solar sell literatur 2

Upload: ahmad-mustamil-khoiron

Post on 16-Jul-2015

153 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

JAKARTA. Untuk memenuhi kebutuhan energi yang terus meningkat, pemerintah terus mengembangkan berbagai energi alternatif, di antaranya energi terbarukan. Potensi energi terbarukan, seperti: biomassa, panas bumi, energi surya, energi air, energi angin dan energi samudera, sampai saat ini belum banyak dimanfaatkan, padahal potensi energi terbarukan di Indonesia sangat besar. Terkait dengan energi surya, sebagai negara tropis, Indonesia mempunyai potensi energi surya yang cukup besar. Berdasarkan data penyinaran matahari yang dihimpun dari 18 lokasi di Indonesia, radiasi surya di Indonesia dapat diklasifikasikan berturut-turut sebagai berikut: untuk kawasan barat dan timur Indonesia dengan distribusi penyinaran di Kawasan Barat Indonesia (KBI) sekitar 4,5 kWh/m 2 /hari dengan variasi bulanan sekitar 10%; dan di Kawasan Timur Indonesia (KTI) sekitar 5,1 kWh/m 2 /hari dengan variasi bulanan sekitar 9%. Dengan demikian, potesi angin rata-rata Indonesia sekitar 4,8 kWh/m 2 /hari dengan variasi bulanan sekitar 9%. Untuk memanfaatkan potensi energi surya tersebut, ada 2 (dua) macam teknologi yang sudah diterapkan, yaitu teknologi energi surya termal dan energi surya fotovoltaik. Energi surya termal pada umumnya digunakan untuk memasak (kompor surya), mengeringkan hasil pertanian (perkebunan, perikanan, kehutanan, tanaman pangan) dan memanaskan air. Energi surya fotovoltaik digunakan untuk memenuhi kebutuhan listrik, pompa air, televisi, telekomunikasi, dan lemari pendingin di Puskesmas dengan kapasitas total 6 MW. Pemanfaatan energi surya khususnya dalam bentuk SHS (solar home systems ) sudah mencapai tahap semi komersial. Komponen utama suatu SESF adalah, Sel fotovoltaik (mengubah penyinaran matahari menjadi listrik), Balance of system (BOS), Unit penyimpan energi (baterai) dan peralatan penunjang lain seperti: inverter untuk pompa, sistem terpusat, dan sistem hibrid. Pemanfaatan energi surya termal di Indonesia masih dilakukan secara tradisional. Para petani dan nelayan di Indonesia memanfaatkan energi surya untuk mengeringkan hasil pertanian dan perikanan secara langsung. Secara umum, teknologi surya termal yang kini dapat dimanfaatkan termasuk dalam teknologi sederhana hingga madya. Beberapa teknologi untuk aplikasi skala rendah dapat dibuat oleh bengkel pertukangan kayu/besi biasa. Untuk aplikasi skala menengah dapat dilakukan oleh industri manufaktur nasional. Untuk skala kecil dan teknologi yang sederhana, kandungan lokal mencapai 100 %, sedangkan untuk sistem dengan skala industri (menengah) dan menggunakan teknologi tinggi (seperti pemakaian Kolektor Tabung Hampa atau Heat Pipe ), kandungan lokal minimal mencapai 50%. http://www.esdm.go.id/berita/artikel/56-artikel/3347-pemanfaatan-energi-surya-di-indonesia.html

DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA SIARAN PERS NOMOR : 45/HUMAS DESDM/2008 Tanggal : 15 Juli 2008 Workshop Peran Photovoltaic Dalam Penyediaan Energi Listrik di Indonesia Direktorat Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral menyelanggarakan Workshop Peran Photovoltaic (PV) dalam Penyediaan Energi Listrik di Indonesia, Selasa (15/7) di Jakarta. Workshop bertujuan merumuskan strategi yang lebih tepat dalam meningkatkan peran solar cell atau PV dalam penyediaan listrik tidak hanya di perdesaan dan perkotaan. Teknologi solar cell atau PV telah dikembangkan di Indonesia sejak tahun 70-an terutama sejak terjadinya oil shock yang pertama. Solar cell atau PV ini dikembangkan khususnya di daerah perdesaan atau daerah terpencil yang tidak terjangkau oleh jaringan PT PLN (Persero) dengan tujuan utama untuk memenuhi kebutuhan dasar listrik masyarakat perdesaan. Sedang pemanfaatan teknologi solar cell atau PV untuk perkotaan telah diperkenalkan melalui Program Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Untuk Daerah Perkotaan. Program ini telah diluncurkan pada tanggal 28 Agustus tahun 2003 oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan dihadiri oleh Menteri Lingkungan Hidup serta Menteri Riset dan Teknologi/Ketua BPPT. Masalah utama yang dihadapi dalam peningkatan pemanfaatan solar cell atau PV adalah harga modul surya yang masih mahal. Ini mengakibatkan harga energi yang dihasilkan oleh solar cell atau PV juga relatif lebih mahal sehingga tidak mampu bersaing dengan energi konvensional seperti yang dihasilkan oleh BBM yang di Indonesia harga jualnya masih di subsidi. Harga minyak mentah yang terus menguat menjadi peluang bagi pengembangan solar cell atau PV. Sumber energi yang mengolah sinar matahari ini diharapkan menjadi sumber energi baru dan terbarukan di Indonesia. Pemanfaatan solar cell atau PV di perkotaan dengan sistem interkoneksi juga diharapkan akan meningkat. Solar PV 10 kWp Sistem Interkoneksi merupakan proyek kerjasama antara Direktorat Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi Departemen ESDM dengan Kaneka Co, Mitsui Co, Ltd dan PT. Amonra Daya Semesta. Output listrik rata-rata per tahun sebesar 11.906 kWh atau output ratarata harian sebesar 32,62 kWh/hari.

http://www.esdm.go.id/siaran-pers/55-siaran-pers/1865-peran-photovoltaic-dalam-penyediaan-energilistrik-di-indonesia.html

Pendahuluan Energi merupakan salah satu masalah utama yang dihadapi oleh hampir seluruh negara di dunia. Hal ini mengingat energi merupakan salah satu faktor utama bagi terjadinya pertumbuhan ekonomi suatu negara. Permasalahan energi menjadi semakin kompleks ketika kebutuhan yang meningkat akan energi dari seluruh negara di dunia untuk menopang pertumbuhan ekonominya justru membuat persediaan cadangan energi konvensional menjadi semakin sedikit. Saat ini total kebutuhan energy di seluruh dunia mencapai 10 Terra Watt (setara dengan 3 x 1020

Joule/ tahun) dan diprediksi jumlah ini akan terus meningkat hingga mencapai 30 Terra

Watt pada tahun 2030 [1-3]. Kebutuhan yang meningkat terhadap energi juga pada kenyataanya bertabrakan dengan kebutuhan umat manusia untuk menciptakan lingkungan yang bersih dan bebas dari polusi. Berbagai konsideran ini menuntut perlunya dikembangkan sumber energi alternatif yang dapat menjawab tantangan di atas tersebut. Solar cell merupakan pembangkit listrik yang mampu mengkonversi sinar matahari menjadi arus listrik. Energi matahari sesungguhnya merupakan sumber energi yang paling menjanjikan mengingat sifatnya yang berkelanjutan (sustainable) serta jumlahnya yang sangat besar. Matahari merupakan sumber energi yang diharapkan dapat mengatasi permasalahan kebutuhan energi masa depan setelah berbagai sumber energi konvensional berkurang jumlahnya serta tidak ramah terhadap lingkungan. Total kebutuhan energi yang berjumlah 10 TW tersebut setara dengan 3 x 1020 J setiap tahunnya. Sementara total energi matahari yang sampai di permukaan bumi adalah 2,6 x 1024 Joule setiap tahunnya. Sebagai perbandingan, energi yang bisa dikonversi melalui proses fotosintesis di seluruh permukaan bumi mencapai 2,8 x 1021 J setiap tahunnya. Jika kita lihat jumlah energi yang dibutuhkan dan dibandingkan dengan energi matahari yang tiba di permukaan bumi, maka sebenarnya dengan menutup 0,05% luas permukaan bumi (total luas permukaan bumi adalah 5,1 x 108 km2) dengan solar cell yang memiliki efisiensi 20%, seluruh kebutuhan energi yang ada di bumi sudah dapat terpenuhi.

Kondisi Solar Cell Saat Ini Jumlah energi yang begitu besar yang dihasilkan dari sinar matahari, membuat solar cell menjadi alternatif sumber energi masa depan yang sangat menjanjikan. Solar cell juga memiliki kelebihan menjadi sumber energi yang praktis mengingat tidak membutuhkan transmisi karena dapat dipasang secara modular di setiap lokasi yang membutuhkan. Solar cell tidak memiliki ekses suara seperti pada pembangkit tenaga angin serta dapat dipasang pada hampir seluruh daerah karena hampir setiap lokasi di belahan dunia ini menerima sinar matahari. Bandingkan dengan pembangkit air (hydro) yang dapat dipasang hanya pada daerah-daerah dengana aliran air tertentu. Dengan berbagai keunggulan ini maka tidak heran jika negara-negara maju berlomba mengembangkan solar cell agar dapat dihasilkan teknologi pembuatan solar cell yang berharga eknomis. Hingga saat ini total energi listrik yang dibangkitkan dengan solar cell di seluruh dunia baru mencapai sekitar 12 GW (bandingkan dengan total penggunaan listrik dunia sebesar 10 TW). Dari 12 GW tersebut Jerman merupakan negara terbesar yang telah menginstall solar cell nya yaitu sebesar hampir 5 GW. Meskipun begitu setiap tahunnya terjadi peningkatan produksi solar cell dimana pada tahun 2008 total produksi solar cell di seluruh dunia telah mencapai angka 6,22 GW. Nilai produksi yang terus meningkat ini juga terus diikuti dengan upaya untuk menurunkan harga solar modul per Watt peaknya. Saat ini harga listrik yang dihasilkan oleh solar cell sebesar 50 sen $ setiap kWh yang relatif masih sangat tinggi jika dibandingkan dengan pembangkitan dari sumber lainya seperti dari pembangkit termal yang hanya sebesar 8 sen $ untuk setiap kWh nya. Berbagai teknologi telah dikembangkan dalam proses pembuatan solar cell untuk menurunkan harga produksi agar lebih ekonomis. Jenis-jenis solar cell pun saat ini telah berkembang tidak hanya berbasis pada kristal semikonduktor silikon tetapi berbagai jenis tipe dari mulai lapisan tipis, organic, lapisan single dan multi junction hingga yang terbaru jenis dye sensitized solar cell.

