sri wahyuni lestari
TRANSCRIPT
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Validasi Metode Penetapan Kadar Aliskiren
dalam Plasma Darah secara In Vitro
menggunakan Kromatografi Cair
Kinerja Tinggi (KCKT)
SKRIPSI
SRI WAHYUNI LESTARI
1110102000077
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA
SEPTEMBER 2014
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Validasi Metode Penetapan Kadar Aliskiren
dalam Plasma Darah secara In Vitro
menggunakan Kromatografi Cair
Kinerja Tinggi (KCKT)
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi
SRI WAHYUNI LESTARI
1110102000077
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA
SEPTEMBER 2014
ii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri,
dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk
telah saya nyatakan dengan benar.
Nama : Sri Wahyuni Lestari
NIM : 1110102000077
Tanda Tangan :
Tanggal : 1 September 2014
iii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING
NAMA : SRI WAHYUNI LESTARI
NIM : 1110102000077
JUDUL : VALIDASI METODE PENETAPAN KADAR
ALISKIREN DALAM PLASMA DARAH
SECARA IN VITRO MENGGUNAKAN
KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI
(KCKT)
Disetujui Oleh:
Pembimbing 1
Drs. Umar Mansur, M.Sc, Apt
Pembimbing 2
Lina Elfita, M.Si, Apt
NIP. 1973121220112002
Mengetahui,
Ketua Program Studi Farmasi
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Drs. Umar Mansur, M.Sc, Apt
iv
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI
Skripsi ini diajukan oleh :
Nama : Sri Wahyuni Lestari
NIM : 1110102000077
Program Studi : Farmasi
Judul Skripsi : Validasi Metode Penetapan Kadar Aliskiren dalam Plasma
Darah secara In Vitro Menggunakan Kromatografi Cair
Kinerja Tinggi (KCKT)
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima
sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar
Sarjana Farmasi pada Program Studi Farmasi, Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
DEWAN PENGUJI
Pembimbing I : Drs. Umar Mansur., M.Sc., Apt. ( )
Pembimbing II : Lina Elfita., M.Si., Apt. ( )
Penguji I : Zilhadia., M.Si., Apt. ( )
Penguji II : Supandi., M.Si., Apt. ( )
Ditetapkan di : Jakarta
Tanggal : 1 September 2014
v
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ABSTRAK
Nama : Sri Wahyuni Lestari
Program Studi : Farmasi
Judul Skripsi : Validasi Metode Penetapan Kadar Aliskiren dalam Plasma
Darah secara In Vitro Menggunakan Kromatografi Cair
Kineja Tinggi (KCKT)
Aliskiren adalah obat antihipertensi pertama dari golongan inhibitor renin.
Aliskiren terikat sebanyak 50% dengan protein plasma dan memiliki
bioavalibilitas yang kecil, yakni 2,5% sehingga untuk menganalisisnya diperlukan
metode yang sensitif, selektif, dan valid. Telah dikembangkan suatu metode
penetapan kadar Aliskiren dalam plasma darah secara in vitro menggunakan
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) sekaligus validasinya. Ikatan Aliskiren
dengan protein di dalam plasma dipisahkan dengan cara deproteinasi protein.
Metanol dimasukkan ke dalam plasma dengan perbandingan 1:2 kemudian
divortex selama 30 detik dan disentrifugasi selama 10 menit dengan kecepatan
3600 rpm. Sistem kromatografi terdiri dari kolom Dionex C18 (250 x 4,6 mm, 5
µm) dengan fase gerak metanol : buffer KH2PO4 pH 3,5 : asetonitril perbandingan
60:25:15 dengan laju alir 1,0 mL/menit. Sampel dideteksi pada panjang
gelombang 220 nm. Metode ini divalidasi pada rentang 0,4-1 µg/mL dengan nilai
koefisien korelasi (r) 0,9824. Batas deteksi dan batas kuantifikasi Aliskiren
didalam plasma masing-masing adalah 0,1044 dan 0,3163 µg/mL. Nilai % diff
pada uji akurasi berada pada kisaran 15-17%, koefisien variasi pada uji presisi
kurang dari 6%, dan persen perolehan kembali berada pada kisaran 83,5351%.
Kata kunci : Aliskiren, KCKT, deproteinasi plasma, validasi metode.
vi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ABSTRACT
Name : Sri Wahyuni Lestari
Study Program : Pharmacy
Title : Validation of Analytical Method of Aliskiren in Blood
Plasma in vitro by High Performance Liquid
Chromatography (HPLC)
Aliskiren is the first representative of new class of renin inhibitor used as an
effective treatment for hypertension. Aliskiren is 50% bound to plasma proteins.
It’s bioavailibility is very small (about 2.5%) so it requires a sensitive, selective,
and valid method for analysis. A method for the determination of Aliskiren in
blood plasma using High Performance Liquid Chromatography (HPLC) has been
developed includes it’s validation. The bond of Aliskiren with protein in plasma is
separated by plasma protein deproteination using methanol. A mixture of plasma
and methanol (1:2 (v/v)) is shaked with vortex for 30 seconds and centrifuged on
3600 rpm for 10 minutes. Chromatographic system consisted of a Dionex C18
column (250 x 4.6 mm, 5 um) with an isocratic mobile phase of methanol :
KH2PO4 buffer pH 3,5 : Acetonitrile ratio of 60:25:15 with a flow rate of 1.0
mL/min. Samples were detected at a wavelength of 220 nm. This method was
validated in the range of 0,4 to 1 µg/mL with a correlation coefficient (r) 0,9824.
Limit of detection and limit of quantification in plasma were 0,1044 and 0,3163
µg/mL. The value of % diff acuracy was in the range of 15-17%, coefficient of
variation precision was less then 6%, and absolute recovery was 83,5351%.
Keyword : Aliskiren, HPLC, protein deproteination, method validation.
vii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaykum wr wb.
Alhamdulillahirobbil’alamin, segala puji dan syukur hanya dipanjatkan
kepada Allah SWT, karena izin dan kehendak-Nya lah yang telah membuat karya
ilmiah / skripsi ini dapat diselesaikan. Shalawat dan salam senantiasa kita
kirimkan kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan para
pengikutnya. Skripsi yang berjudul “Validasi Metode Penetapan Kadar Aliskiren
dalam Plasma Darah secara in vitro menggunakan Kromatografi Cair Kinerja
Tinggi (KCKT)” ini disusun untuk melengkapi persyaratan memperoleh gelar
Sarjana Farmasi dari Program Studi Farmasi FKIK UIN Syarif Hidyatullah
Jakarta.
Disini saya dengan tulus ingin mengucapkan banyak terimakasih kepada
nama-nama yang tertulis dibawah ini, melalui mereka lah Allah titipkan karunia-
Nya kepada saya dalam bentuk ilmu pengetahuan, semangat, bantuan materi, dan
motivasi selama penelitian dan penyusunan skripsi ini. Semoga Allah senantiasa
melimpahkan rahmat karunia-Nya kepada mereka yang saya sayangi:
1. Keluarga: Ayah Drs. Khudri Syam, M.Si; Umi Afrida (alm.); Bunda
Ernawati, ST; Abang Afriadi Najmi, SH; Adik Anastasya Gayatri dan
Farouq Haq al Farishy.
2. Bapak Drs. Umar Mansur., M.Sc., Apt selaku pembimbing I dan Ibu Lina
Elfita., M.Si., Apt selaku pembimbing II.
3. Prof. Dr, (hc) dr. M. K. Tadjudin, Sp.And selaku dekan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4. Ibu/Bapak Dosen Farmasi yang telah mengajari penulis ilmu kefarmasian
dan staf akademika Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
5. Kakak-kakak laboran: Kak Eris, Kak Anis, Kak Lisna, Kak Liken, Kak
Rani, Kak Tiwi dan Kak Rahmadi. Mereka selalu membagi
pengetahuannya dengan saya semasa melakukan penelitian di
laboratorium.
viii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
6. Teman-teman Candy Pow: Annisa Alfira, Annisa Fitriana,
Istiqomatunnisa, Julia Anggraini, dan Yusna Fadliyyah Apriyanti yang
telah membuat penulis merasa nyaman berada di Ciputat selama lebih
kurang 4 tahun ini.
7. Yeyet, Adin, Nurul, Ivho, Iffah, Dias, Mayta, Metha, Delvina, dan Indah
yang secara khusus telah menyentuh hati penulis untuk giat menyelesaikan
skripsi ini.
8. Teman-teman seperjuangan Farmasi angkatan 2010 “Andalusia” yang
langkahnya amat sangat menginspirasi. Semoga ilmu yang sama-sama kita
peroleh di bangku kuliah ini berkah dan bermanfaat ditempat tinggal kita
nanti ya.
9. Dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu yang
telah membantu penulis selama penyelesaian skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih belum sempurna dan
masih terdapat kekurangan dalam penyusunan skripsi ini untuk itu penulis
mengucapkan mohon maaf. Penulis menerima dengan tangan terbuka segala saran
maupun kritik yang bersifat membangun baik bagi penelitian maupun penyusunan
skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu
pengetahuan.
Wassalamu’alaykum wr wb.
Ciputat, September 2014
Penulis
ix
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta, saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Sri Wahyuni Lestari
NIM : 1110102000077
Program Studi : Farmasi
Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Jenis Karya : Skripsi
demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui skripsi/karya ilmiah
saya, dengan judul :
VALIDASI METODE PENETAPAN KADAR ALISKIREN DALAM
PLASMA DARAH SECARA IN VITRO MENGGUNAKAN
KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT)
untuk dipublikasikan atau ditampilkan di internet atau media lain yaitu Digital
Library Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
untuk kepentingan akademik sesuai dengan Undang-Undang Hak Cipta.
Demikian pernyataan publikasi karya ilmiah ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Jakarta
Pada tanggal : 1 September 2014
Yang menyatakan,
Sri Wahyuni Lestari
x
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................................. i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS...................................................... ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING....................................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI.................................................................... iv
ABSTRAK.................................................................................................................... v
ABSTRACT................................................................................................................. vi
KATA PENGANTAR................................................................................................. vii
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI................................ ix
DAFTAR ISI ............................................................................................................... x
DAFTAR TABEL ....................................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................................. xiii
DAFTAR LAMPIRAN............................................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang .................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah ............................................................................... 3
1.3. Tujuan Penelitian ................................................................................ 3
1.4. Manfaat hasil Penelitian ...................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................... 4
2.1. Hipertensi .............................................................................................. 4
2.2. Aliskiren ............................................................................................... 7
2.3. Penetapan Kadar Obat dalam Plasma Darah ........................................ 8
2.4. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) ......................................... 11
2.4.1 Prinsip kerja KCKT..................................................................... 11
2.4.2. Keuntungan KCKT..................................................................... 12
2.4.3. Instrumentasi KCKT................................................................... 12
2.4.4. Teknik Pemisahan dalam KCKT................................................ 16
2.4.5. Analisis dalam KCKT................................................................. 17
2.5. Validasi Metode .................................................................................... 17
2.5.1. Linearitas dan Kisaran............................................................. 18
2.5.2. Limit Deteksi (LOD) ................................................................ 18
2.5.3. Limit Kuantitasi (LOQ) .......................................................... 18
2.5.4. Spesifisitas (Selektivitas) ......................................................... 19
2.5.5. Presisi (Keseksamaan) ............................................................. 19
2.5.6. Akurasi (Kecermatan) ............................................................. 20
2.6. Penelitian terkait Validasi Metode Analisis Aliskiren.......................... 20
BAB III KERANGKA KONSEP.............................................................................. 23
BAB IV METODE PENELITIAN........................................................................... 24
4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................................ 24
4.2. Alat dan Bahan ..................................................................................... 24
4.3. Cara Kerja ............................................................................................. 25
xi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4.3.1 Pembuatan larutan induk Aliskiren.............................................. 25
4.3.2 Penentuan panjang gelombang .................................................. 25
4.3.3 Pembuatan fase gerak................................................................. 25
4.3.4 Pemilihan fase gerak dan laju alir. ............................................ 26
4.3.5 Uji Kesesuaian Sistem............................................................ 26
4.3.6 Preparasi sampel Aliskiren didalam plasma darah..................... 26
4.3.7 Validasi metode..................................................................... 27
4.3.7.1 Pembuatan kurva kalibrasi dan uji linieritas........................... 27
4.3.7.2 Penentuan LOD dan LOQ.................................................... 27
4.3.7.3 Uji Selektivitas................................................................... 27
4.3.7.4 Uji akurasi......................................................................... 28
4.3.7.5 Uji presisi........................................................................... 28
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN..................................................................... 29
5.1. Optimasi Metode Analisis Aliskiren..................................................... 31
5.2. Validasi Metode Penetapan Kadar Aliskiren dalam Plasma secara in
vitro ............................................................... ............................................
