sp-desak wayan.pdf

138
UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTEK RESIDENSI SPESIALIS KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH DENGAN PENERAPAN MODEL KONSERVASI LEVINE PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM MUSKULOSKELETAL DI RSUP FATMAWATI JAKARTA KARYA ILMIAH AKHIR OLEH: Desak Wayan S.Suarsedewi 1006800756 PROGRAM PENDIDIKAN NERS SPESIALISKEPERAWATAN MEDIKAL BEDAHPROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS ILMU KEPERAWATANUNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, 2013 Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013

Upload: dinhxuyen

Post on 21-Dec-2016

376 views

Category:

Documents


9 download

TRANSCRIPT

Page 1: SP-Desak Wayan.pdf

UNIVERSITAS INDONESIA

ANALISIS PRAKTEK RESIDENSI SPESIALIS KEPERAWATAN

MEDIKAL BEDAH DENGAN PENERAPAN MODEL KONSERVASI

LEVINE PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM

MUSKULOSKELETAL DI RSUP FATMAWATI JAKARTA

KARYA ILMIAH AKHIR

OLEH:

Desak Wayan S.Suarsedewi

1006800756

PROGRAM PENDIDIKAN NERS SPESIALISKEPERAWATAN

MEDIKAL BEDAHPROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS ILMU

KEPERAWATANUNIVERSITAS INDONESIA

DEPOK, 2013

Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013

Page 2: SP-Desak Wayan.pdf

ii

PERNYATAAN KEASLIAN

Laporan Analisis Praktik Residensi ini adalah hasil karya saya sendiri dan semua sumber baik

yang dikutip maupun di rujuk telah saya nyatakan dengan benar

Depok, Juli 2013

Desak Wayan Suarsedewi

Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013

Page 3: SP-Desak Wayan.pdf

iii

HALAMAN PERSETUJUAN

Laporan Analisis Praktik Residensi Spesialis Keperawatan Medikal Bedah Peminatan

Sistem Muskuloskeletal di RSUP Fatmawati Jakarta dan RSO Prof. Soeharso Surakarta

telah diperiksa dan disetujui oleh Tim Pembimbing Laporan Praktik Residensi

Program Pascasarjana Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia,

untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Sidang

Depok, Juni 2013

Suvervisor Utama

Dr. Ratna Sitorus, S.Kp., M.App.Sc.

Supervisor

Masfuri, S.Kp., MN.

Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013

Page 4: SP-Desak Wayan.pdf

iv

LEMBAR PENGESAHAN

Nama : Desak W. Suarsedewi

NPM: 1006800756

Program Studi: Magister Ilmu Keperawatan Spesialis Keperawatan Medikal Bedah

Judul Karya Ilmiah: ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI SPESIALIS

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH DENGAN

PENERAPAN MODEL KONSERVASI LEVINE PADA

PASIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM

MUSKULOSKELETAL DI RSUP FATMAWATI

Laporan Analisis Praktik Residensi ini telah dipertahankan di hadapan Dewan Penguji, dan

diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Spesialis

Keperawatan Medikal Bedah, pada Program Pascasarjana Fakultas Ilmu Keperawatan

Universitas Indonesia

Depok, Juni 2013

DEWAN PENGUJI

PENGUJI I : Dr. Ratna Sitorus SKp., M.App, SC :

PENGUJI II: Masfuri, SKp., MN

PENGUJI III : Ns Aisiyah Mkep, Sp KMB

Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013

Page 5: SP-Desak Wayan.pdf

v

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa/ Ida Sang Hyang Widhi Waca,

atas berkat dan Anugrah-Nya sehingga laporan residensi ini yang berjudul “Analisis Laporan

Praktik Residensi Spesialis Keperawatan Medikal Bedah Di RSUP Fatmawati Jakarta dan

RSO Soeharso Surakarta” dapat disusun dan diselesaikan sesuai dengan waktu yang telah

direncanakan. Laporan ini diajukan sebagai bahan untuk menyelesaikan pendidikan Magister

Ilmu Keperawatan Spesialis Keperawatan Medikal Bedah dan kekhususa muskuloskeletal

pada Program Pasca Sarjana Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.

Dalam menyelesaikan laporan residensi ini, bimbingan intensif dari para pembimbing dan

dukungan dari berbagai pihak sangat besar peranannya. Untuk itu saya haturkan terimakasih

dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat:

1. Dr Ratna Sitorus, M.App, SC; selaku supervisor utama yang dengan penuh tanggung

jawab dan tulus telah memberikan banyak bimbingan dan arahan dalam penyelesaian

laporan ini.

2. Masfuri, SKp., MN selaku supervisor yang senantiasa memberikan motivasi dan

bimbingan dalam penyelesaian laporan ini.

3. Lestari Sukmarini, SKp, MN selaku Kordinator Program Residensi Keperawatan Ners

Spesialis, yang telah memberi arahan dan motivasi pada Program Pasca Sarjana di

Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.

4. Ns Dudut Sp KMB selaku asisten supervisor yang telah meluangkan waktu dan fikiran

untuk membimbing residensi di ruang GPS RSUP Fatmawati.

5. Ns. Umi Aisyiyah Sp KMB selaku kepala unit keperawatan Orthopedi dan pembimbing

lapangan yang telah ikhlas meluangkan kan waktu dan fikiran untuk membimbing selama

residensi di Ruang GPS RSUP fatmawati

6. Direktur Utama RSUP Fatmawati Jakarta DR Andy SP A berserta jajarannya yang telah

memberikan kesempatan untuk dapat melakukan praktek dan penelitian di RSUP

Fatmawati

7. Anak anak Kami tercinta yang telah memberikan dukungan moril dan matriil dalam

penyelesaian laporan ini.

8. Teman-teman seperjuangan angkatan 2010 ganjil yang telah bersama-sema dalam suka

maupun duka dan senantiasa saling memberikan suport dalam penyelesaian laporan ini.

Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013

Page 6: SP-Desak Wayan.pdf

vi

Dengan segala kerendahan hati, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan guna

perbaikan laporan ini dimasa mendatang. Kiranya laporan ini dapat bermanfaat bagi

keperawatan dan masyarakat.

Jakarta, Juni 2013

Penulis

(D.W.Suarsedewi)

Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013

Page 7: SP-Desak Wayan.pdf

vii

Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013

Page 8: SP-Desak Wayan.pdf

viii

PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS ILMU

KEPERAWATAN UNIVERSITAS INDONESIA

Karya Ilmiah Akhir, Juni 2013

Suarsedewi.

Analisis Praktek Residensi Spesialis Keperawatan Medikal Bedah Dengan Penerapan

Model Konservasi Levine Pada pasien dengan masalah sistem muskuloskeletal di RSUP

Fatmawati

xv + 80 halaman + 1 tabel + 8 gambar + 3 lampiran

Abstrak

Laporan praktek residensi spesialis keperawatan medikal bedah, khususnya keperawatan

muskuloskeletal telah dilaksanakan selama dua semester yang menggambarkan:

pengalaman dalam memberikan asuhan keperawatan dengan pendekatan teori “Model

Levine”, melaksanakan praktek berdasarkan pembuktian dan kegiatan inovasi. Masalah

utama pada pasien muskuloskeletal adalah nyeri, gangguan mobilisasi, risiko infeksi dan

cemas. Pendekatan model Levine dapat memfasilitasi pemenuhan pasien beradaptasi

secara utuh (wholeness) melalui empat konservasi yaitu integritas energi, struktur,

personal dan sosial. External Fixation berisiko terjadi pin site infection, untuk itu

dilakukan pencegahan dengan menggunakan Chlorhexidine 0,2% sebagai cleansing

agent pin site care. Clinical Practice Guidelines(CPG) yang merupakan bagian dari

Clinical pathwy dikembangkan sebagai panduan perawat generalis agar dapat secara

sistematis melakukan asuhan keperawatan pasca operasi

Kata kunci: Fraktur, Model Levine, Chlorhexidine, clinical Guidelines

Daftar pustaka: 33 Referensi ( tahun 1990 s/d 2012)

Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013

uiperpustakaan
Inserted Text
Page 9: SP-Desak Wayan.pdf

ix

POST GRADUATE PROGRAME

FACULTY OF NURSING UNIVERSITY OF INDONESIA

Final Scientific Report , July 2013

D.W. Suarsedewi

Analysis Practical Residency of Medical Surgical Nursing focusing on Patients with

musculoskeletal system Distubance using Levine Conservation Model in Fatmawati

Hospital Jakarta

xv + 80 pages + 1 tables + 8 image + 3 attachments

Abstract

Practical Analysis on Residency of Specialis Medical-Surgical Nursing, focusing on patient

with musculoskeletal system disturbance has been implemented for two semesters that

describe: experience in providing care to the theoretical approach "Levine Model",

implementing evidence-based practice and innovation activities. The main problem the

patient's musculoskeletal system are: pain, impaired mobilization and risk of infection as well

as anxious. Levine model approach may facilitate patient compliance adapt as a whole

(wholeness) through four energy conservation, namely integrity, structure, personal and

social. At a risk of external fixation pin site infection, prevention by using Chlorhexidine

0.2% as a cleansing agent pin site care. Clinical Practice Guidelines (CPG), which is part of

the clinical pathwy developed as a guide can be sistematic generalist nurses perform nursing

care after surgery

Keywords: Fracture, Model Levine, Chlorhexidine, Clinical Guidelines

Bibliography: ........ (Year. .... to ........)

Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013

Page 10: SP-Desak Wayan.pdf

x

Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013

Page 11: SP-Desak Wayan.pdf

xi

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL....................................................................................

PERNYATAAN KEASLIAN.....................................................................

LEMBAR PENGESAHAN.........................................................................

KATA PENGANTAR..................................................................................

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI

ABSTRAK...................................................................................................

ABSTRACT.................................................................................................

DAFTAR ISI................................................................................................

BAB 1: PENDAHULUAN .........................................................................

1.1 Latar Belakang...........................................................................

1.2.Tujuan Penulisan.......................................................................

1.3 Manfaat.....................................................................................

BAB 2: TINJAUAN TEORI......................................................................

2.1 Konsep Fraktur..................................................................

2.2 Teori Model Konservasi Levine.........................................

2.3 Penerapan Model Konservasi Levine.................................

BAB 3: ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN

GANGGUAN SISTEM MUSKULOSKELETAL.....................

3.1 Deskripsi Kasus Kelolaan.......................................................

3.2 Penerapan Model Konservasi Levine Pada Kasus Kelolaan.........

3.3 Pembahasan Kasus..................................................................

3.4 Analisis Kasus Resume...........................................................

BAB 4: PRAKTIK BERBASIS PEMBUKTIAN (EVIDENCE BASED

NURSING) GANGGUAN SISTEM..........................................

4.1 Penelaahan Kritis (Ciritcal Review)........................................

i

ii

iii

v

vii

viii

ix

x

1

1

10

11

12

12

24

31

35

35

36

47

52

58

59

Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013

Page 12: SP-Desak Wayan.pdf

xii

4.2 Praktik Keperawatan Berdasarkan Pembuktian......................

4.3 Pembahasan.............................................................................

BAB 5: KEGIATAN INOVASI TERKAIT PENGELOLAAN

GANGGUAN SISTEM MUSKULOSKELETAL.....................

5.1 Analisa Situasi.........................................................................

5.2 Kegiatan Inovasi.....................................................................

5.3 Pembahasan............................................................................

BAB 6: KESIMPULAN DAN SARAN..................................................

6.1 Simpulan.................................................................................

6. 2 .Saran.......................................................................................

DAFTAR PUSTAKA……………………..................................................

LAMPIRAN

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

64

66

69

69

71

73

76

78

78

79

Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013

Page 13: SP-Desak Wayan.pdf

Universitas Indonesia

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Laporan ini merupakan laporan praktek residensi spesialis keperawatan

dibidang medikal bedah, khususnya keperawatan muskuloskeletal yang telah

dilaksanakan selama dua semester. Laporan ini menggambarkan tiga

komponen utama yang meliputi gambaran tentang pengalaman dalam

memberikan asuhan keperawatan pada kasus gangguan sistem

muskuloskeletal (khususnya fraktur multiple; fraktur femur, fraktur tibia,

fraktur radius) dengan pendekatan teori “Model Levine”. Selanjutnya uraian

tentang pengalaman melaksanakan praktik berdasarkan pembuktian (evidence

based nursing practice) serta pemaparan hasil analisis terhadap kegiatan

inovasi dengan menyusun Clinical Practice Guidelines sebagai panduan

praktek klinik keperawatan pada pasien pasca bedah fraktur Extremitas

bawah.

Praktek residensi secara keseluruhan dilaksanakan di dua rumah sakit yaitu

Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Fatmawati Jakarta dan Rumah Sakit

Orthopaedi (RSO) Prof. Dr. dr. R. Soeharso Surakarta/Solo.

Masalah gangguan muskuloskeletal merupakan masalah yang banyak

ditemukan di pusat-pusat pelayanan kesehatan di seluruh belahan dunia

sehingga World Health Organization (WHO) mencanangkan ”Decades of the

Bone 2000 – 2010”. Menurut WHO (2012) data statistik menunjukkan angka

kejadian fraktur pada tulang femur patella, tibia & fibula menempati

prosentase lebih tinggi dari fraktur yang lain.

Fraktur merupakan kerusakan kontinuitas dari struktur tulang, sendi dan

jaringan ikat (Lewis, et al., 2009), yang dapat tejadi pada semua kelompok

usia, dengan insiden bervariasi diantara negara negara di dunia. Variasi

berdasarkan usia pasien, komorbiditas, gaya hidup dan pekerjaan juga ikut

Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013

Page 14: SP-Desak Wayan.pdf

2

berperan sebagai factor yang mempengaruhi insidensi fraktur dan menambah

kompleksitasnya .

Donaldson et al, (2008), melaporkan bahwa insiden fraktur 3,6 per 100 jiwa

penduduk setiap tahun untuk semua umur dengan 95% CI 3,4-3,8 per 100 jiwa

penduduk di dunia. Kebanyakan pada usia produktif antara 14-55 tahun, laki-

laki lebih banyak terutama pada usia 30 an tahun. Penyebab fraktur sangat

bervariasi akibat kecelakaan ketika mengendarai mobil, sepeda motor, dan

kecelakaan ketika rekreasi.

Laporan penelitian Charles M et al, (2006), kejadian fraktur periode tahun

2005 sampai dengan 2007 terdapat 864 kasus fraktur akibat kecelakaan lalu

lintas. Dari jumlah tersebut mengalami patah tulang pada anggota gerak bawah

dari sendi panggul sampai ke jari kaki yaitu 549 kasus (63,5%), kemudian

anggota gerak atas dari sendi bahu sampai ke jari tangan sejumlah 250 kasus

(28,9%) diikuti daerah tulang panggul sejumlah 39 kasus (4,5%) dan tulang

belakang 26 kasus (3,1%). Berdasarkan data tersebut disimpulkan bahwa

bagian tubuh yang paling rentan mendapat patah tulang terutama akibat

kecelakaan lalu lintas adalah anggota gerak bawah.

Menurut Kepala Divisi Hubungan Masyarakat (Kadiv Humas) Polri, di Jakarta,

Senin(13/2,2013, menyatakan bahwa angka kecelakaan lalu lintas cukup tinggi

dan menonjol, data yang tercatat selama satu setengah bulan sebanyak 9 .884

kasus, meninggal dunia 1.547 jiwa, luka berat 2.562 jiwa dan luka ringan 7.564

jiwa, penyebab kasus kecelakaan terbanyak adalah lalulintas yang terdiri dari

sepeda motor 9.595 unit, angkutan kota (angkot) sebanyak 1.357 unit, bus kota.

Di Rumah Sakit Orthopedi Prof. DR. R. Soeharso Solo mencatat jumlah

kunjungan setiap hari yang menjalani operasi karena fraktur sebanyak 25-30

setiap bulan mencapai ±700 pasien dan diperkirakan jumlah kunjungan

pertahun adalah lima ribu sampai tujuh ribu pasien, 70% dengan trauma akibat

kecelakaan dengan masalah tulang dan persendian extremitas bawah.

Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013

Page 15: SP-Desak Wayan.pdf

3

Sedangkan data dari pengamatan September tahun 2012- Mei 2013 di Rumah

Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta khusus di ruangan GPS lantai I dengan

kapasitas ruangan 25 0rang, pasien terbanyak adalah fraktur extremitas dengan

lama rawat pasien post orif/oref rata rata 4- 5 hari, dalam 1 bulan rata rata

jumlah pasien dirawat 120-150 kasus yang terdiri dari fraktur extremitas atas,

fraktur extremitas bawah, fraktur patologis (spondilitis TB, Neoplasma tulang).

Adapun kasus terbanyak adalah fraktur femur prosentasenya paling tinggi

sebanyak 40%, fraktur Tibia dan fibula nomor dua 30%, 20 % fraktur

hemerus, radialis dan ulnaris dan sisanya adalah fraktur patologis, diantaranya

kasus kasus fraktur tersebut ± 10%-15% mengalami multiple fraktur yaitu

fraktur yang mengenai lebih dari satu organ, mulai dari iga, disertai seluruh

extremitas baik atas maupun bawah, bisa humerus dengan femur dan tibia,

dimana penyebab fraktur terbanyak adalah akibat kecelakaan lalu lintas.

Mekanisme terputusnya kontinuitas tulang adalah akibat beban/ stress yang

diterima melebihi kemampuan yang di absorbsi tulang. Anggota tubuh yang

sering mengalami fraktur adalah tulang vertebra dan tulang ekstremitas yaitu

fraktur pada lengan, tungkai, dan femur. Fraktur ekstremitas bawah memiliki

insiden yang cukup tinggi terutama pada batang femur 1/3 tengah, batang tibia

dan fibula. Pasien yang mengalami multiple fraktur dengan kondisi fraktur

tebuka grade II-III, pada tulang panjang seperti femur dan tibia maka akan

mengalami perdarahan hebat, kerusakan jaringan lunak yang luas,

penatalaksanaannya dilakukan tindakan fiksasi melalui pembedahan. Jenis

pembedahannya adalah Open Reduction Internal Fixation/ORIF, dilakukan

pada pasien dengan fraktur tertutup sedangkan untuk fraktur terbuka dengan

grade II atau lebih dilakukan Open reduction External Fixation/OREF dan

immobilisasi, sehingga berdampak terhadap pemenuhan kebutuhan pasien

dalam aktivitas sehari hari, karena adanya luka post pembedahan fiksasi

internal maupun external. Pada saat operasi, pasien mengalami kehilangan

banyak darah, demikian pula lamanya operasi dan pembiusan tergantung jenis

dan grade frakturnya sehingga setelah operasi pasien menjadi lemah/ patique

dan dengan sedikit saja bergerak menjadi capek.

Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013

Page 16: SP-Desak Wayan.pdf

4

Untuk pemulihan pasien membutuhkan ke seimbangan energi agar dapat

mencapai keutuhan dalam diri individu (wholeness).

Perdarahan merupakan resiko terjadinya syok hipovolemik pada multiple

fraktur (femur. Tibia dan fibula serta humerus) karena kehilangan darah

hingga mencapai satu liter (Mc. Rae & Esser, 2002; dalam Kneale & Davis,

2005). Perdarahan pasca bedah dan terjadi reaksi inflamasi akibat mekanisme

fisiologis dari kerusakan jaringan lunak mengakibatkan edema yang dapat

berperan menghambat perfusi jaringan. Pasca operasi multiple fraktur, yang

diserta tulang iga dapat menimbulkan berbagai permasalahan selain nyeri pada

luka operasi juga masalah pada pola napas karena kerusakan organ asesoris

sistem pernapasan. Kekakuan pada sendi lutut mengakibatkan terjadinya

keterbatasan serta penurunan rentang gerak sendi dapat menyebabkan

ketidakberdayaan karena tubuh bertumpu pada ekstremitas bawah untuk

bergerak. Dampak yang besar terhadap mobilisasi, aktivitas hidup, dan

perawatan diri memerlukan adaptasi terhadap situasi yang baru (Kneale &

Davis, 2005).

Dari sejumlah 30 kasus yang dikelola selama residensi, pasien yang mengalami

multiple fraktur tampak kondisinya paling berat baik fisik maupun psikisnya

menurunnya kemampuan beradaptasi dengan lingkungan internal maupun

external. Karena itulah praktikan memilih pasien dengan multiple fraktur

menjadi kasus kelolaan utama. Beberapa manifestasi klinis fraktur antara lain

adanya nyeri hal ini terjadi karena adanya kerusakan saraf pada daerah fraktur,

nyeri dirasakan terus menerus dan bertambah sekalanya bila daerah fraktur

dimobilisasi kondisi ini akan berkurang setelah dilakukan immobilisasi baik

sementara atau menetap untuk meminimalkan gerakan fragmen tulang.

Hilangnya fungsi hal ini terjadi karena adanya kerusakan pada tulang juga

disertai kerusakan jaringan lunak sekitarnya misal : otot, pembuluh darah,

saraf, tendon, dan sendi sehingga daerah fraktur mengalami gangguan dalam

melaksanakan fungsinya sebagaimana mestinya. Deformitas terjadi

dimungkinkan karena adanya pergeseran fragmen tulang yang tidak sesuai

Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013

Page 17: SP-Desak Wayan.pdf

5

anatomis misal terjadi displace hal ini menimbulkan pemendekan tulang

daerah fraktur. Kripitus suara derik yang diakibatkn dari gesekan antar fragmen

patahan tulang. Pembengkakan lokal dan perubahan warna manifestasi ini

terjadi akibat dari trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur (Smeltzer &

Bare, 2010). Sedangkan Fraktur shaft femur adalah fraktur batang femur yang

terjadi pada area diaphisis antara 5 cm dibawah trochanter mayor dan 5 cm

diatas adductor tubercle.

American Academy of Orthopaedic Surgeons (AAOS) (2011) menyatakan

manifestasi klinis fraktur adalah sebagai berikut: Nyeri, Ketidak mampuan

untuk menggerakkan kaki, Deformitas, Bengkak. Dampak dari fraktur femur

menyebabkan adanya gangguan pada aktivitas individu dimana rata-rata

individu tidak bekerja atau tidak sekolah selama 30 hari, dan mengalami

keterbatasan aktivitas.

World Health Organization (WHO) (2007) Menyatakan bahwa fraktur sering

terjadi akibat trauma, sehingga menyebabkan pasien mengalami gangguan

mobilisasi, ketidakmampuan (disability) dan ketidak berdayaan mengakibatkan

seseorang tidak dapat atau tidak mampu memenuhi kebutuhan karena

kehilangan energinya sehingga mengalami kelemahan/fatique, tidak mampu

untuk mempertahankan dan meningkatkan kesehatan dan kesejahteraannya.

Terkait dengan adanya ketidak seimbangan energi maka sebagai Ners spesialis

perlu berkotribusi untuk memodifikasi lingkungan dengan pendekatan teori

model keperawatan untuk memfasilitasi pemenuhan akan keseimbangan energi

secara utuh (wholeness) agar dapat beradaptasi dengan lingkungan internal

maupun external

. Penerapan teori model Levine yang tepat untuk diterapkan

pada pasien multiple fraktur dalam meningkatkan adaptasi pasien terhadap

lingkungannya.

Pada fraktur terbuka dengan krusakan jaringan lunak yang luas dengan

tindakan pembedahan pemasangan OREF, sering menimbulkan risiko infeksi

karena adanya luka operasi atau insersi pin dari external fiksasi menjadi port

Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013

Page 18: SP-Desak Wayan.pdf

6

entry microorganisme Devies (2005). Pencegahan infeksi pada Pin, Wire

dibutuhkan perawatan berbasis pembuktian yaitu penerapan Evidence Based

Nursing Practise; Pin Site Care dengan Chlorhexidine as cleansing Agent

untuk menurunkan angka infeksi pada pasien post external fixasi.

Post pembedahan 24 jam pertama sering menimbulkan komplikasi, pada

sirkulasi, respirasi dan sensasi (Nursing Royal Coledge 2011). Kondisi ini

sangat memerlukan Ners spesialis untuk berfikir kritis dalam mengantisipasi

kejadian kejadian yang tidak diingikan. Diperlukan panduan untuk

memonitor secara ketat 24 jam pertama post operasi dibuat panduan yaitu

Clinical Practice Guidelines (CPG). Pemberian asuhan keperawatan pada

pasien masalah kompleks sangat diperlukan teori Model Keperawatan untuk

membantu mengatasi masalah pasien agar mampu beradaptasi dengan

lingkungannya.

Teori keperawatan diperlukan karena merupakan landasan dan analisis

berpikir dalam memberikan asuhan keperawatan. Dalam paradigma

keperawatan terdapat empat konsep utama yaitu manusia, sehat-sakit,

lingkungan dan keperawatan. Beberapa teori model keperawatan yang

dikemukakan oleh para ahli yaitu: teori adaptasi Calista Roy, Orem dengan

self care, Handerson dengan 14 kebutuhan dasar yang harus dipenuhi dan

Myra Estin Levine dengan model konservasi. Praktikan memilih Teori Myra

Estin Levine dikenal dengan model konservasi energi yang sangat cocok

untuk diterapkan pada pasien fraktur yang kehilangan energinya karena

perdarahan, pembedahan dan sebagainya.

Konservasi Model Levine,s yang difokuskan dalam mempromosikan

keseluruhan adaptasi dan pemeliharaan dengan menggunakan prinsip-prinsip

konservasi. Model ini memandu perawat untuk berfokus pada pengaruh-

pengaruh dan respon-respon di tingkatan yang organismik. Perawat

memenuhi sasaran dari model melalui konservasi energi, struktur, dan

integritas sosial dan personal (Levine, 1967 dalam Tomey & Alligood, 2006).

Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013

Page 19: SP-Desak Wayan.pdf

7

Walaupun konservasi adalah fundamental terhadap hasil-hasil yang

diharapkan ketika model itu digunakan.

Model Levine didasari 3 konsep utama, yaitu adaptasi (adaptation,),

wholeness, dan konservasi (conservation) (Levine dalam Parker, 2001).

Adaptasi adalah proses berubah, dan konservasi adalah hasil adaptasi.

Adaptasi adalah proses dimana klien memelihara integritas di dalam

lingkungan yang nyata baik internal maupun eksternal (Levine, 1966, 1989

dalam Tomey & Alligood, 2006)). Adaptasi adalah konsekuensi dari interaksi

antara orang dengan lingkungan. Keberhasilan dalam menghadapi lingkungan

tergantung dari adekuatnya adaptasi (Levine, 1990). Tujuan utama dalam

proses adaptasi adalah tercapainya suatu keutuhan dalam diri individu (

wholeness ), keutuhan ini merupakan hasil respon individu terhadap pola

hubungan antar individu yang saling menguntungkan secara menyeluruh,

alami dan berlangsung secara terus menerus.

Nursing Model yang dikembangkan oleh Myra Levine

bahwa Wholeyness

(Keutuhan) merupakan kemampuan individu untuk memprakarsai dirinya

dalam beradaptasi untuk mempertahankan kehidupan, kesehatan dan

kesejahteraan. Konservasi dapat meningkatkan adaptasi internal maupun

external. Levine mengemukakan 3 karakter adaptasi yakni: historis,

spesificity, dan redundancy. Levine menyatakan bahwa setiap individu

mempunyai pola respon tertentu untuk menjamin keberhasilan dalam

aktivitas kehidupannya yang menunjukkan adaptasi historis dan spesificity.

Selanjutnya pola adaptasi tersembunyikan dalam kode genetik individu.

Redundancy menggambarkan kegagalan yang terselamatkan dari individu

untuk menjamin adaptasi. Kehilangan redundancy akibat dari kondisi trauma,

umur, penyakit, kondisi lingkungan yang membuat individu sulit

mempertahankan hidup. ( Alligood & Tomey, 2006 ).

Terkait dengan bantuan yang diberikan kepada pasien dengan gangguan

sistem muskuloskeletal khususnya pada pasien dengan multiple fracture,

Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013

Page 20: SP-Desak Wayan.pdf

8

Levine menguraikan model konservasi sebagai inti atau dasar teorinya yang

terdiri dari konservasi energi, konservasi integritas struktur, konservasi

integritas individual dan konservasi integritas sosial. Bantuan tersebut sangat

tergantung dengan kondisi dan tindakan penatalaksanaa yang diberikan

misalnya: Non-operatif dapat dilakukan pemasangan skeletal traksi, dan skin

traksi sebagai tindakan definitif atau sementara, kondisi ini berimplikasi

dalam keperawatan terkait dengan keterbatasan pemenuhan kebutuhan /

immobilisasi, demikian juga tindakan operatif baik yang internal fiksasi

maupun eksternal fiksasi.

Peran seorang Ners spesialis diharapkan mampu memenuhi kebutuhan pasien

dengan menggunakan pendekatan konservasi Model Teori Levine karena

teori ini dapat digunakan dalam menentukan bentuk primary care dan pada

fase rehabilitasi untuk mendukung pasien dalam mempercepat penyembuhan.

Masalah keperawatan yang dapat timbul pada pasien dengan fraktur

extremitas antara lain : nyeri akut, kurang pengetahuan, keterbatasan

mobilitas fisik, gangguan intergritas kulit, infeksi, volume cairan kurag dari

kebutuhan, gangguan pertukaran gas, koping mekanisme ineffektif.

Penulis mempunyai keyakinan bahwa adanya masalah – masalah

keperawatan pada pasien diatas mengakibatkan ketidak seimbangan energi

pasien sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhannya. Pada tahap ini pasien

memerlukan agen keperawatan yang mempunyai kemampuan khusus untuk

memberikan perawatan sesuai dengan konsep nursing theory model Levine.

Peran Ners spesialis sebagai inovator

Kondisi di tatanan nyata pelayanan asuhan keperawatan pada pasien dengan

multiple frakture post Open Reduction Internal/external Fixation

(ORIF/OREF) masih belum optimal dimana kemampuan perawat dalam

mengidentifikasi kebutuhan pasien masih perlu ditingkatkan, bagaimana

pengelolaan mobilisasi, infeksi dan nyeri, tahapan mobilisasi yang harus

diberikan pada pasien post ORIF/OREF, serta pencegahan terhadap infeksi.

Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013

Page 21: SP-Desak Wayan.pdf

9

Hal hal tersebut masih belum dilakukan secara maksimal masih

membutuhkan kemampuan dan pemahaman yang baik. Keterlambatan dan

kurang tepatnya dalam mengelola mobilisasi dan pencegahan infeksi pasien

dengan multiple frakture femur,tibia post ORIF/OREF dapat menghambat

kemampuan pasien dalam memeuhi kebutuhannya dan beresiko terjadi

cedera, serta dapat meningkatkan biaya perawatan karena lama hari

perawatan juga memanjang.

Menghadapi masalah ini, tentunya diperlukan suatu persiapan yang matang,

dibuat panduan, mengingat bahwa sampai saat ini penatalaksanaan

keperawatan pada pasien multiple fraktur femur post ORIF/OREF masih

berfokus pada tindakan kolaburasi terkait medikamentosa. Salah satu upaya

perbaikan untuk mencegah dan mengatasi keadaan ini adalah melalui

peningkatan pengetahuan dengan penerapan Evidence Based dan adanya

poanduan ( Guidelines) serta ketrampilan khususnya dibidang keperawatan

terkait keperawatan orthopedi.

Pentingnya penyediaan sumber daya manusia keperawatan yang mempunyai

pengetahuan dan ketrampilan serta spesialis dalam penatalaksanaan

perawatan pasien dengan gangguan sistem muskuloskeletal khususnya

multiple frakture post ORIF/OREF sangat diperlukan. Sampai saat ini di

Indonesia belum banyak Ners Spesialis Medikal Bedah ( Sp. MB)

kekhususan Orthopaedic Nursing yang tersebar di seluruh kepulauan / wilaya

Indonesia terutama di RS, hal ini tidak sebanding dengan jumlah penduduk

Indonesia yang mencapai 235 juta jiwa, selain itu kenyataan dilapangan

masih membutuhkan peningkatan pengetahuan dan pemahaman perawat

tentang perawatan pada pasien dengan gangguan muskuloskeletal karena

belum optimal dalam memberikan asuhan keperawatan. Demikian pula

kemampuan kolaborasi dengan multidisiplin profesi terkait belum maximal,

belum terpapar aplikasi hasil-hasil penelitian yang sudah terbukti lebih efektif

dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem

muskuloskeletal khususnya pasien dengan multiple fraktur post ORIF/OREF.

Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013

Page 22: SP-Desak Wayan.pdf

10

Di RSUP Fatmawati khususnya di Ruang Perawatan Gedung Prof. Soelarto

lantai I dalam pelaksanaan asuhan keperawatan belum menerapkan konsep

model teori keperawatan oleh karena itu saya ingin mencoba menerapkan

konsep conservation Nursing Theory dari Model Levine pada pasien multiple

fraktur dengan ORIF/OREF

1.2 Tujuan Penulisan

1.2.1 Tujuan Umum

Memberikan gambaran peran perawat secara menyeluruh terhadap

pengalaman residensi dengan penerapan teori konservasi levine dalam

memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem

muskuloskeletal. Melaksanakan praktek berdasarkan pembuktian serta

mengembangkan inovasi dalam meningkatkan mutu pelayanan keperawatan

di RSUP Fatmawati jakarta.

1.2. 2 Tujuan Khusus

a. Melaporkan pengalaman analisis dan sintesa terhadap seluruh rangkaian

kegiatan residen dalam memberikan asuhan keperawatan terutama pada

pasien dengan fraktur ekstremitas bawah dengan penerapan Model

konservasi Levine.

b.Melaporkan analisis penerapan praktek keperawatan berbasis pembuktian (

Evidence Based Nursing Practice) dalam pencegahan infeksi pada pasca

bedah open reduction external fixation pada fraktur terbuka.

c. Melaporkan pemaparan hasil analisis terhadap kegiatan inovasi dengan

menyusun Clinical Practice Guidelines sebagai panduan praktek klinik

keperawatan pada pasien pasca bedah fraktur Extremitas bawah.

Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013

Page 23: SP-Desak Wayan.pdf

11

1.3 Manfaat

a. Bagi Pelayanan Keperawatan

Laporan ini diharapkan dapat bermanfaat dalam meningkatkan mutu

asuhan keperawatan pasien dengan fraktur ekstremitas bawah dengan

konsep teori Model Konservasi Levine.

b. Bagi Perkembangan Ilmu Keperawatan

Laporan ini diharapkan memperkaya khasana ilmu keperawatan khususnya

keperawatan orthopedi dengan penerapan teori model Levine dalam

praktik.

c. Bagi Penelitian Keperawatan

Hasil laporan ini dapat dijadikan sebagai pembuka wawasan yang lebih luas

dan sebagai data dasar penelitian keperawatan medikal bedah pada

umumnya dan keperawatan orthopedi khususnya, serta memberikan

gambaran dan informasi terkait Evidence Based Nursng Practice ( EBNP ).

Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013

Page 24: SP-Desak Wayan.pdf

BAB 2

TINJAUAN TEORI

Pada bab ini akan dibahas tentang : Konsep fraktur , Konsep Model

Conservation Nursing Theory Levine’s, Penerapan Conservation Nursing

Model Levine’s pada kasus fraktur multiple.

Selama menjalankan praktek residensi angka kejadian fraktur femur dan tibia

sangat tinggi dibandingkan dengan kasus muskuloskeletal yang lain. Akibat

fraktur femur dan Tibia dapat menyebabkan disability karena kehilangan

energi dan menurunnya stabilitas untuk melakukan aktivitas pergerakan pada

sistem muskuloskeletal. Konsep terkait untuk mendukung asuhan

keperawatan pada pasien fraktur adalah dengan menerapkan teori Model

Konservasi Levine,

s , penjelasannya sebagai berikut.

