak

narkoba agar kampus ini bersih dari narkoba. Itu yang namanya

memberdayakan. Yang bermain itu satgas dan kader-kader yang sudah kita

cetak. Selain itu juga membuat kampung bersih narkoba, terus melakukan tes

urin. Itu contohnya program-program yang ada di BNN bidang pencegahan

dan pemberdayaan masyarakat.” (Wawancara dengan I1.1 di BNN Provinsi

Banten pada 19 Juni 2017 pukul 10.30 WIB)

Page 150: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

131

Berdasarkan pernyataan yang disampaikan Bapak Sugino (I1.1), dapat

disimpulkan bahwa program pemberdayaan masyarakat yang dilakukan Bidang

Pencegahan dan Pemberdayaan Masyarakat BNN Provinsi Banten adalah mengajak

masyarakat dan memberikan wawasan anti narkoba kepada seluruh elemen

masyarakat, mulai dari tingkat sekolah dan universitas, instansi pemerintah hingga

pihak swasta. Pihak BNN Provinsi Banten pun membentuk program kemandirian

yang bekerjasama dengan pihak terkait salah satunya dengan Untirta dengan

mencetak kader atau penggiat yang bertugas memberikan tambahan wawasan kepada

lingkungan sekitar mengenai bahaya narkoba dan menjauhkan lingkungan tersebut

dari penyalahgunaan narkoba. Selain itu juga BNN Provinsi Banten telah membuat

kampung bersih narkoba yang terletak di lingkungan Pekarungan, Kelurahan

Kagungan Serang Banten dengan memantau masyarakat di lingkungan kampung

tersebut melalui tes urine secara berkala.

Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya bahwa BNN Provinsi Banten

melibatakan masyarakat sebagai relawan atau penggiat yang menjadi mitra

kemandirian dari BNN Provinsi Banten yang berperan aktif dalam kegiatan

pencegahan penyalahgunaan narkoba di Provinsi Banten. Bapak Sugino SE, MH (I1.1)

menyampaikannya sebagai berikut:

“Kenapa kita ada penggiat? Bahwa BNN tidak mampu dan masalah narkotika

harus diatasi bersama, baik dari pemerintah, dari swasta, dari pendidikan dan

dari masyarakat. Mereka ini diharapkan bisa membantu kegiatan kami dan

nantinya antara lain dia kita TOT (Training of Trainer), itu kita ajak bersama-

sama. Ada yang punya yayasan, ada juga yang hanya menjadi relawan. Karena

Page 151: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

132

kita ga mampu mengcover semuanya, jadi kita ajak-ajak kita bekali, kita

berikan identitas, diberikan kemampuan akhirnya nanti dia bicara bagaimana

mencegah narkotika di kalangan masyarakat. Mereka diawasi kita, karena kita

ada advokasi, pendahuluan, TOT atau materi, dan nanti kita minta juga

schadule kegiatan dia.” (Wawancara dengan I1.1 di BNN Provinsi Banten pada

19 Juni 2017 pukul 10.30 WIB)

Berdasarkan pernyataan I1.1 di atas, dapat disimpulkan bahwa BNN Provinsi

Banten juga melibatkan masyarakat yang kemudian dijadikan mitra sebagai relawan

atau penggiat yang membantu pihak BNN Provinsi Banten dalam pelaksanaan

kegiatan pencegahan penyalahgunaan narkoba dan atau pemberdayaan masyarakat.

Relawan atau penggiat tersebut dibekali pemahaman materi pencegahan

penyalahgunaan narkotika dan bahaya narkotika yang kemudian diharapkan dapat

disampaikan kepada masyarakat agar terhindar dari bahaya narkoba dengan

dilakukannya Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE).

Hal di atas diperkuat oleh keterangan Bapak Arif (I1.5) selaku Mitra Bidang

Pencegahan dan Pemberdayaan Mayarakat BNN Provinsi Banten sebagai berikut :

“Jadi gini, namanya penggiat itu kan disebutnya sebagai mitra, artinya

membantu peran-peran maupun tugas BNN secara teknis di lapangan. Tugas

BNN kan ada 3 bidang, bidang Pencegahan dan Pemberdayaan Masyarakat,

bidang rehabilitasi, dan bidang pemberantasan. Nah berarti tiga bidang ini

bersinergi, tetapi bidang pemberantasan ini lebih kencang daripada bidang

pencegahan seperti kasus yang kemarin di Anyer satu ton ditangkap, padahal

permasalahan narkotika itu bukan di supply tetapi demand. Nah ini yang

kurang dipahami oleh BNN, jadi saya sebagai mitra itu terkadang memberikan

masukan dengan mitra saya di bidang pencegahan dan pemberdayaan

masyarakat (dayamas).” (Wawancara dengan I1.5 di Universitas Sultan Ageng

Tirtayasa Serang pada 5 Juli 2017 pukul 11.40 WIB)

Berdasarkan pernyataan I1.5 di atas, dapat disimpulkan bahwa penggiat atau

disebut sebagai mitra BNN adalah pihak eksternal yang membantu peran-peran

Page 152: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

133

maupun tugas BNN secara teknis di lapangan salah satunya seperti yang diungkapkan

I1.1 yaitu melakukan Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) kepada masyarakat

mengenai narkoba serta menjelaskan keberadaan BNN dan juga memberikan

masukan kepada BNN sesuai dengan bidangnya masing-masing.

Dalam penyelenggaraan kegiatan pencegahan penyalahgunaan narkoba dan

pemberdayaan masyarakat di Provinsi Banten, tentu terdapat pihak-pihak yang

menjadi sasaran dalam kegiatan tersebut. Sasaran dimaksudkan untuk lebih

memaksimalkan tujuan yang ingin dicapai BNN Provinsi Banten. Menurut Bapak

Sugino selaku Kepala Bidang Pencegahan dan Pemberdayaan Masyarakat BNN

Provinsi Banten yang menjadi sasaran dalam kegiatan tersebut adalah sebagai

berikut:

“Ya itu tadi kalau pemberdayaan masyarakat ada peran serta masyarakat

termasuk kampus, pemerintahan, ada swasta dan ada juga elemen pendidikan.

Jadi kami bicara soal SD, SMP, SMA sampai kampus, ada juga pabrik-pabrik

itu.“ (Wawancara dengan I1.1 di BNN Provinsi Banten pada 19 Juni 2017 pukul

10.30 WIB)

Berdasarkan pernyataan I1.1 di atas, dapat disimpulkan bahwa yang menjadi

sasaran dalam kegiatan pencegahan penyalahgunaan narkoba dan pemberdayaan

masyarakat adalah seluruh elemen masyarakat, baik dari elemen pendidikan,

pemerintahan ataupun swasta.

Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya bahwa selain BNN Provinsi Banten

terdapat stakeholder yang berkoordinasi dalam kegiatan pencegahan penyalahgunaan

Page 153: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

134

narkoba. Hal senada terkait sasaran kegiatan disampaikan pihak Direktorat Reserse

Narkoba Polda Banten Bapak Gunawan sebagai berikut:

“Sasarannya kalau untuk pencegahan itu yang lebih sering adalah anak

sekolah, selain itu juga ada masyarakat umum beserta tokoh agamanya karena

kan kita langsung terjun ke lingkungan ya, dan seluruh elemen masyarakat

didalamnya lah. Kalau pemberantasan itu pengunjung tempat hiburan

terutama.” (Wawancara dengan I2.2 di Direktorat Reserse Narkoba Polda

Banten pada 5 Juli 2017 pukul 10.30 WIB)

Berdasarkan pernyataan I2.2 di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam kegiatan

pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan narkoba yang dilakukan BNN

Provinsi Banten dengan Direktorat Reserse Narkoba Polda Banten, yang menjadi

sasaran adalah siswa-siswi sekolah dan seluruh masyarakat di dalam lingkungan

tempat penyelenggaraan kegiatan.

Selain Polda Banten, stakeholder yang berkoordinasi terkait kegiatan

pencegahan penyalahgunaan narkoba dilakukan juga dengan Dinas Sosial Provinsi

Banten. Sedangkan pihak-pihak yang menjadi sasaran dalam kegiatan tersebut

disampaikan Bapak Asep Hanan S.Ip (I2.3) selaku Kepala Seksi Rehabilitasi Tuna

Sosial, NAPZA dan Korban Perdagangan Orang (KPO) Dinas Sosial Provinsi Banten

sebagai berikut:

“Kalau pencegahan yang kita undang adalah PSKS atau diistilah kami itu

Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial seperti para LSM, tokoh masyarakat,

tokoh agama, karang taruna, tagana ataupun organisasi kepemudaan. Itu

biasanya satu kali pelaksanaan ada sebanyak 100 orang setiap kabupaten/kota,

berarti kalau seBanten kan delapan kabupaten/kota. Itu yang kita sasar, kita

beda ya dengan dinas lain.” (Wawancara dengan I2.3 di Dinas Sosial Provinsi

Banten pada 21 Juni 2017 pukul 11.05 WIB)

Page 154: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

135

Berdasarkan pernyataan I2.3 di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam kegiatan

pencegahan penyalahgunaan narkoba yang dilakukan Dinas Sosial Provinsi Banten

memiliki perbedaan dengan yang dilakukan BNN Provinsi Banten yaitu dalam

penentuan sasaran. Dinas Sosial Provinsi Banten lebih fokus pada masyarakat yang

diistilahkan atau dikategorikan sebagai Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial

yaitu LSM, tokoh masyarakat, tokoh agama, karang taruna, tagana ataupun organisasi

kepemudaan. Seluruh PSKS tersebut diundang dari setiap Kabupaten dan Kota di

Provinsi Banten dengan perwakilan masing-masing sebanyak 100 orang.

Upaya pencegahan penyalahgunaan narkoba dan pemberdayaan masyarakat

yang selama ini telah dilakukan secara rutin oleh pihak BNN Provinsi Banten

memiliki dua bentuk yaitu kegiatan pencegahan langsung dan pencegahan tidak

langsung, dalam pencegahan langsung perlu diketahui mekanisme penentuan tempat

sebagai lokasi penyelenggaraan kegiatan, apakah sudah ditentukan atau atas

permintaan masyarakat/instansi, yang juga dapat menjadi bahan pertimbangan terkait

optimalisasi BNN Provinsi Banten dalam penyelenggaraan kegiatan pencegahan.

Kepala Bidang Pencegahan dan Pemberdayaan Masyarakat BNN Provinsi Banten

mengatakan bahwa:

“Kegiatan itu ada dua sumber, pertama kita diminta misalnya Untirta atau

UIN mengadakan seminar, saya diminta untuk menjadi narasumber atau

pembicara disana, atau bisa juga penyelenggaraannya dengan anggaran kita

sendiri tetapi anggaran kita ini terbatas, jadi banyaknya yang non anggran.

Kita datang setelah ada surat ke kepala BNNP, baik itu dari masyarakat,

kampus, instansi pemerintahan ataupun swasta. Biasanya kalau dari anggaran

sendiri sih jarang untuk kegiatan seminar gitu, lebih banyak untuk kegiatan

pembinaan life skill.” (Wawancara dengan I1.1 di BNN Provinsi Banten pada 19

Juni 2017 pukul 10.30 WIB)

Page 155: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

136

Berdasarkan pernyataan I1.1 di atas, dapat disimpulkan bahwa kegiatan upaya

pencegahan penyalahgunaan narkoba yang dilakukan BNN Provinsi Banten memiliki

dua sumber yaitu atas permintaan instansi kepada BNN Provinsi Banten dan sumber

kedua dari anggaran BNN Provinsi Banten atau tanpa permintaan. Permintaan yang

ditujukan kepada BNN Provinsi Banten biasanya dilakukan untuk penyelenggaraan

kegiatan seminar dimana BNN Provinsi Banten dijadikan narasumber dalam acara

tersebut untuk memberikan pemahaman mengenai bahaya narkoba dengan terlebih

dahulu diajukan surat permohonan kepada Kepala BNN Provinsi Banten. Sedangkan

kegiatan yang berasal dari anggaran BNN Provinsi Banten lebih banyak digunakan

untuk kegiatan pembinaan life skill sebagai bentuk pencegahan dan pemberdayaan

masyarakat.

Hal senada juga diungkapkan oleh BRIPKA Gunawan (I2.2) sebagai berikut:

“Ada dua, yang pertama Polda dan instansi terkait seperti BNN datang

langsung ke lokasi dan yang kedua itu berdasarkan permintaan. Ada juga

program kegiatan pencegahan terhadap anak-anak sekolah yang dilakukan

rutin 2 kali dalam satu bulan.” (Wawancara dengan I2.2 di Direktorat Reserse

Narkoba Polda Banten pada 5 Juli 2017 pukul 10.30 WIB)

Berdasarkan pernyataan I2.2 di atas, dapat disimpulkan bahwa kegiatan upaya

pencegahan penyalahgunaan narkoba yang juga dilakukan Polda Banten dengan BNN

Provinsi Banten salah satunya, dilakukan berdasarkan dua sumber yaitu atas

permintaan dan tanpa permintaan. Pihak Polda dan instansi terkait seperti BNN dapat

mendatangi langsung lokasi untuk memberikan pemahaman bahaya narkoba.

Page 156: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

137

Selain kegiatan pencegahan langsung yang dilakukan secara tatap muka,

terdapat kegiatan pencegahan lainnya yaitu diseminasi informasi. Diseminasi

informasi merupakan salah satu tugas bidang pencegahan dan pemberdayaan

masyarakat dan BNN Provinsi Banten juga telah melakukan kegiatan tersebut, seperti

yang diungkapkan Bapak Sugino, SE, MH (I1.1) Kepala Bidang Pencegahan dan

Pemberdayaan Masyarakat BNN Provinsi Banten sebagai berikut:

“Seperti tadi dalam diseminasi itu menggunakan media tatap muka, online,

ataupun video tron, berarti media cetak dan media elektronik gitu, bisa melalui

TV, medsos, video tron, surat kabar.” (Wawancara dengan I1.1 di BNN Provinsi

Banten pada 19 Juni 2017 pukul 10.30 WIB)

Berdasarkan pernyataan I1.1 di atas, dalam pelaksanaan diseminasi informasi

bahaya narkoba dapat dilakukan melalui berbagai media, baik secara tatap muka,

media cetak seperti surat kabar, media elektronik seperti TV dan video tron, hingga

media online seperti melalui media sosial dan website. Diseminasi informasi tersebut

dapat berpengaruh dan mendukung pelaksanaan kegiatan pencegahan

penyalahgunaan narkoba serta dapat mempermudah akses masyarakat dalam mencari

informasi bahaya narkoba. Diseminasi informasi juga dapat menjadi salah satu

strategi komunikasi yang dilakukan BNN Provinsi Banten dalam menginformasikan

bahaya narkoba, seperti yang disampaikan Bapak Sugino SE, MH (I1.1) sebagai

berikut:

“Kalau strategi komunikasi itu ya melalui berbagai media tadi, terus kita juga

libatkan pihak-pihak lain di luar karena sekali lagi masalah narkoba ini harus

diatasi bersama. Bahkan kita juga masukan ke medsos untuk supaya dibaca di

lihat oleh orang-orang. Supaya tahu bahwa perkembangan BNN ini

Page 157: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

138

menjalankan kemitraan, termasuk pemuda-pemudi anti narkoba. Karena kalau

cuma dari BNN ya tentu tidak akan masif. SDM dan anggaran kita saja masih

kurang, sedangkan sekarang supply and demand ini kencang sekali. Ternyata

PCC dan narkotika-narkotika jenis baru ini terus masuk kan bisa dilihat di

media. Itulah yang terjadi, makanya kita ajak-ajak namanya penggiat, relawan

dan semua pihak.” (Wawancara dengan I1.1 di BNN Provinsi Banten pada 19

Juni 2017 pukul 10.30 WIB)

Berdasarkan pernyataan I1.1 di atas, dapat disimpulkan bahwa strategi

komunikasi yang dilakukan BNN Provinsi Banten dalam pencegahan dan

pemberantasan penyalahgunaan narkoba di Provinsi Banten adalah dengan diseminasi

informasi melalui media seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, selain itu juga

dengan melibatkan pihak luar seperti instansi dan masyarakat karena BNN Provinsi

Banten merasa tidak dapat berperan sendiri dalam mengatasi permasalahan narkoba

disebabkan diantaranya karena SDM dan anggaran di BNN Provinsi Banten yang

masih dirasa kurang. Namun peneliti melihat bahwa diseminasi informasi yang

dilakukan BNN Provinsi Banten melalui media khususnya tidak dilakukan secara

maksimal. Salah satu contoh yang peneliti temukan adalah tidak dimanfaatkannya

media sosial salah satunya website seperti gambar di bawah ini :

Page 158: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

139

Gambar 4.2

Website BNN Provinsi Banten

(Sumber : http://bnnp-banten.org/ diakses 6 Oktober 2017 pukul 19.10 WIB )

Berdasarkan gambar di atas, menjelaskan bahwa BNN Provinsi Banten

khususnya bidang Pencegahan dan Pemberdayaan Masyarakat masih belum

maksimal dalam mendiseminasikan bahaya narkoba kepada masyarakat salah satunya

karena tidak dimanfaatkannya media sosial seperti website milik BNN Provinsi

Banten tersebut, padahal dalam keterangan I1.1 sebelumnya dikatakan bahwa BNN

Provinsi Banten menggunakan media tatap muka, media cetak, media elektronik dan

media sosial. Pertama, terlihat pada update kegiatan BNN Provinsi Banten yang di

publikasi terakhir pada tanggal 7 September 2016. Kedua, tidak adanya materi atau

informasi yang seharusnya dapat dibaca dan digunakan masyarakat untuk

memperoleh informasi dan pemahaman mengenai narkoba dan bahaya narkoba

sebagai bentuk pencegahan diri dari masyarakat. Selain itu juga BNN Provinsi

Banten tidak mempunyai media sosial lainnya seperti facebook, twitter ataupun

Page 159: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

140

media sosial lainnya. Hal tersebut seharusnya dapat dilakukan BNN Provinsi Banten

sebagai sarana untuk pelaksanaan diseminasi informasi bahaya narkoba dan bentuk

publikasi pada masyarakat agar masyarakat lebih mengetahui peran-peran BNN

Provinsi Banten yang dapat dilakukan secara langsung pada masyarakat.

Selain pemanfaatan media, penyampaian informasi secara tatap muka

khususnya kepada anak muda yang lebih rentan terkena pengaruh penyalahgunaan

narkoba juga masih belum dapat dilakukan secara maksimal. Seperti yang

diungkapkan oleh Pak Arif (I1.5) selaku Mitra dari Bidang Pencegahan dan

Pemberdayaan Masyarakat sebagai berikut:

“Jadi menurut saya bagaimanapun bahwa kalau ingin memutuskan mata rantai

peredaran gelap ini ya kita ke demand bukan di supply. Demandnya ini yang

harus kita pangkas, misalnya semakin banyak kita melakukan penyuluhan,

sosialisasi, training atau membuat kader-kader pencegahan, kampung anti

narkoba dan lain sebagainya. Semakin banyak kita memberikan pengetahuan

tentang dasar narkoba, maka masyarakat pun akan semakin banyak tahu juga

dan kedua yang jadi masalah itu metode atau skill komunikasi BNN kepada

masyarakat. Ini yang saya coba koreksi, ini lebih cenderung pada pasal pasal

yang masyarakat belum tentu paham dengan pasal pasal itu, lebih cenderung

pada Undang-Undang, kebijakan yang masyarakat belum paham pada situasi

itu. Harusnya lebih pada komunikatif bagaimana ini narkoba, bahayanya gini,

efeknya gini, hal yang sederhana dan mudah diserap oleh masyarakat. Nah itu

tidak dilakukan oleh BNN. Kadang BNN ingin gaul dengan situasi anak muda

dan sebagainya tetapi membuat strategi komunikasinya kaku, ketika kaku itu

akhirnya jenuh, monotone dan mereka ga mau baca. Hal-hal kaya gitu yang

harus dipahami dulu.” (Wawancara dengan I1.5 di Universitas Sultan Ageng

Tirtayasa Serang pada 5 Juli 2017 pukul 11.40 WIB)

Dari pernyataan Pak Arif di atas, dapat disimpulkan bahwa BNN Provinsi

Banten khususnya bidang Pencegahan dan Pemberdayaan Masyarakat belum mampu

mendiseminasikan bahaya narkoba secara maksimal kepada masyarakat salah satunya

Page 160: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

141

dikarenakan kurangnya skill BNN Provinsi Banten dalam membuat strategi

komunikasi khususnya pada situasi anak muda dimana selama ini BNN Provinsi

Banten masih terkesan kaku dan hanya terfokus pada kebijakan hukum seperti

Undang-Undang Narkotika yang justru masyarakat merasa sulit untuk memahami

bahaya narkoba dalam kehidupan sehari-hari.

Selain BNN Provinsi Banten, pihak lainnya yang juga melakukan pencegahan

melalui diseminasi informasi adalah Kepolisian Daerah (Polda) Banten, seperti yang

disampaikan Kompol Kosasih SH, MH (I2.1) sebagai berikut:

“Ya kita juga ada diseminasi, itu menggunakan media, media cetak maupun

online tetapi di bagian humas, jadi bukan kita berdiri sendiri.” (Wawancara

dengan I2.1 di Direktorat Reserse Narkoba Polda Banten pada 5 Juli 2017 pukul

10.30 WIB)

Berdasarkan pernyataan I2.1 di atas, dapat disimpulkan bahwa kegiatan

diseminasi informasi bahaya narkoba juga dilakukan Polda Banten yang merupakan

salah satu program di bagian hubungan masyarakat, hal tersebut dilakukan dengan

memanfaatkan penggunaan media baik cetak maupun online, sama seperti yang

dilakukan bidang pencegahan dan pemberdayaan masyarakat BNN Provinsi Banten.

Dalam penyelenggaraan upaya pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan

narkoba juga perlu diketahui daerah mana yang menjadi daerah paling rawan

penyalahgunaan narkoba sebagai bahan pertimbangan dalam seluruh program

kegiatan yang dilakukan BNN Provinsi Banten. Terkait hal tersebut, Kepala Bidang

Page 161: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

142

Pencegahan dan Pemberdayaan Masyarakat BNN Provinsi Banten (I1.1) mengatakan

sebagai berikut:

“Dalam pemberdayaan alternatif itu kita memetakan daerah rawan, di

Provinsi Banten ini ada delapan Kabupaten/Kota, mana yang pertama

penyalahgunaan narkobanya itu paling tinggi, daerah rawan itu ada tempat

peredaran narkotika dan pemakainya tinggi, contohnya yang pertama itu Kota

Tangerang, kedua Kabupaten Tangerang, ketiga Tangerang Selatan, dan

kemudian baru Kota Serang dan Cilegon. Itu contoh dari ranking-ranking

pemetaan daerah rawan narkoba dari sisi P2M melibatkan unsur-unsur yang

terkait salah satunya kepolisian. Mana yang penyalahgunaan narkobanya

paling tinggi contohnya tadi Kota Tangerang karena adanya pemakai, adanya

bandar, adanya penjualan obat-obatan terlarang juga. Nah nantinya daerah

rawan itu kita jadikan model untuk dibina supaya mantan-mantan narkoba tadi

kita buat supaya punya keterampilan atau life skill.” (Wawancara dengan I1..1

di BNN Provinsi Banten pada 19 Juni 2017 pukul 10.30 WIB)

Berdasarkan pernyataan yang disampaikan oleh I1.1, BNN Provinsi Banten

dalam menentukan daerah dengan tingkat kerawanan penyalahgunaan narkoba

tertinggi, terlebih dahulu melakukan pemberdayaan alternatif dengan memetakan

daerah rawan dari seluruh Kota/Kabupaten yang ada di Provinsi Banten. Daerah

dengan tingkat penyalahgunaan narkoba tertinggi yaitu Kota Tangerang dimana

daerah tersebut menjadi tempat peredaran narkoba dan dengan nilai penggunaan

narkoba tertinggi, kemudian kedua Kabupaten Tangerang, ketiga Tangerang Selatan,

kemudian baru masuk Kota Serang dan Cilegon. Daerah rawan tersebut kemudian

diberikan pembinaan agar mantan-mantan pengguna narkoba dapat memiliki

keterampilan agar terhindar dari penyalahgunaan narkoba kembali.

Hal senada juga diungkapkan Abdul Majid, SH, MH (I1.2) selaku Kepala

Bidang Pemberantasan BNN Provinsi Banten sebagai berikut:

Page 162: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

143

“Menurut kacamata saya, yang lebih dominan untuk sementara ini itu Kota

Tangerang, dan berdasarkan data juga Kota Tangerang menempati ranking

pertama dengan jumlah 41 kasus penyalahgunaan narkoba.” (Wawancara

dengan I1.2 di BNN Provinsi Banten pada 5 Juli 2017 pukul 11.40 WIB)

Berdasarkan pernyataan yang disampaikan I1.2 dapat disimpulkan bahwa daerah

yang memiliki tingkat penyalahgunaan tertinggi dan menjadi daerah paling rawan

penyalahgunaan narkoba adalah Kota Tangerang dimana berdasarkan data yang

diperoleh terdapat 41 kasus penyalahgunaan narkoba di Kota Tangerang.

Pernyataan tersebut juga didukung dengan pernyataan Kompol Kosasih SH,

MH (I2.1) selaku Kepala Sub Bagian Pembinaan dan Operasional (Binopsnal)

Kepolisian Daerah Provinsi Banten yang juga melakukan pemetaan daerah rawan di

Provinsi Banten sebagai berikut:

“Berdasarkan data yang kami terima dari Polres sih lebih banyak kasusnya itu

di Kota Tangerang, untuk jumlah saat ini kita belum cek lagi, tapi memang

setiap tahunnya itu Kota Tangerang yang paling banyak kasus narkobanya.”

(Wawancara dengan I2.1 di Direktorat Reserse Narkoba Polda Banten pada 5

Juli 2017 pukul 10.30 WIB)

Berdasarkan pernyataan yang disampaikan I2.1, daerah yang memiliki tingkat

penyalahgunaan narkoba tertinggi dan menjadi daerah paling rawan penyalahgunaan

narkoba di Provinsi Banten adalah Kota Tangerang dengan jumlah kasus

penyalahgunaan narkoba tertinggi setiap tahunnya.

Selain BNN Provinsi Banten dan Direktorat Reserse Narkoba Polda Banten, hal

serupa yang mendukung keterangan pihak BNN Provinsi Banten terkait daerah yang

memiliki tingkat penyalahgunaan narkoba tertinggi dan menjadi daerah paling rawan

Page 163: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

144

penyalahgunaan narkoba di Provinsi Banten disampaikan oleh Bapak Asep Hanan

S.Ip (I2.3) Kepala Seksi Rehabilitasi Tuna Sosial, NAPZA dan Korban Perdagangan

Orang (KPO) Dinas Sosial Provinsi Banten sebagai berikutl:

“Kalau untuk itu terus terang yang punya data itu sih BNN, tapi selama yang

kita dapet sih Tangerang itu zona merahnya.” (Wawancara dengan I2.3 di Dinas

Sosial Provinsi Banten pada 21 Juni 2017 pukul 11.05 WIB)

Berdasarkan pernyataan yang disampaikan I2.3, daerah yang memiliki tingkat

penyalahgunaan narkoba tertinggi dan menjadi daerah paling rawan penyalahgunaan

narkoba di Provinsi Banten adalah daerah Tangerang yang dikategorikan sebagai

zona merah penyalahgunaan atau peredaran narkoba.

Dari data lapangan yang telah dijelaskan di atas, peneliti dapat menarik

kesimpulan bahwa dari aspek Prevention (Pencegahan) yang dilakukan BNN

Provinsi Banten adalah dengan melaksanakan program kegiatan pencegahan

penyalahgunaan narkoba yaitu kegiatan pencegahan diri yang terdiri dari advokasi

dan diseminasi informasi.

Prevention (Pencegahan)

Advokasi

(dilakukan dengan mempengaruhi stakeholder

untuk mengajak supaya bersama-sama memerangi

masalah narkoba)

Pemerintah

Swasta

Diseminasi

(dilakukan untuk mempengaruhi masyarakat

agar mengetahui bahaya narkoba)

Media Elektronik

Media Cetak

Masyarakat

KIE

(Komunikasi Informasi dan

Edukasi)

Page 164: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

145

Advokasi merupakan upaya koordinasi yang dijalankan oleh BNN Provinsi

Banten dengan instansi pemerintah maupun swasta serta melibatkan penggiat atau

relawan dari masyarakat yang dijadikan mitra untuk membantu tugas BNN Provinsi

Banten di lapangan dalam upaya memerangi bahaya narkoba. Selain itu juga

dilakukan kegiatan pemberdayaan masyarakat dengan mengajak masyarakat dan

memberikan wawasan anti narkoba kepada seluruh elemen masyarakat serta membuat

lingkungan yang bersih dari penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba.

Sedangkan diseminasi informasi seharusnya dilakukan melalui media cetak, media

elektronik termasuk media sosial serta dengan pelaksanaan KIE (Komunikasi

Informasi dan Edukasi) melalui kegiatan sosialisasi bahaya penyalahgunaan narkoba

untuk memberi pemahaman mengenai bahaya narkoba agar dapat dilakukan

pencegahan diri untuk menolak penyalahgunaan narkoba.

4.3.2 Treatment (Pengobatan)

Treatment (pengobatan) dalam upaya pencegahan dan pemberantasan

penyalahgunaan narkoba dilakukan untuk mendorong seseorang dengan masalah

kecanduan narkoba untuk tidak kembali menggunakan narkoba dan membuat

keputusan yang sehat tentang kehidupan mereka dengan cara wawancara ataupun

program pengobatan lainnya. Dalam konteks penyalahgunaan narkoba, pengobatan

dilakukan dengan rehabilitasi, baik rehabilitasi medis maupun rehabilitasi sosial.

Rehabilitasi juga merupakan salah satu isi dalam Instruksi Presiden Nomor 12 Tahun

2011 tentang Pelaksanaan Kebijakan dan Strategi Nasional Pencegahan dan

Page 165: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

146

Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba yang dengan demikian

menjadi salah satu tugas dan fungsi yang harus dilakukan BNN Provinsi Banten

khususnya bidang rehabilitasi kepada korban penyalahguna narkoba. Untuk di BNN

Provinsi Banten, rehabilitasi yang dilakukan adalah rehabilitasi rawat jalan. Seperti

yang diungkapkan Bapak Agus Mulyana, SE (I1.3) selaku Kepala Bidang Rehabilitasi

BNN Provinsi Banten sebagai berikut:

“Kita di BNN di bidang rehabilitasi ini melayani khususnya untuk rawat jalan

bagi pecandu dan korban penyalahguna narkoba. Jenisnya rehab medis dan

rehab sosial juga. Jadi kalo rehabilitasi bagi pecandu itu harus simultan ya

harus sama, karena yang diperbaiki itu bukan saja fisik tapi juga mental, jadi

dari fisiknya itu tadi ada dokternya terus ada psikolognya juga jadi sama-

sama harus berbarengan. Khusus untuk di BNN itu medisnya ada, sosialnya

juga ada.” (Wawancara dengan I1.3 di BNN Provinsi Banten pada 30 Mei

2017 pukul 13.45 WIB)

Berdasarkan pernyataan yang disampaikan oleh I1.3, BNN Provinsi Banten

khususnya bidang rehabilitasi memiliki program kegiatan dalam upaya pengobatan

bagi pecandu dan korban penyalahguna narkoba dengan memberikan pelayanan

rehabilitasi dengan jenis rehabilitasi medis maupun sosial yang dilakukan secara

bersamaan untuk memperbaiki kondisi mental dan juga fisik pada penyalahguna

narkoba yang dilakukan dengan mekanisme rehabilitasi rawat jalan.

Hal senada juga diungkapkan Bapak Sugino, SE, MH (I1.1) selaku Kepala

Bidang Pencegahan dan Pemberdayaan Masyarakat BNN Provinsi Banten dan Bapak

Abdul Majid, SH, MH (I1.2) selaku Kepala Bidang Pemberantasan BNN Provinsi

Banten sebagai berikut:

Page 166: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

147

“Untuk rehabilitasi itu ada rawat jalan dan rawat inap, jadi keputusannya itu

dari tim asesmen yang akan menentukan apakah rawat jalan atau rawat inap

tergantung orangnya. Tetapi di BNN Banten ini hanya melayani rawat jalan,

kalau rawat inap nanti kita kirim lagi ke Lido.”(Wawancara dengan I1.1 di

BNN Provinsi Banten pada 19 Juni 2017 pukul 10.30 WIB)

“Setau saya sih rehab medis ya, tetapi sosialnya juga ada.” (Wawancara

dengan I1.2 di BNN Provinsi Banten pada 5 Juli 2017 pukul 11.40 WIB)

Berdasarkan pernyataan yang disampaikan I1.1 dan I1.2 di atas, dapat

disimpulkan bahwa BNN Provinsi Banten memberikan layanan rehabilitasi medis

dan sosial namun hingga saat ini pelayanan yang dapat dilakukan hanya rehabilitasi

rawat jalan saja sedangkan untuk rehabilitasi rawat inap belum bisa dilakukan di

BNN Provinsi Banten dan biasanya dilakukan pengiriman ke Balai Rehabilitasi BNN

di Lido Sukabumi, dan untuk keputusan apakah penyalahguna narkoba di rawat jalan

ataupun rawat inap diperoleh setelah dilakukannya asesmen.

Dalam pelaksanaan pemberian layanan rehabilitasi, BNN Provinsi Banten

memiliki tempat khusus untuk pelaksanaan rehabilitasi yaitu Klinik Pratama. Untuk

mengkonfirmasi keterangan di atas, peneliti menanyakan kembali terkait jenis

pelayanan rehabilitasi yang diberikan BNN Provinsi Banten. Dokter Ade Nurhilal

Desrinah selaku Dokter Seksi Penguat Lembaga Rehabilitasi yang bertugas di Klinik

Pratama memberikan keterangan sebagai berikut :

“Rehabilitasi di Klinik Pratama ini adalah rehabilitasi rawat jalan dengan

metode Theraupeutic Community yang memang dilakukan di seluruh BNN.

Jenisnya itu rehabilitasi sosial, kalau rehabilitasi medis itu kan detoxifikasi.”

(Wawancara dengan I1.4 di Klinik Pratama BNN Provinsi Banten pada 2 Juni

2017 pukul 13.10 WIB)

Page 167: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

148

Berdasarkan pernyataan I2.1 di atas, dapat disimpulkan bahwa jenis pelayanan

rehabilitasi yang dilakukan BNN Provinsi Banten yaitu di Klinik Pratama adalah

rehabilitasi rawat jalan dengan metode Theraupeutic Community yang tergolong

rehabilitasi sosial, sedangkan untuk rehabilitasi medis tidak dilakukan di Klinik

Pratama BNN Provinsi Banten karena salah satu indikator pelayanan dalam

pelaksanaan rehabilitasi medis adalah dengan dilakukannya detoxifikasi yang hingga

saat ini belum dilakukan.

Berdasarkan beberapa pernyataan di atas, terdapat perbedaan pandangan

mengenai jenis pelayanan rehabilitasi yang dilakukan di Klinik Pratama BNN

Provinsi Banten, dimana I1.1 dan I1.3 berpendapat bahwa jenis pelayanan rehabilitasi

yang diberikan adalah rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial karena pelayanan

yang diberikan adalah untuk memperbaiki fisik dan juga mental dengan melibatkan

dokter dan psikolog. Sedangkan dari pihak Klinik Pratama I1.4 menjelaskan bahwa

jenis pelayanan rehabilitasi yang diberikan tergolong rehabilitasi sosial karena dilihat

dari metode yang digunakan yaitu metode Theraupeutic Community dan untuk

rehabilitasi medis tidak dilakukan di Klinik Pratama BNN Provinsi Banten karena

salah satu indikator pelayanannya adalah dengan dilakukannya detoxifikasi pada

pengguna narkoba atau klien rehabilitasi.

Dari sisi lain, Taufik (I2.7) selaku klien BNN Provinsi Banten menjelaskan

mengenai jenis pelayanan rehabilitasi sebagai berikut:

Rawat jalan. Setiap satu minggu itu wajib dua kali kesini. Ya konseling,

dikasih arahan, ditanya perkembangannya, dikasih materi juga makanya

Page 168: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

149

bawa buku gini nanti di tes juga sama dokternya. (Wawancara dengan I2.7 di

Klinik Pratama BNN Provinsi Banten pada 5 Oktober 2017 pukul 14.40 WIB)

Berdasarkan pernyataan I2.7 di atas, pelayanan rehabilitasi yang beliau terima

sebagai klien atau pasien rehabilitasi di Klinik Pratama BNN Provinsi Banten adalah

rehabilitasi rawat jalan dengan proses konseling dan diberikannya arahan serta materi

yang dilakukan setiap dua kali pertemuan di setiap minggunya.

Gambar 4.3

Pelaksanaan Konseling

Dalam pelaksanaan pemberian layanan rehabilitasi bagi para penyalahguna

narkoba, pihak BNN Provinsi Banten dan stakeholder membutuhkan sarana dan

prasarana untuk pelaksanaannya. Berdasarkan hal tersebut, peneliti kemudian

menanyakan apakah BNN Provinsi Banten dan stakeholder sudah memiliki sarana

dan prasarana terkait kepentingan pelayanan rehabilitas. Bapak Agus Mulyana, SE

(I1.3) selaku Kepala Bidang Rehabilitasi BNN Provinsi Banten mengungkapkan

sebagai berikut:

Page 169: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

150

“Belum ada tempat rehabilitasinya. Tapi sempat Pak Embai yang kemarin

mencalonkan itu memberikan tanah seluas 6,1 Ha ke BNN untuk dibuat

tempat rehabilitasi, tetapi pemda dan BNNnya belum mampu. Selain itu

memang diperlukan SDM yang tentunya disini masih kurang. Di BNN ini

seharusnya susunan personil lengkapnya itu sebanyak 212 orang untuk semua

bidang, namun saat ini baru ada 47 orang dan di bidang rehabilitasi

seharusnya ada 52 orang namun saat ini baru ada 8 orang ditambah TKK.

Padahal di aturan Permendagri Nomor 21 Tahun 2012, Pemda itu harus

memfasilitasi baik tempat rehabilitasi maupun tempat untuk wajib lapor.

Pihak kami sudah mengajukan tapi sampai sekarang belum juga. Bapak

Presiden juga menyampaikan bahwa Indonesia darurat narkoba, berarti kan

semuanya harus tertuju kesana.” (Wawancara dengan I1.3 di BNN Provinsi

Banten pada 30 Mei 2017 pukul 13.45 WIB)

Berdasarkan pernyataan I1.3 di atas, dapat disimpulkan bahwa terkait sarana

dan prasarana dalam hal pemberian layanan rehabilitasi di BNN Provinsi Banten

masih terkendala belum adanya tempat yang dapat dijadikan tempat rehabilitasi rawat

inap bagi penyalahguna narkoba yang sedang dalam masa pengobatan. Meskipun

sudah ada rencana untuk perwujudan pengadaan tempat rehabilitasi di Banten, namun

hingga saat ini belum dapat dilaksanakan oleh BNN Provinsi Banten dan masih

membutuhkan dukungan pemerintah untuk perwujudannya sesuai dengan

Permendagri Nomor 21 Tahun 2012 dimana Pemda wajib memfasilitasi baik tempat

rehabilitasi maupun tempat untuk wajib lapor bagi penyalahguna narkoba. Hal

tersebut pun dipertegas oleh Bapak Sugino, SE, MH (I1.1) selaku Kepala Bidang

Pencegahan dan Pemberdayaan Masyarakat BNN Provinsi Banten sebagai berikut:

“Kita disini belum punya tempat rehab. Untuk rawat inapnya hanya punya

negara yaitu di Lido, tetapi kalau memilih yang punya masyarakat yang

bayar untuk makan minumnya ada tempat-tempat berbasis masyarakat

namanya.” (Wawancara dengan I1.1 di BNN Provinsi Banten pada 19 Juni

2017 pukul 10.30 WIB)

Page 170: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

151

Pernyataan I1.1 di atas menjelaskan bahwa memang BNN Provinsi Banten

bahkan di seluruh daerah Banten belum terdapat tempat khusus rehabilitasi bagi

pengguna dan/atau pecandu narkoba, yang ada hanya tempat rehabilitasi milik

masyarakat yang memungut biaya khusus selama dilakukannya proses rehabilitasi.

Seperti yang sudah dipaparkan sebelumnya bahwa BNN Provinsi Banten hanya dapat

memberikan layanan rehabilitasi rawat jalan, sedangkan untuk rehabilitasi rawat inap

dilakukan di balai rehabilitasi milik negara di Lido Sukabumi.

Hal senada juga diungkapkan oleh Dokter Ade Nurhilal Desrinah (I1.4)selaku

Dokter Seksi Penguat Lembaga Rehabilitasi yang bertugas di Klinik Pratama BNN

Provinsi Banten sebagai berikut:

“Untuk rawat inap disini tidak ada, semuanya hanya rawat jalan saja. Pasien

yang datang sendiri kesini untuk melakukan terapi. Rumah sakit jiwa kita

belum punya, balai rehabilitasi juga kita belum punya. Kalau Banten ini lebih

ke religi ya, adanya yayasan yang berbasis agama gitu.” (Wawancara dengan

I1.4 di Klinik Pratama BNN Provinsi Banten pada 2 Juni 2017 pukul 13.10

WIB)

Berdasarkan pernyataan I1.4 di atas, dapat disimpulkan bahwa terkait sarana

dan prasarana dalam hal pemberian layanan rehabilitasi memang terkendala tempat

untuk layanan rehabilitasi rawat inap seperti balai rehabilitasi dan rumah sakit jiwa

yang belum ada di Provinsi Banten sehingga BNN Provinsi Banten tidak dapat

memberikan pelayanan rehabilitasi rawat inap, seluruh pasien diberikan rehabilitasi

rawat jalan dengan rutin melakukan terapi sesuai jangka waktu dan proses yang telah

ditentukan.

Page 171: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

152

Hal senada juga diungkapkan Bapak Tri Sutrisno, SH (I2.5) selaku Kepala

Seksi Tindak Pidana Umum Lainnya Kejaksaan Tinggi Banten sebagai berikut:

“Mengenai rehabilitasi di Banten ini sendiri belum ada perangkat untuk

rehabilitasi. Itu yang kita butuhkan seperti balai rehabilitasi, karena selama

ini di lapangan itu rehabilitasinya dilakukan di LP yang menurut saya masih

kurang mengena karena kan masih tercampur dengan pelaku lainnya,

sedangkan pengguna ini harus dipisahkan tidak boleh dicampur. Kalau

rehabilitasi ya ditempatkan di tempat khusus yang selama ini kita kirim ke

Lido sedangakan Lido kan jauh, harusnya untuk sebesar Banten yang ada di

pinggiran ibu kota atau bisa dibilang penyangga ibu kota ya harusnya sudah

punya tempat rehabilitasi sendiri. Itu yang seharusnya Pemerintah Daerah

memikirkan kesana.” (Wawancara dengan I2.5 di Kejaksaan Tinggi Banten

pada 5 Juli 2017 pukul 11.40 WIB)

Berdasarkan pernyataan I2.5 di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam

penyelenggaraan rehabilitasi bagi penyalahguna narkoba di Provinsi Banten masih

terkendala belum adanya tempat seperti balai rehabilitasi yang dapat digunakan

secara khusus untuk mendukung penyelenggaraan rehabilitasi, sehingga rehabilitasi

hanya dilakukan di BNN Provinsi Banten dan di Lembaga Pemasyarakatan yang

dirasa tidak efektif disebabkan para penyalahguna narkoba masih tercampur dengan

para pelaku kejahatan lainnya yang berada di dalam Lembaga Pemasyarakatan.

Sedangkan untuk rehabilitasi bagi pecandu berat dilakukan di balai rehabilitasi di

Lido Sukabumi. Padahal jika dilihat berdasarkan letak wilayah, Provinsi Banten

seharusnya sudah mampu menyediakan fasilitas rehabilitasi salah satunya dengan

adanya balai rehabilitasi narkoba.

Page 172: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

153

Gambar 4.4

Klinik Pratama BNN Provinsi Banten

Selain mengenai sarana untuk pelaksanaan rehabilitasi, Dokter Ade Nurhilal

Desrinah (I1.4) pun mengungkapkan hal lain yang menjadi kendala di BNN Provinsi

Banten sebagai berikut :

“Kendala kita itu jumlahnya makin banyak. Penyalahguna narkoba di Banten

ini jumlahnya banyak, sampai bulan ini saja yang sudah kita tangani ada 9

voluntary dan 121 compulsary, tapi SDM juga masih kurang dan serasa BNN

ini kerja sendiri padahal kita sudah mengupayakan dengan dinas lainnya.

SDMnya sih Dokter 1, Perawat 3, SKM ada 2, dan Sarjana Psikologi 1.

Kalau idealnya itu dalam satu hari per orang hanya menangani 4 (empat)

klien, itu maksimal banget karena kita ini tugasnya bukan hanya sebagai

konselor tapi juga punya tugas lain. Ada yang ngurusin asesmen perpaduan

terkait hukum juga, jadi dinisi kita itu ada yang konselor merangkap admin

walaupun sampai saat ini kita masih bisa tangani.” (Wawancara dengan I1.4

di Klinik Pratama BNN Provinsi Banten pada 2 Juni 2017 pukul 13.10 WIB)

Berdasarkan pernyataan I1.4 di atas, dapat disimpulkan bahwa hal lain yang

menjadi kendala di BNN Provinsi Banten adalah SDM yang dimiliki BNN Provinsi

Banten khususnya di Klinik Pratama yang masih mengalami kekurangan dari segi

jumlah, hal tersebut juga berpengaruh terhadap pelayanan rehabilitasi yang diberikan.

Page 173: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

154

Kekurangan SDM di Klinik Pratama pun membuat terjadinya double job sebagai tim

asesmen sampai staff administrasi yang dapat membuat rendahnya kualitas pelayanan

yang diberikan.

Hal senada terkait kendala juga disampaikan Bapak Abdul Majid, SH, MH

(I1.2) dan Bapak Sugino, SE, MH (I1.1) selaku Kepala Bidang Pencegahan dan Kepala

Bidang Pemberantasan BNN Provinsi Banten sebagai berikut:

“Kendala itu pertama untuk SDM disitu sangat terkendala, setau saya jumlah

keseluruhan realnya seharusnya itu di atas 200 orang, tapi kenyataannya

hanya satu per empatnya sekitar 50-60 orang. Untuk di bidang

pemberantasan ini ada 16 orang terbagi jadi kasi intelejen, kasi tindak/kasi

penyidik dan kasi Wastahti. Kasi intelejen tugasnya melakukan penyelidikan

baik konvensional maupun teknologi, kalau konvensional itu penyelidikannya

secara langsung atau manual baik itu terbuka maupun tertutup, terbuka itu

berarti orang tahu kalau keberadaan kita itu sebagai petugas, kalau tertutup

itu artinya orang tidak mengetahui bahwa kita itu petugas. Kalau yang

teknologi itu menggunakan teknologi informasi ya salah satunya melalui

media sosial. Kemudian kasi tindak/kasi penyidik bagian pemberkasan

pemeriksaan, yang ketiga kasi Wastahti (Pengawasan Tahanan dan Barang

Bukti). Kedua sarana pendukung khususnya senjata api, kita berhadapan

dengan pelaku kejahatan jadi diperlukan SDM yang cukup keahliannya dan

sarana pendukung senjata api, jadi senjata api ini masih pinjam punya polisi

(Polda, Polres).” (Wawancara dengan I1.2 di BNN Provinsi Banten pada 5

Juli 2017 pukul 11.40 WIB)

“Kami belum masif karena terbatasnya anggaran dan terbatasnya Sumber

Daya Manusia. Itu termasuk kelemahan dan kendala. Kenapa narkotika

banyak, ya karena belum masif peran serta masyarakat dan pemerintah

daerah. Itu kunci dalam kendala sehingga masif, ternyata narkoba masih

banyak dan dibutuhkan solusi yaitu peran serta masyarakat dan peran serta

pemerintah daerah secara masif untuk bersama-sama menanggulangi

penyalahgunaan narkoba.” (Wawancara dengan I1.1 di BNN Provinsi Banten

pada 19 Juni 2017 pukul 10.30 WIB)

Berdasarkan pernyataan I1.1 dan I1.2 di atas, dapat disimpulkan bahwa hal lain

yang menjadi kendala di BNN Provinsi Banten adalah dari kurangnya Sumber Daya

Page 174: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

155

Manusia (SDM) yang dimiliki BNN Provinsi Banten. Kekurangan tersebut ternyata

bukan hanya dirasakan di Klinik Pratama, melainkan di seluruh bidang yaitu bidang

pencegahan dan pemberdayaan masyarakat serta bidang pemberantasan. Dimana

perkiraan jumlah ideal SDM atau pegawai di BNN Provinsi Banten adalah sekitar

200 orang, namun hingga saat ini hanyalah 50-60 orang. Kendala lainnya yaitu dari

sisi anggaran dan peran serta baik dari masyarakat maupun dari pemerintah daerah,

sedangkan bidang pemberantasan merasa terkendala dari kurangnya sarana

pendukung senjata api yang saat ini masing meminjam ke pihak kepolisian.

Pemberian layanan rehabilitasi yang dilakukan BNN Provinsi Banten juga

memiliki syarat untuk penentuan apakah seseorang dapat menerima layanan

rehabilitasi atau tidak sesuai dengan sumber klien yang dapat berasal dari pelaporan

diri secara langsung ke BNN ataupun yang merupakan penyerahan dari instansi lain

seperti pihak kepolisian. Status penyalahguna narkoba juga dibedakan menjadi

beberapa kategori yang dapat berpengaruh terhadap jenis dan waktu rehabilitasi yang

harus diterima bagi orang tersebut. BNN Provinsi Banten sebagai Institusi Penerima

Wajib Lapor (IPWL) sesuai dengan amanat Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun

2011 tentang Pelaksanaan Wajib Lapor Pecandu Narkotika yang berarti harus

memberikan kemudahan bagi penyalahguna dan pecandu narkotika untuk mengakses

layanan rehabilitasi. Bapak Agus Mulyana, SE (I1.3) selaku Kepala Bidang

Rehabilitasi BNN Provinsi Banten memaparkannya sebagai berikut:

“Persyaratan di kita itu ada 4 (empat) sumber, yang pertama datang sendiri

atau sukarela, yang kedua dari hasil operasi, ketiga dari penyerahan Polda

Page 175: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

156

dan Polres, keempatnya penyerahan dari hasil vonis pengadilan. Tentunya

yang datang sendiri dia harus bawa KTP, KK atau identitas. Untuk yang

lainnya ini tentunya harus ada surat pengantar dari instansi terkait tadi.”

(Wawancara dengan I1.3 di BNN Provinsi Banten pada 30 Mei 2017 pukul

13.45 WIB)

Berdasarkan pernyataan I1.3 di atas, dapat disimpulkan bahwa terdapat empat

sumber klien penerima layanan rehabilitasi, yang pertama adalah pengguna dan/atau

pecandu narkotika yang mengajukan diri secara langsung ke BNN Provinsi Banten

melalui sekretariat IPWL dengan membawa identitas diri dan keluarga, kedua adalah

dari hasil operasi yang dilakukan pihak BNN Provinsi Banten, ketiga dari penyerahan

pihak kepolisian baik Polda maupun Polres, dan yang terakhir adalah penyerahan dari

kejaksaan setelah diperoleh hasil vonis pengadilan yang menerangkan bahwa

terpidana berhak menerima rehabilitasi dari BNN. Artinya bukan hanya pengguna

narkoba yang sudah terbukti secara hukum saja yang dapat menerima layanan

rehabilitasi, tetapi juga masyarakat umum yang memiliki masalah ketergantungan

narkotika dengan kesadaran diri melapor dan mengajukan diri untuk dapat

dilakukannya rehabilitasi. Hal senada juga diungkapkan Dokter Ade Nurhilal

Desrinah (I1.4) mengenai sebagai berikut :

“Jadi kan disini itu kita terima pasien yang pertama itu sukarela atau

voluntary, kedua pasien dari limpahan Polda atau Polres, yang ketiga dari

hukum ya atau dari keputusan pengadilan. Syarat pastinya harus bawa

identitas diri dan keluarga. Kalau yang dari Polda atau Polres itu harus ada

legal dokumen yaitu BAPnya kemudian bukti serah terima klien berserta

penyidiknya. Kalau yang putusan pengadilan harus ada BA 17 putusan

pengadilan sama jaksanya. Semua ini harus didampingi oleh keluarga klien.

