skripsi lengkap feb-akuntansi- chaerul akbar

145
SKRIPSI PENERAPAN KONSEP PAJAK PADA ZAKAT (Sebagai Alternatif Pengelolaan Zakat Secara Efektif) sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi disusun dan diajukan oleh CHAERUL AKBAR A31108852 kepada

Upload: danny-wonk

Post on 12-Feb-2015

111 views

Category:

Documents


8 download

TRANSCRIPT

Page 1: Skripsi Lengkap Feb-Akuntansi- Chaerul Akbar

SKRIPSI

PENERAPAN KONSEP PAJAK PADA ZAKAT(Sebagai Alternatif Pengelolaan Zakat Secara Efektif)

sebagai salah satu persyaratan untuk memperolehgelar Sarjana Ekonomi

disusun dan diajukan oleh

CHAERUL AKBARA31108852

kepada

JURUSAN AKUNTANSIFAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR

2012

Page 2: Skripsi Lengkap Feb-Akuntansi- Chaerul Akbar

SKRIPSI

PENERAPAN KONSEP PAJAK PADA ZAKAT(Sebagai Alternatif Pengelolaan Zakat Secara Efektif)

disusun dan diajukan oleh

CHAERUL AKBARA31108852

telah diperiksa dan disetujui untuk diuji

Makassar, 13 Oktober 2012

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. H. Abdul Hamid Habbe, SE. M.SiNIP. 19630515 199203 1 003

Drs. Muh ammad Ashari, M.SA.,Ak . NIP. 19650219 199403 1 002

Ketua Jurusan AkuntansiFakultas Ekonomi dan Bisnis

Universitas Hasanuddin

Dr. H. Abdul Hamid Habbe, SE. M.SiNIP. 19630515 199203 1 003

i

Page 3: Skripsi Lengkap Feb-Akuntansi- Chaerul Akbar

PERNYATAAN KEASLIAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini,

Nama : CHAERUL AKBAR

NIM : A31108852

Jurusan/program studi : AKUNTANSI

Dengan ini menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi yang

berjudul

PENERAPAN KONSEP PAJAK PADA ZAKAT(Sebagai Alternatif Pengelolaan Zakat Secara Efektif)

Adalah karya ilmiah saya sendiri dan sepanjang pengetahuan saya di dalam naskah skripsi ini tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar akademik di suatu perguruan tinggi, dan tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis dikutip dalam naskah ini dan disebutkan dalam sumber kutipan dan daftar pustaka.

Apabila di kemudian hari ternyata di dalam naskah skripsi ini dapat dibuktikan terdapat unsur-unsur jiplakan, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut dan diproses sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (UU No. 20 Tahun 2003, pasal 25 ayat 2 dan pasal 70).

Makassar, 13 Oktober 2012

Yang membuat pernyataan,

CHAERUL AKBAR

ii

Page 4: Skripsi Lengkap Feb-Akuntansi- Chaerul Akbar

PRAKATA

Puji syukur peneliti panjatkan kepada Allah SWT atas berkat dan karunia-

Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini merupakan

tugas akhir untuk mencapai gelar Sarjana Ekonomi (S.E.) pada Jurusan

Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanuddin.

Peneliti mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah

membantu terselesaikannya skripsi ini. Pertama-tama, ucapan terima kasih

peneliti berikan kepada ayah dan ibu beserta saudara-saudara peneliti atas

bantuan, nasehat, dan motivasi yang diberikan selama penelitian skripsi ini.

Peneliti juga mengucapkan terima kasih banyak kepada almarhuma nenek yang

tak henti-hentinya memberi semangat hingga akhir hayatnya.

Ucapan terima kasih juga peneliti tujukan kepada Bapak Drs. Muhammad

Ashari, M.SA.,Ak. Dan Bapak Dr. H. Abdul Hamid Habbe, SE. M.Si sebagai

dosen pembimbing atas waktu yang telah diluangkan untuk membimbing,

memberi motivasi, dan diskusi-diskusi yang dilakukan dengan peneliti.

Terakhir, ucapan terima kasih kepada kekasih saya Iin Wahyu Priani atas

bantuan, nasehat, dan waktu luang yang diberikan selama penelitian skripsi ini

dan tak lupa peneliti juga sampaikan terima kasih kepada teman-teman

perkuliahan angkatan 2008 serta sahabat peneliti Asrul, Ikbal, Niswar, Ruslan,

dan Setyadi yang selalu memberi motivasi kepada peneliti. Semoga semua pihak

mendapat kebaikan dari-Nya atas bantuan yang diberikan hingga skripsi ini

terselesaikan dengan baik.

Skripsi ini masih jauh dari sempurna walaupun telah menerima bantuan

dari berbagai pihak. Apabila terdapat kesalahan-kesalahan dalam skripsi ini

sepenuhnya menjadi tanggungjawab peneliti dan bukan para pemberi bantuan.

Kritik dan saran yang membangun akan lebih menyempurnakan skripsi ini.

Makassar, 13 Oktober 2012

Peneliti

iii

Page 5: Skripsi Lengkap Feb-Akuntansi- Chaerul Akbar

ABSTRAK

PENERAPAN KONSEP PAJAK PADA ZAKAT(Sebagai Alternatif Pengelolaan Zakat Secara Efektif)

APPLICATION OF TAX CONCEPT AT ZAKAT(As Alternative Of Effective Zakat Management)

Chaerul AkbarAbdul Hamid HabbeMuhammad Ashari

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persamaan dan perbedaan konsep zakat dan konsep pajak, pendapat ulama tentang zakat dan pajak, dan yang terakhir adalah untuk mengetahui mengenai pengelolaan zakat yang efektif dengan penerapan konsep pajak. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik pengumpulan data berupa penelitian kepustakaan. Temuan penelitian menunjukkan bahwa persamaan antara konsep zakat dan konsep pajak, yaitu keduanya memiliki unsur paksaan dan unsur pengelola dan perbedaannya dari segi nama, dasar hukum dan sifat kewajibannya, serta dari sisi objek, persentase, dan pemanfaatannya. Konsep pajak yang dapat diterapkan agar diperoleh pengelolaan zakat yang efektif yaitu, pemberian sanksi kepada pengelola zakat dan muzakki yang lalai, perbaikan sistem administrasi zakat yang terdiri dari fungsi, system dan lembaga, adanya sistem informasi zakat, pembentukan direktorat zakat seperti halnya pembentukan direktorat pajak, dan yang terakhir pembentukan lembaga independen yang berperan sebagai auditor.

Kata Kunci: zakat, pajak

This research purpose to determine the similarities and differences concept of zakat and tax, ulama’s opinion about zakat and taxes, and the last to know about the effective management of zakat to the application up the concept taxes. In this research, researcher used data collection techniques such as library research. The findings showed the equation between zakat and the tax concept, which both have an element of obligated and management, and the difference in terms, legal basic and the duties, and also viewpoint in object, percentages, and utilization. The tax of concept that can be applied so that reached effective management of zakat like punishments for mistake doing of zakat organizer and muzakki, improvements administration system of zakat at consist of functions, system and institutions, zakat informations system, to establishment directorate of zakat like tax directorate and the last establishment of independent instituition to role as the auditor.

Keyword: zakat, tax

iv

Page 6: Skripsi Lengkap Feb-Akuntansi- Chaerul Akbar

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.......................................................................................... i

HALAMAN PERSETUJUAN........................................................................... ii

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN .......................................................... iii

PRAKATA........................................................................................................ iv

ABSTRAK........................................................................................................ v

BAB I PENDAHULUAN................................................................................... 1

1.1 Konteks Penelitian....................................................................... 11.2 Fokus Penelitian.......................................................................... 51.3 Tujuan Penelitian......................................................................... 51.4 Kegunaan Penelitian................................................................... 61.5 Sistematika Penulisan................................................................. 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 8

2.1 Konsep Zakat............................................................................. 82.1.1 Sejarah dan Landasan Filosofis Zakat.............................. 8 2.1.2 Pengertian dan Prinsip Zakat............................................ 112.1.3 Yang Wajib Berzakat dan Kelompok Penerima Zakat...... 122.1.4 Jenis Zakat........................................................................ 152.1.5 Pengelolaan Zakat............................................................ 202.1.6 Hikmah Zakat.................................................................... 20

2.2 Penerapan Zakat........................................................................ 212.2.1 Zakat Pada Masa Rasulullah SAW................................... 212.2.2 Zakat Pada Masa Khulafaurrasyidin................................. 24

2.2.2.1 Khalifah Abu Bakar Ash-Shidiq............................. 242.2.2.2 Khalifah Umar bin Khattab.................................... 252.2.2.3 Khalifah Utsman Bin Affan.................................... 272.2.2.4 Khalifah Ali Bin Abi Thalib..................................... 28

2.2.3 Zakat di Indonesia............................................................. 292.3 Konsep Pajak............................................................................. 31

2.3.1 Sejarah dan Landasan Filosofis Pemungutan Pajak........ 312.3.2 Pengertian dan Unsur Pajak............................................. 352.3.3 Fungsi Pajak...................................................................... 372.3.4 Jenis-Jenis Pajak.............................................................. 372.3.5 Syarat Pemungutan Pajak................................................. 392.3.6 Pengelompokan Pajak...................................................... 39

2.4 Penerapan Pajak........................................................................ 402.4.1 Pajak Pada Masa Rasulullah SAW................................... 402.4.2 Pajak Pada Masa Khulafaurrasyidin................................. 42

2.4.2.1 Khalifah Abu Bakar Ash-Shidiq............................. 422.4.2.2 Khalifah Umar bin Khattab.................................... 422.4.2.3 Khalifah Utsman Bin Affan.................................... 432.4.2.4 Khalifah Ali Bin Abi Thalib..................................... 44

v

Page 7: Skripsi Lengkap Feb-Akuntansi- Chaerul Akbar

2.4.3 Pajak di Indonesia............................................................. 442.5 Mekanisme Zakat Pengurang Penghasilan Kena Pajak............ 482.6 Pendapat Ulama Mengenai Penerapan Zakat danPajak........... 512.7 Kerangka Pikir ........................................................................... 53

BAB III METODEPENELITIAN........................................................................ 54

3.1 Rancangan Penelitian................................................................ 543.2 Jenis dan Sumber Data.............................................................. 54

3.2.1 Jenis Data......................................................................... 543.2.2 Sumber Data..................................................................... 54

3.3 Teknik Pengumpulan Data......................................................... 553.4 Teknik Analisis Data................................................................... 55

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN......................................... 56

4.1 Persamaan dan Perbedaan Antara Zakat dan Pajak................. 564.1.1 Persamaan Antara Zakat dan Pajak ................................ 564.1.2 Perbedaan Antara Zakat dan Pajak.................................. 60

4.2 Pendapat Ulama Mengenai Penerapan Zakat dan Pajak.......... 664.2.1 Pendapat Ulama Tentang Zakat dan Pajak...................... 664.2.2 Ulama Yang Berpendapat Bahwa ada Kewajiban Lain

atas Harta Selain Zakat.................................................. 684.2.3 Ulama Yang Berpendapat Bahwa Pajak Itu Boleh........... 704.2.4 Ulama Yang Berpendapat Bahwa Pajak Itu Haram.......... 734.2.5 Alasan Ulama Membolehkan Pajak.................................. 73

4.3 Pengelolaan Zakat Secara Efektif Dengan Menerapkan Konsep Pajak ............................................................................ 74

BAB V PENUTUP........................................................................................... 86

5.1 Kesimpulan................................................................................. 865.2 Saran.......................................................................................... 88

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 89

vi

Page 8: Skripsi Lengkap Feb-Akuntansi- Chaerul Akbar

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Konteks Penelitian

Indonesia adalah negara yang beragam budaya dan agama, sehingga

kata zakat dan pajak adalah dua kata yang tidak lepas di negara kita, yang mana

negara kita ini mayoritas penduduk Islam. Tetapi, kedua kata ini memiliki makna

dan perlakuan yang berbeda. Di satu sisi zakat hanya dikenakan kepada orang-

orang Muslim yang memiliki harta dengan persyaratan tertentu. Dan bagi yang

tidak mempunyai maka dia akan menjadi orang yang berhak menerimanya. Dan

dalam hal pajak semua warga Negara Indonesia yang sudah dewasa dan

mempunyai penghasilan pada umumnya sudah dikenakan pajak kecil dan besar

tanpa memandang apakah penghasilan itu cukup untuk kebutuhannya atau tidak.

Pajak diwajibkan pada siapapun. Sunggguh perlakuan yang tidak adil, karena

pengemis pun bisa terkena pajak.

Beberapa ahli ekonomi Islam menganggap zakat merupakan sejenis

pajak karena zakat memenuhi beberapa persyaratan perpajakan (Rahman,

1996: 242), diantaranya:

a. Pembayaran yang diwajibkan;

b. Tidak ada balasan atau imbalan;

c. Diwajibkan kepada seluruh masyarakat suatu negara.

Zakat memenuhi persyaratan pertama dan kedua sedangkan persyaratan

ketiga tidak. Zakat adalah pembayaran yang diwajibkan dan tidak ada balasan

atau imbalan atas pembayaran tersebut, akan tetapi hanya dikenakan kepada

orang Muslim di negara itu sedangkan orang-orang nonmuslim terbebas dari

kewajiban membayar zakat. Oleh karena itu, zakat bukanlah suatu pajak dalam

1

Page 9: Skripsi Lengkap Feb-Akuntansi- Chaerul Akbar

2

arti yang sebenarnya. Sebenarnya zakat, seperti halnya menunaikan shalat atau

mengerjakan haji, merupakan suatu bentuk ibadah atau tugas agama yang

mempunyai perbedaan psikologis sangat berbeda dengan pajak biasa.

Zakat dianggap sebagai salah satu dari lima tiang agama Islam dan

sudah barang tentu, posisi yang penting semacam ini tidak dapat diberikan

kepada suatu jenis pajak betapapun pentingnya pajak tersebut. Selanjutnya,

pendapatan yang diperoleh dari pajak oleh pemerintah dapat digunakan untuk

memenuhi berbagai kebutuhan tanpa mempertimbangkan besar kecilnya

masing-masing pajak. Sedangkan dalam hal zakat, pemerintah dalam negara

Islam diberikan petunjuk khusus dalam kitab suci Al-Qur’an tentang bagaimana

dan di mana membelanjakan hasil yang diperoleh melalui pengumpulan zakat.

Pemerintah tidak mempunyai pilihan tapi harus membelanjakan hasil

pengumpulan zakat itu sebagaimana yang telah disebutkan dalam kitab suci Al-

Qur’an.

Persoalan di atas salah satu persoalan laten dalam konsep ekonomi

Islam yaitu persoalan dualisme zakat dan pajak yang harus ditunaikan warga

negara yang Muslim. Ironisnya, pajak sebagai sumber penerimaan negara

mengalami penguatan, sementara zakat mengalami kemunduran dan dianggap

menjadi tanggung jawab pribadi masing-masing individu Muslim.

Di Indonesia, seorang wajib zakat (muzakki), juga sebagai wajib pajak

(taxs payers). Hal ini terlihat jelas dengan adanya dua kewajiban dalam dua

undang-undang yang berbeda, yaitu kewajiban zakat dalam UU No. 38 Tahun

1999 tentang Pengelolaan Zakat dan kewajiban pajak dalam UU No. 17 Tahun

2000 tentang Pajak Penghasilan (PPh). Kedua undang-undang ini menyatakan

bahwa zakat dan pajak adalah kewajiban. Hal inilah yang dirasakan oleh kaum

Muslim sebagai suatu beban yang berat (Gusfahmi, 2007: 7).

Page 10: Skripsi Lengkap Feb-Akuntansi- Chaerul Akbar

3

Hal ini pula telah mengundang perdebabatan yang berlarut-larut hampir

sepanjang sejarah Islam itu sendiri. Sebagian besar ulama fiqih memandang

bahwa zakat dan pajak adalah dua entitas yang berbeda dan tidak mungkin

dipersatukan. Menurut mereka, zakat adalah kewajiban spiritual seorang Muslim

terhadap Tuhannya, sedangkan pajak adalah kewajibannya terhadap negara.

Dari segi pengelolaan, zakat dan pajak mempunyai pengelolaan yang

berbeda. Akan tetapi yang menjadi catatan penting dalam hal ini setidaknya

pengelolaan zakat ini mengikuti keberhasilan pengelolaan pajak. Pengelolaan

pajak di Indonesia terbilang sukses, adapun faktor yang menunjang keberhasilan

tersebut, yakni administrasi pajak yang tentunya harus efisien dan efektif.

Menurut Ciptoherijanto dan Abidin dalam Abdalla (2010: 8-9) administrasi pajak

yang baik harus meliputi tiga aspek, yaitu:

1. Fungsi, administrasi pajak sebagai fungsi meliputi fungsi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan.

2. Sistem, administrasi pajak sebagai suatu sistem adalah merupakan seperangkat unsur yang saling berkaitan, yang berfungsi bersama-sama untuk mencapai tujuan atau menyelesaikan suatu proses tertentu.

3. Lembaga, sebagai suatu lembaga administrasi pajak meliputi badan-badan yang secara khusus menangani masalah perpajakan.

Berbeda halnya dengan pengelolaan zakat di Indonesia yang terbilang

masih rendah kinerjanya, hal ini disebabkan oleh beberapa faktor (Anida, 2010:

2-3), yaitu:

1. Rendahnya penghimpunan dana zakat melalui Lembaga Amil Zakat, karena perilaku wajib zakat (muzakki) yang masih karikatif, yaitu berorientasi jangka pendek.

2. Masih rendahnya efesien dan efektivitas tasharuf (pendayagunaan) dana zakat terkait masih besarnya jumlah Organisasi Pengelola Zakat dengan skala usaha yang kecil.

3. Lemahnya zakat karena ketiadaan lembaga regulator pengawas dan tidak jelasnya relasi zakat.

4. Lemahnya kapasitas kelembagaan dan Sumber Daya Manusia bidang zakat.

Sedangkan menurut Nuruddin (2010: 133) rendahnya kinerja pengelolaan

zakat disebabkan pengelolaan zakat belum digarap secara serius dan

Page 11: Skripsi Lengkap Feb-Akuntansi- Chaerul Akbar

4

profesional oleh pemerintah dengan perangkat aturan sesuai kecenderungan

dan tuntutan daerah.

Pengumpulan zakat hendaknya atau seharusnya merupakan sesuatu

yang terprogram dan terencana, termasuk ditentukan jadwalnya dengan jelas,

dan tetap berlandasan untuk beribadah kepada Allah SWT dengan ikhlas. Dalam

penanganan zakat ini, perlu dicamkan bahwa para pembayar zakat hendaknya

mengetahui ke mana harta zakatnya itu dibagikan dan dimanfaatkan. Badan Amil

Zakat (BAZ) harus mempunyai dokumen dan data atau pembukuan yang rinci

mengenai jumlah uang zakat yang diterima, orang yang membayarnya, kemana

digunakan dan semacamnya. Sehingga sewaktu-waktu salah satu pembayar

zakat ingin tahu data rinci mengenai zakatnya, BAZ bisa memberi jawaban

dengan memuaskan.

Zakat hendaknya tidak sekedar konsumtif, maka otomatis idealnya

dijadikan sumber Dana Umat. Penggunaan zakat untuk konsumtif hanyalah

untuk hal-hal yang bersifat darurat. Artinya, ketika ada mustahiq (orang yang

berhak menerima zakat) yang tidak mungkin untuk dibimbing untuk mempunyai

usaha mandiri atau memang untuk kepentingan mendesak, maka penggunaan

konsumtif dapat dilakukan. Dana zakat akan lebih cepat digunakan untuk

mengentaskan umat dari kemiskinan jika dikelola untuk menjadi sumber dana

yang penggunannya sejak dari awal, seperti pelatihan, sampai dengan modal

usaha. Bahkan mestinya perlu ada dana riset atau survey dan pengembangan

serta dana administrasi (Azizy, 2004: 148-149).

Pada survey di atas menunjukkan salah satu faktor yang menyebabkan

pengelolaan dana zakat yang kurang efektif adalah tidak terprogram dan

terencana dengan baiknya dana zakat, kemudian dari segi pengelolaan dana

zakat yang terbilang masih rendah bila dibandingkan dari pengelolaan pajak

Page 12: Skripsi Lengkap Feb-Akuntansi- Chaerul Akbar

5

karena pengelolaan pajak telah mempunyai fungsi, sistem dan lembaga yang

benar-benar telah terstruktur dan dilaksanakan dengan baik.

Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk melakukan

penelitian yang berjudul “Penerapan Konsep Pajak Pada Zakat Sebagai

Alternatif Pengelolaan Zakat Secara Efektif.”

1.2 Fokus Penelitian

1. Apa persamaan dan perbedaan antara konsep zakat dan konsep

pajak ?

2. Bagaimana pendapat/pemikiran ulama tentang penerapan zakat dan

pajak ?

3. Bagaimana pengelolaan dana zakat yang efektif dengan penerapan

konsep pajak ?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai sehubungan dengan penelitian adalah sebagai

berikut :

1. Untuk mengetahui lebih jelas lagi mengenai persamaan dan

perbedaan antara konsep zakat dan konsep pajak.

2. Untuk mengetahui pendapat ulama tentang penerapan zakat dan

pajak.

3. Untuk mengetahui mengenai pengelolaan dana zakat yang efektif

dengan penerapan konsep pajak.

Page 13: Skripsi Lengkap Feb-Akuntansi- Chaerul Akbar

6

1.4 Kegunaan Penelitian

Adapun manfaat diadakannya penelitian adalah sebagai berikut :

1. Bagi Peneliti

Penelitian ini menjadi sebuah media untuk menerapkan ilmu yang

diperoleh di bangku perkuliahan dalam rangka memecahkan masalah

secara ilmiah.

2. Bagi Fakultas

Sebagai sarana untuk mengembangkan ilmu pengetahuan serta untuk

mengevaluasi sejauh mana sistem pendidikan telah dijalankan sesuai

dengan kebutuhan dan kondisi.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan informasi dan

masukan untuk membantu memberikan gambaran yang lebih jelas

bagi para peneliti yang ingin melakukan penelitian khususnya

mengenai akuntansi syariah.

1.5 Sistematika Penulisan

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini menguraikan konteks penelitian, fokus penelititan,

tujuan penelitian, kegunaan penelitian dan sistematika

penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini mengemukakan teori-teori yang mendukung penelitian,

yaitu teori-teori yang berkaitan dengan konsep zakat dan

konsep pajak serta menjelaskan penerapan zakat dan pajak

pada masa Rasulullah SAW, masa Khulafaurrasyidin dan Di

Page 14: Skripsi Lengkap Feb-Akuntansi- Chaerul Akbar

7

Indonesia, serta pendapat para ulama tentang penerapan zakat

dan pajak. Di samping itu, bab ini juga memuat kerangka pikir

dari peneliti.

