skripsi galih kurniawan.pdf
TRANSCRIPT
-
STUDI PENGARUH LINGKUNGAN PENGENDAPAN TERHADAP
KUALITAS SULFUR, ABU DAN KALORI LAPISAN BATUBARA DAERAH
BINUNGAN KECAMATAN SAMBALIUNG KABUPATEN BERAU
KALIMANTAN TIMUR
SKRIPSI
Oleh
Galih Kurniawan 111990112
JURUSAN TEKNIK GEOLOGI
FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN
YOGYAKARTA 2 0 0 5
Jl. SWK 104 (Lingkar Utara) Condong Catur, Telp. (0274) 566733, 585188, Fax (0274) 566800, Yogyakarta 55281
-
ii
HALAMAN PENGESAHAN
STUDI PENGARUH LINGKUNGAN PENGENDAPAN TERHADAP
KUALITAS SULFUR, ABU DAN KALORI LAPISAN BATUBARA DAERAH
BINUNGAN KECAMATAN SAMBALIUNG KABUPATEN BERAU
KALIMANTAN TIMUR
SKRIPSI Diajukan sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Strata 1
Oleh :
Galih Kurniawan 111990112
Yogyakarta, April 2005
Menyetujui,
Pembimbing I Pembimbing II
-
iii
SARI Daerah penelitian berada di konsesi PT. Berau Coal. Secara administratif terletak di daerah Binungan Kecamatan Sambaliung Kabupaten Berau Kalimantan Timur. Secara geografis termasuk dalam Cekungan Tarakan sub-Cekungan Berau, Formasi Latih. Geomorfologi daerah penelitian sangat dipengaruhi oleh struktur geologi yang ada dan proses erosi dan pelapukan yang intensif. Bentukan asal daerah penelitian dibagi menjadi tiga yaitu bentukan asal Struktural terdenudasi dengan sub satuan geomorfik Punggungan Tererosi (S1) satuan bentukan asal Denudasional, dengan sub satuan geomorfik adalah Lembah Hasil Erosi (D1) dan Perbukitan Tererosi (D2), dan satuan bentukan asal Fluvial dengan sub satuan geomorfik Dataran Limpah Banjir (F1). Stratigrafi daerah penelitian dari tua kemuda adalah satuan batupasir Latih dengan umur Miosen Awal - Miosen Tengah yang diendapkan pada lingkungan transitional lower delta plain. Di atasnya secara selaras diendapkan satuan batupasir kuarsa Latih pada kala Miosen Tengah di lingkungan transitional lower delta plain. Kemudian di atasnya secara selaras diendapkan satuan batulempung Latih pada kala Miosen Tengah pada lingkungan transitional lower delta plain. Di atas satuan batulempung Latih diendapkan secara tidak selaras endapan alluvial yang merupakan hasil sedimentasi dari Sungai Binungan. Struktur geologi yang berkembang di daerah penelitian adalah Sinklin Binungan yang memiliki arah umum sumbu lipatan bagian selatan adalah N 157 E/ 22 dan N 14 E/ 27, arah umum sumbu lipatan N 176 E / 86 dan garis sumbu 8, N 178 E. Jenis lipatan adalah Upright Horizontal Fold (Fluety, 1964), arah umum sumbulipatan bagian utara adalah adalah N 151 E/ 14, kedudukan arah umum sayap lipatan baratdaya adalah N 350 E/ 73 dan N 170 E / 60 dan garis sumbu 6, N 168 E. Jenis lipatan adalah Steeply inclined Horizontal Fold (Fluety, 1964) Sesar naik Binungan terletak di bagian barat daerah penelitian. Sesar ini merupakan sesar yang diperkirakan berdasarkan data-data lapangan berupa kedudukan lapisan batuan yang relatif besar, adanya zona hancuran dan kenampakan topografi yang curam dengan punggungan yang memanjang. Sejarah geologi daerah penelitian dimulai pada kala Miosen Awal dengan diendapkannya satuan batupasir Latih. Kemudian secara selaras diendapkan satuan batupasir kuarsa Latih pada kala Miosen Awal-Miosen Tengah. Kemudian diendapkan secara selaras satuan batulempung Latih pada kala Miosen Tengah. Setalah pengendapan batulempung Latih terjadi proses tektonik dengan arah gaya relatifbarat-daya timurlaut. Proses tektonik ini menyebabkan terlipatnya seluruh satuan batuan yang ada di daerah penelitian dan membentuk sinklin Binungan dan sesar naik Binungan. Sesar naik Binungan mengakibatkan satuan batupasir Latih terangkat. Proses pelapukan dan erosi terus berlangsung hingga sekarang yang mengakibatkan semua satuan batuan yang ada tersingkap dan membentuk endapan alluvial disekitar sungai Binungan. Total sulfur daerah penelitian berkisar antara 0,21 2,84 (%adb). Total sulfur dipengaruhi oleh kehadiran plant remain, kehadiran pirit, dan lingkungan pengendapan. Kandungan abu di daerah penelitian berkisar antara 3,17 - 37,34 (%adb). Kandungan abu dipengaruhi oleh kehadiran parting dalam lapisan batubara. Nilai kalori di daerah penelitian berkisar antara 3.284,00 - 6.123,98 Kcal/kg. Nilai kalori sedikit dipengaruhi oleh kehadiran resin yang akan meningkatkan nilai kalori. Selain itu, kadungan abu dalam batubara juga berpengaruh terhadap nilai kalori dalam batubara. Semakin tinggi kandungan abu, maka nilai kalori akan semakin rendah.
-
iv
KATA PENGANTAR
Syukur alhamdullillah atas berkat dan rahmat Allah SWT, penulis dapat
menyelesaikan laporan skripski ini, sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh
gelar sarjana Strata satu ( S 1 ) di Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi
Mineral Universitas Pembangunan Nasional Veteran.
Dalam penulisan laporan skripsi ini, penulis banyak mendapat bantuan baik
langsung maupun tidak langsung. Untuk itu penulis ingin mengucapkan rasa terima
kasih yang sebesar besarnya kepada :
1. Bapak Ir. Joko Soesilo, MT selaku Ketua Jurusan Teknik Geologi Fakultas
Teknologi Mineral Universitas Pembangunan Nasional Veteran.
2. Bapak Ir. Ediyanto MT dan Ir. Suprapto, MT selaku Pembimbing I dan
Pembimbing II, yang telah memberikan kritik dan saran sehingga laporan ini
dapat terselesaikan dengan baik.
3. Bapak Ir. Ahmad Subandrio, MT dan Ir. Basuki Rahmat selaku pembahas.
4. Bapak Ir. Jeffrey Mulyono selaku Presiden Direktur PT. Berau Coal. Ir.
Gatot Budi Kuncahyo selaku manager G&D, Ir. Triyoso, Ir. Yoga
Suryanegara, Ir. Dadan Ramdan, dan Bapak Martadi selaku pembimbing
selama di PT. Berau Coal, serta seluruh karyawan dan staff PT. Berau Coal.
5. Keluarga tercinta, Bapak, Ibu, Wawan, Denok, dan Ana yang telah
memberikan bantuan dan semangat sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini dengan baik.
6. Teman teman Geologi dari Unpad, Unhas, Trisakti, UGM, dan STTNAS
yang senantiasa membantu selama di lapangan, memberikan masukan, dan
kritik yang bermanfaat serta membantu penulis dalam membuat laporan baik
secara langsung maupun tidak langsung.
7. Semua angkatan 99 Geologi UPN yang telah memberi kritik dan saran serta
semangat dalam palaksanaan skripsi hingga selesai.
-
v
Akhir kata, penulis menyadari bahwa pembuatan laporan ini masih banyak
kekurangan, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan adanya saran serta kritik
dari pembaca sebagai bekal penulis dimasa yang akan datang. Semoga apa yang saya
tulis ini kelak dapat bermanfaat bagi semua orang yang membacanya, Amien.
Yogyakarta, 2005
Penulis
-
vi
DAFTAR ISI
Halaman Judul .............................................................................................. i Halaman Pengesahan .................................................................................... ii Sari .................................................................................................................. iii Kata Pengantar .............................................................................................. iv Daftar Isi ........................................................................................................ vi Daftar Gambar .............................................................................................. viii Daftar Tabel ................................................................................................... ix Daftar Foto ..................................................................................................... x BAB 1 Pendahuluan .......................................................................... 1 1.1 Latar Belakang ........................................................................ 1 1.2 Maksud dan Tujuan ................................................................. 1 1.3 Manfaat Penelitian .................................................................. 2 1.4 Lokasi Penelitian ..................................................................... 2 1.5 Rumusan Masalah ................................................................... 3 1.6 Hasil Penelitian ....................................................................... 3 BAB 2 Metodologi ............................................................................. 7 2.1 Ruang Lingkup ........................................................................ 7 2.2 Perolehan Data ........................................................................ 7 2.3 Pemilihan Jenis Data dan Pemrosesan Data ............................ 7 2.4 Bahan dan Alat ........................................................................ 9 BAB 3 Kajian Pustaka dan Landasan Teori ................................... 11 3.1 Kajian Pustaka ......................................................................... 11 3.2 Landasan Teori ........................................................................ 13 3.2.1 Parameter Kualitas Batubara ................................................... 13 3.2.2 Analisa Kimia Batubara .......................................................... 14 3.2.3 Karakteristik Fisik Lapisan Batubara ...................................... 14 3.2.4 Analisa Lingkungan Pengendapan .......................................... 16 BAB 4 Geologi Daerah Penelitian .................................................... 18 4.1 Geologi Ragional .................................................................... 18 4.1.1 Fisiografi ................................................................................. 18 4.1.2 Stratigrafi ................................................................................. 19 4.1.3 Struktur Geologi ...................................................................... 22 4.2 Geologi Daerah Penelitian ...................................................... 24 4.2.1 Geomorfologi .......................................................................... 24 4.2.1.1 Punggungan Tererosi ............................................................... 25 4.2.1.2 Lembah Hasil Erosi ................................................................. 25 4.2.1.3 Perbukitan Tererosi ................................................................. 26 4.2.1.4 Dataran Aluvial ....................................................................... 26 4.2.1.5 Pola Aliran dan Stadia Erosi ................................................... 27 4.2.2 Stratigrafi ................................................................................. 30 4.2.2.1 Satuan batupasir Latih ............................................................. 30 4.2.2.2 Satuan batupasir kuarsa Latih ................................................ 32 4.2.2.3 Satuan batulempung Latih ....................................................... 35 4.2.2.4 Endapan Aluvial 37
-
vii
