sosiologi pertanian
TRANSCRIPT
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia sudah masuk dalam arus global-liberalisasi perdagangan,
sudah menghujam sampai ke desa-desa. Kita dapat melihat sendiri bagaimana
komoditi pertanian pedesaan telah terlempar, menjadi tamu di rumahnya
sendiri. Sementara itu, produk dari luar, telah menjadi tuan di tanah air kita.
Masalah ini tentu saja hanya sebagian kecil dari episode marjinalisasi yang
panjang. Tanpa sebuah upaya untuk mendorong perubahan, memperkuat
masyarakat, dan bersama-sama menghadang arus global tersebut, niscaya kita
tidak akan pernah menjadi bangsa yang terhormat.
Segi penting yang harus dilakukan tidak lain dari pemberdayaan
masyarakat. Para pengambil kebijakan harus berani mendengarkan suara dari
massa rakyat, khususnya mereka yang ada di pedesaan, untuk kemudian
mengangkat persoalan hidup massa rakyat tersebut ke permukaan, dan
merumuskannya menjadi kebijakan yang berpihak. Para ilmuwan, aktivis
sosial, dan siapa saja patut mulai berpikir untuk mereka yang akan terkena
marjinalisasi, yakni massa rakyat pedesaan. Bagaimana mengenali lebih jauh
persoalan-persoalan yang ada di pedesaan? Ini bukan suatu masalah yang
mudah dipecahkan.
Masyarakat adalah realita yang rumit, sulit sekali mengurai kerumitan
hanya dengan secarik kertas atau serangkai kata indah namun butuh
melibatkan hati dan diri pada gegap gempitnya hidup. Demikian pula
sosiologi, tidak hanya dapat dilihat dari tumpukan referensi namun juga harus
dinikmati dan dirasakan bersama obyek. Maka dari itu, kami melakukan
praktikum lapang sosiologi pertanian yang berloksi di dusun Mojerejo, desa
Pendem, kecamatan Junrejo, kota Batu.
1
1.2. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam laporan ini, yaitu:
1. Bagaimanakah karakteristik, pola ekologi, tipe desa, struktur masyarakat,
kebudayaan, perubahan sosial di dusun Mojorejo?
2. Permasalahan apa saja yang terjadi di dusun Mojorejo?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum sosiologi pertanian yang kami lakukan
sebagai berikut:
1. Mengetahui dan memahami karakteristik, pola ekologi, tipe desa, struktur
masyarakat, kebudayaan, perubahan sosial masyarakat di dusun Mojorejo
2. Mengetahui permasalahan yang berada di masyarakat desa serta mencari
pemecahannya.
1.4 Manfaat
Manfaat yang akan diperoleh dari praktikum lapang sosiologp
pertanian sebagai berikut:
1. Bagi mahasiswa
Memperluas wawasan dalam penerapan materi kuliah sosilogi pertanian
2. Bagi masyarakat
Masyarakat luas mengetahui perkembangan kehidupan masyarakat,
khususnya masyarakat di pedesaan
3. Bagi penulis
Membantu pemahaman kami dalam mempelajari mata kuliah sosiologi
pertanian dan mengetahui keadaan yang ada pada masyarakat serta
masalah- masalah yang dihadapi sehingga kita bisa memecahkan masalah
dengan dasar ilmu yang kita ketahui.
2
II. PROFIL
2.1 Profil Dusun Mojorejo
1. Sejarah Dusun Mojorejo
Asal mula nama Dusun Mojorejo berasal dari banyaknya buah pisang
raja di desa tersebut. Kata Mojo adalah nama dari Mbah Marwan seorang
keturunan Kerajaan Mataram yang membuka hutan menjadi pemukiman
hingga sekarang, sedangkan kata Rejo berarti ramai.
2. Batas wilayah Dusun Mojorejo
a. utara : Dusun Caru
b. barat : Dusun Pendem
c. timur : Dusun Tegal Rondo
d. selatan : Sungai Brantas, Dusun Dadap Rejo
3. Struktur Perangkat Desa Pendem
a. kepala desa : Abdul Rahman
b. sekretaris desa : Iskandar
c. k.umum : Supardi
d. k.keuangan : Sugeng
e. k.kesra : Khoirul Anwar
f. k.pemerintahan : Putut
g. k.ekbang : Sa’an
h. kepala dusun : Soemardi
Miskan
Istukit
Agus Muntholib
4. lain-lain
a. jumlah penduduk : 2700 jiwa
b. jumlah KK : 526 KK
c. jumlah RT : 8
d. jumlah RW : 2
e. pekerjaan warga : 90 % pertanian, 10 % lain-lain
3
f. tingkat pendidikan :98 % SD, SMP dan SMA, 2% perguruan tinggi
g. fasilitas : 2 masjid, 5 mushola, 2 pondok pesantren
h. agama : 98 % warga beragama islam
2 orang beragama kristen
2 orang beragama budha
i. luas dusun : 610 ha
j. kesenian : kuda lumping, terbang cidor, bantengan,
campursari, orkes melayu, terbang banzari, wayang kulit.
2.2 Profil kelompok tani
Kelompok tani Sari Mulya I didirikan tahun 1986, nama kelompok
tani tersebut mempunyai arti memuliakan.
1. struktur pengurus kelompok tani:
a. ketua : H.Solichin
b. sekretaris : Suprianto
c. bendahara : Suprianto
2. jumlah anggota : 125 orang
3. luas lahan sawah : 54 ha
4. pertemuan rutin : Desa 3 bulan sekali
Dusun 1 bulan sekali
4
III. METODE PENELITIAN
3.1 Penentuan Lokasi dan Waktu Penelitian
Penentuan lokasi dilakukan dengan sengaja ( purposive ) di dusun
Mojorejo, desa Pendem, Kota Batu. Alasan kami memilih penelitian ke dusun
Mojorejo, karena kami ingin menganalisis kehidupan sosial pertanian yang
ada di Dusun Mojorejo. Pelaksanaan penelitian dilakukan pada 29 November
2009 dan 7 Desember 2009.
3.2 Penentuan sampel
Responden dalam penelitian ini adalah aparat, petani, buruh tani di
dusun Mojorejo. Dari penelitian ini, penentuan responden dilakukan secara
acak atau tidak ada ketentuan untuk memperoleh data yang paling dominan
tentang kehidupan petani dan buruh tani di Dusun Mojorejo. Pembagian
daftar pertanyaan dilakukan berdasarkan aspek-aspek sosiologi pertanian.
Langkah berikutnya adalah menganalisis hasil dari wawancara dengan
responden. Analisis juga disesuaikan dengan aspek-aspek yang ada dalam
sosiologi pertanian. Wawancara ini meliputi identitas responden dan
dokumentasi beserta video responden.
3.3 Metode Pengumpulan Data
3.3.1 Jenis data
Data yang dikumpulkan pada penelitian ini meliputi data primer
dan data sekunder.
1. data primer diperoleh melalui penelitian langsung ke dusun
Mojorejo dan melakukan wawancara dengan responden .
2. data sekunder diperoleh dari data-data kependudukan di dusun
Mojorejo.
5
3.3.2 Teknik Pengumpulan data
1. Wawancara
Merupakan teknik pengumpulan data dalam metode survey
yang menggunakan pertanyaan lisan pada responden mengenai
aspek-aspek yang terdapat dalam sosiologi pertanian. Wawancara
ini dilakukan secara langsung dan identitas responden beserta
keterangan pendukung juga disertakan pada wawancara.
2. Observasi
Penelitian dengan melakukan pengamatan secara cermat dan
langsung terhadap kehidupan petani, buruh tani, aparat yang ada
hubungannya dengan penelitian yaitu dengan mencocokkan aspek-
aspek sosiologi pertanian.
3. Dokumentasi
Dokumentasi digunakan untuk memperoleh data langsung dari
tempat penelitian meliputi foto, rekaman suara, dan rekaman video
respondenyang ada di dusun Mojorejo.
6
IV. TINJAUAN PUSTAKA
4.1 Karakteristik desa
The village is principally a place of residence and not primarily a
business center. It is composed chiefly of farm dwellings and their associated
autbuildings, demikian pendapat Finch yang dikutip oleh Prof.Bintarto
(1984:12).
