skripsi - digilib.uin-suka.ac.iddigilib.uin-suka.ac.id/4027/1/bab i, v, daftar...
TRANSCRIPT
NIKAH SIRRI SEBAGAI SEBUAH SOLUSI BAGI PERNIKAHAN ANAK DI BAWAH UMUR
(STUDI KASUS DI DESA PETUNG KECAMATAN PANCENG KABUPATEN GRESIK)
SKRIPSI
DIAJUKAN KEPADA FAKULTAS SYARI’AH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
UNTUK MEMENUHI SEBAGIAN SYARAT-SYARAT MEMPEROLEH GELAR SARJANA STRATA SATU
DALAM ILMU HUKUM ISLAM
OLEH AHMAD BADRUT TAMAM
NIM. 05350095
PEMBIMBING 1. Drs. KHOLID ZULFA, M.Si. 2. SAMSUL HADI, S.Ag., M.Ag.
JURUSAN AL-AHWAL ASY-SYAKHSIYYAH FAKULTAS SYARI’AH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
2 0 0 9
ii
ABSTRAK
Fenomena nikah sirri dan nikah di bawah umur sudah menjadi dua fenomena yang tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia karena sudah terjadi sejak lama, bahkan setelah diberlakukannya Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 fenomena tersebut masih juga terjadi dan berlangsung hingga saat ini. Dari sini penyusun tertarik untuk meneliti fenomena nikah sirri anak di bawah umur yang ada di desa Petung kecamatan Panceng kabupaten Gresik jawa Timur.
Satu hal yang menarik dari fenomena nikah sirri anak di bawah umur yang ada di desa Petung yaitu karena sebagian masyarakat desa Petung menganggap bahwa nikah sirri adalah sebuah solusi bagi pernikahan anak di bawah umur, yang bertujuan untuk menghindarkan pasangan remaja yang sudah saling mencintai dari perbuatan zina. Lebih lanjut dalam penelitian ini penyusun ingin mencari jawaban dari dua pokok masalah yaitu: pertama, faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi terjadinya nikah sirri anak di bawah umur di di desa Petung, dan kedua, bagaimana pandangan masyarakat desa Petung terhadap peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang perkawinan di Indonesia.
Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research) yang bersifat deskriptif-analitik. Di dalam menganalisis data, penyusun menggunakan cara berfikir induktif, yang diikuti dengan pendekatan sosiologis sebagai pijakannya.
Dalam penelitian ini pada akhirnya disimpulkan bahwa, pertama, pada kenyatannya pernikahan sirri anak di bawah umur yang terjadi desa Petung bukan murni dilakukan karena faktor ketaqwaan (takut terjerumus ke dalam perzinaan), akan tetapi karena dipengaruhi oleh faktor-faktor lain seperti faktor kemauan anak dan restu orang tua, faktor tingkat kesadaran tentang lembaga perkawinan yang masih rendah, faktor tujuan untuk mengantisipasi terjadinya kehamilan di luar nikah (perzinaan), faktor pengaruh pergaulan dan lingkungan dan faktor kurangnya pengawasan pemerintah desa terhadap adanya fenomena pernikahan sirri anak di bawah umur. Kedua, sebagian masyarakat desa Petung (terutama para orang tua yang telah menikahkan anaknya yang masih di bawah umur secara sirri) berpendapat bahwa aturan-aturan yang terdapat dalam UU Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam yang menyatakan bahwa pernikahan hanya boleh dilakukan oleh seseorang yang sudah cukup umur serta pernikahan harus dicatatkan, aturan-aturan tersebut hanyalah merupakan syarat administratif belaka, yang tanpa itu pun pernikahan sudah dapat dianggap sah menurut agama, asalkan syarat dan rukun yang ditetapkan oleh agama telah terpenuhi.
Pada dasarnya masyarakat desa Petung sudah tahu dan paham terhadap ketentuan perundang-undangan yang mengatur tentang perkawinan (termasuk di dalamnya mengenai aturan yang mengharuskan pencatatan perkawinan dan larangan menikah bagi anak yang belum cukup umur), tetapi dengan tujuan untuk melegalkan apa yang mereka lakukan, mereka pun berargurmen dengan berbagai alasan untuk berkillah dari aturan-aturan tersebut agar mereka bisa melakukan apa yang mereka inginkan.
x
Ku Persembahkan karyaku ini buat
Bapak (Muliadi) dan Ma’e (Umaiyah) tercinta
serta Adikku (Fitrotul Azizah) tersayang
xi
MOTTO
M@ȇÔí@áÔnm@bàrîy‹ibË@óÏ@byb−@a@ÙÛ@Š@þaæbߌ@@M @
xii
KATA PENGANTAR
الرحيم الرحمن اهللا بسم, أعوذ باهللا من الشيطان الرجيم
وأنزل,أوتادا والجبال مهادا األرض وجعل ,ادالّرش سبيل إلى الهادي ,الجّواد الملك هللا الحمد
ال آثيرة بنعم علينا وأنعم ,ونباتا زرعا األرض من به ليخرج مبارآا ماء السماء من
والصالة والسالم على ختم األنبياء والمرسلين سيدنا وموالنا محمد وعلى ,األعداد تحصيها
عبده محّمدا أّن وأشهد له شريك ال وحده اهللا إال إله ال أن وأشهد ,اله وأصحابه أجمعين
.بعد أما ,للعباد ورحمة برآة اهللا جعله اّلذي ورسوله
Puji dan syukur hanyalah bagi Allah SWT., yang dengan kehendak dan
ke-Maha Besar-anNya penyusun dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada
waktunya (semester VIII). S}alawat dan salam semoga selalu terhaturkan kepada
junjungan umat, Nabi Muhammad. SAW., keluarga, para sahabat, serta orang-
orang yang mengikutinya hingga akhir zaman.
Alhamdulilla>h, Skripsi yang berjudul “Nikah Sirri Sebagai Sebuah
Solusi Bagi Pernikahan Anak Di Bawah Umur (Study Kasus Di Desa Petung
Kecamatan Panceng Kabupaten Gresik)” telah selesai tersusun. Alasan utama
pemilihan topik ini adalah karena penyusun melihat topik ini sangat unik dan
tidak pernah basi untuk dibahas hingga saat ini. Melalui skripsi ini, penyusun
ingin menyampaikan bahwa fenomena nikah sirri anak di bawah umur masih
banyak terjadi di Indonesia, khususnya di daerah pedesaan yang jauh dari sorotan
media, untuk itu perlu perhatian dari semua kalangan masyarakat agar fenomena
tersebut bisa lebih diminimalisir.
Penyusun dengan sepenuhnya menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan, walaupun dalam menyelesaikannya penyusun sudah mengerahkan
segala kemampuan. Untuk itu penyusun berharap akan adanya masukan, baik
berupa kritik atau saran yang sifatnya membangun untuk dilakukan perbaikan.
Perjalanan studi penyusun di Jurusan Al-Ahwal Asy-Syakhsiyyah
Fakultras Syari’ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta melibatkan bantuan dan
xiii
dorongan banyak pihak yang tidak mungkin penyusun sebutkan satu-persatu. Dan
atas keberhasilan penyelesaian skripsi ini, penyusun dengan rendah hati
menghaturkan terima kasih sedalam-dalamnya dan penghargaan yang tulus
kepada:
1. Bapak Prof. Drs. Yudian Wahyudi, M.A., P.hD. selaku Dekan Fakultas
Syari’ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Dan Bapak Drs. Supriatna,
M.Si. serta Ibu Fatma Amalia, S.Ag., M.Ag. selaku ketua dan sekretaris
jurusan Al-Ahwal Ays-Syakhsiyyah.