35
5.2.1 Pembuatan kurva kalibrasi.................................................................. 35
5.2.2 Pengukuran liimit deteksi dan kuantifikasi......................................... 36
5.2.3 Uji selektivitas.................................................................................... 37
5.2.4 Uji akurasi........................................................................................... 37
5.2.5 Uji presisi............................................................................................ 39
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN..................................................................... 41
5.1. Kesimpulan............................................................... ........................... 41
5.2. Saran............................................................... ...................................... 41
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................. 42
xii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR TABEL
1. Tabel 4.1. Komposisi Fase Gerak
2. Tabel 5.1. Hasil uji rata-rata kesesuaian sistem Aliskiren
3. Tabel 5.2 Hasil optimasi deproteinasi protein plasma
4. Tabel 5.3 Hasil uji akurasi
5. Tabel 5.4 Hasil uji presisi
6. Tabel 6.1 Data hasil uji kesesuaian sistem
7. Tabel 6.2 Data hasil pengukuran kurva kalibrasi Aliskiren dalam
plasma
8. Tabel 6.3 Data hasil uji akurasi
9. Tabel 6.4 Data hasil uji presisi
10. Tabel 6.5 Rumus-rumus
25
33
35
38
40
50
51
53
54
55
xiii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR GAMBAR
1. Gambar 2.1. Proporsi Kasus Penyakit Tidak Menµg/mLar
2. Gambar 2.2. Tingkat Kefatalan Penyakit Tidak Menµg/mLar
3. Gambar 2.3. Tablet Aliskiren
4. Gambar 2.4. Struktur Kimia Aliskiren
5. Gambar 2.5. Diagram Alat dan Komponen KCKT
6. Gambar 5.1. Kromatogram Aliskiren menggunakan fase gerak
metanol : air (50 : 50)
7. Gambar 5.2. Kromatogram Aliskiren menggunakan fase gerak
asetonitril : buffer (60 : 40)
8. Gambar5.3. Kromatogram Aliskiren menggunakan fase gerak
asetonitril : buffer (65 : 35)
9. Gambar 5.4. Kromatogram Aliskiren menggunakan fase gerak
asetonitril : buffer (55 : 45)
10. Gambar 5.5. Kromatogram Aliskiren menggunakan fase gerak
metanol : buffer : asetonitril (50 : 30 : 20)
11. Gambar 5.6. Kromatogram Aliskiren menggunakan fase gerak
metanol : buffer : asetonitril (60 : 25 : 15)
12. Gambar 5.7. Kurva kalibrasi standard Aliskiren didalam plasma
13. Gambar 6.1. Spektrum serapan Aliskiren pada spektrofotometer
14. Gambar 6.2. Kromatogram Plasma Blangko
15. Gambar 6.3. Kromatogram Standard Aliskiren
16. Gambar 6.4. Kromatogram Plasma mengandung Aliskiren
1. Gambar 6.5. Kromatogram Plasma satu mengandung Aliskiren
2. Gambar 6.6. Kromatogram Plasma dua mengandung Aliskiren
3. Gambar 6.7. Sertifikat analisis standard Aliskiren
4. Gambar 6.8. Plasma Darah
5. Gambar 6.9. Pot penyimpanan sampel Aliskiren
6. Gambar 6.10. Plasma Aliskiren yang belum disentrifugasi
7. Gambar 6.11. Plasma Aliskiren yang sudah disentrifugasi
5
6
7
7
12
30
30
30
31
31
31
36
47
48
48
48
49
49
58
57
57
57
57
xiv
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Perhitungan pembuatan larutan
Lampiran 2. Spektrum serapan Aliskiren
Lampiran 3 Gambar kromatogram aliskiren
Lampiran 4 Gambar kromatogram plasma mengandung aliskiren
Lampiran 5 Hasil uji kesesusaian sistem
Lampiran 6 Hasil pengukuran kurva kalibrasi Aliskiren dalam plasma
Lampiran 7 Penentuan LOD dan LOQ
Lampiran 8 Hasil uji akurasi
Lampiran 9 Hasil uji presisi
Lampiran 10 Rumus-rumus perhitungan
Lampiran 11 Sertifikat analisis standard Aliskiren
Lampiran 12 Dokumentasi penelitian
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
1
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Aliskiren adalah senyawa generasi pertama obat antihipertensi golongan
Renin Inhibitor. Obat ini resmi diedarkan pada tahun 2007 dan menjadi salah satu
obat pilihan untuk manajemen terapi hipertensi masa depan (Lucky Aziza, 2008).
Antihipertensi golongan Renin Inhibitor bekerja menurunkan tekanan darah
dengan cara menghambat sistem renin. Jika renin dihambat, maka secara otomatis
pembentukan angiotensin I dan angiotensin II juga terhambat sehingga tekanan
darah dapat diturunkan.
Belum banyak publikasi tentang cara analisis Aliskiren khususnya dalam
plasma darah. Sementara, informasi mengenai aspek keamanan penggunaan
Aliskiren terus dilaporkan. Penelitian ALTITUDE (Aliskiren Trial In Type 2
diabetes Using cardio-renal Disease Endpoints) 2012 memberikan informasi
bahwa penggunaan Aliskiren meningkatkan resiko efek samping kardiovaskular
dan ginjal jika digunakan pada pasien diabetes melitus. Hasil penelitian ini
menjadi perhatian dunia kesehatan karena penelitian-penelitian sebelumnya
memberikan hasil bahwa Aliskiren berpotensi tinggi menjadi pilihan terapi
hipertensi masa depan. Menyikapi laporan mengenai aspek keamanan Aliskiren
tersebut, Badan POM RI bertindak melakukan pengkajian yang komprehensif
dengan cara memantau aspek keamanan Aliskiren guna menetapkan tindak lanjut
regulasi yang tepat.
Penetapan kadar Aliskiren dalam darah merupakan langkah untuk
menganalisis penggunaan Aliskiren dari tinjauan farmakokinetik dengan
menghasilkan informasi terhadap pemantauan keamanan penggunaan Aliskiren
bagi pasien. Studi klinik menunjukkan adanya hubungan antara konsentrasi obat
dalam darah dengan efek terapi dan efek toksik yang ditimbulkan (Shargel, 2005).
Perusahaan yang memproduksi Aliskiren tentu sudah memiliki prosedur
untuk analisis farmokinetik Aliskiren namun hal tersebut umumnya tidak
dipublikasikan oleh perusahaan produsen Aliskiren sehingga prosedur tersebut
tidak dapat dilakukan oleh pihak lain diluar perusahaan. Pada tahun 2011, Sangoi
2
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dan Babu mempublikasikan hasil penelitian penetapan kadar Aliskiren di dalam
sediaan farmasi menggunakan KCKT berikut validasi metodenya. Sangoi
menggunakan fase gerak asetonitril : natrium fosfat (33:67,v/v) dengan deteksi
UV pada panjang gelombang 208 nm. Babu menggunakan fase gerak
trifluoroacetic acid (TFA) : asetonitril (95:5,v/v) dengan deteksi UV pada panjang
gelombang 230 nm. Raul (2012) jµga berhasil melakukan validasi metode
penetapan kadar Aliskilen dalam tablet menggunakan KCKT menggunakan fase
gerak asetonitril : natrium fosfat (60:40,v/v) dan dideteksi pada panjang
gelombang 234 nm.
Pada tahun 2011 penetapan kadar Aliskiren dalam plasma darah mulai
dilakukan. Zeynep (2011) melakukan analisis secara spektrofluorometri
menggunakan proses derivatisasi. Pada tahun 2012, Burchdat melakukan analisis
Aliskiren dalam plasma menggunakan LC-MS.
Metode penetapan kadar Aliskiren dalam plasma darah yang telah
dipublikasikan kemudian dimodifikasi untuk menyesuaikan kondisi dengan
peralatan dan bahan yang ada di laboratorium pengujian. KCKT dipilih untuk
analisis Aliskiren dalam plasma karena KCKT mampu memisahkan komponen-
komponen dalam suatu campuran. KCKT juga sering digunakan untuk analisis
obat dalam tubuh karena dilengkapi detektor yang dapat mendeteksi keberadaan
analit dalam konsentrasi kecil (Shargel, 2004). Kemampuan-kemampuan ini
diharapkan dapat memisahkan Aliskiren yang memiliki kadar 0,254 µg/mL ±
0,163 µg/mL dalam plasma dari komponen-komponen lain di dalam plasma yang
dapat mengganggu analisisi Aliskiren. Metode yang telah dimodifikasi dari
metode sebelumnya ini harus divalidasi untuk menjamin bahwa analisis yang
dilakukan memenuhi syarat untuk penggunaannya (Effendy, 2004). Maka dari itu,
pada penelitian ini akan dibuat suatu metode penetapan kadar Aliskiren dalam
plasma darah secara in vitro menggunakan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
(KCKT) dan validasi terhadap metode tersebut.
3
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
1.2. Rumusan Masalah
Bagaimana kondisi optimum metode penetapan kadar Aliskiren dalam
plasma darah secara in vitro menggunakan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
(KCKT) ?
1.3. Tujuan Penelitian
Memperoleh metode yang valid untuk analisis penetapan kadar Aliskiren
dalam plasma darah secara in vitro menggunakan Kromatografi Cair Kinerja
Tinggi (KCKT).
1.4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu referensi tentang
metode yang valid untuk menetapkan kadar Aliskiren dalam plasma darah secara
in vitro menggunakan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT). Metode ini
dapat menjadi langkah awal untuk melakukan penetapan kadar Aliskiren dalam
plasma darah secara in vivo.
4
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hipertensi
2.1.1 Definisi Hipertensi
Hipertensi terjadi ketika volume darah meningkat atau saluran darah
menyempit sehingga membuat jantung harus bekerja lebih kuat lagi untuk
menyuplai oksigen dan nutrisi ke dalam tubuh. Menurut WHO (1999) hipertensi
adalah keadaan dimana tekanan darah berada diatas 160/95.
“The sixth Report of the Join National Comitee on Detection Evaluation
and Treatment of High Blood Pressure (1997)” mendefinisikan hipertensi sebagai
tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan
tekanan diastoliknya di atas 90 mmHg atau lebih atau sedang dalam pengobatan
antihipertensi.
Tekanan darah ditentukan oleh curah jantung dan resistensi vaskular
perifer. Curah jantung merupakan hasil kali antara frekuensi denyut jantung
dengan isi sekuncup, sedangkan isi sekuncup ditentukan oleh aliran balik vena
dan kekuatan kontraksi otot miokard. Resistensi perifer ditentukan oleh tonus otot
polos pembuluh darah, elastisitas dinding pembuluh darah dan viskositas darah.
Semua parameter diatas dipengaruhi oleh sistem renin-angotensin-aldosteron
(SRAA), sistem saraf simpatis-parasimpatis, dan faktor lokal yang diproduksi
oleh sel endotel pembuluh darah (Nafrialdi, 2007). Terdapat sinergisme antara
sistem SRAA dan sistem simpatis-parasimpatis yang saling memperkuat efek
masing-masing. Sistem SRAA terlibat dalam efek vasokontriktif angiotensin dan
perangsangan aldosteron yang menyebabkan retensi air dan natrium diginjal
sehingga meningkatkan volume darah.
Hipertensi harus ditangani secara tepat dan cepat. Jika tidak maka akan
berkembang menjadi penyakit yang lebih parah dan bisa menyebabkan kematian.
2.1.2 Perkembangan Hipertensi di Indonesia
Data morbiditas dan mortalitas penyakit di rumah sakit di Indonesia
menunjukkan bahwa penyakit tidak menular adalah penyakit yang paling banyak
5
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
terjadi di Indonesia (telah tejadi pergeseran, dimana dulu penyakit menular lah
yang paling banyak terjadi dan menyebabkan kematian tebanyak). Hipertensi,
salah satu penyakit tidak menular, ditengarai sebagai penyakit PTM dengan
presentasi diderita paling tinggi dan menempati posisi kedua paling tinggi sebagai
PTM yang menyebabkan kematian, baik yang dialami pasien rawat jalan maupun
pasien rawat inap.
Berdasarkan riset tahun 2009-2012, PTM kebanyakan diderita oleh
kelompok umur 25-44 tahun Persentase kasus baru rawat inap PTM berdasarkan
kelompok umur dari tahun 2009 dan 2010 mempunyai pola yang sama. Untuk
mengetahui besarnya masalah PTM prioritas yang dikendalikan dalam program-
program pengendalian di Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak menular,
Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL),
melakukan pengelompokan penyakit tidak menular menurut enam kelompok
penyakit sebagai berikut : Kanker, Diabetes mellitus, jantung, hipertensi, dan
asma. Hipertensi menjadi kasus terbanyak dan diikuti oleh penyakit Jantung dan
Diabetes Melitus, baik tahun 2009 dan 2010.
Gambar 2.1. Proporsi Kasus Penyakit Tidak Menular
(Sumber: Buletein jendela data dan informasi kesehatan, volume 2, semester 2,
tahun 2011)
Gambar 2.2 ini menggambarkan tingkat kefatalan menyebabkan kematian
berdasarkan Case Fatality Rate (CFR) untuk PTM prioritas yang dikendalikan
program-program pengendalian di Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak
Hipertensi Hipertensi
6
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
menular, Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan
(P2PL) dari tahun 2009-2010. Tampak pada tahun 2009, Stroke merupakan
penyakit dengan CFR tertinggi (12,68%) diikuti oleh penyakit Jantung (9,17%),
sedangkan tahun 2010 Stroke dan penyakit Jantung menempati urutan teratas
(8,7%). CFR yang meningkat adalah Asma, Hipertensi dan Kanker. Sedangkan
PPOK, Stroke, Jantung, Diabetes Melitus persentasenya menurun dari tahun
2009-2010 yang lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
(Sumber: Buletein jendela data dan informasi kesehatan,
volume 2, semester 2, tahun 2011)
Gambar 2.2. Tingkat Kefatalan Penyakit Tidak Menular
Dengan melihat fakta di atas, dapat kita katakan bahwa hipertensi masih
menjadi salah satu prioritas masalah kesehatan di Indonesia maupun di seluruh
dunia, karena dalam jangka panjang peningkatan tekanan darah yang berlangsung
kronik akan menyebabkan peningkatan risiko kejadian kardiovaskuler,
serebrovaskuler dan renovaskuler. Analisis Kearney dkk pada tahun 2005,
memperlihatkan bahwa peningkatan angka kejadian hipertensi sungguh luar biasa:
pada tahun 2000, lebih dari 25% populasi dunia merupakan penderita hipertensi,
atau sekitar 1 miliar orang, dan dua pertiga penderita hipertensi ada di negara
berkembang. Bila tidak dilakukan upaya yang tepat, jumlah ini akan terus
meningkat, dan pada tahun 2025 yang akan datang, jumlah penderita hipertensi
diprediksi akan meningkat menjadi 29%, atau sekitar 1,6 miliar orang di seluruh
dunia.
7
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.2. Aliskiren
Aliskiren adalah obat antihipertensi golongan Direct Renin Inhibitor (DRI)
untuk terapi hipertensi essensial.
Gambar 2.3. Tablet Aliskiren
Gambar 2.4. Struktur Kimia Aliskiren
Nama kimia :(2S,4S,5S,7S)-N-(2-carbomoyl-2-methylpropyl)-5-amino-
4-hydroxy-2,7-diisopropyl-8-[4-methoxy-3-(3-
methoxyropoxy)-phenyl]octanamide hemifumarate
Rumus molekul : C30H53N3O6.½C4H4O4
Berat molekul : 609.4 (551.8 for free base)
Kelarutan : Sangat larut dalam air
Pemerian : Putih, serbuk
Titik leleh : 108-115oC
Mekanisme kerja : Aliskiren berikatan dengan S3bp
binding pocket dari
renin. Ikatan ini menghambat produksi renin sehingga
aktivitas terbentuknya angiotensin 1, angiotensin 2, dan
aldosteron menjadi terhambat.