Jenis Solar Cell Cara kerja sel surya adalah dengan memanfaatkan teori cahaya sebagai partikel. Sebagaimana diketahui bahwa cahaya baik yang tampak maupun yang tidak tampak memiliki dua buah sifat yaitu dapat sebagai gelombang dan dapat sebagai partikel yang disebut dengan photon. Penemuan ini pertama kali diungkapkan oleh Einstein pada tahun 1905. Energi yang dipancarkan oleh sebuah cahaya dengan kecepatan c dan panjang gelombang ? dirumuskan dengan E = h.c/ ? Dengan h adalah konstanta Plancks (6.62 x 10-34 J.s) dan c adalah kecepatan cahaya dalam vakum (3.00 x 108 m/s). Persamaan di atas juga menunjukkan bahwa photon dapat dilihat sebagai sebuah partikel energi atau sebagai gelombang dengan panjang gelombang dan frekuensi tertentu [5]. Dengan menggunakan sebuah divais semikonduktor yang memiliki permukaan yang luas dan terdiri dari rangkaian dioda tipe p dan n, cahaya yang datang akan mampu dirubah menjadi energi listrik. Hingga saat ini terdapat beberapa jenis solar sel yang berhasil dikembangkan oleh para peneliti untuk mendapatkan divais solar sel yang memiliki efisiensi yang tinggi atau untuk mendapatkan divais solar sel yang murah dan mudah dalam pembuatannya. Tipe pertama yang berhasil dikembangkan adalah jenis wafer (berlapis) silikon kristal tunggal. Tipe ini dalam perkembangannya mampu menghasilkan efisiensi yang sangat tinggi. Masalah terbesar yang dihadapi dalam pengembangan silikon kristal tunggal untuk dapat diproduksi secara komersial adalah harga yang sangat tinggi sehingga membuat solar sel panel yang dihasilkan menjadi tidak efisien sebagai sumber energi alternatif. Sebagian besar silikon kristal tunggal komersial memiliki efisiensi pada kisaran 16-17%, bahkan silikon solar sel hasil produksi SunPower memiliki efisiensi hingga 20% [www.sunpowercorp.com]. Bersama perusahaan Shell Solar, SunPower menjadi perusahaan yang menguasai pasar silikon kristal tunggal untuk solar sel. Jenis solar sel yang kedua adalah tipe wafer silikon poli kristal. Saat ini, hampir sebagian besar panel solar sel yang beredar di pasar komersial berasal dari screen printing jenis silikon poli cristal ini. Wafer silikon poli kristal dibuat dengan cara membuat lapisan lapisan tipis dari batang silikon dengan metode wire-sawing. Masing-masing lapisan memiliki ketebalan sekitar 250?50 micrometer. persamaan:

Jenis solar sel tipe ini memiliki harga pembuatan yang lebih murah meskipun tingkat efisiensinya lebih rendah jika dibandingkan dengan silikon kristal tunggal. Perusahaan yang aktif memproduksi tipe solar sel ini adalah GT Solar, BP, Sharp, dan Kyocera Solar. Kedua jenis silikon wafer di atas dikenal sabagai generasi pertama dari solar sel yang memiliki ketebalan pada kisaran 180 hingga 240 mikro meter. Penelitian yang lebih dulu dan telah lama dilakukan oleh para peneliti menjadikan solar sel berbasis silikon ini telah menjadi teknologi yang berkembang dan banyak dikuasai oleh peneliti maupun dunia industri. Divais solar sel ini dalam perkembangannya telah mampu mencapai usia aktif mencapai 25 tahun [3]. Modifikasi untuk membuat lebih rendah biaya pembuatan juga dilakukan dengan membuat pita silikon (ribbon si) yaitu dengan membuat lapisan dari cairan silikon dan membentuknya dalam struktur multi kristal. Meskipun tipe sel surya pita silikon ini memiliki efisiensi yang lebih rendah (13-15%), tetapi biaya produksinya bisa lebih dihemat mengingat silikon yang terbuang dengan menggunakan cairan silikon akan lebih sedikit. Generasi kedua solar sel adalah solar sel tipe lapisan tipis (thin film). Ide pembuatan jenis solar sel lapisan tipis adalah untuk mengurangi biaya pembuatan solar sel mengingat tipe ini hanya menggunakan kurang dari 1% dari bahan baku silikon jika dibandingkan dengan bahan baku untuk tipe silikon wafer. Dengan penghematan yang tinggi pada bahun baku seperti itu membuat harga per KwH energi yang dibangkitkan menjadi bisa lebih murah. Metode yang paling sering dipakai dalam pembuatan silikon jenis lapisan tipis ini adalah dengan PECVD dari gas silane dan hidrogen. Lapisan yang dibuat dengan metode ini menghasilkan silikon yang tidak memiliki arah orientasi kristal atau yang dikenal sebagai amorphous silikon (non kristal). Selain menggunakan material dari silikon, solar sel lapisan tipis juga dibuat dari bahan semikonduktor lainnya yang memiliki efisiensi solar sel tinggi seperti Cadmium Telluride (Cd Te) dan Copper Indium Gallium Selenide (CIGS). Efisiensi tertinggi saat ini yang bisa dihasilkan oleh jenis solar sel lapisan tipis ini adalah sebesar 19,5% yang berasal dari solar sel CIGS [7]. Keunggulan lainnya dengan menggunakan tipe lapisan tipis adalah semikonduktor sebagai lapisan solar sel bisa dideposisi pada substrat yang lentur sehingga menghasilkan divais solar sel yang fleksibel. Kedua generasi dari solar sel ini masih mendominasi pasaran solar sel di seluruh dunia dengan silikon kristal tunggal dan multi kristal memiliki lebih dari 84% solar sel yang ada dipasaran [6].

Penelitian agar harga solar sel menjadi lebih murah selanjutnya memunculkan generasi ketiga dari jenis solar sel ini yaitu tipe solar sel polimer atau disebut juga dengan solar sel organik dan tipe solar sel foto elektrokimia. Solar sel organik dibuat dari bahan semikonduktor organik seperti polyphenylene vinylene dan fullerene. Berbeda dengan tipe solar sel generasi pertama dan kedua yang menjadikan pembangkitan pasangan electron dan hole dengan datangnya photon dari sinar matahari sebagai proses utamanya, pada solar sel generasi ketiga ini photon yang datang tidak harus menghasilkan pasangan muatan tersebut melainkan membangkitkan exciton. Exciton inilah yang kemudian berdifusi pada dua permukaan bahan konduktor (yang biasanya di rekatkan dengan organik semikonduktor berada di antara dua keping konduktor) untuk menghasilkan pasangan muatan dan akhirnya menghasilkan efek arus foto (photocurrent) [7-8]. Tipe solar sel photokimia merupakan jenis solar sel exciton yang terdiri dari sebuah lapisan partikel nano (biasanya titanium dioksida) yang di endapkan dalam sebuah perendam (dye). Jenis ini pertama kali diperkenalkan oleh Profesor Graetzel pada tahun 1991 sehingga jenis solar sel ini sering juga disebut dengan Graetzel sel atau dye-sensitized solar cells (DSSC) [4]. Graetzel sel ini dilengkapi dengan pasangan redok yang diletakkan dalam sebuah elektrolit (bisa berupa padat atau cairan). Komposisi penyusun solar sel seperti ini memungkinkan bahan baku pembuat Graetzel sel lebih fleksibel dan bisa dibuat dengan metode yang sangat sederhana seperti screen printing. Meskipun solar sel generasi ketiga ini masih memiliki masalah besar dalam hal efisiensi dan usia aktif sel yang masih terlalu singkat, solar sel jenis ini akan mampu memberi pengaruh besar dalam sepuluh tahun ke depan mengingat hargan dan proses pembuatannya yang sangat murah.

Konversi Energi pada Solar Cell Secara sederhana solar cell terdiri dari persambungan bahan semikonduktor bertipe p dan n ( p-n junction semiconductor ) yang jika tertimpa sinar matahari maka akan terjadi aliran electron, aliran electron inilah yang disebut sebagai aliran arus listrik.

Bagian utama perubah energi sinar matahari menjadi listrik adalah absorber (penyerap), meskipu demikian, masimg-masing lapisan juga sangat berpengaruh terhadap efisiensi dari solar cell. Sinar matahari terdiri dari bermacam-macam jenis gelombang elektromagnetik yang secara

spectrum dapat dilihat pada gambar 2. Oleh karena itu absorber disini diharapkan dapat menyerap sebanyak mungkin solar radiation yang berasal dari cahaya matahari. Lebih detail lagi sinar matahari yang terdiri dari photon-photon, jika menimpa permukaaan bahan solar sel ( absorber ), akan diserap, dipantulkan atau dilewatkan begitu saja ( lihat gambar 3 ), dan hanya foton dengan level energi tertentu yang akan membebaskan electron dari ikatan atomnya, sehingga mengalirlah arus listrik. Level energi tersebut disebut energi bandgap yang didefinisikan sebagai sejumlah energi yang dibutuhkan untuk mengeluarkan elektron dari ikatan kovalennya sehingga terjadilah aliran arus listrik. Untuk membebaskan elektron dari ikatan kovalennya, energi foton ( hc/v ) harus sedikit lebih besar atau diatas daripada energi band-gap. Jika energi foton terlalu besar dari pada energi bandgap, maka extra energi tersebut akan dirubah dalam bentuk panas pada solar sel. Tentu saja agar efisiensi dari solar cell bisa tinggi maka foton yang berasal dari sinar matahari harus bisa diserap yang sebanyak banyaknya, kemudian memperkecil refleksi dan rekombinasi serta memperbesar konduktivitas dari bahannya. Untuk bisa membuat agar foton yang diserap dapat sebanyak banyaknya, maka absorber harus memiliki energi band-gap dengan range yang lebar, sehingga memungkinkan untuk bisa menyerap sinar matahari yang mempunyai energi sangat bermacam-macam tersebut. Salah satu bahan yang sedang banyak diteliti adalah CuInSe2 yang dikenal merupakan salah satu dari direct semiconductor. Untuk mendapatkan daya yang cukup besar diperlukan banyak sel surya. Biasanya sel-sel surya itu sudah disusun sehingga berbentuk panel, dan dinamakan panel photovoltaic (PV). PV sebagai sumber daya listrik pertama kali digunakan di satelit. Kemudian dipikirkan pula PV sebagai sumber energi untuk mobil, sehingga ada mobil listrik surya. Sekarang, di luar negeri, PV sudah mulai digunakan sebagai atap atau dinding rumah. Bahkan Sanyo sudah membuat PV yang semi transparan sehingga dapat digunakan sebagai pengganti kaca jendela. Lama Usia dari Solar Cell Sebuah PV system dengan perawatan yang baik dapat bertahan hingga lebih dari 20 tahun. Sebenarnya dengan kondisi dimana sistem solar cell tidak dipindah-pindah dan terinterkoneksi langsung pada alat listrik, modul solar cell yang melalui fabrikasi yang baik mampu bertahan hingga 30 tahun. Cara terbaik agar sistem solar cell dapat bertahan lama serta tetap stabil

