spm_minggu 7_policies and procedures
Embed Size (px)
TRANSCRIPT

Administrative Controls
Policies and Procedures
0

Administrative Controls
Policies and Procedures
1
PENDAHULUAN
Kebutuhan manusia yang semakin meningkat dan kompleks dari waktu ke waktu
menuntut perusahaan untuk melakukan perubahan.Dahulu kita mengenal adanya pasar
tradisional yang mempertemukan penjual dan pembeli secara langsung, namun seiring
dengan berjalannnya waktu terjadi perubahan di mana banyak bermunculan supermarket atau
pasar modern.Perubahan ini dapat menjadi gambaran mengenai terjadinya perkembangan dari
usaha kecil menjadi usaha yang menggunakan tenaga kerja yang cukup banyak dalam
memenuhi kebutuhan dalam masyarakat.Penambahan tenaga kerja dilakukan agar perusahaan
dapat memenuhi permintaan pasar yang ada.
Penambahan tenaga kerja tentunya akan membuat kegiatan operasional suatu badan
usaha membutuhkan suatu sistem baru di dalamnya. Sistem yang baru inilah yang dapat
menjadi langkah awal perusahaan untuk dapat bersaing, di mana sistem baru ini, mampu
memaksimalkan sumber daya yang ada dalam mencapai tujuan badan usaha secara efektif
dan efisien. Dengan adanya sistem baru ini, manajemen membutuhkan suatu alat kontrol
yang disebut Management System Control (MCS).
Management Control Systems memegang peranan yang sangat penting
karenamerupakan alat dan sarana yang digunakan dalam badan usaha untuk mengurangi tiap
masalah yang muncul dalam proses badan usaha untuk mencapai tujuan. Serta untuk
memastikan agar aktivitas yang dilakukan oleh tenaga kerja telah sesuai dengan tujuan dan
strategi badan usaha.Oleh karena itu, perancangan Management Control Systems harus dibuat
sebaik mungkin agar problem dapat diminimalkan.
Dalam merancang Management Control Systems yang baik maka ada banyak aspek
yang harus dipertimbangkan, salah satunya adalah kebijakan dan prosedur (policies and
procedures) yang merupakan bagian dari administrative control.Kebijakan dan prosedur ini
berfungsi untuk menentukan aktivitas dan perilaku apa yang boleh dilakukan maupun apa
yang tidak boleh dilakukan oleh karyawan sehingga aktivitas dan perilaku karyawan akan
sejalan dengan tujuan perusahaan. Dengan kata lain kebijakan dan prosedur dapat menjadi
alat pembatas untuk setiap karyawan atau tenaga kerja dalam melaksanakan tugasnya dalam
perusahaan. Dengan adanya kebijakan dan prosedur, maka perusahaan dapat dengan mudah
mengatur setiap tenaga kerjanya agar bertindak atau berperilaku sesuai dengan keinginan

Administrative Controls
Policies and Procedures
2
pihak manajemen, inilah yang membuat kebijakan dan prosedur yang jelas dapat memajukan
suatu badan usaha.
Dalam makalah ini, kami akan membahas kebijakan dan prosedur yang diterapkan
oleh badan usaha dalam mengimplementasikan strategi (Levers of Control) dan Action
Control yang digunakan untuk memastikan bahwa tenaga kerja yang bekerja atau melakukan
tindakan yang bermanfaat bagi perusahaan ataupun sebaliknya. Diharapkan dengan
memahami salah satu bagian dari serangkaian MCS Package ini, kita dapat lebih mengerti
bagaimana mengaplikasikan seluruh bagian MCS Package ini tanpa terpisah – pisah
melainkan sebagai satu kesatuan.

Administrative Controls
Policies and Procedures
3
LANDASAN TEORI
A. Management Control Systems
Management Control Systems adalah semua alat dan sistem yang digunakan
manajer untuk memastikan perilaku dan keputusan yang dibuat oleh karyawan
konsisten dengan tujuan dan strategi organisasi.
Terdapat lima jenis kontrol dalam management control systems package, yaitu :
Cultural controls
Planning controls
Cybernetic controls
Reward and compensation controls
Administrative controls
B. Administrative control
Sistem Administrative Control terbagi menjadi 3 kelompok :
Organisation Structure
Mengarahkan perilaku karyawan melalui pengorganisasian individu.
Governance Structure
Memantau perilaku dan membuat karyawan bertanggung jawab atas perilaku
mereka.
Policies and Procedures
Proses menentukan bagaimana seharusnya suatu pekerjaan dan perilaku
dilaksanakan dan memisahkan mana yang tidak boleh / harus dilaksanakan.
C. Pengertian Prosedur dan Kebijakan
Pengertian prosedur menurut Masya (1994 : 74) mengatakan bahwa
“Prosedur adalah suatu rangkaian tugas-tugas yang saling berhubungan yang
merupakan urutan-urutan menurut waktu dan tata cara tertentu untuk melaksanakan
suatu pekerjaan yang dilaksanakan berulang-ulang”.
Maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan prosedur adalah suatu
tata cara kerja atau kegiatan untuk menyelesaikan pekerjaan dengan urutan waktu dan
memiliki pola kerja yang tetap yang telah ditentukan. Sedangkan kebijakan adalah

