stilistetika tahun iii volume 5, nopember 2014

123
STILISTETIKA JURNAL PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI Penanggung Jawab Dekan FPBS IKIP PGRI Bali Redaksi : Ketua : Dr. Nengah Arnawa, M.Hum. (IKIP PGRI Bali) Sekretaris : Drs. Nyoman Astawan, M.Hum. (IKIP PGRI Bali) Bendahara : Dra. Ni Made Suarni, M.Si. (IKIP PGRI Bali) Anggota : 1. Prof. Dr. Sumarsono, M.Ed. (Unikama) 2. Prof. Dr. Nyoman Suarka, M.Hum. (Unud) 3. Prof. Dr. Oktavianus, M.Hum. (Unand) 4. Prof. Dr. I Nengah Suandi, M.Hum. (Undiksha) 5. I Made Sujana, S.Sn., M.Si. (IKIP PGRI Bali) 6. Gusti Ayu Puspawati, S.Pd., M.Si.(IKIP PGRI Bali) 7. Dr. Anak Agung Gde Alit Geria, M.Si.(IKIP PGRI Bali) Penyunting Bahasa Indonesia: Drs. I Nyoman Suarsa, M.Pd. Ida Ayu Agung Ekasriadi, S.Pd., M.Hum. Penyunting Bahasa Inggris: Ni Luh Gede Liswahyuningsih, S.S., M.Hum. Komang Gede Purnawan, S.S. Sirkulasi: I Nyoman Sadwika, S.Pd., M.Hum. Putu Agus Permanamiarta, S.S. Administrasi : Luh De Liska, S.Pd., M.Pd. Ni Luh Purnama Dewi Ermawan Setyaningsih Gusti Ngurah Okta Diana Putra Alamat : FPBS IKIP PGRI BALI Jalan Akasia, Sumerta, Denpasar Timur E-mail : [email protected]

Upload: ikippgribali2

Post on 02-Feb-2016

55 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Stilistetika Tahun III Volume 5, Nopember 2014

TRANSCRIPT

Page 1: Stilistetika Tahun III Volume 5, Nopember 2014

STILISTETIKA JURNAL PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

Penanggung Jawab

Dekan FPBS IKIP PGRI Bali

Redaksi :

Ketua : Dr. Nengah Arnawa, M.Hum. (IKIP PGRI Bali)

Sekretaris : Drs. Nyoman Astawan, M.Hum. (IKIP PGRI Bali)

Bendahara : Dra. Ni Made Suarni, M.Si. (IKIP PGRI Bali)

Anggota : 1. Prof. Dr. Sumarsono, M.Ed. (Unikama)

2. Prof. Dr. Nyoman Suarka, M.Hum. (Unud)

3. Prof. Dr. Oktavianus, M.Hum. (Unand)

4. Prof. Dr. I Nengah Suandi, M.Hum. (Undiksha)

5. I Made Sujana, S.Sn., M.Si. (IKIP PGRI Bali)

6. Gusti Ayu Puspawati, S.Pd., M.Si.(IKIP PGRI Bali)

7. Dr. Anak Agung Gde Alit Geria, M.Si.(IKIP PGRI Bali)

Penyunting Bahasa Indonesia:

Drs. I Nyoman Suarsa, M.Pd.

Ida Ayu Agung Ekasriadi, S.Pd., M.Hum.

Penyunting Bahasa Inggris:

Ni Luh Gede Liswahyuningsih, S.S., M.Hum.

Komang Gede Purnawan, S.S.

Sirkulasi:

I Nyoman Sadwika, S.Pd., M.Hum.

Putu Agus Permanamiarta, S.S.

Administrasi :

Luh De Liska, S.Pd., M.Pd.

Ni Luh Purnama Dewi

Ermawan Setyaningsih

Gusti Ngurah Okta Diana Putra

Alamat : FPBS IKIP PGRI BALI

Jalan Akasia, Sumerta, Denpasar Timur

E-mail : [email protected]

Page 2: Stilistetika Tahun III Volume 5, Nopember 2014

Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2015

ISSN 2089-8460

1

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW

UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MENULIS AKSARA BALI

DENGAN MENGGUNAKAN PANGANGGE TENGENAN SISWA

KELAS VIII.2 SMP NEGERI 1 KUTA SELATAN

TAHUN PELAJARAN 2011/2012

Oleh

Ni Wayan Sariani, S.Pd., M.Hum.

NIP 19690420 200312 2 007

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas penerapan model

pembelajaran kooperatif tipe jigsaw untuk meningkatkan hasil belajar siswa

dalam mentransliterasi aksara Latin ke aksara Bali. Penelitian ini merupakan

penelitian tindakan kelas jenis partisipan (Sulipan, 2007:5). Dalam penelitian

tindakan kelas ini, dilaksanakan dalam dua siklus yang terdiri dari perencanaan,

pelaksanaan, pengamatan/observasi, refleksi. Subjek penelitiannya adalah siswa

kelas VIII.2 SMP Negeri 1 Kuta Selatan yang berjumlah 42 orang, terdiri dari 23

orang siswa putri dan 19 orang siswa putra.

Dari hasil analisis pada siklus I tingkat ketuntasan belajar siswa dalam

mentransliterasi Aksara Latin ke aksara Bali sebesar 57,14% dan siklus II hasil

ketuntasan belajar siswa dalam mentransliterasi wacana Latin ke wacana aksara

Bali sebesar 100%. Berdasarkan hasil analisis data maka dapat disimpulkan

bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dapat meningkatkan

hasil belajar menulis Aksara Bali dengan menggunakan pangangge tengenan

siswa kelas VIII.2 SMP Negeri 1 Kuta Selatan, tahun pelajaran 2011/2012.

Abstract

This study aims at determining the effectiveness of the application of jigsaw cooperative learning model to improve student learning achievement in

transliterated Latin script to Balinese script. This research is a type of class action

participants (Sulipan, 2007: 5). In this classroom action research, conducted in two

cycles consisting of planning, implementation, monitoring / observation, reflection.

The subject of research is the student of grade VIII.2 state secondary school

number 1 south of Kuta, amounting to 42 people, consisting of 23 girl and 19 boys. From the analysis of the first cycle, mastery learning students in transliterated

Latin script to Balinese script by 57.14% and in the second cycle of mastery learning

outcomes of students in transliterated Latin discourse to discourse lettered Bali at 100%.

Based on the analysis of data, it can be concluded that the application of jigsaw

cooperative learning model can improve learning outcomes Balinese letter using

pangangge tengenan for the student of grade VIII.2 state secondary school number

1 south of Kuta, academic year 2011/2012.

Page 3: Stilistetika Tahun III Volume 5, Nopember 2014

Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2015

ISSN 2089-8460

2

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Seorang guru yang profesinal adalah guru yang mampu menyajikan materi

pelajaran secara optimal dan mampu mencapai tujuan pembelajaran tersebut.

Untuk bisa mencapai hal tersebut maka seorang guru hendaknya menjalankan

kewajibannya berdasarkan kompetensi profesional sesuai Permendiknas no 16

tahun 2007. Dalam mengelola pembelajaran seorang guru hendaknya selalu

membuat perencanaan pembelajaran, mengubah paradigma dari learning ke

teaching, serta menempatkan peserta didik sebagai pebelajar. Kewajiban sebagai

pendidik tidak hanya melakukan transfer of knowlegde tetapi juga dapat

mengubah perilaku, memberikan dorongan yang positif sehingga siswa

termotivasi untuk belajar dan siswa merasa bahwa belajar tersebut merupakan

kegiatan yang menyenangkan dan suatu kebutuhan.

Sehubungan dengan hal tersebut mestinya dapat dilakukan pada semua

mata pelajaran, salah satunya adalah pelajaran bahasa Bali. Pembelajaran bahasa

Bali merupakan salah satu bagian dari muatan lokal dalam struktur kurikulum

sesuai dengan Permendiknas no 22 tahun 2006. Pengajaran bahasa Bali bertujuan

untuk membina anak didik agar memiliki pengetahuan tentang bahasa, aksara,

sastra dan budaya Bali, serta memiliki keterampilan berbahasa daerah Bali

(menyimak, berbicara, membaca, dan menulis). Menulis aksara Bali merupakan

salah satu bagian dari empat keterampilan yang harus dimiliki oleh peserta didik

dalam pembelajaran bahasa Bali. Dalam pembelajaran menulis aksara Bali ada

aturan-aturan atau pasang aksara yang harus diperhatikan yaitu aksara wreastra,

sandang suara, pangangge arda suara, dan pengangge tengenan. Aksara

wreastra adalah aksara Bali yang digunakan untuk menulis bahasa Bali lumrah

atau kepara (umum), sedangkan sandang suara adalah penunjukkan bunyi-bunyi

vokal yang disertai fonem-fonem konsonan, pangangge arda suara adalah

konsonan setengah suara, sedangkan pengangge tengenan adalah konsonan atau

wianjana yang terletak pada akhir dari sebuah kata yang belum mendapat vokal.

(Mendra dkk, 2004:5). Dalam penelitian ini akan ditekankan pada penggunaan

pengangge tengenan yang menurut peneliti adalah konsonan atau wianjana yang

terletak pada akhir dari sebuah suku kata, kata ataupun pada akhir kalimat.

1

Page 4: Stilistetika Tahun III Volume 5, Nopember 2014

Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2015

ISSN 2089-8460

3

Keterampilan mengalihaksarakan teks beraksara Latin ke Aksara Bali

dengan menggunakan pengangge tengenan pada mata pelajaran bahasa Bali

dirasakan masih sulit bagi siswa. Kesulitan tersebut akan semakin dirasakan

apabila motivasi siswa untuk mempelajari bahasa dan aksara Bali sangat rendah.

Hal ini juga dialami siswa kelas VIII2 SMP Negeri 1 Kuta Selatan. Motivasi

siswa untuk belajar bahasa Bali masih rendah, hal ini ditandai dengan rendahnya

disiplin siswa dalam mengerjakan pekerjaan rumah dan rendahnya prestasi siswa

dalam pembelajaran, khususnya dalam materi menulis aksara Bali masih rendah

pada refleksi awal.

Berdasarkan observasi awal di SMP Negeri 1 Kuta Selatan, hasil belajar

mengalihaksarakan Teks Beraksara Latin ke Aksara Bali masih rendah, dan

khususnya yang menggunakan pangangge tengenan masih sangat rendah yaitu

sebesar 42,85 sedangkan KKM ketuntasan belajar yang ditetapkan adalah 85 (ada

dalam lampiran).

Berdasarkan uraian di atas, hal yang perlu diperbaiki adalah model

pembelajaran. Inovasi dalam model pembelajaran akan mengurangi kebosanan

siswa terhadap situasi pembelajara yang bersifat monoton. Salah satu cara untuk

mengatasi permasalahan tersebut dengan penerapan model pembelajaran

Kooperatif Tipe Jigsaw dengan judul “Penerapan Model Pembelajaran

Kooperatif Tipe Jigsaw Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Menulis Aksara Bali

dengan Menggunakan Pengangge Tengenan Pada Siswa Kelas VIII2 SMP N 1

Kuta Selatan”tahun pelajaran 2011/2012.

Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka dapat dibuat rumusan

masalah sebagai berikut : Apakah model pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw

dapat meningkatkan hasil belajar menulis aksara Bali dengan menggunakan

pengangge tengenan pada siswa kelas VIII2 SMP Negeri 1 Kuta Selatan tahun

pelajaran 2011/2012

2. Tujuan Penelitian

Penelitian ini memiliki tujuan yaitu untuk meningkatkan hasil belajar

menulis aksara Bali dengan menggunakan pengangge tengenan pada siswa kelas

VIII2 SMP Negeri 1 Kuta Selatan tahun pelajaran 2011/2012.

Page 5: Stilistetika Tahun III Volume 5, Nopember 2014

Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2015

ISSN 2089-8460

4

3. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini sebagai berikut:

a. Bagi siswa

Siswa dapat berprestasi dan meningkatkan hasil belajar serta berinteraksi

secara aktif dalam proses pembelajaran baik antara siswa dengan siswa

maupun siswa dengan guru.

b. Bagi guru

Bagi kalangan pendidik penelitian ini nantinya diharapkan dapat dijadikan

pedoman dalam merancang suatu model pembelajaran dalam memajukan

pembelajaran Bahasa Bali.

c. Bagi sekolah

Dapat dijadikan masukan dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan

melalui penerapan model pembelajaran kooperatif berbantuan lainnya.

2. METODE PENELITIAN

2.1 Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw

Menurut Indrawati (2009 : 82), adapun tahap dalam melaksanakan

pembelajaran kooperatif tipe jigsaw sebagai berikut :

Tahap pertama yaitu Base Group atau kelompok dasar. Siswa

dikelompokkan menjadi kelompok dasar/awal. Setiap anggota kelompok

diberikan materi/ topik yang berbeda untuk mereka pelajari. Adapun gambaran

dari pembentukkan kelompok dasar/awal sebagai berikut :

Gambar 1 Pembentukkan kelompok asal

B4

1

B2

1

B1

1

B3

1

C1

1

C3

1

C4

1

C2

1

D4 D2

1

D1

1

D3

A1

1

A3

1

A4

1

A2

1

Page 6: Stilistetika Tahun III Volume 5, Nopember 2014

Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2015

ISSN 2089-8460

5

Pada gambar 1 ditunjukkan pembentukkan kelompok-kelompok kecil

yang dibentuk secara heterogen yang disebut dengan kelompok dasar/asal.

Adapun kelompok asal pada gambar 1 yaitu kelompok A,B,C,D. Nantinya setiap

anggota kelompok asal diberikan materi yang berbeda dan bertemu dengan materi

yang sama dalam kelompok ahli untuk membahas materi yang di dapatkan,

adapun materi yang berbeda pada kelompok asal ditunjukan oleh gambar 1 yaitu

materi 1,2,3, dan 4.

Selajutnya tahap kedua yaitu Expert Group atau kelompok ahli. Siswa

yang mendapat topik yang sama berdiskusi dalam kelompok ahli. Adapun

gambaran dari pembentukkan diskusi kelompok ahli sebagai berikut

Pada gambar .2 peserta didik atau perwakilan dari kelompok asal. Masing-

masing bertemu dengan anggota-anggota dari kelompok lain dengan materi

yang sama pada kelompok ahli. Pembentukan Kelompok ahli pada gambar 2

yaitu, A1,B1,C1,D1, kemudian A2,B2,C2,D2, dan seterusnya. Selajutnya materi

tersebut didiskusikan dengan mempelajari serta memahami setiap masalah yang di

jumpai sehingga masing-masing perwakilan tersebut dapat memahami dan

menguasai materi tersebut dengan waktu yang disediakan.

B1

1

B3

1

B4

1

B2

1

C1

1

C3

1

C4

1

C2

1

D1 D3

1

D4

1

D2

A1

1

A3

1

A4

1

A2

1

A1,B1,C1,D1

A2,B2,C2,D2

A4,B4,C4,D4

A3,B3,C3,D3

Gambar 2 Kelompok asal berdiskusi di kelompok ahli

Page 7: Stilistetika Tahun III Volume 5, Nopember 2014

Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2015

ISSN 2089-8460

6

Gambar 3 Kelompok ahli kembali ke kelompok asal

Setelah pembahasan selesai di kelompok ahli dengan waktu yang

disediakan selanjutnya dilajutkan dengan tahap ketiga yaitu siswa kembali ke

kelompok dasar/asal. Pada tahap ketiga dapat digambarkan sebagai berikut :

Pada gambar 3 setelah masing-masing perwakilan kelompok yang berada

pada kelompok ahli selesai membahas topik dengan waktu yang disediakan,

mereka kembali ke kelompok masing-masing atau kelompok dasar.

Pada tahap keempat setelah masing-masing anggota kelompok

menjelaskan di kelompok asal tentang materi yang di bahas pada kelompok ahli,

siswa di evaluasi dengan tes/kuis oleh guru, hal tersebut dilakukan untuk

mengetahui pemahaman materi oleh peserta didik.

B1

1

B3

1

B4

1

B2

1

C1

1

C3

1

C4

1

C2

1

D1 D3

1

D4

1

D2

A1

1

A3

1

A4

1

A2

1

A1,B1,C1,D1

A2,B2,C2,D2

A4,B4,C4,D4

A3,B3,C3,D3

Page 8: Stilistetika Tahun III Volume 5, Nopember 2014

Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2015

ISSN 2089-8460

7

2.2 Prosedur Penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan rancangan menurut Sulipan yaitu

perencanaan, pelaksanaan, pengamatan/ observasi dan refleksi seperti gambar

berikut:

SIKLUS I Perencanaan

Refleksi

Pengamatan

Pelaksanaan

SIKLUS II Perencanaan

Refleksi

Pengamatan

Pelaksanaan

SIKLUS SELANJUTNYA

Gambar 4 model rancangan penelitian tindakan kelas

Sulipan (2007 : 9)

Page 9: Stilistetika Tahun III Volume 5, Nopember 2014

Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2015

ISSN 2089-8460

8

2.3 Teknik Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian menggunakan metode

observasi. Metode observasi adalah suatu cara untuk mencari data dengan

melakukan pengamatan terhadap anak dalam pembelajaran menulis aksara Latin

ke aksara Bali dengan menggunakan pangangge tengenan.

2.4 Teknik Analisis Data

Dalam menganalisis data pada penelitian ini penulis menggunakan

analisis deskriptif kwalitatif sebagai berikut :

a. Tingkat ketuntasan belajar siswa (ketuntasan Individu) menggunakan

rumus sebagai berikut :

Keterangan

NA = Nilai akhir

SHO = Skor Hasil Observasi

SMI = Sekor Maksimal Ideal (100 dalam asesmen)

NI = Nilai Ideal Dalam Sekala (Trianto, 2009:214)

b. Dalam mencari Tingkat ketuntasan panguasaan materi klasikal

menggunakan rumus:

Keterangan :

KB = Ketuntasan Belajar

Untuk menentukan ketuntasan belajar siswa maka dilakukan penskoran dan

penentuan ketuntasan, dengan mengacu pada kreteria ketuntasan minimal (KKM)

sebesar 77. Dalam penelitian ini ketuntasan belajar ditentukan berdasarkan

penguasaan materi secara klasikal dengan kreteria sebesar 85%.

SHO

SMI

x NI NA =

KB = Jumlah tuntas

Jumlah siswa keseluruhan x 100%

Page 10: Stilistetika Tahun III Volume 5, Nopember 2014

Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2015

ISSN 2089-8460

9

3. PEMBAHASAN

Setelah evaluasi siklus I dilaksanakan, peneliti menganalisis pelaksanaan

tindakan dan mendiskusikan kekurangan-kekurangan pada siklus I. Berdasarkan

hasil analisis data siklus I, terlihat bahwa siswa yang memperoleh nilai tuntas

sebanyak 24 0rang yaitu sebanyak 57,14 %, dengan demikian tingkat ketuntasan

penguasaan materi secara klasikal sebesar 57,14%, dari hasil tersebut bahwa

tingkat ketuntasan penguasaan materi secara klasikal belum mencapai target yaitu

85%.

Berdasarkan analisis tersebut, peneliti mengkaji kekurangan-kekurangan

yang dialami pada pelaksanaan siklus I, yaitu :

a. Siswa masih merasa kebingungan saat pertemuan pertama karena

siswa menyatakan bahwa baru pertama kali mendapat pembelajaran

kelompok kooperatif model jigsaw.

b. Masih banyak siswa yang kurang antusias dan kurang bersungguh-

sungguh dalam mempelajari materi yang diberikan yaitu menulis

aksara Bali penekanan pada aksara ardasuara.

c. Ada beberapa siswa yang belum mampu berperan aktif saat

pembahasan di kelompok ahli.

d. Siswa masih ragu-ragu ke depan kelas untuk menulis kalimat dengan

huruf Latin ke aksara Bali yang diberikan guru.

Berdasarkan hasil refleksi di atas, maka pada siklus II diberikan tindakan

dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dengan lebih

menekankan pada hambatan-hambatan atau kekurangan-kekurangan yang

ditemukan pada siklus I, sehingga permasalahan yang dihadapi pada siklus I dapat

dipecahkan pada siklus II.

Tindakan yang dilakukan pada siklus II merupakan hasil refleksi dari siklus

I yang mana dalam tindakan pada siklus I adanya kekurangan-kekurangan yang

dialami oleh siswa telah mendapat perbaikan pada siklus II. Berdasarkan hasil

evaluasi pada siklus II, terlihat bahwa siswa yang memperoleh nilai tuntas

sebanyak 42 0rang. Hasil evaluasi tingkat ketuntasan penguasaan materi secara

klasikal sebesar 100%, dari hasil tersebut bahwa tingkat ketuntasan penguasaan

Page 11: Stilistetika Tahun III Volume 5, Nopember 2014

Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2015

ISSN 2089-8460

10

materi secara klasikal telah mencapai target 85%, maka penelitian ini akan

dihentikan.

Setelah melaksanakan evaluasi pada pembelajaran siklus I, peneliti

mengkaji hambatan-hambatan yang ditemukan dalam proses pembelajaran siklus

I, dari hambatan-hambatan tersebut maka peneliti melaksanakan pembelajaran

siklus II.

Dalam proses pembelajaran siklus II diterapkan kembali model

pembelajaran kooperatif tipe jigsaw. Dalam penerapannya siswa dibagi menjadi 4

kelompok dasar yang terdiri dari 4-5 orang siswa secara hetrogen, kemudian pada

kelompok dasar siswa dibagikan materi yang berbeda, dan nantinya siswa yang

mendapat materi yang sama diperintahkan berkumpul untuk membahas materi

tersebut (sebagai kelompok ahli), setelah pembahasan pada kelompok ahli selesai

masing-masing siswa yang berada pada kelompok ahli kembali ke kelompok

dasar untuk berdiskusi bergiliran tentang pembahasan materi yang mereka

dapatkan pada kelompok ahli.

Untuk memperbaiki hambatan-hambatan pada proses pembelajaran siklus I,

maka dalam proses pembelajaran siklus II diberikan tindakan-tindakan atau

perbaikan sebagai berikut : (1) Guru menjelaskan kekurangan yang ditemukan

pada saat pembelajaran menulis Teks Beraksara Latin ke Aksara Bali berdasarkan

hasil evaluasi dari siklus I. (2) Guru melakukan pendekatan untuk memotivasi

siswa agar minat siswa dalam mempelajari menulis aksara Bali lebih tinggi. (3)

Guru memberikan penguatan kembali tentang materi pembelajaran yang telah

diberikan. (4) Guru menugaskan siswa agar lebih aktif dan cermat dalam

mempelajari materi pada kelompok ahli.

Setelah dilaksanakan proses pembelajaran siklus II yang menekankan pada

perbaikan hambatan-hambatan yang ditemukan pada proses pembelajaran siklus I,

maka diperoleh analisis data sebagai berikut : dari hasil analisis data dalam

proses pembelajaran siklus II siswa yang memperoleh nilai tuntas sebanyak 42

orang yaitu 100% dengan demikian sesuai dengan data di atas maka tingkat

ketuntasan secara klasikal dalam menulis Teks Beraksara Latin ke Aksara Bali

pada siklus II telah mencapai target ketuntasan.

Page 12: Stilistetika Tahun III Volume 5, Nopember 2014

Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2015

ISSN 2089-8460

11

SIMPULAN DAN SARAN

1. Simpulan

Berdasarkan hasil analisis penelitian pada bab pembahasan, maka dapat

disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dapat

meningkatkan kemampuan menulis Teks Beraksara Latin ke Aksara Bali pada

siswa kelas VIII2 SMP N 1 Kuta Selatan tahun pelajaran 2011/2012. Hal ini dapat

dibuktikan dari hasil analisis data sebagai berikut :

1. Dalam analisis siklus I siswa yang mampu mencapai nilai sesuai Kriteria

Ketuntasan Minimal (KKM) hanya sebanyak 24 orang, terkait dengan

kreteria ketuntasan minimal belajar siswa secara klasikal pada siklus I

sebesar 57,14%, jadi pada penelitian siklus I dikatakan belum mencapai

tingkat ketuntasan, karena kreteria ketuntasan minimal (KKM) yang sesuai

dengan ketuntasan indikator yang ada pada SMP N 1 Kuta Selatan dalam

menulis Teks Beraksara Latin ke Aksara Bali dengan tingkat ketuntasan

sebesar 77 dan ketuntasan belajar secara klasikal 85%, maka dari hasil

analisis siklus I perlu dilaksanakan proses pembelajaran siklus II dengan

menekankan pada perbaikan dan hambatan-hambatan yang ditemukan pada

siklus I.

2. Setelah dilaksanakan proses pembelajaran siklus II diperoleh analisis data

sebagai brikut : dalam analisis data pada proses pembelajaran siklus II

persentase ketuntasan nilai siswa yang mencapai tuntas dalam KKM adalah

sebanyak 42 orang atau sebesar 100%. Berdasarkan analisis data siklus II

pembelajaran dikatakan tuntas kerena telah mencapai kriteria ketuntasan

minimal (KKM) yang sesuai dengan ketuntasan indikator yang ada pada

SMP N 1 Kuta dalam menulis Teks Beraksara Latin ke Aksara Bali dengan

tingkat ketuntasan sebesar 77 dan ketuntasan belajar 85% secara klasikal.

3. Dari hasil analisis data siklus I dan siklus II mengalami peningkatan

persentase kreteria ketuntasan minimal belajar siswa secara klasikal pada

materi menulis Teks Beraksara Latin ke Aksara Bali sebesar 42,86%. Jadi

dalam penelitian ini yang nantinya dapat dijadikan rekomendasi adalah

tingkat ketuntasan belajar siswa dalam menulis Teks Beraksara Latin ke

Page 13: Stilistetika Tahun III Volume 5, Nopember 2014

Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2015

ISSN 2089-8460

12

Aksara Bali pada siswa kelas VIII2 SMP N 1 Kuta Selatan tahun pelajaran

2011/2012.

2. Saran

Dari simpulan di atas dapat diajukan saran-saran sebagai berikut :

1. Penulis menyarankan pada guru bahasa Bali dalam meningkatkan

hasil belajar menulis Teks Beraksara Latin ke Aksara Bali pada

siswa kelas VIII SMP agar merencanakan program pembelajaran

dengan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, sehingga dapat

meningkatkan ketuntasan belajar siswa serta meningkatkan

profesional guru bidang studi.

2. Penulis menyarankan pada guru-guru khususnya guru pendidikan

bahasa Bali agar lebih banyak mendalami model pembelajaran agar

pembelajaran lebih menarik dan mampu meningkatkan mutu dan

hasil belajar siswa

DAFTAR RUJUKAN

Arikunto, Suharsimi. Suharjono dan Supardi. 2009. Penelitian Tindakan Kelas.

Jakarta : PT Bumi Aksara.

Arinuko, Suharsimi.2002. Prosedur Penelitian. Jakarta : PT Rineka Cipta.

Bagus, I Gusti Ngurah. 1980. Aksara Dalam Kebudayaan Bali;Suatu Kajian

Antropologi. Denpasar : Universitas Udayana.

Dwiloka, Bambang dan Rati Riana. 2005. Teknik Menulis Karya Ilmiah. Jakarta :

PT Rineka Cipta.

Efendi, Anwar. 2008. Bahasa dan Sastra Dalam Berbagai Perspektif. Yogyakarta

: Tiara Wacana.

Indrawati. 2009. Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan,

(Online), http://www.p4tkipa.org/data/pakem.pdf, diakses 05 Januari

2010).

Isjoni, H. 2009. Pembelajaran Kooperatif. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Iskandar. 2009. Penelitian Tindakan Kelas. Cipayung : Gaung Persada.

Page 14: Stilistetika Tahun III Volume 5, Nopember 2014

Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2015

ISSN 2089-8460

13

Kridalaksana, Harimurti. 1982. Kamus Linguistik. Jakarta : PT. Gramedia.

Kunandar. 2009. Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.

Madra, I Nangah. 2004. Pedoman Pasang Aksara Bali. Denpasar : Dinas

Kebudayaan Propinsi Bali.

Simpen, I Wayan. 2004. Pasang Aksara Bali. Denpasar : Upasa Sastra

Sulipan. 2007. Penelitian Tindakan Kelas, (Online), (http://www.google.co.id/#hl

=id&source=hp&q=sulipan&aq=f&aqi=&aql=&oq=&gs_rfai=&fp=2

bf758bdede0f79 /, diakses 05 Januari 2010)

Trianto. 2009. Mendisain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta :

Kencana Prenada Media Group.

Zakaria, Masduki. 2007. E-Learning Sebagai Model Pembelajaran Mandiri

Dengan Pendekatan Kooperatif Tipe Jigsaw Dalam Rangka

Meningkatkan Daya Saing Lulusan Perguruan Tinggi, (Online),

http://eprints.uny.ac.id/236/1/Laporan_HB_herman_2007.pdf, diakses

05 Januari 2010)

Page 15: Stilistetika Tahun III Volume 5, Nopember 2014

Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014

ISSN 2089-8460

14

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE

STAD (STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION ) UNTUK

MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENYALIN WACANA

BERHURUF LATIN KE AKSARA BALI PADA SISWA

KELAS X AK3 SMK NEGERI I GIANYAR

TAHUN PELAJARAN 2013/2014

oleh

Ni Putu Nirawati, NIM 2010.II.2.0114

Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia dan Daerah

Bidang Ilmu Pendidikan Bahasa dan Sastra Bali

Abstrak

Menulis aksara Bali merupakan salah satu keterampilan dalam bentuk

sastra yang berfungsi untuk melestarikan tradisi dan budaya Bali. Sejalan dengan

itu, bahasa Bali ditetapkan oleh pemerintah sebagai pelajaran wajib dalam

kurikulum muatan lokal. Berdasarkan fakta yang terjadi, kemampuan siswa Kelas

X AK3 dalam menyalin wacana berhuruf Latin ke aksara Bali masih dianggap

kurang, karena belum memenuhi KKM sekolah.

Tujuan umum penelitian ini adalah membina, mengembangkan dan

menambah khasanah ilmu pengetahuan serta menikmati manfaat karya-karya

sastra Bali. Sedangkan tujuan khususnya untuk mengetahui apakah penerapan

model pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan kemampuan siswa

menyalin wacana berhuruf Latin ke aksara Bali dan untuk mengetahui respon

siswa dengan diterapkannya model pembelajaran kooperatif tipe STAD.

Adapun teori-teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah (1)

pengertian model pembelajaran, (2) model pembelajaran kooperatif, (3) model

pembelajaran kooperatif tipe STAD, (4) pengertian menulis, (5) pengertian

menyalin, (6) pengertian wacana, (7) sejarah aksara Bali, (8) jenis-jenis aksara

Bali, (9) pangangge aksara Bali, (10) gantungan miwah gempelan, (11) pasang

aksara Bali dan (12) tanda baca (ceciren papaosan).

Subjek penelitian ini adalah siswa kelas X AK3 SMK Negeri 1 Gianyar,

yang terdiri dari 40 orang siswa. Data dikumpulkan dengan metode tes dan

metode observasi. Metode analisis data yang digunakan adalah statistik deskriptif.

Hasil penelitian ini menunjukkan model pembelajaran kooperatif tipe

STAD dapat meningkatkan kemampuan menyalin wacana berhuruf Latin ke

aksara Bali pada siswa kelas X AK3 SMK Negeri 1 Gianyar, tahun pelajaran

2013/2014. Terbukti dari nilai rata-rata siswa pada refleksi awal 69,8 meningkat

menjadi 76,93 pada siklus I dan meningkat menjadi 83,09 pada siklus II.

Sedangkan respon siswa juga baik, dibuktikan dengan nilai rata-rata pada siklus I

adalah 88,5 kemudian meningkat menjadi 90,78 pada siklus II.

Kata kunci: model pembelajaran kooperatif tipe STAD, menulis Bali

Page 16: Stilistetika Tahun III Volume 5, Nopember 2014

Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014

ISSN 2089-8460

15

Abstract

Balinese script writing is one skill in literary form which serves to

preserve the tradition and culture of Bali. Correspondingly, the Balinese

language defined by the government as a compulsory subject in the local

curriculum. Based on the facts that occurred, the ability of students in Class X

AK3 copy lettered discourse Latin script to Bali is still considered to be less,

because the students are not get the minimum standars point.

The general objective of this research is to foster, develop and add to their

repertoire of knowledge and enjoy the benefits of literary works Bali. While the

particular purpose to determine whether the application of STAD cooperative

learning model can enhance students 'ability to copy lettered discourse Latin

script to Bali and to determine students' responses to the implementation of STAD

cooperative learning model.

The theories used in this study are (1) the definition of learning model, (2)

cooperative learning, (3) STAD cooperative learning model, (4) definition of

writing, (5) the sense of copying, (6) the notion of discourse , (7) the Balinese

script history, (8) the types of Balinese script, (9) pangangge Balinese script, (10)

gantungan and gempelan, (11) pairs of Balinese script and (12) punctuation

(ceciren papaosan).

The subjects were students of Class X AK3 SMK Negeri 1 Gianyar, which

consists of 40 students. Data collected by the test method and the method of

observation. Data analysis methods used are descriptive statistics.

