standarisasi bahan baku

27
MAKALAH KAPITA SELEKTA FITOFARMAKA STANDARISASI BAHAN BAKU “STANDARISASI BAHAN BAKU BERUPA SERBUK SIMPLISIA (DAUN JAMBU BIJI) DAN EKSTRAKNYA” Disusun Oleh : 1. Sulistiawati (1407062117) 2. Yusnia Fairuz (1407062119) 3. Ida Setyaningrum (1407062121) 4. Annisa Fikriyah (1407062125) 5. Arina Manasika (1407062126) 6. Nur Fikriyah (1407062127) 7. Nowval Surya Kusuma (1407062128) FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN YOGYAKARTA i

Upload: apriliana-wulandari-syafitri

Post on 26-Dec-2015

903 views

Category:

Documents


121 download

DESCRIPTION

standarisasi bahan baku obat herbal

TRANSCRIPT

Page 1: Standarisasi Bahan Baku

MAKALAH KAPITA SELEKTA FITOFARMAKA

STANDARISASI BAHAN BAKU

“STANDARISASI BAHAN BAKU BERUPA SERBUK

SIMPLISIA (DAUN JAMBU BIJI) DAN EKSTRAKNYA”

Disusun Oleh :

1. Sulistiawati (1407062117)

2. Yusnia Fairuz (1407062119)

3. Ida Setyaningrum (1407062121)

4. Annisa Fikriyah (1407062125)

5. Arina Manasika (1407062126)

6. Nur Fikriyah (1407062127)

7. Nowval Surya Kusuma (1407062128)

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN

YOGYAKARTA

2014

i

Page 2: Standarisasi Bahan Baku

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena berkat

rahmat-Nya makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini

berjudul “ Standarisasi Bahan Baku Berupa Serbuk Simplisia (Daun Jambu Biji)

Dan Ekstraknya” yang membahas tentang standarisasi bahan baku daun jambu biji

sebagai obat tradisional.

Dalam penyusunan makalah ini banyak kesulitan yang dialami penulis,

namun berkat bantuan dari berbagai pihak kesulitan tersebut dapat teratasi.Untuk

itu, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah

terlibat dalam penyusunan makalah ini.

Penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi yang ingin

mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan obat tradisional terutama peraturan

mengenai kemasan obat tradisional . Dan Penulis pun menyadari makalah ini

masih terdapat kekurangan. Oleh sebab itu, kritik dan saran yang membangun dari

berbagai pihak sangat kami harapkan.

Yogyakarta, Agustus 2014

Penulis

ii

Page 3: Standarisasi Bahan Baku

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................ i

KATA PENGANTAR ..................................................................................... ii

DAFTAR ISI ................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN.............................................................................. 1

1.1 Latar Belakang.............................................................................. 1

1.2 Tujuan........................................................................................... 3

BAB II ISI ................................................................................................... 4

2.1 Standarisasi Simplisia................................................................... 4

2.2 Daun Jambu Biji........................................................................... 9

BAB III KESIMPULAN................................................................................. 14

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 15

iii

Page 4: Standarisasi Bahan Baku

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu Negara yang kaya akan keanekaragaman

hayati terutama tumbuh-tumbuhan. Ada lebih dari 30.000 jenis tumbuhan yang

terdapat di bumi Nusantara ini, dan lebih dari 1000 jenis telah diketahui dapat

dimanfaatkan untuk pengobatan. Pada era globalisasi ini obat bahan alam baik

yang berasal dari Indonesia maupun dari luar negeri sangat pesat

perkembangannya, dengan demikian agar produk-produk herbal tersebut dapat

terjaga kualitas dan khasiatnya maka diperlukan suatu standarisasi baik pada

bahan baku ataupun dalam bentuk sediaan ekstrak. Beberapa negara baik di

Eropa, Asia, dan Amerika telah menetapkan beberapa standar terhadap bahan

baku produk herbal ini, bahkan WHO juga telah menetapkan standar terhadap

beberapa tanaman yang biasa digunakan sebagi bahan baku obat / produk herbal.

Beberapa contoh jenis standar yang dimaksud adalah BHP (British Herbal

Pharmacopoeia), USP (United States Pharmacopoeia), JSHM (Japanese

Standards For Herbal Medicines), API (The Ayurvedic Pharmacopoeia of India),

WHO's Guidelines For Medicinal Plant Materials.

