status ujian psikiatri - cecile - 2013.061.142

50
STATUS PSIKIATRI Penguji: DR. dr. Surilena, Sp.KJ (K) Disusun oleh: Cecile (2013-061-142) 1

Upload: cynthia-camelia

Post on 18-Nov-2015

226 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

psychiatry

TRANSCRIPT

STATUS PSIKIATRI

Penguji:DR. dr. Surilena, Sp.KJ (K)

Disusun oleh:Cecile (2013-061-142)

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Jiwa dan PerilakuFakultas Kedokteran Unika Atma Jaya JakartaPeriode 18 Agustus 20 September 2014

Nama: Tanda TanganCecile (2013-061-142) ....................................

Penguji:DR.dr. Surilena, Sp.KJ (K) ....................................

STATUS PSIKIATRI I. IDENTITAS PASIENNama : Tn. AFJenis Kelamin : Laki-lakiUmur : 36 tahunStatus Perkawinan : Menikah, ditinggalkan pasanganSuku Bangsa : Betawi Pendidikan : STMPekerjaan : Tukang OjekAgama : IslamAlamat : Pasar Rumput, Jakarta Selatan

II. RIWAYAT PSIKIATRIK A. Keluhan utama:Autoanamnesis: Pasien mendengar suara-suara bisikan yang menyuruh pasien untuk selalu berhati-hati.

Alloanamnesisdengan Tn. S (60 tahun) dan Ny. SM (56 tahun) selaku kedua orang tua pasien, tingkat pendidikan keduanya SD: Menurut pengakuan kedua orang tua pasien, pasien sering marah-marah, berkata kasar, berperilaku kasar dan berbicara sendiri sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit.

B. Keluhan tambahan:Pasien tidak dapat tidur dengan tenang pada malam hari, pasien baru dapat memulai tidur sekitar pukul 3 pagi setiap harinya sejak 2 minggu yang lalu. Selain itu, pasien juga sering berdiam diri, mengurung diri di kamar dan tidak berbicara dengan orang lain.

C. Riwayat Gangguan Sekarang:Sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit, pasien sering marah-marah, berkata kasar, berperilaku kasar dan berbicara sendiri. Keluhan tersebut dirasakan semakin sering oleh keluarga pasien, sehingga pada tanggal 12 Agustus 2014, pasien dibawa ke poliklinik Rumah Sakit Duren Sawit untuk berobat. Pasien marah-marah karena tidak diperbolehkan untuk merokok oleh orang tua pasien. Setiap harinya, pasien dapat merokok hingga 5 bungkus/hari, dan jika tidak diberi rokok, pasien menjadi marah-marah dan uring-uringan. Terkadang, pasien keluar rumah untuk meminta-minta rokok kepada orang lain. Namun, terkadang ada waktu-waktu dimana pasien menjadi pendiam, tidak peduli dengan lingkungan sekitar, tidak berbicara dengan anggota keluarga, mengurung diri sendiri di kamar, dan tidak bekerja. Sewaktu ditanyakan mengenai keluhannya, pasien mengatakan bahwa ia mendengar suara yang mengatakan kepada pasien untuk selalu berhati-hati. Ketika ditanya perihal apa hati-hati yang dimaksud dan kepada siapa pasien harus berhati-hati, pasien tidak dapat menjelaskannya, pasien mengatakan hal tersebut kurang jelas bagi pasien. Pasien mengaku bahwa suara orang yang sering pasien dengar adalah suara seorang perempuan. Pasien mengatakan bahwa ia tidak dapat melihat orang yang mengatakan suara tersebut dan tidak mengenali orang yang mempunyai suara seperti itu. Pasien telah mendengar suara-suara seperti itu sejak 9 tahun yang lalu (tahun 2005) sampai sekarang, suara tersebut terdengar setiap hari secara terus menerus. Selain suara untuk berhati-hati, pasien mengaku tidak pernah mendengar suara-suara yang memberinya perintah untuk melakukan hal lain ataupun mengejek dirinya. Pasien juga mengalami kesulitan untuk tidur di malam hari, pasien biasanya baru dapat tidur pada pukul 3 pagi menurut pengakuan orang tua pasien. Pasien juga sudah tidak dapat melakukan pekerjaannya sebagai tukang ojek, dikarenakan pasien sering mengatakan bahwa ia kelelahan. Sebelumnya, pada tahun 2013, pasien pernah bekerja sebagai cleaning service di sebuah perusahaan, namun berhenti karena pasien sering berbicara sendiri, berdiam diri dan tidak melakukan pekerjaannya. Orang tua pasien mengatakan bahwa pasien telah menderita gangguan jiwa sejak tahun 2005 dan pernah dirawat inap 1 kali di Rumah Sakit Duren Sawit. Selama 9 tahun belakangan ini, pasien dan orang tua selalu kontrol ke Rumah Sakit Duren Sawit kira-kira sebulan sekali. Keluhan pasien kali ini kambuh karena pasien sudah tiga bulan tidak mengkonsumsi obat-obat yang diresepkan (sejak bulan Mei hingga Juli tahun 2014) yaitu risperidone 2x2 mg dan trihexyphenidyl 2x2 mg. Biasanya orang tua pasien menjadi penanggung jawab obat dan pengawas pasien untuk minum obat serta juga menjadi pendamping pasien setiap kali datang kontrol ke poliklinik. Namun, tiga bulan terakhir, ibu pasien sedang sakit berat dan ayah pasien mengalami insiden tabrakan, sehingga tidak ada lagi yang mengawasi pasien untuk minum obat teratur serta tidak ada orang yang mendampingi pasien untuk kontrol ke poliklinik. Pada akhirnya pasien tidak mendapatkan obat selama kurang lebih 3 bulan. Obat yang dikonsumsi pasien selama ini adalah risperidone 2x2 mg dan trihexyphenidyl 2x2 mg.Menurut penuturan orang tua pasien, dahulu pasien tidak pernah bersikap berdiam diri, mengurung diri di kamar, ataupun marah-marah dan berperilaku kasar. Pasien dahulu mempunyai banyak teman dan sering bergaul dengan teman-temannya. Namun sekarang, pasien bersikap apatis, tidak menyapa seluruh anggota keluarga, tidak bermain-main dengan anaknya, tidak menyapa tetangga seperti hal yang dulu selalu dilakukannya.Pasien mempunyai seorang istri dan 2 orang anak yang masih kecil. Istri pasien telah meninggalkan pasien sejak tahun 2012 karena tidak tahan dengan penyakit gangguan jiwa yang diderita pasien sejak lama. Karena itu, tidak ada yang mengurus pasien lagi selain orang tua pasien. Kedua anak pasien kini diurus oleh orang tua pasien serta nenek pasien.

