sri wahyuni lestari

72
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA Validasi Metode Penetapan Kadar Aliskiren dalam Plasma Darah secara In Vitro menggunakan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) SKRIPSI SRI WAHYUNI LESTARI 1110102000077 FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI FARMASI JAKARTA SEPTEMBER 2014

Upload: lebao

Post on 01-Jan-2017

257 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: SRI WAHYUNI LESTARI

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Validasi Metode Penetapan Kadar Aliskiren

dalam Plasma Darah secara In Vitro

menggunakan Kromatografi Cair

Kinerja Tinggi (KCKT)

SKRIPSI

SRI WAHYUNI LESTARI

1110102000077

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI

JAKARTA

SEPTEMBER 2014

Page 2: SRI WAHYUNI LESTARI

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Validasi Metode Penetapan Kadar Aliskiren

dalam Plasma Darah secara In Vitro

menggunakan Kromatografi Cair

Kinerja Tinggi (KCKT)

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi

SRI WAHYUNI LESTARI

1110102000077

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI

JAKARTA

SEPTEMBER 2014

Page 3: SRI WAHYUNI LESTARI

ii

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri,

dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk

telah saya nyatakan dengan benar.

Nama : Sri Wahyuni Lestari

NIM : 1110102000077

Tanda Tangan :

Tanggal : 1 September 2014

Page 4: SRI WAHYUNI LESTARI

iii

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING

NAMA : SRI WAHYUNI LESTARI

NIM : 1110102000077

JUDUL : VALIDASI METODE PENETAPAN KADAR

ALISKIREN DALAM PLASMA DARAH

SECARA IN VITRO MENGGUNAKAN

KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI

(KCKT)

Disetujui Oleh:

Pembimbing 1

Drs. Umar Mansur, M.Sc, Apt

Pembimbing 2

Lina Elfita, M.Si, Apt

NIP. 1973121220112002

Mengetahui,

Ketua Program Studi Farmasi

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Drs. Umar Mansur, M.Sc, Apt

Page 5: SRI WAHYUNI LESTARI

iv

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI

Skripsi ini diajukan oleh :

Nama : Sri Wahyuni Lestari

NIM : 1110102000077

Program Studi : Farmasi

Judul Skripsi : Validasi Metode Penetapan Kadar Aliskiren dalam Plasma

Darah secara In Vitro Menggunakan Kromatografi Cair

Kinerja Tinggi (KCKT)

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima

sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar

Sarjana Farmasi pada Program Studi Farmasi, Fakultas Kedokteran dan

Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

DEWAN PENGUJI

Pembimbing I : Drs. Umar Mansur., M.Sc., Apt. ( )

Pembimbing II : Lina Elfita., M.Si., Apt. ( )

Penguji I : Zilhadia., M.Si., Apt. ( )

Penguji II : Supandi., M.Si., Apt. ( )

Ditetapkan di : Jakarta

Tanggal : 1 September 2014

Page 6: SRI WAHYUNI LESTARI

v

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

ABSTRAK

Nama : Sri Wahyuni Lestari

Program Studi : Farmasi

Judul Skripsi : Validasi Metode Penetapan Kadar Aliskiren dalam Plasma

Darah secara In Vitro Menggunakan Kromatografi Cair

Kineja Tinggi (KCKT)

Aliskiren adalah obat antihipertensi pertama dari golongan inhibitor renin.

Aliskiren terikat sebanyak 50% dengan protein plasma dan memiliki

bioavalibilitas yang kecil, yakni 2,5% sehingga untuk menganalisisnya diperlukan

metode yang sensitif, selektif, dan valid. Telah dikembangkan suatu metode

penetapan kadar Aliskiren dalam plasma darah secara in vitro menggunakan

Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) sekaligus validasinya. Ikatan Aliskiren

dengan protein di dalam plasma dipisahkan dengan cara deproteinasi protein.

Metanol dimasukkan ke dalam plasma dengan perbandingan 1:2 kemudian

divortex selama 30 detik dan disentrifugasi selama 10 menit dengan kecepatan

3600 rpm. Sistem kromatografi terdiri dari kolom Dionex C18 (250 x 4,6 mm, 5

µm) dengan fase gerak metanol : buffer KH2PO4 pH 3,5 : asetonitril perbandingan

60:25:15 dengan laju alir 1,0 mL/menit. Sampel dideteksi pada panjang

gelombang 220 nm. Metode ini divalidasi pada rentang 0,4-1 µg/mL dengan nilai

koefisien korelasi (r) 0,9824. Batas deteksi dan batas kuantifikasi Aliskiren

didalam plasma masing-masing adalah 0,1044 dan 0,3163 µg/mL. Nilai % diff

pada uji akurasi berada pada kisaran 15-17%, koefisien variasi pada uji presisi

kurang dari 6%, dan persen perolehan kembali berada pada kisaran 83,5351%.

Kata kunci : Aliskiren, KCKT, deproteinasi plasma, validasi metode.

Page 7: SRI WAHYUNI LESTARI

vi

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

ABSTRACT

Name : Sri Wahyuni Lestari

Study Program : Pharmacy

Title : Validation of Analytical Method of Aliskiren in Blood

Plasma in vitro by High Performance Liquid

Chromatography (HPLC)

Aliskiren is the first representative of new class of renin inhibitor used as an

effective treatment for hypertension. Aliskiren is 50% bound to plasma proteins.

It’s bioavailibility is very small (about 2.5%) so it requires a sensitive, selective,

and valid method for analysis. A method for the determination of Aliskiren in

blood plasma using High Performance Liquid Chromatography (HPLC) has been

developed includes it’s validation. The bond of Aliskiren with protein in plasma is

separated by plasma protein deproteination using methanol. A mixture of plasma

and methanol (1:2 (v/v)) is shaked with vortex for 30 seconds and centrifuged on

3600 rpm for 10 minutes. Chromatographic system consisted of a Dionex C18

column (250 x 4.6 mm, 5 um) with an isocratic mobile phase of methanol :

KH2PO4 buffer pH 3,5 : Acetonitrile ratio of 60:25:15 with a flow rate of 1.0

mL/min. Samples were detected at a wavelength of 220 nm. This method was

validated in the range of 0,4 to 1 µg/mL with a correlation coefficient (r) 0,9824.

Limit of detection and limit of quantification in plasma were 0,1044 and 0,3163

µg/mL. The value of % diff acuracy was in the range of 15-17%, coefficient of

variation precision was less then 6%, and absolute recovery was 83,5351%.

Keyword : Aliskiren, HPLC, protein deproteination, method validation.

Page 8: SRI WAHYUNI LESTARI

vii

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaykum wr wb.

Alhamdulillahirobbil’alamin, segala puji dan syukur hanya dipanjatkan

kepada Allah SWT, karena izin dan kehendak-Nya lah yang telah membuat karya

ilmiah / skripsi ini dapat diselesaikan. Shalawat dan salam senantiasa kita

kirimkan kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan para

pengikutnya. Skripsi yang berjudul “Validasi Metode Penetapan Kadar Aliskiren

dalam Plasma Darah secara in vitro menggunakan Kromatografi Cair Kinerja

Tinggi (KCKT)” ini disusun untuk melengkapi persyaratan memperoleh gelar

Sarjana Farmasi dari Program Studi Farmasi FKIK UIN Syarif Hidyatullah

Jakarta.

Disini saya dengan tulus ingin mengucapkan banyak terimakasih kepada

nama-nama yang tertulis dibawah ini, melalui mereka lah Allah titipkan karunia-

Nya kepada saya dalam bentuk ilmu pengetahuan, semangat, bantuan materi, dan

motivasi selama penelitian dan penyusunan skripsi ini. Semoga Allah senantiasa

melimpahkan rahmat karunia-Nya kepada mereka yang saya sayangi:

1. Keluarga: Ayah Drs. Khudri Syam, M.Si; Umi Afrida (alm.); Bunda

Ernawati, ST; Abang Afriadi Najmi, SH; Adik Anastasya Gayatri dan

Farouq Haq al Farishy.

2. Bapak Drs. Umar Mansur., M.Sc., Apt selaku pembimbing I dan Ibu Lina

Elfita., M.Si., Apt selaku pembimbing II.

3. Prof. Dr, (hc) dr. M. K. Tadjudin, Sp.And selaku dekan Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

4. Ibu/Bapak Dosen Farmasi yang telah mengajari penulis ilmu kefarmasian

dan staf akademika Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu

Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

5. Kakak-kakak laboran: Kak Eris, Kak Anis, Kak Lisna, Kak Liken, Kak

Rani, Kak Tiwi dan Kak Rahmadi. Mereka selalu membagi

pengetahuannya dengan saya semasa melakukan penelitian di

laboratorium.

Page 9: SRI WAHYUNI LESTARI

viii

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

6. Teman-teman Candy Pow: Annisa Alfira, Annisa Fitriana,

Istiqomatunnisa, Julia Anggraini, dan Yusna Fadliyyah Apriyanti yang

telah membuat penulis merasa nyaman berada di Ciputat selama lebih

kurang 4 tahun ini.

7. Yeyet, Adin, Nurul, Ivho, Iffah, Dias, Mayta, Metha, Delvina, dan Indah

yang secara khusus telah menyentuh hati penulis untuk giat menyelesaikan

skripsi ini.

8. Teman-teman seperjuangan Farmasi angkatan 2010 “Andalusia” yang

langkahnya amat sangat menginspirasi. Semoga ilmu yang sama-sama kita

peroleh di bangku kuliah ini berkah dan bermanfaat ditempat tinggal kita

nanti ya.

9. Dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu yang

telah membantu penulis selama penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih belum sempurna dan

masih terdapat kekurangan dalam penyusunan skripsi ini untuk itu penulis

mengucapkan mohon maaf. Penulis menerima dengan tangan terbuka segala saran

maupun kritik yang bersifat membangun baik bagi penelitian maupun penyusunan

skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu

pengetahuan.

Wassalamu’alaykum wr wb.

Ciputat, September 2014

Penulis

Page 10: SRI WAHYUNI LESTARI

ix

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI

TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

Jakarta, saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Sri Wahyuni Lestari

NIM : 1110102000077

Program Studi : Farmasi

Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Jenis Karya : Skripsi

demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui skripsi/karya ilmiah

saya, dengan judul :

VALIDASI METODE PENETAPAN KADAR ALISKIREN DALAM

PLASMA DARAH SECARA IN VITRO MENGGUNAKAN

KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT)

untuk dipublikasikan atau ditampilkan di internet atau media lain yaitu Digital

Library Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

untuk kepentingan akademik sesuai dengan Undang-Undang Hak Cipta.

Demikian pernyataan publikasi karya ilmiah ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Jakarta

Pada tanggal : 1 September 2014

Yang menyatakan,

Sri Wahyuni Lestari

Page 11: SRI WAHYUNI LESTARI

x

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................................................. i

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS...................................................... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING....................................................... iii

HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI.................................................................... iv

ABSTRAK.................................................................................................................... v

ABSTRACT................................................................................................................. vi

KATA PENGANTAR................................................................................................. vii

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI................................ ix

DAFTAR ISI ............................................................................................................... x

DAFTAR TABEL ....................................................................................................... xii

DAFTAR GAMBAR .................................................................................................. xiii

DAFTAR LAMPIRAN............................................................................................... xiv

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

1.1. Latar Belakang .................................................................................... 1

1.2. Rumusan Masalah ............................................................................... 3

1.3. Tujuan Penelitian ................................................................................ 3

1.4. Manfaat hasil Penelitian ...................................................................... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................... 4

2.1. Hipertensi .............................................................................................. 4

2.2. Aliskiren ............................................................................................... 7

2.3. Penetapan Kadar Obat dalam Plasma Darah ........................................ 8

2.4. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) ......................................... 11

2.4.1 Prinsip kerja KCKT..................................................................... 11

2.4.2. Keuntungan KCKT..................................................................... 12

2.4.3. Instrumentasi KCKT................................................................... 12

2.4.4. Teknik Pemisahan dalam KCKT................................................ 16

2.4.5. Analisis dalam KCKT................................................................. 17

2.5. Validasi Metode .................................................................................... 17

2.5.1. Linearitas dan Kisaran............................................................. 18

2.5.2. Limit Deteksi (LOD) ................................................................ 18

2.5.3. Limit Kuantitasi (LOQ) .......................................................... 18

2.5.4. Spesifisitas (Selektivitas) ......................................................... 19

2.5.5. Presisi (Keseksamaan) ............................................................. 19

2.5.6. Akurasi (Kecermatan) ............................................................. 20

2.6. Penelitian terkait Validasi Metode Analisis Aliskiren.......................... 20

BAB III KERANGKA KONSEP.............................................................................. 23

BAB IV METODE PENELITIAN........................................................................... 24

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................................ 24

4.2. Alat dan Bahan ..................................................................................... 24

4.3. Cara Kerja ............................................................................................. 25

Page 12: SRI WAHYUNI LESTARI

xi

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

4.3.1 Pembuatan larutan induk Aliskiren.............................................. 25

4.3.2 Penentuan panjang gelombang .................................................. 25

4.3.3 Pembuatan fase gerak................................................................. 25

4.3.4 Pemilihan fase gerak dan laju alir. ............................................ 26

4.3.5 Uji Kesesuaian Sistem............................................................ 26

4.3.6 Preparasi sampel Aliskiren didalam plasma darah..................... 26

4.3.7 Validasi metode..................................................................... 27

4.3.7.1 Pembuatan kurva kalibrasi dan uji linieritas........................... 27

4.3.7.2 Penentuan LOD dan LOQ.................................................... 27

4.3.7.3 Uji Selektivitas................................................................... 27

4.3.7.4 Uji akurasi......................................................................... 28

4.3.7.5 Uji presisi........................................................................... 28

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN..................................................................... 29

5.1. Optimasi Metode Analisis Aliskiren..................................................... 31

5.2. Validasi Metode Penetapan Kadar Aliskiren dalam Plasma secara in

vitro ............................................................... ............................................