BAB III METODE PENELITIAN

Bab ini menguraikan rancangan penelitian, jenis dan sumber

data, teknik pengumpulan data dan teknik analisis data.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisikan pembahasan atas rumusan masalah dalam

skripsi ini, yaitu mengenai persamaan dan perbedaan antara

konsep zakat dan konsep pajak, pendapat/pemikiran Ulama

tentang penerapan zakat dan pajak dan pengelolaan dana

zakat yang efektif dengan penerapan konsep pajak.

BAB V PENUTUP

Bab ini memuat kesimpulan dan saran atas penelitian yang

telah dilakukan.

Page 15: Skripsi Lengkap Feb-Akuntansi- Chaerul Akbar

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Zakat

2.1.1 Sejarah dan Landasan Filosofis Zakat

Menurut Basyir, zakat sudah pernah dilaksanakan sebelum kedatangan

agama Islam. Kegiatan yang dilakukan yang berbentuk seperti zakat telah

dikenal di kalangan bangsa-bangsa Timur kuno di Asia, khususnya di kalangan

umat beragama. Hal ini terjadi atas adanya pandangan hidup di kalangan

bangsa-bangsa Timur bahwa meninggalkan kesenangan duniawi merupakan

perbuatan terpuji dan bersifat kesalehan. Sebaliknya, memiliki kekayaan duniawi

akan menghalangi orang untuk memperoleh kebahagiaan hidup di surga. Dalam

syariat Nabi Musa AS, zakat sudah dikenal, tetapi hanya dikenakan terhadap

kekayaan yang berupa binatang ternak, seperti sapi, kambing, dan unta. Zakat

yang wajib dikeluarkan adalah 10 persen dari  nisab yang ditentukan

(http://jakarta45.wordpress.com).

Menurut pendapat mayoritas ulama, zakat mulai disyariatkan pada tahun

ke-2 Hijriah. Di tahun tersebut zakat fitrah diwajibkan pada bulan Ramadhan,

sedangkan zakat mal diwajibkan pada bulan berikutnya, Syawal. Jadi, mula-mula

diwajibkan zakat fitrah kemudian zakat mal atau kekayaan. Mengenai kewajiban

zakat ini ilmuwan Muslim ternama, Ibnu Katsir, mengungkapkan, ''Zakat

ditetapkan di Madinah pada abad kedua Hijriah”. Tampaknya, zakat yang

ditetapkan di Madinah merupakan zakat dengan nilai dan jumlah kewajiban yang

khusus, sedangkan zakat yang ada sebelum periode ini, yang dibicarakan di

Makkah, merupakan kewajiban perseorangan semata. Sayid Sabiq menerangkan

bahwa zakat pada permulaan Islam diwajibkan secara mutlak. Kewajiban zakat

8

Page 16: Skripsi Lengkap Feb-Akuntansi- Chaerul Akbar

9

ini tidak dibatasi harta yang diwajibkan untuk dizakati dan ketentuan kadar

zakatnya. Semua itu diserahkan pada kesadaran dan kemurahan kaum

Muslimin. Menjelang tahun ke-2 Hijriah, Rasulullah SAW telah memberi batasan

mengenai aturan-aturan dasar, bentuk-bentuk harta yang wajib dizakati, siapa

yang harus membayar zakat, dan siapa yang berhak menerima zakat. Dan, sejak

saat itu zakat telah berkembang dari sebuah praktik sukarela menjadi kewajiban

sosial keagamaan yang dilembagakan yang diharapkan dipenuhi oleh setiap

Muslim yang hartanya telah mencapai nisab, jumlah minimum kekayaan yang

wajib dizakati (http://www.republika.co.id).

Menurut Shihab dalam ada 3 landasan kewajiban filosofis zakat

(http://nasional.inilah.com), yaitu:

1. Istikhlaf (penugasan sebagai khalifah di bumi). Allah SWT adalah

pemilik seluruh alam raya dan segala isinya, termasuk pemilik harta

benda. Seseorang yang beruntung memperolehnya, pada hakikatnya

hanya menerima titipan sebagai amanat untuk disalurkan dan

dibelanjakan sesuai dengan kehendak pemilik-Nya (Allah SWT).

Manusia yang dititipi itu, berkewajiban memenuhi ketetapan-ketetapan

yang digariskan oleh Sang Pemilik, baik dalam pengembangan harta

maupun dalam penggunaannya. Zakat merupakan salah satu

ketetapan Tuhan menyangkut harta, bahkan shadaqah dan infaq pun

demikian. Sebab, Allah SWT menjadikan harta benda sebagai sarana

kehidupan untuk umat manusia seluruhnya. Karena itu, harta benda

harus diarahkan guna kepentingan bersama.

2. Solidaritas sosial. Manusia adalah mahluk sosial. Kebersamaan

antara beberapa individu dalam suatu wilayah membentuk

masyarakat yang walaupun berbeda sifatnya dengan individu-individu

Page 17: Skripsi Lengkap Feb-Akuntansi- Chaerul Akbar

10

tersebut, namun manusia tidak bisa dipisahkan darinya. Manusia tidak

dapat hidup tanpa masyarakatnya. Sekian banyak pengetahuan

diperolehnya melalui masyarakatnya seperti bahasa, adat istiadat,

sopan santun dan lain-lain. Demikian juga dalam bidang material yang

diperolehnya berkat bantuan pihak-pihak lain baik secara langsung

dan disadari maupun tidak. Manusia mengelola, tetapi Tuhan yang

menciptakan dan memilikinya. Dengan demikian, wajar jika Allah SWT

memerintahkan untuk mengelurakan sebagian kecil (zakat) dari harta

yang diamanatkan-Nya kepada seseorang itu demi kepentingan orang

lain.

3. Persaudaraan. Manusia berasal dari satu keturunan, antara

seseorang dengan lainnya terdapat pertalian darah, dekat atau jauh.

Pertalian darah tersebut akan menjadi lebih kokoh dengan adanya

persamaan-persamaan lain, yaitu agama, kebangsaan, lokasi domisili

dan sebagainya. Disadari oleh kita semua, bahwa hubungan

persaudaraan menuntut bukan sekadar hubungan take and give

(mengambil dan menerima), atau pertukaran manfaat, tetapi melebihi

itu semua, yakni memberi tanpa menanti imbalan atau membantu

tanpa dimintai bantuan. Apalagi, jika mereka hidup bersama dalam

satu lokasi. Nah, kebersamaan dan persaudaraan inilah yang

mengantarkan kepada kesadaran menyisihkan sebagian harta

kekayaan khususnya kepada mereka yang butuh, baik dalam bentuk

kewajiban zakat, maupun shadaqah dan infaq.

Page 18: Skripsi Lengkap Feb-Akuntansi- Chaerul Akbar

11

2.1.2 Pengertian dan Prinsip Zakat

Hafidhuddin (2002: 7) mengartikan zakat yang dibagi menjadi dua, yaitu:

a. Menurut bahasa, kata zakat mempunyai beberapa arti, yaitu al-barakatu ‘kebersihan’, al-namaa ‘pertumbuhan dan perkembangan’, ath-thaharatu ‘kesucian’, dan ash-shalabu ‘keberesan’.

b. Menurut istilah, meskipun para ulama mengemukakannya dengan redaksi yang agak berbeda antara satu dan yang lainnya, akan tetapi pada prinsipnya sama, yaitu bahwa zakat adalah bagian dari harta dengan persyaratan tertentu, yang Allah SWT mewajibkan kepada pemiliknya untuk diserahkan kepada yang berhak menerimanya dengan persyaratan tertentu pula.

Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dalam exprosure draft PSAK

Syariah No.109 “Zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan oleh muzakki sesuai

dengan ketentuan syariah untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya

(mustahiq)”.

Sedangkan menurut Chapra (1999: 292) “Zakat adalah suatu tanda yang

jelas dan tegas dari kehendak Tuhan untuk menjamin bahwa tidak seorang pun

menderita kekurangan sarana untuk memenuhi kebutuhan pokoknya akan

barang dan jasa”.

Menurut Muhammad (2009: 55):

“Zakat merupakan harta yang diambil dari amanah harta yang dikelola oleh orang kaya, yang ditransfer kepada kelompok fakir dan miskin serta kelompok lain yang telah ditentukan dalam Al-Qur’an, yang lazim disebut kelompok mustahik. Dalam istilah ekonomi, zakat merupakan tindakan transfer of income (pemindahan kekayaan) dari golongan kaya (agniya/the have) kepada golongan yang tidak berpunya (the have not).”

Bila seseorang memperhatikan ketentuan dan paraturan mengenai zakat

dengan teliti, maka akan mudah baginya untuk mendapatkan enam prinsip

syariat yang mengatur zakat (Mannan, 1997: 257-259), yaitu:

a. Prinsip keyakinan, karena membayar zakat adalah suatu ibadat dan dengan demikian hanya seorang yang benar-benar berimanlah yang dapat melaksanakannya dalam arti dan jiwa yang sesungguhnya.

b. Prinsip keadilan, makin berkurang jumlah pekerjaan dan modal maka makin berkurang pula tingkat pungutan.

c. Prinsip produktivitas, nisab berlaku pada zakat hanya bila telah sampai waktunya dan produktif.

d. Prinsip nalar, yaitu orang yang diharuskan membayar zakat adalah seseorang yang berakal dan bertanggung jawab.

Page 19: Skripsi Lengkap Feb-Akuntansi- Chaerul Akbar

12

e. Prinsip kemudahan, kemudahan zakat diperoleh sebagian dari sifat pemungutan zakat dan sebagian diperoleh dari hukum islam tentang erika ekonomi.

f. Prinsip kemerdekaan, yaitu seseorang harus menjadi manusia bebas sebelum dapat disyaratkan untuk membayar zakat. Karena itu, seorang budak atau tawanan tidak diharuskan membayar zakat bila ia dianggap tidak memiliki sesuatu harta.

2.1.3 Yang Wajib Berzakat dan Kelompok Penerima Zakat

Di dalam pelaksanaan zakat, yang diwajibkan berzakat adalah orang

Islam yang memiliki kekayaan yang cukup nisab dalam hal ini mereka disebut

muzakki. Sebagaimana firman Allah SWT:

Artinya:

“Sungguh, orang-orang yang beriman, mengerjakan kebajikan, melaksanakan

shalat dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak

ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati” (QS Al Baqarah:

277).

Dan orang yang berhak menerima zakat dalam istilah fiqih disebut

mustahiq (Al-Habsyi, 1999: 305), terdiri atas delapan golongan yang tercakup

dalam firman Allah SWT :

Artinya:

”Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang miskin, amil zakat, yang dilunakkan hatinya (muallaf) untuk (memerdekakan) hamba sahaya, untuk (membebaskan) orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai kewajiaban dari Allah. Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”. (QS At-Taubah: 60).

Page 20: Skripsi Lengkap Feb-Akuntansi- Chaerul Akbar

13

Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut:

1. Fakir, yaitu mereka yang tidak berhasil memperoleh keperluan pokok

hidupnya, untuk dirinya sendiri dan keluarga yang wajib dinafkahinya.

Sebagian ahli fiqih menyatakan bahwa orang disebut fakir, apabila

tidak berhasil memperoleh lebih dari 50% kebutuhan pokoknya (Al-

Habsyi, 1999: 305-306).

2. Miskin. Pengertian miskin yang dikemukakan oleh Imam Malik dalam

Djazuli (2003: 347-348) adalah “orang yang untuk memenuhi

keperluan hidupnya tidak segan-segan meminta bantuan orang lain”.

3. Amil (Petugas pengumpul dan penyalur zakat), yaitu mereka yang

ditunjuk oleh pemerintah Muslim setempat sebagai petugas-petugas

pengumpul dan penyalur zakat dari para muzakki (pembayar zakat),

termasuk pula para pencatat, penjaga keamanan dan petugas

penyalur kepada para mustahiq (Al-Habsyi, 1999: 306). Akan tetapi

perlu diingat ongkos administrasi tersebut harus lebih rendah

dibandingkan dengan pendapatan yang diperoleh dari zakat

(Metwally, 1995: 8).

4. Muallaf, yang dimaksud dengan muallaf adalah orang-orang yang

perlu dijinakkan (dilunakkan) hatinya, dengan memberi mereka

sebagian dari harta zakat, agar tertarik kepada agama Islam, atau

demi memantapkan keimanannya, atau ‘membeli’ kesetiaannya agar

menjaga keamanan kaum Muslim atau mencegah kejahatannya

terhadap masyarakat Muslim (Al-Habsyi, 1999: 307).

5. Untuk keperluan pembebasan kaum tertindas. Di masa lalu, ketika

perbudakan masih berlaku di seluruh dunia bagian ini disediakan

dalam upaya pembebasan para budak. Di masa sekarang, bagian ini

dapat disalurkan kepada umat Islam di seluruh dunia yang masih

Page 21: Skripsi Lengkap Feb-Akuntansi- Chaerul Akbar

14

menderita di bawah tekanan perbudakan bangsa-bangsa asing

hampir di seluruh aspek kehidupan (Al-Habsyi, 1999: 308).

6. Al-Gharimin (Orang-orang yang terhimpit hutang). Mereka yang

terhimpit hutang, dibagi menjadi dua bagian:

a. Pertama, mereka yang pernah berhutang dari orang lain untuk

menutup kebutuhan hidup dan kini disebabkan kemiskinan yang

sangat, tidak mampu membayar kembali hutangnya.

b. Kedua, mereka yang biasanya berasal dari tokoh-tokoh pemuka

masyarakat, yang berupaya menjadi penengah antara dua

kelompok masyarakat yang bertengkar akibat harta atau tuntutan

yang dipertikaikan di antara mereka. Lalu, para pemuka ini,

membebani dirinya dengan memberikan sejumlah tertentu

jaminan keuangan, demi memadamkan api permusuhan seperti

itu.

7. Fi Sabilillah, adalah para sukarelawan yang berjuang dalam

peperangan membela agama dan negara dari serbuan tentara asing.

8. Ibnu Sabil, secara harfiah arti ibnu sabil adalah ‘anak jalanan’ yang

tidak mempunyai rumah untuk ditinggali. Atau orang yang terpaksa

lebih sering dalam perjalanan jauh dari kota tempat tinggalnya demi

memenuhi nafkah hidupnya. Termasuk dalam kategori ini, musafir

yang kebetulan kehabisan ongkos di tengah perjalanannya, sehingga

memerlukan bantuan keuangan (Al-Habsyi, 1999: 312).

Menurut Al-Ba’ly (2006: 68), delapan golongan yang berhak atas hasil

zakat terbagi lagi menjadi dua bagian di antaranya:

1. Golongan yang mengambil hak zakat untuk menutup kebutuhan

mereka, seperti fakir, miskin, hamba sahaya dan ibnu sabil.

Page 22: Skripsi Lengkap Feb-Akuntansi- Chaerul Akbar

15

2. Golongan yang mengambil hak zakat untuk memanfaatkan harta

tersebut, seperti pegawai zakat, muallaf, orang yang mempunyai

banyak utang untuk kepentingan yang berpiutang, perang di jalan

Allah SWT.

2.1.4 Jenis Zakat

Menurut Ash Shiddieqy (2006: 9-10) secara garis besar zakat terbagi dua,

yaitu:

1. Zakat Mal (harta): emas, perak, binatang, tumbuh-tumbuhan (buah-

buahan dan biji-bijian) dan barang perniagaan.

2. Zakat Nafs, zakat jiwa yang disebut juga “Zakatul Fitrah” (zakat yang

diberikan berkenaan dengan selesainya mengerjakan shiyam (puasa)

yang difardhukan). Di negeri kita ini, lazim disebut fitrah. Para ulama

telah membagi zakat fitrah, kepada dua bagian pula :

a. Zakat harta yang nyata (harta yang lahir) yang terang dilihat

umum, seperti: binatang, tumbuh-tumbuhan, buah-buahan dan

barang logam.

b. Zakat harta-harta yang tidak nyata, yang dapat disembunyikan.

Harta-harta yang tidak nyata itu, ialah: emas, perak, rikaz, dan

barang perniagaan.

Menurut Nurhayati dan Wasilah (2009: 274-275) ada dua jenis zakat,

yaitu:

1. Zakat Fitrah

Zakat fitrah adalah zakat yang diwajibkan kepada setiap Muslim

setelah matahari terbenam akhir bulan Ramadhan.

Page 23: Skripsi Lengkap Feb-Akuntansi- Chaerul Akbar

16

2. Zakat Harta

Zakat harta adalah zakat yang boleh dibayarkan pada waktu yang

tidak tertentu, mencakup hasil perniagaan, pertanian, pertambangan,

hasil laut, hasil ternak, harta temuan, emas dan perak serta hasil kerja

(profesi) yang masing-masing memiliki perhitungan sendiri-sendiri.

Sementara itu, menurut Arizta (2011) dan Bamz (2011) zakat dapat dibagi

dalam dua jenis, yaitu:

1. Zakat fitrah yaitu zakat untuk membersihkan diri yang dibayarkan

setiap bulan Ramadhan. Zakat ini wajib dikeluarkan orang Muslim

menjelang Idul Fitri. Besarnya zakat fitrah yang harus dikeluarkan per

individu adalah satu sha’ yang setara dengan 2,5 kilogram atau

dengan 3,5 liter beras makanan pokok yang ada di daerah pemberi

zakat atau yang bersangkutan. Zakat ini diberikan kepada delapan

golongan yang berhak menerima zakat. Menurut beberapa ulama

khusus untuk zakat fitrah mesti didahulukan kepada dua golongan,

yakni fakir dan miskin.

2. Zakat maal merupakan zakat atas harta kekayaan. Meliputi hasil

perniagaan atau perdagangan, pertambangan, pertanian, hasil laut

dan hasil ternak, harta temuan, emas dan perak serta hasil kerja

(profesi). Masing-masing jenis mempunyai perhitungan yang berbeda-

beda. Adapun jenis-jenis zakat maal, yaitu:

a. Zakat emas dan perak. Nishab emas adalah 20 dinar (setara

dengan 85 gram emas murni). Sedangkan nishab perak adalah

200 dirham (setara dengan 672 gram perak). Ini berarti, jika Anda

memiliki emas sebesar 20 dinar selama satu tahun, maka emas

tersebut harus dikeluarkan zakatnya sebesar 2,5%. Aturan serupa

Page 24: Skripsi Lengkap Feb-Akuntansi- Chaerul Akbar

17

berlaku pula untuk perak, jika telah mencapai nishab 200 dirham

dan waktu kepemilikannya telah satu tahun, maka wajib

dikeluarkan zakatnya sebesar 2,5%.

b. Zakat harta berharga lainnya. Misalnya uang tunai, tabungan,

saham, obligasi dan lain-lain). Besarnya zakat yang harus

dikeluarkan dan syarat-syaratnya sama seperti zakat emas dan

perak.

c. Zakat profesi/penghasilan yaitu zakat yang dikeluarkan dari hasil

profesi seseorang sebesar 2,5 %.

d. Zakat tabungan adalah uang yang telah disimpan selama 1 tahun

dan mencapai nilai minimum (nisbah) setara 85 gram emas, zakat

yang wajib dikeluarkan sebesar 2,5%.

e. Zakat investasi adalah zakat yang dikenakan terhadap harta yang

diperoleh dari hasil investasi (seperti: bangunan atau kendaraan

yang disewakan) besarnya 5% untuk penghasilan kotor dan 10%

untuk penghasilan bersih.

f. Zakat perniagaan adalah zakat yang dikeluarkan dari hasil

perniagaan. Ketentuanya, berjalan 1 tahun nisbah senilai 85 gram

emas besar zakatnya 2,5% dapat dibayar dengan uang atau

barang perdagangan maupun perseroan.

Lebih lanjut menurut Arian (2011) ada dua jenis zakat, yaitu:

1. Zakat fitrah/fidyah, zakat nafs (jiwa), disebut juga zakat fitrah. Zakat

fitrah adalah zakat pribadi yang harus dikeluarkan pada bulan

Ramadhan sebelum shalat Idul Fitri. Besarnya zakat fitrah menurut

ukuran sekarang adalah 2,176 kilogram. Sedangkan makanan yang

wajib dikeluarkan yang disebut nash hadits yaitu tepung, terigu,

Page 25: Skripsi Lengkap Feb-Akuntansi- Chaerul Akbar

18

kurma, gandum, zahib (anggur) dan aqith (semacam keju). Untuk

daerah/negara yang makanan pokoknya selain 5 makanan di atas,

mazhab Maliki dan Syafi'i membolehkan membayar zakat dengan

makanan pokok yang lain. Pembayaran zakat fitrah menurut jumhur

ulama, yaitu:

a. Waktu wajib membayar zakat fitrah yaitu ditandai dengan

tenggelamnya matahari di akhir bulan Ramadhan.

b. Membolehkan mendahulukan pembayaran zakat fitrah di awal.

Bagi yang tidak berpuasa Ramadhan karena udzur tertentu yang

dibolehkan oleh syaria't dan mempunyai kewajiban membayar

fidyah, maka pembayaran fidyah sesuai dengan lamanya

seseorang tidak berpuasa.

2. Zakat maal (harta) adalah sejumlah harta benda tertentu yang wajib

dikeluarkan guna membersihkan kekayaan dan menyucikan

pemiliknya. Syarat-syarat kekayaan yang wajib di zakati:

a. Milik penuh. Artinya, harta tersebut berada dalam kontrol dan

kekuasaanya secara penuh, dan dapat diambil manfaatnya secara

penuh.

b. Berkembang. Artinya, harta tersebut dapat bertambah atau

berkembang bila diusahakan atau mempunyai potensi untuk

berkembang.

c. Cukup nishab. Artinya, harta tersebut telah mencapai jumlah

tertentu sesuai dengan ketetapan syara'. Sedangkan harta yang

tidak sampai nishabnya terbebas dari zakat dan dianjurkan

mengeluarkan Infaq serta Shadaqah.

Page 26: Skripsi Lengkap Feb-Akuntansi- Chaerul Akbar

19

d. Lebih dari kebutuhan pokok. Kebutuhan pokok adalah kebutuhan

minimal yang diperlukan seseorang dan keluarga yang menjadi

tanggungannya, untuk kelangsungan hidupnya. Artinya, apabila

kebutuhan tersebut tidak terpenuhi yang bersangkutan tidak dapat

hidup layak.

e. Bebas dari hutang. Orang yang mempunyai hutang sebesar atau

mengurangi senishab yang harus dibayar pada waktu yang sama

(dengan waktu mengeluarkan zakat), maka harta tersebut

terbebas dari zakat.

f. Berlalu satu tahun (Al-Haul). Maksudnya adalah bahwa pemilikan

harta tersebut sudah berlalu (mencapai) satu tahun. Persyaratan

ini hanya berlaku bagi ternak, harta simpanan dan perniagaan.

Sedangkan hasil pertanian, buah-buahan dan rikaz (barang

temuan) tidak ada syarat haul.

Adapun pengertian zakat fitrah menurut Kurnia dan A. Hidayat (2008:

342):

Zakat fitrah adalah zakat pribadi yang diwajibkan atas diri setiap Muslim yang memiliki syarat-syarat yang ditetapkan yang ditunaikan pada bulan Ramadhan sampai menjelang shalat sunah Idul Fitri. Zakat fitrah mulai diwajibkan pada bulan Sya’ban tahun kedua Hijriyah, yaitu tahun diwajibkan puasa Ramadhan. Zakat fitrah mulai diwajibkan bertujuan menyucikan orang yang berpuasa dari ucapan kotor dan perbuatan yang tidak berguna, dan memberi makan orang-orang miskin dan mencukupi kebutuhan mereka pada hari raya Idul Fitri.