2. Bapak Drs. Khalid Zulfa, M.Si., selaku Pembimbing Akademik sekaligus
Pembimbing I, yang dengan penuh perhatian dan selalu meluangkan
waktu untuk memberikan bimbingan akademik dan telah memberikan
inspirasi, kritik-kritik dan saran-saran yang konstruktif sehingga
memotivasi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Dan kepada Bapak
Samsul Hadi, S.Ag., M.Ag. selaku Pembimbing II yang yang dengan
telaten meneliti segala ketidak tepatan dalam skripsi ini. Pada beliau
berdua, penyusun menghaturkan banyak terima kasih.
3. Bapak (Muliadi) dan Ma’e (Umaiyah) yang selalu mencurahkan kasih
sayang, cinta, dan perhatiannya yang tak tak terhingga serta selalu
memberi motivasi, baik moril maupun materiil terhadap penyusun.
Tetesan do’a kalianlah yang telah berhasil menciptakan aneka ‘keajaiban’
dalam hidupku. Kalau sekedar ucapan terima kasih, mungkin tidak akan
pernah cukup untuk segala yang telah kalian berikan kepadaku. Saya
hanya bisa berdo’a Jaza>kumullah Khairan Kas\i>ra>n.
4. Adikku satu-satunya (Izzah), terima kasih atas pengertiannya dan jangan
pernah berhenti untuk meraih apa yang kamu cita-citakan karena kakakmu
akan selalu mendukungmu.
5. Teman-temanku seperjuangan:
• Teman-temanku UKM KORDISKA khususnya korps “Angin”
2005, perjuangan, suka dan duka bersama kalian takkan pernah
terlupakan.
xiv
• Teman-temanku BEM-J AS dan FK-MASI, terima kasih telah
memeberiku kesempatan untuk berjuang bersama kalian, walaupun
hanya 5 bulan tapi bagiku itu sungguh luar biasa.
• Teman-temanku IMAGE-Jogja, terima kasih ide-ide kalian sungguh
luar biasa tapi ku berharap itu bukan sekedar wacana.
• Teman-temanku KKN, semoga 2 bulan yang kita lalui bersama
memberikan pengalaman dan makna tersendiri dalam hidup kita.
6. Untuk teman-teman @PokerYo, teruslah mengabdi dengan cara kalian
sendiri. Dan untuk temen-teman “Joko Tingkir” + “para Tingkirnita”,
kalian seperti keluarga bagiku. Terima kasih atas semuanya.
7. Teman-teman AS-B, kebersamaan yang kalian ciptakan telah mampu
membuat dunia baru, dunia yang penuh dengan aneka nuansa.
8. Untuk semua orang yang turut berperan dalam kelancaran proses berkarya
ini yang tak mungkin saya sebutkan satu-persatu. Untuk Sukes, yang sudi
menemaniku muter-muter Surabaya. Samsul, terima kasih printernya.
9. Kepada siapapun dan apapun yang tak berwujud, namun punya makna
dalam kehidupan penyusun.
Demikianlah ucapan hormat penyusun, semoga jasa dan budi baik mereka,
menjadi amal baik dan diterima oleh Allah dengan pahala yang berlipat ganda.
Akhirnya hanya kepada Allah jualah penyusun memohon ampunan dan
petunjuk dari segala kesalahan. Selebihnya tinggal asa dan do’a agar karya ini
bermanfaat adanya, terutama kepada penyusun, dan kepada para pembaca
umumnya. Amin.
Yogyakarta, 1 Rajab 1430 Hijriyah
24 Juni 2009 Masehi
Penyusun,
Ahmad Badrut Tamam
xv
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................................i
ABSTRAK... ...........................................................................................................ii
PERSETUJUAN SKRIPSI.....................................................................................iii
PENGESAHAN.......................................................................................................v
SISTEM TRANSLITERASI ARAB–LATIN........................................................vi
PERSEMBAHAN....................................................................................................x
MOTTO..................................................................................................................xi
KATA PENGANTAR...........................................................................................xii
DAFTAR ISI..........................................................................................................xv
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………….……..1
A. Latar Belakang Masalah…………………….………………......…….1
B. Pokok Masalah……………………………….………………….........6
C. Tujuan Dan Kegunaan…………………………………………..........7
D. Telaah Pustaka…………………………………………………..........8
E. Kerangka Teoretik……………………...............................................10
F. Metode Penelitian…………………………………………………....15
G. Sistematika Pembahasan…………………………………………….18
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN………...……..…21
A. Pengertian Dan Dasar Hukum Perkawinan………………………….21
B. Tujuan Perkawinan…………………………………………………..23
C. Pengertian Nikah Sirri Dan Nikah Di Bawah Umur……………...…24
xvi
D. Sahnya Perkawinan Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
……….................................................................................................28
E. Sahnya Perkawinan Menurut Hukum Islam…………………………37
BAB III PELAKSANAAN NIKAH SIRRI ANAK DI BAWAH UMUR DI
DESA PETUNG KECAMATAN PANCENG KABUPATEN
GRESIK……………………………………………….……………….44
A. Gambaran Sekilas Tentang Desa Petung…………………...……….44
1. Letak Geografis…………………………………………….….…47
2. Jumlah Penduduk……………………………………………..….48
3. Pemerintahan…………………………………………………......49
4. Mata Pencaharian Penduduk…………………………………......49
5. Pendidikan……………………………………………………..…53
6. Kondisi Keagamaan Dan Sosial Kemasyarakatan……..……...…54
B. Pelaksanaan Nikah Sirri Anak Di Bawah Umur Di Desa Petung.…..57
C. Akibat-akibat Nikah Sirri Anak Di Bawah Umur Terhadap Kehidupan
Berumah Tangga………………………………………………....….67
BAB IV ANALISIS TERHADAP PELAKSANAAN NIKAH SIRRI ANAK
DI BAWAH UMUR DI DESA PETUNG KECAMATAN PANCENG
KABUPATEN GRESIK………………………………………….…...72
A. Faktor-Faktor Yang Melatarbelakangi Terjadinya Nikah Sirri Anak Di
Bawah Umur Di Desa Petung…………………………………....….72
1. Faktor Internal…………………………………………….…..…73
2. Faktor Eksternal…………………………………………..……..78
xvii
B. Pandangan Masyarakat Desa Petung Terhadap Peraturan Perundang-
Undangan Yang Mengatur Tentang Perkawinan……………………85
BAB V PENUTUP………………………………………….…………………..90
A. Kesimpulan……………………………………………………….....90
B. Saran-Saran…………………………………………………....…….92
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………..….....94
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Lampiran I : Terjemahan……………………………………………….I
Lampiran II : Biografi Ulama………………………………………….III
Lampiran III : Struktur Pemerintahan Desa Petung……………………..V
Lampiran IV : Peta……………………………………………………...VI
Lampiran V : Interview Guide………………………………………..VII
Lampiran VI : Bukti Wawancara……………………………………......X
Lampiran VII : Surat-Surat Rekomendasi Riset……………………......XII
Lampiran VIII : Curiculum Vitae……………………………………....XIII
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Allah menciptakan segala sesuatu di alam dunia ini berpasang-
