skripsi - universitas islam malang
TRANSCRIPT
HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTRI
(STUDI KOMPARASI PEMIKIRAN SAYYID MUHAMMAD
ALAWI AL MALIKI DAN KH. HUSEIN MUHAMMAD)
SKRIPSI
Oleh :
Muhammad Kemal Irsyadul Ibad
NPM 21601012012
UNIVERSITAS ISLAM MALANG
FAKULTAS AGAMA ISLAM
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM
2020
ABSTRAK
Ibad, Muhammad Kemal Irsyadul. 2020. Hak Dan Kewajiban Suami Istri (Studi
Komparasi Pemikiran Sayyid Muhammad Alwi Dan KH. Husein
Muhammad). Skripsi, Prodi Hukum Keluarga Islam, Fakultas Agama
Islam, Universitas Islam Malang, Pembimbing 1: Drs. Ibnu Djazari, M.HI,
Pembimbing 2. Dr. H Syamsu Madyan, Lc, MA
Kata kunci: Sayyid Muhammad Alawi, KH. Husein Muhammad, Komparasi,
Hak dan Kewajiban Suami Istri
Konsep hak dan kewajiban suami istri dalam pembahasan fikih sangat
penting di kaji dan diteliti secara terperinci di zaman kontemporer ini. ketentuan
fikih terkait hak dan kewajiban suami dan istri masih mengalami ketimpangan
atau kepincangan sebelah. Problem sosial tentang suami secara mutlak menjadi
pemimpin rumah tangga. Hal ini didapati di pemikiran Sayyid Muhamad Alawi
didalam karya Adāb al-Islam fi Nizām Al Usrāh dimana dengan segala aspek
kenyataan dan syariat bahwa laki laki adalah pemimpin bagi keluarga secara
mutlak secara fitrah dan kodratnya sebab kelebihan akal dan agamanya. Disisi lain
KH. Husein Muhammad dalam bukunya Fiqh Perempuan ; Refleksi Kiāi Atas
Tāfsir Wacanā Agamā Dan Gender mempertanyakan relevansi kepemimpinan
seorang laki-laki secara mutlak. Berdasarkan perkembangan zaman dan
eksistensi laki laki dan perempuan adalah seimbang dan sejajar. Dari latar
belakang tersebut, penyusun mencoba meneliti dua fokus masalah yang ada di
pembahasan ini. 1) Bagaimana Konsep Pemikiran Sayyid Muhammad Alawi dan
KH. Husein Muhammad mengenai hak dan kewajiban suami istri? 2) Bagaimana
persamaan dan perbedaan dan relevansinya mengenai hak dan kewajiban suami
istri dengan Perundang undangan yang berlaku di indonesia?.
Jenis penelitian ini memakai Library Reseacrh (Studi Kepustakaan). Jenis
penelitian ini difakoskan pada pengkajian dan pembahasan literatur literatur
Hukum Islam. Khususnya pemikiran Sayyid muhammad alawi dan KH. Husein
Muhammad sebagai objek penelitian ini. Penelitian ini bersifat deskriptif
komparatif yaitu membandingkan pemikirannya secara sitematis mengenai suatu
problem dari kedua tokoh yang memiliki pemikiran yang berbeda.
Berdasarkan hasil penelitian, hak dan kewajiban suami istri menurut
Sayyid Muhammad Alawi dan KH. Husein Muhammad tentang konsep yang
dikelompokkan menjadi dua: berdasarkan pengistilihan. pertama hak dan
kewajiban material dan batinial dan ini dititik beratkan kepada otoriter suami
sebagi tonggaknya. Sedangkan yang kedua berdasarkan konsep muayarah bil
ma’ruf di pijakkan kepada hak dan kewajiban selalu bersama tidak ada
keunggulan antara suami istri dengan sikap egaliter dan universal. Persamaannya
berpijak kepada Al Quran dan As-Sunah dalam mengistinbatkan hukum
Perbedaan terhadap pemahaman nash Al Quran dan As Sunah dengan
pendekatan yang berbeda. Sayyid Muhammad Alawi lebih klasik-tektualis.
Sedangkan KH. Husein Muhammad lebih modern-kontektualis. sebagian
pandangan kedua tokoh pemikiran masih relevan dengan kompilasi Hukum
Islam khususnya pada pasal 83 dan UU.No. 23 tahun 2003 pasal 9 KDRT.
ABSTRACT
Ibad, Muhammad Kemal Irsyadul. 2020. The Rights and Obligations Husband
and wife (comparison study of Sayheed Muhammad Alwi and KH. Husein
Muhammad). Thesis, Prodi of Islamic Family law, Islamic Faculty of
Religion, Islamic University of Malang, mentor 1: Drs. Ibn Djazari, M. HI,
mentor 2. Dr. H Syamsu Madyan, Lc, MA
Keywords: Sayheed Muhammad Alawi, KH. Husein Muhammad, camparison,
The rights and obligations husband wife.
The concept of the rights and obligations of husband and wife in the
discussion of fiqh is very important to be studied and examined in detail in this
contemporary era. Jurisprudence provisions related to the rights and obligations of
husband and wife are still experiencing inequality or lameness. Social problems
about the husband absolutely become the leader of the household. This is found in
the thoughts of Sayyid Muhammad Alawi in the work of Adab al-Islam fi Nizam
Al Usrāh where with all aspects of reality and Shari'a that men are absolute
leaders in their families by nature and nature because of excess of reason and
religion. On the other hand KH. Husein Muhammad in his book Fiqh Wanita;
Kiāi's Reflection on the Tāfsir Discourse Agamā and Gender questions the
absolute relevance of a man's leadership. Based on the times and the existence of
men and women are balanced and parallel. From this background, the composer
tried to examine the two focus issues in this discussion, 1) How the Concept of
Thought of Sayyid Muhammad Alawi and KH. Hussein Muhammad regarding the
rights and obligations of husband and wife? 2) What are the similarities and
differences and their relevance regarding the rights and obligations of husband
and wife with the applicable law in I ndonesia ?.
This type of research uses the Library Reseacrh (Literature Study). This
type of research was conducted in the study and discussion of classical and
contemporary literature literature. Especially the thought Sayheed Muhammad
Alawi and KH Husein Muhammad as the object of this study .
Based on the results of the research, the rights and obligations of husband
and wife according Sayheed Muhammad Alawi about the concept detailed
description and KH. Husein Muhammad about the concept concise description :
muasyarah bilmakruf. The similarities are based on Al Quran and As-Sunah.