Dan klien BNN ini dia memang harus penyalahgunaan narkotika, kalau

alkohol rokok itu tidak bisa, khusus narkotika. Karena badan narkotika ya,

jadi khusus narkotika.” (Wawancara dengan I1.4 di Klinik Pratama BNN

Provinsi Banten pada 2 Juni 2017 pukul 13.10 WIB)

Page 176: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

157

Berdasarkan pernyataan I1.4 di atas, dapat disimpulkan klien atau pasien yang

menjalani rehabilitasi di BNN Provinsi Banten bersumber dari kedatangan klien ke

BNN Provinsi Banten secara sukarela untuk mengajukan diri agar dapat menerima

rehabilitasi dengan syarat membawa identitas diri dan keluarga, kedua adalah klien

yang merupakan pelimpahan dari pihak kepolisian dengan syarat melampirkan Berita

Acara Perkara (BAP) dan bukti serah terima klien, serta klien yang sudah

memperoleh putusan pengadilan dengan hasil putusan rehabilitasi dan melampirkan

BA 17. Keseluruhan klien tersebut adalah hanya seseorang yang menyalahgunakan

jenis narkotika dimana narkotika digolongkan kembali dalam 3 (tiga) golongan sesuai

Undang-Undang Narkotika Nomor 35 Tahun 2009, sedangkan untuk penyalahgunaan

jenis lain tidak dapat dilakukan rehabilitasi di BNN Provinsi Banten.

Salah satu pihak yang berkoordinasi dan dapat merekomendasikan seseorang

untuk dilakukannya rehabilitasi adalah pihak kepolisian, dalam hal ini Polda Banten

khususnya Satuan Reserse Narkoba. Namun tidak semua penyalahguna narkoba dapat

direkomendasikan untuk menerima layanan rehabilitasi di BNN Provinsi Banten,

seperti yang dikatakan Bapak Kosasih (I2.1) dan BRIPDA Gunawan (I2.2) sebagai

berikut:

“Khusus pengguna narkoba saja. Jika sekaligus pengedar, yang kita jadikan

acuan itu adalah yang tertinggi. Kemudian dikategorikan apakah dia

pengguna ringan, sedang atau berat.” (Wawancara dengan I2.1 di Direktorat

Reserse Narkoba Polda Banten pada 5 Juli 2017 pukul 10.30 WIB)

“Dia harus pengguna, kalau pengedar ya dia termasuk pemain dan yang kita

jadikan acuan itu adalah yang tertinggi.” (Wawancara dengan I2.2 di

Direktorat Reserse Narkoba Polda Banten pada 5 Juli 2017 pukul 10.30 WIB)

Page 177: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

158

Berdasarkan pernyataan I2.1 dan I2.2 di atas, dapat disimpulkan bahwa

seseorang yang dapat direkomendasikan dari pihak kepolisian untuk menerima

layanan rehabilitasi di BNN Provinsi Banten adalah seseorang yang sudah terbukti

sebagai pengguna narkoba saja, artinya tidak dalam tingkat yang lebih parah seperti

kurir atau pengedar. Dan apabila sudah terbukti sebagai pengguna, tahap selanjutnya

adalah mengkategorikan tingkat penggunaan apakah ringan, sedang atau berat yang

nantinya dapat berpengaruh pada proses rehabilitasi yang dijalani. Sedangkan untuk

penyalahguna narkoba yang menggunakan sekaligus mengedarkan narkoba

dikenakan hukuman tertinggi sesuai Undang-Undang Narkotika.

Selain pihak kepolisian, pihak yang juga memiliki kewenangan untuk

merekomendasikan seorang penyalahguna narkoba untuk dapat menerima rehabilitasi

di BNN adalah Kejaksaan. Dalam hal ini jaska dapat merekomendasikan sesuai

laporan yang diterima dari berkas BAP yang dilakukan pada saat penyidikan oleh

kepolisian. Seperti yang diungkapkan Bapak Tri Sutrisno, SH (I2.5) selaku Kepala

Seksi Tindak Pidana Umum Lainnya Kejaksaan Tinggi Banten sebagai berikut:

“Syaratnya pertama kita lihat dari berkasnya dulu, apakah dia pemakai atau

bukan. Kalau ada indikasi bahwa dia pemakai atau korban maka bisa

dilakukan asesmen, dan kita hanya memandang dari sisi hukumnya saja.

Nanti ada lagi dari tim asesmen medis biasanya dari kedokteran kepolisian

(dokpol) sama dokter umum, psikolog. Itulah rekomendasi kami.”

(Wawancara dengan I2.5 di Kejaksaan Tinggi Banten pada 5 Juli 2017 pukul

11.40 WIB)

Berdasarkan pernyataan I2.5 di atas, dapat disimpulkan bahwa pihak kejaksaan

dapat merekomendasikan tersangka kasus penyalahgunaan narkoba untuk

Page 178: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

159

mendapatkan rehabilitasi di BNN Provinsi Banten dengan dasar berkas yang

diserahkan pihak kepolisian yaitu Berita Acara Pemeriksaan (BAP), jika di dalam

BAP tersebut terindikasi bahwa tersangka hanya sebagai pemakai narkoba saja, maka

dapat direkomendasikan untuk dilakukannya asesmen baik secara hukum dan secara

medis. Pihak Kejaksaan Tinggi, BNNP, dan Polda merupakan tim asesmen hukum.

Dari hasil asesmen tersebut kemudian disimpulkan apakah tersangka tersebut layak

atau tidak untuk mendapatkan rehabilitasi.

Setelah diketahui syarat yang harus dipenuhi seorang penyalahguna narkotika

untuk mendapatkan rehabilitasi, maka dapat dilakukan asesmen serta membuat

rancangan terapi yang akan dilakukan pada klien untuk memperoleh gambaran

mengenai pelaksanaan rehabilitasi yang harus diberikan pada klien tersebut.

Pelaksanaan asesmen dan pembuatan racangan terapi dilakukan pada masing-masing

klien karena meskipun jenis rehabilitasi yang diberikan sama, namun pelayanan

rehabilitasi yang diberikan akan berbeda. Dokter Ade Nurhilal Desrinah (I1.4)

menjelaskan alur pelaksanaan rehabilitasi sebagai berikut:

“Tahapan alurnya datang klien, penerimaan terus tunjukin identitas dan tadi

itu harus ada legal dokumennya, terus rekam medis, kemudian asesmen,

diagnosa dan rancangan terapi, baru masuk rawat jalan atau rawat inap.

Kalau dia rawat jalan ya ikut delapan kali konseling, dua kali grup terapi.

Kalau rawat inap ya kita bawa ke Lido atau ke Lampung. Setelah rawat jalan

ada pasca rehab kemudian ke pembinaan lanjut. Klien juga harus ngisi yang

namanya inform concern itu ada lembar persetujuan dari keluarga pasien,

surat pernyataan dari klien bahwa dia bersedia mengikuti program

rehabilitasi, kemudian surat pernyataan selama rehab tidak boleh positif

narkoba.” (Wawancara dengan I1.4 di Klinik Pratama BNN Provinsi Banten

pada 2 Juni 2017 pukul 13.10 WIB)

Page 179: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

160

Berdasarkan pernyataan I1.4 di atas, alur pelaksanaan rehabilitasi yang

dilakukan di Klinik Pratama BNN Provinsi Banten yaitu penerimaan klien dengan

persyaratan seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Setelah berkas persyaratan

dilengkapi, maka dilakukan rekam medis dan asesmen. Setelah dilakukan asesmen,

secara medis diperoleh diagnosa, kemudian dibuat rancangan terapi dan penentuan

jenis rehabilitasi apakah rawat jalan dan rawat inap. Tahap selanjutnya yaitu

pascarehabilitasi dan pembinaan lanjut. Seluruh kegiatan rehabilitasi yang dilakukan

harus sudah mendapat persetujuan dari keluarga dan klien mengisi surat pernyataan

kesediaan untuk mengikuti proses rehabilitasi dan menjamin untuk tidak

menggunakan narkoba.

Salah satu klien rehabilitasi BNN Provinsi Banten Taufik (I2.7) yang

merupakan pelimpahan dari pihak kepolisian memaparkan mengenai proses hingga

beliau dapat menerima layanan rehabilitasi sebagai berikut:

“Kalau saya itu ketangkap Polres, jadi kalau dari pihak Polres kesininya

saya gak tau gimana. Pokoknya waktu di Polres ya di BAP terus ya saya kan

cuma pemakai, ngakuin itu aja pas di proses. Terus dari pihak keluarga

menanyakan ke polisi biar saya bisa di rehab aja. Udah hampir satu bulan

saya di polres, dibawa kesini terus asesmen kaya di BAP ulang gitu lah.

Nunggu hasil akhirnya bisa rehabilitasi, saya dibebasin tapi harus ngisi

dokumen gitu terus bikin surat pernyataan dari saya dan surat jaminan dari

keluarga.” (Wawancara dengan I2.7 di Klinik Pratama BNN Provinsi Banten

pada 5 Oktober 2017 pukul 14.40 WIB)

Berdasarkan pernyataan I2.7 di atas, dapat disimpulkan bahwa klien atau

pasien yang menjalani rehabilitasi di BNN Provinsi Banten harus melewati

serangkaian proses untuk dapat menerima layanan rehabilitasi, diantaranya

Page 180: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

161

pelaksanaan asesmen untuk menggali informasi lebih dalam mengenai

penyalahgunaan narkoba yang dilakukan, setelah diperoleh hasil asesmen dan

diberikan putusan rehabilitasi maka klien harus mengisi surat pernyataan dari klien

dan surat jaminan dari keluarga.

Asesmen dilakukan secara medis dan juga secara hukum untuk melakukan

pendalaman pada pengguna narkotika yang kemudian berpengaruh terhadap jangka

waktu maupun jenis rehabilitasi apakah rawat inap atau rawat jalan yang kemudian

akan dijalani. Pihak yang terlibat dalam pelaksanaan asesmen bukan hanya dari BNN

Provinsi Banten saja, melainkan juga dari instansi lain seperti pihak kepolisian

(Polda), Kejaksaan, dan juga Kemenkumham yaitu dari Lembaga Pemasyarakatan.

Seperti yang dinyatakan oleh Bapak Abdul Majid, SH, MH (I1.2) selaku Kepala

Bidang Pemberantasan BNN Provinsi Banten sebagai berikut:

“Kan di asesmen dulu disini, disitu dari berbagai macam akademisi yang

melakukan. Ada dari kepolisian, ada dari bagian kedokteran kesehatan, ada

dari bagian ditres narkoba, ada juga dari psikolog Polda, ada dari kejaksaan

terus dari Lembaga Pemasyarakatan, dan tentunya dari BNN sendiri tim

asesmen, bisa dari orang saya di bidang berantas, bisa dari rehab dan bisa

juga dari P2M. (Wawancara dengan I1.2 di BNN Provinsi Banten pada 5 Juli

2017 pukul 11.40 WIB)

Berdasarkan pernyataan I1.2 di atas, dapat disimpulkan bahwa pihak yang

melakukan asesmen adalah pihak-pihak yang berkoordinasi dengan BNN Provinsi

Banten, yaitu pihak kepolisian yang terdiri dari bagian Direktorat Reserse Narkoba,

dokter dan juga psikolog, selain itu juga dari pihak kejaksaan. Sedangkan dari BNN

Provinsi Banten dapat dilakukan oleh semua bidang baik bidang pencegahan dan

Page 181: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

162

pemberdayaan masyarakat, bidang rehabilitasi dan juga bidang pemberantasan.

Asesmen yang dilakukan oleh pihak-pihak terebut adalah dari tim asesmen hukum,

seperti yang disampaikan Bapak Tri Sutrisno, SH (I2.5) selaku Kepala Seksi Tindak

Pidana Umum Lainnya Kejaksaan Tinggi Banten sebagai berikut:

“Kita adalah tim asesmen hukum terdiri dari jaksa, polisi dan dari BNN. Tiga

unsur inilah yang menggali para penyalahguna, apakah dia benar-benar

penyalahguna atau dia pengedar terlibat jaringan narkotika dan ada indikasi

ketergantungan narkotika atau tidak. Ada tiga hal yang kita gali.”

(Wawancara dengan I2.5 di Kejaksaan Tinggi Banten pada 5 Juli 2017 pukul

11.40 WIB)

Berdasarkan pernyataan I2.5 di atas, Kejaksaan Tinggi Provinsi Banten adalah

salah satu unsur dari tim asesmen hukum. Kemudian terdapat pula unsur atau pihak

lainnya yaitu dari kepolisian dan dari BNN Provinsi Banten. Fokus dalam asesmen

hukum terdiri dari tiga hal, pertama untuk mengetahui status penyalahguna apakah

pengguna atau pengedar, kedua untuk menggali keterlibatan seseorang dalam

jaringan narkotika dan terakhir untuk mengetahui tingkat ketergantungan narkotika.

Asesmen tersebut dilakukan sebagai cara untuk melakukan pendalaman pada

pengguna narkotika yang kemudian berpengaruh terhadap jangka waktu maupun jenis

rehabilitasi apakah rawat inap atau rawat jalan yang kemudian akan dijalani. Dalam

proses asesmen terdapat beberapa aspek yang ditekankan sebagai tolak ukur yaitu

seberapa jauh tingkat ketergantungan penggunaan narkotika dan setelah itu dapat

ditentukan kategori penggunaan narkotika ringan, sedang atau berat. Seperti yang

dijelaskan Bapak Agus Mulyana, SE (I1.3) sebagai berikut:

“Oh gini, pada saat asesmen kita perdalam riwayat penyalahgunaannya, asal

usulnya, berapa lama pemakaiannya. Dari situ kita bisa kategorikan dan

Page 182: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

163

yang kita layani hanya yang pecandu ringan dan pecandu sedang. Pecandu

itu ada 3 (tiga) kelompok, ada ringan, sedang dan berat. Kalau pecandu

ringan dia pakai itu baru 1 (satu) sampai dengan 7 (tujuh) kali. Kalau

pecandu sedang itu 8 (delapan) sampai dengan 39 (tiga puluh sembilan) kali,

dan yang lebih dari 40 (empat puluh) kali itu dikategorikan sebagai pecandu

berat. Nah untuk yang ringan dan sedang ini cukup hanya berobat jalan di

kita waktunya 12 (dua belas) kali pertemuan, kalau yang pecandu berat kita

akan rujuk ke Lido atau ke RSKO.” (Wawancara dengan I1.3 di BNN Provinsi

Banten pada 30 Mei 2017 pukul 13.45 WIB)

Pernyataan I1.3 di atas menjelaskan bahwa dalam proses asesmen, dilakukan

pendalaman mengenai riwayat penyalahgunaan narkotika, asal usul perolehannya dan

sudah berapa lama pemakaiannya. Dari hasil tersebut kemudian dikategorikan dan

kategori atau kelompok yang dapat menjalani rehabilitasi di BNN Provinsi Banten

adalah pengguna narkotika dengan tingkat kecanduan ringan dan sedang. Penentuan

kategori tersebut didasarkan pada penggunaan narkotika yang telah dilakukan,

dimana pada proses awal dilakukan pendalaman salah satunya untuk mengetahui

jumlah pemakaian narkotika yang telah dilakukan. Digolongkan pecandu ringan

apabila berkisar 1 (satu) sampai dengan 7 (tujuh) kali pemakaian, sedangkan untuk

pemakaian selama 8 (delapan) sampai dengan 39 (tiga puluh sembilan) kali

digolongkan dalam pecandu sedang, dan yang terakhir adalah pecandu berat dengan

jumlah pemakaian lebih dari 40 (empat puluh) kali pemakaian. Selain didasarkan

pada jumlah pemakaian narkotika yang telah dilakukan, dalam asesmen juga

diperdalam mengenai keadaan fisik dan psikis pada orang tersebut. Seperti yang

dinyatakan Bapak Sugino, SE (I1.1) sebagai berikut:

“Dalam proses asesmen itu ditentukan dia menjadi pemakai narkotika sudah

berapa lama, bagaimana psikologisnya, bagaimana kejiwaannya, nanti akan

ditentukan apakah rawat jalan yang harus 8-12 kali pertemuan dan kemudian

Page 183: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

164

di tes urin sampai dia negatif narkoba dan nanti kita kontrol kedepannya, tapi

kalau yang namanya rawat inap itu biasanya yang sudah lima tahun pakai,

secara sosial sudah tidak punya harga diri, ditanya lima kali lima ga tau

padahal dia lulusan SLTA atau sarjana ya dia harus di rawat inap dan

membutuhkan sentuhan konselor yang berkompeten, bisa di LIDO atau di

tempat umum yang bayar.” (Wawancara dengan I1.1 di BNN Provinsi Banten

pada 19 Juni 2017 pukul 10.30 WIB)

Hal senada juga dinyatakan Dokter Ade Nurhilal Desrinah (I1.4) selaku Dokter

Seksi Penguat Lembaga Rehabilitasi sebagai berikut:

“Sebelumnya itu kan ada proses asesmen, disitu banyak kita gali tentang

riwayat penyalahgunaan narkobanya, status pekerjaannya, status keluarga,

status hukum dan status kesehatannya termasuk status keatris atau perasaan

depresi, gaduh gelisah. Disini kita lihat bukan hanya dari fisiknya saja, tapi

juga dari perubahan perilakunya, perubahan mindsetnya, perasaannya dia

sudah bisa belum menghandle feelingnya.” (Wawancara dengan I1.4 di Klinik

Pratama BNN Provinsi Banten pada 2 Juni 2017 pukul 13.10 WIB)

Berdasarkan pernyataan I1.1 dan I1.4 di atas, dapat disimpulkan bahwa yang

menjadi tolak ukur dalam penentuan jangka waktu dan jenis rehabilitasi yang harus

dijalani pengguna narkotika adalah berdasarkan hasil proses asesmen, yaitu riwayat

penyalahgunaan narkotika yang telah dilakukan diantaranya jumlah pemakaian

narkotika dan kondisi fisik maupun psikis orang tersebut. Bahkan bukan hanya dari

segi medis saja, dari sisi lingkungan seperti status keluarga dan pekerjaan pun

didalami. Berdasarkan hasil tersebut, maka ditetapkan jangka waktu yang harus

dijalani dan jenis rehabilitasi apakah rawat jalan atau rawat inap karena setiap klien

dengan tingkat kecanduan yang berbeda, maka akan berbeda pula jenis pelayanan

rehabilitasi yang harus diberikan.

Hal tersebut diperkuat oleh keterangan Taufik (I2.7) sebagai salah salah satu

klien BNN Provinsi Banten yang telah menjalani proses asesmen sebagai berikut:

Page 184: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

165

“Asesmen waktu itu sih ya diperiksa ditanya tanya pemakaiannya, jenisnya,

udah berapa lama, dapet darimana. Pokoknya sama kaya BAP tapi lebih

banyak pertanyaannya karna yang meriksa itu banyak bukan cuma polisi

sama dari BNN.” (Wawancara dengan I2.7 di Klinik Pratama BNN Provinsi

Banten pada 5 Oktober 2017 pukul 14.40 WIB)

Berdasarkan keterangan I2.7 di atas, dapat disimpulkan bahwa pada saat proses

asesmen, dilakukan pendalaman riwayat penyalahgunaan narkotika seperti jenis, lama

penggunaan dan sumber perolehan narkotika. Asesmen tersebut dilakukan sama

seperti klien dari sumber lainnya yaitu oleh pihak BNN, pihak kepolisian dan pihak

lainnya secara hukum dan secara medis.

Gambar 4.5

Tempat Pelaksanaan Asesmen

Page 185: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

166

Setelah dilakukan asesmen baik secara medis maupun hukum, maka tahap

selanjutnya adalah membuat rancangan terapi yaitu menentukan jenis dan jangka

waktu yang harus dijalani selama proses rehabilitasi di BNN Provinsi Banten.

Mengenai jangka waktu proses rehabilitasi, Bapak Agus Mulyana, SE (I1.3) selaku

Kepala Bidang Rehabilitasi BNN Provinsi Banten menerangkan sebagai berikut:

“Rehabilitasi yang harus dijalani ini adalah selama 12 (dua belas) kali

pertemuan, dilakukan setiap minggu jadi kurang lebih ya 3 (tiga) bulanan

untuk proses rehabilitasinya.” (Wawancara dengan I1.3 di BNN Provinsi

Banten pada 30 Mei 2017 pukul 13.45 WIB)

Berdasarkan pernyataan I1.3 di atas, menyampaikan bahwa proses rehabilitasi

yang harus dijalani pengguna narkoba di BNN Provinsi Banten adalah selama 12 (dua

belas) kali pertemuan dengan jeda pertemuan satu kali setiap minggunya atau kurang

lebih selesai dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan. Rehabilitasi tersebut adalah

rehabilitasi medis dan sosial yang dilakukan di Klinik Pratama BNN Provinsi Banten

seperti yang telah dipaparkan sebelumnya. Sedangkan masih ada kegiatan

pascarehabilitasi yang harus dijalani setelah selesai masa rehabilitasi selama 12 (dua

belas) kali pertemuan tersebut.

Hal senada juga diungkapkan Bapak Sugino, SE, MH (I1.1) sebagai berikut:

“Untuk rawat jalan di BNN itu antara 8 sampai 12 kali pertemuan.”

(Wawancara dengan I1.1 di BNN Provinsi Banten pada 19 Juni 2017 pukul

10.30 WIB)

Berdasarkan pernyataan I1.1 di atas, dapat disimpulkan bahwa jangka waktu

dalam proses rehabilitasi yang harus dijalani pengguna narkoba di BNN Provinsi

Page 186: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

167

Banten adalah berkisar antara 8 (delapan) sampai dengan 12 (dua belas) kali

pertemuan.

Selama proses rehabilitasi yang dilakukan, terdapat beberapa tahapan kegiatan

yang harus dijalani klien dengan jangka waktu yang tidak dapat dipastikan karena

disesuaikan dengan kondisi klien pada masa rehabilitasi, Dokter Ade Nurhilal

Desrinah (I1.4) selaku Dokter Seksi Penguat Lembaga Rehabilitasi menyampaikannya

sebagai berikut:

“Berapa lamanya itu tidak bisa dipastikan sebulan, dua bulan atau tiga bulan

dan seterusnya. Disini itu minimal 12 kali pertemuan tapi ini ga ada

patokannya ya, tergantung perubahan perilakunya. Bisa ditambah dan bisa

dikurang. Tapi kalau yang putusan pengadilan mah ya sampai selesai

misalnya dia empat bulan ya sampai empat bulan. Cuma berlangsungnya itu

ada yang namanya tahap asesmen, kemudian delapan kali konseling, dan dua

kali grup terapi. Terus disini kan rehabilitasinya berkelanjutan ya, artinya

selain rehabilitasi rawat jalan nanti ada pascarehab terus pembinaan lanjut.

Itu namanya rehabilitasi berkelanjutan. Pembinaan lanjutnya nanti kita home

visit ke keluarga, ke rumah, ke tempat kerjanya.” (Wawancara dengan I1.4 di

Klinik Pratama BNN Provinsi Banten pada 2 Juni 2017 pukul 13.10 WIB)

Berdasarkan pernyataan I1.4 di atas, menyampaikan bahwa proses rehabilitasi

yang harus dijalani pengguna narkoba di BNN Provinsi Banten tidak dapat dipastikan

jangka waktunya, berbeda dengan keterangan I1.3 yang memperkirakan proses

rehabilitasi selama 3 (tiga) bulan dengan 12 (dua belas) kali pertemuan. Jangka waktu

proses rehabilitasi disesuaikan dengan perubahan perilaku klien selama masa

rehabilitasi, kecuali klien dengan status vonis pengadilan maka disesuaikan dengan

vonis yang telah ditetapkan. Tahapan rehabilitasi yang harus dijalani adalah tahap

asesmen seperti yang telah dipaparkan sebelumnya dan dalam hal ini I1.4 bertugas

sebagai tim asesmen medis, kemudian konseling selama 8 (delapan) kali pertemuan

Page 187: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

168

dan juga grup terapi sebanyak 2 (dua) kali pertemuan. Setelah proses tersebut selesai

dijalani, dilanjutkan dengan kegiatan pascarehabilitasi dan pembinaan lanjut yang

biasnya dilakukan dengan pemantauan lingkungan ke rumah ataupun tempat kerja

klien.

Dalam tahapan asesmen yang harus dijalani pengguna narkoba yang ingin

melakukan rehabilitasi, perlu diketahui sejauh mana tingkat ketergantungannya

terhadap narkoba. Hal tersebut berpengaruh terhadap proses rehabilitasi yang

kemudian akan dijalani termasuk jangka waktu proses rehabilitasi. Seperti yang

diungkapkan Bapak Tri Sutrisno, SH (I2.5) selaku Kepala Seksi Tindak Pidana Umum

Lainnya Kejaksaan Tinggi Banten sebagai berikut:

“Jadi di dalam asesmen itu kan ada pendapat medis, disitu mereka akan

menakar menilai seberapa jauh ini orang ketergantungan terhadap obat

misal dia kategori ringan itu kita rehabilitasinya 3 bulan, kalau kategori

sedang bisa 6 bulan, kalau kategorinya berat sekali itu bisa sampai satu

tahun.” (Wawancara dengan I2.5 di Kejaksaan Tinggi Banten pada 5 Juli 2017

pukul 11.40 WIB)

Berdasarkan pernyataan I2.5 di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam proses

asesmen yang dilakukan sebelum ditentukan jangka waktu untuk pelaksanaan

rehabilitasi yang akan dijalani, perlu diketahui seberapa jauh atau seberapa parah

tingkat penggunaan narkoba yang membuat ketergantungan pada klien, dan hal

tersebut dilakukan oleh tim asesmen medis. Berdasarkan kesimpulan atas asesmen

yang telah dilakukan, maka dapat ditentukan jangka waktu yang harus dijalani selama

proses rehabilitasi di BNN Provinsi Banten.

Page 188: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

169

Pelayanan rehabilitasi yang diberikan BNN Provinsi Banten ternyata tidak

saja dilakukan di Klinik Pratama milik BNN Provinsi Banten, tetapi juga dilakukan di

Lembaga Pemasyarakatan di daerah Banten melalui kerjasama dengan Kementerian

Hukum dan HAM (Kemenkumham) Kantor Wilayah Banten yang diberikan pada

warga binaan pemasyarakatan kasus narkoba di Lembaga Pemasyaratan yang

ditunjuk oleh Kemenkumham Kanwil Banten untuk melaksanakan kegiatan

rehabilitasi, seperti yang diungkapkan Bapak Agus Mulyana, SE (I1.3) selaku Kepala

Bidang Rehabilitasi BNN Provinsi Banten sebagai berikut:

“Selain disini kita juga melaksanakan rehab ke Lapas-Lapas yang ditunjuk

Kumham. Ditujukan untuk WBP (Warga Binaan Pemasyarakatan) yang

sudah mau keluar 3 bulan lagi, 6 bulan lagi, dengan harapan nanti dia keluar

sudah bisa menjaga dirinya, memprotek diri jangan sampai menggunakan

narkoba lagi. Kalau yang masih jauh ya nanti begitu direhab percuma, dia

nanti kembali ke teman-temannya. Jadi yang tiga sampai enam bulan mau

keluar saja kita sisihkan, diberikan rehabilitasi. Jangka waktunya sama tiga

bulan juga. Jadi satu tahun itu ada tiga Lapas yang ditunjuk. Tahun ini itu di

Lapas Wanita, Lapas Pemuda dan Lapas Kelas I. Tapi karena kemaren itu

tidak ada pasien di Lapas Wanita, jadi diganti di Lapas Serang. Karena

minimal itu harus ada 30 orang, nah kemarin itu kalau ga salah ada delapan

orang terus saya koordinasikan ke pusat katanya ga boleh, akhirnya

dialihkan ke Lapas Serang.” (Wawancara dengan I1.3 di BNN Provinsi Banten

pada 30 Mei 2017 pukul 13.45 WIB)

Berdasarkan pernyataan I1.3 di atas, dapat disimpulkan bahwa selain di Klinik

Pratama BNN Provinsi Banten, pihak BNN Provinsi Banten melaksanakan kegiatan

rehabilitasi di Lembaga Pemasyarakatan di wilayah Provinsi Banten yang ditunjuk

oleh Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) yaitu Lapas Wanita, Lapas

Pemuda dan Lapas Kelas I Tangerang. Namun dikarenakan Lapas Wanita tidak

memenuhi persyaratan dimana harus terdapat minimal 30 klien dalam pelaksanaan

Page 189: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

170

kegiatan rehabilitasi tersebut, maka pihak BNN mengalihkan kegiatan tersebut ke

Lapas Serang. Pelayanan rehabilitasi diberikan pada warga binaan pemasyarakatan

yang sudah mendekati masa pembebasan antara 3 (tiga) sampai dengan 6 (enam)

bulan lagi dengan harapan para klien tersebut dapat memprotek diri dan tidak kembali

menggunakan narkoba.

Hal senada juga disampaikan Dokter Ade Nurhilal Desrinah (I1.4) selaku

Dokter Seksi Penguat Lembaga Rehabilitasi sebagai berikut:

“Ya ada di Lapas juga, ada tiga lapas yang kita sudah laksanakan program

rehabnya. Ada di Lapas Serang, Lapas Tangerang Kelas I dan Lapas

Pemuda.” (Wawancara dengan I1.4 di Klinik Pratama BNN Provinsi Banten

pada 2 Juni 2017 pukul 13.10 WIB)

Berdasarkan keterangan I1.4, kegiatan rehabilitasi yang dilakukan BNN

Provinsi Banten tidak hanya dilakukan di Klinik Pratama BNN Provinsi Banten

melainkan juga dilakukan di tiga lembaga pemasyarakatan di wilayah Banten yaitu

Lapas Serang, Lapas Tangerang Kelas I dan Lapas Pemuda.

Sebagai tindak konfirmasi atas pernyataan I1.3 dan I1.4 di atas, peneliti

kemudian menanyakan hal tersebut kepada Bapak Heri Purnomo, SH selaku Kepala

Seksi Pembinaan dan Pendidikan LAPAS Serang dengan jawaban sebagai berikut:

“Kami selalu ada koordinasi terkait penggeledahan di dalam, ditemukan atau

engga barang terlarang ataupun alat komunikasi yang mengarah ke

penggunaan ataupun peredaran gelap narkoba, BNN juga mengadakan tes

urine. Selain itu juga BNNP Banten pernah melakukan rehabilitasi.”

(Wawancara dengan I2.6 di Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) Serang pada

27 Juli 2017 pukul 10.30 WIB)

Berdasarkan pernyataan I2.6 di atas, bahwa benar salah satu bentuk koordinasi

yang dilakukan Lembaga Pemasyarakatan Serang dengan BNN Provinsi Banten

Page 190: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

171

adalah dalam kegiatan rehabilitasi, yaitu pihak BNN Provinsi Banten pernah

melakukan kegiatan rehabilitasi di Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) Serang.

Mengenai jenis kegiatan rehabilitasi yang diberikan, Bapak Heri Purnomo SH

menjelaskannya sebagai berikut:

“Kalau rehab baru sekali, mungkin nanti akan rutin ya setahun sekali pasti

ada. Ada rehab medisnya, psikologisnya dan rehab sosialnya juga, ya

macam-macam life skillnya juga ada. Jadi ada beberapa komponen rehabnya

itu.” (Wawancara dengan I2.6 di Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) Serang

pada 27 Juli 2017 pukul 10.30 WIB)

Berdasarkan pernyataan I2.6 di atas, pelaksanaan kegiatan rehabilitasi di

LAPAS Serang baru satu kali dilakukan, dengan beberapa komponen kegiatan yaitu

rehabilitasi baik secara medis, psikologis dan sosial. Kegiatan lainnya yaitu kegiatan

pembinaan dengan pemberian pelatihan life skill. Seluruh kegiatan tersebut dilakukan

oleh BNN Provinsi Banten dengan juga melibatkan petugas LAPAS Serang baik

tenaga medis ataupun petugas keamanan. Seperti yang disampaikan Bapak Heri

Purnomo, SH sebagai berikut:

“Pelaksanaan disini BNN itu menunjuk konselor, ia mempunyai tenaga ahli

di bidang konseling terus melibatkan juga tenaga dari kita walaupun itu

dibawah koordinasi dari BNN. Dokter, perawat dan tenaga keamanan yang

sudah di training untuk menangani warga binaan kasus penyalahgunaan

narkoba itu dilibatkan juga.” (Wawancara dengan I2.6 di Lembaga

Pemasyarakatan (LAPAS) Serang pada 27 Juli 2017 pukul 10.30 WIB)

“Jangka waktunya untuk yang sudah kita lakukan kemarin itu selama 3

bulan.”(Wawancara dengan I2.6 di Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) Serang

pada 27 Juli 2017 pukul 10.30 WIB)

Berdasarkan pernyataan I2.6 di atas, dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan

rehabilitasi di Lembaga Pemasyarakatan Serang dilakukan atas kerjasama BNN

Page 191: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

172

Provinsi Banten dengan Kanwil Kemenkumham Banten di Lembaga Pemasyarakatan

Serang. Mekanisme pelaksanaannya adalah pihak LAPAS Serang sebagai penyedia

tempat penyelenggaraan kegiatan dan peserta rehabilitasi yaitu warga binaan blok

narkoba. Kemudian BNN Provinsi Banten mengirim tenaga ahli di bidang konseling

dan melibatkan juga tenaga medis dari LAPAS Serang seperti dokter dan perawat.

Selain itu dilibatkan juga tenaga keamanan untuk mengamankan selama

terselenggaranya aktivitas rehabilitasi yaitu selama 3 (tiga) bulan. Sedangkan pihak

BNN Provinsi Banten yaitu Bapak Agus Mulyana, SE (I1.3) dan Ibu dr. Ade Nurhilal

Desrinah (I1.4) menjelaskan pelaksanaan kegiatan rehabilitasi di Lembaga

Pemasyarakatan Serang dari segi metode dan SDM sebagai berikut :

“Sama aja konseling, penguatan diri, perilaku sosial, dan sebagainya lah,

termasuk pembinaan life skill juga. Konselornya juga ada yang dari kita. Tapi

ada juga tenaga medisnya yang dari Lapas, tapi dia sudah kita latih.”

(Wawancara dengan I1.3 di BNN Provinsi Banten pada 30 Mei 2017 pukul

13.45 WIB)

“Sama aja sih kalau metode ya melalui konseling dengan kita karena

konselornya tetap dari kita, tetapi ada juga tenaga medisnya itu dari Lapas.

Sama-sama rehab sosial pokoknya, tapi disana ga perlu ada asesmen dulu

kaya klien disini.” (Wawancara dengan I1.4 di Klinik Pratama BNN Provinsi

Banten pada 2 Juni 2017 pukul 13.10 WIB)

Berdasarkan pernyataan I1.3 dan I1.4 di atas, dapat disimpulkan bahwa

pelaksanaan rehabilitasi di Lembaga Pemasyarakatan Serang dilakukan dengan

metode yang sama yaitu melalui konseling. Sedangkan untuk SDM dilibatkan dari

kedua belah pihak yaitu tenaga ahli BNN Provinsi Banten sebagai konselor dan

dibantu juga oleh tenaga medis dari LAPAS Serang yang sebelumnya telah diberikan

pelatihan. Terkait metode rehabilitasi dengan konseling seperti yang telah dipaparkan

Page 192: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

173

sebelumnya, salah satu warga binaan pemasyarakatan yaitu Rohim (I2.8) yang

mengikuti program rehabilitasi di Lapas memberikan pernyataan senada sebagai

berikut:

“Jadi rehabnya itu pertama kaya konsultasi sama dokter gitu dari BNN, ya

sharing tentang berapa lama pakainya, terus jenisnya apa, kenapa bisa pakai

narkoba. Terus pertemuan berikutnya itu dikasih masukan, materi juga ada,

ya dapet banyak ilmu lah teh dari situ. Dikasih arahan banyak terus kita

suruh bener-bener pahamin renungin gitu. (Wawancara dengan I2.8 di

Lembaga Pemasyarakatan Serang pada 12 Oktober 2017 pukul 10.15 WIB)

Berdasarkan pernyataan I2.8 di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam

pelaksanaan program rehabilitasi di Lembaga Pemasyarakatan Serang, metode yang

digunakan sama seperti yang dilakukan di Klinik Pratama BNN Provinsi Banten yaitu

konseling. Proses konseling tersebut dilakukan oleh konselor dari BNN Provinsi

Banten untuk kemudian memberikan arahan dan masukan pada klien.

Selain mengenai pelaksanaan rehabilitasi yang dilakukan selain di BNN

Provinsi Banten, peneliti juga menanyakan mengenai sarana dan prasarana untuk

rehabilitasi seperti panti rehabilitasi, balai rehabilitasi, rumah sakit ketergantungan

obat dan sebagainya yang berada di Provinsi Banten, yang mana pada pemaparan

sebelumnya yang diungkapkan oleh Kepala Bidang Pencegahan dan Pemberdayaan

Masyarakat, Kepala Bidang Pemberantasan dan Dokter Seksi Penguat Lembaga

Rehabilitasi BNN Provinsi Banten belum ada fasilitas atau tempat untuk pelaksanaan

rehabilitasi khususnya rehabilitasi rawat inap yang tidak dapat dilakukan di Klinik

Pratama BNN Provinsi Banten. Seluruh rumah sakit yang ada di Provinsi Banten

tidak dapat melaksanakan program rehabilitasi bagi penyalahguna narkoba, yang ada

Page 193: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

174

hanya tempat rehablitasi milik masyarakat yang belum memiliki standar pelayanan

medis dan metode rehabilitasi yang sesuai dengan yang dilakukan BNN. Hal tersebut

juga diakui oleh Bapak Agus Mulyana, SE (I1.3) selaku Kepala Bidang Rehabilitasi

BNN Provinsi Banten sebagai berikut:

“Itu yang selalu kita upayakan kita koordinasikan dengan Dinas Kesehatan.

kita koordinasi masalah tempat-tempat rehab untuk segera dibuat karena kita

belum punya. Tapi untuk keseriusan ke arah sana sih memang belum ada, tapi

yang jelas faktanya Provinsi Banten membutuhkan tempat rehab antara

rumah sakit jiwa dengan panti rehab itu sangat dibutuhkan sekali. Di Banten

ini adanya yang punya masyarakat, yang metodenya berbeda-beda jadi kita

ga bisa mengirim pasien kesana, kalaupun koordinasi ya sebatas kasih

masukan aja.” (Wawancara dengan I1.3 di BNN Provinsi Banten pada 30 Mei

2017 pukul 13.45 WIB)

Berdasarkan pernyataan I1.3 di atas, dapat disimpulkan bahwa terdapat

permasalahan yaitu Provinsi Banten hingga saat ini belum memiliki tempat khusus

untuk rehabilitasi bagi penyalahguna narkoba seperti panti rehabilitasi dan rumah

sakit jiwa, padahal tempat tersebut sangat dibutuhkan khususnya untuk BNN Provinsi

Banten karena meskipun sudah ada tempat rehabilitasi milik masyarakat namun pihak

BNN Provinsi Banten tidak dapat mengirimkan pasien ke tempat tersebut karena

metodenya yang berbeda. Upaya koordinasi telah dilakukan BNN Provinsi Banten

dengan Dinas Kesehatan Provinsi Banten namun hingga saat ini belum terdapat

kejelasan untuk pembangunan tempat tersebut.

Hal senada terkait tempat rehabilitasi di Provinsi Banten juga diungkapkan

Bapak Asep Hanan, S.Ip (I2.3) dan Bapak Tri Sutrisno, SH (I2.5) sebagai berikut:

“Kalau di Banten itu ada, tapi semuanya itu milik masyarakat tidak ada milik

pemerintah daerah. Dengan adanya kewenangan pusat kan berarti ditarik jadi

di kita tidak ada panti-panti rehab yang milik pemerintah. Ini khusus Banten

Page 194: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

175

ya.” (Wawancara dengan I2.3 di Dinas Sosial Provinsi Banten pada 21 Juni 2017

pukul 11.05 WIB)

“Nah itu sih kendalanya, tapi lebih ke masukan ya mengenai rehabilitasi di

Banten ini sendiri belum ada perangkat untuk rehabilitasi. Itu yang kita

butuhkan seperti balai rehabilitasi, karena selama ini di lapangan itu

rehabilitasinya dilakukan di LP yang menurut saya masih kurang mengena

karena kan masih tercampur dengan pelaku lainnya, sedangkan pengguna ini

harus dipisahkan tidak boleh dicampur. Kalau rehabilitasi ya ditempatkan di

tempat khusus yang selama ini kita kirim ke Lido sedangakan Lido kan jauh,

harusnya untuk sebesar Banten yang ada di pinggiran ibu kota atau bisa

dibilang penyangga ibu kota ya harusnya sudah punya tempat rehabilitasi

sendiri. Itu yang seharusnya Pemerintah Daerah memikirkan kesana.”

(Wawancara dengan I2.5 di Kejaksaan Tinggi Banten pada 5 Juli 2017 pukul

11.40 WIB)

Berdasarkan pernyataan I2.3 dan I2.5 di atas, dapat disimpulkan bahwa Provinsi

Banten belum memiliki perangkat untuk rehabilitasi salah satunya tempat rehabilitasi

milik pemerintah yang khusus diperuntukan bagi penyalahguna narkoba. Namun

terdapat pendapat berbeda yaitu I2.3 berpendapat bahwa hal tersebut sudah bukan

menjadi kewenangan pemerintah daerah dan menjadi kewenangan pusat untuk

pelaksanaannya, sedangkan I2.5 berpendapat bahwa pemerintah daerah harus

memikirkan hal tersebut karena ketidakefektivan rehabilitasi terutama yang

dilaksanakan di Lembaga Pemasyarakatan dan pelaksanaan rehabilitasi rawat inap

yang selama ini harus dilakukan pengiriman pasien ke balai rehabilitasi di Lido

Sukabumi.

Pada paparan sebelumnya dijelaskan bahwa sebelum menjalani rehabilitasi

maka harus dilakukan asesmen baik secara medis maupun secara hukum yang

merupakan suatu proses untuk mengetahui riwayat penyalahgunaan narkoba yang

telah dilakukan serta untuk menentukan putusan yang diberikan, apakah dapat

Page 195: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

176

direhabilitasi atau harus melalui proses hukum secara pidana. Secara medis asesmen

tersebut dilakukan dengan menakar atau menilai seberapa jauh penggunaan dan

ketergantungan terhadap narkotika. Untuk mendukung proses tersebut seharusnya

dapat dilakukan dengan menggunakan alat yang dapat mengukur derajat toksinasi

penggunaan narkoba, namun pihak BNN Provinsi Banten belum memiliki peralatan

tersebut. Hal tersebut dibenarkan oleh Bapak Agus Mulyana, SE (I1.3) selaku Kepala

Bidang Rehabilitasi BNN Provinsi Banten sebagai berikut:

“Berupa alat secara khusus itu kami belum ada sih. Kayanya anggaran kita

belum sampai ke penyediaan alat itu, jadi untuk penilaian penggunaan

narkotikanya itu digali pada saat asesmen saja. Disitu juga kan dari banyak

pihak jadi bisa tergali walaupun tidak seakurat kalau pakai alat ya.”

(Wawancara dengan I1.3 di BNN Provinsi Banten pada 30 Mei 2017 pukul

13.45 WIB)

Dari pernyataan I1.3 di atas, dapat diketahui bahwa BNN Provinsi Banten

belum memiliki alat yang dapat mengukur derajat toksinasi penggunaan narkotika

dan hingga saat ini penilaian penggunaan narkotika hanya dilakukan dengan

menggali keterangan klien pada saat asesmen. Hal tersebut diakui bahwa hasil

tersebut tidak seakurat jika menggunakan alat. Pernyataan lain pun dikemukakan oleh

Dokter Ade Nurhilal Desrinah (I1.4) selaku Dokter Seksi Penguat Lembaga

Rehabilitasi sebagai berikut:

“Kalau di BNNP Banten hanya melalui tes urine untuk tau positif atau negatif.

Tapi kalau mau lebih tau dia jenis amphetamine atau methampitamine kita

rujuknya ke lab BNN di pusat, itu biasanya pake GCMS metodenya Gas

Cromatografy Mass Spectrometry.” (Wawancara dengan I1.4 di Klinik Pratama

BNN Provinsi Banten pada 2 Juni 2017 pukul 13.10 WIB)

Page 196: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

177

Berdasarkan kutipan wawancara dengan I1.4 di atas, dapat diketahui bahwa

BNN Provinsi Banten tidak dapat melakukan penilaian penggunaan narkotika dengan

menggunakan alat khusus, melainkan hanya dapat mengetahui positif atau negatif

penggunaan narkotika yaitu dengan tes urine. Sedangkan untuk mengetahui lebih

dalam mengenai penggunaan narkotika, pihak BNN Provinsi Banten merujuk pasien

untuk dilakukan pemeriksaan ke laboratorium BNN RI atau pusat dengan metode Gas

Cromatografy Mass Spectrometry.

Hal lain terkait permasalahan narkoba di Indonesia adalah permasalahan yang

dialami langsung oleh penyalahguna narkoba yaitu ketika seorang penyalahguna

selesai dan keluar dari tempat rehabilitasi, maka ia harus menghadapi respon dari

lingkungannya yang justru seringkali membuat dirinya merasa rendah diri karena

berbagai stigma masyarakat yang ditujukan. Mereka dicap buruk dan dianggap

sebagai kriminal yang lebih pantas dipenjarakan dan tidak diterima di tengah-tengah

masyarakat di lingkungannya. Stigma negatif masyarakat ini menimbulkan dampak

sosial seperti gangguan mental dan sikap anti-sosial, mereka cenderung tidak

berinteraksi dengan lingkungannya dan lebih memilih menyendiri atau hanya

menjalin hubungan dengan sebagian orang yang tidak mendiskriminasi dirinya dan

memungkinkan membuat timbulnya keinginan untuk kembali pada lingkungan

pengguna dan pengedar narkoba lainnya sehingga setelah dilakukannya rehabilitasi

secara medis maupun sosial, maka tahapan selanjutnya adalah kegiatan

pascarehabilitasi sebagai bentuk pengobatan dan persiapan mental dalam menghadapi

lingkungan dan agar benar-benar terhindar dari narkoba. Bapak Agus Mulyana, SE

Page 197: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

178

(I1.3) selaku Kepala Bidang Rehabilitasi BNN Provinsi Banten menjelaskan bentuk

kegiatan pascarehabilitasi sebagai berikut:

“Bentuknya pembinaan, ada pembinaan fungsional dengan diberikan

pelatihan cara membuat sendal, telur asin, membuat pupuk, peternakan lele

dan sebagainya. Itu dilakukan di rumah damping yang digunakan untuk

kegiatan pasca rehabilitasi.” (Wawancara dengan I1.3 di BNN Provinsi

Banten pada 30 Mei 2017 pukul 13.45 WIB)

Berdasarkan pernyataan I1.3 di atas, dapat disimpulkan bahwa kegiatan

pascarehabilitasi yang dilakukan BNN Provinsi Banten adalah dalam bentuk

pembinaan fungsional, yaitu pembinaan pembentukan keahlian atau keterampilan

yang dapat digunakan sebagai bahan persiapan mantan pecandu narkoba dalam

berwirausaha setelah selesai masa rehabilitasi di BNN Provinsi Banten. Untuk tempat

pelaksanaan kegiatan, BNN Provinsi Banten tidak melakukannya di kantor BNNP

Banten melainkan di rumah damping yang khusus digunakan untuk kegiatan

pascarehabilitasi tersebut. Kegiatan ini tidak hanya dilakukan oleh bidang rehabilitasi

saja, tetapi juga dilakukan oleh bidang pencegahan dan pemberdayaan masyarakat,

seperti yang disampaikan Bapak Sugino, SE, MH (I1.1) selaku Kepala Bidang

Pencegahan dan Pemberdayaan MasyaraKat BNN Provinsi Banten sebagai berikut:

“Kegiatan pasca rehabilitasinya itu dengan pembinaan life skill, termasuk

salah satu kegiatan yang dilakukan bidang P2M juga. Pembinaan life skill,

contohnya kemaren di daerah pekarungan. Daerah pekarungan itu daerah

narkoba banyak bekas pecandu narkoba, nah itu kami berikan life skill agar

mereka itu punya keterampilan seperti tukang cukur atau salon yang artinya

dia diberikan ketampilan, dibiayai dan diberikan seperangkat alat cukur.”

(Wawancara dengan I1.1 di BNN Provinsi Banten pada 19 Juni 2017 pukul

10.30 WIB)

Page 198: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

179

Berdasarkan pernyataan I1.1 di atas, kegiatan pascarehabilitasi yang dilakukan

BNN Provinsi Banten merupakan salah satu kegiatan yang juga dilakukan bidang

Pencegahan dan Pemberdayaan Masyarakat (P2M). Bentuk kegiatan yang selama ini

dilakukan adalah sama seperti yang diungkapkan Bapak Agus Mulyana (I1.3) yaitu

dalam bentuk pembinaan keterampilan. Keterangan di atas diperkuat dan diperjelas

oleh Dokter Ade Nurhilal Desrinah (I1.4) selaku Dokter Seksi Penguat Lembaga

Rehabilitasi sebagai berikut:

“Pascarehabilitasinya di BNNP Banten itu ada seminar pengembangan diri,

FSG (Family Support Group) sama vocationalnya ada. Tahun ini juga kita

punya rumah damping bekerjasama dengan Balai Pemasyarakatan

(BAPAS).” (Wawancara dengan I1.4 di Klinik Pratama BNN Provinsi Banten

pada 2 Juni 2017 pukul 13.10 WIB)

Berdasarkan hasil wawancara di atas, I1.4 lebih memfokuskan penjelasan pada

jenis kegiatan pascarehabilitasi yang dilakukan BNN Provinsi Banten yang terdiri

dari seminar pengembangan diri, FSG (Family Support Group) dan vocational.

Seluruh kegiatan tersebut dilakukan di BNN Provinsi Banten dan di rumah damping

dengan bekerjasama dengan Balai Pemasyarakatan.