Melihat jumlah simplisia yang semakin banyak digunakan sebagai bahan

baku dalam pembuatan obat tradisional atau obat bahan alam, maka untuk

menjamin bahwa kualitas herbal sama pada setiap produksinya dan memenuhi

standar minimal harus dilakukan standarisasi terhadap bahan baku tersebut, baik

yang berupa serbuk simplisia maupun yang berbentuk ekstrak. Persyaratan mutu

ekstrak terdiri dari berbagai parameter standar umum dan parameter standar

1

Page 5: Standarisasi Bahan Baku

spesifik. Dengan standarisasi, pemerintah melakukan fungsi pembinaan dan

pengawasan serta melindungi konsumen untuk tegaknya trilogi “mutu, keamanan

dan manfaat”. Standarisasi juga menjamin mahwa produk akhir mempunyai nilai

parameter tertentu yang konstan dan ditetapkan (dirancang dalam formula)

terlebih dahulu.

Khasiat ekstrak dengan simplisia asalnya belum tentu sama persis, karena

simplisia yang diekstrak mengandung senyawa aktif yang dapat larut dan tidak

dapat larut seperti serat, karbohidrat, protein dan lain-lain. Senyawa aktif yang

terdapat dalam berbagai simplisia dapat dapat digolongkan ke dalam golongan

minyak atsiri, alkaloid, flavonoid dan lain-lain. Struktur kimia yang berbeda-beda

akan mempengaruhi kelarutan serta stabilitas senyawa-senyawa tersebut terhadap

pemanasan, udara, cahaya, logam berat dan derajat keasaman. Dengan

diketahuinya senyawa aktif yang dikandung simplisia, akan mempermudah

pemilihan pelarut dan cara ekstraksi yang tepat. Keajegan kadar senyawa aktif

meerupakan syarat mutlak mutu ekstrak yang diproduksi. Oleh sebab itu serbuk

simplisia dan ekstrak harus distandarisasi. Standarisasi adalah serangkaian

parameter, prosedur dan cara pengukuran yang hasilnya merupakan unsur-unsur

terkait seperti paradigma mutu yang memenuhi standar dan jaminan stabilita

produk. Hasil dari proses ekstraksi dapat mengahsilkan parameter spesifik dan

non spesifik ekstrak yang terstandar dan diharapkan mampu menunjukkan

kualitas ekstrak tersebut baik dalam hal kandungan bahan aktif, kadar iar maupun

batas cemaran yang diperbolehkan.

Tanaman obat yang terdapat di Indonesia sangat beragam, sebagai salah

satu contoh tanaman obat yang bisa dimanfaatkan yaitu tanaman jambu biji

2

Page 6: Standarisasi Bahan Baku

(Psidium guajava L.). Bagian tanaman yang sering digunakan sebagai obat adalah

daunnya, karena daunnya diketahui mengandung senyawa tanin 9-12%, minyak

atsiri, minyak lemak dan asam malat (Depkes, 1989). Daun jambu biji mempunyai

khasiat sebagai antidiare, astringen, sariawan dan menghentikan pendarahan.

Sebagai obat anti diare telah dipasarkan dalam bentuk jamu modern atau pil,

bahkan industri farmasi seperti “Kimia Farma” telah memformulasikan menjadi

obat fitofarmaka yang sudah banyak beredar dipasaran dengan nama “Fitodiar”,

produk lainnya dari pabrik „Soho” yaitu Diapet.

1.2 Tujuan

- Mengetahui standarisasi serbuk simplisia daun jambu biji

- Mengetahui standarisasi ekstrak daun jambu biji

3

Page 7: Standarisasi Bahan Baku

BAB II

ISI

2.1. Standarisasi Simplisia

Standarisasi adalah penyesuaian bentuk dengan pedoman (standar) yang

ditetapkan dan dibakukan. Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan

sebagai bahan obat, kecuali dipergunakan sebagai bahan obat, kecuali dinyatakan

lain berupa bahan yang telah dinyatakan lain berupa bahan yang telah

dikeringkan. Simplisia terdiri dari simplisia nabati, hewani dan mineral.nabati,

hewani dan mineral. Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tanaman utuh,

bagian tanaman atau eksudat tanaman. Yang di maksud eksudat tanaman adalah

isi sel yang secara spontan keluar dari selnya atau zat-zat nabati lainnya yang

dengan cara tertentu dipisahkan dari tanamannya. Simplisia hewani adalah

simplisia yang berupa hewan utuh atau zat-zat yang berguna yang dihasilkan oleh

hewan dan belum berupa zat kimia murni. Simplisia pelikan atau mineral adalah

simplisia yang berupa bahan pelikan atau mineral yang belum diolah dengan cara

sederhana dan belum berupa zat kimia murni Salah satu cara untuk

mengendalikan mutu simplisia adalah dengan melakukan standarisasi simplisia.

