sp-desak wayan.pdf
TRANSCRIPT
UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISIS PRAKTEK RESIDENSI SPESIALIS KEPERAWATAN
MEDIKAL BEDAH DENGAN PENERAPAN MODEL KONSERVASI
LEVINE PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM
MUSKULOSKELETAL DI RSUP FATMAWATI JAKARTA
KARYA ILMIAH AKHIR
OLEH:
Desak Wayan S.Suarsedewi
1006800756
PROGRAM PENDIDIKAN NERS SPESIALISKEPERAWATAN
MEDIKAL BEDAHPROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS ILMU
KEPERAWATANUNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK, 2013
Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013
ii
PERNYATAAN KEASLIAN
Laporan Analisis Praktik Residensi ini adalah hasil karya saya sendiri dan semua sumber baik
yang dikutip maupun di rujuk telah saya nyatakan dengan benar
Depok, Juli 2013
Desak Wayan Suarsedewi
Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013
iii
HALAMAN PERSETUJUAN
Laporan Analisis Praktik Residensi Spesialis Keperawatan Medikal Bedah Peminatan
Sistem Muskuloskeletal di RSUP Fatmawati Jakarta dan RSO Prof. Soeharso Surakarta
telah diperiksa dan disetujui oleh Tim Pembimbing Laporan Praktik Residensi
Program Pascasarjana Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia,
untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Sidang
Depok, Juni 2013
Suvervisor Utama
Dr. Ratna Sitorus, S.Kp., M.App.Sc.
Supervisor
Masfuri, S.Kp., MN.
Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013
iv
LEMBAR PENGESAHAN
Nama : Desak W. Suarsedewi
NPM: 1006800756
Program Studi: Magister Ilmu Keperawatan Spesialis Keperawatan Medikal Bedah
Judul Karya Ilmiah: ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI SPESIALIS
KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH DENGAN
PENERAPAN MODEL KONSERVASI LEVINE PADA
PASIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM
MUSKULOSKELETAL DI RSUP FATMAWATI
Laporan Analisis Praktik Residensi ini telah dipertahankan di hadapan Dewan Penguji, dan
diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Spesialis
Keperawatan Medikal Bedah, pada Program Pascasarjana Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Indonesia
Depok, Juni 2013
DEWAN PENGUJI
PENGUJI I : Dr. Ratna Sitorus SKp., M.App, SC :
PENGUJI II: Masfuri, SKp., MN
PENGUJI III : Ns Aisiyah Mkep, Sp KMB
Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013
v
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa/ Ida Sang Hyang Widhi Waca,
atas berkat dan Anugrah-Nya sehingga laporan residensi ini yang berjudul “Analisis Laporan
Praktik Residensi Spesialis Keperawatan Medikal Bedah Di RSUP Fatmawati Jakarta dan
RSO Soeharso Surakarta” dapat disusun dan diselesaikan sesuai dengan waktu yang telah
direncanakan. Laporan ini diajukan sebagai bahan untuk menyelesaikan pendidikan Magister
Ilmu Keperawatan Spesialis Keperawatan Medikal Bedah dan kekhususa muskuloskeletal
pada Program Pasca Sarjana Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.
Dalam menyelesaikan laporan residensi ini, bimbingan intensif dari para pembimbing dan
dukungan dari berbagai pihak sangat besar peranannya. Untuk itu saya haturkan terimakasih
dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat:
1. Dr Ratna Sitorus, M.App, SC; selaku supervisor utama yang dengan penuh tanggung
jawab dan tulus telah memberikan banyak bimbingan dan arahan dalam penyelesaian
laporan ini.
2. Masfuri, SKp., MN selaku supervisor yang senantiasa memberikan motivasi dan
bimbingan dalam penyelesaian laporan ini.
3. Lestari Sukmarini, SKp, MN selaku Kordinator Program Residensi Keperawatan Ners
Spesialis, yang telah memberi arahan dan motivasi pada Program Pasca Sarjana di
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.
4. Ns Dudut Sp KMB selaku asisten supervisor yang telah meluangkan waktu dan fikiran
untuk membimbing residensi di ruang GPS RSUP Fatmawati.
5. Ns. Umi Aisyiyah Sp KMB selaku kepala unit keperawatan Orthopedi dan pembimbing
lapangan yang telah ikhlas meluangkan kan waktu dan fikiran untuk membimbing selama
residensi di Ruang GPS RSUP fatmawati
6. Direktur Utama RSUP Fatmawati Jakarta DR Andy SP A berserta jajarannya yang telah
memberikan kesempatan untuk dapat melakukan praktek dan penelitian di RSUP
Fatmawati
7. Anak anak Kami tercinta yang telah memberikan dukungan moril dan matriil dalam
penyelesaian laporan ini.
8. Teman-teman seperjuangan angkatan 2010 ganjil yang telah bersama-sema dalam suka
maupun duka dan senantiasa saling memberikan suport dalam penyelesaian laporan ini.
Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013
vi
Dengan segala kerendahan hati, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan guna
perbaikan laporan ini dimasa mendatang. Kiranya laporan ini dapat bermanfaat bagi
keperawatan dan masyarakat.
Jakarta, Juni 2013
Penulis
(D.W.Suarsedewi)
Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013
vii
Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013
viii
PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS ILMU
KEPERAWATAN UNIVERSITAS INDONESIA
Karya Ilmiah Akhir, Juni 2013
Suarsedewi.
Analisis Praktek Residensi Spesialis Keperawatan Medikal Bedah Dengan Penerapan
Model Konservasi Levine Pada pasien dengan masalah sistem muskuloskeletal di RSUP
Fatmawati
xv + 80 halaman + 1 tabel + 8 gambar + 3 lampiran
Abstrak
Laporan praktek residensi spesialis keperawatan medikal bedah, khususnya keperawatan
muskuloskeletal telah dilaksanakan selama dua semester yang menggambarkan:
pengalaman dalam memberikan asuhan keperawatan dengan pendekatan teori “Model
Levine”, melaksanakan praktek berdasarkan pembuktian dan kegiatan inovasi. Masalah
utama pada pasien muskuloskeletal adalah nyeri, gangguan mobilisasi, risiko infeksi dan
cemas. Pendekatan model Levine dapat memfasilitasi pemenuhan pasien beradaptasi
secara utuh (wholeness) melalui empat konservasi yaitu integritas energi, struktur,
personal dan sosial. External Fixation berisiko terjadi pin site infection, untuk itu
dilakukan pencegahan dengan menggunakan Chlorhexidine 0,2% sebagai cleansing
agent pin site care. Clinical Practice Guidelines(CPG) yang merupakan bagian dari
Clinical pathwy dikembangkan sebagai panduan perawat generalis agar dapat secara
sistematis melakukan asuhan keperawatan pasca operasi
Kata kunci: Fraktur, Model Levine, Chlorhexidine, clinical Guidelines
Daftar pustaka: 33 Referensi ( tahun 1990 s/d 2012)
Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013
ix
POST GRADUATE PROGRAME
FACULTY OF NURSING UNIVERSITY OF INDONESIA
Final Scientific Report , July 2013
D.W. Suarsedewi
Analysis Practical Residency of Medical Surgical Nursing focusing on Patients with
musculoskeletal system Distubance using Levine Conservation Model in Fatmawati
Hospital Jakarta
xv + 80 pages + 1 tables + 8 image + 3 attachments
Abstract
Practical Analysis on Residency of Specialis Medical-Surgical Nursing, focusing on patient
with musculoskeletal system disturbance has been implemented for two semesters that
describe: experience in providing care to the theoretical approach "Levine Model",
implementing evidence-based practice and innovation activities. The main problem the
patient's musculoskeletal system are: pain, impaired mobilization and risk of infection as well
as anxious. Levine model approach may facilitate patient compliance adapt as a whole
(wholeness) through four energy conservation, namely integrity, structure, personal and
social. At a risk of external fixation pin site infection, prevention by using Chlorhexidine
0.2% as a cleansing agent pin site care. Clinical Practice Guidelines (CPG), which is part of
the clinical pathwy developed as a guide can be sistematic generalist nurses perform nursing
care after surgery
Keywords: Fracture, Model Levine, Chlorhexidine, Clinical Guidelines
Bibliography: ........ (Year. .... to ........)
Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013
x
Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013
xi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL....................................................................................
PERNYATAAN KEASLIAN.....................................................................
LEMBAR PENGESAHAN.........................................................................
KATA PENGANTAR..................................................................................
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
ABSTRAK...................................................................................................
ABSTRACT.................................................................................................
DAFTAR ISI................................................................................................
BAB 1: PENDAHULUAN .........................................................................
1.1 Latar Belakang...........................................................................
1.2.Tujuan Penulisan.......................................................................
1.3 Manfaat.....................................................................................
BAB 2: TINJAUAN TEORI......................................................................
2.1 Konsep Fraktur..................................................................
2.2 Teori Model Konservasi Levine.........................................
2.3 Penerapan Model Konservasi Levine.................................
BAB 3: ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN
GANGGUAN SISTEM MUSKULOSKELETAL.....................
3.1 Deskripsi Kasus Kelolaan.......................................................
3.2 Penerapan Model Konservasi Levine Pada Kasus Kelolaan.........
3.3 Pembahasan Kasus..................................................................
3.4 Analisis Kasus Resume...........................................................
BAB 4: PRAKTIK BERBASIS PEMBUKTIAN (EVIDENCE BASED
NURSING) GANGGUAN SISTEM..........................................
4.1 Penelaahan Kritis (Ciritcal Review)........................................
i
ii
iii
v
vii
viii
ix
x
1
1
10
11
12
12
24
31
35
35
36
47
52
58
59
Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013
xii
4.2 Praktik Keperawatan Berdasarkan Pembuktian......................
4.3 Pembahasan.............................................................................
BAB 5: KEGIATAN INOVASI TERKAIT PENGELOLAAN
GANGGUAN SISTEM MUSKULOSKELETAL.....................
5.1 Analisa Situasi.........................................................................
5.2 Kegiatan Inovasi.....................................................................
5.3 Pembahasan............................................................................
BAB 6: KESIMPULAN DAN SARAN..................................................
6.1 Simpulan.................................................................................
6. 2 .Saran.......................................................................................
DAFTAR PUSTAKA……………………..................................................
LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
64
66
69
69
71
73
76
78
78
79
Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Laporan ini merupakan laporan praktek residensi spesialis keperawatan
dibidang medikal bedah, khususnya keperawatan muskuloskeletal yang telah
dilaksanakan selama dua semester. Laporan ini menggambarkan tiga
komponen utama yang meliputi gambaran tentang pengalaman dalam
memberikan asuhan keperawatan pada kasus gangguan sistem
muskuloskeletal (khususnya fraktur multiple; fraktur femur, fraktur tibia,
fraktur radius) dengan pendekatan teori “Model Levine”. Selanjutnya uraian
tentang pengalaman melaksanakan praktik berdasarkan pembuktian (evidence
based nursing practice) serta pemaparan hasil analisis terhadap kegiatan
inovasi dengan menyusun Clinical Practice Guidelines sebagai panduan
praktek klinik keperawatan pada pasien pasca bedah fraktur Extremitas
bawah.
Praktek residensi secara keseluruhan dilaksanakan di dua rumah sakit yaitu
Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Fatmawati Jakarta dan Rumah Sakit
Orthopaedi (RSO) Prof. Dr. dr. R. Soeharso Surakarta/Solo.
Masalah gangguan muskuloskeletal merupakan masalah yang banyak
ditemukan di pusat-pusat pelayanan kesehatan di seluruh belahan dunia
sehingga World Health Organization (WHO) mencanangkan ”Decades of the
Bone 2000 – 2010”. Menurut WHO (2012) data statistik menunjukkan angka
kejadian fraktur pada tulang femur patella, tibia & fibula menempati
prosentase lebih tinggi dari fraktur yang lain.
Fraktur merupakan kerusakan kontinuitas dari struktur tulang, sendi dan
jaringan ikat (Lewis, et al., 2009), yang dapat tejadi pada semua kelompok
usia, dengan insiden bervariasi diantara negara negara di dunia. Variasi
berdasarkan usia pasien, komorbiditas, gaya hidup dan pekerjaan juga ikut
Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013
2
berperan sebagai factor yang mempengaruhi insidensi fraktur dan menambah
kompleksitasnya .
Donaldson et al, (2008), melaporkan bahwa insiden fraktur 3,6 per 100 jiwa
penduduk setiap tahun untuk semua umur dengan 95% CI 3,4-3,8 per 100 jiwa
penduduk di dunia. Kebanyakan pada usia produktif antara 14-55 tahun, laki-
laki lebih banyak terutama pada usia 30 an tahun. Penyebab fraktur sangat
bervariasi akibat kecelakaan ketika mengendarai mobil, sepeda motor, dan
kecelakaan ketika rekreasi.
Laporan penelitian Charles M et al, (2006), kejadian fraktur periode tahun
2005 sampai dengan 2007 terdapat 864 kasus fraktur akibat kecelakaan lalu
lintas. Dari jumlah tersebut mengalami patah tulang pada anggota gerak bawah
dari sendi panggul sampai ke jari kaki yaitu 549 kasus (63,5%), kemudian
anggota gerak atas dari sendi bahu sampai ke jari tangan sejumlah 250 kasus
(28,9%) diikuti daerah tulang panggul sejumlah 39 kasus (4,5%) dan tulang
belakang 26 kasus (3,1%). Berdasarkan data tersebut disimpulkan bahwa
bagian tubuh yang paling rentan mendapat patah tulang terutama akibat
kecelakaan lalu lintas adalah anggota gerak bawah.
Menurut Kepala Divisi Hubungan Masyarakat (Kadiv Humas) Polri, di Jakarta,
Senin(13/2,2013, menyatakan bahwa angka kecelakaan lalu lintas cukup tinggi
dan menonjol, data yang tercatat selama satu setengah bulan sebanyak 9 .884
kasus, meninggal dunia 1.547 jiwa, luka berat 2.562 jiwa dan luka ringan 7.564
jiwa, penyebab kasus kecelakaan terbanyak adalah lalulintas yang terdiri dari
sepeda motor 9.595 unit, angkutan kota (angkot) sebanyak 1.357 unit, bus kota.
Di Rumah Sakit Orthopedi Prof. DR. R. Soeharso Solo mencatat jumlah
kunjungan setiap hari yang menjalani operasi karena fraktur sebanyak 25-30
setiap bulan mencapai ±700 pasien dan diperkirakan jumlah kunjungan
pertahun adalah lima ribu sampai tujuh ribu pasien, 70% dengan trauma akibat
kecelakaan dengan masalah tulang dan persendian extremitas bawah.
Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013
3
Sedangkan data dari pengamatan September tahun 2012- Mei 2013 di Rumah
Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta khusus di ruangan GPS lantai I dengan
kapasitas ruangan 25 0rang, pasien terbanyak adalah fraktur extremitas dengan
lama rawat pasien post orif/oref rata rata 4- 5 hari, dalam 1 bulan rata rata
jumlah pasien dirawat 120-150 kasus yang terdiri dari fraktur extremitas atas,
fraktur extremitas bawah, fraktur patologis (spondilitis TB, Neoplasma tulang).
Adapun kasus terbanyak adalah fraktur femur prosentasenya paling tinggi
sebanyak 40%, fraktur Tibia dan fibula nomor dua 30%, 20 % fraktur
hemerus, radialis dan ulnaris dan sisanya adalah fraktur patologis, diantaranya
kasus kasus fraktur tersebut ± 10%-15% mengalami multiple fraktur yaitu
fraktur yang mengenai lebih dari satu organ, mulai dari iga, disertai seluruh
extremitas baik atas maupun bawah, bisa humerus dengan femur dan tibia,
dimana penyebab fraktur terbanyak adalah akibat kecelakaan lalu lintas.
Mekanisme terputusnya kontinuitas tulang adalah akibat beban/ stress yang
diterima melebihi kemampuan yang di absorbsi tulang. Anggota tubuh yang
sering mengalami fraktur adalah tulang vertebra dan tulang ekstremitas yaitu
fraktur pada lengan, tungkai, dan femur. Fraktur ekstremitas bawah memiliki
insiden yang cukup tinggi terutama pada batang femur 1/3 tengah, batang tibia
dan fibula. Pasien yang mengalami multiple fraktur dengan kondisi fraktur
tebuka grade II-III, pada tulang panjang seperti femur dan tibia maka akan
mengalami perdarahan hebat, kerusakan jaringan lunak yang luas,
penatalaksanaannya dilakukan tindakan fiksasi melalui pembedahan. Jenis
pembedahannya adalah Open Reduction Internal Fixation/ORIF, dilakukan
pada pasien dengan fraktur tertutup sedangkan untuk fraktur terbuka dengan
grade II atau lebih dilakukan Open reduction External Fixation/OREF dan
immobilisasi, sehingga berdampak terhadap pemenuhan kebutuhan pasien
dalam aktivitas sehari hari, karena adanya luka post pembedahan fiksasi
internal maupun external. Pada saat operasi, pasien mengalami kehilangan
banyak darah, demikian pula lamanya operasi dan pembiusan tergantung jenis
dan grade frakturnya sehingga setelah operasi pasien menjadi lemah/ patique
dan dengan sedikit saja bergerak menjadi capek.
Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013
4
Untuk pemulihan pasien membutuhkan ke seimbangan energi agar dapat
mencapai keutuhan dalam diri individu (wholeness).
Perdarahan merupakan resiko terjadinya syok hipovolemik pada multiple
fraktur (femur. Tibia dan fibula serta humerus) karena kehilangan darah
hingga mencapai satu liter (Mc. Rae & Esser, 2002; dalam Kneale & Davis,
2005). Perdarahan pasca bedah dan terjadi reaksi inflamasi akibat mekanisme
fisiologis dari kerusakan jaringan lunak mengakibatkan edema yang dapat
berperan menghambat perfusi jaringan. Pasca operasi multiple fraktur, yang
diserta tulang iga dapat menimbulkan berbagai permasalahan selain nyeri pada
luka operasi juga masalah pada pola napas karena kerusakan organ asesoris
sistem pernapasan. Kekakuan pada sendi lutut mengakibatkan terjadinya
keterbatasan serta penurunan rentang gerak sendi dapat menyebabkan
ketidakberdayaan karena tubuh bertumpu pada ekstremitas bawah untuk
bergerak. Dampak yang besar terhadap mobilisasi, aktivitas hidup, dan
perawatan diri memerlukan adaptasi terhadap situasi yang baru (Kneale &
Davis, 2005).
Dari sejumlah 30 kasus yang dikelola selama residensi, pasien yang mengalami
multiple fraktur tampak kondisinya paling berat baik fisik maupun psikisnya
menurunnya kemampuan beradaptasi dengan lingkungan internal maupun
external. Karena itulah praktikan memilih pasien dengan multiple fraktur
menjadi kasus kelolaan utama. Beberapa manifestasi klinis fraktur antara lain
adanya nyeri hal ini terjadi karena adanya kerusakan saraf pada daerah fraktur,
nyeri dirasakan terus menerus dan bertambah sekalanya bila daerah fraktur
dimobilisasi kondisi ini akan berkurang setelah dilakukan immobilisasi baik
sementara atau menetap untuk meminimalkan gerakan fragmen tulang.
Hilangnya fungsi hal ini terjadi karena adanya kerusakan pada tulang juga
disertai kerusakan jaringan lunak sekitarnya misal : otot, pembuluh darah,
saraf, tendon, dan sendi sehingga daerah fraktur mengalami gangguan dalam
melaksanakan fungsinya sebagaimana mestinya. Deformitas terjadi
dimungkinkan karena adanya pergeseran fragmen tulang yang tidak sesuai
Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013
5
anatomis misal terjadi displace hal ini menimbulkan pemendekan tulang
daerah fraktur. Kripitus suara derik yang diakibatkn dari gesekan antar fragmen
patahan tulang. Pembengkakan lokal dan perubahan warna manifestasi ini
terjadi akibat dari trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur (Smeltzer &
Bare, 2010). Sedangkan Fraktur shaft femur adalah fraktur batang femur yang
terjadi pada area diaphisis antara 5 cm dibawah trochanter mayor dan 5 cm
diatas adductor tubercle.
American Academy of Orthopaedic Surgeons (AAOS) (2011) menyatakan
manifestasi klinis fraktur adalah sebagai berikut: Nyeri, Ketidak mampuan
untuk menggerakkan kaki, Deformitas, Bengkak. Dampak dari fraktur femur
menyebabkan adanya gangguan pada aktivitas individu dimana rata-rata
individu tidak bekerja atau tidak sekolah selama 30 hari, dan mengalami
keterbatasan aktivitas.
World Health Organization (WHO) (2007) Menyatakan bahwa fraktur sering
terjadi akibat trauma, sehingga menyebabkan pasien mengalami gangguan
mobilisasi, ketidakmampuan (disability) dan ketidak berdayaan mengakibatkan
seseorang tidak dapat atau tidak mampu memenuhi kebutuhan karena
kehilangan energinya sehingga mengalami kelemahan/fatique, tidak mampu
untuk mempertahankan dan meningkatkan kesehatan dan kesejahteraannya.
Terkait dengan adanya ketidak seimbangan energi maka sebagai Ners spesialis
perlu berkotribusi untuk memodifikasi lingkungan dengan pendekatan teori
model keperawatan untuk memfasilitasi pemenuhan akan keseimbangan energi
secara utuh (wholeness) agar dapat beradaptasi dengan lingkungan internal
maupun external
. Penerapan teori model Levine yang tepat untuk diterapkan
pada pasien multiple fraktur dalam meningkatkan adaptasi pasien terhadap
lingkungannya.
Pada fraktur terbuka dengan krusakan jaringan lunak yang luas dengan
tindakan pembedahan pemasangan OREF, sering menimbulkan risiko infeksi
karena adanya luka operasi atau insersi pin dari external fiksasi menjadi port
Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013
6
entry microorganisme Devies (2005). Pencegahan infeksi pada Pin, Wire
dibutuhkan perawatan berbasis pembuktian yaitu penerapan Evidence Based
Nursing Practise; Pin Site Care dengan Chlorhexidine as cleansing Agent
untuk menurunkan angka infeksi pada pasien post external fixasi.
Post pembedahan 24 jam pertama sering menimbulkan komplikasi, pada
sirkulasi, respirasi dan sensasi (Nursing Royal Coledge 2011). Kondisi ini
sangat memerlukan Ners spesialis untuk berfikir kritis dalam mengantisipasi
kejadian kejadian yang tidak diingikan. Diperlukan panduan untuk
memonitor secara ketat 24 jam pertama post operasi dibuat panduan yaitu
Clinical Practice Guidelines (CPG). Pemberian asuhan keperawatan pada
pasien masalah kompleks sangat diperlukan teori Model Keperawatan untuk
membantu mengatasi masalah pasien agar mampu beradaptasi dengan
lingkungannya.
Teori keperawatan diperlukan karena merupakan landasan dan analisis
berpikir dalam memberikan asuhan keperawatan. Dalam paradigma
keperawatan terdapat empat konsep utama yaitu manusia, sehat-sakit,
lingkungan dan keperawatan. Beberapa teori model keperawatan yang
dikemukakan oleh para ahli yaitu: teori adaptasi Calista Roy, Orem dengan
self care, Handerson dengan 14 kebutuhan dasar yang harus dipenuhi dan
Myra Estin Levine dengan model konservasi. Praktikan memilih Teori Myra
Estin Levine dikenal dengan model konservasi energi yang sangat cocok
untuk diterapkan pada pasien fraktur yang kehilangan energinya karena
perdarahan, pembedahan dan sebagainya.
Konservasi Model Levine,s yang difokuskan dalam mempromosikan
keseluruhan adaptasi dan pemeliharaan dengan menggunakan prinsip-prinsip
konservasi. Model ini memandu perawat untuk berfokus pada pengaruh-
pengaruh dan respon-respon di tingkatan yang organismik. Perawat
memenuhi sasaran dari model melalui konservasi energi, struktur, dan
integritas sosial dan personal (Levine, 1967 dalam Tomey & Alligood, 2006).
Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013
7
Walaupun konservasi adalah fundamental terhadap hasil-hasil yang
diharapkan ketika model itu digunakan.
Model Levine didasari 3 konsep utama, yaitu adaptasi (adaptation,),
wholeness, dan konservasi (conservation) (Levine dalam Parker, 2001).
Adaptasi adalah proses berubah, dan konservasi adalah hasil adaptasi.
Adaptasi adalah proses dimana klien memelihara integritas di dalam
lingkungan yang nyata baik internal maupun eksternal (Levine, 1966, 1989
dalam Tomey & Alligood, 2006)). Adaptasi adalah konsekuensi dari interaksi
antara orang dengan lingkungan. Keberhasilan dalam menghadapi lingkungan
tergantung dari adekuatnya adaptasi (Levine, 1990). Tujuan utama dalam
proses adaptasi adalah tercapainya suatu keutuhan dalam diri individu (
wholeness ), keutuhan ini merupakan hasil respon individu terhadap pola
hubungan antar individu yang saling menguntungkan secara menyeluruh,
alami dan berlangsung secara terus menerus.
Nursing Model yang dikembangkan oleh Myra Levine
bahwa Wholeyness
(Keutuhan) merupakan kemampuan individu untuk memprakarsai dirinya
dalam beradaptasi untuk mempertahankan kehidupan, kesehatan dan
kesejahteraan. Konservasi dapat meningkatkan adaptasi internal maupun
external. Levine mengemukakan 3 karakter adaptasi yakni: historis,
spesificity, dan redundancy. Levine menyatakan bahwa setiap individu
mempunyai pola respon tertentu untuk menjamin keberhasilan dalam
aktivitas kehidupannya yang menunjukkan adaptasi historis dan spesificity.
Selanjutnya pola adaptasi tersembunyikan dalam kode genetik individu.
Redundancy menggambarkan kegagalan yang terselamatkan dari individu
untuk menjamin adaptasi. Kehilangan redundancy akibat dari kondisi trauma,
umur, penyakit, kondisi lingkungan yang membuat individu sulit
mempertahankan hidup. ( Alligood & Tomey, 2006 ).
Terkait dengan bantuan yang diberikan kepada pasien dengan gangguan
sistem muskuloskeletal khususnya pada pasien dengan multiple fracture,
Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013
8
Levine menguraikan model konservasi sebagai inti atau dasar teorinya yang
terdiri dari konservasi energi, konservasi integritas struktur, konservasi
integritas individual dan konservasi integritas sosial. Bantuan tersebut sangat
tergantung dengan kondisi dan tindakan penatalaksanaa yang diberikan
misalnya: Non-operatif dapat dilakukan pemasangan skeletal traksi, dan skin
traksi sebagai tindakan definitif atau sementara, kondisi ini berimplikasi
dalam keperawatan terkait dengan keterbatasan pemenuhan kebutuhan /
immobilisasi, demikian juga tindakan operatif baik yang internal fiksasi
maupun eksternal fiksasi.
Peran seorang Ners spesialis diharapkan mampu memenuhi kebutuhan pasien
dengan menggunakan pendekatan konservasi Model Teori Levine karena
teori ini dapat digunakan dalam menentukan bentuk primary care dan pada
fase rehabilitasi untuk mendukung pasien dalam mempercepat penyembuhan.
Masalah keperawatan yang dapat timbul pada pasien dengan fraktur
extremitas antara lain : nyeri akut, kurang pengetahuan, keterbatasan
mobilitas fisik, gangguan intergritas kulit, infeksi, volume cairan kurag dari
kebutuhan, gangguan pertukaran gas, koping mekanisme ineffektif.
Penulis mempunyai keyakinan bahwa adanya masalah – masalah
keperawatan pada pasien diatas mengakibatkan ketidak seimbangan energi
pasien sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhannya. Pada tahap ini pasien
memerlukan agen keperawatan yang mempunyai kemampuan khusus untuk
memberikan perawatan sesuai dengan konsep nursing theory model Levine.
Peran Ners spesialis sebagai inovator
Kondisi di tatanan nyata pelayanan asuhan keperawatan pada pasien dengan
multiple frakture post Open Reduction Internal/external Fixation
(ORIF/OREF) masih belum optimal dimana kemampuan perawat dalam
mengidentifikasi kebutuhan pasien masih perlu ditingkatkan, bagaimana
pengelolaan mobilisasi, infeksi dan nyeri, tahapan mobilisasi yang harus
diberikan pada pasien post ORIF/OREF, serta pencegahan terhadap infeksi.
Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013
9
Hal hal tersebut masih belum dilakukan secara maksimal masih
membutuhkan kemampuan dan pemahaman yang baik. Keterlambatan dan
kurang tepatnya dalam mengelola mobilisasi dan pencegahan infeksi pasien
dengan multiple frakture femur,tibia post ORIF/OREF dapat menghambat
kemampuan pasien dalam memeuhi kebutuhannya dan beresiko terjadi
cedera, serta dapat meningkatkan biaya perawatan karena lama hari
perawatan juga memanjang.
Menghadapi masalah ini, tentunya diperlukan suatu persiapan yang matang,
dibuat panduan, mengingat bahwa sampai saat ini penatalaksanaan
keperawatan pada pasien multiple fraktur femur post ORIF/OREF masih
berfokus pada tindakan kolaburasi terkait medikamentosa. Salah satu upaya
perbaikan untuk mencegah dan mengatasi keadaan ini adalah melalui
peningkatan pengetahuan dengan penerapan Evidence Based dan adanya
poanduan ( Guidelines) serta ketrampilan khususnya dibidang keperawatan
terkait keperawatan orthopedi.
Pentingnya penyediaan sumber daya manusia keperawatan yang mempunyai
pengetahuan dan ketrampilan serta spesialis dalam penatalaksanaan
perawatan pasien dengan gangguan sistem muskuloskeletal khususnya
multiple frakture post ORIF/OREF sangat diperlukan. Sampai saat ini di
Indonesia belum banyak Ners Spesialis Medikal Bedah ( Sp. MB)
kekhususan Orthopaedic Nursing yang tersebar di seluruh kepulauan / wilaya
Indonesia terutama di RS, hal ini tidak sebanding dengan jumlah penduduk
Indonesia yang mencapai 235 juta jiwa, selain itu kenyataan dilapangan
masih membutuhkan peningkatan pengetahuan dan pemahaman perawat
tentang perawatan pada pasien dengan gangguan muskuloskeletal karena
belum optimal dalam memberikan asuhan keperawatan. Demikian pula
kemampuan kolaborasi dengan multidisiplin profesi terkait belum maximal,
belum terpapar aplikasi hasil-hasil penelitian yang sudah terbukti lebih efektif
dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem
muskuloskeletal khususnya pasien dengan multiple fraktur post ORIF/OREF.
Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013
10
Di RSUP Fatmawati khususnya di Ruang Perawatan Gedung Prof. Soelarto
lantai I dalam pelaksanaan asuhan keperawatan belum menerapkan konsep
model teori keperawatan oleh karena itu saya ingin mencoba menerapkan
konsep conservation Nursing Theory dari Model Levine pada pasien multiple
fraktur dengan ORIF/OREF
1.2 Tujuan Penulisan
1.2.1 Tujuan Umum
Memberikan gambaran peran perawat secara menyeluruh terhadap
pengalaman residensi dengan penerapan teori konservasi levine dalam
memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem
muskuloskeletal. Melaksanakan praktek berdasarkan pembuktian serta
mengembangkan inovasi dalam meningkatkan mutu pelayanan keperawatan
di RSUP Fatmawati jakarta.
1.2. 2 Tujuan Khusus
a. Melaporkan pengalaman analisis dan sintesa terhadap seluruh rangkaian
kegiatan residen dalam memberikan asuhan keperawatan terutama pada
pasien dengan fraktur ekstremitas bawah dengan penerapan Model
konservasi Levine.
b.Melaporkan analisis penerapan praktek keperawatan berbasis pembuktian (
Evidence Based Nursing Practice) dalam pencegahan infeksi pada pasca
bedah open reduction external fixation pada fraktur terbuka.
c. Melaporkan pemaparan hasil analisis terhadap kegiatan inovasi dengan
menyusun Clinical Practice Guidelines sebagai panduan praktek klinik
keperawatan pada pasien pasca bedah fraktur Extremitas bawah.
Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013
11
1.3 Manfaat
a. Bagi Pelayanan Keperawatan
Laporan ini diharapkan dapat bermanfaat dalam meningkatkan mutu
asuhan keperawatan pasien dengan fraktur ekstremitas bawah dengan
konsep teori Model Konservasi Levine.
b. Bagi Perkembangan Ilmu Keperawatan
Laporan ini diharapkan memperkaya khasana ilmu keperawatan khususnya
keperawatan orthopedi dengan penerapan teori model Levine dalam
praktik.
c. Bagi Penelitian Keperawatan
Hasil laporan ini dapat dijadikan sebagai pembuka wawasan yang lebih luas
dan sebagai data dasar penelitian keperawatan medikal bedah pada
umumnya dan keperawatan orthopedi khususnya, serta memberikan
gambaran dan informasi terkait Evidence Based Nursng Practice ( EBNP ).
Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013
BAB 2
TINJAUAN TEORI
Pada bab ini akan dibahas tentang : Konsep fraktur , Konsep Model
Conservation Nursing Theory Levine’s, Penerapan Conservation Nursing
Model Levine’s pada kasus fraktur multiple.
Selama menjalankan praktek residensi angka kejadian fraktur femur dan tibia
sangat tinggi dibandingkan dengan kasus muskuloskeletal yang lain. Akibat
fraktur femur dan Tibia dapat menyebabkan disability karena kehilangan
energi dan menurunnya stabilitas untuk melakukan aktivitas pergerakan pada
sistem muskuloskeletal. Konsep terkait untuk mendukung asuhan
keperawatan pada pasien fraktur adalah dengan menerapkan teori Model
Konservasi Levine,
s , penjelasannya sebagai berikut.
2.1 Konsep Fraktur
2.1.1 Definisi Fraktur
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan ditentukan sesuai
jenis dan luasnya (Ignatavicius, 2009., Smeltzer & Bare, 2010., Lewis 2009).
Fraktur shaft femur adalah terputusnya jaringan tulang paha bagian diaphysis/
batang femur. Fraktur tibia adalah terputusnya jaringan tulang Tibia bagian
batang tibia dan diserta fibula sering ikut fraktur. Demikian pula fraktur
radius adalah terputusnya jaringan tulang radius yang dapat terjadi pada
bagian proximal, tengah dan distal.