The results of this study indicate STAD cooperative learning model can

improve the discourse copy lettered Latin script to Bali in class X AK3 SMK

Negeri 1 Gianyar, school year 2013/2014. Evident from the average value of 69,8

students in the early reflections increased to 76,93 in the first cycle and increased

to 83,09 in the second cycle. While the student response is also good, as

evidenced by the average value of the first cycle is 88,5 then increased to 90,78 in

the second cycle.

Keywords: STAD cooperative learning model, writes Bali

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Bahasa Bali merupakan salah satu bahasa daerah yang masih berkembang

di wilayah provinsi Bali. Bahasa Bali merupakan bahasa ibu, yang mempunyai

fungsi utama untuk mengekspresikan ide yang terkait dengan budaya Bali, juga

sekaligus menjadi identitas manusia Bali. Berbagai upaya telah dilakukan

pemerintah untuk melestarikan bahasa Bali di antaranya dengan mengadakan

perlombaan-perlombaan yang terkait dengan bahasa Bali seperti: lomba masatua

Bali, lomba menulis aksara Bali, lomba puisi Bali, dan lain sebagainya.

Page 17: Stilistetika Tahun III Volume 5, Nopember 2014

Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014

ISSN 2089-8460

16

Penerapan dan pelaksanaan pembelajaran bahasa Bali di Kelas X sudah

berpedoman pada kurikulum baru, yaitu kurikulum 2013. Dalam melakukan

pembelajaran bahasa Bali banyak kendala yang dihadapi, seperti pengaruh asing

yang menyebabkan pengajaran bahasa Bali di sekolah menjadi sangat sulit.

Berdasarkan hasil wawancara awal yang penulis lakukan terhadap siswa, banyak

siswa mengatakan bahwa bahasa Bali merupakan mata pelajaran yang sulit dan

membosankan, terutamanya dalam hal aksara Bali yang banyak memiliki uger-

uger atau aturan. Jika dilihat dari sudut pandang guru pengajar bahasa Bali dalam

melakukan pengajaran tentang aksara Bali, cenderung menggunakan strategi

pembelajaran yang berpusat pada guru, sehingga sangat sulit mengontrol sejauh

mana siswa telah memahami materi yang diajarkan.

Berdasarkan hasil observasi awal yang telah peneliti lakukan terhadap nilai

ulangan harian siswa, juga membuktikan bahwa dari 40 orang siswa ternyata

hanya 55% siswa yang tuntas memenuhi KKM sekolah yakni 75. Sedangkan 45%

lainnya belum memenuhi nilai KKM yang ditetapkan sekolah. Dari rendahnya

nilai rata-rata siswa dan mengingat pentingnya mutu pembelajaran terutama pada

mata pelajaran bahasa Bali serta untuk mengatasi permasalahan dan kesenjangan

terhadap kesulitan pemahaman materi yang disampaikan, penulis mencoba

menawarkan sebuah model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Teams

Achievement Division) untuk dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam

menyalin wacana berhuruf Latin ke aksara Bali.

2. Landasan Teori

Agar mendapat landasan yang kuat dalam suatu penelitian sangat

diperlukan suatu teori. Adapun teori yang dipakai sebagai penjelasan wawasan

dan kerangka berpikir untuk mengarahkan seluruh penelitian ini, yang berkenaan

dengan: (1) pengertian model pembelajaran, (2) model pembelajaran kooperatif,

(3) model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Teams Achievement

Division), (4) pengertian menulis, (5) pengertian menyalin, (6) pengertian wacana,

(7) sejarah aksara bali, (8) jenis-jenis aksara bali, (9) pangangge aksara bali, (10)

Page 18: Stilistetika Tahun III Volume 5, Nopember 2014

Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014

ISSN 2089-8460

17

gantungan miwah gempelan, (11) pasang aksara bali dan (12) tanda baca (ceciren

papaosan).

3. Tujuan Penelitian

Secara umum tujuan penelitian ini adalah membina, mengembangkan dan

menambah khasanah ilmu pengetahuan, serta menikmati manfaat karya-karya

sastra Bali untuk mengembangkan kepribadian, wawasan kehidupan.

Sedangkan secara khusus bertujuan mengetahui efektivitas penerapan

model pembelajaran kooperatif tipe STAD, mengetahui respon siswa Kelas X

AK3 SMK Negeri 1 Gianyar tahun pelajaran.

METODE

1. Desain Penelitian

Menurut Arikunto (2012: 16-19), Penelitian Tindakan Kelas (PTK) akan

dilaksanakan beberapa siklus (N Siklus) yang terdiri atas empat tahap, yaitu: (1)

tahap perencanaan, (2) tahap pelaksanaan, (3) tahap pengamatan, dan (4) tahap

refleksi.

Pada tahap perencanaan peneliti menjelaskan tentang apa, mengapa,

kapan, di mana, oleh siapa, dan bagaimana tindakan tersebut dilakukan. Tahap ke-

2 adalah pelaksanaan yang merupakan implementasi atau penerapan isi

rancangan, yaitu mengenakan tindakan di kelas. Tahap ke-3, yaitu kegiatan

pengamatan yang dilakukan oleh pengamat. Sebetulnya sedikit kurang tepat kalau

pengamatan ini dipisahkan dengan pelaksanaan tindakan karena seharusnya

pengamatan dilakukan pada waktu tindakan sedang dilakukan. Dan tahap ke-4

merupakan kegiatan untuk mengemukakan kembali apa yang sudah dilakukan.

2. Setting, Subjek dan Objek Penelitian

Penelitian tindakan kelas ini dilakukan di SMK Negeri 1 Gianyar, yang

berlokasi di Jalan Mulawarman, Kecamatan Gianyar, Kabupaten Gianyar,

Provinsi Bali. Subjek penelitian ini adalah siswa Kelas X AK3 SMK Negeri 1

Gianyar yang berjumlah 40 orang, terdiri dari 9 orang laki-laki dan 31 orang

Page 19: Stilistetika Tahun III Volume 5, Nopember 2014

Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014

ISSN 2089-8460

18

perempuan. Sedangkan objek penelitian ini adalah kemampuan menyalin wacana

berhuruf Latin ke aksara Bali yang dihasilkan oleh siswa Kelas X AK3 SMK

Negeri 1 Gianyar Tahun Pelajaran 2013/2014.

3. Metode Pengumpulan Data

Menurut Sugiyono (2012: 308), metode atau teknik pengumpulan data

merupakan langkah yang paling utama dalam penelitian, karena tujuan utama dari

penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data,

maka peneliti tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standar data yang

ditetapkan. Adapun metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian

ini adalah metode tes dan metode observasi.

Tes dapat juga diartikan sebagai alat pengukur yang mempunyai standar

objek sehingga dapat digunakan secara meluas, serta betul-betul dapat digunakan

untuk mengukur dan membandingkan keadaan psikis atau tingkah laku individu

(Analisis dan Turbian dalam Ismawati, 2011: 90). Adapun langkah-langkah yang

akan ditempuh dalam pengumpulan data dengan menggunakan metode tes adalah

sebagai berikut: (1) penentuan jenis tes, (2) penyusunan tes, (3) penyekoran hasil

tes, dan (4) pelaksanaan tes.

Metode kedua yaitu metode observasi. Menurut Sutrisno Hadi dalam

Sugiyono (2012: 203), observasi merupakan suatu proses yang kompleks, suatu

proses yang tersusun dari pelbagai proses biologis dan psikhologis. Dalam

penelitian ini metode observasi digunakan untuk mengamati segala aktivitas di

kelas. Metode ini digunakan untuk pengumpulan data mengenai respon siswa

terhadap penerapan model pembelajaraan kooperatif tipe STAD (Student Teams

Achievement Division) dalam pembelajaran menyalin wacana berhuruf Latin ke

aksara Bali. Aspek-aspek yang dinilai dalam penilaian respon siswa yaitu: (1)

perhatian siswa, keaktifan siswa, dan (3) keberanian siswa.

4. Metode Analisis Data

Sugiyono (2012: 207), mengemukakan bahwa analisis data merupakan

kegiatan setelah data dari responden dan sumber data lain terkumpul. Dalam

penelitian ini teknik analisis data yang digunakan adalah statistik deskriptif.

Page 20: Stilistetika Tahun III Volume 5, Nopember 2014

Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014

ISSN 2089-8460

19

Menurut Sugiyono (2012: 207-208), statistik deskriptif adalah statistik yang

digunakan untuk menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau

menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud

membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi.

Adapun langkah-langkah menganalisis kemampuan dan respon siswa

dalam menyalin wacana berhuruf Latin ke aksara Bali pada penelitian ini antara

lain: (1) mengubah skor mentah menjadi skor standar, (2) menentukan kriteria

predikat kemampuan siswa, (3) mengelompokkan kemampuan siswa, dan (4)

mencari skor rata-rata.

1) Mengubah Skor Mentah Menjadi Skor Standar

Dalam mengubah skor mentah menjadi skor standar, langkah-langkah

yang harus dilalui adalah: (1) menentukan skor maksimal ideal (SMI) dan (2)

membuat pedoman konversi.

a. Menentukan Skor Maksimal Ideal (SMI)

Skor Maksimal Ideal adalah jumlah skor tertinggi yang diperoleh

berdasarkan pedoman penilaian. Nurkancana dan Sunartana (1990: 92),

menyatakan bahwa skor maksimal ideal (SMI) adalah skor yang mungkin

dicapai apabila semua item dapat dijawab dengan benar. Skor maksimal

ini dicari dengan menghitung jumlah item yang diberikan serta bobot dari

masing-masing item. Dalam penelitian ini jumlah SMI yang mungkin

diperoleh siswa adalah 208.

Skor yang diperoleh siswa dihitung dengan rumus: S = Σ R x Wt

Keterangan:

S = skor

R = jumlah jawaban yang benar

Wt = Weight/bobot

(Nurkancana dan Sunartana, 1990: 83)

b. Membuat Pedoman Konversi

Hasil tes berupa skor mentah selanjutnya dikonversikan menjadi

skor standar dengan menggunakan norma absolute skala seratus. Skala

Page 21: Stilistetika Tahun III Volume 5, Nopember 2014

Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014

ISSN 2089-8460

20

seratus disebut juga skala presentil. Untuk mengkonversikan skor mentah

menjadi skor standar dengan norma absolute skala seratus, maka

dipergunakan rumus sebagai berikut.

P = x 100

Keterangan:

P = Presentil

X = Skor yang dicapai

SMI = Skor Maksimal Ideal

(Nurkancana dan Sunartana, 1990: 99)

2) Menentukan Kriteria Predikat Kemampuan Siswa

Untuk menentukan tingkat kemampuan siswa dan mengetahui respon

siswa dalam pembelajaran menyalin wacana berhuruf Latin ke aksara Bali,

dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Teams

Achievement Division) dalam pembelajaran, digunakan kriteria predikat

kemampuan siswa sebagai berikut.

Tabel Kriteria Predikat Kemampuan Menyalin Wacana Berhuruf Latin ke Aksara

Bali dan Respon Siswa Kelas X AK3 SMKN 1 Gianyar Tahun Pelajaran

2013/2014

No. Skor Standar Kategori/Predikat

1. 86-100 A = Baik sekali

2. 71-85 B = Baik

3. 56-70 C = Cukup

4. 41-55 D = Kurang

5. < 40 E = Sangat kurang

Page 22: Stilistetika Tahun III Volume 5, Nopember 2014

Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014

ISSN 2089-8460

21

(Dikutip dari buku raport siswa SMKN 1 Gianyar, Kabupaten Gianyar).

3) Mengelompokkan Kemampuan Siswa

Setelah skor standar dan predikat kemampuan siswa ditentukan,

selanjutnya kemampuan siswa dikelompokkan berdasarkan jumlah dan

persentasenya. Misalkan, berapa orang atau berapa persen siswa yang

memperoleh nilai 90 (baik sekali), berapa orang atau berapa persen siswa yang

memperoleh nilai 85 (baik) dan seterusnya.

4) Mencari Skor Rata-Rata

Untuk memperoleh skor rata-rata kemampuan menyalin wacana berhuruf

Latin ke aksara Bali secara klasikal dapat dicari dengan rumus berikut.

Mean = N

fx

Keterangan:

M = Mean (nilai rata-rata)

fx = Jumlah nilai

N = Jumlah subjek penelitian

(Arikunto, 2012: 301)

HASIL

Hasil penelitian tindakan kelas ini telah disesuaikan dengan tahap-tahap

dan prosedur yang telah ditetapkan sebelumnya. Hasil pelaksanaan rencana

tindakan tersebut, peneliti memperoleh data yang diperlukan untuk mengevaluasi

hasil penelitian tindakan kelas ini. Data yang diperoleh berupa data hasil observasi

terhadap kegiatan siswa selama pelaksanaan pembelajaran menyalin wacana

berhuruf Latin ke aksara Bali dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif

tipe STAD (Student Teams Achievement Division). Data observasi ini juga

merupakan pedoman langsung dalam menentukan penilaian respon siswa terhadap

penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD untuk meningkatkan

kemampuan menyalin wacana berhuruf Latin ke aksara Bali.

Page 23: Stilistetika Tahun III Volume 5, Nopember 2014

Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014

ISSN 2089-8460

22

Uraian mengenai hasil penelitian ini mencakup hal pokok yang akan

dikemukakan dalam hasil penelitian ini yaitu: (1) hasil refleksi awal, (2) hasil

penelitian siklus I, (3) refleksi siklus I, (4) hasil penelitian siklus II, (5) refleksi

siklus II. Bila dijabarkan dalam bentuk tabel, akan tampak perbandingan sebagai

berikut.

Tabel Perbandingan Nilai Refleksi Awal, Nilai Siklus I dan Nilai Siklus II

Kemampuan Menyalin Wacana Berhuruf Latin ke Aksara Bali pada Siswa

Kelas X AK3 SMK Negeri 1 Gianyar Tahun Pelajaran 2013/2014

No Nama Siswa

Nilai

Refleksi

Awal

Nilai

Siklus I

Nilai

Siklus II Kategori Ket

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

1. Pande Ny. Adi P. 76 76,92 79,17 Meningkat Tuntas

2. I Km. Agus Ari M. 47 75,48 77,78 Meningkat Tuntas

3. I Putu Aditya Putra 42 70,19 75,00 Meningkat Tuntas

4. Ni Wy. Bella Parika D. 80 84,13 93,06 Meningkat Tuntas

5. I Nyoman Dirgayusa 42 50,00 76,39 Meningkat Tuntas

6. Ni Putu Evayanti 80 78,37 87,5 Meningkat Tuntas

7. Putu Eka Gunawan 62 58,17 75,00 Meningkat Tuntas

8. Ni Wy. Ika Risma S. 81 86,54 94,44 Meningkat Tuntas

9. Sang Komp. Indra Putra 62 61,54 79,16 Meningkat Tuntas

10. Ni Wy. Juni Ayu P. 90 92,31 95,83 Meningkat Tuntas

11. Ni Wayan Juniari 79 79,32 94,44 Meningkat Tuntas

12. Pande Putu Kresna D. 87 94,71 97,22 Meningkat Tuntas

13. Ni Pt. Linda Yuliantari 67 75,00 77,78 Meningkat Tuntas

14. Ni Putu Larasati 70 75,96 76,39 Meningkat Tuntas

15. Ni Putu Mia Sukmayani 82 87,98 88,89 Meningkat Tuntas

16. Ni Wayan Miastri 85 88,94 98,61 Meningkat Tuntas

17. Ni Made Nopiari 67 89,90 90,28 Meningkat Tuntas

Page 24: Stilistetika Tahun III Volume 5, Nopember 2014

Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014

ISSN 2089-8460

23

No Nama Siswa

Nilai

Refleksi

Awal

Nilai

Siklus I

Nilai

Siklus II Kategori Ket

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

18. Ni Wayan Poni Dalia 78 87,50 94,44 Meningkat Tuntas

19. Ni Wayan Puspayanti 52 66,83 75,00 Meningkat Tuntas

20. Ni Pt. Riska Pratiwi P. 84 86,54 91,66 Meningkat Tuntas

21. Putu Riska Diviana 83 84,13 84,72 Meningkat Tuntas

22. Riski Nur Udayani 75 78,37 80,56 Meningkat Tuntas

23. Ni Made Sintya Ari 77 80,77 86,11 Meningkat Tuntas

24. Ni Md. Susanti D. 57 66,35 79,17 Meningkat Tuntas

25. Ni Wayan Sriningsih 62 75,96 76,39 Meningkat Tuntas

26. Ni Wayan Suci Verani 57 75,96 76,39 Meningkat Tuntas

27. Ni Wy. Sri Ayudhia Y. 76 76,92 88,89 Meningkat Tuntas

28. Pande Kd. Sukmawati 77 86,06 93,06 Meningkat Tuntas

29. Putu Satria Kesuma 81 84,62 90,28 Meningkat Tuntas

30. Sri Mirna Dewi 57 77,88 79,17 Meningkat Tuntas

31. Ni Komang Trisnayanti 75 75,48 79.17 Meningkat Tuntas

32. Ni Luhde Umi Kaze I. 77 79,81 83,33 Meningkat Tuntas

33. Vera Rosa Wati Dewi 42 54,81 76,39 Meningkat Tuntas

34. Ni Luh Pt. Febri P. 87 96,15 95,83 Menurun Tuntas

35. Ni Putu Swandewi 68 91,35 83,33 Menurun Tuntas

36. Kadek Wirya Suantara 77 75,00 75,00 Tetap Tuntas

37. Sang Ayu Md. Putri W. 47 75,00 75,00 Tetap Tuntas

38. I Pt .Deva Darma Yuda 75 59,61 69,44 Meningkat Blm Tuntas

39. S. A. Md. Yuliana D. 67 52,88 62,50 Meningkat Blm Tuntas

40. Ni Putu Gita Anggraeni 62 63,94 70,83 Meningkat Blm Tuntas

Jumlah 2792 3077,38 3323,60

Rata-rata 69,8 76,93 83,09

Page 25: Stilistetika Tahun III Volume 5, Nopember 2014

Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014

ISSN 2089-8460

24

Sedangkan hasil observasi respon siswa terhadap penerapan model

pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam pembelajaran menyalin wacana

berhuruf Latin ke Aksara Bali pada siklus I dan II, dapat digambarkan dalam tabel

berikut ini.

Tabel Perbandingan Hasil Observasi Respon Siswa Kelas X AK3 SMK Negeri 1

Gianyar Tahun Pelajaran 2013/2014 pada Siklus I dan Siklus II

No. Nama Siswa Nilai

Siklus I

Nilai

Siklus II Kategori

(1) (2) (3) (4) (5)

1. I Komang Agus Ari Mahendra 75 83 Meningkat

2. I Putu Deva Darma Yuda 58 75 Meningkat

3. Putu Eka Gunawan 67 75 Meningkat

4. Sang Kompyang Indra Putra 58 75 Meningkat

5. Ni Wayan Puspayanti 75 83 Meningkat

6. Ni Wyn. Sri Ayudhia Yohana 75 83 Meningkat

7. Putu Riska Diviana 75 83 Meningkat

8. Sri Mirna Dewi 75 83 Meningkat

9. Ni Komang Trisnayanti 75 83 Meningkat

10. Pande Nyoman Adi Putra 100 100 Tetap

11. I Putu Aditya Putra 83 83 Tetap

12. Ni Wayan Bella Parika Dewi 100 100 Tetap

13. I Nyoman Dirgayusa 83 83 Tetap

14. Ni Putu Evayanti 83 83 Tetap

15. Ni Luh Putu Febri Purnami 100 100 Tetap

16. Ni Putu Gita Anggraeni 100 100 Tetap

17. Ni Wayan Ika Risma Sitangsu 100 100 Tetap

18. Ni Wayan Juni Ayu Puspitawati 100 100 Tetap

19. Ni Wayan Juniari 100 100 Tetap

20. Pande Putu Kresna Dewi 100 100 Tetap

Page 26: Stilistetika Tahun III Volume 5, Nopember 2014

Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014

ISSN 2089-8460

25

No. Nama Siswa Nilai

Siklus I

Nilai

Siklus II Kategori

(1) (2) (3) (4) (5)

21. Ni Pt. Linda Yuliantari 92 92 Tetap

22. Ni Putu Larasati 100 100 Tetap

23. Ni Putu Mia Sukmayani 100 100 Tetap

24. Ni Wayan Miastri 100 100 Tetap

25. Ni Made Nopiari 100 100 Tetap

26. Ni Wayan Poni Dalia 100 100 Tetap

27. Sang Ayu Made Putri Wulandari 100 100 Tetap

28. Ni Putu Riska Pratiwi Putri 100 100 Tetap

29. Riski Nur Udayani 83 83 Tetap

30. Ni Made Sintya Ari 92 92 Tetap

31. Ni Made Susanti Dewantari 92 92 Tetap

32. Ni Putu Swandewi 100 100 Tetap

33. Ni Wayan Sriningsih 100 100 Tetap

34. Ni Wayan Suci Verani 100 100 Tetap

35. Pande Kadek Sukmawati 100 100 Tetap

36. Putu Satria Kesuma 92 92 Tetap

37. Ni Luhde Umi Kaze Indriani 83 83 Tetap

38. Vera Rosa Wati Dewi 75 75 Tetap

39. Kadek Wirya Suantara 75 75 Tetap

40. Sang Ayu Made Yuliana Dewi 75 75 Tetap

Jumlah 3541 3631

Rata-rata 88,5 90,78

Untuk memperoleh gambaran secara komprehensif mengenai proses dan

hasil kemampuan menyalin wacana berhuruf Latin ke aksara Bali dengan

penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Teams

Page 27: Stilistetika Tahun III Volume 5, Nopember 2014

Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014

ISSN 2089-8460

26

Achievement Division) siswa Kelas X AK3 SMK Negeri 1 Gianyar tahun

pelajaran 2013/2014 dapat dilihat pada grafik di bawah ini.

Grafik Kemampuan Menyalin Wacana Berhuruf Latin ke

Aksara Bali dan Respon Siswa Kelas X AK3 SMK Negeri 1

Gianyar

70

75

80

85

90

95

Siklus I Siklus II

Rat

a-ra

ta N

ilai

Kemampuan

Respon

Gambar 4.1 Grafik Perbandingan Kemampuan Menyalin Wacana Berhuruf

Latin ke Aksara Bali dan Respon Siswa Kelas X AK3 SMK Negeri

1 Gianyar Tahun Pelajaran 2013/2014

BAHASAN

Pembahasan hasil penelitian ini akan difokuskan pada temuan-temuan

penting yang dapat meningkatkan kemampuan menyalin wacana berhuruf Latin

ke aksara Bali pada siswa Kelas X AK3 SMK Negeri 1 Gianyar Tahun Pelajaran

2013/2014. Temuan-temuan yang dimaksud yaitu: (1) penerapan model

pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Teams Achievement Division) dapat

meningkatkan kemampuan siswa Kelas X AK3 SMK Negeri 1 Gianyar dalam

menyalin wacana berhuruf Latin ke aksara Bali, (2) respon baik yang diberikan

siswa Kelas X AK3 SMK Negeri 1 Gianyar terhadap pembelajaran menyalin

wacana berhuruf Latin ke aksara Bali dengan penerapan model pembelajaran

kooperatif tipe STAD (Student Teams Achievement Division).

Page 28: Stilistetika Tahun III Volume 5, Nopember 2014

Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014

ISSN 2089-8460

27

SIMPULAN DAN SARAN

1. Simpulan

Berdasarkan penyajian dan pembahasan hasil penelitian, dapatlah

ditarik simpulan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD

(Student Teams Achievement Division) dapat meningkatkan kemampuan

menyalin wacana berhuruf Latin ke aksara Bali siswa Kelas X AK3 SMK Negeri

1 Gianyar. Terbukti dari nilai rata-rata siswa pada refleksi awal 69,8 meningkat

menjadi 76,93 pada siklus I dan meningkat menjadi 83,09 pada siklus II.

Persentase ketuntasan siswa pada siklus I sebesar 75% dan pada siklus II

meningkat menjadi 92,5%. Sedangkan respon siswa juga baik, dibuktikan dengan

nilai rata-rata pada siklus I adalah 88,5 kemudian meningkat menjadi 90,78 pada

siklus II. Terkait persentase respon siswa, pada siklus I 92,5% dari jumlah siswa

memberikan respon baik dan pada siklus II meningkat menjadi 100%.

2. Saran-saran

Sebagai tindak lanjut atas simpulan yang telah dikemukakan di atas,

berikut ini disampaikan beberapa saran yaitu:

1. Guru pengajar Bahasa Bali SMK Negeri 1 Gianyar hendaknya menerapkan

model pembelajaran kooperatif tipe STAD, dalam upaya meningkatkan

kemampuan menyalin wacana berhuruf Latin ke aksara Bali siswa di sekolah.

2. Siswa disarankan untuk sering membaca materi-materi, khususnya menyalin

wacana berhuruf Latin ke aksara Bali.

3. Sekolah hendaknya menyediakan buku-buku yang berkaitan dengan pasang

pageh aksara Bali untuk menambah referensi siswa.

DAFTAR RUJUKAN

Arikunto, Suharsimi. 2012. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan Edisi 2. Jakarta: PT

Bumi Aksara.

Arikunto, Suharsimi dkk. 2012. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: PT Bumi

Aksara.

Page 29: Stilistetika Tahun III Volume 5, Nopember 2014

Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014

ISSN 2089-8460

28

Ismawati, Esti. 2011. Metode Penelitian Pendidikan Bahasa dan Sastra. Surakarta:

Yuma Pustaka.

Nala, Ngurah. 2006. Aksara Bali dalam Usada. Surabaya: Paramita.

Narbuko, Cholid dan Abu Achmadi. 2010. Metodologi Penelitian. Jakarta: Bumi

Aksara.

Nurkancana, Wayan dan PPN Sunartana. 1990. Evaluasi Hasil Belajar. Surabaya:

Usaha Nasional.

Rusman. 2013. Model-model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme

Guru. Bandung: Rajawali Pers.

Slavin, Robert E. 2005. Cooperative Learning. Bandung: Nusa Media.

Sudijono, Anas. 2011. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT RajaGrafindo

Persada.

Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Suwija, I Nyoman. 2012. Ngiring Nulis Bali. Malang: Wineka Media.

Suwija, I Nyoman. 2012. Wacana Basa Bali. Malang: Wineka Media.

Page 30: Stilistetika Tahun III Volume 5, Nopember 2014

Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014

ISSN 2089-8460

29

K O M P E T E N S I L I N G U I S T I K B I D A N G S I N T A K S I S

PADA SISWA KELAS III SEKOLAH DASAR NEGERI 2 BATUBULAN

KECAMATAN SUKAWATI KABUPATEN GIANYAR

T AH U N PEL AJ A RA N 2 01 3 / 20 14

oleh

Kukuh Andreas, NIM 2010.II.1.0084

Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia dan Daerah

Bidang Ilmu Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Abstrak

Bahasa Indonesia dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional memiliki

salah satu fungsi yaitu sebagai bahasa resmi dan dipakai sebagai bahasa pengantar

di lembaga-lembaga pendidikan. Dalam interaksi belajar mengajar di sekolah

siswa dituntut menguasi bahasa Indonesia dengan baik. Akan tetapi, siswa kelas

III masih belum menguasai bahasa Indonesia dengan baik dan benar. Oleh karena

itu, perlu ada upaya untuk mendorong percepatan penguasaan bahasa Indonesia.

Berkaitan dengan hal tersebut, yang menjadi pokok permasalahan adalah

(1) berapa rerata panjang ujaran siswa kelas III SD Negeri 2 Batubulan ? (2) jenis

kalimat apa saja yang digunakan siswa kelas III SD Negeri 2 Batubulan? (3)

bagaimakah struktur kalimat yang digunakan siswa kelas III SD Negeri 2

Batubulan?

Teori yang digunakan sebagai acuan dalam penelitian ini adalah (1) teori

pembelajaran bahasa dan (2) sintaksis. Penelitian ini hanya meneliti sebagian dari

populasi yang mewakili secara keseluruhan. Dengan demikian penelitian ini

disebut penelitian sampel. Ada pun sampel yang diteliti adalah 9 orang. Metode

pendekatan subjek yang digunakan adalah metode empiris. Teknik pengumpulan

data menggunakan teknik rekaman dan dokumentasi. Setelah data terkumpul,

selanjutnya data diolah dengan metode diskriptif kualitatif.

Sesuai dengan analisis data, diperoleh data sebagai berikut: panjang rerata

ujaran siswa adalah 3,91 yaitu mencerminkan perkembangan bahasa anak ke arah

kompetensi lengkap. Kalimat siswa didominasi kalimat tunggal (97,92%) dan

kalimat majemuk hanya 2,08%. Kalimat siswa terdiri dari kalimat sempurna

(81,31%) dan kalimat tidak sempurna (18,69%). Dalam kalimat tidak sempurna

siswa SD kelas III terdapat kalimat ellips dan kalimat telegrafis. Modus kalimat

siswa didominasi dengan kalimat berita (91,35%) diikuti kalimat tanya (5,54%)

dan kalimat perintah (3,11%). Struktur atau pola kalimat siswa SD Kelas III

didominasi dengan pola utama (92, 39%) sedangkan pola inversi hanya 7,61%.

Berdasarkan hasil peneletian tersebut, peneliti memberikan beberapa saran

yang dapat dikemukan. Salah satunya,guru diharapkan dapat meningkatkan

pengajaran bahasa dengan merancang bahan ajar yang sesuai dengan kompetensi

linguistik yang di miliki siswa khususnya bidang sintaksis.

Kata kunci: kompetensi, linguistik, sintaksis

Page 31: Stilistetika Tahun III Volume 5, Nopember 2014

Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014

ISSN 2089-8460

30

Abstract Indonesian in his capacity as the national language has function that is the

official language and is used as a language of instruction in educational

institutions. In learning and teaching interaction in schools, students are required

to master Indonesian well. However, Grade 3 is still not mastered Indonesian

properly. Therefore, there needs to be an effort to accelerate the mastery of

Indonesian.

Related to it, which are central problem is (1) how the average length of

speech 3rd grade students elementary schools 2 Batubulan? (2) What type of

sentence used third-grade students of SD Negeri 2 Batubulan? (3) how is the

sentence structure used third-grade students of SD Negeri 2 Batubulan?

Theory which is used as reference in this research is (1) theories of

language learning and (2) syntactic. This study only for researching a portion of

the population as a whole represents. This study thus called the study sample.

There was the sample studied was 9 people. Subject approach used is an

empirical method. Data collection techniques using recording techniques and

documentation. After the data is collected, the data is processed by qualitative

descriptive method.

According to the data analysis, the data obtained as follows: mean length

of utterance students is 3.91 which reflects the child's language development

towards full competence. Students sentence is dominated by single sentence

(97.92%) and complex sentences is only 2.08%. The sentence consists of the

sentence perfect (81.31%) and imperfect sentence (18.69%). In imperfect sentence

third grade of elementary school students get elliptical sentence and telegraphic

sentence. The mode students of sentence is dominated by affirmative sentence

(91.35%) followed by interrogative sentence (5.54%) and commond (3.11%). the

sentence structure or pattern of Class III elementary students dominated with the

main pattern (92, 39%), while only 7.61% inversion pattern.

Based on these results, researcher gave some advice that can be used. One

of them, the teacher is expected to improve the teaching of language by designing

instructional materials that’s appropriate with the linguistic competence of the

students have particularly syntax field.

Keywords: competence, linguistic, syntax

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Bahasa Indonesia merupakan materi penting yang diajarkan di Sekolah

Dasar, karena bahasa Indonesia mempunyai kedudukan dan fungsi yang sangat

penting bagi kehidupan sehari-hari. Penanaman bahasa Indonesia sejak dini dapat

memberikan pelatihan dan pendidikan tentang bahasa Indonesia sejak akank

masih kecil. Pelaksanaan pendidikan bahasa Indonesia pada anak dapat dilakukan

Page 32: Stilistetika Tahun III Volume 5, Nopember 2014

Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014

ISSN 2089-8460

31

melalui pendidikan informal, formal, maupun nonformal. Dengan mempelajari

bahasa Indonesia diharapkan sswa dapat menggunakan bahasa Indonesia secara

baik dan benar, sehingga siswa dapat menghayati bahasa Indonesia dan dapat

menggunakan bahasa sesuai dengan situasi dan tujuan berbahasa.

Sekolah dasar adalah sebagai wadah untuk mengembangkan kemampuan

siswa dalam berbahasa sesuai fungsi bahasa tersebut, terutama sebagai alat

komunikasi. Dalam dunia pendidikan kegagalan menguasai bahasa Indonesia

berakibat kegagalan pula dalam menguasai setiap ilmu pengetahuan, karena

interaksi belajar mengajar di Sekolah Dasar adalah menggunakan bahasa

Indonesia. Sedangkan siswa di Sekolah Dasar belum paham menggunakan bahasa

Indonesia dengan baik dan benar. Oleh karena itu, perlu ada upaya untuk

mendorong percepatan penguasaan bahasa Indonesia. Salah satu cara

mempercepat penguasaan bahasa Indonesia adalah memilih materi ajar sesuai

dengan kompetensi linguistik siswa.