performansinya (efisiensinya) adalah dengan melakukan pemasangan dan perawatan yang sesuai serta dalam waktu yang teratur. Berbagai kasus dalam permasalahan solar cell yang paling banyak dijumpai adalah dikarenakan buruknya cara pemasangan serta tidak rapinya proses instalasi. Kasus yang sering dijumpai tersebut antara lain seperti koneksi yang tidak baik, ukuran kabel yang tidak tepat, ataupun komponen yang tidak sesuai untuk aliran DC. Selain itu juga kesalahan sering terjadi pada tidak seimbangnya sistem (balance of system , BOS) bagian-bagian yang dipasang yaitu kontroler, inverter, serta proteksi komponen. Batere dapat lebih cepat rusak jika diberi beban kerja diluar batas spesifikasinya. Pada sistem sel surya, batere digunakan dan diberi muatan secara perlahan-lahan bahkan hingga periode beberapa hari bahkan sati minggu. Kondisi ini berbeda dengan cara kerja batere yang umumnya langsung diisi segera setelah digunakan, yang menyebabkan batere pada sistem solar cell dapat lebih cepat rusak jika tidak menggunakan tipe batere yang sesuai dengan karakteristik ini. Sistem Pembangkit Listrik Solar Cell Solar cell merupakan pembangkit yang tidak hanya terdiri dari sistem konversi dari photon sinar matahari menjadi arus listrik atau yang diebut sebagai modul photo voltaik. Perlu ada sistem pendukung yang berfungsi menyimpan energi listrik yang dibangkitkan agar keluarannya dapat lebih stabil dapat digunakan saat tidak ada sinar matahari atau pada saat malam hari. serta Satu unit sistem pembangkit listrik solar cell terdiri dari beberapa komponen antara lain adalah: 1. Modul sel surya atau disebut juga panel Photo Voltaik (Panel PV). Modul sel surya terdiri dari beberapa jenis ada yang berkapasitas 20 Wp, 30 Wp, 50 Wp, 100 Wp. Modul PV dilihat dari jenisnya dapat berjenis mono kristal, poli kristal, atau amorphous. 2. Penyimpan energi listrik atau dikenal dengan Aki ( battery ) yang bebas perawatan. Batere biasanya dapat bertahan 2-3 tahun. Kapasitas batere disesuaikan dengan kapasitas modul dan besar daya penggunaan listrik yang diinginkan. 3. Pengatur pengisian muatan batere atau disebut dengan kontroler pengisian (solar charge controller). Komponen ini berfungsi untuk mengatur besarnya arus listrik yang dihasilkan oleh modul PV agar penyimpanan ke batere sesuai dengan kapasitas batere. 4. Inverter, merupakan modul untuk mengkonversi listrik searah (dc) menjadi listrik bolakbalik (ac). Komponen ini digunakan ketika penggunaan listrik yang diinginkan adalah bolak-balik (ac). Meskipun begitu saat ini sudah banyak terdapat alat-alat elektronik

maupun lampu penerang yang menggunakan tipe arus searah sehingga beberapa sistem solar cell tidak membutuhkan inverter ini. 5. Kabel (wiring), yang merupakan komponen standar sebagai penghubung tempat mengalirkan arus listrik. 6. Mounting hardware atau framework, yang merupakan pendukung untuk menempatkan atau mengatur posisi solar panel agar dapat menerima sinar matahari dengan baik. Biasanya framework digunakan untuk menempatkan solar panel pada posisi yang lebih tinggi dari bagian lain yang ada disekitarnya. Pertumbuhan teknologi sel surya di dunia memang menunjukkan harapan akan solar sel yang murah dengan memiliki efisiensi yang tinggi. Sayangnya sangat sedikit peneliti di Indonesia yang terlibat dengan hiruk pikuk perkembangan tentang teknologi sel surya ini. Sudah seharusnya pemerintah secara jeli melihat potensi masa depan Indonesia yang kaya akan sinar matahari ini dengan mendorong secara nyata penelitian dan pengembangan industri di bidang energi surya ini.

SEL SURYAEnergi surya adalah energi yang didapat dengan mengubah energi panas surya melalui peralatan tertentu menjadi sumber daya dalam bentuk lain. Energi surya menjadi salah satu sumber pembangkit daya selain dan Teknik pemanfaatan energi surya mulai muncul pada tahun , ditemukan oleh Ia menggunakan untuk mengkonversi radiasi matahari, namun sampai tahun metode itu belum banyak dikembangkan. Selama kurun waktu lebih dari satu abad itu, sumber energi yang banyak digunakan adalah minyak bumi dan batu bara. Upaya pengembangan kembali cara memanfaatkan energi surya baru muncul lagi pada tahun silikon yang dipergunakan untuk mengubah energi surya menjadi sumber daya mulai diperhitungkan sebagai metode baru, karena dapat digunakan sebagai sumber daya bagi Penerapan energi surya Energi surya telah banyak diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Beberapa diantara aplikasi tersebut antara lain : 1. Pencahayaan bertenaga surya 2. Pemanasan bertenaga surya, untuk memanaskan air, memanaskan dan mendinginkan ruangan, 3. Desalinisasi dan desinfektisasi 4. Untuk memasak, dengan menggunakan Apakah sel surya itu dan bagaimana cara kerjanya? Sel surya ialah sebuah alat yang tersusun dari material semikonduktor yang dapat mengubah sinar matahari menjadi tenaga listrik secara langsung. Sering juga dipakai istilah photovoltaic atau fotovoltaik. Sel surya pada dasarnya terdiri atas sambungan p-n yang sama fungsinya dengan sebuah dioda (diode). Sederhananya, ketika sinar matahari mengenai permukaan sel surya, energi yang dibawa oleh sinar matahari ini akan diserap oleh elektron pada sambungan pn untuk berpindah dari bagian dioda p ke n dan untuk selanjutnya mengalir ke luar melalui kabel yang terpasang ke sel.

2. Siapakah yang pertama kali menemukan sel surya? Sejarah sel surya dapat dilihat jauh ke belakang ketika pada tahun 1839 Edmund Becquerel, seorang pemuda Prancis berusia 19 tahun menemukan efek yang sekarang dikenal dengan efek fotovoltaik ketika tengah berkesperimen menggunakan sel larutan elektrolisis yang dibuat dari dua elektroda. Becquerel menemukan bahwa beberapa jenis material tertentu memproduksi arus listrik dalam jumlah kecil ketika terkena cahaya. Era sel surya modern baru dimulai satu abad setelah penemuan fenomena fotovoltaik pertama, yakni ketika tiga peneliti Bell Laboratories di AS (Chapin, Fullr dan Pearson) secara tidak sengaja menemukan bahwa sambungan dioda pn dari silikon mampu membangkitkan tegangan listrik ketika lampu laboratorium dinyalakan. Pada tahun yang sama, usaha mereka telah berhasil membuat sebuah sel surya pertama dengan efisiensi sebesar 6%. Dari titik inilah penelitian sel surya akhirnya berkembang hingga saat ini, dengan banyak jenis dan teknologi pembuatannya.

3. Berapakah efisiensi sel surya saat ini? Saat ini, efisiensi sel surya dapat dibagi menjadi efisiensi sel surya komersil dan efisiensi sel surya skala laboratorium. Sel surya komersil yang sudah ada di pasaran memiliki efisiensi sekitar 12-15%. Sedangkan efisiensi sel surya skala laboratorium pada umumnya 1,5 hingga 2 kali efisiensi sel surya skala komersil. Hal ini disebabkan pada luas permukaan sel surya yang berbeda. Pada sel surya di pasaran, sel yang dipasarkan pada umumnya memiliki luas permukaan 100 cm2 yang kemudian dirangkai mejadi modul surya yang terdiri atas 30-40 buah sel surya. Dengan semakin besarnya luas permukaan sel surya, maka sudah menjadi pengetahuan umum jika terdapat banyak efek negatif berupa resistansi sirkuit, cacat pada sel dan sebagainya, yang mengakibatkan terdegradasinya efisiensi sel surya. Pada sel surya skala laboratorium, luas permukaan sel yang diuji hanya berkisar kurang dari 1 cm2. Hal ini dimaksudkan untuk melihat kondisi ideal sel surya yang bebas dari cacat maupun resistansi ketika dihubungkan ke sebuah sirkuit. Disamping itu, kecilnya luas permukaan sel surya memudahkan proses pembuatannya di mana alat yang dipakai di dalam laboratorium ialah alat yang berukuran kecil. 4. Apakah sel surya sudah diproduksi di Indonesia? Sepanjang pengetahuan penulis, level produksi sel surya di Indoneisa masih dalam tahap assembly atau perakitan yang beberapa bahannya diimpor dan sebagian diproduksi di dalam negeri. PT LEN sejauh ini mempu membuat sel surya tersebut. Secara khusus, pabrik sel surya di Indonesia masih etrbilang sangat langka. Produk produk sel surya yang dipasarkan di Indonesia mayoritas merupakan hasil impor. 5. Seberapa besar potensi yang dimiliki oleh negara kita untuk mengembangkan teknologi sell surya ? Sel surya mengandalkan siraman sinar matahari dengan intensits yang memadai. Dengan letak geografis Indonesia di khatulistiwa dengan jaminan limpahan sinar matahari sepanjang tahun tidak mengalami perubahan berarti, maka sel surya patut menjadi salah satu bentuk energi masa depan yang perlu dikembangkan oleh anak bangsa. Hal ini pula didukung oleh efisiensi sel surya yang terus meningkat plus biaya produksi nya yang semakin kecil. 6. Untuk dapat beroperasi, sarana pendukung apa saja yang dibutuhkan? Sel surya hanya merupakan satu komponen penyerap cahaya yang langusng mengkonversi cahaya tsb menjadi litstrik. Agar listrik dari sel surya ini dapat dimanfaatkan, maka sel surya membutuhkan apa yang disebut dengan Balance of System (BOS) yang paling minim terdiri atas; inverter (mengubah listrik DC dari sel surya menjadi listrik AC untuk keperluan sehari hari), baterei (untuk menyimpan kelebihan muatan listrik guna pemakaian darurat atau malam hari), serta beberapa buah controller untuk mengatur secara optimal daya keluaran sel surya. 7. Berapa harga sel surya lengkap berikut komponen pendukungnya? Secara umum, harga sel surya berikut BOS sekitar US$ 8-10/Watt. Harga ini harga sel surya tanpa adanya subsidi atau potongan harga dsb. Dan biaya sel surya biasa dikonversi ke dalam satuan US$/Watt. Jika seseorang ingin membeli sel surya untuk keperluan penerangan rumah