2.1 Konsep Fraktur

2.1.1 Definisi Fraktur

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan ditentukan sesuai

jenis dan luasnya (Ignatavicius, 2009., Smeltzer & Bare, 2010., Lewis 2009).

Fraktur shaft femur adalah terputusnya jaringan tulang paha bagian diaphysis/

batang femur. Fraktur tibia adalah terputusnya jaringan tulang Tibia bagian

batang tibia dan diserta fibula sering ikut fraktur. Demikian pula fraktur

radius adalah terputusnya jaringan tulang radius yang dapat terjadi pada

bagian proximal, tengah dan distal.

2.1.2 Etiologi

Menurut Lewis, (2009) fraktur dapat disebabkan oleh: 1) peristiwa trauma

tunggal, 2) Tekanan yang berulang-ulang, 3) Kelemahan pada tulang (fraktur

patologis). Smeltzer dan Bare (2010) berpendapat bahwa fraktur dapat

disebabkan oleh adanya pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan muntir

mendadak, dan bahkan karena kontraksi otot ekstrem.

Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013

Page 25: SP-Desak Wayan.pdf

13

Universitas Indonesia

2.1.3 Manifestasi

Menurut American Academy of Orthopaedic Surgeons (AAOS, 2012)

Menyatakan bahwa manifestasi klinis fraktur femur, tibia adalah sebagai

berikut: nyeri, ketidakmampuan untuk menggerakkan kaki, deformitas, dan

bengkak. Sedangkan Smeltzer dan Bare (2010) menyatakan bahwa

manifestasi klinis fraktur ekstremitas bawah secara umum adalah sebagai

berikut:

a. Nyeri sifatnya terus menerus skalanya meningkat saat mobilisasi dan

berkurang saat imoblisasi.

b. Hilangnya fungsi segera setelah terjadi fraktur bagian tersebut cenderung

tidak dapat digunakan dan cenderung bergerak secara tidak alami fungsi

otot bergantung pada integritas tulang sebagai tempat melekatnya otot.

c. Deformitas hal ini terjadi karena adanya pergeseran fragmen tulang.

d. Pemendekan tulang hal ini terjadi karena adanya kontraksi otot yang

melekat di atas dan bawah tempat fraktur sehingga fragmen tulang saling

bertumpuk satu sama lain sampai 2,5 cm – 5 cm.

e. Kripitasi suara derik ini timbul dikarenakan adanya gesekan antar fragmen

tulang.

f. Pembengkakan dan perubahan warna kulit secara lokal hal ini terjadi akibat

adanya trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur.

2.1.4 Jenis Fraktur

Jenis fraktur dibedakan berdasarkan beberapa hal antara lain : bentuk garis

patah yaitu fraktur komplit dan fraktur inkomplit, Berhubungan dengan

dunia luar yaitu fraktur tertutup dan fraktur terbuka, Pergeseran anatomi

tulang yaitu fraktur greenstick, fraktur transversal, fraktur oblik, fraktur

spiral, fraktur segmental, fraktur avulsi, fraktur impacted, fraktur torus,

dan fraktur komminuted. Fraktur dapat terjadi disatu organ atau dibeberapa

organ tubuh, jika organ tubuh yang mengalami fraktur lebih dari satu

tempat maka disebut multipel fraktur.

Berikut ini adalah gambar beberapa jenis fraktur.

Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013

Page 26: SP-Desak Wayan.pdf

14

Universitas Indonesia

Multiple fraktur adalah fraktur yang mengenai lebih dari satu organ, bila

mengenai tulang panjang (Femur, tibia, radius). Fraktur femur dapat terjadi pada

proximal femur mengenai kepala femur, intracapsular termasuk trochanters.

Fraktur leher femur seringterjadi pada usia 60 tahun atau lebih dan lebih sering

pada laki lakiDemikian pula dapat terjadi pada trauma distal femur:supracondylar,

condylar, intercondylar. Fraktur shaft/ batang Femur, biasanya terjadi karena trauma langsung akibat

kecelakaan lalu lintas atau jatuh dari ketinggian, patah pada daerah ini dapat

menimbulkan perdarahan yang cukup banyak dan mengakibatkan pasien jatuh

dalam keadaan syok, komplikasi selanjutnya dapat terjadi trombus yang

mengakibatkan trombosis vena dalam (DVT). Klasifikasi fraktur batang yaitu:

patah tertutup dan patah terbuka dengan ketentuan bila terdapat hubungan antara

tulang patah dengan dunia luar yang dibagi dalam tiga derajat: Derajat I : terdapat

dengan dunia luar timbul luka kecil, biasanya diakibatkan tusukan fragmen tulang

dari dalam menembus keluar. Derajat II, lukanya lebih besar >1 cm, luka ini

disebabkan karena benturan dari luar. Derajat III lukanya lebih luas dari derajat II,

lebih kotor, jaringan lunak banyak yang ikut rusak ( otot, syaraf dan pembuluh

darah).

Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013

Page 27: SP-Desak Wayan.pdf

15

Universitas Indonesia

Gambaran Radiologi Fraktur batang femur

Fraktur tibia

Tibia dan fibula terbentuk secara bersama sama melalui artikulasi tibio fibuler

dibagian proximal, persendian sinovial terbentuk dengan sangat kuat pada

anterior dan posterior atau ligamen. Pada bagian distal, tibia dan fibula

dihubungkan oleh sindesmosis tibiofibuler, tersusun dari anterior dan

posterior ligamen tibiofibular dan membran interosseous. Tulang dan otot

tungkai bawah dikelilingi oleh fascia cruris memisahkan tungkai bawah

menjadi empat ruang yang berbatas tegas.

Aliran darah berasal dari arteri poplitea yang bercabang dan membentuk

arteri tibialis anterior dan arteri tibialis posterior setelah keduanya keluar

melalui fossa poplitea. Arteri tibialis anterior masuk melalui ruang anterior

yang berada di bawah level dari caput fibula dan berjalan menurun sepanjang

Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013

Page 28: SP-Desak Wayan.pdf

16

Universitas Indonesia

membran interosseous. Arteri ini mudah terkena cedera pada kasus fraktur

tibial proksimal.

1. Fraktur kondilus

2. Fraktur diafisis

3. Fraktur dan dislokasi pada pergelangan kaki

Gambar 1. Skematis fraktur tibia

(dikutip dari kepustakaan 1)

Fraktur diafisis tibia terjadi karena adanya trauma angulasi yang akan

menimbulkan fraktur tipe transversal atau oblik pendek, sedangkan trauma rotasi

akan menimbulkan fraktur tipe spiral. Fraktur tibia biasanya terjadi pada batas

antara 1/3 bagian tengah dan 1/3 bagian tengah distal. Tungkai bawah bagian

depan sangat sedikit ditutupi otot sehingga fraktur pada daerah tibia sering

bersifat terbuka. Fraktur diafisis bagian proksimal lebih membutuhkan kekuatan

cedera yang lebih besar dibandingkan bagian distal. Trauma langsung dapat

mengakibatkan fraktur tipe transversal dan comminuted, sementara trauma tidak

langsung dapat mengakibatkan fraktur tipe oblik dan spiral.

Pada fraktur pergelangan kaki terdapat empat macam mekanisma trauma yaitu:

1,3

1). Trauma abduksi akan menimbulkan fraktur pada maleolus lateralis yang

bersifat oblik, fraktur pada maleolus medialis yang bersifat avulsi atau robekan

pada ligamen bagian medial.

Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013

Page 29: SP-Desak Wayan.pdf

17

Universitas Indonesia

2).Trauma adduksi yang menimbulkan fraktur maleolus medialis yang bersifat

oblik atau avulsi maleolus lateralis atau keduanya. Trauma adduksi juga bisa

hanya menyebabkan strain atau robekan pada ligamen lateral, tergantung dari

beratnya trauma.

3).Trauma rotasi eksterna, biasanya disertai trauma abduksi dan terjadi fraktur

pada fibula atas sindesmosis yang disertai dengan robekan ligamen medial atau

fraktur avulsi pada maleolus medialis, Apabila trauma lebih hebat dapat disertai

dengan dislokasi talus.

4).Trauma kompresi Vertikal dimana dapat terjadi fraktur tibia distal bagian

depan disertai dengan dislokasi tallus ke depan atau terjadi fraktur kominutif

disertai dengan robekan diastasis.

Fraktur diafisis tibia

2.1.5.Tes Diagnostik

Tes diagnostic terdiri dari tes Radiografi dan laboratorium untuk

menegakkan Diagnosis fraktur, dimulai dengan pengkajian awal; mengkaji

Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013

Page 30: SP-Desak Wayan.pdf

18

Universitas Indonesia

riwayat sakit dan, kemudian dikonfirmasi dengan tes radiografi. Pada

kasus fraktur terbuka yang berat, tes laboratorium dibutuhkan hingga

lengkap terutama yang menyangkut perdarahan, sampai pasien siap untuk

dilakukan operasi. Sementara itu, fraktur yang tidak berat sementara perlu

dilakukan imobilisasi dengan traksi atau back slab sampai beberapa hari

atau sampai mulai terbentuk kalus. Adapun tes-tes yang sering

direkomendasikan adalah:

a. X-ray, umumnya digunakan untuk mengetahui adanya fraktur

setidaknya dua sisi, yaitu sisi anteroposteroir dan lateral. Pada anak,

ekstremitas yang tidak cedera juga perlu di lakukan x-ray untuk

membandingkannya.

b. Bone scan. Pemeriksaan ini mungkin diperlukan untuk menentukan

apakah ada fraktur. Bone scan dapat menggunakan pemberian

radioisotof intravena. Adanya area “hot” spot, dapat mengindikasikan

fraktur.

c. Blood tests. Pemeriksaan kimia darah, darah lengkap, dan pemeriksaan

koagulasi dilakukan untuk mengkaji kehilangan darah, fungsi ginjal,

kerusakan otot, dan risiko perdarahan atau pembekuan yang berlebihan.

d. Urine myoglobin. Mioglobin urin diukur untuk mengetahui kerusakan

otot yang terjadi.

2.1.6 Prinsip Penatalaksanaan Fraktur Secara Umum

Terdapat 4R prinsip penatalaksanaan fraktur ( Price, 1995) antara lain :

a. Recognition

Riwayat kecelakaan, derajat keparahan, jenis kekuatan yang berperan, dan

deskripsi tentang peristiwa yang terjadi oleh penderita sendiri menentukan

apakah ada fraktur, dan apakah perlu pemeriksaan spesifik untuk menentukan

adanya fraktur. Rekognisi dengan membuat diagnosis yang benar atas dasar

pemeriksaan : anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013

Page 31: SP-Desak Wayan.pdf

19

Universitas Indonesia

b. Reduction

Adalah usaha dan tindakan manipulasi frakmen-fragmen tulang yang patah

sedapat mungkin untuk dikembalikan keposisi anatomi normal, penyatuan

tulang dan mengembalikan fungsi optimal dari ekstremitas. Tindakan ini

dapat dilakukan secara elektif di Rumah Sakit. Sebelum dilakukan opersi

dipasang traksi skeletal maupun skin traksi.

c. Retention/ immobilisasi

Sebagaimana aturan umum ketika melakukan reduction harus melewati sendi

di atas fraktur dan sendi di bawah fraktur.

d. Rehabilitation

Mengembalikan fungsi aktifitas semaksimal mungkin, mengembalikan fungsi

dan kekuatan dengan cara latihan rentang gerak dan mobilisasi secara

bertahap dan terstruktur untuk mengembalikan fungsinya secara utuh.

Penatalaksanaan awal fraktur meliputi reposisi dan imobilisasi fraktur

dengan splint. Status neurologis dan vaskuler di bagian distal harus diperiksa

baik sebelum maupun sesudah reposisi dan imobilisasi. Pada pasien dengan

multiple fraktur tulang panjang sebaiknya dilakukan stabilisasi awal, setelah

hemodinamis pasien stabil. Sedangkan penatalaksanaan definitif fraktur

adalah dengan menggunakan gips atau dilakukan operasi dengan ORIF

maupun OREF.

2.1.7 Fase Penyembuhan Tulang

Berikut ini dijelaskan tahapan dalam penyembuhan tulang (Smeltzer at.all,

2010) yaitu:

a. Fase Inflamasi, yaitu terjadi respons tubuh terhadap cedera yang ditandai

adanya perdarahan dan pembentukan hematoma pada tempat patah tulang.

Ujung fragmen tulang mengalami devitalisasi karena terputusnya aliran

darah, lalu terjadi pembengkakan dan nyeri, tahap inflamasi berlangsung

beberapa hari

Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013

Page 32: SP-Desak Wayan.pdf

20

Universitas Indonesia

b. Fase Proliferasi, pada fase ini hematoma akan mengalami organisasi

dengan membentuk benang-benang fibrin, membentuk revaskularisasi dan

invasi fibroblast dan osteoblast. Kemudian menghasilkan kolagen dan

proteoglikan sebagai matriks kolagen pada patahan tulang, terbentuk jaringan

ikat fibrus dan tulang rawan (osteoid) berlangsung setelah hari ke lima.

c. Fase Pembentukan Kalus, Pertumbuhan jaringan berlanjut dan lingkaran

tulang rawan tumbuh mencapai sisi lain sampai celah sudah terhubungkan.

Fragmen patahan tulang digabungkan dengan jaringan fibrus, tulang rawan

dan tulang serat imatur. Waktu yang dibutuhkan agar fragmen tulang

tergabung adalah 3-4 minggu.

d. Fase penulangan kalus/Ossifikasi, adalah pembentukan kalus mulai

mengalami penulangan dalam 2-3 minggu patah tulang melalui proses

penulangan endokondral. Mineral terus menerus ditimbun sampai tulang

benar-benar bersatu. Pada patah tulang panjang orang dewasa normal,

penulangan tersebut memerlukan waktu 3-4 bulan.

e. Fase Remodeling/konsolidasi, merupakan tahap akhir perbaikan patah

tulang meliputi pengambilan jaringan mati dan reorganisasi tulang baru ke

susunan struktural sebelumnya. Remodeling memerlukan waktu berbulan-

bulan sampai bertahun-tahun untuk merampungkan penyembuhan tulang

meliputi aktifitas osteoblas dan osteoklas yang menghasilkan perubahan

jaringan immatur menjadi matur, terbentuknya tulang lamelar sehingga

menambah stabilitas daerah fraktur.

Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013

Page 33: SP-Desak Wayan.pdf

21

Universitas Indonesia

Gambar proses penyembuhan tulang

2.1.8 Komplikasi terbagi dalam dua tahap yaitu komplikasi tahap awal dan

komplikasi tahap tahap lanjut.

1. Komplikasi tahap awal adalah sebagai berikut :

a. Renjatan hipovolemik atau traumatik akibat perdarahan dan kehilangan

cairan ekstrasel ke jaringan yang rusak, kondisi ini dapat terjadi pada fraktur

ekstremitas, thoraks, pelvis, dan vertebra. Tulang merupakan organ yang

mempunyai vaskuler cukup banyak sehingga bila terjadi trauma maka dapat

menyebabkan kehilangan darah dalam jumlah cukup besar, terutama pada

fraktur femur dan fraktur pelvis. Intervensi keperawatan yang dapat

dilaksanakan antara lain: pertahankan volume darah, hidrasi segera dilakukan,

pembebatan yang memadai, kolaburasi tranfusi.

b. Sindroma Emboli Lemak, hal ini dapat terjadi pada fraktur tulang panjang

misal femur, kruris, dan atau fraktur multipel / fraktur remuk. Pada saat

terjadi fraktur globula lemak dapat masuk aliran darah karena tekanan sum-

sum tulang lebih tinggi dari tekanan kapiler atau karena katekolamin yang

dilepas akibat stres pasien akan memobilisasi asam lemak dan memudahkan

terjadinya globula lemak dalam aliran darah, globula ini akan bergabung

Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013

Page 34: SP-Desak Wayan.pdf

22

Universitas Indonesia

dengan trombosit untuk membentuk emboli yang dapat menyumbat

pembuluh darah kecil. Sering terjadi pada usia 20 – 30 tahun dan dapat terjadi

segera setelah fraktur atau sampai satu minggu tetapi yang paling sering 24 –

72 jam setelah fraktur. Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan antara

lain : Imobilisasi segera fraktur, minimalkan manipulasi daerah fraktur,

sediakan dan gunakan penyangga yang memadahi saat memindahkan pasien,

kolaborasi untuk cek analisa gas darah, berikan oksigen dengan bila

diperlukan, pemberian alat dukungan pernapasan bila perlu, obat vasoaktif

untuk mendukung jantung, mereduksi nyeri, dan obat penenang .

c. Sindroma Kompartemen, masalah ini terjadi karena pertama adanya

penurunan ukuran kompartemen otot disebabkan fasia yang membungkus

otot terlalu ketat atau gips, balutan yang terlalu kencang. Kedua peningkatan

isi kompartemen otot disebabkan edema. Sindroma kompartemen sering

terjadi pada fraktur lengan bawah dan tungkai bawah, bila kondisi sindroma

kompartemen dibiarkan dalam waktu 6 – 8 jam maka akan terjadi kehilangan

fungsi yang permanen. Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan antara

lain : cegah dan kontrol edema dengan meninggikan ekstremitas yang cidera

setinggi jantung, berikan kompres es pada daerah cidera, longgarkan balutan

atau gips, kolaborasi tindakan fasiotomi bila nyeri tak berkurang dan perfusi

jaringan tidak membaik satu jam setelah tindakan konservatif.

d. Komplikasi awal yang lain adalah infeksi, tromboimboli, dan Koagulopati

Intravaskuler Disiminata ( KID).

2. Sedangkan komplikasi tahap lanjut pada fraktur antara lain :

a. Delayed union, Proses penyembuhan lambat dari waktu yang dibutuhkan

secara normal. Pada pemeriksaan radiografi, tidak akan terlihat bayangan

sklerosis pada ujung-ujung fraktur, Terapi konservatif selama 6 bulan,

bila gagal dapat dilakukan Osteotomi

b.

Lebih 20 minggu dapat direncanakan

cancellus grafting (12-16 minggu).

Non union, dimana secara klinis dan radiologis tidak terjadi

penyambungan tulang, ada beberapa tipe antara lain : 1) Tipe I (hypertrophic

Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013

Page 35: SP-Desak Wayan.pdf

23

Universitas Indonesia

non union) tidak akan terjadi proses penyembuhan fraktur dan diantara

fragmen fraktur tumbuh jaringan fibrus yang masih mempunyai potensi untuk

union dengan melakukan koreksi fiksasi dan bone grafting, 2) Tipe II

(atrophic non union) disebut juga sendi palsu (pseudoartrosis) terdapat

jaringan sinovial sebagai kapsul sendi beserta rongga sinovial yang berisi

cairan, proses union

Fakto faktor yang menimbulkan

tidak akan dicapai walaupun dilakukan imobilisasi lama.

non union seperti distrupsi periosteum yang

luas, hilangnya vaskularisasi fragmen-fragmen fraktur, waktu imobilisasi

yang tidak memadahi, implant

c.

atau gips yang tidak memadahi, distraksi

interposisi, infeksi dan penyakit tulang (fraktur patologis).

Mal union, penyambungan fraktur tidak normal sehingga menimbukan

deformitas. Osteomielitis, dapat terjadi pada fraktur terbuka atau tindakan

operasi pada fraktur tertutup sehingga dapat menimbulkan delayed union

sampai non union (infected non union).

Imobilisasi anggota gerak yang

mengalami osteomielitis mengakibatkan terjadinya atropi tulang berupa

osteoporosis dan atropi otot. Kekakuan sendi, terjadi baik sementara atau

menetap dapat diakibatkan imobilisasi lama, sehingga terjadi perlengketan

peri artikuler, perlengketan intraartikuler, perlengketan antara otot dan

tendon. Pencegahannya berupa memperpendek waktu imobilisasi dan

melakukan latihan aktif dan pasif pada sendi. Pembebasan perlengketan

secara pembedahan hanya dilakukan pada penderita dengan kekakuan sendi

menetap (Stanly Hoppenfeld,MD, 2002)

Penyembuhan dari tulang untuk setiap lokasi fraktur fraktur, perkiraan waktu

imobilisasi yang dibutuhkan untuk penyatuan pada ekstremitas bawah seperti

yang bisa dilihat pada tabel 2.1.

Tabel : 2.1. Lokasi fraktur dan perkiraan lama penyembunan

Lokasi fraktur Lama Penyembuhan

Femur :

• Intrakapsuler 24 minggu

• Intratrokhanter 10 – 12 minggu

• Batang 18 minggu

Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013

Page 36: SP-Desak Wayan.pdf

24

Universitas Indonesia

• Suprakondiler 12 – 15 minggu

Tibia :

• Proksimal 8 – 10 minggu

• Head 12 – 18 minggu

• Batang 14 – 20 minggu

• Maleoleus 6 minggu

Sumber : Smeltzer & Bare, 2010, Textbook of Medical Surgical Nursing

Faktor yang dapat mempengaruhi kecepatan penyembuhan dan penghambat

fraktur, yaitu :

a. Faktor yang mempercepat penyembuhan fraktur, yaitu imobilisasi fragmen

tulang, kontak fragmen tulang maksimal, aliran darah memadai,nutrisi yang baik,

latihan pembebanan berat untuk tulang panjang, hormon-hormon pertumbuhan :

tiroid kalsitonin, vitamin D, steroid anabolik.

b. Faktor yang menghambat penyembuhan fraktur, yaitu kehilangan tulang,

imobilisasi tidak memadai, adanya rongga atau jaringan diantara fragmen tulang,

infeksi, keganasan lokal, penyakit metabolik, nekrosis avaskuler, fraktur

intraartikuler (akan melisis bekuan darah dan memperlambat pembentukan

jendalan), usia (lansia sembuh lebih lama), dan pengobatan kortikosteroid

menghambat kecepatan perbaikan.

2.2 Teori Model Konservasi Levine

Teori Keperawatan diperlukan karena merupakan landasan dan analisis berpikir

dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien. Dalam paradigma

keperawatan terdapat empat konsep utama yaitu manusia, sehat-sakit, lingkungan

dan keperawatan. Teori dan model tentang profesi keperawatan terus

berkembang. Di antaranya yang sangat kita kenal adalah teori Dorothea Orem

tentang ‘self-care Framework’, Sr.Callista Roy tentang ‘Adaptation Model’, Jean

Watson tentang ‘Theory of Human Caring’. Pada kesempatan kali ini, saya ingin

menggali lebih lanjut tentang teori ‘Conservation Model’ oleh Myra Levine’s

Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013

Page 37: SP-Desak Wayan.pdf

25

Universitas Indonesia

yang diselesaikan pada 1973. Berdasarkan sumber yang diperoleh, disebutkan

bahwa keyakinan Levine mengenai konsep manusia adalah

individu unik dan

pemberian asuhan keperawatan berpusat pada pasien yang dikenal dengan

konservasi Levine.

2.2.1 Konsep Conservation Nursing Theory Levine’s

Praktek pelayanan keperawatan spesialis orthopedi dituntut mampu

mengaplikasikan konsep model dalam proses keperawatan mulai dari tahap

mengumpulkan data secara sistematik, menganalisa data hasil pengkajian,

menentukan dignosa keperawatan sesuai dengan karakteristik kondisi pasien.

Mengembangkan rencana keperawatan, mengimplementasikan rencana tindakan

keperawatan berdasarkan Evidence based practice, dan mengevaluasi hasil

tindakan yang telah diberikan secara sistematik. Teori keperawatan diperlukan

sebagai landasan dan analisis perawat dalam memberikan asuhan, pada

kesempatan ini praktikan akan mencoba menggunakan Consetvation theory dari

Myra Levine dan sering disebut Konservasi Levine. Teori ini merupakan salah

satu teori keperawatan yang dapat digunakan di berbagai tatanan pelayanan

praktek keperawatan (Alligood & Tomey, 2006).

2.2.2 Asumsi Dasar Model Konservasi:

Levin 1973 menggunakan pendekatan holistik untuk merawat semua orang baik

dalam keadaan sehat maupun sakit. Dimana intervensi keperawatan berdasarkan

perilaku unik individu atau pasien, dengan kata lain pemberian asuhan

keperawatan berpusat kepada pasien sehingga memerlukan teknik dan

kemampuan yang spesifik.

Teori Myra Estin Levine dikenal dengan model konservasi Levine,s difokuskan

dalam mempromosikan keseluruhan adaptasi dan pemeliharaan dengan

menggunakan prinsip prinsip konservasi. Model ini memandu perawat untuk

berfokus pada pengaruh-pengaruh dan respon-respon di tingkatan yang

organismik. Perawat dalam memenuhi sasaran dari model ini melalui konservasi

integritas energi, konservasi integritas struktur. Integritas personal dan integritas

Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013

Page 38: SP-Desak Wayan.pdf

26

Universitas Indonesia

sosial (Levine, 1967 dalam Tomey & Alligood, 2006). Konservasi adalah

fundamental terhadap hasil-hasil yang diharapkan ketika model itu digunakan.

Model Levine didasari tiga konsep utama, yaitu adaptasi (adaptation,),

wholeness, dan konservasi (conservation) (Levine dalam Parker, 2001).

2.2.1 Adaptasi

Adaptasi adalah proses berubah, dan konservasi adalah hasil adaptasi. Proses

adaptasi adalah dengan memelihara integritas di dalam lingkungan yang nyata

baik internal maupun eksternal (Levine, 1966, 1989 dalam Tomey & Alligood,

2006)). Adaptasi merupakan konsekuensi dari interaksi antara orang dengan

lingkungan. Keberhasilan dalam menghadapi lingkungan tergantung dari

keseimbangan mekanisme adaptasi (Levine, 1990). Tujuan utama dalam proses

adaptasi adalah tercapainya suatu keutuhan(Wholeness) dalam diri individu dan

merupakan hasil respon individu terhadap pola hubungan antar individu yang

saling menguntungkan secara menyeluruh, alami dan berlangsung secara terus

menerus.

Levine (1991) dalam Parker (2001) dan Tomey & Alligood (2006)

mengemukakan 3 (tiga) karakteristik dari adaptasi yaitu :

1). Historicity adalah adaptasi berdasarkan proses historis, dimana respon

didasarkan pada pengalaman masa lalu baik itu dari segi personal maupun

genetik.

2). Specifity merupakan adaptasi yang bersifat spesifik, artinya bahwa pada

perilaku individu memiliki pola stimulus respon yang spesifik dan unik dalam

aktivitas kehidupan sehari-hari.

3). Redundancy adalah adaptasi bersifat pilihan akan selamat atau gagal untuk

memastikan individu terjadinya adaptasi yang berkelanjutan. Jika suatu sistem

tubuh tidak mampu beradaptasi, maka sistem yang lain akan mengambil alih dan

melengkapi tugasnya. Redundancy dipengaruhi oleh trauma, usia, penyakit atau

kondisi lingkungan yang membuat individu sulit untuk mempertahankan hidup.

Dalam menjalani proses adaptasi individu sangat dipengaruhi oleh lingkungan

baik internal maupun eksternal. Lingkungan internal meliputi fisiolosis dan

Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013

Page 39: SP-Desak Wayan.pdf

27

Universitas Indonesia

pathofisiologis. Lingkungan internal juga merupakan integrasi dari fungsi tubuh

yang menyerupai hemoresis dibanding hemostasis. Homeorrhesis didefinisikan

sebagai suatu aliran yang terstabilisasi dibanding kondisi yang statis.

Homeorrhesis mendiskripsikan pola adaptasi yang meberikan tubuh individu

untuk mempertahankan keadaan kesejahteraan dengan perubahan yang cepat yang

berasal dari lingkungan. Pembagian energy Homeostasis adalah suatu kondisi dari

pembagian energi yang juga memberikan dasar yang perlu untuk singkronisasi

factor fisiologis dan psikologis yang banyak.

Levine dalam mendefinisikan lingkungan eksternal Tomey & Alligood (2006)

yang terdiri dari tiga level, yaitu :

1). Lingkungan perseptual adalah bagian dari lingkungan eksternal dimana

individu berespon terhadap sumber sensori seperti cahaya, suara, sentuhan, suhu,

perubahan kimia yang dibau atau yang dirasa.

2). Lingkungan operasional adalah elemen-elemen yang mungkin secara fisik

mempengaruhi individu tetapi tidak dirasakan individu yang merupakan bagian

dari lingkungan eksternal yang berinteraksi dengan jaringan kehidupan seperti

radiasi, mikroorganisme, polutan .

3). Lingkungan konseptual merupakan lingkungan eksternal yang terdiri dari

bahasa, ide,symbol, spiritual, keyakinan, dan tradisi, budaya dan etnis, pola

psikologis individu yang diperoleh dari pengalaman hidup.

Kemampuan individu untuk beradaptasi dengan lingkungan disebut sebagai

respon Organismik. Respon tersebut terdiri dari 4 tingkatan, yaitu : (Levine dalam

Tomey & Alligood, 2006 dan Parker, 2001):

1). Fight or Flight

Merupakan respon yang paling primitif dimana ancaman diterima individu baik

nyata maupun tidak, merupakan respon terhadap ketakutan maka timbul keinginan

menyerang atau menghindar dan merupakan reaksi yang tiba-tiba. Respon yang

disampaikan adalah kewaspadaan mencari informasi untuk rasa aman dan

sejahtera.

2). Respon terhadap peradangan

Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013

Page 40: SP-Desak Wayan.pdf

28

Universitas Indonesia

Merupakan mekanisme pertahanan untuk melindungi diri dari lingkungan yang

merusak, merupakan cara untuk menyembuhkan diri. Respon individu adalah

menggunakan energi sistemik yang ada dalam dirinya untuk membuang iritan

yang merugikan.

3). Respon terhadap stres

Merupakan respon defensif dalam bentuk perubahan yang tidak spesifik pada

manusia, perubahan struktural dan kehilangan energi untuk beradaptasi secara

bertahap terjadi sampai rasa lelah terjadi atau sampai dengan pasien atau individu

berespon terhadap pelayanan keperawatan.

4). Kewaspadaan perseptual

Informasi dan pengalaman hidup hanya bermanfaat ketika diterima secara utuh

oleh individu, semua pertukaran energi terjadi dari individu ke lingkungan dan

sebaliknya. Hasilnya adalah aktivitas fisiologi atau tingkah laku, respon ini sangat

tergantung kepada kewaspadaan perceptual individu, hanya terjadi saat individu

menghadapi lingkungan baru di sekitarnya dengan cara mencari dan

mengumpulkan informasi yang bertujuan untuk mempertahankan keamanan

dirinya.

Beberapa proses adaptasi dapat berhasil, namun beberapa yang lain bisa tidak

dapat berhasil atau gagal. Penekanan pada proses adaptasi ini adalah mengenai

tingkatan bukan pada proses berhasil atau gagal, jadi tidak mengenal proses

maladaptasi.

2.2.2 Wholeness

Konsep Wholeness dari Levine didasari dari teori Erikson; different between

total and whole (1986) yang menyatakan :

“wholeness emphasizes a sound, organic, progressive, mutuality between

diversified fungtion and parts within an intirety, the boundaries of which open

and fluen”). Dari definisi yang dikemukakan oleh Erikson diatas, Levine

menganggap bahwa Wholeness merupakan system terbuka dan menggabungkan

bagian-bagian untuk sebuah keutuhan untuk menghadapi perubahan lingkungan.

Wholeness didasarkan pada uraian keseluruhan sebagai satu sistem terbuka yang

Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013

Page 41: SP-Desak Wayan.pdf

29

Universitas Indonesia

berarti wholeness menekankan suatu bunyi, organik, dan progresif yang sama

antara fungsi-fungsi yang beraneka ragam dan bagian secara keseluruhan, serta

batasan-batasan yang bersifat terbuka (Levine dalam Parker,2001).

2.2.3. Konservasi

Konservasi berarti cara yang kompleks untuk melakukan fungsinya pada saat

tantangan berat menghalanginya. Konservasi juga menjelaskan suatu sistem yang

kompleks yang mampu melanjutkan fungsi ketika terjadi tantangan yang buruk.

Dalam hal ini bahwa individu mampu untuk berkonfrontasi dan beradaptasi demi

mempertahankan keunikan mereka. Melalui konservasi ini individu mampu

menghadapi tantangan, melakukan adaptasi dan tetap mempertahankan keunikan

pribadi. Perhatian utama pada konservasi adalah menjaga keutuhan individu

(Levine dalam Parker, 2001 dan Tomey & Alligood, 2006).

Model Konservasi “Levine” berfokus pada individu sebagai makhluk yang

holistik, dan bidang utama dari perhatian perawat dalam pemeliharaan individu

secara keseluruhan. Polit & Henderson (1995) mendefinisikan ilmu keperawatan

sebagai dukungan dan intervensi terapeutik berdasar pada ilmu pengetahuan atau

terapeutik (Ruddy, 2007). Model Levine menekankan pada proses interaksi dan

intervensi keperawatan yang diberikan dimana bertujuan untuk peningkatan

kemampuan beradaptasi dan mempertahankan keutuhan tersebut.

Tindakan keperawatan berdasar pada empat prinsip, yaitu (Levine dalam Ruddy,

2007):

1). Konservasi energi

Merupakan keseimbangan dan perbaikan energi yang dibutuhkan individu untuk

melakukan aktivitas. Hal tersebut juga termasuk keseimbangan energi input dan

output untuk menghindari kelemahan yang berlebihan. Contohnya adalah proses

penyembuhan dan proses penuaan. Intervensi keperawatan dilakukan untuk

mengurangi ketergantungan terhadap pemenuhan kebutuhan. Contoh lain adalah

istirahat yang adekuat, mempertahankan nutrisi yang adekuat dan aktivitas.

Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013

Page 42: SP-Desak Wayan.pdf

30

Universitas Indonesia

2). Konservasi Integritas struktural

Penyembuhan adalah proses perbaikan integritas struktur dan fungsi dalam

mempertahankan keutuhan diri. Contohnya bila menghadapi individu pasca

amputasi, perawat harus membantu individu tersebut untuk menuju tingkat

adaptasi baru. Contoh tindakan lain adalah membantu klien dalam latihan

ROM, mempertahankan personal hygiene klien, merawat luka dan sekitarnya

dengan baik.

3). Konservasi Integritas personal

Menyadari pentingnya harga diri dan identitas diri klien serta penghormatan

terhadap privasi. Dalam hal ini, perawat dalam melakukan intervensi

keperawatan harus menghargai keberadaannya seperti menghargai nilai dan

norma yang dianut serta keinginannya, menyapa dengan sopan, meminta izin

sebelum melakukan tindakan dan melakukan tahapan terminasi setelah

melakukan tindakan dan sebelum meninggalkan klien. Selain itu, perawat

juga memahami, menghargai dan melindungi kebutuhan akan jarak (space).

4). Konservasi Integritas sosial

Keterlibatan anggota keluarga dalam pemenuhan kebutuhan keagamaan atau

spiritual dan penggunaan hubungan interpersonal. Individu mendapatkan

makna kehidupan melalui komunitas sosial. Perawat membantu

menghadirkan anggota keluarga dan menggunakan hubungan interpersonal

untuk menjaga integritas sosial.