8
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Profil farmakokinetika : Aliskiren memiliki bioavalibilitas sebesar 2,5 %.
Konsentrasi maksimum Aliskiren di dalam plasma dicapai
pada jam 1-3 setelah dikonsumsi dengan kadar 0,254
µg/mL ± 0,163 µg/mL. Aliskiren terikat sebanyak sekitar
50% dengan protein plasma. Waktu eliminasinya berkisar
antara 24-40 jam. Aliskiren diekskresikan melalui feses
dan urin melalui empedu dalam bentuk tetap.
2.3. Penetapan Kadar Obat dalam Plasma
Penetapan kadar obat dalam plasma adalah salah satu bagian dari
pemantauan kadar obat di dalam darah. Teknik ini biasa digunakan klinisi untuk
mengoptimalkan dosis obat dengan memberikan dosis yang ditetapkan
berdasarkan konsentrasi target dengan cara mengukur kadar obat dalam darah dan
bila perlu melakukan penyesuaian dosis. Pemantauan kadar obat dalam darah ini
bertujuan untuk membantu meningkatkan penggunaan obat yang lebih rasional
baik keamanan dan efektifitas dosis pada individu penderita.
Penelitian farmakokinetik melibatkan penentuan kadar obat dalam sampel
biologis. Metode analisis yang digunakan untuk penentuan kuantitatif kadar obat
dalam suatu sampel biologis merupakan hal yang sangat penting dalam evaluasi
dan interpretasi data farmakokinetika. Berbagai sampel biologis dapat diambil
untuk penentuan kadar dalam tubuh untuk penelitian farmakokinetik, sebagai
contoh darah, urin, feses, saliva, jaringan tubuh, cairan blister, cairan spinal dan
cairan sinovial.
Pendekatan secara kinetik didasari oleh suatu hipotesis, bahwa respon
terapeutik dan toksik mempunyai hubungan dan kaitan dengan jumlah obat yang
berada dalam tubuh atau kadar obat dalam plasma. Dari penelitian yang telah
dilakukan secara in vitro dan in vivo, ternyata intensitas efek farmakologi suatu
obat tergantung pada kadar obat tersebut di dalam cairan tubuh yang berada di
sekitar tempat aksi.
Pengukuran konsentrasi obat dalam darah, serum, atau plasma merupakan
pendekatan paling baik untuk memperoleh profil farmakokinetika obat di dalam
tubuh (Shargel, Wu Pong & Yu, 2004). Plasma adalah suatu cairan kompleks
9
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
yang befungsi sebagai media transportasi untuk zat-zat yang diangkut dalam
darah. Konstituen plasma antara lain air, elektrolit, nutrien, zat sisa, gas, hormon,
dan protein plasma (Ganong, 2011). Plasma diperoleh dari supernatan darah yang
telah ditambah antikoagulan kemudian disentrifugasi (Shargel; Wu Pong; Yu,
2004).
Penentuan kadar suatu obat dalam plasma merupakan hal yang kompleks
disebabkan plasma merupakan suatu matriks yang kompleks. Perlakuan awal
terhadap sampel meliputi isolasi obat yang akan ditentukan dari sampel matriks
biologis harus dilakukan. Preparasi sampel plasma agar dapat memisahkan atau
mengisolasi obat diupayakan menggunakan prosedur seminimal mungkin untuk
menghindari kehilangan obat yang akan ditentukan di dalam plasma. Semakin
panjang tahapan prosedur untuk preparasi sampel plasma hingga proses
memisahkan atau mengisolasi obat maka semakin besar kemungkinan hilangnya
obat yang akan ditentukan.
Evans (2004) menyatakan beberapa cara preparasi sampel untuk penetapan
kadar obat dalam plasma, yakni:
1. Pengendapan Protein Plasma
Contoh zat pengendap protein: asam tungstat, amonium sulfat, tricloro
acetic acid (TCA), asam perklorat, metanol dan asetonitril. Protein dapat
diendapkan karena memiliki berbagai sifat diantaranya bersifat sebagai amfoter
yakni memiliki 2 muatan yang berlainan dalam 1 molekul, atau yang dikenal
juga sebagai zwitter ion. Sifat ini membuat potein memiliki muatan yang
berbeda pada pH yang berbeda pula. Akibatnya protein dapat larut pada
rentang pH tertentu dimana protein bermuatan.
Suatu saat di pH tertentu protein akan mencapai titik isoelektrik, yakni
pH dimana jumlah total muatan protein sama dengan nol (muatan positif
sebanding dengan muatan negatif), hal ini akan mempengaruhi kelarutan
protein. Pada titik isoelektrik, kelarutan protein sangat rendah, sehingga potein
dapat mengendap.
Selain itu, protein jµga dapat membentuk ikatan dengan logam
dimana beberapa asam amino dapat terikat pada satu logam sehingga
molekulnya menjadi besar, beratnya juga menjadi besar sehingga potein
10
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
mengendap. Selain itu terdapat juga beberapa sifat lain yang berhubungan
dengan presipitasi protein ini yang dijelaskan pada mekanisme pengendapan
oleh masing-masing reagen.
Penambahan larutan organik seperti metanol ataupun asetonitril pada
larutan protein dalam air akan menurunkan KD (Konstanta Dielektrik)
pelarut/air yang meningkatkan tarikan antara molekul-molekul bermuatan dan
memfasilitasi interaksi elektrostatik protein. Pelarut organik ini juga akan
menggantikan beberapa molekul air di sekitar daerah hidrofob dari permukaan
protein yang berasosiasi dengan protein sehingga menurunkan konsentrasi air
dalam larutan dengan demikian kelarutan protein akan menurun dan
memungkinkan terjadinya pengendapan. Penggunaan metanol dan asetonitril
mempunyai suatu keuntungan karena kompatibilitasnya dengan berbagai eluen
yang digunakan dalam metode HPLC.
2. Ekstraksi padat-cair (solid-phase extraction)
Ekstraksi padat-cair menggunakan cartridge khusus untuk
memisahkan obat dari sampel dengan volume relatif lebih kecil (0.5-1mL)
yang tersedia secara komersial dengan harga yang cukup mahal
3. Ekstraksi cair-cair
Ekstraksi cair-cair merupakan suatu metode yang paling banyak
digunakan karena relatif cepat, simpel, dan murah dibandingkan dengan
ekstraksi padat-cair. Ekstraksi ini menggunakan pelarut pengekstraksi diikuti
proses pemekatan obat yang akan dianalisis. Pemilihan pelarut pengekstraksi
dalam ekstraksi cair-cair harus didasarkan pada sifat fitokimia obat maupun
metabolit yang akan diisolasi. Berbagai faktor dapat menjadi pertimbangan
dalam seleksi pelarut yang akan digunakan antara lain:
· Tidak bercampur dengan air.
· Mempunyai kemampuan melarutkan obat yang diinginkan dalam jumlah
yang besar sehingga memberikan nilai recovery yang besar.
· Mempunyai titik didih yang relatif rendah sehingga waktu evaporasi
pelarut dapat lebih singkat.
11
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
· Sedapat mungkin volume yang digunakan untuk ekstraksi adalah minimal
sehingga akan menekan biaya yang dikeluarkan.
· Jika memungkinkan gunakan pelarut dengan berat jenis yang lebih kecil
dari berat jenis air sehingga proses pemisahan pelarut organik akan lebih
mudah karena pelarut organik akan berada pada lapisan atas.
2.4. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)
Metode pemisahan kromatografi didasarkan pada perbedaan distribusi
molekul-molekul komponen diantara dua fasa (fasa gerak dan fasa diam) yang
kepolarannya berbeda. Apabila molekul-molekul komponen berinteraksi secara
lemah dengan fasa diam maka komponen tersebut akan bergerak lebih cepat
meninggalkan fasa diam. Keberhasilan pemisahan kromatografi bergantung pada
daya interaksi komponen-komponen campuran dengan fasa diam dan fasa gerak.
Kromatografi cair kinerja tinggi merupakan hasil pengembangan
kromatografi cair, yakni kromatografi cair kolom. Teknologi kolom didasarkan
atas penggunaan kolom berlubang kecil (diameter antara 2 µm sampai 5 µm) dan
isi kolom berupa partikel kecil (3 m sampai 5 µm) yang memungkinkan
tercapainya keseimbangan secara cepat antara fase gerak dan fase diam. Adanya
sistem pompa yang memberikan tekanan tinggi kepada fase gerak membuat
tercapainya laju aliran hingga beberapa mL per menit, sehingga ia dinamakan
kromatografi cair dengan kinerja tinggi (Effendy, 2004).
2.4.1 Prinsip kerja KCKT
Prinsip kerja KCKT adalah sebagai berikut: fasa gerak cair dialirkan
dengan bantuan pompa melalui kolom ke detektor. Cuplikan dimasukkan kedalam
aliran fasa gerak dengan cara penyuntikan. Di dalam kolom terjadi pemisahan
komponen-komponen cairan. Karena perbedaan kekuatan interaksi antara solut-
solut terhadap fasa diam. Solut-solut yang kurang kuat interaksinya dengan fasa
diam akan keluar dari kolom lebih dahulu dan sebaliknya. Setiap komponen
campuran yang keluar dari kolom dideteksi oleh detektor kemudian direkam
dalam bentuk kromatogram. Jumlah peak menyatakan jumlah komponen
sedangkan luas peak menyatakan konsentrasi komponen dalam campuran.
12
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.4.2 Keuntungan KCKT
Keuntungan analisis menggunakan KCKT adalah membutuhkan waktu
analisis yang relatif cepat, daya pisah baik, sensitif hingga kadar
nanogram/mililiter, pemilihan kolom dan eluen bervariasi, kolom dapat dipakai
kembali, dapat digunakan untuk menganalisis senyawa dengan molekul besar dan
kecil, dapat menganalisis sampel yang termolabil karena dilakukan pada suhu
kamar, dan dapat menganalisis campuran yang mempunya titik didih sangat tinggi
(Harmita, 2006).
2.4.3 Instrumentasi KCKT
Gambar 2.5 Diagram Alat dan Komponen KCKT
sumber : Lansida.com
a. Wadah Fase Gerak.
Wadah fase gerak berisi fase gerak yang digunakan untuk memisahkan
komponen sampel.
b. Fase Gerak.
Fase gerak KCKT berupa zat cair, disebut juga eluent atau pelarut. Fase
gerak berfungsi membawa komponen-komponen campuran menuju detektor, fase
gerak dapat berinteraksi dengan solut-solut. Oleh karena itu, fasa gerak dalam
KCKT merupakan salah satu faktor penentuan keberhasilan proses pemisahan.
13
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Persyaratan fasa gerak KCKT:
1. Zat cair harus bertindak sebagai pelarut yang baik untuk cuplikan yang akan
dianalisis.
2. Zat cair harus murni sekali.
3. Zat cair mudah diperoleh, murah, tidak mudah terbakar, dan tidak beracun.
4. Zat cair tidak kental. Kekentalan tidak melebihi 0,5 cp.
5. Sesuai dengan detektor. Contoh, untuk detektor refractiv index pelarut harus
punyai indeks bias yang berbeda dengan solut. Untuk detektor UV, pelarut
tidak boleh menyerap cahaya pada panjang gelombang yang dipakai.
6. Zat cair harus jernih sekali untuk menghindarkan penyumbatan pada kolom.
biasanya pelarut disaring degan saringan nilon berukuran diameter pori 0.45
µl pompa vakum biasanya digunakan untuk menyaring partikel kotoran
sekaligus menghilangkan gas dari pelarut.
Berdasarkan kepolaran fasa diam dan fasa gerak, KCKT dikelompokkan
atas KCKT fasa normal dan fasa terbalik. Pada fasa normal, fasa diam yang
digunakan bersifat polar, contoh silika, alumina, atau zat cair polar trietilen
aglikol yang dilapiskan pada partikel silika. Sebagai fasa geraknya digunakan
pelarut yang relatif non polar seperti heksana atau i-propileter.
Obat pada umunya bersifat polar. Cuplikan polar tidak bisa dipisahkan
menggunakan fasa normal. Sehingga kombinasi fasa gerak dan fasa diamnya
dibalik. KCKT fasa terbalik menggunakan fasa diam yang bersifat non polar dan
fasa gerak bersifat polar. Fasa gerak yang umum digunakan adalah air, etanol,
atau asetonitril. Umumnya fasa gerak yang digunakan dalam KCKT fasa terbalik
adalah kombinasi metanol atau asetonitril dalam air dengan berbagai
perbandingan.
Pemilihan zat cair sebagai fasa gerak ini merupakan hal yang kritis dalam
keberhasilan pemisahan. Sampai saat ini pemilihan fasa gerak masih berdasarkan
eksperimen trial dan error karena belum ada teori interaksi fasa gerak dengan
sejumlah solut. Trial error dilakukan hingga diperoleh kromatogram yang sesuai
harapan kita.
14
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Untuk cuplikan 2-3 komponen sebaiknya dicari fasa gerak yang meberikan
K’ antara 2-5. sedangkan untuk campuran multikomponen, rentang K’ harus
diperlebar hingga 5-20 sehingga sejalan waktu cukup untuk pemisahan sesuai
komponen. Biasanya beberapa pelarut dapat ditemukan untuk memberikan faktor
kapasitas yang cocok. Pemilihan pelarut-pelarut jµga bergantung pada faktor
selektivitas untuk komponen cuplikan (Effendy, 2004)
c. Pompa
Pompa berfungsi untuk mengalirkan fasa gerak cair melalui kolom yang
berisi serbuk halus. Pompa yang dapat digunakan dalam KCKT harus memenuhi
persyaratan:
1. Menghasilkan tekanan sampai 600 psi (pons/in2)
2. Keluaran bebas pulsa
3. Kecepatan air berkisar antara 0,1-10 l/menit
4. Bahan tahan korosi.
d. Pemasukan Cuplikan
Kadang kala faktor ketidaktepatan pengukuran KCKT terletak pada
keterulangan pemasukan cuplikan kedalam paking kolom. Masalahnya,
kebanyakan memasukkan cuplikan kedalam kolom dapat menyebabkan band
broadening. Maka cuplikan yang dimasukkan harus sekecil mungkin, yakni
beberapa puluh mikroliter.
e. Kolom
Kolom terbuat dari stainless steel walaupun kadang ada juga yang terbuat
dari gelas berdinding tebal. Kolom pertama berisi fasa diam, tempat terjadinya
pemisahan campuran menjadi komponen-komponennya. Bergantung
keperluannya, kolom utama dapat digunakan untuk analisis atau preparatif.