Difference to understanding the Nash Al Quran and As Sunah with a different
approach. Sayheed Muhammad Alawi Conservative-Tektualis. While KH. Husein
Muhammad Progressive-kontektualis part of the second view of the figure is still
relevant to the compilation of Islamic law, especially in pasal 83 and UU.No. 23
years 2003 ayat 9 KDRT.
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Manusia adalah mahluk sosial, seseorang tidak dapat memenuhi
kebutuhanya lahir dan batin tanpa bantuan orang lain. Dari sini diperlukan
adanya kerjasama serta interaksi harmonis. Namun demikian, semakin deket
hubungan semakin banyak tuntutan dan semakin tidak mudah memeliharanya.
Termasuk dalam hal ini hubungan perkawinan.
Perkawinan bagi umat manusia adalah sebuah ikatan lahir dan batin antara
seorang laki-laki dan seorang perempuan menjadi sepasang suami isteri dengan
tujuan yang sakral yaitu membentuk keluarga yang bahagia dan kelak berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa (Ahmad Rofiq , 2013: 48). Tujuan Utamanya adalah
untuk membuat keluarga yang bahagia yang penuh ketenangan cinta dan penuh
kasih sayang.
Dalam ikatan perkawinan tersebut, suami istri diikat dengan komitmen
untuk saling melengkapi antar a keduanya dengan memenuhi hak dan kewajiban
m asing masing. Hal itu semua bukan tanpa alasan, sebab tanpa pemenuhan
kewajiban dan hak masing masing, maka hikmah dari perkawinan yang
menghasilkan keluarga yang penuh kedamaian, kecintaan dan kasih sayang
tidak akan tercapai. (Khoiruddin, 2005 :4)
Menurut Ali Yafie (2006:256) Bahwa Sistem perkawinan yang dibuat oleh
Islam adalah menempatkan perempuan pada kedudukan yang terhormat, di mana
martabat laki-laki dan perempuan adalah sama atau tidak berbeda. Berarti hal
tersebut menunjukkan bahwasanya ajaran islam memperhatikan kesejahteraan
keluarga, karena itu perkawinan sangat dianjurkan oleh Islam bagi yang telah
mempunyai kemampuan.
Menurut Murtadha Muthahhari, (2009: 100) bahwa Islam adalah agama
yang melindungi setiap hak-hak manusia tanpa membedakan status, dalam hal ini
adalah laki-laki dan perempuan. Tidak lain dan tidak bukan lantaran yang
membedakan mereka adalah sebatas mana tingkat ketakwaan manusia itu sendiri
kepada Allah swt.
Adapun mengenai hak-hak manusia, maka hak untuk memperoleh
kebebasan adalah merupakan salah satu hak yang harus dipenuhi dalam hidup, di
mana Islam sama sekali tidak membedakan antara perempuan dan laki-laki untuk
memperoleh segala bentuk kebebasan tersebut. Islam mempunyai posisi yang
unik, karena mengakui status ekonomi perempuan yang independen dan
memberinya hak untuk memiliki, menggunakan dan menikmatinya tanpa
perantara atau wali. Islam berpandangan bahwa antara perempuan dan laki-laki
adalah sama atau setara.
Dengan demikian Islam adalah agama yang memerdekakan perempuan,
sehingga tidak benar sebuah pendapat yang menyatakan bahwa hukum Islam
adalah tidak adil dan terdapat diskriminasi antara kaum perempuan dan laki-laki,
sebagaimana disampaikan oleh orang-orang barat terutama oleh kaum orentalis
barat.
Dalam rumah tangga, setiap pasangan suami isteri perlu menyadari
bahwa masing-masing mempunyai hak tersendiri. Dalam Hukum Islam saja
setiap suami wajib melayani isterinya dengan baik dan setiap isteri juga wajib
taat dan melayani suami dengan sebaiknya. Islam adalah agama yang
sempurna, setiap hukum dan peraturan yang terdapat bukan hanya memihak
kepada lelaki, tetapi juga kepada perempuan dan kesemua pihak. Islam telah
menetapkan para suami bertanggungjawab dalam memimpin rumah tangganya
dan memenuhi hak-hak isterinya dan memerintahkan supaya mereka berlaku
baik terhadap isteri mereka sesuai dengan apa yang diajar oleh Rasulullah
S.A.W (Qurais Shihab, 2007:17).
Untuk mewujudkan itu semua, maka kedua belah pihak, baik dari
suami atau istri perlu memahami, mengerti dan memenuhi hak dan
kewajibannya masing masing. Keduanya tidak diperbolehkan berbuat egois.
Karena mereka berdua berpasangan, maka dalam memenuhi hak dan kewajiban
tersebut dilandasi dengan beberapa prinsip, diantaranya kesamaan,
keseimbangan dan keadilan diantara keduanya (Faqihuddin Abdul Kodir,
2019:370).
Hal ini sesuai dengan pendapat mayoritas Ulama yang menyatakan
bahwa kedudukan antara suami istri adalah kedudukan yang sejajar dan
bersifat kemitraan. Sehingga dalam keluarga tidak diperkenankan adanya
superioritas walaupun masih harus jelas adanya kepatuhan terhadap konsep
kepemimpinan yang ada dalam keluarga. Sebagaimana firman Allah Swt dalam
surat kedua dari Al Quran yaitu Al Baqarah ayat 187 yang berbunyi :
هن لبا س لكم وأن تم لبا س لن Artinya :
“ Mereka adalah pakaian bagimu, dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka ”.
Ayat ini menurut Ahli Tāfsir mengilustrasikan bahwa suami istri itu
bagaikan pakaian yang dikenakan di badan. Dimana dengan pakaian tersebut
seseorang bisa tertutupi aurat ataupun aibnya. Begitu juga suami, dengan adanya
istri ia akan tertutupi dari kejelakannya, dan sebaliknya. Sebab itulah, maka suami
istri harus kompak dan searah dalam mengatur rumah tangga (Ali Ash-Shabuni,
2003:110).
Maka oleh karena itu Perkawinan ialah perbuatan hukum yang mengikat
antara seorang pria dengan seorang perempuan (suami dan istri) yang
mengandung aspek keperdataan yang mana menimbulkan adanya hak dan
kewajiban bagi suami dan istri. (Zainuddin, 2012:51)
Menurut Kompilasi Hukum Islam Pasal 77 sampai dengan Pasal 84: Bahwa
“Suami istri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakan rumah tangga
yang sakinah, mawaddah, dan rahmah yang menjadi sendi dasar dari
susunan masyarakat”.