Administrative Controls
Policies and Procedures
4
mengenai suatu rencana, pernyataan tujuan, kontrak penjaminan dan pernyataan
tertulis baik yang dikeluarkan oleh pemerintah, partai politik, dan lain-lain.Siapapun
dapat terkait dalam suatu kebijakan.
Anderson memberikan pengertian kebijakan sebagai serangkaian tindakan
yang mempunyai tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh seorang pelaku
atau sekelompok pelaku guna memecahkan suatu masalah tertentu.
Kebijakan yang dikemukakan oleh Islamy ini mencakup tindakan-tindakan
yang ditetapkan pemerintah.Kebijakan ini tidak cukup hanya ditetapkan tetapi
dilaksanakan dalam bentuk nyata.Kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah tersebut
juga harus dilandasi dengan maksud dan tujuan tertentu.Terakhir, pengertian Irfan
Islamy meniscayakan adanya kepentingan bagi seluruh masyarakat yang harus
dipenuhi oleh suatu kebijakan dari pemerintah.
Menurut Dunn terdapat tiga bentuk analisis kebijakan, yaitu:
1. Analisis kebijakan prospektif
Analisis kebijakan yang mengarahkan kajiannya pada konsekuensi-
konsekuensi kebijakan sebelum suatu kebijakan diterapkan.Model ini dapat
disebut sebagai model prediktif.
2. Analisis kebijakan retrospektif
Analisis kebijakan yang dilakukan terhadap akibat-akibat kebijakan setelah
suatu kebijakan diimplementasikan.Model ini biasanya disebut sebagai model
evaluatif.
3. Analisis kebijakan integrative
Analisis kebijakan yangberbentuk perpaduan antara analisis kebijakan
prospektif dan analisis kebijakan retrospektif.
Bentuk analisis kebijakan prospektif memiliki kelemahan karena hanya
berkutat pada analisis kebijakan yang mengarahkan perhatian pada konsekuensi
kebijakan sebelum kebijakan diterapkan. Pun dengan bentuk analisis kebijakan
retrospektif yang hanya memfokuskan kajiannya pada konsekuensi kebijakan setelah
kebijakan diterapkan. Maka analisis kebijakan seharusnya menggunakan bentuk
kebijakan integratif, yaitu dengan memadukan antara analisis kebijakan prospektif
dan analisis kebijakan retrospektif.

Administrative Controls
Policies and Procedures
5
D. Lever of Control
Seorang manajer diekspektasikan mengetahui bagaimana kesehatan bisnisnya,
mengetahui susunan pengukuran kinerja dan alat pengendalian yang tersedia untuk
mencapai tujuan, serta memiliki kemampuan untuk memberi solusi dalam keadaan
yang cenderung berubah-ubah. Model untuk mengatur bagaimana penilaian kinerja
dan alat sistem pengendalian dalam suatu perusahaan dengan tujuan untuk menjaga
atau menjamin perilaku anggota organisasi disebut Levers of control.
Pengendalian dalam strategi bisnis dicapai apabila mengintegrasikan empat levers
of controls, yaitu beliefs system,boundary sytem,diagnostic control system,dan
interactive control system.
Kekuatan dari LOC dalam mengimplementasikan strategi tidak terletak pada
pengunaan tiap levers, namun bagaimana keempat lever tersebut digunakan bersama-
sama. Penggunaan lever of control sebagai pedoman untuk menentukan strategi.
Jenis-jenis strategi:
1. Intended strategies
Merupakan suatu strategi dimana seorang manajer memasarkan suatu produk
dengan menganalisis persaingan yang terjadi dan kemampuan yang dimiliki
saat ini.Intended strategi merupakan strategi yang ingin dicapai oleh manajer.
2. Emergent strategies
Merupakan suatu strategi yang timbul secara spontan sebagai respon karyawan
karena munculnya ancaman yang tak terduga dan keuntungan dari eksperimen
dan trial and error.Emergent strategy merupakan strategi yang tidak
direncanakan sebelumnya oleh manajer.
3. Realized strategies
Merupakan gabungan dari intended strategies dan emergent strategies (apa
yang sebenarnya terjadi).
Karena adanya perbedaaan antara apa yang telah direncanakan oleh manajer dengan
apa yang terjadi pada kenyataannya, oleh karena itu levers of control penting untuk
megendalikan strategi bisnis.

Administrative Controls
Policies and Procedures
6
Terdapat 4 tipe Levers of Control (LOC) yang merupakan satu kesatuan dan
tidak dapat dipisahkan yaitu
1. Belief systems
Belief systems adalah serangkaian visi manajemen yang
dikomunikasikan secara formal melalui serangkaian misi yang memberi nilai
dasar, tujuan, dan arahan bagi karyawan.Belief system merupakan sistem
formal yang digunakan oleh manajer untuk mendefinisikan,
mengkomunikasikan nilai-nilai inti perusahaan dalam rangka untuk
menginspirasi dan memotivasi karyawan untuk mencari, mengeksplorasi,
membuat, serta mengeluarkan upaya dalam tindakan yang tepat (Simon,
1994).Belief system menjelaskan tentang nilai-nilai inti organisasi, definisi
organisasi, tujuan dan arah organisasi (Simon, 1995, 34).Hal tersebut berupa
visi dan misi organisasi (Simon, 1995). Dalam Simon (1994) contoh dari
belief system yaitu: Pernyataan tentang Visi organisasi, Pernyataan tentang
Misi organisasi, Pernyataan tentang Tujuan organisasi.
2. Boundary systems
Boundary systems bertujuan untuk memberikan batasan bagi
karyawan. Sistem ini memastikan bahwa aktivitas yang dilakukan karyawan
berada dalam batas-batas yang diizinkan oleh perusahaan dengan
menyediakan peraturan yang diungkapkan secara formal dan memberitahukan
apa yang mereka tidak dapat lakukan. Tujuannya adalah untuk memungkinkan
karyawan memiliki kebebasan untuk berinovasi, menggali, menciptakan, dan
mencapai standar tertentu. Salah satu contoh dari boundary systems dalam
(Simon, 1994) yaitu merupakan sistem yang berisi tentang aturan, batasan, dan
larangan dalam : Kode etik organisasi, Sistem perencanaan strategis, Sistem
penganggaran
3. Diagnostic controls systems
Diagnostic controls systems bertujuan untuk mengkoordinasikan dan
mengawasi pengimplementasian strategi yang sudah direncanakan. Diagnostic
control systems memberi kesempatan pada manajer untuk mengukur dan
membandingkan hasil (outcome) dengan rencana, tujuan, maupun standar