Guru dalam membuat pilihan materi harus sesuai dengan kompentesi

linguistik, hal ini menjadi sangat penting karena apabila kompetensi yang dimiliki

sudah diketahui, maka guru bisa membuat bahan ajar sesuai dengan

perkembangan kompetensi linguistik anak. Namun, sampai saat ini kompentensi

linguistik Sekolah Dasar kelas I, II, dan III belum dipetakan dengan baik,

sehingga guru tidak bisa membuat materi atau bahan ajar yang sesuai dengan

perkembangan anak.

Dalam pembelajaran bahasa Indonesia perlu adanya penguasaan sintaksis

untuk memahami kalimat yang disampaikan. Mulai dari penguasaan ujaran, jenis

kalimat, struktur atau pola kalimat yang cenderung memungkinkan siswa dapat

memahami apa yang disampaikan oleh pengajar. Penguasaan sintaksis yang

cukup akan memperlancar siswa dalam berkomunikasi dan untuk memahami

buku-buku pelajaran. Rendahnya penguasaan sintaksis yang dialami oleh siswa

dalam bahasa Indonesia dipengaruhi beberapa faktor yaitu (1) seperti terbiasanya

menggunakan bahasa daerah dalam kehidupan sehari-hari, (2) rendahnya kemauan

siswa dalam membaca, dan (3) keterbatasan media dalam pengajaran sintaksis.

Page 33: Stilistetika Tahun III Volume 5, Nopember 2014

Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014

ISSN 2089-8460

32

Jadi penelitian ini sangat penting dilakukkan agar dapat mengungkapkan

kompetensi linguistik khususnya bidang sintaksis yang dimiliki oleh siswa kelas

III Sekolah Dasar. Kemudian diupayakan untuk mempercepat penguasaan bahasa

Indonesia siswa kelas III Sekolah Dasar, sehingga diharapkan guru dapat

merancang bahan ajar yang tepat dan sesuai dengan kompetensi yang dimiliki

anak kelas III Sekolah Dasar.

Berdasarkan masalah di atas, maka penulis ingin mengetahui lebih jauh

mengenai kompetensi linguistik bidang sintaksis pada siswa kelas III SD Negeri 2

Batubulan, Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar tahun pelajaran 2013/2014.

2. Landasan Teori

Landasan teori merupakan teori-teori yang dijadikan landasan alat untuk

menjawab permasalahan yang diajukan, sehingga jawaban yang dihasilkan

merupakan jawaban yang bersifat teoritis dan sistematis. Oleh karena itu, landasan

teori harus dipahami dalam suatu penulisan karya ilmiah. Berdasarkan hal

tersebut, maka diuraikan beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian ini.

Teori-teori tersebut meliputi teori pembelajaran bahasa dan teori sintaksis.

2.1 Teori Pembelajaran Bahasa

2.1.1 Hakikat Pemerolehan Bahasa

Menurut Chaer (2009:167) pemerolehan bahasa adalah proses yang

berlangsung di dalam otak seseorang kanak-kanak ketika dia memperoleh bahasa

pertamanya atau bahasa ibunya. Pemerolehan bahasa disini dibedakan dari

pembelajaran bahasa. Pembelajaran bahasa berkaitan dengan proses-proses yang

terjadi pada waktu seseorang kanak-kanak mempelajari bahasa kedua, setelah dia

memperoleh bahasa pertamanya. Jadi, pemerolehan bahasa berkenaan dengan

bahasa pertama, sedangkan pembelajaran bahasa berkenaan dengan bahasa kedua.

2.1.2 Prinsip-prinsip Belajar Bahasa

Arnawa (2008:124) menyatakan pengajaran bahasa bertujuan agar

pembelajar memiliki keterampilan menggunakan bahasa yang dipelajari, baik

keterampilan berbahasa pasif maupun keterampilan berbahasa secara aktif.

Page 34: Stilistetika Tahun III Volume 5, Nopember 2014

Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014

ISSN 2089-8460

33

Terampil berbahasa tidak dapat dimaknai sekedar mampu menggunakan bahasa.

Terampil berbahasa mempersyaratkan penuturnya untuk dapat menggunakan

bahasa secara taat asas dan sesuai dengan tuntutan situasi. Konsep ini secara

umum dikenal dengan kemampuan berbahasa secara baik dan benar.

Keterampilan berbahasa, sesungguhnya dapat dimiliki seseorang melalui dua cara,

yakni pemerolehan bahasa dan pengajaran bahasa.

2.1.3 Proses Pemerolehan dan Perkembangan Bahasa pada Bidang Sintaksis

Dalam bidang sintaksis, anak mulai berbahasa dengan mengucapkan satu

kata (atau bagian kata). Kata ini, bagi anak, sebenarnya adalah kalimat penuh,

tetapi karena dia belum dapat mengatakan lebih dari satu kata, dia hanya

mengambil satu kata dari seluruh kalimat (Dardjowidjojo, 2010 : 246).

Sekitar umur 2;0 anak mulai mengeluarkan Ujaran Dua Kata (UDK).

Anak mulai dengan dua kata yang diselingi jeda sehingga seolah-olah dua kata itu

terpisah (Dardjowidjojo, 2010 : 248). Dengan adanya dua kata dalam UDK maka

orang dewasa lebih bisa menerka apa yang dimaksud oleh anak karena cakupan

makna menjadi lebih terbatas, dengan kata lain UDK sintaksisnya lebih kompleks

(karena adanya dua kata) tetapi semantiknya makin lebih jelas. Meskipun

demikian, makna UDK yang dimaksud anak masih tetap harus diterka sesuai

dengan konteksnya.

Perkembangan pemerolehan sintaksis meningkat pesat pada waktu anak

menjalani usia 2 tahun, yang mencapai puncaknya pada akhir usia 3 tahun. Tahap

perkembangan sintaksis secara singkat terbagi dalam:

1. Masa pra-lingual, sampai usia 1 tahun

2. Kalimat satu kata, 1-1,5 tahun

3. Kalimat rangkaian kata, 1,5-2 tahun

4. Konstruksi sederhana dan kompleks, 3 tahun.

Lewat usia 3 tahun anak mulai menanyakan hal-hal yang abstrak dengan kata

tanya “mengapa”, ”kapan”. Pemakaian kalimat kompleks dimulai setelah anak

menguasai kalimat empat kata sekitar usia 4 tahun.

Page 35: Stilistetika Tahun III Volume 5, Nopember 2014

Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014

ISSN 2089-8460

34

2.1.4 Teori Sintaksis

2.1.4.1 Pengertian Sintaksis

Menurut Arnawa (2008:75) sintaksis adalah cabang linguistik yang

menelaah tentang struktur (sistem) kalimat. Sintaksis dipandang sebagai kajian

struktur intern kalimat. Artinya satuan terbesar yang ditelaah dalam sintaksis

adalah kalimat. Dalam hal ini satuan yang mengandung pengertian lengkap sering

disebut kalimat. Jadi ditegaskan sekali lagi, sintaksis adalah cabang linguistik

yang mengkaji sruktur kalimat.

Menurut Arifin dan Junaiyah (2008:1) sintaksis adalah cabang linguistik

yang membicarakan hubungan antarkata dalam tuturan (speech). Menurut Ba’dulu

dan Herman (2010:44) sintaksis adalah telaah tentang hubungan kata-kata atau

satuan-satuan sintaksis yang lebih besar dalam kalimat.

Dari pendapat ketiga ahli di atas, dapat disimpulkan sintaksis adalah telaah

tentang struktur kalimat. Sintaksis sering juga disebut sebagai ilmu tata kalimat.

Ilmu yang lebih memfokuskan kajiannya pada kata, klausa dan kajian yang

berkaitan dengan jenis-jenis kalimat.

2.1.4.2 Fungsi Sintaksis

Manurut Chaer (2009 : 20-27) Yang dimaksud dengan fungsi sintaksis

adalah (atau kita sebut fungsi saja) adalah semacam “kotak-kotak” atau “tempat-

tempat” dalam struktur sintaksis yang kedalamannya akan diisikan kategori

tertentu. Kotak-kotak itu bernama subjek (S), predikat (P), objek (O), komplemen

(Kom), dan keterangan (Ket). Secara umum “kotak-kotak” fungsi dapat

dibagankan sebagai berikut, meskipun di dalam praktik berbahasa urutannya bisa

tidak sama.

2.1.4.3 Pengertian Kalimat

Menurut Arifin dan Junaiyah (2008:54) kalimat adalah satuan bahasa yang

secara relative berdiri sendiri, mempunyai intonasi final (kalimat lisan), dan

secara aktual ataupun potensial terdiri atas klausa. Dapat dikatakan bahwa kalimat

membicarakan hubungan antara klausa dan klausa yang lain.Menurut Ramlan

Page 36: Stilistetika Tahun III Volume 5, Nopember 2014

Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014

ISSN 2089-8460

35

dalam Ba’dulu dan Herman (2010:48) kalimat adalah satuan gramatikal yang

dibatasi oleh adanya jeda panjang yang disertai oleh nada akhir turun atau naik.

Menurut Chaer (2009:44) kalimat adalah satuan sintaksis yang disusun dari

konstituen dasar, yang biasanya berupa klausa, dilengkapai dengan konjungsi bila

diperlukan, serta disertai dengan intonasi final.Dengan mengacu pada pendapat

para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa kalimat adalah kesatuan bahasa atau

ujaran yang berupa kata atau kumpulan kata disertai intonasi yang menunjukkan

bahwa kesatuan itu sudah lengkap. Setiap kalimat mewakili satu gagasan utama.

2.1.4.4 Kalimat Berita

Menurut Chaer (2009:46) kalimat berita adalah kalimat yang berisi

pernyataan belaka. Menurut Arifin dan Junaiyah (2008:71) kalimat berita dipakai

jika penutur ingin menyatakan sesuatu dengan lengkapketika ia ingin

menyampaikan informasi kepada lawan bicaranya. Menurut Suhardi (2013:77)

kalimat berita adalah kalimat yang di dalamnya berisi berita atau sesuatu

informasi kepada orang lain.

2.1.4.5 Kalimat Perintah

Menurut Chaer (2009:46) kalimat perintah adalah kalimat yang berisi

perintah, dan perlu diberi reaksi berupa tindakan. Menurut Arifin dan Junaiyah

(2008:71) kalimat perintah dipakai jika penutur ingin menyuruh atau melarang

orang melakukan (berbuat) sesuatu. Menurut Suhardi (2013:77) kalimat perintah

adalah kalimat yang di dalamnya berisi perintah dari seseorang kepada orang lain

agar melakukan sesuatu (pekerjaan) sesuai apa yang diperintahkan.

2.1.4.6 Kalimat Tanya

Menurut Suhardi (2013:78) kalimat tanya adalah kalimat yang meminta

orang lain untukmenjawab sesuai dengan pertanyaan yang diajukan.

2.1.4.7 Kalimat Inversi

Suparman (1985 : 84) menjelaskan struktur kalimat tunggal dapat

dibedakan menjadi dua, yaitu : 1) struktur utama (normal) dan 2) struktur inversi

Page 37: Stilistetika Tahun III Volume 5, Nopember 2014

Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014

ISSN 2089-8460

36

(variasi). Struktur inversi masih dibedakan menjadi dua, yaitu struktur inversi

total dan struktur inversi parsial.

2.1.4.8 Kalimat Majemuk

Menurut Ba’dulu dan Herman (2010:51) kalimat majemuk adalah kalimat

turunan yang terbentuk dari dua atau lebih klausa bebas yang dihubungkan

dengan sebuah konektor dan dengan pola intonasi akhir tertentu.

Berdasarkan bentuk klausa yang membangunnya, kalimat majemuk dapat

dikelompokkan menjadi empat, yaitu kalimat majemuk setara, kalimat majemuk

bertingkat, kalimat majemuk campuran, dan kalimat majemuk rapatan.

2.2 Wawasan Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini dipaparkan menjadi dua, yaitu tujuan umum dan

tujuan khusus yang dipaparkan sebagai berikut. Tujuan umum penelitian ini

adalah untuk memberikan informasi kepada guru dalam mengajar dengan

menggunakan pola/struktur kalimat yang mudah dipahami oleh siswa Sekolah

Dasar. Tujuan khusus dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui panjang

rerata ujaran siswa, jenis kalimat apa saja yang digunakan siswa, dan pola/struktur

kalimat apa saja yang sering digunakan oleh siswa kelas III SD Negeri 2

Batubulan, Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar tahun pelajaran 2013/2014.

3 METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian non PTK. Penerapan rancangan

penelitian ini dimaksudkan untuk mendiskripsikan kondisi objektif kompetensi

linguistik anak-anak SD kelas III, khususnya bidang sintaksis sehingga diperoleh

landasan objektif untuk merancang bahan ajar untuk pengembangan kemampuan

berbahasa Indonesia sesuai dengan tingkat perkembangannya.

3.2 Sumber Data

Penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri 2 Batubulan, Gianyar. Dengan

jumlah populasi 99 siswa kelas III. Subjek dalam penelitian ini menggunakan

Page 38: Stilistetika Tahun III Volume 5, Nopember 2014

Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014

ISSN 2089-8460

37

quota sampling, yang diartikan sebagai suatu proses pengambilan sampel dengan

menentukan terlebih dahulu jumlah sampel yang hendak diambil. Subjek-subjek

populasi ditetapkan kriterianya untuk menetapkan kriteria sampel (Narbuko dan

Achmadi, 2013:116). Quota sampling penelitian ini adalah 9 siswa kelas III SD

Negeri 2 Batubulan, Gianyar yang dibagi menjadi 3 kelompok, setiap kelompok

terdiri dari 3 siswa.

3.3 Metode Pengumpulan Data

Pada penelitian ini metode pengumpulan data yang digunakan adalah

metode rekaman dengan menggunakan metode SLC “simak libat cakap”

(Sudaryanto, 1993:133) dan metode dokumentasi, yaitu membandingkan dengan

buku teks siswa kelas III.

3.4 Analisis Data

Setelah data terkumpul, langkah selanjutnya adalah mengolah data atau

menganalisis data. Penelitian ini menggunakan penelitian diskriptif kualitatif.

Langkah-langkah yang digunakan dalam mengolah data adalah (1) elisitasi dan

transkrips, (2) menghitung rerata panjang ujaran dengan cara ambil sampel

sebanyak 100 ujaran hitung jumlah morfemnya dan bagilah jumlah morfem

dengan jumlah ujaran (Dardjowodjojo, 2010:241), (3) menghitung jenis kalimat,

(4) menghitung struktur kalimat, (5) membandingkan dengan buku teks, (6)

mengambil simpulan, (7) pembahasan.

4 HASIL

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat diketahui

hasilnya sebagai berikut:

1. Panjang rerata ujaran siswa SD kelas III yaitu 3,91 yang mencerminkan

perkembangan bahasa anak ke arah kompentensi linguistik lengkap.

2. Jenis kalimat siswa SD kelas III adalah:

a. Kalimat siswa didominasi kalimat tunggal (97,92%) dan kalimat

majemuk hanya 2,08%.

Page 39: Stilistetika Tahun III Volume 5, Nopember 2014

Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014

ISSN 2089-8460

38

b. Kalimat siswa terdiri dari kalimat sempurna (81,31%) dan kalimat

tidak sempurna (18,69%). Dalam kalimat tidak sempurna siswa SD

kelas III terdapat kalimat ellips dan kalimat telegrafis.

c. Modus kalimat siswa didominasi dengan kalimat berita (91,35%)

diikuti kalimat tanya (5,54%) dan kalimat perintah (3,11%).

3. Struktur atau pola kalimat siswa SD Kelas III didominasi dengan pola

utama (92,39%) sedangkan pola inversi hanya 7,61%.

4. Hasil perbandingan dengan buku teks siswa menunjukkan terdapat kalimat

dengan pola tunggal dan kalimat dengan pola majemuk. Namun kehadiran

kalimat dengan pola majemuk dalam buku teks siswa perlu mendapat

perhatian. Buku teks siswa terindentifikasi sudah menggunakan kalimat

majemuk setara, kalimat majemuk bertingkat, bahkan kalimat majemuk

campuran, sedangkan kompentensi siswa SD kelas III didominasi dengan

kalimat tunggal dan baru mengenal kalimat majemuk, salah satunya

kalimat majemuk rapatan. Fakta ini menunjukkan bahwa tingkat

ketidakterbacaan sangat tinggi karena kompetensi linguistik anak belum

mencapai ke arah struktur kalimat yang lebih komplek. Hal ini menjadi

faktor yang menghambat siswa untuk memahami bahan ajar yang telah

disampaikan.

5 BAHASAN

Berdasarkan hasil data dan analisis yang dilakukan, diketahui rerata

panjang ujaran siswa SD kelas III adalah 3,91. Angka tersebut sesudah dikonversi,

berada pada tahap V yaitu perkembangan bahasa ke arah kompetensi linguistik

lengkap. Hal itu ditunjukkan dengan penggunaan kata tugas dan kata hubung

secara benar, penggunaan kalimat majemuk yaitu kalimat majemuk rapatan, dan

penggunaan kalimat tanya dan perintah.

Kalimat siswa SD Kelas III didominasi kalimat tunggal. Fakta ini memberi

gambaran siswa SD kelas III masih minim dalam menghubungkan antara satu

kalimat dengan kalimat lain dalam satu konsep, anak-anak masih terpaku dalam

Page 40: Stilistetika Tahun III Volume 5, Nopember 2014

Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014

ISSN 2089-8460

39

satu gagasan satu kalimat. Ada kendala dalam piranti kohesi bahasa siswa, dan

siswa masih memiliki kendala dalam pembentukan struktur sintaksis yang sama.

Jenis kalimat siswa berdasarkan kelengkapan fungsi sintaksis, yaitu dalam

kalimat tidak sempurna terdapat kalimat ellips dan kalimat telegrafis. Penggunaan

piranti kohesi ellipsis merupakan petanda perkembangan gramatika anak

selangkah sudah maju. Sedangkan perkembangan kognitif siswa SD kelas III

masih belum bisa menerapkan prinsip ekonomis bahasa yang membentuk kalimat

ellips. Dengan demikian, siswa SD kelas III masih belum memiliki kompetensi

sintaksis ellips yang mumpuni.

Produksi kata tanya siswa SD kelas III didominasi dengan kata tanya

dimana, kemana, siapa, dan apa. Seluruh kata tanya tersebut menunjuk ke arah

kongkret, kebendaan atau material. Sedangkan, kata tanya yang bersifat inmaterial

atau abstrak seperti mengapa, kenapa, tidak digunakan oleh siswa SD Kelas III.

Pernyataan itu sejalan dengan keterbatasan perkembangan kognitif anak yang

cenderung ke arah material sehingga belum banyak mengungkapkan hal-hal yang

bersifat psikis atau menganalisis sesuatu.

Struktur atau pola kalimat siswa SD Kelas III didominasi dengan pola

utama. Hal ini menunjukan bahwa alur penguasaan kaidah sintaksis bahasa

Indonesia diawali dari struktur dengan pola utama, yaitu memposisikan fungsi (S)

subjek di awal kalimat. Fakta ini menunjukkan anak-anak lebih awal

menyebutkan sesuatu kemudian diikuti pemberian keterangan. Hal ini sejalan

dengan perkembangan kognitif siswa yaitu siswa lebih dominan menyebutkan

hal-hal yang kongkret.

6 SIMPULAN DAN SARAN

6.1 Simpulan

Berdasarkan uraian yang telah disajikan dapat dipaparkan simpulan

sebagai berikut.

1. Panjang rerata ujaran siswa SD kelas III yaitu 3,91 yang mencerminkan

perkembangan bahasa anak ke arah kompentensi linguistik lengkap.

2. Jenis kalimat siswa SD kelas III adalah:

Page 41: Stilistetika Tahun III Volume 5, Nopember 2014

Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014

ISSN 2089-8460

40

a. Kalimat siswa didominasi kalimat tunggal (97,92%) dan kalimat majemuk

hanya 2,08%.

b. Kalimat siswa terdiri dari kalimat sempurna (81,31%) dan kalimat tidak

sempurna (18,69%). Dalam kalimat tidak sempurna siswa SD kelas III

terdapat kalimat ellips dan kalimat telegrafis.

c. Modus kalimat siswa didominasi dengan kalimat berita (91,35%) diikuti

kalimat tanya (5,54%) dan kalimat perintah (3,11%).

3. Struktur atau pola kalimat siswa SD Kelas III didominasi dengan pola utama

(92,39%) sedangkan pola inversi hanya 7,61%.

6.2 Saran-saran

Sesuai dengan simpulan yang telah dikemukan, peneliti dapat memberikan

beberapa saran. Ada pun saran-saran sebagai berikut.

1. Guru diharapkan dapat meningkatkan pengajaran bahasa dengan merancang

bahan ajar yang sesuai dengan kompetensi linguistik yang di miliki siswa

khususnya bidang sintaksis.

2. Penyusun bahan ajar perlu mempertimbangkan apa yang akan disajikan dalam

buku teks siswa, serta materi yang disajikan di dalam buku diharapkan sesuai

dengan tingkat kemampuan linguistik siswa SD kelas III.

DAFTAR RUJUKAN

Arifin, Zaenal dan Junaiyah. 2008. Sintaksis. Jakarta: PT. Grasindo.

Arnawa, Nengah. 2008. Wawasan Linguistik dan Pengajaran Bahasa. Denpasar:

Putri Praptama.

Ba’dulu, Abdul Muisdan Herman. 2010. Morfosintaksis. Jakarta: RinekaCipta.

Chaer, Abdul. 2009. Psikolinguistik: kajian teoretik. Jakarta: Rineka Cipta.

Page 42: Stilistetika Tahun III Volume 5, Nopember 2014

Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014

ISSN 2089-8460

41

Chaer, Abdul. 2009. Sintaksis Bahasa Indonesia (Pendekatan Proses). Jakarta:

Rinekacipta.

Dardjowidjojo, Soenjono. 2010. Psikolinguistik: Pengantar Pemahaman Bahasa

Manusia. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia.

Herusantoso, Suparman. 1985. Sintaksis I. Singaraja: Fakultas Ilmu Pendidikan.

Universitas Udayana.

Kridalaksana, Harimurti. 1984. Kamus Linguistik. Jakarta: PT. Gramedia.

Narbuko, Cholid dan H. Abu Achmadi. 2013. Metodologi Penelitian. Jakarta:

Bumi Aksara.

Pusat Bahasa. 2011. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa Edisi

Keempat. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa: Pengantar

Penelitian Wahana Kebudayaan Secara Linguistis. Yogyakarta: Duta

Wacana University Press.

Suhardi. 2013. Dasar-Dasar Ilmu Sintaksis Bahasa Indonesia. Jogjakarta: Ar-

Ruzz Media.

Tarigan, Henry Guntur. 1984. Psikolinguistik. Bandung : Penerbit Angkasa.

Tarigan, Henry Guntur. 2009. Pengajaran Sintaksis. Bandung : Penerbit Angkasa.

Page 43: Stilistetika Tahun III Volume 5, Nopember 2014

Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014

ISSN 2089-8460

42

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN TIPE PARTISIPATIF

DALAM UPAYA MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR

MENARIKAN TARI GADUNG KASTURI PADA

KEGIATAN EKSTRAKURIKULER TARI

SISWA KELAS IX SMP NEGERI 3 MENGWI

TAHUN PELAJARAN 2013/2014

Oleh

K. Ratna Kumala Prapita Devi, NIM 2010.II.4.0001

Program Studi Seni Drama, Tari dan Musik

Bidang Ilmu Pendidikan Bahasa dan Seni

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan prestasi belajar menarikan

tari Gadung Kasturi, serta respon atas penerapan model pembelajaran tipe

partisipatif pada siswa kelas IX SMP Negeri 3 Mengwi dalam kegiatan

ekstrakurikuler tari tahun pelajaran 2013/2014.

Penelitian ini dirancang dalam dua siklus, pada setiap siklus terdiri atas

empat kegiatan pokok, yaitu : perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi.

Dalam observasi yang peneliti lakukan, menemukan beberapa masalah yang

terjadi pada siswa seperti : prestasi belajar menarikan tari Gadung Kasturi masih

sangat kurang dan hasil dari evaluasi sebelumnya menunjukkan dibawah

ketuntasan KKM yaitu 75, serta metode pembelajaran masih menerapkan metode

demonstrasi. Maka dari itu, peneliti mengajukan penerapan model pembelajaran

tipe partisipatif dalam kegiatan ekstrakurikuler tari agar nilai yang dicapai siswa

memenuhi KKM. Subyek penelitian adalah siswa kelas IX SMP Negeri 3 Mengwi

pada kegiatan ekstrakurikuler tari tahun pelajaran 2013/2014, sebanyak 48 orang.

Tehnik pengumpulan data menggunakan metode observasi, tes tindakan, metode

wawancara dan dokumentasi.

Dalam penelitian tindakan kelas ini, analisis data yang dipergunakan

adalah metode analisis deskriftif-kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan,

sebelum penerapan model pembelajaran tipe partisipatif nilai rata-rata 73,25

ketuntasan klasikal 29,16%, setelah penerapan model pembelajaran partisipatif

nilai rata-rata pada siklus I menjadi 75,77 dengan ketuntasan klsikal 64,58% dan

nilai pada siklus II menjadi 78,60 menunjukkan peningkatan yang signifikan.

Hasil observasi untuk mengetahui respon siswa pada siklus I adalah 55,08 dan

pada siklus II adalah 78,33. Berdasarkan hasil yang diperoleh jelas menunjukkan

bahwa penerapan model pembelajaran tipe partisipatif dapat meningkatkan

prestasi belajar siswa kelas IX SMP Negeri 3 Mengwi menarikan tari Gadung

Kasturi pada kegiatan ekstrakurikuler tari.

Kata-kata kunci : Pembelajaran tipe partisipatif, prestasi belajar menarikan

tari Gadung Kasturi

Page 44: Stilistetika Tahun III Volume 5, Nopember 2014

Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014

ISSN 2089-8460

43

Abstract

This study aims to improve learning achievement Gadung Kasturi dance,

as well as the response to the application of participatory learning model of type

IX grade students of SMP Negeri 3 Mengwi in the extracurricular activities of the

school year 2013/2014.

This study was designed in two cycles, each cycle consisting of the four

main activities, namely: planning, implementation, observation, and reflection. In

observation that researchers do, found several problems that occur in students

such as: Gadung Kasturi learning achievement is still lacking and the results of

previous evaluations showed that KKM completeness under 75, as well as

learning methods still apply the method of demonstration. Therefore, the

researchers propose the application of a participatory learning model type dance

in extracurricular activities that meet students' grades achieved KKM. Subjects

were students of class IX SMP Negeri 3 Mengwi on dance extracurricular

activities 2013/2014 school year, as many as 48 people. the data collected using

the method of observation, the test measures, and documentation.

In this classroom action research, data analysis method used is

descriptive analysis - quantitative. The results showed, before the application of

participatory learning model type average value 29.16% 73.25 classical

completeness, after the application of a participatory learning model of the

average value of the first cycle to 75.77 with classical completeness 64.58% and

the value of the cycle II to 78.60 showed a significant increase. The results of

observation to study the response of the students in the first cycle was 55.08 and

the second cycle was 78.33. Based on the results obtained clearly demonstrate

that the application of participatory learning model types can improve student

achievement of grade IX SMP Negeri 3 Mengwi dance GadungKasturi in

extracurricular activities.

Key words: type of participatory learning, learning achievement danced

the GadungKasturi dance.

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Secara umum pendidikan adalah suatu kegiatan yang berupaya untuk

mengembangkan potensi diri, kreativitas dan bakat peserta didik baik dalam

bentuk pendidikan formal maupun non formal. Kegiatan Ekstrakurikuler

merupakan salah satu pendidikan non formal yang dapat mendukung bakat dan

kreativitas dari masing-masing siswa. Dalam ekstrakurikuler tari siswa diajarkan

mempraktekkan langsung tarian-tarian yang diajarkan dalam masing-masing

sekolah. Disini siswa dituntut untuk dapat mengembangkan bakat-bakat mereka

Page 45: Stilistetika Tahun III Volume 5, Nopember 2014

Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014

ISSN 2089-8460

44

dalam menari, mengembangkan kreativitas mereka dan mampu bekerja sama

dengan temannya dalam proses kegiatan ekstrakurikuler tersebut.

Berdasarkan hasil observasi dengan guru pengajar ekstrakurikuler tari

SMP Negeri 3 Mengwi, diketahui bahwa rata-rata siswa yang memilih

ekstrakurikuler tari (48 orang) ini kemampuannya standar yaitu 65, dimana

standar nilai minimal yang harus dicapai adalah 75. Ini dikarenakan model

pembelajaran yang diterapkan masih dalam model standar yaitu model

demonstrasi.

Sehubungan dengan masalah diatas, maka disarankan kepada guru

pengajar untuk menerapkan Model Pembelajaran Tipe Partisipatif. Model

Pembelajaran Tipe Partisipatif yaitu pembelajaran yang melibatkan siswa dalam

proses kegiatan pembelajaran secara optimal. Pembelajaran ini menitikberatkan

pada keterlibatan siswa pada kegiatan pembelajaran (child center/student center)

bukan pada dominasi guru dalam penyampaian materi pelajaran (teacher center).

Jadi pembelajaran akan lebih bermakna bila siswa diberikan kesempatan untuk

berpartisipasi dalam berbagai aktivitas pembelajaran, sementara guru berperan

sebagai fasilitator dan mediator sehingga siswa mampu berperan dan

berpartisipasi aktif dalam mengaktualisasiakan kemampuannya didalam dan diluar

kelas (Rusman, 2010: 323).

Berdasarkan fenomena diatas, maka penulis tertarik untuk mengangkat

permasalahan tersebut dan dijadikan sebagai sebuah penelitian dalam bentuk

Penelitian Tindakan Kelas dengan judul “Penerapan Model Pembelajaran Tipe

Partisipatif Dalam Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar Menarikan Tari Gadung

Kasturi Pada Kegiatan Ekstarkurikuler Tari Siswa Kelas IX SMP Negeri 3

Mengwi, Tahun Pelajaran 2013/2014”.

2. Landasan Teori

Beberapa teori yang menjadi landasan dalam memecahkan permasalahan

dalam kegiatan penelitian ini adalah sebagai berikut :

(1) Pengertian tari Gadung Kasturi, (2) Ragam gerak, pola lantai,

iringan tari, kostum dan tata rias tari Gadung Kasturi, (3) Pengajaran

Page 46: Stilistetika Tahun III Volume 5, Nopember 2014

Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014

ISSN 2089-8460

45

ekstrakurikuler, (4) Pengertian prestasi, (5) Pengertian model

pembelajaran partisipatif, (6) Aspek-aspek dalam menarikan tari

Gadung Kasturi terhadap penerapan Model Pembelajaran Tipe

Partisipatif.

3. Wawasan Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini dibedakan menjadi dua, yaitu tujuan umum dan

tujuan khusus.

1.3.1 Tujuan Umum

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menerapkan model

pembelajaran yang tepat dalam kegiatan ekstrakurikuler tari untuk

meningkatkan prestasi siswa dalam kegiatan tersebut.

1.3.2 Tujuan Khusus

Sesuai dengan rumusan masalah diatas, adapun tujuan khusus dalam

penelitian ini yaitu:

1. Untuk mengetahui prestasi belajar menarikan tari Gadung Kasturi

pada kegiatan ekstrakurikuler tari siswa kelas IX SMP Negeri 3

Mengwi tahun pelajaran 2013/2014 dengan penerapan model

pembelajaran Tipe Partisipatif?

2. Untuk mengetahui respon yang terjadi pada kegiatan ekstrakurikuler

siswa kelas IX SMP Negeri 3 Mengwi tahun pelajaran 2013/2014

terhadap penerapan Model Pembelajaran Tipe Partisipatif.

METODE

1. Metode Observasi

Dalam penelitian ini jenis observasi yang dipergunakan yaitu jenis

Observasi Sistematik (Structured Observation) yaitu observasi yang sudah

ditentukan terlebih dahulu kerangkanya. Kerangka itu memuat faktor-faktor yang

akan diobservasi menurut kategorinya (Usman, 2004 : 56). Dalam penelitian ini,

untuk memperoleh prestasi belajar siswa yang meliputi afektif, kognitif dan

psikomotor. Pemberian skor dilakukan dengan menggunakan skala 5 dengan

SMI= 20.

Page 47: Stilistetika Tahun III Volume 5, Nopember 2014

Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014

ISSN 2089-8460

46

2. Metode Tes

Menurut Gunartha (2009 : 4), tes merupakan sejenis alat ukur untuk

memperoleh gambaran kuantitatif tentang prilaku seseorang, membatasi

pengertian tes sebagai alat ukur atau prosedur yang sistematik untuk mengukur

suatu prilaku. Pada kegiatan pengumpulan data dalam penelitian ini digunakan tes

tindakan yaitu suatu tes yang bentuk jawabannya berupa prilaku (dalam praktek

menarikan tari Gadung Kasturi). Adapun aspek-aspek penilaian yang

dipergunakan pada tes tindakan yang dilakukan antara lain sebagai berikut :

Tabel Variabel atau Aspek Penilaian Tes Tindakan Prestasi

Belajar Menarikan Tari Gadung Kasturi Siswa Kelas IX

SMP Negeri 3 Mengwi Tahun Pelajaran 2013/2014

No Aspek Penilaian Skor Penilaian

1 Pokok teknik tari 1 – 5

2 Kecepatan 1 – 5

3 Ketepatan 1 – 5

4 Sinkronisasi 1 – 5

Jumlah / SMI 4 – 20

3. Dokumentasi

Dokumentasi berasal dari kata dokumen, yang artinya barang-barang

tertulis. Metode dokumentasi berarti cara mengumpulkan data dengan mencatat

data yang didapat yaitu angka-angka dan foto.