Selain itu juga terdapat pihak luar yang juga berperan dalam kegiatan

pascarehabilitasi seperti yang diungkapkan Bapak Agus Mulyana, SE (I1.3) sebagai

berikut:

“Koordinasi itu dengan Dinas Sosial, dengan masyarakat setempat dan

BLKI. Kita minta dari Dinsos dan BLKI untuk menjadi pelatihnya. Selain itu

juga ada dari Dinas Kesehatan, Disperindag, peternakan, kelautan. Kalau

kita sudah menjalani pasca rehab, itu nanti Dinsos juga yang akan

memberikan semacam stimulan pembinaan atau uang sebagai bekal hidup

dia.” (Wawancara dengan I1.3 di BNN Provinsi Banten pada 30 Mei 2017

pukul 13.45 WIB)

Page 199: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

180

Berdasarkan pernyataan I1.3 di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam

pelaksanaan kegiatan pascarehabilitasi, BNN Provinsi Banten melakukan koordinasi

dengan beberapa instansi pemerintah dan juga masyarakat sebagai pelatih dalam

kegiatan pembinaan life skill serta untuk mendukung baik dari sarana maupun

prasarana dalam pelaksanaan kegiatan pascarehabilitasi. Pernyataan senada juga

disampaikan Bapak Sugino, SE, MH (I1.1) selaku Kepala Bidang Pencegahan dan

Pemberdayaan Masyarakat BNN Provinsi Banten sebagai berikut:

Pascarehab itu kan ada juga yang dilaksanakan disini, ada juga yang di

rumah damping, ada juga di lingkungan masyarakat kaya tadi itu di

pekarungan. Kalau yang disini itu pastinya bidang P2M dan bidang rehab

yang bertugas. Kalau yang diluar itu ada juga kerjasama dengan SKPD,

OPD seperti Dinsos, BLKI, terus pastimya dengan masyarakat.” (Wawancara

dengan I1.1 di BNN Provinsi Banten pada 19 Juni 2017 pukul 10.30 WIB)

Berdasarkan pernyataan I1.1 di atas, dapat disimpulkan bahwa kegiatan

pascarehabilitasi dilakukan di dua tempat yaitu di kantor BNN Provinsi Banten dan

juga di rumah damping. Pada pelaksanaan kegiatan di kantor BNN Provinsi Banten

dilakukan oleh bidang Rehabilitasi dan bidang Pencegahan dan Pemberdayaan

Masyarakat, sedangkan di rumah damping dilakukan atas kerjasama BNN Provinsi

Banten dengan SKPD, OPD dan juga masyarakat. Hal tersebut dibenarkan oleh

Bapak Asep Hanan S.IP (I2.3) selaku Kepala Seksi Rehabilitasi Tuna Sosial, NAPZA

dan Korban Perdagangan Orang (KPO) Dinas Sosial Provinsi Banten sebagai berikut:

“After care atau katakanlah pelayanan pasca rehabilitasi, jadi para mantan

korban penyalahguna NAPZA yang telah dikatakan pulih oleh lembaga

rehabilitasi itu kita berikan pelatihan keterampilan sesuai dengan minat

bakat mereka. Selama ini biasanya ada bengkel sepeda motor, ada counter

Page 200: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

181

pulsa, ada juga perwarungan, ada sablon, yang terbaru itu service

handphone. Pokoknya sesuai minat bakat mereka ya mereka mau apa,

misalnya pak nih saya maunya jual pulsa, ada juga yang jualan ikan. Asalkan

mereka sudah dikatakan pulih, didata oleh kita dan dari BNN juga ada,

dengan yayasan sosial pun ada. Diberikan pelatihan lalu mereka diberikan

bantuan stimulan berupa peralatan usaha ekonomi produktif yang mereka

pilih seharga biasanya lima juta rupiah.” (Wawancara dengan I2.3 di Dinas

Sosial Provinsi Banten pada 21 Juni 2017 pukul 11.05 WIB)

Berdasarkan keterangan I2.3 di atas, membenarkan bahwa Dinas Sosial

Provinsi Banten juga ikut berperanserta dalam pelaksanaan kegiatan pascarehabilitasi

atau disebut program after care di Dinas Sosial. Salah satu pihak yang berkoordinasi

adalah BNN Provinsi Banten dalam pendataan jumlah penyalahguna narkoba yang

selesai menjalani proses rehabilitasi dan masuk ke tahap pascarehabilitasi. Bentuk

kegiatan pascarehabilitasi yang dilakukan adalah pelatihan keterampilan sesuai

dengan minat bakat peserta, kemudian diberikan stimulan berupa peralatan untuk

mendukung terlaksananya usaha ekonomi produktif pasca diberikan pelatihan oleh

Dinas Sosial, BNN Provinsi Banten dan pihak lainnya.

Selain dilakukan di kantor BNN Provinsi Banten dan di rumah damping,

kegiatan pascarehabilitasi juga dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan Serang dengan

bentuk kegiatan yang hampir serupa yaitu kegiatan pembinaan keterampilan

wirausaha, seperti yang diungkapkan Bapak Heri Purnomo (I2.6 ) selaku Kepala Seksi

Pembinaan dan Pendidikan Lembaga Pemasyarakatan Serang sebagai berikut:

“Untuk disini yang waktu itu dilakuin ada olahraga pagi sampai dengan

memberikan materi tentang wirausaha, terus tentang keterampilan ada juga

kaya buat kerajinan, service ac, ya pokoknya bekal-bekal keterampilan yang

bermanfaat banyak lah mba.” (Wawancara dengan I2.6 di Lembaga

Pemasyarakatan (LAPAS) Serang pada 27 Juli 2017 pukul 10.30 WIB)

Page 201: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

182

Berdasarkan pernyataan I2.6 di atas, dapat disimpulkan bahwa kegiatan

pascarehabilitasi yang dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan Serang hampir serupa

dengan kegiatan yang rutin dilakukan BNN Provinsi Banten di rumah damping, yaitu

dalam bentuk pembinaan keterampilan dan materi wirausaha sebagai bahan persiapan

untuk kemudian kembali pada lingkungan dan upaya menjauhkan diri dari bahaya

narkoba. Hal tersebut dibenarkan oleh Rohim (I2.8) sebagai salah satu warga binaan

pemasyarakatan yang mengikuti program rehabilitasi di Lembaga Pemasyarakatan

Serang:

“Iya ada pelatihan untuk usaha, ada beberapa pilihan gitu bisa pilih sesuai

yang kita mau, kalau saya waktu itu ikut service hp. Lumayan lah teh buat

nanti kalau keluar kan bisa buat usaha saya.” (Wawancara dengan I2.8 di

Lembaga Pemasyarakatan Serang pada 12 Oktober 2017 pukul 10.15 WIB)

Berdasarkan pernyataan I2.8, salah satu kegiatan pada saat dilakukan program

rehabilitasi di Lembaga Pemasyarakatan Serang adalah kegiatan pelatihan wirausaha.

Kegiatan tersebut dapat disesuaikan dengan minat bakat warga binaan, salah satunya

service handphone seperti yang diikuti oleh I2.8. kegiatan tersebut dirasa bermanfaat

sebagai bekal persiapan untuk berwirausaha setalah masa pembebasan.

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa BNN Provinsi Banten adalah

Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL), maka pemberian layanan rehabilitasi yang

dilakukan pihak BNN Provinsi Banten tidak hanya dilakukan pada klien yang

bersumber dari hasil tangkapan BNN Provinsi Banten maupun pihak kepolisian,

melainkan juga dapat diberikan pada penyalahguna narkoba atau masyarakat yang

Page 202: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

183

merasa dirinya ataupun keluarganya memiliki masalah kecanduan narkotika dengan

melalui tahapan asesmen terlebih dahulu. Atas dasar hal tersebut, peneliti kemudian

menanyakan apakah terdapat perbedaan pelayanan antara pecandu narkoba yang

datang sendiri untuk melakukan rehabilitasi dengan yang merupakan penyerahan dari

instansi. Bapak Sugino, SE, MH (I1.1) selaku Kepala Bidang Pencegahan dan

Pemberdayaan Masyarakat BNN Provinsi Banten mengungkapkan sebagai berikut:

“Untuk pelayanannya sama saja karena disini itu namanya Institusi

Penerima Wajib Lapor (IPWL), itu di pasal 54 tidak dihukum atau hanya

harus wajib lapor termasuk pasal 127 dan 128, termasuk jika ada anak kecil

di bawah umur kita akan wadahi dan kita libatkan Komisi Perlindungan Anak

(KPA) ataupun orang tuanya agar dapat di rehab atau disembuhkan. Jadi

BNN bicara dari sebelum kena sampai pasca rehabilitasi.” (Wawancara

dengan I1.1 di BNN Provinsi Banten pada 19 Juni 2017 pukul 10.30 WIB)

Berdasarkan pernyataan I1.1 di atas, dapat disimpulkan bahwa pemberian

layanan rehabilitasi yang dilakukan BNN Provinsi Banten sebagai Institusi Penerima

Wajib Lapor (IPWL) pada klien yang datang sendiri untuk melakukan rehabilitasi

dengan yang merupakan penyerahan dari instansi dilakukan tanpa ada perbedaan

yaitu tidak dikenakan hukuman pidana sesuai pasal 54 Undang-Undang Narkotika

Tahun 2009 termasuk juga yang sebelumya dikenakan pasal 127 dan 128 namun

mendapat putusan rehabilitasi, maka klien menjalankan rehabilitasi rawat jalan dan

wajib lapor sesuai jangka waktu yang telah ditetapkan berdasarkan hasil asesmen. Hal

tersebut didukung oleh pernyataan Bapak Agus Mulyana, SE (I1.3) selaku Kepala

Bidang Rehabilitasi BNN Provinsi Banten sebagai berikut:

Page 203: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

184

“Tidak, semua sama saja. Kita pulangkan dia, karena kalau dia bermaksud

untuk baik untuk sembuh tentunya harus ada kesadaran sendiri. Memang ada

sel kita disini tetapi kita tidak memasukan sel kecuali dia melakukan

pelanggaran, baru kita cari dan dimasukan sel.” (Wawancara dengan I1.3 di

BNN Provinsi Banten pada 30 Mei 2017 pukul 13.45 WIB)

Berdasarkan pernyataan I1.3 di atas, dapat disimpulkan bahwa memang BNN

Provinsi Banten tidak memberikan perbedaan layanan pada klien yang datang sendiri

untuk melakukan rehabilitasi dengan yang merupakan penyerahan dari instansi.

Seluruh klien yang telah mendapat putusan rehabilitasi maka tidak dikenakan

penahanan. Penahanan di sel BNN Provinsi Banten hanya dilakukan pada klien yang

melakukan pelanggaran pada saat masa rehabilitasi. Pendapat lainnya juga

diungkapkan oleh Dokter Ade Nurhilal Desrinah (I1.4) selaku Dokter Seksi Penguat

Lembaga Rehabilitasi sebagai berikut:

“Tidak ada yang beda kalau soal penerimaannya ya. Tapi kalau namanya

terapi dan metodenya tetap kita berdasarkan individual treatment plan, jadi

setiap individu itu masing-masing beda meskipun sama-sama pakai shabu

tapi ya belum tentu sama treatmentnya. Kalau penyerahan yang sudah

putusan pengadilan itu kita sesuaikan dengan jangka waktunya yang sudah

diputuskan aja. Jadi penerimaan pas awal sama pelayanannya aja yang

sama.” (Wawancara dengan I1.4 di Klinik Pratama BNN Provinsi Banten pada

2 Juni 2017 pukul 13.10 WIB)

Berdasarkan pernyataan I1.4 di atas, dapat disimpulkan bahwa tidak ada

perbedaan yang diberikan antara pecandu narkoba yang datang sendiri untuk

melakukan rehabilitasi dengan yang merupakan penyerahan dari instansi khususnya

pada penerimaan dan pemberian layanan rehabilitasi, kecuali pada metode rehabilitasi

karena memang metode yang digunakan didasarkan pada rancangan terapi yang

dibuat pada masing-masing individu saat selesai proses asesmen.

Page 204: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

185

Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya bahwa terdapat dua sumber klien

penerima rehabilitasi yaitu pecandu narkoba yang datang sendiri untuk melakukan

rehabilitasi dengan yang merupakan penyerahan dari instansi, seperti yang sedang

dalam proses hukum oleh pihak kepolisian. Hal tersebut mengacu pada keputusan

bersama antara Ketua Mahkamah Agung, Menteri Hukum dan HAM, Menteri

Kesehatan, Menteri Sosial, Jaksa Agung Kapolri dan Kepala BNN tentang

Penanganan Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika ke dalam

Lembaga Rehabilitasi. Implementasi dari peraturan bersama tersebut diantaranya

dengan membentuk Tim Asesmen Terpadu (TAT) untuk melakukan upaya

penanganan rehabilitasi bagi penyalahguna dan pecandu narkotika yang sedang dalam

proses hukum. Kemudian peneliti menanyakan terkait pelaksanaan hal tersebut

melalui mekanisme pengguna narkoba yang sedang dalam proses hukum kemudian

direkomendasikan untuk menjalani tahapan untuk dapat dilakukan rehabilitasi di

BNN Provinsi Banten. Bapak Agus Mulyana, SE (I1.3) selaku Kepala Bidang

Rehabilitasi BNN Provinsi Banten menjelaskan sebagai berikut:

“Kalau terkait dengan hukum misalnya dia ditangkap terus di proses oleh

Polda maupun Polres dia harus melalui mekanisme namanya TAT (Tim

Asesmen Terpadu) dari pihak kepolisian, penyidik BNN, penyidik kejaksaan

dan penyidik dari kumham yang kaitannya dengan Lapasnya.” (Wawancara

dengan I1.3 di BNN Provinsi Banten pada 30 Mei 2017 pukul 13.45 WIB)

Berdasarkan pernyataan I1.3 di atas, dapat disimpulkan bahwa mekanisme

yang digunakan bagi penyalahguna narkoba yang sedang dalam proses hukum

kemudian direkomendasikan untuk menjalani tahapan untuk dapat dilakukan

Page 205: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

186

rehabilitasi adalah melalui tahapan asesmen terlebih dahulu oleh Tim Asesmen

Terpadu (TAT) yang terdiri dari pihak kepolisian, penyidik BNN, penyidik kejaksaan

dan penyidik dari kemenkumham untuk kaitannya dengan Lapas. Pernyataan tersebut

diperkuat oleh pernyataan Bapak Kompol Kosasih SH, MH (I2.1) dan Bapak BRIPKA

Gunawan (I2.2) selaku Kepala Sub Bagian dan Pelaksana Bagian Pembinaan dan

Operasional (Binopsnal) Kepolisian Daerah Provinsi Banten sebagai berikut:

“Di asesmen dulu, makanya tadi ada koordinasi dengan BNNP. Sebelum di

rehab dilakukan asesmen dulu.” (Wawancara dengan I2.1 di Direktorat

Reserse Narkoba Polda Banten pada 5 Juli 2017 pukul 10.30 WIB)

“Jadi si penyalahguna tertangkap kita ajukan asesmen, nanti yang

menentukan vonsinya apakah di rehabilitasi atau tidak itu sesuai putusan

pengadilan. Kita hanya merekomendasikan saja.” (Wawancara dengan I2.2 di

Direktorat Reserse Narkoba Polda Banten pada 5 Juli 2017 pukul 10.30 WIB)

Berdasarkan pernyataan I2.1 dan I2.2 di atas, dapat disimpulkan bahwa

mekanisme yang digunakan khususnya di Polda Banten untuk merekomendasikan

seorang penyalahguna narkoba yang sedang dalam proses hukum untuk menjalani

tahapan guna dapat dilakukan rehabilitasi yaitu pertama-tama diajukan untuk

dilakukan asesmen. Disitulah kewenangan pihak kepolisian untuk

merekomendasikan, sedangkan untuk penentuan vonis atau keputusan selanjutnya

adalah kewenangan pihak pengadilan. Sedangkan Bapak Abdul Majid, SH, MH (I1.2)

selaku Kabid Pemberantasan BNN Provinsi Banten lebih memfokuskan pada status

dan barang bukti narkotika pada tersangka. Berikut pernyataan beliau:

“Ada prosedurnya untuk mengajukan rehabilitasi, pertama terkait tindak

pidana yang dilakukan oleh tersangka ini kategorinya dia selaku pengguna

Page 206: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

187

narkoba ya bukan pengedar, dan menurut ukuran itu barang bukti yang

dilakukan penyitaan ini kurang dari 1 gram karena kalau pengedar juga

barang buktinya biasanya lebih dari 1 gram sedangkan pengguna biasanya

hanya nol koma sekian gram sisa-sisa pemakaian dan barang bukti tes

urinenya, bisa dilihat di Undang-Undang Narkotika ya.” (Wawancara dengan

I1.2 di BNN Provinsi Banten pada 5 Juli 2017 pukul 11.40 WIB)

Berdasarkan pernyataan I1.2 di atas, hal yang difokuskan guna dapat

mengajukan atau merekomendasikan pengguna narkoba yang sedang dalam proses

hukum untuk menjalani tahapan guna dapat dilakukan rehabilitasi di BNN Provinsi

Banten adalah statusnya sebagai pengguna narkoba dengan barang bukti kurang dari

satu gram serta bukti hasil tes urine. Hal tersebutlah yang dijadikan acuan untuk

selanjutnya dapat dilakukan asesmen dan proses rehabilitasi berikutnya.

Dari data lapangan yang telah dijelaskan di atas, peneliti dapat menarik

kesimpulan bahwa dari aspek Treatment (pengobatan) dalam upaya pencegahan dan

pemberantasan penyalahgunaan narkoba dilakukan BNN Provinsi Banten melalui

program rehabilitasi untuk memperbaiki kondisi mental dan juga fisik pada pengguna

dan/atau pecandu narkotika. Pelayanan rehabilitasi dilakukan di Klinik Pratama di

BNN Provinsi Banten yaitu rehabilitasi rawat jalan dengan metode Theraupetic

Community yang tergolong rehabilitasi sosial, sedangkan untuk rehabilitasi rawat

inap dan metode rehabilitasi medis belum dapat dilakukan di Klinik Pratama BNN

Provinsi Banten. Selain itu juga dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan di wilayah

Provinsi Banten melalui kerjasama dengan Kementerian Hukum dan HAM

(Kemenkumham) Kantor Wilayah Banten.

Page 207: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

188

Setelah dilakukannya proses rehabilitasi, selanjutnya dilakukan kegiatan

pascarehabilitasi sebagai bentuk pengobatan dan persiapan mental dalam menghadapi

lingkungan dan agar benar-benar terhindar dari narkoba yang dilakukan di BNN

Provinsi Banten dan di rumah damping dengan berkoordinasi dengan beberapa

instansi pemerintah seperti Dinas Sosial Provinsi Banten, Balai Pemasyarakatan,

Balai Latihan Kerja Industri (BLKI) dan juga masyarakat sebagai pelatih dalam

kegiatan pembinaan life skill serta untuk mendukung baik dari sarana maupun

prasarana dalam pelaksanaan kegiatan pascarehabilitasi.

4.3.3 Harm Reduction (Pengurangan Dampak Buruk)

Harm Reduction (Pengurangan Dampak Buruk) dalam upaya pencegahan dan

pemberantasan penyalahgunaan narkoba memfokuskan pada bahaya narkoba

terhadap individu dan masyarakat dari penjualan dan penggunaan narkoba. Prinsip ini

mengharuskan untuk tidak membahayakan atau menyakiti mereka yang menderita

kecanduan dan fokus pada bahaya yang ditimbulkan dari narkoba. Seluruh kegiatan

dilakukan agar dapat membuat kehidupan yang lebih sehat untuk pengguna narkoba

maupun masyarakat umum. Harm Reduction menggunakan pendekatan pragmatis

untuk mengatasi permasalahan narkoba dan telah terbukti sukses dalam mengurangi

penggunaan narkoba, penyebaran HIV/AIDS dan hepatitis, overdosis dan kematian

akibat penggunaan narkoba.

Pengaturan mengenai pendekatan pengurangan dampak buruk narkotika diatur

melalui Keputusan Menteri Kesehatan (Kepmenkes), yaitu Kepmenkes No.

567/MENKES/SK/VIII/2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengurangan Dampak

Page 208: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

189

Buruk NAPZA.Strategi ini seharusnya dapat dilakukan oleh BNN Provinsi Banten

dan berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan Provinsi Banten Bidang Pencegahan dan

Pengendalian Penyakit (P2P) karena kegiatan ini merupakan salah satu program di

bidang tersebut. Seperti yang diungkapkan Bapak H. R. Wahyu Santoso W. SKM.

M.Si (I2.4) selaku Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas

Kesehatan Provinsi Banten sebagai berikut:

“Program itu diperuntukan bagi para pemakai narkoba yang terindikasi

terkena HIV. HIV itu ada tiga macam, salah satu penyebabnya adalah pada

pengguna narkoba suntik. Sektor kesehatan itu telah mengantisipasi dengan

ada dua metode ya, yang pertama itu dengan program PTRM (Program

Terapi Rumatan Metadone) dan kemudian ada LAS (Layanan Alat Suntik

Steril).” (Wawancara dengan I2.4 di Dinas Kesehatan Provinsi Banten pada 16

Juni 2017 pukul 9.50 WIB)

Berdasarkan pernyataan I2.4, dapat disimpulkan bahwa program harm

reduction merupakan salah satu program Dinas Kesehatan Provinsi Banten yang

diperuntukan bagi pengguna narkoba yang terindikasi terkena HIV khususnya yang

berakibat dari penggunaan jenis narkoba suntik. Bentuk kegiatan dari program ini

adalah Program Terapi Rumatan Metadone (PTRM) dan Layanan Alat Suntik Steril

(LAS). Pernyataan tersebut diperkuat juga oleh pernyataan Bapak Arif (I1.5) selaku

Mitra Bidang Pencegahan dan Pemberdayaan Mayarakat BNN Provinsi Banten

sebagai berikut :

“Harm reduction itu kan program pengurangan dampak buruk, ini adalah

PTRM (Program Terapi Rumatan Metadone) atau Layanan Alat Suntik Steril.

Nah pengurangan dampak buruk ini sebetulnya untuk memutuskan mata

rantai kecanduan atau ketergantungan. Misalnya dia ketergantungan heroine

yang disuntikan, akhirnya kita rujuk untuk memutuskan proses menyuntik ini

kepada PTRM, narkotika heroinnya diganti dengan narkotika sintesis

Page 209: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

190

metadone sehingga di oral. Ketika diganti dengan yang sintesis maka nanti

penguatannya akan mengikuti itu. Kalau untuk alat suntik sterile itu

pengurangan dampaknya lebih pada dia menyuntik sendiri daripada dia

tadinya satu suntikan itu bareng-bareng sehingga buruknya itu ke penyakit

yang diderita, bisa hepatitis, tubercolosis, bisa macem-macem lah ya nanti,

sehingga jarum suntik itu diberikan untuk diri sendiri, tidak sharing dengan

yang lain-lain.” (Wawancara dengan I1.5 di Universitas Sultan Ageng

Tirtayasa Serang pada 5 Juli 2017 pukul 11.40 WIB)

Berdasarkan pernyataan I1.5, dapat disimpulkan bahwa program harm

reduction atau program upaya pengurangan dampak buruk bagi penyalahguna

narkoba adalah melalui Program Terapi Rumatan Metadone (PTRM) dan Layanan

Alat Suntik Steril (LAS). Secara lebih rinci beliau menyampaikan bahwa kegiatan

PTRM dilakukan dengan mengganti narkotika nonsintesis menjadi narkotika sintesis

metadone. Hal tersebut untuk memutuskan mata rantai kecanduan atau

ketergantungan seseorang terhadap narkotika sehingga efek buruk dari narkotika

dapat diminimalisir. Sedangkan Layanan Alat Suntik Steril (LAS) dilakukan dengan

memberikan alat suntik yang bertujuan untuk mengurangi dampak penyebaran virus

penyakit melalui alat suntik yang digunakan secara berbarengan.

Program kegiatan Harm Reduction ini seharusnya dapat dilaksanakan dan

diberikan bagi penyalahguna narkoba (klien) BNN Provinsi Banten. Namun hal

tersebut belum dilakukan oleh BNN Provinsi Banten. Pelaksanaan upaya

pengurangan dampak buruk secara medis hanya dilakukan melalui kegiatan

rehabilitasi yaitu melalui konseling. Seperti yang diungkapkan oleh Dokter Ade

Nurhilal Desrinah (I1.4) selaku Dokter Seksi Penguat Lembaga Rehabilitasi sebagai

berikut:

Page 210: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

191

“Harm reduction itu kan seharusnya dilakukan secara medis, dengan

program yang tujuannya meminimalisir efek buruk narotika, tapi sampai saat

ini program itu belum ada di BNNP Banten karena disini pun hanya melayani

rehab jalan dengan konseling jadi tidak ada pemberian obat sintesis maupun

non sintesis kepada klien. Untuk layanan alat suntik steril pun kita tidak

lakukan, karena sebenarnya itu ranah Dinas Kesehatan yang seharusnya

berkoordinasi dengan kita, tapi sampai sekarang belum dikasih pintu ke arah

sana. Kalau dari pihak sananya mengajak ya kami pasti siap” (Wawancara

dengan I1.4 di Klinik Pratama BNN Provinsi Banten pada 2 Juni 2017 pukul

13.10 WIB)

Berdasarkan pernyataan I1.4, dapat disimpulkan bahwa program harm

reduction atau program upaya pengurangan dampak buruk bagi penyalahguna

narkoba belum dilakukan oleh BNN Provinsi Banten. Sampai saat ini pelayanan yang

dapat diberikan oleh BNN Provinsi Banten hanya rehabilitasi rawat jalan dengan

metode konseling dan tanpa pemberian obat baik sintesis maupun semisintesis.

Program harm reduction lainnya yaitu Layanan Alat Suntik Steril (LAS) juga belum

dilakukan karena belum terlaksananya koordinasi yang baik dengan Dinas Kesehatan

Provinsi Banten untuk pelaksanaan kegiatan layanan tersebut. Hal tersebut diperkuat

juga oleh pernyataan Bapak Agus Mulyana, SE (I1.3) selaku Kepala Bidang

Rehabilitasi BNN Provinsi Banten sebagai berikut:

“Ga ada, kita hanya melalui rehab rawat jalan saja konseling, kalau

detoksifikasinya tidak ada. Kita juga tidak memberikan obat ke rumah, kita

tidak memberikan jenis obat atau narkoba yang jenisnya sama dengan

dikurangi dosisnya itu tidak berlaku di kita. Kalau itu kan seperti PTRM, tapi

kalau kita itu tidak pernah memberikan obat atau narkoba kita kasih narkoba

lagi, itu engga. Biasa kalau di PTRM kan misalkan saya pakai putau nih, itu

dia diberikan putau terus kan cuma dosisnya dikurangi. Kalau rawat inap

baru ada tapi kalau kita upayanya melalui konseling saja.” (Wawancara

dengan I1.3 di BNN Provinsi Banten pada 30 Mei 2017 pukul 13.45 WIB)

Page 211: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

192

Berdasarkan pernyataan I1.3, program harm reduction atau program upaya

pengurangan dampak buruk bagi penyalahguna narkoba memang tidak dilakukan di

BNN Provinsi Banten. Seperti pernyataan I1.4 yang menerangkan bahwa BNN

Provinsi Banten hanya memberikan layanan rehabilitasi rawat inap dengan metode

konseling saja tanpa pemberian obat, sedangkan untuk Program Terapi Rumatan

Metadone (PTRM) tidak diberikan. Padahal harm reduction adalah program yang

harus dilakukan untuk mengurangi efek buruk akibat kecanduan atau ketergantungan

seseorang terhadap narkotika dan program ini seharusnya dapat dilakukan secara

bersamaan dengan kegiatan rehabilitasi karena tujuan serupa yang ingin dicapai. Hal

tersebut didukung oleh pernyataan Bapak Sugino, SE, MH (I1.1) selaku Kepala

Bidang Pencegahan dan Pemberdayaan Masyarakat BNN Provinsi Banten

mengungkapkan sebagai berikut:

“Harm reduction itu kan dikaitkan dengan Pak Agus di bidang rehabilitasi.

Artinya dia pengobatan dan pasca rehab itu bagian dari harm reduction itu.

Jadi manusia yang sudah kena ini bagaimana dan akan diapakan, sampai

kepada pascarehab.” (Wawancara dengan I1.1 di BNN Provinsi Banten pada

19 Juni 2017 pukul 10.30 WIB)

Berdasarkan pernyataan I1.1 di atas, dapat disimpulkan bahwa program harm

reduction atau program upaya pengurangan dampak buruk bagi penyalahguna

narkoba berkaitan dengan program rehabilitasi di bidang rehabilitasi BNN Provinsi

Banten karena harm reduction merupakan bagian dari pengobatan pada pecandu

narkoba. Selain dari pihak BNN Provinsi Banten, peneliti juga menanyakan hal

Page 212: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

193

tersebut kepada Taufik (I2.7) selaku klien yang sedang dalam proses rehabilitasi di

BNN Provinsi Banten dengan keterangan sebagai berikut:

Ga pernah kalau disini mah cuma konseling aja, ga dikasih obat apa-apa

pokoknya harus berhenti total aja karena di cek setiap minggunya.

(Wawancara dengan I2.7 di Klinik Pratama BNN Provinsi Banten pada 5

Oktober 2017 pukul 14.40 WIB)

Berdasarkan pernyataan I2.7 di atas, dapat disimpulkan bahwa beliau sebagai

penerima layanan di BNN Provinsi Banten tidak menerima pelayanan lain selain

rehabilitasi rawat jalan dengan metode konseling. Program harm reduction atau

program upaya pengurangan dampak buruk bagi penyalahguna narkoba diakui beliau

tidak pernah dilakukan, seperti untuk Program Terapi Rumatan Metadone (PTRM).

Program rehabilitasi dan pascarehabilitasi yang dilakukan BNN Provinsi

Banten juga hanya dilakukan dalam kurun waktu 3 bulan sampai dengan satu tahun

dengan metode konseling tanpa ada program harm reduction, padahal seseorang yang

kecanduan terhadap narkotika tidak dapat pulih dalam jangka waktu yang sebentar.

Seperti yang diungkapkan Bapak Arif (I1.5) sebagai berikut:

“Sekarang logikanya orang ketergantungan narkotik selama 5-10 tahun,

tidak mungkin bisa berhenti dalam 1 sampai 2 tahun, artinya harus bertahap.

Jadi satu tahun pertama itu 200ml, tahun kedua 150ml, tahun ketiga 100ml,

jadi kurangi sampai abstinene (tidak menggunakan sama sekali).”

(Wawancara dengan I1.5 di Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Serang pada 5

Juli 2017 pukul 11.40 WIB)

Berdasarkan pernyataan I1.5 di atas, dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan

harm reduction sebagai upaya pengurangan dampak buruk bagi penyalahguna

narkoba dan untuk menghentikan kecanduan seseorang terhadap narkoba harus

Page 213: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

194

dilakukan secara bertahap dan dalam kurun waktu yang cukup lama terlebih bagi

pecandu narkotika yang dalam kategori berat harus dilakukan selama bertahun-tahun.

Hal tersebut dibenarkan oleh dr. Ade Nurhilal Desrinah (I1.4) sebagai berikut:

“Untuk narkotika ini penyakit kronis dan dia bisa kambuh-kambuhan. Dia

merusak jaringan syaraf dan otak. Jadi sebenarnya kalau untuk dikatakan

pulih jangka waktunya lebih dari dua tahun. Artinya abstinen jadi selesai

rehab disini dia tetap harus tahap pemulihan seumur hidup bahkan sampai

dia mati.” (Wawancara dengan I1.4 di Klinik Pratama BNN Provinsi Banten

pada 2 Juni 2017 pukul 13.10 WIB)

Berdasarkan pernyataan I1.4 di atas, dijelaskan bahwa narkotika adalah sesuatu

yang dapat merusak jaringan syaraf dan otak, sehingga narkotika dapat menjadi

penyakit kronis dan terjadi dalam waktu yang tidak dapat ditentukan (kambuh-

kambuhan). Oleh sebab itu seseorang yang mengalami kecanduan narkotika tidak

dapat dipulihkan dalam jangka waktu yang sebentar, bahkan pemulihan harus

dilakukan selama seumur hidup.

Dari beberapa pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa program harm

reduction sebagai upaya pengurangan dampak buruk bagi penyalahguna narkoba

secara medis sampai saat ini belum dilakukan karena pihak BNN Provinsi Banten

belum dapat memberikan obat baik sintesis maupun nonsintensis kepada

penyalahguna narkoba dan terbatas pada layanan rehabilitasi dengan metode rawat

jalan saja. Namun disisi lain upaya pengurangan dampak buruk dilakukan oleh BNN

Provinsi Banten secara non medis yaitu melalui dalam kegiatan pemberantasan

penyalahgunaan narkoba, seperti yang diungkapkan Bapak Abdul Majid, SH, MH

(I1.2) selaku Kepala Bidang Pemberantasan BNN Provinsi Banten berikut:

Page 214: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

195

“Oh untuk itu, kegiatannya kita melakukan penyelidikan untuk pelaku atau

jaringan sindikat narkotika. Kalau memang sudah cukup bukti ya kita

melakukan tindakan hukum, kira-kira begitu.” (Wawancara dengan I1.2 di

BNN Provinsi Banten pada 5 Juli 2017 pukul 11.40 WIB)

Berdasarkan pernyataan I1.2 di atas, program harm reduction atau sebagai

upaya pengurangan dampak buruk bagi penyalahguna narkoba dilakukan dalam

kegiatan penyelidikan bagi pelaku atau jaringan sindikat narkotika. Terlihat bahwa

bidang pemberantasan lebih melihat dampak buruk yang ditimbulkan adalah

bersumber dari peredaran narkotika yang dilakukan oleh jaringan sindikat narkotika,

sehingga mereka melakukan tindakan pemberantasan dengan melakukan

penyelidikan terlebih dahulu sampai terdapat bukti yang cukup untuk seterusnya

dilakukan tindakan hukum. Hal tersebut dilakukan sebagaimana tugas pokok bidang

pemberantasan seperti yang disampaikan I1.2 sebagai berikut:

“Kalau di bagian pemberantasan, kita melakukan penyelidikan,

pengungkapan dan penindakan atau lidik sidik. Setalah dilakukan

penyelidikan, kalau memang unsur pembuktiannya ada, bisa ditindaklanjuti

artinya kita dapat melakukan eksekusi atau tindakan penyidikan.”

(Wawancara dengan I1.2 di BNN Provinsi Banten pada 5 Juli 2017 pukul

11.40 WIB)

Berdasarkan pernyataan I1.2 di atas, dapat disimpulkan bahwa tugas bidang

pemberantasan BNN Provinsi Banten adalah melakukan penyelidikan, pengungkapan

dan penindakan terhadap pelaku penyalahguna narkoba atau jaringan sindikat

narkoba yang memberikan dampak buruk bagi lingkungan dengan melakukan

peredaran gelap narkoba. Kegiatan pemberantasan tersebut dilakukan bersama

beberapa pihak penegak hukum, seperti dalam keterangan (I1.2) berikut:

Page 215: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

196

“Koordinasinya dengan kepolisian khususnya, kemudian dengan Korps Polisi

Militer untuk berantas karena terkait tindak pidana yang dilakukan baik oleh

masyarakat sipil atau militer. Selain itu juga dengan kejaksaan terkait

penyidikan, kalau untuk tindakan di lapangan itu dengan kepolisian Polda

Polres Polsek, kemudian Lapas juga.” (Wawancara dengan I1.2 di BNN

Provinsi Banten pada 5 Juli 2017 pukul 11.40 WIB)

Berdasarkan pernyataan I1.2 di atas, kegiatan pemberantasan penyalahgunaan

dan peredaran gelap narkoba dilakukan dengan berkoordinasi dengan beberapa pihak

yaitu pihak kepolisian khususnya untuk tindakan pemberantasan di lingkungan

masyarakat umum dan dengan Korps Polisi Militer untuk kegiatan pemberantasan di

lingkungan masyarakat hingga militer. Kemudian juga dengan Kejaksaan pada saat

penyidikan setelah terbukti menyalahgunakan narkoba serta dengan pihak Lembaga

Pemasyarakatan untuk kegiatan pemberantasan narkoba di lingkungan Lapas. Hal

tersebut dibenarkan oleh Kompol Kosasih SH, MH (I2.1) selaku Kepala Sub Bagian

Pembinaan dan Operasional (Binopsnal) Kepolisian Daerah Provinsi Banten sebagai

berikut:

“Ada namanya operasi interdiksi atau operasi gabungan…..”(Wawancara

dengan I2.1 di Direktorat Reserse Narkoba Polda Banten pada 5 Juli 2017

pukul 10.30 WIB)

Berdasarkan pernyataan I2.1 di atas, dapat disimpulkan bahwa terdapat

koordinasi antara Polda Banten dengan BNN Provinsi Banten khususnya untuk

kegiatan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba, seperti dalam

kegiatan operasi interdiksi atau operasi gabungan.

Page 216: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

197

Sedangkan untuk tempat pelaksanaan kegiatan pemberantasan

penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba tidak dapat dipastikan, Bapak Abdul

Majid, SH, MH (I1.2) menjelaskan sebagai berikut:

“Itu relatif, dimana saja, kapan saja. Karena orang melakukan kejahatan itu

kan tidak mengenal waktu, tempat, umur dan sebagainya.” (Wawancara

dengan I1.2 di BNN Provinsi Banten pada 5 Juli 2017 pukul 11.40 WIB)

Berdasarkan pernyataan I1.2 di atas, dapat disimpulkan bahwa kegiatan

pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba tidak dapat dipastikan

baik dari sisi tempat, waktu, maupun pihak sasarannya dengan alasan bahwa

penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba adalah suatu kejahatan dan kejahatan

dapat dilakukan tanpa memandang hal-hal tersebut. Secara lebih rinci, pihak Polda

Banten yaitu Kompol Kosasih SH, MH (I2.1) menjelaskan tempat pelaksanaan

kegiatan pemberantasan sebagai berikut:

“Untuk operasi interdiksi biasanya dilakukan di pelabuhan, tempat hiburan,

kos-kosan.” (Wawancara dengan I2.1 di Direktorat Reserse Narkoba Polda

Banten pada 5 Juli 2017 pukul 10.30 WIB)

Dari pernyataan I2 .1 di atas, kegiatan pemberantasan penyalahgunaan dan

peredaran gelap narkoba yaitu operasi interdiksi dilakukan di tempat-tempat yang

dianggap rawan terjadi penyalahgunaan maupun peredaran gelap narkoba seperti

pelabuhan, tempat hiburan, kos-kosan.

Dari data lapangan yang telah dijelaskan di atas, peneliti dapat menarik

kesimpulan bahwa dari aspek Harm Reduction atau sebagai upaya pengurangan

dampak buruk bagi penyalahguna narkoba dalam upaya pencegahan dan

pemberantasan penyalahgunaan narkoba belum dilakukan oleh pihak BNN Provinsi

Page 217: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

198

Banten. BNN Provinsi Banten hanya memberikan layanan rehabilitasi rawat jalan

dengan metode konseling yang dianggap sebagai salah satu upaya pengurangan

dampak buruk bagi penyalahguna narkotika, disisi lain juga BNN Provinsi Banten

melakukan kegiatan pemberantasan narkoba untuk mengurangi dampak buruk yang

ditimbulkan dari penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba.

4.3.4 Law Enforcement (Penegakan Hukum)

Law Enforcement (Penegakan Hukum) dalam upaya pencegahan dan

pemberantasan penyalahgunaan narkoba dilakukan oleh BNN Provinsi Banten, pihak

kepolisian dan aparat hukum untuk ketertiban umum dan keamanan masyarakat.

Strategi ini harus dilakukan dengan terintegrasi juga pada kegiatan pencegahan,

rehabilitasi, dan pengurangan dampak buruk agar dapat berjalan efektif.

Penegakan hukum dalam kasus penyalahgunaan narkoba mengacu pada

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dan Undang-Undang

Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika, namun karena dalam penelitian ini

memfokuskan pada Strategi yang dilakukan Badan Narkotika Nasional Provinsi

Banten, maka dasar hukum yang dijadikan acuan adalah Undang-Undang Nomor 35

Tahun 2009 tentang Narkotika. Undang-Undang ini merupakan revisi atas Undang-

Undang sebelumnya yaitu Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 Tentang

Narkotika. Terdapat beberapa alasan yang melatarbelakangi direvisinya UU Nomor

22 tahun 1997 tersebut, antara lain tindak pidana narkotika yang dilakukan dengan

modus operandi yang semakin canggih, materi undang-undang yang tidak lagi sesuai

dengan perkembangan situasi terkini, dan perlunya penguatan kelembagaan dalam hal

Page 218: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

199

pencegahan dan pemberantasan peredaran gelap narkotika. Secara umum, terdapat

beberapa hal baru yang dikenalkan oleh UU Narkotika, antara lain: adanya perubahan

dan penambahan definisi di dalam bab tentang ketentuan umum, ruang lingkup dan

tujuan yang diperluas, perluasan alat bukti dan adanya teknik penyidikan narkotika

yang baru, serta ancaman pidana minimal untuk semua golongan narkotika.

UU Narkotika tahun 2009 memasukan satu butir tujuan baru mengenai

rehabilitasi. Tujuan tersebut hendak mengatur upaya rehabilitasi baik secara medis

maupun sosial bagi pecandu dan panyalahguna narkotika. Dalam UU Narkotika tahun

1997 hal tersebut tidak dijadikan sebagai tujuan. Dengan demikian, adanya tujuan

tersebut di dalam UU Narkotika tahun 2009 membawa angin segar bagi perjuangan

pecandu narkotika untuk memperoleh pemulihan ketergantungan narkotika (melalui

rehabilitasi) dibanding dipenjarakan, dan hal tersebut merupakan tugas dan kewajiban

Badan Narkotika Nasional (BNN) baik di tingkat pusat, Provinsi, Kabupaten/Kota di

setiap daerah di Indonesia. Pasal-pasal yang mengatur rehabilitasi bagi pecandu dan

panyalahguna narkotika adalah:

1) Pasal 4 huruf d: “menjamin pengaturan upaya rehabilitasi medis dan sosial

bagi penyalahguna dan pecandu narkotika.”

2) Pasal 54: “pecandu narkotika dan korban penyalahgunaan narkotika wajib

menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.”

3) Pasal 103 ayat (1): “hakim yang memeriksa perkara pecandu narkotika dapat:

a. memutus untuk memerintahkan yang bersangkutan menjalani pengobatan

Page 219: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

200

dan/atau perawatan melalui rehabilitasi jika pecandu narkotika tersebut

terbukti bersalah melakukan tindak pidana narkotika; atau

b. menetapkan untuk memerintahkan yang bersangkutan menjalani

pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi jika pecandu narkotika

tersebut tidak terbukti bersalahmelakukan tindak pidana narkotika.”

4) Pasal 127 ayat (1) huruf a, b, dan c: “setiap penyalahguna narkotika[...]

dipidana dengan pidana penjara paling lama[...]”

5) Pasal 127 ayat (2): “dalam memutus perkara sebagaimana dimaksud pada ayat

(1), hakim wajib memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 54, Pasal 55, dan Pasal 103.”

6) Pasal 127 ayat (3): “dalam hal penyalahguna sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) dapat dibuktikan atau terbukti sebagai korban penyalahgunaan

narkotika, penyalahguna tersebut wajib menjalani rehabilitasi medis dan

rehabilitasi sosial.”

Dasar hukum mengenai rehabilitasi bagi pecandu dan panyalahguna narkotika

juga disampaikan Bapak Sugino, SE, MH (I1.1) selaku Kepala Bidang Pencegahan

dan Pemberdayaan Masyarakat BNN Provinsi Banten sebagai berikut:

“Undang-Undang Narkotika Nomor 35 Tahun 2009. Untuk BNN secara

hukum rehabilitasi ada di pasal 54, kemudian di pasal 127 juga kalau dia

ketangkap bisa direhab tapi melalui proses penyidik dulu. Pasal 128 itu

ajakan supaya penyalahguna yang sifatnya ringan itu harus direhab,

syaratnya itu dia melapor nanti ditentukan rawat jalan atau rawat inap. Tapi

kalau tertangkap tentunya ada proses hukum, apalagi dia pakai dan memiliki

barang, tentunya dia proses hukum dan proses rehab.” (Wawancara dengan

I1.1 di BNN Provinsi Banten pada 19 Juni 2017 pukul 10.30 WIB)

Page 220: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

201

Berdasarkan pernyataan I1.1 di atas, dapat diketahui bahwa dasar hukum dalam

penegakan hukum kasus penyalahgunaan narkotika adalah Undang-Undang

Narkotika Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, dan pasal yang secara khusus

membahas ketentuan hukum untuk rehabilitasi terdapat pada pasal 54, pasal 127 dan

pasal 128 sesuai ketentuan masing-masing. Sedangkan Bapak Agus Mulyana, SE

(I1.3) selaku Kepala Bidang Rehabilitasi BNN Provinsi Banten menjelaskan pasal

yang menjamin pengaturan rehabilitasi sebagai berikut:

“Undang-Undangnya Nomor 35, yang khusus mengatur rehabilitasi itu pasal

4 huruf D kalau ga salah. Upaya menjamin pengaturan rehabilitasi medis dan

rehabilitasi sosial bagi penyalahguna narkoba.” (Wawancara dengan I1.3 di

BNN Provinsi Banten pada 30 Mei 2017 pukul 13.45 WIB)

Berdasarkan pernyataan yang disampaikan oleh I1.3, yang menjadi dasar

hukum dalam penegakan hukum kasus penyalahgunaan narkotika adalah Undang-

Undang Narkotika Nomor 35 Tahun 2009 dan yang khusus mengatur rehabilitasi

terdapat pada pasal 4 huruf D yang berisi upaya menjamin pengaturan rehabilitasi

medis dan rehabilitasi sosial bagi penyalahguna narkoba. Hal senada juga

disampaikan oleh Bapak Abdul Majid, SH, MH (I1.2) selaku Kepala Bidang

Pemberantasan BNN Provinsi Banten sebagai berikut:

“Untuk Narkotikanya Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009, pasal

rehabilitasinya pasal 4 dan pasal 54, ada juga pasal lain tapi itu

kewenangannya jaksa dan hakim.” (Wawancara dengan I1.2 di BNN Provinsi

Banten pada 5 Juli 2017 pukul 11.40 WIB)

Berdasarkan pernyataan yang disampaikan oleh I1.2 di atas, dapat disimpulkan

bahwa penegakan hukum kasus penyalahgunaan narkotika didasari oleh Undang-

Page 221: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

202

Undang Narkotika Nomor 35 Tahun 2009, dan pasal yang berisi aturan hukum

rehabilitasi ada pada pasal 4 dan pasal 54 dan pasal lainnya yang juga menjadi

kewenangan pihak kejaksaan dan hakim yang membuat putusan. Keterangan dari

pihak BNN Provinsi Banten tersebut diperkuat juga oleh keterangan pihak penegak

hukum yaitu dari Kepolisian Daerah (Polda) Banten (I2.1) dan (I2.2) dan juga

Kejaksaan Tinggi Banten (I2.5) sebagai berikut:

“Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dan ada

tambahannya tahun 2017 ini itu Permenkes Nomor 2 Tahun 2017.”

(Wawancara dengan I2.1 di Direktorat Reserse Narkoba Polda Banten pada 5

Juli 2017 pukul 10.30 WIB)

“Undang-Undang Narkotika Nomor 35 Tahun 2009.” (Wawancara dengan

I2.2 di Direktorat Reserse Narkoba Polda Banten pada 5 Juli 2017 pukul 10.30

WIB)

“Dasar hukumnya Undang-Undang Narkotika, itu Undang-Undang Nomor

35 Tahun 2009.” (Wawancara dengan I2.5 di Kejaksaan Tinggi Banten pada 5

Juli 2017 pukul 11.40 WIB)

Berdasarkan pernyataan I2.1, I2.2 dan I2.5 di atas, dapat disimpulkan bahwa

yang menjadi dasar hukum dalam penegakan hukum kasus penyalahgunaan narkoba

adalah Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Selain itu juga

terdapat Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 2 Tahun 2017 yang berisi

perubahan penggolongan narkotika dimana terdapat narkotika jenis baru yang belum

termasuk dalam jenis narkotika di Undang-Undang Narkotika Nomor 35 Tahun 2009.

Setelah diketahui dasar hukum dalam penegakan hukum kasus

penyalahgunaan narkoba, maka selanjutnya dapat diketahui sanksi hukum yang

diterima apabila menyalahgunakan narkoba. Bapak Abdul Majid, SH, MH (I1.2)

Page 222: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

203

selaku Kepala Bidang Pemberantasan BNN Provinsi Banten menjelaskan sanksi

hukum yang diterima sesuai pernyataan beliau sebelumnya mengenai pasal 4 dan

pasal 54 dalam Undang-Undang Narkotika tahun 2009 sebagai berikut:

“Undang-Undang mengatur disitu bahwa pengguna atau pecandu narkoba

itu kalau di BNN ini harus di rehab, bukan harus di hukum atau ya

hukumannya itu rehab, bukan harus diselesaikan di Lembaga

Pemasyarakatan, untuk waktunya ya minimal 3 bulan untuk rehabnya saja

belum termasuk pascarehab, tapi kembali lagi tergantung tingkat

kecanduannya.” (Wawancara dengan I1.2 di BNN Provinsi Banten pada 5 Juli

2017 pukul 11.40 WIB)

Berdasarkan pernyataan I1.2 di atas, dapat disimpulkan bahwa sanksi hukum

dalam kasus penyalahgunaan narkoba khususnya pada pasal 4 dan pasal 54 Undang-

Undang Narkotika tahun 2009 adalah hukuman rehabilitasi bagi pengguna atau

pecandu narkoba dengan jangka waktu minimal 3 (tiga) bulan dan disesuaikan

dengan tingkat ketergantungan narkoba yang dialami.

Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya bahwa dalam kasus

penyalahgunaan narkoba terdapat dua kemungkinan mengenai hukuman yang

diterima, yaitu hukuman pidana atau rehabilitasi. Bapak Sugino, SE, MH (I1.1)

menjelaskan sebagai berikut:

“Sanksinya kalau cuma di rehab ya mulai dari 6 (enam) bulan, kalau pidana

dari 4 (empat) tahun sampai hukuman mati.” (Wawancara dengan I1.1 di BNN

Provinsi Banten pada 19 Juni 2017 pukul 10.30 WIB)

Berdasarkan pernyataan I1.1 di atas, dapat diketahui bahwa sanksi hukum

dalam penyalahgunaan narkoba dilihat berdasarkan putusan apakah penyalahguna

harus direhabilitasi atau dipidana. Apabila penyalahguna tersebut mendapat putusan

rehabilitasi, maka sanksi hukumnya minimal 6 (enam) bulan, sedangkan jika

Page 223: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

204

putusannya berupa hukuman pidana maka minimal adalah 4 (empat) tahun penjara

dan maksimal hukuman mati. Hal tersebut diperkuat oleh pernyataan Bapak Agus

Mulyana, SE (I1.3) sebagai berikut:

“Sanksinya tentu pertama dilihat dari hasil asesmen dulu kalau di kita, kalau

putusannya rehabilitasi ya dilihat lagi masuk kategori mana kan, ya berarti

mulai dari pecandu ringan yang tiga bulan sampai pecandu berat satu tahun.

Kalau yang putusannya pidana ya antara 4 tahun sampai hukuman mati

untuk yang tingkat internasional.” (Wawancara dengan I1.3 di BNN Provinsi

Banten pada 30 Mei 2017 pukul 13.45 WIB)

Berdasarkan pernyataan I1.3 di atas, dapat disimpulkan bahwa sanksi hukum

dalam kasus penyalahgunaan narkoba didasarkan pada hasil asesmen yang kemudian

berpengaruh terhadap putusan yang dikeluarkan. Apabila diperoleh putusan

rehabilitasi, maka selanjutnya adalah melihat tingkat kecanduan pada penyalahguna

narkoba tersebut. Apabila diperoleh putusan pidana, maka sanksi hukumnya adalah 4

(empat) tahun penjara dan maksimal hukuman mati untuk kasus di tingkat

internasional.

Pihak lainnya yang juga bertugas sebagai aparat hukum atau penegak hukum

adalah pihak kepolisian dalam hal ini adalah dari Direktorat Reserse Narkoba Polda

Banten, namun pihak kepolisian lebih memfokuskan pada hukuman pidana sesuai

Undang-Undang Narkotika tahun 2009 dan menyesuaikan status penyalahgunaan

narkoba dengan pasal yang akan disangkakan. Bapak Kompol Kosasih SH, MH (I2.1)

dan Bapak BRIPKA Gunawan (I2.2) memberi pernyataan sebagai berikut:

“Untuk sanksi itu variatif tergantung pasal yang dikenakan, untuk pidana itu

minimal 4 tahun dan maksimalnya hukuman mati.” (Wawancara dengan I2.1 di

Direktorat Reserse Narkoba Polda Banten pada 5 Juli 2017 pukul 10.30 WIB)

Page 224: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

205

“Sanksinya antara 4 tahun kurungan penjara sampai hukuman mati,

tergantung apakah dia pengguna di pasal 127, memiliki menguasai dan

menyimpan pasal 112 atau pengedar di pasal 114.” (Wawancara dengan I2.2

di Direktorat Reserse Narkoba Polda Banten pada 5 Juli 2017 pukul 10.30

WIB)

Berdasarkan pernyataan I2.1 dan I2.2 di atas, dapat disimpulkan bahwa sanksi

hukum khususnya sanksi pidana dalam kasus penyalahgunaan narkoba adalah

minimal 4 (empat) tahun dan maksimal hukuman mati. hukuman tersebut bergantung

pada pasal yang disangkakan sesuai dengan status penyalahgunaan narkoba yang

dilakukan, seperti pasal 112 apabila memiliki menguasai dan menyimpan narkoba,

pasal 127 apabila hanya menggunakan dan pasal 114 apabila mengedarkan narkoba.