Apabila mengarah penjelasan diatas, bahwa terjadinya perkawinan itu
melahirkan adanya akibat hukum. Dengan demikian menimbulkan adanya suatu
hak-hak dan suatu kewajiban antara suami dan istri. Jika saja antara suami dan
istri bisa menjalankan hak dan kewajiban masing-masing, maka akan terwujudnya
ketentraman dan ketenangan dalam hubungan rumah tangga.
Salah satu kewajiban suami adalah menjadi tulang punggung untuk
keluarganya atau bisa juga disebut laki-laki sebagai penjamin ekonomi keluarga.
Kewajiban memberikan nafkah harta, bahwa semua ulama mazhab menyepakati
tentang wajibnya pemberian nafkah harta kepada istri setelah adanya akad dalam
sebuah perkawinan, sebagaimana dalam kitab Kitab Fiqh al-Madzahib al-
Arba‟ah dan yang meliputi tiga hal: pangan, sandang dan papan (Sayyid Sabiq,
2007 : 231)
Begitupula kewajiban istri adalah menaati suami selama ketaatan bukan
karena maksiat kepada Allah SWT. Istri berkewajiban melayani seks suaminya
bila tidak ada halangan syari. Hak dan Kewajiban nafkah dan seks adalah hak dan
sekaligus kewajiban bersama sesuai kemampuan dan kesempatan masing masing.
sebagaimana firman Allah Swt mengenai kewajiban suami dan istri untuk saling
mu’āsyarāh bil ma’rūf tercantum pada dalam Surat al-Baqarah (2) ayat 288 yang
berbunyi sebagai berikut :
معرو يهن بال
ذي عل
ال
هن مثل
يهن درجة و ل
جل عل ف وللر
Artinya:
“ bagi istri itu ada hak hak dengan kewajiban kewajibannya secara ma’ruf (baik) dan bagi suami setingkat lebih dari istri (Kemenag, 2005:28).
Ayat ini menegaskan bahwa istri mempunyai hak dan istri mempunyai
kewajiban. Kewajiban istri adalah hak bagi suami. meskipun demikian, suami
mempunyai kedudukan setingkat lebih tinggi yaitu sebagai kepala keluarga,
sebagaimana isyarat ayat tersebut (Ali Ash-Shabuni, 2003:123).
Dalam hadist Rasulullah Saw bersabda berkenaan dengan adanya Hak
Dan Kewajiban Pasangan Suami-Isteri dimana hal ini perihal wasiat Nabi
Muhammad Saw dalam membangun rumah tangga di Haji Wadha’ :
قا ولنسائكم عليكم حقا آلا إ ن لكم على نسائكم ح
“Ketahuilah bahwa kalian mempunyai hak yang harus dipikul oleh istrimu dan istrimu juga mempunyai hak yang harus kamu pikul pula ( HR. Imam Tirmidzi
dan Ibnu Majah)
Umumnya suami-istri adanya saling keterbukaan pada suami-istri dan
sikap yang saling taawun saling tolong-menolong, dan kehidupan berkeluarga,
memegang peranan dalam pembinaan kesejahteraan bersama baik fisik, material
maupun spiritual, dalam hal memenuhi hak dan kewajiban, akan tetapi terjadinya
kesenjangan dimana realitanya ada rasa egois antara keduanya sehingga
menimbulkan rasa tidak kepercayaan rumah tangga, dirasa menjadi sikap yang
apatis dan egois antara suami- istri akhirnya Perceriaan.
Berdasarkan Fenomena lain, bahwasanya sebab perceraian yaitu tidak ada
rasa kemitraan, dimana suami tidak memenuhi kewajiban seperti menafkahi isteri
dan anaknya bahkan dalam catatan Penyebab Perceraiaan Di Indonesia pertahun
meningkat seperti Suami meninggal rumah satu tahun, dua tahun bahkan lebih
begitu pula isteri tidak memenuhi kewajiaban dalam memenuhi hak suami
sehingga terjadinya penyelewengan Suami Selingkuh. Rasa kepedulian bersama
antara sepasang itu atau menurut Sayyid Muhammad Alawi mengistilahkan
kemitraan dimana didalam kurangnya arti keluarga.
Termasuk Konsep Muāwanāh (kerjasama) Ini yang usung oleh Sayyid
Muhammad Alawi Al Maliki karena hal itu sangat prinsip dalam membangun
keluarga. semisal suami berkewajiban menjalankannya terhadap hak dari isteri
seperti mahar, nafkah hidup, pakaian,dan pendidikan agama dalam keluarga serta
penanggung jawab keluarga. Dalam keluarganya pasti adanya kepemimpinan
dimana hal itu menjadi sunnatullah sebagaimana ada kepala dalam organisasi
tersebut yaitu kepala keluarga. Menurut Sayyid Muhammad Alawi Al Maliki
dalam bukunya mengatakan bahwa kepemimpinan dalam keluarga adalah suami
sedangkan isteri menjadi pengikut seperti ayat 34 surat an nisa’ :
ان فقوا من ى ع ضض وبام عل ع ضض ء با فضل الل الرجال ق وامون على النسا ﴿ اموالم
Artinya:
Kaum laki laki adalah pemimpin atas kaum perempuan, disebabkan Allah telah melebihkan sebagian mereka atas sebagian yang lain, dan karena mereka telah menafkahkan dari harta mereka (Kemenag, 2005: 66).
Sedangkan dalam fakta kehidupan masyarakat istri tetap bekerja di luar
rumah. sedangkan suami membiarkan keluarganya telantar, nafkah yang mencari
isteri meskipun isteri banting tulang menjadi tulang punggung keluarga sedangkan
suami mengganggur, judi dan pergi tanpa pamit. Hal lain yang terjadi adalah
keluarga yang meliputi anak yang telantar sebab tidak terpenuhi nafkah dari
suami. Suami yang kewajibannya adalah memberi nafkahnya pada anak dan
istrinya. Kemudian mengakibatkan tidak terpenuhinya asupan makanan dan
kebutuhan serta pembiayaan yang lain.
