skripsi memperoleh gelar sarjana hukum...

76
HAK EKSLUSIF FILM BENYAMIN BIANG KEROK MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG HAK CIPTA ANALISIS PUTUSAN NOMOR 53/PDT.SUS-HKI/CIPTA/2018/PN NIAGA JKT.PST SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.) Oleh: FADIL HIKMANUL HAKIEM NIM : 11150480000191 P R O G R A M S T U D I I L M U H U K U M FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1441 H/2020 M

Upload: others

Post on 28-Oct-2020

4 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: SKRIPSI Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51640...Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.) Oleh: FADIL HIKMANUL HAKIEM NIM : 11150480000191

HAK EKSLUSIF FILM BENYAMIN BIANG KEROK

MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG HAK CIPTA

ANALISIS PUTUSAN NOMOR 53/PDT.SUS-HKI/CIPTA/2018/PN NIAGA JKT.PST

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)

Oleh:

FADIL HIKMANUL HAKIEM

NIM : 11150480000191

P R O G R A M S T U D I I L M U H U K U M

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1441 H/2020 M

Page 2: SKRIPSI Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51640...Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.) Oleh: FADIL HIKMANUL HAKIEM NIM : 11150480000191

HAK EKSLUSIF FILM BENYAMIN BIANG KEROK

MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG HAK CIPTA

ANALISIS PUTUSAN NOMOR 53/PDT.SUS-HKI/CIPTA/2018/PN NIAGA JKT.PST

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)

Oleh:

FADIL HIKMANUL HAKIEM

NIM : 11150480000191

P R O G R A M S T U D I I L M U H U K U M

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1441 H/2020 M

i

Page 3: SKRIPSI Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51640...Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.) Oleh: FADIL HIKMANUL HAKIEM NIM : 11150480000191
Page 4: SKRIPSI Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51640...Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.) Oleh: FADIL HIKMANUL HAKIEM NIM : 11150480000191

iii

Page 5: SKRIPSI Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51640...Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.) Oleh: FADIL HIKMANUL HAKIEM NIM : 11150480000191
Page 6: SKRIPSI Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51640...Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.) Oleh: FADIL HIKMANUL HAKIEM NIM : 11150480000191

ABSTRAK

FADIL HIKMANUL HAKIEM, NIM. 1110480000191. HAK EKSLUSIF FILM

BENYAMIN BIANG KEROK MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 28

TAHUN 2014 TENTANG HAK CIPTA (Analisis Putusan Nomor 53/Pdt.Sus-

HKI/CIPTA/2018/PN Niaga Jkt.Pst). Progam Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi

Hukum Bisnis, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis dasar pertimbangan dan putusan

hakim pada perkara pemegang hak cipta dalam film Benyamin Biang Kerok

berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.

Sebagaimana diketahui bahwa Film tersebut merupakan hasil produksi ulang PT.

Falcon Pictures, PT. Max Kreatif International dan PT. Layar Cipta Karyamas.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan pendekatan

perundangan-undangan (Statute Approach) dan kasus (Case Approach). Selanjutnya,

penelitian ini diperoleh dari studi kepustakaan (Library Research) dengan melakukan

pengkajian terhadap sumber data yang terdiri dari bahan hukum primer yaitu putusan

pengadilan niaga dalam perkara nomor 53/Pdt.Sus-HKI/Cipta/2018/PN Niaga Jkt.Pst,

KUH-Perdata, dan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta serta

sumber data sekunder yang didapat dari literatur-literatur hukum yang terkait dengan

objek penelitian yakni buku, jurnal dan artikel.

Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa hakim Pengadilan Niaga pada putusannya

menolak seluruh gugatan Penggugat, dengan pertimbangan hakim yang menyatakan

bahwa Penggugat bukanlah sebagai pemegang hak cipta melainkan hanya sebagai

pencipta (pemegang hak moral). Hal ini dibuktikan dengan adanya pelimpahan hak

cipta yang dilakukan oleh Tergugat I dengan Tergugat III sebagaimana telah

dicatatkan pada Menteri Hukum dan HAM Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual.

Dengan dasar pertimbangan tersebut, hakim yang memutus perkara sengketa hak cipta

film Benyamin Biang Kerok telah sesuai dengan ketentuan yang dilihat secara yuridis

dalam aspek hukum Perdata pasal 1320 KUH Perdata, Pasal 16 ayat (1) dan (2)

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, serta filosofis dalam teori

perlindungan hukum.

Kata Kunci : Hak cipta, film dan putusan pengadilan

Pembimbing Skripsi : Dr. Khamami Zada, S.H., M.A., M.D.C.

Daftar Pustaka : Tahun 1990 Sampai Tahun 2019

v

Page 7: SKRIPSI Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51640...Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.) Oleh: FADIL HIKMANUL HAKIEM NIM : 11150480000191

Assalamualaikum Wr.Wb

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta

karunia-Nya dan telah memberikan kemudahan sehingga peneliti mampu

menyelesaikan skripsi yang berjudul “HAK EKSLUSIF FILM BENYAMIN BIANG

KEROK MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG

HAK CIPTA (Analisis Putusan Nomor 53/Pdt.SUS-HKI/Cipta/2018/PN Niaga

Jkt.Pst)”. Shalawat dan salam tak lupa peneliti curahkan kepada Nabi Muhammad

SAW beserta keluarga, dan para sahabatnya.

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana

Hukum pada Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam

penulisan skripsi ini dapat diselesaikan tentunya berkat bimbingan, arahan, dan

dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini peneliti ingin

mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat :

1. Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, S.H.,M.H.,M.A. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. M. Ali Hanafiah Selian, S.H.,M.H. Ketua Program Studi Ilmu Hukum dan Drs.

Abu Tamrin, S.H.,M.Hum. Sekretaris Program Studi Ilmu Hukum UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

3. Dr. Khamami Zada, S.H., M.A., M.D.C. Pembimbing Skripsi yang telah bersedia

dengan sabar meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, arahan, dukungan

dan masukan sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini.

4. Prof. Dr. Abdullah Sulaiman, S.H.,M.H. Penasehat Akademik yang selalu

menasehati dan membimbing Peneliti.

5. Kepala Urusan Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta, Pimpinan Pusat Perpustakaan Utama UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta, yang telah memberikan fasilitas untuk mengadakan studi

kepustakaan guna menyelesaikan skripsi ini.

vi

Page 8: SKRIPSI Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51640...Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.) Oleh: FADIL HIKMANUL HAKIEM NIM : 11150480000191

6. Pihak-pihak yang pernah terlibat dalam proses akademis dan non-akademis

dengan peneliti selama menempuh jenjang strata 1 di Fakultas Syariah dan

Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Peneliti berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi peneliti dan pembaca serta

pihak-pihak yang memerlukannya.

Wassalamu’alaikum, Wr.Wb

Ciputat, 14 Maret 2020

Fadil Hikmanul Hakiem

viii

Page 9: SKRIPSI Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51640...Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.) Oleh: FADIL HIKMANUL HAKIEM NIM : 11150480000191

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...............................................................................................i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................ii

LEMBAR PERNYATAAN .................................................................................iii

ABSTRAK ...........................................................................................................iv

KATA PENGANTAR ..........................................................................................v

DAFTAR ISI ........................................................................................................vi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ............................................................1

B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah ....................6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ...................................................7

D. Metode Penelitian .......................................................................8

E. Sistematika Pembahasan ...........................................................11

BAB II TINJAUAN HUKUM HAK CIPTA

A. Kerangka Konseptual .................................................................1

1. Hak Kekayaan Intelektual .......................................................1

2. Hak Cipta ................................................................................3

3. Hak Eksklusif ..........................................................................5

4. Film Sebagai Bagian Hak Cipta ............................................12

B. Kerangka Teori .........................................................................16

1. Teori Perlindungan Hukum ..................................................16

C. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu ........................................18

BAB III DESKRIPSI PERKARA DALAM PUTUSAN NOMOR

53/PDT.SUS-HKI/CIPTA/2018/PN NIAGA JKT.PST

A. Duduk Perkara ............................................................................1

ix

Page 10: SKRIPSI Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51640...Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.) Oleh: FADIL HIKMANUL HAKIEM NIM : 11150480000191

B. Petitum Penggugat ......................................................................5

BAB IV PERKARA HAK EKSKLUSIF FILM BENYAMIN BIANG

KEROK

A. Putusan dan Pertimbangan Hakim dalam Sengketa Film

Benyamin Biang Kerok Pada Putusan Nomor 53/Pdt.Sus-

HKI/Cipta/2018/PN Niaga Jkt.Pst.............................................1

1. Putusan Hakim Terhadap Gugatan Penggugat......................1

2. Pertimbangan Hakim Dalam Putusan....................................2

B. Analisis Putusan Hakim dan Dasar Pertimbangan Hakim Pada

Putusan Nomor 53/Pdt.Sus-HKI/Cipta/2018/PN Niaga

Jkt.Pst.........................................................................................4

1. Analisis Pertimbangan Hakim Terhadap Pengakuan Hak

Moral Penggugat...................................................................4

2. Analisis Putusan Pengadilan Memberikan Hak ekonomi

Kepada Tergugat.................................................................14

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan .................................................................................1

B. Rekomendasi ..............................................................................2

DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................63

x

Page 11: SKRIPSI Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51640...Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.) Oleh: FADIL HIKMANUL HAKIEM NIM : 11150480000191

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada hakekatnya manusia dilahirkan dengan dianugrahi cipta, rasa,

dan karsa. Ketiga hal tersebut melahirkan sesuatu yang disebut dengan

karya intelektual. Kemampuan intelektual manusia di bidang tertentu

diarahkan pada suatu kegiatan intelektual untuk menghasilkan dan

memperoleh sesuatu yang disebut karya atau temuan (invensi). Karya-

karya intelektual semacam itu terdapat di berbagai bidang, seperti ilmu

pengetahuan, teknologi, seni dan sastra.1 Karya intelektual tersebut

dihasilkan dengan sejumlah pengorbanan yang dilakukan oleh penciptanya

sehingga menjadikannya bernilai. Apalagi dengan manfaat ekonomi yang

dapat dinikmati, maka nilai ekonomi yang melekat menumbuhkan konsep

kekayaan (property) terhadap karya intelektual tersebut bagi dunia usaha

dan dikatakan sebagai aset perusahaan.2 Berdasarkan hal tersebut, maka

sudah sewajarnya apabila diberikan perlindungan hukum terhadap setiap

karya intelektual.

Hak cipta adalah bagian dari sekumpulan hak yang dinamakan Hak

atas Kekayaan Intelektual (HKI) yang pengaturannya terdapat dalam ilmu

hukum dan dinamakan Hukum HKI. Hak Kekayaan Intelektual ini,

meliputi suatu bidang hukum yang membidangi hak-hak yuridis dari

karya-karya atau ciptaan-ciptaan hasil olah pikir manusia bertautan dengan

kepentingan-kepentingan yang bersifat ekonomi dan moral.3 Bidang yang

dicakup dalam hak-hak atas kekayaan intelektual sangat luas, karena

1 Adami Chazawi, Tindak Pidana Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI), (Malang :

Bayumedia Publishing, 2007) h. 2. 2 Suyud Margono, Aspek Hukum komersialisasi Aset Intelektual, (Bandung : Nuansa

Aulia, 2010) h. 3. 3 Eddy Damian, Hukum Hak Cipta, (Bandung: Alumni, 2003) h. 8.

1

Page 12: SKRIPSI Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51640...Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.) Oleh: FADIL HIKMANUL HAKIEM NIM : 11150480000191

2

termasuk di dalamnya semua kekayaan intelektual yang dapat terdiri atas :

ciptaan sastra, seni dan ilmu pengetahuan.

L.J. Taylor dalam bukunya Copyright for Librarians menyatakan

bahwa yang dilindungi hak cipta adalah ekspresinya dari sebuah ide, jadi

bukan melindungi idenya itu sendiri. Artinya, yang dilindungi hak cipta

adalah sudah dalam bentuk nyata sebagai sebuah ciptaan, bukan masih

merupakan gagasan.4 Sebagaimana tertulis dalam Pasal 41 Undang-

Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Berdasarkan ketentuan

konvensi internasional dibidang hak cipta, digunakan asas deklaratif

(Declarative Principal) yaitu perlindungan terhadap suatu ciptaan timbul

secara otomatis sejak ciptaan itu diwujudkan dalam bentuk nyata.

Pendaftaran ciptaan tidak merupakan suatu kewajiban untuk mendapatkan

hak cipta.

Namun demikian, pencipta maupun pemegang hak cipta yang

mendaftarkan ciptaannya akan mendapat surat pendaftaran ciptaan yang

dapat dijadikan sebagai alat bukti awal di pengadilan apabila timbul

sengketa di kemudian hari terhadap ciptaan tersebut. Perlindungan hak

cipta tidak diberikan kepada ide atau gagasan, karena karya cipta harus

memiliki bentuk yang khas, bersifat pribadi dan menunjukkan keaslian

sebagai ciptaan yang lahir berdasarkan kemampuan, kreatifitas atau

keahlian, sehingga ciptaan itu dapat dilihat, dibaca atau didengar.

Suatu bentuk ciptaan yang dilindungi oleh hak cipta akan

mendapat beberapa hak yang melekat, sebagaimana diterangkan dalam

Pasal 4 Undang-Undang hak cipta yaitu “hak eksklusif yang terdiri atas

hak moral dan hak ekonomi.” Pasal 5 ayat (1) UUHC menyebutkan “Hak

moral adalah hak yang melekat secara abadi pada diri pencipta.” Hak

moral tidak dapat dihilangkan atau dihapus dengan alasan apapun, antara

pencipta dan ciptaannya ada sifat kemanunggalan atau dengan kata lain

ada hubungan integral diantara keduanya. Sesuai dengan sifat hak cipta

4 Rachmadi Usman, Hukum Hak atas Kekayaan Intelektual: Perlindungan dan Dimensi

Hukumnya di Indonesia, (Bandung: PT Alumni, 2003) h. 121.

Page 13: SKRIPSI Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51640...Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.) Oleh: FADIL HIKMANUL HAKIEM NIM : 11150480000191

3

dengan penciptanya, dari segi moral seseorang atau badan hukum tidak

diperkenankan untuk melakukan perubahan terhadap sesuatu hasil karya

cipta, baik itu mengenai judul, isi, apalagi penciptanya. Hal demikian

dapat dilakukan apabila mendapat izin dari pencipta atau ahli warisnya

jika pencipta meninggal dunia.

Dengan demikian, pencipta atau ahli warisnya saja yang

mempunyai hak untuk mengadakan perubahan pada ciptaan-ciptaannya

untuk disesuaikan dengan perkembangan. Meskipun demikian, jika

pencipta tidak dapat melaksanakan sendiri penyesuaian karya ciptanya

dengan perkembangan. Hal itu dapat dialihkan dengan izin penciptanya

untuk melaksanakan pengerjaannya. Berkaitan dengan hak moral

dikonstatir bahwa ada tiga basis hak moral:5 pertama, pencipta atau

pengaranglah yang berhak memutuskan apakah dan dimanakah karyanya

akan dipublikasi. Kedua, berkaitan dengan penerbitan suatu karya, yang

bisa dibagi menjadi tiga hak, yaitu: hak untuk menuntut pencantuman

nama pencipta atau pengarang pada semua hasil perbanyakan karya untuk

selamanya, hak mencegah orang lain menyebut dirinya sebagai pencipta

karya, dan hak mencegah penggunaan atau pencantuman namanya pada

sebuah karya orang lain. Ketiga, hak pencipta atau pengarang mengubah

karyanya atau melarang orang lain untuk memodifikasi karyanya.

Pasal 8 UUHC menyebutkan hak ekonomi merupakan hak

eksklusif pencipta atau pemegang hak cipta untuk mendapatkan manfaat

ekonomi atas ciptaannya. Hak ekonomi pada ciptaan atau karya boleh

disebut baru muncul belakangan setelah hak moral.

Masalahnya, kegiatan mencipta pada masa lalu belum dipandang

sebagai suatu pekerjaan. Jadi, jika terjadi misalnya peniru ciptaan adalah

lebih dianggap sebagai pelanggaran etika atau moral dibanding

pelanggaran yang mengakibatkan kerugian ekonomis. Pemikiran yang

berkembang kemudian, bahwa kegiatan mencipta dipandang sama dengan

bidang pekerjaan lain, yang menghasilkan materi. Jadi, jika hak moral

5 Otto Hasibuan, Hak Cipta Di Indonesia, (Bandung : PT. Alumni, 2008) h. 70.

Page 14: SKRIPSI Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51640...Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.) Oleh: FADIL HIKMANUL HAKIEM NIM : 11150480000191

4

merupakan refleksi kepribadian pencipta , hak ekonomi boleh jadi

merupakan refleksi kebutuhan pencipta, baik kebutuhan rohani maupun

jasmani.6

Dalam hak cipta (copyright), terkandung hak-hak yang berupa hak

ekonomi (economy right) dan hak moral (moral right) yang melekat pada

diri pencipta atau pemegang hak cipta atas ciptaannya tersebut.

Berdasarkan hak-hak ekonomi yang dipunyai, memungkinkan seorang

pencipta mengeksploitasi suatu karya cipta sedemikian rupa untuk

memperoleh keuntungan-keuntungan ekonomi, sehingga perlu dilindungi

secara memadai. Terkandung di dalam suatu karya cipta yang memiliki

nilai-nilai ekonomis. Oleh karena itu, suatu ciptaan jika tidak dikelola

secara tertib berdasarkan seperangkat kaidah-kaidah hukum, dapat

menimbulkan sengketa antara pemilik hak cipta dengan pengelola

(pemegang) hak cipta atau pihak lain yang melanggarnya. Untuk

pengaturannya diperlukan seperangkat ketentuan-ketentuan hukum yang

efektif dari segala kemungkinan pelanggaran oleh mereka yang tidak

berhak atas hak cipta yang dimiliki seseorang.7

Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang Hak Cipta disebutkan bahwa,

adapun ciptaan-ciptaan yang dilindungi dalam bidang ilmu pengetahuan,

seni, dan sastra salah satunya adalah karya sinematografi. Dari karya

sinematografi, terciptalah film. Film adalah karya seni budaya yang

merupakan pranata sosial dan media komunikasi massa yang dibuat

berdasarkan kaidah sinematografi dengan atau tanpa suara dan dapat

dipertujukkan. Film juga dikenal sebagai media penyimpan dari karya

sinematografi tersebut.8

Salah satu karya cipta yang sering dinikmati oleh masyarakat

kekinian adalah karya cipta berbentuk film atau perfilman. Terbentuknya

suatu film merupakan gabungan dari ide cerita penulis kemudian di

6 Otto Hasibuan, Hak Cipta Di Indonesia,… h. 71. 7 Suyud Margono, Hukum Hak Cipta Indonesia, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010) h. 4-5. 8 M. Faruq Fahrezha, Skripsi: “Tinjauan Hukum Terhadap Pelanggaran Hak Cipta Pada

Pengguna Aplikasi Media Saosial Bigo Live”(Makassar : Unhas, 2017) h. 2.

Page 15: SKRIPSI Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51640...Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.) Oleh: FADIL HIKMANUL HAKIEM NIM : 11150480000191

5

representasikan atau diperankan oleh aktris yang diberi arahan oleh

sutradara, serta dikembangkan oleh pemilik modal atau produser sehingga

terbentuklah suatu karya seni berupa film yang dapat masyarakat nikmati

dengan membayar sejumlah uang untuk tiket menonton pertunjukan film

tersebut.

