sosiologiunlam.files.wordpress.com … · web viewsistem itu adalah merupakan sistem irigasi yang...
TRANSCRIPT
Contoh Format Proposal
Dapat disesuaikan dengan topik masing-masing
TUGAS PRAKTIK KERJA LAPANGAN
1. Judul Tentatif : Pengetahuan Lokal (Sistem Subak)
2. Mahasiswa : Tyas Noor ayusari A1A407201
Nadia A1A407202
Khairus Syahri Ramadhan A1A407205
Aulia Rahman A1A407209
3. Lokasi Penelitian :
4. Lama Penelitian : 1 bulan
Banjarmasin, Mei 2010
Telah disetujui untuk mengumpulkan data di Lapangan
Pembimbing
Nama
NIP
I. Judul Tentatif : Pengetahuan Lokal (Sistem Subak)
II. Latar Belakang Masalah
Air merupakan salah satu sumber daya yang memiliki peranan yang sangat
penting dan bernilai harganya bagi kehidupan manusia. Melalui air kehidupan
manusia dapat berlangsung dengan baik dan seimbang. Selain itu juga melalui
sumber mata air, masyarakat bias melakukan aktivitas sehari-hari mereka dengan
tenang. Tidak dapat dipungkiri mungkin sebagian orang menganggap air adalah
nafas bagi berlangsungnya kehidupan manusia karena dapat dikatakan air
merupakan sumber kehidupan dan sumber mata pencaharian manusia. Hal inilah
yang terjadi pada masyarakat Bali dalam memberikan perlakuan terhadap air. Air
merupakan salah satu sumber mata pencaharian mereka yang sangat penting,
dalam urusan pengairan atau irigasi sawah dianggap sakral bagi masyarakat
setempat.
Sistem pengairan irigasi sawah yang ada pada masyarakat Bali dikenal dengan
sistem subak. Sistem subak pada dasarnya dapat dipandang sebagai suatu sistem
teknologi sepadan, dan juga dapat dipandang sebagai sistem kebudayaan. Karena
adanya fenomena dan pengertian seperti ini, maka sering disebutkan bahwa sistem
subak tersebut adalah sebagai suatu sistem teknologi yang telah menjadi bagian
dari budaya masyarakat setempat (Pusposutardjo, 2000), atau sistem seperti ini
disebutkan pula sebagai suatu sistem teknologi yang telah berkembang menjadi
fenomena budaya masyarakat (Puspowardojo, 1993). Sistem subak sebagai sistem
teknologi, maupun sebagai sistem kebudayaan, memiliki keterbatasan kemampuan
untuk mengatasi masalah-masalah yang ekstrim, misalnya saja masalah
kekurangan air yang selalu terjadi pada setiap musim kemarau.
Itulah sebabnya suatu kajian untuk melihat adanya kemampuan transformasi
sistem subak sebagai suatu teknologi yang telah berkembang menjadi budaya
masyarakat menjadi penting, ditinjau dari gatra sumbangan keilmuan, dan
sumbangan dalam penerapannya. Adapun catatan-catatan yang penting
dipedomani dalam proses transformasi sistem subak adalah sebagai berikut: (i)
bahwa sistem subak dapat ditransformasikan, bila dipenuhi persyaratan bahwa
sistem itu adalah merupakan sistem irigasi yang bersifat sosio-teknis, dan dengan
teknologi sepadan; (ii) ada prinsip harmoni dan kebersamaan untuk mengatasi
keadaan ekstrim di luar batas keberlakuan teknologi sepadan; (iii) prinsip harmoni
dan kebersamaan pada dasarnya tidak hanya dapat dicakup oleh konsep THK,
namun adalah merupakan suatu landasan yang universal yang melekat pada setiap
agama; (iv) catatan-catatan di atas pada dasarnya menunjukkan adanya peluang
perbaikan pada sistem irigasi yang ada, menuju suatu manajemen irigasi yang
baru, dan hal tersebut juga menunjukkan adanya langkah untuk menuju
keberlanjutan sistem subak. tersebut dipengaruhi oleh lingkungannya, dan
lingkungan manusia memegang peranan yang paling penting terhadap luaran yang
dihasilkan (Maskey dan Weber, l996). Sementara itu, sistem irigasi subak dapat
disebutkan sebagai suatu sistem irigasi dengan wujud yang sepadan dengan sosio-
kultural masyarakat, mencapai tujuannya berdasarkan harmoni dan kebersamaan
sesuai landasan THK, dan menjaga keseimbangan dengan lingkungannya
(Pusposutardjo, l997 dan Arif, l999). Sistem irigasi subak yang berlandaskan THK
seperti yang disebutkan sebelumnya itulah yang akan ditransformasikan.