Dalam Fakta sosial, relasi hak dan kewajiban suami-isteri menjadi
melemah, bahkan pudar dikarenakan kurangnya rasa kepercayaan, rasa
kenyamanan antara suami-istri tersebut. Padahal secara hukum keluarga relasi
yang baik (Mūasyarōh Bil Mā’ruf) dituntutkan dan ditunjukkan pada kedua
pihak, dimana suami diminta berbuat baik pada istri, dan istri juga diminta hal
sama. Relasi hak dan kewajiban antara suami-istri yang baik seharusnya
mendatangkan kebaikan, akan tetapi menjadi rusak karena tidak terpenuhi
keduanya yaitu hak dan kewajiban ( Faqihuddin Abdul Kodir, 2019: 371).
Problematika rumah tangga di era kekinian begitu kompleksitas, menurut
Hasbiyallah, (2015:3) mengatakan bahwa kehidupan modern seperti saat ini,
adalah tuntutan terhadap kehidupan semakin banyak dan kompleks, tuntutan
kepada para istri untuk mencari nafkah tambahan , tuntutan untuk memiliki
kebutuhan yang tidak hanya primer tetapi juga sekunder dan tersier dan tuntutan
tuntutan lain yang berakibat buruk bagi keharmonisan keluarga, seperti kurangnya
kasih sayang orang tua, komunikasi antara pasangan suami-istri. antara suami-
istri kurang memerdulikan hak dan kewajiban masing masing. Akhirnya timbul
konflik keluarga kecil berakibat perceraian.
Oleh karena itu berdasarkan pengamatan awal dari fakta fakta diatas
tentang hak dan kewajiban suami-istri, melahirkan sebuah persoalan yang patut
dikaji dan ditelaah yang mendalam secara terperinci. Melalui jalan pemikiran
Sayyid Muhammad Alawi Al Maliki dengan kitabnya Adāb al-Islam fi Nizām Al
Usrāh. Kitab kuning ini sering dikaji dibeberapa pesantren di indonesia disamping
kitab nikah populer Syarḥ Uqûd al- Lujjain Fî Bayân Ḥuqûq az-Zawjain karya
Syekh Nawawî al-Bantânî al-Makkî.
Sayyid Muhammad Alawi Al Maliki adalah salah satu ulama Saudi
Arabia terkenal dengan sangat produktif dalam penulisan kitab. Diantara karyanya
adalah Adāb al-Islam fi Nizām Al Usrāh. Kitab ini mengkaji secara spesifik
tentang relasi hak dan kewajiban suami istri guna membina keluarga yang bahagia
(sakinah).
Diantara Salah satu fasal yang terdapat dari kitab Adāb al-Islam fi
Nizām Al Usrāh menjelaskan bahwa istri yang sholehah adalah istri yang taat
kepada suami, menjaga harta suami ketika suaminya sedang tidak ada di rumah.
Dan kewajiban istri taat kepada suami inilah yang fundamental dan tertinggi.
Apalagi bila diamati secara dalam, bahwa pemahaman dan pemikiran Sayyid
Muhammad Alawi terkait hak dan kewajiban istri yang tercantum di kitab Adāb
al-Islam fi Nizām Al Usrāh Didasari oleh hadist nabi muhammad saw. Dimana
hadist ini yang diriwayatkan Sunan Abu Dawud, (1994:1664) Dan Sunan Nasai, (
1991: 3229). Melalui sahabat Ibn Abbas dengan sanad yang shahih, hadist yang
dikutip oleh Sayyid Muhammad Alawi menekankan pada ketaatan yang totalitas
seorang istri pada suami.
خير النساء امرأة إذا نظرت إلب ا سرتك وإن أمرتها أطاعتك وإن غبت عن ا حفظتكلك ونفس افي ما
Artinya:
Sebaik sebaik perempuan adalah perempuan yang jika engkau melihatnya, ia menyenangkan hatimu, jika engkau menyuruhnya, ia mengikuti perintahmu, dan apabila engkau tidak ada atau tidak berada disampingnya. ia menjaga (memelihara) hartamu dan menjaga dirinya. (HR. Ibnu Jarir dan Al Baihaqi)
Adāb al-Islam fi Nizām Al Usrāh karya Sayyid Muhammad Alawi bila
dipantau secara corak dan kondisi sosial yang sedang di alami oleh bangsa
indonesia. Nampaknya sesuai, dimana Indonesia sekarang dihadapkan pada
kecondongan budaya modern yang digaungkan dalam terkait hak asasi manusia
seperti menuntut adanya kesetaraan. Padahal secara struktur sosial yang di
indonesia masih seperti biasanya.
Lain pada itu. Ulama kontemporer,semisal K.H. Husein Muhammad
melalui bukunya Fiqh Perempuan: Refleksi Kiai atas Tafsir Wacana Agama dan
Gender . Bahwasanya problematika hak dan kewajiban suami istri pada dasarnya
adalah prinsip Al Quran yang memandang pandangan Setara atau diistilahkan
pakar adalah egaliter . Tidak pada istri saja dalam menjaga suami, suami istri
saling menjaga, suami juga menjaga kejelekan, aib aib dan harta martabat istri.
Hal ini yang diusung oleh K.H. Husein Muhammad di istilahkan dengan
mū’asyarāh bil mākrūf dalam relasi kemanusiaan dalam kelurga disebutkan pada
halaman (Husein Muhammad, 2019:235).
Dasarnya adalah sebagai berikut:
Artinya :
Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam Keadaan beriman, Maka Sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik. dan Sesungguhnya akan Kami beri Balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. (Kemenag,
2005:222)
Begitu pula problematika terkait status kepala keluarga dan nafkah dari
istri, sebagaimana pernyataan sayyid muhammad alawi dalam bukunya yang
sudah disinggung diatas bahwa dalam alquran surat an nisa ayat 34 sendiri
menuturkan bahwa laki laki sebagai kepala keluarga dan wajib menafkahi istri :
Artinya
kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. sebab itu Maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri, ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). ( QS.
An Nisa’ [4]:34).
Sedangkan K.H. Husein Muhammad menuturkan bahwa status
kepemimpinan keluarga bila berbalik ke istri bila mana suami tidak bisa
memenuhi kewajiban baik lahir dan batin, baik berkaitan seksual dan sandang
pangan, Dengan dasar yang sama dengan Sayyid Muhammad Alawi hanya saja
cara penafsiran secara realita dan kontektual yang ada pada era globalisasi dan
kondisi kekinian di indonesia.