Desa ialah suatu kesatuan hukum dimana bertempat tinggal suatu
masyarakat yang berkuasa mengadakan pemerintahan pemerintahan sendiri
(Sutardjo Kartohadikusumo,1953).
Menurut Prof.Drs.R.Bintarto,1983 menyebutkan bahwa desa adalah
suatu hasil perpaduan antara kegiatan sekelompok manusia dengan
lingkungannya. Hasil dari perpaduan itu ialah suatu wujud atau kenampakan
di muka bumi yang ditimbulkan oleh unsur-unsur fisiografi, sosial, ekonomi
politik dan kultural yang saling berinteraksi antar unsur tersebut dan juga
dalam hubungannya dengan daerah-daerah lain.
Menurut Drs.Sapari Imam Asy’ari 1993:93 karakteristik desa meliputi:
1. Aspek morfologi, desa merupakan pemanfaatan lahan atau tanah oleh
penduduk atau masyarakat yang bersifat agraris, serta bangunan rumah
tinggal yang terpencar (jarang). Desa berhubungan erat dengan alam, ini
disebabkan oleh lokasi goegrafis untuk petani, serta bangunan tempat
tinggal yang jarang dan terpencar.
2. Aspek jumlah penduduk, maka desa didiami oleh sejumlah kecil
penduduk dengan kepadatan yang rendah.
3. Aspek ekonomi, desa ialah wilayah yang penduduk atau masyarakatnya
bermata pencaharian pokok di bidang pertanian, bercocok tanam atau
agrarian, atau nelayan.
7
4. Aspek hukum, desa merupakan kesatuan wilayah hukum tersendiri,
(P.J.M.Nas, 1979:28-29 dan Soetardjo,1984:16) dimana aturan atau nilai
yang mengikat masyarakat di suatu wilayah.Tiga sumber yang dianut
dalam desa, yakni:
a. Adat asli
Norma-norma yang dibangun oleh penduduk sepanjang sejarah dan
dipandang sebagai pedoman warisan dari masyarakat
b. Agama/kepercayaan
Sistem norma yang berasal dari ajaran agama yang dianut oleh warga
desa itu sendiri
c. Negara Indonesia
Norma-norma yang timbul dari UUD 1945, peraturan yang
dikeluarkan oleh pemerintah
5. Aspek sosial budaya, desa itu tampak dari hubungan sosial antar
penduduknya yang bersifat khas, yakni hubungan kekeluargaan, bersifar
pribadi, tidak banyak pilihan, dan kurang tampak adanya pengkotaan,
dengan kata lain bersifat homogeny, serta bergotong royong.
Aspek morfologi menurut Smith dan Zopf, 1970 adalah terdiri dari
lingkungan fisik desa dan pola pemukiman. Pola pemukiman berkaitan dengan
hubungan-hubungan keruangan (spatial) pemukiman (petani) antara satu den-
gan yang lain dan dengan lahan pertanian mereka.Secara umum ada 2 pola pe-
mukiman, yaitu :
1. Pemukiman penduduknya berdekatan satu sama lain dengan lahan per-
tanian berada di luar dan terpisah dari lokasi pemukiman,
2. Pemukiman penduduknya terpencar dan terpisah satu sama lain dan
masing-masing berada di dalam atau di tengah lahan pertanian
mereka.
Secara lebih rinci, Paul H Landis membedakan empat pola pemukiman,
yaitu The farm village type, The nebulous farm type, The arranged isolated
farm type, The pure isolated farm type.
8
4.2 Pola ekologi dan tipe desa
1. Pola ekologi desa
Menurut Drs.Sapari Imam Asy’ari,1993, pola lokasi desa adalah
pengaturan ruang lingkup desa, bagaimana pengaturan lahan untuk
perumahan dan pekarangan, serta penggunaan lahan untuk persawahan
atau perladangan, pertambakan, penggembalaan ternak, hutan lindung
dan sebagainya. Ukuran yang dijadikan pedoman bagi warga desa adalah
unsur-unsur kemudahan, keamanan, dan ada norma tertentu yang
bersifat budaya dan rohaniah yang harus diperhitungkan, dalam hal
pemilihan lokasi untuk rumah tinggal misalnya. Umumnya warga desa
menyatu dengan alam, dalam arti sering tergantung kepada keadaan alam
dan unsur kepercayaan yang sifatnya tahayul.
Drs.Sapari Imam Asy’ari 1993:109 mengemukakan bahwa desa
yang maju, memiliki tata ruang desa yang rapi, asri dan indah dipandang
mata, dengan deretan rumah dan pepohonan di kanan kiri jalan. Pola
lokasi desa pada umumnya menganut pola konsentris. Ada pusat desa
atau dusun, yang menurut sejarahnya sebagai cikal bakalnya. Jenis-jenis
pola lokasi desa yaitu pola melingkar, pola mendatar, pola konsentris,
pola memanjang jalur sungai atau jalan dan pola mendatar.
2. Tipe desa
a.Tipe desa menurut mata pencaharian (Yayuk Yuliati dan Mangku
Poernomo,2003:38):
1) Desa pertanian
Desa pertanian biasanya dilandasi oleh mayoritas pekerjaan dari
penduduknya adalah pertanian tanaman budidaya. Desa ini bias
pertanian lahan sawah dan tegal dengan karakteristik masing-
masing.
2) Desa peternakan
Desa peternakan merupakan desa dimana penduduknya
mempunyai mata pencaharian utama peternakan. Meski demikian
kenyataannya saat ini tidak ada satupun desa yang memiliki
9
homogenitas. Meski ada mata pencaharian lain namun, peternakan
tetap merupakan pencaharian utama
3) Desa industri
Desa yang memproduksi kebutuhan dan alat perlengkapan hidup.
b. Tipe desa menurut tingkat perkembangan desa (Drs.Sapari Imam
Asy’ari,1993:117):
1) Desa swadaya, yaitu desa yang belum mampu mandiri dalam
penyelenggaraan urutan rumah tangga sendiri, administrasi desa
belum terselenggara dengan baik dan LKMD belum berfungsi
dengan baik dalam mengorganisasikan dan menngerakkan peran
serta masyarakat dalam pembangunan desa secara terpadu.
2) Desa swakarya, yaitu desa setingkat lebih tinggi dari desa swadaya.
Pada desa swakarya ini, mulai mampu mandiri untuk
menyelenggarakan urusan rumah tangga sendiri, administrasi desa
sudah terselenggara dengan cukup baik dan LKMD cukup
berfungsi dalam mengorganisasikan dan menggerakkan peran serta
masyarakat dalam pembangunan secara terpadu.
3) Desa swasembada, yaitu desa yang telah mampu
menyelenggarakan urusan rumah tangga sendiri, administrrasi desa
sudah terselenggara dengan baik dan LKMD telah berfungsi dalam
mengorganisasikan serta mampu menggerakkan peran serta
masyarakat dalam pembanguanan secara terpadu.
Menurut Drs.Sapari Imam Asy’ari,1993:117, tipe desa ditentukan
berdasarkan pendekatan potensi dominan yang diolah dan dikembangkan
serta telah menjadi sumber penghasilan sebagian besar masyarakat desa.
Tipe desa meliputi 8 tipe, yaitu:
1. Tipe desa nelayan
2. Tipe desa persawahan
3. Tipe desa perladangan
4. Tipe desa perkebunan
5. Tipe desa peternakan
6. Tipe desa kerajinan/industri kecil
1
7. Tipe desa industri sedang dan besar
8. Tipe desa jasa dan perdagangan
4.3 Struktur masyarakat
Struktur adalah bagaimana bagian-bagian dari sesuatu berhubungan
satu dengan lain atau bagaimana sesuatu tersebut disatukan. Struktur adalah
sifat fundamental bagi setiap sistem (anonymous,2009).
Struktur adalah susunan atau cara sesuatu disusun atau dibangun.
Struktur masyarakat adalah konsep perumusan hubungan antar individu dalam
kehidupan masyarakat yang merupakan pedoman bagi tingkah laku individu
(Yayuk Yuliati dan Mangku Poernomo,2003).
Menurut Soedjono Soekanto 1997, kelembagaan social atau
kelembagaan kemasyarakatan adalah himpunan norma-norma atau segala
tindakan yang berkisar pada satu kebutuhan pokok manusia. Himpunan norma
tersebut ada dalam segala tindakan serta mengatur manusia untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya. Dengan kata lain, kelembagaan social terdiri dari
himpunan norma dengan keterkaitan yang erat dan sistematis membentuk
piranti untuk memenuhi kebutuhan manusia.
