status poligami dalam hukum islam (telaah atas ...59 status poligami dalam hukum islam (telaah atas...

14
57 } Al-Ah} wa> lA. Pendahuluan Masalah poligami merupakan salah satu problem yang masih hangat diperbincangkan beberapa tahun terakhir, termasuk di dalamnya adalah seorang laki-laki beristrikan lebih dari seorang wanita (poligini). Problem yang diang- kat dalam tulisan ini adalah status poligami, yakni bagaimana penetapan hukum kebolehan poligami agar sesuai dengan kondisi dan tidak terkesan “dipaksakan untuk pas”. Diharapkan, hasil dari pembahasan ini ditemukan titik terang dan beberapa batasan perihal poligami. Dengan batasan tersebut, paling tidak kaum Adam tidak serta-merta “nyelonong” untuk berpoligami. Pembahasan masalah dalam tulisan ini tidak ditinjau dari segi ideal atau baik buruknya, tetapi dilihat dari sudut pandang penetapan STATUS POLIGAMI DALAM HUKUM ISLAM (Telaah atas Berbagai Kesalahan Memahami Nas} dan Praktik Poligami) Wahid Syarifuddin Ahmad Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta Email: [email protected] Abstract This article discuss how the actual legal status of polygamy in Islamic law, by looking at the situation and the existing social conditions. Because it can not be denied that customary law will always apply in the midst of the people of Indonesia. Appropriate and inappropriate attitudes, natural and unnatural, rude and disrespectful, still very important in the oriental societies like Indonesia. Of course the rahmah Islamic law will negotiate for customary law and society perspective. So as to create an equitable justice, and losses caused by polygamy will be deleted. [Artikel ini membahas bagaimana sebenarnya status hukum poligami dalam hukum Islam, dengan melihat situasi dan kondisi kemasyarakatan yang ada. Karena tidak dapat dipungkiri bahwa hukum adat akan selalu berlaku di tengah-tengah masyarakat Indonesia. Sikap pantas dan tidak pantas, wajar dan tidak wajar, sopan dan tidak sopan, masih sangat kental di dalam masyarakat ketimuran seperti Indonesia. Tentu saja hukum Islam yang rah} mah akan melakukan negosiasi terhadap hukum adat dan cara pandang masyarakat. Sehingga tercipta keadilan yang merata dan terhapuslah kerugian demi kerugian yang dirasakan oleh pihak-pihak yang merasa dirinya dirugikan karena adanya poligami.] Kata Kunci: poligami, hukum Islam, hukum adat. hukum dalam aneka kondisi yang mungkin terjadi. Karena merupakan sebuah kewajaran bila perundang-undangan mempersiapkan ketetapan hukum yang bisa saja terjadi pada satu ketika, walaupun kejadian itu baru sebuah kemungkinan, karena agama Islam adalah agama yang universal. Jadi, bagaimana cara menetapkan hukumnya sehingga dapat cocok dengan situasi dan kondisi yang ada. Memang, perdebatan tentang poligami tidak pernah berujung, karena tiap pihak juga mempunyai alasan kuat untuk mempertahan- kan pendapatnya. Melalui tulisan ini, penulis berharap dapat berbagi ilmu dan pengetahuan, bukan menambah masalah dalam perdebatan panjang yang sudah ada ini. Akhirnya, semo- ga sumbangsih keilmuan ini dapat diterima brought to you by CORE View metadata, citation and similar papers at core.ac.uk provided by UIN (Universitas Islam Negeri) Sunan Kalijaga, Yogyakarta: E-Journal Fakultas Syariah...

Upload: others

Post on 16-Mar-2021

7 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: STATUS POLIGAMI DALAM HUKUM ISLAM (Telaah atas ...59 Status Poligami dalam Hukum Islam (Telaah atas Berbagai Kesalahan Memahami Nas} dan Praktik Poligami)Al-Ah}wa >l, Vol. 6, No. 1,

57

Status Poligami dalam Hukum Islam (Telaah atas Berbagai Kesalahan Memahami Nas} dan Praktik Poligami)

Al-Ah}wa>l, Vol. 6, No. 1, 2013 M/1434 H

A. PendahuluanMasalah poligami merupakan salah satu

problem yang masih hangat diperbincangkanbeberapa tahun terakhir, termasuk di dalamnyaadalah seorang laki-laki beristrikan lebih dariseorang wanita (poligini). Problem yang diang-kat dalam tulisan ini adalah status poligami,yakni bagaimana penetapan hukum kebolehanpoligami agar sesuai dengan kondisi dan tidakterkesan “dipaksakan untuk pas”. Diharapkan,hasil dari pembahasan ini ditemukan titik terangdan beberapa batasan perihal poligami. Denganbatasan tersebut, paling tidak kaum Adam tidakserta-merta “nyelonong” untuk berpoligami.Pembahasan masalah dalam tulisan ini tidakditinjau dari segi ideal atau baik buruknya,tetapi dilihat dari sudut pandang penetapan

STATUS POLIGAMI DALAM HUKUM ISLAM (Telaah atasBerbagai Kesalahan Memahami Nas } dan Praktik Poligami)

Wahid Syarifuddin AhmadUniversitas Islam Negeri Sunan Kalijaga YogyakartaEmail: [email protected]

AbstractThis article discuss how the actual legal status of polygamy in Islamic law, by looking at the situation and theexisting social conditions. Because it can not be denied that customary law will always apply in the midst of thepeople of Indonesia. Appropriate and inappropriate attitudes, natural and unnatural, rude and disrespectful, stillvery important in the oriental societies like Indonesia. Of course the rahmah Islamic law will negotiate forcustomary law and society perspective. So as to create an equitable justice, and losses caused by polygamy will bedeleted.

[Artikel ini membahas bagaimana sebenarnya status hukum poligami dalam hukum Islam, denganmelihat situasi dan kondisi kemasyarakatan yang ada. Karena tidak dapat dipungkiri bahwa hukumadat akan selalu berlaku di tengah-tengah masyarakat Indonesia. Sikap pantas dan tidak pantas,wajar dan tidak wajar, sopan dan tidak sopan, masih sangat kental di dalam masyarakat ketimuranseperti Indonesia. Tentu saja hukum Islam yang rah }mah akan melakukan negosiasi terhadap hukumadat dan cara pandang masyarakat. Sehingga tercipta keadilan yang merata dan terhapuslah kerugiandemi kerugian yang dirasakan oleh pihak-pihak yang merasa dirinya dirugikan karena adanyapoligami.]

Kata Kunci: poligami, hukum Islam, hukum adat.

hukum dalam aneka kondisi yang mungkinterjadi. Karena merupakan sebuah kewajaranbila perundang-undangan mempersiapkanketetapan hukum yang bisa saja terjadi padasatu ketika, walaupun kejadian itu baru sebuahkemungkinan, karena agama Islam adalahagama yang universal. Jadi, bagaimana caramenetapkan hukumnya sehingga dapat cocokdengan situasi dan kondisi yang ada.

Memang, perdebatan tentang poligamitidak pernah berujung, karena tiap pihak jugamempunyai alasan kuat untuk mempertahan-kan pendapatnya. Melalui tulisan ini, penulisberharap dapat berbagi ilmu dan pengetahuan,bukan menambah masalah dalam perdebatanpanjang yang sudah ada ini. Akhirnya, semo-ga sumbangsih keilmuan ini dapat diterima

brought to you by COREView metadata, citation and similar papers at core.ac.uk

provided by UIN (Universitas Islam Negeri) Sunan Kalijaga, Yogyakarta: E-Journal Fakultas Syariah...

Page 2: STATUS POLIGAMI DALAM HUKUM ISLAM (Telaah atas ...59 Status Poligami dalam Hukum Islam (Telaah atas Berbagai Kesalahan Memahami Nas} dan Praktik Poligami)Al-Ah}wa >l, Vol. 6, No. 1,

58 Al-Ah}wa>l, Vol. 6, No. 1, 2013 M/1434 H

Wahid Syarifuddin Ahmad

dan menjadi sarana pengantar dalam menyi-kapi problem poligami.

B. Pengertian PoligamiSecara etimologis, kata poligami berasal

dari bahasa Yunani apolus yang berarti banyakdan gamos yang berarti istri atau pasangan,yaitu mempunyai lebih dari satu istri (atausuami) dalam waktu yang bersamaan. Dalamagama Nasrani/Kristen, poligami ditolak kare-na hal ini dipandang menolak ajaran agamaAllah dahulu, yaitu perkawinan berbasis mono-gami. Termasuk dalam kategori ini, mereka me-nolak adanya perceraian maupun perkawinankembali (poligami). Konsili Vatikan II menolakhal ini disebabkan poligami adalah hal yangmenentang martabat perkawinan sejati.1

Secara terminologis, poligami adalah ikat-an perkawinan yang salah satu pihak memi-liki/mengawini beberapa lawan jenisnya diwaktu yang bersamaan.2 Istilah ini bersifatumum, dapat digunakan untuk laki-laki yangmempunyai istri lebih dari satu orang dalamwaktu yang bersamaan, dan dapat pula di-gunakan bagi wanita yang mempunyai suamilebih dari satu orang dalam waktu yang ber-samaan. Secara spesifik klasifikasi pertamadisebut poligini dan klasifikasi kedua disebutpoliandri.3

Islam tidak membolehkan semua jenispoligami, kecuali hanya membolehkan poliginiterbatas, diperbolehkan bagi laki-laki untukmenikahi hingga empat perempuan. Jadi,poligami yang berada dalam kategori poliandridilarang dalam Islam.