2.1.2 Etiologi
Menurut Lewis, (2009) fraktur dapat disebabkan oleh: 1) peristiwa trauma
tunggal, 2) Tekanan yang berulang-ulang, 3) Kelemahan pada tulang (fraktur
patologis). Smeltzer dan Bare (2010) berpendapat bahwa fraktur dapat
disebabkan oleh adanya pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan muntir
mendadak, dan bahkan karena kontraksi otot ekstrem.
Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013
13
Universitas Indonesia
2.1.3 Manifestasi
Menurut American Academy of Orthopaedic Surgeons (AAOS, 2012)
Menyatakan bahwa manifestasi klinis fraktur femur, tibia adalah sebagai
berikut: nyeri, ketidakmampuan untuk menggerakkan kaki, deformitas, dan
bengkak. Sedangkan Smeltzer dan Bare (2010) menyatakan bahwa
manifestasi klinis fraktur ekstremitas bawah secara umum adalah sebagai
berikut:
a. Nyeri sifatnya terus menerus skalanya meningkat saat mobilisasi dan
berkurang saat imoblisasi.
b. Hilangnya fungsi segera setelah terjadi fraktur bagian tersebut cenderung
tidak dapat digunakan dan cenderung bergerak secara tidak alami fungsi
otot bergantung pada integritas tulang sebagai tempat melekatnya otot.
c. Deformitas hal ini terjadi karena adanya pergeseran fragmen tulang.
d. Pemendekan tulang hal ini terjadi karena adanya kontraksi otot yang
melekat di atas dan bawah tempat fraktur sehingga fragmen tulang saling
bertumpuk satu sama lain sampai 2,5 cm – 5 cm.
e. Kripitasi suara derik ini timbul dikarenakan adanya gesekan antar fragmen
tulang.
f. Pembengkakan dan perubahan warna kulit secara lokal hal ini terjadi akibat
adanya trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur.
2.1.4 Jenis Fraktur
Jenis fraktur dibedakan berdasarkan beberapa hal antara lain : bentuk garis
patah yaitu fraktur komplit dan fraktur inkomplit, Berhubungan dengan
dunia luar yaitu fraktur tertutup dan fraktur terbuka, Pergeseran anatomi
tulang yaitu fraktur greenstick, fraktur transversal, fraktur oblik, fraktur
spiral, fraktur segmental, fraktur avulsi, fraktur impacted, fraktur torus,
dan fraktur komminuted. Fraktur dapat terjadi disatu organ atau dibeberapa
organ tubuh, jika organ tubuh yang mengalami fraktur lebih dari satu
tempat maka disebut multipel fraktur.
Berikut ini adalah gambar beberapa jenis fraktur.
Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013
14
Universitas Indonesia
Multiple fraktur adalah fraktur yang mengenai lebih dari satu organ, bila
mengenai tulang panjang (Femur, tibia, radius). Fraktur femur dapat terjadi pada
proximal femur mengenai kepala femur, intracapsular termasuk trochanters.
Fraktur leher femur seringterjadi pada usia 60 tahun atau lebih dan lebih sering
pada laki lakiDemikian pula dapat terjadi pada trauma distal femur:supracondylar,
condylar, intercondylar. Fraktur shaft/ batang Femur, biasanya terjadi karena trauma langsung akibat
kecelakaan lalu lintas atau jatuh dari ketinggian, patah pada daerah ini dapat
menimbulkan perdarahan yang cukup banyak dan mengakibatkan pasien jatuh
dalam keadaan syok, komplikasi selanjutnya dapat terjadi trombus yang
mengakibatkan trombosis vena dalam (DVT). Klasifikasi fraktur batang yaitu:
patah tertutup dan patah terbuka dengan ketentuan bila terdapat hubungan antara
tulang patah dengan dunia luar yang dibagi dalam tiga derajat: Derajat I : terdapat
dengan dunia luar timbul luka kecil, biasanya diakibatkan tusukan fragmen tulang
dari dalam menembus keluar. Derajat II, lukanya lebih besar >1 cm, luka ini
disebabkan karena benturan dari luar. Derajat III lukanya lebih luas dari derajat II,
lebih kotor, jaringan lunak banyak yang ikut rusak ( otot, syaraf dan pembuluh
darah).
Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013
15
Universitas Indonesia
Gambaran Radiologi Fraktur batang femur
Fraktur tibia
Tibia dan fibula terbentuk secara bersama sama melalui artikulasi tibio fibuler
dibagian proximal, persendian sinovial terbentuk dengan sangat kuat pada
anterior dan posterior atau ligamen. Pada bagian distal, tibia dan fibula
dihubungkan oleh sindesmosis tibiofibuler, tersusun dari anterior dan
posterior ligamen tibiofibular dan membran interosseous. Tulang dan otot
tungkai bawah dikelilingi oleh fascia cruris memisahkan tungkai bawah
menjadi empat ruang yang berbatas tegas.
Aliran darah berasal dari arteri poplitea yang bercabang dan membentuk
arteri tibialis anterior dan arteri tibialis posterior setelah keduanya keluar
melalui fossa poplitea. Arteri tibialis anterior masuk melalui ruang anterior
yang berada di bawah level dari caput fibula dan berjalan menurun sepanjang
Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013
16
Universitas Indonesia
membran interosseous. Arteri ini mudah terkena cedera pada kasus fraktur
tibial proksimal.
1. Fraktur kondilus
2. Fraktur diafisis
3. Fraktur dan dislokasi pada pergelangan kaki
Gambar 1. Skematis fraktur tibia
(dikutip dari kepustakaan 1)
Fraktur diafisis tibia terjadi karena adanya trauma angulasi yang akan
menimbulkan fraktur tipe transversal atau oblik pendek, sedangkan trauma rotasi
akan menimbulkan fraktur tipe spiral. Fraktur tibia biasanya terjadi pada batas
antara 1/3 bagian tengah dan 1/3 bagian tengah distal. Tungkai bawah bagian
depan sangat sedikit ditutupi otot sehingga fraktur pada daerah tibia sering
bersifat terbuka. Fraktur diafisis bagian proksimal lebih membutuhkan kekuatan
cedera yang lebih besar dibandingkan bagian distal. Trauma langsung dapat
mengakibatkan fraktur tipe transversal dan comminuted, sementara trauma tidak
langsung dapat mengakibatkan fraktur tipe oblik dan spiral.
Pada fraktur pergelangan kaki terdapat empat macam mekanisma trauma yaitu:
1,3
1). Trauma abduksi akan menimbulkan fraktur pada maleolus lateralis yang
bersifat oblik, fraktur pada maleolus medialis yang bersifat avulsi atau robekan
pada ligamen bagian medial.
Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013
17
Universitas Indonesia
2).Trauma adduksi yang menimbulkan fraktur maleolus medialis yang bersifat
oblik atau avulsi maleolus lateralis atau keduanya. Trauma adduksi juga bisa
hanya menyebabkan strain atau robekan pada ligamen lateral, tergantung dari
beratnya trauma.
3).Trauma rotasi eksterna, biasanya disertai trauma abduksi dan terjadi fraktur
pada fibula atas sindesmosis yang disertai dengan robekan ligamen medial atau
fraktur avulsi pada maleolus medialis, Apabila trauma lebih hebat dapat disertai
dengan dislokasi talus.
4).Trauma kompresi Vertikal dimana dapat terjadi fraktur tibia distal bagian
depan disertai dengan dislokasi tallus ke depan atau terjadi fraktur kominutif
disertai dengan robekan diastasis.
Fraktur diafisis tibia
2.1.5.Tes Diagnostik
Tes diagnostic terdiri dari tes Radiografi dan laboratorium untuk
menegakkan Diagnosis fraktur, dimulai dengan pengkajian awal; mengkaji
Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013
18
Universitas Indonesia
riwayat sakit dan, kemudian dikonfirmasi dengan tes radiografi. Pada
kasus fraktur terbuka yang berat, tes laboratorium dibutuhkan hingga
lengkap terutama yang menyangkut perdarahan, sampai pasien siap untuk
dilakukan operasi. Sementara itu, fraktur yang tidak berat sementara perlu
dilakukan imobilisasi dengan traksi atau back slab sampai beberapa hari
atau sampai mulai terbentuk kalus. Adapun tes-tes yang sering
direkomendasikan adalah:
a. X-ray, umumnya digunakan untuk mengetahui adanya fraktur
setidaknya dua sisi, yaitu sisi anteroposteroir dan lateral. Pada anak,
ekstremitas yang tidak cedera juga perlu di lakukan x-ray untuk
membandingkannya.
b. Bone scan. Pemeriksaan ini mungkin diperlukan untuk menentukan
apakah ada fraktur. Bone scan dapat menggunakan pemberian
radioisotof intravena. Adanya area “hot” spot, dapat mengindikasikan
fraktur.
c. Blood tests. Pemeriksaan kimia darah, darah lengkap, dan pemeriksaan
koagulasi dilakukan untuk mengkaji kehilangan darah, fungsi ginjal,
kerusakan otot, dan risiko perdarahan atau pembekuan yang berlebihan.
d. Urine myoglobin. Mioglobin urin diukur untuk mengetahui kerusakan
otot yang terjadi.
2.1.6 Prinsip Penatalaksanaan Fraktur Secara Umum
Terdapat 4R prinsip penatalaksanaan fraktur ( Price, 1995) antara lain :
a. Recognition
Riwayat kecelakaan, derajat keparahan, jenis kekuatan yang berperan, dan
deskripsi tentang peristiwa yang terjadi oleh penderita sendiri menentukan
apakah ada fraktur, dan apakah perlu pemeriksaan spesifik untuk menentukan
adanya fraktur. Rekognisi dengan membuat diagnosis yang benar atas dasar
pemeriksaan : anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013
19
Universitas Indonesia
b. Reduction
Adalah usaha dan tindakan manipulasi frakmen-fragmen tulang yang patah
sedapat mungkin untuk dikembalikan keposisi anatomi normal, penyatuan
tulang dan mengembalikan fungsi optimal dari ekstremitas. Tindakan ini
dapat dilakukan secara elektif di Rumah Sakit. Sebelum dilakukan opersi
dipasang traksi skeletal maupun skin traksi.
c. Retention/ immobilisasi
Sebagaimana aturan umum ketika melakukan reduction harus melewati sendi
di atas fraktur dan sendi di bawah fraktur.
d. Rehabilitation
Mengembalikan fungsi aktifitas semaksimal mungkin, mengembalikan fungsi
dan kekuatan dengan cara latihan rentang gerak dan mobilisasi secara
bertahap dan terstruktur untuk mengembalikan fungsinya secara utuh.
Penatalaksanaan awal fraktur meliputi reposisi dan imobilisasi fraktur
dengan splint. Status neurologis dan vaskuler di bagian distal harus diperiksa
baik sebelum maupun sesudah reposisi dan imobilisasi. Pada pasien dengan
multiple fraktur tulang panjang sebaiknya dilakukan stabilisasi awal, setelah
hemodinamis pasien stabil. Sedangkan penatalaksanaan definitif fraktur
adalah dengan menggunakan gips atau dilakukan operasi dengan ORIF
maupun OREF.
2.1.7 Fase Penyembuhan Tulang
Berikut ini dijelaskan tahapan dalam penyembuhan tulang (Smeltzer at.all,
2010) yaitu:
a. Fase Inflamasi, yaitu terjadi respons tubuh terhadap cedera yang ditandai
adanya perdarahan dan pembentukan hematoma pada tempat patah tulang.
Ujung fragmen tulang mengalami devitalisasi karena terputusnya aliran
darah, lalu terjadi pembengkakan dan nyeri, tahap inflamasi berlangsung
beberapa hari
Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013
20
Universitas Indonesia
b. Fase Proliferasi, pada fase ini hematoma akan mengalami organisasi
dengan membentuk benang-benang fibrin, membentuk revaskularisasi dan
invasi fibroblast dan osteoblast. Kemudian menghasilkan kolagen dan
proteoglikan sebagai matriks kolagen pada patahan tulang, terbentuk jaringan
ikat fibrus dan tulang rawan (osteoid) berlangsung setelah hari ke lima.
c. Fase Pembentukan Kalus, Pertumbuhan jaringan berlanjut dan lingkaran
tulang rawan tumbuh mencapai sisi lain sampai celah sudah terhubungkan.
Fragmen patahan tulang digabungkan dengan jaringan fibrus, tulang rawan
dan tulang serat imatur. Waktu yang dibutuhkan agar fragmen tulang
tergabung adalah 3-4 minggu.
d. Fase penulangan kalus/Ossifikasi, adalah pembentukan kalus mulai
mengalami penulangan dalam 2-3 minggu patah tulang melalui proses
penulangan endokondral. Mineral terus menerus ditimbun sampai tulang
benar-benar bersatu. Pada patah tulang panjang orang dewasa normal,
penulangan tersebut memerlukan waktu 3-4 bulan.
e. Fase Remodeling/konsolidasi, merupakan tahap akhir perbaikan patah
tulang meliputi pengambilan jaringan mati dan reorganisasi tulang baru ke
susunan struktural sebelumnya. Remodeling memerlukan waktu berbulan-
bulan sampai bertahun-tahun untuk merampungkan penyembuhan tulang
meliputi aktifitas osteoblas dan osteoklas yang menghasilkan perubahan
jaringan immatur menjadi matur, terbentuknya tulang lamelar sehingga
menambah stabilitas daerah fraktur.
Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013
21
Universitas Indonesia
Gambar proses penyembuhan tulang
2.1.8 Komplikasi terbagi dalam dua tahap yaitu komplikasi tahap awal dan
komplikasi tahap tahap lanjut.
1. Komplikasi tahap awal adalah sebagai berikut :
a. Renjatan hipovolemik atau traumatik akibat perdarahan dan kehilangan
cairan ekstrasel ke jaringan yang rusak, kondisi ini dapat terjadi pada fraktur
ekstremitas, thoraks, pelvis, dan vertebra. Tulang merupakan organ yang
mempunyai vaskuler cukup banyak sehingga bila terjadi trauma maka dapat
menyebabkan kehilangan darah dalam jumlah cukup besar, terutama pada
fraktur femur dan fraktur pelvis. Intervensi keperawatan yang dapat
dilaksanakan antara lain: pertahankan volume darah, hidrasi segera dilakukan,
pembebatan yang memadai, kolaburasi tranfusi.
b. Sindroma Emboli Lemak, hal ini dapat terjadi pada fraktur tulang panjang
misal femur, kruris, dan atau fraktur multipel / fraktur remuk. Pada saat
terjadi fraktur globula lemak dapat masuk aliran darah karena tekanan sum-
sum tulang lebih tinggi dari tekanan kapiler atau karena katekolamin yang
dilepas akibat stres pasien akan memobilisasi asam lemak dan memudahkan
terjadinya globula lemak dalam aliran darah, globula ini akan bergabung
Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013
22
Universitas Indonesia
dengan trombosit untuk membentuk emboli yang dapat menyumbat
pembuluh darah kecil. Sering terjadi pada usia 20 – 30 tahun dan dapat terjadi
segera setelah fraktur atau sampai satu minggu tetapi yang paling sering 24 –
72 jam setelah fraktur. Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan antara
lain : Imobilisasi segera fraktur, minimalkan manipulasi daerah fraktur,
sediakan dan gunakan penyangga yang memadahi saat memindahkan pasien,
kolaborasi untuk cek analisa gas darah, berikan oksigen dengan bila
diperlukan, pemberian alat dukungan pernapasan bila perlu, obat vasoaktif
untuk mendukung jantung, mereduksi nyeri, dan obat penenang .
c. Sindroma Kompartemen, masalah ini terjadi karena pertama adanya
penurunan ukuran kompartemen otot disebabkan fasia yang membungkus
otot terlalu ketat atau gips, balutan yang terlalu kencang. Kedua peningkatan
isi kompartemen otot disebabkan edema. Sindroma kompartemen sering
terjadi pada fraktur lengan bawah dan tungkai bawah, bila kondisi sindroma
kompartemen dibiarkan dalam waktu 6 – 8 jam maka akan terjadi kehilangan
fungsi yang permanen. Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan antara
lain : cegah dan kontrol edema dengan meninggikan ekstremitas yang cidera
setinggi jantung, berikan kompres es pada daerah cidera, longgarkan balutan
atau gips, kolaborasi tindakan fasiotomi bila nyeri tak berkurang dan perfusi
jaringan tidak membaik satu jam setelah tindakan konservatif.
d. Komplikasi awal yang lain adalah infeksi, tromboimboli, dan Koagulopati
Intravaskuler Disiminata ( KID).
2. Sedangkan komplikasi tahap lanjut pada fraktur antara lain :
a. Delayed union, Proses penyembuhan lambat dari waktu yang dibutuhkan
secara normal. Pada pemeriksaan radiografi, tidak akan terlihat bayangan
sklerosis pada ujung-ujung fraktur, Terapi konservatif selama 6 bulan,
bila gagal dapat dilakukan Osteotomi
b.
Lebih 20 minggu dapat direncanakan
cancellus grafting (12-16 minggu).
Non union, dimana secara klinis dan radiologis tidak terjadi
penyambungan tulang, ada beberapa tipe antara lain : 1) Tipe I (hypertrophic
Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013
23
Universitas Indonesia
non union) tidak akan terjadi proses penyembuhan fraktur dan diantara
fragmen fraktur tumbuh jaringan fibrus yang masih mempunyai potensi untuk
union dengan melakukan koreksi fiksasi dan bone grafting, 2) Tipe II
(atrophic non union) disebut juga sendi palsu (pseudoartrosis) terdapat
jaringan sinovial sebagai kapsul sendi beserta rongga sinovial yang berisi
cairan, proses union
Fakto faktor yang menimbulkan
tidak akan dicapai walaupun dilakukan imobilisasi lama.
non union seperti distrupsi periosteum yang
luas, hilangnya vaskularisasi fragmen-fragmen fraktur, waktu imobilisasi
yang tidak memadahi, implant
c.
atau gips yang tidak memadahi, distraksi
interposisi, infeksi dan penyakit tulang (fraktur patologis).
Mal union, penyambungan fraktur tidak normal sehingga menimbukan
deformitas. Osteomielitis, dapat terjadi pada fraktur terbuka atau tindakan
operasi pada fraktur tertutup sehingga dapat menimbulkan delayed union
sampai non union (infected non union).
Imobilisasi anggota gerak yang
mengalami osteomielitis mengakibatkan terjadinya atropi tulang berupa
osteoporosis dan atropi otot. Kekakuan sendi, terjadi baik sementara atau
menetap dapat diakibatkan imobilisasi lama, sehingga terjadi perlengketan
peri artikuler, perlengketan intraartikuler, perlengketan antara otot dan
tendon. Pencegahannya berupa memperpendek waktu imobilisasi dan
melakukan latihan aktif dan pasif pada sendi. Pembebasan perlengketan
secara pembedahan hanya dilakukan pada penderita dengan kekakuan sendi
menetap (Stanly Hoppenfeld,MD, 2002)
Penyembuhan dari tulang untuk setiap lokasi fraktur fraktur, perkiraan waktu
imobilisasi yang dibutuhkan untuk penyatuan pada ekstremitas bawah seperti
yang bisa dilihat pada tabel 2.1.
Tabel : 2.1. Lokasi fraktur dan perkiraan lama penyembunan
Lokasi fraktur Lama Penyembuhan
Femur :
• Intrakapsuler 24 minggu
• Intratrokhanter 10 – 12 minggu
• Batang 18 minggu
Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013
24
Universitas Indonesia
• Suprakondiler 12 – 15 minggu
Tibia :
• Proksimal 8 – 10 minggu
• Head 12 – 18 minggu
• Batang 14 – 20 minggu
• Maleoleus 6 minggu
Sumber : Smeltzer & Bare, 2010, Textbook of Medical Surgical Nursing
Faktor yang dapat mempengaruhi kecepatan penyembuhan dan penghambat
fraktur, yaitu :
a. Faktor yang mempercepat penyembuhan fraktur, yaitu imobilisasi fragmen
tulang, kontak fragmen tulang maksimal, aliran darah memadai,nutrisi yang baik,
latihan pembebanan berat untuk tulang panjang, hormon-hormon pertumbuhan :
tiroid kalsitonin, vitamin D, steroid anabolik.
b. Faktor yang menghambat penyembuhan fraktur, yaitu kehilangan tulang,
imobilisasi tidak memadai, adanya rongga atau jaringan diantara fragmen tulang,
infeksi, keganasan lokal, penyakit metabolik, nekrosis avaskuler, fraktur
intraartikuler (akan melisis bekuan darah dan memperlambat pembentukan
jendalan), usia (lansia sembuh lebih lama), dan pengobatan kortikosteroid
menghambat kecepatan perbaikan.
2.2 Teori Model Konservasi Levine
Teori Keperawatan diperlukan karena merupakan landasan dan analisis berpikir
dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien. Dalam paradigma
keperawatan terdapat empat konsep utama yaitu manusia, sehat-sakit, lingkungan
dan keperawatan. Teori dan model tentang profesi keperawatan terus
berkembang. Di antaranya yang sangat kita kenal adalah teori Dorothea Orem
tentang ‘self-care Framework’, Sr.Callista Roy tentang ‘Adaptation Model’, Jean
Watson tentang ‘Theory of Human Caring’. Pada kesempatan kali ini, saya ingin
menggali lebih lanjut tentang teori ‘Conservation Model’ oleh Myra Levine’s
Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013
25
Universitas Indonesia
yang diselesaikan pada 1973. Berdasarkan sumber yang diperoleh, disebutkan
bahwa keyakinan Levine mengenai konsep manusia adalah
individu unik dan
pemberian asuhan keperawatan berpusat pada pasien yang dikenal dengan
konservasi Levine.
2.2.1 Konsep Conservation Nursing Theory Levine’s
Praktek pelayanan keperawatan spesialis orthopedi dituntut mampu
mengaplikasikan konsep model dalam proses keperawatan mulai dari tahap
mengumpulkan data secara sistematik, menganalisa data hasil pengkajian,
menentukan dignosa keperawatan sesuai dengan karakteristik kondisi pasien.
Mengembangkan rencana keperawatan, mengimplementasikan rencana tindakan
keperawatan berdasarkan Evidence based practice, dan mengevaluasi hasil
tindakan yang telah diberikan secara sistematik. Teori keperawatan diperlukan
sebagai landasan dan analisis perawat dalam memberikan asuhan, pada
kesempatan ini praktikan akan mencoba menggunakan Consetvation theory dari
Myra Levine dan sering disebut Konservasi Levine. Teori ini merupakan salah
satu teori keperawatan yang dapat digunakan di berbagai tatanan pelayanan
praktek keperawatan (Alligood & Tomey, 2006).
2.2.2 Asumsi Dasar Model Konservasi:
Levin 1973 menggunakan pendekatan holistik untuk merawat semua orang baik
dalam keadaan sehat maupun sakit. Dimana intervensi keperawatan berdasarkan
perilaku unik individu atau pasien, dengan kata lain pemberian asuhan
keperawatan berpusat kepada pasien sehingga memerlukan teknik dan
kemampuan yang spesifik.
Teori Myra Estin Levine dikenal dengan model konservasi Levine,s difokuskan
dalam mempromosikan keseluruhan adaptasi dan pemeliharaan dengan
menggunakan prinsip prinsip konservasi. Model ini memandu perawat untuk
berfokus pada pengaruh-pengaruh dan respon-respon di tingkatan yang
organismik. Perawat dalam memenuhi sasaran dari model ini melalui konservasi
integritas energi, konservasi integritas struktur. Integritas personal dan integritas
Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013
26
Universitas Indonesia
sosial (Levine, 1967 dalam Tomey & Alligood, 2006). Konservasi adalah
fundamental terhadap hasil-hasil yang diharapkan ketika model itu digunakan.
Model Levine didasari tiga konsep utama, yaitu adaptasi (adaptation,),
wholeness, dan konservasi (conservation) (Levine dalam Parker, 2001).
2.2.1 Adaptasi
Adaptasi adalah proses berubah, dan konservasi adalah hasil adaptasi. Proses
adaptasi adalah dengan memelihara integritas di dalam lingkungan yang nyata
baik internal maupun eksternal (Levine, 1966, 1989 dalam Tomey & Alligood,
2006)). Adaptasi merupakan konsekuensi dari interaksi antara orang dengan
lingkungan. Keberhasilan dalam menghadapi lingkungan tergantung dari
keseimbangan mekanisme adaptasi (Levine, 1990). Tujuan utama dalam proses
adaptasi adalah tercapainya suatu keutuhan(Wholeness) dalam diri individu dan
merupakan hasil respon individu terhadap pola hubungan antar individu yang
saling menguntungkan secara menyeluruh, alami dan berlangsung secara terus
menerus.
Levine (1991) dalam Parker (2001) dan Tomey & Alligood (2006)
mengemukakan 3 (tiga) karakteristik dari adaptasi yaitu :
1). Historicity adalah adaptasi berdasarkan proses historis, dimana respon
didasarkan pada pengalaman masa lalu baik itu dari segi personal maupun
genetik.
2). Specifity merupakan adaptasi yang bersifat spesifik, artinya bahwa pada
perilaku individu memiliki pola stimulus respon yang spesifik dan unik dalam
aktivitas kehidupan sehari-hari.
3). Redundancy adalah adaptasi bersifat pilihan akan selamat atau gagal untuk
memastikan individu terjadinya adaptasi yang berkelanjutan. Jika suatu sistem
tubuh tidak mampu beradaptasi, maka sistem yang lain akan mengambil alih dan
melengkapi tugasnya. Redundancy dipengaruhi oleh trauma, usia, penyakit atau
kondisi lingkungan yang membuat individu sulit untuk mempertahankan hidup.
Dalam menjalani proses adaptasi individu sangat dipengaruhi oleh lingkungan
baik internal maupun eksternal. Lingkungan internal meliputi fisiolosis dan
Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013
27
Universitas Indonesia
pathofisiologis. Lingkungan internal juga merupakan integrasi dari fungsi tubuh
yang menyerupai hemoresis dibanding hemostasis. Homeorrhesis didefinisikan
sebagai suatu aliran yang terstabilisasi dibanding kondisi yang statis.
Homeorrhesis mendiskripsikan pola adaptasi yang meberikan tubuh individu
untuk mempertahankan keadaan kesejahteraan dengan perubahan yang cepat yang
berasal dari lingkungan. Pembagian energy Homeostasis adalah suatu kondisi dari
pembagian energi yang juga memberikan dasar yang perlu untuk singkronisasi
factor fisiologis dan psikologis yang banyak.
Levine dalam mendefinisikan lingkungan eksternal Tomey & Alligood (2006)
yang terdiri dari tiga level, yaitu :
1). Lingkungan perseptual adalah bagian dari lingkungan eksternal dimana
individu berespon terhadap sumber sensori seperti cahaya, suara, sentuhan, suhu,
perubahan kimia yang dibau atau yang dirasa.
2). Lingkungan operasional adalah elemen-elemen yang mungkin secara fisik
mempengaruhi individu tetapi tidak dirasakan individu yang merupakan bagian
dari lingkungan eksternal yang berinteraksi dengan jaringan kehidupan seperti
radiasi, mikroorganisme, polutan .
3). Lingkungan konseptual merupakan lingkungan eksternal yang terdiri dari
bahasa, ide,symbol, spiritual, keyakinan, dan tradisi, budaya dan etnis, pola
psikologis individu yang diperoleh dari pengalaman hidup.
Kemampuan individu untuk beradaptasi dengan lingkungan disebut sebagai
respon Organismik. Respon tersebut terdiri dari 4 tingkatan, yaitu : (Levine dalam
Tomey & Alligood, 2006 dan Parker, 2001):
1). Fight or Flight
Merupakan respon yang paling primitif dimana ancaman diterima individu baik
nyata maupun tidak, merupakan respon terhadap ketakutan maka timbul keinginan
menyerang atau menghindar dan merupakan reaksi yang tiba-tiba. Respon yang
disampaikan adalah kewaspadaan mencari informasi untuk rasa aman dan
sejahtera.
2). Respon terhadap peradangan
Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013
28
Universitas Indonesia
Merupakan mekanisme pertahanan untuk melindungi diri dari lingkungan yang
merusak, merupakan cara untuk menyembuhkan diri. Respon individu adalah
menggunakan energi sistemik yang ada dalam dirinya untuk membuang iritan
yang merugikan.
3). Respon terhadap stres
Merupakan respon defensif dalam bentuk perubahan yang tidak spesifik pada
manusia, perubahan struktural dan kehilangan energi untuk beradaptasi secara
bertahap terjadi sampai rasa lelah terjadi atau sampai dengan pasien atau individu
berespon terhadap pelayanan keperawatan.
4). Kewaspadaan perseptual
Informasi dan pengalaman hidup hanya bermanfaat ketika diterima secara utuh
oleh individu, semua pertukaran energi terjadi dari individu ke lingkungan dan
sebaliknya. Hasilnya adalah aktivitas fisiologi atau tingkah laku, respon ini sangat
tergantung kepada kewaspadaan perceptual individu, hanya terjadi saat individu
menghadapi lingkungan baru di sekitarnya dengan cara mencari dan
mengumpulkan informasi yang bertujuan untuk mempertahankan keamanan
dirinya.
Beberapa proses adaptasi dapat berhasil, namun beberapa yang lain bisa tidak
dapat berhasil atau gagal. Penekanan pada proses adaptasi ini adalah mengenai
tingkatan bukan pada proses berhasil atau gagal, jadi tidak mengenal proses
maladaptasi.
2.2.2 Wholeness
Konsep Wholeness dari Levine didasari dari teori Erikson; different between
total and whole (1986) yang menyatakan :
“wholeness emphasizes a sound, organic, progressive, mutuality between
diversified fungtion and parts within an intirety, the boundaries of which open
and fluen”). Dari definisi yang dikemukakan oleh Erikson diatas, Levine
menganggap bahwa Wholeness merupakan system terbuka dan menggabungkan
bagian-bagian untuk sebuah keutuhan untuk menghadapi perubahan lingkungan.
Wholeness didasarkan pada uraian keseluruhan sebagai satu sistem terbuka yang
Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013
29
Universitas Indonesia
berarti wholeness menekankan suatu bunyi, organik, dan progresif yang sama
antara fungsi-fungsi yang beraneka ragam dan bagian secara keseluruhan, serta
batasan-batasan yang bersifat terbuka (Levine dalam Parker,2001).
2.2.3. Konservasi
Konservasi berarti cara yang kompleks untuk melakukan fungsinya pada saat
tantangan berat menghalanginya. Konservasi juga menjelaskan suatu sistem yang
kompleks yang mampu melanjutkan fungsi ketika terjadi tantangan yang buruk.
Dalam hal ini bahwa individu mampu untuk berkonfrontasi dan beradaptasi demi
mempertahankan keunikan mereka. Melalui konservasi ini individu mampu
menghadapi tantangan, melakukan adaptasi dan tetap mempertahankan keunikan
pribadi. Perhatian utama pada konservasi adalah menjaga keutuhan individu
(Levine dalam Parker, 2001 dan Tomey & Alligood, 2006).
Model Konservasi “Levine” berfokus pada individu sebagai makhluk yang
holistik, dan bidang utama dari perhatian perawat dalam pemeliharaan individu
secara keseluruhan. Polit & Henderson (1995) mendefinisikan ilmu keperawatan
sebagai dukungan dan intervensi terapeutik berdasar pada ilmu pengetahuan atau
terapeutik (Ruddy, 2007). Model Levine menekankan pada proses interaksi dan
intervensi keperawatan yang diberikan dimana bertujuan untuk peningkatan
kemampuan beradaptasi dan mempertahankan keutuhan tersebut.
Tindakan keperawatan berdasar pada empat prinsip, yaitu (Levine dalam Ruddy,
2007):
1). Konservasi energi
Merupakan keseimbangan dan perbaikan energi yang dibutuhkan individu untuk
melakukan aktivitas. Hal tersebut juga termasuk keseimbangan energi input dan
output untuk menghindari kelemahan yang berlebihan. Contohnya adalah proses
penyembuhan dan proses penuaan. Intervensi keperawatan dilakukan untuk
mengurangi ketergantungan terhadap pemenuhan kebutuhan. Contoh lain adalah
istirahat yang adekuat, mempertahankan nutrisi yang adekuat dan aktivitas.
Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013
30
Universitas Indonesia
2). Konservasi Integritas struktural
Penyembuhan adalah proses perbaikan integritas struktur dan fungsi dalam
mempertahankan keutuhan diri. Contohnya bila menghadapi individu pasca
amputasi, perawat harus membantu individu tersebut untuk menuju tingkat
adaptasi baru. Contoh tindakan lain adalah membantu klien dalam latihan
ROM, mempertahankan personal hygiene klien, merawat luka dan sekitarnya
dengan baik.
3). Konservasi Integritas personal
Menyadari pentingnya harga diri dan identitas diri klien serta penghormatan
terhadap privasi. Dalam hal ini, perawat dalam melakukan intervensi
keperawatan harus menghargai keberadaannya seperti menghargai nilai dan
norma yang dianut serta keinginannya, menyapa dengan sopan, meminta izin
sebelum melakukan tindakan dan melakukan tahapan terminasi setelah
melakukan tindakan dan sebelum meninggalkan klien. Selain itu, perawat
juga memahami, menghargai dan melindungi kebutuhan akan jarak (space).
4). Konservasi Integritas sosial
Keterlibatan anggota keluarga dalam pemenuhan kebutuhan keagamaan atau
spiritual dan penggunaan hubungan interpersonal. Individu mendapatkan
makna kehidupan melalui komunitas sosial. Perawat membantu
menghadirkan anggota keluarga dan menggunakan hubungan interpersonal
untuk menjaga integritas sosial.
2.2.4 Implikasi Praktek Keperawatan Model levine
Praktik keperawatan diarahkan pada peningkatan wholeness untuk semua
individu baik yang sehat maupun yang sakit. Pasien merupakan partner atau
participant dalam asuhan keperawatan. Tujuan keperawatan untuk mengahiri
ketergantungan secepat mungkin. Metodelogi praktek menurut Levine adalah
proses keperawatan yang diarahkan menuju konservatif yang terdiri dari tiga
langkah yaitu (Levine dalam Schaefer,2006):
1). Trophicognosis
Levine merekomendasikan Trophicognosis sebagai suatu alternative diagnose
keperawatan. Trophicognosis merupakan formula dalam asuhan keperawatan
Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013
31
Universitas Indonesia
yang dicapai melalui metode ilmu pengetahuan. Perawat mengobservasi dan
mengumpulkan data yang akan menentukan asuhan keperawatan.
Perawat mengkaji konservasi energi pasien dengan menentuan kemampuan
pasien untuk menunjukan kebutuhan aktivitas tampa menghasilkan
kelemahan yang berlebihan.