Koentjaraningrat mengatakan bahwa lembaga kemasyarakatan atau
pranata sosial merupakan suatu sistem norma khusus yang menata suatu
rangkaian tindakan berpola guna memenuhi kebutuhan manusia dalam
kehidupan bersama.
Lembaga-lembaga kemasyarakatan mempunyai kegunaan utama
sebagai alat pengamatan kemasyarakatan (social control), karena dengan
mengetahui adanya lembaga-lembaga itu setiap orang dapat mengatur
perilakunya menurut kehendak masyarakat. Sosial control bertujuan untuk
mencapai keadaan damai melalui keserasian antara stabilitas dengan
perubahan-perubahan masyarakat, atau suatu sistem pengendalian sosial
bertujuan untuk mencapai keadaan damai melalui keserasian antara kepastian
dengan keadilan/kesebandingan (Soekanto, 1997).
1
Adapun faktor-faktor yang memperkuat kelembagaan(Tim Teknis
Pusat Primatani,2007) yaitu:
1. faktor bertolak atas kenyataan yang ada, tiap masyarakat memilki jalannya
sendiri. Kondisi yang ada harus menjadi dasar pengembangan.
2. faktor kebutuhan, kebutuhan yang dibutuhkan oleh masyarakat.
3. faktor berpikir dalam kesisteman.
4. faktor partisipatif, seluruh keputusan dan aksi haruslah merupakan
kesepakatan semua pihak. Pembentukan kelembagaan yang didasarkan
atas keinginan dan kesadaran sendiri, tentu akan menumbuhkan rasa
memilki yang sesungguhnnya.
5. faktor efektifitas, kelmbagaan hanyalah alat, bukan tujuan.
6. faktor efisiensi, pertimbangan dalam memilih kelembagaan adalah
keefisienan. Apakah dengan membentuk satu lembaga baru akan lebih
murah, lebih mudah, dan lebih sederhana? Keefisienan mencakup dua
kategori, yaitu secara keseluruhan, atau secara bagian perbagian.
7. faktor telksibiltas, tidaka ada acuan baku. Bagaimana kelembagaan akan
dibentuk, harus sesuai dengan sumberdaya yang ada, kondisi yang
dihadapi, keinginan dan kebutuhan petani, serta kemampuan petugas
pelaksana.
8. faktor nilai tambah atau keuntungan. Opsi yang dipilih adalah yang
mampu memberikan nilai tambah atau keuntungan paling besar bagi
seluruh pelaku agribisnis yang terlibat, terutama pelaku di pedesaan.
9. faktor desenralisasi setiap sel akan/dalam sistem harus beroperasi dengan
kewenangan cukup, sehingga beraktifitasnya dapat berkembang optimal.
10. faktor keberlanjutan pada akhirnya model harus mampu membangun
kekuatannya sendiri dari dalam. Ia akan tetap mampu beroperasi,
meskipun input atau dukungan dari luar berkurang.
1
4.4 Kebudayaan masyarakat
1. Pengertian kebudayaan
Budaya atau kebudayaan bersal dari bahasa sansekerta yaitu
buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal)
diartiakan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia.
Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yaitu mengolah atau
mengerjakan, bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani.
Menurut E.B.Tylor (1871), memberikan definisi kebudayaan yaitu
kebudayaan adalah kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan,
kesenian, moral, hukum, adat istiadat dan lain kemampuan-kemampun
serta kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai angota
masyarakat. Menurut Selo Sumardjan dan Soelaiman Soemardi,
kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat.
Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai
kebudayaan yaitu sistem pengetahuan yang meliputi sistem ide atau
gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan
sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak.
2. Unsur-unsur kebudayaan
Melville J.Herskovits menyebutkan kebudayaan memilki empat
unsur pokok yaitu alat-alat teknologi, sistem ekonomi, keluarga dan
kekuasaan politik. Bronislaw Malinowski mengatakan ada empat unsur
pokok yang meliputi:
a. sistem norma yang memungkinkan kerjasama antara para anggota
masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan alam sekelilingnya.
b. organisasi ekonomi
c. alat-alat lembaga-lembaga atau petugas-petugas untuk pendidikan
(keluarga adalah lembaga pendidikan utama)
d. organisasi kekuatan (politik)
1
3. Wujud-wujud kebudayaan
Menurut J.J.Hoenigman, wujud kebudayaan sebagai berikut:
a. Gagasan (wujud ideal)
Wujud ideal kebudayaan adalah kebudayaan yang berbentuk
kumpulan ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan, dan
sebagainya yang sifatnya abstrak; tidak dapat diraba atau disentuh.
Wujud kebudayaan ini terletak dalam kepala-kepala atau di alam
pemikiran warga masyarakat. Jika masyarakat tersebut menyatakan
gagasan mereka itu dalam bentuk tulisan, maka lokasi dari kebudayaan
ideal itu berada dalam karangan dan buku-buku hasil karya para
penulis warga masyarakat tersebut.
b. Aktivitas (tindakan)
Aktivitas adalah wujud kebudayaan sebagai suatu tindakan berpola
dari manusia dalam masyarakat itu. Wujud ini sering pula disebut
dengan sistem sosial. Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas-aktivitas
manusia yang saling berinteraksi, mengadakan kontak, serta bergaul
dengan manusia lainnya menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan
adat tata kelakuan. Sifatnya konkret, terjadi dalam kehidupan sehari-
hari, dan dapat diamati dan didokemntasikan.
c. Artefak (karya)
Artefak adalah wujud kebudayaan fisik yang berupa hasil dari
aktivitas, perbuatan, dan karya semua manusia dalam masyarakat
berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba, dilihat, dan
dikomentasikan. Sifatnya paling konkret diantara ketiga wujud
kebudayaan.
Dalam kenyataan kehidupan bermasyarakat, antara wujud
kebudayaan yang satu tidak bisa dipisahkan dari wujud kebudayaan yang
lain. Sebagai contoh: wujud kebudayaan ideal mengatur dan memberi arah
kepada tindakan (aktivitas) dan karya (artefak) manusia.
1
4. Komponen kebudayaan
Berdasarkan wujud kebudayaan tersebut, kebudayaan dapat
digolongkan atas dua komponen utama:
a. Kebudayaan material
Kebudayaan material mengacu pada semua ciptaan masyarakat
yang nyata, konkret. Termasuk dalam kebudayaan material ini adalah
temuan-temuan yang dihasilkan dari suatu penggalian arkeologi:
mangkuk tanah liat, perhiasan, senjata, dan seterusnya. Kebudayaan
material juga mencakup barang-barang seperti televisi, pesawat
terbang, stadion olahraga, dll.
b. Kebudayaan non-material
Kebudayaan non-material adalah ciptaan-ciptaan abstrak yang
diwariskan dari generasi ke generasi, misalnya berupa dongeng, cerita
rakyat, dan lagu atau tarian tradisional.
5. Hubungan antar unsur-unsur kebudayaan
a. Teknologi merupakan salah satu komponen kebudayaan
Teknologi menyangkut cara-cara atau teknik memproduksi,
memakai, serta memelihara segala peralatan dan perlengkapan.
Teknologi muncul dalam cara-cara manusia mengorganisasikan
masyarakat, dalam cara-cara mengekspresikan rasa keindahan, atau
dalam memproduksi hasil-hasil kesenian. Masyarakat kecil yang
berpindah-pindah atau masyarakat pedesaan yang hidup dari pertanian
paling sedikit mengenal delapan macam teknologi tradisional, yaitu:
alat-alat produktif, senjata, wadah, alat-alat menyalakan api, makanan,
pakaian, tempat berlindung dan perumahan, serta alat-alat transportasi.
b. Sistem mata pencaharian hidup
Perhatian para ilmuwan pada sistem mata pencaharian ini terfokus
pada masalah-masalah mata pencaharian tradisionalnya saja seperti
berburu, beternak, bercocok tanam di ladang dan menangkap ikan.