Kolom utama untuk KCKT biasanya berukuran panjang berkisar antara 5 sampai
30 cm dan diameter dalam berkisar antara 4-10 mm. Dalam KCKT, kolom utama
diletakkan setelah sistem pemasukan cuplikan. Kolom utama yang dipakai
berukuran panjang 25 cm, diameter dalam 4.6 mm dan diisi dengan partikel 5 um.
15
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Kolom utama berukuran demikian memiliki harga N sebesar 40.000-60.000
plat/meter. Kolom yang lebih pendek dengan partikel lebih kecil dapat
memberikan jumlah plat yang lebih besar. Contoh, kolom yang panjangnya 5
cm, diameter dalam 4,6 mm dengan partikel 3 µm mempunyai pelat sekitar
100.000 plat/meter.
Kolom utama berisi fasa diam dan jenisnya bervariasi bergantung
keperluan misalnya dikenal kolom C-18, C-8, cyanopropyl, penukar ion. Kolom
jenis C18 dan C8 paling banyak digunakan. Fasa diam jenis terikat ini dibuat
dengan mereaksikan silika dengan alkilklorosilana yang dikenal dengan reaksi
silanisasi. R adalah gugus alkil rantai lurus dan R biasanya n-oktil (C-8) atau n-
oktadesil (C-18). Reaksi ini dimaksudkan untuk menutupi gugus silanol SiOH
yang sangat polar. Dengan cara ini, penutupan permukaan silanol terbatas hingga
4 µmol atau kurang karena faktor ruah. Gugus Si-OH yang masih tersisa
memberi banyak kepolaran pada permukaan yang dapat menyebabkan terjadinya
tailing terutama untuk solut yang bersifat basa. Untuk memperkecil pengaruh ini
maka hasil silanisasi direaksikan lagi dengan kloroetilsilana, karena ukurannya
yang kecil sehingga dapat bereaksi dengan gugus silanol. Silanisasi juga dapat
dilakukan dengan dwifungsi (alkil etil diklorosilana) dan trifungsi (alkil
triklorosilana) yang lebih reaktif daripada reaksi monokloro. Sekarang diperkiran
tiga per empat pemisahan KCKT dilakukan pada fasa diam oktil atau
oktadesilsiloksana.
f. Detektor
Detektor berfungsi untuk mendeteksi solut-solut yang keluar dari kolom
analitik. Jenisnya ada yang bersifat umum misal indeks bias dan spesifik misal
UV-elektrokimia. Untuk senyawa organik biasanya menggunakan detektor UV
pada panjang gelombang 254 nm. Persyaratan detektor yang digunakan untuk
KCKT adalah sensitif, stabilitas dan keterulangan tinggi, respon linier terhadap
solut, waktu respon pendek sehingga tidak bergantung pada kecepatan alir,
relibilitas tinggi dan mudah digunakan, serta tidak merusak cuplikan.
16
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Ada tiga detektor:
1. Detektor umum: memberi respon terhadap fasa gerak yang dimodulasi
dengan adanya solut
2. Detektor spesifik memberi respon terhadap beberapa sifat solut yang tidak
dimiliki oleh fasa gerak.
3. Detektor yang bersifat umum terhadap solut setelah fasa gerak dihilangkan
dengan penguapan.
2.4.4. Teknik Pemisahan dalam KCKT
a. Sistem Isokratik
Merupakan suatu teknik pemisahan dimana selama proses analisis
berlangsung, fase gerak atau komposisi fase gerak tidak berubah, artinya
polaritasnya tetap.
b. Sistem Gradient
Merupakan suatu teknik pemisahan dimana selama proses analisis
berlangsung, komposisi fase gerak berubah secara berperiodik. Teknik ini
dilakukan dengan tujuan memisahkan campuran dengan polaritas yang sangat
beragam (Harmita, 2006).
2.4.5. Analisis dalam KCKT
a. Analisis Kualitatif
Data waktu retensi khas tetapi tidak spesifik, artinya terdapat lebih dari
satu komponen zat yang mempunyai waktu retensi sama. Maka perlu dilakukan
lagi uji kemurnian puncak dari spektrofotometri. Cara yang terbaik adalah dengan
menggunakan waktu relatif:
Rist :
t Ri = Waktu retensi komponen zat
t Rst = Waktu retensi standar
b. Analisis Kuantitatif
Meliputi tahapan membuat spektrum serapan komponen-komponen yang
mempunyai gugus kromofor yang ada dalam sampel, mencari panjang gelombang
17
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
maksimum untuk penetapan komponen, dan mencari fase gerak yang sesuai agar
komponen-komponen tersebut memisah. Dasar perhitungan kuantitatif untuk
suatu komponen yang dianalisis adalah dengan mengukur luas atau tinggi
puncaknya (Harmita, 2006).
2.5. Validasi Metode
Tujuan utama yang harus dicapai dari suatu kegiatan analisis kimia adalah
dihasilkannya data hasil uji yang absah (valid). Data yang valid tersebut diperoleh
dari metode yang valid. Untuk memperolehnya maka perlu dilakukan kegiatan
validasi. Validasi diartikan sebagai kegiatan konfirmasi melalui pengujian dan
pengadaan bukti yang objektif bahwa persyaratan tertentu untuk suatu maksud
khusus harus dipenuhi.
Validasi metode analisis adalah suatu proses penilaian terhadap metode
analisis tertentu berdasarkan percobaan laboratorium untuk membuktikan bahwa
metode tersebut memenuhi persyaratan untuk digunakan (Harmita, 2004). Selain
itu, validasi metode dilakukan jika terjadi perubahan kondisi antara kondisi
analisis dan kondisi pada saat validasi metode, atau terjadi perubahan metode dari
metode standar. Beberapa manfaat validasi metode analisis adalah untuk
mengevaluasi kerja suatu metode analisis, menjamin prosedur analisis, menjamin
keakuratan dan kedapat-ulangan hasil prosedur analisis, dan mengurangi resiko
penyimpangan yang mungkin timbul (Wulandari, 2007: 4).
Dalam proses validasi metode, parameter-parameter unjuk kerja metode
ditentukan dengan menggunakan peralatan yang memenuhi spesifikasi, bekerja
dengan baik dan terkalibrasi secara memadai. Secara umum, validasi metode
mencakup penentuan yang berkaitan dengan alat dan metode (Nugroho, 2006:
101).
Ada 8 parameter validasi metode analisis, yaitu linearitas dan kisaran, limit
deteksi, limit kuantitasi, spesifisitas, presisi, akurasi, kekasaran, dan ketahanan
(Gandjar, 2007).
18
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.5.1 Linearitas dan Kisaran
Linearitas adalah kemampuan metode analisis yang memberikan respon
yang secara langsung atau dengan bantuan transformasi matematik yang baik,
proporsional terhadap konsentrasi analit dalam sampel. Kisaran adalah pernyataan
batas terendah dan tertinggi analit yang sudah ditunjukkan dapat ditetapkan
dengan kecermatan, keseksamaan, dan linearitas yang dapat diterima.
Cara penentuan: Linearitas biasanya dinyatakan dalam garis regresi yang dihitung
berdasarkan persamaan matematik data yang diperoleh dari hasil uji analit dalam
sampel dengan berbagai konsentrasi analit, sehingga diperoleh hubungan Y= a +
bx. Hubungan linier yang ideal dicapai jika nilai b = 0 dan r = +/- 1. Sedangkan
nilai a menunjukkan kepekaan analisis terutama instrumen yang digunakan.
2.5.2 Limit Deteksi (LOD)
Limit deteksi adalah jumLah terkecil analit dalam sampel yang dapat
dideteksi yang masih memberikan respon signifikan dibandingkan dengan
blangko.
Cara penentuan: Pada analisis yang tidak menggunakan instrumen batas
tersebut ditentukan dengan mendeteksi analit dalam sampel pada pengenceran
bertingkat. Pada analisis instrumen batas deteksi dapat dihitung dengan mengukur
respon blangko beberapa kali lalu dihitung simpangan baku respon blangko. Limit
ini dapat diukur secara statistik melalui garis regresi linier dari kurva kalibrasi
dengan rumus: LOD =
(Harmita, 2006; Gandjar, 2009; Synder. Et al, 1988)
2.5.3 Limit Kuantitasi (LOQ)
Batas kuantitasi merupakan parameter pada analisis renik dan diartikan
sebagai kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi
kriteria cermat dan seksama. Limit ini dapat diukur secara statistik melalui garis
regresi linier dari kurva kalibrasi dengan rumus: LOQ =
(Harmita, 2006; Gandjar, 2009; Synder. Et al, 1988)
19
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.5.4 Spesifisitas (Selektivitas)
Spesifisitas atau selektivitas suatu metode adalah kemampuan metode
analisis untuk membedakan dan mengukur kadar analit dengan adanya
komponen-komponen lain dalam sampel (cairan biologis). Pada uji selektivitas
yang hanya mengukur zat tertentu saja secara cermat dan seksama dengan adanya
komponen lain yang mungkin ada dalam matriks sampel. Selektivitas seringkali
dapat dinyatakan sebagai derajat penyimpangan (degree of bias).
Cara penentuan: Membandingkan hasil analisis sampel yang mengandung
cemaran, hasil urai, senyawa sejenis, senyawa asing lainnya atau pembawa
plasebo dengan hasil analisis sampel tanpa penambahan bahan-bahan tadi.
2.5.5 Presisi (Keseksamaan)
Presisi adalah ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil
uji individual, diukur melalui penyebaran hasil individual dari rata-rata jika
prosedur diterapkan secara berulang pada sampel-sampel yang diambil dari
campuran homogen. Diukur sebagai simpangan baku atau simpangan relatif
(koefisien variasi). Keseksamaan dapat dinyatakan sebagai keterulangan
(repeatability) atau ketertiruan (reproducibility). Dikatakan seksama jika metode
memberikan simpangan baku relatif (Koefisen Variasi (KV)) 2% atau kurang. KV
meningkat dengan menurunnya kadar analit yang dianalisis.
Percobaan keseksamaan dilakukan terhadap paling sedikit 6 sampel replika
yang diambil dari campuran sampel dengan matriks yang homogen. Sebaiknya
keseksamaan ditentukan terhadap sampel sebenarnya yaitu berupa campuran
dengan bahan pembawa sediaan farmasi atau plasebo untuk melihat pengaruh
matriks pembawa terhadap keseksamaan ini. Harus disiapkan pula sampel untuk
menganalisis pengaruh pengotor terhadap kesekamaan ini.
Rumus menghitung presisi:
Jika hasil analisis adalah x1, x2, x3, .......... xn, maka simpangan baku (SD)
adalah: SD = √
dan simpangan baku relatif atau koefisien variasi (KV)
adalah: KV =
x 100%.
20
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.5.6 Akurasi (Kecermatan)
Akurasi adalah kedekatan hasil penetapan yang diperoleh dengan hasil
sebenarnya. Kecermatan dinyatakan sebagai hasil perolehan kembali dari analit
yang ditambahkan. Syarat akurasi yang baik adalah 98-102%, untuk sampel
biologis +/- 10%. Kadar analit sebenarnya dapat diperoleh dengan beberapa cara.
Pertama, membandingkan hasil analisis dari metode yang baru dengan hasil
analisis dari metode yang baku. Kedua, membandingkan kadar analit hasil analisis
sampel yang telah dimasukkan sejumlah konsentrasi analit dengan kadar analit
sesungguhnya yang dimasukkan ke sampel (Huber, 2004).
Cara menghitungnya: dibuat sampel plasebo (eksipien obat, cairan
biologis), ditambahkan analit konsentrasi tertentu, kemudian dianalisis dengan
metode yang akan diuji validitasnya, dan dihitung persen perolehan kembali
dengan rumus:
% Perolehan Kembali =
x 100%
2.6. Penelitian Terkait Validasi Metode Analisis Aliskiren
Optimasi metode analisis dilakukan guna memperoleh metode yang tepat
dan sesuai untuk analisis sampel pada instrumen tertentu jika sampel belum
memiliki metode anlisa yang baku seperti yang tercantum di dalam Farmakope
Indonesia, British Pharmacopoeia, dan sejenisnya. Ada beberapa kondisi analisis
Aliskiren yang pernah dilakukan peneliti lain, diantaranya:
1. Sangoi, dkk (2011) melakukan penetapan kadar Aliskiren dan
hidroklortiazid dalam sediaan farmasi kombinasi keduanya menggunakan
KCKT. Kondisi analisis terdiri dari penggunaan kolom
C18 (100 mm × 4.6 mm, 5μM), suhu kolom 45°C, fase gerak asetonitril-
bufer fosfat (pH 4.0; 30 mM) dengan perbandingan 33 : 67, laju alir
2.4 mL/menit, dan sampel dideteksi pada panjang gelombang 208 nm.
Pemisahan terjadi kurang dari 2 menit. Parameter validasi linearitas
dilakukan pada seri konsentrasi 5–200 µg/mL dengan nilai koefisien
korelasi 0.9992 untuk masing-masing obat.
21
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2. Babu, dkk (2011) melakukan penetapan kadar Aliskiren pada sediaan
tunggalnya menggunakan KCKT. Kondisi analisis terdiri dari penggunaan
kolom C18 (150 X 4.6mm, 5μM), fasa gerak 0.03% asam trifluoro asetat
(TFA) didalam air dan 0.03% asam trifluoro asetat (TFA) didalam
Asetonitril dengan perbandingan 95 : 5, laju alir 0.8mL/menit, dan sampel
dideteksi pada panjang gelombang 230 nm. Parameter validasi linearitas
dilakukan pada seri konsentrasi 1-100 µg/mL, nilai LOD 0.2 µg/mL dan
nilai LOQ 0.6 µg/mL.
3. Raul, dkk (2012) melakukan hal yang sama dengan Babu, dkk (2011).
Perbedaan keduanya teletak pada fase gerak yang digunakan untuk analisis,
dimana Raul, dkk menggunakan fase gerak asetonitril dan bufer fosfat
perbandingan 60 : 40 dengan laju alir 1.0 mL/menit.
