skripsi fix mulai halaman sampul sampai daftar pustaka.pdf

145
PENERAPAN PASAL 197 AYAT (1) HURUF K KITAB UNDANG- UNDANG HUKUM ACARA PIDANA (Studi Putusan Perkara Korupsi Susno Duadji No: 899/K/Pid.Sus/2012). SKRIPSI OLEH: ARIF MULYANA KURNIAWAN E1A010112 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS HUKUM PURWOKERTO 2014

Upload: phungtuyen

Post on 25-Jan-2017

244 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

Page 1: Skripsi fix mulai halaman sampul sampai daftar pustaka.pdf

i

PENERAPAN PASAL 197 AYAT (1) HURUF K KITAB UNDANG-

UNDANG HUKUM ACARA PIDANA

(Studi Putusan Perkara Korupsi Susno Duadji No: 899/K/Pid.Sus/2012).

SKRIPSI

OLEH:

ARIF MULYANA KURNIAWAN

E1A010112

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS HUKUM

PURWOKERTO

2014

Page 2: Skripsi fix mulai halaman sampul sampai daftar pustaka.pdf

ii

PENERAPAN PASAL 197 AYAT (1) HURUF K KITAB UNDANG-

UNDANG HUKUM ACARA PIDANA

(Studi Putusan Perkara Korupsi Susno Duadji No: 899/K/Pid.Sus/2012).

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar

Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman

Oleh :

ARIF MULYANA KURNIAWAN

E1A010112

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS HUKUM

PURWOKERTO

2014

Page 3: Skripsi fix mulai halaman sampul sampai daftar pustaka.pdf
Page 4: Skripsi fix mulai halaman sampul sampai daftar pustaka.pdf
Page 5: Skripsi fix mulai halaman sampul sampai daftar pustaka.pdf

v

ABSTRAK

PENERAPAN PASAL 197 AYAT (1) HURUF K KITAB UNDANG-

UNDANG HUKUM ACARA PIDANA

(Studi Putusan Perkara Korupsi Susno Duadji No: 899/K/Pid.Sus/2012).

Oleh:

ARIF MULYANA KURNIAWAN

Hukum acara pidana sebagai hukum formil dari adanya hukum pidana

mempunyai tujuan yakni bagaimana melaksanakan aturan-aturan yang telah diatur

dalam hukum pidana. Ketentuan dalam hukum acara pidana lebih bersifat teknis

yang artinya bahwa hukum acara pidana lebih mengatur tentang bagaimana

seorang yang telah terbukti melanggar pasal-pasal yang telah ditentukan dalam

hukum pidana seharusnya untuk dilakukan penanganan. Penanganan yang

dimaksud adalah apabila seorang setelah diperiksa dalam sidang pengadilan yang

kemudian dijatuhkan pidana namun belum mengerti akan tujuan dia dijatuhi

pidana oleh hakim, karena itu hukum acara pidana sebagai alat-alat negara

bermaksud untuk memberikan arahan tentang pelaksanaan hukuman yang telah

dijatuhkan tersebut.

Salah satu isi dalam hukum acara pidana adalah mengenai putusan

pemidanaan. Pemidanaan yang dimaksud adalah apabila pengadilan yakin bahwa

soerang telah melakukan tindak pidana dan terhadapnya dijatuhkan pidana (pasal

193 ayat (1) KUHAP). Salah satu putusan pemidanaan adalah putusan Mahkamah

Agung No. 899/K/Pid.Sus/2012 dimana dalam amarnya hanya berisikan menolak

permohonan dan pembayaran biaya perkara. Ketentuan pasal 197 ayat (1) huruf K

KUHAP tentang perintah penahanan menjadi hal yang penting adanya, karena

jika tidak dimuat maka menyebabkan suatu putusan batal demi hukum.

Namun dengan adanya perkembangan setiap bunyi undang-undang tidak

selamanya harus diikuti karena apabila terbukti bertentangan dengan Undang-

Undang Dasar 1945 maka ketentuan undang-undang tersebut dapat dibatalkan

yakni adanya putusan Mahkamah Kontitusi No. 69/PUU-X/2012 tentang

pengujian pasal perintah penahanan yang pada pokoknya menyatakan ketentuan

perintah penahanan tersebut tidak lagi mempunyai kekuatan hukum mengikat,

sehingga tidak dimuatnya perintah tersebut maka tidak menyebabkan putusan

batal demi hukum. Oleh karena itu dengan ditolaknya permohonan kasasi yang

diajukan oleh seorang terdakwa karena tidak terbukti kesalahan judex factie dalam

memeriksa perkara a quo hakim pada tingkat kasasi sama saja dengan

menjatuhkan pidana terhadap terdakwa yang terbukti bersalah melakukan suatu

tindak pidana.

Kata kunci: Pasal 197 ayat (1) huruf K KUHAP, Putusan Mahkamah Agung,

Page 6: Skripsi fix mulai halaman sampul sampai daftar pustaka.pdf

vi

ABSTARCT

Criminal procedure law as a formal law of the existence of the criminal

law has a goal of how to implement the rules that have been set in the criminal

law. Provisions in the law of criminal procedure more technical nature, which

means that more criminal procedural law governs how people who have been

found to have violated the articles that have been defined in the criminal law is

supposed to do the handling. Handling question is if a court hearing after being

checked in later dropped criminal but do not understand the purpose by judge

sentenced him, because it is the law of criminal procedure as a means of state

intends to provide guidance on the implementation of the sentence that has been

imposed.

One of the content of the criminal procedure law is about punishment

verdict. Punishment is meant is that if the court is satisfied that who have

committed a crime and punishment meted out to them ( Article 193 paragraph ( 1

) Criminal Procedure Code). One of the sentencing decision is the decision of

Supreme Court. 899/K/Pid.Sus/2012 where the amarnya contains only refuse the

request and payment of court fees. The provisions of Article 197 paragraph ( 1 )

of the Criminal Procedure Code letter K restraining order becomes important

presence, because if not loaded then lead to a decision null and void.

But with the development of any sound laws are not always followed

because if it is proved to be contrary to the Act of 1945, the provisions of the law

can be canceled namely the Constitution Court decision No.69/PUU-X/2012

article about testing a restraining order that essentially state the terms of the

restraining order no longer has binding legal force, so that the orders do not

publishing it does not cause the decision null and void. Therefore, the rejection of

an appeal filed by a defendant because it is not proven factie judex error in

examining judge a quo case on appeal is tantamount to convict the defendant

found guilty of a crime.

Keywords : Article 197 paragraph (1) letter K Criminal Procedure Code,

Supreme Court Decision.

Page 7: Skripsi fix mulai halaman sampul sampai daftar pustaka.pdf

vii

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-

Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul:

PENERAPAN PASAL 197 AYAT (1) HURUF K KITAB UNDANG-

UNDANG HUKUM ACARA PIDANA (Studi Putusan Perkara Korupsi

Susno Duadji No: 899/K/Pid.Sus/2012). Penulis menyadari sepenuhnya, bahwa

penulisan skripsi masih jauh dari sempurna, mengingat keterbatasan pengetahuan,

waktu dan terbatasnya literatur. Oleh karena itu, semua kritik dan saran akan

diterima dengan ketulusan dan keikhlasan hati.

Dalam proses penulisan ini, penulis banyak menerima bantuan dari

berbagai pihak secara langsung ataupun tidak langsung. Oleh karena itu, selain

dalam kesempatan ini penulis akan menyampaikan ucapan terima kasih dan

penghargaan yang sedalam-dalamnya kepada:

1. Dr. Angkasa, S.H.,M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas

Jenderal Soedirman yang telah memberikan izin dan bimbingannya

terhadap penelitian ini.

2. Handri. W.S., S.H.,M.H., selaku Pembimbing Skripsi I yang telah

memberikan arahan dan bimbingan dengan penuh kesabaran sehingga

penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

3. Pranoto, S.H.,M.H.., selaku Pembimbing Skripsi II yang telah memberikan

arahan dan bimbingan dengan penuh kesabaran sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini.

4. Dr. Hibnu Nugroho, S.H.,M.H. selaku Dosen Penguji Skripsi yang

memberi masukan dan bimbingan bagi kesempurnaan skripsi penulis.

Page 8: Skripsi fix mulai halaman sampul sampai daftar pustaka.pdf
Page 9: Skripsi fix mulai halaman sampul sampai daftar pustaka.pdf

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ............................................................................ i

HALAMAN JUDUL ............................................................................... ii

HALAMAN PENGESAHAN ................................................................. iii

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ................................................ iv

ABSTRAK ............................................................................................... v

ABSTRACT .............................................................................................. vi

PRAKATA ............................................................................................... vii

DAFTAR ISI ............................................................................................ ix

BAB I PENDAHULUAN ....................................................... ............ 1

A. Latar Belakang Masalah ..................................................... 1

B. Perumusan Masalah ............................................................ 5

C. Tujuan Penelitian ................................................................ 5

D. Kegunaan Penelitian ........................................................... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ......................................................... 7

A. Pembuktian ......................................................................... 7

1. Arti Pembuktian ............................................................ 7

2. Sistem Pembuktian ....................................................... 11

3. Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian .......................... 16

B. Putusan Pemidanaan ........................................................... 32

1. Arti Putusan Pemidanaan ............................................. 32

2. Hal yang harus dimuat dalam Putusan Pemidanaan ..... 35

Page 10: Skripsi fix mulai halaman sampul sampai daftar pustaka.pdf

x

3. Status Terdakwa dalam Putusan Akhir ......................... 41

4. Putusan Batal Demi Hukum ......................................... 44

C. Upaya Hukum Kasasi ......................................................... 45

1. Pengertian Upaya Hukum Kasasi ................................. 45

2. Pemeriksaan dalam Upaya Hukum Kasasi ................... 50

D. Tindak Pidana Korupsi ....................................................... 54

1. Pengertian Tindak Pidana Korupsi ............................... 54

2. Subjek Hukum dalam Tindak Pidana Korupsi ............. 57

BAB III METODE PENELITIAN ...................................................... 59

1. Metode Pendekatan............................................................. 59

2. Spesifikasi Penelitian .......................................................... 59

3. Sumber Data ....................................................................... 59

4. Metode Pengumpulan Bahan Hukum ................................. 60

5. Metode Penyajian Bahan Hukum ....................................... 61

6. Metode Analisis Bahan Hukum .......................................... 61

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ..................... 62

A. Hasil Penelitian ................................................................... 62

B. Pembahasan ........................................................................ 91

BAB V PENUTUP ............................................................................... 131

A. Simpulan ............................................................................. 131

B. Saran ................................................................................... 132

DAFTAR PUSTAKA

Page 11: Skripsi fix mulai halaman sampul sampai daftar pustaka.pdf

xi

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pengertian putusan pengadilan terdapat pada ketentuan Pasal 1 angka 11

KUHAP menyatakan bahwa:

“Putusan pengadilan adalah pernyatan hakim yang diucapkan dalam

sidang pengadilan terbuka, yang dapat berupa pemidanaan atau bebas

atau lepas dari segala tuntutan hukum dalam hal serta menurut cara yang

diatur dalam undang-undang ini”.1

Terlepas dari pengertian putusan diatas maka ada kemungkinan bahwa

bentuk putusan yakni:

1. Putusan yang membebaskan terdakwa (Pasal 191 ayat (1) KUHAP);

2. Putusan lepas dari segala tuntutan hukum (Pasal 191 ayat (2)

KUHAP);

3. Putusan pemidanaan (Pasal 193 ayat (1) KUHAP).

Putusan pemidanaan yang dimaksud dalam KUHAP dalam Pasal 193

ayat 1 adalah

“Jika Pengadilan berpendapat bahwa terdakwa bersalah melakukan

tindak pidana yang didakwakan kepadanya, maka pengadilan

menjatuhkan pidana.”

Dicantumkan juga dalam surat putusan pemidanaan berdasarkan Pasal

197 ayat (1) KUHAP harus memuat beberapa unsur yang apabila tidak

dicantumkan maka putusan tersebut adalah batal demi hukum. Beberapa unsur

yang mempengaruhi yaitu dengan adanya ketentuan Pasal 197 ayat (1) huruf K

1 M. Karjadi dan R.1997. Soesilo. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Bogor:

Politea. hal 4.

1

Page 12: Skripsi fix mulai halaman sampul sampai daftar pustaka.pdf

xii

KUHAP yang menyatakan bahwa “Perintah supaya terdakwa ditahan atau tetap

dalam tahanan atau dibebaskan”, apabila unsur tersebut tidak ada maka putusan

tersebut dinyatakan batal demi hukum berdasarkan ayat selanjutnya yakni 197

ayat (2) KUHAP.

Putusan pengadilan yang menjatuhkan pidana terhadap terdakwa

diantaranya adalah Putusan Mahkamah Agung No: 899/K/Pid.Sus/2012 yang

menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No: 1260/Pid.B/2010

PN.Jkt.Sel dan Pengadilan Tinggi Jakarta No: 35/PID/TPK/2011/PT.DKI,

menjerat mantan Kabareskim Polri yakni Komjen Pol. Susno Duadji yang

tersangkut perkara korupsi dimana dalam dakwaan Penuntut Umum mendakwa

dengan alternatif kumulatif. Kemudian putusan yang dijatuhkan di Pengadilan

Negeri Jakarta Selatan Majelis Hakim mendasarkan pada dakwaan alternatif

pertama ke-5 yaitu Pasal 11 jo Pasal 18 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 jo

Pasal 55 KUHP tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan kedua

terbukti dakwaan alternatif kedua ke-2 yaitu Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-

Undang No. 31 Tahun 1999. Dimana terdakwa diduga telah melakukan

tindakan korupsi dengan menerima sejumlah uang dari Sjahril Djohan yang

notabene teman dari Penasihat Hukum Ho Kian Huat untuk mempercepat

proses penanganan perkara penggelapan yang dilakukan oleh Anwar Salmah,

serta dakwaan kedua yang kedua yakni melanggar Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-

Undang yang sama, dimana terdakwa juga diduga telah melakukan

pemotongan anggaran dana pemilihan Gubernur Jawa Barat tahun 2008 yang

berasal dari dana hibah pemerintah Daerah Propinsi Jawa Barat. Namun karena

2

Page 13: Skripsi fix mulai halaman sampul sampai daftar pustaka.pdf

xiii

tidak puas dengan putusan yang dijatuhkan oleh Pengadilan Negeri tersebut

Susno Duadji melalui Penasihat Hukumnya mengajukan upaya hukum banding

ke Pengadilan Tinggi Jakarta. Namun setelah perkara diperiksa dan mulai

dipesidangkan sampai dijatuhkannya lagi putusan oleh Pengdilan Tinggi

hasilnya sama yakni menguatkan putusan yang telah dijatuhkan oleh

Pengadilan Tingkat Pertama. Tidak menyerah begitu saja Susno tetap

mengajukan upaya hukum lagi yakni Kasasi ke Mahkamah Agung, namun oleh

Mahkamah Agung pun pengajuan uapaya hukum tersebut menyatakan menolak

pengajuan kasasi Susno Duadji dan tetap setuju dengan putusan pengadilan

sebelumnya. Dengan alasan dari pertimbangan hukum Majelis Hakim

Mahakamah Agung bahwa pada intinya Judex Factie telah mempertimbangkan

dengan tepat dan benar tentang perkara a quo. Jaksa/Penuntut Umum telah

melancarkan dakwaan alternatif kumulatif terhadap terdakwa, karena itu baik

dakwaan pertama atau dakwaan kedua harus dibuktikan dan dipertimbangkan

dengan seksama oleh Judex Factie. Dalam kasus mana, Judex Factie telah

mempertimbangkan bahwa dari dakwaan pertama terbukti alternatif pertama

yaitu Pasal 11 jo Pasal 18 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 jo Pasal 55

KUHP dan kedua terbukti dakwaan alternatif kedua yaitu Pasal 3 jo Pasal 18

Undang-Undang No. 31 Tahun 1999.

Kemudian yang menjadi persoalan adalah pada saat Tim Kejaksaan akan

melakukan eksekusi putusan atas diri Susno Duadji mengalami beberapa

hadangan oleh sekelompok anggota polisi karena menurut pihak Susno Duadji

melalui Penasihat Hukumnya menyatakan bahwa putusan Mahkamah Agung

3

Page 14: Skripsi fix mulai halaman sampul sampai daftar pustaka.pdf

xiv

Nomor: 899/K/Pid.Sus/2012 adalah batal demi hukum karena tidak memuat

salah satu syarat yang harus ada dalam setiap putusan yakni tidak adanya amar

yang menyatakan “Perintah Penahanan atas diri Susno Duadji”. Pihak Susno

Duadji menyangkal seharusnya bahwa dalam amar putusan harus memuat

susunan amar sebagaimana yang telah ditentukan dalam Pasal 197 ayat 1

KUHAP. Oleh karena itu pihak Susno Duadji menolak pelaksanaan putusan

yang dilakukan oleh Kejaksaan atas dasar putusan yang tidak lengkap dan batal

demi hukum.

Tindak pidana korupsi sebagai tindak pidana khusus yang pengaturannya

berada diluar KUHP memiliki beberapa pasal yang sangat menjerat pelakunya

yakni sejak adanya Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 merumuskan bahwa

secara umum unsur-unsur tindak pidana korupsi yang dapat dibuktikan yaitu:

1. Melawan hukum;

2. Memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi;

3. Yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik melakukan penelitian

dengan judul:

PENERAPAN PASAL 197 AYAT 1 HURUF K KUHAP DALAM AMAR

PUTUSAN PEMIDANAAN PERKARA KORUPSI KOMJEN POL.

SUSNO DUADJI (Tinjauan Yuridis Putusan MA No: 899/K/Pid.Sus/2012)

4

Page 15: Skripsi fix mulai halaman sampul sampai daftar pustaka.pdf

xv

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas maka

rumusan masalah yang dapat diambil adalah:

1. Bagaimana penerapan Pasal 197 ayat 1 huruf K KUHAP dalam amar

putusan pemidanaan perkara tindak pidana korupsi Susno Duadji pada

Putusan MA No: 899/K/Pid.Sus/2012?

2. Bagaimana pertimbangan hukum hakim dalam menjatuhkan putusan

pemidanaan terhadap Susno Duadji pada Putusan Mahkamah Agung

Nomor: 899/K/Pid.Sus/2012?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui penerapan Pasal 197 ayat 1 huruf K KUHAP dalam

amar putusan pemidanaan perkara tindak pidana korupsi pada Putusan No:

889/K/Pid.Sus/2012.

2. Untuk mengetahui pertimbangan hukum hakim dalam menjatuhkan

putusan pemidanaan perkara tindak pidana korupsi pada Putusan No.

899/K/Pid.Sus/2012.

D. Kegunaan Penelitian

1. Kegunaan Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan bagi penulis,

kalangan akademisi dan aparat penegak hukum mengenai hukum acara

pidana khususnya dalam hal putusan pemidanaan.

2. Kegunaan Praktis

5

Page 16: Skripsi fix mulai halaman sampul sampai daftar pustaka.pdf

xvi

Hasil penelitian ini diharapkan berguna secara praktis dalam upaya

memberikan masukan terhadap aparat penegak hukum, yaitu salah satunya

hakim dalam hal menyusun putusannya, agar memperhatikan dengan

saksama perihal komponen yang harus termuat dalam setiap putusan

pemidanaan yang akan dijatuhakan kepada diri terdakwa.

6

Page 17: Skripsi fix mulai halaman sampul sampai daftar pustaka.pdf

xvii

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Pembuktian, Sistem Pembuktian, Alat Bukti dan Kekuatan

Pembuktian

1. Pengertian Pembuktian

Pembuktian merupakan masalah yang memegang peranan penting

dalam proses pemeriksaan sidang pengadilan. Melalui pembuktian

ditentukan nasib terdakwa. Apabila hasil pembuktian dengan alat-alat

bukti yang ditentukan undang-undang “tidak cukup” membuktikan

kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa, terdakwa “dibebaskan”

dari hukuman. Sebaliknya, kalau kesalahan terdakwa dapat dibuktikan

dengan alat-alat bukti yang disebut dalam Pasal 184 KUHAP, terdakwa

dinyatakan “bersalah”.2

Masalah pembuktian menjadi hal yang paling menentukan bagi

proses untuk menilai apakah perbuatan yang didakwakan kepada seorang

yang diduga melakukan tindak pidana dengan diajukan alat-alat bukti

oleh Jaksa/Penuntut Umum sudah dapat dikatakan bahwa seorang

tersebut bersalah melakukan tindak pidana. Dengan digunakannya proses

tersebut maka selain untuk mempermudah dalam melakukan

pemeriksaan hal itu juga dapat memberi jaminan hak asasi manusia

kepada setiap orang yang didakwa telah melakukan tindak pidana apakah

2 M. Yahya Harahap. 2009. Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP

(Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan PK). Jakarta: Sinar Grafika hal 273.

7

Page 18: Skripsi fix mulai halaman sampul sampai daftar pustaka.pdf

xviii

terbukti bersalah atau apakah sebaliknya tidak terbukti kesalahannya

sama sekali. Sesuai dengan adanya tujuan hukum acara pidana

sebagaimana dikatakan oleh Andi Hamzah3 yang menyatakan bahwa

”Tujuan dari hukum acara pidana adalah untuk mencari dan

mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran materiil,

ialah kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari suatu perkara

pidana dengan menerapkan ketentuan hukum acara pidana secara

jujur dan tepat dengan tujuan untuk mencari siapakah pelaku yang

dapat didakwakan melakukan suatu pelanggaran hukum, dan

selanjutnya meminta pemeriksaan dan putusan dari pengadilan

guna menemukan apakah terbukti bahwa suatu tindak pidana telah

dilakukan dan apakah orang yang didakwa itu dapat

dipersalahkan.”

Makna pembuktian sendiri memiliki pengertian sebagai ketentuan-

ketentuan yang berisi penggarisan dan pedoman tentang cara-cara yang

dibenarkan undang-undang membuktikan kesalahan yang didakwakan

kepada terdakwa. Dimana dalam pembuktian meliputi ketentuan yang

mengatur alat-alat bukti yang dibenarkan undang-undang yang boleh

dipergunakan hakim membuktikan kesalahan yang didakwakan.4

Setiap memberikan pertimbangan hukumnya Hakim dalam

membuat putusan akhir harus mendasarkan pada ketentuan Pasal 183

KUHAP yang menyatakan bahwa

“Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang, kecuali

apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia

memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar

terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.”

Rumusan ketentuan pasal tersebut memiliki unsur sebagai berikut:

1. Kesalahannya terbukti dengan sekurang-kurangnya “dua alat

bukti yang sah”,

3 Andi Hamzah. 2008. Hukum Acara Pidana Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika. hal 7-8.

4 M. Yahya Harahap. Loc. Cit.

8

Page 19: Skripsi fix mulai halaman sampul sampai daftar pustaka.pdf

xix

2. Dan atas keterbuktian dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti

yang sah, hakim “memperoleh keyakinan” bahwa tindak pidana

benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah

melakukannya.5

Pembuktian yang ada dalam proses peradilan pidana sering hanya

diartikan sebagai pembuktian yang dilakukan selama proses persidangan

namun sebenarnya pembuktian atau kegiatan pembuktian sudah

dilakukan mulai dari tahap penyelidikan sampai nantinya dilakukan

pemeriksaan persidangan. Dimana sebagai contoh pembuktian dalam

tahap penyelidikan adalah sesuai dengan adanya ketentuan Pasal 1 angka

5 KUHAP yang secara garis besar menyatakan kegiatan untuk mencari

dan menemukan suatu peristiwa yang diduga suatu tindak pidana untuk

dijadikan sebagai dasar penyidikan. Yang selanjutnya sebagai contoh

dengan adanya ketentuan Pasal 1 angka 2 KUHAP yang secara garis

besar menyatakan bahwa penyidikan merupakan kegiatan untuk mencari

bukti yang dapat membuat terang dan untuk menentukan siapa

tersangkanya. Pembuktian yang oleh beberapa kalangan dirasa

mempunyai peran penting ialah pembuktian dalam proses persidangan.

Dimana setelah diketahui dari proses penyelidikan sampai

pencarian bukti pada tingkat penyidikan bahwa suatu perbuatan yang

diduga telah melanggar ketentuan dalam undang-undang maka menjadi

tugas selanjutnya ialah menilai alat-alat butki yang telah diajukan untuk

5 M. Yahya Harahap. Op. Cit. hal 280.

9

Page 20: Skripsi fix mulai halaman sampul sampai daftar pustaka.pdf

xx

dapat dinilai oleh hakim apakah perbuatan yang sudah didakwakan telah

terbukti sebagai perbuatan pidana atau tidak. Hal tersebut sesuai dengan

arti pembuktian dalam sidang pengadilan yang pada intinya membedakan

kegiatan pembuktian menjadi 2 bagian yakni:

1. Bagian kegiatan pengungkapan fakta

Bagian pembuktian yang pertama ini, adalah kegiatan pemeriksaan

alat-alat bukti yang diajukan dimuka sidang pengadilan oleh Jaksa

Penuntut Umum dan Penasihat Hukum atau atas kebijakan majelis

hakim. Proses pembuktian bagian pertama ini akan berakhir pada

saat ketua majelis menyatakan (diucapkan secara lisan) dalam

sidang bahwa pemerkisaan perkara selesai (Pasal 182 ayat (1) huruf

a KUHAP) dimaksudkan selesai menurut pasal ini tiada lain selesai

pemeriksaan untuk mengungkap atau mendapatkan fakta-fakta dari

alat-alat bukti dan barang bukti yang diajukan dalam sidang.

2. Bagian pekerjaan penganalisisan fakta yang sekaligus

penganalisisan hukum

Bagian pembuktian kedua ini maksudnya ialah bagian pembuktian

yang berupa penganalisisan fakta-fakta yang didapat dalam

persidangan dan penganalisisan hukum masing-masing oleh Jaksa

Penuntut Umum, Penasihat Hukum, dan Majelis Hakim. Oleh

Jaksa Penuntut Umum pembuktian dalam arti kedua ini

dilakukannya dalam surat tuntutannya (requisitoir). Sedangkan

bagi Penasihat Hukum pembuktiannya dilakukan dalam nota

10

Page 21: Skripsi fix mulai halaman sampul sampai daftar pustaka.pdf

xxi

pembelaan (pledooi), dan majelis hakim akan dibahasnya dalam

putusan akhir (vonis) yang dibuatnya.6

Dari adanya pengertian diatas maka oleh beberapa pakar hukum

dikatakan sebagai kegiatan hukum pembuktian. Dimana hukum

pembuktian adalah memuat dan mengatur berbagai unsur pembuktian

yang tersusun dan teratur saling berkaitan dan berhubungan sehingga

membentuk suatu kebulatan perihal pembuktian, yang jika dilihat dari

segi keteraturan dan keterkaitannya dalam suatu kebulatan itu dapat juga

disebut dengan sistem pembuktian.7

2. Sistem Pembuktian

Sejarah perkembangan hukum acara pidana menunjukan bahwa

ada beberapa sistem atau teori untuk membuktikan perbuatan yang

didakwakan. Sistem atau teori pembuktian ini bervariasi menurut waktu

dan tempat. Dengan adanya rumusan Pasal 183 KUHAP diatas maka

dikenalah apa yang dinamakan dengan Prinsip Minimun Pembuktian yang

merupakan prinsip yang mengatur batas yang harus dipenuhi untuk

membuktikan kesalahan terdakwa yaitu:

1. Dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti sah (dengan hanya

satu alat bukti belum cukup).

2. Kecuali dalam pemeriksaan perkara dengan cara pemeriksaan

“sepat”, dengan satu alat bukti sah saja cukup mendukung

keyakinan hakim.8

6 Adami Chazawi. 2008. Hukum Pembuktian Tindak Pidana Korupsi. Bandung: Alumni.

hal 21-22. 7 Ibid. hal 24.

8 Manullang, Dunia Hukum Online. http://duniahukumonline.blogspot.com/2012/09/asas-

asas-hukum-pidana.html. diakses pada tanggal 17 Oktober 2013.

11

Page 22: Skripsi fix mulai halaman sampul sampai daftar pustaka.pdf

xxii

Dengan kata lain apabila menurut pendapat dan penilaian

pengadilan, terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan

melakukan kesalahan berupa tindak pidana yang didakwakan kepadanya

sesuai dengan sistem pembuktian dan asas batas minimum pembuktian

yang ditentukan dalam Pasal 183 KUHAP, kesalahan terdakwa telah

cukup terbukti dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah yang

memberikan keyakinan kepada hakim, terdakwalah pelaku tindak

pidananya.9

Sistem atau teori pembuktian yang banyak digunakan dalam

banyak referensi adalah sebagai berikut:

a. Sistem atau Teori Pembuktian Berdasarkan Undang-

Undang Secara Positif (Positief Wettelijk Bewijstheorie)

Pembuktian yang didasarkan melulu kepada alat-alat

pembuktian yang disebut undang-undang, disebut sistem atau

teori pembuktian berdasarkan undang-undang secara positif

(positief wettelijk bewijstheorie). Dikatakan secara positif karena

hanya didasarkan pada undang-undang melulu. Artinya, jika

telah terbukti suatu perbuatan sesuai dengan alat-alat bukti yang

disebut oleh undang-undang, maka keyakinan hakim tidak

diperlukan sama sekali. Sistem ini disebut juga teori pembuktian

formal (formele bewijstheorie). Teori pembuktian ini sekarang

tidak mendapat penganut lagi. Teori ini terlalu banyak

9 M. Yahya Harahap. Op. Cit.. hal 354.

12

Page 23: Skripsi fix mulai halaman sampul sampai daftar pustaka.pdf

xxiii

mengandalkan kekuatan pembuktian yang disebut oleh undang-

undang. 10

b. Sistem atau Teori Pembuktian Berdasarkan Keyakinan

Hakim Melulu (Convictim in Time)

Menurut Andi Hamah11 yang menyatakan bahwa sistem

tersebut memiliki arti yakni

“Alat bukti berupa pengakuan terdakwa sendiri tidak selalu

membuktikan kebenaran. Oleh karena itu, diperlukan

bagaimanapun juga keyakinan hakim sendiri. Berakar pada

pemikiran itulah, maka sistem yang didasarkan pada

keyakinan hakim melulu yang didasarkan pada keyakinan

hati nuraninyasendiri ditetapkan bahwa terdakwa telah

melakukan perbuatan yang didakwakan.”