Hak dan kewajiban suami istri itu berpatokan pada suatu ‘urf (istiadat)
dan menjadi fitrah, bahwa suatu hak mewajibkan adanya sebuah kewajiban,
begitu juga kebalikkannya. Hal yang menjadi garis titik menurut K.H. Husein
Muhammad adalah bahwa adanya perkawinan menuntut lahirnya sebuah hak dan
kewajiban meliputi dua aspek, aspek dalam bidang ekonomi dan aspek non-
ekonomi yang berbentuk hak dan kewajiban dalam rumah tangga, seperti perihal
pertama dalam aspek ekonomi misalnya soal mahar , lebih kenalnya adalah
soalmas kawin dan nafkah atau kata bahasa arabnya adalah nafaqoh. Sedangkan
aspek keduanya misalnya relasi swksual dan relasi kemanusiaan. (Husein
Muhammad, 2007:148)
K.H. Husein Muhammad, pemikir fiqh kontemporer yang memberikan
nuansa baru terkait fiqh (dikenal hukum islam), baginya hukum islam adalah buah
hasil pemikiran manusia yang berada pada ruang dan waktu. sehingga
menghasilkan bahwa fiqh memiliki faktor relativitas yang bersifat dinamis.
Melalui bukunya Fiqh Perempuan ; Refleksi Kiai Atas Tafsir Wacana Agama Dan
Gender. K.H. Husein Muhammad menelaah kembali pendapat pendapat ulama
klasik dalam literatur karya yang berada pada kitab kuning yang bersifat
penafsiran patriarkhal, bias gender dan mempersoalkan urgensi dan relevansi
reinterprestasi fiqh terhadap cara penyegahan dan penegakkan kehidupan anti
kekerasaan, anti pelecehan, terutama terkait anti diskriminasi terhadap perempuan.
Hal inilah, yang mendorong untuk diteliti dan ditelaah lebih secara
terperinci. Terhadap pemikiran Sayyid Muhammad Alawi Al Maliki dan
Pemikiraan K.H. Husein Muhammad terkait problem hak dan kewajiban suami
istri, keduanya adalah ulama pemikir islam dan melalui karya karyanya masih
fenomenal untuk dikaji dan menjadi rujukan diberbagai pesantren yang tersebar
di nusantara.
Sosok K.H. Husein Muhammad, ia merupakan seseorang kyai pesantren
yang mengenyam dan pengkaji pandangan ulama klasik. Akan tetapi ia berbeda
pandangan dengan mayoritas kyai pada umumnya termasuk pandangan Sayyid
Muhammad Alawi. K.H. Husein Muhammad sosok pemikir yang menjunjung
tinggi nilai keadilan islam melalui trend universalisme keislaman dan mengkritis
pandangan pandangan ulama yang bias gender dalam nuansa paradigma fiqh
feminismenya.
Maka dengan itu, peneliti mencoba mentelaah dan mengkaji lebih jauh
secara skala akademisi ilmiah komprehensif tentang hak dan kewajiban Suami
Istri. Sehingga penulis mengambil judul “ Hak Dan Kewajiban Suami-Istri
(Studi Komparasi Pemikiran Sayyid Muhammad Alawi Al Maliki Dan
Pemikiran KH. Husein Muhammad) ”.
B. FOKUS PENELITIAN
Berdasarkan latar belakang pada pembahasan diatas, maka rumusan masalah
1. Bagaimana Konsep Pemikiran Sayyid Muhammad Alawi Al Maliki dan
Pemikiran KH. Husein Muhammad tentang Hak dan Kewajiban Suami-
Istri ?
2. Bagaimana persamaan dan perbedaan pemikiran Sayyid Muhammad
Alawi Al Maliki dan KH. Husein Muhammad dalam Konteks kekinian,
khususnya hukum keluarga tentang hak dan kewajiban suami-isteri dan
direlevansikan dengan Perundang undangan di Indonesia yang berlaku ?
C. TUJUAN PENELITIAN
a. Untuk mendeskripsikan Konsep Pemikiran Sayyid Muhammad Alawi Al
Maliki dan Pemikiran KH. Husein Muhammad tentang Hak dan
Kewajiban Suami-Istri.
3. Untuk mendeskripsikan persamaan dan perbedaan pemikiran Sayyid
Muhammad Alawi Al Maliki dan KH. Husein Muhammad dalam Konteks
kekinian, khususnya hukum keluarga tentang Hak dan Kewajiban Suami-
Isteri serta direlevansikan dengan Perundang undangan Di Indonesia yang
berlaku.
D. KEGUNAAN PENELITIAN
Penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi banyak pihak:
1. Secara Teoritis
a. Memberikan sumbangan akademis kepada Fakultas Agama Islam
Universitas Islam Malang, khususnya penerapan ilmu yang sudah
didapatkan dari masa perkuliahan.
b. Memberikan masukan untuk penelitian serupa dimasa yang akan
datang serta dapat dikembangkan lebih lanjut untuk hasil yang sesuai
dengan perkembangan zaman.
2. Secara Praktis
a. Memberikan masukan pemikiran bagi masyarakat umum serta para
praktisi hukum islam,khususnya dalam kaitan persoalan hak dan
kewajiban suami istri
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan penyusun
khususnya dan menjadi solusi bagi para pembaca umumnya tentang
hak dan kewajiban suami-istri.
c. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum.
E. DEFINISI OPERASIONAL
Agar ada persamaan persepsi dalam menangkap informasi maka menganggap
perlu untuk memberikan sedikit gambaran maksud dari judul penelitian ini (Hak
Dan Kewajiban Suami-Istri ( Studi Komparasi Pemikiran Sayyid Muhammad
Alawi Al Maliki Dan Pemikiran KH. Husein Muhammad)
1. Hak suami - isteri
Menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia hak artinya benar, milik
kewenangan , kekuasaan untuk melakukan atau berbuat sesuatu.
2. Kewajiban suami isteri.
Menurut kamus lengkap bahasa indonesia kewajiban berarti harus
dilakukan , atau sesuatu yang harus dikerjakan, sesuatu yang berkenaan
dengan tugas ataupun pekerjaan.
3. Komparasi
Menurut Suharsimi Arikunto, (2014:7) komparasi berasal dari kata bahasa
inggris yaitu comparation berarti perbandingan. Kata tersebut
menunjukkan bahwa penelitian ini, bermaksud mengadakan perbandingan
kondisi dua tempat, dua pemikiran , apakah keduanya pemikiran tersebut
sama,atau ada perbedaan, dan kalau ada perbedaan, kondisi atau pemikiran
yang mana lebih baik dari hasil dari penelitian tersebut .