4.2.3 Struktur Geologi ...................................................................... 40 4.2.3.1 Sinklin Binungan ..................................................................... 40 4.2.3.2 Sesar Naik Binungan ............................................................... 41 4.2.4 Sejarah Geologi ....................................................................... 41 BAB 5 Hasil Penelitian dan Pembahasan ........................................ 43 5.1 Lapisan Batubara Grup G ........................................................ 45 5.1.1 Karakteristik dan Kualitas Lapisan Batubara Grup G ............. 45 5.1.2 Lingkungan Pengendapan Lapisan Batubara Grup G ............. 46 5.2 Lapisan Batubara Grup H ........................................................ 53 5.2.1 Karakteristik dan Kualitas Lapisan Batubara Grup H ............. 53 5.2.2 Lingkungan Pengendapan Lapisan Batubara Grup H ............. 58 5.3 Lapisan Batubara J .................................................................. 59 5.3.1 Karakteristik dan Kualitas Lapisan Batubara J ....................... 59 5.3.2 Lingkungan Pengendapan Lapisan Batubara J ........................ 64 5.4 Lapisan Batubara Grup K ........................................................ 64 5.4.1 Karakteristik dan Kualitas Lapisan Batubara Grup K ............. 64 5.4.2 Lingkungan Pengendapan Lapisan Batubara Grup K ............. 68 5.5 Lapisan Batubara Grup K1 ...................................................... 72 5.5.1 Karakteristik dan Kualitas Lapisan Batubara Grup K1 ........... 72 5.5.2 Lingkungan Pengendapan Lapisan Batubara Grup K1 ........... 73 5.6 Lapisan Batubara Grup L ........................................................ 74 5.6.1 Karakteristik dan Kualitas Lapisan Batubara Grup L ............. 74 5.6.2 Lingkungan Pengendapan Lapisan Batubara Grup L ............. 80
5.7 Hubungan Lingkungan Pengendapan Terhadap Kualitas Lapisan Batubara ..................................................................... 82 BAB 6 Kesimpulan ............................................................................ 86 Daftar Pustaka ..................................................................................................... 89 Lampiran 91 Analisa Petrografis Sayatan Batuan ........................................................ 91 Data Kedudukan Batuan Dalam Analisa Stereografis 96 Analisa Stereografis Sinklin Binungan ................................................... 97 Data Survey Titik Bor 99 Data Analisa Kimia Batubara 101
-
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Peta lokasi PT. Berau Coal .......................................................... 4 Gambar 1.2 Peta konsesi PT. Berau Coal ........................................................ 5 Gambar 1.3 Peta Lokasi daerah Penelitian ...................................................... 6 Gambar 2.1 Skema korelasi lapisan batubara .................................................. 8 Gambar 2.2 Diagram alir penelitian ................................................................ 10
Gambar 3.1 Peta geologi regional daerah penelitian (Situmorang dan Burhan, 1995) .............................................................................. 12
Gambar 3.2 Model lingkungan pengendapan batubara dari daerah pantai sampai darat (Horne, 1978) ......................................................... 17
Gambar 4.1 Fisiografi Cekungan Tarakan Menurut Situmorang (1986) ........ 18
Gambar 4.2 Struktur regional cekungan Tarakan Situmorang dan Burhan (1992) ........................................................................................... 23
Gambar 4.3 Pola aliran sungai (Howard, 1967) .............................................. 27 Gambar 4.4 Peta pola aliran daerah penelitian ................................................ 29 Gambar 4.5 Sekuen endapan transitional lower delta plain (Horne, 1978) .. 33 Gambar 4.6 Profil lokasi pengamatan 63, 64, dan 65 ..................................... 41 Gambar 5.1 Peta distribusi titik bor daerah penelitian .................................... 47 Gambar 5.2 Profil lokasi pengamatan 41, 42, 43, dan 44 ............................... 48 Gambar 5.3 Profil lokasi pengamatan 51, 52, 53, dan 54 ............................... 49 Gambar 5.4 Peta iso sulfur seam G dan GL .................................................... 50 Gambar 5.5 Peta iso ash seam G dan GL ....................................................... 51 Gambar 5.6 Peta iso kalori seam G dan GL .................................................... 52 Gambar 5.7 Peta iso sulfur seam H dan HL .................................................... 55 Gambar 5.8 Peta iso ash seam H dan HL ........................................................ 56 Gambar 5.9 Peta iso kalori seam H dan HL .................................................... 57 Gambar 5.10 Peta iso sulfur seam J .................................................................. 61 Gambar 5.11 Peta iso ash seam J ...................................................................... 62 Gambar 5.12 Peta iso kalori seam J .................................................................. 63 Gambar 5.13 Profil lokasi pengamatan 4, 5, 6, dan 7 ....................................... 65 Gambar 5.14 Profil lokasi pengamatan 67, 68, 69, dan 70 ............................... 66 Gambar 5.15 Peta iso sulfur seam K dan KL .................................................... 69 Gambar 5.16 Peta iso ash seam K dan KL ........................................................ 70 Gambar 5.17 Peta iso kalori seam K dan KL .................................................... 71 Gambar 5.18 Profil lokasi pengamatan 2 .......................................................... 77 Gambar 5.19 Peta iso sulfur seam L, LL, dan LLL ........................................... 78 Gambar 5.20 Peta iso ash seam L, LL, dan LLL .............................................. 79 Gambar 5.21 Peta iso kalori seam L, LL, dan LLL ........................................... 80
-
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Kolom stratigrafi Sub Cekungan Berau (Situmorang dan Burhan, 1995) ..........................................................................
21 Tabel 4.2 Kolom stratigrafi daerah penelitian (penulis, 2004) ................ 39 Tabel 4.3 Klasifikasi Lipatan menurut Fluety, 1964 ............................... 41 Tabel 5.1 Skema seam daerah penelitian ................................................ 43 Tabel 5.2 Karakteristik dan kualitas lapisan batubara grup G ................ 45 Tabel 5.3 Analisa lingkungan pengendapan lapisan batubara grup G ... 47 Tabel 5.4 Karakteristik dan kualitas lapisan batubara grup H ................ 53 Tabel 5.5 Analisa lingkungan pengendapan lapisan batubara grup H ... 58 Tabel 5.6 Karakteristik dan kualitas lapisan batubara J .......................... 59 Tabel 5.7 Analisa lingkungan pengendapan lapisan batubara J ............. 64 Tabel 5.8 Karakteristik dan kualitas lapisan batubara grup K ................ 67 Tabel 5.9 Analisa lingkungan pengendapan lapisan batubara grup K ... 68 Tabel 5.10 Karakteristik dan kualitas lapisan batubara grup K1 .............. 72 Tabel 5.11 Analisa lingkungan pengendapan lapisan batubara grup K1 . 73 Tabel 5.12 Karakteristik dan kualitas lapisan batubara grup L ................. 76 Tabel 5.13 Analisa lingkungan pengendapan lapisan batubara grup L .... 81
-
x
DAFTAR FOTO
Foto 1.1 Akses jalan di daerah penelitian .................................................. 3 Foto 4.1 Sungai Binungan ......................................................................... 28 Foto 4.2 Singkapan batupasir halus dengan nodul batulempung .............. 31 Foto 4.3 Singkapan batupasir sedang dengan sisipan batulempung .......... 34
-
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Batubara merupakan salah satu sumber energi alternatif yang sangat potensial untuk
dikembangkan di Indonesia, karena Indonesia salah satu negara yang memiliki
sumber daya batubara cukup banyak yang tersebar di Pulau Sumatera dan
Kalimantan.
Kegiatan eksplorasi mutlak dilakukan untuk mencari daerah yang potensial
mengandung batubara. Kegiatan ini meliputi eksplorasi di atas permukaan berupa
pemetaan topografi, pemetaan geologi dan struktur, dan eksplorasi di bawah
permukaan meliputi pemboran, elektronik logging, geolistrik, dan geomagnet.
Kegiatan eksplorasi juga bertujuan untuk mengetahui karakteristik lapisan batubara
yang ada disuatu daerah. Karakteristik batubara dapat meliputi geometri lapisan
batubara dan kualitas batubara. Dimana dengan diketahuinya karakteristik batubara di
daerah tersebut maka nilai ekonomis batubara dapat ditentukan.
Berdasarkan penjelasan di atas maka perlu dilakukan penelitian mengenai
karakteristik lapisan batubara pada daerah penelitian.
1.2 Maksud dan Tujuan
Maksud dilakukannya penelitian ini adalah untuk memenuhi salah satu persyaratan
akademik pada Jurusan Teknik Geologi, Universitas Pembangunan Nasional
Veteran Yogyakarta. Penelitian ini merupakan tugas akhir/skripsi untuk
mendapatkan gelar Sarjana (S1) pada bidang geologi.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk:
1. Mengetahui kondisi geomorfologi dan geologi daerah penelitian.
2. Mengetahui karakteristik batubara daerah penelitian ditinjau dari segi kualitas.
3. Mengetahui pengaruh lingkungan pengendapan terhadap kualitas batubara
(kandungan sulfur, abu, dan nilai kalori) daerah penelitian.
-
2
1.3 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Secara keilmuan mengetahui pengaruh lingkungan pengendapan terhadap sebaran
kualitas lapisan batubara (kandungan sulfur, abu, dan nilai kalori) pada daerah
penelitian.
2. Secara ekonomi dapat menentukan lapisan batubara yang layak untuk ditambang.
1.4 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian terletak pada wilayah konsesi pertambangan PT. Berau Coal yang
secara administratif terletak pada daerah Binungan, Kecamatan Sambaliung,
Kabupaten Berau, Kalimantan Timur. Daerah penelitian terletak kurang lebih 45 km
sebelah barat daya ibu kota Kabupaten Berau, Tanjung Redeb. Secara geografis
terletak pada koordinat:
UTM GEOGRAFIS
TITIK EASTING NORTHING TITIK BUJUR TIMUR LINTANG UTARA
(m) (m) (Derajat) (Menit) (Detik) (Derajat) (Menit) (Detik)
1 549,386.00 228,299.00 1 117 26 ' 39 " 2 3 ' 55 " 2 550,655.00 229,395.00 2 117 27 ' 20 " 2 4 ' 31 " 3 551,671.00 226,200.00 3 117 27 ' 53 " 2 2 ' 47 " 4 551,050.00 226,200.00 4 117 27 ' 33 " 2 2 ' 47 " 5 549,558.00 227,988.00 5 117 26 ' 44 " 2 3 ' 45 "
Luasan daerah penelitian 2.949.522 m2.
Daerah penelitian dapat dicapai dengan sarana transportasi sebagai berukut:
- Dari Yogyakarta menggunakan pesawat udara selama kurang lebih 2 jam menuju
Bandar Udara Sepinggang, Balikpapan.
- Dari Bandar udara Sepinggang dilanjutkan menggunakan pesawat udara selama
kurang lebih 1,5 jam menuju Bandar Udara Kalimaru, Tanjung Redeb.
- Dari kota Tanjung Redeb menuju daerah penelitian dapat ditempuh menggunakan
speed boad selama kurang lebih 40 menit, dan apabila menggunakan kendaraan
darat ditempuh selama kurang lebih 60 menit.
-
3
1.5 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana kondisi geografi dan geologi daerah penelitian ?
2. Bagaimana pengaruh lingkungan pengendapan terhadap kualitas sulfur, abu,
dan kalori batubara daerah penelitian ?
1.6 Hasil Penelitian
Hasil penelitian terdiri dari:
1. Kondisi geografi dan geologi daerah penelitian (dalam peta geomorfologi dan peta
geologi).
2. Pola sebaran kualitas batubara daerah penelitian yang meliputi kandungan sulfur,
kandungan abu, serta nilai kalori.
3. Hubungan lingkungan pengendapan terhadap kualitas (kandungan sulfur, abu, dan
nilai kalori) lapisan batubara.
Hasil penelitian disajikan dalam bentuk peta-peta, profil, kolom stratigrafi, serta tabel-
tabel.
Foto 1.1 Akses jalan di daerah penelitian yang masih berupa jalan tanah.