Dipersyaratkan bahwa dalam transformasi tersebut, luaran atau tujuan sistem
irigasi subak yang melakukan pengelolaan dan pelayanan irigasi berdasarkan
harmoni dan kebersamaan, tidak mengalami perubahan yang nyata.
III. Fokus Penelitian
Berdasarkan latar belakang yang menjadi fokus penelitian adalah:
1. sistem subak di daerah Bali.
2. kendala yang dihadapi sistem irigasi subak di masa sekarang.
3. cara mempertahankan eksistensi subak dalam menghadapi berbagai tantangan
di bidang pertanian.
IV. Rumusan Masalah
Adapun rumusan yang akan diuraikan dalam masalah ini adalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana sistem subak di daerah bali?
2. Apa kendala yang dihadapi sistem irigasi subak di masa sekarang?
3. Bagaimana cara mempertahankan eksistensi subak dalam menghadapi
berbagai tantangan di bidang pertanian?
V. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan penelitian adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui sistem subak di daerah bali.
2. Mengetahui kendala yang dihadapi sistem irigasi subak di masa sekarang.
3. Mengetahui cara mempertahankan eksistensi subak dalam menghadapi
berbagai tantangan di bidang pertanian.
VI. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Manfaat Teoritis
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan untuk
pengembangan teori sosiologi pada umumnya serta teori dari konsep
pengetahuan lokal (sistem subak).
2. Manfaat Praktik
Hasil penelitian ini tentang pengetahuan lokal (sistem subak) ini
diharapkan dapat bermanfaat bagi masyarakat sebagai umpan balik agar
mereka lebih mengetahui mengenai pengetahuan lokal (sistem subak).
VII. Landasan Teori
1. Sistem Subak
Subak adalah suatu masyarakat hukum adat yang memiliki karakteristik
sosio agraris-religius, yang merupakan perkumpulan petani yang mengelola
air irigasi di lahan sawah. Pengertian subak seperti itu pada dasarnya
dinyatakan dalam peraturan-daerah pemerintah-daerah Provinsi Bali
No.02/PD/DPRD/l972. Arif (l999) memperluas pengertian karakteristik
sosio agraris religius dalam sistem irigasi subak, dengan menyatakan lebih
tepat subak itu disebut berkarakteristik sosio teknis religius, karena
pengertian teknis cakupannya menjadi lebih luas, termasuk diantaranya
teknis pertanian, dan teknis irigasi.
Sutawan dkk (l986) melakukan kajian lebih lanjut tentang gatra religius
dalam sistem irigasi subak. Kajian gatra religius tersebut ditunjukkan dengan
adanya satu atau lebih Pura Bedugul (untuk memuja Dewi Sri sebagai
manifestasi Tuhan selaku Dewi Kesuburan), disamping adanya sanggah
pecatu (bangunan suci) yang ditempatkan sekitar bangunan sadap (intake)
pada setiap blok/komplek persawahan milik petani anggota subak.
Gatra parhyangan oleh Sutawan dkk (l986) ditunjukkan dengan adanya
pura pada wilayah subak dan pada setiap komplek/blok pemilikan sawah
petani, gatra palemahan ditunjukkan dengan adanya kepemilikan wilayah
untuk setiap subak, dan gatra pawongan ditunjukkan dengan adanya
organisasi petani yang disesuaikan dengan kebutuhan setempat, adanya
anggota subak, pengurus subak, dan pimpinan subak yang umumnya dipilih
dari anggota yang memiliki kemampuan spiritual. Ketiga gatra dalam THK
memiliki hubungan timbal-balik, parhyangan pawongan palemaha.