Suatu film tidak mungkin bisa terbentuk tanpa adanya cerita atau

naskah cerita dari penulis. Naskah cerita atau ide cerita bisa dibuat oleh

penulis tetap suatu lembaga film tersebut namun bisa juga diangkat atau

terinspirasi dari suatu cerita yang sudah ditulis dalam Novel. Suatu karya

film yang mengangkat cerita dari novel biasanya memerlukan izin atau

lisensi dari penulis novel tersebut apakah mengizinkan ide ceritanya di

kembangkan menjadi sebuah film atau tidak. Jika penulis tidak

mengizinkan, maka sutradara maupun produser tidak dapat

mengembangkan ide cerita tersebut menjadi sebuah film, karena ide cerita

tersebut sudah dilindungi oleh pemegang hak cipta atau pemilik hak cipta.

Pun juga dalam hal memperbarui cerita yang sudah ada memerlukan izin

dari pemegang hak cipta yang lama, seperti film Warkop DKI, Keluarga

Cemara, Pengabdi Setan, Benyamin Biang Kerok, dan lain sebagainya.

Pembaruan karya film lama akan berjalan dengan lancar dan dapat

dinikmati oleh masyarakat jika karya tersebut legal dan telah mendapatkan

izin dari pembuat sebelumnya dan terdapat pembagian royalti atas hasil

pembaruan film tersebut. Pasal 40 huruf m Undang-Undang Nomor 28

Tahun 2014 tentang Hak Cipta mengatur mengenai ciptaan yang

diberikan perlindungan sebagai hak cipta yaitu karya sinematografi.

Dalam menciptakan suatu karya sinematografi, dapat dilakukan dengan

cara proses penggandaan atau reproduksi suatu karya sinematografi yang

ada lebih dahulu menjadi karya yang baru berdasarkan film aslinya atau

yang terdahulu.

Namun beberapa waktu lalu, perfilman Indonesia diwarnai oleh

kisruh masalah hak cipta film Benyamin Biang Kerok versi terbaru yang

tayang pada 1 Maret 2018 lalu. Syamsul Fuad, penulis naskah asli film

Page 16: SKRIPSI Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51640...Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.) Oleh: FADIL HIKMANUL HAKIEM NIM : 11150480000191

6

Benyamin Biang Kerok (1972) dan Biang Kerok Beruntung, menuding

dua rumah dan dua produser film Benyamin Biang Kerok versi baru telah

melanggar hak cipta. Syamsul Fuad melalui tim kuasa hukumnya

mengajukan gugatan ke pengadilan Negeri Jakarta Pusat terhadap Falcon

Pictures dan Max Pictures. Tak hanya itu, pemilik Falcon Pictures, HB

Naveen dan produser film tersebut Ody Mulya Hidayat juga ikut menjadi

pihak tergugat. Dalam gugatannya, Syamsul Fuad menuding empat

tergugat itu telah melakukan pelanggaran hak cipta atas cerita Benyamin

Biang Kerok dan Biang Kerok Beruntung yang ia tulis pada tahun 1972.

Namun hasil putusan sidang nomor 53/Pdt.Sus-

HKI/Cipta/2018/PN Niaga Jkt.Pst dari gugatan penggugat tersebut ditolak

oleh majelis hakim. Oleh karena itu untuk penelitian skripsi ini peneliti

mengambil judul “HAK EKSLUSIF FILM BENYAMIN BIANG

KEROK MENURUT UNDANG-UNDANG HAK CIPTA (Analisis

Putusan Nomor 53/Pdt.Sus-HKI/CIPTA/2018/PN Niaga Jkt.Pst)”

B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah

1. Identifikasi Masalah

Terdapat beberapa hal yang dijadikan identifikasi permasalahan

dalam penelitian yang dilakukan, diantaranya:

a. Mekanisme perjanjian lisensi dan royalti dalam hak cipta

b. Pertimbangan hakim dalam memutus sengketa hak cipta

c. Sengketa yang timbul akibat ketidakjelasan perjanjian hak cipta

d. Implikasi hukum terhadap film yang telah ditayangkan namun

memiliki masalah hukum

e. Perlindungan hukum atas hak moral terhadap pencipta film

2. Pembatasan Masalah

Untuk menghindari adanya perbedaan penafsiran dan meluasnya

penelitian ini, perlu kiranya peneliti membuat pembatasan mengenai

masalah demi mencapai hasil yang diharapkan dan lebih terarahnya

Page 17: SKRIPSI Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51640...Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.) Oleh: FADIL HIKMANUL HAKIEM NIM : 11150480000191

7

penulisan. Maka pembahasan ini berfokus pada satu titik permasalahan

yaitu, peneliti ingin memfokuskan pada analisis isi putusan dan

pertimbangan hakim Pengadilan Negeri Nomor 53/Pdt.Sus-

HKI/Cipta/2018/PN Niaga Jkt.Pst khususnya dalam aspek hak moral

dan hak ekonomi.

3. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka

masalah utama dalam penelitian ini adalah Putusan Nomor 53/Pdt.Sus-

HKI/Cipta/2018/PN Niaga Jkt.Pst yang menolak seluruh gugatan dari

Syamsul Fuad selaku penulis skenario Film Benyamin Biang Kerok.

Dari permasalahan utama tersebut lahirlah pertanyaan penelitian ini,

yaitu:

a. Bagaimana putusan dan dasar pertimbangan hakim dalam sengketa

film Benyamin Biang Kerok pada Putusan Nomor 53/Pdt.Sus-

HKI/Cipta/2018/PN Niaga Jkt.Pst ?

b. Bagaimanakah kesesuaian putusan hakim dalam sengketa film

Benyamin Biang Kerok pada Putusan Nomor 53/Pdt.Sus-

HKI/Cipta/2018/PN Niaga Jkt.Pst terhadap hukum nasional?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Terdapat beberapa hal yang dijadikan tujuan dalam penelitian yang

dilakukan, antara lain :

a. Untuk mengetahui analisis dasar pertimbangan dan putusan Hakim

dalam sengketa film Benyamin Biang Kerok pada putusan nomor

53/Pdt.Sus-HKI/CIPTA/2018/PN Niaga Jkt.Pst.

b. Untuk mengetahui kesesuaian putusan hakim dalam sengketa film

Benyamin Biang Kerok pada Putusan Nomor 53/Pdt.Sus-

HKI/Cipta/2018/PN Niaga Jkt.Pst terhadap hukum nasional.

Page 18: SKRIPSI Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51640...Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.) Oleh: FADIL HIKMANUL HAKIEM NIM : 11150480000191

8

2. Manfaat Penelitian

Terdapat beberapa hal yang dapat dijadikan manfaat dalam

penelitian yang dilakukan, antara lain:

a. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian dapat digunakan sebagai informasi bagi

masyarakat serta dapat dijadikan pedoman sebagai dasar penelitian

yang sesuai dengan bidang penelitian yang penulis teliti.

b. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini memberikan informasi kepada masyarakat

luas agar mengetahui pentingnya pengetahuan tentang hak kekayaan

intelektual pada umumnya dan tentang perlindungan hak cipta pada

khususnya dan memberikan sumbangan pemikiran dalam upaya

penyelesaian sengketa yang timbul dari pelanggaran Hak Cipta.

D. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum yuridis normatif.

Yaitu, penelitian yang meneliti hukum dari perspektif internal dengan

objek penelitiannya adalah norma hukum.9 Penelitian hukum ini dilakukan

dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder sebagai bahan

dasar untuk diteliti dengan cara mengadakan penelusuran terhadap

peraturan-peraturan dan literatur-literatur yang berkaitan dengan

permasalahan yang diteliti.10

2. Pendekatan Penelitian

Dalam penelitian hukum ini peneliti menggunakan pendekatan

Undang-Undang (Statute Approach), yaitu pendekatan dengan

9I Made Pesek Diantha, Metodologi Penelitian Hukum Normatif dalam Justifikasi Teori

Hukum, (Jakarta: PT Fajar Interpratama Mandiri, 2017), h. 12. 10Soejono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, (suatu tinjauan

singkat), (Jakarta: Rajawali Pers, 2001) h.13-14.

Page 19: SKRIPSI Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51640...Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.) Oleh: FADIL HIKMANUL HAKIEM NIM : 11150480000191

9

memandang hukum sebagai sebuah peraturan tertulis yang memuat norma

hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh

lembaga negara yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam

peraturan perundang-undangan. Jika demikian, pendekatan peraturan

perundang-undangan adalah pendekatan dengan menggunakan legislasi

dan regulasi.11

Pendekatan penelitian ini juga menggunakan pendekatan kasus (Case

Approach) yang memberikan penerapan-penerapan dari norma atau kaidah

hukum yang dilakukan dalam praktek hukum. Dalam menggunakan

pendekatan kasus, peneliti melakukan analisis pada ratio decidendi, yaitu

alasan-alasan hukum hakim yang digunakan oleh hakim untuk sampai

pada putusannya.12

3. Sumber dan Teknik Pengumpulan Data

Bahan hukum yang diperlukan dalam penelitian ini adalah bahan

hukum primer dan bahan hukum sekunder yang diperoleh dari studi

kepustakaan (Library Research). Bahan-bahan hukum tersebut terdiri dari:

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang mempunyai kekuatan

mengikat secara umum (perundang-undangan). Peraturan perundang-

undangan yang berkaitan dengan masalah yang dikaji, yaitu:

1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2014 tentang Hak Cipta

2) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

3) Putusan Pengadilan Nomor 53/Pdt.Sus-HKI/Cipta/2018/PN Niaga

Jkt.Pst

b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang diperoleh dari studi

kepustakaan atas dokumen-dokumen yang berhubungan dengan

masalah yang diajukan.13 Dokumen yang dimaksud ialah, buku-buku

karangan ilmiah dan jurnal hukum.

11 Peter Mahmud marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana, 2005) h. 137. 12 Peter Mahmud marzuki, Penelitian Hukum, …h. 158. 13Soedjono soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 1986) h.51.

Page 20: SKRIPSI Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51640...Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.) Oleh: FADIL HIKMANUL HAKIEM NIM : 11150480000191

c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang diperoleh baik dari

bahan yang memberi petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan

hukum primer dan sekunder, yaitu kamus hukum, kamus bahasa

Indonesia, ensiklopedia, artikel-artikel pada majalah, Koran, internet

dan sebagainya.

4. Teknik Pengolahan Data

Teknik pengolahan data yang digunakan dalam penelitian hukum

ini adalah studi (Library Research), yaitu mencari landasan teoritis dari

permasalahan penelitian dengan cara membaca buku dan mempelajari

literatur yang berhubungan dengan penelitian hukum ini, juga penulisan

ilmiah, peraturan perundang-undangan dan sebagainya yang selanjutnya

diolah dan dirumuskan secara sistematis.14 Dalam penelitian hukum

untuk keperluan akademik, bahan hukum primer yang pertama kali

dikumpulkan adalah peraturan perundang-undangan berkaitan dengan isu

hukum yang akan dipecahkan. Kemudian, pada pendekatan konseptual,

pengumpulan-pengumpulan buku atau literatur-literatur tersebut banyak

mengandung konsep hukum yang berhubungan dengan isu yang akan

dibahas sehingga nantinya dapat menjawab isu hukum yang ada.

5. Analisis Bahan Hukum

Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif yakni dengan cara

penulisan yang menggambarkan permasalahan yang didasarkan pada

data-data yang ada, lalu dianalisa lebih lanjut untuk kemudian diambil

sebuah kesimpulan. Bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder

dianalisis dengan teknik analisis kualitatif untuk memberikan solusi

terhadap rumusan masalah atau menginterprestasikan bahan hukum ke

dalam bentuk kalimat yang tersusun secara sistematis sehingga diberikan

penafsiran dan gambaran yang jelas sesuai dengan rumusan masalah

untuk kemudian ditarik kesimpulan. Dalam penelitian ini, peneliti

14 P. Joko Subagyo, Metode Penelitian Dalam Teori Dan Praktek, (Jakarta:

Gressindo,1999), h. 45.

Page 21: SKRIPSI Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51640...Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.) Oleh: FADIL HIKMANUL HAKIEM NIM : 11150480000191

menjadikan isi putusan pengadilan nomor 53/Pdt.Sus-

HKI/Cipta/2018/PN Niaga Jkt.Pst sebagai data yang kemudian diolah

dan dianalisis secara deduktif, yang selanjutnya dikaitkan dengan norma-

norma hukum, doktrin-doktrin hukum dan teori ilmu hukum yang ada.

6. Teknik Penulisan

Teknik penulisan skripsi ini mengacu pada Buku Pedoman Penulisan

Skripsi Fakultas Syariah Dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta Tahun 2017.

E. Sistematika Pembahasan

Untuk mempermudah penulisan dalam penelitian ini maka peneliti

akan menguraikan metode penulisan yang terdiri dari 5 (lima) bab sebagai

berikut:

BAB I Dalam bab pendahuluan ini dimuat latar belakang masalah,

dilanjutkan dengan identifikasi masalah, pembatasan dan

perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode

penelitian, dan sistematika penelitian.

BAB II Dalam bab ini dibahas mengenai kerangka konseptual,

kerangka teori, tinjauan hukum hak cipta dan tinjauan (review)

kajian terdahulu.

BAB III Dalam bab ini disajikan data-data penelitian seperti deskripsi

perkara Film Benyamin Biang Kerok, duduk perkara dan

petitum Penggugat

BAB IV Bab ini memuat pertimbangan hakim dan putusan pengadilan

nomor 53/Pdt.Sus-Hki/Cipta/2018/PN Niaga Jkt.Pst, serta

analisisnya menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014

tentang Hak Cipta.

BAB V Dalam bab penutup ini peneliti menarik beberapa kesimpulan dari

hasil penelitian dan memberikan beberapa rekomendasi.

Page 22: SKRIPSI Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51640...Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.) Oleh: FADIL HIKMANUL HAKIEM NIM : 11150480000191

BAB II

TINJAUAN HUKUM HAK CIPTA

A. Kerangka Konseptual

1. Hak Kekayaan Intelektual (HKI)

a. Pengertian Hak Kekayaan Intelektual

Hak Kekayaan Intelektual merupakan suatu hak milik dari hasil

pemikiran, yang bersifat tetap dan eksklusif dan melekat pada

pemiliknya. HKI pada dasarnya adalah hak hukum dimana dengan hak

hukum tersebut dimaksudkan untuk memberikan perlindungan hukum

terhadap hasil kreasi dan karya intelektual manusia dalam bidang

industri, ilmu pengetahuan, literatur dan artistik.1

Hak kekayaan intelektual adalah hak kebendaan, hak atas

sesuatu benda yang bersumber dari hasil kerja otak dan hasil kerja

rasio. Hasil kerja otak itu kemudian dirumuskan sebagai

intelektualitas. Orang yang optimal memerankan kerja otaknya disebut

sebagai orang yang terpelajar, mampu menggunkan rasio, mampu

berpikir secara rasional dengan menggunakan logika, karena itu hasil

pemikirannya disebut rasional dan logis.2

Hak milik intelektual (intellectual property rights) merupakan

suatu hak kebendaan yang sah dan diakui oleh hukum atas benda tidak

berwujud berupa kekayaan atau kreasi intelektual. Berbicara mengenai

intellectual property rights, makna dari istilah tersebut yaitu, hak,

kekayaan, dan intelektual. Kekayaan merupakan abstraksi yang dapat

dimiliki, dialihkan, dibeli, maupun dijual. Adapun kekayaan

intelektual merupakan kekayaan atas segala hasil produksi kecerdasan

1Abdulkadir Muhammad, Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual, (Bandung:

PT. Citra Aditya Bakti, 2007), h.9. 2 H. OK. Saidin 2, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual, (Jakarta: Rajawali Press,

2010), h.9-10.

13

Page 23: SKRIPSI Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51640...Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.) Oleh: FADIL HIKMANUL HAKIEM NIM : 11150480000191

14

daya pikir seperti teknologi, pengetahuan, seni, sastra, gubahan lagu,

karya tulis, dan lain-lain.3

Pada umumnya hak kekayaan intelektual digunakan untuk

menyebut semua hal yang berasal dari penggunaan otak manusia,

seperi gagasan, invensi, puisi, desain, dan lain-lain. Berbicara

mengenai tentang kekayaan intelektual juga berbicara tentang hak-hak

dan perlindungannya, seperti hak cipta, paten, merek, dan lain-lain.

Terlihat bahwa hak-hak ini terutama memberikan pemiliknya

menguasai dan menikmati manfaat-manfaat dari karyanya tersebut

dalam periode atau batas waktu tertentu. Hukum memberikan hak

kepada pemilik kekayaan intelektual agar dapat menarik manfaat dari

waktu dan biaya yang telah dikeluarkannya dalam memproduksi

sesuatu itu.4

b. Ruang Lingkup Hak Kekayaan Intelektual

Hak kekayaan intelektual merupakan bagian dari benda yang

tidak berwujud (benda immateril). Benda dalam hukum perdata dapat

diklasifikasikan kedalam berbagai kategori. Salah satu di antara

kategori itu ialah pengelompokan benda ke dalam klasifikasi benda

berwujud dan benda tidak berwujud. Untuk hal ini dapatlah dilihat

batasan benda yang terdapat pada Pasal 499 Kitab Undang-Undang

Hukum Perdata. Untuk pasal ini, kemudian Mahadi mengungkapkan,

seandainya dikehendaki rumusan lain dari pasal ini dapat diturunkan

kalimat, yaitu: yang dapat menjadi objek hak milik adalah benda dan

benda itu terdiri dari barang dan hak. Barang yang dimaksudkan oleh

Pasal 499 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tersebut adalah

benda materil (stoffelijk voorwerp), sedangkan hak adalah benda

immateril. Uraian ini sejalan dengan klasifikasi benda berdasarkan

h.208.

335.

3 Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2011),

4 Arthur Lewis, Dasar-Dasar Hukum Bisnis, (Bandung: Nusa Media, 2014), h.

Page 24: SKRIPSI Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51640...Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.) Oleh: FADIL HIKMANUL HAKIEM NIM : 11150480000191

15

Pasal 503 Kitab Uundang-Undang Hukum Perdata, yaitu

penggolongan benda ke dalam kelompok benda berwujud (bertubuh)

dan benda tidak berwujud (tidak bertubuh).5

Konsekuensi lebih lanjut dari batasan hak kekayaan intelektual

adalah terpisahnya antara hak kekayaan intelektual itu dengan hasil

material yang menjadi bentuk jelmaannya atau biasa disebut benda

berwujud (benda materil). Suatu contoh dapat dikemukakan misalnya

hak cipta dalam bidang karya sinematografi (berupa hak kekayaan

intelektual) dan hasil materil yang menjadi bentuk film. Jadi yang

dilindungi dalam kerangka hak kekayaan intelektual adalah haknya

bukan jelmaan dari hak tersebut. Jelmaan dari hak tersebut dilindungi

oleh hukum, benda dalam kategori benda materil (benda berwujud).6

Pengelompokan hak kekayaan intelektual itu lebih lanjut dapat

dikategorikan dalam kelompok hak cipta (copy rights) dan hak

kekayaan industri (industrial property rights). Hak cipta sebenarnya

dapat lagi diklasifikasikan kedalam dua bagian, yaitu: 7 hak cipta dan

hak terkait (dengan hak cipta) (neighbouring rights). Selanjutnya, hak

kekayaan perindustrian dapat diklasifikasikan lagi menjadi:8 paten,

paten sederhana, desain industry, merek dagang dan nama dagang,

sumber asal atau sebutan asal.