Sistem ini mengandung kelemahan yang besar. Sebagimana

manusia biasa, hakim bisa salah keyakinan yang telah

dibentuknya, berhubung tidak ada kriteria, alat-alat bukti

tertentu yang harus dipergunakan dan syarat serta cara-cara

hakim dalam menentukan keyakinannya itu.12

c. Sistem atau Teori Pembuktian Berdasar Keyakinan Hakim

atas Alasan yang Logis (Laconviction Raisonner atau

Convictim-Raisonee)

Sistem atau teori pembuktian ini disebut juga pembuktian bebas

karena hakim bebas untuk menyebut alasan-alasan

keyakinannya (vrije bewijstheorie). Sistem atau teori

10

Alfitra. 2011. Hukum Pembuktian Dalam Beracara Pidana, Perdata Dan Korupsi Di

Indonesia. Jakarta : Raih Aksa Sukses. hal. 25. 11

Andi Hamzah. 2008. Perbandingan KUHP, HIR, dan Komentar. Jakarta: Ghalia. hal.260. 12

Adami Chazawi. Op. Cit. hal 25.

13

Page 24: Skripsi fix mulai halaman sampul sampai daftar pustaka.pdf

xxiv

pembuktian jalan tengah atau yang berdasar keyakinan hakim

sampai batas tertentu ini terpecah kedua jurusan. Yang pertama

tersebut diatas, yaitu pembuktian berdasar keyakinan hakim atas

alasan yang logis (conviction raisonee) dan yang kedua ialah

teori pembuktian berdasar undang-undang secara negative

(negatief wettelijk bewijstheorie).13

Dalam sistem ini, walaupun undang-undang menyebut dan

menyediakan alat-alat bukti, tetapi dalam hal menggunakannya

dan menaruh kekuatan alat-alat bukti tersebut terserah pada

pertimbangan hakim dalam hal membentuk keyakinannya

tetrsebut, asalkan alasan-alasan yang dipergunakan dalam

pertimbangannya logis. Artinya, alasan yang digunakannya

dalam hal membentuk keyakinan hakim masuk akal, artinya

dapat diterima oleh akal orang pada umumnya.14

d. Teori Pembuktian Berdasarkan Undang-Undang Secara

Negatif (Negatief Wettelijk)

Pembuktian menurut undang-undang secara negatif (Negatief

Wettelijk Bewijs Theorie) adalah pembuktian yang selain

menggunakan alat-alat bukti yang dicantumkan di dalam

undang-undang juga menggunakan keyakinan hakim. Sekalian

menggunakan keyakinan hakim, namun keyakinan hakim

terbatas pada alat bukti yang tercantum dalam undang-undang.

13

Andi Hamzah. Op. Cit. hal. 253 14

Adami Chazawi. Op. Cit. hal 26.

14

Page 25: Skripsi fix mulai halaman sampul sampai daftar pustaka.pdf

xxv

Dengan menggunakan alat bukti yang tercantum dalam undang-

undang dan keyakinan hakim maka teori pembuktian ini sering

juga disebut pembuktian ganda (doubelen grondslag).

Intinya, sistem pembuktian dalam Pasal 294 HIR telah diadopsi

dengan penyempurnaan kedalam Pasal 183 KUHAP yang

rumusannya menyatakan bahwa

“Hakim tidak boleh menjatuhkan kepada seorang kecuali

apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah

ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-

benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah

melakukannya.”

Dalam sistem undang-undang secara negative sebagai intinya,

yang dirumuskan dalam Pasal 183 KUHAP, dapatlah

disimpulkan pokok-pokoknya, ialah

a. Tujuan akhir pembuktian untuk memutus perkara

pidana, yang jika memenuhi syarat pembuktian dapat

menjatuhkan pidana;

b. Standar/syarat tentang hasil pembuktian untuk

menjatuhkan pidana.15

3. Alat Bukti

Pasal 184 KUHAP menyatakan secara terbatas atau limitatif

adanya jumlah alat bukti yang telah diatur guna dipakai untuk menjadi

dasar dari pencairan bukti-bukti yang dapat memberikan informasi yang

jelas dan dapat dipertanggungjawabkan dalam menjerat seorang yang

15

Ibid. hal 30.

15

Page 26: Skripsi fix mulai halaman sampul sampai daftar pustaka.pdf

xxvi

diduga telah melakukan suatu tindak pidana. Alat bukti yang berada

diluar KUHAP tidak dapat digunakan untuk mencari kebenaran materiil

dalam perkara pidana, karena dengan adanya pemberian secara limitatif

tersebut secara langsung berakibat bahwa alat bukti yang harus digunakan

mesti berpedoman pada alat-alat bukti tersebut. Alat bukti sebagaimana

tersebut dalam Pasal 184 KUHAP adalah sebagai berikut:

1. Keterangan Saksi;

2. Keterangan Ahli;

3. Surat;

4. Petunjuk;

5. Keterangan Terdakwa.

Dengan pengecualian dari ketentuan pasal tersebut diatas adalah

untuk pemeriksaan cepat hanya dibutuhkan satu alat bukti saja sudah

cukup yang menyatakan bahwa dalam Penjelasan Pasal 184 KUHAP

sebagai berikut:

“Dalam acara pemeriksaan cepat, keyakinan hakim cukup

didukung satu alat bukti yang sah.”

Alat bukti sebagai bagian dari adanya pembuktian dalam

persidangan menjadi hal yang sangat menentukan dalam membuktikan

apakah seorang yang diduga telah melakukan tindak pidana dapat

dikatakan bersalah melaui alat bukti yang diajukan selama proses di

persidangan. Untuk itu hakim dalam menilai suatu alat bukti yang telah

diajukan harus benar-benar diperhatikan dan dapat dijadikan bagi hakim

untuk memberikan kesimpulan untuk menjatuhkan putusan ata dugaan

tindak pidana yang telah dilakukan oleh seseorang.

A. Alat Bukti Keterangan Saksi

16

Page 27: Skripsi fix mulai halaman sampul sampai daftar pustaka.pdf

xxvii

Keterangan saksi merupakan alat bukti yang paling utama dalam

perkara pidana. Hampir semua pembuktian perkara pidana, selalu

bersandar kepada pemeriksaan keterangan saksi. Sebagai salah satu

bentuk alat bukti maka untuk menjadi seorang saksi maka harus

memenuhi syarat yang telah ditentukan yakni:

Menurut ketetentuan Pasal 160 ayat (3) KUHAP sebelum saksi

memberikan keterangan “wajib mengucapkan” sumpah atau janji.

Dengan sumpah atau janji yang harus dilakukan:

a. Dilakukan menurut cara agamanya masing-masing,

b. Lafal sumpah atau janji berisi bahwa akan memberikan

keterangan yang sebenar-benarnya dan tida lain daripada

yang sebenarnya.

Saksi yaitu keterangan seorang saksi yang menjadi korban

kejahatan atau orang yang melihat, mendengar dengan mata kepala

sendiri dengan menguraikan secara rinci atas kejadian yang ia

ketahui. Saksi tidak diperkenankan memberikan pendapat atau

konklusi. Persangkaan ataupun perkiraan yang istimewa yang terjadi

karena kata akal, bukan merupakan kesaksian.16

Keterangan saksi yang bernilai sebagai bukti artinya bahwa

tidak semua keterangan saksi dapat dijadikan sebagai bukti yang

dapat memberikan informasi bagi hakim dalam melakukan

16

Moch. Faisal Salam. 2001. Hukum Acara Pidana Dalam Teori & Praktik. Bandung:

Mandar Maju. hal 285.

17

Page 28: Skripsi fix mulai halaman sampul sampai daftar pustaka.pdf

xxviii

pemeriksaan terhadapnya. Ketentuan Pasal 1 angka 27 KUHAP

menyatakan bahwa keterangan saksi ialah keterangan yang:

a. ia lihat sendiri,

b. saksi dengar sendiri,

c. saksi alami sendiri,

d. serta menyebut alasan dari pengetahuannya itu.

Keterangan saksi diberikan disidang pengadilan yang memilki

makna bahwa keterangan seseorang yang diberikan diluar

persidangan tidak dapat dijadikan sebagai bukti. Karena setiap orang

yang menjadi saksi ialah orang yang dipanggil dalam persidangan

dan memberikan keterangannya dibawah sumpah. Ketentuan Pasal

185 ayat (1) KUHAP bahwa untuk dapat dijadikan sebagai bukti

maka setiap keterangan orang yang dijadikan saksi harus

disampaikan dalam sidang pengadilan, disamping itu dengan adanya

kewajiban untuk menyampaikan dalam sidang pengadilan ialah guna

mengahindari adanya pengaruh orang yang mengaku mengetahui

kejadian suatu tindak pidana menyampaikannya kepada hakim diluar

sidang maupun kepada penuntut umum atau penasihat hukum untuk

disampaikan di sidang pengadilan.

B. Alat Bukti Keterangan Saksi Ahli

Saksi ahli merupakan salah satu alat bukti yang diatur dalam

ketentuan Pasal 184 KUHAP mengenai alat bukti yang dapat

digunakan dalam pembuktian acara pidana. Ahli sendiri mempunyai

pengertian sebagai seorang yang megetahui segala bidang yang telah

menjadi profesinya, dimana dengan profesi yang dimilikinya

18

Page 29: Skripsi fix mulai halaman sampul sampai daftar pustaka.pdf

xxix

tersebut dapat membuat terang terhadap perkara yang sedang

diperiksa selain tetap memperhatikan adanya keterangan saksi

sebagai alat bukti sebelumnya.

Saksi ahli menurtu Moch. Faisal Salam17 menyatakan bahwa

“Saksi ahli adalah saksi yang ahli dalam suatu bidang, misal ahli

tanda tangan atau tulisan, ahli senjata api, dokter kehakiman,

ahli farmasi. Maka keterangan para saksi baik saksi biasa

maupun saksi ahli, merupakan alat bukti yang sah.”

Pada awalnya sebelum dikenal adanya KUHAP sistem peradilan

di Indonesia masih menggunakan HIR yang berlakunya baik untuk

perkara perdata maupun untuk perkara pidana. Kedudukan ahli

dalam HIR pun tidak dijadikan sebagai alat bukti yang sah namun

hanya dijadikan sebagai keterangan diluar alat bukti yang ada dalam

HIR yang berguna untuk menambah keyekinan bagi hakim dalam

memeriksa suatu perbuatan yang diduga telah melakukan

pelanggaran terhadap suatu peraturan perundangan tertetntu.

Keterangan ahli mulai dapat digunakan pada saat pemeriksaan

ditingkat penyidikan yakni dengan adanya ketentuan Pasal 133 ayat

(1) KUHAP menyatakan bahwa

“Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani

seorang korban baik luka keracunan ataupun mati yang diduga

karena peristiwa yang merupakan tindak pidana ia berwenang

mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran

kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya.”

17

Ibid. hal 285.

19

Page 30: Skripsi fix mulai halaman sampul sampai daftar pustaka.pdf

xxx

Dari rumusan ketentuan pasal tersebut dapat kita pahami bahwa

sejak ditingkat penyidikan pun keterangan ahli dapat digunkan untuk

memberikan keterangan mengenai hal yang berada diluar bidang

hukum namun hasilnya dapat membuat terang perkara pidana yang

diduga telah dilakukan oleh seseorang. Dalam penjelasan Pasal 186

KUHAP menyatakan bahwa

“Keterangan ahli ini dapat juga sudah diberikan pada waktu

pemeriksaan oleh penyidik atau penuntut umum yang

dituangkan dalam suatu bentuk laporan dan dibuat dengan

mengingat sumpah diwaktu ia menerima jabatan atau pekerjaan.

Jika hal itu tidak diberikan pada waktu pemeriksaan oleh

penyidik atau penuntut umum, maka pada pemeriksaan disidang,

diminta untuk memberikan keterangan dan dicatat dalam berita

acara pemeriksaan. Keterangan tersebut diberikan setelah ia

mengucapkan sumpah atau janji dihadapan hakim.”

Dari ketentuan yang tersebut diatas dapat diambil kesimpulan

bahwa

1. Alat bukti keterangan ahli dapat berbentuk “laporan” atau

“visum et repertum”,

- pada suatu segi alat bukti keterangan ahli yang berbentuk

“laporan atau visum et repertum”, tetap dapat dinilai

sebagai alat bukti keterangan ahli.

- pada sisi lain alat bukti keterangan ahli yang berbentuk

laporan, juga menyentuh alat bukti “surat”.

20

Page 31: Skripsi fix mulai halaman sampul sampai daftar pustaka.pdf

xxxi

2. Alat bukti keterangan ahli yang berbentuk “keterangan

langsung secara lisan” di sidang pengadilan yang dituangkan

dalam catatan berita acara persidangan.18

Adanya keterangan ahli sebagai alat bukti yang sah setelah

adanya KUHAP dapat menjadi landasan hakim dalam mengambil

pertimbangan hukumnya di putusan akhir apakah suatu tindak

pidana yang diduga telah dilakukan oleh seseorang terbutki atau

tidak terbukti.

C. Alat Bukti Surat

Keberadaan alat bukti surat dalam KUHAP hanya disampaikan

pada Pasal 184 KUHAP dan Pasal 187 KUHAP. Dimana Pasal 187

KUHAP menyatakan bahwa

“Surat sebagaimana tersebut pada Pasal 184 ayat (1) huruf c,

dibuat atas sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah,

adalah:

a. Berita acara atau surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat

oleh pejabat umum yang berwenang atau yang dibuat

dihadapannya, yang memuat keterangan tentang kejadian

atau keadaan yang didengar, dilihat atau dialaminya sendiri,

disertai dengan alasan yang jelas dan tegas tentang

keterangannya itu;

b. Surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-

undangan atau surat yang dibuat oleh pejabat mengenai hal

yang termasuk dalam tata laksana yang menjadi tanggung

jawabnya dan yang diperuntukan bagi pembuktian sesuatu

hal atau sesuatu keadaan;

c. Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat

berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu

keadaan yang diminta secara resmi dari padanya;

d. Surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya

dengan isi dari alat pembuktian yang lain.

18

M. Yahya Harahap. Op. Cit. hal 303.

21

Page 32: Skripsi fix mulai halaman sampul sampai daftar pustaka.pdf

xxxii

Pengertian surat sendiri dalam KUHAP tidak diatur secara tegas

akan tetapi sebelum adanya KUHAP pengaturan tentang surat telah

ada dalam HIR namun juga terbatas yakni cuma ada terdapat dalam

3 pasal (Pasal 304, Pasal 305, dan Pasal 306 HIR). Ketentuan dalam

HIR tersebut pada waktu itu juga masih memberikan kesempatan

yang artinya dalam praktik bahwa alat bukti surat dapat digunakan

untuk pembuktian dalam acara perdata maupun pidana. Namun

setelah berlakunya KUHAP maka ketentuan tersebut mejadi tidak

berlaku karena dalam sistem acara pidana dengan berlakunya

KUHAP surat menjadi alat bukti yang sah dan merupakan alat bukti

yang bebas bagi hakim dalam menentukan kesalahan terdakwa

dengan tetap memperhatikan keberadaan alat bukti yang lainnya.

Dengan diaturnya surat sebagi alat bukti yang sah berdasarkan

adanya Pasal 184 KUHAP maka tidak ada alasan bagi hakim untuk

tidak menggunakannya sebagai dasar untuk membuat pertimbangan

hukum dalam menjatuhkan putusan akhir.

D. Alat Bukti Petunjuk

Pasal 188 ayat (1) KUHAP memberikan definisi tentang

petunjuk yakni

“Petunjuk adalah perbuatan, kejadian, atau keadaan, yang

karena persesuaiannya, baik antara yang satu dengan yang lain,

maupun dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa

telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya.”

Apabila hakim akan menggunakan alat butki ini perlu dipahami

secara saksama mengenai pasal yang mengaturnya karena ketentuan

22

Page 33: Skripsi fix mulai halaman sampul sampai daftar pustaka.pdf

xxxiii

dalam Pasal 188 ayat (1) dan ayat (2) KUHAP mempunyai unsur

yakni sebagai berikut:

a. Unsur pertama, adanya perbuatan, kejadian keadaan yang

bersesuaian;

b. Unsur kedua, ada 2 persesuaian, ialah:

1. Bersesuaian antara masing-masing perbuatan, kejadian,

dan keadaan satu dengan yang lain, maupun

2. Bersesuaian antara perbuatan, kejadian, dan keadaan

dengan tindak pidana yang didakwakan;

c. Unsur ketiga, dengan adanya persesuaian yang demikian itu

menandakan (menjadi suatu tanda) atau menunjukan adanya

2 (dua) hal in casu kejadian ialah:

1. Pertama, menunjukan bahwa benar telah terjadi sautu

tindak pidana, dan

2. Kedua, menunjukan siapa pembuatnya.

d. Alat bukti petunjuk hanya dapat dibentuk melalui 3 alat

bukti, yaitu keterangan saksi, surat dan keterangan

terdakwa.19

Hakim hanya dapat menggunakan alat bukti ini dengan

mendasarkan pada alat bukti yang lainnya yakni saksi, surat dan

keterangan terdakwa. Dengan kata lain hakim tidak bisa secara

langsung menggunakan alat bukti ini tanpa didasari oleh alat bukti

19

Adami Chazawi. Op. Cit. hal 74.

23

Page 34: Skripsi fix mulai halaman sampul sampai daftar pustaka.pdf

xxxiv

lain dalam hal untuk memberi keyakinan bagi hakim dalam

memberikan pertimbangan hukumnya.

E. Alat Bukti Keterangan Terdakwa

Pengertian tentang alat bukti keterangan terdakwa disampaikan

pada ketentuan Pasal 189 KUHAP ayat (1) menyatakan bahwa:

“Keterangan terdakwa ialah apa yang terdakwa nyatakan di

sidang tentang perbuatan yang ia lakukan atau yang ia ketahui

sendiri atau alami sendiri”.

Bertitik tolak dari tujuan mewujudkan kebenaran sejati, undang-

undang tidak dapat menilai keterangan terdakwa sebagai alat bukti

yang memiliki nilai pembuktian yang sempurna, mengikat dan

menetukan.

4. Kekuatan Pembuktian Alat Bukti

Setiap alat bukti mempunyai kekuatan pembuktian yang artinya

tiap alat-alat bukti yang diajukan dalam persidangan mempunyai nilai

masing-masing yang berguna untuk menambah keyakinan hakim

mengenai perbuatan seseorang yang diduga telah melanggar ketentuan

peraturan perundang-undangan.

1. Keterangan saksi menjadi alat bukti pastinya memiliki nilai

kekuatan pembuktian yang dapat digunakan bagi hakim dalam

memberikan pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan

kepada terdakwa. Keterangan saksi memiliki nilai kekuatan

pembuktian sebagai berikut:

24

Page 35: Skripsi fix mulai halaman sampul sampai daftar pustaka.pdf

xxxv

- Mempunyai kekuatan pembuktian bebas yang artinya bahwa

setiap keterangan saksi yang diberikan dalam proses

persidangan bersifat tidak memiliki kekuatan yang sempurna

atau mengikat dan menentukan bagi hakim dalam

memberikan pertimbangannya. Setiap keterangan saksi yang

diberikan bersifat bebas yakni apakah keterangan dari saksi

tersebut akan dipakai atau tidak itu kembali kepada hakim

yang akan memutusnya. Atau dengan kata lain bahwa alat

butki saksi sebagai alat bukti yang sah adalah bersifat bebas

dan tidak sempurna dan tidak menentukan dan tidak

mengikat.

- Nilai kekuatan pembuktiannya tergantung pada penilaian

hakim yang artinya bahwa alat bukti keterangan saksi sebagai

alat bukti yang sah tapi tidak sempurna dan tidak menentukan

itu sifatnya tidak bisa mengikat bagi hakim. Hakim dalam

menilai keterangan saksi bebas untuk memakai atau tidak

setiap keterangan saksi yang diperoleh selama proses

pemeriksaan persidangan. Penilaian hakimlah yang

menentukan apakah keterangan saksi tersebut dianggap

memiliki nilai kekuatan pembuktian yang sempurna atau

tidak. Dan biasanya sebelum saksi dimintai keterangannya

maka terhadap dirinya akan diambil sumpah terlebbih dahulu

25

Page 36: Skripsi fix mulai halaman sampul sampai daftar pustaka.pdf

xxxvi

untuk memastikan bahwa pernyataan yang akan dia berikan

tidak palsu atau saksi berbohong.

Oleh karena itu hakim dalam memeriksa setiap keterangan

saksi harus memperhatikan ketentuan dalam Pasal 185 ayat (6)

KUHAP yakni sebagai berikut:

1. Persesuaian antara keterangan saksi yang satu dengan

saksi yang lainnya;

2. Persesuaian keterangan saksi dengan alat bukti yang

lain;

3. Alasan saksi memberikan keterangan tertentu;

4. Cara hidup dan kesusilaan saksi.

Jadi keterangan saksi sebagai alat bukti yang sah memiliki

nilai kekuatan pembuktian yang bebas dalam arti hakimlah

yang akan menentukan apakah keterangan setiap saksi yang

diberikan dalam pemeriksaan persidangan itu bersifat sempurna

dan menentukan tergantung penilaian hakim terhadap

keterangan saksi tersebut. Karena pada dasarnya keterangan

saksi tidak mengikat hakim sebagai alat bukti yang sempurna

dan menentukan tanpa didukung dengan alat bukti yang

lainnya.

2. Keterangan ahli sebelum berlakunya KUHAP dalam HIR

hanya sebagai bahan penambah yang dapat digunakan oleh

hakim untuk membuat terang peristiwa yang sedang diperiksa.

Namun setelah berlakunya KUHAP keterangan ahli dalam

persidangan menjadi alat bukti yang sah. Sebagai alat bukti

26

Page 37: Skripsi fix mulai halaman sampul sampai daftar pustaka.pdf

xxxvii

yang sah maka secara otomatis keterangan ahli mempunyai

nilai kekuatan pembuktian yakni

a. Mempunyai nilai kekuatan pembuktian bebas yang artinya

bahwa didalam keterangan ahli tidak mempunyai sifat yang

sempurna dan mengikat bagi hakim untuk

menggunakannya. Karena pada dasarnya hakim diberikan

kebebasan untuk menilai keterangan ahli apakah berguna

atau tidak untuk dijadikan pertimbangan hakim dalam

putusannya. Selain itu kembali kepada moral dari hakim

yang memandang keterangan ahli apakah keterangan

tersebut sempurna atau tidak untuk membuktikan kesalahan

yang telah didakwakan kepada terdakwa.

b. Selain itu berdasarkan ketentuan Pasal 183 KUHAP maka

setiap keterangan seorang ahli saja tidak cukup untuk

dijadikan sebagai alat bukti yang sah tanpa didukung oleh

alat butki yang lain. Dalam arti bahwa keterangan seorang

ahli tidak dapat menentukan terbuktinya kesalahan

terdakwa tanpa disertai dengan adanya alat bukti yang

lainnya.

Selain itu pada dasarnya keterangan ahli dapat dibedakan

menjadi dua yakni sebagai berikut:

1. Ahli yang memberikan keterangan berdasarkan

pengetahuan dan ilmu yang dimilikinya dengan

27

Page 38: Skripsi fix mulai halaman sampul sampai daftar pustaka.pdf

xxxviii

pertama kali melakukan pemeriksaan terlebih dahulu.

Misalnya ahli kedokteran forensik melakukan otopsi

terhadap korban pembunuhan yang diduga telah

dibunuh oleh terdakwa dengan cara ditusuk, maka

tugas dari dokter tersebut untuk memeriksa apakah

korban meninggal karena tusukan atau karena sebab

yang lain. Berdasarkan pemeriksaan oleh ahli tersebut

biasanya dituangkan dalam bukti tertulis mengenai

hasil pemeriksaan yang telah dilakukan yang

selanjutnya dapat dijadikan bukti bagi ahli tersebut

dalam memberikan serta memperkuat keterangannya

di persidangan.

2. Ahli yang memberikan keterangan berdasarkan ilmu

dan pengetahuannya tanpa melakukan proses

pemeriksaan tertentu terlebih dahulu. Sebagai contoh

adalah keterangan ahli perakit bom yang memberikan

cara kerja dan pembuatan perakitan bom. Dia tidak

melakukan pemeriksaan terlebih dahulu karena hal

tersebut dapat mengancam keselamatan jiwanya dan

orang lain yang sedang melakukan proses pemeriksaan

di persidangan.

Jadi pada dasarnya keterangan ahli yang bersifat bebas

tersebut tidak harus dengan memiliki bukti formal seperti

28

Page 39: Skripsi fix mulai halaman sampul sampai daftar pustaka.pdf

xxxix

ijazah atau sertifikat, karena bisa saja orang yang karena

kebiasaannya mengetahui dalam bidang tertentu dapat dimintai

keterangan dengan tujuan untuk membuat terang perkara yang

sedang dihadapi.

3. Alat bukti surat mempunyai nilai kekuatan pembuktian dapat

dilihat dari dua segi yakni sebagai berikut:

1. Ditinjau dari segi formal artinya bahwa alat bukti surat

yang tertuang dalam ketentuan Pasal 187 huruf a dan b

mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna menurut

formal, karena alat bukti surat tersebut secara formal telah

dibuat oleh pejabat yang berwenang dan pejabat itu sendiri

sebelumnya telah disumpah sesuai dengan profesinya.

Maka dari itu mempunyai kekuatan pembuktian sempurna

formal dalm hal apabila alat bukti surat tersebut dibuat oleh

pejabat yang berwenang dan telah disumpah sebelumnya.

2. Ditinjau dari segi materiil, alat bukti surat mempunyai

kekuatan pembuktian yang bebas seperti alat bukti saksi

dan alat bukti ahli. Karena mendasarkan pada hal yang

sama bahwa penilaian hakimlah yang menentukan apakah

bukti tersebut mengikat dirinya dan bersifat sempurna

tergantung dari penilaian hakim itu sendiri.

Pada dasarnya alat bukti surat memiliki nilai kekuatan

pembuktian yang sempurna secara formil apabila dibuat oleh

29

Page 40: Skripsi fix mulai halaman sampul sampai daftar pustaka.pdf

xl

pejabat yang berwenang dan sebelumnya telah disumpah

berdasarkan profesinya. Namun bersifat bebas dalam arti

materiil karena apabila mendasarkan pada alat bukti surat saja

tanpa menggunakan alat bukti yang lain tidak dapat

menentukan kesalahan yang telah didakwakan kepada

terdakwa.

4. Alat bukti petunjuk mempunyai nilai kekuatan pembuktian

bebas karena didasarkan pada hal-hal berikut ini:

1. Hakim tidak atas kebenaran persesuaian yang diwujudkan

oleh petunjuk, oleh karena itu, hakim bebas menilainya dan

mempergunakannya sebagai upaya pembuktian,

2. Petunjuk sebagai alat bukti, tidak bisa berdiri sendiri

membuktikan kesalahan terdakwa, dia tetap terikat pada

prinsip batas minimum pembuktian. Oleh karena itu, agar

petunjuk mempunyai nilai kekuatan pembuktian yang

cukup, harus didukung dengan sekurang-kurangnya satu

alat bukti yang lain

Pada dasarnya petunjuk sebagai alat bukti hanya dipakai

oleh hakim sebagai kesimpulan mengenai kesesuaian antara

alat bukti yang lainnya dan untuk nantinya dijadikan sebagai

pertimbangan dalam menjatuhkan putusan. Sedangkan untuk

jaksa petunjuk digunakan sebagai kesimpulan untuk membuat

30

Page 41: Skripsi fix mulai halaman sampul sampai daftar pustaka.pdf

xli

tuntutannya (requisitoir) atas proses pemeriksaan alat bukti

yang telah dilakukan sebelumnya.

5. Alat bukti keterangan terdakwa mempunyai nilai kekuatan

pembuktian yang sama dengan alat bukti yang lainnya yakni

bersifat bebas dan tidak mengikat hakim untuk

menggunakannya. Hakim apabila ingin menjadikan alat bukti

keterangan terdakwa ini sebagai alat bukti yang sempurna

harus mendasarkan pada alat bukti yang lainnya. Hakim bebas

untuk menilai keterangan terdakwa asalkan memenuhi prosedur

yang telah ditentukan bahwa selain mendasarkan pada batas

prinsip minimum pembuktian maka disamping itu juga harus

berdasarkan pada asas keyakinan hakim berdasarkan ketentuan

Pasal 183 KUHAP yang bersifat pembuktian secara negatif.

Selain mendasarkan pada alat bukti yang dihadirkan ditambah

keyakinan hakim bahwa terdakwalah terbukti bersalah

melakukan tindak pidana sesuai dengan dakwaan jaksa.