2.2.4 Implikasi Praktek Keperawatan Model levine

Praktik keperawatan diarahkan pada peningkatan wholeness untuk semua

individu baik yang sehat maupun yang sakit. Pasien merupakan partner atau

participant dalam asuhan keperawatan. Tujuan keperawatan untuk mengahiri

ketergantungan secepat mungkin. Metodelogi praktek menurut Levine adalah

proses keperawatan yang diarahkan menuju konservatif yang terdiri dari tiga

langkah yaitu (Levine dalam Schaefer,2006):

1). Trophicognosis

Levine merekomendasikan Trophicognosis sebagai suatu alternative diagnose

keperawatan. Trophicognosis merupakan formula dalam asuhan keperawatan

Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013

Page 43: SP-Desak Wayan.pdf

31

Universitas Indonesia

yang dicapai melalui metode ilmu pengetahuan. Perawat mengobservasi dan

mengumpulkan data yang akan menentukan asuhan keperawatan.

Perawat mengkaji konservasi energi pasien dengan menentuan kemampuan

pasien untuk menunjukan kebutuhan aktivitas tampa menghasilkan

kelemahan yang berlebihan.

Perawat beserta pengalaman hidup pasien mengkaji konservasi integritas

structural dengan menentukan fungsi fisiknya.

Perawat mengkaji integritas personal pasien dengan menentukan nilai moral

dan etis serta pengalaman hidup pasien. Perawat mengkaji konservasi

integritas pasien dengan berbicara dengan anggota keluarga pasien, teman

dan lingkungan konseptual.

2). Intervensi/tindakan.

Perawat mengimplementasikan rencana asuhan keperawatan disesuaikan

dengan struktur kebijaka dan administrative, ketersediaan alat, dan

pengembangan standar keperawatan

Tipe intervensi keperawatan meliputi :

a). Terapeutik

b). Supportif

c). Intervensi yang dibangun dari 4 (empat) prinsip konservasi yang terdiri

konservasi energi, konservasi integritas struktural, konservasi integritas

personal dan konservasi integritas sosial.

3). Evaluasi

Perawat mengevaluasi pengaruh dari tindakan yang sudah dilakukan serta

merevisi Trophikognosi jika dibutuhan. Indikator keberhasilan intervensi

ditentukan dengan respon organismik pasien.

2.3 Penerapan Model Konservasi Levine

1). Proses Keperawatan Levine dengan menggunakan pemikiran kritis

Manusia memerlukan masukan- masukan berkelanjutan secara sengaja bagi

diri mereka dan lingkungannya agar bisa hidup dan berfungsi alami

Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013

Page 44: SP-Desak Wayan.pdf

32

Universitas Indonesia

2). Human agent memiliki kekuatan untuk dilatih dalam membentuk

perawatan bagi dirinya dan juga yang lain dalam upaya mengenali kebutuhan

dan bagaimana membuat masukan yang dibutuhkan.

3). Pengalaman manusia terkait dengan tindakan keperawatan bagi diri

sendiri dan orang lain melibatkan pengaturan fungsi masukan- masukan.

4). Human agent dilatih untuk menemukan, mengembangkan, dan

meneruskan ke berbagai jalan untuk mengidentifikasi kebutuhan- kebutuhan

dan membuat masukan untuk dirinya dan orang lain.

5). Berbagai kelompok berhubungan dan bertanggungjawab menjaga anggota

kelompok yang kurangan pengalaman untuk dapat memberikan masukan

Proses Keperawatan Levine dengan menggunakan pemikiran kritis (Tomey, 2006)

Proses Pembuatan keputusan

Pengkajian

Mengumpulkan data provokatif

melalui wawancara dan observasi

dengan menggunakan prinsip

konservasi

1. Konservasi energi

2. Integritas struktur

3. Integritas personal

4. Integritas sosial

Perawat mengobservasi pasien

dengan melihat respon organisme

teradap penyakit, membaca catatan

medis, evaluasi hasil diagnostik dan

berdiskusi dengan pasien tentang

kebutuhan akan bantuannya.n

Perawat mengkaji pengaruh

lingkungan eksternal dan internal

pasien dengan prinsip konservasi.

Fakta provokatif yang perlu dikaji:

1. Keseimbangan suplai dan

kebutuhan energi

2. Sistem pertahanan tubuh

3. harga diri

4. Kesiapan seseorang dalam

berpartisipasi dalam sosial sistem

Keputusan Tropihicognosis

Diagnosa keperawatan

Fakta provokatif disusun

Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013

Page 45: SP-Desak Wayan.pdf

33

Universitas Indonesia

menyimpulkan fakta provokatif sedemikian rupa untuk

menunjukkan kemungkinan dari

kondisi pasien. Sebuah keputusan

mengenai bantuan yang dibutuhkan

pasien dibuat . Keputusan ini

disebut tropihicognosis

Hpotesis

Mengarahkan intervensi

keperawatan dengan tujuan untuk

keutuhan dan promosi adaptasi

Berdasarkan keputusan, perawat

memvalidasi masalah pasien, lalu

mengemukakan hipotesis tentang

masalah dan solusinya. Ini disebut

rencana keperawatan.

Intervensi

Uji hipotesis

Perawat menggunakan hipotesis

untuk memberi arah dalam

melakukan perawatan.

Intervensi dilakukan berdasarkan

prinsip konsevasi, yaitu konservasi

energi, struktur, personal dan

sosial.

Pendekatan ini diharapkan mampu

mempertahankan keutuhan dan

promosi adaptasi.

Evaluasi

Observasi repon organisme

terhadap intervensi

Hasil dari uji hipotesa dievaluasi

dengan mengkaji respn organisme

apakah hipotesis membantu atau

tidak.

Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013

Page 46: SP-Desak Wayan.pdf

34

Universitas Indonesia

Beberapa keterbatasan ketika keempat prinsip Conservational Model

diterapkan:

a. Konservasi energi, adalah untuk menghindari penggunaan energy yang

berlebihan dan mencegah kelelahan. Hal ini diatur dalam perawatan, dengan

gerakan terbatas seperti klien lumpuh, teori Levine itu tidak berlaku.

b. Pada konservasi integritas struktural, fokusnya adalah untuk melestarikan

struktur anatomi tubuh serta untuk mencegah kerusakan struktur anatomi. Ini,

memiliki keterbatasan. Dalam kasus-kasus dimana struktur anatomis tidak

begitu sempurna tapi tanpa diidentifikasi cacat atau masalah seperti dalam

operasi plastik, prosedur seperti perangkat tambahan payudara dan

liposuctions; integritas struktural seseorang menjadi pilihan pasien mencari

kecantikan fisik dan kepuasan psikologis yang perlu di pertimbangkan. Jika

menurut Levine, prosedur tidak boleh dipromosikan.

c. Pada konservasi integritas personal, perawat diharapkan memberikan

pengetahuan dan kebutuhan pasien harus dihormati, dilengkapi dengan

privasi, didorong dan psikologis didukung. Keterbatasan di sini akan berpusat

pada klien yang secara psikologis terganggu dan lumpuh dan tidak bisa

memahami dan menyerap pengetahuan, pasien koma yaitu, individu atau

klien bunuh diri.

d. Konservasi integritas sosial adalah untuk melestarikan dan pengakuan dari

interaksi manusia, terutama dengan klien, orang lain yang signifikan yang

terdiri dari sistem dukungannya. Keterbatasan khusus untuk ini, adalah ketika

klien tidak memiliki orang lain yang signifikan seperti ditinggal sejak anak-

anak, pasien psikiatris yang tidak mampu berinteraksi, klien tidak responsif

seperti orang tak sadar, fokus di sini adalah tidak lagi pasien sendiri namun

orang-orang yang terlibat dalam perawatan kesehatannya.

e. Dapat diterapkan pada individu sakit namun tidak dapat dilakukan pada

kelompok atau komunitas sehat.

Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013

Page 47: SP-Desak Wayan.pdf

Universitas Indonesia

BAB 3

ANALISIS PERAN PERAWAT SEBAGAI PEMBERI ASUHAN

KEPERAWATAN PADA KASUS KELOLAAN

Pada bab ini akan dibahas mengenai peran perawat spesialis sebagai pemberi

asuhan keperawatan pada gangguan sistem muskuloskeletal yang mempunyai

tanggung jawab terhadap asuhan keperawatan terutama sebagai advisor untuk

masalah keperawatan sistem muslukoskeletal. Disini akan dipaparkan

gambaran peran perawat terhadap 30 orang pasien yang menjadi kasus

kelolaan, dengan kasus yang mengalami berbagai macam gangguan pada

sistem muskuloskeletal di ruang Gedung Profesor Dr Soelarto (GPS) di lantai

I Rumah Sakit Umum Pusat/RSUP Fatmawati. Dari ke 30 kasus tersebut satu

diantaranya menjadi kasus utama yang dibahas secara lengkap dan 29 lainnya

akan dilampirkan dalam bentuk resume.

3.1 Gambaran kasus utama:

Identitas Pasien

Tn I. usia 18 tahun korban karena kecelakaan lalu lintas, mengalami multipel

fraktur (fraktur terbuka femur sinistra derajat IIIB, fraktur tertutup pada tibia

dan radius sinistra). Pendidikan pasien lulus SMA, pekerjaan sebagai pegawai

swasta yang baru memulai bekerja beberapa bulan setelah lulus sekolah.

Riwayat keperawatan; tanggal 10/3-2013 sore hari menjelang malam terjadi

kecelakaan saat pulang kerja mengendarai sepeda motor ditabrak dari

samping, pasien jatuh dan pingsan lalu ketika sadar pasien merasakan tangan

kiri dan kaki kiri nyeri dan tidak dapat digerakkan, pasien mengalami patah

tulang tertutup pada radius dan tibia kiri serta patah tulang terbuka pada

femur kiri, pasien langsung dibawa ke Unit Gawat darurat (UGD) RSUP

Fatmawati kemudian dikonsulkan ke dr Orthopedi dan dr bedah Orthopedi,

diinstruksikan untuk segera operasi, dengan persiapan operasi Peack Red

Cell/PRC 1000cc, Fresh Frozen Plasma/FFP 500cc, konsul anastesi acc untuk

operasi.

Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013

Page 48: SP-Desak Wayan.pdf

36

Tanggal 10/3-2013 malam hari jam 22.00 dilakukan operasi setelah enam jam

post kecelakaan dengan anastesi general, bagian radius dan tibia kiri

dilakukan Open reduction internal fixation (ORIF) karena pada radius dan

tibia mengalami fraktur tertutup dan shaft femur kiri mengalami fraktur

terbuka dan banyak jaringan lunak yang hancur ( grade IIIB) sehingga pada

shaft femur dilakukan tindakan Open Reduction External Fixation (OREF),

dengan 3pin distal dan 3 pin proximal.

3.2 Pengkajian dilakukan tanggal 11/3-2013, Dengan Pendekatan model

Levine meliputi:

3.2.1 Integritas energi

Pasien Post operasi sepuluh jam pertama dengan anastesi general, pada

pemeriksaan Central Nervus System (sakit kepala, pusing+), muka pucat,

respiration( irama napas teratur, dangkal 26x/menit, batuk-, secret -),

kardiovasculer (TD 100/60mmHg, N 84x/menit, akral dingin),

gastrointestinal (mual-, muntah-, bising usus 7x/mmenit). Drain+

terhubungkan dengan botol, kateter urine dower dan infus RL berisi tramadol

untuk anti nyeri.

Diagnostic test: Lab : 9,0 gr%, leko; 8,3000, Trombosit 127.000, Erytrosit

3,4 000, Hasil Rontgen; external fiksasi/OREF bagian shaft femur dan

Internal fiksasi/ORIF bagian Radialis dan tibia sinistra. Faktor external

pasien sebelum dirawat yang mempengaruhi integritas energi; tidak pernah

merokok dan minum alkohol

Integritas struktur:

St lokalis: Radialis, ulnarus, Femur, cruris sinistra. bagian radius terpasang

ORIF, dan bagian shaft femur terpasang OREF dengan 3pin distal dan 3 pin

proximal, luka terbalut elastis verban tidak ada rembesan, pada 24 jam post

operasi, perdarahan post operasi lewat drain + 150 cc, urine 500cc /8jam

Inspection: Femur dengan External Fixation, swollen +, drain+, tibia, radialis

Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013

Page 49: SP-Desak Wayan.pdf

37

terpasang internal fixation. Feel: Tenderness+, pain+ score 7, NVD+ (

sensasi nyeri pada ujung extremitas, CRT ≤ 3detik, Move : limited, total care

Faktor external; pasien tidak mempunyai riwayat alergi obat maupun

makanan, tidak pernah mengalami kecelakaan sebelumnya dan kecelakaan ini

merupakan yang pertamakali, pasien tidak mengerti tentang perawatan

komplikasi dari patah tulang.

Integritas personal:

Pasien sering tampak sedih dan pendiam, merasa kehilangan kesempatan

untuk bekerja dan masa depan yang tidak pasti, kurang kooperatif, respon

terhadap perawat kurang, sering tidak mau melihat perawat. tampak sering

emosi dengan ibunya kalau kakinya disentuh.

Integritas sosial:

Hubungan dengan orang tua terutama ibunya sangat dekat dan manja karena

pasien anak terkecil dalam keluarga, sedangkan dengan bapak kandungnya

sudah tidak serumah. Hubungan dengan teman temannya cukup baik tidak

punya masalah atau musuh sesama remaja ataupun teman sekantor maupun

teman sekolah, dengan keluarga besar dari ibu maupun bapaknya tetap ada

silahturahmi.

3.2.2 Analisa Data berdasarkan Trophicognosis Levine/ Diagnose

Keperawatan mengacu pada Model Levine dan NANDA.

Klasifikasi data Keputusan Penyebab

S:

- Pasien mengatakan

nyeri daerah

pemasangan pin Oref

dan daerah orif terutama

ketika bergerak. Tangan

sebelah kiri tidak dapat

digerakkan dan nyeri

Kerusakan Integritas

energi

1. Nyri/. Pain

2.Penurunan perfusi

jaringan

Terputusnya kontinyuitas

tulang dan dan jaringan

terpasang Orif dan Oref.

Penurunan transpot

oksigen ke jaringan. Dan

Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013

Page 50: SP-Desak Wayan.pdf

38

serta kaku tidak bisa

mengepalkan tangan

- Pasien mengatakan

selama pakai Oref terasa

lelah, kaki terasa sakit

dan berat, O:

- Pasien selalu meringis

dan kadang kadang

menjerit bila kaki

diangkat untuk pindah

posisi miring

kiri&kanan full dibantu

- Sekala nyeri 6-7

- Pada palpasi dan

pergerakan, nyeri

meningkat

- Edema (+) diregio

femur dan tibia sinistra

- T 100/80, N 84, P

24x/menit. Hb 9.gr%,

kekuatan otot tangan

dan kaki kiri tidak

terkaji.

- Hasil Ro Fr shaft femur

tibia sinistra open

fracture, hasil

laboratorium Hb 9 gr%,

terpasang drain dan

kateter.

- Aktivitas se hari hari

dibantu

- Isotonis, isometric kaki,

3. Gangguan mobilisasi

kerusakan neuromuskuler

Kelemahan fisik (

multipel fraktur)

Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013

Page 51: SP-Desak Wayan.pdf

39

tangan kiri, Rentang

gerak terbatas,

kekuatan otot tangan

dan kaki kiri tak terkaji.

Tangan dan kaki kanan

maximal.

S:

-Pasien mengatakan ada

luka pada daerah

terpasang pin Oref terasa

sakit seperti ditusuk lebih

sakit kalau bergerak

O: Tampak

tampak luka yang dibalut,

ada rembes dua lapis kasa

warna kuning, bengkak

daerah femur dan tibia.

Hb 9 gr%

Integritas struktur

4.Risiko infeksi/ Risk of

infection

5.Risiko kerusakan

integritas kulit

Multiplefarkture; pod de

entry microorganisme

melaui ; pin site dan wire

Oref pada open fracture

shaft femur kiri,

hilangnya pertahanan

primer skunder terhadap

adanya luka pin Oref.

S: pasien mengatakan

sedih tidak bisa kerja lagi,

hanya tiduran di tempat

tidur, tidak sabar

menunggu proses

penyemembuhan.

O: Tampak sedih, dan

pandangan mata kosong,

diam tidak kooperatif

Integritas personal

6. Anxiety/ cemas

Kurang pemahaman

terhadap kondisi sakitnya,

merasa kehilangan

kesempatan bekerja dan

tidak punya masa depan.

S:

Pasien mengeluh lama

tidak bisa bekerja dan

tidak ketemu teman

teman, di rumah sendiri

Integritas sosial

7. Isolasi diri, menarik

diri

Kelemahan fisik,

keterbatasan mobilisasi,

kerusakan organ tubuh (

fraktur multipel).

Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013

Page 52: SP-Desak Wayan.pdf

40

tanpa ada orang lain

kecuali ibunya,

Nursing Diagnosis/ Clinical Problem

Integritas Energy

1. Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinyuitas tulang dan jaringan adanya

multipel fraktur (femur, tibia dan radius sinistra pasca bedah Orif dan Oref)

2. Gangguan mobilisasi berhubungan dengan nyeri pemasangan Orif dan Oref 24

jam pertama pasca bedah

3. Risiko penurunan perfusi jaringan perifir, penurunan mekanisme pertahan

tubuh dan transpot oksigen

Integritas Struktur

4. Risiko infeksi/ Risk of infection berhubungan masuknya microorganisme

melalui pin site Oref ( port d, entry microorganism) dan personal Hygiene

eliminasi bowl di TT

5. Risiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan hilangnya pertahanan

primer skunder terhadap adanya luka pin Oref.

Integritas personal

6. Cemas/Anxiety berhubungan dengan karena kondisi sakitnya dan kehilangan

pekerjaan/jobless, suport ekonomi orang tua lemah.

Integritas sosial

7. Isolasi diri, menarik diri berhubungan dengan kelemahan fisik, karena

kerusakan organ extremitas atas dan bawah ( fraktur multipel)

3.2.3 Hypothesis/intervensi berdasarkan Model konservasi Levine danNOC

NIC :

No Diagnosis Tujuan/NOC Intervensi/NIC

1. Kerusakan

integritas energi

a. Nyeri / Nyeri

Mengembalikan energi

secara utuh (Wholeness)

Dapat beradaptasi dengan

nyeri

Suportif:

Konservasi energi. /

manajemen energi;

Rest period management,

Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013

Page 53: SP-Desak Wayan.pdf

41

b. Gangguan

mobilisasi

c. Gangguan

perfusi jaringan

perifir

Perfusi jaringan

meningkat, perdarahan

tidak ada

Mobilisasi secara

bertahap

Dapat beradaptasi dengan

kebutuhan activitas

sehari hari/Activity daily

living tolerance.

Perfusi jaringan

meningkat, CRT≤ 3detik

education deep

breathing,. Pain

management, teknik

relaxasi,cold kompress

Therapy

Kolaborasi anti nyeri jika

diperlukan.

Supportif:

Manajemen energi:

:motivasi untuk

mobilisasi, posturing tiap

2jam.exercise; ankle pum,

isometric dan isotonis

Manajemen nutrisi dan

cairan ( nutrisi TKTP dan

cairan minimal 2,5

liter/24 jam. Extra feeding

Therapy:

Kolaborasi penggunaan

alat bantu jalan

Kolaborasi ahli gizi dan

extra vitamin

Supportif:

Monitor CRT tiap 2,

observasi

Hemodinamic;TTV tiap 4

jam, TD, N, warna kulit,

perabaan, hilang rasa,

edema.

Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013

Page 54: SP-Desak Wayan.pdf

42

Elevasi daerah distal pada

kaki yang fraktur, exercise

flexi, extensi, abduksi dan

aduksi jari jari tangan dan

ankle pum tiap 2 jam 10x,

Therapy:

Cek Hb dan kolaborasi

untuk transfusi

Kalau perlu Oksigen

2. Kerusakan

integritas struktur

a. Risiko infeksi

/Risk of infection

b. Risiko kerusakan

integritas kulit

Terjadi pemulihan

Integritas struktur secara

bertahap tidak terjadi

infeksi;

Luka kering, tidak ada

tanda tanda infeksi

Kerusakan integritas kulit

dapat dicegah, tidak

terdapat pressure ulser

Supportif

Wholeness; Wound

management; rawat luka

post operasi dan pin site

care dengan

Chlohexidine, monitor

tanda tanda infeksi,

bengkak, berexudat, nyeri

daerah luka.

Therapy;

Pemberian antibyotik

sesuai dengan program

Diet TKTP

Supportif:

Management of Personal

hygiene , nutrisi dan

cairan;.

Motivasi untuk posturing

tiap dua jam, lakukan

massage pada daerah

tertekan, ajarkan keluarga

Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013

Page 55: SP-Desak Wayan.pdf

43

untuk melakukan massage

pada daerah yang

tertekan.

Therapy

Kolaborasi mobilisasi

dengan monky bar untuk

mengurang lamanya

daerah tertekan.

Berikan lotion pada

daerah tertekan

3. Integritas personal

Anxiety

Reduse Anxiety

Support;

Kaji penyebab cemas dan

sedih, pendekatan secara

holistik, motivasi untuk

bersemangat.jelaskan

proses penyembuhan,

ajarkan teknik relaksasi.

4. Integritas sosial

Isolasi diri, menarik

diri

Kontak sosial meningkat

Support;

Kaji potensi yang

dimiliki, kelebihan pasien

berikan pujian,

bangkitkan rasa percaya

dirinya.

Edukasi untuk selalu

menjalin silahturahmi

dengan teman teman

lewat Hand phone, buka

wawasan dengan

membaca buku atau

search di internet, jaga

personal hygiene.

Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013

Page 56: SP-Desak Wayan.pdf

44

3.2.4 Implementasi yang dilakukan pada kasus kelolaan berdasarkan masalah

yang muncul sesuai dengan dengan kebutuhan pasien (wholeness).

Diagnosis Activity

1. Integritas Energi

Nyeri/ Pain

Gangguan mobilisasi

Konservasi energi:

Supoportif

1. Kontrol penurunan nyeri setiap 2jam

2. Latih nafas dalam teknik relaxsasi 10x setiap dua

jam dan terapi musik menggunakan HP, dan tehnik

distruction setiap pasien merasa nyeri

3. Identifikasi apa yang memperberat keluhan nyeri

klien, pendekatan secara holistik.

4. Mempertahankan posisi Oref yang tepat pada kaki

kiri untuk mencegah tahanan terhadap Oref, dengan

mengganjal bantal diobservasi setiap 2 jam.

Therapy

5. Memberikan analgetik ketorolac jika nyerinya

dengan skala ≥ 6

Supportif:

Maintenance Integritas struktur :

1.Memposisikan pada kesejajaran tubuh yang tepat

tiap dua jam

2. Ajarkan dan simulasikan tentang ROM, aktif &pasif,

ankle pum 10x dilakukan setiap dua jam.

3. Latihan isometric dan isotonis setiap 2 jam serta flexi

dan extensi, abduksi pada jari jari tangan.

4. Observasi adanya komplikasi akibat immobilisasi.

5. Motivasi duduk di pinggir tempat tidur dengan kaki

diayun ayun.

Therapy

Kolaborasi fisioterapi dan persiapan alat bantu jalan

Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013

Page 57: SP-Desak Wayan.pdf

45

Gangguan perfusi

jaringan perifir

pada hari kelima

Supportif:

1. Monitor NVD: CRT ≥ 311

tiap 2, observasi TTV tiap

4 jam, TD 100/60 mmHg, N 88x/menit, warna kulit

pucat, perabaan pada distal dingin, edema disekitar

luka +.

2. Elevasi daerah distal pada kaki dan tangan yang

fraktur, exercise flexi, extensi, abduksi dan aduksi

jari jari tangan dan ankle pum tiap 2 jam 10x,

Therapy:

3. Cek Hb hasil 9 gr% dan kolaborasi transfusi 2 pack

(500 cc PRC)

4. Monitor reaksi kelancaran transfusi dan reaksinya.

Risiko infeksi.

Risiko kerusakan

integritas kulit

Supportif:

Maintenance Integritas struktur dan integritas personal

1.Monitor tanda infeksi luka operasi, insersi pin,

bengkak,merah, bernanah, jaringan granulasi setiap

mengganti balutan (Extremity wound healing).

2. Lakukan perawatan pin site dan wound site dengan

chlorhexidine 0,2%

4. Observasi sirkulasi, gerakan, sensasi pada

ekstermitas yang terpasang Oref dan orif

Therapi:

1. Cetriaxon,3x1gr IV

2. Diberikan makan dengan nutrisi yang mencukupi,

protein; susu, telor untuk energi.

Supportif

1. Observasi pada kulit dengan tulang-tulang yang

menonjol untuk mengetahui adanya tanda-tanda

kerusakan kulit

2.Perawatan kulit pada titik-titik yang dapat

Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013

Page 58: SP-Desak Wayan.pdf

46

menimbulkan gesekan diberikan body lotion.

3. Ajarkan keluarga untuk massage ringan pada daerah

daerah tertekan dengan body lotion

4. Jelaskan pada pasien untuk minum air putih 2,5 liter

perhari serta makan buah2an, sayuran yang cukup.

5. Monitor kemampuan perawatan diri selama

immobilisasi

Therapy:

Penggunaan monky bar untuk mengangkat badan

mencegah tekanan yang lama.

3.Integritas personal

dan sosial

Cemas/Ansiety/ isolasi

diri

Konservasi integritas personal dan sosial:

Supportif

1. Beri edukasi tentang proses penyembuhan luka

2. Suport mental dengan pendekatan holistik

3. Motivasi untuk tetap bersemangat, dalam hidup

selalu ada dua sisi, harus mampu beradaptasi.

4. Memberikan lingkunganyang tenang tenang hindari

tamu yang belebih.

5. Kaji hubungan klien dengan keluarga besar, teman

teman yang dapat memberikan suport pada klien

6. Jelaskan agar tetap menjalin hubungan pertemanan

lewat Hp atau email.

3.2.5 Evaluasi Respon pasien Tanggal 12 maret 2013

S: Keluhan nyeri berkurang , makan dan minum tidak ada masalah selalu habis,

Bab satu kali sehari, bak lancar dengan urinal di TT dibantu keluarga juga

perawat

O: KU pasien baik dengan hemodinamik stabil; T 100/70 mmHg, N 84x/menit,

komunikasi dengan perawat lebih baik baik, skala nyeri 6 dengan indikator

bila klien bergerak mengangkat badan keatas meringis ringan sambil tarik

napas dalam masih diberikan analgetik. Pin site hari ke 2 post operasi ganti

balutan luka basah. Drain+ 100cc dan kateter urine 500/8 jam masih terpasang.

Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013

Page 59: SP-Desak Wayan.pdf

47

A: Masalah nyeri masih ada namun ada penurunan skala nyeri dan peningkatan

toleransi dalam mobilisasi serta risiko infeksi teratasi.

P: Intervensi tetap dipertahankan

1). Teknik relaxasi napas dalam dan terapi musik dilanjutkan.

2). Kebersihan lingkungan dan ketenangan pengunjung.

3). Keamanan klien dari risiko jatuh, penghalang TT tetap terpasang

4). Posisi pasien dan Oref tetap terawat dengan baik, kenyamanan klien

menjadi perhatian

5). Perawatan pin site tiap hari dengan chlorhexidine

6). Cairan dan nutrisi sesuai kebutuhan, minum 2,5 l perhari minimal, protein

dan mineral tinggi untuk meningkatkan energi dan penyembuhan lukah .

7). Berikan edukasi tentang hygiene klien untuk mencegah risiko infeksi.

Tanggal 13-14 Maret 2013.

S: Keluhan nyeri masih ada namun ringan, pasien mengatakan luka masih sakit

bila dirawat, suport dari ibu dan teman temannya sangat baik.

O: Klien diam dan masih sedih dengan teman sekamarnya kurang bicara

Hemodinamik stabil; T 110/60mmHg, N 80x/menit, P20x/menit, S 36, drain

dan kateter diangkat hari ke3 post operasi. Dengan pendekatan secara holistik

akhirnya pasien mau kooperatif dan senyum ketika diajak bicara.

A: Masalah nyeri dan risiko infeksi masih ada, cemas berkurang.

P: Pasien dipersiapkan untuk mobilisasi bertahap

1). Tingkatkan selera makan dan ukur BB atau Lila ( Improved appetite ,weight

gain ).

2). Perhatikan pendekatan secara holistik pada pasien maupun keluarga ( See

values the holistic approach to all individual, well or sick).

3). Berikan suport mental pada pasien agar tenang menjalani perawatan.

3.3 Pembahasan kasus utama adalah sebagai berikut :

Penerapan Model Levine pada asuahan keperawatan kasus utama dengan tahapan

proses keperawatan yang meliputi pengkajian,perumusan diagnosa keperawatan,

perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Dalam analisis ini dibahas tentang

Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013

Page 60: SP-Desak Wayan.pdf

48

masalah keperawatan yang muncul pada kasus utama, faktor pendukung,

hambatan serta solusinya. Pengkajian dengan pendekatan teori Model Levine

lebih mudah dan sistematis sangat cocok diterapkan pada pasien yang mengalami

fraktur terbuka, pasien kehilangan energi karena perdarahan, dengan terputusnya

kontinyuitas tulang dan jaringan/ kerusakan integritas struktur tubuh

mengakibatkan kekuatan penyangga tubuh menurun sehingga pasien mengalami

kelelahan/patique. Dengan kondisi yang dialami pasien dapat menimbulkan putus

asa, sedih sehingga integritas personal dan tsosial terganggu karena harus

menjalani perawatan lama, kehilangan waktu untuk bersosialisasi. Kondisi yang

dialami pasien menuntut kompetensi perawat dalam memulihkan adaptasi pasien

secara utuh (Wholeness), teori model Levine sangat tepat diterapkan pada kasus

diatas.

Dari hasil pengkajian. tujuh diagnosa keperawatan yang dirumuskan pada kasus

ini yang meliputi: nyeri, gangguan mobilitas fisik, penurunan perfusi jaringan dan

risiko infeksi, risiko kerusakan integritas kulit, serta cemas/anxiety, isolasi diri.

Diagnose keperawatan yang ditemukan pada pasien adalah hasil pengkajian dan

observasi model Levine, lalu dibuat kepetusan/ Trophicognosis berdasarkan

Model konservasi Levine. Namun ketidak adanya format yang baku pada

diagnose, intervensi dan implementasi Model Levine. Solusinya adalah

mengkombinasikan dengan NANDA dan NIC NOC.

Pembahasan secara singkat tentang diagnosa keperatan yang muncul pada kasus:

1). Nyeri; diagnosa ini ditegakkan atas dasar adanya keluhan nyeri pada area

terpasang pin Oref dan luka operasi dengan skala 6-7, pada palpasi dan

pergerakan nyeri meningkat, edema (+) di regio fraktur kaki dan tangan sinistra

ketika digerakkan.

Nyeri adalah fenomena universal hampir setiap orang pernah mengalami.

Pengalaman nyeri merupakan proses yang komplek, melibatkan berbagai kejadian

secara biokimia maupun elektrikal dimulai dengan kerusakan jaringan (tissue

damage),transduksi /transduction), transmisi(transmission), persepsi (perception)

Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013

Page 61: SP-Desak Wayan.pdf

49

dan modulasi (modulation). Akibat nyeri yang timbul maka pasien akan

kehilangan banyak energi, dengan demikian dibutuhkan konservasi energi.

Kerusakan jaringan/kerusakan integritas struktur pada pasien ini terjadi akibat

suatu gaya/energi mengenai jaringan tubuh, Pada proses ini jaringan tubuh yang

cedra melepaskan zat kimia imflamatori ( excitatory neurotransmitter),seperti

histamin dan bradykinin ( sebagai vasodilator yang kuat) yang menyebabkan

edema, kemerahan dan nyeri. Bradykinin juga menstimulasi pelepasan

prostaglandin dan substance P, suatu neurotransmitter yang meningkatkan

pergerakan impuls nyeri melewati sinap syaraf. Setelah itu terjadi proses

transduksi yaitu perubahan energi stimulus menjadi energi elektrik, yang

kemudian dilanjutkan dengan proses transmisi dihantarkan dengan cepat melalui

spinal cord sampai otak. Setelah impuls nyeri mencapai otak maka proses

selanjutnya dari fisiologi nyeri adalah proses persepsi. Pada saat ini otak

menginterpretasi signal, memproses informasi dari pengalaman, pengetahuan dan

budaya serta mempersepsikan nyeri, pada saat ini individu mulai menyadari nyeri.

Proses akhir dari fisiologi nyeri adalah modulasi yaitu saat otak mempersepsikan

nyeri, tubuh melepaskan neuro modulator seperti opioids, serotonin,

norepinephrine dan gamma amynobutiric asid. Zat zat kimia tersebut

menghalangi/menghambat transmisi nyeri dan membantu menimbulkan keadaan

analgesik yang berefek menghilangkan nyeri. Proses inhibisi ini disebut sebagai

modulasi. Mengatasi nyeri dengan manajemen nyeri: konservasi energi, dengan

mengkaji status nyeri klien, edukasi dengan menjelaskan dan mengajarkan teknik

relaksasi juga sambil mendengarkan musik menggunakan HP. Pasien dengan Oref

mempertahankan posisi pin dan mencegah tahanan pin Oref.

2). Gangguan mobilitas fisik

Perumusan diagnosa ini didasarkan atas adanya keluhan tidak bisa turun dari TT

setelah dipasang Oref dan Orif, kerusakan integritas energi, kerusakan integritas

struktur, sehingga keterbatasan dalam melakukan aktivitas sehari hari secara

mandiri dan memerlukan bantuan orang lain. Hasil rontgen mengindikasikan close

Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013

Page 62: SP-Desak Wayan.pdf

50

fracture radius, shaft tibia, open fracture shaft femur, adanya deformitas tulang

femur,tibia ,radius sinistra dengan ROM terbatas. Hal tersebut sesuai dengan

pandangan Carpenitto (2006) untuk menegakkan diagnosa keperawatan ini data

pendukung baik mayor maupun minor. Data tersebut antara lain terganggunya

kemampuan untuk bergerak sesuai yang diinginkan didalam lingkungannya (

ambulasi, berpindah tempat) dan keterbatasan rentang gerak karena pasien

mengalami kerusakan integritas strutur tulang, otot dan sendi sehingga kekuatan

mobilisasi menurun. Namun dengan dengan asuhan keperawatan yang memadai

berangsu angsur patique berkurang yang ditandai hari keempat post opersi pasien

mulai mobolisasi duduk dipinggir tempat tidur, hari kelima post operasi pasien

belajar pakai kursi roda

3). Penurunan perfusi jaringan terjadi pada pasien yang mengalami fraktur tulang

panjang karena akan terjadi perdarahan cukup banyak sehingga Hb turun, dengan

penurunan Hb maka traspot Oksigen ke jaringan menurun. Hb adalah afinitas

oksigen yang membawa oksigen dalam sirkulasi darah menuju sel sel seluruh

tubuh. Jika perfusi menurun ditandai dengan CRT ≥ 411

, ujung extremitas dingin,

kulit sianosis. Hal ini terjadi pada pasien karena terjadi fraktur pada tulang panjang,

Radius, femur dan tibia sinistra, setelah operasi Hb 9gr%, extremitas dingin, N

lemah 88x/menit, CRT>311

, TD 90/50mmHg

4). Risiko infeksi

Diagnosa ini ditegakkan adalah baik pre maupun post operasi; pada saat pre

operasi luka terbuka dengan grade IIIB, post operasi adanya luka insersi pin Oref

dan luka operasi orif yang memungkinkan masuknya microorganisme lewat pin site

atau wound site dan penurunan perfusi jaringan dimana Hb 9gr% karena

perdarahan, riwayat nutrisi yang kurang mendukung untuk pertahanan tubuh. Pada

pasien Tn I, infeksi tidak terjadi karena setelah diberikan perawatan luka dengan

Chlorexidine, antibyotik ceftriaxon 2x 1gr selama 5 hari, pasien mengalami

kemajuan yang ditandai dengan keluhan nyeri berkurang, luka operasi mengering,

pin site setelah dirawat dengan chlorhexidin menjadi kering dan exudatnya hilang,

Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013

Page 63: SP-Desak Wayan.pdf

51

bengkak hilang. Pasien makan dan minum selalu habis dengan porsi yang disedikan

dari RS.