tangga yang sekitar 900 Watt, maka secara kasar biaya yang perlu dikeluarkan (diinvestasikan?) sebesar 900 Watt x US$ 8 = US$ 7200. Harga ini sudah termasuk biaya pemasangan dan beberapa komponen pendukung untuk dipasang di atap sebuah rumah. Dengan adanya beberapa kebijakan pemerintah (subsidi, potongan harga, kredit pembelian dsb) harga sel surya ini dapat ditekan hingga hanya tinggal 30% saja. 8. Mengapa harga sel surya terbilang sangat mahal dibandingkan dengan listrik yang dihasilkan oleh pembangkit konvensional? Ada beberapa alasan untuk ini; Pertama, sel surya mengandalkan bahan silikon sebagai material penyerap cahaya matahari. Dan harga silikon ini meningkat seiring dengan permintaan industri semikonduktor ditambah dengan suplai bahan baku silikon yang terbatas. Silikon yang dipakai sebagai bahan dasar chip di dunia mikroelektronika/semikonduktor ini semakin dibutuhkan mengingat adanya peningkatan tajam untuk produksi peralatan elektronika mulai dari komputer, monitor, televisi dsb. Hal ini diperparah dengan jenis sel surya yang paling banyak dipasarkan di dunia yakni sel surya jenis silikon sehingga sel surya secara langsung harus berkompetisi dengan industri lain untuk mendapatkan bahan baku silikon. Kedua, perlu digaris bawahi bahwa harga listrik konvensional sebagai bahan perbandingan harga listrik sel surya ialah harga setelah mendapat subsidi. Subsidi ini dimaksudkan agar listrik dapat menjangkau segala lapisan masyarakat, sedangkan sel surya sebaliknya, tidak mendapat subsidi atau dukungan yang membuat harga sel surya terasa mahal. Sebagai perbandingan, di negaranegara yang sudah mapan memanfaatkan sel surya, pemerintah negara-negara tersebut sudah memberlakukan segala program kebijakan agar sel surya dapat memasyarakat semisal subsidi, kredit pembelian, feed-in-tariff dan sebagainya. Sebagai contoh di Korea Selatan, harga sel surya yang dibeli oleh konsumen setempat mampu ditekan hingga 70% sekitar US$ 3 hingga 4 per Watt-nya. 9. Di mana kita bisa mendapatkan produk sel surya di Indonesia dan berapa harganya ? Mungkin paling mudah melacaknya di Internet.Kebetulan juga, salah seorang pengunjung Blog ini pernah memberi info adanya sebuah webste portal belanja produk-produk kita. Silakan klik link berikut ini Di sana, kita dapat menemukan beberapa toko di bilangan Jakarta yang menyediakan produk berikut perangkat penunjang sel surya. Beberapa toko memasarkan sel surya dengan harga Rp. 5 Juta/50 Watt modul sel surya. Harganya mengikuti harga pasaran internasional ~ US$ 10/Watt kira-kira. Energi Surya Sebagai Alternatif Masa Depan Energi Surya Sebagai Alternatif Masa Depan Jika kita melihat tingkat konsumsi energi di seluruh dunia saat ini, penggunaan energi diprediksikan akan meningkat sebesar 70 persen antara tahun 2000 sampai 2030. Sumber energi yang berasal dari fosil, yang saat ini menyumbang 87,7 persen dari total kebutuhan energi dunia diperkirakan akan mengalami penurunan disebabkan tidak lagi ditemukannya sumber cadangan baru.

Cadangan sumber energi yang berasal dari fosil diseluruh dunia diperkirakan hanya sampai 40 tahun untuk minyak bumi, 60 tahun untuk gas alam, dan 200 tahun untuk batu bara. Kondisi keterbatasan sumber energi di tengah semakin meningkatnya kebutuhan energi dunia dari tahun ketahun (pertumbuhan konsumsi energi tahun 2004 saja sebesar 4,3 persen), serta tuntutan untuk melindungi bumi dari pemanasan global dan polusi lingkungan membuat tuntutan untuk segera mewujudkan teknologi baru bagi sumber energi yang terbaharukan. Di antara sumber energi terbaharukan yang saat ini banyak dikembangkan [seperti turbin angin, tenaga air (hydro power), energi gelombang air laut, tenaga surya, tenaga panas bumi, tenaga hidrogen, dan bio-energi], tenaga surya atau solar sel merupakan salah satu sumber yang cukup menjanjikan. Energi yang dikeluarkan oleh sinar matahari sebenarnya hanya diterima oleh permukaan bumi sebesar 69 persen dari total energi pancaran matahari. Suplai energi surya dari sinar matahari yang diterima oleh permukaan bumi sangat luar biasa besarnya yaitu mencapai 3 x 1024 joule pertahun, energi ini setara dengan 2 x 1017 Watt. Jumlah energi sebesar itu setara dengan 10.000 kali konsumsi energi di seluruh dunia saat ini. Dengan kata lain, dengan menutup 0,1 persen saja permukaan bumi dengan divais solar sel yang memiliki efisiensi 10 persen sudah mampu untuk menutupi kebutuhan energi di seluruh dunia saat ini. Energy surya atau dalam dunia internasional lebih dikenal sebagai solar cell atau photovoltaic cell, merupakan sebuah divais semikonduktor yang memiliki permukaan yang luas dan terdiri dari rangkaian dioda tipe p dan n, yang mampu merubah energi sinar matahari menjadi energi listrik. Pengertian photovoltaic sendiri merupakan proses merubah cahaya menjadi energi listrik. Oleh karena itu bidang penelitian yang berkenaan dengan energi surya ini sering juga dikenal dengan penelitian photovoltaic. Kata photovoltaic sendiri sebenarnya berasal dari bahasa Yunani photos yang berarti cahaya dan volta yang merupakan nama ahli fisika dari Italia yang menemukan tegangan listrik. Sehingga secara bahasa dapat diartikan sebagai cahaya dan listrik photovoltaic. Efek photovoltaic pertama kali berhasil diidentifikasi oleh seorang ahli Fisika berkebangsaan Prancis Alexandre Edmond Becquerel pada tahun 1839. Atas prestasinya dalam menemukan fenomena photovoltaic ini, Becquerel mendapat Nobel fisikia pada tahun 1903 bersama dengan Pierre dan Marrie Currie. Baru pada tahun 1883 divais solar sel pertama kali berhasil dibuat oleh Charles Fritts. Charles Fritts saat itu membuatsemikonduktor Selenium yang dilapisi dengan lapisan emas yang sangat tipis sehingga berhasil membentuk rangkaian seperti hubungan semikonduktor tipe p dan tipe n. Pada saat itu efisiensi yang didapat baru sekitar 1 persen. Pada perkembangan berikutnya seorang peneliti bernama Russel Ohl dikenal sebagai orang pertama yang membuat paten tentang divais solar sel modern. Efisiensi divais solar sel dan harga pembuatan solar sel merupakan masalah yang paling penting untuk merealisasikan solar sel sebagai sumber energi alternatif.

Efisiensi didefinisikan sebagai perbandingan antara tenaga listrik yang dihasilkan oleh divais solar sel dibandingkan dengan jumlah energi yang diterima dari pancaran sinar matahari. Pada tengah hari yang cerah radiasi sinar matahari mampu mencapai 1000 watt permeter persegi. Jika sebuah divais semikonductor seluas satu meter persegi memiliki efisiensi 10 persen maka modul solar sel ini mampu memberikan tenaga listrik sebesar 100 watt. Saat ini modul solar sel komersial berkisar antara 5 hingga 15 persen tergantung material penyusunnya. Tipe silikon kristal merupakan jenis divais solar sel yang memiliki efisiensi tinggi meskipun biaya pembuatannya relatif lebih mahal dibandingkan jenis solar sel lainnya. Pembangkit energi surya sebenarnya tergantung pada efisiensi mengkonversi energi dan konsentrasi sinar matahari yang masuk ke dalam sel tersebut. Professor Smalley, peraih Nobel bidang kimia atas prestasinya menemukan Fullerene, menyatakan bahwa teknologi nano menjanjikan peningkatan efisiensi dalam pembuatan sel surya antara 10 hingga 100 kali pada sel surya. Smalley menambahkan bahwa cara terbaik untuk mendapatkan energi surya secara optimal telah terbukti ketika sel surya dimanfaatkan untuk keperluan satelit ruang angkasa dan alat alat yang diletakkan di ruang angkasa. Penggunaan sel surya dengan meletakkannya di ruang angkasa dapat dengan baik dilakukan karena teknologi nano diyakini akan mampu menciptakan material yang super kuat dan ringan yang mampu bertahan di ruang angkasa dengan efisiensi yang baik. Perkembangan yang menarik dari teknologi sel surya saat ini salah satunya adalah sel surya yang dikembangkan oleh Michael Gratzel. Gratzel memperkenalkan tipe solar sel photokimia yang merupakan jenis solar sel exciton yang terdiri dari sebuah lapisan partikel nano (biasanya titanium dioksida) yang di endapkan dalam sebuah perendam (dye). Jenis ini pertama kali diperkenalkan pada tahun 1991 oleh Gratzel, sehingga jenis solar sel ini sering juga disebut dengan sel Gratzel atau dye-sensitized solar cells (DSSC). Sel Gratzel dilengkapi dengan pasangan redoks yang diletakkan dalam sebuah elektrolit (bisa berupa padat atau cairan). Komposisi penyusun solar sel seperti ini memungkinkan bahan baku pembuat sel Gratzel lebih fleksibel dan bisa dibuat dengan metode yang sangat sederhana seperti screen printing. Meskipun solar sel generasi ketiga ini masih memiliki masalah besar dalam hal efisiensi dan usia aktif sel yang masih terlalu singkat, solar sel jenis ini diperkirakan mampu memberi pengaruh besar dalam sepuluh tahun ke depan mengingat harga dan proses pembuatannya yang sangat murah. Indonesia sebenarnya sangat berpotensi untuk menjadikan solar sel sebagai salah satu sumber energi masa depannya mengingat posisi Indonesia pada khatulistiwa yang memungkinkan sinar matahari dapat optimal diterima di permukaan bumi di hampir seluruh Indonesia. Berdasarkan perhitungan Mulyo Widodo dalam kondisi puncak atau posisi matahari tegak lurus, sinar matahari yang jatuh di permukaan panel surya di Indonesia seluas satu meter persegi akan mampu mencapai 900 hingga 1000 Watt. Lebih jauh pakar solar sel Wilson Wenas menyatakan bahwa total intensitas penyinaran perharinya di Indonesia mampu mencapai 4500 watt hour per meter persegi yang membuat Indonesia tergolong kaya sumber energi matahari ini. Dengan