B. Putusan Pemidanaan

1. Pengertian Putusan Pemidanaan

Setelah pemeriksaan perkara dinyatakan selesai oleh hakim, maka

sampailah hakim pada tugasnya, yaitu menjatuhkan putusan, yang akan

memberikan penyelesaian pada suatu perkara yang terjadi antara negara

dan warga negaranya. Putusan yang demikian biasanya disebut putusan

akhir. Menurut KUHAP ada beberapa macam bentuk putusan

31

Page 42: Skripsi fix mulai halaman sampul sampai daftar pustaka.pdf

xlii

diantaranya adalah putusan pemidanaan yang bermakna dalam hal

terdakwa telah terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan

tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam dakwaan penuntut umum,

maka terhadap terdakwa harus dijatuhi pidana yang setimpal dengan

tindak pidana yang telah dilakukannya.20

Putusan Pengadilan adalah putusan yang diucapkan oleh hakim

karena jabatannya dalam persidangan perkara pidana yang terbuka untuk

umum setelah melakukan proses dan procedural hukum acara pidana

pada umumnya berisikan amar pemidanaan atau bebas atau pelepasan

dari segala tuntutan hukum dibuat dalam bentuk tertulis dengan tujuan

penyelesaian perkaranya.21

Putusan pemidanaan seringkali oleh beberapa pakar dairtikan

dengan putusan pidana atau penghukuman. Dimana rumusan Pasal 193

ayat (1) KUHAP menyatakan bahwa

“Jika pengadilan berpendapat bahwa terdakwa bersalah melakukan

tindak pidana yang didakwakan kepadanya, maka pengadilan

menjatuhkan pidana.”

Putusan pemidanaan yang menjatuhkan hukuman pemidanaan

kepada seorang terdakwa tiada lain daripada putusan yang berisi perintah

untuk menghukum terdakwa sesuai dengan ancaman pidana yang disebut

dalam pasal pidana yang didakwakan.22

20

Ahmad Rifai. 2011. Penemuan Hukum Oleh Hakim Dalam Prespektif Hukum Progresif.

Jakarta: Sinar Grafika. hal 117. 21

Lilik Mulyadi. 2010. Kompilasi Hukum Pidana Dalam Perpektif Teoritis Dan Praktik

Peradilan. Bandung: CV. Mandar Maju. hal 93. 22

M. Yahya Harahap. Op. Cit. hal 354.

32

Page 43: Skripsi fix mulai halaman sampul sampai daftar pustaka.pdf

xliii

Menurut Mr. M. H. Tirtaadmidjaja sebagaimana dikutip oleh

Leden Marpaung23

menyatakan bahwa

“Sebagai Hakim, ia harus berusaha untuk menerapkan suatu

hukuman, yang dirasakan oleh masyarakat dan oleh si terdakwa

sebagai suatu hukuman yang setimpal dan adil. Dimana untuk

mewujudkan hal tersebut harus memperhatikan:

a. Sifat pelanggaran pidana itu (apakah itu suatu pelanggaran

pidana yang berat atau ringan);

b. Ancaman hukuman terhadap terhadap pelanggaran pidana

itu;

c. Keadaan dan suasana waktu melakukan pelanggaran pidana

itu (yang memberatkan dan meringankan);

d. Pribadi terdakwa apakah ia seorang penjahat tulen atau

seorang penjahat yang telah berulang-ulang dihukum

(recidivist) atau seorang penjahat untuk satu kali ini saja;

atau apakah ia seorang yang masih muda ataupun seorang

yang telah berusia tinggi;

e. Sebab-sebab untuk melakukan pelanggaran pidana itu;

f. Sikap terdakwa dalam pemeriksaan perkara itu (apakah ia

menyesal tentang kesalahannya ataukah dengan keras

menyangkal meskipun telah ada bukti yang cukup akan

kesalahannya);

g. Kepentingan umum.

Dengan adanya pemidanaan yang dijatuhkan kepada terdakwa

maka secara otomatis proses pemeriksaan persidangan telah selesai.

Namun yang menjadi persoalan adalah fungsi menjatuhkan pemidanaan

apakah hakim dalam menjatuhkan putusan pemidanaan tersebut

mengetahui maksud adanya fungsi pemidanaan atau hanya sekedar

menjalankan perintah undang-undang, karena perlu untuk diketahui

bahwa fungsi pemidanaan adalah sebagai berikut:

1. Pertama, fungsi fundamental yaitu sebagai landasan dan asas

normatif atau kaidah yang memberikan pedoman, criteria atau

23

Leden Marpaung. 2010. Proses Penanganan Perkara Pidana (Di Kejaksaan &

Pengadilan Negeri Upaya Hukum & Eksekusi). Jakarta: Sinar Garfika. hal 139.

33

Page 44: Skripsi fix mulai halaman sampul sampai daftar pustaka.pdf

xliv

paradigm terhadap masalah pidana dan pemidanaan. Fungsi ini

secara formal dan intrinsik bersifat primer dan terkandung

didalam setiap ajaran sistem filsafat. Maksudnya, setiap asas

yang ditetapkan sebagai prinsip maupun kaidah itulah yang

diakui sebagai kebenaran atau norma yang wajib ditegakkan,

dikembangkan, dan diaplikasikan.

2. Kedua, fungsi teori dalam hal ini sebagai meta teori.

Maksudnya, filsafat pemidanaan berfungsi sebagai teori yang

mendasari dan melatarbelakangi setiap teori-teori

pemidanaan.24

Putusan pemidanaan dijatuhkan oleh hakim apabila ia telah yakin

bahwa berdasarkan alat-alat bukti yang telah diajukan dengan ditambah

dari keyakinan hakim sendiri bahwa terdakwa terbukti bersalah

melakukan tindak pidana sebagimana yang didakwakan oleh jaksa maka

kepadanya dijatuhkan pidana sesuai ancaman dari jaksa tersebut.

Sehingga dengan adanya putusan pemidanaan yang telah dijatuhkan

maka menjadi proses terakhir tapi menjadi proses terpenting dalam

menjamin tegaknya hukum serta disamping tidak mengurangi hak

terdakwa untuk segera mendapatkan perlakuan atas perbuatan yang

dilakukannya.

2. Hal-Hal Yang Harus Dimuat Dalam Putusan Pemidanaan

24

Lilik Mulyadi. Op. Cit. hal 113-114.

34

Page 45: Skripsi fix mulai halaman sampul sampai daftar pustaka.pdf

xlv

Putusan pemidanaan berdasarkan Pasal 197 ayat 1 KUHAP harus

memuat beberapa ketentuan yakni sebagai berikut:

a. Kepala putusan yang dituliskan berbunyi: “DEMI KEADILAN

BERDASRKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”;

b. Nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin,

kebangsaan, tempat tinggal, agama, dan pekerjaan terdakwa;

c. Dakwaan, sebagaimana terdapat dalam surat dakwaan;

d. Pertimbangan yang disusun secara ringkas mengenai fakta daan

keadaan, beserta alat pembuktian yang diperoleh dari pemeriksaan di

sidang yang menjadi dasar penentuan kesalahan terdakwa;

e. Tuntutan pidana, sebagaimana terdapat dalam surat tuntutan;

f. Pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar

pemidanaan atau tindakan dan pasal peraturan perundang-undangan

yang menjadi dasar hukum dari putusan, disertai keadaan yang

memberatkan dan yang meringankan terdakwa;

g. Hari dan tanggal diadakannya musyawarah majelis hakim kecuali

perkara diperiksa oleh hakim tunggal;

h. Pernyataan kesalahan terdakwa, pernyataan telah terpenuhi semua

unsur dalam rumusan tindak pidana disertai dengan kualifikasinya

dan pemidanaan atau tindakan yang dijatuhkan;

i. Ketentuan kepada siapa biaya perkara dibebankan dengan

menyebutkan jumlahnya yang pasti dan ketentuan mengenai barang

bukti;

j. Keterangan bahwa seluruh, surat pernyataan palsu atau keterangan

dimana letaknya kepalsuan itu, jika terdapat surat otentik dianggap

palsu;

k. Perintah supaya terdakwa ditahan atau tetap dalam tahanan atau

dibebaskan;

l. Hari dan tanggal putusan, nama penuntut umum, nama hakim yang

memutus dan nama panitera.

Unsur-unsur yang harus dimuat dalam putusan pemidanaan diatas

memiliki bebarapa penjelasan yakni sebagai berikut

Ad.a. Maksud “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”

Maksud eksplisit dicantumkannya irah-irah tersebut dimaksudkan

bahwa pengadilan dilaksanakan dengan sendi-sendi religius (Pasal 29

UUD 1945 dan Sila I Pancasila) dan manifestasinya hakim dalam

memutus perkara harus mencari dan mewujudkan kebenaran materiil

35

Page 46: Skripsi fix mulai halaman sampul sampai daftar pustaka.pdf

xlvi

(materieele waarheid) dan keadilan sehingga secara moral bertanggung

jawab kepada diri sendiri, hak asasi, kepada masyarakat dan negara, ilmu

hukum sendiri dan juga bertanggung jawab kepada Tuhan Yang Maha

Esa.

Ad.b. Penjelasan mengenai identitas terdakwa

Pemeriksaan identitas terdakwa di persidangan diperlukan agar

tidak terjadi kesalahan dalam mengadili seseorang (error in persona).

Sehingga dengan diperiksanya identitas terdakwa secara jelas dan cermat,

diharapkan bahwa orang yang diadili hakim di depan persidangan itulah

merupakan terdakwa sebagaimana disebutkan dalam surat dakwaan.

Ad.c. Penjelasan mengenai dalam putusan harus memuat dakwaan

Esensi dakwaaan adalah dalam sidang pengadilan penting adanya,

oleh karena ruang lingkup pemeriksaan terdakwa di depan persidangan

berorientasi pada surat dakwaan. Berdasarkan dakwaan, pembuktian, dan

keyakinannya, maka majelis hakim menentukan apakah terdakwa

bersalah ataukah tidak melakukan tindak pidana yang didakwakan.

Ad.d. Maksud dari keterangan yang diperoleh selama persidangan

Menurut ketentuan Penjelasan Pasal 197 ayat (1) huruf d KUHAP

maka yang dimaksud dengan “fakta dan keadaan” disini ialah segala apa

yang ada dan apa yang diketemukan di sidang oleh pihak dalam proses,

antara lain penuntut umum, saksi ahli, terdakwa, penasihat hukum dan

saksi korban.

Ad.e. Maksud putusan pemidanaan harus memuat tuntutan

36

Page 47: Skripsi fix mulai halaman sampul sampai daftar pustaka.pdf

xlvii

Hal ini khusus terhadap putusan pemidanaan. Apabila terhadap

putusan bukan pemidanaan berdasarkan ketentuan Pasal 199 ayat (1)

KUHAP tidak perlu dicantumkan mengenai tuntutan pidananya.

Ad.f. Maksud putusan pemidanaan harus mencantumkan pasal peraturan

perundangan serta keadaaan yang memberatkan dan meringankan

Putusan disini diuraikan dan dipertimbangkan mengenai unsur-

unsur (bestandellen) pasal yang didakwakan oleh Jaksa/Penuntut Umum

dalam surat dakwaannya. Unsur-unsur pasal tersebut harus seluruhnya

terbukti dan apabila salah satu unsur tidak terbukti, maka terdakwa akan

dijatuhkan putusan bebas. Dalam pertimbangan unsur-unsur tersebut

maka hakim selain berdasarkan ketentuan alat bukti sebagaimana

ketentuan Pasal 184 KUHAP, juga berdasarkan pendapat para doktrin

dan yurisprudensi. Selain itu untuk menentukan lamanya pidana

(sentencing atau straftoemetting) hakim juga menguraikan keadaan yang

memberatkan maupun yang meringankan.

Ad.g. Maksud adanya musyawarah majelis hakim

Mengenai hari dan tanggal musyawarah majelis hakim dalam

putusan terdapat dibawah amar putusan. Kalau bertitik tolak pada

ketentuan Pasal 197 ayat (1) huruf g KUHAP ini maka hari dan tanggal

musyawarah mejelis hakim berbeda dengan hari dan tanggal putusan

sebagaimana ketentuan Pasal 197 ayat (1) huruf l KUHAP.

Ad.h. Maksud dari pernyataan terbuktinya kesalahan terdakwa

37

Page 48: Skripsi fix mulai halaman sampul sampai daftar pustaka.pdf

xlviii

Ketentuan pasal ini bersifat limitatif yang terdapat dalam

diktum/amar putusan berisikan kualifikasi tindak pidana yang terbukti

didepan persidangan dan lamanya pidana dijatuhkan oleh majelis hakim.

Ad.i. Maksud dari pembebanan biaya perkara

Selain berdasarkan ketentuan pasal tersebut disebutkan pula dalam

Pasal 222 ayat (1) KUHAP yang memberikan kesempatan kepada

terdakwa untuk mengajukan permohonan apabila dia dirasa tidak mampu

untuk membayar uang perkara. Namun apabila terdakwa tidak mampu

ataupun tidak mau membayar, Jaksa pada prinsipnya dapat menyita

sebagian barang-barang milik terpidana untuk dijual lelang yang

kemudian hasilnya akan dipergunakan untuk melunasi biaya perkara

tersebut. Kemudian khusus barang bukti maka pengadilan menetapkan

supaya barang bukti yang disita diserahkan kepada pihak yang paling

berhak menerima kembali yang namanya tercantum dalam putusan

tersebut kecuali jika menurut ketentuan undang-undang bahwa barang

bukti itu harus dirampas untuk kepentingan negara atau dimusnahkan

atau dirusakkan sehingga tidak dapat dipergunakan lagi.

Ad.j. Maksud dari surat dibawah tangan harus dikesampingkan

Terhadap hal ini, terutama ditujukan kepada surat autentik saja

oleh karena menurut hukum perdata, surat autentik merupakan bukti

sempurna (Pasal 165 HIR, Pasal 285 Rbg, dan Pasal 1970 KUH Perdata)

sedangkan mengenai surat dibawah tangan atau surat-surat laninnya tidak

38

Page 49: Skripsi fix mulai halaman sampul sampai daftar pustaka.pdf

xlix

perlu/diharuskan diterangkan kepalsuannya pada pemeriksaan hakim

pidana.

Ad.k. Maksud dari perintah penahanan kepada terdakwa

Mengenai hal ini berdasarkan ketentuan Pasal 193 ayat (2) KUHAP

menentukan, bahwa:

a. Pengadilan dalam menjatuhkan putusan jika terdakwa tidak

ditahan, dapat memerintahkan supaya terdakwa tersebut ditahan,

apabila dipenuhi ketentuan Pasal 21 KUHAP dan terdapat alasan

yang cukup untuk itu;

b. Dalam hal terdakwa ditahan, pengadilan dalam menjatuhkan

putusan-putusannya, dapat menetapkan tetap ada dalam tahanan

atau membebaskannya, apabila terdapat alasan yang cukup untuk

itu.

Ad.l. Maksud dari hari, tanggal, serta identitas para pihak di pengadilan

Aspek ini dimaksudkan agar setiap orang mengetahui kapan

waktunya putusan diucapkan dalam persidangan terbuka untuk umum

serta nama Penuntut Umum, nama Majelis Hakim yang mengadili

perkara serta nama Panitera guna transparannya pemeriksaan serta

susunan pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab terhadap

perkara itu.25

Disampaikan dalam Pasal 197 ayat (2) KUHAP bahwa “Tidak

dipenuhinya ketentuan dalam ayat 1 huruf a, b, c, d, e, f, g, h, i, k, dan l

25

Ibid. hal 99-105.

39

Page 50: Skripsi fix mulai halaman sampul sampai daftar pustaka.pdf

l

pasal ini mengakibatkan putusan batal demi hukum. Dengan adanya

pernyataan dari ketentuan dalam Pasal 197 ayat (2) KUHAP terebut

menandakan bahwa syarat yang telah ditentukan dalam ayat (1) harus

dipenuhi secara keseluruhan. Ini sejalan dengan pendapat dari Komisi III

DPR Republik Indonesia dan beberapa pakar hukum yang menyatakan

bahwa

“Apabila suatu putusan pemidanaan tidak memenuhi ketentuan

Pasal 197 ayat (1) KUHAP, maka putusan itu akan berakibat batal

demi hukum. Ketentuan itu termaktub dalam Pasal 197 ayat (2)

KUHAP.”26

Syarat yang telah ada dalam ayat (1) tersebut telah membuktikan

sifatnya yang sempurna bahwa apabila salah satu tidak terpenuhi maka

dapat mengakibatkan suatu putusan adalah batal demi hukum. Sebagai

contoh penerapannya adalah pendapat yang disampaikan oleh Yusril

Ihza Mahendra27 yang mengatakan bahwa

Pasal 197 ayat (2) menyatakan tidak dipenuhinya ketentuan Pasal

197 ayat (1) huruf k tersebut “mengakibatkan putusan batal demi

hukum”. Putusan pengadilan dikatakan “batal demi hukum”

(venrechtswege nietig atau ab initio legally null and void) artinya

putusan tersebut sejak semula dianggap tidak pernah ada (never

existed). Karena tidak pernah ada, maka putusan demikian itu tidak

mempunyai kekuatan hukum dan tidak membawa akibat hukum,

sehingga dengan demikian, putusan tersebut dengan sendirinya

tidak dapat dieksekusi atau dilaksanakan oleh Jaksa sebagai

eksekutor putusan pengadilan. Mengingat pengertian “putusan

batal demi hukum” adalah demikian menurut ilmu hukum, maka

mencantumkan “perintah supaya terdakwa ditahan atau tetap dalam

26

Anonim. 2010. http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4fbc5042998ac/putusan-

tanpa-perintah-penahanan-bisa-dieksekusi, diakses pada tanggal 4 November 2013. 27

Yusril Ihza Mahendra. 2012. http://yusril.ihzamahendra.com/2012/05/17/pendapat-

hukum-terhadap-putusan-batal-demi-hukum/, diakses pada tanggal 4 November 2013.

40

Page 51: Skripsi fix mulai halaman sampul sampai daftar pustaka.pdf

li

tahanan atau dibebaskan” sebagaimana disebutkan dalam Pasal 197

ayat (1) KUHAP adalah keharusan hukum yang bersifat memaksa

(mandatory law atau dwingend recht), sehingga tidak boleh

diabaikan oleh majelis hakim dalam memutus perkara pidana pada

setiap tingkatan peradilan (Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi

dan Mahkamah Agung);

Selain itu ketentuan yang ada dalam Pasal 197 ayat (1) KUHAP

merupakan ketentuan yang bersifat tekstual dengan artian wajib

dicantumkan didalam putusan, sesuai dengan Pasal 3 KUHAP itu sendiri,

dimana dinyatakan bahwa peradilan dilakukan menurut cara yang diatur

dalam undang-undang ini. Bahwa diketahui ketentuan Pasal 197 ayat (1)

KUHAP tersebut diatas memuat 12 poin, dimulai dar huruf a hingga l,

yang harus dimuat dalam putusan pemidanaan. Apabila salah satu poin

keculai huruf g, tidak termuat dalam putusan pemidanaan tersebut

mengakibatkan putusan batal demi hukum sebagaimana ditegaskan Pasal

197 ayat (2) KUHAP.28

3. Status Terdakwa Dalam Putusan Pemidanaan

Dengan adanya putusan pemidanaan yang telah dijatuhkan maka

secara langsung memiliki akibat yang berkaitan dengan status terdakwa

dalam tahanan. Status dalam tahanan memiliki peranan yang sangat

penting dimana sifatnya untuk menjamin kedudukan terdakwa apakah

tetap ditahan atau dibebaskan. Pencantuman status terdakwa dapat

dilakukan bersamaan dengan putusan diucapkan seperti dinyatakan oleh

M. Yahya Harahap29 yang menyatakan bahwa:

28

http://www.poskotanews.com/2013/03/06/kisruh-pasal-197-kuhap-penegak-hukum-

dapat-dihukum-berat/, diakses pada tanggal 5 November 2013. 29

M. Yahya Harahap. Op. Cit. hal 355-356.

41

Page 52: Skripsi fix mulai halaman sampul sampai daftar pustaka.pdf

lii

Status terdakwa yang dapat diperintahkan pengadilan berbarengan

dengan saat putusan diucapkan, berpedoman kepada Pasal 193 ayat

2. Dari ketentuan ayat 2 ini, ada berbagai status yang dapat

diperintahkan pengadilan terhadap seorang terdakwa yang dijatuhi

dengan putusan pidana:

a. Jika terdakwa tidak ditahan maka alternatifnya:

- Memerintahkan terdakwa tetap berada dalam status “tidak

ditahan”. Tidak semua putusan pemidanaan dibarengi dengan

perintah supaya terdakwa ditahan. Sekalipun terdakwa berada

dalam status tidak ditahan, kemudian putusan yang

dijatuhkan berupa pemidanaan, pengadilan dapat

memerintahkan dalam putusan supaya terdakwa “tidak

ditahan”. Tindakan atau kebijaksanaan pengadilan yang tidak

memerintahkan terdakwa supaya ditahan dalam suatu putusan

pemidanan, tentu ada baikdan buruknya. Segi buruknya

seolah-olah putusan pemidanaan itu dianggap masyarakat

kurang sungguh-sungguh. Segi baiknya menurut pengadilan

buat apa terburu-buru biasanya akan dilakukan upaya hukum

atas suatu putusan pemidanaan tersebut.

- Pengadilan dapat memerintahkan supaya terdakwa ditahan.

Jika terdakwa tidak ditahan pada saat putusan dijatuhkan,

pengadilan dapat memerintahkan supaya terdakwa ditahan.

Berarti pada saat pengadilan menjatuhkan putusan

pemidanaan terhadap terdakwa, sekaligus memerintahkan

supaya terdakwa ditahan.

b. Jika terdakwa berada dalam status tahanan menurut Pasal 193

ayat 2 huruf b KUHAP, pengadilan dapat memilih salah satu

alternatif dibawah ini:

- Memerintahkan terdakwa “tetap berada dalam tahanan”. Jadi,

kalau pada saat pengadilan menjatuhkan putusan pemidanaan

terhadap terdakwa yang kebetulan sedang ditahan, pada saat

putusan dijatuhkan atau diucapkan, sekaligus dibarengi

dengan perintah supaya terdakwa tetap berada dalam tahanan.

- Memerintahkan “pembebasan terdakwa dari tahanan”.

Artinya bahwa meskipun terdakwa dijatuhi pidana namun

disini undang-undang memberikan batasan yakni apabila

terdakwa ternyata divonis selama masa tahanan yang telah

dijalaninya maka terhadap dirinya dapat dilakukan dalam

penjatuhan putusan dengan perintah pembebasan dari

tahanan. Selain masa tahanan yang sama dengan vonis yang

dijatuhkan, penahanan yang melampaui batas perlu juga

untuk diperintahkan untuk pembebasan terhadap terdakwa.

Namun dalam hal tertentu seperti keadaan sakit maka

terdakwa juga dapat diperintahkan dibebaskan dari tahanan.

42

Page 53: Skripsi fix mulai halaman sampul sampai daftar pustaka.pdf

liii

Menurut Akil Mochtar30

yang berpendapat bahwa

“Perintah penahanan atau pembebasan yang dipersyaratkan dalam

Pasal 197 ayat (1) huruf k KUHAP sangat penting untuk dimuat

dalam putusan. Hal ini demi kepastian hukum terhadap status

penahanan dari terdakwa. Bila majelis hakim tidak memuatnya

dalam surat putusan, status penahanan terdakwa menjadi tidak

jelas. Ini mencederai rasa keadilan dan kepastian hukum bagi

warga negara yang sedang ditahan. Terlebih, penahanan merupakan

bentuk perampasan kemerdekaan seseorang. Bila hakim atau

majelis hakim tidak segera memutuskan status penahanan terdakwa

dalam surat putusan maka terjadi keadilan yang tertunda. Rasa

keadilan yang ditunda adalah sama halnya dengan menciptakan

ketidakadilan (justice delayed, justice denied).”

Apakah terdakwa ditahan atau tetap dalam tahanan atau

dibebaskan, tergantung penilaian pengadilan, tetapi mutlak dimuat dalam

amar putusan sesuai Pasal 197 ayat (1) huruf k KUHAP. Mengenai

ditahan atau tidaknya terdakwa, Pasal 21 KUHAP tetap merupakan dasar

bagi penahanan. Jadi, jika perbuatan yang didakwakan diluar Pasal 21

KUHAP maka amar putusan: terdakwa tidak ditahan tetapi jika termasuk

Pasal 21 KUHAP maka tetap tergantung pada penilaian pengadilan,

harus dimuat pada amar putusan. Kelalaian memuatnya mengakibatkan

putusan batal demi hukum.31

4. Putusan Batal Demi Hukum

Sebelum memeriksa apakah suatu putusan itu batal demi hukum

maka perlu untuk diketahui terlebih dahulu bahwa dalam pembuatan

putusan tidak mudah seperti yang dibacakan namun harus dibuat dengan

ketentuan atau syarat-syarat tertentu yang harus selalu diperhatikan

30

Anonim. 2012. http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt50aea9e793963/mk--

putusan-tanpa-perintah-penahanan-tetap-sah, diakses pada tanggal 5 November 2013. 31

Leden Marpaung. Op. Cit. hal 151.

43

Page 54: Skripsi fix mulai halaman sampul sampai daftar pustaka.pdf

liv

sehingga suatu putusan itu tidak dikatakan batal demi hukum. Pasal 195

KUHAP menyataka bahwa

“Semua putusan pengadilan hanya sah dan mempunyai kekuatan

hukum apabila diucapkan di sidang terbuka untuk umum”.

Dengan demikian untuk sahnya putusan pengadilan harus

memenuhi syarat-syarat:

a. Memuat hal-hal yang diwajibkan (apabila putusan pemidanaan

maka melihat ketentuan Pasal 197 ayat (1) dan ayat (2)

KUHAP);

b. Diucapkan di sidang terbuka untuk umum.

Kata batal demi hukum dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang

dikeluarkan oleh Depertemen Pendidikan dan Kebudayaan dicantumkan

artinya antara lain:

1. Tidak berlaku, tidak sah, sia-sia;

2. Tidak jadi dilangsungkan, ditunda;32

Kata batal demi hukum sinonim dengan nulliteit yang batal dengan

sendirinya. Nulliteit atau batal demi hukum, dengan sendirinya tidak

mempunyai kekuatan hukum, tidak memiliki kekuatan hukum sehingga

tidak keliru jika tidak dilaksanakan (dieksekusi).

Putusan batal demi hukum tidak mempunyai alternatif lain selain

harus diperbaiki, harus disempurnakan. Perlu untuk diketahui bahwa

perbaikan/penyempurnaan putusan batal demi hukum hanya sah jika

dilakukan berdasarkan petunjuk Mahkamah Agung. Hal yang demikian

32

Leden Marpaung. Op. Cit. hal 146.

44

Page 55: Skripsi fix mulai halaman sampul sampai daftar pustaka.pdf

lv

sangat dibutuhkan dalam masyarakat yang sedang membangun agar jika

terjadi kelalaian atau kekeliruan maka hal yang demikian tidak teruang

lagi. Dengan demikian, penerbitan suatu putusan memang telah

selayaknya dilakukan dengan cermat, teliti dan dengan koreksi yang

sesempurna mungkin agar dengan demikian, kewibawaan serta rasa

menjunjung dan rasa hormat selalu terpelihara atas badan-badan

peradilan. Kecerobohan, kekurangcermatan yang bagaimanapun jenisnya

bukanlah perbuatan terpuji karenanya dapat mempengaruhi citra

peradilan.33

C. Upaya Hukum Kasasi

1. Pengertian Upaya Hukum Kasasi

Pada buku Perisitlahan Hukum dalam Praktek terbitan Kejaksaan

Agung tahun 1985 menyatakan sebagai berikut:

“Kasasi: pembatalan putusan/perbaikan keputusan pengadilan

bawahan oleh Mahkamah Agung karena pengadilan bawahan itu

telah:

a. Melampui batas kewenangannya;

b. Lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh sesuatu

ketentuan undang-undang yang mengancam kelalaian itu

dengan batalnya putusan;

33

Ibid. hal 146.

45

Page 56: Skripsi fix mulai halaman sampul sampai daftar pustaka.pdf

lvi

c. Salah menerapkan atau melanggar sesuatu peraturan hukum

yang berlaku .34

Kasasi menurut Tirtaamidjaja35

merumuskan penegrtiannya

sebagai berikut:

“Kasasi ialah suatu jalan hukum yang gunanya untuk

melawan keputusan-keputusan yang dijatuhkan dalam tingkat

tertinggi yaitu keputusan-keputusan yang tak dapat dilawan

atau tak dapat dimohon bandingan, baik karena kedua jalan

hukum ini tidak diperbolehkan oleh undang-undang, maupun

oleh karena ia telah dipergunakan.”

Dari pengertian diatas dapat dipahami bahwa kasasi

merupakan upaya pada tingkat Mahkamah Agung yang dapat

diajukan oleh pihak yang merasa tidak puas atas penjatuhan suatu

putusan untuk bertujuan sebagai:

1. Koreksi terhadap kesalahan putusan pengadilan bawahan,

yang artinya bahwa untuk memperbaiki dan meluruskan

kesalahan penerapan hukum, agar hukum benar-benar

diterapkan sebagaimana mestinya serta apakah cara

mengadili perkara benar-benar dilakukan menurut

ketentuan undang-undang.

2. Menciptakan dan membentuk hukum baru, yang artinya

bahwa berdasarkan jabatan dan wewenang yang ada

padanya dalam bentuk judge making law, sering

Mahkamah Agung menciptakan hukum baru yang disebut

34

Leden Marpaung. 2004. Perumusan Memori Kasasi dan Peninjauan Kembali Perkara

Pidana. Jakarta: Sinar Grafika. hal 4. 35

Ibid. hal 4

46

Page 57: Skripsi fix mulai halaman sampul sampai daftar pustaka.pdf

lvii

“hukum kasus” atau case law, guna mengisi kekosongan

hukum, maupun dalam rangka menyejajarkan makna dan

jiwa ketentuan undang-undang sesuai dengan “elastisitas”

pertumbuhan kebutuhan lajunya perkembangan nilai dan

kesadaran masyarakat.