5). Risiko kerusakan integritas kulit dapat terjadi pada fraktur terbuka banyak

jaringan lunak yang rusak, daerah daerah tertekan karena kelemahan fisik pasien

sehingga tidak mampu untuk ambulasi miring kiri dan kanan serta mengangkat

panggul yang mengakibatkan risiko terjadi infeksi pada daerah daerah daerah

tertekan (pressure ulser).

6). Cemas / Anxiety kondisi ini dialami oleh setiap orang yang mengalami fraktur,

baik yang mengalami fraktur terbuka, fraktur tertutup demikian pula yang

mengalami fraktur multipel. Intensitas cemas berbeda beda tergantung berat

ringannya derajat fratur yang dialami pasien. Cemas muncul karena pasien

sebagai penanggung jawab keluarga, saat mengalami masalah kesehatan yang

memerlukan perawatan lama maka akan kehilangan waktu untuk bekerja, cemas

meningkat ketika biaya perawatan tinggi, pasien tidak memiliki asuransi atau

orang tua kurang mampu untuk membiayai pengobatan di RS. Pendekatan secara

holistik oleh perawat sangat dibutuhkan agar pasien dapat beradaptasi dengan

kondisi yang dihadapi.

7). Isolasi diri, diagnosa keperawatan ini diangkat karena setelah pasien lama

menunggu proses penyembuhan akan kehilangan waktu untuk kembali bekerja

dan bersoaialisasi dengan partner kerjanya, pasien merasa tidak bisa bergabung

lagi dengan teman temannya apabila pasien masih total care, non weigh bearing.

Pada pasien yang menjadi kelolaan ini setelah tujuh hari perawatan, pasien

diperbolehkan rawat jalan. Adaptasi secara utuh (Wholeness) secara bertahap

dapat dicapai oleh pasien yang ditandai integritas energi kembali secara bertahap

dilihat dari kemampuan range of motion meningkat, mobilisasi , dilakukan secara

bertahap, integritas struktur; luka secara bertahap menuju proses penyembuhan.,

integritas personal ada peningkatan, mulai senyum dengan perawat, mau

menjawab bila disapa, integritas sosial yang belum meningkat pasien banyak diam

jarang mau berceritra. Peran perawat dalam memotivasi pasien harus terus

ditingkatkan.

Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013

Page 64: SP-Desak Wayan.pdf

52

3.4. Analisis Kasus Resume

Pada bagian ini akan diuraikan mengenai 29 kasus kelolaan lainnya yang terdiri

dari berbagai macam gangguan sistem muskuloskeletal dan merupakan bagian

dari laporan kasus ( Lampiran 1). Adapun dari jumlah 29 kasus resume adalah: 1).

Spondilitis TB T2 T 11 post debridement, 2). nonunion fraktur shaft femur dextra,

3). open Fraktur tibia sinistra dan ruptur Tendon, 4). Post Op THR a/i Osteo

Arthritis, 5). Pseudoarthrosis L femur &nonunion femur sinistra pro ORIF, 6).

Osteomyelitis kronis femur dextra post implant failure exposed,7). Close Fracture

shaft femur dan Fracture humerus sinistra, 8). Scoliosis double majorpro operasi,

9). Non Union frakture shaft femur dextra, 10). SCI EC Fractur T6-7, GPS IV,

11). HNP L4-5 pro correction, GPS Lt 4, 12). Non union post Oref Tibia Fibula (

OK Solo), 13). Fraktur Hip pro THR, (OK Solo), 14). Open Fracture (OF) Tibia

fibula dextra terjadi kerusakan pada tulang Tibia pro Oref /Illizarof(OK Solo),

15). OF tibia fibula gr IV tulang hancur pro Illizarof (OK Solo), 16). nonunion

shaft Femur dextra pro open reduction internal fixation /ORIF dan Bonegraft,

GPS1, 17). Multiple frakture ( OF tibia, fibula /cruris dan Close Fracture femur

sinistra, 18). Open Fracture Cruris Dextra, 19). Negleted fracture Ankle, 20).

Multiple fraktur :iga 2,3,4,5,6, contusio dan OF shaft tibia dextra dan tibia fibula

pro Oref, 21). Fraktur metatarsal1,2,3,4 pro debridemen K wire, 22). OF Os

calcaneus Vunus Laseratum (VL) et plantar pedis, 23). OF cruris dextra sdh

terpasang ILLizarof, 24). Open fraktur distal radius ulna dengan ORIF and

eksternal fixasi dinamik under C arm), 25). OF cruris dextra akibat kecelakaan

kereta api, 26). THR sinistra e.c Avasculer necrosis disease bilateral, 26),

Nonunion subtrokanter femur sinistra ec CF, 27). Stabilisasi cervical dan

osteomyelitis post ORIF tibia sinistra, 28). Post Total knee replacement dextra

e.c osteoarthritis, 29). Bone dilyed union cruris sin Extra fixation.

Pasien yang diambil sebagai kasus resume adalah dari berbagai kasus yang ada di

ruang Orthopedi Gedung Prof. Soelarto lantai satu dan empat juga sepintas

gambaran kasus yang ada di OK dan UGD RSO prof, Soeharso Surakarta Solo

dengan analisis sebagai berikut:

Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013

Page 65: SP-Desak Wayan.pdf

53

Pengkajian pada pasien ini dengan menggunakan Model konservasi Levine,

penulis mengambil dari berbagai umur, kenyataan yang ditemukan di RS bahwa

usia terbanyak yang mengalami fraktur adalah 18 sampai 45 tahun, pasien masih

usia produktif dan rata rata laki laki dengan penyebab terbanyak karena

mengalami trauma kecelakaan lalu lintas. Dari gambaran kasus diatas prosentase

laki laki sangat dominan mengalami fraktur, menurut analisis praktikan bahwa

laki laki usia produktif adalah usia dewasa mempunyai tanggung jawab terhadap

keluarga, sebagai kepala keluarga harus mencari nafkah, mobilitas yang tinggih

dengan aktivitas sering dilakukan diluar rumah yang membutuhkan transfortasi

cepat dengan demikian risiko kecelakaan lalu lintas tidak dapat dihindari.

Masalah muskuloskeletal yang paling banyak ditemukan di RS adalah fraktur

pada extremitas bawah dengan area dan lokasi yang berbeda. Berdasarkan data

yang didapatkan di ruang GPS lantai I jumlah pasien rata rata setiap bulan

berkisar 125-150 orang dengan 70 % kasus fraktur extremitas bawah yang dirawat

dalam periode September 2012-Mei 2013. Asuhan keperawatan dengan Model

Levine sangat cocok untuk seluruh kasus resume karena semua mengalami

kelemahan fisik, pada pasien dengan fraktur terbuka kehilangan darah, Hb

<10gr%, beberapa kasus resume mengalami multiple fracture ada yang kombinasi

fraktur terbuka pada satu organ, organ lain fraktur tertutup, atau juga satu organ

terjadi fraktur pada tangan yang lainnya kaki ada juga iga yang terkena. Semua

kondisi ini walau fraktur berbeda beda namun semua pasien mengalami

penurunan energi baik yang mengalami fraktur terbuka, multiple fraktur dan

fraktur tulang belakang. Terutama pasien yang mengalami fraktur multiple

mengenai > dari 2 organ akan mengalami kerusakan seluruh integritasnya; energi,

integritas struktur , integritas personal dan sosial yang sangat berat.

Diagnose keperawatan yang muncul dari berbagai kasus muskuloskeletal, rata

rata mengalami: 1) Nyeri, 2) Gangguan mobilitas fisik, 3) Risiko infeksi, 4)

Cemas dan 5) kurang perawatan diri.

Masalah nyeri menjadi problem utama karena menyangkut kenyamanan pasien

yang harus diperhatikan, karena nyeri akan mempengaruhi aktivitas (Perry &

Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013

Page 66: SP-Desak Wayan.pdf

54

Potter, 2006), nyeri akut terjadi pada cedra akut atau setelah pembedahan dengan

intensitas yang bervariasi (ringan sampai berat).

Pernyataan yang dikemukakan oleh para ahli diatas, sangat tepat dimana pasien

mengalami nyeri dengan etiologi yang berbeda yaitu saat pre operasi, pasien

mengalami nyeri karena suatu penyakit atau adanya pergerakan fragmen tulang,

sebab lain karena adanya luka terbuka pasca operasi adanya luka insisi operasi

yang akan muncul selama fase implamasi. Pada 29 kasus yang dikelola semuanya

mengalami nyeri walau dengan insensitas yang berbeda. Untuk mengatasi nyeri

ada berbagai implementasi yang sudah diberikan sesuai dengan etiologi yang ada

antara lain, memonitor: lokasi, durasi, frekuensi dan intesitas nyeri,

mempertahankan immobilisasi fraktur, memberikan posisi yang nyaman dan

menyokong extremitas yang fraktur dengan posisi lebih tingi dari jantung.

Mengajarkan pasien manajemen nyeri distraksi dan relaksasi dengan latihan nafas

dalam; memberikan therapi non- pharmakologik dengan terapi musik.

Memberikan analgetik sesuai program dan memonitor hemodinamik pasien secara

teratur.

Masalah keperawatan yang kedua adalah gangguan mobilisasi. Mobilisasi

mengacu pada seseorang untuk bergerak secara bebas. Menurut North American

Nursing Diagnosis Association (NANDA) didefinisikan sebagai suatu keadaan

ketika individu mengalami suatu resiko keterbatasan gerak fisik. Pada 29 kasus

resume yang dikelola semua pasien mengalami masalah mobilisasi. Ada beberapa

etiologi yang dapat menyebabkan pasien terganggu mobilisasinya yaitu: tinndakan

immobilisasi daerah fraktur seperti tungkai atau tulang belakang yang terganggu

harus diistirahatkan. Tindakan immobilisasi itu sendiri antara lain: pemasangan

skin traksi, back slab atau pasien dengan gangguan tulang belakang karena dengan

tindakan ini diharapkan tidak ada tambahan terhadap fraktur yang ada.

Tujuan immobilisasi pada setiap pasien memang berbeda namun demikian pasien

dengan keterbatasan mobilisasi, bukan berarti tidak mampu untuk menjalankan

seluruh aktivitasnya atau mobilisasi fisiknya, karena bila hal ini terjadi akan

Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013

Page 67: SP-Desak Wayan.pdf

55

berisiko terhadap perubahan perubahan sistem kardiovaskuler, respirasi,

metabolik, gastrointestinal, integumen, eliminasi urine dan fekal. Pengaruh

penurunan kondisi otot dikaitkan dengan penurunan aktivitas fisik akan terlihat

jelas dalam beberapa hari. Pada individu normal dengan kondisi tirah baring akan

mengalami menurunnya kekuatan otot dari tingkat dasar rata rata 3% perhari

(Potter & Perry, 2006). Untuk mencegah komplikasi lebih lanjut maka

implementasi dalam mengatasi gangguan mobilisasi fisik yaitu: diawalai dengan

mengkaji motivasi pasien untuk mobilisasi serta menentukan program latihan,

mengajarkan dan mensimulasikan latihan aktif-pasif, latihan isometrik isotonis

pada tungkai yang terganggu, memotivasi supaya terus melatih mobilitas sendi

pada extremitas yang sehat, menganjurkan pasien untuk buang air besar

menggunakan badpan. Membantu pasien mengatur posisi, memberikan

reinforcement untuk pasien yang melakukan aktivitas secara berkala, memberikan

analgetik sebelum melakukan aktivitas, mengajarkan pasien untuk latihan

mobilisasi dini: nafas dalam, batuk efektif, ganti posisi dan ambulasi, menilai

kekuatan otot, memonitor kemampuan pasien dalam melakukan mobilisasi.

Mengajarkan pasien menggunakan alat bantu berjalan, melatih pasien berjalan

dengan menggunakan alat bantu bila sudah memungkinkan.

Masalah ketiga Risiko infeksi muncul pada semua pasien resume, baik preoperasi

maupun post operasi, pada pasien dengan fraktur terbuka ada luka jaringan lunak

yang terbuka dan terkontaminasi hal ini dapat disimpulkan bahwa setiap luka

terbuka harus diantisipasi resiko infeksi. Oleh karena itu semua pasien resume

ini menjalani tindakan operasi maka harus diantsipasi agar tidak terjadi infeksi.

Menurut (Garner,1985), bahwa luka mengalami infeksi bila pada luka terdapat

exudat purulen walaupun tidak dilakukan kultur atau hasil kultur negative.

Pencegahan infeksi dapat dilakukan dengan mempertahankan lingkungan bearsih,

melakukan teknik mencuci tangan dengan benar sebelum dan sesudah melakukan

tindakan ke pasien, merawat luka operasi dengan teknik aseptik dan antiseptik

setiap hari kecuali eksudat keluar dapat dilakukan duakali sehari. Monitor tanda

Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013

Page 68: SP-Desak Wayan.pdf

56

tanda infeksi, mengajarkan pasien untuk tidak memegang area luka dengan tangan

langsung. Melepas kateter urine setelah 3 hari dan pasien dapat buang air kecil

spontan, melakukan kebersihan orifisium urethra, pergantian tempat pemasangan

infus setiap tiga hari, mengobservasi adanya tanda phlebetis, monitor kelancaran

tetesan, mengambil sampel darah untuk pemeriksaan lekosit, menjaga agar tempat

tidur dan lingkungan bersih, memberikan antibiotic sesuai program.

Diagnose keperawatan keempat cemas ini muncul pada pasien yang mengalami

fraktur multiple yang mengalami fraktur lebih dari dua organ dengan derajat

fraktur II atau lebih, pasien sangat khawatir akan kesembuhan yang memerlukan

waktu lama dan khawatir tidak dapat bekerja seperti semula. Pasien akan

terganggu integritas personal dan sosial sehingga mengalami penurunan

kemampuan adaptasi. Peran perawat memberikan edukasi suport mental dan

memberikan motivasi untuk meningkatkan percaya diri akan kesembuhan pasien

dan dapat beradaptasi dengan lingkungan internal maupun external.

Diagnose kelima yang sering muncul pada pasien resume adalah kurang

perawatan diri (mandi, makan, minum, toileting, berhias, ganti baju), pada

kenyatannya pasien butuh bantuan untuk melakukan aktifitas akan tetapi bukan

berarti seluruh kebutuhan pasien harus dipenuhi oleh perawat, namun dapat

diajarkan keluarga untuk membantu pasien. Implementasi yang sudah dilakukan

adalah: Mengkaji kemampuan pasien memnuhi Aktivity Daily Living (ADL),

membantu dalam pemenuhan kebutuhan ADL sesuai kemampuan, mengajarkan

keluarga untuk memandikan, menolong buang air besar/kecil, memberi makan

dan minum. Demikian pula untuk mempercepat peningkatan kemampuan pasien

dalam aktivitas keluarga diajarkan untuk membantu pasien dalam latihan rentang

gerak extremitas atas dan bawah secara periodik yang dimonitor oleh perawat.

Evaluasi dilakukan pada seluruh kasus resume, untuk masalah nyeri dapat teratasi

dengan lama hari yang bervariasi, tergantung jenis, lokasi dan luas fraktur, rata-

rata pasien dapat beradaptasi terhadap nyeri setelah luka operasi kering yaitu

pada hari ke tiga sampai empat, sedangkan untuk pasien yang disebabkan adanya

Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013

Page 69: SP-Desak Wayan.pdf

57

pergerakan fragmen tulang, keluhan nyeri tetap ada sebelum dilakukan

operasi/stabilisasi fragmen tulang.

Untuk masalah mobilisasi seluruh pasien resume, beberapa pasien yang

mengalami simpel fraktur dan dilakukan Orif memperlihatkan secara cepat

hari ketiga sudah mampu menunjukkan mobilisasi secara bertahap pasien

dapat menggunakan alat bantu akan tetapi yang harus diwaspadai oleh

perawat setelah mobilisasi teratasi adalah masalah risiko terjadi trauma

berulang, karena itu pasien harus diberi edukasi cara menggunakan alat bantu

dan menghindari trauma.

Masalah risiko infeksi pada seluruh pasien resume pada pasien yang

mengalami fraktur akut, infeksi tidak menjadi aktual, luka operasi yang

dirawat secara baik tidak terjadi infeksi, hari keempat atau kelima sudah

mengering. Namun yang sudah terpasang Orif maupun Oref yang sudah

berada dirumah, kembali ke RS karena plat Screw failure juga yang nutrient

dan hygiene buruk maka infeksi menjadi aktual. Pasien mengalami demam,

nyeri tekan dan nyeri pada daerah luka serta peningkatan lekosit, tepi luka

terlihat mengalami imflamasi, luka keluar exudat berbau, bengkak

sekitarluka.

Untuk beberapa kasus resume yang mengalami cemas, mulai hari keempat

pasien sudah mulai kooperatif mau menerima nasehat perawat, tampak mulai

senyum dan bisa menerima kondisinya sehingga dapat beradaptasi dengan

lingkungan di RS.

Untuk diagnosa terakhir yaitu diagnosa kurang perawatan diri semua pasien

resume mengalami peningkatan secara bertahap dimana pada hari pertama

post operasi pasien mengalami tingkat kebutuhan perawatan diri partial

sampai total pada pasien yang multiple fraktur, untuk kategori rata-rata pasien

mempunyai jangka waktu yang agak lama bergantung dari tingkat keparahan

pasien, dan semua pasien yang akan pulang akan memerlukan The supportive

nursing education dimana pasien butuh untuk diberikan edukasi dan

discharge planning.

Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013

Page 70: SP-Desak Wayan.pdf

Universitas Indonesia

BAB 4

ANALISIS PRAKTEK BERBASIS PEMBUKTIAN

PADA GANGGUAN SISTEM MUSKULO SKELETAL

Pada bab ini akan dibahas peran Ners spesialis dalam uji coba melaksanakan

praktek berdasarkan pembuktian ilmiah (evidence based nursing practice

/EBNP). Dengan memaparkan hasil analisa dan sintesa secara kritis hasil

penelitian terkait pada masalah sistem muskuloskeletal. Pengalaman

melaksanakan evidence based nursing pada kasus yang dikelola selama

praktek residensi.

Fenomena Klinis berdasarkan PICO

a. Masalah (P)

Infeksi sering terjadi pada pasien fraktur terbuka yang menggunakan Open

Reduction Ernal Fixation (OREF), dan belum mendapatkan kesepakatan

tentang cara terbaik dalam pin site care. Dari 30 kasus yang dikelola,

sepuluh pasien yang mengalami pasca bedah OREF, pada hari ke3 sering

menunjukkan keluar exudat dan nyeri pada pin site. Selama praktek residensi

ditemukan tiga orang pasien telah mengalami osteomyelitis, satu orang pasien

dilakukan dilakukan tindakan amputasi karena organ yang mengalami

osteomyelitis tidak dapat dipertahankan .

b. Intervensi (I)

Intervensi yang dilakukan di RS pada pasien dengan OREF adalah dressing

Pin Site dengan NaCl 0,9% dan ditutup dengan sofratule dan kasa steril

dilakukan setiap dua hari sekali. Intervensi keperawatan pin site juga

penggunaan antibyotik kemicytin

c. Comparation (C)

Membandingkan penggunaan Normal Saline 0,9% dan chlorhexidine 0,2%

pada perawatan pin site pasien dengan OREF, untuk pin site care dengan

Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013

Page 71: SP-Desak Wayan.pdf

59

Chlorhexidine di RS belum pernah diterapkan ,perawatan pin site dengan

NaCl 0,9 % dan antibyotik diberikan selama pasien dirawat.

d. Output

Ketika pasien diijinkan pulang, pada pin site masih adanya nyeri dan luka

masih basah, kembali kontrol ke poli klinik menunjukan tanda tanda infeksi,

dan kembali dirawat karena mengalami osteomyelitis, ada diantaranya harus

dilakukan amputasi karena jaringan sudah membusuk dan tidak dapat

dipertahankan.

Berdasarkan dari data tersebut diatas maka yang menjadi pertanyaan klinis,

manakah cara tebaik efisien dan efektif dalam perawatan pin site untuk

menurunkan terjadinya infeksi pin site dan mencegah osteomyelitis pada

pasien fraktur terbuka terpasang OREF di Lt 1 GPS RS fatmawati Jakarta.

4.1 Penelaahan Kritis (critical review)

Salah satu tindakan dalam penatalaksanaan fraktur terbuka adalah Open

Reduction External Fixation (OREF) sebagai fixator tulang yang fraktur,

dengan tujuan agar dapat mengoreksi deformitas organ. OREF

menggunakan pins, sekrew dan K- wire yang diinsersi kedalam tulang

melalui kulit untuk menstabilisasi tulang yang fraktur.

OREF berisiko terhadap peningkatan angka infeksi terutama bila digunakan

dalam jangka panjang. Ada beberapa kemungkinanan komplikasi yang dapat

terjadi dan salah satunya adalah Pin Tract Infection (PTI) yaitu infeksi pada

tempat penusukan pin. Infeksi yang timbul biasanya karena pin yang

terpasang, menembus tulang kontak dengan dunia luar.

Meason Et al, (2005), menemukan 21% dari fixasi external mengalami

infeksi dalam durasi waktu 8 hari. Adapun Device yang sering mengalami

infeksi adalah Penning orthofix, 8xwire hand dan Minihofman, K wire, Pins

lower leg disamping komplikasi infeksi dan nerve injury . Dari 25 kasus

yang menggunakan transcutaneus devices, 9 pasien mengalami koplikasi

Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013

Page 72: SP-Desak Wayan.pdf

60

infeksi (36%), tiga dari kasus karena ada pergeseran K wire (12%) sedangkan

enam pasien dengan pin tract infection dengan Confidence Interval (CI)

95%. Dari tiga pasien diambil hapusan pin site kultur menunjukkan positive

staphylococus aureus. Jika terjadi kondisi demikian salah satu tindakan

adalah harus diangkat fixsator dan pin nya sebelum waktunya yang telah

ditentukan ( Eur J Plast Surg,2012).

Paulin, (1998) menyatakan bahwa karakteristik reaksi pin pada jaringan

antara lain : redness, swelling,tenderness, and discharge. jika dua atau lebih

gejala tetap ada dalam waktu 72 jam dapat dipertimbangkan sebagai suatu

reaksi pin..

infeksi pada pin sites dapat menyebabkan osteomyelitis ( celeste et al, 1984,

Green 1981). Metal pins sering digunakan pada penanganan skeletal traksi

dan ekstenal fiksasi pada menejemen kasus-kasus orthopedi terutama pada

fraktur ( Temple and santy, 2004)

Bernardo,( 2001) menyatakan komplikasi yang umum dan sering terjadi pada

tindakan eksternal fiksasi adalah infeksi, pencegahan terjadinya infeksi pada

pin site adalah merupakan hal penting sebagai aspek tanggung jawab perawat

( McKenzie, 1999). Collier, (2004) infeksi terjadi karena adanya replikasi

mikroorganisme pada luka, mikroorganisme patogen berupa staphylococcus

aureus, beta-haemolityc streptococcus, dan pseudomonas. bakteri-bakteri

inilah umumnya yang menyebabkan terjadinya infeksi pada luka.

Holmes at al, (2005) memberikan identifikasi adanya infeksi pada pin site

dengan karakteristik sebagai berikut : redness, warmth, increased discharge,

increased pain, pus, pin loosening, increased microbial growth.

Komplikasi lebih lanjut bila pin site infection tidak diwaspadai akan terjadi

osteomyelitis, delay union, non union, loose fracture alignmen dan infeksi

sistemik (Temle&Santy 2004., McKenzie, 1999). Faktor risiko yang dapat

menimbulkan infeksi adalah adanya insersi wire dan pins yang menembus

jaringan lunak sampai ketulang ( W. Dahl& Toksvig – Larsen, 2004). Dengan

adanya insersi pin akan terjadi perubahan pada jaringan lunak, maka proses

Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013

Page 73: SP-Desak Wayan.pdf

61

penyembuhan jaringan lunak sangat membutuhkan perawatan lingkungan

sekitarnya dengan baik untuk meminimalkan infeksi (Davies et al,2005).

Pin site care merupakan langakah yang efektif dalam menurunkan PTI,

adapun fakor faktor penting yang harus diperhatikan dalam pin site care

adalah larutan pembersih, bebas dari eksudat, frekuensi perawatan pinsite /the

cleansing agent, free drainage, frequency of the pin site care, (W-Dahl.A. et

al, 2003). Prosedur dressing pin site dilakukan secara steril (Olson RS, 1996).

Penyebab infeksi pada pin site paling sering oleh Staphylicoccus aureus (

Checcetts RG, Mac Eachem, Otermburn M, 2000). Keberadaan

Staphylococcus Aureus memerlukan antibyotik yang baik sebagai pin

treatment. Sebagai local antiseptic dapat digunakan Chlorhexidine karena

low toxicity, broad spectrum antimicrobacterial activity dan active dalam

darah dan dalam serum protein.

Berdasarkan laporan 20 besar penyakit yang rawat inap di Rumah Sakit

Umum Pusat Fatmawati (RSPUF) bagian SMF bedah orthopedic tahun 2012

sebanyak ±1500 kasus orthopedi namun belum pernah dilaporkan secara jelas

apakah ada kasus – kasus yang mengalami infeksi terutama yang

mendapatkan tindakan OREF, namun demikian berdasarkan pengamatan

praktikan selama melaksanakan residensi September 2012 – Mei 2013

menemukan empat kasus yang mengalami PTI. Dan salah satunya dilakukan

amputasi karena organ tubuhnya tidak dapat dipertahankan akibat adanya

osteomyelitis kronis.

Penulusuran literatur menggunakan Elton B. Stephens Company (EBSCO)

dan the Cumulative Index to Nursing and Allied Health Literature

(CINAHL), Springlink, Medeline, dengan menggunakan key word External

fixation, Pin site infection, pin site care. Saat penelusuran ditemukan 20

artikel, satu diantaranya ditemukan randomize control trial: Anti Microbial

Gauze as a dressing Reduse Pin Site Infection oleh C.K.Lee& Y.P. Chua, A.

Saw (2011). Penelusuran literatur selanjutnya dengan menggunakan key

Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013

Page 74: SP-Desak Wayan.pdf

62

word; Pin Site care in external fixation Sodium Chlorid or Chlorhexidine, (A.

W. Dahl, 2004) berikutnya Evidence for skeletal pin site care, (Walker JA

(2007). Dua dari hasil penelusuran literatur adalah penelitian oleh

C.K.Lee&Y.P.Chua .A. Saw ( 2011), adalah Anti microbial Gauze reduse pin

site infection menggunakan Polyhexamethyline biguanide, sedangkan yang

lain Annette W-Dahl& SorenToksvig, (2004) menggunakan Sodium

Chlorida or Chlorhexidine sebagai solution as cleansing agent for pin site

care. “ Berdasarkan jurnal tersebut diatas maka akan diterapkan

Chlorhexidine sebagai solution as cleansing agent pin site care to reduse pin

site infection.

Berikut review kritik studi dari Annette dan Soren (2004 ) dalam penelitian

yang berjudul: “Pin site care in external fixation sodium chloride or

chlorhexidine solution as a cleansing agent.”

Beberapa pendapat para ahli dalam literatur menyatakan bahwa chlorhexidine

mempunyai daya sebagai anti mikroba yang berspektrum luas, mampu secara

efektif membunuh bakteri yang kontak dengan chlorhexidine serta dapat

mencegah tumbuh ulang bakteri dan jamur, chlorhexidine mempunyai efek

toksisitas yang rendah serta masih tetap aktif dalam cairan tubuh.

Chlorhexidine sebagai Cairan pembersih:(Bell A et al, (2008) Chlorhexidine

gluconate merupakan cairan pembersih yang mempuyai efek cepat terhadap

antimicrobakteri. McKenzie, (1999) mengatakan bahwa Chlorhexidine

gluconate lebih efektif untuk bakteri gram negatif dari pada bakteri gram

positif. Holmes et al , (2005) menyatakan bahwa Chlorhexidine gluconate 2

mg/ml lebih efktif sebagai agen pembersih. Debie Lgerquist, et al,(2011).

menyatakan Chlorhexidine lebih menguntungkan dari pada Normal saline.

Lee, C.K., Chua, Y.P., & Saw, A. (2011). Antimicrobial gauze as a dressing

reduces pin site infection. Lethaby , A., Temple, J., & Santy, J. (2011). Pin

site care for preventing infections associated with external bone fixators and

pins.

Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013

Page 75: SP-Desak Wayan.pdf

63

4.1.1 Synapsis

Judul penelitian , “Pin site care in external fixation sodium chloride or

chlorhexidine solution as a cleansing agent.” tujuan : untuk melihat

perbedaan angka infeksi pada pin site dengan menggunakan Na Cl 0,9 %

dibandingkan dengan chlorhexidine 0,2 % sebagai cairan pembersih. Jumlah

sampel yang digunakan adalah 49 pasien dengan OREF ( dibagi dalam dua

kelompok 30 pasien (120 pin) dirawat menggunakan chlorhexidine 0,2 % dan

19 pasien ( 76 pin ) dirawat menggunakan Na Cl 0,9 %. Kriteria Inklusi pada

studi ini adalah: pasien yang mengalami deformitas knee yang dirawat di

Rumah Sakit dan Klinik Orthopedi. Tingkat kemaknaan studi ini (æ ) 0,05.

Hasil studi ini menunjukkan kelompok yang menggunakan agen

chlorhexidine 0,2 % terjadi penurunan nyeri, penggunaan antibiotika

minimal, dan mengalami infeksi pada grade 1 -2 lebih sedikit terjadi bila

dibandingkan dengan kelompok yang menggunakan agen pembersih Na Cl

0,9 %

Menurut Anne Lethaby, Jenny Temple, Julie Santy ( 2011), Pin site care for

preventing infections associated with external bone fixators and pins, bahwa

efektivitas dalam pencegahan infeksi adalah tergantung dari beberapa faktor

yaitu jenis operasi, methode yang digunakan, solution yang dipakai dalam

perawatan luka dan frekuensi dari perawatan yang dibutuhkan pasien.

4.1.2 Credibility Profile

Hasil penelitian ini menjawab masalah dan pertanyaan penelitian. Dasar

pertimbangan studi ini dilakukan adalah terjadinya Pin site Iinfection(PSI)

pada pasien yang telah mendapatkan tindakan OREF. Belum tersedianya

standart operation prosedure (SOP) untuk mencegah dan mengurangi angka

kejadian PSI. Responden mendapat pin site care seminggu sekali dan

mendapatkan perlakuan sesuai pembagian kelompoknya, kemudian di

evaluasi grade infeksinya dengan menggunakan Checketts – Otterburns

Clasificaton dilakukan sekali dalam seminggu, kultur dilakukan sebanyak 3

kali yaitu pada minggu pertama- minggu keenam- minggu ke sepuluh.

Sedang evaluasi nyeri dengan menggunakan Visual Analogue Scale (VAS)

Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013

Page 76: SP-Desak Wayan.pdf

64

pada aat istirahat dan selama aktivitas. Pada kelompok chlorhexidine 0,2 %

memgalami reduksi nyeri dengan kemaknaan (P= 0,03, Anova) pada minggu

ke enam, dan minggu ke sepuluh dengan kemaknaan (P= 0,004, Anova).

Infeksi oleh Staphylococcus Aureus pada minggu ke sepuluh hanya terjadi

pada 11 pin. Sedangkan pada kelompok dengan agen Na Cl 0,9% sebanyak

25 pin yang terinfeksi Staphylococcus Aureus. Power Studi ini 95% dengan

standart deviasi = 1 dengan two-sided P value 0.05.

4.1.3 Clinical Significance Profile

Studi ini menggunakan uji statistik : Anova, t test dan kai kuadrat. kelompok

chlorhexidine 0,2 % memgalami reduksi nyeri dengan kemaknaan (P= 0,03,

Anova) pada minggu ke enam, dan minggu ke sepuluh dengan kemaknaan

(P= 0,004, Anova). Kejadian infeksi grade 1 pada kelompok dengan agen

chlorhexidine 0,2% sebanyak 8,5 % dan infeksi grade 2 sebanyak 0,5 %,

penggunaan antibiotika menurun dan nyeri dapat di reduksi. Sedangkan pada

kelompok dengan agen Na Cl 0,9% pada kelompok yang menggunakan Na Cl

0,9% pada minggu ke sepuluh nyeri dirasakan bertambah dan terjadi infeksi

grade 1 sebanyak 14 % dan infeksi grade 2 sebanyak 3%.

4.1.4 Applicability Profile

Responden pada studi ini adalah yang telah mendapatkan tindakan OREF.

penatalaksanan pada pasien dengan post OREF khususnya pada pin site care

dalam aplikasi praktek diharapkan memberikan kontribusi dan dapat

ditindaklanjuti sebagai standar pedoman dalam praktik khususnya prosedur

pin site care di RSPF pada bangsal bedah orthopedi.

4.2 Praktek berdasarkan pembuktian

Pada periode praktik residensi selama September 2012 – Mei 2013 residen

mendapat kesempatan untuk merawat pasien yang mendapatkan tindakan

medis dengan pemasangan eksternal fiksasi sebanyak tujuh pasien dengan

jumlah 32 pin. Pada teknik pelaksanaan kami melakukan dengan pre dan

post penggunaan chlohexidine, kelima pasien dirawat dengan agen pembersih

Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013

Page 77: SP-Desak Wayan.pdf

65

chlorhexidine 0,2%. Yang sebelumnya menggunakan NaCl 0,9%. Hasil

evaluasi aplikasi praktek berdasarkan pembuktian tentang pin site care adalah

sebagai berikut:

Pasien yg dilakukan pin site care

No Foto pasien dengan OREf,

Illizarof

Identitas pasien

1.

Tn I. usia 18 tahun korban KLL,

mengalami open fraktur multiple

(femur, tibia, radius) saat kecelakaan

pasien pingsan , tangan kiri dan kaki

kiri nyeri ketika digerakkan. Konsul

Ortho dan bedah, konsul anastesi acc

untuk operasi.

Tanggal 11/3-2013 dilakukan operasi

dengan anastesi general, fixasi

internal (ORIF)bagian radius, dan

fixasi external(OREF) shaft femur

3pin distal dan 3 pin proximal.

2.

Tn A.S. usia 27tahun 8 bulan NRM

01223251

Pasien rujukan dari RS Mediros

mengalami kecelakaan lalu lintas,

jatuh dari motor, langsung dibawa ke

IGD Mediros di diagnosa Open

Fracture Cruris fraktur 1/3 distal

Dextra dengan luas luka 15x5x5cm

kena otot, tulang dilakukan tindakan

Oref dengan 6 pin.