pasangan, ada siang dan malam, matahari dan bulan, panas dan dingin, atas
dan bawah, dan seterusnya. Ketentuan berpasangan itu pun dapat juga dilihat
dengan adanya jenis pria dan wanita pada manusia.1 Hal tersebut bertujuan
agar manusia selalu ingat akan kebesaran-Nya.2
Al-Qur’an menjelaskan bahwa seorang pria secara naluriah, di
samping mempunyai keinginan terhadap anak (keturunan), harta kekayaan,
jabatan dan juga sangat menyukai lawan jenisnya (wanita),3 demikian pula
seorang wanita. Untuk memberikan jalan yang terbaik bagi hubungan antar
manusia yang berlainan jenis itu, maka Islam sebagai sebuah agama yang
rah}mah lil-‘alami>n menetapkan suatu ketentuan yang sangat mulia yaitu yang
disebut dengan perkawinan. Perkawinan merupakan suatu perjanjian atau
kesepakatan untuk bergaul dan bercampur antara seorang pria dan wanita
dalam status suami istri. Di samping itu perkawinan juga merupakan ikatan
lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami-istri
1 An-Najm (53) : 45.
2 Az-|Z|a>riya>t (51) : 49.
3 A>li-Imra>n (3) : 14.
2
dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.4
Kata ”nikah” secara bahasa berasal dari bahasa Arab yang memiliki
arti menghimpun atau mengumpulkan. Sedangkan secara istilah ada beberapa
definisi nikah yang dikemukakan oleh ulama fiqh, seluruh definisi tersebut
mengandung esensi yang sama meskipun redaksionalnya berbeda. Intinya
nikah adalah akad yang menjadikan halalnya hubungan seksual antara
seorang pria dan seorang wanita, saling tolong-menolong di antara keduanya
serta menimbulkan hak dan kewajiban antara keduanya.5
Pemerintah Republik Indonesia melalui Pasal 2 ayat (1) Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan telah menegaskan bahwa
perkawinan dianggap sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing
agamanya dan kepercayaannya itu. Dengan demikian bagi warga Indonesia
yang beragama Islam berlaku hukum perkawinan Islam. Lebih lanjut
ditegaskan dalam Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
bahwa tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan
yang berlaku. Dengan demikian setiap perkawinan harus didaftar dan dicatat
oleh Pegawai Pencatat Nikah (PPN) di kantor pencatat nikah kecamatan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.6
4 Hal tersebut sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1974 Tentang Perkawinan.
5 Abdul Aziz Dahlan (ed), Ensiklopedi Hukum Islam, (Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 2001), hlm. 1329.
6 Pasal 2 ayat (1).Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan
3
Pelaksanaan pencatatan perkawinan tersebut kemudian diatur dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Pasal 2 PP tersebut
menegaskan bahwa pencatatan perkawinan bagi mereka yang melangsungkan
perkawinan menurut agama Islam dilakukan oleh pegawai pencatat nikah
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1954
Tentang Pencatatan Nikah, Talak dan Rujuk. Sedangkan bagi mereka yang
tidak beragama Islam (non muslim), pencatatannya dilakukan oleh pegawai
pencatat perkawinan pada kantor catatan sipil.7
Pencatatan perkawinan di samping bertujuan untuk ketertiban
administratif, juga bertujuan untuk melindungi hak-hak orang yang
melaksananakan perkawinan, serta sebagai bukti bahwa benar-benar telah
terjadi perkawinan.8 Jadi, perkawinan yang dilaksanakan di Indonesia harus
dicatatkan sesuai dengan aturan yang telah ditentukan. Perkawinan yang tidak
dicatatkan atau dilakukan di luar pengawasan pegawai pencatat nikah
dianggap tidak mempunyai kekuatan hukum.9
Perkawinan yang tidak dicatatkan sesuai dengan aturan yang telah
dijelaskan di atas biasanya dikenal dengan nikah sirri atau nikah di bawah
tangan. Secara administrasi negara pernikahan ini melanggar aturan yang
berlaku. Dengan demikian, nikah sirri bisa dianggap tidak mematuhi atau
7 Muhammad Amin Suma, Hukum Keluarga Islam Di Dunia Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004), hlm. 235.
8 Kompilasi Hukum Islam Pasal 5 ayat (1).
9 Ibid., Pasal 6 ayat (1).
4
tidak mentaati peraturan pemerintahan yang sah. Praktik nikah sirri ini masih
banyak terjadi di kalangan masyarakat Indonesia sampai sekarang.
Di samping suatu perkawinan harus dicatatkan, Undang-Undang
Perkawinan (UUP) juga mengatur tentang usia minimal bolehnya seseorang
untuk menikah. Disebutkan dalam UUP bahwa “perkawinan hanya diizinkan
jika pihak pria sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun) dan pihak
wanita sudah mencapai umur 16 (enam belas) tahun”.10 Hal tersebut juga
ditegaskan kembali dalam pasal 15 Kompilasi Hukum Islam.
Kematangan biologis dan psikologis calon mempelai merupakan salah
satu prinsip yang dianut oleh UUP, karena perkawinan mempunyai tujuan
yang sangat luhur yaitu untuk membentuk keluarga sakinah dan juga untuk
mendapatkan keturunan. Perkawinan yang dilakukan pada usia yang terlalu
muda dikhawatirkan akan menghasilkan keturunan yang kurang baik. Hal ini
bukan saja karena dihasilkan dari bibit yang belum matang, tetapi juga karena
kurangnya pengetahuan pasangan muda-mudi tadi tentang cara-cara
pengasuhan anak sehingga anak akan tumbuh dengan pola pengasuhan dan
pendidikan yang kurang maksimal. Oleh karena itu perkawinan yang belum
memenuhi syarat usia minimal bolehnya menikah harus diminimalisir untuk
mencegah terjadinya kekhawatiran-kekhawatiran tersebut.11
Bagi para pihak yang belum mencapai usia minimal bolehnya
menikah karena satu dan lain hal terpaksa harus menikah, Undang-Undang
10 Pasal 7 ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 1974.
11 Rahmat Hakim, Hukum Perkawinan Islam, cet. ke-1, (Bandung: Pustaka Setia, 2000), hlm. 144.
5
Perkawinan memberikan peluang dengan cara mengajukan permohonan
dispensasi ke Pengadilan Agama setempat, akan tetapi sebagian masyarakat
masih tabuh (kurang begitu mengetahui) tentang adanya dispensasi tersebut
sehingga tidak jarang sampai saat ini di masyarakat Indonesia masih
ditemukan beberapa kasus pernikahan sirri anak di bawah umur. Masyarakat
desa Petung kecamatan Panceng kabupaten Gresik adalah salah satu bukti
bahwa sampai saat ini penikahan sirri anak di bawah umur masih menjadi
fenomena yang hidup dalam masyarakat Indonesia, terutama di pedesaan.
Berangkat dari hal-hal tersebut, penyusun tertarik untuk meneliti fenomena
nikah sirri anak di bawah umur yang terjadi di desa Petung tersebut.
Desa Petung adalah salah satu desa yang berada di wilayah kecamatan
Panceng kabupaten Gresik yang masyarakatnya seratus persen beragama
Islam dan sebagian besar adalah alumni pondok pesantren. Hal ini sangat
wajar karena menurut sejarah yang berkembang di masyarakat, Gresik
terkenal dengan sebutan” kota santri”. Sebutan kota santri tersebut karena
beberapa hal, di antaranya dikarenakan mayoritas masyarakat Gresik adalah
kaum santri yang benar-benar paham dengan ajaran Islam, banyaknya jumlah
pesanten yang tersebar di wilayah Gresik, adanya makam beberapa wali di
antaranya makam Maulana Malik Ibrahim, makam Sunan Giri, makam
Fatimah Binti Maimun (salah satu bukti sejarah bahwa Islam telah masuk ke
bumi Jawa pada abad ke-11) dan makam-makam wali yang lain.12
12 Raditya, “Sejarah Singkat Kota Gresik”, http://raditzhu.wordpress.com/2007/
09/22/ sejarah-singkat-kota-gresik/, akses 16 April 2009.
6
Sebuah fenomena yang menarik untuk dikaji, sebuah desa yang
sebagian besar masyarakatnya adalah alumni pondok pesantren yang
notabennya adalah orang-orang yang paham dan mengerti akan hukum-
hukum agama, tetapi di lingkungannya masih terjadi pernikahan sirri anak di
bawah umur, yang itu sudah jelas dilarang oleh Negara. Bahkan ada sebagian
masyarakatnya yang menganggap bahwa nikah sirri tersebut adalah solusi
bagi pernikahan anak di bawah umur, yang bertujuan untuk menghindarkan
pasangan remaja yang sudah saling mencintai dari perbuatan zina.13
Dari penjelasan di atas kemudian muncul pertanyaan, apakah
terjadinya nikah sirri anak di bawah umur di desa Petung kecamatan Panceng
kabupaten Gresik memang dilatarbelakangi oleh faktor ketaqwaan atau
karena faktor-faktor lain seperti faktor sosial atau lingkungan, serta
bagaimana pandangan masyarakat desa Petung terhadap peraturan perundang-
undangan yang mengatur tentang perkawinan. Untuk menjawab semua itulah
penelitian ini dilakukan.