letaknya di daerah katulistiwa, matahari di Indonesia mampu bersinar hingga 2.000 jam pertahunnya. Dengan kondisi yang sangat potensial ini sudah saatnya pemerintah dan pihak universitas membuat satu pusat penelitian solar sel agar Indonesia tidak kembali hanya sebagai pembeli divais solar sel di tengah melimpahnya sinar matahari yang diterima di bumi Indonesia. Namun teknologi ini masih terbilang cukup mahal, Karena solar sel yang berada di pasaran harganya masih cukup tinggi, sehingga pemerintanh masih enggan melirik teknologi ini. Penelitian di bidang tenaga surya sangat dibutuhkan utnuk mengembangkan potensi Indonesia sebagai negera tropis. Teknologi sel surya murah dan ramah lingkungan di perlukan utuk pengembangan potensi Indonesia mengembangkan Pembangkit Listrik Tenaga Surya Sistem sel surya yang digunakan di permukaan bumi terdiri dari panel sel surya, rangkaian kontroler pengisian (charge controller), dan aki (batere) 12 volt yang maintenance free. Panel sel surya merupakan modul yang terdiri beberapa sel surya yang digabung dalam hubungkan seri dan paralel tergantung ukuran dan kapasitas yang diperlukan. Yang sering digunakan adalah modul sel surya 20 watt atau 30 watt. Modul sel surya itu menghasilkan energi listrik yang proporsional dengan luas permukaan panel yang terkena sinar matahari. Rangkaian kontroler pengisian aki dalam sistem sel surya itu merupakan rangkaian elektronik yang mengatur proses pengisian akinya. Kontroler ini dapat mengatur tegangan aki dalam selang tegangan 12 volt plus minus 10 persen. Bila tegangan turun sampai 10,8 volt, maka kontroler akan mengisi aki dengan panel surya sebagai sumber dayanya. Tentu saja proses pengisian itu akan terjadi bila berlangsung pada saat ada cahaya matahari. Jika penurunan tegangan itu terjadi pada malam hari, maka kontroler akan memutus pemasokan energi listrik. Setelah proses pengisian itu berlangsung selama beberapa jam, tegangan aki itu akan naik. Bila tegangan aki itu mencapai 13,2 volt, maka kontroler akan menghentikan proses pengisian aki itu. Rangkaian kontroler pengisian itu sebenarnya mudah untuk dirakit sendiri. Tapi, biasanya rangkaian kontroler ini sudah tersedia dalam keadaan jadi di pasaran. Memang harga kontroler itu cukup mahal kalau dibeli sebagai unit tersendiri. Kebanyakan sistem sel surya itu hanya dijual dalam bentuk paket lengkap yang siap pakai. Jadi, sistem sel surya dalam bentuk paket lengkap itu jelas lebih murah dibandingkan dengan bila merakit sendiri. Biasanya panel surya itu letakkan dengan posisi statis menghadap matahari. Padahal bumi itu bergerak mengelilingi matahari. Orbit yang ditempuh bumi berbentuk elip dengan matahari berada di salah satu titik fokusnya. Karena matahari bergerak membentuk sudut selalu berubah, maka dengan posisi panel surya itu yang statis itu tidak akan diperoleh energi listrik yang optimal. Agar dapat terserap secara maksimum, maka sinar matahari itu harus diusahakan selalu jatuh tegak lurus pada permukaan panel surya. Jadi, untuk mendapatkan energi listrik yang optimal, sistem sel surya itu masih harus dilengkapi pula dengan rangkaian kontroler optional untuk mengatur arah permukaan panel surya agar selalu menghadap matahari sedemikian rupa sehingga sinar mahatari jatuh hampir tegak lurus pada panel suryanya. Kontroler seperti ini dapat dibangun, misalnya, dengan menggunakan

mikrokontroler 8031. Kontroler ini tidak sederhana, karena terdiri dari bagian perangkat keras dan bagian perangkat lunak. Biasanya, paket sistem sel surya yang lengkap belum termasuk kontroler untuk menggerakkan panel surya secara otomatis supaya sinar matahari jatuh tegak lurus. Karena itu, kontroler macam ini cukup mahal. PHOTOVOLTAIC

Cara kerja sistem Pembangkit Listrik Tenaga Surya dengan menggunakan Grid-Connected panel sel surya Photovoltaic untuk perumahan : . Modul sel surya Photovoltaic merubah energi surya menjadi arus listrik DC. Arus listrik DC yang dihasilkan ini akan dialirkan melalui suatu inverter (pengatur tenaga) yang merubahnya menjadi arus listrik AC, dan juga dengan otomatis akan mengatur seluruh sistem. Listrik AC akan didistribusikan melalui suatu panel distribusi indoor yang akan mengalirkan listrik sesuai yang dibutuhkan peralatan listrik. Besar dan biaya konsumsi listrik yang dipakai di rumah akan diukur oleh suatu Watt-Hour Meters. Komponen utama sistem surya fotovoltaik adalah modul yang merupakan unit rakitan beberapa sel surya fotovoltaik. Untuk membuat modul fotovoltaik secara pabrikasi bisa menggunakan teknologi kristal dan thin film. Modul fotovoltaik kristal dapat dibuat dengan teknologi yang relatif sederhana, sedangkan untuk membuat sel fotovoltaik diperlukan teknologi tinggi. Modul fotovoltaik tersusun dari beberapa sel fotovoltaik yang dihubungkan secara seri dan paralel. Biaya yang dikeluarkan untuk membuat modul sel surya yaitu sebesar 60% dari biaya total. Jadi, jika modul sel surya itu bisa diproduksi di dalam negeri berarti akan bisa menghemat biaya pembangunan PLTS. Untuk itulah, modul pembuatan sel surya di Indonesia tahap pertama adalah membuat bingkai (frame), kemudian membuat laminasi dengan sel-sel yang masih diimpor. Jika permintaan pasar banyak maka pembuatan sel dilakukan di dalam negeri. Hal ini karena teknologi pembuatan sel surya dengan bahan silikon single dan poly cristal secara teoritis sudah dikuasai. Dalam bidang fotovoltaik yang digunakan pada PLTS, Indonesia ternyata telah melewati tahapan penelitian dan pengembangan dan sekarang menuju tahapan pelaksanaan dan instalasi Teknologi ini cukup canggih dan keuntungannya adalah harganya murah, bersih, mudah dipasang dan dioperasikan dan mudah dirawat. Sedangkan kendala utama yang dihadapi dalam pengembangan energi surya fotovoltaik adalah investasi awal yang besar dan harga per kWh listrik yang dibangkitkan relatif tinggi, karena memerlukan subsistem yang terdiri atas baterai, unit pengatur dan inverter sesuai dengan kebutuhannya. Bahan sel surya sendiri terdiri kaca pelindung dan material adhesive transparan yang melindungi bahan sel surya dari keadaan lingkungan, material anti-refleksi untuk menyerap lebih banyak cahaya dan mengurangi jumlah cahaya yang dipantulkan, semikonduktor P-type dan N-type (terbuat dari campuran

Silikon) untuk menghasilkan medan listrik, saluran awal dan saluran akhir (tebuat dari logam tipis) untuk mengirim elektron ke perabot listrik. Cara kerja sel surya sendiri sebenarnya identik dengan piranti semikonduktor dioda. Ketika cahaya bersentuhan dengan sel surya dan diserap oleh bahan semi-konduktor, terjadi pelepasan elektron. Apabila elektron tersebut bisa menempuh perjalanan menuju bahan semi-konduktor pada lapisan yang berbeda, terjadi perubahan sigma gaya-gaya pada bahan. Gaya tolakan antar bahan semi-konduktor, menyebabkan aliran medan listrik. Dan menyebabkan elektron dapat disalurkan ke saluran awal dan akhir untuk digunakan pada perabot listrik.

KOMPONEN KOMPONEN DARI PLTS3. 1. Solar Module Dalam bagian ini akan dijelaskan secara singkat komponen utama PLTS yaitu solar module. Setelah menjelaskannya, maka dilanjutkan dengan trend kedepan teknologi yang berkaitan dengan solar module. 2. Apa itu solar cell?

Sebelum membahas sistim pembangkit listrik tenaga surya, pertama-tama akan dijelaskan secara singkat komponen penting dalam sistim ini yang berfungsi sebagai perubah energi cahaya matahari menjadi energi listrik. Listrik tenaga matahari dibangkitkan oleh komponen yang disebut solar cell yang besarnya sekitar 10 ~ 15 cm persegi. Komponen ini mengkonversikan energi dari cahaya matahari menjadi energi listrik. Solar cell merupakan komponen vital yang umumnya terbuat dari bahan semikonduktor. multicrystalline silicon adalah bahan yang paling banyak dipakai dalam industri solar cell. Multicrystalline dan monocrystalline silicon menghasilkan efisiensi yang relativ lebih tinggi daripada amorphous silicon. Sedangkan amorphus silicon dipakai karena biaya yang relativ lebih rendah. Selain dari bahan nonorganik diatas dipakai pula molekul-molekul organik walaupun masih dalam tahap penelitian.Sebagai salah satu ukuran performansi solar cell adalah efisiensi. Yaitu prosentasi perubahan energi cahaya matahari menjadi energi listrik. Efisiensi dari solar cell yang sekarang diproduksi sangat bervariasi. Monocrystalline silicon mempunyai efisiensi 12~15 %. Multicrystalline silicon mempunyai efisiensi 10~13 %. Amorphous silicon mempunyai efisiensi 6~9 %. Tetapi dengan penemuan metodemetode baru sekarang efisiensi dari multicrystalline silicon dapat mencapai 16.0 % sedangkan monocrystalline dapat mencapai lebih dari 17 %. Bahkan dalam satu konferensi pada September 2000, perusahaan Sanyo mengumumkan bahwa mereka akan memproduksi solar cell yang mempunyai efisiensi sebesar 20.7 %. Ini merupakan efisiensi yang terbesar yang pernah dicapai.Tenaga listrik yang dihasilkan oleh satu solar cell sangat kecil maka beberapa solar cell harus digabungkan sehingga terbentuklah satuan komponen yang disebut module.