Perawat beserta pengalaman hidup pasien mengkaji konservasi integritas
structural dengan menentukan fungsi fisiknya.
Perawat mengkaji integritas personal pasien dengan menentukan nilai moral
dan etis serta pengalaman hidup pasien. Perawat mengkaji konservasi
integritas pasien dengan berbicara dengan anggota keluarga pasien, teman
dan lingkungan konseptual.
2). Intervensi/tindakan.
Perawat mengimplementasikan rencana asuhan keperawatan disesuaikan
dengan struktur kebijaka dan administrative, ketersediaan alat, dan
pengembangan standar keperawatan
Tipe intervensi keperawatan meliputi :
a). Terapeutik
b). Supportif
c). Intervensi yang dibangun dari 4 (empat) prinsip konservasi yang terdiri
konservasi energi, konservasi integritas struktural, konservasi integritas
personal dan konservasi integritas sosial.
3). Evaluasi
Perawat mengevaluasi pengaruh dari tindakan yang sudah dilakukan serta
merevisi Trophikognosi jika dibutuhan. Indikator keberhasilan intervensi
ditentukan dengan respon organismik pasien.
2.3 Penerapan Model Konservasi Levine
1). Proses Keperawatan Levine dengan menggunakan pemikiran kritis
Manusia memerlukan masukan- masukan berkelanjutan secara sengaja bagi
diri mereka dan lingkungannya agar bisa hidup dan berfungsi alami
Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013
32
Universitas Indonesia
2). Human agent memiliki kekuatan untuk dilatih dalam membentuk
perawatan bagi dirinya dan juga yang lain dalam upaya mengenali kebutuhan
dan bagaimana membuat masukan yang dibutuhkan.
3). Pengalaman manusia terkait dengan tindakan keperawatan bagi diri
sendiri dan orang lain melibatkan pengaturan fungsi masukan- masukan.
4). Human agent dilatih untuk menemukan, mengembangkan, dan
meneruskan ke berbagai jalan untuk mengidentifikasi kebutuhan- kebutuhan
dan membuat masukan untuk dirinya dan orang lain.
5). Berbagai kelompok berhubungan dan bertanggungjawab menjaga anggota
kelompok yang kurangan pengalaman untuk dapat memberikan masukan
Proses Keperawatan Levine dengan menggunakan pemikiran kritis (Tomey, 2006)
Proses Pembuatan keputusan
Pengkajian
Mengumpulkan data provokatif
melalui wawancara dan observasi
dengan menggunakan prinsip
konservasi
1. Konservasi energi
2. Integritas struktur
3. Integritas personal
4. Integritas sosial
Perawat mengobservasi pasien
dengan melihat respon organisme
teradap penyakit, membaca catatan
medis, evaluasi hasil diagnostik dan
berdiskusi dengan pasien tentang
kebutuhan akan bantuannya.n
Perawat mengkaji pengaruh
lingkungan eksternal dan internal
pasien dengan prinsip konservasi.
Fakta provokatif yang perlu dikaji:
1. Keseimbangan suplai dan
kebutuhan energi
2. Sistem pertahanan tubuh
3. harga diri
4. Kesiapan seseorang dalam
berpartisipasi dalam sosial sistem
Keputusan Tropihicognosis
Diagnosa keperawatan
Fakta provokatif disusun
Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013
33
Universitas Indonesia
menyimpulkan fakta provokatif sedemikian rupa untuk
menunjukkan kemungkinan dari
kondisi pasien. Sebuah keputusan
mengenai bantuan yang dibutuhkan
pasien dibuat . Keputusan ini
disebut tropihicognosis
Hpotesis
Mengarahkan intervensi
keperawatan dengan tujuan untuk
keutuhan dan promosi adaptasi
Berdasarkan keputusan, perawat
memvalidasi masalah pasien, lalu
mengemukakan hipotesis tentang
masalah dan solusinya. Ini disebut
rencana keperawatan.
Intervensi
Uji hipotesis
Perawat menggunakan hipotesis
untuk memberi arah dalam
melakukan perawatan.
Intervensi dilakukan berdasarkan
prinsip konsevasi, yaitu konservasi
energi, struktur, personal dan
sosial.
Pendekatan ini diharapkan mampu
mempertahankan keutuhan dan
promosi adaptasi.
Evaluasi
Observasi repon organisme
terhadap intervensi
Hasil dari uji hipotesa dievaluasi
dengan mengkaji respn organisme
apakah hipotesis membantu atau
tidak.
Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013
34
Universitas Indonesia
Beberapa keterbatasan ketika keempat prinsip Conservational Model
diterapkan:
a. Konservasi energi, adalah untuk menghindari penggunaan energy yang
berlebihan dan mencegah kelelahan. Hal ini diatur dalam perawatan, dengan
gerakan terbatas seperti klien lumpuh, teori Levine itu tidak berlaku.
b. Pada konservasi integritas struktural, fokusnya adalah untuk melestarikan
struktur anatomi tubuh serta untuk mencegah kerusakan struktur anatomi. Ini,
memiliki keterbatasan. Dalam kasus-kasus dimana struktur anatomis tidak
begitu sempurna tapi tanpa diidentifikasi cacat atau masalah seperti dalam
operasi plastik, prosedur seperti perangkat tambahan payudara dan
liposuctions; integritas struktural seseorang menjadi pilihan pasien mencari
kecantikan fisik dan kepuasan psikologis yang perlu di pertimbangkan. Jika
menurut Levine, prosedur tidak boleh dipromosikan.
c. Pada konservasi integritas personal, perawat diharapkan memberikan
pengetahuan dan kebutuhan pasien harus dihormati, dilengkapi dengan
privasi, didorong dan psikologis didukung. Keterbatasan di sini akan berpusat
pada klien yang secara psikologis terganggu dan lumpuh dan tidak bisa
memahami dan menyerap pengetahuan, pasien koma yaitu, individu atau
klien bunuh diri.
d. Konservasi integritas sosial adalah untuk melestarikan dan pengakuan dari
interaksi manusia, terutama dengan klien, orang lain yang signifikan yang
terdiri dari sistem dukungannya. Keterbatasan khusus untuk ini, adalah ketika
klien tidak memiliki orang lain yang signifikan seperti ditinggal sejak anak-
anak, pasien psikiatris yang tidak mampu berinteraksi, klien tidak responsif
seperti orang tak sadar, fokus di sini adalah tidak lagi pasien sendiri namun
orang-orang yang terlibat dalam perawatan kesehatannya.
e. Dapat diterapkan pada individu sakit namun tidak dapat dilakukan pada
kelompok atau komunitas sehat.
Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
BAB 3
ANALISIS PERAN PERAWAT SEBAGAI PEMBERI ASUHAN
KEPERAWATAN PADA KASUS KELOLAAN
Pada bab ini akan dibahas mengenai peran perawat spesialis sebagai pemberi
asuhan keperawatan pada gangguan sistem muskuloskeletal yang mempunyai
tanggung jawab terhadap asuhan keperawatan terutama sebagai advisor untuk
masalah keperawatan sistem muslukoskeletal. Disini akan dipaparkan
gambaran peran perawat terhadap 30 orang pasien yang menjadi kasus
kelolaan, dengan kasus yang mengalami berbagai macam gangguan pada
sistem muskuloskeletal di ruang Gedung Profesor Dr Soelarto (GPS) di lantai
I Rumah Sakit Umum Pusat/RSUP Fatmawati. Dari ke 30 kasus tersebut satu
diantaranya menjadi kasus utama yang dibahas secara lengkap dan 29 lainnya
akan dilampirkan dalam bentuk resume.
3.1 Gambaran kasus utama:
Identitas Pasien
Tn I. usia 18 tahun korban karena kecelakaan lalu lintas, mengalami multipel
fraktur (fraktur terbuka femur sinistra derajat IIIB, fraktur tertutup pada tibia
dan radius sinistra). Pendidikan pasien lulus SMA, pekerjaan sebagai pegawai
swasta yang baru memulai bekerja beberapa bulan setelah lulus sekolah.
Riwayat keperawatan; tanggal 10/3-2013 sore hari menjelang malam terjadi
kecelakaan saat pulang kerja mengendarai sepeda motor ditabrak dari
samping, pasien jatuh dan pingsan lalu ketika sadar pasien merasakan tangan
kiri dan kaki kiri nyeri dan tidak dapat digerakkan, pasien mengalami patah
tulang tertutup pada radius dan tibia kiri serta patah tulang terbuka pada
femur kiri, pasien langsung dibawa ke Unit Gawat darurat (UGD) RSUP
Fatmawati kemudian dikonsulkan ke dr Orthopedi dan dr bedah Orthopedi,
diinstruksikan untuk segera operasi, dengan persiapan operasi Peack Red
Cell/PRC 1000cc, Fresh Frozen Plasma/FFP 500cc, konsul anastesi acc untuk
operasi.
Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013
36
Tanggal 10/3-2013 malam hari jam 22.00 dilakukan operasi setelah enam jam
post kecelakaan dengan anastesi general, bagian radius dan tibia kiri
dilakukan Open reduction internal fixation (ORIF) karena pada radius dan
tibia mengalami fraktur tertutup dan shaft femur kiri mengalami fraktur
terbuka dan banyak jaringan lunak yang hancur ( grade IIIB) sehingga pada
shaft femur dilakukan tindakan Open Reduction External Fixation (OREF),
dengan 3pin distal dan 3 pin proximal.
3.2 Pengkajian dilakukan tanggal 11/3-2013, Dengan Pendekatan model
Levine meliputi:
3.2.1 Integritas energi
Pasien Post operasi sepuluh jam pertama dengan anastesi general, pada
pemeriksaan Central Nervus System (sakit kepala, pusing+), muka pucat,
respiration( irama napas teratur, dangkal 26x/menit, batuk-, secret -),
kardiovasculer (TD 100/60mmHg, N 84x/menit, akral dingin),
gastrointestinal (mual-, muntah-, bising usus 7x/mmenit). Drain+
terhubungkan dengan botol, kateter urine dower dan infus RL berisi tramadol
untuk anti nyeri.
Diagnostic test: Lab : 9,0 gr%, leko; 8,3000, Trombosit 127.000, Erytrosit
3,4 000, Hasil Rontgen; external fiksasi/OREF bagian shaft femur dan
Internal fiksasi/ORIF bagian Radialis dan tibia sinistra. Faktor external
pasien sebelum dirawat yang mempengaruhi integritas energi; tidak pernah
merokok dan minum alkohol
Integritas struktur:
St lokalis: Radialis, ulnarus, Femur, cruris sinistra. bagian radius terpasang
ORIF, dan bagian shaft femur terpasang OREF dengan 3pin distal dan 3 pin
proximal, luka terbalut elastis verban tidak ada rembesan, pada 24 jam post
operasi, perdarahan post operasi lewat drain + 150 cc, urine 500cc /8jam
Inspection: Femur dengan External Fixation, swollen +, drain+, tibia, radialis
Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013
37
terpasang internal fixation. Feel: Tenderness+, pain+ score 7, NVD+ (
sensasi nyeri pada ujung extremitas, CRT ≤ 3detik, Move : limited, total care
Faktor external; pasien tidak mempunyai riwayat alergi obat maupun
makanan, tidak pernah mengalami kecelakaan sebelumnya dan kecelakaan ini
merupakan yang pertamakali, pasien tidak mengerti tentang perawatan
komplikasi dari patah tulang.
Integritas personal:
Pasien sering tampak sedih dan pendiam, merasa kehilangan kesempatan
untuk bekerja dan masa depan yang tidak pasti, kurang kooperatif, respon
terhadap perawat kurang, sering tidak mau melihat perawat. tampak sering
emosi dengan ibunya kalau kakinya disentuh.
Integritas sosial:
Hubungan dengan orang tua terutama ibunya sangat dekat dan manja karena
pasien anak terkecil dalam keluarga, sedangkan dengan bapak kandungnya
sudah tidak serumah. Hubungan dengan teman temannya cukup baik tidak
punya masalah atau musuh sesama remaja ataupun teman sekantor maupun
teman sekolah, dengan keluarga besar dari ibu maupun bapaknya tetap ada
silahturahmi.
3.2.2 Analisa Data berdasarkan Trophicognosis Levine/ Diagnose
Keperawatan mengacu pada Model Levine dan NANDA.
Klasifikasi data Keputusan Penyebab
S:
- Pasien mengatakan
nyeri daerah
pemasangan pin Oref
dan daerah orif terutama
ketika bergerak. Tangan
sebelah kiri tidak dapat
digerakkan dan nyeri
Kerusakan Integritas
energi
1. Nyri/. Pain
2.Penurunan perfusi
jaringan
Terputusnya kontinyuitas
tulang dan dan jaringan
terpasang Orif dan Oref.
Penurunan transpot
oksigen ke jaringan. Dan
Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013
38
serta kaku tidak bisa
mengepalkan tangan
- Pasien mengatakan
selama pakai Oref terasa
lelah, kaki terasa sakit
dan berat, O:
- Pasien selalu meringis
dan kadang kadang
menjerit bila kaki
diangkat untuk pindah
posisi miring
kiri&kanan full dibantu
- Sekala nyeri 6-7
- Pada palpasi dan
pergerakan, nyeri
meningkat
- Edema (+) diregio
femur dan tibia sinistra
- T 100/80, N 84, P
24x/menit. Hb 9.gr%,
kekuatan otot tangan
dan kaki kiri tidak
terkaji.
- Hasil Ro Fr shaft femur
tibia sinistra open
fracture, hasil
laboratorium Hb 9 gr%,
terpasang drain dan
kateter.
- Aktivitas se hari hari
dibantu
- Isotonis, isometric kaki,
3. Gangguan mobilisasi
kerusakan neuromuskuler
Kelemahan fisik (
multipel fraktur)
Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013
39
tangan kiri, Rentang
gerak terbatas,
kekuatan otot tangan
dan kaki kiri tak terkaji.
Tangan dan kaki kanan
maximal.
S:
-Pasien mengatakan ada
luka pada daerah
terpasang pin Oref terasa
sakit seperti ditusuk lebih
sakit kalau bergerak
O: Tampak
tampak luka yang dibalut,
ada rembes dua lapis kasa
warna kuning, bengkak
daerah femur dan tibia.
Hb 9 gr%
Integritas struktur
4.Risiko infeksi/ Risk of
infection
5.Risiko kerusakan
integritas kulit
Multiplefarkture; pod de
entry microorganisme
melaui ; pin site dan wire
Oref pada open fracture
shaft femur kiri,
hilangnya pertahanan
primer skunder terhadap
adanya luka pin Oref.
S: pasien mengatakan
sedih tidak bisa kerja lagi,
hanya tiduran di tempat
tidur, tidak sabar
menunggu proses
penyemembuhan.
O: Tampak sedih, dan
pandangan mata kosong,
diam tidak kooperatif
Integritas personal
6. Anxiety/ cemas
Kurang pemahaman
terhadap kondisi sakitnya,
merasa kehilangan
kesempatan bekerja dan
tidak punya masa depan.
S:
Pasien mengeluh lama
tidak bisa bekerja dan
tidak ketemu teman
teman, di rumah sendiri
Integritas sosial
7. Isolasi diri, menarik
diri
Kelemahan fisik,
keterbatasan mobilisasi,
kerusakan organ tubuh (
fraktur multipel).
Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013
40
tanpa ada orang lain
kecuali ibunya,
Nursing Diagnosis/ Clinical Problem
Integritas Energy
1. Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinyuitas tulang dan jaringan adanya
multipel fraktur (femur, tibia dan radius sinistra pasca bedah Orif dan Oref)
2. Gangguan mobilisasi berhubungan dengan nyeri pemasangan Orif dan Oref 24
jam pertama pasca bedah
3. Risiko penurunan perfusi jaringan perifir, penurunan mekanisme pertahan
tubuh dan transpot oksigen
Integritas Struktur
4. Risiko infeksi/ Risk of infection berhubungan masuknya microorganisme
melalui pin site Oref ( port d, entry microorganism) dan personal Hygiene
eliminasi bowl di TT
5. Risiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan hilangnya pertahanan
primer skunder terhadap adanya luka pin Oref.
Integritas personal
6. Cemas/Anxiety berhubungan dengan karena kondisi sakitnya dan kehilangan
pekerjaan/jobless, suport ekonomi orang tua lemah.
Integritas sosial
7. Isolasi diri, menarik diri berhubungan dengan kelemahan fisik, karena
kerusakan organ extremitas atas dan bawah ( fraktur multipel)
3.2.3 Hypothesis/intervensi berdasarkan Model konservasi Levine danNOC
NIC :
No Diagnosis Tujuan/NOC Intervensi/NIC
1. Kerusakan
integritas energi
a. Nyeri / Nyeri
Mengembalikan energi
secara utuh (Wholeness)
Dapat beradaptasi dengan
nyeri
Suportif:
Konservasi energi. /
manajemen energi;
Rest period management,
Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013
41
b. Gangguan
mobilisasi
c. Gangguan
perfusi jaringan
perifir
Perfusi jaringan
meningkat, perdarahan
tidak ada
Mobilisasi secara
bertahap
Dapat beradaptasi dengan
kebutuhan activitas
sehari hari/Activity daily
living tolerance.
Perfusi jaringan
meningkat, CRT≤ 3detik
education deep
breathing,. Pain
management, teknik
relaxasi,cold kompress
Therapy
Kolaborasi anti nyeri jika
diperlukan.
Supportif:
Manajemen energi:
:motivasi untuk
mobilisasi, posturing tiap
2jam.exercise; ankle pum,
isometric dan isotonis
Manajemen nutrisi dan
cairan ( nutrisi TKTP dan
cairan minimal 2,5
liter/24 jam. Extra feeding
Therapy:
Kolaborasi penggunaan
alat bantu jalan
Kolaborasi ahli gizi dan
extra vitamin
Supportif:
Monitor CRT tiap 2,
observasi
Hemodinamic;TTV tiap 4
jam, TD, N, warna kulit,
perabaan, hilang rasa,
edema.
Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013
42
Elevasi daerah distal pada
kaki yang fraktur, exercise
flexi, extensi, abduksi dan
aduksi jari jari tangan dan
ankle pum tiap 2 jam 10x,
Therapy:
Cek Hb dan kolaborasi
untuk transfusi
Kalau perlu Oksigen
2. Kerusakan
integritas struktur
a. Risiko infeksi
/Risk of infection
b. Risiko kerusakan
integritas kulit
Terjadi pemulihan
Integritas struktur secara
bertahap tidak terjadi
infeksi;
Luka kering, tidak ada
tanda tanda infeksi
Kerusakan integritas kulit
dapat dicegah, tidak
terdapat pressure ulser
Supportif
Wholeness; Wound
management; rawat luka
post operasi dan pin site
care dengan
Chlohexidine, monitor
tanda tanda infeksi,
bengkak, berexudat, nyeri
daerah luka.
Therapy;
Pemberian antibyotik
sesuai dengan program
Diet TKTP
Supportif:
Management of Personal
hygiene , nutrisi dan
cairan;.
Motivasi untuk posturing
tiap dua jam, lakukan
massage pada daerah
tertekan, ajarkan keluarga
Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013
43
untuk melakukan massage
pada daerah yang
tertekan.
Therapy
Kolaborasi mobilisasi
dengan monky bar untuk
mengurang lamanya
daerah tertekan.
Berikan lotion pada
daerah tertekan
3. Integritas personal
Anxiety
Reduse Anxiety
Support;
Kaji penyebab cemas dan
sedih, pendekatan secara
holistik, motivasi untuk
bersemangat.jelaskan
proses penyembuhan,
ajarkan teknik relaksasi.
4. Integritas sosial
Isolasi diri, menarik
diri
Kontak sosial meningkat
Support;
Kaji potensi yang
dimiliki, kelebihan pasien
berikan pujian,
bangkitkan rasa percaya
dirinya.
Edukasi untuk selalu
menjalin silahturahmi
dengan teman teman
lewat Hand phone, buka
wawasan dengan
membaca buku atau
search di internet, jaga
personal hygiene.
Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013
44
3.2.4 Implementasi yang dilakukan pada kasus kelolaan berdasarkan masalah
yang muncul sesuai dengan dengan kebutuhan pasien (wholeness).
Diagnosis Activity
1. Integritas Energi
Nyeri/ Pain
Gangguan mobilisasi
Konservasi energi:
Supoportif
1. Kontrol penurunan nyeri setiap 2jam
2. Latih nafas dalam teknik relaxsasi 10x setiap dua
jam dan terapi musik menggunakan HP, dan tehnik
distruction setiap pasien merasa nyeri
3. Identifikasi apa yang memperberat keluhan nyeri
klien, pendekatan secara holistik.
4. Mempertahankan posisi Oref yang tepat pada kaki
kiri untuk mencegah tahanan terhadap Oref, dengan
mengganjal bantal diobservasi setiap 2 jam.
Therapy
5. Memberikan analgetik ketorolac jika nyerinya
dengan skala ≥ 6
Supportif:
Maintenance Integritas struktur :
1.Memposisikan pada kesejajaran tubuh yang tepat
tiap dua jam
2. Ajarkan dan simulasikan tentang ROM, aktif &pasif,
ankle pum 10x dilakukan setiap dua jam.
3. Latihan isometric dan isotonis setiap 2 jam serta flexi
dan extensi, abduksi pada jari jari tangan.
4. Observasi adanya komplikasi akibat immobilisasi.
5. Motivasi duduk di pinggir tempat tidur dengan kaki
diayun ayun.
Therapy
Kolaborasi fisioterapi dan persiapan alat bantu jalan
Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013
45
Gangguan perfusi
jaringan perifir
pada hari kelima
Supportif:
1. Monitor NVD: CRT ≥ 311
tiap 2, observasi TTV tiap
4 jam, TD 100/60 mmHg, N 88x/menit, warna kulit
pucat, perabaan pada distal dingin, edema disekitar
luka +.
2. Elevasi daerah distal pada kaki dan tangan yang
fraktur, exercise flexi, extensi, abduksi dan aduksi
jari jari tangan dan ankle pum tiap 2 jam 10x,
Therapy:
3. Cek Hb hasil 9 gr% dan kolaborasi transfusi 2 pack
(500 cc PRC)
4. Monitor reaksi kelancaran transfusi dan reaksinya.
Risiko infeksi.
Risiko kerusakan
integritas kulit
Supportif:
Maintenance Integritas struktur dan integritas personal
1.Monitor tanda infeksi luka operasi, insersi pin,
bengkak,merah, bernanah, jaringan granulasi setiap
mengganti balutan (Extremity wound healing).
2. Lakukan perawatan pin site dan wound site dengan
chlorhexidine 0,2%
4. Observasi sirkulasi, gerakan, sensasi pada
ekstermitas yang terpasang Oref dan orif
Therapi:
1. Cetriaxon,3x1gr IV
2. Diberikan makan dengan nutrisi yang mencukupi,
protein; susu, telor untuk energi.
Supportif
1. Observasi pada kulit dengan tulang-tulang yang
menonjol untuk mengetahui adanya tanda-tanda
kerusakan kulit
2.Perawatan kulit pada titik-titik yang dapat
Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013
46
menimbulkan gesekan diberikan body lotion.
3. Ajarkan keluarga untuk massage ringan pada daerah
daerah tertekan dengan body lotion
4. Jelaskan pada pasien untuk minum air putih 2,5 liter
perhari serta makan buah2an, sayuran yang cukup.
5. Monitor kemampuan perawatan diri selama
immobilisasi
Therapy:
Penggunaan monky bar untuk mengangkat badan
mencegah tekanan yang lama.
3.Integritas personal
dan sosial
Cemas/Ansiety/ isolasi
diri
Konservasi integritas personal dan sosial:
Supportif
1. Beri edukasi tentang proses penyembuhan luka
2. Suport mental dengan pendekatan holistik
3. Motivasi untuk tetap bersemangat, dalam hidup
selalu ada dua sisi, harus mampu beradaptasi.
4. Memberikan lingkunganyang tenang tenang hindari
tamu yang belebih.
5. Kaji hubungan klien dengan keluarga besar, teman
teman yang dapat memberikan suport pada klien
6. Jelaskan agar tetap menjalin hubungan pertemanan
lewat Hp atau email.
3.2.5 Evaluasi Respon pasien Tanggal 12 maret 2013
S: Keluhan nyeri berkurang , makan dan minum tidak ada masalah selalu habis,
Bab satu kali sehari, bak lancar dengan urinal di TT dibantu keluarga juga
perawat
O: KU pasien baik dengan hemodinamik stabil; T 100/70 mmHg, N 84x/menit,
komunikasi dengan perawat lebih baik baik, skala nyeri 6 dengan indikator
bila klien bergerak mengangkat badan keatas meringis ringan sambil tarik
napas dalam masih diberikan analgetik. Pin site hari ke 2 post operasi ganti
balutan luka basah. Drain+ 100cc dan kateter urine 500/8 jam masih terpasang.
Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013
47
A: Masalah nyeri masih ada namun ada penurunan skala nyeri dan peningkatan
toleransi dalam mobilisasi serta risiko infeksi teratasi.
P: Intervensi tetap dipertahankan
1). Teknik relaxasi napas dalam dan terapi musik dilanjutkan.
2). Kebersihan lingkungan dan ketenangan pengunjung.
3). Keamanan klien dari risiko jatuh, penghalang TT tetap terpasang
4). Posisi pasien dan Oref tetap terawat dengan baik, kenyamanan klien
menjadi perhatian
5). Perawatan pin site tiap hari dengan chlorhexidine
6). Cairan dan nutrisi sesuai kebutuhan, minum 2,5 l perhari minimal, protein
dan mineral tinggi untuk meningkatkan energi dan penyembuhan lukah .
7). Berikan edukasi tentang hygiene klien untuk mencegah risiko infeksi.
Tanggal 13-14 Maret 2013.
S: Keluhan nyeri masih ada namun ringan, pasien mengatakan luka masih sakit
bila dirawat, suport dari ibu dan teman temannya sangat baik.
O: Klien diam dan masih sedih dengan teman sekamarnya kurang bicara
Hemodinamik stabil; T 110/60mmHg, N 80x/menit, P20x/menit, S 36, drain
dan kateter diangkat hari ke3 post operasi. Dengan pendekatan secara holistik
akhirnya pasien mau kooperatif dan senyum ketika diajak bicara.
A: Masalah nyeri dan risiko infeksi masih ada, cemas berkurang.
P: Pasien dipersiapkan untuk mobilisasi bertahap
1). Tingkatkan selera makan dan ukur BB atau Lila ( Improved appetite ,weight
gain ).
2). Perhatikan pendekatan secara holistik pada pasien maupun keluarga ( See
values the holistic approach to all individual, well or sick).
3). Berikan suport mental pada pasien agar tenang menjalani perawatan.
3.3 Pembahasan kasus utama adalah sebagai berikut :
Penerapan Model Levine pada asuahan keperawatan kasus utama dengan tahapan
proses keperawatan yang meliputi pengkajian,perumusan diagnosa keperawatan,
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Dalam analisis ini dibahas tentang
Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013
48
masalah keperawatan yang muncul pada kasus utama, faktor pendukung,
hambatan serta solusinya. Pengkajian dengan pendekatan teori Model Levine
lebih mudah dan sistematis sangat cocok diterapkan pada pasien yang mengalami
fraktur terbuka, pasien kehilangan energi karena perdarahan, dengan terputusnya
kontinyuitas tulang dan jaringan/ kerusakan integritas struktur tubuh
mengakibatkan kekuatan penyangga tubuh menurun sehingga pasien mengalami
kelelahan/patique. Dengan kondisi yang dialami pasien dapat menimbulkan putus
asa, sedih sehingga integritas personal dan tsosial terganggu karena harus
menjalani perawatan lama, kehilangan waktu untuk bersosialisasi. Kondisi yang
dialami pasien menuntut kompetensi perawat dalam memulihkan adaptasi pasien
secara utuh (Wholeness), teori model Levine sangat tepat diterapkan pada kasus
diatas.
Dari hasil pengkajian. tujuh diagnosa keperawatan yang dirumuskan pada kasus
ini yang meliputi: nyeri, gangguan mobilitas fisik, penurunan perfusi jaringan dan
risiko infeksi, risiko kerusakan integritas kulit, serta cemas/anxiety, isolasi diri.
Diagnose keperawatan yang ditemukan pada pasien adalah hasil pengkajian dan
observasi model Levine, lalu dibuat kepetusan/ Trophicognosis berdasarkan
Model konservasi Levine. Namun ketidak adanya format yang baku pada
diagnose, intervensi dan implementasi Model Levine. Solusinya adalah
mengkombinasikan dengan NANDA dan NIC NOC.
Pembahasan secara singkat tentang diagnosa keperatan yang muncul pada kasus:
1). Nyeri; diagnosa ini ditegakkan atas dasar adanya keluhan nyeri pada area
terpasang pin Oref dan luka operasi dengan skala 6-7, pada palpasi dan
pergerakan nyeri meningkat, edema (+) di regio fraktur kaki dan tangan sinistra
ketika digerakkan.
Nyeri adalah fenomena universal hampir setiap orang pernah mengalami.
Pengalaman nyeri merupakan proses yang komplek, melibatkan berbagai kejadian
secara biokimia maupun elektrikal dimulai dengan kerusakan jaringan (tissue
damage),transduksi /transduction), transmisi(transmission), persepsi (perception)
Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013
49
dan modulasi (modulation). Akibat nyeri yang timbul maka pasien akan
kehilangan banyak energi, dengan demikian dibutuhkan konservasi energi.
Kerusakan jaringan/kerusakan integritas struktur pada pasien ini terjadi akibat
suatu gaya/energi mengenai jaringan tubuh, Pada proses ini jaringan tubuh yang
cedra melepaskan zat kimia imflamatori ( excitatory neurotransmitter),seperti
histamin dan bradykinin ( sebagai vasodilator yang kuat) yang menyebabkan
edema, kemerahan dan nyeri. Bradykinin juga menstimulasi pelepasan
prostaglandin dan substance P, suatu neurotransmitter yang meningkatkan
pergerakan impuls nyeri melewati sinap syaraf. Setelah itu terjadi proses
transduksi yaitu perubahan energi stimulus menjadi energi elektrik, yang
kemudian dilanjutkan dengan proses transmisi dihantarkan dengan cepat melalui
spinal cord sampai otak. Setelah impuls nyeri mencapai otak maka proses
selanjutnya dari fisiologi nyeri adalah proses persepsi. Pada saat ini otak
menginterpretasi signal, memproses informasi dari pengalaman, pengetahuan dan
budaya serta mempersepsikan nyeri, pada saat ini individu mulai menyadari nyeri.
Proses akhir dari fisiologi nyeri adalah modulasi yaitu saat otak mempersepsikan
nyeri, tubuh melepaskan neuro modulator seperti opioids, serotonin,
norepinephrine dan gamma amynobutiric asid. Zat zat kimia tersebut
menghalangi/menghambat transmisi nyeri dan membantu menimbulkan keadaan
analgesik yang berefek menghilangkan nyeri. Proses inhibisi ini disebut sebagai
modulasi. Mengatasi nyeri dengan manajemen nyeri: konservasi energi, dengan
mengkaji status nyeri klien, edukasi dengan menjelaskan dan mengajarkan teknik
relaksasi juga sambil mendengarkan musik menggunakan HP. Pasien dengan Oref
mempertahankan posisi pin dan mencegah tahanan pin Oref.
2). Gangguan mobilitas fisik
Perumusan diagnosa ini didasarkan atas adanya keluhan tidak bisa turun dari TT
setelah dipasang Oref dan Orif, kerusakan integritas energi, kerusakan integritas
struktur, sehingga keterbatasan dalam melakukan aktivitas sehari hari secara
mandiri dan memerlukan bantuan orang lain. Hasil rontgen mengindikasikan close
Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013
50
fracture radius, shaft tibia, open fracture shaft femur, adanya deformitas tulang
femur,tibia ,radius sinistra dengan ROM terbatas. Hal tersebut sesuai dengan
pandangan Carpenitto (2006) untuk menegakkan diagnosa keperawatan ini data
pendukung baik mayor maupun minor. Data tersebut antara lain terganggunya
kemampuan untuk bergerak sesuai yang diinginkan didalam lingkungannya (
ambulasi, berpindah tempat) dan keterbatasan rentang gerak karena pasien
mengalami kerusakan integritas strutur tulang, otot dan sendi sehingga kekuatan
mobilisasi menurun. Namun dengan dengan asuhan keperawatan yang memadai
berangsu angsur patique berkurang yang ditandai hari keempat post opersi pasien
mulai mobolisasi duduk dipinggir tempat tidur, hari kelima post operasi pasien
belajar pakai kursi roda
3). Penurunan perfusi jaringan terjadi pada pasien yang mengalami fraktur tulang
panjang karena akan terjadi perdarahan cukup banyak sehingga Hb turun, dengan
penurunan Hb maka traspot Oksigen ke jaringan menurun. Hb adalah afinitas
oksigen yang membawa oksigen dalam sirkulasi darah menuju sel sel seluruh
tubuh. Jika perfusi menurun ditandai dengan CRT ≥ 411
, ujung extremitas dingin,
kulit sianosis. Hal ini terjadi pada pasien karena terjadi fraktur pada tulang panjang,
Radius, femur dan tibia sinistra, setelah operasi Hb 9gr%, extremitas dingin, N
lemah 88x/menit, CRT>311
, TD 90/50mmHg
4). Risiko infeksi
Diagnosa ini ditegakkan adalah baik pre maupun post operasi; pada saat pre
operasi luka terbuka dengan grade IIIB, post operasi adanya luka insersi pin Oref
dan luka operasi orif yang memungkinkan masuknya microorganisme lewat pin site
atau wound site dan penurunan perfusi jaringan dimana Hb 9gr% karena
perdarahan, riwayat nutrisi yang kurang mendukung untuk pertahanan tubuh. Pada
pasien Tn I, infeksi tidak terjadi karena setelah diberikan perawatan luka dengan
Chlorexidine, antibyotik ceftriaxon 2x 1gr selama 5 hari, pasien mengalami
kemajuan yang ditandai dengan keluhan nyeri berkurang, luka operasi mengering,
pin site setelah dirawat dengan chlorhexidin menjadi kering dan exudatnya hilang,
Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013
51
bengkak hilang. Pasien makan dan minum selalu habis dengan porsi yang disedikan
dari RS.
5). Risiko kerusakan integritas kulit dapat terjadi pada fraktur terbuka banyak
jaringan lunak yang rusak, daerah daerah tertekan karena kelemahan fisik pasien
sehingga tidak mampu untuk ambulasi miring kiri dan kanan serta mengangkat
panggul yang mengakibatkan risiko terjadi infeksi pada daerah daerah daerah
tertekan (pressure ulser).