Administrative Controls
Policies and Procedures
7
kinerja yang telah ditetapkan serta memperbaiki penyimpangan yang
terjadi.Contoh : sistem insentif dan kompensasi dan pengukuran kinerja.
Dalam Simon (1994) diagnostic control system merupakan sistem
umpan balik formal yang digunakan untuk memantau manfaat organisasi serta
mengkoreksi kesalahan apakah sesuai dengan standar kinerja organisasi.
Tujuan dari diagnostic control system adalah memotivasi karyawan untuk
melakukan, menyelaraskan perilaku karyawan dengan tujuan organisasi, dan
untuk menyediakan mekanisme pemantauan, selain itu dengan dengan adanya
diagnostic control system, karyawan memiliki kebebasan dalam berinovasi,
membuat serta mencapai target tertentu dalam sebuah organisasi (Widener,
2007). Dalam Simon (1994) contoh dari diagnostic control system
yaitu:Rencana laba dan penganggaran, Sistem tujuan organisasi, Sistem
pemantauan kegiatan, Sistem pemantauan pendapatan.
4. Interactive controls systems
Interactive control systems adalah sistem kontrol yang digunakan
manajer secara rutin dan personal untuk melibatkan diri dalam aktivitas
pengambilan keputusan para bawahan.Interactive control system merupakan
proses komunikasi dua arah yaitu antara manajer dengan karyawan bawahan
pada berbagai tingkat organisasi (Abernethy & Lillis, 1995; Speklé, 2001).
Dalam Simon (1994) manajer dapat menggunakan interactive control system
dari: Sistem mengenai agenda penting organisasi dan mendiskusikannya
dengan bawahan, Fokusnya perhatian rutin manajemen di seluruh operasi
organisasi, Partisipasi dalam diskusi yang berhadapan langsung dengan
bawahan, Melakukan debat secara berkelanjutan mengenai data, asumsi dan
tindakan perencanaan, Evaluasi rencana aktivitas bawahan, face-to-face
meeting dengan karyawan.
Belief system dan interactive control systems merupakan sistem yang positif
karena memotivasi organisasi untuk lebih kreatif dan memperluas ruang
kesempatan.Sistem ini mendorong karyawan untuk berbagi informasi dan belajar.
Sedangkan boundary system dan diagnostic control system merupakan sistem
yang negatif karena digunakan untuk membatasi perilaku.Sistem ini bergantung pada
motivasi dari pihak luar dengan menyediakan tujuan eksplisit, pemberian
penghargaan, dan batas yang jelas dalam mencari kesempatan.

Administrative Controls
Policies and Procedures
8
Belief system dan boundary system menekankan setiap anggota organisasi
mengerti nilai inti dan peraturan dalam perusahaan itu. Oleh karena itu, kinerja
karyawan menjadi terarah (apa yang boleh dan tidak boleh). Jika strategic control
tercapai, maka akan meningkatkan profit.
Lever of control dapat menghilangkan ketegangan yang muncul karena adanya
inovasi dan efisiensi.Boundary system merupakan pengendalian yang terbatas dan
sulit untuk dikontrol.Namun dilakukan pula pembelajaran atas kesalahan yang
dilakukan di masa lalu dan mampu bersaing dengan kompetitor untuk menentukan
penyesuaian perilaku bisnis.Diagnostic control system menekankan pada
pengendalian dan efisiensi, tetapi mengatur tujuan, pengukuran hasil, dan pemberian
penghargaan dengan menggunakan unsur inovasi dan pembelajaran.Interactive
control system juga merupakan sistem pengendalian dan pembelajaran, akan tetapi
pembelajaran dan inovasi didominasi oleh senior manager yang digunakan untuk
proses interactive control sebagai sebuah alat untuk memaksa sebuah organisasi untuk
memonitor perubahan pasar yang dinamis dan perdebatan motivasi mengenai data,
asumsi dan action plan.
E. Lever of Control dan Perilaku Manusia
Halangan di dalam organisasi yang dapat menghambat pengeluaran potensi
kerja dari semua karyawan:
1. Ragu dengan tujuan dari organisasi dan bagaimana dapat berkontribusi
2. Terpengaruh pada tekanan dan godaan.
3. Kurang fokus dan / atau kurang sumber daya.
4. Kurang memiliki kesempatan untuk berinovasi.
5. Takut untuk mengambil resiko.
Levers of control dapat diterapkan dan mampu mengatasi masalah-masalah
tersebut asalkan manajer memahami dengan baik masalah perilaku karyawan dalam
organisasi

Administrative Controls
Policies and Procedures
9
Keinginan
Karyawan
Hambatan
Organisasi Solusi Manajerial
Control Lever
Relevan
Berkontribusi Tidak yakin dengan
tujuan perusahaan
Mengkomunikasikan
nilai utama dan misi
perusahaan
Belief System
Bertindak Benar Tekanan dan godaan
Menetapkan dan
menjalankan aturan
organisasi
Boundary System
Memenuhi Target Kurang fokus dan
sumber daya
Membuat dan
mendukung target
yang jelas
Diagnostic Control
System
Membuat Target
untuk diri sendiri
Peluang yang
terbatas atau takut
akan resiko yang
terjadi
Dialog terbuka dalam
organisasi untuk
memicu pembelajaran
Interactive Controls
System
F. Penerapan Levers Of Control
Pengukuran kinerja dan sistem pengendalian tidak tercipta secara bersamaan.
Pengaplikasiannya bergantung dari siklus hidup dari suatu perusahaan serta alat dan
teknik control yang tepat agar dapat menyeimbangkan keuntungan, pertumbuhan, dan
pengendalian secara efektif. Kemampuan untuk menerapkan levers of control pada
tahap pertumbuhan bisnis adalah hal yang penting untuk membangun waralaba yang
berkelanjutan. Berikut ini adalah bagan pengenalan sistem pengendalian atas siklus
hidup bisnis.
Life Cycle Small start
up
Growing Mature
Organization
Structure
Informal Functional
specialization
Market
based profit
centers
Product/regional/customer
groupings