Produk yang dikeluarkan oleh industri-industri solar cell adalah dalam bentuk module ini.Pada applikasinya, karena tenaga listrik yang dihasilkan oleh satu module masih cukup kecil (rata-rata maksimum tenaga listrik yang dihasilkan 130 W) maka dalam pemanfaatannya beberapa module digabungkan dan terbentuklah apa yang disebut array. Sebagai contoh untuk menghasilkan listrik sebesar 3 kW dibutuhkan array seluas kira-kira 20 ~ 30 meter persegi. Secara lebih jelas lagi, dengan memakai module produksi Sharp yang bernomor seri NE-J130A yang mempunyai efisiensi 15.3% diperlukan luas 23.1m2 untuk menghasilkan listrik sebesar 3.00 kW. Besarnya kapasitas PLTS yang ingin dipasang menambah luas area pemasangan. Penerapan Photovoltaic (PV) Power System di Indonesia Memperhatikan kesuksesan Arab Saudi dalam mengaplikasikan pembangkit listrik PV sebagai pensuplai energi listrik untuk penerangan terowongan, Indonesia dapat pula meniru kesuksesan tersebut bila adanya keseriusan dari pemerintah Indonesia di bidang ini. Penduduk Indonesia yang berjumlah sekitar 220 juta, sebagian besar tinggal di pedesaan dan masih banyak yang belum mendapatkan akses terhadap energi listrik. Sehingga perlu suatu kebijakan yang dapat mendorong penyediaan energi khususnya listrik bagi masyarakat pedesaan. Energi merupakan salah satu faktor yang penting dalam meningkatkan kegiatan ekonomi. Dengan tersedianya energi, peluang untuk melakukan kegiatan produktif dengan memanfaatkan potensi dan sumber daya setempat cukup banyak. Sehingga pada akhirnya akan meningkatkan perekonomian dan mengurangi tingkat kemiskinan. Oleh karena itu, perlu suatu kebijakan yang dapat mendorong penyediaan energi khususnya listrik bagi masyarakat pedesaan. Kebijakan tersebut antara lain kebijakan pendanaan. Kebijakan yang diperlukan antara lain dengan memberikan subsidi, insentif fiskal dan berbagai kemudahan fasilitas. Berdasarkan studi komparatif, penulis memandang perlu kebijakan yang komprehensif oleh pemerintah dalam pengembangan energi pedesaan. Pemerintah Indonesia telah berupaya untuk menyediakan energi bagi masyarakat pedesaan terutama listrik. Pemerintah telah mencanangkan program listrik masuk desa bahkan program listrik bertenaga sumber daya lokal seperti tenaga surya. Namun semua itu belum cukup, karena masih banyak daerah pedesaan terutama di daerah terpencil yang belum terjangkau karena sulitnya medan dan besarnya biaya dan investasi yang diperlukan. Penerapan PLTS oleh BPPT dimulai dengan pemasangan 80 unit PLTS (Solar Home System, Sistem Pembangkit Listrik Tenaga Surya untuk Lampu Penerangan Rumah) di Desa Sukatani, Jawa Barat pada tahun 1987. Setelah itu pada tahun 1991 dilanjutkan dengan proyek Bantuan Presiden (Banpres Listrik Tenaga Surya masuk Desa) untuk pemasangan 3.445 unit SHS di 15 propinsi yang dinilai layak dari segi kebutuhan (tidak terjangkau oleh PLN), kemampuan masyarakat setempat (pembayaran dengan cara mencicil) dan persyaratan teknis lainnya

. Program Banpres Listrik Tenaga Surya Masuk Desa yang telah memperoleh sambutan sangat menggembirakan dari masyarakat pedesaan dan telah terbukti dapat berjalan dengan baik akan dijadikan model guna implementasi Program Listrik Tenaga Surya untuk Sejuta Rumah.

Program ini juga merupakan salah upaya untuk mencapai target Pemerintah dalam melistriki seluruh pedesaan dan daerah terpencil di Indonesia dengan ratio elektrifikasi nasional di atas 75 persen. Besarnya biaya investasi untuk per unit PLTS ini mendorong BPPT mencari sumber dana pembiayaan serta membuat pola pengelolaan dan pendanaan. Pola ini terus berubah sejalan dengan kebijakan Pemerintah yang berlaku. Tabel 2. Pengembangan Energi Alternatif Nasional; dikutip dari Blueprint Pengelolaan Energi Nasional 2005 2025 Semenjak tahun 2005, Pemerintah optimis terhadap program-program energi yang dirancangnya melalui Blueprint Pengelolaan Energi Nasional. Banyak jenis energi baru dan terbarukan (EBT) mulai dinyatakan untuk dikelola secara resmi dan serius di tataran nasional. Salah satunya energi surya, dimana merupakan salah satu perhatian pemerintah dalam meningkatkan aplikasi energi alternatif di Indonesia. Energi surya difokuskan untuk memenuhi kebutuhan energi pada sektor Pembangkitan Tenaga Listrik serta menangani kebutuhan energi Rumah Tangga dan Bangunan Komersial. Kebijakan pemerintah tersebut sangat baik, namun beberapa langkah lain masih harus dilaksanakan. Adanya sinergi antara bidang-bidang yang terkait mutlak diperlukan. Sehingga diharapkan Blueprint tersebut dapat tercapai dengan baik dengan hasil memuaskan. Pemerintahpun telah membuat Roadmap Energi Surya untuk mendeskripsikan target-target spesifik dalam mewujudkan keinginan negara ini. Tabel 3. Roadmap Energi Surya; dikutip dari Blueprint Pengelolaan Energi Nasional 2005 2025 Kronologi Pelaksanaan Pembangkit Listrik Tenaga Surya di Indonesia Berikut ini adalah beberapa data seputar pelaksanaan pembangkit listrik bertenaga surya yang diaplikasikan di Indonesia. PLTS di Indonesia (sampai 1997): Pengenalan Teknologi Surya melalui program militer 1970 Proyek PLTS pertama dimulai oleh BPPT, Desa Sukatani, Sukabumi 1988. Proyek Sukatani dinyatakan sukses, dilanjutkan dengan program serupa (sasaran 1 juta rumah di desa) melalui dana Banpres, Ausaid, USAID, Novem, Bavarian State Matching Fund, PKT, PPLT dsb, 1989 1996; PLTS diperoleh dari bantuan international atau dibeli dengan APBN/APBD, dan pelaksanaan oleh perusahaan swasta dan LSM; Umumnya PLTS diberikan kepada masyarakat secara 100 % hibah, distribusi/instalasi oleh swasta atau LSM (jumlah terbatas);

Sasaran Proyek 1 Juta Rumah jauh dari tercapai dan proyek tidak dilanjutkan antara lain akibat krisis moneter 1998-2000. PLTS (terutama pembangkit PV) di Indonesia (2000 - sekarang)Kalangan pemerhati PLTS menilai Proyek tidak berhasil antara lain karena: Sangat rentan terhadap ketersediaan dana dari Pemerintah atau Donor; Distribusinya cenderung tidak adil/merata karena keterbatasan dana; Pelaksanaan distribusi tidak disertai dengan pelayanan purna instalasi , tidak ada jaminan keberlanjutan sistim; Tidak mendidik masyarakat untuk mandiri (tidak menimbulkan rasa memiliki); Tidak mendorong/menghambat proses komersialisasi PLTS yang mampu menjadikan PLTS sebagai komoditas, sebagaimana listrik konvensional (PLN); Pelaksanaan proyek menjadi ajang KKN di tingkat Pusat maupun Daerah; Dari kaca mata bisnis PLTS, sistem distribusi melalui proyek tidak melahirkan bisnis yang berkesinambungan (sustainable), karena tergantung dari ada tidaknya dana untuk proyek. Kondisi Photovoltaic (PV) Power System di Inodnesia saat ini:

Beberapa perusahaan masih aktif dalam distribusi PV di pedesaan. Aktivitas utama bisnis PV (retail) berada di Propinsi Lampung, Jawa Barat, Sumatra Selatan, Jambi, Bengkulu,Sulawesi Selatan, dan didaerah lain seperti Bangka Belitung, Bali, NTB, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Utara, Sumatra Utara, Riau, aktivitas bisnis ritel baru dalam tahap permulaan. Proyek pengadaan PV untuk hibah 100% masih tetap diadakan di hampir seluruh Daerah (Tk I/II), dengan dana APBN/APBD. Praktek ini potensial menjadi penghambat bagi perkembangan bisnis PLTS yang berkelanjutan. kondisi bumi kita kian lama kian mengenaskan karena tercemarnya lingkungan dari efek rumah kaca (greenhouse effect) yang menyebabkan global warming, hujan asam, rusaknya lapisan ozon hingga hilangnya hutan tropis. Semua jenis polusi itu rata-rata akibat dari penggunaan bahan bakar fosil seperti minyak bumi, uranium, plutonium, batu bara dan lainnya yang tiada hentinya. Padahal kita tahu bahwa bahan bakar dari fosil tidak dapat diperbaharui, tidak seperti bahan bakar non-fosil.