4. Analisa Data Deskriptif

4.1.1 Skor Maksimal Ideal

Dalam penelitian ini, skor maksimal ideal diperoleh dari empat aspek

penilaian terhadap prestasi belajar menarikan tari Gadung Kasturi yang meliputu

unsur pokok teknik tari, kecepatan, ketepatan dan sinkronisasi masing-masing

Page 48: Stilistetika Tahun III Volume 5, Nopember 2014

Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014

ISSN 2089-8460

47

unsur memiliki bobot nilai yakni pokok teknik tari (25), kecepatan (25), ketepatan

(25) dan sinkronisasi (25) jadi skor maksimal ideal pada penelitian ini adalah 100.

4.1.2 Membuat Pedoman Konversi

Pedoman konversi yang digunakan dalam mengubah skor mentah menjadi

skor standar dengan norma absolut. Untuk mengkonversikan skor mentah menjadi

skor standar dengan norma absolut skala seratus (persentil) digunakan rumus

sebagai berikut :

X

P = x 100

SMI

Keterangan :

P = Persentil

X = Skor yang dicapai

SMI = Skor maksimal ideal

4.1.3 Membuat Kriteria Predikat

Tabel Kriteria Predikat Prestasi Belajar Menarikan Tari Gadung Kasturi

Siswa Kelas IX SMP Negeri 3 Mengwi Tahun Pelajaran 2013/

2014

Skor Standar Kategori / Predikat

86 - 100 Baik Sekali

70 – 85 Baik

56 – 69 Cukup

41 – 55 Kurang

0 - 40 Kurang Sekali

Sumber : Buku dari rapot siswa SMP

Page 49: Stilistetika Tahun III Volume 5, Nopember 2014

Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014

ISSN 2089-8460

48

4.1.4 Analisis Respon Siswa

Data respon siswa terhadap penerapan model pembelajaran tipe partisipatif

dalam upaya meningkatkan prestasi belajar menarikan tari Gadung Kasturi

dianalisis menggunakan SMI = 25.

1 – 2 = Kurang

3 – 4 = Cukup

5 = Baik

Rumus skor standar :

X

P = x 100

SMI

4.1.5 Mencari Skor Rata-rata

Untuk mengetahui apakah penerapan model pembelajaran tipe partisipatif

dapat meningkatkan prestasi belajar menarikan tari Gadung Kasturi dalam

kegiatan ekstrakurikuler tari siswa kelas IX SMP Negeri 3 Mengwi maka, dapat

dilihat dengan cara membandingkan antar siklus dengan mencari nilai rata-rata

siklus I dan siklus berikutnya. Data tentang peningkatan prestasi belajar

menarikan tari Gadung Kasturi, dapat diketahui melalui rumus nilai rata-rata

sebagai berikut :

∑fx

M =

N

Keterangan :

M = Mean (Nilai rata-rata)

∑fx = Jumlah Standar

N = Jumlah Individu (Nurkancana dan Sunartana, 1992 : 174)

Page 50: Stilistetika Tahun III Volume 5, Nopember 2014

Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014

ISSN 2089-8460

49

HASIL PENELITIAN

Refleksi Siklus I

Berdasarkan data yang diperoleh pada siklus I masih terdapat kelemahan

dan kendala-kendala yang terjadi terhadap peningkatan prestasi belajar menarikan

tari gadung Kasturi, hal ini dapat diketahui dari tingkat persentase siswa sebagai

berikut : dari jumlah siswa kelas IX SMP Negeri 3 Mengwi yaitu 48 orang siswa

yang mengikuti ekstrakurikuler tari, menarikan tari Gadung Kasturi dengan

penerapan model pembelajaran tipe partisipatif, pada siklus ini hasil yang

diperoleh adalah 31 orang siswa mendapatkan nilai dengan predikat baik (B)

dengan presentase 64,58% dan 17 orang siswa mendapatkan predikat cukup (C)

dengan presentase 35,41%. Pada siklus I terdapat peningkatan dari observasi awal

73,25 menjadi 75,25 dengan predikat baik.

Refleksi Siklus II

Berdasarkan hasil observasi dan hasil tes tindakan tentang prestasi belajar

menarikan tari Gadung Kasturi siswa kelas IX SMP Negeri 3 Mengwi pada

kegiatan ekstrakurikuler tari tahun pelajaran 2013/2014 telah terjadi peningkatan

yang sangat signifikan karena siklus II semua siswa telah mencapai nilai yang

telah ditentukan atau semua siswa telah tuntas. Hal ini dapat dibuktikan dengan

skor rata-rata yang diperoleh pada siklus I sebesar 75,25 kemudian pada siklus II

meningkat dengan skor rata-rata 78,60.

BAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian siklus I dan siklus II dapat diketahui

persentase peningkatan prestasi belajar menarikan tari Gadung Kasturi siswa kelas

IX SMP Negeri 3 Mengwi pada kegiatan ekstrakurikuler tari tahun pelajaran

2013/2014 sebagai berikut :

Page 51: Stilistetika Tahun III Volume 5, Nopember 2014

Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014

ISSN 2089-8460

50

1. Pada observasi awal, siswa yang termasuk tuntas hanya 29% dan yang

lainnya tidak tuntas karena nilai yang diperoleh masih berada dalam

kategori cukup dan dibawah KKM 75.

2. Pada siklus I, siswa termasuk belum tuntas sebesar 35,41%. Siswa

yang dinyatakan tidak tuntas berada pada kategori cukup. Pada siklus

ini tidak ada siswa yang termasuk dalam kategori kurang dan

ketuntasan yang dicapai pada siklus I sebesar 64,58% dan hal ini

menunjukkan bahwa pada siklus I ini telah terjadi peningkatan.

3. Pada siklus II terjadi peningkatan yang cukup signifikan karena sudah

tidak ada lagi siswa yang termasuk tidak tuntas. Semua siswa bisa

mencapai nilai standar ketuntasan minimal (KKM) yang ditentukan 75.

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa penerapan model

pembelajaran tipe partisipatif dapat meningkatkan prestasi belajar

menarikan tari Gadung Kasturi pada kegiatan ekstrakurikuler tari siswa

kelas IX SMP Negeri 3 Mengwi tahun pelajaran 2013/2014.

4. Secara individual pada observasi siklus I siswa yang memperoleh

predikat baik sebanyak 14 orang sebesar 29,16% dan predikat cukup

34 orang sebesar 70,83%. Pada siklus II siswa yang mendapat predikat

baik 46 orang sebesar 95,83% dan cukup 2 orang sebesar 4,16%.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian seperti yang sudah diuraikan pada bab IV

maka dapat disimpulkan bahwa dengan penerapan model pembelajaran tipe

partisipatif dalam upaya meningkatkan prestasi belajar menarikan tari Gadung

kasturi pada kegiatan ekstrakurikuler tari siswa kelas IX SMP Negeri 3 Mengwi

tahun pelajaran 2013/2014 dapat meningkat. Dalam hasil tes tindakan, prestasi

belajar menarikan tari Gadung Kasturi siswa kelas IX pada kegiatan

ekstrakurikuler tari tahun pelajaran 2013/2014 yaitu nilai rata-rata yang diperoleh

Page 52: Stilistetika Tahun III Volume 5, Nopember 2014

Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014

ISSN 2089-8460

51

73,28 sedangkan setelah menerapkan model pembelajaran tipe partisipatif terjadi

peningkatan pada siklus I dengan nilai rata-rata yang diperoleh 75,25 dan siklus II

niali rata-rata yang diperoleh adalah 78,60 dan seluruh siswa kelas IX pada

kegiatan ekstrakurikuler tari sudah dapat dinyatakan tuntas.

Tidak hanya itu, dari observasi yang dilakukan dari awal, siklus I dan

siklus II ada suatu peningkatan dalam tiga aspek yaitu afektif, kognitif dan

psikomotor siswa serta adanya suatu perubahan sikap, merespon positif atas

penerapan model pembelajaran tipe partisipatif dan hasil prestasi belajar

menarikan tari Gadung Kasturi meningkat.

Saran

1. Siswa yang telah dinyatakan tuntas disarankan agar berusaha belajar lebih

giat lagi, mempertahankan nilainya bahkan lebih mengasah diri agar

prestasi yang sudah dicapai lebih meningkat.

2. Kepada para guru yang mengajar praktek tari, khususnya pada kegiatan

ekstrakurikuler tari di sekolah diharapkan untuk menggunakan model

pembelajaran lain selain model demonstrasi seperti salah satunya model

pembelajaran tipe partisipatif yaitu model pembelajaran yang melibatkan

siswa secara optimal, menitikberatkan siswa dalam berpartisipasi atau

keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran dimana guru berperan

sebagai fasilitator dan mediator agar siswa lebih aktif dan berani

mengungkapkan pendapatnya.

3. Bagi sekolah agar tetap memperhatikan dan mengikuti perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi dewasa ini serta mensosialisasikan tentang

penelitian tindakan kelas (PTK) kepada guru pengajar sehingga mampu

meningkatkan mutu pendidikan terutama dalam bidang seni tari Bali.

Page 53: Stilistetika Tahun III Volume 5, Nopember 2014

Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014

ISSN 2089-8460

52

DAFTAR RUJUKAN

Arikunto, Suhardjono, Supardi. 2006. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta : Bumi

Aksara

Arikunto, Suharsimi dkk. 2010. Prosedur Penelitian. Jakarta : PT. Rineka Cipta

Bawa, Pande Wayan. 2012. Materi Pelatihan Penelitian Tindakan Kelas. IKIP

PGRI BALI. Denpasar

Cerita, I Nyoman dan Padmini, Tjok Istri Putra. 2009. Buku Ajar Analisis Tari

dan Gerak. Denpasar : Fakultas Seni Pertunjukan ISI Denpasar

Cokrohamijoyo. 1986. Pengetahuan Tari dan Bebebrapa Masalah Tari. Jakarta:

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

Dibia, I Wayan. 2012. Ilen-ilen Seni Pertunjukan Bali. Denpasar: Bali Mangsi

Djayus, I Nyoman. 1980. Teori Tari Bali. Denpasar: Sumber Mas Bali

Gunartha, I Wayan. 2009. Materi Kuliah Evaluasi Pembelajaran. IKIP PGRI

BALI. Denpasar

Nurkancana, Wayan dan Sunartana. 1992. Evaluasi Hasil Belajar. Surabaya:

Usaha Nasional

Rusman. 2010. Model-model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme

Guru. Bandung : Grafindo Persada

Suharso. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Semarang: Widya Karya

Supardjan. 1982. Pengantar Pengetahuan Tari. Jakarta: Departemen Pendidikan

Kebudayaan

Usman, Husaini dan Akbar, Purnomo Setiady. 2004. Metodologi Penelitian

Sosial. Jakarta : Bumi Aksara

Page 54: Stilistetika Tahun III Volume 5, Nopember 2014

Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014

ISSN 2089-8460

53

PENGGUNAAN MEDIA AUDIO VISUAL TALKSHOW “KICK ANDY”

UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENYIMAK PADA SISWA

KELAS XI IPA 1 SMA PGRI 4 DENPASAR

TAHUN PELAJARAN 2013/2014

Oleh

Komang Wahyu Hanggara, NIM.2010.II.I.0014

Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia dan Daerah

Bidang ilmu Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Abstrak

Permasalahan yang dibahas atau menjadi pusat perhatian dalam penelitian

ini adalah apakah penggunaan media audio visual talkshow ”Kick Andy” dapat

meningkatkan kemampuan menyimak siswa kelas XI IPA 1 SMA PGRI 4

Denpasar tahun ajaran 2013/2014? dan bagaimanakah respon siswa kelas XI IPA

1 SMA PGRI 4 Denpasar tahun ajaran 2013/2014 terhadap penggunaan media

audio visual talkshow”Kick Andy” dalam meningkatkan kemampuan menyimak?.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah media audio visual

talkshow “Kick Andy” dapat meningkatkan kemampuan menyimak siswa kelas

XI IPA 1 SMA PGRI 4 Denpasar tahun ajaran 2013/2014 dan untuk mengetahui

respon siswa kelas XI IPA 1 SMA PGRI 4 Denpasar tahun ajaran 2013/2014

terhadap penggunaan media audio visual talkshow”Kick Andy” dalam

meningkatkan kemampuan menyimak.

Berdasakan hasil analisis data dapat disimpulkan bahwa penggunaan

media audio visual talkshow “Kick Andy” dapat meningkatkan kemampuan

menyimak dan respon siswa pada siswa kelas XI IPA 1 SMA PGRI 4 Denpasar

tahun pelajaran 2013/2014. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil perolehan nilai

rata-rata pada refleksi awal sebesar 57,37, pada siklus I memperoleh nilai rata-rata

73,94, dan pada siklus II mengalami peningkatan menjadi 83,29 dengan kategori

baik. Di samping itu, hasil observasi respon siswa pada siklus I memperoleh rata-

rata 62,19 dengan kategori cukup tinggi dan pada siklus II meningkat menjadi

84,78 dengan kategori tinggi.

Kata kunci: media audio visual, menyimak

Abstract

The problems discussed or be the center of attention in this study is

whether the use of audio-visual media talk show "Kick Andy" can improve the

listening skills of students of class XI IPA 1 SMA PGRI 4 Denpasar academic

year 2013/2014? and how the response of students of class XI IPA 1 SMA PGRI 4

Denpasar academic year 2013/2014 on the use of audio-visual media talk show

"Kick Andy" in improving listening skills ?. The purpose of this study was to

Page 55: Stilistetika Tahun III Volume 5, Nopember 2014

Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014

ISSN 2089-8460

54

determine whether the audio-visual media talk show "Kick Andy" can improve the

listening skills of students of class XI IPA 1 SMA PGRI 4 Denpasar academic

year 2013/2014 and to study the response of the students of class XI IPA 1 SMA

PGRI 4 Denpasar academic year 2013 / 2014 on the use of audio-visual media

talk show "Kick Andy" in improving listening skills.

Based on the results of data analysis it can be concluded that the use of

audio-visual media talk show "Kick Andy" can enhance students' ability to listen

and respond to the students of class XI IPA 1 SMA PGRI 4 Denpasar academic

year 2013/2014. This can be seen from the results of the acquisition of the

average value of 57.37 at the beginning of reflection, in the first cycle to obtain an

average value of 73.94, and the second cycle increased to 83.29 with both

categories. In addition, the observation of student responses in cycle I gained an

average of 62.19 with a high enough category and the second cycle increased to

84.78 with the high category. In connection with the above results, the authors

suggest that studies teachers use audio-visual media in an effort to increase the

ability to listen and respond.

Keywords: audio-visual media, listening

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Keterampilan menyimak merupakan salah satu keterampilan berbahasa yang

tercantum dalam kurikulum. Selama ini guru sering menggunakan media cetak

dan audio dalam melatih siswa menyimak. Penggunaan media ini tampaknya

belum mampu meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa dalam menyimak.

Peneliti berkolaborasi dengan guru bahasa Indonesia yang mengajar di kelas XI

IPA 1 SMA PGRI 4 Denpasar menawarkan solusi untuk menggunakan media

audio visual Talkshow “Kick Andy” untuk melatih siswa menyimak. Media audio

visual talkshow ”Kick Andy” dipilih, karena media ini banyak mengangkat kisah-

kisah inspiratif perjalanan hidup seseorang. Selain itu talkshow ”Kick Andy”

dapat juga menggugah hati penyimaknya untuk menolong seseorang ataupun juga

dapat memberikan rasa simpati, sehingga penulis dapat berasumsi bahwa dengan

media audiovisual ini dapat melatih dan meningkatkan kemampuan siswa dalam

menyimak isi dari infomasi yang terdapat dalam talkshow ”Kick Andy” tersebut.

Penelitian ini dapat meningkatkan prestasi belajar siswa dan memberikan solusi

Page 56: Stilistetika Tahun III Volume 5, Nopember 2014

Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014

ISSN 2089-8460

55

dalam upaya memperbaiki serta meningkatkan keterampiln berbahasa khususnya

menyimak serta meningkatkan mutu pembelajaran bahasa Indonesia.

Permasalahan yang dibahas atau menjadi pusat perhatian dalam penelitian ini

adalah apakah penggunaan media audio visual talkshow ”Kick Andy” dapat

meningkatkan kemampuan menyimak siswa kelas XI IPA 1 SMA PGRI 4

Denpasar tahun ajaran 2013/2014? dan bagaimanakah respon siswa kelas XI IPA

1 SMA PGRI 4 Denpasar tahun ajaran 2013/2014 terhadap penggunaan media

audio visual talkshow”Kick Andy” dalam meningkatkan kemampuan menyimak?.

2. Landasan Teori

Teori-teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah: (1) teori media,

dan (2) teori menyimak.

2.1 Teori Media

Dalam teori media ini akan dibahas beberapa hal yaitu: (1) pengertian

media, (2) pengertian media audio visual, dan (3) talkshow “Kick Andy”

2.1.1 Pengertian Media

Kata media berasal dari bahasa latin medius yang secara harafiah berarti

tengah, perantara, atau pengantar. Dalam bahasa Arab, media adalah perantara

atau pengantar pesan dari pengirim kepada penerima pesan. Batasan lain telah

pula dikemukakan oleh para ahli yang sebagian diantaranya akan diberikan

berikut ini. AECT (Association of Education and Communication Technologi,

1977) memberi batasan tentang media sebagai segala bentuk dan saluran yang

digunakan untuk menyampaikan pesan atau informasi (Arsyad, 2009:3)

Menurut Sadiman dkk, (2009:6) kata media berasal dari bahasa latin dan

merupakan bentuk jamak dari kata medium yang secara harafiah berarti perantara

atau pengantar. Medoe adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim ke

penerima pesan.

Media adalah sarana perantara dalam proses pembelajaran sehingga

terjadinya komunikasi dari pengirim menuju penerima (Daryanto, 2010:4)

Page 57: Stilistetika Tahun III Volume 5, Nopember 2014

Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014

ISSN 2089-8460

56

Jadi dapat disimpulkan bahwa media merupakan suatu alat penyampaian

pesan dari seseorang dengan menggunakan perantara atau pengantar.

2.1.2 Pengertian Media Audio Visual

Media audio visual adalah media yang mempunyai unsur suara dan unsur

gambar. Jenis media ini mempunyai kemampuan yang lebih baik, karena meliputi

kedua jenis media auditif (mendengar) dan visual (melihat). Media audio visual

merupakan sebuah alat bantu audio visual yang berarti bahan atau alat yang

dipergunakan dalam situasi belajar untuk membantu tulisan dan kata yang

diucapkan dalam menularkan pengetahuan, sikap, dan ide.

2.1.3 Talkshow “Kick Andy”

“Kick Andy” adalah sebuah tayangan yang memadukan pola news

konvensional dengan kreativitas pada On air Presentation, mengangkat isu-isu

aktual yang berkaitan langsung dengan kehidupan publik dan diletakan pada

bentuk acara televisi bernama Talkshow. Acara Talkshow “Kick Andy” dibawakan

secara apik oleh Andy F. Noya yang menyajikan topik-topik sosial, kesehatan,

pendidikan, budaya dan masalah kemasyarakatan lainnya. “Kick Andy” dirancang

untuk memberikan inspirasi bagi penonton, misalnya mereka yang cacat tidak

merasa terbatas dengan cacatnya, tidak merasa hidupnya hancur. Sebaliknya

mereka justru berprestasi, sehingga memotivasi penonton untuk memiliki

semangat hidup dan daya juang yang tinggi.

Kekuatan Talkshow “Kick Andy” adalah pada tema dan content (isi),

karena program ini mengasah kepekaan sosial dan selalu menyampaikan pesan

wacana kemanusiaan yang bersifat universal melalui narasumber yang kemudian

memberikan pernyataan-pernyataan bersifat motivasi positif untuk pemirsa

(Hafzah Ayu. Blogspot. com 2011).

Peneliti mengaitkan talkshow “Kick Andy” dengan kemampuan menyimak

adalah karena acara ini berisi banyak sekali pesan-pesan moral didalamnya

Page 58: Stilistetika Tahun III Volume 5, Nopember 2014

Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014

ISSN 2089-8460

57

sehingga dapat memberikan semangat untuk berkarya dan berbuat hal positif

untuk diri sendiri, dan lingkungan sekitar. Dan secara langsung dapat terjadi

proses kegiatan mendengarkan lambang-lambang lisan dengan penuh perhatian

untuk memperoleh informasi menangkap isi dari talkshow “Kick Andy”.

3. Wawasan Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah media audio visual

talkshow “Kick Andy” dapat meningkatkan kemampuan menyimak siswa kelas

XI IPA 1 SMA PGRI 4 Denpasar tahun ajaran 2013/2014 dan untuk mengetahui

respon siswa kelas XI IPA 1 SMA PGRI 4 Denpasar tahun ajaran 2013/2014

terhadap penggunaan media audio visual talkshow”Kick Andy” dalam

meningkatkan kemampuan menyimak.

METODE PENELITIAN

1. Desain Penelitian

Penelitian ini diawali dengan melakukan refleksi awal yang dilakukan tannpa

menggunakan media audio visual. Berdasarkan refleksi awal diperoleh informasi

bahwa siswa kelas XI IPA 1 SMA PGRI 4 Denpasar dalam menyimak isi

informasi masih sangat rendah. Peneliti mencoba mengadakan siklus I dengan

menggunakan media audio visual yang diharapkan dapat meningkatkan

kemampuan menyimak isi informasi.

Perencanaan penelitian ini diawali dengan menyusunrencana pelaksanaan

pembelajaran (RPP), membuat media pembelajaran, instrument, dan menyusun

alat evaluasi pembelajaran. Tahap berikutnya adalah pelaksanaan tindakan yang

dimana dilaksanaakan berdasarkan langkah-langkah dalam RPP. Tahap observasi

dilakukan saat pembelajaran berlangsung dengan menggunaakan instrument yang

telah disediakan. Tahap refleksi dilakukan saat akhir pembelajaran, yang

bertujuan untuk memperoleh umpan balik di dalam menentukan tindakan

selanjutnya. Hasil dari refleksi siklus I ditindak lanjuti jika 75% siswa nelum

mencapai nilai KKM, dan diakhiri jika 75% siswa sudah mencapai nilai KKM.

Page 59: Stilistetika Tahun III Volume 5, Nopember 2014

Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014

ISSN 2089-8460

58

2. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA 1 SMA PGRI 4

Denpasar tahun pelajaran 2013/2014 yang berjumalah 51 orang, yang terdiri atas

11 orang laki-laki dan 40 orang perempuan.

Data yang dihimpun adalah data berupa penilaian hasil tes menyimak isi

talkshow “Kick Andy” dan data hasil observasi terhadap respon siswa dalam

pembelajaran.

3. Bagaimana Data Dikumpulkan

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik penilaian

hasil tes siswa sebagai data kuantitatif dan data kualitatif diperoleh dari hasil tes

observasi.

Tes yang dijadikan instrumen adalah tes tulis dalam bentuk tugas, dengan

menyuruh siswa untuk menyimak talkshow “Kick Andy” kemudian siswa

menjawab pertanyaan mengenai isi jalannya talkshow. Tes ini bertujuan untuk

mengetahui peningkatan keterampilan menyimak talkshow “Kick Andy” dengan

menggunakan media audio visual.

Adapun instrument yang dilakukan untuk mengumpulkan data kuantitatif atau

instrument observasi sebagai berikut.

NO

Nama Siswa

Indikator

SM

SS

Ket. A B C D E

Total Skor

Rata-rata

Page 60: Stilistetika Tahun III Volume 5, Nopember 2014

Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014

ISSN 2089-8460

59

Keterangan Indikator:

A = Minat Siswa

B = Keseriusan Siswa Mendengarkan Materi Pelajaran

C = Aktif Bertanya dengan Teman

D = Aktif Bertanya dan Mengemukakan Pendapat dengan Guru

E = Kedisiplinan Murid dalam Mengikuti Pelajaran

Keterangan Skor

Sangat baik : skor 5 Kurang baik : skor 2

Baik : skor 4 Sangat kurang baik : skor 1

Cukup baik : skor 3

4. Bagaimana Data Dianalisis

Adapun metode yang akan digunakan untuk mengolah data dalam penelitian ini

adalah metode statistik deskriptif. Sesuai dengan metode yang digunakan dalam

mengolah data penelitian ini, maka ditempuh langkah-langkah sebagai berikut.

a. Mengubah skor mentah menjadi skor standar, yaitu dengan cara:

1. Menentukan skor maksimal ideal (SMI)

2. Membuat pedoman konversi

b. Mencari skor rata-rata

c. Menentukan kriteria predikat

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Untuk refleksi awal nilai rata-rata siswa sebesar 53,37. Pada siklus I hasil

siswa yakni, 26 orang siswa atau 51% siswa memperoleh predikat baik, 23 orang

siswa atau 45% siswa memperoleh predikat cukup, dan 3 orang siswa atau 6%

siswa memperoleh predikat kurang, sehingga diperoleh skor rata-rata siklus I

adalah 73,98%.

Hasil tes siklus II menunjukan adanya peningkatan dilihat dari hasil

kemampuan menyimak melalui media audio visual talkshow ”Kick Andy” pada

kelas XI IPA 1 SMA PGRI 4 Denpasar yaitu, 9 orang siswa atau 18% siswa

Page 61: Stilistetika Tahun III Volume 5, Nopember 2014

Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014

ISSN 2089-8460

60

memperoleh predikat baik sekali, 39 orang siswa atau 76% siswa memperoleh

predikat baik, dan 3 orang siswa atau 6% memperoleh predikat cukup, sehingga

memperoleh skor rata-rata siklus II adalah 83,39.

Berdasarkan hasil observasi siklus I dapat digambarkan hahwa hasil

respon siswa terhadap penggunaan media audio visual talkshow “Kick Andy”

dalam meningkatkan kemampuan menyimak siswa kelas XI IPA 1 SMA PGRI 4

Denpasar dapat diketahui yaitu 4 orang siswa atau 8% siswa memperoleh predikat

tinggi, 42 orang siswa atau 82% memperoleh predikat sedang, dan 5 orang siswa

atau 10% memperoleh predikat rendah. Skor tertinggi adalah 20 dan skor terendah

adalah 13 sehingga memperoleh skor rata-rata 62,19 yang termasuk ke dalam

katagori sedang.

Hasil observasi siswa pada siklus II menunjukan ada peningkatan hasil

yang lebih baik dibandingkan dengan siklus I. Hasil respon siswa terhadap

penggunaan media audio visual talkshow “Kick Andy” dalam meningkatkan

kemampuan menyimak pada siswa kelas XI IPA 1 SMA PGRI 4 Denpasar yaitu,

23 orang siswa atau 45% memperoleh skor predikat sangat tinggi, 26 orang siswa

atau 51% siswa memperoleh skor predikat tinggi, dan 2 orang siswa atau 4%

siswa memperoleh predikat sedang. Skor tertinggi adalah 24 dan skor terendah

adalah 17 sehingga memperoleh skor rata-rata 84,78.

SIMPULAN DAN SARAN

1. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas yang diperoleh di kelas XI IPA 1

SMA PGRI 4 Denpasar tahun pelajaran 2013/2014 tentang penggunaan media

audio visual talkshow “Kick Andy” untuk meningkatkan kemampuan menyimak

dapat disimpulkan sebagai berikut.

1. Penggunaan media audiovisual talkshow “Kick Andy” dapat

meningkatkan hasil belajar siswa kelas XI IPA 1 SMA PGRI 4 Denpasar

Page 62: Stilistetika Tahun III Volume 5, Nopember 2014

Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014

ISSN 2089-8460

61

dalam menyimak isi informasi. Hal ini dapat dilihat dari adanya

peningkatan hasil tes siswa dari sebelum melakukan tindakan hingga

pelaksanaan siklus II. Hasil rata-rata yang diperoleh siswa pada refleksi

awal sebesar 58,33, pada siklus I meningkat menjadi 73,98 dan pada siklus

II meningkat menjadi 83,39. Secara klasikal hasil belajar meningkat 51%

pada siklus I dan kemudian meningkat lagi menjadi 94% pada siklus II.

2. Respon siswa terhadap pembelajaran menyimak isi informasi melalui

penggunaan media audio visual talkshow “Kick Andy” yang diterapkan

guru bidang studi pada siswa kelas XI IPA 1 SMA PGRI 4 Denpasar

mengalami peningkatan skor rata-rata yaitu dari siklus I sebesar 62,03

dengan kategori cukup tinggi dan pada siklus II meningkat menjadi 84,78

dengan kategori tinggi

2. Saran

Berdasarkan simpulan di atas dianjurkan beberapa saran sebagai tindak lanjut

dari penelitian yang telah dilakukan guna meningkatkan pembelajaran bahasa

Indonesia kedepannya sebagai berikut.

1. Bagi siswa penggunaan media audio visual talkshow “Kick Andy” dapat

digunakan sebagai salah satu cara untuk meningkatkan kemampuan

menyimak dan memotivasi siswa dalam belajar.

2. Guru bidang studi bahasa Indonesia, diharapkan dapat memanfaatkan

media audio visual talkshow “Kick Andy” sebagai slah satu cara didalam

kegiatan belajar mengajar dan dilaksanakan lebih kreatif dan inovatif agar

hasil belajar siswa dapat ditingkatkan.

3. Peneliti lain juga dapat melakukan penelitian sejenis berkaitan dengan

pengguaan media audio visual talkhow “Kick Andy” dalam pembelajaran

menyimak isi informasi di sekolah lain. Diharapkan juga peneliti lain

dapat melakukan penelitian selanjutnya dalam berbagai variasi untuk

mengembangkan penelitian ini dan diharapkan mendapat hasil yang lebih

baik.

Page 63: Stilistetika Tahun III Volume 5, Nopember 2014

Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014

ISSN 2089-8460

62

DAFTAR RUJUKAN

Arsyad, Azhar. 2009. Media Pembelajaran. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Daryanto. 2011. Media Pembelajaran. Bandung: Sarana Tutorial Nurani Sejahtera.

Merdhana, I Nyoman. 1984. Dasar-Dasar Menyimak Efektif. Singaraja: UNUD.

Narbuko dan Achmadi. 2012. Metodologi Penelitian. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Nurkencana dan Sunartana. 1992. Evaluasi Hasil Belajar. Surabaya: Usaha

Nasional.

Paizaluddin dan Ermalinda. 2013. Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action

Research) Panduan Teoritis dan Praktis. Bandung: Alfabeta.

Sadiman, dkk. 2009. Media Pendidikan Pengertian, Pengembangan, dan

Pemanfaatannya. Jakarta: Rajawali Pers.

Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,

Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Suharsimi, Arikunto. 2010. Prosedur Penelitian. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Sulatra, dkk. 2013. Dinamika Bahasa Media. Denpasar: Udayana University

Press.

Tarigan, Henry Guntur. 1983. Menyimak Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa.

Bandung: Angkasa.

Page 64: Stilistetika Tahun III Volume 5, Nopember 2014

Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014

ISSN 2089-8460

63

KEMAMPUAN MEMBUAT SENI KRIYA LOGAM DUA DIMENSI

MENGGUNAKAN BAHAN PLAT KUNINGAN DENGAN TEKNIK UKIR

OLEH SISWA KELAS XII SMAN 1 GUNUNGSARI

KABUPATEN LOMBOK BARAT TAHUN PELAJARAN 2013/2014

Oleh:

Moh. Nanang Kosim, Nim. 2011.II.3.0017

Program Studi Pendidikan Seni Rupa

Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni

Abstrak

Kabupaten Lombok Barat merupakan pusat daerah pariwisata di Provinsi

Nusa Tenggara Barat. Sebagai penunjang kemajuan pariwisata, diperlukan seni

kerajinan yang dapat dijadikan sebagai produk andalan yaitu seni kriya logam plat

kuningan. Seni kriya logam plat kuningan sangat menarik untuk diangkat sebagai

bahan penelitian, mengingat kerajinan ini sangat jarang ditemukan di daerah

Lombok yang benar-benar hasil kerajinan lokal. Barang kriya logam plat

kuningan yang selama ini beredar di Lombok kebanyakan berasal dari Pulau

Jawa. Oleh sebab itu, kerajinan kriya logam plat kuningan ini sangat memiliki arti

dalam penelitian ini untuk menunjang perkembangan kerajinan di Pulau Lombok.

Berdasarkan latar belakang tersebut maka dapat dirumuskan permasalahan

yaitu: bagaimanakah kemampuan membuat seni kriya logam dua dimensi

menggunakan bahan plat kuningan dengan teknik ukir oleh siswa kelas XII

SMAN 1 Gunungsari Kabupaten Lombok Barat tahun pelajaran 2013/2014?.