-
4
K A L I M A N T A N
M A
L A Y
S I
AS O U
T H
C H
I N A
S E
A
J A V A S E A
M A
K A
S A
R S
T R
A I
TW E S T
C E N T R A L
E A S T
S O U T H
P T BERAU COAL
PT ARUTMIN INDONESIA
PT ADARO
PT KIDECO
PT KENDILO
PT TANITO HARUMPT MULTI HARAPAN UTAMA
PT KALTIM PRIMA COAL
PT BARADINAMIKA
Pontianak
Palangkaraya
Banjarmasin
Balikpapan
Samarinda
Tarakan
: Coal Mine Area: Capital Province
: Town
Legend :
PT BAHARI CAKRAWALA SEBUKU
Kotabaru
Gambar 1.1 Peta lokasi PT. Berau Coal
-
5
Kasai
BatubatuMerancang Hilir
Merancang Hulu
GurimbangBangunGn.Tabur
BedungunRinding
Rantau Panjang
MeraangTumbit Melayu
Tumbit Dayak
Long Lanuk
Nyapa Indah
Sukan
LAUT
SULA
WES
I
Guntung
Lalawan
Tempurung
Muara Kasai
Sodang
Lunsuran NagaMuara Lunsuran Naga
Muara Pantai
Sungai Berau
Sungai Su
lumut
Sungai Lati
Sungai Ulak
Sungai Birang
Sung
ai Ke
lai
Sung
ai Bi
nung
an
Sungai Inaran
Sung
ai Tu
mbit
Labanan
Sung
ai Sia
ngga
ng
Sungai Pura
Sungai Punang
Sungai Nukai
Sungai Segah
D: Tanj_Sofwan /con_bc.srf
KAB.B E R A U
KAB.B U L U N G A N
Makasang
Sung
ai Sid
uung
Tanah Merah
Tepian Buah
Tanjung Redeb
Sambaliung
510000E 525000E 540000E 555000E 570000E 585000E 600000E
510000E 525000E 540000E 555000E 570000E 585000E 600000E
200000N
215000N
230000N
245000N
260000N
200000N
215000N
230000N
245000N
260000N
BERAU COAL
Sambarata
Punan Area
Kelai Area
Binungan Area
Teluk Bayur Area Gurimbang Area
Lati Area
Parapatan Area
Suaran
Tg. Per
angatSa
mbak
ungan
Malua
ng
Samb
urakat
Block 1- 4
Birang Area
SKALA 1 : 417.000
Keterangan :
Batas Konsesi DU 424
Batas Potensi Batubara
Sungai & anak sungai
KP Eksploitasi
Lokasi Daerah Penelitian
Gambar 1.2 Peta konsesi PT. Berau Coal
-
6
536,000 E 541,000 E 546,000 E 551,000 E
216,000 N221,000 N
226,000 N231,000 N
236,000 N
SUNGAI KELAI
SUNGAI INARAN
Binungan Blok 5&6
Binungan Blok 1 - 4
Scale 1 : 110.000
Parapatan
Rantau Panjang
Pegat bukur
Inaran
Meraang Tumbit Melayu
Tumbit dayak
Long Lanuk
Binungan Blok 7
Daerah Penelitian
1
2
34
5
Gambar 1.3 Peta lokasi daerah penelitian
UTM GEOGRAFIS
TITIK EASTING NORTHING TITIK BUJUR TIMUR LINTANG UTARA
(m) (m) (Derajat) (Menit) (Detik) (Derajat) (Menit) (Detik)
1 549,386.00 228,299.00 1 117 26 ' 39 " 2 3 ' 55 " 2 550,655.00 229,395.00 2 117 27 ' 20 " 2 4 ' 31 " 3 551,671.00 226,200.00 3 117 27 ' 53 " 2 2 ' 47 " 4 551,050.00 226,200.00 4 117 27 ' 33 " 2 2 ' 47 " 5 549,558.00 227,988.00 5 117 26 ' 44 " 2 3 ' 45 "
-
7
BAB 2
METODOLOGI 2.1 Ruang Lingkup Untuk membatasi pokok bahasan penelitian, maka dibangun ruang lingkup penelitian,
yaitu:
1. Ruang lingkup wilayah, daerah yang diteliti adalah daerah wilayah konsesi
penambangan PT. Berau Coal..
2. Ruang lingkup analisis yaitu menganalisis pengaruh lingkungan pengendapan
terhadap kualitas (kandungan sulfur, abu, dan nilai kalori) lapisan batubara.
2.2 Perolehan Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian adalah :
a. Data primer
- Jurus dan kemiringan lapisan batuan diperoleh dari pengamatan di lapangan
- Data profil singkapan
- Karakteristik fisik batubara
b. Data sekunder
- Data peneliti terdahulu pada daerah penelitian
- Data log bor
- Data electric logging
- Data analisa kimia (kandungan abu, total sulfur, dan nilai kalori)
- Peta geologi lembar Tanjung Redeb skala 1:250.000 (Situmorang dan Burhan,
1995)
- Peta topografi daerah Binungan blok 1-4 skala 1:5.000 dan 1:1.000
2.3 Pemilihan Jenis Data dan Pemrosesan Data
1. Data lingkungan pengendapan
Data profil didapat dari pengamatan langsung singkapan, dengan memperhatikan
aspek litologi, struktur sedimen, dan komposisinya sehingga didapat sifat fisik
batubara dan batuan pengapitnya. Data skunder berupa log bor, e-log, dan data
analisa kimia juga dipergunakan dalam analisa lingkungan pengendapan.
-
8
Data Pemboran (Survey dan Log bor)
2. Korelasi lapisan batubara
Korelasi antara titik bor didasarkan atas data-data log bor, e-log, dan data kualitas.
Data log bor diidentifikasi litologi, lapisan pengapit, ketebalan dan kedalaman
lapisan batubara. Sedangkan dari data e-log dilakukan analisa terhadap kesamaan
bentuk kurva gamma ray dan density antara titik bor. Dan untuk kualitas
dilakukan identifikasi terhadap nilai kualitas batubara yang hampir sama antara
titik bor. Untuk lebih jelasnya mengenai tahapan korelasi lapisan batubara dapat
dilihat pada gambar 2.1
Gambar 2.1 Skema korelasi lapisan batubara
Data Geofisika (Gamma, Density)
Data analisa kualitas batubara
Analisa batuan ( Sifat fisik, jenis litologi pengapit, ketebalan dan
kedalaman )
Evaluasi bentuk kurva ( Kesamaan bentuk
kurva, data kedalaman, dan ketebalan, tahanan
jenis dan densitas batuan )
Karakteristik kualitas yang hampir sama
EVALUASI DETAIL KORELASI
-
9
3. Data kualitas lapisan batubara
Data karakteristik fisik batubara yang didapat dari data profil, yaitu warna, gores,
kilap, kekerasan, pecahan, retakan, cleat, parting, amber/resin, roof dan floor
dikombinasikan dengan data analisa proximate untuk mendapatkan kualitas
batubara. Untuk lapisan batubara tertentu dibuat peta iso sulfur, iso ash, dan nilai
kalori dengan menggunakan software Mincom.
Data-data lingkungan pengendapan, kualitas lapisan batubara dianalisa untuk
mengetahui hubungan ketiga faktor tersebut.
2.4 Bahan dan alat Bahan yang dipergunakan, yaitu: 1. Data singkapan dan profil. 2. Data analisa kualitas batubara, berupa total sulfur, nilai kalori dan kandungan abu. 3. Data survey titik bor 4. Data log bor dan e-log 5. Peta topografi daerah penelitian skala 1:5000 dan 1 : 1000 6. HCl 0,1N. Alat yang digunakan, yaitu: 1. Alat tulis 2. Alat ukur 3. Palu geologi 4. Kompas geologi 5. Kamera 6. Komputer 7. Software
-
10
Data Primer
Data Profil- Litologi- Struktur Sedimen- Karakteristik Fisik Batubara
Peta Geologi- Sebaran Satuan Batuan- Kedudukan Lapisan Batuan- Struktur Geologi
Data Log Bor- Litologi- Struktur Sedimen- Karakteristik Fisik Batubara
Data Analisa Kimia- Kandungan Abu- Total Sulfur- Nilai Kalori
Data E-Log- Gamma Ray- Density
Geologi Regional (Cekungan Tarakan,Sub Cekungan Berau)- Stratigrafi- Fisiografi- Struktur Geologi
Data Sekunder
Lingkungan Pengendapan Kualitas BatubaraGeologi Daerah Penelitian
PENGARUH LINGKUNGAN PENGENDAPAN TERHADAP KUALITAS (TOTAL SULFUR, KANDUNGAN ABU, NILAI KALORI) LAPISAN BATUBARA
Gambar 2.2 Diagram alir Penelitian
-
11
BAB 3
KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
3.1 Kajian Pustaka
Situmorang dan Burhan (1995) melakukan pemetaan geologi yang menghasilkan peta
geologi permukaan lembar Tanjung Redeb dengan skala 1 : 250.000. Meliputi
Formasi Banggara, Formasi Sambakung, Formasi Tabalar, Batuan Terobosan, Batuan
Gunungapi Jelai, Formasi Birang, Formasi Latih, Formasi Tabul, Formasi Labanan,
Formasi Domaring, Formasi Sinjin, Formasi Sajau, Batugamping Terumbu dan
Endapan aluvial. Daerah penelitian termasuk dalam Formasi Latih ( gambar 3.1).
Mobill Oil dalam penelitian tahun 1985, membagi daerah penelitian menjadi dua
formasi yaitu Formasi Berau dengan ketebalan 1500 m yang terdiri atas konglomerat,
batupasir, batulumpur dan batubara, dan Formasi Steril dengan ketebalan < 2500 m
yang terdiri atas batupasir, batulanau, dan batugamping.
Menurut Rao & Glusloter (1973) dalam Ward (1984) dalam Coal Geology and Coal
Technology, menerangkan bahwa mineral sulfida (pirit) dalam batubara
kemungkinanan hadir sebagai hasil reduksi bakteri dari air dalam gambut yang kaya
sulfat selama awal pembentukan.
Dalam Ward (1984) dalam Coal Geology and Coal Technology, menerangkan bahwa
kandungan sulfur organik dalam batubara merupakan bagian dari analisis kandungan
total sulfur yang dilakukan dalam analisis ultimat. Kandungan abu di dalam batubara
merupakan sisa kandungan inorganik yang tidak dapat terbakar ketika batubara
tersebut di bakar. Ini hadir sebagian besar pada kandungan mineral di dalam batubara,
setelah komponen-komponen seperti CO2 (dari karbonat), SO2 (dari sulfida) dan H2O
(dari lempung) ditinggalkan setelah pembakaran. Batubara dengan kandungan abu
tinggi pada umumnya kurang sesuai dalam pemanfaatannya dari pada batubara
dengan kandungan abu rendah.
-
12
Tomb
Skala 1 : 250.000
Endapan AluvialQa
Tps
Tmpl
Tmpd Teot
Tml
Tomb
Daerah Penelitian
Tml
TmplTml
Tml
TmlTml
Tmpl
TmlTml
Tml
Tml
Tml
Tml
Tml
Tmpl
Tps
Tomb
Tomb
Tomb
Teot
Tmpd
Tps QaQa
Qa
Qa
Tml
S. BE
RAU
S. SE
GAH
TANJUNG REDEBTeluk Bayur
Rantau Panjang
Sambaliung
Sangkuang
G. TABUR
Kalam Panjang
BTLS
Gambar 3.1 Peta geologi regional daerah peneliti (Situmorang dan Burhan, 1995)
-
13
3.2 Landasan Teori
3.2.1 Parameter Kualitas Batubara Untuk menentukan klasifikasi dan spesifikasi batubara dibutuhkan beberapa
parameter kualitas batubara, antara lain :
1. Kandungan air
Kandungan air ini dibedakan atas :
a. Total moisture (kandungan air total)
Adalah banyak air yang terkandung dalam batubara sesuai kondisi lapangan,
baik yang terkait secara kimiawi maupun akibat pengaruh kondisi luar. Total
moisture sangat dipengeruhi olah faktor keadaan, sepetri iklim, ukuran butiran
dan faktor penambangan.
b. Free moisture (kandungan air bebas)
Merupakan air yang diserap pada permukaan batubara akibat pengaruh dari
luar.
c. Inherent moisture (kandungan air bawaan)
Merupakan kandungan air bawaan pada saat pembentukan batubara
2. Kandungan abu (ash)
Merupakan sisa-sisa zat anorganik yang terbentuk dalam batubara setelah dibakar.
Kandungan abu tersebut dapat dihasilkan dari pengotoran bawaan dalam proses
pembentukan batubara maupun pengotor yang berasal dari proses penambangan.