4. Sayyid Muhammad Alawi Al Maliki
Menurut Kitab Lawami’un Nur As Sani, adalah beliau adalah ulama hijaz
pakar ilmu hadist terkemuka di abad – 21. Kitab yang masyhur dalam
bidang Hadist dan fiqh munakahat adalah kitab Adāb al-Islam fi Nizām
Al Usrāh.
5. KH. Husein Muhammad
Menurut buku Kiai Husein membela perempuan, beliau adalah aktivis
feminis islam, sosok yang kekritisan berbidang padakajian kajian tentang
dunia perempuan, buku yang masyhur dalam Bidang Fiqh adalah Fiqh
Perempuan ; Refleksi Kiai Atas Tafsir Wacana Agama Dan Gender
F. METODE PENELITIAN
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini bersifat studi kepustakaan ( library research) artinya
riset kepustakaan untuk menelaah secara mendalam dalam sumber sumber
yang tertulis yang telah dpublikasikan (Suharsimi, 1989:10). dimana penelitian
berdasarkan dalam analisisnya pada sumber sumber pustaka misalnya buku,
kitab kitab, jurnal yang relevan dengan problematika yang sedang diteliti,
(Dudung, 7:998)
2. Sifat Penelitian
Sifat penelitian ini, memakai deskriptif- komparatif adalah metode
deskriptif ini karena penelitian yang dilakukan bertujuan untuk
menggambarkan dengan jelas tentang objek yang diteliti secara alamiah
(Djajasudarma 2003:9). Dan mengambarkan secara terperinci dan menguraikan
konsep hak dan kewajiban suami isteri kemudian dikomparasikan antara
pandangan pemikiran kedua tokoh.
3. Pendekatan Penelitian
Pada penelitian kali ini, pendekatan penelitian memakai normative-
yuridis dengan melihat semua problem dengan kacamata fikih yang berda di
nash dan teks Al Quran dan As-Sunnah, disisi lain dengan yuridis yang berlaku
di Perundang Undangan di indonesia.
4. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data ini digunakan dalam penelitian ,untuk mengumpulkan
literatur – literatur yang membahas dan mengkaji yang berkaitan dengan topik
perbahasan yang diangkat . Antara lain mengunakan sumber data berikut :
a. Sumber Data Primer
Sumber data primer adalah data asli dan utama. artinya sumber
data yang berkaitan secara langsung dengan objek penelitian. Adapun data
– data yang dijadikan rujukan adalah Adāb al-Islam fi Nizām Al Usrāh
dan Fiqh Perempuan ; Refleksi Kiāi Atas Tāfsir Wacanā Agamā Dan
Gender serta Islam Agama Ramah Perempuan : Pembelaan Kiai
Pesantren .
b. Sumber Data Sekunder
Sumber data sekunder diantaranya diambil dari kitab kitab fiqih ,
karya ilmiah misalnya berupa skripsi, tesis, desertasi, dan buku buku yang
mengkaji seputar hak dan kewajiban suami-istri
c. Sumber Data Tersier
Sumber data tersier diambil dari kamus istilah bahasa indonesia ,
kamus hukum, indeks pada Ensklopedia.
5. Metode Analisis Data
Metode yang digunakan dalam menganalisi data adalah metode
analisis deskriptif. Metode analisis deskriptif adalah Adalah
menggambarkan atau menguraikan suatu masalah tanpa menggunakan
data tabel, dan grafik (Sulistyo Basuki, 2006:131). Atau dengan jalan
mengumpulkan data, menyusun atau mengklarifikasi, menyusun dan
menginterpretasinya Metode deskriptif yang dipilih karena penelitian yang
dilakukan bertujuan untuk menggambarkan dengan jelas tentang objek
yang diteliti secara alamiah .dimana Begitu juga dalam penelitian ini
mengunakan analisis data komparasif yaitu dengan cara pengambilan data
kemudian membandingkan antara dua subyek yang diteliti untuk dicari
data yang kuat, atau dimungkinkan di kompromikan. Sehingga ditemukan
sebuah perbandingan dari aspek etika dan hukum atau metode yang
digunakan untuk memperoleh kesimpulan.
Data yang diperoleh di kumpulkan dan diolah dengan metode
berfikir sebagai berikut :
1. Metode Induktif
Metode Induktif Adalah metode pola berfikir yang menolak dari
fakta fakta yang khusus lalu ditarik kesimpulan yang bersifat
umum. Dalam arti yang lain yaitu Suatu pola berpikir yang menarik
suatu kesimpulan yang bersifat umumdari berbagai kasus yang
bersifat individual. (Wiji, 2007:3) Dalam hal penelitian ini
mengunakan dasar hukum yang bersumber dari pemikiran Sayyid
Muhammad Alawi, dalam kitab Adāb al-Islam fi Nizām Al Usrāh
dan buku karya K.H. Husein Muhammad seputar hak dan
kewajiban suami – istri. Akhirnya disimpulkan secara
komprehensif.
2. Metode Komparatif
Menurut Andi Prastowo (2014:210) Metode Komparasi adalah
Metode analisis dua kejadian, atau fenomena yang berbeda,
dengan cara membandingan dua tokoh pemikiran tersebut setelah
itu mencari yang lebih relevan dengan keadaan kekinian serta
perbedaan dan persamaannya untuk diambil kesimpulan.
G. SISTEMATIKA PENULISAN
Sistematika penulisan penelitian ini terdiri dari empat bab dan pada
masing-masing bab terdiri dari sub bab :
Bab I ini merupakan gambaran secara umum dari apa yang akan dibahas
dalam penelitian ini yang meliputi : konteks masalah, fokus masalah, tujuan
penelitian, kegunaan penelitian, definisi operasional, metode penelitian, dan
sistematika pembahasan.