Al-Qur’an adalah satu-satunya kitab sucidi seluruh dunia yang mengatakan “menikah-lah dengan seorang saja”. Tidak ada kitab sucilain yang memiliki pernyataan serupa di dalam-

nya. Sebagaimana diterangkan dalam potong-an ayat surat an-Nisa’ ayat 3. Ini merupakantanda-tanda dari al-Qur’an bahwa Islam sangatmenganjurkan kapada manusia untuk meni-kah dengan seorang saja. Sehingga Islam tidakpernah menganjurkan manusia untuk berpoli-gami.

C. Hukum Keluarga di Indonesia tentangPoligami

Hukum Keluarga di Indonesia mengalamipembaruan dalam tiga masa, yaitu: masa se-belum penjajahan (Portugis, Inggris, Belanda,Jepang), masa penjajahan (Belanda), dan masakemerdekaan. Masa kemerdekaan ini dibagi kedalam tiga periode: (1) Orde Lama (masa kepe-mimpinan Ir. Soekarno); (2) Orde Baru (masakepemimpinan Jenderal Soeharto); dan (3)Masa Reformasi (sejak lengsernya JenderalSoeharto pada 21 Mei 1998 sd 2007 akhir pem-buatan draft).4

Pada masa sebelum penjajahan, putusansuatu perkara hukum keluarga menggunakanlembaga tah}ki >m. Kemudian diikuti lembaga ahlual-h }alli wa al-‘aqdi (masyarakat mengangkatpara ahli hukum Islam dalam peradilanHukum Adat). Kemudian dilanjutkan lembagaSwapraja (disebut pengadilan Serambi, diben-tuk setelah terbentuknya kerajaan-kerajaanIslam di Nusantara). Setelahnya adalah Peradil-an Agama yang hingga saat ini masih bertahaneksistesinya.

Pada masa penjajahan, Indonesia meng-gunakan Compendium Freijer (kitab perkawinandan waris Islam). Kecuali daerah-daerah ter-tentu seperti Makassar dan Semarang. Secarasingkat dapat disimpulkan bahwa sebelum pen-jajah datang, Indonesia menggunakan HukumIslam. Kemudian penjajah datang, HukumIslam pun termarginalisasi sedikit demi sedikit.

1 Gerald O’ Collins dan Edward G. Farrugia, SJ, Kamus Teologi, cet. ke-6 (Yogyakarta: Kanisius, 1996), hlm. 259.2 Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa

Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1990), hlm. 693.3 Yunahar Ilyas, Konstruksi Pemikiran Gender (Jakarta: Program Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik DITJEN

BIMAS dan Penyelenggaraan Haji Departemen Agama RI, 2005), hlm. 158.4 Khoiruddin Nasution, Hukum Perdata (Keluarga) Islam Indonesia Perbandingan Hukum Perkawinan di Dunia Muslim,

cet. ke-1 (Yogyakarta: ACADEMIA+ TAZZAFA, 2009), hlm. 17-20.

Page 3: STATUS POLIGAMI DALAM HUKUM ISLAM (Telaah atas ...59 Status Poligami dalam Hukum Islam (Telaah atas Berbagai Kesalahan Memahami Nas} dan Praktik Poligami)Al-Ah}wa >l, Vol. 6, No. 1,

59

Status Poligami dalam Hukum Islam (Telaah atas Berbagai Kesalahan Memahami Nas} dan Praktik Poligami)

Al-Ah}wa>l, Vol. 6, No. 1, 2013 M/1434 H

Pada masa kemerdekaan Orde Lama,Indonesia menggunakan UU No. 22 tahun 1946(setelah merdeka), kemudian diperluas denganUU lain.

Pada masa Orde Baru, hukum Islam diIndonesia mengalami pembaruan dengan me-libatkan masyarakat. Hingga ada demonstrasimahasiswa yang masuk gedung DPR ketikaada rapat. Mereka berpendapat bahwa kepu-tusan Menteri Agama RI adalah sekularisasihukum, seperti pencatatan pernikahan adalahsyarat sahnya pernikahan, poligami dan per-ceraian hanya diakui jika diputuskan di peng-adilan, dan draft pembolehan nikah lintasagama.

Pada masa inilah hukum Islam Indonesiamengalami perdebatan yang panjang hinggapada akhirnya berhilir di UU No.1 tahun 1974tentang Perkawinan (UUP), yang berlaku sejak2 Jan 1974, namun efektif pada 1 Okt 1975.Hal ini disebabkan Indonesia masih banyakprepare instansi-instansi yang berhubungandengannya.

Setelah lahirnya UUP, lahir pula peratur-an pelaksana, seperti PP No.9 tahun 1975,peraturan Menteri Agama dan Menteri DalamNegeri, dan Petunjuk MA RI untuk para hakimdi seluruh Nusantara (agar terjadi keseragam-an putusan dan dalil dalam memutuskan per-kara). Muncul pula UU No.10 tahun 1983, ko-non muncul karena ulah pejabat negara yangmenikahi seorang babysitter anaknya tanpadicatatkan, sehingga istri pertamanya tidakmendapat perlindungan hukum. Ada pulayang mengatakan muncul karena permintaanIbu negara Tien Soeharto.5

Kemudian lahirlah KHI, diilhami karenapara hakim memvonis perkara yang samanamun putusannya berbeda. Para ahli berbedapandangan dalam membahasakan fungsi atautujuan dari KHI ini. Menurut Bustanul Arifin

tujuan KHI adalah unifikasi hukum (penyatu-an) seperti yang dilakukan Imam Malik dengankitab Muwat}t}a’-nya. Di samping itu, ada pulayang menyebutkan fungsi KHI adalah sebagaihukum material perkawinan, waris, wakaf.Ada pula yang mengatakan sebagai unifikasihukum, bahwa dengan lahirnya KHI makamengakhiri berbagai macam interpretasi dalamhukum Islam. Menurut Tahir az-Zahri bahwalahirnya KHI mempermudah hakim agamadalam memutuskan perkara, terutama hakimyang tidak pandai membaca kitab kuning danKHI menjadi kontekstualisasi hukum Islamkarena banyak yang ada di dalam kitab kuningtersebut sudah tidak relevan bagi kondisi saatini.

Dibandingkan dengan negara lain, Indo-nesia mengalami hal yang sama, yaitu ke-banyakan embrio dari hukum keluarga IslamIndonesia juga mengadopsi kitab-kitab fiqihklasik. Terbukti dengan adanya pengadopsiankitab Muh}arrar, kitab Mah}alli, Fath} al-Mu’i >n, danFath} al-Wahha>b.6 Kitab-kitab tersebut kemudiandiperbarui dengan cara membahasakannya kedalam bahasa hukum Indonesia, lebih padat,lebih singkat, dan fokus pada hal yang akandikenakan hukuman. Demikian pula negara-negara Muslim lainnya, juga mengadopsi kitab-kitab klasik, seperti di Mesir mengadopsi kitabkodifikasi Muhammad Qadri Pasha, seorangnegarawan Mesir. Beliau mengodifikasi kitabundang-undang keluarga klasik kemudiankitab barunya diberi nama al-Ah }ka >m asy-Syar‘iyyah al-Ah }wa >l asy-Syar‘iyyah.7

Meninjau beberapa keterangan di atas,Negara Indonesia masih memperbolehkanpoligami, yakni dibatasi maksimal empat orangistri. Hal ini karena undang-undang keluargamuslim Indonesia masih menggunakan sumberliteral klasik sebagai pedoman utama dalampembentukan undang-undang.

5 Ibid., hlm. 50.6 Ibid., hlm. 18.7 Ahmad Hidayat Buang, “Reformasi Undang-undang Keluarga Islam”, dalam Jurnal Syariah, jilid-5 bilangan-1

(Malaysia: Universiti Malaya, 1997), hlm. 40.