35

5.2.1 Pembuatan kurva kalibrasi.................................................................. 35

5.2.2 Pengukuran liimit deteksi dan kuantifikasi......................................... 36

5.2.3 Uji selektivitas.................................................................................... 37

5.2.4 Uji akurasi........................................................................................... 37

5.2.5 Uji presisi............................................................................................ 39

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN..................................................................... 41

5.1. Kesimpulan............................................................... ........................... 41

5.2. Saran............................................................... ...................................... 41

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................. 42

Page 13: SRI WAHYUNI LESTARI

xii

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DAFTAR TABEL

1. Tabel 4.1. Komposisi Fase Gerak

2. Tabel 5.1. Hasil uji rata-rata kesesuaian sistem Aliskiren

3. Tabel 5.2 Hasil optimasi deproteinasi protein plasma

4. Tabel 5.3 Hasil uji akurasi

5. Tabel 5.4 Hasil uji presisi

6. Tabel 6.1 Data hasil uji kesesuaian sistem

7. Tabel 6.2 Data hasil pengukuran kurva kalibrasi Aliskiren dalam

plasma

8. Tabel 6.3 Data hasil uji akurasi

9. Tabel 6.4 Data hasil uji presisi

10. Tabel 6.5 Rumus-rumus

25

33

35

38

40

50

51

53

54

55

Page 14: SRI WAHYUNI LESTARI

xiii

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DAFTAR GAMBAR

1. Gambar 2.1. Proporsi Kasus Penyakit Tidak Menµg/mLar

2. Gambar 2.2. Tingkat Kefatalan Penyakit Tidak Menµg/mLar

3. Gambar 2.3. Tablet Aliskiren

4. Gambar 2.4. Struktur Kimia Aliskiren

5. Gambar 2.5. Diagram Alat dan Komponen KCKT

6. Gambar 5.1. Kromatogram Aliskiren menggunakan fase gerak

metanol : air (50 : 50)

7. Gambar 5.2. Kromatogram Aliskiren menggunakan fase gerak

asetonitril : buffer (60 : 40)

8. Gambar5.3. Kromatogram Aliskiren menggunakan fase gerak

asetonitril : buffer (65 : 35)

9. Gambar 5.4. Kromatogram Aliskiren menggunakan fase gerak

asetonitril : buffer (55 : 45)

10. Gambar 5.5. Kromatogram Aliskiren menggunakan fase gerak

metanol : buffer : asetonitril (50 : 30 : 20)

11. Gambar 5.6. Kromatogram Aliskiren menggunakan fase gerak

metanol : buffer : asetonitril (60 : 25 : 15)

12. Gambar 5.7. Kurva kalibrasi standard Aliskiren didalam plasma

13. Gambar 6.1. Spektrum serapan Aliskiren pada spektrofotometer

14. Gambar 6.2. Kromatogram Plasma Blangko

15. Gambar 6.3. Kromatogram Standard Aliskiren

16. Gambar 6.4. Kromatogram Plasma mengandung Aliskiren

1. Gambar 6.5. Kromatogram Plasma satu mengandung Aliskiren

2. Gambar 6.6. Kromatogram Plasma dua mengandung Aliskiren

3. Gambar 6.7. Sertifikat analisis standard Aliskiren

4. Gambar 6.8. Plasma Darah

5. Gambar 6.9. Pot penyimpanan sampel Aliskiren

6. Gambar 6.10. Plasma Aliskiren yang belum disentrifugasi

7. Gambar 6.11. Plasma Aliskiren yang sudah disentrifugasi

5

6

7

7

12

30

30

30

31

31

31

36

47

48

48

48

49

49

58

57

57

57

57

Page 15: SRI WAHYUNI LESTARI

xiv

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Perhitungan pembuatan larutan

Lampiran 2. Spektrum serapan Aliskiren

Lampiran 3 Gambar kromatogram aliskiren

Lampiran 4 Gambar kromatogram plasma mengandung aliskiren

Lampiran 5 Hasil uji kesesusaian sistem

Lampiran 6 Hasil pengukuran kurva kalibrasi Aliskiren dalam plasma

Lampiran 7 Penentuan LOD dan LOQ

Lampiran 8 Hasil uji akurasi

Lampiran 9 Hasil uji presisi

Lampiran 10 Rumus-rumus perhitungan

Lampiran 11 Sertifikat analisis standard Aliskiren

Lampiran 12 Dokumentasi penelitian

46

47

48

49

50

51

52

53

54

55

56

57

Page 16: SRI WAHYUNI LESTARI

1

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Aliskiren adalah senyawa generasi pertama obat antihipertensi golongan

Renin Inhibitor. Obat ini resmi diedarkan pada tahun 2007 dan menjadi salah satu

obat pilihan untuk manajemen terapi hipertensi masa depan (Lucky Aziza, 2008).

Antihipertensi golongan Renin Inhibitor bekerja menurunkan tekanan darah

dengan cara menghambat sistem renin. Jika renin dihambat, maka secara otomatis

pembentukan angiotensin I dan angiotensin II juga terhambat sehingga tekanan

darah dapat diturunkan.

Belum banyak publikasi tentang cara analisis Aliskiren khususnya dalam

plasma darah. Sementara, informasi mengenai aspek keamanan penggunaan

Aliskiren terus dilaporkan. Penelitian ALTITUDE (Aliskiren Trial In Type 2

diabetes Using cardio-renal Disease Endpoints) 2012 memberikan informasi

bahwa penggunaan Aliskiren meningkatkan resiko efek samping kardiovaskular

dan ginjal jika digunakan pada pasien diabetes melitus. Hasil penelitian ini

menjadi perhatian dunia kesehatan karena penelitian-penelitian sebelumnya

memberikan hasil bahwa Aliskiren berpotensi tinggi menjadi pilihan terapi

hipertensi masa depan. Menyikapi laporan mengenai aspek keamanan Aliskiren

tersebut, Badan POM RI bertindak melakukan pengkajian yang komprehensif

dengan cara memantau aspek keamanan Aliskiren guna menetapkan tindak lanjut

regulasi yang tepat.

Penetapan kadar Aliskiren dalam darah merupakan langkah untuk

menganalisis penggunaan Aliskiren dari tinjauan farmakokinetik dengan

menghasilkan informasi terhadap pemantauan keamanan penggunaan Aliskiren

bagi pasien. Studi klinik menunjukkan adanya hubungan antara konsentrasi obat

dalam darah dengan efek terapi dan efek toksik yang ditimbulkan (Shargel, 2005).

Perusahaan yang memproduksi Aliskiren tentu sudah memiliki prosedur

untuk analisis farmokinetik Aliskiren namun hal tersebut umumnya tidak

dipublikasikan oleh perusahaan produsen Aliskiren sehingga prosedur tersebut

tidak dapat dilakukan oleh pihak lain diluar perusahaan. Pada tahun 2011, Sangoi

Page 17: SRI WAHYUNI LESTARI

2

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

dan Babu mempublikasikan hasil penelitian penetapan kadar Aliskiren di dalam

sediaan farmasi menggunakan KCKT berikut validasi metodenya. Sangoi

menggunakan fase gerak asetonitril : natrium fosfat (33:67,v/v) dengan deteksi

UV pada panjang gelombang 208 nm. Babu menggunakan fase gerak

trifluoroacetic acid (TFA) : asetonitril (95:5,v/v) dengan deteksi UV pada panjang

gelombang 230 nm. Raul (2012) jµga berhasil melakukan validasi metode

penetapan kadar Aliskilen dalam tablet menggunakan KCKT menggunakan fase

gerak asetonitril : natrium fosfat (60:40,v/v) dan dideteksi pada panjang

gelombang 234 nm.

Pada tahun 2011 penetapan kadar Aliskiren dalam plasma darah mulai

dilakukan. Zeynep (2011) melakukan analisis secara spektrofluorometri

menggunakan proses derivatisasi. Pada tahun 2012, Burchdat melakukan analisis

Aliskiren dalam plasma menggunakan LC-MS.

Metode penetapan kadar Aliskiren dalam plasma darah yang telah

dipublikasikan kemudian dimodifikasi untuk menyesuaikan kondisi dengan

peralatan dan bahan yang ada di laboratorium pengujian. KCKT dipilih untuk

analisis Aliskiren dalam plasma karena KCKT mampu memisahkan komponen-

komponen dalam suatu campuran. KCKT juga sering digunakan untuk analisis

obat dalam tubuh karena dilengkapi detektor yang dapat mendeteksi keberadaan

analit dalam konsentrasi kecil (Shargel, 2004). Kemampuan-kemampuan ini

diharapkan dapat memisahkan Aliskiren yang memiliki kadar 0,254 µg/mL ±

0,163 µg/mL dalam plasma dari komponen-komponen lain di dalam plasma yang

dapat mengganggu analisisi Aliskiren. Metode yang telah dimodifikasi dari

metode sebelumnya ini harus divalidasi untuk menjamin bahwa analisis yang

dilakukan memenuhi syarat untuk penggunaannya (Effendy, 2004). Maka dari itu,

pada penelitian ini akan dibuat suatu metode penetapan kadar Aliskiren dalam

plasma darah secara in vitro menggunakan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

(KCKT) dan validasi terhadap metode tersebut.

Page 18: SRI WAHYUNI LESTARI

3

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

1.2. Rumusan Masalah

Bagaimana kondisi optimum metode penetapan kadar Aliskiren dalam

plasma darah secara in vitro menggunakan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

(KCKT) ?

1.3. Tujuan Penelitian

Memperoleh metode yang valid untuk analisis penetapan kadar Aliskiren

dalam plasma darah secara in vitro menggunakan Kromatografi Cair Kinerja

Tinggi (KCKT).

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu referensi tentang

metode yang valid untuk menetapkan kadar Aliskiren dalam plasma darah secara

in vitro menggunakan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT). Metode ini

dapat menjadi langkah awal untuk melakukan penetapan kadar Aliskiren dalam

plasma darah secara in vivo.

Page 19: SRI WAHYUNI LESTARI

4

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hipertensi

2.1.1 Definisi Hipertensi

Hipertensi terjadi ketika volume darah meningkat atau saluran darah

menyempit sehingga membuat jantung harus bekerja lebih kuat lagi untuk

menyuplai oksigen dan nutrisi ke dalam tubuh. Menurut WHO (1999) hipertensi

adalah keadaan dimana tekanan darah berada diatas 160/95.

“The sixth Report of the Join National Comitee on Detection Evaluation

and Treatment of High Blood Pressure (1997)” mendefinisikan hipertensi sebagai

tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan

tekanan diastoliknya di atas 90 mmHg atau lebih atau sedang dalam pengobatan

antihipertensi.

Tekanan darah ditentukan oleh curah jantung dan resistensi vaskular

perifer. Curah jantung merupakan hasil kali antara frekuensi denyut jantung

dengan isi sekuncup, sedangkan isi sekuncup ditentukan oleh aliran balik vena

dan kekuatan kontraksi otot miokard. Resistensi perifer ditentukan oleh tonus otot

polos pembuluh darah, elastisitas dinding pembuluh darah dan viskositas darah.

Semua parameter diatas dipengaruhi oleh sistem renin-angotensin-aldosteron

(SRAA), sistem saraf simpatis-parasimpatis, dan faktor lokal yang diproduksi

oleh sel endotel pembuluh darah (Nafrialdi, 2007). Terdapat sinergisme antara

sistem SRAA dan sistem simpatis-parasimpatis yang saling memperkuat efek

masing-masing. Sistem SRAA terlibat dalam efek vasokontriktif angiotensin dan

perangsangan aldosteron yang menyebabkan retensi air dan natrium diginjal

sehingga meningkatkan volume darah.

Hipertensi harus ditangani secara tepat dan cepat. Jika tidak maka akan

berkembang menjadi penyakit yang lebih parah dan bisa menyebabkan kematian.

2.1.2 Perkembangan Hipertensi di Indonesia

Data morbiditas dan mortalitas penyakit di rumah sakit di Indonesia

menunjukkan bahwa penyakit tidak menular adalah penyakit yang paling banyak

Page 20: SRI WAHYUNI LESTARI

5

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

terjadi di Indonesia (telah tejadi pergeseran, dimana dulu penyakit menular lah

yang paling banyak terjadi dan menyebabkan kematian tebanyak). Hipertensi,

salah satu penyakit tidak menular, ditengarai sebagai penyakit PTM dengan

presentasi diderita paling tinggi dan menempati posisi kedua paling tinggi sebagai

PTM yang menyebabkan kematian, baik yang dialami pasien rawat jalan maupun

pasien rawat inap.

Berdasarkan riset tahun 2009-2012, PTM kebanyakan diderita oleh

kelompok umur 25-44 tahun Persentase kasus baru rawat inap PTM berdasarkan

kelompok umur dari tahun 2009 dan 2010 mempunyai pola yang sama. Untuk

mengetahui besarnya masalah PTM prioritas yang dikendalikan dalam program-

program pengendalian di Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak menular,

Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL),

melakukan pengelompokan penyakit tidak menular menurut enam kelompok

penyakit sebagai berikut : Kanker, Diabetes mellitus, jantung, hipertensi, dan

asma. Hipertensi menjadi kasus terbanyak dan diikuti oleh penyakit Jantung dan

Diabetes Melitus, baik tahun 2009 dan 2010.

Gambar 2.1. Proporsi Kasus Penyakit Tidak Menular

(Sumber: Buletein jendela data dan informasi kesehatan, volume 2, semester 2,

tahun 2011)

Gambar 2.2 ini menggambarkan tingkat kefatalan menyebabkan kematian

berdasarkan Case Fatality Rate (CFR) untuk PTM prioritas yang dikendalikan

program-program pengendalian di Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak

Hipertensi Hipertensi

Page 21: SRI WAHYUNI LESTARI

6

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

menular, Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan

(P2PL) dari tahun 2009-2010. Tampak pada tahun 2009, Stroke merupakan

penyakit dengan CFR tertinggi (12,68%) diikuti oleh penyakit Jantung (9,17%),

sedangkan tahun 2010 Stroke dan penyakit Jantung menempati urutan teratas

(8,7%). CFR yang meningkat adalah Asma, Hipertensi dan Kanker. Sedangkan

PPOK, Stroke, Jantung, Diabetes Melitus persentasenya menurun dari tahun

2009-2010 yang lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

(Sumber: Buletein jendela data dan informasi kesehatan,

volume 2, semester 2, tahun 2011)

Gambar 2.2. Tingkat Kefatalan Penyakit Tidak Menular

Dengan melihat fakta di atas, dapat kita katakan bahwa hipertensi masih

menjadi salah satu prioritas masalah kesehatan di Indonesia maupun di seluruh

dunia, karena dalam jangka panjang peningkatan tekanan darah yang berlangsung

kronik akan menyebabkan peningkatan risiko kejadian kardiovaskuler,

serebrovaskuler dan renovaskuler. Analisis Kearney dkk pada tahun 2005,

memperlihatkan bahwa peningkatan angka kejadian hipertensi sungguh luar biasa:

pada tahun 2000, lebih dari 25% populasi dunia merupakan penderita hipertensi,

atau sekitar 1 miliar orang, dan dua pertiga penderita hipertensi ada di negara

berkembang. Bila tidak dilakukan upaya yang tepat, jumlah ini akan terus

meningkat, dan pada tahun 2025 yang akan datang, jumlah penderita hipertensi

diprediksi akan meningkat menjadi 29%, atau sekitar 1,6 miliar orang di seluruh

dunia.

Page 22: SRI WAHYUNI LESTARI

7

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.2. Aliskiren

Aliskiren adalah obat antihipertensi golongan Direct Renin Inhibitor (DRI)

untuk terapi hipertensi essensial.