Selain BNN dan kepolisian, Kejaksaan juga merupakan pihak penegak hukum

yang memiliki tugas dan kewenangan dalam mendakwakan pasal pada tersangka

kasus penyalahgunaan narkoba setelah melalui proses asesmen di BNN dan juga BAP

di kepolisian. Mengenai sanksi hukum yang diberikan, Bapak Tri Sutrisno, SH (I2.5)

mengungkapkan sebagai berikut:

“Tentu sesuai Undang-Undang dan pasal yang didakwakan, misalnya pasal

112 memiliki itu ada ancamannya minimal 4 tahun dan bisa sampai 15 tahun

atau hukuman mati.” (Wawancara dengan I2.5 di Kejaksaan Tinggi Banten

pada 5 Juli 2017 pukul 11.40 WIB)

Berdasarkan pernyataan I2.5 di atas, pihak kejaksaan sebagai pihak yang

bertugas mendakwakan hukuman pada penyalahguna narkoba, menjelaskan bahwa

sanksi hukum yang diberikan adalah sesuai dengan Undang-Undang dan pasal yang

didakwakan yaitu dengan ancaman pidana minimal 4 (empat) tahun dan maksimal

hukuman mati.

Page 225: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

206

Dari beberapa pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa sanksi hukum

dalam kasus penyalahgunaan narkoba yaitu disesuaikan dengan pasal yang

didakwakan, dan dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 terdapat dua jenis

putusan yaitu rehabilitasi atau hukuman pidana. Untuk rehabilitasi disesuaikan

dengan kategori penyalahgunaan narkoba dengan jangka waktu 3 (tiga) sampai

dengan 1 (satu) tahun, sedangkan untuk hukuman pidana penjara adalah minimal 4

(empat) tahun sampai dengan hukuman mati.

Setelah diketahui apa yang menjadi dasar hukum dan sanksi hukum yang

diterima dalam kasus penyalahgunaan narkoba, perlu diketahui juga siapa saja pihak

yang berkoordinasi dalam penegakan hukum penyalahgunaan narkoba untuk

kemudian diketahui masing-masing peran dari pihak yang terlibat. Bapak Sugino SE,

MH (I1.1) selaku Kepala Bidang Pencegahan dan Pemberdayaan Masyarakat BNN

Provinsi Banten menjelaskannya sebagai berikut :

“Ya kordinasi kita jalan baik dengan Polda kaitan dengan tahanan, terus

juga dengan Kemenkumham jalan terus karena itu merupakan mitra kerja

yang memang mengurusi narkotika dan ada mekanisme-mekanisme yang

memang ada sinergitas antara aparat penegak hukum dengan dinas-dinas

terkait.” (Wawancara dengan I1.1 di BNN Provinsi Banten pada 19 Juni 2017

pukul 10.30 WIB)

Berdasarkan pernyataan I1.1 di atas, dapat disimpulkan bahwa pihak yang

berkoordinasi dalam penegakan hukum kasus penyalahgunaan narkoba adalah pihak

kepolisian dalam hal ini di tingkat provinsi adalah Polda Banten untuk kaitannya

dengan tahanan, selain itu koordinasi dilakukan dengan Kemenkumham sebagai

Page 226: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

207

aparat hukum yang menjadi mitra kerja BNN Provinsi Banten untuk mengurusi

permasalahan narkotika.

Pernyataan lain disampaikan Bapak Abdul Majid, SH, MH (I1.2) selaku

Kepala Bidang Pemberantasan BNN Provinsi Banten sebagai berikut:

“Koordinasinya dengan kepolisian khususnya, kemudian dengan Korps Polisi

Militer untuk berantas karena terkait tindak pidana yang dilakukan baik oleh

masyarakat sipil atau militer. Selain itu juga dengan kejaksaan terkait

penyidikan, kalau untuk tindakan di lapangan itu dengan kepolisian Polda

Polres Polsek, kemudian Lapas juga.” (Wawancara dengan I1.2 di BNN

Provinsi Banten pada 5 Juli 2017 pukul 11.40 WIB)

Berdasarkan pernyataan I1.2 di atas, pihak yang terlibat dan berkoordinasi

dengan BNN Provinsi Banten dalam penegakan hukum penyalahgunaan narkoba

adalah pihak kepolisian yaitu dari Polda, Polres dan Polsek, kemudian Korps Polisi

Militer dan juga Lapas untuk kegiatan pemberantasan atau tindakan di lapangan,

selain itu juga dengan kejaksaan untuk penyidikan kasus penyalahgunaan narkoba.

Pihak-pihak tersebut lebih berkaitan pada kegiatan pemberantasan penyalahgunaan

maupun peredaran gelap narkoba. Sedangkan yang kaitannya dengan rehabilitasi

dijelaskan Bapak Agus Mulyana, SE (I1.3) selaku Kepala Bidang Rehabilitasi BNN

Provinsi Banten sebagai berikut:

“Kalau dari sisi hukumnya itu Kejaksaan, kepolisian (Polda), dan

Kemenkumham yang tadi kaitannya dengan Lapas baik pada saat asesmen

atau untuk pelaksanaan rehab yang kita adakan di Lapas itu.” (Wawancara

dengan I1.3 di BNN Provinsi Banten pada 30 Mei 2017 pukul 13.45 WIB)

Berdasarkan pernyataan I1.3 di atas, pihak yang terlibat dan berkoordinasi

dengan BNN Provinsi Banten dalam penegakan hukum penyalahgunaan narkoba

Page 227: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

208

khususnya dengan kaitan proses rehabilitasi adalah dari Kejaksaan, pihak Kepolisian

dan juga Kemenkumham untuk kaitannya dengan Lapas. Pihak-pihak tersebut adalah

pihak yang berkoordinasi dalam melakukan asesmen hukum sebagai bahan

pertimbangan untuk proses rehabilitasi, khusus untuk Kemenkumham juga untuk

pelaksanaan rehabilitasi di Lembaga Pemasyarakatan.

Dari beberapa pernyataan pihak BNN Provinsi Banten I1.1 I1.2 dan I1.3 di atas,

dapat disimpulkan bahwa pihak yang terlibat dan berkoordinasi dengan BNN

Provinsi Banten dalam penegakan hukum penyalahgunaan narkoba adalah pihak

kepolisian yaitu dari Korps Polisi Militer, Polda, Polres dan Polsek untuk kaitannya

dengan tahanan, kegiatan pemberantasan maupun proses asesmen hukum, selain itu

juga dengan Kejaksaan untuk proses penyidikan atau asesmen hukum, dengan

Kemenkumham untuk kaitannya dengan Lembaga Pemasyarakatan, dalam proses

asesmen hingga penyelenggaraan kegiatan rehabilitasi di Lembaga Pemasyarakatan.

Hal senada juga disampaikan Bapak Arif (I1.5) selaku Mitra Bidang Pencegahan dan

Pemberdayaan Mayarakat BNN Provinsi Banten sebagai berikut :

“Ini ada yang namanya peraturan bersama. Peraturan bersama itu terdiri

dari Polda, BNN, Kejaksaan Tinggi, Pengadilan dan Kanwilkumham.

Peraturan bersama ini untuk menyikapi dan membedakan dia adalah user,

kurir, atau bandar. Kalau user sehingga putusan pengadilan adalah di

rehabilitasi, tetapi kalau misalnya dia kurir ataupun bandar terbukti dengan

barang bukti yang cukup memberatkan maka dia vonisnya adalah penjara.”

(Wawancara dengan I1.5 di Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Serang pada 5

Juli 2017 pukul 11.40 WIB)

Berdasarkan pernyataan I1.5 di atas, dapat disimpulkan bahwa pihak-pihak

yang terlibat dan berkoordinasi dalam penegakan hukum penyalahgunaan narkoba

Page 228: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

209

disebut dalam peraturan bersama yang terdiri dari pihak Kepolisian, BNN, Kejaksaan,

Pengadilan dan Kemenkumham, seluruh pihak tersebut berperan dalam penegakan

hukum dengan disesuaikan pada status penyalahguna narkoba. Salah satu pihak yang

berkoordinasi adalah pihak kepolisian, namun pihak kepolisian lebih memfokuskan

pada pihak penegak hukum untuk kaitannya dengan proses hukum pidana seperti

pernyataan Bapak Kompol Kosasih SH, MH (I2.1) dan Bapak BRIPKA Gunawan (I2.2)

selaku Kepala Sub Bagian dan Pelaksana Bagian Pembinaan dan Operasional

(Binopsnal) Kepolisian Daerah Provinsi Banten sebagai berikut:

“Selain BNN ada namanya Criminally Justice System yaitu Pengadilan,

Kejaksaan dan Kemenkumham.” (Wawancara dengan I2.1 di Direktorat

Reserse Narkoba Polda Banten pada 5 Juli 2017 pukul 10.30 WIB)

“Koordinasinya dengan Kejaksaan, Pengadilan dan Kemenkumham.”

(Wawancara dengan I2.2 di Direktorat Reserse Narkoba Polda Banten pada 5

Juli 2017 pukul 10.30 WIB)

Dari pernyataan I2.1 dan I2.2, pihak yang berkoordinasi dalam penegakan

hukum penyalahgunaan narkoba adalah pihak BNN dan yang disebut dengan

Criminally Justice System yaitu Pengadilan, Kejaksaan dan Kemenkumham sebagai

pihak penegak hukum. Pihak Kepolisian dan BNN adalah pihak yang terlihat

memiliki kesamaan tugas dan wewenang dalam upaya pencegahan dan

pemberantasan penyalahgunaan narkoba, namun terdapat satu perbedaan wewenang

antara Kepolisian dan BNN, seperti yang dijelaskan Bapak Agus Mulyana, SE (I1.3)

selaku Kepala Bidang Rehabilitasi BNN Provinsi Banten sebagai berikut:

Page 229: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

210

“Kalau BNN dengan Polda ya. Polda bisa melakukan penyuluhan, Polda bisa

mengadakan operasi, Polda bisa melaksanakan penyidikan, cuma Polda ga

ada tempat untuk rehabilitasi, itu saja bedanya. Kalau BNN juga sosialisasi

iya, operasi juga iya, penyidikan juga iya, rehabilitasi pun bisa. Makanya

kalau di Polda tuh tugas pokoknya waktu saya disana ya, prehentif, preventif,

dan represif. Kalau di kita prehentif, preventif, represif dan kuratif. Jadi

Polda tidak memiliki itu yang ke empat.” (Wawancara dengan I1.3 di BNN

Provinsi Banten pada 30 Mei 2017 pukul 13.45 WIB)

Hal senada juga disampaikan Bapak Kompol Kosasih SH, MH (I2.1) sebagai berikut:

“Perbedaannya itu kita tidak bisa merehab, kalau BNN bisa merehab,

selebihnya sama.” (Wawancara dengan I2.1 di Direktorat Reserse Narkoba

Polda Banten pada 5 Juli 2017 pukul 10.30 WIB)

Berdasarkan pernyataan I1.3 dan I2.1 di atas, dapat disimpulkan bahwa

perbedaan wewenang antara BNN Provinsi Banten dengan Polda Banten dalam

penegakan hukum upaya pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan narkoba

adalah dalam memberikan pelayanan rehabilitasi dimana BNN memiliki kewenangan

dan sarana prasarana untuk pelaksanaan rehabilitasi, sedangkan pihak kepolisian

tidak memiliki kewenangan untuk menyelenggarakannya atau secara rinci tugas dan

kewenangan BNN adalah prehentif, preventif, represif dan kuratif sedangkan pihak

kepolisian adalah prehentif, preventif dan represif. Namun dalam pelaksanaannya

terdapat permasalahan yaitu pihak kepolisian dalam beberapa kasus penyalahgunaan

narkoba tidak mengkoordinasikan untuk dapat dilakukannya proses rehabilitasi

dengan terlebih dahulu melakukan asesmen, pihak kepolisian cenderung

mengarahkan untuk ditindak secara hukum pidana meskipun dengan status pengguna,

seperti yang dipaparkan oleh Bapak Abdul Majid, SH, MH (I1.2) selaku Kepala

Bidang Pemberantasan BNN Provinsi Banten sebagai berikut:

Page 230: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

211

“Jadi gini, kadang-kadang dari pihak lain itu cuma pemakai saja dimajukan,

memang itu bisa kaya dikepolisian, itu hak dari penyidik memang. Pernah

saya melakukan koordinasi dengan salah satu instansi dan menanyakan

kenapa tidak pernah melakukan pengiriman korban pecandu narkotika ke

BNN, ada salah satu Polres ya. Ternyata mereka dimajukan terus, masalah

mau di rehab atau tidak itu urusan jaksa. Ada yang begitu meskipun barang

buktinya sedikit dan itu diterima juga oleh kejaksaan. Tapi kalau kita kan ada

faktor kemanusiaan, bahwa itu adalah salah satu korban kejahatan narkotika

yang perlu kita bina, perlu di rehabilitasi, perlu diobati, itu pandangan dari

pihak BNN.” (Wawancara dengan I1.2 di BNN Provinsi Banten pada 5 Juli

2017 pukul 11.40 WIB)

Dari pernyataan I1.2 di atas, dapat disimpulkan bahwa masalah yang timbul

dari hampir serupanya kewenangan antara BNN dengan kepolisian diantaranya

adalah keputusan pihak kepolisian dalam penanganan kasus penyalahgunaan narkoba,

yaitu pada saat pihak kepolisian memutuskan untuk memajukan kasus

penyalahgunaan narkoba melalui proses hukum meskipun status penyalahgunaannya

sebagai pemakai atau pengguna narkoba dengan barang bukti sedikit yang seharusnya

terlebih dahulu mengkoordinasikan dengan pihak BNN dan pihak terkait lainnya

untuk dapat dilakukannya asesmen guna kemudian dilihat dan ditentukan apakah

seseorang tersebut dapat menerima rehabilitasi atau melalui proses pidana. Hal

tersebut seharusnya tidak terjadi apabila tindakan yang dilakukan sesuai dengan

proses penegakan hukum dalam kasus penyalahgunaan narkoba sebagaimana

mestinya. Kompol Kosasih SH, MH (I2.1) menjelaskan proses hukum yang dilakukan

Polda Banten dalam kasus penyalahgunaan narkoba sebagai berikut:

“Pertama tersangka itu kita BAP kita gali keterangannya, kemudian kita

tentukan pasal, apabila dia hanya pemakai kita kenakan pasal 127 kemudian

bisa kita rekomendasi untuk asesmen di BNN, hasil asesmen itu dijadikan

bahan pertimbangan jaksa selanjutnya.” (Wawancara dengan I2.1 di

Direktorat Reserse Narkoba Polda Banten pada 5 Juli 2017 pukul 10.30 WIB)

Page 231: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

212

Berdasarkan pernyataan I2.1, proses hukum dalam kasus penyalahgunaan

narkoba di Polda Banten adalah dengan terlebih dahulu melakukan Berita Acara

Pemeriksaan (BAP) pada tersangka penyalahguna narkoba untuk menggali

keterangan mengenai penyalahgunaan yang telah dilakukan untuk kemudian dapat

ditentukan pasal yang sesuai. Apabila tersangka dikenakan pasal 127 yaitu dengan

status sebagai pengguna narkoba, maka pihak kepolisian merekomendasikan asesmen

kepada pihak BNN yang juga menjadi bahan pertimbangan jaksa untuk dakwaan

yang akan diberikan. Proses selanjutnya adalah pada pihak kejaksaan, yaitu

menyusun dakwaan yang disesuaikan dengan BAP ataupun hasil asesmen (apabila

berstatus pengguna) untuk kemudian dapat dibuktikan dalam persidangan, seperti

yang diungkapkan Bapak Tri Sutrisno, SH (I2.5) sebagai berikut:

“Setelah P21 dan penyerahan barang bukti, kami akan menyusun dakwaan

sesuai apa yang ada dalam berkas kepolisian, setelah dakwaan sempurna

lengkap dan jelas kita limpahkan ke pengadilan. Disanalah kita harus

buktikan dakwaan kita, apa yang ada dalam BAP dan kita dakwakan itu kita

buktikan di persidangan. Nanti kita hadirkan terdakwa, saksi, barang bukti

dan lima alat bukti yaitu petunjuk surat dan keterangan terdakwa itu sendiri.

Kita berusaha meyakinkan hakim bahwa si terdakwa benar melakukan

perbuatan pidana sesuai yang didakwakan. Dari situ proses pembuktian dan

kemudian hakim membuat putusan sesuai pasal yang kita dakwakan, bisa

pasal 114, 112, 127 atau pasal yang lainnya.” (Wawancara dengan I2.5 di

Kejaksaan Tinggi Banten pada 5 Juli 2017 pukul 11.40 WIB)

Berdasarkan keterangan I2.5 di atas, proses hukum dalam kasus

penyalahgunaan narkoba setelah dilakukannya BAP dan berstatus P21 yang artinya

berkas lengkap, maka dilakukan penyerahan barang bukti dari pihak kepolisian.

Setelah itu pihak kejaksaan melakukan penyusunan dakwaaan sesuai BAP tersebut

untuk kemudian dilimpahkan ke pengadilan dan dakwaan tersebut dibuktikan dalam

Page 232: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

213

persidangan. Pembuktian tersebut yang dijadikan pertimbangan oleh hakim untuk

kemudian memberikan putusan dan vonis hukum sesuai pasal yang didakwakan.

Dari data lapangan yang telah dijelaskan di atas, peneliti dapat menarik

kesimpulan bahwa dari aspek Law Enforcement (Penegakan Hukum) dalam upaya

pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan narkoba mengacu pada Undang-

Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dan Undang-Undang Nomor 5

Tahun 1997 tentang Psikotropika, namun untuk Badan Narkotika Nasional yang

dijadikan acuan adalah Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika

yang merupakan revisi atas Undang-Undang sebelumnya yaitu Undang-Undang

Nomor 22 Tahun 1997 Tentang Narkotika.

Sanksi hukum dalam kasus penyalahgunaan narkoba terbagi menjadi dua

putusan yaitu rehabilitasi dan putusan pidana. Putusan rehabilitasi diberikan apabila

status penyalahgunaan narkoba adalah sebagai pengguna dan memiliki kecanduan

terhadap narkoba, dengan jangka waktu yang didasarkan pada hasil asesmen baik

secara hukum maupun medis dengan melihat riwayat penyalahgunaan narkoba dan

tingkat kecanduan pada penyalahguna narkoba tersebut. Sedangkan putusan pidana

diberikan pada penyalahguna narkoba yang terlibat jaringan sindikat narkoba dengan

sanksi hukumnya adalah minimal 4 (empat) tahun penjara dan maksimal hukuman

mati untuk kasus di tingkat internasional.

Page 233: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

214

4.4 Pembahasan

Pembahasan merupakan isi dari hasil analisis data dan fakta yang peneliti

dapatkan di lapangan serta disesuaikan dengan teori yang digunakan dalam penelitian

ini. Pembahasan hasil penelitian ini dilakukan untuk memberikan penjelasan terhadap

hasil yang diperoleh selama penelitian berlangsung.

Dari pemaparan di atas mengenai gambaran umum analisis Strategi dalam

Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan Narkoba yang dilakukan

Badan Narkotika Nasional Provinsi Banten dapat diketahui bahwa dalam pelaksanaan

upaya Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan Narkoba masih banyak yang

harus dikaji ulang baik dari internal organisasi maupun seluruh stakeholder yang

berada dilingkungan Provinsi Banten sehingga perlu analisis yang lebih mendalam.

Berdasarkan identifikasi permasalahan yang peneliti temui, peneliti masih

mengamati diantaranya belum optimalnya diseminasi informasi mengenai bahaya

narkoba yang dilakukan bidang Pencegahan dan Pemberdayaan Masyarakat (P2M),

belum adanya alat yang dapat menunjukkan derajat toksinasi penggunaan narkoba

serta belum tersedianya sarana dan prasarana untuk pelaksanaan rehabilitasi rawat

inap milik pemerintah baik di BNN Provinsi Banten maupun di seluruh wilayah

Provinsi Banten.

Untuk mengatasi permasalahan tersebut perlu kiranya menganalisis lebih

mendalam untuk menentukan strategi yang tepat dalam mengatasi permasalahan

Page 234: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

215

dalam upaya Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan Narkoba. Dalam

penelitian berjudul Strategi Badan Narkotika Nasional Provinsi Banten dalam Upaya

Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan Narkoba, peneliti menggunakan

teori The Four Pillar Drug Strategy yang diadapsi dari N.E.W Mental Health

Connection (2016) dimana terdapat empat dimensi yaitu Prevention

(Pencegahan), Treatment (Pengobatan), Harm Reduction (Pengurangan Dampak

Buruk), dan Law Enforcement (Penegakan Hukum).

4.4.1 Prevention (Pencegahan)

Prevention (Pencegahan) merupakan salah satu aspek penting yang berguna

untuk mencegah penggunaan berbahaya dari narkoba. Berdasarkan hasil analisis data

dan fakta yang peneliti dapatkan di lapangan, BNN Provinsi Banten memiliki

program kegiatan pencegahan diri yang terdiri dari advokasi dan diseminasi

informasi.

Dari sisi pemerintah, advokasi dilakukan dengan pihak Kepolisian Daerah

(Polda) Banten, Dinas Sosial Provinsi Banten, Dinas Kesehatan Provinsi Banten, dan

Kemenkumham Kanwil Banten khususnya di lingkungan Lembaga Pemasyarakatan

serta melibatkan penggiat atau relawan dari masyarakat yang dijadikan mitra untuk

membantu tugas BNN secara teknis di lapangan serta untuk mensinergikan seluruh

bidang karena sering terlihat bahwa bidang pemberantasan lebih mendominasi

kegiatan BNN. Sedangkan diseminasi informasi dilakukan melalui media cetak,

Page 235: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

216

media elektronik dan juga KIE (Komunikasi Informasi dan Edukasi) melalui kegiatan

sosialisasi bahaya penyalahgunaan narkoba untuk mempengaruhi masyarakat agar

mengetahui bahaya narkoba. Selain itu juga dilakukan kegiatan pemberdayaan

masyarakat dengan mengajak dan memberdayakan masyarakat untuk membuat

lingkungan yang bersih dari narkoba, baik di lingkungan masyarakat umum, instansi

pemerintah, swasta maupun lingkungan pendidikan seperti sekolah dan universitas.

Namun dalam pelaksanaan kegiatan pencegahan dan pemberdayaan

masyarakat, terdapat beberapa masalah seperti belum optimalnya diseminasi

informasi yaitu kegiatan KIE lebih banyak dilakukan atas permintaan dari

sekolah/universitas, instansi pemerintah maupun dalam kegiatan-kegiatan lainnya

yang diselenggarakan masyarakat, bukan didasarkan pada program rutin yang dibuat

dan diselenggarakan oleh BNN Provinsi Banten, selain itu diseminasi informasi

melalui media elektronik dan media sosial juga tidak dimanfaatkan secara optimal

diantaranya penggunaan website yang pasif dan tidak dimilikinya media sosial lain

padahal media tersebut dapat dijadikan sebagai bentuk publikasi pada masyarakat

agar masyarakat lebih mengetahui peran-peran BNN Provinsi Banten yang dapat

dilakukan secara langsung pada masyarakat. Kedua, tidak adanya materi atau

informasi yang seharusnya dapat dibaca dan digunakan masyarakat untuk

memperoleh informasi dan pemahaman mengenai narkoba dan bahaya narkoba

sebagai bentuk pencegahan dini dari masyarakat karena tidak semua kegiatan

pencegahan langsung seperti sosialisasi dapat diakses oleh masyarakat, permasalahan

Page 236: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

217

lainnya adalah kurangnya skill BNN Provinsi Banten dalam membuat strategi

komunikasi khususnya pada situasi anak muda untuk mengkomunikasikan dan

menginformasikan bahaya narkoba, pihak BNN Provinsi Banten masih terkesan kaku

dan hanya terfokus pada kebijakan hukum seperti Undang-Undang Narkotika yang

justru masyarakat merasa sulit untuk memahami bahaya narkoba dalam kehidupan

sehari-hari. Untuk daerah di Provinsi Banten yang menjadi daerah rawan dan

memiliki angka penyalahgunaan narkoba tertinggi adalah Kota Tangerang.

4.4.2 Treatment (Pengobatan)

Treatment (pengobatan) dalam upaya pencegahan dan pemberantasan

penyalahgunaan narkoba dilakukan untuk mendorong seseorang dengan masalah

kecanduan narkoba untuk tidak kembali menggunakan narkoba dan membuat

keputusan yang sehat tentang kehidupan mereka dengan cara wawancara ataupun

program pengobatan lainnya.

Berdasarkan hasil analisis data dan fakta yang peneliti dapatkan di lapangan,

dari aspek Treatment (pengobatan) BNN Provinsi Banten lebih fokus pada

rehabilitasi untuk memperbaiki kondisi mental dan juga fisik pada penyalahguna

narkoba. Pelayanan rehabilitasi tersebut dilakukan di Klinik Pratama BNN Provinsi

Banten, namun pelayanan yang diberikan hanya rehabilitasi rawat jalan dengan

metode Theraupeutic Community yang tergolong rehabilitasi sosial. Rehabilitasi

diberikan pada penyalahguna narkotika yang memiliki masalah kecanduan dan

dikategorikan sebagai pecandu ringan yang berkisar 1 (satu) sampai dengan 7 (tujuh)

Page 237: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

218

kali pemakaian dan pecandu sedang untuk pemakaian selama 8 (delapan) sampai

dengan 39 (tiga puluh sembilan) kali, sedangkan untuk pecandu berat dengan jumlah

pemakaian lebih dari 40 (empat puluh) kali pemakaian harus dilakukan rehabilitasi

rawat inap di Balai Rehabilitasi BNN di Lido Sukabumi. Hal tersebut juga yang

menjadi kendala dalam pemberian layanan rehabilitasi karena sarana dan prasarana

untuk layanan rehabilitasi rawat inap seperti balai rehabilitasi dan rumah sakit jiwa

belum ada di Provinsi Banten, kendala lainnya adalah kurangnya Sumber Daya

Manusia baik di Klinik Pratama yang memberikan layanan rehabilitasi maupun

bidang lainnya yaitu bidang pencegahan dan pemberdayaan masyarakat serta bidang

pemberantasan yang berpengaruh terhadap pelaksanaan upaya pencegahan dan

pemberantasan penyalahgunaan narkoba yang dilakukan BNN Provinsi Banten.

Terdapat empat sumber seseorang dapat mengajukan untuk dilakukannya

rehabilitasi, yang pertama adalah penyalahguna narkotika yang mengajukan diri

secara langsung ke BNN Provinsi Banten karena BNN Provinsi Banten sebagai

Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL) yang berarti dapat memberikan pelayanan

berdasarkan laporan masyarakat salah satunya untuk rehabilitasi dengan syarat

membawa identitas diri dan keluarga, kedua adalah dari hasil operasi yang dilakukan

pihak BNN Provinsi Banten, ketiga dari penyerahan pihak kepolisian baik Polda

maupun Polres dengan syarat melampirkan Berita Acara Perkara (BAP) dan bukti

serah terima klien, dan yang terakhir adalah penyerahan dari kejaksaan setelah

diperoleh hasil vonis pengadilan yang menerangkan bahwa terpidana berhak

menerima rehabilitasi dari BNN dengan melampirkan BA 17.

Page 238: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

219

Tolak ukur dalam penentuan jangka waktu dan jenis rehabilitasi yang harus

dijalani pengguna narkotika adalah berdasarkan hasil proses asesmen, yaitu riwayat

penyalahgunaan narkotika yang telah dilakukan diantaranya jumlah pemakaian

narkotika dan kondisi fisik dan psikis orang tersebut. Namun jangka waktu proses

rehabilitasi tidak dapat dipastikan melinkan disesuaikan dengan perubahan perilaku

klien selama masa rehabilitasi, kecuali klien dengan status vonis pengadilan maka

disesuaikan dengan vonis yang telah ditetapkan. Setelah proses tersebut selesai

dijalani, dilanjutkan dengan kegiatan pascarehabilitasi dan pembinaan lanjut yang

biasnya dilakukan dengan pemantauan lingkungan ke rumah ataupun tempat kerja

klien.

Pelayanan rehabilitasi yang diberikan BNN Provinsi Banten ternyata tidak

saja dilakukan di Klinik Pratama milik BNN Provinsi Banten, tetapi juga dilakukan di

Lembaga Pemasyarakatan di wilayah Provinsi Banten melalui kerjasama dengan

Kementerian Hukum dan Ham (Kemenkumham) Kantor Wilayah Banten. Pelayanan

rehabilitasi diberikan pada warga binaan pemasyarakatan kasus narkoba di Lembaga

Pemasyaratan yang ditunjuk oleh Kemenkumham Kanwil Banten untuk

melaksanakan kegiatan rehabilitasi dengan metode yang sama yaitu melalui

konseling. Sedangkan untuk SDM dilibatkan dari kedua belah pihak yaitu tenaga ahli

BNN Provinsi Banten sebagai konselor dan dibantu juga oleh tenaga medis dari

Lembaga Pemasyarakatan yang sebelumnya telah diberikan pelatihan.

Permasalahan lainnya adalah BNN Provinsi Banten belum memiliki alat yang

dapat mengukur derajat toksinasi penggunaan narkotika dan hingga saat ini penilaian

Page 239: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

220

penggunaan narkotika hanya dilakukan dengan menggali keterangan klien pada saat

asesmen serta tes urine yang hanya dapat mengetahui positif atau negatif penggunaan

narkotika, sedangkan untuk mengetahui lebih dalam mengenai penggunaan narkotika,

pihak BNN Provinsi Banten merujuk pasien untuk dilakukan pemeriksaan ke

laboratorium BNN RI atau pusat dengan metode Gas Cromatografy Mass

Spectrometry.

Setelah dilakukannya proses rehabilitasi, selanjutnya dilakukan kegiatan

pascarehabilitasi sebagai bentuk pengobatan dan persiapan mental dalam menghadapi

lingkungan dan agar benar-benar terhindar dari narkoba yang terdiri dari seminar

pengembangan diri, FSG (Family Support Group) dan vocational dalam bentuk

pembinaan pembentukan keahlian atau keterampilan. Kegiatan tersebut dilakukan di

BNN Provinsi Banten dan di rumah damping dengan berkoordinasi dengan beberapa

instansi pemerintah seperti Dinas Sosial Provinsi Banten, Balai Pemasyarakatan,

Balai Latihan Kerja Industri (BLKI) dan juga masyarakat sebagai pelatih dalam

kegiatan pembinaan life skill serta untuk mendukung baik dari sarana maupun

prasarana dalam pelaksanaan kegiatan pascarehabilitasi.

BNN Provinsi Banten sebagai Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL) tidak

memberikan perbedaan layanan pada klien yang datang sendiri untuk melakukan

rehabilitasi dengan yang merupakan penyerahan dari instansi, kecuali pada metode

rehabilitasi karena memang metode yang digunakan didasarkan pada rancangan terapi

yang dibuat pada masing-masing individu saat selesai proses asesmen, sedangkan

mekanisme yang digunakan bagi penyalahguna narkoba yang sedang dalam proses

Page 240: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

221

hukum kemudian direkomendasikan untuk menjalani tahapan untuk dapat dilakukan

rehabilitasi adalah melalui tahapan asesmen terlebih dahulu oleh Tim Asesmen

Terpadu (TAT) yang terdiri dari pihak kepolisian, penyidik BNN, penyidik kejaksaan

dan penyidik dari kemenkumham untuk kaitannya dengan Lapas.

4.4.3 Harm Reduction (Pengurangan Dampak Buruk)

Harm Reduction (Pengurangan Dampak Buruk) dalam upaya pencegahan dan

pemberantasan penyalahgunaan narkoba memfokuskan pada bahaya narkoba

terhadap individu dan masyarakat dari penjualan dan penggunaan narkoba.

Berdasarkan hasil analisis data dan fakta yang peneliti dapatkan di lapangan,

dari aspek Harm Reduction atau sebagai upaya pengurangan dampak buruk bagi

penyalahguna narkoba belum dilakukan oleh pihak BNN Provinsi Banten meskipun

peraturan terkait pelaksanaan program kegiatan ini telah diatur dalam Keputusan

Menteri Kesehatan (Kepmenkes), yaitu Kepmenkes No. 567/MENKES/SK/VIII/2006

tentang Pedoman Pelaksanaan Pengurangan Dampak Buruk NAPZA yang seharusnya

dapat dijadikan acuan untuk membuat strategi dalam upaya pencegahan dan

pemberantasan penyalahgunaan narkoba di Provinsi Banten. BNN Provinsi Banten

hanya memberikan layanan rehabilitasi rawat jalan dengan metode konseling yang

dianggap sebagai salah satu upaya pengurangan dampak buruk bagi penyalahguna

narkotika, disisi lain juga BNN Provinsi Banten melakukan kegiatan pemberantasan

narkoba untuk mengurangi dampak buruk yang ditimbulkan dari peredaran gelap

narkoba.

Page 241: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

222

Program harm reduction atau program upaya pengurangan dampak buruk bagi

penyalahguna narkoba adalah program yang bertujuan untuk mengendalikan

ketergantungan seseorang terhadap narkotika serta untuk mengurangi dampak buruk

terjadinya penularan HIV/AIDS yang dapat dilakukan melalui Program Terapi

Rumatan Metadon (PTRM) dengan mengganti narkotika nonsintesis menjadi

narkotika sintesis metadone dan juga melalui Layanan Alat Suntik Steril (LAS)

dengan memberikan alat suntik yang bertujuan untuk mengurangi dampak

penyebaran virus penyakit salah satunya HIV/AIDS yang dapat tersebar melalui alat

suntik yang digunakan secara berbarengan.

4.4.4 Law Enforcement (Penegakan Hukum)

Law Enforcement (Penegakan Hukum) dalam upaya pencegahan dan

pemberantasan penyalahgunaan narkoba dilakukan oleh BNN Provinsi Banten dan

aparat hukum untuk ketertiban umum dan keamanan masyarakat.

Berdasarkan hasil analisis data dan fakta yang peneliti dapatkan di lapangan,

dari aspek Law Enforcement (Penegakan Hukum) mengacu pada Undang-Undang

Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997

tentang Psikotropika, namun untuk Badan Narkotika Nasional yang dijadikan acuan

adalah Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang merupakan

revisi atas Undang-Undang sebelumnya yaitu Undang-Undang Nomor 22 Tahun

1997 Tentang Narkotika.

Page 242: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

223

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika memasukan satu

butir tujuan baru mengenai rehabilitasi baik secara medis maupun sosial bagi pecandu

dan panyalahguna narkotika. Pasal-pasal yang mengatur rehabilitasi bagi pecandu dan

panyalahguna narkotika adalah Pasal 4 huruf d, Pasal 54, Pasal 103 ayat (1), Pasal

127 ayat (1) huruf a, b, dan c, Pasal 127 ayat (2), dan Pasal 127 ayat (3).

Sanksi hukum dalam kasus penyalahgunaan narkoba terbagi menjadi dua

putusan yaitu rehabilitasi dan putusan pidana. Putusan rehabilitasi diberikan apabila

status penyalahgunaan narkoba adalah sebagai pengguna dan memiliki kecanduan

terhadap narkoba, dengan jangka waktu yang didasarkan pada hasil asesmen baik

secara hukum maupun medis dengan melihat riwayat penyalahgunaan narkoba dan

tingkat kecanduan pada penyalahguna narkoba tersebut. Sedangkan putusan pidana

diberikan pada penyalahguna narkoba yang terlibat jaringan sindikat narkoba dengan

sanksi hukumnya adalah minimal 4 (empat) tahun penjara dan maksimal hukuman

mati untuk kasus di tingkat internasional. Namun dalam proses penegakan hukum

kasus penyalahgunaan narkoba terdapat permasalahan yang berkaitan dengan

wewenang antara BNN dengan pihak kepolisian. Kewenangan BNN adalah prehentif,

preventif, represif dan kuratif sedangkan pihak kepolisian adalah prehentif, preventif

dan represif, yang artinya BNN memiliki kewenangan khusus untuk pelaksanaan

rehabilitasi, sedangkan pihak kepolisian tidak memiliki kewenangan tersebut.

Permasalahan yang timbul adalah ketika pihak kepolisian dalam beberapa kasus

penyalahgunaan narkoba tidak mengkoordinasikan untuk dapat dilakukannya proses

Page 243: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

224

rehabilitasi, pihak kepolisian cenderung mengarahkan untuk ditindak secara hukum

pidana meskipun dengan status sebagai pemakai atau pengguna narkoba dengan

barang bukti sedikit yang seharusnya dapat direkomendasikan untuk dilakukannya

asesmen guna kemudian dilihat dan ditentukan apakah seseorang tersebut dapat

menerima rehabilitasi atau melalui proses pidana.

Pihak yang terlibat dan berkoordinasi dengan BNN Provinsi Banten dalam

penegakan hukum penyalahgunaan narkoba adalah pihak kepolisian yaitu dari Korps

Polisi Militer, Polda, Polres dan Polsek untuk kaitannya dengan tahanan, kegiatan

pemberantasan maupun proses asesmen hukum, selain itu juga dengan Kejaksaan

untuk proses penyidikan atau asesmen hukum, dengan Kemenkumham untuk

kaitannya dengan Lembaga Pemasyarakatan, dalam proses asesmen hingga

penyelenggaraan kegiatan rehabilitasi di Lembaga Pemasyarakatan.

Proses hukum dalam kasus penyalahgunaan narkoba oleh pihak kepolisian

adalah dengan terlebih dahulu melakukan penyidikan dalam pembuatan Berita Acara

Pemeriksaan (BAP) pada tersangka penyalahguna narkoba untuk menggali

keterangan mengenai penyalahgunaan yang telah dilakukan untuk kemudian dapat

ditentukan pasal yang sesuai. Apabila tersangka dikenakan pasal 127 yaitu dengan

status sebagai pengguna narkoba, maka pihak kepolisian dapat merekomendasikan

untuk dilakukannya asesmen kepada pihak BNN yang juga menjadi bahan

pertimbangan jaksa untuk dakwaan yang akan diberikan. Proses selanjutnya adalah

pada pihak kejaksaan, yaitu menyusun dakwaan yang disesuaikan dengan BAP

Page 244: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

225

ataupun hasil asesmen (apabila berstatus pengguna) untuk kemudian dapat dibuktikan

dalam persidangan.

Tabel 4.7

Rekapitulasi Pembahasan

No Dimensi Temuan Lapangan

1 Prevention

(Pencegahan)

1. Pencegahan dilakukan dengan program kegiatan

pencegahan diri yang terdiri dari advokasi dan

diseminasi. Pelaksanaan advokasi dilakukan dengan

berkoordinasi baik dengan instansi pemerintah,

swasta maupun relawan atau penggiat yang

dijadikan mitra. Sedangkan diseminasi dilakukan

melalui media cetak, media elektronik dan juga

KIE (Komunikasi Informasi dan Edukasi) melalui

kegiatan sosialisasi bahaya penyalahgunaan

narkoba untuk mempengaruhi masyarakat agar

mengetahui bahaya narkoba.

2. Kegiatan dalam rangka upaya pemberdayaan

masyarakat di Provinsi Banten dilakukan dengan

mengajak dan memberdayakan masyarakat untuk

membuat lingkungan yang bersih dari narkoba, baik

di lingkungan masyarakat umum, instansi

pemerintah, swasta maupun lingkungan pendidikan

seperti sekolah dan universitas.

3. Pihak yang berkoordinasi dalam kegiatan

pencegahan penyalahgunaan narkoba di Provinsi

Banten terdiri dari instansi pemerintah, swasta dan

relawan atau penggiat yang dijadikan mitra.

Instansi pemerintah yang terlibat adalah Kepolisian

Daerah (Polda) Banten, Dinas Sosial Provinsi

Banten, Dinas Kesehatan Provinsi Banten, dan

Kemenkumham Kanwil Banten khususnya di

lingkungan Lembaga Pemasyarakatan.

4. Penggiat atau mitra BNN Provinsi Banten memiliki

Page 245: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

226

peran membantu tugas BNN secara teknis di

lapangan serta untuk mensinergikan seluruh bidang

karena sering terlihat bahwa bidang pemberantasan

lebih mendominasi kegiatan BNN.

5. Sasaran dalam kegiatan pencegahan dan

pemberdayaan masyarakat penyalahgunaan narkoba

di Provinsi Banten adalah seluruh elemen

masyarakat baik dari kalangan pelajar/mahasiswa,

pegawai instansi pemerintah maupun swasta serta

masyarakat umum.

6. Kegiatan pencegahan langsung lebih banyak

dilakukan atas permintaan dari sekolah/universitas,

instansi pemerintah maupun dalam kegiatan-

kegiatan lainnya yang diselenggarakan masyarakat,

bukan didasarkan pada program rutin yang dibuat

dan diselenggarakan oleh BNN Provinsi Banten.

7. Media yang digunakan dalam diseminasi informasi

bahaya narkoba seharusnya meliputi KIE

(Komunikasi Informasi dan Edukasi) melalui

kegiatan pencegahan langsung seperti sosialisasi

dan seminar, media cetak dan media elektronik

termasuk media sosial. Namun dalam

pelaksanaannya, kegiatan KIE lebih banyak

dilakukan atas permintaan seperti yang telah

disebutkan dalam point sebelumnya, selain itu

diseminasi informasi juga tidak dilakukan

diantaranya melalui website, padahal media

tersebut dapat dijadikan sebagai bentuk publikasi

pada masyarakat agar masyarakat lebih mengetahui

peran-peran BNN Provinsi Banten yang dapat

dilakukan secara langsung pada masyarakat. Kedua,

tidak adanya materi atau informasi yang seharusnya

dapat dibaca dan digunakan masyarakat untuk

memperoleh informasi dan pemahaman mengenai

narkoba dan bahaya narkoba sebagai bentuk

pencegahan dini dari masyarakat karena tidak

semua kegiatan pencegahan langsung seperti

Page 246: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

227

sosialisasi dapat diakses oleh masyarakat.

8. Kurangnya skill BNN Provinsi Banten dalam

membuat strategi komunikasi khususnya pada

situasi anak muda dimana selama ini BNN Provinsi

Banten masih terkesan kaku dan hanya terfokus

pada kebijakan hukum seperti Undang-Undang

Narkotika yang justru masyarakat merasa sulit

untuk memahami bahaya narkoba dalam kehidupan

sehari-hari.

9. Daerah di Provinsi Banten yang menjadi daerah

rawan dan memiliki angka penyalahgunaan narkoba

tertinggi adalah Kota Tangerang.

2 Treatment

(Pengobatan)

1. Pelayanan rehabilitasi dilakukan di Klinik Pratama

BNN Provinsi Banten.

2. Jenis pelayanan rehabilitasi yang diberikan BNN

Provinsi Banten adalah rehabilitasi rawat jalan yang

diperuntukan bagi pecandu dan korban

penyalahguna narkoba kategori ringan dan sedang

dengan metode Theraupeutic Community yang

tergolong rehabilitasi sosial.

3. BNN Provinsi Banten tidak dapat memberikan

rehabilitasi rawat inap karena belum dimilikinya

sarana dan prasarana pendukung seperti balai

rehabilitasi dan rumah sakit jiwa. Untuk pecandu

berat dengan jumlah pemakaian lebih dari 40

(empat puluh) kali pemakaian harus dilakukan

rehabilitasi rawat inap di Balai Rehabilitasi BNN di

Lido Sukabumi.

4. BNN Provinsi Banten merasa kekurangan SDM,

baik di Klinik Pratama sebagai pemberi layanan

rehabilitasi maupun di bidang lainnya yaitu bidang

pencegahan dan pemberdayaan masyarakat serta

bidang pemberantasan.

5. Sumber klien rehabilitasi adalah penyalahguna

narkotika yang mengajukan diri secara langsung ke

BNN Provinsi Banten, dari hasil operasi yang

dilakukan pihak BNN Provinsi Banten, dari

Page 247: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

228

penyerahan pihak kepolisian baik Polda maupun

Polres dan penyerahan dari kejaksaan setelah

diperoleh hasil vonis pengadilan yang menerangkan

bahwa terpidana berhak menerima rehabilitasi.

6. Syarat seseorang dapat menerima layanan

rehabilitasi adalah melampirkan identitas dan surat

pernyataan diri dan keluarga, bukti serah terima

klien apabila klien penyerahan dari instansi,

melampirkan Berita Acara Perkara (BAP) bagi

penyerahan dari kepolisian, dan melampirkan BA

17 bagi penyerahan dari kejaksaan.

7. Tolak ukur dalam penentuan jangka waktu dan

jenis rehabilitasi yang harus dijalani pengguna

narkotika adalah berdasarkan hasil proses asesmen,

yaitu riwayat penyalahgunaan narkotika yang telah

dilakukan.

8. Jangka waktu dalam proses rehabilitasi juga

ditentukan berdasarkan hasil asesmen, kategori

penyalahgunaa serta perubahan perilaku selama

menjalani proses rehabilitasi.

9. Kegiatan rehabilitasi juga diselenggarakan di

Lembaga Pemasyarakatan di wilayah Provinsi

Banten melalui kerjasama dengan Kementerian

Hukum dan HAM (Kemenkumham) Kantor

Wilayah Banten dengan metode yang sama dalam

jangka waktu tiga bulan yang dilakukan di tiga

Lapas dalam satu tahun.

10. BNN Provinsi Banten belum memiliki alat yang

dapat mengukur derajat toksinasi penggunaan

narkotika dan hingga saat ini penilaian penggunaan

narkotika hanya dilakukan dengan menggali

keterangan klien pada saat asesmen serta tes urine

yang hanya dapat mengetahui positif atau negatif

penggunaan narkotika.

11. Setelah dilakukannya rehabilitasi secara medis dan

sosial, selanjutnya dilakukan kegiatan

pascarehabilitasi sebagai bentuk pengobatan dan

Page 248: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

229

persiapan mental dalam menghadapi lingkungan

yang dilakukan di BNN Provinsi Banten dan di

rumah damping dengan berkoordinasi dengan

beberapa instansi pemerintah seperti Dinas Sosial

Provinsi Banten, Balai Pemasyarakatan, Balai

Latihan Kerja Industri (BLKI) dan juga masyarakat.

3 Harm Reduction

(Pengurangan

Dampak Buruk)

1. Harm Reduction atau sebagai upaya pengurangan

dampak buruk bagi penyalahguna narkoba belum

dilakukan oleh pihak BNN Provinsi Banten.

2. BNN Provinsi Banten hanya memberikan layanan

rehabilitasi rawat jalan dengan metode konseling

yang dianggap sebagai salah satu upaya

pengurangan dampak buruk bagi penyalahguna

narkotika, disisi lain juga BNN Provinsi Banten

melakukan kegiatan pemberantasan narkoba untuk

mengurangi dampak buruk yang ditimbulkan dari

penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba.

4 Law Enforcement

(Penegakan

Hukum)

1. Law Enforcement (Penegakan Hukum)

penyalahgunaan narkoba mengacu pada Undang-

Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

Pasal-pasal yang mengatur rehabilitasi bagi

pecandu dan panyalahguna narkotika adalah Pasal 4

huruf d, Pasal 54, Pasal 103 ayat (1), Pasal 127 ayat

(1) huruf a, b, dan c, Pasal 127 ayat (2), dan Pasal

127 ayat (3).

2. Sanksi hukum dalam kasus penyalahgunaan

narkoba terbagi menjadi dua putusan yaitu

rehabilitasi dan putusan pidana.

3. Jangka waktu hukuman rehabilitasi didasarkan pada

hasil asesmen dengan melihat riwayat

penyalahgunaan narkoba dan tingkat kecanduan

pada penyalahguna narkoba tersebut. Sedangkan

putusan pidana adalah minimal 4 (empat) tahun

penjara dan maksimal hukuman mati untuk kasus di

tingkat internasional.

4. Proses penegakan hukum kasus penyalahgunaan

narkoba terdapat permasalahan yang berkaitan

Page 249: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

230

dengan wewenang antara BNN dengan pihak

kepolisian, yaitu ketika pihak kepolisian dalam

beberapa kasus penyalahgunaan narkoba tidak

mengkoordinasikan untuk dapat dilakukannya

proses rehabilitasi, pihak kepolisian cenderung

mengarahkan untuk ditindak secara hukum pidana

meskipun dengan status sebagai pemakai atau

pengguna narkoba dengan barang bukti sedikit

yang seharusnya dapat direkomendasikan untuk

dilakukannya asesmen guna kemudian dilihat dan

ditentukan apakah seseorang tersebut dapat

menerima rehabilitasi atau melalui proses pidana.

5. Pihak yang terlibat dan berkoordinasi dengan BNN

Provinsi Banten dalam penegakan hukum

penyalahgunaan narkoba adalah pihak kepolisian

yaitu dari Korps Polisi Militer, Polda, Polres dan

Polsek, Kejaksaan dan Kemenkumham.

6. Proses hukum dalam kasus penyalahgunaan

narkoba oleh pihak kepolisian adalah dengan

terlebih dahulu melakukan penyidikan dalam

pembuatan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) pada

tersangka penyalahguna narkoba. Apabila tersangka

dikenakan pasal 127 yaitu dengan status sebagai

pengguna narkoba, maka pihak kepolisian dapat

merekomendasikan untuk dilakukannya asesmen

kepada pihak BNN yang juga menjadi bahan

pertimbangan jaksa untuk dakwaan yang akan

diberikan. Proses selanjutnya adalah pada pihak

kejaksaan, yaitu menyusun dakwaan yang

disesuaikan dengan BAP ataupun hasil asesmen

(apabila berstatus pengguna) untuk kemudian dapat

dibuktikan dalam persidangan.

Berdasarkan hasil penelitian lapangan yang disesuaikan dengan teori The

Four Pillar Drug Strategy, peneliti mencoba merumuskan strategi alternatif yang

Page 250: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

231

dapat dilakukan oleh Badan Narkotika Nasional Provinsi Banten dalam Upaya

Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan Narkoba, strategi alternatif tersebut

diantaranya ialah:

1. Strategi I, stretegi penguatan kerjasama dengan seluruh pihak baik instansi

pemerintah, swasta maupun tokoh masyarakat termasuk penggiat/mitra dan

kader anti narkoba agar dapat bersama-sama mengkampanyekan program

P4GN melalui kegiatan pencegahan penyalahgunaan narkoba yaitu advokasi

dan diseminasi informasi kepada seluruh elemen masyarakat secara rutin baik

secara tatap muka maupun dengan memanfaatkan seluruh media baik media

cetak, media elektronik hingga media sosial dan penguatan skill komunikasi

dalam pelaksanaan KIE (Komunikasi Edukasi dan Informasi) sebagai proses

penyampaian, penyebarluasan pesan tentang bahaya narkoba untuk

meningkatkan dan memantapkan pengetahuan, wawasan dan kemampuan

dalam rangka mengubah dan membentuk perilaku masyarakat untuk membuat

pencegahan diri dan menolak penyalahgunaan narkoba serta membuat

lingkungan yang bersih dari penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba.

2. Strategi II, strategi peningkatan kemampuan layanan rehabilitasi medis dan

sosial bagi penyalahguna dan/atau pecandu narkotika dalam wilayah Provinsi

Banten agar dapat memberikan layanan rehabilitasi rawat jalan maupun rawat

inap secara optimal, melibatkan peran serta Pemerintah Daerah Provinsi

Banten guna mewujudkan dan meningkatkan kemampuan lembaga

Page 251: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

232

rehabilitasi yang dalam prosesnya harus berkesinambungan dengan program

rehabilitasi lanjutan yaitu pascarehabilitasi dan pembinaan lanjut sebagai

bentuk penyatuan kembali ke dalam masyarakat agar tidak terjadi diskriminasi

yang dapat menyebabkan kembali menyalahgunakan narkoba.