1
c. Sistem kekerabatan dan organisasi sosial
Sistem kekerabatan merupakan bagian yang sangat penting dalam
struktur sosial. M.Fortes mengemukakan bahwa sistem kekerabatan
suatu masyarakat dapat dipergunakan untuk menggambarkan struktur
sosial dari masyarakat yang bersangkutan. Kekerabatan adalah unit-
unit sosial yang terdiri dari beberapa keluarga yang memiliki
hubungan darah atau hubungan perkawinan.
Organisasi sosial adalah perkumpulan sosial yang dibentuk oleh
masyarakat, baik yang berbadan hukum, yang berfungsi sebagai sarana
partisipasi masyarakat dalam pembangunan bangsa dan negara.
Sebagai makhluk yang selalu hidup bersama-sama, manusia
membentuk organisasi sosial untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu
yang tidak dapat mereka capai sendiri.
d. Bahasa
Bahasa adalah alat atau perwujudan budaya yang digunakan
manusia untuk saling berkomunikasi atau berhubungan, baik lewat
tulisan, lisan, ataupun gerakan debgan tujuan menyampaikan maksud
hati atau kemauan kepada lawan bicaranya atau orang lain. Melalui
bahasa, manusia dapat menyesuaikan diri dengan adar istiadat.
Bahasa memiliki beberapa fungsi yang dapat dibagi menjadi fungsi
umum dan fungsi khusus. Fungsi bahasa secara umum adalah sebagai
alat untuk berekspresi, berkomunikasi, dan alat untuk mengadakan
integrasi dan adaptasi sosial. Sedangkan secara fungsi bahasa secara
khusus adalah untuk mengadakan hubungan dalam pergaulan sehari-
hari, mewujudkan seni (sastra ), mempelajari naskah-naskah kuno, dan
untuk mengeksploitasu ilmu pengetahuan dan teknologi.
e. Kesenian
Kesenian mengacu pada pada nilai keindahan yang berasal dari
ekspresi hasrat manusia akan keindahan yang dinikmati dengan mata
ataupun telinga.
1
f. Sistem kepercayaan
Keyakinan akan adanya penguasa tertinggi dari sistem jagad raya
ini, yang juga mengendalikan manusia sebagai salah satu bagian jagad
raya. Sehubungan dengan itu, baik secara individual maupun hidup
masyarakat, manusia tidak dapat dilepaskan dari religi atau sistem
kepercayaan kepada penguasa alam semesta.
4.5 Perubahan sosial
Menurut Merton,1957:1964; perubahan sosial adalah perubahan prilaku
sosial masyarakat yang merupakan fungsi manifestasi dari satu rekayasa
sosial lewat upaya pembangunan yang dilambangkan abtau diwujudkan
dalam kegiatan industrialisasi menuju satu masyarakat modern.
Perubahan sosial adalah masyarakt berubah dari pola hidup tradisional
kepada pola hidup yang lebih modern (Larson dan Roger, 1964). Menurut
Drs.Sahat Simamora, 1983 mengemukakan perubahan sosial adalah setiap
perubahan yang terjadi dalam struktur masyarakat atau perubahan dalam
organisasi sosial masyarakat.
Hirschman mengatakan bahwa kebosanan manusia sebenarnya
merupakan penyebab dari perubahan. Tiga faktor yang dapat mempengaruhi
peruhan sosial yaitu tekanan kerja dalam masyarakat, keefektifan
komunikasi dan perubahan lingkungan alam.
Aspek-aspek perubahan sosial:
1. Urbanisai, ialah bentu khusus proses modernisasi atau proses pengkotaan
(proses mengkotanya suatu daerah/desa); proporsi penduduk yang tinggi
di kota di banding dengan yang tinggal di desa. Perpindahan atau
pergeseran penduduk dari desa ke kota.
2. Perubahan kultural, perubahan kebudayaan masyarakat desa dari pola
tradisional menjadi modern. Dala hal ini yang dimaksud adalah
kebudayaan yang awalnya bersifat tradisional, mulai dari alat yang
digunakan, ideologi pendidikan, sedikit demi sedikit menjadi
berkembang ke arah yang lebih modern.
1
3. Perubahan struktural, bagian dari seesuatu hal berhubungan satu dengan
yang lain atau bagaimana sesuatu tersebut disatukan. Dengan kata lain,
mengalami perubahan sifat fundamental bagi setiap sistem.
4. Perubahan lembaga/kelembagaan, jika suatu masyarakat menginginkan
suatu kebutuhan baru dan beragam, maka secara otomatis lembaga lama
tidak akan berfungsi lagi.
5. Perubahan dan pembangunan di bidang pertanian, artinya perubahan
tersebut tidak lepas dari perubahan yang ada di dunia ini, khusunya
dalam bidang IPTEK yang menunjang peningkatan dalam sektor
pertanian.
1
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Identitas Responden
No. Nama Umur W/P Tingkat Status Pekerjaan
(thn) Pendidikan Utama Sampingan
1 Karsi 65 P SR Kawin Buruh Tani
2 Suparto 57 P SD Kawin Petani Peternak
3 Wasiah 50 W SD Kawin Petani
4 Nur 49 W SD Kawin Petani
5 Soemardi 54 P SLTA Kawin Petani Peternak
Kasun Penambak Ikan
5.2 Karakteristik Desa
1. Aspek Morfologi
Menurut Drs.Sapari Imam Asy’ari 1993:93 dalam aspek morfologi,
desa merupakan pemanfaatan lahan atau tanah oleh penduduk atau
masyarakat yang bersifat agraris, serta bangunan rumah tinggal yang
terpencar (jarang). Desa berhubungan erat dengan alam, ini disebabkan
oleh lokasi goegrafis untuk petani, serta bangunan tempat tinggal yang
jarang dan terpencar.Jadi dapat dikatakan bahwa aspek morfologi meliputi
lingkungan fisik desa dan pola pemukiman.
Aspek morfologi menurut Smith dan Zopf, 1970 adalah terdiri dari
lingkungan fisik desa dan pola pemukiman. Pola pemukiman berkaitan
dengan hubungan-hubungan keruangan (spatial) pemukiman (petani) an-
tara satu dengan yang lain dan dengan lahan pertanian mereka.Secara
umum ada 2 pola pemukiman, yaitu :
a. Pemukiman penduduknya berdekatan satu sama lain dengan lahan per-
tanian berada di luar dan terpisah dari lokasi pemukiman.
b. Pemukiman penduduknya terpencar dan terpisah satu sama lain dan
masing-masing berada di dalam atau di tengah lahan pertanian
mereka.
Secara lebih rinci, Paul H Landis membedakan empat pola
pemukiman, yaitu The farm village type, The nebulous farm type, The
arranged isolated farm type, The pure isolated farm type.
1
Dusun Mojorejo memiliki bentuk topografi berupa hamparan
(datar). Dengan bentuk topografi semacam ini, sangat cocok untuk daerah
pertanian khususnya menjadi lahan persawahan . Dusun Mojorejo sendiri
memiliki luas lahan untuk pertanian sekitar 54 ha dan lahan untuk pemuki-
man sekitar 126 Ha, dengan pola lahan pemukiman yang terpisah dengan
lahan pertanian. Sistem pertanian yang diterapkan adalah menetap.
Pola pemukiman menurut Smith dan Zopf, dusun Mojorejo terma-
suk dalam pola pemukiman penduduknya berdekatan satu sama lain den-
gan lahan pertanian berada di luar dan terpisah dari lokasi pemukiman.
Menurut Paul H Landis, pola pemukiman dusun Mojorejo termasuk The
farm village type.
2. Aspek jumlah penduduk
Aspek jumlah penduduk, maka desa didiami oleh sejumlah kecil
penduduk dengan kepadatan yang rendah (Drs.Sapari Imam Asy’ari
1993:93). Dari data yang kami peroleh dari Bapak Soemardi yang
merupakan kepala dusun Mojorejo, menyebutkan bahwa desa ini memiliki
8 RT dan 2 RW dan di dalamnya termasuk penduduk yang jumlahnya
mencapai 2700 jiwa serta 526 kepala keluarga. Menurut pernyataan Pak
Soemardi selaku kepala dusun mojorejo bahwa penduduk di dusunnya
bermayoritas telah mengikuti progam KB, maka tidak heran setiap
keluarga memiliki rata-rata 2-3 anak.. Program KB ini banyak diikuti oleh
warga karena adanya kesadaran bahwa mempunyai anak lebih dari dua
mengakibatkan pengeluaran yang cukup besar.