Standarisasi diperlukan agar dapat diperoleh bahan baku yang seragam yang

akhirnya dapat menjamin efek farmakologi tanaman tersebut (BPOM, 2005).

Standarisasi simplisia mempunyai pengertian bahwa simplisia yang akan

digunakan untuk obat sebagai bahan baku harus memenuhi persyaratan tertentu.

4

Page 8: Standarisasi Bahan Baku

2.1.1. Standarisasi Serbuk Simplisia

Untuk menjamin keseragaman senyawa aktif, keamanan maupun kegunaan

simplisia harus memenuhi persyaratan minimal untuk standardisasi simplisia.

Standardisasisimplisia mengacu pada tiga konsep antara lain sebagai berikut:

Simplisia sebagai bahan baku harus memenuhi 3 parameter mutu umum

(nonspesifik) suatu bahan yaitu kebenaran jenis (identifikasi), kemurnian, aturan

penstabilan (wadah, penyimpanan, distribusi) Simplisia sebagai bahan dan produk

siap pakai harus memenuhi trilogi Quality-Safety-Efficacy Simplisia sebagai

bahan dengan kandungan kimia yang berkontribusi terhadap respon biologis,

harus memiliki spesifikasi kimia yaitu komposisi (jenis dan kadar) senyawa

kandungan (Depkes RI, 1985).

Kontrol kualitas merupakan parameter yang digunakan dalam proses

standardisasi suatu simplisia. Parameter standardisasi simplisia meliputi parameter

non spesifik dan spesifik.Parameter nonspesifik lebih terkait dengan faktor

lingkungan dalam pembuatan simplisia sedangkan parameter spesifik terkait

langsung dengan senyawa yang ada di dalam tanaman. Penjelasan lebih lanjut

mengenai parameter standardisasi simplisia sebagai berikut:

1. Kebenaran simplisia

Pemeriksaan mutu simplisia dilakukan dengan cara organoleptik, makroskopik

dan mikroskopik. Pemeriksaan organoleptik dan makroskopik dilakukan dengan

menggunakan indera manusia dengan memeriksa kemurnian dan mutu simplisia

dengan mengamati bentuk dan ciri-ciri luar serta warna dan bau

simplisia.Sebaiknya pemeriksaan mutu organoleptik dilanjutkan dengan

5

Page 9: Standarisasi Bahan Baku

mengamati ciri-ciri anatomi histologi terutama untuk menegaskan keaslian

simplisia.

2. Parameter non spesifik

Parameter non spesifik meliputi uji terkait dengan pencemaran yang disebabkan

oleh pestisida, jamur, aflatoxin, logam berat, penetapan kadar abu, kadar air,

kadar minyak atsiri, penetapan susut pengeringan.

3. Parameter spesifik

Parameter ini digunakan untuk mengetahui identitas kimia dari simplisia.Uji

kandungan kimia simplisia digunakan untuk menetapkan kandungan senyawa

tertentu dari simplisia.Biasanya dilkukan dengan analisis kromatografi lapis tipis

(Depkes RI, 1985).

2.1.2. Standarisasi Ekstrak

Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat

aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang

sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau

serbuk yang diperoleh diperlukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah

ditetapkan. Standardisasi ekstrak tidak lain adalah serangkaian parameter yang

dibutuhkan sehingga ekstrak persyaratan produk kefarmasian sesuai dengan

persyaratan yang berlaku.