Administrative Controls
Policies and Procedures
10
1. Tahap1 :Start-up(Permulaan)
Padatahapawalpembentukanperusahaanbiasanyaditandaidenganantusiasmeterh
adapproduk yang baru.Penilaianperusahaanbiasanyaberbasis pada revenue growth dan
cash flow sebagaipenopangperusahaanuntukdapat bertahan di
pasar.Pekerjaandilakukanolehkaryawansecara informal, namunmanajertetapharus
menyusun internal control systemuntukmenjaminkeamanan asset
daninformasiperusahaan.Seiringdenganberjalannyawaktu,
perusahaanmengalamipertumbuhan,sehingga pengelolaansecara informal
menjadilebihsulit,manajertidakdapatlagisecaralangsungterlibatdalam semua key
decisions. Olehkarenaitu,manajerperlumembuat suatu profit
plansuntukmendorongkebutuhanmanajemendalamhalmembuatkeputusandankontrol.
Selainitu, diagnostic control system yang dihubungkan dengan critical
performancevariables jugaharus dibuat,
insentifjugasebaiknyadikaitkandenganpencapaian target.Denganadanya performance
valuation secara formal yang dibuatperusahaan,memunculkanrisikodimana
karyawanakanbertindakdenganjalanpintasataumenyalahgunakan
assetperusahaanuntukmenerima insentif. Olehkarenaitumanajerperlumembuat
business conduct boundaries yang jelasuntukmenghalangikelakuan yang berisiko bagi
perusahaan.
2. Tahap2 : Rapid Growth (Pertumbuhan yang cepat)
Pada tahap rapid growth biasanyaditandaidenganpenambahankantor-
kantordanproduk- produkbaru yangdihasilkanperusahaan.Untukmengurangi
redundancy danmeningkatkan efficiency perusahaan,makamanajermembagi unit
kerjafungsionaldengan spesialisasi adalah sepertimanufaktur, R&D, pemasaran,
keuangandan lainnya.Top manager mengeset performance goal, budgetdaninsentif
bagi functional manager danmerekadiwajibkanmemberikanlaporan pada top
manager.Namundenganpeningkatanspesialisasi
yangsempitinimembuatkaryawansulituntukmenciptakankreativitasdaninisiatifdalamm
eresponkondisipasar.Manajerkemudianmembuatsktrukturakuntabilitas yang
desentralisasi yaitu market-based profit centers
untukmengembalikanresponperusahaan yang baik terhadappasar.Denganadanya
market based profit
centersiniparamanajermemilikikewenanganuntukmembuatstrategi, mengakuisisi

Administrative Controls
Policies and Procedures
11
asset, menyusun staff dansebagainyauntukmemenuhi kebutuhan local
customers.Denganadanyatambahanindependensi yang diberikankepada para
manajermakadiperlukan pula adanyatambahankontrol, diantaranya:
a. Top manajerharusmenciptakandan mengkomunikasikan corevalues dengan
menggunakan formal beliefs systems.
b. Manajerharusmengklasifikasidan mengkomunikasikan strategic
boundaries.
c. Pengukuranakuntansitidakhanya fokus padaprofitabilitasnamunjugapada
asset yangdigunakanuntuk menciptakan profit tersebut.
3. Tahap3 : Maturity (Kematangan)
Perusahaan yang beradapadatahap maturity biasanyatelahmemilikiukuran
yang besar,matangdankompleks, memilikibeberapadivisiatau unit bisnisdanbersaing
dalam multiple product market.Menghadapiketidakpastian pasar,
perusahaanperlumencari peluang-
peluanguntukmelakukaninovasidanstrategibaru.Padatahapini, perusahaanharus
membuat control systemyang interaktif.Karyawanbiasanyadibagikedalamkelompok-
kelompokyangmembantumengumpulkandanmemfasilitasialiraninformasiuntukmendu
kungpenerapandanpelaksanaanstrategiperusahaan.
Perpindahandarisatutahapanketahapanlainnya dalam
lifecycleperusahaantidaklahselalumulus.Ketidak-efektifan performance measurements
dan control systemterkadangmeinmbulkan krisis yang
dapatmembahayakanperusahaan.Dalambeberapakasus,krisistersebutdapatberujungpad
apergantianexecutivesuntukmenciptakanperubahan
fundamentaldanmengembalikanperusahaanpada pertumbuhan yang profitable.
G. Action controls
Action controls adalah kegiatan untuk memastikan bahwa karyawan
melakukan tindakan tertentu yang diketahui akan menguntungkan bagi organisasi.
Jadi dalam action controls, pengendalian lebih difokuskan pada tindakan atau
aktivitas karyawan dimana pengendalian ini bersifat direct (langsung).
Terdapat empat bentuk dasar dari action controls yaitu :
1. Behavioral constraints

Administrative Controls
Policies and Procedures
12
Hambatan yang dibuat agar karyawan tidak mungkin atau setidaknya lebih
sulit untuk melakukan hal-hal yang tidak seharusnya dilakukan.Behavioral
constraints dapat diaplikasikan secara fisik (physically) atau administratif
(administratively).
2. Preaction reviews
Kontrol dengan melakukan pemeriksaan secara cermat terhadap rencana
tindakan yang akan dilakukan oleh para karyawan.
3. Action accountability
Action accountability terkait dengan proses untuk membuat karyawan
bertanggung jawab tehadap tindakan yang mereka lakukan. Langkah
pengimplementasian action accountability adalah :
a. Menguraikan dengan jelas apa tindakan yang diizinkan dan yang tidak
diizinkan
b. Mengkomunikasikan uraian tersebut kepada karyawan;
c. Mengamati dan mengawasi apa yang terjadi;
d. Memberikan penghargaan atas tindakan yang baik dan hukuman atas
tindakan yang menyimpang.
4. Redundancy
Redundancy terkait dengan tindakan menetapkan karyawan untuk suatu tugas
lebih banyak daripada yang dibutuhkan, setidaknya terdapat karyawan
cadangan.
Action controls membantu mengatasi control problems (lack of direction,
motivational problems, personal limitations) yang terjadi dalam organisasi.
Behavioral constraints efektif untuk mengeliminasi motivational problems karena
dapat mencegah karyawan melakukan perilaku yang tidak diinginkan oleh
organisasi.
Preaction reviews mengatasi lack of direction karena melalui komunikasi yang
dibangun dengan karyawan mengenai apa yang diinginkan manager melalui
proses pemeriksaan. Preaction reviews juga membantu mengatasi motivational
problems karena dengan adanya pemeriksaan dari manajer, karyawan akan lebih
berhati-hati dalam menyusun rencana tindakan, proposal, atau anggaran, dsb.
Preaction reviews juga mengatasi masalah personal limitations, karena selama

Administrative Controls
Policies and Procedures
13
proses pemeriksaan manajer dapat membantu karyawan untuk memperbaiki hal-
hal yang masih kurang.
Action accountability mengatasi masalah lack of direction dan personal
limitations melalui penguraian secara jelas mengenai apa tindakan yang diiiginkan
oleh manajer. Action accountability mangatasi masalah motivational problems
dengan adanya pemberian penghargaan maupun hukuman bagi karyawan.
Redundancy mengatasi masalah motivational problems dan personal limitations.
Action controls akan efektif jika digunakan dalam kondisi :
Organisasi dapat menentukan tindakan apa yang diinginkan dan yang tidak
diinginkan
Organisasi dapat memastikan bahwa tindakan yang tidak diinginkan tidak terjadi.