Menurut Ja’far (1997: 63) zakat fitrah berfungsi mengembalikan manusia

Muslim kepada fitrahnya, dengan mensucikan jiwa mereka dari dosa-dosa yang

disebabkan oleh pengaruh pergaulan dan sebagainya, sehingga manusia itu

menyimpan dari fitrahnya.

Di sisi lain, menurut Qardhawi (1995: 89) zakat fitrah mengandung dua

hikmah, yaitu:

Page 27: Skripsi Lengkap Feb-Akuntansi- Chaerul Akbar

20

a. Untuk memulihkan puasa seseorang yang barang kali dirusak oleh

perbuatan sia-sia dan omongan kotor.

b. Untuk memuliakan kaum papa dan menunjukkan perhatian

masyarakat Muslim terhadap mereka di hari lebaran.

Menurut Muhammad (2008: 433) sesuatu dapat disebut dengan harta

apabila memenuhi dua syarat, yaitu:

a. Dapat dimiliki, disimpan, dihimpun dan dikuasai.

b. Dapat diambil manfaatnya sesuai dengan ghalibnya. Misalnya,

rumah, mobil, ternak, hasil pertanian, uang, emas, perak, dan lain

sebagainya.

2.1.5 Pengelolaan Zakat

Menurut Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 pengelolaan zakat

adalah kegiatan perencanaan dan pengawasan terhadap pengumpulan dan

pendistribusian serta pendayagunaan zakat. Adapun tujuan pengelolaan zakat

meliputi hal-hal berikut:

a. Meningkatkan kesadaran masyarakat dalam penunaian dan dalam

pelayanan ibadah zakat sesuai dengan tuntutan agama.

b. Meningkatkan fungsi dan peranan pranata keagamaan dalam upaya

mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan keadilan sosial.

c. Meningkatkan hasil guna dan daya guna zakat.

2.1.6 Hikmah Zakat

Menurut Rifa’i (1999: 370) zakat mengandung beberapa hikmah, baik

bagi perseorangan maupun masyarakat. Di antara hikmah dan faedah zakat itu

adalah :

a. Mendidik jiwa manusia suka berkorban dan membersihkan jiwa dari sifat-sifat kikir dan bakhil.

Page 28: Skripsi Lengkap Feb-Akuntansi- Chaerul Akbar

21

b. Zakat mengandung arti rasa persamaan yang memikirkan nasib manusia dalam suasana persaudaraan.

c. Zakat memberi arti bahwa manusia itu bukan hidup untuk dirinya sendiri, sifat mementingkan diri sendiri harus disingkirkan dari masyarakat Islam.

d. Seorang Muslim harus mempunyai sifat-sifat baik dalam hidup perseorangan, yaitu murah hati dan penyayang.

e. Zakat dapat menjaga timbulnya rasa dengki, iri hati, dan menghilangkan jurang pemisah antara si miskin dan si kaya.

f. Zakat bersifat sosialitas, karena meringankan beban fakir miskin dan meratakan nikmat Allah SWT yang diberikan kepada manusia.

2.2 Penerapan Zakat

2.2.1 Zakat Pada Masa Rasulullah SAW

Kehidupan Rasulullah SAW dan masyarakat Muslim di masa beliau

adalah teladan yang paling baik implementasi Islam, termasuk dalam bidang

ekonomi. Meskipun pada masa sebelum kenabian Muhammad adalah seorang

pebisnis, tetapi yang dimaksudkan perekonomian di masa Rasulullah SAW di sini

adalah pada masa Madinah. Pada periode Makkah masyarakat Muslim belum

sempat membangun perekonomian, sebab masa itu penuh dengan perjuangan

untuk mempertahankan diri dari intimidasi orang-orang Quraisy. Barulah pada

periode Madinah, Rasulullah SAW memimpin sendiri membangun masyarakat

Madinah sehingga menjadi masyarakat sejahtera beradab. Meskipun

perekonomian pada masa beliau relatif masih sederhana, tetapi beliau telah

menunjukkan prinsip-prinsip yang mendasar bagi pengelolaan ekonomi. Karakter

umum dari perekonomian pada masa itu adalah komitmennya yang tinggi

terhadap etika dan norma, serta perhatiannya yang besar terhadap keadilan dan

pemerataan kekayaan. Usaha-usaha ekonomi harus dilakukan secara etis dalam

bingkai syariah Islam, sementara sumber daya ekonomi tidak boleh menumpuk

pada segilintir orang melainkan harus beredar bagi kesejahteraan seluruh umat.

Pasar menduduki peranan penting sebagai mekanisme ekonomi, tetapi

pemerintah dan masyarakat juga bertindak aktif dalam mewujudkan

Page 29: Skripsi Lengkap Feb-Akuntansi- Chaerul Akbar

22

kesejahteraan dan menegakkan keadilan (Pusat Pengkajian dan Pengembangan

Ekonomi Islam, 2008: 98)

Kegiatan ekonomi pasar relatif menonjol pada masa itu, di mana untuk

menjaga agar mekanisme pasar tetap berada dalam bingkai etika dan moralitas

Islam, Rasulullah SAW mendirikan Al-Hisbah. Al-Hisbah adalah institusi yang

bertugas sebagai pengawas pasar (market controller). Rasulullah SAW juga

membentuk Baitul Maal, sebuah institusi yang bertindak sebagai pengelola

keuangan negara. Baitul Maal ini memegang peranan yang sangat penting bagi

perekonomian, termasuk dalam melakukan kebijakan yang bertujuan untuk

kesejahteraan masyarakat. Selanjutnya untuk memutar roda perekonomian,

Rasulullah SAW mendorong kerja sama usaha di antara anggota masyarakat

(misalnya muzaraah, mudharabah, musaqah dan lain-lain) sehingga terjadi

peningkatan produktivitas. Sejalan dengan perkembangan masyarakat Muslim,

maka penerimaan negara juga meningkat. Sumber pemasukan negara berasal

dari beberapa sumber, tetapi yang paling pokok adalah zakat dan ushr (Pusat

Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam, 2008: 98-99).

Zakat dan Ushr (sedekah) walaupun sudah diwajibkan sejak tahun ke-2

Hijriyah, namun baru bisa dipungut sebatas zakat fitrah yang ditunaikan setiap

bulan Ramadhan, kewajiban atas zakat mal (harta) masih bersifat sukarela.

Efektif pelaksanaan zakat mal baru terwujud pada tahun ke-9 Hijriyah. Ketika

Islam telah kokoh, wilayah negara meluas dengan cepat dan orang berbondong-

bondong masuk Islam. Peraturan yang disusun meliputi sistem pengumpulan

zakat, batas-batas zakat, dan tingkat persentase zakat untuk barang yang

berbeda-beda serta sistem penentuan pengggajian (hak-hak) amil zakat

(Gusfahmi, 2007: 60).

Menurut Gusfahmi (2007: 60) pada masa Pemerintahan Rasulullah SAW,

zakat dikenakan pada hal-hal (objek zakat) berikut:

Page 30: Skripsi Lengkap Feb-Akuntansi- Chaerul Akbar

23

1. Benda logam yang terbuat dari emas seperti koin, perkakas, ornamen atau bentuk lainnya.

2. Benda logam yang terbuat dari perak, seperti koin, perkakas, ornamen atau bentuk lainnya.

3. Binatang ternak onta, sapi, domba dan kambing.4. Berbagai jenis barang dagangan termasuk budak dan hewan.5. Hasil pertanian termasu buah-buahan (ushr).6. Luqathah, harta benda yang ditinggalkan musuh.7. Barang temuan.

Zakat emas dan perak ditentukan berdasarkan beratnya. Binatang ternak

yang digembalakan secara bebas ditentukan berdasarkan jumlahnya. Barang

dagangan, barang tambang, dan luqathah ditentukan berdasarkan nilai jualnya

serta hasil pertanian dan buah-buahan ditentukan berdasarkan kuantitasnya.

Berkaitan dengan hal ini, Rasulullah SAW telah menetapkan nisab, yakni batas

terendah dari kuantitas atau nilai dari suatu barang dan jumlah dari tiap jenis

binatang ternak (Karim, 2008: 47).

Pemerintahan Islam yang dibangun Rasulullah SAW setelah beliau

berhijrah bersama sahabatnya di Madinah mengundang-undangkan zakat secara

formal kepada rakyat. Harta-harta diberi kategori tertentu hingga dikenakan

kewajiban zakat (Mujahidin, 2007: 63). Artinya, tidak semua harta mutlak

dikenakan zakat. Di antara syarat dan kategori itu adalah:

1. Al-Milk al-Tamn; harta tersebut haruslah sempurna milik seseorang.2. Al-Nama’; harta produktif yang dapat ditumbuh kembangkan, bukan harta

mati.3. Bulugh al-Nishab; telah memenuhi limit dan kadar tertentu.4. Al-Fadhl ‘an al Hawa’ij al-Ashliyyah; surplus dari kebutuhan pokok.5. Al-Salamah min al-Duyun; tidak terkait pada utang.6. Hulul al-Haulan; telah mencapai batas waktu tertentu (1 tahun).

Selain objek zakat dan syarat/kategori yang diatur Rasulullah SAW

mengenai zakat, sistem manajemen zakat pun telah diatur pada masa beliau.

Menurut Nasution et al. (2006: 214) pada zaman Rasulullah SAW, sistem

manajemen zakat yang dilakukan oleh amil dibagi menjadi bebebrapa bagian,

yaitu:

1. Katabah, petugas untuk mencatat para wajib zakat.2. Hasabah, petugas untuk menaksir, menghitung zakat.

Page 31: Skripsi Lengkap Feb-Akuntansi- Chaerul Akbar

24

3. Jubah, petugas untuk menarik, mengambil zakat dari para muzakki.4. Kahazanah, petugas untuk menghimpun dan memelihara harta zakat.5. Qasamah, petugas untuk menyalurkan zakat kepada mustahiq.

2.2.2 Zakat Pada Masa Khulafaurrasyidin

2.2.2.1 Khalifah Abu Bakar Ash-Shidiq

Pengangkatan Abu Bakar menggantikan Nabi Muhammad SAW menjadi

masalah bagi kaum Muhajirin dan Ansor (konflik internal) serta munculnya

pemberontakan untuk memisahkan diri dari pemerintahan Madinah. Para

pemberontak berasal dari dua kelompok, kelompok pertama terdiri dari mereka

yang kembali balik menyembah berhala di bawah pimpinan Musailamah,

Tulaihah, Sajah, dan lain-lain. Kelompok kedua tidak menyatakan permusuhan

terhadap Islam tetapi hanya memberontak kepada negara. Mereka menolak

membayar zakat dengan dalih bahwa pembayaran itu hanya sah kepada Nabi,

satu-satunya orang yang mereka siap membayarnya. Berdasarkan pada kondisi

di atas maka langkah pertama yang dilakukan selama pemerintahan Abu Bakar

adalah menumpas pembangkang suku-suku Arab di dalam negeri melalui

peperangan yang disebut perang Riddah (perang melawan kemurtadan) baru

melakukan perluasan wilayah (Nasution et al., 2006: 233).

Dalam kekhalifahannya Abu Bakar sangat memperhatikan keakuratan

penghitungan zakat sehingga tidak terjadi kelebihan atau kekeurangan

pembayaran. Hasil pengumpulan zakat tersebut dijadikan sebagai pendapatan

negara dan disimpan dalam Baitul Maal untuk langsung didistribusikan

seluruhnya kepada kaum Muslimin hingga tidak ada yang tersisa. Dalam

mendistibusikan harta ini, Abu Bakar menerapkan prinsip kesamarataan, yakni

memberikan jumlah yang sama kepada semua sahabat Rasulullah SAW dengan

tidak membedakan antara sahabat yang lebih dulu memeluk Islam dengan

sahabat yang kemudian, antara hamba dengan orang merdeka, dan antara pria

Page 32: Skripsi Lengkap Feb-Akuntansi- Chaerul Akbar

25

dengan wanita. Menurutnya dalam hal keutamaan beriman, Allah SWT akan

memberikan ganjarannya sedangkan dalam masalah kebutuhan hidup, prinsip

kesamaan lebih baik daripada prinsip keutamaan (Kara et al., 2009: 26).

2.2.2.2 Khalifah Umar bin Khattab

Umar memerintah hanya selama sepuluh tahun, akan tetapi dalam

periode yang singkat itu banyak kemajuan yang dialami umat Islam, kalau boleh

dikatakan pemerintahan Umar merupakan abad keemasan dalam sejarah Islam.

Dalam aspek ekonomi, sistem ekonomi yang dikembangkan berdasarkan kepada

keadilan dan kebersamaan dan disinilah letak ketinggian ajaran Islam. Sistem

tersebut didasarkan pada prinsip pengambilan sebagian kekayaan orang-orang

kaya untuk dibagikan kepada orang miskin (Nasution et al., 2006: 234).

Beberapa kontribusi yang diberikan Umar pada masa pemerintahannya

antara lain:

1. Reorganisasi Baitul Maal

Khalifah Umar bin Khattab mengambil keputusan untuk tidak

menghabiskan harta Baitul Maal sekaligus, tetapi dikeluarkan secara

bertahap sesuai dengan kebutuhan yang ada, bahkan diantaranya

disediakan dana cadangan. Harta Baitul Maal dianggap sebagai harta

kaum Muslimin, sedangkan Khalifah dan para amil hanya berperan

sebagai pemegang amanah. Dengan demikian, negara bertanggung

jawab untuk menyediakan makanan bagi para janda, anak-anak

yatim, serta anak-anak terlantar; membiayai penguburan orang-orang

miskin; membayar utang orang-orang yang bangkrut; membayar uang

diyat untuk kasus-kasus tertentu, seperti membayar diyat prajurit

Shebani yang membunuh seorang Kristiani untuk menyelamatkan

Page 33: Skripsi Lengkap Feb-Akuntansi- Chaerul Akbar

26

nyawanya; serta memberikan pinjaman tanpa bunga untuk tujuan

komersial, seperti kasus Hind binti Ataba (Karim, 2008: 59-61).

Sehingga perwujudan zakat mampu memenuhi kebutuhan dan

membuat seorang fakir menjadi kaya untuk selamanya. Sehingga

dapat meninggalkan keterkaitan finansial kepada orang lain. Hal ini

pun sebagaimana yang diinginkan Umar Bin Khattab dalam

penjelasan teoritis terhadap penerapan zakat yang kemudian

dijadikansebagai arahan yang bermanfaat dan dimasukkan ke dalam

hukum tasyri’ (Qardhawi, 2005: 54).

Khalifah Umar bin Khattab menerapkan prinsip keutamaan dalam

mendistribusikan harta Baitul Maal. Ia berpendapat bahwa kesulitan

yang dihadapi umat Islam harus diperhitungkan dalam menetapkan

bagian seseorang dari harta negara dan karenanya, keadilan

menghendaki usaha seseorang serta tenaga yang telah dicurahkan

dalam memperjuangkan Islam harus dipertahankan dan dibalas

dengan sebaik- baiknya (Karim, 2008: 64).

2. Diversifikasi terhadap objek zakat (zakat terhadap karet di

Semenanjung Yaman), tarif zakat (misalnya mengenakan dasar

advalorem, satu dirham untuk 40 dirham).

Kegiatan beternak dan memperdagangkan kuda dilakukan secara

besar-besaran di Syria dan di berbagai wilayah kekuasaan Islam

lainnya. Beberapa kuda mempunyai nilai jual yang tinggi, bahkan

pernah diriwayatkan bahwa seekor kuda Arab Taghlabi diperkirakan

bernilai 20.000 dirham dan orang-orang Islam terlibat dalam

perdagangan ini. Gubernur memberitahukan bahwa tidak ada zakat

Page 34: Skripsi Lengkap Feb-Akuntansi- Chaerul Akbar

27

atas keduanya. Kemudian mereka mengusulkan kepada khalifah agar

ditetapkan kewajiban zakat atas keduanya tetapi permintaan tersebut

tidak dikabulkan. Akhirnya, gubernur menulis surat kepada khalifah

dan Khalifah Umar menanggapinya dengan sebuah instruksi agar

gubernur menarik zakat dari mereka dan mendistribusikannya kepada

para fakir miskin serta budak-budak. Sejak itu, zakat kuda ditetapkan

sebesar satu dinar atau atas dasar ad valorem, seperti satu dirham

untuk setiap empat puluh dirham (Karim, 2008: 69).

Umar mengenakan zakat atas karet yang ditemukan di

Semenanjung Yaman, antara Aden dan Mukha, dan hasil laut karena

barang-barang tersebut dianggap sebagai hadiah dari Allah SWT.

Thaif dikenal sebagai tempat peternakan lebah, Kahlifah Umar juga

mengenakan zakat pada peternakan lebah ini. Menurut riwayat Abu

Ubaid, Umar membedakan madu yang diperoleh dari pegunungandan

madu yang diperoleh dari ladang. Zakat yang ditetapkan adalah

seperduapuluh untuk madu yang diperoleh dari pegunungan dan

sepersepuluh untuk madu yang diperoleh dari ladang (Karim, 2008:

69-70).

2.2.2.3 Khalifah Utsman Bin Affan

Pemerintahan Khalifah Utsman Bin Affan berlangsung selama 12 tahun.

Pada masa pemerintahannya, Khalifah Utsman Bin Affan tetap mempertahankan

sistem pemberian bantuan dan santunan serta memberikan sejumlah besar uang

kepada masyarakat yang berbeda-beda. Meskipun meyakini prinsip persamaan

dalam memenuhi kebutuhan pokok masyarakat, Utsman memberikan bantuan

yang berbeda pada tingkat yang lebih tinggi. Dengan demikian, dalam

Page 35: Skripsi Lengkap Feb-Akuntansi- Chaerul Akbar

28

pendistribusian harta Baitul Maal, Khalifah Utsman Bin Affan menerapkan prinsip

keutamaan seperti halnya Umar Bin Khattab (Kara et al., 2009: 28).

Dalam pengelolaan zakat, Khalifah Utsman Bin Affan melantik Zaid Bin

Sabit untuk mengelola dana zakat. Ia juga mendelegasikan kewenangan

menaksir harta yang dizakati kepada para pemiliknya masing-masing. Hal ini

dilakukan untuk mengamankan zakat dari berbagai gangguan dan masalah

dalam pemeriksaan kekayaan yang tidak jelas oleh beberapa oknum pengumpul

zakat. Disamping itu, Khalifah Utsman Bin Affan berpendapat bahwa zakat hanya

dikenakan terhadap harta milik seseorang setelah dipotong seluruh utang-utang

bersangkutan. Ia juga mengurangi zakat dari dana pensiun. Selama menjadi

Khalifah, beliau menaikkan dana pensiun sebesar 100 dirham disamping

memberikan rangsum tambahan berupa pakaian. Utsman juga memperkenalkan

tradisi mendistribusikan makanan di mesjid untuk para fakir miskin dan musafir

(Karim, 2008: 80).

2.2.2.4 Khalifah Ali Bin Abi Thalib

Masa pemerintahan Khalifah Ali Bin Abi Thalib berlangsung selama enam

tahun, selalu diwarnai dengan ketidakstabilan kehidupan politik. Sekalipun

demikian, Khalifah Ali Bin Abi Thalib tetap berusaha melaksanakan berbagai

kebijakan yang dapat mendorong peningkatan kesejahteraan umat Islam.

Menurut sebuah riwayat, ia secara sukarela menarik diri dari daftar penerimaan

dana bantuan Baitul Maal. Bahkan menurut riwayat yang lain, Ali memberikan

sumbangan sebesar 5000 dirham setiap tahun. Apa pun faktanya, kehidupan Ali

sangat sederhana dan sangat ketat dalam membelanjakan keuangan negara.

Dalam sebuah riwayat, saudaranya yang bernama Aqil pernah mendatangi

Khalifah Ali Bin Abi Thalib untuk meminta bantuan keuangan dari dana Baitul

Maal. Namun Ali menolak permintaan tersebut (Karim, 2008: 82-83).

Page 36: Skripsi Lengkap Feb-Akuntansi- Chaerul Akbar

29

2.2.3 Zakat di Indonesia

Sebagai sebuah negara yang memiliki populasi Muslim terbesar di dunia,

persoalan zakat pun menjadi tak dapat dipisahkan dari kehidupan sosial

masyarakat Indonesia. Sejarah perkembangan zakat di Indonesia mengalami

jalan panjang hingga saat ini. Sejak Islam masuk di Indonesia, secara otomatis

ajaran zakat pun berakumulasi dengan kehidupan masyarakat.

Menurut Aliboron (2010) sebelum tahun 1990-an, dunia perzakatan di

Indonesia memiliki beberapa ciri khas, antara lain :

1. Pada umumnya diberikan langsung oleh muzakki kepada mustahiq

tanpa melalui amil zakat. Keadaan seperti ini disebabkan antara lain

karena belum tumbuhnya lembaga pemungut zakat, kecuali di

beberapa daerah tertentu, misalnya BAZIZ (Badan Amil Zakat, Infaq

dan Shadaqah) DKI. Di daerah yang tidak ada BAZIZ umumnya

muzakki langsung memberikannya kepada mustahiq. Pemahaman

tentang zakat pun masih sederhana, yakni sebatas kewajiban ibadah

murni yang harus dikeluarkan tanpa perlu menghubung-hubungkan

dengan pemecahan berbagai problematika seperti kemiskinan.

2. Jika pun melalui amil zakat, hanya terbatas pada zakat fitrah.

Keadaan seperti ini tampak misalnya ketika memasuki bulan

Ramadhan atau hanya beberapa saat sebelum lebaran di mesjid-

mesjid, mushalla, secara dadakan dibentuk amil zakat untuk

menerimakan zakat fitrah yang dikeluarkan oleh masyarakat di sekitar

mesjid atau mushalla. Bahkan itupun masih terdapat anggota

masyarakat yang berpandangan lebih afdhal kalau menyerahkan

langsung zakat fitrahnya ke muzakki tanpa melalui amil zakat.

Page 37: Skripsi Lengkap Feb-Akuntansi- Chaerul Akbar

30

3. Zakat yang diberikan pada umumnya hanya bersifat konsumtif untuk

keperluan sesaat. Pada saat itu amil bertugas menerima dan

membagi zakat belum bersifat mengelola, sehingga tidak terlalu

dibutuhkan tuntutan profesionalitas. Maka amil hanyalah menjadi

profesi sambilan. Keadaan seperti ini didukung oleh cara pandang

masyarakat ketika itu yang umumnya bersifat konsumtif dan dapat

pula menjadi indikator lemahnya kepercayaan masyarakat kepada

amil zakat.