B. Pokok Masalah
Bertitik tolak dari uraian singkat pada latar belakang masalah di atas,
maka dapat dirumuskan dua pokok permasalahan sebagai berikut:
1. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi terjadinya nikah sirri anak di
bawah umur di desa Petung kecamatan Panceng kabupaten Gresik?
13 Wawancara dengan Bapak Shohibul Imam, salah satu tokoh masyarakat di desa
Petung, tanggal 15 Maret 2009.
7
2. Bagaimana pandangan masyarakat desa Petung terhadap peraturan
perundang-undangan yang mengatur tentang perkawinan di Indonesia?.14
C. Tujuan Dan Kegunaan
Tujuan dari penelitian ini adalah
1. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya nikah sirri
anak di bawah umur di Petung kecamatan Panceng kabupaten Gresik.
2. Untuk menjelaskan pandangan masyarakat desa Petung terhadap peraturan
perundang-undangan yang mengatur tentang perkawinan di Indonesia.
Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah
1. Bagi kehidupan secara umum, yaitu membangun kesadaran hukum bagi
kebanyakan masyarakat yang masih beranggapan bahwa nikah sirri anak
di bawah umur merupakan sebuah solusi untuk mencegah terjadinya
perzinaan, serta untuk untuk menjelaskan bahwa nikah sirri anak di
bawah umur mempunyai akibat-akibat negatif bagi para pelakunya.
2. Sebagai sumbangsih keilmuan bagi ilmu pengetahuan pada umumnya, dan
khususnya bagi disiplin ilmu hukum positif serta ilmu hukum Islam
bidang perkawinan.
3. Memperluas wawasan ilmu pengetahuan bagi penyusun pada khususnya
dan bagi masyarakat luas pada umumnya.
14 Yang dimaksud dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang
perkawinan di Indonesia pada penelitian ini adalah pasal-pasal dalam Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam yang ada kaitannya dengan pencatatan perkawinan dan larangan pernikahan di bawah umur.
8
D. Telaah Pustaka
Diskursus mengenai pernikahan sirri dan pernikahan di bawah umur
sudah banyak dituangkan dalam beberapa penelitian, di antara penelitian-
penelitian tersebut yang mirip dengan penelitian yang penyusun tulis antara
lain: skripsi karya Suwandi berjudul “Status Hukum Dan Dampak Pernikahan
Yang Tidak Tercatat (Studi Kasus Pada Wilayah Kerja KUA Kecamatan
Nglipar Kabupaten Gunung Kidul)”. Skripsi ini lebih menitik beratkan pada
dampak yang menimpa anak yang dilahirkan terkait dengan statusnya sebagai
akibat dari status perkawinan orang tuanya.15
Skripsi karya Syarif Hidayat berjudul “Status Hukum Nikah Sirri di
Indonesia (Penetapan Dengan Metode Sadd az-|Z|ari>’ah)” yang menjelaskan
bahwa nikah sirri lebih banyak mendatangkan ke-mad}arat-an dan
kemafsadatan yang nyata, di antaranya adalah tidak adanya jaminan kepastian
hukum terhadap kehormatan, keturunan dan harta, oleh sebab itu ditetapkan
hukum haram bagi penerapannya.16
Skripsi karya Muhtar as-Shidiqi berjudul “Nikah Sirri di Kecamatan
Klaten Utara (Sebuah Tinjauan Yuridis Dan Normatif)”. Dalam skripsi ini
disimpulkan bahwa pernikahan sirri yang terjadi di daerah tersebut tidak sah
15 Suwandi, “Status Hukum Dan Dampak Pernikahan Yang Tidak Tercatat (Studi
Kasus Pada Wilayah Kerja KUA Kecamatan Nglipar Kabupaten Gunung Kidul)”, skripsi tidak diterbitkan, Fakultas Syari’ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta (1998).
16 Syarif Hidayat, “Status Hukum Nikah Sirri di Indonesia (Penetapan Dengan Metode Sadd az-|Z|ari>’ah)”, skripsi tidak diterbitkan, Fakultas Syari’ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta (2001).
9
karena saksi dipesan untuk tidak memberitahukan kepada orang lain. Hal ini
dianggap sama dengan pernikahan tanpa saksi.17
Skripsi Karya Helliyah berjudul “Perkawinan Di Bawah Umur Pada
Masyarakat Madura (Studi Kasus Di Kecamatan Bluto Kabupaten
Sumenep)”. Skripsi tersebut lebih banyak membahas tentang nikah di bawah
umur yang disebabkan oleh adanya tradisi perjodohan.18
Skripsi Karya Getta Nurmalasari berjudul “Pernikahan Dini dan
Rendahnya Perceraian (Studi Kasus Di Desa Brenggolo Kecamatan Kalitidu
Kabupaten Bojonegoro)”. Skripsi ini berkesimpulan bahwa terjadinya
pernikahan dini terjadi daerah tersebut dipengaruhi oleh adat yang sudah
berjalan cukup lama pada masyarakat setempat dan penyusun juga
menyimpulkan bahwa pernikahan dini tidak selalu berimplikasi negatif pada
kehidupan rumah tangga.19
Dari beberapa penelitian yang telah penyusun pelajari, pada
hakikatnya pembahasan tentang nikah sirri dan di bawah umur sudah ada,
tetapi sejauh yang penyusun ketahui belum ada sebuah penelitian yang
membahas kedua topik tersebut secara bersamaan dalam satu tema. Oleh
karena itu, menurut penyusun akan sangat menarik jika fenomena nikah sirri
17 Muhtar as-Shidiqi, “Nikah Sirri Di Kecamatan Klaten Utara (Sebuah Tinjauan Yuridis Dan Normatif)”, skripsi tidak diterbitkan, Fakultas Syari’ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
18 Helliyah, “Perkawinan Di Bawah Umur Pada Masyarakat Madura (Studi Kasus Di Kecamatan Bluto Kabupaten Sumenep)”, skripsi tidak diterbitkan, Fakultas Syari’ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta (2001).
19 Getta Nurmalasari, “Pernikahan Dini dan Rendahnya Perceraian (Studi Kasus Di Desa Brenggolo Kecamatan Kalitidu Kabupaten Bojonegoro)”, skripsi tidak diterbitkan, Fakultas Syari’ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta (2003).
10
anak di bawah umur yang ada di desa Petung kecamatan Panceng kabupaten
Gresik diteliti, ditelaah dan diangkat untuk dijadikan sebuah karya ilmiah.
E. Kerangka Teoretik
Perkawinan di bawah umur memiliki dua dampak yang cukup berat.
Dari segi fisik, wanita di bawah umur masih rawan untuk melahirkan karena
tulang panggulnya belum kuat dan masih kecil sehingga berpengaruh pada
tingginya angka kematian ibu yang melahirkan, kematian bayi serta
berpengaruh pada rendahnya kesehatan ibu dan anak. Dari segi mental, anak
di bawah umur memiliki emosi yang belum stabil dan tingkat pendidikan
yang rendah, sehingga perkawinan yang dilakukan di bawah umur
menyebabkan tingginya perceraian. Berangkat dari itu kemudian pemerintah
menentukan batas usia minimal bagi remaja yang akan menikah.20
Fenomena perkawinan nikah sirri anak di bawah umur masih banyak
ditemukan di masyarakat Indonesia. Di antara faktor yang mempengaruhi
terjadinya perkawinan tersebut adalah faktor ada atau tidaknya unsur
kemaslahatan, ada atau tidaknya kekhawatiran terhadap kemungkinan
terjadinya hubungan seksual yang tidak dibenarkan oleh agama. Maka
perkawinan antara pria dan wanita dimaksudkan sebagai upaya memelihara
kehormatan diri (hifz} al-‘ird}) agar mereka tidak terjerumus perbuatan
terlarang, memelihara kelangsungan hidup manusia (hifz} an-Nasl),
20 Dadan Muttaqien, Cakap Hukum; Bidang Perkawinan Dan Perjanjian, cet. ke-1,
(Yogyakarta: Insania Cita Press, 2006), hlm. 80.