Sementara itu, kajian-kajian lain yang menelaah sistem irigasi subak secara
tidak utuh sebagai sistem sosio-teknis-religius yang sesuai dengan prinsip
masyarakat hukum adat yang berlandaskan THK masih tampak
dilaksanakan. Misalnya, kajian yang cendrung lebih difokuskan pada
masalah organisasi, dan sarana yang dimiliki sistem subak untuk mengelola
air irigasi, yang antara lain dilakukan oleh Geertz (1980),Teken
(l988),Samudra (l993), dan Sushila (l993). Sudira (l999) mengatakan bahwa
sistem irigasi subak yang disebutkan hanya memiliki gatra fisik dan sosial
sebetulnya tidaklah salah, namun tidak lengkap. Meskipun demikian,
tampaknya dapat disebutkan bahwa kajian tentang sistem irigasi subak yang
tidak mengkaji dari gatra sosio-teknis-religius terkesan menyederhanakan
masalah, makna kajiannya kurang lengkap, dan tercermin kurangnya
pemahaman tentang konsep teknologi serta peluang transformasi sistem
irigasi subak sebagai suatu teknologi yang sepadan. Selanjutnya
Pusposutardjo (l997) dan Arif (l999) yang meninjau subak sebagai sistem
teknologi dari suatu sosio-kultural masyarakat, menyimpulkan bahwa sistem
irigasi (termasuk subak) merupakan suatu proses transformasi sistem kultural
masyarakat yang pada dasarnya memiliki tiga subsistem yaitu:
a. subsistem budaya (pola pikir, norma dan nilai)
b. subsistem sosial (termasuk ekonomi)
c. subsistem kebendaan (termasuk teknologi)
Semua subsistem itu memiliki hubungan timbal-balik, dan juga
memiliki hubungan keseimbangan dengan lingkungannya. Subsistem
Budaya Subsistem Sosial Subsistem Kebendaan lingkungan. Hubungan
timbal balik antar subsistem dalam sistem manajemen irigasi masyarakat
yang bersifat sosio-kultural (Arif, l999). Dengan menyatunya antar ketiga
subsistem dalam sistem irigasi subak, maka secara teoritis konflik antar
anggota dalam organisasi subak maupun konflik antar subak yang terkait
dalam satu sistem irigasi yang tergabung dalam satu wadah kordinasi akan
dapat dihindari. Keterkaitan antar semua subsistem akan memungkinkan
munculnya harmoni dan kebersamaan dalam pengelolaan air irigasi dalam
sistem irigasi subak yang bersangkutan. Hal itu bisa terjadi karena
kemungkinan adanya kebijakan untuk menerima simpangan tertentu sebagai
toleransi oleh anggota subak (misalnya, adanya sistem pelampias, dan sistem
saling pinjam air irigasi). Di Subak Timbul Baru Kabupaten Gianyar,
dilakukan kebijakan sistem pelampias dengan memberikan tambahan air bagi
sawah yang ada di hilir pada lokasi-lokasi bangunan-bagi di jaringan tersier.
Besarnya pelampias tergantung dari kesepakatan anggota subak Revolusi
hijau adalah pengembangan teknologi pertanian untuk meningkatkan
produksi bahan pangan terutama biji-bijian (serelia) seperti gandum, jagung,
padi, kacang-kacangan dan sayur-sayuran.
Progaram revolusi hijau diusahakan melalui pemuliaan tanaman untuk
mendapatkan varietas baru yang melampaui daerah adaptasi dari varietas
yang telah ada. Varietas unggul yang baru akan berhasil bila mempunyai
adaptasi geografis yang luas, responsif pengairan dan pemupukan, resisten
terhadap hama dan penyakit. Produk tanaman yang dipanen manusia adalah
hasil fotosintesis
1. Kendala dalam Revolusi Hijau
a. Varietas unggul umumnya hanya akan menghasilkan panen yang baik
apabila diberi pupuk dan pengairan yang tepat
b. Adanya lahan-lahan yang potensial untuk pertanian namun letak
geografisnya kurang menguntungkan seperti jauh dari penduduk atau
tidak/belum mempunyai sistem irigasi sehingga lahan tersebut sulit untuk
dimanfaatkan
c. Banyak lahan yang secara geografis menguntungkan namun keadaan
tanahnya kritis dan kurang subur
d. Adanya serangga berbagai hama
2. Dampak dari Revolusi Hijau
a. Terbentuknya penyerdehanaan kominitas karena umumnya petani hanya
menanam selaria atau bahan pokok dan tidak menanam leguminosea
(kacang-kacangan)
b. Penggunaan pupuk buatan dan pestisida akan menyebabkan hilangnya
kemampuan mikroorganisme tanah yang membantu menyuburkan tanah.