4. Harta obyek zakat hanya terbatas. Obyek zakat ketika itu terbatas

pada harta-harta yang eksplisit dikemukakan secara rinci dalam Al-

Qur’an maupun Hadits Nabi, yaitu emas perak, pertanian (terbatas

pada tanaman yang menghasilkan makanan pokok), peternakan

(terbatas pada sapi, kambing/domba), perdagangan (terbatas pada

komoditas-komoditas yang berbentuk barang), dan rikaz (harta

temuan). Ini diakibatkan masih lemahnya sosialisasi tentang zakat,

baik yang berkaitan dengan hikmah, urgensi dan tujuan zakat, tata

cara pelaksanaan zakat, harta obyek zakat, maupun kaitan zakat

dengan peningkatan kegiatan ekonomi maupun peningkatan

kesejahteraan masyarakat masih sangat jarang dilakukan.

Sejak tahun 1990-an zakat yang merupakan salah satu instrumental

Islam yang strategis dalam pembangunan ekonomi semakin populer di

Indonesia. Indikasi positif ini selain disebabkan oleh kesadaran menjalankan

perintah agama di kalangan umat Islam semakin meningkat dan menunjukkan

perkembangan yang menggembirakan. Bahkan setelah itu dorongan untuk

membayar zakat juga datang dari pemerintah dengan disahkannya perangkat

perundang-undangan berupa UU No. 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat.

Page 38: Skripsi Lengkap Feb-Akuntansi- Chaerul Akbar

31

Undang-undang ini telah melahirkan paradigma baru pegelolaan zakat yang

antara lain mengatur bahwa pengelolaan zakat dilakukan oleh  satu wadah, yaitu

Badan Amil Zakat (BAZ) yang dibentuk oleh pemerintah bersama masyarakat

dan Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang sepenuhnya dibentuk oleh masyarakat

yang terhimpun dalam ormas maupun yayasan-yayasan (Aliboron, 2010).

Dengan lahirnya paradigma baru ini, maka semua Badan Amil Zakat

(BAZ) harus segera menyesuaikan diri dengan amanat undang-undang yakni

pembentukannya  berdasarkan kewilayahan pemerintah negara mulai dari tingkat

nasional, provinsi, kabupaten/kota dan kecamatan. Sedangkan untuk desa/

kelurahan, mesjid, lembaga pendidikan dan lain-lain dibentuk unit pengumpul

zakat. Sementara sebagai Lembaga Amil Zakat (LAZ), sesuai amanat undang-

undang tersebut, diharuskan mendapat pengukuhan dari pemerintah sebagai

wujud pembinaan, perlindungan dan pengawasan yang harus diberikan

pemerintah. Karena itu bagi Lembaga Amil Zakat yang telah terbentuk di

sejumlah Ormas Islam, yayasan atau Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM),

dapat mengajukan permohonan pengukuhan kepada pemerintah setelah

memenuhi sejumlah persyaratan yang ditentukan (Aliboron, 2010).

2.3 Konsep Pajak

2.3.1 Sejarah dan Landasan Filosofis Pemungutan Pajak

Pajak sebenarnya sudah ada sejak zaman dahulu kala. Pada saat itu,

pajak biasanya ditarik untuk kebutuhan bersama, terutama untuk dana sebuah

peperangan, karena pada saat itu masyarakat masih melakukan perang guna

memperebutkan wilayah kekuasaan. Seperti di Mesir contohnya, penarikan pajak

sudah dilakukan sejak zaman fir’aun. Pada saat itu, nama penarik pajak disebut

dengan scribe. Di Yunani, pemungutan pajak disebut dengan eisphora, yaitu

pajak yang dikenakan guna membiayai suatu peperangan. Di Romawi, ada yang

Page 39: Skripsi Lengkap Feb-Akuntansi- Chaerul Akbar

32

namanya portoria, yaitu pemungutan pajak yang berhubungan dengan bea

masuk barang ekspor impor. Di Inggris, pada saat abad pertengahan Inggris

terkenal dengan perang yang berlangsung selama 100 tahun dengan Perancis

yang berakhir sekitar tahun 1453 M. Pada saat itu, mulai dikenal sistem pajak

yang dikenakan atas penghasilan, pajak kekayaan, kantor dan pajak seorang

pendeta. Pada saat itu pajak tanah juga mulai muncul, pajak atas kepemilikan

tanah dan bangunan. Di Amerika, sejarah pajak nampaknya sudah menjadi

pelopor pajak di era modern saat ini. Sejarah pajak di Amerika berlangsung

sangat panjang. Saat itu, rakyat Amerika dikenakan pajak atas penghasilan

mereka, yakni sekitar tahun 1812M. Pajak ini menggunakan tarif progressif, yaitu

0,08% untuk penghasilan di atas 60 pound dan 10% untuk penghasilan di atas

200 pound (Wahyu, 2010).

Secara umum pemungutan pajak yang teratur dan permanen di Indonesia

telah dikenakan pada masa kolonial. Tetapi pada masa kerajaan dahulu juga

telah ada pungutan seperti pajak, pungutan seperti itu dipersembahkan kepada

raja sebagai wujud rasa hormat dan upeti kepada raja, yang disampaikan rakyat

di wilayah kerajaan maupun di wilayah jajahan, figur raja dalam hal ini dapat

dipandang sebagi manifestasi dari kekuasaan tunggal kerajaan (negara).

Pada awal kemerdekaan pernah dikeluarkan Undang-Undang Darurat Nomor 12

Tahun 1950 yang menjadi dasar bagi pajak peredaran (barang), yang dalam

tahun 1951 diganti dengan Pajak Penjualan (PPn). Pengenaan pajak secara

sitematis dan permanen, dimulai dengan pengenaan pajak terhadap tanah, hal

ini telah ada pada zaman kolonial. Pajak ini disebut “landrent” (sewa tanah) oleh

Gubernur Jenderal Raffles dari Inggris. Pada masa penjajahan Belanda disebut

“landrente”. Peraturan tentang landrente dikeluarkan tahun 1907 yang kemudian

diubah dan ditambah dengan ordonansi landrente. Pada tahun 1932, dikeluarkan

Page 40: Skripsi Lengkap Feb-Akuntansi- Chaerul Akbar

33

ordonansi Pajak Kekayaan (PKk) yang beberapa kali diubah dengan Undang-

Undang Nomor 24 Tahun1964 (Ekonomikieta, 2009).

Penarikan atau pemungutan pajak adalah suatu fungsi yang harus

dilaksanakan oleh negara sebagai suatu fungsi esensial. Memang dibeberapa

negara yang sudah maju, pajak sudah merupakan suatu conditiesine qua non

bagi penambahan keuangan negara. Tanpa pemungutan pajak sudah bisa

dipastikan bahwa keuangan negara akan lumpuh lebih-lebih lagi bagi negara

yang sedang membangun seperti Indonesia, atau negara yang baru bebas dari

belenggu kolonialis pajak merupakan darah bagi tubuh negara. Atas dasar ini,

dapat disimpulkan bahwa landasan filosofis pemungutan pajak didasarkan atas

pendekatan “benefit apoprouch” atau pendekatan manfaat. Pendekatan ini

merupakan dasar fundamental atas dasar filolosofis yang membenarkan negara

melakukan pemungutan pajak sebagai yang dapat dipaksakan dalam arti

mempunyai wewenang dengan kekuatan pemaksa. Pendekatan manfaat (benefit

approuch) ini mendasarkan suatu falsafah: oleh karena negara menciptakan

manfaat yang dinikmati oleh seluruh warga negara yang berdiam dalam negara,

maka negara berwewenang memungut pajak dari rakyat dengan cara yang dapat

dipaksakan (Ekhardi, 2010).

Di dalam literatur ilmu keuangan negara, kita temukan teori-teori yang

memberikan dasar pembenaran atau landasan filosofis daripada wewenang

negara untuk memungut pajak dengan cara yang dapat dipaksakan. Teori-teori

tersebut adalah (Ekhardi, 2010):

1. Teori asuransi

Menurut teori ini, negara  dalam melaksanakan tugasnya/fungsinya,

mencakup pula tugas perlindungan terhadap jiwa dan harta benda

perseorangan. Oleh sebab itu, negara bekerja atau bertindak sebagai

Page 41: Skripsi Lengkap Feb-Akuntansi- Chaerul Akbar

34

perusahaan asuransi. Untuk perlindungan itu, warga negara

membayar premi dan pembayaran pajaklah yang dapat dipandang

sebagai premi itu. Teori ini sudah lama ditinggalkan, dan sekarang

praktis tidak ada lagi pembelanya, sebab negara tidak mengganti

kerugian  bila timbul kerugian  atas orang-orang yang bersangkutan,

misalnya dibunuh atau hartanya dicuri.

2. Teori kepentingan

Menurut teori ini, pajak itu mempunyai hubungan dengan kepentingan

individu yang diperoleh dari pekerjaan negara. Makin banyak

menikmati jasa dari pekerjaan pemerintah, makin besar juga

pajaknya.

3. Teori kewajiban pajak mutlak (teori pengorbanan)

Teori ini berpangkal tolak dari ajaran organik kenegaraan (Organische

Staatsleer) dan berpendirian  bahwa tanpa negara maka individu tidak

mungkin bisa hidup bebas berusaha dalam negara. Oleh karena itu,

negara mempunyai hak  mutlak untuk memungut pajak. Tanpa

negara, maka individu pun tidak ada, dan pembayaran pajak oleh

individu kepada negara adalah dipandang sebagai tanda

pengorbanan atau tanda baktinya kepada negara. Teori ini terlalu

menitikberatkan kepada negara yaitu seolah-olah individu itu tidak

dapat hidup tanpa negara, tetapi negara dapat hidup tanpa individu.

Padahal realitasnya tidak demikian, sebab negara pun tak mungkin

hidup/ada tanpa individu.

4. Teori gaya beli

Teori ini mengajarkan bahwa fungsi pemungutan pajak, jika

dipandang sebagai gejala dalam masyarakat disamakan dengan

Page 42: Skripsi Lengkap Feb-Akuntansi- Chaerul Akbar

35

pompa, yaitu mengambil gaya beli dari rumah tangga dalam

masyarakat untuk rumah tangga negara dan kemudian menyalurkan

kembali ke masyarakat dengan tujuan untuk memelihara hidup

masyarakat atau untuk kesejahteraan masyarakat secara

keseluruhan. Teori ini banyak penganutnya, karena kepraktisannya.

Teori ini berlaku sepanjang masa baik dalam ekonomi liberal, bahkan

juga dalam masyarakat sosialistis, meskipun tidak luput dari variasi-

variasi dalam coraknya. Teori ini tidak mempersoalkan asal mula

negara memungut pajak, melainkan hanya melihat kepada “efek”

yang baik sebagai dasar keadilan pemungutan pajak dan bukan

kepentingan individu, maupun bukan kepentingan negara, melainkan

kepentingan masyarakat yang meliputi keduanya.

5. Teori gaya pikul

Teori ini mengajarkan bahwa pemungutan pajak harus sesuai dengan

kekuatan membayar dari si wajib pajak (individu). Tekanan semua

pajak-pajak harus sesuai dengan gaya pikul si wajib pajak dengan

memperhatikan pada besarnya penghasilan dan kekayaan, juga

pengeluaran belanja wajib pajak tersebut.

2.3.2 Pengertian Pajak dan Unsur Pajak

Secara etimologi, pajak dalam bahasa Arab disebut dengan istilah

dharibah. Secara bahasa maupun tradisi, dharibah dalam penggunaannya

memang mempunyai banyak arti, namun para ulama memakai ungkapan

dharibah untuk menyebut harta yang dipungut sebagai kewajiban. Hal ini tampak

jelas dalam ungkapan bahwa jizyah dan kharaj dipungut secara dharibah, yakni

secara wajib. Bahkan sebagian ulama menyebut kharaj merupakan dharibah

(Gusfahmi, 2007: 27).

Page 43: Skripsi Lengkap Feb-Akuntansi- Chaerul Akbar

36

Menurut Qardhawi dalam Gusfahmi (2007: 31):

“Pajak adalah kewajiban yang ditetapkan terhadap wajib pajak, yang harus disetorkan kepada negara sesuai dengan ketentuan, tanpa mendapat prestasi kembali dari negara, dan hasilnya untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum di satu pihak dan untuk merealisasi sebagian tujuan ekonomi, sosial, politik dan tujuan-tujuan lain yang ingin dicapai oleh negara”.

Menurut Gaji Inayah dalam Gusfahmi (2007: 32):

“Pajak adalah kewajiban untuk membayar tunai yang ditentukan oleh pemerintah atau pejabat berwenang yang bersifat mengikat tanpa adanya imbalan tertentu. Ketentuan pemerintah ini sesuai dengan kemampuan si pemilik harta dan dialokasikan untuk mencukupi kebutuhan pangan secara umum dan untuk memenuhi tuntutan politik keuangan bagi pemerintah”.

Menurut Abdul Qadim Zallum dalam Gusfahmi (2007: 32), “Pajak adalah

harta yang diwajibkan Allah SWT kepada kaum Muslim untuk membiayai

berbagai kebutuhan dan pos-pos pengeluaran yang memang diwajibkan atas

mereka, pada kondisi baitul maal tidak ada uang/ harta”.

Menurut Rochmat Soemitro dalam Mardiasmo (2009: 1), “Pajak adalah

iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat

dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal atau kontraprestasi yang

langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran

umum”.

Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur-

unsur:

a. Iuran dari rakyat kepada negara.

Yang berhak memungut pajak hanyalah negara. Iuran tersebut

berupa uang dan bukan barang.

b. Berdasarkan undang-undang

Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang

serta aturan pelaksanaannya.

Page 44: Skripsi Lengkap Feb-Akuntansi- Chaerul Akbar

37

c. Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi dari negara yang secara

langsung dapat ditunjuk. Dalam pembayaran pajak tidak dapat

ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah.

d. Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, yakni

pengeluaran-pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas.

2.3.3 Fungsi Pajak

Menurut Mardiasmo (2009: 1-2) ada dua fungsi pajak, yaitu:

a. Fungsi Budgetair

Pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai

pengeluaran-pengeluarannya.

b. Fungsi Mengatur (regulerend)

Pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan

pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi.

2.3.4 Jenis-Jenis Pajak

a. Pajak Penghasilan (PPh), adalah pajak yang dikenakan terhadap Subjek

Pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam satu tahun

pajak. Subjek Pajak Pajak Penghasilan (PPh) adalah segala sesuatu

yang mempunyai potensi untuk memperoleh penghasilan dan menjadi

sasaran untuk dikenakan Pajak Penghasilan (Resmi, 2003:74).

Lebih lanjut, menurut Diana dan Lilis Setiawati (2009: 163), Pajak

Penghasilan dikenakan terhadap Subjek Pajak berkenaan dengan

penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Subjek

Pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan tersebut disebut

sebagai Wajib Pajak (WP). Wajib Pajak dikenai pajak atas penghasilan

yang diterima atau diperolehnya selama satu tahun pajak atau dapat pula

Page 45: Skripsi Lengkap Feb-Akuntansi- Chaerul Akbar

38

dikenai pajak untuk penghasilan dalam bagian tahun pajak apabila

kewajiban pajak subjektifnya dimulai atau berakhir dalam tahun pajak.

Adapun tarif pajak yang diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak

bagi Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri (Diana dan Lilis Setiawati,

2009: 295), yaitu:

LAPISAN PENGHASILAN KENA PAJAK TARIF PAJAK

Sampai dengan Rp. 50.000.000,00 5%

Di atas Rp. 50.000.000,00 s.d. Rp. 250.000.000,00 15%

Di atas Rp. 250.000.000,00 s.d. Rp. 500.000.000,00 25%

Di atas Rp. 500.000.000,00 30%

b. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Atas Barang

Mewah (PPn BM).

Menurut Yolina (2009: 15) “Pajak Pertmbahan Nilai (PPN) merupakan

salah satu jenis pajak yang akan selalu terjadi dalam perusahaan kecil

dan menengah baik yang bergerak di bidang perdagangan maupun jasa”.

Lebih lanjut, menurut Sukardji (2004: 3) “PPN adalah pajak objektif

yang mengandung pengertian bahwa timbulnya kewajiban pajak di bidang

PPN sangat ditentukan oleh adanya objek pajak”.

Menurut Diana dan Lilis Setiawati (2009: 630), PPnBM dikenakan

atas:

1. Penyerahan Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah yang

dilakukan oleh pengusaha yang menghasilkan Barang Kena Pajak

yang Tergolong Mewah tersebut di dalam Daerah Pabean dalam

kegiatan usaha atau pekerjaannya.

2. Impor Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah

c. Bea Perolehan atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), adalah pajak yang

dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan (Diana dan

Lilis setiawati, 2009: 677).

Page 46: Skripsi Lengkap Feb-Akuntansi- Chaerul Akbar

39

d. Bea Materai. Undang-Undang No. 13 Tahun 1985 menetapkan pajak atas

dokumen yang disebut Bea Materai. Pelaksanaanya diatur dengan

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 24 Tahun 2000 Tentang

Perubahan Tarif Bea Materai dan Besarnya Batas Pengenaan Harga

Nominal yang Dikenakan Bea Materai (Diana dan Lilis Setiawati, 2009:

739).

e. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Bumi adalah permukaan bumi dan

tubuh bumi yang ada di bawahnya. Bangunan adalah konstruksi teknik

yang ditanam atau diletakkan secara tetap pada tanah dan/atau perairan.

Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) diatur dalam Undang-Undang No. 12

Tahun 1985 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No.12

Tahun 1994 (Diana dan Lilis Setiawati, 2009: 711).

2.3.5 Syarat Pemungutan Pajak

Menurut Mardiasmo (2009: 2) agar pemungutan pajak tidak menimbulkan

hambatan atau perlawanan, maka pemungutan pajak harus memenuhi syarat

sebagai berikut :

a. Pemungutan pajak harus adil (syarat keadilan)b. Pemungutan pajak harus berdasarkan undang-undang (syarat yuridis)c. Tidak menganggu perekonomian (syarat ekonomis)d. Pemungutan pajak harus efisien (syarat finansial)e. Sistem pemungutan pajak harus sederhana.

2.3.6 Pengelompokan Pajak

Menurut Mardiasmo (2009: 5-6) pengelompokan pajak terdiri atas:

a. Menurut Golongannya

1. Pajak Langsung, yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh Wajib

Pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang

lain.

Page 47: Skripsi Lengkap Feb-Akuntansi- Chaerul Akbar

40

2. Pajak tidak Langsung, yaitu pajak yang pada akhirnya dapat

dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain.

b. Menurut Sifatnya

1. Pajak subjektif, yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada

subjeknya, dalam arti memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak.

2. Pajak Objektif, yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa

memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak.

c. Menurut Lembaga Pemungutnya

1. Pajak Pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan

digunakan untuk membiayai rumah tangga negara.

2. Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah Daerah

dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah.

2.4 Penerapan Pajak

2.4.1 Pajak Pada Masa Rasulullah SAW

Pada masa Rasulullah SAW juga sudah terdapat jizyah yaitu pajak yang

dibayarkan oleh orang nonmuslim khususnya ahli kitab, untuk jaminan

perlindungan jiwa, properti, ibadah, bebas dari nilai-nilai, dan tidak wajib militer.

Besarnya jizyah yakni satu Dinar per tahun untuk orang dewasa yang mampu

membayarnya. Tujuan utamanya adalah kebersamaan dalam menanggung

beban negara yang bertugas memberikan perlindungan, keamanan dan tempat

tinggal bagi mereka dan juga sebagai dorongan kepada kaum kafir untuk masuk

Islam. Jizyah merupakan hak Allah SWT yang diberikan kepada kaum Muslimin

dari orang-orang kafir sebagai tanda tunduknya mereka kepada Islam. Jizyah

masih terkait dengan hasil dakwah dan jihad kaum Muslimin. Pihak yang wajib

membayar Jizyah adalah para ahli kitab yaitu orang-orang Yahudi, Nasrani dan

Page 48: Skripsi Lengkap Feb-Akuntansi- Chaerul Akbar

41

yang bukan ahli kitab seperti orang-orang Majusi, Hindu, Budha dan Komunis

yang telah menjadi warga negara Islam (Nasution et al., 2006: 228).

Meskipun jizyah merupakan hal yang wajib, namun dalam ajaran Islam

ada ketentuannya, yaitu bahwa jizyah wajib dikenakan kepada seluruh

nonmuslim dewasa, laik-laki, yang mampu membayarnya. Sedangkan bagi

perempuan, anak-anak, orang tua dan pendeta dikecualikan sebagai kelompok

yang tidak wajib ikut bertempur dan tidak diharapkan mampu ikut bertempur.

Orang-orang miskin, penganggur, pengemis, tidak dikenakan pajak. Hasil

pengumpulan dana dari jizyah, digunakan untuk membiayai kesejahteraan umum

(Suprayitno, 2005: 179-180). Sebagaimana kewajiban tentang pembayaran

jizyah dalam firman Allah :

Artinya:

”Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian, mereka yang tidak mengharamkan apa yang telah diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya dan mereka yang tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), yaitu orang-orang yang telah diberikan Kitab, hingga mereka membayar jizyah (pajak) dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk”. (QS. At-Taubah: 29).

Di samping itu Rasulullah SAW juga memberlakukan kharaj, yaitu sejenis

pajak yang dikenakan pada tanah yang terutama ditaklukkan oleh kekuatan

senjata, terlepas dari apakah si pemilik itu seorang yang dibawah umur, seorang

dewasa, seorang bebas, budak, Muslim ataupun tidak beriman. Cara memungut

kharaj terbagi dua jenis: kharaj menurut perbandingan (Muqasimah) dan kharaj

tetap (Wazifah). Kharaj menurut perbandingan ditetapkan porsi hasil seperti

Page 49: Skripsi Lengkap Feb-Akuntansi- Chaerul Akbar

42

setengah atau sepertiga hasil itu. Sebaliknya, kharaj tetap adalah beban khusus

pada tanah sebanyak hasil alam atau uang persatuan lahan. Kharaj menurut

perbandingan pada umumnya dipungut pada setiap kali panen, sedangkan

kharaj tetap menjadi wajib setelah lampau satu tahun (Mannan, 1997: 250).

2.4.2 Pajak Pada Masa Khulafaurrasyidin

2.4.2.1 Khalifah Abu Bakar Ash-Shidiq

Pada masa kekhalifahannya, Abu Bakar tidak merubah kebijakan

Rasulullah SAW dalam masalah jizyah. Sebagaimana Rasulullah SAW, Abu

Bakar tidak membuat ketentuan khusus tentang jenis dan kadar jizyah, maka

pada masanya, jizyah dapat berupa emas, perhiasan, pakaian, kambing, onta,

atau benda-benda lainnya (Mofidrabbani, 2011). Abu Bakar juga melaksanakan

kebijakan pembagian tanah hasil taklukan, sebagian diberikan kepada kaum

Muslimin dan sebagian yang lain tetap menjadi tanggungan negara. Di samping

itu, Abu Bakar juga mengambil alih tanah-tanah dari orang-orang yang murtad

untuk kemudian dimanfaatkan demi kepentingan umat Islam secara keseluruhan

(Karim, 2008: 57).