3. Zat terbang (volatile matter)
Zat tebang merupakan zat aktif yang menghasilkan energi/panas apabila batubara
tersebut dibakar. Umumnya terdiri dari gas-gas yang mudah terbakar seperti
Hidrogen, Karbonmonoksida (Co) dan Metan. Volatile matter sangat erat
kaitannya dengan rank dari batubara, makin tinggi kandungan volatile matter,
makin rendak klasnya. Dalam pembakaran batubara dengan zat terbang tinggi
akan mempercepat pembakaran karbon padatnya, sebaliknya zat terbang rendah
akan mempersulit proses pembakaran.Kadar zat terbang merupakan salah satu
parameter yang sangat penting dalam klasifikasi batubara.
4. Kandungan karbon tertambat (fixed carbon)
-
14
Merupakan karbon yang tertinggal setelah pendeterminasian zat terbang. Dengan
adanya pengeluaran zat terbang dan kandungan air, maka karbon tertambat akan
secara otomatis akan naik, sehingga semakin tinggi kandungan karbonnya, kelas
batubara makin baik.
5. Nilai Kalori (caloric Value)
Harga nilai kalori merupakan penjumlahan dari harga panas pembangaran unsur-
unsur pembentukan batubara. Gross caloric value merupakan nilai kalori yang
biasa dipakai sebagai laporan analisis. Net caloric value merupakan nilai kalor
yang benar-benar dimanfaatkan dalam proses pembakaran batubara.
6. Total sulfur
Yaitu kandungan sulfur yang terdapat dalam batubara, baik yang terikat/terbentuk
sebagai senyawa organik, pirit, maupun senyawa anorganik.
3.2.2 Analisis Kimia Batubara Conto batubara yang akan dianalisis diambil dari hasil pemboran inti dengan system
play-by-play. Dimana interval conto disesuaikan dengan data analisa kimia yang telah
ada. Dasar analisis batubara yang dilakukan adalah pada kondisi air dry based (adb),
yaitu kondisi dimana batubara telah dikeringkan sehingga sesuai dengan kondisi
laboratorium dimana masih ada inherent moisture.
Pada penelitian ini data analisis kimia yang digunakan adalah:
1. Kandungan abu
2. Total sulfur
3. Nilai Kalori
3.2.3 Karakteristik Fisik Lapisan Batubara Data karaktereristik fisik batubara diperoleh dari data profil yaitu pengamatan
langsung di lapangan dan pembacaan ulang data log bor yang ada. Adapun parameter
yang digunakan adalah:
1. Warna
-
15
Warna batubara bervariasi dari hitam mengkilap hingga coklat kusam. Secara
umum warna dapat digunakan sebagai langkah awal dalam penentuan rank
batubara. Warna batubara yang hitam mengkilap secara umum penyusunnya
terdiri dari vitrain (kaya akan maseral vitrinite yang berasal dari kayu dan serat
kayu) berupa bituminous antrasit (high rank) dan clarain (kaya akan maseal
vitrinite dan liptinite berasal dari spora, serbuk sari dan getah) berupa lignite (low
rank).
2. Pelapukan
Batubara high rank tidak mudah mengalami pelapukan, sedangkan batubara low
rank mudah mengalami pelapukan.
3. Gores
Batubara bituminous memiliki gores hitam kecoklatan sedangkan batubara lignit
memiliki gores berwarna coklat.
4. Kilap
Batubara high rank umumnya mengkilap sedangkan batubara low rank memiliki
kilap kusam.
5. Kekerasan
Secara umum batubara high rank tidak keras atau mudah pecah. Sedangkan
batubara low rank keras.
6. Pecahan
Batubara antrasit pecahannya concoidal sedangkan bituminous dan lignit memiliki
pecahan yang tidak teratur.
7. Pengotor atau parting
Berupa batupasir, batulempung, batulanau, di dalam lapisan batubara. Tebal
pengotor ini bervariasi mulai dari beberapa millimeter sampai beberapa
sentimeter.
8. Plant remain
Merupakan sisa tumbuhan/dedaunan yang tertinggal dan mengalami pembusukan,
biasanya terdapat di sekitar batubara ( di atas maupun di bawah lapisan batubara).
9. Pirit
-
16
Keterdapatan pirit dalam batubara dapat diamati secara langsung di lapangan,
dimana kandungan pirit ini merupakan bagian dari analisis total sulfur dalam
batubara.
10. Amber/resin
Amber berasal dari getah yang sifatnya tahan terhadap pembusukan dan
merupakan material dalam batubara yang berwarna kuning, kuning keemasan,
coklat, merah kekuningan. Kehadiran amber berkaitan erat dengan nilai kalori
dikarenakan amber dapat menaikkan nilai kalori.
3.2.4 Analisa Lingkungan Pengendapan
Analisan lingkungan pengendapan menggunakan pendekatan yang dikemukakan oleh
Horne (1978), karena model lingkungan pengendapan yang dikemukakan oleh Horne
(1978) merupakan model yang membahas lingkungan pengandapan batubara, yang
sesuai dengan daerah penelitian dimana pada daerah penelitian juga diendapkan
batubara. Di dalam model pengendapan, Horne (1978) membagi lingkungan
pengendapan dari pantai sampai darat menjadi: barrier, back barrier, lower delta
plain, transitional lower delta plain, upper delta plain fluvial (Gambar 3.2), dan
juga membaginya lagi dalam beberapa sub lingkungan pengendapan, dengan
didukung data-data lapisan batuan yang berkembang di daerah tersebut.
Berdasarkan karakteristik lingkungan pengendapan batubara (Horne, 1978 dalam
Kuncoro, 2002), aplikasi model pengendapan batubara dapat dibagi atas:
1. Lingkungan back barrier: batubaranya tipis, pola sebarannya memanjang sejajar
sistem penghalang atau sejajar jurus perlapisan, bentuk lapisan melembar karena
dipengaruhi tidal channel setelah pengendapan atau bersamaan dengan proses
pengendapan dan kandungan sulfurnya tinggi.
2. Lingkungan lower delta plain: batubaranya tipis, pola sebarannya umumnya
sepanjang channel atau jurus pengendapan, bentuk lapisan ditandai oleh hadirnya
splitting oleh endapan crevase splay dan kandungan sulfurnya agak tinggi.
3. Lingkungan transitional lower delta plain: batubaranya tebal dapat lebih dari 10
m, tersebar meluas cenderung memanjang jurus pengendapan, tetapi kemenerusan
secara lateral sering terpotong channel, bentuk lapisan batubara ditandai splitting
-
17
akibat channel kontemporer dan washout oleh channel subsekuen dan kandungan
sulfurnya agak rendah.
4. Lingkungan upper delta plain fluvial: batubaranya tebal dapat mencapai lebih
dari 10 m, sebarannya meluas cenderung memanjang sejajar jurus pengendapan,
tetapi kemenerusan secara lateral sering terpotong channel, bentuk batubara
ditandai hadirnya splitting akibat channel kontemporer dan washout oleh channel
subsekuen dan kandungan sulfurnya rendah.
Gambar 3.2 Model lingkungan pengendapan batubara dari daerah pantai sampai darat
(Horne, 1978).
-
18
BAB 4
GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
4.1 Geologi Regional
4.1.1 Fisiografi
Menurut Situmorang 1986, secara fisiografi cekungan Tarakan berupa depresi
berbentuk busur yang terbuka kearah timur ke arah selat Makasar/Laut Selawesi yang
meluas ke utara menuju Sabah dan berhenti pada zona subduksi di Tinggian
Samporna dan merupakan cekungan yang paling utara di Kalimatan Timur,
sedangkan batas selatannya adalah Punggungan Suikerbrood dan Tinggian
Mangkalihat yang memisahkan cekungan Tarakan dengan cekungan Kutai, dibagian
barat dibatasi oleh lapisan sedimen Pra-Tersier Tinggian Kuching (Gambar 4.1).
Gambar 4.1 Fisiografi Cekungan Tarakan Menurut Situmorang (1986)
-
19
4.1.2 Stratigrafi
Daerah penelitian terletak pada Cekungan Tarakan, Sub Cekungan Berau. Menurut
Situmorang dan Burhan (1995) Secara regional daerah Sub Cekungan Berau terdiri
dari batuan sedimen, batuan gunung api dan batuan beku dengan kisaran umur dari
PraTersier ( Kapur ) hingga Kuarter. Anak Cekungan Berau dari yang tua ke muda
terdiri dari Formasi Banggara ( Kbs ), Formasi Sambakung ( Tes ), Formasi Tabalar (
Teot ), Batuan Terobosan ( Tomi ), Batuan Gunungapi Jelai ( Tomj ), Formasi Birang
( Tomb ), Formasi Latih ( Tml ), Formasi Tabul ( Tmt ), Formasi Labanan ( Tmpl ),
Formasi Domaring ( Tmpd ), Formasi Sinjin ( Tps ), Formasi Sajau ( TQps ),
Batugamping Terumbu ( Ql ) dan Endapan aluvial ( Qa ).
Formasi Bangara ( Kbs ) : Perselingan batulempung malih, batulempung
terkersikkan, batulempung hitam bersisipan serpih dan laminasi tuff, mengandung
radiolaria, satuan batuan merupakan endapan flysh. Umurnya Kapur.
Formasi Sembakung ( Tes ) : Batulempung, batulanau, dan batupasir dibagian
bawah ; Batupasir kuarsa, batugamping pasiran, rijang dan tuf dibagian atas ;
mengandung fosil nummulites sp, Discocylclina sp, Operculina sp, Globigerina sp,
Reusela sp, Nodosaria sp, Planulina sp, Amphistegina sp dan Borelis sp ; Tebal
satuan batuan lebih dari 1000 m, diendapkan dalam lingkungan laut, berumur Eosen.
Formasi Tabalar ( Toet ) : Napal abu abu, batupasir, serpih, sisipan batugamping
dan konglomerat alas dibagian bawah, batugamping dolomite, kalkarenit dan sisipan
napal dibagian atas ; diendapkan dalam lingkungan fluviatil - laut dangkal; tebal
satuan mencapai 1000 m. Umurnya Eosen Oligosen .
Batuan Terobosan ( Tomi ) : Andesit, terdiri dari andesit vitrovir, andesit
terpropilitikan dan lava andesit piroksen.
Batuan Gunungapi Jelai ( Tomj ) : Breksi gunungapi, batupasir tufaan dan tuff,
bersisipan batubara, menunjukan lapisan bersusun dan silang siur diterobos retas
retas batuan beku bersusun andesit, tebal satuan antara 100 dan 200 meter. Umurnya
Oligosen Miocen.
Formasi Birang ( Tomb ) : Perselingan napal, batugamping dan tuff dibagian atas,
dan perselingan rijang, napal, konglomerat, batupasir kuarsa dan batugamping
dibagian bawah ; Tebal satuan batuan lebih dari 1100 m ;
-
20
mengandung fosil antara lain : Lepidocylina ephicides, Spiroclypeus sp, Miogypsina
sp, Margionopora vertebralis, Operculina sp, Globigerina tripartita, Globoquadrina
altispira, Globorotalia mayeri, Globorotalia peripheronda, Globigerinoides
immaturus, Globigerinoides sacculifer, Pra Orbulina transitoria, Uvigerina sp,
Cassidulina sp. Kisaran Umur Oligosen Miosen.
Formasi Latih ( Tml ) : Batupasir kuarsa, batulempung, batulanau, dan batubara
dibagian atas; bersisipan serpih pasiran dan batugamping dibagian bawah. Lapisan
batubara ( 0,2 5,5 m ), berwarna hitam, coklat; tebal satuan batuan kurang lebih 800
m, diendapkan dalam lingkungan delta, estuarin dan laut dangkal; mengandung fosil
antara lain : Pra Orbulina glomerosa, Pra Orbulina transitioria; berumur Miosen
Awal Miosen Tengah.