Akibatnya dalam waktu 20-30 tahun mendatang akan terjadi titik balik
penurunan produktivitas tanaman.
c. Rusaknya keseimbangan lingkungan akibat penggunaan pupuk buatan dan
tercemarnya lingkungan akibat penggunaan pestisida yang berlebihan
dapat menyebabkan kepunahan berbagai organisme
d. Pembuatan lahan pertanian (sawah, ladang) baru dari hutan-hutan akan
menurunkan keanekaragaman genetika. Hal ini dapat menyebabkan
hilangnya salah satu species tumbuhan atau hewan yang mungkin
mengandung gen yang sangat dibutuhkan.
e. Adanya mekanisasi pertanian menyebabkan petani buruh kehilangan
pekerjaan, yang akibatnya terjadi urbanisasi yang menyebabkan masalah
di perkotaan besar
f. Berkurangnya keanekaragaman genetik jenis tanaman tertentu akan sangat
membahayakan, sebab bisa menurunkan plasma nutfah/sumber gen
g. Penurunan produksi protein dikarenakan pengembangan sarealia (sebagai
sumber karbohidrat) tidak di imbangi perkembangan pangan sumber
protein dan lahan peternakan diubah menjadi sawah.
h. Penurunan keanekaragamann hayati
i. Penggunanaan pupuk terus menerus mmenyebabkan ketergantun pada
pupuk
j. Penggunaan pestisida menyebabkan munculnya hama strain baru yang
resisten
Damapak positifnya adalah Produksi padi dan gandum meningkat sehinngga
pemenuhan pangan (karbohidrat) meninngkat.
Sumber Oleh Yanuar Suputro, selasa 26 Mei 2009 15:33.
Revolusi hijau adalah sebutan tidak resmi yang dipakai untuk
menggambarkan perubahan fundamental dalam pemakaian teknologi
budidaya pertanian yang dimulai pada tahun 1950-an hingga 1980-an
dibanyak negara berkembang, terutama di Asia. Hasil yang nyata adalah
tercapainya swasembada (kecukupan penyediaan) sejumlah bahan pangan di
sejumlah negara yang sebelumnya dilanda kelaparan.
Revolusi hijau mendasarkan diri pada tiga pilar penting yaitu
a. penyediaan air melalui sistem irigasi
b. pemakaian pupuk kimia dan penerapan pestisida untuk menjamin
produksi
c. penggunaan varietas unggul sebagai bahan baku barkualitas.
Melalui penerapan melalui teknologi non-tradisional ini, terjadi peningkatan
hasil tanaman pangan berlipat ganda dan memungkinkan pemanenan 3 kali
dalam setahun untuk padi, satu hal yang tidak dapat dimungkinkan tanpa tiga
pilar tersebut.
Gerakan revolusi hijau sebagaimana telah umum diketahui di Indonesia tidak
mampu untuk menghatarkan Indonesia menjadi sebuah negara yang
berswasembada pangan secara tetap, tetapi hanya mampu dalam waktu lima
tahun yakni antara tahun 1984-1989. Disamping itu revolusi hijau juga telah
menyebabkan terjadinya kesenjangan ekonomi dan sosial pedesaan karena
ternyata revolusi hijau hanyalah menguntungkan petani yang memiliki tanah
lebih dari setengah hektar, dan petani kaya di pedesaan. Sebab sebelum
revolusi hijau dilaksanakan, keadaan dan penguasaan kepemilikan tanah di
Indonesia sudah timpang akibat dari gagalnya pelaksanaan Pembaruan
Agraria yang telah mulai dilaksanakan pada tahun 1960-1965. Pertanian
revolusi hijau juga dapat disebut kegagalan karena produknya sarat
kandungan residu pestesida dan sangat merusak ekosistem lingkungan dan
kesuburan tanah.