6). Cemas / Anxiety kondisi ini dialami oleh setiap orang yang mengalami fraktur,
baik yang mengalami fraktur terbuka, fraktur tertutup demikian pula yang
mengalami fraktur multipel. Intensitas cemas berbeda beda tergantung berat
ringannya derajat fratur yang dialami pasien. Cemas muncul karena pasien
sebagai penanggung jawab keluarga, saat mengalami masalah kesehatan yang
memerlukan perawatan lama maka akan kehilangan waktu untuk bekerja, cemas
meningkat ketika biaya perawatan tinggi, pasien tidak memiliki asuransi atau
orang tua kurang mampu untuk membiayai pengobatan di RS. Pendekatan secara
holistik oleh perawat sangat dibutuhkan agar pasien dapat beradaptasi dengan
kondisi yang dihadapi.
7). Isolasi diri, diagnosa keperawatan ini diangkat karena setelah pasien lama
menunggu proses penyembuhan akan kehilangan waktu untuk kembali bekerja
dan bersoaialisasi dengan partner kerjanya, pasien merasa tidak bisa bergabung
lagi dengan teman temannya apabila pasien masih total care, non weigh bearing.
Pada pasien yang menjadi kelolaan ini setelah tujuh hari perawatan, pasien
diperbolehkan rawat jalan. Adaptasi secara utuh (Wholeness) secara bertahap
dapat dicapai oleh pasien yang ditandai integritas energi kembali secara bertahap
dilihat dari kemampuan range of motion meningkat, mobilisasi , dilakukan secara
bertahap, integritas struktur; luka secara bertahap menuju proses penyembuhan.,
integritas personal ada peningkatan, mulai senyum dengan perawat, mau
menjawab bila disapa, integritas sosial yang belum meningkat pasien banyak diam
jarang mau berceritra. Peran perawat dalam memotivasi pasien harus terus
ditingkatkan.
Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013
52
3.4. Analisis Kasus Resume
Pada bagian ini akan diuraikan mengenai 29 kasus kelolaan lainnya yang terdiri
dari berbagai macam gangguan sistem muskuloskeletal dan merupakan bagian
dari laporan kasus ( Lampiran 1). Adapun dari jumlah 29 kasus resume adalah: 1).
Spondilitis TB T2 T 11 post debridement, 2). nonunion fraktur shaft femur dextra,
3). open Fraktur tibia sinistra dan ruptur Tendon, 4). Post Op THR a/i Osteo
Arthritis, 5). Pseudoarthrosis L femur &nonunion femur sinistra pro ORIF, 6).
Osteomyelitis kronis femur dextra post implant failure exposed,7). Close Fracture
shaft femur dan Fracture humerus sinistra, 8). Scoliosis double majorpro operasi,
9). Non Union frakture shaft femur dextra, 10). SCI EC Fractur T6-7, GPS IV,
11). HNP L4-5 pro correction, GPS Lt 4, 12). Non union post Oref Tibia Fibula (
OK Solo), 13). Fraktur Hip pro THR, (OK Solo), 14). Open Fracture (OF) Tibia
fibula dextra terjadi kerusakan pada tulang Tibia pro Oref /Illizarof(OK Solo),
15). OF tibia fibula gr IV tulang hancur pro Illizarof (OK Solo), 16). nonunion
shaft Femur dextra pro open reduction internal fixation /ORIF dan Bonegraft,
GPS1, 17). Multiple frakture ( OF tibia, fibula /cruris dan Close Fracture femur
sinistra, 18). Open Fracture Cruris Dextra, 19). Negleted fracture Ankle, 20).
Multiple fraktur :iga 2,3,4,5,6, contusio dan OF shaft tibia dextra dan tibia fibula
pro Oref, 21). Fraktur metatarsal1,2,3,4 pro debridemen K wire, 22). OF Os
calcaneus Vunus Laseratum (VL) et plantar pedis, 23). OF cruris dextra sdh
terpasang ILLizarof, 24). Open fraktur distal radius ulna dengan ORIF and
eksternal fixasi dinamik under C arm), 25). OF cruris dextra akibat kecelakaan
kereta api, 26). THR sinistra e.c Avasculer necrosis disease bilateral, 26),
Nonunion subtrokanter femur sinistra ec CF, 27). Stabilisasi cervical dan
osteomyelitis post ORIF tibia sinistra, 28). Post Total knee replacement dextra
e.c osteoarthritis, 29). Bone dilyed union cruris sin Extra fixation.
Pasien yang diambil sebagai kasus resume adalah dari berbagai kasus yang ada di
ruang Orthopedi Gedung Prof. Soelarto lantai satu dan empat juga sepintas
gambaran kasus yang ada di OK dan UGD RSO prof, Soeharso Surakarta Solo
dengan analisis sebagai berikut:
Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013
53
Pengkajian pada pasien ini dengan menggunakan Model konservasi Levine,
penulis mengambil dari berbagai umur, kenyataan yang ditemukan di RS bahwa
usia terbanyak yang mengalami fraktur adalah 18 sampai 45 tahun, pasien masih
usia produktif dan rata rata laki laki dengan penyebab terbanyak karena
mengalami trauma kecelakaan lalu lintas. Dari gambaran kasus diatas prosentase
laki laki sangat dominan mengalami fraktur, menurut analisis praktikan bahwa
laki laki usia produktif adalah usia dewasa mempunyai tanggung jawab terhadap
keluarga, sebagai kepala keluarga harus mencari nafkah, mobilitas yang tinggih
dengan aktivitas sering dilakukan diluar rumah yang membutuhkan transfortasi
cepat dengan demikian risiko kecelakaan lalu lintas tidak dapat dihindari.
Masalah muskuloskeletal yang paling banyak ditemukan di RS adalah fraktur
pada extremitas bawah dengan area dan lokasi yang berbeda. Berdasarkan data
yang didapatkan di ruang GPS lantai I jumlah pasien rata rata setiap bulan
berkisar 125-150 orang dengan 70 % kasus fraktur extremitas bawah yang dirawat
dalam periode September 2012-Mei 2013. Asuhan keperawatan dengan Model
Levine sangat cocok untuk seluruh kasus resume karena semua mengalami
kelemahan fisik, pada pasien dengan fraktur terbuka kehilangan darah, Hb
<10gr%, beberapa kasus resume mengalami multiple fracture ada yang kombinasi
fraktur terbuka pada satu organ, organ lain fraktur tertutup, atau juga satu organ
terjadi fraktur pada tangan yang lainnya kaki ada juga iga yang terkena. Semua
kondisi ini walau fraktur berbeda beda namun semua pasien mengalami
penurunan energi baik yang mengalami fraktur terbuka, multiple fraktur dan
fraktur tulang belakang. Terutama pasien yang mengalami fraktur multiple
mengenai > dari 2 organ akan mengalami kerusakan seluruh integritasnya; energi,
integritas struktur , integritas personal dan sosial yang sangat berat.
Diagnose keperawatan yang muncul dari berbagai kasus muskuloskeletal, rata
rata mengalami: 1) Nyeri, 2) Gangguan mobilitas fisik, 3) Risiko infeksi, 4)
Cemas dan 5) kurang perawatan diri.
Masalah nyeri menjadi problem utama karena menyangkut kenyamanan pasien
yang harus diperhatikan, karena nyeri akan mempengaruhi aktivitas (Perry &
Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013
54
Potter, 2006), nyeri akut terjadi pada cedra akut atau setelah pembedahan dengan
intensitas yang bervariasi (ringan sampai berat).
Pernyataan yang dikemukakan oleh para ahli diatas, sangat tepat dimana pasien
mengalami nyeri dengan etiologi yang berbeda yaitu saat pre operasi, pasien
mengalami nyeri karena suatu penyakit atau adanya pergerakan fragmen tulang,
sebab lain karena adanya luka terbuka pasca operasi adanya luka insisi operasi
yang akan muncul selama fase implamasi. Pada 29 kasus yang dikelola semuanya
mengalami nyeri walau dengan insensitas yang berbeda. Untuk mengatasi nyeri
ada berbagai implementasi yang sudah diberikan sesuai dengan etiologi yang ada
antara lain, memonitor: lokasi, durasi, frekuensi dan intesitas nyeri,
mempertahankan immobilisasi fraktur, memberikan posisi yang nyaman dan
menyokong extremitas yang fraktur dengan posisi lebih tingi dari jantung.
Mengajarkan pasien manajemen nyeri distraksi dan relaksasi dengan latihan nafas
dalam; memberikan therapi non- pharmakologik dengan terapi musik.
Memberikan analgetik sesuai program dan memonitor hemodinamik pasien secara
teratur.
Masalah keperawatan yang kedua adalah gangguan mobilisasi. Mobilisasi
mengacu pada seseorang untuk bergerak secara bebas. Menurut North American
Nursing Diagnosis Association (NANDA) didefinisikan sebagai suatu keadaan
ketika individu mengalami suatu resiko keterbatasan gerak fisik. Pada 29 kasus
resume yang dikelola semua pasien mengalami masalah mobilisasi. Ada beberapa
etiologi yang dapat menyebabkan pasien terganggu mobilisasinya yaitu: tinndakan
immobilisasi daerah fraktur seperti tungkai atau tulang belakang yang terganggu
harus diistirahatkan. Tindakan immobilisasi itu sendiri antara lain: pemasangan
skin traksi, back slab atau pasien dengan gangguan tulang belakang karena dengan
tindakan ini diharapkan tidak ada tambahan terhadap fraktur yang ada.
Tujuan immobilisasi pada setiap pasien memang berbeda namun demikian pasien
dengan keterbatasan mobilisasi, bukan berarti tidak mampu untuk menjalankan
seluruh aktivitasnya atau mobilisasi fisiknya, karena bila hal ini terjadi akan
Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013
55
berisiko terhadap perubahan perubahan sistem kardiovaskuler, respirasi,
metabolik, gastrointestinal, integumen, eliminasi urine dan fekal. Pengaruh
penurunan kondisi otot dikaitkan dengan penurunan aktivitas fisik akan terlihat
jelas dalam beberapa hari. Pada individu normal dengan kondisi tirah baring akan
mengalami menurunnya kekuatan otot dari tingkat dasar rata rata 3% perhari
(Potter & Perry, 2006). Untuk mencegah komplikasi lebih lanjut maka
implementasi dalam mengatasi gangguan mobilisasi fisik yaitu: diawalai dengan
mengkaji motivasi pasien untuk mobilisasi serta menentukan program latihan,
mengajarkan dan mensimulasikan latihan aktif-pasif, latihan isometrik isotonis
pada tungkai yang terganggu, memotivasi supaya terus melatih mobilitas sendi
pada extremitas yang sehat, menganjurkan pasien untuk buang air besar
menggunakan badpan. Membantu pasien mengatur posisi, memberikan
reinforcement untuk pasien yang melakukan aktivitas secara berkala, memberikan
analgetik sebelum melakukan aktivitas, mengajarkan pasien untuk latihan
mobilisasi dini: nafas dalam, batuk efektif, ganti posisi dan ambulasi, menilai
kekuatan otot, memonitor kemampuan pasien dalam melakukan mobilisasi.
Mengajarkan pasien menggunakan alat bantu berjalan, melatih pasien berjalan
dengan menggunakan alat bantu bila sudah memungkinkan.
Masalah ketiga Risiko infeksi muncul pada semua pasien resume, baik preoperasi
maupun post operasi, pada pasien dengan fraktur terbuka ada luka jaringan lunak
yang terbuka dan terkontaminasi hal ini dapat disimpulkan bahwa setiap luka
terbuka harus diantisipasi resiko infeksi. Oleh karena itu semua pasien resume
ini menjalani tindakan operasi maka harus diantsipasi agar tidak terjadi infeksi.
Menurut (Garner,1985), bahwa luka mengalami infeksi bila pada luka terdapat
exudat purulen walaupun tidak dilakukan kultur atau hasil kultur negative.
Pencegahan infeksi dapat dilakukan dengan mempertahankan lingkungan bearsih,
melakukan teknik mencuci tangan dengan benar sebelum dan sesudah melakukan
tindakan ke pasien, merawat luka operasi dengan teknik aseptik dan antiseptik
setiap hari kecuali eksudat keluar dapat dilakukan duakali sehari. Monitor tanda
Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013
56
tanda infeksi, mengajarkan pasien untuk tidak memegang area luka dengan tangan
langsung. Melepas kateter urine setelah 3 hari dan pasien dapat buang air kecil
spontan, melakukan kebersihan orifisium urethra, pergantian tempat pemasangan
infus setiap tiga hari, mengobservasi adanya tanda phlebetis, monitor kelancaran
tetesan, mengambil sampel darah untuk pemeriksaan lekosit, menjaga agar tempat
tidur dan lingkungan bersih, memberikan antibiotic sesuai program.
Diagnose keperawatan keempat cemas ini muncul pada pasien yang mengalami
fraktur multiple yang mengalami fraktur lebih dari dua organ dengan derajat
fraktur II atau lebih, pasien sangat khawatir akan kesembuhan yang memerlukan
waktu lama dan khawatir tidak dapat bekerja seperti semula. Pasien akan
terganggu integritas personal dan sosial sehingga mengalami penurunan
kemampuan adaptasi. Peran perawat memberikan edukasi suport mental dan
memberikan motivasi untuk meningkatkan percaya diri akan kesembuhan pasien
dan dapat beradaptasi dengan lingkungan internal maupun external.
Diagnose kelima yang sering muncul pada pasien resume adalah kurang
perawatan diri (mandi, makan, minum, toileting, berhias, ganti baju), pada
kenyatannya pasien butuh bantuan untuk melakukan aktifitas akan tetapi bukan
berarti seluruh kebutuhan pasien harus dipenuhi oleh perawat, namun dapat
diajarkan keluarga untuk membantu pasien. Implementasi yang sudah dilakukan
adalah: Mengkaji kemampuan pasien memnuhi Aktivity Daily Living (ADL),
membantu dalam pemenuhan kebutuhan ADL sesuai kemampuan, mengajarkan
keluarga untuk memandikan, menolong buang air besar/kecil, memberi makan
dan minum. Demikian pula untuk mempercepat peningkatan kemampuan pasien
dalam aktivitas keluarga diajarkan untuk membantu pasien dalam latihan rentang
gerak extremitas atas dan bawah secara periodik yang dimonitor oleh perawat.
Evaluasi dilakukan pada seluruh kasus resume, untuk masalah nyeri dapat teratasi
dengan lama hari yang bervariasi, tergantung jenis, lokasi dan luas fraktur, rata-
rata pasien dapat beradaptasi terhadap nyeri setelah luka operasi kering yaitu
pada hari ke tiga sampai empat, sedangkan untuk pasien yang disebabkan adanya
Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013
57
pergerakan fragmen tulang, keluhan nyeri tetap ada sebelum dilakukan
operasi/stabilisasi fragmen tulang.
Untuk masalah mobilisasi seluruh pasien resume, beberapa pasien yang
mengalami simpel fraktur dan dilakukan Orif memperlihatkan secara cepat
hari ketiga sudah mampu menunjukkan mobilisasi secara bertahap pasien
dapat menggunakan alat bantu akan tetapi yang harus diwaspadai oleh
perawat setelah mobilisasi teratasi adalah masalah risiko terjadi trauma
berulang, karena itu pasien harus diberi edukasi cara menggunakan alat bantu
dan menghindari trauma.
Masalah risiko infeksi pada seluruh pasien resume pada pasien yang
mengalami fraktur akut, infeksi tidak menjadi aktual, luka operasi yang
dirawat secara baik tidak terjadi infeksi, hari keempat atau kelima sudah
mengering. Namun yang sudah terpasang Orif maupun Oref yang sudah
berada dirumah, kembali ke RS karena plat Screw failure juga yang nutrient
dan hygiene buruk maka infeksi menjadi aktual. Pasien mengalami demam,
nyeri tekan dan nyeri pada daerah luka serta peningkatan lekosit, tepi luka
terlihat mengalami imflamasi, luka keluar exudat berbau, bengkak
sekitarluka.
Untuk beberapa kasus resume yang mengalami cemas, mulai hari keempat
pasien sudah mulai kooperatif mau menerima nasehat perawat, tampak mulai
senyum dan bisa menerima kondisinya sehingga dapat beradaptasi dengan
lingkungan di RS.
Untuk diagnosa terakhir yaitu diagnosa kurang perawatan diri semua pasien
resume mengalami peningkatan secara bertahap dimana pada hari pertama
post operasi pasien mengalami tingkat kebutuhan perawatan diri partial
sampai total pada pasien yang multiple fraktur, untuk kategori rata-rata pasien
mempunyai jangka waktu yang agak lama bergantung dari tingkat keparahan
pasien, dan semua pasien yang akan pulang akan memerlukan The supportive
nursing education dimana pasien butuh untuk diberikan edukasi dan
discharge planning.
Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
BAB 4
ANALISIS PRAKTEK BERBASIS PEMBUKTIAN
PADA GANGGUAN SISTEM MUSKULO SKELETAL
Pada bab ini akan dibahas peran Ners spesialis dalam uji coba melaksanakan
praktek berdasarkan pembuktian ilmiah (evidence based nursing practice
/EBNP). Dengan memaparkan hasil analisa dan sintesa secara kritis hasil
penelitian terkait pada masalah sistem muskuloskeletal. Pengalaman
melaksanakan evidence based nursing pada kasus yang dikelola selama
praktek residensi.
Fenomena Klinis berdasarkan PICO
a. Masalah (P)
Infeksi sering terjadi pada pasien fraktur terbuka yang menggunakan Open
Reduction Ernal Fixation (OREF), dan belum mendapatkan kesepakatan
tentang cara terbaik dalam pin site care. Dari 30 kasus yang dikelola,
sepuluh pasien yang mengalami pasca bedah OREF, pada hari ke3 sering
menunjukkan keluar exudat dan nyeri pada pin site. Selama praktek residensi
ditemukan tiga orang pasien telah mengalami osteomyelitis, satu orang pasien
dilakukan dilakukan tindakan amputasi karena organ yang mengalami
osteomyelitis tidak dapat dipertahankan .
b. Intervensi (I)
Intervensi yang dilakukan di RS pada pasien dengan OREF adalah dressing
Pin Site dengan NaCl 0,9% dan ditutup dengan sofratule dan kasa steril
dilakukan setiap dua hari sekali. Intervensi keperawatan pin site juga
penggunaan antibyotik kemicytin
c. Comparation (C)
Membandingkan penggunaan Normal Saline 0,9% dan chlorhexidine 0,2%
pada perawatan pin site pasien dengan OREF, untuk pin site care dengan
Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013
59
Chlorhexidine di RS belum pernah diterapkan ,perawatan pin site dengan
NaCl 0,9 % dan antibyotik diberikan selama pasien dirawat.
d. Output
Ketika pasien diijinkan pulang, pada pin site masih adanya nyeri dan luka
masih basah, kembali kontrol ke poli klinik menunjukan tanda tanda infeksi,
dan kembali dirawat karena mengalami osteomyelitis, ada diantaranya harus
dilakukan amputasi karena jaringan sudah membusuk dan tidak dapat
dipertahankan.
Berdasarkan dari data tersebut diatas maka yang menjadi pertanyaan klinis,
manakah cara tebaik efisien dan efektif dalam perawatan pin site untuk
menurunkan terjadinya infeksi pin site dan mencegah osteomyelitis pada
pasien fraktur terbuka terpasang OREF di Lt 1 GPS RS fatmawati Jakarta.
4.1 Penelaahan Kritis (critical review)
Salah satu tindakan dalam penatalaksanaan fraktur terbuka adalah Open
Reduction External Fixation (OREF) sebagai fixator tulang yang fraktur,
dengan tujuan agar dapat mengoreksi deformitas organ. OREF
menggunakan pins, sekrew dan K- wire yang diinsersi kedalam tulang
melalui kulit untuk menstabilisasi tulang yang fraktur.
OREF berisiko terhadap peningkatan angka infeksi terutama bila digunakan
dalam jangka panjang. Ada beberapa kemungkinanan komplikasi yang dapat
terjadi dan salah satunya adalah Pin Tract Infection (PTI) yaitu infeksi pada
tempat penusukan pin. Infeksi yang timbul biasanya karena pin yang
terpasang, menembus tulang kontak dengan dunia luar.
Meason Et al, (2005), menemukan 21% dari fixasi external mengalami
infeksi dalam durasi waktu 8 hari. Adapun Device yang sering mengalami
infeksi adalah Penning orthofix, 8xwire hand dan Minihofman, K wire, Pins
lower leg disamping komplikasi infeksi dan nerve injury . Dari 25 kasus
yang menggunakan transcutaneus devices, 9 pasien mengalami koplikasi
Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013
60
infeksi (36%), tiga dari kasus karena ada pergeseran K wire (12%) sedangkan
enam pasien dengan pin tract infection dengan Confidence Interval (CI)
95%. Dari tiga pasien diambil hapusan pin site kultur menunjukkan positive
staphylococus aureus. Jika terjadi kondisi demikian salah satu tindakan
adalah harus diangkat fixsator dan pin nya sebelum waktunya yang telah
ditentukan ( Eur J Plast Surg,2012).
Paulin, (1998) menyatakan bahwa karakteristik reaksi pin pada jaringan
antara lain : redness, swelling,tenderness, and discharge. jika dua atau lebih
gejala tetap ada dalam waktu 72 jam dapat dipertimbangkan sebagai suatu
reaksi pin..
infeksi pada pin sites dapat menyebabkan osteomyelitis ( celeste et al, 1984,
Green 1981). Metal pins sering digunakan pada penanganan skeletal traksi
dan ekstenal fiksasi pada menejemen kasus-kasus orthopedi terutama pada
fraktur ( Temple and santy, 2004)
Bernardo,( 2001) menyatakan komplikasi yang umum dan sering terjadi pada
tindakan eksternal fiksasi adalah infeksi, pencegahan terjadinya infeksi pada
pin site adalah merupakan hal penting sebagai aspek tanggung jawab perawat
( McKenzie, 1999). Collier, (2004) infeksi terjadi karena adanya replikasi
mikroorganisme pada luka, mikroorganisme patogen berupa staphylococcus
aureus, beta-haemolityc streptococcus, dan pseudomonas. bakteri-bakteri
inilah umumnya yang menyebabkan terjadinya infeksi pada luka.
Holmes at al, (2005) memberikan identifikasi adanya infeksi pada pin site
dengan karakteristik sebagai berikut : redness, warmth, increased discharge,
increased pain, pus, pin loosening, increased microbial growth.
Komplikasi lebih lanjut bila pin site infection tidak diwaspadai akan terjadi
osteomyelitis, delay union, non union, loose fracture alignmen dan infeksi
sistemik (Temle&Santy 2004., McKenzie, 1999). Faktor risiko yang dapat
menimbulkan infeksi adalah adanya insersi wire dan pins yang menembus
jaringan lunak sampai ketulang ( W. Dahl& Toksvig – Larsen, 2004). Dengan
adanya insersi pin akan terjadi perubahan pada jaringan lunak, maka proses
Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013
61
penyembuhan jaringan lunak sangat membutuhkan perawatan lingkungan
sekitarnya dengan baik untuk meminimalkan infeksi (Davies et al,2005).
Pin site care merupakan langakah yang efektif dalam menurunkan PTI,
adapun fakor faktor penting yang harus diperhatikan dalam pin site care
adalah larutan pembersih, bebas dari eksudat, frekuensi perawatan pinsite /the
cleansing agent, free drainage, frequency of the pin site care, (W-Dahl.A. et
al, 2003). Prosedur dressing pin site dilakukan secara steril (Olson RS, 1996).
Penyebab infeksi pada pin site paling sering oleh Staphylicoccus aureus (
Checcetts RG, Mac Eachem, Otermburn M, 2000). Keberadaan
Staphylococcus Aureus memerlukan antibyotik yang baik sebagai pin
treatment. Sebagai local antiseptic dapat digunakan Chlorhexidine karena
low toxicity, broad spectrum antimicrobacterial activity dan active dalam
darah dan dalam serum protein.
Berdasarkan laporan 20 besar penyakit yang rawat inap di Rumah Sakit
Umum Pusat Fatmawati (RSPUF) bagian SMF bedah orthopedic tahun 2012
sebanyak ±1500 kasus orthopedi namun belum pernah dilaporkan secara jelas
apakah ada kasus – kasus yang mengalami infeksi terutama yang
mendapatkan tindakan OREF, namun demikian berdasarkan pengamatan
praktikan selama melaksanakan residensi September 2012 – Mei 2013
menemukan empat kasus yang mengalami PTI. Dan salah satunya dilakukan
amputasi karena organ tubuhnya tidak dapat dipertahankan akibat adanya
osteomyelitis kronis.
Penulusuran literatur menggunakan Elton B. Stephens Company (EBSCO)
dan the Cumulative Index to Nursing and Allied Health Literature
(CINAHL), Springlink, Medeline, dengan menggunakan key word External
fixation, Pin site infection, pin site care. Saat penelusuran ditemukan 20
artikel, satu diantaranya ditemukan randomize control trial: Anti Microbial
Gauze as a dressing Reduse Pin Site Infection oleh C.K.Lee& Y.P. Chua, A.
Saw (2011). Penelusuran literatur selanjutnya dengan menggunakan key
Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013
62
word; Pin Site care in external fixation Sodium Chlorid or Chlorhexidine, (A.
W. Dahl, 2004) berikutnya Evidence for skeletal pin site care, (Walker JA
(2007). Dua dari hasil penelusuran literatur adalah penelitian oleh
C.K.Lee&Y.P.Chua .A. Saw ( 2011), adalah Anti microbial Gauze reduse pin
site infection menggunakan Polyhexamethyline biguanide, sedangkan yang
lain Annette W-Dahl& SorenToksvig, (2004) menggunakan Sodium
Chlorida or Chlorhexidine sebagai solution as cleansing agent for pin site
care. “ Berdasarkan jurnal tersebut diatas maka akan diterapkan
Chlorhexidine sebagai solution as cleansing agent pin site care to reduse pin
site infection.
Berikut review kritik studi dari Annette dan Soren (2004 ) dalam penelitian
yang berjudul: “Pin site care in external fixation sodium chloride or
chlorhexidine solution as a cleansing agent.”
Beberapa pendapat para ahli dalam literatur menyatakan bahwa chlorhexidine
mempunyai daya sebagai anti mikroba yang berspektrum luas, mampu secara
efektif membunuh bakteri yang kontak dengan chlorhexidine serta dapat
mencegah tumbuh ulang bakteri dan jamur, chlorhexidine mempunyai efek
toksisitas yang rendah serta masih tetap aktif dalam cairan tubuh.
Chlorhexidine sebagai Cairan pembersih:(Bell A et al, (2008) Chlorhexidine
gluconate merupakan cairan pembersih yang mempuyai efek cepat terhadap
antimicrobakteri. McKenzie, (1999) mengatakan bahwa Chlorhexidine
gluconate lebih efektif untuk bakteri gram negatif dari pada bakteri gram
positif. Holmes et al , (2005) menyatakan bahwa Chlorhexidine gluconate 2
mg/ml lebih efktif sebagai agen pembersih. Debie Lgerquist, et al,(2011).
menyatakan Chlorhexidine lebih menguntungkan dari pada Normal saline.
Lee, C.K., Chua, Y.P., & Saw, A. (2011). Antimicrobial gauze as a dressing
reduces pin site infection. Lethaby , A., Temple, J., & Santy, J. (2011). Pin
site care for preventing infections associated with external bone fixators and
pins.
Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013
63
4.1.1 Synapsis
Judul penelitian , “Pin site care in external fixation sodium chloride or
chlorhexidine solution as a cleansing agent.” tujuan : untuk melihat
perbedaan angka infeksi pada pin site dengan menggunakan Na Cl 0,9 %
dibandingkan dengan chlorhexidine 0,2 % sebagai cairan pembersih. Jumlah
sampel yang digunakan adalah 49 pasien dengan OREF ( dibagi dalam dua
kelompok 30 pasien (120 pin) dirawat menggunakan chlorhexidine 0,2 % dan
19 pasien ( 76 pin ) dirawat menggunakan Na Cl 0,9 %. Kriteria Inklusi pada
studi ini adalah: pasien yang mengalami deformitas knee yang dirawat di
Rumah Sakit dan Klinik Orthopedi. Tingkat kemaknaan studi ini (æ ) 0,05.
Hasil studi ini menunjukkan kelompok yang menggunakan agen
chlorhexidine 0,2 % terjadi penurunan nyeri, penggunaan antibiotika
minimal, dan mengalami infeksi pada grade 1 -2 lebih sedikit terjadi bila
dibandingkan dengan kelompok yang menggunakan agen pembersih Na Cl
0,9 %
Menurut Anne Lethaby, Jenny Temple, Julie Santy ( 2011), Pin site care for
preventing infections associated with external bone fixators and pins, bahwa
efektivitas dalam pencegahan infeksi adalah tergantung dari beberapa faktor
yaitu jenis operasi, methode yang digunakan, solution yang dipakai dalam
perawatan luka dan frekuensi dari perawatan yang dibutuhkan pasien.
4.1.2 Credibility Profile
Hasil penelitian ini menjawab masalah dan pertanyaan penelitian. Dasar
pertimbangan studi ini dilakukan adalah terjadinya Pin site Iinfection(PSI)
pada pasien yang telah mendapatkan tindakan OREF. Belum tersedianya
standart operation prosedure (SOP) untuk mencegah dan mengurangi angka
kejadian PSI. Responden mendapat pin site care seminggu sekali dan
mendapatkan perlakuan sesuai pembagian kelompoknya, kemudian di
evaluasi grade infeksinya dengan menggunakan Checketts – Otterburns
Clasificaton dilakukan sekali dalam seminggu, kultur dilakukan sebanyak 3
kali yaitu pada minggu pertama- minggu keenam- minggu ke sepuluh.
Sedang evaluasi nyeri dengan menggunakan Visual Analogue Scale (VAS)
Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013
64
pada aat istirahat dan selama aktivitas. Pada kelompok chlorhexidine 0,2 %
memgalami reduksi nyeri dengan kemaknaan (P= 0,03, Anova) pada minggu
ke enam, dan minggu ke sepuluh dengan kemaknaan (P= 0,004, Anova).
Infeksi oleh Staphylococcus Aureus pada minggu ke sepuluh hanya terjadi
pada 11 pin. Sedangkan pada kelompok dengan agen Na Cl 0,9% sebanyak
25 pin yang terinfeksi Staphylococcus Aureus. Power Studi ini 95% dengan
standart deviasi = 1 dengan two-sided P value 0.05.
4.1.3 Clinical Significance Profile
Studi ini menggunakan uji statistik : Anova, t test dan kai kuadrat. kelompok
chlorhexidine 0,2 % memgalami reduksi nyeri dengan kemaknaan (P= 0,03,
Anova) pada minggu ke enam, dan minggu ke sepuluh dengan kemaknaan
(P= 0,004, Anova). Kejadian infeksi grade 1 pada kelompok dengan agen
chlorhexidine 0,2% sebanyak 8,5 % dan infeksi grade 2 sebanyak 0,5 %,
penggunaan antibiotika menurun dan nyeri dapat di reduksi. Sedangkan pada
kelompok dengan agen Na Cl 0,9% pada kelompok yang menggunakan Na Cl
0,9% pada minggu ke sepuluh nyeri dirasakan bertambah dan terjadi infeksi
grade 1 sebanyak 14 % dan infeksi grade 2 sebanyak 3%.
4.1.4 Applicability Profile
Responden pada studi ini adalah yang telah mendapatkan tindakan OREF.
penatalaksanan pada pasien dengan post OREF khususnya pada pin site care
dalam aplikasi praktek diharapkan memberikan kontribusi dan dapat
ditindaklanjuti sebagai standar pedoman dalam praktik khususnya prosedur
pin site care di RSPF pada bangsal bedah orthopedi.
4.2 Praktek berdasarkan pembuktian
Pada periode praktik residensi selama September 2012 – Mei 2013 residen
mendapat kesempatan untuk merawat pasien yang mendapatkan tindakan
medis dengan pemasangan eksternal fiksasi sebanyak tujuh pasien dengan
jumlah 32 pin. Pada teknik pelaksanaan kami melakukan dengan pre dan
post penggunaan chlohexidine, kelima pasien dirawat dengan agen pembersih
Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013
65
chlorhexidine 0,2%. Yang sebelumnya menggunakan NaCl 0,9%. Hasil
evaluasi aplikasi praktek berdasarkan pembuktian tentang pin site care adalah
sebagai berikut:
Pasien yg dilakukan pin site care
No Foto pasien dengan OREf,
Illizarof
Identitas pasien
1.
Tn I. usia 18 tahun korban KLL,
mengalami open fraktur multiple
(femur, tibia, radius) saat kecelakaan
pasien pingsan , tangan kiri dan kaki
kiri nyeri ketika digerakkan. Konsul
Ortho dan bedah, konsul anastesi acc
untuk operasi.
Tanggal 11/3-2013 dilakukan operasi
dengan anastesi general, fixasi
internal (ORIF)bagian radius, dan
fixasi external(OREF) shaft femur
3pin distal dan 3 pin proximal.
2.
Tn A.S. usia 27tahun 8 bulan NRM
01223251
Pasien rujukan dari RS Mediros
mengalami kecelakaan lalu lintas,
jatuh dari motor, langsung dibawa ke
IGD Mediros di diagnosa Open
Fracture Cruris fraktur 1/3 distal
Dextra dengan luas luka 15x5x5cm
kena otot, tulang dilakukan tindakan
Oref dengan 6 pin.
3. Ny M.E. usia 25 tahun NRM 122882,
fraktur iga 2,3,4,5,6, contusio dan
fracture shaft tibia gravitas 12
Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013
66
minggu. pasang WSD post rawat HC
L6 penilaian risiko jatuh 70. l Operasi
tahap I bln april 2013,debridement
dan WSD, Tanggal 1mei operasi :
debridement (R) anterior Tibia,
debridement Extra Fixasi/ Oref (L)
tibia distal, fibula W/Kwire-+
transfixing screw dengan anastesi
regional
Riwayat :
Pasien kecelakaan dibonceng motor
oleh suami pulang kerja, ditabrak dari
belakang, jatuh terpental
4. Tn J. S. usia 47 tahun NRM 116 4911
Post OF cruris dextra sdh terpasang
ILLizarof di solo rencana revisi
ILLizarof
Riwayat:
Pasien kecelakaan lalu lintas ditabrak
motor ketika pulang kerja
5. Tn S. B. usia 31 tahun NRM 1193171
revisi exfix diagnosa bone dilyed
union cruris sin exfix
alamat jl Pakubuwono Keb Baru,
pendidikan SLTA
tata laksana :
remove inplat, internal fixasicruris
6. Tn.M. U. usia 18tahun 10 bulan km
102 Nrm 01161013
Dengan OREF rencana pin remove
inplan riwayat KLLbulan juli2012
ku baik , mobilisasi tidak
Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013
67
terbatas,nyeri -, pendidikan SMP,
pekerjaan bantu di kebon
7.