2.4.2.2 Khalifah Umar bin Khattab

Pada masa kekhalifahannya, Umar telah merubah taksiran jizyah dari

ketetapan Nabi. Umar tidak lagi menggunakan ukuran dinar atau yang senilai

dengannya, tapi beliau menggunakan dirham. Selain itu beliau juga membeda-

bedakan standar jizyah berdasarkan kondisi perekonomian orangnya. Beliau

tidak ingin jizyah yang harus dibayarkan oleh kaum dzimmi (orang nonmuslim

yang tinggal di wilayah kekuasaan Islam) membebani mereka diluar

kemampuannya. Jizyah diambil sekali dalam setahun, dimulai dari awal bulan

Muharram dan ditutup akhir bulan Dzulhijjah. Untuk pengambilannya, diangkat

Page 50: Skripsi Lengkap Feb-Akuntansi- Chaerul Akbar

43

petugas khusus untuk menarik jizyah serta untuk pendistribusiannya yaitu amil

(pegawai pajak). Dalam pengangkatan pegawai pajak Umar melakukan seleksi

terlebih dulu terhadap orang yang bersifat jujur dan cocok untuk menduduki

posisi sebagai pegawai pajak. Kedudukan serta upah mereka merupakan bagian

dari Baitul Mal, bukan kewajiban dari kaum dzimmi. Petugas ini dilarang

mengambil sesuatu yang lebih dari besarnya jizyah yang telah ditetapkan atas

seorang dzimmi. Selain itu, petugas ini dilarang memukul atau menganiaya kaum

dzimmi waktu mengambil jizyah (Cahaya, 2008).

Adapun penentuan kharaj pada masa Umar Bin Khatab yaitu, kharaj

dibebankan kepada semua tanah yang berada di bawah kategori pertama,

meskipun pemilik tanah tersebut memeluk agama Islam. Dengan demikian, tanah

seperti itu tidak dapat dikonversi menjadi tanah ushr. Di Sawad, kharaj

dibebankan sebesar satu dirham dan satu rafiz (satu ukuran lokal) gandum dan

barley (sejenis gandum) dengan asumsi tanah tersebut dapat dilalui air. Harga

yang lebih tinggi yang dikenakan kepada ratbah (rempah atau cengkeh) dan

perkebunan (Karim, 2008: 67-68).

2.4.2.3 Khalifah Utsman Bin Affan

Khalifah Utsman bin Affan membuat beberapa perubahan administrasi

tingkat atas pergantian beberapa gubernur. Sebagai hasilnya, jumlah pemasukan

kharaj dan jizyah yang berasal dari Mesir meningkat dua kali lipat yakni dari 2

juta dinar menjadi 4 juta dinar setelah dilakukan penggantian gubernur dari Amar

kepada Abdullah bin Saad. Namun hal ini mendapat kecaman dari Amar.

Menurutnya pemasukan besar yang diperoleh Gubernur Abdullah bin Saad

merupakan hasil pemerasan penguasa terhadap rakyatnya. Dengan harapan

dapat memberikan tambahan pemasukan bagi Baitul Mal, Khalifah Utsman

Page 51: Skripsi Lengkap Feb-Akuntansi- Chaerul Akbar

44

menerapkan kebijakan membagi-bagikan tanah negara kepada individu-individu

untuk tujuan reklamasi. Dari hasil kebijakannya ini, negara memperoleh

pendapatan sebesar 50 juta dirham atau naik 41 juta dirham jika dibandingkan

pada masa Umar bin Khattab yang tidak membagikan tanah-tanah tersebut

(Kara et al., 2009: 29).

2.4.2.4 Khalifah Ali Bin Abi Thalib

Selama masa pemerintahannya, Khalifah Ali bin Abi Thalib menetapkan

pajak terhadap para pemilik hutan sebesar 4000 dirham dan mengizinkan Ibnu

Abbas, Gubernur Kufah, memungut zakat terhadap sayuran segar yang akan

digunakan sebagai bumbu masakan (Karim, 2008: 83). Jizyah disesuaikan

dengan keuangan mereka. Orang-orang kaya harus membayar lebih besar,

kelas menengah harus membayar jumlah dibawah orang kaya, dan orang yang

miskin membayar paling murah. Mereka yang miskin sekali atau tidak memiliki

sumber penghasilan yang tetap atau menggantungkan hidupnya dari orang lain

tidak perlu membayar jizyah. Begitu negara menerima jizyah dari mereka, kaum

Muslimin dilarang memperlakukan mereka secara keras dan zalim. Tanah, harta

kekayaan serta nyawa mereka dan sekaligus kehormatannya wajib dilindungi

karena sama sucinya dengan semua yang dimiliki oleh kaum Muslimin sendiri.

Hak-hak mereka tidak dapat ditindas dan dirampas atau pun dibebani beban

yang tidak dapat mereka tanggung. (marhabanyamarhaban.wordpress.com)

2.4.3 Pajak di Indonesia

Pemungutan pajak di Indonesia secara umum menganut sistem self

assessment. Sistem self assessment adalah sistem pemungutan pajak yang

memberi wewenang, kepercayaan, tanggung jawab kepada wajib pajak untuk

menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri besarnya

Page 52: Skripsi Lengkap Feb-Akuntansi- Chaerul Akbar

45

pajak yang harus dibayar. Wajib pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi

pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak

kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

perpajakan. (Diana dan Liis Setiawati, 2009: 1-2)

Selain sistem self assessment ada dua sistem lagi yang dipakai di

Indonesia (Ozha, 2011), yakni:

1. Official assessment, yaitu Pajak Terhutang Ditetapkan Oleh Pejabat

Pajak. Pajak dihitung negara, dalam hal ini oleh Petugas Pajak, dan

setelah ditetapkan kemudian Wajib Pajak diwajibkan membayar

berdasarkan perhitungan Petugas Pajak. Di Indonesia, sistem Official

Assesment dianut dalam hal pengenaan pajak, dilakukan berdasarkan

Hasil Pemeriksaan Pajak atau berdasarkan keterangan lainnya.

2. Witholding System, yaitu Pajak Terhutang Dihitung dan Dilaporkan

Melalui Pemotongan dan/atau Pemungutan oleh Pihak Lawan

Transaksi. Pajak yang diperoleh negara melalui sistem pemotongan

dan/atau pemungutan. Misalnya, suatu perusahaan membayar

imbalan jasa kepada perusahaan lain, maka atas imbalan jasa

tersebut wajib dipotong pajak dengan persentase tertentu oleh Pihak

Lawan Transaksi.

Konsekuensi sistem self assessment, setiap Wajib Pajak yang memiliki

penghasilan wajib mendaftarkan diri sendiri ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP).

Lebih lanjut, setiap Wajib Pajak wajib menghitung sendiri dan membayar pajak

yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

perpajakan dengan tidak menggantungkan pada adanya surat ketetapan pajak.

Pada prinsipnya pajak terutang pada saat timbulnya objek pajak yang dapat

dikenai pajak. Jadi, hutang pajak tidak timbul pada saat dibuatkan Surat

Ketetapan Pajak. Namun, untuk kepentingan administrasi perpajakan di

Page 53: Skripsi Lengkap Feb-Akuntansi- Chaerul Akbar

46

Indonesia saat terutangnya pajak tersebut ditetapkan sebagai berikut (Diana dan

Lilis Setiawati, 2009: 2):

1. Pada suatu saat, untuk Pajak Penghasilan yang dipotong oleh pihak ketiga.2. Pada akhir masa, untuk Pajak Penghasilan yang dipotong oleh pemberi

kerja, atau yang dipungut oleh pihak lain atas kegiatan usaha, atau oleh Pengusaha Kena Pajak atas pemungutan Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

3. Pada akhir tahun Pajak, untuk Pajak Penghsilan.

Jumlah pajak yang terutang yang telah dipotong, dipungut, atau pun yang

harus dibayar oleh Wajib Pajak setelah tiba saat atau masa pelunasan

pembayaran, oleh Wajib Pajak harus disetorkan ke Kas Negara melalui tempat

pembayaran yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

Jumlah pajak yang terutang menurut Surat Pemberitahuan yang disampaikan

oleh Wajib Pajak adalah jumlah yang sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan perpajakan. Jadi, jika Wajib Pajak telah menghitung dan

membayar besarnya pajak yang terutang secara benar, serta melaporkan dalam

Surat Pemberitahuan, tidak perlu diberikan surat ketetapan pajak ataupun Surat

Tagihan Pajak. Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain,

pajak yang dihitung dan dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan yang

bersangkutan tidak benar, misalnya pembebanan biaya ternyata melebihi yang

sebenarnya, Direktur Jenderal Pajak menetapkan besarnya pajak yang terutang

sebagaimana mestinya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan perpajakan (Diana dan Lilis Setiawati, 2009: 2-3).

Dengan melihat pelaksanaan pajak yang telah diuraikan di atas,

pengelolaan pajak di Indonesia terbilang sukses. Ini semua tidak lepas dengan

adanya administrasi pajak yang tentunya efisien dan efektif. Menurut Parwito

(2009: 8-9) administrasi pajak yang baik harus meliputi tiga aspek, yaitu:

1. Fungsi. Administrasi pajak sebagai fungsi meliputi fungsi

perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan.

Page 54: Skripsi Lengkap Feb-Akuntansi- Chaerul Akbar

47

Dalam fungsi perencanaan, administrasi pajak merencanakan apa

yang akan dicapai oleh fiskus, baik dalam jangka pendek, jangka

menengah maupun jangka panjang. Sebagai fungsi

pengorganisasian, administrasi pajak melakukan pengelompokan

tugas, tanggungjawab, wewenang sedemikian rupa sehingga tujuan

yang telah ditetapakan dapat tercapai secara efisien. Fungsi

palaksanaan meliputi pemberian motivasi kerja kepada para pegawai

sehingga mereka bekerja dengan semangat yang tinggi. Sedangkan

fungsi pengawasan, administrasi diperlukan untuk proses

pengamatan dan mengupayakan agar apa yang dilakukan sesuai

dengan yang direncanakan sebelumnya, sehingga jika terjadi

kesalahan dapat dilakukan tindakan koreksi atau pembetulan.

2. Sistem. Administrasi pajak sebagai suatu sistem merupakan

subsistem dari keuangan negara. Sedangkan keuangan negara

merupakan suatu sistem dari administrasi negara dan administrasi

negara pun merupakan subsistem dari kehidupan kenegaraan pada

umumnya. Dengan demikian, setiap sistem merupakan suatu

subsistem dari sistem yang lebih luas sehingga satu dengan lainnya

saling terkait dalam suatu lingkungan yang kompleks.

3. Lembaga. Administrasi pajak sebagai lembaga meliputi badan-badan

yang secara khusus menangani masalah perpajakan. Di Indonesia

lembaga tersebut adalah Direktorat Jenderal Pajak yang dalam

operasionalnya dibentuk instansi vertikal berupa Kantor Wilayah

dengan membawahi beberapa Kantor Pelayanan Pajak dan Kantor

Pemeriksaan Pajak, yang pada perkembangan selanjutnya Kantor

Wilayah membawahi Kantor Pelayanan Pajak yang mempunyai 4

Page 55: Skripsi Lengkap Feb-Akuntansi- Chaerul Akbar

48

fungsi (fungsi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan

pengawasan) seperti yang telah dijelaskan di atas.

2.5 Mekanisme Zakat Pengurang Penghasilan Kena Pajak

Dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP.163/PJ./2003

tentang Perlakuan Zakat atas Penghasilan dalam Penghitungan Penghasilan

Kena Pajak, dijelaskan dengan tegas bahwa zakat dapat mengurangi pajak

setelah memenuhi syarat-syarat sebagai berikut (Husain, 2010):

1. Zakat harus nyata-nyata dibayarkan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi

pemeluk agama Islam dan atau Wajib Pajak Badan Dalam Negeri

yang dimiliki oleh pemeluk agama Islam.

2. Zakat dibayarkan kepada BAZ (Badan Amil Zakat) atau LAZ

(Lembaga Amil Zakat) yang dibentuk atau disahkan oleh

pemerintah sesuai ketentuan Undang- undang Nomor 38 Tahun 1999

tentang Pengelolaan Zakat.

3. Zakat yang dibayarkan adalah penghasilan yang merupakan objek

pajak yang dikenakan pajak penghasilan yang tidak bersifat final.

4. Zakat penghasilan yang dibayarkan diakui sebagai pengurangan

PPh pada tahun zakat tersebut dibayarkan.

5. Melampirkan lembar ke-1 Surat Setoran zakat atau fotocopinya yang

telah dilegalisir oleh BAZ atau LAZ penerima setoran zakat yang

bersangkutan pada SPT tahuna pajak penghasilan tahun pajak

dilakukannya pengurangan zakat atas penghasilan tersebut.

Selanjutnya Surat Setoran Zakat yang dapat diakui sebagi bukti,

sekurang-kurangnya harus memuat:

a. Nama lengkap wajib pajak

b. Alamat jelas wajib pajak

Page 56: Skripsi Lengkap Feb-Akuntansi- Chaerul Akbar

49

c. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)

d. Jenis penghasilan yang dibayar zakatnya

e. Sumber atau jenis penghasilan dan bulan atau tahun

perolehannya

f. Besarnya penghasilan

g. Besarnya zakat atas penghasilan

Contoh kasus zakat sebagai pengurang Pajak Penghasilan (PPh):

Penerapan pajak dan zakat

Gaji satu bulan Rp. 1.500.000

Tunjangan istri/anak Rp. 50.000

Tunjangan perumahan Rp. 50.000

Tunjangan pendidikan anak Rp. 50.000

Tunjangan jabatan Rp. 50.000

Tunjangan transport Rp. 50.000

Jaminan Kecelakaan Kerja/JKK (0,24%) Rp. 3.600

Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (6%) Rp. 90.000 +

Penghasilan bruto Rp. 1.843.600

Pengurangan

Zakat 2,5% x Rp. 1.843.600 Rp. 46.090

Biaya jabatan 5% x Rp. 1.843.600 Rp. 92.180

Iuran pensiun Rp. 25.000

Iuran JHT (2%) Rp. 30.000 +

Rp. 55.000 Rp. 55.000 +

Rp. 193.270

Penghasilan netto sebulan Rp. 1.843.600

Rp. 193.270 -

Rp. 1.650.330

Penghasilan netto setahun Rp. 1.650.330 x 12 Rp. 19.803.960

PTKP (K/3)

a. Wajib sendiri Rp. 2.880.000

Page 57: Skripsi Lengkap Feb-Akuntansi- Chaerul Akbar

50

b. Tambahan status kawin Rp. 1.440.000

c. Tambahan untuk 3 anak

1.440.000 x 3 Rp. 4.320.000 +

Rp. 8.640.000

Penghasilan Kena Pajak Rp. 19.803.960

Rp. 8.640.000 -

RP. 11.163.960

Penghasilan Kena Pajak dibulatkan Rp. 11.163.000

PPh Pasal 21 setahun = 5% x Rp. 11.163.000 Rp. 558.150

PPh Pasal 21 sebulan = Rp. 558.150 : 12 Rp. 46.512

Penerapan pajak tanpa zakat

Gaji satu bulan Rp. 1.500.000

Tunjangan istri/anak Rp. 50.000

Tunjangan perumahan Rp. 50.000

Tunjangan pendidikan anak Rp. 50.000

Tunjangan jabatan Rp. 50.000

Tunjangan transport Rp. 50.000

Jaminan Kecelakaan Kerja/JKK (0,24%) Rp. 3.600

Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (6%) Rp. 90.000 +

Penghasilan bruto Rp. 1.843.600

Pengurangan

Biaya jabatan 5% x Rp. 1.843.600 Rp. 92.180

a. Iuran pensiun Rp. 25.000

b. Iuran JHT (2%) Rp. 30.000+

Rp. 55.000 Rp. 55.000+

Rp. 147.180

Penghasilan netto sebulan Rp. 1.843.600

Rp. 147.180 +

Rp. 1.990.780

Penghasilan netto setahun Rp. 1.990.780 x 12 Rp. 23.889.360

PTKP (K/3)

Page 58: Skripsi Lengkap Feb-Akuntansi- Chaerul Akbar

51

a. Wajib sendiri Rp. 2.880.000

b. Tambahan status kawin Rp. 1.440.000

c. Tambahan untuk 3 anak

1.440.000 x 3 Rp. 4.320.000 +

Rp. 8.640.000

Penghasilan Kena Pajak Rp. 23.889.360

Rp. 8.640.000 -

Rp. 15.249.360

Penghasilan Kena Pajak dibulatkan Rp. 15.249.000

PPh Pasal 21 setahun = 5% x Rp. 15.249.000 Rp. 762.450

PPh Pasal 21 sebulan = Rp. 762.450 : 12 Rp. 63.537

2.6 Pendapat Ulama Mengenai Penerapan Zakat dan Pajak

Pendapat Ulama dalam Hasan (1996: 36-37) tentang zakat dan pajak

sebagai berikut:

1. Pendapat Syekh Ulaith

Dalam fatwa beliau dari mazhab Maliki disebutkan, bahwa beliau

pernah memberi fatwa mengenai orang yang memiliki ternak yang

sudah sampai nisabnya. Kepada orang tersebut dipungut uang setiap

tahunnya, tetapi tidak atas nama zakat. Apakah orang itu boleh

berniat atas nama zakat, dan apakah kewajiban berzakat telah gugur

karena itu? Beliau dengan tegas menjawab: “ia tidak boleh berniat

zakat. Jika dia berniat zakat, maka kewajibannya tidak menjadi gugur,

sebagaimana telah difatwakan oleh Nasir al-Haqani dan al-Hatab”.

2. Fatwa Syekh Mahmud Syaltut

Dalam masalah yang dibicarakan ini beliau mengatakan, bahwa zakat

bukanlah pajak. Zakat pada dasarnya adalah ibadah harta. Memang

antara zakat dan pajak ada persamaannya, tetapi ada perbedaanya

dalam banyak hal. Pada prinsipnya pendapat beliau itu sama dengan

Page 59: Skripsi Lengkap Feb-Akuntansi- Chaerul Akbar

52

ulama-ulama yang mengatakan bahwa zakat dan pajak berbeda asas

dan sasarannya. Zakat kewajiban kepada Allah SWT sedang pajak

kewajiban kepada pemerintah.

3. Pendapat Syekh Abu Zahrah

Begitu ditanya orang mengenai pajak dan zakat beliau menjawab,

bahwa pajak itu sampai sekarang tidak memiliki nilai-nilai khusus,

yang dapat memberikan jaminan sosial, padahal tujuan pokok pajak

adalah menanggulangi masalah sosial kemasyarakatan. Zakat dapat

memenuhi tuntutan sebagai pajak. Tetapi pajak tidak mungkin dapat

memenuhi tuntutan zakat, karena pajak tidak menanggulangi

kebutuhan fakir miskin yang menuntut untuk dipenuhi. Zakat adalah

merupakan kewajiban dari Allah SWT dan tidak mungkin dihapuskan

oleh hamba-Nya. Zakat tetap dipungut sepanjang zaman, walaupun

fakir miskin telah tiada. Pemanfaatannya disalurkan untuk fi sabilillah.

Page 60: Skripsi Lengkap Feb-Akuntansi- Chaerul Akbar

53

2.7 Kerangka Berpikir

Konsep Zakat dan Konsep Pajak

Penerapan zakat pada

masa Rasulullah SAW,

masa

khulafaurrasyidin, dan

zakat di Indonesia

Penerapan pajak pada

masa Rasulullah SAW,

masa

khulafaurrasyidin, dan

pajak di Indonesia

Pendapat Ulama Tentang zakat dan pajak

Pengelolaan zakat secara efektif

dengan penerapan konsep pajak

Page 61: Skripsi Lengkap Feb-Akuntansi- Chaerul Akbar

54

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Jenis penelitian ini tergolong dalam penelitian pustaka atau literatur

(Library Research) berupa pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat.

Menurut Sangadji dan Sopiah (2010: 28), “Pengertian penelitian kepustakaan

adalah penelitian yang dilaksanakan dengan menggunakan literatur

(kepustakaan), baik berupa buku, catatan, maupun laporan hasil penelitian dari

penelitian terdahulu”.

3.2 Jenis dan Sumber Data

3.2.1 Jenis Data

1. Data Kualitatif adalah data yang tidak dapat diukur atau dinilai dengan

angka-angka secara langsung.

2. Data Kuantitatif adalah data yang dapat diukur atau dinilai dengan

angka-angka secara langsung.

3.2.2 Sumber Data

Sumber data yang digunakan pada penelitian ini adalah data sekunder,

yaitu data yang diperoleh dari berbagai literatur, seperti buku-buku yang

menunjang dengan obyek penelitian dan berkaitan dengan yang akan diteliti

dalam hal ini mengenai zakat dan pajak, jurnal dan website yang membahas

tentang kaitan zakat dan pajak, dan lain-lain yang berhubungan dengan

penelitian.

54

Page 62: Skripsi Lengkap Feb-Akuntansi- Chaerul Akbar

55

3.3 Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik pengumpulan data

berupa Penelitian Kepustakaan (Library Research). Teknik ini merupakan bentuk

penelitian yang dilakukan peneliti dengan mengumpulkan sejumlah data dengan

jalan membaca dan menulusuri literatur-literatur baik berupa buku-buku, majalah,

dan tulisan-tulisan ilmiah yang berhubungan dengan masalah yang akan

dibahas.

3.4 Teknik Analisis Data

Untuk membahas rumusan masalah yang pertama yaitu mengenai

persamaan dan perbandingan antara konsep zakat dan konsep pajak, peneliti

menggunakan metode deskripsi komparatif. Zakat dan pajak dianalisis mengenai

persamaan dan perbedaannya secara lebih rinci.

Untuk membahas rumusan masalah kedua yaitu mengenai

pendapat/pemikiran ulama mengenai penerapan konsep pajak pada zakat,

peneliti menggunakan metode deskripsi analisis. Dengan mengumpulkan

beberapa pendapat para ulama, dimulai dari pendapat umum para ulama

mengenai zakat dan pajak, ulama yang berpendapat bahwa ada kewajiban lain

atas harta selain zakat, ulama yang berpandapat bahwa pajak itu boleh, ulama

yang berpendapat bahwa pajak itu haram, dan yang terakhir alasan ulama

membolehkan pajak.

Sedangkan untuk membahas rumusan masalah ketiga mengenai

pengelolaan zakat secara efektif dengan penerapan konsep pajak digunakan

metode deskripsi analisis. Dengan memaparkan kelebihan yang dimiliki konsep

pajak terhadap konsep zakat kemudian dilakukan analisis apakah konsep

tersebut dapat diterapkan pada zakat, sehingga diperoleh pengelolaan zakat

secara efektif dengan penerapan konsep pajak.

Page 63: Skripsi Lengkap Feb-Akuntansi- Chaerul Akbar

56

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Persamaan dan Perbedaan Antara Zakat dan Pajak

4.1.1 Persamaan Antara Zakat dan Pajak

Terdapat beberapa persamaan pokok antara zakat dan pajak

(Hafidhuddin, 2002: 52-55), antara lain:

a. Unsur Paksaan

Seorang Muslim yang memiliki harta yang telah memenuhi persyaratan

zakat, jika melalaikan atau tidak menunaikannya, penguasa yang diwakili oleh

para petugas zakat wajib memaksanya. Hal ini sejalan dengan firman-Nya dalam

surat at-Taubah: 103.