2. Hak Cipta

a. Pengertian Hak cipta

Istilah hak cipta pertama kali diusulkan oleh St. Moh. Syah,

pada Kongres Kebudayaan di Bandung tahun 1951 sebagai

pengganti istilah hak pengarang yang dianggap kurang luas cakupan

pengertiannya. Istilah hak pengarang itu sendiri merupakan

5 H. OK. Saidin 2, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual,..., h. 11. 6 H. OK. Saidin 2, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual,…,h. 13. 7 H. OK. Saidin 2, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual,…,h. 16 . 8 H. OK. Saidin 2, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual,…,h. 17.

Page 25: SKRIPSI Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51640...Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.) Oleh: FADIL HIKMANUL HAKIEM NIM : 11150480000191

16

terjemahan dari istilah bahasa Belanda Auteurs Recht.9 Dinyatakan

“kurang luas” karena istilah hak pengarang itu memberikan kesan

“penyempitan” artinya, seolah-olah yang dicakup oleh hak

pengarang itu hanyalah hak dari para pengarang saja, yang ada

sangkut pautnya dengan karang mengarang, sedangkan istilah hak

cipta itu lebih luas, dan isitilah itu juga mencakup tentang karang

mengarang.10 Lebih jelas batasan pengertian ini dapat dilihat dalam

Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Hak Cipta Nomor 28 Tahun 2014

yang mengatur: “Hak cipta adalah hak eksklusif pencipta yang

timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu

ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi

pembatasan sesuai kententuan peraturan perundang-undangan.”

Dalam bukunya, H. OK. Saidin memberikan perbandingan

terhadap pengertian hak cipta yaitu; pertama, berdasarkan Pasal 1

dalam Auteurswet 1912 diatur, “hak cipta adalah hak tunggal dari

pencipta, atau hak dari yang mendapatkan hak tersebut, atas hasil

ciptaanya dalam lapangan kesusasteraan, pengetauan dan kesenian,

untuk mengumumkan dan memperbanyak dengan mengingat

pembatasan-pembatasan yang ditentukan oleh undang-undang.

Kedua, berdasarkan Universal Copyright Convention. Dalam Pasal

V Universal Copyright Convention, diatur bahwa: “hak cipta

meliputi hak tunggal si pencipta untuk membuat, menerbitkan dan

memberi kuasa untuk membuat terjemahan dari karya yang

dilindungi perjanjian ini.”11

Dari penjelasan batasan pengertian yang diberikan di atas,

maka hampir dapat disimpulkan bahwa ketiganya memberikan

pengertian yang sama, yakni hak cipta merupakan hak khusus atau

hak eksklusif yang dimiliki oleh pencipta. Hak eksklusif adalah

9 Ajip Rosidi, 1984, Undang-Undang Hak Cipta Pandangan Seorang Awam, (Jakarta:

Djambatan, 1982), h.3. 10 H. OK. Saidin 2, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual,…, h. 199. 11 BPHN, Seminar Hak Cipta, (1976) h.44-45.

Page 26: SKRIPSI Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51640...Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.) Oleh: FADIL HIKMANUL HAKIEM NIM : 11150480000191

17

bahwa hanya pemegang hak ciptalah yang melaksanakan hak cipta

tersebut, sementara orang atau pihak lain dilarang melaksanakan hak

cipta tersebut tanpa persetujuan pemegang hak cipta. Konsep

tersebut juga berlaku di Indonesia. Di Indonesia, hak eksklusif

pemegang hak cipta termasuk “menerjemahkan, mengadaptasi,

aransemen, mengalihwujudkan, menjual, menyewakan,

meminjamkan, mengimpor, memamerkan, dan mengomunikasikan

ciptaan kepada publik melalui sarana apa pun”.12

3. Hak Eksklusif (Hak Moral dan Hak Ekonomi)

Menurut Hutauruk, ada dua unsur penting yang harus

terkandung atau termuat dalam rumusan atau terminologi hak cipta

yaitu:13 yang pertama, hak moral yang dalam keadaan

bagaimanapun, dan dengan jalan apa pun tidak dapat ditinggalkan

dari padanya. Kedua, hak yang dapat dipindahkan atau dialihkan

kepada pihak yang lain (hak ekonomi).

Dalam hak cipta terdapat juga dua hak bermakna sama yang

biasa disebut dengan hak moral dan hak ekonomi. sebagaimana

diungkapkan dalam pasal 4 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014

tentang Hak Cipta, yaitu:

“Hak cipta sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 huruf a

merupakan hak eksklusif yang terdiri dari Hak Moral dan Hak

Ekonomi.”

a. Hak Moral

Konsep dasar lahirnya hak cipta akan memberikan

perlindungan hukum terhadap suatu karya cipta yang memiliki

bentuk yang khas dan menunjukkan keaslian sebagai ciptaan

seseorang atas dasar kemampuan dan kreativitasnya yang bersifat

12 www.cekkembali.com/hak-cipta dikutip pada 16 Juli 2019 pukul 14.26. 13 H. OK. Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual …, h.200.

Page 27: SKRIPSI Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51640...Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.) Oleh: FADIL HIKMANUL HAKIEM NIM : 11150480000191

18

pribadi.14 Sifat pribadi yang terkandung di dalam hak cipta

melahirkan konsepsi hak moral bagi si pencipta atau ahli

warisnya. Hak moral tersebut dianggap sebagai hak pribadi yang

dimiliki oleh seorang pencipta untuk mencegah terjadinya

penyimpangan atas karya ciptanya dan untuk mendapatkan

penghormatan atau penghargaan atas karyanya tersebut. Hak

moral tersebut merupakan perwujudan dari hubungan yang terus

berlangsung antara si pencipta dengan hasil karya ciptanya

walaupun si penciptanya telah kehilangan atau telah

memindahkan hak ciptanya kepada orang lain, sehingga apabila

pemegang hak menghilangkan nama pencipta, maka pencipta atau

ahli warisnya berhak menuntut kepada pemegang hak cipta

supaya nama pencipta tetap dicantumkan dalam ciptaannya.

Hak moral dalam terminologi Bern Convention

menggunakan istilah moral rights, yakni hak yang dilekatkan

pada diri pencipta. Dilekatkan, bermakna bahwa hak itu tidak

dapat dihapuskan walaupun hak cipta itu telah berakhir jangka

waktu kepemilikan. Hak moral dibedakan dengan hak ekonomi,

jika hak ekonomi mengandung nilai ekonomis, maka hak moral

sama sekali tidak memiliki nilai ekonomis. Kata “moral”

menunjukkan hak yang tersembunyi dibalik ekonomis itu. Namun

demikian, ada kalanya nilai hak moral itu justru memengaruhi

nilai ekonomis.15

Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014

tentang Hak Cipta diatur bahwa hak moral sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 4 merupakan hak yang melekat secara abadi pada diri

pencipta. Dalam hal ini pemegang hak moral mempunyai hak

14 S.M. Hutagalung, Hak Cipta Kedudukan dan Peranannya dalam Pembangunan,

(Jakarta: Akademika Pressindo, 2002), h.333. 15 H. OK. Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual …, h.250.

Page 28: SKRIPSI Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51640...Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.) Oleh: FADIL HIKMANUL HAKIEM NIM : 11150480000191

19

untuk tetap mencantumkan atau tidak mencantumkan namanya

pada salinan sehubungan dengan pemakaian ciptaannya untuk

umum, menggunakan nama aliasnya atau samarannya, mengubah

ciptaannya sesuai dengan kepatutan dalam masyarakat, mengubah

judul dan anak judul ciptaan, dan mempertahankan haknya dalam

hal terjadi distorsi ciptaan, mutilasi ciptaan, modifikasi ciptaan,

atau hal yang bersifat merugikan kehormatan diri atau

reputasinya.

Hak moral adalah hak yang melindungi kepentingan pribadi

atau reputasi pencipta. Hak moral melekat pada pribadi pencipta

atau penemu. Apabila hak ekonomi dapat dialihkan kepada pihak

lain, maka hak moral tidak dapat dipisahkan dari pencipta atau

penemu karena bersifat pribadi dan kekal. Sifat abadi

menunjukkan ciri khas yang berkenaan dengan nama baik,

kemampuan dan integritas yang hanya dimiliki oleh pencipta atau

penemu. Kekal artinya melekat pada pencipta atau penemu selama

hidup bahkan setelah meninggal. Termasuk dalam hak moral

adalah hak-hak yang berikut ini: 16 (a)Hak untuk menuntut kepada

pemegang hak cipta atau paten supaya nama pencipta atau

penemu tetap dicantumkan pada ciptaan dan penemuannya, (b)

Hak untuk tidak untuk melakukan perubahan pada ciptaan atau

penemuan tanpa persetujuan pencipta, penemu, atau ahli

warisnya, (c)Hak pencipta atau penemu untuk mengadakan

perubahan pada ciptaan atau penemuan sesuai dengan tuntutan

perkembangan dan kepatutan dalam masyarakat.

b. Hak Ekonomi

Hak cipta juga berhubungan dengan kepentingan-

kepentingan yang bersifat ekonomi (economic rights). Adanya

16 Abdulkadir Muhammad, Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan

Intelektual,..., h. 22.

Page 29: SKRIPSI Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51640...Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.) Oleh: FADIL HIKMANUL HAKIEM NIM : 11150480000191

20

kepentingan-kepentingan yang bersifat ekonomi di dalam hak

cipta tersebut, merupakan suatu perwujudan dari sifat hak cipta itu

sendiri. Yaitu, bahwa ciptaan-ciptaan yang merupakan produk

olah pikir manusia itu mempunyai nilai, karena ciptaan-ciptaan

tersebut merupakan suatu bentuk kekayaan, walaupun bentujnya

tidak berwujud.17

Dalam terminologi hukum perdata, hak cipta adalah hak

privat, hak keperdataan. Dalam hak keperdataan itu terdapat nilai

yang dapat diukur sacara ekonomi, yaitu berupa hak kebendaan.

Hak yang dapat dialihkan atau dipindahkan itu sekaligus

memberikan jawaban atas kedudukan hak cipta dalam sistem

hukum benda, yang meletakkan hak cipta sebagai hak kebendaan

immateriil (benda tak berwujud).18 Dalam Undang-Undang No.

28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, hak itu disebut hak ekonomi

atau economy rigts. Hak ekonomi merupakan hak eksklusif

Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mendapatkan manfaat

ekonomi atas Ciptaan. Berdasarkan Pasal 9 ayat (1) Undang-

Undang No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta diatur bahwa:

“Pencipta atau Pemegang Hak Cipta memiliki hak ekonomi

untuk melakukan: penerbitan ciptaan, penggandaan ciptaan

dalam segala bentuknya, penerjemahan ciptaan, pengadaptasian,

pengaransemenan, atau pentranformasian ciptaan,

pendistribusian ciptaan atau salinannya, pertunjukan ciptaan,

pengumuman ciptaan, komunikasi ciptaan; dan penyewaan

ciptaan.”

b. Pencipta dan Pemegang Hak Cipta

Secara definisi, menurut Pasal 1 angka (2) Undang-Undang

Hak Cipta, yang dimaksud pencipta adalah seseorang atau beberapa

orang yang secara sendiri-sendiri atau bersama-sama menghasilkan

h.336.

200.

17 S.M. Hutagalung, Hak Cipta Kedudukan dan Peranannya dalam Pembangunan,…,

18 S.M. Hutagalung, Hak Cipta Kedudukan dan Peranannya dalam Pembangunan,…, h.

Page 30: SKRIPSI Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51640...Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.) Oleh: FADIL HIKMANUL HAKIEM NIM : 11150480000191

21

suatu ciptaan yang bersifat khas dan pribadi. Undang-Undang

Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta Pada Pasal 1 angka (4)

berbunyi, Pemegang Hak Cipta adalah Pencipta sebagai pemilik hak

cipta, pihak yang menerima hak tersebut secara sah dari pencipta,

atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak dari pihak yang

menerima hak tersebut secara sah.

Pemegang hak cipta berdasarkan perjanjian lisensi,

memperoleh hak untuk melakukan sebagian atau keseluruhan dari

tindakan yang dilarang, misalnya memperbanyak ciptaan sejumlah

yang ditentukan dalam suatu jangka waktu tertentu. Setelah

waktunya selesai, hak-hak ekonomi yang dieksploitasi olehnya harus

dikembalikan kepada pencipta.19

Menurut ketentuan dalam Undang-undang Hak Cipta, yang

menjadi pemegang hak cipta adalah kecuali terbukti sebaliknya,

yang dianggap sebagai pencipta adalah orang yang namanya

terdaftar dalam daftar umum ciptaan dan pengumuman resmi

tentang pendaftaran pada Departemen Kehakiman, seperti yang

dimaksud dalam Pasal 39 UUHC dan orang yang namanya disebut

dalam ciptaan atau diumumkan sebagai penciptanya. Kecuali

terbukti sebaliknya, pada ceramah yang tidak tertulis dan tidak ada

pemberitahuan siapa penciptanya, maka orang yang berceramah lah

yang dianggap sebagai penciptanya.

Suatu ciptaan yang terdiri atas beberapa bagian tersendiri yang

diciptakan dua orang atau lebih, yang dianggap sebagai pencipta

adalah orang yang memimpin serta mengawasi penyelesaian seluruh

ciptaan itu, atau jika tidak ada orang itu, orang yang

menghimpunnya dengan tidak mengurangi hak cipta masing-masing

atas bagian ciptaannya. Jika suatu ciptaan dirancang seseorang,

diwujudkan dan dikerjakan oleh orang lain dibawah pimpinan dan

19 Eddy Damian, Hukum Hak Cipta, (Bandung : PT. Alumni, 2002), h. 123.

Page 31: SKRIPSI Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51640...Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.) Oleh: FADIL HIKMANUL HAKIEM NIM : 11150480000191

22

pengawasan orang yang merancang ciptaan, maka penciptanya

adalah orang yang merancang ciptaan itu.

Suatu ciptaan yang dibuat dalam hubungan dinas dengan pihak

lain dalam lingkungan pekerjaannya, pihak yang untuk dan dalam

dinasnya ciptaan itu dikerjakan adalah pemegang hak cipta, kecuali

ada perjanjian lain antara kedua belah pihak dengan tidak

mengurangi hak si pembuat sebagai penciptanya apabila

penggunaan ciptaan itu dipeluas ke luar hubungan dinas. Sedangkan,

ketika suatu ciptaan dibuat dalam hubungan atau berdasarkan

pesanan, pihak yang membuat karya cipta itu sebagai pencipta dan

pemegang hak cipta, kecuali apabila diperjanjikan lain antara kedua

pihak,

Jika suatu badan hukum mengumumkan bahwa ciptaan tersebut

berasal dari padanya dengan tidak menyebut seseorang sebagai

penciptanya. Maka, badan hukum tersebut dianggap sebagai

penciptanya kecuali jika dibuktikan sebaliknya.

Negara memegang hak cipta atas ciptaan hasil budaya rakyat

yang menjadi milik bersama, bila berhubungan dengan pihak luar

negeri. Apabila suatu ciptaan tidak diketahui penciptanya dan

ciptaan itu belum diterbitkan, Negara memegang hak cipta atas

ciptaan tersebut untuk kepentingan penciptanya.

Ketika suatu ciptaan tidak diketahui penciptanya atau pada

ciptaan tersebut hanya tertera nama samaran pencipta dan ciptaan itu

sudah diterbitkan, maka penerbit adalah pemegang hak cipta atas

ciptaan tersebut untuk kepentingan penciptanya. Apabila suatu

ciptaan telah diterbitkan tetapi tidak diketahui penciptanya, Negara

memegang hak cipta atas ciptaan tersebut untuk kepentingan

penciptanya

Page 32: SKRIPSI Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51640...Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.) Oleh: FADIL HIKMANUL HAKIEM NIM : 11150480000191

23

c. Ciptaan

Dalam lampiran Pasal 1 angka (3) Undang-Undang Hak

Cipta Nomor 28 Tahun 2014, dijelaskan bahwa ciptaan adalah setiap

hasil karya cipta dibidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang

dihasilkan atas inspirasi, kemampuan, pikiran, imajinasi, cekatan,

keterampilan atau keahlian yang di ekspresikan dalam bentuk nyata.

Dengan demikian, suatu karya cipta merupakan hasil dari kreatifitas

penciptanya itu sendiri dan bukan tiruan, serta karya cipta tersebut

harus diwujudkan dalam bentuk nyata dan tidak berupa gagasan.

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta

juga telah menguraikan berbagai jenis Ciptaan yang dilindungi.

Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 40 angka (1) sebagai berikut;

“Buku, pamflet, perwajahan karya tulis yang diterbitkan, dan

semua hasil karya tulis lainnya, ceramah, kuliah, pidato, dan

ciptaan sejenis lainnya, alat peraga yang dibuat untuk

kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan, lagu dan atau

musik dengan atau tanpa teks, drama, drama musikal, tari,

koreografi, pewayangan, dan pantomime, karya seni rupa

dalam segala bentuk seperti lukisan, gambar, ukiran,

kaligrafi, seni pahat, patung, atau kolase, karya seni terapan,

karya arsitektur, peta, karya seni batik atau seni motif lain,

karya fotografi, potret, karya sinematografi, terjemahan, tafsir,

saduran, bunga rampai, basis data, adaptasi, aransemen,

modifikasi dan karya lain dari hasil transformasi, terjemahan,

adaptasi, aransemen, transformasi, atau modifikasi ekspresi

budaya tradisional, kompilasi ciptaan atau data, baik dalam

format yang dapat dibaca dengan program komputer maupun

media lainnya, kompilasi ekspresi budaya tradisional selama

kompilasi tersebut merupakan karya yang asli, permainan

video dan program komputer.”

Dengan demikian, tidak semua jenis ciptaan di bidang ilmu

pengetahuan, seni dan sastra yang mendapat perlindungan hukum,

tapi terbatas pada ciptaan yang dapat dilihat, dibaca atau didengar

saja. Dalam artian ciptaan yang dilindungi hanyalah ciptaan yang

memiliki bentuk yang khas, bersifat pribadi dan menunjukkan

keaslian sebagai ciptaan yang lahir berdasarkan kemampuan,

Page 33: SKRIPSI Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51640...Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.) Oleh: FADIL HIKMANUL HAKIEM NIM : 11150480000191

24

kreatifitas, dan keahlian seseorang yang diwujudkan dalam bentuk

nyata.

Adapun didalam Undang-Undang Hak Cipta disebutkan

tentang hasil karya yang tidak dilindungi hak ciptanya. Sebagaimana

tertuang pada Pasal 41 Undang-Undang Hak Cipta yang meliputi

Hasil karya yang belum diwujudkan dalam bentuk nyata, Setiap ide,

prosedur, sistem, metode, konsep, prinsip, temuan atau data

walaupun telah diungkapkan, dinyatakan, digambarkan, dijelaskan,

atau digabungkan dalam sebuah ciptaan, alat, benda, atau produk

yang diciptakan hanya untuk menyelesaikan masalah teknis atau

yang bentuknya hanya ditujukan untuk kebutuhan fungsional.

4. Film Sebagai Bagian Hak Cipta

a. Definisi Film

Berdasarkan kata, film (cinema) asalnya dari kata

cinematographie yang memiliki arti cinema (gerak), tho atau phytos

(cahaya) dan graphie atau grhap (tulisan, gambar, citra). Maka

dapat diartikan film merupakan mewujudkan gerak dengan cahaya.

Mewujudkan atau Melukis gerak dengan cahaya tersebut

menggunakan alat khusus. Seringkali alat yang digunakan adalah

kamera.