11
mendirikan rumah tangga yang dipenuhi kasih sayang antara suami istri dan
saling membantu antara keduanya untuk kemaslahatan bersama.21
Dari observasi yang telah dilakukan, penyusun mendapatkan
informasi bahwa perkembangan media (utamanya media elektronik) yang
masuk ke desa Petung kecamatan Panceng kabupaten Gresik sangat
mempengaruhi gaya hidup dan pergaulan remaja di desa tersebut.
Kecenderungan mereka untuk bergaul bebas lebih tinggi. Maka
menyegerakan perkawinan adalah upaya untuk mengatasi bahaya bagi para
remaja dari pergaulan bebas. Masyarakat beranggapan lebih baik kiranya
pencegahan bahaya itu dilakukan sebelum terlambat.22
Remaja di desa Petung nekad menikah walaupun belum cukup umur
karena mereka sudah saling mencintai satu sama lain, sudah berpacaran
cukup lama dan kalau tidak segera menikah, mereka takut akan terjerumus ke
dalam perzinaan (kumpul kebo). Dari pihak orang tua juga mendukung
dengan alasan yang sama. Mereka memilih nikah sirri sebagai solusi karena
mereka beranggapan bahwa jalur yang telah digariskan oleh Undang-Undang
yaitu dengan cara meminta dispensasi dari Pengadilan Agama terlalu ribet
untuk ditempuh dan menghabiskan dana yang tidak sedikit. Selanjutnya
ketika usia mereka telah dianggap memenuhi usia minimal untuk menikah,
21 Ibid., hlm. 82.
22 Wawancara dengan Bapak Shohibul Imam, salah satu tokoh masyarakat di Desa Petung, tanggal 15 Maret 2009.
12
barulah pernikahan tersebut dicatatkan sesuai dengan ketentuan perundang-
undangan yang berlaku.23
Melalui perkawinan, remaja akan terbentengi dari perbuatan yang
diharamkan oleh Allah SWT., lantaran ketiadaan sarana untuk
menyalurkannya secara halal. Karenanya semangat untuk menikah dini
sekaligus merangsang orang lain agar secepatnya menikah. Berangkat dari
argumen tersebut, tidak ada alasan yang signifikan untuk menunda sebuah
perkawinan.24
Secara yuridis, ketentuan mengenai nikah sirri dan nikah di bawah
umur sudah jelas dengan adanya aturan pencataan perkawinan dan umur
minimal boleh nikah, tinggal bagaimana agar aturan tersebut dapat dijalankan
sehingga ia tetap berlaku sebagai hukum dan dapat menjalankan fungsinya
sebagai kontrol sosial (as tool of social control).25 Soerjono Soekanto dalam
teorinya tentang hukum menyatakan bahwa hukum positif akan efektif
apabila selaras dengan hukum yang hidup dalam masyarakat. Untuk itu ada
tiga komponen atau syarat penegakan hukum yang harus dipenuhi, yaitu:
pertama, aturan yang sesuai dengan aspirasi masyarakat. Kedua, penegak
hukum harus cakap dan mampu menjalankan tugasnya Ketiga, adanya
23 Ibid.
24 Moh. Fauzil Adhim, Saatnya Untuk Menikah, cet. ke-1, (Jakarta: Gema Insani Press, 2000), hlm. 36.
25 Satjipto Raharjo, Hukum Dan Masyarakat, cet. ke-3, (Bandung: Angkasa, 1984), hlm. 69 dan 117.
13
kesadaran hukum dari masyarakat. kesadaran hukum ini menjadi faktor
dominan di antara ketiga syarat tersebut.26
Salah satu unsur yang cukup penting dalam penegakan hukum adalah
unsur manusianya sendiri, yaitu aspek kesadaran hukum. Karena ketika
berbicara unsur manusia dari aspek kesadaran hukum masyarakatnya maka
otomatis mencoba memahami dan menyoroti segi manusia individunya, yang
membentuk budaya hukumnya. Di sinilah harus dibicarakan soal mental,
akhlak, moral dan etika, sebab semua itulah substansi dari seorang individu
manusia, ”the moral of the man”. Budaya hukum masyarakat yang tinggi
adalah masyarakat yang tidak cenderung melanggar hukum walaupun tidak
ada aparat hukum yang melihatnya, ataupun masyarakat yang tidak
memanfaatkan hukum untuk mencapai tujuan bagi kepentingannya sendiri
atau kelompoknya, apalagi masyarakat yang cenderung untuk menghindari
atau menyalahgunakan hukum dengan sengaja untuk tujuan-tujuan tertentu,
yang pada akhirnya bersifat tidak adil bagi masyarakat lainnya. Sehingga
tegaknya hukum di tengah masyarakat memerlukan tegaknya keadilan.
Melukai rasa keadilan terhadap sebagian masyarakat dapat berakibat
rusaknya tatanan dan kestabilan bagi masyarakat keseluruhan karena rasa
keadilan adalah unsur fitrah sejak lahir bagi seorang manusia.27
26 Soerjono Soekanto, Pokok-Pokok Sosiologi Hukum, cet. ke- 8, (Jakarta: Rajawali
Grafindo Persada, 1997), hlm. 36. Lihat juga Baharuddin Lopa, Permasalahan Pembinaan Dan Penegakan Hukum di Indonesia, cet. ke-1, (Jakarta: Bulan Bintang, 1987), hlm. 31-32.
27 Dony Kandiawan, “Upaya Penegakan Hukum; Pembentukan Budaya Hukum Atas Dasar Keadilan”, http://www.bangka.go.id/artikel.php?id_artikel=10, akses 27 Juni 2009.
14
Hukum dan penegakannya tidak lepas dari masyarakat, selalu ada
korelasi atau bahkan benturan-benturan yang turut mempengaruhi dan
mungkin mampu merubahnya. Resiko kegagalan, penyelewengan dan
ketidakpatuhan akan mewarnai pencapaian tujuan pemberlakuan hukum.28
Selain itu harus diakui bahwa perbedaan taraf kemampuan masyarakat
dalam memahami dan menjalankan suatu peraturan. Dalam ilmu hukum
dikenal teori fiksi hukum (fictie hukum) yang menyatakan bahwa
diundangkannya sebuah peraturan perundang-undangan oleh instansi yang
berwenang mengandaikan semua orang mengetahui peraturan tersebut.
Dengan kata lain tidak ada alasan bagi pelanggar hukum untuk menyangkal
dari tuduhan pelanggaran dengan alasan tidak mengetahui hukum atau
peraturannya. Namun juga harus disadari tidak sedikit orang yang baru
mengetahui peraturan setelah ia melanggarnya, atau terjadi pelanggaran itu
disebabkan oleh ketidaktahuannya tentang hukum dan belum menyadari
sepenuhnya maksud, tujuan dan manfaat hukum itu. Perbedaan itu yang
kemudian menimbulkan implikasi yang beragam.29
Fiksi hukum juga diartikan dengan diterimanya sesuatu yang tidak
benar sebagai suatu hal yang benar. Dengan perkataan lain diterimanya apa
yang sebenarnya tidak ada, sebagai ada atau yang sebenarnya ada sebagai
tidak ada. Kata fiksi (fictie) itu biasanya dipakai orang, jika orang dengan
28 Satjipto Raharjo, Hukum Dan Masyarakat, hlm. 16.
29 Yustisia Rahman, “Publisitas, Fiksi Hukum dan Keadilan”, http://nyalaapi.multiply.com/journal/item/19, akses 16 April 2009. Baca juga Bismar Siregar, Islam Dan Hukum, cet. ke-3, (Jakarta: Grafikatama Jaya, 1992), hlm. 235-236.