Artinya:

“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui”.

Dalam sebuah riwayat, Rasulullah SAW bersabda:

“Barang siapa memberikannya (zakat) karena berharap mendapatkan pahala, maka baginya pahalanya. Dan barang siapa yang enggan mengeluarkannya, kami akan mengambilnya (zakat), dan setengah untanya, sebagai salah satu ‘uzmah (kewajiban yang dibebankan kepada para hamba) oleh Allah SWT. Tidak sedikitpun dari harta itu yang halal bagi keluarga Muhammad SAW.”

Demikian pula halnya seseorang yang sudah termasuk kategori wajib

pajak, dapat dikenakan tindakan paksa padanya, baik secara langsung maupun

tidak langsung, jika wajib pajak melalaikan kewajibannya. Tindakan paksa

56

Page 64: Skripsi Lengkap Feb-Akuntansi- Chaerul Akbar

57

tersebut dilakukan secara bertingkat mulai dari peringatan, teguran, surat paksa,

sampai dengan penyitaan.

b. Unsur Pengelola

Asas pelaksanaan pengelolaan zakat didasarkan pada firman Allah SWT

yang terdapat dalam surat at-Taubah: 60.

Berdasarkan ayat tersebut, dapatlah diketahui bahwa pengelolaan zakat

bukanlah semata-mata dilakukan secara individual, dari muzakki diserahkan

langsung kepada mustahiq, akan tetapi dilakukan oleh sebuah lembaga yang

khusus yang menangani zakat, yang memenuhi persyaratan tertentu yang

disebut dengan amil zakat. Amil zakat inilah yang memiliki tugas melakukan

sosialisasi kepada masyarakat, melakukan penagihan dan pengambilan, serta

mendistribusikannya secara tepat dan benar.

Dalam bab III Undang-Undang Republik Indonesia nomor 38 tahun 1999

tentang pengelolaan zakat dikemukakan bahwa organisasi pengelolaan zakat di

Indonesia ada dua macam, yaitu: Badan Amil Zakat (BAZ) dan Lembaga Amil

Zakat (LAZ).

Di samping berkaitan dengan perintah Al-Qur’an, pengelolaan zakat oleh

amil zakat ini mempunyai beberapa kelebihan atau keunggulan, antara lain:

1. Untuk menjamin kepastian dan disiplin pembayaran zakat.

2. Menjaga perasaan rendah diri para mustahiq zakat apabila

berhadapan langsung menerima haknya dari dari para wajib zakat

(muzakki).

3. Untuk mencapai efisiensi, efektivitas, dan sasaran yang tepat dalam

penggunaan harta zakat menurut skala prioritas yang ada pada suatu

tempat.

Page 65: Skripsi Lengkap Feb-Akuntansi- Chaerul Akbar

58

4. Untuk memperlihatkan syi’ar Islam dalam semangat penyelenggaraan

negara dan pemerintahan yang Islami.

Sementara itu dalam Bab II pasal 5 Undang-Undang nomor 38 tahun

1999, dikemukakan bahwa pengelolaan zakat melalui amil zakat bertujuan:

1. Meningkatkan pelayanan bagi masyarakat dalam menunaikan zakat

sesuai dengan tuntunan agama.

2. Meningkatkan fungsi dan peranan pranata keagamaan dalam upaya

mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan keadilan sosial.

3. Meningkatkan hasil guna dan daya guna zakat.

Adapun pengelolaan zakat, jelas harus diatur oleh negara. Hal ini sejalan

dengan pengertian pajak itu sendiri, yaitu iuran kepada negara (yang dapat

dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-

peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat

ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran

umum, berhubung dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.

c. Dari Sisi Tujuan

Dari sudut pembangunan kesejahteraan masyarakat, zakat memiliki

tujuan yang sangat mulia, seperti digambarkan oleh Muhammad Said Wahbah,

yaitu:

1. Menggalang jiwa dan semangat saling menunjang dan solidaritas

sosial di kalangan masyarakat Islam.

2. Merapatkan dan mendekatkan jarak dan kesenjangan sosial ekonomi

dalam masyarakat.

3. Menanggulangi pembiayaan yang mungkin timbul akibat berbagai

bencana, seperti bencana alam maupun bencana lainnya.

Page 66: Skripsi Lengkap Feb-Akuntansi- Chaerul Akbar

59

4. Menutup biaya-biaya yang timbul akibat terjadinya konflik,

persengketaan dan berbagai bentuk kekerasan dalam masyarakat.

5. Menyediakan suatu dana taktis dan khusus untuk penanggulangan

biaya hidup para gelandangan, pengangguran dan tuna sosial

lainnya, termasuk dana untuk membantu orang-orang yang hendak

menikah tetapi tidak memiliki dana untuk itu. Pada akhirnya, zakat

bertujuan untuk menciptakan kesejahteraan, keamanan, dan

ketentraman.

Demikian pula pajak, dalam tujuan relatif sama dengan tujuan di atas,

terutama dalam hal pembiayaan pembangunan negara untuk menciptakan

kesejahteraan masyarakat banyak. Sementara itu, Permono dalam Hafidhuddin

(2002: 55) mengemukakan bahwa terdapat persamaan dalam tujuan zakat dan

pajak, yaitu sebagai sumber dana untuk mewujudkan suatu masyarakat adil dan

makmur yang merata dan berkesinambungan antara kebutuhunan material dan

spiritual.

Lebih lanjut, menurut Nurhayati dan Wasilah (2009: 270-271) zakat dan

pajak mempunyai beberapa persamaan, yaitu:

1. Bersifat wajib dan mengikat atas harta yang ditentukan, dan ada

sanksi jika mengabaikannya.

2. Zakat dan pajak harus disetorkan pada lembaga resmi agar tercapai

optimalisasi penggalangan dana maupun penyalurannya.

3. Zakat dan pajak memiliki tujuan yang sama yaitu untuk membantu

penyelesaian masalah ekonomi dan pengentasan kemiskinan.

4. Tidak ada janji akan memperoleh imbalan materi tertentu di dunia.

5. Zakat dan pajak dikelolah oleh negara pada pemerintahan Islam.

Page 67: Skripsi Lengkap Feb-Akuntansi- Chaerul Akbar

60

4.1.2 Perbedaan Antara Zakat dan Pajak

Terdapat beberapa perbedaan pokok yang menyebabkan keduanya tidak

mungkin secara mutlak dianggap sama, meskipun dalam beberapa hal terdapat

beberapa persamaan di antara keduanya. Beberapa perbedaan mendasar

tersebut antara lain (Hafidhuddin, 2002: 55-59):

a. Dari Segi Nama

Secara etimologis, zakat berarti bersih, suci, berkah, tumbuh, maslahat,

dan berkembang. Artinya setiap harta yang dikeluarkan zakatnya akan bersih,

tumbuh, berkah dan berkembang. Demikian pula bagi muzakki. Hal ini sejalan

dengan firman Allah SWT. Dalam surat ar-Ruum: 39 dan Surat at-Taubah: 103.

Sedangkan pajak, berasal dari kata al-dharibah yang secara etimologis berarti

beban, seperti dalam kalimat: “Ia telah membebankan kepadanya upeti untuk

dibayarkan”.

Kadangkala diartikan pula dengan al-Jizyah yang berarti pajak tanah

(upeti), yang diserahkan oleh ahli dzimmah (orang yang tetap dalam kekafiran,

tetapi tunduk dalam aturan Islam) kepada pemerintah Islam. Allah SWT

berfirman dalam surat at-Taubah: 29

Artinya:

“Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah SWT dan tidak (pula) kepada hari kemudian dan mereka tidak mengharamkan apa yang telah diharamkan oleh Allah dan Rasulullah SAW. Tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (yaitu orang-orang) yang diberi al-kitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk.”

Page 68: Skripsi Lengkap Feb-Akuntansi- Chaerul Akbar

61

Tafsir departemen agama Republik Indonesia pada catatan kaki no. 638,

memberikan keterangan bahwa yang dimaksud dengan jizyah adalah pajak yang

dipungut oleh pemerintah Islam dari orang-orang yang bukan Islam sebagai

perimbangan bagi jaminan keamanan diri mereka sendiri.

b. Dari Segi Dasar Hukum dan Sifat Kewajiban

Zakat ditetapkan berdasarkan dengan nash-nash Al-Qur’an dan Hadits

Nabi yang bersifat qathi, sehingga kewajibannya bersifat mutlak atau absolut

sepanjang masa. Qardhawi menyatakan bahwa zakat adalah kewajiban yang

bersifat tetap dan terus-menerus. Ia akan berjalan terus selama Islam dan kaum

Muslimin ada di muka bumi ini. Kewajiban tersebut tidak akan dapat dihapuskan

oleh siapa pun. Seperti halnya shalat, zakat merupakan tiang agama dan

merupakan pokok ajaran Islam. Ia merupakan ibadah dalam rangka taqarrub

kepada Allah SWT, karenanya memerlukan keikhlasan ketika menunaikannya, di

samping sebagai ibadah yang mengandung berbagai hikmah yang sangat

penting dalam rangka meningkatkan kesejahteraan umat. Allah SWT berfirman

dalam surat al-Bayyinah: 5

Artinya:

“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah SWT dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat, dan yang demikian itulah agama yang lurus.”

Karena itu, dalam pembahasan fiqhiyyah, kajian zakat dimasukkan dalam

bagian ibadah, bersama dengan kajian thaharah (bersuci), shalat, shaum, dan

ibadah haji. Sedangkan pajak, keberadaannya sangat bergantung kepada

kebijakan pemerintah yang dituangkan dalam bentuk undang-undang. Di

Indonesia, misalnya, hukum pajak bersumber dan berdasarkan pada pasal 23

Page 69: Skripsi Lengkap Feb-Akuntansi- Chaerul Akbar

62

ayat 2 Undang-Undang Dasar 1945 bahwa segala pajak untuk keperluan negara

berdasarkan undang-undang.

c. Dari Sisi Objek, persentase dan Pemanfaatan

Zakat, memiliki nisab (kadar minimal) dan persentase yang sifatnya baku,

berdasarkan ketentuan yang tertuang dalam berbagai hadits Nabi. Nisab zakat

emas perak adalah senilai 85 gram dan persentase zakatnya adalah 2,5%.

Demikian pula zakat harta perdagangan, pertanian, peternakan, pertambangan,

dan komoditas-komoditas lainnya. Demikian pula pemanfaatan dan penggunaan

zakat, tidak boleh keluar dari asnaf yang delapan golongan, sebagaimana

tergambar dalam firman Allah surat at-Taubah: 60, meskipun terjadi perbedaan

pendapat di kalangan ulama tentang kriteria dari masing-masing mustahiq.

Sedangkan aturan besar dan pemungutan pajak sangat bergantung

kepada peraturan yang ada serta tergantung pula pada obyek pajaknya. Dalam

berbagai literatur dikemukakan bahwa besarnya pajak sangat bergantung

kepada jenis, sifat dan cirinya. Dilihat dari sifatnya terdapat berbagai macam

pajak, yaitu sebagai berikut:

1. Pajak Pribadi. Dalam hal ini pengenaan pajak lebih memperhatikan

keadaan pribadi seseorang, seperti istri, jumlah anak, dan kewajiban

finansial lainnya (PPh pribadi).

2. Pajak Kebendaan. Yang diperhatikan adalah obyeknya, pribadi wajib

pajak dikesampingkan (PPh Badan Hukum).

3. Pajak atas Kekayaan. Yang menjadi obyek pajak adalah kekayaan

seseorang atau Badan (PKK).

4. Pajak atas Bertambahnya Kekayaan. Pengenaannya didasarkan atas

seseorang yang mengalami kenaikan/pertambahan kekayaan,

biasanya dikenakan hanya satu kali.

Page 70: Skripsi Lengkap Feb-Akuntansi- Chaerul Akbar

63

5. Pajak atas Pemakaian (konsumsi). Pajak atas kenikmatan seseorang

(PRT/PPI).

6. Pajak yang Menambah Biaya Produksi. Yaitu pajak yang dipungut

karena jasa negara dengan secara langsung dapan dinikmati oleh

para produsen.

Jika zakat harus digunakan untuk kepentingan mustahiq yang berjumlah

delapan asnaf, maka pajak dapat dipergunakan dalam seluruh sektor kehidupan,

sekalipun dianggap sama sekali tidak berkaitan dengan ajaran agama.

Menurut Al-Habsyi dalam Hafidhuddin (2002: 59) perbedaan esensial

antara zakat dan pajak, antara lain:

1. Ketentuan kadar zakat yang diwajibkan oleh syari’at atas masing-

masing jenis harta, seperti 2,5%, 5 %, 10%, dan 20% yang tidak sama

dengan kadar atau persentase pajak yang ditentukan oleh setiap

pemerintahan atas setiap jenis penghasilan.

2. Niat khusus yang menyertai pengeluaran zakat sebagai ibadah dan

pendekatan diri kepada Allah SWT yang tidak dapat dipersamakan

dengan niat ketika membayar pajak kepada pemerintah.

3. Ketentuan khusus tentang orang-orang atau lembaga-lembaga

tertentu yang diperbolehkan maupun tidak diperbolehkan menerima

zakat, sebagaimana telah dirinci oleh Al-Qur’an dan hadits Nabi.

Lebih lanjut menurut Syarwat dalam Nurhayati dan Wasilah (2009: 270)

terdapat beberapa perbedaan antara pajak dan zakat, yaitu:

1. Zakat merupakan manifestasi ketaatan umat terhadap perintah Allah

SWT dan Rasulullah SAW sedangkan pajak merupakan ketaatan

seorang warga negara kepada ulil amrinya (pemimpinnya).

2. Zakat telah ditentukan kadarnya dalam Al-Qur’an dan hadits,

sedangkan pajak dibentuk oleh hukum negara.

Page 71: Skripsi Lengkap Feb-Akuntansi- Chaerul Akbar

64

3. Zakat hanya dikeluarkan oleh kaum Muslimin sedangkan pajak

dikeluarkan oleh setiap warga negara tanpa memandang apa agama

dan keyakinannya.

4. Zakat berlaku bagi setiap Muslim yang telah mencapai nisab tanpa

memandang di negara mana ia tinggal, sedangkan pajak hanya

berlaku dalam batas garis teritorial suatu negara saja.

5. Zakat adalah suatu ibadah yang wajib didahului oleh niat sedangkan

pajak tidak memakai niat.

6. Zakat harus dipergunakan untuk kepentingan mustahiq yang

berjumlah delapan asnaf (sasarannya), sedangkan pajak dapat

dipergunakan dalam seluruh sektor kehidupan.

Menurut Qardhawi dalam Husain (2010), terdapat beberapa perbedaan

pokok antara pajak dan zakat. Beberapa perbedaan tersebut antara lain sebagai

berikut:

1. Dari segi nama dan etiketnya/maknanya

Perbedaan dari segi nama dan maknanya, kata zakat menurut

bahasa berarti suci, tumbuh dan berkah. Syariat Islam memilih

kata zakat untuk mengungkapkan arti dan bagian harta yang

wajib dikeluarkan untuk fakir miskin dan mustahiq lainnya.

Adapun dharibah (pajak) diambil dari kata dharaba yang berarti

utang, pajak tanah, atau upeti, dan sebagainya, yaitu sesuatu

yang mesti dibayar, sesuatu yang menjadi beban.

2. Mengenai hakikat dan tujuannya

Perbedaan antara pajak dan zakat adalah bahwa zakat itu ibadah

yang diwajibkan kepada orang Islam sebagai tanda syukur kepada

Allah SWT. Adapun pajak adalah kewajiban dari negara semata-

mata.

Page 72: Skripsi Lengkap Feb-Akuntansi- Chaerul Akbar

65

3. Mengenai batas nisab dan ketentuannya

Zakat adalah hak yang ditentukan Allah SWT, yang menentukan

batas nisab bagi setiap macam benda dan membebaskan kewajiban

itu terhadap harta yang kurang dari nisab. Tidak ada yang boleh

mengubah dan mengganti apa yang telah ditentukan syariat.

Berbeda dengan pajak yang bergantung kepada kebijaksanaan

pemerintah dan kekuatan penguasa, baik mengenai objek,

persentase, harga dan ketentuannya.

4. Mengenai kelestarian dan kelangsungannya

Zakat adalah kewajiban yang bersifat tetap dan terus menerus. Ia

akan berjalan selagi Islam dan kaum Muslim ada di muka bumi ini.

Sedangkan pajak, tidak memiliki sifat yang tetap dan terus menerus,

baik mengenai jenis, persentase, maupun kadarnya. Tiap pemerintah

dapat mengurangi atau mengubah atas dasar pertimbangan dan

rasionalitas ekonomi. Bahkan adanya pajak itu sendiri tidak kekal, ia

akan tetap ada selagi diperlukan dan lenyap bila sudah tidak

dibutuhkan lagi.

5. Mengenai pengeluarannya

Zakat mempunyai sasaran khusus yang ditetapkan oleh Allah SWT

dalam Al-Qur’an dan sunnah Rasulullah SAW. Setiap Muslim dapat

membagikan zakatnya sendiri bila diperlukan. Sasaran itu adalah

kemanusiaan dan Islam. Sedangkan pajak dikeluarkan untuk

membiayai pengeluaran umum negara, sebagaimana ditetapkan oleh

peraturan penguasa.

Page 73: Skripsi Lengkap Feb-Akuntansi- Chaerul Akbar

66

6. Hubungannya dengan penguasa

Dalam kasus pajak, ada hubungan antara wajib pajak dengan

pemerintah yang berkuasa. Karena pemerintah yang mengadakan,

maka pemerintah pula yang memungutnya dan membuat ketentuan

wajib pajak. Adapun zakat adalah hubungan antara wajib zakat

dengan Tuhan-Nya. Allah-lah yang memberinya harta dan

mewajibkan membayar zakat, semata-mata karena mengikuti

perintah dan mengharap ridha-Nya.

7. Maksud dan tujuan

Zakat memiliki tujuan spiritual dan moral yang lebih tinggi dari pajak.

Tujuan yang luhur ini tersirat pada kata zakat itu sendiri yang

bermakna suci, tumbuh, dan berkah. Pajak tidak memiliki tujuan

luhur seperti zakat. Para ahli keuangan berabad-abad lamanya

menolak adanya tujuan lain pada pajak, selain untuk menghasilkan

pembiayaan (uang) untuk mengisi kas negara.

8. Dari sisi objek dan persentase serta pemanfaatannya

Zakat memiliki nisab (kadar minimal) dan persentase yang sifatnya

baku, berdasarkan ketentuan yang tertuang dalam berbagai hadits

Nabi. Demikian pula pemanfaatan dan penggunaan zakat, tidak

boleh keluar dari asnaf yang delapan, sebagaimana tergambar

dalam firman Allah SWT dalam Al-Qur’an surat at-Taubah [9]: 60.

4.2 Pendapat Ulama Mengenai Penerapan Zakat dan Pajak

4.2.1 Pendapat Ulama Tentang Zakat dan Pajak

Pendapat Ulama dalam Hasan (1996: 36-37) tentang zakat dan pajak

sebagai berikut:

Page 74: Skripsi Lengkap Feb-Akuntansi- Chaerul Akbar

67

1. Pendapat Syekh Ulaith

Dalam fatwa beliau dari mazhab Maliki disebutkan, bahwa beliau

pernah memberi fatwa mengenai orang yang memiliki ternak yang

sudah sampai nisabnya. Kepada orang tersebut dipungut uang setiap

tahunnya, tetapi tidak atas nama zakat. Apakah orang itu boleh

berniat atas nama zakat, dan apakah kewajiban berzakat telah gugur

karena itu? Beliau dengan tegas menjawab: “ia tidak boleh berniat

zakat. Jika dia berniat zakat, maka kewajibannya tidak menjadi gugur,

sebagaimana telah difatwakan oleh Nasir al-Haqani dan al-Hatab”.

2. Fatwa Syekh Mahmud Syaltut

Dalam masalah yang dibicarakan ini beliau mengatakan, bahwa zakat

bukanlah pajak. Zakat pada dasarnya adalah ibadah harta. Memang

antara zakat dan pajak ada persamaannya, tetapi ada perbedaannya

dalam banyak hal. Pada prinsipnya pendapat beliau itu sama dengan

ulama-ulama yang mengatakan bahwa zakat dan pajak berbeda asas

dan sasarannya. Zakat kewajiban kepada Allah SWT sedang pajak

kewajiban kepada pemerintah.

3. Pendapat Syekh Abu Zahrah

Begitu ditanya orang mengenai pajak dan zakat beliau menjawab,

bahwa pajak itu sampai sekarang tidak memiliki nilai-nilai khusus,

yang dapat memberikan jaminan sosial, padahal tujuan pokok pajak

adalah menanggulangi masalah sosial kemasyarakatan. Zakat dapat

memenuhi tuntutan sebagai pajak. Tetapi pajak tidak mungkin dapat

memenuhi tuntutan zakat, karena pajak tidak menanggulangi

kebutuhan fakir miskin yang menuntut untuk dipenuhi. Zakat adalah

merupakan kewajiban dari Allah SWT dan tidak mungkin dihapuskan

Page 75: Skripsi Lengkap Feb-Akuntansi- Chaerul Akbar

68

oleh hamba-Nya. Zakat tetap dipungut sepanjang zaman, walaupun

fakir miskin telah tiada. Pemanfaatannya disalurkan untuk fi sabilillah.

4.2.2 Ulama Yang Berpendapat Bahwa ada Kewajiban Lain atas Harta

Selain Zakat

Menurut Gusfahmi (2007: 179-181), beberapa ulama berpendapat bahwa

ada kewajiban lain atas harta selain zakat, yaitu:

1. Qadhi Abu Bakr al-Arabi seorang ahli fikih bermazhab Maliki, berkata

dalam Ahkam Al-Qur’an, bahwa:

Pada harta tak ada kewajiban selain zakat. Apabila telah diselesaikan,

kemudian sesudah itu datang kebutuhan mendesak, maka wajib bagi

orang kaya mengeluarkan hartanya untuk keperluan tersebut.

2. Imam Malik dalam Ahkam Al-Qur’an berkata:

Wajib kepada seluruh kaum Muslim menebus tawaran mereka,

meskipun harta mereka akan habis karenanya. Demikian pula apabila

pemerintah menolak membagikan zakat kepada para mustahik

setelah dilakukan pemungutan, apakah orang kaya wajib membantu

orang miskin. Sudah barang tentu masalah demikian perlu dipikirkan.

Menurut pendapat saya, yang paling tepat ialah, wajib menolong

mereka.

3. Imam Qurtubi dalam Tafsir al-Qurtubi, memperkuat pendapat Imam

Malik. Ia berkata:

Para ulama sependapat bila datang satu kebutuhan mendesak

kepada kaum Muslimin setelah membayar zakat, maka wajib kepada

mereka yang kaya mengeluarkan hartanya untuk menanggulangi

keperluan tersebut.