Dalam penelitian ini metode penentuan subjek menggunakan penelitian

sampel dan yang menjadi subjek penelitian adalah siswa kelas XII SMAN 1

Gunungsari Kabupaten Lombok Barat tahun pelajaran 2013/2014 yang berjumlah

67 sampel siswa. Metode pendekatan subjek menggunakan metode empiris.

Metode pengumpulan data menggunakan metode tes tindakan dan metode

pengolahan datanya adalah analisis statistik deskriptif.

Berdasarkan penelitian dan analisis data yang telah dilakukan dapat ditarik

kesimpulan bahwa kemampuan membuat seni kriya logam dua dimensi

menggunakan bahan plat kuningan dengan teknik ukir oleh siswa kelas XII

SMAN 1 Gunungsari Kabupaten Lombok Barat tahun pelajaran 2013/2014

memperoleh nilai rata-rata 78 dan berpredikat baik.

Kata kunci: seni kriya logam, dua dimensi

Abstract

West Lombok is the center of tourism in West Nusa Tenggara Province. As

a support to the advancement of tourism, craft needed which can serve as a

flagsship product that is a brass plate metal craft art. Craft art metal plate is very

interesting to be appointed as a research material, considering this craft is very

rarely found in the area of Lombok truly local handicrafts. Items metal craft brass

plate that had been circulating in Lombok mostly from Java. Therefore, craft

Page 65: Stilistetika Tahun III Volume 5, Nopember 2014

64

metal craft brass plate is very meaningful in this research to support the

development of the craft on the island of Lombok.

Based on this background, the problem can be formulated as follows: how

is ability to create two-dimensional metal craft art using materials with a brass

plate carving techniques by class XII students of SMAN 1 Gunungsari West

Lombok academic year 2013/2014 ?.

In this study, subjects using the method of determination of the sample and

the research that is the subject of research is a class XII student of SMAN 1

Gunungsari West Lombok academic year 2013/2014, amounting to 67 samples of

students. Method approaches the subject using empirical methods. Methods of

data collection using the test method measures and data processing methods are

descriptive statiscal analysis.

Based on the research and data analysis that has been done can be

concluded that the ability to create two-dimensional metal craft art using

materials with a brass plate carving techniques by class XII students of SMAN 1

Gunungsari West Lombok academic year 2013/2014 obtain the average value of

78 and predicated good.

Keywords: metal craft art, two-dimensional

PENDAHULUAN

Perkembangan budaya lokal suatu daerah dipengaruhi oleh perkembangan

masyarakat yang ada di daerah tersebut. Budaya lokal tidak terlepas dari pengaruh

seni rupa. Seni memiliki fungsi yang dapat dirasakan secara langsung maupun

tidak langsung bagi manusia. Fungsi yang secara langsung dapat dirasakan adalah

sebagai media untuk berekspresi diri, berkomunikasi, bermain, dan menyalurkan

bakat yang dimiliki. Secara tidak langsung, manusia dapat memperoleh manfaat

pendidikan melalui pengembangan berbagai kemampuan dasarnya untuk belajar.

Seni rupa dapat dibagi menjadi dua yaitu seni rupa murni dan seni rupa

terapan. Seni rupa murni mengutamakan segi keindahan saja, sedangkan seni rupa

terapan mengutamakan fungsi dan keindahan dari benda kriya yang biasa disebut

seni kriya terapan. Misalnya dari sekian banyak seni kriya terapan yang ada di

Lombok, yakni perkembangan seni kriya terapan dengan bahan plat kuningan

masih kurang dijumpai di pasar-pasar seni, dibandingkan dengan barang kriya

terapan lainnya. Hal ini dipengaruhi oleh minat para pengerajin yang belum secara

maksimal mengeksplorasi kerajinan ini.

Page 66: Stilistetika Tahun III Volume 5, Nopember 2014

65

Seni kriya logam plat kuningan sangat menarik untuk diangkat sebagai

bahan penilitian, mengingat kerajinan ini sangat jarang ditemui di daerah Lombok

yang benar-benar hasil kerajinan lokal. Barang kriya logam yang selama ini

beredar di Lombok kebanyakan berasal dari Pulau Jawa. Oleh sebab itu, kerajinan

kriya logam plat kuningan sangat memiliki arti dalam penelitian ini untuk

menunjang perkembangan kerajinan di Pulau Lombok.

Melihat permasalahan di atas, tenaga pendidik pelajaran seni budaya yang

mengajar pada SMAN 1 Gunungsari Kabupaten Lombok Barat mencoba untuk

memperkenalkan kerajinan plat kuningan dengan teknik ukir kepada peserta didik

yang duduk dikelas XII. Hal ini dilakukan agar kerajinan bahan plat kuningan

dapat berkembang dan meningkatkan keterampilan bagi siswa karena mereka

akan menjadi tulang punggung untuk meningkatkan perekonomian masyarakat

sekitar. Mengingat letak geografis SMAN 1 Gunungsari yang dekat dengan

daerah pariwisata pantai Senggigi.

Manfaat yang dapat diperoleh siswa setelah mempelajari seni kriya dua

dimensi menggunakan bahan logam plat kuningan adalah dapat mengembangkan

bakat dan kreativitasnya dalam berkarya dan menciptakan peluang usaha untuk

memajukan perekonomian masyarakat sekitar.

Dengan berbagai keunggulan serta potensi yang dimiliki oleh SMAN 1

Gunungsari Kabupaten Lombok Barat diharapkan menghasilkan alumni yang

menguasai ilmu pengetahun dan teknologi serta memiliki bekal keterampilan yang

dapat diterapkan di masyarakat. Oleh sebab itu penelitian ini dilakukan untuk

mengetahui kemampuan siswa SMAN 1 Gunungsari Kabupaten Lombok Barat

dalam membuat seni kriya terapan menggunakan bahan plat kuningan dengan

tenik ukir. Penelitian difokuskan pada siswa kelas XII. Tujuan penelitian ini untuk

mengetahui kemampuan siswa dalam membuat seni kriya logam dua dimensi

menggunakan bahan plat kuningan dengan teknik ukir.

Pemilihan kemampuan siswa dalam membuat seni kriya terapan

menggunakan bahan plat kuningan sebagai obyek penelitian adalah selain seni

kriya dua dimensi dengan bahan plat kuningan diajarkan pada kelas XII juga

disebabkan para siswa ini akan menjadi tulang punggung yang akan meneruskan

Page 67: Stilistetika Tahun III Volume 5, Nopember 2014

66

perkembangan budaya ke depan khususnya kerajinan logam plat kuningan yang

belum banyak diekplorasi oleh perajin lokal. Dengan adanya penelitian ini akan

mampu meningkatkan pertumbuhan barang kerajinan logam plat kuningan di

Pulau Lombok dan ketersediaan bahan baku plat yang semakin mudah didapatkan

untuk menunjang perkembangannya. Seni kriya logam dua dimensi plat kuningan

merupakan kerajinan yang memerlukan kesabaran dan ketelitian yang tinggi

dalam proses pembuatannya untuk menghasilkan barang kerajinan logam plat

kuningan yang dapat bersaing dengan daerah lainnya

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah kemampuan

membuat seni kriya logam dua dimensi menggunakan bahan plat kuningan

dengan teknik ukir oleh siswa kelas XII SMAN 1 Gunungsari Kabupaten

Lombok Barat tahun pelajaran 2013/2014 ?

Adapun landasan teori yang digunakan sebagai penjelasan wawasan

berfikir untuk mengarahkan seluruh penelitian ini yaitu: 1) pengertian seni kriya ,

2) unsur-unsur seni kriya dua dimensi, 3) sejarah singkat seni ukir Indonesia, 4)

sejarah seni kriya tembaga, kuningan dan aluminium di Indonesia, 5) langkah

dalam pembuatan seni kriya dua dimensi menggunakan bahan logam plat

kuningan.

METODE

Metode penentuan subjek yang dilakukan dalam penelitian ini adalah

penelitian sampel. Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti.

Dinamakan penelitian sampel apabila kita bermaksud untuk menggeneralisasikan

hasil penelitian sampel (Arikunto, 2010:174). Subjek penelitian adalah siswa

kelas XII SMAN 1 Gunungsari Kabupaten Lombok Barat tahun pelajaran

2013/2014 sebanyak 67 siswa. Metode pendekatan subjek penelitian yang

digunakan adalah metode empiris yaitu metode penelitian yang digunakan untuk

meneliti pada kondisi objek alamiah (Riduwan, 2011:51).

Metode pengumpulan data menggunakan metode tes tindakan. Tes adalah

serentetan pertanyaan atau latihan serta alat lain yang digunakan untuk mengukur

keterampilan, pengetahuan intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh

Page 68: Stilistetika Tahun III Volume 5, Nopember 2014

67

individu atau kelompok (Arikunto, 2010:193). Metode pengolahan data

menggunakan analisis statistik deskriptif yaitu dengan mendeskripsikan fakta-

fakta tentang masalah yang diselidiki sebagaimana adanya yang diikuti dengan

interprestasi secara rasional. Analisis statistik deskriptif hanya dipergunakan

untuk menyajikan dan menganalisis data agar lebih bermakna dan komunikatif

yang disertai perhitungan sederhana yang bersifat memperjelas keadaan atau

karakteristik data yang bersangkutan.

HASIL

Hasil penelitian tentang kemampuan membuat seni kriya logam dua

dimensi menggunakan bahan plat kuningan dengan teknik ukir oleh siswa kelas

XII SMAN 1 Gunungsari Kabupaten Lombok Barat tahun pelajaran 2013/2014

dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 1 : Data Skor Kemampuan Membuat Seni Kriya Logam Dua Dimensi

Menggunakan Bahan Plat Kuningan dengan Teknik Ukir Oleh Siswa

Kelas XII SMAN 1 Gunungsari Kabupaten Lombok Barat Tahun

Pelajaran 2013/2014

No

Nama Sampel

Kelas Kriteria Penilaian

Jumlah A B C D E

1 Ade Andriyan XII IPA.1 15 16 16 16 15 78

2 Baiq Septina Hardianti XII IPA.1 18 16 20 18 18 90

3 Dita Almina Fuady XII IPA.1 16 16 15 14 14 75

4 Husniatun Iza XII IPA.1 15 15 14 16 15 75

5 Lalu M. Ibnul Ghifari XII IPA.1 13 14 15 15 14 71

6 M. Mahbubirrahman XII IPA.1 15 14 14 14 14 71

7 Musirin XII IPA.1 13 13 14 15 15 70

8 Siti Nurazizah XII IPA.1 15 15 15 15 15 75

9 Arif Rahman Hakim XII IPA.2 14 15 14 15 14 72

10 Ulyani Hidayah XII IPA.2 14 15 13 14 14 70

11 Baiq Hariani XII IPA.2 14 15 13 13 15 70

12 Sri Wahyuni Ningsih XII IPA.2 15 15 15 15 14 74

13 Devi Arista XII IPA.2 13 13 15 16 14 71

14 Ridho Hastawan XII IPA.2 15 15 15 15 15 75

15 Eva Hidayati XII IPA.2 15 15 15 14 14 73

16 Nita Sopiana XII IPA.2 16 16 16 16 18 82

17 Adi Rivanto XII IPA.3 17 16 18 17 17 85

18 Yulia Putri Mantika XII IPA.3 14 15 16 15 15 75

19 Ayu Ningsih XII IPA.3 18 15 18 16 15 82

20 Sumiati XII IPA.3 16 15 18 16 15 80

21 Baiq Jayanti Putri XII IPA.3 12 13 15 15 15 70

Page 69: Stilistetika Tahun III Volume 5, Nopember 2014

68

22 Ro’yatul Isnaeni XII IPA.3 14 15 15 15 15 74

23 Dini Ulfiyati XII IPA.3 15 15 15 15 15 75

24 Rijalul Huda XII IPA.3 17 16 18 16 16 83

25 Aziz Rohman XII IPA.4 13 14 15 15 14 71

26 Zulharman XII IPA.4 17 16 17 17 13 80

27 Desak Kadek Yuli A. XII IPA.4 17 17 16 18 17 85

28 Toni Hermansyah XII IPA.4 15 15 15 15 15 75

29 Dewa Nyoman Budiana XII IPA.4 15 15 15 16 14 75

30 Sabarudin XII IPA.4 16 15 16 15 16 78

31 I Ketut Mantra XII IPA.4 14 14 15 15 15 73

32 Ni Nyoman Wiwin S. XII IPA.4 16 15 15 16 16 78

33 Achmad Nanda P. XII IPS.1 15 15 16 15 14 75

34 Zara Hirly Parrani XII IPS.1 18 16 18 17 17 86

35 Andi Riawan XII IPS.1 17 16 18 17 17 85

36 Tery Selem Oktavari XII IPS.1 16 16 16 16 15 79

37 Baiq Yayuk Saputri XII IPS.1 16 16 16 16 17 81

38 Rudiman XII IPS.1 15 15 15 15 14 74

39 Ilhamudin XII IPS.1 16 16 16 16 15 79

40 Rismayani XII IPS.1 18 18 18 18 18 90

41 Indra Kurniawan XII IPS.1 15 16 15 15 16 77

42 Reza Bahtiar XII IPS.1 16 14 15 15 15 75

43 Abdul Aziz XII IPS.2 15 15 15 15 15 75

44 Yuliana Irmawanti XII IPS.2 15 15 16 16 16 78

45 Arie Kusuma Hadi XII IPS.2 16 16 17 17 17 80

46 Wasiah XII IPS.2 15 15 15 16 16 78

47 Dian Malaya Putra XII IPS.2 16 16 15 16 17 80

48 Siti Mahani XII IPS.2 15 16 15 17 18 81

49 Fitriani XII IPS.2 15 15 16 17 17 80

50 Riza umami XII IPS.2 16 15 15 18 16 80

51 Hasnawati XII IPS.2 14 15 14 15 15 73

52 Paice Imas Nurjanah XII IPS.2 15 17 15 17 16 80

53 Ahmad Junaidi XII IPS.3 17 16 16 16 17 82

54 Siti Mardiana XII IPS.3 17 16 17 17 18 85

55 Asri Irawan XII IPS.3 15 17 15 17 16 80

56 Sabda Karamul Huda XII IPS.3 15 16 15 16 16 78

57 Bayu Arryan XII IPS.3 15 17 15 17 16 80

58 Rohil Yati XII IPS.3 17 16 17 17 18 85

59 Erwin Hidayat XII IPS.3 17 16 17 17 18 85

60 Ririn Sutami XII IPS.3 17 16 16 16 17 82

61 Husni Thamrin XII IPS.3 15 14 14 15 15 73

62 Atmamudin Yasin XII Bahasa 14 14 14 15 15 72

63 Siti Suhadah XII Bahasa 15 14 14 15 15 73

64 Ela Kartika XII Bahasa 15 15 15 15 15 75

65 Rizanum Ilham XII Bahasa 15 15 15 15 15 75

66 Harnianti XII Bahasa 16 16 16 17 17 82

67 Muhammad Zul Aidiy XII Bahasa 16 15 16 16 17 80

Jumlah

1032

1025

1044

1058

1047

5204

Page 70: Stilistetika Tahun III Volume 5, Nopember 2014

69

Keterangan :

A = Bentuk

B = Proporsi

C = Komposisi,

D = Keseimbangan

E = Kerapian Karya

Langkah selanjutnya adalah mengubah skor mentah menjadi skor standar

yang dapat dilihat dalam tabel di bawah ini.

Tabel 2 : Skor Kemampuan dan Predikat Membuat Seni Kriya Logam Dua

Dimensi Menggunakan Bahan Plat Kuningan dengan Teknik Ukir

Oleh Siswa Kelas XII SMAN 1 Gunungsari Kabupaten Lombok Barat

Tahun Pelajaran 2013/2014

No

Nama Sampel

L/P

Kelas

Skor

Mentah

Skor

Standar

Predikat

1 Ade Andriyan L XII IPA.1 78 78 Baik

2 Baiq Septina Hardianti P XII IPA.1 90 90 Baik Sekali

3 Dita Almina Fuady P XII IPA.1 75 75 Baik

4 Husniatun Iza P XII IPA.1 75 75 Baik

5 Lalu M. Ibnul Ghifari L XII IPA.1 71 71 Baik

6 M. Mahbubirrahman L XII IPA.1 71 71 Baik

7 Musirin P XII IPA.1 70 70 Cukup

8 Siti Nurazizah P XII IPA.1 75 75 Baik

9 Arif Rahman Hakim L XII IPA.2 72 72 Baik

10 Ulyani Hidayah P XII IPA.2 70 70 Cukup

11 Baiq Hariani P XII IPA.2 70 70 Cukup

12 Sri Wahyuni Ningsih P XII IPA.2 74 74 Baik

13 Devi Arista P XII IPA.2 71 71 Baik

14 Ridho Hastawan L XII IPA.2 75 75 Baik

15 Eva Hidayati P XII IPA.2 73 73 Baik

16 Nita Sopiana P XII IPA.2 82 82 Baik

17 Adi Rivanto L XII IPA.3 85 85 Baik

18 Yulia Putri Mantika P XII IPA.3 75 75 Baik

19 Ayu Ningsih P XII IPA.3 82 82 Baik

20 Sumiati P XII IPA.3 80 80 Baik

21 Baiq Jayanti Putri P XII IPA.3 70 70 Cukup

22 Ro’yatul Isnaeni P XII IPA.3 74 74 Baik

23 Dini Ulfiyati P XII IPA.3 75 75 Baik

24 Rijalul Huda L XII IPA.3 83 83 Baik

25 Aziz Rohman L XII IPA.4 71 71 Baik

Page 71: Stilistetika Tahun III Volume 5, Nopember 2014

70

26 Zulharman L XII IPA.4 80 80 Baik

27 Desak Kadek Yuli A. P XII IPA.4 85 85 Baik

28 Toni Hermansyah L XII IPA.4 75 75 Baik

29 Dewa Nyoman Budiana L XII IPA.4 75 75 Baik

30 Sabarudin L XII IPA.4 78 78 Baik

31 I Ketut Mantra L XII IPA.4 73 73 Baik

32 Ni Nyoman Wiwin S. P XII IPA.4 78 78 Baik

33 Achmad Nanda Pratama L XII IPS.1 75 75 Baik

34 Zara Hirly Parrani P XII IPS.1 86 86 Baik Sekali

35 Andi Riawan L XII IPS.1 85 85 Baik

36 Tery Selem Oktavari P XII IPS.1 79 79 Baik

37 Baiq Yayuk Saputri P XII IPS.1 81 81 Baik

38 Rudiman L XII IPS.1 74 74 Baik

39 Ilhamudin L XII IPS.1 79 79 Baik

40 Rismayani P XII IPS.1 90 90 Baik Sekali

41 Indra Kurniawan L XII IPS.1 77 77 Baik

42 Reza Bahtiar L XII IPS.1 75 75 Baik

43 Abdul Aziz L XII IPS.2 75 75 Baik

44 Yuliana Irmawanti P XII IPS.2 78 78 Baik

45 Arie Kusuma Hadi L XII IPS.2 80 80 Baik

46 Wasiah P XII IPS.2 78 78 Baik

47 Dian Malaya Putra L XII IPS.2 80 80 Baik

48 Siti Mahani P XII IPS.2 81 81 Baik

49 Fitriani P XII IPS.2 80 80 Baik

50 Riza umami P XII IPS.2 80 80 Baik

51 Hasnawati P XII IPS.2 73 73 Baik

52 Paice Imas Nurjanah P XII IPS.2 80 80 Baik

53 Ahmad Junaidi L XII IPS.3 82 82 Baik

54 Siti Mardiana P XII IPS.3 85 85 Baik

55 Asri Irawan L XII IPS.3 80 80 Baik

56 Sabda Karamul Huda L XII IPS.3 78 78 Baik

57 Bayu Arryan L XII IPS.3 80 80 Baik

58 Rohil Yati P XII IPS.3 85 85 Baik

59 Erwin Hidayat L XII IPS.3 85 85 Baik

60 Ririn Sutami P XII IPS.3 82 82 Baik

61 Husni Thamrin L XII IPS.3 73 73 Baik

62 Atmamudin Yasin L XII Bahasa 72 72 Baik

63 Siti Suhadah P XII Bahasa 73 73 Baik

64 Ela Kartika P XII Bahasa 75 75 Baik

65 Rizanum Ilham L XII Bahasa 75 75 Baik

66 Harnianti P XII Bahasa 82 82 Baik

67 Muhammad Zul Aidiy L XII Bahasa 80 80 Baik

Jumlah 5204 Xi = 5204

Page 72: Stilistetika Tahun III Volume 5, Nopember 2014

71

Skor rata-rata yang diperoleh siswa dalam penelitian kemampuan membuat

seni kriya logam dua dimensi menggunakan bahan plat kuningan dengan teknik

ukir oleh siswa kelas XII SMAN 1 Gunungsari Kabupaten Lombok Barat tahun

pelajaran 2013/2014 adalah:

Diketahui :

∑xi = 5204

N = 67

Me = ….?

Jadi, Me = 5204

67

= 77,67

= 78

BAHASAN

Sesuai dengan pelaksanaan penelitian yang telah dilakukan mengenai

kemampuan membuat seni kriya logam dua dimensi menggunakan bahan plat

kuningan dengan teknik ukir oleh siswa kelas XII SMAN 1 Gunungsari

Kabupaten Lombok Barat tahun pelajaran 2013/2014 memiliki kemampuan

penerapan kriya logam dua dimensi berpredikat baik. Hal ini dapat dilihat dari

skor rata-rata yang diperoleh siswa sebesar 78 dimana dalam kriteria predikat skor

78 dikategorikan baik.

Data hasil tes tindakan kemampuan membuat kriya logam dua dimensi

menggunakan bahan plat kuningan dengan teknik ukir oleh siswa kelas XII

SMAN 1 Gunungsari Kabupaten Lombok Barat tahun pelajaran 2013/2014

diketahui 3 siswa atau 4,48 % memperoleh skor 86 – 100 berpredikat baik sekali,

60 siswa atau 89,55 % memperoleh skor 71 – 85 berpredikat baik, 4 siswa atau

5,97 % memperoleh skor 56 – 70 berpredikat cukup.

Page 73: Stilistetika Tahun III Volume 5, Nopember 2014

72

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa

kemampuan membuat seni kriya logam dua dimensi menggunakan bahan plat

kuningan dengan teknik ukir oleh siswa kelas XII SMAN 1 Gunungsari

Kabupaten Lombok Barat tahun pelajaran 2013/2014 berpredikat baik. Hal

tersebut terbukti dengan presentase sebagai berikut:

a) Siswa yang memperoleh rentangan skor 86 – 100 sebanyak 3 siswa

dengan presentase 4,48 % berpredikat baik sekali.

b) Siswa yang memperoleh rentangan skor 71 – 85 sebanyak 60 siswa

dengan presentase 89,55 % berpredikat baik.

c) Siswa yang memperoleh rentangan skor 56 – 70 sebanyak 4 siswa

dengan presentase 5,97 % berpredikat cukup.

Saran – saran

Dari simpulan hasil penelitian di atas, dapat diajukan beberapa saran-saran

untuk terus meningkatkan kualitas hasil karya dalam proses belajar mengajar

sebagai bahan tindak lanjut sebagai berikut:

1. Siswa kelas XII SMAN 1 Gunungsari harus banyak melakukan

latihan dalam membuat karya seni kriya logam dua dimensi

menggunakan bahan plat kuningan untuk menghasilkan karya yang

lebih baik.

2. Siswa kelas XII SMAN 1 Gunungsari harus banyak melakukan

latihan dan penguasaan pembuatan bentuk, proporsi, komposisi,

keseimbangan, dan kerapian karya yang baik agar menghasilkan

kerajinan plat kuningan yang bermutu tinggi dan dapat menjadi

produk andalan sehingga dapat mendukung industri pariwisata di

Lombok Barat.

3. Buku-buku penunjang tentang seni kriya terapan harus ditingkatkan

pengadaannya untuk menunjang proses kegiatan belajar mengajar di

sekolah.

Page 74: Stilistetika Tahun III Volume 5, Nopember 2014

73

4. Peranan guru dalam membimbing sangat penting untuk

mengembangkan kemampuan dan bakat siswa secara maksimal.

5. Dengan adanya pelajaran seni kriya logam dua dimensi di SMA

Negeri 1 Gunungsari dapat menggali bakat dan potensi siswa dalam

mengembangkan produk lokal yang dapat bersaing dengan daerah

lainnya.

Demikianlah saran-saran yang dapat penulis sampaikan, semoga hasil

penelitian ini dapat bermanfaat bagi siswa dan guru bidang studi seni budaya serta

pengembangan kurikulum dalam proses belajar mengajar di sekolah.

DAFTAR RUJUKAN

Arikunto, Suharsimi.(2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik,

cetakan Ke-14, Jakarta: Rineka Cipta

Bahari, Nooryan. (2008). Kritik Seni Wacana, Apresiasi dan Kreasi, Yogyakarta :

Pustaka Pelajar

Djelantik, A.A.M.,(2008). Estetika Sebuah Pengantar. Cetakan ke-8. Jakarta :

Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia (MSPI)

Gunarta, I Wayan. (2009). Evaluasi Pembelajaran. Denpasar : Fakultas

Pendidikan Bahasa Dan Seni, Institut Keguruan Dan Ilmu Pendidikan

(IKIP) PGRI Bali

Kurikulum SMAN 1 Gunungsari, Kabupaten Lombok Barat

Riduwan, (2011). Belajar Mudah penelitian Untuk Guru – Karyawan dan

Peneliti Pemula. Cetakan ke-7.Bandung: CV. Alfabeta

Sachari, Agus, (2007). Seni Rupa & Desain untuk SMA kelas X, XI, Jakarta :

Penerbit Erlangga

Sukandarrumidi, (2012). Metodologi Penelitian: Petunjuk Praktis Untuk Peneliti

Pemula, Yogyakarta : Gadjah Mada University Press

Suryahadi, A. Agung, (2008). Seni Rupa SMK Jilid 1, Menjadi Sensitif, Kreatif,

Apresiatif dan Produktif, Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional

Page 75: Stilistetika Tahun III Volume 5, Nopember 2014

Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014

ISSN 2089-8460

74

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH

UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN TERHADAP ANGGAH-

UNGGUHING LENGKARA BASA BALI PADA SISWA KELAS XI TB1

SMK PARIWISATA WERDHI SILAKUMARA SILAKARANG, GIANYAR

TAHUN PELAJARAN 2013/2014

oleh

Ni Putu Yulia Eka Rupini, NIM 2010.II.2.0047

Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia dan Daerah

Bidang Ilmu Pendidikan Bahasa dan Sastra Bali

Abstrak

Penelitian ini merupakan jenis penelitian tindakan kelas yang bertujuan

untuk (1) meningkatkan pemahaman siswa terhadap anggah-ungguhing lengkara

basa Bali dengan model pembelajaran berbasis masalah dan (2) meningkatkan

respon siswa selama proses pembelajaran berlangsung. Penelitian dilakukan

dalam dua siklus yang terdiri dari tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, tahap

observasi, dan tahap refleksi. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas XI TB1

SMK Pariwisata Werdhi Silakumara Silakarang, Gianyar tahun pelajaran

2013/2014 yang berjumlah 36 orang. Objek penelitian adalah meningkatkan

pemahaman siswa terhadap anggah-ungguhing lengkara basa Bali. Data

dikumpulkan dengan metode tes, observasi, dan kuesioner, kemudian diolah

menggunakan metode ststistik deskriptif. Temuan penelitian adalah pemahaman

siswa kelas XI TB1 SMK Pariwisata Werdhi Silakumara, Gianyar tahun pelajaran

2013/2014 terhadap anggah-ungguhing lengkara basa Bali dan respon siswa

mengalami peningkatan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1) rata-rata

hasil belajar pada observasi awal sebesar 70,69 dengan ketuntasan belajar hanya

13,88%. Pada siklus I meningkat menjadi 72,58 dengan ketuntasan belajar

44,44%. Pada siklus II hasil belajar mengalami peningkatan menjadi 85,81 dengan

ketuntasan belajar 91,67%. (2) Respon siswa selama proses pembelajaran

berlangsung meningkat dari 31,50 dengan kategori cukup positif pada siklus I

menjadi 42,27 dengan kategori sangat positif pada siklus II.

Kata kunci: pembelajaran berbasis masalah, anggah-ungguhing lengkara

Abstract

This research is classroom action research (CAR) that purpose to (1)

increase the student’s understanding about anggah-ungguhing lengkara basa Bali

using problem based learning model and (2) increase the student’s responses

during the learning process. This research carried in two cycles that consist of

planning phase, implementation phase, observation and evaluation phase, and

reflection phase. The subject were students XI TB1 SMK Pariwisata Werdhi

Page 76: Stilistetika Tahun III Volume 5, Nopember 2014

Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014

ISSN 2089-8460

75

Silakumara Silakarang, Gianyar of School Year 2013/2014. The object

was increase the the student’s understanding about anggah-ungguhing lengkara

basa Bali using problem based learning model. The results collected by testing

method, observation method, and questionnaire method, then will processed by

descriptive statistics method. The findings of this research are the student’s

understanding about anggah-ungguhing lengkara basa Bali was increase and the

responses during the learning process was increase too. The results show that (1)

the class average score in first observation around 70,69 with classical

exhaustiveness just 13,88%. In the first cycle increase to 72,58 with classical

exhaustiveness 44,44%. In the second cycle increase again to 85,81 with classical

exhaustiveness 91,67%. (2) The response during learning process increase from

31,50 with quite positive category in first cycle to 42,27 with extremely positive

category in the second cycle.

Keywords: problem based learning, anggah-ungguhing lengkara

PENDAHULUAN

Pengajaran bahasa Bali di sekolah bertujuan mengembangkan

pembendaharaan bahasa Bali siswa berdasarkan pembendaharaan bahasa Bali

yang dimiliki, baik jumlah kata, kalimat, maupun wacana serta mempersiapkan

siswa untuk melakukan interaksi yang bermakna dengan bahasa Bali yang

alamiah. Pengajaran bahasa Bali di sekolah menengah kejuruan (SMK) meliputi

empat keterampilan berbahasa yaitu menyimak, berbicara, menulis, dan

mendengarkan. Keempat keterampilan tersebut didukung pula oleh aspek-aspek

kebahasaan yang mencakup aspek fonologi, morfologi (kata), sintasksis (kalimat),

dan wacana. Dalam silabus kelas XI yang digunakan di SMK Pariwisata Werdhi

Silakumara Silakarang, Gianyar aspek kebahasaan yang diajarkan adalah sintaksis

(kalimat) yakni anggah-ungguhing lengkara basa Bali.

Sebagai salah satu bahasa daerah yang patut dilestarikan sekaligus sebagai

bahasa ibu, pemahaman dan penguasaan bahasa Bali sangat penting. Terlebih

dalam masyarakat Bali terdapat stratatifikasi sosial yang berbeda dan memiliki

tingkatan tertentu sehingga mengharuskan seseorang untuk berbicara hormat dan

sopan (masor singgih) dengan lawan bicara dalam situasi tertentu. Kebiasaan

berbahasa Bali pada umumnya berawal dari lingkungan keluarga, tetapi

keberadaan pulau Bali sebagai pulau pariwisata seolah menggeser mindset orang

tua agar lebih mengedepankan pendidikan bahasa asing bagi anak daripada bahasa

Page 77: Stilistetika Tahun III Volume 5, Nopember 2014

Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014

ISSN 2089-8460

76

Bali atau bahasa ibu. Pengetahuan orang tua dalam sebuah keluarga terhadap

bahasa Bali cenderung hanya setengah-setengah sehingga tampak semacam

kekakuan ketika orang tua menggunakan bahasa Bali. Melihat permasalahan ini,

satu-satunya harapan untuk membuat anak belajar bahasa Bali adalah di sekolah.

Namun, kenyataan di sekolah pun menunjukkan siswa hanya menerima

pengetahuan begitu saja dari guru dan kurang mampu mengaplikasikan

pengetahuan tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan observasi awal

yang dilakukan di SMK Pariwisata Werdhi Silakumara, ditemukan adanya

beberapa masalah yang dihadapi guru dalam mengajar bahasa Bali khususnya

materi anggah-ungguhing lengkara, yakni siswa belum memahami materi

anggah-ungguhing lengkara basa Bali. Hal ini terbukti dari skor rata-rata yang

diperoleh siswa belum mencapai kriteria ketuntasan minimal (KKM) ≥75, yaitu

rata-rata kelas hanya mencapai 70,69 dan ketuntasan belajar klasikal hanya 5

orang siswa yang tuntas dari 36 siswa atau hanya mencapai 13,88%. Selain dalam

hasil belajar, respon yang ditunjukkan siswa pun tergolong kurang positif.

Setelah digali lebih dalam melalui wawancara dengan siswa, teridentifikasi

beberapa faktor yang menyebabkan hasil belajar tidak maksimal dan respon yang

kurang positif. (1) Guru mengajar cenderung lebih banyak menggunakan metode

konvensional yakni hanya ceramah tanpa berinovasi menggunakan metode

mengajar lain. (2) Guru tidak pernah mengkhususkan materi yang diajarkan

sehingga siswa tidak mengetahui secara rinci materi yang harus dipelajari. (3)

Dalam proses pembelajaran guru lebih aktif daripada siswa.