3. Strategi III, strategi mengembangkan upaya pengurangan dampak buruk

(harm reduction) secara medis maupun non medis sebagai upaya untuk

mengurangi dampak penggunaan maupun peredaran gelap narkoba dengan

cara melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap informasi jaringan

sindikat narkoba untuk menghindari dampak buruk dari peredaran gelap

narkoba dengan terus melakukan kegiatan pemberantasan. Secara medis

dilakukan dengan melaksanakan program kesehatan seperti Program Terapi

Rumatan Metadon dan pemberian Layanan Alat Suntik Steril untuk

mengendalikan ketergantungan seseorang terhadap narkoba serta untuk

mengurangi dampak buruk terjadinya penularan penyakit dari bahaya

penggunaan narkoba.

4. Strategi IV, strategi penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor 35

Tahun 2009 tentang Narkotika secara tegas dan memperkuat kerjasama

dengan pihak penegak hukum dengan memperhatikan kewenangan masing-

masing agar tidak terjadi kesenjangan di lapangan baik dari sisi tindakan

maupun pemberian sanksi hukum.

Page 252: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

233

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan temuan-temuan di lapangan, maka

penyimpulan akhir dari penelitian mengenai Strategi Badan Narkotika Nasional

Provinsi Banten dalam Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan

Narkoba belum berjalan dengan optimal. Pencapaian strategi yang belum optimal ini

tidak terlepas dari beberapa temuan masalah dalam pelaksanaan upaya pencegahan

dan pemberantasan penyalahgunaan narkoba sehingga dibutuhkan strategi alternatif

guna memaksimalkan upaya pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan

narkoba di Provinsi Banten. Peneliti menggunakan teori The Four Pillar Drug

Strategy yang diadapsi dari N.E.W Mental Health Connection (2016) yang terdiri dari

empat dimensi yaitu Prevention, Treatment, Harm Reduction, dan Law Enforcement

dengan penjabaran sebagai berikut:

1. Prevention (Pencegahan) merupakan salah satu aspek penting yang berguna

untuk mencegah penggunaan berbahaya dari narkoba. Program kegiatan

pencegahan terdiri dari advokasi dan diseminasi informasi. Permasalahan

yang ditemui adalah belum optimalnya diseminasi informasi yaitu dalam

pelaksanaan kegiatan KIE yang tidak diselenggarakan secara rutin oleh BNN

Page 253: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

234

Provinsi Banten melainkan lebih banyak dilakukan atas permintaan dari

instansi maupun masyarakat sehingga tidak dapat menyasar kepada seluruh

elemen masyarakat. Selain itu pelaksanaan diseminasi informasi melalui

media elektronik dan media sosial juga tidak dimanfaatkan secara optimal

diantaranya penggunaan website yang pasif dan tidak dimilikinya media sosial

lain sebagai upaya diseminasi informasi mengenai bahaya narkoba.

2. Treatment (pengobatan) dalam upaya pencegahan dan pemberantasan

penyalahgunaan narkoba dilakukan dengan rehabilitasi rawat jalan di Klinik

Pratama BNN Provinsi Banten dengan metode Theraupeutic Community yang

tergolong rehabilitasi sosial yang diberikan pada pengguna dan/atau pecandu

narkotika yang bersumber dari pelaporan melalui mekanisme BNN sebagai

IPWL dan juga penyerahan dari instansi, dengan kategori ringan dan sedang.

Hambatan yang terjadi adalah tidak dapat dilakukannya rehabilitasi rawat inap

untuk pengguna dan/atau pecandu yang tergolong kategori berat karena di

Provinsi Banten belum ada sarana dan prasarana untuk layanan rehabilitasi

rawat inap seperti balai rehabilitasi dan rumah sakit jiwa serta kurangnya

SDM yang dirasakan oleh seluruh bidang di BNN Provinsi Banten yang

berpengaruh terhadap penyelenggaraan upaya pencegahan dan pemberantasan

penyalahgunaan narkoba.

3. Harm Reduction (Pengurangan Dampak Buruk) dalam upaya pencegahan dan

pemberantasan penyalahgunaan narkoba memfokuskan pada bahaya narkoba

terhadap individu dan masyarakat dari penjualan dan penggunaan narkoba.

Page 254: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

235

Permasalahannya adalah upaya yang telah diatur dalam Keputusan Menteri

Kesehatan (Kepmenkes), yaitu Kepmenkes No. 567/MENKES/SK/VIII/2006

tentang Pedoman Pelaksanaan Pengurangan Dampak Buruk NAPZA belum

dilakukan oleh pihak BNN Provinsi Banten. BNN Provinsi Banten hanya

melakukan upaya pengurangan dampak buruk yang ditimbulkan dari

penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba melalui kegiatan pemberantasan

narkoba.

4. Law Enforcement (Penegakan Hukum) dalam upaya pencegahan dan

pemberantasan penyalahgunaan narkoba mengacu pada Undang-Undang

Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Pihak yang berkoordinasi adalah

pihak kepolisian, Kejaksaan, dan Kementerian Hukum dan HAM. Sanksi

hukum yang diberikan terbagi menjadi dua putusan yaitu rehabilitasi dengan

jangka waktu yang didasarkan pada hasil asesmen dan putusan pidana dengan

hukuman minimal 4 (empat) tahun penjara dan maksimal hukuman mati untuk

kasus di tingkat internasional. Permasalahan yang ditemui adalah kesenjangan

wewenang antara pihak BNNP dengan pihak kepolisian, yaitu ketika pihak

kepolisian tidak mengkoordinasikan untuk dapat dilakukannya proses

rehabilitasi dan cenderung mengarahkan untuk ditindak secara hukum pidana

meskipun dengan status sebagai pemakai atau pengguna narkoba dengan

barang bukti sedikit yang seharusnya dapat direkomendasikan untuk

dilakukannya asesmen guna kemudian dilihat dan ditentukan apakah

seseorang tersebut dapat menerima rehabilitasi atau melalui proses pidana.

Page 255: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

236

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian mengenai Strategi Badan Narkotika Nasional

Provinsi Banten dalam Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan

Narkoba, maka peneliti mencoba memberikan saran atau masukan dari hasil

penelitian agar dapat membantu dalam penyelenggaraan upaya pencegahan dan

pemberantasan penyalahgunaan narkoba sebagai berikut :

1. Melakukan penguatan kelembagaan Badan Narkotika Nasional Provinsi

Banten dengan cara meningkatkan manajemen organisasi sejak proses

perencanaan program hingga evaluasi kegiatan untuk mengatasi permasalahan

penyalahgunaan narkoba baik dari sisi pencegahan dan pemberdayaan

masyarakat, pengobatan atau rehabilitasi, kegiatan pemberantasan maupun

sinkronisasi dalam upaya penegakan hukum, meningkatkan kemampuan SDM

baik secara kuantitas maupun kualitas serta mengoptimalkan peran mitra

maupun penggiat untuk pelaksanaan pencegahan dan pemberantasan

penyalahgunaan narkoba.

2. Membangun serta memperkuat kerjasama lintas sektor dalam melakukan

pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan narkoba di Provinsi Banten.

BNN Provinsi Banten perlu membangun dan mengoptimalkan kerjasama

lintas sektor dengan melakukan koordinasi secara intensif dengan instansi

terkait seperti pihak kepolisian, lembaga pemasyarakatan, kejaksaan dan

pengadilan bahkan dengan seluruh instansi baik dari sektor pemerintah

Page 256: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

237

maupun swasta serta melakukan sinkronisasi program kerja organisasi

perangkat daerah terkait upaya pencegahan dan pemberantasan

penyalahgunaan narkoba agar seluruh program untuk mencegah dan

mengatasi permasalahan penyalahgunaan narkoba di Provinsi Banten dapat

terintegrasi dan berjalan efektif.

3. Mendorong peran serta masyarakat untuk berperan aktif dalam mencegah dan

memberantas penyalahgunaan narkoba. Diharapkan BNN Provinsi Banten

dapat merangkul masyarakat untuk bersama sama mengatasi permasalahan

penyalahgunaan narkoba yang bertujuan untuk meminimalisir dan mencegah

terjadinya peningkatan jumlah penyalahgunaan maupun peredaran narkoba di

Provinsi Banten.

4. Diperlukannya penguatan kesadaran dan kepedulian masyarakat untuk dapat

menjauhi narkoba dan mencegah terjadinya penggunaan maupun peredaran

narkoba. Pada strategi ini BNN Provinsi Banten perlu meningkatkan

kepemahaman dan kepedulian masyarakat mengenai bahaya narkoba agar

melalui kegiatan KIE (Komunikasi Informasi dan Edukasi) baik secara

langsung atau tatap muka seperti sosialisasi ataupun seminar kepada seluruh

elemen masyarakat maupun melalui pemanfaatan media secara berkelanjutan

atau terus menerus dan dilakukan secara masif dan kreatif agar dapat

dilakukan pencegahan diri untuk menolak penyalahgunaan narkoba serta

membuat lingkungan yang bersih dari penyalahgunaan dan peredaran gelap

narkoba.

Page 257: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

DAFTAR PUSTAKA

Sumber Buku:

David, Fred R. 2005. Manajemen Strategi (Manajemen Strategi Konsep) Buku I.

Jakarta : Salemba Empat

Denzim, Norman K. & Yvonna S. Lincoln, 2009. Handbook of qaualitative research.

Terjemahan oleh Dariyanto dkk. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Dirgantoro, Crown, 2005. Manajemen Stratejik Konsep, Kasus dan Implementasi.

Jakarta. Grasindo.

Farrell, Michael and John Stran. 1998. Britain's New Strategy for Tackling Drugs

Misuse: Shows a Welcome Emphasis on Evidence. BMJ Publishing Group.

Handoko, 2003. Manajemen. Yogyakarta : Gajah Mada University Press.

Hunger J. David & Thomas L. Wheelen. 2003. Manajemen Strategis.

Yogyakarta:ANDI Yogyakarta.

Mieczkowsky, Thomas. 1992. Drugs, Crime And Social policy : Reaserch Issues and

Concern. United States Of America : Allyn And Baccon.

Miles, Matthew B & A. Micheal Huberman, 2009. Analisis Data Kualitatif. Jakarta :

Universitas Indonesia Press.

Moleong, Lexy J. 2007. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : PT Remaja

Rosdakarya.

Nawawi, Hadari. 2005. Manajemen Strategik : Organisasi Non Provit Bidang

Pemerintahan. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Pearce II, John A. & Richard B. Robinson. 2011. Manajemen Strategi s-Formulasi,

Implementasi, dan Pengendalian. Jakarta : Salemba Empat.

Sedarmayanti, 2014. Manajemen Strategi. Bandung : PT. Revika Aditama

Sugiyono, 2012. Metode Penelitian Kualitatif R & D. Bandung : CV Alfabeta

Page 258: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

Sumber Dokumen:

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika

Instruksi Presiden RI Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pelaksanaan Kebijakan dan

Strategi Nasional Pencegahan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap

Narkoba

Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 2 Tahun 2017

Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2013 tentang

Fasilitasi Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba

Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2011 tentang Pelaksanaan Wajib Lapor

Pecandu Narkotika

Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia. Survei Prevalensi Penyalahgunaan

Narkoba Tahun Anggaran 2014

Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia. Rencana Strategis Badan Narkotika

Nasional Tahun 2015-2019

Riswanda (2016), ‘War on drugs: polemic on policy formation and policy

implementation’_Penyuluhan Bahaya Narkoba, KNPI, Serang-Banten, Indonesia

Jurnal Penelitian:

Putri, Verayan. 2015. Strategi Penyelesaian Konflik Kependudukan di Kabupaten

Lampung Selatan. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng

Tirtayasa: Skripsi.

Amali, Wungu. 2017. Strategi Dinas Perdagangan Perindustrian dan Koperasi

dalam Pembinaan Koperasi di Kota Serang. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Sultan Ageng Tirtayasa: Skripsi.

Sumber lain:

http://www.antaranews.com/berita/474528/bnn-transaksi-narkoba-indonesia-

tertinggi-se-asean

http://www.bnn.go.id/portal/uploads/post/2012/01/26/20120126130403-10111.pdf

http://www.bnn.go.id/read/page/8005/sejarah-bnn

http://www.bnn.go.id/read/pressrelease/10155/peresmian-gedung-bnnp-banten

Page 259: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

http://dedihumas.bnn.go.id/read/section/artikel/2014/03/20/957/dampak-langsung-

dan-tidak-langsung-penyalahgunaan-narkoba

http://indonews.id/berita/banten-dari-daerah-transit-jadi-tujuan-penyebaran-narkoba/

http://nasional.kompas.com/read/2013/08/17/0402245/Inilah.Kronologi.Pengungkapa

n.Pabrik.Sabu.di.LP.Cipinang

http://newmentalhealthconnection.org/page/fox-valley-substance-abuse-coalition-0

http://news.liputan6.com/read/112327/pabrik-ekstasi-terbesar-di-indonesia-digerebek

https://www.unodc.org/documents/wdr2015/WDR2015_Drug_use_health_consequen

ces.pdf

Page 260: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

PEDOMAN WAWANCARA

KEPALA BIDANG PENCEGAHAN DAN PEMBERDAYAAN

MASYARAKAT BNN PROVINSI BANTEN

Dimensi : Prevention

1. Hal atau program kegiatan sebagai upaya pencegahan penyalahgunaan narkoba

di Provinsi Banten.

2. Hal atau program kegiatan dalam rangka pemberdayaan masyarakat di Provinsi

Banten.

3. Pihak yang terlibat dalam pemberian pencegahan dan pemberdayaan masyarakat

dari penyalahgunaan narkoba di Provinsi Banten.

4. Peran mitra/penggiat BNN Provinsi Banten.

5. Pihak yang menjadi sasaran dalam kegiatan pencegahan penyalahgunaan

narkoba di Provinsi Banten.

6. Tempat pelaksanaan kegiatan pencegahan penyalahgunaan narkoba di Provinsi

Banten.

7. Media yang digunakan untuk diseminasi informasi bahaya narkoba.

8. Strategi komunikasi BNN Provinsi Banten.

9. Daerah rawan penyalahgunaan narkoba di Provinsi Banten.

10. Jumlah Sumber Daya Manusia (SDM) di bidang pencegahan dan pemberdayaan

masyarakat BNN Provinsi Banten.

11. Kendala dalam pelaksanaan kegiatan pencegahan penyalahgunaan narkoba di

Provinsi Banten.

Dimensi : Treatment

1. Bentuk/jenis pelayanan rehabilitasi di BNN Provinsi Banten.

2. Sarana dan prasarana terkait pelayanan rehabilitasi.

3. Mekanisme pemberian rehabilitasi di BNN Provinsi Banten.

Page 261: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

4. Tolak ukur penentuan jenis dan waktu rehabilitasi.

5. Jangka waktu rehabilitasi di BNN Provinsi Banten.

6. Bentuk kegiatan pascarehabilitasi yang dilakukan BNN Provinsi Banten.

7. Pihak yang berkoordinasi dalam penyelenggaraan kegiatan rehabilitasi maupun

pascarehabilitasi.

8. Mekanisme pengguna narkoba yang sedang dalam proses hukum namun ingin

mengajukan proses rehabilitasi di BNN Provinsi Banten.

Dimensi : Harm Reduction

1. Hal atau program kegiatan sebagai upaya pengurangan dampak dari

penyalahgunaan narkoba.

2. Pihak yang berkoordinasi melakukan upaya pengurangan dampak buruk dari

penyalahgunaan narkoba.

3. Tolak ukur keberhasilan pengurangan dampak buruk dari penyalahgunaan

narkoba.

Dimensi : Law Enforcement

1. Dasar hukum penyalahgunaan narkoba.

2. Sanksi hukum penyalahgunaan narkoba.

3. Pihak yang berkoordinasi dalam penegakan hukum penyalahgunaan narkoba.

4. Peran Pemerintah Daerah Provinsi Banten dalam kasus penyalahgunaan narkoba.

Page 262: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

PEDOMAN WAWANCARA

KEPALA BIDANG PEMBERANTASAN BNN PROVINSI BANTEN

Dimensi : Prevention

1. Hal atau program kegiatan sebagai upaya pencegahan dan atau pemberantasan

penyalahgunaan narkoba di Provinsi Banten.

2. Tempat pelaksanaan kegiatan pencegahan dan atau pemberantasan

penyalahgunaan narkoba di Provinsi Banten.

3. Pihak yang menjadi sasaran dalam kegiatan pencegahan dan atau pemberantasan

penyalahgunaan narkoba di Provinsi Banten.

4. Pihak yang terlibat dalam kegiatan pencegahan dan atau pemberantasan

penyalahgunaan narkoba di Provinsi Banten.

5. Daerah rawan penyalahgunaan narkoba di Provinsi Banten.

6. Jumlah Sumber Daya Manusia (SDM) di bidang pemberantasan BNN Provinsi

Banten.

7. Kendala dalam pelaksanaan kegiatan pemberantasan penyalahgunaan narkoba di

Provinsi Banten.

Dimensi : Treatment

1. Bentuk/jenis pelayanan rehabilitasi di BNN Provinsi Banten.

2. Mekanisme pemberian rehabilitasi di BNN Provinsi Banten.

3. Tolak ukur penentuan jenis dan waktu rehabilitasi.

4. Mekanisme pengguna narkoba yang sedang dalam proses hukum namun ingin

mengajukan proses rehabilitasi di BNN Provinsi Banten.

Page 263: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

Dimensi : Harm Reduction

1. Hal atau program kegiatan sebagai upaya pengurangan dampak dari

penyalahgunaan narkoba.

2. Pihak yang berkoordinasi melakukan upaya pengurangan dampak buruk dari

penyalahgunaan narkoba.

3. Tolak ukur keberhasilan pengurangan dampak buruk dari penyalahgunaan

narkoba.

Dimensi : Law Enforcement

1. Dasar hukum penyalahgunaan narkoba.

2. Sanksi hukum penyalahgunaan narkoba.

3. Proses penegakan hukum dalam kasus penyalahgunaan narkoba.

4. Perbedaan wewenang BNN dengan pihak Kepolisian dalam penegakan hukum

penyalahgunaan narkoba.

Page 264: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

PEDOMAN WAWANCARA

KEPALA BIDANG REHABILITASI BNN PROVINSI BANTEN

Dimensi : Treatment

1. Bentuk/jenis pelayanan rehabilitasi di BNN Provinsi Banten.

2. Sarana dan prasarana terkait pelayanan rehabilitasi.

3. Syarat seseorang untuk dapat menerima layanan rehabilitasi.

4. Mekanisme pemberian rehabilitasi di BNN Provinsi Banten.

5. Tolak ukur penentuan jenis dan waktu rehabilitasi.

6. Jangka waktu rehabilitasi di BNN Provinsi Banten.

7. Pelaksanaan kegiatan rehabilitasi lainnya di Provinsi Banten selain di BNN

Provinsi Banten.

8. Alat yang dapat mengukur derajat toksinasi penggunaan narkoba.

9. Bentuk kegiatan pascarehabilitasi yang dilakukan BNN Provinsi Banten.

10. Pihak yang berkoordinasi dalam penyelenggaraan kegiatan rehabilitasi maupun

pascarehabilitasi.

11. Mekanisme pengguna narkoba yang sedang dalam proses hukum namun ingin

mengajukan proses rehabilitasi di BNN Provinsi Banten.

Dimensi : Harm Reduction

1. Hal atau program kegiatan sebagai upaya pengurangan dampak dari

penyalahgunaan narkoba.

2. Pihak yang berkoordinasi melakukan upaya pengurangan dampak buruk dari

penyalahgunaan narkoba.

3. Tolak ukur keberhasilan pengurangan dampak buruk dari penyalahgunaan

narkoba.

Page 265: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

Dimensi : Law Enforcement

1. Dasar hukum penyalahgunaan narkoba.

2. Sanksi hukum penyalahgunaan narkoba.

3. Pihak yang berkoordinasi dalam penegakan hukum penyalahgunaan narkoba.

Page 266: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

PEDOMAN WAWANCARA

DOKTER SEKSI PENGUAT LEMBAGA REHABILITASI

BNN PROVINSI BANTEN

Dimensi : Treatment

1. Bentuk/jenis pelayanan rehabilitasi di BNN Provinsi Banten.

2. Sarana dan prasarana terkait pelayanan rehabilitasi.

3. Syarat seseorang untuk dapat menerima layanan rehabilitasi.

4. Mekanisme pemberian rehabilitasi di BNN Provinsi Banten.

5. Tolak ukur penentuan jenis dan waktu rehabilitasi.

6. Jangka waktu rehabilitasi di BNN Provinsi Banten.

7. Alur proses pelaksanaan rehabilitasi.

8. Pelaksanaan kegiatan rehabilitasi lainnya di Provinsi Banten selain di BNN

Provinsi Banten.

9. Alat yang dapat mengukur derajat toksinasi penggunaan narkoba.

10. Bentuk kegiatan pascarehabilitasi yang dilakukan BNN Provinsi Banten.

11. Pihak yang berkoordinasi dalam penyelenggaraan kegiatan rehabilitasi maupun

pascarehabilitasi.

12. Mekanisme pengguna narkoba yang sedang dalam proses hukum namun ingin

mengajukan proses rehabilitasi di BNN Provinsi Banten.

Dimensi : Harm Reduction

1. Hal atau program kegiatan sebagai upaya pengurangan dampak dari

penyalahgunaan narkoba.

2. Pihak yang berkoordinasi melakukan upaya pengurangan dampak buruk dari

penyalahgunaan narkoba.

Page 267: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

3. Tolak ukur keberhasilan pengurangan dampak buruk dari penyalahgunaan

narkoba.

4. Jangka waktu harm reduction hingga pasien pulih.

Page 268: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

PEDOMAN WAWANCARA

DIREKTORAT RESERSE NARKOBA

KEPOLISIAN DAERAH (POLDA) BANTEN

Dimensi : Prevention

1. Bentuk koordinasi Polda Banten dengan BNN Provinsi Banten dalam

pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan narkoba.

2. Hal atau program kegiatan sebagai upaya pencegahan penyalahgunaan narkoba

di Provinsi Banten.

3. Pihak yang melakukan kegiatan pencegahan penyalahgunaan narkoba di Provinsi

Banten.

4. Target atau sasaran dalam kegiatan pencegahan penyalahgunaan narkoba di

Provinsi Banten.

5. Tempat pelaksanaan kegiatan pencegahan dan atau pemberantasan

penyalahgunaan narkoba di Provinsi Banten.

6. Daerah rawan penyalahgunaan narkoba di Provinsi Banten.

Dimensi : Treatment

1. Syarat seseorang untuk dapat menerima layanan rehabilitasi.

2. Mekanisme pemberian rehabilitasi di BNN Provinsi Banten.

3. Mekanisme pengguna narkoba yang sedang dalam proses hukum namun ingin

mengajukan proses rehabilitasi di BNN Provinsi Banten.

Dimensi : Law Enforcement

1. Dasar hukum penyalahgunaan narkoba.

2. Sanksi hukum penyalahgunaan narkoba.

Page 269: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

3. Pihak yang berkoordinasi dalam penegakan hukum penyalahgunaan narkoba.

4. Proses penegakan hukum dalam kasus penyalahgunaan narkoba.

5. Perbedaan wewenang BNN dengan pihak Kepolisian dalam penegakan hukum

penyalahgunaan narkoba.

Page 270: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

PEDOMAN WAWANCARA

KEPALA SEKSI REHABILITASI TUNA SOSIAL, NAPZA DAN KORBAN

PERDAGANGAN ORANG (KPO) DINAS SOSIAL PROVINSI BANTEN

Dimensi : Prevention

1. Bentuk koordinasi Dinas Sosial Provinsi Banten dengan BNN Provinsi Banten

dalam pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan narkoba.

2. Hal atau program kegiatan sebagai upaya pencegahan penyalahgunaan narkoba

di Provinsi Banten.

3. Pihak yang terlibat dalam pemberian pencegahan penyalahgunaan narkoba di

Provinsi Banten.

4. Pihak yang menjadi sasaran dalam kegiatan pencegahan penyalahgunaan

narkoba di Provinsi Banten.

5. Tempat pelaksanaan kegiatan pencegahan penyalahgunaan narkoba di Provinsi

Banten.

6. Daerah rawan penyalahgunaan narkoba di Provinsi Banten.

Dimensi : Treatment

1. Bentuk koordinasi dengan BNN Provinsi Banten terkait pemberian layanan

rehabilitasi.

2. Sarana dan prasarana terkait pelayanan rehabilitasi di Provinsi Banten.

3. Mekanisme pemberian rehabilitasi di BNN Provinsi Banten.

4. Pelaksanaan kegiatan rehabilitasi lainnya di Provinsi Banten selain di BNN

Provinsi Banten.

5. Bentuk kegiatan pascarehabilitasi yang dilakukan bersama BNN Provinsi Banten.

6. Pihak yang berkoordinasi dalam penyelenggaraan kegiatan rehabilitasi maupun

pascarehabilitasi.

Page 271: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

PEDOMAN WAWANCARA

KEPALA BIDANG PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN PENYAKIT

DINAS KESEHATAN PROVINSI BANTEN

Dimensi : Prevention

1. Bentuk koordinasi Dinas Kesehatan Provinsi Banten dengan BNN Provinsi

Banten dalam pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan narkoba.

2. Hal atau program kegiatan sebagai upaya pencegahan penyalahgunaan narkoba

di Provinsi Banten.

3. Pihak yang terlibat dalam pemberian pencegahan penyalahgunaan narkoba di

Provinsi Banten.

4. Pihak yang menjadi sasaran dalam kegiatan pencegahan penyalahgunaan

narkoba di Provinsi Banten.

5. Tempat pelaksanaan kegiatan pencegahan penyalahgunaan narkoba di Provinsi

Banten.

Dimensi : Treatment

1. Bentuk koordinasi dengan BNN Provinsi Banten terkait pemberian layanan

rehabilitasi.

2. Sarana dan prasarana terkait pelayanan rehabilitasi di Provinsi Banten.

3. Mekanisme pemberian rehabilitasi di BNN Provinsi Banten.

Dimensi : Harm Reduction

1. Hal atau program kegiatan sebagai upaya pengurangan dampak dari

penyalahgunaan narkoba.

2. Tolak ukur keberhasilan pengurangan dampak buruk dari penyalahgunaan

narkoba.

3. Jangka waktu harm reduction hingga pasien pulih.

Page 272: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

PEDOMAN WAWANCARA

KEPALA SEKSI TINDAK PIDANA UMUM LAINNYA

KEJAKSAAN TINGGI BANTEN

Dimensi : Prevention

1. Bentuk koordinasi Kejaksaan Tinggi Banten dengan BNN Provinsi Banten dalam

pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan narkoba.

2. Hal atau program kegiatan sebagai upaya pencegahan penyalahgunaan narkoba

di Provinsi Banten.

Dimensi : Treatment

1. Bentuk koordinasi dengan BNN Provinsi Banten terkait pemberian layanan

rehabilitasi.

2. Syarat seseorang untuk dapat menerima layanan rehabilitasi.

3. Mekanisme pemberian rehabilitasi di BNN Provinsi Banten.

4. Tolak ukur penentuan jenis dan waktu rehabilitasi.

5. Jangka waktu rehabilitasi di BNN Provinsi Banten.

6. Sarana dan prasarana terkait pelayanan rehabilitasi di Provinsi Banten.

7. Pihak yang berkoordinasi dalam penyelenggaraan kegiatan rehabilitasi.

Dimensi : Law Enforcement

1. Dasar hukum penyalahgunaan narkoba.

2. Sanksi hukum penyalahgunaan narkoba.

3. Pihak yang berkoordinasi dalam penegakan hukum penyalahgunaan narkoba.

4. Proses penegakan hukum dalam kasus penyalahgunaan narkoba.

Page 273: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

PEDOMAN WAWANCARA

KEPALA SEKSI PEMBINAAN DAN PENDIDIKAN

LEMBAGA PEMASYARAKATAN SERANG

Dimensi : Prevention

1. Bentuk koordinasi Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) Serang dengan BNN

Provinsi Banten dalam pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan narkoba.

2. Hal atau program kegiatan sebagai upaya pencegahan penyalahgunaan narkoba

khususya di Lapas Serang.

Dimensi : Treatment

1. Bentuk koordinasi dengan BNN Provinsi Banten terkait pemberian layanan

rehabilitasi di Lapas Serang.

2. Bentuk/jenis pelayanan rehabilitasi.

3. Syarat seseorang untuk dapat menerima layanan rehabilitasi.

4. Mekanisme pemberian rehabilitasi.

5. Jangka waktu rehabilitasi.

6. Kegiatan pascarehabilitasi.

Dimensi : Law Enforcement

1. Tindakan dan sanksi hukum yang diberikan apabila terdapat warga binaan

pemasyarakatan ataupun petugas Lapas yang terbukti menyalahgunakan dan/atau

mengedarkan narkoba di lingkungan Lapas Serang.

Page 274: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

PEDOMAN WAWANCARA

MITRA BNN PROVINSI BANTEN

Dimensi : Prevention

1. Hal atau program kegiatan sebagai upaya pencegahan penyalahgunaan narkoba

di Provinsi Banten.

2. Peran mitra/penggiat BNN Provinsi Banten.

Dimensi : Treatment

1. Mekanisme pemberian rehabilitasi di BNN Provinsi Banten.

2. Tolak ukur penentuan jenis dan waktu rehabilitasi.

Dimensi : Harm Reduction

1. Hal atau program kegiatan sebagai upaya pengurangan dampak buruk dari

penyalahgunaan narkoba.

2. Jangka waktu harm reduction hingga pasien pulih.

Dimensi : Law Enforcement

1. Pihak yang berkoordinasi dalam penegakan hukum penyalahgunaan narkoba.

2. Proses penegakan hukum dalam kasus penyalahgunaan narkoba.

Page 275: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

PEDOMAN WAWANCARA

KLIEN/PASIEN REHABILITASI BNN PROVINSI BANTEN

Dimensi : Treatment

1. Bentuk/jenis pelayanan rehabilitasi di BNN Provinsi Banten.

2. Mekanisme untuk memperoleh rehabilitasi di BNN Provinsi Banten.

3. Tolak ukur penentuan jenis dan waktu rehabilitasi.

4. Alur proses pelaksanaan rehabilitasi.

Dimensi : Harm Reduction

1. Hal atau program kegiatan sebagai upaya pengurangan dampak buruk dari

penyalahgunaan narkoba.

Page 276: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

PEDOMAN WAWANCARA

WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN

LAPAS SERANG

Dimensi : Treatment

1. Bentuk/jenis pelayanan rehabilitasi yang diberikan BNN Provinsi Banten.

2. Metode rehabilitasi yang diberikan BNN Provinsi Banten.

3. Bentuk kegiatan pembinaan pascarehabilitasi yang diberikan BNN Provinsi

Banten.

Page 277: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

MEMBER CHECK

Nama : Sugino, SE, MH

Jabatan : Kepala Bidang Pencegahan

dan Pemberdayaan

Masyarakat BNN Provinsi

Banten

Hari / Tanggal : Senin, 19 Juni 2017

Waktu : 10.30 WIB

Tempat : BNN Provinsi Banten

I

Q

I 1.1

Q1 Apa saja hal atau program kegiatan yang dilakukan sebagai upaya

pencegahan penyalahgunaan narkoba di Provinsi Banten?

“Pencegahan itu kita ada pencegahan diri yang terdiri dari advokasi yaitu

mempengaruhi kepada stakeholder baik itu pemerintah maupun swasta,

untuk mengajak supaya mari kita sama-sama memerangi masalah narkoba

karena sudah darurat narkoba. Kalau tidak bersama-sama, BNN juga tidak

masif karena BNN ini terbatas. Dasarnya adalah Permendagri Nomor 21

Tahun 2013, jadi Walikota Bupati Gubernur harus memberikan fasilitasi

supaya menganggarkan dasarnya Perda kepada STOK ataupun stakeholder

ataupun SKPD itu harus menganggarkan tentang pencegahan narkoba,

Page 278: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

nanti pelaksanaannya bisa ke kampus, ke pekerja. Itulah advokasi.

Yang kedua adalah diseminasi yaitu dengan membuat media baik tatap

muka, online, ataupun video tron, berarti media cetak dan media elektronik

gitu. Itulah diseminasi. Bagaimana kita membuat iklan untuk

mempengaruhi masyarakat melalui TV, medsos, video tron, surat kabar.

Kemudian juga ada sosialisasi, ada KIE Komunikasi Informasi dan

Edukasi itu langsung turun ke masyarakat, ke pemerintahan, ke swasta.

Jadi begitulah ada advokasi dan diseminasi.

Kemudian masuk kepada pemberdayaan masyarakat yaitu kita mengajak

pembangunan wawasan anti narkoba, memberdayakan masyarakat, swasta

maupun instansi pemerintah dan pendidikan. Itu ajak-ajak supaya dia ada

program mandiri, misalnya kita ajak Untirta, sudah kita bentuk satgas

sudah tes urin mau tidak mau Untirta itu harus ada pemberdayaan, mari

kita tolak narkoba agar kampus ini bersih dari narkoba. Itu yang namanya

memberdayakan. Yang bermain itu satgas dan kader-kader yang sudah kita

cetak. Selain itu juga membuat kampung bersih narkoba, terus melakukan

tes urin. Itu contohnya program-program yang ada di BNN bidang

pencegahan dan pemberdayaan masyarakat.”

Page 279: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

Q2 Siapa saja pihak yang berkoordinasi dalam kegiatan pencegahan

penyalahgunaan narkoba di Provinsi Banten?

“Ya kita selalu ajak-ajak dari SKPD, dari OPD, termasuk Polda, Dinsos,

Dinkes, bahkan pariwisata, Dispora. Jadi memang luas kalau bicara

narkotika itu. Kita gabung-gabung bareng, kita ajak-ajak bahwa diharapkan

bisa masuk ke dunia narkotika agar tahu bagaimana mencegah narkotika di

lingkungannya. Jadi dilibatkan semuanya, swasta pun masuk seperti

Krakatau Posco juga masuk itu. Terus kita rekrut masyarakat juga, kita

jadikan relawan maupun penggiat yang harapannya adalah orang-orang

yang tidak terkena narkotika dengan adanya KIE menjadi tahu dan tidak

pakai. Kalau sudah terkena, harapannya dengan adanya penjelasan kita ya

hentikan dan rehabiltasi dengan datang ke BNN. Kalau dia sudah bandar

dan tidak mau menyerahkan diri, kalau kena berarti dia pidana.”

Q3 Apa peran penggiat atau mitra di BNN Provinsi Banten?

“Kenapa kita ada penggiat? Bahwa BNN tidak mampu dan masalah

narkotika harus diatasi bersama, baik dari pemerintah, dari swasta, dari

pendidikan dan dari masyarakat. Mereka ini diharapkan bisa membantu

kegiatan kami dan nantinya antara lain dia kita TOT (Training of Trainer),

itu kita ajak bersama-sama. Ada yang punya yayasan, ada juga yang hanya

menjadi relawan. Karena kita ga mampu mengcover semuanya, jadi kita

ajak-ajak kita bekali, kita berikan identitas, diberikan kemampuan akhirnya

Page 280: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

nanti dia bicara bagaimana mencegah narkotika di kalangan masyarakat.

Mereka diawasi kita, karena kita ada advokasi, pendahuluan, TOT atau

materi, dan nanti kita minta juga schadule kegiatan dia.”

Q5 Siapa saja pihak yang menjadi sasaran dalam kegiatan pencegahan

dan pemberdayaan masyarakat penyalahgunaan narkoba di Provinsi

Banten?

“Ya itu tadi kalau pemberdayaan masyarakat ada peran serta masyarakat

termasuk kampus, pemerintahan, ada swasta dan ada juga elemen

pendidikan. Jadi kami bicara soal SD, SMP, SMA sampai kampus, ada

juga pabrik-pabrik itu.“

Q6 Dalam kegiatan pencegahan langsung, apakah tempatnya sudah

ditentukan atau atas permintaan masyarakat/instansi?

“Kegiatan itu ada dua sumber, pertama kita diminta misalnya Untirta atau

UIN mengadakan seminar, saya diminta untuk menjadi narasumber atau

pembicara disana, atau bisa juga penyelenggaraannya dengan anggaran kita

sendiri tetapi anggaran kita ini terbatas, jadi banyaknya yang non anggran.

Kita datang setelah ada surat ke kepala BNNP, baik itu dari masyarakat,

kampus, instansi pemerintahan ataupun swasta. Biasanya kalau dari

anggaran sendiri sih jarang untuk kegiatan seminar gitu, lebih banyak

untuk kegiatan pembinaan life skill.”

Page 281: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

Q7 Media yang digunakan dalam diseminasi informasi bahaya narkoba?

“Seperti tadi dalam diseminasi itu menggunakan media tatap muka, online,

ataupun video tron, berarti media cetak dan media elektronik gitu, bisa

melalui TV, medsos, video tron, surat kabar.”

Q8 Bagaimana strategi komunikasi yang dilakukan BNN Provinsi Banten

kepada masyarakat dalam menginformasikan bahaya narkoba?

“Kalau strategi komunikasi itu ya melalui berbagai media tadi, terus kita

juga libatkan pihak-pihak lain di luar karena sekali lagi masalah narkoba

ini harus diatasi bersama. Bahkan kita juga masukan ke medsos untuk

supaya dibaca di lihat oleh orang-orang. Supaya tahu bahwa perkembangan

BNN ini menjalankan kemitraan, termasuk pemuda-pemudi anti narkoba.

Karena kalau cuma dari BNN ya tentu tidak akan masif. SDM dan

anggaran kita saja masih kurang, sedangkan sekarang supply and demand

ini kencang sekali. Ternyata PCC dan narkotika-narkotika jenis baru ini

terus masuk kan bisa dilihat di media. Itulah yang terjadi, makanya kita

ajak-ajak namanya penggiat, relawan dan semua pihak.”

Q9

Daerah mana di Provinsi Banten yang menjadi daerah rawan dan

memiliki angka penyalahgunaan narkoba tertinggi?

“Dalam pemberdayaan alternatif itu kita memetakan daerah rawan, di

Provinsi Banten ini ada delapan Kabupaten/Kota, mana yang pertama

penyalahgunaan narkobanya itu paling tinggi, daerah rawan itu ada tempat

Page 282: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

peredaran narkotika dan pemakainya tinggi, contohnya yang pertama itu

Kota Tangerang, kedua Kabupaten Tangerang, ketiga Tangerang Selatan,

dan kemudian baru Kota Serang dan Cilegon. Itu contoh dari ranking-

ranking pemetaan daerah rawan narkoba dari sisi P2M melibatkan unsur-

unsur yang terkait salah satunya kepolisian. Mana yang penyalahgunaan

narkobanya paling tinggi contohnya tadi Kota Tangerang karena adanya

pemakai, adanya bandar, adanya penjualan obat-obatan terlarang juga. Nah

nantinya daerah rawan itu kita jadikan model untuk dibina supaya mantan-

mantan narkoba tadi kita buat supaya punya keterampilan atau life skill.”

Q10 Apa yang menjadi kendala dalam pelaksanaan kegiatan pencegahan

penyalahgunaan narkoba di Provinsi Banten?

“Kami belum masif karena terbatasnya anggaran dan terbatasnya Sumber

Daya Manusia. Itu termasuk kelemahan dan kendala. Kenapa narkotika

banyak, ya karena belum masif peran serta masyarakat dan pemerintah

daerah. Itu kunci dalam kendala sehingga masif, ternyata narkoba masih

banyak dan dibutuhkan solusi yaitu peran serta masyarakat dan peran serta

pemerintah daerah secara masif untuk bersama-sama menanggulangi

penyalahgunaan narkoba.”

Page 283: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

Q11

Apa jenis pelayanan rehabilitasi yang diberikan BNN Provinsi

Banten?

“Untuk rehabilitasi itu ada rawat jalan dan rawat inap, jadi keputusannya

itu dari tim asesmen yang akan menentukan apakah rawat jalan atau rawat

inap tergantung orangnya. Tetapi di BNN Banten ini hanya melayani rawat

jalan, kalau rawat inap nanti kita kirim lagi ke Lido.”

Q12 Apakah BNN Provinsi Banten sudah memiliki sarana dan prasarana

untuk kegiatan rehabilitasi?

“Kita disini belum punya tempat rehab. Untuk rawat inapnya hanya punya

negara yaitu di LIDO, tetapi kalau memilih yang punya masyarakat yang

bayar untuk makan minumnya ada tempat-tempat berbasis masyarakat

namanya.”

Q13

Apa saja aspek yang ditekankan pada saat dilakukan asesmen sebagai

tolak ukur penentuan jenis rehabilitasi dan jangka waktu dalam

proses rehabilitasi?

“Dalam proses asesmen itu ditentukan dia menjadi pemakai narkotika

sudah berapa lama, bagaimana psikologisnya, bagaimana kejiwaannya,

nanti akan ditentukan apakah rawat jalan yang harus 8-12 kali pertemuan

dan kemudian di tes urin sampai dia negatif narkoba dan nanti kita kontrol

kedepannya, tapi kalau yang namanya rawat inap itu biasanya yang sudah

lima tahun pakai, secara sosial sudah tidak punya harga diri, ditanya lima

Page 284: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

kali lima ga tau padahal dia lulusan SLTA atau sarjana ya dia harus di

rawat inap dan membutuhkan sentuhan konselor yang berkompeten, bisa di

LIDO atau di tempat umum yang bayar.”

Q14 Berapa jangka waktu dalam proses rehabilitasi di BNN Provinsi

Banten?

“Untuk rawat jalan di BNN itu antara 8 sampai 12 kali pertemuan.”

Q15 Bagaimana pelaksanaan kegiatan pascarehabilitasi yang dilakukan

BNN Provinsi Banten?

“Kegiatan pasca rehabilitasinya itu dengan pembinaan life skill, termasuk

salah satu kegiatan yang dilakukan bidang P2M juga. Pembinaan life skill,

contohnya kemaren di daerah pekarungan. Daerah pekarungan itu daerah

narkoba banyak bekas pecandu narkoba, nah itu kami berikan life skill agar

mereka itu punya keterampilan seperti tukang cukur atau salon yang

artinya dia diberikan ketampilan, dibiayai dan diberikan seperangkat alat

cukur.”

Q16 Pihak mana saja yang berkoordinasi dalam penyelenggaraan kegiatan

rehabilitasi maupun pascarehabilitasi?

“Pasca rehab itu kan ada juga yang dilaksanakan disini, ada juga yang di

rumah damping, ada juga di lingkungan masyarakat kaya tadi itu di

pekarungan. Kalau yang disini itu pastinya bidang P2M dan bidang rehab

yang bertugas. Kalau yang diluar itu ada juga kerjasama dengan SKPD,

Page 285: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

OPD seperti Dinsos, BLKI, terus pastimya dengan masyarakat.”

Q17 Apakah terdapat perbedaan antara pecandu narkoba yang datang

sendiri untuk melakukan rehabilitasi dengan yang merupakan

penyerahan dari instansi?

“Untuk pelayanannya sama saja karena disini itu namanya Institusi

Penerima Wajib Lapor (IPWL), itu di pasal 54 tidak dihukum atau hanya

harus wajib lapor termasuk pasal 127 dan 128, termasuk jika ada anak kecil

di bawah umur kita akan wadahi dan kita libatkan Komisi Perlindungan

Anak (KPA) ataupun orang tuanya agar dapat di rehab atau disembuhkan.

Jadi BNN bicara dari sebelum kena sampai pascarehabilitasi.”

Q18 Apa saja hal atau program kegiatan sebagai upaya harm reduction

(pengurangan dampak buruk) dari penyalahgunaan narkoba?

“Harm reduction itu kan dikaitkan dengan Pak Agus di bidang rehabilitasi.

Artinya dia pengobatan dan pasca rehab itu bagian dari harm reduction itu.

Jadi manusia yang sudah kena ini bagaimana dan akan diapakan, sampai

kepada pasca rehab.”

Q19 Apa dasar hukum kasus penyalahgunaan narkoba?

“Undang-Undang Narkotika Nomor 35 Tahun 2009. Untuk BNN secara

hukum rehabilitasi ada di pasal 54, kemudian di pasal 127 juga kalau dia

ketangkap bisa direhab tapi melalui proses penyidik dulu. Pasal 128 itu

ajakan supaya penyalahguna yang sifatnya ringan itu harus direhab,

Page 286: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

syaratnya itu dia melapor nanti ditentukan rawat jalan atau rawat inap. Tapi

kalau tertangkap tentunya ada proses hukum, apalagi dia pakai dan

memiliki barang, tentunya dia proses hukum dan proses rehab.”

Q20

Apa sanksi hukum yang diberikan kepada penyalahguna narkoba?

“Sanksinya kalau cuma di rehab ya mulai dari 6 (enam) bulan, kalau

pidana dari 4 (empat) tahun sampai hukuman mati.”

Q21

Siapa saja pihak yang berkoordinasi dalam penegakan hukum

penyalahgunaan narkoba?

“Ya kordinasi kita jalan baik dengan Polda kaitan dengan tahanan, terus

juga dengan Kemenkumham jalan terus karena itu merupakan mitra kerja

yang memang mengurusi narkotika dan ada mekanisme-mekanisme yang

memang ada sinergitas antara aparat penegak hukum dengan dinas-dinas

terkait.”

Q22

Bagaimana peran Pemerintah Daerah Provinsi Banten dalam kasus

penyalahgunaan narkoba?

“Pemda itu masih kurang masif, dia itu yang punya mata anggaran. BNN

itu adalah lembaga vertikal yang kerja untuk rakyat Banten tetapi masih

kurang masif. Harapannya adalah harusnya ada Perda terus nanti dia

menganggarkan dan akhirnya masif baik ke pendidikan, masyarakat dan

pemerintahan. Itu harapannya.

Page 287: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

Informan

Page 288: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

MEMBER CHECK

Nama : Abdul Majid, SH, MH

Jabatan : Kepala Bidang

Pemberantasan BNN Provinsi

Banten

Hari / Tanggal : Rabu, 5 Juli 2017

Waktu : 11.40 WIB

Tempat : BNN Provinsi Banten

I

Q

I 1.2

Q1 Apa saja hal atau program kegiatan di bidang pemberantasan sebagai

upaya pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan narkoba di

Provinsi Banten?

“Kalau di bagian pemberantasan, kita melakukan penyelidikan,

pengungkapan dan penindakan atau lidik sidik. Setalah dilakukan

penyelidikan, kalau memang unsur pembuktiannya ada, bisa ditindaklanjuti

artinya kita dapat melakukan eksekusi atau tindakan penyidikan.”

Q2 Dimana tempat pelaksanaan kegiatan pencegahan dan atau

pemberantasan penyalahgunaan narkoba di Provinsi Banten?

“Itu relatif, dimana saja, kapan saja. Karena orang melakukan kejahatan itu

kan tidak mengenal waktu, tempat, umur dan sebagainya.”

Page 289: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

Q3 Daerah mana di Provinsi Banten yang paling rawan penyalahgunaan

narkoba?

“Menurut kacamata saya, yang lebih dominan untuk sementara ini itu Kota

Tangerang, dan berdasarkan data juga Kota Tangerang menempati ranking

pertama dengan jumlah 41 kasus kemudian yang kedua adalah Kota Serang

sebanyak 27 kasus narkoba.”

Q4 Apa jenis pelayanan rehabilitasi yang diberikan BNN Provinsi

Banten?

“Setau saya sih rehab medis ya, tetapi sosialnya juga ada.”

Q5 Apa saja aspek yang ditekankan pada saat dilakukan asesmen sebagai

tolak ukur penentuan jenis rehabilitasi dan jangka waktu dalam

proses rehabilitasi?

“Dalam asesmen itu ada dari berbagai macam akademisi yang melakukan.

Ada dari kepolisian, ada dari bagian kedokteran kesehatan, ada dari bagian

ditres narkoba, ada juga dari psikolog Polda, ada dari kejaksaan terus dari

Lembaga Pemasyarakatan, dan tentunya dari BNN sendiri tim asesmen,

bisa dari orang saya di bidang berantas, bisa dari rehab dan bisa juga dari

P2M. Asesmen itu kita teliti dari mulai waktu penggunaannya, jenisnya,

sumbernya, pokonya kita dalami untuk nanti bisa dibuatkan rancangan

rehabilitasinya.”

Page 290: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

Q6 Bagaimana mekanisme pengguna narkoba yang sedang dalam proses

hukum kemudian direkomendasikan untuk menjalani tahapan untuk

dapat dilakukan rehabilitasi ?

“Ada prosedurnya untuk mengajukan rehabilitasi, pertama terkait tindak

pidana yang dilakukan oleh tersangka ini kategorinya dia selaku pengguna

narkoba ya bukan pengedar, dan menurut ukuran itu barang bukti yang

dilakukan penyitaan ini kurang dari 1 gram karena kalau pengedar juga

barang buktinya biasanya lebih dari 1 gram sedangkan pengguna biasanya

hanya nol koma sekian gram sisa-sisa pemakaian dan barang bukti tes

urinenya, bisa dilihat di Undang-Undang Narkotika ya.”

Q6 Apa saja hal atau program kegiatan sebagai upaya harm reduction

(pengurangan dampak buruk) bagi penyalahguna narkoba?

“Oh untuk itu, kegiatannya kita melakukan penyelidikan untuk pelaku atau

jaringan sindikat narkotika. Kalau memang sudah cukup bukti ya kita

melakukan tindakan hukum, kira-kira begitu.”

Q7

Apa yang menjadi kendala dalam pelaksanaan kegiatan

pemberantasan sebagai bagian dari pengurangan dampak buruk

penyalahgunaan narkoba di Provinsi Banten?

“Kendala itu pertama untuk SDM disitu sangat terkendala, setau saya

jumlah keseluruhan realnya seharusnya itu di atas 200 orang, tapi

kenyataannya hanya satu per empatnya sekitar 50-60 orang. Untuk di

Page 291: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

bidang pemberantasan ini ada 16 orang terbagi jadi kasi intelejen, kasi

tindak/kasi penyidik dan kasi Wastahti. Kasi intelejen tugasnya melakukan

penyelidikan baik konvensional maupun teknologi, kalau konvensional itu

penyelidikannya secara langsung atau manual baik itu terbuka maupun

tertutup, terbuka itu berarti orang tahu kalau keberadaan kita itu sebagai

petugas, kalau tertutup itu artinya orang tidak mengetahui bahwa kita itu

petugas. Kalau yang teknologi itu menggunakan teknologi informasi ya

salah satunya melalui media sosial. Kemudian kasi tindak/kasi penyidik

bagian pemberkasan pemeriksaan, yang ketiga kasi Wastahti (Pengawasan

Tahanan dan Barang Bukti).

Kedua sarana pendukung khususnya senjata api, kita berhadapan dengan

pelaku kejahatan jadi diperlukan SDM yang cukup keahliannya dan sarana

pendukung senjata api, jadi senjata api ini masih pinjam punya polisi

(Polda, Polres).”

Q8 Apa dasar hukum kasus penyalahgunaan narkoba?

“Untuk Narkotikanya Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009, pasal

rehabilitasinya pasal 4 dan pasal 54, ada juga pasal lain tapi itu

kewenangannya jaksa dan hakim.”

Page 292: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

Q9

Apa sanksi hukum yang diberikan kepada penyalahguna narkoba?

“Undang-Undang mengatur disitu bahwa pengguna atau pecandu narkoba

itu kalau di BNN ini harus di rehab, bukan harus di hukum atau ya

hukumannya itu rehab, bukan harus diselesaikan di Lembaga

Pemasyarakatan.”

Q10 Siapa saja pihak yang terlibat dalam kegiatan pencegahan dan

pemberantasan penyalahgunaan narkoba di Provinsi Banten?