Definisi lain dari film yakni, hasil cipta karya seni yang

memiliki kelengkapan dari beberapa unsur seni untuk melengkapi

kebutuhan yang sifatnya spiritual. Unsur seni yang ada dan

menujang sebuah film antara lain seni rupa, seni fotografi, seni

arsitektur, seni tari, seni puisi sastra, seni teater, seni musik, seni

pantonim dan juga novel.20

20 https://www.seputarpengetahuan.co.id/2017/10/pengertian-film-sejarah-fungsi-jenis-

jenis-unsur.html, artikel diakses pada hari selasa, tanggal 19 November 2019, pkl 18.30 WIB.

Page 34: SKRIPSI Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51640...Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.) Oleh: FADIL HIKMANUL HAKIEM NIM : 11150480000191

25

Pengertian lain tentang film yaitu selaput tipis yang dibuat

dari saluloid untuk tempat gambar negatif (yang akan dibuat poster)

atau untuk tempat gambar positif (yang dimainkan di bioskop).

Menurut pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 33 Tahun 2009

tentang Perfilman (selanjutnya disebut Undang-undang Perfilman),

film adalah karya seni budaya yang merupakan pranata sosial dan

media komunikasi massa yang dibuat berdasarkan kaidah

sinematografi dengan atau tanpa suara dan dapat dipertunjukkan.

Undang-undang Perfilman memberikan definisi perfilman

adalah berbagai hal yang berhubungan dengan film. Undang-

Undang Perfilman mendukung kebebasan berkarya yang

bertanggungjawab atas pembuatan film. Kebebasan berdasarkan

kemampuan imajinasi, daya cipta, rasa ataupun karsa, baik dalam

bentuk, makna ataupun caranya.21

b. Unsur-unsur Film

Film merupakan hasil karya bersama atau hasil kerja kolektif.

Dengan kata lain, proses pembuatan film pasti melibatkan kerja

sejumlah unsur atau profesi. Unsur-unsur yang dominan di dalam

proses pembuatan film antara lain: produser, sutradara, penulis

skenario, penata kamera (kameramen), penata artistik, penata

musik, editor, pengisi dan penata suara, aktor-aktris (bintang

film).22

1. Produser

Unsur paling utama (tertinggi) dalam suatu tim kerja

produksi atau pembuatan film adalah produser. Karena produserlah

yang menyandang atau mempersiapkan dana yang dipergunakan

untuk pembiayaan produksi film. Produser merupakan pihak yang

21 M. Ramli, Fathurrahman, Film Independen Dalam Perspektif Hukum Hak Cipta dan

Hukum Perfilman Indonesia, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2005), h.34. 22 https://www.kajianpustaka.com/2012/10/pengertian-sejarah-dan-unsur-unsur-film.html,

artikel diakses pada hari selasa, tanggal 19 November 2019, pkl 20.30 WIB.

Page 35: SKRIPSI Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51640...Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.) Oleh: FADIL HIKMANUL HAKIEM NIM : 11150480000191

26

bertanggungjawab terhadap berbagai hal yang diperlukan dalam

proses pembuatan film. Selain dana, ide atau gagasan, produser

juga harus menyediakan naskah yang akan difilmkan, serta

sejumlah hal lainnya yang diperlukan dalam kaitan proses produksi

film.

2. Sutradara

Sutradara merupakan pihak atau orang yang paling

bertanggungjawab terhadap proses pembuatan film di luar hal-hal

yang berkaitan dengan dana dan properti lainnya. Karena itu

biasanya sutradara menempati posisi sebagai “orang penting

kedua” di dalam suatu tim kerja produksi film. Di dalam proses

pembuatan film, sutradara bertugas mengarahkan seluruh alur dan

proses pemindahan suatu cerita atau informasi dari naskah skenario

ke dalam aktivitas produksi.

3. Penulis Skenario

Skenario film adalah naskah cerita film yang ditulis dengan

berpegang pada standar atau aturan-aturan tertentu. Skenario atau

naskah cerita film itu ditulis dengan tekanan yang lebih

mengutamakan visualisasi dari sebuah situasi atau peristiwa

melalui adegan demi adegan yang jelas pengungkapannya. Jadi,

penulis skenario film adalah seseorang yang menulis naskah cerita

yang akan difilmkan. Naskah skenario yang ditulis penulis

skenario itulah yang kemudian digarap atau diwujudkan sutradara

menjadi sebuah karya film.

4. Penata Kamera (Kameramen)

Penata kamera atau popular juga dengan sebutan

kameramen adalah seseorang yang bertanggungjawab dalam proses

perekaman (pengambilan) gambar di dalam kerja pembuatan film.

Karena itu, seorang penata kamera atau kameramen dituntut untuk

mampu menghadirkan cerita yang menarik, mempesona dan

menyentuh emosi penonton melalui gambar demi gambar yang

Page 36: SKRIPSI Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51640...Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.) Oleh: FADIL HIKMANUL HAKIEM NIM : 11150480000191

27

direkamnya di dalam kamera. Di dalam tim kerja produksi film,

penata kemera memimpin departemen kamera.

5. Penata Artistik

Penata artistik (art director) adalah seseorang yang

bertugas untuk menampilkan cita rasa artistik pada sebuah film

yang diproduksi. Sebelum suatu cerita divisualisasikan ke dalam

film, penata artistik setelah terlebih dulu mendapat penjelasan dari

sutradara untuk membuat gambaran kasar adegan demi adegan di

dalam sketsa, baik secara hitam putih maupun berwarna. Tugas

seorang penata artistik di antaranya menyediakan sejumlah sarana

seperti lingkungan kejadian, tata rias, tata pakaian, perlengkapan-

perlengkapan yang akan digunakan para pelaku (pemeran) film dan

lainnya.

6. Penata Musik

Penata musik adalah seseorang yang bertugas atau

bertanggungjawab sepenuhnya terhadap pengisian suara musik

tersebut. Seorang penata musik dituntut tidak hanya sekadar

menguasai musik, tetapi juga harus memiliki kemampuan atau

kepekaan dalam mencerna cerita atau pesan yang disampaikan oleh

film.

7. Editor

Baik atau tidaknya sebuah film yang diproduksi akhirnya

akan ditentukan pula oleh seorang editor yang bertugas mengedit

gambar demi gambar dalam film tersebut. Jadi, editor adalah

seseorang yang bertugas atau bertanggungjawab dalam proses

pengeditan gambar.

8. Pengisi dan Penata Suara

Pengisi suara adalah seseorang yang bertugas mengisi suara

pemeran atau pemain film. Jadi, tidak semua pemeran film

menggunakan suaranya sendiri dalam berdialog di film. Penata

suara adalah seseorang atau pihak yang bertanggungjawab dalam

Page 37: SKRIPSI Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51640...Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.) Oleh: FADIL HIKMANUL HAKIEM NIM : 11150480000191

28

menentukan baik atau tidaknya hasil suara yang terekam dalam

sebuah film. Di dalam tim kerja produksi film, penata suara

bertanggungjawab memimpin departemen suara.

9. Bintang Film (Pemeran)

Bintang film atau pemeran film dan biasa juga disebut aktor

dan aktris adalah mereka yang memerankan atau membintangi

sebuah film yang diproduksi dengan memerankan tokoh-tokoh

yang ada di dalam cerita film tersebut sesuai skenario yang ada.

Keberhasilan sebuah film tidak bisa lepas dari keberhasilan para

aktor dan aktris dalam memerankan tokoh-tokoh yang diperankan

sesuai dengan tuntutan skenario (cerita film), terutama dalam

menampilkan watak dan karakter tokoh-tokohnya. Pemeran dalam

sebuah film terbagi atas dua, yaitu pemeran utama (tokoh utama)

dan pemeran pembantu (piguran).

B. Kerangka Teori

1. Teori Perlindungan Hukum

Pada hakikatnya setiap orang berhak mendapatkan perlindungan dari

hukum, sebab tanpa adanya perlindungan hukum maka seluruh hak warga

negara akan rentan mengalami pelanggaran hak asasi baik dari kalangan

sesama masyarakat hingga pemerintah. Perlindungan hukum merupakan

gambaran dari bekerjanya fungsi hukum untuk mewujudkan tujuan hukum

yaitu keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum. Satjipto Rahardjo

berpendapat bahwa, perlindungan hukum adalah memberikan pengayoman

terhadap hak asasi manusia (HAM) yang dirugikan orang lain dan

perlindungan itu diberikan kepada masyarakat agar dapat menikmati

semua hak-hak yang diberikan oleh hukum.23

Fitzgerald menjelaskan teori perlindungan hukum bahwa hukum

bertujuan mengintegrasikan dan mengkoordinasikan berbagai kepentingan

23 Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2000), h. 53.

Page 38: SKRIPSI Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51640...Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.) Oleh: FADIL HIKMANUL HAKIEM NIM : 11150480000191

29

dalam masyarakat karena dalam suatu lalu lintas kepentingan,

perlindungan terhadap kepentingan tertentu hanya dapat dilakukan dengan

cara membatasi berbagai kepentingan di lain pihak.24 Kepentingan hukum

adalah mengurusi hak dan kepentingan manusia, sehingga hukum

memiliki otoritas tertinggi untuk menentukan kepentingan manusia yang

perlu diatur dan dilindungi.

Perlindungan hukum terhadap hak cipta dimaksudkan untuk

mendorong individu-individu di dalam masyarakat yang memiliki

kemampuan intelektual dan kreativitas agar lebih bersemangat

menciptakan sebanyak mungkin karya cipta yang berguna bagi kemajuan

bangsa.25 Menurut David Bainbridge, justifikasi perlindungan HKI dapat

digambarkan dengan ungkapan sederhana. Intinya, setiap orang harus

diakui dan berhak memiliki apa yang dihasilkannya. Bila hak itu diambil

darinya, ia tak lebih dari seorang budak. Ungkapan ini menjadi semakin

penting mengingat dalam perspektif HKI, apa yang dihasilkan sepenuhnya

berasal dari otak atau kemampuan intelektual manusia. Selanjutnya perlu

pula dicatat rasionalitas lain yang lebih bersifat pragmatik. Rasionalitas ini

bertumpu pada prinsip bahwa perlindungan diperlukan untuk menjaga

tatanan perekonomian pada khususnya dan kehidupan sosial pada

umumnya.26

Pentingnya perlindungan hukum bagi kaum lemah, juga ditemukan

dalam pemikiran Grotius, Thomas Hobbes, Spinoza, dan John Locke.

Mereka adalah ahli-ahli yang muncul di era kebangkitan teori hukum alam

abad XVII. Grotius mengatakan bahwa hukum itu ada karena adanya suatu

perjanjian atau kontrak. Perjanjian ini terjadi semata-mata karena manusia

itu adalah makhluk sosial, sehingga selalu ada keinginan untuk hidup

24 Fajar Alamsyah Akbar, Perlindungan Hukum Terhadap Hak Cipta Menurut Pasal 12

Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta Di Indonesia,JOM Fakultas Hukum

Volume III Nomor 2, Oktober 2016, h. 4. 25 Iswi Hariyani, Prosedur Mengurus HAKI yang Benar,(Yogyakarta : Pustaka Yustisia,

2010), h. 46. 26 Henry Soelistyo, Hak Cipta Tanpa Hak Moral, (Jakarta : Rajawali Pers, 2011), h. 21-

22.

Page 39: SKRIPSI Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51640...Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.) Oleh: FADIL HIKMANUL HAKIEM NIM : 11150480000191

30

bermasyarakat. Hukum dan negara bertujuan untuk ketertiban dan

keamanan.27 Karena pada dasarnya setiap orang, tanpa diskriminasi,

berhak untuk memperoleh keadilan dengan mengajukan permohonan,

pengaduan, dan gugatan, dalam perkara pidana, perdata, maupun

administrasi serta diadili melalui proses peradilan yang bebas dan tidak

memihak, sesuai dengan hukum acara yang menjamin pemeriksaan yang

obyektif oleh hakim yang jujur dan adil untuk memperoleh putusan yang

adil dan benar.

C. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu

1. Perlindungan Hukum Terhadap Hak Cipta Lagu dan Musik di Media

Internet (Analisa Putusan Mahkamah Agung Nomor 385 K/Pdt.Sus/2009).

Skripsi ini membahas mengenai permasalahan maraknya pelanggaran hak

cipta lagu dan musik di media internet yang menjadi hal lazim di kalangan

masyarakat. Penelitian ini menyimpulkan bahwa penerapan dan sanksi

terhadap pelanggaran hak cipta atas lagu dan musik di media internet pada

dasarnya telah diatur dalam Undang-Undang Hak Cipta dan Undang-

Undang Informasi Transaksi Elektronik. Lalu terdapat dua sarana hukum

yang dapat digunakan untuk menindak pelaku pelanggaran hak cipta di

media internet, yaitu melalui instrumen hukum pidana dan perdata.28

2. Perlindungan Hukum Hak Cipta Sinematografi Terhadap Kegiatan

Download Dan Upload (Telaah Penerapan Undang-undang Nomor 28

Tahun 2014). Skripsi ini membahas persoalan mengenai bentuk

perlindungan pencipta terhadap pembajakan karya sinematografi dalam

aktifitas online. Penelitian ini menemukan bahwa penutupan atau

pemblokiran situs website penyedia layanan Download secara ilegal hanya

menjadi jawaban sementara atas permasalahan yang terjadi akan tetapi

27 Satya Arinanto dan Ninuk Triyanti, Memahami Hukum Dari Kontruksi Sampai

Implementasi, (Jakarta : PT RajaGrafindo, 2001), h. 11. 28 Skripsi ditulis oleh Raviantha Putra, Perlindungan Hukum Terhadap Hak Cipta Lagu

dan Musik di Media Internet (Analisa Putusan Mahkamah Agung Nomor 385 K/Pdt.Sus/2009),

Tahun 2014, Progam Studi Ilmu Hukum UIN Jakarta.

Page 40: SKRIPSI Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51640...Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.) Oleh: FADIL HIKMANUL HAKIEM NIM : 11150480000191

31

sifatnya hanya jangka pendek. Dalam melindungi hak cipta dalam aktifitas

online, penegak hukum dan pencipta atau pemegang hak cipta dapat saling

berkerjasama untuk menaggulangi atas segala bentuk pelanggaran-

pelanggaran yang terjadi.29

3. Perlindungan Hukum Bagi Pencipta Karya Cipta Sinematografi Dalam Film

Soekarno (Analisa Putusan Nomor 305 K/Pdt.Sus-HKI/2014). Penelitian ini

membahas mengenai upaya penyelesaikan apa yang dilakukan pencipta

apabila terjadi sengketa kepemilikan karya cipta sinematografi. Penelitian

ini menyimpulkan bahwa perlindungan Hak Cipta atas karya sinematografi

dapat dilakukan dengan 2 (dua) cara. Pertama, dengan cara preventif yang

perlindungannya diberikan pemerintah dengan tujuan untuk mencegah

terjadinya pelanggaran dengan melakukan pendaftaran Hak Cipta ke

Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual (DJKI). Kedua, dengan cara

represif yaitu perlindungan yang diberikan pemerintah dengan tujuan untuk

menyelesaikan sengketa apabila terjadi pelanggaran terhadap Hak Cipta atas

karya Sinematografi dengan cara mengajukan gugatan ke Pengadilan

Niaga.30

4. Perlindungan Hukum Terhadap Hak Cipta Menurut Pasal 12 Undang-

undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta Di Indonesia. Penelitian

ini membahas mengenai upaya yang dilakukan pemegang hak cipta potret,

ketika hak ciptanya diambil oleh pelaku pelanggaran. Penelitian ini

menjelaskan bahwa pelaksanaan perlindungan hak cipta terhadap potret

yang digunakan tanpa pemberitahuan terlebih dahulu kepada pemilik atau

pemegang hak cipta dilakukan dengan jalur non litigasi atau secara

29 Skripsi ditulis oleh Ahmad Syahroni Fadhil, Perlindungan Hukum Hak Cipta

Sinematografi Terhadap Kegiatan Download Dan Upload (Telaah Penerapan Undang-undang

Nomor 28 Tahun 2014), Tahun 2018, Program Studi Ilmu Hukum UIN Jakarta. 30 Skripsi ditulis oleh Arizki Dwi Wicaksono, Perlindungan Hukum Bagi Pencipta Karya

Cipta Sinematografi Dalam Film Soekarno (Analisa Putusan Nomor 305 K/Pdt.Sus-HKI/2014),

Tahun 2015, Progam Studi Ilmu Hukum, Universitas Jember.

Page 41: SKRIPSI Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51640...Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.) Oleh: FADIL HIKMANUL HAKIEM NIM : 11150480000191

32

musyawarah dengan membuat kesepakatan atau perjanjian tertulis di atas

materai, disertai dengan ganti rugi.31

Dari semua penelitian yang disebutkan di atas secara tidak langsung

berhubungan dengan skripsi yang diangkat oleh peneliti. Di dalamnya

dibahas perlindungan hukum terhadap hak cipta yang menjadi sengketa

dalam pengadilan. Namun, yang menjadi perbedaan antara skripsi peneliti

dengan skripsi-skripsi di atas adalah objek permasalahannya, yaitu peneliti

fokus membahas kesesuaian isi putusan nomor 53/Pdt.Sus-

HKI/Cipta/2018/PN Niaga Jkt.Pst, dan pertimbangan hakim dalam sengketa

film Benyamin Kerok terhadap ketentuan hukum nasional yang berlaku di

Indonesia.

31 Jurnal ini ditulis oleh Fajar Alamsyah Akbar, Perlindungan Hukum Terhadap Hak Cipta

Menurut Pasal 12 Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta Di Indonesia, Tahun 2016,

JOM Fakultas Hukum Volume III Nomor 2.

Page 42: SKRIPSI Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51640...Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.) Oleh: FADIL HIKMANUL HAKIEM NIM : 11150480000191

BAB III

DESKRIPSI PERKARA DALAM PUTUSAN NO 53/Pdt.Sus-

HKI/Cipta/2018/PN Niaga Jkt.Pst

A. Duduk Perkara

Gugatan Hak Cipta dengan nomor 53/Pdt.Sus-HKI/Cipta/2018/PN Niaga

Jkt.Pst di Kepaniteraan Pengadilan Niaga dibawah register perkara nomor

53/Pdt.Sus-HKI/Cipta/2018/PN Niaga Jkt.Pst yang telah didaftarkan pada

tanggal 3 november 2018. Gugatan tersebut diajukan oleh Syamsul Fuad

sebagai Penggugat, yang menggugat PT. Falcon Pictures, PT. Max Kreatif

International dan PT. Layar Cipta Karyamas sebagai tergugat I, II, III, serta

Edwar, S.H., Notaris & Pejabat Pembuat Akta Tanah sebagai turut tergugat.

Gugatan ini merupakan gugatan atas dugaan pelanggaran hak cipta, dan tujuan

dari gugatan ini adalah untuk menentukan dan membuktikan apakah terdapat

pelanggaran atas hak cipta yang dimiliki oleh seseorang serta tuntutan ganti

kerugian apabila terbukti terdapat pelanggaran hak cipta.

Gugatan yang diajukan Penggugat di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat

sesuai berdasarkan Undang-Undang Hak Cipta yang termuat dalam Pasal 95

ayat (2) dan ayat (3) menyebutkan bahwa pengadilan yang berwenang

menangani penyelesaian sengketa hak cipta adalah Pengadilan Niaga.

Pengadilan lainnya selain Pengadilan Niaga tidak berwenang menangani

penyelesaian sengketa hak cipta.

R. Soeroso membagi kewenangan mengadili dibagi dalam kekuasaan

kehakiman atribusi, dan kekuasaan kehakiman distribusi. Atribusi kekuasaan

kehakiman adalah kewenangan mutlak, atau juga disebut kompetensi absolut.