Formasi Tabul ( Tmt ) : Terdiri dari batupasir, batulempung konglomerat dan
sisipan batubara ; mengandung Operculina sp, tebal satuan kurang lebih 1050 m.
Satuan batuan merupakan endapan regresif delta. Umurnya Miosen Akhir.
Formasi Labanan ( Tmpl ) : Perselingan konglomerat aneka bahan, batupasir,
batulanau, batulempung disisipi batugamping dan batubara. Lapisan batubara ( 0,2
1,5 m ) berwarna hitam, coklat. Tebal satuan lebih kurang 450 m, diendapkan dalam
lingkungan fluviatil. Umurnya Miosen Akhir Pliosen.
Formasi Domaring ( Tmpd ) : Batugamping terumbu, batugamping kapuran, napal
dan sisipan batubara muda ; diendapkan dalam lingkungan rawa litoral. Tebalnya
mencapai 1000 m, berumur Miosen Akhir Pliosen.
Formasi Sinjin ( Tps ) : Perselingan tuf, aglomerat, lapili, lava andesit piroksen, tuf
terkersikan, batulempung tufaan dan kaolin, mengandung lignit, kuarsa, feldsfar, dan
mineral hitam. Tebal satuan batuan lebih dari 500m.
Formasi Sajau ( TQps ) : Perselingan batulempung, batulanau, batupasir,
konglomerat, disisipi batubara, mengandung moluska, kuarsit dan mika ; menunjukan
struktur silang siur dan laminasi. Lapisan batubara ( 0,2 1 m ) berwarna hitam,
coklat. Tebal satuan batuan lebih kurang 775 m. Diendapkan dalam lingkungan
fluviatil dan delta.
Batugamping Terumbu ( Ql ) : Trumbu, koral dan breksi koral, berwarna putih
sampai kelabu, coklat, kristalin, berongga, mengandung koral, setempat terbreksikan,
diendapkan dalam lingkungan laut dangkal.
-
21
ENDAPAN BATUAN BATUAN PERMUKAAN GUNUNG API TEROBOSAN
MES
OZO
IKU
M
KA
PU
R AKHIR
KE
NO
ZOIK
UM
HOLOSEN
MASA ZAMAN
PLIOSEN
MIO
SE
N
AKHIR
AKHIR
TENGAH
AWAL
BATUAN SEDIMENKALA
EOSEN
PALEOSEN
TER
SIE
R
PLI
STO
SE
N
KU
AR
TER
AWAL
OLIGOSEN
TENGAH
AWAL
Qa Ql
TQps
TmtTmpl Tmpd
Tml
Tomb
Teot
Tes
Kbs
Tps
Tomj
Tomi
Endapan Aluvial ( Qa ) : Lumpur, lanau, pasir, kerikil, kerakal dan gambut berwarna
kelabu sampai kehitaman, tebalnya lebih dari 40 m.
Tabel 4.1 Kolom stratigrafi Sub Cekungan Berau (Situmorang dan Burhan, 1995)
-
22
4.1.3 Struktur Geologi
Situmorang dan Burhan, (1992) menyimpulkan bahwa di daerah ini termasuk ke
dalam Tanjung Redeb, yang struktur utamanya berupa lipatan, sesar normal, sesar
geser dan sesar naik yang mempunyai arah umum Barat LautTenggara dan Barat
DayaTimur Laut.
Di daerah ini diduga paling sedikit terjadi tiga kali kejadian tektonik. Tektonik yang
pertama terjadi pada Akhir Kapur atau lebih tua, gejala ini menyebabkan terjadinya
perlipatan dan pensesaran serta peralihan regional derajat rendah pada Formasi
Bangara yang berumur Kapur AkhirEocen Awal.
Tektonik kedua terjadi pada Akhir Eosen Awal atau sesudah terbentuknya Formasi
Sembakung yang berumur Eosen yang mengakibatkan formasi ini terlipat, tersesarkan
dan mengalami metamorfosa derajat rendah dan diikuti oleh terobosan batuan beku
Andesit berumur Oligosen awal. Bersamaan dengan pengendapan Formasi Birang
pada Miosen Awal juga diikuti oleh Formasi Latih di daerah Teluk Bayur dan
sekitarnya, selanjutnya pada Miosen Akhir sampai Awal Pliosen terbentuk Formasi
Labanan.
Sesudah pembentukan Formasi Labanan ini terjadi lagi kegiatan tektonik yang ketiga
sehingga terbentuk lipatan, sesar dan diikuti Terobosan Andesit yang mengalami
alterasi dan mineralisasi.
-
23
Gambar 4.2 Struktur regional cekungan Tarakan Situmorang dan Burhan (1992)
BERAU SUB BASIN
Lokasi Penelitian
-
24
4.2 Geologi Daerah Penelitian 4.2.1 Geomorfologi
Kajian pembagian bentuklahan didaerah penelitian mengacu pada konsep yang
dikemukakan oleh van Zuidam (1983) yang telah membuat klasifikasi bentuklahan
berdasarkan aspek geomorfologi, meliputi :
1. Aspek morfologi, merupakan aspek yang mempelajari relef secara umum,
meliputi :
a. Morfografi : merupakan aspek-aspek yang bersifat pemerian suatu daerah
antara lain : lembah, bukit, punggungan, pegunungan, dll.
b. Morfometri : merupakan aspekaspek kuantitatif dari suatu daerah, seperti
kemiringan lereng, ketinggian, beda tinggi, bentuk lembah, tingkat erosi, atau
pola pengaliran.
2. Morfogenesa : yaitu studi mengenai proses geomorfologi yakni proses yang
mengakibatkan perubahan bentuklahan yang mencakup aspek :
a. Morfo-struktur aktif : berupa tenaga endogen dan struktur geologi seperti
sinklin, antiklin, dan sesar.
b. Morfo-struktur pasif : meliputi litologi dan berhubungan dengan pelapukan.
c. Morfo-dinamik : berupa tenaga eksogen yang berhubungan dengan tenaga
angin, air, gerak masa batuan, dan volkanisme.
Daerah penelitian didominasi oleh perbukitan dan sebagian kecil dataran dengan
ketinggian berkisar antara 5 130 meter di atas permukaan laut. Perkembangan
bentuklahan daerah Binungan dipengaruhi oleh beberapa faktor yang cukup dominan
antara lain struktur geologi, litologi penyusun yaitu batupasir, batulempung,
batulanau, dan batubara yang memiliki tingkat resistensi yang berbeda-beda, serta
tingginya tingkat erosi yang ada.
Berdasarkan aspek geomorfologi diatas, daerah penelitian dapat dibagi menjadi
menjadi tiga bentukan asal yaitu bentukan asal struktural terdenudasi dengan sub
satuan geomorfik adalah Punggungan Tererosi (S1), satuan bentukan asal
Denudasional, dengan sub satuan geomorfik adalah Lembah Hasil Erosi (D1) dan
Perbukitan Tererosi (D2), dan satuan bentukan asal Fluvial dengan sub satuan
geomorfik Dataran Aluvial (F1).
-
25
4.2.1.1 Punggungan Tererosi (S1)
Satuan geomorfik Punggungan Tererosi terletak di bagian barat daerah penelitian
dengan luasan kurang lebih 25% dari total luasan daerah penelitian.
Satuan geomorfik Punggungan Tererosi ini merupakan sayap bagian barat dari sinklin
Binungan yang memiliki beda tinggi berkisar antara 25 130 meter dari permukaan
air laut, bentuk punggungan memanjang relatif tenggara-baratlaut mengikuti arah
sumbu sinklin Binungan dikontrol oleh adanya sesar naik. Sub satuan geomorfik ini
memiliki lereng yang curam sampai sangat curam dengan kemiringan berkisar antara
30-95%.
Ciri litologi satuan geomorfik Punggungan Struktural ini didominasi oleh batupasir
dengan ukuran butir halus sampai sangat kasar dengan batulempung, dan batubara
sebagai sisipan.
Arah umum batuan yang ada sangat bervariasi berkisar antara N1400E-N3400E
dengan dip yang cukup besar bekisar antara 200-740.
Pelapukan dan erosi yang terjadi cukup intensif, hal ini dapat dibuktikan dengan tebal
lapisan soil akibat pelapukan fisik dan kimia antara dua sampai empat meter. Serta
erosi oleh sungai-sungai yang membentuk lembah yang dalam.
4.2.1.2 Lembah Hasil Erosi (D1)
Satuan geomorfik Lembah Hasil Erosi terletak di bagian tengah daerah penelitian
dengan luasan kurang lebih 15% dari total luasan daerah penelitian.
Satuan geomorfik Lembah Hasil Erosi memiliki beda tinggi antara 5-20 meter dari
permukaan air laut, dan memiliki lereng yang landai sampai miring dengan
kemiringan lereng berkisar antara 4-10%.
Ciri litologi yang ada yaitu batupasir sedang sampai halus, batulempung, batulanau
dan batubara. Arah umum lapisan yaitu N1400E-N1800E, dengan dip berkisar antara
50-200 pada bagian timur dan N3300E-N060E dengan dip antara 350-800 pada bagian
barat.
Pelapukan yang terjadi cukup intensif ditandai dengan tebalnya lapisan soil yang ada.
Sedangkan erosi kurang berkembang dikarenakan beda tinggi yang kecil sehingga
arus sungai yang ada kecil. Dibeberapa tempat pada satuan geomorfik ini ditemukan
rawa-rawa yang merupakan muara sungai-sungai kecil yang ada di sekitarnya.
-
26
4.2.1.3 Perbukitan Tererosi (D2)
Satuan geomorfik Perbukitan Tererosi terbagi menjadi dua yaitu yang terletak
dibagian utara dan dibagian selatan daerah penelitian. Luasan satuan geomorfik ini
kurang lebih 55% dari total luasan daerah penelitian.
Sataun geomorfik Perbukitan Sinklin memiliki beda tinggi berkisar antara 10-80
meter dari permukaan air laut, dan memiliki lereng curam menengah sampai sangat
curam dengan kemiringan lereng berkisar antara 16-75%. Arah umum perbukitan
pada satuan geomorfik ini yang terletak di bagian utara adalah utara-selatan dan
timurlaut- baratdaya yang tegak lurus dengan arah umum lapisan batuan. Sedangkan
pada bagian selatan memiliki arah umum perbukitan yaitu utara-selatan yang sejajar
dengan arah umum lapisan batuan
Ciri litologi yang ada pada satuan geomorfik ini didominasi oleh sedimen berbutir
halus yaitu batupasir halus, batulempung dan batulanau. Terdapat juga lapisan
batubara dan batupasir kasar. Arah umum lapisan batuan pada bagian utara berkisar
antara N780E-N1200E dengan dip bekisar antara 100-350, sedangkan pada bagian
selatan berkisar antara N1600E-N1850E dengan dip bekisar antara 140-560
Pelapukan dan erosi berlangsung cukup intensif yang tampak dari banyaknya sungai
sungai yang memotong perbukitan dan tebalnya soil akibat pelapukan yang terjadi.
4.2.1.4 Dataran Aluvial (F1)
Satuan geomorfik Dataran Aluvial terletak dibagian timur daerah penelitian, ditepi
Sungai Binungan dengan luasan sekitar 5%.
Satuan geomorfik ini memiliki beda tinggi antara 5-14 meter dari permukaan laut,
lereng yang rata sampai landai dengan kemiringan berkisar antara 0-5%.
Ciri litologi dari sataun geomorfik ini adalah berupa material lepas berukuran pasir
sampai lempung. Satuan geomorfik ini merupakan akumulasi dari materia-material
lepas hasil erosi pada bagian hulu dan tubuh sungai dan terendapkan pada kelokan-
kelokan sungai.
-
27
4.2.1.5 Pola Aliran dan Stadia Erosi
Pengklasifikasian pola aliran di daerah penelitian didasarkan pada pola sungai secara
umum dan arah aliran sungai yang telah dikelompokkan olah Howard (1967).