3. Ny M.E. usia 25 tahun NRM 122882,

fraktur iga 2,3,4,5,6, contusio dan

fracture shaft tibia gravitas 12

Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013

Page 78: SP-Desak Wayan.pdf

66

minggu. pasang WSD post rawat HC

L6 penilaian risiko jatuh 70. l Operasi

tahap I bln april 2013,debridement

dan WSD, Tanggal 1mei operasi :

debridement (R) anterior Tibia,

debridement Extra Fixasi/ Oref (L)

tibia distal, fibula W/Kwire-+

transfixing screw dengan anastesi

regional

Riwayat :

Pasien kecelakaan dibonceng motor

oleh suami pulang kerja, ditabrak dari

belakang, jatuh terpental

4. Tn J. S. usia 47 tahun NRM 116 4911

Post OF cruris dextra sdh terpasang

ILLizarof di solo rencana revisi

ILLizarof

Riwayat:

Pasien kecelakaan lalu lintas ditabrak

motor ketika pulang kerja

5. Tn S. B. usia 31 tahun NRM 1193171

revisi exfix diagnosa bone dilyed

union cruris sin exfix

alamat jl Pakubuwono Keb Baru,

pendidikan SLTA

tata laksana :

remove inplat, internal fixasicruris

6. Tn.M. U. usia 18tahun 10 bulan km

102 Nrm 01161013

Dengan OREF rencana pin remove

inplan riwayat KLLbulan juli2012

ku baik , mobilisasi tidak

Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013

Page 79: SP-Desak Wayan.pdf

67

terbatas,nyeri -, pendidikan SMP,

pekerjaan bantu di kebon

7.

Tn. S.A. (0121158xx), usia 64 th, post

Open fraktur distal radius ulna dengan

OREF and eksternal fixasi dinamik

under C arm)

Riwayat :

KLL.tidak mempunyai riwayat DM

dan penyakit jantung serta asma,

namun mempunyai tekanan darah

yang cenderung tinggi.

4.3 Pembahasan

Responden mendapat pin site care setiap 2 hari sekali dan mendapatkan

perlakuan sesuai jadwal pos operasinya, kemudian di evaluasi sebelum dan

sesudah penggunaan chlorhexidine apakah ada tanda-tanda infeksi pada pin

site dengan menggunakan Checketts – Otterburns Clasificaton dilakukan

setiap kali melakukan perasat pin site care. Berikut Checketts – Otterburns

Clasificaton :

Grade I: Infeksi minor, sedikit kemerahan, dan sedikit discharge, Grade II :

Infeksi minor, kemerahan pada kulit pin site, didapatkan discharge, nyeri, dan

tenderness pada jari, Grade III : Infeksi minor kriteria sama dengan Grade II,

namun tidak ada perbaikan dengan pemberian anti biotika, Grade IV :

Infeksi mayor, infeksi pada jaringan lunak pin site dan kadang-kadang

disertai pin menjadi longgar. Grade V : Infeksi mayor, infeksi sama dengan

Grade IV, ditambah sudah melibatkan tulang dapat nampak pada gambaran

foto sinar X.

Sedang evaluasi nyeri dilakukan pada saat istirahat dan selama

aktivitas.dengan menggunakan Visual Analogue Scale (VAS), Pada

kelompok chlorhexidine 0,2%.

Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013

Page 80: SP-Desak Wayan.pdf

68

Prosedur dan evaluasi pelaksanaan lapiran 2

Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013

Page 81: SP-Desak Wayan.pdf

Universitas Indonesia

BAB 5

ANALISIS PERAN PERAWAT SEBAGAI INOVATOR

Pada bab ini menguraikan kegiatan inovasi yang dilakukan di Lantai 1 Gedung

Prof Soelarto RSUP Fatmawati Jakarta. Kegiatan inovasi dilakukan sebagai tugas

kelompok (Chandra Bagus Ropyanto, Desak Suarsedewi, Dian Novita). Jenis

kegiatan yang dilakukan merupakan aplikasi Clinical Practice Guidline (CPG)

pada kasus pasca ORIF ekstremitas bawah.

5.1 Analisa situasi

Permasalahan pasca pembedahan Orif ekstremitas bawah adalah nyeri, perfusi

jaringan, mobilitas fisik, dan risiko infeksi, memiliki intensitas berbeda

tergantung pada area yang mengalami fraktur (Bare &Smeltzer, 2006).

Intensitas permasalahan yang berbeda pasca ORIF ekstremitas bawah

memerlukan manajemen asuhan keperawatan yang spesifik berdasarkan lokasi

fraktur. Manajemen asuhan keperawatan pasca ORIF ekstremitas bawah di GPS

Lt.1 RSUP Fatmawati masih dilakukan berdasarkan rutinitas. Pendekatan

berdasarkan clinical pathway sudah ada namun perlu dilakukan meningkatkan

pengembangan asuhan keperawatan berdasarkan panduan(Clinical Practice

Guidelines/ CPG dapat dilakukan karena di RSUP Fatmawati sedang dilakukan

pengembangan Diagnostic Related Group (DRG).

5.1.1 Strength

Rumah Sakit fatmawati Jakarta merupakan Rumah Sakit pusat rujukan Nasional

untuk kasus orthopedi dan sebagai unggulan pelayanan keperawatan orthopedi

yang telah memiliki dokter spesialis orthopedi dengan berbagai subspesialis

antara lain: Dokter SPOT subspesialis Hip, Knee, hand and spine, dokter spesialis

rehabilitasi medik, sarana prasarana orthopedi yang memadai sehingga

mendukung pelayanan keperawatan orthopedi yang semakin berkualitas. Jumlah

pasien yang dirawat di ruang Ortho mengalami fraktur terus meningkat secara

significant.

Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013

Page 82: SP-Desak Wayan.pdf

70

Seiring dengan kemajuan dibidang kedokteran dan telah tersedia sarana prasarana,

maka harus diimbangi dengan kemampuan pengetahuan dan skill perawat yang

memadai sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan keperawatan orthopedi.

5.1.2 Weakness

Kelemahan yang ditemukan adalah kolaborasi multidisiplin profesi belum optimal

karena terkendala beberapa hal. Dampak yang dirasakan saat aplikasi CPG

kemungkinan kurang optimal karena kewenangan.

5.1.3 Opportunities

RSUP Fatmawati sedang mengembangkan DRG yang sesuai dimana CPG

merupakan aplikasi dari DRG. Peluang yang didapat adalah adanya dukungan dari

pemangku kebijakan karena sesuai dengan pengembangan institusi.

5.1.4 Threath

Tuntutan terhadap pelayanan RSUP Fatmawati yang meningkat sebagai rumah

sakit rujukan pusat. Persaingan antar rumah sakit yang semakin meningkat

Dalam upaya peningkatan mutu pelayanan di ruang orthopedi Rumah Sakit

Fatmawati khususnya GPS lantai I, maka telah disusun klinical pathway yang

melibatkan seluruh tim kesehatan; dokter, fisioterapi dan perawat, Rontgen,

laboratorium, namun dalam pelaksanaannya dari keperawatan masih harus

disempurnakan khususnya di ruang GPS lantai I. Oleh karena itu penulis berusaha

melengkapi tercapainya Clinical Pathway (CP) melalui pembuatan Clinical

Practice Guidlines (CPG) yang merupakan bagian dari CP.

CPG berisi tentang out come dan monitoring pasien post op THR, Open

Reduction Internal/external fixation femur dan tibia yang dilakukan oleh perawat.

CPG ini merupakan panduan yang sangat berguna bagi perawat klinis dalam

menberikan penanganan yang tepat berdasarkan clinical problem yang dihadapi

pasien. Perawat diharapkan dapat menggunakan pengetahuannya termasuk

penerapan evidence based untuk mendukung cinical practice.

Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013

Page 83: SP-Desak Wayan.pdf

71

Pembuatan CPG ini bertujuan untuk memberikan gambaran panduan dalam

penatalaksanaan keperawatan pasien pasca operasi fraktur extremitas

bawah(THR, ORIF/OREF femur, tibia) khususnya monitoring dalam tiga kali 24

jam post operasi sesuai kebutuhan pasien sehingga diharapkan dapat

meningkatkan mutu pelayanan keperawatan dengan panduan CPG di ruang GPS

lantai I RSUP Fatmawati.

Dengan demikian diperlukan pemahaman seluruh staf keperawatan tentang teknik

menggunakan panduan CPG, dianalisis dan sangat diperlukan komitmen seluruh

tim keperawatan untuk berpartisipasi dalam penerapan CPG. Oleh karena itu

dibutuhkan kerjasama dari berbagai pihak pelayanan kesehatan untuk melakukan

supervisi, monitoring dan kontrol dalam pelaksanaan penerapan CPG di ruangan.

Di RS Fatmawati Jakarta telah dibentuk tim dalam menangani kasus yang ada di

RS termasuk di GPS lantai I. Model pemberian asuhan keperawatan di GPS lantai

I adalah primary nursing Model ini dapat mendukung penerapan GPG sehingga

pelayanan keperawatan yang bermutu dapat tercapai secara optimal.

Hasil wawancara yang dilakukan dengan pihak manajemen Irna C/ruang GPS

maupun kepala ruang GPS lantai I diperoleh informasi bahwa pihak IRNA C dan

staf sangat mendukung untuk memberikan asuhan keperawatan berdasarkan

panduan CPG. Namun perlu dikaji kebutuhan yang diperlukan untuk melakukan

implementasi termasuk kesiapan staf.

Berdasarkan uraian tersebut maka kami kelompok residensi Ners spesialis

Keperawatan medikal Bedah FIK- UI membuat CPG yang berkaitan dengan

tindakan perawat pada pasien post operasi THR, Orif/Oref femur dan tibia.

5.2 Kegiatan Inovasi

Proyek Inovasi di ruang orthopedi GPS lantai I bertujuan untuk memberikan

asuhan keperawatan secara konprehensif tiga kali 24 jam pada pasien post operasi

THR, Orif/oref femur dan tibia. Proyek ini memberikan gambaran panduan dalam

Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013

Page 84: SP-Desak Wayan.pdf

72

penatalaksanaan pasien pasca operasi fraktur extremitas bawah dengan monitor

secara intensif tiga kali 24 jam post operasi melalui implementasi CPG, sehingga

diharapkan dapat meningkatkan mutu pelayanan asuhan keperawatan. Selama

observasi 24 jam pertama menjadi perhatian karena said efek post operasi terjadi

pada 24jam pertama post operasi ( Nursing Royal Coledge 2011).

5.1.5 Persiapan

Tahap pertama adalah analisa kebutuhan ruangan akan inovasi sesuai dengan

analisa SWOT. Persiapan selanjutnya adalah melakukan identifikasi kasus yang

akan dilakukan CPG. Hasil identifikasi didapatkan bahwa kasus yang akan

disusun CPG adalah pasca ORIF fraktur hip, femur, tibia dan fibula.

Studi literatur dilakukan untuk penyusunan CPG, yang terdiri dari outcome setiap

hari dan saat pasien pulang (discharge), dan intervensi keperawatan sesuai

clinical pathway. Intervensi keperawatan disesuaikan dengan permasalahan pada

pasca operasi seperti monitoring pasca operasi, integritas jaringan, resiko infeksi,

nyeri, eliminasi, dan aktivitas/latihan dengan rentang waktu yang telah ditentukan.

5.2.2 Pelaksanaan

Pelaksanaan kegiatan dilakukan dengan melakukan sosialisasi program yang

dihadiri kepala instalasi, supervisor, kepala ruangan, wakil kepala ruangan, PN,

dan perawat pelaksana. Materi sosialisasi meliputi latar belakang perlunya CPG,

pengertian CPG, tujuan penggunaan CPG, serta aplikasi CPG. Tahap selanjutnya

adalah aplikasi CPG dalam asuhan keperawatan, dimana CPG diinterprestasikan

dalam asuhan keperawatan sesuai dengan permasalahan keperawatan. Aplikasi

dilakukan selama dua minggu. Tahap terakhir adalah evaluasi aplikasi CPG yang

meliputi evaluasi pasien berkaitan dengan ketercapaian outcome, dan evaluasi diri

perawat yang berkaitan dengan kesulitan, hambatan, dan persepsi mengenai

aplikasi CPG.

5.2.3 Evaluasi

Evaluasi dilakukan dengan kuisioner mengenai evaluasi diri dan evaluasi

pelaksanaan. Evaluasi diri terdiri dari 9 pertanyaan, sedangkan evaluasi

pelaksanaan terdiri dari 5 pertanyaan. Jawaban kuisioner menggunakan jawaban

Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013

Page 85: SP-Desak Wayan.pdf

73

dari “tidak sesuai” sampai “sesuai” dengan rentang skala 0 sampai 4. Evaluasi

dilakukan terhadap 14 orang perawat di GPS lantai 1 RSUP Fatmawati.

Hasil evaluasi diri menunjukan bahwa CPG memberikan dampak positif terhadap

perawat. Hasil evaluasi pernyataan mengenai penggunaan CPG menunjukan

bahwa perawat mengetahui penggunaan CPG sebanyak 71% perawat menyatakan

pada skala 3. Evaluasi diri mengenai CPG mampu membantu melakukan asuhan

keperawatan menunjukan bahwa 57,1% perawat menyatakan pada skala 3,

sementara mengenai CPG mampu meningkatkan kemampuan kualitas dan

keberhasilan asuhan keperawatan 64,3% perawat menyatakan pada skala 3.

Evaluasi mengenai CPG mampu meningkatkan kemampuan perawat dalam

melakukan asuhan keperawatan dan kemampuan dalam berkolaborasi dengan tim

kesehatan lain 78,6% perawat menyatakan pada skala 3. Hasil evaluasi

menunjukan kesesuaian, tetapi pada beberapa pernyataan masih terdapat

kekurangan. Pernyataan mengenai kesulitan dalam mengaplikasikan CPG

menunjukan bahwa 50% perawat menjawab pada skala 2, dan mengenai

kesesuaian CPG dengan clinical pathway pasien 57,1% perawat menyatakan

dalam skala 2.

Hasil evaluasi pelaksanaan CPG menunjukan hasil yang bervariasi pada setiap

item pernyataan. Hasil evaluasi pernyataan mengenai implementasi asuhan

keperawatan sesuai CPG menunjukan 85,7%, pada skala 3, sementara penggunaan

CPG sesuai kasus 98% perawat menjawab pada skala 3, sementara untuk CPG

mampu meningkatkan kualitas asuhan keperawatan 71,4% perawat menyatakan

pada skala 3. Hasil evaluasi mengenai pernyataan CPG sesuai outcome kasus pada

pasien 50% perawat menyatakan pada skala 2, dan pernyataan mengenai lama hari

rawat CPG sesuai lama hari rawat pasien 71,4% perawat menjawab pada skala 2.

5.3 Pembahasan

Hasil evaluasi proyek inovasi CPG menunjukan hasil positif pada beberapa aspek.

Output dari penerapan CPG adalah peningkatan kemampuan perawat dan kualitas

pemberian asuhan keperawatan, karena manajemen asuhan keperawatan yang

tepat adalah berdasarkan clinical pathway. Clinical pathway merupakan rencana

Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013

Page 86: SP-Desak Wayan.pdf

74

multidisiplin sebagai praktik klinik terbaik pada kelompok pasien yang spesifik

(Audimoolan, Nair, Gaikwad, Qing, 2005).

Clinical practice guidline (CPG) merupakan produk dari clinical pathway, dimana

dalam melakukan asuhan keperawatan tidak berdasarkan rutinitas. Clinical

practice guidline indikasi spesifik yang dikembangkan berdasarkan literatur,

penelitian medis, dan klinik yang kompeten (Morris, Benetti, Marro, & Rosenthal,

2010).

Hasil evaluasi belum mendukung penerapan CPG mampu mempengaruhi lama

hari rawat pasien. Faktor lain yang berperan dan perlu ditingkatkan dalam aplikasi

CPG adalah kolaborasi dengan anggota tim kesehatan lain. Perawat masih

kesulitan untuk mengimplementasikan CPG karena keterbatasan tenaga. Clinical

pathway merupakan perangkat yang digunakan untuk mengkoordinasi perawatan

yang menetukan outcome sebagai antisipasi berdasarkan rentang waktu dengan

menggunakan sumberdaya yang tersedia (Audimoolan, Nair, Gaikwad, Qing,

2005).

Pendekatan berdasarkan clincal pathway mampu mereduksi biaya dan lama hari

rawat pada perawatan akut berdasarkan outcome pasien (Morris, Benetti, Marro,

& Rosenthal, 2010). CPG merupakan derivat dari DRG sebagai prospektif

rencana pembayaran yang didefinisikan sebagai jumlah yang spesifik mengenai

lama hari rawat pasien berdasarkan prosedur spesifik (Morris, Benetti, Marro, &

Rosenthal, 2010).

Manajemen asuhan keperawatan pasca ORIF ekstremitas bawah di GPS Lt.1

RSUP Fatmawati masih dilakukan berdasarkan rutinitas. Pendekatan berdasarkan

clinical pathway perlu dilakukan untuk meningkatkan pengembangan manajemen

asuhan keperawatan dan didukung hasil penelitian yang menunjukan CPG

memberikan dampak yang berarti terhadap pasien. CPG dapat dilakukan karena di

RSUP Fatmawati sedang dilakukan pengembangan Diagnostic Related Group

(DRG). Penelitian oleh Morris, Benetti, Marro, dan Rosenthal (2010) dilakukan

pada pasien primary hip replacement, knee replacement, dan hip resurfacking

dengan jumlah responden sebanyak 14 untuk pre CPG dan 30 untuk post CPG.

Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013

Page 87: SP-Desak Wayan.pdf

75

Hasil penelitian menunjukan bahwa dengan aplikasi CPG pasien mampu

mobilisasi 6 jam setelah tranfer dari PACU, ambulasi 16 jam setelah transfer dari

PACU, mereduksi lama hari rawat dari 4,3 hari menjadi 2,8 hari. Nyeri pasien

saat aplikasi CPG adalah 3,3 dibandingkan yang tidak dilakukan CPG yaitu 4,7.

(Laporan CPG dapat dilihat pada lampiran 3 )

Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013

Page 88: SP-Desak Wayan.pdf

Universitas Indonesia

BAB 6

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan tentang pengalaman praktek

residensi dimana peran perawat spesialis sebagai pemberi asuhan keperawatan,

peneliti, pendidik, dan sebagai innovator. Dalam memberikan asuhan

keperawatan pasien dengan gangguan system muskuloskeletal ada beberapa hal

penting yang dapat disimpulkan sehingga dapat diberikan saran, yaitu :

6.1 Simpulan

Pemberian asuhan keperawatan secara profesional pada pasien gangguan

sistem muskuloskeletal telah dapat dilakukan, didasarkan atas pemahaman

teori keperawatan yang memadai. Model Levine sangat tepat diterapkan pada

pasien yang mengalami fraktur karena tulang mengalami deformitas

mengakibatkan kemampuan untuk menopang tubuh menurun, kekutan sendi

dan otot menurun sehingga kehilangan suply energi untuk bergerak. Konsep

Levine merupakan salah satu model yang berfokus pada kemampuan pasien

pada pelestarian /konservasi untuk mempertahankan kesehatan dan

penyembuhan secara utuh/wholeness dan berfokus pada individu sebagai

mahluk yang holistik. Konservasi Levine dapat digunakan sebagai dasar

filosofi dan kerangka berfikir dalam memberikan asuhan keperawatan pada

pasien gangguan sistem muskuloskeletal secara komprehensif. Tindakan

keperawatan yang dilakukan berdasar pada empat prinsip, yaitu: konservasi

energi, konservasi integritas integritas struktur, konservasi integritas personal

dan konservasi integritas sosial.

Peran perawat disamping sebagai pemberi asuhan juga sebagai pendidik

terintegrasi dalam asuhan keperawatan, dapat terus diterapkan dan ditingkatkan

baik mulai dari pasien masuk RS sampai persiapan pulang. Pengalaman

praktek residensi, semua pasien lelolaan diberikan edukasi tentang cara

mempertahankan hidup sehat dan meningkatkan kesehatan. Dari sejumlah

pasien yang diberikan edukasi berespon positif yang ditandai dengan pasien

Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013

Page 89: SP-Desak Wayan.pdf

77

Universitas Indonesia

aktif melakukan, aktif bertanya dan melaporkan hasil dari apa yang telah

diajarkan oleh perawat.

Pada 32 kasus kelolaan semua mengalami penurunan integriatas energi,

integriatas struktur, integriatas personal serta integritas sosial, namun

intensitasnya berbeda beda tergantung dari berat ringannya fraktur yang

dialami pasien. Model konservasi Levine sangat efektif, dapat dibuktikan dari

expresi wajah pasien yang sedih karena kesakitan dan cemas karena kondisi

sakitnya yang memerlukan proses perawatan yang lama untuk penyembuhan,

setelah dua sampai tiga kali diintervensi secara berturut turut maka pasien

tampak lebuh tenang dan kooperatif dengan lingkungannya.

Demikian pula pada kasus open fracture yang terpasang OREF memerlukan

perhatian khusus dari perawat untuk mencegah Pin Site Infection. Praktek

keperawatan berbasis pembuktian (Evidence based Nursing Practice) dalam

pencegahan Pin Site infection external fixasition, dengan menggunakan

chlorhexidine sebagai larutan pembersih pin site care. Praktek berbasis

pembuktian ini dapat dilaksanakan karena chlorhexidine tersedia di RS dan

harganya murah sehingga dapat menurunkan cost pasien . Evidence based

dapat dijadikan dasar yang kuat dalam pelaksanaan praktek klinik keperawatan

untuk membantu memperpendek hari lama rawat pasien pada gangguan

muskuloskeletal baik akut maupun kronis.

Praktek keperawatan pin site care menggunakan Chlorhexidine sebagai

cleansing agent, ini terbukti dapat memberi dampak bagi pasien sebagai

penerima asuhan keperawatan yang ditandai dengan penurunan nyeri pada pin

site, luka kering, bengkak hilang sebagai tanda risiko infeksi dapat dicegah,

sangat efektif untuk dilaksanakan oleh perawat dalam praktek perawatan pin

site.

Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013

Page 90: SP-Desak Wayan.pdf

78

Universitas Indonesia

Inovasi yang dikembangkan dengan membuat panduan praktek klinik (Clinical

Practice Guidelines. Pengembangan peran perawat sebagai innovator

berdasarkan kebutuhan di ruangan yang bertujuan untuk meningkatkan sistem

pelayanan kesehatan dalam praktek keperawatan dengan memonitor pasien

posca operasi 24 jam pertama secara intensive. Pemberian asuhan keperawatan

secara intensive ini adalah untuk mencegah komplikasi 24 jam pertama pasca

bedah seperti perdarahan, unstable hemidinamic serta untuk menurunkan lama

rawat pasien di Rumah sakit, pasien merasa aman dan kualitas pelayanan

keperawatan dapat tercapai secara optimal.

6.2 Saran

1. Diperlukan penelitian dan metodologi yang memadai untuk mengevaluasi

sejauh mana penerapan model Levine dapat digunakan dalam pemberian

asuhan keperawatan pada pasien gangguan sistem muskuloskeletal.

2. Untuk menjadi seorang ners spesialis keperawatan medikal bedah

peminatan sistem musculoskeletal, diperlukan pengembangan diri secara

berkelanjutan, melaksanakan praktek berdasarkan pembuktian pada setiap

tindakan keperawatan terus dikembangkan dan disosialisasikan yang

terintegrasi dalam asuhan keperawatan, demikian pula sebagai peneliti,

pendidik dan innovator terus dikembangkan secara berkesinambungan.

3. Manajemen asuhan keperawatan yang sekarang ada yang dijalankan di

ruang GPS lantai I dan rehabilitasi RSUP. Fatmawati perlu ditingkatkan

lebih lengkap, sitematis, agar tujuan yang diharapkan dapat dicapai efektif

dan efisien.

4. Praktik keperawatan professional yang melibatkan ners spesialis

mebutuhkan dukungan dari sistem pelayanan kesehatan yang ada,

dukungan organisasi profesi, praktek keperawatan berkelanjutan dan

perlindungan perawat berdasarkan undang-undang praktek keperawatan.

Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013

Page 91: SP-Desak Wayan.pdf

DAFTAR PUSTAKA

Amanti, A., Potalvio, G., Pelosi, F., Rende, R., & Cerulli, G. (2012). Randomized prospective

study in the prevention of infections in patients treated with external fixation.

European journal of inflammation, 8(3), 189-192.

Bell et al, (2008). Care of pin site. Nursing Standar22(33), 44-48

Black & Hawk (2010). Medical surgical nursing: Clinical management for positive outcome.

(7th ed.). St. Louis: Elsevier-Saunder.

Camathias,C.,Valderrabano, V., & Oberli, H. (2012). Routine pin tract care in external

fixation is unnecessary: A randomised, prospective, blinded controlled study.

Injury:International journal of the care of the injured.

Carpenitto, L.J. (2006). Nursing diagnosis: Application to clinical practice. (11 ed):

Lippincott: William & Wilkins.

Charles, et al, (2006), Epidemiology of Adult Fracture: review; orthopedic Trauma Unit,

Royal Infirmary of Eidenburgh,UK.

Checketts, R. (2000). Pin track infection and the principles of pinsite care. In De Bastiani G,

Apley AG, Goldberg A (Eds) Orthofix External Fixation in Trauma and

Orthopaedics. Springer, Berlin, 97-103.

Davies, R., Holt N, and Nayagam S. (2005). The care of pin sites with external fixation.

Journal of Bone and Joint Surgery. British Volume 87, 5, 716-719.

Davis, P. (2003). Skeletal pin traction: guidelines on postoperative care and support. Nursing

Times. 99, 21, 46-48.

Davis, P.S. (2002). Nursing the orthopaedic patient. London: Churcill Livingstone.

Debie Lgerquist, RN, Bs, et al, (2011). Care Of external Fixation Pin Sites, Clinical Evidence

Based Review

Donaldson, et al, (2008), The Epidemiology Fracture in England, J. Epidemiol Community

Health .

Good. M. PhD RN Associate Professor of Nursing, Frances Payne Bolton School of

Nursing,(2001), Relaxation and music to reduce postsurgical pain .University of

Cleveland, Ohio, USA, Journal of Advanced Nursing, 33(2), 208±215

Hamilton Russell, (1997), traction in the pre-operative management of patients with hip

fracture. Hull (UK): The School of Health, The University of Hull

Heiser R.M., Chiles K.C., Fudge M. & Gray S.E. (1997) The use of music during the

immediate post-operative recovery period. AORN 65, 777±785.

Holmes, S.B., Brown SJ, and Pin Site Care Expert Panel (2005). Skeletal pin site care.

National Association of Orthopaedic Nurses guidelines for orthopaedic nursing.

Orthopaedic Nursing. 24, 2, 99-107.

Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013

Page 92: SP-Desak Wayan.pdf

JohnWiley & Sons, (2009),Pre-operative traction for fractures of the proximal femur in

adults The Cochrane Collaboration, www.thecochranelibrary.com

Joint Commission on Accreditation of Healthcare Organizations,( 2001). Pain management

standards. Available at: www.jcaho.org/standard/pain_hap.html. Accessed

September 2001.

L.M., Bernardo (2001). Evidence based practice for pin site care in injured children.

Orthopaedic Nursing. 3,4,17-24.

Lagerquist, D., Dabrowski, M., Dock, C., Fox, A., Daymond, M., Sanda, K.E., & Halm,

M.(2012). Care of external fixator pin sites. American journal of critical care, 21(4),

288-293.

Lee, C.K., Chua, Y.P., & Saw, A. (2011). Antimicrobial gauze as a dressing reduces pin site

infection: A randomized controlled trial. Clinical orthopaedics and related research,

470(2).

Lethaby, A., Temple, J., & Santy, J. (2011). Pin site care for preventing infections

associatedwith external bone fixators and pins. Cochrane database of systematic

reviews, (8).

McKenzie, L.L. (1999). In search of a sta J.ndard for pin site care. Orthopaedic Nursing. 18,

2, 73-78.

Miller K.M. & Perry P.A. (1990) Relaxation technique and postoperativepain in patients

undergoing cardiac surgery. Heart and Lung 19, 136±146.

Patterson M.M. (2005). Multicenter pin care study. Orthopaedic Nursing. 24, 5, 349-360.

Santy, J., Newton-Triggs L. (2006). A survey of current practice in skeletal pin site

management. Journal of Orthopaedic Nursing. 10, 4, 198-205.

Smeltzer. (2010). Brunner & Suddarth’s textbook of medical surgical nursing. Philadelpia:

Lippincott.

Stanley H.,M.D. (2011). Treatment Rehabilitation of Fractures, Bronk New York, penerbit

buku Kedokteran EGC Jakarta Indonesia.

Temple, J. and Santy J. (2004). Pin site care for preventing infection associated with external

bone fixators and pins. (Cochrane Review). The Cochrane Library. Issue 1. John

Wiley and Sons, Chichester.

Timms, A., & Pugh, H. (2012). Pin site care: Guidance and key recommendations. Nursing

standard, 27(1), 50.

Timms, A., Vincent, M., Santy-Tomlinson, J., & Hertz, K. (2011). Guidance on pin sitecare.

Royal college of nursing, Retrieved from

http://www.rcn.org.uk/__data/assets/pdf_file/0009/413982/004137.pdf

Walker, J., (2011). Pin site infection in orthopaedic external fixation devices. British journal

ofnursing, 21(3), 148-151.

Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013

Page 93: SP-Desak Wayan.pdf

W-Dahl, A. and Toksvig-Larsen S. (2004). Pin site care in external fixation sodium chloride

or chlorhexidine solution as a cleansing agent. Archives of Orthopaedic and Trauma

Surgery. 124, 8, 555-558.

Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013

Page 94: SP-Desak Wayan.pdf

LAMPIRAN I

RESUME ASUHAN KEPERAWATAN KASUS KELOLAAN

DENGAN GANGGUAN SISTEM MUSKULO SKELETAL

N

o

Identitas pasien&diskripsi Penerapan Asuhan keperawatan Model Levine

1. Residen 1&2

Ny S.H. umur 31 th masuk RS

tgl 3 September 2012 NRM

00720769

Pendidikan SLTA agama islam,

pekerjaan pegawai swasta.

Diagnosa medis Spondilitis TB

T2 T 11 post debridement

Integritas energi: Terpasang WSD, undulasi +

mengeluh lelah, napas agak pendek 24x/menit, T

100/60, N 85x/menit,S 36.7. Nutrisi; makan sedikit

dan kadang kadang mual, pasien kurus, sudah 5 hari

post op tidak BAB.

Integritas struktur: luka post op pada tl belakang

T2-11terbalut kering, terpasang infus, kateter, drain

post op ± 50CC dalam botol

Integritas personal: pasien kadang merasa sedih

karena takut tidak bisa sembuh, terapi : OAT,

Ceftriaxon 2x 1 gri. ketorolak 3x30 mg

untuk pulang ceftriaxon 2x200mg dan ultracet 3x1

tab

Integritas sosial: Hubungan dengan teman sekantor

baik, demikian pula dgn tetangga, tampak sering

dikunjungi di RS.

Diagnosa Keperawatan: pola napas tidak efektif,

risiko infeksi, Nutrisi inbalance, gangguan

mobilisasi

Intervensi: Posturing semi fowler, deep

breathing, wound care ;dirawat setiap pagi, fluid

balance urine lancar, nutrisi seimbang, dianjurkan

minum jus strobery dan jeruk campur worten serta

diajarkan colonic massage and low extremitis

exercise reduse constivation? Terapi sesuai program.

Evaluasi: day 3-6 ku membaik an tidak sesak tidak

nyeri pernapasan teratur20x/menit, luka kering,

mobilisasi day 3 duduk, day 4-5 mulai jalan sekitar

TT, sudah bab har ke 6day 7 pasien pulang.

2. Tn S. masuk RS tanggal 14

september 2012 dengan Diagnosa

medis nonunion fraktur shaft

femur dextra dengan ukuran kaki

kiri 98 cm dan kanan yang

mengalami fraktur 86 riwayat

KLL setahun yang lalu dan

dibawa ke dukunurut, di RSUF

operasi tahai I dipasang skeletal

traksi dgn beban 5 kg dinaikkan

1 kg setiap hari sampai dengan

terakhir 14 kg.

Integritas energi:

Keluhan nyeri saat beban traksi 14 kg, pusing saat

post op pasang nail intralocking femur dextra 2 jam

post op dari RR. keluhan mual, mata kunang

kunang, muntah air sedikit, terpasang infus 2 line:

sebelah kanan post tranfusi terpasang NaCl 0'9

persen, sebelah kiri terpasang RL 8 jam per kolf.

Integritas struktur:

Pada luka operasi terpasang drain dihubungkan ke

botol, jumlah darah 450cc, Hb 7,1, urine 500cc/8jam

Integritas personal: pasien tetap senyum.

Kooperatif walaupun merasa pusing dan mual saat

Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013

Page 95: SP-Desak Wayan.pdf

Tanggal 19 september 2012

menjalani operasi nail

intralocking femur dextra,

kembali keruangan, orientasi waktu dan tempat baik,

NVD +

Integritas sosial:

Menunjukkan keramahan dengan perawat maupun

keluarga dan teman yang mengantar ke ruangan

Nursing Diagnosis:

Nyeri, gangguan mobilisasi, penurunan perfusi

jaringan tubuh, risiko infeksi

Intervensi:

Manajemen nyeri/ pain managementng: deept

breathiManajemen Energi, Rest period management,

Mobilisation management,Nutrient fluid

management, terapi sesuai program Ceftriaxon,

ketorolac, ranitidin. Transfusi sampai Hb >10 gr%,

wound management.

Evaluasi : day 1, transfusi tambah 500CC PRC,

nyeri berkurang , day 2,3, napsu makan membaik

mual hilang, ambulasi miki mika, eliminasi urine

cukup Hb 10,2. Day 4 mobilisasi duduk di TT kaki

do goyang goyang, latihan jalan dengan kruk, pasien

boleh pulang hari ke 5 post op.

3. Nama pasien:TnW. umur 36

tahun no reg 1175936 tanggal

masuk 23 september 2012

dengan Diagnosa open Fraktur

tibia sinistra dan ruptur Tendon.

Riwayat 2,5 jam sebelum masuk

RS kaki kiri kena gergaji mesin.

Saat pasien memotong keramik

dengan gerinda listrik lalu

terlepas menghantam kaki kiri

mengenai tibia/ tulang kering,

dan mengeluh jari kiri tidak dapat

digerakkan dan keluar darah

sangat banyak, dibawa ke RS

Gaple langsung di Rontgen kmd

dirujuk ke RSF,pro Fixasi,

riwayat penyakit lain HT, DM,

alergi tidak ada,

Integritas energi:

Keluhan utama nyeri pada kaki kiri, score 7pada

daerah orif dan insersi drain ketika bergerak, Sifat

nyeri; seperti ditusuk ketika bergerak kadang kadang

rasa berat bernapas jika muncul nyeri hebat

Status mobilisasi, bedrest, status nutrisi dan cairan

tidak ada masalah, hemodinamik stabil T140/ 70

mmHg, N 98 x permenit, P 20-permenit,S360C,

kesadaranCompos mentis, GCS : E4, M.6,V5 sk 15

auskultasi; bunyi napas: Vesikuler, Ronchi. -,

Wheezing -, Irama napas teratur 22x permenit

Konjungtiva tidak ananemis, mukosa lembab, tidak

sianosis

Integritas struktur:

Edema: tidak ada

Perdarahan:

Luka operasi tidak ada tanda tanda infeksi, drain

masih terpasang tidak ada perdarahan baru hanya

tersisa dalam selang dan dalam botol kurang lebih

20cc. Jumlah urine tanpa kateter 1500cc selama 24

jam. Minum kurang lebih 2 botol besar.