3. Pengawasan terciptanya keseragaman penerapan hukum,

yang maksdunya adalah mewujudkan kesadaran

“keseragaman” penerapan hukum atau unified legal frame

work dan unified legal opinion. Dengan adanya putusan

kasasi yang menciptakan yurisprudensi, akan

mengarahkan keseragaman pandangan dan titik tolak

penerapan hukum, serta dengan adanya upaya hukum

kasasi, dapat terhindari kesewenangan dan

penyalahgunaan jabatan oleh para hakim yang tergoda

dalam memanfaatkan kebebasan kedudukan yang

dimilikinya.36

Dimana dalam mengajukan upaya hukum kasasi harus

melalui tata cara agar dalam mengajukan upaya hukum tersebut

dapat terpenuhi secara formil yakni yang meliputi:

1. Permohonan diajukan kepada Panitera. Dimana dalam

Pasal 245 ayat (1) KUHAP menegaskan bahwa

36

M. Yahya Harahap. Op. Cit. hal 539-542.

47

Page 58: Skripsi fix mulai halaman sampul sampai daftar pustaka.pdf

lviii

“Permohonan kasasi disampaikan oleh pemohon kepada

panitera pengadilan yang memutus perkaranya dalam

tingkat pertama, dalam waktu 14 hari sesudah putusan

pengadilan yang dimintakan kasasi itu diberitahukan

kepada terdakwa.”

2. Yang berhak mengajukan permohonan kasasi berdasarkan

Pasal 244 KUHAP meliputi:

a. Terdakwa, dan

b. Atau Penuntut Umum.

3. Tenggang waktu mengajukan permohonan kasasi, yakni

14 hari terhitung sejak tanggal putusan diberitahukan

dengan melihat ketentuan Pasal 245 ayat (1) KUHAP.

4. Dibuatnya akta permohonan kasasi dari Penitera yang

isinya berupa “Surat Keterangan” sebagaimana

dinyatakan dalam Pasal 245 ayat (2) KUHAP artinya

bahwa permintaan kasasi oleh panitera Pengadilan Negeri

ditulis dalam sebuah surat keterangan yang disebut akta

permohonan kasasi atau akta kasasi, ditandatangani oleh

Penitera dan Pemohon, dilampirkan dalam berkas

perkara.

5. Permintaan kasasi wajib diberitahukan dengan dasar

hukumnya Pasal 245 ayat (3) KUHAP. Panitera wajib

memberitahukan permintaan kasasi yang dterimanya

kepda pihak yang lain. Seperti yang yang diketahui,

dalam perkara pidana berhadapan dua pihak yang

48

Page 59: Skripsi fix mulai halaman sampul sampai daftar pustaka.pdf

lix

berkepentingan yakni terdakwa pada satu pihak dan

penuntut umum pada pihak lain.

6. Pemohon wajib mengajukan memori kasasi. Dengan

tenggang waktu 14 hari sejak permohonan kasasi

diajukan sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 248

ayat (1) KUHAP.

7. Adanya tanda terima penyerahan memori kasasi yang

diatur pula dalam penegasan kalimat terakhir Pasal 248

ayat (1) KUHAP, dengan kewajiban Panitera memberi

bantuan sebagaimana diatur dalam Pasal 248 ayat (2), dan

disertai adanya kontra memori kasasi yang diatur dalam

pasal 248 ayat (6) KUHAP serta tambahan memori dan

kontra memori sebagaimana diatur dalam ketetnuan Pasal

249 KUHAP.

2. Pemeriksaan dalam Upaya Hukum Kasasi

Sebelum adanya pemeriksaan pada tingkat kasasi maka pemohon

dalam mengajukan permohonan tersebut mempunyai beberapa alasan

yang digunakannya untuk mengajukan permohonan tersebut yakni:

1. Alasan kasasi yang dibenarkan menurut undang-udang, yakni

apa yang termuat dalam ketentuan Pasal 253 ayat (1) KUHAP

yang menyatakan bahwa

49

Page 60: Skripsi fix mulai halaman sampul sampai daftar pustaka.pdf

lx

a. Apakah benar suatu peraturan hukum tidak diterapkan atau

diterapkan tidak sebagaimana mestinya;

b. Apakah benar cara mengadili tidak dilaksanakan menurut

ketentuan undang-undang;

c. Apakah benar pengadilan telah melampaui batas

wewenangnya.

2. Selain alasan yang telah ditentukan menurut ketentuan undang-

undang ada juga alasan yang tidak dibenarkan oleh undang-

undang yang meliputi:

a. Keberatan kasasi putusan pengadilan tinggi menguatkan

putusan pengadilan negeri;

b. Keberatan atas penilaian pembuktian;

c. Alasan kasasi yang bersifat pengulangan fakta;

d. Alasan kasasi yang tidak menyangkut persoalan perkara;

e. Berat ringannya hukuman atau besar kecilnya jumlah

denda;

f. Keberatan kasasi atas pengembalian barang bukti;

g. Keberatan kasasi mengenai novum. 37

Menurut ketentuan Pasal 244 KUHAP putusan perkara pidana yang

dapat diajukan permohonan pemeriksaan kasasi:

a. Semua putusan perkara pidana yang diberikan pada tingkat akhir

oleh pengadilan,

37

Ibid. hal 565.

50

Page 61: Skripsi fix mulai halaman sampul sampai daftar pustaka.pdf

lxi

b. Kecuali terhadap putusan

1. Mahkamah Agung, dan

2. putusan bebas.

Namun berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor

114/PUU-X/2012, Mahkamah Konstitusi telah menyatakan frasa “kecuali

terhadap putusan bebas” dalam Pasal 244 KUHAP bertentangan dengan

konstitusi dan tidak lagi mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Sehingga ketentuan Pasal 244 KUHAP kini menyatakan bahwa

“Terhadap putusan perkara pidana yang diberikan pada tingkat

terakhir oleh pengadilan lain selain daripada Mahkamah Agung,

terdakwa atau Penuntut Umum dapat mengajukan permintaan

pemeriksaan kasasi kepada Mahkamah Agung.”

Ditingkat kasasi, hakim dalam memberikan pertimbangan

hukumnya terhadap penilaian terbukti atau tidaknya kesalahan terdakwa

harus mendasarkan pada penerapan hukum yang dipakai oleh tingkat

sebelumnya. Sejalan dengan pendapat dari Soedirjo38

yang menyatakan

bahwa

“Dalam kasasi, Mahkamah Agung hanya menyelidiki apakah telah

dipergunakan alat-alat bukti yang sah atau apakah sudah dipenuhi

ketentuan tentang minimum bukti atau apakah pernyataan tidak

terbukti tidak dapat diperoleh dari bahan-bahan bukti yang

dikumpulkan oleh hakim.

Ketentuan Pasal 253 ayat (1) KUHAP menyatakan bahwa

“Pemeriksaan dalam tingkat kasasi dilakukan oleh Mahkamah

Agung atas permintaan para pihak sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 244 KUHAP dan Pasal 248 KUHAP guna menentukan:

a. Apakah benar suatu peraturan hukum tidak diterapkan atau

dterapkan tidak sebagaimana mestinya;

38

Soedirjo. 1984. Kasasi Dalam Perkara Pidana (Sifat dan Fungsi). Jakarta: Akademika

Pressindo. hal 73.

51

Page 62: Skripsi fix mulai halaman sampul sampai daftar pustaka.pdf

lxii

b. Apakah benar cara mangadili tidak dilaksanakan menurut

ketentuan undang-undang;

c. Apakah benar pengadilan telah melampui batas wewenangnya.”

Dimana menurut M. Yahya Harahap39

manyatakan bahwa

“Keberatan kasasi dapat dibenarkan Mahkamah Agung atas alasan

Judex Factie telah melanggar sistem dan batas minimal

pembuktian, karena pengadilan telah menjatuhkan pemidanaan

tanpa didukung oleh alat bukti yang cukup”.

Dimana dalam pemeriksaan kasasi dilakukan dengan cara yang

dinyatakan oleh M. Yahya Harahap40

yang menyatakan bahwa

pemeriksaan kasasi dilakukan dengan cara sebagai berikut:

1. Pemeriksaan dilakukan dengan sekurang-kurangnya 3 orang

hakim. Jika dianggap perlu, terutama untuk memeriksa dan

memutus perkara tertentu yang dianggap memerlukan

pemikiran dan pendapat yang matang, dapat dibentuk mejelis

yang terdiri dari 5 atau 7 orang hakim.

2. Pemeriksaan berdasar berkas perkara. Berkas perkara yang

dimaksud adalah berita acara pemeriksaan dari penyidik, berita

acara pemeriksaan di sidang pengadilan, semua surat-surat yang

timbul di persidangan yang ada hubungannya dengan perkara,

putusan pengadilan tingkat pertama, putusan tingkat banding.

3. Pemeriksaan tambahan yang memiliki tahap yakni pemeriksaan

tambahan didasarkan atas putusan sela, Mahkamah Agung

sendiri dapat melaksanakan pemeriksaan tambahan. Dan

dilakukan dengan tenggang waktu pemeriksaan perkara yang

terdakwanya berada dalam tahanan yakni 14 hari sejak

Mahkamah Agung mengeluarkan perintah penahanan kepada

terdakwa.

Dimana setelah dilakukan pemeriksaan maka hal yang terakhir

dilakukan adalah penjatuhan putusan oleh Majelis Hakim yang dapat

berbentuk:

39

M. Yahya Harahap. Op. Cit. hal 569. 40

Ibid. hal 573.

52

Page 63: Skripsi fix mulai halaman sampul sampai daftar pustaka.pdf

lxiii

1. Menyatakan kasasi tidak dapat diterima sebagaimana diatur

dalam Pasal 244, Pasal 245, dan Pasal 248 ayat (1) KUHAP

yang dapat terjadi karena hal sebagai berikut:

a. Permohonan kasasi terlambat diajukan;

b. Tidak mengajukan memori kasasi;

c. Memori kasasi terlambat disampaikan.

2. Putusan menolak permohonan kasasi dimana dikatakan dalam

Pasal 253 ayat (1). Putusan kasasi yang menolak permohonan

kasasi, dijatuhkan setelah menguji perkara yang dikasasi;

3. Mengabulkan permohonan kasasi dengan kualifikasi bahwa

putusan pengadilan bawahan:

a. Peraturan hukum tidak diterapkan sebagimana mestinya;

b. Cara mengadili tidak dilakukan menurut ketentuan undang-

undang;

c. Pembatalan putusan atas alasan tidak berwenang

mengadili.41

D. Tindak Pidana Korupsi

1. Pengertian Tindak Pidana Korupsi

Sebagai tindak pidana yang bersifat khusus yang tidak diatur dalam

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana maka ketentuan mengenai

pengaturan tindak pidana korupsi telah termuat dalam Undang-Undang

No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

41

Ibid. hal 583.

53

Page 64: Skripsi fix mulai halaman sampul sampai daftar pustaka.pdf

lxiv

Pasal dalam undang-undang tersebut yang dikenakan untuk

menjerat terdakwa sifatnya lebih menitikberatkan kepada tindakan yang

mengarah pada perbuatan pribadi dengan tujuan untuk kepentingan diri

sendiri sebagaimana Pasal 3 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yakni

“Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang

lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan

atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat

merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan

pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu)

tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit

Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp.

1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).”

Ketentuan yang ada dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi tersebut tidak memberikan definisi mengenai maksud

dari tindak pidana korupsi namun beberapa ahli mencoba memberikan

beberapa definisi diantaranya menurut Evi Hartanti42

yang menyatakan

bahwa

“Secara harfiah korupsi merupakan sesuatu yang busuk, jahat, dan

merusak menyangkut segi-segi moral, sifat, dan keadaan yang

busuk, dilakukan dalam jabatan instansi atau aparatur pemerintah,

penyelewengan kekuasaan dalam jabatan karena pemberian, faktor

ekonomi dan politik, serta penempatan keluarga atau golongan ke

dalam kedinasan dibawah kekuasaan jabatannya.”

Dimana unsur-unsur dalam tindak pidana korupsi secara umum

yang termuat dalam ketentuan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-

Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan

Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 yang meliputi diantaranya:

42

Evi Hartanti. 2007. Tindak Pidana Korupsi. Jakarta: Sinar Grafika. hal 9

54

Page 65: Skripsi fix mulai halaman sampul sampai daftar pustaka.pdf

lxv

1. Setiap orang, termasuk korporasi, yang

2. Melakukan perbuatan melawan hukum,

3. Memperkaya diri sendiri, dan

4. Dapat merugikan keuangan negara.43

Untuk mengetahui sifat melawan hukum dalam tindak pidana

tidaklah mudah dapat diketahui dari perkataan undang-undangnya.

Beberapa pakar memberikan pendapatnya yang menyatakan bahwa

semua rumusan tindak pidana korupsi mengandung sifat melawan hukum

diantaranya:

1. dalam Pasal 3 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999:

menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada

pada padanya karena jabatan atau kedudukan;

2. dalam Pasal 5 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999: berbuat atau

tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan

kewajibannya;

3. dalam Pasal 6 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999: memberi atau

menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk

mempengaruhi putusan….; juga memberi atau menjanjikan sesuatu

kepada…. Advokat… untuk mempengaruhi nasihat….

4. dalam Pasal 7 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999: melakukan

perbuatan curang, membiarkan perbuatan curang;

43

Azis Syamsuddin. 2011. Tindak Pidana Khusus. Jakarta: Sinar Grafika. hal 144.

55

Page 66: Skripsi fix mulai halaman sampul sampai daftar pustaka.pdf

lxvi

5. dalam Pasal 8 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999: dengan

sengaja menggelapkan;

6. dalam Pasal 9 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999: dengan

sengaja memalsu;

7. dalam Pasal 10 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999:

menggelapkan, mengahncurkan, merusakkan, atau membuat tidak

dapat dipakai alat bukti; juga membiarkan orang lain

menghilangkan, menghancurkan, merusakkan, atau membuat tidak

dapat dipakai alat bukti, serta membantu orang lain

menghilangkan, menghancurkan, merusakkan, atau membuat tidak

dapat dipakai alat bukti;

8. dalam Pasal 11 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999: menerima

hadiah atau janji yang diberikan karena kekusaan atau kewenangan

yang berhubungan dengan jabatan;

9. dalam Pasal 12 (selain huruf e) Undang-Undang No. 31 Tahun

1999: yang bertentangan dengan kewajibannya; untuk

memperngaruhi putusan; untuk mempengaruhi nasihat atau

pendapat; meminta, menerima, atau memotong pembayaran

seolah-olah mempunyai utang atau merupakan utang; telah

merugikan yang berhak dan bertentangan dengan peraturan

perundang-undangan; turut serta dalam pemborongan yang

ditugaskan untuk mengurusi atau mengawasi;

56

Page 67: Skripsi fix mulai halaman sampul sampai daftar pustaka.pdf

lxvii

10. dalam Pasal 12 B Undang-Undang No. 31 Tahun 1999: berlawanan

dengan kewajibannya atau tugasnya.44

2. Subjek Hukum dalam Tindak Pidana Korupsi

Subjek hukum yang dapat dimintai pertanggungjawaban atas

perbuatan korupsi dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 1 sub 2 Undang-

Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantsan Tindak Pidana

Korupsi jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan

Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 yang menyatakan sebagai berikut:

“Pegawai Negeri adalah meliputi:

a. Pegawai negeri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang

tentang Kepegawaian;

b. Pegawai negeri sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-

Undang Hukum Pidana;

c. Orang yang menerima gaji atau upah dari keuangan negara atau

daerah;

d. Orang yang menerima gaji atau upah dari suatu korporasi yang

menerima bantuan dari keuangan negara atau daerah; atau

e. Orang yang menerima gaji atau upah dari suatu korporasi lain

yang mempergunakan modal atau fasilitas dari negara atau

masyarakat.

Pengertian pegawai negeri sebagaimana tersebut diatas

penjelasannya merujuk pada ketentuan Undang-Undang tentang

Kepegawaian dan dari ketentuan Pasal 92 KUHP. Pasal 1 sub 3 Undang-

Undang Tindak Pidana Korupsi tersebut bahwa yang dimaksud orang

adalah perorangan atau termasuk korporasi.

Korupsi merupakan salah satu kajahatan yang semakin sulit

dijangkau oleh aturan hukum pidana, karena perbuatan korupsi bermuka

majemuk yang memerlukan kemampuan berpikir aparat pemeriksa dan

44

Tjandra Sridjaja Pradjonggo. 2010. Sifat Melawan Hukum Dalam Tindak Pidana

Korupsi. Jakarta: Indonesia Lawyer Club. hal 167-168.

57

Page 68: Skripsi fix mulai halaman sampul sampai daftar pustaka.pdf

lxviii

penegak hukum disertai pola perbuatan sedimikian rapi. Oleh karena itu,

perubahan dan perkembangan hukum merupakan salah satu untuk

mengantisipasi korupsi tersebut.45

45

Surachmin dan Suhandi Cahaya. 2011. Strategi & Teknik Korupsi. Jakarta: Sinar Grafika.

hal 11.

58

Page 69: Skripsi fix mulai halaman sampul sampai daftar pustaka.pdf

lxix

BAB III

METODE PENELITIAN

1. Metode Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu yuridis

normatif dengan pendekatan perundang-undangan (Statute Approach) dan

pendekatan kasus (Case Approach). Pendekatan perundang-undangan

(Statute Approach) digunakan karena yang akan diteliti adalah aturan

hukum yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Kitab

Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Pendekatan kasus (Case

Approach) digunakan karena yang akan diteliti adalah kasus yang telah

diputus oleh hakim Mahkamah Agung Republik Indonesia.46

2. Spesifikasi Penelitian ini menggunakan spesifikasi penelitian prespektif

analitis. Karena pada dasarnya dengan adanya penelitian ini adalah untuk

mencari kebenaran akan permasalahan yang telah menjadi konsumsi

publik. Ini sesuai dengan pernyataan dari Soerjono Soekanto47 yang

menyatakan bahwa apabila suatu penelitian ditujukan untuk mrndapatkan

saran-saran mengenai apa yang harus dilakukan untuk mengatasi masalah-

masalah tertentu, maka penelitian tersebut dinamakan penelitian

preskiriptif.

3. Sumber Data

Data sekunder yang meliputi:

46

Joni Ibrahim. 2006. Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif. Malang: Bayu

media Publishin. hal. 295 – 321. 47

Soerjono Soekanto. 1988. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI-Press. hal 10.

59

Page 70: Skripsi fix mulai halaman sampul sampai daftar pustaka.pdf

lxx

a. Bahan Hukum Primer yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat dan

terdiri dari norma atau kaedah dasar, peraturan dasar, peraturan

perundang-undangan, bahan hukum yang tidak dikodifikasikan,

yurisprudensi, traktat, dan bahan hukum dari zaman penjajahan yang

hingga kini masih berlaku. Untuk penggunaan dalam penelitian ini

menggunakan yaitu:

1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;

2. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana;

3. Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi;

4. Undang-Uandang No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas

Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi.

b. Bahan Hukum Skunder, yang memberikan penjelasan mengenai bahan

hukum primer, seperti misalnya rancangan undang-undang, hasil-hasil

penelitian, hasil karya dari kalangan hukum, dan seterusnya.

c. Bahan Hukum Tersier, yakni bahan yang memberikan petunjuk maupun

penjelasan terhadap bahan hukum primer dan skunder, contoh adalah

kamus, enslikopedia, indeks kumulatif, dan seterusnya.48

4. Metode Pengumpulan Bahan Hukum

Penulis melakukan pengumpulan data sekunder dari studi pustaka dan

studi dokumen. Studi pustaka ini akan menggali berbagai kemungkinan

48

Ibid. hal 52.

60

Page 71: Skripsi fix mulai halaman sampul sampai daftar pustaka.pdf

lxxi

jawaban permasalahan dalam penelitian ini. Studi dokumen suatu cara

pengumpulan bahan dengan menelaah terhadap dokumen-dokumen

pemerintah maupun non pemerintah berupa surat keputusan, internet,

arsip-arsip Ilmiah, serta putusan pengadilan dan sebagainya.49

5. Metode Penyajian Bahan Hukum

Penulis setelah memperoleh bahan hukum (primer, sekunder, tersier) akan

dilakukan klasifikasi dan inventarisasi terhadap bahan hukum tersebut.

Nantinya data yang diperoleh akan disususn secara sistematis dan logis.

Antara bahan hukum yang satu dengan yang lain memilki hubungan yang

dapat menjawab permasalahan hukum yang ada pada penelitian ini.50

6. Metode Analisis Bahan Hukum

Bahan hukum yang telah diperoleh dari studi kepustakaan, aturan

perundang-undangan, dan artikel dimaksud penulis uraikan dan hubungkan

sedemikian rupa, sehingga disajikan dalam penulisan yang lebih sistematis

guna menjawab peramsalahan yang telah dirumuskan. Bahwa analisis

tehadap bahan hukum dilakukan secara deduktif yakni menarik

kesimpulan dari suatu permasalahan yang bersifat umum terhadap

permasalahan konkret yang dihadapi. Bahan hukum yang ada dianalisis

untuk mengetahui pertimbangan dan penerapan hukum hakim dalam

menjatuhkan putusan pemidanaan dengan memperhatikan susunan amar

49

Jhony Ibrahim. Op. Cit.. hal 296. 50

Ibid. hal 296.

61

Page 72: Skripsi fix mulai halaman sampul sampai daftar pustaka.pdf

lxxii

putusan yang telah dijatuhkan sesuai dengan ketentuan perundangan yang

berlaku.51

51

Ibid. hal. 393.

62

Page 73: Skripsi fix mulai halaman sampul sampai daftar pustaka.pdf

lxxiii

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. HASIL PENELITIAN

1. DUDUK PERKARA:

Identitas Terdakwa:

Nama : Drs. Susno Duadji, S.H., M.H., M.Sc.;

Tempat lahir : Pagar Alam;

Umur/tanggal lahir : 56 Tahun/ 1 Juli 1954;

Jenis Kelamin : Laki-Laki;

Kebangsaan : Indonesia;

Tempat tinggal : Jalan Cibodas I A3 No.7 Puri Cinere Depok, Jawa

Barat;

Agama : Islam;

Pekerjaan/Jabatan : Anggota Polri/ Mantan Kabareskim;

1. Dalam Perkara PT. SAL:

- Terdakwa Susno Duadji selaku Kepala Badan Reserse Kriminal

(Kabareskrim) berdasarkan Surat Keputusan Kepala Kepolisian

Negara RI No. Skep/424/X/2008 tanggal 10 Oktober 2008, pada

tanggal 4 Desember 2008 atau setidak-tidaknya dalam bulan

Desember tahun 2008 betempat di Jl. Abuserin No. 2B Kecamatan

Cilandak Jakarta Selatan atau ditempat lain dalam daerah hukum

Pengdilan Negeri Jakarta Selatan, telah melakukan perbuatan

sebagai Pegawai Negeri atau penyelenggara negara yang menerima

63

Page 74: Skripsi fix mulai halaman sampul sampai daftar pustaka.pdf

lxxiv

hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa

hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar

melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang

bertentangan dengan kewajibannya, perbuatan Terdakwa dilakukan

dengan cara-cara:

- Pada tahun 2008 Haposan Hutagalung selaku Penasehat Hukum

dari Mr. Ho Kian Huat melaporkan Anuar Salmah alias Amo ke

Bareskrim Mabes Polri dalam kasus dugaan penggelapan modal

usaha penangkaran ikan arwana dan modal indukan ikan arwana

dengan Laporan Polisi No. 116/III/2008/Siaga/II tanggal 10 Maret

2008 namun dalam proses penanganan atas laporan perkara

penggelapan modal usaha penangkaran ikan arwana dan modal

indukan ikan arwana tersebut berjalan lambat, sehingga Haposan

Hutagalung mencari jalan dengan maksud untuk mempercepat

proses penanganan laporan tersebut dengan cara mendekati

Kabareskrim yang saat itu dijabat oleh Terdakwa;

- Bahwa Haposan Hutagalung tidak kenal baik dengan Terdakwa

tetapi dirinya mempunyai hubungan baik dengan Sjahril Djohan

yang mengenal baik Terdakwa. Bahwa selanjtunya Haposan

Hutagalung menyampaikan keinginannya kepada Sjahril Djohan

untuk meminta Terdakwa mempercepat proses penanganan kasus

penggelapan modal ikan arwana tersebut. Dan Sjahril Djohan

menyetujuinya dengan langsung disampaikan kepada Terdakwa

64

Page 75: Skripsi fix mulai halaman sampul sampai daftar pustaka.pdf

lxxv

dan bertanya dengan kata-kata “Mengapa kasus arwana tidak

selesai-selesai dan dijawab Terdakwa “dilihat dulu”. Bahwa selang

beberapa hari kemudian Sjahril Djohan mengajak Haposan

Hutagalung untuk menemui Terdakwa diruang kerjanya dan disana

Haposan Hutagalung menjelaskan niatnya dengan respon yang

diberikan oleh Terdakwa “udah nanti saya perintahkan tangkap dan

saya atensi kasus ini”. Bahwa selang beberapa hari kemudian

Sjahril Djohan mendatangi lagi keruangan Terdakwa dengan

bertanya kepada Terdakwa “sus bagaimana nih masalah arwana”

dan dijawab oleh Terdakwa “ini kasus besar masak kosong-kosong

bae” dan dijawab lagi oleh Sjharil Djohan dengan kata-kata

“Kagek ku omongken ke Haposan”.

- Bahwa setelah percakapan tersebut Sjahril Djohan mendatangi

Haposan Hutagalung dengan menyatakan bahwa “san, ini Kaba

minta diperhatikan nih” dan dijawab oleh Haposan “ya, memang

ada nanti aku siapkan Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)

dan juga akan memberikan success fee sebesar 15 % dan oleh

Sjahril Djohan langsung disampaikan ke Terdakwa. Dengan

kesepakatan bahwa perbandingan success fee sebesar 30:70 yaitu

30% untuk group pengacara dan 70% untuk pelapor, setelah

mendengar penjelasan tersebut maka pelapor menyanggupi

perbandingan success fee menjadi 50:50 yakni 50% untuk group

pengacara dan 50% untuk pelapor, atas kesepakatan tersebut oleh

65

Page 76: Skripsi fix mulai halaman sampul sampai daftar pustaka.pdf

lxxvi

Ho Kian Huat disanggupi dan pengambilan uangnya melalui saksi

Vincent Apriono yang telah mengirim uang sebesar Rp.

1.200.000.000,00 (satu milyar dua ratus juta rupiah) ke rekening

BCA atas nama Haposan Hutagalung antara tanggal 26 November

2008 sampai dengan tanggal 2 Desember 2008. Atas janji Haposan

Hutagalung yang akan memberikan uang sebesar Rp.

500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) pada tanggal 4 Desember

2008 mengambil uang tunai di Bank BCA Bidakara Pancoran dan

sebelum berangkat untuk bertemu dengan Sjahril Djohan Haposan

Hutagalung memasukkan uang tersebut ke tas kerta (paper bag),

setelah itu Haposan Hutagalung pergi ke Kudus Bar Hotel Sultan

dimana Sjahril Djohan menanyakan ke Haposan Hutagalung “Lung

mana uangnya” dan dijawab oleh Haposan Hutagalung “ada nih,

abang lama kali.

- Pada malam harinya Sjahril Djohan dan M. Dadang Apriyanto

pergi kerumah Terdakwa di Jl. Abuserin No. 2b Kecamatan

Cilandak Jakarta Selatan untuk menyerahkan paper bag yang berisi

uang yang telah diberikan oleh Haposan Hutagalung. Oleh Sjahril

Djohan ditanya “loh lu ngapain” dan dijawab oleh Syamsurizal

Makoagow “mau minta tanda tangan untuk berangkat dinas ke

Belanda, nah Uda ngapain” dan dijawab oleh Sjharil Djohan “Nih”

sambil mengangkat bungkusan yang didalamnya berisi uang.

66

Page 77: Skripsi fix mulai halaman sampul sampai daftar pustaka.pdf

lxxvii

- Setelah Syamsurizal Makoagow pergi, Sjahril Djohan berkata

kepada Terdakwa “Sus , nih uang arwana dari Haposan – sambil

menyerahka paper bag warna cokelat polos yang berisi uang

sebesar Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan dijawab

oleh Terdakwa “Ya makasih bang”. Bahwa pada tanggal 5

Desember 2008 atau suatu hari setelah Terdakwa menerima uang

tersebut, Terdakwa membuat memo yang ditujukan kepada

Direktur I/Kamtranas yang isinya “sesuai arahan harapan pimpinan

yang baru memanggil saya agar perkara arwana dilengkapi

berkasnya untuk menentukan langkah selanjutnya” yang

diserahkan kepada saksi Yuliar, Dedi Sofiyandi, Trimo, dan

Suprana selaku penyidik percaya perintah melanjutkan

pemeriksaan perkara tersebut yang sebenarnya isi memo dimaksud

tidak pernah ada. Atas tindakan tersebut penyidik yang

diperintahkan untuk “sudah, tangkap, tahan, sita, dan police line

aja” dan atas hal tersebut Saksi Yuliar memberikan saran bahwa

dalam kasus ini masih memerlukan pendalaman dan pemeriksaan

saksi-saksi dan pengumpulan bukti-bukti karena posisi kasus

masih1/3 namun direspon oleh Terdakwa dengan kata-kata “Udah

kau kerjakan saja”. Bahwa untuk menyakinkan Sjahril Djohan

maka Terdakwa mengirim SMS yakni sebagai berikut:

- Pada tanggal 10 Desember 2008, jam 20:12:17 mengirim SMS

yang berisi “Saya masih mendampingi tbl rdp dengan komisi 3

67

Page 78: Skripsi fix mulai halaman sampul sampai daftar pustaka.pdf

lxxviii

DPR, mau tanya apakah penyidik yang saya perintahkan sudah

berangkat ke Pekanbaru, Riau. Pada tanggal yang sama jam

23:44:53 mengirim SMS lagi yang isinya berupa “Yuliar/dedy

apakah sdh di Pekanbaru, Riau melaksanakan perintah say aunt

kumpulkan bahan penyidikan kss arwana? Bagaimana

perkembangannya setelah ke lokasi tambak? Besok laporkan saya

hasilnya”. Pada tanggal 12 Desember 2008 jam 08:43:40 mengirim

SMS ke Sjahril Djohan yang isinya berupa “Ok, silahkan lngs

berangkat. Kalau penyidik yakin, saya beri kewenangan unt; sita

semua kolam dan arwana yang diduga asalnya dari uang pelapor,

tangkap tsk dan tahan.