Page 4: STATUS POLIGAMI DALAM HUKUM ISLAM (Telaah atas ...59 Status Poligami dalam Hukum Islam (Telaah atas Berbagai Kesalahan Memahami Nas} dan Praktik Poligami)Al-Ah}wa >l, Vol. 6, No. 1,

60 Al-Ah}wa>l, Vol. 6, No. 1, 2013 M/1434 H

Wahid Syarifuddin Ahmad

Kitab-kitab hukum keluarga tersebutmenggerakkan negara lain untuk memperbaruihukum keluarga mereka, seperti negara Turki.Kemudian hukum keluarga Turki dan Mesiryang telah diperbarui juga merangsang Negara-negara Arab muslim berupaya memperbaruihukum keluarganya, hingga negara-negara iniberpedoman terhadap kodifikasi hukum ke-luarga Turki dan Mesir. Negara-negara itu ialahseperti Lebanon, Yordania, Syria, Tunisia, Irak,Aljazair, Maroko, Iran, Pakistan, dan Kuwait.8

Jika dibandingkan pula antara UU kon-temporer ini dengan kitab-kitab dan UU kon-vensional, UU kontemporer lebih konteks masakini dan lebih relevan dipergunakan. Karenatiada lain memang tujuan kontemporerisasiUU konvensional adalah kontekstualisasi UUagar sesuai dengan perkembangan zaman.Bukan menyesuaikan kepada kebutuhan ma-nusia, melainkan menyesuaikan terhadap tun-tutan zaman. Sebagai contoh, fikih konven-sional tidak mengenal pembatasan poligamidan pencatatan perkawinan. Hal ini menurutUU kontemporer sudah tidak relevan lagi danperlu diperbarui. Oleh karena itu, UU kontem-porer memperbaruinya dengan mengadakanpencatatan perkawinan dan pembatasan poli-gami. Bias dibayangkan, bagaimana wanitaseolah dijadikan pemuas hasrat saja ketikapoligami tidak dibatasi, dan bisa dibayangkanjikalau orang menikah tanpa dicatatkan. Sehing-ga yang sebenarnya belum menikah, bisa di-anggap menikah walau tidak dapat menunjuk-kan bukti yang sah.

D. Poligami dalam Undang-undang NegaraMuslim (Kontemporer) Selain Indonesia

Seperti telah disinggung di atas bahwaundang-undang keluarga negara muslim lainjuga mengadopsi undang-undang NegaraMesir dan Turki.9 Memang poligami adalah halyang muba>h} atau suatu hal yang diperbolehkankarena tidak ada satu ayat atau hadis yang seca-ra literal mengharamkannya.10 Bilamana poli-gami dilarang, tentunya Nabi telah melarangumat manusia untuk melakukannya. Padahal,ada sejumlah hadis yang menyatakan tentangmasalah aduan keluarga yang berpoligami.Pemecahannya pun dapat ditemukan serta ke-adilan juga terwujud. Namun, seiring perkem-bangan zaman, poligami menjadi bahasan yangtidak berujung.11

Negara Muslim yang mengharamkan poli-gami adalah Maroko12 dan Tunisia.13 Keduanegara ini mengharamkan poligami denganalasan bahwa poligami yang sekarang diprak-tikkan umat Islam itu bertentangan denganperilaku Rasul. Poligami saat ini telah mencapaitahap crime against humanity (pelanggaranterhadap kemanusiaan).14 Mayoritas pelakupoligami hanya berdasar pemuasan nafsuberahi saja dalam melakukan poligaminya,bukan seperti alasan poligami Nabi, yaitu per-lindungan terhadap para janda dan anak yatim.Bahkan, Arab Saudi yang dikenal negara Islamkonservatif pun sudah mulai membahas untukmengharamkan sistem kawin paksa yang di-

8 Ibid., hlm. 41.9 Ibid., hlm. 41.1 0 Abdur Rahman I. Doi, Perkawinan dalam Syariat Islam (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1992), hlm. 55.1 1 Ibid., hlm. 55.1 2 Undang-undang Maroko pada tahun 1958 mengambil jalan tengah dan melarang poligami dengan syarat bila

terdapat adanya kekhawatiran akan perlakuan tidak adil. Undang-undang tersebut menyebutkan, “Poligami dilarangbila tampaknya akan terjadi perlakuan yang tidak adil terhadap para istri tersebut…”. Pengadilan hanya bertindaksebagai media pengesahan perceraian berdasarkan perlakuan tidak adil oleh sang suami. Abdur Rahman I. Doi,Perkawinan dalam Syariat Islam (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1992), hlm. 52-53.

1 3 Ibid., hlm. 53. Di Tunisia, poligami dilarang sama sekali oleh Hukum Perorangan tahun 1957. Undang-undangTunisia tentang Perorangan tersebut menyatakan: “Poligami dilarang, setiap orang yang telah masuk dalam satuikatan perkawinan kemudian menikah lagi sebelum pernikahan yang terdahulu bubar, maka dia dapat dihukum satutahun penjara dan denda sebesar…”.

1 4 http://newsgroups.derkeiler.com/Archive/Soc/soc.culture.indonesia/2006-12/msg00565.html

Page 5: STATUS POLIGAMI DALAM HUKUM ISLAM (Telaah atas ...59 Status Poligami dalam Hukum Islam (Telaah atas Berbagai Kesalahan Memahami Nas} dan Praktik Poligami)Al-Ah}wa >l, Vol. 6, No. 1,

61

Status Poligami dalam Hukum Islam (Telaah atas Berbagai Kesalahan Memahami Nas} dan Praktik Poligami)

Al-Ah}wa>l, Vol. 6, No. 1, 2013 M/1434 H

nilai tidak Islami, termasuk poligami (untukMaroko dan Tunisia).15

E. Konsep Fikih Konvensional tentangPoligami dan Nas} yang Berkaitan

Berdasarkan data literal yang ada, konsepfikih konvensional mengatakan bahwa poli-gami hukumnya boleh dan dibatasi maksimalempat orang istri, dengan dasar ayat al-Qur’andan Hadis Nabi. Para ulama konvensional mem-perbolehkan poligami, setelah melewati per-syaratan yang sangat sulit dilakukan.

1. Ayat PoligamiAyat al-Qur’an yang secara tekstual ber-

bicara tentang poligami adalah surat an-Nisa’(4) ayat 3:

لیتامى فٱنكحوا ما طاب لكم من إن خفتم ألا تقسطوا فى ٱ وٱلنسآء مثنى وثلاث ورباع فإن خفتم ألا تعدلوا فواحدة أو ما

لك أدنى ألا تعولوا. ملكت أیمانكم ذ“Dan jika kamu takut tidak akan dapat ber-laku adil terhadap (hak-hak) perempuan yangyatim (bilamana kamu mengawininya), makakawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu

senangi : dua, tiga atau empat. Kemudian jikakamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka(kawinilah) seorang saja, atau budak-budakyang kamu miliki. Yang demikian itu adalahlebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.”

Berawal dari ayat ini, hukum poligami di-perbolehkan dengan syarat-syarat tertentu.Namun, hasil hukum tersebut belum melewatiberbagai hasil tafsiran al-Qur’an.

Masalah poligami memang menjadi dile-ma bagi kaum wanita, karena sangat jarang di-temui wanita yang dirinya rela dimadu. Karenaitulah ayat ini termasuk ayat yang “tidak di-sukai” wanita dan terkesan misoginis.16 Secaratradisi, kebiasaan pria menikah lebih dari satusudah ada sejak zaman pra-Islam (jahiliah).Saat itu seorang pria dapat beristrikan puluhanistri atau sering disebut dengan sebutan h}ari >m.Karena itulah, semenjak Islam datang poligamidibatasi maksimal empat orang.

Konsekuensi logis dari ayat tersebut ada-lah Allah swt. telah menjadikan perbedaanpopulasi penduduk bumi yang lebih banyakwanita daripada pria. Di Indonesia, pada tahun1990-an, menurut sensus penduduk, jumlah

1 5 http://arsip.jurnalperempuan.com/index.php/jpo/comments/sejauh_mana_komitmen_negara_diskusi_publik_penghapusan_segala_bentuk_kekera/

1 6 Misoginis diartikan sebagai suatu faham teologi yang mencitrakan perempuan sebagai penggoda (temptator) dandianggap sebagai pangkal segala kejahatan kemanusiaan. Perempuan dianggap harus bertanggungjawab terhadapterjadinya drama kosmik, yang menyebabkan nenek moyang manusia jatuh dari surga ke bumi (Adam dan Hawa),dan menyebabkan terjadinya dosa warisan (kasus pembunuhan antara Qabil dan Habil karena salah satu dari merekamendapatkan istri yang lebih cantik, sehingga yang tidak mendapatkan istri cantik menjadi iri). Siti Ruhaini Dzuhayatin,dkk, Rekonstruksi Metodologis Wacana Kesetaraan Gender dalam Islam, cet. ke-1 (Yogyakarta: PSW UIN Suka, 2002), hlm.144.