3. Aspek Ekonomi
Aspek ekonomi, desa ialah wilayah yang penduduk atau
masyarakatnya bermatapencaharian pokok di bidang pertanian, bercocok
tanam atau agrarian, atau nelayan (Drs.Sapari Imam Asy’ari 1993:93).
Sebagian masyarakat desa hidup dalam kesederhanaan. Hal ini
terjadi karena secara finansial memang tidak mampu. Umumnya mata
pencaharian di desa adalah sebagai petani, sama halnya di dusun
Mojorejo, sekitar 90 % sebagian besar penduduknya bermata pencaharian
sebagai petani dan 10 % bekerja dalam pekerjaan lain, seperti berdagang,
2
PNS, Polri dan lain-lain. Sesuai yang di utarakan Bapak Soemardi,tingkat
kesejahteraan penduduk di desa ini masih tergolong rendah, karena
sebagian besar penduduk yang bermata pencaharian sebagai buruh petani
hanya dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari dengan gaji yang seadanya,
sebagai contoh, gaji untuk buruh petani laki-laki adalah Rp.15.000,-/hari
dan buruh petani wanita adalah Rp.10.000,-/hari dengan pengeluaran yang
tidak menentu.
4. Aspek Hukum
Aspek hukum, desa merupakan kesatuan wilayah hukum tersendiri,
(P.J.M.Nas, 1979:28-29 dan Soetardjo,1984:16) dimana aturan atau nilai
yang mengikat masyarakat di suatu wilayah.
Dusun Mojorejo ini menganut 3 jenis hukum yang berbeda,
hukum-hukum itu adalah ;
a. Hukum adat
Hukum adat merupakan hukum yang tidak tertulis, namun
mempunyai kekuatan mengikat yang cukup kuat. Adapun sanksi
apabila melanggar hukum ini adalah sanksi moral dari masyarakat,
serta mungkin ada sanksi lain yang disepakati oleh warga itu sendiri,
maksudnya warga akan cenderung memusuhi atau setidaknya
mengucilkan orang yang melanggarnya. Seperti yang dituturkan olah
Bapak Soemardi, sabagai contoh ada orang yang tertangkap basah
sedang ”Kumpul Kebo” , maka warga desa akan beramai-ramai
mengarak keduanya keliling desa dan nantinya pelaku kumpul kebo ini
akan dikenai denda sesuai kesepakatan warga.
b. Hukum Syari’ah atau hukum Syarat
Sebagian besar penduduk desa ini yaitu sekitar 98% adalah
pemeluk agama islam, jadi warga desa ini juga menggunakan hukum
islam dalam kehidupan sehari-harinya untuk melaksanakan
kehidupan.. Sanksi dari hukum ini bukan manusia atau warga yang
memutuskan namun sanksi ini datangnya dari Tuhan sendiri.
2
c. Hukum Negara
Hukum negara adalah hukum yang mencakup suatu teritori
yang jauh lebih luas dari desa. Dan hukum ini patut ditaati oleh siapa
saja yang berada dalam wilayah tersebut. Hukum ini dibuat oleh
pemerintah, dan sanksi yang didapat juga berasal dari pemerintah.
Dusun ini masih termasuk dalam kawasan teritorial Indonesia, jadi
semua penduduk di desa ini juga harus mematuhi hukum yang dibuat
oleh pemerintah tersebut. Sebagai contoh yang diberikan olah kepala
dusun mojorejo, Pak Soemardi mengatakan ”kalau ada maling yang
berasal dari warga saya, saya akan beri peringatan terlebih dahulu, bila
dia mengulangi perbuatannya lagi, maka warga akan
menyerahkannnya ke pihak berwajib”.
5. Aspek Sosial Budaya
Menurut Drs.Sapari Imam Asy’ari 1993:93, aspek sosial budaya,
desa itu tampak dari hubungan sosial antar penduduknya yang bersifat
khas, yakni hubungan kekeluargaan, bersifat pribadi, tidak banyak pilihan,
dan kurang tampak adanya pengkotaan, dengan kata lain bersifat
homogen, serta bergotong royong. Di dusun Mojorejo, sosial budaya yang
terjadi masih sangat kental, contohnya gotong royong.
5.3 Pola ekologi desa atau tipe desa
Menurut Drs.Sapari Imam Asy’ari,1993, pola lokasi desa adalah
pengaturan ruang lingkup desa, bagaimana pengaturan lahan untuk
perumahan dan pekarangan, serta penggunaan lahan untuk persawahan atau
perladangan, pertambakan, penggembalaan ternak, hutan lindung dan
sebagainya. Drs.Sapari Imam Asy’ari 1993:109 mengemukakan bahwa desa
yang maju, memiliki tata ruang desa yang rapi, asri dan indah dipandang
mata, dengan deretan rumah dan pepohonan di kanan kiri jalan. Pola lokasi
desa pada umumnya menganut pola konsentris. Jenis-jenis pola lokasi desa
yaitu pola melingkar, pola mendatar, pola konsentris, pola memanjang jalur
sungai atau jalan dan pola mendatar (Drs.Sapari Imam Asy’ari,1993).
2
Dusun Mojorejo ini merupakan desa pertanian dimana letak lahan untuk
persawahan terpisah dengan lahan pemukiman dan sebagian besar warganya
bekerja sebagai petani. Dan apabila dilihat dari pola lokasi desanya, desa ini
termasuk dalam desa yang memiliki ”pola mendatar”, pola mendatar adalah
pola dimana desa dengan wilayah lahan yang berbebentuk persegi serta
jalannya membentuk 2 sumbu simetri dan dusun-dusunnya terletak pada sisi
masing-masing perpotongan jalan desa tersebut. Desa ini memiliki jalan-jalan
yang membentuk sumbu simetri, walaupun bentuk desa tidak benar-benar
berbentuk persegi, namun bentuknya paling mendekati bentuk ini, dan yang
paling mendekati kriteria dalam pola desa mendatar. Pola ekologi desa tidak
hanya tentang bentuk atau tipe desa, tapi juga berkaitan tentang tingkat
perkembangan desa itu sendiri.
Ditinjau dari tingkat perkembangan desa atau kemandirian desa, desa
ini tergolong dalam “desa swakarsa”. Desa swakarsa adalah desa yang mulai
mampu melaksanakan pemerintahannya sendiri serta desa yang mempunyai
landasan untuk berkembang menjadi lebih baik daripada sebelumnya.
Penggolongan desa ini ke dalam desa swakarsa didasarkan pada 2 faktor
utama yaitu kemampuan dalam bidang ekonomi pada khususnya dan juga
dilihat dari kemampuan desa untuk melaksanakan peneyelenggaraan desanya
sendiri. Dalam bidang pemerintahan, menurut Bapak Soemardi sebagai
kepala dusun, di desa ini sudah sering diadakan rapat desa secara rutin.
Namun mengapa dusun ini masih digolongkan dalam desa swakarsa, hal ini
dapat dilihat dari aspek ekonominya, desa ini belum mampu menyelesaikan
masalah ekonominya dengan baik. Bahkan menurut Bapak Soemardi tingkat
perokonomian desa ini masih dibawah rata-rata. Itulah menagapa sebabnya
dusun Mojorejo ini tergolong dalam desa swakarsa.
2
5.4 Struktur masyarakat desa
Struktur adalah susunan atau cara sesuatu disusun atau dibangun.
Struktur masyarakat adalah konsep perumusan hubungan antar individu dalam
kehidupan masyarakat yang merupakan pedoman bagi tingkah laku individu
(Yayuk Yuliati dan Mangku Poernomo,2003).
Struktur masyarakat adalah konsep perumusan hubungan antar
individu dalam kehidupan masyarakat yang merupakan pedoman bagi
tingkah laku individu. Struktur masyarakat di dusun Mojorejo telah berjalan
dengan baik, dengan adanya seorang pemimpin yang berfungsi mengarahkan
anggotanya agar menjadi baik, seperti adanya kepala dusun, ketua kelompok
tani. Dengan adanya seorang pemimpin, permasalahan yang ada dapat
dipecahkan secara bersama-sama.