Gambar 4.3 Pola aliran sungai (Howard, 1967)
Pola aliran sungai di daerah binungan secara umum adalah sub dendritik, dimana
cabang sungai mengalir berkelok-kelok yang membentuk seperti ranting pohon yang
bermuara di Sungai Binungan ( gambar 4.4).
Sungai yang berkembang di daerah telitian di dominasi oleh tipe sungai obsekuen
dimana aliran sungai mengalir berlawanan dengan arah kemiringan lapisan
Berdasarkan genesanya maka pola aliran sungai pada daerah penelitian dapat
diklasifikasikan menjadi sungai sub sekuen yaitu sungai yang mengalir searah dengan
jurus perlapisan, dan sungai obsekuen yaitu sungai yang mengalir berlawanan dengan
kemiringan lapisan.
Daerah penelitian termasuk dalam stadia erosi muda hingga dewasa, yang ditunjukkan
oleh aliran anak sungai yang menyesuaikan dengan bentuk lembah yang ada, masih
dipengaruhi oleh variasi litologi yang ada, dan sungai utama yaitu Sungai Binungan
menunjukkan stadia dewasa yang ditunjukkan dengan bentuk sungai yang bermeander
(foto 4.1)
-
28
Foto 4.1 Sungai Binungan yang menunjukkan stadia dewasa
-
29
Gambar 4.4 Peta pola aliran daerah penelitian
-
30
4.2.2 Stratigrafi
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di lapangan, didapatkan batuan yang ada di
daerah penelitian meliputi batupasir, batulanau, batulempung, dan batubara.
Litologi yang terdapat di daerah penelitian termasuk dalam satuan litostratigraphi tak
resmi dari tua kemuda yaitu satuan batupasir Latih, satuan batupasir kuarsa Latih,
satuan batulempung Latih, dan endapan aluvial. Untuk penentuan umur sedapat
mungkin dilakukan dengan menggunakan analisa fosil foraminifera plankton. Namun
apabila tidak di temukannya fosil, maka penentuan umur mengacu pada peneliti
terdahulu. Sedangkan untuk penentuan lingkungan pengendapan didasarkan pada
aspek fisik, kimia, dan biologi dari singkapan yang ada ditambah dengan data
pemboran yang ada, dan membandingkan dengan sub lingkungan pengendapan dari
Horne (1978).
4.2.2.1 Satuan batupasir Latih
Penyebaran dan Ketebalan
Satuan batupasir Latih merupakan satuan batuan yang terendapkan paling awal,
penyebaran satuan ini berada di bagian barat daerah penelitian. Batas bagian barat
satuan ini berbatasan dengan batas daerah penelitian sedangkan bagian utara, timur
dan selatan daerah ini dibatasi dengan kontak struktur yaitu Sesar Naik Binungan.
Ketebalan satuan ini lebih besar dari 75 meter. Satuan ini menempati 10% dari total luas keseluruhan daerah penelitian.
Litologi
Batupasir halus merupakan litologi yang dominan pada satuan ini dengan perselingan
batulanau dan batulempung. Batupasir memiliki warna abu-abu kecoklatan, struktur
sedimen massif, perlapisan, dan coarsening up, ukuran butir pasir sedang-pasir
sangat halus, pemilahan baik, kemas tertutup, membundar, komposisi mineral kuarsa,
dibeberapa tempat terapat nodul oksida besi pada lapisan batupasir ( foto 4.2).Dari
hasil pengamatan petrografis, memiliki warna abu-abu kecoklatan, tekstur klastik,
ukuran butir 0,001-0,1 mm, kemas terbuka, bentuk butir menyudut tanggung-
-
31
membulat, komposisi mineral kuarsa (17%), mineral opak (16%), mineral lempung
(39%), lithic (28%), dengan nama lithic wacke (klasifikasi Gilbert, 1954)
Batulempung memiliki warna abu-abu kecoklatan, struktur sedimen massif, laminasi,
perlapisan. Batulempung pada satuan ini merupakan sisipan dengan ketebalan 0,1-1
meter.
Batulanau memiliki warna coklat muda, dengan struktur sedimen massif, perlapisan.
Batulanau pada satuan ini merupakan perselingan dengan batupasir dan sisipan
dengan ketebalan 0,2 6 meter. Berdasarkan pengamatan petrografis, memiliki warna
abu-abu kecoklatan, tekstur klastik, ukuran butir 0,01-0,04 mm, kemas terbuka,
bentuk butir menyudut tanggung-membulat, komposisi mineral kuarsa (14%), mineral
opak (8%), mineral lempung (66%), lithic (12%), dengan nama claystone (klasifikasi
Gilbert, 1954)
Foto 4.2 Singkapan batupasir halus dengan nodul oksida besi
Umur
Berdasarkan kesebandingan ciri litologi dengan peneliti terdahulu maka dapat
diinterpretasikan bahwa satuan batupasir ini termasuk dalam Formasi Latih bagian
bawah dengan umur Miosen Awal - Miosen Tengah (Situmorang & Burhan 1995).
-
32
Lingkungan Pengendapan
Bagian bawah satuan ini dijumpai batulanau yang semakin ke atas berangsur berubah
menjadi batupasir sedang. Pada beberapa tempat dijumpai batupasir dengan nodul
oksida besi dan adanya perulangan pengendapan batupasir dan batulempung.
Kehadiran nodul oksida besi tersebut menunjukkan bahwa pengendapan batuan
tersebut pernah terhenti dan muncul kepermukaan sehingga bereaksi dengan udara
luar membentuk nudul-nodul oksida besi. Hal ini mengindikasikan arus pasang surut
cukup berpengaruh pada pengendapan satuan ini. Selain itu kehadiran struktur
sediment coarsening up pada batupasir menunjukkan bahwa litologi ini terendapkan
pada chanel-chanel delta. Semen yang dominant pada satuan ini adalah silica dan
beberapa tempat terdapat semen oksida.
Berdasarkan aspek diatas, maka satuan ini dapat dimasukkan dalam lingkungan
pengendapan Transisional Lower Delta Plain (Horne 1978) ( gambar 4.5).
4.2.2.2 Satuan batupasir kuarsa Latih Penyebaran dan Ketebalan Satuan batupasir kuarsa Latih merupakan satuan yang terendapkan setelah satuan
Batupasir Latih. Satuan ini terletak pada bagian tengah daerah penelitian. Penyebaran
memanjang relatif baratlaut-tenggara dengan kemiringan lapisan relatif kearah
baratdaya. Ketebalan satuan batupasir kuarsa Latih dari hasil analisa adalah 445
meter. Satuan ini menempati 45% dari total luas keseluruhan daerah penelitian.
Litologi Satuan batupasir kuarsa Laith tersusun oleh perselingan batupasir dengan
batulempung, batulanau, batulempung pasiran, dan batubara.
-
33
Gambar 4.5 Sekuen endapan transitional lower delta plain (Horne, 1978).
Batupasir pada umumnya berwarna coklat kemerahan tetapi di beberapa tempat
dijumpai juga yang berwarna abu-abu, ukuran butir pasir halus sampai pasir sedang,
pemilahan sedang, membulat baik-membulat, terdiri dari fragmen kuarsa dengan
semen silica. Dijumpai adanya sisipan batulempung, batulanau, dan batubara. Struktur
sedimen yang terdapat pada batupasir adalah massif, perlapisan, laminasi, cross
bedding, graded bedding, dan dibeberapa tempat terdapat struktur burrow. Dua
sample batupasir yang dilakukan analisa petrografi didapatkan hasil yang berbeda.
-
34
Pada analisa petrografi untuk sample dari lokasi pengamatan 39, didapatkan batupasir
dengan warna abu-abu kecoklatan, tekstur klastik, ukuran butir 0,05-0,25 mm, kemas
terbuka, bentuk butir menyudut tanggung-membulat tanggung, butiran terdiri dari
kuarsa (76%) dan mineral opak (16%) dengan rongga antar butir terisi mineral
lempung (8%), dengan nama lithic arenit (klasifikasi Gilbert, 1954). Pada analisa
petrografi untuk sample dari lokasi pengamatan 17, didapatkan batupasir dengan
coklat kehitaman, tekstur klastik, ukuran butir 0,02-0,15 mm, kemas terbuka, bentuk
butir menyudut tanggung-membulat, butiran terdiri dari kuarsa (56%), mineral opak
(4%), biotit (2%), lithic (20%) dengan rongga antar butir terisi mineral lempung
(18%), dengan nama lithic wake (klasifikasi Gilbert, 1954)
Batulempung pada umumnya berwarna abu-abu sampai abu-abu gelap. Struktur yang
ada yaitu massif, perlapisan, laminasi, dan burrow. Batulempung yang mengapit
batubara biasanya mengandung karbonan dengan struktur massif dan menyerpih.
Foto 4.3 Singkapan batupasir sedang dengan sisipan batulempung.
Batulanau berwarna coklat sampai abu-abu cerah dengan struktur sedimen yang
berkembang adalah massif, perlapisan, coarsening up dan burrow. Litologi ini
biasanya hadir sebagai sisipan pada batupasir dengan ketebalan 0,10-4 meter.
Batulempung pasiran, pada umumnya berwarna abu-abu kecoklatan, ukuran butir
pasir sangat halus, semen silica, berlapis antara 0,10-2,5 meter, struktur yang
berkembang umumnya massif dan laminasi.
-
35
Batubara, umumnya berwarna hitam, mengkilap, gores coklat sampai hitam, brittle,
pecahan sub concoidal-concoidal, dijumpai cleat baik itu cleat terbuka dan tertutup.
Ketebalan batubara bervariasi mulai dari 0,20 sampai 3.2 meter. Kontak batubara
dengan batuan yang lain ada yang tegas dan berangsur.
Umur
Berdasarkan kesebandingan ciri litologi dengan peneliti terdahulu maka dapat
diinterpretasikan bahwa satuan ini termasuk dalam Formasi Latih bagian tengah
dengan umur Miosen Tengah (Situmorang & Burhan 1995).
Lingkungan Pengendapan
Bagian bawah satuan ini dijumpai batupasir dengan perselingan batulanau. Kemudian
diikuti dengan pengendapan batupasir selang-seling dengan batulempung, batulanau,
dan batubara. Pada bagian atas satuan ini terendapkan batupasir dengan sisipan
batulempung dan batulanau. Terdapat struktur sediment berupa burrow, coarsening
up, perlapisan, perlapisan silangsiur dan laminasi. Pada satuan ini dijumpai beberapa
seam batubara dengan penyebaran yang luas. Berdasarkan data-data di atas, maka
dapat diinterpretasikan bahwa lingkungan pengendapan satuan ini adalah Transisional
Lower Delta Plain (Horne 1978) (gambar 4.5).
4.2.2.3 Satuan batulempung Latih
Penyebaran dan Ketebalan
Satuan batulempung Latih merupakan satuan yang terendapkan setelah satuan
batupasir kuarsa Latih. Penyebaran satuan ini berada di tengah daerah penelitian yaitu
sepanjang sumbu Sinklin Binungan menempati 40% dari total luasan daerah penelitian. Ketebalan satuan ini 225 m .
-
36
Litologi
Satuan batulempung Latih tersusun oleh perselingan batulempung dengan batupasir,
batulanau, dan sisipan batubara (gambar 4.6).
Batulempung berwarna abu-abu cerah sampai abu-abu gelap dengan struktur sedimen
massif, perlapisan, laminasi, dan burrow. Dibeberapa tempat terutama para roof dan
floor batubara, batulempung banyak mengandung unsur karbonan. Berdasarkan
pengamatan petrografi didapatkan warna coklat kehitaman, didominasi oleh mineral
berukuran lempung dengan butiran berupa kuarsa (8%), mineral opak (4%), lithic
(9%), karbon (22%), dengan ukuran butir 0,01- 0,04 yang tertanam pada lempung
(57%).