Gambar 2.3. Tablet Aliskiren

Gambar 2.4. Struktur Kimia Aliskiren

Nama kimia :(2S,4S,5S,7S)-N-(2-carbomoyl-2-methylpropyl)-5-amino-

4-hydroxy-2,7-diisopropyl-8-[4-methoxy-3-(3-

methoxyropoxy)-phenyl]octanamide hemifumarate

Rumus molekul : C30H53N3O6.½C4H4O4

Berat molekul : 609.4 (551.8 for free base)

Kelarutan : Sangat larut dalam air

Pemerian : Putih, serbuk

Titik leleh : 108-115oC

Mekanisme kerja : Aliskiren berikatan dengan S3bp

binding pocket dari

renin. Ikatan ini menghambat produksi renin sehingga

aktivitas terbentuknya angiotensin 1, angiotensin 2, dan

aldosteron menjadi terhambat.

Page 23: SRI WAHYUNI LESTARI

8

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Profil farmakokinetika : Aliskiren memiliki bioavalibilitas sebesar 2,5 %.

Konsentrasi maksimum Aliskiren di dalam plasma dicapai

pada jam 1-3 setelah dikonsumsi dengan kadar 0,254

µg/mL ± 0,163 µg/mL. Aliskiren terikat sebanyak sekitar

50% dengan protein plasma. Waktu eliminasinya berkisar

antara 24-40 jam. Aliskiren diekskresikan melalui feses

dan urin melalui empedu dalam bentuk tetap.

2.3. Penetapan Kadar Obat dalam Plasma

Penetapan kadar obat dalam plasma adalah salah satu bagian dari

pemantauan kadar obat di dalam darah. Teknik ini biasa digunakan klinisi untuk

mengoptimalkan dosis obat dengan memberikan dosis yang ditetapkan

berdasarkan konsentrasi target dengan cara mengukur kadar obat dalam darah dan

bila perlu melakukan penyesuaian dosis. Pemantauan kadar obat dalam darah ini

bertujuan untuk membantu meningkatkan penggunaan obat yang lebih rasional

baik keamanan dan efektifitas dosis pada individu penderita.

Penelitian farmakokinetik melibatkan penentuan kadar obat dalam sampel

biologis. Metode analisis yang digunakan untuk penentuan kuantitatif kadar obat

dalam suatu sampel biologis merupakan hal yang sangat penting dalam evaluasi

dan interpretasi data farmakokinetika. Berbagai sampel biologis dapat diambil

untuk penentuan kadar dalam tubuh untuk penelitian farmakokinetik, sebagai

contoh darah, urin, feses, saliva, jaringan tubuh, cairan blister, cairan spinal dan

cairan sinovial.

Pendekatan secara kinetik didasari oleh suatu hipotesis, bahwa respon

terapeutik dan toksik mempunyai hubungan dan kaitan dengan jumlah obat yang

berada dalam tubuh atau kadar obat dalam plasma. Dari penelitian yang telah

dilakukan secara in vitro dan in vivo, ternyata intensitas efek farmakologi suatu

obat tergantung pada kadar obat tersebut di dalam cairan tubuh yang berada di

sekitar tempat aksi.

Pengukuran konsentrasi obat dalam darah, serum, atau plasma merupakan

pendekatan paling baik untuk memperoleh profil farmakokinetika obat di dalam

tubuh (Shargel, Wu Pong & Yu, 2004). Plasma adalah suatu cairan kompleks

Page 24: SRI WAHYUNI LESTARI

9

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

yang befungsi sebagai media transportasi untuk zat-zat yang diangkut dalam

darah. Konstituen plasma antara lain air, elektrolit, nutrien, zat sisa, gas, hormon,

dan protein plasma (Ganong, 2011). Plasma diperoleh dari supernatan darah yang

telah ditambah antikoagulan kemudian disentrifugasi (Shargel; Wu Pong; Yu,

2004).

Penentuan kadar suatu obat dalam plasma merupakan hal yang kompleks

disebabkan plasma merupakan suatu matriks yang kompleks. Perlakuan awal

terhadap sampel meliputi isolasi obat yang akan ditentukan dari sampel matriks

biologis harus dilakukan. Preparasi sampel plasma agar dapat memisahkan atau

mengisolasi obat diupayakan menggunakan prosedur seminimal mungkin untuk

menghindari kehilangan obat yang akan ditentukan di dalam plasma. Semakin

panjang tahapan prosedur untuk preparasi sampel plasma hingga proses

memisahkan atau mengisolasi obat maka semakin besar kemungkinan hilangnya

obat yang akan ditentukan.

Evans (2004) menyatakan beberapa cara preparasi sampel untuk penetapan

kadar obat dalam plasma, yakni:

1. Pengendapan Protein Plasma

Contoh zat pengendap protein: asam tungstat, amonium sulfat, tricloro

acetic acid (TCA), asam perklorat, metanol dan asetonitril. Protein dapat

diendapkan karena memiliki berbagai sifat diantaranya bersifat sebagai amfoter

yakni memiliki 2 muatan yang berlainan dalam 1 molekul, atau yang dikenal

juga sebagai zwitter ion. Sifat ini membuat potein memiliki muatan yang

berbeda pada pH yang berbeda pula. Akibatnya protein dapat larut pada

rentang pH tertentu dimana protein bermuatan.

Suatu saat di pH tertentu protein akan mencapai titik isoelektrik, yakni

pH dimana jumlah total muatan protein sama dengan nol (muatan positif

sebanding dengan muatan negatif), hal ini akan mempengaruhi kelarutan

protein. Pada titik isoelektrik, kelarutan protein sangat rendah, sehingga potein

dapat mengendap.

Selain itu, protein jµga dapat membentuk ikatan dengan logam

dimana beberapa asam amino dapat terikat pada satu logam sehingga

molekulnya menjadi besar, beratnya juga menjadi besar sehingga potein

Page 25: SRI WAHYUNI LESTARI

10

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

mengendap. Selain itu terdapat juga beberapa sifat lain yang berhubungan

dengan presipitasi protein ini yang dijelaskan pada mekanisme pengendapan

oleh masing-masing reagen.

Penambahan larutan organik seperti metanol ataupun asetonitril pada

larutan protein dalam air akan menurunkan KD (Konstanta Dielektrik)

pelarut/air yang meningkatkan tarikan antara molekul-molekul bermuatan dan

memfasilitasi interaksi elektrostatik protein. Pelarut organik ini juga akan

menggantikan beberapa molekul air di sekitar daerah hidrofob dari permukaan

protein yang berasosiasi dengan protein sehingga menurunkan konsentrasi air

dalam larutan dengan demikian kelarutan protein akan menurun dan

memungkinkan terjadinya pengendapan. Penggunaan metanol dan asetonitril

mempunyai suatu keuntungan karena kompatibilitasnya dengan berbagai eluen

yang digunakan dalam metode HPLC.

2. Ekstraksi padat-cair (solid-phase extraction)

Ekstraksi padat-cair menggunakan cartridge khusus untuk

memisahkan obat dari sampel dengan volume relatif lebih kecil (0.5-1mL)

yang tersedia secara komersial dengan harga yang cukup mahal

3. Ekstraksi cair-cair

Ekstraksi cair-cair merupakan suatu metode yang paling banyak

digunakan karena relatif cepat, simpel, dan murah dibandingkan dengan

ekstraksi padat-cair. Ekstraksi ini menggunakan pelarut pengekstraksi diikuti

proses pemekatan obat yang akan dianalisis. Pemilihan pelarut pengekstraksi

dalam ekstraksi cair-cair harus didasarkan pada sifat fitokimia obat maupun

metabolit yang akan diisolasi. Berbagai faktor dapat menjadi pertimbangan

dalam seleksi pelarut yang akan digunakan antara lain:

· Tidak bercampur dengan air.

· Mempunyai kemampuan melarutkan obat yang diinginkan dalam jumlah

yang besar sehingga memberikan nilai recovery yang besar.

· Mempunyai titik didih yang relatif rendah sehingga waktu evaporasi

pelarut dapat lebih singkat.

Page 26: SRI WAHYUNI LESTARI

11

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

· Sedapat mungkin volume yang digunakan untuk ekstraksi adalah minimal

sehingga akan menekan biaya yang dikeluarkan.

· Jika memungkinkan gunakan pelarut dengan berat jenis yang lebih kecil

dari berat jenis air sehingga proses pemisahan pelarut organik akan lebih

mudah karena pelarut organik akan berada pada lapisan atas.

2.4. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

Metode pemisahan kromatografi didasarkan pada perbedaan distribusi

molekul-molekul komponen diantara dua fasa (fasa gerak dan fasa diam) yang

kepolarannya berbeda. Apabila molekul-molekul komponen berinteraksi secara

lemah dengan fasa diam maka komponen tersebut akan bergerak lebih cepat

meninggalkan fasa diam. Keberhasilan pemisahan kromatografi bergantung pada

daya interaksi komponen-komponen campuran dengan fasa diam dan fasa gerak.

Kromatografi cair kinerja tinggi merupakan hasil pengembangan

kromatografi cair, yakni kromatografi cair kolom. Teknologi kolom didasarkan

atas penggunaan kolom berlubang kecil (diameter antara 2 µm sampai 5 µm) dan

isi kolom berupa partikel kecil (3 m sampai 5 µm) yang memungkinkan

tercapainya keseimbangan secara cepat antara fase gerak dan fase diam. Adanya

sistem pompa yang memberikan tekanan tinggi kepada fase gerak membuat

tercapainya laju aliran hingga beberapa mL per menit, sehingga ia dinamakan

kromatografi cair dengan kinerja tinggi (Effendy, 2004).

2.4.1 Prinsip kerja KCKT

Prinsip kerja KCKT adalah sebagai berikut: fasa gerak cair dialirkan

dengan bantuan pompa melalui kolom ke detektor. Cuplikan dimasukkan kedalam

aliran fasa gerak dengan cara penyuntikan. Di dalam kolom terjadi pemisahan

komponen-komponen cairan. Karena perbedaan kekuatan interaksi antara solut-

solut terhadap fasa diam. Solut-solut yang kurang kuat interaksinya dengan fasa

diam akan keluar dari kolom lebih dahulu dan sebaliknya. Setiap komponen

campuran yang keluar dari kolom dideteksi oleh detektor kemudian direkam

dalam bentuk kromatogram. Jumlah peak menyatakan jumlah komponen

sedangkan luas peak menyatakan konsentrasi komponen dalam campuran.

Page 27: SRI WAHYUNI LESTARI

12

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.4.2 Keuntungan KCKT

Keuntungan analisis menggunakan KCKT adalah membutuhkan waktu

analisis yang relatif cepat, daya pisah baik, sensitif hingga kadar

nanogram/mililiter, pemilihan kolom dan eluen bervariasi, kolom dapat dipakai

kembali, dapat digunakan untuk menganalisis senyawa dengan molekul besar dan

kecil, dapat menganalisis sampel yang termolabil karena dilakukan pada suhu

kamar, dan dapat menganalisis campuran yang mempunya titik didih sangat tinggi

(Harmita, 2006).

2.4.3 Instrumentasi KCKT

Gambar 2.5 Diagram Alat dan Komponen KCKT

sumber : Lansida.com

a. Wadah Fase Gerak.

Wadah fase gerak berisi fase gerak yang digunakan untuk memisahkan

komponen sampel.

b. Fase Gerak.

Fase gerak KCKT berupa zat cair, disebut juga eluent atau pelarut. Fase

gerak berfungsi membawa komponen-komponen campuran menuju detektor, fase

gerak dapat berinteraksi dengan solut-solut. Oleh karena itu, fasa gerak dalam

KCKT merupakan salah satu faktor penentuan keberhasilan proses pemisahan.

Page 28: SRI WAHYUNI LESTARI

13

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Persyaratan fasa gerak KCKT:

1. Zat cair harus bertindak sebagai pelarut yang baik untuk cuplikan yang akan

dianalisis.

2. Zat cair harus murni sekali.

3. Zat cair mudah diperoleh, murah, tidak mudah terbakar, dan tidak beracun.

4. Zat cair tidak kental. Kekentalan tidak melebihi 0,5 cp.

5. Sesuai dengan detektor. Contoh, untuk detektor refractiv index pelarut harus

punyai indeks bias yang berbeda dengan solut. Untuk detektor UV, pelarut

tidak boleh menyerap cahaya pada panjang gelombang yang dipakai.

6. Zat cair harus jernih sekali untuk menghindarkan penyumbatan pada kolom.

biasanya pelarut disaring degan saringan nilon berukuran diameter pori 0.45

µl pompa vakum biasanya digunakan untuk menyaring partikel kotoran

sekaligus menghilangkan gas dari pelarut.

Berdasarkan kepolaran fasa diam dan fasa gerak, KCKT dikelompokkan

atas KCKT fasa normal dan fasa terbalik. Pada fasa normal, fasa diam yang

digunakan bersifat polar, contoh silika, alumina, atau zat cair polar trietilen

aglikol yang dilapiskan pada partikel silika. Sebagai fasa geraknya digunakan

pelarut yang relatif non polar seperti heksana atau i-propileter.

Obat pada umunya bersifat polar. Cuplikan polar tidak bisa dipisahkan

menggunakan fasa normal. Sehingga kombinasi fasa gerak dan fasa diamnya

dibalik. KCKT fasa terbalik menggunakan fasa diam yang bersifat non polar dan

fasa gerak bersifat polar. Fasa gerak yang umum digunakan adalah air, etanol,

atau asetonitril. Umumnya fasa gerak yang digunakan dalam KCKT fasa terbalik

adalah kombinasi metanol atau asetonitril dalam air dengan berbagai

perbandingan.

Pemilihan zat cair sebagai fasa gerak ini merupakan hal yang kritis dalam

keberhasilan pemisahan. Sampai saat ini pemilihan fasa gerak masih berdasarkan

eksperimen trial dan error karena belum ada teori interaksi fasa gerak dengan

sejumlah solut. Trial error dilakukan hingga diperoleh kromatogram yang sesuai

harapan kita.

Page 29: SRI WAHYUNI LESTARI

14

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Untuk cuplikan 2-3 komponen sebaiknya dicari fasa gerak yang meberikan

K’ antara 2-5. sedangkan untuk campuran multikomponen, rentang K’ harus

diperlebar hingga 5-20 sehingga sejalan waktu cukup untuk pemisahan sesuai

komponen. Biasanya beberapa pelarut dapat ditemukan untuk memberikan faktor

kapasitas yang cocok. Pemilihan pelarut-pelarut jµga bergantung pada faktor

selektivitas untuk komponen cuplikan (Effendy, 2004)

c. Pompa

Pompa berfungsi untuk mengalirkan fasa gerak cair melalui kolom yang

berisi serbuk halus. Pompa yang dapat digunakan dalam KCKT harus memenuhi

persyaratan:

1. Menghasilkan tekanan sampai 600 psi (pons/in2)

2. Keluaran bebas pulsa

3. Kecepatan air berkisar antara 0,1-10 l/menit

4. Bahan tahan korosi.

d. Pemasukan Cuplikan

Kadang kala faktor ketidaktepatan pengukuran KCKT terletak pada

keterulangan pemasukan cuplikan kedalam paking kolom. Masalahnya,

kebanyakan memasukkan cuplikan kedalam kolom dapat menyebabkan band

broadening. Maka cuplikan yang dimasukkan harus sekecil mungkin, yakni

beberapa puluh mikroliter.

e. Kolom

Kolom terbuat dari stainless steel walaupun kadang ada juga yang terbuat

dari gelas berdinding tebal. Kolom pertama berisi fasa diam, tempat terjadinya

pemisahan campuran menjadi komponen-komponennya. Bergantung

keperluannya, kolom utama dapat digunakan untuk analisis atau preparatif.

Kolom utama untuk KCKT biasanya berukuran panjang berkisar antara 5 sampai

30 cm dan diameter dalam berkisar antara 4-10 mm. Dalam KCKT, kolom utama

diletakkan setelah sistem pemasukan cuplikan. Kolom utama yang dipakai

berukuran panjang 25 cm, diameter dalam 4.6 mm dan diisi dengan partikel 5 um.

Page 30: SRI WAHYUNI LESTARI

15

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Kolom utama berukuran demikian memiliki harga N sebesar 40.000-60.000

plat/meter. Kolom yang lebih pendek dengan partikel lebih kecil dapat

memberikan jumlah plat yang lebih besar. Contoh, kolom yang panjangnya 5

cm, diameter dalam 4,6 mm dengan partikel 3 µm mempunyai pelat sekitar

100.000 plat/meter.

Kolom utama berisi fasa diam dan jenisnya bervariasi bergantung

keperluan misalnya dikenal kolom C-18, C-8, cyanopropyl, penukar ion. Kolom

jenis C18 dan C8 paling banyak digunakan. Fasa diam jenis terikat ini dibuat

dengan mereaksikan silika dengan alkilklorosilana yang dikenal dengan reaksi

silanisasi. R adalah gugus alkil rantai lurus dan R biasanya n-oktil (C-8) atau n-

oktadesil (C-18). Reaksi ini dimaksudkan untuk menutupi gugus silanol SiOH

yang sangat polar. Dengan cara ini, penutupan permukaan silanol terbatas hingga

4 µmol atau kurang karena faktor ruah. Gugus Si-OH yang masih tersisa

memberi banyak kepolaran pada permukaan yang dapat menyebabkan terjadinya

tailing terutama untuk solut yang bersifat basa. Untuk memperkecil pengaruh ini

maka hasil silanisasi direaksikan lagi dengan kloroetilsilana, karena ukurannya

yang kecil sehingga dapat bereaksi dengan gugus silanol. Silanisasi juga dapat

dilakukan dengan dwifungsi (alkil etil diklorosilana) dan trifungsi (alkil

triklorosilana) yang lebih reaktif daripada reaksi monokloro. Sekarang diperkiran

tiga per empat pemisahan KCKT dilakukan pada fasa diam oktil atau

oktadesilsiloksana.

f. Detektor

Detektor berfungsi untuk mendeteksi solut-solut yang keluar dari kolom

analitik. Jenisnya ada yang bersifat umum misal indeks bias dan spesifik misal

UV-elektrokimia. Untuk senyawa organik biasanya menggunakan detektor UV

pada panjang gelombang 254 nm. Persyaratan detektor yang digunakan untuk

KCKT adalah sensitif, stabilitas dan keterulangan tinggi, respon linier terhadap

solut, waktu respon pendek sehingga tidak bergantung pada kecepatan alir,

relibilitas tinggi dan mudah digunakan, serta tidak merusak cuplikan.

Page 31: SRI WAHYUNI LESTARI

16

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Ada tiga detektor:

1. Detektor umum: memberi respon terhadap fasa gerak yang dimodulasi

dengan adanya solut

2. Detektor spesifik memberi respon terhadap beberapa sifat solut yang tidak

dimiliki oleh fasa gerak.

3. Detektor yang bersifat umum terhadap solut setelah fasa gerak dihilangkan

dengan penguapan.

2.4.4. Teknik Pemisahan dalam KCKT

a. Sistem Isokratik

Merupakan suatu teknik pemisahan dimana selama proses analisis

berlangsung, fase gerak atau komposisi fase gerak tidak berubah, artinya

polaritasnya tetap.

b. Sistem Gradient

Merupakan suatu teknik pemisahan dimana selama proses analisis

berlangsung, komposisi fase gerak berubah secara berperiodik. Teknik ini

dilakukan dengan tujuan memisahkan campuran dengan polaritas yang sangat

beragam (Harmita, 2006).

2.4.5. Analisis dalam KCKT

a. Analisis Kualitatif

Data waktu retensi khas tetapi tidak spesifik, artinya terdapat lebih dari

satu komponen zat yang mempunyai waktu retensi sama. Maka perlu dilakukan

lagi uji kemurnian puncak dari spektrofotometri. Cara yang terbaik adalah dengan

menggunakan waktu relatif:

Rist :

t Ri = Waktu retensi komponen zat

t Rst = Waktu retensi standar

b. Analisis Kuantitatif

Meliputi tahapan membuat spektrum serapan komponen-komponen yang

mempunyai gugus kromofor yang ada dalam sampel, mencari panjang gelombang

Page 32: SRI WAHYUNI LESTARI

17

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

maksimum untuk penetapan komponen, dan mencari fase gerak yang sesuai agar

komponen-komponen tersebut memisah. Dasar perhitungan kuantitatif untuk

suatu komponen yang dianalisis adalah dengan mengukur luas atau tinggi

puncaknya (Harmita, 2006).

2.5. Validasi Metode

Tujuan utama yang harus dicapai dari suatu kegiatan analisis kimia adalah

dihasilkannya data hasil uji yang absah (valid). Data yang valid tersebut diperoleh

dari metode yang valid. Untuk memperolehnya maka perlu dilakukan kegiatan

validasi. Validasi diartikan sebagai kegiatan konfirmasi melalui pengujian dan

pengadaan bukti yang objektif bahwa persyaratan tertentu untuk suatu maksud

khusus harus dipenuhi.

Validasi metode analisis adalah suatu proses penilaian terhadap metode

analisis tertentu berdasarkan percobaan laboratorium untuk membuktikan bahwa

metode tersebut memenuhi persyaratan untuk digunakan (Harmita, 2004). Selain

itu, validasi metode dilakukan jika terjadi perubahan kondisi antara kondisi

analisis dan kondisi pada saat validasi metode, atau terjadi perubahan metode dari

metode standar. Beberapa manfaat validasi metode analisis adalah untuk

mengevaluasi kerja suatu metode analisis, menjamin prosedur analisis, menjamin

keakuratan dan kedapat-ulangan hasil prosedur analisis, dan mengurangi resiko

penyimpangan yang mungkin timbul (Wulandari, 2007: 4).

Dalam proses validasi metode, parameter-parameter unjuk kerja metode

ditentukan dengan menggunakan peralatan yang memenuhi spesifikasi, bekerja

dengan baik dan terkalibrasi secara memadai. Secara umum, validasi metode

mencakup penentuan yang berkaitan dengan alat dan metode (Nugroho, 2006:

101).

Ada 8 parameter validasi metode analisis, yaitu linearitas dan kisaran, limit

deteksi, limit kuantitasi, spesifisitas, presisi, akurasi, kekasaran, dan ketahanan

(Gandjar, 2007).

Page 33: SRI WAHYUNI LESTARI

18

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.5.1 Linearitas dan Kisaran

Linearitas adalah kemampuan metode analisis yang memberikan respon

yang secara langsung atau dengan bantuan transformasi matematik yang baik,

proporsional terhadap konsentrasi analit dalam sampel. Kisaran adalah pernyataan

batas terendah dan tertinggi analit yang sudah ditunjukkan dapat ditetapkan

dengan kecermatan, keseksamaan, dan linearitas yang dapat diterima.

Cara penentuan: Linearitas biasanya dinyatakan dalam garis regresi yang dihitung

berdasarkan persamaan matematik data yang diperoleh dari hasil uji analit dalam

sampel dengan berbagai konsentrasi analit, sehingga diperoleh hubungan Y= a +

bx. Hubungan linier yang ideal dicapai jika nilai b = 0 dan r = +/- 1. Sedangkan

nilai a menunjukkan kepekaan analisis terutama instrumen yang digunakan.

2.5.2 Limit Deteksi (LOD)

Limit deteksi adalah jumLah terkecil analit dalam sampel yang dapat

dideteksi yang masih memberikan respon signifikan dibandingkan dengan

blangko.

Cara penentuan: Pada analisis yang tidak menggunakan instrumen batas

tersebut ditentukan dengan mendeteksi analit dalam sampel pada pengenceran

bertingkat. Pada analisis instrumen batas deteksi dapat dihitung dengan mengukur

respon blangko beberapa kali lalu dihitung simpangan baku respon blangko. Limit

ini dapat diukur secara statistik melalui garis regresi linier dari kurva kalibrasi

dengan rumus: LOD =

(Harmita, 2006; Gandjar, 2009; Synder. Et al, 1988)

2.5.3 Limit Kuantitasi (LOQ)

Batas kuantitasi merupakan parameter pada analisis renik dan diartikan

sebagai kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi

kriteria cermat dan seksama. Limit ini dapat diukur secara statistik melalui garis

regresi linier dari kurva kalibrasi dengan rumus: LOQ =

(Harmita, 2006; Gandjar, 2009; Synder. Et al, 1988)

Page 34: SRI WAHYUNI LESTARI

19

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.5.4 Spesifisitas (Selektivitas)

Spesifisitas atau selektivitas suatu metode adalah kemampuan metode

analisis untuk membedakan dan mengukur kadar analit dengan adanya

komponen-komponen lain dalam sampel (cairan biologis). Pada uji selektivitas

yang hanya mengukur zat tertentu saja secara cermat dan seksama dengan adanya

komponen lain yang mungkin ada dalam matriks sampel. Selektivitas seringkali

dapat dinyatakan sebagai derajat penyimpangan (degree of bias).

Cara penentuan: Membandingkan hasil analisis sampel yang mengandung

cemaran, hasil urai, senyawa sejenis, senyawa asing lainnya atau pembawa

plasebo dengan hasil analisis sampel tanpa penambahan bahan-bahan tadi.

2.5.5 Presisi (Keseksamaan)

Presisi adalah ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil

uji individual, diukur melalui penyebaran hasil individual dari rata-rata jika

prosedur diterapkan secara berulang pada sampel-sampel yang diambil dari

campuran homogen. Diukur sebagai simpangan baku atau simpangan relatif

(koefisien variasi). Keseksamaan dapat dinyatakan sebagai keterulangan

(repeatability) atau ketertiruan (reproducibility). Dikatakan seksama jika metode

memberikan simpangan baku relatif (Koefisen Variasi (KV)) 2% atau kurang. KV

meningkat dengan menurunnya kadar analit yang dianalisis.

Percobaan keseksamaan dilakukan terhadap paling sedikit 6 sampel replika

yang diambil dari campuran sampel dengan matriks yang homogen. Sebaiknya

keseksamaan ditentukan terhadap sampel sebenarnya yaitu berupa campuran

dengan bahan pembawa sediaan farmasi atau plasebo untuk melihat pengaruh

matriks pembawa terhadap keseksamaan ini. Harus disiapkan pula sampel untuk

menganalisis pengaruh pengotor terhadap kesekamaan ini.

Rumus menghitung presisi:

Jika hasil analisis adalah x1, x2, x3, .......... xn, maka simpangan baku (SD)

adalah: SD = √

dan simpangan baku relatif atau koefisien variasi (KV)

adalah: KV =

x 100%.

Page 35: SRI WAHYUNI LESTARI

20

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.5.6 Akurasi (Kecermatan)

Akurasi adalah kedekatan hasil penetapan yang diperoleh dengan hasil

sebenarnya. Kecermatan dinyatakan sebagai hasil perolehan kembali dari analit

yang ditambahkan. Syarat akurasi yang baik adalah 98-102%, untuk sampel

biologis +/- 10%. Kadar analit sebenarnya dapat diperoleh dengan beberapa cara.

Pertama, membandingkan hasil analisis dari metode yang baru dengan hasil

analisis dari metode yang baku. Kedua, membandingkan kadar analit hasil analisis

sampel yang telah dimasukkan sejumlah konsentrasi analit dengan kadar analit

sesungguhnya yang dimasukkan ke sampel (Huber, 2004).

Cara menghitungnya: dibuat sampel plasebo (eksipien obat, cairan

biologis), ditambahkan analit konsentrasi tertentu, kemudian dianalisis dengan

metode yang akan diuji validitasnya, dan dihitung persen perolehan kembali

dengan rumus:

% Perolehan Kembali =

x 100%

2.6. Penelitian Terkait Validasi Metode Analisis Aliskiren

Optimasi metode analisis dilakukan guna memperoleh metode yang tepat

dan sesuai untuk analisis sampel pada instrumen tertentu jika sampel belum

memiliki metode anlisa yang baku seperti yang tercantum di dalam Farmakope

Indonesia, British Pharmacopoeia, dan sejenisnya. Ada beberapa kondisi analisis

Aliskiren yang pernah dilakukan peneliti lain, diantaranya:

1. Sangoi, dkk (2011) melakukan penetapan kadar Aliskiren dan

hidroklortiazid dalam sediaan farmasi kombinasi keduanya menggunakan

KCKT. Kondisi analisis terdiri dari penggunaan kolom

C18 (100 mm × 4.6 mm, 5μM), suhu kolom 45°C, fase gerak asetonitril-

bufer fosfat (pH 4.0; 30 mM) dengan perbandingan 33 : 67, laju alir

2.4 mL/menit, dan sampel dideteksi pada panjang gelombang 208 nm.

Pemisahan terjadi kurang dari 2 menit. Parameter validasi linearitas

dilakukan pada seri konsentrasi 5–200 µg/mL dengan nilai koefisien

korelasi 0.9992 untuk masing-masing obat.

Page 36: SRI WAHYUNI LESTARI

21

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2. Babu, dkk (2011) melakukan penetapan kadar Aliskiren pada sediaan

tunggalnya menggunakan KCKT. Kondisi analisis terdiri dari penggunaan

kolom C18 (150 X 4.6mm, 5μM), fasa gerak 0.03% asam trifluoro asetat

(TFA) didalam air dan 0.03% asam trifluoro asetat (TFA) didalam

Asetonitril dengan perbandingan 95 : 5, laju alir 0.8mL/menit, dan sampel

dideteksi pada panjang gelombang 230 nm. Parameter validasi linearitas

dilakukan pada seri konsentrasi 1-100 µg/mL, nilai LOD 0.2 µg/mL dan

nilai LOQ 0.6 µg/mL.

3. Raul, dkk (2012) melakukan hal yang sama dengan Babu, dkk (2011).

Perbedaan keduanya teletak pada fase gerak yang digunakan untuk analisis,

dimana Raul, dkk menggunakan fase gerak asetonitril dan bufer fosfat

perbandingan 60 : 40 dengan laju alir 1.0 mL/menit.

4. Zeynep, dkk (2011) melakukan penetapan kadar Aliskiren didalam plasma

manusia melalui proses derivatisasi dengan Dansyl Klorida dan dideteksi

menggunakan spektrofluorometer. Metode ini menghasilkan suatu derivat

yang berfluoresensi tinggi pada panjang gelombang 501 nm dan eksitasi

pada 378 nm. Parameter validasi linearitas dilakukan pada seri konsentrasi

0,05 µg/mL–0,150. Nilai LOD diperoleh 0,00491 µg/mL dan nilai persen

perolehan kembalinya adalah 97.81%.

5. Ramusovic, dkk (2013) melakukan penetapan kadar Aliskiren di dalam

serum manusia menggunakan KCKT-tandem mass spectrometry untuk uji

coba obat pada pasien pediatrik. Volume sampel yang digunakan untuk

analisis sebanyak 100 μL serum yang kemudian diekstraksi dengan cara

ekstraksi fasa padat. Kondisi analisis terdiri dari penggunaan kolom C18,

fase gerak metanol–aquadest–asam format perbandingan 75 : 25 : 0.005,

laju alir 0.4  mL/menit, dan dideteksi menggunakan spektrometer massa

positive electrospray ionization dan multiple reaction monitoring dengan

analyze precursor ion 552.2  m/z [M  +  H]+ hingga diperoleh ion

436.2  m/z selama 5  menit. Parameter validasi linearitas dilakukan pada

seri konsentrasi 0.000146–1.200  µg/mL, uji presisi intrahari dan antarhari

Page 37: SRI WAHYUNI LESTARI

22

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

memberikan nilai SD 0.4–7.2 dan 0.6–12.9%, dan persen perolehan kembali

sebesar 89%.

6. Belal, dkk (2013) melakukan penetapan kadar Aliskiren didalam plasma

menggunakan KCKT yang didahului proses derivatisasi menggunakan 1-

naphthyl isocyanate. Kondisi analisis menggunakan kolom C18, fase gerak

asetonitril-aquadest-asam fosfat pH 3.2 perbandingan 45:55:0.01, laju alir

1mL/menit, dan dideteksi pada panjang gelombang 230nm. Analisis ini jµga

menggunakan baku dalam berupa kaffein. Parameter validasi linearitas

dilakukan pada seri konsentrasi dengan rentang 0,005-0,400 µg/mL, nilai

LOD 0.005 µg/mL, nilai LOQ 0.01 µg/mL, uji presisi intrahari dan interhari

memberikan nilai SD 4.2%, dan persen perolehan kembali sebesar 97.1-

98.6%.

Page 38: SRI WAHYUNI LESTARI

23

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB III

KERANGKA KONSEP

Penetapan panjang

gelombang optimum analisis

Optimasi kondisi analisis Aliskiren

Pemilihan komposisi

fase gerak

Pemilihan laju

alir

Uji kesesuaian sistem

Penyiapan sampel

Aliskiren dalam plasma

Validasi metode analisis

Uji Linieritas &

rentang

Uji LOD &

LOQ

Uji

Akurasi

Uji

Presisi

Aliskiren

Resmi diedarkan pada

tahun 2007

Tahun 2012

dilaporkan berbahaya

di Eropa

Antihipertensi

golongan baru untuk

manajemen terapi

hipertensi yang

bekerja langsung

menghambat renin.

Berpotensi menjadi

pilihan pertama pada

terapi hipertensi

masadepan

Harus dilakukan uji

keamanan, salah satu

langkahnya adalah

dengan penetapan

kadar Aliskiren dalam

darah

Uji

Selektivitas

Modifi-

kasi

metode

analisis

Penetapan kadar Aliskiren dalam plasma menggunakan KCKT

Page 39: SRI WAHYUNI LESTARI

24

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di laboratorium Farmakognosi dan Fitokimia

serta laboratorium-laboratorium penunjang lainnya di Program Studi Farmasi

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta sejak bulan Maret hingga bulan Juni 2014.

4.2 Alat dan Bahan

4.2.1 Bahan Uji

Bahan uji yang digunakan pada penelitian ini adalah baku standard

Aliskiren Hemifumarate 98,5% yang diperoleh dari Royal Pharm, Jinlan Drugs

Technology Co.Ltd, China.

4.2.2 Bahan Kimia

Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah metanol grade

Liquid Chromatography (Merck), asam fosfat grade proanalisis (Merck),

aquabidest for irrigation (Indofarma), asetonitril grade Liquid Chromatography

(Merck), dan plasma darah (PMI Jakarta Pusat).

4.2.3 Alat

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah Kromatografi Cair

Kineja Tinggi (Dionex LC-10 ATVP), kolom KCKT C18 (Dionex, panjang 250

mm, diameter dalam 4.6 mm, ukuran partikel 5 μm), spektrofotometer UV-Vis

(Shimadzu), sentrifugator (Eppendorf 5417R), syringe filter (Sartorius, RC 0,20

µl), pHmeter (Horiba), timbangan analitik kepekaan 220 g-1 mg (AND-GH202),

vortex, mikropipet (Effendorf 100 µl dan 1000 µl), waterbath sonicator

(Bransonic), dry vacuum pump/compresor (Welch), mikrotube, dan alat-alat

gelas.

Page 40: SRI WAHYUNI LESTARI

25

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

4.3 Prosedur Kerja

4.3.1 Pembuatan larutan induk Aliskiren

Standard Aliskiren ditimbang sebanyak 150 mg kemudian dimasukkan

ke dalam labu ukur 250 mL. Standar Aliskiren tersebut dilarutkan dengan

aquadest dan dicukupkan volumenya hingga tanda batas. Diperoleh larutan

Aliskiren 600 µg/mL. Larutan Aliskiren 600 µg/mL kemudian diencerkan

menjadi 50 µg/mL (perhitungan dapat dilihat pada lampiran 1). Larutan Aliskiren

50 µg/mL diencerkan lagi menjadi 5 µg/mL. Larutan Aliskiren 5 µg/mL

dijadikan sebagai larutan induk yang digunakan untuk membuat larutan uji

Aliskiren pada sampel-sampel berikutnya.

4.3.2 Penentuan panjang gelombang

Larutan Aliskiren 50 µg/mL diencerkan menjadi 10 µg/mL (perhitungan

dapat dilihat pada lampiran 1). Larutan Aliskiren 10 µg/mL diukur nilai

serapannya pada spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 200-400

nm.

4.3.3 Pembuatan fase gerak

Senyawa KH2PO4 ditimbang sebanyak 7 gram kemudian dipindahkan

ke dalam labu ukur 1000 mL. Senyawa KH2PO4 tersebut dilarutkan dengan

aquadest dan dicukupkan volumenya hingga 1000 mL. Setelah itu, larutan

KH2PO4 diasamkan dengan asam fosfat hingga pH tepat 3,5. Larutan buffer

KH2PO4 pH 3,5 disaring menggunakan penyaring vakum yang dilengkapi

saringan berpori 0,45 µm.

Beberapa kombinasi fase gerak dibuat dengan mengkombinasikan

Buffer KH2PO4, metanol, asetonitril, dan aquabidest dengan komposisi yang

dapat dilihat pada tabel 4.1.

Tabel 4.1. Komposisi Fase Gerak

No Metanol Aquabidest Buffer Fosfat Asetonitril

1 50 50 - -

2 - - 40 60

3 - - 35 65

Page 41: SRI WAHYUNI LESTARI

26

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

4 50 - 30 20

5 60 - 25 15

(Burckhardt, 2012)

Fase gerak yang telah dibuat dimasukkan ke dalam reservoir KCKT

kemudian disonikasi dengan waterbath sonicator untuk menghilangkan

gelembung udara. Sonikasi dilakukan selama 30 menit. Fase gerak siap

digunakan untuk mengaliri sampel pada alat KCKT.

4.3.4 Pemilihan fase gerak dan laju alir.

Larutan Aliskiren 5 µg/mL diencerkan menjadi 1 µg/mL (perhitungan

terlampir). Larutan Aliskiren 1 µg/mL disuntikkan ke KCKT sebanyak 20 µl dan

dialiri fase gerak-fase gerak yang telah disiapkan secara bergantian. Dicatat

waktu retensi, luas area, jumlah lempeng teoritis, faktor kapasitas, asimetris, dan

koefisien variasi untuk masing-masing pemisahan yang diperoleh dari tiap-tiap

fase gerak yang digunakan.

Pemisahan yang terbaik kemudian diulang lagi dengan menggunakan

fase gerak yang sama menggunakan 3 laju alir yang berbeda. Dicatat lagi waktu

retensi, luas area, dan dihitung jumlah lempeng teoritis, faktor kapasitas,

asimetris, dan koefisien variasi untuk masing-masing pemisahan yang diperoleh

dari tiap-tiap laju alir yang digunakan.

4.3.5 Uji Kesesuaian Sistem

Larutan Aliskiren 5 µg/mL diencerkan menjadi 1 µg/mL (perhitungan

terlampir). Larutan Aliskiren 1 µg/mL disuntikkan ke KCKT sebanyak 20 µl dan

dialiri fase gerak dengan laju alir terpilih. Penyuntikan diulang sebanyak 5 kali.

Dihitung jumlah lempeng teoritis, faktor kapasitas, asimetris, dan koefisien

variasi untuk masing-masing penyuntikan.

4.3.6 Preparasi sampel Aliskiren di dalam plasma darah

Larutan induk Aliskiren 5 µg/mL diencerkan dengan plasma darah di

dalam labu ukur 5 mL hingga diperoleh konsentrasi Aliskiren di dalam plasma

Page 42: SRI WAHYUNI LESTARI

27

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

menjadi 0,4 µg/mL, 0,5 µg/mL, 0,6 µg/mL, 0,7 µg/mL, 0,8 µg/mL, 0,9 µg/mL,

dan 1 µg/mL (perhitungan dapat dilihat pada lampiran 1).

Masing-masing larutan plasma mengandung Aliskiren dideproteinasi

dengan cara: larutan plasma tiap konsentrasi dipipet 500 µl dan dimasukkan ke

dalam tabung sentrifugasi. Larutan plasma tersebut ditambahkan metanol

sebanyak 1000 µl sehingga diperoleh perbandingan plasma dan metanol menjadi

1 : 2 (v/v). Larutan plasma Aliskiren dan metanol divortex selama 30 detik

kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 3600 rpm, suhu 16oC, selama 10

menit. Supernatan hasil sentrifugasi diambil menggunakan syringe dan

dimasukkan ke dalam vial KCKT menggunakan syringe filter.

4.3.7 Validasi metode

4.3.7.1 Pembuatan kurva kalibrasi dan uji linieritas

Larutan plasma mengandung Aliskiren konsentrasi 0,4; 0,5; 0,6; 0,7;

0,8; 0,9 dan 1 µg/mL masing-masing dideproteinasi seperti cara yang dijelaskan

pada poin 4.3.6. Sebanyak 20 ul aliquot masing-masing sampel disuntikkan ke

alat KCKT pada kondisi terpilih. Setelah itu dibuat perbandingan antara luas area

(y) yang diperoleh terhadap konsentrasi Aliskiren dalam plasma (x). Kemudian

dihitung koefisien korelasi dari persamaan garis regresi linier tersebut.

4.3.7.2 Penentuan LOD dan LOQ

Data area per konsentrasi yang diperoleh dari data kalibrasi digunakan

untuk penghitungan LOD dan LOQ. Nilai LOD diperoleh melalui persamaan

garis regresi linier dari kurva kalibrasi dengan rumus: LOD =

Sedangkan nilai LOQ dihitung melalui persamaan garis regresi linier

dari kurva kalibrasi, dengan rumus: LOQ =

4.3.7.3 Uji Selektivitas

Larutan induk Aliskiren 5 µg/mL diencerkan dengan plasma darah di dalam labu

ukur 5 mL hingga diperoleh konsentrasi Aliskiren di dalam plasma menjadi 1

µg/mL (perhitungan terlampir).

Page 43: SRI WAHYUNI LESTARI

28

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Larutan plasma yang tidak mengandung Aliskiren dan larutan plasma

yang mengandung Aliskiren 1 µg/mL dideproteinasi dengan cara seperti yang

dijelaskan pada poin 4.3.6. Sebanyak 20 ul aliquot masing-masing sampel

disuntikkan ke alat KCKT pada kondisi terpilih. Diamati puncak hasil

pengotoran plasma pada waktu retensi tertentu dan bandingan dengan waktu

retensi puncak Aliskiren. Prosedur ini dilakukan sebanyak enam kali dengan

menggunakan plasma dari enam sumber yang berbeda.

4.3.7.4 Uji akurasi

Larutan induk Aliskiren 5 µg/mL diencerkan dengan plasma darah di

dalam labu ukur 5 mL hingga diperoleh konsentrasi Aliskiren di dalam plasma

menjadi 0,4 µg/mL, 0,7 µg/mL, dan 1 µg/mL (perhitungan dapat dilihat pada

lampiran 1).

Masing-masing larutan plasma mengandung Aliskiren dideproteinasi

dengan cara yang dijelaskan pada poin 4.3.6. Sebanyak 20 ul aliquot masing-

masing sampel disuntikkan ke alat KCKT pada kondisi terpilih. Diulang

sebanyak 3 kali untuk masing-masing konsentrasi. Kemudian dihitung nilai %

diff dan % perolehan kembali (% recovery) dengan rumus terlampir. Nilai % diff

disyaratkan kurang dari 15% dan nilai % perolehan kembali disyaratkan berada

pada rentang 70-102%. (Harmita, 2004).

4.3.7.5 Uji presisi

Larutan induk Aliskiren 5 µg/mL diencerkan dengan plasma darah di

dalam labu ukur 5 mL hingga diperoleh konsentrasi Aliskiren di dalam plasma

menjadi 0,4 µg/mL, 0,7 µg/mL, dan 1 µg/mL (perhitungan terlampir).

Masing-masing larutan plasma mengandung Aliskiren dideproteinasi

dengan cara yang dijelaskan pada poin 4.3.6. Sebanyak 20 ul aliquot masing-

masing sampel disuntikkan ke alat KCKT pada kondisi terpilih. Diulang

sebanyak 3 kali untuk masing-masing konsentrasi. Hal yang sama dilakukan

pula dihari yang bebeda. Kemudian dihitung nilai RSD dengan rumus terlampir.

Nilai RSD disyaratkan kurang lebih 15% (Harmita, 2006).

Page 44: SRI WAHYUNI LESTARI

29

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Optimasi Metode Penetapan Kadar Aliskiren

Pada penelitian ini, optimasi metode penetapan kadar Aliskiren dalam

plasma darah meliputi penentuan fase gerak dan laju alir serta penentuan metode

ekstraksi Aliskiren dari plasma darah. Sebagai langkah pertama, dilakukan

penentuan panjang gelombang maksimum analisis Aliskiren untuk

meningkatkan selektivitas dan sensitifitas analisis Aliskiren di dalam plasma

darah.

Penentuan panjang gelombang maksimum dilakukan dengan

menggunakan spektrofotometer ultraviolet-visibel. Sebanyak 10 µg/mL larutan

standard Aliskiren diukur pada panjang gelombang 200 nm hingga 400 nm.

Diperoleh serapan tertinggi standard Aliskiren pada panjang gelombang 220 nm.

Hal ini telah sesuai dengan literatur, dimana Alagar Raja pada tahun 2012

melakukakan analisis Aliskiren yang dideteksi pada panjang gelombang 220 nm

juga. Spektrum Aliskiren pada spektrofotometer UV-Vis dapat dilihat pada

lampiran 2 gambar 6.1. Panjang gelombang ini kemudian digunakan pada

instrument Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) untuk mendeteksi sampel

yang dianalisis pada penetapan kadar Aliskiren dalam plasma darah secara in

vitro.

Tahap selanjutnya adalah penentuan komposisi fase gerak dan laju alir.

Pada pemilihan komposisi fase gerak, analisis dilakukan dengan KCKT

menggunakan kolom C18 panjang 250 mm (Raja, Kumaraswamy, 2012),

dengan volume penyuntikan sampel sebanyak 20 µl. Sistem kromatografi yang

digunakan adalah sistem isokratik dengan kombinasi fase gerak metanol, buffer,

dan asetonitril pada berbagai perbandingan.

Struktur molekul Aliskiren disusun dari molekul-molekul yang bersifat

polar. Untuk itu komposisi fase gerak yang dipakai untuk memisahkan

Aliskiren terdiri dari campuran pelarut organik metanol dan asetonitril agar

diperoleh fase gerak yang memiliki kepolaran yang sama dengan Aliskiren

Page 45: SRI WAHYUNI LESTARI

30

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

sehingga dapat membawa Aliskiren dan memisahkannya dari pengotor pada

plasma.

Komposisi fase gerak yang pertama kali dicobakan adalah kombinasi

metanol dan air perbandingan 50 : 50 dengan laju alir 1,0 mL/menit (Ramusovic,

2013). Dari fase gerak ini diperoleh kromatogram yang terdiri dari empat puncak,

tidak terlihat adanya pemisahan zat tunggal padahal analisis dilakukan saat sistem

sudah berada dalam keadaan baseline.

Gambar 5.1. kromatogram Aliskiren menggunakan

fase gerak metanol : air (50 : 50)

Kemudian digunakan fase gerak asetonitril dan buffer KH2PO4 pH 3,5

dengan perbandingan 60 : 40 (Raul, 2012 dan Belal, 2013). Penggunaan buffer

asam ini diharapkan memberi suasana asam pada analisis sehingga dapat

membuat Aliskiren yang bersifat basa lemah menjadi terionkan dan dapat dibawa

oleh fase gerak. Sebagai hasilnya, diperoleh empat puncak yang tidak terpisah

dengan baik sehingga terlihat seperti satu puncak yang lebar. Komposisi ini

kemudian dirubah dengan perbandingan 65 : 35 dan 55 : 45 untuk mencari

komposisi yang dapat memperkecil luas puncak. Namun puncak yang dihasilkan

justru semakin besar.

Gambar 5.2. Kromatogram Als

menggunakan fase gerak Acn:Buf

(60:40)

Gambar 5.3. Kromatogram Als

menggunakan fase gerak Acn:Buf

(65:35)

Page 46: SRI WAHYUNI LESTARI

31

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Dengan ketiga fase gerak di atas, puncak Aliskiren muncul di sekitar

menit kedua. Oleh karena sering terdapat pengotor di plasma yang umumnya

muncul di sekitar menit kedua, maka fase gerak tersebut diubah dengan tujuan

menghasilkan puncak pada waktu retensi diatas menit kedua. Dilakukan

peningkatan polaritas fase gerak dengan penambahan metanol. Dibuat suatu

komposisi fase gerak yang terdiri dari metanol, buffer KH2PO4 pH 3,5, dan

asetonitril perbandingan 50 : 30 : 20 dan 60 : 25 : 15 dengan kondisi laju alir 1.0

mL/menit.

Dengan menggunakan fase gerak Metanol : Buffer KH2PO4 pH 3,5:

Asetonitril (50:30:20) Aliskiren muncul di waktu retensi 5,8 menit. Fase gerak ini

menghasilkan puncak Aliskiren di waktu retensi yang cukup jauh dari

kemungkinan waktu retensi pengotor dari darah. Dengan menggunakan fase gerak

Metanol : Buffer KH2PO4 pH 3,5 : Asetonitril (60:25:15) Aliskiren muncul pada

waktu retensi 3,6 menit. Waktu retensi ini lebih singkat dibanding waktu retensi

jika analisis dilakukan dengan Metanol : Buffer : Asetonitril (50:30:20) laju alir

1.0 mL/menit serta tidak terganggu puncak pengotor plasma. Maka fase gerak

Metanol : Buffer KH2PO4 pH 3,5 : Asetonitril (60:25:15) dipilih untuk analisis

Gambar 5.4. Kromatogram Als menggunakan

fase gerak Acn:Buf (55:45)

Gambar 5.5. Kromatogram menggunakan

fase gerak Metanol : Buffer : Asetonitril

(50:30:20)

Gambar5.6. Kromatogram menggunakan

fase gerak Metanol : Buffer : Asetonitril

(60:25:15)

Page 47: SRI WAHYUNI LESTARI

32

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

karena menghasilkan puncak Aliskiren pada waktu retensi yang paling singkat

dengan tidak terganggu oleh puncak pengotor dari plasma.

Dari hasil optimasi ini, maka diperoleh suatu kondisi analisis Aliskiren di

dalam plasma darah dengan ketentuan sebagai berikut:

Spesifikasi alat : HPLC merk Dionex, auto sampler, detektor

ultraviolet

Kolom : Dionex C18 (250 x 4,6 mm, 5 µm)

Fase gerak : Metanol : Buffer KH2PO4 (pH 3,5) : Asetonitril

dengan perbandingan 60 : 25 : 15

Laju alir : 1 mL/menit

Teknik : Isokratik

Panjang gelombang : 220 nm

Volume injeksi : 20 µl

Suhu kolom : Ambient

Waktu akuisisi : 6 menit

Setelah metode diperoleh kemudian dilakukan uji kesesuaian sistem.

Uji kesesuaian sistem bertujuan untuk menjamin bahwa sistem operasioanl

KCKT yang tersedia memberikan hasil yang sesuai dengan tujuan analisis. Hal

ini dilakukan karena adanya variasi dalam peralatan dan teknik analisis. Uji

kesesuaian sistem dilakukan sebanyak 5 kali penyuntikan.

Menurut Farmakope Indonesia edisi IV, parameter yang berguna untuk

uji kesesuaian sistem adalah keberulangan dari penyuntikan ulang larutan baku

dinyatakan dalam simpangan baku relatif yang dinyatakan dalam persen bila

tidak dinyatakan lain dalam monografi baku yang digunakan maka untuk

penghitungan digunakan data kromatogram lima kali hasil penyuntikan ulang

dengan nilai RSD kurang dari 2,0%.

Menurut USP, ada lima parameter yang dijadikan rujukan untuk

menunjukkan bahwa metode telah sesuai dengan sistem yang tersedia. Empat

parameter tersebut adalah resolusi, faktor kapasitas, faktor ikutan, lempeng

teoritis, dan koefisien variasi dari luas area dari serangkaian penyuntikan

sampel. Suatu metode dinyatakan memenuhi syarat uji kesesuaian sistem jika

Page 48: SRI WAHYUNI LESTARI

33

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

minimal ada dua parameter yang memenuhi persyaratan dari lima parameter

yang diujikan.

Dari uji kesesuaian sistem diperoleh rata-rata waktu retensi Aliskiren

muncul pada menit 3,6854 dengan rata-rata nilai area Aliskiren pada 5 kali

penyuntikan adalah 20,9453 mAu dengan nilai koefisien variasi sebesar

1,7203%. Data uji kesesuaian sistem dapat dilihat pada Tabel 5.1 dan data

selengkapnya tercantum dalam lampiran 5 tabel 6.1.

Tabel 5.1. Hasil uji rata-rata kesesuaian sistem analisis Aliskiren

menggunakan fase gerak Metanol : Buffer KH2PO4 pH 3,5 :

Asetonitril (60:25:15 (v/v))

Parameter Syarat Hasil yang diperoleh Kesimpulan

RSD waktu retensi < 2% 1,6115

RSD luas area < 2% 1,7203

Lempeng Teoritis ≥ 2000 3794

Faktor Kapasitas 2 2,67

Faktor ikutan ≤ 2 0,94

Nilai bilangan lempeng teoritis, faktor kapasitas dan faktor ikutan

menunjukkan kinerja kolom dalam memisahkan komponen dengan

menggunakan metode tersebut. Semakin besar nilai lempeng teoritis berarti

semakin efisien kolom dalam memisahkan komponen menggunakan metode

tersebut. Faktor kapasitas menyatakan rasio jumlah molekul zat yang terlarut di

fase diam dan jumlah molekul zat terlarut dalam fase gerak. Faktor ikutan

menunjukkan bentuk puncak Aliskiren yang asimetris atau tidak memiliki

pengekoran. (B, Parwa; 1988). Data dari lima parameter yang diujikan telah

memenuhi persyaratan uji kesesuaian sistem. Ini menunjukkan bahwa metode

yang digunakan untuk analisis ini memenuhi persyaratan pada uji kesesuaian

sistem.

Untuk dapat menganalisis Aliskiren dalam plasma darah menggunakan

KCKT, maka Aliskiren di dalam plasma darah harus diekstraksi dari plasma

darah. Seperti yang kita ketahui, plasma darah mengandung banyak protein.

Page 49: SRI WAHYUNI LESTARI

34

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Aliskiren terikat 50% dengan protein plasma (Martindal, 2009). Ikatan Aliskiren

dengan protein plasma perlu dilepaskan karena dapat mengganggu analisis pada

KCKT disamping juga dapat merusak kolom KCKT.

Pemisahan Aliskiren dengan protein plasma dilakukan dilakukan dengan

cara deproteinasi protein dalam plasma menggunakan pelarut organik. Pelarut

organik yang digunakan adalah yang dapat bercampur dengan air seperti metanol

dan asetonitril. Penambahan larutan organik seperti metanol ataupun asetonitril

pada larutan protein dalam air akan menurunkan KD (Konstanta Dielektrik)

pelarut/air yang meningkatkan tarikan antara molekul-molekul bermuatan dan

memfasilitasi interaksi elektrostatik protein. Selain itu pelarut organik ini jµga

akan menggantikan beberapa molekul air di sekitar daerah hidrofob dari

permukaan protein yang berasosiasi dengan protein sehingga menurunkan

konsentrasi air dalam larutan dengan demikian kelarutan protein akan menurun

dan memungkinkan terjadinya pengendapan.

Dilakukan pemilihan pelarut organik yang dapat mengekstrak Aliskiren

dari plasma darah. Ekstraksi dilakukan dengan menambahkan sejumlah pelarut

organik kedalam plasma. Komposisi pelarut organik dan plasma yang dicobakan

adalah asetonitril : plasma dengan perbandingan 1 : 1, asetonitril : plasma dengan

perbandingan 2 : 1, metanol : plasma dengan perbandingan 1 : 1, dan metanol :

plasma dengan perbandingan 2 : 1. Kemudian dilakukan pengamatan

kromatogram plasma blangko dengan melihat apakah pada daerah waktu retensi

Aliskiren terdapat pengotor plasma atau tidak. Hasilnya, dari keempat komposisi

pelarut organik yang diujikan untuk mengendakan protein, tidak satupun

komposisi pelarut yang menghasilkan puncak pengotor pada waktu retensi

Aliskiren saat analisis dilakukan.

Selanjutnya, proses ekstraksi yang sama dilakukan pada plasma yang

mengandung Aliskiren. Kemudian dilakukan pengamatan kromatogram plasma

mengandung Aliskiren dengan membandingkan luas area, jumlah lempeng

teoritis, resolusi, faktor ikutan, dan faktor kapasitas puncak Aliskiren dari masing-

masing proses ekstraksi tersebut sebagai bahan pertimbangan pemilihan

komposisi pelarut organik pengendap protein. Data hasil analisis Aliskiren yang

diekstraksi dengan berbagai pelarut organik dapat dilihat pada tabel 5.2.

Page 50: SRI WAHYUNI LESTARI

35

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Tabel 5.2. Hasil optimasi deproteinasi protein plasma

Pelarut pengendap

protein plasma

Luas area

(mAu)

Lempeng

teoritis Resolusi As K’

1x Asetonitril 29,6367 2273 3,13 2,38 6,11

2x Asetonitril 22,4382 1460 1,91 0,77 4,13

1x Metanol 37,0175 1847 3,16 2,81 4,06

2x Metanol 18,7582 4141 4,13 2,31 4,09

Dengan melihat data di atas, dari pengujian empat komposisi pelarut

organik yang digunakan untuk mengendapkan protein plasma yang mengandung

Aliskiren, diperoleh bahwa komposisi metanol sebanyak dua bagian plasma

dapat memisahkan pengotor plasma dengan Aliskiren dan menghasilkan puncak

Aliskiren dengan kriteria puncak yang paling baik. Hal itu dapat dilihat dari nilai

lempeng teoritis puncak Aliskiren yang paling besar, nilai resolusi yang paling

besar, nilai asimetris yang paling kecil, dan faktor kapasitas yang paling kecil

jika dibandingkan dengan tiga komposisi pelarut organik lainnya.

Nilai lempeng teoritis yang paling besar menunjukkan kinerja kolom

yang paling baik dalam memisahkan Aliskiren dengan menggunakan metode

ekstraksi menggunakan dua bagian metanol. Nilai resolusi yang paling besar ini

menyatakan metode esktraksi menggunakan dua bagian metanol sesuai dengan

sistem KCKT sehingga dapat memisahkan puncak pengotor plasma yang

muncul pada waktu retensi 1,9-2 dengan puncak Aliskiren yang muncul pada

waktu retensi 3,6-3,8 dengan pemisahan yang paling baik. Faktor asimetris

menunjukkan puncak Aliskiren hasil ekstraksi dengan dua bagian metanol

memiliki bentuk yang paling asimetris (tidak memiliki pengekoran).

5.2. Validasi Metode Penetapan Kadar Aliskiren dalam Plasma Darah

secara in vitro

5.2.1 Pembuatan Kurva Kalibrasi dan Uji Linieritas dalam Plasma

secara in vitro

Kurva kalibrasi menggambarkan hubungan antara respon alat dengan

konsentrasi analit yang diketahui. Pembuatan kurva kalibrasi dilakukan dengan

Page 51: SRI WAHYUNI LESTARI

36

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

melihat respon KCKT terhadap analisis plasma darah yang mengandung

Aliskiren dengan konsentrasi 0,4; 0,6; 0,7; 0,8; 0,9; dan 1 µg/mL. Persamaan

regresi yang diperoleh adalah y = 23,630 x – 7,1758 dengan nilai regresi 0,9824.

Nilai regresi ini mendekati persyaratan nilai regresi yang ideal. Pada analisis

didalam plasma, nilai regresi dapai diterima jika besar dari 0,95 (Shargel, 1988).

Jika dibandingkan hasil yang diperoleh dengan persyaratan yang ditentukan

menurut Shargel (1988) maka dapat disimpulkan bahwa metode telah memenuhi

persyaratan kurva kalibrasi yang baik. Data hasil pengukuran kurva kalibrasi

Aliskiren dalam plasma tercantum dalam lampiran 6 tabel 6.2 dan gambar kurva

kalibrasi yang diperoleh dapat dilihat pada gambar 5.17.

Gambar 5.17. Kurva kalibrasi standard Aliskiren didalam plasma

5.2.2 Pengukuran Limit Deteksi (LOD) dan Limit Kuantifikasi (LOQ)

Dengan menggunakan data kalibrasi diatas, kemudian dihitung nilai LOQ

dan nilai LOD. LOD (Limit of Detection) adalah jumlah terkecil analit dalam

sampel yang masih memberikan respon signifikan oleh instrument analisisnya.

LOQ (Limit of Quantification) adalah jumlah tekecil analit dalam sampel yang

masih dapat dianalisis secara akurat dan presisi. Nilai LOD yang diperoleh

adalah 0,1044 dan nilai LOQ yang diperoleh adalah 0,3163 µg/mL. Cara

perhitungan nilai LOD dan LOQ ini tercantum dalam lampiran 7. Konsentrasi

Aliskiren di dalam plasma darah berada pada rentang 0,05 µg/mL – 0,7 µg/mL

y = 23,63x - 7,1758 R² = 0,9824

0

5

10

15

20

0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2

Are

a (m

Au

)

Konsentrasi (µg/mL)

Kurva Kalibrasi Standard Aliskiren

dalam Plasma Darah

Page 52: SRI WAHYUNI LESTARI

37

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(Waldmeier, 2011). Nilai LOD dan LOQ yang diperoleh menunjukkan bahwa

metode ini dapat digunakan untuk analisis Aliskiren dalam plasma darah untuk

konsentrasi Aliskiren diatas 0,3163 µg/mL.

5.2.3 Uji Selektivitas

Selektivitas suatu metode adalah kemampuan suatu metode untuk

mengukur analit yang dituju secara spesifik dan tepat dengan adanya komponen-

komponen lain dalam sampel (Validation of Compandial Methods, 2008 dalam

Susanti, 2012). Uji selektivitas dilakukan untuk mengukur kemampuan suatu

metode analisis dalam membedakan dan menghitung secara kuantitatif analit

dari keberadaan zat lain yang ada di dalam pembawanya, dalam hal ini adalah

pengotor yang ada di dalam plasma darah. Uji selektivitas ini dilakukan dengan

membandingkan kromatogram Aliskiren dengan kromatogram plasma blangko

sebanyak enam kali perlakuan. Perbandingan ini digunakan untuk melihat

puncak pengotor plasma yang muncul saat analisis. Puncak pengotor plasma

muncul pada waktu retensi 1,8 – 2,2 menit. Puncak Aliskiren muncul pada

waktu retensi 3,6 – 3,8 menit. Hasil ini menunjukkan bahwa metode ini selektif

dalam memisahkan Aliskiren dari pengotor lain yang ada di dalam plasma.

Gambar pemisahan Aliskiren dalam kedua plasma dapat dilihat pada lampiran 3

gambar 6.4., gambar 6.5., dan gambar 6.6.

5.2.4 Uji Akurasi dan Perolehan Kembali

Akurasi adalah ukuran yang menyatakan derajat kedekatan rata-rata hasil

analisis dengan hasil teoritis. Hasil teoritis ini adalah hasil yang sebenarnya atau

hasil yang diharapkan menurut teori yang digunakan. Untuk analisis dalam

matriks biologis, selisih hasil analisis dengan hasil teoritis dipersyaratkan berada

dalam rentang ± 20 %, nilai ini dinyatakan sebagai % diff (FDA, 2013).

Pada penelitian ini uji akurasi dilakukan menggunakan metode simulasi

(spiked-placebo recovery). Sejumlah standar Aliskiren ditambahkan ke dalam

plasma darah sehingga diperoleh konsentrasi Aliskiren dalam plasma darah

sebesar 0,4 µg/mL; 0,7 µg/mL; dan 1 µg/mL. Plasma mengandung Aliskiren ini

kemudian dianalisis. Hasil analisisnya dibandingkan dengan hasil teoritis, yang

Page 53: SRI WAHYUNI LESTARI

38

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

diperoleh dari analisis standard aliksiren dalam pelarut aquadest dengan

konsentrasi 0,4 µg/mL; 0,7 µg/mL; dan 1 µg/mL. Prosedur ini dilakukan sebanyak

tiga kali untuk masing-masing konsentrasi.

Perolehan kembali adalah rasio hasil analisis analit yang diekstraksi dari

sampel dengan hasil analisis analit didalam pelarutnya. Untuk analisis dalam

matriks biologis, nilai perolehan kembali tidak harus 100%, tetapi diusahakan

konsisten, presisi, dan reprodusibel (FDA, 2013). Persyaratan % recovery untuk

sampel dengan konsentrasi 100 ng/mL-10 µg/mL adalah 80-110% (Huber, 2007).

Secara berurutan, untuk konsentrasi 0,4 µg/mL; 0,7 µg/mL; dan 1 µg/mL

diperoleh nilai % diff sebesar 16,8156%, 17,0724%, 15,5127% dan % recovery

sebesar 83,1844%, 82,9276%, 84,4873%. Jika hasil yang diperoleh dibandingkan

dengan persyaratan yang ditentukan menurut Huber (2007) maka dapat

disimpulkan bahwa metode telah memenuhi persyaratan uji akurasi. Hasil uji rata-

rata dapat dilihat pada tabel 5.3 dan data hasil percobaan selengkapnya tercantum

dalam lampiran 8 tabel 6.3.

Tabel 5.3. Hasil uji akurasi dan perolehan kembali

Konsentrasi

(µg/mL)

Area Hasil

Analisis

Area

Seharusnya

%

Diff

%

Recovery

Syarat %

recovery

0,4 2,8400 mAu 3,4141 mAu 16,8156 83,1844 80-110%

(Huber,

2007)

0,7 9,2966 mAu 11,2105 mAu 17,0724 82,9276

1 ,0 17,4783 mAu 20,6875 mAu 15,5127 84,4873

Mean recovery 83,5351

Pada penelitian sebelumnya, yakni validasi metode analisis Aliskiren

dalam sediaan farmasi, Kumaraswamy (2012), Babu dan Sangoi (2011), ,

memperoleh nilai persen recovery 97-99%. F. Belal melakukan validasi metode

analisis Aliskiren dalam plasma menggunakan proses derivatisasi dengan 1-

naphtyl isocyanate memperoleh persen recovery sebesar 97,1 - 98,6%. Zeynep

melakukan proses derivatisasi dengan Dansyl Chlorida memperoleh persen

recovery sebesar 97,81 %. Ramusovic menganalisis Aliskiren dengan plasma

darah menggunakan LCMS dan melibatkan ekstraksi fasa padat untuk preparasi

sampelnya memperoleh persen recovery sebesar 89%. Sementara pada penelitian

ini, analisis Aliskiren menggunakan KCKT, tanpa melibatkan proses

Page 54: SRI WAHYUNI LESTARI

39

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

derivatisasi, dan preparasi sampel menggunakan cara deproteinasi protein

memperoleh persen recovery sebesar 83,5351%.

Semakin kompleks preparasi sampel maka semakin besar persen

recovery yang diperoleh. Semakin besar persen recovery maka semakin besar

peluang untuk memperoleh nilai akurasi yang besar karena kriteria akurat sangat

dipengaruhi oleh besar konsentrasi yang dianalisis dan kepresisian metode. Jika

konsentrasi analit dalam sampel cukup besar dan dipreparasi dengan metode

yang tepat akan mengurangi kesalahan sistematis sehingga memperoleh persen

recovery yang besar akibatnya akan semakin mudah untuk memperoleh hasil

yang akurat.

Kecermatan hasil analisis sendiri tergantung kepada sebaran kesalahan

sistematis didalam keseluruhan tahapan analisis. Untuk meningkatkan

kecermatan maka harus diperhatikan menggunakan peralatan yang telah

dikalibrasi, menggunakan pelarut yang baik, dan pelaksanaan yang cermat sesuai

prosedur (Harmita, 2007).

5.2.5 Uji Presisi

Presisi adalah ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil

uji individual, diukur melalui penyebaran hasil individual dari rata-rata jika

prosedur ditetapkan secara berulang pada sampel-sampel yang diambil dari

campuran yang homogen. Ia menyatakan keterulangan, yakni jika analisis

dilakukan berulang maka perbedaan hasil yang diperoleh tidak melebihi syarat

uji presisi. Presisi dinyatakan sebagai SD (Standar Deviasi) dan RSD

(simpangan baku relatif). Syarat uji presisi untuk analisis pada matriks biologis

dengan konsentrasi analit sebesar 0,1 µg/mL sampai 1 µg/mL adalah nilai persen

RSD kurang dari 15% (Huber, 2007). Semakin kecil nilai SD dan RSD

menunjukkan metode yang dipakai semakin tepat.

Pada penelitian ini uji presisi dilakukan pada tiga konsentrasi sampel,

yaitu 0,4 ; 0,7; dan 1 µg/mL yang masing-masing dianalisis sebanyak tiga kali

untuk masing-masing sampel pada hari yang sama (intra hari) dan pada hari

berikutnya (antar hari).

Page 55: SRI WAHYUNI LESTARI

40

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Dari penelitian ini, diperoleh nilai RSD untuk konsentrasi 0,4 µg/mL, 0,7

µg/mL, dan 1 µg/mL pada hari pertama masing-masing adalah 3,8483%,

3,1973%, dan 3,1201%. Untuk hari kedua, nilai RSD yang diperoleh adalah

8,9548%, 1,2607%, dan 4,1296%. Jika hasil hari 1 dibandingkan dengan hari

kedua dibandingkan, maka diperoleh nilai persen RSD untuk konsentrasi 0,4

µg/mL, 0,7 µg/mL, dan 1 µg/mL adalah 5,2780%, 1,1108%, dan 1,1843%. Hasil

uji presisi dapat dilihat pada tabel 5.4. dan hasil penelitian selengkapnya dapat

dilihat pada lampiran 9 tabel 6.4.

Tabel 5.4. Hasil uji presisi

Konsentrasi

(µg/mL)

Area

terukur

(mAu)

SD

intrahari

RSD

intrahari

(%)

SD

antarhari

RSD

antarhari

(%)

Syarat

RSD

0,4 Hari 1 2,8400 0,1093 3,8483

0,1557 5,2780

< 15%

(Huber,

2007)

Hari 2 3,0602 0,2740 8,9548

0,7 Hari 1 9,2966 0,2972 3,1973

0,1046 1,1108 Hari 2 9,4438 0,1191 1,2607

1 Hari 1 17,4783 0,5453 3,1201

0,2053 1,1843 Hari 2 17,1880 0,7098 4,1296

Diperoleh nilai RSD antarhari tidak seragam, dimana pada sampel

dengan konsentrasi analit yang kecil memiliki nilai RSD antarhari yang besar. Ini

menunjukkan metode yang digunakan memiliki tingkat presisi yang kecil untuk

menganalisis sampel dengan konsentrasi sekitar LOQ. Namun secara keseluruhan

nilai RSD yang diperoleh untuk konsentrasi kecil, sedang, dan tinggi masing-

masing telah memenuhi syarat presisi. Jika hasil yang diperoleh dibandingkan

dengan persyaratan yang ditentukan menurut Huber (2007) maka dapat

disimpulkan bahwa metode telah memenuhi persyaratan uji presisi.

Page 56: SRI WAHYUNI LESTARI

41

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

6.1.1 Penetapan kadar Aliskiren dalam plasma darah secara in vitro

menggunakan KCKT dapat dilakukan dengan kondisi kolom Acclaim®

C18 ukuran 250 x 4,6 mm, 0,5 um; fase gerak metanol : buffer KH2PO4

pH 3,5 : asetonitril (60 : 25 : 15); laju alir 1 mL/menit, dan dideteksi pada

panjang gelombang 220 nm.

6.1.2 Aliskiren didalam plasma diekstraksi dengan cara deproteinasi dengan cara

mencampurkan plasma dengan metanol pada perbandingan 1 : 2,

kemudian di vortex selama 30 detik, dan disentrifµgasi pada kecepatan

3600 rpm selama 10 menit.

6.1.3 Hasil validasi metode menunjukkan bahwa kondisi analisis yang tersebut

diatas memenuhi syarat linieritas, presisi, dan akurasi.

6.2 Saran

Diharapkan untuk melakukan pengembangan metode penetapan kadar

Aliskiren dalam plasma secara in vitro yang dapat memperbesar nilai perolehan

kembali serta memenuhi syarat validitas pada kadar Aliskiren yang ada di dalam

plasma.

Page 57: SRI WAHYUNI LESTARI

42

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DAFTAR PUSTAKA

Aydoğmuş, Zeynep; Ferhat Sari; Sevgi Tatar Ulu. 2011. Spectrofluorimetric

Determination of Aliskiren in Tablets and Spiked Human Plasma throµgh

Derivatization with Dansyl Chloride. J Fluoresc (2012) 22:549–556 DOI

10.1007/s10895-011-0988-y.

Aziza, Lucky. 2008. Terapi Hipertensi di Masa Depan. Majalah Kedokteran

Indonesia, Volume: 58, Nomor: 2.

B, Parwa. 1988. Analisis Farmasi Metode Modern. Yogyakarta: Gadjah Mada

University Press.

Babu, K. Satish; Rao; K. Vijaya Bhargava. 2011. A Simple And Sensitive Method

For The Determination Of Aliskiren Hemifumarate Using Hplc-Uv

Detection. Rasayan Journal Chemistry Vol.4, No.2.

Brown, Morris J; Gordon T McInnes; Cheraz Cherif Papst; Jack Zhang; dan

Thomas M MacDonald. 2011. Aliskiren And The Calcium Channel

Blocker AmLodipine Combination As An Initial Treatment Strategy For

Hypertension Control (ACCELERATE): A Randomised, Parallel-Group

Trial. The Lancet Volume 377, Issue 9762, hal 312 – 320.

Buletin berita MESO, Badan POM RI. Volume 30 No. 2, Edisi November 2012

Center for Drug Evaluation and Research. 2004. Validation of Chromatographic

Methods.

Effendy. 2004. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi dalam Bidang Farmasi. USU.

Evans, G. 2004. A Handbook Of Bioanalysis and Drµg Metabolism. USA: CRC

Press.

F, Belal; Walash M; El-Enany N; Zayed SJ. Highly Sensitive HPLC Method For

Assay Of Aliskiren in Human Plasma throµgh Derivatization With 1-

Naphthyl Isocyanate Using UV Detection. Chromatogr Analyt Technol

Biomed Life Sci. Vol.15.

Farmakope Indonesia edis IV halaman 1016-1017.

FDA. 2013. Draft Guideline on Bioanalytical Method Validation in

Pharmaceutical Development. FDA.

Page 58: SRI WAHYUNI LESTARI

43

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Food and Drµg Administration. 2013. Guidance for indusstry: bioanalitycal

methodvalidation. http://www.fda.gov/Drµgs/Guidance-

ComplianceRegulatoryInformation/Guidances/default.htm

Guidance for Industry: Bioanalytical Method Validation. FDA. 2013.

Hadjar. 1985. Teknik Analisis Obat dalam Cairan Biologis Dengan GLC Dan

HPLC. Pusat Penelitian dan Pengembangan PT.Kalbe Farma(Ed) dalam

Cermin Dunia Kedokteran. No. 37 (pp 26-31) 16 Desember 2011.

(http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/cdk_037_far-

makokinetika_klinik.pdf)

Harmita, Umar Mansur, Firnando. 2004. Metode Penetapan Kadar Meloxicam

dalam Darah Manusia in vitro secara Kromatografi Cair Kineja Tinggi.

Majalah Ilmu Kefarmasian Vol I No.2.

Harmita. 2004. Petunjuk Pelaksanaan Validasi Metode dan Cara

Perhitungannya. Majalah Ilmu Kefarmasian Vol. I. No.3 hal.117-135.

Huber, Ludwig. 2007. Validation and Qualification in Analytical Laboratories.

London: Informa.

Kumaraswamy; et al. 2012. Validated RP-HPLC Method for Simultaneous

Estimation of Aliskirenand Valsartan in Tablet Dosage Form. Journal of

Drug Delivery and Therapeutic Vol 2(5).

MJ, Brown; Mc Innes GT; Papst CC; Zhang J dan MacDonald TM. 2011.

Aliskiren and the Calcium Channel Blocker AmLodipine Combination as

an Initial Treatment Strategy for Hypertension Control (ACCELERATE):

A Randomised, Parallel-Group Trial. Lancet. Vol.22;377(9762):312-20.

doi: 10.1016/S0140-6736(10)62003-X.

Parving, Hans Henrik dkk. 2009. Aliskiren Trial in Type 2 Diabetes Using

Cardio-Renal Endpoints (ALTITUDE): rationale and study design.

Nephrol Dial Transplant (2009) 24: 1663–1671

Raja, Alagar; et al. 2012. RP-HPLC Method for Simultaneous Estimation of

Aliskiren Hemifumarate, Hydrochlorothiazide and AmLodipine in

Pharmaceutical Bulk Drµgs and Tablet Dosage Form. Journal of

Pharmacy Research 5(8).

Page 59: SRI WAHYUNI LESTARI

44

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Ramusovic, Sergej; Jutta Tins; Stephanie Laeer; Bjoern B. Burckhardt. 2013.

Determination of Aliskiren in Human Serum Quantities by HPLC–Tandem

Mass Spectrometry Appropriate for Pediatric Trials. Biomedical

Chromatography volume 27, Issue 4, pages 477–486.

Raul, Saroj Kumar; Ravi kumar; Ajaya Kumar Pattnaik; Nagireddy Neelakanta.

A RP-HPLC Method Development and Validation for the Estimation of

Aliskiren Hemifumarate in Bulk and Pharmaceutical Dosage Forms.

Journal of Chemical and Pharmaceutical Research Vol.4(11).

Sangoi, M. Wrasse; et al. 2011. Determination of Aliskiren in Tablet Dosage

Forms by a Validated Stability-indicating RP-LC Method. Journal of

Chromatographic Science Vol:49.

Sangoi, Maximiliano da Silva, Micheli Wrasse-Sangoi, Paulo Renato de

Oliveira, Vítor Todeschini & Clarice Madalena Bueno Rolim. 2011. Rapid

Simultaneous Determination of Aliskiren and Hydrochlorothiazide from

Their Pharmaceutical Formulations by Monolithic Silica Hplc Column

Employing Experimental Designs. Journal of Liquid Chromatography &

Related Technologies Volume 34, Issue 17.

Shargel, Leon dan Andrew B.C. 1988. Biofarmasetika dan Farmakokinetika

Terapan Edisi Kedua. Surabaya: Airlangga University Press.

Sopyan, Iyan; dkk. Optimasi Penetapan Kadar Levofloxacin dalam Plasma

Darah Manusia (In-Vitro) secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi.

Tidak Diterbitkan.

Swamy, G. Kumara; et al. 2012. Validated RP-HPLC Method for the

Simultaneous Determination of Aliskiren, Hydrochlorothiazide and

AmLodipine Besylate in Bulk and Pharmaceutical Formulation.

International Journal of ChemTech Research Vol.4 No.4

Swarbick , J. Jammes C. B. 1985. Encyclopedia of Pharmaceutical Technology.

Vol 1 Page 233-235. New York

Usman, Elly. 2007. Pemakaian Obat dengan Margin Of Safety yang Sempit

Seharusnya Memerlukan Therapy Drµg Monitoring (TDM). Majalah

Kedokteran Andalas. No.2. Vol.31.

Page 60: SRI WAHYUNI LESTARI

45

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Waldmeier, Felix; et al. 2007. Absorbtion, Distribution, Metabolism, and

Elimination of the Direct Renin Inhibitor Aliskiren in Healthy Volunteers.

The American Society for Pharmacology and Experimental Therapeutics

Vol.35 No.8.

Page 61: SRI WAHYUNI LESTARI

46

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 1. Perhitungan pembuatan larutan

1. Larutan Aliskiren 50 µg/mL.

Diencerkan dari larutan Aliskiren 600 µg/mL dibuat di dalam labu ukur 250 mL.

600 µg/mL x █ = 50 µg/mL x 250 mL

█ = 20,833 mL

2. Larutan Aliskiren 5 µg/mL.

Diencerkan dari larutan Aliskiren 50 µg/mL dibuat di dalam labu ukur 250 mL.

50 µg/mL x █ = 5 µg/mL x 250 mL

█ = 25 mL

3. Larutan Aliskiren 10 µg/mL untuk penetapan panjang gelombang. Diencerkan

dari larutan Aliskiren 50 µg/mL dibuat di dalam labu ukur 50 mL.

50 µg/mL x █ = 10 µg/mL x 50 mL

█ = 10 mL

4. Larutan Aliskiren didalam plasma konsentrasi 0,4 µg/mL; 0,5 µg/mL; 0,6

µg/mL; 0,7 µg/mL; 0,8 µg/mL; 0,9 µg/mL; dan 1 µg/mL. Diencerkan dari

larutan Aliskiren 5 µg/mL dibuat di dalam labu ukur 5 mL.

Konsentrasi larutan

Aliskiren dalam

plasma yang

diinginkan

Volume

plasma

Konsentrasi

larutan induk

Aliskiren

Volume larutan

Aliskiren yang

ditambahkan

0,4 µg/mL 5 mL 5 µg/mL 400 µl

0,5 µg/mL 5 mL 5 µg/mL 500 µl

0,6 µg/mL 5 mL 5 µg/mL 600 µl

0,7 µg/mL 5 mL 5 µg/mL 700 µl

0,8 µg/mL 5 mL 5 µg/mL 800 µl

0,9 µg/mL 5 mL 5 µg/mL 900 µl

1 µg/mL 5 mL 5 µg/mL 1000 µl

Page 62: SRI WAHYUNI LESTARI

47

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 2. Spektrum serapan Aliskiren pada spektrofotometer

Gambar 6.1. Spektrum serapan Aliskiren pada spektrofotometer

Page 63: SRI WAHYUNI LESTARI

48

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 3. Gambar kromatogram

Gambar 6.2. Kromatogram Plasma Blangko

Gambar 6.3. Kromatogram Standard Aliskiren

Gambar 6.4. Kromatogram Plasma mengandung Aliskiren

Page 64: SRI WAHYUNI LESTARI

49

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 4 Gambar kromatogram plasma mengandung Aliskiren

Gambar 6.5. Kromatogram plasma satu yang mengandung Aliskiren

Gambar 6.6. Kromatogram plasma dua yang mengandung Aliskiren

Page 65: SRI WAHYUNI LESTARI

50

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 5 Hasil uji kesesusaian sistem

Tabel 6.1. Data hasil uji kesesuaian sistem dan keberulangan penyuntikan

Konsentrasi Waktu Luas Area N HETP Faktor

kapasitas Asimetri

1 µg/mL 3,760 21,4646 3949 157,96 2,76 0,84

1 µg/mL 3,653 21,1849 3693 147,72 2,65 0,89

1 µg/mL 3,643 20,6875 3579 143,16 2,64 0,89

1 µg/mL 3,613 20,6858 3807 152,28 2,61 0,81

1 µg/mL 3,623 20,7035 3942 157,68 2,62 0,98

KV (%) 1,6115 1,7203 4,2198 4,2198 2,2684 7,3215

Rata-rata 3,6584 20,9453 3794 151,76 2,67 0,94

Syarat KV < 2% KV < 2% ≥ 2000 > 2 ≤ 2

Kesimpulan

Kondisi analisis:

Kolom : Dionex C18 250 x 4,6 mm, 5 um

Fase gerak : Metanol : Buffer KH2PO4 (pH 3,5) : Asetonitril

dengan perbandingan 60:25:15

Laju alir : 1 mL/menit

Teknik : Isokratik

Panjang gelombang : 220 nm

Volume injeksi : 20 µl

Suhu kolom : Ambient

Waktu akuisisi : 6 menit

Page 66: SRI WAHYUNI LESTARI

51

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 6 Hasil pengukuran kurva kalibrasi Aliskiren dalam plasma

Tabel 6.2. Data hasil pengukuran kurva kalibrasi Aliskiren dalam plasma

Konsentrasi

(µg/mL)

Luas area

(mAu)

Luas area

berdasarkan

persamaan regresi

(mAu)

(y-y’) (y-y’)2

0,4 2,8401 2,2762 0,5639 0,3180

0,5 4,6839 4,6392 0,0447 0,0020

0,6 6,3645 7,0022 -0,6377 0,4067

0,7 9,2961 9,3652 -0,0691 0,0048

0,8 11,8068 11,7282 0,0786 0,0062

0,9 13,0878 14,0912 -1,0034 1,0068

1 17,4783 16,4542 1,0241 1,0488

∑ (y-y’)2 2,7932

Persamaan regresi linier :

Nilai regresi :

Y = 23,630 x – 7,1758

R2 = 0,9824

Kondisi analisis:

Kolom : Dionex C18 250 x 4,6 mm, 5 um

Fase gerak : Metanol : Buffer KH2PO4 (pH 3,5) : Asetonitril

dengan perbandingan 60:25:15

Laju alir : 1 mL/menit

Teknik : Isokratik

Panjang gelombang : 220 nm

Volume injeksi : 20 µl

Suhu kolom : Ambient

Waktu akuisisi : 6 menit

Page 67: SRI WAHYUNI LESTARI

52

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 7 : Penentuan LOD dan LOQ

Diketahui :

Sb = √

= √

= 0,7474

b = 23,630

Penentuan LOD:

LOD =

=

= 0,1044

Penentuan LOQ:

LOQ =

=

= 0,3163

Page 68: SRI WAHYUNI LESTARI

53

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 8 Hasil uji akurasi

Tabel 6.3. Data hasil uji akurasi

Konsentrasi

(µg/mL)

Area terukur

(mAu)

%

Diff

%

Recovery

0,4 2,9031 14,9673 85,0327

0,4 2,7138 20,5120 79,4880

0,4 2,9031 14,9673 85,0327

Rata-rata 2,8400 16,8156 83,1844

0,7 9,6186 14,2001 85,7999

0,7 9,2385 17,5907 82,4094

0,7 9,0327 19,4264 80,5736

Rata-rata 9,2966 17,0724 82,9276

1 18,0072 12,9561 87,0439

1 16,9179 18,2216 81,7784

1 17,5098 15,3605 84,6395

Rata-rata 17,4783 15,5127 84,4873

Page 69: SRI WAHYUNI LESTARI

54

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 9 Hasil uji presisi

Tabel 6.4. Data hasil uji presisi

Konsentrasi Area terukur

(mAu) SD

RSD

(%)

0,4 µg/mL

Hari 1

2,9031

0,1093

3,8483

2,7138

2,9031

x = 2,8400

Hari 2

3,3492

0,2740 8,9548 2,8041

3,0273

x = 3,0602

0,7 µg/mL

Hari 1

9,2358

0,2972

3,1973

9,0327

9,6186

x = 9,2966

Hari 2

9,3219

0,1191 1,2607 9,4497

9,5598

x = 9,4438

1 µg/mL

Hari 1

18,0072

0,5453

3,1201

17,5098

16,9176

x = 17,4783

Hari 2

16,3749

0,7098 4,1296 17,5053

17,6838

x = 17,1880

Page 70: SRI WAHYUNI LESTARI

55

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 10 Rumus-rumus

Tabel 6.5. Rumus-rumus

Nama Rumus Formula

SB SB = √

LOD LOD =

LOQ LOQ =

% diff % diff =

x 100%

% recovery % recovery =

x 100%

SD SD = √

RSD RSD =

Page 71: SRI WAHYUNI LESTARI

56

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 11 Sertifikat analisis standard Aliskiren

Gambar. 6.7. Sertifikat analisis standard Aliskiren

Page 72: SRI WAHYUNI LESTARI

57

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 12 Dokumentasi penelitian

Gambar 6.8. Plasma Darah Gambar 6.9. Pot penyimpanan

sampel Aliskiren

Gambar 6.10. Plasma Aliskiren

yang belum disentrifµgasi

Gambar 6.11. Plasma Aliskiren

yang sudah disentrifµgasi

Gambar 6.12. Vial penyuntikan

KCKT Gambar 6.13. Kolom KCKT