Pemeriksaan diagnostik,tanggal 23 September

Hb 13,9'm, Ht 44' leko 15,7' APTT 22,3, PT 14,9,

golongan darah A Rh positif.24 September 2012. Hb

10,9 leko 10,4 Eri 3,91 Kher 31 APTT 26'5 PT 17,3

Integritas personal:

Tidak ada kekhawatiran tentang postoperasi yakin

akan berhasil, setelah operasi dapat bekerja kembali

Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013

Page 96: SP-Desak Wayan.pdf

biaya klien ditanggung sendiri.Dukungan emosi

diperoleh dari keluarga terutama istrinya. Klien

sangat patuh menjalankan ibadah Agama dan sangat

penting dalam hidupnya, Orientasi terhadap:

Waktu,Tempat,Orang, semua normal

Integritas sosial:

Hubungan pasien dengan teman kantor tetangga

sangat baik, yang selalu mengunjungi pasien di RS,

pasien suka berbincang bincang dengan teman

temannya yang datang menjenguk

Nursing Diagnosis

Pain/ Nyeri, Impaiered physical mobilisation, . Risk

of infection

Intervensi:

Kontrol penurunan nyeri setiap 2 jam (Controlled

pain . Latih nafas dalam teknik relasasi dan terapi

Memposisikan kaki kiri pada kesejajaran tubuh

mempertahankan posisi untuk meningkatkan

sirkulasi.Berpindah posisi; keatas dan mengangkat

badan serta posisi duduk dan miring.

Observasi adanya tanda-tanda infeksi lakukan

perawatan luka setiap hari dengan teknik aseptik dan

steril serta observasi granulasi.

Observasi sirkulasi, ROM, sensasi pada ekstermitas.

Evaluasi:

Masalah Nyeri, risiko infeksi sudak berkurang ,

mobilisasi secara bertahap, edukasi cara

menggunakan kruk dan menghindari trauma untuk

mencegah fraktur berulang. makan dan minum baik,

tidur cukup, kaki tidak nyeri.

4. Tn R. usia 64 tahun laki laki

Agama Islam menikah NRM

01173505 tanggal masuk 2

Oktober 2012

Alamat : Kampung Ceger

Jurangmangu Timur RT01 RW

03.Pendidikan Tamat SD.

Pekerjaan swasta,

status perkawinan menikah.

Riwayat:

Pre op nyeri daerah panggul kiri sejak 1 tahun, terasa sakit saat jalan, pernah diurut beberapa kali Pasien minum jamu2an tapi jarang, tidak merokok dan tidak minum alkohol, riwayat trauma jatuh dari penampung air

Integritas energi:

Saat datang dengan kursi roda, partial care. tidak ada riwayat penyakit keluarga, tidak ada alergi. Post Op THR dengan spinal anastesi, kesadaran CM , KU sedang respirasi spontan, akral hangat terpasang infus RL 8 jam perkolf, DC produksi +, mual tidak ada muntah tidak ada. T 120/90mmHg, N 88, P 22x permenit S 37 Cek DL hasil Hb 4,8 Integritas struktur

Luka terbalut tidak rembes, vacum drain produksi + Produksi drain 200cc. Integritas personal

Pasien tampak sedih,orientasi orang,tempat,waktu

positif.

Integritas sosial

Hubungan dengan keluarga baik, dikunjungi

tetangga dan keluarga besar

Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013

Page 97: SP-Desak Wayan.pdf

setinggi 2 m 1 tahun yl dalam posisi duduk, dibawa kedukun pijat 2 bulan yl malah merasa nyeri dipinggang kiri klien kesulitan berjalan. Pasien dipersiapkan untuk operasi, PRC foto Ro paru dan pelvis dibawa. Tanggal 3 dilakukan operasi THR

Nursing Diagnosis

Penurunan perfusi jaringan, Risiko infeksi, gangguan mobilisai, risiko injury Intervensi post op

Ejukasi: tehnik nafas dalam, relaksasi,ankle pum Posisi kaki abduksi, transfusi PRC 500 cc Terapi Ceftriaxon 2x1gr Ketorolac 3x30mg Ranitidin 2x50mg Drip fentanyl 800 mg, ketorolac 180mg total volume 100mg dijalankan 2cc per jam. Evaluasi

Day 3 Hb 10,3mg%, hemodinamic

stabilT130/90mmHg, N 84, P 20x permenit, S 37 Day5 pasien sdh latihan jalan dan boleh pulang

5. Nama klien C. D. umur 22 tahun No

RM 01174251, masuk RS tanggal

11 Oktober tahun 2012, agama

Islam, pendidikan tamat SLTA,

pekerjaan perusahaan swasta,

Alamat jl H Muhayang no7 RT /

RW 011/01 masuk RS tgl 11

Oktober 2912

Diagnosa Pseudoarthrosis L femur

&nonunion femur sinistra pro ORIF

emaging sign Nail/broad plat

Riwayat penyakit:

Pada tahun 2011 klien KLL naik

motor, lalu dibawa kedukun urut

setelah setahun klien merasakan

jalannya pincang.

Integritas energi:

Kembali ke ruangan jam 22, post anasthei spinal

LII, IV terpasang infus RL, kateter, keluhan nyeri

daerah operasi skala 4-5' pernafasan spontan ADL

partial T120/ 90 mmHg, N88x permenit, P18-

permenit,S360C

care . Cek Laboratorium post operasi

Hb 10'2 Ht 32, lekosit 17,2, Kher 31,7, erytrosit

3,71, Foto Ro seb op dan sesudah op ada di BB.

Integritas struktur

Dilakukan rekonstruksi pemasangan sign Nail,

intralock nail proximal 50 dan distal 50 dengan

luka dibalut dengan elastis perban bersih tidak

rembes, drain + sebanyak 500cc luka drain dibalut

kasa tampak bersih

Integritas personal

Pasien tampak senyum, respon positif terhadap

orang,tempat dan waktu

Integritas sosial:

Hubungan teman teman dan tetangga juga keluarga

besar tetap terawat dengan baik.

Nursing Diagnosis:

Nyri/. Pain, risk of infection, Impaired physical

mobilisation

Intervensi:

Mobilisation management,nutrient fluid

management

surgical wound management

Terapi : ceftriaxon 2x1gr, ketorolac 3x30mg,

Ranitidin 2x 1mg. : Edukasi pasien sebelum pulang

meliputi cara berjalan, hygiene luka op, nutrisi, dan

kontrol ke dr serta obat diminum teratur

Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013

Page 98: SP-Desak Wayan.pdf

Evaluasi:

Pasien dirawat selama 4 hari, terjadi peningkatan

secara significant; nyeri berkurang sampai hilang,

luka kering, mobilisasi bertahap dengan kruk,

panjang kaki kiri dan kanan hampir sama .

6. Tn N, umur 42 tahun masuk RSF

tgl 18 Oktober 2012

Diagnosa medis Osteomyelitis

kronis femur dextra post implant

failure exposed. Post op angkat

implan 01 oktober 2012

Terapi seb nya: Amikin 2x500

mg, Ondancentron 3x 8 mg

Ketorolac 3x30 mg, Socef 1x2gr

Riwayat penyakit:

Pasien menjalani operasi karena

patah tulang 14 tahun yang lalu,

timbul nanah sejak 5tahun,

pasien tdk pernah kontrol ke RS,

masih dapat berjalan, tidak dapat

menekuk lutul dan mata kaki krn

nyeri, pasien menjalani operasi

remove implan 2 minggu yl,

tetapi masih keluar nanah sangat

banyak.

Integritas energi: Nyeri hebat pada kaki kanan score 9, KU lemah,

risiko jatuh tinggi, total care , Hb.9,2 Albumin, 1,9,

lekosit 16 ribu/ul, Tampak pucat, konjungtiva

anemis. T110/70. N 88x/menit

Terapi seb nya: Amikin 2x500 mg, Ondancentron 3x

8 mg,Ketorolac 3x30 mg, Socef 1x2gr

Integritas struktur

St lokasi , Femur Dextra; skar +, NT +' Move -

/immoved, ulkus femur dextra, keluar nanah setiap

pagi 500-1000 cc, berbau sangat tajam.

Integritas personal

Pasien tampak murung, kurang paham dengan

penyakitnya,kerjasama dalam tindakan keperawatan

kurang.

Integritas sosial:

Hubungan dengan keluarga besar, dengan tetangga

cukup baik, sering dikunjungi di RS

Nursing Diagnosis:

Risiko perluasan infeksi, nyeri, gangguan

mobilisasi, risiko injury.

Intervensi:

Wound management; ganti balutan 2x sehari, nutrisi

TKTP, Edukasi personal and invoroment

hygiene,suport mental. Balance cairan:intake dan

out put seimbang

Terapi :Ceftriaxon3x 1 gr,Tramadol 3x30mg

Gentamycin 3x30 mg. Kolaborasi;Lab ; DL, Ureum

Creatinin, PT/APTT, LED, SGOT/PT

Transfusi PRC 500 cc, Pro debridement, XRy cito

Evaluasi

Day1,2 kondisi luka nyeri tidak berkurang, nanah

semakin banyak, debridement ditunda karena

keadaan lemah, Cek kultur terapi diteruskan. Day 3-

5 keadaan menurun, pantau hemodinamic secara

intensif

7. Tn S. umur 39 tahun alamat jl

Nusa indah depok bojong sari

bogor.

pendidikan SMA,

pekerjaan suwasta, Masuk RS

tanggal 22oktober 2012 dengan

diagnosa fraktur 1/3 medial shaft

humerus sinistra pro orif,

kesadaran pasien compos

Integritas energi:

KU lemah, keluhan nyeri score 4' pada erah

dfraktur, risiko jatuh skor 35(ringan), kesadaran

CM, T 105/54' N 92' P. 18, batuk, reak sulit keluar,

S38,5, HVb + hsl Rontgen (di ped)CF ahaft

femur/Fr humerus sinistra

Cek Widal: Thy + 1/320' HBS Hg+, konsul paru.

Cek BTA 3x,Tes mantuk, rawat bersama.

Hasil lab ada di camera IPED

Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013

Page 99: SP-Desak Wayan.pdf

mentis, assesmen risiko jatuh

skor 35( ringan),nyeri sedang,

skala 4' risiko dekubitus tidak ada

Riwayat keperawatan: 15 hari yl; yaitu tgl6 okt 2012

saat memutar badannya mau

bangun dari TT, tiba tiba tangan

kiri patahkrn ,langsung dibawake

alternatif, empat harikemudian

rontgen lengan hasilnya patah

tulang. Setelah ke alternatif kaki

tangan lemas

badan kuning sejak satu bulan.

Integritas struktur

CF 1/3 medial humerus sinistra

Status lokasi; regional humerus Look; deformitas

sinistra+, Feel tenderness+, Move; thumb extremity-

inferior, lengan kiri terpasang bidai,abdomen nyeri

tekan.

Integritas personal;

Kooperatif, namun sedih dan cemas dengan

penyakitnya

Integritas sosial:

Hubungan dengan keluarga dan kerabat baik

Nursing Diagnosis:

Bersihan jalan napas tidak efektif, Risiko perluasan

infeksi, defisit mobilisasi, ansiety

Intervensi:

Kolaborasi; Hb 8'4 transfusi PRC 500cc

Consul IPD dan Orthopedi

Pro Orif tunda perbaikan KU

Terapi:

Nebuliser 3x sehari dengan ventolin, bronchospasme

sol dan NaCL, fisioterapi dada, deep breathing,

efective coughing, personal hygiene, IPSG, ROM

pasif aktif. Nutrisi dan cairan seimbang, Infus NaCl

0,9 8 jam per kolf, Ceftriaxon 2x1gr IV, PCR 3x

1tab, Ranitidin 2x1amp, Hepaq 3x1 tab, hemobion

3x1tab

Evaluasi Day1-2 ;nyeri lengan kiri skala nyeri 4 sd 5

kaki terasa terasa kaku dan sakit sulit digerakkan

infus RL /8jam perkolf

T 100/60, N 84, P 20x permenit, S 36, Day 3-4

keadaan menurun ikterik meningkat, albumin

menurun, pasien pindah ke ruang penyakit dalam.

8. Nn D. N. usia 25 tahun 7 bulan

masuk ruang GPS tanggal 22

oktober 2012 dari poli dengan

vertebra melengkung Scoliosis double majorpro operasi tanggal

24 oktober 2012.

KU waktu datang baik kesadaran

CM, pasien tampak kurus, self

care T 91/57 mmHg, P20, N 86, suhu tidak panas acc operasi Tanggal 23 Oktober persiapan operasi CO. Anastesi dan IPD toleransi untuk operasi; NVD baik, mobilisasi jalan, sedia PRC 1000cc dan FFP 500cc. Co Kardio

Integritas energi:

Tanggal 25 oktober pasien setelah dirawat satu hari di ICU kembali ke GPS, mengeluh telapak kaki sakit jika digerakkan, Ku sedang respirasi spontan O2 nasal 2ltr/menit,terpasang infus, transfusi 500cc 60 cc/jam, Hemodinamik pasien stabil, O2 sat 100%, TD 95-105/ 72 mmHg, N98-121, P21, S 36,6, mukosa bibir lembab, turgor elastis , acral hangat, terpasang DC produksi urine 200cc/6jam, warna kuning jernih,. Mengeluh nyeri dengan skala 4-5, ADL total care, Makan pagi dan siang ¼ porsi, Lapor hsl AGD dapat extra RL 200 cc Integritas struktur

Luka tertutup pada tl belakang, tidak rembes,

Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013

Page 100: SP-Desak Wayan.pdf

dilakukan EKG Pasien tidak ada keluhan dipasang vasofix pro injeksi Tanggal 24 dilakukan operasi Insisi dari T3 sampai L4, fiksasi T3 sampai L4, pemasangan rod kanan dan kiri anastesi general

terpasang drain produksi +, warna kemerahan

Integritas personal

Orientasi orang, tempat dan waktu baik respon

kooperatif jika ditanya.

Integritas sosial

Hubungan dengan keluarga dan kerabat tidak ada

masalah, banyak dapat telp dari teman kantornya

Nursing Diagnosis

Nyri, Vol cairan < kebutuhan, Gg pemenuhan ADL, Risiko infeksi, Cemas Intervensi

Edukasi; deep breathing, batuk efektif, Obs KU, Catat I/O, awasi produksi drain dan perdarahan, pertahankan vacum drain sampai hari ke3 post operasi, bantu ADL, mobilisasi miki,ankle pum 10 kali tiap dua jam, mika, setelah pakai brase duduk bertahap sampai jalan bila hemodinamik stabil, TD 105/ 70 mmHg, N98, P21, S 36,6, Terapi:Pentanyl 100mg+ord 8mg/24 jam, tetesan lancar, plebetis tidak ada, tanda2 infeksi tidak ada

Pemeriksaan Post operasi:Cek DPL, transfusi jika Hb <10 mg %, Rontgen Thorax IVFD RL : D5% 1:1 Terapi:Ceftriaxon 2x1gr, Ketorolac 3x30 mg, Panfenil extra untuk nyeri,Antepain servise bila nyeri, diet biasa Evaluas:Day2-3, pasien masih lemah, pernapasan

dibantu O2 2 lt/menit, nafsu makan belum pulih,

Day 4-5 pasien menggunakan brase mulai duduk,

latihan jalan 6 meter, selera makan membaik,

hemodinamik stabil selanjutnya diperperbolehkan

pulang.

9. Tn I. D. laki laki usia 28 tahun 8

bulan, agama Islam, pendidikan

tamat SMA pekerjaan swasta,

alamat tinggal Kp Kepupu 32

Pasir putih RT/RW 04/07. Masuk

RS Fatmawati dengan diagnosa

Non Union fraktur shaft femur

dextra

Integritas energi:

Keluhan nyeri, kelelahan yang dirasakan setelah terpasang traksi dengan beban 14 kg, ketika

bergerak nyeri seperti ditusuk dengan napas dalam

masih bisa tahan. Kadang kadang rasa berat bernapas jika muncul nyeri hebat, mobilisasi keatas dan mengangkat badan serta posisi duduk dengan manky bar. Bedrest di tempat tidur selama terpasang traksi, T110/ 70 mmHg,N84x permenit.,P22-

permenit,S360C

Tingkat kesadaran Compos mentis

Integritas struktur;

Luka pin inserti menahan traksi, Hb 11.0 mg% tgl

29/11. 2012

Integritas personal

Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013

Page 101: SP-Desak Wayan.pdf

Pasien bisa menerima keadaannya, taat menjalankan

ibadah Agama, dukungan dari keluarganya bagus

Integritas sosial

Senang berteman, tidak punya musuh, akrab dengan

tetangga, serta teman sekantor.

Nursing Diagnosis

Pain/ Nyeri,Impaiered physical mobilisation/, Risk

of infection/

Intervensi

Pain management,manajemen Energi, Rest

period management, Mobilisation

management/posturing,nutritional fluid

management, wound management, terapi sesuai

program

Evaluasi

Nyeri masih ada skala nyeri 3, ada penurunan skala

nyeri dan peningkatan toleransi dalam mobilisasi

serta risiko infeksi teratasi. hemodinamik stabil; T

110/70 mmHg, N 80x/menit, komunikasi dengan

perawat sangat baik, dipersiapkan untuk Orif

10

.

Nama pasien Tn D. B.

Umur 34 tahun, tempat tinggal curuc

cimanggis depok pendidikan

Pekerjaan karyawan BUMN

WNI no Hp0817175915

Diagnosa medik SCI EC Fractur T6-

7, datang ke GPS IV dengan decubitus daerah sacral,

belum rehabilitasi, masih duduk di

kursi roda, dependent

Riwayat penyakit

pernah KLL fraktur Th 6-7

16 september 2012

Integritas energi: Keluhan nyeri skor 4, Penilaian risiko jatuh skor 60 memakai kursi roda, Kedua kaki paraplegi KU : kesadaran CM, GCS ; E4 M 6 V 5 T 110/70, N 72, RR 22x/menit

Integritas struktur Tidak merasakan bak dan bab, drible + Decubitus daerah sacrum gr IV 11x14x3 nekrotik, baun sangat menyengat, terdapat fistula di dekat anus. luka decubitus masih basah, ada jaringan necrotic, pus+, ,

Integritas personal: Pasien sangat sedih dengan kondisinya, respon terhadap perawat cukup baik, dengan istri tidak ada masalah

Integritas sosial:

Hubungan dengan teman sekantor dan tetangga

selalu terjaga, tampak dari pengunjung yang hadir

setiap hari dan selalu berkomunikasi baik.

Nursing Diagnosis:

Gangguan eliminasi bowl dan urin, gangguan

integritas kulit, risiko perluasan infeksi, gangguan

mobilisasi fisik, ansietas.

Intervensi: Retensi urine tindakan ICP 5x perhari,integritas kulit

GV 3x luka dirawat dengan NaCl0,9%, posturing

tiap 2 jam, cek urine analisa, urine kultur, pus

kultur, LED, gambaran drh tepi, SGOT/PT, bantu

ADL, eliminasi bowl. tindakan manual dan

evakuasi tiap 2hr, terapi sesuai proram

Evaluasi

Sampai dengan 1minggu perawatan keadaan statis,

Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013

Page 102: SP-Desak Wayan.pdf

kemajuan pada tingkat komunikasi kooperatif,

ansitas berkurang, kadang pasien mau senyum. sedimen urine >50, bacteri+, kultur urine E. coli > 100.000 k/50,kultur pus E Coli+. Terapi ditingkatkan.

11

.

Ny A. R. masuk GPS 4 tagl 27Nop

2012 jam 17.30 pindahan dari Lantai

4 selatan

Usia 33 tahun, status menikah, pek

ibu RT, pendd tidak tamat SD BB

49 kg, telp 7378332

Diagnosa masuk HNP L4-5 pro

correction

Keluhan utama nyeri pinggang

sampai ke kaki dan baal, Haid lancar

, KB suntik

Riwayat HT dan DM tidak ada

minum obat hanya vitamin

Riwayat:

Pernah jatuh sebelum lebaran 3 bulan yl dengan posisi duduk dan dibawa ke dukun urut

Integritas energi: Tanggal 20/112012 dilakukan laminectomy discectomy. a/i HNP L 4-5,KU saat datang ke GPS baik kesadaran CM, tampak memakai korset, extremitas dapat digerakkan, mobilisasi lambat.

Integritas struktur:

Post op laminectomy, discectomy. a/i HNP L 4-5

Sudah satu minggu tidak BAB, ACR + lemah, BCR lemah, A sensasi +, A kontraksi lemah

Integritas personal:

Pasien sangat khawatir dengan penyakitnya

Integritas sosial:

Hubungan dengan tetangga dan keluarga besar

sangat baik.

Nursing Diagnosis

Gangguan bowl, risiko injury, risiko infeksi

Intervensi:

Terapi :Infus NaCl0'9% Tramadol /8 jam

Ceftriaxon 2x2 gr, asam mefenamat 3x500mg dan

Vit K 3x1 selama 3 hari,metilprednizolon 3x250mg

ranitidin 3x 1amp,Piracetam 3x3gr

Pasang korset wimbol

Evaluasi

Nyeri berkurang, kelemahan motorik L4 dan 5,

sensorik setinggi S1 , S2, mobilisasi mampu duduk

mandiri dengan korset., BAK ICP 5x sehari 250-

350cc dan spontan 80-120cc. ObsT 120/80 sd 90/70.

12

. OK Solo:

Nn P. Usia 17 tahun datang

dirawat dengan Diagnosa Non

union post Oref Tibia Fibula

satu tahun yang lalu untuk

dilakukan Orif dan bonegraft.

Hasil laboratorium Hb 12,1 gr%,

Ht 34, GDS 65, HBS HG -, dan

kimia darah Al 8400.

1). Pasien masuk ke ruang operasi jam 8.10

dilakukan anasthesi spinal, 15 menit kemudian

kesadaran pasien menurun, dilanjutkan diapasang

torniquet didaerah femoral untuk memperlambat

sirkulasi kedareah extremitas yang akan dioperasi

sehingga dapat memperlambat sirkulasi ke distal

sehingga mengurangi perdarahan.

2). Operasi dilaksanakan jam 8.35 dan selesai

operasi jam 10.45 foto operasi ada di Hp GSM

dan BB

Tulang yang digunakan untuk Bonegraft adalah

Bovine Bone Cancelous, adalah terbuat dari

tulang sapi yang diproduksi dalam negeri yaitu di

kota Surabaya.

Keadaan umum waktu selesai operasi baik, di RR

selama 1 jam, kemudian kembali keruangan

untuk perawatan selama tiga hari.

Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013

Page 103: SP-Desak Wayan.pdf

13

. OK Solo:

Tn Sigit Santoso usia 46 tahun,

pekerjaan swasta

Keluhan nyeri kedua panggul ketika berjalan,

keluhan penurunan BAB tidak ada, batuk dan

trauma tidak ada, untuk mengatasi nyeri klien

minum jamu pegal linu. Pemeriksaan Look swelling

dan deformitas, feel nyeri tekan dan move ; ROM

flexi hip 0-90 kiri dan kanan konsul bedah orthopedi

disarankan untuk operasi THR.

14

. OK Solo:

Tn S. usia 28 tahun OF Tibia

fibula dextra dengan kerusakan

pada tulang Tibia.

Diawal dilakukan oref flat sambil menunggu

ketersediaan Illizarof pos opersi dirawat di ruangan

15

.

OK Solo:

Tn Randa usia 18 tahun

mengalami OF gr IV tulang

hancur .

Dilakukan pemanjangan tulang dengan pemasangan

Illizarof, dengan cara tulang yang rusak dipotong

lalu dipasang Illizarof, operasi berjalan selama dua

jam, satu jam di PACU lalu keruangan untuk di

rawat.

16

.

OK Solo:

Tn M. 48 tahun post ORIF ½

Distal Sin 6 tahun yang lalu,

riwayat kesehatan klien

mengalami kecelakaan naik

becak ditabrak motor yang

mengakibatkan fraktur tertutup.

Tanggal 15 februari klien dilakukan remove inplant(

ROI), ku waktu datang baik, operasi mulai jam

8.20 selasai jam 9. 55 berjalan lancar, dengan spinal

anasthesi, perdarahan sedikit , selanjutnya klien

dirawat untuk beberapa hari

17

.

UGD Solo:

Anak A. usia 13 tahun jatuh dari

pohon rambutan ketinggian 3m

jam 9.00 pagi dengan posisi jatuh

terlentang.

Masuk UGD jam 15.00 sebelum ke UGD klien

dibawa ke puskesmas dipasang neckollar sementara

dengan menggunakan sandal jepit, pasang infus RL,

keluhan utama sakit leher dan sakit kepala bagian

kiri. Dilakukan pemeriksaan fisik AIS; motorik dan

sensorik normal, ganti neckollar, rontgen foto tidak

ada fraktur cervical klien diperbolehkan pulang

terapi analgetik bila sakit sekali dan antibyotik,

klien diperbolehkan pulang.

18

. Residen 3

Nama pasien Tn S.(Sakroni) usia

25 tahun, masuk RS tanggal 5

maret 2013 dikirim dari poli

Orthopedi, dengan diagnosa

medis nonunion shaft Femur

dextra pro open reduction

internal fixation /ORIF dan

Bonegraft. GPS1

Integritas energi:

Pasien mengeluh nyeri daerah insersi pin ( score 3-

4), NVD baik, akral hangat, namun konjungtiva

agak anemis. Diagnostic test post operasi

Hb10.2gr%. Pasien mengeluh mual dan agak pusing

pusing, tampak lemas, CRT >3 detik, T 110/60, N

90 xpermenit, S 370C, P 25x permenit

Integritas struktur

Inserti pin skeletal traksi dengan beban maximal 15

kg

Integritas personal

Pasien sangat kooperatif, harapan setelah operasi

dapat bekerja lebih baik

Integritas sosial

Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013

Page 104: SP-Desak Wayan.pdf

Hubungan dengan teman dan keluarga besar baik

Nursing Diagnosis

Pain, Risk of Injury, Ris of infection

Intervensi

Deep breathing (napas dalam, posturing yang

nyaman dengan memperhatikan tali traksi tidak

Posisi beban traksi dengan tali tergantung 90 0

C. Pin

site care, palpasi ujung ujung extremitas, exercise

ankle pum. deep breathing, enkle pum, wound care.

Terapi:Ceftriaxon 2x1gr, Tramadol drip, Al 95,

Profend sup k/p Ranitidin 3x1 IV, Transamin

dan Vit C, cairan parenteral RL dengan Tramadol 10

tetes pemenit untuk mengurangi rasa sakit.

Evaluasi:

Day 3 hemodinamic stabil, T 120/60, N 80

xpermenit, S 370C, P 20x permenit, luka kering,

mobilisasi post op duduk diTT, flexi lutut 900C, day

4 post op latihan jalan,day5 post op pasien boleh

pulang.

19

.

Nama Tn A. H.P usia 37 tahun

masuk RSF tanggal 31/3-013RM

122/272 dengan Dx multiple

fraktur ( Open fracture tibia,

fibula /cruris dextra dan Close

Fracture femur sinistra) . Telah

dilakukan operasi cito; Orif pada

femur sinistra dan fibula

sedangkan debridement pada

tibia dan pada cruris, dengan

anastesi spinal, penilaian risiko

jatuh post operasi 75 sangat

tinggi

Integritas energi:

Keluhan nyeri daerah operasi, score 8, keadaan

umum lemah, kemampuan ambulasi terbatas,

kekuatan otot kanan maxsimal, kekuatan otot kiri

tidak dapat diukur, pasien cemas, terpasang infus

NaCl 0,9% berisi 1 ampul Tramadol 12 jam/kolf,

kateter urine lancar produksi 700cc selama 8 jam. T

120/70 N 84/mnt P 23/menit S 36.7. NVD +, nyeri

score 8, edema+, ujung extremitas pucat, flexi lutut

kiri 0, ankle ankle kiri terpasang base slab karena

diduga dislokasi

Diagnostic test:

Hb 8,5 gr%, Ht 26%, lekosit 10 ribu,

Thrombosit361, Ery 2,72,

Hasil Rontgen : post op

Pada shaft femur terpasang plat screw 9 hole dan

Fibula terpasang plat screw 7 hole pada tibia distal

tampak open fraktur, post debridement

Integritas struktur

Status location: shaft femur sinistra post Orif plat

screw 9 hole, fibula sinistra post Orif 7 hole dan

tibia post debridement, Luka post operasi exudat

+pada femur dan tibia tampak rembes tembus

balutan dua kasa, drain masih productif 100cc,

Integritas personalang:

Pasien kadang kadang murung, melamun khawatir

dengan kakinya

Integritas sosial

Pasien banyak teman baik dikantor karena pekerjaan

even organzer, hubungan dengan tetangga baik.

Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013

Page 105: SP-Desak Wayan.pdf

Nursing Diagnosis

Pain, Impaired mobilisation, risk of infection,

ansiety

Intervensi:

Pain management;deep breathing 10x tiap 2 jam,

observes NVD; CRT>3 dtk, sensation distal nyeri+,

observe T 120/80, N 84, P 23x permenit, S 36.90C

wound care. Manajement transfussion, management

fluid and nutrient. Posturing, passive ROM knee

flexi, finger toes flexi extensi, suport and guide

relaxation for reducing pain and anxiety

Evaluasi:

Pasien aktif posturing dengan monkey bar, mulai

kooperatif dengan perawat, saat wound care exudat

sudah berkurang, luka femur dan Tibia membaik,

ankle masih dengan base slab hanya fingers toes

yang dapat di ROM. CT Scan pre op tahap II. Post

transfusi 1000 cc, Hb 11'9, Ht35, leko; 7,9,

Thrombosit ; 473, Ery 3,92

Ver/ Kher/Her/Rdw; 89,2 / 30, 5/34,2/14,1

20

.

Tn A. S. usia 27tahun 8 bulan

NRM 01223251

Pasien rujukan dari RS Mediros

mengalami kecelakaan lalu

lintas, jatuh dari motor, langsung

dibawa ke IGD Mediros di

diagnosa Open Fracture Cruris

fraktur 1/3 distal Dextra dengan

luas luka 15x5x5cm kena otot,

tulang , pro Oref

Integritas energi:

Post operasi Oref 8 jam/first 24 hours, , mengeluh

nyeri score 5, terpasang infus RL 8 jam /kolf, ,

mobilisasi ambulasi duduk di tempat tidur

bersandar, partial care,penilaian risiko jatuh 65,

risiko tinggi. T 110/80 N 76xpermenit, P

20xpermenit, S 360C, pasien tampak lelah, ke dua

tangan mengeluh lemas tidak mampu menumpu

badan jika merubah posisi.

Integritas struktur:

St lokalis: 1/3 distal cruris dextra.

I: Tibia External Fixation, swollen +, drain+

F: Tenderness+, pain+ score 5, NVD+ ( akral

hangat, CRT<3 detik, kateter dower, produksi urine

600cc per 8 jam

Integritas personal;

Mudah tersinggung dengan ucapan perawat, sedih

Integritas sosial

Banyak memiliki teman kampus dan teman sokalah

SMA, tidak ada masalah dengan teman temannya

Nursing Diagnosis:

Pain, Impaired mobilisation, risk of infection,

ansiety

Out come:

Reduse; pain, risk of infection, anxiety and gradual

mobilitation ( mobilitas secara bertahap)

Intervensi

Deep breathing 10x tiap 2 jam pada 8 jam post op,

posturing setiap 2 jam, posturing pin OREF bebas

tahanan, aktif range of motion kaki yang sehat,

Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013

Page 106: SP-Desak Wayan.pdf

ankle pum 10 x setiap 2 jam kaki dengan Oref ,

auskultasi bising usus, observasi perdarahan, penuhi

kebutuhan cairan 2-3 liter /24 jam dan nutrisi pasien

tinggi kalori dan tinggi protein, personal hygiene,

observasi pin site, balutan luka.

Observasi CSM/NVD, tanda tanda compartemen

sindrom; N/ sensasi rasa +, CRT <3 dtk, perabaan

hangat dilakukan setiap 2 jam pada 8 jam first op 24

jam, TTV ; T 110/60 mmHg, N 86 x permenit, P

22x permenit

Terapi nyeri tramadol drip, untuk infeksi ceftriaxon

2x1gr IV sesuai program.

Wound management ; pinsite dirawat dengan

Chlorhexadine 0,2%, drain up after 48 hours post

op, catheter urine up after 24 hours post op exercise

ROM passive, posturing external fixasi, flexi,

extensi, abduksi dan aduksi jari2 tangan,listic

hiaproach, fluid and Nutrien

Evaluasi

Rontgen; external fixasi/OREF bagian tibia. Ada di

IPED

Day 2 Evaluasi: tanggal 11/4-2013

Nyeri daerah luka operasi dan pin site ( scor 5), jari

jari tangan merasa lemas, rasa tidak kuat

mengepalkan, pada wound site tibia balutan ada

rembesan, drain masih terpasang, perdarahan sisa

dalam botol drain, dower kateter urin uf, jumlah

urine 500cc per 8 jam, T 110/60. N84, S 37, P 23x

permenit. Program terapi dengan ceptriaxon,

Tramadol.

Day 3 tanggal 12/3-2013

Assesment: Central Nervus System(sakit kepala)

muncul ketika mencoba turun dari TT, respiration;

irama napas teratur, kardiovasculer ;T100/60, N 84,

NVD; akral hangat,CRT ≤ 3detik, kedua tangan

masih lemas, gastrointestinal; bising usus 10x

permenit. Makan dan minum baik, urine banyak

500cc dalam 6 jam. Drain uf darah sebanyak 40cc

luka operasi renbes tembus dua lapis kasa warna

kekuningan) ,swollen + daerah pin site 1 dan2 dari

proximal,edema+, pain+ score 4, NVD+move

limited, partial care

Diagnostic test: Lab : Hb 10,9 gr%, lekosit 9,3 000,

Trombosit 150.000, erytrosit 4000. RDW 16,7.

Day 3 Day 4 - tanggal 15/3- 16/3 dan 17/3-2013

nyeri daerah luka, ( scor 4), luka rembes, balutan

basah, observasi tanda tanda infeksi, terapi sesuai

program, cemas berkurang mulai kooperatif

Day 5-6 tanggal 17 dan 18/3-2013 Tanggal 18/3 ganti balutan luka bekas drain daerah

Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013

Page 107: SP-Desak Wayan.pdf

femur tampak basah, pin site sudah mengering

sedangkan pada tibia dan radius kering, keluhan

nyeri berkurang, pasien tampak cerah dan sudah

mau aktif untuk angkle pum, flexi , extensi, abduksi,

adduksi jari2 tangan makan minum baik, urineren

baik

Pasien tampak lebih baik, ganti balutan, luka bekas

drain pada femur rembes, pin site membaik. Pasien

sdh lebih cerah dan kooperatif.

21

.

Ny D. usia 52 tahun NRM 012129

20 pekerjaan ibu RT, pendidikan SD

dirawat di RSF karena Pasien

mengalami negleted fracture ankle.

Riwayat:

2 tahun yang lalu, mengalami

keseleo dan pasien memiliki

penyakit DM.

Hsl ROntgen ada di HP new masuk

RS tanggal 21/3-2013 proi Orif, jika

gula darah normal.