Page 76: Skripsi Lengkap Feb-Akuntansi- Chaerul Akbar

69

4. Imam al-Syatibi dalam al-I’tisham berkata:

Apabila harta Baitul Maal kosong, kemudian keperluan biaya militer

meningkat, maka Imam bila ia adil hendaklah membebankan biaya itu

kepada mereka yang kaya sekiranya dapat mencukupi keperluan

tersebut, sehingga Baitul Maal berisi kembali.

5. Ibnu Taimiyah dalam al-kabir, waktu menafsirkan kalimat “Tidak ada

hak dalam harta selain zakat,” berkata:

Bagi seseorang tidak ada yang wajib ditunaikan karena adanya harta

selain zakat. Oleh karena itu, ia punya kewajiban yang bukan

disebabkan oleh adanya harta, seperti kewajiban memberi nafkah

kepada kerabat dekat, istri, hamba sahaya dan hewan ternak. Juga

wajib menanggung orang yang kena denda (diah), ikut membantu

orang berutang dan orang yang ditimpa musibah. Dan wajib juga

memberi makan orang yang kelaparan, memberi pakaian mereka

yang tak punya pakaian dan kewajiban lain yang bersifat materi yang

disebabkan adanya suatu sebab. Bagi orang yang wajib naik haji,

harta merupakan syarat utama, sedangkan badan sebab utama dan

kesanggupan menjadi syarat. Harta dalam zakat merupakan sebab,

maka wajib zakat bila ada harta, sehingga bila di negerinya tidak ada

mustahiknya, hendaklah dipindahkan ke lain, karena zakat adalah hak

yang diwajibkan Allah SWT.

6. Mahmud Syaltut dalam Al-Fatawa berkata:

Apabila pemerintah atau pemimpin rakyat tidak mendapat dana untuk

menunjang kemaslahatan umum, seperti pembangunan sarana

pendidikan, balai pengobatan, perbaikan jalan dan saluran air, serta

mendirikan industri alat pertahanan negara di mana kaum hartawan

Page 77: Skripsi Lengkap Feb-Akuntansi- Chaerul Akbar

70

masih diam membelenggu tangannya, maka dibolehkan bagi

pemerintah, untuk memungut pajak dari kaum hartawan, untuk

meringankan pelaksanaan rencana pembangunan itu.

4.2.3 Ulama Yang Berpendapat Bahwa Pajak Itu Boleh

Menurut Gusfahmi (2007: 183-186), sejumlah Fuqaha dan ekonom Islam

menyatakan bahwa pemungutan pajak itu diperbolehkan, antara lain:

1. Abu Yusuf, dalam kitabnya al-Kharaj, menyebutkan bahwa:

Semua khulafaurrasyidin, terutama Umar, Ali dan Umar Ibnu Abdul

Aziz dilaporkan telah menekankan bahwa pajak harus dikumpulkan

dengan keadilan dan kemurahan, tidak diperbolehkan melebihi

kemampuan rakyat untuk membayar, juga jangan sampai membuat

mereka tidak mampu memenuhi kebutuhan pokok mereka sehari-

hari. Abu Yusuf mendukung hak penguasa untuk meningkatkan atau

menurunkan pajak menurut kemampuan rakyat yang terbebani.

2. Ibnu Kaldun dalam kitabnya Muqaddimah, dengan cara yang sangat

bagus merefleksikan arus pemikiran para sarjana Muslim yang hidup

pada zamannya berkenaan dengan distribusi beban pajak yang

merata dengan mengutip sebuah surat dari Thahir Ibnu Husain

kepada anaknya yang menjadi seorang gubernur di salah satu

provinsi:

Oleh karena itu, sebarkanlah pajak pada semua orang dengan

keadilan dan pemerataan, perlakuan semua orang sama dan jangan

memberi perkecualian kepada siapa pun karena kedudukannya di

masyarakat atau kekayaan, dan jangan mengecualikan kepada siapa

pun sekalipun petugasmu sendiri atau kawan akrabmu atau

Page 78: Skripsi Lengkap Feb-Akuntansi- Chaerul Akbar

71

pengikutmu. Dan jangan kamu menarik pajak dari orang melebihi

kemampuan membayar.

3. Marghinani dalam kitabnya al-Hidayah, berpendapat bahwa:

Jika sumber-sumber negara tidak mencukupi, negara harus

menghimpun dana dari rakyat untuk memenuhi kepentingan umum.

Jika manfaat itu memang dinikmati rakyat, kewajiban mereka

membayar ongkosnya.

4. M. Umer Chapra, menyatakan:

Hak negara Islam untuk meningkatkan sumber-sumber daya lewat

pajak disamping zakat telah dipertahankan oleh sejumlah fuqaha

yang pada prinsipnya telah mewakili semua mazhab fiqih. Hal ini

disebabkan karena dana zakat dipergunakan pada prinsipnya untuk

kesejahteraan kaum miskin, padahal negara memerlukan sumber-

sumber dana yang lain agar dapat melakukan fungsi-fungsi alokasi,

distribusi, dan stabilisasi secara efektif.

5. Hasan al-Banna, dalam bukunya Majmuatur-Rasa’il, mengatakan:

Melihat tujuan keadilan sosial dan distribusi pendapatan yang merata,

maka sistem perpajakan progresif tampaknya seirama dengan

sasaran-sasaran Islam.

6. Ibnu Taimiyah, dalam Majmuatul fatawa, mengatakan:

Larangan penghindaran pajak sekalipun itu tidak adil berdasarkan

argumen bahwa tidak membayar pajak oleh mereka yang

berkewajiban akan mengakibatkan beban yang lebih besar bagi

kelompok lain.

7. Abdul Qadim Zallum, dalam Al-Anwal fi Daulah al-Khilafah,

mengatakan:

Page 79: Skripsi Lengkap Feb-Akuntansi- Chaerul Akbar

72

Berbagai pos pengeluaran yang tidak tercukupi oleh Baitul Maal

adalah menjadi kewajiban kaum Muslimin. Jika berbagai kebutuhan

dan pos-pos pengeluaran itu tidak dibiayai, maka akan timbul

kemudharatan atas kaum Muslimin, padahal Allah SWT juga telah

mewajibkan negara dan umat untuk menghilangkan kemudharatan

yang menimpa kaum Muslimin. Jika terjadi kondisi tersebut, negara

mewajibkan kaum Muslimin untuk membayar pajak, hanya untuk

menutupi kekurangan biaya terhadap berbagai kebutuhan dan pos-

pos pengeluaran yang diwajibkan, tanpa berlebihan.

8. Sayyid Rasyid Ridha, yang pernah ditanya mengenai pungutan orang

Nasrani (Inggris) di India terhadap tanah, ada yang separuh dan ada

yang seperempat dari tanah tersebut. Bolehkah hal itu dianggap

sebagai kewajiban zakat, seperti 1/10 atau 1/20? Beliau menjawab:

Sesungguhnya yang wajib dari 1/10 atau 1/20 itu dari hasil bumi

adalah harta zakat yang wajib dikeluarkan pada delapan sasaran

(delapan asnaf) menurut nash. Apabila dipungut oleh amil dari Imam

dalam negara Islam, maka bebaslah pemilik tanah itu dari

kewajibannya dan Imam atau amilnya wajib membagikan zakat itu

kepada mustahiknya. Apabila tidak dipungut oleh amil, maka wajib

kepada pemilik harta untuk mengeluarkannya, sesuai dengan perintah

Allah SWT. Harta yang dipungut oleh Nasrani tadi, dianggap sebagai

pajak dan tidak menggugurkan kewajiban zakat. Orang itu tetap

mengeluarkan zakat. Hal ini berarti bahwa pajak tidak dapat dianggap

sebagai zakat.

Page 80: Skripsi Lengkap Feb-Akuntansi- Chaerul Akbar

73

4.2.4 Ulama Yang Berpendapat Bahwa Pajak Itu Haram

Menurut Hasan Turobi dalam Gusfahmi (2007: 186), “Pemerintahan yang

ada di dunia Muslim dalam sejarah yang begitu lama pada umumnya tidak sah.

Karena itu, para fuqaha khawatir jika diperbolehkan menarik pajak akan

disalahgunakan dan menjadi suatu alat penindasan”.

4.2.5 Alasan Ulama Membolehkan Pajak

Menurut Gusfahmi (2007: 186-188), ada beberapa ulama yang memberi

alasan untuk membolehkan pajak, yaitu:

1. Zallum berpendapat:

“Anggaran belanja negara pada saat ini sangat berat dan besar, setelah

meluaskan tanggung jawab ulil amri dan bertambahnya perkara-

perkara yang harus disubsidi, kadangkala pendapatan umum yang

merupakan hak baitul mal seperti fa’i, jiziyah, kharaj, ‘usyur dan khumus

tidak memadai untuk anggaran belanja negara, seperti yang pernah

terjadi di masa lalu, yaitu masa Rasulullah SAW, masa

Khulafaurrasyidin, masa Mu’awiyah, masa Abbasiyah, sampai masa

Ustmaniyah, di mana sarana kehidupan semakin berkembang. Oleh

karena itu, negara harus mengupayakan cari lain yang mampu

menutupi kebutuhan pembelanjaan baitul mal, baik dalam kondisi ada

harta maupun tidak”.

2. Maliki berpendapat:

“Karena menjaga kemaslahatan umat melalui berbagai sarana-sarana

seperti keamanan, pendidikan dan kesehatan adalah wajib, sedangkan

kas negara tidak mencukupi, maka pajak itu menjadi wajib. Walaupun

demikian, syara’ mengharamkan negara menguasai harta benda rakyat

dengan kekuasaannya. Jika negara mengambilnya dengan

Page 81: Skripsi Lengkap Feb-Akuntansi- Chaerul Akbar

74

menggunakan kekuatan dan cara paksa, berarti itu merampas, sedang

merampas hukumnya haram.”

3. Umer Chapra berpendapat:

“Sungguh tidak realistis bila sumber perpajakan (pendapatan) negara-

negara Muslim saat ini harus terbatas hanya pada lahan pajak (pos-pos

penerimaan) yang telah dibahas oleh para fuqaha. Situasi telah

berubah dan mereka perlu melengkapi sistem pajak (baru) dengan

menyertakan realitas perubahan, terutama kebutuhan massal terhadap

infrastruktur sosial dan fisik bagi sebuah negara berkembang dan

perekonomian modern yang efisien serta komitmen untuk

merealisasikan maqashid dalam konteks hari ini. Sambil melengkapi

sistem pajak, kita perlu memikirkan bahwa sistem tersebut tidak saja

harus adil, tetapi juga harus menghasilkan, tanpa berdampak buruk

pada dorongan untuk bekerja, tabungan dan investasi, serta

penerimaan yang memadai sehingga memungkinkan negara Islam

melaksanakan tanggung jawabnya secara kolektif.”

4.3 Pengelolaan Zakat Secara Efektif Dengan Menerapkan Konsep Pajak

Menurut peneliti kelebihan dari konsep pajak sehingga pengelolaan pajak

lebih sukses dari pada pengelolaan zakat, yaitu:

1. Adanya sanksi yang tegas terhadap wajib pajak yang lalai dalam

membayar pajak sedangkan pada zakat tidak ada sanksi bagi

muzakki (wajib zakat) karena pembayaran hanya didasarkan pada

kesukarelaan.

2. Penerimaan karyawan pada lembaga pajak adalah sumber daya

manusia berkualitas yang mempunyai pengetahuan perpajakan yang

Page 82: Skripsi Lengkap Feb-Akuntansi- Chaerul Akbar

75

matang tidak demikian pada lembaga zakat, pekerjaan menjadi

seorang pengelola zakat (amil) belumlah menjadi tujuan hidup atau

profesi dari seseorang, bahkan dari lulusan ekonomi syariah

sekalipun. Para pemuda ini meskipun dari lulusan ekonomi syariah

lebih memilih untuk berkarir di sektor keuangan seperti perbankan

atau asuransi, akan tetapi hanya sedikit orang yang memilih untuk

berkarir menjadi seorang pengelola zakat. Menjadi seorang amil

belumlah menjadi pilihan hidup dari para pemuda kita, karena tidak

ada daya tarik berkarir di sana. Padahal lembaga amil membutuhkan

banyak sumber daya manusia yang berkualitas agar pengelolaan

zakat dapat profesional, amanah, akuntabel dan transparan.

3. Sudah terprogram dan terencananya dengan baik administrasi

perpajakan yang terdiri dari: fungsi, sistem dan lembaga sedangkan

pada zakat masih belum jelas. Misalnya, saja pada fungsi terkait

masalah fungsi yang berkaitan dengan perencanaan,

pengorganisasian, pelaksanaan, serta pengawasan belum ada

pemisahan tugas diantaranya dan belum dijalankan secara serius.

Dari sistem, kebanyakan lembaga pengelola zakat belum memiliki

atau tidak memahami pentingnya sebuah sistem dalam kinerja

organisasinya serta belum terjalin komunikasi yang baik antara amil

zakat yang satu dengan amil zakat yang lain karena keterbatasan

SDM yang paham akan teknologi. Dari sisi lembaga, banyaknya

lembaga zakat yang masih belum jelas keberadaannya, sehingga ini

semua dapat mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap lembaga

zakat yang ada.

Page 83: Skripsi Lengkap Feb-Akuntansi- Chaerul Akbar

76

Menurut Arrsa (2008) adapun bentuk-bentuk kelemahan dalam

pengelolaan zakat di Indonesia, yaitu:

1. Kelemahan Pengelolaan Zakat dari Aspek Yuridis

Berdasarkan aspek yuridis terdapat kelemahan di dalam pelaksanaan

UU No. 38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat yaitu: pertama,

UU No. 38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat dinilai berpotensi

menghambat perkembangan zakat. Salah satunya adalah tidak

adanya pemisahan yang jelas antara fungsi regulasi, pengawasan,

dan pelaksanaan dalam mengelola zakat. Kondisi tersebut

dikhawatirkan memberikan dampak negatif bagi pengembangan

zakat. Oleh sebab itu di dalam praktik terdapat kondisi yang tidak

sehat. Misalnya, tidak ada pemisahan antara fungsi regulator,

pengawas, dan operator. Kedua, berdasarkan ketentuan pasal 11

ayat 3 UU No. 38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat yang

berbunyi, “Zakat yang telah dibayarkan kepada badan amil zakat atau

lembaga amil zakat dikurangkan dari laba/pendapatan sisa kena

pajak dari wajib pajak yang bersangkutan sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku”. Berdasarkan ketentuan pasal

tersebut zakat hanya berlaku sebagai pengurang penghasilan kena

pajak (PKP) sehingga tidak berdampak signifikan dalam mendorong

perkembangan zakat di Indonesia. Ketiga, berkaitan dengan aturan

organik mengenai teknis pelaksanaan dari UU No. 38 Tahun 1999

Tentang Pengelolaan Zakat hanya dalam bentuk keputusan dan

instruksi menteri. Keputusan tersebut adalah Keputusan Bersama

Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia dan Menteri Agama

Republik Indonesia Nomor 29 dan 47 Tahun 1991 tentang Pembinaan

Page 84: Skripsi Lengkap Feb-Akuntansi- Chaerul Akbar

77

Badan Amil Zakat, Infaq dan Shadaqah diikuti dengan Instruksi

Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1991 tentang

Pembinaan Teknis Badan Amil Zakat, Infaq, dan Shadaqah dan

Instruksi Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 7 Tahun

1998 tentang Pembinaan Umum Badan Amil Zakat, Infaq dan

Shadaqah. Oleh sebab itu pengaturan organik mengenai teknis

pengelolaan zakat di dalam undang-undang perlu disesuaikan dengan

hirarki peraturan perundang-undangan sebagaimana tertuang di

dalam pasal 7 UU No. 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan

Peraturan Perundang-Undangan.

2. Kelemahan Pengelolaan Zakat dari Aspek Sosiologis

Berdasarkan dari aspek sosiologis kelemahan yang terdapat pada

pengelolaan zakat yaitu: pertama, terbatasnya pengetahuan

masyarakat yang berkaitan dengan ibadah zakat. Pengetahuan

masyarakat tentang ibadah hanya shalat, puasa, dan haji. Kedua,

konsepsi zakat yang masih dirasa terlalu sederhana dan tradisional.

Sehingga di dalam pelaksanaanya hanya cukup dibagikan langsung

sendiri lingkungannya atau kepada kyai yang disenangi. Ketiga,

kepercayaan muzakki kepada lembaga amil zakat masih rendah yang

mana terdapat indikasi kekhawatiran dari masyarakat bahwa zakat

yang diserahkan tidak sampai kepada yang berhak menerimanya

(mustahiq). Berdasarkan survey PIRAC menyatakan bahwa

masyarakat masih menyalurkan zakatnya ke panitia penampung

zakat sekitar tempat tinggal 63,6%, masyarakat langsung

menyalurkan dana zakat kepada yang berhak menerima sebesar

Page 85: Skripsi Lengkap Feb-Akuntansi- Chaerul Akbar

78

20%, dan yang menyalurkan ke BAZ, LAZ, dan yayasan sosial

sebesar 12,5 %.

3. Kelemahan Pengelolaan Zakat Dari Aspek Institusi Dan Manajemen

Zakat

Terdapat dualisme di dalam institusi pengelola zakat dalam

menjalankan proses pengumpulan dan pendistribusian dana zakat.

Sebagaimana tertuang di dalam UU No. 38 Tahun 1999 Tentang

Pengelolaan Zakat dan Pasal 1 Keputusan Menteri Agama Nomor

373 Tahun 2003 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 38

Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat, menyebutkan bahwa

institusi pengelola zakat yaitu: pertama, Badan Amil Zakat adalah

organisasi pengelola zakat yang dibentuk oleh pemerintah terdiri dari

unsur masyarakat dan pemerintah dengan tugas mengumpulkan,

mendistribusikan dan mendayagunakan zakat sesuai dengan

ketentuan agama contoh BAZNAS, BAZDA. Kedua, Lembaga Amil

Zakat adalah institusi pengelola zakat yang dibentuk oleh masyarakat

dan dikukuhkan oleh pemerintah untuk melakukan kegiatan

pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan zakat sesuai

dengan ketentuan agama. Contoh: Dompet dhuafa, Pos Keadilan

Peduli Ummat, YDSF, Rumah Zakat. Berdasarkan realita kedua

lembaga tersebut sama-sama memiliki fungsi pengumpul dan

penyalur dana zakat. Sehingga fungsi yang demikian di rasa kurang

efektif dalam implementasinya di masyarakat. Berdasarkan aspek

manajemen kelemahan pada pengelolaan zakat yaitu: pertama,

lemahnya penerapan prinsip manajemen organisasi di dalam

pengelolaan dana zakat sehingga menyebabkan tingkat kepercayaan

Page 86: Skripsi Lengkap Feb-Akuntansi- Chaerul Akbar

79

(trust) dari masyarakat masih rendah. Kedua, rendahnya penguasaan

teknologi oleh institusi amil zakat.

Lebih lanjut menurut Mas’udi dalam Arif (2012), ada tiga kelemahan dasar

praktek zakat di kalangan umat Islam, yaitu :

1. Kelemahan Filosofis dan Epistomologis

Kelemahan pada sisi filosofis ini telah berlangsung lama sehingga

menyebabkan zakat, sebagaimana shalat, menjadi sekedar ritual

belaka yang terlepas dari konteks sosial yang melatarbelakangi

diwajibkannya zakat. Zakat dilaksanakan sekedar untuk memenuhi

kewajiban agama dan menggugurkan kewajiban saja. Akibatnya

ajaran zakat tercabut dari konteks sosial ekonomi atau dengan kata

lain zakat yang sarat dimensi sosial tersebut beralih menjadi

persoalan individu yang dampak sosialnya tidak terasa secara

signifikan.

2. Kelemahan Struktur Kelembagaan

Kelemahan dari segi filosofis berakibat pada kelemahan berikutnya,

yaitu kelemahan struktur zakat. Misalnya tentang konsep zakat itu

sendiri, objek atau harta yang harus dizakatkan, tarif zakat, sasaran

zakat, dan hal-hal lain yang selama ini menjadi monopoli pembahasan

ahli fiqih dengan pendekatan yang legal formalistik. Tak heran

kemudian definisi zakat yang dikemukakan oleh para ahli Sayyid

Sabiq bahwa zakat adalah nama bagi harta yang dikeluarkan manusia

dari hak Allah SWT kepada para fakir. Zakat pada satu sisi dipandang

secara kelembagaan yang seharusnya tidak immune (kebal) terhadap

perubahan, pada sisi lain zakat merupakan suatu “paket” aturan dari

Tuhan dan tidak dapat diotak-atik menurut rasionalitas manusia.

Page 87: Skripsi Lengkap Feb-Akuntansi- Chaerul Akbar

80

Dengan kata lain, zakat merupakan suatu konsep aturan yang pasti

ketentuan objek, tarif, dan sasaran pendistribusiannya, tanpa perlu

perekaan ulang sesuai dengan perkembangan sosial ekonomi

masyarakat. Dengan pemahaman seperti ini, maka jenis harta yang

wajib dizakatkan bersifat tetap dan tidak mengalami perubahan dari

jenis harta yang dikenai zakat pada masa Rasulullah SAW meskipun

konteks ruang dan waktunya berbeda dengan keadaan sekarang.

3. Kelemahan Manajemen Operasional

Zakat merupakan sumber pendapatan yang paling utama bagi negara

pada masa Rasulullah SAW. Dengan demikian, zakat dipungut oleh

negara dan didistribusikan oleh negara menurut pos-pos yang telah

ditentukan. Begitu pula pada masa Abu Bakar as-Shidiq dan Umar bin

Khattab, zakat masih tetap dipertahankan sebagai salah satu sumber

penerimaan negara. Pada masa Usman bin Affan, pengelolaan zakat

tidak lagi menjadi urusan negara, tetapi diserahkan kepada para

pemilik harta untuk menaksir zakatnya dan mendistribusikan kepada

para mustahiq. Hal ini bertujuan untuk mengamalkan zakat dari

gangguan dan masalah dalam pemeriksaan kekayaan yang tidak

jelas oleh beberapa pengumpul zakat yang nakal, sehingga Usman

kemudian mendelegasikan pengumpulan zakat kepada pemilik harta.

Dengan demikian, dimulailah era baru, dimana zakat terpisah dari

negara dan menjadi urusan pribadi. Agar kas negara tetap terisi,

pemerintah memusatkan perhatian kepada sumber penerimaan

negara lainnya yang secara ekonomis memadai dan dari sudut politis

lebih murah, yaitu kharaj dan jizyah. Berbeda untuk kasus Indonesia,

khususnya di daerah Jawa, pemegang “kekuasaan” tersebut adalah

Page 88: Skripsi Lengkap Feb-Akuntansi- Chaerul Akbar

81

para kyai atau ajengan yang dipandang sebagai tokoh-tokoh spiritual

yang paling berpengaruh di daerah pedesaan. Posisi mereka pun

disamakan dengan kedudukan penguasa formal dipemerintahan,

hanya saja wilayah kekuasaannya berbeda, yang pertama mengurusi

rohani, sedangkan yang kedua mengurusi hal-hal duniawi. Dari segi

penggunaannya, dana zakat lebih diarahkan kepada pembangunan

sarana fisik peribadatan seperti sarana fisik peribadatan seperti

pembangunan mesjid dan perayaan-perayaan peringatan

keagamaan. Padahal, seharusnya zakat tersebut ditujukan kepada

sasaran-sasaran zakat yang telah ditentukan menurut skala prioritas.