4. Zeynep, dkk (2011) melakukan penetapan kadar Aliskiren didalam plasma
manusia melalui proses derivatisasi dengan Dansyl Klorida dan dideteksi
menggunakan spektrofluorometer. Metode ini menghasilkan suatu derivat
yang berfluoresensi tinggi pada panjang gelombang 501 nm dan eksitasi
pada 378 nm. Parameter validasi linearitas dilakukan pada seri konsentrasi
0,05 µg/mL–0,150. Nilai LOD diperoleh 0,00491 µg/mL dan nilai persen
perolehan kembalinya adalah 97.81%.
5. Ramusovic, dkk (2013) melakukan penetapan kadar Aliskiren di dalam
serum manusia menggunakan KCKT-tandem mass spectrometry untuk uji
coba obat pada pasien pediatrik. Volume sampel yang digunakan untuk
analisis sebanyak 100 μL serum yang kemudian diekstraksi dengan cara
ekstraksi fasa padat. Kondisi analisis terdiri dari penggunaan kolom C18,
fase gerak metanol–aquadest–asam format perbandingan 75 : 25 : 0.005,
laju alir 0.4 mL/menit, dan dideteksi menggunakan spektrometer massa
positive electrospray ionization dan multiple reaction monitoring dengan
analyze precursor ion 552.2 m/z [M + H]+ hingga diperoleh ion
436.2 m/z selama 5 menit. Parameter validasi linearitas dilakukan pada
seri konsentrasi 0.000146–1.200 µg/mL, uji presisi intrahari dan antarhari
22
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
memberikan nilai SD 0.4–7.2 dan 0.6–12.9%, dan persen perolehan kembali
sebesar 89%.
6. Belal, dkk (2013) melakukan penetapan kadar Aliskiren didalam plasma
menggunakan KCKT yang didahului proses derivatisasi menggunakan 1-
naphthyl isocyanate. Kondisi analisis menggunakan kolom C18, fase gerak
asetonitril-aquadest-asam fosfat pH 3.2 perbandingan 45:55:0.01, laju alir
1mL/menit, dan dideteksi pada panjang gelombang 230nm. Analisis ini jµga
menggunakan baku dalam berupa kaffein. Parameter validasi linearitas
dilakukan pada seri konsentrasi dengan rentang 0,005-0,400 µg/mL, nilai
LOD 0.005 µg/mL, nilai LOQ 0.01 µg/mL, uji presisi intrahari dan interhari
memberikan nilai SD 4.2%, dan persen perolehan kembali sebesar 97.1-
98.6%.
23
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB III
KERANGKA KONSEP
Penetapan panjang
gelombang optimum analisis
Optimasi kondisi analisis Aliskiren
Pemilihan komposisi
fase gerak
Pemilihan laju
alir
Uji kesesuaian sistem
Penyiapan sampel
Aliskiren dalam plasma
Validasi metode analisis
Uji Linieritas &
rentang
Uji LOD &
LOQ
Uji
Akurasi
Uji
Presisi
Aliskiren
Resmi diedarkan pada
tahun 2007
Tahun 2012
dilaporkan berbahaya
di Eropa
Antihipertensi
golongan baru untuk
manajemen terapi
hipertensi yang
bekerja langsung
menghambat renin.
Berpotensi menjadi
pilihan pertama pada
terapi hipertensi
masadepan
Harus dilakukan uji
keamanan, salah satu
langkahnya adalah
dengan penetapan
kadar Aliskiren dalam
darah
Uji
Selektivitas
Modifi-
kasi
metode
analisis
Penetapan kadar Aliskiren dalam plasma menggunakan KCKT
24
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di laboratorium Farmakognosi dan Fitokimia
serta laboratorium-laboratorium penunjang lainnya di Program Studi Farmasi
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta sejak bulan Maret hingga bulan Juni 2014.
4.2 Alat dan Bahan
4.2.1 Bahan Uji
Bahan uji yang digunakan pada penelitian ini adalah baku standard
Aliskiren Hemifumarate 98,5% yang diperoleh dari Royal Pharm, Jinlan Drugs
Technology Co.Ltd, China.
4.2.2 Bahan Kimia
Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah metanol grade
Liquid Chromatography (Merck), asam fosfat grade proanalisis (Merck),
aquabidest for irrigation (Indofarma), asetonitril grade Liquid Chromatography
(Merck), dan plasma darah (PMI Jakarta Pusat).
4.2.3 Alat
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah Kromatografi Cair
Kineja Tinggi (Dionex LC-10 ATVP), kolom KCKT C18 (Dionex, panjang 250
mm, diameter dalam 4.6 mm, ukuran partikel 5 μm), spektrofotometer UV-Vis
(Shimadzu), sentrifugator (Eppendorf 5417R), syringe filter (Sartorius, RC 0,20
µl), pHmeter (Horiba), timbangan analitik kepekaan 220 g-1 mg (AND-GH202),
vortex, mikropipet (Effendorf 100 µl dan 1000 µl), waterbath sonicator
(Bransonic), dry vacuum pump/compresor (Welch), mikrotube, dan alat-alat
gelas.
25
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4.3 Prosedur Kerja
4.3.1 Pembuatan larutan induk Aliskiren
Standard Aliskiren ditimbang sebanyak 150 mg kemudian dimasukkan
ke dalam labu ukur 250 mL. Standar Aliskiren tersebut dilarutkan dengan
aquadest dan dicukupkan volumenya hingga tanda batas. Diperoleh larutan
Aliskiren 600 µg/mL. Larutan Aliskiren 600 µg/mL kemudian diencerkan
menjadi 50 µg/mL (perhitungan dapat dilihat pada lampiran 1). Larutan Aliskiren
50 µg/mL diencerkan lagi menjadi 5 µg/mL. Larutan Aliskiren 5 µg/mL
dijadikan sebagai larutan induk yang digunakan untuk membuat larutan uji
Aliskiren pada sampel-sampel berikutnya.
4.3.2 Penentuan panjang gelombang
Larutan Aliskiren 50 µg/mL diencerkan menjadi 10 µg/mL (perhitungan
dapat dilihat pada lampiran 1). Larutan Aliskiren 10 µg/mL diukur nilai
serapannya pada spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 200-400
nm.
4.3.3 Pembuatan fase gerak
Senyawa KH2PO4 ditimbang sebanyak 7 gram kemudian dipindahkan
ke dalam labu ukur 1000 mL. Senyawa KH2PO4 tersebut dilarutkan dengan
aquadest dan dicukupkan volumenya hingga 1000 mL. Setelah itu, larutan
KH2PO4 diasamkan dengan asam fosfat hingga pH tepat 3,5. Larutan buffer
KH2PO4 pH 3,5 disaring menggunakan penyaring vakum yang dilengkapi
saringan berpori 0,45 µm.
Beberapa kombinasi fase gerak dibuat dengan mengkombinasikan
Buffer KH2PO4, metanol, asetonitril, dan aquabidest dengan komposisi yang
dapat dilihat pada tabel 4.1.
Tabel 4.1. Komposisi Fase Gerak
No Metanol Aquabidest Buffer Fosfat Asetonitril
1 50 50 - -
2 - - 40 60
3 - - 35 65
26
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4 50 - 30 20
5 60 - 25 15
(Burckhardt, 2012)
Fase gerak yang telah dibuat dimasukkan ke dalam reservoir KCKT
kemudian disonikasi dengan waterbath sonicator untuk menghilangkan
gelembung udara. Sonikasi dilakukan selama 30 menit. Fase gerak siap
digunakan untuk mengaliri sampel pada alat KCKT.
4.3.4 Pemilihan fase gerak dan laju alir.
Larutan Aliskiren 5 µg/mL diencerkan menjadi 1 µg/mL (perhitungan
terlampir). Larutan Aliskiren 1 µg/mL disuntikkan ke KCKT sebanyak 20 µl dan
dialiri fase gerak-fase gerak yang telah disiapkan secara bergantian. Dicatat
waktu retensi, luas area, jumlah lempeng teoritis, faktor kapasitas, asimetris, dan
koefisien variasi untuk masing-masing pemisahan yang diperoleh dari tiap-tiap
fase gerak yang digunakan.
Pemisahan yang terbaik kemudian diulang lagi dengan menggunakan
fase gerak yang sama menggunakan 3 laju alir yang berbeda. Dicatat lagi waktu
retensi, luas area, dan dihitung jumlah lempeng teoritis, faktor kapasitas,
asimetris, dan koefisien variasi untuk masing-masing pemisahan yang diperoleh
dari tiap-tiap laju alir yang digunakan.
4.3.5 Uji Kesesuaian Sistem
Larutan Aliskiren 5 µg/mL diencerkan menjadi 1 µg/mL (perhitungan
terlampir). Larutan Aliskiren 1 µg/mL disuntikkan ke KCKT sebanyak 20 µl dan
dialiri fase gerak dengan laju alir terpilih. Penyuntikan diulang sebanyak 5 kali.
Dihitung jumlah lempeng teoritis, faktor kapasitas, asimetris, dan koefisien
variasi untuk masing-masing penyuntikan.
4.3.6 Preparasi sampel Aliskiren di dalam plasma darah
Larutan induk Aliskiren 5 µg/mL diencerkan dengan plasma darah di
dalam labu ukur 5 mL hingga diperoleh konsentrasi Aliskiren di dalam plasma
27
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
menjadi 0,4 µg/mL, 0,5 µg/mL, 0,6 µg/mL, 0,7 µg/mL, 0,8 µg/mL, 0,9 µg/mL,
dan 1 µg/mL (perhitungan dapat dilihat pada lampiran 1).
Masing-masing larutan plasma mengandung Aliskiren dideproteinasi
dengan cara: larutan plasma tiap konsentrasi dipipet 500 µl dan dimasukkan ke
dalam tabung sentrifugasi. Larutan plasma tersebut ditambahkan metanol
sebanyak 1000 µl sehingga diperoleh perbandingan plasma dan metanol menjadi
1 : 2 (v/v). Larutan plasma Aliskiren dan metanol divortex selama 30 detik
kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 3600 rpm, suhu 16oC, selama 10
menit. Supernatan hasil sentrifugasi diambil menggunakan syringe dan
dimasukkan ke dalam vial KCKT menggunakan syringe filter.
4.3.7 Validasi metode
4.3.7.1 Pembuatan kurva kalibrasi dan uji linieritas
Larutan plasma mengandung Aliskiren konsentrasi 0,4; 0,5; 0,6; 0,7;
0,8; 0,9 dan 1 µg/mL masing-masing dideproteinasi seperti cara yang dijelaskan
pada poin 4.3.6. Sebanyak 20 ul aliquot masing-masing sampel disuntikkan ke
alat KCKT pada kondisi terpilih. Setelah itu dibuat perbandingan antara luas area
(y) yang diperoleh terhadap konsentrasi Aliskiren dalam plasma (x). Kemudian
dihitung koefisien korelasi dari persamaan garis regresi linier tersebut.
4.3.7.2 Penentuan LOD dan LOQ
Data area per konsentrasi yang diperoleh dari data kalibrasi digunakan
untuk penghitungan LOD dan LOQ. Nilai LOD diperoleh melalui persamaan
garis regresi linier dari kurva kalibrasi dengan rumus: LOD =
Sedangkan nilai LOQ dihitung melalui persamaan garis regresi linier
dari kurva kalibrasi, dengan rumus: LOQ =
4.3.7.3 Uji Selektivitas
Larutan induk Aliskiren 5 µg/mL diencerkan dengan plasma darah di dalam labu
ukur 5 mL hingga diperoleh konsentrasi Aliskiren di dalam plasma menjadi 1
µg/mL (perhitungan terlampir).
28
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Larutan plasma yang tidak mengandung Aliskiren dan larutan plasma
yang mengandung Aliskiren 1 µg/mL dideproteinasi dengan cara seperti yang
dijelaskan pada poin 4.3.6. Sebanyak 20 ul aliquot masing-masing sampel
disuntikkan ke alat KCKT pada kondisi terpilih. Diamati puncak hasil
pengotoran plasma pada waktu retensi tertentu dan bandingan dengan waktu
retensi puncak Aliskiren. Prosedur ini dilakukan sebanyak enam kali dengan
menggunakan plasma dari enam sumber yang berbeda.
4.3.7.4 Uji akurasi
Larutan induk Aliskiren 5 µg/mL diencerkan dengan plasma darah di
dalam labu ukur 5 mL hingga diperoleh konsentrasi Aliskiren di dalam plasma
menjadi 0,4 µg/mL, 0,7 µg/mL, dan 1 µg/mL (perhitungan dapat dilihat pada
lampiran 1).
Masing-masing larutan plasma mengandung Aliskiren dideproteinasi
dengan cara yang dijelaskan pada poin 4.3.6. Sebanyak 20 ul aliquot masing-
masing sampel disuntikkan ke alat KCKT pada kondisi terpilih. Diulang
sebanyak 3 kali untuk masing-masing konsentrasi. Kemudian dihitung nilai %
diff dan % perolehan kembali (% recovery) dengan rumus terlampir. Nilai % diff
disyaratkan kurang dari 15% dan nilai % perolehan kembali disyaratkan berada
pada rentang 70-102%. (Harmita, 2004).
4.3.7.5 Uji presisi
Larutan induk Aliskiren 5 µg/mL diencerkan dengan plasma darah di
dalam labu ukur 5 mL hingga diperoleh konsentrasi Aliskiren di dalam plasma
menjadi 0,4 µg/mL, 0,7 µg/mL, dan 1 µg/mL (perhitungan terlampir).
Masing-masing larutan plasma mengandung Aliskiren dideproteinasi
dengan cara yang dijelaskan pada poin 4.3.6. Sebanyak 20 ul aliquot masing-
masing sampel disuntikkan ke alat KCKT pada kondisi terpilih. Diulang
sebanyak 3 kali untuk masing-masing konsentrasi. Hal yang sama dilakukan
pula dihari yang bebeda. Kemudian dihitung nilai RSD dengan rumus terlampir.
Nilai RSD disyaratkan kurang lebih 15% (Harmita, 2006).