Yakni kewenangan badan pengadilan di dalam memeriksa jenis perkara

tertentu dan secara mutlak tidak dapat diperiksa oleh badan pengadilan lain.1

Oleh karena itu Pengadilan Niaga merupakan bagian dari wewenang absolute

1 R. Soeroso, Praktek Hukum Acara Perdata, Tata Cara dan Proses Persidangan,

(Jakarta; Sinar Grafika, 2001), h. 7.

33

Page 43: SKRIPSI Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51640...Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.) Oleh: FADIL HIKMANUL HAKIEM NIM : 11150480000191

34

pengadilan dalam memeriksa dan memutus sengketa hak cipta, sesuai

berdasarkan ketentuan Undang-Undang Hak Cipta.

Distribusi kekuasaan Pengadilan atau apa yang dinamakan kompetensi

relatif, atau kewenangan nisbi ialah bahwa Pengadilan Negeri ditempat

tergugat tinggal (berdomisili) yang berwenang memeriksa gugatan atau

tuntutan hak.2 Kewenangan relatif Pengadilan Niaga Jakarta Pusat berdasarkan

Pasal 5 Keppres RI No. 97 Tahun 1997 menyatakan bahwa daerah hukum

Pengadilan Niaga Jakarta Pusat meliputi wilayah Daerah Khusus Ibukota

Jakarta, Provinsi Jawa Barat, Sumatra Selatan, Lampung dan Kalimantan

Barat. Dengan demikian dikarenakan Tergugat berdomisili pada wilayah

hukum DKI Jakarta, maka pengadilan Niaga Jakarta Pusat berwenang

mengadili perkara sengketa hak cipta film Benyamin Biang Kerok.

PT. Falcon Pictures yang posisinya dalam perkara ini sebagai tergugat I

merupakan perusahaan film di Indonesia yang didirikan pada 1 februari 2010

oleh HB Naveen dan Frederica. Saat ini PT. Falcon Pictures menggeluti

produksi film layar lebar, Falcon juga mengambil alih distribusi film dan

membeli hak cipta serta merestorasi film-film lama. Saat ini sudah lebih dari

tiga ratus film menjadi milik perusahaan tersebut, yang meliputi film-film dari

Warkop DKI, Rhoma Irama dan beberapa film legendaris Indonesia lainnya.

PT. Falcon juga memiliki anak perusahaan yaitu PT. Max Pictures yang

posisinya dalam perkara ini sebagai tergugat II.

Dalam gugatannya, Penggugat menjelaskan posisinya dalam pembuatan

ciptaan film bahwa dia adalah sebagai seorang penulis cerita, penulis skenario,

asisten sutradara dan sutradara film layar lebar dengan pemeran utama yang

diperankan oleh alm. H. Benyamin Suaeb. Adapun cerita film yang ditulis oleh

Penggugat di antaranya adalah Benyamin Biang Kerok (1972) dan Biang

Kerok Beruntung pada tahun 1973. Penggugat merasa hak-haknya tidak

terpenuhi, khususnya hak atas ekonominya atas produksi ulang film Benyamin

Biang Kerok yang dirilis pada tanggal 1 Maret 2018 dan Biang Kerok

2 R. Soeroso, Praktek Hukum Acara Perdata, Tata Cara dan Proses Persidangan, ..., h. 7

Page 44: SKRIPSI Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51640...Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.) Oleh: FADIL HIKMANUL HAKIEM NIM : 11150480000191

35

Beruntung yang dirilis pada bulan Desember 2018 yang dilakukan oleh

Tergugat I dan Tergugat II.

Penggugat sebelumnya tidak pernah diberitahu dan/atau dimintai ijin oleh

tergugat I dan tergugat II mengenai niat atau rencana untuk membuat Film

Benyamin Biang Kerok dan Biang Kerok Beruntung. Adapun informasi

mengenai dibuatnya film tersebut baru diketahui oleh penggugat dari teman-

temannya sesama wartawan sekitar bulan november 2017. Oleh sebab itu

Penggugat merasa kecewa terkait pembuatan Film Benyamin Biang Kerok dan

Biang Kerok Beruntung dikarenakan adanya hak-hak Penggugat yang

dilanggar dalam proses pembuatan film tersebut.

Adapun mengenai hak Penggugat yang dilanggar dengan adanya perbuatan

hukum oleh para Tergugat dapat dijadikan sebagai dasar pengajuan gugatan

(legal standing) ke Pengadilan. Karena pada prinsipnya istilah standing dapat

diartikan secara luas yaitu akses orang perorangan atau kelompok/organisasi di

pengadilan sebagai pihak penggugat. Secara konvensional hak gugat hanya

bersumber pada prinsip “tiada gugatan tanpa kepentingan hukum” (point

d’interest point d’action). Kepentingan hukum (legal interest) yang dimaksud

di sini adalah merupakan kepentingan yang berkaitan dengan kepemilikan

(propietary interest) atau kepentingan material berupa kerugian yang dialami

secara langsung (injury in fact).3

Pada tanggal 23 November 2017 tergugat II mengirimkan surat nomor

413/F.04/XI/2017 perihal Film Benyamin Biang Kerok sebagai tindak lanjut

pertemuan bapak Syamsul Fuad dengan bapak Ody Mulya. Surat tersebut

berisi pesan sebagai berikut: “film berjudul Benyamin Biang Kerok dan Biang

Kerok Beruntung telah beralih kepemilikannya kepada PT. Falcon Pictures

sejak tanggal 21 Oktober 2010. Tergugat telah memperoleh izin dari keluarga

Alm. Benyamin Suaeb untuk melakukan produksi film layar lebar Benyamin.

Tergugat menyiapkan penulisan skenario baru untuk produksi film Benyamin

tersebut. Atas perkenaan Penggugat, sebagai apresiasi Tergugat akan

3 Mas Achmad Santosa, dkk., Makalah Topic 7, Hak Organisasi Lingkungan

(Environmental Legal Standing), (Cetakan I, ICEL: Jakarta, 1997), h. 3-4.

Page 45: SKRIPSI Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51640...Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.) Oleh: FADIL HIKMANUL HAKIEM NIM : 11150480000191

36

mencantumkan nama Penggugat dalam credit title film produksi Max Pictures

dan Falcon Film, yaitu Syamsul Fuad selaku penulis film Benyamin Biang

kerok (1972) dan Biang Kerok Beruntung (1973).”

Sebagai balasan atas surat di atas, Penggugat telah mengirimkan surat pada

tanggal 11 Desember 2017 perihal teguran, tanggapan dan keberatan atas

pembuatan ulang film Benyamin Biang Kerok dan Biang Kerok Beruntung

produksi tergugat I dan tergugat II. Surat balasan tersebut berisikan pesan

bahwa “Penggugat telah menjelaskan ke bapak Ody, bahwa Penggugat adalah

penulis dan pencipta film Benyamin Biang Kerok (1972) dan Biang Kerok

Beruntung (1973), dan Penggugat mempertegas bahwa tidak pernah menjual

atau menyerahkan hak cipta film-film dimaksud kepada siapapun. Aktor yang

dipilih dan diminta untuk bermain pada kedua film tersebut adalah adalah Alm.

Benyamin Suaeb, dan bukan pemegang hak cipta. Klaim tergugat I dan

tergugat II kepada Penggugat membuatnya merasa terkejut dan kecewa, karena

tidak berdasar Tergugat I dan Tergugat II menyatakan telah membeli kedua

film yang saya ciptakan tersebut kepada keluarga Benyamin Suaeb pada tahun

2010. Sebagai pencipta yang masih hidup Penggugat tidak pernah ditanya

ataupun diberitahukan perihal tersebut. Karenanya, pembelian antara Tergugat

I dan Tergugat II dengan keluarga Alm. Benyamin Suaeb membuat Penggugat

merasa keberatan atas sikap Tergugat I dan Tergugat II tersebut. Hal ini telah

disampaikan oleh Penggugat dalam pertemuan dan pembicaraan dengan bapak

Ody Mulya, bahwa seharusnya dalam membeli kedua film tersebut Tergugat I

dan Tergugat II membelinya dari Penggugat, Sampai sejauh ini komunikasi

saya dengan Tergugat I dan Tergugat II melalui bapak Ody sepertinya tidak

terlalu berjalan dengan baik. Karenanya, apa yang dituntut oleh Penggugat

sebagaimana hak-hak yang dilindungi oleh Undang-Undang, yakni hak moral

dan hak ekonomi sebagai pencipta tidak semuanya terjawab atau ditanggapi

dengan baik oleh para Tergugat justru terkesan mengabaikan hak-hak yang

diminta oleh Penggugat khususnya mengenai hak ekonomi.”

Namun tergugat I dan terugat II tidak memberikan respon sama sekali atas

balasan surat yang berisi tuntutan atau permintaan penggugat, maka dari itu

Page 46: SKRIPSI Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51640...Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.) Oleh: FADIL HIKMANUL HAKIEM NIM : 11150480000191

37

penggugat mengirimkan surat teguran yang kedua dengan nomor

002/SF/XII/2017 tanggal 20 Desember 2017. Surat tersebut ditujukan kepada

tergugat I dan tergugat II yang isinya menyatakan bahwa “Sampai hari ini

tertanggal 20 Desember 2017, tergugat I dan tergugat II tidak menanggapi surat

terdahulu. Hal ini menunjukkan sikap kurang responsif dan terkesan

menyepelekan diri penggugat. Penggugat menyampaikan teguran kedua kepada

tergugat I dan tergugat II agar dalam waktu 7 (tujuh) hari semenjak

diterimanya surat teguran tersebut. Dengan dasar agar dapat menanggapinya

terdahulu serta dapat memenuhi hak penggugat selaku penulis dan pencipta

film Benyamin Biang Kerok dan Biang Kerok Beruntung khususnya dalam hak

ekonomi terkait pembuatan ulang film dengan judul yang sama yang sedang

tergugat I dan tergugat II buat. Bila ternyata tergugat I dan tergugat II tetap

tidak bergeming dengan teguran ini, maka selaku penulis dan pencipta film asli

Benyamin Biang Kerok dan Biang Kerok Beruntung penggugat akan

memperjuangkan haknya sesuai hukum yang berlaku.”

Pada tanggal 24 Februari 2018 dalam acara Gala Premiere Benyamin

Biang Kerok di CGV, penggugat mengetahui film Biang kerok Beruntung akan

ditayangkan pada bulan Desember 2018 sebagai cerita lanjutan/ sekuel film

Benyamin Biang Kerok. Hal ini terlihat dengan adanya cuplikan adegan cerita

film Biang Kerok Beruntung setelah film Benyamin Biang Kerok habis.

B. Petitum Penggugat

Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan di atas maka pada tanggal 3

November 2018, Penggugat mengajukan gugatannya ke Pengadilan Niaga

Jakarta Pusat dengan nomor register 53/Pdt.Sus-HKI/Cipta/2018/PN Niaga

Jkt.Pst. Dengan poin petitum diantaranya adalah menyatakan penggugat adalah

pencipta dan/atau pemegang hak cipta atas cerita film Benyamin Biang Kerok

dan Biang Kerok Beruntung, menyatakan Tergugat I, Tergugat II, Tergugat III,

dan Turut Tergugat telah melakukan pelanggaran hak cipta atas cerita film

Benyamin Biang Kerok dan Biang Kerok Beruntung. Syarat-syarat yang dapat

dikatakan melanggar hukum tersebut ialah harus ada perbuatan. Yang

Page 47: SKRIPSI Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51640...Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.) Oleh: FADIL HIKMANUL HAKIEM NIM : 11150480000191

38

dimaksud dengan perbuatan ini, baik yang bersifat positif maupun yang

bersifat negatif, artinya setiap tingkah laku berbuat atau tidak berbuat.syarat

selanjutnya yaitu bahwa Perbuatan itu harus melawan hukum, adanya kerugian

adanya adanya hubungan hukum akibat perbuatan melawan hukum tersebut

dengan kerugian.

Petitum Penggugat selanjutnya adalah menyatakan batal perjanjian jual

beli dan pengalihan hak atas film antara tergugat I dan tergugat III pada tanggal

21 Oktober 2010 sepanjang yang terkait dengan film Benyamin Biang Kerok

dan Biang Kerok Beruntung. Petitum Penggugat menyatakan batal Akta yang

dibuat oleh turut tergugat yaitu akta nomor 16 tanggal 21 September 2015.

Penuntutan pembatalan perjanjian yang diajukan Penggugat dilakukan

melalui pengadilan sehingga yang membatalkan perjanjian adalah melalui

putusan hakim sesuai dengan ketentuan Pasal 1266 KUHPer. Menurut Subekti,

pembatalan perjanjian dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan cara aktif,

yaitu langsung dengan menuntut pembatalan di muka hakim atau dengan cara

pembelaan, yaitu menunggu sampai digugat di depan hakim untuk memenuhi

perjanjian dan baru mengajukan alasan mengenai kekurangan perjanjian itu.4

Syarat perjanjian mengenai subjektifitas seperti kecakapan dan dan

kesepakatan semua pihak dinamakan syarat-syarat subyektif karena mengenai

subyek yang mengadakan perjanjian. Apabila syarat subyektif tidak dipenuhi

maka perjanjiannya dapat dibatalkan oleh hakim atas permintaan pihak yang

tidak cakap atau yang memberikan kesepakatan secara tidak bebas. Hak untuk

meminta pembatalan ini dibatasi dalam waktu 5 tahun (1454 BW).

Pada poin petitum selanjutnya, Penggugat meminta Majelis Hakim

menghukum terugat I, tergugat II, tergugat III, dan turut tergugat untuk

membayar ganti rugi materil secara tanggung renteng kepada penggugat

sebesar Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah) untuk harga penjualan hak

cipta atas cerita film Benyamin Biang Kerok yang diinginkan penggugat

sebagai pencipta dan atau pemegang hak-cipta. Serta Rp. 1.000.000.000,- (satu

4 P.N.H. Simanjuntak, Pokok-Pokok Hukum Perdata Indonesia, (Djambatan: Jakarta,

2007), h. 347.

Page 48: SKRIPSI Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51640...Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.) Oleh: FADIL HIKMANUL HAKIEM NIM : 11150480000191

39

milyar rupiah) untuk harga penjualan hak cipta atas cerita film Biang Kerok

Beruntung yang diinginkan penggugat sebagai pencipta dan/ atau pemegang

hak cipta.

Petitum dari Penggugat yang meminta ganti kerugian tersebut berkaitan

dengan dalil atau posita Penggugat yang menyatakan terdapat pelanggaran hak

cipta terhadap pengalihan hak cipta yang telah dilakukan oleh para Tergugat.

Dalil yang digunakan Penggugat adalah Pasal 1365 Kitab Undang-Undang

Hukum Perdata yang menyebutkan bahwa : "Tiap perbuatan melanggar

hukum, yang membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang yang

karena kesalahan menerbitkan kerugian itu mengganti kerugian tersebut"

Penggugat dalam petitum setidaknya memberikan kalkulasi atas kerugian

yang diderita selama reproduksi film oleh para Tergugat sampai dengan

publikasi film secara massal yang telah diputarkan di banyak bioskop. Pada

intinya Penggugat menginginkan Majelis Hakim untuk menetapkan bahwa

Penggugat berhak atas royalti penjualan tiket film Benyamin Biang Kerok dan

Biang Kerok Beruntung yang diproduksi oleh Tegugat I dan Tergugat II

sebesar Rp. 1000,- (seribu rupiah) per tiket, memerintahkan tergugat I dan

tergugat II untuk memberikan laporan pemasukan tiket atas penayangan film

Benyamin Biang Kerok dan Biang Kerok Beruntung kepada Penggugat

dihitung pemasukan tiket sejak hari pertama penayangan sampai dengan hari

terakhir penayangan di bioskop.

Pada akhir petitum, penggugat meminta kepada Majelis Hakim untuk

menghukum Tergugat I, Tergugat II, Tergugat III, dan Turut Tergugat

membayar ganti rugi immateril secara tanggung renteng kepada Penggugat.

Ganti rugi yang di inginkan penggugat sebesar Rp. 10.000.000.000,- (sepuluh

milyar rupiah) yang mencakup kerugian akan hak moral sebagai pencipta

dan/atau pemegang hak cipta yang seharusnya dihargai hasil ciptaannya oleh

tergugat I, tergugat II, tergugat III, dan turut tergugat.

Petitum dari Penggugat yang meminta ganti kerugian tersebut berkaitan

dengan dalil atau posita Penggugat yang menyatakan terdapat pelanggaran hak

cipta terhadap pengalihan hak cipta yang telah dilakukan oleh para Tergugat.

Page 49: SKRIPSI Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51640...Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.) Oleh: FADIL HIKMANUL HAKIEM NIM : 11150480000191

40

Dalil yang digunakan Penggugat adalah Pasal 1365 KUHPerdata yang

menyebutkan bahwa : "Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa

kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena kesalahan

menerbitkan kerugian itu mengganti kerugian tersebut"

Page 50: SKRIPSI Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51640...Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.) Oleh: FADIL HIKMANUL HAKIEM NIM : 11150480000191

BAB IV

HAK CIPTA FILM BENYAMIN BIANG KEROK

A. Putusan dan Pertimbangan Hakim dalam Sengketa Film Benyamin

Biang Kerok Pada Putusan Nomor 53/Pdt.Sus-HKI/Cipta/2018/PN

Niaga Jkt.Pst

1. Putusan Hakim Terhadap Gugatan Penggugat

Untuk memberikan putusan yang memenuhi rasa keadilan, Hakim

dalam membuat putusan tidak hanya melihat kepada hukum (system

denken) tetapi juga harus bertanya pada hati nurani dengan cara

memperhatikan keadilan dan kemanfaatan ketika putusan itu telah

dijatuhkan.1 Pada sengketa hak cipta film Benyamin Biang Kerok hakim

memiliki pertimbangan hukum yang harus memenuhi rasa keadilan

untuk memutus perkara tersebut.

Dalam sidang musyawarah Majelis Hakim Pengadilan Niaga pada

Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, pada hari Jumat tanggal 29 Maret 2019

oleh, Robert,S.H, M.Hum., sebagai Hakim Ketua, Endah Detty Pertiwi,

S.H, M.H., dan Tafsir Sembiring Meliala S.H.,M.Hum., masing-masing

sebagai Hakim Anggota menetapkan dan membacakan hasil putusan

dalam persidangan terbuka untuk umum dengan dihadiri oleh Kuasa

Hukum Penggugat dan Kuasa Hukum Para Tergugat, tanpa dihadiri oleh

Turut Tergugat. Dikarenakan Turut Tergugat bukanlah pemegang objek

yang menjadi sengketa, ketikhadiran Turut Tergugat tidak menjadi

penghalang dalam memutuskan suatu perkara, karenan nantinya Turut

Tergugat hanya melaksanakan isi dari putusan hakim.

Berdasarkan berbagai pertimbangan hukum dan bukti-bukti yang

dipaparkan dalam persidangan, maka Majelis Hakim memutuskan

menolak eksepsi Tergugat I, Tergugat II, Tergugat III serta Turut

Tergugat seluruhnya. Dalam pokok perkara Majelis Hakim memutuskan

1 HM. Soerya Respationo, Putusan Hakim: Menuju Rasionalitas Hukum Refleksi dalam

Penegakan Hukum Jurnal Hukum Yustisia. No.86 Th. XXII Mei-Agustus 2013, (Surakarta:

Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta), h. 43.