Tn. S.A. (0121158xx), usia 64 th, post
Open fraktur distal radius ulna dengan
OREF and eksternal fixasi dinamik
under C arm)
Riwayat :
KLL.tidak mempunyai riwayat DM
dan penyakit jantung serta asma,
namun mempunyai tekanan darah
yang cenderung tinggi.
4.3 Pembahasan
Responden mendapat pin site care setiap 2 hari sekali dan mendapatkan
perlakuan sesuai jadwal pos operasinya, kemudian di evaluasi sebelum dan
sesudah penggunaan chlorhexidine apakah ada tanda-tanda infeksi pada pin
site dengan menggunakan Checketts – Otterburns Clasificaton dilakukan
setiap kali melakukan perasat pin site care. Berikut Checketts – Otterburns
Clasificaton :
Grade I: Infeksi minor, sedikit kemerahan, dan sedikit discharge, Grade II :
Infeksi minor, kemerahan pada kulit pin site, didapatkan discharge, nyeri, dan
tenderness pada jari, Grade III : Infeksi minor kriteria sama dengan Grade II,
namun tidak ada perbaikan dengan pemberian anti biotika, Grade IV :
Infeksi mayor, infeksi pada jaringan lunak pin site dan kadang-kadang
disertai pin menjadi longgar. Grade V : Infeksi mayor, infeksi sama dengan
Grade IV, ditambah sudah melibatkan tulang dapat nampak pada gambaran
foto sinar X.
Sedang evaluasi nyeri dilakukan pada saat istirahat dan selama
aktivitas.dengan menggunakan Visual Analogue Scale (VAS), Pada
kelompok chlorhexidine 0,2%.
Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013
68
Prosedur dan evaluasi pelaksanaan lapiran 2
Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
BAB 5
ANALISIS PERAN PERAWAT SEBAGAI INOVATOR
Pada bab ini menguraikan kegiatan inovasi yang dilakukan di Lantai 1 Gedung
Prof Soelarto RSUP Fatmawati Jakarta. Kegiatan inovasi dilakukan sebagai tugas
kelompok (Chandra Bagus Ropyanto, Desak Suarsedewi, Dian Novita). Jenis
kegiatan yang dilakukan merupakan aplikasi Clinical Practice Guidline (CPG)
pada kasus pasca ORIF ekstremitas bawah.
5.1 Analisa situasi
Permasalahan pasca pembedahan Orif ekstremitas bawah adalah nyeri, perfusi
jaringan, mobilitas fisik, dan risiko infeksi, memiliki intensitas berbeda
tergantung pada area yang mengalami fraktur (Bare &Smeltzer, 2006).
Intensitas permasalahan yang berbeda pasca ORIF ekstremitas bawah
memerlukan manajemen asuhan keperawatan yang spesifik berdasarkan lokasi
fraktur. Manajemen asuhan keperawatan pasca ORIF ekstremitas bawah di GPS
Lt.1 RSUP Fatmawati masih dilakukan berdasarkan rutinitas. Pendekatan
berdasarkan clinical pathway sudah ada namun perlu dilakukan meningkatkan
pengembangan asuhan keperawatan berdasarkan panduan(Clinical Practice
Guidelines/ CPG dapat dilakukan karena di RSUP Fatmawati sedang dilakukan
pengembangan Diagnostic Related Group (DRG).
5.1.1 Strength
Rumah Sakit fatmawati Jakarta merupakan Rumah Sakit pusat rujukan Nasional
untuk kasus orthopedi dan sebagai unggulan pelayanan keperawatan orthopedi
yang telah memiliki dokter spesialis orthopedi dengan berbagai subspesialis
antara lain: Dokter SPOT subspesialis Hip, Knee, hand and spine, dokter spesialis
rehabilitasi medik, sarana prasarana orthopedi yang memadai sehingga
mendukung pelayanan keperawatan orthopedi yang semakin berkualitas. Jumlah
pasien yang dirawat di ruang Ortho mengalami fraktur terus meningkat secara
significant.
Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013
70
Seiring dengan kemajuan dibidang kedokteran dan telah tersedia sarana prasarana,
maka harus diimbangi dengan kemampuan pengetahuan dan skill perawat yang
memadai sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan keperawatan orthopedi.
5.1.2 Weakness
Kelemahan yang ditemukan adalah kolaborasi multidisiplin profesi belum optimal
karena terkendala beberapa hal. Dampak yang dirasakan saat aplikasi CPG
kemungkinan kurang optimal karena kewenangan.
5.1.3 Opportunities
RSUP Fatmawati sedang mengembangkan DRG yang sesuai dimana CPG
merupakan aplikasi dari DRG. Peluang yang didapat adalah adanya dukungan dari
pemangku kebijakan karena sesuai dengan pengembangan institusi.
5.1.4 Threath
Tuntutan terhadap pelayanan RSUP Fatmawati yang meningkat sebagai rumah
sakit rujukan pusat. Persaingan antar rumah sakit yang semakin meningkat
Dalam upaya peningkatan mutu pelayanan di ruang orthopedi Rumah Sakit
Fatmawati khususnya GPS lantai I, maka telah disusun klinical pathway yang
melibatkan seluruh tim kesehatan; dokter, fisioterapi dan perawat, Rontgen,
laboratorium, namun dalam pelaksanaannya dari keperawatan masih harus
disempurnakan khususnya di ruang GPS lantai I. Oleh karena itu penulis berusaha
melengkapi tercapainya Clinical Pathway (CP) melalui pembuatan Clinical
Practice Guidlines (CPG) yang merupakan bagian dari CP.
CPG berisi tentang out come dan monitoring pasien post op THR, Open
Reduction Internal/external fixation femur dan tibia yang dilakukan oleh perawat.
CPG ini merupakan panduan yang sangat berguna bagi perawat klinis dalam
menberikan penanganan yang tepat berdasarkan clinical problem yang dihadapi
pasien. Perawat diharapkan dapat menggunakan pengetahuannya termasuk
penerapan evidence based untuk mendukung cinical practice.
Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013
71
Pembuatan CPG ini bertujuan untuk memberikan gambaran panduan dalam
penatalaksanaan keperawatan pasien pasca operasi fraktur extremitas
bawah(THR, ORIF/OREF femur, tibia) khususnya monitoring dalam tiga kali 24
jam post operasi sesuai kebutuhan pasien sehingga diharapkan dapat
meningkatkan mutu pelayanan keperawatan dengan panduan CPG di ruang GPS
lantai I RSUP Fatmawati.
Dengan demikian diperlukan pemahaman seluruh staf keperawatan tentang teknik
menggunakan panduan CPG, dianalisis dan sangat diperlukan komitmen seluruh
tim keperawatan untuk berpartisipasi dalam penerapan CPG. Oleh karena itu
dibutuhkan kerjasama dari berbagai pihak pelayanan kesehatan untuk melakukan
supervisi, monitoring dan kontrol dalam pelaksanaan penerapan CPG di ruangan.
Di RS Fatmawati Jakarta telah dibentuk tim dalam menangani kasus yang ada di
RS termasuk di GPS lantai I. Model pemberian asuhan keperawatan di GPS lantai
I adalah primary nursing Model ini dapat mendukung penerapan GPG sehingga
pelayanan keperawatan yang bermutu dapat tercapai secara optimal.
Hasil wawancara yang dilakukan dengan pihak manajemen Irna C/ruang GPS
maupun kepala ruang GPS lantai I diperoleh informasi bahwa pihak IRNA C dan
staf sangat mendukung untuk memberikan asuhan keperawatan berdasarkan
panduan CPG. Namun perlu dikaji kebutuhan yang diperlukan untuk melakukan
implementasi termasuk kesiapan staf.
Berdasarkan uraian tersebut maka kami kelompok residensi Ners spesialis
Keperawatan medikal Bedah FIK- UI membuat CPG yang berkaitan dengan
tindakan perawat pada pasien post operasi THR, Orif/Oref femur dan tibia.
5.2 Kegiatan Inovasi
Proyek Inovasi di ruang orthopedi GPS lantai I bertujuan untuk memberikan
asuhan keperawatan secara konprehensif tiga kali 24 jam pada pasien post operasi
THR, Orif/oref femur dan tibia. Proyek ini memberikan gambaran panduan dalam
Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013
72
penatalaksanaan pasien pasca operasi fraktur extremitas bawah dengan monitor
secara intensif tiga kali 24 jam post operasi melalui implementasi CPG, sehingga
diharapkan dapat meningkatkan mutu pelayanan asuhan keperawatan. Selama
observasi 24 jam pertama menjadi perhatian karena said efek post operasi terjadi
pada 24jam pertama post operasi ( Nursing Royal Coledge 2011).
5.1.5 Persiapan
Tahap pertama adalah analisa kebutuhan ruangan akan inovasi sesuai dengan
analisa SWOT. Persiapan selanjutnya adalah melakukan identifikasi kasus yang
akan dilakukan CPG. Hasil identifikasi didapatkan bahwa kasus yang akan
disusun CPG adalah pasca ORIF fraktur hip, femur, tibia dan fibula.
Studi literatur dilakukan untuk penyusunan CPG, yang terdiri dari outcome setiap
hari dan saat pasien pulang (discharge), dan intervensi keperawatan sesuai
clinical pathway. Intervensi keperawatan disesuaikan dengan permasalahan pada
pasca operasi seperti monitoring pasca operasi, integritas jaringan, resiko infeksi,
nyeri, eliminasi, dan aktivitas/latihan dengan rentang waktu yang telah ditentukan.
5.2.2 Pelaksanaan
Pelaksanaan kegiatan dilakukan dengan melakukan sosialisasi program yang
dihadiri kepala instalasi, supervisor, kepala ruangan, wakil kepala ruangan, PN,
dan perawat pelaksana. Materi sosialisasi meliputi latar belakang perlunya CPG,
pengertian CPG, tujuan penggunaan CPG, serta aplikasi CPG. Tahap selanjutnya
adalah aplikasi CPG dalam asuhan keperawatan, dimana CPG diinterprestasikan
dalam asuhan keperawatan sesuai dengan permasalahan keperawatan. Aplikasi
dilakukan selama dua minggu. Tahap terakhir adalah evaluasi aplikasi CPG yang
meliputi evaluasi pasien berkaitan dengan ketercapaian outcome, dan evaluasi diri
perawat yang berkaitan dengan kesulitan, hambatan, dan persepsi mengenai
aplikasi CPG.
5.2.3 Evaluasi
Evaluasi dilakukan dengan kuisioner mengenai evaluasi diri dan evaluasi
pelaksanaan. Evaluasi diri terdiri dari 9 pertanyaan, sedangkan evaluasi
pelaksanaan terdiri dari 5 pertanyaan. Jawaban kuisioner menggunakan jawaban
Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013
73
dari “tidak sesuai” sampai “sesuai” dengan rentang skala 0 sampai 4. Evaluasi
dilakukan terhadap 14 orang perawat di GPS lantai 1 RSUP Fatmawati.
Hasil evaluasi diri menunjukan bahwa CPG memberikan dampak positif terhadap
perawat. Hasil evaluasi pernyataan mengenai penggunaan CPG menunjukan
bahwa perawat mengetahui penggunaan CPG sebanyak 71% perawat menyatakan
pada skala 3. Evaluasi diri mengenai CPG mampu membantu melakukan asuhan
keperawatan menunjukan bahwa 57,1% perawat menyatakan pada skala 3,
sementara mengenai CPG mampu meningkatkan kemampuan kualitas dan
keberhasilan asuhan keperawatan 64,3% perawat menyatakan pada skala 3.
Evaluasi mengenai CPG mampu meningkatkan kemampuan perawat dalam
melakukan asuhan keperawatan dan kemampuan dalam berkolaborasi dengan tim
kesehatan lain 78,6% perawat menyatakan pada skala 3. Hasil evaluasi
menunjukan kesesuaian, tetapi pada beberapa pernyataan masih terdapat
kekurangan. Pernyataan mengenai kesulitan dalam mengaplikasikan CPG
menunjukan bahwa 50% perawat menjawab pada skala 2, dan mengenai
kesesuaian CPG dengan clinical pathway pasien 57,1% perawat menyatakan
dalam skala 2.
Hasil evaluasi pelaksanaan CPG menunjukan hasil yang bervariasi pada setiap
item pernyataan. Hasil evaluasi pernyataan mengenai implementasi asuhan
keperawatan sesuai CPG menunjukan 85,7%, pada skala 3, sementara penggunaan
CPG sesuai kasus 98% perawat menjawab pada skala 3, sementara untuk CPG
mampu meningkatkan kualitas asuhan keperawatan 71,4% perawat menyatakan
pada skala 3. Hasil evaluasi mengenai pernyataan CPG sesuai outcome kasus pada
pasien 50% perawat menyatakan pada skala 2, dan pernyataan mengenai lama hari
rawat CPG sesuai lama hari rawat pasien 71,4% perawat menjawab pada skala 2.
5.3 Pembahasan
Hasil evaluasi proyek inovasi CPG menunjukan hasil positif pada beberapa aspek.
Output dari penerapan CPG adalah peningkatan kemampuan perawat dan kualitas
pemberian asuhan keperawatan, karena manajemen asuhan keperawatan yang
tepat adalah berdasarkan clinical pathway. Clinical pathway merupakan rencana
Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013
74
multidisiplin sebagai praktik klinik terbaik pada kelompok pasien yang spesifik
(Audimoolan, Nair, Gaikwad, Qing, 2005).
Clinical practice guidline (CPG) merupakan produk dari clinical pathway, dimana
dalam melakukan asuhan keperawatan tidak berdasarkan rutinitas. Clinical
practice guidline indikasi spesifik yang dikembangkan berdasarkan literatur,
penelitian medis, dan klinik yang kompeten (Morris, Benetti, Marro, & Rosenthal,
2010).
Hasil evaluasi belum mendukung penerapan CPG mampu mempengaruhi lama
hari rawat pasien. Faktor lain yang berperan dan perlu ditingkatkan dalam aplikasi
CPG adalah kolaborasi dengan anggota tim kesehatan lain. Perawat masih
kesulitan untuk mengimplementasikan CPG karena keterbatasan tenaga. Clinical
pathway merupakan perangkat yang digunakan untuk mengkoordinasi perawatan
yang menetukan outcome sebagai antisipasi berdasarkan rentang waktu dengan
menggunakan sumberdaya yang tersedia (Audimoolan, Nair, Gaikwad, Qing,
2005).
Pendekatan berdasarkan clincal pathway mampu mereduksi biaya dan lama hari
rawat pada perawatan akut berdasarkan outcome pasien (Morris, Benetti, Marro,
& Rosenthal, 2010). CPG merupakan derivat dari DRG sebagai prospektif
rencana pembayaran yang didefinisikan sebagai jumlah yang spesifik mengenai
lama hari rawat pasien berdasarkan prosedur spesifik (Morris, Benetti, Marro, &
Rosenthal, 2010).
Manajemen asuhan keperawatan pasca ORIF ekstremitas bawah di GPS Lt.1
RSUP Fatmawati masih dilakukan berdasarkan rutinitas. Pendekatan berdasarkan
clinical pathway perlu dilakukan untuk meningkatkan pengembangan manajemen
asuhan keperawatan dan didukung hasil penelitian yang menunjukan CPG
memberikan dampak yang berarti terhadap pasien. CPG dapat dilakukan karena di
RSUP Fatmawati sedang dilakukan pengembangan Diagnostic Related Group
(DRG). Penelitian oleh Morris, Benetti, Marro, dan Rosenthal (2010) dilakukan
pada pasien primary hip replacement, knee replacement, dan hip resurfacking
dengan jumlah responden sebanyak 14 untuk pre CPG dan 30 untuk post CPG.
Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013
75
Hasil penelitian menunjukan bahwa dengan aplikasi CPG pasien mampu
mobilisasi 6 jam setelah tranfer dari PACU, ambulasi 16 jam setelah transfer dari
PACU, mereduksi lama hari rawat dari 4,3 hari menjadi 2,8 hari. Nyeri pasien
saat aplikasi CPG adalah 3,3 dibandingkan yang tidak dilakukan CPG yaitu 4,7.
(Laporan CPG dapat dilihat pada lampiran 3 )
Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
BAB 6
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan tentang pengalaman praktek
residensi dimana peran perawat spesialis sebagai pemberi asuhan keperawatan,
peneliti, pendidik, dan sebagai innovator. Dalam memberikan asuhan
keperawatan pasien dengan gangguan system muskuloskeletal ada beberapa hal
penting yang dapat disimpulkan sehingga dapat diberikan saran, yaitu :
6.1 Simpulan
Pemberian asuhan keperawatan secara profesional pada pasien gangguan
sistem muskuloskeletal telah dapat dilakukan, didasarkan atas pemahaman
teori keperawatan yang memadai. Model Levine sangat tepat diterapkan pada
pasien yang mengalami fraktur karena tulang mengalami deformitas
mengakibatkan kemampuan untuk menopang tubuh menurun, kekutan sendi
dan otot menurun sehingga kehilangan suply energi untuk bergerak. Konsep
Levine merupakan salah satu model yang berfokus pada kemampuan pasien
pada pelestarian /konservasi untuk mempertahankan kesehatan dan
penyembuhan secara utuh/wholeness dan berfokus pada individu sebagai
mahluk yang holistik. Konservasi Levine dapat digunakan sebagai dasar
filosofi dan kerangka berfikir dalam memberikan asuhan keperawatan pada
pasien gangguan sistem muskuloskeletal secara komprehensif. Tindakan
keperawatan yang dilakukan berdasar pada empat prinsip, yaitu: konservasi
energi, konservasi integritas integritas struktur, konservasi integritas personal
dan konservasi integritas sosial.
Peran perawat disamping sebagai pemberi asuhan juga sebagai pendidik
terintegrasi dalam asuhan keperawatan, dapat terus diterapkan dan ditingkatkan
baik mulai dari pasien masuk RS sampai persiapan pulang. Pengalaman
praktek residensi, semua pasien lelolaan diberikan edukasi tentang cara
mempertahankan hidup sehat dan meningkatkan kesehatan. Dari sejumlah
pasien yang diberikan edukasi berespon positif yang ditandai dengan pasien
Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013
77
Universitas Indonesia
aktif melakukan, aktif bertanya dan melaporkan hasil dari apa yang telah
diajarkan oleh perawat.
Pada 32 kasus kelolaan semua mengalami penurunan integriatas energi,
integriatas struktur, integriatas personal serta integritas sosial, namun
intensitasnya berbeda beda tergantung dari berat ringannya fraktur yang
dialami pasien. Model konservasi Levine sangat efektif, dapat dibuktikan dari
expresi wajah pasien yang sedih karena kesakitan dan cemas karena kondisi
sakitnya yang memerlukan proses perawatan yang lama untuk penyembuhan,
setelah dua sampai tiga kali diintervensi secara berturut turut maka pasien
tampak lebuh tenang dan kooperatif dengan lingkungannya.
Demikian pula pada kasus open fracture yang terpasang OREF memerlukan
perhatian khusus dari perawat untuk mencegah Pin Site Infection. Praktek
keperawatan berbasis pembuktian (Evidence based Nursing Practice) dalam
pencegahan Pin Site infection external fixasition, dengan menggunakan
chlorhexidine sebagai larutan pembersih pin site care. Praktek berbasis
pembuktian ini dapat dilaksanakan karena chlorhexidine tersedia di RS dan
harganya murah sehingga dapat menurunkan cost pasien . Evidence based
dapat dijadikan dasar yang kuat dalam pelaksanaan praktek klinik keperawatan
untuk membantu memperpendek hari lama rawat pasien pada gangguan
muskuloskeletal baik akut maupun kronis.
Praktek keperawatan pin site care menggunakan Chlorhexidine sebagai
cleansing agent, ini terbukti dapat memberi dampak bagi pasien sebagai
penerima asuhan keperawatan yang ditandai dengan penurunan nyeri pada pin
site, luka kering, bengkak hilang sebagai tanda risiko infeksi dapat dicegah,
sangat efektif untuk dilaksanakan oleh perawat dalam praktek perawatan pin
site.
Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013
78
Universitas Indonesia
Inovasi yang dikembangkan dengan membuat panduan praktek klinik (Clinical
Practice Guidelines. Pengembangan peran perawat sebagai innovator
berdasarkan kebutuhan di ruangan yang bertujuan untuk meningkatkan sistem
pelayanan kesehatan dalam praktek keperawatan dengan memonitor pasien
posca operasi 24 jam pertama secara intensive. Pemberian asuhan keperawatan
secara intensive ini adalah untuk mencegah komplikasi 24 jam pertama pasca
bedah seperti perdarahan, unstable hemidinamic serta untuk menurunkan lama
rawat pasien di Rumah sakit, pasien merasa aman dan kualitas pelayanan
keperawatan dapat tercapai secara optimal.
6.2 Saran
1. Diperlukan penelitian dan metodologi yang memadai untuk mengevaluasi
sejauh mana penerapan model Levine dapat digunakan dalam pemberian
asuhan keperawatan pada pasien gangguan sistem muskuloskeletal.
2. Untuk menjadi seorang ners spesialis keperawatan medikal bedah
peminatan sistem musculoskeletal, diperlukan pengembangan diri secara
berkelanjutan, melaksanakan praktek berdasarkan pembuktian pada setiap
tindakan keperawatan terus dikembangkan dan disosialisasikan yang
terintegrasi dalam asuhan keperawatan, demikian pula sebagai peneliti,
pendidik dan innovator terus dikembangkan secara berkesinambungan.
3. Manajemen asuhan keperawatan yang sekarang ada yang dijalankan di
ruang GPS lantai I dan rehabilitasi RSUP. Fatmawati perlu ditingkatkan
lebih lengkap, sitematis, agar tujuan yang diharapkan dapat dicapai efektif
dan efisien.
4. Praktik keperawatan professional yang melibatkan ners spesialis
mebutuhkan dukungan dari sistem pelayanan kesehatan yang ada,
dukungan organisasi profesi, praktek keperawatan berkelanjutan dan
perlindungan perawat berdasarkan undang-undang praktek keperawatan.
Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013
DAFTAR PUSTAKA
Amanti, A., Potalvio, G., Pelosi, F., Rende, R., & Cerulli, G. (2012). Randomized prospective
study in the prevention of infections in patients treated with external fixation.
European journal of inflammation, 8(3), 189-192.
Bell et al, (2008). Care of pin site. Nursing Standar22(33), 44-48
Black & Hawk (2010). Medical surgical nursing: Clinical management for positive outcome.
(7th ed.). St. Louis: Elsevier-Saunder.
Camathias,C.,Valderrabano, V., & Oberli, H. (2012). Routine pin tract care in external
fixation is unnecessary: A randomised, prospective, blinded controlled study.
Injury:International journal of the care of the injured.
Carpenitto, L.J. (2006). Nursing diagnosis: Application to clinical practice. (11 ed):
Lippincott: William & Wilkins.
Charles, et al, (2006), Epidemiology of Adult Fracture: review; orthopedic Trauma Unit,
Royal Infirmary of Eidenburgh,UK.
Checketts, R. (2000). Pin track infection and the principles of pinsite care. In De Bastiani G,
Apley AG, Goldberg A (Eds) Orthofix External Fixation in Trauma and
Orthopaedics. Springer, Berlin, 97-103.
Davies, R., Holt N, and Nayagam S. (2005). The care of pin sites with external fixation.
Journal of Bone and Joint Surgery. British Volume 87, 5, 716-719.
Davis, P. (2003). Skeletal pin traction: guidelines on postoperative care and support. Nursing
Times. 99, 21, 46-48.
Davis, P.S. (2002). Nursing the orthopaedic patient. London: Churcill Livingstone.
Debie Lgerquist, RN, Bs, et al, (2011). Care Of external Fixation Pin Sites, Clinical Evidence
Based Review
Donaldson, et al, (2008), The Epidemiology Fracture in England, J. Epidemiol Community
Health .
Good. M. PhD RN Associate Professor of Nursing, Frances Payne Bolton School of
Nursing,(2001), Relaxation and music to reduce postsurgical pain .University of
Cleveland, Ohio, USA, Journal of Advanced Nursing, 33(2), 208±215
Hamilton Russell, (1997), traction in the pre-operative management of patients with hip
fracture. Hull (UK): The School of Health, The University of Hull
Heiser R.M., Chiles K.C., Fudge M. & Gray S.E. (1997) The use of music during the
immediate post-operative recovery period. AORN 65, 777±785.
Holmes, S.B., Brown SJ, and Pin Site Care Expert Panel (2005). Skeletal pin site care.
National Association of Orthopaedic Nurses guidelines for orthopaedic nursing.
Orthopaedic Nursing. 24, 2, 99-107.
Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013
JohnWiley & Sons, (2009),Pre-operative traction for fractures of the proximal femur in
adults The Cochrane Collaboration, www.thecochranelibrary.com
Joint Commission on Accreditation of Healthcare Organizations,( 2001). Pain management
standards. Available at: www.jcaho.org/standard/pain_hap.html. Accessed
September 2001.
L.M., Bernardo (2001). Evidence based practice for pin site care in injured children.
Orthopaedic Nursing. 3,4,17-24.
Lagerquist, D., Dabrowski, M., Dock, C., Fox, A., Daymond, M., Sanda, K.E., & Halm,
M.(2012). Care of external fixator pin sites. American journal of critical care, 21(4),
288-293.
Lee, C.K., Chua, Y.P., & Saw, A. (2011). Antimicrobial gauze as a dressing reduces pin site
infection: A randomized controlled trial. Clinical orthopaedics and related research,
470(2).
Lethaby, A., Temple, J., & Santy, J. (2011). Pin site care for preventing infections
associatedwith external bone fixators and pins. Cochrane database of systematic
reviews, (8).
McKenzie, L.L. (1999). In search of a sta J.ndard for pin site care. Orthopaedic Nursing. 18,
2, 73-78.
Miller K.M. & Perry P.A. (1990) Relaxation technique and postoperativepain in patients
undergoing cardiac surgery. Heart and Lung 19, 136±146.
Patterson M.M. (2005). Multicenter pin care study. Orthopaedic Nursing. 24, 5, 349-360.
Santy, J., Newton-Triggs L. (2006). A survey of current practice in skeletal pin site
management. Journal of Orthopaedic Nursing. 10, 4, 198-205.
Smeltzer. (2010). Brunner & Suddarth’s textbook of medical surgical nursing. Philadelpia:
Lippincott.
Stanley H.,M.D. (2011). Treatment Rehabilitation of Fractures, Bronk New York, penerbit
buku Kedokteran EGC Jakarta Indonesia.
Temple, J. and Santy J. (2004). Pin site care for preventing infection associated with external
bone fixators and pins. (Cochrane Review). The Cochrane Library. Issue 1. John
Wiley and Sons, Chichester.
Timms, A., & Pugh, H. (2012). Pin site care: Guidance and key recommendations. Nursing
standard, 27(1), 50.
Timms, A., Vincent, M., Santy-Tomlinson, J., & Hertz, K. (2011). Guidance on pin sitecare.
Royal college of nursing, Retrieved from
http://www.rcn.org.uk/__data/assets/pdf_file/0009/413982/004137.pdf
Walker, J., (2011). Pin site infection in orthopaedic external fixation devices. British journal
ofnursing, 21(3), 148-151.
Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013
W-Dahl, A. and Toksvig-Larsen S. (2004). Pin site care in external fixation sodium chloride
or chlorhexidine solution as a cleansing agent. Archives of Orthopaedic and Trauma
Surgery. 124, 8, 555-558.
Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013
LAMPIRAN I
RESUME ASUHAN KEPERAWATAN KASUS KELOLAAN
DENGAN GANGGUAN SISTEM MUSKULO SKELETAL
N
o
Identitas pasien&diskripsi Penerapan Asuhan keperawatan Model Levine
1. Residen 1&2
Ny S.H. umur 31 th masuk RS
tgl 3 September 2012 NRM
00720769
Pendidikan SLTA agama islam,
pekerjaan pegawai swasta.
Diagnosa medis Spondilitis TB
T2 T 11 post debridement
Integritas energi: Terpasang WSD, undulasi +
mengeluh lelah, napas agak pendek 24x/menit, T
100/60, N 85x/menit,S 36.7. Nutrisi; makan sedikit
dan kadang kadang mual, pasien kurus, sudah 5 hari
post op tidak BAB.
Integritas struktur: luka post op pada tl belakang
T2-11terbalut kering, terpasang infus, kateter, drain
post op ± 50CC dalam botol
Integritas personal: pasien kadang merasa sedih
karena takut tidak bisa sembuh, terapi : OAT,
Ceftriaxon 2x 1 gri. ketorolak 3x30 mg
untuk pulang ceftriaxon 2x200mg dan ultracet 3x1
tab
Integritas sosial: Hubungan dengan teman sekantor
baik, demikian pula dgn tetangga, tampak sering
dikunjungi di RS.
Diagnosa Keperawatan: pola napas tidak efektif,
risiko infeksi, Nutrisi inbalance, gangguan
mobilisasi
Intervensi: Posturing semi fowler, deep
breathing, wound care ;dirawat setiap pagi, fluid
balance urine lancar, nutrisi seimbang, dianjurkan
minum jus strobery dan jeruk campur worten serta
diajarkan colonic massage and low extremitis
exercise reduse constivation? Terapi sesuai program.
Evaluasi: day 3-6 ku membaik an tidak sesak tidak
nyeri pernapasan teratur20x/menit, luka kering,
mobilisasi day 3 duduk, day 4-5 mulai jalan sekitar
TT, sudah bab har ke 6day 7 pasien pulang.
2. Tn S. masuk RS tanggal 14
september 2012 dengan Diagnosa
medis nonunion fraktur shaft
femur dextra dengan ukuran kaki
kiri 98 cm dan kanan yang
mengalami fraktur 86 riwayat
KLL setahun yang lalu dan
dibawa ke dukunurut, di RSUF
operasi tahai I dipasang skeletal
traksi dgn beban 5 kg dinaikkan
1 kg setiap hari sampai dengan
terakhir 14 kg.
Integritas energi:
Keluhan nyeri saat beban traksi 14 kg, pusing saat
post op pasang nail intralocking femur dextra 2 jam
post op dari RR. keluhan mual, mata kunang
kunang, muntah air sedikit, terpasang infus 2 line:
sebelah kanan post tranfusi terpasang NaCl 0'9
persen, sebelah kiri terpasang RL 8 jam per kolf.
Integritas struktur:
Pada luka operasi terpasang drain dihubungkan ke
botol, jumlah darah 450cc, Hb 7,1, urine 500cc/8jam
Integritas personal: pasien tetap senyum.
Kooperatif walaupun merasa pusing dan mual saat
Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013
Tanggal 19 september 2012
menjalani operasi nail
intralocking femur dextra,
kembali keruangan, orientasi waktu dan tempat baik,
NVD +
Integritas sosial:
Menunjukkan keramahan dengan perawat maupun
keluarga dan teman yang mengantar ke ruangan
Nursing Diagnosis:
Nyeri, gangguan mobilisasi, penurunan perfusi
jaringan tubuh, risiko infeksi
Intervensi:
Manajemen nyeri/ pain managementng: deept
breathiManajemen Energi, Rest period management,
Mobilisation management,Nutrient fluid
management, terapi sesuai program Ceftriaxon,
ketorolac, ranitidin. Transfusi sampai Hb >10 gr%,
wound management.
Evaluasi : day 1, transfusi tambah 500CC PRC,
nyeri berkurang , day 2,3, napsu makan membaik
mual hilang, ambulasi miki mika, eliminasi urine
cukup Hb 10,2. Day 4 mobilisasi duduk di TT kaki
do goyang goyang, latihan jalan dengan kruk, pasien
boleh pulang hari ke 5 post op.
3. Nama pasien:TnW. umur 36
tahun no reg 1175936 tanggal
masuk 23 september 2012
dengan Diagnosa open Fraktur
tibia sinistra dan ruptur Tendon.
Riwayat 2,5 jam sebelum masuk
RS kaki kiri kena gergaji mesin.
Saat pasien memotong keramik
dengan gerinda listrik lalu
terlepas menghantam kaki kiri
mengenai tibia/ tulang kering,
dan mengeluh jari kiri tidak dapat
digerakkan dan keluar darah
sangat banyak, dibawa ke RS
Gaple langsung di Rontgen kmd
dirujuk ke RSF,pro Fixasi,
riwayat penyakit lain HT, DM,
alergi tidak ada,
Integritas energi:
Keluhan utama nyeri pada kaki kiri, score 7pada
daerah orif dan insersi drain ketika bergerak, Sifat
nyeri; seperti ditusuk ketika bergerak kadang kadang
rasa berat bernapas jika muncul nyeri hebat
Status mobilisasi, bedrest, status nutrisi dan cairan
tidak ada masalah, hemodinamik stabil T140/ 70
mmHg, N 98 x permenit, P 20-permenit,S360C,
kesadaranCompos mentis, GCS : E4, M.6,V5 sk 15
auskultasi; bunyi napas: Vesikuler, Ronchi. -,
Wheezing -, Irama napas teratur 22x permenit
Konjungtiva tidak ananemis, mukosa lembab, tidak
sianosis
Integritas struktur:
Edema: tidak ada
Perdarahan:
Luka operasi tidak ada tanda tanda infeksi, drain
masih terpasang tidak ada perdarahan baru hanya
tersisa dalam selang dan dalam botol kurang lebih
20cc. Jumlah urine tanpa kateter 1500cc selama 24
jam. Minum kurang lebih 2 botol besar.