29
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Optimasi Metode Penetapan Kadar Aliskiren
Pada penelitian ini, optimasi metode penetapan kadar Aliskiren dalam
plasma darah meliputi penentuan fase gerak dan laju alir serta penentuan metode
ekstraksi Aliskiren dari plasma darah. Sebagai langkah pertama, dilakukan
penentuan panjang gelombang maksimum analisis Aliskiren untuk
meningkatkan selektivitas dan sensitifitas analisis Aliskiren di dalam plasma
darah.
Penentuan panjang gelombang maksimum dilakukan dengan
menggunakan spektrofotometer ultraviolet-visibel. Sebanyak 10 µg/mL larutan
standard Aliskiren diukur pada panjang gelombang 200 nm hingga 400 nm.
Diperoleh serapan tertinggi standard Aliskiren pada panjang gelombang 220 nm.
Hal ini telah sesuai dengan literatur, dimana Alagar Raja pada tahun 2012
melakukakan analisis Aliskiren yang dideteksi pada panjang gelombang 220 nm
juga. Spektrum Aliskiren pada spektrofotometer UV-Vis dapat dilihat pada
lampiran 2 gambar 6.1. Panjang gelombang ini kemudian digunakan pada
instrument Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) untuk mendeteksi sampel
yang dianalisis pada penetapan kadar Aliskiren dalam plasma darah secara in
vitro.
Tahap selanjutnya adalah penentuan komposisi fase gerak dan laju alir.
Pada pemilihan komposisi fase gerak, analisis dilakukan dengan KCKT
menggunakan kolom C18 panjang 250 mm (Raja, Kumaraswamy, 2012),
dengan volume penyuntikan sampel sebanyak 20 µl. Sistem kromatografi yang
digunakan adalah sistem isokratik dengan kombinasi fase gerak metanol, buffer,
dan asetonitril pada berbagai perbandingan.
Struktur molekul Aliskiren disusun dari molekul-molekul yang bersifat
polar. Untuk itu komposisi fase gerak yang dipakai untuk memisahkan
Aliskiren terdiri dari campuran pelarut organik metanol dan asetonitril agar
diperoleh fase gerak yang memiliki kepolaran yang sama dengan Aliskiren
30
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
sehingga dapat membawa Aliskiren dan memisahkannya dari pengotor pada
plasma.
Komposisi fase gerak yang pertama kali dicobakan adalah kombinasi
metanol dan air perbandingan 50 : 50 dengan laju alir 1,0 mL/menit (Ramusovic,
2013). Dari fase gerak ini diperoleh kromatogram yang terdiri dari empat puncak,
tidak terlihat adanya pemisahan zat tunggal padahal analisis dilakukan saat sistem
sudah berada dalam keadaan baseline.
Gambar 5.1. kromatogram Aliskiren menggunakan
fase gerak metanol : air (50 : 50)
Kemudian digunakan fase gerak asetonitril dan buffer KH2PO4 pH 3,5
dengan perbandingan 60 : 40 (Raul, 2012 dan Belal, 2013). Penggunaan buffer
asam ini diharapkan memberi suasana asam pada analisis sehingga dapat
membuat Aliskiren yang bersifat basa lemah menjadi terionkan dan dapat dibawa
oleh fase gerak. Sebagai hasilnya, diperoleh empat puncak yang tidak terpisah
dengan baik sehingga terlihat seperti satu puncak yang lebar. Komposisi ini
kemudian dirubah dengan perbandingan 65 : 35 dan 55 : 45 untuk mencari
komposisi yang dapat memperkecil luas puncak. Namun puncak yang dihasilkan
justru semakin besar.
Gambar 5.2. Kromatogram Als
menggunakan fase gerak Acn:Buf
(60:40)
Gambar 5.3. Kromatogram Als
menggunakan fase gerak Acn:Buf
(65:35)
31
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Dengan ketiga fase gerak di atas, puncak Aliskiren muncul di sekitar
menit kedua. Oleh karena sering terdapat pengotor di plasma yang umumnya
muncul di sekitar menit kedua, maka fase gerak tersebut diubah dengan tujuan
menghasilkan puncak pada waktu retensi diatas menit kedua. Dilakukan
peningkatan polaritas fase gerak dengan penambahan metanol. Dibuat suatu
komposisi fase gerak yang terdiri dari metanol, buffer KH2PO4 pH 3,5, dan
asetonitril perbandingan 50 : 30 : 20 dan 60 : 25 : 15 dengan kondisi laju alir 1.0
mL/menit.
Dengan menggunakan fase gerak Metanol : Buffer KH2PO4 pH 3,5:
Asetonitril (50:30:20) Aliskiren muncul di waktu retensi 5,8 menit. Fase gerak ini
menghasilkan puncak Aliskiren di waktu retensi yang cukup jauh dari
kemungkinan waktu retensi pengotor dari darah. Dengan menggunakan fase gerak
Metanol : Buffer KH2PO4 pH 3,5 : Asetonitril (60:25:15) Aliskiren muncul pada
waktu retensi 3,6 menit. Waktu retensi ini lebih singkat dibanding waktu retensi
jika analisis dilakukan dengan Metanol : Buffer : Asetonitril (50:30:20) laju alir
1.0 mL/menit serta tidak terganggu puncak pengotor plasma. Maka fase gerak
Metanol : Buffer KH2PO4 pH 3,5 : Asetonitril (60:25:15) dipilih untuk analisis
Gambar 5.4. Kromatogram Als menggunakan
fase gerak Acn:Buf (55:45)
Gambar 5.5. Kromatogram menggunakan
fase gerak Metanol : Buffer : Asetonitril
(50:30:20)
Gambar5.6. Kromatogram menggunakan
fase gerak Metanol : Buffer : Asetonitril
(60:25:15)
32
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
karena menghasilkan puncak Aliskiren pada waktu retensi yang paling singkat
dengan tidak terganggu oleh puncak pengotor dari plasma.
Dari hasil optimasi ini, maka diperoleh suatu kondisi analisis Aliskiren di
dalam plasma darah dengan ketentuan sebagai berikut:
Spesifikasi alat : HPLC merk Dionex, auto sampler, detektor
ultraviolet
Kolom : Dionex C18 (250 x 4,6 mm, 5 µm)
Fase gerak : Metanol : Buffer KH2PO4 (pH 3,5) : Asetonitril
dengan perbandingan 60 : 25 : 15
Laju alir : 1 mL/menit
Teknik : Isokratik
Panjang gelombang : 220 nm
Volume injeksi : 20 µl
Suhu kolom : Ambient
Waktu akuisisi : 6 menit
Setelah metode diperoleh kemudian dilakukan uji kesesuaian sistem.
Uji kesesuaian sistem bertujuan untuk menjamin bahwa sistem operasioanl
KCKT yang tersedia memberikan hasil yang sesuai dengan tujuan analisis. Hal
ini dilakukan karena adanya variasi dalam peralatan dan teknik analisis. Uji
kesesuaian sistem dilakukan sebanyak 5 kali penyuntikan.
Menurut Farmakope Indonesia edisi IV, parameter yang berguna untuk
uji kesesuaian sistem adalah keberulangan dari penyuntikan ulang larutan baku
dinyatakan dalam simpangan baku relatif yang dinyatakan dalam persen bila
tidak dinyatakan lain dalam monografi baku yang digunakan maka untuk
penghitungan digunakan data kromatogram lima kali hasil penyuntikan ulang
dengan nilai RSD kurang dari 2,0%.
Menurut USP, ada lima parameter yang dijadikan rujukan untuk
menunjukkan bahwa metode telah sesuai dengan sistem yang tersedia. Empat
parameter tersebut adalah resolusi, faktor kapasitas, faktor ikutan, lempeng
teoritis, dan koefisien variasi dari luas area dari serangkaian penyuntikan
sampel. Suatu metode dinyatakan memenuhi syarat uji kesesuaian sistem jika
33
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
minimal ada dua parameter yang memenuhi persyaratan dari lima parameter
yang diujikan.
Dari uji kesesuaian sistem diperoleh rata-rata waktu retensi Aliskiren
muncul pada menit 3,6854 dengan rata-rata nilai area Aliskiren pada 5 kali
penyuntikan adalah 20,9453 mAu dengan nilai koefisien variasi sebesar
1,7203%. Data uji kesesuaian sistem dapat dilihat pada Tabel 5.1 dan data
selengkapnya tercantum dalam lampiran 5 tabel 6.1.
Tabel 5.1. Hasil uji rata-rata kesesuaian sistem analisis Aliskiren
menggunakan fase gerak Metanol : Buffer KH2PO4 pH 3,5 :
Asetonitril (60:25:15 (v/v))
Parameter Syarat Hasil yang diperoleh Kesimpulan
RSD waktu retensi < 2% 1,6115
RSD luas area < 2% 1,7203
Lempeng Teoritis ≥ 2000 3794
Faktor Kapasitas 2 2,67
Faktor ikutan ≤ 2 0,94
Nilai bilangan lempeng teoritis, faktor kapasitas dan faktor ikutan
menunjukkan kinerja kolom dalam memisahkan komponen dengan
menggunakan metode tersebut. Semakin besar nilai lempeng teoritis berarti
semakin efisien kolom dalam memisahkan komponen menggunakan metode
tersebut. Faktor kapasitas menyatakan rasio jumlah molekul zat yang terlarut di
fase diam dan jumlah molekul zat terlarut dalam fase gerak. Faktor ikutan
menunjukkan bentuk puncak Aliskiren yang asimetris atau tidak memiliki
pengekoran. (B, Parwa; 1988). Data dari lima parameter yang diujikan telah
memenuhi persyaratan uji kesesuaian sistem. Ini menunjukkan bahwa metode
yang digunakan untuk analisis ini memenuhi persyaratan pada uji kesesuaian
sistem.
Untuk dapat menganalisis Aliskiren dalam plasma darah menggunakan
KCKT, maka Aliskiren di dalam plasma darah harus diekstraksi dari plasma
darah. Seperti yang kita ketahui, plasma darah mengandung banyak protein.
34
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Aliskiren terikat 50% dengan protein plasma (Martindal, 2009). Ikatan Aliskiren
dengan protein plasma perlu dilepaskan karena dapat mengganggu analisis pada
KCKT disamping juga dapat merusak kolom KCKT.
Pemisahan Aliskiren dengan protein plasma dilakukan dilakukan dengan
cara deproteinasi protein dalam plasma menggunakan pelarut organik. Pelarut
organik yang digunakan adalah yang dapat bercampur dengan air seperti metanol
dan asetonitril. Penambahan larutan organik seperti metanol ataupun asetonitril
pada larutan protein dalam air akan menurunkan KD (Konstanta Dielektrik)
pelarut/air yang meningkatkan tarikan antara molekul-molekul bermuatan dan
memfasilitasi interaksi elektrostatik protein. Selain itu pelarut organik ini jµga
akan menggantikan beberapa molekul air di sekitar daerah hidrofob dari
permukaan protein yang berasosiasi dengan protein sehingga menurunkan
konsentrasi air dalam larutan dengan demikian kelarutan protein akan menurun
dan memungkinkan terjadinya pengendapan.
Dilakukan pemilihan pelarut organik yang dapat mengekstrak Aliskiren
dari plasma darah. Ekstraksi dilakukan dengan menambahkan sejumlah pelarut
organik kedalam plasma. Komposisi pelarut organik dan plasma yang dicobakan
adalah asetonitril : plasma dengan perbandingan 1 : 1, asetonitril : plasma dengan
perbandingan 2 : 1, metanol : plasma dengan perbandingan 1 : 1, dan metanol :
plasma dengan perbandingan 2 : 1. Kemudian dilakukan pengamatan
kromatogram plasma blangko dengan melihat apakah pada daerah waktu retensi
Aliskiren terdapat pengotor plasma atau tidak. Hasilnya, dari keempat komposisi
pelarut organik yang diujikan untuk mengendakan protein, tidak satupun
komposisi pelarut yang menghasilkan puncak pengotor pada waktu retensi
Aliskiren saat analisis dilakukan.
Selanjutnya, proses ekstraksi yang sama dilakukan pada plasma yang
mengandung Aliskiren. Kemudian dilakukan pengamatan kromatogram plasma
mengandung Aliskiren dengan membandingkan luas area, jumlah lempeng
teoritis, resolusi, faktor ikutan, dan faktor kapasitas puncak Aliskiren dari masing-
masing proses ekstraksi tersebut sebagai bahan pertimbangan pemilihan
komposisi pelarut organik pengendap protein. Data hasil analisis Aliskiren yang
diekstraksi dengan berbagai pelarut organik dapat dilihat pada tabel 5.2.
35
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel 5.2. Hasil optimasi deproteinasi protein plasma
Pelarut pengendap
protein plasma
Luas area
(mAu)
Lempeng
teoritis Resolusi As K’
1x Asetonitril 29,6367 2273 3,13 2,38 6,11
2x Asetonitril 22,4382 1460 1,91 0,77 4,13
1x Metanol 37,0175 1847 3,16 2,81 4,06
2x Metanol 18,7582 4141 4,13 2,31 4,09
Dengan melihat data di atas, dari pengujian empat komposisi pelarut
organik yang digunakan untuk mengendapkan protein plasma yang mengandung
Aliskiren, diperoleh bahwa komposisi metanol sebanyak dua bagian plasma
dapat memisahkan pengotor plasma dengan Aliskiren dan menghasilkan puncak
Aliskiren dengan kriteria puncak yang paling baik. Hal itu dapat dilihat dari nilai
lempeng teoritis puncak Aliskiren yang paling besar, nilai resolusi yang paling
besar, nilai asimetris yang paling kecil, dan faktor kapasitas yang paling kecil
jika dibandingkan dengan tiga komposisi pelarut organik lainnya.
Nilai lempeng teoritis yang paling besar menunjukkan kinerja kolom
yang paling baik dalam memisahkan Aliskiren dengan menggunakan metode
ekstraksi menggunakan dua bagian metanol. Nilai resolusi yang paling besar ini
menyatakan metode esktraksi menggunakan dua bagian metanol sesuai dengan
sistem KCKT sehingga dapat memisahkan puncak pengotor plasma yang
muncul pada waktu retensi 1,9-2 dengan puncak Aliskiren yang muncul pada
waktu retensi 3,6-3,8 dengan pemisahan yang paling baik. Faktor asimetris
menunjukkan puncak Aliskiren hasil ekstraksi dengan dua bagian metanol
memiliki bentuk yang paling asimetris (tidak memiliki pengekoran).