41

Page 51: SKRIPSI Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51640...Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.) Oleh: FADIL HIKMANUL HAKIEM NIM : 11150480000191

42

menolak gugatan Penggugat Syamsul Fuad untuk seluruhnya, serta

menghukum Penggugat dalam Konpensi/ Tergugat dalam Rekonpensi

untuk membayar biaya perkara sebesar Rp. 3.116.000,00 (Tiga juta

seratus enam belas ribu rupiah). Dari hasil putusan tersebut maka pihak

yang dinyatakan kalah adalah pihak Syamsul Fuad sebagai Penggugat

dalam Konpensi/ Tergugat dalam Rekonpensi dalam persidangan

sengketa film Benyamin Biang Kerok antara melawan PT. Falcon

Pictures, PT. Max Kreatif International (Max Pictures) dan PT. Layar

Cipta Karya Mas Film sebagai pihak Tergugat dalam konpensi/

Penggugat dalam Rekonpensi.

Dengan putusan tersebut, majelis hakim hanya mengakui dan

mempetahankan hak moral yang melekat pada diri Penggugat sebagai

penulis cerita film. Dengan arti lain akta jual beli atau pengalihan hak

cipta tersebut dinyatakan sah berdasarkan hukum di mana Tergugat I lah

sebagai pemegang hak cipta dari kedua film tersebut.

2. Pertimbangan Hakim Dalam Putusan

Secara yuridis Majelis Hakim dalam pertimbangannya

menyebutkan pasal 1 butir 2 Undang-Undang RI Nomor 28 Tahun 2014

tentang Hak Cipta yang berbunyi, pencipta adalah seorang atau beberapa

orang yang secara sendiri-sendiri atau bersama-sama menghasilkan suatu

ciptaan yang bersifat khas dan pribadi. Majelis Hakim juga dalam

pertimbangannya menyebutkan pengertian pemegang hak cipta

berdasarkan pasal 1 butir 4 Undang-Undang RI Nomor 28 Tahun 2014

adalah pencipta sebagai pemilik hak cipta, pihak yang menerima hak

tersebut secara sah dari pencipta, atau pihak lain yang menerima lebih

lanjut hak dari pihak yang menerima hak tersebut secara sah.

Secara sosiologis, pada pertimbangannya hakim mendalilkan

Penggugat sebagai penulis cerita film pada tahun 1972 terhadap film

Benyamin Biang Kerok dan tahun 1973 terhadap film Biang Kerok

Beruntung. Akan tetapi PT. Harapan Film Corp dan PT. Bandung Permai

Film Production adalah pemegang hak cipta atas kedua film tersebut.

Page 52: SKRIPSI Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51640...Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.) Oleh: FADIL HIKMANUL HAKIEM NIM : 11150480000191

43

Majelis Hakim dalam pertimbangannya mendalilkan penggugat

adalah penulis cerita asli film Benyamin Biang Kerok, namun pemegang

hak ciptanya berada pada PT Harapan Film Corp dan PT Bandung

Permai Film Production sebagai pihak yang memproduksi dan

membiayai kedua film tersebut. Atas dasar pertimbangan Majelis Hakim

terhadap Penulis, maka Penggugat adalah Pencipta yang merupakan

pemegang hak moral sebagaimana dimaksud pada pasal 5 butir a

Undang-Undang RI Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Para

Tergugat tetap mencantumkan namanya dalam tayangan kedua film

tersebut sebagai penulis cerita kedua film tersebut, sedangkan hak

ekonominya berada di tangan PT. Harapan Film Corp dan PT. Bandung

Permai Film Production sebagai pihak yang membiayai dan

memproduksi film-film tersebut.

Dengan dinyatakan di dalam pertimbangan hakim, kedua

perusahaan tersebut adalah pemegang hak ekonomi sehingga berdasarkan

bukti surat yang disuguhkan oleh Tergugat dalam persidangan yaitu

adanya pelimpahan hak, akta penyimpanan kepada pihak lain yang

dilakukan Tergugat I kepada Tergugat III adalah sesuai dengan unsur-

unsur perjanjian yang diakui menurut KUHPerdata. Oleh karena itu,

Tergugat I merupakan pemegang hak ekonomi terhadap kedua film

tersebut sebagaimana telah ditegaskan dan dicatatkan pada menteri

Hukum dan HAM Direktorat Jendral Kekayaan Intelektual yang

diumumkan pada tanggal 1 Juni 1973 dan 20 April 1972, nomor dan

tanggal pendaftaran masing-masing yaitu EC00201800553 tertanggal 17

Januari 2018 terhadap judul Benyamin Biang Kerok dan

EC00201800547 tertanggal 17 Januari 2018 terhadap judul ciptaan Biang

Kerok Beruntung yang menyebutkan pemegang hak cipta berada pada

Tergugat 1 yaitu PT. Falcon Pictures.

Page 53: SKRIPSI Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51640...Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.) Oleh: FADIL HIKMANUL HAKIEM NIM : 11150480000191

44

B. Analisis Putusan Hakim dan Dasar Pertimbangan Hakim Pada Putusan

Nomor 53/Pdt.Sus-HKI/Cipta/2018/PN Niaga Jkt.Pst

1. Analisis Pertimbangan Hakim Terhadap Pengakuan Hak Moral

Penggugat

Hak cipta secara otomatis wajib diakui dan dilindungi setelah ciptaan

tersebut telah diwujudkan dalam bentuk nyata dan dipublikasikan. Atas

dasar konsep pengakuan hak cipta tersebut secara deklaratif, bukan berarti

mengurangi dan menghalangi hak seseorang untuk mendaftarkan ciptaan

tersebut. Meski pendaftaran atas ciptaan bukanlah suatu kewajiban, namun

hal tersebut dapat berguna bagi pencipta karena dapat digunakan sebagai

bukti apabila timbul sengketa dengan pihak ketiga.

Berdasarkan pertimbangan hakim dalam putusannya, hakim

mengakui Penggugat sebagai penulis cerita berdasarkan bukti dan dalam

kesaksiannya yang menyatakan bahwa Penggugat terlibat dalam

pembuatan film sebagai penulis cerita, penulis skenario, sekaligus asisten

sutrada dalam film Benyamin Biang Kerok dan Biang Kerok Beruntung

pada tahun 1972 dan 1973. Pertimbangan hakim tersebut semakin

meyakinkan karena pengakuan Penggugat sebagai pnulis cerita film tidak

dibantah oleh para pihak Tergugat, maka berdasarkan pengakuan dari

Tergugat tersebut, hakim dalam pertimbangannya mengakui Penggugat

sebagi Pencipta dari kedua film tersebut.

Dalam pertimbangan hakim lainnya hakim mendalilkan bahwa

dengan Penggugat sebagai penulis cerita kedua film tersebut maka

Penggugat memiliki hak moral sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5

butir a Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.

Dengan begitu mewajibkan Tergugat yang memproduksi ulang film

tersebut untuk mencantumkan nama Pencipta dalam film tersebut.

Pertimbangan hakim tersebut sudah sesuai dengan konsep

pengakuan atas hak-hak yang berhak didapat oleh Pencipta khususnya

dalam konteks hak moral. Berkaitan dengan hak moral, dapat dikonstatir

Page 54: SKRIPSI Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51640...Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.) Oleh: FADIL HIKMANUL HAKIEM NIM : 11150480000191

45

bahwa ada tiga basis hak moral:2(1) The right of publication; is the right to

decide wether the work is to be made public. Hak ini menjelaskan bahwa

hanya pencipta yang berhak menentukan dalam bentuk apa dan dimanakah

karyanya akan dipublikasikan, (2) The right of paternity; is the right of the

author to safeguard his reputation by preserving the integrity of the work.

Hak ini berkaitan dengan penerbitan suatu ciptaan atau karya, yang dapat

dibagi kembali menjadi tiga hak yaitu, hak menuntut pencantuman nama

pencipta pada hasil perbanyakan karya untuk selamanya, hak mencegah

orang lain menyebut dirinya sebagai pencipta, dan hak mencegah

pengunaan atau pencantuman namanya pada karya orang lain, (3) the right

of integrity, hak pencipta untuk mengubah karyanya dan melarang orang

lain untuk memodifikasi karyanya. Dengan kata lain, hak ini mencegah

orang lain untuk melakukan pendistorsian terhadap karya si pencipta.

Berkenaan dengan hak moral dalam konfigurasi hukum mencakup

dua hal besar, yaitu hak paterniti (right of paternity) yang esensinya

mewajibkan nama pencipta disebut atau dicantumkan dalam ciptaan. Hak

ini juga berlaku sebaliknya, yaitu meminta untuk tidak dicantumkan

namanya atau dipertahankan penggunaan nama samarannya. Hak lainnya

dikenal dengan right of integrity, yang menyangkut segala bentuk sikap

dan perlakuan yang terkait dengan integritas atau martabat Pencipta.

Dalam pelaksanaanya hak tersebut diekspresikan dalam bentuk larangan

untuk mengubah, mengurangi atau merusak ciptaannya yang dapat

menghancurkan integritasnya.3 Maka dari itu pertimbangan dan putusan

hakim dalam menjamin hak moral Penggugat telah sesuai dengan konsep

perlindungan hak cipta.

Jika ditinjau dari segi pertimbangan Hakim yang memberikan

Penggugat sebagai pemegang hak moral pun sebenarnya telah

dicantumkan dalam kedua film yang disengketakan tersebut sebagai

bentuk apresiasi atas karyanya sebagai penulis cerita dari kedua film

2Otto Hasibuan, Hak Cipta di Indonesia (Bandung, PT.Alumni, 2008), h.70 3 H. OK. Saidin 2, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual,…, h. 252.

Page 55: SKRIPSI Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51640...Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.) Oleh: FADIL HIKMANUL HAKIEM NIM : 11150480000191

46

tersebut. Dalam Pasal 31 UUHC diatur ketentuan lebih lanjut mengenai

Pencipta. Berdasarkan Pasal tersebut menyatakan, kecuali terbukti

sebaliknya, yang dianggap sebagai pencipta, yaitu orang yang namanya

disebut dalam ciptaan, dinyataan pencipta dalam suatu ciptaan, disebutkan

dalam surat pencatatan ciptaan, dan/atau, tercantum dalam daftar umum

ciptaan sebagai pencipta. Dengan demikian, pencantuman nama Penggugat

dalam film tersebut telah merefleksikan bahwa Penggugat diakui sebagai

pencipta atas kedua film tersebut.

Berdasarkan Pasal 57 ayat (1) UUHC, jangka waktu perlindungan

hak moral yang berhubungan dengan hak atribusi seperti pencantuman

nama atau nama samaran pada ciptaannya, mempertahankan haknya dalam

hal terjadi distorsi ciptaan ̧mutilasi ciptaan, atau hal lain yang merugikan

reputasinya berlaku tanpa batas waktu. Sedangkan untuk hak moral yang

berkaitan dengan hak integritas seperti mengubah ciptaan sesuai dengan

kepatutan di masyarakat atau mengubah judul berlaku selama

berlangsungnya jangka waktu hak cipta atas ciptaan yang bersangkutan

berlaku selama 50 tahun sejak pertama kali diumumkan. Berdasarkan pasal

tersebut, maka hakim wajib memberikan perlindungan hak moral dalam

putusannya.

Undang-Undang pun memberikan perlindungan kepada pencipta

yang mana hak moral yang melekat pada dirinya tidak dapat dialihkan

sesuai yang ditegaskan dalam pasal 4 ayat (2) UUHC menyatakan:

“Hak Moral sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat

dialihkan selama Pencipta masih hidup, tetapi pelaksanaan hak

tersebut dapat dialihkan dengan wasiat atau sebab lain sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan setelah Pencipta meninggal

dunia.”

Dalam pertimbangan hakim selanjutnya, hakim memberikan

penjelasan atau definisi yang dimaksud dengan pencipta dan pemegang

hak cipta berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pertimbangan hakim secara yuridis tersebut berkaitan dengan definisi

pencipta dan pemegang hak cipta berdasarkan undang-undang serta

Page 56: SKRIPSI Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51640...Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.) Oleh: FADIL HIKMANUL HAKIEM NIM : 11150480000191

47

berlandaskan pada fakta atau hubungan hukum antara kedua belah pihak

yang bersengketa.

Jika diteliti secara yuridis, terdapat perbedaan dalam upaya untuk

mengklasifikasikan seseorang dapat dikatakan sebagai pencipta atau

pemegang hak cipta. Terdapat pengecualian dan syarat-syarat untuk

menentukan seseorang dapat dikategorikan sebagai pencipta yang dimuat

dan dirumuskan dalam UUHC. Berdasarkan penafsiran rumusan pasal

dalam UUHC, Pencipta belum tentu sebagai pemegang hak cipta, namun

pemegang hak cipta bisa juga merupakan sebagai Pencipta.

Hakim dalam pertimbangannya menyatakan Penggugat merupakan

sebagai pencipta yang memiliki hak moral atas film yang diproduksi.

Namun dalam konteks pembuatan film, produser yang berasal dari rumah

produksilah yang cenderung lebih kuat kedudukannya sebagai pencipta,

walaupun dalam hukum kebiasaan di Indonesia mengenai proses produksi

film tidak menghilangkan hak penulis cerita sebagai pencipta atas suatu

film.

Ketentuan yang menguatkan pernyataan di atas terdapat dalam Pasal

34 UUHC yang menyatakan bahwa:

“Dalam hal ciptaan dirancang oleh seseorang dan diwujudkan serta

dikerjakan oleh orang di bawah pimpinan dan pengawasan orang

yang merancang, yang dianggap pencipta adalah orang yang

merancang ciptaan.”

Merancang ciptaan yang dimaksud adalah seseorang yang

merancang dan menyelesaikan suatu ciptaan dari bagian film seperti

mencari ide cerita, rancangan pemasaran film, sampai dengan bertanggung

jawab terhadap para pemeran film, dan proses lainnya. Merefleksi dari

rumusan pasal di atas, dalam hal ini produser film merupakan orang yang

bertugas menuangkan ide cerita, memimpin dan mengawasi segala hal

yang berkaitan dengan jalannya proses pembuatan film sehingga ia disebut

sebagai perancang ciptaan.

Berkaitan dengan peran produser, pada umum produser film

(production house) memiliki tugas dan tanggung jawab sedikitnya untuk

Page 57: SKRIPSI Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51640...Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.) Oleh: FADIL HIKMANUL HAKIEM NIM : 11150480000191

48

mencari dan mendapatkan ide cerita untuk produksi, membuat proposal

produksi berdasarkan ide atau skenario film, menyusun rancangan

produksi, menyusun rencana pemasaran, mengupayakan anggaran-dana

untuk produksi. Selain itu, produser juga mempunyai tugas untuk

mengawasi pelaksanaan produksi melalui laporan yang diterima dari

semua departemen, bertanggung jawab atas kontrak kerja secara hukum

dengan berbagai pihak dalam produksi yang dikelola, dan Bertanggung

jawab atas seluruh produksi.

Jika berdasarkan ketentuan dalam Pasal 34 UUHC, dalam hal ini

menurut hakim, Penggugat dikategorikan bukan sebagai pencipta utama,

namun ia hanya membuat cerita yang merupakan salah satu bagian dari

keseluruhan aktivitas produksi film dan peran Penggugat hanya sebatas

mengerjakan dan mewujudkan rancangan film yang dirancang oleh

produser di bawah pimpinan dan pengawasan produser. Peran Penggugat

bukan sebagai pencipta tunggal, namun ia ditugaskan oleh produser dalam

satu hubungan kerja untuk menulis cerita. Atas dasar tersebut produser

film dari rumah produksi (production house) dikategorikan sebagai

pencipta.

Dalam pertimbangan hakim lainnya, hakim memberikan definisi

pencipta berdasarkan undang-undang hak cipta yang mana ditegaskan

bahwa Pencipta adalah secara sendiri-sendiri atau bersama-sama

menghasilkan suatu ciptaan yang khas atau pribadi. Mengacu pada

pertimbangan hakim tersebut telah sesuai jika dikaitkan dengan Pasal 33

ayat (1) UUHC yang menyatakan bahwa dalam hal ciptaan terdiri atas

beberapa bagian tersendiri yang diciptakan oleh dua orang atau lebih, yang

dianggap sebagai pencipta ialah orang yang memimpin dan mengawasi

penyelesaian seluruh ciptaan. Dalam ayat (2) nya ditegaskan apabila yang

memimpin dan mengawasi seluruh ciptaan sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) tidak ada, maka yang dianggap sebagai pencipta adalah orang

yang menghimpun ciptaan dengan tidak mengurangi hak cipta masing-

masing atas bagian ciptaannya. Dengan begitu rumusan dalam Pasal 33

Page 58: SKRIPSI Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51640...Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.) Oleh: FADIL HIKMANUL HAKIEM NIM : 11150480000191

49

ayat (1) lebih tepat untuk digunakan dalam menentukan siapa yang disebut

sebagai pencipta jika dikaitkan dengan pembuatan suatu film. Pasal

tersebut menggambarkan kondisi dan posisi beberapa pencipta yang

terlibat di dalamnya. Dalam pembuatan film ada posisi produser sebagai

orang yang memimpin dan mengawasi setiap proses pembuatan film,

namun tidak mengurangi atau menghilangkan hak cipta masing-masing

yang dimiliki oleh peran lain seperti sutradara, penulis cerita dan lain

sebagainya.

Menurut peneliti dalam pertimbangan hakim yang menyangkut hak

moral bukan hanya Penggugat yang memiliki hak tersebut, pelaku

pertunjukan pun memiliki hak moral yang melekat walaupun film tersebut

telah dialihkan. Dalam hal ini pihak Tergugat telah melakukan tindakan

yang tepat dengan telah meminta izin kepada keluarga alm. Benyamin

(surat nomor 413/F.04/XI/2017/ tanggal 23 November 2017).

Sebagaimana diketahui kala itu alm. Benyamin Suhaib dipilih menjadi

aktor dalam film Benyamin Biang Kerok dan Biang Kerok Beruntung.

Permintaan izin yang dilakukan oleh pihak tergugat kepada ahli waris

Benyamin untuk mengubah skenario dalam produksi film layar lebar yang

terbaru.

Dalam pertimbangan hakim yang mendalilkan bahwa film tersebut

telah dialihkan kepemilikannya oleh pemegang hak cipta yang lama (PT.

Karyacipta Mas) kepada pemegang hak cipta yang baru (Falcon Pictures)

berdasarkan pada perjanjian hukum. Perjanjian tersebut memang diakui

sah secara hukum dan lazim digunakan dalam industri perfilman. Mengacu

pada Pasal 16 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 menegaskan hak

cipta dapat beralih atau dialihkan kepada pemegang hak cipta dengan cara

pewarisan, hibah, wakaf, wasiat, perjanjian tertulis atau sebab lain yang

dibenarkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Cara pengalihan hak cipta yang paling sering digunakan adalah

melalui perjanjian tertulis. Ada dua cara pengalihan hak cipta khususnya

hak ekonomi melalui perjanjian tertulis yang dikenal dalam praktik, yang

Page 59: SKRIPSI Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51640...Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.) Oleh: FADIL HIKMANUL HAKIEM NIM : 11150480000191

50

pertama adalah pengalihan hak cipta dari pencipta kepada pemegang hak

cipta dalam bentuk assignment (overdracht) atau dapat diartikan dengan

istilah penyerahan yang menyebabkan kepemilikan hak cipta berpindah

seluruhnya dan selama-lamanya kepada pihak yang mendapat penyerahan

tersebut. Sedangkan cara kedua adalah dengan memberikan izin atau

lisensi berdasarkan suatu perjanjian yang mencantumkan hak-hak

pemegang hak cipta dalam jangka waktu tertentu untuk melakukan

perbuatan-perbuatan tertentu dalam kerangka eksploitasi ciptaan yang hak

ciptanya tetap dimiliki oleh pencipta.4

Gugatan yang ditolak oleh majelis hakim, membuat Penggugat

hanya mempunyai hak moral atas ciptaan film tersebut. Hak moral adalah

hak-hak yang melindungi kepentingan pribadi si pencipta. Menurut konsep

kontinental, hak pengarang (droit d’aueteur, author rights) terbagi menjadi

hak ekonomi untuk mendapatkan keuntungan yang bernilai ekonomi

seperti uang, dan hak moral yang menyangkut perlindungan atas reputasi

si Pencipta.5

Dalam putusannya, hakim memutuskan untuk menolak seluruhnya

gugatan dari penggugat. Dalam pertimbangannya, hakim beranggapan

berdasarkan atas pengakuan Penggugat yang mengatakan bahwa

Penggugat adalah sebagai penulis cerita, penulis skenario, dan asisten

sutradara, dan diakui oleh pihak lawan (Tergugat), maka dari itu

penggugat memiliki status sebagai Pencipta atas ciptaannya masing-

masing dari kedua film tersebut dan dalam hal ini Penggugat memiliki hak

moral atas kedua film tersebut.