2. Dalam perkara Pemilukada Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Barat

Tahun 2008:

- Terdakwa selaku Kepala Kepolisian Daerah Jawa Barat

berdasarkan Surat Keputusan Kepala Kepolisian Republik

Indonesia No. Kep/11/2008 tanggal 14 Januari 2008 bersama-sama

dengan Maman Abdulrahman Pasya, Yultje Apriyanti, Iwan

Gustiawan, pada bulan Maret 2008 s/d Juni 2008 atau pada suatu

waktu di dalam tahun 2008 bertempat di Markas Kepolisian

Daerah (Mapolda) Jawa Barat di Jalan Soekarno-Hatta No.748

Bandung dimana terdakwa pada saat itu masih menjabat sebagai

Kepala Kepolisian Daerah Jawa Barat yang diberikan tugas sebagai

penanggungjawab terhadap seluruh daerah/ wilayah kerjanya, telah

68

Page 79: Skripsi fix mulai halaman sampul sampai daftar pustaka.pdf

lxxix

melakukan perbuatan secara melawan hukum, memperkaya diri

sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan

keuangan atau perekonomian negara yaitu Terdakwa Susno Duadji,

telah melakukan pemotongan anggaran dana pengamanan

pemilihan Gubernur Jawa Barat Tahun 2008 yang berasal dari dana

hibah Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat sebesar Rp.

8.169.847.657,00 (delapan milyar seratus enam puluh sembilan

juta delapan ratus empat puluh tujuh ribu enam ratus lima puluh

tujuh rupiah) perbuatan mana Terdakwa dilakukan dengan cara-

cara sebagai berikut:

- Terdakwa yang diangkat sebagai Kepala Kepolisian Daerah

(Kapolda) Jawa Barat berdasarkan Surat Keputusan Kepala

Kepolisian Negara Republik Indonesia yakni No. Kep/11/2008

tanggal 14 Januari 2008. Dengan adanya jadwal pemilihan

Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Barat Tahun 2008 tersebut,

maka Polda Jabar mengirimkan surat Nomor Pol.

R/1728/X/2007/Ro.Ops tanggal 9 Oktober 2007 perihal Rencana

Kebutuhan Anggaran Pengamanan Pemilihan Gubernur Provinsi

Jawa Barat Tahun 2008 dimana Polda Jabar mengajukan rencana

kebutuhan yang mencapai anggaran yakni sebesar Rp.

27.732.147.244,00 (dua puluh tujuh milyar tujuh ratus tiga puluh

dua juta seratus empat puluh tujuh ribu dua ratus empat puluh

empat rupiah). Kemudian oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat

69

Page 80: Skripsi fix mulai halaman sampul sampai daftar pustaka.pdf

lxxx

permintaan diterima dengan jumlah dana yang diinginkan. Setelah

mendapat persetujuan dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat

dibuatlah Perjanjian No. 121/134/Keu. No.Pol.

B/3087/111/2008/Bidku tanggal 4 Maret 2008 tentang Perjanjian

Hibah Pemilihan Umum Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Barat

yang ditandatangani oleh Deni Setiawan dan Terdakwa sendiri.

- Kemudian Tedakwa selaku kuasa pengguna dana tersebut tidak

memasukkan dana yang telah diterimanya ke rekening Polda Jawa

Barat tetapi justru memerintahkan Maman Abdulrahman Pasya

selaku Kepala Bidang Keuangan Polda Jawa Barat untuk membuat

rekening sendiri di Bank Jabar dengan membuka rekening No.

000.38.782.5101 atas nama Maman Abdulrahman Pasya qq.

Bendahara PAM Pilkada Jabar yang dilanjutkan oleh terdakwa

dengan mengirimkan surat No. Pol. R/2180/11/Ro tanggal 20

Februari 2008 tentang Permohonan Pencairan Dana Hibah

Pengamanan Pemilihan Gubernur Jawa Barat Tahun 2008 yang

ditujukan kepada Gubernur Jawa Barat untuk disetorkan ke

rekening Polda Jabar atas nama Maman Abdulrahman Pasya di

Bank Jabar. Setelah itu Tedakwa menandatangani kwitansi No.

937/7/BH/LS/Keu tanggal 4 Maret 2008 yang berisi penerimaan

dana pengamanan tersebut bersama dengan saksi Lex Laksamana

Zaenal Lan DipL H.E yang bertindak selaku kuasa pengguna

anggaran yang kemudian dilanjutkan dengan penerbitan Surat

70

Page 81: Skripsi fix mulai halaman sampul sampai daftar pustaka.pdf

lxxxi

Perintah Pencairan dana No. 937/7/BH/LS/Keu tanggal 4 Maret

2008.

- Selanjtunya pada tanggal 4 Maret 2008 saksi Maman Abdulrahman

Pasya mendapatkan pemberitahuan dari Bank Jabar Cabang Gede

Bage bahwa telah ada setoran dana hibah tersebut yang oleh saksi

Maman Abdulrahman Pasya dilanjutkan dengan membuat surat

No. Pol. B/ND/37/111/2008/Bidku yang ditujukan kepada

Terdakwa tentang pemberitahuan bantuan biaya pengamanan

Pemilukada tersebut.

- Kemudian dana tersebut akan digunakan untuk didistribusikan ke

wilayah hukum Polda Jabar dan diserahkan kepada Satuan Kerja

Kewilayahan (Kepolisian Resort, Kepolisian Resort Kota,

Kepolisian Wilayah) dan Satuan Kerja di lingkungan Markas

Kepolisian Daerah (Mapolda) Jawa Barat. Dimana untuk Satuan

Kerja Kewilayahan akan dilakukan distribusi dalam 4 (empat)

tahapan, dimana 3 (tiga) tahapan dilaksanakan pada waktu

menjelang pelaksanaan pemilihan, sedangkan tahap IV dilakukan

setelah pelaksanaan pemilihan atau pada masa perhitungan suara.

- Kemudian pada bulan April 2008 menjelang realisasi tahap IV

Terdakwa memerintahkan kepada Maman Abdulrahman Pasya

untuk melakukan pemotongan dana pengamanan tahap IV dengan

cara Terdakwa melakukan perubahan alokasi distribusi dana hibah

tersebut dan membuat daftar perincian pemotongan dana tersebut

71

Page 82: Skripsi fix mulai halaman sampul sampai daftar pustaka.pdf

lxxxii

dan menyerahkannya ke Maman Abdulrahman Pasya yang oleh

Maman diberikan kepada saksi Iwan Gustiawan dan Yultje

Apriyanti untuk melaksanakan distribusi tahap IV tersebut. Selain

itu Terdakwa juga melakukan pemotongan dana untuk Satuan

Kerja Intelkam Polda Jabar yang seharusnya diterima oleh Satuan

Kerja tersebut sebesar Rp. 1.122.995.475,00 (satu milyar seratus

dua puluh dua juta sembilan ratus sembilan puluh lima empat ratus

tujuh puluh lima rupiah) akan tetapi yang diterima hanya sebesar

Rp. 550.000.000,00 (lima ratus lima puluh juta rupiah) sehingga

terjadi selisih sebesar Rp. 572.995.475,00 (lima ratus tujuh puluh

dua juta sembilan ratus sembilan puluh lima ribu empat ratus tujuh

puluh lima rupiah). Sehingga total pemotongan yang dilakukan

oleh Terdakwa sebesar Rp. 7.896.726.440,00 (tujuh milyar delapan

ratus sembilan puluh enam juta tujuh ratus dua puluh enam ribu

empat ratus empat puluh rupiah) yang berarti dana yang digunakan

untuk pengaman Pemilukada tersebut hanya sebesar Rp.

19.324.925.129,00 (sembilan belas milyar tiga ratus dua puluh

empat juta sembilan ratus dua puluh lima ribu seratus dua puluh

sembilan rupiah).

- Akan tetapi Terdakwa dalam Pertanggungjawabannya yang

tertuang dalam Surat No. Pol/116/VI/2008/Bidku menyatakan

bahwa pada pokoknya dana yang digunakan adalah sebesar Rp.

27.730.112.215,00 (dua puluh milyar tujuh ratus tiga puluh juta

72

Page 83: Skripsi fix mulai halaman sampul sampai daftar pustaka.pdf

lxxxiii

seratus dua belas ribu dua ratus lima belas rupiah) dan hanya

bersisa sebesar Rp. 2.035.029,00 (dua juta tiga puluh lima ribu dua

puluh sembilan rupiah). Kemudian Terdakwa memerintahkan

kepada Maman Abdulrahman Pasya untuk mengosongkan rekening

di Bank Jabar yang telah memiliki bunga penyimpanan sebesar Rp.

42.970.542,00 (empat puluh dua juta sembilan ratus tujuh puluh

ribu lima ratus empat puluh dua rupiah) supaya membuka rekening

baru di Bank Mandiri. Sehingga dana yang dimasukkan ke

rekening baru tersebut atas hasil pemotongan berjumlah Rp.

7.192.248.316,00 (tujuh milyar seratus sembilan puluh dua juta dua

ratus empat puluh delapan ribu tiga ratus enam belas rupiah)

dengan nomor rekening 130-0005000-8 dan sisanya sebesar Rp.

805.100.000,00 (delapan ratus lima juta seratus ribu rupiah)

dikelola secara tunai oleh Maman Abdulrahman Pasya. Dimana

selama berada dalam rekening baru tersebut Terdakwa

menggunakan dana tersebut sebesar Rp. 4.208.898.749,00 (empat

milyar dua ratus delapan juta delapan ratus sembilan puluh delapan

ribu tujuh ratus empat puluh sembilan rupiah) dengan perincian

digunakan untuk:

1. Sebesar Rp 1.000.000.000,00 dalam bentuk Travelers Cheque

Bank Mandiri sebanyak 40 lembar @Rp. 25.000.000,00 yang

dibeli oleh Maman Abdulrahman Pasya di Bank Mandiri

Cabang;

73

Page 84: Skripsi fix mulai halaman sampul sampai daftar pustaka.pdf

lxxxiv

2. Sebesar Rp. 1.000.000.000,00 dalam bentuk valuta asing

sebesar USD. 108,225 yang dibeli oleh Maman Abdulrahman

Pasya dari Golden Money Changer sebesar USD 100.000;

3. Uang tunai sebesar Rp. 250.000.000,00;

4. Sebesar Rp. 493.960.000,00 ditukar dalam bentuk mata uang

US Dollar.

- Akibat perbuatan Terdakwa negara mengalami kerugian sebesar

Rp. 8.169.847.657,00 sebagaimana Laporan Kerugian Keuangan

Negara Badan Pemeriksa Keuangan No. 49/HP/XIV/08/2010

tanggal 9 Agustus 2010.

2. TERDAKWA DIDAKWA DENGAN DAKWAAN CAMPURAN

YAKNI:

- PERTAMA

Kesatu: Perbuatan Terdakwa tersebut sebagaimana diatur dan

diancam pidana dalam Pasal 12 huruf a jo Pasal 18 Undang-

Undang No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan

Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi;

Atau

Kedua: Perbuatan Terdakwa tersebut sebagaimana diatur dan

diancam pidana dalam Pasal 12 huruf b jo Pasal 18 Undang-

Undang No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan

74

Page 85: Skripsi fix mulai halaman sampul sampai daftar pustaka.pdf

lxxxv

Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi;

Atau

Ketiga: Perbuatan Terdakwa tersebut sebagaimana diatur dan

diancam pidana dalam Pasal 12B jo Pasal 18 Undang-Undang No.

31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang

No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi;

Atau

Keempat: Perbuatan Terdakwa tersebut sebagaimana diatur dan

diancam pidana dalam Pasal 5 ayat (2) jo Pasal 18 Undang-Undang

No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-

Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi;

Atau

Kelima: Perbuatan Terdakwa tersebut sebagaimana diatur dan

diancam pidana dalam Pasal 11 jo Pasal 18 Undang-Undang No.

31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang

No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi;

DAN

- KEDUA

75

Page 86: Skripsi fix mulai halaman sampul sampai daftar pustaka.pdf

lxxxvi

Kesatu: Perbuatan Terdakwa tersebut sebagaimana diatur dan

diancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang

No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-

Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHAP;

Atau

Kedua: Perbuatan Terdakwa tersebut sebagaimana diatur dan

diancam pidana dalam Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang No. 31

Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang

No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHAP;

Atau

Ketiga: Perbuatan Terdakwa tersebut sebagaimana diatur dan

diancam pidana dalam Pasal 12 f jo Pasal 18 Undang-Undang No.

31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang

No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHAP;

Atau

Keempat: Perbuatan Terdakwa tersebut sebagaimana diatur dan

diancam pidana dalam Pasal 8 jo Pasal 18 Undang-Undang No. 31

Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang

No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHAP;

76

Page 87: Skripsi fix mulai halaman sampul sampai daftar pustaka.pdf

lxxxvii

3. TUNTUTAN JAKSA/PENUNTUT UMUM:

1. Menyatakan Terdakwa Drs. Susno Duadji, S.H., M.H., M.Sc., bersalah

melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dan diancam

pidana dalam Pasal 11 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Jo Undang-

Undang No. 20 Tahun 2001 sebagaimana dalam dakwaan pertama

kelima dan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana

diatur dan diancam pidana dalam Pasal 3 Undang-Undang No. 31

Tahun 1999 Jo Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Jo Pasal 55 ayat

(1) ke-1 sebagaimana dalam dakwaan kedua yang kedua;

2. Menjatuhkan pidana penjara selama 7 (tujuh) tahun dikurangi selama

Terdakwa berada dalam tahanan, dengan perintah agar Terdakwa tetap

ditahan di RUTAN;

3. Menjatuhkan pidana denda sebesar Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta

rupiah) subsidair 6 (enam) bulan kurungan;

4. Membayar uang pengganti sebesar Rp. 8.669.847.657,00 (delapan

milyar enam ratus enam puluh sembilan juta delapan ratus empat puluh

tujuh ribu enam ratus lima puluh tujuh rupiah) yang dikurangkan

dengan uang yang telah disita sebesar Rp. 125.000.000,00 (seratus dua

puluh lima juta rupiah) sehingga menjadi Rp. 8.544.847.657,00

(delapan milyar lima ratus empat puluh empat juta delapan ratus empat

puluh tujuh ribu enam ratus lima puluh tujuh rupiah), jika uang

pengganti tersebut tidak dibayar dala waktu 1 (satu) bulan sesudah

putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap,

77

Page 88: Skripsi fix mulai halaman sampul sampai daftar pustaka.pdf

lxxxviii

maka harta benda milik terpidana akan disita dan dilelang untuk

menutupi uang pengganti tersebut, jika terpidana tidak mempunyai

harta yang mencukupi untuk membayar uang pengganti tersebut maka

diganti dengan pidana penjara selama 4 (empat) tahun, dan apabila

Terdakwa membayar uang pengganti yang jumlahnya kurang dari

kewajiban uang pengganti, maka jumlah uang pengganti yang

dibayarkan tersebut akan diperhitungkan dengan lamanya pidana

tambahan berupa pidana penjara sebagai pengganti dari kewajiban

membayar uang pengganti;

5. Menyatakan barang bukti:

a. Dalam perkara PT. SAL:

1) Barang bukti Nomor urut 1, 3, dan 4 dirampas untuk

dimusnahkan;

2) Barang bukti No. 2 dijadikan barang bukti dalam perkara lain

atas nama Terdakwa Haposan Hutagalung, S.H.,;

3) Barang bukti No. urut 5 s/d 26 dinyatakan tetap terlampir dalam

berkas perkara;

4) Barang bukti No. urut 27 dikembalikan kepada Kepolisian RI cq

Bareskrim Mabes Polri;

5) Barang bukti No. urut 28 s/d 33 dinyatakan tetap terlampir

dalam berkas perkara;

b. Dalam perkara Polda Jabar:

78

Page 89: Skripsi fix mulai halaman sampul sampai daftar pustaka.pdf

lxxxix

1) Barang bukti No. urut 1 s/d 5 dikembalikan kepada Kepolisian

RI cq Polda Jawa Barat;

2) Barang bukti No. urut 6 s/d 9 dikembalikan kepada Sdri. Yultje

Apriyanti;

3) Barang bukti No. urut 10 s/d 88 dikembalikan kepada

Kepolisian RI cq Polda Jawa Barat;

4) Barang bukti No. 89 dirampas untuk negara;

5) Barang bukti No. urut 90 s/d 245 dikembalikan kepada

Kepolisian RI cq Polda Jawa Barat;

6) Barang bukti No. urut 246 s/d 249 dikembalikan kepada Bank

Mandiri Cabang Bandung Alun-Alun;

7) Barang bukti No. urut 250 s/d 256 tetap terlampir dalam berkas

perkara;

8) Barang bukti No. urut 257 s/d 297 dikembalikan kepada

Kepolisian RI cq Polda Jawa Barat;

6. Menghukum Terdakwa membayar biaya perkara sebesar Rp. 10.000,00;

4. PUTUSAN PENGADILAN

PUTUSAN PENGADILAN NEGERI:

Amar putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No.

1260/Pid.B/2010/PN.Jkt.Sel tanggal 14 Februari 2011 sebagai berikut:

1. Menyatakan Terdakwa Drs. Susno Duadji S.H., M.H., M.Sc., telah

terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan Tindak Pidana

79

Page 90: Skripsi fix mulai halaman sampul sampai daftar pustaka.pdf

xc

Korupsi sebagaimana dakwaan pertama kelima dan Tindak Pidana

Korupsi yang dilakukan secara bersama-sama sebagaimana dakwaan

kedua yang kedua;

2. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana

penjara selama 3 (tiga) tahun dan 6 (enam) bulan dan denda sebesar Rp.

200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dengan ketentuan apabila denda

tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selam 6 (enam)

bulan;

3. Menghukum Terdakwa untuk membayar uang pengganti sebesar Rp.

4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah) jika uang pengganti tersebut

tidak dibayar dalam waktu 1 (satu) bulan sesudah putusan pengadilan

yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta benda milik

terpidana akan disita dan dilelang untuk menutupi uang pengganti

tersebut, jika terpidana tidak mempunyai harta yang mencukupi untuk

membayar uang pengganti tersebut maka diganti dengan pidana penjara

selama 1 (satu) tahun dan apabila Terdakwa membayar uang pengganti

yang jumlahnya kurang dari kewajiban uang pengganti, maka jumlah

uang pengganti yang dibayarkan tersebut akan diperhitungkan dengan

lamanya pidana tambahan berupa pidana penjara sebagai pengganti dari

kewajiban membayar uang pengganti;

4. Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani Terdakwa dikurangkan

seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan;

5. Menyatakan barang bukti:

80

Page 91: Skripsi fix mulai halaman sampul sampai daftar pustaka.pdf

xci

a. Dalam perkara PT. SAL:

1. Bukti satu unit handphone merk Nokia tipe 8600, satu unit

handphone merk Nokia tipe 6300, satu unit handphone merk Nokia

tipe 6700, satu unit Simcard Simpati dirampas untuk

dimusnahkan;

2. Tiga lembar kartu nama Haposan Hutagalung, fotocopy Surat

Perintah Jaksa Agung tentang Pengangkatan Drs. Sjahril Djohan

sebagai pembantu Khusus Jaksa Agung RI, fotocopy Surat

Keputusan No. Pol. Skep/147/2008/Dit. Narkoba tentang

Pengangkatan Sjahril Djohan sebagai Penasehat Ahli Fungsional

Direktorat IV/TP Narkoba dan KT Bareskrim Polri, fotocopy

kegiatan Sjahril Djohan, satu lembar kartu nama Susno Duadji, dua

lembar fotocopy pembayaran an. Chandra Hamah, dua lembar slip

penarikan uang BCA KCU Menara Bidakara, satu lembara asli

Disposisi Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komjen Pol. Susno

Duadji kepada Dir I/Kamtransnas, satu lembar fotocopy Surat

Direktur I/Kam & Transnas Kanit V/Jatanwil Badan Reserse

Kriminal Polri kepada Ketua Pengadilan Negeri Pekanbaru No.

Pol. B/05A/II/2009/Dit.I perihal permintaan ijin penggeledahan dan

penyitaan barang bukti, satu lembar fotocopy Surat Direktur I/Kam

& Transnas Kanit V/Jatanwil Badan Reserse Kriminal Polri kepada

Ketua Pengadilan Negeri Pekanbaru No. Pol. B/05A/I/2009/Dit.I

perihal permintaan ijin penggeledahan dan penyitaan barang bukti,

81

Page 92: Skripsi fix mulai halaman sampul sampai daftar pustaka.pdf

xcii

satu lembar fotocopy Surat Perintah Penyitaan No. Pol. SP. SP-

SITA/186/XII/2008/DIT.I, satu lembar fotocopy penetapan dari

Ketua Pengadilan Negeri Kelas IA Pekanbaru No. 07/Pen.

Pid/2009/PN.PBR, satu lembar fotocopy penetapan dari Ketua

Pengadilan Negeri Kelas IA Pekanbaru No. 18/Pen.

Pid/2009/PN.PBR, dua halaman printout asli laporan transaksi

mulai tanggal 1 s/d 31 Desember 2008 pada tabungan Bank BCA

atas nama Haposan Hutagalung, satu lembar fotocopy STNK dan

Surat Ketetapan Pajak daerah PKB/BBN dan SWDKLJ dengan No.

Pol. B-2946-BP atas nama Nurfina Sjahril Djohan, satu lembar

STNK dengan No. Pol. B-8822-BI atas nama Liana Krista L.R.,

dua halaman printout asli Rekening Koran periode tanggal 31

Oktober 2008 sampai dengan 30 November 2008 pada tabungan

Bank BCA Cabang KPU Pontianak dengan nomor rekening

0291360555 atas nama PT. Mitra Sarana Aquatama, satu halaman

printout asli Rekening Koran periode tanggal 31 Oktober 2008

sampai dengan 30 November 2008 pada tabungan Bank BCA

Cabang KPU Pontianak dengan nomor rekening 0291348555 atas

nama Vincent Apriono, satu halaman printout transaksi parkir

harian, satu buku daftar tamu Kabareskim dikembalikan kepada

kepolisian RI cq Bareskrim Mabes Polri, fotocopy legalisir Surat

Kuasa Mr. Ho Kian Huat, dua belas lembar asli BAP saksi Susno

Duadji tanggal 10 Mei 2010, tujuh lembar asli BAP saksi Susno

82

Page 93: Skripsi fix mulai halaman sampul sampai daftar pustaka.pdf

xciii

Duadji tanggal 17 Mei 2010, sembilan lembar asli BAP saksi

Susno Duadji tanggal 18 Mei 2010, empat puluh tiga lembar asli

printout Call Data Record, sembilan belas lembar fotocopy legalisir

Laporan Pelaksanaan Gelar Perkara tanggal 14 Oktober 2008

dinyatakan terlampir dalam berkas perkara.

b. Dalam perkara Polda Jabar:

1. Buku catatan warna merah tulisan Campus Milenia warna putih

berisi tentang catatan pemotongan dana hibah untuk pemilihan

Gubernur dan Wakil Gubernur Tahun 2008 yang berisi catatan

yang telah disobek 3 lembar dan sobekan tersebut telah dibakar dan

catatan yang masih tertinggal ditengah-tengah buku berisi tarikan

Bank Jabar, serta bukti kwitansi nomor 2 sampai dengan 88

dikembalikan kepada Kepolisian RI cq Polda Jawa Barat, uang

tunai sebesar Rp. 125.000.000,00 (seratus dua puluh lima juta

rupiah) dirampas untuk negara, serta bukti yang diberi nomor

bukti 90 sampai dengan 297 dikembalikan kepada Kepolisian RI

cq Polda Jawa Barat.

6. Menyatakan barang bukti berupa surat-surat yang diajukan oleh terdakwa

berupa bukti yang diberi nomor bukti mulai dari 1 (satu) sampai dengan

22 (dua puluh dua) tetap terlampir dalam berkas perkara;

7. Menghukum Terdakwa untuk membayar biaya perkara sebesar Rp.

5.000,00 (lima ribu rupiah);

PUTUSAN PENGADILAN TINGGI:

83

Page 94: Skripsi fix mulai halaman sampul sampai daftar pustaka.pdf

xciv

Amar putusan Pengadilan Tinggi Tindak Pidana Korupsi pada

Pengadilan Tinggi Jakarta No. 35/Pid/TPK/2011/PT.DKI tanggal 9

Novwmber 2011 sebagai berikut:

1. Menerima permintaan banding dari Pembanding/Terdakwa/Penasihat

Hukum Terdakwa dan Pembanding/Penuntut Umum;

2. Mengubah Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor

1288/Pid.B/2010/PN. Jkt. Sel, tanggal 21 Februari 2011 yang dimintakan

banding tersebut, sehingga putusan selengkapnya sebagai berikut;

3. Menyatakan Terdakwa Susno Duadji S.H., M.H., M.Sc, telah terbutki

secara sah dan menyakinkan melakukan tindak pidana Korupsi

sebagaimana dakwaaan pertama ke-5 dan tindak pidana Korupsi yang

dilakukan secara bersama-sama sebagaimana dakwaan kedua ke-2;

4. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana

penjara selama 3 (tiga) tahun dan 6 (enam) bulan dan denda sebesar Rp.

200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dengan ketentuan apabila denda

tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 4 (empat) bulan;

5. Menghukum terdakwa untuk membayar uang pengganti sebesar Rp.

4.208.898.749,00 (empat milyar dua ratus delapan juta delapan ratus

sembilan puluh delapan ribu tujuh ratus empat puluh sembilan rupiah)

dengan ketentuan apabila uang pengganti tersebut tidak dibayar dalam

waktu 1 (satu) bulan sesudah putusan pengadilan yang telah memperoleh

kekuatan hukum tetap, maka harta benda milik terpidana akan disita dan

dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut, jika terpidana tidak

84

Page 95: Skripsi fix mulai halaman sampul sampai daftar pustaka.pdf

xcv

mempunyai harta yang mencukupi untuk membayar uang pengganti

tersebut maka diganti dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun.

6. Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani Terdakwa dikurangkan

seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan;

7. Menyatakan barang bukti:

a. Dalam perkara PT. SAL:

1. Bukti satu unit handphone merk Nokia tipe 8600, satu unit

handphone merk Nokia tipe 6300, satu unit handphone merk Nokia

tipe 6700, satu unit Simcard Simpati dirampas untuk

dimusnahkan;

2. Tiga lembar kartu nama Haposan Hutagalung, fotocopy Surat

Perintah Jaksa Agung tentang Pengangkatan Drs. Sjahril Djohan

sebagai pembantu Khusus Jaksa Agung RI, fotocopy Surat

Keputusan No. Pol. Skep/147/2008/Dit. Narkoba tentang

Pengangkatan Sjahril Djohan sebagai Penasehat Ahli Fungsional

Direktorat IV/TP Narkoba dan KT Bareskrim Polri, fotocopy

kegiatan Sjahril Djohan, satu lembar kartu nama Susno Duadji, dua

lembar fotocopy pembayaran an. Chandra Hamah, dua lembar slip

penarikan uang BCA KCU Menara Bidakara, satu lembara asli

Disposisi Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komjen Pol. Susno

Duadji kepada Dir I/Kamtransnas, satu lembar fotocopy Surat

Direktur I/Kam & Transnas Kanit V/Jatanwil Badan Reserse

Kriminal Polri kepada Ketua Pengadilan Negeri Pekanbaru No.

85

Page 96: Skripsi fix mulai halaman sampul sampai daftar pustaka.pdf

xcvi

Pol. B/05A/II/2009/Dit.I perihal permintaan ijin penggeledahan dan

penyitaan barang bukti, satu lembar fotocopy Surat Direktur I/Kam

& Transnas Kanit V/Jatanwil Badan Reserse Kriminal Polri kepada

Ketua Pengadilan Negeri Pekanbaru No. Pol. B/05A/I/2009/Dit.I

perihal permintaan ijin penggeledahan dan penyitaan barang bukti,

satu lembar fotocopy Surat Perintah Penyitaan No. Pol. SP. SP-

SITA/186/XII/2008/DIT.I, satu lembar fotocopy penetapan dari

Ketua Pengadilan Negeri Kelas IA Pekanbaru No. 07/Pen.

Pid/2009/PN.PBR, satu lembar fotocopy penetapan dari Ketua

Pengadilan Negeri Kelas IA Pekanbaru No. 18/Pen.

Pid/2009/PN.PBR, dua halaman printout asli laporan transaksi

mulai tanggal 1 s/d 31 Desember 2008 pada tabungan Bank BCA

atas nama Haposan Hutagalung, satu lembar fotocopy STNK dan

Surat Ketetapan Pajak daerah PKB/BBN dan SWDKLJ dengan No.