Perlu diketahui pula, bahwasanya al-Qur’an tidak pernah mendikriminasikan wanita, hanya saja beragamnyatafsiran dan multi interpretasi menjadikan ayat al-Qur’an terkesan misoginis. Secara tegas al-Qur’an selalu menjunjungharkat martabat wanita, bahkan Islam datang dengan adanya al-Qur’an menghapus jejak-jejak jahiliyah yang manasaat itu wanita seakan tidak berharga. Maka ditegaskan kembali bahwa adanya justifikasi diskriminasi tersebutberasal dari pemahaman yang tidak tepat terhadap ayat-ayat, yang diakibatkan oleh pemakaian metode yang tidaktepat pula. Sebaliknya, kalau saja ayat-ayat tersebut dipahami dengan menggunakan metode yang tepat, maka justifikasisemacam itu tidak akan ditemukan. Khoiruddin Nasution, Fazlur Rahman tentang Wanita (Yogyakarta: Tazzafa, 2002),hlm. 45.

Masih sejalan dengan teori di atas, bahwa teologi pemahaman terhadap nas-nas (al-Qur’an dan Hadis) adalahteologi kaum laki-laki. Demikian pula sangat berpengaruh struktur masyarakat patriakal dalam memahami pesan-pesan Islam (ajaran hasil penafsiran). Akibatnya, konsep yang muncul pun adalah hasil perspektif atau hanya menurutsudut pandang laki-laki. Sementara sudut pandang wanita tidak masuk di dalamnya. Artinya secara ringkas, penyelesaianmasalah-masalah urusan wanita pun juga diselesaikan menggunakan sudut pandang laki-laki. Akibatnya, konsepyang muncul tidak sejalan dengan prinsip-prinsip Islam. Riffat Hasan dan Fatima Mernissi, Setara di Hadapan Allah, terj.Tim LSPPA, cet. ke-2 (Yogyakarta: Lembaga Studi pengembangan Perempuan dan Anak (LSPPA), 1996), hlm. Xi. Danteori ini diteorikan oleh Azizah al-Hibri, seperti dikutip Tamara Sonn. Lihat Tamara Sonn, “Fazlur Rahman andIslamic Feminism”, dalam The Shaping of an Amareican Islamic Discourse, diedit oleh Earle H. Waugh dan Frederick M.Denny (Atlanta and Georgia: Scholars Press, 1998).

Page 6: STATUS POLIGAMI DALAM HUKUM ISLAM (Telaah atas ...59 Status Poligami dalam Hukum Islam (Telaah atas Berbagai Kesalahan Memahami Nas} dan Praktik Poligami)Al-Ah}wa >l, Vol. 6, No. 1,

62 Al-Ah}wa>l, Vol. 6, No. 1, 2013 M/1434 H

Wahid Syarifuddin Ahmad

wanita lebih banyak dibanding pria sekitar 4%.Berarti pria hanya 48% sedangkan wanita 52%.Selisih jumlah inilah yang menjadi peluanguntuk melakukan poligami. Karena bila tidakdemikian, maka yang empat persen akan di-kemanakan? Apakah akan menjadi perawantua? Ini jelas merupakan ketidakadilan baru.Namun, jika hanya didasarkan jumlah sajadalam melihat kebolehan poligami, sangatlahtidak pantas bahkan tidak dapat menutupalasan keniscayaan berbuat poligami. Karenajumlah antara laki-laki dan perempuan dalamhitungan detik bisa saja berubah, artinya jum-lah perempuan yang lebih banyak (sehinggamenjadikan poligami adalah hal yang niscaya)bisa saja menjadi cepat berkurang dan men-capai jumlah minimum dibanding jumlah laki-laki karena berbagai hal. Misalnya bencanaalam, wabah penyakit yang hanya diderita olehwanita, dan lain sebagainya.

Secara syar‘i, bagi wanita tidak diperboleh-kan melakukan poligami (poliandri). Bilamanaistri bersuamikan lebih dari satu, ia akan meng-alami kesulitan dalam mengetahui dari suamiyang mana benih yang dikandungnya. Walau-pun kontribusi ilmu kedokteran telah menemu-kan alat untuk mengidentifikasi DNA anak ter-sebut sesuai keturunannya, namun secara psikis-sosial akan terjadi persaingan antara sesamasuami itu; mungkin perebutan hak asuh anak.17

Perlu diketahui bahwa ayat di atas tidakmembuat peraturan tentang poligami, karenapoligami telah dikenal dan dilaksanakan olehpenganut berbagai syariat serta adat istiadatmasyarakat sebelum turunnya ayat ini. Sebagai-mana ayat ini tidak menganjurkan atau bahkanmewajibakannya, ayat ini hanya berbicaratentang bolehnya poligami, dan itu pun me-rupakan pintu kecil yang dapat dilalui olehyang sangat amat membutuhkan dan dengansyarat yang tidak ringan.18

Bagaimanapun juga, perbandingan priadan wanita, kalau tidak sama banyaknya, tentuada salah satu kelompok yang lebih banyakdibanding kelompok lainnya. Jika jumlah priasama dengan jumlah wanita, atau jumlahwanita lebih sedikit dibanding jumlah pria,maka persoalan poligami akan hilang dengansendirinya, dan alam yang akan menentukanpembagiannya secara adil.19 Usia perempuanjuga lebih panjang daripada usia laki-laki.Penyakit parah juga banyak menyerang laki-laki,seperti kemandulan dan penyakit semacamnya.Lantas, bagaimana mereka dapat memperolehketurunan dan menyalurkan hasrat biologisnya?Belum lagi, karena peperangan, mayoritas priamenjadi korban sehingga sebagian wanitaJerman menginginkan legalnya poligami walau-pun hanya untuk orang-orang tertentu. Namun,anggota gereja tidak mengizinkan sehinggaprostitusi terjadi di mana-mana. Jika hal initerjadi, bisa jadi poligamilah satu-satunya solusi.Namun, sekali lagi, poligami bukan sebuahanjuran atau bahkan kewajiban, karena kalaumemang menjadi anjuran atau kewajiban,Allah pasti akan menyediakan empat orangwanita bagi seorang lelaki di dunia. KarenaAllah tidak akan memerintahkan umat manu-sia jika tidak ada fasilitas dan sarana untukmewujudkan perintah tersebut.

Berlaku adil ialah perlakuan adil dalammeladeni istri seperti nafkah, pakaian, tempat,giliran, dan lain-lain yang bersifat lahiriah. Ber-buat adil sebagaimana keadilan Allah adalahtidak mungkin bagi manusia, namun ayat initidak dimaksudkan untuk melarang menikahlebih dari satu, karena bila demikian justru akanbertolak belakang dengan kebolehannya. Se-bagaimana seorang ibu yang memiliki duaanak atau lebih, tidak mungkin baginya untukmencintai setiap anaknya dengan cinta yangadil, meski sang ibu menyatakan dia telah ber-

7 Hasbi Indra, Iskandar Ahza dan Husnaini, Potret Wanita Shalehah, cet. ke-3 (Jakarta: PENAMADANI, 2005), hlm. 98.1 8 Quraisy Shihab dkk., Ensiklopedi Al-Qur’an Kajian Kosakata, cet. ke-1(Jakarta: Lentera Hati, 2007), jilid 3, hlm. 410.1 9 Muhammad al-Ghazali, Fiqh as-Si>rah; Abu Laila dan Muhammad Tohir, Fiqh al-Si>rah: Menghayati Nilai-Nilai Riwayat

Hidup Muhammad Rasul Allah saw. (Bandung: PT. Al-Ma’arif), hlm. 717.

Page 7: STATUS POLIGAMI DALAM HUKUM ISLAM (Telaah atas ...59 Status Poligami dalam Hukum Islam (Telaah atas Berbagai Kesalahan Memahami Nas} dan Praktik Poligami)Al-Ah}wa >l, Vol. 6, No. 1,

63

Status Poligami dalam Hukum Islam (Telaah atas Berbagai Kesalahan Memahami Nas} dan Praktik Poligami)

Al-Ah}wa>l, Vol. 6, No. 1, 2013 M/1434 H

buat adil, tetapi pastilah salah seorang anaknyalebih dicintai dari yang lain. Maka yang dimak-sud dengan adil di sini adalah keadilan la-hiriah.20

2. Hadis tentang PoligamiTerdapat beberapa hadis Nabi yang meng-

acu pada masalah poligami, di antaranya ada-lah sebagai berikut.

Dari Qais bin al-H {a>ris\ “Aku masuk Islam,sedangkan aku memiliki delapan istri. Akumenceritakan hal itu kepada Nabi, maka beliaubersabda, “Pilihlah empat dari mereka dantinggalkanlah empat dari mereka.” (H.R.Malik, al-Nasa’i, dan Daruquthni)

Substansi hadis tersebut sejalan denganayat al-Qur’an yang menyebutkan maksimalberistri empat wanita. Nabi hanya memboleh-kan memilih empat istri dari jumlah keseluruh-an istri Qais ibn H}a>ris\. Hadis lain yang jugasejalan dengan hadis itu adalah:

Dari Ibn Umar, ia berkata: “Ghailan al-S|aqafi masuk Islam dan dia memiliki sepuluhorang istri. Lalu Nabi menyuruhnya untukmemilih empat orang saja dari mereka” (HRAbu Daud).