Dalam struktur masyarakat di dusun Mojorejo, struktur biologis (laki-
laki, perempuan dan usia tua/muda) mempengaruhi dalam kehidupan sosial
bermasyarakat dimana adanya saling menghormati dan kaum muda
melakukan sesuatu berasal dari kaum tua. Untuk pekerjaan sendiri, laki-laki,
perempuan dan usia tua/muda tidak ada pembatasan untuk bekerja karena
mereka bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Menurut Soedjono Soekanto 1997, kelembagaan social atau
kelembagaan kemasyarakatan adalah himpunan norma-norma atau segala
tindakan yang berkisar pada satu kebutuhan pokok manusia. Himpunan
norma tersebut ada dalam segala tindakan serta mengatur manusia untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya. Dengan kata lain, kelembagaan social terdiri
dari himpunan norma dengan keterkaitan yang erat dan sistematis
membentuk piranti untuk memenuhi kebutuhan manusia. Kelembagaan di
dusun Mojorejo dapat dilihat dengan adanya kelompok tani Sri Mulya I,
dimana dalam kelembagaan tersebut, masyarakat petani sebagai anggotanya
merasa sangat terbantu.
2
STRUKTUR PERANGKAT DESA PENDEM
Peranan:
Kades : bertugas memantau/mengawasi dan menata jalannya desa
Sekdes : membantu ketua dalam menjalankan tugas-tugasnya
Kaur umum : bertugas/mengawasi keseluruhan tugas para kaur yang ada di
desa pendeem
Kaur kesra : bertugas dalam sarana prasarana yang ada di desanya
Kaur keuangan : mengatur/mencatat pengeluaran dan pemasukan
uang/dana yang ada di desa Pendem
Kaur pemerintahan : menata struktur desa Pendem
Kaur ekbang : mengatur ekonomi dan pembangunan
Kasun : memimpin dusunnya dan pembantu segala bidang dari kepala
desa.
SEKDES
KAUR EKBANG
KAUR KESRA
KAUR KEUANGAN
KAUR UMUM KAUR PEMERINTAHAN
KASUN:SOEMARDI
STUKITMISKAN
AGUS
KEPALA DESA
2
STRUKTUR PERANGKAT KELOMPOK TANI SRI MULYA I
Peranan :
Ketua : bertugas memantau/mengawasi dan menata jalannya
pengelolaan dalam kelompok tani Sri Mulya I
Sekretaris : mencatat/mendata kegiatan pengelolaan yang ada
dalam kelompok tani Sri Mulya I
Bendahara : mengurus keuangan kelompok tani.
5.5 Kebudayaan Masyarakat Dusun Mojorejo
Kebudayaan masyarakat dusun ini dapat dilihat dari segi unsur-unsur
kebudayaan itu sendiri,dimana unsur-unsur kebudayaan itu meliputi :
a. mata pencaharian
b. sistem pengetahuan
c. sistem religi
d. kesenian
e. bahasa
f. hukum
g. peralatan dan perlengkapan hidup,dan
h. sistem kemasyarakatan
KETUA KELOMPOKH.SOLICHIN
BENDAHARASUPRIANTO
SEKRETARISSUPRIANTO
ANGGOTA KELOMPOK
2
Mata pencaharian adalah salah satu unsur unsur budaya yang penting.
Karena dengan adanya mata pencaharian setiap orang bisa menghasilkan
sesuatu untuk menghidupi diri mereka sendiri ataupun keluaraganya. Mata
pencaharian bisa bermacam-macam jenisnya. Pada masyarakat desa mata
pencaharian umumnya tergantung pada letak atau keadaan georafis desa
tersebut. Misalnya desa yang terletak di daerah pantai, mata pencahariannya
sudah pasti sebagai nelayan. Untuk daerah dataran tinggi cocok untuk daerah
pertanian ataupun perkebunan, dan dataran rendah cocok untuk daerah
pertanian. Sedangkan untuk dusun Mojorejo ini terletak di daerah dataran
rendah sehingga cocok sebagai lahan pertanian. Sebagian besar penduduk di
Dusun Mojorejo bermata pencaharian sebagai petani,yaitu ±90%. Disamping
itu mereka juga memiliki pekerjaan sampingan yakni beternak, tambak ikan
nila dan pedagang asongan. Pekerjaan ini juga merupakan kerja sama antara
warga Dusun Mojorejo dengan pemerintah. Untuk tambak ikan nila baru
berjalan kurang dari satu tahun.Mereka menjualnya mulai dari bibit ikan
sampai ikan yang berukuran dewasa.Untuk pembuatan tambak ikan ini
memerlukan ukuran ± 20x10 dibagi menjadi 4 petak.Dalam 1
tahunnya,mereka dapat memanen ±4 kali.Mereka menjual induk ikan nila
yang berumur tujuh bulan seharga Rp.7000. Sedangkan untuk yang berumur 2
minggu dijual seharga Rp.250.Untuk ternak kelinci,mereka menjual kelinci
yang berumur 1 bulan seharga Rp.11.000.Sedangkan yang berukuran
besar/dewasa seharga Rp.70.000-Rp.90.000.
Di setiap kebudayaan yang ada, dimanapun daerahnya, pasti
mengetahui ilmu pengetahuan. Pengetahuan itu bisa mencakup banyak hal,
dalam konteks ini pengetahuan tersebut menyangkut pengetahuan tentang
pertanian di dusun Mojorejo. Pengetahuan itu didapat turun-temurun dari
nenek moyang mereka. Pengetahuan itu berupa bagaimana cara mengolah
tanah dengan benar, bagaimana cara perawatan tanaman yang baik dan sistem
panennya serta bagaimana atau kapan memulai musim tanam yang
disesuaikan dengan keadaan musimnya. Pengetahuan itu juga tidak lepas dari
pendidikan, karena pengetahuan itu bisa diajarkan dari proses yan dinamakan
pendidikan. Dalam bidang pendidikan, pada dasarnya sama dengan desa-desa
2
lainnya yang rata-rata hanya lulusan dari SMP atau SMA. Hal ini dikarenakan
selain faktor ekonomi hal yang mempengaruhi adalah faktor lokasi, lokasi dari
desa Mojorejo yang jauh dari kota ataupun pusat pendidikan. Oleh karena itu
apabila ada penduduk yang ingin bersekolah, akan mengalami kesulitan dalam
hal transportasi. Kalau adapun penduduk yang meneruskan sekolah maka
mereka harus mengeluarkan biaya lebih untuk ongkos alat transportasi.
Sebagian dari mereka tidak meneruskan pendidikan karena mereka lebih
memilih untuk langsung bekerja, adapun sebagian wanita memutuskan untuk
langsung menikah. Ada juga sebagian penduduk yang meneruskan pendidikan
sampai bangku kuliah namun jumlah hanya sedikit, tidak lebih dari 15 orang.
Sistem religi juga merupakan salah satu unsur budaya. Sistem religi adalah
sistem kepercayaan masyarakat terhadap Tuhan. Tanpa adanya agama suatu
masyarakat tidak akan bisa tertata dengan baik dan tidak teratur, karena dalam
agama diajarkan bagaimana manusia itu menjalankan hidupnya dengan baik.
Bayangkan kalau dalam suatu kebudayaan tidak ada unsur religi yang
mengatur hidup manusianya. Bisa dipastikan kebudayaan itu menjadi suatu
budaya yang buruk..
Dalam bidang agama atau religi, kami menemukan data sebagai
berikut, sekitar 98% penduduk Mojorejo beragama Islam dan sisanya sekitar
2% beragama Kristen dan Budha. Penduduk desa Mojorejo merupakan
penduduk yang religius hal ini dikarenakan di desa ini terdapat 2 buah pondok
pesantren.
Kesenian merupakan aspek penting dalam kehidupan masyarakat.