Administrative Controls
Policies and Procedures
14
KASUS
Telkomsel yang merupakan salah satu provider terbesar di Indonesia yang berada
pada tahap maturity.Tentunya perusahaan yang sedang dalam masa maturity memiliki
pengaruh yang sangat besar dalam pasar karena memiliki ukuran yang besar, matang dan
kompleks, memiliki beberapa divisi atau unit bisnis dan bersaing dalam multiple product
market. Sehingga seluruh kebijakan dan prosedur yang berjalan di dalam perusahaan ini akan
memberikan efek yang cukup besar hingga masyarakat.
Salah satu kebijakan yang diterapkan oleh Telkomsel yaitu Kebijakan Hard
Cluster.Pengertian dari Hard Cluster Telkomsel secara ringkas adalah penjual pulsa hanya
bisa menjual pulsa dalam skala wilayah tertentu. Tujuannya untuk melindungi para
distributor agar wilayah kekuasaannya tidak diserobot pedagang lain.
Latar Belakang kebijakan Hard Cluster
Pada awal mendistribusikan layanannya Telkomsel memberlakukan sistem
Authorized Dealer (pihak yang berhak membantu Telkomsel mendistribusikan
produknya).Ketika seseorang yang memiliki dana berlebih dan ingin menjadi Autorized
Dealer (AD) Telkomsel, maka AD tadi bisa berdagang di salah satu area tersebut. Seorang
calon AD paling tidak memiliki fresh money antara Rp 10 Milyar sampai dengan Rp 50
Milyar, tergantung dari besar kecil area dan besar kecil pangsa pasar area tersebut, untuk
dealer pemula bisa menggunakan plafond dealer Rp 10 Milyar, tapi untuk amannya paling
tidak ada dana 30% dari plafond dealer tadi untuk operasional Autorized Dealer, Perhitungan
10 sampai dengan 50 Milyar adalah perhitungan tahun 2009, sedangkan Autorized Dealer
tahun 2000 membutuhkan dana sekitar Rp 1 Milyar.
Selanjutnya pihak Telkomsel akan "memberikan" Autorized Dealer hak untuk
beroperasi ataun berdagang di-area yang sudah disepakati. Telkomsel akan memberikan
Starter Pack, Voucher isi ulang dan isi ulang elektronik (M-Kios) untuk didistribusikan oleh
Dealer. Sebagai gantinya Dealer akan membuat Gerai Halo, melakukan branding merk di
sana-sini di area yang digarapnya.
Dalam sistem Telkomsel yang lama, dalam sebuah area, biasanya jumlah dealer
antara 5 sampai dengan 15.Dengan maksud terjadi "persaingan sehat" antar dealer.Persaingan
sehat yang dimaksud yaitu persaingan pada pelayanan.Harga pembelian dan penjualan
Starter Pack, Voucher isi ulang dan Isi Ulang elektronik diatur sedemikian rupa sehingga

Administrative Controls
Policies and Procedures
15
semua bisa mendapatkan keuntungan.Telkomsel juga menilai kinerja para dealernya, nilai
yang diberikan adalah :
Platinum
Gold
Silver
Bronze
Black
Sebuah dealer yang dapat label Black, maka dia akan "dipecat" dari Telkomsel dan
plafond dealer hanya dikembalikan 40% saja.
Dengan adanya kebijakan diatas seringkali AD (Authorized Dealer) berupaya kreatif
untuk mencapai target yang diinginkan untuk tidak terdepak dari persaingan antar kios ini
dengan cara membangun aliansi dengan Sub Dealer bayangan (SD).
SD Bayangan ini bisa berupa rekan kerja yang bekerjasama membuat CV, atau
"penguasa lokal" yang menguasai market setempat dan memiliki dana berlebih.Modus yang
digunakan Autorized Dealer untuk membuat SD Bayangan ini bermacam-macam,
diantaranya :
Bekerjasama dengan "pemodal lokal" dengan memberi intensif berupa "harga
miring" dari produk telkomsel, kemudian "pemodal lokal" tadi bekerja dengan
brand Autorized Dealer tersebut.
Memberikan potongan harga dari produk Telkomsel kepada siapa saja Re
Seller yang belanja dalam jumlah besar. Misalnya belanja M-Kios dengan
jumlah diatas 2000pcs per minggu.
Dari dua hal diatas (berdasar supply and demand) "pemain kecil" juga melakukan hal
yang sama, karena tidak bisa membagi M-Kios, maka dibuatlah sistem penjualan pulsa
berbasis SMS. Istilah sehari-hari Server pulsa.
Aliansi dengan SD yang awalnya dikira menguntungkan AD akhirnya malah menjadi
senjata makan tuan. Dengan diketahuinya SD pun melakukan hal yang sama yaitu membuat
suatu aliansi dengan pedagang pulsa kecil yang akhirnya membentuk suatu jaringan
pemasaran yang sangat luas, dengan kelebihan antara lain :
1. Modal lebih kecil
2. Harga lebih murah

Administrative Controls
Policies and Procedures
16
3. Bisa untuk mengisi pulsa operator apa saja istilah lainnya adalah One Chip All
Operator
4. Dimana saja
Dari data diatas, sebenarnya hal itulah yang membuat dealer "cemburu".Dari
simbiosis mutualisme menjadi "simbiosis parasitisme".Dealer kehilangan bargaining power
menghadapi server, server begitu dominan.Maka Dealer mengadu kepada
Telkomsel.Akhirnya Telkomsel mulai melakukan area pembatasan pengisian.Dari yang
sebelumnya bebas pengisian, akhirnya efektif mulai 2007.Area penjualan dibagi dalam 9
Area.
Dengan pembagian area tersebut, seorang reseller dari area "X" hanya bisa mengisi
nomor di area "X" ditambah 10% nomor luar area. Istilahnya pengisian inner dan outer.
Seorang reseller yang transaksinya melebihi 10% pengisian outer, maka secara otomatis
dealer akan melakukan blokir M-Kios.
Walapun area-nya pengisian Telkomsel sudah dibagi dalam 9 area.Seorang pengusaha
server malah semakin berfikir kreatif, ini terbukti kemudian menghasilkan sistem kerja
server berbasis Yahoo Messenger dan Google Talk. YE-EM (panggilan akrab Yahoo
Messenger) yang sebenarnya adalah sarana untuk ber-chatingria, Oleh pengusaha Pengisian
pulsa berbasis server, YM malah dijadikan sarana transaksi. Prinsip kerja host to host sebagai
berikut :