Sebagaimana hadis sebelumnya, hadis inijuga membolehkan poligami maksimal empatorang wanita. Tentu tidak hanya dilatarbela-kangi oleh al-Qur’an, namun jika ditinjau darihistorisnya, kedua sahabat ini adalah orang

yang baru saja masuk Islam. Karena itu, agartetap menjaga hati dan tidak “minder” danmempertahankan keislamannya, maka Nabimemerintahkan memilih empat orang dari istri-istri mereka. Jika mereka sudah memeluk agamaIslam sedari dahulu, bisa saja Nabi hanyamemerintahkan untuk memilih satu orang istri.Karena Nabi juga tidak sepenuhnya menyukaipoligami. Terbukti dengan kisah putrinya yangkonon akan dipoligami oleh menantunya, yaitu‘Ali ibn Abi Thalib. Namun, Nabi tidak meng-izinkannya, bahkan memberikan pernyataantentang kesedihan yang akan diderita Fatimahal-Zahra nantinya jikalau memang poligamitersebut terjadi.

Poin penting yang juga sangat perlu diper-hatikan dalam masalah poligami, yaitu peno-lakan atas tuduhan kaum orientalis yang ber-pendapat bahwa poligami Nabi Muhammadadalah sebuah aktivitas pengembaraan seksualsemata. Penolakan serupa terhadap serangan-serangan asing juga ditemukan dalam hadisabad pertengahan yang mengidentifikasifitnah-fitnah itu sebagai Yahudi; yang kemu-dian ditolak dengan adanya hadis-hadis ten-tang ratusan jumlah istri Nabi Sulaiman danNabi Daud. Hal ini merupakan wujud dari prin-sip hak prerogatif kenabian untuk mendapatkanistri yang tak terbatas.23

Literatur modern menganalisis poligamiNabi (seperti pandangan Bint} al-Sya>t}i’) dari sifatkemanusiaan Nabi Muhammad yang sempur-na dan agung, bukan ditinjau dari derajatkenabian atau risa>lah nubuwwah-nya. Artinya,poligami yang dilakukan Nabi adalah poligamiyang murni atas alasan-alasan yang berkaitandengan hasrat seksual Nabi/sesuai fitrah kema-nusiaan beliau. Namun, dengan adanya jum-lah 9 orang istri Nabi tersebut, menjadikanbeliau menjadi manusia yang terhormat, bukan

عن ابن عمر، قال: أسلم غیلان الثقفي وعنده عشر نسوة، فقال النبي صلى االله علیھ وسلم : اختر منھن

2 1أربعا رواه أبو داود 2

. عن قیس بن الحارث بن جدار رضي االله عنھ، أنھ قال:

أسلمت وعندي ثمان نسوة ، فأتیت النبي صلى االله علیھ وسلم فقال: اختر منھن أربعا واترك أربعا رواه مالك والنسائ

2 1ودار القطني 1

2 0 http://filsafat.kompasiana.com/2010/02/17/islam-tidak-membolehkan-semua-jenis-poligami-melainkan/2 1 Ah }mad ibn ‘Amr ibn D }ah }ak Abu> Bakr al-Syaiba >ni, al-A <h }a>d wa al-Mas}a>ni, Ba >b Qais ibn H }a >ris\, juz-4 (Riyad: Da >r ar-

Ra >yah,1991), hlm. 576.2 2 Ah }mad ibn Abu> Bakr ibn Isma >’i >l al-Bu>s }i >ri, Ith }a>f al-Khairah al-Mahrah, Ba >b Kita >b al-Zaka >t, juz-3, hlm. 444.2 3 Barbara Freyer Stowasser, Reinterpretasi Gender Wanita dalam al-Qur’an Hadis dan Tafsir, terj. H.M. Mochtar Zoerni,

cet. ke-1 (Bandung: PUSTAKA HIDAYAH, 2001), hlm. 315.

Page 8: STATUS POLIGAMI DALAM HUKUM ISLAM (Telaah atas ...59 Status Poligami dalam Hukum Islam (Telaah atas Berbagai Kesalahan Memahami Nas} dan Praktik Poligami)Al-Ah}wa >l, Vol. 6, No. 1,

64 Al-Ah}wa>l, Vol. 6, No. 1, 2013 M/1434 H

Wahid Syarifuddin Ahmad

malah menjadikan beliau orang yang hina dina.Seperti yang dikemukakan oleh Al-Aqqad,bahwa kesempurnaan diri Nabi dan kebaha-giaan istrinya mempertinggi derajat martabat-nya dan bukan menguranginya. Betapa tidak,karena Nabi tetap dapat memenuhi misi Islamdan kebutuhan istri-istrinya, inilah yang disebuthal yang meninggikan derajat Nabi Muhammadsaw. Tidak ada salahnya jika ada seorang yangagung mencintai dan memiliki beberapawanita, karena hal itu adalah hal yang wajardan masuk akal.

Bagaimanapun juga Nabi bukanlah se-orang yang selalu mengumbar hawa nafsunya.Beberapa hikayat dan riwayat hadis mencerita-kan bahwa Nabi adalah seorang yang lebihmemilih hidup miskin daripada hidup kayameski hidup serba mewah sangat potensial padadirinya karena telah mempersunting saudagarkaya raya bernama Khadijah al-Kubra.24 NabiMuhammad saw. juga tidak pernah semata-mata semalam suntuk hanya untuk menikmatihubungan seksualnya dengan beberapa istri-nya. Karena di setiap malam, beliau habiskandengan salat lail hingga di sebuah hadisdijelaskan, karena terlalu banyak salat malam,telapak kaki beliau bengkak dan tidak mampuberdiri. Selain itu, Nabi membujang hingga usia25 tahun kemudian beliau menikah denganKhadijah yang lebih tua 15 tahun dibandingNabi. Beberapa pernikahan Nabi sepeninggalKhadijah juga merupakan strategi politik dankekerabatan karena menyesuaikan situasi dankondisi Islam masa itu. Semisal, pernikahan Nabidengan ibunda ‘Aisyah al-Batuli (putri sahabatAbu Bakar), adalah sebuah strategi kekerabatandengan sahabat Abu Bakar. Kendati pernikah-an Nabi dengan wanita-wanita lain merupa-kan strategi politis, di dalamnya juga terdapatnilai-nilai kasih sayang layaknya suami istri.

Sebuah hal yang naif jika setelah membacamana >qib (kisah kehidupan) beliau, kemudianmenuduh poligami beliau seorang yang meng-umbar hawa nafsu belaka.

F. Konteks Nas} di Masa NabiBerdasarkan asba>b an-nuzu >l ayat ini, secara

makro ayat ini turun karena darurat sosialsetelah terjadi Perang Uhud yang menewas-kan 70 orang syuhada’ sehingga meninggalkanjanda dan anak yatim. Dalam keadaan sepertiitu, negara belum bisa mengayomi secara penuhbaik dari segi finansial maupun nonmateri.Oleh karenanya, paling tidak satu-satunya so-lusi yang layak yakni dengan memberlakukanpoligami.

Sebagaimana telah dikemukakan, poli-gami Nabi tidak sebatas memenuhi kebutuhanseksual, tapi memuat beberapa alasan. Pertama,alasan pendidikan, yaitu untuk menghasilkanguru-guru wanita untuk mendidik para musli-mah dalam hal hukum, sosial, dan spiritual. Paramuslimah sukar berkonsultasi dengan Nabitentang masalah-masalah pribadi, misalnyamenstruasi, kehamilan, kebersihan, dan perihalpernikahan. Kedua, alasan hukum, yakni untukmenghapus kebiasaan Jahiliyah seperti peng-angkatan anak/adopsi. Nabi menikahi istrianak angkatnya untuk membatalkan adopsi.Ketiga, alasan sosial. Nabi menikahi anak pe-rempuan sahabat Abu Bakar dan Umar untukmenyatukan keluarga para sahabat dan pene-rusnya. Keempat, alasan politik, yakni Nabimenikahi wanita dari berbagai suku berbedauntuk mendirikan satu persekutuan yang padamulanya berbeda-beda.25

Para cendekiawan Muslim modern sepertiMuhammad Abduh dan Rasyid Ridha mene-rima empat alasan utama yang diajukan As-

عن أنـس بـن مالــك قــال : قــال رســول االله صــلى االله عليــه و ســلم : اللــهم احيــني مســكينا و أمتــني مســكينا و احشــرني في زمــرة المســاكين يــوم ــة القيام

ــلم ــه و س ــلى االله علي ــول االله ص ــا رس ــها : لم ي ــي االله عن ــة رض ــت عائش ــا ¿ فقال ــا ي ــأربعين خريف ــاء ب ــة قبــل الأغني قــال : لأــم يــدخلون الجنــة ــوم القيام ــك ي قربــالى ي ــإن االله تع ــربيهم ف ــاكين و ق ــي المس بــة اح ــا عائش ــرة ي ــق تم ــو بش ــاكين و ل ــردي المس ــة لا ت .عائش

2 4 Doa Nabi dalam kitab Al-Baihaqi berjudul Syu’ab al-I<<<ma>n, jilid-2, hlm. 167.