D. Riwayat Gangguan Sebelumnya1. Riwayat Gangguan PsikiatrikSebelumnya, pada tahun 2005 pasien pernah menderita keluhan yang sama, yaitu marah-marah dan berbicara sendiri dan tidak dapat menjawab pertanyaan orang lain dengan benar. Kemudian pasien dibawa ke rumah sakit Duren Sawit dan dianjurkan untuk rawat inap. Pasien mengatakan telah mendengar suara-suara perempuan yang memberitahukannya untuk selalu berhati-hati sejak tahun 2005 hingga hari ini. Pada tahun yang sama, pasien telah bekerja di 2 tempat pekerjaan. Yang pertama pasien bekerja di Bangun Ekspres sebagai pengantar dokumen. Setiap harinya pasien datang ke kantor dengan menggunakan motor. Pada akhirnya, pasien dikeluarkan dari pekerjaan karena sering terlambat. Hal ini dikarenakan motor pasien sudah tua dan pasien tidak mempunyai biaya untuk memperbaikinya. Kemudian setelah itu, pasien sempat bekerja di Bina Kara Pancoran selama beberapa bulan, namun pasien berhenti karena keluhan-keluhan gangguan jiwa pasien muncul pada saat itu.Setelah sempat dirawat di Rumah Sakit Duren Sawit pada tahun 2005, pasien pulang ke rumah dan dapat beraktivitas seperti biasa. Pasien menikah, mempunyai anak dan bekerja sebagai tukang ojek. Pekerjaan sehari-hari pasien berlangsung lancar dan pasien dapat melakukan perawatan diri dengan baik. Pasien terus berkonsultasi dengan dokter di rumah sakit Duren Sawit sekitar sebulan sekali dan ibu pasien menjadi penanggung jawab obat pasien. Pasien cukup rutin mengkonsumsi obat-obat yang diresepkan oleh dokter selama 9 tahun. Ibu pasien yang menjadi penanggung jawab obat mengatakan bahwa pasien rutin mengkonsumsi obat tersebut. Pasien mengatakan bahwa tidak ada efek samping yang ditimbulkan dari konsumsi obat-obatan seperti gemetar, kaku dan lain-lain. Namun, keluhan berupa suara bisikan perempuan masih bermunculan. Pasien biasa mengatasinya dengan tidak menghiraukan suara tersebut. Pada saat masih bersekolah di STM, pasien pernah melakukan tawuran antar STM dan mendapatkan luka di kepalanya. Kemudian pasien dibawa ke rumah sakit dan disuntikkan obat bius ke kepala serta mendapat beberapa jahitan. Pasien mengatakan bahwa suntikan tersebut membuat pasien menjadi suka bingung dan suka melupakan beberapa hal pada saat sekarang seperti lupa meletakkan kunci motor, dan lain-lain. Tetapi, kejadian tersebut tidak membuat pasien mengalami gangguan berpikir, gangguan kesadaran, gangguan perhatian dan gangguan perilaku.2. Riwayat Gangguan MedikPasien pernah mengalami trauma pada kepala saat masih bersekolah di STM, kurang lebih 18 tahun yang lalu akibat melakukan tawuran.3. Riwayat Penggunaan Zat-zat PsikoaktifRiwayat penggunaan zat-zat psikoaktif disangkal.

Grafik Perjalanan Penyakit

2005 2006 - 2013 2014Onset27 tahun28 35 tahun36 tahun

Onset gejala mulai1 bulan sebelum masuk rumah sakit(-)2 minggu sebelum masuk rumah sakit

StressorPasien diberhentikan dari pekerjaan karena sering telat akibat motor mogok(-)Putus obat selama 3 bulan karena tidak ada yang mengawasi

Klinis Mood irritabel Afek terbatas Halusinasi auditorik tipe commanding Perilaku gaduh gelisah Sulit tidur Mood eutim Afek terbatas Halusinasi auditorik tipe commanding Perilaku gaduh gelisah menghilang

Mood irritabel Afek terbatas Halusinasi auditorik tipe commanding Perilaku gaduh gelisah Sulit tidur Tidak ada minat melakukan pekerjaan

ObatHaloperidol 2x1,5 mgTHP 2x2 mgDiazepam 2x1 mgRisperidone 2x2 mgTHP 2x2 mgRisperidone 2x2 mgTHP 2x2 mg

Efek Samping(-)(-)(-)

Lama konsumsi obat1 bulan9 tahun2 minggu

Fungsi Interaksi sosial terganggu Activity daily Living (ADL) terganggu (perawatan diri kurang) Fungsi sosial terganggu (tidak dapat bersosialisasi, melakukan pekerjaan) Interaksi sosial ADL tidak terganggu (pasien dapat merawat diri dengan baik) Fungsi sosial baik (pasien dapat melakukan pekerjaanya sebagai tukang ojek dengan baik) Interaksi sosial terganggu ADL terganggu (pasien tidak dapat melakukan perawatan diri seperti mandi dan berganti baju) Fungsi sosial terganggu (pasien tidak dapat melakukan pekerjaannya)

E. Riwayat Perkembangan pribadi1. Riwayat Prenatal dan PerinatalPasien lahir dengan cara persalinan spontan pervaginam dalam usia prematur (usia gestasi kurang lebih 6-7 bulan) di Puskesmas Halimun dengan bantuan bidan. Kelahiran prematur ini disebabkan karena ibu pasien terjatuh akibat kehujanan saat sedang mengandung pasien. Pasien lahir dengan berat 1.100 gram dan memerlukan perawatan khusus. Pasien tidak dirawat di Puskesmas karena Puskesmas tidak mempunyai sarana perawatan untuk bayi prematur, dan pasien tidak dirawat di rumah sakit karena rumah sakit yang dituju tidak mempunyai tempat kosong untuk perawatan bayi prematur. Akhirnya, pasien dirawat di rumah dan diberi minum susu dengan menggunakan pipet sehari-harinya. Selama mengandung, ibu pasien tidak mempunyai penyakit apapun, kebutuhan nutrisi selama hamil tercukupi, dan tidak mengkonsumsi obat-obatan tertentu. 2. Riwayat Masa Kanak Awal Menurut orang tua pasien, pasien adalah anak yang aktif. Pasien baru dapat berjalan sendiri saat usia 1,5 tahun dan bisa berkata 1 kata saat usia tersebut. Perkembangan motorik pasien agak terlambat. Namun, pasien merupakan anak yang sehat menurut penuturan orang tua. Pasien mendapatkan imunisasi yang cukup dan kebutuhan nutrisi terpenuhi dengan baik. Pada usia 1 tahun, pasien pernah menderita penyakit campak.3. Riwayat Masa Kanak Pertengahan Pasien mengaku tidak memiliki masalah dalam pergaulan dengan teman serta pelajaran di sekolahnya. Menurut orang tua pasien, pasien tidak pernah tidak naik kelas, mendapatkan ranking 10 selama pendidikannya di SD. Kebutuhan nutrisi pasien juga terpenuhi dengan baik. Pasien aktif bermain dengan teman-temannya.4. Riwayat Masa RemajaPasien mengaku mudah bergaul dengan teman-teman di sekolahnya. Teman-teman pasien banyak dan sering menginap di rumah pasien. Menurut orang tua pasien, pasien pernah melakukan tawuran sewaktu masih bersekolah di STM. Saat tawuran, kepala pasien sempat terluka sehingga menerima beberapa jahitan. Namun kejadian tersebut tidak menyebabkan gangguan apapun pada pikiran dan perilaku pasien saat ini.