“Koordinasinya dengan kepolisian khususnya, kemudian dengan Korps

Polisi Militer untuk berantas karena terkait tindak pidana yang dilakukan

baik oleh masyarakat sipil atau militer. Selain itu juga dengan kejaksaan

terkait penyidikan, kalau untuk tindakan di lapangan itu dengan kepolisian

Polda Polres Polsek, kemudian Lapas juga.”

Q11 Bagaimana proses penegakan hukum dalam kasus penyalahgunaan

narkoba?

“Jadi gini, kadang-kadang dari pihak lain itu cuma pemakai saja

dimajukan, memang itu bisa kaya dikepolisian, itu hak dari penyidik

memang. Pernah saya melakukan koordinasi dengan salah satu instansi dan

menanyakan kenapa tidak pernah melakukan pengiriman korban pecandu

narkotika ke BNN, ada salah satu Polres ya. Ternyata mereka dimajukan

terus, masalah mau di rehab atau tidak itu urusan jaksa. Ada yang begitu

meskipun barang buktinya sedikit dan itu diterima juga oleh kejaksaan.

Page 293: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

Tapi kalau kita kan ada faktor kemanusiaan, bahwa itu adalah salah satu

korban kejahatan narkotika yang perlu kita bina, perlu di rehabilitasi, perlu

diobati, itu pandangan dari pihak BNN.”

Informan

Abdul Majid, SH, MH

Page 294: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

MEMBER CHECK

Nama : Agus Mulyana, SE

Jabatan : Kepala Bidang Rehabilitasi

BNN Provinsi Banten

NRP : AKBP/NRP. 60080404

Hari / Tanggal : Jumat, 30 Mei 2017

Waktu : 13.45 WIB

Tempat : Badan Narkotika

Nasional Provinsi

Banten

I

Q

I1.3

Q1 Apa jenis pelayanan rehabilitasi yang diberikan BNN Provinsi

Banten?

“Kita di BNN di bidang rehabilitasi ini melayani khususnya untuk rawat

jalan bagi pecandu dan korban penyalahguna narkoba. Jenisnya rehab

medis dan rehab sosial juga. Jadi kalo rehabilitasi bagi pecandu itu harus

simultan ya harus sama, karena yang diperbaiki itu bukan saja fisik tapi

juga mental, jadi dari fisiknya itu tadi ada dokternya terus ada psikolognya

juga jadi sama-sama harus berbarengan. Khusus untuk di BNN itu

medisnya ada, sosialnya juga ada.”

Page 295: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

Q2 Apakah BNN Provinsi Banten sudah memiliki sarana dan prasarana

untuk kegiatan rehabilitasi?

“Belum ada tempat rehabilitasinya. Tapi sempat Pak Embai yang kemarin

mencalonkan itu memberikan tanah seluas 6,1 Ha ke BNN untuk dibuat

tempat rehabilitasi, tetapi pemda dan BNNnya belum mampu. Selain itu

memang diperlukan SDM yang tentunya disini masih kurang. Di BNN ini

seharusnya susunan personil lengkapnya itu sebanyak 212 orang untuk

semua bidang, namun saat ini baru ada 47 orang dan di bidang rehabilitasi

seharusnya ada 52 orang namun saat ini baru ada 8 orang ditambah TKK.

Padahal di aturan Permendagri Nomor 21 Tahun 2013, Pemda itu harus

memfasilitasi baik tempat rehabilitasi maupun tempat untuk wajib lapor.

Pihak kami sudah mengajukan tapi sampai sekarang belum juga. Bapak

Presiden juga menyampaikan bahwa Indonesia darurat narkoba, berarti kan

semuanya harus tertuju kesana.”

Q3 Apa syarat seseorang dapat menerima layanan rehabilitasi?

“Persyaratan di kita itu ada 4 (empat) sumber, yang pertama datang sendiri

atau sukarela, yang kedua dari hasil operasi, ketiga dari penyerahan Polda

dan Polres, keempatnya penyerahan dari hasil vonis pengadilan. Tentunya

yang datang sendiri dia harus bawa KTP, KK atau identitas. Untuk yang

lainnya ini tentunya harus ada surat pengantar dari instansi terkait tadi.”

Page 296: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

Q4 Apa saja aspek yang ditekankan pada saat dilakukan asesmen sebagai

tolak ukur penentuan jenis rehabilitasi dan jangka waktu dalam

proses rehabilitasi?

“Oh gini, pada saat asesmen kita perdalam riwayat penyalahgunaannya,

asal usulnya, berapa lama pemakaiannya. Dari situ kita bisa kategorikan

dan yang kita layani hanya yang pecandu ringan dan pecandu sedang.

Pecandu itu ada 3 (tiga) kelompok, ada ringan, sedang dan berat. Kalau

pecandu ringan dia pakai itu baru 1 (satu) sampai dengan 7 (tujuh) kali.

Kalau pecandu sedang itu 8 (delapan) sampai dengan 39 (tiga puluh

sembilan) kali, dan yang lebih dari 40 (empat puluh) kali itu dikategorikan

sebagai pecandu berat. Nah untuk yang ringan dan sedang ini cukup hanya

berobat jalan di kita waktunya 12 (dua belas) kali pertemuan, kalau yang

pecandu berat kita akan rujuk ke LIDO atau ke RSKO.”

Q5 Berapa jangka waktu dalam proses rehabilitasi di BNN Provinsi

Banten?

“Rehabilitasi yang harus dijalani ini adalah selama 12 (dua belas) kali

pertemuan, dilakukan setiap minggu jadi kurang lebih ya 3 (tiga) bulanan

untuk proses rehabilitasinya.”

Q6 Apakah terdapat pelaksanaan kegiatan rehabilitasi lainnya di Provinsi

Banten selain di BNN Provinsi Banten?

“Selain disini kita juga melaksanakan rehab ke Lapas-Lapas yang ditunjuk

Page 297: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

Kumham. Ditujukan untuk WBP (Warga Binaan Pemasyarakatan) yang

sudah mau keluar 3 bulan lagi, 6 bulan lagi, dengan harapan nanti dia

keluar sudah bisa menjaga dirinya, memprotek diri jangan sampai

menggunakan narkoba lagi. Kalau yang masih jauh ya nanti begitu direhab

percuma, dia nanti kembali ke teman-temannya. Jadi yang tiga sampai

enam bulan mau keluar saja kita sisihkan, diberikan rehabilitasi. Jangka

waktunya sama tiga bulan juga. Jadi satu tahun itu ada tiga Lapas yang

ditunjuk. Tahun ini itu di Lapas Wanita, Lapas Pemuda dan Lapas Kelas I.

Tapi karena kemaren itu tidak ada pasien di Lapas Wanita, jadi diganti di

Lapas Serang. Karena minimal itu harus ada 30 orang, nah kemarin itu

kalau ga salah ada delapan orang terus saya koordinasikan ke pusat katanya

ga boleh, akhirnya dialihkan ke Lapas Serang.”

Q7 Apakah metode rehabilitasi yang digunakan di Lembaga

Pemasyarakatan sama dengan yang dilakukan di BNN Provinsi

Banten?

“Sama aja konseling, penguatan diri, perilaku sosial, dan sebagainya lah,

termasuk pembinaan life skill juga. Konselornya juga ada yang dari kita.

Tapi ada juga tenaga medisnya yang dari Lapas, tapi dia sudah kita latih.”

Q8 Apakah terdapat tempat rehabilitasi lainnya di Provinsi Banten selain

di BNN Provinsi Banten?

“Itu yang selalu kita upayakan kita koordinasikan dengan Dinas Kesehatan.

Page 298: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

kita koordinasi masalah tempat-tempat rehab untuk segera dibuat karena

kita belum punya. Tapi untuk keseriusan ke arah sana sih memang belum

ada, tapi yang jelas faktanya Provinsi Banten membutuhkan tempat rehab

antara rumah sakit jiwa dengan panti rehab itu sangat dibutuhkan sekali. Di

Banten ini adanya yang punya masyarakat, yang metodenya berbeda-beda

jadi kita ga bisa mengirim pasien kesana, kalaupun koordinasi ya sebatas

kasih masukan aja.”

Q9 Apakah terdapat alat yang dapat mengukur derajat toksinasi

penggunaan narkoba?

“Berupa alat secara khusus itu kami belum ada sih. Kayanya anggaran kita

belum sampai ke penyediaan alat itu, jadi untuk penilaian penggunaan

narkotikanya itu digali pada saat asesmen saja. Disitu juga kan dari banyak

pihak jadi bisa tergali walaupun tidak seakurat kalau pakai alat ya.”

Q10 Bagaimana bentuk pelaksanaan kegiatan pascarehabilitasi yang

dilakukan BNN Provinsi Banten?

“Bentuknya pembinaan, ada pembinaan fungsional dengan diberikan

pelatihan cara membuat sendal, telur asin, membuat pupuk, peternakan lele

dan sebagainya. Itu dilakukan di rumah damping yang digunakan untuk

kegiatan pasca rehabilitasi.”

Page 299: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

Q11

Pihak mana saja yang berkoordinasi dalam penyelenggaraan kegiatan

rehabilitasi maupun pascarehabilitasi?

“Koordinasi itu dengan Dinas Sosial, dengan masyarakat setempat dan

BLKI. Kita minta dari Dinsos dan BLKI untuk menjadi pelatihnya. Selain

itu juga ada dari Dinas Kesehatan, Disperindag, peternakan, kelautan.

Kalau kita sudah menjalani pasca rehab, itu nanti Dinsos juga yang akan

memberikan semacam stimulan pembinaan atau uang sebagai bekal hidup

dia.”

Q12 Apakah terdapat perbedaan antara pecandu narkoba yang datang

sendiri untuk melakukan rehabilitasi dengan yang merupakan

penyerahan dari instansi?

“Tidak, semua sama saja. Kita pulangkan dia, karena kalau dia bermaksud

untuk baik untuk sembuh tentunya harus ada kesadaran sendiri. Memang

ada sel kita disini tetapi kita tidak memasukan sel kecuali dia melakukan

pelanggaran, baru kita cari dan dimasukan sel.”

Q13 Bagaimana mekanisme pengguna narkoba yang sedang dalam proses

hukum kemudian direkomendasikan untuk menjalani tahapan untuk

dapat dilakukan rehabilitasi ?

“Kalau terkait dengan hukum misalnya dia ditangkap terus di proses oleh

Polda maupun Polres dia harus melalui mekanisme namanya TAT (Tim

Asesmen Terpadu) dari pihak kepolisian, penyidik BNN, penyidik

Page 300: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

kejaksaan dan penyidik dari kumham yang kaitannya dengan Lapasnya.”

Q14 Apa saja hal atau program kegiatan sebagai upaya harm reduction

(pengurangan dampak buruk) bagi penyalahguna narkoba?

“Ga ada, kita hanya melalui rehab rawat jalan saja konseling, kalau

detoksifikasinya tidak ada. Kita juga tidak memberikan obat ke rumah, kita

tidak memberikan jenis obat atau narkoba yang jenisnya sama dengan

dikurangi dosisnya itu tidak berlaku di kita. Kalau itu kan seperti PTRM,

tapi kalau kita itu tidak pernah memberikan obat atau narkoba kita kasih

narkoba lagi, itu engga. Biasa kalau di PTRM kan misalkan saya pakai

putau nih, itu dia diberikan putau terus kan cuma dosisnya dikurangi.

Kalau rawat inap baru ada tapi kalau kita upayanya melalui konseling

saja.”

Q15 Bagaimana bentuk kegiatan sebagai upaya pengurangan dampak

buruk bagi penyalahguna narkoba?

“Yang namanya pemakai narkoba itu kan yang diserang susunan syaraf

pusat ya bahkan menurut penelitian bisa merubah bentuk otak untuk yang

pecandu berat, jadi ada kemungkinan dia akan relaps atau kembali,

makanya setelah selesai proses rehabilitasi dilanjutkan ke pascarehabilitasi

kemudian dilanjut dengan pembinaan lanjut, dan setelah 6 (enam) bulan

selesai kita serahkan kepada pihak keluarga. Itu bentuk pengawasannya,

karena kalau disini dia tidak bisa bohong karena setiap pertemuan itu

Page 301: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

dilakukan tes urine.”

Q16 Apa dasar hukum kasus penyalahgunaan narkoba?

“Undang-Undangnya Nomor 35, yg khusus mengatur rehabilitasi itu pasal

4 huruf D kalau ga salah. Upaya menjamin pengaturan rehabilitasi medis

dan rehabilitasi sosial bagi penyalahguna narkoba.”

Q17 Apa sanksi hukum yang diberikan dalam kasus penyalahgunaan

narkoba?

“Sanksinya tentu pertama dilihat dari hasil asesmen dulu kalau di kita,

kalau putusannya rehabilitasi ya dilihat lagi masuk kategori mana kan, ya

berarti mulai dari pecandu ringan yang tiga bulan sampai pecandu berat

satu tahun. Kalau yang putusannya pidana ya antara 4 tahun sampai

hukuman mati untuk yang tingkat internasional.”

Q18 Siapa saja pihak yang berkoordinasi dalam penegakan hukum

penyalahgunaan narkoba?

“Kalau dari sisi hukumnya itu Kejaksaan, kepolisian (Polda), dan

Kemenkumham yang tadi kaitannya dengan Lapas baik pada saat asesmen

atau untuk pelaksanaan rehab yang kita adakan di Lapas itu.”

Q19 Apa perbedaan wewenang antara BNN Provinsi Banten dengan Polda

Banten dalam penegakan hukum upaya pencegahan dan

pemberantasan penyalahgunaan narkoba?

“Kalau BNN dengan Polda ya. Polda bisa melakukan penyuluhan, Polda

Page 302: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

bisa mengadakan operasi, Polda bisa melaksanakan penyidikan, cuma

Polda ga ada tempat untuk rehabilitasi, itu saja bedanya. Kalau BNN juga

sosialisasi iya, operasi juga iya, penyidikan juga iya, rehabilitasi pun bisa.

Makanya kalau di Polda tuh tugas pokoknya waktu saya disana ya,

prehentif, preventif, dan represif. Kalau di kita prehentif, preventif, represif

dan kuratif. Jadi Polda tidak memiliki itu yang ke empat.”

Informan

Agus Mulyana, SE

NRP. 60080404

Page 303: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

MEMBER CHECK

Nama : dr. Ade Nurhilal Desrinah

Jabatan : Dokter Seksi Penguat

Lembaga Rehabilitasi

NIP : 198512212015022002

Hari / Tanggal : Jumat, 2 Juni 2017

Waktu : 13.10 WIB

Tempat : Klinik Pratama BNN

Provinsi Banten

I

Q

I 1.4

QI Apa jenis pelayanan rehabilitasi yang diberikan BNN Provinsi

Banten?

“Rehabilitasi di Klinik Pratama ini adalah rehabilitasi rawat jalan dengan

metode Theraupeutic Community yang memang dilakukan di seluruh

BNN. Jenisnya itu rehabilitasi sosial, kalau rehabilitasi medis itu kan

detoxifikasi.”

Q2 Apakah BNN Provinsi Banten sudah memiliki sarana dan prasarana

untuk kegiatan rehabilitasi?

“Untuk rawat inap disini tidak ada, semuanya hanya rawat jalan saja.

Pasien yang datang sendiri kesini untuk melakukan terapi. Rumah sakit

jiwa kita belum punya, balai rehabilitasi juga kita belum punya. Kalau

Banten ini lebih ke religi ya, adanya yayasan yang berbasis agama gitu.”

Page 304: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

Q3 Apa syarat seseorang dapat menerima layanan rehabilitasi?

“Jadi kan disini itu kita terima pasien yang pertama itu sukarela atau

voluntary, kedua pasien dari limpahan Polda atau Polres, yang ketiga dari

hukum ya atau dari keputusan pengadilan. Syarat pastinya harus bawa

identitas diri dan keluarga. Kalau yang dari Polda atau Polres itu harus ada

legal dokumen yaitu BAPnya kemudian bukti serah terima klien berserta

penyidiknya. Kalau yang putusan pengadilan harus ada BA 17 putusan

pengadilan sama jaksanya. Semua ini harus didampingi oleh keluarga

klien. Dan klien BNN ini dia memang harus penyalahgunaan narkotika,

kalau alkohol rokok itu tidak bisa, khusus narkotika. Karena badan

narkotika ya, jadi khusus narkotika.”

Q4 Apa saja aspek yang ditekankan pada saat dilakukan asesmen sebagai

tolak ukur penentuan jenis rehabilitasi dan jangka waktu dalam

proses rehabilitasi?

“Sebelumnya itu kan ada proses asesmen, disitu banyak kita gali tentang

riwayat penyalahgunaan narkobanya, status pekerjaannya, status keluarga,

status hukum dan status kesehatannya termasuk status keatris atau perasaan

depresi, gaduh gelisah. Disini kita lihat bukan hanya dari fisiknya saja, tapi

juga dari perubahan perilakunya, perubahan mindsetnya, perasaannya dia

sudah bisa belum menghandle feelingnya.”

Page 305: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

Q5 Bagaimana alur proses rehabilitasi di BNN Provinsi Banten?

“Tahapan alurnya datang klien, penerimaan terus tunjukin identitas dan

tadi itu harus ada legal dokumennya, terus rekam medis, kemudian

asesmen, diagnosa dan rancangan terapi, baru masuk rawat jalan atau rawat

inap. Kalau dia rawat jalan ya ikut delapan kali konseling, dua kali grup

terapi. Kalau rawat inap ya kita bawa ke Lido atau ke Lampung. Setelah

rawat jalan ada pasca rehab kemudian ke pembinaan lanjut. Klien juga

harus ngisi yang namanya inform concern itu ada lembar persetujuan dari

keluarga pasien, surat pernyataan dari klien bahwa dia bersedia mengikuti

program rehabilitasi, kemudian surat pernyataan selama rehab tidak boleh

positif narkoba.”

Q6 Berapa jangka waktu dalam proses rehabilitasi di BNN Provinsi

Banten?

“Berapa lamanya itu tidak bisa dipastikan sebulan, dua bulan atau tiga

bulan dan seterusnya. Disini itu minimal 12 kali pertemuan tapi ini ga ada

patokannya ya, tergantung perubahan perilakunya. Bisa ditambah dan bisa

dikurang. Tapi kalau yang putusan pengadilan mah ya sampai selesai

misalnya dia empat bulan ya sampai empat bulan. Cuma berlangsungnya

itu ada yang namanya tahap asesmen, kemudian delapan kali konseling,

dan dua kali grup terapi. Terus disini kan rehabilitasinya berkelanjutan ya,

artinya selain rehabilitasi rawat jalan nanti ada pasca rehab terus

Page 306: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

pembinaan lanjut. Itu namanya rehabilitasi berkelanjutan. Pembinaan

lanjutnya nanti kita home visit ke keluarga, ke rumah, ke tempat kerjanya.”

Q7 Apakah terdapat pelaksanaan kegiatan rehabilitasi lainnya di Provinsi

Banten selain di BNN Provinsi Banten?

“Ya ada di Lapas juga, ada tiga lapas yang kita sudah laksanakan program

rehabnya. Ada di Lapas Serang, Lapas Tangerang Kelas I dan Lapas

Pemuda.”

Q8 Apakah metode rehabilitasi yang digunakan di Lembaga

Pemasyarakatan sama dengan yang dilakukan di BNN Provinsi

Banten?

“Sama aja sih kalau metode ya melalui konseling dengan kita karena

konselornya tetap dari kita, tetapi ada juga tenaga medisnya itu dari Lapas.

Sama-sama rehab sosial pokoknya, tapi disana ga perlu ada asesmen dulu

kaya klien disini.”

Q9 Apakah terdapat alat yang dapat mengukur derajat toksinasi

penggunaan narkoba?

“Kalau di BNNP Banten hanya melalui tes urine untuk tau positif atau

negatif. Tapi kalau mau lebih tau dia jenis amphetamine atau

methampitamine kita rujuknya ke lab BNN di pusat, itu biasanya pake

GCMS metodenya Gas Cromatografy Mass Spectrometry.”

Page 307: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

Q10 Apakah terdapat perbedaan antara pecandu narkoba yang datang

sendiri untuk melakukan rehabilitasi dengan yang merupakan

penyerahan dari instansi?

“Tidak ada yang beda kalau soal penerimaannya ya. Tapi kalau namanya

terapi dan metodenya tetap kita berdasarkan individual treatment plan, jadi

setiap individu itu masing-masing beda meskipun sama-sama pakai shabu

tapi ya belum tentu sama treatmentnya. Kalau penyerahan yang sudah

putusan pengadilan itu kita sesuaikan dengan jangka waktunya yang sudah

diputuskan aja. Jadi penerimaan pas awal sama pelayanannya aja yang

sama.”

Q11 Bagaimana pelaksanaan kegiatan pascarehabilitasi yang dilakukan

BNN Provinsi Banten?

“Pascarehabilitasinya di BNNP Banten itu ada seminar pengembangan diri,

FSG (Family Support Group) sama vocationalnya ada. Tahun ini juga kita

punya rumah damping bekerjasama dengan Balai Pemasyarakatan

(BAPAS).”

Q12

Bagaimana mekanisme pengguna narkoba yang sedang dalam proses

hukum namun ingin mengajukan proses rehabilitasi di BNN Provinsi

Banten?

“Itu berarti masuknya kategori compulsary, jadi mekanismenya pertama

harus melengkapi persyaratan legal dokumen seperti tadi yg di persyaratan

Page 308: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

itu ya, kemudian nanti ada serah terima klien untuk selanjutnya dilakukan

asesmen secara medis dan secara hukum lengkap dengan pihak kepolisian

dan jaksanya, setelah lolos tahap asesmen sama saja dibuatkan rancangan

terapinya.”

Q10 Apa saja hal atau program kegiatan sebagai upaya harm reduction

(pengurangan dampak buruk) bagi penyalahguna narkoba?

“Harm reduction itu kan seharusnya dilakukan secara medis, dengan

program yang tujuannya meminimalisir efek buruk narotika, tapi sampai

saat ini program itu belum ada di BNNP Banten karena disini pun hanya

melayani rehab jalan dengan konseling jadi tidak ada pemberian obat

sintesis maupun non sintesis kepada klien. Untuk layanan alat suntik steril

pun kita tidak lakukan, karena sebenarnya itu ranah Dinas Kesehatan yang

seharusnya berkoordinasi dengan kita, tapi sampai sekarang belum dikasih

pintu ke arah sana. Kalau dari pihak sananya mengajak ya kami pasti siap”

Q11 Berapa jangka waktu yang dibutuhkan dalam pelaksanaan harm

reduction sampai pasien dikatakan pulih?

“Untuk narkotika ini penyakit kronis dan dia bisa kambuh-kambuhan. Dia

merusak jaringan syaraf dan otak. Jadi sebenarnya kalau untuk dikatakan

pulih jangka waktunya lebih dari dua tahun. Artinya abstinen jadi selesai

rehab disini dia tetap harus tahap pemulihan seumur hidup bahkan sampai

dia mati.”

Page 309: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

Q11 Apa yang menjadi kendala dalam pemberian layanan rehabilitasi?

“Kendala kita itu jumlahnya makin banyak. Penyalahguna narkoba di

Banten ini jumlahnya banyak, sampai bulan ini saja yang sudah kita

tangani ada 9 voluntary dan 121 compulsary, tapi SDM juga masih kurang

dan serasa BNN ini kerja sendiri padahal kita sudah mengupayakan dengan

dinas lainnya. SDMnya sih Dokter 1, Perawat 3, SKM ada 2, dan Sarjana

Psikologi 1. Kalau idealnya itu dalam satu hari per orang hanya menangani

4 (empat) klien, itu maksimal banget karena kita ini tugasnya bukan hanya

sebagai konselor tapi juga punya tugas lain. Ada yang ngurusin asesmen

perpaduan terkait hukum juga, jadi dinisi kita itu ada yang konselor

merangkap admin walaupun sampai saat ini kita masih bisa tangani.”

Informan

dr. Ade Nurhilal Desrinah

NIP. 198512212015022002

Page 310: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

MEMBER CHECK

Nama : Kompol Kosasih SH, MH

Jabatan : Kepala Sub Bagian

Pembinaan dan Operasional

(Binopsnal) Direktorat

Reserse Narkoba Polda

Banten

Hari / Tanggal : Rabu, 5 Juli 2017

Waktu : 10.30 WIB

Tempat : Direktorat Reserse

Narkoba Polda Banten

I

Q

I 2.1

QI Bagaimana bentuk koordinasi Polda Banten dengan BNNP Banten

dalam pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan narkoba?

“Koordinasinya itu terkait pemeriksaan barang bukti maupun urine ke lab

karena kita belum memiliki lab untuk pemeriksaan urine.”

Q2 Apa saja hal atau program kegiatan yang dilakukan sebagai upaya

pencegahan penyalahgunaan narkoba di Provinsi Banten?

“Ada namanya operasi interdiksi atau operasi gabungan. Selain itu juga ada

kegiatan penyuluhan P4GN.”

Q3 Pihak mana saja yang melakukan kegiatan pencegahan dan

pemberantasan penyalahgunaan narkoba di Provinsi Banten?

“Instansi terkaitnya itu BNN, Denpom dengan TNI untuk pengamannya.”

Page 311: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

Q4 Siapa saja pihak yang menjadi sasaran dalam kegiatan pencegahan

dan pemberantasan penyalahgunaan narkoba di Provinsi Banten?

“Sasarannya kalau untuk pencegahan itu yang lebih sering adalah anak

sekolah, selain itu juga ada masyarakat umum beserta tokoh agamanya

karena kan kita langsung terjun ke lingkungan ya, dan seluruh elemen

masyarakat didalamnya lah. Kalau pemberantasan itu pengunjung tempat

hiburan terutama.”

Q5

Bagaimana pelaksanaan diseminasi informasi bahaya narkoba yang

dilakukan Polda Banten?

“Ya kita juga ada diseminasi, itu menggunakan media, media cetak

maupun online tetapi di bagian humas, jadi bukan kita berdiri sendiri.”

Q6 Tempat pelaksanaan kegiatan pencegahan dan atau pemberantasan

penyalahgunaan narkoba di Provinsi Banten?

“Untuk operasi interdiksi biasanya dilakukan di pelabuhan, tempat hiburan,

kos-kosan. Untuk penyuluhan itu ada di sekolah atau bisa juga di instansi

pemerintah atau swasta.”

Q7 Daerah mana di Provinsi Banten yang menjadi daerah rawan dan

memiliki angka penyalahgunaan narkoba tertinggi?

“Berdasarkan data yang kami terima dari Polres sih lebih banyak kasusnya

itu di Kota Tangerang, untuk jumlah saat ini kita belum cek lagi, tapi

memang setiap tahunnya itu Kota Tangerang yang paling banyak kasus

narkobanya.”

Page 312: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

Q8 Apa syarat dapat dilakukannya asesmen hingga rehabilitasi?

“Dia harus pengguna, kalau pengedar ya dia termasuk pemain dan yang

kita jadikan acuan itu adalah yang tertinggi.”

Q9 Bagaimana mekanisme pengguna narkoba yang sedang dalam proses

hukum kemudian direkomendasikan untuk menjalani tahapan untuk

dapat dilakukan rehabilitasi ?

“Di asesmen dulu, makanya tadi ada koordinasi dengan BNNP. Sebelum di

rehab dilakukan asesmen dulu.”

Q10 Apa dasar hukum kasus penyalahgunaan narkoba?

“Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dan ada

tambahannya tahun 2017 ini itu Permenkes Nomor 2 Tahun 2017.”

Q11 Apa sanksi hukum yang diberikan dalam kasus penyalahgunaan

narkoba?

“Untuk sanksi itu variatif tergantung pasal yang dikenakan, untuk pidana

itu minimal 4 tahun dan maksimalnya hukuman mati.”

Q12 Siapa saja pihak yang berkoordinasi dalam penegakan hukum

penyalahgunaan narkoba?

“Selain BNN ada namanya Criminally Justice System yaitu pengadilan,

kejaksaan dan kemenkumham.”

Page 313: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

Q13 Apa perbedaan wewenang antara BNN Provinsi Banten dengan Polda

Banten dalam penegakan hukum upaya pencegahan dan

pemberantasan penyalahgunaan narkoba?

“Perbedaannya itu kita tidak bisa merehab, kalau BNN bisa merehab,

selebihnya sama.”

Q14 Bagaimana proses penegakan hukum dalam kasus penyalahgunaan

narkoba?

“Pertama tersangka itu kita BAP kita gali keterangannya, kemudian kita

tentukan pasal, apabila dia hanya pemakai kita kenakan pasal 127

kemudian bisa kita rekomendasi untuk asesmen di BNN, hasil asesmen itu

dijadikan bahan pertimbangan jaksa selanjutnya.”

Informan

Kompol Kosasih SH, MH

Page 314: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

MEMBER CHECK

Nama : BRIPKA Gunawan

Jabatan : Pelaksana Bagian

Pembinaan dan Operasional

(Binopsnal) Direktorat

Reserse Narkoba Polda

Banten

Hari / Tanggal : Rabu, 5 Juli 2017

Waktu : 10.30 WIB

Tempat : Direktorat Reserse

Narkoba Polda Banten

I

Q

I 2.2

QI Bagaimana bentuk koordinasi Polda Banten dengan BNNP Banten

dalam pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan narkoba?

“Untuk Polda yang pertama terkait asesmen apa yang kita tangkap kita

amankan, kalau terbukti menggunakan atau membawa narkotika, kita

lakukan tes urine kemudian kita kirim ke BNN karena di Polda belum ada

lab untuk pemeriksaan urine.”

Q2 Apa saja hal atau program kegiatan yang dilakukan sebagai upaya

pencegahan penyalahgunaan narkoba di Provinsi Banten?

“Ada namanya operasi interdiksi atau operasi gabungan. Selain itu juga ada

kegiatan penyuluhan P4GN.”

Page 315: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

Q3 Pihak mana saja yang melakukan kegiatan pencegahan

penyalahgunaan narkoba di Provinsi Banten?

“Direktorat Reserse Narkoba Polda Banten, BNNP Banten, dan Denpom

terkait instansi samping ataupun dari TNI untuk pengamanannya.”

Q4 Dalam kegiatan pencegahan langsung, apakah tempatnya sudah

ditentukan atau atas permintaan masyarakat/instansi?

“Ada dua, yang pertama Polda dan instansi terkait seperti BNN datang

langsung ke lokasi dan yang kedua itu berdasarkan permintaan. Ada juga

program kegiatan pencegahan terhadap anak-anak sekolah yang dilakukan

rutin 2 kali dalam satu bulan.”

Q5 Media yang digunakan dalam diseminasi informasi bahaya narkoba?

“Untuk pencegahan sementara terpusat di humas. Jadi kita mengirimkan

data dan bahannya, nanti humas yang mempublikasikannya.”

Q6 Tempat pelaksanaan kegiatan pencegahan dan atau pemberantasan

penyalahgunaan narkoba di Provinsi Banten?

“Untuk operasi interdiksi biasanya dilakukan di pelabuhan, tempat hiburan,

kos-kosan. Untuk penyuluhan itu ada di sekolah atau bisa juga di instansi

pemerintah atau swasta.”

Page 316: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

Q7 Daerah mana di Provinsi Banten yang menjadi daerah rawan dan

memiliki angka penyalahgunaan narkoba tertinggi?

“Daerah dengan penyalahgunaan teringgi itu kita hanya bisa kasih tau

secara umum, tidak bisa disebutkan secara spesifik jumlahnya ya.

Daerahnya itu pertama Kota Tangerang, diantara Kota/Kabupaten lainnya

memang Tangerang, pertama Kota kedua Kabupatennya, baru menyusul

daerah lain seperti Serang, Cilegon Pandeglang dan lainnya.”

Q8 Apa syarat dapat dilakukannya asesment hingga rehabilitasi?

“Khusus pengguna narkoba saja. Jika sekaligus pengedar, yang kita jadikan

acuan itu adalah yang tertinggi. Kemudian dikategorikan apakah dia

pengguna ringan, sedang atau berat.”

Q9 Bagaimana mekanisme pengguna narkoba yang sedang dalam proses

hukum kemudian direkomendasikan untuk menjalani tahapan untuk

dapat dilakukan rehabilitasi ?

“Jadi si penyalahguna tertangkap kita ajukan asesmen, nanti yang

menentukan vonsinya apakah di rehabilitasi atau tidak itu sesuai putusan

pengadilan. Kita hanya merekomendasikan saja.”

Q10

Apa dasar hukum kasus penyalahgunaan narkoba?

“Undang-Undang Narkotika Nomor 35 Tahun 2009.”

Page 317: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

Q14 Apa sanksi hukum kepada penyalahguna narkoba?

“Sanksinya antara 4 tahun kurungan penjara sampai hukuman mati,

tergantung apakah dia pengguna di pasal 127, memiliki menguasai dan

menyimpan pasal 112 atau pengedar di pasal 114.”

Q15 Siapa saja pihak yang berkoordinasi dalam penegakan hukum

penyalahgunaan narkoba?

“Koordinasinya dengan Kejaksaan, Pengadilan dan Kemenkumham.”

Informan

BRIPKA Gunawan

Page 318: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

MEMBER CHECK

Nama : Asep Hanan S.IP

Jabatan : Kepala Seksi Rehabilitasi Tuna

Sosial, NAPZA dan Korban

Perdagangan Orang (KPO) Dinas

Sosial Provinsi Banten

Hari / Tanggal : Rabu, 21 Juni 2017

Waktu : 11.05 WIB

Tempat : Dinas Sosial Provinsi

Banten

I

Q

I 2.3

QI Bagaimana bentuk koordinasi Dinas Sosial Provinsi Banten dengan

BNN Provinsi Banten dalam pencegahan dan pemberantasan

penyalahgunaan narkoba?

“Setidaknya ada 3 (tiga) aspek yang terkait dengan masalah NAPZA, yang

pertama ada aspek pencegahan, kemudian aspek pelaksanaan atau

rehabilitasi, kemudian yang ketiga itu after care atau pasca rehabilitasi dari

medis.”

Q2 Apa saja hal atau program kegiatan yang dilakukan sebagai upaya

pencegahan penyalahgunaan narkoba di Provinsi Banten?

“Untuk pencegahan itu adanya upaya pendataan dan penjangkauan di

titik/spot yang sekiranya terdapat narkoba, dan juga kita koordinasi dengan

organisasi atau lembaga kesejahteraan sosial yang terkait dengan

Page 319: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

penanganan korban NAPZA dan HIV/AIDS. Sedangkan upaya pencegahan

langsung kaya penyuluhan keliling gitu selama ini ada di bidang PSDS

(Potensi dan Sumber Daya Sosial) itu yang melakukan penyuluhan. Kalau

dari bidang ini itu ya tadi pendataan dan penjangkauan sama UPSK (Unit

Penjangkauan Sosial Keliling), nanti di UPSK itu juga ada medisnya.”

Q3 “Pihak mana saja yang melakukan pencegahan dan pemberantasan

penyalahgunaan narkoba di Provinsi Banten?

“Pihaknya itu ada BNNP Banten, Dinas Kesehatan, ada dari Lapas atau

Bapas (Balai Pemasyarakatan) juga.”

Q4 Siapa saja pihak yang menjadi sasaran dalam kegiatan pencegahan

dan pemberdayaan masyarakat penyalahgunaan narkoba di Provinsi

Banten?

“Kalau pencegahan yang kita undang adalah PSKS atau diistilah kami itu

Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial seperti para LSM, tokoh

masyarakat, tokoh agama, karang taruna, tagana ataupun organisasi

kepemudaan. Itu biasanya satu kali pelaksanaan ada sebanyak 100 orang

setiap kabupaten/kota, berarti kalau seBanten kan delapan kabupaten/kota.

Itu yang kita sasar, kita beda ya dengan dinas lain.”

Q5 Daerah mana di Provinsi Banten yang menjadi daerah rawan dan

memiliki angka penyalahgunaan narkoba tertinggi?

“Kalau untuk itu terus terang yang punya data itu sih BNN, tapi selama

yang kita dapet sih Tangerang itu zona merahnya.”

Page 320: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

Q6 Apakah terdapat tempat rehabilitasi lainnya di Provinsi Banten selain

di BNN Provinsi Banten?

“Kalau di Banten itu ada, tapi semuanya itu milik masyarakat tidak ada

milik pemerintah daerah. Dengan adanya kewenangan pusat kan berarti

ditarik jadi di kita tidak ada panti-panti rehab yang milik pemerintah. Ini

khusus Banten ya.”

Q7 Bagaimana pelaksanaan kegiatan pascarehabilitasi yang dilakukan

dengan BNN Provinsi Banten?

“After care atau katakanlah pelayanan pasca rehabilitasi, jadi para mantan

korban penyalahguna NAPZA yang telah dikatakan pulih oleh lembaga

rehabilitasi itu kita berikan pelatihan keterampilan sesuai dengan minat

bakat mereka. Selama ini biasanya ada bengkel sepeda motor, ada counter

pulsa, ada juga perwarungan, ada sablon, yang terbaru itu service

handphone. Pokoknya sesuai minat bakat mereka ya mereka mau apa,

misalnya pak nih saya maunya jual pulsa, ada juga yang jualan ikan.

Asalkan mereka sudah dikatakan pulih, didata oleh kita dan dari BNN juga

ada, dengan yayasan sosial pun ada. Diberikan pelatihan lalu mereka

diberikan bantuan stimulan berupa peralatan usaha ekonomi produktif yang

mereka pilih seharga biasanya lima juta rupiah.”

Informan

Asep Hanan S.IP

Page 321: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

MEMBER CHECK

Nama : H. R. Wahyu Santoso W.

SKM. M.Si

Jabatan : Kepala Bidang Pencegahan

dan Pengendalian Penyakit

(P2P) Dinas Kesehatan

Provinsi Banten

Hari / Tanggal : Jumat, 16 Juni 2017

Waktu : 9.50 WIB

Tempat : Dinas Kesehatan

Provinsi Banten

I

Q

I 2.4

Q1 Apakah terdapat kordinasi antara Dinas Kesehatan Provinsi Banten

dengan BNN Provinsi Banten dalam upaya pencegahan dan

pemberantasan penyalahgunaan narkoba?

“Ya ada, bentuk koordinasinya berupa pertemuan dan kerjasama, pelatihan

juga ada.”

Q2 Dimana tempat pelaksanaan kegiatan pencegahan dan atau

pemberantasan penyalahgunaan narkoba di Provinsi Banten?

“Untuk pelatihan yang diselenggarakan Dinas Kesehatan ya dilakukan

disini, kami yang mengundang pihak BNN.”

Q3 Bagaimana pelaksanaan diseminasi informasi bahaya narkoba yang

dilakukan Dinas Kesehatan Provinsi Banten?

Page 322: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

“Tugas dan fungsi Dinas Kesehatan adalah memantau peredarannya. Kalau

terkait dengan penyalahgunaan narkoba, menginformasikan bahaya

narkoba ke masyarakat tentunya ada, untuk bidang P2P ini lebih ke

pemberantasan penyakit termasuk dengan jiwa sebenarnya.”

Q4 Apakah terdapat peran Dinas Kesehatan dalam pelaksanaan

rehabilitasi yang dilakukan BNN Provinsi Banten?

“Untuk saat ini belum, karena kita belum punya tempat rehab bagi pecandu

narkoba di wilayah Banten, yang ada adalah dukungan terhadap

pelaksanaan IPWL (Institusi Penerima Wajib Lapor) bagi orang yang

tertangkap dan dia menderita HIV.”

Q5 Bagaimana bentuk kegiatan sebagai upaya pengurangan dampak

buruk bagi penyalahguna narkoba?

“Program itu diperuntukan bagi para pemakai narkoba yang terindikasi

terkena HIV. HIV itu ada tiga macam, salah satu penyebabnya adalah pada

pengguna narkoba suntik. Sektor kesehatan itu telah mengantisipasi dengan

ada dua metode ya, yang pertama itu dengan program PTRM (Program

Terapi Rumatan Metadon) dan kemudian ada LAS (Layanan Alat Suntik

Steril).”

Informan

Page 323: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

MEMBER CHECK

Nama : Heri Purnomo, SH

Jabatan : Kepala Seksi Pembinaan dan

Pendidikan LAPAS Serang

NIP : 197108181993031001

Hari / Tanggal : Kamis, 27 Juli 2017

Waktu : 10.30 WIB

Tempat :Lembaga

Pemasyarakatan

(LAPAS) Serang

I

Q

I 2.6

Q1 Bagaimana bentuk koordinasi Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS)

Serang dengan BNN Provinsi Banten dalam pencegahan dan

pemberantasan penyalahgunaan narkoba?

“Kami selalu ada koordinasi terkait penggeledahan di dalam, ditemukan

atau engga barang terlarang ataupun alat komunikasi yang mengarah ke

penggunaan ataupun peredaran gelap narkoba, BNN juga mengadakan tes

urine. Selain itu juga BNNP Banten pernah melakukan rehabilitasi.”

Q2 Apa saja hal atau program kegiatan yang dilakukan sebagai upaya

pencegahan penyalahgunaan narkoba khususnya di LAPAS Serang

ini?

Page 324: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

“Kita kan lalu lintas itu adanya selalu di pintu utama atau P2U

(Pengamanan Pintu Utama). Hal-hal yang dapat kita lakukan semaksimal

mungkin ada tadi alat pendetaksi metal, ada alat yang kaya masuk gawang

itu juga, cuma untuk alat yang secara khusus sebagai pendeteksi narkoba

itu kita belum punya karena itu harganya mahal bisa sampai 800 juta jadi

belum tercover. Yang bisa kita lakukan adalah ya kepentingan kita sajalah

kaya pengiriman barang, makanan selalu kita teliti mungkin kalau roti ya

kita potong-potong dulu takutnya di dalamnya diselipkan narkoba, nasi

juga mohon maaf kita acak-acak, terus sandal kita ganti dengan sandal

yang ada di kita, karena modus operandinya itu kan banyak sekali.

Makanya penggeledahan-penggeledahan itu kita intensifkan supaya

meminimalisir tidak ada penyelundupan ke dalam Lapas, itu pun masih

banyak juga cara-cara yang lain. Terus mental pegawai juga tidak menutup

kemungkinan kan namanya manusia dengan iming-iming ini itu ya kita

tidak memunafikan itu ada.”

Q3 Apa jenis pelayanan rehabilitasi yang diberikan BNN Provinsi Banten

di LAPAS Serang ini?

“Kalau rehab baru sekali, mungkin nanti akan rutin ya setahun sekali pasti

ada. Ada rehab medisnya, psikologisnya dan rehab sosialnya juga, ya

macam-macam life skillnya juga ada. Jadi ada beberapa komponen

rehabnya itu.”

Page 325: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

Q4 Bagaimana mekanisme pelaksanaan rehabilitasi di LAPAS Serang?

“Pelaksanaan disini BNN itu menunjuk konselor, ia mempunyai tenaga

ahli di bidang konseling terus melibatkan juga tenaga dari kita walaupun

itu dibawah koordinasi dari BNN. Dokter, perawat dan tenaga keamanan

yang sudah di training untuk menangani warga binaan kasus

penyalahgunaan narkoba itu dilibatkan juga.”

Q5 Berapa jangka waktu pelaksanaan rehabilitasi yang dilakukan BNN

Provinsi Banten di LAPAS Serang?

“Jangka waktunya untuk yang sudah kita lakukan kemarin itu selama 3

bulan.”

Q6 Apakah terdapat juga pelaksanaan kegiatan pascarehabilitasi yang

dilakukan BNN Provinsi Banten?

“Untuk disini yang waktu itu dilakuin ada olahraga pagi sampai dengan

memberikan materi tentang wirausaha, terus tentang keterampilan ada juga

kaya buat kerajinan, service ac, ya pokoknya bekal-bekal keterampilan

yang bermanfaat banyak lah mba.”

Q7 Apa sanksi yang diberikan apabila terdapat warga binaan yang

terbukti memiliki atau menggunakan narkoba?

“Oh kalau seperti itu kan Lapas bukan pihak yang berwenang menangani

kasus peredaran narkoba, jadi apabila terbukti disini ada penyalahgunaan

atau penyelundupan gitu kita serahkan lagi ke pihak yang berwajib, ke

Page 326: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

polisi baik itu Polres Polda ataupun BNNP untuk menindaklanjuti, dalam

arti nanti akan ada perkara baru untuk dia, akan di sidik lagi disamping

disini pasti akan mendapatkan hukuman disiplin yaitu pencabutan hak-

haknya sebagai warga binaan seperti tidak mendapatkan remisi selama satu

tahun, tidak mendapat hak untuk dapat pembebasan bersyarat.”

Q8

Apakah terdapat kendala dalam koordinasi dengan BNN Provinsi

Banten?

“Kalau kendala sih tidak ada, tapi lebih ke hambatannya ya itu program

rehabilitasinya tidak berkesinambungan. Mereka mungkin pas greget pas

ada anggaran turun, segera mungkin mereka mengasesmen kalau tidak

anggaran ya udah begini begini aja. Padahal yang bagus kan

berkesinambungan. Setelah keluar juga harusnya ada evaluasi atau

pascarehabilitasi untuk dimonitor masih memakai atau tidak, terus yang

dikasih materi itu bermanfaat atau tidak, terkait pola hidupnya terus

wirausahanya gimana apakah mereka bisa mencari pekerjaan yang lain

atau masih kembali ke itu-itu saja bahkan mungkin meningkat jadi

pengedar.”

Informan

Heri Purnomo, SH

Page 327: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

MEMBER CHECK

Nama : Tri Sutrisno, SH

Jabatan : Kepala Seksi Tindak Pidana

Umum Lainnya

NIP : 19820303 200501 1 005

Hari / Tanggal : Rabu, 5 Juli 2017

Waktu : 11.40 WIB

Tempat : Kejaksaan Tinggi

Banten

I

Q

I 2.5

Q1 Bagaimana bentuk koordinasi Kejaksaan Tinggi Banten dengan

BNNP Banten dalam pencegahan dan pemberantasan

penyalahgunaan narkoba?

“Kita lebih fokus pada penegakan hukum karena kita kan penegak hukum

ya, dan lebih fokusnya kepada pemberantasannya. Sesuai dengan Undang-

undang kita kan selaku jaksa penuntut umum, koordinasi kita dengan BNN

itu dalam bidang penegakan hukum seperti dalam penanganan perkara

misalnya ada perkara tindak pidana narkotika, penyidiknya adalah BNN

disitulah awal kita berkoordinasi, BNNP selaku penyidik dan kita selaku

jaksa penuntut umum. Ada juga dalam hal perkara ini penyalahguna adalah

pemakai atau korban, disitu kita ada konsolidasi tersendiri diatur dalam

Page 328: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

Undang-Undang ada mekanisme namanya asesmen. Itulah yang menjadi

sinergitas kita dengan BNN.”

Q2 Apa saja hal atau program kegiatan yang dilakukan sebagai upaya

pencegahan penyalahgunaan narkoba di Provinsi Banten?

“Kalau pencegahannya itu kan ada bidangnya masing-masing, di kami

kalau untuk pencegahannya itu kerjasama dengan intel memberikan

penyuluhan kepada masyarakat, kepada anak sekolah. Itu bidang

pencegahannya.”

Q3 Apa syarat seseorang dapat menerima layanan rehabilitasi?

“Syaratnya pertama kita lihat dari berkasnya dulu, apakah dia pemakai atau

bukan. Kalau ada indikasi bahwa dia pemakai atau korban maka bisa

dilakukan asesmen, dan kita hanya memandang dari sisi hukumnya saja.

Nanti ada lagi dari tim asesmen medis biasanya dari kedokteran kepolisian

(dokpol) sama dokter umum, psikolog.”

Q4

Apa saja aspek yang ditekankan pada saat dilakukan asesmen sebagai

tolak ukur penentuan jenis rehabilitasi dan jangka waktu dalam

proses rehabilitasi?

“Kalau kami dari sisi hukum itu meneliti apakah dia terlibat jaringan

narkotika atau tidak, apakah dia benar-benar penyalahguna atau tidak.

Disitulah yang kita teliti, apabila dia terlibat jaringan narkotika maka

timbul kesimpulannya dan dia tidak layak rehabilitasi. Kalau dia pemakai

Page 329: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

atau korban penyalahgunaan narkotika kita akan memberikan kesimpulan

bahwa ini tidak terlibat jaringan dan dia hanya pengguna maka layak untuk

dilakukan rehabilitasi.”

Q5 Berapa jangka waktu dalam proses rehabilitasi di BNN Provinsi

Banten?

“Jadi di dalam asesmen itu kan ada pendapat medis, disitu mereka akan

menakar menilai seberapa jauh ini orang ketergantungan terhadap obat

misal dia kategori ringan itu kita rehabilitasinya 3 bulan, kalau kategori

sedang bisa 6 bulan, kalau kategorinya berat sekali itu bisa sampai satu

tahun.”

Q6 Bagaimana ketersediaan sarana dan prasarana untuk kegiatan

rehabilitasi di Provinsi Banten?

“Nah itu sih kendalanya, tapi lebih ke masukan ya mengenai rehabilitasi di

Banten ini sendiri belum ada perangkat untuk rehabilitasi. Itu yang kita

butuhkan seperti balai rehabilitasi, karena selama ini di lapangan itu

rehabilitasinya dilakukan di LP yang menurut saya masih kurang mengena

karena kan masih tercampur dengan pelaku lainnya, sedangkan pengguna

ini harus dipisahkan tidak boleh dicampur. Kalau rehabilitasi ya

ditempatkan di tempat khusus yang selama ini kita kirim ke LIDO

sedangakan LIDO kan jauh, harusnya untuk sebesar Banten yang ada di

pinggiran ibu kota atau bisa dibilang penyangga ibu kota ya harusnya

Page 330: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

sudah punya tempat rehabilitasi sendiri. Itu yang seharusnya Pemerintah

Daerah memikirkan kesana.”

Q7 Pihak mana saja yang terlibat dalam pelaksanaan asesmen?

“Kita adalah tim asesmen hukum terdiri dari jaksa, polisi dan dari BNN.

Tiga unsur inilah yang menggali para penyalahguna, apakah dia benar-

benar penyalahguna atau dia pengedar terlibat jaringan narkotika dan ada

indikasi ketergantungan narkotika atau tidak. Ada tiga hal yang kita gali.”

Q8 Apa dasar hukum kasus penyalahgunaan narkoba?

“Dasar hukumnya Undang-Undang Narkotika, itu Undang-Undang Nomor

35 Tahun 2009.”

Q9 Apa sanksi hukum yang diberikan dalam kasus penyalahgunaan

narkoba?

“Tentu sesuai Undang-Undang dan pasal yang didakwakan, misalnya pasal

112 memiliki itu ada ancamannya minimal 4 tahun dan bisa sampai 15

tahun atau hukuman mati.”

Q10 Bagaimana proses penegakan hukum dalam kasus penyalahgunaan

narkoba?

“Setelah P21 dan penyerahan barang bukti, kami akan menyusun dakwaan

sesuai apa yang ada dalam berkas kepolisian, setelah dakwaan sempurna

lengkap dan jelas kita limpahkan ke pengadilan. Disanalah kita harus

buktikan dakwaan kita, apa yang ada dalam BAP dan kita dakwakan itu

Page 331: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

kita buktikan di persidangan. Nanti kita hadirkan terdakwa, saksi, barang

bukti dan lima alat bukti yaitu petunjuk surat dan keterangan terdakwa itu

sendiri. Kita berusaha meyakinkan hakim bahwa si terdakwa benar

melakukan perbuatan pidana sesuai yang didakwakan. Dari situ proses

pembuktian dan kemudian hakim membuat putusan sesuai pasal yang kita

dakwakan, bisa pasal 114, 112, 127 atau pasal yang lainnya.”

Informan

Tri Sutrisno, SH

NIP. 19820303 200501 1 005

Page 332: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

MEMBER CHECK

Nama : Moh. Arif Mulyawan. R

Jabatan : Mitra BNN Provinsi

Banten/Konsultan

Hari / Tanggal : Rabu, 5 Juli 2017

Waktu : 11.40 WIB

Tempat : Universitas Sultan

Ageng Tirtayasa Serang

I

Q

I 1.5

Q1 Apa saja hal atau program kegiatan yang dilakukan sebagai upaya

pencegahan penyalahgunaan narkoba di Provinsi Banten?