Revolusi hijau dianggap sebagai juru selamat bagi sektor pertanian,
khususnya di negara berkembang yang kala itu dicirikan oleh produktivitas
rendah, umur panjang, pertumbuhan yang rendah serta kesejahteraan petani
minim. Oleh karena itu tanpa revolusi hijau sulit dibayangkan bagaimana
produktivitas pertanian akan mampu memberi makan bagi penduduk yang
jumlahnya semakin meningkat. Melalui revolusi hijau ini perubahan wajah
pertanian sangat kelihatan, mengubah Indonesia dari pengimpor utama
hingga berhasil swasembada beras pada tahun 1994/1995. Ciri yang sangat
menonjol dari revolusi hijau adalah penggunaan benih (varietas) unggul.
2. Kendala Subak Sistem Irigasi Subak
Persaingan dalam pemasaran hasil-hasil pertanian yang semakin
tajam. Akan tiba saatnya bahwa indonesia harus terbuka terhadap masuknya
komoditi pertanian yang diproduksi di luar negeri. Sektor pertaian pun mau
tidak mau harus terbuka untuk investasi asing dan dituntut agar mampu
bertahan pada kondisi persaingan bebas tanpa subsidi dari pemerintah. Untuk
mampu bersaing dalam pasar ekonomi global maka mutu hasil-hasil
pertanian kita perlu ditingkatkan. Ini berarti bahwa mutu sumberdaya
manusia termasuk para petani produsen perlu terus ditingkatkan agar menjadi
lebih profesional, efisien dan mampu menguasai serta memanfaatkan
teknologi.
Menciutnya areal persawahan beririgasi akibat alih fungsi. Penciutan
areal persawahan hari ini sungguh pesat lebih-lebih lokasi yang dekat kota
karena dipicu oleh harga yang cenderung membumbung tinggi. Jika
penyusutan areal persawahan berlanjut terus seperti sekarang ini
dikhawatirkan organisasi subak akan terancam punah. Jika subak hilang
apakah kebudayaan bali dapat bertahan karena diyakini bahwa subak
bersama lembaga sosial tradisional lainnya seperti banjar. Dalam kaitan ini
para petani anggota subak perlu dilibatkan dalam proses pengambilan
keputusan menyangkut masalah pengalih fungsian lahan sawah yang berada
dalam wilayah subak mereka.
3. Cara Mempertahankan Eksistensi Subak
Mendorong dan memfasilitasi pembentikan wadah kordinasi antar
subak dalam lingkungan suatu, tujuan-tujuannya yaitu mencegah atau
mengurangi timbulnya konflik dalam pemanfaatan air antar subak pada
bendung yang sama, mengkordinasikan pengalokasian air secara lebih adil
pengaturan pola tanam dan jadwal tanam antar subak yang terkait.
Mendorong dan memfasilitasi pembentikan wadah kordinasi antar sistem
irigasi guna mengkordinasikan pengalokasian air antar DI dan pengaturan
pola tanam serta jadwal tanam dari subak-subak pada aliran sungai yang
bersangkutan. Mengadakan program pemberian status badan hukum bagi
subak supaya dapat lebih berkembbang menjadi lembaga yang berorientasi
ekonomi/agribisnis. Menggalang kerjasama antara subak dengan LSM serta
instansi terkait dalam upaya pelestarian sumber daya alam disepanjang
daerah aliran sungai.
VIII. Alasan Menggunakan Metode Kualitatif
Alasan menggunakan metode kualitatif adalah pada umumnya alasan
menggunakan metode kualitatif karena permasalahan belum jelas, holistik,
komplek, dinamis dan penuh makna sehingga tidak mungkin data pada situasi
sosial tersebut dijaring dengan metode penelitian kuantitatif. Selain itu, peneliti
bermaksud memahami situasi sosial secara mendalam, menemukan pola,
hipotesis dan teori.
IX. Tempat Penelitian
Dalam penelitian ini yang dijadikan tempat penelitian di daerah bali. Penentuan
lokasi ini berdasarkan atas beberapa alasan, antara lain karena wilayah belum
pernah dikunjungi oleh peneliti sendiri sehingga peneliti mencoba meneliti di
daerah bali. Selain itu, peneliti ingin mengetahui lebih banyak dan jauh mengenai
keunikan dan kemenarikan dalam pengetahuan lokal (sistem subak) di kawasan
bali, baik itu sistem subaknya, kendala subak maupun cara mempertahankan
sistem subak.
X. Sumber Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terpusat pada segala fenomena yang
terkait langsung dengan judul penelitian yaitu pengetahuan lokal (sistem subak),
data tersebut terdiri dari data primer dan sekunder.