Untuk meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi anggah-

ungguhing lengkara basa Bali dapat dilakukan dengan perbaikan pelaksanaan

pembelajaran di kelas. Guru perlu memilih model mengajar yang inovatif serta

sesuai dengan kompetensi yang akan dibentuk. Salah satu model pembelajaran

yang dapat digunakan oleh guru adalah model pembelajaran berbasis masalah

(PBM). Model pembelajaran berbasis masalah mendorong siswa untuk berpikir

kritis, terbuka, dan berani mengungkapkan ide-ide, berusaha mencari pemecahan

masalah menggunakan pengetahuan-pengetahuan yang dimiliki sehingga

pengetahuan tersebut bermakna dan membekas lebih lama untuk siswa.

Page 78: Stilistetika Tahun III Volume 5, Nopember 2014

Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014

ISSN 2089-8460

77

Berdasarkan latar belakang di atas, dirumuskan masalah penelitian sebagai

berikut: (1) Apakah model pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan

pemahaman terhadap anggah-ungguhing lengkara basa Bali pada siswa kelas XI

TB1 SMK Pariwisata Werdhi Silakumara Silakarang, Gianyar tahun pelajaran

2013/2014? (2) Apakah penerapan model pembelajaran berbasis masalah dapat

meningkatkan respon siswa kelas XI TB1 SMK Pariwisata Werdhi Silakumara

Silakarang, Gianyar tahun pelajaran 2013/2014 dalam mengikuti pelajaran

anggah-ungguhing lengkara basa Bali?

Sosiolinguistik adalah kajian tentang bahasa yang dikaitkan dengan

kondisi kemasyarakatan (dipelajari oleh ilmu-ilmu sosial khususnya sosiologi)

(Fishman dalam Chaer dan Agustina, 2010: 5). Pusat kaijan dalam sosiolinguistik

adalah hubungan antarbahasa dengan penggunaanya dalam masyarakat. Ikatan

antara bahasa dan kelas sosial dalam masyarakat Bali disebut sor singgih basa,

unda usuk basa, atau istilah yang digunakan saat ini adalah anggah-ungguhing

basa. Anggah-ungguhing basa mencerminkan pelapisan masyarakat penutur

bahasa Bali yang terdiri dari pelapisan masyarakat tradisional dan pelapisan

masyarakat modern. Anggah-ungguhing basa berarti aturan tentang tingkat-

tingkat berbahasa sehingga menyebabkan penutur harus mengetahui terlebih

dahulu kedudukan atau tingkat sosial lawan bicaranya. Dalam anggah-ungguhing

basa, terdapat anggah-ungguhing kruna, anggah-ungguhing lengkara, dan

anggah-ungguhing basa. Anggah-ungguhing lengkara dibedakan menjadi (1)

lengkara alus singgih, (2) lengkara alus sor, (3) lengkara alus mider, (4) lengkara

alus madia, (5) lengkara andap, dan (6) lengkara kasar (Gautama, 2006: 76).

Arends (dalam Trianto, 2010: 92) mengatakan problem based learning

atau pembelajaran berbasis masalah merupakan suatu pendekatan pembelajaran di

mana siswa mengerjakan permasalahan yang autentik dengan maksud untuk

menyusun pengetahuan mereka sendiri, mengembangkan inkuiri dan keterampilan

berpikir tingkat lebih tinggi, mengembangkan kemandirian, dan percaya diri. Pada

dasarnya model pembelajaran ini membantu siswa untuk memproses informasi

yang sudah jadi dalam benaknya dan menyusun pengetahuan mereka sendiri

tentang dunia sosial dan sekitarnya.

Page 79: Stilistetika Tahun III Volume 5, Nopember 2014

Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014

ISSN 2089-8460

78

Sanjaya (2012: 216) mengatakan bahwa masalah dalam pembelajaran

berbasis masalah bersifat terbuka, artinya jawaban dari masalah tersebut belum

pasti. Setiap siswa, bahkan guru dapat mengembangkan kemungkinan jawaban

sehingga siswa mendapat kesempatan untuk bereksplorasi mengumpulkan dan

menganalisis data secara lengkap untuk memecahkan masalah yang dihadapi.

Hakikat masalah dalam pembelajaran berbasis masalah adalah gap atau

kesenjangan antara situasi nyata dan kondisi yang diharapkan atau antara

kenyataan yang terjadi dengan apa yang diharapkan. Sintaks model pembelajaran

berbasis masalah adalah mengorientasikan siswa pada masalah, mengorganisasi

siswa untuk belajar, membimbing penyelidikan kelompok, mendiskusikan

pemecahan masalah, dan analisis dan evaluasi proses pemecahan masalah.

METODE PENELITIAN

Penelitian tindakan kelas dilaksanakan dalam satu siklus atau lebih,

maksudnya apabila dalam satu siklus belum tercapai hasil yang diharapkan maka

dapat dilanjutkan pada siklus berikutnya hingga indikator keberhasilan tercapai.

Setiap siklus dalam penelitian tindakan kelas terdiri dari empat tahap yakni tahap

perencanaan, pelaksanaan tindakan, pengamatan dan pengumpulan data, serta

refleksi. Penelitian ini dilakukan di SMK Pariwisata Werdhi Silakumara yang

terletak di Jalan Raya Silakarang, Desa Singapadu Kaler, Kecamatan Sukawati,

Kabupaten Gianyar, Bali. Waktu penelitian adalah pada semester genap tahun

pelajaran 2013/2014 pada jam pelajaran efektif untuk mata pelajaran bahasa Bali.

Pada penelitian ini diterapkan model pembelajaran berbasis masalah untuk

meningkatkan pemahaman siswa terhadap anggah-ungguhing lengkara basa Bali

dan berkolaborasi pula dengan guru bidang studi bahasa Bali. Pengumpulan data

dilakukan menggunakan metode tes untuk hasil belajar dan metode observasi serta

kuesioner untuk respon siswa. Data tersebut kemudian diolah menggunakan

statistik deskriptif yaitu statistik yang digunakan untuk menganalisis data dengan

cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul

sebagaimana adanya, tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku umum

atau generalisasi (Sugiyono, 2010: 276).

Page 80: Stilistetika Tahun III Volume 5, Nopember 2014

Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014

ISSN 2089-8460

79

Data yang dianalisis adalah data hasil belajar siswa dan data respon siswa.

Dalam menganalisis hasil belajar dilakukan beberapa langkah yaitu mengubah

skor mentah menjadi skor standar, membuat pedoman konversi, menentukan

kriteria predikat, mengelompokkan predikat kemampuan siswa, dan mencari skor

rata-rata. Untuk mengubah skor mentah menjadi skor standar digunakan norma

absolute skala seratus (persentil) dengan rumus sebagai berikut.

Keterangan:

P = persentil

X = skor yang dicapai

SMI = skor maksimal ideal

(Nurkancana dan Sunartana dalam Gunartha, 2010: 74)

Untuk mencari skor rata-rata digunakan rumus sebagai berikut.

Keterangan:

Me = Mean (rata-rata)

∑xi = Jumlah nilai X ke-i sampai n

N = Jumlah individu

(Purwanto, 1992: 89)

Analisis respon siswa digunakan skala likert dengan rentang skor 1—5.

Skor observasi digabungkan dengan skor kuesioner kemudian dicari skor

maksimal ideal, skor minimal ideal, standar deviasi ideal, dan mean ideal.

Hasilnya kemudian dikonversikan ke pedoman konversi yang telah ditentukan

sehingga diperoleh kategori respon yang ditunjukkan siswa.

Rumus untuk mencari standar deviasi ideal adalah sebagai berikut.

Sdi = (skor maksimal ideal – skor minimal ideal)

Rumus untuk mencari mean ideal adalah sebagai berikut.

Mi = (skor maksimal ideal + skor minimal ideal)

Page 81: Stilistetika Tahun III Volume 5, Nopember 2014

Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014

ISSN 2089-8460

80

Tabel konversi skor respon adalah sebagai berikut.

Kriteria Penggolongan

Mi + 1,5 Sdi ≤ P

Mi + 0,5 Sdi ≤ P < Mi + 1,5 Sdi

Mi – 0,5 Sdi ≤ P < Mi + 0,5 Sdi

Mi – 1,5 Sdi ≤ P < Mi – 0,5 Sdi

P < Mi – 1,5 Sdi

Sangat Positif

Positif

Cukup Positif

Kurang Positif

Sangat Kurang Positif

(Nurkancana dan Sunartana, 1992:103)

Keterangan:

Mi = Mean ideal

Sdi = Standar deviasi ideal

P = Skor respon yang diperoleh siswa.

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL

Berdasarkan hasil tes yang diperoleh, terlihat jika hasil tes pemahaman

anggah-ungguhing lengkara basa Bali pada siklus II lebih baik daripada siklus I.

Terlihat dari perbandingan nilai rata-rata yang diperoleh pada siklus I dan siklus II

seperti pada tabel di bawah ini.

Perbandingan Hasil Tes pada Siklus I dan Siklus II

No. Nama Siswa

Siklus

I

Siklus

II

Perubahan

Skor Ket.

(1) (2) (4) (5) (6) (7)

1. Abriyasa, I Ketut 72 78 6 Meningkat

2. Agus Mulyawan, Gede 67 95 28 Meningkat

3. Agustina, I Nyoman 67 73 6 Meningkat

4. Ariawan, I Gede 67 80 13 Meningkat

5. Aristana, I Komang 67 87 20 Meningkat

6. Ayu Dewi, Ni Komang 70 85 15 Meningkat

7. Bayu, I Komang 75 80 5 Meningkat

Page 82: Stilistetika Tahun III Volume 5, Nopember 2014

Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014

ISSN 2089-8460

81

No. Nama Siswa

Siklus

I

Siklus

II

Perubahan

Skor Ket.

(1) (2) (4) (5) (6) (7)

8. Budi Antara Putra, I Kd 67 70 3 Meningkat

9. Budiarta, I Gusti Ngurah 72 95 23 Meningkat

10. Denny Ariawan, I Wayan 72 85 13 Meningkat

11. Desy Kaniarti, Ni Putu 77 95 18 Meningkat

12. Devi Lestari, Ni Luh 72 80 8 Meningkat

13. Devi Wahyuni, Ni Wayan 75 95 20 Meningkat

14. Eka Puspita Dewi, Ni Pt. 75 93 18 Meningkat

15. Intan Purnama Sari, Kd. 75 85 10 Meningkat

16. Karsiani, Ni Nengah 75 83 8 Meningkat

17. Lisa Arini, Ni Kadek 77 90 13 Meningkat

18. Monika Agustini, Ni Putu 72 83 11 Meningkat

19. Novi Kartini, Ni Kadek 83 83 0 Tetap

20. Otti Hartawan, I Gede 75 75 0 Tetap

21. Putri Adnyani, A.A. 75 92 17 Meningkat

22. Putriani, Ni Kadek 72 88 16 Meningkat

23. Setiawati, Ni Kadek 72 80 8 Meningkat

24 Soniastuti, Ni Kadek 72 88 16 Meningkat

25. Sriartini, Ni Made 80 82 2 Meningkat

26. Sudika, I Made 70 90 20 Meningkat

27. Suprendi, I Wayan 53 73 20 Meningkat

28. Surya Asmara, P. I.B Md. 72 85 13 Meningkat

29. Susi Wahyuni, Ni Wayan 75 93 18 Meningkat

30. Swastika, I Gede 77 90 13 Meningkat

31. Tutik Nilawati, Ni Wayan 72 95 23 Meningkat

32. Vivit Anggraeni, Ni Kd. 77 88 11 Meningkat

33. Widana, I Wayan 67 78 11 Meningkat

34. Wiriyanti, Ni Putu 80 90 10 Meningkat

35. Yudiartini, Ni Kadek 75 95 20 Meningkat

Page 83: Stilistetika Tahun III Volume 5, Nopember 2014

Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014

ISSN 2089-8460

82

No. Nama Siswa

Siklus

I

Siklus

II

Perubahan

Skor Ket.

(1) (2) (4) (5) (6) (7)

36. Yuni Wulandari, A.A 72 92 20 Meningkat

Jumlah 2613 3089 476 Meningkat

Rata-rata 72,58 85,81 13,23 Meningkat

Berdasarkan tabel di atas, diperoleh data siswa kelas XI TB1 SMK

Pariwisat Werdhi Silakumara Silakarang, Gianyar tahun pelajaran 2013/2014

sebagai berikut.

1. Terlihat adanya peningkatan skor rata-rata siswa dari siklus I ke siklus II

sebesar 13,23. Skor rata-rata pada siklus I hanya sebesar 72,58, dan meningkat

menjadi 85,81 pada siklus II.

2. Peningkatan nilai dari siklus I ke siklus II terjadi pada 34 orang siswa atau

94,44%, sedangkan 2 orang siswa atau 5,56% mendapat nilai tetap seperti

siklus I.

3. Presentase keberhasilan pemahaman anggah-ungguhing lengkara basa Bali

dengan menerapkan model pembelajaran berbasis masalah secara klasikal

mengalami peningkatan sebesar 47,23%, di mana ketuntasan klasikal pada

siklus I hanya 44,44% dan meningkat menjadi 91,67% pada siklus II.

PEMBAHASAN

Hasil tes dari siklus I ke siklus II menunjukkan adanya peningkatan nilai

rata-rata pemahaman siswa terhadap anggah-ungguhing lengkara basa Bali. Hasil

tes pada siklus I menunjukkan bahwa jumlah siswa yang mengikuti tes

pemahaman siklus I adalah 36 orang dan diperoleh hasil yaitu, (1) skor rata-rata

siswa adalah 72,58, skor terendah yang diperoleh siswa adalah 53 dan skor

tertinggi adalah 83. (2) Ketuntasan belajar klasikal hanya dicapai oleh 16 orang

siswa (44,44%) dengan kategori baik, 19 orang (52,78%) berada pada kategori

cukup baik, dan 1 orang (2,78%) berada pada kategori kurang. (3) Respon yang

diberikan siswa berada pada kategori cukup positif dengan rata-rata 31,50 dan

hanya 9 orang siswa (25%) yang memberikan respon positif.

Page 84: Stilistetika Tahun III Volume 5, Nopember 2014

Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014

ISSN 2089-8460

83

Tes pada siklus II diikuti oleh 36 orang siswa dengan hasil yaitu, (1) skor

rata-rata siswa adalah 85,81, skor terendah yang diperoleh siswa adalah 70 dan

skor tertinggi adalah 95. (2) Ketuntasan belajar klasikal dicapai oleh 33 orang

siswa (91,67%) dengan rincian 14 orang (38,89%) berada pada kategori sangat

baik, 19 orang (52,78%) berada pada kategori baik, dan 3 orang (8,33%) berada

pada kategori baik. (3) Respon yang diberikan siswa berada pada kategori sangat

positif dengan rata-rata 42,47.

Perbandingan hasil penelitian dari prasiklus, siklus I, dan siklus II

disajikan pada tabel di bawah ini.

Perbandingan Hasil Penelitian Prasiklus, Siklus I, dan Siklus II

No. Kriteria Prasiklus Siklus I Siklus II

1 Rata-Rata 70,69 72,58 85,81

2 Ketuntasan Klasikal 13,88% 44,44% 91,67%

3 Respon Siswa Rendah 31,50

(Cukup Positif)

42,47

(Sangat Positif)

Secara umum penelitian ini dikategorikan berhasil serta kedua hipotesis

yang diajukan pada bab II dapat diterima. Kedua hipotesis yang diterima tersebut

adalah sebagai berikut.

1. Penerapan model pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan

pemahaman terhadap anggah-ungguhing lengkara basa Bali pada siswa kelas

XI TB1 SMK Pariwisata Werdhi Silakumara Silakarang, Gianyar tahun

pelajaran 2013/2014.

2. Respon yang diberikan siswa kelas XI TB1 SMK Pariwisata Werdhi

Silakumara Silakarang, Gianyar tahun pelajaran 2013/2014 meningkat setelah

diterapkannya model pembelajaran berbasis masalah dan berada pada kategori

sangat positif dengan skor rata-rata 42,47.

Page 85: Stilistetika Tahun III Volume 5, Nopember 2014

Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014

ISSN 2089-8460

84

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan penelitian tindakan kelas yang telah dilaksanakan, dapat

ditarik simpulan sebagai berikut.

1. Penerapan model pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan

pemahaman siswa kelas XI TB1 SMK Pariwisata Werdhi Silakumara

Silakarang, Gianyar tahun pelajaran 2013/2014 terhadap anggah-ungguhing

lengkara basa Bali. Hal ini terbukti dari hasil tes yang disebarkan, terlihat

adanya peningkatan nilai rata-rata sebesar 1,89 dari prasiklus ke siklus I dan

sebesar 13,23 dari siklus I ke siklus II. Pada prasiklus nilai rata-rata siswa

adalah 70,69 meningkat menjadi 72,58 pada siklus I, dan 85,81 pada siklus II.

Nilai rata-rata yang dicapai siswa pada siklus II telah memenuhi kriteria

ketuntasan minimal (KKM ≥75) dengan kategori baik. Ketuntasan belajar

secara klasikal pun telah sesuai dengan indikator keberhasilan yang ditentukan

yakni ≥ 85%. Pada prasiklus ketuntasan belajar klasikal hanya sebesar 13,88%,

meningkat menjadi 44,44% pada siklus I, dan pada siklus II ketuntasan klasikal

mencapai 91,67%.

2. Respon yang diberikan oleh siswa kelas XI TB1 SMK Pariwisata Werdhi

Silakumara Silakarang, Gianyar tahun pelajaran 2013/2014 terhadap penerapan

model pembelajaran berbasis masalah dalam materi anggah-ungguhing

lengkara basa Bali adalah sebesar 42,47 dan tergolong sangat positif. Respon

ini meningkat sebesar 10,97 dari siklus I yang hanya mencapai 31,50 dan

tergolong cukup positif.

Adapun saran yang dapat disampaikan terkait penelitian yang telah

dilaksanakan antara lain sebagai berikut.

1. Bagi siswa yang memperoleh nilai tinggi diharapkan agar tetap

mempertahankan bahkan meningkatkan prestasinya dan untuk siswa yang

memperoleh nilai rendah agar lebih giat dalam belajar untuk mendapatkan hasil

yang maksimal.

2. Bagi guru mata pelajaran bahasa Bali agar model pembelajaran berbasis

masalah dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk diterapkan guna mengatasi

permasalahan dalam pembelajaran, meningkatkan kemampuan berpikir kritis

Page 86: Stilistetika Tahun III Volume 5, Nopember 2014

Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014

ISSN 2089-8460

85

terutama ketika menghadapi permasalahan terkait materi yang dipelajari, rasa

tanggung jawab, serta mengasah kemampuan berkomunikasi siswa.

3. Bagi pihak sekolah, hendaknya model pembelajaran berbasis masalah

dijadikan bahan pertimbangan untuk diterapkan pada pelajaran lain serta

memfasilitasi instrument pendukung yang diperlukan guna mengatasi

permasalahan dalam pembelajaran.

DAFTAR RUJUKAN

Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. 2010. Sosiolinguistik: Perkenalan Awal.

Jakarta: Rineka Cipta

Gautama, Wayan Budha. 2006. Tata Sukerta Basa Bali. Denpasar: Kayu Mas

Agung.

Gunartha, I Wayan. 2009. “Diktat Kuliah Evaluasi Hasil Belajar”. Denpasar:

Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Pendidikan

Bahasa dan Seni, IKIP PGRI Bali.

Nurkancana, Wayan dan PPN. Sunartana. 1992. Evaluasi Hasil Belajar.

Surabaya: Usaha Nasional.

Purwanto, M. Ngalim. 1992. Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran.

Bandung: Remaja Rosdakarya.

Sanjaya, H. Wina. 2012. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses

Pendidikan. Jakarta: Kencana

Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif,

Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta

Trianto. 2010. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif: Konsep,

Landasan, dan Implementasinya Pada Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan (KTSP). Jakarta: Kencana

Page 87: Stilistetika Tahun III Volume 5, Nopember 2014

Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014

ISSN 2089-8460

86

PENGGUNAAN MEDIA AUDIO VISUAL DALAM UPAYA

MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR MENARIKAN TARI BELIBIS

PADA KEGIATAN EKSTRAKURIKULER SISWA KELAS VIII SMP

NEGERI 1 KEDIRI TAHUN PELAJARAN 2013/2014

Oleh

Ni Kadek Bintariani Pratiwi, NIM 2010.II.4.0023

Program Studi Seni Drama Tari dan Musik

Bidang Ilmu Pendidikan Bahasa dan Seni

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan prestasi belajar siswa dalam

menarikan tari Belibis, serta respon siswa atas penggunaan media audio visual pada

siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Kediri tahun pelajaran 2013/2014.

Penelitian tindakan kelas ini dirancang dalam dua siklus, pada setiap siklus

terdiri atas empat kegiatan pokok, yaitu : perencanaan, pelaksanaan, tindakan,

observasi, dan refleksi. Dalam observasi peneliti menemukan beberapa masalah yang

terjadi pada siswa seperti : rendahnya pengetahuan siswa tentang penguasan ragam-

ragam gerak tari Bali yang meliputi ( Agem, tandang, tangkis dan tangkep) dan hasil

dari evaluasi sebelumnya menunjukan dibawah KKM yaitu 70, serta penerapan

metode pembeljaran yang masih menerapkan metode demonstrasi. Subjek penelitian

adalah siswa kelas VIII SMP Negeri 1 kediri tahun pelajaran 2013/2014, sebanyak 35

orang. Tehnik pengumpulan data menggunakan metode observasi, metode tes

tindakan, metode wawancara dan dokumentasi.

Dalam penelitian tindakan kelas ini, analisis data yang dipergunakan adalah

metode analisis deskriptif-kuantitatif. Hasil penelitian menunjukan, sebelum

penggunaan media audio visual nilai rata – rata 66,14 ketuntasan siswa mencapai

31,4% setelah menerapkan menggunakan media audio visual nilai rata-rata siswa

menjadi 68,08 dengan ketuntasan mencapai 54,2% pada siklus I dan pada siklus II

nilai rata-rata siswa yaitu 74,97 menunjukan peningkatan yang signifikan. Hasil

observasi untuk mengetahui respon siswa untuk siklus I adalah predikat baik 8,57%

dan cukup sebesar 91,42% dan siklus II sebesar 94,28% dengan predikat baik,5,71%

predikat yang cukup karena belum memenuhi KKM. Berdasarkan hasil yang

diperoleh jelas menunjukan bahwa penggunaan media audio visual dapat

meningkatkan prestasi belajar siswa menarikan tari Belibis pada kegiatan

ekstrakurikuler siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Kediri. Oleh karena itu, penulis

menyarankan kepada guru pengajar praktek tari di SMP Negeri 1 Kediri agar

menggunakan media audio visual ini sesuai dengan hasil yang ditemukan dalam

penelitian ini.

Kata-kata kunci : Media audio visual, Prestasi Belajar menarikan tari Belibis

Page 88: Stilistetika Tahun III Volume 5, Nopember 2014

Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014

ISSN 2089-8460

87

Abstract

The observation to porpuse for improve parcitipatory learning student in

dancing Belibis dance, also response student at to use media audio visual class VII

SMPN 1 Kediri study year 2013/2014.

The observation in action class to design on two cycle, the every cycle to

consist four activities that is : to design, to action, to observation and reflecition. In

this observation the researcher find some problem came from the student such as :

the lower rank of knowledge of student about kinds balinese dance including (Agem,

tandang, tangkis and tangkep) and to became evaluation before beside the value

KKM 70. Also application method learning still using method demonsration.

Observation subject is student class VIII SMPN 1Kediri year study 2013/2014, much

many thirty five people. Colecting item to use method observation, method test,

method information an documentation.

On the observation class, analisis intem in use is deskriptif-kuantitatif. The

observation is before to use media audio visual the value average is 65,42 finishing

student at 31,4% after to use media audio visual the value average is 70,14 with

finishing at 54,2% the cycle one and cycle two the value average student is 75,28 the

increasing of signifikan.the observation to knowledge response student to cycle one is

good prediksion 8,57% and enough is 91, 42% and the cycle two is 94,28% with good

prediksion 5,71% prediksion enough not yet full KKM. To increasing clear is to use

media audio visual can to improve participatory learning student class of SMPN 1

Kediri. Because of that, the writer recomend to the dancing teacher at SMPN 1

Kediri to use this media audio visual as product finding on observation this is.

Keywords: Media audio visual , The participatory learning dancing Belibis dance

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah

Seni tari Bali merupakan sebagian besar dari warisan budaya hindu dengan

menyatukan gerak-gerak yang bersifat sakral dan bersifat teatrikal yang artinya seni

pertunjukan yang bersifat menghibur. Di dalamnya juga berbaur ekspresi budaya

individual dan aspek kehidupan ritual dari masyarakat setempat. Selain itu, tari Bali

yang mengalami perkembangan budaya di zaman modern ini juga merespon berbagai

pergeseran nilai spiritual, sosial, dan kultural di kalangan masyarakat Hindu-Bali (

Dibia, 2012 : 7).

Sesuai dengan pengertian seni tari di atas, maka lembaga – lembaga formal

sekolah memegang peranan penting dalam mengoptimalkan perkembangan siswa dan

Page 89: Stilistetika Tahun III Volume 5, Nopember 2014

Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014

ISSN 2089-8460

88

mengembangkan nilai – nilai kebudayaan seni tari yang ada di sekolah. Tidak hanya

bidang prestasi akademik saja yang mampu ditonjolkan di sekolah, akan tetapi di

bidang non akademik siswa juga mampu menonjolkan prestasinya melalui minat,

bakat, keterampilan dan keahlian yang siswa miliki. Prestasi belajar merupakan suatu

tingkat keberhasilan seseorang dalam melakukan suatu kegiatan tertentu. Untuk

mencapai suatu tingkat keberhasilan dalam pembelajaran, harus didukung oleh sikap

dari siswa itu sendiri seperti keahlian, keaktifan, motivasi dan kreativitas yang

dimiliki siswa. Akan tetapi kenyataan sekarang ini ada beberapa siswa yang belum

mencapai prestasi belajar dengan baik, karena adanya hambatan yang dirasakan oleh

siswa meliputi; a) rendahnya pengetahuan siswa tentang penguasaan ragam – ragam

gerak tari Bali meliputi (Agem, tandang, tangkis dan tangkep), b) penguasaan tentang

pengertian sejarah tentang seni tari yang dipelajari, c) kecenderungan guru mengajar

ekstra tari dengan menerapkan metode demonstrasi. Menurut wawancara yang

peneliti lakukan dengan Ni Wayan Suarni, selaku guru pengajar ekstrakurikuler tari

di SMP Negeri 1 Kediri, menyatakan bahwa hasil belajar beberapa siswa yang

diperoleh dalam meningkatkan prestasi belajar tari belibis masih tergolong rendah

yaitu 60 sedangkan kriteria ketuntasan minimal pada kegiatan ekstrakurikuler ialah

70.

Dalam proses pembelajaran pada sekolah menengah pertama ( SMP ), media

pembelajaran merupakan salah satu hal yang berpengaruh terhadap keberhasilan

siswa dalam sistem pembelajaran. Selain itu media pembelajaran juga memiliki

keunggulan – keunggulan yakni: (1) siswa lebih mampu menangkap suatu objek atau

peristiwa – peristiwa tertentu. (2) mampu memanipulasi keadaan, peristiwa atau

objek tertentu. (3) Menambah gairah dan motivasi belajar siswa. (4) Media

pembelajaran juga memiliki nilai yang praktis (pertama, media dapat mengatasi

keterbatasan pengalaman yang dimiliki siswa, dan yang kedua, media dapat

mengatasi batas ruang kelas). Selain keempat manfaat dari penggunaan audio visual,

keunggulan yang lain ialah siswa menjadi lebih tertarik dengan melihat secara

langsung gambar video, gerakan tari dan kostum busana yang dipakai penari sehingga

Page 90: Stilistetika Tahun III Volume 5, Nopember 2014

Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014

ISSN 2089-8460

89

siswa lebih memiliki pengetahuan dalam menari tari belibis. Kemudian gambar video

bisa ditayangkan secara berulang- ulang misalnya dibagian pepeson sehingga siswa

lebih mengerti dan paham dengan gerakan tari yang disampaikan.

Oleh sebab itu, maka penulis tertarik untuk mengangkat permasalahan ini dan

dijadikan sebagai sebuah penelitian dalam bentuk penelitian tindakan kelas dengan

judul “Penggunaan Media Audio Visual Dalam Upaya Untuk Meningkatkan Prestasi

Belajar Menarikan Tari Belibis Pada Kegiatan Ekstrakurikuler Tari Siswa Kelas VIII

SMP Negeri 1 Kediri Tahun Pelajaran 2013/2014”. Adapun rumusan masalah

berdasarkan latar belakang di atas sebagai berikut.

1. Apakah penggunaan media audio visual dapat meningkatkan prestasi belajar

menarikan tari Belibis pada kegiatan Ekstrakurikuler tari siswa kelas VIII

SMP Negeri 1 Kediri tahun pelajaran 2013/2014 ?

2. Bagaimanakah respon siswa yang terjadi pada kegiatan ekstrakurikuler tari

siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Kediri tahun pelajaran 2013/2014 terhadap

penggunaan media audio visual ?

2. LANDASAN TEORI

2.2 Pengertian Media

Kata media berasal dari bahasa latin dan merupakan bentuk jamak dari kata

medium yang secara harfiah dapat diartikan sebagai perantara atau pengantar.

Menurut lesle J. Briggs (1979) menyatakan media adalah “alat untuk memberi

perangsang bagi peserta didik supaya terjadi proses belajar”. Menurut Rossi dan

Breidle (1966), mengemukakan bahwa media pembelajaran adalah seluruh alat dan

bahan yang dapat dipakai untuk tujuan pendidikan, seperti radio, televisi, buku,

koran dan majalah. Namun demikian media bukan hanya berupa alat atau bahan saja

akan tetapi, hal-hal yang memungkinkan siswa dapat memperoleh pengetahuan.

Gerlach dan Ely (1980) media itu meliputi orang, bahan, peralatan atau kegiatan

yang menciptakan kondisi yang memungkinkan siswa memperoleh pengetahuan,

keterampilan dan sikap. Jadi dalam pengertian ini media bukan hanya alat perantara

Page 91: Stilistetika Tahun III Volume 5, Nopember 2014

Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014

ISSN 2089-8460

90

seperti tv, radio, slide, bahkan cetakan, akan tetapi meliputi orang atau manusia

sebagai sumber belajar atau juga berupa kegiatan semacam diskusi, seminar,

karyawisata, simulasi dan lain sebagainya. Yang bisa dikondisikan untuk menambah

pengetahuan dan wawasan. Serta mengubah sikap siswa atau untuk menambah

keterampilan ( Wina sanjaya, 2008 : 204).

2.2 Pengertian Media Audio Visual

Media audio visual adalah suatu jenis media yang selain mengandung unsur

suara juga mengandung unsur gambar yang dapat dilihat, seperti rekaman video,

berbagai ukuran film, slide suara dan lain sebagainya. Kemampuan media ini

dianggap lebih baik dan lebih menarik sebab mengandung kedua unsur jenis media

yang audio dan visual. Dilihat dari kemampuan jangkuannya, media audio visual ini

mempunyai daya liput yang terbatas oleh ruang dan waktu seperti film slide, film,

video dan lain sebagainya ( wina sanjaya, 2008 : 211).

2.3 Sejarah Tari Belibis

Dalam buku ilen-ilen seni pertunjukan Bali dikemukakan bahwa tari Belibis

adalah tari kreasi yang menggambarkan kehidupan sekelompok burung belibis yang

dengan riangnya menikmati keindahan alam. Seketika sekelompok burung itu

dikejutkan oleh munculnya seekor burung belibis jadi-jadian yang merupakan

penjelmaan dari Prabu Angling Darma setelah terkena kutukan dari istrinya yang

sakti (dalam cerita tantri). (Dibia, 2012 : 61)

3. Wawasan Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum adalah untuk meningkatkan mutu pengajaran seni budaya

tentang tari Belibis.

2. Penelitian yang mengangkat tentang tari Belibis sebagai salah satu hasil

budaya Bali dan tidak hilang oleh kemajuan zaman modern seperti saat ini.

Page 92: Stilistetika Tahun III Volume 5, Nopember 2014

Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014

ISSN 2089-8460

91

3. Tujuan Khusus adalah Untuk mengetahui penggunaan media audio visual

dalam kegiatan ekstrakurikuler tari dapat meningkatkan prestasi belajar

menarikan tari Belibis siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Kediri tahun pelajaran

2013/2014

4. Untuk mengetahui respon siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Kediri tahun

pelajaran 2013/2014 terhadap penggunaan media audio visual dalam kegiatan

Ekstrakurikuler tari.

3. METODE PENELITIAN

3.1 Metode Tes

Tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes tindakan. Tes tindakan

merupakan sejenis alat ukur untuk memperoleh gambaran kuantitatif tentang perilaku

seseorang, membatasi pengertian tes sebagai alat ukur atau prosedur yang

sistematikuntuk mengukur suatu prilaku.