Batupasir, pada umumnya berwarna abu-abu, dengan ukuran butir pasir sangat halus
sampai pasir sedang, pemilahan baik, membundar baik, komposisi kuarsa, semen
silika. Struktur sedimen yang ada yaitu massif, perlapisan, perlapisan silangsiur,
coarsening up, dan burrow.
Batulanau, berwarna abu-abu kecoklatan, dengan struktur sedimen perlapisan,
perlapisan silangsiur, laminasi, dengan ketebalan antara 0.10 sampai 2.5 meter.
Batubara, berwarna hitam, mengkilap, gores coklat sampai hitam, brittle, pecahan sub
concoidal-concoidal,. Ketebalan batubara bervariasi mulai dari 0,10 sampai 1,8 meter.
Kontak batubara dengan batuan yang lain tegas.
Umur
Berdasarkan kesebandingan cirri litologi dengan peneliti terdahulu maka dapat
diinterpretasikan bahwa satuan batulempung ini termasuk dalam Formasi Latih bagian
atas dengan umur Miosen Tengah (Situmorang & Burhan 1995).
Lingkungan Pengendapan
Bagian bawah satuan ini dijumpai batulempung dengan perselingan batupasir dan
batubara. Kemudian diikuti dengan pengendapan batulempung sisipan batupasir dan
batulanau. Struktur sedimen yang dominan berkembang yaitu perlapisan, laminasi,
laminasi silangsiur, dan burrow. Pada satuan ini dijumpai beberapa seam batubara
-
37
dengan penyebaran yang luas. Berdasarkan aspek diatas, maka satuan ini dapat
dimasukkan dalam lingkungan pengendapan Transisional Lower Delta Plain (Horne
1978).
4.2.2.4 Endapan Aluvial
Terdapat di tepi Sungai Binungan, menempati 5% daerah telitian, terdiri dari material lepas hasil sedimentasi dari Sungai Binungan berukuran lempung sampai
krikil. Pengendapan endapan alluvial ini masih berlangsung hingga saat ini sehingga
umur dari endapan ini adalah Holosen.
-
38
Tr
an
si s
i on
al
Lo
we
r D
elt
a P
l ai n
Sw
am
pC
r eva
sse
Spla
yC
rev a
sse
Spl a
yC
rev a
s se
S play
Gambar 4.6 Profil singkapan Lp 63, 64, 65 skala 1 : 100
-
39
KA
LA
FOR
MA
S I
SATU
AN
SIMBOLLITOLOGI PEMERIAN
LINGKUNGANPENGENDAPAN
TEBA
L
Endapan aluvial, tersusun oleh material lepas berukuranlempung sampai krikil yang berasal dari endapan SungaiBinungan
Satuan batulempung Latih, terdiri dari batulempung denganperselingan batupasir, serta sisipan batulanau, serpih, dan batubara.
Batulepung, abu-abu kehitaman, str. sedimen masif, perlapisan,laminasi, dan , mengandung unsur karbonan dan
Batupasir, abu-abu, pasir sangat halus - pasir sedang, str.sedimenmasif, perlapisan, dan
Batulanau, abu-abu kecoklatan, str.sedimen masif, perlapisan,laminasi .
Batubara, hitam - hitam kecoklatan, kusam - mengkilap, gorescoklat - hitam, melembar - ketebalan 0,09 -4,08 meter.
burrow plant remain.
graded bedding, burrow.
sub-concoidal, cleat,
mengandung unsur karbonan
Satuan batupasir kuarsa Latih, terdiri dari batupasir kuarsa dengan sisipan batulempung, batulempungpasiran, batulanau,dan batubara.
Batupasir, abu-abu - coklat kemerahan, pasir halus - pasir kasar, komposisi kuarsa, str.sedimen masif, perlapisan, perlapisan silang siur,
Batulempung, abu-abu, str.sedimen masif, perlapisan, laminasi,laminasi bergelombang, mengandung unsur karbonan,
Batulempung pasiran, abu-abu kecoklatan, str.sedimen masif,perlapisan, laminasi.
graded bedding, burrow.
burrow, plant remain.
Batulanau, abu-abu kecoklatan, str.sedimen masif, perlapisan, laminas, imengandung unsur karbonan.
Batubara, hitam - hitam kecoklatan, kusam - mengkilap, gorescoklat - hitam, melembar - ketebalan 0,09 -3,20 meter.
burrow,
sub-concoidal, cleat,
Satuan batupasir Latih, terdiri dari batupasir dengan sisipan batulempung danbatulanau.Batupasir, abu-abu kecoklatan, pasir sangat halus - pasir sedang,str.sedimen masif,perlapisan, laminasi, terdapat nodul batu lempung.Batulempung , abu-abu kecoklatan, str.sedimen masif, perlapisan, laminasi.Batulanau, abu-abu kecoklatan, str.sedimen masif, perlapisan, laminasi.
Tr
an
sit
ion
al
Lo
we
r D
elt
a P
lain
Fluviatil
> 75
met
er44
5 m
eter
> 2
25 m
eter
End a
pan
aluv
ial
Bat
ulem
p ung
Lat
i hB
atup
asir
kua
rsa
Lat
ihB
atup
asir
Latih
MIO
SEN
AW
AL
MIO
SEN
TEN
GA
HH
OLO
SEN
LA
TI
H
Tabel 4.2 Kolom stratigrafi daerah penelitian
-
40
4.2.3 Struktur Geologi Struktur geologi yang berkembang di daerah penelitian adalah struktur geologi yang
berarah relatif Tenggara-Baratlaut yaitu Sinklin Binungan dan Sesar Naik
Bingungan,.Tingginya tingkat pelapukan di daerah ini menjadi suatu kendala bagi
ditemukannya singkapan-singkapan segar yang dapat dijadikan sebagai indikasi
keberadaan suatu zona struktur.
Struktur geologi di daerah Binungan cukup berkembang, ini ditandai dengan pola
jurus dari batuan yang bagian selatan relatif berarah utara-selatan, namun di bagian
selatan pola jurus berangsur menjadi barat-timur (berada di luar daerah penelitian, dan
kemiringan batuan yang sangat bervariasi.
4.2.3.1 Sinklin Binungan
Terletak dibagian tengah daerah penelitian. Arah umum dari sumbu sinklin ini pada
bagian selatan relatif utara-selatan dan berbelok relatif ke tenggara-baratlaut pada
bagian utara dengan kemiringan sayap baratdaya berkisar antara 25-76 dan kemiringan sayap timurlaut berkisar antara 7- 38. Dengan sumbu sinklin yang relatif melengkung, maka analisa lipatan dilakukan sebanyak dua kali yaitu pada
bagian selatan dan bagian utara.
Analisa lipatan pada bagian selatan berdasarkan data-data hasil pengukuran
kedudukan bidang perlapisan pada sayap sinklin dengan metode stereografis
didapatkan kedudukan arah umum sayap lipatan timurlaut adalah N 157 E/ 22, kedudukan arah umum sayap lipatan baratdaya adalah N 14 E/ 27, arah umum sumbu lipatan adalah N 176 E / 86 dan garis sumbu 8, N 178 E. Berdasarkan
hasil analisa tersebut maka jenis lipatan adalah Upright Horizontal Fold, klasifikasi
menurut Fluety, 1964 (tabel 4.3).
Analisa lipatan pada bagian utara didapatkan kedudukan arah umum sayap lipatan
timurlaut adalah N 151 E/ 14, kedudukan arah umum sayap lipatan baratdaya adalah N 350 E/ 73, arah umum sumbu lipatan adalah N 170 E / 60 dan garis sumbu 6, N 168 E. Berdasarkan hasil analisa tersebut maka jenis lipatan adalah Steeply
inclined Horizontal Fold, klasifikasi menurut Fluety, 1964.
-
41
Tabel 4.3 Klasifikasi Lipatan menurut Fluety, 1964
Angle Term Dip of Hinge Surface Plunge of Hinge Line
0 Horizontal Recumbent Fold Horizontal Fold 1 - 10 Subhorizontal Recumbent Fold Horizontal Fold 10 - 30 Gentle Gently Inclined Fold Gently Plunging Fold 30 - 60 Moderate Moderately Inclined Fold Moderately Plunging Fold 60 - 80 Steep Steeply Inclined Fold Steeply Plunging Fold 80 - 89 Subvertical Upright fold Vertical Fold
90 vertical Upright fold Vertical Fold 4.2.3.2 Sesar Naik Binungan Terletak disebelah barat daerah penelitian. Tingginya tingkat pelapukan dan tebalnya
soil yang terdapat di lapangan menyulitkan didapatkannya data-data kekar untuk
dilakukan analisa struktur.
Pada sesar ini daerah bagian barat daya relatif naik terhadap bagian timurlaut. Hal ini
didasarkan pada beberapa data penunjang yaitu :
1. Kedudukan dari bidang sesar yakni N 1730 E/420
2. Adanya kemiringan yang relatif besar dekat zona sesar antara 650-740.
3. Adanya zona hancuran, dimana kedudukan batuan sangat acak di dekat zona
sesar.
4. Kenampakan topografi berupa kontur yang rapat dan memanjang berupa
punggungan yang diinterpretasikan sebagai puncak antiklin yang kemudian patah.
4.2.4 Sejarah Geologi
Sejarah geologi daerah penelitian berawal diendapkannya satuan batupasir Latih
dengan litologi penyusun berupa batupasir dengan sisipan batulanau, dan batupasir.
Satuan batupasir Latih diendapkan pada lingkungan transisional lower delta plain,
pada kala Miosen Awal.
Di atas satuan batupasir Latih secara selaras diendapkan satuan batupasir kuarsa Latih
dengan litologi penyusun batupasir dengan sisipan batulanau, batulempung, dan
batubara. Satuan batupasir kuarsa Latih diendapkan pada lingkungan transisional
lower delta plain, pada kala Miosen Awal-Miosen Tengah.
-
42
Kemudian di atas satuan batupasir kuarsa Latih diendapkan secara selaras satuan
batulempung Latih dengan litologi penyusun berupa batulempung sisipan batupasir,
batulanau, dan batubara. Satuan batupasir lempung Latih diendapkan pada lingkungan
transisional lower delta plain, pada kala Miosen Tengah.
Setelah diendapkannya satuan batulempung Latih pada daerah penelitian terjadi
proses tektonik dengan tegasan relatif berarah timurlaut-baratdaya. Proses tektonik ini
menyebabkan seluruh sataun batuan yang ada mengalami perlipatan dan membentuk
sinklin Binungan. Akibat proses tektonik yang terus berkerja, pada bagian barat
daerah penelitian tersesarkan membentuk sesar naik Binungan. Sesar naik Binungan
menyebabkan satuan batupasir Latih terangkat kepermukaan.
Selama proses tektonik berlangsung hingga saat ini terjadi proses erosi dan pelapukan
yang mengakibatkan satuan batuan yang ada di daerah penelitian tersingkap dan
terbentuknya endapan alluvial yang ada di sekitar sungai Binungan.