Dengan kondisi yang sudah sedemikian memprihatinkan, gerakan hemat energi sudah merupakan keharusan di seluruh dunia. Salah satunya dengan hemat bahan bakar dan menggunakan bahan bakar dari non-fosil yang dapat diperbaharui seperti tenaga angin, tenaga air, energi panas bumi, tenaga matahari, dan lainnya. Duniapun sudah mulai merubah tren produksi dan penggunaan bahan bakarnya, dari bahan bakar fosil beralih ke bahan bakar non-fosil, terutama tenaga surya yang tidak terbatas. . Sistem Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) akan lebih diminati karena dapat digunakan untuk keperluan apa saja dan di mana saja : bangunan besar, pabrik, perumahan, dan lainnya. Selain persediaannya tanpa batas, tenaga surya nyaris tanpa dampak buruk terhadap lingkungan dibandingkan bahan bakar lainnya.Di negara-negara industri maju seperti Jepang, Amerika Serikat, dan beberapa

negara di Eropa dengan bantuan subsidi dari pemerintah telah diluncurkan program-program untuk memasyarakatkan listrik tenaga surya ini. Tidak itu saja di negara-negara sedang berkembang seperti India, Mongol promosi pemakaian sumber energi yang dapat diperbaharui ini terus dilakukan. Untuk lebih mengetahui apa itu pembangkit listrik tenaga surya atau kami singkat dengan PLTS maka dalam tulisan ini akan dijelaskan secara singkat komponen-komponen yang membentuk PLTS, sistim kelistrikan tenaga surya dan trend teknologi yang ada. 2. KONSEP KERJA SISTEM PLTS

Pembangkit listrik tenaga surya itu konsepnya sederhana. Yaitu mengubah cahaya matahari menjadi energi listrik. Cahaya matahari merupakan salah satu bentuk energi dari sumber daya alam. Sumber daya alam matahari ini sudah banyak digunakan untuk memasok daya listrik di satelit komunikasi melalui sel surya. Sel surya ini dapat menghasilkan energi listrik dalam jumlah yang tidak terbatas langsung diambil dari matahari, tanpa ada bagian yang berputar dan tidak memerlukan bahan bakar. Sehingga sistem sel surya sering dikatakan bersih dan ramah lingkungan.

Badingkan dengan sebuah generator listrik, ada bagian yang berputar dan memerlukan bahan bakar untuk dapat menghasilkan listrik. Suaranya bising. Selain itu gas buang yang dihasilkan dapat menimbulkan efek gas rumah kaca (green house gas) yang pengaruhnya dapat merusak ekosistem planet bumi kita. Sistem sel surya yang digunakan di permukaan bumi terdiri dari panel sel surya, rangkaian kontroler pengisian (charge controller), dan aki (batere) 12 volt yang maintenance free. Panel sel surya merupakan modul yang terdiri beberapa sel surya yang digabung dalam hubungkan seri dan paralel tergantung ukuran dan kapasitas yang diperlukan. Yang sering digunakan adalah modul sel surya 20 watt atau 30 watt. Modul sel surya itu menghasilkan energi listrik yang proporsional dengan luas permukaan panel yang terkena sinar matahari. Rangkaian kontroler pengisian aki dalam sistem sel surya itu merupakan rangkaian elektronik yang mengatur proses pengisian akinya. Kontroler ini dapat mengatur tegangan aki dalam selang tegangan 12 volt plus minus 10 persen. Bila tegangan turun sampai 10,8 volt, maka kontroler akan mengisi aki dengan panel surya sebagai sumber dayanya. Tentu saja proses pengisian itu akan terjadi bila berlangsung pada saat ada cahaya matahari. Jika penurunan tegangan itu terjadi pada malam hari, maka kontroler akan memutus pemasokan energi listrik. Setelah proses pengisian itu berlangsung selama beberapa jam, tegangan aki itu akan naik. Bila tegangan aki itu mencapai 13,2 volt, maka kontroler akan menghentikan proses pengisian aki itu.

Rangkaian kontroler pengisian itu sebenarnya mudah untuk dirakit sendiri. Tapi, biasanya rangkaian kontroler ini sudah tersedia dalam keadaan jadi di pasaran. Memang harga kontroler itu cukup mahal

kalau dibeli sebagai unit tersendiri. Kebanyakan sistem sel surya itu hanya dijual dalam bentuk paket lengkap yang siap pakai. Jadi, sistem sel surya dalam bentuk paket lengkap itu jelas lebih murah dibandingkan dengan bila merakit sendiri.

Biasanya panel surya itu letakkan dengan posisi statis menghadap matahari. Padahal bumi itu bergerak mengelilingi matahari. Orbit yang ditempuh bumi berbentuk elip dengan matahari berada di salah satu titik fokusnya. Karena matahari bergerak membentuk sudut selalu berubah, maka dengan posisi panel surya itu yang statis itu tidak akan diperoleh energi listrik yang optimal. Agar dapat terserap secara maksimum, maka sinar matahari itu harus diusahakan selalu jatuh tegak lurus pada permukaan panel surya. Jadi, untuk mendapatkan energi listrik yang optimal, sistem sel surya itu masih harus dilengkapi pula dengan rangkaian kontroler optional untuk mengatur arah permukaan panel surya agar selalu menghadap matahari sedemikian rupa sehingga sinar mahatari jatuh hampir tegak lurus pada panel suryanya. Kontroler seperti ini dapat dibangun, misalnya, dengan menggunakan mikrokontroler 8031. Kontroler ini tidak sederhana, karena terdiri dari bagian perangkat keras dan bagian perangkat lunak. Biasanya, paket sistem sel surya yang lengkap belum termasuk kontroler untuk menggerakkan panel surya secara otomatis supaya sinar matahari jatuh tegak lurus. Karena itu, kontroler macam ini cukup mahal. 1. Biaya produksi pembuatan sel surya.

Jika kita melihat proses pembuatan sel surya dengan mengambil contoh yang menempati 90% pangsa pasar sel surya saat ini, maka terlihat adanya proses produksi yang melibatkan modal besar (high capital), yakni industri semikonduktor. Industri semikonduktor ini masih merupakan industri padat modal karena bersandar pada pembuatan dan penyediaan silikon, lebih tepatnya wafer silikon. Sejatinya, silikon sendiri ialah elemen terbanyak kedua di kulit bumi setelah oksigen, sehingga harganya relatif rendah. Hanya saja, dengan kebutuhan industri semikonduktor yang meminta kadar kemurnian silikon sangat tinggi, sekitar 1 bagian per milyar (1 ppb), biaya pemrosesan silikon untuk semikonduktor menjadi berlipat-lipat. Proses pembuatan silikon sejak dari penambangan, pemurnian dan pemotongan inilah yang memilki andil sekitar 65% dari total harga sebuah sel surya. Data tahun 2004 mengenai harga silikon dunia dengan kadar tersebut kira-kira US$ 50/kg dan terus meningkat dikarenakan adanya permintaan industri semikonduktor maupun elektronik. Pemrosesan seperti masing-masing menyumbang 10 dan 25% dari total harga sel surya. Secara kasar, saat ini, harga sebuah sel surya sekitar US$ 4-5/Watt, belum termasuk pendukungnya. Sehingga jika seorang konsumen hendak membeli sel surya dengan daya 50 Watt, maka perlu menganggarkan biaya sekitar US$ 200-250 (lihat tabel di akhir tulisan). Agak sedikit melebar, lantas, bisakah kita membuat industri sel surya sendiri agar sel surya bisa lebih mudah terjangkau di pasar sendiri?

Pada dasarnya tentu saja hal ini sangat mungkin dengan beberapa catatan menurut opini saya. Pertama, pembuatan silikon untuk sel surya atau semikonduktor ialah sebuah usaha padat modal yang sangat besar dari segi investasi. Dan tidak semua negara di dunia yang mampu secara teknologi melakoni pekerjaan besar ini, hanya beberapa negara saja yang mampu membuat silikon dengan kadar yang dibutuhkan maupun wafer silikon, semisal, Amerika, Jerman, Jepang dan Korea. Selain itu, industri pembuatan silikon berkadar tinggi maupun pembuatan wafer silikon ini juga menyedot tenaga listrik yang cukup besar. Namun mengingat bahan dasar silikon seperti pasir silika ini mudah ditermui di Indonesia , dengan dukungan investor dan pemerintah, saya kira kita cukup mampu dalam hal ini. Masak calon PLTN Muria yang heboh 80 trilyun saja kita menyanggupi, membuat sebuah pabrik wafer silikon saja kurang mampu?

Kedua, jika dalam jangka pendek tujuannya ialah memasarkan sel surya sebanyak mungkin, maka kita perlu meniru langkah China dalam memasarkan sel surya di negaranya. Industri-industri China tidak membuat material dasar silikon untuk sel surya ini. Mereka juga tidak memiliki kemampuan dalam membuat mesin-mesin yang dipergunakan pabrik-pabrik mereka untuk membuat sel surya dalam skala besar.

Hanya saja, strategi mereka ialah, mengimpor mesin-mesin pabrik dari Jerman sebagai bahagian dari investasi, serta mengimpor material silikon khusus untuk sel surya dari negaa-negara lain semisal, Jerman, Jepang dan Korea Selatan. Keunggulan komparatif upah pekerja yang murah, membuat sel-sel surya made in China saat ini merajai pasaran sel surya Eropa selain menjadi tuan rumah di negara sendiri. Hal ini saya saksikan sendiri dalam ajang PVSEC-15 di Shanghai, China. Mungkin strategi ini dalam jangka pendek bisa diterapkan di Indonesia. Namun kembali lagi, kita masih menunggu peran investor dan negara dalam hal ini. 2. Biaya perangkat dan pelayanan pendukung.

Memanfaatkan sel surya untuk keperluan apapun membutuhkan perangkat pendukung yang disebut Balance of System (BOS) yang biasanya terdiri atas baterei, inverter, biaya pemasangan serta infrasturktur (lihat gambar berikut). Di sini peran BOS sangat penting sehinga semua ini (Sel surya + BOS) disebut dengan sistem fotovoltaik. Baterei serta pegontrolnya diperlukan untuk meyimpan tenaga listrik untuk pemakaian di malam hari jika diperlukan. Inverter dibutuhkan untuk mengubah keluaran sel surya yang berarus DC menjadi AC sesuai dengan keperluan perumahan. Dan instalasi diperlukan untuk menyelaraskan bentuk (atap) rumah dengan berapa luas sel surya atau daya yang dibutuhkan agar optimal. Gambar di bawah ini sedikit menggambarkan berapa porsi anggaran yang dibutuhkan pada saat pemasangan dan perbandingannya pada 20 tahun kemudian. Asumsi memakai 1300 Watt menggunakan baterei 35 Ah. Literatur ini menggunakan negara Meksiko sebagai contohnya.

Di sana terlihat bahwa komponen baterei yang memiliki masa pakai optimum yang terbatas (sekitar 4 tahun), memerlukan perhatian khusus terutama karena adanya penambahan biaya ekstra untuk penggantian baterei baru. Secara perhitungan kasar, harga Sel surya + BOS ini mencapai US$ 8-10/Watt. Sehingga jika hendak menggunakan sel surya di perumahan lengkap dengan sarana pendukungnya untuk 1300 Watt atau 1.3 kW, maka biaya kasar yang perlu diperlukan kira-kira 1300 Watt x (US$ 8 10) = US$ 10.400 13.000 atau jika di-rupiah-kan sekitar Rp 98.880.000 117.000.000 dengan masa pakai 20 tahun lebih dan biaya tambahan untuk penggantian baterei per 4-5 tahun sekali.