2 5 http://indonesia.faithfreedom.org/forum/poligami-rahmat-atau-sial-bagi-wanita-t36887/

Page 9: STATUS POLIGAMI DALAM HUKUM ISLAM (Telaah atas ...59 Status Poligami dalam Hukum Islam (Telaah atas Berbagai Kesalahan Memahami Nas} dan Praktik Poligami)Al-Ah}wa >l, Vol. 6, No. 1,

65

Status Poligami dalam Hukum Islam (Telaah atas Berbagai Kesalahan Memahami Nas} dan Praktik Poligami)

Al-Ah}wa>l, Vol. 6, No. 1, 2013 M/1434 H

Sabuni di atas, dan menambahkan bahwa satu-satunya wanita yang dinikahi Nabi karena alas-an ketertarikan pribadi ialah istri pertamanya,Khadijah binti Khuwailid. Ridha menulisbahwa “Jika sang Nabi, damai dan doa me-nyertainya, ingin mencari kenikmatan dankepuasan seks seperti yang diinginkan pararaja dan pangeran, maka dia tentunya tidakakan menikahi janda-janda tua dan wanita-wanita yang telah diceraikan suaminya, tapiwanita-wanita perawan dan muda.” Tentu,sebagai seorang Nabi, wajah rupawan dankarisma yang sangat agung tidak menutupkemungkinan Nabi berpotensi melakukanpoligami dengan para gadis saat itu. MenurutSabuni, satu-satunya wanita perawan yangdinikahi Nabi adalah putri sahabat dan pene-rusnya Abu Bakar. Nabi melakukan ini sebagaihadiah bagi Abu Bakar karena perbuatan baik-nya dan menunjuknya sebagai Kalifah per-tama.26

G. ‘Illat Hukum yang Sesuai denganKonteks Nas} di Masa Nabi (Refleksiterhadap Konteks Saat Ini)

‘Illat hukum poligami saat ini yang sesuaidengan kondisi di masa Nabi adalah mendidikatau melindungi janda-janda yang tidak mam-pu menghidupi anak-anaknya. Hal ini sangatminim dilakukan oleh umat saat ini, begitu jugaumat Islam. Mereka (pelaku poligami) lebihmengutamakan kepentingan diri sendiri dalammemenuhi hasrat seksual. Sangat minim pulaangka keinginan poligami terhadap janda tuaseperti yang dilakukan oleh Nabi. Maka, poli-gami saat ini patut jika dinilai hanya untukpemenuhan kebutuhan biologis yang tiadakunjung habisnya walau dimakan usia. Poliga-mi di masa Nabi disebabkan tuntutan kebutuh-an mendesak dan darurat sosial selesai pepe-rangan yang menyisakan banyak janda dananak yatim yang telantar.

Memang, poligami adalah suatu hal yangdiperbolehkan dalam agama Islam. Namun,bukan berarti hal itu merupakan sesuatu yangdiwajibkan atau bahkan dianjurkan. Kata-katawa in lan tastat}i>’u > an ta’dilu > dalam potongan ayat129 surat an-Nisa >’ merupakan bukti (bahkansuatu peringatan: wanti-wanti dalam bahasaJawa) bahwa poligami sulit untuk dapat di-praktikkan. Oleh karena itu, pada dasarnyasistem perkawinan dalam Islam adalah mono-gami. Poligami diperbolehkan dalam keadaantertentu. Poligami dapat membawa kebahagia-an jika istri dalam keadaan mandul atau dalamkeadaan sakit yang tidak dapat terobati. Dalammelaksanakan poligami dalam keadaan ter-paksa serupa ini, suami tidak boleh melupakanprinsip musyawarah. Persetujuan istri harusdiperoleh, sebab kalau tidak maka tidak akandiperoleh sebuah keluarga yang bahagia.27

H. Pandangan Para Ulama tentang PoligamiPara ulama berbeda pendapat dalam me-

respons konsep poligami. Teolog MesirMuhammad Abduh (w. 1905), pernah menulisbuku tentang tirani laki-laki dan gairahnya,eksploitasi dan penindasan terhadap kaumwanita, kerusakan generasi muda dan semuamasalah realitas poligami di abad-19 yang telahmenyimpang. Bahkan, tema inilah yang meng-ilhami karya tafsir beliau dan fatwa-fatwa ino-vatifnya. Para ulama menyebut beliau pem-berani, karena diantara fatwanya yang sangatmonumental adalah beliau ingin menghapuspoligami di dalam Islam. Menurutnya, poligamitelah dipraktikkan secara luas sejak kaummukmin generasi terdahulu (as-salaf as }-s }a >lih }),kemudian berkembang menjadi praktik penyim-pangan hawa nafsu belaka yang tak terkendali,tanpa adanya rasa keadilan dan kesamaan,sehingga tidak lagi kondusif bagi kesejahteraanmasyarakat.28 Namun, pendapat beliau kemu-

2 6 Ibid.2 7 Harun Nasution, Islam Rasional Gagasan dan Pemikiran Prof. Dr. Harun Nasution, cet. ke-5 (Bandung: MIZAN, 1998),

hlm. 441.2 8 Barbara Freyer Stowasser, Reinterpretasi Gender Wanita dalam al-Qur’an Hadis dan Tafsir, terj. hlm. 313.

Page 10: STATUS POLIGAMI DALAM HUKUM ISLAM (Telaah atas ...59 Status Poligami dalam Hukum Islam (Telaah atas Berbagai Kesalahan Memahami Nas} dan Praktik Poligami)Al-Ah}wa >l, Vol. 6, No. 1,

66 Al-Ah}wa>l, Vol. 6, No. 1, 2013 M/1434 H

Wahid Syarifuddin Ahmad

dian ditepis oleh beberapa kalangan ulamakonservatif.

Akhir-akhir ini, kaum konservatif bersatumembela konsep poligami. Mereka mencaribiografi para Nabi dan para istrinya demi men-cari kebenaran ajaran poligami. Upaya untukmembela ajaran ini, mereka mendasarkan diripada beberapa alasan berikut: Pertama, poli-gami merupakan sistem yang lebih terhormatdan lebih lembut, karena melindungi istri yangtua, sakit, dan mandul dari bahaya perceraiandan pada saat yang sama menjamin keturunanbagi laki-laki yang dibolehkan mengambil istrikedua yang lebih muda dan lebih sehat. Kedua,poligami merupakan solusi yang sangat adil di-tinjau dari sudut demografis pada masa pe-perangan, ketika banyak serdadu yang ter-bunuh dan laki-laki yang ada tidak cukup mem-beri kesempatan perkawinan dan menjadi ibubagi semua wanita. Ketiga, poligami sebagairespons atas situasi darurat jauh lebih baik di-banding dengan konsep monogami yang di-praktikkan di Barat, dimana hukum positif tidakmemberi jalan keluar (misalnya secara diam-diam membolehkan hubungan seksual di luarperkawinan) yang dapat menciptakan ketidak-adilan sosial serta menjurus pada kemunafikansosial.29

Menurut Amina Wadud Muhsin, poligamibukan menjadi suatu hal yang dianjurkan. Bah-kan, ia berpendapat, al-Qur’an juga lebih me-nyukai konsep monogami. Hal ini beliau dasar-kan atas wahyu Allah swt. surah an-Nisa >’ ayat129, Dan kamu tidak akan dapat berlaku adil diantara istri-istri(mu), walaupun kamu sangat inginberbuat demikian.30

Bagi Amina, para mufasir modern lebihmenekankan aspek keadilan calon suami yangakan berpoligami. Kebanyakan pendukungpoligami lupa membahas keadilan suami dalammembagi materi dan waktu bagi anak yatim

yang dibawa istri-istrinya. Mereka lebih fokusdalam melayani ibu dari anak-anak yatim itu.

Lebih jauh lagi, mereka menyebutkan satu-satunya ukuran keadilan di antara para istriadalah materi; dapatkah seorang pria secaraseimbang menyokong kehidupan lebih dari satuistri? Ayat di atas lebih menjelaskan makna ke-adilan, yaitu adil dalam mengelola harta,perjanjian yang adil, adil terhadap anak yatim,dan adil terhadap para istri. Tentu ihwal salingmelengkapi antara suami-istri yang diharap-kan al-Qur’an bahwa wanita (istri) adalahpakaian untuk laki-laki (suami), begitu jugasebaliknya, tidak akan mungkin terjadi haldemikian karena sangat sulit dalam membagicinta terhadap beberapa keluarga.31

Pada dasarnya tidak ada dukungan lang-sung dalam al-Qur’an yang membenarkanalasan poligami. Banyak para aktivis poligamimendasarkan diri untuk membenarkan poli-gami. Pertama, alasan finansial, yakni dalammenghadapi persoalan ekonomi, seperti peng-angguran, pria yang mampu secara finansialsebaiknya menghidupi lebih dari seorang istri.Alasan ini cacat karena wanita dianggap se-bagai beban finansial belaka, mampu berepro-duksi tetapi tidak produktif. Bukankah priatidak harus menikahinya kalau hanya untukmemenuhi kebutuhan hidup dari wanita ter-sebut?