-
43
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan data dari pengamatan langsung di lapangan serta data e-log dan log bor
sebanyak 73 titik bor yang tersebar dominan pada bagian timur daerah penelitian dan
memanjang ke utara-selatan (gambar 5.1), diketahui bahwa daerah penelitian
memiliki 11 seam utama dengan urutan dari tua ke muda yaitu seam D, E, E1, F, G,
H, J, K, K1, L, dan M. semua seam yang ada mengalami splitting (batubara dengan
parting 15 cm dikategorikan mengalami splitting) kecuali seam J (tabel 5.1). Karena
terbatasnya data yang ada maka penelitian ini hanya mengambil 6 seam dari 11 seam
yang ada yaitu seam G, H, J, K, K1, dan L. Tabel 5.1 Skema seam daerah Penelitian
PARENT SEAM
SECONDARY SPLITTING SEAM
TERTIARY SPLITTING
SEAM
QUARTENARY SPLITTING
SEAM MU M ML
LUU LU LUL LLU L LL LLL
K1U
K1LU K1 K1L K1LL
KU K KL
J
HU H HL
GUU GU GUL G
GL
FU F FL
E1U E1 E1L
EUU
EULU EU EUL EULL ELUU ELU ELUL
E
EL ELL
DU D DL
-
44
Gambar 5.1 Peta distribusi titik bor daerah penelitian
-
45
5.1 Lapisan Batubara Grup G
5.1.1 Karakteristik dan Kualitas Lapisan Batubara Grup G
Berdasarkan pengamatan singkapan di lapangan (gambar 5.2 dan 5.3, lp 43 dan 53)
dan data-data log bor serta e-log didapatkan karakteristik fisik lapisan batubara grup
G, dan untuk kualitas yaitu total sulfur, kandungan abu dan nilai kalori didapat dari
data hasil analisa laboratorium. Karakteristik fisik dan kualitas dari lapisan batubara
ini terdapat pada tabel 5.2.
Tabel 5.2 Karakteristik dan kualitas lapisan batubara grup G SEAM
PARAMETER G GU GL GUU GUL
WARNA Hitam Hitam Hitam Hitam Hitam
GORES Hitam
kecoklatan
Hitam kecoklatan Hitam Hitam
kecoklatan
Hitam
KILAP Sedang Sedang Sedang Sedang Mengkilap
PECAHAN Sub concoidal Sub concoidal-
melembar
Sub
concoidal
Sub concoidal
melembar
Sub concoidal
BERAT JENIS Ringan Agak berat Ringan Berat Ringan
KEKERASAN Agak keras Agak keras Agak keras Keras Agak keras
JARAK CLEAT (cm) Tidak ada data Tidak ada data 3 8 Tidak ada data Tidak ada data
Resin Setampat Setempat Setampat Setampat Setampat
Pirit Setempat Setempat pd cleat Merata - - PENGOTOR
Parting (cm) - - - - -
TOTAL SULFUR (% adb) - 1,44 1,90 1,15 0,99
KANDUNGAN ABU (% adb) - 8,97 7,08 16,16 4,60
NILAI KALORI (Kcal/kg) - 5.030,75 5.967,19 5.150,09 5.981,73
Kehadiran pirit pada lapisan batubara GU dan GL berpengaruh sangat signifikan
terhadap nilai total sulfur yang ada. Dimana seam GU dan GL yang mengandung pirit
memiliki total sulfur yang cukup tinggi yaitu 1,44 (%adb) dan 1,90 (%adb) sedangkan
seam GUU dan GUL yang tidak mengandung pirit memliliki total sulfur yang lebih
rendah yaitu 1,15 (%adb) dan 0,99 (%adb). Sulfur dalam batubara dapat hadir sebagai
sulfur organik, sulfur sulfida (pirit), dan sulfur sulfat. Pirit banyak terlihat
berhamburan dan menempel pada batubara terutama pada cleat.
Berdasarkan peta iso sulfur lapisan batubara GL dan G yang dibuat (gambar 5.4),
menunjukkan pola sebaran sulfur seam GL yang semakin ke arah utara nilai dari
sulfur semakin tinggi dengan nilai tertinggi 2,18 (%adb) pada titik bor DD-03-12.
-
46
Tingginya kandungan abu dari seam GU dan GUU yakni 8,97 dan 16,16 (%adb)
membuat nilai kalori yang dimiliki kedua seam ini rendah yakni 5.030,75 (Kcal/kg)
untuk seam GU dan 5.150,09 (Kcal/kg) untuk seam GUU. Hal ini dikarenakan pada
saat pembakaran dalam analisis batubara, panas yang dikeluarkan habis untuk
membakar abu. Dan dari karakteristik fisik tampak bahwa seam GU dan GUU
memiliki kualitas yang tidak terlalu bagus. Kandungan abu dalam batubara dapat
dihasilkan dari pengotor bawaan (inherent impurities) maupun pengotor sebagai hasil
penambangan. Inherent imputities merupakan pengotor dalam batubara yang
berhubungan dengan tumbuhan asal pembentukan batubara.
Kehadiran resin yang setempat-setempat tidak terlalu berpengaruh terhadap nilai
kalori yang ada. Ini tampak pada GU dan GUU yang memiliki nilai kalori yang lebih
rendah dari GL dan GUL dimana keduanya memiliki resin yang setampat-setempat.
Berdasarkan peta iso kandungan abu (gambar 5.5) menunjukkan pola sebaran
kandungan abu seam GL yang semakin ke selatan semakin tinggi dengan nilai
tertinggi 8,05 (%adb) pada titik bor DD-03-09.
Berdasarkan ciri fisik yang dimiliki lapisan batubara grup G dengan warna hitam,
gores hitam-hitam kecoklatan, kilap dominant sedang menandakan bahwa grup G
memiliki kualitas sedang. Berdasarkan peta iso kalori yang dibuat (gambar 5.6), nilai
kalori seam GL semakin tinggi ke arah utara dengan nilai tertinggi sebesar 6.163,969
pada titik bor DD-03-22.
Pada peta kandungan abu dan nilai kalori tampak adanya hubungan antara nilai kalori
dengan kandungan abu dalam batubara. Dimana nilai kalori akan rendah bila
kandungan abu dalam batubara tinggi demikian pula sebaliknya.
5.1.2 Lingkungan Pengendapan Lapisan Batubara Grup G Berdasarkan perolehan data di lapangan dan data log bor, dilakukan analisa
lingkungan pengendapan lapisan batubara grup G (tabel 5.3).
Terdapatnya struktur sedimen burrow dan laminasi bergelombang pada litologi
berbutir halus seperti pasir halus dan lanau di atas roof lapisan batubara GUU dan di
bawah floor GUL, mengindikasikan bahwa lingkungan pengendapan batuan ini telah
menuju ke daerah dengan kondisi arus pasang surut. Berdasarkan ciri tersebut, maka
litologi tersebut diendapkan pada sub-lingkungan interdistributary bay.
-
47
Tingginya kandungan sulfur yang terdapat pada lapisan batubara grup G
mengindikasikan bahwa lingkungan terbentuknya batubara ini mendapat pengaruh
dari air payau maupun air laut. Selain itu tingginya sulfur juga dipengaruhi oleh
kondisi roof dari batubara yang banyak mengandung sisa-sisa tumbuhan (plant
remain).
Splitting dalam batubara grup G terjadi akibat adanya suplay sedimen yang telah
melebihi akumulasi gambut, sehingga menyebabkan adanya gangguan pada batubara
tersebut yang dapat memisahkan batubara tersebut. Kondisi ini dipengaruhi langsung
oleh proses trasgresi dan regresi.
Berdasarkan asosiasi dari sub-lingkungan di atas, maka dengan menggunakan
pendekatan model lingkungan pengendapan dari Horne (1987), disimpulkan bahwa
lapisan batubara grup G termasuk dalam lingkungan pengendapan transitional lower
delta plain. Tabel 5.3 Analisa lingkungan pengendapan lapisan batubara grup G
SEAM CIRI-CIRI LITOLOGI STRUKTUR SEDIMEN
SUB LING- KUNGAN
LINGKU NGAN
PENGEN DAPAN
Batupasir, abu-abu, ps.halus-ps.sedang Batulanau, abu-abu, Crevasse splay
Roof: batulempung karbonan, menyerpih, plant remain Batubara Floor: batulempung karbonan
Swamp G
Batupasir kuarsa ,abu-abu, ps.halus-ps.sedang
Crevasse splay Batupasir, abu-abu, ps.halus-lanau, Nodule Crevasse splay Roof: batulempung karbonan, menyerpih, hitam, plant remain Batubara Floor: batulempung karbonan, menyerpih hitam
GU
Batulempung karbonan, abu-abu, plant remain
Swamp
Batulempung karbonan, abu-abu, plant remain Roof: batulempung karbonan, menyerpih Batubara Floor: batulempung karbonan, menyerpih
Swamp
Batulanau, abu-abu
GL
Batupasir kuarsa, abu-abu, ps.sedang-ps.sangat halus
Crevasse splay
Batupasir, ps.sangat halus-ps.halus Burrow Interdistributary bay
Batulempung, abu-abu, plant remain Roof: batulempung karbonan, menyerpih hitam Batubara Floor: batulempung karbonan, menyerpih
GUU
Batulempung
Swamp
Batulempung Roof: batulempung karbonan, menyerpih Batubara Floor: batulempung karbonan, menyerpih Batulempung, abu-abu
Swamp
GUL Batulempung, abu-abu, menyerpih, sisipan ps. sangat halus-ps. halus
Burrow, laminasi bergelombang
Interdistributary bay
Tr
ansit
iona
l low
er d
elta
pla
in
-
48
Cr e
vas s
e S p
l ay
Sw
a mp
Tr
an
si s
ion
al
Lo
we
r D
el t
a P
l ai n
Sw
amp
Cre
vass
e Sp
lay
Swa m
pS
wam
pC
reva
s se
Spl
ay
Crevasse Splay
Gambar 5.2 Profil lokasi pengamatan 41, 42, 43, dan 44
-
49
Cre
vass
e S
p lay
Sw
a mp
Tr
an
si s
i on
al
Lo
we
r D
el t
a P
l ain
Sw
a mp
Sw
a mp
Sw
a mp
Int e
r dis
trib u
tary
ba y
Gambar 5.3 Profil lokasi pengamatan 51, 52, 53, dan 54
-
50
U JURUSAN TEKNIK GEOLOGIFAKULTAS TEKNOLOGI MINERALUNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN
PETA ISO SULFUR SEAM GLDAERAH BINUNGAN BLOK 3 & 4
KECAMATAN SAMBALIUNG KABUPATEN BERAU KALIMANTAN TIMUR
SKALA1 : 12.500
GALIH KURNIAWAN111.990.112
: Batas Topografi
BD-03-14: Lokasi & Nomor Titik Bor
0.256 Sulfur (% adb)
: Iso Sulfur, interval 0.02 (% adb)
DD-03-22
1.916
DD-03-12
2.180
DD-03-09
1.730
DD-03-14
1.730
DD-03-04
1.730
Gambar 5.4 Peta iso sulfur seam G dan GL
-
51
UJURUSAN TEKNIK GEOLOGIFAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN
PETA ISO ASH SEAM GLDAERAH BINUNGAN BLOK 3 & 4
KECAMATAN SAMBALIUNG KABUPATEN BERAU KALIMANTAN TIMUR
SKALA1 : 12.500
GALIH KURNIAWAN111.990.112: Batas Topografi
BD-03-14: Lokasi & Nomor Titik Bor
5.550 Ash (% adb)
: Iso Ash, interval 0.1 (% adb)
DD-03-22
3.224
DD-03-12
6.827
DD-03-09
8.050
DD-03-14
8.050
DD-03-04
8.050
Gambar 5.5 Peta iso ash seam G dan GL
-
52
U JURUSAN TEKNIK GEOLOGIFAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN
PETA ISO KALORI SEAM GLDAERAH BINUNGAN BLOK 3 & 4
KECAMATAN SAMBALIUNG KABUPATEN BERAU KALIMANTAN TIMUR
SKALA1 : 12.500
GALIH KURNIAWAN111.990.112
: Batas Topografi
BD-03-14: Lokasi & Nomor Titik Bor
5950 Kalori (Kcal/Kg)
: Iso Kalori, interval 10 (Kcal/Kg)
DD-03-22
6163.969
DD-03-12
5902.521
DD-03-09
5966.000
DD-03-14
5966.000
DD-03-04
5966.000
Gambar 5.6 Peta nilai kalori seam G dan GL