1). Data Primer
Data Primer dalam penelitian ini terpusat pada fenomena-fenomena yang
berkaitan langsung dengan pengetahuan lokal yang didapat dari sejumlah
informan.
2). Data sekunder
Data sekunder dalam penelitian ini adalah data yang bersifat umum yang
berkaitan dengan fenomena yang diteliti yaitu tentang kondisi lingkungan bali.
XI. Instrumen Penelitian
Dalam penelitian deskriptif kualitatif yang menjadi instrumen utama adalah
peneliti sendiri. Data yang dicari adalah data mengenai:
1). Sistem subak di daerah bali
2). Kendala sistem subak di daerah bali
3). Cara mempertahankan eksistensi subak di daerah bali
XII. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teknik
observasi, wawancara mmendalam dan wawancara yang biasa dipakai sebagai
acuan untuk mendapatkan berbagai informasi yang berkaitan dengan penelitian.
Pengamatan ini lakukan secara langsung terhadap aspek pengetahuan lokal
(sistem subak) maupun berbagai fenomena yang terjadi di kawasan bali.
Wawancara biasa, untuk menjaring data secara umum, dilakukan terhadap orang-
orang ataupun para pengelola yang ditemui dilapangan. Wawancara mendalam
dilakukan secara intensif terhadap sejumlah informan kunci.
XIII. Teknik Analisis Data
Miles dan hubberman mengemukakan bahwa aktifitas dalam analisis data
kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus-menerus sampai
tuntas, sehingga datanya jenuh.
Aktivitas dalam analisis data yaitu:
1). Reduksi data
Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok,
memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Reduksi
data dibantu dengan peralatan elektronik seperti komputer mini, dengan
memberi kode pada aspek-aspek tertentu.
2). Penyajian data
Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah mendisplaykan data.
Melaui penyajian data tersebut, maka data terorganisasikan, tersusun dalam
pola hubungan, sehingga akan semakin mudah dipahami.
3). Menarik kesimpulan
Langkah ketiga dalam analisis data kualitatif menurut miles dan
huberman adalah penarikan kesimpulan dan verivikasi. Kesimpulan awal yang
dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan berubah bila tidak ditemukan
bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data
berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal,
didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali ke
lapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan
merupakan kesimpulan yang kredibel.
XIV. Rencana Pengujian Keabsahan Data
Agar diperoleh data yang absah, maka perlu dilakukan pengujian keabsahan data,
yang dilakukan dengan cara:
1). Perpanjangan pengamatan
Dengan perpanjangan pengamatan berarti peneliti kembali ke lapangan,
melakukan pengamatan, wawancara dengan informan yang pernah ditemui
maupun yang baru. Dengan perpanjangan pengamatan peneliti mencocokkan
kembali apakah data yang telah diberikan selama ini merupakan data yang
sudah benar atau tidak.
2). Meningkatkan ketekunan
Meningkatkan ketekunan berarti melakukan pengamatan bahwa secara lebih
cermat dan berkisanambungan. Dengan cara tersebut maka kepastian data dari
urutan peristiwa akan dapat direkam secara pasti dan sistematis. Selain itu
dengan meningkatkan ketekunan peneliti dapat melakukan pengecekan
kembali apakah data yang telah ditemukan itu salah atau tidak.
3). Trianggulasi sumber
Trianggulasi sumber adalah untuk menguji kredibilitas data yang
dilakukan dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa
sumber. Trianggulasi sumber dapat juga dikatakan, menguji kredibilitas data
dengan mengajukan satu pertanyaan kepada tiga orang summber yang
berbeda.
4). Trianggulasi teknik
Trianggulasi teknik dilakukan untuk menguji kredibilitas data yang
dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan
teknik yang berbeda.
5). Menggunakan bahan referensi
Adanya pendukung untuk membuktikan data yang telah ditemukan oleh
peneliti. Misalnya, wawancara yang perlu didukung dengan adanya rekaman
wawancara. Bahan referensi ini bisa saja berupa foto-foto subjek penelitian.
6). Mengadakan member check
Tujuan member check adalah untuk mengetahui seberapa jauh data yang
diperoleh sesuai dengan apa yang diberikan oleh pemberi data. Apabila data
yang ditemukan disepakati oleh para pemberi data berarti datanya valid.
XV. Daftar Pustaka