Ekstrak terstandar berarti konsistensi kandungan senyawa aktif dari setiap

batch yang diproduksi dapat dipertahankan, dan juga dapat mempertahankan

pemekatan kandungan senyawa aktif pada ekstrak sehingga dapat mengurangi

6

Page 10: Standarisasi Bahan Baku

secara signifikan volume permakaian per dosis, sementara dosis yang diinginkan

terpenuhi, serta ekstrak yang diketahui kadar senyawa aktifnya ini dapat

dipergunakan sebagai bahan pembuatan formula lain secara mudah seperti sediaan

cair , kapsul, tablet, dan lain-lain.

I. Parameter Non Spesifik

a) Susut Pengeringan

Susut pengeringan merupakan pengukuran sisa zat setelah pengeringan

pada temperatur 105ºC selama 30 menit atau sampai konstan, yang dinyatakan

dalam porsen. Dalam hal khusus (jika bahan tidak mengandung minyak

menguap/atsiri dan sisa pelarut organik) identik dengan kadar air, yaitu

kandungan air karena berada di atmosfer/lingkungan udara terbuka (Depkes RI,

2000).

b) Bobot Jenis

Parameter bobot jenis ekstrak merupakan parameter yang mengindikasikan

spesifikasi ekstrak uji.Parameter ini penting, karena bobot jenis ekstrak tergantung

pada jumlah serta jenis komponen atau zat yang larut didalamnya (Depkes RI,

2000).

c) Kadar Air

Kadar air adalah banyaknya hidrat yang terkandung zat atau banyaknya air

yang diserap dengan tujuan untuk memberikan batasan minimal atau rentang

tentang besarnya kandungan air dalam bahan (Depkes RI, 2000).

7

Page 11: Standarisasi Bahan Baku

d) Kadar abu

Parameter kadar abu merupakan pernyataan dari jumlah abu fisiologik bila

simplisia dipijar hingga seluruh unsur organik hilang. Abu fisiologik adalah abu

yang diperoleh dari sisa pemijaran (Depkes RI, 2000).

II. Parameter Spesifik

a) Identitas

Identitas ekstrak dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:

Deskripsi tata nama :

Nama Ekstrak (generik, dagang, paten)

Nama latin tumbuhan (sistematika botani)

Bagian tumbuhan yang digunakan (rimpang, daun, buah,)

Nama Indonesia tumbuhan.

Ekstrak dapat mempunyai senyawa identitas artinya senyawa tertentu yang

menjadi petunjuk spesifik dengan metode tertentu. Parameter identitas ekstrak

mempunyai tujuan tertentu untuk memberikan identitas obyektif dari nama dan

spesifik dari senyawa identitas (Depkes RI, 2000).

b) Organoleptik

Parameter oranoleptik digunakan untuk mendeskripsikan bentuk, warna,

bau, rasa menggunakan panca indera dengan tujuan pengenalan awal yang

sederhana dan seobyektif mungkin (Depkes RI, 2000).

8

Page 12: Standarisasi Bahan Baku

c) Kadar sari

Parameter kadar sari digunakan untuk mengetahui jumlah kandungan

senyawa kimia dalam sari simplisia. Parameter kadar sari ditetapkan sebagai

parameter uji bahan baku obat tradisional karena jumlah kandungan senyawa

kimia dalam sari simplisia akan berkaitan erat dengan reproduksibilitasnya dalam

aktivitas farmakodinamik simplisia tersebut (Depkes RI,1995).

d) Pola kromatogram

Pola kromatogram mempunyai tujuan untuk memberikan gambaran awal

komponen kandungan kimia berdasarkan pola kromatogram kemudian

dibandingkan dengan data baku yang ditetapkan terlebih dahulu (Depkes RI,

2000).

2.2. DAUN JAMBU BIJI (Psidium Guajava)

Jambu biji (Psidium guajava L.) dikenal juga dengan nama

lain Psidium aromaticum Blanco. Tanaman ini asli berasal dari

daerah Amerika Tropik antara Mexico sampai dengan Peru,

menyebar ke daerah Asia oleh pedagang Spanyol dan Portugis

(Verheij and Coronel, 1999).

Divisio : Magnoliophyta

Classis : Magnoliopsida

Ordo : Myrtales

Familia : Myrtaceae

Genus : Psidium

Spessies :Psidium guajava, L. ( Cronquist, 1981).