Melihat paparan diatas mengenai kelebihan konsep pajak terhadap zakat

serta kelemahan praktek zakat. Maka konsep pajak yang perlu diterapkan

sehingga diperoleh pengelolaan zakat yang efektif menurut peneliti, yaitu:

1. Setidaknya zakat mengikuti konsep pajak dalam hal pemberian sanksi

pada wajib pajak yang lalai dalam membayar pajak. Dalam hal ini

pemberian sanksi pada wajib zakat yang lalai dalam membayar

zakatnya, karena menunaikan zakat adalah suatu kewajiban

sebagaimana pada zaman Abu Bakar ash-Shidiq memerangi orang

yang tidak mau membayar zakat. Sehingga diperoleh pengumpulan

zakat yang maksimal.

2. Penerimaan karyawan dalam sebuah lembaga zakat sebaiknya

adalah SDM yang berkualitas yang betul paham akan akuntansi

syariah dan dilengkapi pengetahuan teknologi yang memadai ataupun

kalau perlu penerimaan karyawan ini harus lulusan mahasiswa

jurusan akuntasi syariah.

Page 89: Skripsi Lengkap Feb-Akuntansi- Chaerul Akbar

82

3. Administrasi pajak yang efisien dan efektif menurut Ciptoherijanto dan

Abidin dalam Abdalla (2010: 8-9) yang terdiri dari fungsi

(perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan),

sistem dan lembaga juga harus ada pada konsep zakat.

Dari sisi fungsi:

a. Dalam hal perencanaan, berkaitan dengan persiapan lembaga

dalam menghadapi masa depan, menetapkan sasaran,

menetapkan strategi, mengembangkan kebijakan pengumpulan

dan penyaluran zakat. Melalui desain perencanaan yang kuat

akan dapat menentukan kekuatan, kelemahan, tantangan dan

peluang apa saja yang akan dihadapi dalam proses pengambilan

dan penyaluran dana zakat sebagai manifestasi dana umat untuk

dan kembali untuk kepentingan umat.

b. Dalam hal pengorganisasian berkaitan dengan tugas lembaga

untuk menyusun struktur tugas, hubungan wewenang, desain

organisasi, spesialisasi pekerjaan, uraian pekerjaan, desain dan

analisis pekerjaan. Melihat kondisi pengelolan zakat di Indonesia

belum menunjukkan adanya bangunan organisasi yang kuat hal

ini tampak pada kerancuan diantara Badan Amil Zakat Nasional

dan Lembaga Amil Zakat swasta. Akibat yang di timbulkan adalah

akuntabilitas lembaga zakat menjadi paradigma yang

terkesampingkan. Sebagaimana di dalam pasal 6 UU No. 38

Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat secara ekspilisit

menunjukkan adanya ketimpangan dalam proses pembentukan

Badan Amil Zakat baik dalam skala nasional maupun skala daerah

dan swasta. Oleh sebab itu sebagai bentuk tanggung jawab

Page 90: Skripsi Lengkap Feb-Akuntansi- Chaerul Akbar

83

negara dalam rangka pengelolaan dana umat diperlukan adanya

sentralisasi pembentukan organisasi dan pengelolaan zakat.

Sehingga hubungan yang tercipta tidak hanya sekedar koordinatif

dan informatif akan tetapi juga bersifat instruktif.

c. Dalam hal pengendalian, pengendalian lembaga berkaitan dengan

pengendalian mutu pelayanan, pengendalian keuangan,

pengendalian mustahiq, pengendalian biaya, analisis

penyimpangan antara rencana dan realisasi.

Dari sisi lembaga:

a. Memberikan tanggung jawab kepada amil zakat atau Badan Amil

Zakat (BAZ) untuk bertindak dan bertanggung jawab memungut

zakat terhadap muzakki.

b. BAZ harus dibebankan tanggung jawab meneliti dan menghitung

harta muzakki.

c. Harus ada mekanisme yang jelas apabila muzakki membagi-bagi

zakatnya kepada mustahiq, perlunya memberikan bukti

pembayaran zakat kepada BAZ, kemudian disahkan oleh BAZ,

dan semestinya bisa digunakan sebagai bukti ketika membayar

pajak, guna mendapatkan pengurangan sesuai dengan besar

zakat yang telah dikeluarkan.

d. Lembaga pengelola zakat perlu mempunyai mekanisme

pengaturan diri, mulai dari penerapan kode etik amil zakat sampai

sertifikasi dan akreditasi lembaga. Sertifikasi dan akreditasi

lembaga pengelola zakat di Indonesia merupakan salah satu

upaya yang perlu dijajaki.  Melalui mekanisme ini lembaga

pengelola zakat akan dinilai oleh pihak ketiga, dengan kriteria

Page 91: Skripsi Lengkap Feb-Akuntansi- Chaerul Akbar

84

tertentu, mulai dari akuntabilitas keuangan, keterbukaan atau

transparansi, tata pengelolaan internal, dan sebagainya. Upaya ini

bisa dimulai dengan menerapkan rating terhadap lembaga-

lembaga amil zakat di Indonesia.  Rating ini mempunyai beberapa

tujuan. Pertama, untuk melakukan evaluasi kinerja lembaga-

lembaga amil zakat. Kedua, memotivasi lembaga amil zakat untuk

meningkatkan profesionalitas, akuntabilitas, dan

transparansi. Ketiga, memberikan panduan bagi muzakki atau

donatur dalam menyalurkan dananya. Dengan model rating ini

nantinya masyarakat akan mengetahui lembaga mana yang

amanah dan profesional, dan mana yang tidak.

4. Perlu ada sistem informasi zakat, disini Lembaga Amil Zakat harus

mampu menyusun suatu sistem informasi zakat yang terpadu antar

amil. Sehingga para Lembaga Amil Zakat ini saling terintegrasi satu

dengan lainnya. Sebagai contoh, penerapan ini adalah pada database

muzakki dan mustahiq. Dengan adanya sistem informasi ini tidak

akan terjadi pada muzakki yang sama didekati oleh beberapa

lembaga amil, atau mustahiq yang sama diberi bantuan oleh

beberapa Lembaga Amil Zakat. Namun bukan berarti dengan adanya

sistem informasi zakat ini, maka tidak ada lagi rahasia dan strategi

khas antar institusi. Sebab kehadiran sistem informasi zakat adalah

hanya untuk mempermudah mengenali titik-titik lokasi yang telah

digarap oleh suatu lembaga, dan titik lokasi mana yang belum

menerima bantuan. Hal ini dapat mencegah dimana akan terdapat

lokasi pemberdayaan yang “gemuk” dan ada lokasi yang “kurus”.

Karena tujuan utama kehadiran Lembaga Amil Zakat selain untuk

Page 92: Skripsi Lengkap Feb-Akuntansi- Chaerul Akbar

85

mengelola dana zakat, namun harus pula mampu mengkoordinasikan

agar zakat tersebut manfaat dan pengaruhnya dapat terasa bagi

peningkatan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat. Akan tetapi

sistem informasi ini haruslah dikelola oleh suatu institusi independen,

dan idealnya dikelola oleh negara.

5. Pembentukan direktorat zakat sebagai regulator dan pengawas

kinerja dari organisasi pengelola zakat dengan sistem kerja baru yang

lebih efektif. Lembaga ini diperlukan untuk mengatur segala sesuatu

terkait dengan pengelolaan zakat serta mengintegrasikan kinerja

anatar lembaga pengelola zakat. Direktorat zakat ini diharapkan dapat

bekerja sama dengan lembaga keuangan sehingga dana zakat yang

terkumpul dapat disalurkan sesuai dengan peruntukannya (mustahiq).

6. Pembentukan lembaga independen yang berperan sebagai auditor

yang khusus mengevaluasi kinerja lembaga pengelola zakat berupa

pengauditan laporan alokasi penyaluran dana zakat yang telah

terkumpul. Selanjutnya, hasil audit lembaga pengelola zakat

dipublikasikan kepada masayarakat. Hal ini dianggap penting sebagai

bagian dari akuntabilitas lembaga pengelola zakat tersebut.

Kepercayaan masyarakat memang merupakan faktor utama yang

menentukan besarnya dana zakat yang bisa dikelola.

Page 93: Skripsi Lengkap Feb-Akuntansi- Chaerul Akbar

86

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Mengenai penerapan konsep pajak pada zakat haruslah mengetahui

terlebih dahulu apakah zakat dan pajak itu, kemudian apa persamaan dan

perbedaan antara keduanya sehingga hal yang lebih dari konsep pajak dapat

diterapkan pada zakat sehingga dapat diperoleh pengelolaan zakat yang efektif.

Zakat sendiri adalah suci, tumbuh, berkembang. Berarti zakat itu mengeluarkan

harta agar menjadi suci kembali, tumbuh dan berkembang agar harta tersebut

tidak hanya berada dalam genggaman satu orang saja melainkan mengalir

kepada tangan-tangan lain yang berhak untuk mendapatkan harta tersebut.

Pajak sendiri adalah biaya yang harus dikeluarkan oleh warga negara kepada

negara untuk kepentingan negara.

Mengenai perbedaan dan persamaan antara zakat dan pajak banyak

pemikir yang berbeda pandangan, salah satunya Hafidhuddin yang mengatakan

bahwa zakat dan pajak mempunyai persamaan yakni mengandung unsur

paksaan dan unsur pengelola. Namun terdapat perbedaan diantara keduanya

dari segi nama, dasar hukumnya yang mana zakat berlandaskan pada Al-Qur’an

dan Hadits Nabi sedangkan pajak berdasarkan ketentuan pemerintah yang

tertuang dalam undang-undang, dan yang terakhir dari segi objek, tarif dan

pemanfaatannya. Zakat, memiliki nisab (kadar minimal) dan persentase yang

sifatnya baku, berdasarkan ketentuan yang tertuang dalam berbagai hadits Nabi.

Nisab zakat emas perak, harta perdagangan, pertanian, peternakan,

pertambangan, dan komoditas-komoditas lainnya adalah senilai 85 gram dan

persentase zakatnya adalah 2,5%. Pemanfaatan dan penggunaan zakat, tidak

86

Page 94: Skripsi Lengkap Feb-Akuntansi- Chaerul Akbar

87

boleh keluar dari asnaf yang delapan golongan. Sedangkan aturan pemungutan

pajak sangat bergantung kepada peraturan yang ada serta tergantung pula pada

obyek pajaknya. Dalam berbagai literatur dikemukakan bahwa besarnya pajak

sangat bergantung kepada jenis, sifat dan cirinya.

Adapun konsep pajak yang dapat diterapkan pada zakat sehingga

diperoleh pengelolaan zakat yang efektif, antara lain:

1. Setidaknya zakat mengikuti konsep pajak dalam hal pemberian sanksi

pada wajib pajak yang lalai dalam membayar pajak.

2. Penerimaan karyawan dalam sebuah lembaga zakat sebaiknya

adalah SDM yang berkualitas yang betul paham akan akuntansi

syariah dan dilengkapi pengetahuan teknologi yang memadai ataupun

kalau perlu penerimaan karyawan ini harus lulusan mahasiswa

jurusan akuntansi syariah.

3. Harus terbentuk administrasi zakat yang efisien dan efektif yang terdiri

dari fungsi, sistem dan lembaga yang betul-betul telah tersusun dan

terprogram dengan baik.

4. Perlu ada sistem informasi zakat, disini Lembaga Amil Zakat harus

mampu menyusun suatu sistem informasi zakat yang terpadu antar

amil.

5. Pembentukan direktorat zakat sebagai regulator dan pengawas

kinerja dari organisasi pengelola zakat dengan sistem kerja baru yang

lebih efektif.

6. Pembentukan lembaga independen yang berperan sebagai auditor

yang khusus mengevaluasi kinerja lembaga pengelola zakat berupa

pengauditan laporan alokasi penyaluran dana zakat yang telah

terkumpul.

Page 95: Skripsi Lengkap Feb-Akuntansi- Chaerul Akbar

88

5.1 Saran

Berikut peneliti sampaikan beberapa saran sebagai pokok pikiran yang

dapat peneliti sumbangkan dengan harapan saran tersebut dapat bermanfaat

bagi kita semua.

1. Apabila kita selaku umat Muslim yang dibebani kewajiban ganda

yaitu membayar zakat selaku umat Islam dan membayar pajak

selaku warga negara maka kita harus mematuhinya meskipun tujuan

di antara keduanya berbeda, pajak dan zakat tidak dapat dipisahkan

bagai roh dan badan, zakat adalah ruhnya dan pajak adalah

badannya.

2. Pemerintah perlu lebih serius dalam menangani masalah perzakatan

yang ada. Salah satunya dengan pembentukan lembaga pendukung

seperti lembaga audit serta peningkatan kinerja direktorat zakat.

Pemerintah juga diharapkan memberikan sosialisasi melalui berbagai

media mengenai zakat kepada masyarakat untuk meningkatkan

kesadaran masyarakat akan kewajibannya membayar zakat.

3. Masyarakat harus berperan aktif dalam mengawasi proses

pengelolaan zakat oleh organisasi zakat. Hal ini dapat meningkatkan

kinerja organisasi tersebut sehingga zakat dapat terkelola dengan

baik. Selain itu, kesadaran masyarakat dalam pembayaran zakat

sangat diharapkan sehingga zakat yang terkumpul dapat meningkat.

Sebaik apapun kinerja organisasi pengelola zakat, bila tidak ada

peran aktif dari masyarakat maka zakat tetap tidak akan terkelola

dengan baik.

Page 96: Skripsi Lengkap Feb-Akuntansi- Chaerul Akbar

89

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an dan Terjemahannya.

Abdalla, Taufiq Umar. 2010. Analisis Kesiapan Administrasi Pemungutan Pajak Bumi dan bangunan Berdasarkan Undang-Undang No. 28 tahun 2009. Skripsi. Depok: Program Pascasarjana Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Indonesia.

Al-Ba’ly, Abdul Al-Hamid Mahmud. 2006. Ekonomi Zakat: Sebuah Kajian Moneter dan Keuangan Syariah. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Al-Habsyi, Muhammad Bagir. 1999. Fiqih Praktis: Menurut Al-Qur’an, As-Sunnah dan Pendapat Para Ulama. Bandung: Mizan Anggota IKAPI.

Aliboron. 2010. Pengelolaan Zakat di Indonesia: Perspektif Peran Negara, (Online), (http://aliboron.wordpress.com/2010/10/26/pengelolaan-zakat-di indonesia-perspektif-peran-negara, diakeses 14 April 2012).

Anida, Ida. 2010. Pengaruh Pengendalian Intern Terhadap Efektivitas Pendayagunaan Dana Zakat. Skripsi. Bandung: Program Pascasarjana Fakultas Ekonomi Universitas Komputer Indonesia.

Arian. 2011. Zakat, Macam-Macam Zakat dan Pengertian Zakat, (Online), (http://arian-rasta.blogspot.com/2011/12/zakat-macam-macam-zakat-pengertian.html, diakses 30 Mei 2012).

Arif. 2012. Zakat dan Pajak Suatu Upaya Pengintegrasian, (Online), http://arif1501.blogspot.com/2012/06/zakat-dan-pajak-suatu upaya.html diakses 10 September 2012).

Arizta. 2011. Jenis-Jenis Zakat, (Online), ( http://arizta.mywapblog.com/jenis- jenis-zakat.xhtml, diakses 30 Mei 2012).

Arrsa. 2008. Peran Negara Dalam Merevitalisasi Pengelolaan Zakat Sebagai Upaya Strategis Menanggulangan Kemiskinan di Indonesia, (Online), http://www.legalitas.org/?q=content/peran-negara-dalam - merevitalisa - si-pengelolaan-zakat-sebagai-upaya-strategis-menanggulangan - kemiskinan-di-indonesia, diakses 10 September 2012).

Ash Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi. 2006. Pedoman Zakat. Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra.

Azizy, A. Qodri. 2004. Membangun Fondasi Ekonomi Ummat: Meneropong Prospek Perkembangannya Ekonomi Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset.

Bamz. 2011. Pengertian dan Macam-Macam Zakat, (Online), http://www.bamz.us/2011/12/pengertian-zakat-dan-macam-zakat.html, diakses 30 Mei 2012).

89

Page 97: Skripsi Lengkap Feb-Akuntansi- Chaerul Akbar

90

Cahaya. 2008. Administrasi Masa Umar, (Online), (http://cahayamt.blogspot.com, diakses 15 April 2012).

Chapra, M. Umar. 1999. Islam dan Tantangan Ekonomi: Islamisasi Ekonomi Kontemporer. Surabaya: Risalah Gusti.

Diana, Anastasia dan Lilis Setiawati. 2009. Perpajakan Indonesia: Konsep, Aplikasi dan Penuntun Praktis. Yogyakarta: C.V Andi Offset.

Djazuli, H. A. 2003. Fiqh Siyasah: Implementasi Kemaslahatan Umat dalam Rambu-Rambu Syari’ah. Bandung: Prenada Media.

Ekhardhi. 2010. Landasan Filosofis dan Asas-Asas Pemungutan Pajak, (Online), (http://ekhardhi.blogspot.com/2010/12/landasan-filosofis-dan-asas-asas.html, diakses 22 Juni 2012).

Gusfahmi. 2007. Pajak Menurut Syariah. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Hafidhuddin, Didin. 2002. Zakat dalam Perekonomian Modern. Jakarta: Gema Insani.

Hasan, M. Ali. 1996. Masail Fiqhiyah: Zakat, Pajak, Asuransi dan Lembaga Keuangan. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Husain. 2010. Zakat Penghasilan Sebagai Pengurang Penghasilan Kena Pajak, (Online), (http://risalah.fhunmul.ac.id/wp-content/uploads/2010/02/2.-Zakat-Penghasilan-Sebagai-Pengurang-Penghasilan-Kena-Pajak-Safarni-Husain.pdf, diakses 10 September 2012).

Ikatan Akuntan Indonesia. 2009. Exprosure Draft PSAK Syariah No. 109.

Ja’far, Muhammadiyah. 1997. Tuntunan Praktis Ibadah Zakat Puasa dan Haji. Cetakan ketiga. Jakarta Pusat: Kalam Mulia.

Kara, Muslimmin et al. 2009. Pengantar Ekonomi Islam. Makassar: Alauddin Pers.

Karim, Adiwarman Azwar. 2008. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. Edisi 3. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Kurnia, Hikmat dan A. Hidayat. 2008. Panduan Pintar Zakat. Jakarta: Qultum Media.

Mannan, M. Abdul. 1997. Teori dan Praktek Ekonomi Islam. Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Prima Yasa.

Mardiasmo. 2009. Perpajakan. Edisi Revisi. Yogyakarta: Andi.

Metwally, M. M. 1995. Teori dan Model Ekonomi Islam. Jakarta: PT. Bangkit Daya Insana.

Page 98: Skripsi Lengkap Feb-Akuntansi- Chaerul Akbar

91

Muhammad. 2009. Lembaga Ekonomi Mikro Syari’ah: Pergulatan Melawan Kemiskinan dan Penetrasi Ekonomi Global. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Muhammad, Rifqi. 2008. Akuntansi Keuangan Syariah: Konsep dan Implementasi PSAK Syariah. Yogyakarta: P3EI Press.

Mujahidin, Akhmad. 2007. Ekonomi Islam. Edisi 1. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Mofidrabbani. 2011. Sistem Ekonomi dan Fiskal Pada Masa Khulafaurrasyidin, (Online), (http://mofidrabbani.blogspot.com/2011/04/sistem-ekonomi-dan-fiskal-pada-masa_26.html, diakses 15 April 2012).

Nasution, Mustafa Edwin et al. 2006. Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Nurhayati, Sri dan Wasilah. 2009. Akuntansi Syari’ah di Indonesia. Jakarta: Salemba Empat.

Nuruddin, Amiur. 2010. Dari Mana Sumber Hartamu: Renungan tentang Bisnis Islami dan Ekonomi Syariah. Jakarta: Erlangga.

Ozha, Aulia Sandra. 2011. Pajak dan Zakat di Indonesia, (Online), http://auliasandra.wordpress.com/2011/05/28/pajak-dan-zakat-diIndonesia , diakses 15 April 2012).

Parwito, Andri. 2009. Analisis Atas Pengaruh Pemanfaatan Sistem E-Filing Terhadap Cost of Compliance. Tesis. Jakarta: Program Pascasarjana Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Departemen Ilmu Administrasi Universitas Indonesia.

Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam. 2008. Ekonomi Islam. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Qardhawi, Yusuf. 1995. Kiat Islam Mengatasi Kemiskinan. Jakarta: Gema Insani Press.

________. 2005. Spektrum Zakat: Dalam Membangun Ekonomi Kerakyatan. Jakarta: Zikrul Hakim.

Rahman, Afzalur. Doktrin Ekonomi Islam. Terjemahan oleh Nastangin Soeroyo. 1996. Yoyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf.

Resmi, Siti. 2003. Perpajakan: Teori dan Kasus. Jakarta: Salemba Empat.

Rifa’i, Moh. 1999. Ilmu Fiqih Islam Lengkap. Semarang: CV. Toha Putra.

Sangadji, Etta Mamang dan Sopiah. 2010. Metodologi Penelitian: Pendekatan Praktis dalam Penelitian. Yogyakarta: C.V Andi Offset.

Sukardji, Untung. 2004. Pokok-Pokok Pajak Pertambahan Nilai Indonesia. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Page 99: Skripsi Lengkap Feb-Akuntansi- Chaerul Akbar

92

Suprayitno, Eko. 2005. Ekonomi Islam: Pendekatan Ekonomi Makro Islam dan Konvensional. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Undang-Undang Republika Indonesia No.38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat.

Wahyu. 2010. Asal Muasal dan Sejarah Pajak, (Online), (http://wahyumedia19.blogspot.com/2010/04/asal-muasal-pajak.html, diakses, 22 Juni 2012).

Yolina, Meilani S. 2009. Dasar-Dasar Akuntansi Perpajakan.Yogyakarta: Tabora Media.

http://ekonomikieta.blogspot.com/2009/05/sejarah-perpajakan-di-indonesia secara.html, diakses 22 Juni 2012.

http://nasional.inilah.com/read/detail/1769621/menyelami-filosofi-zakat, diakses 22 Juni 2012.

http://jakarta45.wordpress.com/2009/07/19/sejarah-zakat-dari-zaman-pra-islam, diakses 22 Juni 2012.

http:www. marhabanyamarhaban.wordpress.com/about/makalah/ali-bin-abi-tahlib , diakses 15 April 2012.

http://www.republika.co.id/berita/ensiklopedia-islam/dakwah/10/12/24/154145-sejarah-awal-mula-kewajiban-zakat, diakses 22 Juni 2012.