Terhadap pelanggaran hak moral, sekalipun hak cipta itu telah

dialihkan seluruhnya kepada pihak lain hal itu tidak mengurangi hak

pencipta atau ahli warisnya untuk menggugat setiap orang setiap orang

yang dengan sengaja dan tanpa hak dan tanpa persetujuan pencipta yang

melanggar hak moral pencipta. Perihal mengenai pencantuman nama

4 Eddy Damian, Hukum Hak Cipta (Bandung, PT. Alumni, 2009) h. 113. 5 Etty Susilowati, Hak Kekayaan Intelektual dan Lisensi pada HKI, (2013, Semarang:

Badan Penerbit Universitas Diponegoro), h. 53.

Page 60: SKRIPSI Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51640...Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.) Oleh: FADIL HIKMANUL HAKIEM NIM : 11150480000191

51

pencipta meskipun haknya sudah diserahkan atau dialihkan kepada pihak

lain atau telah berakhir masa berlakunya hak tersebut, namun nama

pencipta harus tetap dicantumkan dalam karyanya. Hak moral pelaku

pertunjukan meliputi hak untuk namanya dicantumkan sebagai pelaku

pertunjukan, kecuali disetujui sebaliknya; dan tidak dilakukannya distorsi

ciptaan, mutilasi ciptaan, atau hal-hal yang bersifat merugikan kehormatan

diri atau reputasinya kecuali disetujui sebaliknya.

Secara filosofis, meskipun hak ekonomi atas ciptaannya telah

hilang karena telah dialihkan oleh pemegang hak cipta, namun hak moral

atas ciptaannya tetap perlu dilindungi. Robert M. Sherwood

mengemukakan adanya teori penghargaan (reward theory) yang

menjelaskan bahwa pengakuan terhadap karya intelektual yang telah

dihasilkan oleh seseorang, sehingga kepada Pencipta harus diberikan

penghargaan sebagai imbangan atas upaya kreativitasnya dalam

menciptakan karya intelektual tersebut.6 Teori penghargaan sejalan

dengan prinsip yang menyatakan bahwa Pencipta yang telah

mengeluarkan waktu, biaya, serta tenaga dalam menghasilkan karya

intelektualnya harus memperoleh kembali apa yang telah dikeluarkannya

tersebut yang dikenal dengan teori perbaikan (recovery theory).

Pada pertimbangannya hakim memberikan perlindungan hak moral

atas ciptaan film kepada penggugat adalah sebagai bentuk penghormatan

dan jaminan oleh Negara terhadap kekayaan intelektual. Suyud Margono

mengemukakan bahwa hal yang paling mendasar bagi perlindungan hak

atas kekayaan intelektual adalah bahwa seseorang yang telah

mencurahkan usahanya untuk menciptakan/menemukan sesuatu

selanjutnya mempunyai hak alamiah/dasar untuk memiliki dan

mengontrol apa-apa yang telah diciptakannya. Pemahaman ini

menyiratkan kewajaran dan keadilan, maka akan tampak tidak wajar dan

6 Muhammad Syaifuddin dan Sri Handayani, Relasi Hukum, Moral, dan Hak Kekayaan

Intelektual (Analisis Kontroversi Hukum dan Moral Rekayasa Genetika Makhluk Hidup di

Indonesia) Jurnal Dinamika Hukum, Volume 14, No. 1, Januari 2011, h.5.

Page 61: SKRIPSI Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51640...Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.) Oleh: FADIL HIKMANUL HAKIEM NIM : 11150480000191

52

tidak adil apabila mencuri usaha seseorang tanpa meminta izin terlebih

dahulu.7

Dengan pertimbangan hakim yang diakuinya Penggugat sebagai

pencipta yang memiliki hak moral merupakan refleksitas atas hak yang

timbul secara otomatis atas ciptaannya dan sebagai bentuk hak alamiah

yang secara intrinsik (inheren) yang ada sejak manusia lahir, sehingga

hak kekayaan intelektual dalam hal ini hak moral yang dimiliki

Penggugat merupakan bagian dari hak asasi manusia (human rights).

Begitupun dengan doktrin hukum kodrat yang dikemukakan John Locke

mampu melahirkan hak moral yaitu hak pribadi yang dimiliki oleh

seseorang pencipta ataupun penemu untuk mencegah terjadinya

penyimpangan atas karya ciptanya ataupun temuannya dan untuk

mendapatkan penghormatan atau penghargaan atas karya tersebut.

Hak Cipta yang telah memberikan perlindungan hak cipta kepada

setiap pencipta dalam bentuk hak eksklusif yang berlaku selama jangka

waktu tertentu untuk memperbanyak dan atau mengumumkan ciptaannya.

Hukum mengatur demikian karena negara berpandangan bahwa setiap

pencipta telah memberikan kontribusi kepada masyarakat melalui karya-

karya mereka di bidang seni, sastra atau ilmu pengetahuan sehingga

mereka layak mendapatkan penghargaan berupa hak eksklusif tadi.

Berdasarkan pertimbangan dan putusan hakim yang memutuskan

untuk mempertahankan hak moral kepada Penggugat sebagai pencipta

selaras dengan 4 (empat) prinsip kekayaan intelektual di antaranya

adalah8 pertama, prinsip keadilan (the principle of natural justice)

berdasarkan prinsip ini, hukum memberikan perlindungan kepada

pencipta berupa suatu kekuasaan untuk bertindak dalam rangka

kepentingan yang disebut hak. Pencipta yang menghasilkan suatu karya

7 Suyud Margono dan Longginus Hadi, Pembaharuan Perlindungan Hukum Merek,

Jakarta: CV. Novindo Pustaka Mandiri, 2002, hlm.4. 8 Fajrin Falakhi Ardin, Tinjauan Yuridis Hak-Hak Pengarang Dalam Penerbitan Buku

Berdasarkan Undang-Undang No.28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta ( Studi Kasus Surat

Perjanjian Penerbitan No.02/AI-LEGAL/II/2018 Di CV. Aneka Ilmu Kabupaten Demak),

Semarang:Skripsi,UNS,2016,h.16-17.

Page 62: SKRIPSI Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51640...Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.) Oleh: FADIL HIKMANUL HAKIEM NIM : 11150480000191

53

berdasarkan kemampuan intelektualnya wajar jika diakui hasil karyanya.

Kedua, prinsip ekonomi (the economic argument) berdasarkan prinsip

ini, kekayaan intelektual memiliki manfaat dan nilai ekonomi serta

berguna bagi kehidupan manusia. Nilai ekonomi pada kekayaan

intelektual merupakan suatu bentuk kekayaan bagi pemiliknya. Pencipta

mendapatkan keuntungan dari kepemilikan terhadap karyanya seperti

dalam bentuk pembayaran royalti terhadap hasil ciptaannya. Ketiga,

prinsip kebudayaan (the cultural argument) berdasarkan prinsip ini,

pengakuan atas kreasi karya sastra dari hasil ciptaan manusia diharapkan

mampu membangkitkan semangat dan minat untuk melahirkan ciptaan

baru. Hal ini disebabkan karena pertumbuhan dan perkembangan ilmu

pengetahuan, seni, dan sastra sangat berguna bagi peningkatan taraf

kehidupan, peradaban dan martabat manusia. Selain itu, kekayaan

intelektual juga akan memberikan keuntungan bagi masyarakat, bangsa,

dan Negara. Keempat, prinsip sosial (the social argument) berdasarkan

prinsip ini, sistem kekayaan intelektual memberikan perlindungan kepada

pencipta tidak hanya untuk memenuhi kepentingan individu dan

masyarakat. Bentuk keseimbangan ini dapat dilihat pada ketentuan fungsi

sosial dan lisensi wajib dalam Undang-Undang Hak Cipta.

Atas dasar pertimbangan hakim yang hanya menetapkan hak moral

dari Penggugat atas ciptaan film, maka perlindungan Hak Cipta sangat

dibutuhkan dalam rangka untuk memberikan insentif dan meningkatkan

penghargaan terhadap karya cipta bagi pencipta untuk lebih termotivasi

dalam menghasilkan karya-karya ciptanya. Dengan adanya gairah untuk

mencipta maka diharapkan dapat mewujudkan kesejahteraan masyarakat

dan juga guna memberikan persaingan dalam menyalurkan ide kreatif

yang diciptakan oleh masyarakat dan juga agar masyarakat merasa

tenang dan terjamin karyanya dapat dilindungi dan mendapatkan hak

ekonomi dan/atau hak moral.

Dengan adanya pengakuan hak moral Pencipta sebagai bentuk

pencegahan timbulnya eksploitasi secara ekonomi dari suatu ciptaan

Page 63: SKRIPSI Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51640...Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.) Oleh: FADIL HIKMANUL HAKIEM NIM : 11150480000191

54

dengan maraknya penjiplakan serta pengubahan karya oleh orang yang

tidak bertanggungjawab tanpa seizin pencipta. Fungsi sosial hak cipta

juga memberi kesempatan atau pengecualian kepada masyarakat luas

untuk memanfaatkan ciptaan itu guna kepentingan pendidikan dan ilmu

pengetahuan, bahan pemecahan masalah, pembelaan perkara di

pengadilan, bahan ceramah dengan menyebutkan sumbernya secara

lengkap. Pembatasan penggunaan hak cipta tersebut adalah sebagai

upaya keseimbangan hak antara pencipta dengan kepentingan

masyarakat. Artinya, penggunaan hak cipta oleh pencipta diharapkan

akan mewujudkan pula keadilan dalam kehidupan bermasyarakat.

Menurut peneliti atas dasar fakta hukum, peristiwa hukum atau

posisi Penggugat sebagai penulis cerita, maka pertimbangan hakim

hakikatnya selaras dengan apa yang diatur pada Pasal 5 Undang-Undang

Hak Cipta yang mewajibkan untuk melindungi hak-hak yang dimiliki

pencipta seperti hak untuk tetap dicantumkan namanya dalam ciptaan

film tersebut, berhak untuk mengubah ciptaannya maupun

mempertahankan ciptaannya manakala terdapat distorsi atau

pemutarbalikkan isi cerita sebenarnya dan lain sebagainya.

2. Analisis Putusan Pengadilan Memberikan Hak Ekonomi Kepada

Tergugat

Film sebagai karya seni merupakan objek hak cipta yang wajib

dilindungi oleh negara dengan diatur dalam undang-undang. Dalam hal

produksi film, rumah produksi film selaku pemegang hak cipta atas karya

film mempunyai hak eksklusif yaitu hak untuk memonopoli atas karya

ciptaanya dalam rangka melindungi karya ciptanya dari pihak lain seperti

hak untuk mengumumkan dan memperbanyak karya ciptannya atau

memberikan izin kepada orang lain untuk mendapat keuntungan secara

ekonomis yang sering disebut dengan hak ekonomi.

Pada dasarnya hak eksklusif pada hak cipta timbul secara otomatis

terhitung sejak suatu ciptaan tersebut dilahirkan atau berwujud. Suatu

ciptaan dikatakan telah dilahirkan atau berwujud jika ciptaan tersebut telah

Page 64: SKRIPSI Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51640...Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.) Oleh: FADIL HIKMANUL HAKIEM NIM : 11150480000191

55

dapat dilihat secara kasat mata atau dapat didengar. Sejak saat itu

penciptaatau pemegang hak telah memiliki hak eksklusif atas ciptaanya

tanpamemerlukan pendaftaranhak secara formal.9

Hak ekonomi dapat juga diberi istilah dengan financial right adalah

hak yang dimiliki oleh seorang pencipta untuk mendapatkan keuntungan

atas ciptaannya. Hak ekonomi ini pada setiap Undang-Undang Hak Cipta

selalu berbeda, baik terminologinya, jenis hak yang meliputinya, maupun

ruang lingkup dari tiap jenis hak ekonomi tersebut. Secara umum setiap

negara minimal mengenal dan mengatur hak ekonomi tersebut meliputi

jenis hak,10 yaitu hak reproduksi atau penggandaan (reproduction right),

hak adaptasi (adaptation right), hak distribusi (distribution right), hak

pertunjukan (public performance right), hak penyiaran (broadcasting

right), hak program kabel (cablesting right), dan hak pinjam masyarakat.

Film tidak dimaknai sebagai hanya sebagai ekspresi seni pencipta,

tetapi melibatkan interaksi yang kompleks dan dinamis dari elemen-

elemen pendukung proses produksi, distribusi, maupun eksibisnya. Bahkan

perspektif ini mengasumsikan interaksi antara film dengan ideologi

kebudayaan di mana film diproduksi dan dikonsumsi. Sehingga film

menjadi objek perlindungan hak cipta yang oleh karena itu pihak-pihak

yang terlibat dalam film dilindungi hak-haknya dalam Undang-Undang

Hak Cipta.

Alasan mendasar perlindungan terhadap hak cipta adalah untuk

mengakui pemberian hak terhadap hak cipta yang berasal dari kemampuan

intelektual seseorang atas perwujudan alter-ego nya (refleksi

kepribadiannya), atau perwujudan kualitas rasa, karsa, dan daya nalarnya.

Semakin banyak dan berkualitas ciptaan yang didapatkan oleh seseorang

akan memberi nilai tambah terhadap martabat (dignity) dan keuntungan

ekonomi bagi dirinya.

9Ras Elyta Ginting, Hukum Hak Cipta Indonesia (Analisis Teori dan Praktik), (Bandung:

Citra Aditya Bakti, 2012), h. 64. 10Muhammad Djumhana dan Djubaedillah, Hak Milik Intelektual, (Bandung: Citra Aditya

Bakti, 2014), h.79 .

Page 65: SKRIPSI Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51640...Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.) Oleh: FADIL HIKMANUL HAKIEM NIM : 11150480000191

56

Pemilikan (ownership) merupakan suatu lembaga sosial dan hukum

yang selalu terikat dengan dua hal, yaitu pemilik (owner) dan suatu benda

yang dimiliki (something owned). Apabila konsep hak milik dan kekayaan

dikaitkan dengan konsep tentang hak, maka dalam hukum dikenal hak

yang menyangkut kepemilikan dan hak yang menyangkut perbendaan.

Pada dasarnya hak perbendaan meliputi juga hak kepemilikan, karena

pemilikan tidak bisa lain kecuali selalu menunjukkan suatu benda

tertentu.11 Hak cipta merupakan hak kebendaan, sehingga berkaitan

dengan beberapa teori yang menjelaskan tentang benda yang dimiliki atau

disebut juga dengan kekayaan (property).

Pengakuan secara universal terhadap perlindungan HKI, diatur pula

dalam Pasal 27 Declaration of Human Rights. Ketentuan pasal tersebut

menegaskan setiap manusia mempunyai hak untuk mendapat perlindungan

secara moral dan materil atas ciptaan ilmiah, kesasteraan atau artistik

sebagai pencipta. Hal ini berarti ada hak yang bersifat alamiah sebagai

hasil intelektualnya, karena itu harus diakui kepemilikannya. Apabila dasar

pemikiran tersebut secara analogi diterapkan pada hak cipta, maka teori

tersebut merupakan landasan pokok dalam menghasilkan karya

intelektualnya.

Karya film merupakan termasuk salah satu objek hak cipta yang

dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta.

Film sebagai karya seni merupakan objek hak cipta yang wajib dilindungi

oleh undang-undang, maka pembuat film selaku pemilik hak cipta atas

karya film mempunyai hak eksklusif yaitu hak untuk memonopoli atas

karya ciptaanya dalam rangka melindungi karya ciptanya dari pihak lain

seperti hak untuk mengumumkan dan memperbanyak karya ciptannya atau

memberikan izin kepada orang lain untuk mendapat keuntungan secara

ekonomis yang sering disebut dengan hak ekonomi.12

11 Oentoeng Soeropati, Hukum Kekayaan Intelektual dan Alih Teknologi, (Salatiga:

Fakultas Hukum Satya Wacana, 1999), h. 9. 12 Isnaini Yusran, Buku Pintar HAKI Tanya Jawab Seputar Hak Kekayaan Intelektual,

(Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), h. 9 .

Page 66: SKRIPSI Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51640...Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.) Oleh: FADIL HIKMANUL HAKIEM NIM : 11150480000191

57

Pada bagian pertimbangan hakim, hakim beranggapan walaupun

para Tergugat telah mengakui Penggugat sebagai penulis cerita kedua film

tersebut (Pencipta), namun dikarenakan dalam proses produksinya secara

menyeluruh dilaksanakan oleh PT. Bandung Permai Film Production,

dengan demikian pemegang hak cipta atas kedua film tersebut berdasarkan

pada ketentuan peraturan perundang-undangan dan kebiasan-kebiasaan

yang diakui dalam produksi film, PT. Bandung Permai Film merupakan

pemegang hak cipta yang pertama atas suatu karya film. Ditambah dengan

fakta hukum yang diungkapkan oleh Tergugat I, bahwa film berjudul

Benyamin Biang Kerok dan Biang Kerok Beruntung telah beralih

kepemiliikannya kepada PT. Falcon Pictures sejak tanggal 21 Oktober

2010. Maka dari itu Tergugat sebagai pemegang hak cipta yang sah atas

kedua film tersebut (film Benyamin Biang Kerok dan Biang Kerok

Beruntung) sebagaimana telah dicatatkan pada Menteri Hukum dan HAM

DJKI yang dibuktikan di pengadilan.

Dalam persidangan para pihak bersepakat menghadirkan ahli

Belinda Rosalina S.H.,M.H, salah satu keterangan ahli dalam menjelaskan

kedudukan Penggugat sekaligus sebagai bahan pertimbangan hakim. Ahli

tersebut mengatakan bahwa hak skrip yang sudah dibayar, maka hak

ekonominya sudah beralih pada orang yang membayar atau membelinya.

Sesuai dengan yang telah dipaparkan dalam penelitian ini pada bagian

sebelumnya mengenai hak moral Penggugat, bahwa penggugat bukanlah

pencipta kesuluruhan film melainkan hanya mengerjakan rancangan film

dengan menulis cerita atau sebagai penulis cerita film yang dibayar dan

dipekerjakan oleh rumah produksi. Dengan begitu pemegang hak cipta

film Benyamin Biang Kerok dan Biang Kerok Beruntung pada waktu itu

adalah rumah produksi yang dalam pengerjaan film tersebut diwakili oleh

produser kala itu. Sesuai dengan ketentuan mengenai hak cipta dalam

Pasal 1 ayat (4) pemegang hak cipta adalah pencipta sebagai pemilik hak

cipta, pihak yang menerima hak tersebut secara sah dari pencipta, atau

Page 67: SKRIPSI Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51640...Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.) Oleh: FADIL HIKMANUL HAKIEM NIM : 11150480000191

58

pihak lain yang menerima lebih lanjut hak dari pihak yang menerima hak

tersebut secara sah.