Tanggal operasi tanggal 27/3 2013 lama operasi 2,5 jam dengan anasthesi regional

Integritas energi: Day1 post operasi 22 April keadaan umum lemah, mengeluh nyeri pada daerah operasi dengan score 7, 140/80mmHg, N 88x/menit, P22x/menit, S 360C, mual +, selera makan menurun Lab: Hb 10,3gr%, Ht 31%, leko11,6rb, tr 265 rb/ul gl darah 152-216 mg %.

Integritas struktur Luka terbalut tidak ada rembesan darah,

menggunakan baseslab, NVD +; akral hangat,

sensasi nyeri+ dan CRT≤3detik

Integritas personal

Pasien cukup kooperatif, namun ada unsur takut

tidak bisa jalan krn kakinya sll nyeri

Integritas sosial.

Hubungan dengan kerabat tetangga maupun

keluarga besar baik, tampak setiap hari banyak

pengunjung

Nursing Diagnosis

Pain, impaired of mobilisation, ansiety, risk of

infection

Intervensi:

Pain management,napas dalam, relaxasi, 48 jam post

op wound management, edukasi tentang DM, ROM

aktif kaki yang sehat, pasif ROM kaki yang sakit

flexi dan extensi lutut dan jari jari kaki, hanya ankle

yg immobilisasi. Kontrol TTV; T 130/80mmHg,

N90x/menit, P22x/menit S 36.70C

Terapi: Ceftriaxon 2x1gr,Tramadol 3x1amp, drip Ranitidin3x1amp,Humulin 3x8unit Diet 1700kkal

Evaluasi; Day 1-2 keluhan nyeri score 6, tramadol

drip masih terus, terapi nyeri non farmkologi terus

diberikan, day 3-5 nyeri berkurang, mobilisasi

duduk dipinggir TT, gula darah terus dikontrol.

22

.

Ny M.E.usia 25 tahun NRM

122882, fraktur iga 2,3,4,5,6,

contusio dan fracture shaft tibia

gravitas 12 minggu. pasang WSD

post rawat HC L6 penilaian risiko

jatuh 70. l Operasi tahap I bln april

Integritas energi: KU lemah, mual, mobilisasi terbatas, nyeri score 4-6.

Post op 1 Mei Hb tanggal 1/5 6,9gr%, post op nyeri

score 7, nyeri terasa bertambah saat rawat luka

, kateter di blader traning 48 jam post op, T 110/70 N

Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013

Page 108: SP-Desak Wayan.pdf

2013,debridement dan WSD,

Tanggal 1mei operasi : debridement

(R) anterior Tibia, debridement

Extra Fixasi/ Oref (L) tibia distal,

fibula W/Kwire-+ transfixing screw

dengan anastesi regional

Riwayat :

Pasien kecelakaan dibonceng motor

oleh suami pulang kerja, ditabrak

dari belakang, jatuh terpental.

84' S36'8 P 20x permenit pernapasan tidak sesak

Integritas struktur Poat operasi : debridement (R) anterior Tibia, debridement+ Extra Fixasi/ Oref (L) tibia distal, fibula W/Kwire-+ transfixing screw dengan anastesi regional. 48 jam post op luka rembes tembus tiga lapis kasa, pin site basah kena exudat dari luka, luka yang debridement (R) juga basah. Tanggal 6mei ganti balutan: luka basah hanya 2 pin yang kering, kultur, 2 pin site kering sedangkan yg mendekati surgical site basah

Integritas personal:

Pasien pendiam, sedih karena sedang hamil 12 mgg,

khawatir dengan luka dan bayinya

Integritas sosial

Mempunyai banyak teman, sebagai guru SD disukai

murid muridnya. Hubungan dengan keluarga besar

dan tetangga baik, suport dari keluarga positif

Nursing Diagnosis:

Risk of infection, ansiety, impaired mobilisation,

pain.

Out come:Reduse risk of infection, reduse ansiety,

improve mobilisation

Intervensi: Wound management, pin site care

dengan chlorhexidine 0,2%, post debridement

kompres dengan madu. Transfusi 3 pac PRC, Pain

management kombinasi music, napas dalam dan

tramadol drip saat ganti balutan. Nutrisi TKTP dan

cairan 2-3 liter. Terapi sesuai program, Hb <10gr%

tranfusi PRC

Evaluasi: Day 2 luka basah, pin site berexudat,

nyeri score6-7, mual sudah berkurang, Hb 8, 9gr%,

Day 3-5 keadaan lebih baik, sudah mampu menahan

nyeri ketika ganti balutan luka, pin site yg jauh dari

site surgery tampak mengering dengan

Chlorhexidine 0,2% pin site care. Hemodinamik

stabil, hasil resistensi, res terhadap ceftriaxon,

ditemukan Acinetobacter baumanil hasil tg

4mei2013

23

.

Tn D. S. usia 21 tahun masuk RS

23April 2013 NRM 1227014,

operasi cito; Tindakan opersi

debridemen K wire

metatarsal1,2,3,4 Penilaian risiko

jatuh 65 metode Morse kategori

risiko tinggi, pasien tuna wicara

status lokasi; metatarsal

Integritas energi:

KU lemah, tampak lelah, pernapasan agak cepat

28x/menit

Integritas struktur:Luka metatarsal post

debridement

Integritas personal:Tuna wicara, respon non verbal

kurang

Integritas sosial

Tidak ada teman yang mengunjungi hanya keluarga

yang menunggu

Nursing Diagnosis

Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013

Page 109: SP-Desak Wayan.pdf

Risiko jatuh, cemas, defisit mobilisasi dan risiko

infeksi

Intervensi:Edukasi, pendekatan secara holistik,

Evaluasi

Setelah tiga hari perawatan diperbolehkan rawat

jalan.

24

.

Tn Z. usia 60 tahun NRM

1220072 Dx OF Os calcaneus

Vunus Laseratum (VL) et plantar

pedis dari RS Pasar Rebo di

rujuk ke RSF pro Orif, risiko

jatuh 60(morse) risiko jatuh

tinggi dan risiko decubitus 16

(Norton) tdk ada risiko

Integritas energi:

Ku sedang, pasien kurus dengan LLA 20cm, risiko

jatuh 60(morse) dan risiko decubitus 16 (Norton) tdk

ada risiko, TTV ; T 120/ 80 N 80, S36', P 20

mobilisasi terbatas pada kaki yang sakit, Hb

Integritas struktur

Luka basah dan berbau, exudat + >>>

Integritas personal

Pasien mudah senyum, ramah, kooperatif tidak

pernah mengeluh, walaupun luka sangat jelek.

Integritas sosial:Banyak teman, hubungan dengan

keluarga besar baik

Nursing Diagnosis:

Risk of infection, risk of injury, Impaired of

mobilisation

Out come

Reduse risk of injury and reduse risk of infection,

mobilisasi secara optimal.

Intervensi:

ROM aktif dan pasif, wound care, nutrisi dan cairan

management, Diagnostic Ct scan pedis, TTV ; T

120/ 80 N 80, S36', P 20, kultur cairan luka

Terapi

Ceftriaxon 2x1gr,Gentamycin 2x 80mg

Evaluasi:

Day 3 dan 4 post op luka dirawat, bau dan masih

tembus 3 tumpuk kasa, setelah dilakukan

debridemen dan Orif day 5 luka masih basah tapi

sudah adan bagian yang kering, mobilisasi jalan

dengan kruk, TTV ; T 130/ 80 N 84, S36', P 22

Day7 post op pasien boleh pulang.

25

.

Tn J. S. usia 47 tahun NRM 116

4911 Post OF cruris dextra sdh

terpasang ILLizarof di solo rencana

revisi ILLizarof

Riwayat:

Pasien kecelakaan lalu lintas

ditabrak motor ketika pulang kerja

Integritas energi:

Penilaian risiko jatuh 85, decubitus 18 (Norton) , nyeri scor 3, Nutrisi kurang pasien kurus LLA 19 cm Lab:Hb Integritas struktur:

Luka grIII, wire tampak pada daerah tibia, pin site yang jauh dengan luka operasi kering, exudat darah

+>>, pin site Illizarof yang berdekatan dengan luka

basah sedangkan sebagian agak kering

Integritas personal:

Pasien tampak sedih karena luka tadak kunjung sembuh, tinggal dipanti, tidak ada sanak saudara

dijakat

Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013

Page 110: SP-Desak Wayan.pdf

Integritas sosial:

Selama dirawat tidak ada yang menjenguk karena

tidak ada teman di jkt, pasien dari daerah Jawa

Tengah yang sudah lama hidup sendiri

Nursing Diagnosis:

Ansiety, risk of infection, risk of injury, impaired

mobilisation

Intervensi:

Berikan edukasi, soport mental, wound care dengan

madu, pin site care dengan Chlorhexidine 0,2%,

terapi: cefixim 2x 100 mg, Na diclopen 3x50mg 30/4 terapi ganti oral: Cepro 2x1,Ranitidin 2x 1 Asam mef 3x1 Die TKTP

Evaluasi:

Day 2 post op dan 3,4 luka operasi basah, dirawat dengan CHX, 0'2%, luka post op dirawat dengan madu, tampak kuli hitam pada skin graft.

26

.

Tn S. B usia 31 tahun NRM

1193171 revisi Oref diagnosa bone

dilyed union cruris sin exfix

alamat jl Pakubuwono Keb Baru,

pendidikan SLTA

tata laksana : remove inplat, internal

fixasicruris

Integritas energi:

Keterbatasan mobilisasi, rasa cepat lelah dengan

Oref

Integritas struktur:terpasang Oref pada Tibia sinistra

Integritas personal

Pasien ramah dan kooperatif namun khawatir tidak

bisa cari kerja karena kakinya gerak terbatas

Integritas sosial:Banyak teman, keluarga besar baik

dan dekat

Nursing Diagnosis

Keterbatasan mobilisasi, cemas, risiko infeksi

Intervensi:Edukasi, persiapan remove inplant

Evaluasi:pasien diperbolehkan pulang setelah

operasi K U baik.

27

.

Tn. M. U. usia 18tahun 10 bulan km

102 Nrm 01161013

Dengan OREF rencana pin remove

inplan riwayat KLLbulan juli2012

ku baik , mobilisasi tidak

terbatas,nyeri -, pendidikan SMP,

pekerjaan bantu di kebon

Integritas energi:

Keterbatasan mobilisasi, stress dengan kondisinya

Integritas struktur :Pasien sudah terpasang Oref

Integritas personal

Sikap baik, namun tampak kurang gembira

Integritas sosial

Pasien banyak teman kuliah an dekat dengan

keluarga besar

Nursing Diagnosis

Gangguan mobilisasi. Risiko infeksi, cemas

Intervensi: Edukasi, persiapan pin remove

Evaluasi:Setelah operasi. Kondisi baik pasien

pulang dua hari post operasi

28 Tn SB (012103xx), usia 28 th,

dengan H0 post amputasi (below

knee) e.c Open Fracture cruris

dextra

Integritas energi:

Pasien post amputasi (below knee) pasien bedrest di

tempat tidur, mengatakan merasa lemas, Pain score

(NRS): 2-3, tampak anemis. Hb: 7,0 (13.2 – 17.3

Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013

Page 111: SP-Desak Wayan.pdf

Riwayat:

Kecelakaan kereta api

gr/dl) . Ht: 45 (33 – 45 %), Leukosit: 9,7 (5,0-10,)

ribu/ul). Gol darah O, N :137 (135-147 mmol/l), K:

3,36 (3,10-5,10 mmol/l), C : 108 (95-108 mmol/l)

BP: 100/80 mmHg, T: 36,5 oC , P: 96x/m, RR:

22x/m. Fall risk (Morse) : 56+ (high risk).

Integritas struktur

Luka post op (amputasi) tidak rembes, produk drain

100 mL, Terpasang kateter urine produk 500cc/8 jam.

Integritas personal:

Pasien semula sangat semangat dan kini menurun

dan kadang muerung

Integritas sosial:

Pasien kurang mau bergaul sejak operasi

amputasi

Nursing Diagnosis:

Risk of infection, impaired physical mobility,

phantom limb

Outcome: Mobility (adaptation mobility with

crutch)

Intervensi:

Bloods transfusion monitoring

Wound (stump) care setiap hari, promotion of

mobility walk with crutch. Berikan nutrisi dan

cairan seimbang sesuai kebutuhan. Suport dan

orientasi reality alasan amputasi. 24 jam Post op

tinggikan (elevated) stump untuk mencegah

swelling. Lakukan perawatan pada stump, Inspeksi

setiap hari adanya iritasi/infeksi.Lakukan masasage

untuk menghilangkan residu cairan/pus pada stump

Gunakan elastic perban untuk membungkus stump

dan ganti setiap hari. (elastic bandages harus selalu

digunakan untuk mengontrol edema).

Evaluasi

H5 Setelah dilakukan terapi dan edukasi berjalan

mengguanakan crutch dan memantau keadaan

umum klien. Klien mampu beradaptasi mobilisasi

(berjalan) dengan mengguanakan crutch.

Tidak terdapat tanda infeksi pada luka post

amputasi(stump),edemastump berkurang,

terpasang perban elastic, tidak terdapat masalah

dengan nutrisi dan eliminasi, mampu melakukan

toileting dengan bantuan perawat/keluarga.

Fall risk (Morse) : 46+ (risk jatuh sedang).

Klien merasa masih mempunyai kaki sehingga pada

saat turun dari tempat tidur masih ingin

menginjakkan kaki nya di lantai (phantom limb

sensation)sudah berkurang. T: 110/80 mmHg, S:

36,8 oC , P: 88x/m, N: 20x/m

29

.

Tn. S.A (0121158xx), usia 64 th,

post Open fraktur distal radius Integritas energi:

Pain score (NRS): 3-4, T:140/80 mmHg, S: 37.0ºC,

Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013

Page 112: SP-Desak Wayan.pdf

ulna dengan OREF and eksternal

fixasi dinamik under C arm)

Riwayat kesehatan:

tidak mempunyai riwayat DM

dan penyakit jantung serta asma,

namun klien mengatakan bahwa

mempunyai tekanan darah yang

cenderung tinggi dan terkadang

kepala merasa pusing

NP: 96/m, P: 18/m

Diagnostic data: Hb: 14,8 (13,2-17,3 gr/dl). Hmt: 48

(33-45%). Leukosit: 14,5 (5,0-10,0 ribu/ul).

Trombosit: 247 (150-440 ,ribu/ul). Eritrosit: 4,45

(4.40-5.90) juta/ul).

Nursing Diagnosis:

impaired physical mobility, risk of infection

Out come

Integritas struktur

Day1 luka post operasi terbalut kassa dan perban

elastic, Day 2luka dibuka exudat edema+, luka

basah, pin site kering.

Integritas personal

Pasien sangat diam, khawatir dengan tangannya

Integritas sosial

Pasien banyak memiliki teman, hubungan dengan

keluarga besar dan tetangga baik

Intervention:

Wound care, pinsite care

Exercise therapy: flexion/extension finger (digity)

exercise, pasif/active ROM, vital sign monitor

T:140/90 mmHg, S: 36,8ºC, N: 96/m, P: 18/m,

Education wound and pinsite care

Evaluasi

Dy1-2

Klien bedrest di tempat tidur dengan tangan elevated

(diganjal bantal), produk drain 40 mL, terpasang

kateter produk 600 cc/8jam warna kuning pekat, T:

130/80 mmHg, S: 37oC , N: 98x/m, RR: 22x/m. Fall

risk (Morse) : 46+ (risk jatuh sedang).Pain score

(NRS): 2-3

Day3. pasien dapat melakukan mobilisasi dengan

baik, tetapi masih pusing jika berdiri terlalu lama.

BP: 140/80 mmHg, S:36,5oC , N: 94x/m, RR:

20x/m. Terdapat edema pada tangan, tidak terdapat

tanda-tanda infeksi pada luka post operasi.

Pain score (NRS): 3-5 (meningkat jika terdapat

pergerakan)

pasien mengatakan nyeri jika menggerakan jari-

jarinya, tetapi akan berusaha untuk selalu melatih

menggerakan jarinya, sensasi sentuhan pada tangan

dan jari-jarinya ada serta dapat menggerakkan

jemarinya, tidak mengalami gangguan eliminasi.

Pasien diperbolehkan untuk melakukan rawat

jalan/pulang.

30

.

Tn S. (0044832e), usia 53 th,

dengan pre-op Total HIP

replacment sinistra e.c Avasculer

necrosis disease bilateral. T:

36.7ºC, P: 94/m, R: 18/m. BP:

Integritas energi

Saat pasien datang ke RS telah mengguanakan kursi

roda, mengatakan kedua kakinya terasa sakit

dibagian paha terutama sebelah kiri terasa lebih

nyeri, Pain score

Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013

Page 113: SP-Desak Wayan.pdf

100/80 mmHg,

Fall risk (Morse) : 46+ (high

risk).

08/3/2013 (H0 post-op)

Klien dalam keadaan sadar, post

-op THR sinistra H0 dengan

anetesi spinal, terpasang kateter

urin, infuse RL, bedrest.

T: 36,0ºC, P: 84/m, R: 18/m. BP:

100/70 mmHg,

Fall risk (Morse) : 46+ (mild

risk).

T: 100/80 mmHg, S: 36.7ºC, N: 94/m, RR:18/m.

Fall risk (Morse) : 46+ (risiko jatuh sedang). Pasien

mampu untuk duduk ditempat tidur.

Nyeri score (NRS): 5-6 jika ada pergerakan,

Diagnostic data: HB: 15,0 (13.2 – 17.3 gr/dl) .

HMT: 45 (33 – 45 %), Leukosit: 7,3 (5.0 – 10.0

ribu/µl). GDS: 96 (70-140 m/dl)

Nursing Diagnosis:

Pain, Mobility impairment

Out come

Pain and swelling control, ROM maintenece for

knee and angkle join. Intervention:

Bhating with Chlorhexidine Gluconate

Pain management; Cognitive behavior education

intervention

Education for Physical exercise angkle (plantar and

dorsal flextion, circle movement), Early ambulation

of THR

Evaluasi:

Klien dengan bantuan keluarga dan perawat telah

melakukan mandi dengan Chlorhexidine Gluconate

Klien mengerti dan mampu melakukan relaksasi

nafas dalam.

Klien mengerti dan mampu melakukan physical

exercise.

Klien mampu untuk duduk ditempat tidur.

Pain score (NRS): 2-3

10/3/2013 (H2 post op)

Post -op THR H2, klien sudah dapat duduk dengan

bantuan, Dapat melakukan Physical exercise angkle

(plantar and dorsal flextion, circle movement).

T: 36,0ºC, P: 84/m, R: 18/m. BP: 100/70 mmHg,

Fall risk (Morse) : 46+ (risk jatuh sedang).

Sampai dengan hari ke enam post-op. mobilisasi

klien mengguanakan kursi roda.

Direncanakan operasi THR dektra sebulan pasca

operasi THR yang pertama (THR sinistra)

31

.

Tn H.S. (012182x), usia 58 th,

Diagnose medis: Nonunion

subtrokanter femur sinistra e.c (3

tahun yang lalu klien mengalami

close fracture subtrokhanter

sinistra dan open fracture kruris

sinistra) yang ditangani oleh

alternatif

Integritas energi

Pasien mengatakan merasakan nyeri pada kakinya,

kadang kadang mengatakan sudah siap untuk

menjalani operasi, tetapi klien belum tahu tentang

procedure operasi yang akan dijalaninya sehingga

merasa khawatir dengan keadaannya selanjutnya

nanti.

Diagnostic data: Hb: 14,2 (13.2 – 17.3 gr/dl) . Hmt:

43 (33 – 45 %), Leukosit: 10,1 (5,0-10,) ribu/ul).

Gol darah A/rhesus +

Integritas struktur

Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013

Page 114: SP-Desak Wayan.pdf

Nonunion subtrokanter femur

sinistra

Fracture tibia fibula sinistra

Sampai dengan H6 setelah

skeletal traksi klein mengatakan

belum pernah BAB sehingga

diberikan obat pencahar.

Klien bedrest di tempat tidur,

dengan kaki terpasang skelet

traksi dengan beban 13 Kg.

Tidak terdapat tanda infeksi pada

pin site dan luka operasi, Tidak

terdapat tanda dekubitus, klien

dapat melakukan mobilisasi

ditempat tidur dengan

menggunakan trapeze.

Klien direncanakan akan

menjalani operasi pada hari

jumat (12/4/2013)

BP: 110/90 mmHg, T: 36, oC , P:

88x/m, RR: 20x/m. Hb:12,5

(13.2 – 17.3 gr/dl).

Fall risk (Morse) : 46+ (high

risk).

Nonunion subtrokanter femur sinistra

Integritas personal

Pasien merasa siap untuk operasi karena ingin cepat

sembuh

Integritas sosial

Tidak ada masalah dengan saudara maupun teman

dan tetangga.

Intervention:

Education for operation procedure, preoperative

shower with Chlorhexidine Gluconate.

Physical exercise; using trapeze

Evaluasi

Day 1 (04/04/2013) Pre skelet traksi

Mark site (+), BP: 110/80 mmHg, T: 36,8 oC , P:

88x/m, RR: 20x/m. Fall risk (Morse) : 46+ (high

risk).

Untuk mengantisipasi nyeri setelah pemasangan

skeletal traksi diajarkan Pain management

(Cognitive behavior education intervention), batuk

efektif untuk menghindari adanya penumpukan

secret akibat bedrest yang lama, dan mengganjurkan

untuk diit tinggi serat untuk mencegah adanya

konstipasi

Day 2 (05/04/2013) H0 post skeletal traksi

Klien menyatakan nyeri dengan skala 3-4, tidak

merasakan adanya mual.

Klien bedrest di tempat tidur, dengan kaki terpasang

skelet traksi dengan beban 5 Kg.

Dengan terpasang infuse NaCl 0,9% 18 Tpm.

BP: 120/90 mmHg, T: 36, oC , P: 88x/m, RR:

18x/m. Hb: 12,5 (13.2 – 17.3 gr/dl).

Fall risk (Morse) : 46+ (high risk).

Obat: Tramadol dan Cefriaxone

H1-H3 post skeletal traksi

Klien menyatakan nyeri dengan skala 2-3,dan

terkadang meningkat jika terdapat pergerakan di

kaki yang terpasang skelet traksi. Tidak merasakan

mual.

Klien bedrest di tempat tidur, dengan kaki terpasang

skelet traksi dengan beban 5 Kg.

Tidak terdapat tanda infeksi pada pin site dan luka

operasi,

BP: 110/90 mmHg, T: 36, oC , P: 94x/m, RR:

Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013

Page 115: SP-Desak Wayan.pdf

20x/m. Hb: 12,5 (13.2 – 17.3 gr/dl), Leukosit: 11,5.

Eritrosit: 3,92

Fall risk (Morse) : 46+ (high risk).

Obat: Tramadol dan Cefriaxone

Klien menyatakan nyeri dengan skala 3-4, tidak

merasakan mual. Sampai dengan H4 setelah skeletal

traksi klein mengatakan belum pernah BAB,

Sedangkan pola BAB klien sebelum dirawat di RS

adalah 2 hari sekali

Klien bedrest di tempat tidur, dengan kaki terpasang

skelet traksi dengan beban 8 Kg.

Tidak terdapat tanda infeksi pada pin site dan luka

operasi,

BP: 110/90 mmHg, T: 36,5 oC, P: 96x/m, RR:

18x/m. Hb: 12,5 (13.2 – 17.3 gr/dl).

32

.

Tn SK (0122419i), 36 tahun,

dengan riwayat stabilisasi

cervical dan ORIF tibia sinistra

pada bulan September 2012.

Kondisi saat ini (15/4/2013) klien

mengalami osteomilitis pada tibia

sinistra (Post ORIF),

Osteomyelitis tibia sinistra

Integritas energi:

Klien bedrest, dengan kekuatan otot ektrimitas atas

2222/2222 dan ektrimitas bawah 2222/1111. Klien

seringkali mengalami spastic, mobilisasi ditempat

tidur dengan bantuan keluarga dan perawat, T:

120/80 mmHg, S: 36.ºC, N: 88/m, RR: 18/m

Diagnostic data:

Hb: 9,5 (13,2-17,3 gr/dl). Hmt: 29 (33-45%).

Leukosit: 4,6 (5,0-10,0 ribu/ul). Eritrosit: 3,47

(4.40-5.90) juta/ul). Albumin: 2,4, hasil cultur dan

resistensi?

Integritas struktur

Pasien mengalami osteomilitis pada tibia sinistra

(Post ORIF), terdapat luka, terdapat edema, tampak

kemerahan, terdapat pus, Nyeri pada skala 4-5. tidak

terdapat dekubitus, Norton scale 12 (hight risk),

BAB dan BAK tidak mengalami gangguan.

TTV T: 120/80 mmHg, S: 36.ºC, N: 88/m, RR:

18/m.

Nursing Diagnosis:

Risk spread infection, impaired of mobilisation

Out come

Prevent spread of infection, improve abilityof

mobilisation, maintain muscle streng, pain control,

join flexibility,Wounds healing.

Intervention

Asses skin (norton/branden scale), Positioning:

reposition every 2 hr, lotion use

encourage fluids, hight fiber diet (collaboration with

dietary), Wound Care, Pain management: cognitive

behavior education intervention

Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013

Page 116: SP-Desak Wayan.pdf

Exercise therapy: isometric exercise, pasif/active

ROM (collaboration with physioteraphy),

vital sign monitor

Evaluation:

Day 1-2 (15/04/2013)

Dengan bantuan perawat dan keluarga reposition

tiap 2 jam, dan ROM ektrimitas atas dan bawah

tidak terdapat dekubitus (Norton scale :12 hight

risk), klian seringkali mengalami spastik

T: 36.0ºC, P: 84/m, R: 18/m. BP: 110/80 mmHg,

Terdapat luka dan edema pada kaki kiri dengan

produksi pus sekitar 3 cc. NRS dengan skala 3-4

(16/03/2013)

NRS dengan skala 4-5 klien dapat melakukan nafas

dalam dan batuk efektif

33

.

Ny TA (0096634h), 55 tahun,

dengan post Total knee

replacement dextra e.c

osteoarthritis.

Hasil Ron pre op

Post op

Integritas energi

Pasien post amputasi e.c Open Fracture cruris

dextra

Klien bedrest di tempat tidur dengan stump elevated

(diganjal bantal), produk drain 130 mL, terpasang

kateter produk 200 cc warna kuning, sedang

menjalani tranfusi darah (tidak terdapat tanda-tanda

reaksi alergi pada proses tranfusi darah).

BP: 110/80 mmHg, T: 36,8 oC , P: 88x/m, RR:

20x/m. Fall risk (Morse) : 46+ (high risk).

Klien merasa masih mempunyai kaki (phantom limb

sensation), Pain score (NRS): 2-3

Intervensi

Support’ edukasi, pendekatan secara holistik

Therapi sesuai program

Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013

Page 117: SP-Desak Wayan.pdf

LAMPIRAN II

PELAKSANAAN EVIDENCE BASED NURSING

Pelaksanaan EBN ini hasil penelitian W-Dahl & Toksvig-Larsen (2004) serta clinical

evidence review care of external fixator pin sites by Debbie Lagerquist, RN,BS et al (2012).

4.1 Subyek

Subyek dalam penerapan Pin Site Care in external fixation CHX solution as Cleansing agent

dilakukan pada pasien open fracture dengan Open Reduction External Fixation (OREF) di

ruang GPS lantai I RSUP Fatmawati Jakarta yang memenuhi kriteria inklusi selama EBNP

berlangsung. Kriteria inklusi sampel adalah pasien yang terdiagnosa Open fracture yang telah

dilakukan operasi OREF, USIA ≥18 tahun, yang bersedia menjadi sampel.

4.1 Pasien yang diterapkan EBN

Pasien yang akan dilibatkan pada pelaksanaan EBN pin site care adalah pasien dengan

external fixasi baik dengan skeletal traksi maupun dengan open reduction external fixation

(OREF) yang terpasang pin sites. Perawatan dilaksanakan pada hari ke 2 post operasi karena

luka operasi baru bisa dibuka paling cepat setelah 48 jam untuk menghindari kontaminasi

dengan lungkungan luar untuk mencegah infeksi . Persyaratan inklusif selain yang diatas :

pasien bersedia menjadi responden dan mempunyai kognitif baik. Kriteria exlusif adalah

pasien yang kognitifnya jelek dan tidak mau menjadi responden.

4.2 Tempat dan waktu pelaksanaan

Tempat pelaksanaan EBN adalah di Ruang C GPS lantai 1 RSUP Fatmawati. Waktu

pelaksanaan adalah bulan april minggu kedua selama dua minggu dan kemudian di evaluasi

setiap minggu.

4.3 Proses

a. Membuat proposal yang dikonsulkan dengan pembimbing institusi/ supervisor dan

pembimbing lahan.

b. Mengajukan permohonan ke bagian Akademik FIK UI untuk mendapatkan surat pengantar

ke RS tentang penerapan EBN.

Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013

Page 118: SP-Desak Wayan.pdf

c. Setelah mendapatkan ijin dari pihak RS dan pembimbing maka dilaksanakan sosialisasi

terlebih dahulu dengan bidang keperawatan, komite keperawatan dan manajer unit serta

jajarannya untuk mendapatkan persetujuan pelaksanaan EBN.

d. Menjelaskan tujuannya penggunaan chlorhexidine dalam perawatan Pin Site Post Oref

adalah untuk mengurangi risiko infeksi yang disebabkan oleh bacteri staphylococcus dan

pseudomonas.

e. Pemilihan chlorhexidine adalah sebagai anti microbacterial spektrum luas aktif sebagai

antimicrobial terutama terhadap staphylococcus aureus, low toxicity, tidak aktif dalam

darah dan protein serum.

e. Methode yang digunakan adalah berdasarkan Nursing Standar yang disusun oleh Bell A et

al, (2008).

4.3 Persiapan pelaksanaan EBN.

4.3.1 Persiapan alat

a. Pin site care pack

b. Cleansing Solution

c. Chlorhexidine 2%

d. dressing Trolly

e. Verban gulung atau kasa yang dipilih

f. Tempat sampah.

g. Catton buds steril

h. Bara skcot dan sarung tangan

4.3.2 Pelaksanaan

a. Perawat mencuci tangan lalu keringkan

Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013

Page 119: SP-Desak Wayan.pdf

b. Perawat menggunakan bara skort dan masker, gunakan sarung tangan bersih untuk

membuka balutan.

c. Dressing pack dibuka siapkan larutan yang akan digunakan dan kasa dalam kondisi steril

d. Perawat memakai sarung tangan steril

e. Pin site dibersihkan menggunakan catton bud yang diberi larutan Chlorhexidin 0,2% lalu

tutup dengan kasa steril

f. Bersihkan sekitar area pin dan penyangga pin

g. Lakukan evaluasi terhadap nyeri setelah dilakukan prosedur

Tempat pelaksanaan EBN di RSUP. Fatmawati Jakarta pada bulan Mei 2013

Universitas Indonesia

Tabel 1. Kultur Positif/ jumlah pins

Minggu Sodium Chlorid 0,9% Chlorhexidine 0,2%

Minggu 1 29/76 24/116***

Minggu 6 23/62 12/99**

Minggu 10 32/64 20/102***

Extraction 25/76 24/115 *

*P≤0,

** P≤0,01,

***P≤0,001 vs Sodium Chlorid

Tabel 2 Staphylococcus aureus/jumlah pin

Sodium Chlorid 0,2% Chlorhexidine 0,2%

Minggu 1 4/76 1/116*

Minggu 6 23/62 12/99**

Minggu 10 25/64 11/102****

Extraction 20/76 10/115***

*P=0,06,

**P=0,003,

***P0,002,

****P≤0,0001 VS Sodium chloride

Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013

Page 120: SP-Desak Wayan.pdf

Tabel 3. Clinical pin tract Infectionaccording toCheccett Otterburn clasification

Sodium Chlorid 0,9% Chlorhexidine 0,2%

Grade 0 83% 91%

Grade 1 14 % 8,5%

Grade 2 3% 0,5%

Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013

Page 121: SP-Desak Wayan.pdf

Residen 3 th 2013

LAMPIRAN III

CLINICAL PRACTICE GUIDLINE/

CLINICAL PATHWAY POST OP CARE HIP FRACTURE

Clinical problem Outcome Post Surgery/ Pasca Operasi

After ± anasthesi and

surgery

0– 1/ First 24 hours 2 -3 4 5 Discharge

1. Keluhan pasien ;

pusing, mual, Vital

Sign/VS, respiration :

perform coughing,

breathing exercises.

2. Drain, incision, IV

fluid.

3. High pain/score

1. Tanda-tanda vital dalam

batas normal : HR,BP :

±20 %; RR : ± 10 %

2. Luka operasi tidak ada

rembesan : balutan

kering, drain <100 cc,

edema –

3. Nyeri skala < 5 dari

1.Tanda-tanda vital

dalam batas normal:

HR,BP: RR:±10 %.

2.Tidak terdapat tanda-

tanda infeksi sistemik

luka operasi baik :

balutan kering, drain

aff, edema –

3.Nyeri skala < 5

dari,Mampu

melakukan tehnik

mengontrol nyeri.

1. Tanda-tanda vital

dalam batas

normal : HR,BP :

R: ± 10 %

2. Tidak terdapat

tanda-tanda

infeksi sistemik.

3. Luka operasi

baik : tanda

REEDA (-),

balutan kering,

luka drain baik ,

1. Tanda-tanda

vital dalam batas

normal : HR,

BP,RR ±10 %

2. Tidak terdapat

tanda-tanda

infeksi sistemik

3. Luka operasi

baik : tanda

tanda2 infeksi (-

), balutan

kering, luka

1. Tanda-tanda vital

dalam batas

normal : HR,BP,

RR : ±10 %

2. Tidak terdapat

tanda-tanda

infeksi sistemik

3. Luka operasi baik

: tanda infeksi (-

), balutankering,

luka drain kering

Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013

Page 122: SP-Desak Wayan.pdf

Residen 3 th 2013

4. CSM /NVD

5.Activity,mobilisation

4. CSM/NVD dalam batas

normal: sensori (+),

extremitas yg sehat (+),

edema (-)

5. The patient should be

start ambulation,

Kekuatan otot tidak

menurun.

Mampu mobilisasi duduk

dengan sandaran

4.CSM dalam batas

normal : sensori (+),

motorik (+), edema (-)

5. Kekuatan otot pada

ekstremitas sehat 5,

pada ekstremitas post

THR meningkat

Mampu mobilisasi:

duduk/dangling tanpa

dibantu

Kemampuan aktivitas

meningkat

edema-

4.CSM dalam batas

normal : sensori

(+),motorik(+),ede

ma (-)

5. Mampu

melakukan

tehnik

mengontrol

nyeri (Nyeri

skala < 4 dari

skala 10)

Kekuatan otot

pada ekstremitas

sehat 5,

kekuatan otot

dan rentang

gerak sendi pada

ekstremitas

fraktur

meningkat

Mampu

drain kering,

edema –

4. CSM dalam

batas normal :

sensori (+),

motorik

(+),edema (-)

5. Mampu

melakukan

tehnik

mengontrol

nyeri, nyeri

tidak ada Nyeri

skala < 4 dari

skala 10

Kekuatan otot

pada

ekstremitas

sehat 5,

kekuatan otot

dan rentang

gerak sendi

pada

ekstremitas post

4. CSM dalam batas

normal : sensori

(+), motorik (+),

edema (-)

5. Mampu

melakukan tehnik

mengontrol nyeri

Nyeri skala < 4 dari

skala 10

Kekuatan otot pada

ekstremitas sehat 5,

kekuatan otot dan

rentang gerak sendi

pada ekstremitas

post THR meningkat

Mampu mobilisasi

menggunakan alat

bantu >10meter

Memahami

pencegahan bahaya

saat dirumah

Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013

Page 123: SP-Desak Wayan.pdf

Residen 3 th 2013

6.Elimination: Urinary

and Gastrointestinal

7. Bleeding

8. Risk of infection

6. Jumlah 500cc/24 jam

Hasil laboratorium

dalam batas normal :

darah lengkap (Hb, Ht,

Tr, Eri), elektrolit

Jumlah urine 1cc

permenit, Bising usus : 5

– 12x/menit

7. Tidak ada perdarahan,

dari luka operasi dan

drain

8. Nyeri dan bengkak pada

luka operasi.