Administrative Controls
Policies and Procedures
17
Bagi server kecil, cukup memiliki rekan kerja di 8 area lainnya, maka stok Telkomsel sudah
aman. Sedangkan bagi server yang bermodal besar, dia akan melakukan ekspansi ke beberapa
wilayah dengan tujuan :
1. Memperluas jaringan pemasaran
2. Penempatan komputer host to host.
Dari sinilah sebenarnya, pola pengaturan pengisian area Telkomsel sangat tidak
efektif untuk mendongkrak profit dari para dealernya.Malah didalam banyak hal, hal ini
hanya menjadi blunder saja.Terbukti ada pengsekongkolan antar server dalam pembentukan
jaringan Host to Host.
Akhirnya setelah nego antar dealer dan Telkomsel per Januari 2011, dibuatlah
kebijakan yang disebut "hard cluster area". Kebijakan Hard Cluster Area antara lain :
1. Dealer diberi kewenangan penuh untuk mengelola suatu wilayah secara
monopoli, tanpa diganggu dealer lain.
2. Area dalam HCA lebih kecil (biasanya 1 kabupaten)
3. Maksimal jumlah de-nominasi M-Kios dalam Hard Cluster Area hanya 80
pcs per M-Kios per minggu.
4. Tidak boleh melakukan outer diluar Hard Cluster Area.

Administrative Controls
Policies and Procedures
18
Contoh Cluster Area Telkomsel
Tujuan Hard Cluster Telkomsel
GM Corporate Communications Telkomsel, Ricardo Indra menjelaskan sistem
distribusi berbasis cluster pada dasarnya dibuat untuk pengelolaan yang lebih baik atas sistem
penjualan pulsa. Sistem distribusi berbasis "hard cluster" disusun dengan niat baik untuk
mengelola ketersediaan produk dan voucher pulsa bagi para pedagang secara merata di
seluruh Indonesia. Selain itu, sistem tersebut juga akan menjamin ketersediaan pulsa bagi
pelanggan di suatu wilayah. Pelanggan pun juga akan mendapat harga pulsa yang sama dan
tidak akan terlampau berbeda jauh dengan wilayah lain.
Bagi pedagang akan mendapat kepastian ketersediaan produk di wilayah masing-
masing. Sehingga bila pedagang di daerah sedang mengalami kehabisan stok pulsa, maka
pedagang tersebut bisa langsung menghubungi distributor di wilayah tersebut. Sebelum resmi
diberlakukan, sistem tersebut telah melalui serangkaian kajian dan proses evaluasi internal
yang memadai, termasuk mendengarkan masukan dari para mitra dealer, outlet, dan reseller.
Kebijakan sistem clustering yang diterapkan Telkomsel ini, secara keseluruhan
bertujuan sebagai solusi utama dalam melindungi AD dan untuk meningkatkan kesehatan
bisnis mitra-mitra agar dapat terus berkembang untuk jangka panjang, bukan jangka pendek
yang bisa berdampak persaingan bebas yang tidak sehat.Melalui sistem clustering, mitra AD

Administrative Controls
Policies and Procedures
19
terbagi ke dalam wilayah “kompetisi” yang telah ditentukan berdasarkan kapabilitas mitra
AD maupun potensi wilayah distribusi mereka. Melalui sistem pembagian wilayah ini, para
mitra AD dapat lebih fokus untuk melakukan distribusi di wilayahnya, melayani kebutuhan
permintaan supply dari para pedagang pulsa di seluruh pelosok wilayah cluster-nya dan juga
membuka kesempatan bagi mereka untuk mengembangkan daerah-daerah baru yang
potensial, serta potensi channel baru untuk dapat menjual produk Telkomsel. Dengan
aktivitas distribusi yang lebih fokus tersebut diharapkan kebutuhan para pedagang pulsa
terhadap kesinambungan supply dapat dipenuhi.
Dampak / Respon dari Hard Cluster
Sejumlah pedagang pulsa yang tergabung dalam PPPI (Payuguban Pedagang Pulsa
Indonesia) mendatangi kantor Telkomsel di jalan Gatot Soebroto, Jakarta, mereka memprotes
kebijakan distribusi pulsa atau yang dikenal hard cluster. Pengertian dari Hard Cluster
Telkomsel adalah end user yang melakukan pengisian pulsa Telkomsel harus diisi dari Chip
Mkios dimana nomor telpon end user itu berada atau harus berada dalam Cluster (Kecamatan
yang sama). Ini yang menurut PPPI sangat merugikan mereka.
Dianalogikan oleh PPPI, apabila pelanggan hendak melakukan pengisian ulang pulsa,
maka ponselnya harus di bawah dan berada di counter tepat pengisian ulang pulsa. Dan
apabila si pelanggan hendak mengisi ulang pulsa ke nomor orang tuanya/anaknya/ yang
berada dikampung atau berbeda kecamata maka si penjual akan dikenakan sanksi oleh
Telkomsel.
Masih menurut PPPMI, hard Cluster hanya diberlakukan kepada pedagang pulsa
pasar tradisional, sementara untuk pasar modern seperti Bank melalui ATM, Carefour,
Indomaret, Alfamaret dan yang sejenis tidak berlaku dan mendapatkan keistimewaan jumlah
barang yang tidak terbatas dan bebas melalukan penjualan ataupun pengisian ulang tanpa
memperhatikan keberadaan nomor ponsel yang hendak di isi dimanapun berada.