9

Page 13: Standarisasi Bahan Baku

Tinggi tanaman dapat mencapai 10 m (Heyne, 1987), mulai

berbuah antara umur 2 sampai dengan 4 tahun dan umur

tanaman produktif 30-40 tahun (Burkill, 1935, Verheij dan

Coronel, 1999)

Bagian tanaman yang sering digunakan sebagai obat adalah

daunnya, karena daunnya diketahui mengandung senyawa tanin

9-12%, minyak atsiri, minyak lemak dan asam malat (Depkes,

1989). Daun jambu biji mempunyai khasiat sebagai antidiare,

astringen, sariawan dan menghentikan pendarahan. Sebagai

obat anti diare telah dipasarkan dalam bentuk jamu modern atau

pil, bahkan industri farmasi seperti “Kimia Farma” telah

memformulasikan menjadi obat fitofarmaka yang sudah banyak

beredar dipasaran dengan nama “Fitodiar”, produk lainnya dari

pabrik „Soho” yaitu Diapet.Sedangkan senyawa kimia yang

terkandung didalam buah jambu adalah benzaldehid, D-ribosa, L-

arabinosa, D-ramnosa, D-glukosa, D-galaktosa, D-fruktosa dan

sukrosa (Katayama dalam Depkes 1989).

Quersetin adalah senyawa golongan flavonoid jenis flavonol

dan flavon, senyawa ini banyak terdapat pada tanaman famili

myrtaceae dan solanacea. Telah dikenal sejumlah glikosida

flavonol yaitu turunan dari quersetin , diantaranya adalah

quersetin –3-L-rhamonoside atau quersitrin yang digunakan

untuk pewarna tekstil, quersetin–3-rutinoside yang biasa disebut

10

Page 14: Standarisasi Bahan Baku

rutin dan quersetin 3 glukoside atau isoquersitrin yang

berkhasiat diantaranya untuk mengobati kerapuhan pembuluh

kapiler pada manusia. Senyawa rutin terdapat dalam tanaman

tembakau dari famili Solanaceae dan Eucalyptus macrorynh dari

familia Myrtaceae (Harborne, 1987).

Tanin (atau tanin nabati, sebagai lawan tanin sintetik)

adalah suatu senyawa polifenol yang berasal dari tumbuhan,

berasa pahit dan kelat, yang bereaksi dengan dan

menggumpalkan protein, atau berbagai senyawa organik lainnya

termasuk asam amino dan alkaloid.

2.1.1. Standarisasi Daun Jambu Biji

a. Pemerian

Simplisia daun jambu biji berupa lembaran daun, warna

hijau; bau khas aromatic; rasa kelat. Daun tunggal, bertangkai

pendek, panjang tangkai daun 0,5-1 cm; helai daun berbentuk

bundar menjorong, panjang 5-13 cm, lebar 3-6cm; penggir daun

rata agak menggulung keatas; permukaan atas agak licin, warna

hijau kecoklatan; ibu tulang daun dan tulang cabang menonjol

pada permukaan bawah, bertulang menyirip.Ekstrak kental daun

jambu biji berwarna coklat tua; bau khas; rasa kelat.

b. Kandungan Kimia

Simplisia daun jambu biji memiliki kadar flavonoid total

tidak kurang dari 0,2% dihitung sebagai kuersetin. Ekstrak kental

daun jambu biji memiliki kandungan flavonoid total tidak kurang

11

Page 15: Standarisasi Bahan Baku

dari 1,4% dihitung sebagai kuersetin. Penetapan kadarsesuai

degan penetapan kadar flavonoid total dengan pembanding

kuersetin dan serapan diukur pada panjang gelombang 425 nm.

c. Parameter non spesifik

Susut Pengeringan

Tujuan uji susut pengeringan adalah untuk memberi batas

maksimal tentang besarnya senyawa yang hilang pada

proses pengeringan. Susut pengeringan yang memenuhi

syarat yaitu apabila selisih dua kali penimbangan tidak

lebih dari 0,25%

Bobot Jenis

Tujuan uji bobot jenis pada ekstrak cair sampai kental

adalah memberi batas besarnya masa persatuan volume.

Kadar Air

Tujuan uji kadar air adalah memberi batas maksimal

kandungan air dalam serbuk simplisia dan ekstraknya.