Pemeriksaan diagnostik,tanggal 23 September
Hb 13,9'm, Ht 44' leko 15,7' APTT 22,3, PT 14,9,
golongan darah A Rh positif.24 September 2012. Hb
10,9 leko 10,4 Eri 3,91 Kher 31 APTT 26'5 PT 17,3
Integritas personal:
Tidak ada kekhawatiran tentang postoperasi yakin
akan berhasil, setelah operasi dapat bekerja kembali
Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013
biaya klien ditanggung sendiri.Dukungan emosi
diperoleh dari keluarga terutama istrinya. Klien
sangat patuh menjalankan ibadah Agama dan sangat
penting dalam hidupnya, Orientasi terhadap:
Waktu,Tempat,Orang, semua normal
Integritas sosial:
Hubungan pasien dengan teman kantor tetangga
sangat baik, yang selalu mengunjungi pasien di RS,
pasien suka berbincang bincang dengan teman
temannya yang datang menjenguk
Nursing Diagnosis
Pain/ Nyeri, Impaiered physical mobilisation, . Risk
of infection
Intervensi:
Kontrol penurunan nyeri setiap 2 jam (Controlled
pain . Latih nafas dalam teknik relasasi dan terapi
Memposisikan kaki kiri pada kesejajaran tubuh
mempertahankan posisi untuk meningkatkan
sirkulasi.Berpindah posisi; keatas dan mengangkat
badan serta posisi duduk dan miring.
Observasi adanya tanda-tanda infeksi lakukan
perawatan luka setiap hari dengan teknik aseptik dan
steril serta observasi granulasi.
Observasi sirkulasi, ROM, sensasi pada ekstermitas.
Evaluasi:
Masalah Nyeri, risiko infeksi sudak berkurang ,
mobilisasi secara bertahap, edukasi cara
menggunakan kruk dan menghindari trauma untuk
mencegah fraktur berulang. makan dan minum baik,
tidur cukup, kaki tidak nyeri.
4. Tn R. usia 64 tahun laki laki
Agama Islam menikah NRM
01173505 tanggal masuk 2
Oktober 2012
Alamat : Kampung Ceger
Jurangmangu Timur RT01 RW
03.Pendidikan Tamat SD.
Pekerjaan swasta,
status perkawinan menikah.
Riwayat:
Pre op nyeri daerah panggul kiri sejak 1 tahun, terasa sakit saat jalan, pernah diurut beberapa kali Pasien minum jamu2an tapi jarang, tidak merokok dan tidak minum alkohol, riwayat trauma jatuh dari penampung air
Integritas energi:
Saat datang dengan kursi roda, partial care. tidak ada riwayat penyakit keluarga, tidak ada alergi. Post Op THR dengan spinal anastesi, kesadaran CM , KU sedang respirasi spontan, akral hangat terpasang infus RL 8 jam perkolf, DC produksi +, mual tidak ada muntah tidak ada. T 120/90mmHg, N 88, P 22x permenit S 37 Cek DL hasil Hb 4,8 Integritas struktur
Luka terbalut tidak rembes, vacum drain produksi + Produksi drain 200cc. Integritas personal
Pasien tampak sedih,orientasi orang,tempat,waktu
positif.
Integritas sosial
Hubungan dengan keluarga baik, dikunjungi
tetangga dan keluarga besar
Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013
setinggi 2 m 1 tahun yl dalam posisi duduk, dibawa kedukun pijat 2 bulan yl malah merasa nyeri dipinggang kiri klien kesulitan berjalan. Pasien dipersiapkan untuk operasi, PRC foto Ro paru dan pelvis dibawa. Tanggal 3 dilakukan operasi THR
Nursing Diagnosis
Penurunan perfusi jaringan, Risiko infeksi, gangguan mobilisai, risiko injury Intervensi post op
Ejukasi: tehnik nafas dalam, relaksasi,ankle pum Posisi kaki abduksi, transfusi PRC 500 cc Terapi Ceftriaxon 2x1gr Ketorolac 3x30mg Ranitidin 2x50mg Drip fentanyl 800 mg, ketorolac 180mg total volume 100mg dijalankan 2cc per jam. Evaluasi
Day 3 Hb 10,3mg%, hemodinamic
stabilT130/90mmHg, N 84, P 20x permenit, S 37 Day5 pasien sdh latihan jalan dan boleh pulang
5. Nama klien C. D. umur 22 tahun No
RM 01174251, masuk RS tanggal
11 Oktober tahun 2012, agama
Islam, pendidikan tamat SLTA,
pekerjaan perusahaan swasta,
Alamat jl H Muhayang no7 RT /
RW 011/01 masuk RS tgl 11
Oktober 2912
Diagnosa Pseudoarthrosis L femur
&nonunion femur sinistra pro ORIF
emaging sign Nail/broad plat
Riwayat penyakit:
Pada tahun 2011 klien KLL naik
motor, lalu dibawa kedukun urut
setelah setahun klien merasakan
jalannya pincang.
Integritas energi:
Kembali ke ruangan jam 22, post anasthei spinal
LII, IV terpasang infus RL, kateter, keluhan nyeri
daerah operasi skala 4-5' pernafasan spontan ADL
partial T120/ 90 mmHg, N88x permenit, P18-
permenit,S360C
care . Cek Laboratorium post operasi
Hb 10'2 Ht 32, lekosit 17,2, Kher 31,7, erytrosit
3,71, Foto Ro seb op dan sesudah op ada di BB.
Integritas struktur
Dilakukan rekonstruksi pemasangan sign Nail,
intralock nail proximal 50 dan distal 50 dengan
luka dibalut dengan elastis perban bersih tidak
rembes, drain + sebanyak 500cc luka drain dibalut
kasa tampak bersih
Integritas personal
Pasien tampak senyum, respon positif terhadap
orang,tempat dan waktu
Integritas sosial:
Hubungan teman teman dan tetangga juga keluarga
besar tetap terawat dengan baik.
Nursing Diagnosis:
Nyri/. Pain, risk of infection, Impaired physical
mobilisation
Intervensi:
Mobilisation management,nutrient fluid
management
surgical wound management
Terapi : ceftriaxon 2x1gr, ketorolac 3x30mg,
Ranitidin 2x 1mg. : Edukasi pasien sebelum pulang
meliputi cara berjalan, hygiene luka op, nutrisi, dan
kontrol ke dr serta obat diminum teratur
Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013
Evaluasi:
Pasien dirawat selama 4 hari, terjadi peningkatan
secara significant; nyeri berkurang sampai hilang,
luka kering, mobilisasi bertahap dengan kruk,
panjang kaki kiri dan kanan hampir sama .
6. Tn N, umur 42 tahun masuk RSF
tgl 18 Oktober 2012
Diagnosa medis Osteomyelitis
kronis femur dextra post implant
failure exposed. Post op angkat
implan 01 oktober 2012
Terapi seb nya: Amikin 2x500
mg, Ondancentron 3x 8 mg
Ketorolac 3x30 mg, Socef 1x2gr
Riwayat penyakit:
Pasien menjalani operasi karena
patah tulang 14 tahun yang lalu,
timbul nanah sejak 5tahun,
pasien tdk pernah kontrol ke RS,
masih dapat berjalan, tidak dapat
menekuk lutul dan mata kaki krn
nyeri, pasien menjalani operasi
remove implan 2 minggu yl,
tetapi masih keluar nanah sangat
banyak.
Integritas energi: Nyeri hebat pada kaki kanan score 9, KU lemah,
risiko jatuh tinggi, total care , Hb.9,2 Albumin, 1,9,
lekosit 16 ribu/ul, Tampak pucat, konjungtiva
anemis. T110/70. N 88x/menit
Terapi seb nya: Amikin 2x500 mg, Ondancentron 3x
8 mg,Ketorolac 3x30 mg, Socef 1x2gr
Integritas struktur
St lokasi , Femur Dextra; skar +, NT +' Move -
/immoved, ulkus femur dextra, keluar nanah setiap
pagi 500-1000 cc, berbau sangat tajam.
Integritas personal
Pasien tampak murung, kurang paham dengan
penyakitnya,kerjasama dalam tindakan keperawatan
kurang.
Integritas sosial:
Hubungan dengan keluarga besar, dengan tetangga
cukup baik, sering dikunjungi di RS
Nursing Diagnosis:
Risiko perluasan infeksi, nyeri, gangguan
mobilisasi, risiko injury.
Intervensi:
Wound management; ganti balutan 2x sehari, nutrisi
TKTP, Edukasi personal and invoroment
hygiene,suport mental. Balance cairan:intake dan
out put seimbang
Terapi :Ceftriaxon3x 1 gr,Tramadol 3x30mg
Gentamycin 3x30 mg. Kolaborasi;Lab ; DL, Ureum
Creatinin, PT/APTT, LED, SGOT/PT
Transfusi PRC 500 cc, Pro debridement, XRy cito
Evaluasi
Day1,2 kondisi luka nyeri tidak berkurang, nanah
semakin banyak, debridement ditunda karena
keadaan lemah, Cek kultur terapi diteruskan. Day 3-
5 keadaan menurun, pantau hemodinamic secara
intensif
7. Tn S. umur 39 tahun alamat jl
Nusa indah depok bojong sari
bogor.
pendidikan SMA,
pekerjaan suwasta, Masuk RS
tanggal 22oktober 2012 dengan
diagnosa fraktur 1/3 medial shaft
humerus sinistra pro orif,
kesadaran pasien compos
Integritas energi:
KU lemah, keluhan nyeri score 4' pada erah
dfraktur, risiko jatuh skor 35(ringan), kesadaran
CM, T 105/54' N 92' P. 18, batuk, reak sulit keluar,
S38,5, HVb + hsl Rontgen (di ped)CF ahaft
femur/Fr humerus sinistra
Cek Widal: Thy + 1/320' HBS Hg+, konsul paru.
Cek BTA 3x,Tes mantuk, rawat bersama.
Hasil lab ada di camera IPED
Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013
mentis, assesmen risiko jatuh
skor 35( ringan),nyeri sedang,
skala 4' risiko dekubitus tidak ada
Riwayat keperawatan: 15 hari yl; yaitu tgl6 okt 2012
saat memutar badannya mau
bangun dari TT, tiba tiba tangan
kiri patahkrn ,langsung dibawake
alternatif, empat harikemudian
rontgen lengan hasilnya patah
tulang. Setelah ke alternatif kaki
tangan lemas
badan kuning sejak satu bulan.
Integritas struktur
CF 1/3 medial humerus sinistra
Status lokasi; regional humerus Look; deformitas
sinistra+, Feel tenderness+, Move; thumb extremity-
inferior, lengan kiri terpasang bidai,abdomen nyeri
tekan.
Integritas personal;
Kooperatif, namun sedih dan cemas dengan
penyakitnya
Integritas sosial:
Hubungan dengan keluarga dan kerabat baik
Nursing Diagnosis:
Bersihan jalan napas tidak efektif, Risiko perluasan
infeksi, defisit mobilisasi, ansiety
Intervensi:
Kolaborasi; Hb 8'4 transfusi PRC 500cc
Consul IPD dan Orthopedi
Pro Orif tunda perbaikan KU
Terapi:
Nebuliser 3x sehari dengan ventolin, bronchospasme
sol dan NaCL, fisioterapi dada, deep breathing,
efective coughing, personal hygiene, IPSG, ROM
pasif aktif. Nutrisi dan cairan seimbang, Infus NaCl
0,9 8 jam per kolf, Ceftriaxon 2x1gr IV, PCR 3x
1tab, Ranitidin 2x1amp, Hepaq 3x1 tab, hemobion
3x1tab
Evaluasi Day1-2 ;nyeri lengan kiri skala nyeri 4 sd 5
kaki terasa terasa kaku dan sakit sulit digerakkan
infus RL /8jam perkolf
T 100/60, N 84, P 20x permenit, S 36, Day 3-4
keadaan menurun ikterik meningkat, albumin
menurun, pasien pindah ke ruang penyakit dalam.
8. Nn D. N. usia 25 tahun 7 bulan
masuk ruang GPS tanggal 22
oktober 2012 dari poli dengan
vertebra melengkung Scoliosis double majorpro operasi tanggal
24 oktober 2012.
KU waktu datang baik kesadaran
CM, pasien tampak kurus, self
care T 91/57 mmHg, P20, N 86, suhu tidak panas acc operasi Tanggal 23 Oktober persiapan operasi CO. Anastesi dan IPD toleransi untuk operasi; NVD baik, mobilisasi jalan, sedia PRC 1000cc dan FFP 500cc. Co Kardio
Integritas energi:
Tanggal 25 oktober pasien setelah dirawat satu hari di ICU kembali ke GPS, mengeluh telapak kaki sakit jika digerakkan, Ku sedang respirasi spontan O2 nasal 2ltr/menit,terpasang infus, transfusi 500cc 60 cc/jam, Hemodinamik pasien stabil, O2 sat 100%, TD 95-105/ 72 mmHg, N98-121, P21, S 36,6, mukosa bibir lembab, turgor elastis , acral hangat, terpasang DC produksi urine 200cc/6jam, warna kuning jernih,. Mengeluh nyeri dengan skala 4-5, ADL total care, Makan pagi dan siang ¼ porsi, Lapor hsl AGD dapat extra RL 200 cc Integritas struktur
Luka tertutup pada tl belakang, tidak rembes,
Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013
dilakukan EKG Pasien tidak ada keluhan dipasang vasofix pro injeksi Tanggal 24 dilakukan operasi Insisi dari T3 sampai L4, fiksasi T3 sampai L4, pemasangan rod kanan dan kiri anastesi general
terpasang drain produksi +, warna kemerahan
Integritas personal
Orientasi orang, tempat dan waktu baik respon
kooperatif jika ditanya.
Integritas sosial
Hubungan dengan keluarga dan kerabat tidak ada
masalah, banyak dapat telp dari teman kantornya
Nursing Diagnosis
Nyri, Vol cairan < kebutuhan, Gg pemenuhan ADL, Risiko infeksi, Cemas Intervensi
Edukasi; deep breathing, batuk efektif, Obs KU, Catat I/O, awasi produksi drain dan perdarahan, pertahankan vacum drain sampai hari ke3 post operasi, bantu ADL, mobilisasi miki,ankle pum 10 kali tiap dua jam, mika, setelah pakai brase duduk bertahap sampai jalan bila hemodinamik stabil, TD 105/ 70 mmHg, N98, P21, S 36,6, Terapi:Pentanyl 100mg+ord 8mg/24 jam, tetesan lancar, plebetis tidak ada, tanda2 infeksi tidak ada
Pemeriksaan Post operasi:Cek DPL, transfusi jika Hb <10 mg %, Rontgen Thorax IVFD RL : D5% 1:1 Terapi:Ceftriaxon 2x1gr, Ketorolac 3x30 mg, Panfenil extra untuk nyeri,Antepain servise bila nyeri, diet biasa Evaluas:Day2-3, pasien masih lemah, pernapasan
dibantu O2 2 lt/menit, nafsu makan belum pulih,
Day 4-5 pasien menggunakan brase mulai duduk,
latihan jalan 6 meter, selera makan membaik,
hemodinamik stabil selanjutnya diperperbolehkan
pulang.
9. Tn I. D. laki laki usia 28 tahun 8
bulan, agama Islam, pendidikan
tamat SMA pekerjaan swasta,
alamat tinggal Kp Kepupu 32
Pasir putih RT/RW 04/07. Masuk
RS Fatmawati dengan diagnosa
Non Union fraktur shaft femur
dextra
Integritas energi:
Keluhan nyeri, kelelahan yang dirasakan setelah terpasang traksi dengan beban 14 kg, ketika
bergerak nyeri seperti ditusuk dengan napas dalam
masih bisa tahan. Kadang kadang rasa berat bernapas jika muncul nyeri hebat, mobilisasi keatas dan mengangkat badan serta posisi duduk dengan manky bar. Bedrest di tempat tidur selama terpasang traksi, T110/ 70 mmHg,N84x permenit.,P22-
permenit,S360C
Tingkat kesadaran Compos mentis
Integritas struktur;
Luka pin inserti menahan traksi, Hb 11.0 mg% tgl
29/11. 2012
Integritas personal
Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013
Pasien bisa menerima keadaannya, taat menjalankan
ibadah Agama, dukungan dari keluarganya bagus
Integritas sosial
Senang berteman, tidak punya musuh, akrab dengan
tetangga, serta teman sekantor.
Nursing Diagnosis
Pain/ Nyeri,Impaiered physical mobilisation/, Risk
of infection/
Intervensi
Pain management,manajemen Energi, Rest
period management, Mobilisation
management/posturing,nutritional fluid
management, wound management, terapi sesuai
program
Evaluasi
Nyeri masih ada skala nyeri 3, ada penurunan skala
nyeri dan peningkatan toleransi dalam mobilisasi
serta risiko infeksi teratasi. hemodinamik stabil; T
110/70 mmHg, N 80x/menit, komunikasi dengan
perawat sangat baik, dipersiapkan untuk Orif
10
.
Nama pasien Tn D. B.
Umur 34 tahun, tempat tinggal curuc
cimanggis depok pendidikan
Pekerjaan karyawan BUMN
WNI no Hp0817175915
Diagnosa medik SCI EC Fractur T6-
7, datang ke GPS IV dengan decubitus daerah sacral,
belum rehabilitasi, masih duduk di
kursi roda, dependent
Riwayat penyakit
pernah KLL fraktur Th 6-7
16 september 2012
Integritas energi: Keluhan nyeri skor 4, Penilaian risiko jatuh skor 60 memakai kursi roda, Kedua kaki paraplegi KU : kesadaran CM, GCS ; E4 M 6 V 5 T 110/70, N 72, RR 22x/menit
Integritas struktur Tidak merasakan bak dan bab, drible + Decubitus daerah sacrum gr IV 11x14x3 nekrotik, baun sangat menyengat, terdapat fistula di dekat anus. luka decubitus masih basah, ada jaringan necrotic, pus+, ,
Integritas personal: Pasien sangat sedih dengan kondisinya, respon terhadap perawat cukup baik, dengan istri tidak ada masalah
Integritas sosial:
Hubungan dengan teman sekantor dan tetangga
selalu terjaga, tampak dari pengunjung yang hadir
setiap hari dan selalu berkomunikasi baik.
Nursing Diagnosis:
Gangguan eliminasi bowl dan urin, gangguan
integritas kulit, risiko perluasan infeksi, gangguan
mobilisasi fisik, ansietas.
Intervensi: Retensi urine tindakan ICP 5x perhari,integritas kulit
GV 3x luka dirawat dengan NaCl0,9%, posturing
tiap 2 jam, cek urine analisa, urine kultur, pus
kultur, LED, gambaran drh tepi, SGOT/PT, bantu
ADL, eliminasi bowl. tindakan manual dan
evakuasi tiap 2hr, terapi sesuai proram
Evaluasi
Sampai dengan 1minggu perawatan keadaan statis,
Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013
kemajuan pada tingkat komunikasi kooperatif,
ansitas berkurang, kadang pasien mau senyum. sedimen urine >50, bacteri+, kultur urine E. coli > 100.000 k/50,kultur pus E Coli+. Terapi ditingkatkan.
11
.
Ny A. R. masuk GPS 4 tagl 27Nop
2012 jam 17.30 pindahan dari Lantai
4 selatan
Usia 33 tahun, status menikah, pek
ibu RT, pendd tidak tamat SD BB
49 kg, telp 7378332
Diagnosa masuk HNP L4-5 pro
correction
Keluhan utama nyeri pinggang
sampai ke kaki dan baal, Haid lancar
, KB suntik
Riwayat HT dan DM tidak ada
minum obat hanya vitamin
Riwayat:
Pernah jatuh sebelum lebaran 3 bulan yl dengan posisi duduk dan dibawa ke dukun urut
Integritas energi: Tanggal 20/112012 dilakukan laminectomy discectomy. a/i HNP L 4-5,KU saat datang ke GPS baik kesadaran CM, tampak memakai korset, extremitas dapat digerakkan, mobilisasi lambat.
Integritas struktur:
Post op laminectomy, discectomy. a/i HNP L 4-5
Sudah satu minggu tidak BAB, ACR + lemah, BCR lemah, A sensasi +, A kontraksi lemah
Integritas personal:
Pasien sangat khawatir dengan penyakitnya
Integritas sosial:
Hubungan dengan tetangga dan keluarga besar
sangat baik.
Nursing Diagnosis
Gangguan bowl, risiko injury, risiko infeksi
Intervensi:
Terapi :Infus NaCl0'9% Tramadol /8 jam
Ceftriaxon 2x2 gr, asam mefenamat 3x500mg dan
Vit K 3x1 selama 3 hari,metilprednizolon 3x250mg
ranitidin 3x 1amp,Piracetam 3x3gr
Pasang korset wimbol
Evaluasi
Nyeri berkurang, kelemahan motorik L4 dan 5,
sensorik setinggi S1 , S2, mobilisasi mampu duduk
mandiri dengan korset., BAK ICP 5x sehari 250-
350cc dan spontan 80-120cc. ObsT 120/80 sd 90/70.
12
. OK Solo:
Nn P. Usia 17 tahun datang
dirawat dengan Diagnosa Non
union post Oref Tibia Fibula
satu tahun yang lalu untuk
dilakukan Orif dan bonegraft.
Hasil laboratorium Hb 12,1 gr%,
Ht 34, GDS 65, HBS HG -, dan
kimia darah Al 8400.
1). Pasien masuk ke ruang operasi jam 8.10
dilakukan anasthesi spinal, 15 menit kemudian
kesadaran pasien menurun, dilanjutkan diapasang
torniquet didaerah femoral untuk memperlambat
sirkulasi kedareah extremitas yang akan dioperasi
sehingga dapat memperlambat sirkulasi ke distal
sehingga mengurangi perdarahan.
2). Operasi dilaksanakan jam 8.35 dan selesai
operasi jam 10.45 foto operasi ada di Hp GSM
dan BB
Tulang yang digunakan untuk Bonegraft adalah
Bovine Bone Cancelous, adalah terbuat dari
tulang sapi yang diproduksi dalam negeri yaitu di
kota Surabaya.
Keadaan umum waktu selesai operasi baik, di RR
selama 1 jam, kemudian kembali keruangan
untuk perawatan selama tiga hari.
Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013
13
. OK Solo:
Tn Sigit Santoso usia 46 tahun,
pekerjaan swasta
Keluhan nyeri kedua panggul ketika berjalan,
keluhan penurunan BAB tidak ada, batuk dan
trauma tidak ada, untuk mengatasi nyeri klien
minum jamu pegal linu. Pemeriksaan Look swelling
dan deformitas, feel nyeri tekan dan move ; ROM
flexi hip 0-90 kiri dan kanan konsul bedah orthopedi
disarankan untuk operasi THR.
14
. OK Solo:
Tn S. usia 28 tahun OF Tibia
fibula dextra dengan kerusakan
pada tulang Tibia.
Diawal dilakukan oref flat sambil menunggu
ketersediaan Illizarof pos opersi dirawat di ruangan
15
.
OK Solo:
Tn Randa usia 18 tahun
mengalami OF gr IV tulang
hancur .
Dilakukan pemanjangan tulang dengan pemasangan
Illizarof, dengan cara tulang yang rusak dipotong
lalu dipasang Illizarof, operasi berjalan selama dua
jam, satu jam di PACU lalu keruangan untuk di
rawat.
16
.
OK Solo:
Tn M. 48 tahun post ORIF ½
Distal Sin 6 tahun yang lalu,
riwayat kesehatan klien
mengalami kecelakaan naik
becak ditabrak motor yang
mengakibatkan fraktur tertutup.
Tanggal 15 februari klien dilakukan remove inplant(
ROI), ku waktu datang baik, operasi mulai jam
8.20 selasai jam 9. 55 berjalan lancar, dengan spinal
anasthesi, perdarahan sedikit , selanjutnya klien
dirawat untuk beberapa hari
17
.
UGD Solo:
Anak A. usia 13 tahun jatuh dari
pohon rambutan ketinggian 3m
jam 9.00 pagi dengan posisi jatuh
terlentang.
Masuk UGD jam 15.00 sebelum ke UGD klien
dibawa ke puskesmas dipasang neckollar sementara
dengan menggunakan sandal jepit, pasang infus RL,
keluhan utama sakit leher dan sakit kepala bagian
kiri. Dilakukan pemeriksaan fisik AIS; motorik dan
sensorik normal, ganti neckollar, rontgen foto tidak
ada fraktur cervical klien diperbolehkan pulang
terapi analgetik bila sakit sekali dan antibyotik,
klien diperbolehkan pulang.
18
. Residen 3
Nama pasien Tn S.(Sakroni) usia
25 tahun, masuk RS tanggal 5
maret 2013 dikirim dari poli
Orthopedi, dengan diagnosa
medis nonunion shaft Femur
dextra pro open reduction
internal fixation /ORIF dan
Bonegraft. GPS1
Integritas energi:
Pasien mengeluh nyeri daerah insersi pin ( score 3-
4), NVD baik, akral hangat, namun konjungtiva
agak anemis. Diagnostic test post operasi
Hb10.2gr%. Pasien mengeluh mual dan agak pusing
pusing, tampak lemas, CRT >3 detik, T 110/60, N
90 xpermenit, S 370C, P 25x permenit
Integritas struktur
Inserti pin skeletal traksi dengan beban maximal 15
kg
Integritas personal
Pasien sangat kooperatif, harapan setelah operasi
dapat bekerja lebih baik
Integritas sosial
Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013
Hubungan dengan teman dan keluarga besar baik
Nursing Diagnosis
Pain, Risk of Injury, Ris of infection
Intervensi
Deep breathing (napas dalam, posturing yang
nyaman dengan memperhatikan tali traksi tidak
Posisi beban traksi dengan tali tergantung 90 0
C. Pin
site care, palpasi ujung ujung extremitas, exercise
ankle pum. deep breathing, enkle pum, wound care.
Terapi:Ceftriaxon 2x1gr, Tramadol drip, Al 95,
Profend sup k/p Ranitidin 3x1 IV, Transamin
dan Vit C, cairan parenteral RL dengan Tramadol 10
tetes pemenit untuk mengurangi rasa sakit.
Evaluasi:
Day 3 hemodinamic stabil, T 120/60, N 80
xpermenit, S 370C, P 20x permenit, luka kering,
mobilisasi post op duduk diTT, flexi lutut 900C, day
4 post op latihan jalan,day5 post op pasien boleh
pulang.
19
.
Nama Tn A. H.P usia 37 tahun
masuk RSF tanggal 31/3-013RM
122/272 dengan Dx multiple
fraktur ( Open fracture tibia,
fibula /cruris dextra dan Close
Fracture femur sinistra) . Telah
dilakukan operasi cito; Orif pada
femur sinistra dan fibula
sedangkan debridement pada
tibia dan pada cruris, dengan
anastesi spinal, penilaian risiko
jatuh post operasi 75 sangat
tinggi
Integritas energi:
Keluhan nyeri daerah operasi, score 8, keadaan
umum lemah, kemampuan ambulasi terbatas,
kekuatan otot kanan maxsimal, kekuatan otot kiri
tidak dapat diukur, pasien cemas, terpasang infus
NaCl 0,9% berisi 1 ampul Tramadol 12 jam/kolf,
kateter urine lancar produksi 700cc selama 8 jam. T
120/70 N 84/mnt P 23/menit S 36.7. NVD +, nyeri
score 8, edema+, ujung extremitas pucat, flexi lutut
kiri 0, ankle ankle kiri terpasang base slab karena
diduga dislokasi
Diagnostic test:
Hb 8,5 gr%, Ht 26%, lekosit 10 ribu,
Thrombosit361, Ery 2,72,
Hasil Rontgen : post op
Pada shaft femur terpasang plat screw 9 hole dan
Fibula terpasang plat screw 7 hole pada tibia distal
tampak open fraktur, post debridement
Integritas struktur
Status location: shaft femur sinistra post Orif plat
screw 9 hole, fibula sinistra post Orif 7 hole dan
tibia post debridement, Luka post operasi exudat
+pada femur dan tibia tampak rembes tembus
balutan dua kasa, drain masih productif 100cc,
Integritas personalang:
Pasien kadang kadang murung, melamun khawatir
dengan kakinya
Integritas sosial
Pasien banyak teman baik dikantor karena pekerjaan
even organzer, hubungan dengan tetangga baik.
Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013
Nursing Diagnosis
Pain, Impaired mobilisation, risk of infection,
ansiety
Intervensi:
Pain management;deep breathing 10x tiap 2 jam,
observes NVD; CRT>3 dtk, sensation distal nyeri+,
observe T 120/80, N 84, P 23x permenit, S 36.90C
wound care. Manajement transfussion, management
fluid and nutrient. Posturing, passive ROM knee
flexi, finger toes flexi extensi, suport and guide
relaxation for reducing pain and anxiety
Evaluasi:
Pasien aktif posturing dengan monkey bar, mulai
kooperatif dengan perawat, saat wound care exudat
sudah berkurang, luka femur dan Tibia membaik,
ankle masih dengan base slab hanya fingers toes
yang dapat di ROM. CT Scan pre op tahap II. Post
transfusi 1000 cc, Hb 11'9, Ht35, leko; 7,9,
Thrombosit ; 473, Ery 3,92
Ver/ Kher/Her/Rdw; 89,2 / 30, 5/34,2/14,1
20
.
Tn A. S. usia 27tahun 8 bulan
NRM 01223251
Pasien rujukan dari RS Mediros
mengalami kecelakaan lalu
lintas, jatuh dari motor, langsung
dibawa ke IGD Mediros di
diagnosa Open Fracture Cruris
fraktur 1/3 distal Dextra dengan
luas luka 15x5x5cm kena otot,
tulang , pro Oref
Integritas energi:
Post operasi Oref 8 jam/first 24 hours, , mengeluh
nyeri score 5, terpasang infus RL 8 jam /kolf, ,
mobilisasi ambulasi duduk di tempat tidur
bersandar, partial care,penilaian risiko jatuh 65,
risiko tinggi. T 110/80 N 76xpermenit, P
20xpermenit, S 360C, pasien tampak lelah, ke dua
tangan mengeluh lemas tidak mampu menumpu
badan jika merubah posisi.
Integritas struktur:
St lokalis: 1/3 distal cruris dextra.
I: Tibia External Fixation, swollen +, drain+
F: Tenderness+, pain+ score 5, NVD+ ( akral
hangat, CRT<3 detik, kateter dower, produksi urine
600cc per 8 jam
Integritas personal;
Mudah tersinggung dengan ucapan perawat, sedih
Integritas sosial
Banyak memiliki teman kampus dan teman sokalah
SMA, tidak ada masalah dengan teman temannya
Nursing Diagnosis:
Pain, Impaired mobilisation, risk of infection,
ansiety
Out come:
Reduse; pain, risk of infection, anxiety and gradual
mobilitation ( mobilitas secara bertahap)
Intervensi
Deep breathing 10x tiap 2 jam pada 8 jam post op,
posturing setiap 2 jam, posturing pin OREF bebas
tahanan, aktif range of motion kaki yang sehat,
Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013
ankle pum 10 x setiap 2 jam kaki dengan Oref ,
auskultasi bising usus, observasi perdarahan, penuhi
kebutuhan cairan 2-3 liter /24 jam dan nutrisi pasien
tinggi kalori dan tinggi protein, personal hygiene,
observasi pin site, balutan luka.
Observasi CSM/NVD, tanda tanda compartemen
sindrom; N/ sensasi rasa +, CRT <3 dtk, perabaan
hangat dilakukan setiap 2 jam pada 8 jam first op 24
jam, TTV ; T 110/60 mmHg, N 86 x permenit, P
22x permenit
Terapi nyeri tramadol drip, untuk infeksi ceftriaxon
2x1gr IV sesuai program.
Wound management ; pinsite dirawat dengan
Chlorhexadine 0,2%, drain up after 48 hours post
op, catheter urine up after 24 hours post op exercise
ROM passive, posturing external fixasi, flexi,
extensi, abduksi dan aduksi jari2 tangan,listic
hiaproach, fluid and Nutrien
Evaluasi
Rontgen; external fixasi/OREF bagian tibia. Ada di
IPED
Day 2 Evaluasi: tanggal 11/4-2013
Nyeri daerah luka operasi dan pin site ( scor 5), jari
jari tangan merasa lemas, rasa tidak kuat
mengepalkan, pada wound site tibia balutan ada
rembesan, drain masih terpasang, perdarahan sisa
dalam botol drain, dower kateter urin uf, jumlah
urine 500cc per 8 jam, T 110/60. N84, S 37, P 23x
permenit. Program terapi dengan ceptriaxon,
Tramadol.
Day 3 tanggal 12/3-2013
Assesment: Central Nervus System(sakit kepala)
muncul ketika mencoba turun dari TT, respiration;
irama napas teratur, kardiovasculer ;T100/60, N 84,
NVD; akral hangat,CRT ≤ 3detik, kedua tangan
masih lemas, gastrointestinal; bising usus 10x
permenit. Makan dan minum baik, urine banyak
500cc dalam 6 jam. Drain uf darah sebanyak 40cc
luka operasi renbes tembus dua lapis kasa warna
kekuningan) ,swollen + daerah pin site 1 dan2 dari
proximal,edema+, pain+ score 4, NVD+move
limited, partial care
Diagnostic test: Lab : Hb 10,9 gr%, lekosit 9,3 000,
Trombosit 150.000, erytrosit 4000. RDW 16,7.
Day 3 Day 4 - tanggal 15/3- 16/3 dan 17/3-2013
nyeri daerah luka, ( scor 4), luka rembes, balutan
basah, observasi tanda tanda infeksi, terapi sesuai
program, cemas berkurang mulai kooperatif
Day 5-6 tanggal 17 dan 18/3-2013 Tanggal 18/3 ganti balutan luka bekas drain daerah
Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013
femur tampak basah, pin site sudah mengering
sedangkan pada tibia dan radius kering, keluhan
nyeri berkurang, pasien tampak cerah dan sudah
mau aktif untuk angkle pum, flexi , extensi, abduksi,
adduksi jari2 tangan makan minum baik, urineren
baik
Pasien tampak lebih baik, ganti balutan, luka bekas
drain pada femur rembes, pin site membaik. Pasien
sdh lebih cerah dan kooperatif.
21
.
Ny D. usia 52 tahun NRM 012129
20 pekerjaan ibu RT, pendidikan SD
dirawat di RSF karena Pasien
mengalami negleted fracture ankle.
Riwayat:
2 tahun yang lalu, mengalami
keseleo dan pasien memiliki
penyakit DM.
Hsl ROntgen ada di HP new masuk
RS tanggal 21/3-2013 proi Orif, jika
gula darah normal.
Tanggal operasi tanggal 27/3 2013 lama operasi 2,5 jam dengan anasthesi regional
Integritas energi: Day1 post operasi 22 April keadaan umum lemah, mengeluh nyeri pada daerah operasi dengan score 7, 140/80mmHg, N 88x/menit, P22x/menit, S 360C, mual +, selera makan menurun Lab: Hb 10,3gr%, Ht 31%, leko11,6rb, tr 265 rb/ul gl darah 152-216 mg %.
Integritas struktur Luka terbalut tidak ada rembesan darah,
menggunakan baseslab, NVD +; akral hangat,
sensasi nyeri+ dan CRT≤3detik
Integritas personal
Pasien cukup kooperatif, namun ada unsur takut
tidak bisa jalan krn kakinya sll nyeri
Integritas sosial.
Hubungan dengan kerabat tetangga maupun
keluarga besar baik, tampak setiap hari banyak
pengunjung
Nursing Diagnosis
Pain, impaired of mobilisation, ansiety, risk of
infection
Intervensi:
Pain management,napas dalam, relaxasi, 48 jam post
op wound management, edukasi tentang DM, ROM
aktif kaki yang sehat, pasif ROM kaki yang sakit
flexi dan extensi lutut dan jari jari kaki, hanya ankle
yg immobilisasi. Kontrol TTV; T 130/80mmHg,
N90x/menit, P22x/menit S 36.70C
Terapi: Ceftriaxon 2x1gr,Tramadol 3x1amp, drip Ranitidin3x1amp,Humulin 3x8unit Diet 1700kkal
Evaluasi; Day 1-2 keluhan nyeri score 6, tramadol
drip masih terus, terapi nyeri non farmkologi terus
diberikan, day 3-5 nyeri berkurang, mobilisasi
duduk dipinggir TT, gula darah terus dikontrol.
22
.
Ny M.E.usia 25 tahun NRM
122882, fraktur iga 2,3,4,5,6,
contusio dan fracture shaft tibia
gravitas 12 minggu. pasang WSD
post rawat HC L6 penilaian risiko
jatuh 70. l Operasi tahap I bln april
Integritas energi: KU lemah, mual, mobilisasi terbatas, nyeri score 4-6.
Post op 1 Mei Hb tanggal 1/5 6,9gr%, post op nyeri
score 7, nyeri terasa bertambah saat rawat luka
, kateter di blader traning 48 jam post op, T 110/70 N
Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013
2013,debridement dan WSD,
Tanggal 1mei operasi : debridement
(R) anterior Tibia, debridement
Extra Fixasi/ Oref (L) tibia distal,
fibula W/Kwire-+ transfixing screw
dengan anastesi regional
Riwayat :
Pasien kecelakaan dibonceng motor
oleh suami pulang kerja, ditabrak
dari belakang, jatuh terpental.
84' S36'8 P 20x permenit pernapasan tidak sesak
Integritas struktur Poat operasi : debridement (R) anterior Tibia, debridement+ Extra Fixasi/ Oref (L) tibia distal, fibula W/Kwire-+ transfixing screw dengan anastesi regional. 48 jam post op luka rembes tembus tiga lapis kasa, pin site basah kena exudat dari luka, luka yang debridement (R) juga basah. Tanggal 6mei ganti balutan: luka basah hanya 2 pin yang kering, kultur, 2 pin site kering sedangkan yg mendekati surgical site basah
Integritas personal:
Pasien pendiam, sedih karena sedang hamil 12 mgg,
khawatir dengan luka dan bayinya
Integritas sosial
Mempunyai banyak teman, sebagai guru SD disukai
murid muridnya. Hubungan dengan keluarga besar
dan tetangga baik, suport dari keluarga positif
Nursing Diagnosis:
Risk of infection, ansiety, impaired mobilisation,
pain.
Out come:Reduse risk of infection, reduse ansiety,
improve mobilisation
Intervensi: Wound management, pin site care
dengan chlorhexidine 0,2%, post debridement
kompres dengan madu. Transfusi 3 pac PRC, Pain
management kombinasi music, napas dalam dan
tramadol drip saat ganti balutan. Nutrisi TKTP dan
cairan 2-3 liter. Terapi sesuai program, Hb <10gr%
tranfusi PRC
Evaluasi: Day 2 luka basah, pin site berexudat,
nyeri score6-7, mual sudah berkurang, Hb 8, 9gr%,
Day 3-5 keadaan lebih baik, sudah mampu menahan
nyeri ketika ganti balutan luka, pin site yg jauh dari
site surgery tampak mengering dengan
Chlorhexidine 0,2% pin site care. Hemodinamik
stabil, hasil resistensi, res terhadap ceftriaxon,
ditemukan Acinetobacter baumanil hasil tg
4mei2013
23
.
Tn D. S. usia 21 tahun masuk RS
23April 2013 NRM 1227014,
operasi cito; Tindakan opersi
debridemen K wire
metatarsal1,2,3,4 Penilaian risiko
jatuh 65 metode Morse kategori
risiko tinggi, pasien tuna wicara
status lokasi; metatarsal
Integritas energi:
KU lemah, tampak lelah, pernapasan agak cepat
28x/menit
Integritas struktur:Luka metatarsal post
debridement
Integritas personal:Tuna wicara, respon non verbal
kurang
Integritas sosial
Tidak ada teman yang mengunjungi hanya keluarga
yang menunggu
Nursing Diagnosis
Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013
Risiko jatuh, cemas, defisit mobilisasi dan risiko
infeksi
Intervensi:Edukasi, pendekatan secara holistik,
Evaluasi
Setelah tiga hari perawatan diperbolehkan rawat
jalan.
24
.
Tn Z. usia 60 tahun NRM
1220072 Dx OF Os calcaneus
Vunus Laseratum (VL) et plantar
pedis dari RS Pasar Rebo di
rujuk ke RSF pro Orif, risiko
jatuh 60(morse) risiko jatuh
tinggi dan risiko decubitus 16
(Norton) tdk ada risiko
Integritas energi:
Ku sedang, pasien kurus dengan LLA 20cm, risiko
jatuh 60(morse) dan risiko decubitus 16 (Norton) tdk
ada risiko, TTV ; T 120/ 80 N 80, S36', P 20
mobilisasi terbatas pada kaki yang sakit, Hb
Integritas struktur
Luka basah dan berbau, exudat + >>>
Integritas personal
Pasien mudah senyum, ramah, kooperatif tidak
pernah mengeluh, walaupun luka sangat jelek.
Integritas sosial:Banyak teman, hubungan dengan
keluarga besar baik
Nursing Diagnosis:
Risk of infection, risk of injury, Impaired of
mobilisation
Out come
Reduse risk of injury and reduse risk of infection,
mobilisasi secara optimal.
Intervensi:
ROM aktif dan pasif, wound care, nutrisi dan cairan
management, Diagnostic Ct scan pedis, TTV ; T
120/ 80 N 80, S36', P 20, kultur cairan luka
Terapi
Ceftriaxon 2x1gr,Gentamycin 2x 80mg
Evaluasi:
Day 3 dan 4 post op luka dirawat, bau dan masih
tembus 3 tumpuk kasa, setelah dilakukan
debridemen dan Orif day 5 luka masih basah tapi
sudah adan bagian yang kering, mobilisasi jalan
dengan kruk, TTV ; T 130/ 80 N 84, S36', P 22
Day7 post op pasien boleh pulang.
25
.
Tn J. S. usia 47 tahun NRM 116
4911 Post OF cruris dextra sdh
terpasang ILLizarof di solo rencana
revisi ILLizarof
Riwayat:
Pasien kecelakaan lalu lintas
ditabrak motor ketika pulang kerja
Integritas energi:
Penilaian risiko jatuh 85, decubitus 18 (Norton) , nyeri scor 3, Nutrisi kurang pasien kurus LLA 19 cm Lab:Hb Integritas struktur:
Luka grIII, wire tampak pada daerah tibia, pin site yang jauh dengan luka operasi kering, exudat darah
+>>, pin site Illizarof yang berdekatan dengan luka
basah sedangkan sebagian agak kering
Integritas personal:
Pasien tampak sedih karena luka tadak kunjung sembuh, tinggal dipanti, tidak ada sanak saudara
dijakat
Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013
Integritas sosial:
Selama dirawat tidak ada yang menjenguk karena
tidak ada teman di jkt, pasien dari daerah Jawa
Tengah yang sudah lama hidup sendiri
Nursing Diagnosis:
Ansiety, risk of infection, risk of injury, impaired
mobilisation
Intervensi:
Berikan edukasi, soport mental, wound care dengan
madu, pin site care dengan Chlorhexidine 0,2%,
terapi: cefixim 2x 100 mg, Na diclopen 3x50mg 30/4 terapi ganti oral: Cepro 2x1,Ranitidin 2x 1 Asam mef 3x1 Die TKTP
Evaluasi:
Day 2 post op dan 3,4 luka operasi basah, dirawat dengan CHX, 0'2%, luka post op dirawat dengan madu, tampak kuli hitam pada skin graft.
26
.
Tn S. B usia 31 tahun NRM
1193171 revisi Oref diagnosa bone
dilyed union cruris sin exfix
alamat jl Pakubuwono Keb Baru,
pendidikan SLTA
tata laksana : remove inplat, internal
fixasicruris
Integritas energi:
Keterbatasan mobilisasi, rasa cepat lelah dengan
Oref
Integritas struktur:terpasang Oref pada Tibia sinistra
Integritas personal
Pasien ramah dan kooperatif namun khawatir tidak
bisa cari kerja karena kakinya gerak terbatas
Integritas sosial:Banyak teman, keluarga besar baik
dan dekat
Nursing Diagnosis
Keterbatasan mobilisasi, cemas, risiko infeksi
Intervensi:Edukasi, persiapan remove inplant
Evaluasi:pasien diperbolehkan pulang setelah
operasi K U baik.
27
.
Tn. M. U. usia 18tahun 10 bulan km
102 Nrm 01161013
Dengan OREF rencana pin remove
inplan riwayat KLLbulan juli2012
ku baik , mobilisasi tidak
terbatas,nyeri -, pendidikan SMP,
pekerjaan bantu di kebon
Integritas energi:
Keterbatasan mobilisasi, stress dengan kondisinya
Integritas struktur :Pasien sudah terpasang Oref
Integritas personal
Sikap baik, namun tampak kurang gembira
Integritas sosial
Pasien banyak teman kuliah an dekat dengan
keluarga besar
Nursing Diagnosis
Gangguan mobilisasi. Risiko infeksi, cemas
Intervensi: Edukasi, persiapan pin remove
Evaluasi:Setelah operasi. Kondisi baik pasien
pulang dua hari post operasi
28 Tn SB (012103xx), usia 28 th,
dengan H0 post amputasi (below
knee) e.c Open Fracture cruris
dextra
Integritas energi:
Pasien post amputasi (below knee) pasien bedrest di
tempat tidur, mengatakan merasa lemas, Pain score
(NRS): 2-3, tampak anemis. Hb: 7,0 (13.2 – 17.3
Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013
Riwayat:
Kecelakaan kereta api
gr/dl) . Ht: 45 (33 – 45 %), Leukosit: 9,7 (5,0-10,)
ribu/ul). Gol darah O, N :137 (135-147 mmol/l), K:
3,36 (3,10-5,10 mmol/l), C : 108 (95-108 mmol/l)
BP: 100/80 mmHg, T: 36,5 oC , P: 96x/m, RR:
22x/m. Fall risk (Morse) : 56+ (high risk).
Integritas struktur
Luka post op (amputasi) tidak rembes, produk drain
100 mL, Terpasang kateter urine produk 500cc/8 jam.
Integritas personal:
Pasien semula sangat semangat dan kini menurun
dan kadang muerung
Integritas sosial:
Pasien kurang mau bergaul sejak operasi
amputasi
Nursing Diagnosis:
Risk of infection, impaired physical mobility,
phantom limb
Outcome: Mobility (adaptation mobility with
crutch)
Intervensi:
Bloods transfusion monitoring
Wound (stump) care setiap hari, promotion of
mobility walk with crutch. Berikan nutrisi dan
cairan seimbang sesuai kebutuhan. Suport dan
orientasi reality alasan amputasi. 24 jam Post op
tinggikan (elevated) stump untuk mencegah
swelling. Lakukan perawatan pada stump, Inspeksi
setiap hari adanya iritasi/infeksi.Lakukan masasage
untuk menghilangkan residu cairan/pus pada stump
Gunakan elastic perban untuk membungkus stump
dan ganti setiap hari. (elastic bandages harus selalu
digunakan untuk mengontrol edema).
Evaluasi
H5 Setelah dilakukan terapi dan edukasi berjalan
mengguanakan crutch dan memantau keadaan
umum klien. Klien mampu beradaptasi mobilisasi
(berjalan) dengan mengguanakan crutch.
Tidak terdapat tanda infeksi pada luka post
amputasi(stump),edemastump berkurang,
terpasang perban elastic, tidak terdapat masalah
dengan nutrisi dan eliminasi, mampu melakukan
toileting dengan bantuan perawat/keluarga.
Fall risk (Morse) : 46+ (risk jatuh sedang).
Klien merasa masih mempunyai kaki sehingga pada
saat turun dari tempat tidur masih ingin
menginjakkan kaki nya di lantai (phantom limb
sensation)sudah berkurang. T: 110/80 mmHg, S:
36,8 oC , P: 88x/m, N: 20x/m
29
.
Tn. S.A (0121158xx), usia 64 th,
post Open fraktur distal radius Integritas energi:
Pain score (NRS): 3-4, T:140/80 mmHg, S: 37.0ºC,
Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013
ulna dengan OREF and eksternal
fixasi dinamik under C arm)
Riwayat kesehatan:
tidak mempunyai riwayat DM
dan penyakit jantung serta asma,
namun klien mengatakan bahwa
mempunyai tekanan darah yang
cenderung tinggi dan terkadang
kepala merasa pusing
NP: 96/m, P: 18/m
Diagnostic data: Hb: 14,8 (13,2-17,3 gr/dl). Hmt: 48
(33-45%). Leukosit: 14,5 (5,0-10,0 ribu/ul).
Trombosit: 247 (150-440 ,ribu/ul). Eritrosit: 4,45
(4.40-5.90) juta/ul).
Nursing Diagnosis:
impaired physical mobility, risk of infection
Out come
Integritas struktur
Day1 luka post operasi terbalut kassa dan perban
elastic, Day 2luka dibuka exudat edema+, luka
basah, pin site kering.
Integritas personal
Pasien sangat diam, khawatir dengan tangannya
Integritas sosial
Pasien banyak memiliki teman, hubungan dengan
keluarga besar dan tetangga baik
Intervention:
Wound care, pinsite care
Exercise therapy: flexion/extension finger (digity)
exercise, pasif/active ROM, vital sign monitor
T:140/90 mmHg, S: 36,8ºC, N: 96/m, P: 18/m,
Education wound and pinsite care
Evaluasi
Dy1-2
Klien bedrest di tempat tidur dengan tangan elevated
(diganjal bantal), produk drain 40 mL, terpasang
kateter produk 600 cc/8jam warna kuning pekat, T:
130/80 mmHg, S: 37oC , N: 98x/m, RR: 22x/m. Fall
risk (Morse) : 46+ (risk jatuh sedang).Pain score
(NRS): 2-3
Day3. pasien dapat melakukan mobilisasi dengan
baik, tetapi masih pusing jika berdiri terlalu lama.
BP: 140/80 mmHg, S:36,5oC , N: 94x/m, RR:
20x/m. Terdapat edema pada tangan, tidak terdapat
tanda-tanda infeksi pada luka post operasi.
Pain score (NRS): 3-5 (meningkat jika terdapat
pergerakan)
pasien mengatakan nyeri jika menggerakan jari-
jarinya, tetapi akan berusaha untuk selalu melatih
menggerakan jarinya, sensasi sentuhan pada tangan
dan jari-jarinya ada serta dapat menggerakkan
jemarinya, tidak mengalami gangguan eliminasi.
Pasien diperbolehkan untuk melakukan rawat
jalan/pulang.
30
.
Tn S. (0044832e), usia 53 th,
dengan pre-op Total HIP
replacment sinistra e.c Avasculer
necrosis disease bilateral. T:
36.7ºC, P: 94/m, R: 18/m. BP:
Integritas energi
Saat pasien datang ke RS telah mengguanakan kursi
roda, mengatakan kedua kakinya terasa sakit
dibagian paha terutama sebelah kiri terasa lebih
nyeri, Pain score
Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013
100/80 mmHg,
Fall risk (Morse) : 46+ (high
risk).
08/3/2013 (H0 post-op)
Klien dalam keadaan sadar, post
-op THR sinistra H0 dengan
anetesi spinal, terpasang kateter
urin, infuse RL, bedrest.
T: 36,0ºC, P: 84/m, R: 18/m. BP:
100/70 mmHg,
Fall risk (Morse) : 46+ (mild
risk).
T: 100/80 mmHg, S: 36.7ºC, N: 94/m, RR:18/m.
Fall risk (Morse) : 46+ (risiko jatuh sedang). Pasien
mampu untuk duduk ditempat tidur.
Nyeri score (NRS): 5-6 jika ada pergerakan,
Diagnostic data: HB: 15,0 (13.2 – 17.3 gr/dl) .
HMT: 45 (33 – 45 %), Leukosit: 7,3 (5.0 – 10.0
ribu/µl). GDS: 96 (70-140 m/dl)
Nursing Diagnosis:
Pain, Mobility impairment
Out come
Pain and swelling control, ROM maintenece for
knee and angkle join. Intervention:
Bhating with Chlorhexidine Gluconate
Pain management; Cognitive behavior education
intervention
Education for Physical exercise angkle (plantar and
dorsal flextion, circle movement), Early ambulation
of THR
Evaluasi:
Klien dengan bantuan keluarga dan perawat telah
melakukan mandi dengan Chlorhexidine Gluconate
Klien mengerti dan mampu melakukan relaksasi
nafas dalam.
Klien mengerti dan mampu melakukan physical
exercise.
Klien mampu untuk duduk ditempat tidur.
Pain score (NRS): 2-3
10/3/2013 (H2 post op)
Post -op THR H2, klien sudah dapat duduk dengan
bantuan, Dapat melakukan Physical exercise angkle
(plantar and dorsal flextion, circle movement).
T: 36,0ºC, P: 84/m, R: 18/m. BP: 100/70 mmHg,
Fall risk (Morse) : 46+ (risk jatuh sedang).
Sampai dengan hari ke enam post-op. mobilisasi
klien mengguanakan kursi roda.
Direncanakan operasi THR dektra sebulan pasca
operasi THR yang pertama (THR sinistra)
31
.
Tn H.S. (012182x), usia 58 th,
Diagnose medis: Nonunion
subtrokanter femur sinistra e.c (3
tahun yang lalu klien mengalami
close fracture subtrokhanter
sinistra dan open fracture kruris
sinistra) yang ditangani oleh
alternatif
Integritas energi
Pasien mengatakan merasakan nyeri pada kakinya,
kadang kadang mengatakan sudah siap untuk
menjalani operasi, tetapi klien belum tahu tentang
procedure operasi yang akan dijalaninya sehingga
merasa khawatir dengan keadaannya selanjutnya
nanti.
Diagnostic data: Hb: 14,2 (13.2 – 17.3 gr/dl) . Hmt:
43 (33 – 45 %), Leukosit: 10,1 (5,0-10,) ribu/ul).
Gol darah A/rhesus +
Integritas struktur
Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013
Nonunion subtrokanter femur
sinistra
Fracture tibia fibula sinistra
Sampai dengan H6 setelah
skeletal traksi klein mengatakan
belum pernah BAB sehingga
diberikan obat pencahar.
Klien bedrest di tempat tidur,
dengan kaki terpasang skelet
traksi dengan beban 13 Kg.
Tidak terdapat tanda infeksi pada
pin site dan luka operasi, Tidak
terdapat tanda dekubitus, klien
dapat melakukan mobilisasi
ditempat tidur dengan
menggunakan trapeze.
Klien direncanakan akan
menjalani operasi pada hari
jumat (12/4/2013)
BP: 110/90 mmHg, T: 36, oC , P:
88x/m, RR: 20x/m. Hb:12,5
(13.2 – 17.3 gr/dl).
Fall risk (Morse) : 46+ (high
risk).
Nonunion subtrokanter femur sinistra
Integritas personal
Pasien merasa siap untuk operasi karena ingin cepat
sembuh
Integritas sosial
Tidak ada masalah dengan saudara maupun teman
dan tetangga.
Intervention:
Education for operation procedure, preoperative
shower with Chlorhexidine Gluconate.
Physical exercise; using trapeze
Evaluasi
Day 1 (04/04/2013) Pre skelet traksi
Mark site (+), BP: 110/80 mmHg, T: 36,8 oC , P:
88x/m, RR: 20x/m. Fall risk (Morse) : 46+ (high
risk).
Untuk mengantisipasi nyeri setelah pemasangan
skeletal traksi diajarkan Pain management
(Cognitive behavior education intervention), batuk
efektif untuk menghindari adanya penumpukan
secret akibat bedrest yang lama, dan mengganjurkan
untuk diit tinggi serat untuk mencegah adanya
konstipasi
Day 2 (05/04/2013) H0 post skeletal traksi
Klien menyatakan nyeri dengan skala 3-4, tidak
merasakan adanya mual.
Klien bedrest di tempat tidur, dengan kaki terpasang
skelet traksi dengan beban 5 Kg.
Dengan terpasang infuse NaCl 0,9% 18 Tpm.
BP: 120/90 mmHg, T: 36, oC , P: 88x/m, RR:
18x/m. Hb: 12,5 (13.2 – 17.3 gr/dl).
Fall risk (Morse) : 46+ (high risk).
Obat: Tramadol dan Cefriaxone
H1-H3 post skeletal traksi
Klien menyatakan nyeri dengan skala 2-3,dan
terkadang meningkat jika terdapat pergerakan di
kaki yang terpasang skelet traksi. Tidak merasakan
mual.
Klien bedrest di tempat tidur, dengan kaki terpasang
skelet traksi dengan beban 5 Kg.
Tidak terdapat tanda infeksi pada pin site dan luka
operasi,
BP: 110/90 mmHg, T: 36, oC , P: 94x/m, RR:
Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013
20x/m. Hb: 12,5 (13.2 – 17.3 gr/dl), Leukosit: 11,5.
Eritrosit: 3,92
Fall risk (Morse) : 46+ (high risk).
Obat: Tramadol dan Cefriaxone
Klien menyatakan nyeri dengan skala 3-4, tidak
merasakan mual. Sampai dengan H4 setelah skeletal
traksi klein mengatakan belum pernah BAB,
Sedangkan pola BAB klien sebelum dirawat di RS
adalah 2 hari sekali
Klien bedrest di tempat tidur, dengan kaki terpasang
skelet traksi dengan beban 8 Kg.
Tidak terdapat tanda infeksi pada pin site dan luka
operasi,
BP: 110/90 mmHg, T: 36,5 oC, P: 96x/m, RR:
18x/m. Hb: 12,5 (13.2 – 17.3 gr/dl).
32
.
Tn SK (0122419i), 36 tahun,
dengan riwayat stabilisasi
cervical dan ORIF tibia sinistra
pada bulan September 2012.
Kondisi saat ini (15/4/2013) klien
mengalami osteomilitis pada tibia
sinistra (Post ORIF),
Osteomyelitis tibia sinistra
Integritas energi:
Klien bedrest, dengan kekuatan otot ektrimitas atas
2222/2222 dan ektrimitas bawah 2222/1111. Klien
seringkali mengalami spastic, mobilisasi ditempat
tidur dengan bantuan keluarga dan perawat, T:
120/80 mmHg, S: 36.ºC, N: 88/m, RR: 18/m
Diagnostic data:
Hb: 9,5 (13,2-17,3 gr/dl). Hmt: 29 (33-45%).
Leukosit: 4,6 (5,0-10,0 ribu/ul). Eritrosit: 3,47
(4.40-5.90) juta/ul). Albumin: 2,4, hasil cultur dan
resistensi?
Integritas struktur
Pasien mengalami osteomilitis pada tibia sinistra
(Post ORIF), terdapat luka, terdapat edema, tampak
kemerahan, terdapat pus, Nyeri pada skala 4-5. tidak
terdapat dekubitus, Norton scale 12 (hight risk),
BAB dan BAK tidak mengalami gangguan.
TTV T: 120/80 mmHg, S: 36.ºC, N: 88/m, RR:
18/m.
Nursing Diagnosis:
Risk spread infection, impaired of mobilisation
Out come
Prevent spread of infection, improve abilityof
mobilisation, maintain muscle streng, pain control,
join flexibility,Wounds healing.
Intervention
Asses skin (norton/branden scale), Positioning:
reposition every 2 hr, lotion use
encourage fluids, hight fiber diet (collaboration with
dietary), Wound Care, Pain management: cognitive
behavior education intervention
Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013
Exercise therapy: isometric exercise, pasif/active
ROM (collaboration with physioteraphy),
vital sign monitor
Evaluation:
Day 1-2 (15/04/2013)
Dengan bantuan perawat dan keluarga reposition
tiap 2 jam, dan ROM ektrimitas atas dan bawah
tidak terdapat dekubitus (Norton scale :12 hight
risk), klian seringkali mengalami spastik
T: 36.0ºC, P: 84/m, R: 18/m. BP: 110/80 mmHg,
Terdapat luka dan edema pada kaki kiri dengan
produksi pus sekitar 3 cc. NRS dengan skala 3-4
(16/03/2013)
NRS dengan skala 4-5 klien dapat melakukan nafas
dalam dan batuk efektif
33
.
Ny TA (0096634h), 55 tahun,
dengan post Total knee
replacement dextra e.c
osteoarthritis.
Hasil Ron pre op
Post op
Integritas energi
Pasien post amputasi e.c Open Fracture cruris
dextra
Klien bedrest di tempat tidur dengan stump elevated
(diganjal bantal), produk drain 130 mL, terpasang
kateter produk 200 cc warna kuning, sedang
menjalani tranfusi darah (tidak terdapat tanda-tanda
reaksi alergi pada proses tranfusi darah).
BP: 110/80 mmHg, T: 36,8 oC , P: 88x/m, RR:
20x/m. Fall risk (Morse) : 46+ (high risk).
Klien merasa masih mempunyai kaki (phantom limb
sensation), Pain score (NRS): 2-3
Intervensi
Support’ edukasi, pendekatan secara holistik
Therapi sesuai program
Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013
LAMPIRAN II
PELAKSANAAN EVIDENCE BASED NURSING
Pelaksanaan EBN ini hasil penelitian W-Dahl & Toksvig-Larsen (2004) serta clinical
evidence review care of external fixator pin sites by Debbie Lagerquist, RN,BS et al (2012).
4.1 Subyek
Subyek dalam penerapan Pin Site Care in external fixation CHX solution as Cleansing agent
dilakukan pada pasien open fracture dengan Open Reduction External Fixation (OREF) di
ruang GPS lantai I RSUP Fatmawati Jakarta yang memenuhi kriteria inklusi selama EBNP
berlangsung. Kriteria inklusi sampel adalah pasien yang terdiagnosa Open fracture yang telah
dilakukan operasi OREF, USIA ≥18 tahun, yang bersedia menjadi sampel.
4.1 Pasien yang diterapkan EBN
Pasien yang akan dilibatkan pada pelaksanaan EBN pin site care adalah pasien dengan
external fixasi baik dengan skeletal traksi maupun dengan open reduction external fixation
(OREF) yang terpasang pin sites. Perawatan dilaksanakan pada hari ke 2 post operasi karena
luka operasi baru bisa dibuka paling cepat setelah 48 jam untuk menghindari kontaminasi
dengan lungkungan luar untuk mencegah infeksi . Persyaratan inklusif selain yang diatas :
pasien bersedia menjadi responden dan mempunyai kognitif baik. Kriteria exlusif adalah
pasien yang kognitifnya jelek dan tidak mau menjadi responden.
4.2 Tempat dan waktu pelaksanaan
Tempat pelaksanaan EBN adalah di Ruang C GPS lantai 1 RSUP Fatmawati. Waktu
pelaksanaan adalah bulan april minggu kedua selama dua minggu dan kemudian di evaluasi
setiap minggu.
4.3 Proses
a. Membuat proposal yang dikonsulkan dengan pembimbing institusi/ supervisor dan
pembimbing lahan.
b. Mengajukan permohonan ke bagian Akademik FIK UI untuk mendapatkan surat pengantar
ke RS tentang penerapan EBN.
Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013
c. Setelah mendapatkan ijin dari pihak RS dan pembimbing maka dilaksanakan sosialisasi
terlebih dahulu dengan bidang keperawatan, komite keperawatan dan manajer unit serta
jajarannya untuk mendapatkan persetujuan pelaksanaan EBN.
d. Menjelaskan tujuannya penggunaan chlorhexidine dalam perawatan Pin Site Post Oref
adalah untuk mengurangi risiko infeksi yang disebabkan oleh bacteri staphylococcus dan
pseudomonas.
e. Pemilihan chlorhexidine adalah sebagai anti microbacterial spektrum luas aktif sebagai
antimicrobial terutama terhadap staphylococcus aureus, low toxicity, tidak aktif dalam
darah dan protein serum.
e. Methode yang digunakan adalah berdasarkan Nursing Standar yang disusun oleh Bell A et
al, (2008).
4.3 Persiapan pelaksanaan EBN.
4.3.1 Persiapan alat
a. Pin site care pack
b. Cleansing Solution
c. Chlorhexidine 2%
d. dressing Trolly
e. Verban gulung atau kasa yang dipilih
f. Tempat sampah.
g. Catton buds steril
h. Bara skcot dan sarung tangan
4.3.2 Pelaksanaan
a. Perawat mencuci tangan lalu keringkan
Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013
b. Perawat menggunakan bara skort dan masker, gunakan sarung tangan bersih untuk
membuka balutan.
c. Dressing pack dibuka siapkan larutan yang akan digunakan dan kasa dalam kondisi steril
d. Perawat memakai sarung tangan steril
e. Pin site dibersihkan menggunakan catton bud yang diberi larutan Chlorhexidin 0,2% lalu
tutup dengan kasa steril
f. Bersihkan sekitar area pin dan penyangga pin
g. Lakukan evaluasi terhadap nyeri setelah dilakukan prosedur
Tempat pelaksanaan EBN di RSUP. Fatmawati Jakarta pada bulan Mei 2013
Universitas Indonesia
Tabel 1. Kultur Positif/ jumlah pins
Minggu Sodium Chlorid 0,9% Chlorhexidine 0,2%
Minggu 1 29/76 24/116***
Minggu 6 23/62 12/99**
Minggu 10 32/64 20/102***
Extraction 25/76 24/115 *
*P≤0,
** P≤0,01,
***P≤0,001 vs Sodium Chlorid
Tabel 2 Staphylococcus aureus/jumlah pin
Sodium Chlorid 0,2% Chlorhexidine 0,2%
Minggu 1 4/76 1/116*
Minggu 6 23/62 12/99**
Minggu 10 25/64 11/102****
Extraction 20/76 10/115***
*P=0,06,
**P=0,003,
***P0,002,
****P≤0,0001 VS Sodium chloride
Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013
Tabel 3. Clinical pin tract Infectionaccording toCheccett Otterburn clasification
Sodium Chlorid 0,9% Chlorhexidine 0,2%
Grade 0 83% 91%
Grade 1 14 % 8,5%
Grade 2 3% 0,5%
Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013
Residen 3 th 2013
LAMPIRAN III
CLINICAL PRACTICE GUIDLINE/
CLINICAL PATHWAY POST OP CARE HIP FRACTURE
Clinical problem Outcome Post Surgery/ Pasca Operasi
After ± anasthesi and
surgery
0– 1/ First 24 hours 2 -3 4 5 Discharge
1. Keluhan pasien ;
pusing, mual, Vital
Sign/VS, respiration :
perform coughing,
breathing exercises.
2. Drain, incision, IV
fluid.
3. High pain/score
1. Tanda-tanda vital dalam
batas normal : HR,BP :
±20 %; RR : ± 10 %
2. Luka operasi tidak ada
rembesan : balutan
kering, drain <100 cc,
edema –
3. Nyeri skala < 5 dari
1.Tanda-tanda vital
dalam batas normal:
HR,BP: RR:±10 %.
2.Tidak terdapat tanda-
tanda infeksi sistemik
luka operasi baik :
balutan kering, drain
aff, edema –
3.Nyeri skala < 5
dari,Mampu
melakukan tehnik
mengontrol nyeri.
1. Tanda-tanda vital
dalam batas
normal : HR,BP :
R: ± 10 %
2. Tidak terdapat
tanda-tanda
infeksi sistemik.
3. Luka operasi
baik : tanda
REEDA (-),
balutan kering,
luka drain baik ,
1. Tanda-tanda
vital dalam batas
normal : HR,
BP,RR ±10 %
2. Tidak terdapat
tanda-tanda
infeksi sistemik
3. Luka operasi
baik : tanda
tanda2 infeksi (-
), balutan
kering, luka
1. Tanda-tanda vital
dalam batas
normal : HR,BP,
RR : ±10 %
2. Tidak terdapat
tanda-tanda
infeksi sistemik
3. Luka operasi baik
: tanda infeksi (-
), balutankering,
luka drain kering
Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013
Residen 3 th 2013
4. CSM /NVD
5.Activity,mobilisation
4. CSM/NVD dalam batas
normal: sensori (+),
extremitas yg sehat (+),
edema (-)
5. The patient should be
start ambulation,
Kekuatan otot tidak
menurun.
Mampu mobilisasi duduk
dengan sandaran
4.CSM dalam batas
normal : sensori (+),
motorik (+), edema (-)
5. Kekuatan otot pada
ekstremitas sehat 5,
pada ekstremitas post
THR meningkat
Mampu mobilisasi:
duduk/dangling tanpa
dibantu
Kemampuan aktivitas
meningkat
edema-
4.CSM dalam batas
normal : sensori
(+),motorik(+),ede
ma (-)
5. Mampu
melakukan
tehnik
mengontrol
nyeri (Nyeri
skala < 4 dari
skala 10)
Kekuatan otot
pada ekstremitas
sehat 5,
kekuatan otot
dan rentang
gerak sendi pada
ekstremitas
fraktur
meningkat
Mampu
drain kering,
edema –
4. CSM dalam
batas normal :
sensori (+),
motorik
(+),edema (-)
5. Mampu
melakukan
tehnik
mengontrol
nyeri, nyeri
tidak ada Nyeri
skala < 4 dari
skala 10
Kekuatan otot
pada
ekstremitas
sehat 5,
kekuatan otot
dan rentang
gerak sendi
pada
ekstremitas post
4. CSM dalam batas
normal : sensori
(+), motorik (+),
edema (-)
5. Mampu
melakukan tehnik
mengontrol nyeri
Nyeri skala < 4 dari
skala 10
Kekuatan otot pada
ekstremitas sehat 5,
kekuatan otot dan
rentang gerak sendi
pada ekstremitas
post THR meningkat
Mampu mobilisasi
menggunakan alat
bantu >10meter
Memahami
pencegahan bahaya
saat dirumah
Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013
Residen 3 th 2013
6.Elimination: Urinary
and Gastrointestinal
7. Bleeding
8. Risk of infection
6. Jumlah 500cc/24 jam
Hasil laboratorium
dalam batas normal :
darah lengkap (Hb, Ht,
Tr, Eri), elektrolit
Jumlah urine 1cc
permenit, Bising usus : 5
– 12x/menit
7. Tidak ada perdarahan,
dari luka operasi dan
drain
8. Nyeri dan bengkak pada
luka operasi.