5. Riwayat Masa Dewasa1. Riwayat PendidikanPasien mengaku selalu naik kelas selama masa studinya. Pasien tamat dari STM jurusan listrik tepat waktu.2. Riwayat Pekerjaan1. Pada akhir tahun 2004, pasien bekerja di perusahaan Bangun Express sebagai pengantar dokumen selama kurang lebih 7 bulan. Pasien diberhentikan karena pasien sering terlambat. Pasien terlambat karena selalu berkendara dengan motor setiap harinya ke kantor, namun motor tersebut sering mogok di tengah jalan. Pasien dan keluarga tidak mempunyai biaya untuk memperbaiki motor tersebut.2. Pada tahun 2005, pasien bekerja di Bina Kara Pancoran di bagian listrik selama dua bulan. Pasien berhenti dari pekerjaan karena pasien sering bengong saat bekerja dan mulai mengalami penyakit gangguan jiwa pada tahun tersebut.3. Pada tahun 2005 2013, pasien sehari-hari berprofesi sebagai tukang ojek dan terkadang membantu mengerjakan orderan televisi. Pasien terkadang tidak bekerja karena merasa kelelahan, dan sering ingin terburu-buru pulang.4. Pada tahun 2013, pasien bekerja menjadi cleaning service di Parkland selama kurang lebih 7 bulan. Pasien sempat berhenti dari pekerjaan karena merasa kelelahan. Kemudian pasien masuk kerja kembali selama seminggu dan berhenti karena penyakit gangguan jiwa pasien kambuh kembali.

3. Riwayat Perkawinan / Berpacaran / BerpasanganPasien pernah berpacaran sebanyak tiga kali sebelumnya. Masing-masing berlangsung selama kira-kira tiga tahun. Pacar yang terakhir kini menjadi istri pasien. Pasien menikah pada tahun 2005. Sekarang pasien telah ditinggalkan oleh istri, namun tidak bercerai akibat kondisi penyakit pasien dan pasien tidak dapat mencari nafkah untuk keluarga.

4. Riwayat Agama / Kehidupan BeragamaPasien memeluk agama Islam. Sewaktu remaja, pasien rajin melakukan ibadah sholat dan menurut orang tua pasien, pasien pernah katam alquran sebanyak dua kali. Namun sekarang pasien sudah jarang melakukan ibadah sholat.

5. Aktivitas SosialPasien sewaktu remaja sering mengikuti pengajian, namun semenjak sakit, pasien tidak pernah ke tempat pengajian. Pasien dahulu sering mengobrol dengan tetangga sekitar dan teman-temannya, namun sekarang sudah jarang mengobrol bersama.

6. Riwayat Pelanggaran HukumPasien mengaku tidak pernah memiliki riwayat pelanggaran hukum sebelumnya.

7. Riwayat MiliterPasien mengaku tidak pernah menjalani pembelajaran atau kegiatan yang berkaitan dengan militer selama hidupnya.

F. Situasi Kehidupan SekarangSaat ini, pasien tinggal di rumah bersama ayah, ibu, nenek dan kedua anaknya. Istri pasien telah lama meninggalkan pasien sejak tahun 2012 dikarenakan kondisi medis pasien. Sumber keuangan keluarga pasien berasal dari ayah pasien yang bekerja sebagai tukang ojek.

G. Riwayat PsikoseksualPasien mengaku hanya pernah berhubungan seksual dengan istrinya.

H. Riwayat KeluargaPasien merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Pasien mempunyai 1 orang adik laki-laki yang sudah meninggal dan 1 orang adik perempuan. Pasien menikah pada tahun 2005 dan memiliki 2 orang anak yang terdiri dari anak perempuan yang berusia 8 tahun dan anak laki-laki yang berusia 4 tahun.

Keterangan:Laki-laki Meninggal

PerempuanMenikah

Pasien Bercerai/Berpisah

I. Mimpi, Fantasi dan Nilai-nilaiPasien mengatakan bahwa pasien masih belum memikirkan cita-cita dan keinginannya untuk selanjutnya.

III. STATUS MENTAL (Pemeriksaan tanggal 28 Agustus 2014)A. DESKRIPSI UMUM1. Penampilan :Pasien laki-laki berusia 36 tahun, berpenampilan sesuai usia, cara berpakaian baik dan rapi, menggunakan pakaian dan celana panjang berwarna ungu (pakaian pasien rawat inap di RSKD Duren Sawit), kebersihan dan perawatan diri baik, pakaian yang dikenakan oleh pasien serasi.2. Perilaku dan aktivitas psikomotor :Pasien tenang dan sopan. Tidak ada gerakan berulang.3. Sikap terhadap pemeriksa : Pasien bersikap kooperatif dan tenang. Pasien merespon dan menjawab pertanyaan dengan baik.

B. MOOD DAN AFEKMood: irritabelAfek: sesuai dan terbatas Ekspresi wajah: tidak menunjukkan kesedihan atau kegembiraan. Intonasi suara: normal Gerakan tangan: gerakan tangan terbatas, saat diajak bicara pasien memegang meja atau melipat tangan di atas meja Gerakan tubuh: gerakan tubuh terbatas hanya pada duduk tegak

C. PEMBICARAAN Pasien berbicara kurang spontan. Kecepatan bicara sedang, volume kecil, artikulasi cukup jelas. Isi pembicaraan dapat dimengerti.

D. GANGGUAN PERSEPSI Ilusi: tidak ditemukanHalusinasi: auditorik tipe commandingDepersonalisasi: tidak ditemukanDerealisasi: tidak ditemukan

E. PIKIRAN1. Proses pikir / bentuk pikiran:1. Produktivitas: cukup, tidak terganggu. 2. Kontinuitas: koheren

2. Isi pikiran1. Preokupasi pikiran: tidak ditemukan2. Waham: tidak ditemukan3. Ide bunuh diri: tidak ditemukan

F. SENSORIUM DAN KOGNISI 1. Kesiagaan dan taraf kesadaran: baik2. Orientasi: baik 3. Ingatan: baik4. Konsentrasi dan perhatian: baik5. Kemampuan membaca dan menulis: baik6. Kemampuan visuospasial: baik7. Pikiran abstrak: baik8. Inteligensi dan daya informasi: baik

G. PENGENDALIAN IMPULSTidak terganggu

DAYA NILAI DAN TILIKANDaya nilai realitas: terganggu (ada halusinasi)Daya nilai sosial: tergangguTilikan: derajat 1, pasien menyangkal dirinya menderita suatu penyakit.

TARAF DAPAT DIPERCAYASecara keseluruhan, pembicaraan pasien dapat dipercaya.