“Jadi menurut saya bagaimanapun bahwa kalau ingin memutuskan mata

rantai peredaran gelap ini ya kita ke demand bukan di supply. Demandnya

ini yang harus kita pangkas, misalnya semakin banyak kita melakukan

penyuluhan, sosialisasi, training atau membuat kader-kader pencegahan,

kampung anti narkoba dan lain sebagainya. Semakin banyak kita

memberikan pengetahuan tentang dasar narkoba, maka masyarakat pun

akan semakin banyak tahu juga dan kedua yang jadi masalah itu metode

atau skill komunikasi BNN kepada masyarakat. Ini yang saya coba koreksi,

ini lebih cenderung pada pasal pasal yang masyarakat belum tentu paham

Page 333: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

dengan pasal pasal itu, lebih cenderung pada Undang-Undang, kebijakan

yang masyarakat belum paham pada situasi itu. Harusnya lebih pada

komunikatif bagaimana ini narkoba, bahayanya gini, efeknya gini, hal yang

sederhana dan mudah diserap oleh masyarakat. Nah itu tidak dilakukan

oleh BNN. Kadang BNN ingin gaul dengan situasi anak muda dan

sebagainya tetapi membuat strategi komunikasinya kaku, ketika kaku itu

akhirnya jenuh, monotone dan mereka ga mau baca. Hal-hal kaya gitu yang

harus dipahami dulu.”

Q2

Apa peran mitra atau penggiat di BNN Provinsi Banten?

“Jadi gini, namanya penggiat itu kan disebutnya sebagai mitra, artinya

membantu peran-peran maupun tugas BNN secara teknis di lapangan.

Tugas BNN kan ada 3 bidang, bidang Pencegahan dan Pemberdayaan

Masyarakat, bidang rehabilitasi, dan bidang pemberantasan. Nah berarti

tiga bidang ini bersinergi, tetapi bidang pemberantasan ini lebih kencang

daripada bidang pencegahan seperti kasus yang kemarin di Anyer satu ton

ditangkap, padahal permasalahan narkotika itu bukan di supply tetapi

demand. Nah ini yang kurang dipahami oleh BNN, jadi saya sebagai mitra

itu terkadang memberikan masukan dengan mitra saya di bidang

pencegahan dan pemberdayaan masyarakat (dayamas).”

Page 334: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

Q3 Apa saja aspek yang ditekankan pada saat dilakukan asesmen sebagai

tolak ukur penentuan jenis rehabilitasi dan jangka waktu dalam

proses rehabilitasi?

“Biasanya BNN melakukan asesmen kepada penyalahguna, mulai dari tes

urine, cek kesehatan, tes psikologinya juga oleh dokter psikiater atau

psikolog, terus mulai dari kronologisnya, riwayat hidupnya, nah baru hasil

asesmen itu disimpulkan bahwa memang dia adalah pengguna, jadi tidak

bisa dibohongi, kalau misalnya saya pengguna nih tapi faktanya dia adalah

bandar, tapi ketika bandar ternyata dia user yang butuh barang.”

Q4 Apa saja hal atau program kegiatan sebagai upaya harm reduction

(pengurangan dampak buruk) bagi penyalahguna narkoba?

“Harm reduction itu kan program pengurangan dampak buruk, ini adalah

PTRM (Program Terapi Rumatan Metadone) atau Layanan Alat Suntik

Steril. Nah pengurangan dampak buruk ini sebetulnya untuk memutuskan

mata rantai kecanduan atau ketergantungan. Misalnya dia ketergantungan

heroine yang disuntikan, akhirnya kita rujuk untuk memutuskan proses

menyuntik ini kepada PTRM, narkotika heroinnya diganti dengan

narkotika sintesis metadone sehingga di oral. Ketika diganti dengan yang

sintesis maka nanti penguatannya akan mengikuti itu. Kalau untuk alat

suntik sterile itu pengurangan dampaknya lebih pada dia menyuntik sendiri

daripada dia tadinya satu suntikan itu bareng-bareng sehingga buruknya itu

Page 335: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

ke penyakit yang diderita, bisa hepatitis, tubercolosis, bisa macem-macem

lah ya nanti, sehingga jarum suntik itu diberikan untuk diri sendiri, tidak

sharing dengan yang lain-lain.”

Q5 Berapa jangka waktu yang dibutuhkan dalam pelaksanaan harm

reduction?

“Sekarang logikanya orang ketergantungan narkotik selama 5-10 tahun,

tidak mungkin bisa berhenti dalam 1 sampai 2 bulan, artinya harus

bertahap. Jadi satu tahun pertama itu 200ml, tahun kedua 150ml, tahun

ketiga 100ml, jadi kurangi sampai abstinene (tidak menggunakan sama

sekali).”

Q6

Siapa saja pihak yang berkoordinasi dalam penegakan hukum

penyalahgunaan narkoba?

“Ini ada yang namanya peraturan bersama. Peraturan bersama itu terdiri

dari Polda, BNN, Kejaksaan Tinggi, Pengadilan dan Kanwilkumham.

Peraturan bersama ini untuk menyikapi dan membedakan dia adalah user,

kurir, atau bandar. Kalau user sehingga putusan pengadilan adalah di

rehabilitasi, tetapi kalau misalnya dia kurir ataupun bandar terbukti dengan

barang bukti yang cukup memberatkan maka dia vonisnya adalah penjara.”

Page 336: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

Q7 Bagaimana proses penegakan hukum dalam kasus penyalahgunaan

narkoba?

“Jadi ketika misalnya BNN yang menangkap ternyata dia adalah user

(pengguna), kemudian BNN merekomendasikan bahwa dia harus di rehab.

Tapi ketika kepolisian menangkap bahwa ada kurir maka direkomendasi

oleh penyidik polda adalah di penjara. Nah ketika BAP yang dikeluarkan

oleh BNN maupun Polda, itu kan masuk ke Kejaksaan untuk diolah dikaji

untuk menilai sudah cukup atau belum ini (P21 atau belum) apabila sudah

P21 maka dilanjut ke Pengadilan untuk persidangan berkaitan dengan

hakim, jaksa penuntut umum, maka keputusan itu kewenangan hakim

sedangkan tuntutan itu kewenangan jaksa. Setelah ada putusan masuklah

ke penjara (Lapas) dengan kewenangan kanwilkumham, apakah dia di

rutan atau di Lapas khusus narkotika atau Lapas umum.”

Informan

Moh. Arif Mulyawan. R

Page 337: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

(taufik) (Wawancara dengan I2.7 di Klinik Pratama BNN Provinsi Banten pada 5

Oktober 2017 pukul 14.40 WIB)

Apa jenis pelayanan rehabilitasi yang diberikan BNN Provinsi Banten?

Rawat jalan. Setiap satu minggu itu wajib dua kali kesini. Ya konseling, dikasih

arahan, ditanya perkembangannya, dikasih materi juga makanya bawa buku gini nanti

di tes juga sama dokternya.

proses rehab

Kalau saya itu ketangkap Polres, jadi kalau dari pihak Polres kesininya saya gak tau

gimana. Pokoknya waktu di Polres ya di BAP terus ya saya kan cuma pemakai,

ngakuin itu aja pas di proses. Terus dari pihak keluarga menanyakan ke polisi biar

saya bisa di rehab aja. Udah hampir satu bulan saya di polres, dibawa kesini terus

asesmen kaya di BAP ulang gitu lah. Nunggu hasil akhirnya bisa rehabilitasi, saya

dibebasin tapi harus ngisi dokumen gitu terus bikin surat pernyataan dari saya dan

surat jaminan dari keluarga.

Apa saja aspek yang ditekankan pada saat dilakukan asesmen sebagai tolak

ukur penentuan jenis rehabilitasi dan jangka waktu dalam proses rehabilitasi?

Asesmen waktu itu sih ya diperiksa ditanya tanya pemakaiannya, jenisnya, udah

berapa lama, dapet darimana. Pokoknya sama kaya BAP tapi lebih banyak

pertanyaannya karna yang meriksa itu banyak bukan cuma polisi sama dari BNN.

HARM REDUCTION

Ga pernah kalau disini mah cuma konseling aja, ga dikasih obat apa-apa pokoknya

harus berhenti total aja karena di cek setiap minggunya.

Lapas (rohim) (Wawancara dengan I2.8 di Lembaga Pemasyarakatan Serang pada 12

Oktober 2017 pukul 10.15 WIB)

Jadi rehabnya itu pertama kaya konsultasi sama dokter gitu dari BNN, ya sharing

tentang berapa lama pakainya, terus jenisnya apa, kenapa bisa pakai narkoba. Terus

pertemuan berikutnya itu dikasih masukan, materi juga ada, ya dapet banyak ilmu lah

teh dari situ. Dikasih arahan banyak terus kita suruh bener-bener pahamin renungin

gitu.

Page 338: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

Iya ada pelatihan untuk usaha, ada beberapa pilihan gitu bisa pilih sesuai yang kita

mau, kalau saya waktu itu ikut service hp. Lumayan lah teh buat nanti kalau keluar

kan bisa buat usaha saya.

Page 339: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

MATRIKS KATEGORISASI DATA

Nama : Sugino, SE, MH

Jabatan : Kepala Bidang Pencegahan dan Pemberdayaan Masyarakat BNN

Provinsi Banten

Catatan Lapangan : Wawancara dilakukan pada hari Senin, 19 Juni 2017 pukul 10.30 WIB di

BNN Provinsi Banten

Dimensi Pertanyaan Jawaban

Prevention

(Pencegahan)

Apa saja hal atau program

kegiatan yang dilakukan

sebagai upaya pencegahan

penyalahgunaan narkoba di

Provinsi Banten?

“Pencegahan itu kita ada pencegahan diri

yang terdiri dari advokasi yaitu

mempengaruhi kepada stakeholder baik itu

pemerintah maupun swasta, untuk mengajak

supaya mari kita sama-sama memerangi

masalah narkoba karena sudah darurat

narkoba. Kalau tidak bersama-sama, BNN

juga tidak masif karena BNN ini terbatas.

Dasarnya adalah Permendagri Nomor 21

Tahun 2013, jadi Walikota Bupati Gubernur

harus memberikan fasilitasi supaya

menganggarkan dasarnya Perda kepada

STOK ataupun stakeholder ataupun SKPD itu

harus menganggarkan tentang pencegahan

narkoba, nanti pelaksanaannya bisa ke

kampus, ke pekerja. Itulah advokasi.

Yang kedua adalah diseminasi yaitu dengan

membuat media baik tatap muka, online,

ataupun video tron, berarti media cetak dan

media elektronik gitu. Itulah diseminasi.

Bagaimana kita membuat iklan untuk

mempengaruhi masyarakat melalui TV,

medsos, video tron, surat kabar. Kemudian

juga ada sosialisasi, ada KIE Komunikasi

Informasi dan Edukasi itu langsung turun ke

masyarakat, ke pemerintahan, ke swasta. Jadi

begitulah ada advokasi dan diseminasi.

Kemudian masuk kepada pemberdayaan

masyarakat yaitu kita mengajak

pembangunan wawasan anti narkoba,

memberdayakan masyarakat, swasta maupun

Page 340: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

instansi pemerintah dan pendidikan. Itu ajak-ajak supaya dia ada program mandiri,

misalnya kita ajak Untirta, sudah kita bentuk

satgas sudah tes urin mau tidak mau Untirta

itu harus ada pemberdayaan, mari kita tolak

narkoba agar kampus ini bersih dari narkoba.

Itu yang namanya memberdayakan. Yang

bermain itu satgas dan kader-kader yang

sudah kita cetak. Selain itu juga membuat

kampung bersih narkoba, terus melakukan tes

urin. Itu contohnya program-program yang

ada di BNN bidang pencegahan dan

pemberdayaan masyarakat.”

Siapa saja pihak yang

berkoordinasi dalam kegiatan

pencegahan penyalahgunaan

narkoba di Provinsi Banten?

“Ya kita selalu ajak-ajak dari SKPD, dari

OPD, termasuk Polda, Dinsos, Dinkes,

bahkan pariwisata, Dispora. Jadi memang

luas kalau bicara narkotika itu. Kita gabung-

gabung bareng, kita ajak-ajak bahwa

diharapkan bisa masuk ke dunia narkotika

agar tahu bagaimana mencegah narkotika di

lingkungannya. Jadi dilibatkan semuanya,

swasta pun masuk seperti Krakatau Posco

juga masuk itu. Terus kita rekrut masyarakat

juga, kita jadikan relawan maupun penggiat

yang harapannya adalah orang-orang yang

tidak terkena narkotika dengan adanya KIE

menjadi tahu dan tidak pakai. Kalau sudah

terkena, harapannya dengan adanya

penjelasan kita ya hentikan dan rehabiltasi

dengan datang ke BNN. Kalau dia sudah

bandar dan tidak mau menyerahkan diri,

kalau kena berarti dia pidana.”

Pihak mana saja yang

melakukan kegiatan

pencegahan penyalahgunaan

narkoba di Provinsi Banten?

“Selain dari BNN, kita menjadikan relawan

mapun penggiat yang harapannya adalah

orang-orang yang tidak terkena narkotika

dengan adanya KIE menjadi tahu dan tidak

pakai. Kalau sudah terkena, harapannya

dengan adanya penjelasan kita ya hentikan

dan rehabiltasi dengan datang ke BNN. Kalau

dia sudah bandar dan tidak mau menyerahkan

diri, kalau kena berarti dia pidana.”

Apa peran penggiat atau

mitra di BNN Provinsi

Banten?

“Kenapa kita ada penggiat? Bahwa BNN

tidak mampu dan masalah narkotika harus

diatasi bersama, baik dari pemerintah, dari

swasta, dari pendidikan dan dari masyarakat.

Mereka ini diharapkan bisa membantu

Page 341: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

kegiatan kami dan nantinya antara lain dia kita TOT (Training of Trainer), itu kita ajak

bersama-sama. Ada yang punya yayasan, ada

juga yang hanya menjadi relawan. Karena

kita ga mampu mengcover semuanya, jadi

kita ajak-ajak kita bekali, kita berikan

identitas, diberikan kemampuan akhirnya

nanti dia bicara bagaimana mencegah

narkotika di kalangan masyarakat. Mereka

diawasi kita, karena kita ada advokasi,

pendahuluan, TOT atau materi, dan nanti kita

minta juga schadule kegiatan dia.”

Siapa saja pihak yang

menjadi sasaran dalam

kegiatan pencegahan dan

pemberdayaan masyarakat

penyalahgunaan narkoba di

Provinsi Banten?

“Ya itu tadi kalau pemberdayaan masyarakat

ada peran serta masyarakat termasuk kampus,

pemerintahan, ada swasta dan ada juga

elemen pendidikan. Jadi kami bicara soal SD,

SMP, SMA sampai kampus, ada juga pabrik-

pabrik itu.“

Dalam kegiatan pencegahan

langsung, apakah tempatnya

sudah ditentukan atau atas

permintaan

masyarakat/instansi?

“Kegiatan itu ada dua sumber, pertama kita

diminta misalnya Untirta atau UIN

mengadakan seminar, saya diminta untuk

menjadi narasumber atau pembicara disana,

atau bisa juga penyelenggaraannya dengan

anggaran kita sendiri tetapi anggaran kita ini

terbatas, jadi banyaknya yang non anggran.

Kita datang setelah ada surat ke kepala

BNNP, baik itu dari masyarakat, kampus,

instansi pemerintahan ataupun swasta.

Biasanya kalau dari anggaran sendiri sih

jarang untuk kegiatan seminar gitu, lebih

banyak untuk kegiatan pembinaan life skill.”

Media yang digunakan dalam

diseminasi informasi bahaya

narkoba?

“Seperti tadi dalam diseminasi itu

menggunakan media tatap muka, online,

ataupun video tron, berarti media cetak dan

media elektronik gitu, bisa melalui TV,

medsos, video tron, surat kabar.”

Bagaimana strategi

komunikasi yang dilakukan

BNN Provinsi Banten kepada

masyarakat dalam

menginformasikan bahaya

narkoba?

“Kalau strategi komunikasi itu ya melalui

berbagai media tadi, terus kita juga libatkan

pihak-pihak lain di luar karena sekali lagi

masalah narkoba ini harus diatasi bersama.

Bahkan kita juga masukan ke medsos untuk

supaya dibaca di lihat oleh orang-orang.

Supaya tahu bahwa perkembangan BNN ini

menjalankan kemitraan, termasuk pemuda-

pemudi anti narkoba. Karena kalau cuma dari

BNN ya tentu tidak akan masif. SDM dan

Page 342: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

anggaran kita saja masih kurang, sedangkan sekarang supply and demand ini kencang

sekali. Ternyata PCC dan narkotika-narkotika

jenis baru ini terus masuk kan bisa dilihat di

media. Itulah yang terjadi, makanya kita ajak-

ajak namanya penggiat, relawan dan semua

pihak.”

Daerah mana di Provinsi

Banten yang menjadi daerah

rawan dan memiliki angka

penyalahgunaan narkoba

tertinggi?

“Dalam pemberdayaan alternatif itu kita

memetakan daerah rawan, di Provinsi Banten

ini ada delapan Kabupaten/Kota, mana yang

pertama penyalahgunaan narkobanya itu

paling tinggi, daerah rawan itu ada tempat

peredaran narkotika dan pemakainya tinggi,

contohnya yang pertama itu Kota Tangerang,

kedua Kabupaten Tangerang, ketiga

Tangerang Selatan, dan kemudian baru Kota

Serang dan Cilegon. Itu contoh dari ranking-

ranking pemetaan daerah rawan narkoba dari

sisi P2M melibatkan unsur-unsur yang terkait

salah satunya kepolisian. Mana yang

penyalahgunaan narkobanya paling tinggi

contohnya tadi Kota Tangerang karena

adanya pemakai, adanya bandar, adanya

penjualan obat-obatan terlarang juga. Nah

nantinya daerah rawan itu kita jadikan model

untuk dibina supaya mantan-mantan narkoba

tadi kita buat supaya punya keterampilan atau

life skill.”

Apa yang menjadi kendala

dalam pelaksanaan kegiatan

pencegahan penyalahgunaan

narkoba di Provinsi Banten?

“Kami belum masif karena terbatasnya

anggaran dan terbatasnya Sumber Daya

Manusia. Itu termasuk kelemahan dan

kendala. Kenapa narkotika banyak, ya karena

belum masif peran serta masyarakat dan

pemerintah daerah. Itu kunci dalam kendala

sehingga masif, ternyata narkoba masih

banyak dan dibutuhkan solusi yaitu peran

serta masyarakat dan peran serta pemerintah

daerah secara masif untuk bersama-sama

menanggulangi penyalahgunaan narkoba.”

Page 343: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

Treatment

(Pengobatan)

Apa jenis pelayanan rehabilitasi yang diberikan

BNN Provinsi Banten?

“Untuk rehabilitasi itu ada rawat jalan dan rawat inap, jadi keputusannya itu dari tim

asesmen yang akan menentukan apakah rawat

jalan atau rawat inap tergantung orangnya.

Tetapi di BNN Banten ini hanya melayani

rawat jalan, kalau rawat inap nanti kita kirim

lagi ke Lido.”

Apakah BNN Provinsi Banten sudah memiliki sarana

dan prasarana untuk kegiatan

rehabilitasi?

“Kita disini belum punya tempat rehab. Untuk rawat inapnya hanya punya negara

yaitu di LIDO, tetapi kalau memilih yang

punya masyarakat yang bayar untuk makan

minumnya ada tempat-tempat berbasis

masyarakat namanya.”

Apa saja aspek yang

ditekankan pada saat

dilakukan asesmen sebagai

tolak ukur penentuan jenis

rehabilitasi dan jangka waktu

dalam proses rehabilitasi?

“Dalam proses asesmen itu ditentukan dia

menjadi pemakai narkotika sudah berapa

lama, bagaimana psikologisnya, bagaimana

kejiwaannya, nanti akan ditentukan apakah

rawat jalan yang harus 8-12 kali pertemuan

dan kemudian di tes urin sampai dia negatif

narkoba dan nanti kita kontrol kedepannya,

tapi kalau yang namanya rawat inap itu

biasanya yang sudah lima tahun pakai, secara

sosial sudah tidak punya harga diri, ditanya

lima kali lima ga tau padahal dia lulusan

SLTA atau sarjana ya dia harus di rawat inap

dan membutuhkan sentuhan konselor yang

berkompeten, bisa di LIDO atau di tempat

umum yang bayar.”

Berapa jangka waktu dalam

proses rehabilitasi di BNN

Provinsi Banten?

“Untuk rawat jalan di BNN itu antara 8

sampai 12 kali pertemuan.”

Bagaimana pelaksanaan

kegiatan pascarehabilitasi

yang dilakukan BNN Provinsi

Banten?

“Kegiatan pasca rehabilitasinya itu dengan

pembinaan life skill, termasuk salah satu

kegiatan yang dilakukan bidang P2M juga.

Pembinaan life skill, contohnya kemaren di

daerah pekarungan. Daerah pekarungan itu

daerah narkoba banyak bekas pecandu

narkoba, nah itu kami berikan life skill agar

mereka itu punya keterampilan seperti tukang

cukur atau salon yang artinya dia diberikan

ketampilan, dibiayai dan diberikan

seperangkat alat cukur.”

Pihak mana saja yang

berkoordinasi dalam

penyelenggaraan kegiatan

“Pasca rehab itu kan ada juga yang

dilaksanakan disini, ada juga yang di rumah

damping, ada juga di lingkungan masyarakat

Page 344: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

rehabilitasi maupun pascarehabilitasi?

kaya tadi itu di pekarungan. Kalau yang disini itu pastinya bidang P2M dan bidang rehab

yang bertugas. Kalau yang diluar itu ada juga

kerjasama dengan SKPD, OPD seperti

Dinsos, BLKI, terus pastimya dengan

masyarakat.”

Apakah terdapat perbedaan

antara pecandu narkoba yang

datang sendiri untuk

melakukan rehabilitasi

dengan yang merupakan

penyerahan dari instansi?

“Untuk pelayanannya sama saja karena disini

itu namanya Institusi Perlindungan Wajib

Lapor (IPWL), itu di pasal 54 tidak dihukum

atau hanya harus wajib lapor termasuk pasal

127 dan 128, termasuk jika ada anak kecil di

bawah umur kita akan wadahi dan kita

libatkan Komisi Perlindungan Anak (KPA)

ataupun orang tuanya agar dapat di rehab atau

disembuhkan. Jadi BNN bicara dari sebelum

kena sampai pasca rehabilitasi.”

Apa saja hal atau program

kegiatan sebagai upaya

pengurangan dampak buruk

dari penyalahgunaan

narkoba?

“Harm reduction itu kan dikaitkan dengan

Pak Agus di bidang rehabilitasi. Artinya dia

pengobatan dan pasca rehab itu bagian dari

harm reduction itu. Jadi manusia yang sudah

kena ini bagaimana dan akan diapakan,

sampai kepada pasca rehab.”

Law

Enforcement

(Penegakan

Hukum)

Apa dasar hukum kasus

penyalahgunaan narkoba?

“Undang-Undang Narkotika Nomor 35

Tahun 2009. Untuk BNN secara hukum

rehabilitasi ada di pasal 54, kemudian di pasal

127 juga kalau dia ketangkap bisa direhab

tapi melalui proses penyidik dulu. Pasal 128

itu ajakan supaya penyalahguna yang sifatnya

ringan itu harus direhab, syaratnya itu dia

melapor nanti ditentukan rawat jalan atau

rawat inap. Tapi kalau tertangkap tentunya

ada proses hukum, apalagi dia pakai dan

memiliki barang, tentunya dia proses hukum

dan proses rehab.”

Apa sanksi hukum yang

diberikan kepada

penyalahguna narkoba?

“Sanksinya kalau cuma di rehab ya mulai dari

6 (enam) bulan, kalau pidana dari 4 (empat)

tahun sampai hukuman mati.”

Siapa saja pihak yang

berkoordinasi dalam

penegakan hukum

penyalahgunaan narkoba?

“Ya kordinasi kita jalan baik dengan Dinsos,

Dinkes, Polda kaitan dengan tahanan, terus

juga dengan Kemenkumham jalan terus

karena itu merupakan mitra kerja yang

memang mengurusi narkotika dan ada

mekanisme-mekanisme yang memang ada

sinergitas antara aparat penegak hukum

dengan dinas-dinas terkait.”

Harm

Reduction

(Pengurangan

Dampak

Buruk)

Page 345: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

MATRIKS KATEGORISASI DATA

Nama : Abdul Majid, SH, MH

Jabatan : Kepala Bidang Pemberantasan BNN Provinsi Banten

Catatan Lapangan : Wawancara dilakukan pada hari Rabu, 5 Juli 2017 pukul 11.40 WIB di

BNN Provinsi Banten

Dimensi Pertanyaan Jawaban

Prevention

(Pencegahan)

Apa saja hal atau program

kegiatan di bidang

pemberantasan sebagai

upaya pencegahan dan

pemberantasan

penyalahgunaan narkoba di

Provinsi Banten?

“Kalau di bagian pemberantasan, kita

melakukan penyelidikan, pengungkapan dan

penindakan atau lidik sidik. Setalah dilakukan

penyelidikan, kalau memang unsur

pembuktiannya ada, bisa ditindaklanjuti

artinya kita dapat melakukan eksekusi atau

tindakan penyidikan.”

Dimana tempat pelaksanaan

kegiatan pencegahan dan

atau pemberantasan

penyalahgunaan narkoba di

Provinsi Banten?

“Itu relatif, dimana saja, kapan saja. Karena

orang melakukan kejahatan itu kan tidak

mengenal waktu, tempat, umur dan

sebagainya.”

Daerah mana di Provinsi

Banten yang paling rawan

penyalahgunaan narkoba?

“Menurut kacamata saya, yang lebih dominan

untuk sementara ini itu Kota Tangerang, dan

berdasarkan data juga Kota Tangerang

menempati ranking pertama dengan jumlah

41 kasus kemudian yang kedua adalah Kota

Serang sebanyak 27 kasus narkoba.”

Apa jenis pelayanan

rehabilitasi yang diberikan

BNN Provinsi Banten?

“Setau saya sih rehab medis ya, tetapi

sosialnya juga ada.”

Apa saja aspek yang

ditekankan pada saat

dilakukan asesmen sebagai

tolak ukur penentuan jenis

rehabilitasi dan jangka

waktu dalam proses

rehabilitasi?

“Dalam asesmen itu ada dari berbagai macam

akademisi yang melakukan. Ada dari

kepolisian, ada dari bagian kedokteran

kesehatan, ada dari bagian ditres narkoba, ada

juga dari psikolog Polda, ada dari kejaksaan

terus dari Lembaga Pemasyarakatan, dan

tentunya dari BNN sendiri tim asesmen, bisa

dari orang saya di bidang berantas, bisa dari

rehab dan bisa juga dari P2M. Asesmen itu

kita teliti dari mulai waktu penggunaannya,

jenisnya, sumbernya, pokonya kita dalami

Page 346: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

Treatment

(Pengobatan)

untuk nanti bisa dibuatkan rancangan rehabilitasinya.”

Bagaimana mekanisme

pengguna narkoba yang

sedang dalam proses hukum

kemudian

direkomendasikan untuk

menjalani tahapan untuk

dapat dilakukan rehabilitasi?

“Ada prosedurnya untuk mengajukan

rehabilitasi, pertama terkait tindak pidana

yang dilakukan oleh tersangka ini kategorinya

dia selaku pengguna narkoba ya bukan

pengedar, dan menurut ukuran itu barang

bukti yang dilakukan penyitaan ini kurang

dari 1 gram karena kalau pengedar juga

barang buktinya biasanya lebih dari 1 gram

sedangkan pengguna biasanya hanya nol

koma sekian gram sisa-sisa pemakaian dan

barang bukti tes urinenya, bisa dilihat di

Undang-Undang Narkotika ya.”

Harm Reduction

(Pengurangan

Dampak Buruk)

Apa saja kegiatan yang

dilakukan terkait upaya

pengurangan dampak dari

peredaran narkoba?

“Oh untuk itu, kegiatannya kita melakukan

penyelidikan untuk pelaku atau jaringan

sindikat narkotika. Kalau memang sudah

cukup bukti ya kita melakukan tindakan

hukum, kira-kira begitu.”

Apa yang menjadi kendala

dalam pelaksanaan kegiatan

pemberantasan sebagai

bagian dari pengurangan

dampak buruk

penyalahgunaan narkoba?

“Kendala itu pertama untuk SDM disitu

sangat terkendala, setau saya jumlah

keseluruhan realnya seharusnya itu di atas

200 orang, tapi kenyataannya hanya satu per

empatnya sekitar 50-60 orang. Untuk di

bidang pemberantasan ini ada 16 orang

terbagi jadi kasi intelejen, kasi tindak/kasi

penyidik dan kasi Wastahti. Kasi intelejen

tugasnya melakukan penyelidikan baik

konvensional maupun teknologi, kalau

konvensional itu penyelidikannya secara

langsung atau manual baik itu terbuka

maupun tertutup, terbuka itu berarti orang

tahu kalau keberadaan kita itu sebagai

petugas, kalau tertutup itu artinya orang tidak

mengetahui bahwa kita itu petugas. Kalau

yang teknologi itu menggunakan teknologi

informasi ya salah satunya melalui media

sosial. Kemudian kasi tindak/kasi penyidik

bagian pemberkasan pemeriksaan, yang

ketiga kasi Wastahti (Pengawasan Tahanan

dan Barang Bukti).

Kedua sarana pendukung khususnya senjata

api, kita berhadapan dengan pelaku kejahatan

jadi diperlukan SDM yang cukup keahliannya

dan sarana pendukung senjata api, jadi senjata

api ini masih pinjam punya polisi (Polda,

Page 347: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

Polres).”

Bagaimana pembagian tugas

di Bidang Pemberantasan

BNN Provinsi Banten?

Kita ada kasi intelejen yang tugasnya untuk

melakukan penyelidikan baik konvensional

maupun teknologi, kalau konvensional itu

penyelidikannya secara langsung atau manual

baik itu terbuka maupun tertutup, terbuka itu

berarti orang tahu kalau keberadaan kita itu

sebagai petugas, kalau tertutup itu artinya

orang tidak mengetahui bahwa kita itu

petugas. Kalau yang teknologi itu

menggunakan teknologi informasi ya salah

satunya melalui media sosial. Kemudian kasi

tindak/kasi penyidik bagian pemberkasan

pemeriksaan, yang ketiga kasi Wastahti

(Pengawasan Tahanan dan Barang Bukti).”

Law

Enforcement

(Penegakan

Hukum)

Apa dasar hukum kasus

penyalahgunaan narkoba?

“Untuk Narkotikanya Undang-Undang

Nomor 35 Tahun 2009, pasal rehabilitasinya

pasal 4 dan pasal 54, ada juga pasal lain tapi

itu kewenangannya jaksa dan hakim.”

Apa sanksi hukum yang

diberikan kepada

penyalahguna narkoba?

“Undang-Undang mengatur disitu bahwa

pengguna atau pecandu narkoba itu kalau di

BNN ini harus di rehab, bukan harus di

hukum atau ya hukumannya itu rehab, bukan

harus diselesaikan di Lembaga

Pemasyarakatan.”

Siapa saja pihak yang

berkoordinasi dalam

penegakan hukum

penyalahgunaan narkoba?

“Koordinasinya dengan kepolisian

khususnya, kemudian dengan Korps Polisi

Militer untuk berantas karena terkait tindak

pidana yang dilakukan baik oleh masyarakat

sipil atau militer. Selain itu juga dengan

kejaksaan terkait penyidikan, kalau untuk

tindakan di lapangan itu dengan kepolisian

Polda Polres Polsek, kemudian Lapas juga.”

Bagaimana proses

penegakan hukum dalam

kasus penyalahgunaan

narkoba?

“Jadi gini, kadang-kadang dari pihak lain itu

cuma pemakai saja dimajukan, memang itu

bisa kaya dikepolisian, itu hak dari penyidik

memang. Pernah saya melakukan koordinasi

dengan salah satu instansi dan menanyakan

kenapa tidak pernah melakukan pengiriman

korban pecandu narkotika ke BNN, ada salah

satu Polres ya. Ternyata mereka dimajukan

terus, masalah mau di rehab atau tidak itu

urusan jaksa. Ada yang begitu meskipun

barang buktinya sedikit dan itu diterima juga

oleh kejaksaan. Tapi kalau kita kan ada faktor

Page 348: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

kemanusiaan, bahwa itu adalah salah satu korban kejahatan narkotika yang perlu kita

bina, perlu di rehabilitasi, perlu diobati, itu

pandangan dari pihak BNN.”

Page 349: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

MATRIKS KATEGORISASI DATA

Nama : Agus Mulyana, SE

Jabatan : Kepala Bidang Rehabilitasi BNN Provinsi Banten

Catatan Lapangan : Wawancara dilakukan pada hari Jumat, 30 Mei 2017 pukul 13.45 WIB di

BNN Provinsi Banten

Dimensi Pertanyaan Jawaban

Treatment

(Pengobatan)

Apa jenis pelayanan

rehabilitasi yang diberikan

BNN Provinsi Banten?

“Kita di BNN di bidang rehabilitasi ini

melayani khususnya untuk rawat jalan bagi

pecandu dan korban penyalahguna narkoba.

Jenisnya rehab medis dan rehab sosial juga.

Jadi kalo rehabilitasi bagi pecandu itu harus

simultan ya harus sama, karena yang

diperbaiki itu bukan saja fisik tapi juga

mental, jadi dari fisiknya itu tadi ada

dokternya terus ada psikolognya juga jadi

sama-sama harus berbarengan. Khusus untuk

di BNN itu medisnya ada, sosialnya juga

ada.”

Apakah BNN Provinsi

Banten sudah memiliki

sarana dan prasarana untuk

kegiatan rehabilitasi?

“Belum ada tempat rehabilitasinya. Tapi

sempat Pak Embai yang kemarin

mencalonkan itu memberikan tanah seluas

6,1 Ha ke BNN untuk dibuat tempat

rehabilitasi, tetapi pemda dan BNNnya belum

mampu. Selain itu memang diperlukan SDM

yang tentunya disini masih kurang. Di BNN

ini seharusnya susunan personil lengkapnya

itu sebanyak 212 orang untuk semua bidang,

namun saat ini baru ada 47 orang dan di

bidang rehabilitasi seharusnya ada 52 orang

namun saat ini baru ada 8 orang ditambah

TKK. Padahal di aturan Permendagri Nomor

21 Tahun 2013, Pemda itu harus

memfasilitasi baik tempat rehabilitasi

maupun tempat untuk wajib lapor. Pihak

kami sudah mengajukan tapi sampai sekarang

belum juga. Bapak Presiden juga

menyampaikan bahwa Indonesia darurat

narkoba, berarti kan semuanya harus tertuju

Page 350: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

kesana.”

Apa syarat seseorang dapat

menerima layanan

rehabilitasi?

“Persyaratan di kita itu ada 4 (empat) sumber,

yang pertama datang sendiri atau sukarela,

yang kedua dari hasil operasi, ketiga dari

penyerahan Polda dan Polres, keempatnya

penyerahan dari hasil vonis pengadilan.

Tentunya yang datang sendiri dia harus bawa

KTP, KK atau identitas. Untuk yang lainnya

ini tentunya harus ada surat pengantar dari

instansi terkait tadi.”

Apa saja aspek yang

ditekankan pada saat

dilakukan asesmen sebagai

tolak ukur penentuan jenis

rehabilitasi dan jangka

waktu dalam proses

rehabilitasi?

“Oh gini, pada saat asesmen kita perdalam

riwayat penyalahgunaannya, asal usulnya,

berapa lama pemakaiannya. Dari situ kita bisa

kategorikan dan yang kita layani hanya yang

pecandu ringan dan pecandu sedang. Pecandu

itu ada 3 (tiga) kelompok, ada ringan, sedang

dan berat. Kalau pecandu ringan dia pakai itu

baru 1 (satu) sampai dengan 7 (tujuh) kali.

Kalau pecandu sedang itu 8 (delapan) sampai

dengan 39 (tiga puluh sembilan) kali, dan

yang lebih dari 40 (empat puluh) kali itu

dikategorikan sebagai pecandu berat. Nah

untuk yang ringan dan sedang ini cukup

hanya berobat jalan di kita waktunya 12 (dua

belas) kali pertemuan, kalau yang pecandu

berat kita akan rujuk ke LIDO atau ke

RSKO.”

Berapa jangka waktu dalam

proses rehabilitasi di BNN

Provinsi Banten?

“Rehabilitasi yang harus dijalani ini adalah

selama 12 (dua belas) kali pertemuan,

dilakukan setiap minggu jadi kurang lebih ya

3 (tiga) bulanan untuk proses

rehabilitasinya.”

Apakah terdapat

pelaksanaan kegiatan

rehabilitasi lainnya di

Provinsi Banten selain di

BNN Provinsi Banten?

“Selain disini kita juga melaksanakan rehab

ke Lapas-Lapas yang ditunjuk Kumham.

Ditujukan untuk WBP (Warga Binaan

Pemasyarakatan) yang sudah mau keluar 3

bulan lagi, 6 bulan lagi, dengan harapan nanti

dia keluar sudah bisa menjaga dirinya,

memprotek diri jangan sampai menggunakan

narkoba lagi. Kalau yang masih jauh ya nanti

begitu direhab percuma, dia nanti kembali ke

teman-temannya. Jadi yang tiga sampai enam

bulan mau keluar saja kita sisihkan, diberikan

rehabilitasi. Jangka waktunya sama tiga bulan

juga. Jadi satu tahun itu ada tiga Lapas yang

ditunjuk. Tahun ini itu di Lapas Wanita,

Page 351: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

Lapas Pemuda dan Lapas Kelas I. Tapi karena kemaren itu tidak ada pasien di Lapas

Wanita, jadi diganti di Lapas Serang. Karena

minimal itu harus ada 30 orang, nah kemarin

itu kalau ga salah ada delapan orang terus

saya koordinasikan ke pusat katanya ga

boleh, akhirnya dialihkan ke Lapas Serang.”

Apakah metode rehabilitasi

yang digunakan di Lembaga

Pemasyarakatan sama

dengan yang dilakukan di

BNN Provinsi Banten?

“Sama aja konseling, penguatan diri, perilaku

sosial, dan sebagainya lah, termasuk

pembinaan life skill juga. Konselornya juga

ada yang dari kita. Tapi ada juga tenaga

medisnya yang dari Lapas, tapi dia sudah kita

latih.”

Apakah terdapat tempat

rehabilitasi lainnya di

Provinsi Banten selain di

BNN Provinsi Banten?

“Itu yang selalu kita upayakan kita

koordinasikan dengan Dinas Kesehatan. kita

koordinasi masalah tempat-tempat rehab

untuk segera dibuat karena kita belum punya.

Tapi untuk keseriusan ke arah sana sih

memang belum ada, tapi yang jelas faktanya

Provinsi Banten membutuhkan tempat rehab

antara rumah sakit jiwa dengan panti rehab

itu sangat dibutuhkan sekali. Di Banten ini

adanya yang punya masyarakat, yang

metodenya berbeda-beda jadi kita ga bisa

mengirim pasien kesana, kalaupun koordinasi

ya sebatas kasih masukan aja.”

Apakah terdapat alat yang

dapat mengukur derajat

toksinasi penggunaan

narkoba?

“Berupa alat secara khusus itu kami belum

ada sih. Kayanya anggaran kita belum sampai

ke penyediaan alat itu, jadi untuk penilaian

penggunaan narkotikanya itu digali pada saat

asesmen saja. Disitu juga kan dari banyak

pihak jadi bisa tergali walaupun tidak

seakurat kalau pakai alat ya.”

Bagaimana bentuk

pelaksanaan kegiatan

pascarehabilitasi yang

dilakukan BNN Provinsi

Banten?

“Bentuknya pembinaan, ada pembinaan

fungsional dengan diberikan pelatihan cara

membuat sendal, telur asin, membuat pupuk,

peternakan lele dan sebagainya. Itu dilakukan

di rumah damping yang digunakan untuk

kegiatan pasca rehabilitasi.”

Pihak mana saja yang

berkoordinasi dalam

penyelenggaraan kegiatan

rehabilitasi maupun

pascarehabilitasi?

“Koordinasi itu dengan Dinas Sosial, dengan

masyarakat setempat dan BLKI. Kita minta

dari Dinsos dan BLKI untuk menjadi

pelatihnya. Selain itu juga ada dari Dinas

Kesehatan, Disperindag, peternakan,

kelautan. Kalau kita sudah menjalani pasca

Page 352: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

rehab, itu nanti Dinsos juga yang akan memberikan semacam stimulan pembinaan

atau uang sebagai bekal hidup dia.”

Apakah terdapat perbedaan

antara pecandu narkoba

yang datang sendiri untuk

melakukan rehabilitasi

dengan yang merupakan

penyerahan dari instansi?

“Tidak, semua sama saja. Kita pulangkan dia,

karena kalau dia bermaksud untuk baik untuk

sembuh tentunya harus ada kesadaran sendiri.

Memang ada sel kita disini tetapi kita tidak

memasukan sel kecuali dia melakukan

pelanggaran, baru kita cari dan dimasukan

sel.”

Bagaimana mekanisme

pengguna narkoba yang

sedang dalam proses hukum

kemudian

direkomendasikan untuk

menjalani tahapan untuk

dapat dilakukan rehabilitasi?

“Kalau terkait dengan hukum misalnya dia

ditangkap terus di proses oleh Polda maupun

Polres dia harus melalui mekanisme namanya

TAT (Tim Asesmen Terpadu) dari pihak

kepolisian, penyidik BNN, penyidik

kejaksaan dan penyidik dari kumham yang

kaitannya dengan Lapasnya.”

Harm Reduction

(Pengurangan

Dampak Buruk)

Apa saja hal atau program

kegiatan sebagai upaya

harm reduction

(pengurangan dampak

buruk) bagi penyalahguna

narkoba?

“Ga ada, kita hanya melalui rehab rawat jalan

saja konseling, kalau detoksifikasinya tidak

ada. Kita juga tidak memberikan obat ke

rumah, kita tidak memberikan jenis obat atau

narkoba yang jenisnya sama dengan

dikurangi dosisnya itu tidak berlaku di kita.

Kalau itu kan seperti PTRM, tapi kalau kita

itu tidak pernah memberikan obat atau

narkoba kita kasih narkoba lagi, itu engga.

Biasa kalau di PTRM kan misalkan saya

pakai putau nih, itu dia diberikan putau terus

kan cuma dosisnya dikurangi. Kalau rawat

inap baru ada tapi kalau kita upayanya

melalui konseling saja.”

Bagaimana bentuk kegiatan

sebagai upaya pengurangan

dampak buruk bagi

penyalahguna narkoba?

“Yang namanya pemakai narkoba itu kan

yang diserang susunan syaraf pusat ya bahkan

menurut penelitian bisa merubah bentuk otak

untuk yang pecandu berat, jadi ada

kemungkinan dia akan relaps atau kembali,

makanya setelah selesai proses rehabilitasi

dilanjutkan ke pascarehabilitasi kemudian

dilanjut dengan pembinaan lanjut, dan setelah

6 (enam) bulan selesai kita serahkan kepada

pihak keluarga. Itu bentuk pengawasannya,

karena kalau disini dia tidak bisa bohong

karena setiap pertemuan itu dilakukan tes

urine.”

Apa dasar hukum kasus

penyalahgunaan narkoba?

“Undang-Undangnya Nomor 35, yg khusus

mengatur rehabilitasi itu pasal 4 huruf D

Page 353: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

Law

Enforcement

(Penegakan

Hukum)

kalau ga salah. Upaya menjamin pengaturan rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial bagi

penyalahguna narkoba.”

Apa sanksi hukum yang

diberikan kepada

penyalahguna narkoba?

“Sanksinya tentu pertama dilihat dari hasil

asesmen dulu kalau di kita, kalau putusannya

rehabilitasi ya dilihat lagi masuk kategori

mana kan, ya berarti mulai dari pecandu

ringan yang tiga bulan sampai pecandu berat

satu tahun. Kalau yang putusannya pidana ya

antara 4 tahun sampai hukuman mati untuk

yang tingkat internasional.”

Siapa saja pihak yang

berkoordinasi dalam

penegakan hukum

penyalahgunaan narkoba?

“Kalau dari sisi hukumnya itu Kejaksaan,

kepolisian (Polda), dan Kemenkumham yang

tadi kaitannya dengan Lapas baik pada saat

asesmen atau untuk pelaksanaan rehab yang

kita adakan di Lapas itu.”

Apa perbedaan wewenang

antara BNN Provinsi Banten

dengan Polda Banten dalam

penegakan hukum upaya

pencegahan dan

pemberantasan

penyalahgunaan narkoba?

“Kalau BNN dengan Polda ya. Polda bisa

melakukan penyuluhan, Polda bisa

mengadakan operasi, Polda bisa

melaksanakan penyidikan, cuma Polda ga ada

tempat untuk rehabilitasi, itu saja bedanya.

Kalau BNN juga sosialisasi iya, operasi juga

iya, penyidikan juga iya, rehabilitasi pun bisa.

Makanya kalau di Polda tuh tugas pokoknya

waktu saya disana ya, prehentif, preventif,

dan represif. Kalau di kita prehentif,

preventif, represif dan kuratif. Jadi Polda

tidak memiliki itu yang ke empat.”

Page 354: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

MATRIKS KATEGORISASI DATA

Nama : dr. Ade Nurhilal Desrinah

Jabatan : Dokter Seksi Penguat Lembaga Rehabilitasi

Catatan Lapangan : Wawancara dilakukan pada hari Jumat, 2 Juni 2017pukul 13.10 WIB di

Klinik Pratama BNN Provinsi Banten

Dimensi Pertanyaan Jawaban

Treatment

(Pengobatan)

Apa jenis pelayanan

rehabilitasi yang diberikan

BNN Provinsi Banten?

“Rehabilitasi di Klinik Pratama ini adalah

rehabilitasi rawat jalan dengan metode

Theraupeutic Community yang memang

dilakukan di seluruh BNN. Jenisnya itu

rehabilitasi sosial, kalau rehabilitasi medis itu

kan detoxifikasi.”

Apakah BNN Provinsi

Banten sudah memiliki

sarana dan prasarana untuk

kegiatan rehabilitasi?

“Untuk rawat inap disini tidak ada, semuanya

hanya rawat jalan saja. Pasien yang datang

sendiri kesini untuk melakukan terapi. Rumah

sakit jiwa kita belum punya, balai rehabilitasi

juga kita belum punya. Kalau Banten ini lebih

ke religi ya, adanya yayasan yang berbasis

agama gitu.”

Apa syarat seseorang dapat

menerima layanan

rehabilitasi?

“Jadi kan disini itu kita terima pasien yang

pertama itu sukarela atau voluntary, kedua

pasien dari limpahan Polda atau Polres, yang

ketiga dari hukum ya atau dari keputusan

pengadilan. Syarat pastinya harus bawa

identitas diri dan keluarga. Kalau yang dari

Polda atau Polres itu harus ada legal

dokumen yaitu BAPnya kemudian bukti

serah terima klien berserta penyidiknya.

Kalau yang putusan pengadilan harus ada BA

17 putusan pengadilan sama jaksanya. Semua

ini harus didampingi oleh keluarga klien. Dan

klien BNN ini dia memang harus

penyalahgunaan narkotika, kalau alkohol

rokok itu tidak bisa, khusus narkotika. Karena

badan narkotika ya, jadi khusus narkotika.”

Page 355: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

Apa saja aspek yang ditekankan pada saat

dilakukan asesmen sebagai

tolak ukur penentuan jenis

rehabilitasi dan jangka

waktu dalam proses

rehabilitasi?

“Sebelumnya itu kan ada proses asesmen, disitu banyak kita gali tentang riwayat

penyalahgunaan narkobanya, status

pekerjaannya, status keluarga, status hukum

dan status kesehatannya termasuk status

keatris atau perasaan depresi, gaduh gelisah.

Disini kita lihat bukan hanya dari fisiknya

saja, tapi juga dari perubahan perilakunya,

perubahan mindsetnya, perasaannya dia

sudah bisa belum menghandle feelingnya.”

Bagaimana alur proses

rehabilitasi di BNN Provinsi

Banten?

“Tahapan alurnya datang klien, penerimaan

terus tunjukin identitas dan tadi itu harus ada

legal dokumennya, terus rekam medis,

kemudian asesmen, diagnosa dan rancangan

terapi, baru masuk rawat jalan atau rawat

inap. Kalau dia rawat jalan ya ikut delapan

kali konseling, dua kali grup terapi. Kalau

rawat inap ya kita bawa ke Lido atau ke

Lampung. Setelah rawat jalan ada pasca

rehab kemudian ke pembinaan lanjut. Klien

juga harus ngisi yang namanya inform

concern itu ada lembar persetujuan dari

keluarga pasien, surat pernyataan dari klien

bahwa dia bersedia mengikuti program

rehabilitasi, kemudian surat pernyataan

selama rehab tidak boleh positif narkoba.”

Berapa jangka waktu dalam

proses rehabilitasi di BNN

Provinsi Banten?

“Berapa lamanya itu tidak bisa dipastikan

sebulan, dua bulan atau tiga bulan dan

seterusnya. Disini itu minimal 12 kali

pertemuan tapi ini ga ada patokannya ya,

tergantung perubahan perilakunya. Bisa

ditambah dan bisa dikurang. Tapi kalau yang

putusan pengadilan mah ya sampai selesai

misalnya dia empat bulan ya sampai empat

bulan. Cuma berlangsungnya itu ada yang

namanya tahap asesmen, kemudian delapan

kali konseling, dan dua kali grup terapi. Terus

disini kan rehabilitasinya berkelanjutan ya,

artinya selain rehabilitasi rawat jalan nanti

ada pasca rehab terus pembinaan lanjut. Itu

namanya rehabilitasi berkelanjutan.

Pembinaan lanjutnya nanti kita home visit ke

keluarga, ke rumah, ke tempat kerjanya.”

Page 356: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

Apakah terdapat pelaksanaan kegiatan

rehabilitasi lainnya di

Provinsi Banten selain di

BNN Provinsi Banten?

“Ya ada di Lapas juga, ada tiga lapas yang kita sudah laksanakan program rehabnya.

Ada di Lapas Serang, Lapas Tangerang Kelas

I dan Lapas Pemuda.”

Apakah metode rehabilitasi

yang digunakan di Lembaga

Pemasyarakatan sama

dengan yang dilakukan di

BNN Provinsi Banten?

“Sama aja sih kalau metode ya melalui

konseling dengan kita karena konselornya

tetap dari kita, tetapi ada juga tenaga

medisnya itu dari Lapas. Sama-sama rehab

sosial pokoknya, tapi disana ga perlu ada

asesmen dulu kaya klien disini.”

Apakah terdapat alat yang

dapat mengukur derajat

toksinasi penggunaan

narkoba?

“Kalau di BNNP Banten hanya melalui tes

urine untuk tau positif atau negatif. Tapi

kalau mau lebih tau dia jenis amphetamine

atau methampitamine kita rujuknya ke lab

BNN di pusat, itu biasanya pake GCMS

metodenya Gas Cromatografy Mass

Spectrometry.”

Apakah terdapat perbedaan

antara pecandu narkoba

yang datang sendiri untuk

melakukan rehabilitasi

dengan yang merupakan

penyerahan dari instansi?

“Tidak ada yang beda kalau soal

penerimaannya ya. Tapi kalau namanya terapi

dan metodenya tetap kita berdasarkan

individual treatment plan, jadi setiap individu

itu masing-masing beda meskipun sama-sama

pakai shabu tapi ya belum tentu sama

treatmentnya. Kalau penyerahan yang sudah

putusan pengadilan itu kita sesuaikan dengan

jangka waktunya yang sudah diputuskan aja.

Jadi penerimaan pas awal sama pelayanannya

aja yang sama.”