Dewasa ini banyak wanita yang tidak me-merlukan lagi dukungan pria. Anggapan lamabahwa hanya pria yang mampu bekerja tidaklagi bisa diterima. Produktivitas sesungguhnyadiukur dari sejumlah faktor sehingga jeniskelamin hanya merupakan satu dari banyakfaktor produktivitas tersebut. Jadi, poligamitidak bisa dijadikan alasan untuk meredamangka pengangguran dalam bidang ekonomi.

Kedua, poligami didasarkan karena istritidak bisa memberi keturunan. Padahal, alasan

2 9 Ibid., hlm. 314.

3 0 ولن تستطیعوا أن تعدلوا بین ٱلنسآء ولو حرصتم.…3 1 Amina Wadud Muhsin, Wanita di dalam Al-Qur’an (Qur’an and Woman), terj. Yaziar Radianti, cet. ke-1 (Bandung:

Pustaka, 1994), hlm. 112.

Page 11: STATUS POLIGAMI DALAM HUKUM ISLAM (Telaah atas ...59 Status Poligami dalam Hukum Islam (Telaah atas Berbagai Kesalahan Memahami Nas} dan Praktik Poligami)Al-Ah}wa >l, Vol. 6, No. 1,

67

Status Poligami dalam Hukum Islam (Telaah atas Berbagai Kesalahan Memahami Nas} dan Praktik Poligami)

Al-Ah}wa>l, Vol. 6, No. 1, 2013 M/1434 H

ini tak pernah disebutkan al-Qur’an sebagaisebab dibolehkannya poligami. Memang, ke-inginan mempunyai keturunan itu alamiah.Meski demikian, itu tidak dapat dijadikan ala-san bagi suami istri yang mandul sehingga sua-mi punya kesempatan untuk menikah lagi, danjuga tidak berarti suami istri tidak bisa mem-besarkan dan memelihara anak-anak. Usahaumat Islam mencoba memelihara anak-anakyatim dan anak-anak telantar sedunia ini, tentubelum bisa teratasi secara maksimal. Hubung-an darah dengan anak sangat penting, tapibukan merupakan syarat dalam kemampuanmemelihara sang anak.

Ketiga, dilakukannya poligami bukanhanya tidak tercantum dalam al-Qur’an, me-lainkan juga merupakan hal yang non-qur’ani.Dilakukannya polgami merupakan upayamendukung nafsu kaum pria yang tidak ter-kendali. Jika kebutuhan seksual suami tidakterpenuhi hanya dengan seorang istri, sebaik-nya ia memiliki dua orang istri. Tampaknya jikagairah seorang pria tersebut lebih besar lagi, iaharus memiliki tiga orang istri, hingga akhirnyaia memiliki empat orang istri. Setelah memilikiistri keempat, prinsip-prinsip al-Qur’an untukmengendalikan diri, bersikap sopan santun dantaat barulah bisa terlaksana. Bukankah inimerupakan sebuah rekayasa ayat dan hukumal-Qur’an, bahkan lebih fatal lagi merupakan“pemerkosaan” terhadap maksud dan tujuantasyri >’? Bukankah sudah terjadi fenomenakaum Bani Israil yang dikutuk oleh Allahmenjadi monyet?32

Selanjutnya, Sayyid Sabiq, pengarangkitab Fiqh as-Sunnah, berpendapat, satu-satunya ayat yang membolehkan poligamiadalah bila seorang telah yakin akan dapat ber-laku adil terhadap istri-istrinya, dan keyakin-an itu tentu harus didukung oleh realitas objek-tif laki-laki tersebut, tidak sekadar keyakinan

saja. Keyakinan objektif yang dimaksud adalahmemiliki pemahaman dan pengetahuan ten-tang konsep adil dalam hal poligami dalamIslam, memiliki kekayaan yang dapat meme-nuhi kewajibannya memberi nafkah secara adilterhadap istri-istrinya dalam hal makanan,tempat tinggal, pakaian, dan giliran bermalambersama masing-masing istri dan kewajiban-kewajiban yang bersifat materiil lainnya. Jikaseseorang hanya yakin dapat berlaku adildengan dua istri, haram baginya untuk kawinyang ketiga kalinya, begitu seterusnya.33 Ketikaada keyakinan maka ada ketidakyakinan.Artinya, dia khawatir tidak dapat berlaku adilterhadap istri-istrinya.

Apa yang dimaksud kekhawatiran untuktidak dapat berlaku adil? Menurut al-T }abari>,kekhawatiran adalah: (1) para wali khawatirtidak dapat berlaku adil dalam memberi maharjika mengawini anak-anak yatim yang beradadi bawah perwaliaannya, dibanding jikamereka mengawini perempuan-perempuanyang setara; (2) jika para wali mengawiniperempuan lebih dari empat orang, maka di-khawatirkan mereka kesulitan memberi nafkahkepada mereka sehingga mengambil hartaanak yatim yang berada di bawah perwalian-nya untuk menutupi kekurangan dalam me-menuhi kebutuhan istri-istrinya seperti yangdilakukan kaum Quraisy; dan (3) jika merekakhawatir tidak dapat berlaku adil terhadapanak-anak yatim, maka seharusnya dia lebihkhawatir untuk tidak dapat berlaku adil ter-hadap istri-istrinya dan juga khawatir berbuatzina terhadap perempuan-perempuan.34

I. PenutupDari informasi di atas dapat diambil be-

berapa hal yang dapat memberikan kontribusipemikiran tentang hukum praktik poligamimasa kini yang lebih rah}mah, yaitu kesalahan

3 2 Ibid., hlm. 114.3 3 Yunahar Ilyas, Konstruksi Pemikiran Gender (Jakarta: Program Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik DITJEN

BIMAS dan Penyelenggaraan Haji Departemen Agama RI, 2005), hlm. 160.3 4 Amina Wadud Muhsin, Wanita di dalam Al-Qur’an (Qur’an and Woman), hlm. 119.

Page 12: STATUS POLIGAMI DALAM HUKUM ISLAM (Telaah atas ...59 Status Poligami dalam Hukum Islam (Telaah atas Berbagai Kesalahan Memahami Nas} dan Praktik Poligami)Al-Ah}wa >l, Vol. 6, No. 1,

68 Al-Ah}wa>l, Vol. 6, No. 1, 2013 M/1434 H

Wahid Syarifuddin Ahmad

memahami poligami Nabi sehingga menjus-tifikasi bahwa Nabi adalah manusia yang tidaktahu perasaan wanita; kesalahan memahamiayat poligami; kesalahan dalam mendefinisikanpoligami dan kesalahan pria dalam berpoli-gami.

Pertama, kesalahan dalam memahamipoligami Nabi. Dewasa ini sering didengung-kan bahwa Nabi Muhammad saw. adalahmanusia yang keji terhadap perasaan perem-puan. Penulis sempat membayangkan bagai-mana perasaan dan respons beliau yang men-jabat sebagai sebagai uswah h }asanah35 bagiseluruh umat manusia saat mendengar haldemikian. Bagaimana mungkin seorang Nabiyang ma’s }u >m dan dijamin oleh Allah swt. didalam al-Qur’an bahwa beliau mempunyaiakhlak dan budi pekerti yang luhur36 dapatmelakukan poligami dengan alasan pemenuh-an hasrat seksual belaka? Padahal, sebenarnyapoligami Nabi ini juga harus ditinjau dari aspeksosio-historisnya, yaitu situasi dan kondisimasyarakat Arab saat itu.

Modal utama yang perlu ditekankan di siniadalah misi utama Nabi untuk membebaskanmasyarakat dari segala bentuk penindasanserta ketidakadilan, termasuk penindasan danketidakadilan terhadap wanita.37 Dalam ber-bagai riwayat, Nabi menikahi janda-janda,bahkan lebih tua dari beliau. Bahkan, istri per-tamanya adalah janda yang lebih tua 15 tahun.Hal semacam ini apakah dapat dijadikansandaran hukum yang kuat bahwa beliau se-bagai seorang yang tampan, terkenal kejujuran-nya sejak kecil, piawai dalam bidang ekonomi-nya, dan terlebih “keperjakaannya” dilepaskandengan janda Khadijah yang lebih tua 15 tahundarinya, bisa dikatakan “binal” dalam hal sek-sualnya sehingga pada akhirnya beliau mem-peristri hingga lebih dari 4 orang wanita? Jikamemang Nabi adalah seorang yang “binal”,

bukankah ketampanan dan segala kesem-purnaan yang dimiliki Nabi sudah sangat cu-kup menjadi modal mencari wanita perawangadis belia untuk dijadikan sebagai istri per-tamanya? Apakah ditemukan sekelompok priaperjaka dan tampan zaman sekarang yang ber-kenan membuat asosiasi perjaka yang beristrijanda sebagai tanda kebanggaan bagi mereka?Kemudian, apakah pernah ditemukan pria-priasaat ini yang “mengikhlaskan dirinya” bersediamengawini janda-janda tua bekas laki-lakiyang dahulunya gugur karena sesuatu hal,dengan syarat perkawinannya adalah sebagairasa peduli dan bersedia memenuhi segala ke-butuhan janda-janda dan anak-anak bawaan-nya? Seharusnya hal semacam ini perlu di-bayangkan dan direfleksikan kembali ke dalamsetiap diri manusia yang secara sadar ataupuntidak sadar telah “menuduh” poligami adalahtuntunan Nabi atau sunnah Nabi.