Tabel di bawah merupakan simulasi perhitungan biaya yang diperlukan untuk memasang sel surya di sebuah rumah dengan kapasitas daya terpasang sebesar 50 Watt. Jika hendak memasang sel surya di rumah dengan daya 1000 Watt mirip dengan rata-rata daya terpasang pada rumah di Indonesia dari PLN, maka harga total tinggal dikalikan saja dengan 20. Energi surya adalah sumber energi terbarukan yang sedang dan (kemungkinan) akan berkembang paling cepat. Tapi, teknologi energi surya memiliki kelemahan laten, karena tidak bisa membangkitkan listrik di malam hari atau saat sinar matahari tertutup awan. Lalu bagaimana solusinya? Sebuah konsorsium bernama SolarReserve menawarkan satu solusi menjanjikan, baik dari segi kehandalan sistem, ekonomi, maupun keamanan lingkungan. Jawabannya ada pada garam. SolarReserve menggunakan teknologi yang dapat menyimpan energi panas cahaya matahari di dalam larutan garam mendidih. Proyek pertama SolarReserve akan menghasilkan listrik 500 MW (dapat menyediakan listrik sekitar 400 ribu rumah), setara dengan kapasitas pembangkit listrik berbahan bakar batubara, tapi tidak menghasilkan gas rumah kaca. Berbeda dengan pembangkit listrik tenaga surya lain, teknologi milik SolarReserve dapat menghasilkan listrik saat langit mendung, bahkan malam hari. Dalam 10 hingga 15 tahun ke depan, SolarReserve merencanakan membangun 10 pembangkit listrik jenis ini. Pembangkit listrik yang menggabungkan energi surya dan larutan garam ini memiliki prinsip kerja hampir serupa dengan pembangkit listrik tenaga surya di Seville. Di Seville terdapat ratusan cermin yang memantulkan sinar matahari ke sebuah tower. Pada tower ini diletakkan tanki besar berisi air. Energi matahari akan memanaskan air di dalam tanki, lalu menghasilkan uap panas, yang kemudian disalurkan ke turbin-turbin untuk menghasilkan listrik.

Pembangkit listrik tenaga surya (thermal) 11 MW di Seville, Spanyol Pada teknologi milik SolarReserve, mereka tidak menggunakan air biasa di dalam tanki, tapi air garam. Ratusan cermin memantulkan cahaya matahari ke tanki, memanaskan air garam hingga 1,000 derajat Fahrenheit (538 derajat Celsius). Air garam mendidih (yang membawa uap panas) lalu dipompa ke generator untuk memutar turbin uap dan menghasilkan listrik.

Diagram pembangkit listrik tenaga surya-garam mendidih

Hingga di sini, prinsip kerja pembangkit milik SolarReserve masih sama dengan pembangkit di Seville. Lalu apa yang membedakan? Pembangkit di Seville tidak dapat beroperasi di malam hari atau saat cuaca mendung, sedangkan milik SolarReserve dapat bekerja 24 jam sehari. Inilah keunggulan utama teknologi baru ini. Rahasianya adalah karena SolarReserve menggunakan garam, campuran sodium dan potassium nitrate. Larutan tersebut memiliki kemampuan menyimpan panas. Riset yang dilakukan The National Solar Thermal Test Facility menyimpulkan bahwa garam mendidih adalah larutan yang paling baik digunakan menyalurkan energi panas. Selanjutnya lembaga tersebut mengatakan bahwa panas yang tersimpang masih cukup untuk memutar turbin uap tekanan tinggi, walaupun saat tidak ada sinar matahari. Keuntungan lain dari teknologi ini adalah karena tidak melibatkan bahan-bahan yang dapat terbakar, tidak beracun, dan yang paling penting tidak menghasilkan karbon dioksida. Konversi Energi Surya

Cara kerja Solar CellSusunan sebuah solar cell, sama dengan sebuah dioda, terdiri dari dua lapisan yang dinamakan PN juction. PN junction itu diperoleh dengan jalan menodai sebatang bahan semikonduktor silikon murni ( valensinya 4 ) dengan impuriti yang bervalensi 3 pada bagian sebelah kiri, dan yang di sebelah kanan dinodai dengan impuriti bervalensi 5. Sehingga pada bagian kiri terbentuk silikon yang tidak murni lagi dan dinamakan silikon jenis P, sedangkan yang sebelah kanan dinamakan silikon jenis N. Di dalam silikon murni terdapat dua macam pembawa muatan listrik yang seimbang. Pembawa muatan listrik yang positip dinamakan hole, sedangkan yang negatip dinamakan elektron. Setelah dilakukan proses penodaan itu, di dalam silikon jenis P terbentuk hole ( pembawa muatan listrik positip ) dalam jumlah yang sangat besar dibandingkan dengan elektronnya. Oleh karena itu di dalam silikon jenis P hole merupakan pembawa muatan mayoritas, sedangkan elektron merupakan pembawa muatan minoritas. Sebaliknya, di dalam silikon jenis N terbentuk elektron dalam jumlah yang sangat besar sehingga disebut pembawa muatan mayoritas, dan hole disebut pembawa muatan minoritas. Di dalam batang silikon itu terjadi pertemuan antara bagian P dan bagian N. Oleh karena itu dinamakan PN junction. Bila sekarang, bagian P dihubungkan dengan kutub positip dari sebuah batere, sedangkan kutub negatipnya dihubungkan dengan bagian N, maka terjadi hubungan yang dinamakan "forward bias". Dalam keadaan forward bias, di dalam rangkaian itu timbul arus listrik yang disebabkan oleh kedua macam pembawa muatan. Jadi arus listrik yang mengalir di dalam PN junction disebabkan oleh gerakan hole dan gerakan elektron. Arus listrik itu mengalir searah dengan gerakan hole, tapi berlawanan arah dengan gerakan elektron. Sekedar untuk lebih menjelaskan, elektron yang bergerak di dalam bahan konduktor dapat menimbulkan energi listrik. Dan energi listrik inilah yang disebut sebagai arus listrik yang mengalir berlawanan arah dengan gerakan elektron.

Tapi, bila bagian P dihubungkan dengan kutup negatip dari batere dan bagian N dihubungkan dengan kutub positipnya, maka sekarang terbentuk hubungan yang dinamakan "reverse bias". Dengan keadaan seperti ini, maka hole ( pembawa muatan positip ) dapat tersambung langsung ke kutub positip, sedangkan elektron juga langsung ke kutub positip. Jadi, jelas di dalam PN junction tidak ada gerakan pembawa muatan mayoritas baik yang hole maupun yang elektron. Sedangkan pembawa muatan minoritas (elektron) di dalam bagian P bergerak berusaha untuk mencapai kutub positip batere. Demikian pula pembawa muatan minoritas ( hole ) di dalam bagian N juga bergerak berusaha mencapai kutub negatip. Karena itu, dalam keadaan reverse bias, di dalam PN junction ada juga arus yang timbul meskipun dalam jumlah yang sangat kecil ( mikro ampere ). Arus ini sering disebut dengan reverse saturation current atau leakage current ( arus bocor ). Ada yang menarik dalam keadaan reverse bias itu. Bila suhu PN juction tsb dinaikkan ternyata dapat memperbesar arus bocor yang timbul itu. Berarti bila diberi energi (panas), pembawa muatan minoritas di dalam PN junction bertambah banyak. Karena cahaya itu merupakan salah satu bentuk energi, maka bila ada cahaya yang menimpa suatu PN junction dapat juga menghasilkan energi yang cukup untuk menghasilkan pembawa muatan. Gejala seperti ini dinamakan fotokonduktif. Berdasarkan gejala fotokonduktif itu maka dibuat komponen elektronik fotodioda dari PN junction itu. Dalam keadaan reverse bias, dengan memperbesar intensitas cahaya yang menimpa fotodioda dapat meningkatkan aras arus bocornya. Arus bocor dapat juga diperbesar dengan memperbesar tegangan batere (tegangan reverse), tapi penambahan arus bocornya itu tidak signifikan. Bila batere dalam rangkaian reverse bias itu dilepas dan diganti dengan beban tahanan, maka pemberian cahaya itu dapat menimbulkan pembawa muatan baik hole maupun elektron. Jika iluminasi cahaya itu ditingkatkan, ternyata arus yang timbul semakin besar. Gejala seperti ini dinamakan photovoltaic. Cahaya dapat memberikan energi yang cukup besar untuk memperbesar jumlah hole pada bagian P dan jumlah elektron pada bagian N. Berdasarkan gejala photovoltaic ini maka dapat diciptakan komponen elektronik photovoltaic cell. Karena biasanya matahari sebagai sumber cahaya, maka photovoltaic cell sering juga disebut solar cell (sel surya) atau solar energy converter. Jadi sel surya itu pada dasarnya sebuah foto dioda yang besar dan dirancang dengan mengacu pada gejala photovoltaic sedemikian rupa sehingga dapat menghasilkan daya yang sebesar mungkin. Silikon jenis P merupakan lapisan permukaan yang dibuat sangat tipis supaya cahaya matahari dapat menembus langsung mencapai junction. Bagian P ini diberi lapisan nikel yang berbentuk cincin, sebagai terminal keluaran positip. Di bawah bagian P terdapat bagian jenis N yang dilapisi dengan nikel juga sebagai terminal keluaran negatip. Untuk mendapatkan daya yang cukup besar diperlukan banyak sel surya. Biasanya sel-sel surya itu sudah disusun sehingga berbentuk panel, dan dinamakan panel photovoltaic (PV). PV sebagai

sumber daya listrik pertama kali digunakan di satelit. Kemudian dipikirkan pula PV sebagai sumber energi untuk mobil, sehingga ada mobil listrik surya. Sekarang, di luar negeri, PV sudah mulai digunakan sebagai atap atau dinding rumah. Bahkan Sanyo sudah membuat PV yang semi transparan sehingga dapat digunakan sebagai pengganti kaca jendela. Sel surya di Indonesia sudah mulai banyak dimanfaatkan, terutama sebagai energi penerangan di malam hari. Juga sudah dilakukan uji coba untuk membuat mobil tenaga surya. Sekarang, pemerintah sedang memikirkan untuk mengembangkan pemanfaatan sel surya ke daerah-daerah transmigrasi.