Pengukuran kadar air yang berada dapat dilakukan dengan

cara titrasi, destilasi, dan gravimetri. Kadar air dalam

serbuk simplisia maupun ekstrak tidak boleh dari 10%

Kadar abu

Kadar abu total simplisia daun jambu biji tidak lebih dari 0,9% dan kadar

abu total ekstrak daun jambu biji adalah 0,8%

12

Page 16: Standarisasi Bahan Baku

d. Parameter spesifik

a) Identitas

Divisio : Magnoliophyta

Classis : Magnoliopsida

Ordo : Myrtales

Familia : Myrtaceae

Genus : Psidium

Spesies : Psidium guajava, L. ( Cronquist, 1981).

b) Organoleptik

Fragmen pengenal banyak terdapat rambut penutup yang

terlepas; epidermis bawah dengan Kristal ca oksalat;

stomata tipe anomasitis; mesofil dengan kelenjar minyak

dan berkas pengangkut.

c) Kadar sari

Kadar sari larut air simplisia tidak kurang dari 18,2% dan kadar sari larut

etanol simplisia tidak kurang dari 15,0%.

d) Pola kromatografi

Analisis kromatografi lapis tipis dengan parameter sebagai berikut:

Fase gerak : kloroform P-aseton P-asam formiat P

Fase diam : Silika gel 60 F 254

Larutan Uji : 1% dalam etanol P

Larutan pembanding : kuersetin 0,1% dalam etanol P

13

Page 17: Standarisasi Bahan Baku

Volume penotolan : Totolkan 20 μL larutan uji dan 2 μL larutan

pembanding

Deteksi : Aluminium klorida

BAB III

KESIMPULAN

3.1 KESIMPULAN

Standarisasi simplisia dan ekstrak jambu biji dapat dilihat dari

langkah-langkah yang dimulai dari identifikasi & seleksi tanaman yang akan

digunakan, pemanenan pada saat yang tepat, menstandarkan perlakuan

setelah panen, menganalisis, menstandarkan proses untuk didaptkan simplisia

dan ekstrak yang sesuai standar.

3.2 SARAN

Untuk produk-produk yang telah beredar di pasaran dan yang akan

beredar, agar selalu memperhatikan standarisasi dari simplisia dan ekstrak

jambu biji yang digunakan agar didapatkan produk yang terjamin keamanan

dan keefektifitasnya.

14

Page 18: Standarisasi Bahan Baku

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1985. Cara Pembuatan Simplisia. Departemen Kesehatan Indonesia. Indonesia

Anonim. 1989. Vademakum Bahan Obat Alam. Dirjen POM Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta. hal 84-86.

Anonim. 2000. Parameter Standar Umum EkstrakTumbuhan Obat. Direktorat Pengawasan Obat dan Makanan. Direktorat Penggawasan Obat Tradisional. Indonesia

Anonim. 2005. Standarisasi Ekstrak Tumbuhan Indonesia, Salah Satu Tahapan Penting Dalam Pengembangan Obat Asli Indonesia. Badan Pengawasan Obat Tradisional

Anonim. 2009. Farmakope Herbal Indonesia Edisi Pertama. Menteri Kesehatan Republik Indonesia

15

Page 19: Standarisasi Bahan Baku

Burkill, I. H. MA. FLS, 1935. A Dictionary of the Economic product of the Malay Peninsulla .Volume II. Governments of straits settlement and Federated Malay state by the Crown Agents for the colonies. Milbank-London. 2402p.

Cronquist, A. 1981. An Integrated System of Classification of Flowering Plants. Columbia University Press. New York.

Harborne, 1987. Metode Fitokimia. Penuntun cara modern menganalisi tumbuhan. Terjemahan Kosasih Padmawinata dan Iwang Soediro. Penerbit ITB. Bandung. hal 85-93.

Sukardi. 2007. OPTIMASI WAKTU EKSTRAKSI TERHADAP KANDUNGAN TANIN PADA BUBUK EKSTRAK DAUN JAMBU BIJI (PSIDII FOLIUM) SERTA BIAYA PRODUKSINYA. Jurnal Teknologi Penelitian. Surabaya

Verheij E.W.M and R.E. Coronel (Ed). 1999. Plant Resources of South East Asia. No. 2 : Edible fruits and Nuts. Prosea foundation Bogor. 446 p.

Yuliani, Sri. 2000. KADAR TANIN DAN QUERSETIN TIGA TIPE DAUN JAMBU BIJI (Psidium guajava). Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat

16