Kesenian adalah suatu wadah atau sarana bagi manusia untuk menyalurkan
kreatifitasnya. Kesenian juga bisa menjadi hiburan bagi masyarakat yang
mungkin jenuh dalam menjalani kehidupan sehari-harinya. Kesenian itu terdiri
dari banyak macam, ada seni suara, seni tari, seni musik, dsb. Pada umumnya
di sebuah desa mempunyai kesenian-kesenian tradisional, sama halnya dengan
dusun Mojorejo, dusun ini mempunyai beberapa kesenian tradisional
diantaranya kesenian Kuda Lumping yang mempunyai jadwal latihan 2 kali
dalam sebulan, kesenian Terbang Jidor, kesenian ini sangat kental dengan
2
budaya islam, kesenian ini merupakan sejenis kesenian rebana yang banyak
dikenal oleh masyarakat luas. Ada juga kesenian lain yang mirip dengan
kesenian semacam ini, penduduk desa ini menyebutnya dengan kesenian
Pancaran. Ada lagi sejenis kesenian unik yang di mainkan oleh kaum
perempuan desa ini, kesenian ini disebut Bantengan. Seperti kebanyakan desa
di Jawa Timur pada umumnya, dusun ini juga mengenal kesenian Campur
Sari. Campur Sari adalah semacam lantunan nyanyian lagu-lagu daerah khas
dari suku Jawa. Selain itu ada juga kesenian yang sangat terkenal, bahkan ada
negara lain yang mengklaim kesenian ini, padahal kesenian ini merupakan
kesenian asli Indonesia, kesenian itu disebut Wayang Kulit. Desa ini pun juga
mempunyai kelompok Orkes Melayu dan sebagai musik rakyat kesenian ini
merupakan idola warga sekitar. Dalam bidang budaya masyarakat, desa ini
mempunyai budaya unik yang mirip dengan budaya Kraton Jogjakarta atau
Kraton Solo. Biasanya pada peringatan tahun baru Hijriyah, kraton di Jogja
ataupun di Solo mengadakan kirap tumpeng. Di dusun ini pun juga
mengadakan tradisi tersebut, tradisi kirap tumpeng sudah menjadi tradisi turun
temurun di desa ini.
Bahasa adalah suatu sarana atau alat untuk berkomunikasi dengan
orang lain. Bahasa dinilai sangat penting dalam kehidupan, dengan adanya
bahasa setiap orang bisa menyampaikan informasi kepada yang lainnya.
Tanpa adanya bahasa bisa dipastikan masyarakat akan sulit dalam
berkomunikasi. Terkadang kesalah pahaman dalam mengartikan bahasa bisa
berpengaruh buruk dalam masyarakat ataupun salah dalam menyampaikan
komunikasi. Jadi bahasa merupakan suatu yang sangat penting dalam
kehidupan bermasyarakat. Dalam penelitian di dusun ini dapat diketahu bahwa
mayoritas penduduk dusun ini menggunakan bahasa Jawa dalam kehidupan
sehari-harinya. Dan sebagian besar penduduk juga menguasai bahasa
Indonesia. dengan baik.
2
Hukum adalah suatu yang mengatur kehidupan bermasyarakat. Hukum
menjadi sangat penting keberadaanya bila dirasa kehidupan masyarakat sudah
tidak teratur tanpa adanya kendali. Dan disini peran hukum untuk
mengendalikan masyarakat tersebut. Hukum bisa berbentuk hukum tertulis
(Undang-undang Dasar), dan hukum yang tidak tertulis (hukum adat). Bila
ditinjau dalam bidang hukum, desa ini menganut hukum yang berlaku di
Indonesia secara umumnya. Namun hukum adat juga tetap berlaku di
masyarakat. Di desa ini mempunyai aturan tertentu bagi warganya, misalnya
jika ada salah satu warga menjadi pencuri di desa sendiri, warga tidak
langsung menyerahkannya ke pihak berwajib, namun warga masih memberi
sedikit toleransi, toleransi itu berupa nasehat untuk tidak mengulanginya lagi,
kalau nantinya orang itu mengulanginya lagi, baru warga desa membawanya
ke pihak yang berwajib. Berbeda halnya jika pencuri itu berasal dari desa atau
daerah lain, bila ketahuan sekali mencuri di desa ini, maka warga langsung
membawanya ke pihak yang berwajib tanpa ada toleransi. Begitulah hukum
adat di setiap daerah pasti berbeda dan juga dipegang teguh Begitu juga di
desa ini, namun di samping itu mereka juga memegang teguh hukum yang
berlaku di indonesia. Selain hukum-hukum di atas, penduduk desa ini juga
berpegang pada hukum agama. Karena mayoritas penduduk adalah
muslim,maka mereka jua menggunakan hukum islam dalam kehidupan sehari-
harinya.
Dalam kehidupan masyarakat, masyarakat pasti mengenal akan adanya
peralatan atau perlengkapan hidup. Perlengkapan hidup ini sangat penting
karena dapat memberi kemudahan dalam menjalani hidup. Perlengkapan itu
dapat berbentuk apa saja misalnya, pakaian, alat-alat rumah tangga, alat- alat
produksi, perumahan, dsb. Sedangkan perlengkapan itu bisa digolongkan
menjadi peralatan tradisional dan modern. Di dusun Mojorejo ini
penduduknya menggunakan peralatan tradisioan dan modern . Pada umumnya
alat-alat modern itu adalah alat-alat rumah tangga, misalnya penggunaan
kompor gas, rice cooker dsb. Namun pada alat-alat pertanian kebanyakan
masih menggunakan alat-alat tradisional, misalnya cangkul, sabit, dsb. Ada
3
juga yang menggunakan alat-alat modern seperti traktor untuk mengolah
tanah.
Pola pikir dari masyarakat dusun Mojorejo sebagai contoh adalah
berbentuk kumpulan ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan, dan
sebagainya yang sifatnya abstrak; tidak dapat diraba atau disentuh. Wujud
kebudayaan ini terletak dalam kepala-kepala atau di alam pemikiran warga
masyarakat dusun mojorejo. Contoh pola pikir masyarakat dusun Mojorejo
adalah adanya hukum adat yang masih mereka pegang. Pola bertindak dari
masyarakat dusun Mojorejo adalah pelaksanaan dari ide yang telah mereka
dapatkan, seperti menanam padi dengan jarak tanam yang telah ditentukan
karena mereka tahu akan mendapatkan hasil panen yang lebih baik
dibandingkan dengan jarak tanam yang biasanya. Hasil dari dua pola
sebelumnya, maka dihasilkan suatu artefak atau karya dimana merupakan
wujud kebudayaan fisik berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba,
dilihat dan didokumentasikan, seperti adanya traktor yang digunakan oleh
masyarakat dusun Mojorejo dalam pengolah lahan. Wujud kebudayaan
masyarakat dusun Mojorejo ini cenderung ke arah rasional.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi pola pikir/pola sikap
masyarakat dusun Mojorejo adalah faktor lingkungan alam dan faktor sosial.
Faktor lingkungan alam sendiri berpengaruh kepada ide-ide apa yang akan
dilakukan dengan alam yang ada, seperti pengolahan tanah, air dan
sebagainya. Faktor sosial yang mempengaruhi seperti interaksi dalam
masyarakat, organisasi dan lain-lain
5.6 Perubahan sosial
Menurut Merton,1957:1964; perubahan sosial adalah perubahan prilaku
sosial masyarakat yang merupakan fungsi manifestasi dari satu rekayasa sosial
lewat upaya pembangunan yang dilambangkan abtau diwujudkan dalam
kegiatan industrialisasi menuju satu masyarakat modern. Perubahan sosial
adalah masyarakat berubah dari pola hidup tradisional kepada pola hidup yang
lebih modern (Larson dan Roger, 1964).
3
Perubahan sosial adalah sebuah gejala berubahnya struktur sosial
dalam suatu masyarakat. Perubahan sosial merupakan gejala umum yang
terjadi sepanjang masa dalam setiap masyarakat. Perubahan itu terjadi sesuai
dengan hakikat dan sifat dasar manusia yang selalu ingin mengadakan
perubahan. Hirschman mengatakan bahwa kebosanan manusia sebenarnya
merupakan penyebab dari perubahan. Tiga faktor yang dapat mempengaruhi
perubahan sosial yaitu tekanan kerja dalam masyarakat, keefektifan
komunikasi dan perubahan lingkungan alam.
Masyarakat dusun Mojorejo mengalami perubahan sosial di antaranya
adalah bidang organisasi. Menurut Kepala dusun Mojorejo “untuk kelompok
tani dulu, banyak anggota wanita sekarang hanya dua orang karena sekarang
sibuk dengan urusan rumah tangga.