Bab II ini menjelaskan kajian pustaka tentang hak dan kewajiban suami
istri. hak dan kewajiban bersama antara suami istri, hak hak suami yakni menjadi
kuwajiban istri, hak hak istri adalah kewajiban dari suami menurut ulama dan
konsepsi perundang undangan di indonesia (khususnya didalam Undang Undang
perkawinan dan KHI
Bab III Biografi Sayyid Muhammad Alawi Al Maliki dan K.H. Husein
Muhammad tentang hak dan kewajiban suami istri. meliputi dari Biografi Sayyid
Muhammad Alawi Al Maliki meliputi riwayat hidup, aktifitas keilmuannya dan
karya-karyanya, corak pemikirannya. Biografi K.H. Husein Muhammad meliputi
riwayat hidup, aktifitas keilmuann, dan hasil karya karyanya. Dan yang akhir
membahas temuan konsep pemikiran Sayyid Muhammad Alawi Al Maliki dan
K.H. Husein Muhammad terkait kajian Hak dan Kewajiban suami – istri.
Bab IV ini, merupakan analisis terhadap pemikiran sayyid muhammad
alawi al maliki dan K.H. Husein Muhammad mengenai hak dan kewajibam
suami – istri dan mengenai relevansinya dengan Undang Undang di indonesia
terdiri dari Kompilasi Hukum Islam. Meliputi pertama pembahasan tentang
konsep qiwamah (kepemimpinan) di dalam rumah tangga, relasi kesholehan
suami istri, perempuan dan bekerja istri, menjelaskan persamaan dan perbedaan
titik temu dari pemikiran Sayyid Muhammad Alawi Al Maliki dan K.H. Husein
Muhammad terkait hak dan kewajiban suami istri dan metodologi dan istimbat
hukum yang dipakai oleh keduanya dari kacamata ushul fiqh dan maqosid
Syariah, menjelaskan relevansi pemikiran keduanya terkait hak dan kewajiban
suami istri konteks indonesia dipandang dari sudat pandang perundang undangan
di indonesia diantaranya kompilasi Hukum Islam di Indonesia.
Bab V ini, berisi penutup terdiri dari kesimpulan yang menjawab dari
problemmatika yang di kaji dalam penellitian ini. Begitu juga berisi saran saran
yang berharap daat membawa manfaat dan barokah bagi penyusun dan
masyarakat luas pada umumnya.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan paparkan dan pembahasan bab terkait problem hak dan
kewajiban suami-istri menurut pemikiran Sayyid muhammad Alawi dan
K.H. Husein Muhammad, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Konsep hak dan kewajiban suami istri antara pemikiran Sayyid
Muhammad Alawi dan KH. Husein Muhammad pada dasarnya sama
hanya saja konsep yang dibangun oleh keduanya berbeda. Dalam
mengatagorikan hak dan kewajiban suami istri, contohnya saja Sayyid
Muhammad Alawi dalam kitabnya Adāb al-Islam fi Nizām Al Usrāh.
Lebih luas. Contohnya kewajiban suami sebagai hak istri secara
material mahar, nafkah, memberikan pendidikan. Sedangkan
kewajiban istri sebagai hak suami misalnya suami sebagai pemimpin
dalam keluarga, berkhidmat kepada suami, meminta izin tatkala istri
pergi. Sedangkan KH. Husein Muhammad mengelompokkan dalam
bukunya Fiqh Perempuan ; Refleksi Kiāi Atas Tāfsir Wacanā Agamā
Dan Gender serta Islam Agama Ramah Perempuan : Pembelaan Kiai
Pesantren konsep muasyarah bil makruf dalam perkawinan adalah
mahar dan nafkah, muasyarah dalam relasi seksual, muasyarah dalam
kesholehan bersama.
2. Perbedaan dan persamaan pemikiran antara Sayyid Muhammad Alawi
dan KH. Husein Muhammad terkait hak dan kewajiban suami istri;
perbedaan terletak istinbath hukum dan pendekatan analisis. Kedua
mengenai kepemipinan dalam keluarga kepada suami sedangkan KH,
Husein Muhammad kepemimpinan dalam keluarga di nilai relatif bisa
suami atau istri tergantung kemampuan siapa yang mampu untuk
memenuhi nafkahnya dalam keluarga. Sesuai dan relevan di indonesia
berdasarkan pasal 79 ayat 1 adalah pemikiran Sayyid Muhammad
Alawi. Begitu perempuan dan bekerja sayyid muhammad alawi
memperbolehkan istri bekerja dengan syarat memperoleh izin suami
dengan segala dampak yang diperoleh ketika interaksi dengan orang
lain, dengan syarat dalam keadaan butuh dimana suami tidak bisa
memenuhi kebutuhan keluarga sedangkan perempuan bekerja menurut
K.H. Husein Muhammad dalam keadaan masih keluarga boleh tanpa
syarat karena mencukupi kebutuhan ekonomi siapapun berhak
bekerha baik pencari nafkah maupun tidak karena alasan kemiskinan
suami dan pe nelantarkan keluarga. Sederhananya, Sayyid Muhammad
Alawi adalah klasik-tektualis yang adaptif dimana yang mencukupkan
terhadap makna nash sesuai penafsiran para ulama ahli fikih tersebut,
sedangakan K.H. Husein Muhammad adalah lebih modern-kontektuali
yang fleksibel, sehingga membutuhkan ilmu-ilmu lain untuk
memahami dan menangkap hikmah atau pesan nash diantaranya
digunakan kesetaraan gender dengan analisinya memakai takwil dan
hermeutika serta karena hukum bisa berubah dan tuntutan hukum
islam menjawab persoalan persoalan keluarga kontemporer.
Persamaannya adalah kedua tokoh tersebut dalam menetapkan hak
dan kewajiban suami-istri adalah sama-sama menyandarkan kepada
al-Qur’an dan Hadis, yang kemudian dipahami sesuai dengan metode
masing-masing. Dan terkait relasi kesholehan antara suami istri.