5.2. Validasi Metode Penetapan Kadar Aliskiren dalam Plasma Darah
secara in vitro
5.2.1 Pembuatan Kurva Kalibrasi dan Uji Linieritas dalam Plasma
secara in vitro
Kurva kalibrasi menggambarkan hubungan antara respon alat dengan
konsentrasi analit yang diketahui. Pembuatan kurva kalibrasi dilakukan dengan
36
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
melihat respon KCKT terhadap analisis plasma darah yang mengandung
Aliskiren dengan konsentrasi 0,4; 0,6; 0,7; 0,8; 0,9; dan 1 µg/mL. Persamaan
regresi yang diperoleh adalah y = 23,630 x – 7,1758 dengan nilai regresi 0,9824.
Nilai regresi ini mendekati persyaratan nilai regresi yang ideal. Pada analisis
didalam plasma, nilai regresi dapai diterima jika besar dari 0,95 (Shargel, 1988).
Jika dibandingkan hasil yang diperoleh dengan persyaratan yang ditentukan
menurut Shargel (1988) maka dapat disimpulkan bahwa metode telah memenuhi
persyaratan kurva kalibrasi yang baik. Data hasil pengukuran kurva kalibrasi
Aliskiren dalam plasma tercantum dalam lampiran 6 tabel 6.2 dan gambar kurva
kalibrasi yang diperoleh dapat dilihat pada gambar 5.17.
Gambar 5.17. Kurva kalibrasi standard Aliskiren didalam plasma
5.2.2 Pengukuran Limit Deteksi (LOD) dan Limit Kuantifikasi (LOQ)
Dengan menggunakan data kalibrasi diatas, kemudian dihitung nilai LOQ
dan nilai LOD. LOD (Limit of Detection) adalah jumlah terkecil analit dalam
sampel yang masih memberikan respon signifikan oleh instrument analisisnya.
LOQ (Limit of Quantification) adalah jumlah tekecil analit dalam sampel yang
masih dapat dianalisis secara akurat dan presisi. Nilai LOD yang diperoleh
adalah 0,1044 dan nilai LOQ yang diperoleh adalah 0,3163 µg/mL. Cara
perhitungan nilai LOD dan LOQ ini tercantum dalam lampiran 7. Konsentrasi
Aliskiren di dalam plasma darah berada pada rentang 0,05 µg/mL – 0,7 µg/mL
y = 23,63x - 7,1758 R² = 0,9824
0
5
10
15
20
0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2
Are
a (m
Au
)
Konsentrasi (µg/mL)
Kurva Kalibrasi Standard Aliskiren
dalam Plasma Darah
37
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(Waldmeier, 2011). Nilai LOD dan LOQ yang diperoleh menunjukkan bahwa
metode ini dapat digunakan untuk analisis Aliskiren dalam plasma darah untuk
konsentrasi Aliskiren diatas 0,3163 µg/mL.
5.2.3 Uji Selektivitas
Selektivitas suatu metode adalah kemampuan suatu metode untuk
mengukur analit yang dituju secara spesifik dan tepat dengan adanya komponen-
komponen lain dalam sampel (Validation of Compandial Methods, 2008 dalam
Susanti, 2012). Uji selektivitas dilakukan untuk mengukur kemampuan suatu
metode analisis dalam membedakan dan menghitung secara kuantitatif analit
dari keberadaan zat lain yang ada di dalam pembawanya, dalam hal ini adalah
pengotor yang ada di dalam plasma darah. Uji selektivitas ini dilakukan dengan
membandingkan kromatogram Aliskiren dengan kromatogram plasma blangko
sebanyak enam kali perlakuan. Perbandingan ini digunakan untuk melihat
puncak pengotor plasma yang muncul saat analisis. Puncak pengotor plasma
muncul pada waktu retensi 1,8 – 2,2 menit. Puncak Aliskiren muncul pada
waktu retensi 3,6 – 3,8 menit. Hasil ini menunjukkan bahwa metode ini selektif
dalam memisahkan Aliskiren dari pengotor lain yang ada di dalam plasma.
Gambar pemisahan Aliskiren dalam kedua plasma dapat dilihat pada lampiran 3
gambar 6.4., gambar 6.5., dan gambar 6.6.
5.2.4 Uji Akurasi dan Perolehan Kembali
Akurasi adalah ukuran yang menyatakan derajat kedekatan rata-rata hasil
analisis dengan hasil teoritis. Hasil teoritis ini adalah hasil yang sebenarnya atau
hasil yang diharapkan menurut teori yang digunakan. Untuk analisis dalam
matriks biologis, selisih hasil analisis dengan hasil teoritis dipersyaratkan berada
dalam rentang ± 20 %, nilai ini dinyatakan sebagai % diff (FDA, 2013).
Pada penelitian ini uji akurasi dilakukan menggunakan metode simulasi
(spiked-placebo recovery). Sejumlah standar Aliskiren ditambahkan ke dalam
plasma darah sehingga diperoleh konsentrasi Aliskiren dalam plasma darah
sebesar 0,4 µg/mL; 0,7 µg/mL; dan 1 µg/mL. Plasma mengandung Aliskiren ini
kemudian dianalisis. Hasil analisisnya dibandingkan dengan hasil teoritis, yang
38
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
diperoleh dari analisis standard aliksiren dalam pelarut aquadest dengan
konsentrasi 0,4 µg/mL; 0,7 µg/mL; dan 1 µg/mL. Prosedur ini dilakukan sebanyak
tiga kali untuk masing-masing konsentrasi.
Perolehan kembali adalah rasio hasil analisis analit yang diekstraksi dari
sampel dengan hasil analisis analit didalam pelarutnya. Untuk analisis dalam
matriks biologis, nilai perolehan kembali tidak harus 100%, tetapi diusahakan
konsisten, presisi, dan reprodusibel (FDA, 2013). Persyaratan % recovery untuk
sampel dengan konsentrasi 100 ng/mL-10 µg/mL adalah 80-110% (Huber, 2007).
Secara berurutan, untuk konsentrasi 0,4 µg/mL; 0,7 µg/mL; dan 1 µg/mL
diperoleh nilai % diff sebesar 16,8156%, 17,0724%, 15,5127% dan % recovery
sebesar 83,1844%, 82,9276%, 84,4873%. Jika hasil yang diperoleh dibandingkan
dengan persyaratan yang ditentukan menurut Huber (2007) maka dapat
disimpulkan bahwa metode telah memenuhi persyaratan uji akurasi. Hasil uji rata-
rata dapat dilihat pada tabel 5.3 dan data hasil percobaan selengkapnya tercantum
dalam lampiran 8 tabel 6.3.
Tabel 5.3. Hasil uji akurasi dan perolehan kembali
Konsentrasi
(µg/mL)
Area Hasil
Analisis
Area
Seharusnya
%
Diff
%
Recovery
Syarat %
recovery
0,4 2,8400 mAu 3,4141 mAu 16,8156 83,1844 80-110%
(Huber,
2007)
0,7 9,2966 mAu 11,2105 mAu 17,0724 82,9276
1 ,0 17,4783 mAu 20,6875 mAu 15,5127 84,4873
Mean recovery 83,5351
Pada penelitian sebelumnya, yakni validasi metode analisis Aliskiren
dalam sediaan farmasi, Kumaraswamy (2012), Babu dan Sangoi (2011), ,
memperoleh nilai persen recovery 97-99%. F. Belal melakukan validasi metode
analisis Aliskiren dalam plasma menggunakan proses derivatisasi dengan 1-
naphtyl isocyanate memperoleh persen recovery sebesar 97,1 - 98,6%. Zeynep
melakukan proses derivatisasi dengan Dansyl Chlorida memperoleh persen
recovery sebesar 97,81 %. Ramusovic menganalisis Aliskiren dengan plasma
darah menggunakan LCMS dan melibatkan ekstraksi fasa padat untuk preparasi
sampelnya memperoleh persen recovery sebesar 89%. Sementara pada penelitian
ini, analisis Aliskiren menggunakan KCKT, tanpa melibatkan proses
39
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
derivatisasi, dan preparasi sampel menggunakan cara deproteinasi protein
memperoleh persen recovery sebesar 83,5351%.
Semakin kompleks preparasi sampel maka semakin besar persen
recovery yang diperoleh. Semakin besar persen recovery maka semakin besar
peluang untuk memperoleh nilai akurasi yang besar karena kriteria akurat sangat
dipengaruhi oleh besar konsentrasi yang dianalisis dan kepresisian metode. Jika
konsentrasi analit dalam sampel cukup besar dan dipreparasi dengan metode
yang tepat akan mengurangi kesalahan sistematis sehingga memperoleh persen
recovery yang besar akibatnya akan semakin mudah untuk memperoleh hasil
yang akurat.
Kecermatan hasil analisis sendiri tergantung kepada sebaran kesalahan
sistematis didalam keseluruhan tahapan analisis. Untuk meningkatkan
kecermatan maka harus diperhatikan menggunakan peralatan yang telah
dikalibrasi, menggunakan pelarut yang baik, dan pelaksanaan yang cermat sesuai
prosedur (Harmita, 2007).
5.2.5 Uji Presisi
Presisi adalah ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil
uji individual, diukur melalui penyebaran hasil individual dari rata-rata jika
prosedur ditetapkan secara berulang pada sampel-sampel yang diambil dari
campuran yang homogen. Ia menyatakan keterulangan, yakni jika analisis
dilakukan berulang maka perbedaan hasil yang diperoleh tidak melebihi syarat
uji presisi. Presisi dinyatakan sebagai SD (Standar Deviasi) dan RSD
(simpangan baku relatif). Syarat uji presisi untuk analisis pada matriks biologis
dengan konsentrasi analit sebesar 0,1 µg/mL sampai 1 µg/mL adalah nilai persen
RSD kurang dari 15% (Huber, 2007). Semakin kecil nilai SD dan RSD
menunjukkan metode yang dipakai semakin tepat.
Pada penelitian ini uji presisi dilakukan pada tiga konsentrasi sampel,
yaitu 0,4 ; 0,7; dan 1 µg/mL yang masing-masing dianalisis sebanyak tiga kali
untuk masing-masing sampel pada hari yang sama (intra hari) dan pada hari
berikutnya (antar hari).
40
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Dari penelitian ini, diperoleh nilai RSD untuk konsentrasi 0,4 µg/mL, 0,7
µg/mL, dan 1 µg/mL pada hari pertama masing-masing adalah 3,8483%,
3,1973%, dan 3,1201%. Untuk hari kedua, nilai RSD yang diperoleh adalah
8,9548%, 1,2607%, dan 4,1296%. Jika hasil hari 1 dibandingkan dengan hari
kedua dibandingkan, maka diperoleh nilai persen RSD untuk konsentrasi 0,4
µg/mL, 0,7 µg/mL, dan 1 µg/mL adalah 5,2780%, 1,1108%, dan 1,1843%. Hasil
uji presisi dapat dilihat pada tabel 5.4. dan hasil penelitian selengkapnya dapat
dilihat pada lampiran 9 tabel 6.4.
Tabel 5.4. Hasil uji presisi
Konsentrasi
(µg/mL)
Area
terukur
(mAu)
SD
intrahari
RSD
intrahari
(%)
SD
antarhari
RSD
antarhari
(%)
Syarat
RSD
0,4 Hari 1 2,8400 0,1093 3,8483
0,1557 5,2780
< 15%
(Huber,
2007)
Hari 2 3,0602 0,2740 8,9548
0,7 Hari 1 9,2966 0,2972 3,1973
0,1046 1,1108 Hari 2 9,4438 0,1191 1,2607
1 Hari 1 17,4783 0,5453 3,1201
0,2053 1,1843 Hari 2 17,1880 0,7098 4,1296
Diperoleh nilai RSD antarhari tidak seragam, dimana pada sampel
dengan konsentrasi analit yang kecil memiliki nilai RSD antarhari yang besar. Ini
menunjukkan metode yang digunakan memiliki tingkat presisi yang kecil untuk
menganalisis sampel dengan konsentrasi sekitar LOQ. Namun secara keseluruhan
nilai RSD yang diperoleh untuk konsentrasi kecil, sedang, dan tinggi masing-
masing telah memenuhi syarat presisi. Jika hasil yang diperoleh dibandingkan
dengan persyaratan yang ditentukan menurut Huber (2007) maka dapat
disimpulkan bahwa metode telah memenuhi persyaratan uji presisi.
41
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
6.1.1 Penetapan kadar Aliskiren dalam plasma darah secara in vitro
menggunakan KCKT dapat dilakukan dengan kondisi kolom Acclaim®
C18 ukuran 250 x 4,6 mm, 0,5 um; fase gerak metanol : buffer KH2PO4
pH 3,5 : asetonitril (60 : 25 : 15); laju alir 1 mL/menit, dan dideteksi pada
panjang gelombang 220 nm.
6.1.2 Aliskiren didalam plasma diekstraksi dengan cara deproteinasi dengan cara
mencampurkan plasma dengan metanol pada perbandingan 1 : 2,
kemudian di vortex selama 30 detik, dan disentrifµgasi pada kecepatan
3600 rpm selama 10 menit.
6.1.3 Hasil validasi metode menunjukkan bahwa kondisi analisis yang tersebut
diatas memenuhi syarat linieritas, presisi, dan akurasi.
6.2 Saran
Diharapkan untuk melakukan pengembangan metode penetapan kadar
Aliskiren dalam plasma secara in vitro yang dapat memperbesar nilai perolehan
kembali serta memenuhi syarat validitas pada kadar Aliskiren yang ada di dalam
plasma.
42
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR PUSTAKA
Aydoğmuş, Zeynep; Ferhat Sari; Sevgi Tatar Ulu. 2011. Spectrofluorimetric
Determination of Aliskiren in Tablets and Spiked Human Plasma throµgh
Derivatization with Dansyl Chloride. J Fluoresc (2012) 22:549–556 DOI
10.1007/s10895-011-0988-y.
Aziza, Lucky. 2008. Terapi Hipertensi di Masa Depan. Majalah Kedokteran
Indonesia, Volume: 58, Nomor: 2.
B, Parwa. 1988. Analisis Farmasi Metode Modern. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Babu, K. Satish; Rao; K. Vijaya Bhargava. 2011. A Simple And Sensitive Method
For The Determination Of Aliskiren Hemifumarate Using Hplc-Uv
Detection. Rasayan Journal Chemistry Vol.4, No.2.
Brown, Morris J; Gordon T McInnes; Cheraz Cherif Papst; Jack Zhang; dan
Thomas M MacDonald. 2011. Aliskiren And The Calcium Channel
Blocker AmLodipine Combination As An Initial Treatment Strategy For
Hypertension Control (ACCELERATE): A Randomised, Parallel-Group
Trial. The Lancet Volume 377, Issue 9762, hal 312 – 320.
Buletin berita MESO, Badan POM RI. Volume 30 No. 2, Edisi November 2012
Center for Drug Evaluation and Research. 2004. Validation of Chromatographic
Methods.
Effendy. 2004. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi dalam Bidang Farmasi. USU.
Evans, G. 2004. A Handbook Of Bioanalysis and Drµg Metabolism. USA: CRC
Press.
F, Belal; Walash M; El-Enany N; Zayed SJ. Highly Sensitive HPLC Method For
Assay Of Aliskiren in Human Plasma throµgh Derivatization With 1-
Naphthyl Isocyanate Using UV Detection. Chromatogr Analyt Technol
Biomed Life Sci. Vol.15.
Farmakope Indonesia edis IV halaman 1016-1017.
FDA. 2013. Draft Guideline on Bioanalytical Method Validation in
Pharmaceutical Development. FDA.
43
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Food and Drµg Administration. 2013. Guidance for indusstry: bioanalitycal
methodvalidation. http://www.fda.gov/Drµgs/Guidance-
ComplianceRegulatoryInformation/Guidances/default.htm
Guidance for Industry: Bioanalytical Method Validation. FDA. 2013.
Hadjar. 1985. Teknik Analisis Obat dalam Cairan Biologis Dengan GLC Dan
HPLC. Pusat Penelitian dan Pengembangan PT.Kalbe Farma(Ed) dalam
Cermin Dunia Kedokteran. No. 37 (pp 26-31) 16 Desember 2011.
(http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/cdk_037_far-
makokinetika_klinik.pdf)
Harmita, Umar Mansur, Firnando. 2004. Metode Penetapan Kadar Meloxicam
dalam Darah Manusia in vitro secara Kromatografi Cair Kineja Tinggi.
Majalah Ilmu Kefarmasian Vol I No.2.
Harmita. 2004. Petunjuk Pelaksanaan Validasi Metode dan Cara
Perhitungannya. Majalah Ilmu Kefarmasian Vol. I. No.3 hal.117-135.
Huber, Ludwig. 2007. Validation and Qualification in Analytical Laboratories.
London: Informa.
Kumaraswamy; et al. 2012. Validated RP-HPLC Method for Simultaneous
Estimation of Aliskirenand Valsartan in Tablet Dosage Form. Journal of
Drug Delivery and Therapeutic Vol 2(5).
MJ, Brown; Mc Innes GT; Papst CC; Zhang J dan MacDonald TM. 2011.
Aliskiren and the Calcium Channel Blocker AmLodipine Combination as
an Initial Treatment Strategy for Hypertension Control (ACCELERATE):
A Randomised, Parallel-Group Trial. Lancet. Vol.22;377(9762):312-20.
doi: 10.1016/S0140-6736(10)62003-X.
Parving, Hans Henrik dkk. 2009. Aliskiren Trial in Type 2 Diabetes Using
Cardio-Renal Endpoints (ALTITUDE): rationale and study design.
Nephrol Dial Transplant (2009) 24: 1663–1671
Raja, Alagar; et al. 2012. RP-HPLC Method for Simultaneous Estimation of
Aliskiren Hemifumarate, Hydrochlorothiazide and AmLodipine in
Pharmaceutical Bulk Drµgs and Tablet Dosage Form. Journal of
Pharmacy Research 5(8).
44
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Ramusovic, Sergej; Jutta Tins; Stephanie Laeer; Bjoern B. Burckhardt. 2013.
Determination of Aliskiren in Human Serum Quantities by HPLC–Tandem
Mass Spectrometry Appropriate for Pediatric Trials. Biomedical
Chromatography volume 27, Issue 4, pages 477–486.
Raul, Saroj Kumar; Ravi kumar; Ajaya Kumar Pattnaik; Nagireddy Neelakanta.
A RP-HPLC Method Development and Validation for the Estimation of
Aliskiren Hemifumarate in Bulk and Pharmaceutical Dosage Forms.
Journal of Chemical and Pharmaceutical Research Vol.4(11).
Sangoi, M. Wrasse; et al. 2011. Determination of Aliskiren in Tablet Dosage
Forms by a Validated Stability-indicating RP-LC Method. Journal of
Chromatographic Science Vol:49.
Sangoi, Maximiliano da Silva, Micheli Wrasse-Sangoi, Paulo Renato de
Oliveira, Vítor Todeschini & Clarice Madalena Bueno Rolim. 2011. Rapid
Simultaneous Determination of Aliskiren and Hydrochlorothiazide from
Their Pharmaceutical Formulations by Monolithic Silica Hplc Column
Employing Experimental Designs. Journal of Liquid Chromatography &
Related Technologies Volume 34, Issue 17.
Shargel, Leon dan Andrew B.C. 1988. Biofarmasetika dan Farmakokinetika
Terapan Edisi Kedua. Surabaya: Airlangga University Press.
Sopyan, Iyan; dkk. Optimasi Penetapan Kadar Levofloxacin dalam Plasma
Darah Manusia (In-Vitro) secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi.
Tidak Diterbitkan.
Swamy, G. Kumara; et al. 2012. Validated RP-HPLC Method for the
Simultaneous Determination of Aliskiren, Hydrochlorothiazide and
AmLodipine Besylate in Bulk and Pharmaceutical Formulation.
International Journal of ChemTech Research Vol.4 No.4
Swarbick , J. Jammes C. B. 1985. Encyclopedia of Pharmaceutical Technology.
Vol 1 Page 233-235. New York
Usman, Elly. 2007. Pemakaian Obat dengan Margin Of Safety yang Sempit
Seharusnya Memerlukan Therapy Drµg Monitoring (TDM). Majalah
Kedokteran Andalas. No.2. Vol.31.
45
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Waldmeier, Felix; et al. 2007. Absorbtion, Distribution, Metabolism, and
Elimination of the Direct Renin Inhibitor Aliskiren in Healthy Volunteers.
The American Society for Pharmacology and Experimental Therapeutics
Vol.35 No.8.
46
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 1. Perhitungan pembuatan larutan
1. Larutan Aliskiren 50 µg/mL.
Diencerkan dari larutan Aliskiren 600 µg/mL dibuat di dalam labu ukur 250 mL.
600 µg/mL x █ = 50 µg/mL x 250 mL
█ = 20,833 mL
2. Larutan Aliskiren 5 µg/mL.
Diencerkan dari larutan Aliskiren 50 µg/mL dibuat di dalam labu ukur 250 mL.
50 µg/mL x █ = 5 µg/mL x 250 mL
█ = 25 mL
3. Larutan Aliskiren 10 µg/mL untuk penetapan panjang gelombang. Diencerkan
dari larutan Aliskiren 50 µg/mL dibuat di dalam labu ukur 50 mL.
50 µg/mL x █ = 10 µg/mL x 50 mL
█ = 10 mL
4. Larutan Aliskiren didalam plasma konsentrasi 0,4 µg/mL; 0,5 µg/mL; 0,6
µg/mL; 0,7 µg/mL; 0,8 µg/mL; 0,9 µg/mL; dan 1 µg/mL. Diencerkan dari
larutan Aliskiren 5 µg/mL dibuat di dalam labu ukur 5 mL.
Konsentrasi larutan
Aliskiren dalam
plasma yang
diinginkan
Volume
plasma
Konsentrasi
larutan induk
Aliskiren
Volume larutan
Aliskiren yang
ditambahkan
0,4 µg/mL 5 mL 5 µg/mL 400 µl
0,5 µg/mL 5 mL 5 µg/mL 500 µl
0,6 µg/mL 5 mL 5 µg/mL 600 µl
0,7 µg/mL 5 mL 5 µg/mL 700 µl
0,8 µg/mL 5 mL 5 µg/mL 800 µl
0,9 µg/mL 5 mL 5 µg/mL 900 µl
1 µg/mL 5 mL 5 µg/mL 1000 µl
47
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 2. Spektrum serapan Aliskiren pada spektrofotometer
Gambar 6.1. Spektrum serapan Aliskiren pada spektrofotometer
48
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 3. Gambar kromatogram
Gambar 6.2. Kromatogram Plasma Blangko
Gambar 6.3. Kromatogram Standard Aliskiren
Gambar 6.4. Kromatogram Plasma mengandung Aliskiren
49
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 4 Gambar kromatogram plasma mengandung Aliskiren
Gambar 6.5. Kromatogram plasma satu yang mengandung Aliskiren
Gambar 6.6. Kromatogram plasma dua yang mengandung Aliskiren
50
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 5 Hasil uji kesesusaian sistem
Tabel 6.1. Data hasil uji kesesuaian sistem dan keberulangan penyuntikan
Konsentrasi Waktu Luas Area N HETP Faktor
kapasitas Asimetri
1 µg/mL 3,760 21,4646 3949 157,96 2,76 0,84
1 µg/mL 3,653 21,1849 3693 147,72 2,65 0,89
1 µg/mL 3,643 20,6875 3579 143,16 2,64 0,89
1 µg/mL 3,613 20,6858 3807 152,28 2,61 0,81
1 µg/mL 3,623 20,7035 3942 157,68 2,62 0,98
KV (%) 1,6115 1,7203 4,2198 4,2198 2,2684 7,3215
Rata-rata 3,6584 20,9453 3794 151,76 2,67 0,94
Syarat KV < 2% KV < 2% ≥ 2000 > 2 ≤ 2
Kesimpulan
Kondisi analisis:
Kolom : Dionex C18 250 x 4,6 mm, 5 um
Fase gerak : Metanol : Buffer KH2PO4 (pH 3,5) : Asetonitril
dengan perbandingan 60:25:15
Laju alir : 1 mL/menit
Teknik : Isokratik
Panjang gelombang : 220 nm
Volume injeksi : 20 µl
Suhu kolom : Ambient
Waktu akuisisi : 6 menit
51
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 6 Hasil pengukuran kurva kalibrasi Aliskiren dalam plasma
Tabel 6.2. Data hasil pengukuran kurva kalibrasi Aliskiren dalam plasma
Konsentrasi
(µg/mL)
Luas area
(mAu)
Luas area
berdasarkan
persamaan regresi
(mAu)
(y-y’) (y-y’)2
0,4 2,8401 2,2762 0,5639 0,3180
0,5 4,6839 4,6392 0,0447 0,0020
0,6 6,3645 7,0022 -0,6377 0,4067
0,7 9,2961 9,3652 -0,0691 0,0048
0,8 11,8068 11,7282 0,0786 0,0062
0,9 13,0878 14,0912 -1,0034 1,0068
1 17,4783 16,4542 1,0241 1,0488
∑ (y-y’)2 2,7932
Persamaan regresi linier :
Nilai regresi :
Y = 23,630 x – 7,1758
R2 = 0,9824
Kondisi analisis:
Kolom : Dionex C18 250 x 4,6 mm, 5 um
Fase gerak : Metanol : Buffer KH2PO4 (pH 3,5) : Asetonitril
dengan perbandingan 60:25:15
Laju alir : 1 mL/menit
Teknik : Isokratik
Panjang gelombang : 220 nm
Volume injeksi : 20 µl
Suhu kolom : Ambient
Waktu akuisisi : 6 menit
52
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 7 : Penentuan LOD dan LOQ
Diketahui :
Sb = √
= √
= 0,7474
b = 23,630
Penentuan LOD:
LOD =
=
= 0,1044
Penentuan LOQ:
LOQ =
=
= 0,3163
53
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 8 Hasil uji akurasi
Tabel 6.3. Data hasil uji akurasi
Konsentrasi
(µg/mL)
Area terukur
(mAu)
%
Diff
%
Recovery
0,4 2,9031 14,9673 85,0327
0,4 2,7138 20,5120 79,4880
0,4 2,9031 14,9673 85,0327
Rata-rata 2,8400 16,8156 83,1844
0,7 9,6186 14,2001 85,7999
0,7 9,2385 17,5907 82,4094
0,7 9,0327 19,4264 80,5736
Rata-rata 9,2966 17,0724 82,9276
1 18,0072 12,9561 87,0439
1 16,9179 18,2216 81,7784
1 17,5098 15,3605 84,6395
Rata-rata 17,4783 15,5127 84,4873
54
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 9 Hasil uji presisi
Tabel 6.4. Data hasil uji presisi
Konsentrasi Area terukur
(mAu) SD
RSD
(%)
0,4 µg/mL
Hari 1
2,9031
0,1093
3,8483
2,7138
2,9031
x = 2,8400
Hari 2
3,3492
0,2740 8,9548 2,8041
3,0273
x = 3,0602
0,7 µg/mL
Hari 1
9,2358
0,2972
3,1973
9,0327
9,6186
x = 9,2966
Hari 2
9,3219
0,1191 1,2607 9,4497
9,5598
x = 9,4438
1 µg/mL
Hari 1
18,0072
0,5453
3,1201
17,5098
16,9176
x = 17,4783
Hari 2
16,3749
0,7098 4,1296 17,5053
17,6838
x = 17,1880
55
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 10 Rumus-rumus
Tabel 6.5. Rumus-rumus
Nama Rumus Formula
SB SB = √
LOD LOD =
LOQ LOQ =
% diff % diff =
x 100%
% recovery % recovery =
x 100%
SD SD = √
RSD RSD =
56
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 11 Sertifikat analisis standard Aliskiren
Gambar. 6.7. Sertifikat analisis standard Aliskiren
57
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 12 Dokumentasi penelitian
Gambar 6.8. Plasma Darah Gambar 6.9. Pot penyimpanan
sampel Aliskiren
Gambar 6.10. Plasma Aliskiren
yang belum disentrifµgasi
Gambar 6.11. Plasma Aliskiren
yang sudah disentrifµgasi
Gambar 6.12. Vial penyuntikan
KCKT Gambar 6.13. Kolom KCKT