15
sadar menerima sesuatu sebagai kebenaran, apa yang tidak benar. Fiksi atau
dusta yang demikian itu memegang peranan yang penting dalam hukum, dan
sudah dipakai sejak dahulu.30
F. Metode Penelitian
1. Jenis penelitian
Penelitian ini termasuk jenis penelitian lapangan (field research),
suatu penelitian yang sumber data utamanya diperoleh dengan
melakukan penelitian secara langsung di lapangan31, yaitu dari praktik
nikah sirri anak di bawah umur pada masyarakat desa Petung kecamatan
Panceng kabupaten Gresik yang terjadi antara tahun 2007 sampai dengan
tahun 2009.
2. Sifat Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif-analitik yaitu memberikan
gambaran tentang praktik nikah sirri anak di bawah umur pada
masyarakat desa Petung kecamatan Panceng kabupaten Gresik.
Kemudian dilakukan analisis untuk mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi terjadinya praktek nikah sirri anak di bawah umur
tersebut serta bagaimana pandangan masyarakat desa Petung terhadap
peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang perkawinan.
30 Rahmat Setiabudi Sokonagoro, “Peristilahan Fiksi Hukum (Fictie Hukum)”,
http://sokonagoro.blogspot.com/2008/04/peristilahan-fiksi-hukum-fictie-hukum.html, akses 16 April 2009.
31 Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1983), hlm. 49.
16
3. Populasi dan Sample
Populasi yang dijadikan objek penelitian adalah muda-mudi di
desa Petung yang menikah sirri dan umurnya belum mencukupi untuk
boleh menikah menurut peraturan perundang-undangan yang mengatur
tentang perkawinan. Dalam hal ini ada empat kasus pernikahan sirri anak
di bawah umur yang terjadi di desa Petung antara tahun 2007 sampai
dengan tahun 2009.
Sumber data dalam penelitian ini adalah masyarakat desa Petung
yang terdiri dari: para pelaku nikah sirri sejak tahun 2007 sampai dengan
2009 yang belum mencapai umur minimal boleh menikah, orang tua
(wali) dari pelaku, juga para tokoh masyarakat yang dianggap paham dan
mengetahui permasalahan tersebut. Selain sumber tersebut, ada juga
sumber data lainnya yaitu berupa dokumen-dokumen dan literatur-
literatur yang relevan.
4. Teknik Pengumpulan Data
a. Observasi
Penyusun melakukan pengamatan baik dengan melihat,
memperhatikan, mendengar atau sebagainya tentang hal-hal yang
berhubungan dengan masalah yang diteliti. Observasi yang dilakukan
berlangsung selama 1 bulan lebih, yaitu bulan Mei sampai dengan
bulan Juni 2009.32
32 Observasi yang dilakukan berlangsung selama 1 bulan lebih, yaitu bulan Mei
sampai dengan bulan Juni 2009.
17
b. Interview
Penyusun mengadakan wawancara langsung dengan
responden seputar topik penelitian ini. Adapun bentuk interview yang
digunakan adalah interview bebas yang mendalam yaitu interview
yang tidak terikat pada sebuah pedoman teknis tertentu, meskipun
secara umum penyusun juga membuat pedoman teknis interview
(interview guide), sehingga dengan demikian diharapkan pertanyaan
dapat beralih dari suatu pokok ke pokok yang lain dan dari satu
pembahasan ke pembahasan yang lain secara elastis tetapi juga tanpa
mengabaikan pedoman teknis yang telah disusun.
c. Dokumentasi
Suatu teknik pengumpulan data dengan cara mengutip data
dokumen yang ada hubungannya dengan obyek penelitian, seperti
dokumen tentang deskripsi wilayah (meliputi: luas wilayah, letak
geografis dan batas-batas wilayah), dokumen tentang kependudukan
dan dokumen-dokumen lain yang dianggap penting serta masih ada
kaitannya dengan obyek yang diteliti.
5. Pendekatan
Dalam melakukan penelitian ini, penyusun menggunakan
pendekatan sosilogis, yaitu dengan menggambarkan keadaan masyarakat
secara utuh, lengkap dengan struktur lapisan serta gejala sosial lainnya
yang saling berkaitan satu dengan yang lain, sehingga akan dapat
diketahui faktor apa saja yang mempengaruhi terjadinya nikah sirri anak
18
di bawah umur di desa Petung, serta bagaimana pandangan masyarakat
terhadap terhadap peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang
perkawinan.
6. Metode Analisa Data
Setelah data terkumpul, penyusun kemudian melakukan analisis
data secara kualitatif33 dengan mempergunakan metode induktif, yaitu
metode analisa data yang berangkat dari kasus-kasus tertentu dan
kemudian digenaralisasikan pada suatu kesimpulan yang bersifat
umum.30
G. Sistematika Pembahasan
Untuk memperoleh gambaran yang utuh dan terpadu serta
menghasilkan sebuah karya tulis yang sistematis, maka dalam penyusunan
skripsi ini peneliti menyusunnya dengan sistematika pembahasan sebagai
berikut:
Bab pertama, merupakan pendahuluan yang berisi: pertama, latar
belakang masalah yang memuat alasan-alasan pemunculan masalah yang
diteliti. Kedua, pokok masalah merupakan penegasan terhadap apa yang
terkandung dalam latar belakang masalah. Ketiga, tujuan yang akan dicapai
dan kegunaan (manfaat) yang diharapkan dari tercapainya penelitian ini.
33 Analisis data secara kualitatif menekankan perolehan data/informasi dari informan
di lapangan melalui wawancara atau pengamatan langsung. Lihat Ahmad Pattiroy, Metodologi Penelitian, hand out mata kuliah metodologi penelitian, Tidak Diterbitkan, Jurusan Ahwal Syakhsiyyah semester genap (2008).
30 Sutrisno Hadi, Metodologi Research, (Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada, 1982), hlm. 32
19
Keempat, telaah pustaka sebagai penelusuran terhadap literatur yang telah ada
sebelumnya dan kaitannya dengan objek penelitian. Kelima, kerangka teoretik
menyangkut pola fikir atau kerangka berfikir yang digunakan dalam
memecahkan masalah. Keenam, metode penelitian berupa penjelasan
langkah-langkah yang akan ditempuh dalam mengumpulkan dan
menganalisis data. Ketujuh, sistematika pembahasan sebagai upaya yang
mensistematiskan penyusunan.
Bab kedua, memuat tinjauan umum tentang perkawinan, yang
meliputi pengertian perkawinan, tujuan, pengertian nikah sirri dan nikah di
bawah umur serta sahnya perkawinan menurut Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1974 dan hukum Islam. Tinjauan umum ini dimaksudkan untuk
menjelaskan hukum nikah sirri menurut UU Perkawinan dan Hukum Islam,
sehingga diharapkan dengan adanya penjelasan pada bab kedua ini, penyusun
akan lebih mudah dalam memahami dan menganalisis kasus-kasus yang ada
di bab berikutnya.
Bab ketiga, mengulas praktik nikah sirri anak di bawah umur di desa
Petung. Bab ini terdiri dari sub-sub bab yang memuat tentang, pertama
keadaan geografis-demografis, kondisi sosial-ekonomi, adat istiadat dan
kehidupan beragama masyarakat desa Petung. Kedua, pelaksanaan nikah sirri
anak di bawah umur di desa Petung. Dan ketiga, memuat dampak dari
pernikahan sirri anak di bawah umur terhadap kehidupan rumah tangga.
Secara umum dalam bab ketiga ini akan dijelaskan secara mendetail hal-hal
yang terjadi di lapangan, lengkap dengan data-data yang ada dianggap perlu.
20
Ini dimaksudkan agar permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini bisa
dipahami secara utuh.