Kedua, kesalahan memahami ayat poli-gami. Pemahaman terhadap ayat ini harus bi-jak, jangan dipahami dengan kepentingan pri-badi semata. Al-Qur’an adalah kitab yangsempurna, tiada cacat di dalamnya, sehinggasangat tidak mungkin jika isinya membuatburuk bagi suatu kaum. Seperti telah dising-gung dalam pembahasan lalu, bahwa ayatpoligami bukanlah suatu anjuran atau ke-sunnahan yang dilakukan oleh Nabi. Poligamiadalah pintu darurat bagi seseorang untukmelakukannya dengan ketentuan-ketentuanyang tidak mudah. Jika poligami adalah an-juran, tentu Allah akan menciptakan “sarana”yang tidak sulit untuk melakukan poligami itu.Kenyataannya, poligami tidaklah mudah, baikdalam aspek institusional maupun lainnya.

Ketiga, kesalahan dalam mendefinisikanpoligami. Kebanyakan orang masih menilaipoligami hanya dilakukan oleh kaum laki-lakisaja. Padahal, jika ditinjau secara definitif

3 5 Q. S. al-Ahzab (33): 21.3 6 Q. S. al-Qalam (68): 4.3 7 Mansour Fakih, “Fiqh sebagai Paradigma Keadilan”, dalam team Epistemologi Syara’: Mencari Format Baru Fiqh

Indonesia (Yogyakarta: Walisongo Press dan Pustaka Pelajar, 2000), hlm. 143-145.

Page 13: STATUS POLIGAMI DALAM HUKUM ISLAM (Telaah atas ...59 Status Poligami dalam Hukum Islam (Telaah atas Berbagai Kesalahan Memahami Nas} dan Praktik Poligami)Al-Ah}wa >l, Vol. 6, No. 1,

69

Status Poligami dalam Hukum Islam (Telaah atas Berbagai Kesalahan Memahami Nas} dan Praktik Poligami)

Al-Ah}wa>l, Vol. 6, No. 1, 2013 M/1434 H

perempuan juga bisa berpoligami. Kata poli-gami adalah definisi awal sebelum diklasi-fikasikan kembali. Oleh karenanya, sebaiknyaperlu definisi poligami tidak dipahami secaraparsial, agar tidak ada satu pihak yang disalah-kan.

Keempat, kesalahan pria melakukan poli-gami. Poligami saat ini banyak disalahgunakan.Poligami yang dilakukan saat ini hanyalah me-nuruti hasrat libido saja. Padahal, sifat manu-sia tidak akan pernah merasa puas sangatberpengaruh dalam hal ini. Sehingga kaumwanitalah yang akan menjadi korbannya.

DAFTAR PUSTAKABaihaqi, Al-, Syu’ab al-I<ma>n, jilid-2.

Bu >s }i>ri, Ah }mad ibn Abu > Bakr ibn Isma>’i>l al-, Ith}a>fal-Khairah al-Mahrah, Ba >b Kita>b az-Zaka >t,juz-3.

Buang, Ahmad Hidayat, “Reformasi Undang-undang Keluarga Islam” dalam JurnalSyariah, jilid-5 bilangan-1, Malaysia:Universiti Malaya, 1997.

Collins, Gerald O’ dan Edward G. Farrugia, SJ,Kamus Teologi , cet.ke-6, Yogyakarta:Kanisius, 1996.

Departemen Agama RI, Al-Qur’an danTerjemahnya, Jakarta: PT. Bumi Restu,1974.

Doi, Abdur Rahman I., Perkawinan dalamSyariat Islam, Jakarta: PT. Rineka Cipta,1992.

Dzuhayatin, Siti Ruhaini, dkk., RekonstruksiMetodologis Wacana Keseteraan Genderdalam Islam, cet. ke-1, Yogyakarta: PSWUIN Suka, 2002.

Fakih, Mansour, “Fiqh sebagai ParadigmaKeadilan”, dalam team EpistemologiSyara’: Mencari Format Baru Fiqh Indonesia,Yogyakarta: Walisongo Press denganPustaka Pelajar, 2000.

Fanani, Muhyar, Fiqh Madani: KonstruksiHukum Islam di Dunia Modern, Yogyakarta;LKiS, 2009.

Ghazali, Muhammad al-, Fiqhus Sirah:Menghayati nilai-nilai Riwayat HidupMuhammad Rasul Allah SAW., Bandung:PT. Al-Ma’arif, 1996.

Hasan, Riffat dan Fatima Mernissi, Setara diHadapan Allah, terj. Tim LSPPA, cet. ke-2,Yogyakarta: Lembaga StudiPengembangan Perempuan dan Anak(LSPPA), 1996.

h t t p : / / a r s ip . j u r n a l p e r e m p u a n . co m /index.php/jpo/comments/sejauh_mana_komitmen_negara_diskusi_publik_penghapusan_segala_bentuk_kekera/

http://filsafat.kompasiana.com/2010/02/17/islam-tidak-membolehkan-semua-jenis-poligami-melainkan/

http://indonesia.faithfreedom.org/forum/poligami-rahmat-atau-sial-bagi-wanita-t36887/

http://newsgroups.derkeiler.com/Archive/Soc/soc.culture. indonesia/2006-12/msg00565.html

Ilyas, Yunahar, Konstruksi Pemikiran GenderJakarta: Program Peningkatan KualitasPelayanan Publik DITJEN BIMAS danPenyelenggaraan Haji DepartemenAgama RI, 2005.

Indra, Hasbi dan Iskandar Ahza dan Husnaini,Potret Wanita Shalehah, cet. ke-3, Jakarta:Penamadani, 2005.

Mernissi, Fatima, Wanita di dalam Islam, cet. ke-1, Bandung: Pustaka, 1991.

Muhsin, Amina Wadud, Wanita di dalam Al-Qur’an (Qur’an and Woman), terj. YaziarRadianti, cet. ke-1, Bandung: Pustaka,1994.

Nasution, Harun, Islam Rasional Gagasan danPemikiran Prof. Dr. Harun Nasution, cet. ke-

Page 14: STATUS POLIGAMI DALAM HUKUM ISLAM (Telaah atas ...59 Status Poligami dalam Hukum Islam (Telaah atas Berbagai Kesalahan Memahami Nas} dan Praktik Poligami)Al-Ah}wa >l, Vol. 6, No. 1,

70 Al-Ah}wa>l, Vol. 6, No. 1, 2013 M/1434 H

Wahid Syarifuddin Ahmad

5, Bandung: Mizan, 1998.

Nasution, Khoiruddin, Fazlur Rahman tentangWanita, Yogyakarta: Tazzafa, 2002.

______,Islam tentang Relasi Suami dan Istri(Hukum Perkawinan), Yogyakarta:ACAdeMIA+TAZZAFA, 2004.

Shihab, M. Quraisy, dkk, Ensiklopedi Al-Qur’anKajian Kosakata, 3 jilid, Jakarta: LenteraHati, 2007.

______,Tafsir al-Misbah, 15 jilid, Jakarta:Lentera Hati, 2009.

Sonn, Tamara, “Fazlur Rahman and IslamicFeminism”, dalam The Shaping of anAmarican Islamic Discourse, diedit olehEarle H. Waugh dan Frederick M. Denny,

Atlanta and Georgia: Scholars Press, 1998.

Stowasser, Barbara Freyer, Reinterpretasi GenderWanita dalam al-Qur’an Hadis dan Tafsir,terj. H.M. Mochtar Zoerni, cet. ke-1,Bandung: Pustaka Hidayah, 2001.

Summa, Muhammad Amin, Hukum KeluargaIslam di Dunia Islam, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2005.

Syaiba >ni, Ah }mad ibn ‘Amr ibn D }ah }ak Abu >Bakr al-, al-A >h}a>d wa al-Mas }a >ni, Ba >b Qaisibn H}a>ris }, juz-4, Riyad: Da >r ar-Ra>yah,1991.

Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia,Departemen Pendidikan danKebudayaan, Kamus Besar BahasaIndonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1990.