Bagaimana pelaksanaan

kegiatan pascarehabilitasi

yang dilakukan BNN

Provinsi Banten?

“Pascarehabilitasinya di BNNP Banten itu

ada seminar pengembangan diri, FSG

(Family Support Group) sama vocationalnya

ada. Tahun ini juga kita punya rumah

damping bekerjasama dengan Balai

Pemasyarakatan (BAPAS).”

Bagaimana mekanisme

pengguna narkoba yang

sedang dalam proses hukum

namun ingin mengajukan

proses rehabilitasi di BNN

Provinsi Banten?

“Itu berarti masuknya kategori compulsary,

jadi mekanismenya pertama harus

melengkapi persyaratan legal dokumen

seperti tadi yg di persyaratan itu ya,

kemudian nanti ada serah terima klien untuk

selanjutnya dilakukan asesmen secara medis

dan secara hukum lengkap dengan pihak

kepolisian dan jaksanya, setelah lolos tahap

asesmen sama saja dibuatkan rancangan

terapinya.”

Apa yang menjadi kendala “Kendala kita itu jumlahnya makin banyak.

Page 357: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

dalam pemberian layanan rehabilitasi?

Penyalahguna narkoba di Banten ini jumlahnya banyak, sampai bulan ini saja

yang sudah kita tangani ada 9 voluntary dan

121 compulsary, tapi SDM juga masih

kurang dan serasa BNN ini kerja sendiri

padahal kita sudah mengupayakan dengan

dinas lainnya. SDMnya sih Dokter 1, Perawat

3, SKM ada 2, dan Sarjana Psikologi 1. Kalau

idealnya itu dalam satu hari per orang hanya

menangani 4 (empat) klien, itu maksimal

banget karena kita ini tugasnya bukan hanya

sebagai konselor tapi juga punya tugas lain.

Ada yang ngurusin asesmen perpaduan terkait

hukum juga, jadi dinisi kita itu ada yang

konselor merangkap admin walaupun sampai

saat ini kita masih bisa tangani.”

Harm Reduction

(Pengurangan

Dampak Buruk)

Apa saja hal atau program

kegiatan sebagai upaya

harm reduction

(pengurangan dampak

buruk) bagi penyalahguna

narkoba?

“Harm reduction itu kan seharusnya

dilakukan secara medis, dengan program

yang tujuannya meminimalisir efek buruk

narotika, tapi sampai saat ini program itu

belum ada di BNNP Banten karena disini pun

hanya melayani rehab jalan dengan konseling

jadi tidak ada pemberian obat sintesis

maupun non sintesis kepada klien. Untuk

layanan alat suntik steril pun kita tidak

lakukan, karena sebenarnya itu ranah Dinas

Kesehatan yang seharusnya berkoordinasi

dengan kita, tapi sampai sekarang belum

dikasih pintu ke arah sana. Kalau dari pihak

sananya mengajak ya kami pasti siap”

Berapa jangka waktu yang

dibutuhkan dalam

pelaksanaan harm reduction

sampai pasien dikatakan

pulih?

“Untuk narkotika ini penyakit kronis dan dia

bisa kambuh-kambuhan. Dia merusak

jaringan syaraf dan otak. Jadi sebenarnya

kalau untuk dikatakan pulih jangka waktunya

lebih dari dua tahun. Artinya abstinen jadi

selesai rehab disini dia tetap harus tahap

pemulihan seumur hidup bahkan sampai dia

mati.”

Page 358: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

MATRIKS KATEGORISASI DATA

Nama : Moh. Arif Mulyawan. R

Jabatan : Mitra BNN Provinsi Banten

Catatan Lapangan : Wawancara dilakukan pada hari Rabu, 5 Juli 2017 pukul 11.40 WIB di

Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Serang

Dimensi Pertanyaan Jawaban

Prevention

(Pencegahan)

Apa saja hal atau program

kegiatan yang dilakukan

sebagai upaya pencegahan

penyalahgunaan narkoba di

Provinsi Banten?

“Jadi menurut saya bagaimanapun bahwa

kalau ingin memutuskan mata rantai

peredaran gelap ini ya kita ke demand

bukan di supply. Demandnya ini yang

harus kita pangkas, misalnya semakin

banyak kita melakukan penyuluhan,

sosialisasi, training atau membuat kader-

kader pencegahan, kampung anti narkoba

dan lain sebagainya. Semakin banyak kita

memberikan pengetahuan tentang dasar

narkoba, maka masyarakat pun akan

semakin banyak tahu juga dan kedua yang

jadi masalah itu metode atau skill

komunikasi BNN kepada masyarakat. Ini

yang saya coba koreksi, ini lebih

cenderung pada pasal pasal yang

masyarakat belum tentu paham dengan

pasal pasal itu, lebih cenderung pada

Undang-Undang, kebijakan yang

masyarakat belum paham pada situasi itu.

Harusnya lebih pada komunikatif

bagaimana ini narkoba, bahayanya gini,

efeknya gini, hal yang sederhana dan

mudah diserap oleh masyarakat. Nah itu

tidak dilakukan oleh BNN. Kadang BNN

ingin gaul dengan situasi anak muda dan

sebagainya tetapi membuat strategi

komunikasinya kaku, ketika kaku itu

akhirnya jenuh, monotone dan mereka ga

mau baca. Hal-hal kaya gitu yang harus

dipahami dulu.”

Page 359: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

Apa peran mitra atau penggiat di BNN Provinsi

Banten?

“Jadi gini, namanya penggiat itu kan disebutnya sebagai mitra, artinya

membantu peran-peran maupun tugas

BNN secara teknis di lapangan. Tugas

BNN kan ada 3 bidang, bidang

Pencegahan dan Pemberdayaan

Masyarakat, bidang rehabilitasi, dan

bidang pemberantasan. Nah berarti tiga

bidang ini bersinergi, tetapi bidang

pemberantasan ini lebih kencang daripada

bidang pencegahan seperti kasus yang

kemarin di Anyer satu ton ditangkap,

padahal permasalahan narkotika itu bukan

di supply tetapi demand. Nah ini yang

kurang dipahami oleh BNN, jadi saya

sebagai mitra itu terkadang memberikan

masukan dengan mitra saya di bidang

pencegahan dan pemberdayaan

masyarakat (dayamas).”

Treatment

(Pengobatan)

Apa saja aspek yang

ditekankan pada saat

dilakukan asesmen sebagai

tolak ukur penentuan jenis

rehabilitasi dan jangka

waktu dalam proses

rehabilitasi?

“Biasanya BNN melakukan asesmen

kepada penyalahguna, mulai dari tes urine,

cek kesehatan, tes psikologinya juga oleh

dokter psikiater atau psikolog, terus mulai

dari kronologisnya, riwayat hidupnya, nah

baru hasil asesmen itu disimpulkan bahwa

memang dia adalah pengguna, jadi tidak

bisa dibohongi, kalau misalnya saya

pengguna nih tapi faktanya dia adalah

bandar, tapi ketika bandar ternyata dia user

yang butuh barang.”

Harm Reduction

(Pengurangan

Dampak Buruk)

Apa saja hal atau program

kegiatan sebagai upaya

harm reduction

(pengurangan dampak

buruk) bagi penyalahguna

narkoba?

“Harm reduction itu kan program

pengurangan dampak buruk, ini adalah

PTRM (Program Terapi Rumatan

Metadone) atau Layanan Alat Suntik

Steril. Nah pengurangan dampak buruk ini

sebetulnya untuk memutuskan mata rantai

kecanduan atau ketergantungan. Misalnya

dia ketergantungan heroine yang

disuntikan, akhirnya kita rujuk untuk

memutuskan proses menyuntik ini kepada

PTRM, narkotika heroinnya diganti

dengan narkotika sintesis metadone

sehingga di oral. Ketika diganti dengan

yang sintesis maka nanti penguatannya

akan mengikuti itu. Kalau untuk alat

suntik sterile itu pengurangan dampaknya

Page 360: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

lebih pada dia menyuntik sendiri daripada dia tadinya satu suntikan itu bareng-bareng

sehingga buruknya itu ke penyakit yang

diderita, bisa hepatitis, tubercolosis, bisa

macem-macem lah ya nanti, sehingga

jarum suntik itu diberikan untuk diri

sendiri, tidak sharing dengan yang lain-

lain.”

Berapa jangka waktu yang

dibutuhkan dalam

pelaksanaan harm

reduction?

“Sekarang logikanya orang

ketergantungan narkotik selama 5-10

tahun, tidak mungkin bisa berhenti dalam

1 sampai 2 bulan, artinya harus bertahap.

Jadi satu tahun pertama itu 200ml, tahun

kedua 150ml, tahun ketiga 100ml, jadi

kurangi sampai abstinene (tidak

menggunakan sama sekali).”

Law

Enforcement

(Penegakan

Hukum)

Siapa saja pihak yang

berkoordinasi dalam

penegakan hukum

penyalahgunaan narkoba?

“Ini ada yang namanya peraturan bersama.

Peraturan bersama itu terdiri dari Polda,

BNN, Kejaksaan Tinggi, Pengadilan dan

Kanwilkumham. Peraturan bersama ini

untuk menyikapi dan membedakan dia

adalah user, kurir, atau bandar. Kalau user

sehingga putusan pengadilan adalah di

rehabilitasi, tetapi kalau misalnya dia kurir

ataupun bandar terbukti dengan barang

bukti yang cukup memberatkan maka dia

vonisnya adalah penjara.”

Bagaimana proses

penegakan hukum dalam

kasus penyalahgunaan

narkoba?

“Jadi ketika misalnya BNN yang

menangkap ternyata dia adalah user

(pengguna), kemudian BNN

merekomendasikan bahwa dia harus di

rehab. Tapi ketika kepolisian menangkap

bahwa ada kurir maka direkomendasi oleh

penyidik polda adalah di penjara. Nah

ketika BAP yang dikeluarkan oleh BNN

maupun Polda, itu kan masuk ke

Kejaksaan untuk diolah dikaji untuk

menilai sudah cukup atau belum ini (P21

atau belum) apabila sudah P21 maka

dilanjut ke Pengadilan untuk persidangan

berkaitan dengan hakim, jaksa penuntut

umum, maka keputusan itu kewenangan

hakim sedangkan tuntutan itu kewenangan

jaksa. Setelah ada putusan masuklah ke

penjara (Lapas) dengan kewenangan

kanwilkumham, apakah dia di rutan atau

Page 361: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

di Lapas khusus narkotika atau Lapas umum.”

Page 362: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

MATRIKS KATEGORISASI DATA

Nama : Kompol Kosasih SH, MH

Jabatan : Kepala Sub Bagian Pembinaan dan Operasional (Binopsnal) Direktorat

Reserse Narkoba Polda Banten

Catatan Lapangan : Wawancara dilakukan pada hari Rabu, 5 Juli 2017 pukul 10.30 WIB di

Direktorat Reserse Narkoba Polda Banten

Dimensi Pertanyaan Jawaban

Prevention

(Pencegahan)

Bagaimana bentuk

koordinasi Polda Banten

dengan BNNP Banten

dalam pencegahan dan

pemberantasan

penyalahgunaan narkoba?

“Koordinasinya itu terkait pemeriksaan

barang bukti maupun urine ke lab karena kita

belum memiliki lab untuk pemeriksaan

urine.”

Apa saja hal atau program

kegiatan yang dilakukan

sebagai upaya pencegahan

penyalahgunaan narkoba di

Provinsi Banten?

“Ada namanya operasi interdiksi atau operasi

gabungan. Selain itu juga ada kegiatan

penyuluhan P4GN.”

Pihak mana saja yang

melakukan kegiatan

pencegahan dan

pemberantasan

penyalahgunaan narkoba di

Provinsi Banten?

“Instansi terkaitnya itu BNN, Denpom

dengan TNI untuk pengamannya.”

Siapa saja pihak yang

menjadi sasaran dalam

kegiatan pencegahan dan

pemberantasan

penyalahgunaan narkoba di

Provinsi Banten?

“Sasarannya kalau untuk pencegahan itu yang

lebih sering adalah anak sekolah, selain itu

juga ada masyarakat umum beserta tokoh

agamanya karena kan kita langsung terjun ke

lingkungan ya, dan seluruh elemen

masyarakat didalamnya lah. Kalau

pemberantasan itu pengunjung tempat

hiburan terutama.”

Bagaimana pelaksanaan

diseminasi informasi bahaya

narkoba yang dilakukan

Polda Banten?

“Ya kita juga ada diseminasi, itu

menggunakan media, media cetak maupun

online tetapi di bagian humas, jadi bukan kita

berdiri sendiri.”

Tempat pelaksanaan

kegiatan pencegahan dan

“Untuk operasi interdiksi biasanya dilakukan

di pelabuhan, tempat hiburan, kos-kosan.

Page 363: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

atau pemberantasan penyalahgunaan narkoba di

Provinsi Banten?

Untuk penyuluhan itu ada di sekolah atau bisa juga di instansi pemerintah atau swasta.”

Daerah mana di Provinsi

Banten yang menjadi daerah

rawan dan memiliki angka

penyalahgunaan narkoba

tertinggi?

“Berdasarkan data yang kami terima dari

Polres sih lebih banyak kasusnya itu di Kota

Tangerang, untuk jumlah saat ini kita belum

cek lagi, tapi memang setiap tahunnya itu

Kota Tangerang yang paling banyak kasus

narkobanya.”

Treatment

(Pengobatan)

Apa syarat dapat

dilakukannya asesmen

hingga rehabilitasi?

“Dia harus pengguna, kalau pengedar ya dia

termasuk pemain dan yang kita jadikan acuan

itu adalah yang tertinggi.”

Bagaimana mekanisme

pengguna narkoba yang

sedang dalam proses hukum

kemudian

direkomendasikan untuk

menjalani tahapan untuk

dapat dilakukan rehabilitasi?

“Di asesmen dulu, makanya tadi ada

koordinasi dengan BNNP. Sebelum di rehab

dilakukan asesmen dulu.”

Law

Enforcement

(Penegakan

Hukum)

Apa dasar hukum kasus

penyalahgunaan narkoba?

“Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009

tentang Narkotika dan ada tambahannya

tahun 2017 ini itu Permenkes Nomor 2 Tahun

2017.”

Apa sanksi hukum yang

diberikan dalam kasus

penyalahgunaan narkoba?

“Untuk sanksi itu variatif tergantung pasal

yang dikenakan, untuk pidana itu minimal 4

tahun dan maksimalnya hukuman mati.”

Siapa saja pihak yang

berkoordinasi dalam

penegakan hukum

penyalahgunaan narkoba?

“Selain BNN ada namanya Criminally Justice

System yaitu pengadilan, kejaksaan dan

kemenkumham.”

Apa perbedaan wewenang

antara BNN Provinsi Banten

dengan Polda Banten dalam

penegakan hukum upaya

pencegahan dan

pemberantasan

penyalahgunaan narkoba?

“Perbedaannya itu kita tidak bisa merehab,

kalau BNN bisa merehab, selebihnya sama.”

Bagaimana proses

penegakan hukum dalam

kasus penyalahgunaan

narkoba?

“Pertama tersangka itu kita BAP kita gali

keterangannya, kemudian kita tentukan pasal,

apabila dia hanya pemakai kita kenakan pasal

127 kemudian bisa kita rekomendasi untuk

asesmen di BNN, hasil asesmen itu dijadikan

bahan pertimbangan jaksa selanjutnya.”

Page 364: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

MATRIKS KATEGORISASI DATA

Nama : BRIPKA Gunawan

Jabatan : Pelaksana Bagian Pembinaan dan Operasional (Binopsnal) Direktorat

Reserse Narkoba Polda Banten

Catatan Lapangan : Wawancara dilakukan pada hari Rabu, 5 Juli 2017 pukul 10.30 WIB di

Direktorat Reserse Narkoba Polda Banten

Dimensi Pertanyaan Jawaban

Prevention

(Pencegahan)

Bagaimana bentuk

koordinasi Polda Banten

dengan BNNP Banten

dalam pencegahan dan

pemberantasan

penyalahgunaan narkoba?

“Untuk Polda yang pertama terkait asesmen

apa yang kita tangkap kita amankan, kalau

terbukti menggunakan atau membawa

narkotika, kita lakukan tes urine kemudian

kita kirim ke BNN karena di Polda belum ada

lab untuk pemeriksaan urine.”

Apa saja hal atau program

kegiatan yang dilakukan

sebagai upaya pencegahan

penyalahgunaan narkoba di

Provinsi Banten?

“Ada namanya operasi interdiksi atau operasi

gabungan. Selain itu juga ada kegiatan

penyuluhan P4GN.”

Pihak mana saja yang

melakukan kegiatan

pencegahan dan

pemberantasan

penyalahgunaan narkoba di

Provinsi Banten?

“Direktorat Reserse Narkoba Polda Banten,

BNNP Banten, dan Denpom terkait instansi

samping ataupun dari TNI untuk

pengamanannya.”

Dalam kegiatan pencegahan

langsung, apakah tempatnya

sudah ditentukan atau atas

permintaan

masyarakat/instansi?

“Ada dua, yang pertama Polda dan instansi

terkait seperti BNN datang langsung ke lokasi

dan yang kedua itu berdasarkan permintaan.

Ada juga program kegiatan pencegahan

terhadap anak-anak sekolah yang dilakukan

rutin 2 kali dalam satu bulan.”

Bagaimana pelaksanaan

diseminasi informasi bahaya

narkoba yang dilakukan

Polda Banten?

“Untuk pencegahan sementara terpusat di

humas. Jadi kita mengirimkan data dan

bahannya, nanti humas yang

mempublikasikannya.”

Tempat pelaksanaan

kegiatan pencegahan dan

atau pemberantasan

penyalahgunaan narkoba di

“Untuk operasi interdiksi biasanya dilakukan

di pelabuhan, tempat hiburan, kos-kosan.

Untuk penyuluhan itu ada di sekolah atau

bisa juga di instansi pemerintah atau swasta.”

Page 365: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

Provinsi Banten?

Daerah mana di Provinsi

Banten yang menjadi daerah

rawan dan memiliki angka

penyalahgunaan narkoba

tertinggi?

“Daerah dengan penyalahgunaan teringgi itu

kita hanya bisa kasih tau secara umum, tidak

bisa disebutkan secara spesifik jumlahnya ya.

Daerahnya itu pertama Kota Tangerang,

diantara Kota/Kabupaten lainnya memang

Tangerang, pertama Kota kedua

Kabupatennya, baru menyusul daerah lain

seperti Serang, Cilegon Pandeglang dan

lainnya.”

Treatment

(Pengobatan)

Apa syarat dapat

dilakukannya asesmen

hingga rehabilitasi?

“Khusus pengguna narkoba saja. Jika

sekaligus pengedar, yang kita jadikan acuan

itu adalah yang tertinggi. Kemudian

dikategorikan apakah dia pengguna ringan,

sedang atau berat.”

Bagaimana mekanisme

pengguna narkoba yang

sedang dalam proses hukum

kemudian

direkomendasikan untuk

menjalani tahapan untuk

dapat dilakukan rehabilitasi?

“Jadi si penyalahguna tertangkap kita ajukan

asesmen, nanti yang menentukan vonsinya

apakah di rehabilitasi atau tidak itu sesuai

putusan pengadilan. Kita hanya

merekomendasikan saja.”

Law

Enforcement

(Penegakan

Hukum)

Apa dasar hukum kasus

penyalahgunaan narkoba?

“Undang-Undang Narkotika Nomor 35

Tahun 2009.”

Apa sanksi hukum yang

diberikan dalam kasus

penyalahgunaan narkoba?

“Sanksinya antara 4 tahun kurungan penjara

sampai hukuman mati, tergantung apakah dia

pengguna di pasal 127, memiliki menguasai

dan menyimpan pasal 112 atau pengedar di

pasal 114.”

Siapa saja pihak yang

berkoordinasi dalam

penegakan hukum

penyalahgunaan narkoba?

“Koordinasinya dengan Kejaksaan,

Pengadilan dan Kemenkumham.”

Page 366: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

MATRIKS KATEGORISASI DATA

Nama : Asep Hanan S.IP

Jabatan : Kepala Seksi Rehabilitasi Tuna Sosial, NAPZA dan Korban Perdagangan

Orang (KPO) Dinas Sosial Provinsi Banten

Catatan Lapangan : Wawancara dilakukan pada hari Rabu, 21 Juni 2017 pukul 11.05 WIB di

Dinas Sosial Provinsi Banten

Dimensi Pertanyaan Jawaban

Prevention

(Pencegahan)

Bagaimana bentuk

koordinasi Dinas Sosial

Provinsi Banten dengan

BNN Provinsi Banten dalam

pencegahan dan

pemberantasan

penyalahgunaan narkoba?

“Setidaknya ada 3 (tiga) aspek yang terkait

dengan masalah NAPZA, yang pertama ada

aspek pencegahan, kemudian aspek

pelaksanaan atau rehabilitasi, kemudian yang

ketiga itu after care atau pasca rehabilitasi

dari medis.”

Apa saja hal atau program

kegiatan yang dilakukan

sebagai upaya pencegahan

penyalahgunaan narkoba di

Provinsi Banten?

“Untuk pencegahan itu adanya upaya

pendataan dan penjangkauan di titik/spot

yang sekiranya terdapat narkoba, dan juga

kita koordinasi dengan organisasi atau

lembaga kesejahteraan sosial yang terkait

dengan penanganan korban NAPZA dan

HIV/AIDS. Sedangkan upaya pencegahan

langsung kaya penyuluhan keliling gitu

selama ini ada di bidang PSDS (Potensi dan

Sumber Daya Sosial) itu yang melakukan

penyuluhan. Kalau dari bidang ini itu ya tadi

pendataan dan penjangkauan sama UPSK

(Unit Penjangkauan Sosial Keliling), nanti di

UPSK itu juga ada medisnya.”

“Pihak mana saja yang

melakukan pencegahan dan

pemberantasan

penyalahgunaan narkoba di

Provinsi Banten?

“Pihaknya itu ada BNNP Banten, Dinas

Kesehatan, ada dari Lapas atau Bapas (Balai

Pemasyarakatan) juga.”

Page 367: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

Siapa saja pihak yang menjadi sasaran dalam

kegiatan pencegahan dan

pemberdayaan masyarakat

penyalahgunaan narkoba di

Provinsi Banten?

“Kalau pencegahan yang kita undang adalah PSKS atau diistilah kami itu Potensi dan

Sumber Kesejahteraan Sosial seperti para

LSM, tokoh masyarakat, tokoh agama,

karang taruna, tagana ataupun organisasi

kepemudaan. Itu biasanya satu kali

pelaksanaan ada sebanyak 100 orang setiap

kabupaten/kota, berarti kalau seBanten kan

delapan kabupaten/kota. Itu yang kita sasar,

kita beda ya dengan dinas lain.”

Daerah mana di Provinsi

Banten yang menjadi daerah

rawan dan memiliki angka

penyalahgunaan narkoba

tertinggi?

“Kalau untuk itu terus terang yang punya data

itu sih BNN, tapi selama yang kita dapet sih

Tangerang itu zona merahnya.”

Treatment

(Pengobatan)

Apakah terdapat tempat

rehabilitasi lainnya di

Provinsi Banten selain di

BNN Provinsi Banten?

“Kalau di Banten itu ada, tapi semuanya itu

milik masyarakat tidak ada milik pemerintah

daerah. Dengan adanya kewenangan pusat

kan berarti ditarik jadi di kita tidak ada panti-

panti rehab yang milik pemerintah. Ini khusus

Banten ya.”

Bagaimana pelaksanaan

kegiatan pascarehabilitasi

yang dilakukan dengan

BNN Provinsi Banten?

“After care atau katakanlah pelayanan pasca

rehabilitasi, jadi para mantan korban

penyalahguna NAPZA yang telah dikatakan

pulih oleh lembaga rehabilitasi itu kita

berikan pelatihan keterampilan sesuai dengan

minat bakat mereka. Selama ini biasanya ada

bengkel sepeda motor, ada counter pulsa, ada

juga perwarungan, ada sablon, yang terbaru

itu service handphone. Pokoknya sesuai

minat bakat mereka ya mereka mau apa,

misalnya pak nih saya maunya jual pulsa, ada

juga yang jualan ikan. Asalkan mereka sudah

dikatakan pulih, didata oleh kita dan dari

BNN juga ada, dengan yayasan sosial pun

ada. Diberikan pelatihan lalu mereka

diberikan bantuan stimulan berupa peralatan

usaha ekonomi produktif yang mereka pilih

seharga biasanya lima juta rupiah.”

Page 368: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

MATRIKS KATEGORISASI DATA

Nama : H. R. Wahyu Santoso W. SKM. M.Si

Jabatan : Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas

Kesehatan Provinsi Banten

Catatan Lapangan : Wawancara dilakukan pada hari Jumat, 16 Juni 2017 pukul 9.50 WIB di

Dinas Kesehatan Provinsi Banten

Dimensi Pertanyaan Jawaban

Prevention

(Pencegahan)

Apakah terdapat kordinasi

antara Dinas Kesehatan

Provinsi Banten dengan

BNN Provinsi Banten dalam

upaya pencegahan dan

pemberantasan

penyalahgunaan narkoba?

“Ya ada, bentuk koordinasinya berupa

pertemuan dan kerjasama, pelatihan juga

ada.”

Dimana tempat pelaksanaan

kegiatan pencegahan dan

atau pemberantasan

penyalahgunaan narkoba di

Provinsi Banten?

“Untuk pelatihan yang diselenggarakan Dinas

Kesehatan ya dilakukan disini, kami yang

mengundang pihak BNN.”

Bagaimana pelaksanaan

diseminasi informasi bahaya

narkoba yang dilakukan

Dinas Kesehatan Provinsi

Banten?

“Tugas dan fungsi Dinas Kesehatan adalah

memantau peredarannya. Kalau terkait

dengan penyalahgunaan narkoba,

menginformasikan bahaya narkoba ke

masyarakat tentunya ada, untuk bidang P2P

ini lebih ke pemberantasan penyakit termasuk

dengan jiwa sebenarnya.”

Treatment

(Pengobatan)

Apakah terdapat peran

Dinas Kesehatan dalam

pelaksanaan rehabilitasi

yang dilakukan BNN

Provinsi Banten?

“Untuk saat ini belum, karena kita belum

punya tempat rehab bagi pecandu narkoba di

wilayah Banten, yang ada adalah dukungan

terhadap pelaksanaan IPWL (Institusi

Penerima Wajib Lapor) bagi orang yang

tertangkap dan dia menderita HIV.”

Harm Reduction

(Pengurangan

Dampak Buruk)

Bagaimana bentuk kegiatan

sebagai upaya pengurangan

dampak buruk bagi

penyalahguna narkoba?

“Program itu diperuntukan bagi para pemakai

narkoba yang terindikasi terkena HIV. HIV

itu ada tiga macam, salah satu penyebabnya

adalah pada pengguna narkoba suntik. Sektor

kesehatan itu telah mengantisipasi dengan ada

dua metode ya, yang pertama itu dengan

Page 369: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

program PTRM (Program Terapi Rumatan Metadon) dan kemudian ada LAS (Layanan

Alat Suntik Steril).”

Page 370: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

MATRIKS KATEGORISASI DATA

Nama : Tri Sutrisno, SH

Jabatan : Kepala Seksi Tindak Pidana Umum Lainnya Kejaksaan Tinggi Banten

Catatan Lapangan : Wawancara dilakukan pada hari Rabu, 5 Juli 2017 pukul 11.40 WIB di

Kejaksaan Tinggi Banten

Dimensi Pertanyaan Jawaban

Prevention

(Pencegahan)

Apa saja hal atau program

kegiatan yang dilakukan

sebagai upaya pencegahan

penyalahgunaan narkoba di

Provinsi Banten?

“Kalau pencegahannya itu kan ada bidangnya

masing-masing, di kami kalau untuk

pencegahannya itu kerjasama dengan intel

memberikan penyuluhan kepada masyarakat,

kepada anak sekolah. Itu bidang

pencegahannya.”

Treatment

(Pengobatan)

Apa syarat seseorang dapat

menerima layanan

rehabilitasi?

“Syaratnya pertama kita lihat dari berkasnya

dulu, apakah dia pemakai atau bukan. Kalau

ada indikasi bahwa dia pemakai atau korban

maka bisa dilakukan asesmen, dan kita hanya

memandang dari sisi hukumnya saja. Nanti

ada lagi dari tim asesmen medis biasanya dari

kedokteran kepolisian (dokpol) sama dokter

umum, psikolog.”

Apa saja aspek yang

ditekankan pada saat

dilakukan asesmen sebagai

tolak ukur penentuan jenis

rehabilitasi dan jangka

waktu dalam proses

rehabilitasi?

“Kalau kami dari sisi hukum itu meneliti

apakah dia terlibat jaringan narkotika atau

tidak, apakah dia benar-benar penyalahguna

atau tidak. Disitulah yang kita teliti, apabila

dia terlibat jaringan narkotika maka timbul

kesimpulannya dan dia tidak layak

rehabilitasi. Kalau dia pemakai atau korban

penyalahgunaan narkotika kita akan

memberikan kesimpulan bahwa ini tidak

terlibat jaringan dan dia hanya pengguna

maka layak untuk dilakukan rehabilitasi.”

Berapa jangka waktu dalam

proses rehabilitasi di BNN

Provinsi Banten?

“Jadi di dalam asesmen itu kan ada pendapat

medis, disitu mereka akan menakar menilai

seberapa jauh ini orang ketergantungan

terhadap obat misal dia kategori ringan itu

kita rehabilitasinya 3 bulan, kalau kategori

sedang bisa 6 bulan, kalau kategorinya berat

sekali itu bisa sampai satu tahun.”

Page 371: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

Bagaimana ketersediaan sarana dan prasarana untuk

kegiatan rehabilitasi di

Provinsi Banten?

“Nah itu sih kendalanya, tapi lebih ke masukan ya mengenai rehabilitasi di Banten

ini sendiri belum ada perangkat untuk

rehabilitasi. Itu yang kita butuhkan seperti

balai rehabilitasi, karena selama ini di

lapangan itu rehabilitasinya dilakukan di LP

yang menurut saya masih kurang mengena

karena kan masih tercampur dengan pelaku

lainnya, sedangkan pengguna ini harus

dipisahkan tidak boleh dicampur. Kalau

rehabilitasi ya ditempatkan di tempat khusus

yang selama ini kita kirim ke LIDO

sedangakan LIDO kan jauh, harusnya untuk

sebesar Banten yang ada di pinggiran ibu

kota atau bisa dibilang penyangga ibu kota ya

harusnya sudah punya tempat rehabilitasi

sendiri. Itu yang seharusnya Pemerintah

Daerah memikirkan kesana.”

Pihak mana saja yang

terlibat dalam pelaksanaan

asesmen?

“Kita adalah tim asesmen hukum terdiri dari

jaksa, polisi dan dari BNN. Tiga unsur inilah

yang menggali para penyalahguna, apakah

dia benar-benar penyalahguna atau dia

pengedar terlibat jaringan narkotika dan ada

indikasi ketergantungan narkotika atau tidak.

Ada tiga hal yang kita gali.”

Law

Enforcement

(Penegakan

Hukum)

Bagaimana bentuk

koordinasi Kejaksaan

Tinggi Banten dengan

BNNP Banten dalam

pencegahan dan

pemberantasan

penyalahgunaan narkoba?

“Kita lebih fokus pada penegakan hukum

karena kita kan penegak hukum ya, dan lebih

fokusnya kepada pemberantasannya. Sesuai

dengan Undang-undang kita kan selaku jaksa

penuntut umum, koordinasi kita dengan BNN

itu dalam bidang penegakan hukum seperti

dalam penanganan perkara misalnya ada

perkara tindak pidana narkotika, penyidiknya

adalah BNN disitulah awal kita

berkoordinasi, BNNP selaku penyidik dan

kita selaku jaksa penuntut umum. Ada juga

dalam hal perkara ini penyalahguna adalah

pemakai atau korban, disitu kita ada

konsolidasi tersendiri diatur dalam Undang-

Undang ada mekanisme namanya asesmen.

Itulah yang menjadi sinergitas kita dengan

BNN.”

Apa dasar hukum kasus

penyalahgunaan narkoba?

“Dasar hukumnya Undang-Undang

Narkotika, itu Undang-Undang Nomor 35

Tahun 2009.”

Page 372: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

Apa sanksi hukum yang diberikan dalam kasus

penyalahgunaan narkoba?

“Tentu sesuai Undang-Undang dan pasal yang didakwakan, misalnya pasal 112

memiliki itu ada ancamannya minimal 4

tahun dan bisa sampai 15 tahun atau

hukuman mati.”

Bagai

mana proses penegakan

hukum dalam kasus

penyalahgunaan narkoba?

“Setelah P21 dan penyerahan barang bukti,

kami akan menyusun dakwaan sesuai apa

yang ada dalam berkas kepolisian, setelah

dakwaan sempurna lengkap dan jelas kita

limpahkan ke pengadilan. Disanalah kita

harus buktikan dakwaan kita, apa yang ada

dalam BAP dan kita dakwakan itu kita

buktikan di persidangan. Nanti kita hadirkan

terdakwa, saksi, barang bukti dan lima alat

bukti yaitu petunjuk surat dan keterangan

terdakwa itu sendiri. Kita berusaha

meyakinkan hakim bahwa si terdakwa benar

melakukan perbuatan pidana sesuai yang

didakwakan. Dari situ proses pembuktian dan

kemudian hakim membuat putusan sesuai

pasal yang kita dakwakan, bisa pasal 114,

112, 127 atau pasal yang lainnya.”

Page 373: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

MATRIKS KATEGORISASI DATA

Nama : Heri Purnomo, SH

Jabatan : Kepala Seksi Pembinaan dan Pendidikan Lembaga Pemasyarakatan

Serang

Catatan Lapangan : Wawancara dilakukan pada hari Kamis, 27 Juli 2017 pukul 10.30 WIB di

Lembaga Pemasyarakatan Serang

Dimensi Pertanyaan Jawaban

Prevention

(Pencegahan)

Bagaimana bentuk

koordinasi Lembaga

Pemasyarakatan (LAPAS)

Serang dengan BNN

Provinsi Banten dalam

pencegahan dan

pemberantasan

penyalahgunaan narkoba?

“Kami selalu ada koordinasi terkait

penggeledahan di dalam, ditemukan atau

engga barang terlarang ataupun alat

komunikasi yang mengarah ke penggunaan

ataupun peredaran gelap narkoba, BNN juga

mengadakan tes urine. Selain itu juga BNNP

Banten pernah melakukan rehabilitasi.”

Apa saja hal atau program

kegiatan yang dilakukan

sebagai upaya pencegahan

penyalahgunaan narkoba

khususnya di LAPAS

Serang ini?

“Kita kan lalu lintas itu adanya selalu di pintu

utama atau P2U (Pengamanan Pintu Utama).

Hal-hal yang dapat kita lakukan semaksimal

mungkin ada tadi alat pendetaksi metal, ada

alat yang kaya masuk gawang itu juga, cuma

untuk alat yang secara khusus sebagai

pendeteksi narkoba itu kita belum punya

karena itu harganya mahal bisa sampai 800

juta jadi belum tercover. Yang bisa kita

lakukan adalah ya kepentingan kita sajalah

kaya pengiriman barang, makanan selalu kita

teliti mungkin kalau roti ya kita potong-

potong dulu takutnya di dalamnya diselipkan

narkoba, nasi juga mohon maaf kita acak-

acak, terus sandal kita ganti dengan sandal

yang ada di kita, karena modus operandinya

itu kan banyak sekali. Makanya

penggeledahan-penggeledahan itu kita

intensifkan supaya meminimalisir tidak ada

penyelundupan ke dalam Lapas, itu pun

masih banyak juga cara-cara yang lain. Terus

mental pegawai juga tidak menutup

kemungkinan kan namanya manusia dengan

Page 374: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

iming-iming ini itu ya kita tidak memunafikan itu ada.”

Treatment

(Pengobatan)

Apa jenis pelayanan

rehabilitasi yang diberikan

BNN Provinsi Banten di

LAPAS Serang ini?

“Kalau rehab baru sekali, mungkin nanti akan

rutin ya setahun sekali pasti ada. Ada rehab

medisnya, psikologisnya dan rehab sosialnya

juga, ya macam-macam life skillnya juga ada.

Jadi ada beberapa komponen rehabnya itu.”

Bagaimana mekanisme

pelaksanaan rehabilitasi di

LAPAS Serang?

“Pelaksanaan disini BNN itu menunjuk

konselor, ia mempunyai tenaga ahli di bidang

konseling terus melibatkan juga tenaga dari

kita walaupun itu dibawah koordinasi dari

BNN. Dokter, perawat dan tenaga keamanan

yang sudah di training untuk menangani

warga binaan kasus penyalahgunaan narkoba

itu dilibatkan juga.”

Berapa jangka waktu

pelaksanaan rehabilitasi

yang dilakukan BNN

Provinsi Banten di LAPAS

Serang?

“Jangka waktunya untuk yang sudah kita

lakukan kemarin itu selama 3 bulan.”

Apakah terdapat juga

pelaksanaan kegiatan

pascarehabilitasi yang

dilakukan BNN Provinsi

Banten?

“Untuk disini yang waktu itu dilakuin ada

olahraga pagi sampai dengan memberikan

materi tentang wirausaha, terus tentang

keterampilan ada juga kaya buat kerajinan,

service ac, ya pokoknya bekal-bekal

keterampilan yang bermanfaat banyak lah

mba.”

Apakah terdapat kendala

dalam koordinasi dengan

BNN Provinsi Banten?

“Kalau kendala sih tidak ada, tapi lebih ke

hambatannya ya itu program rehabilitasinya

tidak berkesinambungan. Mereka mungkin

pas greget pas ada anggaran turun, segera

mungkin mereka mengasesmen kalau tidak

anggaran ya udah begini begini aja. Padahal

yang bagus kan berkesinambungan. Setelah

keluar juga harusnya ada evaluasi atau

pascarehabilitasi untuk dimonitor masih

memakai atau tidak, terus yang dikasih materi

itu bermanfaat atau tidak, terkait pola

hidupnya terus wirausahanya gimana apakah

mereka bisa mencari pekerjaan yang lain atau

masih kembali ke itu-itu saja bahkan

mungkin meningkat jadi pengedar.”

Law

Enforcement

(Penegakan

Hukum)

Apa sanksi yang diberikan

apabila terdapat warga

binaan yang terbukti

memiliki atau menggunakan

“Oh kalau seperti itu kan Lapas bukan pihak

yang berwenang menangani kasus peredaran

narkoba, jadi apabila terbukti disini ada

penyalahgunaan atau penyelundupan gitu kita

Page 375: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

narkoba? serahkan lagi ke pihak yang berwajib, ke polisi baik itu Polres Polda ataupun BNNP

untuk menindaklanjuti, dalam arti nanti akan

ada perkara baru untuk dia, akan di sidik lagi

disamping disini pasti akan mendapatkan

hukuman disiplin yaitu pencabutan hak-

haknya sebagai warga binaan seperti tidak

mendapatkan remisi selama satu tahun, tidak

mendapat hak untuk dapat pembebasan

bersyarat.”

Page 376: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

MATRIKS KATEGORISASI DATA

Nama : Taufik

Jabatan : Klien/Pasien Rehabilitasi BNN Provinsi Banten

Catatan Lapangan : Wawancara dilakukan pada hari Kamis 5 Oktober 2017 pukul 14.40 WIB

di Klinik Pratama BNN Provinsi Banten

Dimensi Pertanyaan Jawaban

Treatment

(Pengobatan)

Apa jenis pelayanan

rehabilitasi yang diberikan

BNN Provinsi Banten?

Rawat jalan. Setiap satu minggu itu wajib dua

kali kesini. Ya konseling, dikasih arahan,

ditanya perkembangannya, dikasih materi

juga makanya bawa buku gini nanti di tes

juga sama dokternya.

Bagaimana proses untuk

bisa mendapatkan akses

rehabilitasi di Klinik BNN

Provinsi Banten?

Kalau saya itu ketangkap Polres, jadi kalau

dari pihak Polres kesininya saya gak tau

gimana. Pokoknya waktu di Polres ya di BAP

terus ya saya kan cuma pemakai, ngakuin itu

aja pas di proses. Terus dari pihak keluarga

menanyakan ke polisi biar saya bisa di rehab

aja. Udah hampir satu bulan saya di polres,

dibawa kesini terus asesmen kaya di BAP

ulang gitu lah. Nunggu hasil akhirnya bisa

rehabilitasi, saya dibebasin tapi harus ngisi

dokumen gitu terus bikin surat pernyataan

dari saya dan surat jaminan dari keluarga.

Apa saja aspek yang

ditekankan pada saat

dilakukan asesmen sebagai

tolak ukur penentuan jenis

rehabilitasi dan jangka

waktu dalam proses

rehabilitasi?

Asesmen waktu itu sih ya diperiksa ditanya

tanya pemakaiannya, jenisnya, udah berapa

lama, dapet darimana. Pokoknya sama kaya

BAP tapi lebih banyak pertanyaannya karna

yang meriksa itu banyak bukan cuma polisi

sama dari BNN.

Harm Reduction

(Pengurangan

Dampak Buruk)

Apakah selama menjalani

rehabilitasi disini pernah

menerima layanan seperti

Program Terapi Rumatan

Metadon atau upaya

pemberian obat sintesis

untuk mengganti narkotika?

Ga pernah kalau disini mah cuma konseling

aja, ga dikasih obat apa-apa pokoknya harus

berhenti total aja karena di cek setiap

minggunya.

Page 377: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

MATRIKS KATEGORISASI DATA

Nama : Rohim

Jabatan : Kepala Seksi Pembinaan dan Pendidikan Lembaga Pemasyarakatan

Serang

Catatan Lapangan : Wawancara dilakukan pada hari Kamis, 12 Oktober 2017 pukul 10.15

WIB di Lembaga Pemasyarakatan Serang

Dimensi Pertanyaan Jawaban

Treatment

(Pengobatan)

Bagaimana proses

rehabilitasi yang pernah

diberikan BNN Provinsi

Banten beberapa waktu lalu

mas?

Jadi rehabnya itu pertama kaya konsultasi

sama dokter gitu dari BNN, ya sharing

tentang berapa lama pakainya, terus jenisnya

apa, kenapa bisa pakai narkoba. Terus

pertemuan berikutnya itu dikasih masukan,

materi juga ada, ya dapet banyak ilmu lah teh

dari situ. Dikasih arahan banyak terus kita

suruh bener-bener pahamin renungin gitu.

Setelah selesai proses

rehabilitasi itu, ada kegiatan

pembinaan keterampilan

gak?

Iya ada pelatihan untuk usaha, ada beberapa

pilihan gitu bisa pilih sesuai yang kita mau,

kalau saya waktu itu ikut service hp.

Lumayan lah teh buat nanti kalau keluar kan

bisa buat usaha saya.

Page 378: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

PRESIDENREPUBLIK INDONESIA

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 12 TAHUN 2OII

TENTANG

PELAKSANAAN KEBIJAKAN DAN STRATEGI NASIONAL PENCEGAHAN

DAN PEMBERANTASAN PENYALAHGUNAAN DAN PEREDARAN GELAP

NARKOBA TAHUN 2011 - 2015

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Untuk lebih memfokuskan pencapaian "Indonesia Negeri Bebas Narkoba", diperlukan

Kebijakan dan Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan

Peredaran Gelap Narkoba (Jakstranas P4GN) sebagai bentuk komitmen bersama seluruh

komponen masyarckat, bangsa, dan negara Indonesia, dengan ini menginstruksikan:

Kepada : l. Para Menteri Kabinet Indonesia Bersatu II;

2. Sekretaris Kabinet;

3. Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia;

4. Jaksa Agung;

5. Panglima Tentara Nasional Indonesia;

6, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal;

7 . Para Kepala Lembaga Pemerintah Non Kementerian;

8. Para Gubernur; dan

9. Para Bupati/Walikota;

Untuk:

PERTAMA : Mengambil langkah-langkah yang diperlukan sesuai tugas, fungsi, dan

kewenangan masing-masing, dalam rangka pelaksanaan Jakstranas

P4GN Tahun 20lI - 2015, yang meliputi bidang:

1. Pencegahan ...

Page 379: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

PRESIDENR E P U B L I K I N D O N E S I A

-2

t .

2 .

3 .

4 .

Pencegahan;

Pemberd ay aan Masyarakat;

Rehabilitasi; dan

Pemberantasan.

Dalam rangka pelaksanaan Jakstranas P4GN Tahun z}Ll - z}Is

sebagaimana dimaksud dalam Diktum PERTAMA:

l. Bidang Pencegahan, lnemfokuskan pada:

a, Upaya menjadikan siswa/pelajar pendidikan menengah dan

mahasiswa rnemiliki pola pikir, sikap, dan terampil menolak

penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba;

b. upaya menjadikan para pekerja memiliki pola pikir, sikap, dan

terampil menolak penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba.

2. Bidang Pemberdayaan Masyarakat, memfokuskan pada:

a. Upaya menciptakan lingkungan pendidikan menengah dan

kampus bebas dari penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba

terutama ganja, shabu, ekstasi, dan heroin;

b. Upaya menciptakan lingkungan kerja bebas dari penyalahgunaan

dan peredaran gelap narkoba terutama ganja, shabu, ekstasi, dan

heroin;

c. Upaya penyadaran dengan pemberdayaan masyarakat di daerah-

daeratr yang secara sosiologis dan ekonomis melakukan

, penanaman ganja.

3. Bidang Rehabilitasi, memfokuskan pada:

a. Upaya mengintensifkan Wajib Lapor Pecandu Narkotika;

KEDUA

b. Upaya .. .

Page 380: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

P R E S I D E NR E P U B L I K I N D O N E S I A

-3

b. Upaya memberikan pelayanan rehabilitasi medis dan rehabilitasi

sosial kepada penyalahguna, korban penyalahgunaan, dan pecandu

narkoba;

c. Upaya pembangunan kapasitas lembaga rehabilitasi medis dan

rehabilitasi sosial secara prioritas berdasarkan kerawanan daerah

penyalahgunaan narkoba;

d. Upaya pembinaan lanjut kepada mantan penyalahguna, korban

penyalahgunaan, dan pecandu narkoba.

4. Bidang Pemberantasan, memfokuskan pada:

a. Upaya pengawasan ketat terhadap impor, produksi, distribusi,

penggunaan (end user), ekspor, dan re-ekspor bahan kimia

prekusor dan penegakan hukum terhadap jaringan tersangka yang

melakukan p enyimpangan ;

b. Upaya pengungkapan pabrikan gelap narkoba dan/atau

laboratorium rumahan dan jaringan sindikat yang terlibat;

c. Upaya pengungkapan tindak pidana pencucian uang yang

berkaitan dengan tindak pidana narkotika secara tegas dan keras

sesuai peraturan perundang-undangan ;

d. Upaya penyelidikan dan penyidikan, penuntutan, dan peradilan

jaringan sindikat narkoba baik dalam maupun luar negeri secara

sinergi;

e. Upaya penindakan yang tegas dan keras terhadap aparat penegak

hukum dan aparat pemerintah lainnya yang terlibat jaringan

sindikat narkoba;

f. Upaya peningkatan kerja sama antar penegak hukum untuk

menghindari kesenj angan di lapangan;

g. Upaya .. .

Page 381: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

PR,ESIDENREPUBLIK INDONESIA

-4

g. Upaya kerja sama dengan aparat penegak hukum tingkat

internasional.

Para Menteri dan Kepala Lembaga bertindak sebagai penanggung jawab

di lingkungan keda masing-masing terhadap pencapaian target sesuai

Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan

dan Peredaran Gelap Narkoba Tahun 20lI 2015 sebagaimana

tercantum dalam Lampiran Instruksi Presiden ini.

KETIGA

KEEMPAT

KELIMA

KEENAM

Para Gubernur:

1. Dalam waktu 3 (tiga) bulan, menyusun dan

Aksi Tahun 20Il - 2015 di tingkat Provinsi

dalam Diktum KEDUA;

2. Melaporkan secara berkala kepada Presiden

Narkotika Nasional.

melaksanakan Rencana

sebagaimana dimaksud

melalui Kepala Badan

Para Bupati/Walikota:

l. Dalam waktu 3 (tiga) bulan, menyusun dan melaksanakan Rencana

Aksi Tahun 20lI - 2015 di tingkat Kabupaten/I(ota sebagaimana

dimaksud dalam Diktum KEDUA;

2. Melaporkan secara berkala kepada Presiden melalui Kepala Badan

Narkotika Nasional.

Kepala Badan Narkotika Nasional melakukan pemantauan dan

pengendalian terhadap pelaksanaan Jakstranas P4GN Tatrun 20lt - 2015

dan qnengkompilasi laporan untuk disampaikan kepada Presiden.

Melaksanakan Instruksi Presiden ini dengan sungguh-sungguh dan penuh

tanggung jawab.

KETUJUH

Instruksi " ..

Page 382: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

REPUBLIK INDONESIA

-5

Instruksi Presiden ini mulai berlaku pada tanggal dikeluarkan.

Dikeluarkan di Jakarta

pada tanggal 27 Juni 20ll

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

nd.

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Salinan sesuai dengan aslinya

SEKRETARIAT KABINET zu

Deputi Bidang Politik, Hukum,

Page 383: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

DOKUMENTASI

Lokasi Penelitian : Badan Narkotika Nasional Provinsi Banten

Klinik Pratama BNN Provinsi Banten

Page 384: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

Kondisi Sel Tahanan di BNN Provinsi Banten

Tempat Pelaksanaan Asesmen dan Penerimaan Laporan

Page 385: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

Kegiatan Pemusnahan Barang Sitaan Narkotika di BNN Provinsi Banten

Struktur Organisasi BNN Provinsi Banten

Page 386: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

Pelaksanaan Konseling di Klinik Pratama BNN Provinsi Banten

Page 387: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

Narasumber : Agus Mulyana, SE

Jabatan : Kepala Bidang Rehabilitasi BNN Provinsi Banten

Narasumber : dr. Ade Nurhilal Desrinah

Jabatan : Dokter Seksi Penguat Lembaga Rehabilitasi BNN Provinsi Banten

Page 388: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

Narasumber : Tri Nurtopo, S.E

Jabatan : Kepala Bagian Umum dan Kepegawaian BNN Provinsi Banten

Narasumber : Kompol. Kosasih SH, MH dan BRIPKA Gunawan

Jabatan : Kepala Sub Bagian dan Pelaksana Pembinaan dan Operasional

Direktorat Reserse Narkoba Polda Banten

Page 389: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

Narasumber : Tri Sutrisno, SH

Jabatan : Kepala Seksi Tindak Pidana Umum Lainnya Kejaksaan

Tinggi Banten

Narasumber : Heri Purnomo, SH

Jabatan : Kepala Seksi Pembinaan dan Pendidikan Lembaga

Pemasyarakatan Serang

Page 390: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

Narasumber : Moh. Arif Mulyawan. R

Jabatan : Mitra/Konsultan BNN Provinsi Banten

Page 391: STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI …repository.fisip-untirta.ac.id/987/1/STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL...melaksanakan upaya penegakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

DATA PRIBADI

Nama : Diah Utami Ningsih

Alamat : Perum BCK Blok B.03A No. 01

RT/RW 001/011, Kec.Cibeber, Cilegon-Banten

Tempat,Tanggal Lahir: Serang, 24 Mei 1995

Jenis Kelamin : Perempuan

Status : Belum Menikah

Agama : Islam

Kewarganegaraan : Indonesia

Phone : 081299397101/081906358628

E-mail : [email protected]

IDENTITAS ORANG TUA

Nama Ayah : Dendi Suhendi

Nama Ibu : Lina Yanuarti

Pekerjaan Ayah : Wiraswasta

Pekerjaan Ibu : Ibu Rumah Tangga

RIWAYAT PENDIDIKAN

(2001 - 2007) SD Negeri Blok C Cilegon

(2007 - 2010) SMP Negeri 2 Cilegon

(2010 - 2013) SMA Negeri 1 Cilegon

(2013 - 2017) Universitas Sultan Ageng Tirtayasa