Keempat, merupakan analisis terhadap praktek pelaksanaan nikah sirri
anak di bawah umur di desa Petung. Bab ini terdiri dari dua sub bab yang
memuat: Pertama, tentang faktor-faktor apa saja yang mendorong anak di
bawah umur nekad melakukan sebuah perkawinan sirri. Dan sub bab kedua
memuat pandangan masyarakat desa Petung kecamatan Panceng kabupaten
Gresik terhadap peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang
perkawinan.
Bab kelima, adalah bab terakhir yang merupakan penutup dari
pembahasan penelitian. Bab ini berisi kesimpulan yang merupakan jawaban
dari pokok masalah. Bab ini juga dilengkapi dengan saran-saran yang sifatnya
membanguan terhadap permasalahan yang dibahas.
90
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan-pembahasan yang telah diuraikan oleh
penyusun dalam bab-bab sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan
sebagai jawaban dari pokok masalah:
1. Ada beberapa faktor yang turut mempengaruhi terjadinya pernikahan sirri
anak di bawah umur di desa Petung. Faktor-faktor tersebut meliputi:
a. Faktor Internal
1) Faktor kemauan anak dan restu orang tua
Faktor kemauan anak dan restu orang inilah yang menyebabkan
pernikahan sirri anak di bawah umur terjadi, karena jika salah satu
dari dua hal tersebut (kemauan anak dan restu orang) tidak ada
kemungkinan pernikahan tidak terjadi.
2) Faktor rendahnya tingkat kesadaran terhadap pentingnya lembaga
perkawinan.
Menurut para pelaku dan orag tuanya perkawinan adalah akad yang
bertujuan untuk membentuk sebuah keluarga dan menghalalkan
hubungan seks. Perkawinan sudah dianggap sah tanpa dicatatkan di
Kantor Urusan Agama (KUA), asalkan sudah memenuhi
ketentuan-ketentuan agama Islam.
3) Faktor tujuan untuk mengantisipasi terjadinya kehamilan di luar
nikah (perzinaan).
91
Para orang tua dari pelaku berbendapat bahwa menyegerahkan
untuk menikahkan anak-anak mereka adalah merupakan sebuah
solusi untuk mengantisipasi terjadinya hamil di luar nikah
(perzinaan) yang bisa mencemarkan nama baik keluarga. Mereka
juga menyatakan bahwa di samping untuk menghindari perzinaan,
pernikahan juga bertujuan untuk ibadah karena pernikahan adalah
sunnah Rasulullah.
b. Faktor Eksternal
1) Faktor lingkungan (sosial)
Sebagai sebuah perkembangan dari modernisasi, dalam hal ini
Desa Petung tidak jauh berbeda dengan daerah-daerah lain di
perkotaan, sebagai contoh trend berpacaran yang mengikuti gaya
orang kota, yaitu berpacaran dengan gaya bebas (lepas kontrol).
Hal tersebut juga didukung dengan masuknya media secara
berangsur-angsur, baik itu media cetak yang berebut memajang
foto-foto seksi, maupun media elektronik yang menawarkan cara
bergaul yang baru, yang sesungguhnya itu tidak pantas untuk
dilakukan, utamanya oleh mereka yang masih di bawah umur.
2) Faktor pergaulan (ikut-ikutan)
Kecenderungan untuk meniru hal-hal yang baru bagi anak-anak
muda saat ini adalah suatu keharusan, karena kalau mereka tidak
mengikuti hal baru tersebut, mereka akan dikatakan kurang
pergaulan dan ketinggalan zaman.
92
3) Faktor kurangnya respon dan perhatian dari pemerintah.
Itu terbukti dengan tidak adanya laporan mengenai adanya
pernikahan sirri anak di bawah umur di desa Petung yang masuk ke
KUA kecamatan Panceng.
Selain faktor-faktor di atas ada beberapa faktor lain yang juga turut
mempengaruhi terjadinya pernikahan sirri anak di bawah umur di desa
Petung seperti: faktor pendidikan, ekonomi dan agama.
2. Mengenai beberapa pasal dalam UU No.1 Tahun 1974 dan Kompilasi
Hukum Islam yang menyebutkan bahwa setiap pernikahan hanya boleh
dilakukan apabila para pihak telah memenuhi umur minimal boleh
menikah (19 tahun bagi pria dan 16 tahun wanita), serta pernikahan harus
dicatatkan atau didaftarkan di Pegawai Pencatat Nikah, sebagian
masyarakat desa Petung (terutama para orang tua yang telah menikahkan
anaknya yang di bawah umur secara sirri) berpendapat bahwa aturan-
aturan tersebut hanyalah merupakan syarat administratif belaka, yang
tanpa itu pun pernikahan juga sudah dapat dianggap sah asalkan syarat dan
rukun yang ditetapkan oleh agama telah terpenuhi.
B. Saran-Saran
Sebagai penutup dari skripsi ini, penyusun ingin memberikan beberapa
saran-saran yang sifatnya membangun terhadap permasalahan yang telah
dibahas.
1. Tentu hal yang wajar jika setiap orang tua rela bekerja keras mencari
nafkah demi kebahagiaan keluarganya. Tetapi jangan sampai itu semua
93
melalaikan kewajiban utama sebagai orang tua untuk memberi pendidikan
dan perhatian yang inten terhadap anak, karena pendidikan dan perhatian
adalah dua hal sangat berpengaruh bagi perkembangan anak. Adanya
fenomena pernikahan sirri anak di bawah umur salah satunya disebabkan
oleh kurangnya perhatian orang tua, sehingga anak tersebut dengan mudah
dapat terpengaruh oleh lingkungan sekitarnya yang semakin-hari semakin
tidak karuan.
2. Aparat desa yang salah satu fungsinya adalah sebagai pengontrol dan
pengawas terhadap masyarakatnya, seharusnya lebih agresif dalam
meyikapi permasalahan pernikahan sirri anak di bawah umur yang sedang
terjadi, bukan justru malah memberikan kelonggaran terhadap terjadinya
hal tersebut.
3. Pemerintah pusat seharusnya lebih cepat lagi dalam menyelesaikan
Rancangan Undang-Undang (RUU) perkawinan yang baru yang di
dalamnya terdapat ketentuan pidana bagi pelaku nikah sirri. Dengan
adanya sanksi pidana bagi pelaku nikah sirri diiharapkan dapat
meminimalisir atau bahkan menghilangkan sama sekali praktik nikah sirri
tersebut.
94
DAFTAR PUSTAKA
A. Al-Qur’an dan Ulumul Qur’an / Tafsir
Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahannya, Surabaya: Mahkota, 1998.
B. Al- Hadi>s| dan Ulumul Hadi>s|
Al-Bukha>ri>,, Imam, S}ah}i>h} al-Bukha>ri>, Istanbul: Da>r al-Fikr, 1981.
C. Fiqh dan Usul Fiqh
Abidin, Slamet, Fiqh Muna>kah}at 1, cet. ke-1, Bandung: Pustaka Setia, 1999.
Basyir, Ahmad Azhar, Hukum Perkawinan Islam, cet. ke-9, Yogyakarta: UII Press, 2000.
Hadi, Dadi Nur, Nikah di Bawah Tangan (Praktik Nikah Sirri Mahasiswa Jogja), Yogyakarta: Saujana, 2003.
Hakim, Rahmat, Hukum Perkawinan Islam, cet ke-1, Bandung: Pustaka Setia, 2000.
Harahap, M. Yahya, Pembahasan: Hukum Perkawinan Nasional, Berdasarkan UU No.1 Tahun 1974 Dan PP No. 9 Tahun 1975, Medan: Zahir Trading co, 1975.
Helliyah, Perkawinan Di Bawah Umur Pada Masyarakat Madura (Studi Kasus Di Kecamatan Bluto Kabupaten Sumenep), skripsi tidak diterbitkan, Fakultas Syari’ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta (2001).
Hidayat, Syarif, Status Hukum Nikah Sirri di Indonesia (Penetapan Dengan Metode Sadd az-|Z|ari>’ah), skripsi tidak diterbitkan, Fakultas Syari’ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta (2001).