Pol. B-2946-BP atas nama Nurfina Sjahril Djohan, satu lembar

STNK dengan No. Pol. B-8822-BI atas nama Liana Krista L.R.,

dua halaman printout asli Rekening Koran periode tanggal 31

Oktober 2008 sampai dengan 30 November 2008 pada tabungan

Bank BCA Cabang KPU Pontianak dengan nomor rekening

0291360555 atas nama PT. Mitra Sarana Aquatama, satu halaman

printout asli Rekening Koran periode tanggal 31 Oktober 2008

sampai dengan 30 November 2008 pada tabungan Bank BCA

Cabang KPU Pontianak dengan nomor rekening 0291348555 atas

86

Page 97: Skripsi fix mulai halaman sampul sampai daftar pustaka.pdf

xcvii

nama Vincent Apriono, satu halaman printout transaksi parkir

harian, satu buku daftar tamu Kabareskim dikembalikan kepada

kepolisian RI cq Bareskrim Mabes Polri, fotocopy legalisir Surat

Kuasa Mr. Ho Kian Huat, dua belas lembar asli BAP saksi Susno

Duadji tanggal 10 Mei 2010, tujuh lembar asli BAP saksi Susno

Duadji tanggal 17 Mei 2010, sembilan lembar asli BAP saksi

Susno Duadji tanggal 18 Mei 2010, empat puluh tiga lembar asli

printout Call Data Record, sembilan belas lembar fotocopy legalisir

Laporan Pelaksanaan Gelar Perkara tanggal 14 Oktober 2008

dinyatakan terlampir dalam berkas perkara.

b. Dalam perkara Polda Jabar:

1. Buku catatan warna merah tulisan Campus Milenia warna putih

berisi tentang catatan pemotongan dana hibah untuk pemilihan

Gubernur dan Wakil Gubernur Tahun 2008 yang berisi catatan

yang telah disobek 3 lembar dan sobekan tersebut telah dibakar dan

catatan yang masih tertinggal ditengah-tengah buku berisi tarikan

Bank Jabar, serta bukti kwitansi nomor 2 sampai dengan 88

dikembalikan kepada Kepolisian RI cq Polda Jawa Barat, uang

tunai sebesar Rp. 125.000.000,00 (seratus dua puluh lima juta

rupiah) dirampas untuk negara, serta bukti yang diberi nomor

bukti 90 sampai dengan 297 dikembalikan kepada Kepolisian RI

cq Polda Jawa Barat.

87

Page 98: Skripsi fix mulai halaman sampul sampai daftar pustaka.pdf

xcviii

8. Menghukum Terdakwa untuk membayar biaya perkara sebesar Rp.

5.000,00 (lima ribu rupiah);

Pertimbangan hakim tingkat kasasi adalah sebagai berikut:

Alasan-alasan baik dari Jaksa/Penuntut Umum (Pemohon Kasasi I)

maupun Terdakwa (Pemohon Kasasi II) tidak dapat dibenarkan. Jude Factie

telah mempertimbangkan dengan tepat dan benar tentang perkara a quo.

Jaksa/Penuntut Umum telah melancarkan dakwaan alternatif kumulatif

terhadap Terdakwa, karena itu baik dakwaan pertama maupun dakwaan kedua

harus harus dibuktikan dan dipertimbangkan dengan saksama oleh Judex

Factie. Dalam kasus mana, Judex Factie telah mempertimbangkan bahwa dari

dakwaan pertama terbukti alternatif pertama kelima yaitu Pasal 11 jo Pasal 18

Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 diubah dengan Undang-Undang No. 20

Tahun 2001 jo Pasal 55 KUHP dan kedua terbukti dakwaan alternatif kedua

yaitu Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 jo Pasal 55 ayat

(1) KUHP;

Benar Terdakwa telah menerima paper bag/tas kertas berwarna cokelat

berisi uang sebesar Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) berasal dari

Haposan Hutagalung yang diserahkan oleh Sjahril Djohan kepada Terdakwa

berdasarkan keterangan Sjahril Djohan, Haposan Hutagalung, Upang supandi,

Syamsurizal Makoagow, Yuliar Kus Nugroho SIK, Dedi Supiandi, Nurmala

Sari, dan Bagindo Harahap. Dalam pada itu, Terdakwa mengetahui dan patut

menduga bahwa uang tersebut diterimanya adalah karena

kekuasaa/kewenangannya selaku Kabreskrim Mabes Polri atas permohonan

88

Page 99: Skripsi fix mulai halaman sampul sampai daftar pustaka.pdf

xcix

pertolongan dari Sjahril Djohan dan Haposan Hutagalung agar memberi atensi

khusus mempercepatt penanganan perakra atas pengaduan Mr. Ho Kian Hiat

dan Penasehat Hukumnya Haposan Hutagalung terhadap Anwar Salamah alias

Amo atas penggelapan modal usaha penangkaran ikan arwana dan modal

indukan ikan, yang saat itu dirasa terkesan sengaja diperlambat. Terdakwa

memperlihatkan terutama kepada Sjahril Djohan bahwa ia mempercepat

proses, antara lain memanggil Penyidik untuk melakukan, tangkap, tahan, sita,

dan police line, dan memerintahkan Direktur II/ Kamtranas bahwa sesuai

arahan piminan yang baru memenggil Terdakwa agar perkara arwana

dilengkapi pemeriksaannya untuk menentukan langkah selanjutnya sehingga

Tim Penyidik akhirnya pergi ke Pekanbaru Riau melakukan pendalaman

perkara dengan pemeriksaan saksi-saksi dan bukti-bukti, dimana posisi berkas

saat itu masih 1/3. Dengan demikian, Terdakwa telah terbukti menerima

hadiah/janji, padahal patut diduganya bahwa hadiah atau janji itu diberikan

karena kekuasaan/kewenangannya yang berhubungan dengan jabatan atau

menurut pikiran pemberi hadiah/janji tersebut ada hubungan dengan jabatan

sebagaimana dimaksud dalam dakwaan pertama kelima yakni Pasal 11 jo Pasal

18 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 telah diubah dengan Undang-Undang

No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Korupsi;

Dakwaan terhadap Terdakwa bersifat kumulatif, maka harus

dipertimbangkan pula dakwaan kedua, menurut Judex Factie telah terbukti

dakwaan kedua alternatif kedua Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang No. 31

89

Page 100: Skripsi fix mulai halaman sampul sampai daftar pustaka.pdf

c

Tahun 1999 yang telah diubah dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 jo

Pasal 55 ayat (1) KUHP;

Ternyata benar bahwa Terdakwa selaku Kuasa Pengguna Anggaran Dana

Hibah untuk digunakan pada acara Pemilihan Umum Kepala Daerah

(Pemilukada) Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Barar yang dilaksanakan

Tahun 2008,

Terdakwa dengan surat No. Pol/116/VI/2008/Bidkeu tentang

pertanggungjawaban keuangan belanja hibah tahun 2008 tanggal 2 Juni 2008

menyatakan tersisa 2.035.038,00 (dua juta tiga puluh lima ribu tiga puluh

delapan rupiah), padahal nyatanya yang didistribusikan ke Satker di Intelkam

Polda, Polwil, Polres, Polresta se Polda Jawa Barat dan Satker di Intelkam di

Polda seluruhnya hanya Rp. 19.230.790.100,00 (sembilan belas milyar dua

ratus tiga puluh juta tujuh ratus sembilan puluh ribu seratus rupiah), sedangkan

sebesar Rp. 8.469.721.915,00 (delapan milyar empat ratus enam puluh

sembilan juta tujuh ratus dua puluh satu ribu sembilan belas rupiah) tidak

didistribusikan dan tidak diperuntukkan pengamanan pemilhan Gubernur dan

Wakil Gubernur tetapi dipergunakan oleh Terdakwa untuk pembelian 40

lembar travel cheque @ Rp. 25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah); untuk

membeli valuta asing, membayar harga mobil camry serta digunakan untuk

pemberian atensi kepada para pejabat Polda Jawa Barat yang kesemuanya tidak

ada hubungan dengan peruntukan dana hibah tersebut;

Pada mulanya Terdakwa memerintahkan Bendaharawan PAM Pemilukada

Jawa Barat Tahun 2008 Maman Abdulrahman Pasya untuk melakukan

90

Page 101: Skripsi fix mulai halaman sampul sampai daftar pustaka.pdf

ci

pemotongan Dana Hibah PAM tersebut pada tahap ke-IV dan hasil

pemotongan mana dibenarkan para Bendaharawan Satker Polres se Jawa Barat,

hasil pemotongan itu bukan untuk pengamanan Pemilukada tetapi untuk

kepentingan pribadi;

Atas pertimbangan diatas, perbuatan Terdakwa bersama-sama dengan

Maman Abdulrahman Pasya, Iwan Gustiawan, dan Yultje Aprianto terbukti

memenuhi criteria bersama-sama melakukan perbuatan tercantum dalam

dakwaan kedua alternatif kedua dakwaan Jaksa/Penuntut Umum;

Terhadap perbuatan yang telah terbukti tersebut oleh Judex Factie telah

pula dipertimbangkan perihal memberatkan dan meringankan bagi Terdakwa

sebagaimana tersebut dalam Pasal 197 ayat (1) huruf f KUHAP, karena itu

pernyataan keberatan terdakwa dalam memori kasasi Terdakwa tidak dapat

dipertimbangkan karena Judex Factie telah tepat dan benar;

Judex Factie/Pengadilan Tinggi berwenang untuk mengambil alih

pertimbangan Pengadilan Negeri sebagai pertimbangan Pengadilan Tinggi

sendiri apabila Pengadilan Tinggi berpendapat bahwa pertimbangan tersebut

telah tepat dan benar;

Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan diatas, lagi pula ternyata,

putusan Judex Factie dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum

dan/atau undang-undang, maka permohonan kasasi dari Jaksa/Penuntut Umum

dan Terdakwa tersebut harus ditolak;

Menimbang, bahwa oleh karena Pemohon Kasasi II/Terdakwa dipidana,

maka harus dibebani untuk membayar biaya perkara dalam tingkat kasasi ini;

91

Page 102: Skripsi fix mulai halaman sampul sampai daftar pustaka.pdf

cii

Memperhatikan Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009, Undang-Undang

No. 8 Tahun 1981, Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 sebagaimana yang

telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang No. 5 Tahun 2004 dan

perubahan kedua dengan Undang-Undang No. 3 Tahun 2009 serta peraturan

perundang-undangan lain yang bersangkutan;

MENGADILI

Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi I: Jaksa/Penuntut

Umum pada Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan dan Permohonan Kasasi dari

Pemohon Kasasi II/Terdakwa: Drs. Susno Duadji, S.H., M.H., M.Sc. tersebut;

Membebankan Pemohon Kasasi II/Terdakwa tersebut untuk membayar

biaya perkara dalam tingkat kasasi ini sebesar Rp. 2.500,00 (dua ribu lima ratus

rupiah);

B. PEMBAHASAN

1. Penerapan Pasal 197 ayat (1) huruf K KUHAP dalam amar putusan

pemidanaan Mahkamah Agung No. 899/Pid.Sus/2012.

Pasal 193 ayat (1) KUHAP menyatakan bahwa:

“Jika Pengadilan berpendapat bahwa terdakwa bersalah melakukan tindak

pidana yang didakwakan kepadanya, maka pengadilan menjatuhkan

pidana”.

Adanya ketentuan tersebut maka secara tidak langsung seseorang yang

didakwa terbukti melakukan kesalahan yang ada padanya maka dia harus

menerima hukuman yakni pemidanaan. Sebagaimana dikatakan oleh Lilik

Mulyadi52

yang menyatakan bahwa apabila hakim menjatuhkan putusan

pemidanaan, maka hakim telah yakin berdasarkan alat-alat bukti yang sah serta

52

Lilik Mulyadi. Op. Cit. hal 112.

92

Page 103: Skripsi fix mulai halaman sampul sampai daftar pustaka.pdf

ciii

fakta-fakta di persidangan bahwa terdakwa melakukan perbuatan sebagaimana

dalam surat dakwaan.

Alat-alat bukti yang diatur dalam KUHAP berada dalam ketentuan Pasal

184 yang meliputi sebagai berikut:

1. Keterangan Saksi;

2. Keterangan Ahli;

3. Alat Bukti Tertulis;

4. Pengakuan;

5. Keterangan Terdakwa.

Ketentuan mengenai alat-alat bukti diatas menunjukan bahwa sesuai dengan

adanya ketentuan Pasal 183 KUHAP yang menyatakan bahwa sebagai berikut:

“Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila

dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh

keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan terdakwalah

yang bersalah melakukannya”.

Dalam merumuskan pembuatan putusan pemidanaan yang akan dijatuhkan

maka hakim dalam setiap tingkat peradilan selalu memperhatikan hal-hal yang

harus dimuat dalam putusan yang akan dijatuhkan tersebut. Dikatakan dalam

ketentuan Pasal 197 ayat (1) KUHAP yang menyatakan bahwa sebagai berikut:

m. Kepala putusan yang dituliskan berbunyi: “DEMI KEADILAN

BERDASRKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”;

n. Nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin,

kebangsaan, tempat tinggal, agama, dan pekerjaan terdakwa;

o. Dakwaan, sebagaimana terdapat dalam surat dakwaan;

p. Pertimbangan yang disusun secara ringkas mengenai fakta daan

keadaan, beserta alat pembuktian yang diperoleh dari pemeriksaan di

sidang yang menjadi dasar penentuan kesalahan terdakwa;

q. Tuntutan pidana, sebagaimana terdapat dalam surat tuntutan;

r. Pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar

pemidanaan atau tindakan dan pasal peraturan perundang-undangan

yang menjadi dasar hukum dari putusan, disertai keadaan yang

memberatkan dan yang meringankan terdakwa;

s. Hari dan tanggal diadakannya musyawarah majelis hakim kecuali

perkara diperiksa oleh hakim tunggal;

93

Page 104: Skripsi fix mulai halaman sampul sampai daftar pustaka.pdf

civ

t. Pernyataan kesalahan terdakwa, pernyataan telah terpenuhi semua

unsur dalam rumusan tindak pidana disertai dengan kualifikasinya

dan pemidanaan atau tindakan yang dijatuhkan;

u. Ketentuan kepada siapa biaya perkara dibebankan dengan

menyebutkan jumlahnya yang pasti dan ketentuan mengenai barang

bukti;

v. Keterangan bahwa seluruh, surat pernyataan palsu atau keterangan

dimana letaknya kepalsuan itu, jika terdapat surat otentik dianggap

palsu;

w. Perintah supaya terdakwa ditahan atau tetap dalam tahanan atau

dibebaskan;

x. Hari dan tanggal putusan, nama penuntut umum, nama hakim yang

memutus dan nama panitera.53

Yang apabila menurut ketentuan Pasal 197 ayat (2) KUHAP unsur-unsur

yang harus dimuat dalam putusan tersebut tidak terpenuhi maka putusan

tersebut adalah batal demi hukum. Makna batal demi hukum sendiri dapat

diartikan sebagai suatu putusan tertentu tidak mempunyai kekuatan hukum lagi

sejak awal adanya putusan tersebut. Ini sesuai dengan keterangan yang

diberikan oleh Komisi III DPR RI yang menyatakan bahwa sebagai berikut:

“Apabila suatu putusan pemidanaan tidak memenuhi ketentuan Pasal 197

ayat (1) KUHAP, maka putusan itu akan berakibat batal demi hukum.

Ketentuan itu termaktub dalam Pasal 197 ayat (2) KUHAP.”54

Selain itu ketentuan yang ada dalam Pasal 197 ayat (1) KUHAP merupakan

ketentuan yang bersifat tekstual dengan artian wajib dicantumkan didalam

putusan, sesuai dengan Pasal 3 KUHAP itu sendiri, dimana dinyatakan bahwa

peradilan dilakukan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.

Bahwa diketahui ketentuan Pasal 197 ayat (1) KUHAP tersebut diatas memuat

12 poin, dimulai dar huruf a hingga l, yang harus dimuat dalam putusan

pemidanaan. Apabila salah satu poin keculai huruf g, tidak termuat dalam

53

M. Karjadi dan R.1997. Op. Cit. hal 174-175. 54

Anonim. 2010. http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4fbc5042998ac/putusan-

tanpa-perintah-penahanan-bisa-dieksekusi, Loc. Cit.

94

Page 105: Skripsi fix mulai halaman sampul sampai daftar pustaka.pdf

cv

putusan pemidanaan tersebut mengakibatkan putusan batal demi hukum

sebagaimana ditegaskan Pasal 197 ayat (2) KUHAP.55

1. Unsur pertama mengenai irah-irah “Demi Keadilan Berdasarkan

Ketuhanan Yang Maha Esa”, makna dicantumkannya irah-irah tersebut

dimaksudkan bahwa pengadilan dilaksanakan dengan sendi-sendi religius

(Pasal 29 UUD 1945 dan Sila I Pancasila) dan manifestasinya hakim dalam

memutus perkara harus mencari dan mewujudkan kebenaran materiil

(materieele waarheid) dan keadilan sehingga secara moral bertanggung jawab

kepada diri sendiri, hak asasi, kepada masyarakat dan negara, ilmu hukum

sendiri dan juga bertanggung jawab kepada Tuhan Yang Maha Esa.56

Berdasarkan SEMA No. 10 Tahun 1985 tentang Putusan Pengadilan Yang

Sudah Memperoleh Kekuatan Hukum Tetap Yang Tidak Memuat Kata-Kata

“Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” yang menyatakan

apabila tidak terdapat unsur tersebut maka mekanisme pihak yang berkebaratan

mengajukan permohonan dan diucapkan lagi oleh pengadilan dimana

permohonan tersebut diajukan.57

Dalam Putusan Mahkamah Agung No.

899/K/Pid.Sus/2012 menurut penulis unsur tersebut telah terpenuhi dalam

putusan yang tertulis “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha

Esa” maka putusan tersebut sesuai dengan unsur yang harus dipenuhi, namun

tetap harus memperhatikan unsur yang lainnya.

55

http://www.poskotanews.com/2013/03/06/kisruh-pasal-197-kuhap-penegak-hukum-

dapat-dihukum-berat/, Loc. Cit. 56

Lilik Mulyadi. Kompilasi Hukum Pidana Dalam Prespektif Teoritis dan Praktik

Peradilan. Op. Cit. hal 99. 57

www.Mahkamah Agung.go.id, diakses pada tanggal 19 Desmber 2013.

95

Page 106: Skripsi fix mulai halaman sampul sampai daftar pustaka.pdf

cvi

2. Unsur kedua mengenai identitas Terdakwa, Pemeriksaan identitas

terdakwa di persidangan diperlukan agar tidak terjadi kesalahan dalam

mengadili seseorang (error in persona). Sehingga dengan diperiksanya

identitas terdakwa secara jelas dan cermat, diharapkan bahwa orang yang

diadili hakim di depan persidangan itulah merupakan terdakwa sebagaimana

disebutkan dalam surat dakwaan.58

Dalam putusan Mahkamah Agung No.

899/K/Pid.Sus/2012 telah sesuai yakni didalam putusan telah mencantumkan

identitas Terdakwa yang meliputi:

Nama : Drs. Susno Duadji, S.H., M.H., M.Sc.;

Tempat lahir : Pagar Alam;

Umur/tanggal lahir : 56 Tahun/ 1 Juli 1954;

Jenis Kelamin : Laki-Laki;

Kebangsaan : Indonesia;

Tempat tinggal : Jalan Cibodas I A3 No.7 Puri Cinere Depok, Jawa

Barat;

Agama : Islam;

Pekerjaan : Anggota Polri/ Mantan Kabareskim;

Sehingga dengan adanya identitas yang termuat dalam putusan tersebut

maka menurut penulis unsur tersebut telah terpenuhi dan tetap harus

memperhatikan unsur yang lainnya.

3. Selanjutnya mengenai putusan harus memuat dakwaan

Jaksa/Penuntut Umum, Menurut ketentuan Penjelasan Pasal 197 ayat (1)

huruf c KUHAP maka esensi dakwaaan adalah dalam sidang pengadilan

penting adanya, oleh karena ruang lingkup pemeriksaan terdakwa di depan

persidangan berorientasi pada surat dakwaan.59

Dalam Putusan Mahkamah

Agung No. 899/K/Pid.Sus/2012 didalamnya telah memuat dakwaan yang

58

Ibid. hal 100. 59

Ibid. hal 101.

96

Page 107: Skripsi fix mulai halaman sampul sampai daftar pustaka.pdf

cvii

diajukan oleh Jaksa/Penuntut Umum yang mendakwa Terdakwa telah

melanggar ketentuan dalam Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 jo Undang-

Undang No. 20 Tahun 2001 dan Pasal 55 KUHP sebagaimana dimaksud yang

ada dalam Hasil Penelitian mengenai duduk perkaranya.

4. Unsur selanjutnya mengenai keterangan yang diperoleh selama

persidangan, maksudnya bahwa menurut ketentuan Penjelasan Pasal 197 ayat

(1) huruf d KUHAP maka yang dimaksud dengan “fakta dan keadaan” disini

ialah segala apa yang ada dan apa yang diketemukan di sidang oleh pihak

dalam proses, antara lain penuntut umum, saksi ahli, terdakwa, penasihat

hukum dan saksi korban.60

Dalam Putusan Mahkamah Agung No.

899/K/Pid.Sus/2012 memang tidak mencantumkan mengenai fakta yang

terungkap dalam persidangan karena pada dasarnya menurut Soedirjo61

yang

menyatakan bahwa

“Kasasi merupakan lembaga hukum untuk menguji benar-tidaknya

penerapan hukum. Sehubungan dengan fungsi peradilan, kasasi diletakkan

atas 2 dasar, yaitu kesalahan dalam menerapkan hukum dan kelalaian

memenuhi acara.”

Sehingga menurut penulis sesuai dengan asasnya bahwa Mahkamah

Agung sebagai peradilan tertinggi yang memiliki kedudukan sebagai Judex

Juris yang pada intinya mempunyai tugas untuk memeriksa penerapan hukum

baik itu mengenai cara, penerapan, dan formalitas procedural yang harus

dipenuhi oleh peradilan sebelumnya maka dalam putusannya yang akan

dijatuhkan tidak harus seperti ketentuan Judex Factie lagi dengan

mempertimbangkan fakta yang ditemukan selama persidangan.

60

Ibid. hal 101. 61

Soedirjo. 1984. Op. Cit. hal 44.

97

Page 108: Skripsi fix mulai halaman sampul sampai daftar pustaka.pdf

cviii

5. Unsur selanjutnya yakni tuntutan pidana yang diajukan oleh

Jaksa/Penuntut Umum, hal ini khusus terhadap putusan pemidanaan. Apabila

terhadap putusan bukan pemidanaan berdasarkan ketentuan Pasal 199 ayat (1)

KUHAP tidak perlu dicantumkan mengenai tuntutan pidananya.62

Dalam

Putusan Mahkamah Agung No. 899/K/Pid.Sus/2012 didalam putusannya telah

mencantumkan mengenai tuntutan pidana dimana Terdakwa dituntut dengan

pidana penjara selama 7 (tujuh) tahun, pidana denda sebesar Rp.

500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) subsidair 6 (enam) bulan kurungan,

membayar uang pengganti sebesar Rp. 8.669.847.657,00 (delapan milyar enam

ratus enam puluh sembilan juta delapan ratus empat puluh tujuh ribu enam

ratus lima puluh tujuh rupiah). Sehingga secara tidak langsung unsur ini telah

ada dalam putusan tersebut akan tetapi tetap harus memperhatikan unsur yang

lainnya.

6. Unsur mencantumkan pasal peraturan perundangan serta keadaaan

yang memberatkan dan meringankan, dalam Putusan Mahkamah Agung

No. 899/K/Pid.Sus/2012 memang tidak mencantumkan mengenai hal tersebut

karena sekali lagi Mahkamah Agung (Judex Juris) sebagai peradilan tertinggi

dari semua tingkat perdilan maka sifatnya hanya memeriksa untuk mengetahui

bagaimana penerapan segal aspek hukum yang dilakukan oleh Judex Factie.

Dimana menurut Martiman Prodjohamidjojo yang dikutip oleh R. Soesilo63

menyatakan bahwa

62

Ibid. hal 101. 63

M Karjadi dan R. Soesilo. Op. Cit. hal 209.

98

Page 109: Skripsi fix mulai halaman sampul sampai daftar pustaka.pdf

cix

“Pemeriksaan tingkat kasasi itu buka pemeriksaan tingkat ketiga. Kasasi

adalah membatalkan atau memecah. Kasasi merupakan upaya hukum

terhadap putusan-putusan yang diberikan tingkat tertinggi oleh pengadilan-

pengadilan lain dalam perkara-perkara pidana maupun perdata, agar dicapai

kesatuan dalam menjalankan peraturan-peraturan dan undang-undang.”

Kasasi bukan merupakan pengadilan tingkat terakhir dalam lingkungan

peradilan yang memeriksa kembali secara fakta namun hanya berupa

memeriksa penerapan, cara mengadili, dan memeriksa batas wewenang suatu

pengadilan.

7. Unsur mengenai musyawarah majelis hakim kecuali dalam perkara

yang hakimnya tunggal, dalam Putusan Mahkamah Agung No.

899/K/Pid.Sus/2012 didalamnya telah termuat mengenai tanggal musyawarah

majelis hakim yang memeriksa permohonan kasasi dari para pihak yang

musyawarah dilakukan pada hari Kamis tanggal 22 November 2012 oleh Dr.

H. M. Zaharuddin Utama, S.H., M.H., sebagai Ketua Majelis, Prof. Dr. H.

Abdul Latif, S.H., M.Hum.; Leopold Luhut Hutagalung, S.H., M.H.; M.S.

Lumme, S.H.; dan Sri Murwahyuni, S.H., M.H. masing-masing sebagai hakim-

hakim Ad Hoc Tipikor dan hakim agung sebagai anggota. Sehingga menurut

penulis unsur tersebut telah terpenuhi dan lebih dari itu tetap juga harus

memperhatikan unsur yang lainnya.

8. Unsur pernyataan terbuktinya kesalahan terdakwa, yang maksudnya

bahwa ketentuan pasal ini bersifat limitatif yang terdapat dalam diktum/amar

putusan berisikan kualifikasi tindak pidana yang terbukti didepan persidangan

dan lamanya pidana dijatuhkan oleh majelis hakim.64

Dalam Putusan

64

Lilik Mulyadi. Kompilasi Hukum Pidana Dalam Prespektif Teoritis dan Praktik

Peradilan. Op. Cit. hal . 103.

99

Page 110: Skripsi fix mulai halaman sampul sampai daftar pustaka.pdf

cx

Mahkamah Agung No. 899/K/Pid.Sus/2012 terbukti kesalahan yang

didakwakan kepada diri terdakwa telah dimuat dalam Putusan Tingkat

Pertamanya yang menyatakan bahwa Terdakwa telah terbukti melakukan

Tindak Pidana Korupsi sebagaimana dakwaaan Penuntut Umum yakni

Terdakwa melanggar Pasal 11 jo Pasal 18 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999

sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-

Undang No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang

No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55

ayat (1) ke-1 KUHAP. Sehingga uraian unsur tersebut telah terpenuhi dan

selain itu juga harus tetap memperhatikan unsur yang lainnya.

9. Unsur mengenai pembebanan biaya perkara, dalam Putusan

Mahkamah Agung No. 899/K/Pid.Sus/2012 didalam putusannya telah termuat

mengenai unsur tersebut yakni terdapat dalam pertimbangan yang menyatakan

bahwa “Oleh karena Pemohon Kasasi II/Terdakwa dipidana, maka harus

dibebani untuk membayar biaya perkara dalam tingkat kasasi ini”, selain

itu terdapat dalam amar putusan yang menyatakan bahwa “Membebankan

Pemohon Kasasi II/Terdakwa tersebut untuk membayar biaya perkara

dalam tingkat kasasi ini sebesar Rp. 2500,00 (dua ribu lima ratus

rupiah)”. Sehingga mengenai unsur ini telah terpenuhi dan tidak bertentangan

dengan ketentuan yang berlaku.

10. Unsur surat dibawah tangan harus dikesampingkan, unsur ini

mempunyai maksud bahwa selain akta otentik maka pemeriksaannya dapat

100

Page 111: Skripsi fix mulai halaman sampul sampai daftar pustaka.pdf

cxi

dikesampingkan oleh hakim pidana. Dalam Putusan Mahkamah Agung No.

899/K/Pid.Sus/2012 tidak secara jelas mencantumkan apa yang dimaksud

dalam pengertian surat tersebut. Sehingga walaupun tidak termuat maka

apabila ternyata surat-surat yang ada dalam putusan ini dan putusan

sebelumnya merupakan akta dibawah tangan maka tidak ada kewajiban bagi

hakim untuk memeriksanya.

11. Unsur selanjutnya mengenai perintah penahanan, dalam Putusan

Mahkamah Agung No. 899/K/Pid.Sus/2012 Terdakwa mengalami penahanan

terakhir kali dilakukan oleh Perpanjangan II dari Ketua Pengadilan Tinggi

sejak 19 Januari 2011 sampai dengan tanggal 17 Februari 2011. Namun dalam

amar putusan tersebut, Mahkamah Agung tidak memberikan perintah

pehananan kepada diri terdakwa yang saat itu terdakwa sedang tidak ditahan.

Oleh karena itu putusan mahkamah agung tersebut kurang memenuhi unsur

yang harus dipenuhi sebagaimana dikatakan oleh Yusril Ihza Mahendra65

yang menyatakan bahwa

Pasal 197 ayat (2) menyatakan tidak dipenuhinya ketentuan Pasal 197 ayat

(1) huruf k tersebut “mengakibatkan putusan batal demi hukum”. Putusan

pengadilan dikatakan “batal demi hukum” (venrechtswege nietig atau ab

initio legally null and void) artinya putusan tersebut sejak semula dianggap

tidak pernah ada (never existed). Karena tidak pernah ada, maka putusan

demikian itu tidak mempunyai kekuatan hukum dan tidak membawa akibat

hukum, sehingga dengan demikian, putusan tersebut dengan sendirinya

tidak dapat dieksekusi atau dilaksanakan oleh Jaksa sebagai eksekutor

putusan pengadilan. Mengingat pengertian “putusan batal demi hukum”

adalah demikian menurut ilmu hukum, maka mencantumkan “perintah

supaya terdakwa ditahan atau tetap dalam tahanan atau dibebaskan”

sebagaimana disebutkan dalam Pasal 197 ayat (1) KUHAP adalah

keharusan hukum yang bersifat memaksa (mandatory law atau dwingend

recht), sehingga tidak boleh diabaikan oleh majelis hakim dalam memutus

65

Yusril Ihza Mahendra. Loc. Cit.