6.Catheter di aff

mobilisasi :

duduk, dangling

tanpa dibantu

Kemampuan

aktivitas

meningkat

6. Eliminasi urine

lancar

THR meningkat

Mampu

ambulasi

dengan

menggunakan

alat bantu > 6

meter

Kemampuan

aktivitas

meningkat

Memahami dietdan

obat2an dirumah

Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013

Page 124: SP-Desak Wayan.pdf

Residen 3 th 2013

MONITORING

Di Ruangan Perawatan

Activity Day 1/First 24 hours

8 jam pertama tiap 2jam selanjut

nya tiap 4jam

Day 2-3

Tiap 6 jam

Day 4

Tiap 8 jam

Day 5

Tiap 12

jam

Evaluasi

1-2 2-4 4-6 6-8 8-12 12-16 Progress report

I.General percaution:

1.Keluhan nyeri. 2. Respirasi,

3. VS, IV Fluid

4. CSM/NVD,

5. Nyeri kepala,

6. Mual,muntah,

7. Sensasi nyeri

+-

+-

+-

+-

+-

+-

+-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

Hemodinamik stabil

Nyeri ( scale < 4)

Luka (tidak infeksi)

Mobilisasi (Mandiri

dngn alat)

Lama rawat (< 1

minggu)

II.Resiko Infeksi:

1. Insisi luka operasi,

rembes tembus

balutan dan elastis

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

1. Kemampuan

menjaga kebersihan

daerah luka

Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013

Page 125: SP-Desak Wayan.pdf

Residen 3 th 2013

bandage

2. Tanda2 infeksi

3. Perdarahan drain

/cairan drain

4. Aff drain apabila

produksi < 25 cc,

bila tidak ada aliran

darah baru

5. Kebersihan area

sekitar luka

6. Motivasi untuk

menjaga kebersihan

sekitar area luka

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

2. Kemampuan diet

yang tepat untuk

penyembuhan luka

3. Rujukan untuk

melakukan

perawatan luka

Infeksi -

III. Kolaborasi

Program terapi

sesuai protokol Dr

Orthopedi:

1. Pemberian antibiotik

IV/antibiotik peroral

2. Monitor efek

samping pemberian

antibiotik

3. Monitor status cairan

pemberian cairan IV

dihentikan dengan

indikasi intake oral

+/-

+/-

+/

+/-

+/-

+/

+/-

+/-

+/

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

1. Jelaskan terapi

antibiotik saat

dirumah

2. Jelaskan efek

samping antibiotik

saat dirumah

Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013

Page 126: SP-Desak Wayan.pdf

Residen 3 th 2013

(>400 mL/8h) dan

urine output (400

mL/8h

4. Monitor hasil

laboratorium: Leuko,

CBC, BUN, Creatinin

8 jam post operasi

+/

+/

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

IV. Nyeri

1. Monitor (PQRST)

2. Ajari tehnik penurun

nyeri non

farmakologis, status

psikososial

3. Kelaborasi

pemberian analgetik

IV/

4. Per-oral,antiemetik

5. Monitor efek

samping pemberian

analgetik

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

1. Kemampuan

mengontrol nyeri

2. Jelaskan terapi

analgetik saat

dirumah

V. Eliminasi

1. Foley catheter: q8h.

blader urine

2. Lakukan blader

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013

Page 127: SP-Desak Wayan.pdf

Residen 3 th 2013

training : q8h

3. Monitor eliminasi

bowl, auskultasi

bising usus

4. Anjurkan diet tinggi

serat, exercise

5. Kemampuan

mandiri sebagian :

BAK,

BAB, merawat diri

Mandiri full

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

Masalah eliminasi

tidak ada

VI. Mobilitas

Fisik/Aktivitas-

exercise:

1. Monitor

kemampuan

mobilisasi segera

2. Monitor

kemampuan

melakukan aktivitas

pada 4 jam pertama

3. Monitor resiko jatuh

4. Monitor

kemampuan

ekstremitas dan

sendi

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

1. Evaluasi

kemampuan

aktivitas

2. Evaluasi

kemampuan

melakukan latihan

untuk meningkatkan

kemampuan

mobilisasi

3. Jelaskan pencegahan

bahaya saat berada

dirumah

Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013

Page 128: SP-Desak Wayan.pdf

Residen 3 th 2013

5. Monitor body

alligment

6. Monitor keluhan

saat melakukan

mobilisasi

7. Mobilisasi miring

kiri/kanan setiap 2

jam, pasca operasi

mulai

duduk/dangling

setelah 12 -24 ja jam

8. Lakukan latihan

ankle pum segera

setelah operasi 3-4x

sehari selama 5

menit.

9. Lakukan latihan

ROM aktif pada

ekstremitas sehat (3-

4x/hari) latihan

untuk tekuk lutut

10x ( 3 – 4 x/hari)

Latihan abduksi 10x

(3-4x/hari) .Untuk

pasien THR-

Posterior aproach 1. Lakukan latihan

isometrik : gluteal,

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013

Page 129: SP-Desak Wayan.pdf

Residen 3 th 2013

quadricep, ankle

pump setting, pada

ekstremitas yang

sakit (>5x/hari)

2. Monitor kemampuan

ekstremitas dan sendi

3. Tingkatkan

kemampuan

mobilisasi : duduk

secara mandiri, dan

dapat berdiri post op

24jam.( kolaborasi Sp

OT, PT)

4. Tingkatkan

kemampuan aktivitas

mandiri secara penuh

5. Latihan jalan

sebanyak mungkin

secara mandiri dan

jika merasa lelah

harus melakukan

latihan nafas dalam.

Pada THR Anterior

aproach tidak

dilakukan abduksi

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

+/-

Keterangan: CSM= circulation, sensation, movement

Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013

Page 130: SP-Desak Wayan.pdf

Residen 3 th 2013

CLINICAL PRACTICE GUIDLINE

PASCA ORIF SHAFT FRAKTUR FEMUR

Hari Pasca Operasi

0 – 1 >1 - 2 >2 - 3 >3 – 4 Discharge

Outcome 6. Tanda-tanda vital dalam

batas normal : HR,BP : +/-

20 %; RR : +/- 10 %

7. Hasil laboratorium dalam

batas normal : darah

lengkap (Hb, Ht, Tc, Eri),

elektrolit

8. Bising usus : 5 – 12

x/menit

9. Tidak terdapat tanda-tanda

infeksi sistemik : leuko

normal, suhu normal

10. CSM dalam batas

normal: sensori (+),

motorik (+), edema (-)

11. Luka operasi baik :

balutan kering, drain <

200 cc, edema tidak

meningkat

12. Nyeri skala < 7 dari

10

13. Kekuatan otot tidak

menurun

14. Mampu mobilisasi

duduk dengan sandaran

15. Kemampuan

aktivitas tidak menurun

1. Tanda-tanda vital dalam

batas normal : HR,BP : +/-

20 %; RR : +/- 10 %

2. CSM dalam batas normal :

sensori (+), motorik (+),

edema (-)

3. Tidak terdapat tanda-tanda

infeksi sistemik

4. Luka operasi baik :

balutan kering, drain aff,

edema menurun

5. Nyeri skala < 7 dari 10

6. Mampu melakukan tehnik

mengontrol nyeri

7. Nyeri skala < 7 dari skala

10

8. Catheter aff

9. Kekuatan otot pada

ekstremitas sehat 5, pada

ekstremitas fraktur

meningkat

10. Mampu mobilisasi :

duduk tanpa dibantu

11. Kemampuan

aktivitas meningkat

4. Tanda-tanda vital dalam

batas normal : HR,BP : +/-

20 %; RR : +/- 10 %

5. CSM dalam batas normal :

sensori (+), motorik (+),

edema (-)

6. Tidak terdapat tanda-tanda

infeksi sistemik

7. Luka operasi baik : tanda

REEDA (-), balutan

kering, drain aff, edema

menurun

8. Mampu melakukan tehnik

mengontrol nyeri

9. Nyeri skala < 4 dari skala

10

10. Kekuatan otot pada

ekstremitas sehat 5,

kekuatan otot dan rentang

gerak sendi pada

ekstremitas fraktur

meningkat

11. Mampu mobilisasi

: dangling position dan

transfer tanpa dibantu

12. Kemampuan

aktivitas meningkat

1. Tanda-tanda vital dalam batas

normal : HR,BP : +/- 20 %;

RR : +/- 10 %

2. CSM dalam batas normal :

sensori (+), motorik (+),

edema (-)

3. Tidak terdapat tanda-tanda

infeksi sistemik

4. Luka operasi baik : tanda

REEDA (-), balutan kering,

drain aff, edema menurun

5. Mampu melakukan tehnik

mengontrol nyeri

6. Nyeri skala < 4 dari skala 10

7. Kekuatan otot pada

ekstremitas sehat 5, kekuatan

otot dan rentang gerak sendi

pada ekstremitas fraktur

meningkat

8. Mampu ambulasi dengan

menggunakan alat bantu > 10

meter

9. Kemampuan aktivitas

meningkat

6. Tanda-tanda vital dalam

batas normal : HR,BP : +/-

20 %; RR : +/- 10 %

7. CSM dalam batas normal :

sensori (+), motorik (+),

edema (-)

8. Tidak terdapat tanda-tanda

infeksi sistemik

9. Luka operasi baik : tanda

REEDA (-), balutan kering,

drain aff, edema menurun

10. Mampu melakukan

tehnik mengontrol nyeri

11. Nyeri skala < 4 dari

skala 10

12. Kekuatan otot pada

ekstremitas sehat 5,

kekuatan otot dan rentang

gerak sendi pada ekstremitas

fraktur meningkat

13. Mampu ambulasi

dengan menggunakan alat

bantu > 10 meter

14. Kemampuan aktivitas

meningkat

15. Mampu memahami

terapi medikasi saat dirumah

16. Mampu memahami

Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013

Page 131: SP-Desak Wayan.pdf

Residen 3 th 2013

pencegahan bahaya saat

dirumah

17. Mampu memahami

regimen terapeutik

18. Mampu memahami

diet yang tepat saat dirumah

Monitoring 1. Monitor tingkat kesadaran

2. Monitor tanda-tanda vital :

q2h x 4; kemudian q4h x 3

3. Monitor bising usus : q8h

4. CSM q4h

5. Monitor hasil

laboratorium : darah

lengkap (Hb, Ht, Tc, Eri)

6. Monitor hasil radiologi :

X-Ray

7. Monitoring pemberian

transfusi : dosis, ketepatan

waktu, dan efek samping

1. Monitor tanda-tanda vital :

q4h

2. Monitor CSM : q4h

3. Monitor bising usus : q8h

1. Monitor tanda-tanda vital :

q6-8h

2. Monitor CSM : q6-8h

3. Monitor bising usus q8h

1. Monitor tanda-tanda vital :

q12h dan PRN

2. Monitor CSM : q12h dan PRN

3. Monitor bising usus q8h

Integritas

Jaringan

1. Monitor area luka operasi

: tanda-tanda infeksi,

edema

2. Monitor balutan dan

elastis bandage

3. Monitor cairan drain

4. Ajarkan pasien untuk

menjaga kebersihan area

sekitar luka

5. Ajarkan pasien untuk diet

tinggi protein, vitamin C,

dan Zinc

1. Monitor area luka operasi

2. Monitor balutan

3. Monitor cairan drain

4. Aff drain apabila produksi

< 25 cc

5. Monitor kebersihan area

sekitar luka

6. Motivasi untuk menjaga

kebersihan sekitar area

luka

7. Monitor status nutrisi

8. Motivasi untuk

menghabiskan makanan

dan diet tinggi protein,

Zinc, vitamin C

1. Monitor luka operasi :

tanda REEDA

2. Monitor balutan

3. Ganti balutan

4. Monitor kebersihan area

sekitar luka

5. Motivasi untuk menjaga

kebersihan sekitar area

luka

6. Monitor status nutrisi

7. Motivasi untuk

menghabiskan makanan

dan diet tinggi protein,

Zinc, vitamin C

1. Monitor luka operasi : tanda

REEDA

2. Monitor balutan

3. Ganti balutan

4. Monitor kebersihan area

sekitar luka

5. Motivasi untuk menjaga

kebersihan sekitar area luka

6. Monitor status nutrisi

7. Motivasi untuk menghabiskan

makanan dan diet tinggi

protein, Zinc, vitamin C

1. Evaluasi kemampuan

menjaga kebersihan daerah

luka

2. Evaluasi kemampuan diet

yang tepat untuk

penyembuhan luka

3. Evaluasi rujukan untuk

melakukan perawatan luka

Resiko Infeksi 1. Kolaborasi pemberian

antibiotik IV

1. Kolaborasi pemberian

antibiotik IV

1. Kolaborasi pemberian

antibiotik IV

1. Kolaborasi pemberian

antibiotik IV, apabila

1. Jelaskan terapi antibiotik

saat dirumah

Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013

Page 132: SP-Desak Wayan.pdf

Residen 3 th 2013

2. Kolaborasi pemberian

antibiotik peroral

3. Monitor efek samping

pemberian antibiotik

4. Monitor status cairan

5. Monitor pemberian cairan

IV

6. Monitor hasil

laboratorium : Leuko

2. Kolaborasi pemberian

antibiotik peroral

3. Monitor efek samping

pemberian antibiotik

4. Monitor status cairan

5. Kolaborasi untuk aff

pemberian cairan IV

dengan indikasi intake oral

(>400 mL/8h) dan urine

output (300 mL/8h)

2. Kolaborasi pemberian

antibiotik peroral

3. Monitor efek samping

pemberian antibiotik

4. Monitor status cairan

5. Kolaborasi untuk aff

pemberian cairan IV

dengan indikasi intake

oral (>400 mL/8h) dan

urine output (300 mL/8h)

memungkinkan

rekomendasikan untuk

dihentikan

2. Kolaborasi pemberian

antibiotik peroral

3. Monitor efek samping

pemberian antibiotik

4. Monitor status cairan

5. Kolaborasi untuk aff

pemberian cairan IV dengan

indikasi intake oral (>400

mL/8h) dan urine output (300

mL/8h)

2. Jelaskan efek samping

antibiotik saat dirumah

Nyeri 1. Monitor nyeri pasien

(PQRST) : q1-2h

2. Ajari tehnik penurun nyeri

non farmakologis

3. Monitor status psikososial

4. Koleborasi pemberian

analgetik IV

5. Kolaborasi pemberian

analgetik peroral

6. Kolaborasi pemberian

antiemetik

7. Monitor efek samping

pemberian analgetik

1. Monitor status nyeri pasien

(PQRST) : q2-4h

2. Motivasi untuk

menggunakan tehnik

penurun nyeri non

farmakologis

3. Monitor status psikososial

4. Koleborasi pemberian

analgetik IV

5. Kolaborasi pemberian

analgetik peroral

6. Kolaborasi pemberian

antiemetik

7. Monitor efek samping

pemberian analgetik

1. Monitor status nyeri pasien

(PQRST) : q4h

2. Motivasi untuk

menggunakan tehnik

penurun nyeri non

farmakologis

3. Monitor status psikososial

4. Koleborasi pemberian

analgetik IV

5. Kolaborasi pemberian

analgetik peroral

6. Kolaborasi pemberian

antiemetik

7. Monitor efek samping

pemberian analgetik

1. Monitor status nyeri pasien

(PQRST) : PRN

2. Motivasi untuk menggunakan

tehnik penurun nyeri non

farmakologis

3. Monitor status psikososial

4. Koleborasi pemberian

analgetik IV, apabila

memungkinkan

rekomendasikan untuk

dihentikan

5. Kolaborasi pemberian

analgetik peroral

6. Kolaborasi pemberian

antiemetik

7. Monitor efek samping

pemberian analgetik

1. Evaluasi kemampuan

mengontrol nyeri

2. Jelaskan terapi analgetik saat

dirumah

Eliminasi 1. Monitor foley catheter :

q8h

1. Lakukan blader training :

q8h

2. Monitor diet serat

3. Anjurkan diet serat

1. Monitor diet serat

2. Kolaborasi untuk diet serat

1. Monitor diet serat

2. Kolaborasi untuk diet serat

Mobilitas

Fisik/Aktivitas

1. Monitor kemampuan

mobilisasi pada 4 jam

pertama

2. Monitor kemampuan

6. Monitor kemampuan

mobilisasi setiap 8 jam

7. Monitor kemampuan

melakukan aktivitas setiap

1. Monitor kemampuan

mobilisasi setiap 8 jam

2. Monitor kemampuan

melakukan aktivitas setiap

1. Monitor kemampuan

mobilisasi setiap 8 jam

2. Monitor kemampuan

melakukan aktivitas setiap 8

4. Evaluasi kemampuan

aktivitas

5. Evaluasi kemampuan

melakukan latihan untuk

Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013

Page 133: SP-Desak Wayan.pdf

Residen 3 th 2013

melakukan aktivitas pada

8 jam pertama

3. Monitor resiko jatuh

4. Monitor kemampuan

ekstremitas dan sendi

5. Monitor status weigth

bearing

6. Monitor body alligment

7. Monitor keluhan saat

melakukan mobilisasi

8. Mobilisasi miring

kiri/kanan setiap 2 jam

setelah 4 – 6 jam pasca

operasi

9. Mobilisasi duduk dengan

sandaran setelah 12 – 16

jam

10. Mobilisasi duduk

tanpa sandaran setelah 16

– 24 jam

11. Lakukan latihan

isometrik : gluteal,

quadricep, ankle pump

setting, pada ekstremitas

yang sakit (2-3x/hari)

12. Lakukan latihan

ROM aktif pada

ekstremitas sehat (2 –

3x/hari)

8 jam

8. Monitor resiko jatuh

9. Monitor kemampuan

ekstremitas dan sendi

10. Monitor keluhan

saat melakukan mobilisasi

11. Tingkatkan

kemampuan mobilisasi :

duduk secara mandiri

12. Tingkatkan

kemampuan aktivitas

mandiri secara penuh :

mandi secara mandiri

dengan washlap, makan

dan minum, berpakaian

pada ekstremitas atas.

13. Tingkatkan

kemampuan mandiri

sebagian : BAK, BAB,

merawat diri

14. Lakukan latihan

isometrik : gluteal,

quadricep, ankle pump

setting, pada ekstremitas

yang sakit (>5x/hari)

15. Motivasi untuk

latihan ROM aktf pada

ekstremitas sehat

(>5x/hari)

8 jam

3. Monitor resiko jatuh

4. Monitor kemampuan

ekstremitas dan sendi

5. Monitor keluhan saat

melakukan mobilisasi

6. Tingkatkan kemampuan

mobilisasi : dangling

position dan transfer

7. Tingkatkan kemampuan

aktivitas mandiri secara

penuh : mandi secara

mandiri dengan washlap,

makan dan minum,

berpakaian.

8. Tingkatkan kemampuan

mandiri sebagian : BAK,

BAB, merawat diri

9. Motivasi untuk melakukan

latihan isometrik : gluteal,

quadricep, ankle pump

setting, pada ekstremitas

yang sakit (>5x/hari)

10. Kolaborasi untuk

latihan ROM pasif pada

ekstremitas yang sakit,

pada area panggul, lutut

11. Motivasi untuk

latihan ROM aktf pada

ekstremitas sehat

(>5x/hari)

jam

3. Monitor resiko jatuh

4. Monitor kemampuan

ekstremitas dan sendi

5. Monitor keluhan saat

melakukan mobilisasi

6. Tingkatkan kemampuan

mobilisasi : dangling position

dan transfer

7. Tingkatkan kemampuan

aktivitas mandiri secara penuh

: mandi secara mandiri

dengan washlap, makan dan

minum, berpakaian, merawat

diri, BAK dan BAB

8. Motivasi untuk melakukan

latihan isometrik : gluteal,

quadricep, ankle pump

setting, pada ekstremitas yang

sakit (>5x/hari)

9. Kolaborasi latihan ROM aktif

untuk ekstremitas yang sakit

10. Kolaborasi untuk

latihan ambulasi dengan

menggunakan alat bantu

meningkatkan kemampuan

mobilisasi

6. Jelaskan pencegahan

bahaya saat berada

dirumah

Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013

Page 134: SP-Desak Wayan.pdf

Residen 3 th 2013

CLINICAL PRACTICE GUIDLINE

PASCA ORIF FRAKTUR SHAFT TIBIA FIBULA

Hari Pasca Operasi

1 – 1 >1 - 2 >2 - 3 >3 – 4 Discharge

Outcome 16. Tanda-tanda vital

dalam batas normal :

HR,BP : +/- 20 %; RR :

+/- 10 %

17. Hasil laboratorium

dalam batas normal :

darah lengkap (Hb, Ht, Tc,

Eri), elektrolit

18. Bising usus : 5 – 12

x/menit

19. Tidak terdapat

tanda-tanda infeksi

sistemik : leuko normal,

suhu normal

20. CSM dalam batas

normal: sensori (+),

motorik (+), edema (-)

21. Luka operasi baik :

balutan kering, drain <

100 cc, edema tidak

meningkat

22. Nyeri skala < 7 dari

10

23. Kekuatan otot tidak

menurun

24. Mampu mobilisasi

duduk dengan sandaran

25. Kemampuan

12. Tanda-tanda vital

dalam batas normal :

HR,BP : +/- 20 %; RR : +/-

10 %

13. CSM dalam batas

normal : sensori (+),

motorik (+), edema (-)

14. Tidak terdapat

tanda-tanda infeksi

sistemik

15. Luka operasi baik :

balutan kering, drain aff,

edema menurun

16. Nyeri skala < 7 dari

10

17. Mampu melakukan

tehnik mengontrol nyeri

18. Nyeri skala < 7 dari

skala 10

19. Catheter aff

20. Kekuatan otot pada

ekstremitas sehat 5, pada

ekstremitas fraktur

meningkat

21. Mampu mobilisasi :

duduk tanpa dibantu

22. Kemampuan

aktivitas meningkat

13. Tanda-tanda vital

dalam batas normal :

HR,BP : +/- 20 %; RR :

+/- 10 %

14. CSM dalam batas

normal : sensori (+),

motorik (+), edema (-)

15. Tidak terdapat

tanda-tanda infeksi

sistemik

16. Luka operasi baik :

tanda REEDA (-), balutan

kering, drain aff, edema

menurun

17. Mampu melakukan

tehnik mengontrol nyeri

18. Nyeri skala < 4 dari

skala 10

19. Kekuatan otot pada

ekstremitas sehat 5,

kekuatan otot dan rentang

gerak sendi pada

ekstremitas fraktur

meningkat

20. Mampu mobilisasi

: dangling position dan

transfer tanpa dibantu

21. Kemampuan

10. Tanda-tanda vital

dalam batas normal : HR,BP :

+/- 20 %; RR : +/- 10 %

11. CSM dalam batas

normal : sensori (+), motorik

(+), edema (-)

12. Tidak terdapat tanda-

tanda infeksi sistemik

13. Luka operasi baik :

tanda REEDA (-), balutan

kering, drain aff, edema

menurun

14. Mampu melakukan

tehnik mengontrol nyeri

15. Nyeri skala < 4 dari

skala 10

16. Kekuatan otot pada

ekstremitas sehat 5, kekuatan

otot dan rentang gerak sendi

pada ekstremitas fraktur

meningkat

17. Mampu ambulasi

dengan menggunakan alat

bantu > 10 meter

18. Kemampuan aktivitas

meningkat

19. Tanda-tanda vital

dalam batas normal : HR,BP

: +/- 20 %; RR : +/- 10 %

20. CSM dalam batas

normal : sensori (+), motorik

(+), edema (-)

21. Tidak terdapat tanda-

tanda infeksi sistemik

22. Luka operasi baik :

tanda REEDA (-), balutan

kering, drain aff, edema

menurun

23. Mampu melakukan

tehnik mengontrol nyeri

24. Nyeri skala < 4 dari

skala 10

25. Kekuatan otot pada

ekstremitas sehat 5,

kekuatan otot dan rentang

gerak sendi pada ekstremitas

fraktur meningkat

26. Mampu ambulasi

dengan menggunakan alat

bantu > 10 meter

27. Kemampuan

aktivitas meningkat

28. Mampu memahami

terapi medikasi saat dirumah

Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013

Page 135: SP-Desak Wayan.pdf

Residen 3 th 2013

aktivitas tidak menurun aktivitas meningkat 29. Mampu memahami

pencegahan bahaya saat

dirumah

30. Mampu memahami

regimen terapeutik

31. Mampu memahami

diet yang tepat saat dirumah

Monitoring 8. Monitor tingkat kesadaran

9. Monitor tanda-tanda vital :

q2h x 4; kemudian q4h x 3

10. Monitor bising

usus : q8h

11. CSM q4h

12. Monitor hasil

laboratorium : darah

lengkap (Hb, Ht, Tc, Eri)

13. Monitor hasil

radiologi : X-Ray

4. Monitor tanda-tanda vital :

q4h

5. Monitor CSM : q4h

6. Monitor bising usus : q8h

4. Monitor tanda-tanda vital :

q6-8h

5. Monitor CSM : q6-8h

6. Monitor bising usus q8h

4. Monitor tanda-tanda vital :

q12h dan PRN

5. Monitor CSM : q12h dan PRN

6. Monitor bising usus q8h

Integritas

Jaringan

6. Monitor area luka operasi

: tanda-tanda infeksi,

edema

7. Monitor balutan dan

elastis bandage

8. Monitor cairan drain

9. Ajarkan pasien untuk

menjaga kebersihan area

sekitar luka

10. Ajarkan pasien

untuk diet tinggi protein,

vitamin C, dan Zinc

9. Monitor area luka operasi

10. Monitor balutan

11. Monitor cairan

drain

12. Aff drain apabila

produksi < 25 cc

13. Monitor kebersihan

area sekitar luka

14. Motivasi untuk

menjaga kebersihan

sekitar area luka

15. Monitor status

nutrisi

16. Motivasi untuk

menghabiskan makanan

dan diet tinggi protein,

Zinc, vitamin C

8. Monitor luka operasi :

tanda REEDA

9. Monitor balutan

10. Ganti balutan

11. Monitor kebersihan

area sekitar luka

12. Motivasi untuk

menjaga kebersihan

sekitar area luka

13. Monitor status

nutrisi

14. Motivasi untuk

menghabiskan makanan

dan diet tinggi protein,

Zinc, vitamin C

8. Monitor luka operasi : tanda

REEDA

9. Monitor balutan

10. Ganti balutan

11. Monitor kebersihan

area sekitar luka

12. Motivasi untuk

menjaga kebersihan sekitar

area luka

13. Monitor status nutrisi

14. Motivasi untuk

menghabiskan makanan dan

diet tinggi protein, Zinc,

vitamin C

4. Evaluasi kemampuan

menjaga kebersihan daerah

luka

5. Evaluasi kemampuan diet

yang tepat untuk

penyembuhan luka

6. Evaluasi rujukan untuk

melakukan perawatan luka

Resiko Infeksi 7. Kolaborasi pemberian

antibiotik IV

6. Kolaborasi pemberian

antibiotik IV

6. Kolaborasi pemberian

antibiotik IV

6. Kolaborasi pemberian

antibiotik IV, apabila

3. Jelaskan terapi antibiotik

saat dirumah

Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013

Page 136: SP-Desak Wayan.pdf

Residen 3 th 2013

8. Kolaborasi pemberian

antibiotik peroral

9. Monitor efek samping

pemberian antibiotik

10. Monitor status

cairan

11. Monitor pemberian

cairan IV

12. Monitor hasil

laboratorium : Leuko

7. Kolaborasi pemberian

antibiotik peroral

8. Monitor efek samping

pemberian antibiotik

9. Monitor status cairan

10. Kolaborasi untuk

aff pemberian cairan IV

dengan indikasi intake oral

(>400 mL/8h) dan urine

output (300 mL/8h)

7. Kolaborasi pemberian

antibiotik peroral

8. Monitor efek samping

pemberian antibiotik

9. Monitor status cairan

10. Kolaborasi untuk

aff pemberian cairan IV

dengan indikasi intake

oral (>400 mL/8h) dan

urine output (300 mL/8h)

memungkinkan

rekomendasikan untuk

dihentikan

7. Kolaborasi pemberian

antibiotik peroral

8. Monitor efek samping

pemberian antibiotik

9. Monitor status cairan

10. Kolaborasi untuk aff

pemberian cairan IV dengan

indikasi intake oral (>400

mL/8h) dan urine output (300

mL/8h)

4. Jelaskan efek samping

antibiotik saat dirumah

Nyeri 8. Monitor nyeri pasien

(PQRST) : q1-2h

9. Ajari tehnik penurun nyeri

non farmakologis

10. Monitor status

psikososial

11. Koleborasi

pemberian analgetik IV

12. Kolaborasi

pemberian analgetik

peroral

13. Kolaborasi

pemberian antiemetik

14. Monitor efek

samping pemberian

analgetik

8. Monitor status nyeri pasien

(PQRST) : q2-4h

9. Motivasi untuk

menggunakan tehnik

penurun nyeri non

farmakologis

10. Monitor status

psikososial

11. Koleborasi

pemberian analgetik IV

12. Kolaborasi

pemberian analgetik

peroral

13. Kolaborasi

pemberian antiemetik

14. Monitor efek

samping pemberian

analgetik

8. Monitor status nyeri pasien

(PQRST) : q4h

9. Motivasi untuk

menggunakan tehnik

penurun nyeri non

farmakologis

10. Monitor status

psikososial

11. Koleborasi

pemberian analgetik IV

12. Kolaborasi

pemberian analgetik

peroral

13. Kolaborasi

pemberian antiemetik

14. Monitor efek

samping pemberian

analgetik

8. Monitor status nyeri pasien

(PQRST) : PRN

9. Motivasi untuk menggunakan

tehnik penurun nyeri non

farmakologis

10. Monitor status

psikososial

11. Koleborasi pemberian

analgetik IV, apabila

memungkinkan

rekomendasikan untuk

dihentikan

12. Kolaborasi pemberian

analgetik peroral

13. Kolaborasi pemberian

antiemetik

14. Monitor efek samping

pemberian analgetik

3. Evaluasi kemampuan

mengontrol nyeri

4. Jelaskan terapi analgetik saat

dirumah

Eliminasi 2. Monitor foley catheter :

q8h

4. Lakukan blader training :

q8h

5. Monitor diet serat

6. Anjurkan diet serat

3. Monitor diet serat

4. Kolaborasi untuk diet serat

3. Monitor diet serat

4. Kolaborasi untuk diet serat

Mobilitas

Fisik/Aktivitas

13. Monitor

kemampuan mobilisasi

pada 4 jam pertama

16. Monitor

kemampuan mobilisasi

setiap 8 jam

12. Monitor

kemampuan mobilisasi

setiap 8 jam

11. Monitor kemampuan

mobilisasi setiap 8 jam

12. Monitor kemampuan

7. Evaluasi kemampuan

aktivitas

8. Evaluasi kemampuan

Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013

Page 137: SP-Desak Wayan.pdf

Residen 3 th 2013

14. Monitor

kemampuan melakukan

aktivitas pada 4 jam

pertama

15. Monitor resiko

jatuh

16. Monitor

kemampuan ekstremitas

dan sendi

17. Monitor status

weigth bearing

18. Monitor body

alligment

19. Monitor keluhan

saat melakukan mobilisasi

20. Mobilisasi miring

kiri/kanan setiap 2 jam

setelah 4 – 6 jam pasca

operasi

21. Mobilisasi duduk

dengan sandaran setelah

12 jam

22. Lakukan latihan

isometrik : quadricep,

ankle pump setting, pada

ekstremitas yang sakit (2-

3x/hari)

23. Lakukan latihan

ROM pasif pada

ekstremitas sehat (2 –

3x/hari)

24. ROM pasif Panggul

pada area yang di operasi

(2-3 x perhari)

17. Monitor

kemampuan melakukan

aktivitas setiap 8 jam

18. Monitor resiko

jatuh

19. Monitor

kemampuan ekstremitas

dan sendi

20. Monitor keluhan

saat melakukan mobilisasi

21. Tingkatkan

kemampuan mobilisasi :

duduk secara mandiri

22. Tingkatkan

kemampuan aktivitas

mandiri secara penuh :

mandi secara mandiri

dengan washlap, makan

dan minum, berpakaian

pada ekstremitas atas.

23. Tingkatkan

kemampuan mandiri

sebagian : BAK, BAB,

merawat diri

24. Lakukan latihan

isometrik : quadricep,

ankle pump setting, pada

ekstremitas yang sakit

(>5x/hari)

25. Motivasi untuk

latihan ROM aktf pada

ekstremitas sehat

(>5x/hari)

13. Monitor

kemampuan melakukan

aktivitas setiap 8 jam

14. Monitor resiko

jatuh

15. Monitor

kemampuan ekstremitas

dan sendi

16. Monitor keluhan

saat melakukan mobilisasi

17. Tingkatkan

kemampuan mobilisasi :

dangling position dan

transfer

18. Tingkatkan

kemampuan aktivitas

mandiri secara penuh :

mandi secara mandiri

dengan washlap, makan

dan minum, berpakaian.

19. Tingkatkan

kemampuan mandiri

sebagian : BAK, BAB,

merawat diri

20. Motivasi untuk

melakukan latihan

isometrik : gluteal,

quadricep, ankle pump

setting, pada ekstremitas

yang sakit (>5x/hari)

21. Kolaborasi untuk

latihan ROM pasif pada

ekstremitas yang sakit

22. Motivasi untuk

latihan ROM aktf pada

ekstremitas sehat

(>5x/hari)

melakukan aktivitas setiap 8

jam

13. Monitor resiko jatuh

14. Monitor kemampuan

ekstremitas dan sendi

15. Monitor keluhan saat

melakukan mobilisasi

16. Tingkatkan

kemampuan mobilisasi :

dangling position dan transfer

17. Tingkatkan

kemampuan aktivitas mandiri

secara penuh : mandi secara

mandiri dengan washlap,

makan dan minum,

berpakaian, merawat diri,

BAK dan BAB

18. Motivasi untuk

melakukan latihan isometrik :

gluteal, quadricep, ankle

pump setting, pada

ekstremitas yang sakit

(>5x/hari)

19. Kolaborasi latihan

ROM aktif untuk ekstremitas

yang sakit

20. Kolaborasi untuk

latihan ambulasi dengan

menggunakan alat bantu

melakukan latihan untuk

meningkatkan kemampuan

mobilisasi

9. Jelaskan pencegahan

bahaya saat berada

dirumah

Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013

Page 138: SP-Desak Wayan.pdf

Residen 3 th 2013

Analisis praktik..., Desak Wayan, FIK UI, 2013