IV. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK LEBIH LANJUTA. Status internusKeadaan umum: baik, tampak tenangKesadaran: compos mentisTekanan darah: 110/70 mmHgLaju nadi: 84 kali per menitLaju napas: 22 kali per menitSuhu: 36,7 CKepala: Tidak ada deformitasMata: Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil bulat isokor 3mm/3mm, refleks cahaya langsung dan tidak langsung +/+Hidung: Septum nasi di tengah, sekret -/-Mulut: Mukosa oral basah.Leher: Tidak ada pembesaran KGB.Thoraks Pulmo: I : simetris dalam keadaan statis maupun dinamis P: pergerakan dinding dada simetris kanan dan kiri, stem fremitus taktil kanan = kiri P: sonor pada kedua lapangan paru A: Vesicular +/+, Ronki -/-, Wheezing -/-Thoraks Cor: I: iktus kordis tidak terlihat P: iktus kordis teraba pada ICS IV linea midclavicularis sinistra P: Batas atas : ICS III linea midclavicularis sinistra Batas kanan: ICS V linea parasternal dextra Batas kiri : ICS IV linea midklavikularis sinistra A: Bunyi jantung 1 & 2 reguler, murmur (-), gallop (-)Abdomen: I : tampak datar A: bising usus = 3-4x/menit P: supel, nyeri tekan (-) P: timpani pada seluruh kuadran abdomenKulit: Turgor baik, pucat (-), sianosis (-)Ekstremitas: CRT < 2 detik, akral hangat, edema-/-, tremor +/+/-/-, rigiditas -/-/-/-Motorik: Normotonus, koordinasi baikRefleks: Refleks fisiologis (+) pada 4 ekstremitas, refleks patologis (-) pada 4 ekstremitas

B. Status Neurologik GCS: E4M6V5 Pemeriksaan Saraf Kranial (I-XII) Saraf Kranial I: Tidak diperiksa Saraf Kranial II: Visus luas ke segala arah Saraf Kranial III, IV, VI : Gerakan bola mata baik ke segala arah, simetris Saraf Kranial V: Baik, dapat membuka mulut, mengunyah, mengerutkan dahi, simetris Saraf Kranial VII: Baik, +/+ dan simetris Saraf Kranial VIII: Keseimbangan baik Dapat mendengar gesekan rambut dan jari +/+ Saraf Kranial IX-X: Refleks menelan + Saraf Kranial XI: Kekuatan angkat bahu +/+, simetris Saraf Kranial XII: Gerak dan kekuatan lidah baik, normal1. Tanda rangsang meningeal : Tidak ditemukan2. Mata Gerakan: Gerakan bola mata baik ke segala arah Bentuk pupil: Bulat, isokor dengan diameter 3/3 mm Refleks cahaya: +/+3. Motorik Koordinasi: Baik Tonus: Normotonus Refleks FisiologisBiceps: Normal +/+Triceps: Normal +/+Patella: Normal +/+Achilles: Normal +/+ Refleks Patologis: Tidak ditemukan4. Sensibilitas: Terhadap rangsang raba dan nyeri +/+5. Sistem saraf vegetatif: Miksi, defekasi dan sekresi keringat baik6. Fungsi luhur: Afasia motorik - , afasia sensorik - Dapat menghitung dengan benar7. Gangguan khusus: Tidak ditemukan

C. Test laboratorium (pemeriksaan tanggal 12 Agustus 2014)Test/Jenis PemeriksaanHasilUnit/SatuanNilai Rujukan

Leukosit7,01ribu/mm33,8 10,6

Eritrosit4,78juta/mm34,4 5,9

Hemoglobin14,4g/dl13,2 17,3

Hematokrit42,4%40 52

MCV88,7fL80 100

MCH30,1Pg26 34

MCHC34g/dl32 36

Trombosit268ribu/mm3150 400

LED8mm/jam0 10

V. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNAAnamnesisPasien laki-laki berusia 36 tahun dibawa ke poliklinik RSKD Duren Sawit pada tanggal 12 Agustus 2014 oleh orang tua dikarenakan pasien sering marah-marah, berkata kasar, berperilaku kasar dan berbicara sendiri. Pasien sering mendengar suara-suara bisikan yang menyuruh pasien untuk berhati-hati. Orang tua pasien mengatakan bahwa pasien menjadi sulit tidur dan sering mengurung diri di kamar.

Pemeriksaan FisikPada pemeriksaan fisik dan neurologis, tidak ditemukan adanya kelainan.

Status MentalPada pemeriksaan status mental ditemukan: Mood: irritabel Afek: sesuai dan terbatas Gangguan persepsi: halusinasi auditorik tipe commanding Isi pikir: tidak ada waham, preokupasi dan ide bunuh diri. Daya nilairealitas dan sosial : terganggu Tilikan: derajat 1, pasien menyangkal dirinya menderita suatu penyakit.

VI. FORMULASI DIAGNOSTIKPada pasien ditemukan sindrom atau pola perilaku yang bermakna secara klinis yang menimbulkan penderitaan (distress) dan hendaya (disability) dalam fungsi pekerjaan dan aktivitas kehidupannya sehari-hari untuk dirinya sendiri maupun orang lain. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa adanya gangguan jiwa pada pasien yang sesuai dengan definisi gangguan jiwa yang tercantum dalam PPDGJ III.a. Aksis Ii. F00-F09: Pasien ridak memiliki gangguan mental yang disebabkan oleh gangguan organik. Pasien pernah mengalami riwayat trauma pada kepala pada saat bersekolah di STM. Namun, hal tersebut tidak mempengaruhi fungsi kognitif, daya ingat, daya pikir, daya belajar, dan gangguan kesadaran atau perhatian pasien pada saat sekarang. Pasien tidak memiliki riwayat penyakit sistemik. Pada pemeriksaan status internus dan neurologis didapatkan keadaan pasien yang compos mentis dan tidak terdapat kelainan fisik. Oleh karena itu, pasien ini tidak digolongkan ke dalam F00-F09.ii. F10-19: Pasien tidak memiliki riwayat penggunaan alkohol, opioid (morfin/kodein), ganja, kokain, amfetamin, kafein, sedativa/hipnotika, dan lain-lain. Pasien juga tidak memiliki kebiasaan minum kopi, atau menghirup zat-zat pelarut yang mudah menguap seperti bahan perekat tertentu. Namun dahulu pasien mempunyai riwayat kebiasaan merokok sekitar 5 bungkus/ hari. Sekarang, pasien sudah tidak merokok lagi, sehingga pasien tidak digolongkan ke dalam F10-19.iii. F20-F29: Pasien memenuhi kriteria F20 (skizofrenia) karena terdapat gejala-gejala khas, yaitu:1. Memenuhi sedikitnya satu gejala yang amat jelas, yaitu: halusinasi auditorik tipe commanding yang terus memberitahukan pasien untuk berhati-hati.2. Memenuhi paling sedikit 2 gejala yang harus selalu ada secara jelas:a. Halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja, dalam kasus pasien ini adalah halusinasi auditorik yang terjadi setiap hari selama berbulan-bulan terus menerus. b. Gejala-gejala negatif seperti sikap apatis, bicara yang jarang, dan respons emosional yang menumpul, biasanya mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya kinerja sosial.

Gejala-gejala tersebut sesuai dengan kriteria lamanya gejala, yaitu satu bulan atau lebih, dan pada pasien ini sudah berlangsung kira-kira 9 tahun. Pada pasien ini terdapat gangguan persepsi yang khas, kesadaran compos mentis, dan kemampuan intelektual tetap dipertahankan. Untuk penggolongan lebih lanjut, maka pasien dapat digolongkan ke subtipe skizofrenia paranoid, yang memenuhi salah satu kriteria umumnya yaitu: Halusinasi auditorik tipe commanding yang menonjol Tidak disertai gejala-gejala katatonik dan perubahan afektifPada pasien ini tidak didapati gangguan afektif yang menonjol seperti depresi atau manik sehingga dapat menyingkirkan diagnosis skizoafektif (F25).