101

Page 112: Skripsi fix mulai halaman sampul sampai daftar pustaka.pdf

cxii

perkara pidana pada setiap tingkatan peradilan (Pengadilan Negeri,

Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung);

Selain itu selaras apa yang dikatakan oleh Akil Mochtar66

yang

menyatakan bahwa sebagai berikut:

“Perintah penahanan atau pembebasan yang dipersyaratkan dalam Pasal 197

ayat (1) huruf k KUHAP sangat penting untuk dimuat dalam putusan. Hal

ini demi kepastian hukum terhadap status penahanan dari terdakwa. Bila

majelis hakim tidak memuatnya dalam surat putusan, status penahanan

terdakwa menjadi tidak jelas. Ini mencederai rasa keadilan dan kepastian

hukum bagi warga negara yang sedang ditahan. Terlebih, penahanan

merupakan bentuk perampasan kemerdekaan seseorang. Bila hakim atau

majelis hakim tidak segera memutuskan status penahanan terdakwa dalam

surat putusan maka terjadi keadilan yang tertunda. Rasa keadilan yang

ditunda adalah sama halnya dengan menciptakan ketidakadilan (justice

delayed, justice denied).”

Adanya Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No. 8 Tahun 1985

Tentang Perintah Agar Terdakwa Ditahan Sesuai Pasal 197 ayat (1) huruf k

KUHAP67

yang isinya menyatakan bahwa Meskipun dalam pasal 197 ayat (1)

huruf KUHAP ada ketentuan yang menyebutkan bahwa surat putusan

pemindahan harus memuat antara lain perintah supaya terdakwa ditahan,

namun karena penahanan itu menurut pasal 1 butir 21 KUHAP harus dilakukan

“menurut cara yang diatur dalam Undang-undang ini “ maka apabila

wewenang penahanan yang dimiliki Pengadilan Negeri/Pengadilan Tinggi

sudah habis dipergunakan, maka Hakim Pengadilan Negeri/Pengadilan Tinggi

tidak dapat memerintahkan “agar terdakwa ditahan” di dalam putusannya.

Menandakan bahwa sebenarnya apabila masa penahanan terdakwa telah habis

maka terhadap dirinya dapat untuk tidak ditahan.

66

Anonim. 2012. http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt50aea9e793963/mk--putusan-

tanpa-perintah-penahanan-tetap-sah, Loc. Cit. 67

www. mahkamah agung.go.id, Op. Cit.

102

Page 113: Skripsi fix mulai halaman sampul sampai daftar pustaka.pdf

cxiii

Terhadap permasalahan dimana terdakwanya tidak ditahan, dalam praktik

peradilan ada 2 (dua) pendapat dalam menyikapi permasalahan tersebut, yaitu

sebagai berikut:

1. Pendapat pertama, menyatakan bahwa perintah terdakwa ditahan harus

ada dalam amar putusan, karena sesuai dengan Pasal 197 ayat (1) huruf

k KUHAP, hal itu merupakan syarat syahnya suatu putusan hakim,

dimana jika hal tersebut tidak dicantumkan dalam amar putusan, maka

putusan batal demi hukum.

2. Pendapat kedua, menyatakan bahwa meskipun dalam amar putusan

hakim tidak terdapat perintah agar terdakwa ditahan, hal tersebut tidak

mengakibatkan putusan batal demi hukum, karena ketentuan Pasal 197

ayat (1) huruf k KUHAP tersebut tidak terlepas dari ketentuan Pasal 193

ayat (2) huruf a KUHAP, dimana dalam ketentuan tersebut hanya

disebutkan kata-kata “dapat” memerintahkan agar terdakwa ditahan,

apabila dipenuhi syarat-syarat subyektif dan obyektif sebagaimana

dalam Pasal 21 KUHAP dan terdapat alasan yang cukup untuk

melakukan penahanan terhadap terdakwa. Kata-kata “dapat” disini

bersifat limitatif atau merupakan pilihan yang diambil oleh hakim.68

Dalam praktik peradilan pidana selama ini ketentuan mengenai perintah

penahanan merupakan hal yang sangat penting keberadaannya. Karena disatu

sisi adanya ketentuan tersebut dapat menjadi hal yang dapat menunjang

tegaknya kepastian hukum sesuai dengan amanat ketentuan Pasal 197 ayat (1)

68

Ahmad Rifai. Op. Cit. hal 120.

103

Page 114: Skripsi fix mulai halaman sampul sampai daftar pustaka.pdf

cxiv

KUHAP, sedangkan pada sisi lain apabila ketentuan tersebut dilaksanakan

dengan cara yang bertujuan untuk mengahalangi kebebasan terdakwa maka hal

tersebut tidaklah dapat dibenarkan, karena pada dasarnya terdakwa mempunyai

hak untuk menerima atau melakukan upaya hukum yang telah diberikan oleh

undang-undang yakni mulai banding dan kasasi sebagai upaya hukum biasa,

serta peninjauan kembali sebagai upaya hukum luar biasa. Oleh karena itu

sebagian sarjana dalam menyikapi persoalan mengenai ketentuan Pasal 197

ayat (1) huruf k KUHAP saling berbeda dalam memberikan pendapatnya

bahwa pada satu sisi para sarjana tetap mempertahankan isi ketentuan tersebut

naum sebagian sarjana yang lain dalam memberikan pendapatnya menyatakan

bahwa ketentuan tersebut tidak wajib untuk diikuti oleh hakim dalam

menjatuhkan putusan, karena sekali lagi ketentuan tersebut sifatnya limitatif.

Sehingga putusan Mahkamah Agung tersebut tidak mempunyai kekuatan

hukum karena yang menjadi persoalan sekarang Terdakwa menyatakan bahwa

dalam amar putusannya tidak dicantumkan mengenai perintah penahanan maka

Terdakwa merasa dirinya tidak dapat dieksekusi dan Terdakwa menyangkal

bahwa putusan yang dijatuhkan kepadanya adalah Batal Demi Hukum.

12. Unsur selanjutnya adalah mengenai hari, tanggal, serta identitas

para pihak di pengadilan, seuai dengan adanya SEMA

08/BUA.6/HS/SP/XI/201169

yang memerintahkan bahwa setiap putusan tindak

korupsi harus mencantumkan “….dan….Hakim-Hakim Ad Hoc Tipikor pada

Pengadilan Negeri masing-masing sebagai Anggota…..”. Dalam Putusan

69

www. mahkamah agung.go.id, Op. Cit.

104

Page 115: Skripsi fix mulai halaman sampul sampai daftar pustaka.pdf

cxv

Mahkamah Agung No. 899/K/Pid.Sus/2012 sebagaimana telah disebutkan

dalam unsur sebelumnya yakni dalam musyawarah majelis hakim maka

putusan tersebut telah dijatuhkan pada hari Kamis tanggal 22 November 2012

oleh Dr. H. M. Zaharuddin Utama, S.H., M.H., sebagai Ketua Majelis, Prof.

Dr. H. Abdul Latif, S.H., M.Hum.; Leopold Luhut Hutagalung, S.H., M.H.;

M.S. Lumme, S.H.; dan Sri Murwahyuni, S.H., M.H. masing-masing sebagai

hakim-hakim Ad Hoc Tipikor dan hakim agung sebagai anggota, dan

diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum pada hari itu juga oleh

Ketua Majelis dengan Hakim-Hakim Anggota Tersebut, dan dibantu oleh

Dulhusin, S.H., M.H., sebagai Panitera Pengganti dan tidak dihadiri oleh

Pemohon Kasasi; Jaksa/Penuntut Umum dan Terdakwa. Sehingga putusan ini

telah memenuhi unsur yang harus dicantumkan dalam setiap prosesnya.

Berdasarkan hasil penelitian terhadap Putusan Mahkamah Agung No.

899/K/Pid.Sus/2012 maka dapat dianalisis mengenai unsur yang terdapat

dalam ketentuan Pasal 197 ayat (1) KUHAP sebagai berikut:

- Ketentuan Pasal 197 ayat (1) KUHAP yang ada dalam Putusan

Mahkamah Agung No. 899/K/Pid.Sus/2012 dari unsur huruf A sampai

dengan huruf L secara keseluruhan sudah termuat dalam putusan

tersebut. Dengan mana unsur huruf A telah terpenuhi yakni adanya frasa

“Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” maka putusan

Mahkamah Agung tersebut tidaklah batal demi hukum,

- Ketentuan huruf B dalam Putusan Mahkamah Agung tersebut telah

terdapat yakni terdapatnya identitas terdakwa yakni :

105

Page 116: Skripsi fix mulai halaman sampul sampai daftar pustaka.pdf

cxvi

Nama : Drs. Susno Duadji, S.H., M.H., M.Sc.;

Tempat lahir : Pagar Alam;

Umur/tanggal lahir : 56 Tahun/ 1 Juli 1954;

Jenis Kelamin : Laki-Laki;

Kebangsaan : Indonesia;

Tempat tinggal : Jalan Cibodas I A3 No.7 Puri Cinere Depok, Jawa

Barat;

Agama : Islam;

Pekerjaan : Anggota Polri/ Mantan Kabareskim;

- Ketentuan huruf C dalam Putusan Mahkamah Agung tersebut telah

memuat dakwaan yang diajukan oleh Jaksa/Penuntut Umum yang

mendakwa Terdakwa telah melanggar ketentuan dalam Undang-Undang

No. 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 dan Pasal 55

KUHP.

- Ketentuan huruf D dalam Putusan Mahkamah Agung tersebut memang

tidak mencantumkan mengenai fakta yang terungkap dalam persidangan

karena pada dasarnya pemeriksaan pada tingkat Mahkamah Agung

(Judex Juris) hanya memeriksa penerapan hukum yang dilakukan oleh

pengadilan dibawahnya apakah sudah tepat atau perlu untuk diperbaiki.

- Ketentuan huruf E dalam Putusan Mahkamah Agung tersebut mengenai

didalam putusannya telah mencantumkan mengenai tuntutan pidana

dimana Terdakwa dituntut dengan pidana penjara selama 7 (tujuh) tahun,

pidana denda sebesar Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)

subsidair 6 (enam) bulan kurungan, membayar uang pengganti sebesar

Rp. 8.669.847.657,00 (delapan milyar enam ratus enam puluh sembilan

juta delapan ratus empat puluh tujuh ribu enam ratus lima puluh tujuh

rupiah). Sehingga secara tidak langsung unsur ini telah ada dalam

106

Page 117: Skripsi fix mulai halaman sampul sampai daftar pustaka.pdf

cxvii

putusan tersebut akan tetapi tetap harus memperhatikan unsur yang

lainnya.

- Ketentuan huruf F dalam Putusan Mahkamah Agung memang tidak

mencantumkan mengenai hal tersebut karena sekali lagi Mahkamah

Agung (Judex Juris) sebagai peradilan tertinggi dari semua tingkat

perdilan maka sifatnya hanya memeriksa untuk mengetahui bagaimana

penerapan segal aspek hukum yang dilakukan oleh Judex Factie.

- Ketentuan huruf G dalam Putusan Mahkamah Agung telah termuat

mengenai tanggal musyawarah majelis hakim yang memeriksa

permohonan kasasi dari para pihak yang musyawarah dilakukan pada

hari Kamis tanggal 22 November 2012 oleh Dr. H. M. Zaharuddin

Utama, S.H., M.H., sebagai Ketua Majelis, Prof. Dr. H. Abdul Latif,

S.H., M.Hum.; Leopold Luhut Hutagalung, S.H., M.H.; M.S. Lumme,

S.H.; dan Sri Murwahyuni, S.H., M.H. masing-masing sebagai hakim-

hakim Ad Hoc Tipikor dan hakim agung sebagai anggota.

- Ketentuan huruf H dalam Putusan Mahkamah Agung terbukti kesalahan

yang didakwakan kepada diri terdakwa telah dimuat dalam Putusan

Tingkat Pertamanya yang menyatakan bahwa Terdakwa telah terbukti

melakukan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana dakwaaan Penuntut

Umum yakni Terdakwa melanggar Pasal 11 jo Pasal 18 Undang-Undang

No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang

No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan

Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 sebagaimana

107

Page 118: Skripsi fix mulai halaman sampul sampai daftar pustaka.pdf

cxviii

telah diubah dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHAP.

- Ketentuan huruf I dalam Putusan Mahkamah Agung telah termuat

mengenai unsur tersebut yakni terdapat dalam pertimbangan yang

menyatakan bahwa “Oleh karena Pemohon Kasasi II/Terdakwa

dipidana, maka harus dibebani untuk membayar biaya perkara

dalam tingkat kasasi ini”, selain itu terdapat dalam amar putusan yang

menyatakan bahwa “Membebankan Pemohon Kasasi II/Terdakwa

tersebut untuk membayar biaya perkara dalam tingkat kasasi ini

sebesar Rp. 2500,00 (dua ribu lima ratus rupiah)”.

- Ketentuan huruf J dalam Putusan Mahkamah Agung tidak secara jelas

mencantumkan apa yang dimaksud dalam pengertian surat tersebut.

Sehingga walaupun tidak termuat maka apabila ternyata surat-surat yang

ada dalam putusan ini dan putusan sebelumnya merupakan akta dibawah

tangan maka tidak ada kewajiban bagi hakim untuk memeriksanya.

- Ketentuan huruf K dalam Putusan Mahkamah Agung dalam amar

putusannya, Mahkamah Agung tidak memberikan perintah pehananan

kepada diri terdakwa yang saat itu terdakwa sedang tidak ditahan. Oleh

karena itu putusan mahkamah agung tersebut kurang memenuhi unsur

yang harus dipenuhi. Dimana apabila ketentuan ini tidak terpenuhi maka

mengakibatkan putusan batal demi hukum.

- Ketentuan huruf L dalam Putusan Mahkamah Agung putusan tersebut

telah dijatuhkan pada hari Kamis tanggal 22 November 2012 oleh Dr.

108

Page 119: Skripsi fix mulai halaman sampul sampai daftar pustaka.pdf

cxix

H. M. Zaharuddin Utama, S.H., M.H., sebagai Ketua Majelis, Prof. Dr.

H. Abdul Latif, S.H., M.Hum.; Leopold Luhut Hutagalung, S.H., M.H.;

M.S. Lumme, S.H.; dan Sri Murwahyuni, S.H., M.H. masing-masing

sebagai hakim-hakim Ad Hoc Tipikor dan hakim agung sebagai anggota,

dan diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum pada hari itu

juga oleh Ketua Majelis dengan Hakim-Hakim Anggota Tersebut, dan

dibantu oleh Dulhusin, S.H., M.H., sebagai Panitera Pengganti dan tidak

dihadiri oleh Pemohon Kasasi; Jaksa/Penuntut Umum dan Terdakwa.

Sehingga putusan ini telah memenuhi unsur yang harus dicantumkan

dalam setiap prosesnya.

Setelah melihat hasil penelitian tersebut ditemukan fakta bahwa hal yang

paling penting atau urgen ternyata tidak dicantumkan dalam putusan yang

menjadi obyek penelitian yakni dengan tidak adanya perintah penahanan maka

putusan tersebut adalah batal demi hukum. Sebagaimana dikatakan M. Yahya

Harahap70

menyatakan bahwa putusan batal demi hukum berakibat putusan

yang dijatuhkan :

1. Dianggap “tidak pernah ada” atau never existed sejak semula;

2. Putusan yang batal demi hukum tidak mempunyai kekuatan dan

akibat hukum;

3. Dengan demikian putusan yang batal demi hukum, sejak semula

putusan itu dijatuhkan sama sekali tidak memiliki daya ekesekusi

atau tidak dapat dilaksanakan.

Tiap unsur yang ada dalam ketentuan Pasal 197 ayat (1) KUHAP dalam

penerapannya harus dijalankan sesuai dengan sungguh-sungguh dan penuh

kecermatan oleh hakim dalam mvenjatuhkan putusannya. Kelalaian dalam

70

M. Yahya Harahap. Op. Cit. hal 385.

109

Page 120: Skripsi fix mulai halaman sampul sampai daftar pustaka.pdf

cxx

mencantumkan setiap unsur dalam pasal tersebut walaupun sedikit saja dapat

mempengaruhi putusan berakibat batal demi hukum. Ketentuan dalam Pasal

197 ayat (1) huruf k KUHAP yang tidak dimuat dalam kasus diatas

menandakan bahwa hakim dalam menerapkan amanat pasal tersebut tidak

dilaksanakan dengan penuh kecermatan. Sehingga terdakwa berdalih bahwa

putusan yang dijatuhkan kepadanya tidak dapat dilaksanakan karena

putusannya adalah batal demi hukum.

Namun putusan yang menjadi persoalan tersebut mengenai tidak

diterapkannya ketentuan Pasal 197 ayat (1) huruf k KUHAP mengenai perintah

penahanan menurut para sarjana tidak mempunyai sifat yang harus

dilaksanakan oleh hakim dalam menjatuhhkan putusannya. Karena ketentuan

mengenai perintah penahanan hanya bersifat alternatif yang pada intinya hakim

tidak salah apabila dalam menjatuhkan putusan terhadap terdakwa lupa

mencantumkan ketentuan pasal tersebut. Sehingga Putusan Mahkamah Agung

No. 899/K/Pid.Sus/2012 yang dijatuhkan pada hari Kamis tanggal 22

November 2012 yang menjadi masalah dengan tidak mencantumkan perintah

penahanan adalah tidak batal demi hukum. Hal ini diperkuat dengan adanya

Putusan Mahkamah Konstitusi No. 69/PUU-X/2012 tentang Pengujian Pasal

197 ayat (1) huruf k KUHAP yang diucapka dalam sidang yang terbuka untuk

umum pada hari Kamis tanggal 22 November 2012 yang dalam amarnya

menyatakan sebagai berikut:

Mengadili,

Menyatakan:

1. Menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya;

2. Mahkamah memaknai bahwa:

110

Page 121: Skripsi fix mulai halaman sampul sampai daftar pustaka.pdf

cxxi

2.1. Pasal 197 ayat (2) huruf “k” Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 3209) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945, apabila diartikan surat putusan

pemidanaan yang tidak memuat ketentuan Pasal 197 ayat (1) huruf k

Undang-Undang a quo mengakibatkan putusan batal demi hukum;

2.2. Pasal 197 ayat (2) huruf “k” Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 3209) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,

apabila diartikan surat putusan pemidanaan yang tidak memuat

ketentuan Pasal 197 ayat (1) huruf k Undang-Undang a quo

mengakibatkan putusan batal demi hukum;

2.3. Pasal 197 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum

Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981

Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

3209) selengkapnya menjadi, “Tidak dipenuhinya ketentuan dalam

ayat (1) huruf a, b, c, d, e, f, h, j, dan l pasal ini mengakibatkan

putusan batal demi hukum”;

Dimana pertimbangan salah satu Hakim Mahkamah Konstitusi yang

menyatakan pada intinya “Bahwa ketika dalam perkara pidana yang harus

dibuktikan adalah kebenaran materiil, dan saat kebenaran materiil tersebut

sudah terbukti dan oleh karena itu terdakwa dijatuhi pidana, namun karena

ketiadaan perintah supaya terdakwa ditahan atau tetap dalam tahanan atau

dibebaskan yang menyebabkan putusan batal demi hukum, sungguh

merupakan suatu ketentuan yang jauh dari substansi keadilan, dan lebih

mendekati keadilan prosedural atau keadilan formal semata; Jikalau perkara

yang dampaknya tidak meluas, misalnya penghinaan yang terbukti dilakukan

oleh terdakwa yang dapat dipertanggungjawabkan atas perbuatannya lalu

dijatuhi pidana akan tetapi dalam putusan hakim tidak mencantumkan supaya

terdakwa ditahan, atau tetap dalam tahanan, atau dibebaskan, kemudian

putusan tersebut dinyatakan batal demi hukum, mungkin tidak terlalu

111

Page 122: Skripsi fix mulai halaman sampul sampai daftar pustaka.pdf

cxxii

merugikan kepentingan umum karena hanya merugikan pihak korban yang

dihina. Akan tetapi seandainya perkara tersebut memiliki dampak yang sangat

luas seperti merugikan perekonomian negara, dan masyarakat bangsa secara

masif, misalnya perkara korupsi, perkara narkotika, atau perkara terorisme,

yang telah terbukti dilakukan terdakwa, lalu terdakwa dijatuhi pidana

kemudian putusan tersebut dinyatakan batal demi hukum hanya karena tidak

memuat perintah supaya terdakwa ditahan, atau tetap dalam tahanan, atau

dibebaskan maka putusan semacam itu akan sangat melukai rasa keadilan

masyarakat;”

Walaupun dijatuhkan pada hari dan tanggal yang sama dengan Putusan

Mahkamah Agung No. 899/K/Pid.Sus/2012, kekuatan yang dimiliki oleh

Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut adalah mulai saat dibacakan pada

sidang pleno pengucapan putusan yang terbuka untuk umum. Pernyataan ini

sesuai dengan pernyataan yang disampaikan oleh Tim Penyusun Hukum

Acara Mahkamah Konstitusi71

yang menyatakan bahwa

“Sidang pleno pengucapan putusan harus dilakukan secara terbuka untuk

umum. Hal ini merupakan keharusan karena apabila putusan diucapkan

dalam persidangan yang tertutup, akan berakibat putusan Mahkamah

Konstitusi tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum. Putusan

Mahkamah Konstitusi memperoleh kekuatan hukum tetap sejak selesai

diucapkan dalam sidang pleno pengucapan putusan terbuka untuk umum.

Dengan demikian, putusan Mahkamah Konstitusi bersifat tetap dan

mengikat setelah sidang pengucapan putusan selesai.”

Sehingga Putusan Mahkamah Konstitusi No. 69/PUU-X/2012 yang

dijatuhkan bersamaan dengan Putusan Mahkamah Agung No.

899/K/Pid.Sus/2012 adalah sah dan daya berlakunya mulai mengikat pada hari

71

Tim Penyusun Hukum Acara Mahkamah Konstitusi. 2010. Hukum Acara Mahkamah

Konstitusi. Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi. hal 50.

112

Page 123: Skripsi fix mulai halaman sampul sampai daftar pustaka.pdf

cxxiii

dan tanggal diucapkan pada sidang pleno yang terbuka untuk umum yakni

Hari Kamis Tanggal 22 November 2012.

Oleh karena itu dengan adanya Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut yang

menguji ketentuan Pasal 197 ayat (1) huruf k KUHAP adalah bertentangan

dengan Undang-Undang Dasar 1945 sehingga apabila hakim dalam

menjatuhkan putusan lupa mencantumkan “Perintah Penahanan” maka putusan

tersebut tidaklah batal demi hukum yang artinya bahwa putusan tersebut tetap

sah dan dapat dilaksanakan. Maka Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut juga

berlaku untuk Putusan Mahkamah Agung No. 899/K/Pid.Sus/2012 yang

intinya Putusan Mahkamah Agung tersebut tidak batal demi hukum.

2. Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Putusan Pemidanaan

Terhadap Terdakwa Dalam Putusan Mahkamah Agung No.

899/K/Pid.Sus/2012.

Mahkamah Agung dalam pertimbangannya dapat menjatuhkan putusan

dengan bentuk sebagai berikut:

1. Putusan Mahkamah Agung yang berisikan amar “Menyatakan Kasasi

Tidak Dapat Diterima”. Menurut teroritik dan praktik suatu putusan

Mahkamah Agung berisikan amar/diktum “menyatakan kasasi tidak

dapat diterima” apabila ternyata permohonan kasasi tidak memenuhi

kelengkapan formil sebagaimana ditentukan dalam undan-undang.

2. Putusan Mahkamah Agung yang berisikan amar “Menolak Permohonan

Kasasi”. Putusan ini dijatuhkan karena permohonan kasasi telah

memenuhi kelengkapan formil, pertimbangan judex factie telah benar

113

Page 124: Skripsi fix mulai halaman sampul sampai daftar pustaka.pdf

cxxiv

mengadili perkara sesuai undang-undang dan telah menerapkan hukum

sebagaimana mestinya, bahwa benar pengadilan mengadili perkara

sesuai dengan batas kewenangannya.

3. Putusan Mahkamah Agung yang berisikan amar “Mengabulkan

Permohonan Kasasi”. Hal ini merupakan bentuk putusan terakhir dari

peradilan kasasi. Dalam praktiknya, isitilah lain apabila amar/diktum

putusan Mahkamah Agung “mengabulkan” permohonan kasasi adalah

“menerima” atau “membenarkan” pengajuan kasasi tersebut. Kalau

permohonan “kasasi” itu dikabulkan, putusan judex factie “dibatalkan “

karena dianggap putusan tersebut melanggar Pasal 253 ayat (1) KUHAP

dan sekaligus Mahkamah Agung akan “mengadili” sendiri perkara itu.72

Dalam perundang-undangan Belanda, tiga alasan untuk melakukan kasasi,

yaitu:

1. Apabila terdapat kelalaian dalam acara (voerzzemium);

2. Peraturan hukum tidak dilaksanakan atau ada kesalahan pada

pelaksanaannya;

3. Apabila tidak dilaksanakan cara melakukan peradilan menurut cara yang

ditentukan undang-undang.73

Selain itu dalam memeriksa setiap perkara kasasi yang ada dalam

Mahkamah Agung pada pokoknya setiap hakim yang memeriksa harus diberi

kebebasan dalam melihat permohonan yang diajukan. Terhadap dirinya tidak

72

Lilik Mulyadi. 2012. Hukum Acara Pidana Normatif, Teoritis, Praktik, Dan

Permasalahannya. Bandung: Alumni. hal 270-273. 73

Andi Hamzah. Op. Cit. hal 298.

114

Page 125: Skripsi fix mulai halaman sampul sampai daftar pustaka.pdf

cxxv

dapat digantungkan pada keberatan dari para pihak mengajukan kasasi namun

juga bisa memeriksa dan akan menjatuhkan putusan sendiri yang berbeda

dengan putusan sebelumnya. Sebagaimana dinyatakan oleh Paulus E

Lotulung yang menyatakan bahwa sebagai berikut:

Kebebasan Hakim yang didasarkan pada kemandirian Kekuasaan

Kehakiman di Indonesia dijamin dalam Konstjtusi Indonesia yaitu Undang-

undang Dasar 1945, yang selanjutnya di implementasikan dalam Undang-

Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Pokok-Pokok Kekuasaan

Kehakiman, sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor : 35

Tahun 1999. Independensi diartikan sebagai bebas dari pengaruh eksekutif

maupun segala Kekuasaan Negara lainnya dan kebebasan dari paksaan,

direktiva atau rekomendasi yang datang dari pihak-pihak extra judisiil,

kecuali dalam hal-hal yang diizinkan oleh Undang- Undang. Demjkian juga

meliputi kebebasan dari pengaruh-pengaruh internal judisiil didalam

menjatuhkan putusan.74

Berdasarkan hasil penelitian terhadap Putusan Mahkamah Agung No.

899/K/Pid.Sus/2012 putusan yang dijatuhkan oleh hakim tingkat kasasi dengan

amarnya adalah sebagai berikut:

MENGADILI

Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi I: Jaksa/Penuntut

Umum pada Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan dan Permohonan Kasasi dari

Pemohon Kasasi II/Terdakwa: Drs. Susno Duadji, S.H., M.H., M.Sc. tersebut;

Membebankan Pemohon Kasasi II/Terdakwa tersebut untuk membayar

biaya perkara dalam tingkat kasasi ini sebesar Rp. 2.500,00 (dua ribu lima ratus

rupiah);

Dengan ditolakya permohonan kasasi dari para pihak yakni dari Pemohon I/

Jaksa dan Pemohon II/Terdakwa maka mengakibatkan putusan Mahkamah

Agung tersebut tetap menguatkan putusan sebelumnya sehingga secara tersirat

74

Paulus E. Lotulung. Kebebasan Hakim Dalam Sistem Penegakan Hukum. Makalah. hal 1.

115

Page 126: Skripsi fix mulai halaman sampul sampai daftar pustaka.pdf

cxxvi

Mahkamah Agung juga memberikan putusan pemidanaan atas diri terdakwa

yang sebelumnya telah diperiksa dalam persidangan pada tingkat pertama dan

pada tingkat banding. Dimana pengadilan tingkat banding menjatuhkan

putusannya dengan memberikan amar sebagai berikut:

9. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana

penjara selama 3 (tiga) tahun dan 6 (enam) bulan dan denda sebesar Rp.

200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dengan ketentuan apabila denda

tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 4 (empat) bulan;

Dalam menjatuhkan putusannya Mahkamah Agung mempertimbangkan

alasannya dengan menggunakan dua hal:

1. Pertama, melakukan pemeriksaan dan penilaian bertitik tolak dari

keberatan kasasi yang diajukan oleh pemohon. Inilah landasan pertama

dan utama. Dari keberatan kasasi yang diajukan. Mahkamah Agung

mulai melangkah menelusuri dan menilai benar atau tidak penerapan

hukum dalam putusan yang dikasasi sesuai dengan apa yang digariskan

dalam Pasal 253 ayat (1) KUHAP.