Tabel Aspek Penilaian Tes Tes Tindakan Prestasi Belajar Menarikan Tari Belibis

Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Kediri Tahun Pelajaran 2013/2014

Aspek yang dinilai Rentang nilai Skor

Agem 1 - 5 5

Tandang 1 - 5 5

Tangkis 1 - 5 5

Tangkep 1 - 5 5

Jumlah SMI 20

3.2 Metode Observasi dan Wawancara

Observasi ialah pengamatan dan pencatatan yang sistematis terhadap gejala –

gejala yang diteliti. Observasi menjadi salah satu teknik pengumpulan data apabila :

Page 93: Stilistetika Tahun III Volume 5, Nopember 2014

Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014

ISSN 2089-8460

92

sesuai dengan tujuan penelitian, direncanakan dan dicatat secara sistematis, dan dapat

dikontrol kendalanya (reliabilitasnya) dan kesahihannya (validitasnya) (Usman dan

Akbar, 2004 : 54). Wawancara adalah tehnik pengumpulan data yang digunakan

peneliti untuk mendapatkan keterangan-keterangan lisan melalui bercakap-cakap dan

berhadapan muka dengan orang yang dapat memberikan keterangan kepada si

peneliti, wawancara ini dapat dipakai untuk melengkapi data yang diperoleh melalui

observasi (Mardalis, 2009:64).

3.3. Analisa Data Deskrptif

3.3.1 Skor Maksimal Ideal

Pemerolehan skor makasimal ideal pada penelitian ini, diperoleh dari empat

aspek penilaian terhadap prestasi belajar menari tari Belibis yang meliputi

unsur agem, tandang, tangkis dan tangkep. Masing-masing unsur memiliki

bobot nilai.

3.3.2 Membuat Pedoman Konversi

Pedoman konversi yang digunakan dalam dalam mengubah skor mentah

menjadi skor standar dengan norma absolut. Untuk mengkorvesikan skor

mentah menjadi skor standar dengan absolut sekala seratus digunakan rumus

sebagai berikut :

X

P = x 100

SMI

Keterangan :

P = Persentil

X = Skor yang dicapai

SMI= Skor Maksimal Ideal

Page 94: Stilistetika Tahun III Volume 5, Nopember 2014

Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014

ISSN 2089-8460

93

3.3.3 Membuat Kriteria Predikat

Tabel Kriteria Predikat Prestasi Belajar Menarikan Tari Belibis Siswa Kelas VIII

SMP Negeri 1 Kediri Tahun Pelajaran 2013/2014

Skor Standar

Kategori / Predikat

86 – 100 Baik Sekali

70 – 85 Baik

56 – 69 Cukup

41 – 55 Kurang

0 – 40 Kurang Sekali

Sumber : buku dari rapot siswa SMP

3.3.4 Analisis Hasil Respon Siswa

Untuk menganalisis hasil observasi siswa dalam menarikan tari Belibis

dengan menggunakan media audio visual maka digunakan format respon

siswa yang telah dirancang sebelumnya. Untuk mengubah skor mentah

menjadi skor standar digunakan rumus seperti :

X

P = x 100

SMI

Tabel 3.7 Kategori Respon Siswa

Skor Standar

Kategori / Predikat

86 – 100 Baik Sekali

70 – 85 Baik

56 – 69 Cukup

41 – 55 Kurang

0 – 40 Kurang Sekali

Sumber : buku dari rapot siswa SMP

Page 95: Stilistetika Tahun III Volume 5, Nopember 2014

Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014

ISSN 2089-8460

94

3.3.5 Mencari Skor rata-rata

Untuk Mengetahui nilai rata – rata Prestasi Belajar Tari Belibis oleh Siswa

Kelas VIII SMP Negeri 1 Kediri pada kegiatan Ekstrakurikuler, dapat diketahui

dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

M = Σ fx

N

Keterangan :

M = Mean ( Nilai rata – rata )

Σfx = Jumlah Standar

N = Jumlah individu ( Nurkancana dan Sunartana, 1992 : 174 )

4. HASIL PENELITIAN

4.1 Refleksi Siklus I

Setelah dilakukan analisis hasil observasi dan hasil tes tindakan, selanjutnya

dilakukan refleksi. Beberapa faktor penghambat keberhasilan siswa dalam usaha

peningkatan prestasi belajar menarikan tari Belibis. Adapun faktor – faktor yang

dimaksud adalah sebagai berikut.

1) Dalam praktik menari tari Belibis, sebagian besar siswa mengalami kesulitan

dalam melakukan ragam gerak tari Belibis

2) Pemahaman dan penghayatan siswa dalam mengekspresikan tari Belibis

masih belum maksimal

3) Kepekaan dan kosentrasi siswa terhadap irama dan alunan musik gamelan

belum berkembang dengan baik.

4.2 Refleksi Siklus II

Proses pembelajaran dengan pokok bahasan tentang penggunaan media audio

visual dalam upaya meningkatkan prestasi belajar menarikan tari Belibis pada

Page 96: Stilistetika Tahun III Volume 5, Nopember 2014

Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014

ISSN 2089-8460

95

kegiatan ekstrakurikuler siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Kediri tahun pelajaran

2013/2014 lebih baik dibandingkan dengan proses pembelajaran siklus I. Hal ini

terbukti dari hasil yang telah dicapai pada siklus II, dari hasil evaluasi siswa kelas

VIII SMP Negeri 1 Kediri telah mengalami peningkatan yang cukup baik dengan

perbandingan hasil prestasi belajar siswa menarikan tari Belibis antara siklus I dan

siklus II.

Pada siklus I , presentase ketuntasan siswa mencapai 54,2%. Karena sebagian

besar siswa belum memahami dengan baik ragam gerak serta tehnik tari pada tari

Belibis, sehingga perlu diadakan siklus lanjutran. Setelah diadakan siklus II

presentase ketuntasan siswa mengalami peningkatan yang sangat baik yaitu 100%

siswa sudah memenuhi standar nilai KKM.

Berdasrkan data yang diperoleh terhadap prestasi belajar menarikan tari

Belibis dengan menggunakan media audio visual pada siswa kelas VIII SMP Negeri

1 Kediri diketahui terjadi peningkatan. Keberhasilan peningkatan ini disebabkan

karena sikap dan tingkah laku siswa saat menyaksikan video tari Belibis sangat

sungguh-sungguh, begitu pula dari keaktifan siswa dalam menjawab pertanyaan serta

diskusi kelompok yang dilakukan siswa mampu menciptakan suasana dalam praktik

menari menjadi lebih aktif dan kondusif. Hal – hal lain yang menyebabkan terjadinya

peningkatan adalah : (1) Melalui audio visual tayangan video dapat ditayangkan

secara pelan-pelan dan diulang berulang-ulang jika diperlukan. (2) Guru

menampilkan beberapa pose atau agem beserta istilah ragam gerak tari Belibis

melalui audio visual. (3) Guru memberikan contoh teknik-teknik gerak tari Belibis

dan memberikan perhatian penuh terhadap siswa yang kurang paham.

5. Simpulan dan Saran-saran

5.1 Simpulan

1) Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas kepada siswa kelas terhadap

siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Kediri Tahun pelajaran 2013/2014, tentang

peningkatan prestasi belajar menarikan tari Belibis dengan menggunakan

Page 97: Stilistetika Tahun III Volume 5, Nopember 2014

Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014

ISSN 2089-8460

96

media audio visual dapat meningkatkan prestasi belajar menarikan tari

Belibis pada kegiatan ekstrakurikuler siswa kelas VIII SMP Negeri 1

Kediri Tahun Pelajaran 2013/2014 terbukti mengalami peningkatan. Hal

ini dapat dilihat dari hasil observasi awal siswa yaitu dengan skor rata-rata

65, 42 setelah digunakan media pembelajaran audio visual, pada siklus I

terjadi peningkatan prestasi belajar siswa, dengan nilai rata-rata sebesar

70,14. Dan pada siklus II lebih meningkat, dengan nilai rata-rata siswa

sebesar 75,28. Selain itu dilihat dari keberhasilan siswa dengan jumlah

populasi 35 orang yang menjadi subyek penelitian, (35) orang siswa

(100%) dinyatakan tuntas, yaitu memenuhi nilai KKM.

2) Respon siswa dalam mengikuti kegiatan ekstrakurikuler untuk prestasi

menarikan tari Belibis pada penggunaan media audio visual mengalami

peningkatan. Terbukti dari hasil tingkat respon siswa siklus I dengan nilai

rata-rata 56,57 yang tergolong masih rendah. Kemudian pada siklus II skor

rata-rata meningkat menjad 77,02 dengan katagori baik. Berdasarkan hasil

observasi siswa dari 35 siswa ini diperoleh data, yaitu 33 siswa dinyatakan

memiliki respon yang baik dalam praktik menari tari Belibis sedangkan 2

siswa dinyatakan belum tuntas dengan menggunakan media audio visual.

5.2 Saran-saran

1) Siswa yang dinyatakan tuntas disarankan agar selalu berusaha belajar

lebih giat lagi mempertahankan nilainya bahkan lebih bisa mengasah

dirinya agar prestasi yang sudah dicapai lebih meningkat dengan nilai

bagus

2) Kepada guru seni budaya disarankan agar dapat mengembangkan media

audio visual ini sehingga dapat menciptakan suasana belajar yang aktif

dan menyenangkan serta dapat memotivasi siswa untuk lebioh tertarik

dalam mempelajari seni budaya

Page 98: Stilistetika Tahun III Volume 5, Nopember 2014

Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014

ISSN 2089-8460

97

3) Setelah diperoleh hasil penelitian bahwa penggunaan media audio visual

memberikan hasil yang positif untuk meningkatkan prestasi belajar

menarikan tari Belibis. Apabila suatu saat penggunaan media audio visual

DAFTAR RUJUKAN

Arikunto, Suhardjono, Supardi. 2006 . Penelitian Tindakan Kelas . Jakarta : Bumi

Aksara

Azhar, Arsyad. 2010 . Media Pembelajaran . Jakarta : Raja Grafindo Persada

Bawa, Pande Wayan . 2012 . Materi Pelatihan Penelitian Tindakan Kelas. IKIP

PGRI BALI. Denpasar

Cerita, I Nyoman dan Padmini, Tjok Istri Putra . 2009 . Buku Ajar Analisis Tari dan

Gerak . Denpasar : Fakultas Pertunjukan ISI Denpasar

Dibia, I wayan . 2012 . Ilen – Ilen Seni Pertunjukan Bali . Denpasar : Bali Mangsi

Djaus, I Nyoman . 1980 . Teori Tari Bali . Denpasar : Sumber Mas Bali

Gunartha, I wayan . 2010 . Materi Kuliah Evaluasi Pembelajaran. IKIP PGR BALI.

Denpasar

Mardalis. 2009 . Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal . Jakarta : Bumi

Aksara

Nurkancana, Wayan dan Sunartana . 1992 . Evaluasi Hasil Belajar. Surabaya : Usaha

Nasional

Soedarsono. 1972 . Djawa dan Bali Dua Pusat Perkembangan Drama Tari

Tradicional di Indonesia . Jogjakarta : Gajah Mada University Press

Usman, Husiani dan Akbar, Setiady Purnomo . 2004 . Metodelogi Penelitian Sosial.

Jakarta : Bumi Aksara

Sanjaya, Wina. 2008. Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran . Jakarata :

Kencana Pernada Media Group

Page 99: Stilistetika Tahun III Volume 5, Nopember 2014

Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014

ISSN 2089-8460

98

WACANA PENGUCILAN SOSIAL DALAM CERPEN

“KUBUR WAYAN TANGGU” KARYA GDE ARYANTHA SOETHAMA

I Made Sujaya

Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia dan Daerah,

Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni, IKIP PGRI Bali

[email protected]

Abstrak

Artikel ini mengungkap wacana pengucilan sosial dalam cerpen “Kubur

Wayan Tanggu” (KWT) karya Gde Aryantha Soethama. Permasalahan yang dibahas

dalam artikel ini, yakni konstruksi wacana sanksi adat kasepekang atau pengucilan

sosial yang ditampilkan dalam cerpen KWT, hubungannya dengan wacana

pengucilan sosial dalam masyarakat adat Bali, serta pandangan pengarang mengenai

wacana pengucilan sosial tersebut. Dengan metode analisis wacana kritis model van

Fairclough terungkap bahwa cerpen KWT merupakan wacana fiksi yang kohesif dan

koherensif. Dari segi praktik kewacanaan, KWT merupakan cerpen yang kuat dan

utuh. Secara praktik sosial, cerpen ini merepresentasikan hegemoni adat Bali yang

membuat banyak pihak tidak berdaya. Resistensi terhadap sanksi adat kasepekang

melalui cara yang tidak terduga, menunjukkan pengenaan sanksi ini memunculkan

masalah baru. Cerpen KWT mencerminkan realitas empiris mengenai wacana publik

tentang pro dan kontra seputar pemberlakuan sanksi adat kasepekang.

Kata kunci: wacana, pengucilan sosial, analisis wacana kritis

Abstract

This article conveys the discourse of social exclusion in a short story entitled

"Kubur Wayan Tanggu" (K-W-T) written by Gde Aryantha Soethama. The problems

discussed in the article are the discourse construction of a customary sanction called

"Kasepekang" or social exclusion featured in the short story, its relation with the

discourse of social exclusion in the island's customary society, and the writer's view

on the customary sanction. Through van Fairclough's method of critical discourse

analysis, it is revealed that KWT is a cohesive and coherent fiction discourse. In

terms of discourse practices, it is a strong and whole short story. In social practices,

the short story represents the hegemony of the custom of Bali that makes a lot of

people feel helpless. The resistance against "kasepekang" customary sanction

Page 100: Stilistetika Tahun III Volume 5, Nopember 2014

Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014

ISSN 2089-8460

99

through an unexpected way shows that imposing the sanction brings new problems.

The short story reflects the empirical reality about the public discourse on the

controversy surrounding the implementation of "kasepekang" customary sanction.

Keywords: discourse, social exclusion, critical discourse analysis

1. Pendahuluan

Karya sastra merupakan salah satu jenis wacana, yaitu golongan wacana fiksi.

Wacana fiksi adalah wacana yang bentuk dan isinya berorientasi pada imajinasi.

Bahasanya menganut aliran konotatif, analogis, dan multiinterpretable (Mulyana,

2005: 54). Wacana fiksi dapat dipilah menjadi tiga jenis yakni wacana prosa, wacana

puisi dan wacana drama.

Cerita pendek (cerpen) termasuk ke dalam wacana prosa. Cerpen merupakan

salah satu jenis karya sastra yang saat ini berkembang pesat dalam dunia sastra

Indonesia. Setiap hari Minggu, hampir semua media massa di Indonesia memuat

cerpen. Oleh karena itu, Mahayana (2006: 51) memproklamasikan hari Minggu

sebagai sebagai Hari Cerpen Indonesia.

Seperti halnya karya sastra prosa lainnya, cerpen juga merupakan sebuah

dunia dalam kata (Nurgiyantoro, 2005: 272). Pengarang membangun satu dunia

tersendiri dalam cerpen untuk menyampaikan pesannya bagi pembaca. Pengarang

memanfaatkan unsur-unsur pembangun sastra untuk menyampaikan pesan-pesannya.

Oleh karena itulah, karya sastra sering dianggap sebagai bentuk komunikasi yang

tidak langsung atau dengan cara yang berbeda. Dengan latar belakang pemikiran

itulah, cerpen layak untuk dikaji dengan pendekatan analisis wacana karena cerpen

juga menampilkan sebuah wacana.

Cerpen yang dipilih sebagai objek kajian dalam artikel ini, yakni cerpen

karya Gde Aryantha Soethama yang berjudul “Kubur Wayan Tanggu” (KWT). Gde

Aryantha Soethama merupakan salah satu pengarang Bali yang cukup menonjol

dalam dunia sastra Indonesia modern selain Panji Tisna, Putu Wijaya, Putu Oka

Sukanta dan Oka Rusmini. Karya-karya pengarang kelahiran Klungkung, Bali, 15

Page 101: Stilistetika Tahun III Volume 5, Nopember 2014

Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014

ISSN 2089-8460

100

Juli 1955 ini yang umumnya berupa cerpen ini banyak dimuat dalam berbagai media

massa lokal dan nasional serta terkumpul dalam sejumlah buku antologi cerpen

bersama atau pun kumpulan cerpen tunggal.

Nama Gde Aryantha Soethama semakin diperhitungkan di dunia sastra

Indonesia modern setelah dua cerpennya terpilih sebagai cerpen pilihan Kompas pada

tahun 1993 dan 1994. Pada tahun 2006, buku kumpulan cerpennya, Mandi Api

terpilih sebagai pemenang Khatulistiwa Award yang merupakan penghargaan

bergengsi bidang sastra. Cerpen KWT turut dimuat dalam buku Mandi Api.

Cerpen “Kubur Wayan Tanggu” dipilih karena cerpen ini menampilkan

wacana konflik adat Bali, terutama berkaitan dengan sanksi adat kasepekang atau

pengucilan sosial. Wacana pengucilan sosial sejak tahun 1960-an hingga kini masih

mewarnai diskusi sosial di kalangan masyarakat Bali. Hal ini disebabkan oleh kasus-

kasus pengucilan sosial terus bermunculan, meskipun telah muncul banyak

keprihatinan dan imbauan agar sanksi adat pengucilan sosial yang diikuti dengan

larangan mengubur mayat di kuburan desa itu diluruskan sudah sering disampaikan.

Pengarang sebagai bagian dari kelompok intelektual di Bali turut merespons

wacana mengenai sanksi adat pengucilan sosial itu melalui karyanya. Cerpen-cerpen

karya Gde Aryantha Soethama memang cukup banyak mengangkat tema mengenai

konflik adat Bali termasuk konflik kasta dan konflik antara modernitas dan tradisi.

Artikel ini mengungkap bagaimana wacana pengucilan sosial yang

ditampilkan dalam cerpen KWT. Selain itu, dilihat juga sejauh mana kesesuaian

wacana pengucilan sosial dalam cerpen KWT dengan wacana pengucilan sosial

dalam masyarakat adat Bali. Terakhir, analisis difokuskan untuk mengetahui

bagaimana pandangan pengarang mengenai wacana pengucilan sosial tersebut

2. Pendekatan dan Landasan Teori

Analisis wacana dalam cerpen KWT ini menggunakan pendekatan analisis

wacana kritis yakni model tiga dimensi Fairclough. Menurut Fairclough, setiap

penggunaan bahasa merupakan peristiwa komunikatif yang terdiri atas tiga dimensi,

Page 102: Stilistetika Tahun III Volume 5, Nopember 2014

Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014

ISSN 2089-8460

101

yakni teks (tuturan, pencitraan visual atau gabungan ketiganya), praktik kewacanaan

yang melibatkan pemroduksian dan pengonsumsiam teks, dan praktik sosial

(Jorgensen dan Phillips, 2007: 128).

Model tiga dimensi Fairclough merupakan kerangka analisis yang digunakan

untuk penelitian empiris tentang komunikasi dan masyarakat. Ketiga dimensi itu

hendaknya dicakup dalam analisis wacana khusus peristiwa komunikatif. Analisis

tersebut dipusatkan pada (1) ciri-ciri linguistik teks tersebut (teks), (2) proses yang

berhubungan dengan pemroduksian dan pengonsumsian teks itu (praktik

kewacanaan) dan (3) praktik sosial yang lebih luas yang mencakup peristiwa

komunikatif (praktik sosial).

Gambar Model Tiga Dimensi Fairclough untuk Analisis Wacana Kritis

Tujuan umum model tiga dimensi itu adalah memberikan kerangka analitis

bagi analisis wacana. Model ini didasarkan pada dan menggunakan prinsip yang

berbunyi bahwa teks tidak pernah bisa dipahami atau dianalisis secara terpisah –

Pengonsumsian teks

PRAKTIK SOSIAL

Pemroduksian teks

PRAKTIK

KEWACANAAN

TEXT

Page 103: Stilistetika Tahun III Volume 5, Nopember 2014

Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014

ISSN 2089-8460

102

hanya bisa dipahami dalam kaitannya dengan jaring-jaring teks lain dan hubungannya

dengan konteks sosial (Jorgensen dan Phillips, 2007: 130).

3. Analisis Wacana Kritis Cerpen KWT

3.1. Analisis Aspek Kebahasaan

Analisis teks difokuskan pada aspek kebahasaan cerpen KWT. Pengungkapan

aspek kebahasaan menjadi penting untuk mengetahui keutuhan wacana cerpen KWT.

Menurut Mulyana (2005: 25-26) wacana yang utuh adalah wacana yang

lengkap, yaitu mengandung aspek-aspek terpadu dan menyatu. Aspek-aspek yang

dimaksud, antara lain, adalah kohesi, koherensi, topik wacana, aspek leksikal, aspek

gramatikal, aspek fonologis, dan aspek semantis.

Beberapa aspek pengutuh wacana tersebut dapat dikelompokkan ke dalam dua

unsur, yakni unsur kohesi dan unsur koherensi (Mulyana, 2005: 26). Kohesi lebih

mengacu kepada kepada struktur lahir, sedangkan koherensi kepada struktur batin.

Kohesi mengakibatkan kita mengetahui bahwa kalimat-kalimat tertentu merupakan

suatu wacana, bukan kumpulan kalimat sembarangan. Koherensi mengakibatkan kita

mengerti maksud pengarang/pembicara secara jelas. Wacana yang kohesif adalah

wacana yang koherensif karena wacana yang dibentuk dengan keterhubungan secara

eksplisit (struktur lahir) akan terbentuk juga keterhubungan implisit (batin).

Oleh karena itulah, analisis aspek kebahasaan lebih difokuskan pada unsur

kekohesifan wacana. Unsur kohesi wacana meliputi aspek gramatikal dan leksikal.

Aspek gramatikal dalam sebuah wacana berkaitan dengan aspek bentuk sebagai

struktur lahir bahasa. Pemarkah aspek gramatikal terdiri atas empat macam, yaitu

pengacuan (referensi), penyulihan (substitusi), pelesapan (elipsis), dan perangkaian

(konjungsi). Aspek leksikal yaitu hubungan antarunsur dalam wacana secara

semantis. Kohesi leksikal meliputi pengulangan (repetisi), padan kata (sinonimi),

hubungan atas-bawah (hiponimi), lawan kata (antonomi). (Saddhono, 2005: 88-89).

Pengacuan dan referensi yang berupa persona, demonstrativa dan komparatif

dalam cerpen KWT dapat dilihat pada data-data berikut ini.

Page 104: Stilistetika Tahun III Volume 5, Nopember 2014

Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014

ISSN 2089-8460

103

(1) Luh Sasih bersimpuh memeluk kaki Pedanda Pemogan. Isak tangisnya

membuat pucuk-pucuk cempaka di halaman Gria Pedungan petang itu

menggigil

(2) “Tak ada lagi tempat karena semua orang mengucilkan hamba. Kini

tinggal Ratu Peranda yang bisa menyelamatkan dan memberi tempat pada

badan dan jiwa hamba. Selamatkanlah hamba, Ratu Peranda…”

(3) “Engkau harus tabah, Luh. Yang kau hadapi adalah masalah adat, bukan

kepincangan agama. Karena itu sebagai pendeta saya tak punya kuasa

memutuskan nasibmu.”

(4) Wayan semakin terkucil, namun ia mulai mengukur dirinya sebagai sosok

seorang manusia.

Pengacuan atau referensi terdapat pada data (1) yaitu pronomina persona

ketiga tunggal, tangisnya dan data (4) dirinya. Pada data (2) ditemukan pronomina

persona pertama tunggal hamba (Luh Sasih). Pada data (2) juga terdapat pronomina

persona ketiga tunggal Ratu Peranda sebagai kata sapaan hormat untuk Pedanda

Pemogan. Pada data (3) terdapat kata engkau dan kau yang merupakan pengacuan

persona kedua tunggal. Ditemukan juga pengacuan persona pertama tunggal saya

pada data (3). Selain itu dapat dilihat juga adanya pengacuan persona kedua tunggal

lekat kanan nasibmu. Pengacuan pronomina persona ketiga. Ditemukan juga

pengacuan pronomina persona tunggal bebas, ia pada data (4) dan pengacuan

pronomina persona ketiga, dirinya.

Pengacuan pada data (1) yakni kata hamba dan Ratu Peranda menunjukkan

adanya relasi bertingkat dalam komunikasi yang terjadi antara Luh Sasih dan Pedanda

Pemogan. Kata hamba mengesankan posisi pembicara lebih rendah secara struktur

sosial dibandingkan lawan bicaranya. Idiom Ratu Peranda dalam bahasa Bali sebagai

kata sapaan hormat untuk tokoh pendeta. Dalam struktur sosial masyarakat Bali,

pendeta menempati strata tertinggi sebagai golongan Brahmana.

Pengacuan, selain ditandai oleh pronomina persona, juga ditandai dengan kata

yang lain seperti terlihat pada kata itu data (1). Kata itu pada data (1) mengacu

kepada waktu petang saat terjadinya peristiwa. Hal ini menunjukkan pengacuan tidak

Page 105: Stilistetika Tahun III Volume 5, Nopember 2014

Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014

ISSN 2089-8460

104

saja terdapat pada persona tetapi juga pada penunjukan atau demonstrativa.

Pengacuan demonstrativa juga ditemukan pada data-data berikut ini.

(4) Dalam situasi buruk semacam itulah muncul masalah tanah yang sebagian

digarap Wayan.

(5) Seluas sepuluh are tanah tegalannya yang berdampingan dengan lima are

tanah milik desa digugat sebagai semuanya milik desa. Selama ini gugatan itu

tak pernah muncul karena tanah itu nilainya kecil, Cuma sebatas tanah

garapan.

(6) Wayan pun tenang-tenang memetik hasil puluhan pohon kelapa di sana.

(7) Tapi, tahun depan pemerintah daerah akan membangun pasar seni

berseberangan dengan tegalan Wayan. Tanah itu oleh kepala desa akan

dibangun kios-kios yang akan dikontrakkan. Hasilnya akan memperkaya kas

desa.

(8) Derit gesekan batang pohon bambu di belakang rumah kian jelas

terdengar, seperti jeritan orang-orang kepiluan.

(9) Tapi rekan-rekannya suka mengolok-olok alis selebat itu seperti alis kera.

Pengacuan demonstrativa ditemukan pada data (2) selama ini yang mengacu

pada waktu yang lampau hingga waktu kini dan di sana yang mengacu kepada tanah

tegalan milik Wayan Tanggu. Pada data (8) dan (9) juga ditemukan pengacuan

komparatif seperti.

Aspek gramatikal yang lain adalah elipsis atau pelesapan. Elipsis adalah salah

satu jenis kohesi gramatikal yang berupa penghilangan unsur atau konstituen tertentu

yang telah disebutkan (Saddhono, 2005: 91). Elipsis dapat dilihat pada data-data

berikut.

(11) Bukan hanya engkau kera, aku juga.

Elipsis pada data (11) adalah unsur kata kera. Pelesapan ini demi

pertimbangan kepraktisan, efektivitas kalimat, ekonomi bahasa atau efesiensi dan

mencapai aspek keterpaduan wacana.

Aspek gramatikal berikutnya yakni konjungsi. Konjungsi merupakan salah

satu kohesi gramatikal yang dilakukan dengan cara menghubungkan unsur yang satu

dengan yang lain (Saddhono, 2005: 91). Ada banyak bentuk-bentuk konjungsi dan

dapat dilihat pada data-data berikut.

Page 106: Stilistetika Tahun III Volume 5, Nopember 2014

Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014

ISSN 2089-8460

105

(12) Ratu Peranda bahkan bisa mengutuk mereka karena telah

memperlakukan hamba senista ini.

(13) Kalau saya lebih baik miskin, tapi tidak mandul.

(14) Menjelang sore ia menyeret kakinya ke Griya Pedungan, memohon

pembelaan dan perlindungan Pedanda Pemogan, pendeta yang dianggapnya

sangat adil dan sarat wibawa.

Konjungsi yang terdapat pada data (12) sampai dengan data (14) adalah sebab

akibat, pertentangan dan kesejajaran. Konjungsi yang lain masih cukup banyak

terdapat dalam cerpen KWT.

Selain aspek kohesi gramatikal, mesti dilihat juga aspek kohesi leksikal.

Adapun kohesi leksikal yang ditemukan dalam cerpen KWT di antaranya repetisi

seperti terlihat pada data berikut ini.

(15) Ia sangat tersinggung. Ia mengucilkan diri. Ia benci keramaian.

Data (15) menunjukkan adanya repetisi anaphora, yaitu repetisi kata atau frasa

pertama pada setiap baris atau kalimat berikutnya. Repetisi itu bagaimana tokoh

Wayan Tanggu (ia) mengalami kondisi ketertekanan psikologis yang cukup hebat.

Wayan Tanggu digambarkan mengalami ketersinggungan atas sikap warga desa

terhadap dirinya. Ketersinggungan ini semakin memburuk hingga memunculkan

sikap mengucilkan diri serta membenci keramaian.

Kohesi leksikal lain yang ditemukan dalam cerpen KWT yakni hiponomi.

Hiponimi adalah kata-kata yang maknanya merupakan bagian dari makna kata yang

lain. Kata yang mencakupi beberapa kata yang berhiponimi itu disebut hipernim atau

superordinat (Saddhono, 2005: 94). Kohesi leksikal hipernim atau subordinat

ditemukan pada data (10) suami istri.

Selain kohesi leksikal hiponomi, ditemukan juga kohesi leksikal sinonimi atau

persamaan kata serta antonimi atau oposisi kata. Kohesi leksikal sinonimi dan

antonimi dapat dilihat pada berikut ini.

(16) Saya tak keberatan menyerahkannya pada desa. Sayangnya mereka tidak

meminta, tapi menuntut. Mereka hendak merampasnya.

Page 107: Stilistetika Tahun III Volume 5, Nopember 2014

Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014

ISSN 2089-8460

106

Kata meminta dan menuntut pada data (16) bersinonim atau memiliki makna

yang sama. Kohesi leksikal antonimi ditemukan pada data (10), suami istri yang

menunjukkan oposisi hubungan.

3.2. Analisis Praktik Kewacanaan

Analisis praktik kewacanaan dilakukan dengan cara menjelaskan struktur

naratif cerpen KWT yang meliputi tema cerita, alur, konflik, latar, penokohan, serta

sudut penceritaan. Pemaparan unsur-unsur cerpen KWT itu dilakukan dalam konteks

hubungan antarunsur, bukan pemaparan secara otonom pada masing-masing unsur.

Hal ini dikarenakan struktur karya sastra bersifat utuh, saling berhubungan dan

fungsional antarunsur.

Menyimak cerpen KWT, dari bagian awal hingga akhir cerita, tampak jelas

tema yang diangkat adalah tentang konflik adat Bali. Konflik terjadi antara keluarga

Wayan Tanggu dengan masyarakat desa adat di tempatnya tinggal. Tema konflik adat

Bali ini dipertegas oleh gambaran latar tempat dalam cerpen ini yakni kehidupan adat

masyarakat Bali, di sebuah desa bernama Pedungan pada waktu desa itu mengalami

penetrasi perkembangan kepariwisataan. Latar adat Bali tidak saja digambarkan

melalui gambaran eksplisit lokasi cerita dan ungkapan serta idiom-idiom bahasa Bali,

tetapi juga dari perjalanan konflik cerita.

Dalam empat dekade terakhir, dari tahun 1960-an sampai dengan tahun 2000-

an, karya sastra sastrawan Bali didominasi dua tema utama, yaitu masalah adat dan

dampak pariwisata (Darma Putra, 2008: 100). Masalah adat, misalnya, muncul dalam

tema konflik kasta dan pengucilan sosial (kasepekang). Masalah pariwisata muncul

dalam tema protes terhadap komersialisasi seni budaya, eksploitasi sumber daya alam

Bali, dan marginalisasi seniman atau masyarakat dalam pertumbuhan industri

pariwisata. Sepanjang data yang dapat dilacak, tema sanksi adat pengucilan sosial

(kasepekang) awalnya diangkat Putu Wijaya dalam novel Tiba-tiba Malam (1977).

Page 108: Stilistetika Tahun III Volume 5, Nopember 2014

Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014

ISSN 2089-8460

107

Novel ini berkisah tentang tokoh Subali yang dikenai sanksi adat pengucilan karena

dia tidak pernah mau lagi terlibat dalam kegiatan-kegiatan di desa adat.

Konflik sesungguhnya dalam cerpen KWT berlangsung dalam waktu yang

cukup panjang, lebih dari lima tahun. Berawal dari sikap tertutup Wayan Tanggu, tak

mau bergaul dengan warga desa karena merasa terganggu dengan pertanyaan-

pertanyaan mengenai dirinya yang tak kunjung dikaruniai momongan. Jarak sosial ini

semakin melebar tatkala tanah milik Wayan Tanggu hendak dimanfaatkan desa untuk

membangun pasar seni. Sikap Wayan Tanggu inilah yang berujung pada

pemecatannya sebagai warga desa. Wayan Tanggu dikucilkan. Ketika meninggal,

jenazahnya dilarang dikubur di kuburan desa.