6.Catheter di aff
mobilisasi :
duduk, dangling
tanpa dibantu
Kemampuan
aktivitas
meningkat
6. Eliminasi urine
lancar
THR meningkat
Mampu
ambulasi
dengan
menggunakan
alat bantu > 6
meter
Kemampuan
aktivitas
meningkat
Memahami dietdan
obat2an dirumah
Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013
Residen 3 th 2013
MONITORING
Di Ruangan Perawatan
Activity Day 1/First 24 hours
8 jam pertama tiap 2jam selanjut
nya tiap 4jam
Day 2-3
Tiap 6 jam
Day 4
Tiap 8 jam
Day 5
Tiap 12
jam
Evaluasi
1-2 2-4 4-6 6-8 8-12 12-16 Progress report
I.General percaution:
1.Keluhan nyeri. 2. Respirasi,
3. VS, IV Fluid
4. CSM/NVD,
5. Nyeri kepala,
6. Mual,muntah,
7. Sensasi nyeri
+-
+-
+-
+-
+-
+-
+-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
Hemodinamik stabil
Nyeri ( scale < 4)
Luka (tidak infeksi)
Mobilisasi (Mandiri
dngn alat)
Lama rawat (< 1
minggu)
II.Resiko Infeksi:
1. Insisi luka operasi,
rembes tembus
balutan dan elastis
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
1. Kemampuan
menjaga kebersihan
daerah luka
Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013
Residen 3 th 2013
bandage
2. Tanda2 infeksi
3. Perdarahan drain
/cairan drain
4. Aff drain apabila
produksi < 25 cc,
bila tidak ada aliran
darah baru
5. Kebersihan area
sekitar luka
6. Motivasi untuk
menjaga kebersihan
sekitar area luka
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
2. Kemampuan diet
yang tepat untuk
penyembuhan luka
3. Rujukan untuk
melakukan
perawatan luka
Infeksi -
III. Kolaborasi
Program terapi
sesuai protokol Dr
Orthopedi:
1. Pemberian antibiotik
IV/antibiotik peroral
2. Monitor efek
samping pemberian
antibiotik
3. Monitor status cairan
pemberian cairan IV
dihentikan dengan
indikasi intake oral
+/-
+/-
+/
+/-
+/-
+/
+/-
+/-
+/
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
1. Jelaskan terapi
antibiotik saat
dirumah
2. Jelaskan efek
samping antibiotik
saat dirumah
Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013
Residen 3 th 2013
(>400 mL/8h) dan
urine output (400
mL/8h
4. Monitor hasil
laboratorium: Leuko,
CBC, BUN, Creatinin
8 jam post operasi
+/
+/
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
IV. Nyeri
1. Monitor (PQRST)
2. Ajari tehnik penurun
nyeri non
farmakologis, status
psikososial
3. Kelaborasi
pemberian analgetik
IV/
4. Per-oral,antiemetik
5. Monitor efek
samping pemberian
analgetik
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
1. Kemampuan
mengontrol nyeri
2. Jelaskan terapi
analgetik saat
dirumah
V. Eliminasi
1. Foley catheter: q8h.
blader urine
2. Lakukan blader
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013
Residen 3 th 2013
training : q8h
3. Monitor eliminasi
bowl, auskultasi
bising usus
4. Anjurkan diet tinggi
serat, exercise
5. Kemampuan
mandiri sebagian :
BAK,
BAB, merawat diri
Mandiri full
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
Masalah eliminasi
tidak ada
VI. Mobilitas
Fisik/Aktivitas-
exercise:
1. Monitor
kemampuan
mobilisasi segera
2. Monitor
kemampuan
melakukan aktivitas
pada 4 jam pertama
3. Monitor resiko jatuh
4. Monitor
kemampuan
ekstremitas dan
sendi
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
1. Evaluasi
kemampuan
aktivitas
2. Evaluasi
kemampuan
melakukan latihan
untuk meningkatkan
kemampuan
mobilisasi
3. Jelaskan pencegahan
bahaya saat berada
dirumah
Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013
Residen 3 th 2013
5. Monitor body
alligment
6. Monitor keluhan
saat melakukan
mobilisasi
7. Mobilisasi miring
kiri/kanan setiap 2
jam, pasca operasi
mulai
duduk/dangling
setelah 12 -24 ja jam
8. Lakukan latihan
ankle pum segera
setelah operasi 3-4x
sehari selama 5
menit.
9. Lakukan latihan
ROM aktif pada
ekstremitas sehat (3-
4x/hari) latihan
untuk tekuk lutut
10x ( 3 – 4 x/hari)
Latihan abduksi 10x
(3-4x/hari) .Untuk
pasien THR-
Posterior aproach 1. Lakukan latihan
isometrik : gluteal,
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013
Residen 3 th 2013
quadricep, ankle
pump setting, pada
ekstremitas yang
sakit (>5x/hari)
2. Monitor kemampuan
ekstremitas dan sendi
3. Tingkatkan
kemampuan
mobilisasi : duduk
secara mandiri, dan
dapat berdiri post op
24jam.( kolaborasi Sp
OT, PT)
4. Tingkatkan
kemampuan aktivitas
mandiri secara penuh
5. Latihan jalan
sebanyak mungkin
secara mandiri dan
jika merasa lelah
harus melakukan
latihan nafas dalam.
Pada THR Anterior
aproach tidak
dilakukan abduksi
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
+/-
Keterangan: CSM= circulation, sensation, movement
Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013
Residen 3 th 2013
CLINICAL PRACTICE GUIDLINE
PASCA ORIF SHAFT FRAKTUR FEMUR
Hari Pasca Operasi
0 – 1 >1 - 2 >2 - 3 >3 – 4 Discharge
Outcome 6. Tanda-tanda vital dalam
batas normal : HR,BP : +/-
20 %; RR : +/- 10 %
7. Hasil laboratorium dalam
batas normal : darah
lengkap (Hb, Ht, Tc, Eri),
elektrolit
8. Bising usus : 5 – 12
x/menit
9. Tidak terdapat tanda-tanda
infeksi sistemik : leuko
normal, suhu normal
10. CSM dalam batas
normal: sensori (+),
motorik (+), edema (-)
11. Luka operasi baik :
balutan kering, drain <
200 cc, edema tidak
meningkat
12. Nyeri skala < 7 dari
10
13. Kekuatan otot tidak
menurun
14. Mampu mobilisasi
duduk dengan sandaran
15. Kemampuan
aktivitas tidak menurun
1. Tanda-tanda vital dalam
batas normal : HR,BP : +/-
20 %; RR : +/- 10 %
2. CSM dalam batas normal :
sensori (+), motorik (+),
edema (-)
3. Tidak terdapat tanda-tanda
infeksi sistemik
4. Luka operasi baik :
balutan kering, drain aff,
edema menurun
5. Nyeri skala < 7 dari 10
6. Mampu melakukan tehnik
mengontrol nyeri
7. Nyeri skala < 7 dari skala
10
8. Catheter aff
9. Kekuatan otot pada
ekstremitas sehat 5, pada
ekstremitas fraktur
meningkat
10. Mampu mobilisasi :
duduk tanpa dibantu
11. Kemampuan
aktivitas meningkat
4. Tanda-tanda vital dalam
batas normal : HR,BP : +/-
20 %; RR : +/- 10 %
5. CSM dalam batas normal :
sensori (+), motorik (+),
edema (-)
6. Tidak terdapat tanda-tanda
infeksi sistemik
7. Luka operasi baik : tanda
REEDA (-), balutan
kering, drain aff, edema
menurun
8. Mampu melakukan tehnik
mengontrol nyeri
9. Nyeri skala < 4 dari skala
10
10. Kekuatan otot pada
ekstremitas sehat 5,
kekuatan otot dan rentang
gerak sendi pada
ekstremitas fraktur
meningkat
11. Mampu mobilisasi
: dangling position dan
transfer tanpa dibantu
12. Kemampuan
aktivitas meningkat
1. Tanda-tanda vital dalam batas
normal : HR,BP : +/- 20 %;
RR : +/- 10 %
2. CSM dalam batas normal :
sensori (+), motorik (+),
edema (-)
3. Tidak terdapat tanda-tanda
infeksi sistemik
4. Luka operasi baik : tanda
REEDA (-), balutan kering,
drain aff, edema menurun
5. Mampu melakukan tehnik
mengontrol nyeri
6. Nyeri skala < 4 dari skala 10
7. Kekuatan otot pada
ekstremitas sehat 5, kekuatan
otot dan rentang gerak sendi
pada ekstremitas fraktur
meningkat
8. Mampu ambulasi dengan
menggunakan alat bantu > 10
meter
9. Kemampuan aktivitas
meningkat
6. Tanda-tanda vital dalam
batas normal : HR,BP : +/-
20 %; RR : +/- 10 %
7. CSM dalam batas normal :
sensori (+), motorik (+),
edema (-)
8. Tidak terdapat tanda-tanda
infeksi sistemik
9. Luka operasi baik : tanda
REEDA (-), balutan kering,
drain aff, edema menurun
10. Mampu melakukan
tehnik mengontrol nyeri
11. Nyeri skala < 4 dari
skala 10
12. Kekuatan otot pada
ekstremitas sehat 5,
kekuatan otot dan rentang
gerak sendi pada ekstremitas
fraktur meningkat
13. Mampu ambulasi
dengan menggunakan alat
bantu > 10 meter
14. Kemampuan aktivitas
meningkat
15. Mampu memahami
terapi medikasi saat dirumah
16. Mampu memahami
Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013
Residen 3 th 2013
pencegahan bahaya saat
dirumah
17. Mampu memahami
regimen terapeutik
18. Mampu memahami
diet yang tepat saat dirumah
Monitoring 1. Monitor tingkat kesadaran
2. Monitor tanda-tanda vital :
q2h x 4; kemudian q4h x 3
3. Monitor bising usus : q8h
4. CSM q4h
5. Monitor hasil
laboratorium : darah
lengkap (Hb, Ht, Tc, Eri)
6. Monitor hasil radiologi :
X-Ray
7. Monitoring pemberian
transfusi : dosis, ketepatan
waktu, dan efek samping
1. Monitor tanda-tanda vital :
q4h
2. Monitor CSM : q4h
3. Monitor bising usus : q8h
1. Monitor tanda-tanda vital :
q6-8h
2. Monitor CSM : q6-8h
3. Monitor bising usus q8h
1. Monitor tanda-tanda vital :
q12h dan PRN
2. Monitor CSM : q12h dan PRN
3. Monitor bising usus q8h
Integritas
Jaringan
1. Monitor area luka operasi
: tanda-tanda infeksi,
edema
2. Monitor balutan dan
elastis bandage
3. Monitor cairan drain
4. Ajarkan pasien untuk
menjaga kebersihan area
sekitar luka
5. Ajarkan pasien untuk diet
tinggi protein, vitamin C,
dan Zinc
1. Monitor area luka operasi
2. Monitor balutan
3. Monitor cairan drain
4. Aff drain apabila produksi
< 25 cc
5. Monitor kebersihan area
sekitar luka
6. Motivasi untuk menjaga
kebersihan sekitar area
luka
7. Monitor status nutrisi
8. Motivasi untuk
menghabiskan makanan
dan diet tinggi protein,
Zinc, vitamin C
1. Monitor luka operasi :
tanda REEDA
2. Monitor balutan
3. Ganti balutan
4. Monitor kebersihan area
sekitar luka
5. Motivasi untuk menjaga
kebersihan sekitar area
luka
6. Monitor status nutrisi
7. Motivasi untuk
menghabiskan makanan
dan diet tinggi protein,
Zinc, vitamin C
1. Monitor luka operasi : tanda
REEDA
2. Monitor balutan
3. Ganti balutan
4. Monitor kebersihan area
sekitar luka
5. Motivasi untuk menjaga
kebersihan sekitar area luka
6. Monitor status nutrisi
7. Motivasi untuk menghabiskan
makanan dan diet tinggi
protein, Zinc, vitamin C
1. Evaluasi kemampuan
menjaga kebersihan daerah
luka
2. Evaluasi kemampuan diet
yang tepat untuk
penyembuhan luka
3. Evaluasi rujukan untuk
melakukan perawatan luka
Resiko Infeksi 1. Kolaborasi pemberian
antibiotik IV
1. Kolaborasi pemberian
antibiotik IV
1. Kolaborasi pemberian
antibiotik IV
1. Kolaborasi pemberian
antibiotik IV, apabila
1. Jelaskan terapi antibiotik
saat dirumah
Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013
Residen 3 th 2013
2. Kolaborasi pemberian
antibiotik peroral
3. Monitor efek samping
pemberian antibiotik
4. Monitor status cairan
5. Monitor pemberian cairan
IV
6. Monitor hasil
laboratorium : Leuko
2. Kolaborasi pemberian
antibiotik peroral
3. Monitor efek samping
pemberian antibiotik
4. Monitor status cairan
5. Kolaborasi untuk aff
pemberian cairan IV
dengan indikasi intake oral
(>400 mL/8h) dan urine
output (300 mL/8h)
2. Kolaborasi pemberian
antibiotik peroral
3. Monitor efek samping
pemberian antibiotik
4. Monitor status cairan
5. Kolaborasi untuk aff
pemberian cairan IV
dengan indikasi intake
oral (>400 mL/8h) dan
urine output (300 mL/8h)
memungkinkan
rekomendasikan untuk
dihentikan
2. Kolaborasi pemberian
antibiotik peroral
3. Monitor efek samping
pemberian antibiotik
4. Monitor status cairan
5. Kolaborasi untuk aff
pemberian cairan IV dengan
indikasi intake oral (>400
mL/8h) dan urine output (300
mL/8h)
2. Jelaskan efek samping
antibiotik saat dirumah
Nyeri 1. Monitor nyeri pasien
(PQRST) : q1-2h
2. Ajari tehnik penurun nyeri
non farmakologis
3. Monitor status psikososial
4. Koleborasi pemberian
analgetik IV
5. Kolaborasi pemberian
analgetik peroral
6. Kolaborasi pemberian
antiemetik
7. Monitor efek samping
pemberian analgetik
1. Monitor status nyeri pasien
(PQRST) : q2-4h
2. Motivasi untuk
menggunakan tehnik
penurun nyeri non
farmakologis
3. Monitor status psikososial
4. Koleborasi pemberian
analgetik IV
5. Kolaborasi pemberian
analgetik peroral
6. Kolaborasi pemberian
antiemetik
7. Monitor efek samping
pemberian analgetik
1. Monitor status nyeri pasien
(PQRST) : q4h
2. Motivasi untuk
menggunakan tehnik
penurun nyeri non
farmakologis
3. Monitor status psikososial
4. Koleborasi pemberian
analgetik IV
5. Kolaborasi pemberian
analgetik peroral
6. Kolaborasi pemberian
antiemetik
7. Monitor efek samping
pemberian analgetik
1. Monitor status nyeri pasien
(PQRST) : PRN
2. Motivasi untuk menggunakan
tehnik penurun nyeri non
farmakologis
3. Monitor status psikososial
4. Koleborasi pemberian
analgetik IV, apabila
memungkinkan
rekomendasikan untuk
dihentikan
5. Kolaborasi pemberian
analgetik peroral
6. Kolaborasi pemberian
antiemetik
7. Monitor efek samping
pemberian analgetik
1. Evaluasi kemampuan
mengontrol nyeri
2. Jelaskan terapi analgetik saat
dirumah
Eliminasi 1. Monitor foley catheter :
q8h
1. Lakukan blader training :
q8h
2. Monitor diet serat
3. Anjurkan diet serat
1. Monitor diet serat
2. Kolaborasi untuk diet serat
1. Monitor diet serat
2. Kolaborasi untuk diet serat
Mobilitas
Fisik/Aktivitas
1. Monitor kemampuan
mobilisasi pada 4 jam
pertama
2. Monitor kemampuan
6. Monitor kemampuan
mobilisasi setiap 8 jam
7. Monitor kemampuan
melakukan aktivitas setiap
1. Monitor kemampuan
mobilisasi setiap 8 jam
2. Monitor kemampuan
melakukan aktivitas setiap
1. Monitor kemampuan
mobilisasi setiap 8 jam
2. Monitor kemampuan
melakukan aktivitas setiap 8
4. Evaluasi kemampuan
aktivitas
5. Evaluasi kemampuan
melakukan latihan untuk
Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013
Residen 3 th 2013
melakukan aktivitas pada
8 jam pertama
3. Monitor resiko jatuh
4. Monitor kemampuan
ekstremitas dan sendi
5. Monitor status weigth
bearing
6. Monitor body alligment
7. Monitor keluhan saat
melakukan mobilisasi
8. Mobilisasi miring
kiri/kanan setiap 2 jam
setelah 4 – 6 jam pasca
operasi
9. Mobilisasi duduk dengan
sandaran setelah 12 – 16
jam
10. Mobilisasi duduk
tanpa sandaran setelah 16
– 24 jam
11. Lakukan latihan
isometrik : gluteal,
quadricep, ankle pump
setting, pada ekstremitas
yang sakit (2-3x/hari)
12. Lakukan latihan
ROM aktif pada
ekstremitas sehat (2 –
3x/hari)
8 jam
8. Monitor resiko jatuh
9. Monitor kemampuan
ekstremitas dan sendi
10. Monitor keluhan
saat melakukan mobilisasi
11. Tingkatkan
kemampuan mobilisasi :
duduk secara mandiri
12. Tingkatkan
kemampuan aktivitas
mandiri secara penuh :
mandi secara mandiri
dengan washlap, makan
dan minum, berpakaian
pada ekstremitas atas.
13. Tingkatkan
kemampuan mandiri
sebagian : BAK, BAB,
merawat diri
14. Lakukan latihan
isometrik : gluteal,
quadricep, ankle pump
setting, pada ekstremitas
yang sakit (>5x/hari)
15. Motivasi untuk
latihan ROM aktf pada
ekstremitas sehat
(>5x/hari)
8 jam
3. Monitor resiko jatuh
4. Monitor kemampuan
ekstremitas dan sendi
5. Monitor keluhan saat
melakukan mobilisasi
6. Tingkatkan kemampuan
mobilisasi : dangling
position dan transfer
7. Tingkatkan kemampuan
aktivitas mandiri secara
penuh : mandi secara
mandiri dengan washlap,
makan dan minum,
berpakaian.
8. Tingkatkan kemampuan
mandiri sebagian : BAK,
BAB, merawat diri
9. Motivasi untuk melakukan
latihan isometrik : gluteal,
quadricep, ankle pump
setting, pada ekstremitas
yang sakit (>5x/hari)
10. Kolaborasi untuk
latihan ROM pasif pada
ekstremitas yang sakit,
pada area panggul, lutut
11. Motivasi untuk
latihan ROM aktf pada
ekstremitas sehat
(>5x/hari)
jam
3. Monitor resiko jatuh
4. Monitor kemampuan
ekstremitas dan sendi
5. Monitor keluhan saat
melakukan mobilisasi
6. Tingkatkan kemampuan
mobilisasi : dangling position
dan transfer
7. Tingkatkan kemampuan
aktivitas mandiri secara penuh
: mandi secara mandiri
dengan washlap, makan dan
minum, berpakaian, merawat
diri, BAK dan BAB
8. Motivasi untuk melakukan
latihan isometrik : gluteal,
quadricep, ankle pump
setting, pada ekstremitas yang
sakit (>5x/hari)
9. Kolaborasi latihan ROM aktif
untuk ekstremitas yang sakit
10. Kolaborasi untuk
latihan ambulasi dengan
menggunakan alat bantu
meningkatkan kemampuan
mobilisasi
6. Jelaskan pencegahan
bahaya saat berada
dirumah
Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013
Residen 3 th 2013
CLINICAL PRACTICE GUIDLINE
PASCA ORIF FRAKTUR SHAFT TIBIA FIBULA
Hari Pasca Operasi
1 – 1 >1 - 2 >2 - 3 >3 – 4 Discharge
Outcome 16. Tanda-tanda vital
dalam batas normal :
HR,BP : +/- 20 %; RR :
+/- 10 %
17. Hasil laboratorium
dalam batas normal :
darah lengkap (Hb, Ht, Tc,
Eri), elektrolit
18. Bising usus : 5 – 12
x/menit
19. Tidak terdapat
tanda-tanda infeksi
sistemik : leuko normal,
suhu normal
20. CSM dalam batas
normal: sensori (+),
motorik (+), edema (-)
21. Luka operasi baik :
balutan kering, drain <
100 cc, edema tidak
meningkat
22. Nyeri skala < 7 dari
10
23. Kekuatan otot tidak
menurun
24. Mampu mobilisasi
duduk dengan sandaran
25. Kemampuan
12. Tanda-tanda vital
dalam batas normal :
HR,BP : +/- 20 %; RR : +/-
10 %
13. CSM dalam batas
normal : sensori (+),
motorik (+), edema (-)
14. Tidak terdapat
tanda-tanda infeksi
sistemik
15. Luka operasi baik :
balutan kering, drain aff,
edema menurun
16. Nyeri skala < 7 dari
10
17. Mampu melakukan
tehnik mengontrol nyeri
18. Nyeri skala < 7 dari
skala 10
19. Catheter aff
20. Kekuatan otot pada
ekstremitas sehat 5, pada
ekstremitas fraktur
meningkat
21. Mampu mobilisasi :
duduk tanpa dibantu
22. Kemampuan
aktivitas meningkat
13. Tanda-tanda vital
dalam batas normal :
HR,BP : +/- 20 %; RR :
+/- 10 %
14. CSM dalam batas
normal : sensori (+),
motorik (+), edema (-)
15. Tidak terdapat
tanda-tanda infeksi
sistemik
16. Luka operasi baik :
tanda REEDA (-), balutan
kering, drain aff, edema
menurun
17. Mampu melakukan
tehnik mengontrol nyeri
18. Nyeri skala < 4 dari
skala 10
19. Kekuatan otot pada
ekstremitas sehat 5,
kekuatan otot dan rentang
gerak sendi pada
ekstremitas fraktur
meningkat
20. Mampu mobilisasi
: dangling position dan
transfer tanpa dibantu
21. Kemampuan
10. Tanda-tanda vital
dalam batas normal : HR,BP :
+/- 20 %; RR : +/- 10 %
11. CSM dalam batas
normal : sensori (+), motorik
(+), edema (-)
12. Tidak terdapat tanda-
tanda infeksi sistemik
13. Luka operasi baik :
tanda REEDA (-), balutan
kering, drain aff, edema
menurun
14. Mampu melakukan
tehnik mengontrol nyeri
15. Nyeri skala < 4 dari
skala 10
16. Kekuatan otot pada
ekstremitas sehat 5, kekuatan
otot dan rentang gerak sendi
pada ekstremitas fraktur
meningkat
17. Mampu ambulasi
dengan menggunakan alat
bantu > 10 meter
18. Kemampuan aktivitas
meningkat
19. Tanda-tanda vital
dalam batas normal : HR,BP
: +/- 20 %; RR : +/- 10 %
20. CSM dalam batas
normal : sensori (+), motorik
(+), edema (-)
21. Tidak terdapat tanda-
tanda infeksi sistemik
22. Luka operasi baik :
tanda REEDA (-), balutan
kering, drain aff, edema
menurun
23. Mampu melakukan
tehnik mengontrol nyeri
24. Nyeri skala < 4 dari
skala 10
25. Kekuatan otot pada
ekstremitas sehat 5,
kekuatan otot dan rentang
gerak sendi pada ekstremitas
fraktur meningkat
26. Mampu ambulasi
dengan menggunakan alat
bantu > 10 meter
27. Kemampuan
aktivitas meningkat
28. Mampu memahami
terapi medikasi saat dirumah
Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013
Residen 3 th 2013
aktivitas tidak menurun aktivitas meningkat 29. Mampu memahami
pencegahan bahaya saat
dirumah
30. Mampu memahami
regimen terapeutik
31. Mampu memahami
diet yang tepat saat dirumah
Monitoring 8. Monitor tingkat kesadaran
9. Monitor tanda-tanda vital :
q2h x 4; kemudian q4h x 3
10. Monitor bising
usus : q8h
11. CSM q4h
12. Monitor hasil
laboratorium : darah
lengkap (Hb, Ht, Tc, Eri)
13. Monitor hasil
radiologi : X-Ray
4. Monitor tanda-tanda vital :
q4h
5. Monitor CSM : q4h
6. Monitor bising usus : q8h
4. Monitor tanda-tanda vital :
q6-8h
5. Monitor CSM : q6-8h
6. Monitor bising usus q8h
4. Monitor tanda-tanda vital :
q12h dan PRN
5. Monitor CSM : q12h dan PRN
6. Monitor bising usus q8h
Integritas
Jaringan
6. Monitor area luka operasi
: tanda-tanda infeksi,
edema
7. Monitor balutan dan
elastis bandage
8. Monitor cairan drain
9. Ajarkan pasien untuk
menjaga kebersihan area
sekitar luka
10. Ajarkan pasien
untuk diet tinggi protein,
vitamin C, dan Zinc
9. Monitor area luka operasi
10. Monitor balutan
11. Monitor cairan
drain
12. Aff drain apabila
produksi < 25 cc
13. Monitor kebersihan
area sekitar luka
14. Motivasi untuk
menjaga kebersihan
sekitar area luka
15. Monitor status
nutrisi
16. Motivasi untuk
menghabiskan makanan
dan diet tinggi protein,
Zinc, vitamin C
8. Monitor luka operasi :
tanda REEDA
9. Monitor balutan
10. Ganti balutan
11. Monitor kebersihan
area sekitar luka
12. Motivasi untuk
menjaga kebersihan
sekitar area luka
13. Monitor status
nutrisi
14. Motivasi untuk
menghabiskan makanan
dan diet tinggi protein,
Zinc, vitamin C
8. Monitor luka operasi : tanda
REEDA
9. Monitor balutan
10. Ganti balutan
11. Monitor kebersihan
area sekitar luka
12. Motivasi untuk
menjaga kebersihan sekitar
area luka
13. Monitor status nutrisi
14. Motivasi untuk
menghabiskan makanan dan
diet tinggi protein, Zinc,
vitamin C
4. Evaluasi kemampuan
menjaga kebersihan daerah
luka
5. Evaluasi kemampuan diet
yang tepat untuk
penyembuhan luka
6. Evaluasi rujukan untuk
melakukan perawatan luka
Resiko Infeksi 7. Kolaborasi pemberian
antibiotik IV
6. Kolaborasi pemberian
antibiotik IV
6. Kolaborasi pemberian
antibiotik IV
6. Kolaborasi pemberian
antibiotik IV, apabila
3. Jelaskan terapi antibiotik
saat dirumah
Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013
Residen 3 th 2013
8. Kolaborasi pemberian
antibiotik peroral
9. Monitor efek samping
pemberian antibiotik
10. Monitor status
cairan
11. Monitor pemberian
cairan IV
12. Monitor hasil
laboratorium : Leuko
7. Kolaborasi pemberian
antibiotik peroral
8. Monitor efek samping
pemberian antibiotik
9. Monitor status cairan
10. Kolaborasi untuk
aff pemberian cairan IV
dengan indikasi intake oral
(>400 mL/8h) dan urine
output (300 mL/8h)
7. Kolaborasi pemberian
antibiotik peroral
8. Monitor efek samping
pemberian antibiotik
9. Monitor status cairan
10. Kolaborasi untuk
aff pemberian cairan IV
dengan indikasi intake
oral (>400 mL/8h) dan
urine output (300 mL/8h)
memungkinkan
rekomendasikan untuk
dihentikan
7. Kolaborasi pemberian
antibiotik peroral
8. Monitor efek samping
pemberian antibiotik
9. Monitor status cairan
10. Kolaborasi untuk aff
pemberian cairan IV dengan
indikasi intake oral (>400
mL/8h) dan urine output (300
mL/8h)
4. Jelaskan efek samping
antibiotik saat dirumah
Nyeri 8. Monitor nyeri pasien
(PQRST) : q1-2h
9. Ajari tehnik penurun nyeri
non farmakologis
10. Monitor status
psikososial
11. Koleborasi
pemberian analgetik IV
12. Kolaborasi
pemberian analgetik
peroral
13. Kolaborasi
pemberian antiemetik
14. Monitor efek
samping pemberian
analgetik
8. Monitor status nyeri pasien
(PQRST) : q2-4h
9. Motivasi untuk
menggunakan tehnik
penurun nyeri non
farmakologis
10. Monitor status
psikososial
11. Koleborasi
pemberian analgetik IV
12. Kolaborasi
pemberian analgetik
peroral
13. Kolaborasi
pemberian antiemetik
14. Monitor efek
samping pemberian
analgetik
8. Monitor status nyeri pasien
(PQRST) : q4h
9. Motivasi untuk
menggunakan tehnik
penurun nyeri non
farmakologis
10. Monitor status
psikososial
11. Koleborasi
pemberian analgetik IV
12. Kolaborasi
pemberian analgetik
peroral
13. Kolaborasi
pemberian antiemetik
14. Monitor efek
samping pemberian
analgetik
8. Monitor status nyeri pasien
(PQRST) : PRN
9. Motivasi untuk menggunakan
tehnik penurun nyeri non
farmakologis
10. Monitor status
psikososial
11. Koleborasi pemberian
analgetik IV, apabila
memungkinkan
rekomendasikan untuk
dihentikan
12. Kolaborasi pemberian
analgetik peroral
13. Kolaborasi pemberian
antiemetik
14. Monitor efek samping
pemberian analgetik
3. Evaluasi kemampuan
mengontrol nyeri
4. Jelaskan terapi analgetik saat
dirumah
Eliminasi 2. Monitor foley catheter :
q8h
4. Lakukan blader training :
q8h
5. Monitor diet serat
6. Anjurkan diet serat
3. Monitor diet serat
4. Kolaborasi untuk diet serat
3. Monitor diet serat
4. Kolaborasi untuk diet serat
Mobilitas
Fisik/Aktivitas
13. Monitor
kemampuan mobilisasi
pada 4 jam pertama
16. Monitor
kemampuan mobilisasi
setiap 8 jam
12. Monitor
kemampuan mobilisasi
setiap 8 jam
11. Monitor kemampuan
mobilisasi setiap 8 jam
12. Monitor kemampuan
7. Evaluasi kemampuan
aktivitas
8. Evaluasi kemampuan
Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013
Residen 3 th 2013
14. Monitor
kemampuan melakukan
aktivitas pada 4 jam
pertama
15. Monitor resiko
jatuh
16. Monitor
kemampuan ekstremitas
dan sendi
17. Monitor status
weigth bearing
18. Monitor body
alligment
19. Monitor keluhan
saat melakukan mobilisasi
20. Mobilisasi miring
kiri/kanan setiap 2 jam
setelah 4 – 6 jam pasca
operasi
21. Mobilisasi duduk
dengan sandaran setelah
12 jam
22. Lakukan latihan
isometrik : quadricep,
ankle pump setting, pada
ekstremitas yang sakit (2-
3x/hari)
23. Lakukan latihan
ROM pasif pada
ekstremitas sehat (2 –
3x/hari)
24. ROM pasif Panggul
pada area yang di operasi
(2-3 x perhari)
17. Monitor
kemampuan melakukan
aktivitas setiap 8 jam
18. Monitor resiko
jatuh
19. Monitor
kemampuan ekstremitas
dan sendi
20. Monitor keluhan
saat melakukan mobilisasi
21. Tingkatkan
kemampuan mobilisasi :
duduk secara mandiri
22. Tingkatkan
kemampuan aktivitas
mandiri secara penuh :
mandi secara mandiri
dengan washlap, makan
dan minum, berpakaian
pada ekstremitas atas.
23. Tingkatkan
kemampuan mandiri
sebagian : BAK, BAB,
merawat diri
24. Lakukan latihan
isometrik : quadricep,
ankle pump setting, pada
ekstremitas yang sakit
(>5x/hari)
25. Motivasi untuk
latihan ROM aktf pada
ekstremitas sehat
(>5x/hari)
13. Monitor
kemampuan melakukan
aktivitas setiap 8 jam
14. Monitor resiko
jatuh
15. Monitor
kemampuan ekstremitas
dan sendi
16. Monitor keluhan
saat melakukan mobilisasi
17. Tingkatkan
kemampuan mobilisasi :
dangling position dan
transfer
18. Tingkatkan
kemampuan aktivitas
mandiri secara penuh :
mandi secara mandiri
dengan washlap, makan
dan minum, berpakaian.
19. Tingkatkan
kemampuan mandiri
sebagian : BAK, BAB,
merawat diri
20. Motivasi untuk
melakukan latihan
isometrik : gluteal,
quadricep, ankle pump
setting, pada ekstremitas
yang sakit (>5x/hari)
21. Kolaborasi untuk
latihan ROM pasif pada
ekstremitas yang sakit
22. Motivasi untuk
latihan ROM aktf pada
ekstremitas sehat
(>5x/hari)
melakukan aktivitas setiap 8
jam
13. Monitor resiko jatuh
14. Monitor kemampuan
ekstremitas dan sendi
15. Monitor keluhan saat
melakukan mobilisasi
16. Tingkatkan
kemampuan mobilisasi :
dangling position dan transfer
17. Tingkatkan
kemampuan aktivitas mandiri
secara penuh : mandi secara
mandiri dengan washlap,
makan dan minum,
berpakaian, merawat diri,
BAK dan BAB
18. Motivasi untuk
melakukan latihan isometrik :
gluteal, quadricep, ankle
pump setting, pada
ekstremitas yang sakit
(>5x/hari)
19. Kolaborasi latihan
ROM aktif untuk ekstremitas
yang sakit
20. Kolaborasi untuk
latihan ambulasi dengan
menggunakan alat bantu
melakukan latihan untuk
meningkatkan kemampuan
mobilisasi
9. Jelaskan pencegahan
bahaya saat berada
dirumah
Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013
Residen 3 th 2013
Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013