Administrative Controls
Policies and Procedures
20
PEMBAHASAN
Dari kasus ini kita dapat melihat beberapa alasan yang menyebabkan Telkomsel harus
mengambil kebijakan ini.Pihak manajemen Telkomsel merasa adanya kurang pemerataan dan
persaingan yang kurang sehat antara Authorized Dealer satu dengan yang lainnya.Sehingga
pihak manajemen Telkomsel membuat sistem baru yaitu sistem clustering yang bertujuan
untuk memperbaiki tata niaga perdagangan pulsa di pasar, dengan konsekuensi adanya
beberapa aturan atau batasan baru untuk menjaga kesehatan tata niaga di jangka panjang.
Penghapusan sistem clustering tidak dapat dilakukan, karena justru akan dapat membuat
sistem tata niaga distribusi pulsa menjadi rusak dalam jangka panjang. Hal ini juga bertujuan
agar adanya keselarasan antara supply dan demand dari pulsa itu sendiri dan Telkomsel dapat
memberikan layanan terbaiknya dengan melihat daerah-daerah yang memerlukan supply
pulsa lebih banyak dengan meningkatkan stok pulsa pada cluster tertentu.
Kebijakan baru ini tentunya harus memerlukan alat pengukur keberhasilannya atau
dapat dikatakan action control, maka dari itu Authorized dealer Telkomsel menetapkan
adanya rapot KPI atau Key Performance Indicator. KPI dapat menjadi salah satu action
control yang dilakukan oleh Telkomsel, karena KPI berisikan mengenai hasil kerjadari setiap
server yang ada. Action control yang dilakukan oleh pihak Telkomsel ini dapat dikatakan
sebagai Action Accountability. KPI bertujuan untuk mengetahui sejauh mana pemain server
pulsa tersebut telah berhasil mewujudkan sasaran strategis (hard cluster) yang telah
ditetapkan Authorized Dealer. Sasaran strategis (hard cluster) yang ditetapkan AD adalah:
Outer Cluster: tidak lebih dari 15% (melebihi batas ini artinya rapot jelek)
Outer region: tidak lebih dari 5% (melebihi batas ini artinya rapot jelek)
Namun dengan adanya KPI inilah para server atau pedagang pulsa merasakan sangat
dirugikan karena ketatnya penilaian ini yang berkaibat pada pengurangan jumlah stok pulsa
yang disediakan bila memperoleh rapot KPI yang jelek.Pada sistem yang baru ini setiap
pedagang diharuskan memberikan rapot yang baik dengan ketentuan yang ada untuk menjaga
stok pulsa yang diperoleh.Hal inilah yang sangat memberatkan para pedagang kecil yang
merasa adanya pembatasan penjualan pulsa. Secara tidak langsung para pedagang akan
berusaha memperoleh rapot KPI yang baik, namun hal ini bertolak belakang dengan keadaan
pasar yang sesungguhnya karena kebanyakan pembeli pulsa atau masyarakat tidak membeli

Administrative Controls
Policies and Procedures
21
pulsa di mana cluster yang seharusnya. Dan apabila para pedagang tetap menjual pulsa di
luar cluster, hal ini akan membahayakan rapot yang mereka terima.
Dari kebijakan sistem clustering ini kita dapat melihat adanya perbedaan kepentingan
antara para pedangang pulsa dengan manajemen Telkomsel.Perbedaan kepentingan inilah
yang membuat setiap badan usaha memerlukan strategi yang tepat dalam
penyelesaiaannya.Perbedaan ini semakin besar dirasakan karena Telkomsel merupakan salah
satu provider yang cukup besar di Indonesia atau dapat dikatakan pada masa hidup maturity
yang bersifat memiliki jaringan yang luas dan kompleks, sehingga masyarakat juga menjadi
salah satu penerima dampak dalam penggunaan kebijakan baru ini.
Namun seharusnya Telkomsel tidak perlu menghadapi masalah yang timbul ini
apabila menerapkan Lever of Control yang baik.Pada pencapaian tujuan dari kebijakan ini
Telkomsel lebih cenderung menggunakan pendekatan sistem yang negatif yaitu Boundary
System dari pada menggunakan menggunakan sistem yang positif seperti Intercative Control
System dan Belief Control.Telkomsel cenderung memberikan larangan-larangan secara
implisit melalui adanya rapot Key Performance Indicator dalam mensosialisasikan kebijakan
yang baru ini.Seharusnya dalam membuat suatu kebijakan baru, pihak manajemen harus
memperhatikan efek yang mungkin timbul mengingat jumlah pihak yang dapat merasakan
dampak dari perubahan sistem yang ada.
Pendekatan positif, menurut kelompok kami lebih tepat penggunaannya pada
pencapaian tujuan dari kebijakan ini, karena pihak Manajemen dapat memberikan edukasi
yang berguna kepada para pedagang mengenai manfaat dari kebijakan baru ini.Selain itu
pihak manajemen dapat menggunakan Belief System yang memberikan gambaran mengenai
visi misi perusahaan yang ada sehingga semua pihak terkait dapat mencapai visi misi yang
ada dan dapat menjadi keuntungan bersama.Selainitu pihak manajemen juga mengadakan
interaksi secara langsung dengan para pedagang pulsa sehingga dapat mengetahui kelemahan
dari kebijakan yang baru dan dapat merugikan pihak tertentu yang dalam kasus ini
merupakan para pedangang pulsa kecil. Dengan adanya interaksi ini, diharapkan para
pedagang dan pihak Manajemen menemukan titik terang dan tidak saling merugikan satu
sama lain karena sistem ini bertujuan untuk mengedukasi seluruhpihak terkait. dengan
seluruh pelaku usaha distribusi dan penjualan pulsa sehingga manfaat dari pemberlakuan
kebijakan clustering dapat dirasakan oleh semua pihak. Seluruh penerapan ini tentunya
terkait dari masa hidup Telkomsel yang sudah ada pada masa maturity.Selain itu, pemilihan
action control yang tepat juga menjadi salah satu penentu keberhasilan kebijakan yang

Administrative Controls
Policies and Procedures
22
baru.Hal ini tidak hanya berfokus dari jenis action control yang tepat namun juga harus
dilihat dari bentuk dari penggunaan action control ini sehingga kebijakan yang baru ini dapat
diterima oleh pihak-pihak terkait.