Ketika film tersebut telah dialihkan berdasarkan dalam satu

perjanjian, seluruh pihak yang dahulu turut andil atau berperan dalam film

Benyamin Biang Kerok maupun Biang Kerok Beruntung mulai dari

sutradara, pemeran film, penata lampu, penata musik hingga penulis

skenario/cerita sekalipun hak ekonominya atas suatu film akan hilang.

Karena hak ekonominya hanya akan diterima oleh Rumah Produksi film

dalam hal ini PT.Harapan Film Corp dan PT. Bandung Permai Film

sebagai pemegang hak cipta yang pertama dan PT. Falcon Pictures sebagai

pemegang hak cipta yang terbaru sesuai dengan perjanjian hak cipta yang

disepakati.

Tergugat I (Falcon Pictures) memiliki hak untuk mempublikasikan

(mendistribusikan) maupun mempertunjukan atas kedua film (Benyamin

Biang Kerok dan Biang Kerok Beruntung) karena film tersebut telah

beralih kepada pihak Tergugat I berdasarkan perjanjian pengalihan

pemegang hak cipta. Hal tersebut telah sesuai secara yuridis karena

Undang-Undang telah mengaturnya berdasarkan Undang-Undang Nomor

28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Pengalihan hak ekonomi diatur dalam

Pasal 16 ayat (1) menegaskan bahwa hak cipta merupakan benda bergerak

tidak berwujud, dan dalam ayat (2) menegaskan bahwa hak cipta dapat

beralih atau dialihkan, baik seluruh maupun sebagian karena pewarisan,

hibah, wakaf, wasiat, perjanjian tertulis atau sebab lain yang dibenarkan

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Untuk membuat suatu perjanjian yang sah menurut hukum maka

perjanjian tersebut wajib memperhatikan dan memenuhi beberapa syarat

yang ditetapkan Pasal 1320 KUH.Perdata yaitu kata sepakat, kecakapan,

hal tertentu, sebab yang halal. Keempat syarat tersebut wajib dipenuhi oleh

kedua belah pihak dalam hal ini perjanjian pengalihan hak cipta atas film.

Untuk syarat pertama tentang kata sepakat adalah suatu keadaan

yang menunjukkan adanya kehendak dari kedua pihak yang berjanji untuk

Page 68: SKRIPSI Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51640...Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.) Oleh: FADIL HIKMANUL HAKIEM NIM : 11150480000191

59

saling menerima satu sama lain. Kedua belah pihak sama-sama tidak

menolak apa yang diinginkan oleh masing-masing pihak. Dengan adanya

kata sepakat maka perjajian itu telah terjadi atau terwujud. Sejak saat itu

pula perjanjian itu menjadi mengikat kedua belah pihak dan dapat

dilaksanakan. Kekuatan mengikat perjanjian sangat kuat sekali karena

perjanjian itu tidak dapat ditarik kembali secara sepihak kecuali terdapat

pengecualian yang dibolehkan oleh undang-undang. Karena Tergugat III

merupakan pemegang hak cipta sebelumnya, maka perjanjian tersebut

telah tepat karena tidak kurang pihak dan tidak ada pihak yang dirugikan

secara hukum atas perjanjian tersebut.

Syarat yang kedua mengenai kecekapan, yang dimaksudkan adalah

kemampuan para pihak yang melakukan perjanjian. Pada prinsipnya semua

orang dipadan memiliki kecakapan membuat perjanjian, karena mereka

bebas menetukan bentuk dan isi perjanjian. Sesuai dengan asas

konsensualisme. Meskipun demikian seorang dikatakan cakap

menurut hukum dapat dilihat dari segi usia dan kesehatan jiwanya.13

Meskipun usianya telah dewasa harus di ikuti dengan keadaan jiwa yang

sehat. Apabila seorang jiwanya tidak sehat seperti orang menderita sakit

ingatan melakukan perjanjian maka ia tidak dapat dituntut melakukan

kewajibannya karena perbutan orang yang demikian tidak dapat di

pertanggung jawabkan menurut hukum. Orang-orang yang dibahwa

pengampuan (kuratele) dapat bertidak melakukan perbuatan hukum

dengan diwakili oleh pengampunya.

Dalam pertimbangannya hakim menyatakan bahwa Tergugat I (PT.

Falcon Pictures) merupakan pemegang hak cipta atas kedua film tersebut.

Hal tersebut didasarkan atas pelimpahan hak yang telah

didaftarkan/dicatatkan pada Menteri Hukum dan HAM Direktorat Jenderal

Hak Kekayaan Intelektual berdasarkan bukti surat T-I, T-II, T-III/PR I, PR

II - 12A, 12B masing-masing diumumkan pada tanggal 1 Juni 1973 dan 20

13 Gatot Supramono, Hak Cipta dan Aspek-Aspek Hukumnya, (Jakarta: Rineka Cipta,

2010), h. 47.

Page 69: SKRIPSI Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51640...Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.) Oleh: FADIL HIKMANUL HAKIEM NIM : 11150480000191

60

April 1972. Nomor dan tanggal pendaftaran masing-masing:

EC00201800553 pada tanggal 17 Januari 2018 terhadap judul Benyamin

Biang Kerok EC00201800547 pada tanggal 17 Januari 2018 terhadap

judul Biang Kerok Beruntung. Dari kedua akta pencatatan tersebut

disebutkan dan ditegaskan bahwa pemegang hak cipta atas kedua ciptaan

film tersebut adalah Tergugat I (PT. Falcon Pictures). Hal ini sudah sesuai

dengan pasal 64 ayat (1) Undang-Undang Hak Cipta yang menegaskan

bahwa menteri Hukum dan HAM Direktorat Jenderal Kekayaan

Intelektual mempunyai wewenang untuk menyelenggarakan pencatatan

dan penghapusan ciptaan dan produk terkait.

Pertimbangan hakim yang digunakan di atas berdasarkan

pencatatan yang disahkan oleh Direktorat Jenderal HKI memberikan

implikasi hukum yakni sebagai bentuk kepastian hukum yang dijamin oleh

negara atas suatu karya cipta yang wajib untuk dilindungi, dihormati, dan

dipenuhi. Selaras dengan konsep kepastian hukum, berdasarkan teori

kepastian hukum sebagaimana dinyatakan Lili Rasjidi, bahwa nilai

kepastian hukum merupakan nilai yang pada prinsipnya memberikan

perlindungan hukum bagi setiap warga negara dari kesewenang-wenangan.

Nilai itu mempunyai relasi yang erat dengan instrumen hukum positif dan

peranan negara dalam mengaktualisasikannya dalam hukum positif. Dalam

hal ini kepastian hukum berkedudukan sebagai nilai yang harus ada dalam

setiap hukum yang dibuat dan diterapkan. Oleh karena itu, hukum itu

dapat memberikan rasa keadilan dan dapat mewujudkan adanya ketertiban

dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.14

Abdul Bari Azed dalam Hariyani menjelaskan bahwa bidang hak

cipta mengenal sistem deklaratif, yaitu negara melindungi ciptaan secara

otomatis setelah terlahir suatu ciptaan tanpa harus didahului pendaftaran

atau pencatatan. Meskipun demikian dengan pertimbangan hakim yang

menjadikan akta pencatatan hak cipta tersebut sebagai dasar pertimbangan

14 Lili Rasjidi, Filsafat Hukum Mazhab dan Refleksinya, (Bandung: Remaja Roesdakarya

Offset, 1994), h. 27.

Page 70: SKRIPSI Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51640...Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.) Oleh: FADIL HIKMANUL HAKIEM NIM : 11150480000191

61

hakim dalam memperkuat putusannya, hal tersebut setidaknya

memberikan dampak positif dan kemajuan terhadap perlindungan hukum

hak cipta di Indonesia, karena dari pencatatan tersebut memberikan

penjelasan detil mengenai status ciptaan tersebut sebagai bagian dari bukti

hukum dan kepastian hukum. Namun yang perlu diperhatikan lebih lanjut

adalah mengenai mempersatukan kesepahaman yang sama dalam

merumuskan dan menentukan siapa yang dapat disebut sebagai pencipta

maupun pemegang hak cipta.

Page 71: SKRIPSI Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51640...Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.) Oleh: FADIL HIKMANUL HAKIEM NIM : 11150480000191

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan oleh peneliti maka kesimpulan

yang dapat diambil adalah:

1. Pengadilan Niaga dalam perkara sengketa hak cipta film Benyamin Biang

Kerok menolak seluruh gugatan penggugat, dengan pertimbangan bahwa

penggugat bukanlah sebagai pemegang hak cipta melainkan hanya sebagai

pencipta (pemegang hak moral), sedangkan pemegang hak cipta dalam

putusan pengadilan berada di tangan tergugat. Hal ini dibuktikan dengan

adanya pelimpahan hak cipta yang dilakukan oleh tergugat I dengan tergugat

III. Dasar pertimbangan hakim secara sosiologis menyatakan pelimpahan

hak yang dibuktikan dalam perkara adalah berdasar, karena Tergugat I

merupakan pemegang hak ekonomi terhadap film tersebut sebagaimana telah

dicatatkan pada Menteri Hukum dan HAM Direktorat Jenderal Kekayaan

Intelektual.

2. Dasar pertimbangan hakim yang memutus dalam Putusan Pengadilan Niaga

Nomor 53/Pdt.Sus-HKI/Cipta/2018/PN Niaga Jkt.Pst atas perkara sengketa

hak cipta film Benyamin Biang Kerok telah sesuai dengan ketentuan yang

dilihat secara yuridis dalam aspek hukum Perdata, Undang-Undang Hak

Cipta, dan filosofis dalam teori perlindungan hukum dan kepastian hukum.

Secara yuridis dalam aspek hukum perdata Perjanjian yang sah memenuhi

beberapa syarat yang telah ditetapkan dalam pasal 1320 KUH Perdata yaitu

kata sepakat, kecakapan, hal tertentu dan sebab yang halal. Kemudian dalam

Undang-Undang Hak Cipta juga termuat ketentuan yang mengatur

pengalihan Hak ekonomi dalam pasal 16 ayat (1) Hak Cipta merupakan

62

Page 72: SKRIPSI Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51640...Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.) Oleh: FADIL HIKMANUL HAKIEM NIM : 11150480000191

63

benda bergerak tidak berwujud. (2) Hak Cipta dapat beralih atau dialihkan,

baik seluruh maupun sebagian karena perjanjian tertulis dan sebab lain yang

dibenarkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

B. Rekomendasi

Berdasarkan kesimpulan yang peneliti uraikan diatas maka rekomendasi

yang dapat diberikan oleh peneliti diantaranya, sebagai berikut:

1. Pencipta dan Pemegang Hak Cipta

Hak cipta secara otomatis telah diakui dan dilindungi apabila ciptaan

tersebut telah diwujudkan dalam bentuk nyata bukan berdasarkan

pendaftaran atas ciptaan tersebut. Konsep tersebut berasal atau diadopsi

dari ketentuan Konvensi Bern yang tidak mengutamakan pendaftaran

sebagai legalitas perlindungan hak cipta. Namun hal tersebut tidak

menghalangi atau menghilangkan hak dari setiap orang untuk

mendaftarkan ciptaannya.

Atas dasar pernyataan di atas disarankan kepada pihak yang membuat

suatu ciptaan untuk segera mendaftarkan ciptaannya, karena hal tersebut

berguna bagi pihak yang memiliki hak atas ciptaan tersebut untuk dijadikan

sebagai alat bukti apabila timbul sengketa dengan pihak ketiga. Karena

suatu ciptaan memiliki unsur hak moral dan hak ekonomi, dimana hak

moral adalah hak atas perlindungan ciptaannya terhadap originalitas

ciptaannya agar tidak diubah dan dirusak oleh orang lain serta pengakuan

sebagai pencipta atas ciptaannya dan hak ekonomi adalah hak atas

perlindungan nilai ekonomi atas ciptaannya.

Dalam Undang-Undang Hak Cipta diatur dan ditegaskan bahwa setiap

pencipta berhak untuk mendapatkan dokumen terkait hak cipta, namun

dalam kenyataannya ternyata Penggugat baru mengetahui film ciptaannya

telah direproduksi tanpa permintaan izin. Hal ini seharusnya menjadi

Page 73: SKRIPSI Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51640...Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.) Oleh: FADIL HIKMANUL HAKIEM NIM : 11150480000191

64

pembelajaran bagaimana pentingnya untuk menjalin komunikasi apalagi

terdapat pengalihan hak cipta yang tidak diketahui sehingga

memungkinkan terciptanya sengketa karena masing-masing pihak memiliki

kepentingannya masing-masing terkait hak eksklusif yang melekat

padanya.

2. Pemerintah dan Pembentuk Peraturan Perundang-Undangan

Dengan adanya beberapa kompleksitas yang timbul dalam pembuatan

suatu karya film, maka dipandang perlu adanya pembaharuan undang-

undang untuk mewadahi persoalan yang muncul dari proses pembuatan

film sampai dengan film tersebut dipublikasikan, khususnya terkait

pengertian pencipta yang masih luas artinya dalam hal ini belum spesifik.

Permasalahan-permasalahan yang perlu dikonstatir seperti permasalahan

siapa yang disebut pencipta dan pemegang hak cipta dalam ciptaan suatu

film, lalu status film dokumenter dari tokoh nasional apakah dianggap

sebagai ciptaan orisinalitas atau ciptaan turunan (derivative works), dan

tugas serta fungsi setiap pelaksana film dari produser, sutradara, penulis

cerita, pemeran film dan lain sebagainya

Page 74: SKRIPSI Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51640...Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.) Oleh: FADIL HIKMANUL HAKIEM NIM : 11150480000191

65

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Arinanto, Satya dan Ninuk Triyanti, 2001, Memahami Hukum Dari Kontruksi

Sampai Implementasi, Jakarta : PT RajaGrafindo.

Chazawi, Adami, 2007, Tindak Pidana Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI),

Malang: Bayumedia Publishing.

Damian, Eddy, 2003, Hukum Hak Cipta, Bandung: Alumni.

Djumhana, Muhammad dan Djubaedillah, 2014, Hak Milik Intelektual, Bandung:

Citra Aditya Bakti.

Elyta, Ras Ginting, 2012, Hukum Hak Cipta Indonesia (Analisis Teori dan

Praktik), Bandung: Citra Aditya Bakti.

Fuady, Munir, 2011, Pengantar Hukum Bisnis, Bandung: Citra Aditya Bakti.

Hariyani, Iswi, 2010, Prosedur Mengurus HAKI yang Benar, Yogyakarta :

Pustaka Yustisia.

Hasibuan, Otto, 2008, Hak Cipta Di Indonesia, Bandung : PT. Alumni.

Hutagalung, S.M, 2002, Hak Cipta Kedudukan dan Peranannya dalam

Pembangunan, Jakarta: Akademika Pressindo.

Lewis, Arthur, 2014, Dasar-Dasar Hukum Bisnis,Bandung: Nusa Media.

Mahmud, Peter marzuki, 2005, Penelitian Hukum, Jakarta: Kencana.

Margono, Suyud, dan Longginus Hadi, 2002, Pembaharuan Perlindungan

Hukum Merek, Jakarta: CV. Novindo Pustaka Mandiri.

Margono, Suyud, 2010, Hukum Hak Cipta Indonesia, Bogor: Ghalia Indonesia.

Margono, Suyud, 2010, Aspek Hukum komersialisasi Aset Intelektual,

Bandung : Nuansa Aulia.

Muhammad, Abdulkadir, 2007, Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan

Intelektual, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.

Pesek, I Made Diantha, 2017, Metodologi Penelitian Hukum Normatif dalam

Justifikasi Teori Hukum, Jakarta: PT Fajar Interpratama Mandiri.

Page 75: SKRIPSI Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51640...Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.) Oleh: FADIL HIKMANUL HAKIEM NIM : 11150480000191

66

Raharjo, Satjipto, 2000, Ilmu Hukum, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti.

Ramli, M. dan Fathurrahman, 2005, Film Independen Dalam Perspektif Hukum

Hak Cipta dan Hukum Perfilman Indonesia, Bogor: Ghalia Indonesia.

Rasjidi, Lili, 1994, Filsafat Hukum Mazhab dan Refleksinya, Bandung: Remaja

Roesdakarya, Offset.

Rosidi, Ajip, 1984, Undang-Undang Hak Cipta Pandangan Seorang Awam,

Jakarta: Djambatan.

Saidin, H. OK. 2, 2010, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual, Jakarta:

Rajawali Press.

Soekanto, Soedjono, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI Press.

Soekanto, Soejono dan Sri Mamudji, 2001, Penelitian Hukum Normatif, (suatu

tinjauan singkat), Jakarta: Rajawali Pers.

Soelistyo, Henry, 2011, Hak Cipta Tanpa Hak Moral, Jakarta : Rajawali Pers.

Soeropati, Oentoeng, 1999, Hukum Kekayaan Intelektual dan Alih Teknologi,

Salatiga: Fakultas Hukum Satya Wacana.

Susilowati, Etty, 2013, Hak Kekayaan Intelektual dan Lisensi pada HKI,

Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Supramono, Gatot, 2011, Hak Cipta dan Aspek-Aspek Hukumnya, Jakarta:

Rineka Cipta.

Usman, Rachmadi, 2003, Hukum Hak atas Kekayaan Intelektual:

Perlindungan dan Dimensi Hukumnya di Indonesia, Bandung: PT Alumni.

Yusran, Isnaini, 2010, Buku Pintar HAKI Tanya Jawab Seputar Hak

Kekayaan Intelektual, Bogor: Ghalia Indonesia.

B. Jurnal

Alamsyah, Fajar Akbar, 2016 Perlindungan Hukum Terhadap Hak Cipta Menurut

Pasal 12 Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak

Cipta Di Indonesia, JOM Fakultas Hukum Volume III Nomor 2.

Ardin, Fajrin Falakhi, 2016, Tinjauan Yuridis Hak-Hak Pengarang Dalam

Penerbitan Buku Berdasarkan Undang-Undang No.28 Tahun 2014 tentang

Hak Cipta ( Studi Kasus Surat Perjanjian Penerbitan No.02/AI-

LEGAL/II/2018 Di CV. Aneka Ilmu Kabupaten Demak), Semarang: Skripsi,

UNS.

Page 76: SKRIPSI Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51640...Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.) Oleh: FADIL HIKMANUL HAKIEM NIM : 11150480000191

67

Fahrezha M. Faruq, Skripsi: “Tinjauan Hukum Terhadap Pelanggaran Hak Cipta

Pada Pengguna Aplikasi Media Saosial Bigo Live”Makassar : Unhas,

2017.

Paserangi, Hasbir, 2011, Perlindungan Hukum Hak Cipta Software Program

Komputer di Indonesia, Jurnal Hukum Ius Quia Iustum, Fakultas Hukum

UII, Vol. 18.

Syaifuddin, Muhammad, dan Sri Handayani, 2011, Relasi Hukum, Moral, dan Hak

Kekayaan Intelektual (Analisis Kontroversi Hukum dan Moral Rekayasa

Genetika Makhluk Hidup du Indonesia) Jurnal Dinamika Hukum, Volume

14, No. 1.

C. Internet

https://www.kajianpustaka.com/2012/10/pengertian-sejarah-dan-unsur-unsur-

film.html, artikel diakses pada hari selasa, tanggal 19 November 2019,

pkl 20.30 WIB.

https://www.seputarpengetahuan.co.id/2017/10/pengertian-film-sejarah-fungsi-

jenis-jenis-unsur.html, artikel diakses pada hari selasa, tanggal

19 November 2019, pkl 18.30 WIB.

www.cekkembali.com/hak-cipta dikutip pada 16 Juli 2019 pukul 14.26