Berdasarkan PPDGJ III, kasus ini digolongkan sebagai F20.04 Skizofrenia paranoid, dengan remisi tak sempurna karena : Pasien pernah mengalami gejala serupa beberapa tahun yang lalu dan mengalami keluhan serupa sekarang. Pasien mengalami halusinasi auditorik, yaitu pasien mendengarkan suara yang berbicara kepadanya, diantaranya ada yang memberi perintah untuk berhati-hati. Pasien telah mengalami perbaikan dibandingkan dengan kondisi klinis pasien saat baru masuk rumah sakit, dimana pasien gaduh gelisah pada awalnya namun sekarang tenang dan kooperatif. Hanya saja pasien masih mempunyai disabilitas sedang dalam hal bersosialisasi dan bekerja.b. Aksis IIZ 03.2Tidak ada diagnosis aksis II, pada pasien tidak ditemukan adanya gangguan kepribadian atau retardasi mental.c. Aksis IIITidak ditemukan adanya kelainan kondisi medis umum pada pasiend. Aksis IVPada aksis ini ditemukan masalah dengan primary support group (keluarga) dan masalah akses ke pelayanan kesehatan.e. Aksis VCurrent GAF: 60-51: gejala sedang, disabilitas sedang.Highest level past year GAF: 70-61: beberapa gejala ringan dan menetap, disabilitas ringan dalam fungsi, secara umum masih baik.

VII. EVALUASI MULTI AKSIALAksis I : F 20.04 Skizofrenia paranoid remisi tak sempurnaAksis II : Z 03.2 Tidak ada diagnosis aksis IIAksis III : Tidak ada diagnosisAksis IV : Masalah dengan primary support group (keluarga) dan masalah akses ke pelayanan kesehatan.Aksis V : GAF current: 60-51 GAF highest level past year: 70-61

VIII. DAFTAR MASALAH1. OrganobiologikTidak ada masalah organobiologik seperti genetik/ penyakit keturunan skizofrenia dalam keluarga pasien. Menurut pengakuan ayah pasien, tidak ada keluarga pasien yang menderita penyakit gangguan jiwa seperti pasien. Pasien tidak memiliki riwayat penyakit fisik sebelumnya.2. Psikologik - Persepsi :Halusinasi auditorik tipe commanding - Afek: terbatas, namun sesuai- Tilikan : derajat 1, pasien menyangkal dirinya menderita suatu penyakit.-Kepatuhan minum obat pasien tergantung dari pengawasan oleh orang tua.3. Lingkungan dan sosial Dukungan ayah (+), ibu (+), istri (-). Keluarga inti memberi perhatian dan membiayai perawatan pasien dan selalu menemani ketika pasien kontrol ke dokter. Namun jika ayah dan ibu pasien sedang tidak dapat mengantar pasien untuk kontrol atau mengawasi keteraturan konsumsi obat pasien, maka tidak ada orang lain yang dapat menggantikan melakukan tugas tersebut.

IX. PROGNOSIS Quo ad vitam: bonam Quo ad functionam: dubia ad bonam Quo ad sanationam: dubia

Faktor memperberat Masih terdapat halusinasi auditorik yang jelas. Duration of untreated psychosis (DUP) yang cukup panjang. Daya tilikan pasien yang rendah, pasien tidak menyadari bahwa dirinya sakit.

Faktor memperingan Keluarga pasien peduli dengan pasien

X. RENCANA PENATALAKSANAAN 1. Farmakoterapi Trihexyphenidyl tab 2x2 mg Risperidone tab 2x2 mg

2. Psikoterapi Membina hubungan yang baik dengan pasien, agar pasien dapat lebih percaya dan mau terbuka bercerita pada dokter saat kontrol / berkonsultasi, sehingga dapat mengetahui bila ada masalah dan dapat dicari segera solusinya. Membantu pasien memahami bahwa suara-suara yang ia dengar tidak nyata. Mengajak pasien untuk tidak menghiraukan suara tersebut, lebih sering beraktivitas dan tidak berdiam diri seperti mengajak ngobrol keluarga dan anak-anak ketika suara-suara tersebut muncul.

3. Edukasi PasienUntuk keberhasilan terapi dan mencegah kekambuhan gejala, penting untuk menekankan keteraturan konsumsi obat pasien, karena pasien seringkali kambuh akibat tidak meminum obatnya. Poin yang dapat disampaikan kepada pasien dan keluarga adalah: Memotivasi pasien dan keluarga agar rutin datang untuk kontrol atau berkonsultasi. Menjelaskan kepada pasien dan keluarga tentang penyakitnya dan akibat yang dapat ditimbulkan. Memotivasi pasien untuk mengkonsumsi obat secara teratur. Menjelaskan manfaat serta efek samping obat yang mungkin akan dialami oleh pasien kepada keluarga. Memberitahu kepada pasien dan keluarga untuk segera kontrol kembali jika dirasakan adanya gejala-gejala efek samping akibat pemberian obat. Memotivasi pasien dan memberikan dukungan untuk lebih banyak melakukan aktivitas fisik yang berkaitan dengan kegiatan sehari-hari. Memberitahu keluarga pasien agar mencarikan orang lain yang dapat menjadi pengawas minum obat pasien jika ayah dan ibu pasien sedang berhalangan menjadi pengawas.Penjelasan-penjelasan di atas dapat diberikan pada pasien, karena dinilai pasien dapat diajak berkomunikasi secara efektif.

XI. FOLLOW UP Pantau perkembangan gejala, seperti halusinasi auditorik, serta pikiran, perasaan, dan perilaku pasien sehari-hari. Pantau kemungkinan efek samping obat seperti gejala ekstrapiramidal.

XII. DISKUSI

Skizofrenia adalah sindrom klinis dengan psikopatologi yang bervariasi, termasuk di dalamnya gangguan kognisi, emosi, persepsi, dan aspek perilaku lainnya. Manifestasi dari gangguan-gangguan ini dideskripsikan secara berbeda pada masing-masing pasien dan berbeda pula seiring perjalanan penyakit, namun efek dari gangguan ini selalu berat, dan biasanya jangka waktunya lama. Skizofrenia secara merata ditemukan pada wanita dan pria. Namun pnset pada pria biasanya lebih awal pada pria dibandingkan wanita, dengan puncak onset pada usia 10-25 tahun. Pada wanita, terdapat penyebaran usia yang bimodal, yaitu puncak onset pada usia 25-35 tahun dan usia pertengahan (>40 tahun). Gangguan skizofrenia biasanya bertahan sampai seumur hidup, serta dapat menyerang orang dari berbagai kelas sosial.Penyebab dari gangguan skizofrenia tidak diketahui. Beberapa studi menunjukkan bahwa faktor genetik memegang peranan dalam terjadinya gangguan skizofrenia.Pada pasien ditemukan gejala klinis gangguan persepsi berupa halusinasi auditorik. Persepsi adalah proses memindahkan stimulasi fisik menjadi informasi psikologis; proses mental dimana stimulasi sensoris dibawa ke kesadaran. Sedangkan, halusinasi merupakan persepsi sensoris yang palsu yang tidak berkaitan dengan stimuli eksternal yang nyata; pengalaman perseptif yang terjadi tanpa stimulus eksternal. Untuk dikatakan sebagai halusinasi, pasien harus dalam keadaan sensorium yang jernih, tidak saat tertidur atau ketika bangun tidur. Terdapat berbagai jenis halusinasi yaitu antara lain halusinasi dengar (auditorik), halusinasi visual, halusinasi cium (olfaktoris), halusinasi kecap (gustatorik), dan halusinasi raba (taktil). Pasien mengatakan bahwa pasien dapat mendengar suara bisikan di telinganya yang menyuruh pasien untuk selalu berhati-hati. Pasien juga sering terlihat berbicara sendiri. Hal ini merupakan halusinasi auditorik tipe commanding. Halusinasi yang paling sering pada skizofrenia adalah halusinasi auditorik, namun tidak menutup kemungkinan juga halusinasi dapat terjadi pada modalitas sensori lainnya. Emosi adalah suatu kompleks keadaan perasaan dengan komponen psikis, somatik, dan perilaku yang berhubungan dengan mood dan afek. Mood adalah suatu emosi yang meresap dan dipertahankan, yang dialami secara subjektif dan dilaporkan oleh pasien dan terlihat oleh orang lain. Saat proses anamnesis, pasien mengatakan bahwa perasaannya saat itu biasa saja, begitu juga selama dalam masa perawatan di bangsal rumah sakit. Namun, saat dikonfirmasi dengan keluarga, pasien memiliki mood yang irritabel dimana pasien mudah marah jika tidak mendapat yang ia inginkan. Tilikan (insight) pada pasien ini adalah derajat 1, yaitu pasien tidak mengetahui dan menyangkal penyakit yang dideritanya. Tilikan adalah kemampuan pasien untuk mengerti penyebab sebenarnya dan arti dari suatu situasi (dalam konteks ini, kumpulan gejala). Dengan kata lain, tilikan adalah derajat kesadaran dan pengertian pasien bahwa mereka sakit. Tilikan dikategorikan sebagai berikut: Tilikan derajat 1: pasien menyangkal penyakitnya sama sekali. Tilikan derajat 2: pasien agak menyadari bahwa mereka sakit dan membutuhkan bantuan, tetapi dalam waktu bersamaan pasien juga menyangkal penyakitnya (ambivalensi). Tilikan derajat 3: pasien sadar bahwa mereka sakit, tetapi mereka menyalahkan orang lain, faktor eksternal, atau faktor organik. Tilikan derajat 4: pasien sadar bahwa penyakitnya disebabkan oleh sesuatu yang tidak diketahui pada diri pasien. Tilikan derajat 5: tilikan intelektual (pasien menerima bahwa dirinya sakit dan bahwa gejala yang dialami disebabkan oleh perasaan irasional atau gangguan tertentu dalam diri pasien sendiri tanpa menerapkan pengetahuan tersebut untuk penanganan di masa depan). Tilikan derajat 6: tilikan emosional sesungguhnya (kesadaran emosional tentang motif dan perasaan dalam diri pasien dan orang yang penting dalam kehidupannya, yang dapat menyebabkan perubahan dasar dalam perilaku).

Berdasarkan PPDGJ III, diagnosis pasien ini adalah F20.04 Skizofrenia Paranoid dengan Remisi Tak Sempurna. Pedoman diagnosis skizofrenia menurut PPDGJ III yaitu:1. Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya 2 gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam atau kurang jelas)a. thought echo = isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema dalam kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama, namun kualitasnya berbeda; atau- thought insertion or withdrawal = isi pikiran yang asing dari luar masuk ke dalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari luar dirinya (withdrawal); dan- thought broadcasting = isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain atau umum mengetahuinya;b. delusion of control = waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu kekuatan tertentu dari luar; atau- delusion of influence = waham tentang dirinya dipengaruhi oleh suatu kekuatan tertentu dari luar; atau- delusion of passivity = waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah terhadap suatu kekuatan dari luar; (tentang dirinya = secara jelas merujuk ke pergerakan tubuh/anggota gerak atau ke pikiran, tindakan, atau penginderaan khusus)- delusional perception = pengalaman inderawi yang tidak wajar, yang bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau mukjizat;c. Halusinasi auditorik- Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap perilaku pasien, atau- Mendiskusikan perihal pasien di antara mereka sendiri (di antara berbagai suara yang berbicara), atau- Jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuhd. Waham-waham menetap jenis lainnya yang menurut budaya setempat dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan agama atau politik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan di atas manusia biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau berkomunikasi dengan makhluk asing dari dunia lain).2. Atau paling sedikitnya dua gejala di bawah ini yang harus ada secara jelasa. Halusinasi yang menetap dari panca-indera apa saja, apabila disertai baik oleh waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan (over-valued ideas) yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan terus menerus;b. Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan (interpolation), yang berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan, atau neologisme;c. Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement), posisi tubuh tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea, negativism, mutisme, dan stupor;d. Gejala negatif, seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan respons emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya kinerja sosial; tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika;3. Adapun gejala-gejala tersebut di atas telah berlangsung selama kurun waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik prodromal).4. Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna salam mutu keseluruhan (overall quality) dari beberapa aspek perilaku pribadi (personal behavior), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri (self-absorbed attitude), dan penarikan diri secara sosial.

DefinisiSkizofrenia adalah suatu sindroma klinis yang beraneka macam, bersifat mengganggu, dan mempengaruhi kognisi, emosi, persepsi, dan aspek lain dari perilaku seseorang. Gejala yang ditunjukkan oleh sindroma ini sangat beraneka ragam antar orang dari waktu ke waktu, namun efeknya selalu berat dan biasanya untuk waktu yang lama. Kelainan ini biasanya dimulai sebelum usia 25 tahun dan menetap seumur hidup, mempengaruhi orang tersebut secara personal dan sosial. Baik pasien maupun keluarganya mengalami penderitaan akibat penyakit ini. Diagnosis skizofrenia harus dilakukan dengan melihat sejarah psikiatrik secara keseluruhan dengan didukung pemeriksaan mental.

Epidemiologi dan faktor resikoMenurut DSM-IV-TR, insidensi per tahun terjadinya skizofrenia 0,5 sampai 5,0 per 10.000. Di US, prevalensi sekitar 1% dengan perbandingan sama antara pria dan wanita, namun memiliki perbedaan onset antara keduanya. Pada pria, onset terjadinya skizofrenia adalah 10-25 tahun, sedangkan pada wanita sekitar usia 25-35 tahun. Hanya 3-10% wanita memiliki onset skizofrenia saat usia lebih dari 40 tahun. Onset terjadinya skizofrenia dibawah 10 tahun atau lebih dari 60 tahun sangatlah jarang. Saat onset skizofrenia lebih dari 45 tahun, maka disebut skizofrenia onset lambat (late onset schizophrenia). Orang dengan skizofrenia memiliki angka kematian yang lebih tinggi akibat kecelakaan dan penyebab lain dibandingkan dengan masyarakat pada umumnya.

Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi timbulnya skizofrenia, diantaranya ialah : GenetikSkizofrenia memiliki kecenderungan untuk diturunkan. Keturunan dari derajat pertama keluarga memiliki kemungkinan 10 kali lebih tinggi untuk terkena skizofrenia. Riwayat KehamilanTerdapat bukti bahwa malnutrisi prenatal dapat menyebabkan skizofrenia, namun belum ada penelitian lebih lanjut mengenai hal ini. Beberapa penelitian mengatakan bahwa suatu periode kelaparan hebat yang dialami ibu selama perikonsepsional berhubungan secara signifikan terhadap terjadinya skizofrenia, yaitu meningkatkan 2 kali resiko terjadinya skizofrenia. Suatu penelitian mengatakan bahwa kurangnya nutrisi saat trimester pertama kehamilan meningkatkan terjadinya abnormalitas pada otak anak yang berhubungan dnegan terbentuknya skizofrenia. Terhambatnya perkembangan otak pada trimester pertama karena penyebab lain juga meningkatkan resiko terjadinya skizofrenia, termasuk terjadinya infeksi saat kehamilan. Beberapa penelitian mengatakan bahwa skizofrenia dapat terbentuk jika ibu hamil terkena influenza pada trimester kedua. Hal ini berhubungan dengan meningkatnya insiden lahirnya anak-anak yang nantinya memiliki skizofrenia yang lahir pada bulan-bulan tertentu pada musim tertentu di berbagai daerah.

Kecenderungan untuk Menggunakan Obat-obat TerlarangOrang dengan skizofrenia memiliki kecenderungan yang lebih tinggi untuk mengalami penyalahgunaan obat. Prevalensi terjadinya penyalahgunaan obat pada sepanjang hidup orang dengan skizofrenia adalah sekitar 50%. Sekitar 90% orang dnegan skizofrenia memiliki ketergantungan terhadap nikotin. Karena skizofrenia terjadi saat awal kehidupan, maka kebutuhan untuk perawatan kesehatan, rehabilitasi, dan lain-lain cukup tinggi. Hal ini bertolak belakang dnegan keadaan mereka yang kebanyakan berekonomi rendah.

Etiologia. Genetik Terdapat kontribusi genetik terhadap terjadinya skizofrenia yang terlihat dengan adanya keluarga (baik derajat pertama ataupun derajat kedua) yang terlebih dahulu mengalami skizofrenia. Pada bayi kembar monozigot, terdapat konkordansi skizofrenia sekitar 50%.

b. Faktor Biokimia OtakDopamin. Hipotesis antara hubungan skizofrenia dengan dopamin adalah pada pasien skizofrenia, terdapat aktivitas dopaminergik yang terlalu banyak. Kombinasi jumlah pelepasan dopamin yang terlalu banyak, jumlah reseptor dopamin yang banyak, dan hipersensitivitas reseptor pada pasien skizofrenia memiliki hubungan dengan parahnya gejala positif (psikotik) yang dialami pasien. Neurotransmiter lain yang berhubungan dengan skizofrenia adalah serotonin, norepinefrin, GABA, neuropeptida (seperti substansi P dan neurotensin) yang berhubungan dengan neurotransmiter, glutamat, asetilkolin, dan nikotin.

c. NeuropatologiKelainan otak yang terjadi pada pasien dnegan skizofrenia terletak pada sistem limbik, ganglia basalis, termasuk kelainan pada kimia otak di korteks serebral, talamus, dan batang otak. Pada pasien skizofrenia terdapat pengurangan massa otak yang merupakan akibat dari berkurangnya akson, dendrit, dan sinaps yang memediasi fungsi otak.

d. Teori PsikoanalitikPostulasi yang dikatakan oleh Sigmund Freud menyatakan bahwa skizofrenia berasal dari fiksasi developmental yang terjadi terlebih dahulu saat pembentukan dan perkembangan neurosis. Fiksasi ini menyebabkan gangguan pada perkembangan ego dimana ego berhubungan dengan interpretasi terhadap kenyataan dan kontrol terhadap dorongan dalam diri sehingga pada orang dengan skizofrenia, terdapat kelainan pada kemampuan dirinya mengontrol dorongan seks dan lain-lain. Margaret Mahler mengatakan bahwa pada pasien dengan skizofrenia, terdapat distorsi terhadap hubungan ibu dan anak.

Teori ini mengatakan bahwa gejala yang ditunjukkan oleh pasien dengan skizofrenia merupakan simbol tertentu yang terjadi pada dirinya. Sebagai contoh, fantasi bahwa bumi akan segera berakhir menandakan baha dunia internal pasien tersebut telah rusak. Perasaan inferior digantikan oleh delusi kemegahan dan sejenisnya. Halusinasi merupakan objek pengganti keadaan dimana pasien tidak dapat meraih kenyataan tersebut ataupun menggambarkan ketakutan yang ada dalam diri pasien tersebut. Sedangkan delusi, menggambarkan gambaran baru yang dikehendaki pasien terhadap kenyataan yang dia hadapi saat itu guna memberi ketenangan dan mengurangi rasa takut pasien.

e. Teori BelajarPada teori ini, hubungan interpersonal yang buruk pada pasien dengan skizofrenia terbentuk karena model yang buruk saat dia masih kanak-kanak.

f. Dinamika KeluargaPasien dengan hubungan yang buruk antara anak dan ibunya memiliki resiko memiliki skizofrenia 6x lebih tinggi daripada orang pada umumnya. 1. Double BindKonsep ini mengatakan bahwa terdapat konflik pendapat orang tua terhadap perilaku, tindakan, dan perasaan anak. Contoh dari kasus ini adalah seorang anak yang diminta ibunya untuk membagi-bagikan kue miliknya kepada teman-temannya, namun melarang anaknya untuk memberikan kue yang terlalu banyak kepada teman-temannya tersebut.

2. Perpecahan Keluarga dan Keluarga yang Tidak SejalanContoh dari kasus ini adalah suatu keluarga dengan salah satu orang tuanya sangat dekat dengan seorang anak yang memiliki jenis kelamin yang berbeda. Pada keluarga yang tidak sejalan, terdapat pertentangan antar kedua orang tua yang menyebabkan tekanan pada anak sehingga nantinya akan timbul suatu skizofrenia.

3. Keluarga dengan Pseudomutual dan PseudohostilePada keluarga ini, ekspresi yang ditunjukkan adalah marah yang terjadi secara pura-pura, atau pembicaraan dengan nada marah yang ditujukan untuk pembicaraan biasa. Saat pasien keluar dan berkomunikasi dengan orang lain, masalah barulah timbul. Verbal pasien tidak diterima dan tidak sesuai dengan verbal yang dipakai di masyarakat luas.

4. EmosiOrang tua atau pengasuh pasien mengkritik berlebihan, memusuhi, dan terlalu ikut campur dalam kehidupan pasien. Beberapa penelitian mengatakan bahwa keluarga dengan ciri-ciri seperti ini memiliki rata-rata kekambuhan yang tinggi pada pasien dengan skizofrenia.

Klasifikasi dan manifestasinyaTipe skizofrenia dibagi menjadi 5 tipe, yaitu:a. ParanoidTipe ini memiliki ciri khas berupa preokupasi dengan satu atau lebih delusi atau halusinasi auditorik yang begitu sering. Delusi yang khas yang biasa terjadi pada pasien skizofrenia paranoid adalah delusi persekusi, yaitu merasa dirinya dianiaya atau delusi kebesaran. Dapat juga ditemukan delusi dikendalikan, yakni merasa dirinya tidak dapat melawan suatu perintah atau merasa dikendalikan. Pasien skizofrenia paranoid biasanya mulai menderita skizofrenia pada usia lebih tua daripada skizofrenia katatonik sehingga kemampuan untuk hidup lebih baik. Untuk mental, respons emosi dan perilaku cenderung tidak terganggu jika dibandingkan dengan skizofrenia jenis lain. Ciri khas pasien skizofrenia paranoid adalah selalu merasa tertekan, seperti dijagai, diperdaya, dan terkadang bersikap bermusuhan atau agresif, namun pengendalian dirinya masih baik sehingga masih dapat bersosialisasi di lingkungan. Intelegensia tidak terganggu.

b. Disorganisasi/HebefrenikCiri khas pada tipe disorganisasi atau hebefrenik adalah regresi yang mencolok pada perkembangan primitif, tidak dapat dihambat, dan perilaku yang tidak terorganisasi dan tanpa adanya gejala pada kriteria katatonik. Onset, usia15-25 tahun. Pasien ini biasanya aktif namun tanpa tujuan. Kemampuan berpikirnya lemah dan kontak terhadap realitas juga kurang baik. Pasien sering tertawa tanpa alasan yang jelas (giggling).

c. KatatonikCiri khas: dapat terjadi stupor, negativisme, kekakuan, kegirangan, atau membentuk postur tertentu. Biasanya pasien menunjukkan perubahan yang cepat diantara kegirangan yang ekstim dan stupor. Gejala lain yang tampak termasuk stereotipik, manerisme, dan fleksibilitas yang mudah dipengaruhi. Mutisme sering terjadi. Saat terjadi kegirangan tiba-tiba, harus diperhatikan bahaya melukai diri sendiri. Pasien biasa mengalami malnutrisi, kelelahan, hiperpireksia, dan luka karena melukai diri sendiri.

d. Tidak terdiferensiasiPasien tipe ini tidak dapat digolongkan tipe lainnya sehingga digolongkan sebagai tipe tidak terdiferensiasi.

e. Residual Karakteristik tipe ini, menurut DSM-IV-TR adalah adanya kelainan skizofrenik yang terus menerus tanpa adanya gejala yang lengkap untuk menandakan skizofrenia yang aktif jenis tertentu. Gejala tersebut termasuk emosi yang tumpul, perilaku aneh yang eksentrik, pemikiran yang tidak logis, asosiasi longgar. Saat delusi dan halusinasi muncul dampaknya tidak nyata.

TatalaksanaAntipsikotik tetap menjadi pilihan utama bagi pasien dengan skizofrenia. Walaupun demikian, beberapa penelitian telah membuktikan bahwa intervensi psikososial seperti psikoterapi dapat meningkatkan perbaikan klinis. Pasien skizofrenia akan mengalami perbaikan klinis lebih baik jika diberikan terapi antipsikosis dan psikoterapi bersama-sama, ketimbang hanya salah satu terapi saja.Perawatan di rumah sakit diindikasikan untuk kepentingan diagnosis, menstabilisasi pasien, dan untuk keselamatan pasien bila terdapat gagasan bunuh diri, juga bila terdapat gangguan perilaku termasuk ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas dasar (makan, perawatan diri, berpakaian, dsb). Perawatan singkat di rumah sakit selama 4-6 minggu sama efektifnya dengan perawatan jangka panjang.Prinsip pengobatan pasien dengan skizofrenia pada saat akut ialah dengan pemberian obat-obatan untuk mengurangi gejalanya (symtomps remissions) dan untuk menenangkan pasien. Dapat digunakan obat-obat dari golongan antipsikotik dan benzodiazepin contohnya; haloperidol, olanzapine, fluphenazine, ziprazidone, atau lorazepam. Umumnya rute pemberian yang digunakan ialah intramuskular, terutama pada pasien agitasi efeknya lebih cepat untuk menenangkan pasien. Fase pengobatan ini berlangsung kurang lebih selama 4-8 minggu. Setelahnya dilanjutkan dengan fase stabilisasi dan pemeliharaan (maintenance). Tujuan dari fase ini ialah untuk mencegah terjadinya kekambuhan dan meningkatkan fungsi hidup mereka. Data menunjukkan bahwa 16-23% pasien dalam pengobatan dan 53-72% pasien tanpa pengobatan, mungkin mengalami kekambuhan dalam 1 tahun. Pemberhentian medikasi tanpa instruksi yang sesuai meningkatkan resiko kekambuhan hingga 5 kali lipat. Secara umum direkomendasikan pada pasien dengan episode pertama diterapi 1-2 tahun. Pada pasien dengan episode kedua, pengobatan diteruskan sampai 5 tahun. Sedangkan bagi pasien dengan multi-episode, beberapa ahli menganjurkan pengobatan seumur hidup.Farmakoterapi yang sangat efektif terhadap skizofrenia ialah clozapine. Sekitar 70% pasien yang mendapatkan terapi ini akan membaik. Namun sayangnya obat ini memiliki resiko efek samping yaitu agranulocytosis sehingga penggunaannya dibatasi untuk pasien-pasien yang kurang responsif terhadap terapi antipsikotik lain terutama diluar negeri.Pemberian antipsikotik memiliki efek samping yang juga harus diperhatikan. Extrapyramidal symtomps (EPS) merupakan salah satu efek samping yang umum ditemukan dan dapat menimbulkan gangguan kepada pasien dalam pengobatan dengan antipsikosis. Bila terjadi hal demikian dapat dilakukan penurunan dosis antipsikotik atau ditambahkan obat anti-Parkinson contohnya trihexyphenidyl. Namun perlu diperhatikan juga bahwa pemberian THP juga memiliki efek samping bila berlebih, diantaranya ialah pandangan buram, mulut kering, konstipasi, dan terkadang gangguan memori. Oleh karena itu penting untuk mem-follow-up pasien untuk mengetahui perkembangan gejalanya.

PrognosisLebih dari 50% pasien memiliki prognosis yang kurang baik, dengan berulang kali dirawat di rumah sakit, kekambuhan gejala, episode gangguan mood yang berat dan percobaan bunuh diri. Namun demikian, tidak semua kasus memiliki prognosis yang sama. Beberapa faktor dapat mempengaruhi prognosis sehingga menjadi lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

1. Saddock BJ, Saddock VA. Schizophrenia. Kaplan and Saddock's Synopsis of Psychiatry. 10th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. 2007.2. Maslim, Rusdi. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa: Rujukan Ringkas dari PPDGJ III. Jakarta: Penerbit Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya. 2001.

6