Administrative Controls
Policies and Procedures
23
KESIMPULAN
Peranan policies and procedures dalam mengatur manajemen dalam perusahaan
sangatlah besar.Policies dan procedures merupakan salah satu alat efektif yang mengatur
semua pihak terkait agar dapat mencapai tujuan serta misi perusahaan dengan baik.Melalui
policies dan procedures yang baik suatu kegiatan operasional dapat berjalan efektif dan
efisien karena adanya batasan-batasan yang diberikan oleh pihak manajemen.Namun
terkadang perubahan kebijakan dapat memberikan dampak yang besar kepada pihak-pihak
yang terkait dalam perusahaan itu, tidak hanya karyawan namun perubahan kebijakan juga
dapat berdampak kepada pelanggan.Maka dari itu kita memerlukan suatu Lever of Control
yang tepat dalam melaksanakan suatu kebijakan yang ada.Dengan menerapkan Lever of
control yang baik, maka pihak manajemen dapat mencapai tujuan yang ada melalui kebijakan
yang baik.Lever of control sangatlah berguna dalam mencapai keinginan atau tujuan
manajemen dalam penerapan suatu kebijakan yang baru.
Dari kasus kebijakan Hard Cluster yang sudah kami bahas di atas dapat disimpulkan
bahwa pentingnya penggunaan Lever of Control yang tepat dalam pembuatan kebijakan yang
baru.Hal ini dapat tergantung dari besar kecilnya perusahaan atau dapat dikatakan life cycle
dari perusahaan itu sendiri.Setiap badan usaha memiliki karakternya masing-masing sehingga
pendekatan yang diterapkan pun juga berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan
perusahaan.Selain itu salah satu faktor penting yang harus diperhatikan juga action control
yang diterapkan oleh pihak manajemen haruslah tepat dengan keadaan yang ada. Jadi dapat
disimpulkan suatu perusahaan dapat diatur melalui prosedur maupun kebijakan yang dibuat
oleh Top Management dengan catatan Top management menerapkan Lever of controlserta
action controlyang tepat dan sesuai dengan kebutuhan perusahaan yang dapat digolongkan
dari masa dari hidup.

Administrative Controls
Policies and Procedures
24
DAFTAR PUSTAKA
Hadi, Asep, Aries Dian, Thempul. 2011. Kebijakan Hard Cluster Telkomsel dan Implikasinya
bagi Server Pulsa (bagian 1). (online). (http://www.sepdierefillcentre.com/
2011/07/kebijakan-hard-cluster-telkomsel-dan_04.html ,diakses pada tanggal 3
April 2013)
Hadi, Asep, Aries Dian, Thempul. 2011. Kebijakan Hard Cluster Telkomsel dan Implikasinya
bagi Server Pulsa (bagian 1). (online). (http://www.sepdierefillcentre.com/2011/07/
kebijakan-hard-cluster-telkomsel-dan_24.html ,diakses pada tanggal 3 April 2013)
Hadi, Asep, Aries Dian, Thempul. 2011. Kebijakan Hard Cluster Telkomsel dan Implikasinya
bagi Server Pulsa (bagian 1). (online). (http://www.sepdierefillcentre.com/2011/07
/kebijakan-hard-cluster-telkomsel-dan_23.html ,diakses pada tanggal 3 April 2013)
Hadi, Asep, Aries Dian, Thempul. 2011. Kebijakan Hard Cluster Telkomsel dan Implikasinya
bagi Server Pulsa (bagian 1). (online). (http://www.sepdierefillcentre.com/2011/
07/kebijakan-hard-cluster-telkomsel-dan_8687.html ,diakses pada tanggal 3 April
2013)
Hakim, Zaki Lukman. 2011. Kupas Tuntas Hard Cluster. (online).
(http://zakilukmanhakim.wordpress.com/2011/01/30/kupas-tuntas-hardcluster/,
diakses pada tanggal 26 Maret 2013)
Malmi, Teemu, and Brown, David A. 2008. Management Control Systems as a Package :
Opportunities, Challenges and Research Directions.
Merchant, M., Van der Stede, W.A, 2007. Management Control Systems, 2nd edition. Prentice
Hall, Pearson Education Limited, Harlow, Essex, England.
Nurudin, Ikhwan. 2012. Solusi Hard Cluster. (http://www.softwareisipulsa.co.id/
index.php/solusi-hard-cluster, diakses pada tanggal 26 Maret 2013)
Prihadi, Susetyo Dwi. 2012. Pedagang Pulsa Keluhkan Kebijakan Hard Cluster Telkomsel.
(online). (http://techno.okezone.com/read/2012/02/02/54/568241/pedagang-pulsa-
keluhkan-kebijakan-hard-cluster-telkomselpedagang-pulsa-keluhkan-kebijakan-
hard-cluster-telkomsel, diakses pada tanggal 3 april 2013).
Pulsa, Pojok. 2012. Hard Cluster Telkomsel Adalah Pasar Monopoli. (online).
(http://www.pojokpulsa.org/hard-cluster-telkomsel-adalah-pasar-monopoli/,
diakses pada tanggal 26 Maret 2013)

Administrative Controls
Policies and Procedures
25
Sabrina, Asril. 2011. Jual Pulsa Sistem Cluster, Siapa Diuntungkan?. (online).
(http://tekno.kompas.com/read/2012/02/03/16172199/Jual.Pulsa.Sistem.Kluster.Sia
pa.Diuntungkan, diakses pada tanggal 26 Maret 2013)
Simon R. 1994. How New Top Managers Use Control Systems as Levers of Strategic Renewal.
Simon R. Peformance Measurement & Control Systems for Implementing Strategy. Prentice Hall.
Telkomsel. 2012. Sistem Clustering Dalam Pendistribusian Produk Telkomsel. (online).
(http://telkomselborneo.com/index.php/arsip-berita/tahun-2011/maret/235-sistem-
clustering-dalam-pendistribusian-produk-telkomsel, diakses pada tanggal 3 April
2013)
Ugo. 2011. Pengusaha Server Pulsa Terancam Kebijakan Baru Telkomsel. (online).
(http://dedetronik.blogspot.com/2011/01/pengusaha-server-pulsa-terancam.html,
diakses pada tanggal 26 Maret 2013)
Voucha. 2012. Hardcluster Telkomsel Januari 2012. (online).
(http://voucha.co.id/blog/2012/01/hardcluster-telkomsel-januari-2012/, diakses
pada tanggal 26 Maret 2013)