Cerita baru dimulai tatkala konflik sudah berada di puncaknya, yakni desa

melarang jenazah Wayan Tanggu dikubur di kuburan desa. Istri Wayan Tanggu, Luh

Sasih mendatangi Pedanda Pemogan, seorang pendeta agama Hindu yang disegani

dan berwibawa di desanya, untuk memohon bantuan mengatasi masalahnya. Akan

tetapi, Pedanda Pemogan menolak karena menganggap masalah yang dihadapi Luh

Sasih bukanlah masalah agama.

“Engkau harus tabah, Luh. Yang kau hadapi adalah masalah adat, bukan

kepincangan agama. Karena itu sebagai pendeta saya tak punya kuasa

memutuskan nasibmu.”

Dari sinilah kemudian cerita menggunakan alur sorot balik. Luh Sasih

diceritakan teringat kembali dengan perjalanan konflik adat yang dialami suaminya

dan dirinya. Oleh karena itulah, cerita menjadi terasa sangat padat. Akan tetapi, hal

ini tidak bisa dihindari karena cerpen memang menghendaki sebuah cerita yang

singkat. Cerpen bisa mengangkat satu konflik pendek atau satu konflik panjang

dengan penekanan pada bagian tertentu dari konflik tersebut.

Dengan memulai cerita dari puncak konflik yakni kepedihan Luh Sasih atas

“hukuman” yang mesti ditanggung jenazah suaminya, cerita menjadi sangat dramatis.

Pengarang berhasil menghadirkan suspensi yang kuat dalam cerpen KWT. Bahkan,

akhir cerita sangat mengejutkan, tidak terduga sama sekali: Luh Sasih memilih

Page 109: Stilistetika Tahun III Volume 5, Nopember 2014

Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014

ISSN 2089-8460

108

mengubur jenazah suaminya di dalam rumahnya sendiri dengan mengambil inspirasi

dari perilaku hidup kera di hutan Sangeh yang mau menguburkan rekannya sendiri

yang mati.

Sasih terus menggali kubur suaminya. Keringat menetes dari dagunya yang

lancip. Ia yakin menjelang pagi kubur itu akan rampung. Ada kebanggaan

perlahan-lahan menjalari seluruh aliran darahnya karena akhirnya ia bisa

mengubur jazad suaminya dengan tangannya sendiri. Ia bersumpah akan tidur

setiap malam di kamar itu. “Engkau akan selalu kutemani. Engkau tak boleh

menanggung derita sendiri. Bukan hanya engkau kera, aku juga,” gumamnya

berkali-kali sambil terus menggali dengan kepuasan tiada tara.

Kekuatan pada konflik cerita ini didukung oleh kuatnya unsur penokohan.

Kendati pun cerita yang disajikan cukup pendek, pengarang berhasil menggambarkan

tokoh-tokoh dengan karakter yang beragam serta perkembangan watak yang

konsisten. Tokoh Wayan Tanggu digambarkan berwatak konsisten, teguh pada

pendirian serta berani menentang sesuatu yang dianggapnya melenceng meskipun

risiko atas sikapnya itu sangat berat. Untuk memperkuat karakter konsisten tokoh

Wayan Tanggu, ditampilkan tokoh kepala desa yang iri hati dan memiliki nafsu

menguasai yang cukup besar.

Akan tetapi, pengarang juga menampilkan karakter tidak berdaya seperti Luh

Sasih, Pedanda Pemogan seperti sebagian warga desa. Meski begitu, di bagian akhir,

tokoh Luh Sasih digambarkan memiliki keberanian yang luar biasa untuk melawan

adat dengan caranya sendiri. Munculnya keberanian tokoh Luh Sasih ini merupakan

puncak dari ketidakberdayaannya, sesuatu yang kerap terjadi pada orang-orang yang

hampir putus asa.

Yang menarik dicermati adalah pemunculan tokoh Pedanda Pemogan.

Meskipun dalam cerita, sang tokoh seolah tidak begitu berperanan dalam

menyelesaikan konflik adat yang dialami Luh Sasih, tetapi kemunculannya dalam

konteks cerita justru sangat penting artinya. Kemunculan tokoh Pedanda Pemogan

merupakan upaya pengarang untuk menunjukkan betapa kuatnya kekuasaan adat itu

sehingga seorang pendeta yang disucikan dan dihormati pun tidak berdaya. Kehadiran

Page 110: Stilistetika Tahun III Volume 5, Nopember 2014

Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014

ISSN 2089-8460

109

tokoh Pedanda Pemogan fungsional dalam cerita karena membuat konflik menjadi

semakin dramatis.

Pemunculan tokoh agama (pedanda) dalam cerpen “Kubur Wayan Tanggu”

juga mencerminkan pandangan kritis seorang Gde Aryantha dalam praktik adat dan

agama orang Bali. Tokoh Pedanda Pemogan digambarkan sebagai tokoh yang “sangat

adil dan sarat wibawa”. Akan tetapi, untuk masalah adat yang dihadapi Luh Sasih,

Pedanda Pemogan menolak untuk membantu menyelesaikan. Pedanda Pemogan

beralasan bahwa masalah yang dihadapi Luh Sasih bukanlah masalah agama, tetapi

masalah adat. Gambaran watak dan sikap Pedanda Pemogan ini merupakan kritik

pengarang terhadap sikap para tokoh agama (pedanda) di Bali yang cenderung

memilih tidak bersikap atas persoalan adat yang dihadapi masyarakat Bali dengan

alasan hal itu bukanlah merupakan persoalan agama sehingga bukan merupakan

bagian dari otoritasnya.

3.3. Analisis Praktik Sosial

Kasepekang atau pengucilan sosial merupakan salah satu jenis sanksi adat

Bali. Kasepekang termasuk jenis sanksi adat yang paling berat selain kanorayang

makrama (dipecat sebagai krama desa atau warga desa) (Windia dan Sudantra, 2006:

147).

Sanksi kasepekang biasanya dijatuhkan kepada seorang atau beberapa orang

warga yang dianggap membangkang secara terus-menerus terhadap pasikian

pasubayan (kesepakatan bersama) yang dituangkan dalam bentuk awig-awig

(peraturan) desa adat. Menurut Windia dan Sudantra (2006: 147), warga yang terkena

sanksi kasepekang tidak mendapatkan pelayanan adat hingga orang bersangkutan

menyadari kesalahan dan mau memperbaiki dirinya dan kembali dalam kebersamaan

dengan masyarakat.

Sanksi adat kasepekang menjadi paling ditakuti karena seringkali disertai

dengan larangan mengubur mayat di setra (kuburan) milik desa. Hal inilah yang

sering menimbulkan konflik di desa adat. Pro dan kontra terhadap pengenaan sanksi

Page 111: Stilistetika Tahun III Volume 5, Nopember 2014

Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014

ISSN 2089-8460

110

adat kasepekang pun menimbulkan pro dan kontra di tengah-tengah masyarakat Bali.

Sebagian kalangan mendukung agar sanksi adat kasepekang tetap dipertahankan,

sebagian lagi meminta agar sanksi adat itu dihapuskan karena dinilai melanggar hak

asasi manusia (HAM) dan sudah tidak sesuai dengan perkembangan zaman1.

Pro dan kontra juga tampak dalam wacana yang dibangun para sastrawan Bali

dalam karya-karyanya. Pada novel Tiba-tiba Malam karya Putu Wijaya, tokoh utama

cerita yang dikenai sanksi adat kasepekang diarahkan untuk berdamai dengan warga

desa sehingga sanksi adat tersebut bisa dicabut. Ini dapat dimaknai sebagai persepsi

pengarang yang lebih menghendaki adanya rekonsiliasi antara warga yang terkena

sanksi adat kasepekang dengan warga desa. Dengan begitu harmoni di desa adat tetap

terjaga.

Sebaliknya dalam cerpen KWT karya Gde Aryantha Soethama, tokoh utama

cerita memilih jalan melawan sanksi adat kasepekang itu dengan cara yang sangat

mengejutkan yakni mengubur jenazah sang suami di kamarnya sendiri. Ini

menunjukkan pengarang memiliki sudut pandang berbeda dalam menyikapi sanksi

adat kasepekang.

Bagi Gde Aryantha Soethama, sanksi adat pengucilan sosial yang berbuntut

pada larangan untuk mengubur mayat sangat tidak manusiawi, bertentangan dengan

nilai-nilai kemanusiaan. Bahkan, Gde Aryantha dengan nada satire membandingkan

larangan mengubur mayat itu dengan kehidupan kera yang mau mengubur mayat

rekannya sendiri.

Ia beberapa kali mendengar cerita orang-orang sekampung, kalau kera yang

mati di hutan wisata Sangeh tak dibiarkan tergeletak begitu saja, tapi dikubur

oleh teman-temannya sesama kera.

Gde Aryantha juga menunjukkan betapa pengenaan sanksi adat kasepekang

bagi seorang warga tidak bebas nilai. Dalam cerpen KWT diceritakan sanksi adat

kasepekang yang dijatuhkan kepada tokoh Wayan Tanggu justru karena penolakan

1 Perdebatan mengenai sanksi adat kasepekang pernah ditulis secara mendalam di majalah Sarad No.

26, Mei 2002 serta DenPost edisi Minggu, 21September 2008, halaman 6.

Page 112: Stilistetika Tahun III Volume 5, Nopember 2014

Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014

ISSN 2089-8460

111

Wayan Tanggu terhadap keputusan desa untuk menggunakan tanahnya sebagai pasar

seni. Walaupun tokoh Wayan Tanggu juga diceritakan menjaga jarak pergaulan

dengan warga desa karena terganggu dengan pertanyaan-pertanyaan mengenai

keturunan, pada kenyataannya motif pengenaan sanksi adat kasepekang lebih dipicu

oleh ambisi kepala desa untuk menguasai lahan milik Wayan Tanggu.

4. Penutup

Cerpen KWT merupakan sebuah wacana yang kohesif dan koherensif. Hal itu

ditunjukkan dengan dimilikinya semua aspek kohesi gramatikal dan leksikal. Kohesi

gramatikal terdiri atas pengacuan, penyulihan, pelesapan dan perangkai, sedangkan

kohesi leksikal terdiri atas repetisi, sinonimi, hiponimi, dan antonimi.

Dari segi praktik kewacanaan, cerpen KWT yang kuat secara struktural. Tema

sanksi adat kasepekang (pengucilan sosial) dengan latar kehidupan adat masyarakat

Bali didukung oleh penokohan dan pengaluran yang fungsional. Cerpen KWT

menggambarkan sanksi kasepekang tidak bebas nilai karena dilandasi sikap iri hati

tokoh kepala desa terhadap tokoh Wayan Tanggu. Sanksi adat pengucilan sosial

juga digambarkan membuat banyak pihak tidak berdaya, seperti sebagian warga desa

yang merasa kasihan dengan nasib Luh Sasih, termasuk tokoh pendeta yang disegani

dan berwibawa. Hal itu mengesankan bahwa kekuasaan adat memang sangat kuat

sehingga membuat banyak pihak menjadi tidak berdaya.

Wacana pengucilan sosial dalam cerpen KWT ini memiliki kesesuaian dengan

realitas empiris pada kehidupan adat masyarakat Bali. Sanksi adat kasepekang atau

pengucilan sosial yang diikuti larangan mengubur mayat memang menjadi suatu

fenomena yang jamak di tengah-tengah masyarakat Bali. Dengan menampilkan solusi

yang mengejutkan yakni mengubur jenazah di rumah sendiri, pengarang seperti ingin

mengingatkan bahwa sanksi adat yang kaku hanya akan melahirkan masalah baru,

bukan menyelesaikan masalah.

Page 113: Stilistetika Tahun III Volume 5, Nopember 2014

Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014

ISSN 2089-8460

112

DAFTAR RUJUKAN

Darma Putra, Nyoman. 2008. Bali dalam Kuasa Politik. Denpasar: Arti Foundation.

DenPost. 2008. “Kasepekang: Dihapuskan Saja atau Disesuaikan?”, Minggu 21

September 2008, halaman 6.

Jogersen, Marianne W. dan Louise J. Phillips. 2007. Analisis Wacana Teori &

Metode. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Mahayana, Maman S. 2006. Bermain-main dengan Cerpen Apresiasi dan Kritik

Cerpen Indonesia. Jakarta: PT Gramedia.

Mulyana. 2005. Kajian Wacana Teori, Metode & Aplikasi Prinsip-prinsip Analisis

Wacana. Yogyakarta: Tiara Wacana.

Nurgiyantoro, Burhan. 2005. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada

University Press.

Saddhono, Kundharu. 2005. “Analisis Wacana Peran Jender dalam Cerpen ‘Ibu’

Karya Budi Maryono” dalam Teori dan Praktik Analisis Wacana (ed. Dr.

Sumarlan, M.S.). Surakarta: Pustaka Cakra.

Sarad. 2002. “Kasepekang Konflik Buntu Adat Bali”, Edisi No. 26, Mei 2002.

Soethama, Gde Aryantha. 2006. Mandi Api. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.

Wijaya, Putu. 2005. Tiba-tiba Malam. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.

Windia, Wayan P. dan Ketut Sudantra. 2006. Pengantar Hukum Adat Bali. Denpasar:

Lembaga Dokumentasi dan Publikasi Fakultas Hukum Universitas Udayana.

Windia, Wayan P. 2008. “Pelaksanaan Sanksi Adat Kasepekang di Desa Pakraman”

(Makalah dalam Semiloka tentang Sanksi Adat Kasepekang yang

diselenggarakan Bali Shanti LPM Unud, 19 September 2008 di Laboratorium

Bahasa, Kampus Unud, Jalan PB Sudirman, Denpasar).

Page 114: Stilistetika Tahun III Volume 5, Nopember 2014

Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014

ISSN 2089-8460

113

KOMPETENSI LINGUISTIK BIDANG LEKSIKON

PADA SISWA KELAS I SEKOLAH DASAR NOMOR 1 SADING

KECAMATAN MENGWI KABUPATEN BADUNG

TAHUN PELAJARAN 2013/2014

oleh

Yuliana Wulandari, NIM: 2010.II.1.0002

Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia dan Daerah

Bidang Ilmu Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Abstrak

Sebagian besar siswa kelas I masih kurang pemahamannya dalam

berbahasa Indonesia. Hal ini terlihat pada lemahnya pemahaman siswa terhadap

ilmu pengetahuan. Maka dari itu, pemberian pemahaman bahasa Indonesia perlu

ditingkatkan dengan melihat penguasaan kosakata siswanya. Adapun masalah

yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah: (1) berapakah jumlah kosakata yang

dikuasai siswa kelas I SD No. 1 Sading?, (2) kelas kata apa sajakah yang

digunakan oleh siswa kelas I SD No. 1 Sading?, (3) bagaimana persentase

frekuensi penggunaan kelas kata siswa kelas I SD No. 1 Sading?.

Tujuan penelitian ini,yakni: mengetahui jumlah kosakata siswa kelas I,

kelas kata yang digunakan siswa kelas I, dan persentase frekuensi penggunaan

kelas katanya. Teori yang digunakan pada penelitian ini, yaitu: (1) teori belajar

bahasa, (2) teori kosakata, dan (3) kelas kata. Metode dalam penelitian ini, yaitu:

(1) metode penentuan subjek penelitian menggunakan sampel, (2) metode

pendekatan subjek penelitian, yakni metode empiris, (3) metode pengumpulan

data, yakni metode wawancara dengan teknik rekaman, (4) metode pengolahan

data menggunakan metode analisis deskriptif. Berdasarkan hasil pengolahan

datanya, dapat disimpulkan sebagai berikut: jumlah kosakata yang dikuasai siswa

sebanyak 448 kosakata, kelas kata yang digunakan meliputi nomina, verba,

adjektiva, numeralia, konjungsi, preposisi, dan adverbia, persentase frekuensi

penggunaan kelas katanya meliputi nomina (43,97%), verba (23,88%), adjektiva

(12,59%), numeralia (8,48%), konjungsi (0,67%), preposisi (0,67%), dan

adverbia (9,38%).

Adapun saran yang dapat disampaikan adalah produksi kosakata siswa

sudah baik, namun masih perlu ditingkatkan kembali, guru diharapkan

menggunakan bahasa Indonesia bukan bahasa daerah dalam setiap pembelajaran

di kelas, guru harus lebih selektif dalam pemilihan kata yang digunakan dalam

pembelajaran.

Kata kunci: kompetensi linguistik siswa, leksikon

Page 115: Stilistetika Tahun III Volume 5, Nopember 2014

Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014

ISSN 2089-8460

114

Abstract

Most of the students class I still lacking understanding in Indonesia

language. This can be seen on a weak understanding of students of science. Cause

of this, granting Indonesia language needs to be improved understanding by

looking at the mastery of the vocabulary of their students. As for the issues that

will be examined in this study are: (1) how many student-controlled vocabulary

class I SD No.1 Sading?, (2) what are some of the classes used by the grade I SD

No.1 Sading?, (3) how the percentage frequency of use of the word class of grade

I SD No.1 Sading?.

The purpose of this study, namely: knowing the amount of vocabulary

grade I, grade word used grade I, and the percentage of frequency of use of class

he said. The theory used in this study, namely: (1) language learning theory, (2)

the theory of vocabulary, and (3) a class of words. Methods in this study, namely:

(1) the method of determining the subject of research using a sample, (2) the

method of approach of the subject, i.e., the empirical method, (3) data collection

method, i.e. the method of recording techniques, interview with (4) data

processing method using a descriptive analysis method. Based on the results of

the processing of his data, can be summed up as follows: the number of student-

controlled vocabulary as much as 448 class vocabulary, words used include

nouns, verbs, adjectives, prepositions, conjunction, numeralia, and adverbs of

frequency of use, the percentage of the class he said include nouns (43,97

percent), verbs (23.88%), the adjectival (12,59%) numeralia (8,48), conjunction

(0.67 percent), prepositions (0.67%), and adverbs (9.38%) is.

As for suggestions that can be delivered are the production vocabulary

students are already good, but still needs to be improved again, teachers are

expected to use the language of Indonesia is not a regional language in any

learning in the classroom, teachers should be more selective in the choice of

words used in the study.

Keywords: linguistic competence of students, lexicon

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Anak cenderung menggunakan bahasa ibu atau bahasa daerahnya, baik

dalam lingkungan keluarga maupun lingkungan sekolahnya. Tidak heran jika

seorang anak lebih mudah berkomunikasi dengan menggunakan bahasa ibunya

dibandingkan dengan menggunakan bahasa pengantar yaitu bahasa Indonesia. Hal

Page 116: Stilistetika Tahun III Volume 5, Nopember 2014

Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014

ISSN 2089-8460

115

ini berdampak pada kompetensi linguistik anak tersebut, di mana kompetensi

linguistik kosakata anak cenderung dipengaruhi oleh bahasa daerah anak, dengan

demikian produksi kosakata anak dalam bahasa Indonesia lebih sedikit dari pada

produksi kosakata anak dalam bahasa daerahnya. Sebagian besar pengetahuan

kosakata bahasa Indonesia anak masih berkembang pada vocabulary (kamus),

karena anak masih menggunakan bahasa pertamanya atau bahasa daerah sebagai

sumber bahasa. Dengan demikian kualitas kosakata bahasa Indonesia anak

semakin rendah.

Menurut Tarigan (1984: 2), kenaikan kelas para siswa di sekolah

ditentukan oleh kualitas berbahasa mereka. Selain itu, kenaikan kelas juga

menentukan jaminan akan peningkatan kuantitas dan kualitas kosakata bahasa

Indonesia mereka dalam menerima ilmu pengetahuan. Hasil berupa nilai rapor

yang dimiliki siswa merupakan cerminan kuantitas dan kualitas dari kosakata

siswa. Dengan kata lain tinggi rendahnya nilai rapor merupakan baik buruknya

penguasaan kosakata bahasa Indonesia anak. Untuk saat ini kompetensi linguistik

siswa belum dipetakan secara baik. Hal ini dilihat dari masih seringnya guru

menggunakan kosakata bahasa Indonesia yang tidak sepenuhnya dikuasai oleh

siswa tersebut. Kenyataan ini tentu merupakan suatu masalah yang harus segera

dicermati, sebab jika tidak, tentu hal itu akan berdampak pada rendahnya

pengetahuan yang dimiliki anak tersebut. Faktor inilah yang menyebabkan

perlunya kita mengukur seberapa banyak penguasaan atau kompetensi kosakata

yang diproduksi oleh anak, sehingga nantinya guru-guru dapat menyesuaikan

ujaran kosakatanya dengan kosakata yang dimiliki oleh anak tersebut.

Itulah pentingnya kita melakukan penelitian ini sehingga kita bisa

mengungkapkan atau mengetahui kompetensi linguistik anak terutama oleh Siswa

Kelas I Sekolah Dasar Nomor 1 Sading, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung

Tahun Pelajaran 2013/2014.

Page 117: Stilistetika Tahun III Volume 5, Nopember 2014

Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014

ISSN 2089-8460

116

2. Landasan Teori

Adapun teori yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu: (1) teori belajar

bahasa, yang meliputi (a) pemerolehan bahasa; (b) teori-teori pemerolehan

bahasa; (c) proses pemerolehan bahasa; (d) pemerolehan bahasa pada bidang

leksikon, (2) teori kosakata, dan (3) kelas kata.

1. Teori Belajar Bahasa

Teori belajar bahasa merupakan sebuah teori mengenai bagaimana seseorang

atau manusia dalam mempelajari sebuah bahasa, baik itu secara lisan maupun

tulisan, dari yang tidak bisa menjadi bisa dalam berbahasa atau berkomunikasi.

a. Pemerolehan Bahasa

Menurut Dardjowidjojo (2010: 225) istilah “pemerolehan dipakai untuk

padanan istilah Inggris acquisition, yakni, proses penguasaan bahasa

yang dilakukan oleh anak secara natural pada waktu anak belajar bahasa

ibunya”. Pemerolehan bahasa atau akuisisi adalah proses yang

berlangsung di dalam otak anak-anak ketika anak memperoleh bahasa

pertamanya atau bahasa ibunya (Chaer, 2009: 167).

b. Teori-teori Pemerolehan Bahasa

Darmowijono dan Suparwa (2009: 49–55), mengatakan dalam

perkembangan psikolinguistik bahasa anak, terdapat dua aliran yang

bertolak belakang dan dijadikan teori dasar tentang pemerolehan bahasa

pada anak. Teori tersebut adalah “Teori Behavioristik hanya mengambil

kelakuan yang dapat diamati sebagai titik tolak untuk deskripsi dan

penjelasannya. Sementara, teori mentalistik mengambil struktur dan

cara kerja kesadaran sebagai dasarnya”.

c. Proses Pemerolehan Bahasa

Menurut Dardjowidjojo (2010: 243–244), banyak ahli berpandangan

bahwa anak-anak di mana pun berada memperoleh bahasa ibunya

Page 118: Stilistetika Tahun III Volume 5, Nopember 2014

Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014

ISSN 2089-8460

117

dengan menggunakan strategi pemerolehan bahasa yang sama. Di

dalam bahasa juga terdapat konsep universal sehingga bahasa yang

sepeti apa dan wujudnya bagaimana ditentukan oleh input atau masukan

dari orang sekitarnya.

d. Pemeolehan Bahasa pada Bidang Leksikon

Menurut Dardjowidjojo (2010: 257), sebelum anak dapat mengucapkan

kata apapun itu, anak akan menggunakan tangisan, dan gerak tubuh

baik tangan, kaki, mata, mulut dan sebagainya (gesture). Berikut

beberapa bentuk pemerolehan bahasa pada bidang leksikon, yakni:

macam kata yang dikuasai, cara menentukan makna, dan cara anak

menguasai makna.

2. Teori Kosakata

Menurut Chaer (2007: 6–7), kosakata adalah semua kata yang ada dalam

bahasa Indonesia seperti yang didaftarkan di dalam kamus-kamus bahasa

Indonesia. Berapa banyak kata yang terdapat di dalam bahasa Indonesia tidak

dapat disebutkan jumlahnya, sebab kata-kata itu merupakan bagian dari sistem

bahasa yang rentan terhadap perubahan dan perkembangan sosial dan budaya di

lingkungan masyarakat.

3. Kelas Kata

Menurut Rahardi (2009: 56–65), ada beberapa kelas kata yang digunakan

untuk menentukan kata-kata dalam bahasa Indonesia. Berikut beberapa kelas kata

yang umum digunakan, antara lain: verba, nomina, adjektiva, numeralia,

konjungsi, preposisi, dan adverbia.

Page 119: Stilistetika Tahun III Volume 5, Nopember 2014

Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014

ISSN 2089-8460

118

3. Wawasan Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini ada dua, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus.

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk memberikan informasi kepada

masyarakat terutama terhadap guru untuk merancang bahan ajar agar sesuai

dengan kompetensi linguistik siswa, terutama penguasaan kosakata bahasa

Indonesia siswa sekolah dasar. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui jumlah kosakata yang dikuasai siswa, kosakata apa saja yang

digunakan siswa, dan persentase frekuensi penggunaan kelas katanya.

METODE PENELITIAN

2. Sumber Data

Penelitian ini diadakan di SD No. 1 Sading, Kecamatan Mengwi, Kabupaten

Badung. Subjek dari penelitian ini adalah siswa kelas I SD No. 1 Sading,

Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung, Tahun Pelajaran 2013/2014. Jumlah

populasi siswa kelas I, yakni 45 siswa dan sampel yang digunakan berjumlah 9

orang siswa dari dua kelas, yang terdiri dari 2 laki-laki dan 7 orang perempuan.

2. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data merupakan metode atau teknik yang digunakan

untuk mengumpulkan data yang hendak diteliti. Pengumpulan datanya sangat

tergantung dengan masalah yang diteliti. Dalam penelitian ini metode

pengumpulan data yang digunakan yakni metode wawancara dengan teknik

rekaman SLC (Simak Libat Cakap) di mana peneliti terlibat langsung dalam

pembicaraan yang terekam dari subjek penelitian.

2.1 Analisis Data

Page 120: Stilistetika Tahun III Volume 5, Nopember 2014

Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014

ISSN 2089-8460

119

Setalah data terkumpul, langkah selanjutnya adalah mengolah data atau

menganalisis data tersebut. Berikut langkah-langkah dalam mengolah atau

menganalisis data penelitian.

2.1.1 Elisitasi dan Transkripsi Data

Elisitasi berfungsi untuk memperoleh data dari siswa yang menjadi subjek

penelitian dengan merekam ujaran siswa tersebut, kemudian ujaran yang terekam

ditranskripsikan. Kegiatan mentranskripsi ini berguna untuk menyalin seluruh

ujaran yang terekam dalam bentuk tulisan agar dapat diteliti lebih lanjut.

2.1.2 Menggolongkan Kelas Kata

Menggolongkan kelas kata dimaksudkan untuk memisahkan setiap kata

sesuai dengan kelas katanya. Hal ini dilakukan agar mempermudah peneliti dalam

menjumlahkan keseluruhan kosakata yang telah diujarkan oleh siswa.

2.1.3 Menghitung Persentase Frekuensi Penggunaan

Penghitungan persentase frekuensi dimaksudkan untuk melihat persentase

frekuensi penggunaan kelas kata yang diujarkan siswa. Adapun rumus yang

digunakan untuk menentukan persentase frekuensi penggunaan kelas kata, sebagai

berikut:

Persentase =Jumlah yang dicari persentase

Jumlah Keseluruhanx 100%

Sumber: rumushitung.com (dalam Muharam: 2013).

2.1.5 Membandingkan dengan Buku Teks

Membandingkan buku teks dimaksudkan agar peneliti dapat melihat

perbandingan kosakata siswa dengan kosakata yang digunakan oleh buku teks,

apakah sudah sesuai dengan kompetensi linguistik siswa atau belum.

Page 121: Stilistetika Tahun III Volume 5, Nopember 2014

Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014

ISSN 2089-8460

120

2.1.6 Menarik Kesimpulan

Penarikan kesimpulan di sini dimaksudkan agar memberikan informasi yang

akurat mengenai seberapa besar kompetensi linguistik siswa, terutama penguasaan

kosakata bahasa Indonesianya.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil analisis datanya, didapat jumlah kosakata yang dikuasai

siswa beserta penggolongan kelas kata dan persentase frekuensi penggunaan kelas

katanya. Berikut merupakan tabel penggolongan kelas kata, persentase

penggunaan, dan jumlah keseluruhan kosakata siswa.

Tabel Klasifikasi Kelas Kata dan Persentase

No. Kelas Kata Jumlah Kata Persentase

1 Nomina 197 43,97%

2 Verba 107 23,88%

3 Adjektiva 58 12,59%

4 Numeralia 38 8,48%

5 Konjungsi 3 0,67%

6 Preposisi 3 0,67%

7 Adverbia 42 9,38%

Jumlah Keseluruhan 448 kosakata 100%

Berdasarkan tabel di atas, hasil penelitian ini menunjukkan besarnya jumlah

kelas kata nomina yang digunakan oleh siswa kelas I SD No. 1 Sading, yaitu 197

kata dan verba 107 kata. Sebagian besar siswa lebih dominan menggunakan kelas

kata nomina dan verba, hal ini disebabkan dalam struktur semantik selalu ada

nomina dan verba dalam memahami setiap kalimat dan ketika anak berbicara,

maka dasar pemikirannya berstruktur pada struktur semantik, yaitu nomina +

verba. Selain itu, kata-kata tersebut paling sering dijumpai di lingkungannya,

Page 122: Stilistetika Tahun III Volume 5, Nopember 2014

Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014

ISSN 2089-8460

121

dengan kata lain siswa kelas I lebih dapat menyerap kata-kata yang konkrit atau

berwujud seperti apa yang dilihat dan diamati setiap harinya. Produksi kata yang

anak hasilkan akan berkembang dengan seiringnya waktu, ditambah dengan

pengalamannya selama belajar di bangku sekolah. Selanjutnya, hasil dari

perbandingan dengan buku teks, bahwasanya siswa sudah mampu menguasai

kosakata berdasarkan ketujuh kelas kata yang paparkan dalam tabel diatas.

SIMPULAN DAN SARAN-SARAN

1 Simpulan

1) Jumlah kosakata yang dikuasai oleh siswa kelas I SD No. 1 Sading, yakni

448 kata.

2) Kelas kata yang digunakan oleh siswa kelas I SD No. 1 Sading meliputi

kelas kata nomina, verba, adjektiva, numeralia, konjungsi, preposisi, dan

adverbia.

3) Persentase frekuensi penggunaan kelas kata siswa kelas I SD No. 1

Sading, dapat dirinci sebagai berikut: (1) nomina 197 kata dengan

persentase 43,97%, (2) verba 107 kata dengan persentase 23,88%, (3)

adjektiva 58 dengan persentase 12,59%, (4) numeralia 38 kata dengan

persentase 8,48%, (5) konjungsi 3 kata dengan persentase 0,67%, (6)

preposisi 3 dengan persentase 0,67%, (7) adverbia 42 kata dengan

persentase 9,38%.

2 Saran-saran

1) Secara umum jumlah produksi kosakata siswa kelas I SD No. 1 Sading

sudah baik, namun hal ini masih perlu ditingkatkan kembali agar nantinya

produksi kosakata siswa lebih beragam.

2) Dalam kegiatan belajar mengajar sebaiknya guru lebih mengurangi

intensistas penggunaan bahasa daerah dalam memberikan materi

Page 123: Stilistetika Tahun III Volume 5, Nopember 2014

Stilistetika Tahun III Volume 5, November 2014

ISSN 2089-8460

122

pembelajaran di kelas agar siswa tidak terbiasa menggunakan bahasa

daerah dan harus terbiasa menggunakan bahasa Indonesia, baik dalam

pembelajaran di kelas maupun di luar kelas.

3) Guru juga lebih selektif dalam mengujarkan kata-kata karena siswa kelas I

SD No. 1 Sading belum sepenuhnya menguasai kata atau bahasa serapan

asing yang terdapat dalam buku teks.

4) Perlu adanya upaya peningkatan produksi kosakata siswa dengan cara

mengajak siswa untuk belajar sambil bermain, saling berdiskusi mengenai

pembelajaran bersama temannya dengan menggunakan bahasa Indonesia

bukan bahasa daerahnya.

DAFTAR RUJUKAN

Chaer, Abdul. 2009. Psikolinguistik Kajian Teoretik. Jakarta: Rineka Cipta.

Chaer, Abdul. 2007. Leksikologi dan Leksikografi Indonesia. Jakarta: Rineka

Cipta.

Dardjowidjojo, Soenjono. 2010. Psikolinguistik Pengantar Pemahaman Bahasa

Manusia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Dharmowijono, Widjajanti W. dan I Nyoman Suparwa. 2009. Psikolinguistik

Teori Kemampuan Berbahasa dan Pemerolehan Bahasa Anak. Denpasar:

Udayana University Press.

Djajasudarma, Fatimah. 2010. Metode Linguistik Ancangan Metode Penelitian

dan Kajian. Bandung: PT Refika Aditama.

Jaruki, Muhammad. 2012. Bahasa Kita Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat

Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.

Muharam, Asep. 2013. Cara Menghitung Persentase. Tersedia di kick-

asep.blogspot.com/2013/07/cara-menghitung-persentase.html?m=1. Dikutip

pada tanggal 23 Juli 2013.

Tarigan, Henry Guntur. 1984. Pengajaran Kosakata. Bandung: Angkasa.