Al-Hummam, Ibnu, Syarh} Fath al-Qadi>r, Mesir: Mat}ba’ah al-Jumhu>riyyah al-‘Arabiyyah, 1970.
Al-Jazi>ri>, Abdur Rahma>n, Al-fiqh ‘Ala> Maza>hib al-Arba’ah, Mesir: At-Tija>riyyah, 1968.
Muttaqien, Dadan, Cakap Hukum; Bidang Perkawinan dan Perjanjian, cet. ke-1, Yogyakarta: Insania Cita Press, 2006.
95
Nasution, Khoiruddin, Status Wanita di Asia Tenggara; Studi Terhadap Perundang-Undangan Muslim Kontemporer Di Indonesia Dan Malaysia, Jakarta: INIS, 2002.
Nawawi, Rifa’at Syauqi, “Sikap Islam Tentang Poligami Dan Monogami”, dalam Chumaizah T. Yanggo, dkk., (ed.), Problematika Hukum Islam Kontemporer, cet. Ke-3, Jakarta: LSIK, 2002.
Nur, Djaman, Fiqh Munakahat, cet ke-1, Semarang: Bina Utama, 1993.
Nurmalasari, Getta, “Pernikahan Dini dan Rendahnya Perceraian (Studi Kasus Di Desa Brenggolo Kecamatan Kalitidu Kabupaten Bojonegoro)”, skripsi tidak diterbitkan, Fakultas Syari’ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta (2003).
Nuruddin, Amiur, Hukum Perdata Islam di Indonesia, cet. ke-3, Jakarta: Kencana, 2006.
Rafiq, Ahmad, Hukum Islam Di Indonesia, cet. ke-3, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998.
Ramulyo, Moh. Idris, Hukum Perkawinan Islam, Suatu Analis Dari UU No.1 Tahun 1974 Dan KHI, cet. ke-1, Jakarta: Bumi Aksara, 1996.
Ramulyo, Moh. Idris, Tinjauan Beberapa Pasal Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Dari Segi Hukum Perkawinan Islam, cet. ke-1, Jakarta: Penerbit Ind – Hillco, 1985.
As-Shidiqi, Muhtar, Nikah Sirri di Kecamatan Klaten Utara (Sebuah Tinjauan Yuridis Dan Normatif), skripsi tidak diterbitkan, Fakultas Syari’ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Siregar, Bismar, Islam Dan Hukum, cet. ke-3, Jakarta: Grafikatama Jaya, 1992
Soemiati, Hukum Perkawinan Islam Dan Undang-Undang Perkawinan, cet. ke-2, Yogyakarta: Liberty, 1986.
Sudarsono, Hukum Perkawinan Nasional, cet. ke-2, Jakarta: Rineka Cipta, 1994.
Suma, Muhammad Amin, Hukum Keluarga Islam Di Dunia Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004.
Suwandi, ”Status Hukum Dan Dampak Pernikahan Yang Tidak Tercatat (Studi Kasus Pada Wilayah Kerja KUA Kecamatan Nglipar
96
Kabupaten Gunung Kidul)”, skripsi tidak diterbitkan, Fakultas Syari’ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta (1998).
Syakir, Muh. Fuad, Perkawinan Terlarang, cet. ke-1, Jakarta: CV. Cendekia Saentra Muslim, 2002.
Syarifuddin, Amir, Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia (Antara Fiqh Munakahat Undang-Undang Perkawinan), cet. ke-1, Jakarta: Kencana, 2006.
D. Kamus dan Ensiklopedi
Dahlan, Abdul Azis, Ensiklopedia Hukum Islam, Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 1996.
Munawwir, Warson, Kamus Al-Munawwir, Yogyakarta: tnp., 1984
Syaifuddin, Kamus Al-Misba>h},, Jakarta: Bina Aksara.
E. Lain-lain
Adhim, Moh. Fauzil, Saatnya Untuk Menikah, cet. ke-1, Jakarta: Gema Insani Press, 2000.
Asnawi, Mohammad, Nikah Dalam Perbincangan Dan Perbedaan, cet. ke-1, Yogyakarta: Darussalam, 2004.
Hadi, Sutrisno, Metodologi Research, Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada, 1982.
Hasbul, Wannimaq, Perkawinan Terselubung Di Antara Berbagai Pandangan, Jakarta: Golden Terayon Press, 1994.
Himpunan Peraturan Perundang-undangan Perkawinan, jakarta: Depag RI Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam Dan Urusan Haji, 1998/1999.
http//www.gresik.go.id, akses 9 Mei 2009.
http://id.wikipedia.org/wiki/panceng,_gresik, akses 16 April 2009.
http://lin-muthmainnah.blogspot.com/2009/04/ketika-nikah-siridipidanakan. html, akses tanggal 7 Juni 2009.
http://regionalinvestment.com/sipid/id/displayprofil.php?ia=3525, akses 9 Mei 2009.
97
http://www.lbh-apik.or.id.fact51-bwh%20tangan.htm, akses 28 April 2009.
Kandiawan, Dony, Upaya Penegakan Hukum; Pembentukan Budaya Hukum Atas Dasar Keadilan, http://www.bangka.go.id/artikel.php?id_artikel= 10, akses 27 Juni 2009.
Raditya, Sejarah Singkat Kota Gresik”, http://raditzhu.wordpress.com/ 2007/09/22/sejarah-singkat-kotagresik/, akses 16 April 2009.
Raharjo, Satjipto, Hukum Dan Masyarakat, cet ke-3, Bandung: Angkasa, 1984.
Rahman, Yustisia, “Publisitas, Fiksi Hukum dan Keadilan”, http://nyalaapi.multiply.com/journal/item/19, akses 16 April 2009.
Soekanto, Soerjono, Pokok-Pokok Sosiologi Hukum, cet ke-8, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1997.
Soemitro, Ronny Hanitijo, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1983.
Sokonagoro, Rahmat Setiabudi, “Peristilahan Fiksi Hukum (Fictie Hukum)”, http://sokonagoro.blogspot.com/2008/04/peristilahan-fiksi-hukum fictie-hukum.html, akses 16 April 2009
Tim Redaksi (ed.), Undang-Undang Perkawinan (edisi lengkap), cet. ke-1, Bandung: Fokus Media, 2005.
Lampiran VIII
CURICULUM VITAE Nama : Ahmad Badut Tamam T.T.L. : Gresik, 25 Juli 1986 Alamat Asal : Jl. Sumber Agung RT /RW 011/004 Desa Petung
Kecamatan Panceng Kabupaten Gresik Jawa Timur Alamat di Yogyakarta : Wisma “Joko Tingkir” Pengok GK I Blok K No. 795
Yogyakarta No. HP : 085643637771 Email : [email protected] Riwayat Pendidikan :
1. MI Tarbiyatus Shibyan Petung Panceng Gresik (1993-1999) 2. MTs Tarbiyatut Tholabah Kranji Paciran Lamongan (1999-2002) 3. MA. Tarbiyatut Tholabah Kranji Paciran Lamongan (2002-2005) 4. Fakultas Syari’ah Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga
Yogyakarta (2005-Sekarang) Pengalaman Organisasi:
1. Katib (Sekretaris) Ke-MAK-aN Tarbiyatut Tholabah Lamongan (2004-2005)
2. Pengurus Lembaga Kajian Islam Pembebasan (L-SIP) KORDISKA UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta (2006-2007)
3. Sekretaris Umum Korps Dakwah Islamiyyah Sunan Kalijaga Yogyakarta (2007-2008)
4. Sekretaris I Badan Eksekutif Mahasiswa Jurusan Al Ahwal Al Syakhsiyyah Fakultas Syari’ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta (2007-2008)
5. Pengurus Divisi Intelektual PMII Rayon Fakultas Syari’ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta (2007-2008)
6. Sekretaris Ikatan Mahasiswa Gresik-Yogyakarta (IMAGE-Jogja) (2008-Sekarang)