2. Kedua, atas alasan sendiri Mahkamah Agung dapat menilai putusan

pengadilan yang dikasasi.75

Dalam Undang-Undang No. 14 Tahun 1970 jo. Undang-Undang No. 35

Tahun 1999 tentang Kekuasaan Kehakiman yang pada intinya Pasal 25

menyatakan sebagai berikut:

75

M. Yahya Harahap. Op. Cit. hal 589.

116

Page 127: Skripsi fix mulai halaman sampul sampai daftar pustaka.pdf

cxxvii

“Segala putusan pengadilan selain harus memuat alasan-alasan dan putusan

itu, menurut pula pasal-pasal tertentu dari peraturan perundangan-undangan

yang bersangkutan atau sumber hukum tidak tertulis yang dijadikan dasar

untuk mengadili.”76

Alasan Terdakwa mengajukan upaya hukum kasasi adalah salah satunya

ialah mengenai:

1. Judex Factie telah salah menerapkan hukum atau menerapkan hukum

yang tidak sebagimana mestinya dalam membuktikan dakwaan pertama

yang menyatakan terdakwa bersalah melakukan tindak pidana korupsi

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 jo Pasal 18 Undang-Undang

Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;

2. Judex Factie telah salah menerapkan hukum atau menerapkan hukum

yang tidak sebagimana mestinya dalam membuktikan dakwaan pertama

yang menyatakan terdakwa bersalah melakukan tindak pidana korupsi

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang No.

31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan Undang-Undang No. 20

Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) KUHP.

Berdasarkan hasil penelitian terhadap Putusan Mahkamah Agung No.

899/K/Pid.Sus/2012 putusan yang dijatuhkan oleh hakim tingkat kasasi dengan

pertimbangannya adalah sebagai berikut:

76

Andi Hamzah. Op. Cit. hal 298.

117

Page 128: Skripsi fix mulai halaman sampul sampai daftar pustaka.pdf

cxxviii

- Alasan-alasan baik dari Jaksa/Penuntut Umum (Pemohon Kasasi I)

maupun Terdakwa (Pemohon Kasasi II) tidak dapat dibenarkan. Judex

Factie telah mempertimbangkan dengan tepat dan benar tentang perkara

a quo. Jaksa/Penuntut Umum telah melancarkan dakwaan alternatif

kumulatif terhadap Terdakwa, karena itu baik dakwaan pertama

maupun dakwaan kedua harus harus dibuktikan dan dipertimbangkan

dengan saksama oleh Judex Factie. Dalam kasus mana, Judex Factie

telah mempertimbangkan bahwa dari dakwaan pertama terbukti

alternatif pertama kelima yaitu Pasal 11 jo Pasal 18 Undang-Undang

No. 31 Tahun 1999 diubah dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001

jo Pasal 55 KUHP dan kedua terbukti dakwaan alternatif kedua yaitu

Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 jo Pasal 55

ayat (1) KUHP;

- Benar Terdakwa telah menerima paper bag/tas kertas berwarna cokelat

berisi uang sebesar Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) berasal

dari Haposan Hutagalung yang diserahkan oleh Sjahril Djohan kepada

Terdakwa berdasarkan keterangan dari Sjahril Djohan, Haposan

Hutagalung, Upang supandi, Syamsurizal Makoagow, Yuliar Kus

Nugroho SIK, Dedi Supiandi, Nurmala Sari, dan Bagindo Harahap.

Dalam pada itu, Terdakwa mengetahui dan patut menduga bahwa uang

tersebut diterimanya adalah karena kekuasaa/kewenangannya selaku

Kabreskrim Mabes Polri atas permohonan pertolongan dari Sjahril

Djohan dan Haposan Hutagalung agar memberi atensi khusus

118

Page 129: Skripsi fix mulai halaman sampul sampai daftar pustaka.pdf

cxxix

mempercepatt penanganan perakra atas pengaduan Mr. Ho Kian Hiat

dan Penasehat Hukumnya Haposan Hutagalung terhadap Anwar

Salamah alias Amo atas penggelapan modal usaha penangkaran ikan

arwana dan modal indukan ikan, yang saat itu terkesan diperlambat.

Terdakwa memperlihatkan terutama kepada Sjahril Djohan bahwa ia

mempercepat proses, antara lain memanggil Penyidik untuk melakukan,

tangkap, tahan, sita, dan police line, dan memerintahkan Direktur II/

Kamtranas bahwa sesuai arahan piminan yang baru memenggil

Terdakwa agar perkara arwana dilengkapi pemeriksaannya untuk

menentukan langkah selanjutnya sehingga Tim Penyidik akhirnya pergi

ke Pekanbaru Riau melakukan pendalaman perkara dengan

pemeriksaan saksi-saksi dan bukti-bukti, dimana posisi berkas saat itu

masih 1/3. Dengan demikian, Terdakwa telah terbukti menerima

hadiah/janji, padahal patut diduganya bahwa hadiah atau janji itu

diberikan karena kekuasaan/kewenangannya yang berhubungan dengan

jabatan atau menurut pikiran pemberi hadiah/janji tersebut ada

hubungan dengan jabatan sebagaimana dimaksud dalam dakwaan

pertama kelima yakni Pasal 11 jo Pasal 18 Undang-Undang No. 31

Tahun 1999 telah diubah dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001

Tentang Pemberantasan Korupsi;

- Dakwaan terhadap Terdakwa bersifat kumulatif, maka harus

dipertimbangkan pula dakwaan kedua, menurut Judex Factie telah

terbukti dakwaan kedua alternatif kedua Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-

119

Page 130: Skripsi fix mulai halaman sampul sampai daftar pustaka.pdf

cxxx

Undang No. 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan Undang-Undang

No. 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) KUHP;

- Ternyata benar Terdakwa selaku Kuasa Pengguna Anggaran Dana

Hibah Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Barar Tahun

2008, Terdakwa dengan surat No. Pol/116/VI/2008/Bidkeu tentang

pertanggungjawaban keuangan belanja hibah tahun 2008 tanggal 2 Juni

2008 menyatakan tersisa 2.035.038,00 (dua juta tiga puluh lima ribu

tiga puluh delapan rupiah), padahal nyatanya yang didistribusikan ke

Satker di Intelkam Polda, Polwil, Polres, Polresta se Polda Jawa Barat

dan Satker di Intelkam di Polda seluruhnya hanya Rp.

19.230.790.100,00 (sembilan belas milyar dua ratus tiga puluh juta

tujuh ratus sembilan puluh ribu seratus rupiah), sedangkan sebesar Rp.

8.469.721.915,00 (delapan milyar empat ratus enam puluh sembilan

juta tujuh ratus dua puluh satu ribu sembilan belas rupiah) tidak

didistribusikan dan tidak diperuntukkan pengamanan pemilhan

Gubernur dan Wakil Gubernur tetapi dipergunakan oleh Terdakwa

untuk pembelian 40 lembar travel cheque @ Rp. 25.000.000,00 (dua

puluh lima juta rupiah); untuk membeli valuta asing, membayar harga

mobil camry serta digunakan untuk pemberian atensi kepada para

pejabat Polda Jawa Barat yang kesemuanya tidak ada hubungan dengan

peruntukan dana hibah tersebut;

- Pada mulanya Terdakwa memerintahkan Bendaharawan PAM

Pemilukada Jawa Barat Tahun 2008 Maman Abdulrahman Pasya untuk

120

Page 131: Skripsi fix mulai halaman sampul sampai daftar pustaka.pdf

cxxxi

melakukan pemotongan Dana Hibah PAM tersebut pada tahap ke-IV

dan hasil pemotongan mana dibenarkan para Bendaharawan Satker

Polres se Jawa Barat, hasil pemotongan itu bukan untuk pengamanan

Pemilukada tetapi untuk kepentingan pribadi;

- Atas pertimbangan diatas, perbuatan Terdakwa bersama-sama dengan

Maman Abdulrahman Pasya, Iwan Gustiawan, dan Yultje Aprianto

terbukti memenuhi kriteria bersama-sama melakukan perbuatan

tercantum dalam dakwaan kedua alternatif kedua dakwaan

Jaksa/Penuntut Umum;

- Bahwa terhadap perbuatan yang telah terbukti tersebut oleh Judex

Factie telah pula dipertimbangkan perihal memberatkan dan

meringankan bagi Terdakwa sebagaimana tersebut dalam Pasal 197

ayat (1) huruf f KUHAP, karena itu pernyataan keberatan terdakwa

dalam memori kasasi Terdakwa tidak dapat dipertimbangkan karena

Judex Factie telah tepat dan benar;

- Judex Factie/Pengadilan Tinggi berwenang untuk mengambil alih

pertimbangan Pengadilan Negeri sebagai pertimbangan Pengadilan

Tinggi sendiri apabila Pengadilan Tinggi berpendapat bahwa

pertimbangan tersebut telah tepat dan benar;

- Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan diatas, lagi pula

ternyata, putusan Judex Factie dalam perkara ini tidak bertentangan

dengan hukum dan/atau undang-undang, maka permohonan kasasi dari

Jaksa/Penuntut Umum dan Terdakwa tersebut harus ditolak;

121

Page 132: Skripsi fix mulai halaman sampul sampai daftar pustaka.pdf

cxxxii

- Menimbang, bahwa oleh karena Pemohon Kasasi II/Terdakwa dipidana,

maka harus dibebani untuk membayar biaya perkara dalam tingkat

kasasi ini;

Dengan ditolaknya permohonan kasasi yang diajukan oleh para pihak yakni

Pemohon I Jaksa dan Pemohon II Terdakwa maka Mahkamah Agung dalam

memeriksa penerapan hukum yang digunakan oleh Judex Factie sudah tepat

atau perlu dibenarkan sesuai dengan amanat dalam ketentuan Pasal 253 ayat

(1) KUHAP yang menyatakan bahwa:

“Pemeriksaan dalam tingkat kasasi dilakukan oleh Mahkamah Agung atas

permintaan para pihak sebagaimana dimaksud dalam pasal 244 dan pasal

248 guna menentukan:

1. Apakah benar suatu peraturan hukum tidak diterapkan atau diterapkan

tidak sebagaimana mestinya;

2. Apakah benar cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan

undang-undang;

3. Apakah benar pengadilan telah melampaui batas wewenangnya.

Suatu permohonan kasasi dapat diterima atau ditolak untuk diperiksa oleh

Mahkamah Agung. Menurut KUHAP, suatu permohonan ditolak jika:

1. Putusan yang dimintakan kasasi ialah putusan bebas (Pasal 244

KUHAP);

2. Melewati tenggang waktu penyampaian permohonan kasasi kepada

pantira pengadilan yang memeriksa perkaranya, yaitu empat belas hari

sesudah putusan disampaikan kepada terdakwa (Pasal 245 KUHAP);

3. Sudah ada keputusan kasasi sebelumnya mengenai perkara tersebut,

Kasasi hanya dilakukan sekali (Pasal 247 ayat (4) KUHAP);

4. Pemohon tidak mengajukan memori kasasi (Pasal 248 ayat (1)

KUHAP), atau tidak memberitahukan alasan kepada panitera, jika

122

Page 133: Skripsi fix mulai halaman sampul sampai daftar pustaka.pdf

cxxxiii

pemohon tidak memahami hukum (Pasal 248 ayat (2) KUHAP), atau

pemohon terlambat mengajukan memori kasasi, yaitu empat belas hari

sesudah mengajukan permohonan kasasi (Pasal 248 ayat (1) dan (4)

KUHAP);

5. Tidak ada alasan kasasi atau tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 253

ayat (1) KUHAP tentang alasan kasasi.77

Berdasarkan hasil penelitian Putusan Mahkamah Agung No.

899/K/Pid.Sus/2012 yang pada intinya hakim dalam memberikan

pertimbangannya menyatakan bahwa alasan baik dari Pemohon I maupun II

tidak dapat dibenarkan karena pertimbangan sebagai berikut:

- Bahwa alasan-alasan baik dari Jaksa/Penuntut Umum (Pemohon Kasasi

I) maupun Terdakwa (Pemohon Kasasi II) tidak dapat dibenarkan.

Judex Factie telah mempertimbangkan dengan tepat dan benar tentang

perkara a quo. Jaksa/Penuntut Umum telah melancarkan dakwaan

alternatif kumulatif terhadap Terdakwa, karena itu baik dakwaan

pertama maupun dakwaan kedua harus harus dibuktikan dan

dipertimbangkan dengan saksama oleh Judex Factie. Dalam kasus

mana, Judex Factie telah mempertimbangkan bahwa dari dakwaan

pertama terbukti alternatif pertama kelima yaitu Pasal 11 jo Pasal 18

Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 diubah dengan Undang-Undang

No. 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 KUHP dan kedua terbukti dakwaan

77

Ibid. hal 300

123

Page 134: Skripsi fix mulai halaman sampul sampai daftar pustaka.pdf

cxxxiv

alternatif kedua yaitu Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang No. 31

Tahun 1999 jo Pasal 55 ayat (1) KUHP;

- Benar Terdakwa telah menerima paper bag/tas kertas berwarna cokelat

yang berisi uang sebesar Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)

berasal dari Haposan Hutagalung yang diserahkan oleh Sjahril Djohan

kepada Terdakwa berdasarkan keterangan Sjahril Djohan, Haposan

Hutagalung, Upang supandi, Syamsurizal Makoagow, Yuliar Kus

Nugroho SIK, Dedi Supiandi, Nurmala Sari, dan Bagindo Harahap.

Dalam pada itu, Terdakwa mengetahui dan patut menduga bahwa uang

tersebut diterimanya adalah karena kekuasaa/kewenangannya selaku

Kabreskrim Mabes Polri atas permohonan pertolongan dari Sjahril

Djohan dan Haposan Hutagalung agar memberi atensi khusus

mempercepatt penanganan perakra atas pengaduan Mr. Ho Kian Hiat

dan Penasehat Hukumnya Haposan Hutagalung terhadap Anwar

Salamah alias Amo atas penggelapan modal usaha penangkaran ikan

arwana dan modal indukan ikan, yang saat itu terkesan diperlambat.

Terdakwa memperlihatkan terutama kepada Sjahril Djohan bahwa ia

mempercepat proses, antara lain memanggil Penyidik untuk melakukan,

tangkap, tahan, sita, dan police line, dan memerintahkan Direktur II/

Kamtranas bahwa sesuai arahan piminan yang baru memenggil

Terdakwa agar perkara arwana dilengkapi pemeriksaannya untuk

menentukan langkah selanjutnya sehingga Tim Penyidik akhirnya pergi

ke Pekanbaru Riau melakukan pendalaman perkara dengan

124

Page 135: Skripsi fix mulai halaman sampul sampai daftar pustaka.pdf

cxxxv

pemeriksaan saksi-saksi dan bukti-bukti, dimana posisi berkas saat itu

masih 1/3. Dengan demikian, Terdakwa telah terbukti menerima

hadiah/janji, padahal patut diduganya bahwa hadiah atau janji itu

diberikan karena kekuasaan/kewenangannya yang berhubungan dengan

jabatan atau menurut pikiran pemberi hadiah/janji tersebut ada

hubungan dengan jabatan sebagaimana dimaksud dalam dakwaan

pertama kelima yakni Pasal 11 jo Pasal 18 Undang-Undang No. 31

Tahun 1999 telah diubah dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001

Tentang Pemberantasan Korupsi;

- Dakwaan terhadap Terdakwa bersifat kumulatif, maka harus

dipertimbangkan pula dakwaan kedua, menurut Judex Factie telah

terbukti dakwaan kedua alternatif kedua Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-

Undang No. 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan Undang-Undang

No. 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) KUHP;

- Ternyata benar Terdakwa selaku Kuasa Pengguna Anggaran Dana

Hibah Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Barar Tahun

2008, Terdakwa dengan surat No. Pol/116/VI/2008/Bidkeu tentang

pertanggungjawaban keuangan belanja hibah tahun 2008 tanggal 2 Juni

2008 menyatakan tersisa 2.035.038,00 (dua juta tiga puluh lima ribu

tiga puluh delapan rupiah), padahal nyatanya yang didistribusikan ke

Satker di Intelkam Polda, Polwil, Polres, Polresta se Polda Jawa Barat

dan Satker di Intelkam di Polda seluruhnya hanya Rp.

19.230.790.100,00 (sembilan belas milyar dua ratus tiga puluh juta

125

Page 136: Skripsi fix mulai halaman sampul sampai daftar pustaka.pdf

cxxxvi

tujuh ratus sembilan puluh ribu seratus rupiah), sedangkan sebesar Rp.

8.469.721.915,00 (delapan milyar empat ratus enam puluh sembilan

juta tujuh ratus dua puluh satu ribu sembilan belas rupiah) tidak

didistribusikan dan tidak diperuntukkan pengamanan pemilhan

Gubernur dan Wakil Gubernur tetapi dipergunakan oleh Terdakwa

untuk pembelian 40 lembar travel cheque @ Rp. 25.000.000,00 (dua

puluh lima juta rupiah); untuk membeli valuta asing, membayar harga

mobil camry serta digunakan untuk pemberian atensi kepada para

pejabat Polda Jawa Barat yang kesemuanya tidak ada hubungan dengan

peruntukan dana hibah tersebut;

- Pada mulanya Terdakwa memerintahkan Bendaharawan PAM

Pemilukada Jawa Barat Tahun 2008 Maman Abdulrahman Pasya untuk

melakukan pemotongan Dana Hibah PAM tersebut pada tahap ke-IV

dan hasil pemotongan mana dibenarkan para Bendaharawan Satker

Polres se Jawa Barat, hasil pemotongan itu bukan untuk pengamanan

Pemilukada tetapi untuk kepentingan pribadi;

- Bahwa atas pertimbangan diatas, perbuatan Terdakwa bersama-sama

dengan Maman Abdulrahman Pasya, Iwan Gustiawan, dan Yultje

Aprianto terbukti memenuhi criteria bersama-sama melakukan

perbuatan tercantum dalam dakwaan kedua alternatif kedua dakwaan

Jaksa/Penuntut Umum;

126

Page 137: Skripsi fix mulai halaman sampul sampai daftar pustaka.pdf

cxxxvii

Selain syarat-syarat yang ditentukan oleh KUHAP tersebut, juga perlu

ditinjau Yurisprudensi Mahkamah Agung yang berkaitan dengan penolakan

kasasi seperti:

1. Permohonan kasasi diajukan oleh seorang tanpa kuasa khusus (Putusan

Mahkamah Agung tanggal 11 September 1958 No. 117K/Kr/1958);

2. Permohonan diajukan sebelum ada sebelum ada putusan akhir

pengadilan tinggi (Putusan Mahkamah Agung tanggal 17 Mei 1958 No.

66 K/Kr/1958);

3. Permohonan kasasi terhadap putusan sela (Putusan Mahkamah Agung

tanggal 25 Februari 1958 No. 320 K/Kr/1957);

4. Permohonan kasasi dicap jempol tanpa pengesahan oleh pejabat

berwenang (Putusan Mahkamah Agung tanggal 5 Desember 1961 No.

137 K/Kr/1961);78

Menurut hemat penulis Mahkamah Agung dalam memeriksa perkara

tersebut tidak menemukan kesalahan yang dilakukan pengdilan sebelumnya

sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 253 KUHAP tersebut diatas. Karena

didalamnya pertimbangannya hakim menyatakan bahwa Terdakwa terbukti

secara sah dan menyakinkan melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana

yang didakwakan oleh Penuntut Umum. Pertimbangan pengadilan sebelumnya

yang menyatakan bahwa terdakwa bersalah melakukan tindak pidana korupsi,

oleh tingkat Mahkamah Agung sudah dianggap benar diperkuat dengan adanya

keterangan saksi untuk penanganan perkara PT. SAL yakni Sjahril Djohan,

78

Ibid. hal 300.

127

Page 138: Skripsi fix mulai halaman sampul sampai daftar pustaka.pdf

cxxxviii

Haposan Hutagalung, Upang supandi, Syamsurizal Makoagow, Yuliar Kus

Nugroho SIK, Dedi Supiandi, Nurmala Sari, dan Bagindo Harahap. Sedangkan

untuk perkara pengamanan Pilkada Jawa Barat Tahun 2008 dengan adanya

keterangan saksi yakni perbuatan Terdakwa bersama-sama dengan Maman

Abdulrahman Pasya, Iwan Gustiawan, dan Yultje Aprianto melakukan

pemotongan dana hibah pengamanan Pilkada Jawa Barat. Selain itu alasan lain

yang tidak sesuai dengan alasan pengajuan sebagaimana diatur dalam Pasal

253 tersebut diatas oleh hakim Mahkamah Agung tidak ada kewajiban untuk

dipertimbangkan. Sebagaimana dinyatakan oleh Soedirjo79

yang menyatkan

bahwa

“Sebagaimana diketahui Mahkamah Agung dalam melakukan kasasi tidak

meniliti putusan seluruhnya. Putusan pada pokoknya berisi dua hal yaitu

pertimbangan tentang kenyataan (fakta-fakta) dan pertimbangan hukum.

Tugas Mahkamah Agung terbatas pada menyelidiki, apakah putusan yang

ditentang itu, bertentangan dengan hukum atau tidak.”

Oleh karena itu dengan ditolaknya permohonan pada amarnya yang

menyatakan bahwa

MENGADILI

Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi I: Jaksa/Penuntut

Umum pada Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan dan Permohonan Kasasi dari

Pemohon Kasasi II/Terdakwa: Drs. Susno Duadji, S.H., M.H., M.Sc. tersebut;

Menurut hemat penulis maka upaya kasasi yang ditempuh oleh para

pemohon patut dinyatakan ditolak karena segala pertimbangan yang pengadilan

yang digunakan oleh pengadilan sebelumnya tidak bertentangan dengan alasan

pengajuan kasasi sebagaimana diatur dalam Pasal 253 KUHAP. Oleh karena

79

Soedirjo. Op. Cit. hal 24.

128

Page 139: Skripsi fix mulai halaman sampul sampai daftar pustaka.pdf

cxxxix

itu dengan adanya pertimbangan hakim Mahkamah Agung yang pada intinya

menolak permohonan kasasi dari para pihak tersebut maka secara tersirat

dalam putusan Mahkamah Agung tersebut memberikan pemidanaan

sebagaimana telah dijatuhkan oleh pengadilan sebelumnya yakni Pengadilan

Tinggi yang menjatuhan pidana penjara selama 3 tahun 6 bulan kepada

Terdakwa. Sehingga putusan Mahkamah Agung tersebut telah menguatkan atas

segala hal yang telah dipertimbangkan oleh pengadilan sebelumnya termasuk

dalam hal pengadilan sebelumnya telah menjatuhkan pemidanaan atas tindak

pidana yang telah dilakukan oleh terdakwa.

129

Page 140: Skripsi fix mulai halaman sampul sampai daftar pustaka.pdf

cxl

BAB V

PENUTUP

A. SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan terhadap putusan

perkara Nomor 899/K/Pid.Sus/2012, maka dapat disimpulkan sebagai

berikut:

1. Tidak dimuatnya salah satu unsur dalam ketentuan Pasal 197

ayat 1 KUHAP yakni Perintah Penahanan pada perkara No.

899/K/Pid.Sus/2012 adalah tidak mengakibatkan putusan batal

demi hukum karena dengan dikeluarkannya Putusan

Mahkamah Konstitusi No. 69/PUU-X/2012 tentang Pengujian

Pasal 197 ayat (1) huruf k KUHAP. Yang pada intinya apabila

suatu putusan pemidanaan tidak mencantumkan perintah

penahanan sebagaimana dimaksud Pasal 197 ayat 1 huruf k

KUHAP tidak mengakibatkan putusan tersebut batal demi

hukum, karena Mahkamah Konstitusi menyatakan terbukti

ketentuan pasal tersebut betentangan dengan Undang-Undang

Dasar 1945. Sehingga putusan tersebut dapat dilaksanakan oleh

Jaksa sebagai bentuk pelaksanaan putusan.

2. Pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pemidanaan dalam

perkara No. 899/K/Pid.Sus/2012 adalah menolak permohonan

dari Jaksa/Penuntut Umum (Pemohon I) dan Terdakwa

(Pemohon II) karena alasan yang dikemukakan salah satunya

130

Page 141: Skripsi fix mulai halaman sampul sampai daftar pustaka.pdf

cxli

dinyatakan oleh Pemohon II yang mengatakan bahwa judex

factie salah menerapkan hukum dalam membuktikan dakwaan

Jaksa yang mendakwa terdakwa melanggar Pasal 3 jo. Pasal 11

jo. Pasal 18 jo. Pasal 55 ayat (1) KUHP adalah tidak tepat

karena Mahkamah Agung dalam pertimbangannya menyatakan

judex facti telah benar dan tepat dalam membuktikan dakwaan

Jaksa tersebut. Selain itu putusan Mahkamah Agung pada

pokoknya hanya berisi tentang kenyataan dan pertimbangan

hukum, sehingga tidak perlu lagi mempertimbangkan upaya

pembuktian lagi sebagimana telah dilakukan oleh tingkat

pengadilan sebelumnya. Sehingga dengan ditolaknya, secara

tersirat atau tidak langsung Mahkamah Agung tetap

menjatuhkan pemidanaan yakni sesuai dengan putusan

pengadilan sebelumnya dengan menjatuhkan pidana penjara

selama 3 tahun 6 bulan.

B. SARAN

Untuk mencegah suatu putusan batal demi hukum maka hakim

dalam membuat putusan akhir harus memperhatikan dengan sungguh-

sungguh mengenai ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang

formalitas suatu putusan. Walaupun pada hakikatnya peradilan pidana

bertujuan untuk mencari kebenaran materiil, namun perlu juga

diperhatikan mengenai ketentuan formalitas tersebut, yang telah

ditentukan dalam undang-undang.

131

Page 142: Skripsi fix mulai halaman sampul sampai daftar pustaka.pdf

cxlii

DAFTAR PUSTAKA

Literatur:

Alfitra. 2011. Hukum Pembuktian Dalam Beracara Pidana, Perdata Dan Korupsi

Di Indonesia. Jakarta : Raih Aksa Sukses.

Chazawi, Adami. 2008. Hukum Pembuktian Tindak Pidana Korupsi. Bandung:

Alumni.

Ibrahim, Joni. 2006. Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif. Malang:

Bayu Media Publishin.

Hamzah, Andi. 2008. Hukum Acara Pidana Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika.

___________. 2008. Perbandingan KUHP, HIR, dan Komentar. Jakarta: Ghalia.

Harahap, M. Yahya. 2009. Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP

(Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan PK). Jakarta: Sinar

Grafika.

Hartanti, Evi. 2007. Tindak Pidana Korupsi. Jakarta: Sinar Grafika.

Karjadi, M. dan R. Soesilo. 1997. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

Bogor: Politea.

Marpaung, Leden. 2004. Perumusan Memori Kasasi dan Peninjauan Kembali

Perkara Pidana. Jakarta: Sinar Grafika.

_______________. 2010. Proses Penanganan Perkara Pidana (Di Kejaksaan &

Pengadilan Negeri Upaya Hukum & Eksekusi). Jakarta: Sinar Garfika.

Mulyadi, Lilik. 2010. Kompilasi Hukum Pidana Dalam Perpektif Teoritis Dan

Praktik Peradilan. Bandung: CV. Mandar Maju.

Page 143: Skripsi fix mulai halaman sampul sampai daftar pustaka.pdf

cxliii

__________. 2012. Hukum Acara Pidana Normatif, Teoritis, Praktik, Dan

Permasalahannya. Bandung: Alumni.

Pradjonggo, Tjandra Sridjaja. 2010. Sifat Melawan Hukum Dalam Tindak Pidana

Korupsi. Jakarta: Indonesia Lawyer Club.

Rifai, Ahmad. 2011. Penemuan Hukum Oleh Hakim Dalam Prespektif Hukum

Progresif. Jakarta: Sinar Grafika.

Soedirjo. 1984. Kasasi Dalam Perkara Pidana (Sifat dan Fungsi). Jakarta:

Akademika Pressindo.

Soekanto, Soerjono. 1988. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI-Press.

Salam, Moch. Faisal. 2001. Hukum Acara Pidana Dalam Teori & Praktik.

Bandung: Mandar Maju.

Surachmin dan Suhandi Cahaya. 2011. Strategi & Teknik Korupsi. Jakarta: Sinar

Grafika.

Syamsuddin, Azis. 2011. Tindak Pidana Khusus. Jakarta: Sinar Grafika.

Tim Penyusun Hukum Acara Mahkamah Konstitusi. 2010. Hukum Acara

Mahkamah Konstitusi. Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah

Konstitusi.

Peraturan Perundang-undangan:

Indonesia, Undang-Undang No. 1 Tahun 1946 tentang Kitab Undang-Undang

Hukum Pidana.

________, Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang

Hukum Acara Pidana.

Page 144: Skripsi fix mulai halaman sampul sampai daftar pustaka.pdf

cxliv

________, Undang-undang No. 28 Tahun 2009 tentang Kekusaan Kehakiman.

Bandung: Citra Umbara.

________, Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi.

________, Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi.

Internet:

Manullang, Dunia Hukum Online.

http://duniahukumonline.blogspot.com/2012/09/asas-asas-hukum

pidana.html. diakses pada tanggal 17 Oktober 2013.

Anonim. 2010.

http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4fbc5042998ac/putusan-tanpa-

perintah-penahanan-bisa-dieksekusi, diakses pada tanggal 4 November

2013.

Yusril Ihza Mahendra. 2012.

http://yusril.ihzamahendra.com/2012/05/17/pendapat-hukum-terhadap-

putusan-batal-demi-hukum/, diakses pada tanggal 4 November 2013.

Anonim. http://www.poskotanews.com/2013/03/06/kisruh-pasal-197-kuhap-

penegak-hukum-dapat-dihukum-berat/, diakses pada tanggal 5 November

2013.

Page 145: Skripsi fix mulai halaman sampul sampai daftar pustaka.pdf

cxlv

Anonim. 2012. http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt50aea9e793963/mk--

putusan-tanpa-perintah-penahanan-tetap-sah, diakses pada tanggal 5

November 2013.

www.Mahkamah Agung.go.id, diakses pada tanggal 19 Desmber 2013.

Makalah:

Paulus E. Lotulung. Kebebasan Hakim Dalam Sistem Penegakan Hukum.

Makalah.