Dalam setiap bidang pekerjaan pasti dikenal sistem pembagian kerja
tidak terkecuali pada bidang pertanian. Selain menjadi petani sebagian warga
juga ada yang menjadi buruh tani. Dari data yang kami peroleh dari Bapak
Soemardi selaku pemilik lahan, buruh tani laki-laki mendapat upah sebesar
Rp 15.000,00 per hari, sedangkan untuk buruh tani perempuan mendapat upah
per hari sebesar Rp 10.000,00. Para buruh tani bekerja antara jam 7 pagi
sampai kurang lebih jam 11.30 siang. Besar kecilnya upah yang didapat buruh
laki-laki dan perempuan, didasarkan pada berat ringannya pekerjaan yang
dikerjakan. Pada umumnya buruh tani perempuan mengerjakan pekerjaan
yang lebih ringan yaitu, menyiangi rumput, menanam tanaman pada musim
tanam serta pekerjaan lain yang dianggap ringan. Berbeda dengan perempuan,
buruh laki-laki umumnya mengerjakan pekerjaan yang lebih berat, misalnya
mencangkul tanah, dan pekerjaan lain yang lebih berat dari yang dikerjakan
oleh perempuan.
3
Petani di dusun Mojorejo mengalami permasalahan sebagai berikut:
1. Permodalan
Seperti kebanyakan petani di desa lain ataupun di daerah lain
kendala utama yang pasti dialami adalah permasalahan permodalan. Petani
di dusun ini mengeluhkan sulitnya memperoleh dana dari pemerintah.
Untuk menyiasati hal tersebut pada tahun 1986 warga berinisiatif untuk
mendirikan suatu kelompok tani dan sekarang kelompok tani itu dikenal
dengan nama “Srimulya 1”. Melalui kelompok tani ini, petani
mendapatkan bantuan dana sebesar Rp.10.000.000,- yang berasal dari
pemerintah. Dana tersebut seluruhnya digunakan untuk kegiatan
operasional petani, misalnya untuk pembelian pupuk, dll. Disamping
mengandalkan dana dari kelompok tani terebut, apabila ada petani yang
masih kekurangan modal, menurut Bapak Soemardi, mereka bisa
meminjam ke pihak bank, tentunya dengan memakai jaminan, misalnya
sertifikat tanah serta barang-barang berharga yang dimiliki dan persyaratan
yang telah disepakati bersama.
2. Bantuan penyuluh pertanian
Permasalahan yang dihadapi petani adalah penyuluh pertanian
lapangan yang kurang menguasai permasalahan petani di lapangan dan
pemberian penyuluhan hanya dilakukan bila ada keluhan oleh petani,
sehingga menghambat kinerja petani.
3. Penyedian saprodi
Pengadaan saprodi yang dibutuhkan oleh petani, khususnya untuk
pengadaan pupuk anorganik terkadang mengalami kelangkaan pupuk,
sehingga menyulitkan petani dalam melakukan pemupukan pada
waktunya.
4. Pemasaran
Pemasaran merupakan salah satu kendala bagi petani desa ini.
Karena ketiadaan KUD biasanya mereka menjual hasil panen mereka ke
tengkulak. Namun menjual ke tengkulak juga bisa menjadi sebuah
spekulasi, karena para tengkulak biasa memainkan harga. Menurut Bapak
3
Soemardi, daripada harus menjual ke tengkulak, mereka lebih baik
membawa sendiri hasil panen mereka ke pasaran, walaupun harus
mengeluarakan biaya lebih untuk transportasi, mereka menilai cara ini
lebih menguntungkan dibanding jika harus menjual ke tengkulak.
3
VI. PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Karakteristik Dusun Mojorejo dilihat dari aspek morfologi, dusun ini
termasuk desa yang memaanfaatkan lahan atau tanah oleh penduduk atau
masyarakat yang bersifat agraris. Aspek jumlah penduduk dari dusun
Mojorejo mencapai 2700 jiwa serta 526 kepala keluarga. Sedangkan dilihat
dari aspek ekonomi, sebagian besar penduduknya bermata pencaharian
sebagai petani dan 10 % bekerja dalam pekerjaan lain. Aspek hukum yang
dianut oleh warga dusun Mojorejo adalah hukum adat, hukum syari’ah
atau hukum syarat dan hukum Negara.
Dusun Mojorejo ini merupakan desa pertanian dimana letak lahan
untuk persawahan terpisah dengan lahan pemukiman dan sebagian besar
warganya bekerja sebagai petani. Dan apabila dilihat dari pola lokasi desanya,
desa ini termasuk dalam desa yang memiliki ”pola mendatar”. Ditinjau dari
tingkat perkembangan desa atau kemandirian desa, desa ini tergolong dalam
“desa swakarsa”.
Struktur masyarakat di dusun Mojorejo telah berjalan dengan baik,
dengan adanya seorang pemimpin yang berfungsi mengarahkan anggotanya
agar menjadi baik, seperti adanya kepala dusun, ketua kelompok tani.
Dusun Mojorejo ini terletak di daerah dataran rendah sehingga cocok
sebagai lahan pertanian. Sebagian besar penduduk di Desa Mojorejo bermata
pencaharian sebagai petani,yaitu ±90%.
Dalam bidang pendidikan, pada dasarnya sama dengan desa-desa
lainnya yang rata-rata hanya lulusan dari SMP atau SMA. Hal ini dikarenakan
selain faktor ekonomi hal yang mempengaruhi adalah faktor lokasi, lokasi dari
desa Mojorejo yang jauh dari kota ataupun pusat pendidikan. Penduduk desa
Mojorejo merupakan penduduk yang religius hal ini dikarenakan di desa ini
terdapat 2 buah pondok pesantren.
3
Dusun ini mempunyai beberapa kesenian tradisional diantaranya
kesenian Kuda Lumping yang, Terbang Jidor, kesenian Pancaran.,Bantengan
Campur Sari, Wayang Kulit dan Orkes Melayu
Dalam penelitian di dusun ini dapat diketahui bahwa mayoritas
penduduk dusun ini menggunakan bahasa Jawa dalam kehidupan sehari-
harinya. Dan sebagian besar penduduk juga menguasai bahasa Indonesia
dengan baik.
Wujud kebudayaan masyarakat dusun Mojorejo ini cenderung ke arah
rasional. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi pola pikir/pola sikap
masyarakat dusun Mojorejo adalah faktor lingkungan alam dan faktor sosial.
Masyarakat dusun Mojorejo mengalami perubahan sosial di antaranya adalah
bidang organisasi.
Masyarakat dusun Mojorejo mengalami perubahan sosial di antaranya
adalah bidang organisasi.
6.2 Saran
1. peran pemerintah untuk membantu persoalan permodalan bagi petani yang
membutuhkan harus diperhatikan dengan jelas
2. penyuluh pertanian harus dibekali ilmu yang lebih, agar dapat membantu
persoalan petani di lapangan
3. kebijakan dan penegasan pemerintah kepada penyuplai pupuk nakal agar
tidak terjadi kelangkaan pupuk
4. petani dapat memakai pupuk organik sebagai campuran pada saat pupuk
anorganik langka
5. kebijakan pemerintah untuk mengatur harga produksi petani di lapangan
agar tidak di monopoli oleh tengkulak.
3
DAFTAR PUSTAKA
J.Cohen,Bruce.1983.Sosiologi Pedesaan.Suatu Pengantar.Rajawali Pers.Jakarta
Safari Imam Asy’ari.1983.Pengantar sosial. Karya Anda. Surabaya 1987.Patologi Sosial.Karya Anda. Surabaya
1993.Sosiologi Kota dan Desa.Usaha Nasional.Surabaya
Sajogyo dan Pudjiwati Sajogjo.1989.Sosiologi Pedesaan.Yogyakarta.Gajah
Mada.University Press
Santoso, Julio Adi.2006.Departemen Ilmu Komputer IPB.Bogor
Tilaar, H.A.R.2004.Multikulturalisme: Tantangan-tantangan global masa depan dan transformasi pendidikan nasional. Grassindo .Jakarta.
T.Sugihen,Bahrein.1996.Sosiologi Pedesaan Suatu Pengantar.Rajawali Pers.Jakarta
Tim Teknis Pusat Primatani.2007.Balai Besar Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian Bogor.IPB.Bogor
Yulianti, Yayuk dan Poernomo, Mangku. 2003. Sosilogi Pedesaan.Lappera
Pustaka Utama. Yogyakarta
3