Mengenai kedua tokoh pemikiran secara gambaran umum memiliki
keterkaitan dengan hukum Indonesia yang mengatur dalam masalah
rumah tangga. Pun demikian, terdapat juga beberapa pemikiran mereka
yang bertabrakan dengan hukum Indonesia. Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1974 Tentang Perkawinan Pasal 31 ayat 3 dan Kompilasi
Hukum Islam (KHI) Pasal 79 ayat terkait Kepemimpinan dalam
keluarga, Kesholehan disini adalah sebuah kebaktian istri kepada
suami hal ini diatur di kompilasi hukum islam pada pasal 83 ayat 1,
segala keputusan suami harus ditaati istri selain melanggar syariat
islam tidak boleh dibantah, hal ini diatur di kompilasi hukum islam
pasal Pasal 80 KHI pasal 1 menjelaskan tentang kewajiban suami
terhadap isteri dan keluarganya, Perempuan dan bekerja ; KH. Husein
Muhammad istri bekerja karena kemiskinan suami dianggap
menelantarkan istri hal ini diartikan sebuah bentuk kekerasan dalam
rumah tangga. Perihal ini diatur Udang Undang No. 23 tahun 2004
tentang Penghapusan kekerasaan dalam rumah tangga Bab III dalam
larangan Kekerasan dalam rumah tangga pasal 9
B. Saran Saran
Berdasarkan hasil kesimpulan di atas maka saran diberikan dalam
penelitian yaitu;
1. Penelitian ini masih tahap awal, sehingga diperlukan usaha lanjutan
untuk lebih memperkuat bangunan pemikiran Islam yang baru. Masih
banyak aspek penelitian yang diperlukan dalam mengkaji masalah
pemikiran tentang perempuan dalam Islam. Seperti kajian gender
dengan berbagai pendekatan yang mungkin bisa menghasilkaan
konsep dan kumpulan yang lebih bagus dan esensial.
2. Kajian-kajian yang dilakukan terkait dengan hak dan kewajiban suami-
istri yang sesuai dengan keadilan adalah tetap dipijakkan kepada al-
Qur’an dan Hadis sebagai sumber utama hukum Islam dan ciri khas
umat Islam dengan memadukan pendekatan-pendekatan klasik dan
modern, yang nantinya akan memberikan keadilan dan kemaslahatan,
baik bagi kaum laki-laki maupun kaum perempuan.
DAFTAR PUSTAKA
Alawi, Sayyid Muhammad. (2011) Adāb al-Islam fi Nizām Al Usrāh . Surabaya :
Hai’ah Ash Shofwah Al Maliki.
Alawi, Sayyid Muhammad. (2018) Bimbingan Menuju Akhlak Mulia Terj Dari
At Tahliyah wat Targhib, Alihbahasa Fadli Said Nadwi. Surabaya :
Mutiara ilmu
Ash-Shabuni, Muhammad Ali. (2003) Terjemahan Tafsir Ayatul Ahkam. Ahli
bahasa Mu’ammal Hamidy dan Imron A.Manan. Surabaya. PT. Bina Ilmu
Asmayani, Nurul. (2017). Perempuan Bertanya, Fikih Menjawab. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama.
Arikunto, Suharsimi. (2014). Prosedur Penelitiian: Saatu Pendekatan Prakteik.
Jakarta: Rinekacipta.
Ali, Zainuddin. (2012). Hukum Perdata Islam, Cet. Ke-4 .Jakarta: Sinar Grafika.
Basyir, A. Azhar. ( 2007). Hukum Perkawinan Islam, Yogyakarts : UII Press
Fauzan, Shaleh. (2005). Fiqh Sehari Hari, alih bahasa Abdul Hayyi Al Kattani.
Jakarta : Gema Insani Press.
Hasbiyallah, (2015). Keluarga Sakinah .Bandung: PT Remaja Rosdakaya.
Isnaini, Putri. (2017). Hak dan Kewajiban Suami Istri (Studi Komparasi Hukum
Positif dan Pemikiran Syekh Muhammad Nawawi Al Bantani dalam Kitab
Uqudullijain Fi Bayan Huquq Az Zaujain), skripsi tidak diterbitkan.
Salatiga: Fakultas Syariah IAIN Salatiga.
Kodir, Faqihuddin Abdul. (2019). Qiraah Mubadalah: Tafsir Progresif untuk
Keadilan Gender dalam Islam. Yogyakarta: IRCiSoD.
Kementrian Agama RI. (2006). Al-Qur’an dan Terjemahnya. Jakarta : PT
Sinergi Pustaka Indonesia.
Kompilasi Hukum Islam. (2013) Cet. Ke-1. Bandung: Fokusindo Mandiri.
Muthahhari, Murtadha. (2009). Wanita dan Hak-Haknya dalam Islam, alih bahasa
Ilyas Hasan. Jakarta: Lentara.
Muhammad, Husein. (2019). Fiqih Perempuan: Reflek Kiai Atas Wacana Agama
dan Gender . Yogyakart: IRCiSoD.
Muhammad, Husein. (2004). Islam Agama Rahmah: Pembelaan Kiai Pesantren,
cet. Ke- 1, Yogyakarta: LKIS.
Muhammad, Husein. (2016). Perempuan Islam & Negara Pergulatan Identitas dan
Entitas, Yogyakarta: Teras.
Muhsin Bin Ali Hamid. (2019). Mutiara Ahlul Bait dari Tanah Haram, Malang:
Ar Roudho.
Nasution, Khoiruddin. (2005). Hukum Perkawinan 1 .Yogyakarta : ACAdeMIA
TAZZAFA
Nuruzzaman. (2005). Kiai Husein Membela Perempuan, Yogyakarta: Pustaka
Pesantren.
Ni‟mah, Ziadatun. (2009). Wanita Karir dalam Perspektif Hukum Islam (Studi
Pandangan K.H. Husein Muhammad), skripsi tidak diterbitkan.
Yogyakarta: Fakultas Syariah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Praswono, Andi. (2014). Memahami Metode Metode Penelitian: Suatu Tinjuan
Teoritis Dan Praktis. Jogjakarta: Arruzz Media
Rofiq, Ahmad. (2013). Hukum Perdata Islam di Indonesia. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.
Shihab, M. Quraish. (2007). Membumikan Al-Qur’an: Fungsi dan Peran Wahyu
dalam Kehidupan Masyarakat. Bandung: PT Mizan Pustaka.
Shihab, M. Quraish. (2007). Pengantin Al Quran kalung permata buat anakku,
Jakarta: Lentera Hati.
Sâbiq, As-Sayyid, (2007). Fiqh as-Sunnah, alih bahasa Moh. Thalib, cet. ke-13.
Bandung: al-Ma‟arif.
Syarifuddin, Amir. (2007). Hukum Perekonomiaan Islam di Indonesia.
Jakarta:Prenada Media.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan dalam
Rumah Tangga.
Yafie, Ali. (2006). Menggagas Fiqh Sosial: Dari Soal Lingkungan Hidup,
Asuransi hingga Ukhuwa. Jakarta: Ufuk Press.
Widiyani, Noviyati. (2010). Peran Kh. Husein Muhammad Dalam Gerakan
Kesetaraan Jender Di Indonesia. Jakarta: Fakultas Adab dan Humaniora
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakart